PERAN HALLYU BAGI KOREA SELATAN

DALAM HUBUNGAN BILATERAL

KOREA SELATAN - INDONESIA

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

oleh Dafi Hifzillah 109083000047

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisa tentang dampak Hallyu bagi hubungan bilateral Korea Selatan dan Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak Hallyu sebagai instrumen diplomasi Korea Selatan terhadap Indonesia. Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara dengan pihak terkait. Peneliti menemukan, bahwa Hallyu digunakan oleh pihak Korea Selatan sebagai sarana untuk mempererat hubungan kerjasama dengan Indonesia dan demi mencapai kepentingan nasional Korea Selatan. Ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap Hallyu mengundang respon pemerintah Korea Selatan untuk menggunakan Hallyu sebagai sarana mencapai kerjasama yang lebih erat di berbagai bidang; politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Skripsi menggunakan metode kualitatif dan sumber datanya berasal dari buku, jurnal, surat kabar, dan berbagai artikel yang relevan serta wawancara dengan peneliti yang pernah membahas hal terkait. Data yang dikumpulkan akan dianalisis dalam bentuk analisa deskriptif.

Kerangka teori yang digunakan dalah skripsi ini yaitu teori diplomasi budaya, diplomasi publik, dan konsep soft power. Dari hasil analisa menggunakan teori dan konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa Hallyu merupakan instrumen diplomasi kontemporer yang melahirkan berbagai kerjasama antara Korea Selatan dan Indonesia.

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT serta junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Hallyu Bagi Korea Selatan Dalam Hubungan Bilateral Korea Selatan - Indonesia”. Selanjutnya, ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada orang tua (Ayahanda, Drs H. M. Shufi Mughni M.Ag dan Ibunda, Dra Ida Yanti) yang senantiasa sabar dalam memberi dukungan moral, motivasi serta perhatian dengan penuh rasa cinta kasih sayang yang tulus kepada penulis, dan memberikan dukungan materi serta mengiringi penulis melalui doa dan restunya.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide dan pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Arisman, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, masukan, serta motivasi yang sangat berharga hingga selesainya penulisan skripsi ini disela-sela berbagai kesibukannya. 2. Ibu Debbie Affianty, M. Si selaku Ketua Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Seluruh Bapak/IbuDosen dan Staff Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas sebagai mahasiswa.

v

4. Seluruh staff Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada. Serta seluruh narasumber, terima kasih bantuan literature maupun kesediaannya untuk melakukan sharing wawancara dengan penulis. 5. Ega Fiyanti, Ibnu Rusydi, Sarah Fidiyanti, dan Muhammad Fidyan Genial kakak dan adik yang selalu memberikan motivasi dan perhatian kepada penulis. 6. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Ramadhany Sapta T, Dwita Aprinta C, Dewi Agustiani, dan Nuzulul Dina (sahabat kampus), teman-teman Mabush, Dwina beserta keluarga (sahabat sejak SMA) terima kasih telah menjadi sahabat setia penulis sejak awal. Terima kasih untuk dorongan kalian yang tak putus terhadap penulis. 7. Teman-teman yang dipertemukan di kampus UIN Jakarta, Fajar, Edwin, Nabil, Andri, Amar, Corry, Arif. Motivasi dan semangat serta doa kalian turut andil besar dalam melahirkan skripsi ini. 8. Teman-teman HI 2009, khususnya kelas B. Marina untuk bantuannya mengkoreksi kesalahan teknis. Mirna dan Ismet atas motivasinya. Fadli, ketua kelas terbaik atas segala bantuannya. Dan teman-teman lain. Maaf tidak bisa menyebutkan satu per satu. 9. Teman-teman komunitas cover dance, terutama team Boys’ Generation Indonesia dan kru, terima kasih untukpersahabatan, perjalanan, dan semua inspirasi kalian. 10. Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih.

Terima kasih atas segala bantuan yang tidak ternilai harganya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan kedepan.

Jakarta, 24 Juni 2014

Dafi Hifzillah

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK...... iv KATA PENGANTAR...... v DAFTAR ISI...... vii DAFTAR GAMBAR...... viii DAFTAR TABEL...... ix DAFTAR GRAFIK...... x DAFTAR LAMPIRAN...... xi DAFTAR ISTILAH...... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pernyataan Masalah...... 1 1.2. Pertanyaan Penelitian...... 7 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian...... 7 1.4. Tinjauan Pustaka...... 8 1.5. Kerangka Pemikiran...... 9 1.6. Metode Penelitian...... 19 1.7. Sistematika Penelitian...... 19

BAB II KEBIJAKAN DIPLOMASI KOREA SELATAN

2.1. Sejarah Hallyu dan Perkembangannya...... 21 2.2. Diplomasi Budaya Korea Selatan...... 28

BAB III DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL KOREA SELATAN DAN INDONESIA 3.1. Hubungan Bidang Ekonomi dan Politik...... 37 3.2. Hubungan Bidang Sosial dan Budaya...... 44 3.3. Perkembangan Hallyu Di Indonesia...... 47

BAB IV ANALISA PERAN HALLYU TERHADAP

HUBUNGAN BILATERAL KOREA SELATAN

DAN INDONESIA 4.1. Peran Pada Bidang Ekonomi………….…...... 56 4.2. Peran Pada Bidang Sosial dan Budaya...... 65

BAB V KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan ...... 75 DAFTAR PUSTAKA ...... xiii LAMPIRAN-LAMPIRAN

vii

DAFTAR GAMBAR

2.1. Peta Penonton KPOP pada Situs YouTube Tahun 2011 Hal. 35

viii

DAFTAR TABEL

2.1.. Fase Penyebaran Hallyu Hal. 22 3.2. Jumlah Penayangan Drama Korea di Indonesia Hal. 48 3.3. Total Ekspor Film Korea Ke Indonesia Hal. 49 3.4. Peran Hallyu terhadap hubungan bilateral Korea Selatan - Hal. 55 Indonesia

ix

DAFTAR GRAFIK

4.1. Jumlah Wistawan Indonesia ke Korea Selatan Hal. 62 4.2. Data Impor Produk Korea Selatan ke Indonesia Hal. 64

x

DAFTAR LAMPIRAN

1.1. The 1st Meeting of Joint Commission on Cultural Cooperation

xi

DAFTAR ISTILAH

AMI : Anugerah Musik Indonesia

APEC : Asia Pasific Economic Cooperation

ARF : ASEAN Regional Forum

ASEAN : The Association of Southeast Asia Nation

ASEAN+3 : ASEAN + China, Japan, Korea

ASEM : Asia Europe Meeting

BIFF : Busan International Film Festival

CJ E&M : CJ Entertainment & Media

FTA : Free Trade Agreements

NGO : Non-Governmental Organization

USIA : The United States Information Agency

KBRI : Kedutaan Besar Republik Indonesia

KBRK : Kedutaan Besar Republik Korea

KCC : Korean Cultural Center

KOCCA : Korea Culture and Content Agency

KOCIS : Korea Cultural and Information Service

KOICA : Korea International Cooperation Agency

KPOP/K-POP : Korean Pop

KSC : Korean Studies Center

KTO : Korean Tourism Organization

xii

MCST : The Ministry of Culture, Sports and Tourism

MEST : The Ministry of Education, Science and Technology

MOFAT : The Ministry of Foreign Affair

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PPAK : Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetik

PUSKO/PUSKOR : PusatStudi Korea

SNS : Social Network Service

xiii

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Pernyataan Masalah

Diplomasi merupakan elemen penting yang tidak dapat dipisahkan dalam ilmu hubungan internasional. Melalui diplomasi, maka sistem hubungan antar negara-negara dapat terjalin. Kegiatan diplomasi sendiri telah berkembang dengan begitu pesat dimana berasal dari praktek surat menyurat yang dilakukan oleh

Bangsa Romawi dalam urusan kenegaraan yang berkaitan dengan negara lain

(Roy, 1991, hal. 1-2) hingga praktek diplomasi yang digunakan sekarang.

Diplomasi sendiri terbagi atas dua bagian, hard diplomacy dan soft diplomacy.

Diplomasi yang pertama menekankan kepada instrumen kekuatan (militer), sedangkan diplomasi kedua bersifat negosiasi damai tanpa menggunakan kekerasan. Persamaan dari kedua diplomasi tersebut adalah kepala negara sebagai aktor utama.

Dalam menjalankan praktek diplomasi, kepala negara pasti berhubungan dengan aktor lain, baik kepala negara lain, maupun aktor nonnegara, seperti non- governmental organization (NGO) dan masyarakat sipil, atau bahkan individu.

Melalui diplomasi yang dijalankan oleh aktor non negara inilah, diplomasi dilakukan dengan cakupan yang lebih luas dan mengenai berbagai lapisan yang bukan hanya negara. Istilah yang tepat untuk menggambarkannya adalah istilah diplomasi publik. Jika sebagaimana dijelaskan oleh Hamilton dan Langhorne, diplomasi tradisional atau dengan istilah lain dikenal sebagai first track diplomacy

2

adalah praktek diplomasi yang melibatkan peran negara-negara atau antar pemerintah dengan pemerintah serta dilakukan dengan proses regularisasi dan prosedural (Brian White dalam The Globalization of World Politics, 2005), maka diplomasi publik cenderung lebih memberi penekanan kepada interaksi manusia dengan manusia, atau lebih mudah dikatakan bahwa diplomasi publik tidak hanya mempertimbangkan aspek hubungan antar pemerintah, namun aspek-aspek lain diluar interaksi kedua pihak tersebut. Aktifitas diplomasi juga dilakukan oleh organisasi non pemerintah maupun individu yang mewakili negaranya dalam berinteraksi dengan aktor non negara lainnya (publicdiplomacy.org, 2011).

Menurut Planning Group for Integration of USIA (The United States Information

Agency), diplomasi publik adalah diplomasi yang bertujuan mempromosikan kepentingan nasional negara melalui pemahaman, penginformasian, dan pemberian pengaruh kepada masyarakat asing (Gilboa, E: 2006).

Korea Selatan merupakan salah satu negara dengan perekonomian paling makmur di Asia, jika melihat posisinya sebagai negara dengan perekonomian terkuat di dunia urutan ke 13 (bbc.co.uk, 7 Juni 2013). Hal ini ditopang tentu melalui berbagai sektor, salah satunya adalah sektor budaya. Diplomasi budaya adalah termasuk bagian dari diplomasi publik dimana berbagai cakupan seni dan ide menjadi instrumen utama sebagai sarana diplomasi (Joseph L, 2010).

Diplomasi budaya inilah yang sekarang banyak dapat kita lihat disekitar kita.

Setelah Amerika Serikat dan Jepang tampil menjadi aktor utama dalam diplomasi budaya melalui film, musik, gaya hidup dan media selama bertahun-tahun, kini dalam dekade terakhir muncul aktor yang berasal dari belahan dunia lain, yakni

3

Korea Selatan (Visser, 2012). Korea Selatan terhitung sejak tahun 1990-an telah menjadi pusat kebudayaan baru di wilayah Asia dengan menyebarkan nilai-nilai kebudayaan mereka dari Jepang sampai Indonesia. Fenomena meningkat tajamnya minat negara lain terhadap kebudayaan Korea Selatan kemudian dikenal sebagai istilah Hallyu. Secara bahasa, Hallyu berarti atau

Gelombang Korea yang mengacu pada masuknya budaya Korea ke berbagai belahan dunia melalui populernya film dan musik yang berasal dari negara yang terkenal akan Gingseng-nya tersebut

“The Korean Wave is phenomenon sweeping through Southeast Asia,

China, and Japan. Intensified by the sudden surge in Korea’s national image brought on by the 2002 FIFA World Cup, the Korean Wave started with the raising popularity of Korean pop stars overseas. Most recently it extended to boom in Korea – made TV dramas and movies and others” (Dynamic Korea,

Korea National Tourism Organization, 2000:17).

Terjemahan:

“Gelombang budaya pop Korea merupakan fenomena yang menyebar di kawasan Asia Tenggara, Cina, dan Jepang. Citra negara Korea semakin meningkat setelah festival Piala Dunia 2002.Gelombang ini dimulai dengan peningkatan popularitas bintang pop Korea di luar negeri yang dalam beberapa waktu terakhir diperluas dengan kepopuleran drama seri serta film Korea”

(Dynamic Korea, Korea National Tourism Organization, 2000:17).

Perkembangan Hallyu bagi Korea Selatan sendiri bukan sekedar perkembangan popularitas yang tidak membawa keuntungan terhada negara.

4

Karena terhitung pada tahun 2004, ekspor film dan program televisi bersama dengan pariwisata dan produk Hallyu menghasilkan pendapatan total hampir

US$2 miliar (Voa News, 1 Juni 2006). Popularitas seni drama Korea berembang sejak tahun 1990-an dan meningkat pesat dengan semakin mudahnya penyebaran karya dari negara tersebut, dengan dukungan kerjasama Free Trade Agreements

(FTA) dengan berbagai negara (Shim, 2012).

Disamping bidang seni melalui drama dan olahraga melalui perhelatan

Piala Dunia yang pernah digelar, Korea Selatan juga memiliki akses lain yang potensial dijadikan jembatan kerjasama dengan negara lain, yakni bidang musik.

Musik pop Korea Selatan atau yang hari ini akrab dengan istilah Korean Pop (K-

POP) menyebar dengan sangat baik ke seluruh wilayah Asia, terutama Jepang,

China, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan tentu saja Indonesia. Popularitas bintang

KPOP meningkat sangat cepat dan tajam sejak akhir 1990-an seiring meningkatnya popularitas grup seperti H.O.T, serta pada era 2000-an melahirkan nama besar seperti penyanyi solo BoA dan nama-nama grup penyanyi seperti

Girls’ Generation, , TVXQ, , T-ARA, F(x), dan lain-lain yang sudah sangat akrab terutama dikalangan remaja (Shim, 2012). Menurut statistik

Bank Of Korea dari bidang ekspor budaya dan jasa hiburan, industri musik K-pop, bagian dari fenomena Hallyu, telah menghasilkan US$637 juta di tahun 2010 dan mengalami peningkatan sebesar 25% menjadi US$794 juta tahun 2011, seiring K- pop semakin diminati oleh masyarakat internasional(chosun.com, 7 Februari

2012).

5

Di Indonesia, fenomena Hallyu melalui KPOP dengan sangat mudah kita lihat hampir di setiap minggunya dimana ratusan remaja berkumpul dalam kegiatan gathering para pencinta KPOP (Yudhistira, Liputan6.com, 19 Februari

2012), bahkan para bintang pun mulai banyak datang ke Indonesia menggelar konser dan Showcase seperti yang dilakukan oleh 2PM, , manajemen artis SM Town,dan Big Bang (Suhendra, Kompas.com, 6 Agustus

2012). Media-media baik online, televisi, radio maupun cetak, juga mulai rutin memuat berbagai ulasan mengenai bintang-bintang KPOP kenamaan.

Popularitas Hallyudi Indonesia menurut penulis menjadi menarik dan relevan untuk dibahas dalam ranah kajian Hubungan Internasional dengan melihat diselenggarakannya serangkaian kegiatan pameran kebudayaan Korea Selatan sejak tahun 2009 yakni “Korea-Indonesia Week” dimana merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan oleh Kedutaan Besar Korea Selatan dengan Republik

Indonesia. Pergelaran budaya tersebut diselenggarakan untuk memperkuat hubungan bilateral di bidang sosial kebudayaan karena melihat respon positif masyarakat Indonesia terhadap budaya Korea Selatan. Di samping itu, Pemerintah

Korea Selatan membangun Pusat Kebudayaan Korea (Korean Cultural Center

Indonesia) di Jakarta agar dapat berfungsi sebagai pusat informasi kebudayaan

Korea Selatan, dimana hingga saat ini pusat kebudayaan tersebut cukup padat dengan berbagai kegiatan yang dengan antusias dilakukan sebagian besar oleh remaja Indonesia(Kedutaan Besar Republik Korea untuk Indonesia).

Hubungan kedua negara sebenarnya memang sudah baik. Hubungan keduanya telah terjalin sejak 1973 dimana Korea Selatan membangun perwakilan

6

diplomatik di Indonesia. Namun kerjasama dalam bidang budaya sendiri baru muncul pada 2007, dan berkembang pesat sejak 2009, tahun dimanaHallyumulai masuk dan diterima di Indonesia (Korean Cultural Center). Hal ini dapat dilihat dari berbagai interaksi yang dijalin keduanya dalam pembahasan tentang hal terkait hubungan budaya, yang bukan hanya direspon oleh masyarakat sebagaimana telah dibahas sebelumnya, namun juga oleh perwakilan dari masing- masing negara. Diantaranya pada 2010 dimana Duta Besar Korea Selatan untuk

Indonesia Kim Ho Young mengutarakan harapan Korea Selatan dan Indonesia untuk memanfaatkan jalur budaya demi mempererat kerja sama ekonomi kedua negara (B. Kunto Wibisono, antaranews,com, 11 Oktober 2010). Kemudian kunjungan dari mantan Perdana Menteri Korea Selatan, Kim Suk-soo kepada

Wakil Presiden Republik Indonesia Boediono. Mantan PM Korea Selatan ini juga mengutarakan ajakan kepada Indonesia untuk meningkatkan hubungan terutama di bidang budaya (Afwan Albasit, Metrotvnews.com, 17 Mei 2013). Dari pihak

Indonesia sendiri, Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI mengutarakan hal yang serupa dimana mengharapkan munculnya kerjasama yang lebih erat antara

Indonesia dengan Korea Selatan di bidang Budaya. Ketua DPD RI Irman Gusman mengutarakan hal tersebut dalam sambutannya pada Perayaan Tahun

Persahabatan Korea-Indonesia 2013 di Balai Kartini, Jakarta (Friederich Batari,

Jurnas.com, 08 Maret 2013).

Melihat kesuksesan Korea Selatan menggunakan budaya baik sebagai diplomasi budaya maupun sebagai instrumen memperkuat perekomian mereka, juga melihat antusias masyarakat Indonesia terhadap diplomasi budaya baik oleh

7

pemerintah Korea Selatan maupun oleh aktor non pemerintah seperti media maupun pelaku seni, membuat penulis sangat tertarik untuk melihat lebih dalam, bagaimana Korea Selatan mampu membentuk Hallyu menjadi alat yang digunakan sebagai sarana diplomasi? Bagaimana Hallyu masuk dan berkembang di Indonesia? Serta bagaimana Hallyu mebantu Korea Selatan dalam mendapatkan kepentingannya di Indonesia? Skripsi ini akan membahas sejarah dinamika hubungan Korea Selatan dan Indonesia sejak awal dibuka hubungan diplomasi, dan melakukan pembatasan pada bagian analisa dimana pembahasan akan fokus pada tahun 2009-2014, saat minat Indonesia terhadap Hallyu mulai direspon oleh pihak swasta dan pemerintah Korea Selatan, dengan melihat mulai diadakannya berbagai acara pertukaran budaya antar kedua negara (Marenia, 2013: 81-82).

2. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana peran Hallyu bagi Korea Selatan dalam hubungan bilateral

dengan Indonesia?

3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui perkembangan Hallyu di Indonesia.

2. Mengetahui peran Hallyu bagi Korea dalam hubungan kerjasama dengan

Indonesia.

Manfaat penelitian antara lain:

8

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan

ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Hubungan Internasional.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi para pembaca

mengenai fenomena Hallyu yang terjadi di Indonesia.

3. Diharapkan dapat menjadi bahan pendukung bagi Indonesia dalam upaya

mengunakan budaya sebagai instrumen diplomasi sebagaimana yang dilakukan

oleh Korea Selatan.

4. Diharapkan dapat menjadi bahan bagi pembuat kebijakan Indonesia dalam

mempelajari Korea Selatan menggunakan budaya sebagai instrumen diplomasi

mereka, sehingga Indonesia kelak dapat melakukan hal serupa.

4. Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa penelitian yang mengkaji masalah Diplomasi Budaya, antara lain:

1. Skripsi Balora Rahman, Universitas Indonesia Jurusan Hubungan

Internasional, tahun 2012 dengan judul “Diplomasi Hip Hop Sebagai Diplomasi

Budaya Amerika Serikat”. Dalam skripsinya, Rahman menggunakan pendekatan soft diplomacy dan diplomasi budaya

2. Skripsi Adina Dwirezanti, Universitas Indonesia Jurusan Hubungan

Internasional, tahun 2012 dengan judul “Budaya Populer Sebagai Alat Diplomasi

Publik: Analisa Peran Korean Wave Dalam Diplomasi Publik Korea Periode

2005-2010”. Dalam skripsinya, Dwirezanti menggunakan pendekatan Diplomasi

9

Publik, Diplomasi Kebudayaan, dan Konsep Pop Culture. Yang membedakan penelitian penulis dengan skripsi Dwirezanti adalah tidak adanya fokus hubungan bilateral Korea Selatan dengan Indonesia.

3. Skripsi Nesya Amellita, Universitas Indonesia Jurusan Bahasa dan

Kebudayaan Korea, tahun 2010 dengan judul “Kebudayaan Populer Korea:

Hallyu dan Perkembangannya di Indonesia”. Perbedaan penelitian yang dilakukan

Amellita dengan penulis adalah sudut pandang yang digunakan dimana Amellita merupakan mahasiswa Bahasa sehingga tidak menggunakan pendekatan

Hubungan Internasional seperti yang dilakukan penulis. Amellita juga hanya membahas perkembangan Hallyu di Indonesia namun tidak menganalisa dampak kerjasama yang dihasilkan melalui perkembangan Hallyu.

5. Kerangka Pemikiran

1. Diplomasi Publik

Diplomasi bukanlah sebuah kebijakan, melainkan lembaga untuk memberikan pengaruh terhadap kebijakan tersebut. Namun kebijakan dan diplomasi merupakan dua hal yang saling melengkapi karena seseorang tidak bisa bertindak tanpa kerjasama satu sama lain. Dalam urusan kenegaraan, diplomasi tidak dapat dipisahkan dengan politik luar negeri karena diplomasi sendiri bertujuan kepada kebijakan yang dikeluarkan oleh negara (Suryokusumo, 2004: 7-8). Diplomasi lebih jauh merupakan kegiatan internasional yang saling berpengaruh dimana baik pemerintah maupun organisasi internasional berusaha mencapai tujuan mereka melalui perwakilan diplomatik maupun melalui sarana-sarana lainnya.

10

Seiring perkembangannya sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa diplomasi telah meluas tidak hanya mencakup hubungan antar aktor negara, namun kini meliputi aktor lain yang bersifat non negara. Bentuk diplomasi yang banyak digunakan antara lain adalah diplomasi publik. Diplomasi publik pertama kali oleh Emund Gullion pada Fletcher School of Law and Diplomacy di Tuffs

University.Diplomasi publik merupakan bentuk opini yang ikut membentuk dan mengarahkan kebijakan yang diambil suatu negara.Lebih jauh, publik juga dinilai mampu mengarahkan opini masyarakat negara-negara lain mengenai negaranya

(Papp, 1997: 442-443). Hans N. Tuch, penulis buku Communicating With the

World (New York, 1990) mendefinisikan diplomasi publik:

“Official government efforts to shape the communications environment overseas in which American foreign policy is played out, in order to reduce the degree to which misperceptions and misunderstandings complicate relations between the U.S. and other nations.”

“Upaya resmi pemerintah untuk membentuk lingkungan komunikasi luar negeri dimana kebijakan luar negeri Amerika dimainkan, dengan tujuan untuk mengurangi potensi salah persepsi dan kesalahpahaman yang akan memperumit hubungan antara AS dan negara lain.” (pdaa.publicdiplomacy.org).

Dari penjelasan Tuch yang mengambil kasus Amerika, dapat disimpulkan bahwa Tuch mendefinisikan diplomasi publik sebagai sebuah proses komunikasi pemerintah dengan masyarakat luar negeri. Komunikasi dijalin dengan tujuan membentuk suatu kesepahaman akanide dan kebijakan suatu negara (didalamnya termasuk kesepahaman mengenai budaya) yang mengarah kepada kepentingan nasional negara tersebut. Kelemahan definisi Tuch adalah, pembahasan yang dibatasi akan interaksi antar aktor negara, padahal aktor non negara juga ikut berperan dalam diplomasi publik (Primayanti, 2013: 121).

11

Dilihat dari sumbernya, diplomasi publik dapat menghasilkan gambaran menyeluruh suatu negara. Menyeluruh dalam arti tidak hanya memberikan gambaran positif suatu negara, namun juga sisi negatif. Ini dikarenakan aktor yang berperan dalam diplomasi publik bukan merupakan dominasi negara sehingga kontrol negara terhadap opini yang dihasilkan berkurang. Diplomasi publik menekankan bukan hubungan government to government melainkan government to people, atau bahkan people to people dengan proses yang tidak hanya melibatkan diplomat antar negara namun proses apapun yang dapat mempengaruhi opini pihak lain dan kebijakannya serta aktivitas aktor manapun yang membawa akibat terhadap publik internasional (Baylis dan Smith, 2005:192-

193).

Beberapa tujuan dari diplomasi publik (Leonard, 2002:9-10) antara lain:

1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai suatu negara, dalam hal

ini membuat mereka memikirkannya, menambah gambaran mengenai

negara tersebut, dan merubah pendapat mereka mengenai negara tersebut.

2. Meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap suatu negara, dalam hal ini

meningkatkan persepsi positif mereka serta memberi pengaruh untuk

menyamakan opini mereka dengan negara tersebut mengenai suatu isu.

3. Meningkatkan hubungan dengan suatu negara dalam berbagai aspek

seperti pendidikan, mendorong masyarakat untuk mengunjungi negara

tertentu, mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi produk dari negara

tertentu, dan sebagainya.

12

4. Mempengaruhi masyarakat sehingga mempermudah mendapatkan

keuntungan seperti mendapatkan investasi dari perusahaan, atau

menunjukan posisi kita, atau dengan tujuan mengajak aktor politik untuk

menyesuaikan dengan diri kita atas dasar kerjasama.

Pada dasarnya tujuan-tujuan diatas tidak lepas dari tujuan diplomasi yang dijelaskan oleh Holsti (1992) dimana negosiasi diplomatik dilakukan dengan tujuan propaganda, tidak hanya sebagai sarana mencapai kesepakatan atas isu melainkan upaya menarik pihak luar untuk berpihak dengan pihaknya dengan demikian akan mengurangi posisi tawar-menawar terhadap lawan-lawannya

(Holsti, 1992: 251).

Dalam pembahasan mengenai penelitian Hallyu, Sumiko Mori lebih jauh menjelaskan dalam Japan’s Public Diplomacy And Regional Integration in East

Asia: Using Japan’s Soft Power (2006) bahwa Hallyu yang merupakan bentuk dari popular culture atau pop culture (budaya pop) merupakan bagian dari diplomasi publik dimana meskipun mungkin tidak dilakukan dengan sengaja, namun budaya pop mulai dari berita, fashion, gaya hidup, film, musik, dan lain- lain melaui internet ikut memberikan dampak pada kebijakan luar negeri suatu negara, serta berdampak pula pada kebijakan keamanan, perdagangan, pariwisata, dan kepentingan nasional lainnya. Maka dapat disimpulkan, konsep diplomasi publik akan mampu menjelaskan fenomena Hallyu dalam penelitian ini.

2. Diplomasi Budaya

Tulus Warsito dan Kartikasari (2007) mengenai diplomasi budaya menjelaskan bahwa diplomasi tersebut merupakan upaya dari negara-negara

13

berkembang. Diplomasi budaya merupakan bagian dari diplomasi lain yang bertujuan sama yakni mencapai tujuan nasional mereka, dengan pembedaan dari segi cara yang menggunakan pendekatan kebudayaan seperti pendidikan, seni, ilmu pengetahuan, dan olahraga dan lain-lain yang tidak mengandung unsur politik, ekonomi, maupun militer (Warsito dan Kartikasari, 2007: 2). Diplomasi budaya tidak hanya dilakukan antar pemerintah, namun bisa juga melibatkan aktor non pemerintah baik individual maupun kolektif. Tujuan utama diplomasi budaya adalah mempengaruhi pendapat umum guna mendukung suatu kebijakan politik luar negeri tertentu, dengan sasaran pendapat umum, baik level nasional maupun internasional (Warsito dan Kartikasari, 2007: 4).Diplomasi budaya sering pula disebut sebagai Software Diplomacy dengan didasarakan penggunaan instrumen kesenian sebagai sarana diplomasinya, bertentangan dengan Hardware Diplomacy yang menggunakan mesin dan dekat dengan diplomasi jalan perang (Mohsin,

2010: 47).Penggunaan instrumen budaya membuat jalur diplomasi ini memiliki peran yang signifikan karena kebudayaan memiliki unsur universal dan bersifat komunikatif.Kebudayaan secara aktif digunakan dalam diplomasi bilateral untuk meningkatkan pemahaman budaya dan dialog antar bangsa karena dapat menembus batas-batas geografis, politik, ideologi dan sosial (Sidabutar: 160).

Diplomasi budaya sendiri terdiri dari beberapa bentuk (Warsito dan

Kartikasari, 2007: 19-26):

1. Eksebisi

Eksebisi atau pameran merupakan bentuk diplomasi budaya yang paling konvensional karena dilakukan secara terbuka dan transparan dan dilakukan baik

14

di dalam negeri maupun di luar negeri, baik dilakukan oleh satu negara maupun mulitinasional. Biasanya eksebisi dilakukan dalam bentuk perdagangan, bersifat pendidikan, melalui program pariwisata, dan lain sebagainya. Bentuk diplomasi budaya eksebisi dilakukan oleh dua aktor dalam penelitian ini dalam pelaksanaan acara tahunan Korea – Indonesia Week maupun berbagai acara yang dilakukan pihak swasta dengan instrument budaya populer.

2. Propaganda

Sedikit banyak sama dengan eksebisi dimana propaganda merupakan upaya penyebaran informasi baik melalui kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, maupun nilai-nilai sosial ideologis suatu bangsa kepada bangsa lain. Akan tetapi, propaganda biasanya tidak dilakukan secara langsung dan terbuka seperti melalui instrumen media massa, bahkan secara awam berkonotasi negatif. Penyebaran secara propaganda dianggap sebagai bentuk dasar dan cikal bakal diplomasi budaya karena penyebaran ideologi dan nilai-nilai suatu bangsa melupakan hal pokok dan mendasar yang perlu disebarkan ke negara lain dengan tujuan tertentu.

3. Kompetisi

Merupakan diplomasi budaya dengan jalan persaingan atau pertandingan.

4. Penetrasi

Penetrasi dapat dikatakan merupakan upaya perembesan yang dilakukan melalui bidang-bidang perdagangan, ideologi, dan militer. Dalam bidang ideologi penetrasi sama dengan propaganda.

5. Negosiasi

15

Negosiasi mencerminkan keinginan pihak-pihak terkait untuk saling memperkenalkan, mengakui, menghormati, dan menghargai kebudayaan masing- masing bangsa yang dilakukan dengan berbagai cara seperti pertukaran budaya.

6. Pertukaran ahli

Hal ini mencakup masalah pertukaran kebudayaan secara lebih mendalam, seperti pertukaran kerjasama beasiswa sampai pertukaran ahli berbagai bidang tertentu.

3. Soft Power

Konsep soft power pertama kali diperkenalkan oleh Joseph S. Nye, seorang pemikir dari Harvard University pada 1990 (Primayanti, 2013: 120). Konsep power sendiri menurut Nye adalah kemampuan dalam hal mempengaruhi pihak lain demi mencapai apa yang kita inginkan. Ada 3 cara dalam mengaplikasikan power itu sendiri, yakni dengan paksaan, bujukan dengan insentif tertentu, dan dengan menarik perhatian. Dua hal pertama masuk kedalam golongan hard power, dalam hal ini melibatkan instrumen militer dan ekonomi. Hal terakhir masuk dalam golongan soft power, dimana Nye menyebutkan bahwa soft power merupakan kemampuan untuk mendapatkan apapun yang diinginkan dengan cara ketertarikan (attraction) (Nye, 2004: 5) Alexander L. Vuving membedakan hard power merupakan kemampuan mengubah prilaku orang lain dengan mengubah keadaan merka, sedangkan disisi lain, soft power mengubah prilaku pihak lain dengan mengubah preferensi mereka (Vuving, 2009: 6). Vuving juga menjelaskan ada 3 hal yang membangun soft power (Vuving, 2009: 9 – 11). Pertama adalah benignity, yang terkait dengan cara pengguna power memperlakukan orang lain

16

terutama target dari dijalankannya soft power tersebut. Hal ini akan melahirkan simpati yang merupakan dasar dari instrumen soft power. Dalam kasus fenomena

Hallyu, Korea Selatan berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan hiburan mengenai Hallyu dengan membuka kantor cabang Pusat

Kebudayaan Korea dan mengadakan berbagai acara yang semakin mendekatkan peminat Hallyu Indonesia dengan idolanya. Hal ini menarik simpati masyarakat

Indonesia terhadap Korea Selatan dan tidak hanya berdampak pada bidang hiburan namun peningkatan pada industri lain. Kedua adalah brilliance, menyangkut cara kerja pengguna power di depan target penggunaan power.

Dengan melakukan hal-hal secara baik dan mendapatkan berbagai tujuan yang diharapkan, brilliance akan melahirkan rasa kagum dan kecenderungan untuk mempelajari keberhasilan yang di dapat oleh penguna power, sehingga lebih membuka kemungkinan mereka akan mengikuti apa yang dilakukan pengguna soft power tersebut. Korea Selatan dalam mengadakan acara baik pihak pemerintah maupun swasta selalu bersikap profesional (contoh agenda selalu berjalan tepat waktu). Disamping itu, kesuksesan para bintamng Hallyu terutama musik KPOP didasari oleh ketatnya proses trainee (pelatihan) sebelum mereka akhirnya menjadi penyanyi. Hal tersebut mengundang kekaguman masyarakat

Indonesia akan cara kerja masyarakat Korea Selatan. Ketiga adalah beauty, kaitannya erat dengan visi, cita-cita, nilai maupun latar belakang. Corak budaya

Asia dari kedua negara dalam pembahasan penelitian ini mempermudah penetrasi

Hallyu di Indonesia karena cenderung tidak jauh berbeda dengan budaya asli

Indonesia. Vuving menjelaskan saat satu pihak melihat adanya kesamaan akan

17

hal-hal tersebut, maka akan melahirkan kecenderungan untuk bersatu dan bekerja sama. Beauty menghasilkan instrumen soft power berupa inspirasi.

Soft power yang dimiliki suatu negara pada dasarnya dinilai dari 3 parameter

(Primayanti, 2013: 120-121 dan Nye,2004: 11):

1. Budaya (culture)

Budaya merupakan seperangkat nilai dan konteks kegiatan yang bermakna

bagi masyarakat.Budaya sendiri dibagi atas 2 bagian, yakni high culture

mencakup seni, sastra dan edukasi, dan popular culture yang cepat menyebar

di kalangan luas. Budaya kemudian akan melahirkan ketertarikan dari pihak

lain karena budaya yang dapat dipromosikan secara universal dan diterima

masyarakat luas bahkan diluar negara asalnya akan menghasilkan outcomes

yang baik bagi negara asalnya.

2. Nilai-Nilai Politik (political ideas)

Mengacu kepada seperangkat nilai dan pelaksanaan dari nilai-nilai tersebut

dalam tindakan politik pemerintah di dalam negeri. Dapat dikatakan, nilai-

nilai yang bersifat regional dapat mempengaruhi pandangan publik

internasional terhadap negara tersebut.

3. Kebijakan Luar Negeri (Policies)

Merupakan tindakan pemerintah di luar negeri yang dampaknya dirasakan

oleh publik internasional.

Menurut Vuving, pertukaran pergelaran kebudayaan, pertukaran berbagai program, penyiaran, atau pendidikan bahasa suatu negara kepada negara lain serta promosi sering diartikan sebagai alat dari soft power. Padahal, hal tersebut tidak

18

secara langsung melahirkan soft power. Namun lebih kepada melahirkan kesepahaman dan memberi gambaran positif terhadap suatu negara. Hal tersebut yang dilakukan Korea Selatan terhadap Indonesia dengan Hallyu. Kemudian setelah mencapai tahap tersebut, masuk ke tahap awal yang terpenting dalam melahirkan soft power yakni sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dalam benignity, beauty, dan brilliance (Vuving, 2009: 15).

4. Konsep Peran

Konsep Peran pertama kali diperkenalkan oleh Holsti (1970) (Thies, 2009:

2) pada tahun 1970an dimana peran individu dapat menjelaskan tindakan sebuah negara dalam mengambil keputusan. Konsep Peran menjelaskan mengenai tindakan kebijakan luar negeri dengan dikendalikan oleh individu untuk menentukkan putusan, komitmen, peraturan, dan tindakan lainnya.

Menurut Holsti (1987) (Sekhri 2009: 424) Konsep Peran selalu dikaitkan dengan pendekatan perilaku individu. Namun tidak hanya individu (pengambil kebijakan) yang memainkan peran dalam negara sebagai kebijakan luar negerinya.

Aktor yang bersangkutan sebelum bertindak dalam mengambil perannya, maka aktor tersebut sebelumnya mencoba memposisikan dirinya di posisi orang lain dan mencoba untuk memahami apa yang diharapkan oleh orang lain tersebut. Dengan menyerasikan diri dengan harapan – harapan dan sudut pandang orang lain, maka interaksi mungkin akan terjadi. Dengan kata lain, aktor tersebut harus menyerasikan pola kelakuannya sesuai dengan harapan masyarakat dalam menjalankan suatu peran dalam masyarakat (Soekanto 1990). Dalam pembahasan mengenai Hallyu, pemerintah Korea Selatan terus berusaha mendekatkan

19

instrument budayanya dengan Indonesia di berbagai kesempatan, baik bidang kebudayaan maupun ekonomi bisnis. Dengan cara tersebut, maka Indonesia akan semakin terbiasa dengan interaksi Hallyu dari Korea Selatan sehingga Hallyu lebih mudah mengambil peran di bidang-bidang lain yang lebih luas.

7. Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan metode penilitan kualitatif. Punch menjelaskan, penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang tidak melibatkan angka, namun dengan menggunakan teknik analisa dengan pendekatan tertentu.

Metode penelitian ini, dalam kebanyakan kasus, tidak menggunakan data dalam bentuk angka-angka, namun lebih kepada data deskriptif menggunakan kata-kata dan kalimat (Punch, 2004: 3-4).

Sebagai teknik pengumpulan data terdapat dua sumber; primer dengan melakukan wawancara dengan pihak terkait seperti wawancara dengan staff

Korean Culture Center dan lokasi terkait, dan sumber sekunder berupa data-data tertulis yang terkait dengan persoalan yang dibahas dalam penilitian ini seperti buku, jurnal, buletin, textbook, ebook, artikel, surat kabar cetak dan online dan didukung dengan wawancara dari peneliti yang pernah membahas mengenai

Hallyu dari Pusat Studi Korea Universitas Gadjah Mada.

8. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

1. Pernyataan Masalah

2. Pertanyaan Penelitian

20

3. Kerangka Pemikiran

1. Diplomasi Publik

2. Diplomasi Budaya

3. Soft Power

4. Konsep Peran

4. Metode Penelitian

5. Sistematika Penelitian

BAB II KEBIJAKAN DIPLOMASI BUDAYA KOREA SELATAN

1. Sejarah Hallyu dan Perkembangannya

2. Diplomasi Budaya Korea Selatan

BAB III DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL KOREA SELATAN -

INDONESIA

1. Hubungan Bidang Ekonomi

2. Hubungan Bidang Sosial Budaya

3. Hallyu dan Perkembangannya di Indonesia

BAB IV ANALISA PERAN HALLYU TERHADAP HUBUNGAN

BILATERAL KOREA SELATAN – INDONESIA

1. Peran pada Bidang Ekonomi.

2. Peran pada Bidang Sosial Budaya.

BAB V KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

21

BAB II

KEBIJAKAN DIPLOMASI BUDAYA KOREA SELATAN

Bab kedua penelitian ini akan membahas tentang sejarah dan fakta mengenai Hallyu. Data untuk mengisi bab ini diambil dari buku, website resmi, artikel terkait, serta berbagai jurnal. Pembahasan mengenai Hallyu akan dibagi menjadi 2 sub-bab. Sub pertama akan membahas mengenai sejarah Hallyu itu sendiri, dimulai dari sejarah kemunculan hingga perkembangannya. Sub-bab pertama ini akan menitik beratkan perkembangan Hallyu di negara asalnya yakni

Korea Selatan. Kemudian pada sub-bab selanjutnya akan mulai membahas mengenai Diplomasi Budaya Korea Selatan. sub-bab ini akan menjelaskan aktor- aktor yang berperan dalam penggunaan Hallyu sebagai instrumen diplomasi budaya Korea Selatan, apakah sekedar fenomena budaya populer yang menyebar ataukah pemerintah dan pihak lain turut aktif dalam menyebarkan pengaruh Korea

Selatan melalui Hallyu.

2.1 Sejarah Hallyu dan Perkembangannya

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada latar belakang penelitian, Hallyu atau yang juga dikenal dengan istilah Korean Wave (Gelombang Korea) merupakan istilah yang digunakan dalam menggambarkan fenomena peningkatan minat terhadap kebudayaan Korea Selatan. Namun jika dirunut melalui asal mula pemilihan kata Hallyu¸ kata tersebut bukan dilahirkan oleh bangsa Korea Selatan, melainkan istilah yang digunakan oleh seorang jurnalis Beijing, pada pertengahan

1997. Jurnalis tersebut memilih kata Hánliú" (韓流) (Han merupakan sebutan

22

bagi bangsa Korea Selatan, Liu merupakan arus atau gelombang) dalam menjelaskan gelombang minat yang meningkat dari warga Cina terhadap masuknya budaya Korea Selatan (Ravina 2009: 4). Jadi dapat dikatakan, negara yang ‘merasakan’ gelombang Korea untuk pertama kali adalah Cina.

Tabel II.I

Fase Penyebaran Hallyu Fase I Fase II Fase III

Produk Drama, Musik, Film K-POP, Drama, Film Budaya Korea

Negara Cina, Taiwan, Jepang Asia, Amerika, Eropa Seluruh dunia

Sumber: Raditya 2013: 13 Produk yang menyebarkan Hallyu secara garis besar terbagi atas 2, yakni penyebaran melalui drama Korea (yang terbagi atas 2 produk, yakni drama seri dan film) dan musik Pop Korea (K-POP) (Kim dan Ryoo 2007 119). Namun, setelah kedua produk tersebut menjadi konsumsi masyarakat global, imbas yang diterima oleh Korea Selatan bukan hanya meningkatnya popularitas budaya populer mereka, namun juga peningkatan minat masyarakat global akan Budaya

Korea. Produk Hallyu lebih dulu sukses menyebar adalah drama. Terhitung pada

2002, stasiun TV Cina menayangkan sekitar 67 drama Korea. Bahkan pada 2004 sudah mencapai angka 100 drama. Namun kesuksesan drama Korea yang paling besar adalah drama Jewel in the Palace dan Winter Sonata, dimana ditayangkan di Cina pada 2005 (Ramesh, 2005: 3) dan membawa gelombang Korea kembali menyebar dan mulai masuk ke negara-negara Asia Tenggara serta Jepang (Kim dan Ryoo 2007 119).

23

Jika didalami lebih lanjut, ada beberapa faktor yang menyebabkan kesuksesan drama Korea di berbagai negara. Salah satunya adalah isi dari drama tersebut. Drama Korea jika dibandingkan dengan drama buatan negara lain seperti

Taiwan, dinilai lebih bersifat kontemporer. Bercerita tentang isu-isu yang cenderung baru dan tidak terus-menerus membahas tentang kekerasan sebagaimana drama seri Taiwan. Isu yang dibahas cenderung tentang isu yang ditemukan sehari-hari seperti masalah keluarga sehingga penonton dapat dengan mudah masuk kedalam cerita yang dibawakan. Disamping itu, pemilihan aktor dan aktris yang pas dengan selera pasar, dan sangan berbakat dalam menyampaikan cerita, serta ditambah dengan sentuhan fashion yang tepat pada masanya juga memegang peranan penting dalam suksesnya sebuah drama Korea

(Ramesh, 2005: 2). Disamping tentang isi, harga yang relatif murah dari drama

Korea dinilai juga memiliki andil besar. Para produser dari negara-negara Asia, yang pada tahun 2000-an tengah menghadapi krisis, cenderung lebih memilih untuk membeli produk budaya Korea. Pada tahun 2000, harga drama Korea seperempat dari harga drama Jepang. Bahkan, sepersepuluh dari harga drama buatan Hongkong. Hal ini memicu cepat tersebarnya drama Korea di berbagai negara Asia (Sung 2008: 15).

Popularitas yang dibawa oleh drama Korea melahirkan minat yang besar terhadap penikmat dari negara lain, karena pada dasarnya drama Korea juga mempromosikan negara mereka, dari mulai makanan khas Korea, pakaian adat maupun fashion up to date, sampai kepada promosi bahasa Korea (Shim, 2006:

65). Dampak tersebut tentu meningkatkan minat terhadap barang-barang, seperti

24

makanan asal Korea, serta membuat Korea menjadi destinasi turis utama di Asia, dimana sebelumnya Korea bukan lokasi yang benar-benar diperhitungkan dari segi pariwisata (Onishi 2005). Sebagai contoh, pada tahun 2004 untuk bulan

Oktober saja sebanyak 257.000 turis asal Jepang mengunjungi Korea.

Kepopuleran drama Korea pada masa itu bahkan mendorong pihak penyedia jasa wisata asal negara-negara Asia seperti China, Jepang, dan Taiwan untuk menyediakan jasa ‘Hallyu Tour Package’ yang dalam kegiatannya mengunjungi set drama, konser musik, maupun stasiun TV. Meningkatnya minat akan pariwisata Korea terlihat akan jumlah pengujung Korea yang mulanya berjumlah

2,8 juta pengunjung pada 2003 meningkat menjadi 3,7 juta pengunjung pada 2004

(Wiseman, 2004).

Produk lain yang berperan besar dalam penyebaran gelombang Korea adalah musik pop Korea, atau yang lebih akrab dengan istilah K-POP. Musik pop

Korea pertama yang menarik minat negara lain adalah grup H.O.T. Grup yang berasal dari salah satu perusahaan hiburan paling sukses di Korea, SM

Entertainment. Kesuksesan H.O.T dapat dilihat dari kesuksesan mereka dalam segi penjualan album dimana menempati posisi pertama tangga lagu populer

Taiwan dan Cina. Selain itu, kesuksesan mereka juga dibuktikan dengan habisnya penjualan tiket konser di Beijing pada tahun 2000 yang kembali ikut membawa

Hallyu tertanam lebih kuat di negara-negara Asia (Korea Joongang Daily 2012).

Pada tahun 2002, penyanyi solo wanita BoA yang juga berasal dari label yang sama, SM Entertainment, menjadi musisi Korea pertama yang berhasil menjual album sebanyak satu juta kopi di Jepang (riaj.or.jp 2002).

25

Pada tahun-tahun berikutnya, nama-nama KPOP lain lahir seperti grup

SS501 dan TVXQ yang ikut sukses di Jepang. Sejak tahun 2000an melalui K-POP,

Hallyu kembali melebarkan popularitas mereka dengan melahirkan nama-nama baru di tahun 2005 sampai 2007 seperti Super Junior, Girls’ Generation, Kara, Big

Bang, dan lain-lain (Korea Joongang Daily 2012). K-POP berhasil membawa

Hallyu dengan cepat melebarkan popularitasnya bukan hanya di wilayah Asia, namun juga Australia, Amerika Utara terutama Meksiko (Cave 2013) dan

Amerika Selatan, Timur Tengah (sanat.milliyet.com.tr 2013), bahkan sampai ke

Eropa dan Afrika (Russel 2012). Fakta tersebut senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama dalam pidatonya di

Hankuk University. Obama menyebutkan bahwa Hallyu merupakan fenomena yang lahir dari era kemudahan teknologi, dimana kegiatan pertukaran informasi menjadi jauh lebih mudah dan bebas. Atas keadaan itulah, menurut Obama, zaman sekarang hampir semua orang dapat merasakan gelombang budaya Korea atau Hallyu (whitehouse.gov 2012). Sekertaris Jendral PBB, Ban Ki Moon dalam kesempatan lain juga menyebutkan dalam pidatonya di , bahwa Korea telah mencapai kesuksesan bertaraf global melalui kesuksesan penyebaran Hallyu di seluruh dunia. Bahkan, Korea melalui Hallyu dinilai sebagai pemilik kekuatan soft power baru berskala besar, yang dapat digunakan untuk mempengaruhi para pemimpin negara lain dalam menyelesaikan berbagai isu-isu global, dengan menjadikan Korea sebagai panutan penyelesaian masalah mereka. Lebih jauh mengenai perkembangan Hallyu, Moon menyebutkan

26

“As is clear with the recent rise of ’s “Gangnam Style”, the Hallyu- wave and Korean pop music, Korean culture is making its mark on the world. Korea also showed its potential in sports in the London Summer Olympics, which impressed the global sports community. This youthful, creative and dynamic Korea is rising as a new hope in the world.” (un.org, 2012)

“Sebagaimana naiknya popularitas lagu ‘Gangnam Style’ dari PSY, gelombang Hallyu dan musik KPOP, budaya Korea telah memebuat sejarah dunia.

Korea juga menunjukan potensinya dalam bidang olahraga di acara London

Summer Olympics, yang telah membuat kagum komunitas olahraga secara global.

Korea yang berjiwa muda, kreatif dan dinamis ini sedang berkembang menjadi harapan baru bagi dunia.” (un.org, 2012)

Sebagai indikasi lain yang menunjukan kesuksesan diterimanya Hallyu di dunia dapat dibuktikan dengan berbagai hal lain seperti tingginya minat warga negara dunia terhadap acara musik para artis K-POP yang digelar di negara mereka. Sebagai contoh, kesuksesan SM Entertainment membawa artis-artis mereka seperti Super Junior, Girls’ Generation, SHINEe, F(x), TVXQ dan lain- lain untuk menggelar konser di Madison Square Garden, New York dengan tiket yang terjual habis pada 2011 (Caramanica 2011). Sebanyak 15.015 orang memadati Madison Square Garden (Benjamin 2013) dan ini merupakan salah satu indikasi yang menunjukkan bahwa Hallyu telah tersebar secara global dan diterima oleh masyarakat di berbagai negara di dunia.

27

Budaya Korea adalah produk terakhir yang muncul dan diminati oleh masyarakat penikmat produk Hallyu sebelumnya. Konsumsi produk-produk

Korea Selatan mulai diminati mulai dari kuliner, elektronik, kosmetik hingga fashion (Raditya 2013: 16). Terhitung pada 2012, total pendapatan dari ekspor produk industri kreatif mencapai angka 14.136,4 milyar won (13 juta dolar)

(Wibowo 2012: 25). Peningkatan minat akan industri keratif Korea Selatan merupakan salah satu indikasi akan semakin banyaknya masyarakat dunia yang memilih gaya hidup Korea-sentris (Raditya 2013: 16). Industri kreatif Korea

Selatan juga semakin kreatif dalam mengkombinasikan warisan kultural dan nilai- nilai tradisional pada setiap produk mereka sehingga seiring meningkatnya minat akan produk asal negara tersebut, secara perlahan meningkat pula ketertarikan masyarakat dunia sebagai konsumen akan budaya Korea Selatan (Wibowo 2012:

27). Peminat dalam mempelajari Korea Selatan lebih dalam juga ditunjukkan dengan dibukanya Pusat Studi Korea di berbagai negara dunia. Sebagai contoh, atas dukungan anggaran dari pemerintah Korea Selatan, pada tahun 2011 dibuka

Pusat Studi Korea di berbagai negara seperti Australia, Indonesia, Filipina dan

Spanyol. Dari sini dapat dilihat bahya Hallyu sudah semakin tumbuh dari sekedar idiom yang menggambarkan popularitas budaya Korea Selatan, menjadi instrumen yang turut membantu perluasan penerimaan budaya, membantu meningkatkan perkembangan ekonomi, dan juga berkontribusi dalam membangun citra Korea Selatan sendiri di mata dunia (David 2013: 35). Dalam penyebaran

Budaya Korea Selatan, Hallyu dapat dikatakan telah berhasil mencapai 3 hal.

Pertama, setelah melihat berbagai indikasi yang telah disebutkan, Hallyu telah

28

diterima oleh masyarakat dunia sebagai salah satu produk budaya populer unggul yang mampu bersaing dengan produk budaya populer dengan negara lain. Kedua,

Hallyu berhasil meningkatkan minat masyarakat global untuk mempelajari bahasa

Korea Selatan. Dapat dilihat dari berbagai produk Hallyu baik drama maupun musik, yang tetap mempertahankan penggunaan bahasa asli namun tidak kehilangan penikmat bahkan terus mengalami peningkatan. Dan yang terakhir,

Hallyu berhasil memberi ketertarikan khusus masyarakat dunia untuk lebih dalam mengenal Korea Selatan dan memberi negara tersebut citra positif yang memberi implikasi terhadap berdatangannya warga asing untuk berkunjung ke Korea

Selatan (David 2013: 35-36).

2.2 Diplomasi Budaya Korea Selatan

Strategi Korea Selatan dalam penyebaran dan pengembangan diplomasi budaya selalu berusaha keras mempertahankan budaya lokal. Hal ini dimaksudkan pemerintah agar pembangunan kebudayaan senantiasa berlandaskan pada nilai- nilai dan karakter budaya sejati mereka. Secara sederhana, penyebaran produk

Hallyu seperti drama maupun musik berusaha mempertahankan penggunaan

Hangul, yakni Bahasa Korea. Hal ini didasari oleh sifat dasar Korea Selatan yang kurang menyukai dominasi kebudayaan asing dan memegang teguh kebudayaan leluhur (Wibowo 2012: 25). Korea Selatan selalu sadar, semangat pembangunan di segala bidang tidak lantas menghapuskan nilai-nilai karakter dan kearifan lokal.

Sebagai hasilnya, berdasarkan indikasi yang sebelumnya telah disebutkan, budaya

Korea Selatan tidak hilang bahkan ikut menyebar dan dapat dinikmati oleh

29

masyarakat internasional bersamaan dengan budaya populer mereka melalui

Hallyu.

Penyebaran budaya baik budaya asli maupun budaya pop Korea Selatan tidak lepas dari peran pemerintah didalamnya. Secara umum, diplomasi budaya

Korea Selatan diselenggarakan oleh tiga kementerian, yakni the Ministry of

Foreign Affairs and Trade (MOFAT), the Ministry of Culture, Sports and Tourism

(MCST), dan the Ministry of Education, Science, and Technology (MEST). Dari sini dapat dilihat bahwaPemerintah Korea Selatan tidak memberatkan tugas diplomasi kepada Kementerian Luar Negeri dan para diplomat saja, namun juga melibatkan semua sektor dalam pemerintahan (David 2013: 33). Seperti yang disebutkan sebelumnya akan sifat Korea Selatan yang kurang menyukai dominasi budaya asing, pada era pemerintahan Park Chung-Hee (1963-1979), pemerintah secara ketat mengotrol perkembangan produksi dan distribusi produk-produk kebudayaan negara tersebut. Pemerintah Korea Selatan menyadari bahwa sebagai salah satu negara di Asia Timur, mereka berada pada 2 kekuatan besar, yakni Cina dan pemerintahan kolonial Jepang terutama pada tahun 1945. Derasnya pengaruh kedua negara baik dalam perekonomian sampai ke bidang budaya membuat pada pemerintahan Presiden Park mengontrol ketat masuk dan keluarnya pengaruh kebudayaan di Korea Selatan demi melindungi keaslian kebudayaan mereka.

Namun pada pemerintahan selanjutnya, Presiden Kim Young Sam mulai mengambil neoliberalisme sebagai ideologi dasar Korea Selatan dan mulai ikut membuka Korea Selatan akan budaya-budaya asing. Korea Selatan menyadari dan mempelajari kesuksesan Hollywood dalam bidang industri hiburan pada tahun

30

1980-an dan berusaha membuat kesuksesan yang sama dalam negara mereka sehingga Korea Selatan nantinya akan mampu muncul sebagai negara yang memiliki kekuatan baru baik dalam meraih keuntungan ekonomi maupun menyebarkan pengaruh kebudayaan terutama diantara himpitan Cina dan Jepang, dan diantara negara-negara Asia pada umumnya (Yang 2012: 116). Lebih jauh,

Korea Selatan sebagai negara middle power menyadari betul bahwa mereka tidak dapat menjadi balance of power diantara Jepang dan China dengan mengandalkan hard power, sehingga pemberdayaan soft power dianggap penting. Untuk itulah pemerintah Korea Selatan sangat serius membentuk Hallyu sebagai soft power

(Nye, 2009: 93-95).

Kebebasan berekspresi baru dirasakan pada era demokrasi dibawah pemerintahan Kim tahun 1993 dimana dukungan mulai diberikan dalam memproduksi dan menyebarkan produk kebudayaan seiring dengan kesadaran pemerintah akan potensi dan peluang ekonomi yang dapat dihasilkan oleh industri kreatif. Dukungan awal pemerintah lebih bersifat koordinatif terhadap usaha- usaha yang bertujuan mendorong penyebaran produk kultural Korea Selatan (Kim,

2013; Shim, 2006).

Pada fase selanjutnya, pemerintah mulai membentuk serangkaian regulasi yang lebih bersifat mengatur dan promotif. Kebijakan regulasi meliputi pengaturan kuota tayangan asing dan menyediakan kuota khusus bagi penyedia konten bermuatan budaya lokal dan tradisional. Sedangkan kebijakan promosi meliputi dukungan bagi kegiatan ekspor produk industri kreatif melalui kantor- kantor perwakilan pemerintah di luar negeri, pembangunan pusat pendidikan dan

31

pelatihan kerja industri kreatif, dan penyelenggaraan even promosi internasional seperti Busan International Film Festival (BIFF) (Wibowo 2012: 24). Selanjutnya dibawah MCST, Presiden Kim pada 1995 membentuk Cultural Industry Bureau yang diikuti olek keputusan untuk melonggarkan biaya pajak bagi para pelaku industri kreatif (Kim 2013). Pada masa pemerintahan selanjutnya dibawah

Presiden Kim Dae-Jung (1998-2003), Korea Selatan mengusung visi ‘teknologi kebudayaan’ yang berisi upaya pengembangan secara selaras warisan budaya tradisional dan budaya populer sebagai salah satu dari enam komoditas kunci

Korea Selatan (Wibowo, 2012: 24). Dalam upaya mewujudkan maksud tersebut, dibentuklah Korea Culture and Content Agency (KOCCA), masih dibawah

MCST pada 2001 (Shim 2006). Tujuan utama KOCCA adalah menggunakan

Hallyu sebagai sarana menarik minat masyarakat internasional dalam mempelajari

Bahasa Korea dan ikut mendukung promosi Hallyu dalam taraf internasional

(Kim, 2013). KOCCA juga menyediakan pinjaman bagi perusahaan industri kecil dalam memproduksi produk kreatif seperti program televisi, drama, dan games

(koreaexim.go.kr).

Pada masa pemerintahan selanjutnya, dibawah pemerintahan Presiden Roh

Moo-hyun (2003-2008), Korea Selatan lebih berambisi untuk terus menyebarkan kebudayaan Korea Selatan ke seluruh dunia. Pemerintah berencana untuk mendorong tidak hanya industri film dan drama namun juga industri musik sebagai inti dari industri kebudayaan mereka dengan menganggarkan subsidi sampai dengan 40 miliar won sebagai bentuk dukungan pemerintah pada 2007.

Bahkan pemerintah berinvestasi sebesar 2 triliun won pada tahun 2008 untuk

32

menciptakan "Korean Wave Hollywood" sebagai upaya menciptakan Korea

Selatan sebagai kiblat kebudayaan populer asia sebagaimana Hollywood di

Amerika Serikat. Tindakan tersebut mencerminkan ambisi Korea Selatan dibawah

Presiden Roh Moo-hyun untuk mengubah negaranya menjadi kekuatan budaya global (Xuezhe, 2007: 5).

Presiden Roh dibawah MCST menerapkan kebijakan Han Style. Kebijakan tersebut dirancang untuk mengangkat budaya tradisional masyarakat Korea

Selatan menjadi budaya yang bersifat global.Kebijakan ini juga menjadi salah satu kebijakan yang penting, kerena penyebaran Hallyu menjadi lebih fokus menitik beratkan pada penyebaran nilai-nilai tradisional.Dalam prakteknya, pemerintah menekankan kepada enam pilar budaya asli Korea Selatan; Hangeul (abjad dalam bahasa Korea Selatan), Hansik (masakan Korea Selatan), Hanbok (pakaian adat),

Hanok (bentuk arsitektur tradisional), Hanji (kertas Korea Selatan yang melambangkan kegigihan bangsa dalam budaya tulis) dan Hangeuk Eumak (music tradisional) (Lukmanda, 2013: 93). Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa pemerintah tidak memanfaatkan Hallyu hanya sebagai kebijakan yang digunakan sebagai instrumen budaya dan pariwisata, namun juga berupaya keras mendidik masyarakat Korea Selatan untuk senantiasa mengembangkan budaya secara kreatif dengan nilai-nilai tradisional yang tidak dilepaskan. Kebijakan tersebut menunjukan hasil yang positif karena nilai promosi budaya Korea Selatan meningkat seiring dengan meningkatnya popularitas Hallyu di dunia. Direktur

The Korean Wave Research Center, Han Koo-Hyun menyatakan bahwa “The

Korean wave is having positive influence on a variety of fields such as

33

international trade and politics.” Pernyataan tersebut didukung oleh fakta bahwa pada tahun 2008 saja pemerintah Korea Selatan mendapat keuntungan sebesar 4,4 milyar dolar dari bisnis Hallyu (Al-Aziz, 2013: 67).

Selain kuat dalam penggunaan unsur tradisional, pemerintah Korea

Selatan juga kerap kali menggunakan artis-artis mereka (Hallyu stars) sebagai duta pariwisata dalam rangka mempromosikan sektor pariwisata mereka, seperti penunjukan Hallyu Idol Girls’ Generation sebagai Duta Bandara Internasional

Icheon tahun 2010 (allkpop.com, 2010) dan penunjukkan grup yang sama oleh

Korea Selatan sebagai Ambassador of Visit Korea Year tahun 2010 – 2013

(asiaenglish.visitkorea.or.kr). Upaya pemerintah dalam menyebarkan Hallyu juga dilakukan dengan bentuk memberi dukungan nyata akan upaya menyebarkan budaya Korea Selatan ke negara-negara lain dengan secara khusus memberi anggaran sebesar hampir 1 juta dolar bagi penyediaan pusat-pusat kebudayaan

Korea Selatan di luar negeri dibawah MCST (Wibowo, 2012: 24) bekerja sama dengan Korean Cultural and Information Service (KOCIS) yang dibentuk pada

Desember 1971 yang juga masih berada dibawah MCST. Saat ini telah berdiri 36

Korean Cultural Center (KCC) dan Culture and Information Officers yang tersebar di 31 negara (Al Aziz, 2013: 66). Dari penjelasan diatas, sangat jelas dukungan pemerintah Korea Selatan dalam mengupayakan penyebaran diplomasi budaya baik menggunakan instrumen budaya lokal yang bersifat tradisional maupun mengunakan instrumen budaya populer Hallyu dengan menjalin kerjasama yang baik dengan pelaku industri kreatif.

34

Selain pemerintah, pihak swasta juga berperan aktif dalam menyebarkan diplomasi budaya Korea Selatan ke luar negeri. CJ Entertainment & Media (CJ

E&M) merupakan salah satu perusahaan yang ikut membawa Hallyu diterima di berbagai belahan dunia. CJ E&M merupakan perusahaan hiburan yang bergerak dalam produksi film, musik, investasi, distribusi, dan pameran. Tidak hanya berproduksi di dalam negeri, perusahaan ini juga mengekspor hasil produksi mereka keluar negeri dengan berbagai sarana, pertama televisi kabel melalui cabang perusahaan CJ CGV. Cabang perusahaan ini telah tersebar ke berbagai negara besar dunia, seperti Cina, Jepang dan Amerika Serikat (Al Aziz 2013: 67).

Disamping itu, CJ E&M juga memiliki cabang perusahaan lain, yakni Mnet

Media. Mnet Media merupakan saluran Tv kabel yang fokus pada hiburan musik.

Mnet Media membantu menyebarkan Hallyu ke berbagai belahan dunia melalui berbagai program musik mereka. Jangkauan Mnet Media lebih luas karena selain menjangkau Cina, Jepang dan Amerika Serikat, juga sudah mencakup negara- negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Thailand, dan Vietnam (Al Aziz 2013:

67).

Korea Selatan menunjukkan bahwa era globalisasi teknologi jika dimanfaatkan dengan baik, dapat menjadisarana untuk menyebarkan pengaruh kepada bangsa lain. Korean Tourism Organization (KTO) menyebutkan diantara dukungan berbagai aktor dalam menyebarkan Hallyu ke seluruh dunia, peran internet cukup besar di dalamnya terutama penyebaran melalui SNS (Social

Network Services). Dengan penggunaan situs-situs berbagi gratis seperti YouTube, situs jejaring sosial Facebook, Tumblr, Twitter dan lain-lain dinilai mampu

35

membantu penyebaran Hallyu dengan cepat ke seluruh belahan dunia. Penyebaran dengan cara ini, disadari baik oleh Pemerintah Korea Selatan maupun pihak swasta, menguntungkan karena cenderung tidak membutuhkan biaya yang besar

(Korean Culture and Information Services, 2011: 44). Berikut dilampirkan peta persebaran Hallyu dilihat dari jumlah penonton pada channel YouTube tahun

2011.

Gambar II.I Peta Penonton KPOP pada Situs YouTube Tahun 2011

Sumber: Samsung Economic Research Institutes, 2012

Dari fakta tersebut, pemerintah mengklaim bahwa hasil yang dihasilkan telah maksimal, karena dengan semakin tersebar luasnya Korean Wave, produk- produk budaya Korea telah membentuk global audience, dimana karakteristik

Korea Selatan justru menjadi daya tarik tersendiri dan mampu menjadi leading trends (Republic of Korea, Ministry of Culture, Sports and Tourism, 2011: 79).

36

Selain itu maka dapat disimpulkan bahwa, penyebaran Hallyu secara global ditunjang dari akses atas informasi segala sesuatu yang berkaitan dengan Hallyu, terutama menyangkut idola-idola Korea Selatan, sangatlah dipermudah baik dari pihak swasta Korea Selatan maupun dari pihak pemerintahan, sehingga untuk semakin menyebarkannya tidak akan terlalu mementingkan aspek-aspek copyright

(Shin, 2003).

37

BAB III

DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL KOREA SELATAN DAN

INDONESIA

Bab ketiga dari penelitian ini akan membahas mengenai hubungan yang telah terjalin antara Korea Selatan dan Indonesia dengan memaparkan fakta dan sejarah berdasarkan data yang diambil dari buku, website resmi pemerintah, danberbagai jurnal sebagai data pendukung. Bab ini akan menitik beratkan hubunganyang telah terjalin sebelum dan sesudah munculnya fenomena Hallyu di

Indonesia, dengan tujuan perbandingan perkembangan kerjasama yang terjalin antara kedua negara setelah masuknya fenomena tersebut. Bab ini akan dibagi menjadi tiga sub-bab. Sub-bab pertama akan membahas hubungan yang telah dijalin, termasuk diantaranya kerjasama yang sudah diadakan oleh Korea Selatan dan Indonesia menyangkut 2 bidang, yakni bidang ekonomi dan politik.

Selanjutnya pada sub-bab kedua akan membahas tentang kerjasama yang dilakukan kedua negara menyangkut bidang sosial dan budaya.Kemudian pada sub-bab terakhir akan berisi pembahasan mengenai fenomena Hallyu di Indonesia, mencakup proses masuk hingga perkembangan Hallyu di Indonesia dan faktor- faktor apa sajakah yang juga mendorong berkembangnya Hallyu di Indonesia, dengan pembatasan rentang waktu sejak tahun 2009 hingga 2013.

2.1. Hubungan Bidang Ekonomi

Korea Selatan dan Indonesia merupakan dua negara yang memiliki beberapa persamaan dalam hal sejarah politik, dimana keduanya pernah

38

mengalami masa penjajahan, masa perjuangan dalam upaya mempertahankan kemerdekaan negara, sama-sama dikuasai oleh negara kolonial dalam kurun waktu yang cukup lama, serta pernah mengalami masa-masa pemerintahan sipil dan sama-sama mampu mengendalikan unsur-unsur kekerasan dalam negeri

(Yang, 2013: 3). Namun, meskipun memiliki beberapa kesamaan tersebut, kedua negara pada masa pasca Perang Dunia II tidak memiliki kedekatan politik. Hal tersebut dipicu kebijakan luar negeri Korea Selatan yang diterapkan oleh presiden pertama mereka, Rhee Syngman. Kebijakan tersebut berisi sikap Korea Selatan yang secara mutlak menyatakan anti terhadap komunisme, serta mengambil sikap keras terhadap negara-negara komunis. Disamping itu, pemerintahan Rhee juga tidak mau membuat perbedaan sikap terhadap negara komunis dan negara non- blok dimana pada masa tersebut Indonesia masuk didalamnya (Yang, 2013: 4).

Hal tersebut diperparah dengan sikap Indonesia dibawah Presiden Soekarno.

Indonesia tidak memiliki minat untuk dekat dengan negara Asia Timur selain

Jepang. Dan pada masa tersebut, Korea Selatan juga tidak memiliki kedekatan dengan Jepang. Ini membuat Indonesia memiliki kecurigaan terhadap Korea

Selatan. hal tersebut dibuktikan dengan penolakan Presiden Soekarno terhadap tawaran bantuan politik Korea Selatan kepada Indonesia dalam upaya pemberantasan kaum separatis di Sumatera Selatan pada tahun 1958. Indonesia berusaha mencegah adanya intervensi asing, terlebih intervensi tesebut datang dari

Korea Selatan yang lebih dekat dengan blok Barat. Lebih jauh, Indonesia dibawah

Soekarno dalam penolakannya mulai menerapkan kebijakan diplomatik anti

Korea Selatan (Yang, 2013: 11).

39

Pada masa pemerintahan setelahnya, yakni pemerintahan Presiden Park

Chung-Hee, Korea Selatan mulai menghapuskan sikap diplomasi pro-Barat dan mulai menjalin diplomasi dengan beberapa negara, khususnya dengan negara- negara non-blok yang belum banyak memiliki hubungan dengan Korea Selatan. begitu pula dengan Indonesia, masa pemerintahan Orde Baru dibawah Presiden

Soeharto memiliki pandangan politik berbeda dari pemerintahan sebelumnya.

Sejalan dengan hal tersebut,bisa dikatakan hubungan baru benar-benar terjadi antar Korea Selatan dengan Indonesia pada tahun 1966, dimana pada 1 Desember

1966 Korea Selatan membuka secara resmi kantor Konsulat Jendral di Jakarta.

Kemudian diikuti oleh pembukaan kantor Konsulat Jendral Indonesia di Seoul pada 1 Juni 1968 (idn.mofa.go.kr). Dimulai pada masa itu, kedua negara melakukan kunjungan bolak-balik yang dilakukan oleh para pemimpin politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam rangka memajukan pengertian dan persamaan pandangan dalam berbagai bidang, dan memanfaatkan kesepahaman yang lahir sebagai salah satu pertimbangan pengambilan kebijakan dalam menghadapi masalah nasional dan internasional.

Salah satu kunjungan penting adalah kunjungan tahun 1973 oleh Adam

Malik, Menteri Luar Negeri Indonesia pada masa itu serta kunjungan dari Korea

Selatan diwakili oleh Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kim Dong-Jo, yang membahas mengenai konflik Semenanjung Korea, serta dukungan Indonesia dalam menyelesaikan konflik tersebut (Yang, 2013: 14). Pada tahun 1973 pula, kedua negara sepakat untuk meningkatkan hubungan antara mereka dengan mengubah tingkat hubungan kenegaraan dari tingkat konsuler ke tingkat

40

diplomatik penuh. Pada 18 September 1973, kedua negara mulai menempatkan

Duta Besar mereka. Konsulat Jenderal kedua negara berubah menjadi Kedutaan

Besar Republik Korea (KBRK) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI)

(hatta-rajasa.info 2013).

Setelah resmi menjalin hubungan diplomasi penuh, kedua negara secara berlanjut terus mengadakan kunjungan dan pertemuan, tidak hanya oleh masing- masing Menteri Luar Negeri, namun berbagai Menteri bidang lain, sampai kunjungan tingkat kepala negara. Salah satu kunjungan kepala negara yang memiliki makna cukup penting adalah kunjungan Presiden Megawati

Soekarnoputri pada 30 Maret – 2 April 2002. Pertemuan Megawati menjadi istimewa karena sebelumnya Presiden Indonesia tersebut telah mengunjungi

Korea Utara. Kunjungan Presiden Indonesia ke Korea Utara diharapkan mampu memberi kontribusi dalam membuka kembali hubungan kedua belah pihak Korea.

Peluang yang dimiliki Megawati cukup besar, karena selain Indonesia dan Korea

Utara pada masa Perang Dingin dan Orde Baru cukup dekat, juga hubungan

Megawati yang merupakan anak dari presiden terdahulu, Soekarno. Presiden

Soekarno dan presiden Korea Utara terdahulu, Kim Il-Sung merupakan pendiri gerakan non-blok.Presiden Korea Utara pada masa kunjungan Presiden Megawati,

Kim Jong-Il, juga merupakan putra dari presiden Korea Utara pada masa

Soekarno menjabat (bumn.go.id, 2002). Karena eratnya hubungan Korea Utara –

Indonesia pada masa itu dari sisi ideologis dan bidang politik, serta kedekatan

Korea Selatan – Indonesia pada masa setelahnya, yakni pada masa pemerintahan

Presiden Soeharto dan Park Chung-Hee, menjadikan pertemuan tersebut menjadi

41

penting dan menarik bagi masyarakat internasional (Yang, 2013: 16). Setelah kunjungan tersebut, Presiden Indonesia baru kemudian mengunjungi Korea

Selatan didampingi Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dengan pembahasan utama menyangkut penyelesaian konflik Semenanjung Korea (bumn.go.id, 2002).

Jika melihat perkembangan diatas mulai dari dibukanya hubungan bilateral kedua negara, terutama dalam bidang politik terbilang sangat baik. Hal tersebut juga nampak dalam hubungan bidan ekonomi. Hubungan keduanya didukung oleh keikutsertaan mereka dalam berbagai organisasi-organisasi baik yang bersifat regional maupun internasional, seperti ASEAN (The Association of Southeast

Asian Nations), ARF (ASEAN Regional Forum), ASEAN+3 (ASEAN + China,

Japan, Korea), APEC (Asia Pasific Economic Cooperation), ASEM (Asia-Europe

Meeting), Non Blok, dan PBB.

Dalam bidang ekonomi, hubungan keduanya dapat dikatakan saling melengkapi, dimana keduanya memiliki keunggulan yang saling mengisi satu sama lain (Yang, 2005). Hal tersebut dinilai dari keunggulan kedua negara yang kurang dimiliki negara lain, yakni Indonesia dengan keungulannya dibidang sumber daya alam yang melimpah, pasar yang potensial, serta tenaga kerja yang mudah dilatih. Korea Selatan sendiri unggul dalam hal keahlian, teknologi, dan modal. Kedua negara dapat menggunakan keunggulannya masing-masing dalam mengembangkan kerjasama, mengolah sumber daya alam, dan pada akhirnya membawa kemakmuran bagi kedua belah pihak (Hatta-Rajasa.info, 2013).

42

Dalam upaya meningkatkan kerjasama terutama bidang ekonomi antar kedua negara, pada 28 November 2000 Presiden Kim Dae-Jung mengunjungi

Jakarta menemui Presiden Abdurrahman Wahid (radioaustralia.net.au, 2000).

Dalam kunjungannya, kedua presiden membicarakan tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan kedua negara dalam menyikapi dampak dari krisis Asia.

Pembicaraan tersebut melahirkan kesepakatan yang mempererat kerjasama ekonomi bilateral keduanya. Kedua negara menyepakati hal-hal penting yang berkaitan dengan isu-isu perdagangan, sektor otomotif, telekomunikasi, konstruksi, minyak dan energi (Anwar, 2013: 24). Disamping itu, Presiden Abdurrahman

Wahid juga menyampaikan harapan kepada pihak Korea Selatan untuk senantiasa mendorong para investor datang ke Indonesia.

Kesepakatan kerjasama dalam upaya meningkatkan hubungan ekonomi

Korea Selatan – Indonesia mulai menampakkan hasil. Hal tersebut dapat dilihat pada tahun 2000, baru terdapat sekitar 600 perusahaan Korea Selatan di Indonesia.

Perusahaan tersebut bergerak di berbagai bidang seperti industri tekstil, garmen, sepatu, alat olahraga, kayu, elektronik, kimia, peralatan berat, otomotif, dan baja

(Anwar, 2013: 24). Peningkatan terjadi dan menurut data Kedutaan Besar Korea di Indonesia, pada 2006 perusahaan Korea Selatan yang berdiri di Indonesia sudah mencapai ribuan. Perusahaan-perusahaan tersebut mampu menyerap tenaga kerja

Indonesia sebanyak 400.000 hingga 500.000 orang (Korean Embassy, 2006).

Demi terus memperkuat hubungan kerjasama ekonomi yang baik antar kedua negara, pada 4 Desember 2006 Korea Selatan dan Indonesia kembali

43

melakukan pertemuan dan menandatangani Deklarasi Bersama untuk Kemitraan

Strategis untuk Mengembangkan Persahabatan dan Kerjasama di Abad 21 (Joint

Declaration on Strategic Partnership to Promote Friendship and Cooperation in the 21st Century). Ini adalah momentum yang kembali membuka peluang-peluang kerjasama ekonomi bilateral Korea Selatan – Indonesia (MOFAT.go.kr, 2007).

Selanjutnya pada Maret 2007, kedua negara yang diwakili oleh presiden pada masanya, Roh Moo-Hyun dari Korea Selatan dan Susilo Bambang Yudhoyono dari Indonesia kembali membuka pertemuan yang juga membahas kerjasama ekonomi. Kali ini kerjasama membidik beberapa sektor, seperti sektor energi, manufaktur, pertanian, dan jasa perdagangan (balipost.co.id, 2007). Kedua negara meresmikan Gugus Tugas Kerjasama Ekonomi Indonesia dan Korea Selatan

(MOFAT.go.kr, 2007). Menteri Perdagangan Indonesia, Mari Elka Pangestu menilai Korea Selatan sangat serius dalam menjalin kerjasama yang lebih erat dengan Indonesia. Hal tersebut dilihat dari niat Korea Selatan untuk menurunkan bea masuk produk Indonesia ke Korea Selatan hingga 90% pada 2009. Menteri

Mari Elka juga menyebutkan hal tersebut merupakan peluang yang sangat baik bagi ekonomi Indonesia, mengingat posisi Korea Selatan sebagai negara dengan perekonomian terkuat ke 3 di Asia setelah Cina dan Jepang (balipost.co.id, 2007).

Dengan lahirnya berbagai kesepakatan antara kedua negara, hubungan

Korea Selatan dan Indonesia dalam bidang pembangunan ekonomi semakin kuat dan meluas menjangkau berbagai sektor yang sebelumnya belum tersentuh, mencakup teknologi informasi, pekerja asing, energi perikanan dan kelautan,

44

kehutanan, usaha kecil dan menengah serta kerjasama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (MOFAT.go.kr, 2007).

2.2 Hubungan Bidang Sosial dan Budaya

Hubungan kedua negara dalam bidang sosial dan budaya pada tahun 2000- an dapat dikatakan belum maksimal. Kegiatan yang dijalin baru dalam tahap pengenalan seni budaya masing-masing negara satu sama lain mengenai barang- barang kerajinan, makanan, tarian, dan objek wisata yang dilakukan oleh masing- masing kedutaan besar. Kegiatan lebih cenderung bersifat government to government dimana kedua negara saling memperkenalkan kebudayaan dalam acara-acara tingkat duta besar, dan melalui organisasi negara lain seperti Dharma

Wanita Persatuan yang seringkali diundang mewakili Indonesia dalam berbagai festival yang diadakan oleh pemerintah Korea. Kunjungan Presiden Kim Dae-

Jung pada November 2000 mulai perlahan membuka jalan hubungan kebudayaan yang lebih lebar namun masih belum menjangkau lapisan yang lebih luas karena kegiatan yang dihasilkan baru sebatas kerjasama antar kedua museum nasional tiap-tiap negara dalam hal pertukaran benda-benda purbakala. Selain itu masing- masing negara juga mengirimkan pejabat kementerian terkait dalam rangka mempelajari sejarah tiap-tiap negara. Lagi-lagi hal ini menunjukan tingkat hubungan yang dijalin dalam bidang sosial budaya masih dalam tingkat antar negara (Kedutaan Besar RI Seoul, 2000: 95). Adapun hubungan yang dilakukan diluar hubungan antar negara memang terjadi namun masih terbatas institusi, seperti institusi pendidikan. Sebagai contoh sumbangan alat musik tradisional

45

Indonesia dari pimpinan Kelompok Tari Tabuh “Sanggar Gita Lestari” Bali kepada Fakultas Musik Tradisional Universitas Choong-Ang pada tahun 2001

(Kedutaan Besar RI Seoul, 2001: 96). Dapat dikatakan, pertukaran alat kesenian tradisional ini dapat terjadi karena dukungan dari Duta Besar RI di Seoul sehingga belum menunjukkan peningkatan hubungan yang lebih mendalam dari hubungan antar pemerintah.

Dalam upaya kedua negara mebuka hubungan dalam bidang sosial dan budaya yang bersifat lebih luas dan lebih mudah menjangkau berbagai lapisan,

Indonesia dan Korea Selatan menandatangani nota kesepahaman / MoU yang membahas tentang kerjasama bidang sosial kebudayaan / Persetujuan Kerjasama

Kebudayaan (Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Korea on Cultural Cooperation) pada 28

November 2000. MoU yang diratifikasi oleh presiden dari kedua negara tersebut memiliki tujuan untuk memberikan kemudahan dan meningkatkan kerjasama di bidang kebudayaan dan kesenian. Disamping itu, kedua negara melalui MoU tersebut juga berupaya menjalin kerjasama dalam bidang pendidikan, termasuk kegiatan akademis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan masyarakat, media massa informasi dan pendidikan, olah raga dan kewartawanan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan rakyat tentang kebudayaan dan kegiatan-kegiatan masing-masing negara di bidang-bidang tersebut (Peraturan Presiden Republik

Indonesia No 92 Tahun 2007). Dengan nota kesepahaman tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk mempermudah kegiatan pertukaran kunjungan para ahli, serta pengadaan kegiatan terkait yang bertujuan saling memperkenalkan kebudayaan

46

masing-masing negara atau dengan kata lain memperkuat komitmen kedua negara untuk lebih memperkuat hubungan persahabatan tidak hanya dalam tingkat government to government, melainkan juga menjangkau tingkat people to people

(kemlu.go.id). Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tersebut, pada Mei 2008 telah diadakan Pertemuan Komite Budaya Indonesia Korsel di Yogyakarta (the

First Cultural Committee Meeting RI–ROK). Kedua kesepakatan kerjasama tersebut kemudian menjadi pondasi awal yang membuka kerjasama-kerjasama

Indonesia – Korea Selatan di tahun-tahun mendatang (id.korean-culture.org).

Dalam bidang pendidikan, jumlah pusat studi Korea Selatan pra masuknya

Hallyu dapat dibilang terbatas. Pada tahun 1995 Universitas Gajah Mada (UGM) mulai memperkenalkan Bahasa Korea sebagai mata kuliah pilihan, begitu pula yang diterapkan di Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1996. UGM kemudian membentuk Pusat Studi Korea (Puskor UGM) pada tahun 1996 dan membuka

Program Diploma 3 Bahasa Korea pada 2003 dan pendirian Program S1 Bahasa

Korea oleh UI pada 2006. Sedangkan untuk universitas swasta, Universitas

Nasional (UNAS) lebih dulu mulai membuka kursus Bahasa Korea sebagai cikal bakal Pusat Studi Korea pada tahun 1987 (Nugroho, 2013: 109). Maka dapat dikatakan, di Indonesia baru terbatas pada pengenalan dan pengajaran bahasa pada tahun 80an hingga pertengahan 90an, itupun terbatas pada beberapa universitas saja.

47

3.3 Perkembangan Hallyu di Indonesia

Dalam kasus masuknyaHallyu ke Indonesia, Indonesia termasuk negara yang mengenal Hallyu secara luas melalui karya-karya kontemporer negara gingseng tersebut. Ditengah popularitas budaya Amerika, India, Jepang, dan bahkan Taiwan, pada 2002 Indonesia mulai mengenal Hallyu melalui drama yang mulai diputar di stasiun TV Indonesia. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Reza Lukmanda, seorang peneliti Pusat Studi Korea di Universitas Gajah

Mada, juga dapat disimpulkan hal senada bahwa Indonesia mulai mengenal

Hallyu pada tahun 2002 melalui berbagai drama. Drama-drama tersebut membantu memperkenalkan Indonesia dengan kebudayaan tradisional Korea

Selatan.Sebagai contoh, drama Korea Selatan kerap menampilkan pakaian tradisional Hanbok dan berbagai macam makanan tradisional serta sikap santunnya dalam menghormati orang yang lebih tua dalam kehidupan keseharian masyarakat mereka.Selain itu, sebagaimana kesuksesan drama Korea di belahan dunia lain seperti Jepang, kesuksesan drama Korea di Indonesia juga dilatar belakangi oleh isi dari drama tersebut yang menceritakan beragam kisah yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, serta menonjolkan keindahan dari Korea itu sendiri, seperti daerah pariwisata tertentu, penggunaan pakaian adat Korea (Hanbok), pengenalan terhadap makanan khas Korea, dan lain-lain. Sehingga masyarakat Indonesia semakin tertarik tidak hanya kepada isi dari drama namun kepada Korea keseluruhan. Hal ini senada dengan kebijakan

Han Style yang diterapkan oleh pemerintah Korea Selatan.

48

Winter Sonata dan Endless Love merupakan 2 drama Korea yang pertama di putar di Indonesia (Shim, 2006: 28). Berdasarkan survey dari AC Nielsen

Indonesia (Kompas Online 14 Juli 2003 dalam Nugroho, 2011: 45) drama Endless

Love mendapatkan rating 10 atau ditonton sekitar 2,8 juta orang di lima kota besar di Indonesia. Pencapaian ini mengalahkan rating drama Taiwan dan Jepang manapun yang pernah tayang di Indonesia.Kesuksesandrama tersebut mendorong

TV Indonesia semakin banyak memutarkan drama Korea, seperti Full House,

Boy’s Before Flower, You’re My Destiny dan . Untuk beberapa tahun

(2000-2006), Hallyu di Indonesia sebagian besar dinikmati masyarakat Indonesia melalui drama. Hal ini dapat dilihat dari terus ditayangkannya drama-drama Korea di berbagai stasiun TV swasta Indonesia (Nugroho, 2011: 43).

Tabel III.II Jumlah Penayangan Drama Korea di Indonesia

Total Program yang Biaya Rata-Rata per Program (dalam Tahun Ditayangkan US$)

2001 26 620

2002 80 1.060

2003 299 1.680

2004 320 1.350

Sumber: Lukmanda. 2013. Hallyu Sebagai Soft Power Korea Selatan.Hal 111

Terhitung pada tahun 2011 saja sudah lebih dari 50 judul drama diputar di

Indonesia, dan masih meningkat di setiap tahunnya (Institut Seni Indonesia

Denpasar, 2011). Seiring dengan meningkatnya popularitas drama Korea Selatan

49

di Indonesia, berbagai showcase drama digelar demi mempertemukan sang bintang dengan penggemar di Indonesia, seperti yang diadakan oleh TV Korea

Showcase bekerja sama dengan stasiun TV swasta Indonesia (Al Aziz 2013: 75).

Selain drama, film juga merupakan instrumen Hallyu yang ikut masuk ke

Indonesia. Kurun waktu film menjadi produk penting dalam promosi Hallyu adalah antara tahun 2006 – 2008 (Nugroho, 2011: 43). Ketertarikan Indonesia dalam film Korea Selatan tidak terlepas dari kesuksesan drama Korea Selatan itu sendiri. Meski demikian, terdapat sedikit penurunan dari segi jumlah. Hal ini, masih dari wawancara yang penulis lakukan dengan Reza Lukmanda, dipicu dengan maraknya aktifitas pembajakan yang terjadi di Indonesia.

Tabel III.III Total Ekspor Film Korea ke Indonesia

Total Ekspor Tahun Biaya Rata-Rata per Program (dalam US$) Film

2001 23 9.182

2002 22 9.826

2003 29 7.500

2004 14 N/A

Sumber: Lukmanda. 2013. Hallyu Sebagai Soft Power Korea Selatan.Hal 111

Sineas perfilman Indonesia, Garin Nugroho menyebutkan, berhasilnya drama dan film Korea Selatan masuk Indonesia karena keunikan yang mereka miliki.Adat tradisi yang kental dalam drama dan film Korea Selatan menjadi poin

50

tersendiri.Disamping itu, karakter jiwa dan emosi Asia yang dekat dengan karakter orang Indonesia membuat penikmat drama dan film Korea Selatan di

Indonesia lebih mudah mengikuti cerita yang ditawarkan (Nugroho, 2011: 46).

Ditandai sejak tahun 2009, musik KPOP yang merupakan instrumen lain dari Hallyu mulai banyak dinikmati masyarakat Indonesia, dengan peminat utama remaja.Bahkan, KPOP dapat dikatakan mengambil kendali penuh sebagai produk utama yang mempromosikan Hallyu di Indonesia (Nugroho, 2011: 43).Salah satu indikasi ialah mulai munculnya media cetak Indonesia yang khusus membahas seputar tentang musik KPOP (Purwanto 2012).Dalam upaya menyebarkan Hallyu melalui instrumen KPOP, para pelaku seni bidang tersebut juga mulai berdatangan ke Indonesia. Kedatangan penyanyi KPOP pertama ke Indonesia dilakukan oleh BoA dan Jang Nara dalam acara Anugerah Musik Indonesia (AMI)

Samsung Awards pada 2004, meskipun antusiasme masyarakat Indonesia belum tinggi (Marenia 2013: 75).

Selain dilakukan oleh para pelaku seni, pemerintah Korea Selatan juga ikut berperan dalam menyebarkan Hallyu di Indonesia dengan KPOP.Pemerintah

Korea Selatan bekerja sama dengan pemerintah Indonesia menyelenggarakan pekan Korea-Indonesia Week sejak tahun 2009. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan resmi tahunan yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik

Korea di Indonesia.Korea-Indonesia Week dengan menampilkan beragam budaya

Korea dari musik tradisional, pameran kerajinan tradisional Korea hingga pementasan konser K-Pop yang menjadi daya tarik utama bagi peserta pameran tersebut.Kegiatan tersebut menunjukan bahwa pemerintah Korea Selatan mulai

51

menyadari ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap Hallyu. Lebih lanjut Pada tahun 2010, Kedutaan Besar Republik Korea bekerja sama dengan Pemerintah

Indonesia menggelar Indonesia-Korea Friendship Sharing Concertyang masuk dalam rangkaian acara tahunan Korea-Indonesia Week.Acara tersebut mengundang tidak saja nama besar penyanyi lokal Indonesia seperti Gita Gutawa, namun juga artis KPOP besar seperti SHINEe dan Girl’s Day. Acara yang digelar atas kerjasama kedua negara tersebut mendapat apresiasi luar biasa meriah dari masyarakat Indonesia terutama kaum muda (Al Aziz 2013: 75). Sejak saat itu, baik pihak swasta maupun kerjasama antar duapemerintahan dapat dikatakan cukup rutin menggelar kegiatan pertukaran kebudayaan dengan menyertakan instrumen KPOP di dalamnya (Korea – Indonesia Culture Week, Konser SM

Entertainment, Konser Girls’ Generation, Konser Big Bang, dan lain-lain)

(Marenia, 2013: 81-82).

Dalam bidang pendidikan, perkembangan minat terhadap kebudayaan

Korea Selatan mulai terlihat pada universitas lain di Indonesia, dengan mulai memperkenalkan studi Korea Selatan kepada mahasiswa mereka, baik melalui pembukaan Pusat Studi Korea, pembukaan kelas pilihan Bahasa Korea, sampai pembukaan Program Jurusan Bahasa Korea seperti yang dilakukan oleh

Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM), Kalimantan pada 2006 dalam pendirian PUSKO (Pusat Sudi Korea-Center for Korean Sudies), pembukaan kelas Bahasa Korea sebagai mata kuliah pilihan di Universitas Hasanuddin

(UNHAS) Makassar pada 2007, dan pembukaan KSC (Korean Studies Center) di

Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang pada 2007 (Nugroho, 2013: 13-14).

52

Pengajaran yang diberikan (terutama yang diberikan oleh masing-masing pusat studi Korea) bukan lagi hanya tentang bahasa, namun juga mulai mencakup budaya Korea Selatan seperti tarian dan lagu tradisional serta pertukaran informasi terkini melalu negara tersebut. Pembukaan sarana mempelajari Korea

Selatan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan Duta Besar Korea Selatan untuk

Indonesia, dan KOICA (Korea International Cooperation Agency) atau Badan

Kerjasama Internasional Korea yakni badan pemerintahan milik Korea Selatan yang berdiri guna memberikan bantuan dan mempererat hubungan dengan negara- negara berkembang.

53

BAB IV

ANALISA PERAN HALLYU TERHADAP HUBUNGAN BILATERAL

KOREA SELATAN – INDONESIA

Sebelumnya telah dijelaskan bagaimana Hallyu muncul dan berkembang di Korea Selatan, menyebar di berbagai negara di dunia, serta dibentuk menjadi instrumen diplomasi yang kompleks oleh pemerintah. Hal tersebut didasari oleh kesadaran pemerintah akan potensi Hallyu setelah melihat beberapa keberhasilan yang terjadi di berbagai wilayah seperti China, kemudian menyebar ke berbagai wilayah Asia lain termasuk Indonesia. Pemerintah Korea Selatan melihat minat masyarakat Indonesia terhadap budaya Hallyu yang kemudian menjembatani berbagai kerjasama yang mempererat hubungan bilateral kedua negara.

Munculnya Hallyu di Indonesia tidak terlepas dari tingginya minat masyarakat Indonesia akan produk Hallyu itu sendiri. Drama, film, dan musik

KPOP semakin banyak dan mudah dijumpai di berbagai media Indonesia.Salah satu indikasi yang dapat dilihat adalah acara pertemuan para pencinta Hallyu yang semakin rutin diadakan terutama oleh kaum remaja Indonesia (sriwijayatv.com, 6

Desember 2010). Pihak swasta melihat tingginya minat masyarakat Indonesia terhadap budaya Hallyu sebagai suatu peluang yang menguntungkan. Mereka kemudian kerap kali membawa idola Korea Selatan yang adalah para penyebar

Hallyu ke Indonesia untuk mengadakan fanmeeting, showcase, bahkan konser

(tempo.co, 31 Desember 2013). Pemerintah Korea Selatan sendiri juga ikut merespon peningkatan minat terhadap budaya bentukan bangsanya tersebut.

54

Dalam upaya memudahkan masyarakat Indonesia mendapatkan berbagai informasi mengenai Korea Selatan, pemerintah meresmikan kantor Korea

Tourism Organization (KTO) cabang Jakarta. Pendirian kantor KTO di Jakarta bertujuan untuk mempererat kerjasama antar kedua negara terutama menyangkut urusan pariwisata (suarapembaruan.com, 8 Juli 2011). Tidak hanya peresmian

KTO, pemerintah Korea Selatan juga meresmikan kantor Korean Cultural Center

(KCC) di Jakarta. Pendirian pusat kebudayaan ini dibuka langsung oleh Dubes

Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Young-sun. Secara jelas Dubes Kim menjelaskan, pembangunan kantor KCC Jakarta merupakan respon pemerintah

Korea Selatan atas tingginya minat masyarakat Indonesia mengenai Hallyu.

Pemerintah Korea Selatan menyediakan KCC sebagai sarana one-stopservice bagi masyarakat Indonesia yang tertarik dengan berbagai kebudayaan Korea Selatan

(news.bisnis.com, 19 Juli 2011).

55

Tabel IV.III

Peran Hallyu Terhadap Hubungan Bilateral Korea Selatan – Indonesia Peran Hallyu Ekonomi 1. Pembukaan Gerai Bebas Pajak pertama di Indonesia, yang merupakan gerai pertama yang dibuka di luar Korea Selatan 2. Peningkatan angka penjualan dalam sector industri kosmetik dan teknologi (televise) 3. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan Indonesia ke Korea Selatan, menempatkan Indonesia sebagai negara dengan peningkatan jumlah kunjungan ke Korea Selatan tertinggi diantara negara-negara ASEAN. 4. Peningkatan data impor produk Korea Selatan ke Indonesia. Sosial Budaya 1. Digelarnya acara tahunan dalam rangka memperkenalkan budaya Korea Selatan ke masyarakat Indonesia secara umum 2. Digelarnya berbagai acara di bidang hiburan seperti konser musik baik dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta 3. Muncul prilaku meniru dari masyarakat Indonesia yang lahir dari kekaguman atas idola Hallyu Korea Selatan melalui kegiatan cover dance. 4. Pergeseran minat masyarakat Indonesia menyangkut budaya pop. 5. Peningkatan minat terhadap pendidikan Bahasa dan Budaya Korea Selatan.

56

Melihat respon yang diberikan berbagai pihak Korea Selatan (pemerintah dan swasta) terhadap minat Indonesia atas Hallyu, bab ini akan membahas mengenai peran yang diberikan Hallyu di Indonesia. Sebagaimana dinamika hubungan kedua negara yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya yang dibagi atas 2 sub-bab, bab ini juga akan membagi peran Hallyu kepada 2 sub-bab sehingga akan menghasilkan perbandingan hubungan antara kedua negara sebelum dan sesudah masuknya Hallyu.

4.1 Peran pada Bidang Ekonomi

Narasumber Reza Lukmanda yang adalah salah seorang peneliti di Pusat

Studi (Puskor) UGM, mengatakan bahwa muara akhir dari ekspansi Hallyu ke

Indonesia adalah lebih ke ekonomi. Lebih jauh beliau berpendapat, bahwa

dampak politik yang dibawa oleh Hallyu adalah dampak pencitraan dimana

Hallyu melahirkan rasa ketertarikan, kekaguman, dan menghasilkan pencitraan

baik dari Indonesia sehingga mempermudah lahirnya kerjasama. Lukmanda

memberi contoh kasus studi Hallyu di Taiwan:

“Hallyu memang tidak terlihat berpengaruh ke bidang politik, karena memang muaranya adalah perekonomian Korea. Namun, efek pencitraan yang diciptakan Hallyu bisa mempengaruhi hubungan poitik Korea. contohnya, Taiwan, dulu kedua negara ini berkonflik karena peralihan hubungan diplomatik Taiwan ke China tahun 92, tapi sekarang ketegangannya menurun karena popularitas Hallyu di Taiwan.”

Untuk kasus Hallyu di Indonesia, hubungan kedua negara memang

tergolong baik, sehingga lebih banyak peluang untuk mengembangkan

kerjasama antara keduanya.Minat masyarakat Indonesia terhadap Hallyu

dijelaskan oleh Nye merupakan karakteristik dari soft power. Nye

57

menyebutkan bahwa soft power, dalam hal ini Hallyu, dapat digunakan untuk meraih hal-hal yang diinginkan dengan berdasarkan kepada ketertarikan

(attraction)(Nye, 2004: 5). Dalam membentuk ketertarikan itu sendiri, suatu bangsa perlu ditopang oleh citra ataupun reputasi negaranya.Sehingga menjadi penting bagi pihak Korea Selatan untuk terus merespon minat Indonesia terhadap Hallyu. Masuknya Hallyu sebagai instrumen diplomasi budaya Korea

Selatan kepada masyarakat Indonesia merupakan sebuah langkah dasar untuk membangun citra baik mereka sekaligus dapat mempererat hubungan bilateralnya dengan Indonesia sehingga kedepan banyak peluang kerjasama yang lebih mudah terjalin.

Sebagai salah satu sarana pelaksanaan kegiatan diplomasi, Korea Selatan secara aktif menggunakan peran Hallyu, termasuk di Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat pada saat Pemerintah Korea Selatan menjalin kerjasama militer bersama dengan Indonesia. Pada kunjungan kenegaraan dari pihak militer

Korea ke Indonesia bersama dengan Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia,

Kim Young-san, pada bulan Oktober 2011 mengikutsertakan aktor Korea

Selatan. Ikon Hallyu yakni aktor Hyun Bin yang sedang menjalani kegiatan wajib militer, ditunjuk menjadi duta militer Korea Selatan. Menurut Kepala

Dinas Penerangan TNI-AL Laksamana Pertama Untung Suropati, kedatangan

Hyun Bin merupakan bentuk diplomasi yang oleh pemerintah Korea Selatan untuk memperkuat hubungan dengan Indonesia (Media Indonesia, 24

Desember 2011). Dengan melihat pilihan Korea Selatan untuk menggunakan

Hyun Bin, dapat dikatakan bahwa Korea Selatan mengunakan Soft power

58

mereka dalam membuka hubungan dengan Indonesia.Popularitas Hyun Bin di

Indonesia membuka peluang yang lebih besar dalam usaha Korea Selatan

menjalankan kepentingan nasional mereka di Indonesia. Soft power

menjelaskan prilaku Korea Selatan sebagai kemampuan mengguanakan

ketertarikan sebagai power. Nye menyebutkan bahwa soft power merupakan

kemampuan untuk mendapatkan apapun yang diinginkan dengan cara

ketertarikan (attraction) (Nye, 2004: 5).

Seperti yang telah dijelaskan, muara kerjasama Hallyu tertuju utamanya

kepada kepentingan ekonomi. Hal tersebut diperkuat dengan penyataan Mr.

Kim Do Hyung, first secretary of Republic of Korea Embassy in Indonesia,

Beliau mengungkapkan bahwa:

“Kepentingan nasional utama lainnya yang ingin dicapai Korea Selatan di Indonesia adalah di bidang ekonomi. Korea Selatan ingin mempromosikan kerjasama substansial menengah dan rencana ekonomi pembangunan jangka panjang di Indonesia. Korea Selatan sedang berusaha untuk memperluas perannya dalam masyarakat internasional dengan melakukan modernisasi ekonomi dan kebudayaan guna memberikan pengalaman dan keahliannya dengan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia (Wawancara dengan first secretary of Republic of Korea Embassy, dalam skripsi Wahyudiya).”

Dari penjelasan Mr Do Hyung dapat disimpulkan fokus Korea Selatan merupakan pencapaian kerjasama ekonomi yang lebih erat dengan Indonesia.

Salah satu contoh pencapaian diplomasi budaya Korea Selatan menggunakan

Hallyudalam bidang ekonomi adalah peresmian Lotte Duty Free, atau gerai bebas pajak asal Korea Selatan di Jakarta, tepatnya di Bandara Soekarno-Hatta (Al Aziz,

2013: 76). Pembukaan Lotte Duty Free merupakan cabang luar negeri yang pertama dibuka di luar Korea Sealatan. Dalam peresmiannya, pihak Korea

59

Sealatan menggunakan idola Hallyu, yakni Choi Ji Woo, aktor yang terkenal melalui drama Winter Sonata dan Ok Taecyeon yang merupakan anggota dari grup 2PM (moodiereport.com: 01 Februari 2012). Selain itu, idola Hallyu lain,

Eru, dipilih sebagai brand ambassador Lotte Duty Free untuk Indonesia tahun

2014 (gatra.com: 24 April 2014). Marketing Director Lotte Duty Free Korea, Kim

Bo Jun, dalam jumpa pers di Jakarta, 23 April 2014 menjelaskan:

"Pemilihan Eru sebagai brand ambassador Lotte Duty Free di Indonesia, sebagai bagian dari strategi Hallyu marketing. Selain itu kami juga mengadakan alliance dengan Garuda Indonesia, Bank Mandiri, dan China Eksibisi." (gatra.com: 24 April 2014)

Pernyataan Mr. Jun senada dengan apa yang dijelaskan oleh konsep diplomasi publik. Popularitas bintang-bintang Hallyu tersebut dinilai mampu mempengaruhi opini publik Indonesia demi mencapai kepentingan nasional Korea

Selatan.

Industri lain yang menunjukan meningkatnya minat masyarakat Indonesia terhadap Hallyu adalah industri kosmetik. Daya tarik para idola Hallyu Korea

Selatan tidak terlepas dari kosmetik yang digunakan. Hal ini ikut berpengaruh dalam meningkatnya minat masyarakat dunia terhadap kosmetik yang mereka gunakan. Konsumen membeli kosmetik di Korea Selatan pada tahun 2011 senilai

10,82 triliun Won, naik hampir 10% dari 2010. Menurut penjelasan Badan

Statistik Korea, dengan gencarnya penyebaran Hallyu di seluruh dunia, jumlah wisatawan asing yang telah berkunjung ke Korea Selatan semakin bertambah pula untuk membeli kosmetik buatan Korea Selatan (rki.kbs.co.kr: 13 Februari 2012).

60

Peningkatan penjualan kosmetik Korea Selatan ditopang langsung oleh ikon

Hallyu. Sebagai contoh, pada tahun 2013 produk kosmetik Face Shop menempati urutan pertama dalam penjualan produk setelah mengangkat Bae Suzy sebagai brand ambassador mereka dengan total penjualan naik 30% dari tahun 2012 sebesar 308.400.000.000 Won (koreanindo.net: 29 Desember 2013). Untuk

Indonesia, meskipun belum menerbitkan data rinci mengenai angka penjualan produk kosmetik asal Korea Selatan, namun secara umum sudah dapat terlihat ketertarikan masyarakat akan produk kosmetik asal negeri Hanbok tersebut.

Merk-merk asal Korea Selatan seperti Etude, The Face Shop, Tony Moly, dan

Nature Republic telah mulai banyak membuka gerai di pusat perbelanjaan

Indonesia. Hal ini menunjukan respon produsen terhadap ketertarikan masyarakat

Indonesia. Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetik (PPAK)

Indonesia, Putri K. Wardani mengungkapkan, datangnya pemain asing dalam perdagangan bebas memang tidak bisa dibendung. Indonesia secara perlahan mulai bergeser dari brand asal Amerika ataupun Eropa, ke brand-brand asal

Korea Selatan. Putri memaparkan, industri kosmetik tidak jauh dari budaya.

"Masuknya kosmetik Korea seiring dengan penetrasi budaya Korea di Indonesia.

Hal tersebut tidak bisa di halangi. Satu hal yang bisa dilakukan industri lokal adalah meningkatkan daya saing. Tapi, tentu harus didukung pemerintah (Jawa

Pos dalam Kemenperin.go.id)."

Penggunaan idola Hallyu dalam promosi penjualan industri selanjutnya adalah industry teknologi.Penulis mengambil contoh penjualan produk perusahaan besar Korea Selatan, Samsung dan LG. LG menggunakan aktor kenamaan Won

61

Bin dalam mempromosikan produk ‘LG Infinia Cinema 3D’ sedangkan Samsung menggunakan aktor Hyun Bin dalam mempromosikan produk ‘Samsung Smart

TV’. Lembaga survey Jerman, German for Knowledge (GFK) (dalam Lukmanda,

2013: 112) menyebutkan LG Infinia mendominasi 46% pangsa pasar TV 3D di

Indonesia. Disamping faktor kecanggihan teknologi, kepopuleran aktor Won Bin di Indonesia tentu ikut berperan dalam angka penjualan produk LG dimana akhirnya mempengaruhi minat konsumen Indonesia terhadap produk tersebut.

Disamping LG, produk televisi Samsung juga menunjukan peningkatan angka penjualan. Penjualan Smart TV menurut data lembaga riset IHS iSuppli dari

California, AS, naik 27 persen mencapai 66 juta unit sepanjang 2012. Bahkan,

IHS iSuppli memprediksi per tumbuhannya pada 2015 naik 55 persen atau mencapai 141 juta unit. Hal tersebut dibenarkan Managging Director PT Samsung

Electronics Indonesia Yoo Young-kim. ”Gambaran globa terjadi di Indonesia.

Kebutuhan dan ketergantungan masyarakat Indonesia ter hadap internet membuat permintaan smart TV meningkat pesat.” (pasundanekspres.co.id, 27 April 2013).

Kerjasama lain yang masih terkait dengan perekonomian kedua negara adalah pariwisata. Bidang pariwisata penting untung disorot karea melalui Hallyu, minat Indonesia terhadap objek pariwisata Korea Selatan meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, minat masyarakat Indonesia terhadap Korea dalam hal pariwisata tercatat mengalami peningkatan paling tinggi dibanding dengan peningkatan negara-negara lain sebagaimana dijelaskan oleh Direktur KTO Kwon

Joong Sool (merdeka.com, 20 Juni 2013). Pertumbuhan minat masyarakat

62

Indonesia terhadap objek wisata Korea Selatan secara stabil terus meningkat sejak tahun 2010.

Grafik IV.I

Jumlah Wisatawan Indonesia Ke Korea Selatan

2010 2011 2013 (semester I)

173.449 149.525

95.239

Jumlah Wisatawan Indonesia Ke Korea

Sumber: merdeka.com

Grafik diatas merupakan bentuk dari trend analysis. Secara sederhana, trend analysis merupakan bentuk analisa yang membandingkan pencapaian yang telah dicapai di waktu-waktu tertentu, sehingga dapat ditarik kesimpulan apakah pencapaian mengalami peningkatan atau penurunan (Helsel dan Hilsch: 324).

Dalam grafik diatas dapat dilihat, pada Tahun 2010, jumlah wisatawan Indonesia ke Korea hanya mencapai 95.239. Angka kunjungan meningkat 57 persen pada tahun 2011 (republika.co.id: 26 April 2014) dan pada paruh pertama 2013 meningkat 16%. Peningkatan ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan peningkatan jumlah wisatawan ke Korea Selatan diantara negara-negara ASEAN

63

( Singapura 5,7%, Malaysia 3,7%, Indonesia 16% dan Filipina 12,7%)

(merdeka.com, 20 Juni 2013).

Peningkatan jumlah kunjungan masyarakat Indonesia tidak terlepas dari peran Hallyu di dalamnya. Sebagai instrumen soft power, Hallyu memiliki kedua sifat yang dicakup dalam parameter budaya.High Culture yang berisikan sastra dan kesenian yang bersifat edukatif dimana pemerintah Korea Selatan mempertahankan kebudayaan tradisional mereka melalui kebijakan Han Style dan

Popular Culture yang ikut meningkatkan minat masyarakat negara lain dengan jalur budaya popular seperti drama (Primayanti, 2013: 120-121 dan Nye,2004: 11).

Perwakilan agen perjalanan Korea Selatan, Kevin Wo menjelaskan masyarakat

Indonesia yang melakukan perjalanan pariwisata ke Korea Selatan kerap mengunjungi sejumlah lokasi pembuatan drama seperti Nami Island, latar drama

Winter Sonata (bisnis.com, 28 Maret 2014) dan memperkirakan peningkatan akan terus tumbuh seiring meningkatnya minat akan mengenal lebih jauh berbagai kebudayaan Korea Selatan mulai dari produk budaya popular sampai budaya tradisional (solopos.com: 28 Maret 2014). Direktur KTO menyampaikan hal serupa bahwa minat masyarakat Indonesia untuk berkunjung ke Korea beberapa tahun ini semakin berkembang, terutama dengan makin diterimanya budaya Korea yang masuk melalui film, serial drama dan musik (suarapembaruan.com: 8 Juli

2011). Disamping itu, salah satu agen pariwisata Indonesia, Aneka Kartika Tours

& Travel Service melalui Operasional Manager Ronald Gunawan,menilai permintaan perjalanan wisata ke Korea memang sedang tinggi. Pertumbuhan minat masyarakat mencapai angka 20% sampai 30% (bisnis.com: 28 Maret 2014).

64

Meningkatnya minat masyarakat Indonesia dengan produk Korea Selatan juga dapat dilihat dari angka statistik impor Indonesia terhadap Korea

Selatan.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dimana terjadi peningkatan besar pada era sebelum dan sesudah masuknya Hallyu di Indonesia:

Grafik IV.II

Data Impor Produk Korea Selatan Ke Indonesia 14.000.000.000 12.000.000.000 2008 10.000.000.000 2009 8.000.000.000 2010 6.000.000.000

Axis Axis Title 2011 4.000.000.000 2012 2.000.000.000 0 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sumber: Badan Pusat Statisik (bps.go.id)

Pada tahun sebelum Hallyu berkembang di Indonesia (2008 – 2009), angka impor Indonesia terhadap produk Korea Selatan masih berkisar antara 4-6

Milyar USD. Dampak peningkatan minat terhadap Hallyu mulai dapat dilihat pada 2010 dimana penerimaan masyarakat Indonesia terhadap produk Korea

Selatan meningkat seiring masuk dan dikenalnya Hallyu di Indonesia.

Peningkatan terlihat jelas pada 2011 dibanding tahun sebelumya. Pada 2010, angka impor Indonesia terhadap produk Korea Selatan adalah USD

7.702.999.621.Pada 2011 terjadi peningkatan hingga mencapai angka

12.999.749.865 (Al Aziz, 2013: 77). Meskipun setelah 2012 terjadi penurunan

65

namun angka masih diatas 10 Milyar USD.Dapat disimpulkan bahwa Hallyu merupakan salah satu faktor pendorong meningkatnya angka impor produk Korea

Selatan ke Indonesia. Penggunaan ikon Hallyu sebagai alat diplomasi pada bab sebelumnya telah dijelaskan sebagai salah satu tujuan dari diplomasi publik, dimana opini publik dapat mempengaruhi masyarakat negara tujuan demi mendapat keuntungan dalam bidang ekonomi (Leonard, 2002:9-10).

4.2 Peran pada Sosial dan Budaya

Hubungan bidang kebudayaan antara Indonesia dan Korea Selatan didukung oleh kesepakatan antara kedua negara yang telah dibentuk sejak Mei

2008. Pertemuan Komite Budaya Indonesia Korea Selatan di Yogyakarta (the

First Cultural Committee Meeting RI–ROK) menjadi upaya dari kedua negara untuk memfasilitasi kegiatan kedua pihak juga sepakat untuk memperkuat kerjasama kebudayaan pada sektor warisan budaya (cultural heritage), kesenian

(arts), film, arkeologi, permuseuman, sejarah, kelitbangan dan kediklatan, serta industri budaya (id.korean-culture.org). Pihak Korea Selatan juga meminta dukungan Indonesia dalam hal penyelenggaran beberapa kegiatan di Indonesia, yaitu: a) Pekan Budaya Korea, b) Festival Porselin Korea dan c) Pameran Foto dan telah disepakati oleh pemerintah Indonesia.Kelanjutan dari kesepakatan tersebut adalah mulai digelarnya acara Indonesia – Korea Week pada tahun 2009.

Kegiatan pertukaran kebudayaan ini bertujuan untuk saling memperkenalkan kebudayaan satu sama lain secara lebih dekat ke masyarakat, karena acara dibuka bersifat umum.

66

5. Indonesia – Korea Week 2009

Pekan Kebudayaan Indonesia Korea pertama diadakan pada 9-18 Oktober

2009.Pada rangkaian kegiatan, Korea Selatan memperkenalkan tarian tradisional kebanggaan mereka yang telah berumur 2000 tahun. Selain itu

Korea Selatan juga memperkenalkan masyarakat Indonesia instrumen musik tradisional mereka (thejakartapost.com: 06 Oktober 2009). Disamping seni musik, Korea Selatan juga memperkenalkan seni bordir, produk agrikultur

(seperti gingseng, apel, dan pir), produk kehutanan (jamur dan kenari) serta pameran kuliner tradisional. Korea Selatan juga menayangkan lima produk industry film mereka, yaitu “The Divine Weapon”, “Beyond The Years”,

“Christmas in August”, “Seven Days”, dan “The Show Must Go On”

(koreanindo.net: 10 Oktober 2009).

6. Indonesia – Korea Week 2010

Pekan kebudayaan kedua diadakan pada 12-17 Oktober 2010.Pada pembukaan acara tahunan ini, kedua negara saling memperkenalkan kebudayaan bidang pakaian, dimana diadakan melalui acara pameran busana Hanbok dari Korea

Selatan dan Batik dari Indonesia. Pameran ini melibatkan 300 perancang busana dari kedua negara (arirang.co.kr: 13 Oktober 2010). Selanjutnya Korea

Selatan juga memperkenalkan seni kerajinan keramik mereka dalam acara

“Korean Ceramic Beauty of 1000 years” (Seputar Indonesia dalam pakuwon.com). Selain masih mengadakan pameran bidang kesenian seperti tahun sebelumnya, yakni pameran makanan tradisional, pemutaran film dan pertunjukan alat music tradisional, pada tahun ini pemerintah Korea Selatan

67

berusaha untuk memperkenalkan negaranya kepada kaum muda Indonesia dengan mengadakan pertunjukan musik yang menampilkan bintang-bintang pop Hallyu seperti SHINee dan Girl’s Day dalam acara “Indonesia Korea

Friendship Sharing Concert 2010” (koreaboo.com). Korea Selatan juga mengadakan acara olahraga berupa pertandingan persahabatan cabang bulu tangkis (penulis165.esq-news.com) dan acara Job Fair yang melibatkan sejumlah perusahaan asal kedua negara (gelorabungkarno.co.id).

7. Indonesia – Korea Week 2011

Pada tahun 2011, kegiatan tahunan ini diadakan pada 28 September – 3

Oktober 2011.Acara ini dihelat sekaligus merayakan 38 tahun berjalannya hubungan diplomatic antara Korea Selatan dan Indonesia. Duta Besar Korea

Selatan untuk Indonesia menjelaskan, kesepahaman akan budaya bagi kedua negara, yakni Indonesia dan Korea Selatan sangatlah penting sebagai landasan pembangunan kerjasama (thejakartapost.com: 01 Oktober 2011). Selain seperti pada tahun sebelumnya dimana festival melibatkan ikon pop Hallyu, festival makanan dan pakaian tradisional serta festival film, tahun ini juga digelar pameran lukisan tradisional, dengan maksud memperkenalkan kebudayaan Korea Selatan dalam bidang seni rupa (koreanindo.net: 9 Oktober

2011). Pada bidang olahraga, digelar pertandingan dalam cabang olahraga taekwondo yang melibatkan perwakilan dari 33 provinsi di Indonesia

(thejakartapost.com)

68

8. Indonesia – Korea Week 2012

Festival digelar pada tanggal 3 – 9 Oktober 2012 (cosmogirl.co.id: 05 Oktober

2012). Kegiatan yang berbeda dari festival tahunan sebelumnya adalah

digelarnya Gangnam Style Cover Contest, dimana mengapresiasi minat anak

muda Indonesia terhadap musik pop Korea Selatan. Selain itu, pihak Korea

Selatan menaruh apresiasi yang sangat tinggi terhadap meningkatnya jumlah

wisatawan Indonesia ke negara mereka.Untuk itu, pihak Korea Selatan

menggelar Korea Winter Tour Fair 2012 (gayahidup.plasa.msn.com, 05

Oktober 2012).Antusias masyarakat Indonesia dalam kebudayaan Korea

Selatan dapat dilihat dari partisipasi mereka dalam acara ini. Pada festival

Hanbok yang diadakan di salah satu mall di Jakarta, acara yang digelar dalam

3 hari tersebut mampu menyedot hingga lebih dari 500 orang dari berbagai

kalangan usia (antaranews.com: 6 Oktober 2012). Hal ini menjadi salah satu

indikasi lain bahwa Hallyu telah banyak mendapat perhatian dari berbagai

kalangan usia di Indonesia, terutama kaum muda.

Sejak tahun 2013, kegiatan digelar kegiatan bertajuk K-Festival atau

Korea Festival dengan fokus kepada promosi sector pariwisata Korea Selatan.

9. K- Festival 2013

Festival digelar pada 19-21 April 2013. Selain mengadakan Korean Travel

Fair, festival juga menggelar cover dance competition dan hanbokphoto

sessionuntuk menarik minat masyarakat Indonesia terutama kaum muda.

Selain itu kegiatan baru dari festival sebelumnya adalah diadakannya skin care

69

& make up demonstration yang bertujuan mempromosikan industry kosmetik

Korea Selatan (asiaenglish.visitkorea.co.kr).

10. K-Festival 2014

Festival digelar pada 25-27 April. Selain masih mengadakan Korean Travel

Fair, festival juga menggelar cover dance competition dan hanbokphoto

session, Korea Selatan menggunakan idolHallyu Eru untuk menarik minat

masyarakat dengan mengadakan kegiatan fanmeeting. Disamping itu,

penyelenggara juga membuka booth menulis Hangeul untuk memperkenalkan

bahasa tradisional mereka kepada Indonesia. Pihak penyelenggara juga masih

mengadakan demo make up dan kembali menggelar pameran kuliner khas

Korea Selatan (akun jejaring sosial resmi KTO Jakarta).

Kegiatan pertukaran budaya yang rutin dilakukan antara kedua negara sebelumnya telah dijelaskan dalam konsep diplomasi budaya.Eksebisi atau pameran merupakan bentuk diplomasi budaya yang paling sering diterapkan oleh pemerintah Korea Selatan terhadap Indonesia.Melalui eksebisi, Korea Selatan dapat secara terbuka memperkenalkan kebudayaan mereka terhadap Indonesia di berbagai bidang mulai dari kebudayaan tradisional, hingga budaya populer sampai bidang pariwisata.

Dampak sosial lainnya yang mudah dilihat terkait masuknya Hallyu ke

Indonesia adalah cover dance. Cover dance merupakan salah satu kegiatan yang lahir dari minat terhadap musik KPOP. Cover dance sendiri merupakan kegiatan dimana para pelakunya menirukan secara detail apa yang idola mereka lakukan, dalam hal tarian dan gaya berpakaian, hingga melakukan Lip sync (billboard.com,

70

18 Oktober 2011). Secara sederhana, semakin mirip dan sama akan apa yang mereka lakukan sebagaimana idola mereka lakukan, itu semakin baik. Salah satu contoh Korea Selatan mengapresiasi kegiatan cover dance adalah diadakannya

KPOP Cover Dance Festival sejak 2011. Acara ini diselenggarakan oleh pemerintah Korea Selatan langsung melalui MCST. Melalui acara ini, timcover dance diseluruh dunia berpartisipasi mengirimkan tarian mereka melalui video

(coverdance.seoul.co.kr). Pada tahun 2011, KPOP Cover Dance Festival berhasil menarik 1,700 peserta dari 64 negara di seluruh dunia (billboard.com), dimana hal ini menjadi indikasi bahwa cover dance merupakan salah satu dampak sosial yang cukup besar dari berkembangnya Hallyu.

Di Indonesia, cover dance juga ikut masuk dan menjadi tren baru terutama di kalangan remaja. Hal ini dapat dilihat sejak awal tahun 2010, hampir di setiap event gathering para pencinta budaya Korea Selatan, menampilkan cover dance sebagai salah satu hiburannya, baik yang diadakan oleh kelompok non pemerintah, sampai yang melibatkan peran pemerintah Korea Selatan didalamnya

(kompasiana.com, 29 Juni 2012). Berdasarkan wawancara dengan saudara

Lukmanda, cover dance merupakan salah satu dampak dari soft power, yakni peniruan. Sebagaimana penjelasan Vuving, soft power dibangun salah satunya melalui brilliance yang melahirkan kekaguman (Vuving, 2009: 10). Rasa kekaguman remaja Indonesia diekspresikan dalam bentuk munculnya kegiatan cover dance. Lebih jauh masih sebagaimana yang dijelaskan Vuving, bahwa 3 pilar pembangun, salah satunya ialah brilliance, akan melahirkan instrumen soft power itu sendiri. Sebagai contoh, pihak swasta Korea Selatan melihat kekaguman

71

remaja Indonesia yang diekspresikan melalui cover dance, mengadakan acara pembukaan salah satu gerai perusahaan Lotte Shopping Avenue.Dalam acara tersebut, sekaligus digelar audisi untuk cover dance competition tahunan yang diadakan pemerintah Korea Selatan, dengan mengirim juara dari tiap negara ke acara final di Korea Selatan. Dengan ikut mengundang idola hallyu seperti grup

Vixx dan Glam (kavenyu.com, 26 Juni 2013), Korea Selatan menggunakan soft power untuk mencapai kepentingan mereka, dalam hal ini adalah bidang ekonomi dengan secara intens menggunakan nuansa hallyu sejak awal pembukaan gerai

Lotte tersebut dengan tujuan mendapat perhatian dan apresiasi dari masyarakat pencinta hallyu di Indonesia (female.kompas.com, 23 Juni 2013).

Sebagai bagian dari budaya populer, peran Hallyu juga mempengaruhi budaya populer Indonesia. Hal yang paling mudah dilihat adalah pembahasan secara rutin segala sesuatu yang berkaitan dengan budaya populer Korea Selatan oleh berbagai media hiburan Indonesia baik media cetak maupun elektronik. Media elektronik

Indonesia seperti detik.com, kapanlagi.com, dan liputan6.com menyediakan halaman khusus yang membahas secara rutin mengenai kebudayaan populer

Korea Selatan. Hal ini tentu dipengaruhi oleh minat masyarakat Indonesia yang begitu besar sehingga menjadi pertimbangan para pemilik media elektronik untuk menyediakan halaman khusus mengenai Hallyu pada media mereka. Hal yang sama juga terjadi pada media cetak khusus hiburan di Indonesia. Disamping itu, corak KPOP mulai masuk dan diadaptasi oleh Indonesia. Mulai maraknya grup musik dengan konsep boyband atau girlband menggambarkan pengaruh KPOP terhadap industri musik Indonesia.

72

Dampak Hallyu juga dapat dilihat dalam bidang pendidikan. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pemerintah Korea Selatan telah membangun kantor

KTO dan KCC di Jakarta. KCC sendiri selain sebagai penyedia informasi mengenai kebudayaan Korea Selatan, juga membuka kelas bagi masyarakat

Indonesia untuk mempelajari bahasa nasional Korea Selatan. Maria Margareta, selaku koordinator media sosial KCC menyebutkan bahwa pelajar yang terdaftar di KCC sudah mencapai lebih dari 500 siswa. Margareta menjelaskan ketertarikan para pelajar rata-rata dilatar belakangi oleh ketertarikan terhadap produk

Hallyubaik musik maupun drama.Terlebih, KCC seringkali dilibatkan dalam berbagai acara yang melibatkan bintang Hallyu seperti fanmeeting maupun konser.

KCC mendapatkan beberapa tiket yang secara acak diberikan kepada pelajar beruntung.Hal tersebut menambah daya tarik bagi para pelajar KCC yang didominasi oleh kaum muda.

Selain meningkatnya jumlah pelajar yang menekuni bahasa tradisional Korea

Selatan, peningkatan juga terjadi pada keanggotaan perpustakaan KCC. Meskipun narasumber menolak memberikan data yang mendetail karena ketentuan pihak

KCC, namun beliau menyebutkan bahwa keanggotaan perpustakaan terus mengalami peningkatan. Ini dikarenakan perpustakaan KCC yang tergolong lengkap mulai dari pembahasan mengenai budaya Korea Selatan yang bersifat tradisional hingga budaya populer yang dekat dengan industry entertain. Berbagai majalah, CD idola Hallyu, photo book, dan lain-lain melengkapi koleksi perpustakaan KCC di bidang budaya populer yang menambah daya tarik bagi pelajar Indonesia.

73

Universitas-universitas di Indonesia, sebagaimana pada bab sebelumnya telah dijelaskan, telah banyak memperkenalkan Korea Selatan terutama bidang bahasa kepada mahasiswanya, baik dalam bentuk kelas pilihan jurusan, maupun pusat studi bahasa. Universitas Nasional (UNAS) adalah universitas pertama yang memperkenalkan kelas pilihan bahasa Korea pada 1987 (Nugroho, 2013: 7).

Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI ) masing-masing membuka jurusan Bahasa dan Sastra Korea pada 2003 dan 2006 (Nugroho, 2013:

5-7) dimana sebagai respon atas tingginya peminat kelas piliihan Bahasa Korea yang telah dibuka sebelumnya. Lebih jauh, UGM merupakan salah satu universitas yang membuka pusat studi Korea tertua di Indonesia (tahun 1996) dilanjutkan dengan pembukaan INAKOS (The International Association of

Korean Studies in Indonesia) pada 2009 (Nugroho, 2013: 10). Tidak seperti jurusan maupun pusat studi yang ada sebelumnya, UGM melalui INAKOS yang didukung oleh berbagai pihak seperti Korea Foundation, Korean Embassy in

Indonesia, KOICA, dan Akademi Bahasa Korea tidak lagi hanya fokus terhadap pendidikan bahasa, melainkan sudah berkembang kepada bidang lain yang berkaitan erat dengan budaya baik popular maupun tradisional (Nugroho, 2013:

10). Hal ini dapat dilihat dari penerbitan buku-buku yang berisi kumpulan hasil penelitian yang berkaitan dengan hubungan Korea Selatan dengan Indonesia, terutama dalam bidang budaya. Selain itu, pembukaan pusat studi Korea di berbagai universitas lain (UNLAM pada 2006; Universitas Dipenogoro pada 2007, dan Universitas Ilmu Komputer pada 2012) menunjukan pergeseran fokus

74

pendidikan mengenai Korea Selatan tidak hanya kepada pengajaran bahasa namun mulai merambah kepada bidang budaya yang lebih luas.

Jumlah pelajar yang menuntut ilmu di Korea Selatan sendiri juga mengalami peningkatan.Data yang didapat dari KBRI di Seoul pada 2004, hanya 70 orang

Indonesia yang belajar ke Korea Selatan. Pada Desember 2013, jumlah tersebut meningkat hingga mencapai 904 orang (kbriseoul.kr). Hal tersebut menunjukan minat pelajar Indonesia terhadap Korea Selatan juga mengalami peningkatan.Diplomasi publik menjelaskan pencitraan baik mampu meraih apresiasi dari pihak lain, serta mempererat hubungan di berbagai aspek termasuk pendidikan (Leonard, 2002:9-10) sebagaimana yang terjadi dimana Korea Selatan mendapat citra yang baik dari masyarakat Indonesia.

75

BAB V

KESIMPULAN

Korea Selatan memiliki instrumen kebudayaan yang lahir melalui perpaduan antara kebudayaan populer, diperkuat dengan mempertahankan kearifan kebudayaan lokal melalui kebijakan Han Style. Hallyu berkembang menjadi alat diplomasi kontemporer Korea Selatan.Korea Sangat serius dalam menggunakan budaya sebagai diplomasi mereka. Hal ini dapat dilihat dari peran serta pemerintah dalam pelaksanaan diplomas budaya, yang diselenggarakan oleh tiga kementerian, yakni the Ministry of Foreign Affairs and Trade (MOFAT), the

Ministry of Culture, Sports and Tourism (MCST), dan the Ministry of Education,

Science, and Technology (MEST).Selain itu pihak swasta dengan kontrol dan dukungan pemerintah juga turut berperan aktif dalam menyebarkan kebudayaan

Korea Selatan ke luar negeri.

Indonesia mulai mengenal Hallyu melalui produk drama Korea Selatan.

Drama dari negeri hanbok tersebut mulai mencuri perhatian pencinta drama

Indonesia yang sebelumnya didominasi oleh produk Taiwan dan Amerika

Latin.Drama Korea Selatan pertama kali ditayangkan pada 2002.Selanjutnya hingga 2005, drama merupakan produk Hallyu yang diterima oleh masyarakat

Indonesia. Fase selanjutnya adalah antara tahun 2006-2008 dimana produk film

Korea Selatan mulai masuk ke Indonesia. Berhasilnya drama dan film Korea

Selatan masuk Indonesia karena keunikan yang mereka miliki. Adat tradisi yang kental dalam drama dan film Korea Selatan menjadi poin tersendiri. Hal tersebut

76

merupakan cerminan dari kebijakan pemerintah untuk mempertahankan kearifan budaya lokal dalam produk budaya, sehinga menghasilkan ketertarikan terutama bagi konsumen negara lain.

Fase selanjutnya sejak 2009, dimana musik KPOP yang mulai masuk dan diterima masyarakat Indonesia sebagai produk lain dari Hallyu, dengan peminat utama remaja.Dalam fase ini, KPOP dapat dikatakan mengambil kendali penuh sebagai produk utama yang mempromosikan Hallyu di Indonesia.Mulai pada fase ini pula pemerintah Korea Selatan mulai merespon ketertarikan masyarakat

Indonesia terhadap Hallyu. Melalui kegiatan pameran budaya baik yang diadakan pemerintah (acara tahunan Korea-Indonesia Week) hingga berbagai acara yang diadakan pihak swasta (konser dan showcase idola Hallyu), Indonesia mulai semakin dalam mengenal budaya Korea Selatan, dan semakin terlihat penerimaan masyarakat Indonesia terhadapnya.Pihak Korea Selatan meresmikan kantorKorea

Tourism Organization (KTO) cabang Jakarta dan kantor Korean Cultural Center

(KCC) di Jakarta sebagai sarana informasi masyarakat Indonesia terhadap berbagai hal mengenai kebudayaan Korea Selatan.

Penerimaan masyarakat Indonesia terhadap Hallyu dimanfaatkan Korea

Selatan sebagai power dalam mencapai keuntungan bagi negara mereka.Berbagai kerjasama baru mulai lahir dengan Hallyu. Dalam bidang politik, Hallyu digunakan sebagai sarana pembangun pencitraan Korea Selatan.Salah satu kegiatan yang dapat menjadi contoh adalah pengikutsertaan aktor Korea

SelatanHyun Bindalam kunjungan kerjasama militer antara kedua negara.Selanjutnya Hyun Bin ditunjuk menjadi duta militer Korea

77

Selatan.Ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap aktor Hyun Bin digunakan oleh Korea Selatan sebagai bentuk diplomasi dengan tujuan memperkuat hubungan dengan Indonesia dalam hal ini di bidang militer.

Dalam bidang ekonomi, penggunaan instrumen Hallyu lebih mudah dilihat.

Hallyu digunakan dalam berbagai kerjasama ekonomi, seperti pembukaan perusahaan Lotte cabang Indonesia. Disamping itu, berbagai industri juga menggunakan Hallyu sebagai sarana menarik perhatian masyarakat Indonesia, diantaranya industri kosmetik yang mulai banyak digemari, industri elektronik yakni penjualan produk televisi dari dua perusahaan elektronik besar Korea

Selatan, Samsung dan LG, serta industri pariwisata dimana peningkatan kunjungan Indonesia ke Korea Selatan merupakan peningkatan terbesar pada tahun 2010 sampai 2013. Hal ini tidak terlepas dari ketertarikan masyarakat

Indonesia untuk mengunjungi daerah wisata yang berkaitan dengan produk Hallyu seperti lokasi pembuatan drama dan film.

Di bidang sosial dan budaya, Korea Selatan secara gencar terus memperkenalkan berbagai kebudayaan mereka kepada Indonesia. Melalui acara tahunan Korea-Indonesia Week yang digelar sejak 2009, Korea telah memamerkan kebudayaan mereka bukan hanya budaya populer, namun juga budaya tradisional mulai dari musik, kuliner, pakaian adat, tarian, lukisan, hingga kramik. Dalam hal budaya populer, remaja Indonesia mengenal kegiatan baru yang menjadi salah satu tren yakni cover dance.Cover dance lahir dari kekaguman remaja Indonesia terhadap idola KPOP Korea Selatan hingga mereka melakukan kegiatan peniruan/cover idola mereka. Tren cover dance juga dimanfaatkan Korea

78

Selatan dalam mempromosikan pariwisata mereka seperti mengadakan eventcover dance competition dengan hadiah berlibur ke Korea, serta menggunakancover dance sebagai sarana memperkenalkan produk ekonomi mereka, seperti pembukaan dan peresmian Lotte Shopping Avenue.

Dalam bidang pendidikan, dengan adanya hallyu yang berkembang di

Indonesia, minat pelajar Indonesia untuk mempelajari bahasa tradisional dan mengenal kebudayaan Korea Selatan juga mengalami peningkatan.Hal tersebut dapat dilihat dari indikasi meningkatnya minat peserta didik dalam lembaga kursus bahasa Korea Selatan seperti yang terjadi di KCC, begitu pula dengan keanggotaan perpustakaan KCC.

Berdasarkan dari berbagai kerjasama yang sebelumnya telah dijelaskan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Hallyu merupakan aset strategis Korea

Selatan. Hallyu bukan hanya menghasilkan nilai tambah bagi perekonomian

Korea Selatan namun juga menghasilkan penyebaran yang memberi dampak akan peningkatan preferensi masyarakat Indonesia terhadap produk Korea Selatan.

Masyarakat Indonesia yang semula tidak menyukai kebudayaan Korea Selatan secara perlahan juga mengkonsumsi produk Korea Selatan, hal ini dipengaruhi oleh gencarnya pemerintah Korea Selatan dalam membawa pengaruhnya ke

Indonesia melalui Hallyu. Penerimaan masyarakat Indonesia terutama remaja dapat tercermin dari kegiatan gathering dan cover dance yang terus diadakan secara rutin oleh remaja Indonesia. Hal ini memberi gambaran bahwa remaja

Indonesia terus menunjukan peningkatan minat terhadap kebudayaan Korea

Selatan. Kegiatan cover dance yang merupakan kegiatan peniruan juga

79

merupakan cerminan akan penerimaan dan kekaguman remaja Indonesia terhadap budaya populer Korea Selatan terutama dalam bidang music KPOP. Disamping itu daya kunjung wisata ke Korea Selatan yang semakin meningkat juga mencerminkan minat Indonesia untuk mengenal Korea Selatan jauh lebih mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Baylis, John dan Steve Smith. 2005. The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations. New York: Oxford University Press.

Gilboa, E. 2006. Public Diplomacy: The Missing Component in Israel’s Foreign Policy. Israel Affairs.

Holsti, K. J. 1992. International Politics: A Framework for Analysis. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Horton, Paul B., L.Hunt, Chester. 1999. Sosiologi. Jakarta: Erlangga

Jones, Joseph L. 2010. Hegemonic Rythms: The Role of Hip Hop Music in 21st Century. New York: American Public Diplomacy.

Kedutaan Besar Republik Indonesia Seoul. 2000. “Laporan Tahunan 1999/2000 Kedutaan Republik Indonesia Seoul”. KBRI Seoul

Kedutaan Besar Republik Indonesia Seoul. 2001. “Laporan Tahunan 2001 Kedutaan Republik Indonesia Seoul”. KBRI Seoul

Leonard, Mark. 2002. Public Diplomacy. London: Foreign Policy Centre.

Mochsin, Aiyub. 2010. “Diplomasi. Teori dan Praktek serta Kasus-Kasus”. Diktat Intern.

Nye Jr., Joseph S. 2004. The Benefits of Soft Power. Harvard Business School

Punch, Keith F. 2000. Developing Effective Research Proposals. London: SAGE Publications.

Papp, Daniel S. 1997. Contemporary International Relations, Frameworks, for Understandings. United States of America: Allyn and Bacon.

Roy, S.L.. 1991. “Diplomasi”. Jakarta: Rajawali Pers.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada

Sung, Sang-Yeon, 2008. “Why Are Asians Attracted to Korean Pop Culture”. Seoul: Jimoondang.

Suryokusumo, Sumaryo. 2004. “Praktek Diplomasi”. Depok: Penerbit STIH “IBLAM”.

Gracia I. Caroline Sidabutar. “Diplomasi Kebudayaan: Konsep dan Relevansinya terhadap Pelaksanaan Politik Luar Negeri”. Divisi Litbang Sekdilu Angkatan XXXII. Indonesia dan Dunia: Refleksi Pemikiran Diplomat Muda Indonesia. Jakarta: Kemenlu RI.

xiii

Visser, D. 2002. ‘What Hip Asians Want: A Little Bit of Seoul; From Films to Fashion, Korean Pop Culture Becomes “Kim Chic” across Continent’, Washington Post, 10 Maret.

Warsito, Tulus dan Wahyuni Kartikasari. 2007. “Diplomasi Kebudayaan, Konsep, dan Relevansi Bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Yanti, R.P., 2010. “Diplomasi Publik Korea Selatan di Kawasan Asia Timur: Pemanfaatan Hallyu sebagai Sumber Soft Power”. Tesis S-2 HI Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Yang, Seung-Yoon. 2005. “40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan”. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Jurnal

Al Aziz, Azizah. 2013. “Hallyu: Sarana Peningkatan Daya Tarik Korea” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada.

Anwar, Ratih Pratiwi. 2013. “40 Tahun Kerjasama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan: Pencapaian, Tantangan, dan Prospek ke Depan” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), 40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan.Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada.

David, Muhammad. 2013. “Diplomasi Budaya dan Hallyu dalam Pertukaran Pelajar Indonesia-Korea” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada.

Kim, Eun Mee dan Jiwon Ryoo. “South Korean Culture Goes Global: K-pop and the Korean Wave” University of Hawaii, 2007; tersedia di http://kossrec.org/board/imgfile/KSSJ%20Vol.34.no.1(Eun%20Mee%20Kim%26Jiwon %20Ryoo)).pdf; diunduh pada 29 Juni 2013.

Lukmanda, Reza. 2013. “Hallyu Sebagai Soft Power Korea Selatan di Indonesia” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada.

Marenia, Dorote. 2013. “Maraknya Konser Artis Korea di Indonesia: Gambaran Nyata Hubungan Budaya Kontemporer Indonesia-Korea?” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), 40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan.Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada.

Mori, Sumiko. “Japan’s Public Diplomacy And Regional Integration in East Asia: Using Japan’s Soft Power” Harvard University, 2006. Tersedia di http://www.wcfia.harvard.edu/us-japan/research/pdf/06-10.mori.pdf; Diunduh pada 23 November 2012.

Nugroho, Suray Agung. 2013. “Studi Korea di Indonesia: Keadaan Saat Ini dan Masa Depannya” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), 40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan.Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada. xiv

Nugroho, Suray Agung, 2011. “The 10th Korea Forum: Korean Wave”; tersedia di https://www.academia.edu/1701329/The_10th_Korea_Forum_Korean_Wave; diunduh pada 12 Juli 2013. Nye, Joseph S. Why South Korea Should Go Soft. Korea 2020: Global Perspective for the Next Decade. Seoul: Random House Korea.

Primayanti, Reza. 2013. “Diplomasi Publik Korea Selatan di Kawasan Asia Timur: Hallyu Sebagai Sumber Soft Power” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada.

Raditya, Damar. 2013. “Hallyu, Citra Korea di Mancanegara” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada.

Ramesh, Bharadwaj. “A Hallyu Story” National Tactical Planning Director China, 2005.

Ravina, Mark. “Introduction: Conceptualizing Korean Wave” Emory University, 2009; tersedia di http://www.uky.edu/Centers/Asia/SECAAS/Seras/2009/02_Ravina_2009.pdf; diunduh pada 03 Maret 2014. Sekhri, Sofiane. 2009. “The role approach as a theoretical framework for the analysis of foreign policy in third world countries”. African Journal of Political Science and International Relations Vol. 3 (10), pp. 423-432. Algeria: Algiers University.

Shim, D. “Globalization and Cinema Regionalization in East Asia” The International Journal of Cultural Policy, vol 14, no 3, 2006.

Shim, Doobo. “Hybridity and the rise of Korean popular culture in Asia”. National University of Singapore, 2012; tersedia di http://ruraleconomics.fib.ugm.ac.id/wp- content/uploads/Doobo-Shim-Hybridity-and-the-rise-of-Korean-popular-culture-in- Asia.pdf; Diunduh pada 27 November 2012.

Theis, Cameron G. 2009. “Role Theory and Foreign Policy”. USA: University of Ilowa.

Tuch, Hans N. 1990. “Communicating With The World” (Online). Tersedia di http://pdaa.publicdiplomacy.org/?page_id=6, diakses pada 11 April 2014.

Vuving, Alexander L. 2009. “How Soft Power Works” (Online). (http://www.apcss.org/Publications/Vuving%20How%20soft%20power%20works%20A PSA%202009.doc, diakses pada 11 April 2014).

Wibowo, Wahyudi. 2013. “K-Drama, Industri Kreatif Berbasis Budaya Populer” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), Budaya Hallyu Korea. Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada.

Xuezhe, Liu. 2007. “The Rising Korean Wave among Chinese Youth” (Online); tersedia di http://fxqw820.tripod.com/AWS.pdf, diakses pada 27 Agustus 2014.

xv

Yang, Jonghoe. 2012. “The Korean Wave (Hallyu) in East Asia: A Comparison of Chinese, Japanese and Taiwanese Audiences Who Watch Korean TV Dramas” Sungkyunkwan University (Online); tersedia di http://isdpr.org/isdpr/publication/journal/41_1/05.pdf. Diakses pada 27 Agustus 2014.

Yang, Seung-Yoon. 2013. “Hubungan Diplomatik Korea Selatan – Indonesia: Sejarah dan Isu Pokok Kerja Sama” dalam Maman Mahayana, M. Hum dkk (ed.), 40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan.Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gadjah Mada.

Skripsi

Wahyudiya, Ayu Riska. 2012. “Pengaruh Soft Diplomacy dalam Membangun Citra Korea Selatan di Indonesia”. Skripsi Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Hasanuddin, 2012.

Internet

“2014 K-Pop Cover Dance Festival” coverdance.org; tersedia di http://www.coverdance.org/intro; diunduh pada 2 Mei 2014.

“About U.S Diplomacy”. Public Diplomacy Alumni Association; tersedia di http://publicdiplomacy.org; Diunduh pada 27 November 2012. “A Look Inside the K-Pop Cover Dance Trend” billboard.com, 18 Oktober 2011; tersedia di http://www.billboard.com/articles/news/465675/a-look-inside-the-k-pop-cover-dance- trend; diunduh pada 2 Mei 2014.

Albasit, Afwan. “Mantan PM Korsel Ajak Boediono Tingkatkan Kerjasama Budaya”.Metro TV news, 2013; tersedia di http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/05/17/7/154413/Mantan-PM- Korsel-Ajak-Boediono-Tingkatkan-Kerjasama-Budaya; Diunduh pada 29 Juni 2013.

“Album Selling” Riaj.or.jp, 2002 [Database Online]; tersedia di http://www.riaj.or.jp/data/others/million_list/2002.html; diunduh pada 12 Februari 2014.

“All about Korea Indonesia Week 2011” koreanindo.net, 9 Oktober 2011; tersedia di http://koreanindo.net/2011/09/20/all-about-korea-indonesia-week-2011/; diunduh pada 16 April 2014. “Antre berfoto mengenakan hanbok di Korea Indonesia Week” antaranews.com, 6 Oktober 2014; tersedia di http://www.antaranews.com/berita/337169/antre-berfoto-mengenakan- hanbok-di-korea-indonesia-week; diunduh pada 30 April 2014.

“Asia Goes Crazy Over K-Pop”. VOA News, 2006; tersedia di http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2006/01/07/2006010761003.html; Diunduh pada 29 Juni 2013. “Bagaimana Efek Suzy Terhadap Penjualan Kosmetik?” koreanindo.net, 29 Desember 2013; tersedia di http://koreanindo.net/2013/12/29/bagaimana-efek-suzy- miss-a-terhadap-penjualan-kosmetik; diunduh pada 3 Februari 2014.

xvi

Batari, Friederich. “RI-Korea Perkuat Kerjasama Kebudayaan” 2013; tersedia di http://www.jurnas.com/news/84683/RI- Korea_Perkuat_Kerja_Sama_Kebudayaan/1/Sosial_Budaya/Humaniora; Diunduh pada 29 Juni 2013.

Benjamin, Jeff. “Kpop Hits Madison Square Garden at SMTown Live” Billboard, 2013; tersedia di http://www.billboard.com/articles/news/465545/k-pop-hits-madison-square- garden-at-smtown-live; diunduh pada 27 Januari 2014.

Caramanica, Jon. “Korean Pop Machine, Running on Innocence and Hair Gel” New York Times, 2011; tersedia di http://www.nytimes.com/2011/10/25/arts/music/shinee-and- south-korean-k-pop-groups-at-madison-square-garden- review.html?adxnnl=1&adxnnlx=1385924465-NRtz0HNMonC5cbPUugP7kg; diunduh pada 3 Januari 2014.

Cave, Damien. “For Migrants, New Land of Opportunity is Mexico” New York Times, 2013; tersedia di http://www.nytimes.com/2013/09/22/world/americas/for-migrants-new-land- of-opportunity-is-mexico.html?pagewanted=all&_r=0; diunduh pada 12 Februari 2014.

“Data Ekspor Impor” Badan Pusat Statistik, tersedia di http://www.bps.go.id/exim- frame.php?kat=2; diunduh pada 12 Mei 2014. “Eru Duta Lotte Duty Free” Gatra.com, 24 April 2014; tersedia di http://www.gatra.com/entertainmen/apa-siapa/51418-eru-jadi-model-dan-brand- ambassador-lotte-duty-free.html; diunduh pada 1 Mei 2014.

Fathiyah, Alia. “Yang Dilakukan K-Poppers untuk Idolanya”, Tempo.co 2012; tersedia di http://id.berita.yahoo.com/yang-dilakukan-k-poppers-untuk-idolanya-121959039.html Diunduh pada 30 November 2012. “Gathering Kpop Lovers Palembang Ajang Kumpul Para Pencinta Korean Pop” sriwijayatv.com, 6 Desember 2010; tersedia di http://www.sriwijayatv.com/detBerita.php?ref=isi&ix=85; diunduh pada 13 April 2014. “Gelaran Korea – Indonesia Week 2010 di Gandaria City” pakuwon.com; tersedia di http://www.pakuwon.com/gelaran-korea-indonesia-week-2010-di-gandaria-city; diunduh pada 10 Mei 2014.

“Girls’ Generation” visitkorea.co.kr [Database Online], tersedia pada http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/HA/HA_EN_7_7_18.jsp; diunduh pada 04 Maret 2014.

“Gurita Budaya Populer Korea di Indonesia” Institut Seni Indonesia Denpasar, 2011; tersedia di http://www.isi-dps.ac.id/berita/%E2%80%98gurita%E2%80%99-budaya-populer- korea-di-indonesia; diunduh pada 03 Juli 2013.

“Hallyu Brides Gap, but Rift with China Remains” Korea Jongang Daily, 2012; tersedia di http://koreajoongangdaily.joinsmsn.com/news/article/Article.aspx?aid=2958467; diunduh pada 27 Agustus 2013.

xvii

Helsel, D. R. dan R.M. Hirsch. “Statistical Methods in Water Resources” USA: United States Geological Survey; tersedia di http://pubs.usgs.gov/twri/twri4a3/pdf/chapter12.pdf; diunduh pada 27 Agustus 2014.

“Hubungan Bilateral Korea-Indonesia” [database online] Korean Culture Center; tersedia di http://id.korean- culture.org/navigator.do?siteCode=null&langCode=null&menuCode=201105180021; diunduh pada 30 November 2013. “Indonesia-Korea Week Kicks Off in Jakarta” arirang.co.kr, 13 Oktober 2010; tersedia di http://www.arirang.co.kr/News/News_View.asp?code=Ne2&nseq=107908; diunduh pada 10 Mei 2014.

“Indonesia – South Korea, a 40 years Complementary Relation” Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2013; tersedia di http://hi.umy.ac.id/indonesia-korea-selatan-40-tahun- bersama-saling-mengisi/; Diunduh pada 25 Oktober 2013.

“Investasi Korsel Rp 30 Triliyun” Bali Post, 2 Mei 2007; tersedia di http://www.balipost.co.id/Balipostcetak/2007/5/2/e1.htm; diunduh pada 2 Desember 2013.

“Joint Statement between The Republic of Korea and The Republic of Indonesia” [database online]; tersedia di http://www.mofat.go.kr/webmodule/htsboard/template/read/korboardread.jsp?typeID=12 &boardid=8588&seqno=305331; diunduh pada 30 November 2013.

Kedutaan Besar Republik Korea untuk Indonesia. Tersedia di http://idn.mofat.go.kr/worldlanguage/asia/idn/bilateral/politik/sejarah/index.jsp; Diunduh pada 29 Juni 2013. “Kerjasama Sosbud” kbriseoul.kr; tersedia di http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/2013- 01-07-15-02-52/sosbud; diunduh pada 10 Mei 2014.

Kim, Ji-soo. “KOCCA, King Sejong Institute to Promote Hallyu Together” KoreaTimes.co.kr, 2013; tersedia di http://www.koreatimes.co.kr/www/news/culture/2013/03/386_132744.html; diunduh pada 03 Maret 2014. Kim, Yoon Mi. 2011. “K-Pop’s Second Wave” tersedia di http://www.koreaherald.com/entertainment/Detail.jsp?newsMLId=20110821000264. Diakses pada tanggal 12 Mei 2013. “Kompas Gramedia Group Tertular Virus Kpop” kompasiana.com, 29 Juni 2012; tersedia di http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2012/06/29/kompas-gramedia-group- tertular-virus-kpop-467925.html; diunduh pada 2 Mei 2014. “Konser KPOP Warnai Jakarta Tahun 2013” tempo.co, 31 Desember 2013; tersedia di http://www.tempo.co/read/news/2013/12/31/112541210/Konser-K-Pop-Warnai-Jakarta- Tahun-2013; diunduh pada 1 Februari 2014.

xviii

“Korea Agresif Bidik Wisatawan Indonesia” bisnis.com, 28 Maret 2014; tersedia di http://travelling.bisnis.com/read/20140328/224/214985/korea-agresif-bidik-wisatawan- indonesia; diunduh pada 1 Mei 2014. “Korea Indonesia Week 2012” cosmogirl.co.id; tersedia di http://www.cosmogirl.co.id/artikel/read/922/Korea-Indonesia-Week-2012; diunduh pada 20 April 2014.

“Korea Selatan” [database online] Kementerian Luar Negeri, tersedia di http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=BilateralCooperation&IDP=68& P=Bilateral&l=id; diunduh pada 12 Agustus 2013. “Korea Selatan Agresif Bidik Wisatawan Indonesia” solopos.com, 28 Maret 2014; tersedia di http://www.solopos.com/2014/03/28/wisata-korea-selatan-korea-selatan-agresif-bidik- wisatawan-indonesia-499269; diunduh pada 1 Mei 2014. “Korea Tourism Organization Buka Cabang di Jakarta” suarapembaruan.com, 8 Juli 2011; tersedia di http://www.suarapembaruan.com/home/korea-tourism-organization-buka- cabang-di-jakarta/8771; diunduh pada 1 Februari 2014. “Korea Winter Travel Fair 2012 Hadir di Mal Taman Anggrek” gayahidup.plasa.msn.com, 5 Oktober 2012; tersedia di http://gayahidup.plasa.msn.com/hang- out/tabloidbintang/korea-winter-travel-fair-2012-hadir-di-mal-taman-anggrek-3; diunduh pada 21 April 2014.

Korean Cultural Center Indonesia. Tersedia di http://id.korean- culture.org/navigator.do?siteCode=null&langCode=null&menuCode=201105180021; Diunduh pada 29 Juni 2013. “Korean Culture Week in Jakarta” koreanindo.net, 10 Oktober 2009; tersedia di http://koreanindo.net/2009/10/10/korean-culture-week-in-jakarta/; diunduh pada 10 Mei 2014. “Kpop: A New Force in Pop Music” 2011, Korean Culture and Information Service. “KPop Festival in Gangwon Jakarta with Glam and Vixx” kavenyu.com, 26 Juni 2013; tersedia di http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/2013-01-07-15-02-52/sosbud; diunduh pada 12 Mei 2014.

“K-POP İstanbul'u sallayacak! Kore Kültür Merkezi, son zamanlarda Türkiye'de de fazlaca rağbet gören Kore Pop Müziğini tanıtmak amaçlı bir festival düzenliyor” Sanat.milliyet.com.tr, 2013; tersedia di http://www.milliyet.com.tr/k-pop-istanbul-u- sallayacak--editoruntavsiyesi-1727058/; diunduh pada 12 Februari 2014.

“K-Pop Leads Record Earnings from Cultural Exports” Chosun Ilbo, 2012; tersedia di http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2012/02/07/2012020700892.html Diunduh pada 29 Juni 2013.

“Kunjungan Presiden Megawati” Bumn.go.id, 2002; tersedia di http://www.bumn.go.id/17193/publikasi/berita/menjelang-perjalanan-presiden- megawati-soekarnoputri/; diunduh pada 30 November 2013.

xix

“Lotte Duty Free’s New Jakarta Airport T2 Stores: First Images” moodiereport, 01 Februari 2012; tersedia di http://www.moodiereport.com/document.php?c_id=6&doc_id=29868; diunduh pada 3 Februari 2014. “Lotte Shopping Avenue, Dept Store bernuansa Korea” kompas.com, 23 Juni 2013; tersedia di http://female.kompas.com/read/2013/06/23/22074552/Lotte.Shopping.Avenue.Dept- Store.Bernuansa.Korea; diunduh pada 10 Mei 2014.

“New Growth Industry Finance” Korea Exim Bank; tersedia pada http://www.koreaexim.go.kr/en/banking/new.jsp; diunduh pada 04 Maret 2014.

Onishi, Norimitsu. “South Korea Adds Culture to Its Export Power” The NewYork Times, 2005; tersedia di http://www.nytimes.com/2005/06/28/world/asia/28iht-korea.html?_r=0; diunduh pada 15 Januari 2014. “Pekan Pertukaran Budaya Indonesia dan Korea 2010” penulis165.esq-news.com, 12 Oktober 2010; tersedia di http://penulis165.esq-news.com/seni-budaya/2010/10/12/pekan- pertukaran-budaya-indonesia-dan-korea-2010.html; diunduh pada 12 April 2014. “Peningkatan Kunjungan Wisatawan RI ke Korea Tertinggi se-ASEAN” merdeka.com, 20 Juni 2013; tersedia di http://www.merdeka.com/peristiwa/peningkatan-kunjungan- wisatawan-ri-ke-korea-tertinggi-se-asean.html; diunduh pada 13 Februari 2014. “Penjualan Kosmetik Korsel Meningkat Drastis Berkat Demam Hallyu” KBS World, 13 Februari 2012; tersedia di http://rki.kbs.co.kr/indonesian/news/news_Ec_detail.htm?No=25962&id=Ec&page=31; diunduh pada 3 Februari 2014.

“Peringati 40 Tahun Hubungan Diplomatik, Indonesia-Korea Perkuat Kerjasama Ekonomi” Hatta-Rajasa, 25 September 2013; tersedia di http://hatta-rajasa.info/read/2190/peringati- 40-tahun-hubungan-diplomatik-indonesia-korea-perkuat-kerjasama-ekonomi; diunduh pada 2 Februari 2014.

“Presiden RI dan Korsel Bertemu di Jakara” Radio Australia, 28 November 2000; tersedia di http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2000-11-28/presiden-ri-dan-korsel-bertemu- di-jakarta/793136; diunduh pada 30 November 2013.

Purwanto, Didik. “Mari Pangestu; Ipop Harus Saingi Kpop” Kompas.com, 30 April 2011; tersedia di http://oase.kompas.com/read/2012/04/30/14332957/; diunduh pada 12 November 2013.

“Pusat Kebudayaan Korea Resmi Dibuka” bisnis.com, 19 Juli 2011; tersedia di http://news.bisnis.com/read/20110719/79/43300/pusat-kebudayaan-korea-resmi- dibuka; diunduh pada 1 Februari 2014.

xx

“Remarks by President Obama at Hankuk University” WhiteHouse.gov, 2012 [Database aOnline]; tersedia di http://www.whitehouse.gov/the-press-office/2012/03/26/remarks- president-obama-hankuk-university; diunduh pada 27 Januari 2014.

Russel, Mark James. “The Gangnam Phenom” ForeignPolicy.com, 2012; tersedia di http://www.foreignpolicy.com/articles/2012/09/27/the_gangnam_phenom; diunduh pada 14 Januari 2014.

“Samsung Kuasai Pasar Smart TV” pasundanekspres.co.id, 27 April 2013; tersedia di http://www.pasundanekspres.co.id/ekbis/8793-samsung-kuasai-pasar-smart-tv; diunduh pada 12 April 2014. “Schedule” asiaenglish.visitkorea.co.kr; diunduh pada 30 April 2014. “SHINEe arrives in Jakarta for Korean-Indonesia Friendship Concert” koreaboo.com, 11 Oktober 2010; tersedia di http://www.koreaboo.com/index.html/_/general/shinee- arrives-in-jakarta-for-korean-indonesia-r220; diunduh pada 12 April 2014. “SHINEe Ramaikan Indonesia Korean Week 2010” gelorabungkarno.co.id, 10 Oktober 2010; tersedia di http://www.gelorabungkarno.co.id/news/education/shinee-ramaikan- indonesia-korean-week-2010/; diunduh pada 12 April 2014. “S. Korean Embassy to Kick Off Cultural Week in Jakarta” thejakartapost.com, 1 Oktober 2011; tersedia di http://www.thejakartapost.com/news/2009/10/06/s-korean-embassy- kick-cultural-week-jakarta.html; diunduh pada 16 April 2014.

“SNSD Are Ambassador for Incheon Airport Customs” Allkpop.com, 2010; tersedia pada http://www.koreaexim.go.kr/en/banking/new.jsp; diunduh pada 04 Maret 2014. “Soft Diplomacy ala Korea Selatan” Media Indonesia, 24 Desember 2011; tersedia di http://idsps.org/en/idsps-news-indonesia/berita-media/soft-diplomacy-ala-korea-selatan/; diunduh pada 3 Februari 2014.

“South Korea Profile” BBC News; tersedia di http://www.bbc.co.uk/news/world-asia- pacific-15289563; Diunduh pada 29 Juni 2013.

Suhendra, Ichsan. “September, Senayan Akan Dilanda Gelombang Korea”; Kompas.com, 2012; tersedia di http://entertainment.kompas.com/read/2012/08/06/21381292/September.Senayan.Akan. Dilanda.Gelombang.Korea?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=; Diunduh pada 30 November 2012. “Susahnya Kosmetik Lokal Berjaya di Nusantara: Bahan Baku Impor 70 Persen” Jawa Pos; tersedia di http://www.kemenperin.go.id/artikel/6018/kode-etik; diunduh pada 13 Februari 2014. “Tahun Ini Korea Incar 220Ribu Wisatawan Indonesia” republika.co.id, 26 April 2014; tersedia di http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/14/04/26/n4lrhe-tahun- ini-korea-incar-220-ribu-wisatawan-indonesia; diunduh pada 1 Mei 2014.

xxi

“The United Nations and Korea: Together, Building the Future We Want” UN.org, 2012 [Database Online]; tersedia di http://www.un.org/sg/statements//index.asp?nid=6398; diunduh pada 27 Januari 2014

Wibisono, B Kunto. “Indonesia-Korsel Perkuat Kerjasama Ekonomi Lewat Budaya” Antaranews.com, 2010; tersedia di http://www.antaranews.com/berita/1286816222/indonesia-korsel-perkuat-kerja-sama- ekonomi-lewat-budaya; Diunduh pada 29 Juni 2013.

Wiseman, Paul. “Korea’s Romantic Hero Holds Japan in Thrall” USAtoday.com, 2004; tersedia di http://usatoday30.usatoday.com/news/world/2004-12-09-korean- actor_x.htm; diunduh pada 12 November 2013.

Yudhistira, Andrie. “Ribuan Kpop Lovers Berkumpul di LaPiazza” Liputan6.com, 2012; tersedia di http://showbiz.liputan6.com/read/378116/ribuan-k-pop-lovers-berkumpul-di- la-piazza; Diunduh pada 30 November 2012.

xxii

LAMPIRAN – LAMPIRAN

LAPORAN KEGIATAN Sidang Pertama Komisi Bersama Kebudayaan (The 1st Meeting of Joint Commission on Cultural Cooperation) Indonesia-Korea Selatan Pada tanggal 13-15 Mei 2008 di Yogyakarta

Latar Belakang

1. Indonesia telah memiliki payung kerjasama dengan Korea Selatan (Republic of Korea/ROK) di bidang kebudayaan melalui sebuah perjanjian (Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Korea on Cultural Cooperation) yang ditandatangani pada 28 November 2000.

2. Dalam rangka mempercepat implementasi dari Agreement tersebut, maka kedua pemerintahan telah membentuk Eminent Persons’ Group (EPG). Di Indonesia pertemuan EPG pertama berlangsung pada 10 November 2006.

3. Pada tanggal 4 Desember 2006 kedua kepala negara menandatangani Joint Declaration on Strategic Partnership to Promote Friendship and Cooperation in the 21st century yang isinya mencakup 32 bidang kerjasama yang dikelompokkan ke dalam 4 bidang utama di mana salah satunya adalah bidang sosial budaya.

4. Dua dari 7 bidang kerjasama sosial budaya yang tercantum dalam Joint Declaration dan juga menjadi prioritas EPG adalah perlunya membentuk dan melaksanakan Joint Cultural Commision (JCC) sebagai dasar berdirinya Cultural and Information Service Centre.

5. Pemerintah Indonesia telah mengesahkan (ratifikasi) Agreement tersebut melalui Peraturan Presiden No. 92 Tahun 2007.

6. Dalam rangka mengimplementasikan Agreement tahun 2000, hasil-hasil rekomendasi dari EPG RI-ROK dan berdasarkan Prepres No. 92 tahun 2007, maka diselenggarakanlah suatu pertemuan pertama komisi bersama untuk kerjasama kebudayaan (The 1st Meeting of Joint Commission on Cultural Cooperation/JCC).

xxiii

Joint Commission on Cultural Cooperation.

1. Sidang Komisi Bersama Kebudayaan/JCC ke-1 tersebut berlangsung pada 13-15 Mei 2008 di Yogyakarta, dengan melibatkan 5 Departemen terkait (Kemenpora, Depkominfo, Depdiknas, Deplu dan Depbudpar) di mana lingkup kerja JCC ke-1 berada dalam tahapan identifikasi kebutuhan untuk penyusunan “Plan of Actions” melalui exchange of views (establishment and discussion).

2. Delegasi RI diketuai oleh Dr. Muchlis Paeni, pejabat eselon I SAM bidang Pranata Sosial Depbudpar. Sedangkan delegasi ROK dipimpin oleh Mr. Bae Jae-hyun, Director General of Cultural Affairs Bureau Ministry of Foreign Affairs and Trade of the Republic of Korea.

3. Kerjasama di bidang kepemudaan dan keolahragaan yang diusulkan RI meliputi: program semaul udong; program relawan/magang wirausaha muda ke ROK; workshop kewirausahaan pemuda dan pengembangan industri olahraga dan industri unggulan di ROK; pengiriman/rekruitmen atlit; pelatih dan wasit; pertukaran para pakar olah raga; penyelenggaraan seminar tentang industri olahraga; studi/pelatihan dalam rangka industri olahraga; dan bantuan pembangunan gedung olahraga di 10 provinsi dan 10 kabupaten di Indonesia.

4. Isu kerjasama pendidikan yang diangkat dalam pertemuan ini adalah: 1. International Standard School (Sister School Facilitation, Reciprocal School Accredited, International Content Subjects Facilitated by South Korea (IT, automotive, etc); 2. Teacher empowering program (Teachers Training, Collaboration, Seminar and workshop); 3. World Class University (Double/dual degree between Indonesia universities and Korea universities, Joint research, Student and Professor exchange, Seminar and Workshop, Indonesia language for foreigners, Darmasiswa Scholarship program by Indonesian Government, Guest Lectures (being an Indonesian language lecture in some universities in South Korea).

5. Untuk bidang kebudayaan, isu-isu yang dibahas dalam JCC ke-1 tersebut mencakup substansi kerjasama arkeologi, konservasi benda-benda purbakala, film, HRD, R&D, Cultural Content, dan bidang-bidang kebudayaan terkait lainnya.

6. Untuk bidang Litbang Kebudayaan isu-isu yang diajukan adalah: penyusunan kamus bahasa Indonesia-Korea dan Korea-Indonesia; mendirikan bidang studi bahasa Korea di Indonesia (Universitas Indonesia) dan bidang studi bahasa Indonesia di Universitas terkemuka di ROK; memberikan beasiswa bagi publik maupun mahasiswa untuk memperdalam kebudayaan melalui pendidikan di bidang seni musik, senia teater, film, animasi dan busana. Adapun sebaliknya Indonesia menawarkan kepada Korea pendidikan di bidang seni tari, seni musik (angklung, gamelan, suling,kolintang), seni pahat serta seni batik; melakukan penerjemahan dan penerbitan karya sastra xxiv

kontemporer untuk generasi muda dan sejarah maritime; pengembangan khasanah kuliner tradisional (penataan,pengolahan dan pengemasannya) khas Indonesia dan Korea; melakukan kajian kebijakan kebudayaan di kedua negara, khususnya berhubungan dengan upaya-upaya untuk mempertahankan tradisi di segala bidang; menyelenggarakan pekan film Indonesia-Korsel di negara masing-masing; dan menyelenggarakan diskusi tentang multikulturalisme dan globalisasi.

7. Isu tentang perlindungan Kekayaan Budaya menjadi salah satu poin penting dalam pembahasan siding JCC ke-1 ini, mengingat Agreement Kebudayaan RI-ROK tidak mencantumkan klausul perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (IPR) sehingga Indonesia merasa perlu mengangkat isu ini agar hasil-hasil karya budaya anak bangsa dapat dilindungi dari pemanfaatan/eksploitasi ekonomi oleh pihak-pihak asing mana pun, baik bagi Indonesia maupun Korea.

8. Di samping itu, dilakukan pertukaran pandangan (exchange of views) tentang lingkup kerja dan tanggung jawab Komite Kebudayaan, hal tersebut menjadi isu sentral mengingat saat ini Indonesia belum memiliki model pengembangan Pusat Kebudayaan, sehingga diharapkan dari hasil pembahasan dalam pertemuan bilateral ini, didapati suatu model yang dapat dijadikan contoh bagi pengembangan kerjasama bilateral Indonesia dengan negara-negara mitra.

Hasil Kesepakatan

1. Kedua pihak sepakat untuk mengkonkritkan kerjasama bilateral secara konstruktif dengan menekankan perlunya ditingkatkan saling kunjung antar pejabat dan ahli.

2. Kedua pihak juga sepakat untuk bekerjasama dalam peningkatan capacity building dan sumber daya manusia. Dalam hal ini Pemerintah Indonesia menyambut baik komitmen Pemerintah ROK serta mengapresiasi bantuan berbagai program beasiswa yang diberikan Korea kepada Indonesia untuk meningkatkan hubungan bilateral kedua negara.

3. Kedua Pihak sepakat untuk mendorong terbentuknya pusat studi Indonesia di universitas-universitas terkemuka di Korea Selatan dan juga sebaliknya pusat studi Korea di Indonesia.

4. Untuk itu, kedua Pihak akan mempercepat finalisasi MoU Kerjasama Pendidikan.

5. Pihak Korea juga menyambut permintaan pihak Indonesia untuk percepatan finalisasi Arrangement on Youth and Sport Cooperation.

xxv

6. Di bidang Komunikasi dan Informasi, kedua Pihak menekankan perlunya menjalin kerjasama dan koordinasi yang lebih erat, termasuk dalam hal berbagi informasi dan teknologi.

7. Secara prinsip kedua pihak juga sepakat untuk memperkuat kerjasama kebudayaan pada sektor warisan budaya (cultural heritage), kesenian (arts), film, arkeologi, permuseuman, sejarah, kelitbangan dan kediklatan, serta industri budaya. Dalam hal ini, pihak Indonesia dapat mengajukan proposal program/proyek kepada pihak Korea.

8. Pihak Korea juga meminta dukungan Indonesia dalam hal rencana pihak Korea menyelenggarakan beberapa event di Indonesia, yaitu: a) Pekan Budaya Korea, b) Festival Porselin Korea dan c) Pameran Foto. Dalam hal ini, pihak Indonesia menyatakan kesediannya membantu.

9. Berkaitan dengan kerjasama kota/provinsi kembar, kedua Pihak sepakat untuk mengintensifkannya dengan meningkatkan jumlah pertukaran program/proyek di bidang kebudayaan, pendidikan dan olah raga. 10. Untuk melindungi semua kesepakatan kerjasama tersebut, kedua Pihak mengakui perlunya menerapkan perlindungan Intelectual Property Rights (IPR) sesuai dengan perundangan yang berlaku.

Catatan

1. Semua isu dan usulan program kerjasama yang telah disampaikan pada JCC pertama ini dapat ditindaklanjuti dalam rincian program dan selanjutnya dikomunikasinnya dengan pihak Korea.

2. Berdasarkan Agreed Minutes yang telah disusun kedua Pihak tersebut, setiap instansi terkait dimungkinkan melakukan negosiasi langsung dalam mengimplementasi kesepakatan-kesepakatan JCC I tersebut dengan pihak Korea melaui saluran diplomatik yang dapat ditujukan langsung ke Duta Besar Republik Korea di Jakarta dengan tembusan ke Biro KSLN Depbudpar dan Direktur Astimpas Deplu RI.

KERJASAMA BILATERAL BIRO KSLN

xxvi