PENDIDIKAN TAREKAT ABAH GAOS (Studi Pemikiran dan Karya Abah Gaos) Tesis

Disusun Oleh: Ahmad Muchtar 21150110000016

MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M / 1440 H LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Tesis dengan Judul`?θ αiα ″勤 ″ルα わα力G″Os βレ″ ′′″所′″α″話α″rfaッα Иbαみ “ =kα GZθ り yangditulisolehAhmadMuchtarcengttNIM2H50H0000016telahdittikallpada`И Sidang Promosi Tesis olch Fakultas 1lmu Tarbiyah dan Keguruan(FITK)UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Han Senin,12 Agustus 2019 dan telah diperbaiki scsuai saran‐ saran penttji SCbagd saall satt syarat untulc memperoleh geltt Magister pendidikcall

(M・ Pd.)pada PrOgram Magister(S2)Pendidikan Agama lslalll. Jakarta,12 Agllstus 2019

Ketua Prograln Magister PAI Tanggal

NIP.196703282000031001 .`磁 ずつ

Penguii l i Tanggal Pro■ Dr.H.Amd Arid M.A2. 勒・ NIP。 195601191986031003 :% イ

PenguJ1 2 Tanggal Dr.H.Sapiudin Shidiq.Ml△ 二 NIP.196703282000031001 物r.ャマ

PenguJ1 3

Dr・ Zalmudin.M.A2. NIP。 195907051991031002 多匂

Dik∝ahui olch Ilmu Tarbiyah dan I(eguruan

971031998032001

ヽ〓 ―¬

I.EMBAR PENGESAⅡAN

PENGUJISEMINAR ⅡASIL PENELITIAN

Tesis dengall judul`IPθ didittα″乃″力α′∠みα力Cα οS“レ″Pθ″:Ltra“ ″α″脆α∠″カ “ `ッ GZθりyallgditulisolchttadMuchtardenganNIN121150■ 000o016 telah dittikan pada Sid“g Seminar Hasil Penelitian Tesis olch Fakultas IIIInll Tarbiyah dan Kcguruan(FITK) uIN Syal・if Hidayatullah Jakarta pada haFi Kamis,18 Juli 201.Tesis ini telah dipelも aiki scsuai sttall‐ saran pengji sebagd sdall satu syartt untuk mengikuti Чiall Promosi Tesis.

Jakatta,18 Juli 2019

Tanggal Tanda Tangan

Penguji 1 に運娘虫史逮心ン Nama Dr.FauZan,M.A. ド.1,五ゞ3

NIP 197611072007011013

Penguji II リ Nama Dr.Ho Dimyathi,M・ Ag。 聟♀.1ィ NIP 196407041993031003

卜、 LEMl13AR PENGESAHAN PEⅣIBIPIBING TESIS

Nama Ahad Muchtar

NIM 21150110000016

Plocli Magister Pcndidikan Agalna lslam

Judul Tesis Pendidikan Tarektt Abah caOS(Studi Pelnikiran dan KaFya Abah Gaos)

Tesis dcngan judul`ち ル″d=凛 αF r″FCkα′Иιαみ Gαοs β Pι″:たirα あ″&ψ α Иbα λ =鷺 "″ “ GZθり yang ditulis 91ch Ahmad Muchtar dengan NIM 2H50H0000016 telah dittikall pada

Sidang PrOmosi Tesis olch F〔 山ュhas mmu Tarbiyah dan Keguman(FITD UIN Sya五 f Hiday江Jlah JalcaFta pada Hari Senin,12 Agustus 2019 dan telah diperbdki sesuai saran‐

saran pcnmji sebagd sdah satu syartt unt■ k memper01ch gelar Magister Pendidikall

(M.Pd。 )pada PF08Tanl Magister(S2)Pendidikan Agallla lslm。

JakaFta,14 Agus如 ,2o19

Doscn Pembimbing

Dr.Ho Akhmad SOdiq,M。 な . NIP. 197107091998031001

l SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan dj bawah ini,

Nama Ahmad Muchtar Tempat/Tgl. Lahir Jakafta, 79 Januai1992 NIM 21150t10000016 Jurusan/Prodi Magister Pendidikan Agama Islam .Iudul Tesis Pendidikan Tarekat Abah Gaos (Studi Pemikiran dan Karya Abah Gaos) Dosen Pembin-rbing : Dr. H. Akhmad Sodiq, M.A.

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya befiangguttgiawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.pd).

Iakarta,4 luli 2019

NIPI。 21150110000016

iV

ABSTRAK Ahmad Muchtar (21150110000016). Pendidikan Tarekat Abah Gaos (Studi Pemikiran dan Karya Abah Gaos) Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pendidikan tarekat Abah Gaos melalui pemikiran dan karyanya. Latar belakang penelitian ini bersumber dari realitas sosial yang kurang perhatian dan tanggung jawab terhadap keluarganya akan pendidikan tarekat. Padahal, pendidikan tarekat mengedepankan akhlak, moral dan etika. Akhlak yang menjadi landasan hidup dan pokok kehidupan secara langsung dipraktikkan Rasulullah Saw. Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak dan sebagai suri teladan yang baik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui nilai pendidikan tarekat Abah Gaos melalui pemikiran dan karyanya. Cara mengetahui proses pendidikan tasawuf itu dalam bentuk tarekat, amaliyah dan ubudiyah di samping adakah yang dampak dan implikasi terhadap ikhwan semua elemen. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan dalam penelitian ini. Pendekatan kualitatif, yaitu penelitian atau data yang dikumpulkan melalui kata dan gambar, kemudian disusun dalam bentuk kalimat. Berarti, penelitian ini berusaha untuk mngungkapkan keadaan yang bersifat alamiah secara holistik. Keadaan atau obyek alamiah itu ditelusuri sesuai tujuan agar bisa menjawab rumusan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pendekatan kualitatif ini berdasarkan deskriptif, pendekatan ini berusaha mendeskripsikan gejala, peristiwa dan kejadian dengan cara mengumpulkan pelbagai informasi informan yang telah ditetapkan dan diarahkan, lalu informasi tersebut diolah untuk mendapatkan sebuah solusi agar masalah yang diungkap dapat terselesaikan, tepat, dan merasakan kepuasan personal. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tehnik dokumnetasi, di samping wawancara agar memperkuat hasil penelitian secara sempurna. Nilai pendidikan tarekat Abah Gaos memberikan sumbangsi yang sangat besar, nyata, dan terbuka bagi para ikhwan atau masyarakat. Dilihat dari sisi pemikirannya dan karyanya, Abah Gaos tuangkan dalam bentuk lisan, petuah dan ceramahnya dalam memberikan nilai serta substansi pendidikan tasawuf. Karya yang beliau tuangkan dalam bentuk lembaran dan tulisan menjadi amal jariyah yang tak ternilai dalam perkembangan keilmuan dan amaliyah TQN Pondok Sirnarasa. Selain itu, ada proses seseorang menikmati nilai-nilai pendidikan tarekat sebagaimana digambarkan beberapa karyanya seperti zikir, khataman, tahlil, manaqiban, serta ubudiyah lainnya seperti menjalankan apa yang guru/mursyid sampaikan bersasarkan syariat Islam. Hal tersebut bisa ditemukan dan dinikmati orang yang menjalankannya serta menjawab keingintahuan ilmu dan dunia tasawuf terutama berbasis tarekat melalui karya yang penulis deksripsikan secara komprehensif.

Kata Kunci: Pendidikan Tarekat, Abah Gaos

v

ABSTRACT Ahmad Muchtar (21150110000016). Abah Gaos Sufi Order Education (Gaos Thought and Work Study) This research was conducted to analyze the Abah Gaos sufi order education through his thoughts and works. The background of this research comes from social reality that lacks attention and responsibility towards his family for Sufism education. In fact, sufi order education promotes morals, morals and ethics. Morals that are the basis of life and the principal of life are directly practiced by the Prophet. The Prophet was sent to perfect morals and as a good example. The purpose of this study was to determine the value of Abah Gaos sufi order education through his thoughts and works. How to know the process of Sufism education in the form of tarekat, amaliyah and ubudiyah in addition to what are the impacts and implications for the ikhwan of all elements. The qualitative approach is the approach in this study. A qualitative approach, namely research or data collected through words and images, then arranged in sentence form. Means, this study seeks to express natural conditions holistically. The state or natural object is traced according to purpose in order to answer the predetermined formula. This qualitative approach is based on descriptive, this approach seeks to describe the symptoms, events and events by collecting various informants information that has been set and directed, then the information is processed to get a solution so that the problems revealed can be resolved, appropriate, and feel personal satisfaction. To obtain data in this study, researchers used documentary techniques, in addition to interviews to strengthen the results of the study perfectly. The value of Abah Gaos sufi order education gives a very large, real contribution and is open to the brothers or the community. Viewed from the side of his thoughts and works, Abah Gaos poured in oral form, advice and lectures in providing the value and substance of Sufism education. The work that he poured in the form of sheets and writings became an invaluable charity in the development of science and the practice of the TQN of Sirnarasa Islamic Boarding School. In addition, there is a process for someone to enjoy the values of tasawuf education as illustrated by some of his works such as zikir, khataman, tahlil, manaqiban, and other ubudiyah such as carrying out what the teacher / murshid conveyed based on Islamic law. This can be found and enjoyed by those who run it and answer the curiosity of science and the world of Sufism, especially tarekat-based through works that the authors describe comprehensively.

Keywords: Sufi Order Education, Abah Gaos

vi

املخلص أمحد خمتار )61101111111112(. تعخليم أباه غوث الطريقة )دراسة فكرية و ومئخلفاته( تم إجراء هذا ابلحث تلحخليل تعخليم أباه اغوس الطريقة من خالل أفاكره وأعماهل. تأيت خخلفية هذا ابلحث من واقع اجتمايع يفتقر إىل االهتمام واملسؤويلة جتاه أرسته يف تعخليم الصوفية. يف الواقع ، يعزز تعخليم الطريقة األخالق واألداب. األخالق اليت يه أساس احلياة ومبدأ احلياة يمارسها انليب مبارشة. تم إرسال انليب إىل األخالق الكمال وكمثال جيد. اكن الغرض من هذه ادلراسة هو حتديد قيمة تعخليم آبا اغوس الطريقة من خالل أفاكره وأعماهل. كيفية معرفة عمخلية اتلعخليم الصوفية يف شلك الطريقة، والعمخلية، والعبادة، باإلضافة إىل ما يه اآلثار، واآلثار املرتتبة ىلع اإلخوان من مجيع العنارص. انلهج انلويع هو انلهج يف هذه ادلراسة. مقاربة نوعية ، يه ابلحث أو ابليانات اليت يتم مجعها من خالل اللكمات والصور ، ثم يتم ترتيبها يف شلك مجخلة. يعين ، تسىع هذه ادلراسة لخلتعبري عن الظروف الطبيعية ً ً بشلك يلك. يتم تتبع احلالة أو الاكئن الطبييع وفقا لخلغرض من أجل اإلجابة ىلع الصيغة املحددة مسبقا. يعتمد هذا انلهج انلويع ىلع الوصف الوصيف ، حيث يسىع هذا انلهج إىل وصف األعراض واألحداث واألحداث من خالل مجع املعخلومات املصتخلفة لخلمصربين اليت تم إعدادها وتوجيهها ، ثم تتم معاجلة املعخلومات لخلحصول ىلع حل حبيث يمكن حل املشالكت اليت تم الكشف عنها ومالئمتها وشعورها بالرضا الشصيص. لخلحصول ىلع ابليانات يف هذه ادلراسة ، استصدم ابلاحثون اتلقنيات الوثائقية ، باإلضافة إىل املقابالت تلعزيز نتائج ادلراسة بشلك مثايل. تقدم حممد سيف اهلل مسخلول قيمة تعخليم الطريقة إسها ًما كب ًريا وحقيق ًيا ويه مفتوحة لألخوة أو ً املجتمع. نظ ًرا لوجهة نظره من أفاكره وأعماهل ، صب آباه غوث شالك شفه ًيا ونصائح وحمارضات يف توفري قيمة ومضمون تعخليم الصوفية. أصبح العمل اذلي سكب يف شلك أوراق وكتابات مؤسسة خريية ال تقدر بثمن يف تطوير العخلوم وممارسة (TQN) طريقة القادرية وانلقشبندية من مدرسة (Sirnarasa) رسناراسا اإلسالمية الصعود. باإلضافة إىل ذلك، هناك عمخلية ليك يستمتع شص ما بقيم تعخليم اتلع ُسف كما يتضح من بعض ً أعماهل مثل اذلكر، واخلتام، واتلهخليل، واملناقب، والعبودية األخرى مثل تنفيذ ما نقخله املعخلم أو املرشد وفقا لخلرشيعة اإلسالمية. يمكن العثور ىلع هذا واتلمتع به من قبل أوئلك اذلين يديرونه ويستجيبون لفضول العخلم واعلم الصوفية ، ال سيما من خالل الطريقة من خالل األعمال اليت يصفها املؤلفون بشلك شامل.

اللكمات املفتاحية: تعخليم الطريقة، أباه غوث vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan tesis ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.

A. Konsonan Tunggal

Huruf Nama Huruf Latin Keterangan

Arab

Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا

Bā’ b be ب

Tā’ t te ت

(Ṡā’ ṡ es (dengan titik di atas ث

Jīm j je ج

(Ḥā’ ḥ ha (dengan titik di bawah ح

Khā’ kh ka dan ha خ

Dāl d de د

(Żāl ż zet (dengan titik di atas ذ

Rā’ r er ر

zai z zet ز

sīn s es س

syīn sy es dan ye ش

viii

(ṣād ṣ es (dengan titik di bawah ص

(ḍād ḍ de (dengan titik di bawah ض

(ṭā’ ṭ te (dengan titik di bawah ط

(ẓȧ’ ẓ zet (dengan titik di bawah ظ

ain ‘ koma terbalik di atas‘ ع

gain g ge غ

fā’ f ef ف

qāf q qi ق

kāf k ka ك

lām l el ل

mīm m em م

nūn n en ن

wāw w w و

hā’ h ha هـ

hamzah ` apostrof ء

yā’ Y Ye ي

B. Konsonan Rangkap karena Syaddah Ditulis Rangkap

ditulis Muta‘addidah مـتعدّدة

ditulis ‘iddah عدّة

C. Tā’ marbūṭah

ix

Semua tā’ marbūtah ditulis dengan h, baik berada pada akhir kata tunggal ataupun

berada di tengah penggabungan kata (kata yang diikuti oleh kata sandang “al”).

Ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa

indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya kecuali dikehendaki kata aslinya.

ditulis ḥikmah حكمة

ditulis ‘illah ع ّلـة

’ditulis karāmah al-auliyā كرامةاألولياء

D. Vokal Pendek dan Penerapannya

Fatḥah ditulis A --- َ ----

Kasrah ditulis i --- َ ----

Ḍammah ditulis u --- َ ----

Fatḥah ditulis fa‘ala فع ل

Kasrah ditulis żukira ذ كر

Ḍammah ditulis yażhabu ي ذهب

E. Vokal Panjang

1. fathah + alif ditulis ā

ditulis jāhiliyyah جاهلـيّة

2. fathah + ya’ mati ditulis ā

ditulis tansā ت ـنسى

x

3. Kasrah + ya’ mati ditulis ī

ditulis karīm كريـم

4. Dammah + wawu mati ditulis ū

ditulis furūḍ فروض

F. Vokal Rangkap

1. fathah + ya’ mati ditulis ai

ditulis bainakum بـينكم

2. fathah + wawu mati ditulis au

ditulis qaul قول

G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan Apostrof

ditulis A’antum أأنـتم

ditulis U‘iddat اُ عدّت

ditulis La’in syakartum لئنشكرتـم

H. Kata Sandang Alif + Lam

1. Bila diikuti huruf Qamariyyah maka ditulis dengan menggunakan huruf awal “al”

ditulis Al-Qur’ān القرأن

ditulis Al-Qiyās القياس

2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis sesuai dengan huruf pertama Syamsiyyah

tersebut

xi

’ditulis As-Samā ال ّسماء

ditulis Asy-Syams الشّمس

I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat

Ditulis menurut penulisannya

ditulis Żawi al-furūḍ ذوىالفروض

ditulis Ahl as-sunnah أهل ال ّسـ ّنة

xii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. Sang pemilik langit dan bumi beserta isinya. Sang pemberi limpahan rahmat, hidayah, inayah, nikmat dan karunia kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda alam, sang revolusioner sejati yang menuntun umatnya menuju jalan penuh keridhaan Allah swt. dan khotaman nabiyyin yaitu baginda Nabi Muhammad saw. Dan kepada keluarganya, para sahabatnya, tabi’at tabi’in, ulama salafussholih, para syuhada, para sholihin dan seluruh kaum muslimin serta muslimat sampai kepada umatnya saat ini. Mudah-mudahan di akhirat kelak kita semua mendapatkan ridho Allah swt. dan syafaat Nabi Muhammad saw. Amin. Penyelesaian tesis ini merupakan prasyarat untuk menyelesaikan studi pada Program Magister Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang dihadapi. Namun berkat dukungan dan doa dari berbagai pihak, hambatan dan kesulitan tersebut dapat terlewati. Meskipun demikian, penulisjuga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya, sehingga penulis memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran kepada pembaca demi memperbaiki tesis ini. Selanjutnya dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih sedalam- dalamnya kepada berbagai pihak yang telah memberikandukungan berupa arahan, bimbingan, dan lainnya selama proses penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya tersebut penulis sampaikan kepada yang terhormat: 1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. beserta jajarannya. 2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Dr. Sururin, M.Ag beserta jajarannya. 3. Ketua Program Magister Pendidikan Agama Islam, Bapak Dr. H. Sapiudin Shidiq, M. Ag. beserta jajarannya, yang telah memberikan pelayanan akademik dengan memuaskan. 4. Pembimbing, Bapak Dr. H. Sapiudin Shidiq, M. Ag yang telah memberikan bimbingan, arahan, wawasan dan nasehat dengan penuh kesabaran, ketekunan serta keikhlasan. 5. Seluruh Dosen Program Magister FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu baik secara tersirat maupun tersurat kepada penulis. 6. Syeikh Muhammad Abdul Ghouts (Abah Gaos) selaku pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Sirnarasa, Cisirri, Ciamis, Jawa Barat yang telah bersedia memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian. 7. Ustadz Ai Abdurrahman, KH. Irfan Zidni, MA, beserta para ust/ustdzah lainnya yang telah bersedia memberikan informasi kepada penulis tentang semua permasalahan yang terdapat dalam tesis ini. 8. Istriku tercinta Siti Charidatul Bahiyyah yang telah mendukung selesainya tesis dengan pengorbanan waktu, pikiran, moril serta materil. 9. Anakku tercinta Hanin Mumtazah Muchtar yang selalu memberikan semangat, senyuman, serta kebahagiaan disaat hati dan pikiran penulis sedang mendapat kesulitan, tantangan dan hambatan. 10. Ayahanda H. Muhammad Naseh Abdurrahim, ibunda Hj, Mahmudah, kakanda Muhammad Iqbal, Abdul Haq, Siti Aisyah, dan Fadhilah yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, pelajaran hidup, nasehat, dan dukungan lainnya baik dari segi moril maupun materil. xiii

11. Ayah mertua H. Syamsuddin dan Ibu Mertua Hj. Zakiyah yang selalu memotivasi penulis untuk selalu semangat dan menyelesaikan studinya. 12. Staff Program Magister FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Muslikh Amrullah, S.Pd. yang telah membantu dan memberikan layanan akademik dengan baik. 13. Seluruh sahabat seperjuangan dari prodi MPAI yang telah memberikan kenangan indah, semangat dan motivasi saat berada di bangku perkuliahan kepada penulis. 14. Kepada seluruh teman, saudara/i yang tidak disebutkan namanya namun telah bersedia menerima penulis dengan sangat ramah dan penuh kasih sayang selama penulis berada di pesantren. 15. Kepada semua pihak yang ikut andil dan telah membantu penyelesaian tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya kepada mereka yang telah penulis sebutkan, hanya do’a yang dapat dipanjatkan kepada Yang Maha Kuasa, semoga Allah swt. yang membalasnya dengan balasan yang berlipat ganda. Amin.

Jakarta, 29 Juli 2019 Penulis,

Ahmad Muchtar

xiv

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGUJI...... i LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR HASIL...... ii LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING...... iii PERNYATAAN KARYA SENDIRI ...... iv ABSTRAK INDONESIA ...... v ABSTRAK INGGRIS ...... vi ABTRAK ARAB ...... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ...... viii KATA PENGANTAR ...... xiii DAFTAR ISI ...... xv

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Identifikasi Masalah ...... 11 C. Pembatasan Masalah ...... 11 D. Perumusan Masalah ...... 12 E. Tujuan Penelitian ...... 12 F. Manfaat Penelitian ...... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...... 14 A. Teori Pendiidikan dan Tarekat ...... 14 1. Pendidikan ...... 14 a. Definisi Pendidikan ...... 15 b. Hakikat Pendidikan ...... 19 c. Tujuan Pendidikan ...... 20 2. Tarekat ...... 22 a. Definisi Tarekat ...... 23 b. Sejarah Perkembangan Tarekat ...... 25 c. Proses Mengikuti Tarekat...... 29 d. Mursyid Tarekat ...... 30 3. Relasi DenganTasawuf ...... 31 a. DefinisiTasawuf ...... 32 b. Ajaran Tasawuf ...... 41 c. Tujuan Tasawuf ...... 41 d. Langkah Menuju Kebersucian Jiwa ...... 42 1) Tazkiyatun al-Nafs ...... 42 2) Mujahadah dan Riyadhah ...... 44 e. Maqamat dan Ahwal ...... 46 xv xvi

f. Perumpamaan Tasawuf dan Tarekat ...... 48 g. Proses Spiritualisasi Pendidikan ...... 48 h. Urgensitas Pendidikan Tasawuf ...... 49 i. Tasawuf dan Pendidikan Dalam Sekolah ...... 50 j. Tasawuf Modern ...... 52 B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ...... 53 C. Kerangka Konsep ...... 56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...... 57 A. Tempat dan Waktu Penelitian ...... 57 B. Desain Penelitian ...... 58 C. Data dan Sumber Data ...... 59 1. Sumber Primer ...... 55 2. Sumber Sekunder ...... 56 D. Instrumen Penelitian ...... 60 1. Wawancara...... 61 2. Pembacaan Naskah Kitab ...... 62 E. Tehnik Analisis Data...... 63 1. Reduksi Data ...... 64 2. Penyajian Data ...... 64 3. Verifikasi ...... 64 F. Uji Keabsahan Data ...... 65 G. Analisis Hasil Penelitian ...... 65

BAB IV PENDIDIKAN TASAWUF ABAH GAOS ...... 67 A. Genealogi Pondok Pesantren Sirnarasa ...... 67 1. Sejarah Lahir Pondok Pesantren ...... 67 2. Tokoh Pendiri Pon-Pes ...... 68 3. Biografi Abah Gaos ...... 69 4. Profil Pon-Pes Sirnarasa dan Perkembangannya ...... 72 5. Abah Gaos Memimpin dan Mengembangkangnya...... 75 6. Kontribusi Abah Gaos terhadap Pon-Pes & Masyarakat ...... 76 a) Pendidikan Tarekat Sirnarasa ...... 76 b) Letak Geografis ...... 76 c) Struktur Organisasi ...... 77 d) Sistem Pembelajaran Pesantren ...... 77 e) Sarana dan Prasarana ...... 78 f) Sumber Dana ...... 78 xvii

g) Metodologi Penyebar Tarekat ...... 78 h) Fokus dan Inti Ajaran Tarekat Abah Gaos ...... 79 i) Model Tarekat Sirnarasa ...... 79 j) Karya Abah Gaos ...... 81 k) Silsilah Abah Gaos ...... 82 l) Wakil Talqin Abah Gaos ...... 84 B. Pemikiran Tarekat Abah Gaos ...... 88 1. Pemikiran Kitab as-Syarhu al-Maysur li Miftahi as-Shudur ...... 88 2. Pemikiran as-Sunan al-Mardhiyyah fi al-‘Amaliyah al-Mursyidiyyah .... 90 3. Pemikiran al-Fath al-Jalil fi ‘Alamati al-Mursyid al-Kamil ...... 94 4. Pemikiran al-Fikratu al-Jadidah fi Fadhail al-Syuhur annaha min Asmaillahi al-Husna ...... 98 C. Implementasi Tarekat Abah Gaos ...... 101 1. Implementasi Kelembagaan ...... 101 2. Implementasi Individual ...... 101 a) Talqin ...... 102 b) Dzikir Harian ...... 105 c) Khotaman ...... 110 d) Manaqib ...... 116 e) Tawassul ...... 117 f) Sholat Fardhu dan Sunnnah ...... 120 g) Tanbih ...... 122 BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI ...... 126 A. Kesimpulan ...... 126 B. Saran ...... 127 C. Implikasi ...... 128

DAFTAR PUSTAKA ...... 129 LAMPIRAN 1 ...... 136 LAMPIRAN 2 ...... 151 DAFTAR TABEL

Tabel 2.1...... 29 Tabel 2.2 ...... 56 Tabel 3.1...... 58 Tabel 3.2...... 61 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Siraj (2006: 433) mengatakan bahwa kehidupan manusia di zaman modern yang penuh dengan gelimang materi, menyeret siapapun yang tidak kuat untuk terus menjauh dari Sang Maha Pencipta. Lingkungan, teman, kerabat dan semua yang ada di sekitar menjadi sesuatu yang urgen dalam memberikan warna kehidupan seseorang.

Di samping kehidupan modern itu penuh dengan tipu daya, tap menurut peradaban dunia akhir-akhir ini tengah memasuki masa-masa krisis bagi nilai kualitas nilai kemanusiaan. Hal ini ditandai dengan fenomena perilaku dan pola pikir manusia yang semakin menjauh dari eksistensi kemanusiaannya. Nilai-nilai kemanusiaan telah banyak diabdikan dan dikorbankan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Supremasi rasionalisme, empirisme, positivisme dan pragmatisme tampil dengan gagahnya di permukaan bumi ini, seraya dianggap telah berhasil menggeser dogmatisme agama. Ilmu pengetahuan dan filsafat dianggap lebih obyektif ketimbang agama atau kepercayaan ungkap Sholihin (2005: 1). Inilah fenomena- enomena yang terjadi di dunia ini. Dengan banyaknya kuantitasnya manusia semakin lupa akan kualitas yang ada pada personalnya sendiri.

Hal ini pula ditandai karena kurangnya perhatian dan tanggung jawab diri sendiri terutaa dalam lingkup keluarga. Padahal, pendidikan sendiri instrumen penting dalam membentuk pribadi sesorang. Namun, kenyataanya yang terjadi malah menjadi-jadi bukan meminimalisir atau mengurangi kejadian dan wabah tersebut.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan tekenologi saat ini menyisakan beberapa persoalan yang perlu perhatian. Tidak dipungkiri masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjadi alternatif penyelesaian masalah kehidupan sehari-hari, namun pada kondisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi canggih tersebut kurang mampu

1 2 menumbuhkan moralitas (akhlak) yang mulia. (Iskarim, 2016: 1). Perkembangan teknologi saat ini, yang ditandai dengan hadirnya zaman modern, termasuk di Indonesia diikuri oleh gejala dekadensi moral yang benar-benar berada pada taraf memprihatinkan. Akhlak mulia seperti kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong menolong, toleransi dan saling mengasihi sudah mulai terkikis oleh penyelewengan, penipuan, permusuhan, penindasan, saling menjatuhkan, menjilat, mengambil hak orang lain secara paksa dan sesuka hati, dan perbuatan-perbuatan tercela yang lain. Kemerosotan moral atau yang sering kita dengar dengan dekadensi moral sekarang ini tidak hanya melanda kalangan dewasa, melainkan juga menimpa kepada kalangan pelajar yang berperilaku di luar batas kesopanan dan kesusilaan, semisal: mabuk-mabukan, tawuran, penyalahgunaan obat terlarang, pergaulan seks bebas, bergaya hidup hedonis dan hippies di Barat, dan lain sebagainya. Dengan begitu, bukan tanpa bukti untuk mengatakan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga memiliki konsekuensi logis terciptanya kondisi yang mencerminkan kemerosotan akhlak. (Daulay, 2012: 141).

Masyarakat yang terkena dampak langsung warisan budaya adalah masyarakat yang hidup dan berdomisili di pinggiran kota-kota besar. Masyarakat ini disatu sisi telah kehilangan citra kedesaannya dan disisi lain telah terpengaruh gaya hidup perkotaan yang serba mahal dan mewah. Untuk bergaya hidup mewah mereka tidak mampu sedangkan untuk kembali ke ke gaya pedesaan tidak mau. Akhirnya, mereka selalu dalam depresi berat sehingga mereka terpaksa melakukan pelbagai tindakan kriminal atau kejahatan. Menurut hasil survei Ikatan Dokter Indonesia (IDI), melalui Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, pada tahun 2007 menyatakan bahwa 94% masyarakat indonesia mengalami depresi ringan dan berat (Khairunnas Rajab vol. XXVIII, 2013/1434: 76).

Dalam kaitan ini, Azra (1998: 100) menjelaskkan bahwa kebudayaan modern yang berintikan liberalisasi, rasionalisasi efisinsi secara konsisten terus melakukan proses pendangkalan kehidupan spiritual. Liberalisasi yang terjadi di seluruh aspek kehidupan tak lain adalah proses desakralisasi dan de-spritualisasi tata nilai kehidupan. 3

Dalam proses semacam itu, agama yang sarat dengan nilai-nilai sakral dan spritual perlahan tapi pasti terus tergusur dari berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kadang-kadang agama dipandang tidak relevan dan signifikan dalam kehidupan. Akibatnya, sebagaimana terlihat dalam gejala kehidupan umat manusia banyak modern, kehidupan rohani semakin kering dan dangkal.

Kehiupan modern menurut Nashir (1997: 138) tampil dalam dua wajah antagonistik. Disatu pihak modernisme telah berhasil mewujudkan kemajuan yang spektakuler., khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun kemakmuran fisik. Sementara disisi lain ia telah menampilkan wajah kemanusiaan yang buram berupa manusia modern berwujud kesengsaraan ruhaniah. Gejala ini muncul sebagai akibat dari modernisasi yang didominasi oleh nalar instrumental.

Dibalik kemajuannya pula, Nata (2011: 298) mengungkapkan bahwa dunia modern menyimpan potensi yang dapat menghancurkan martabat manusia, sehingga manusia kehilangan masa depannya, merasa kesunyiannya, dan kehampaan spiritual ditengah laju kehidupan modern.

Di antara permasalahan yang timbul diera modern sekarang ini, di samping masalah-masalah lain, adalah krisis moral dan krisis spiritual. Putra (2013: 45) mengatakan bahwa kedua krisis itu saling berhubungan dan jalin-menjalin sehingga sulit dibedakan dan dipisahkan. Krisis moral dianggap sebagai penyebabutama merosotnya kehidupan sosial-keagamaan masyarakat modern. Akan tetapi, di sisi lain bahwa krisis moral yang terjadi pada kehidupan modern saat ini yang hampir merambah seluruh lini kehidupan masyarakat Indonesie sebenarna berasal dan bermuara pada krisis spiritual. Krisis tersebut ditandai dengan semakin banyaknya yang mengalami kecemasan, kegelisahan, dan kehampaan eksistensial. Akibatnya adalah merebaknya penyakit-penyakit spritual yang berujung pada setres, frustasi hinga penururan martabat manusia serta mengancam eksistensi manusia itu sendiri. 4

Dengan begitu, persoalan yang timbul kemudian untuk diselesaikan secara musyawarah mufakat melalui belbagi macam cara. Semeestinya, manusia perlu menengok ungkapan Ali bin Abi Thalib bahwa “perasaan puas apa yang ada di tangan (qana’ah) adalah kekayaan yang tidak akan ada habisnya. (Syukur, 2002: 40). Dengan begitu, manusia harus berusaha semaksimal mungkin untuk puas terhadap apa yang telah Allah Swt limpahkan kepadanya baik berupa nikmat, ujian maupun berupa cobaan. Di samping itu, manusia harus bisa memaksimalkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya secara komprehensif berlandaskan syariat Islam.

Perlu diketahui bahwa pada diri manusia ada potensi-potensi atau kekuatan-kekuatan. Ada yang disebut dengan fitrah yang cenderung kepada kebaikan. Ada yang disebut dengan nafsu yang cenderung kepada keburukan (Jamil, 2004: 36).

Pendidikan juga merupakan sarana yang efektif mengatasi masalah krisis akhlak. (Assegaf, 2011: 39). Dalam hal ini, pemerintah Indonesia telah berusaha pada tahun 2009 melalui Mendiknas menjadikan pendidikan karakter bangsa menjadi fokus dalam pendidikan nasional. Namun, pendidikan pendidikan karakter sebenarnya bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia. Sejak UU pendidikan nasional tahun 1946 hingga UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003, pendidikan karakter telah ada. (Gunawan, 2012: iii)

Di samping terkait dengan problem manusia modern, Ahmed mengemukakan teori keseimbangan antara agama dengan dunia melalui tarekat (Ahmed, 1992: 23). Beberapa pakar spritualitas berusaha menawarkan nilai-nilai yang berhubungan dengan dimensi spritual. Di antara nilai-nilai spritual itu, dalam Islam dikenal dengan tarekat.

Istilah tarekat belum dikenal pada zaman Rasulullah Saw maupun pada masa sahabat. Nama tarekat juga tidak ada dalam al- Qur’an, tetapi substansi ajaran tarekat sangat dekat sekali dengan kehidupan Rasulullah Saw. Spritualitas (tarekat) merupakan fenomena yang menarik perhatian, bahkan banyak yang meramalkan akan menjadi trend di abad ke XXI. Ramalan ini cukup beralasan 5 karena sejak akhir abad XX mulai terjadi kebangkitan spritual (spritual revival) di mana-mana. Munculnya gerakan spiritualitas ini sebagai reaksi terhadap dunia modern yang terlalu menekankan hal- hal yang bersifat material profan. Manusia ingin kembali menengok dimensi spritualnya yang selama ini dilupakan. Salah satu gerakan yang paling menonjol di akhir abad XX dan awal abad XXI ini adalah gerakan New Age atau New Age Movement (Sholihin, 2005: 7). Bertarekat adalah kehidupan rohani dan lebih tegas lagi bahwa bertarekat adalah fitrah manusia (Proyek Pembinaan PTAIN Sumatera Utara, 1981/1982: 15). Labib Mz, dkk menyebutkan bahwa tarekat adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan beribadah membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, menghias diri dengan sifat-sifat terpuji, tidak mementingkan urusan dunia, merasa cukup atas pemberian Allah atas dirinya disertai tawakal dan mahabbah kepada Allah (Jurnal Paradigma Volume 2, Nomor 1, November 2015: ISSN 2406-9787 diakses pada tanggal 06 April 2016 Pukul. 19.00 WIB). Dalam kajian ilmu tarekat, ada dua istilah kata yang memiliki definisi yang berbeda, yaitu tarekat dan tarekat. Kata tarekat diambil dari kata bahasa arab yaitu suf kata tarekat diartikan sebagai “cara sufi” mendekatkan kepada Allah Swt yang disebut dengan Thuruq al- Shufiyah. Sebagaimana telah diupayakan penjelasannya, bahwa secara umum tujuan tarekat adalah mendekatkan diri tarekat yang harus diamalkan dalam bimbingan seorang guru, itulah yang disebut tarekat. Dengan kata lain, dapat dirumuskan bahwa tarekat adalah seperangkat ilmu mendekatkan diri kepada Allah Swt, sedangkan tarekat adalah suatu sistem untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt yang salah satu unsur pokoknya adalah ilmu tarekat (Siregar, 2002: 264-265).

Pendidikan tarekat merupakan pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai tarekat. Nilai tarekat tersebut diwujudkan dengan akhlak, etika atau moral. Dengan akhlak, ada beberapa hal yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan yang optimal (Muhajir, (t.t.:). Ulul Albab: Islamic Education Journal: 3). Dalam hal ini, tarekat yang memiliki nilai atau akhlaq ini merupakan hasil dari pendidikan yang diajarakan oleh Allah 6 terhadap Rasulullah Saw. Keberhasilan Rasulullah Saw sebagai pembawa risalah itu diilustrasikan dengan mengintegrasikan antara agama, akal, serta keceradasan jiwa yaitu dengan mengedepankan akhlak. Hal ini digambarkan oleh Allah Swt dalam al-Qur’an surah al- Qalam ayat 4 yang berbunyi:

وإنك لعىل خلق عظيم. )القلم : 4(

Artinya: “Sesungguhnya engkau wahai Muhammad memiki akhlak yang mulia. (QS. Al-Qalam: 4)

Di samping itu, perangai Rasulullah Saw dideskripsikan secara lugas dan baik oleh Sayyidah Aisyah ra tatkala ia ditanya oleh seorang yang bernama Sa’ad bin Hisyam bin ‘Amir. Sebagaimana berikut: َ َّ َ َ َ ُ ْ ُ ْ َ َ َ َ َّ َ َ ُ َ َ ٌ َ ْ َْ َ حدثنا ها ِشم بن القا ِس ِم ، قال : حدثنا مبارك ، عن اْلس ِن َ ْ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ َ َ ْ ُ َ َ َ َ ُ ْ ُ َ ُ َّ ، عن سع ِد ب ِن ِهشا ِم ب ِن َع ِم ٍر ، قال : أتيت َعئِشة ، فقلت : يا أم ْ ُ ْ َ َ ْ ُ ُ َ ُ َ َّ ُ َ َ ْ َ َ َّ َ َ َ ْ المؤ ِم ِنني ، أخ ِ ِِبي ِِن ِِبل ِق رسو ِل ا ِهلل صىل اهللَّ علي ِه وسلم ، قالت : َ َ ُ ُ ُ ْ ُ َكن خلق ُه الق ْرآن. )رواه أمحد(

Artinya: “ Telah menceritkan kepada ku dari Hasyim bin al- Qasim berkata; dari Mubarok, dari Hasan, dari Sa’ad bin Bisyam bin ‘Amir; lalu ia datang kepada Aisyah ra dan berkata: wahai Ummu al-Mu’minin, ceritkan kepadaku tentang akhlak Rasulullah Saw, Aisyah ra menjawab; akhlaknya Rasulullah Saw itu al-. (HR. Ahmad bin Hanbal, 1998: 91) Hal ini pula diungkapan oleh Siraj (2006: 52) bahwa meningkatkan kualitas akhlak yang mulia, diperlukan adanya pendidikan karakter dengan khas sufistik, menurutnya solusi sufistik bukan merupakan sesuatu penyikapan yang pasif atau apatis terhadap kenyataan sosial, tapi sebalikmya, justru tarekat berperan besar dalam mewujudkan sebuah revolusi moral dan karakter spiritual dalam masyarakat dan hal ini merupakan ethical-basic bagi suatu formulasi 7 sosial seperti dunia pendidikan, yang selama ini hanya mementingkan akademik dan kecerdasan otak saja dan kurang memperhatikan aspek kecerdasan emosi dan spiritual.

Pendidikan tarekat sangat urgen dan penting sekali di era modern ini. Terlebih pendidikan itu sendiri merupakan aset paling berharga dalam kehidupan dunia menuju akhirat. Dengan pendidikan, manusia akan mengetahui hal-hal yang ada di muka bumi ini seperti kebaikan, keburukan, zohir maupun bathin. Di samping itu, Pendidikan itu penting bagi individu sebagaimana penting pula bagi masyarakat. Melalui pendidikan, seseorang bisa mengembangkan dirinya dan membentuk kelurarganya. Melalui pendidikan yang baik pula manusia menjadi baik, terbentuk keluarga dan masyarakat yang baik juga sebagaimana berkembangnya pemahaman, jalan serta nilai- nilai positif dan nilai-nilai kemanusiaan (Dakhalallah, 2015: 12).

Adapun tujuan pendidikan adalah sampainya kesempurnaan manusia. Sebab, Islam itu sendiri memberikan suri teladan terhadap kesempurnaan agama (Muhammad Munir Mursi, 1987: 53). Hal ini juga di ungkapkan pula oleh Armai Arief bahwa tujuan pendidikan Islam adalah pembinaan kepribadian anak didik yang sempurna, peningkatan moral, tingkah laku yang baik, mengembangkan rasa kepercayaan terhadap agama dan Tuhan, serta mengembangkan intelegensi anak secara efektif agar mereka siap untuk mewujudkan kebahagiaannya di masa mendatang (Arief, 2002: 24). Di samping itu, Athiyah al-Abrasy menghendaki bahwa tujuan pendidikan Islam sebagai manusia yang berakhlak mulia. (al-Abrasy, 1974: 15). Begitu pula Ahmad D. Marimba mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya orang yang bekepribadian muslim (Marimba, 1989: 39).

Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu dipahami secara cermat dan baik terkait dengan hakikat pendidikan itu sendiri. Dimana hakikat pendidikan adalah menyiapkan dan mendampingi seseorang agar agar memperoleh kemajuan dalam menjalani kesempurnaan. Kebutuhan manusia terhadap pendidikan beragam seiring dengan beragamnya kebutuhan manusia. Ia membutuhkan 8 pendidikan fisik untuk menjaga kesehatan fisiknya, ia membutuhkan pendidikan etika agar dapat menjaga tingkah lakunya, ia butuh pendidikan akal agar jalan pikirannya sehat, ia membutuhkan pendidikan disiplin ilmu agar dapat mengenal alam, ia membutuhkan pendidikan sosial agar membawanya mampu berosialisasi, ia membutuhkan pendidikan agama untuk membimbing rohnya menuju Allah Swt. Ia membutuhkan pula pendidikan akhlak agar perilakunya seirama dengan akhlak yang baik (Anwar, 2010: 42-43).

Dengan begitu, pendidikan tarekat ini mempunyai peran yang sangat signifikan dalam pendidikan. Pendidikan tassawuf yang memiliki nilai akhlak, moral, dan etika tidak hanya mengedepankan aspek kognitif (pengetahuan) peserta didik saja, melainkan aspek afektif dan psikomotrik peserta didik. Akan tetapi, prinsip itu sebagaimana yang diusungkan dalam kurikulum 2013 (K13) ini. Nilai- nilai tarekat dalam pendidikan jauh lebih dari itu, mengajarkan, mendidik, serta membiasakan peserta didik untuk selalu menyeimbangkan antara zikir dan pikir, iman dan Islam, imtaq dan iptek. Melalui aspek tersebut peserta didik untuk selalu menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhiratnya.

Nilai-nilai pendidikan tarekat yang berlandaskan tarekat ini digambarkan melalui pesantren yang didalamnya termasuk ustadz, dan lain sebagainya. Kajian dan literasi tentang pesantren sudah begitu banyak dan luas di seantoro nusantara bahkan dunia internasional. Pesanten sebagaimana diungkapkan oleh Majid (1997: 15) seringkali diidentikkan dengan pondok atau asrama yang menjadi tempat aktivitas belajar atau figur seorang kiai yang menjadi pengasuh dalam memimpin sebuah pesantren. Unsur-unsur yang berkaitan langsung dengan pesantren tersebut harus dipahami sebagi bagian dari faktor penting dalam mendukung keberhasilan pesantren dalam menancapkan kiprahnya dalam pergulatan pendidikan Islam di Indonesia.

Menurut Dhofier (1994: 44), ada lima elemen dasar yang berkaitan langsung dengan karakteristik dalam tradisi pesantren, yaitu pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-, dan kiai. 9 lima unsur tersebut keterkaitan yang saling mendukung dan secara filosfis tak bisa dipisahkan karena pesantren mencakup seluruh aktivias yang bernilai ibadah dan kebaikan bagi kemshlahatan umat semuanya.

Salah satu instrumen yang tidak bisa diabaikan bahkan hilang dari pesantren ialah kiai. kiai memiliki figur dan peran yang sangat besar dalam memajukan sebuah lembaga agama yaitu pesantren. Kiai sebagai figur utama dalam menjalankan roda keagamaan yang berkaitan langsung dengan pesantren. Posisi kiai memang dominan karena ia memiliki pemegang estafet kedaulatan dalam kehidupan santri sehingga harus mematuhi segala kebijakan-kebijakannya. Gelar kiai sejatinya bukan berasal dari pengokohan sendiri melainkan dari masyarakat sekitar yang memberikan gelar kehormatan kepada orang tersebut. Kiai yang memiliki pesantren dan mendapatkan kepercayaan orang sekitarnya ialah Abah Aos atau Gaos.

Abah Gaos memiliki peran dalam dunia pendidikan tarekat. Hal ini dilihat melalui kontribusi beliau dalam tarekat meskipun masyarakat kita beranggapan bahwa ajaran tarekat itu bersikap eksklusif. Artinya, bahwa ajaran tarekat itu hanya dipraktikkan dan diamalkan oleh orang-orang yang (sufi) mereka anggap sebagai bukan manusia biasa, karena mereka itu telah menjadi waliyullah. Karena itu, sebagian masyarakat memiliki persepsi bahwa seorang sufi adalah orang yang hanya menghabiskan waktunya di masjid, beri’tikaf, berdzikir, dan melakukan shalat-shalat sunnah. Atau mereka yang menyendiri di gua, gunung, hutan dan dipinggir pantai untuk melakukan kontemplasi. Atau mereka yang berpakaian lusuh (sederhana), mereka yang menghabiskan siang dan malam dengan melakukan ibadah, mereka yang berpenampilan awut-awutan dan mereka mempunyai pola hidup anti dunia. Tidaklah demikian halnya dengan seorang manusia pilihan oleh yaitu Syekh Muhammad Abdul Gaos Saefullah Maslul al-Qodiri an-Naqsyabandi yang lebih akrab dengan sebutan Abah Aos atau Gaos yang tinggal di kaki gunung Sawal daerah Panjalu Ciamis Jawa Barat. 10

Beliau merupakan salah satu tokoh yang berperan dalam dunia pendidikan tarekat sebagaiamana diungkapkan oleh al-Mathrudi (2016:110) adalah KH. Muhammad Abdul Gaos atau sering dipanggil “Abah Gaos”. Beliau merupakan murid dari Abah Anom. Beliau adalah murid yang patuh terhadap sabda (petuah) guru. Bukan hanya itu, beliau selalu mengikuti apa-apa yang menjadi sunnah gurunya Abah Anom, sehingga sekarang apa yang beliau lakukan adalah apa yang dilakukan oleh Abah Anom, kalau boleh kami katakan beliau adalah copy paste dari Abah Anom.

Melalui penelitian yang dilakukan peneliti pada bulan september 2018, peneliti menemukan beberapa karya Abah Gaos terkait dengan pendidikan tarekat melalui karyanya yang berjudul majmu>’atu rasa>il. Kitab tersebut merupakan kumpulan lembaran- lembaran karya Abah Anom yang berjudul sebagai berikut; Pertama, as-Syarhu al-Maisur li Miftahi as-Shudur li Irsyadi ar-Ruhi al- Maghrur. Kedua, al-Sunan al-Mardhiyyah fi al-‘Amaliyah al- Mursyidiyyah. Ketiga, al-Fathu al-Jali>l fi> ‘Ala>ma>ti al-Mursyid al- Ka>mil. Keempat, al-Fikrah al-Jadi>dah fi Fad{a>il as-Syuhu>r annaha> min Asma>illahi al-Husna>. Dari hal tersebut, jika peneliti amati dan mendalami lebih dalam selama proses pembelajaran di semester kedua, peneliti menemukan beberapa distingsi pendidikan tasawauf yang ditulis langsung oleh Abah Gaos. Berikut ini beberapa distingsi dan penting penelitian ini untuk dijadikan sebuah tesis:

Pertama, karya ini merupakan hasil dari ijtihad (kesungguhan) ulama Nusantara terhadap pendidikan tarekat. Pendidikan tarekat yang diilustrasikan Abah Gaos melalui karyanya tersebut sudah mendarah daging bagi salik yang ingin dekat dengan Allah.

Kedua, Abah Gaos memiliki transmisi (sanad) keilmuan yang menyambung kapada Rasulullah Saw.

Ketiga, Sebagai seorang salik di jalan Allah beliau pun bisa mengobati orang yang merasakan putus asa, pesimis, atau ingin mencari keberkahan dalam keluarga, ingin lebih dekat dengan sang pencipta, dan lain sebagainya melalui sholat, doa atau zikir. 11

Berpijak pada latar belakang di atas, kajian tentang pendidikan dan akhlak tarekat, akan dispesifikasikan pada pemikiran salah satu tokoh intelektual dan tarekat Indonesia yaitu Abah Gaos. Sebagai guru spritual Tariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya ke-11, beliau begitu berkomitmen terhadap pendidikan tarekatnya secara kental dan tampak melalui karya dan kontribusinya dalam keagamaan maupun sosial, sehingga peneliti tertarik mengadakan penelitian tesis dengan judul “Pendidikan Tarekat Abah Gaos; Analisis Pemikiran dan Karya Abah Gaos”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian masalah di atas, oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Pendidikan Tarekat Abah Gaos” khsususnya tentang pendidikan tarekat yang semakin mengkawatirkan dan terkikis secara perlahan-lahan. Maka, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Krisis spritual (nilai-nilai tarekat), moral dan karakter yang merambah dikalangan dewasa maupun pelajar. 2. Pendidikan tarekat yang belum merata baik dari pemikiran, pengamalan maupun karyanya. 3. Kurangnya kemampuan pendidik menginovasi pendidikan tarekat. 4. Kurangnya implementasi pendidikan tarekat secara masif di seluruh lapisan masyarakat. 5. Kurangnya sosialisasi dan penyuluhan pendidikan tarekat secara utuh dan merata. 6. Pembinaan sosial-keagamaan belum mampu merubah perilaku masyarakat.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, dengan adanya keterbatasan sarana-prasarana, pikiran dan dana yang ada, kemudian demi terfokusnya penelitian ini, maka peneliti hanya membatasi dan membahas mengenai: 12

1. Pemikiran terhadap pendidikan tarekat. Oleh karena itu, yang akan diteliti adalah Pendidikan Tarekat Abah Gaos melalui pemikiran dan karyanya. 2. Pendidikan secara struktural itu ada tiga, yaitu formal, informal dan nonformal. Untuk itu, penelitian ini dibatasi pada pendidikan formal yaitu Pondok Pesantren Sirnarasa Desa Cisirri Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Sekaligus membatasi pada implementasi pemikiran dan karya Abah Gaos melalui karyanya baik berupa Pondok Pesantren Sirnarasa maupun tulisan.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka perumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pendidikan tarekat Abah Gaos secara pemikiran dan karyanya? 2. Bagaimana implementasinya di Pondok Pesantren Sirnarasa?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pendidikan tarekat Abah Gaos melalui pemikiran dan karyanya. 2. Menganalisis implementasinya dalam bentuk karya yang berbentukinstitusi maupun tulisan di Pondok Pesantren Sirnarasa.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan diatas, maka manfaat dalam penelitian ini dikategorikan dalam dua bagian, yaitu manfaat akademik dan manfaat praktis.

1. Manfaat Akademik: a. Memperluas gambaran yang jelas tentang pendidikan tarekat. 13

b. Menguji teori yang berkaitan dengan tarekat Islam. c. Memperkaya khazanah keilmuan, wawasan, gagasan, teori serta mengembangkan penelitian sebelumnya yang terkait dengan pendidikan tarekat.

2. Manfaat Praktis: a. Peneliti Sebagai syarat pengambilan ijazah dan pembinaan terhadap peneliti sendiri. b. Pembaca Memperkenalkan kepada pembaca bahwa pendidikan tarekat merupakan pendidikan yang menyeimbangkan antara zikir dan pikir, iman dan ilmu. Memberikan wawasan bahwa lembaga pendidikan tarekat mengedepankan serta menjunjung tinggi nilai-nilai agama bukan pada tataran keilmuan (kognitif) saja, akan tetapi mengedepankan aspek spiritual seseorang. c. Lembaga Memberikan wawasan kepada lembaga lain bahwa pendidikan tarekat menjadi ikon dalam pengembangan lembaga pendidikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Pendidikan dan Tarekat 1. Pendidikan Disin akan sedikit diterangkan tentang pentingnya pendidikan tarekat yang seharusnya di ajarkan sejak dini. Setiap agama pasti memiliki cara untuk mencapai tingkat spiritualitas tersendiri, seberapa penting sih sebenarnya tarekat itu sampai-sampai agama islam menjelaskan hal tersebut secara tersurat dan tersirat dalam pedoman umat Islam yaitu Al-Quran, sunnah, ijma’, dan qiyas. Penulis akan membahas tentang aspek dalam pendidikan spiritual yang ia di anggap sebagai salah satu jenis pendidikan yang diunggulkan dalam sunnah nabawiyah yang suci karena ia memiliki tujuan untuk mensucikan diri, meningkatkan akhlak (moral), menyucikan badan, mengeksploitasi (mengerahkan) segala kekuatan dan kemampuannya dalam hal kebaikan dan dan hal yang bermanfaat, dan mememenuhi kebutuhan dan keinginannya dengan cara-cara yang halal dan disyariatkan. Pendidikan tarekat bertujuan untuk menciptakan kesempatan untuk mendengarkan suara hati ini, untuk mendapatkan kejelasan lebih besar ke mengapa kita diciptakan dan apa misi yang unik mungkin. Pikiran, hati, dan tubuh idealnya, ketiga elemen ini berinteraksi secar harmonis satu sama lain tidak ada bagian dari individu baik diabaikan atau ditolak. Tarekat merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan setiap manusia terutama di zaman modern ini. Tarekat adalah kegiatan individu dan manusia untuk mencapai ketenangan jiwa dan pikiran. Banyak tulisan atau karya-karya yang menjelaskan tentang apa itu tarekat, macam, metode dan tujuannya. Untuk itu penulis akan membahas mulai dari definisi pendidikan, hakikat pendidikan, tujuan pendidikan. Ditinjau dari tarekat, penulis membahas definisi tarekat, sejarah perkembangan tarekat secara singkat, dan apa itu murysid tarekat. Kemudian, relasi tarekat dengan tasawuf berangkat dari definisi tasawuf itu sendiri, ajaran dan tujuan tasawuf, langkah menuju kebersucian jiwa melalui tazkiyatun an-Nafs,

14 15 mujahadah serta riyadhah, maqamat dan ahwal, perumpamaan tasawuf dengan tarekat, proses spiritualisasi pendidikan, urgensitas pendidikan tasawuf, tasawuf dan pendidikan dalam sekolah, tasawuf modern. Untuk lebih mengerti apa yang telah disebutkan perhatikan ungkapan serta argumentasi berikut ini. a. Definisi Pendidikan Dalam dunia pendidikan, dikenal adanya tiga rangkaian istilah yang sering digunakan untuk menunjuk pendidikan Islam secara keseluruhan yang terdapat dalam konotasi istilah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib yang dipakai secara bersamaan. (Naquib al-Attas, 1979: 157). Namun, pendapat tersebut sama diungkapkan oleh Abdul Halim (2002: 25) bahwa pendidikan pada umumnya mengacu kepada term al-tarbiyah, al-ta’lim dan al-ta’dib. Maksudnya ialah, ketiga term yaitu tarbiyah, ta’lim dan ta’dib memiliki nilai yang sangat signifikan sekali. Mengapa memiliki nilai signifikan, karena term tersebut memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu mendidik, mengajar, dan beretika seseorang berlandaskan apa yang diajarkan oleh syariat Islam baik itu Quran, sunnah, ijma dan qiyas. Dari ketiga istilah tersebut term yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam adalah term al-tarbiyah. Sedangkan term al- ta’dib dan al-ta’lim jarang digunakan. Berikut ini penjelasan kosa kata tersebut.

1) Al-Tarbiyah Kata al-Tarbiyah dalam bahasa Arab berasal dari kata raba- yarbu memiliki makna “tumbuh”, dan “berkembang”, tumbuh (nasya’a) dan menjadi besar atau (tara’ra’a). Artinya pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untuk menumbuhan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual. Qurtubi seperti yang dikutip oleh Sahrodi (2005: 2) mengatakan bahwa “Rabb” merupakan suatu gambaran yang diberikan kepada suatu perbandingan antara Allah sebagai pendidikn dan manusia sebagai peserta didik. Allah mengetahui dengan baik kebutuhan- kebutuhan mereka yang dididik, sebab ia adalah pencipta mereka. Di samping itu, pemeliharaan Allah tidak terbatas pada kelompok 16 terntentu. Ia memperhatikan segala ciptaan-Nya. Karena itulah Ia disebut sebagai Rabb al-‘Alamin. Al-Tarbiyah dalam bahasa Inggris dikenal dengan education. el-Sherify (2000: 76) mengutip definisi UNESCO dengan ungkapan:

)طبقا تلعريف ايلونسكو( تعليم منظم ومقصود، يهدف إىل نقل املعرفة وإكساب املهارات انلافعة يف لك مناشط احلياة.

Artinya: “sesuai dengan definisi UNESCO bahwa pendidikan merupakan pembelajaran yang terorganisir dan terfokuskan, bertujuan untuk mentransfer pengetahuan dan memperoleh keterampilan-keterampilan yang bermanfaat bagi seluruh aspek kehidupan.” Tarbiyah sebagaimana digambarkan dalam firman Allah Swt sebagai berikut:

واخفض هلما جناح اذلل من الرمحة وقل رب ارمحهما كما ربياين صغريا.

Artinya: “dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al-Isra: 24) Jadi, lafadz “tarbiyah” dalam al-Quran dimaksudkan sebagai proses pendidikan. Namun terminologi tersebut tidak sebatas aspek tertentu saja sebagaimana yang didefinisikan sarjana Barat. Al-Quran mendeskripsikan kata “tarbiyah” secara menyeluruh, komprehensif dan bersifat umum. Sebab, al-Quran lebih dahulu memaknai secara detail dan lebih mendalam seperti aspek kognitif, afektif, dan psikomotrik. Bahkan, merespon, apresiasi serta mengasuhnya merupakan hal yang direpresentasikan Allah dalam ayat tersebut.

2) Al-Ta’lim Al-Ta’lim merupakan kata benda buatan (mashdar) yang berasal dari akar kata ‘allama. Istilah tarbiyah diterjemahkan dengan pendidikan, sedangkan ta’lim diterjemahkan dengan pengajaran. (Rahman, 2001: 60). Dalam Al-Quran Allah Swt mengajarkan Nabi 17

Adam nama-nama-Nya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam salah satu kalamnya:

وعلم آدم األسمآء لكها.

Artinya: dan Dia (Allah) Swt mengajarkan Nabi Adam nama- nama (benda-benda) seluruhnya. (QS>. Al-Baqarah: 31) Dengan penjelasan di atas, kata ta’lim/’allama dalam al-Quran ditujukan sebagai proses pengajaran dan pemberian informasi kepada peserta didik. Lalu kata tersebut menggambarkan transfer informasi dan pengetahuan dari satu individu ke individu lainnnya.

3) Al-Ta’dib Kata ta’dib berasal dari kata addaba, yuaddibu, ta’diban yang mempunyai arti antara lain: membuatkan makanan, melatih akhlak yang baik, sopan santun, dan tata cara pelaksanaan sesuatu yang baik. Kata addaba yang merupakan asal kata dari ta’dib disebut juga muallim, yang merupakan sebutan orang yang mendidik dan mengajar anak yang sedang tumbuh dan berkembang. (Munardji, 2004: 45) Manusia tidak bisa lepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-Undang no. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Dalam pasal 4 dijelaskan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Dengan demikian pendidikan merupakan segala daya upaya dan semua usaha membuat masyarakat dapat mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, 18 pengendalian diri, kepribadian, memiliki kecerdasan spiritual dan emosional, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Bendara Raden Tumenggung Harya Suwardi Soerjaningrat yang lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara (1961: 2) mengatakan bahwa usaha pendidikan (tari) ditujukkan pada (a) halusnya pribadi, (b) cerdasnya otak, dan (c) sehatnya badan. Ketiga usaha ini akan menjadikan lengkap bagi setiap manusia. Dengan begitu, pendidikan adalah usaha membentuk manusia secara menyeluruh baik lahir maupun batin, yaitu cerdas, sehat dan berbudi pekerti luhur. Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidik harus memiliki tiga konsep sikap yang utuh, yakni ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Artinya, sebagai pendidik harus mampu menjadi tauladan bagi peserta didiknya, pendidik juga mampu menjaga keseimbangan, mendorong, dan memberikan motivasi bagi peserta didiknya. Pendidikan berasal dari kata ‘didik’ yang mendapat awalan ‘pen’ dan akhiran ‘an’ mengandung arti perbuatan (hal, cara, dan sebagainya). Jika dilihat dalam kamus bahasa Indonesia pendidikan artinya proses perubahan sikap dan tata laku seorang atau kelompok orang dalam ussaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan proses, perbuatan dan cara mendidik. (Tim Penyusun, 2008: 352). Pendidikan sebagaimana diungkapkan (Endarmoko, 2006:156). adalah bimbingan, didikan, edukasi, kuliah, kursus, pelatihan, pemberadaban, pembibitan pencerahan, penggemblengan, penggodokan, penyadaran, tuntunan,; pelajaran sekolah. Hujjatul Islam Imam Ghazali mengatakan bahwa pendidikan itu terletak pada pengajaran moral religius tanpa mengabaikan urusan dunia. (Ramayulis, Ciputat: 2005). Sedangkan menurut Yasin (2008: 16) melalui istilah-istilah pendidikan dari berbagai bahasa bahwa pendidikan adalah kegiatan yang di dalamnya terdapat a) proses pemberian pelayanan untuk menuntun perkembangan peserta didik, b) proses untuk mengeluarkan atau menumbuhkan potensi yang terpendam dalam diri peserta didik, c) proses memberikan sesuatu yang kepada peserta didik sehingga 19 tumbuh menjadi besar, baik fisik maupun non-fisiknya, d) proses penanaman moral atau proses pembentukan sikap, perilaku dan melatih kecerdasan intelektual peserta didik. Dari berbagai definisi diatas, kesimpulan yang bisa dipetik ialah sebagai berikut: pendidikan bukan hanya sekedar mengajar dan mendidik saja, akan tetapi segala perbuatan yang mengantarkan orang lain itu menjadi tau, ingat, bertambah dan lebih baik dari aspek iman dan ilmu, zikir dan fikir serta imtaq dan iptek. b. Hakekat Pendidikan Secara formal, pendidikan itu dilaksanakan sejak usia dini sampai perguruan tinggi. Adapun secara hakiki pendidikan dilakukakn seumur hidup sejak lahir hingga dewasa. Waktu kecil pun dalam UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pendidikan anak usia dini yang notabene anak-anak kecil sudah didasari dengan pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai moral yang baik agar dapat membentuk kepribadian dan potensi diri sesuai dengan perkembangan anak. Dalam PP 27 tahun 1990 bab 1 pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa sekolah untuk peserta didik yang masih kecil adalah salah satu bentuk pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar (Harianti, 1996: 12). Di samping itu, terdapat 6 fungsi pendidikan (Depdiknas, 2004: 4), yaitu: 1) Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin kepada anak. 2) Mengenalkan anak pada dunia sekitarnya. 3) Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik. 4) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan berosisialisasi. 5) Mengembang keterampilang, kreativitas, dan kemampuan yang dimiliki ank 6) Menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan dasar. Dari ungkapan di atas, hakekat pendidikan merupakan hal mendasar yang mengarahkan manusia menjadi terdidik melalui ilmu, pengetahuan serta perilaku yang diajarkan dalam dan luar kelas, serta yang terampil berkreasi, dan berinovasi berdasarkan standar nilai pendidikan. 20

c. Tujuan Pendidikan Tujuan merupakan salah satu komponen pendidikan. kompenen tersebut harus ada, jika komponen tersebut tidak ada maka pendidikan pun tidak akan berjalan sebagaima mestinya. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus diketahui sebelum membahasa tujuan pendidikan: 1) Fungsi Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan sebenarnya sudah terlingkup pengertian pendidikan sebagai usaha sadar, yang berarti usaha tersebut mengalamai permulaan dan akhirnya. Ada usaha yang terhenti karena mengalami kegagalan sebelum mencapai tujuan, namun usaha tersebut belum disebut berakhir. Karena pada umumnya, suatu usaha baru berakhir kalau utjuan akhir telah tercapai. Dari uraian sebelumnya, maka fungsi tujuan pendidikan yang dimaksudkan sebagai berikut:

a) Mengakhiri dan mengarahkan tujuan. b) Suatu tujuan dapat pula berupa titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, baik tujuan baru maupun tujuan lanjutan dan tujuan pertama. c) Memberi nilai pada usaha-usaha itu. (Djumransyah, 2006: 117)

Sedangkan menurut Said (1989: 104) mengatakan bahwa tujuan pendidikan melaksanakan tiga fungsi penting yang semuanya ber sifat normatif, yaitu sebagai berikut:

a) Tujuan Pendidikan memberikan arah pada proses yang bersifat edukatif. b) Tujuan pendidikan tidak selalu memberikan arah pada pendidikan, tetapi harus mendorong atau memberikan motivasi sebaik mungkin. Jika dinilai, dihargai, dan diinginkan, maka tujuan adalah nilai. Oleh karena itu, tujuan pendidikan bukanlah menunjuk kepada sesuatu yang nyata, dan tujuan pendidikan merupakan garis finish dalam suatu 21

perlombaan yang hendak dicapai oleh para pesertanya pada proses pendidikan. c) Tujuan pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan pedoman menyediakan kriteria-kriteria dalam menilai proses pendidikan.

John Dewey sebagaiamana dikutip oleh Barnadib (2002: 61-62) memiliki pandangan terkait tujuan pendidikan yaitu memberikan nilai-nilai bagi peserta didik sebagai pegangan dalam hidupnya. Dewey memandang bahwa sekolah merupakan lingkungan masyarakat kecil, dan cerminan daripadanya. Ini merupakan bentuk kehati-hatian dalam pengelolaan sekolah terhadap masyarakat. Setidaknya, sekolah jangan hanya sebagai ‘menara gading’ yang menjulang jauh di atas masyarakat. Keduanya perlu saling berinteraksi secara positif. Pandangan ini perlu dipegang dengan teguh disertai harapan terwujud, meskipun realisasinya tidak semata hasil terjemahan harfiah.

Naquib al-Attas megutarakan tujuan pendidikan untuk mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas aktif dan nyata. (Zuhairini, 2004: 29). Hal senada diungkapkan oleh Nata (2001: 86) bahwa tujuan pendidikan menurut Naquib al-Attas adalah mengembalikan manusia kepada fitrahnya, bukan pengembangan intelektual atas dasar manusia sebagai warga suatu negara yang kemudian identitas kemanusiaannya diukur sesuai dengan perannya dalam kehidupan bernegara, terlebih suatu negara yang dianggap sekuler. Kecenderungan al-Attas terhadap hal tersebut dapat dilihat ketika ia merumuskan tujuan ilmu yang hampir mirip dengan rumusan tujuan akhir pendidikan al-Ghazali.

Dengan begitu, tujuan pendidikan bisa didefinisikan untuk mencerdaskan kehidupan manusia, untuk memanusiakan manusia serta menjadikan manusia itu baik secara zohir maupun bathin, baik secara akhlak maupun keilmuan, serta baik dalam aspek dunia dan akhiratnya.

2) Strategi Perumusan Tujuan Pendidikan 22

Ada beberapa cara yang dapan dijadikan menentukan cara yag paling baik menentukan tujuan pendidikan. Menurut para ahli pendidikan John S. Brubacher yang dikutip oleh Djumransyah (2006: 120-121) dalam menentukan tujuan pendidikan dapat ditempuh dengan tiga pendekatan terpadu, yang mencakup:

a) A history analysis of social institutions approach

Pendidikan melalui analisis histori lembaga-lembaga sosial adalah suatu pendekatan yang berorientasi kepada realita yang sudah ada dan telah tumbuh sepanjang sejarah bangsa itu. Pandangan hidup, kenyataan hidup, tata sosial, dan kebudayaan menjadi pusat orientasi yang akan diwarisi.

b) A sociological analysis of current life approach

Pendekatan ini adalah pendekatan yang berdasarkan pada analisis tentang kehidupan yang aktual. Dengan pendekatan tersebut, dapat dilukiskan kenyataan kehiduapn ini melalui analisis deskriptif tentang seluruh kehidupan masyarakat, baik aktifitas anak-anak, orang dewasa, dan motivasi mereka terhadap aktifitas tersebut, bahkan tentang minat dan tujuan aktifitas tersebut.

c) Normative philoshopy approach

Pendekatan ini melalui nilai-nilai filsafat normatif, seperti filsafat negara dan moral. Proses pendidikan, pada dasarnya melestarikan kebudayaan dan mewariskan nilai-nilai yang hidup sebagai pandangan hidup dan filsafat hidup sebagai eksitensi bangsa dengan kebudayaan.

Pendekatan melalui ketiga aspek di atas tersebut secara terpadu sangat diperlukan dalam mencapai tujuan yang lebih baik dan realistis. Perencaan melalui pendekatan ini sebagai acuan dalam standar perumusan pendidikan.

2. Tarekat Perlu dipahami bahwa dalam ajaran tarekat tidak dibenarkan meninggalkan syariat, bahkan pelaksanaan tarekat merupakan 23 pelaksanaan syariat agama. Oleh karena itu, melakukan tarekat tidak bisa sembarangan. Orang yang bertarekat haruslah dibimbing oleh seorang guru yang disebut mursyid (pembimbing) atau syekh. Syekh inilah yang bertanggung jawab terhadap murid-muridnya yang melakukan tarekat. Ia mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahiriah serta rohaniah dan pergaulan sehari-hari. Bahkan ia menjadi “perantara” antara murid dengan Tuhan dalam beribadah. Karena itu, seorang syekh hruslah sempurna suluknya dalam syariat dan hakikat menurut al-Qur’an, al-Hadits dan ijma’. Ad-din nasiha “Agama adalah nasihat yang baik”. hadits ini pula yang menjadi dasar bahwasanya dalam menjalankan tarekat haruslah ada seorang guru yang terpercaya, ibaratnya hadits haruslah ada rawi atau sanad yang jelas kredibilitasnya. Tarekat bukanlah sebuah ajaran ataupun kelembagaan yang tidak mengajarkan syariat Islam itu sendiri. melainkan semua tindak tanduk tarekat berlandaskan syariat Islam mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala, lahiriah maupun bathiniah, rasional dan irasional. Itu semua merupakan ajaran Islam. Dari argumen-argumen tersebut, tarekat merupakan landasan hidup dan kehidupan yang tidak bisa dianggap remeh. Sangat mendalam apalagi berkontribusi bagi akhlak seseorang. Untuk lebih jelasnya, akan dipaparkan terkait tarekat dan yang terkait dengannya. a. Definisi Tarekat Tarekat berasal dari kata “thariqat” menurut bahasa artinya jalan, cara, garis, kedudukan, keyakinan, dan agama. Tarekat adalah pelaksanaan takwa dan segala sesuatu yang dapat mendekatkan kepada Allah Swt, seperti usaha untuk melewati berbagai jenjang dan maqam, setiap maqam memiliki tarekat tersendiri. (Alaydrus, 2006: 76). Said (2005: 1) mengutip kamus modern Dictionary -English karangan Alias dan Edward Elias menyatakan bahwa thariqat ialah way (cara atau jalan), method dan system of belief (metode dan sistem kepercayaan). Pandangan para ulama tasawuf terhadap tarkat ialah jalan aau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah dan yang dicontohkan oleh beliau dan para 24 sahabatnya serta tabi’in, tabi’it tabi’in dan terus bersambung hingga kepada para guru, ulama, kiai secara bersamung hingga sekarang ini. Tarkat merupakan suatu jalan yang ditempuh oleh para ahli tasawuf atau kaum mutashawwifin untuk mencapai tujuan. Al-Aziz (2000: 32). Arti tarekat sebagai jalan atau metode praktis yang berupa petunjuk dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan yang diyakini berasal dari Nabi, lalu kemudian berkembang menjadi perkumpulan- perkumpulan dalam bentuk pendidikan kerohanian yang terorganisir di bawah bimbingan seorang syekh dengan sejumlah murid yang belajar kepadanya. Tarekat sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka orang yang melakukan tarekat sesungguhnya tidak dibenarkan untuk meninggalkan syari’at, bahkan pelaksanaan tarekat merupakan pelaksanaan syari’at agama. Oleh karena itu, melakukan tarekat tidak bisa sembarangan. Orang yang bertarekat harus dibimbing oleh guru atau syekh yang disebut marsyid. Syekh inilah yang bertanggung jawab memberikan bimbingan dan mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahiriah dan rohaniah, terutama dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan berdasarkan al- Qur’an, sunnah Rasul dan ijma. (Islam: 1994: 66). Tarekat dapat disebut sebagai sebuah madhab sufistik yang mencerminkan suatu produk pemikiran dan doktrin mistik teknikal untuk menyediakan metode spiritual tertentu bagi mereka yang menghendaki jalan mistik menuju ma’rifat billah. Tarekat menjadi sebuah disiplin mistik yang secara normatif doktrinal meliputi sistem wirid, zikir, do’a, etika tawassul, ziarah, dan sejenisnya sebagai jalan spiritual sufi. Dengan perkataan lain, tarekat itu mensistematisasikan ajaran tasawuf (sufistik). (Riyadi, 2014: 360). Untuk dapat melaksanakan tarekat dengan baik, seorang murid hendaknya mengikuti jejak guru atau marsyidnya, melaksanakan perintah dan mengikuti anjurannya. Seorang murid tidak boleh mencari-cari keringanan dalam melaksanakan amaliah yang sudah ditetapkan oleh mursyidnya dan harus mengekang hawa nafsunya untuk menghindari dosa atau noda yang dapat merusak amal. Ia juga harus memperbanyak wirid, zikir, doa dan memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien mungkin. Biasanya seorang pengikut tarekat agar dapat melaksanakan aktivitas tarekat dengan baik, ia dimasukkan 25 ke suatu tempat khusus yang dinamakan ribat (tempat belajar), zawiyah atau khanqah yang merupakan tempat ibadah kaum sufi. Di tempat inilah amaliah tarekat dilaksanakan, baik berupa zikir, wirid, ratib, musik, dan mengatur cara bernafas pada waktu melaksanakan zikir tertentu. b. Sejarah Perkembangan Tarekat Pada abad ke-3 dan ke-4 H, periode sufi awal, tasawuf masih merupakan fenomena individual yang menekankan hidup asketis untuk sepenuhnya meneladani perikehidupan spiritual Nabi Muhammad saw. Selanjutnya, menginjak abad ke-5 dan ke-6 H, para elit sufi concern untuk melembagakan ajaran-ajaran spiritual mereka dalam sebuah sistem mistik praktikal agar mudah dipelajari dan dipraktikkan oleh para pengikut mereka. (Mulyati,2004: 6). Sistem mistik tersebut pada prinsipnya berisi ajaran tentang maqamat, sebuah tahapan-tahapan yang secara gradual diikuti dan diamalkan para sufi untuk sampai ke tingkat ma„rifat, dan ahwal, yaitu kondisi psiko- spiritual yang memungkinkan seseorang (salik) dapat merasakan kenikmatan spiritualsebagai manifestasi dari pengenalan hakiki terhadap Allah swt. (Atjeh, 1986: 71). Kondisi demikian, pada akhirnya (abad ke-6 dan ke-7 H.), melembaga sebagai sebuah kelompok atau organisasi atau ordo sufi yang terdiri dari syekh, murid, dan doktrin atau ajaran sufi yang selanjutnya dikenal dengan ta'ifah sufiyyah, dan lebih teknis lagi sebagai tarekat. (Trimingham, 1973: 3). Dengan demikian, tarekat dapat disebut sebagai sebuah madhab sufistik yang mencerminkan suatu produk pemikiran dan doktrin mistik teknikal untuk menyediakan metode spiritual tertentu bagi mereka yang menghendaki jalan mistik menuju ma‟rifat billah. (Atjeh, 1986: 4). Tarekat merupakan fenomena ganda, di mana pada satu sisi, menjadi sebuah disiplin mistik yang secara normatif doktrinal meliputi sistem wirid, zikir, do‟a, etika tawassul, ziarah, dan sejenisnya sebagai jalan spiritual sufi, sementara pada sisi yang lain merupakan sistem interaksi sosial sufi yang terintegrasi dalam sebuah tata hidup sufistik untuk menciptakan lingkungan psiko-sosial sufi sebagai kondisi yang menekankan kesalihan individual dan komunal yang tujuannya adalah tercapainya kebahagiaan hakiki, dunia akhirat. Kedua sisi tarekat 26 tersebut (normatif doktrinal dan institusional) tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Doktrin tarekat, terutama aspek teosofiknya, dapat direformasi dan reformulasi terkait dengan upaya kontekstualisasi agar tarekat mampu memberi seperangkat kurikulum spiritual bagi para murid. Sementara itu, institusi tarekat, sebagai wahana sosialisasi dan aktualisasi doktrin sufi, dapat dimodifikasi dan dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip organisasi modern menjadi sebuah ikatan sosial organis sufistik yang memungkinkan kelangsungan dan perkembangannya ke depan. Dari sisi organisasi, tarekat yang semula merupakan ikatan sederhanadan bersahaja antara guru dan murid, (al-Kimasykhanawiy, 2001: 31) berpotensi untuk berkembang baik struktural maupun fungsional. Secara struktural, misalnya, terdapat suatu ordo tarekat yang mengembangkan jaringan- jaringan seperti pendidikan, ekonomi, perdagangan, pertanian, dan bahkan sistem dan struktur politik. Struktur tarekat tersebut bermanifestasi dalam sebuah asosiasi-asosiasi yang pada akhirnya memperbesar tubuh atau organisasi tarekat yang bersangkutan. Salah satu contoh dari perkembangan institusi atau organisasi tarekat sebagaimana menurut secara garis besar melalui tiga tahap yaitu tahap khanaqah, tahap tariqah dan tahap ta‟ifah. 1) Tahap Khanaqah Tahap khanaqah (pusat pertemuan sufi), dimana syekh mempunyai sejumlah murid yang hidup bersama-sama di bawah peraturan yang tidak ketat, syekh menjadi mursyid yang dipatuhi. Kontemplasi dan latihan-latihan spiritual dilakukan secara individual dan secara kolektif. Ini terjadi sekitar abad 10 M, gerakan ini mempunyai bentuk aristokratis. Masa khanaqah ini merupakan masa keemasan tasawuf. Biasanya sebuah persaudaraan sufi lahir karena adanya seorang guru sufi yang memiliki banyak murid atau pengikut. Pada abad ke-11 M persaudaraan sufi banyak tumbuh di negeri- negeri Islam. Mula-mula ia merupakan gerakan lapisan elit masyarakat Muslim, tetapi lama kelamaan menarik perhatian masyarakat lapisan bawah. Pada abad ke-12 M banyak orang Islam memasuki tarekat- tarekat sufi. Pada waktu itu kegiatan mereka berpusat di kanqah, yaitu sebuah pusat latihan sufi yang banyak terdapat di Persia dan wilayah sebelah timur Persia. Kanqah bukan hanya pusat para sufi berkumpul, 27 tetapi juga di situlah mereka melakukan latihan dan kegiatan spiritual, serta pendidikan dan pengajaran formal, termasuk dalam hal kepemimpinan. Salah satu fungsi penting lain dari kanqah ialah sebagai pusat kebudayaan dan agama. Sebagai pusat kebudayaan dan agama, lembaga kanqah mendapat subsidi dari pemerintah, bangsawan kaya, saudagar, dan organisasi atau perusahaan dagang. Tempat lain berkumpulnya para Sufi ialah zawiyah dan ribat. Pada abad ke-13 M ketika Baghdad ditaklukkan tentara Mongol, kanqah serta ribat dan zawiyah berfungsi banyak. (at-Taftazaniy, 1985: 235) Karena itu tidak heran apabila di berbagai tempat organisasi kanqah tidak sama. Ada kanqah yang menerima subsidi khusus dari kerajaan, ada yang memperoleh dana dari sumber swasta yang berbeda-beda, termasuk dari sumbangan para anggota tarekat. Kanqah yang mendapat dana dari anggota sendiri dan mandiri disebut futuh (kesatria), dan mengembangkan etika futuwwa (semangat kesatria). Salah satu contoh kanqah terkemuka ialah Kanqah Sa`id al-Su`ada yang didirikan pada zaman Bani Mameluk oleh Sultan Salahudin al-Ayyubi pada tahun 1173 M di Mesir. Dalam kanqah itu hidup tiga ratus darwish, ahli suluk, guru sufi dan pengikut mereka, serta menjalankan banyak aktivitas sosial keagamaan. Organisasi kanqah dipimpin oleh seorang guru yang terkemuka disebut amir majlis. 2) Tahap Tariqah Sekitar abad 13 M, merupakan masa terbentuknya ajaran- ajaran, peraturan, dan metode tasawuf. Pada masa ini muncul pusat-pusat yang mengajarkan tasawuf, serta masa dimana berkembangnya metode-metode kolektif baru untuk mencapai kedekatan diri kepada Allah swt. 3) Tahap Ta’ifah Terjadi sekitar abad 17 M. Disini terjadi transmisi ajaran dan peraturan kepada pengikut. Pada masa ini muncul organisasi- organisasi tasawuf yang mempunyai cabang-cabang ditempat lain. Pada tahap ta‟ifah inilah tarekat mengandung arti lain, yaitu organisasi sufi yang melestarikan ajaran syekh tertentu seperti tarekat Qadiriyah, tarekat Naqyabandiyah, serta tarekat Syadziliyah. Menurut L. Massignon, yang pernah mengadakan penelitian terhadap kehidupan tasawuf di beberapa Negara Islam, istilah tarekat 28 yang populer pada abad ke-9 dan ke-10 Masehi adalah Al- maqaamaat dan Al-ahwaal yang mengandung pengertian sebagai pendidikan rohani yang sering dilakukan oleh orang-orang yang menempuh kehidupan tasawuf. Selanjutnya pada abad ke-9 tarekat juga populer sebagai suatu perkumpulan yang didirikan menurut aturan yang telah dibuat oleh seorang syekh yang menganut suatu aliran tertentu, lalu diamalkan bersama dengan murid- muridnya.Sebagai model era modern menampak dalam sebuah sistem pendidikan pesantren di Nusantara, khususnya di Jawa. Sedangkan secara fungsional, tarekat dapat mengembangkan fungsi-fungsi strategis yang bervariasi, misalnya, sebagai lembaga pendidikan, lembaga dakwah Islam, lembaga ekonomi, dan bahkan lembaga sosial-politik yang menampung aspirasi para murid tarekat. Sebagai contoh kongkret adalahkasus pemberontakan petani Banten, pada tahun 1888 M., yang disebabkanoleh ketidakpuasan para petani atas kebijakan pemerintah Kolonial Belandayang menindas. Melalui organisasi tarekat-sufi (Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah) di bawah bimbingan syekh tarekat, mereka menggalang kekuatan kolektif menjadi gerakan massa menentang pemerintah. (Simuh, 2002: 57). Dari peristiwa itu, dapat dimengerti, bahwa faktor situasi dan kondisi ikut menentukan tarekat berfungsi sebagai kendaraan politik menentang praktek ketidak adilan dan kezaliman. Tarekat yang semula sebagai lembaga kesalihan individual yang bersifat eksklusif, dapat berkembang secara struktural-fungsional menjadi sebuah institusi keagamaan yang kompleks yang dapat muncul darinya substruktur- substruktur baru sesuai dengan kebutuhan aktualisasi dan fungsionalisasi tarekat. Untuk lebih jelasnyadapat diperhatikan skema yang digambarkan oleh Syukur (2009: 537) sebagai berikut: Gambar Perkembangan Struktural KelembagaanTarekat

29

Tabel 2.1. Keterangan: TD : Tarekat Doktrinal (Tarekat dalam bentuk doktrin atau ajaran-ajaransufi). TI : Tarekat Institusional (Tarekat sebagai ikatan guru, murid, danajaran dalam lembaga spiritual zwiyyah). TSSF : Tarekat Sub Struktural-Fungsional (Tarekat dalam bentuk organisasi atau pun asosiasi yang bergerak dalam berbagai aspek kehidupan). c. Proses MengikutiTarekat Tarekat dibangun di atas landasan sistem dan hubungan yang erat dan khas antara seorang guru (murshid) dengan muridnya. Hubungan murshid dan murid ini dapat dianggap sebagai pilar terpenting dalam organisasi tarekat. Hubungan tersebut diawali dengan pernyataan kesetiaan (baiat) dari seorang yang hendak menjadi murid tarekat kepada shaikh tertentu sebagai murshid.Teknis dan tatacara baiat dalam tarekat seringkali berbeda satu dengan lainnya, tetapi umumnya ada tiga tahapan penting yang harus dilalui oleh seorang calon murid yang akan melalui baiat, yakni talqin al dhikr (mengulang-ulang zikir tertentu), akhdh al Ahd (mengambil sumpah), dan lubs al-khirqah (mengenakan jubah). Proses inisiasi melalui baiat ini sedemikian penting menentukan dalam organisasi tarekat, karena baiat mengisyaratkan terjalinnya hubungan yang tidak pernah akan 30 putus antara murid dengan murshidnya. Begitu baiat diikrarkan, maka sang murid dituntut untuk mematuhi berbagai ajaran dan tuntunan sang Murshid, dan meyakini bahwa murshidnya itu adalah wakil dari Nabi. Lebih dari itu diyakini bahwa baiat juga sebuah perjanjian antara murid sebagai hamba dengan Al Haqq sebagai Tuhannya. (Muthahhari, 2006: 34) Setelah menjadi murid biasanya perjalanan spiritual (suluk) nya sang murid dimulai dengan mempelajari tasawuf. Berapa lama waktu yang ditentukan oleh sang murid tidak ada ketentuan pasti, dan berhak mengajarkan ilmunya, semuanya tergantung dari Sang Murid sendiri dalam menjalani beberapa tahapan pengalaman spiritual (maqamat) hingga sampai pada pengetahuan tentang al haqiqat (kebenaran hakiki). Beberapa murid bisa saja menyelesaikan pelajaran mistisnya dalam waktu singkat sebagian lainnya perlu waktu lama.Keluluasan murid ditentukan sang Murshid. Apabila sang murid telah dianggap lulus dalam perjalanan spiritualnya dalam memahami hakikat, maka sang Murshid akan mengangkatnya sebagai khalifah yang proses pengangkatannya biasanya diberikan ijazah (otorisasi atau lisensi). Atjeh (1985: 121) mengatakan bahwa dalam dunia tarekat itu selain ada ijazah untuk murid yang naik jadi khalifah, ada juga istilah ijazah yang diberikan kepada murid tetapi bobotnya lebih ringan, yakni ijazah amalan untuk mengamalkan ritual atau zikir tertentu yang diajarkan oleh murshidnya, dan ijazah oleh murid yang dianggap telah menyelesaikan tahap tertentu dari ajaran tarekat dari murshidnya itu. Berbeda dengan yang pertama, kedua ijazah yang terakhir disebut itu tidak memberikan wewenang kepada yang menerimanya untuk mentahbiskan orang lain menjadi anggota tarekat, melainkan hanya untuk yang bersangkutan saja. d. Mursyid Tarekat Mursyid dalam tarekat menempati kedudukan yang sangat urgen. Sebab mursyid berkedudukan sebagai perantara (washilah) antara sang murid dengan Tuhannya. Konsep wasilah ini yang mendatangkan banyak kritikan dari para “pembenci” tarekat. Kritikan seperti itu, menurut Zamakhsyari Dhofier, timbul karena mereka tidak mempelajari konsep-konsepnya secara mendalam. Dalam usaha 31 menangkis kritikan tersebut, Musthafa Bisri selaku pengikut tarekat memberikan illustrasi tentang wasilah sebagai berikut: Allah ta’ala Maha Mengetahui dan Maha Mendengar. Saudara jangan mengira bahwa tawassul kepada Allah Ta’ala dengan Nabi- Nabi atau wali-wali itu sama dengan memohon kenaikan tingkat kepada pihak atasan dengan perantaraan kepala kantor saudara. Pengertian tawassul yang demikian itu tidak benar. Sebab berarti mengalihkan pandangan terhadap yang dituju (pihak atasan), beralih kepada perantara sehingga di samping mempunyai kepercayaan ter- hadap kekuasaan pihak atasan, saudara juga percaya kepada kekuasaan pihak peranyata. Tawaasul kepada Allah ta’ala tidak demikian halnya. Kalau saudara ingin contoh tawassul kepada Allah dengan Nabi- Nabi atau wali-wali, coba saja perhatikan misal di bawah ini. Ada seorang majikan yang kaya raya dan memiliki perusahaan besar. Dia mempunyai beberapa orang pembantu yang paling dipercaya dalam mengendalikan perusahaannya. Saya ingin diterima menjadi pekerja dalam perusahaannya. Kebetulan saya kenal dengan salah seorang pembantu majikan tersebut untuk keperluan lamaran pekerjaan; Saya diantar oleh pembantu majikan yang saya kenal tadi. Kepada majikan itu saya sampaikan maksud saya harapan dapat membantu saya agar lamaran saya mendapat perhatian cukup dari sang majikan. Coba pikirkan. Kepada siapa sebenarnya saya mengajukan lamaran saya? Kemudian apakah sia-sia saja saya diantar oleh teman saya tersebut sewaktu saya menghadap sang majikan? (Dhofier, 1994: 138) Betapa pentingnya seorang mursyid atau guru dalam tarekat. Hal ini mempengaruhi tindak-tanduk orang yang belajar dan diajarkan oleh mursyid tersebut. Sebagaimana dari ucapan, tingkah laku, hingga kebaikan-kebaikan kecil yang nampak dalam diri mursyid tersebut.

3. Relasi Dengan Tasawuf Tarekat merupakan bagian dari ilmu Tasawuf, namun tak semua orang yang mempelajari Tasawuf terlebih lagi belum mengenal Tasawuf akan faham sepenuhnya dengan Tarekat. Banyak orang yang memandang Tarekat secara sekilas akan menganggapnya sebagai ajaran yang diadakan diluar Islam (bid’ah). Padahal Tarekat itu sendiri 32 merupakan pelaksanaan dari peraturan-peraturan syari’at Islam yang sah. Namun perlu kehati-hatian juga karena tidak sedikit tarekat- tarekat yang dikembangkan dan dicampuradukkan dengan ajaran- ajaran yang menyeleweng dari ajaran Islam yang benar. Oleh sebab itu, perlu diketahui bahwa ada pengklasifikasian antara Tarekat Muktabarah (yang dianggap sah) dan tarekat Ghairu Muktabarah (yang tidak dianggap sah). Memang seluk beluk Tarekat tidak bisa dijabarkan dengan mudah karena setiap tarekat-tarekat tersebut memiliki filsafat dan cara pelaksanaan amal ibadah masing-masing. Oleh karena Itu penulis burasaha menjelaskan tentang Tarekat dalam makalah ini. Meskipun makalah ini tidak bisa memuat hal-hal yang berkaitan dengan tarekat secara menyeluruh, tapi paling tidak ini cukup mampu memperkenalkan kita pada Tarekat. istilah tarekat tidak saja ditujukan kepada aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang syekh tarekat dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syekh tarekat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang ada di dalam agama Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya, yang semua itu merupakan jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah. Di dalam tarekat yang sudah melembaga, tarekat mencakup semua aspek ajaran Islam seperti shalat, puasa, zakat, jihad, haji dan lain-lain, ditambah pengamalan serta seorang syekh. Akan tetapi, semua itu terikat dengan tuntunan dan bimbingan seorang syekh melalui ba’iat. Dengan demikian, tasawuf itu secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. a. Definisi Tasawuf Tasawuf merupakan kata serapan dari bahasa Arab, al- اتلصوف: صار Tas{awwuf. Kata tasawuf itu berasal dari bahasa arab yang berarti menjadi seorang sufi, menyerupai seorang sufiصوفيا 33

(Ali, dkk. t.t.: 498). Lalu, beberapa ulama berbeda pendapat mengenai asal-usul kata al-Tas}sawwuf. Ada yang berpendapat dari kata s}u>f ni (tt: h. 21) dapat diartikan beberapa bagian, yaitu: 1) Tasawuf berasal dari kata as-suffah.. As-suffah berarti sekelompok orang pada masa Rasulullah Saw yang banyak berdiam di serambi masjid dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah Swt. Mereka adalah orang- orang yang ikut pindah dengan Rasulullah Saw dari Mekah ke Madinah, kehilangan harta, berada dalam kemiskinan, dan tidak memiliki apa-apa. Mereka tinggal di masjid Rasulullah Saw dan duduk di atas bangku batu dengan memakai pelana sebagai bantal. Pelana tersebut disebut suffah dan kata sofa dalam bahasa-bahasa di Eropa berasal dari kata ini. (Aziz, 1998: 10-11). 2) Tasawuf berasal dari kata safa. Kata safa yang memiliki arti suci. Maksudnya adalah mereka itu menyucikan dirinya di hadapan Tuhan melalui latihan-latihan. 3) Tasawuf berasal dari kata saff. Definisi kata saff dikategorikan kepada orang-orang yang ketika shalat selalu berada di saff (barisan) paling depan. Sebagaimana halnya shalat di saff pertama mendapat kemuliaan dan pahala. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (1422: 126) dari Abu Hurairah berkata:

َ َّ َ َ َ ْ ُ ْ ُ ُ ُ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ ٌ َ ْ ُ َ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ حدثنا عبد ا َِّللَّ بن يوسف قال أخَبنا مالِك عن س ٍَّم موَل أ ِِب بك ٍر عن أ ِِب َ َ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ َّ َ ُ َ َ َّ ُ َ َ ْ َ َ َّ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ُ َّ ُ َ صا ِل ٍح عن أ ِِب هريرة أن رسول ا َِّللَّ صَّل اَّللَّ علي ِه وسلم قال لو يعلم انلاس ما 34

َ َ ن َ َ َّ ن ْ َّ ُ َّ َ ْ َ ُ َّ ْ َ ْ َ ُ َ َ ْ َ ْ َ َ ُ َ َ ْ َ ْ َ ُ َ ِيف انل دا ِء والصف األو ِل ثم لم َِيدوا إَِّل أن يست ِهموا علي ِه َّلستهموا ولو يعلمون َ َ َّ ْ َ ْ َ َ ُ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ ْ َ َ َ َ ُّ ْ َ َ ْ ُ َ َ َ ْ َ ْ ً . ما ِيف اتله ِج ِري َّلستبقوا إِيل ِه ولو يعلمون ما ِيف العتم ِة والصب ِح ألتوهما ولو حبوا Artinya: “Telah menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Yusuf, dari Malik, dari Sumay Maula (budak) Abu Bakar, dari Abi Sholih, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda: Seandainya orang tau esensi azan dan saff (barisan) pertama kemudian mereka tidak menemukannya kecuali mereka memperhatikannya niscaya mereka pasti perhatikan (azan dan saff pertama), dan seandainya mereka tau hal (nilai/pahala) yang ada di siang hari niscaya mereka berlomba-lomba memperolehnya, seandainya mereka tau hal (nilai/pahala) pada sepertiga malam dan waktu subuh niscaya mereka mendatanginya meskipun dalam keadaan merayap.” a) Penelusuran Hadits Penelusuran hadits dilakukan ke pelbagai buku induk hadits yang masih lengkap secara sanad dan matan. Cara pencariannya dengan metode takhrij hadits dengan menggunakan lafadz-lafadz yang terdapat dalam matan hadits. Pemilihan metode ini dianggap relatif lebih mudah dalam menelusuri hadits yang sedang diteliti dengan cara memilih salah satu lafadz yang merupakan kunci atau inti dalam rangkaian matan hadits. Berdasarkan metode hadits diatas, maka peneliti menggunakan software al-Maktabah asy-Syamilah. Dengan di temukan dalam beberapaإَّل أن يستهموا إيله menggunakan kata kunci kitab hadits seperti Shohih Ibn Hibban hadits nomor 1686, Sunan An- Nasai hadits nomor 537, Shohih al-Bukhari hadits nomor 580, Sunan al-Baihaqi hadits nomor 1861(al-Baihaqi, 1994: 428), dan kitab-kitab hadis lainnya. Dari beberapa kitab hadits tersebut, peneliti meneliti hadits tersebut yang ada dalam kitab Shahih al-Bukhari. Berikut kutipan hadits yang terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari: َ َ َ َ َّ َ َ َ ْ ُ ْ ُ ُ ُ َ َ َ ْ َ َ َ َ ٌ َ ْ ُ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ حدثنا عبد ا َِّللَّ بن يوسف قال أخَبنا مالِك عن س ٍَّم موَل أ ِِب بك ٍر عن أ ِِب َ َ ْ َ ُ َ ْ َ َ َ َّ َ ُ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ُ صا ِل ٍح عن أ ِِب هريرة أن رسول ا َِّللَّ - صَّل اَّلل عليه وسلم - قال » لو يعلم 35

َ َ َّ ُ َ ن َ َ َّ ن َّ ُ َّ َ ْ َ ُ َّ ْ َ ْ َ ُ َ َ ْ َ ْ َ َ ُ انلاس ما ِِف انلدا ِء والصف األو ِل ، ثم لم َِيدوا إَِّل أن يست ِهموا علي ِه َّلستهموا، َ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ َّ ْ َ ْ َ َ ُ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ ْ َ َ َ َ ُّ ْ ولو يعلمون ما ِِف اتله ِج ِري َّلستبقوا إِيل ِه ، ولو يعلمون ما ِِف العتم ِة والص ب ِح َ َ ُ َ ألت ْوه َما َول ْو َحبْ ًوا. b) Skema Periwayatan Hadits رسول اَّلل صَّل اَّلل عليه وسلم أِب هريرة أِب صالح سَم موَل أِب بكر مالك عبد اَّلل بن يوسف اإلمام ابلخاري c) Kritik Sanad Kritik sanad merupakan langkah untuk menelusuri persambungan sanad dan reputasi dari masing-masing periwayat sehingga menentukan keshahihan suatu hadits. Karena banyak sanad, maka penulis akan meneliti dari jalur Imam Bukhari dengan alasan shahih al-Bukhari merupakan bagian dari kutub al-sittah dan salah satu kitab hadits rujukan utama bagi pengkaji hadits.

1) Abu Hurairah Nama lengkapnya adalah Abu Hurairah ad-Dauwsi al-Yamani. Beliau merupakan tingkatan pertama atau sahabat dalam istilah periwayatan hadits. Abu Hurairah wafat pada tahun sekitar 57 H, namun ada yang mengatakan 58 bahkan 59 H. Tingkatan beliau ada Sahabat. Guru-gurunya dalam meriwayatkan hadits antara lain :Nabi Muhammad Saw, Ubay bin Ka’ab, Usamah bin Zaid bin Haritsah, Umar bin Khattab, Ka’bu al-Ahbar, Abu Bakr Siddiq, Aisyah istri Nabi Muhammad Saw. 36

Murid-muridnya adalah Dzakwan Abu Shalih, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Ibrahim bin Ismail, Ja’far bin Iyadh, dan lain sebagainya. Penilaian ulama tentang Abu Hurairah sebagai berikut: Imam Bukhari mengatakan bahwa orang lain dikalangan shabat, tabiin dan lainnya sekitar 800 ribu bahkan lebih meriwayatkan hadits dari beliau (Abu Hurairah).

2) Abi Sholih Nama lengkapnya adalah Dzakwan Abu Shalih as-Samman az-Zayyat al-Madani, Maula (tuan) Juwairiyah binti al-Ahmas al- Ghatfani. Beliau termasuk tingkatan ke-3 (pertengahan masa tabi’in). Beliau dikebumikan pada tahun 101 H. Guru-gurunya antara lain: Jabir bin Abdullah, Sa’ad bin Abi Waqqos, Said bin Jubair, Abu Hurairah, Abu Bakr as-Shiddiq, dan lain sebagainya. Adapun murid-muridnya adalah Sumay bin Abi Bakr bin Abdu ar-Rahman, Sholih bin Abi Sholih, Sofwan bin Salim, Hakim bin Jubair, Zaid bin Aslam, dan lain sebagainya. Penilaian ulama terkait Abi Sholih, antara lain Ibnu Hajar. Ia mengutarakan bahwa beliau tsiqotun tsabat (orang terpercaya dan tetap pendirian/stabil dalam Islam).

3) Sumay bin Maula (tuan) Abu Bakr Nama lengkapnya adalah Sumay al-Qurasy alMakhdzumi, Abu Abdillah al-Madani, Maula (tuan) Abi Bakr bin Abdi al-Rahman bin al-Harits bin Hisyam. Beliau termasuk tingkatan ke-6 (yaitu orang yang semasa dengan shigar al-Tabi’in) dan wafatnya pada tahun 130 H di Qudaid. Adapun guru-gurunya adalah Dzakwan Abi Sholih as- Samman, Said bin al-Musayyab, an-Na’man bin Abi ‘Iyas az-Zarqi, dan lain-lain. Murid-muridnya adalah Malik bin Anas, Sufyan al-Tsauri, Sufyan bin Uyaynah, Suhail bin Abi Shalih, dan lain-lain. 37

Pandangan ulama terkait sosok Sumay bin Maula Abi Bakr, antara lain: Ibnu Hajar berkata beliau orang yang terpercaya (tsiqotun).

4) Malik Nama lengkapnya adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amr bin Amru al-Asbahy al-Hamiry, Abu Abdillah al-Madany al- Faqih (Pemimpin Darul Hijrah). Beliau lahir tahun 93 H dan wafat tahun 179 H. Guru-guru Malik adalah Sumay Maula (tuan) Abu Bakr bin Abdi ar-Rahmah bin al-Harits bin Hisyam, Suhail bin Abi Sholih, Syarik bin Abdillah bin Abi Namr, Sholih bin Kaisan, dan lain-lain. (ad-Dzahabi: h. 48). Adapun murid-muridnya sebagai berikut: Abdullah bin Yusuf al-Tunisy, Abdu al-a’la bin Hammad an-Nursy, Abdullah bin Nafi’ as- Shoigh, Abdullah bin Wahb, dan lain-lain. Penilaian ulama terhadap Malik, antara lain: Ibnu Hajar mengatakan bahwa beliau Pemimpin Darul Hijrah, ra’su al-Mutqinin (pemimpin orang yang sempurna) sehingga Imam Bukhari mengatakan bahwa beliau asohhu al-asanid kulluha (sanad yang paling shahih atau benar seluruhnya).

5) Abdullah bin Yusuf Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Yusuf al-Tunisy, Abu Muhammad al-Kila’i ad-Dimasyqi al-Misry. Berasal dari kota Damaskus, Syiria. Lalu tinggal di Tunis. Beliau merupakan tingkatan yang ke-10 dari para pembesar yang meriwayatkan hadits dari tabi’i al-aTba’. Abdullah bin Yusuf wafata th. 218 H. Abdullah bin Yusuf dikenal dengan nama Abu Muhammad at-Tunisi berasak dari Damaskus, Syiria. Ia memperoleh hadits melalui gurunya dengan lafadz sami’a berarti mendengarkan langusng dari Malik bin Anas. (al-Bukhari: h. 435) Guru-gurunya adalah Malik bin Anas, Muhammad bin Muhajir, Mughirah bbin Mughirah al-Ramli, al-Walid bin Muslim, Yahya bin Hamzah al-Hadrami, dan lain-lain. 38

Adapun murid-muridnya sebagai berikut: al-Bukhari, Ibrahim bin Hani al-Naisaburi, Ali bin Ustman al-Nafily, Umar bin Mudhar ad-Dimasyqy, Ali bin Abdurrahman bin al-Mughirah, dan lain-lain. (Ad-Dzahabi: h. 341). Pandangan ulama terhadap Abdullah bin Yusuf sebagai berikut: Abu Bakr bin Kudzaimah berkaat bahawa Abdullah bin Yusuf atsbatun an-Naas (orang yang memiliki pemahaman yang baik) dalam kitab Muwattha’, Abdurrahmaan bin Abi Hatim berkata dari bapaknya bahwa Abdullah bin Yusuf atqonu min marwani at-Thatiri wahuwa tsiqotun (perawi paling professional/sempurna dari Marwan Thathiri, beliau terpercaya). Imam Bukhari mengatakan beliau merupakan atsbatu as-Syamiyyiin (memiliki pemahaman yang baik di antara orang-orang syam). (Ad-Dzahabi: h. 341).

6) Imam Bukhari Nama lengkapnya Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al- Mughirah al-Ju’fi atau al-Ju’afi, Abu Abdillah bin Abi al-Hasan al- Bukhari al-Hafidz. Beliau dilahirkan pada tahun 194 H dan meninggal pada tahun 256 H. Al-Bukhari merupakan tingkatan ke-11 (ulama pertengahan yang meriwayatkan hadits dari taba’i al-atba’i). Adapun guru-guru Imam Bukhari adalah Abdullah bin Yusuf al-Tunisy, Abdurrahman bin Ibrahi Duhaim, Abdul Aziz bin Abdulllah al-Umaisy, Abi al-Mughirah Abdul Quddus bin al-Hajjaj al- Khaulani, dan lain-lain. Murid-murid beliau adalah al-Turmudzi, Ibrahim bin Ishaq al- Harby, Ahmad bin Sahl bin Malik, Ibrahim bin Musa al-Jauzy, dan lain-lain. Pandangan ulama terhadap Imam Bukhari antara lain: al- Mizzi mengutarakan dalam kitab tahdzib al-kamal bahwa Imam Bukhari al-Hafidz merupakan Imam (pemimpin) abad ini, orang yang diikuti pada masanya, orang yang dapat dipercaya atas karyanya diantara masyarakat Islam. d) Kecenderungan Sanad Dari skema periwayatan hadits diatas, bahwa hadits yang dibahas pada takhrij dalam kitab shahih al-Bukhari melaluri jalur Abu 39

Hurairah ini memiliki sanad yang dikatakan ketsiqohan (keadilan dan kedhabitannnya), dan tidak ada syadz (keraguan) dan illat (kecacatannya). Dalam sanad al-Bukhari tersebut dikategorikan hadits shahih li ghairihi disebabkan para perawinya tidak ada yang memiliki cacat atau illat dalam kepribadian dan kehidupannya. Dengan demikian, hadis Shahih Bukhari ini adalah hadis shahih secara sanadnya ditambah dengan adanya syahid yang mendukungnya. e) Matan Hadits Shuhudi Ismail dalam bukunya Metodologi Penelitian Hadits Nabi mengemukakan langkah-langkah yang harus dilalui dalam penelitian matan hadits yaitu: a) Meneliti matan dengan meneliti kualitas sanadnya. b) Meneliti susunan lafal matan yang semakna. c) Meneliti kandungan matan itu sendiri. Sebagaimana telah diteliti sanad melalui jalur Shohih al- Bukhari bahwa hadits tersebut matannya shahih, karena tidak ditemukan illat dan syadz. Oleh karan itu hadits ini secara matan shahih dan tidak ditemukannya kedhaifan secara matan yang bersifat tekstuak maupun kontektual dikarenakan hadits ini menganjurkan seorang muslim untuk berlomba-lomba dalam kebaikan atau dikatakan dalam istilah ilmu hadits itu al-targhib (motivasi). f) Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Hadis tersebut adalah hadis shahih dikarenakan tidak adanya illat dan syadz yang ditemukan dalam sanad maupun matan. Di tambah hadits tersebut banyak di riwayatkan oleh beberapa mukharrij hadits. b) Kajian sanad Shahih al-Bukhari telah memenuhi kriteri shahih li ghairihi disebabkan tidak adanya kelemahan dalam rijalu al- hadits Bukhari. c) Kualitas Hadits ini shahih li ghairihi dikarenakan banyak syahid dan sanad lainnya.

40

4) Tasawuf jika direlasikan dengan dari bahasa Yunani berarti shopos. Istilah ini disamakan dengan kata al-hikmah dalam bahasa Arab yang berarti kebijakan. 5) Tasawuf berasal dari kata saf artinya kain yang terbuat dari bulu wol. Namun kain wol yang dipakai adalah kain wol yang kasar. Ketika itu, kain tersebut sebagai simbol kesederhanaan. Lawannya adalah memakai sutra. Kain tersebut dipakai oleh orang mewah dikalangan pemerintahan yang hidup mewah. Para penganut tasawuf itu sederhana, tapi berhati mulia, menjauhi pakaian sutra, dan memakai wol kasar. Tasawuf secara terminologi sebagaimana diungkapkan oleh Basuni (1919: 19) bahwa: اتلصوف تصفية القلوب حىت َّل يعاودها ضعفها اذلايت ومفارقة أخالق الطبيعية وامخاد صفات البرشية وجمانبة نزوات انلفس. Artinya: “Tasawuf adalah menyucikan hati sehingga tidak ditimpa suatu kelemahan, menjauhi akhlak alamiah, melenyapkan sifat kemanusiaan, dan menjauhi segala keingginan nafsu. Sementara Rusli (2013: 8) mengutip ungkapan Sahl bin Abdullah al-Tustari yang mendefinisikan tasawuf sebagai berikut: اتلصوف قلة الطعام والسكون إىل اَّلل والفرار من انلاس Artinya: “Tasawuf adalah menyedikitkan makanan, selalu berada di dekat Allah, dan menjauhi manusia. Tasawuf bagian dari upaya mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Imam al-Junaidi mengartikannya berakhlak mulia dan meninggalkan semua akhlak tercela. Zakarian al-Anshari berpendapat, tasawuf merupakan ilmu tentan kebersihan jiwa, perbaikan budi pekerti, serta pembangunan lahir dan bathin guna memperoleh kebahagiaan abadi.(Nasaruddin Umar, 2014:2) Terminologi lain yang menunjukan tasawuf adalah pembersihan hati, giat ibadah, lembuat berakhlak, merekronstruksi keadaan zhair dan bathin untuk mendapatkan kebahagiaan abadi, zuhud kepada dunia, selalu ingat akhirat, dan bersungguh-sungguh di dalam taat dan takwa kepada Allah Swt (Rahim, 2009: 20). 41

Dari berbagai literature yang ada di atas bahwa, tasawuf merupakan sebuah ilmu yang mendidik seseorang untuk menjadi manusia yang sempurna dengan memberikan hal yang bersifat positif terhadap Allah Swt, Rasulullah Saw, serta yang ada di alam semesta ini dan menjauhi hal yang bersifat negatif terhadap Allah Swt, Rasulullah Saw, serta yang ada di alam semesta ini. b. Ajaran Tasawuf Secara keseluruhan ilmu tasawuf bisa dikelompokkan menjadi dua, yakni ilmi atau nadhari, yaitu tasawuf yang bersifat teoritis. Tasawuf yang tercakup dalam bagian ini ialah sejarah lahirnya tasawuf dan perkembangannya sehingga menjelma menjadi ilmu yang berdiri sendiri. Termasuk di dalamnya adalah teori-teori tasawuf menurut berbagai tokoh tasawuf dan tokoh luar tasawuf yang berwujud ungkapan sistematis dan filosofis. (Syukur, 1996: 224) Dengan demikian, ajaran tasawuf bukan hanya teori saja, melainkan mengajarkan substansi dan nilai dalam bentuk praktik. Dengan begitu, tasawuf mengembangkan sayap keilmuannya dalam berbagai bentuk. 23 c. Tujuan Tasawuf Pada dasarnya tujuan tasawuf atau sifusme adalah berada sedekat mungkin dengan Allah Swt. Tasawuf merupakan bagian dari Islam itu sendiri. hal ini dengan tidak mungkinnya jalan menuju Allah Swt, bukan berasal dari Allah Swt itu sendiri. pendapat ini didukung oleh pernyataan orientalis yaitu Gibb mengatakan bahwa tasawuf atau sufisme adalah pengalaman keagamaan yang otentik dalam Islam. (Chittick, 2008: 4) Secara umum, tujuan terpenting dari sufi adalah agar berada sedekat mungkin dengan Allah. Akan tetapi apabila diperhatikan karakteristik tasawuf secara umum, terlihat adanya tiga sasaran “antara” dari tasawuf, yaitu: 1) Tasawuf yang bertujuan untuk pembinaan moral. 2) Tasawuf yang bertujuan untuk ma’rifatullah melalui penyingkapan langsung atau metode al-kasyf al-hijab. 42

3) Tasawuf yang bertujuan untuk membahas bagaimana sistem pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah secara mistis filosofis, pengkajian garis hubungan antar Tuhan dengan makhluk, terutama hubungan manusia dengan Tuhan dan apa arti dekat Tuhan. Dalam hal apa makna dekat dengan Tuhan itu, terdapat tiga simbolisme, yaitu: Pertama, melihat dan merasakan kehadiran Tuhan dalam hati. Kedua, berjumpa dengan Tuhan sehingga terjadi dialog antara manusia dengan Tuhan. Ketiga, penyatuan manusia dengan Tuhan sehingga yang terjadi adalah monolog antara manusa yang telah menyatu dalam Iradat Tuhan (Siregar, 2002: 57). Dari tujuan dan maksud tasawuf diatas bahwa, tasawuf mempunyai obyek dan obyek tasawuf adalah mengenal Allah baik dengan jalan ibadah syari’ah atau lewat ilham dan perasaan (Tim IAIN Sumatera Utara, 1981/1982: 19). Dengan begitu, tasawuf memberikan gambaran kepada manusia untuk lebih kenal terhadap yang menciptakan manusia itu sendiri. d. Langkah Menuju Kebersucian Jiwa Untuk dapat menuju kehidupan tasawuf, sehingga merasakan kedekatan dengan Allah, maka ada beberapa langkah atau upaya yang harus dilaksanakan oleh seseorang. Langkah atau upaya tersebut adalah: 1) Tazkiyah al-Nafs Upaya yang harus dilakukan sebagai jalan untuk dapat mengantarkan seseorang agar memiliki hati yang bersih dari berbagai penyakit, yaitu disebut tazkiyah al-Nafs. Melalui tazkiyah al-Nafs, dapat mengantarkan seseorang untuk memeliki akhlak yang baik dalam kehidupan sehari-hari, dan mengantarkannya untuk menjadi orang yang dekat dengan Allah. Oleh karena itu, tazkiyah al-Nafs sangat penting dilakukan bagi orang yang memasuki kehidupan tasawuf. Secara etimologi, Tazkiyah al-Nafs berasal dari kat “tazkiyah” dan “nafs”. Kata tazkiyah berasal dari bahasa Arab yakni isim masdar dari kata “zakka” yang berarti mensucikan. Kata Zakka merupakan tsulatsi mazid dengan tambahan huruf “ka” pada ‘ain fiil dari lafadz zaka yang berarti suci. Kata al-Nafs adalah jiwa. Jiwa yang tidak 43 dimaknai sebagai nafsu. Dengan demikian, secara terminologi, Tazkiyah al-Nafs bermakna penyucian jiwa. (Sholihin, 2003: 130- 131). Ada banyak konsep yang diutarakan oleh al-Ghazali mengenai makna tazkiyah al-Nafs, dalam setiap kitab yang ia tulis memberikan pengertian yang berbeda. Sholihin (2004: 175) mengungkapkan bahwa al-Ghazali mendeskripsikan tazkiyah al-Nafs sebagai proses penyucian jiwa, pengembalian jiwa pada fitrahnya, dan pengobatan jiwa-jiwa yang sakit agar menjadi sehat kembal, melalui terapi sufistik. Selanjutnya, Jaelani (2000: 56) mengutip ungkapan al-Ghazali terkait tazkiyah al-Nafs dalam kitab bidayatu al-Hidayah sebagai usaha menyucikan diri dari sifat memuji diri sendiri. Dasar dari pemikiran tazkiyah al-Nafs berasal dari keyakinan para sufi bahwa jiwa manusia pada fitrahnya adalah suci. Disebabkan oleh adanya pertentangan dengan badan, yang diartikan sebagai keinginan nafsu, maka hal tersebut mengakibatkan jiwa tidak suci bahkan tidak lagi sehat. Dalam hubungan dengan sifat-sifat jiwa yang ada dalam diri manusia, tazkiyatun al-Nafs menurut al-Ghazali berarti pembersihan diri dari sifat kebuasan, kebinatangan, dan setan yang kemudian mengisi dengan sifat-sifat ketuhanan. Tazkiyah al-Nafs merupakan suatu upaya untuk menjadikan hati menjadi bersih dan suci, baik dzatnya, maupun keyakinannya. (Taimiyah, 2010: 117). Berkaitan dengan dengan tazkiyah al-Nafs, Azra dalam (Ismail, 2008: ix) menjelaskan bahwa kegiatan pokok mengamalkan tasawuf itu terfokus pada tiga kegiatan sebagai berikut: (1) tazkiyah al-Nafs, yakni membersihkan diri dari dosa besar dan kecil, serta membersihkan diri dari berbagai penyakit hati dan sifat tercela, (2) taqarrub ila allah, yakni memberikan perhatian serius kepada usaha- usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat- dekatnya. Meskipun kedekatan Allah dengan manusia tidak selalu dapat dirasakan manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt dalam Surah Qaf ayat 16 berbunyi: وحنن أقرب إيله من حبل الوريد. 44

Artinya: “Dan kami lebih dekat kepada-Nya dari pada urat nadi.” (QS. Qaf: 16). (3) Hudhur al-Qalb ma’a Allah, yakni memfokuskan diri kepada usaha untuk merasakan kehadiran Allah dan melihat-Nya dengan mata hati, bahkan merasakan persatuan dengan Allah. Di samping itu, tazkiyah al-Nafs mempunyai posisi esensial dalam kegiatan bertasawuf. Masalah ini telah menjadi agenda penting para sufi, baik sufi-sufi klasik maupun kontemporer. Oleh karena itu, tasawuf memandang bahwa penyucian jiwa itu dapat dilakukan melalui proses takhalli (menghilangkan sifat-sifat tercela), sembari mengisi sifat-sifat terpuji (tahalli). Tazkiyah al-Nafs juga berarti penyucian jiwa dari segala sifat tercela secara zahir maupun bathin serta sifat kebinatangan.

2) Mujahadah dan Riyadhah Dalam dunia sufi, ada beberapa hal yang mesti ditempuh oleh seorang sufi dalam bentuk mendekatkan diri kepada Allah Swt yaitu melalui mujahadah dan riyadhah. Lafadz mujahadah berasal dari kata bahasa Arab yang mempunya arti berjuang. (Yusuf, 1972: 39) Mujahadah (berjuang melawan hawa nafsu) sebagaimana diungkapkan Isa (2010: 72) adalah menyapihnya, membawanya keluar dari keinginan-keinginan yang tercela dan mengharuskannya untuk melaksanakan syari’at Allah Swt, baik perintah maupun larangan. Mujahadah bisa diartikan perjuangan bathiniah menuju kedekatan diri kepada Allah Swt, dan ada juga yang mengartikan dengan perjuangan melawan diri sendiri, yakni melawan kekuasaan pengaruh hawa nafsu yang menghambat seseorang untuk sampai kepada martabat utama, yakni puncak ketakwaan. Mujahadah adalah proses perjalanan ruhani manusia menuju Allah. Sebagai proses, mujahadah memilii beberapa pilar sebagai tempat berdiri dan tegaknya proses perjalanan tersebut. Berkenaan dengan pilar tersebut sebagaimana yang diutarakan dalam firman Allah Swt dalam QS. Al-Ankabut: 69 yang berbunyi: واذلين جاهدوا فينا نلهدينهم سبلنا، إن اَّلل ملع املحسنني. 45

Artinya: “Dan orang-orang yang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) kami, benar-benar kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah akan benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. Selain harus melakukan mujahadah, seorang sufi tatkala ingin mendekatkan diri kepada Allah Swt yaitu harus melakukan riyadhah. Adapun yang dimaksud dengan riyadhah menurut al-Shidqi ialah latihan kerohanian dalam melaksanakan hal-hal yang terpuji, baik dengan cara perkataan, perbuatan maupun dengan cara penyikapan terhadap hal-hal yang benar, yang dilakukan dengan tiga maca cara menurut tingkatan kedekatan hamba denga Tuhannya (Majhudin, 2010: 201). Tiga macam cara tersebut, yaitu: Pertama, riyadhah orang awam, yaitu upaya melatih dirinya untuk berbuat baik dengan cara berusaha memahmami perbuatan yang dilakukannya, berbuat dengan sikap yang ikhlas, tidak tercampur dengan sikap riya, dan memperbanyak melakukan kebenaran dalam pergaulan, baik pergaulan itu terhadap Allah Swt, terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungan hidupnya. Riyadhah tersebut ditentukan oleh tuntunan teks agama mengenai sesuatu yang akan dilakukan, baik dilakukan dengan perbuatan nyata, maupun dengan perbuatan yang tidak nyata. Kedua, riyadhah orang khowas (sufi, wali), yaitu upaya agar selalu tetap bekonsentrasi terhadap Allah Swt ketika melaksanakan suatu perbuatan baik, sehingga tidak terpengaruh lagi oleh lingkungan sekelilingnya, penglihatan dan pendengarannya tidak terpengaruhi lagi oleh sesuatu yang ada di sekelilingnya, kecuali hanya menuruti kata hatinya. Ketiga, riyadhah orang khowasul khowas (Nabi, Rasul), yaitu berbuat baik untuk mendapatkan kesaksian Allah dan ma’rifat atau kebersatuan dengan Allah. Kebersatuan dengan Allah berbeda dengan istilah penyatuan menurut paham wujudiyah. Kebersatuan berarti bersatu dengan Allah dalam keadaan wujud masih berbeda, yaitu Allah tetap al-Khaliq dan manusia yang bersatu dengan Allah tetap makhluk. Dari uraian terkait mujahadah dan riyadhah di atas, dapat dikatakan bahwa keduanya merupakan hal penting dan mutlak harus 46 dilakukan bagi seorang sufi bahkan siapapun yang ingin dekat menuju Allah Swt. Mujahadah merupakan mengerahkan kemampuan untuk memerangi hawa nafsu dari sifat-sifat yang buruk secara zahir maupun bathin. Karena nafsu (keinginan) itu selalu mengajak kepada hal-hal yang keji. Tanpa memerangi atau melawan hawa nafsu yang ada dalam diri sendiri maka siapapun orang apalagi salik tidak akan bisa dan mampu membersihkan dirinya dari perbuatan dan sifat yang jelek dan tidak bisa mencapai kedekatan kepada Allah. Apalagi merasakan kehadiran Tuhan dalam diri dan nafasnya. Selain mujahadah, yaitu melatih pribadi sendiri untuk selalu meningkatkan ketaqwaan melalui syari’at yang telah ditetapkan sekaligus berusaha menanamkan sifat dan prasangka baik dalam jiwa dan raga secara totalitas. e. Maqamat dan Ahwal (Tahapan Spiritual Dalam Tasawuf) Bagi orang yang menjalani tasawuf, untuk bisa mecapai kedekatan dengan Allah, maka harus menempuh tahapan-tahapan spiritual yang disebut dengan Maqamat. Ismail (2008: 781) mengutip ungkapan Zainul Bahri bahwa Maqamat adalah kedudukan atau tahapan-tahapan spiritual yang harus dilalui dalam menempuh jalan menuju Tuhan. Maqamat adalah penyusunan teori mengenai usaha- usahapara sufi untuk menempuh perjalan spritual (thariqah) berupa tangga-tangga pendakian spiritual. (Ja’far, 2016: 48). Dalam ungkapan Ja’far (2016: 48) mengutip dari kitab al-Luma’ at-Thusi menjelaskan bahwa maqamat adalah tingkatan antara seorang hamba dengan Allah Swt yang dibangun atas dasar pelaksanaan ibadah, mujahadah, riyadhah, dan kebersamaan dengan-Nya. Kata ahwal merupakan bentuk jamak dari kata hal, yang secara literal dapat diartikan dengan keadaan. Adapun secara lebih luas ahwal dapat diartikan sebagai keadaan mental (mental states) yang dialami para sufi di sela-sela perjalanan spiritualnya. (Taufiq, 2001: 130). Para sufi telah merumuskan susunan al-Maqamat dan al-Ahwal secara berbeda namun memiliki nilai atau ajaran yang sama. Susunan Maqama dari tingkah terendah hingga yang tertinggi yang mungkin dicapai oleh seorang Salik. Berikut beberapa perbedaan maqamat menurut para ulama (Ja’far, 2016: 50-51): 47

Al-Thusi (w. 1988 M) menyebutkan tingkatan maqamat sebagai berikut: 1) Tobat (al-Taubah) 2) Warak (Wara’) 3) Zuhud (al-Zuhd) 4) Kefakiran (al-Faqr) 5) Sabar (al-Shabr) 6) Tawakal (al-Tawakkal) 7) Kerelaan (al-Ridha)

Menurut al-Kalabadzi (w. 995 M) menuliskan: 1) Tobat (al-Taubah) 2) Zuhud (al-Zuhd) 3) Sabar (al-Shabr) 4) Kefakiran (al-Faqr) 5) Rendah Hati (Tawadhu’) 6) Tawakal (al-Tawakkal) 7) Kerelaan (al-Ridha)

Menurut al-Qusyairi (w. 1073 M) mengungkapkan: 1) Tobat (al-Taubah) 2) Warak (wara’) 3) Zuhud (al-Zuhd) 4) Tawakal (al-Tawakkal) 5) Sabar (al-Shabr) 6) Kerelaan (al-Ridho)

Dari pernyataan di atas, kaum sufi telah memberikan gambaran proses perjalanan spiritual jiwa manusia menuju Allah Swt harus diawali dari tingkat taubat sampai kepada tingkat rida sebagai spiritual tertinggi sebagai wujud dari kedekatan manusia dengan-Nya. Terkait Ahwal, para sufi memaparkan beberapa keadaan hai seorang salik yang dirasakannya selama melewati beragam tingkatan spiritual. Berikut ini pandangan ulama terkait ahwal (Ja’far, 2016: 50-51): Menurut Al-Thusi adalah: 1) Al-Muraqabah 48

2) Al-Qurb 3) Al-Mahabbah 4) Al-Khauf 5) Al-Raja’ 6) Al-Syauq 7) Al-Uns 8) Al-Thuma’ninah 9) Al-Musyahadah 10) Al-Yaqin

Menurut Abu Najib al-Suhrawardi sebagai berikut: 1) Al-Muaraqabah 2) Al-Qurb 3) Al-Mahabbah 4) Al-Raja’ 5) Al-Khauf 6) Al-Haya’ 7) Al-Syauq 8) Al-Thuma’ninah 9) Al-Yaqin 10) Al-Musyahadah f. Perumpamaan Tasawuf dan Tarekat Bila tasawuf hanya diartikan sebagai banyak berpuasa, tidak mau diajak korupsi, atau hanya diartikan sebagai suatu sikap keilmuan, orang tidak perlu ikut tarekat. Akan tetapi, bila tasawuf sudah mencapai pengertian riyadhah (latihan dengan menempuh berbagai tingkatan tertentu), orang harus mengambil tarekat. Harus ada bentuknya, apa pun namanya, Qadiriyah, Naqsyabandiyah, dan lain sebagainya. (Tim Penulis, 2009:7) g. Proses Spiritualisasi Pendidikan Spiritualiasasi pendidikan pada dasarnya adalah memasukkan (ruh) ajaran Islam pada semua aspek pendidikan di sekolah. Tujuannya adalah agar ilmu pengetahuan dan teknologi terintegrasi dengan iman dan takwa di dalam diri peserta didik. peserta didik 49 belajar tentang biologi, misalnya, akan memperkokoh keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Swt yang menciptakan beranka ragam kehidupan di alam ini dan tunduk dibawah sunnah-Nya. Sasarannya adalah agar peserta didik memiliki keyakinan di dalam hati secara Islami, melalui ucapan lisannya secara Islami, dan merealisasikannya dalam perbuatan secara Islami pula. Atau secara ringkas disebutkan 3 matra secara teritegrasi: Pertama, I’tiqdul al- Qalb (Amaliah Hati). Kedua, Iqrarur Lisan (amaliah ucapan). Ketiga, ‘amalun bi al-arkan (amaliah jasmani) (Saelan, 2002: 30). Proses spiritualisasi telah jelas bahwa ajaran ini tidak ada indikasi dan berniat untuk menduakan Tuhannya, menyalahi syariat Allah dan Rasulnya serta para ulama salaf maupun khalaf. Dengan begitu, proses spiritualisasi ini adalah untuk mengantarkan manusia lebih kenal, dekat serta takut kepada Allah Swt. h. Urgensitas Pendidikan Tasawuf Dalam konteks pengalaman dan kondisi inilah pentingnya satu pelatihan atau pendidikan khas sufistik. Sejak awal budaya manusia, pendidikan pada hakikatnya merupakan proses sosialisasi dan inkulturasi yang menyebarkan nilai-nilai dan pengetahuan yang terakumulasi dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat berjalan berkelindan dengan pertumbuhan dan proses sosialisasi dan inkulturasinya dalam bentuk yang bisa diserap secara optimal atau bahkan maksimal. Dan tasawuf sesungguhnya bukan suatu penyikapan yang pasif atau apatis terhadap kenyataan sosial. Sebaliknya, tasawuf berperan besar dalam mewujudkan sebuah revolusi moralspiritual dalam masyarakat. Dan, bukankah aspek moral-spriritual ini merupakan ethical basics atau al-asasi>yah al- akhla>qi>yah bagi suatu formulasi sosial seperti dunia pendidikan? Kaum sufi adalah kelompok garda depan di tengah masyakaratnya. (Hadi, 2004: 229) Mereka sering kali memimpin gerakan penyadaran akan adanya penindasan dan penyimpangan sosial. Dan pendidikan, yang biasanya digelar di dalam maupun di serambi masjid, merupakan instrumen penyadaran itu. Selain sebagai sebuah sikap asketis, tasawuf juga merupakan metode pendidikan yang membimbing manusia ke dalam 50 harmoni dan keseimbangan total. Metode itu bertumpu pada basis keharmonisan dan pada kesatuan dengan totalitas alam. Dengan demikian, perilakunya tampak sebagai manifestasi cinta dan kepuasan dalam segala hal. Bertasawuf yang benar berarti sebuah pendidikan bagi kecerdasan emosi dan spiritual (kini dikenal sebagai metode “ESQ”). Intinya adalah belajar untuk tetap mengikuti tuntutan agama, baik itu ketika berhadapan dengan musibah, keberuntungan, kedengkian orang lain, tantangan hidup, kekayaan, kemiskinan, atau sedang dalam kondisi pengendalian diri atau pengembangan potensi diri. Sufi-sufi besar seperti Rabi’ah al-Adawiyah, al-Ghazali, Sirri al- Siqt}i atau Asad al-Muhasabi, telah memberikan teladan kepada umat manusia bagaimana pendidikan yang baik itu. Di antaranya, berproses menuju perbaikan diri dan pribadi yang pada gilirannya akan menggapai puncak ma‘rifat Alla>h, yakni Sang Khalik sebagai ujung terminal perjalanan manusia di permukaan bumi ini. Disadari, pendidikan yang dikembangkan selama ini masih terlalu menekankan arti penting akademik, kecerdasan otak, dan jarang sekali terarah pada kecerdasan emosi dan spiritual. Yang terakhir ini memiliki keunggulan: mengajarkan integritas, kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, prinsip kepercayaan, penguasaan diri, dan sinergitas. Dalam taswuf, Tebba (2003: 13) mengatakan harus memiliki IQ (dha>k ‘aqli>), EQ (dha>k dhihni>), dan SQ (dha>k qalbi>) merupakan komponen- komponen potensi kemanusiaan yang perlu dikembangkan secara harmonis.(Siraj: 2006: 52) Ini agar menghasilkan daya guna yang luar biasa, baik secara horizontal dalam lingkup pergaulan antar manusia maupun secara vertikal dalam relasinya dengan Yang Transenden, Yang Ilahi. Tanpa itu, yang muncul adalah berkecambahnya krisis dan degradasi dalam ranah moral, pemiskinan sumber daya manusiawi, dan penyempitan cakrawala berpikir yang cenderung berkutat pada militansi sempit atau penolakan terhadap pluralitas. i. Tasawuf dan Pendidikan dalam Sekolah Kedua unsur ini memiliki hubungan yang sangat erat dalam kehidupan. Ajaran Isalam bisa dibagi dua aspek, yaitu aspek eksoteris (lahiriah) dan aspek esoteris (batiniah). Tetapi pendidikan islam 51 selama ini lebih menekankan aspek eksoteris dari pada aspek esoteris. Hal itu misalnya terlihat dalam pengajaran ibadah di Madrasah. Dalam mengajarkan ibadah, seperti shlat lebih banyak ditekankan pengetahuan tentang syarat, rukun dan hal-hal yang membatalkannya. Semua ini termasuk pada aspek eksoteris. Sedang aspek esoteris shalat, yaitu makna shalat kurang ditekankan. Padahal mengajarkan makna shalat itu penting untuk membentuk pribadi muslim yang baik. Begitu pula dalam mengajarkan tauhid lebih banyak dikemukakan argumen tentang adanya Tuhan, dan kurang diajarkan tentang makna kehadiran Tuhan dalam kehidupan manusia. Makna kehadiran Tuhan merupakan aspek esoteris. Aspek esoteris dalm islam disebut tasawuf. Dengan lemahnnya pengajaran aspek esoteris Islam selama ini berarti juga bahwa pengajaran tasawuf dalam pendidikan islam masih kurang. Padahal seharusnya pengajaran tasawuf itu dilakukan secara seimbang dengan aspek eksoteris Islam. Karena tanpa adanya pengajaran tasawuf yang seimbang dengan aspek eksoteris, maka anak didik kurang menghayati makna ajaran Islam. Untuk itu, menurut yang diungkapkan oleh Tebba (2003: 173-179) bahwa pengajaran tasawuf harus dilakukan secara dini di madrasah, mulai dari Ibtidaiyah, Tsanawiyah, lalu Aliyah. Kemudian puela di perguruan tinggi Islam, negeri dan swasta. Pada tingkat Ibtidaiyah, para anak didik selain diajarkan syarat, rukun, dan hal-hal yang membatalkan ibadah, seperti shalat dan puasa ramadhan, juga perlu diajarkan tentang ruh ibadah, yaitu keikhlasan melaksanakan ibadah. Kemudian di tingkat Tsanawiyah, perkembangan anak didik belum begitu jauh berbeda dengan anak didik tingkat Ibtidaiyah. Karena itu, pengajran tasawuf untuk mereka masih merupakan kelanjutan dari pengajaran di tingkat madrasah sebelumnya. Lalu pengajaran taswuf di tingkat Aliyah, harus merupakan kelanjutan dari jenjang madrasah sebelumnya. Pengembangan lebih lanjut diberikan dengan bertitik tolah dari pembiasaan akan makna nama-nama indah Tuhan. Selanjutnya di tingkat perguruan tingi, baik yang berlebelkan islam negeri ataupun swasta, juga ada baiknya tasawuf diajarkan. Selama ini tasawuf hanya diajarkan, tetapi hanya pada fakultas tertentu, seperti fakultas 52

Ushuluddin. Padahal sebaiknya tasawuf itu diajarkan pada semua fakultas dan jurusan. Kemudian pengajaran tasawuf di lembaga pendidikan Islam, mulai dari Ibtidaiyah sampai perguruan tinggi, akan mendorong pengembangan dimensi etis atau akhlak peserta didik, sehingga mereka akan tumbuh dan berkembang menjadi umat yang tidak saja menguasai ilmu Islam dan Ilmu umum melainkan berakhlak mulia. Tasawuf merupakan salah satu mata pelajaran penting, yang perlu diajarkan di madrasah dan mata kuliah tinggi Islam, tidak saja untuk mengembangkan kehidupan agama yang komprehensif yang utuh, tetapi juga untuk mengembangkan kehidupan masyarakat dan bangsa yang bersih, sehat dan maju. Inilah arti penting antara tasawuf dengan pendidikan dalam Islam Dengan begitu, tasawuf merupakan bagian integral yang selama ini wujudnya ada tapi tak pernah terlihat atau bisa dibilang kurang adanya perhatian. Padahal, penjelasan di atas memberikan keterangan bahwa tasawuf masuk dalam berbagai elemen mata pelajaran dan itu menjadi peran yang sangat signifikan dalam kegiatan belajar mengajar. j. Tasawuf Modern Tasawuf dan masa modern sintesiskan menjadi pemikiran orisinalnya. Tasawuf dia maknai terlebih dahulu, lalu apa kaitannya dengan modern, Hamka memiliki pandangan bahwa tasawuf dan segala perkembangannya harus berjalan bersamaan. Bila tasawuf masih bertahan dengan sifat, sikap dan karakter lamanya, maka manusia akan dipaksa untuk ditarik ke masa lalu, padahal kodratnya mereka menjalani kehidupan di masanya. Tasawuf menyesuaikan konteks zamannya, dalam artian mengarahkan manusia agar tidak terjerumus dalam kesengsaraan dan celaka. Hamka mengatakan bahwa zuhud (meninggalkan keduniaan) yang melemahkan itu bukanlah bawaan Islam. Islam mengajarkan kita untuk semangat berkorban dan bekerja, bukannya malas, lemah paruhm dan melempem. (Hamka, 1939: 17) Jadi, Hamka mengajak kita untuk memahami secara teoritis dan mengamalkannya secara praktis makna tasawuf yang substansial, 53 yaitu membersihkan jiwa, memperhalus perasaan, menghidupkan hati, menyembah Tuhan, dan mempertinggi derajat budi, menekan segala kelobaan dan kerasukan, memerangi syahwat yang berlebih dari keperluan untuk kesentosaan diri. (Hamka, 1939: 21.) Adapun persamaan tasawuf Abah Gaos dengan Buya Hamka ialah mengajarkan seseorang untuk membersihkan jiwa, menghidupkan hati, kenal dan dekat dengan Allah serta berzuhudlah dalam artian tidak meninggalkan keduniaan. Di samping itu, kesamaan Abah Gaos dan Buya Hamka ialah memiliki guru yang sama yaitu Syeikh Muhammad Shohibul Wafa Tajul Arifin dikenal dengan Abah Anom. Perbedaannya ialah tasawuf yang diajarkan Abah Gaos bersifat individual dan kelembagaan, akan tetapi Buya Hamka bersifat individual.

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan 1. Faisal Bahar Susanto, 2006. dalam “Tariqah Qadiriyan Naqsabandiyah, Tinjauan Historis dan Edukatif Tariqah Qadiriyah Naqsabandiyah di Desa Balak” Tesis Universitas Surakarta. Hasil penelitiannya bahwa ada atau terdapat sistem pendidikan yang dikembangkan dalam Tariqah Qadiriyah Naqsabandiyah di Balak baik itu dalam bentuk tersurat maupun tersirat melalui amaliyah-amaliyah keagamaan. 2. Dian Dinarni, 2015. Melalui hasil karyanya yang berjudul “Pendidikan Berbasi Tasawuf, Studi Analisis Kitab al-Risalah al- Qusyairiyah fi ‘ilmi al-Tasawwuf”, Tesis UIN . Hasil penelitiannya bahwa nilai-nilai pendidikan karakter berbasis tasawuf yang terdapat dalam kitab al-Risalah al-Qusyairiyah fi ‘Ilmi al-Tasawwuf ada 38 nilai, yang dikelompokkan menjadi empat kategori. Di samping itu, impilaksi nilai-nilai pendidikan berbasis tasawuf dalam kitab al-Risalah al-Qusyairiyah fi ‘Ilmi al- Tasawwuf terhadap tingkat Sekolah Menengah Pendidikan (SMP) memiliki peran dan pengaruh terhadap pendidikan. 3. Mary Claire Gilder, 2011. dalam “Spiritual Development as a Component of Holistic Development in Higher Education”, Tesis B.A., Lousiana State University. Hasil penelitiannya kajian ini bertujuan menguji spiritual terhadap hubungan perkembangan 54

diantara mahasiswa-mahasiswa fakultas. Tinjauan tentang literatur dan kebiasaan baik telah terselenggarakan, dan mahasiswa-mahasiwa telah diwawancarai terkait dengan jati diri spiritual mereka, pengalaman terhadap perguruan tinggi mereka, dan hubungan diantara keduanya. Penemuan kajian ini untuk menampilkan mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi terhadap nilai spiritual di berbagai aspek, meskipun kekhasan mereka belum senang terkait diskusi spiritual dan isu spiritual di kampus. 4. Muhammad Isbiq, 2011. Dalam “Pemikiran Pendidikan Sufistik KH. Habib Lutfi bin Ali Yahya dan Respons Jama’ah Kanzus Salawat di Pekalongan”. Tesis ini menegaskan bahwa KH. Habib Lutfi bin ‘Ali Yahya, pendidikan sufistik yang mengedepankan kejernihan hati dan ajaran universal kemanusiaan akan mampu menjadi alternatif solusi berbagai problematika umat Islam dunia. Selain itu, perjalanan ilmiah Habib dari seorang murid thariqah beberapa ulama nasional maupun internasional sampai kemudian menjadi pada aspek lahiriah atau usaha yang dilakukan manusia untuk membawa orang lain untuk lebih dekat kepada Allah Swt. 5. Purwanto, 2011. Dalam “Konsep Tasawuf dan Hubungannya dengan Pendidikan Akhlak (Telaah Pemikiran Hamka).” Penelitian tesis ini menyimpulkan bahwa tasawuf merupakan pondasi bagi insan yang berkecimpung di dunia pendidikan. Jadi, hubungan antara tasawuf dengan pendidikan itu sangat erat. Hal itu bisa dilihat dari konsep pendidikan yang dilontarkan oleh Hamka. Menurut Purwanto, tanpa tasawuf pendidikan tidak akan berjalan secara mulus bahkan outputnya pun tidak seperti yang diharapkan oleh pendidikan itu sendiri. 6. Imam Mu’alipin, 2011. “ Tesis dengan judul Pembaruan Dalam Tasawuf (Studi Terhadap Konsep Neo-Sufisme Fazlur Rahman). Tesis ini mendeskripsikan bahwa urgensi neo-sufisme Rahman dalam mengkonstruksi pendidikan yang berbasis karakter adalah terciptanya suatu pendidikan yang mengembangkan potensi jasmani, potensi akal atau pikir dan potensi rasa di dalam membangun peradaban Islam, untuk itu dalam neo-sufisme, pendidikan diarahkan pada pembinaan dan pengembangan kecerdasan intelektual, kecerdasasn emosi, dan kecerdasan 55

spiritual. Karena ketiganya merupakan komponen-komponen potensi kemanusiaan yang perlu dikembangkan secara harmonis. Hal ini perlu dilakukan agar pendidikan menghasilkan daya guna luar biasa, baik secara horizontal dalam lingkup pergaulan antar manusia secara vertikal dalam relasinya dengan transedental. 7. Agus Syukur, 2019. Tesis dengan judul “Konsep Pendidikan Akhlak Tasawuf Syeikh Muhammad Abdul Ghauts (Telaah kitab as-Sunan al-Mardhiyah-sunnah yang diridhai). Tesis ini menjelaskan bahwa proses pendidikan akhlak tasawuf Abah Gaos melalui beberapa tahapan seperti penyucian badan, jiwa, akal, hati. akan tetapi, kitab tersebut lebih kepada keseharian seperti shalat di awal waktu, menjadi orang yang pertama masuk masjid, segera berbuka puasa, memuliakan tamu dan ulama, mengagungkan ilmu dan ahlinya, memuliakan wali Allah, berakhlak mulia dan lain sebagainya.

Dari berbagai penelitian terdahulu yang relevan, ada beberapa hal yang bersifat berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu:

1. Tahapan Persiapan Persiapan setiap penulis dalam membuat sebuah tulisan, karya, dan lain sebagainya itu dilandasi dengan fenomena, masalah dan perilaku yang pernah dirasakan penulis sendiri. Persiapan penulis melalui diskusi, tanya jawab, saran, ataupun pendapat dari teman terutama guru. 2. Tahapan Penyusunan Penyusunan dalam sebuah penelitian ini penulis rasakan tatkala sedang berdiskusi, bertatap muka dengan salah seorang guru yang pada akhirnya menemukan sebuah jawaban yang memuaskan yaitu penelitian terkait Abah Gaos. 3. Tahapan Substansi Penelitian substansi ini memang telah banyak diteliti sebelumnya. Namun yang membedakan tatkala substanti itu diintegrasikan dengan sekolah yang pada dasarnya sekolah tersebut belum diteliti peneliti sebelumnya. Dan penelitian substansi ini khususnya buku atau karya yang peneliti jadikan sumber penelitian belum ada yang 56

meneliti sebelumnya dan mendeksripsikan atau menganalisa kontribusi Abah Gaos. 4. Tahapan Obyek Obyek ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya karena penelitian yang penulis ajukan ini berbeda karena obyek kajiannya berbeda pula yaitu karya Abah Gaos yang meliputi pemikiran dan kontribusinya.

C. Kerangka Konsep

Tabel 2.2.

Faktor yang Aspek 1. Terjadi Melatar Pendidikan pembiasaan Belakangi Tasawuf nilai tasawuf atau riyadhoh 2. Pribadi yang islami secara syariat, 1) Tasawuf thoriqot dan Nilai-nilai hakikat. Pendidikan dengan Ilmi Tasawuf atau nadzari 2) Tasawuf yang rendah, dengan amali minim dan atau praktik tidak merata. Dampak Pendidikan Tasawuf

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu 1. Tempat a. Karakteristik Lokasi Pondok Pesantren sebagai berikut Komplek Pesantren Sirnarasa Dusun Ciceuri Desa Ciomas Kecamatan Panjalu, PO BOX. No. 1 Panjalu Kode Po 46264 Kabupaten Ciamis Jawa Barat, Indonesia. Yayasan Sirnarasa Cisirri (YSC), Akter Notaris: Heri Hendriyana, SH. Nomor: 311 Tanggal 26 Januari 2016. SK>. Kemenkumham: AHU01.12. tahun 2016 tanggal 03 Februari 2016. b. Sejarah Tempat penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Sirnarasa. Obyek kajian ini dipilih karena lembaga pesantren ini telah dibangun berdasarkan landasan awal pendiri ini yaitu back to spiritual. Yang mana landasan tersebut mengintegrasikan, menghubungkan serta menyatukan dengan kurikulum yang ada di Indonesia seperti kurikulum kementerian pendidikan dan kementrian agama. Pondok Pesantren Sirnarasa ini merupakan lembaga yang mengatakan bahwa nilai tasawuf bukan hanya sekedar berdzikir, berkontemplasi, bertahannus serta menafikan keduniaan.. Justru lembaga ini mempunyai motto yang sangat baik dan menurut penulis sangat memberikan semangat kepada masyarakat baik kalangan menengah ke bawah maupun menengah ke atas yaitu sholeh, sehat, sukses dan kaya raya. c. Sistem Tugas Pondok Pesantren Sirnarasa Desa Cisirri Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis Jawa Barat yaitu memberikan pelayanan problematika kehidupan yang melekat untuk mendidik seseorang yang ingin lebih dekat dengan Allah melalui jalan tarekat.

2. Waktu

57 58

Waktu penelitian akan berlangsung selama kurang lebih 3 hari dari yaitu pada tanggal 15-17 september 2018, namun peneliti mengadakan penelitian ulang disebabkan obyek pesantren pada awalnya bertempat di daerah Tangerang menjadi di daerah Panjalu Kabupaten Ciamis Jawa Barat.

Tabel 3.1: Waktu Proses Penelitian

No Kegiatan Waktu

1 Pengajaun Judul Tesis 28 Maret 2017

2 Proposal Juni 2017

3 Penelitian Pendahuluan Juli-Oktober 2017

4 Studi Pustaka November-Februari 2018 5 Pencarian Data Januari-September 2018 6 Pengolahan Data September 2018

B. Desain Penelitian Desain penelitian ini menggunakan pendekatan Wwakualitatif yaitu data yang dikumpulkan dan diungkapkan dalam bentuk kata- kata dan gambar, kemudian disusun dalam bentuk kalimat. Itu artiny kualitatif merupakan sebuah penelitian yang berusaha mengungkapkan keadaan yang bersifat alamiah secara holistik. (Ali, 2002: 58) Emzir (2008: 28) mendeskripsikan penelitian kualitatif merupakan salah satu pendekatan yang secara primer menggunakan paradigm post positivist dalam mengembangkan ilmu pengetahuan (seperti pemikiran tentang sebab akibat, reduksi data variabel, hipotesis, dan pertanyaan spesifik, menggunakan pengukuran dan observasi, serta pengujian teori), menggunakan strategi penelitian seperti eksperimen dan survey yang memerlukan data statistik. 59

Disamping itu, penelitian kualitatif juga ditandai dengan penggunaan metode pengumpulan data yang berupa participant observation dan indepth interview sebagai metode pengumpulan data utama (Bodgan, dkk. t.t.: 2). Sehingga penelitian kualitatif cenderung memiliki karakteristik antara lain: a) Mampunyai setting yang alami sebagai sumber data langsung sementara penelitian merupakan instrumen kunci. b) Bersifat deskriptif. c) Lebih memperhatikan processdari pada produk. d) Cenderung menganalisa data secara induktif. e) Meaning (makna) merupakan hal yang esensial dalam penelitian kualitatif (Bodgan, dkk. t.t.: 2). Pendekatan metode kualitatif yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Artinya penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian, yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan pada masalah aktual sebagaimana adanya pada saat berlangsung. Melalui penelitian dekriptif, penliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut. Variabel yang diteliti bisa tunggal, bisa juga lebih dari satu variabel (Noor, 2012: 34-35). Pendekatan deskripif diatas merupakan awal dari analisa, menelaah lebih jauh terkait isi, maksud, pemahaman, dan ajaran buku tersebut. Kemudian buku atau sumber utama yang akan dikaji penulis yaitu studi pemikiran dan karya melalui pendekatan deskriptif.

C. Data dan Sumber Data

Sumber data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Berikut ini deskritif kedua sumber tersebut:

1. Sumber data primer yaitu Suryabrata (1987: 93) adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti. Sumber primer tersebut diperoleh langsung dari lapangan yaitu Yayasan Sirnarasa Cisirri (YSC) yang dikenal dengan Abah Gaos atau Syeikh 60

Abdul Gaos Saifullah Maslul., kemudian sekretaris Abah Gaos sekaligus wakil talqin seperti KH. Irfan Zidni, Ust. Ai Abdul Jabbar sebagai sekretaris Abah Gaos di Ponpes Sirnarasa Cisirri Ciamis Jawa Barat, karya Abah Gaos berupa; Pertama, as- Syarhu al-Maisur li Miftahi as-Shudur li Irsyadi ar-Ruhi al- Maghrur. Kedua, al-Sunan al-Mardhiyyah fi al-‘Amaliyah al- Mursyidiyyah. Ketiga, al-Fathu al-Jali>l fi> ‘Ala>ma>ti al-Mursyid al-Ka>mil. Keempat, al-Fikrah al-Jadi>dah fi Fad{a>il as-Syuhu>r annaha> min Asma>illahi al-Husna>. 2. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2005: 62). Sumber sekunder tersebut diperoleh dari bahan kepustakaan yang ada hubungannya terhadap penelitian ini seperti dokumentasi (lisan, tulisan, dan gambar atau video), berita, jurnal, buku-buku, dan laporan-laporan ilmiah lainnya baik dalam bentuk bahasa Indonesia maupun bahasa Asing.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menurut Arikunto (2000:134) adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah.

Instrument dalam penelitian kualitatif yang lebih berperan besar adalah peneliti sendiri. Dengan begitu, uji keabsahan instrument penelitian itu sendiri terkait dengan data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri. (Putera, 2013: h. 106)

Dalam penelitian ini menggunakan instrumen non tes yaitu wawancara dan observasi terhadap obyek yang dituju. Di samping itu, peneliti sebagai subyek memiliki kontribusi dan instrumen dalam terhadap pengempulan dan pengolahan berbagai macam data di lapangan maupun kepustakaan.

Untuk mendukung pengumpulan data yang disajikan ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yang berhubungan dengan instrumen pengumpulan data itu sendiri: 61

Pedoman wawancara adalah sejumlah indikator berupa pertanyaan yang ingin disampaikan atau diajukan kepada terwawancara terkait prihal penelitian di lapangan. Di samping pedoman pengamatan adalah sejumlah indikator yang dilakukan penliti melalui pengamatan secara langsung ataupun tidak yang berada di lingkungan pesantren. Namun, disisi lain peneliti masih membutuhkan penelitian lapangan sebagai alat yang sangat penting dalam penelitian. catatan penelitian melalui penggabungan wawancara dan pengamatan itu sendiri yang orientasinya terhadap penelitian. (Moleong :153)

Wawancara Instrumen Penelitian Pembacaan Naskah

Tabel 3.2: Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian di atas merupakan bagian dari teknik pengumpulan data. Berikut ini penjelasan instrumen tersebut: a. Wawancara atau Inteview

Wawancara atau interview adalah kuisioner lisan artinya sebuah dialog yang dilakukan pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi terwawancara (supplyer) (Arikunto, 1991: 145).

Dalam hal ini peneliti mencari informasi melalui pertanyaan- pertanyaan, keterangan-keterangan serta meminta kepada terwawancara untuk mendeskripsikan pengetahuan pendidikan tasawuf di Yayasan Sirnarasa Cisirri (YSC) melalui pihak pengelola, 62 pengurus pesantren, dan santri di lingkungan tersebut. Wawancara terhadap Ust. Ai Abdul Jabbar, KH. Irfan Zidni, Santri yang menetap di Pondok Pesantren.

Di samping itu, peneliti melakukan observasi sebagaimana Idrus (: 101) mengutarakan bahwa observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat (patisipatif) ataupun nonpartisipatif.

Peneliti dalam kesempatan ini melakukan studi secara sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap obyek kajian yang akan diteliti. Namun pada hakikatnya peniliti berada diluar penelitian (non participant).

Disisi lain, peneliti juga melakukan dokumentasi berupa photo, serta catatan-catatan lainnya sebagaimana Soehartono (2011: 70-71) mendeskripsikan bahwa dokemtasi merupakan tehnik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subyek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berubah berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi. Dokumen dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat, catatan kasus, dan lain-lain.

Dokumentasiyang dilakukan peneliti ini terkait dengan kegiatan pendidikan yang ada di sekolah ini. Mulai dari yang sifatnya mendasar seperti sejarah Pondok Pesantren Sirnarasa hingga dokumentasi yang sifatnya menunjang dan memperkuat data penelittian itu sendiri seperti acara atau kegiatan pesantren, sekolah, dan lain-lain. b. Pembacaan Naskah Kitab

Pembacaan naskah kitab merupakan bagian penelitian yang menjadi sumber utama peneliti. Naskah kitab tersebut dibagi menjadi empat yaitu Pertama, as-Syarhu al-Maisur li Miftahi as-Shudur li Irsyadi ar-Ruhi al-Maghrur. Kedua, al-Sunan al-Mardhiyyah f64i al- ‘Amaliyah al-Mursyidiyyah. Ketiga, al-Fathu al-Jali>l fi> ‘Ala>ma>ti al- Mursyid al-Ka>mil. Keempat, al-Fikrah al-Jadi>dah fi Fad{a>il as-Syuhu>r annaha> min Asma>illahi al-Husna>. 63

E. Tehnik Analisis Data

Tehnik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui tehnik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan memperoleh data yang memenuhi standar data yang telah ditetapkan. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, sumber, dan cara. (Sugiyono, 2014: 308).

Keberhasilan dalam pengumpulan data banyak ditentukan oleh kemampuan peneliti menghayai situasi sosial yang dijadikan fokus penelitan. Ia dapat melakukan wawancara dengan subyek yang diteliti., ia harus mampu mengamati situasi sosial, yang terjadi dalam konteks yang sesungguhnya, ia dapat memfoto fenomena, simbol dan data yang terjadi, ia mungkin pula merekam dialog yang terjadi. Peneliti tidak mengakhiri pada fase pengumpulan data, sebelum ia yakin bahwa data yang terkumpul dari berbagai sumber yang berbeda dan terfokus pada situasi sosial yang diteliti telah mampu menjawab tujuan penelitian. Dalam konteks ini validitas, reliabilitas, dan triangulasi telah dilakukan dengan benar, sehingga ketepatan (accuracy) dan kredibiltas (credibility) tidak diragukan lagi oleh siapa pun (Yusuf, 2014: 372).

Data yang diteliti merupakan hasil dari kumpulan data peneliti.Blaxter, dkk (2006, 291) mengemukakan bahwa analisis adalah sebuah proses berkelanjutan yang dapat terjadi di sepanjang riset anda, dengan analisis awal menginformasikan data yang kemudian dikumpulkan.

Di samping itu, teknik analisis data kualitatif sebagaimana diungkapkan Sulytyaningsih (2011: 163) dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sampai jenuh. Aktivitasnya meliputi data reduction (meringkas), data display (menyajikan), dan conclusing drawing/verivication (penarikan kesimpulan dan verivikasi). Data yang sudah melewati aspek tiga tersebut dilakukan penyeleksian. Proses penyeleksian itu dengan: persiapan dan penyeleksian. 64

Persiapan dilakukan dengan cara menyediakan format atau form yang ingin ditanyakan atau diteliti di lapangan, baik berupa dokumentasi ataupun rekaman. Lalu data yang sudah terdokumentasikan dan terekam dengan media tulis ataupun elektronik diejawantahkan melalui penyeleksian yang sesuai dengan obyek penelitian.

1. Reduksi Data

Reduksi (pengurangan atau pemotongan) data dalam data peenelitian ini merupakan analisis data yang melibatkan langkah- langkah pengelompokan dan penyederhanaan data sesuai dengan inti, fokus dan tujuan data. Data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumen akan dipilah dan diidentifikasi lebih detail dan komprehensif. Jika data yang ditemukan itu tidak sesuai, kurang relevan maka data tersebut akan diletakkan sebagai cadangan bahkan dibuang. Kemudian data yang relevan akan difokuskan pada hal-hal yang berkenaan dengan pendidikan tasawuf Abah Gaos di Pondok Pesantren Sirnarasa, Cisirri, Ciamis, Jawa Barat.

2. Penyajian Data

Dalam tahap ini, data dari hasil reduksi yang dikumpulkan akan disusun dengan secara sistematis dan naratif. Hal ini dilakukan untuk memahami hal, fenomena, kejadian yang sedang terjadi berkenaan dengan pendidikan tasawuf Abah Gaos melalui pemikiran dan karyanya. Setelah itu, dilakukan analisis secara mendalam.

3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dari hasil penyajian data yang merupakan jawaban dari fokus penelitian yaitu berkenaan dengan pendidikan tasawuf Abah Gaos melalui pemikiran dan karyanya

Dengan demikian tehnik analisis data ini dengan menggunakan beberapa unsur yang dapat memberikan hasil yang valid. Data yang terhimpun dari hasil analisa dan kegiatan yang terjadi di lapangan dengan cara dikumpulkan atau disatu padukan dengan berbagai informasi dan informan yang harus diolah ataupun diproses agar menjadi informasi bermakna. 65

F. Uji Keabsahan Data

Pada tahap ini digunakan dua metode untuk menguji keabsahan data. Pertama, Triangulasi. Berdasarkan tehnik pengumpulan data, termasuk di dalamnya adalah analisis atau pemeriksaan keabsahan data. Sebagaimana diungkapkan Moleong (2009: h. 330) dalam metodelogi penelitian kualitatif, Triangulasi merupakan tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu sendiri. Tehnik yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya.

Disamping itu, Musfah (2015: 42) mengutarakan bahwa triangulasi memeliki tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. 3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dilakukan sepanjang waktu. 4. Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pendapatan orang lain. 5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Triangulasi data/sumber yakni peneliti membandingkan data- data dan bukti yang diperoleh dari situasi yang berbeda. Ada 3 sub jenis yaitu orang, waktu dan ruang.

1. Orang, data-data dikumpulkan dari orang-orang yang berbeda yang melakukan aktivitas yang sama. 2. Waktu, data-data yang dikumpulkan dengan waktu yang berbeda. 3. Tempat, data-data yang dikumpulkan di tempat yang berbeda.

G. Analisis Hasil Penelitian

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dengan orang yang dipercaya terkait Abah Gaos yaitu Ust Ai Abdul Jabbar menyatakan bahwa pendidikan tarekat sangat memiliki peran yang signifikan bagi 66 pribadi secara khusus, hal ini dikarenakan membuat pribadi orang tersebut merasa nyaman, tenang dan terus berusaha dekat dengan Allah Swt melalui pelbagai macam cara seperti sholat, puasa, sedekah, dzikir-dzikir yang mesti dilaksanakan setiap harinya agar dirinya terjaga dari hal-hal yang dapat menjerumuskan kepada jauh dari Allah, kemaksiatan lahiriah dan bathiniah. Di samping itu, melalui wakil talqin yaitu orang yang dipercaya untuk mengajarkan zikir tersebut berkata bahwa dengan adanya tarekat ini semakin banyak para cendikiawan muslim dari kampus eksak yang notabennya percaya dan ikut dengan ajaran tersebut.

BAB IV ANALISA PENELITIAN

A. Genealogi Pondok Pesantren Sirnarasa 1. Sejarah Lahir Pondok Pesantren Sirnarasa

Latar belakang berdirinya Pesantren Sirnarasa Cisirri, tentu erat hubungannya dengan penulisan tentang sejarah pengasuh yang merupakan personofikasi dari sistem kelembagaan ini secara menyeluruh. Pesantren ini dirintis pertama kali oleh seorang pemuda yang berilmu luas serta punya keinginan dan cita-cita tingi membenahi moral masyarakat yang saat itu tengah berada pada kondisi memprihatinkan.

Pemuda yang bernama

Dengan tekad yang kuat dan membaja itulah, pemuda Abdul Gaos berketetapan hati bermukim di tanah kelahirannya sekalipun berbagai tawaran menggiurkan kerpa diterimanya untuk mengajar di daerah lain. Tidak jarang pula beberapa temannya yang mengetahui kepandaian ustadz muda itu mengingatkan bahwa Ciceuri bukan tempat yang bisa memberikan harapan bagi beliau. Tawaran demi tawaran itu tidak melunturkan tekadnya bahkan Abah Gaos muda seringkali memberikan penjelasan bahwa tempat-tempat seperti inilah yang seharusnya dijadikan lahan oleh seorang mujahid dakwah.

Dengan berbekal keluasan ilmunya dan keahliannya dalam berorganisasi serta kepandaiannya dalam berdakwah juga kearifannya dalam menyelesaikan suatu persoalan maka Abah Gaos dengan caranya telah berhasil merubah dusun yang jauh dari nilai-nilai keagamaan menjadi sebuah tempat yang penuh dengan suasana

67 68 kehidupan yang islami. Selain itu pula merubah kondisi daerah yang tadinya terpencil menjadi tempat yang banyak dikunjungi oleh berbagai macam tamu dengan berbagai macam kepentingan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. (Abdushomad, dkk. 2018:104- 106).

Abah Gaos yang telah berhasil dalam menata suatu sistem dalam masyarakat ini, dilahirkan pada hari Jum’at tangal 1 September 1944. Merupakan anak tertua dari dua bersaudara putera dari pasangan KH. Ibrahim dan Hj. Siti Muslihat. Beliau adalah anak dari keluarga yang sangat peduli terhadap pendidikan, terutama pendidikan keagamaan. Sehingga dari sejak kecil, beliau bersama adiknya Kh. M. Ucu Syamsudin sudah dididik oleh orang tuanya dengan ilmu-ilmu dasar agama, seperti sholat, bacaan dalam sholat dan ilmu . (Abdushomad, dkk. 2018:106).

2. Tokoh Pendiri Pesantren Sirnarasa Cisirri

Tokoh merupakan hal yang sentral dan penting dalam kelembagaan. Tanpa adanya tokoh, tidak ada pula yang disegani, ditakuti bahkan dijadikan teladan dalam membentuk suatu lembaga apalagi lembaga tersebut terkait dengan proses belajar-mengajar khususnya di wilayah pesantren. Dengan adanya tokoh di pelbagai satuan ormas, lembaga, atau kepanitiaan, maka proses kegiatan dan lembaga tersebut akan berjalan sebagaimana mestinya melalui mekanisme peraturan dan standar yang telah ditetapkan secara komunal, musyawarah dan mufakat. Salah satu tokoh yang akan dibahas dalam penelitian ini ialah tokoh pendiri Pesantren Sirnarasa Cisirri.

Sirnarasa yang berdiri pada tanggal 1 September 1968, tatkala Pangersa Abah Gaos mulai mukim di kampung halaman di Ciceuri Desa Ciomas Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Dulu namanya Pesantren al-Ishlah. Pesantren Sirnarasa Cisirri didirikan oleh Syeikh Muhammad Abdul Gaos Saefullah Maslull bersama istrinya Hj. Rosliana Hasnah pada tanggal 1 Januari 1980 dengan dukungan penuh dari kedua orang tua beliau dan adiknya, Kh. Muhammad Ucu Syamsudin. Sampai saat ini, tanggal 1 Januari 69 dijadikan hari milad Pesantren Sirnarasa Cisirri. Sejak tanggal 1 Januari 1980 namanya berganti menjadi Pesantren Sirnarasa saat dikukuhkan namanya oleh Pangersa Abah Anom Suryalaya. KH. Ahmad Sohibul Wafa Ta’jul Arifin (Abah Anom) memberikan nama pesantren “Pesantren Sirnarasa”. (Abdushomad, dkk. 2018:107). Pada awal pendiriannya, pesantren hanya menyelenggarakan Lembaga Pembinaan Mental Remaja (Inabah 2 Puteri) dan pengajian salaf dengan konsentrasi pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam yang bersumber dari kitab kuning, yang kemudian berkembang dengan adanya lembaga pendidikan formal. Sedikit demi sedikit perkembangan Pesantren Sirnarasa ini dapat dilihat dari didikannya lembaga pendidikan formal dibawah Yayasan Pesantren Sirnarasa (YPS) sejak tahun 1995. Hingga kini telah berdiri lembaga-lembaga formal dari Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA) / Raudhatul Athfal (RA) / Madrasah Diniyyah Awaliyyah (MDA), Madrasah Tsanawaiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA) dan Sekolah Tingga Ilmu Dakwah (STID) yang telah mencetak ratusan generasi islami yang terhimpun dalam HISASIRRA (Himpunan Santri Alumni Pesatren Sirnarasa). Sedangkan untuk tingkat Sekolah Dasar, telah terdapat sebuah Sekolah Dasar Negeri (SDN 3 Ciomas), yang lokasinya masih berada dilingkungan yang tidak jauh dari komplek Pesantren Sirnarasa. (https://www.sirnarasa.org).

3. Biografi Abah Gaos

Pendidikan formal Pangersa Abah Gaos hanya sampai SR. SR dikenal pada zaman dahulu dengan sekolah rakyat. Namun karena ketekunannya mendalami keilmuan akhirnya beliau senantiasa mampu menjawab pertanyaan bahkan sekelas guru besar sehingga banyak diantara guru besar tersebut bertabarruk kepada Pangersa Abah Gaos dan ada di antaranya menjadi wakil talqin.

Abah Gaos sejak dari masa pesantren dikenal cemerlang dan berprestasi serta banyak diberi kelebihan yang luar biasa dan senantiasa menjadi yang terdepan di pesantren yang disinggahinya untuk belajar. Beliau belajar pertama kali di Pesantren Gempalan masih di wilayah Panjalu, kemudian di Pesantren Cintawana 70

Singaparna Tasikmalaya selanjutnya di Pesantren Cijantung Ciamis untuk mendalami Qiroat.

Pada usia 13 tahun yaitu pada tahun 1957, beliau memulai kiprahnya menuntut ilmu agama dengan memasuki Pesantren Gegempalan di Maparah Panjalu yang saat itu dipimpin oleh KH. Iskandar Zainal Arifin. Di Pesantren ini, ternyata karakter seringkali melampaui rekan-rekan sebayanya bahkan tidak jarang melampaui santi-santri senior. Hal ini terjadi karena diluar jadwal-jadwal resmi pelajaran di Pesantren, Abdul Gaos muda seringkali mempelajari, mengikuti dan banyak bertanya tentang ilmu-ilmu yang ingin diketahuinya. Di pesantren ini pula, beliau pertama kali dididik ilmu- ilmu dasa kesalafiyahan dan intelektual serta ilmu organisasi. (Abdushomad, dkk. 2018:21).

Setelah delapan tahun merasakan suka-duka nya tinggal di Pesantren Gegempalan maka pada tahun 1965, atas kehendak kyai nya beliau dimnita untuk menimba ilmu keagamaannya di pesantren lain. Bahkan dengan bijak, gurunya memotivasi bahwa semua ilmu yang diajarkan di Pesantren Gegempalan sudah habis diberikan kepada Abah Gaos muda. Menurut KH. Iskandar Zainal Arifin (gurunya sewaktu di di Pesantren Gegempalan), Ajengan Gaos muda memang termasuk santri yang sangat cerdas dan mempunyai keingintahuan yang sangat besar terhadap pelbagai kajian ilmu. Bahkan ia seringkali melampaui santri-santri yang lebih senior dalam mengadaptasi setiap pelajaran yang diberikan. (Abdushomad, dkk. 2018:22).

Selepas dari Pesantren Gegempalan, beliau kemudian melanjutkan pendidikan agamanya di Pesantren Cinttawana Singaparna di Tasikmalaya yang merupakan salah satu pesantren yang termasyhur kala itu bahkan sampai saat ini.

Pada waktu Abah Gaos menuntut ilmu di Pesantren itu, lembaga tersebut dipimpin oleh KH. Isak Farid yang merupakan ulama cendikia yang terkenal akan keluasan ilmunya. Di Pesantren Cintawana pun rupanya, kecerdasan dan kemampuan beliau nampak semakin matang. Terbukti di pesantren ini pun, Abah Gaos muda seringkali mengasisteni materi-materi pelajaran yang biasa 71 disampaikan oleh Kyai Isak. Abah Gaos menyelesaikan pendidikannya di Pesantren Cintawana sampai pada tahun 1968. Walaupun hanya sebentar saja, Abah Gaos pun sempat mendalami kemampuan Qiroatnya di Pesantren al-Quran Cijantung Ciamis. Itulah sebabnya, mengapa dalam moment moment resmi di Pondok Pesantren Suryalaya, Abah Gaos pun sering didaulat oleh Pangersa Abah Anom untuk mengimami sholat di Mesjid Nurul Asror karena lantunan suara Abah Gaos yang enak di dengar. Abah Gaos berguru dengan Abah Anom selama 40 tahun lebih. (Abdushomad, dkk. 2018: 24)

Di pesantren-pesantren yang pernah disinggahi oleh Pangersa Abah Gaos telah banyak diceritakan oleh rekan-rekannya yang pernah sama-sama pesantren bahwa ada kelebihan-kelebihan Abah Gaos telah terlihat dari sejak muda. Bahkan di usianya yang masih belia saat Pesantren di Gegempalan, dirinya telah mampu menunjukkan ajag (sejenis anjing hutan) yang saat itu sangat meresahkan masyarakat karena banyaknya hewan ternak yang dimangsa.

Dalam aspek pendidikan, Abah Gaos mampu melampaui santri- santri senior dalam penguasaan ilmu yang diajarkan. Bahkan tak jarang, santri-santri senior pada akhirnya banyak belajar pada Abah Gaos. Itu sebabnya di manapun Abah Gaos pesantren, senantiasa dijadikan asisten oleh kyainya untuk mengajar santri-santri karena kepahamannya yang sudah menyamai kyainya. (Abdushomad, dkk. 2018: 24)

Seringkali Pangersa Abah Gaos menyampaikan kepada para santri guna memotivasi bahwa apa yang dianugrahkan kepada beliau tidak datang tiba-tiba, namun dengan sebuah proses yang cukup panjang terutama dalam menuntut ilmu. Menurut Beliau, “ilmu itu didapat dengan sungguh-sungguh. Ilmu tidak mungkin didapat dengan cara enak-enakan (Man Jadda Wajada). Harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Serta kesungguhan adalah kunci keberhasilan.

Santri harus melakukan Mujahadah memerangi hawa nafsu. Jika perang fi sabilillah, atau bisa bermakan memerangi hawa nafsu. Jika 72 ingin mengikuti Pangersa Abah Gaos, belajar yang sungguh-sungguh. Perangi hawa nafsu. Kalau makan, makanannya yang halal. Minumamnnya yang halal serta sandalnya yang halal. Soal sandal hilang jangan dianggap masalah sepele. Semenjak dahulu, orang memakai barang orang lain tanpa izin adalah ghosob.

Ilmu itu nurulloh, dan nurulloh itu memantul di hati seseorang. Tempatnya nurulloh adalah hati. orang yang mencari ilmu itu harus punya hati yang bersih. Hati yang jernih itu bisa diupayakan salah satunya dengan makanan yang halal, rumah yang halal, pakaian yang halal, dan sandal yang halal. Ini jangan dianggap remeh. Perlu ada perubahan watak agar menjauhkan dari hal-hal yang haram walau sedikit.

Pangersa Abah Gaos ketika menuntut ilmu, fokus. Cukuplah Allah yang menemani dan malaikat. Dan cukuplah berteman kitab atau buku. Jadi orang yang sedang belajar, harus fokus belajar. Supaya memprioritaskan ngaji. Pangersa Abah saat mesantren banyak melakukan muthalaah kitab. Itu sebabnya, banyak melampaui santri- santri senior. Bahkan tidak sedikit santri senior diajari oleh Abah ketika itu. Abah Gaos menyampaikan bahwa agar harus jadi orang yang beda. Beda disini contohnya, yang lain tidur, ini dipakai melek untuk belajar. Yang lain pada pulang ke rumah saat libur, ini tetap diam di pesantren untuk melakukan berbagai amaliyah dan ilmiyah. (Abdushomad, dkk. 2018: 25-26)

Jika mengalami kesulitan, tekuni terus dengan sabar. Jika sungguh-sungguh, akan dimudahkan Allah Swt. Dan ketika sulit, jangan pernah putus asa. Sebab reaksi ilmu itu nanti ada. Orang menuntut ilmu itu harus tabah. Karena itu bagian dari proses. Setelah menerima pelajaran dari guru, pelajarilah kembali berulang-ulang. Para santri

4. Profil Pesantren Sirnaarasa Cisirri dan Perkembangannya

Pesantren Sirnarasa berdiri pada tanggal 1 Januari 1980. Sebelum berganti nama menjadi Sirnarasa, lembaga ini bernama al- Islah sewaktu Abah Gaos masih aktif di PUI. Kemudian pada tanggal 73

1 Januari 1980, Syeikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Pangersa Abah Anom) yang merupakan guru spiritual dari Abah Gaos memberikan nama baru bernama Sirnarasa. Perubahan nama pesantren seiring dengan perubahan pula nama dusun. Nama dusun tadinya Ciceuri dirubah menajdi Cisirri. Berdasarkan pernyataan Abah Gaos, perubahan nama pesantren dari al-Islah menjadi Sirnarasa tidak lain untuk bertabarruk (mengambil barokah) dari gurunya yaitu Abah Anom sebagai pembimbing ruhani Abah Gaos. (Abdushomad, dkk. 2018: 108-109)

Bertabarruk (mengambil barokah) merupakan derivasi dari kata bahasa arab yaitu tabarraka mengikuti wazan tafa’aala. Lafadz tabarraka disandingkan dengan huruf jar bi menjadi tabarraka bi berarti tholaba barokatahu (meminta berkat pada) atau tayammana, tafa>ala (melihat pertanda baik, menghormatinya sebagai pertanda baik). (Ali, Atabik, dkk., tth: h.397)

Aktivitas Abah Gaos sehari-hari, disamping sebagai sesepuh Pesantren Sirnarasa Cisirri, beliau pun merupakan seorang Mursyid TQN Pondok Pesantren Suryalaya pelanjut Abah Anom Suryalaya. Beliau pun seorang tokoh agama terkenal bukan saja di dalam negeri bahkan di luar negeri pun nama beliau telah harum khususnya di tempat-tempat komunitas ikhwan TQN Pondok Pesantren Suryalaya berada seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam dan Australia.

Sejak awal didirikan, Abah Gaos menetapkan bahwa Pesantren Sirnarasa merupakan tempat pembinaan calon-calon dzakir (ahli dzikir) yang berilmu ilmiah serta beramal ilmiah dan untuk membentuk pribadi-pribadi yang cinta NKRI untuk mewujudkan Kejayaan Agama dan Negara serta Peradaban Dunia. dengan visi tersebut beliau terus mengembangkan lembaga ini sesuai dengan konsep awal ditetapkan. Untuk mewujudkannya, maka unit-unit aktifitas yang diselenggarakan di lingkungan Pesantren ini semuanya mengacu pada tujuan diatas. Sebagai aktualisasi dari konsep awal didirikannya Pesantren Sirnarasa maka kini di tempat ini telah ada unit-unit pendidikan yang terdiri dari: 74

Pertama, pesantren salaf atau salafi yaitu dua kata yang memiliki arti berbeda satu sama lain namun digabungkan menjadi satu padanan yang terdiri dari pesantren dan salafi. Pesantren menurut Dhofier (1994: 84) sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Sebagai lembaga pendidikan yang memiliki karakteristik tipikal, pesantren memiliki tradisi keilmuan yang berbeda dengan tradisi keilmuan lembaga-lembaga lain (Siswanto, 2006: 920). Apabila diamati dalam konteks aktivitas pendidikannya, pesantren lebih banyak memfokuskan pada tafaqquh fi al-Din, yaitu pendalaman agama, perluasan pengetahuan, dan penguasaan khazanah ajaran agama Islam. (Jabali dan Jamhari, 2002: 95)

Salaf atau Salafi berarti yang lalu, dahulu, telah lewat atau orang-orang yang terdahulu. Istilah ini sering digunakan untuk menunjukkan segala sesuatu yang telah lalu atau mendahului. (Yahya, Ali., 2012: h.139). Dengan demikian, pengertian pesantren salaf adalah pesantren masa lalu. Yaitu mempunyai ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang membedakan mereka dengan kebanyakan pesantren yang ada di masa sekarang. Lembaga yang memiliki ajaran kesederhanaan, keikhlasan, kecintaan kepada guru-guru, kecintaan murid-murid kepadanya, pemeliharaan sanad (mata rantai keilmuan seseorang dan lembaga), intelektual, kerendahan hati, kehati-hatian dalam pembaharuan, ketenangan dan masih banyak lagi karakter serta ciri pesantren salaf.

Bentuk pesantren putera-puteri salaf itu yang mempelajari kitab-kitab salaf dasar, dan tinggi yang didalamnya mencakup: ilmu- ilmu tafsir al-Quran, Hadits, Tauhid (aqidah), Fiqh (ilmu syari’at), Tasawuf (etika), Lughoh (bahasa), Nahwu (tata bahasa), Shorof (tata bahasa), Ma’ani, Bayan, Badi’ (tata bahasa), Mantiq (logika), Munadzoroh (berdebat), Ushul Fiqh, Tajwid (ilmu al-Quran), Mustolahat (istilah-istilah), hikmah, dan lain sebagainya.

Pendidikan Formal terdiri dari: 75

1) Taman Kanak-kanak al-Abghani 2) SD Ciomas III 3) MTs Sirnarasa 4) MA Sirnarasa 5) Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Sirnarasa 6) TKA, TPA, dan Diniyah

Pembinaan Masyarakat yang terdiri:

1) Majelis Ta’lim 2) Majlis Aurod 3) Santunan bagi anak-anak tak mampu 4) Koperasi Sirnarasa

Pendidikan keterampilan terdiri dari:

1) Pelatihan bisnis syari’ah sirnarasa 2) Sirra 90.38 FM Radio (pelatihan komunikasi) 3) Pelatihan calon muballigh 4) Bela diri 5) Riyadhoh-riyadhoh (pelatihan spiritual) 6) Sari tilawah dan kaligrafi

5. Abah Gaos memimpin dan mengembangkan pesantren

Pada awal pendiriannya, pesantren hanya menyelenggarakan Lembaga Pembinaan Mental Remaja (Inabah 2 Puteri) dan pengajian salaf dengan konsentrasi pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam yang bersumber dari kitab kuning, yang kemudian berkembang dengan adanya lembaga pendidikan formal. Sedikit demi sedikit perkembangan Pesantren Sirnarasa ini dapat dilihat dari didikannya lembaga pendidikan formal dibawah Yayasan Pesantren Sirnarasa (YPS) sejak tahun 1995. Hingga kini telah berdiri lembaga-lembaga formal dari Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA) / Raudhatul Athfal (RA) / Madrasah Diniyyah Awaliyyah (MDA), Madrasah Tsanawaiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA) dan Sekolah Tingga Ilmu Dakwah (STID) yang telah mencetak ratusan generasi islami 76 yang terhimpun dalam HISASIRRA (Himpunan Santri Alumni Pesatren Sirnarasa). Sedangkan untuk tingkat Sekolah Dasar, telah terdapat sebuah Sekolah Dasar Negeri (SDN 3 Ciomas), yang lokasinya masih berada dilingkungan yang tidak jauh dari komplek Pesantren Sirnarasa. (https://www.sirnarasa.org). Pangersa Abah Gaos memimpin pesantren sejak tahun 1968. Adapun mengembangkan TQN dimulai sejak tahun 1972, empat tahun setelah Abah Gaos berguru kepada Pangersa Abah Anom Suryalaya, Tasikmalaya.

6. Kontribusi Abah Gaos terhadap Pon-Pes dan Masyarakat

Kontribusi Abah Gaos terhadap Pondok Pesantren Sirnarasa dan masyarakat sangatlah signifikan. Seandainya dihitung dengan presentase, maka Abah Gaos menyumbangkan 90% kemajuan Agama, pesantren, masyarakat. Hal ini ditandai dengan adanya sumbangsi beliau melalui lembaga (pesantren), karya (tulisan, wejangan), serta murid-murid beliau yang mengikuti ajaran Thariqoh Qadiriyyah Naqsyabandiyah dari pelbagai kalangan; tua maupun muda, kulit hitam maupun putih, maupun , dalam maupun luar negeri. (Wawancara dengan ust. Ai 17 September 2018 Pukul: 08.00 WIB)

A) Pendidikan Tasawuf di Pon-Pes Sirnarasa

Abah Senantiasa membina para santri agar menjadi ahli zikir dengan jalan mengamalkan, mengamankan serta melestarikan ajaran TQN Suryalaya dan selalu mematrikan Tanbih Abah Sepuh sebagai pedoman bagi para mudir untuk bersikap agar langkah hidupnya tidak bertentangan dengan aturan agama dan negara. Ciri murid yang sukses adalah murid yang sudah bisa mengamalkan tanbih yang tercermin dalam konsep sembilan pilar peradaban dunia. (Wawancara dengan ust. Ai 17 September 2018 Pukul: 08.00 WIB)

B) Letak Geografis

Pesantren Sirnarasa terletak di kaki gunung Syawal Kabupaten Ciamis. Jarak dari ibukota provinsi adalah 111 km, jarak dari ibukota kabupaten 35 km, jarak dari ibukota kecamatan 3,8 km, jarak dari 77 ibukota desa 1,11 km (sebuah jarak yang hitungannya unik). (Wawancara Ust Ai, 16 September 2018 Pukul: 08.00 WIB)

C) Struktur Organisasi

Struktur organisasi Pondok Pesantren Sirnarasa dipimpin oleh Syeikh Abdul Ghouts Saifullah Maslul atau Abah Gaos. Beliau sebagai pendiri sekaligus penasehat Yayasan Sirnarasa. Adapun untuk beberapa lembaga lainnya seperti sekolah, pesantren dan kampus diberikan kepada keluarga Abah Gaos seperti anaknya bahkan menantunya untuk menjalankan roda atau kegiatan belajar mengajar.

D) Sistem Pembelajaran Pesantren

Sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan (Schell, 2007: 03). Menurut Ely, sistem bermanfaat untuk merancang atau merencanakan suatu proses pembelajaran. Perencanaan adalah proses dan cara berpikir yang dapat membantu menciptakan hasil yang diharpakan. (Sanjaya, 2008: 51)

Di dalam embelajaran pesantren, antara 1 pesantren dengan pesantren lain itu berbeda, sehingga mengambil contoh sistem pesantren Sirnrasa Cisirri Ciamis Jawa Barat. Pendidikan pesantren Sirnarasa Cisirri merupakan usaha sistematis untuk mengembangkan potensi spiritual dan ta’abudiyah santri dalam rangka mewujudkan profil santri yang memiliki akhlakul karimah. Pendidikan pesantren diselenggarakan dalam 3 hal, yaitu kurikuler, kegiatan kkorikuler , dan ekstrakurikuler. (Aly, 2011: 205)

Kegiatan kurikuler ditekankan pada aspek kognitif, karena diselenggarakan melalui model kurikulum sekolah, ko-kurikuler pada aspek afektif yang diselenggarakan melalui model pengalaman hidup, ekstrakurikuler dalam bentuk melalui keterampilan anak.

Untuk kegiatan kurikuler pembelajaran pagi hari, antara jam 07.00-12.00 WIB. Kegiatan tersebut diikuti seluruh santri tersebut diikuti seluruh santri Sirnarasa Cisirri. Hal tersebut merupakan salah 78 satu cara mendisiplinkan santri dalam pendidika dan pengajaran yang telah diterapkan. (Umiarso, 2011: 227)

Adapun kegiatan ko-kurikuler di pesantren itu untuk mendukung kegiatan kurikuler. Kegiatan tersebut seperti, muhadharah sebagai bentuk ekspresi diri sendiri dalam berpidato dalam bahasa inggris, arab dan indonesia, kegiatan muhadatsah (praktik berbahasa asing), kegiatan qira’at al-kutub (membaca kitab kuning).

Di pesantrena Sirnarasa Cisirri memiliki system pembelajaran, yaitu dengan menggabungkan, mengintegrasikan system pendidikan tradisional dan modern. Dalam sistem pembelajaran yang sering digunakan pesantren ini yaitu amaliah TQN sehabis sholat fardhu.

E) Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana adalah dua suka kata yang berbeda namun memiliki kedekatan makna atau arti.

Sarana dan prasarana di pesantren cukup lengkap. Masjid Representatitf, madrasah yang digunakan sebagai proses belajar- mengajar, ruang kelas, yang banyak, studio radio, poliklinik, dapur umum, dan lain-lain.

F) Sumber Dana

Sumber dana pondok pesantren sirnarasa merupakan hal yang paling urgen dan penting untuk diketahui agar jelas proses kelancaran kegiatan belajar-mengajar yang ada di pesantren. Saat ini, sebagaiman diungkapkan oleh sekretaris beliau bahwa dana terbesar masih berasal dari pribadi Pangersa Abah Gaos yang didukung oleh beberapa aghnia yang selama ini bahu membahu dengan sukacita turut membangung kelengkapan sarana prasaran yang ada di Sirnarasa. (Wawancara Ust Ai, 16 September 2018 Pukul: 08.00 WIB)

G) Metodologi Penyebar Tarekat

Metodologinya adalah menggunakan metode Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya yang didirikan oleh 79

Abah Sepuh pada 5 September 1905 kemudian dilanjutkan oleh Abah Anom dari tahun 1956-2011 selanjutnya oleh Abah Gaos dari tahun 2011-hingga sekarang. Ajarannya adalah dzikir jahar (mengeraskan suara) dan khofi (sembunyi-sembunyi/rahasia).

H) Fokus dan Inti Ajaran Tarekat Abah Gaos

Adapun fokus, inti ajaran tasawuf berbasis tarekat Abah Gaos adalah Dzikir La Ilaha Illa Allah, baik zikir jahr yang bersuara dengan menggunakan lafadz tersebut dan atau zikir khofi yang tidak bersuara atau dilisankan dengan menggunakan lafadz Allahu Allah tanpa bernafas.

I) Model Tarekat Sirnarasa a. Tasalsul / Transmisi Keilmuan Tarekat

Pesantren Sirnarasa Kajembaran Rohmaniyah. Transmisi keilmuan tarekat mengikuti gurunya yaitu Syeikh Muhammad Sohibul al-Wafa Tajul al-‘Arifin atau Abah Anom sampai kepada syeikh Abdul Qadir al-Jaelani, serta Syeikh Bahauddin an- Naqsyabandi hingga Rasulullah Saw. b. Kurikulum Ponpes Sirnarasa

Kurikulum pendidikan tarekat Pondok Pesantren Sirnarasa yaitu Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyah Suryalaya. Di samping mengikuti kurikulum pemerintah yaitu perpaduan kementrian pendidikan dan kebudayaan serta kementrian agama Republik Indonesia serta kurikulum salaf. Ketiga hal ini tidak bisa dipisahkan dan diharapkan pesantren ini mampu mempertahankan nilai-nilai lama serta memasukkan nilai-nilai baru yang lebih baik. (Abdushomad, dkk. 2018: 119-120) c. Tujuan Pendidikan Ponpes Sirnarasa

Praktik-praktik Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah diamalkan setidaknya memilikia tiga tujuan, sebagaimana yang dikemukakan dalam risalah Abah Anom yang berjudul Azas Tujuan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Tujuannya diungkapkan dalam sebuah doa harian, yang dilakukan setidaknya dua kali setiap hari setelah 80 shalat wajib. Doa yang dimaksud adalah “ilahi anta maqshu>di wa ridla>ka mathlu>bi, a’tini mahabbataka wa ma’rifataka” (Ya Allah, engkau adalah tujuanku dan ridla-Mu adalah hasratku, berikanlah daku cinta-Mu dan ma’rifat-Mu). Dengan sebab doa diamalkan sebagai ritual harian, maka doa tersebut sebagai syarat untuk menjadi pengikut Tarekat Qadiriyah Naqsybandiyah Pesantren Suryalaya. Jika secara komprehensif dianalisis, doa di atas memuat tiga tujuan dalam bergabung dengan ajaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Suryalaya. Tujuan pertama adalah Taqarrub ila Allah (mendekatkan diri kepada Allah) sedekat mungkin. Tujuan kedua adalah mengikuti jalan yang diberkati oleh Allah dengan menghindarkan diri dari perbuatan yang melanggar segala larangan- Nya agar mencapai ridha-Nya. Tujuan ketiga adalah Mahabbah (cinta) dan Ma’rifah (gnosis) Allah yang diperoleh melalui ketaatan pada jalan yang diberkahi. (Solihin, 2005: 223). d. Pengembangan Model Pendidikan Ponpes Sirnarasa

Pengembangan Pesantren Sirnarasa dilakukan pula dengan mendirikan pendidikan tinggi di Pesantren Sirnarasa. Berdirinya Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Sirnarasa bermula dari cita-cita luhur Syekh Muhammad Abdul Gaos Saifullah Maslul sejak tahu 1990an. Melalui proses yang cukup panjang, akhirnya pada tanggal 14 November 2013 M / 10 Muharrom 1435 H, STID Sirnarasa diresmikan oleh Wakil Menteri Agama, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA dan Menteri BUMN kala itu, H. Dahlan Iskan.

Pengembangan model pondok pesantren Sirnarasa dilakukan pula dengan adanya pesantren di daerah Tangerang Selatan yaitu Pondok Pesantren Jagat Arsy. Pesantren ini pula mengajarkan ajaran- ajaran tasawuf dengan praktik tarekat, dan tarekat yang digunakan yaitu Thariqoh Qadiriyyah Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya. Namun, pesantren ini mengikuti perkembangan zaman dengan adanya program bahasa (Arab maupun Inggris) serta program lainnya.

Mendirikan IPWL (Inabah II Putri Pesantren Sirnarasa) sebagai penanggulangan krisis moral. Di tempat ini pula, mereka yang merupakan korban NAPZA dan masalah sosialnya ditempatkan. 81

Tempat ini telah berkiprah sejak tahun 1980. (Abdushomad, dkk. 2018: 294-307) e. Fungsi Pendidikan Ponpes Sirnarasa

Ghazali (2001:35-39) mengungkapkan bahwa fungsi utama pesantren adalah sebagai lembaga pondok pesantren ilmu agama secara mendalam serta menghayati dan mengamalkannya dengan ikhlas semata-mata ditujukan untuk pengabdiannya kepada Allah Swt, di dalam hidup dan kehidupannya serta menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat. Dengan kata lain tujuan pesantren adalah mencetak ulama (ahli agama).

Dari argumentasi yang diberikan di atas bahwa Pesantren Sirnarasa memiliki fungsi yaitu membentuk pribadi dzakir yang berilmu ilmiah serta beramal ilmiah.

J) Karya Abah Gaos a. Lembaga atau Institusi

Lembaga yang merupakan hasil jerih payah Abah Gaos yaitu Pesantren Sirnarasa Kajembaran Rohmaniyah. b. Cabang lain selain sirnarasa

Sirnarasa tidak mempunyai cabang namun mempunyai perwakilan-perwakilan di dalam maupun di luar negeri dalam bentuk madrasah atau majlis dzikir dengan nama madrasah misalanya “Madrasah Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah Suryalaya Sirnarasa- Jagat Arsy Tangerang Selatan. c. Tulisan atau karya

Pangersa Abah GGaos juga seorang penulis aktif dan produktif, beliau telah menulis 20 karya tulis berbentuk buku dan kitab, yaitu: Saefullah Maslul Mnejawab Seri 1, Saefullah Maslul Menjawab Seri 2, Lautan Tanpa Tepi, Bulan Hijriyyah Dalam Dimensi Sufi, Cintaku Hanya Untukmu, Menyambut Pecinta Kesucian Jiwa, Penyubur 82

Benih Tauhid, Amaliyah Mursyid, Suryalaya Bukan Panggung Sandiwara, Majmu’atu Rasa>il; As-Sunan al-Mardhiyah, Fadha>ilu al- Syuhur, dan lain-lain. d. Pemikiran atau pandangan politik

Pemikiran atau pandangan Abah Gaos terhadap politik itu tidak ada. Namun, orang-orang yang mengikuti dunia perpolitikan pasti meminta restu dan doa kepada Abah Gaos. Dalam hal ini beliau tawaqquf (diam) dan netral. Beliau lebih kepada pembinaan hati (thariqoh) dan mendidik murid-muridnya untuk lebih dekat dan bersama Allah.

Adapun karakter Abah Gaos secara umum sebagaimana diungkapkan oleh (Anwar, 2013: 44) adalah Pertama, tidak membawa nama dirinya tetapi selalu berada di jalur silislah. Kedua, berdasarkan pada lima pokok dasar TQN, sehingga seringkali membuatnya sensasional. Ketiga, mengutamakan empat prinsip harapan Abah Anom; ilmu, amal, akhlak dan bahasa dalam berdakwah.

K) Silsilah Abah Gaos a. Silsilah Abah Gaos dari pihak Bapak 1) Sayyidah Fatimah binti Rasulullah Saw dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA. 2) Sayyid Hasan as-Sibthi RA. 3) Sayyid Hasan al-Mutsanna 4) Sayyid Abdillah Al-Mahdi 5) Sayyid Musa al-Jun RA 6) Sayyid Abdillah RA 7) Sayyid Musa RA 8) Sayyid Dawud RA 9) Sayyid Muhammad RA 10) Sayyid Yahya Az-Zahid RA 11) Sayyid Abdillah RA 12) Sayyid Abi Sholeh Musa Janaki Dosti RA 13) Syeikh Abdul Qodir al-Jaelani QS 14) Syeikh Yahya RA 15) Syeikh Ali Maulawi RA 83

16) Syeikh Musa al-Khudri RA 17) Syeikh Hasan Abdullah RA 18) Syeikh Fathul Wahhab RA 19) Syeikh Muhammad Yahya 20) Syeikh Fahrur Zarkasyi RA 21) Syeikh Abdul Malik RA 22) Syeikh Muhammad Busthomi RA 23) Sayyid Abdul Hasan RA 24) Sasyyid Izzul Mukarrom RA 25) Sayyid Ahmad Abdul Karim 26) Sayyid Syamsul Bahri RA 27) Sayyid Ahmad Abdul Jabbar 28) Uyut Kawis RA 29) KH. Abdul Ghani RA 30) KH. Hasan Bakri RA 31) KH. Muhammad Ibrohim RA 32) Syeikh Muhammad Abdul GGaos Saefullah Maslull QS b. Silsilah Abah Gaos dari pihak Ibu 1) Sayyidah Ummi Kulssum binti Rasulullah Saw + Sayyidina Ustman bin Affan RA 2) Sayyid Ibrahim RA 3) Sayyid Musa al-Fatawi RA 4) Sayyid Ismail RA 5) Sayyid Nur Muhammad Abdul Afwa RA 6) Sayyid Ibrohim RA 7) Sayyid Hasan Ghifari RA 8) Sayyid Abdullloh Maslul RA 9) Sayyid Abdul Hakim RA 10) Sayyid Musthofa Al-Akhyar RA 11) Sayyid Abdul Abdil Karim RA 12) Sayyid Muhammad Sa’roni 13) Sayyid Ibrohim Yahya RA 14) Sayyid Abu Bakr Atsqolani RA 15) Sayyid Hasan Mufadhol RA 16) Sayyid Hasbi As-Shiddiqi RA 84

17) Sayyid Abdul Wafa RA 18) Sayyid Fathurrohman RA 19) Sayyid Aziz Mubarok RA 20) Sayyid Sirudin RA 21) Syeikh Muhammad Kahfi RA 22) KH. Muhammad Qozwini RA 23) Hj. Siti Muslihat RA 24) Syeikh Muhammad Abdul GGaos Saefulloh Maslul Qs.

L) Wakil Talqin Abah Gaos 1) KH. Muhammad Soleh Mukhtar Hujjatul Arifin (Jakarta) 2) KH. Musthofa al-Maduri (Sampang) 3) KH. Drs. Masqi Fayumi, MM (Tangerang) 4) KH. Prof. Dr. Asep Usman Ismail, MA (Pamulang) 5) KH. Dr. Jujun Junaedi, M>.Ag. (Cileunyi) 6) KH. Drs. Ubaidillah (Semarang) 7) KH. Dadang Muyawan, M.Kom.I (Ciamis) 8) KH. As’ad Balkhi (Palembang) 9) KH. Ali Asyiq Masruri (Bekasi Utara) 10) KH. Ayi Burhanuddin (Sukabumi) 11) KH. Prof. Dr. Nasruddin Umar, MA (Jakarta) 12) KH. Abdullah Munif (Pasuruan) 13) KH. Iqro Abdurrouf (Lampung Tengah) 14) KH. Muhammad Hasan bin Alie Qodir (Bangkalan) 15) KH. Irfan Zidny, MA. (Jakarta) 16) KH. Muhammad Syafi’i Abror (Purbalingga) 17) KH. Moch. Syamsul Bahri (Pasuruan) 18) KH. Moch. Rofiqul Khoiri (Malang) 19) KH. Ahmad Anshory (Malaysia/alm) 20) KH. Ahmad Jalaluddin (Cilacap) 21) KH. Saifuddin Hamzah (Banjarnegara) 22) KH. Asep Saefuddin (Tasikmalaya) 23) KH. Dede Khoer Affandi (Banjar) 24) KH. Jajang Arum (Tasikmalaya) 25) KH. Adnan Sya’roni Dahlan (Serang) 85

26) KH. Dr. Akbar Mardani (Ciomas) 27) KH. Dr. Reda Manthovani, SH., LLM. (Jakarta) 28) KH. Dr. Hasan Mud’is al-Mabrur, M.Ag. 29) KH. Dr. Yusuf Uar, M.Ag. (Cirebon) 30) KH. Sahid Arifin (Majalengka) 31) KH. R.H. Sutisna Thohir (Purwakarta) 32) KH. Hasanuddin al-Ma’mun Asy-Syarif (Sukabumi) 33) KH. Dr. (HC) Ary Gynanjar Agustian (Depok) 34) KH. Ediadi (Sumedang) 35) KH>. Ozan Faoza, M.Pd. (Subang) 36) KH. Andi Salim (Majalengka) 37) KH. Syamsuddin Hasan (Ciamis) 38) KH. Saefullah (Probolinggo) 39) KH. Irdwan Siddiq (Garut) 40) KH. Maman Badruzzaman (Tasikmalaya) 41) KH. Satori (Tegal) 42) KH. Nasori (Tegal) 43) KH. Ahmad Nashirin (Pemalang) 44) KH. Mahya (Jeddah) 45) KH. Oban Sobani, M.Si. (Kuningan) 46) KH. Khairil Anwar Mursyid (Malaysia) 47) KH. Masruri Kholil (Banjarnegara) 48) KH. M. Sugih Burhanuddin (Kerawang) 49) KH. Endang Zainal Arifin (Ciamis) 50) KH. Soleh al-Medani (Medan) 51) KH. Abdus Syakur (Brebes) 52) KH. Afifiddin Masroh (Wonosobo) 53) KH. Abdul Manan an-Nasr, MM. (Serang) 54) KH. Didin Sholehuddin, M.Kom.I (Ciamis) 55) KH. Maman Badrujjaman (Majalengka) 56) KH. Fajar Utama (Sukabumi) 57) KH. Luqman Hakim as-Shiddiq (Bandung) 58) KH. Nur Fahim Fahman Nabiyyin (Surabaya) 59) KH. Zainal Muttaqin (Tasikmalaya) 60) KH. Soleh Kusniawan (Bandung) 61) KH. Muhammad Yusuf Kunto Pujasmedi (Lampung Utara) 86

62) KH. Ismail Rasyid al-Mathrudi (Bekasi) 63) KH. Drs. Rodlin,SH (Palangkaraya) 64) KH. Syahrul (Polewali Mandar/alm) 65) KH. Zaenuddin (Cianjur) 66) KH. Abdul Rosyid (Indramayu) 67) KH. Moh. Kamil Abd. Hamid (Jambi) 68) KH. Moh. Maksum Tarmidzi, (Bondowoso) 69) KH. Aiptu M. Sana Krisdiana (Indramayu) 70) KH. Abdul Hamid (Jakarta/alm) 71) KH. Azzurumi (Tangerang/alm) 72) KH. Dr. Wawan Gunawan, MM>. (Bekasi Timur) 73) KH. Oo Ridwanullah (Cilacap) 74) KH. Imam Syarqowi (Palembang) 75) KH. AKP>. Imam Sutiyono (Purbalingga) 76) KH. Imam Ja’far Siddiq (Banyumas) 77) KH. Edy Saputra, MM (Sumatera Utara) 78) KH. Zulfakar Babuddin (Bekasi) 79) KH. Dr. Dudu Duswara (Jakarta) 80) KH. Kemas Abdul Hai (Jambi) 81) KH. Jauhar Harun (Cirebon) 82) Brigjen TNI Hendra Heri Sutaryo (Sumedang) 83) KH. Syarifudin Hamim (Jakarta) 84) KH. Syuaib Saefullah (Jember) 85) KH. Prof. Dr. Maksum Mukhtar, MA (Cirebon) 86) KH. Anjas Hidayatullah (Palembang) 87) KH>. Dr. Ahmad Rusydi Wahab, MA (Jakarta) 88) KH. Prof. Dr. Subandi Nur Muhammad, MA (Yogyakarta) 89) KH. Drs. Wasdi Ijuddi, M.Si. (Ciamis) 90) KH. Muh. Amiruddin (Brebes) 91) KH. Hasan Yulianto (Pati) 92) KH. Prof. Dr. Manarul Hidayat (Jakarta) 93) KH. Abdullah Supriyadi (Semarang) 94) KH. Munawir al-Mauud (Cirebon) 95) KH. Drs. Munadi, MM (Tasikmalaya) 96) KH. Dr. Budi Rahman Hakim (Tangsel) 97) KH. Dr. Dachyar (Jakarta) 87

98) KH. Prof. Dr. Syukriadi Syambas (Bandung) 99) KH. Ir Andi M. Ilyas (Sulawesi Barat) 100) KH. Sambas M Nashir (Ciamis) 101) Sayyid Nabil Musthofa Baaz (Saudi Arabia) 102) KH. Abdul Halim (Cirebon) 103) KH. M. Ichsan Amin al-Makhfy (Jambi) 104) KH. Aji Abdul Aziz (Ciamis) 105) KH. Atep Abdul Kholiq (Sukabumi) 106) KH. Mahmud Johnson Al-Maghribi (Tangerang) 107) KH. Zulfan Efendi Harahap (USA) 108) KH. Prof. Dr. Asep Saeful Muhtadi, MA (Bandung) 109) Kh. Syamsul Arifin M.Pd.I (Tegal) 110) KH. Abdul Aziz (Cirebon) 111) Prof. Heddy Shri Ahimsa Putra, MA., M.Phil., Ph.D 112) KH. Imam Suhadi (Lampung) 113) KH. Bahruddin Mustaqim (Kediri) 114) KH>. Hari Sunandar Sunarya (Bandung) 115) KH>. Dahlan Iskan (Surabaya) 116) KH. Prof. Dr. Mahmud, M.Si (Bandung) 117) KH. Labib Shofiq Suhaimi (Brebes) 118) KH. Yatimin 119) KH. Ilyas Sukmarasa (Pekanbaru) 120) KH. Imam Muchlasin (Banyuwangi) 121) KH. Ahmad Zainuddin (Mamuju) 122) KH. Adnan Sita (Polewali Mandar) 123) KH. Imam Ghazali (Mamuju) 124) Prof. Dr. Hassan Azzahir (Maroko) 125) KH. Toto Ahmad Tohari (Tasikmalaya) 126) Brigjen TNI Dr. Afifuddin (jakarta) 127) KH. Anang Asy’ari (Surabaya) 128) KH>. Edi Sutisna Rasa (Tangerang) 129) KH. Dr. (HC) Ahmad Heryawan, M>.Si 130) Syeikh Dr. Aziz al-Kubaithi al-Idrisi, Ph.D. (Maroko) 131) KH. Ali Mustamil (Bandung) 132) KH. Muhammad Aang Rahmat Setia Rasa (Bandung) 133) KH. Andi Gholib (Adz-Zikra), 88

134) Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, dan lain-lain.

B. Pemikiran Tarekat Abah Gaos

Pemikiran tarekat Abah Gaos dilandasi nilai dan ajaran Islam seperti Al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Di samping itu, Abah Gaos mempelajari, menelaah serta mengamalkan ajaran para ulama salafu as-shaleh seperti Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, Syeikh Bahauddin an-Naqsyabandi, Imam al-Ghazali, Imam al-Qusyairi serta para imam lainnya. Mereka bagian dari timbulnya pemikiran Abah Gaos melalui karya-karya yang akan saya sebutkan di bawah ini. Berikut ini pemikiran pendidikan tarekat Abah Gaos:

1. Pemikiran Abah Gaos dalam kitab as-Syarhu al-Maisur li Miftahi as-Shudur

Pemikiran Abah Gaos dalam kitab as-Syarhu al-Maysur Li Miftahi as-Shudur li Irsyadi ar-Ruhi al-Maghrur (penjelasan yang mudah tentang pembuka jiwa untuk membimbing ruh yang sombong) berisi tentang esensi, nilai positif dan negatif bagi seorang salik. Di samping itu dalam kitab ini mengajarkan etika zikir, talqin serta perjanjian dalam bentuk tarekat. Lalu, etika transmisi sanad kepada baginda Rasulullah Saw (Anwar, 2013:3)\

Di samping itu, pemikiran kitab ini memiliki ungkapan atau ibarah yang bagus secara tulisan dan makna. Hal ini di dasari dengan adanya susunan ilmu nahwu, shorof dan ilmu kebahasaan lainnya, sususan kalimat ini) أن الصوفية هو المالكون ,sebagai contoh, pertama merupakan jumlah ismiyah yang kemasukan huruf anna), kedua, lafadz al-malikuna merupakan ilmu shorof dari kata dasarnya al-malik yang berarti orang yang memiliki dari wazan isim fail. Berikut ini penjelasan sistematika dan metodologi penulisan kitab tersebut: a) Sitematika Penulisan

Sistematika penulisan as-Syarhu al-Maysur li Mifathi as- Shudur (penjelasan yang mudah terhadap kitab Miftah as-Shudur) dalam beberapa bagian atau fasal; Pertama, Muqoddimah (pembukaan). Kedua, Nama kitab Miftah as-Shudur. Ketiga, 89

Muhtawiyat al-Kitab (kandungan kitab). Keempat, Syarh Muqaddimah al-Juz’i al-Awwal (Penjelasan prolog bagian pertama). Kelima, al-Fasl al-Awwal fi Ma>hiyati an-Nafyi wa al-Itsbat (bagian pertama tentang substansi positif dan negatif). Keenam, al-Fasl al- Tsani fi Kaifiyati Dzikri al-Jahr (bagian kedua, etika zikir secara keras). Ketujuh, al-Fasl al-Tsalits fi Bayani Asli al-Talqin wa al-‘Ahd (bagian ketiga tentang penjelasan dasar talqin dan perjanjian). Kedelapan, al-Fasl al-Rabi fi Bayani Wujubi Dzikri al-Asanid fi Kulli at-Thuruq ila ar-Rasul wa ma la Budda li Kulli Muri>din Minhu (bagian keempat tentang penjelasan wajib dzikir bersambung kepada Rasul dan apa yang tidak wajib bagi seorang sufi). Kesembilan, al-Fasl al- Khamis Fi Bayani Dzikrillahi wa Atsaruhu fi at-Tarbiyah ar-Ruhiyah (bagian kelima tentang penjelasan zikir kepada Allah dan pengaruhnya terhadap pendidikan rohani). Kesepuluh, al-Fasl al- Sadis fi Bayani Adhnai al-Syaitha>n bi Dzikrillah (bagian keenam penjelasan tentang mengalahkan syetan dengan dzikir). Kesebelas, Maraji (referensi atau rujukan). b) Metode Penulisan

Abah Gaos memiliki nilai, ajaran serta pendidikan tarekat dalam mengenal dan mendekati Allah. Hal ini diilustrasikan dalam karya beliau as-Syarhu al-Maisur li Mifta>hi as-Shudur terkait pendidikan tasawuf sebagai berikut:

أن الصوفية هم املالكون لطريق اهلل تعاىل خاصة. )ص. 222(

Artinya: “ Seorang sufi adalah orang yang memiliki jalan menuju Allah secara khusus.

وسأل بعضهم عن انلصوف فقال تصفية القلب عن موافقة البرشية ومفارقة األخالق الطبيعية، وامخاد البرشية، وجمانبة ادلواىع انلفسانية، ومنازلة الصفات الروحانية، واتلعلق بعلوم احلقيقة، واتباع الرسول يف الرشيعة. )ص. 232-232( 90

Artinya: “beberapa dari mereka bertanya tentang tasawuf. Dia berkata, tasawuf itu membersihkan hati dari persetujuan manusia, melawan moral bawaan, merendahkan orang lain, menjauhkan kegelisahan jiwa, mendudukkan sifat-sifat ruhani, memiliki hubungan ilmu hakikat, serta mengikuti syariat Rasulullah Saw.

الصويف الصادق يف تصوفه، يصفو قلبه عما سوى مواله، وحمبته إىل ربهم تقضيهم جهادا مريرا. )ص. 242(. واألخذ عن شيخ اعرف باهلل أمر رضوري يف اتلصوف لكسب ايلقني. )ص. 242(

Artinya: “Sufi yang benar dalam tasawufnya yaitu bersih hatinya dari selain Allah, cintanya kepada Tuhan mereka, engkau tunaikan mereka dengan kesungguhan yang kuat. Mengambil dari syeikh arif billah (guru yang dekat Allah) secara pasti dalam tasawuf untuk memperoleh keyakinan.

2. Pemikiran Abah Gaos Dalam Kitab as-Sunan al-Mardhiyyah fi al- ‘Amaliyah al-Mursyidiyah

Pemikiran tarekat Abah Gaos melalui kitab as-Sunan al- Mardhiyah fi Amaliyyah al-Murysid al-Kamil yang di dalamnya berisi kebiasaan-kebiasaan yang biasa dilakukan oleh syeikh Ahmad Sohibul Wafa Tajul ‘Arifin QS (Pangersa Abah Anom) berisi uraian mendalam tentang amaliyah-amaliyah yang dilakukan oleh Pangersa Abah Anom.Isi dalam kitab tersebut, bukan saja dijalankan oleh Pangersa Abah Anom namun juga dijalankan sepenuhnya oleh penerusnya yaitu Pangersa Abah Gaos. (Abdushomad, dkk. 2018: 253).

Kitab as-Sunan al-Mardhiyah ini mendeskripsikan nilai-nilai keagamaan seorang mursyid melalui ritual kebiasaan. Hal ini ditandai dengan pengamalan serta amaliyah yang dilakukan oleh seorang mursyid, wakil talqin dan ikhwan TQN sendiri. Melalui proses ini, akan terus dibimbing, diajarkan dan dididik agar lebih mengenal dan dekat dengan Allah Swt melalui syariat Islam. Berikut ini perbuatan atau amaliyah yang akan dijelaskan sebagai berikut. 91 a) Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan kitab as-sunan al-mardhiyyah fi al- ‘amaliyyah al-mursyidiyyah (sunnah-sunnah pada perilaku mursyid) dalam beberapa fasal atau bagian. Adapun fasal-fasal tersebut adalah 1. As-Sholatu fi Awwali Waqtiha (Sholat pada awal waktu), 2. Ikramu al-Dhoif (Memuliakan tamu), 3. Ikramu al-Ulama (Memuliakan ulama), 4. Ta’dzimu al-Ilmi wa Ahlih (Mengagungkan ilmu dan pengamalnya), 5. Ikramu Auliyaillah (Memuluiakan wali Allah), 6. At-takhalluq bi Makarim al-Akhlak (berakhlak dengan akhlak yang baik), 7. Awwalu Dakhilin ila al-Masjid (Etika masuk masjid), 8. Katsratu as-Shodaqoh (Perbanyak sedekah), 9. Ta’jil al-Fitri ba’da at- Tawassul (Menyegerakan berbuka setelah berdoa), 10. Solatu Syahri Rojab (Sholat bulan Rajab), 11. Solatu an-Nisfi min Sya’ban (Sholat pertengahan bulan Sya’ban), 12. As-Sholatu li Daf’i al-Bala fi Syahri Sofar ba’da Sunnati Rak’ati as-Subhi (Sholat menolak ancaman di bulan Safar setelah dua rakaat sholat subuh), 13. Sholatu al-Isyraq (Sholat terbit matahari), 14. Sholatu at-Tarawih ‘Isyrina Rak’atan bila Witrin wa al-Witru ba’ada al-Tahajjudi (Sholat tarawih 20 rakaat tanpa witir dan witir setelah sholat tahajud), 15. Sholatu Lailati al- Qadri (Sholat lailatu al-qadr), 16. At-Tasahhur fi Ramadhan Sa’ata al-Tsalis min Tsulusi al-Laili al-Akhir (sahur jam 3 pada sepertiga malam terakhir di bulan ramadhan), 17. At-Ta’dziyah bi at-Tahlil (membaca tahlil atau la ilaha illa allah), 18. Al-Jadidatu as-Sholatu li Daf’i al-Balai ba’da Sholat al-Isya wa al-Khotmu al-Qodiriyyah wa an-Naqsyabandiyah (memperbarui sholat untuk menolak cobaan setelah sholat isya dan khatam toriqoh qodiriyyah naqsyabandiyyah), dan 19. Al-Sholatu Qobla al-Naum (Sholat sebelum tidur). b) Metode Penulisan

Metode penulisan kitab as-Sunan al-Mardhiyyah fi ‘amaliyah al-Mursyidiyyah seperti

السنن مجع السنة، والسنة يف اللغة الطريقة مرضية اكنت أو غري مرضية. فالسنة املرضية ما وظبها انليب صىل اهلل عليه وسلم، واملقصود بالسنة يف هذا الكتاب 92

ماوظبه شيخنا ومرشدنا ووسيلة بيننا وبني اهلل عز وجل السيد أمحد صاحب الوىف تاج العارفني ريض اهلل عنه يف فعل الصلوات املكتوبة وسائر العبادات نلفسهريض اهلل عنه والرتبية واألسوة احلسنة جلميع اإلخوان واألخوات يف الطريقة القادرية وانلقشبندية سوريايلا. قال رسول اهلل صىل اهلل عليه وسلم: مناكن يؤمن باهلل وايلوم األخر فليكرم ضيفه )رواه أمحد وابلخاري ومسلم والنسايئ وابن ماجة عن أيب رسيح وعن أيب هريرة .....صح(.

Artinya: kata As-Sunnan jama (plural) dari sunnah. Sunnah secara etimologi adalah metode atau cara yang menyenangkan atau selain darinya. Adapun sunnah yang disenagi ialah apa yang ditekuni Rasulullah Saw, maksud sunnah dalam kitab ini ialah apa yang ditekuni oleh guru atau mursyid kami, perantara antara kami dengan Allah yaitu Syeikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin ra dalam melaksanakan sholat yang wajib, melaksanakan seluruh ibadah untuk dirinya serta pendidikan dan suri tauladan yang baik untuk seluruh ikhwan dan akhwat thoriqoh qodiriyyah dan naqsyabandiyah Suryalaya. Rasulullah Saw bersabda “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya. (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Nasai, dan Ibn Majah dari Abu Surayh dan Abu Hurairah).

قال اهلل تعاىل يف القرآن الكريم ونبئهم عن ضيف إبراهيم )15( إذ دخلو عليه فقالوا سالما قال إنا منكم وجلون )12( قالو ال توجل إنا نبرشك بغالم عليم. )احلجر 15 – 13(. هذه االية اليت تدل ىلع وجوب اكرام الضيف السيما اذا اكن الضيف كضيف إبراهيم ألن ضيفه مالئكة مبرشة هل بشيئ يرىج جميئه وهو غالم عليم من اهلل العليم ولو اكن الضيف جاهال فالعالم وجب اكرامه ولو اكن الضيف فقريا فاألغنياء ويج اكرامه ولو اكن الضيف صغريا فالكبري وجب اكرامه ثم االمثال فاالمثال. السيما اذا اكن الضيف سائال فوجب صاحب ابليت 93

اكرامه واعطائه ألن رسول اهلل صىل اهلل عليه وسلم قال: السائل هدية اهلل ىلع عبدهوال فرق يف اكرام الضيف بني الصغري والكبري وبني الفقري والغين وبني اجلاهل والعالم وال بني السائل واملسئول وال بني املعطي والعايط ألن الضيف هل الضيافة بولوبرش ماء ولقمة الطعام مع وجه الطلق. )عقود اجلمان(.

Artinya Allah SWT berfirman dalam Al-Quran dan memberi tahu mereka tentang tamu Ibrahim. Ketika mereka memasukinya, mereka berkata damai, katanya, aku di antara kamu dan mereka takut. Mereka berkata tidak ada ketakutan, Kami memberi tahu Anda seorang pemuda yang mengetahui. Ayat ini menunjukkan bahwa tamu itu harus dihormati, terutama jika tamu itu sebagai tamu Ibraham, karena malaikat tamunya menjanjikan sesuatu padanya, silakan datang, Pemuda yang Alim dari Allah SWT, jika tamu itu bodoh, maka orang yang tau harus menghormati. Dan jika tamu itu miskin, maka orang kaya harus memeuliakannya. Dan jika tamu itu kecil, maka senior harus memuliakan tamu yang kecil tersebut. Begitulah perumpamaannya. Terutama jika tamu itu peminta-minta, maka pemilik rumah harus menghormatinya dan memberikannya karena Rasulullah saw. Bersabda: orang yang meminta / memohon itu merupakan hidayah Allah kepada hambanya dan tidak ada perbedaan dalam kehormatan tamu antara kecil dan besar dan antara orang miskin dan orang kaya dan antara orang bebal dan pintar, dan tidak pula antara peminta dan orang yang diminta, dan tidak pula antara pemberi dan yang diberi karena tamu ialah tamu meskipun hanya diberi air minum dan segenggam makanan bersama wajah tersenyum.

Adapun metode penulisan buku ini dinilai dari segi penulisan; Pertama menggunakan bahasa Arab. Kedua, dilihat dari susunan kata per kata atau kalimat sudah sesuai dengan kaidah nahwu dan shorof. Kaidah nahwu seperti kalimat sempurna terdapat fi’il dan fa’il serta mubtada khobar sebagai contoh pada susunan kalimat berikut Lafadz al-Maqsudu merupakan isim. Lafadz .والمقصود بالسنة في هذا الكتاب 94 bi as-Sunnah merupakan jumlah yang terdiri dari jar majrur. Jumlah dari susunan kalimat al-maqsudu bi as-sunnah merupakan jumlah sempurna. Ditelisik dari aspek ilmu shorofnya bahwa dalam kata sunan yang merupakan jama’ dari lafadz sunnah yang berarti sunnah- sunnah. Perubahan kata mufrod menjadi jama’ dalam kata yang disebutkan sebelumnya merupakan bagian dari ilmu shorf.

Peneliti berusaha menganalisa bahwa pengarang kitab ini menggunakan rujukan kitab-kitab tasawuf seperti ar-Risalah al- Qusyairiyah yang dikarang Imam Qusyairi, minha>j al-‘Abidin, Ihya Ulumiddin oleh Imam al-Ghazali, dan kitab-kitab tasawuf lainnya. Kitab-kitab tersebut merupakan rujukan atau bacaan pengarang, namun bahasa Arab yang digunakan menggunakan bahasa Arab pengarang.

3. Pemikiran TarekatAbah Gaos Dalam Kitab al-Fath al-Jalil fi ‘Alamati al-Mursyid al-Kamil

Pemikiran Abah Gaos dalam kitab al-Fath al-jalil berisi tentang tanda-tanda akhlak Mursyid Kamil Mukammil, baik akhlak kepada manusia lebih-lebih akhlak kepada Allah. Dengan mempelajari dan mengkaji kitab ini, seorang ikhwan atau siapa saja akan memahami agungnya para Masyayikh TQN PP. Suryalaya karena mereka senantiasa berakhlak dengan akhlaknya Allah. Tidak mengherankan pada akhirnya mereka diagungkan oleh Allah dan terus menerus mencapai derajat yang agung. (Abdushomad, dkk. 2018: 255)

Akhlak yang diajarkan oleh Abah Gaos dalam kitab ini agar pengikut TQN baik ikhwan, wakil talqin serta masyarakat pada umumnya untuk memiliki ketersambungan keturunan kepada Rasulullah Saw melalui guru-gurunya. Bahkan, Abah Gaos mengutarakan dalam kitab ini seorang yang tidak memiliki nasab kepada ayahnya, kakeknya jalur tarekat maka tertolak dan ungkapan- ungkapannya tidak dapat diterima baik secara tulisan maupun lisan. a) Sistematika Penulisan

Pada kitab al-fath al-jalil fi ‘alamati al-mursyid al-kamil terdiri dari beberapa bab atau fasal. Fasal atau bab tersebut terkait etika 95 seorang mursyid atau syarat-syarat menjadi mursyid kamil, yaitu: 1. Mursyid harus mengikuti guru yang memiliki jalur (trasnsimisi) sanad kepada baginda Rasulullah Saw, 2. Seorang mursyid harus alim (cerdas), 3. Seorang Mursyid berpaling mencintai dunia dan pangkat. 4. Mursyid harus memperbaiki jiwa raganya sendiri, 5. Mursyid itu sedikit makan, 6. Mursyid sedikit tidur, 7. Mursyid itu sedikit berbicara, 8. Mursyid itu memperbanyak sholat, 9. Mursyid itu banyak sedekah, 10. Mursyid itu banyak puasa, 11. Murysid terpatri akhlak terpuji, 12. Mursyid itu sabar, 13. Mursyid memiliki rasa syukur, 14. Muryisd itu memiliki sifat tawakal, 15. Mursyid itu memiliki keyakinan, 16. Mursyid memiliki kemurahan hati, 17. Mursyid memiliki Qonaah, 18. Murysid memiliki kesabaran, 19. Mursyid memiliki tawadhu’, 20. Mursyid memiliki kebenaran, 21. Mursyid memiliki rasa malu, 22. Mursyid memiliki kesempurnaan, 23. Mursyid memiliki kewibawaan, 24. Mursyid memiliki ketenangan, dan 25. Mursyid sebagai penolong di eranya. b) Metode Penulisan

ابلاب األول: أن يكون تابعا لشيخ بصري يتسلسل إىل سيد الكونني صىلاهلل عليه وسلم، قال اهلل تعاىل يف القرآن الكريم: اتبعوا املرسلني اتبعوا من اليسألكم أجراهم مهتدون )يس: 22-25(. وقال تعاىل: والسابقون األولون من املهاجرين واألنصار واذلين اتبعوهم باحسان ريض اهلل عنهم ورضو عنه )اتلوبة: 522(.

Artinya: Bab Pertama, seorang mursyid mengikuti guru alim (mendalami syariat islam) yang memiliki sanad kepada Rasulullah Saw. Allah berfirman dalam al-quran: “kalian ikutilah para rasul (utusan) itu. Ikutilah kepada orang yang tidak minta imbalan kepadamu, dan merekalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk. (QS. Yasin: 20-21). Allah berfirman: “Dan orang-orang terdahulu (masuk Islam) di antara orang muhajirin dan ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka 96

dengan baik, Allah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha kepada Allah”. (QS. at-Taubah: 100).

وقال اهلل تعاىل: قال فإن اتبعتين فالتسألين عن شيئ حىت أحدث لك منه ذكرا )الكهف: 22(.قال رسول اهلل صىل اهلل عليه وسلم: لعن اهلل من انتسب إىل غري أبيه وأن من ال يعرف أباه وأجداده يف الطريق فهو مطرود والكمه دعوى غري مقبولة )مفتاح الصدور اجلزأ األول: 51( وقال السيد الشيخ عبد القادر اجليالين قدس اهلل رسه: اتبعوا وال تبتدعوا... أي اتبعوا ماأتاكم الرسول يف أقواهل وأفعاهل وأحواهل ومن أمن به ومن أمن من أمن به إىل )والتؤمنوا( تؤمنوا إال ملن تبع دينكم )آل عمران: 23( وقال تعاىل: قل إن كنتم حتبون اهلل فاتبعوين حيببكم اهلل ويغفرلكم ذنوبكم )آل عمران: 35(

Artinya: Dan Tuhan Yang Maha kuasa berkata: Jika kamu mengikuti saya jangan tanya saya tentang sesuatu sampai aku beri tahu kamu berupa ingatan (al-Kahfi: 70). Rasulullah Saw bersabda: “Allah melaknat orang yang memiliki keturunan kepada selain bapaknya, dan orang yang tidak mengenal bapak, kakeknya dalam tarekat maka tertolak serta ucapannya tidak diterima. (miftah as-shudur jilid 1: 19). Berkata Syeikh Abdul Qadir Jailani: Ikutilah dan janganlah membuat bid’ah kalian, maksudnya ikutilah Rasulullah Saw dalam perkataan, perbuatan, dan ketetapannya. Dan janganlah engkau percaya selain kepada orang yang mengikuti agamamu. (QS>. Ali Imron: 73). Katakanlah (Muhammad), “jika kamu mencintai Allah Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. (QS. Ali Imron: 31).

وقد أمجع السلف لكهم ىلع أن من لم يصح هل نسب القوم الجيوز عليه تلقني اذلكر وال شيئا من الطريق إذ الرس فيه انما هو ارتباط القلوب 97

بعضها ببعض إىل سولاهلل رصىل اهلل عليه وسلم إىل حرضة احلق جل جالهل فمن لم تتصل سلسلته بانليب صىل اهلل عليه وسلم فهو مقطوع الفيض ولم يكن وارث لرسول اهلل صىل اهلل عليه وسلم وال تؤخد منه املبايعة واالجارة ألن الطريق إىل احلق تعاىل ظاهر وباطن كما قال اهلل تعاىل: وأسبغ عليهم نعمه ظاهرة وباطنة )لقمان: 22(

Dan telah berkumpul para ulama salaf bahwa seseorang yang tidak memiliki sanad guru bersambung kepada Rasul, maka sama sekali tidak boleh baginya mentalqin (mengajarkan) zikir tarekat.. Rahasia zikir itu menghubungkan hati seseorang dengan gurunya kepada Rasulullah Saw hingga Allah Swt. Seseorang yang tidak bersambung silsilahnya kepada Rasulullah Saw, maka tidak boleh mewariskannya (menghubungkan) kepada Rasul, tidak boleh membaiat dan mengijazahkannya dari Rasul karena jalan menuju Allah itu lahir bathin sebagaimana firman Allah Swt: “Dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir bathin. (QS. Lukman: 20)

Adapun metode penulisan buku ini dinilai dari segi penulisan; Pertama menggunakan bahasa Arab. Kedua, dilihat dari susunan kata per kata atau kalimat sudah sesuai dengan kaidah nahwu dan shorof. Kalimat sempurna terdapat fi’il dan fa’il serta mubtada khobar seperti mempunyai nilai yang sangat إنما هو ارتباط القلوب dan وقد أجمع السلف كلهم sakral baik secara tersurat maupun tersirat. Oleh karena itu, buku ini sangat bagus sekali untuk dibaca dan diamalkan dalam hidup dan kehidupan.

Pengarang kitab ini yang penulis yakini menggunakan rujukan kitab-kitab tasawuf seperti ar-Risalah al-Qusyairiyah yang dikarang Imam Qusyairi, minha>j al-‘Abidin, Ihya Ulumiddin oleh Imam al- Ghazali, dan kitab-kitab tasawuf lainnya. Kitab-kitab tersebut merupakan rujukan atau bacaan pengarang, namun bahasa Arab yang digunakan menggunakan bahasa Arab pengarang. 98

4. Pemikiran Abah Gaos Dalam Kitab al-Fikrah al-Jadidah fi Fadhail al-Syuhur annaha min Asma Illahi al-Husna

Pemikiran tarekat Abah Gaos melalui kitab al-Fikrotul al- Jadidah berisi uraian-uraian yang mengkaitkan nama-nama bulan hijriyah dengan keagungan nama-nama Allah dalam asmaul husna. Dengan mempelajari serta mengkaji kitab tersebut, akan semakin terbuka pemahaman seseorang untuk membentuk jiwa manusia memahami bahwa bulan-bulan yang Allah anugerahkan kepada makhluknya akan memberi manfaaat yang besar dan akan menjadikan manusia yang memahaminya semakin bisa taqarrub Ilalloh. (Abdushomad, dkk. 2018: 254) 1) Sistematika Penulisan

Kitab ini memiliki struktur penulisan kitab al-fitrah al-jadidah fi fadhail as-syuhur annaha min asma illahi al-husna sebagai berikut: 1. Bab tentang bulan Muharrom, 2. Bulan Safar, 3. Bulan Rabi’ul Awwal, 4. Bulan Rabi’u al-Tsani, 5. Bulan Rabi’u al-Tsani, 6. Bulan Jumada al-Ula, 7. Bulan Jumada al-Tsaniyah, 8. Bulan Rajab, 9. Bulan Sya’ban, 10. Bulan Syawwal, 11. Bulan Dzulqo’dah, 12. Bulan Dzulhijjah.

2) Metode Penulisan

الفصل األول يف شهر املحرم

فامليم األول يف هذا الشهر مأخوذة من اسم اهلل احلسىن "امليح" قال اهلل تعاىل: فانظر إىل أثار رمحة اهلل كيف حييي األرض بعد موتها إن ذلك ملحيي املوىت وهو ىلع لك شيئ قدير )الروم: 12(. واحلاء فيه من اسم اهلل احلسىن "اليح" قال اهلل تعاىل: اهلل ال هلإ إال هو اليح القيوم. )ابلقرة: 211، آل عمران: 2(. وقال اهلل تعاىل: وتولك ىلع اليح اذلي ال يموت )الفرقان: 15(. 99

Artinya: Bab Pertama tentang Bulan Muharram. Adapun mim yang pertama dalam bulan ini (Muharrram) diambil dari nama Allah yaitu al-Muhyi. Allah Berfirman: “maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, itu berarti Dia pasti (berkuasa) menghidupkan yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Adapun huruf ha yang didalamnya nama Tuhan yang paling indah yaitu Allah Maha Hidup sebagaimana firman Allah Swt tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Hidup dan Maha Mandiri. QS. Al-Baqarah: 255, QS. Ali Imran: 2. Allah berfirman: bertawakallah kamu atas sesuatu yang hidup dan tak pernah mati. QS. Al-Furqon: 58.

وأما الراء األول فيه من اسم اهلل احلسىن "الرقيب" قال اهلل تعاىل: فلما توفيتين كنت أنت الرقيب عليهم )املائدة: 552(. قال اهلل تعاىل إن اهلل اكن عليكم رقيبا )النساء: 5(.قال اهلل تعاىل: واكن اهلل ىلع لك شيئ رقيبا )األحزاب: 12(. وأما الراء اثلاين فيه افتتاح اسم اهلل احلسىن "الرشيد" قال اهلل تعاىل: أن نفعل يف أموانلا ما نشاء إنك ألنت احلليم الرشيد )هود: 52(. وأما امليم اثلاين فيه من اسماهلل احلسىن "املجيب" قال اهلل تعاىل: فاستغفروه ثم توبوا إيله إن ريب قريب جميب )هود: 25(. قال اهلل تعاىل: وإذا سألك عبادي عين فإين قريب أجيب دعوة ادلايع إذا داعين )ابلقرة: 552(.

Adapun huruf ra pertama terdapat nama Allah yang indah yaitu lafadz al-Raqib. Allah berfirman: tatkala engkau mewafatkan aku bahwasanya engkau yang Maha Mengawasi mereka. QS. Al- Maidah: 117. Allah berfirman: sesungguhnya Allah ada atas mereka Maha Mengawasi. QS. Annisa: 1. Allah berfirman: Dan Allah atas segala sesuatu Maha Mengawasi. QS. Al-Ahzab: 52. Adapun huruf ra yang kedua termasuk pembuka nama Allah yang indah, yaitu ar-rasyid. Allah berfirman: kita akan gunakan harta 100

kita semau kita karena engkau yang Maha Santun dan Maha Pandai. QS. Hud: 87.

فإذا دعوت اهلل يف هذا الشهر بعد الصالة املكتوبة فادعه بهذه األسماء اخلمسة ويه: امليح اليح الرقيب الرشيد املجيب" 245 مرة، أيح اهلل قلبك حياة أبدية أخروية إذا اكن يف قلبك ذكر اهلل دائما، ورقبك يف لك حال وأجاب اهلل تعاىل داعءك انه جميب السائلني. أياما تدعو يف هذا الشهر فله األسماء اخلمسة من األسماء احلسىن ويه )امليح اليح الرشيد الرقيب املميت(.

Adapun huruf mim yang kedua termasuk nama Allah yang indah, yaitu lafadz al-mujib 248 kali. Allah akan menghidupkan hatimu di kehidupan dunia abadi akhirat ketika selalu ada dihatimu nama Allah, dan Allah akan menjagamu dalam setiap keadaan, Allah mengabulkan doa kamu dan bahwasanya Allah menjawab orang yang meminta. Hari yang engkau berdoa pada bulan ini, maka ada nama-nama yang lima dari nama Allah yang indah, yaitu al- muhyi, al-hayyu, ar-rasyid, ar-raqib, al-mumit.

Adapun metode penulisan buku ini dinilai dari segi penulisan; Pertama menggunakan bahasa Arab. Kedua, dilihat dari susunan kata per kata atau kalimat sudah sesuai dengan kaidah nahwu dan shorof. Contoh sederhana dalam kaidah nahwu seperti kalimat sempurna terdapat fi’il dan fa’il serta mubtada khobar. Di samping itu, pengarang kitab ini menggunakan rujukan kitab-kitab tasawuf seperti ar-Risalah al-Qusyairiyah yang dikarang Imam Qusyairi, minha>j al- ‘Abidin, Ihya Ulumiddin oleh Imam al-Ghazali, dan kitab-kitab tasawuf lainnya. Kitab-kitab tersebut merupakan rujukan atau bacaan pengarang, bahasa Arab yang digunakan menggunakan bahasa Arab pengarang. Karya ini merupakan hasil ijtihad pengarang sendiri yang peneliti belum menemukan rujukan yang pengarang tulis melalui wawancara ke beberapa ustadz atau kiai seperti ustad Ai dan Kh. Irfan Zidni, MA. 101

C. Implementasi Tarekat Abah Gaos 1. Implementasi Kelembagaan

Implementasi pendidikan tarekat Abah Gaos terhadap lembaga melalui berbagai macam cara; mendirikan Pondok Pesantren Sirnarasa Cisirri, Ciamis, Jawa Barat. Mendirikan Inabah II bagi orang yang mengalami penyakit sosial serta pecandu dan pemakai NAPZA.

Beberapa cara pengilementasian lain di Pondok Pesantren terhadap tehnik, metode, kurikulum, ekstrakurikuler, dan lain sebagainya. Implementasi dalam bentuk tehnik dan metode pondok pesantren seperti berpakaian menutup aurat di dalam dan luar pesantren. Dalam bentuk kurikulum, pesantren memadukan kurikulum KEMENAG dan KEMENDIKBUD serta kurikulum pesantren salaf; mengajarkan kitab kuning. Bentuk ektrakurikuler, santri diharapakan bisa mengenal Allah melalui ciptaanya. (Wawancar88Sha Ust Ai, 16 September 2018 Pukul: 08.00 WIB

Cara mengimplementasi pendidikan tarekat di Pondok Pesantren Sirnarasa untuk membentuk manusia-manusia ahli dzikir yang senantiasa taat pada aturan agama dan negara. Untuk menjadi seorang mu’min yang mampu menjadi wasilah (perantara) untuk peradaban dunia “Cageur Bageur Lahir Bathin Ngeunah Nyawa Betah Jasad’, artinya menjadi sosok yang sehat jasmani rohani, berbudi utama, jasmani sempurna.

2. Implementasi Individual (Abah Gaos)

Implementasi personal Abah Gaos bagi pendidikan tarekat ialah membuat lembaran dalam bentuk tulisan yang menjadi buku pegangan tasawuf, praktik dan pengamalan tarekat Qodiriyah dan Naqsabandiyah Suryalaya setelah habis sholat fardu baik berupa zikir jahr / qadiriyah dengan lafadz la ilaha illah allah sebanyak 165 kali serta zikir khofi dengan menyebutkan lafadz allahu allah di hati dengan menundukan kepala ke arah hati tepatnya tiga jari di bawah jantung sekuat tenaga sampai nafas kita sudah tidak kuat lagi, melaksanakan ibadah sunnah seperti sholat sunnah qobliyah ba’diyah, 102 memuliakan ulama tanpa terkecuali sebagaimana dituliskan di kitab as-Sunan al-Mardhiyah, sedikit berbicara sebagaimana berada dalam kitab al-Fath al-Jalil fi al-‘Alamati al-Mursyid al-Kamil, dan paling sabar orang yang sabar maksud dari huruf “shod” pada kata Shafar yang termaktub dalam kitab al-Fikrotu al-Jadidah fi ‘Fadhail al- Syuhur Annaha min Asmai Allahi al-Husna.

Ada cara dan etika implementasi pendidikan tasawuf Abah Gaos secara individual yang kemudian menjadi rutinitas di Pondok Pesantren Sirnarasa. Berikut ini implementasi pendidikan tasawuf Abah Gaos: a) Talqin Nabi Muhammad SAW. bersabda : "Talqinkanlah oleh kamu orang-orang yang akan mati dengan kalimat Laa Ilaaha Illalaah". Maksud yang akan mati disini ialah kita orang-orang yang masih hidup yang hatinya belum mampu berdzikir/mengingat Allah, maka segera ditalqinkan/tanyakan kepada Ahlinya/Guru Mursyid. Hadist tersebut menunjukkan betapa pentingnya "Talqin Dzikir"harus mulai dari sekarang supaya hati kita selalu hidup dan mampu mengingat Allah, baik dalam keadaaan sehat maupun pada waktu akan lepasnya nyawa yang kita cintai. Jadi talqin dzikir itu bukan hanya penting pada sakaratul maut saja. Karena jika hanya mengandalkan pada waktu akhir hayat, belum tentu dia mampu mengucapkan dzikrullah, karena bukanlah lisan yang bicara semata tetapi harus disertai hati dengan keimanannya.

"Talqin", asal kata dari laqqana, yulaqqinu, talqiinan, artinya "Menuntun, atau tuntunan". Dan merupakan peringatan/tuntunan guru kepada muridnya yang harus diikuti dengan seksama. Dengan ditalqin dzikir kita akan dapat tuntunan/peringatan. Dengan dasar Firman Allh swt. : Artinya: Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya perinagatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman." (QS. Adz-Dzariyyah : 55). 103

Manusia pertama yang menerima talqin dzikir ialah Nabi Adam a.s. Sebagaimana digariskan dalam Al-Qur'an: Artinya: "Kemudian Adam ditalqin/diilhami beberapa kalimat oleh Tuhannya, lalu Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha menerima toubat dan Penyayang". (QS. Al-Baqarah :37). Ilham itu kalimat Thayyibah Laa Ilaaha Illallaah yang diajarkan kepada Nabi Adam a.s. dipatuhinya. Sedangkan Nabi Muhammad saw. menerima talqin dzikir di Gua Hira', sesuai dengan wahyu pertama surat Al-Alaq ayat 1-2 sebagai berikut : Artinya: "Bacalah dengan menyebut nama Tuhan yang menciptakan! Yang menciptakan manusia dari segumpal darah". (QS. Al-Alaq :1-2). Diikrarkan dengan lisan, kemudian hati membenarkan dengan tawajjuh (menghadapkan) diri kita ke hadirat Ilahi Rabbi.

Maksud dan rencana itu tidak akan berhasil, manakala umat manusia tidak ditauhidkan, disatukan hati dan jiwanya dalam satu aqidah yang pantas dan berhak, tidak boleh ada tandingannya, apa dan siapapun yaitu Allah swt. Allah memutuskan dan menetapkan, bahwa hanya Dia sendiri Zat yang harus di-ibadati, dimitoskan dan dikultuskan, tanpa ada tandingan apa atau siapapun. Dengan riset dan observasi yang cermat, teliti, bahwa Dzat Maha Akbar itu adalah Allah sendiri, sebagai Malikal Mulki dan sebagai Rabbu Ma'bud, dimana mendengar dan mentaati-Nya adalah mutlak. Talqin itu peringatan guru kepada murid, sedang bai,at- yang juga dinamakan 'ahad, adalah sanggup dan setia murid dihadapan gurunya untuk mengamalkan dan mengerjakan segala kebajikan yang diprintahkannya. Banyak hadist yang menerangkan kejadi Nabi mengambil 'ahad pada waktu membai'at sahabat-sahabatnya. Diriwayatkan oleh Ahmad r.a. dan Tabrani r.a. bahwa Rosullullah SAW. penah mentalqinkan sahabat-sahabatnya secara berombongan dan perseorangan. Talqin berombongan pernah diceritakan oleh Syaddad 104 bin "Aus r.a.: "Pada suatu ketika kami berada dekat Nabi SAW. Nabi SAW. bersabda": Apakah ada diantaramu orang asing? maka jawab saya, tidak ada". Lalu Rosulullah SAW. menyuruh menutup pintu dan berkata: "Angkat tanganmu dan ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaah,seterusnya beliau berkata: "Segala puji bagi Allah wahai Tuhanku, Engkau telah mengutus aku dengan kalimat ini dan Engkau menjadikan dengan ucapannya kurnia syurga kepadaku dan bahwa Engkau tidak sekali-kali menyalahi janji". Kemudian beliau berkata pula : "Belumkah aku memberi kabar gembira kepadamu bahwa Allah telah mengampuni bagimu semua?". Maka Rosulullah SAW, bersabda: "Tidaklah ada segolongan manusiapun yang berkumpul dan melakukan dzikir dengan tidak ada niat lain melainkan untuk Tuhan semata, kecuali akan datang suara dari langit. Bangkitlah kamu semua, kamu sudah diampuni segala dosamu dan sudah ditukar kejahatannya yang lampau dengan kebajikan".

Oleh karena itu Allah berfirman, artinya: " Maka bergembiralah kami dengan bai'atmu yang telah kamu lakukan itu adalah kejayaan yang agung". (QS. At-Taubah : 111). Tentang bai'at perseorangan pernah diceritakan oleh Yusuf Al- Kurani r.r. dan teman-temannya dengan sanad yang syah : "Bahwa syaidina "Ali k.w. bertanya kepada nabi: "Ya Rosulullah tunjukilah aku jalan yang sependek-pendeknya kepada Allah dan yang semudah- mudahnya dan yang paling utama dapat ditempuh oleh hambaNya pada sisi Allah?. Maka bersabdalah Rosulullah : "Hendaknya kamu lakukan dzikrullah yang kekal (dzikir dawam) dan ucapan yang paling utama pernah kulakukan dan dilakukan oleh Nabi-nabi sebelum aku, yaitu Laa Ilaaha Illallaah. Jika ditmbang tujuh petaka langit dan bumi dalam satu daun timbangan, dan kalimat Laa Ilaaha Illallaah dalam satu timbangan yang lainnya, maka akan lebih berat kalimat Laa Ilaaha Illallah dalam daun timbangan yang lain". Kemudian ia berkata: "Wahai 'Ali, tidak akan datang kiamat jika di atas muka bumi ini masi ada orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Syaidina 'Ali berkata: Bagaimana caranya aku berdzikir itu 105 ya Rosullallah?. Nabi menjawab : " Pejamkan kedua matumu dan dengankan aku mengucapkan tiga kali, kemudia engkau mengucapkan tiga kali pula, sedangkan aku mendengarkannya. Maka berkatalah Rosullullah Laa Ilaaha Illallaah tiga kali, sedangkan kedua mataku dipejamkan, dan suaranya dikeraskan, serta 'Ali mendengarkannya. Kemudian 'Ali mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah tiga kali, dan Nabi mendengarkannya. Demikian cara talqin dzikir yang disampaikan oleh 'Ali bin Abi Thalib k.w. yang kemudian diterangkan, bahwa talqin dzikir hati yang bersifat bathiniyah, dilakukan dengan isbat tidak dengan nafi, yaitu dengan lafadz isim zat seperti yang difirmankan oleh Allah dalam Al- Quran : Artinya:"Katakanlah "Allah", kemudian tinggalkanlah sifat mereka bermain-main didalam kesesatan. (QS. An'Aam : 91).

Nabi memperingatkan syaiyyidina 'Ali: "Wahai 'Ali pejamkan matamu, katupkan dan lipatkan lidahmu, lalu sebut : "Allah, Allah". Inilah cara yang peranh dipelajari dan diambil Syaiyyidina Abu Bakar r.a.secara rahasia (mengisi perasaan) daripada Nabi, dan inilah dzikir yang boleh terhujam teguh sampai ke dalam hati. Karena inilah Nabi memuji Syaiyyidina Abu Bakar r.a. bukan karena banyak puasa dan shalat, tetapi karena sesuatu yang terhujamkan dalam hatinya. Firman Allah dalam Al-Quran, Artinya: "Dan mereka yang mempunyai iman yang teguh serta tetap tenang hatinya dengan dzikrullah, bukankah dzikrullah itu menenangkan dan menentramkan hati?". QS. Ar-Ra'du :28). Jalan atau Thariqah yang kedua macam ini tentang dzikir jahar dan khafi adalah pokok daripada seluruh Thariqah, kemudian tersiarlah dalam pencariannya dengan kurnia Tuhan Yang Maha Pemurah.

b) Dzikir Harian

Zikir merupakan amalan harian bagian Ikhwan TQN Sirnarasa yang dilaksankan setiap ba’da sholat fardhu dan bisa juga setelah 106 sholat sunnah kaifyat yang telah ditentukan. Allah telah memerintahkan manusia untuk banyak berdzikir dan berdoa. Sholat merupakan salah satu kegiatan dzikir dan doa yang diwajibkan bagi umat Islam. Diluar kegiatan sholat pun ada dzikir dan doa yang diajarkan oleh Islam, hal ini didasari dengan memperbanyak dzikir dan doa ketika duduk, berdiri, berbaring, dan bagaimana pun posisi kita berada. Adapun tempat dan waktu berdzikir, berdoa yang tiada batasnya kecuali ditempat yang kotor seperti kamar mandi. Dengan dzikir dan doa pula dapat membentengi diri jeratan tipu daya syetan dan pelbagai kejahatan yang selalu mengganggu dan mengancam dimanapun kita berada. Praktik dzikir dan doa juga investasi berharga bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Ini merupakan usaha, cara atau jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Berikut beberapa perintah berdizkir dan berdoa menurut al-Quran dan Hadits.

يآأيها اذلين آمنوا اذكروا اهلل ذكرا كثريا. وسبحوه بكرة وأصيال

Artinya: “hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banykanya. Dan bertasbihlah (mengucapkan subhanallah) kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (QS. Al-Ahzah ayat 41 & 42).

فإذا قضيتم الصالة فاذكروا اهلل قياما وقعودا وىلع جنوبكم.

Artinya: “maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, duduk dan berbaring. (QS. An- Nisa ayat 103).

Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut: Bagi Ikhwan TQN diharuskan TQN PP Suryalaya diharuskan mengamalkan zikir kalimah thoyyibah sekurang-kurangnya 165 kali. Jumlah bilangan 165 dalam zikir adalah jumlah minimal, lebih banyak akan lebih baik dengan ketentuan diakhiri hitungan bilangan ganjil. Bagi ikhwan yang mempunyai kesibukan seperti tengah melakukan safar atau perjalanan, bisa membaca kalimat dzikir dengan bilangan 3 kali, namun di waktu-waktu senggang sebaiknya memperbanyak dzikir, 107 misalnya pada waktu melaksanakan sholat malam. (Gaos, 2013: 1-2) Berikut lafadz dzikir harian:

إىلحرضةانليب املصطىف حممد صىل اهلل عليه وسلم وىلع آهل وأصحابه وأزواجه وذريته وأهل بيته وملن دخل يف بيته أمجعني لك شيئ هلل هلم الفاحتة.

استغفر اهلل الغفور الرحيم )x3)

Artinya: Aku memohon ampunan kepada Allah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

مهللصل ىلع سيدنا حممد وىلع آهل وصحبه وسلم )x3)

Artinya: Allah Swt bersholawat (memuji) serta memberika salam kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabatnya.

إليه أنت مقصودي ورضاك مطلويب أعطين حمبتك ومعرفتك.

Ya Tuhan, Anda adalah tujuan saya dan ridho-Mu merupakan harapanku, Berikanlah aku cintamu dan makrifatmu. Kemudian dilanjutkan dengan dzikir sekurang-kurangnya 165x. Lebih banyak lebih baik dan dzikir diakhiri pada hitungan bilangan ganjil. Adapun penutup dzikir adalah dengan membaca:

سيدنا حممد رسول اهلل

Kemudian berdoa dengan doa berikut ini:

امهللصل سيدنا حممد وىلع آل سيدنا حممد، صالة تنجينا بها من مجيع األهوال واألفات، وتقيض نلا بها مجيع احلاجات، وتطهرنلا بها من مجيع السيئات، وترفعنا بها عندك أىلع ادلرجات وتبلغنا بها أقىص الغايات من مجيع اخلريات 108

يف احلياة وبعد املمات، إن اذلين يبايعون اهلل يد اهلل فوق أيديهم فمن نكث فإنما ينكث ىلع نفسه ومن أوىف بما اعهد عليه اهلل فسيؤتيه أجرا عظيما.

Artinya : “Wahai Allah, limpahkanlah rahmat dan salam yang sempurna kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Semoga terurai dengan berkahnya segala macam buhulan, dilepaskan dari segala kesusahan, tunaikan segala macam hajat, dan tercapai segala macam keinginan dan disucikan dari segala keburukan, mengangkat kita disisi-Mu dengan derajat yang mulia, disampaikan seluruh tujuan dari kebaikan ketika hidup maupun setepah mati. Doa-doa dapat ditambah dengan doa lainnya yang dikehendaki. Kemudian dilanjutkan dengan dzikir berikut ini.

إىلحرضةانليب املصطىف حممد صىل اهلل عليه وسلم وىلع آهل وأصحابه وأزواجه وذريته وأهل بيته وملن دخل يف بيته أمجعني لك شيئ هلل هلم الفاحتة.

ثم إىل أرواح أهل السلسلة القادرية وانلقشبندية معهد رسيايلا ومجيع أهل الطرق خصوصا إىل حرضة سلطان األويلاء غرث األعظم قطب العاملني السيد الشيخ عبد القادر اجليالين قدس اهلل رسه والسيد الشيخ أيب القاسم جنيد ابلغدادي والسيد الشيخ أمحد خاطب ابن عبد الغفار السمبايس والسيد الشيخ طلحة اكيل سافو الرسبوين والسيد الشيخ عبد اهلل بن مبارك بن نور حممد وشيخنا املكرم الشيخ عبد الغوث سيف اهلل مسلول القادري انلقشبندي الاكمل وأصوهلم وفروعهم وأهل سلسلتهم واآلخذين عنهم لك شيئ هلل هلم الفاحتة.

ثم إىل أرواح آبائنا وأمهاتنا ولاكفة املسلمني واملسلمات واملؤمنني واملؤمنات األحياء منهم واألموات لك شيئ هلل هلم الفاحتة. 109

Artinya: kepada ruh / arwah bapak dan ibu kita dan seluruh kaum muslimin dan mukminin baik yang masih hidup atau pun yang telah meninggal, segala sesuatu karena Allah. Untuk meraka alfatihah dibacakan.

استغفر اهلل ا ريب من لك ذنب وأتوب إيله )x3(

Artinya: Aku memohon ampunan kepada Allah dari segala dosa dan aku bertobat kepadanya.

امهللصل ىلع سيدنا حممد وىلع آل سيدنا حممد كما صليت وسلمت ىلع سيدنا إبراهيم وىلع آل سيدنا إبراهيم وبارك ىلع سيدنا حممد وىلع آل سيدنا حممد كما باركت ىلع سيدنا إبراهيم وىلع آل سيدنا إبراهيم يف العاملني إنك محيد جميد.

Artinya: Ya Allah , berilah kasih saying kepada junjungan kita nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberi kasih sayangmMu kepada junjungan kita Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan berkatilah kepada junjungan kita nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberkati junjungan kita nabi Ibrahim dan kelurganya diantara makhluk makhlukmu, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.

إليه أنت مقصودي ورضاك مطلويب أعطين حمبتك ومعرفتك.

Ya Tuhan, Anda adalah tujuan saya dan ridho-Mu merupakan harapanku, Berikanlah aku cintamu dan makrifatmu. Selanjutnya tawajjuh dengan cara:

Kedua mata terpejam, bibir dirapatkan, lidah dilipatkan ke langit-langit, gigi dirapatkan tidak bergerak, menahan nafas sekuatnya, kepada ditundukkan ke sebelah kiri, hati tanpa berhenti berdzikirkhofi sekuatnya. (Gaos, 2013: 6-12)

110 c) Khotaman

Khotaman merupakan kata bahasa arab yang diserap ke bahasa indonesia. Kata khotaman memiliki arti akhir. Akhir dalam artian akhir bacaan quran, akhir bacaan kitab, akhir ahad, akhir bulan, dan akhir tahun yang diisi dengan pengajian, sholawatan, tasyakuran, dan ritual keagamaan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt. Berikut ini dzikir khotaman: (Gaos, 2013: 13-30)

بسم اهلل الرمحن الرحيم

إىلحرضةانليب املصطىف حممد صىل اهلل عليه وسلم وىلع آهل وأصحابه وأزواجه وذريته وأهل بيته وملن دخل يف بيته أمجعني لك شيئ هلل هلم الفاحتة.

ثمإىل أرواح أبائه وأهماته وإخوانه من األنبياء واملرسلني وإىل املالئكة املقربني والكروبيني والشهداء والصاحلني وآل لك وأصحاب لك وإىل روح أبني آدم وأمنا حواء وما تناسل بينهما إىل يوم ادلين لك شيئ هلل هلم الفاحتة

ثم إىل أرواح ساداتنا وموايلنا وأئمتنا أيب بكر وعمر وعثمان وعيل وإىل بقية الصحابة والقرابة واتلابعني وتابع اتلابعني هلم بإحسان إىل يوم ادلين لك شيئ هلل هلم الفاحتة.

ثم إىل أرواح إئمة املجتهدين ومقدليهم يف ادلين والعلماء والراشدين والقراء املخلصني وأهل اتلفسري واملحدثني وسائر السادة الصوفية املحققني وإىل أرواح لك ويل وويلة من مشارق األرض إىل مغاربها ومن يمينها إىل شماهلا لك شيئ هلل هلم الفاحتة 111

ثمإىل أرواح أهل السلسلة القادرية انلقشبندية معهد رسيايلا ومجيع أهل الطرق خصوصا إىل حرضة سلطان األويلاء غوث األعظم قطب العاملني السيد الشيخ عبد القادر اجليالين قدس اهلل رسه والسيد الشيخ أيب القاسم جنيد ابلغدادي والسيد الشيخ معروف الكريخ والسيد الشيخ حسن ابلرصي والسيد الشيخ جعفر الصادق والسيد الشيخ يوسف اهلمداين والسيد الشيخ أيب يزيد البسطايم والسيد الشيخ بهاء ادلين انلقشبندي وحرضة إمام الرباين ابلغدادي والسيد الشيخ أمحد خاطب ابن عبد الغفار السمبايس والسيد الشيخ طلحة اكيل سافو الرسبوين والسيد الشيخ عبد اهلل بن مبارك بن نور حممد وشيخنا املكرم الشيخ عبد الغوث سيف اهلل مسلول القادري انلقشبندي الاكمل وأصوهلم وفروعهم وأهل سلسلتهم واآلخذين عنهم لك شيئ هلل هلم الفاحتة.

ثم إىل أرواح وادلين ووادليكم ومشاخينا ومشاخيكم وأموتنا وأمواتكم وملن أوصانا واستوصانا وقدلنا عندك بداعئ اخلري لك شيئ هلل هلم الفاحتة.

ثمإىل أرواح مجيع املؤمنني واملؤمنات واملسلمني واملسلمات األحياء منهم واألموات من مشارق األرض إىل مغاربها من يمينها إىل شماهلا ومن قاف إىل قافمن دلن آدم ىلغ يوم القيامة لك شيئ هلل هلم الفاحتة

اهللصلىلع سيدنا حممد انليب األيم وىلع آهل وصحبه وسلم )x522(

سورة اإلنرشاح )x52(

Membaca Surah al-Insyirah sebanyak 80 kali. Al-Insyirah berarti kelapangan. 112

سورة اإلخالص )x122(

Membaca Surah al-Ikhlas sebanyak 500 kali. Al-Ikhlas berarti ikhlas.

إىل حرضة الشيخ أمحد باقر الفاحتة

Kepada Syeikah Ahmad Baqir Alfatihah.

اهللصلىلع سيدنا حممد انليب األيم وىلع آهل وصحبه وسلم )x522(

امهلل ياقايض احلاجات )x522(

Artinya: Allah yang mengabulkan segala hajat atau kebutuhan.

امهلل يا اكيف املهمات )x522(

Artinya: Allah yang Maha Mencukupi segala hal penting.

امهلل يادافع ابلليات )x522(

Artinya Allah yang Maha menolak segala cobaan.

امهلل يارافع ادلرجات )x522(

Artinya: Allah yang Maha mengangkat derajat.

امهلل ياشايف األمراض )x522(

Artinya: Allah yang Maha mengobati segala penyakit.

امهلل يا جميب ادلعوات )x522(

Artinya: Allah yang Maha mengabulkan segala permintaan. 113

امهلل با أرحم الرامحني )x522(

Artinya: Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang.

إىل حرضة اإلمام خواجاكن الفاحتة

Artinya: Semoga disampaikan kepada Syeikh Khowajikan

امهللصلىلع سيدنا حممد انليب األيم وىلع آهل وصحبه وسلم )x522(

Artinya: Ya, Allah, Semoga engkau melimpahkan rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad yang ummi dan kepada keluarganya semoga melimpah keselamatan. Sebanyak 100x

حول الوالقوة إال باهلل العيل العظيم )x522(

Artinya: Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Luhur dan Maha Agung.

امهللصلىلع سيدنا حممد انليب األيم وىلع آهل وصحبه وسلم )x522(

Artinya: Ya, Allah, Semoga engkau melimpahkan rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad yang ummi dan kepada keluarganya semoga melimpah keselamatan. Sebanyak 100x

إىل حرضة اإلمام الرباين الفاحتة

Artinya: Semoga disampaikan kepada Imam Rabbani

سورة الفلق

Membaca Surah al-Falaq. Al-Falaq berarti waktu subuh

استغفر اهلل العظيم اذلي الهلإ إال هو اليح القيوم وأتوب إيله )x522( 114

Artinya: Aku memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung yang tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah, yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri, dan aku bertaubat kepada-Nya.

سورة انلاس

Membaca surah Annaas

إىل حرضة سيدنا مظهر الفاحتة

Semoga sampai kepada Syekh Mudzhir.

امهللصلىلع سيدن حممد انليب األيم وىلع آهل وصحبه وسلم )x522(

حسبنا اهلل ونعم الوكيل )x122(

امهللصلىلع سيدن حممد انليب األيم وىلع آهل وصحبه وسلم )x522(

إىل حرضة الشيخ عبد القادر اجليالين الفاحتة

امهللصلىلع سيدن حممد انليب األيم وىلع آهل وصحبه وسلم )x522(

نعم املوىل ونعم انلصري )x122(

امهللصلىلع سيدن حممد انليب األيم وىلع آهل وصحبه وسلم )x522(

إىل حرضة شيخنا املكرم الشيخ عبد اهلل مبارك بن نور حممد وشيخنا املكرة الشيخ أمحد صاحب الوىف تاج العارفني وشيخنا املكرم الشيخ حممد عبد الغوث سيف اهلل مسلول القا الاكمل القادري انلقشبندي الفاحتة 115

امهللصلىلع سيدن حممد انليب األيم وىلع آهل وصحبه وسلم )x522(

الهلإ إال أنت سبحانك إين كنت من الظاملني )x122(

امهلل صل ىلع سيدن حممد انليب األيم وىلع آهل وصحبه وسلم )x522(

إىل حرضة سيدنا معصوم الفاحتة

Semoga sampai kepada Sayyid Maksum

إليه أنت مقصودي ورضاك مطلويب )x3( أعطين حمبتك ومعرفتك

Artinya: Ya Tuhan, Anda adalah tujuan saya dan ridho-Mu merupakan harapanku, Berikanlah aku cintamu dan makrifatmu.

يالطيف )x52245(

Membaca Ya Latif yang berati yang Maha Lembut

يا لطيف )x3(

يامن وسع لطفه أهل السموات واألرض نسألك خبيف لطفك اخليف أن ختفينا يف خيف لطفك اخليف إنك قلت وقولك احلق: اهلل لطيف بعباده يرزق من يشاء وهو الفوي العزيز

امهلل إنا نسألك ياقوي ياعزيز يا معني بقوتك وعزتك يا متني أن تكون نلا عونا ومعينا يف مجيع األقوال واألفعال ومجيع ما حنن فيه من فعل اخلريات، وأن تدفع عنا لك رش ونقمة وحمنة قد استقيناها من غفلتنا وذنوبنا فإنك أنت الغفور الرحيم. وقد قلت ووقولك احلق: ويعفو عن كثري. 116

امهلل حبق من لطفت هل ووجهته عندك وجعلت اللطف اخليف تابعا هل حيث نوجه، ونسألك أن توجهنا عندك وأن ختفينا بلطفك إنك ىلع لك شيئ قدير. وصىلاهللىلع سيدنا حممد وىلع آهل وصحبه وسلم واحلمد هلل رب العاملني. d) Manaqib

َ ََّ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ السالم عليكم َورمحةا ههلل َوب َراكته ْ . َّ ْ ٰ َّ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َّ َ َ َّ َ َ َ َ ْ ِمْسِب ا ههلل الرمح هن الر هحي هم،احلمد ه ههلل ٰ رب العالـ همني، والصالة والسالم ىلع ش ـم هس ْ ْ َ ْ َ المرس هل ني ٰ َ َ َ َّ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َّ َ َ ٰ ٖ َ َ ْ وقم هر انل هبيـني و هسدر هة منته العا هر هفني، سي هدنا حمم د و ىلع ا ههل وصح هب ه أمجعني Assalaamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Bismillaahirrohmaanirrohiim, Alhamdulillahi robbil’alamin, wash- sholatu was salaamu ‘ala syamsil mursalin, wa qomarin nabiyyin, wa sidroti mun tahal 'arifin sayidina Muhammadin, wa ala alihi washohbihi ajma'in. Diawali dengan majelis doa. 1. Untuk seluruh Ahli Silsilah TQN PPS, al-fatihah. 2. Untuk keluarga besar seluruh Ikhwan TQN PPSS, segala hajatnya semoga Alloh kabulkan, al-fatihah. 3. Untuk segala urusan Keluarga Besar Pemangku Hajat, al-fatihah. Lailaha illalloohu walloohu akbar wa lillaahil hamd Al Ikhlas, Lailaha illallohu, Al Falaq, Lailaha illallohu...An Naas. Demikian Muqodimah dari kami, untuk selanjutnya akan disampaikan; 117

Hidmat Amaliyah: Pembacaan Al-Quran dengan sholawatnya oleh...,Pembacaan Tanbih oleh...,Pembacaan Tawasul oleh..., Pembacaan Manqobah oleh..., Miftahush Shudur oleh... Hidmat Ilmiyah : Pertama oleh....., Kedua oleh.....Doa penutup oleh... Dan diakhiri Sholawat Bani Hasyim 3 X dan Sholawat Badriyah. Wassalamu alaikum Wr.Wb. e) Tawassul

Tawassul merupakan derivasi dari bahasa Arab. Asal kata tersebut tawassla ya tawassalu tawassul. Tawassala merupakan fiil madhi yang berarti telah memohon, telah berperantara. Yatawassalu berarti sedang atau akan memohon. Tawasssul merupakan masdar yang berarti memohon, atau berwasilah. Dari etimologi tersebut, tawassul secara terminologi yaitu seseorang yang memohon kepada Allah dalam hal apapun melalui seseorang yang memiliki nilai takwa dan amal sholeh yang tinggi.

بسم اهلل الرمحن الرحيم

إىل حرضة انليب املصطىف حممد صىل اهلل عليه وسلم وىلع آهل وأصحابه وأزواجه وذريته وأهل بيته وملن دخل يف بيته أمجعني لك شيئ هلل هلم الفاحتة.

ثمإىل أرواح أبائه وأهماته وإخوانه من األنبياء واملرسلني وإىل املالئكة املقربني والكروبيني والشهداء والصاحلني وآل لك وأصحاب لك وإىل ر حو أبني آدم وأمنا حواء وما تناسل بينهما إىل يوم ادلين لك شيئ هلل هلم الفاحتة

ثم إىل أرواح ساداتنا وموايلنا وأئمتنا أيب بكر وعمر وعثمان وعيل وإىل بقية الصحابة والقرابة واتلابعني وتابع اتلابعني هلم بإحسان إىل يوم ادلين لك شيئ هلل هلم الفاحتة. 118

ثم إىل أرواح إئمة املجتهدين ومقدليهم يف ادلين والعلماء والراشدين والقراء املخلصني وأهل اتلفسري واملحدثني وسائر السادة الصوفية املحققني وإىل أرواح لكويل وويلة من مشارق األرض إىل مغاربها ومن يمينها إىل شماهلا لك شيئ هلل هلم الفاحتة

ثم إىل أرواح أهل السلسلة القادرية انلقشبندية معهد رسيايلا ومجيع أهل الطرق خصوصا إىل حرضة سلطان األويلاء غوث األعظم قطب العاملني السيد الشيخ عبد القادر اجليالين قدس اهلل رسه والسيد الشيخ أيب القاسم جنيد ابلغدادي والسيد الشيخ معروف الكريخ والسيد الشيخ حسن ابلرصي والسيد الشيخ جعفر الصادق والسيد الشيخ يوسف اهلمداين والسيد الشيخ أيب يزيد البسطايم والسيد الشيخ بهاء ادلين انلقشبندي وحرضة إمام الرباين ابلغدادي والسيد الشيخ أمحد خاطب ابن عبد الغفار السمبايس والسيد الشيخ طلحة اكيل سافو الرسبوين والسيد الشيخ عبد اهلل بن مبارك بن نور حممد وشيخنا املكرم الشيخ عبد الغوث سيف اهلل مسلول القادري انلقشبندي الاكمل وأصوهلم وفروعهم وأهل سلسلتهم واآلخذين عنهم لك شيئ هلل هلم الفاحتة.

ثم إىل أرواح وادلين ووادليكم ومشاخينا ومشاخيكم وأموتنا وأمواتكم وملن أوصانا واستوصانا وقدلنا عندك بداعئ اخلري لك شيئ هلل هلم الفاحتة.

ثم إىلأرواح مجيع املؤمنني واملؤمنات واملسلمني واملسلمات األحياء منهم واألموات من مشارق األرض إىل مغاربها من يمينها إىل شماهلا ومن قاف إىل قافمن دلن آدم ىلغ يوم القيامة لك شيئ هلل هلم الفاحتة. 119

الهلإاهلل واهلل أكرب وهلل احلمد.

بسم اهلل الرمحن الرحيم، قل هو اهللأحد، أهلل الصمد، لم يدل ولم بودل، ولم يكن هل كفوا أحد.

الهلإاهلل واهلل أكرب وهلل احلمد.

بسم اهلل الرمحن الرحيم، قل أعوذ برب الفلق، من رش ما خلق، ومن رش اغسق إذا وقب، ومن رش انلفثت يف العقد، ومن رش حاسد إذا حسد.

الهلإاهلل واهلل أكرب وهلل احلمد.

قل أعوذ برب انلاس، ملك انلاس، هلإ انلاس، من رش الوسواس اخلناس، اذلي يوسوس يف صدور انلاس، من اجلنة وانلاس.

بسماهلل الرمحن الرحيم. احلمد هلل رب العاملني. الرمحن الرحيم. مالك يوم ادلين. إياك نعبد وإياك نستعني. إهدنا الرصاط املستقيم. رصاط اذلين أنعمت عليهم غري وب املغضعليهم وال الضآلني. أمني.

بسم اهلل الرمحن الرحيم. آلم. ذلك الكتاب ال ريب فيه هدى للمتقني. اذلين يؤمنون بالغيب ويقيمون الصالة ومما رزقناهم ينفقون. واذلين يؤمنون بما أنزل إيلك وما أنزل من قبلك وباألخرة هم يوقنون. أوئلك ىلع هدى من ربهم وأوئلك هم املفلحون. وإهلكمهلإ واحد الهلإ إال هو الرمحن الرحيم. اهلل ال هلإ هو اليح القيوم ال تأخذه سنة وال نوم. هل ما يف السموات وما يف األرض. من ذا اذلي يشفع عندخ إال بإذنه يعلم ما بني أيديهم وما خلفهم وال حييطون بشيئ 120

من علمه إال بما شاء، وسع كرسيه السموات واألرض وال يئوده حفظهما وهو العيل العظيم.

بسم اهلل الرمحن الرحيم. إنا أنزنلا يف يللة القدر. وما أدراك ما يللة القدر. يللة القدر خري من ألف شهر. تزنل امللئكة والروح فيها بإذن ربهم من لك أمر. سالم يه حىت مطلع الفجر.

بسماهلل الرمحن الرحيم والعرص. إن اإلنسان ليف خرس. إال اذلين آمنوا وعملوا الصاحلات وتواصوا باحلق وتواصوابالصرب.

بسم اهلل الرمحن الرحيم إذا جآء نرص اهلل والفتج. ورأيت انلاس يدخلون يف دين اهلل أفواجا فسبح حبمد ربك واستغفره إنه اكن توابا.

إن اهلل وملئكته يصلون ىلع انليب يآأيها اذلين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما.

بسم اهلل الرمحن الرحيم. امهلل صل صالة اكملة وسلم سالما تاما ىلع سيدنا حممد اذلي تنحل به العقد وتنفرج به القرب وتقىض احلوائج وتنال به الراغئب وحسن اخلواتم ويستسىق الغمام بوجهه الكريم وىلع آهل وصحبه يف لك حلمة ونفس بعدد لك معلوم لك )x3( الفاحتة (Gaos, 2013: 37-48) f) Sholat fardhu dan Sunnah

Shalat merujuk kepada ritual ibadah pemeluk Agama Islam. Menurut syariat Islam, praktik shalat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Nabi Muhammad Saw sebagai figur pengejawantah perintah Allah. Untuk itu, berikut ini sholat fardhu dan sunnah dalam ajaran TQN:

1) Jam 02.00 121

Mandi taubat, dengan air dingin mandi besar, artinya dari ujung rambut sampai ujung kuku (sekujur badan), sholat sunnah syukrul wudhu 2 raka’at, sholat sunnah tahiyyatul masjid 2 raka’at (tatkala masuk masjid), sholat sunnah taubat 2 raka’at, sholat sunnah hajat 2 raka’at, sholat sunnah tahajjud 6 raka’at, sholat sunnah tasbih 4 raka’at, sholat sunnah witir 3 raka’at, zikir jahr (zikir yang bacaannya dengan suara keras).

2) Waktu Subuh

Sholat sunnah syukrul wudhu 2 raka’at, sholat sunnah fajr atau qobliyah subuh 2 raka’at, sholat sunnah li daf’il bala 2 raka’at, sholat subuh 2 raka’at, dzikir jahr.

3) Jam 06.00

Sholat sunnah syukrul wudhu 2 raka’at, sholat sunnah Isyraq (terbit matahari) 2 raka’at, sholat sunnah isti’adzah (meminta perlindungan) 2 raka’at, sholat sunnah istikhoroh (sholat yang bertujuan mencari pilihan).

4) Jam 09.00

Sholat sunnah syukrul wudhu 2 raka’at, sholat sunnnah dhuha 2 raka’at, sholat sunnah kafaratu al-bauli (penebusan/pembersihan air seni) 2 raka’at, dan dzikir jahr.

5) Waktu Dzuhur\

Sholat sunnah syukrul wudhu 2 raka’at, sholat sunnah qobliyah (sebelum) dzuhur 2 raka’at, sholat dzuhur 4 raka’at, dzikir jahr, sholat sunnah ba’diyah (setelah) dzuhur 2 raka’at.

6) Waktu ‘Ashar

Sholat sunnah syukrul wudhu 2 raka’at, sholat sunnah qabliyah (sebelum) ‘ashar 2 raka’at, dan sholat ‘ashar 4 raka’at, dzikir jahr.

7) Waktu Maghrib 122

Sholat sunnah syukrul wudhu 2 raka’at, sholat sunnah qabliyah maghrib 2 raka’at, sholat maghrib 3 raka’at, dzikir jahr, khotaman, sholat sunnah ba’diyah maghrib 2 raka’at, sholat sunnah awwabin (sholat antara maghrib dan isya) 2 raka’at, sholat sunnah taubat 2 raka’at, sholat sunnah birrul walidaini (berbakti kepada kedua orang tua) 2 raka’at, sholat sunnah hifdzil iman (menjaga keimanan), sholat sunnah syukru an-ni’mah (mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan) 2 raka’at.

8) Waktu Isya

Sholat sunnah qobliyah isya 2 raka’at, sholat isya 4 raka’at dan sholat sunnah ba’diyah isya 2 raka’at, sholat sunnah lidaf’i al-bala’ 2 rak’at, dan khataman.

9) Jam 21.00

Sholat sunnah syukrul wudhu 2 rak’at, dan sholat sunnah mutlaq 2 raka’at (sebelum tidur) kemudian dzikir jahr. (Gaos, 2010: 38-40) g) Tanbih

ٰ َ ْ َ َّ ْ َ ْ َ َ ْ ْ ْ َ َّ ْ َ ْ َ َ َ إىل حرض هة الشي هخ عبد ا ههللٰ مبارك بهن نور حممد ، الفـات هـحة ilaa hadhrotis syaikh abdulloh mubarok bin nur muhammad radhiyalloohu ‘anhu. al-fatihah

(bismillaahirrohmaanirrohiim), tanbih ini dari syaikhuna almarhum syaikh abdullah mubarok bin nur muhammad yang bersemayam di patapan suryalaya kajembaran rahmaniyah. sabda beliau kepada khususnya segenap murid-murid pria, wanita, tua, muda: semoga ada dalam kebahagiaan, dikaruniai alloh swt kebahagiaan yang kekal dan abadi dan semoga tak akan timbul keretakan dalam lingkungan kita sekalian.

Pun pula semoga pimpinan negara bertambah kemuliaan dan keagungannya supaya dapat melindungi dan membimbing seluruh rakyat dalam keadaan aman, adil dan makmur zhohir maupun bathin. pun kami tempat orang bertanya tentang thoriiqoh qoodiriyah 123 naqsyabandiyah pondok pesantren suryalaya, menghaturkan dengan tulus ikhlas wasiat kepada segenap murid-murid:

Berhati-hatilah dalam segala hal jangan sampai berbuat yang bertentangan dengan peraturan agama dan negara. Ta’atilah kedua- duanya tadi sepantasnya, demikianlah sikap manusia yang tetap dalam keimanan, tegasnya dapat mewujudkan kerelaan terhadap agama dan negara, taat kepada hadlirat ilaahi yang membuktikan perintah dalam agama dan negara. insyafilah hai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan nafsu, terpengaruh oleh godaan setan, waspadalah akan jalan penyelewengan terhadap perintah agama dan negara, agar dapat meneliti diri, kalau-kalau tertarik oleh bisikan iblis yang selalu menyelinap dalam hati sanubari kita.

Lebih baik buktikan kebajikan yang timbul dari kesucian:

1) Terhadap orang-orang yang lebih tinggi daripada kita, baik dhohir maupun bathin, harus kita hormati, begitulah seharusnya hidup rukun, saling menghargai. 2) Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala- galanya, jangan sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam melaksanakan perintah agama dan negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan, kalau-kalau kita terkena firman-nya “adzaabun alim”, yang berarti duka nestapa untuk selama-lamanya dari dunia sampai dengan akhirat (badan payah, hati susah). 3) Terhadap oarang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasehat yahng lemah-lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebaikan. 4) Terhadap fakir-miskin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan 124

bahwa hati kita sadar. coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat tuhan.

Demikanlah sesungguhnya sikap manusia yang penuh kesadaran, meskipun terhadap orang asing karena mereka itu masih keturunan nabi adam a.s. mengingat ayat 70 surat al-isro’ yang artinya:

“sangat kami mulyakan keturunan adam dan kami sebarkan segala yang berada di darat dan di lautan, kami berikan mereka rezeki yang baik-baik dan juga kami mengutamakan mereka lebih utama dari makhluk lainnya.”

kesimpulan dari ayat ini, bahwa kita sekalian seharusnya saling harga menghargai, jangan timbul kekecewaan, mengingat suroh al- maidah yang artinya: “hendaklah tolong menolong dengan sesama dalam melaksanakan kebajikan dan ketaqwaan dengan sungguh- sungguh terhadap agama dan negara, sebaliknya janganlah tolong- menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan terhadap perintah agama dan negara “.adapun soal keagamaan, itu terserah agamanya masing-masing, mengingat suroh al-kafirun ayat 6 : ”agamamu untuk kamu, agamaku untuk aku” maksudnya jangan terjadi perselisihan, wajiblah kita hidup rukun dan damai, saling harga menghargai, tetapi janganlah sekali-kali ikut campur. Cobalah renungkan pepatah leluhur kita: “hendaklah kita bersikap budiman, tertib dan damai. andaikan tidak demikian, pasti sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna” karena yang menyebabkan penderitaan diri pribadi itu adalah akibat dari amal perbuatan diri sendiri. dalam suroh an-nahl ayat 112 diterangkan bahwa: “tuhan yang maha esa telah memberikan contoh, yakni tempat maupun kampung, desa maupun negara yang dahulunya aman dan tenteram, gemah ripah loh jinawi, namun penduduknya/ penghuninya mengingkari nikmat-nikmat alloh, maka lalu berkecamuklah bencana kelaparan, penderitaan dan ketakutan yang disebabkan sikap dan perbuatan mereka sendiri”. oleh karena demikian, hendaklah segenap murid-murid bertindak teliti dalam 125 segala jalan yang ditempuh, guna kebaikan zhohir-bathin, dunia maupun akhirat, supaya hati tenteram, jasad nyaman, jangan sekali- kali timbul persengketaan, tidak lain tujuannya “budi utama – jasmani sempurna” (cageur-bageur). tiada lain amalan kita, thoriiqoh qoodiriyah naqsyabandiyah pondok pesantren suryalaya, amalkan sebaik-baiknya guna mencapai segala kebaikan, menjauhi segala kejahatan zhohir bathin yang bertalian dengan jasmani maupun rohani, yang selalu diselimuti bujukan nafsu, digoda oleh perdaya syetan. wasiat ini harus dilaksanakan dengan seksama oleh segenap murid- murid agar supaya mencapai keselamatan dunia dan akhirat. amin. patapan suryalaya, 13 pebruari 1956 wasiat ini disampaikan kepada sekalian ikhwan ttd (syaikh ahmad shohibul wafa tajul arifin, r.a.) al- faatihah

Untaian mutiara : jangan benci kepada ulama yang sezaman, jangan menyalahkan ajaran orang lain, jangan memeriksa murid orang lain, jangan berubah sikap meskipun disakiti orang lain, harus menyayangi orang yang membencimu, bikaromati Syaikh Muhammad Abdul Ghaos Saifulloh Maslul, r.a. al faatihah.

إىلحرضة الشيخ عبد اهلل مبارك بن نور حممد ريض اهلل عنه الفاحتة. ilaa hadhrotis syaikh abdulloh mubarok bin nur muhammad radhiyalloohu ‘anhu. al-faatihah BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Setelah peniliti melakukan penulusran dalam bentuk penelitian, peneliti memberikan Pendidikan Tasawuf Syeikh Abdul Gaos Saifullah Maslul atau Abah Gaos (Studi Pemikiran dan Karya Abah Gaos), maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemikiran Tarekat Abah Gaos Abah Gaos ini dalam bentuk karya dituangkan dalam kitab as-Syurh al-Maisur li Miftah as- Shudur li Isryad ar-Ruh al-Maghrur seperti seorang sufi itu orang yang jujur dalam tasawufnya, hatinya bersih, cintanya kepada Allah, mengaplikasikan tasawufnya dengan kesungguhan yang konsisten. Di samping itu, dalam 3 kitab yang lain bahwa as-Sunan al-Mardhiyah seperti kebiasaan- kebiasaan Abah Anom dalam mengerjakan sunnah dan kebajikan, al-Fikrotu al-Jadidah seperti etika terhadap bulan- bulan Allah melalui taqarrub ila Allah, al-Fath al-Jalil seperti akhlak kepada Allah dan manusia. 2. Implementasi pendidikan tarekat berupa amaliah tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah dengan cara zikir jahr berupa lafadz la ilaha illa Allah dan khofi berupa lafadz allahu allah, khotaman, manaqiban, ziarah dan kegiatan keagamaan lainnya. Nilai pendidikan tasawuf yang telah disebutkan untuk diamalkan baik dalam waktu sholat fardhu atau harian, mingguan, bulanan bahkan tahunan. Di samping itu, hasilnya agar manusia terhidar dari nafsu dunia dan nafsu yang menjerumuskan manusia kepada perbuatan yang keji dan diharamkan oleh syariat.

Abah Gaos merupakan sosok yang memiliki andil besar terhadap pengikutnya. Tujuan dari Abah Gaos sendiri ingin menjadikan pendidikan yang berbasis tarekat sebagai hamba yang selalu dekat kepada Allah Swt melalui ajaran-ajaran yang diajarkan oleh guru-gurunya. Dengan begitu, ikhwan yang telah baiat,

126 127 mengikuti perjanjian, seyogyanya untuk selalu bertakwa kepada Allah Swt, menjalankan amaliyah-amaliyahnya dengan sebaik-baiknya, serta menjaga dirinya dari hal-hal yang meruntuhkan penyakit rohani seperti dengki, sombong, riya, namimah dan lain sebagainya.

B. SARAN

Dalam menempuh pendidikan tasawuf, perlu adanya kesungguhan, keseriusan, tanggung jawab dan konsistensi dalam mengikuti proses, aturan, serta etika untuk mencapainya. Begitu juga bagi siapapun yang melihat, membaca dan meneliti tentang pendidikan tasawuf. Melalui pengamatan, penghayatan dan penelitian di Pondok Pesantren Sirnarasa, Cisirri, Panjalu, Ciamis, Jawa Barat, untuk dapat mendapatkan esensi dan manfaat yang lebih bagi siapapun, maka peneliti memberikan beberapa saran:

1. Bagi lembaga pemerintah, diharapkan pendidikan tarekat yang telah diajarkan oleh Abah Gaos melalui gurunya untuk didukung, dimotivasi serta ditingkatkan lagi terhadap semua elemen melalui MOU atau kerjasama dalam bentuk wisata religi sehingga instansi pemerintah terbantu dengan adanya penyebaran serta pembinaan ajaran tersebut. Melalui kajian teori dan praktis terkait standar pendidikan, pendidikan tasawuf ini sangat perlu di eksplore melalui regulasi dan undang-undang yang berlaku agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap pendidikan tasawuf di lokasi tersebut. 2. Bagi keluarga dan masyarakat, diharapkan dapat mengamati serta mempelajari lebih dalam terakit pendidikan tersebut. Dengan harapan keluarga dan masyarakat memperoleh nilai pendidikan taekat yang berbasis tarekat secara komprehensif dan damai baik kondisi rohani, fisik dan psikisnya. 3. Bagi lembaga, diharapkan untuk dapat melakukan inovasi dalam melakukan pembinaan serta pendidikan tarekat sesuai perkembangan zaman. Adanya pemilihan dan pemilahan metode, tujuan dan evaluasi dengan melakukan upaya-upaya

128

terbaik sehingga masyarakat menerima dengan baik pendidikan tarekat. 4. Bagi karya Abah Gaos, untuk menambahkan daftar pustaka terhadap kitab majmuah rasail selain kitab as-Syarhu al- Maisur. Hal ini supaya pembaca, peneliti, pecinta tarekat pun menikmati karya Abah Gaos dengan sebaik-baiknya dan sesuai standar akademik. Disamping ini bagian dari masukan yang diberikan para penguji.

C. Implikasi

Pertama, penguatan pemerintah dengan lembaga yang menaungi serta mengajarkan nilai-nilai pendidikan tarekat menjadi sangat penting karena norma agama dinomorsatukan tanpa harus menghilangkan atau kebiasaan orang zaman dahulu yang tidak melanggar norma syariat Islam.

Kedua, istilah pendidikan tarekat ini mengandung nilai, esensi dan makna yang sangat urgen. Nilai tasawuf yang direflesikan al- Quran itu melalui kebersihan diri dan hati seperti surah al-A’la: 14- 15”qad aflaha man tazakka, wa dzakarasma rabbihi fa sholla” serta surah ar-Ra’ad: 28 “alladzina amanu wa tathmainnu qulubuhum bi dzikrillah, ala bi dzikrillahi tathmainnu al-qulub”. Oleh karena itu, seseorang yang ingin selalu dekat dengan Allah berusaha untuk istiqomah berdzikir kepada Allah dimanapun dan kapanpun waktunya.

Ketiga, memperkuat keluarga dan masyarakat untuk ikut serta meningkatkan literasi, amaliyah dan ubudiyah yang ingin mencapai derajat yang tinggi di sisi Allah Swt.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bahasa Indonesia Abdushomad, Yusuf., dan Dadang Muliawan. 2018. Cahaya Medal ti Suku Syawal Dari Sirnarasa Untuk Peradaban Dunia, Ciamis; Yayasan Sirnarasa. Alaydrus, Novel Muhammad., 2006. Jalan Yang Lurus, Surakarta: Taman Ilmu.

Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdor, t.th. Qomus Krapyak al-‘Asri, Arabi-Indunisy, Yogyakarta: Multi Karya Grafika.

Ali, Sayuthi, 2002. Metodelogi Penelitian Agama, Pendekatan Teori dan Praktek, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Aly, Abdullah. 2011. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Anwar, 2013. As-Syarhu al-Maisur li Miftahi as-Shudur li Isrysad al- Ruh al-Maghrur, Ciamis: Sirnarasa.. Anwar, Syuhudul. 2013. Model Dakwah Sufistik TQN Dalam Majalah Taabuut, Jakarta: Yayasan Lautan Tanpa Tepi.

Assegaf, Abd. Rahman. 2011. Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Interaktif-Interkonektif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Atjeh, Aboebakar. 1986., Pengantar Ilmu Tarekat: Uraian tentang Mistik, Jakarta: CV.Ramadhani.

Azra, Azyumardi. 1998. Esai-esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos.

Al-Abrasy, Muhammad ‘Athiyah,. 1974. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. H. Bustomi A. Gani dan Djohar Bahsy LIS. Jakarta: Bulan Bintang.

Al-Aziz, M. Saifullah., 2000. Tasawuf dan Jalan Hidup Para Wali, Gresik, Putera Pelajar.

129 130

Blaxter, Loraine., Christina Hughes, dan Malcolm Tught. 2006. How to Research (Edisi Kedua) Seluk Beluk Melakukan Riset, Jakarta: PT Indeks kelompok Gramedia. Bruinessen, Martin Van. 1998. Tarekat Masyarakat Indonesia, Bandung: Mizan. Al-Baihaqi, Abu Bakr., 1994. Sunan al-Baihaqi al-Kubro, Mekkah: Maktabah Dar al-Baz. al-Bukhari, al-Kalabadzi. 1407. Al-Hidayah wa al-Irsyad fi Ma’rifati Ahli as-Tsiqoti wa as-Sadad, Muhaqqiq: Abdullah al-Laits, Beirut: Dar al-Ma’rifah. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, tc.: Maktabah Syamilah, tt. Chittick, William C. 2008. Sufisme: A Beginner’s Guide, (Oxford: Oneworld.

Daulay, Haidar Putra. 2012. Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Dhofier, Zamakhsyari. 1994. “Tradisi Pesantren; Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, Yogyakarta: LP3ES. Ad-Dzahabi, Syamsuddin. 1985. Siyaru a’lami an-Nubala, tc: Muassasah ar-Risalah.

Endarmoko, Eko. 2006. Tesaurus Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Emzir. 2008. Metodelogi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung: PT Raja Grafindo Persada. Ghazali, Bahri. 2001 Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.

Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta. Gaos, Muhammad Abdul. 2013. As-Syarhu al-Maisur li Miftahi as- Shudur li Isryadi ar-Ruhi al-Maghrur, Ciamis: STID Sirnarasa. 131

Gaos, Muhammad Abdul. 2002. Fadhail as-Syuhur li thalibi ridha ar-rabbi al-ghafur., Surabaya: Edumedia. Gaos, Muhammad Abdul. 1423 H al-Fikratu al-Jadidah fi fadhail as- syuhur annaha min asmai allahi al-Husna. T.tp.: tp. Gaos, Muhammad Abdul. 2013. Kitab Uqudul Juman, Kuningan: Madrasah Asy-Syakur. Gaos, Muhammad Abdul. 2010. Cintaku hanya untuk-Mu, Ciamis: Yayasan Sirnarasa. Hamka, 1939.Tasawuf Modern, Jakarta: Jaya Murni. Hibban, Ibn. t.th. Shahih Ibn Hibban, tc.: Maktabah Syamilah. Isa, A. 2010. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Bandung: Pustaka Hidayah. Ismail. 2008. Ensiklopedi Tasawuf, Bandung: Angkasa. Jabali, Fuad dan Jamhari. 2002. “IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia. Jakarta: Logos. Jaelani, A.F. 2000. Penyucian Jiwa dan Kesehatan Mental, Jakarta: Amzah. Ja’far. 2016. Gerbang Tasawuf, Medan: Perdana Publishing.

Jamil, M. 2004. Cakrawala Tasawuf, Pemikiran dan Kontektualitas, Ciputat: Gaung Persada Press. Al-Kimasykhanawiy Ahmad Mustafa., 2001. Jami‟ al-Usul fi al- Awliya‟ , Surabaya: al- Haramayn. Madjid, Nurcholish. 1997. Bilik-Bilik Pesantren: Potret Sebuah Perjalanan. Jakarta: Paramadina. Mulyati, Sri., dkk. 2004., Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Kencana.

Musfah, Jejen. 2015. Tips Menulis Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Jakarta: UIN Jakarta. Muthahhari, Murtadha., 2006. Menapak Jalan Spiritual Sekilas Tentang Ajaran Tasauf dan Tokoh-tokohnya, Bandung: Pustaka Hidayah.

Moleong, Lexy J. 1997. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 132

Al-Mathrudi, Ismail Rasyid. 2016. Ketenangan adalah Kemenangan: Dari Kaki Gununf Sawal Menuju Puncak Gunung Sinai, Bandung: CV. Wahana Karya Grafika.

Nashir, Haedar. 1997. Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nata, Abudin. 2011. Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT>. Raja Grafindo Persada.

An-Nasa’i, t.th. Sunan an-Nasa’i, tc.:Maktabah Syamilah.

Putra, Nusa. 2013. Penelitian Kualitatif IPS, Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Ramayulis dan Samsul Nizar. 2005. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia, Ciputat: Quantum Teaching.

Riyadi, Agus., 2014., Tarekat Sebagai Organisasi Tasawuf, Jurnal Jurnal at-Taqaddum, Vol 6, No 2 November.

Rusli, Ris’an. 2013.Tasawuf dan Tarekat; Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Said, A. Fuad., 2005. Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Group.

Saelan, Maulawi., 2002. Spiritualisasi Pendidikan, Jakarta: Yayasan Syifa Budi Jakarta. Sholihin, M. 2003. Tasawuf Tematik, Bandung: CV. Pustaka Setia. Sholihin, M. 2004. Terapi Sufistik, Bandung: CV Pustaka Setia. Simuh, 2002. SufismeJawa: Transformasi Tasawwuf Islam ke Mistik Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya. 133

Siswanto. 2006. “Praksis Model Studi Islam Dalam Komunitas Pesantren Menuju Humanisasi Kitab Kuning”, dalam Jurnal KARSA, Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman, edisi Vol. X, No, 2 Juli-Desember 2011.

Siregar, A. Rivay. 2002. Tasawuf Dari Sufisme Klasik ke Neo- Sufisme, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Siroj, Said Aqil. 2006. Tasawuf Sebagai Kritik Sosial. Bandung: Mizan.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi Dengan Contoh Proposal dan Laporan Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Sulystiyaningsih. 2011. Metodelogi Penelitian Kebidanan Kuantitatif-Kualitatif, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suryabrata, Sumadi. 1987. Metode Penelitian, Jakarta: Rajawali.

Suwartono. 2014. Dasar-Dasar Metodelogi Penlitian. Yogyakarta: CV Andi Offset. S Syukur, Abdul. 2009. Politik Tarekat Melacak Peran dan PerjuanganTarekatDalam Misi Dakwah Islamiyah, Jurnal Ilmu Dakwah Fakultas Dakwah STAIN Purwokerto, Vol. 18. yukur, Amin. 2002. Tasawuf Konetekstual; Solusi Problem Manusia Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. At-Taftazaniy, Abu al Wafa al-Ghanimiy., 1985., Sufi dari Zaman ke Zaman, ter. Ahmad Rofi‟ i, Utsman, Bandung: Pustaka. Taimiyah. 2010. Tazkiyah al-Nafs, Jakarta: Darussunnah Press. Taufiq Imam. 2001. Tasawuf Krisis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tebba, Sudirman. 2003. Tasawuf Positif, Jakarta: Kencana. 134

Tim Penulis, 2009. Mengenal Thariqah Panduan Mengenal Jalan Menuuju Allah Ta’ala, Jakarta: Sekjen JATMAN – CV. Sinar Abadi. Trimingham, Spencer., 1973., The Sufi Order in Islami, New York: Oxford University Press. Umar, Nasaruddin. 2014. Tasawuf Modern Jalan Mengenal dan Mendekatkan Diri Kepada Allah Swt, Jakarta: Republika.

Utara, TIM IAIN Sumatera. 1981/1982. Pengantar Ilmu Tasawuf, Medan: IAIN Sumatera Utara. Umiarso, 2011. Pesantren di Tengah Arus Mutu Pendidikan, Semarang: Rasail Media Group. Yahya, Ali. 2012. Sumur Yang Tak Pernah Kering, Jakarta: Yayasan al-‘Asyirotus Syafi’iyyah.

Yunus, Mahmud. t.th. Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: PT Hidakarya Agung. Yusuf, Mahmud. 1972. Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an.

Yusuf, A. Muri. 2014. Metode Penelitian; Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan, Jakarta: Kencana.

2. Bahasa Asing

Al-Qur’an al-Karim

Al-Syaibani Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad. 1998. Musnad Ahmad bin Hanbal, Beirut: ‘Alam al-Kitab.

Basuni, Ibrahim. 1919. Nasy’ah al-Tasawuf al-Islamy, Mesir: Dar al- Ma’arif.

Bodgan, Robert C. & Sari Knoop Biklen, (t.th). Quality Research for education: An Introduction toTheory and Methods, Boston: Allyn and Bacon. 135

Dakhalallah, Ayub. 2015. al-Tarbiyah wa Musykilat al-Mujtama’ fi ‘Ashr li al-Aulamah, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.

Rahim, Abu Muhammad. 2009. At-Tasawuf al-ladzi Nuriduhu. Kairo: Maktabah Umul-Qura.

3. Jurnal

Jurnal Paradigma Volume 2, Nomor 1, November 2015: Issn 2406- 9787 Diakses Pada Tanggal 06 April 2016 Pukul. 19.00 Wib

Iskarim, Mochamad. Edukasi Islamika, Volume 1, Nomor 1, 2016: P- Issn 2548-723x; E-Issn: 2548-5822. Diakses pada tanggal 21 Februari 2018 Pukul 14.00 WIB.

Putra, Andi Eka. 2013. Tasawuf Sebagai Terapi Atas Problem Spiritual Masyarkat Modern, Al-Adyan, Volume VIII, Nomor 1. Diakses pada tanggal; 21 Februari 2018 Pukul 14.00 WIB.

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA TESIS UIN JAKARTA 1. Sejarah lahir dan perkembangan Pondok Pesantren Sirnarasa kapan? 2. Apa yang melatarbelakangi didirikannya pesantren? 3. Biografi Abah Gaos / Aos (masa kecil, muda, dan tua)? 4. Pendidikan formal, non formal dan organisasi Abah Gaos? 5. Sejak kapan Abah GGaos memimpin pesantren dan mengembangakan TQN di Pon-Pes? 6. Seberapa besar kontribusi Abah Gaos terhadap kemajuan pendidikan Pon-Pes dan masyarakat? 7. Bagaimana pesan pendidikan berbasis tasawuf di Pon-Pes? 8. Letak geografisnya Pondok Pesantren Sirnarasa? 9. Struktur organisasi Pon-Pes Sirnarasa? 10. Sistem Pembelajaran Pesantren? 11. Kondisi Kiai, Ustadz, dan Santri? (Akhlak, bergaul, dll) 12. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren? 13. Sumber Dana Pon-Pes? 14. Implementasi Pendidikan Tarekat di Sirnarasa? 15. Metodologi Pendidikan Tarekat Sirnarasa? 16. Apa fokus dan inti dari ajaran tasawuf berbasis tarekat Abah Gaos? 17. Model Pendidikan Tarekat Sirnarasa? a. Tasalsul/Transmisi keilmuan tarekat? b. Kurikulum Pendidikan Tarekat? c. Tujuan Pon-Pes Sirnarasa? d. Pengembangan model Pon-Pes Sirnarasa seperti apa? 18. Karya Abah Gaos a. Lembaga/Institusi? b. Apakah ada cabang lain dari sirnarasa? Dalam bentuk apa? c. Tulisan/Karya? d. Pemikiran/Pandangan Politik?. e. Latar Belakang tiga (3) kitab Abah Gaos?

136 - 137 -

f. Sejak kapan ditulis dan kapan selesai penulisan 3 karya tersebut? g. Tujuan karya (3) kitab tersebut? 19. Apa perbedaan sirnarasa dan suryalaya? 20. Apa perbedaan karya Abah Anom dan Abah Gaos? (dalam bentuk isi, penulisan, referensi) 21. Siapa guru Abah Gaos?

22. Photo aktifitas warga, santri, dll (on the spot) Photo, aktifitas warga dan santi ada lembaran setelahnya.

Peneliti Sekretaris Abah Gaos Ttd Ttd Ahmad Muchtar Ust. Ai Abdul Jabbar

Ahmad Muchtar kepada Ust Ayi Abdul Jabbar (Sekretaris Karya Abah Anom dan ikut Abah Gaos tatkala Abah Anom meniggal, dan sekarang sekretaris Abah Gaos KH. Irfan Zidni dan KH. Budi Rahman Hakim) A. Tanya: Sejarah lahir dan perkembangan Pondok PesantrenSirnarasa kapan?

Jawab: Sirnarasa berdiri pada tanggal 1 September 1968, saat Pangersa Abah Gaos mulai mukim di kampung halaman di Ciceuri Desa Ciomas Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Dulu namanya Pesantren al-Ishlah. Sejak tanggal 1 Januari 1980 namanya berganti menjadi Pesantren Sirnarasa saat dikukuhkan namanya oleh Pangersa Abah Anom Suryalaya. B. Tanya: Apa yang melatarbelakangi didirikannya pesantren?

Jawab: Pesantren didirikan karena saat itu kondisi Kampung Ciceuri masih dalam kondisi yang perlu perbaikan akhlak. Berbagai tabiat - 138 - buruk masih banyak yang melingkupi masyarakat. Ajengan Gaos muda yang baru selesai dari pesantren tertantang untuk membenahi akhlak masyarakat selain cita-citanya sejak muda ingin mendirikan lembaga pesantren. C. Tanya: Biografi Abah Gaos / Aos (masa kecil, muda, dan tua)? Jawab: Abah Gaos sejak dari masa pesantren dikenal cemerlang dan berprestasi serta banyak diberi kelebihan yang luar biasa dan senantiasa menjadi yang terdepan di pesantren yang disinggahinya untuk belajar. Beliau belajar pertama kali di Pesantren Gempalan masih di wilayah Panjalu, kemudian di Pesantren Cintawana Singaparna Tasikmalaya selanjutnya di Pesantren Cijantung Ciamis untuk mendalami Qiroat. D. Tanya: pendidikan formal, non formal dan organisasi Abah Gaos? Jawab: Pendidikan formal Pangersa Abah Gaos hanya sampai SR. Namun karena ketekunannya mendalami keilmuan akhirnya beliau senantiasa mampu menjawab pertanyaan bahkan sekelas guru besar sehingga banyak diantara guru besar tersebut bertabarruk kepada Pangersa AbahGaos dan ada di antaranya menjadi wakil talqin. E. Tanya: Sejak kapan Abah GGaos memimpin pesantren dan mengembangakan TQN di Pon-Pes? Jawab: Abah Gaos memimpin pesantren sejak tahun 1968. Adapun mengembangkan TQN dimulai sejak tahun 1972, empat tahun setelah Abah Gaos berguru kepada Pangersa Abah Anom Suryalaya. F. Tanya: Seberapa besar kontribusi Abah Gaos terhadap kemajuan pendidikan Pon-Pes dan masyarakat? Jawab: Hampir 90% kemajuan Pesantren Sirnarasa saat ini adalah peran langsung Abah Gaos. G. Tanya: bagaimana pesan pendidikan berbasis tasawuf di Pon-Pes?

Jawab: Abah senantiasa membina para santri agar menjadi ahli dzikir dengan jalan mengamalkan, mengamankan serta melestarikan ajaran - 139 -

TQN Suryalaya dan selalu mematrikan Tanbih Abah Sepuh sebagai pedoman bagi para murid untuk bersikap agar langkah hidupnya tidak bertentangan dengan aturan agama dan negara. Ciri murid yang sukses adalah murid yang sudah bisa mengamalkan tanbih yang tercermin dalam konsep 9 pilar peradaban dunia. H. Tanya: Letak geografisnya Pondok Pesantren Sirnarasa? Jawab: Pesantren Sirnarasa terletak di kaki gunung Syawal Kabupaten Ciamis. Jarak dari ibukota provinsi adalah 111 km, jarak dari ibukota kabupaten 35 km, jarak dari ibukota kecamatan 3,8 km, jarak dari ibukota desa 1,11 km (ssebuah jarah yang hitunngannya unik). I. Tanya: Struktur organisasi Pon-Pes Sirnarasa? Jawab: Struktur organisasi Pondok Pesantren Sirnarasa dipimpin oleh Syeikh Abdul Ghouts Saifullah Maslul atau Abah Gaos. Beliau sebagai pendiri sekaligus penasehat Yayasan Sirnarasa. Adapun untuk beberapa lembaga lainnya seperti sekolah, pesantren dan kampus diberikan kepada keluarga Abah Gaos seperti anaknya bahkan menantunya untuk menjalankan roda atau kegiatan belajar mengajar. J. Tanya: Sistem Pembelajaran Pesantren? Jawab: Pembelajaran di pesantren merupakan integrasi sistem pendidikan tradisional dan modern. K. Tanya: Kondisi Kiai, Ustadz, dan Santri? (Akhlak, bergaul, dll) Jawab: Kondisi kiai, ustadz, dan santri sebagaiman di pesantren lainnya, di pesantren sirnarasa menggunakan pedoman akhlak yang berlandaskan tnabih Abah Sepuh. L. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren? Jawab: Sarana dan prasarana di pesantren cukup lengkap. Masjid representative, madrasah digunakan sebagai proses belajar-mengajar, ruang kelas yang banyak, studio radio, poliklinik, dapur umum, dan lain-lain. - 140 -

M. Tanya: Sumber Dana Pon-Pes? Jawab: Saat ini sumber dana pondok pesantren terbesar masih berasal dari pribadi Pangersa Abah Gaos yang didukung oleh beberapa aghnia yang selama ini bahu membahu dengan sukacita turut membangun kelengkapan sarana prasarana yang ada di sirnarasa. N. Tanya: Implementasi Pendidikan Tarekat di Sirnarasa?

Jawab: Cara implementasi pendidikan tarekat di Sirnarasa untuk membentuk manusia-manusia ahli dzikir yang senantiasa taat pada aturan agama dan negara. Untuk menjadi seorang mu’min yang mampu menjadi wasilah untuk peradaban dunia. Cageur Bageur Lahir Bathin Ngeunah Nyawa Betah Jasad, menjadi sosok yang sehat jasmani rohani berbudi utama jasmani sempurna. O. Metodologi Pendidikan Tarekat Sirnarasa?

Jawab: Metodologinya adalah menggunakan metode Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalay yang didirikan oleh Abah Sepuh pada 5 September 1905 kemudian dilanjutkan oleh Abah Anom dari tahun 1956-2011 selanjutnya oleh Abah Gaos dari tahun 2011 – hingga sekarang. Ajarannya adalah dzikir jahar dan khofi, kemudian amaliyahnya adalah khotaman, manaqiban. P. Apa fokus dan inti dari ajaran tasawuf berbasis tarekat Abah Gaos? Jawab: Fokus dan inti ajaran tasawuf berbasis tarekat Abah GGaos adalah Dzikir La Ilaha Illa Allah, baik dzikir jahr yang bersuara dengan menggunakan lafadz tersebut atau dzikir khofi yang ditidak bersuara/dilisankan dengan menggunaka lafadz Allahu Allah tanpa nafas. Q. Model Pendidikan Tarekat Sirnarasa? 1) Tasalsul/Transmisi keilmuan tarekat?

Pesantren Sirnarasa Kajembaran Rohmaniyah. Transmisi keilmuan tarekat mengikuti gurunya yaitu Syeikh Muhammad Sohibul al-Wafa - 141 -

Tajul al-‘Arifin atau Abah Anom sampai kepada syeikh Abdul Qadir al-Jaelani, serta Syeikh Bahauddin an-Naqsyabandi hingga Rasulullah Saw. 2) Kurikulum Pendidikan Tarekat? Kurikulum pendidikan tarekat Pondok Pesantren Sirnarasa yaitu Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyah Suryalaya. Di samping mengikuti kurikulum pemerintah yaitu perpaduan kementrian pendidikan dan kebudayaan serta kementrian agama Republik Indonesia serta kurikulum salaf. Ketiga hal ini tidak bisa dipisahkan dan diharapkan pesantren ini mampu mempertahankan nilai-nilai lama serta memasukkan nilai-nilai baru yang lebih baik. R. Tujuan Pon-Pes Sirnarasa? Tujuan pondok pesantrren Sirnarasa ingin mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka melahirkan kader-kader dakwah yang mempunyai karakter rahmatan lil ‘Alamin yang pada akhirnya bisa menjadi agent of change dalam kejayaan agama dan negara serta untuk peradaban dunia. S. Pengembangan model Pon-Pes Sirnarasa seperti apa? Jawab:Pengembangan Pesantren Sirnarasa dilakukan pula dengan mendirikan pendidikan tinggi di Pesantren Sirnarasa. Berdirinya Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Sirnarasa bermula dari cita-cita luhur Syekh Muhammad Abdul Gaos Saifullah Maslul sejak tahu 1990an. Melalui proses yang cukup panjang, akhirnya pada tanggal 14 November 2013 M / 10 Muharrom 1435 H, STID Sirnarasa diresmikan oleh Wakil Menteri Agama, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA dan Menteri BUMN kala itu, H. Dahlan Iskan. Pengembangan model pondok pesantren Sirnarasa dilakukan pula dengan adanya pesantren di daerah Tangerang Selatan yaitu Pondok Pesantren Jagat Arsy. Pesantren ini pula mengajarkan ajaran-ajaran tasawuf dengan praktik tarekat, dan tarekat yang digunakan yaitu Thariqoh Qadiriyyah Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya. Namun, pesantren ini mengikuti perkembangan zaman dengan adanya program bahasa (Arab maupun Inggris) serta program lainnya. - 142 -

Mendirikan IPWL (Inabah II Putri Pesantren Sirnarasa) sebagai penanggulangan krisis moral. Di tempat ini pula, mereka yang merupakan korban NAPZA dan masalah sosialnya ditempatkan. Tempat ini telah berkiprah sejak tahun 1980. T. Karya Abah Gaos 1) Lembaga/Institusi? Jawab: Pesantren Sirnarasa Kajembaran Rohmaniyah. 2) Apakah ada cabang lain dari sirnarasa? Dalam bentuk apa? Jawab: Sirnarasa tidak mempunyai cabang namun mempunyai perwakilan-perwakilan di dalam maupun di luar negeri dalam bentuk madrasah atau majlis dzikir dengan nama madrasah misalanya “Madrasah Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah Suryalaya Sirnarasa- Jagat Arsy Tangerang Selatan. 3) Tulisan/Karya?

Jawab: Pangersa Abah GGaos juga seorang penulis aktif dan produktif, beliau telah menulis 20 karya tulis berbentuk buku dan kitab, yaitu: Saefullah Maslul Mnejawab Seri 1, Saefullah Maslul Menjawab Seri 2, Lautan Tanpa Tepi, Bulan Hijriyyah Dalam Dimensi Sufi, Cintaku Hanya Untukmu, Menyambut Pecinta Kesucian Jiwa, Penyubur Benih Tauhid, Amaliyah Mursyid, Suryalaya Bukan Panggung Sandiwara, Majmu’atu Rasa>il; As- Sunan al-Mardhiyah, Fadha>ilu al-Syuhur, dan lain-lain. 4) Pemikiran/Pandangan Politik? Jawab: Pangersa Abah Gaos tidak berafiliasi dengan parpol manapun, namun siapa saja yang sejalan dengan aturan agama dan negara maka akan beliau dukung. 5) Latar Belakang tiga (3) kitab Abah Gaos? Jawab: Latar belakang 3 kitab Abah Gaos yaitu as-Sunan al- Mardhiyah fi Amaliyah al-Mursyidiyyah, al-Fath al-Jalil fi ‘ala>ma>ti al-Mursyid al-Kamil, serta al-Fikroh al-Jadidah fi Fadhail as-Syuhur Annaha min Asmai allahi al-Husna serta as-Surjju al- - 143 -

Maysur li Miftahi as-Shudur.. Tiga kitab yang disebutkan di awal tidak ditulisakn referensinya namun hasil wawancara dengan beberapa wakil talqin menyebutkan seperti karangan atau karya ulama terdahulu mengutip dari kitab-kitab tasawuf muktabarah seperti Ihya ulumiddin, ar-Risalah al-Qusyairyah, dan lain sebagainya. Untuk kitab as-Syarh al-Maisur telah dijelaskan secara gamblang referensi dan rujukan kitab tersebut. 6) Sejak kapan ditulis dan kapan selesai penulisan 3 karya tersebut? Jawab: Kitab as-Sunan al-Mardhiyah fi Amaliyyah al-Murysid al- Kamil yang di dalamnya berisi kebiasaan-kebiasaan yang biasa dilakukan oleh syeikh Ahmad Sohibul Wafa Tajul ‘Arifin QS (Pangersa Abah Anom) berisi uraian mendalam tentang amaliyah- amaliyah yang dilakukan oleh Pangersa Abah Anom.Isi dalam kitab tersebut, bukan saja dijalankan oleh Pnagersa Abah Anom namun juga dijalankan sepenuhnya oleh penerusnya yaitu Pangersa Abah Aos. (2018:253) Kitab al-Fikrotul al-Jadidah berisi uraian-uraian yang mengkaitkan nama-nama bulan hijriyah dengan keagungan nama-nama Allah dalam asmaul husna. Dengan mempelajari serta mengkaji kitab tersebut, akan semakin terbuka pemahaman seseorang untuk membentuk jiwa manusia memahami bahwa bulan-bulan yang Allah anugerahkan kepada makhluknya akan memberi manfaaat yang besar dan akan menjadikan manusia yang memahaminya semakin bisa taqarrub Ilalloh. (2018:254) Kitab al-Fath al-jalil isinya tentang tanda-tanda akhlak Mursyid Kamil Mukammil, baik akhlak kepada manusia lebih-lebih akhlak kepada Allah. Dengan mempelajari dan mengkaji kitab ini, seorang ikhwan atau siapa saja akan memahami agungnya para Masyayikh TQN PP. Suryalaya karena mereka senantiasa berakhlak dengan akhlaknya Allah. Tidak mengherankan pada akhirnya mereka diagungkan oleh Allah dan terus menerus mencapai derajat yang agung. (2018: 255) - 144 -

Kitab as-Syarhu al-Maysur Li Miftahi as-Shudur li Irsyadi ar-Ruhi al- Maghrur berisi tentang esensi, nilai positi dan negati bagi seorang salik. Di samping itu dalam kitab ini mengajarkan etika zikir, talqin serta perjanjian dalam bentuk tarekat. Lalu, etika transmisi sanad kepada baginda Rasulullah Saw (Anwar, 2013:3) 7) Tujuan karya (3) kitab tersebut? Jawab: Tujuan 3 karya tersebut ialah untuk melanjutkan pengembangan keilmuan baik secara lisan maupun tulisan melalui murid-muridnya. Hal ini merupakan bentuk regenerasi keilmuan secara teori maupun praktik. Dengan demikian, Islam akan semakin maju, berkembang, dinamis, dan terbuka untuk siapa saja, dimana saja, kapan saja dan pelbagai latar belakang seseorang. U. Apa perbedaan sirnarasa dan suryalaya? Jawab: Secara ajaran dan ilmu thoriqoh tidak ada perbedaan yang signifikan. Karena Abah Gaos merupakan murid Abah Anom. Namun, dari segi lokasi berbeda antara keduanya dan jaraknya tidak jauh antara pondok pesantren suryalaya dengan pondok pesantren sirnarasa. Di samping itu, kehadiran sirnarasa untuk mengembangkan, membuka ajaran gurunya yaitu Abah Anom kepada semua orang.

V. Apa perbedaan karya Abah Anom dan Abah Gaos? (dalam bentuk isi, penulisan, referensi) Jawab: Perbedaan karya Abah Gaos dan Abah Anom tidak ada. Namun Abah Gaos mengembangkan tulisan atau karya Abah Anom melalui karya-karya yang telah disebutkan. Di samping itu, pengembangan karya tersebut juga diteruskan oleh muridnya Abah Gaos yaitu KH. Irfan Zidni melalui beberapa karyanya. W. Siapa silsilah Abah Gaos? Jawab: Selain memiliki silsilah dari gurunya, Abah Gaos memiliki silsilah baik dari bapak ataupun ibu yang sampai kepada Rasulullah Saw. berikut ini dijelaskan nasab keduanya: - 145 - a. Silsilah Abah Gaos dari pihak Bapak 1) Sayyidah Fatimah binti Rasulullah Saw dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA. 2) Sayyid Hasan as-Sibthi RA. 3) Sayyid Hasan al-Mutsanna 4) Sayyid Abdillah Al-Mahdi 5) Sayyid Musa al-Jun RA 6) Sayyid Abdillah RA 7) Sayyid Musa RA 8) Sayyid Dawud RA 9) Sayyid Muhammad RA 10) Sayyid Yahya Az-Zahid RA 11) Sayyid Abdillah RA 12) Sayyid Abi Sholeh Musa Janaki Dosti RA 13) Syeikh Abdul Qodir al-Jaelani QS 14) Syeikh Yahya RA 15) Syeikh Ali Maulawi RA 16) Syeikh Musa al-Khudri RA 17) Syeikh Hasan Abdullah RA 18) Syeikh Fathul Wahhab RA 19) Syeikh Muhammad Yahya 20) Syeikh Fahrur Zarkasyi RA 21) Syeikh Abdul Malik RA 22) Syeikh Muhammad Busthomi RA 23) Sayyid Abdul Hasan RA 24) Sasyyid Izzul Mukarrom RA 25) Sayyid Ahmad Abdul Karim 26) Sayyid Syamsul Bahri RA 27) Sayyid Ahmad Abdul Jabbar 28) Uyut Kawis RA 29) KH. Abdul Ghani RA 30) KH. Hasan Bakri RA 31) KH. Muhammad Ibrohim RA 32) Syeikh Muhammad Abdul GGaos Saefullah Maslull QS

- 146 -

b. Silsilah Abah Gaos dari pihak Ibu 1) Sayyidah Ummi Kulssum binti Rasulullah Saw + Sayyidina Ustman bin Affan RA 2) Sayyid Ibrahim RA 3) Sayyid Musa al-Fatawi RA 4) Sayyid Ismail RA 5) Sayyid Nur Muhammad Abdul Afwa RA 6) Sayyid Ibrohim RA 7) Sayyid Hasan Ghifari RA 8) Sayyid Abdullloh Maslul RA 9) Sayyid Abdul Hakim RA 10) Sayyid Musthofa Al-Akhyar RA 11) Sayyid Abdul Abdil Karim RA 12) Sayyid Muhammad Sa’roni 13) Sayyid Ibrohim Yahya RA 14) Sayyid Abu Bakr Atsqolani RA 15) Sayyid Hasan Mufadhol RA 16) Sayyid Hasbi As-Shiddiqi RA 17) Sayyid Abdul Wafa RA 18) Sayyid Fathurrohman RA 19) Sayyid Aziz Mubarok RA 20) Sayyid Sirudin RA 21) Syeikh Muhammad Kahfi RA 22) KH. Muhammad Qozwini RA 23) Hj. Siti Muslihat RA 24) Syeikh Muhammad Abdul GGaos Saefulloh Maslul Qs.

23. Wakil talqin Abah Gaos? 1) KH. Muhammad Soleh Mukhtar Hujjatul Arifin (Jakarta) 2) KH. Musthofa al-Maduri (Sampang) 3) KH. Drs. Masqi Fayumi, MM (Tangerang) 4) KH. Prof. Dr. Asep Usman Ismail, MA (Pamulang) 5) KH. Dr. Jujun Junaedi, M>.Ag. (Cileunyi) 6) KH. Drs. Ubaidillah (Semarang) 7) KH. Dadang Muyawan, M.Kom.I (Ciamis) - 147 -

8) KH. As’ad Balkhi (Palembang) 9) KH. Ali Asyiq Masruri (Bekasi Utara) 10) KH. Ayi Burhanuddin (Sukabumi) 11) KH. Prof. Dr. Nasruddin Umar, MA (Jakarta) 12) KH. Abdullah Munif (Pasuruan) 13) KH. Iqro Abdurrouf (Lampung Tengah) 14) KH. Muhammad Hasan bin Alie Qodir (Bangkalan) 15) KH. Irfan Zidny, MA. (Jakarta) 16) KH. Muhammad Syafi’i Abror (Purbalingga) 17) KH. Moch. Syamsul Bahri (Pasuruan) 18) KH. Moch. Rofiqul Khoiri (Malang) 19) KH. Ahmad Anshory (Malaysia/alm) 20) KH. Ahmad Jalaluddin (Cilacap) 21) KH. Saifuddin Hamzah (Banjarnegara) 22) KH. Asep Saefuddin (Tasikmalaya) 23) KH. Dede Khoer Affandi (Banjar) 24) KH. Jajang Arum (Tasikmalaya) 25) KH. Adnan Sya’roni Dahlan (Serang) 26) KH. Dr. Akbar Mardani (Ciomas) 27) KH. Dr. Reda Manthovani, SH., LLM. (Jakarta) 28) KH. Dr. Hasan Mud’is al-Mabrur, M.Ag. 29) KH. Dr. Yusuf Uar, M.Ag. (Cirebon) 30) KH. Sahid Arifin (Majalengka) 31) KH. R.H. Sutisna Thohir (Purwakarta) 32) KH. Hasanuddin al-Ma’mun Asy-Syarif (Sukabumi) 33) KH. Dr. (HC) Ary Gynanjar Agustian (Depok) 34) KH. Ediadi (Sumedang) 35) KH>. Ozan Faoza, M.Pd. (Subang) 36) KH. Andi Salim (Majalengka) 37) KH. Syamsuddin Hasan (Ciamis) 38) KH. Saefullah (Probolinggo) 39) KH. Irdwan Siddiq (Garut) 40) KH. Maman Badruzzaman (Tasikmalaya) 41) KH. Satori (Tegal) 42) KH. Nasori (Tegal) 43) KH. Ahmad Nashirin (Pemalang) - 148 -

44) KH. Mahya (Jeddah) 45) KH. Oban Sobani, M.Si. (Kuningan) 46) KH. Khairil Anwar Mursyid (Malaysia) 47) KH. Masruri Kholil (Banjarnegara) 48) KH. M. Sugih Burhanuddin (Kerawang) 49) KH. Endang Zainal Arifin (Ciamis) 50) KH. Soleh al-Medani (Medan) 51) KH. Abdus Syakur (Brebes) 52) KH. Afifiddin Masroh (Wonosobo) 53) KH. Abdul Manan an-Nasr, MM. (Serang) 54) KH. Didin Sholehuddin, M.Kom.I (Ciamis) 55) KH. Maman Badrujjaman (Majalengka) 56) KH. Fajar Utama (Sukabumi) 57) KH. Luqman Hakim as-Shiddiq (Bandung) 58) KH. Nur Fahim Fahman Nabiyyin (Surabaya) 59) KH. Zainal Muttaqin (Tasikmalaya) 60) KH. Soleh Kusniawan (Bandung) 61) KH. Muhammad Yusuf Kunto Pujasmedi (Lampung Utara) 62) KH. Ismail Rasyid al-Mathrudi (Bekasi) 63) KH. Drs. Rodlin,SH (Palangkaraya) 64) KH. Syahrul (Polewali Mandar/alm) 65) KH. Zaenuddin (Cianjur) 66) KH. Abdul Rosyid (Indramayu) 67) KH. Moh. Kamil Abd. Hamid (Jambi) 68) KH. Moh. Maksum Tarmidzi, (Bondowoso) 69) KH. Aiptu M. Sana Krisdiana (Indramayu) 70) KH. Abdul Hamid (Jakarta/alm) 71) KH. Azzurumi (Tangerang/alm) 72) KH. Dr. Wawan Gunawan, MM>. (Bekasi Timur) 73) KH. Oo Ridwanullah (Cilacap) 74) KH. Imam Syarqowi (Palembang) 75) KH. AKP>. Imam Sutiyono (Purbalingga) 76) KH. Imam Ja’far Siddiq (Banyumas) 77) KH. Edy Saputra, MM (Sumatera Utara) 78) KH. Zulfakar Babuddin (Bekasi) - 149 -

79) KH. Dr. Dudu Duswara (Jakarta) 80) KH. Kemas Abdul Hai (Jambi) 81) KH. Jauhar Harun (Cirebon) 82) Brigjen TNI Hendra Heri Sutaryo (Sumedang) 83) KH. Syarifudin Hamim (Jakarta) 84) KH. Syuaib Saefullah (Jember) 85) KH. Prof. Dr. Maksum Mukhtar, MA (Cirebon) 86) KH. Anjas Hidayatullah (Palembang) 87) KH>. Dr. Ahmad Rusydi Wahab, MA (Jakarta) 88) KH. Prof. Dr. Subandi Nur Muhammad, MA (Yogyakarta) 89) KH. Drs. Wasdi Ijuddi, M.Si. (Ciamis) 90) KH. Muh. Amiruddin (Brebes) 91) KH. Hasan Yulianto (Pati) 92) KH. Prof. Dr. Manarul Hidayat (Jakarta) 93) KH. Abdullah Supriyadi (Semarang) 94) KH. Munawir al-Mauud (Cirebon) 95) KH. Drs. Munadi, MM (Tasikmalaya) 96) KH. Dr. Budi Rahman Hakim (Tangsel) 97) KH. Dr. Dachyar (Jakarta) 98) KH. Prof. Dr. Syukriadi Syambas (Bandung) 99) KH. Ir Andi M. Ilyas (Sulawesi Barat) 100) KH. Sambas M Nashir (Ciamis) 101) Sayyid Nabil Musthofa Baaz (Saudi Arabia) 102) KH. Abdul Halim (Cirebon) 103) KH. M. Ichsan Amin al-Makhfy (Jambi) 104) KH. Aji Abdul Aziz (Ciamis) 105) KH. Atep Abdul Kholiq (Sukabumi) 106) KH. Mahmud Johnson Al-Maghribi (Tangerang) 107) KH. Zulfan Efendi Harahap (USA) 108) KH. Prof. Dr. Asep Saeful Muhtadi, MA (Bandung) 109) Kh. Syamsul Arifin M.Pd.I (Tegal) 110) KH. Abdul Aziz (Cirebon) 111) Prof. Heddy Shri Ahimsa Putra, MA., M.Phil., Ph.D 112) KH. Imam Suhadi (Lampung) 113) KH. Bahruddin Mustaqim (Kediri) - 150 -

114) KH>. Hari Sunandar Sunarya (Bandung) 115) KH>. Dahlan Iskan (Surabaya) 116) KH. Prof. Dr. Mahmud, M.Si (Bandung) 117) KH. Labib Shofiq Suhaimi (Brebes) 118) KH. Yatimin 119) KH. Ilyas Sukmarasa (Pekanbaru) 120) KH. Imam Muchlasin (Banyuwangi) 121) KH. Ahmad Zainuddin (Mamuju) 122) KH. Adnan Sita (Polewali Mandar) 123) KH. Imam Ghazali (Mamuju) 124) Prof. Dr. Hassan Azzahir (Maroko) 125) KH. Toto Ahmad Tohari (Tasikmalaya) 126) Brigjen TNI Dr. Afifuddin (jakarta) 127) KH. Anang Asy’ari (Surabaya) 128) KH>. Edi Sutisna Rasa (Tangerang) 129) KH. Dr. (HC) Ahmad Heryawan, M>.Si 130) Syeikh Dr. Aziz al-Kubaithi al-Idrisi, Ph.D. (Maroko) 131) KH. Ali Mustamil (Bandung) 132) KH. Muhammad Aang Rahmat Setia Rasa (Bandung) 133) KH. Andi Gholib (Adz-Zikra), dan lain-lain. X. Photo aktifitas warga, santri, dll (on the spot) Jawab: Photo, aktifitas warga dan santi ada lembaran setelahnya.

Lampiran 2 PENELITIAN AHMAD MUCHTAR NASEH PHOTO PESANTREN SIRNARASA

Gapura Pondok Pesantren Sirnarasa, Cisirri, Jawa Barat

Bendera di Seluruh Dunia

Lukisan Photo Abah Gaos, Abah Anom, dan Abah Sepuh

151 152

Lukisan Abah Gaos bersama para Mursyid / Gurunya di pelbagai tempat

Pintu Masuk Ke Gubuk Abah Gaos

Daftar/List Wawancara terhadap Ustadz Ai atau yang mengurusi buku atau karya Abah Gaos. Namun, karya Abah ditulis sekarang di cek, susun atau diperbaiki oleh KH. Irfan Zidni, MA dan KH. Budi Rahman Hakim

153

Lukisan Abah Anom bersama Abah Gaos ketika masih muda

Lukisan silsilah TQN Suryalaya

154

Photo Peneliti

Photo Peneliti di ruang tamu diatas rumah Abah Gaos

Photo Peneliti

155

Photo Lukisan

156

Tempat Duduk Abah Gaos ketika menerima tamu dari pelbagai kalangan, tempat dan pangkat.

Photo Abah Gaos bersama Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Abbas al- Maliki al-Hasani al-Makki

Photo Pelataran Pesantren dan masjid Pondok Pesantren Sirnarasa

157

Photo Abah Gaos bersama Habib Lutfi dan Ulama International

Photo Abah Gaos bersama Prof. Dr. (HC) KH. Ma’ruf Amin