View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE

provided by Resital: Jurnal Seni Pertunjukan

Vol. 16 No. 1, April 2015: 52-64

Laras, Surupan, dan Patet dalam Praktik Menabuh Salendro

Asep Saepudin1 Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Yogyakarta

ABSTRAK Tulisan ini membahas tentang peranan laras, surupan, dan patet dalam praktik menabuh gamelan saléndro. Gamelan saléndro termasuk salah satu perangkat gamelan yang terdapat dalam karawitan Sunda. Penyajian gamelan saléndro dalam karawitan Sunda memiliki keunikan tersendiri yang tidak ditemukan pada musik lain yakni terdapat perbedaan laras antara gamelan yang digunakan dengan lagu yang dinyanyikan oleh pesinden (vokalis). Oleh karena itu, tidak mudah untuk menyajikan sebuah lagu dalam permainan gamelan saléndro karena harus memahami terlebih dahulu laras, surupan, dan patet sebagai jembatan bagi perbedaan laras ini agar terjalin nuansa musikal yang harmonis. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa laras, surupan, dan patet memiliki peranan sangat penting dalam praktik bermain gamelan saléndro, sebagai kunci utama yang harus dikuasai seorang pengrawit (lebih khusus bagi seorang perebab) untuk menyajikan lagu atau gending. Selain itu, disimpulkan pula bahwa laras, surupan, dan patet sebagai satu kesatuan yang utuh, memiliki keterkaitan satu sama lainnya dalam praktik menabuh gamelan saléndro. Kata kunci: patet, laras, surupan, saléndro

ABSTRACT Laras, Surupan, and Patet in Playing Salendro Gamelan.This paper discusses the role of laras (musical scale), surupan, and patet (Jawa: ) concepts in playing salendro gamelan. Salendro gamelan is one of gamelan instruments in Sundanese gamelan music. The performance of salendro gamelan in Sundanese gamelan has its own uniqueness which is not found in other musical genre or characteristics, that there is a different laras between the used gamelan and the song sung by vocalist. Therefore, it is not easy to present a song in a salendro gamelan play because we should understand laras, surupan, and patet concepts for bridging the difference to create the harmonious musical nuance. Based on the result analysis, it may be concluded that laras, surupan, and patet concepts play the important role in playing the salendro gamelan. They are the main keys for gamelan players who should master to play the song or gending. In addition, laras, surupan, and patet concepts as a unity relate to each other in playing the salendro gamelan. Keywords: patet, laras, surupan, saléndro

Pendahuluan bisa berlaras degung, madenda, mandalungan, atau bahkan bisa multi-laras yakni campuran Penyajian gamelan saléndro dalam semua laras yang terdapat dalam karawitan karawitan Sunda memiliki keunikan tersendiri Sunda. Hal ini dapat terjadi meskipun dalam sebagai ciri khas/identitas garap karawitannya. lagu yang sama. Menurut Mariko (2007: 91- Salah satu keunikan penyajiannya adalah ter- 104) perbedaan kedua laras ini disebut dengan dapat perbedaan laras antara gamelan dengan laras ganda. Fenomena semacam ini tentu- vokal yang dinyanyikan oleh pesinden. Meski- nya memiliki perbedaan jika dibandingkan pun gemelan yang digunakan berlaras saléndro, dengan permainan gamelan saléndro dalam akan tetapi vokalnya tidak berlaras saléndro, karawitan lainnya seperti karawitan Jawa gaya

1 Alamat korespondensi: Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Jln. Parangtritis Km. 6,5, Sewon, Bantul, Yogyakarta. E-mail: [email protected];. HP: 081227978377

52 Naskah diterima: 10 Januari 2015; Revisi akhir: 20 Februari 2015 Vol. 16 No. 1, April 2015

Surakarta, Yogyakarta, Banyumas, Banyuwangi, paling sering digunakan oleh para seniman dalam maupun karawitan Bali. Pada kelima gaya ini, berbagai genre kesenian meskipun dalam karawitan ketika gamelan yang digunakan berlaras saléndro Sunda memiliki beberapa perangkat gamelan seperti maka vokal umumnya berlaras saléndro pula. dan pélog. Hal ini merupakan salah Hadirnya dua laras atau lebih yang berbeda satu bukti bahwa laras saléndro telah dimiliki oleh dalam praktik menabuh gamelan saléndro menjadi masyarakat Sunda sejak lama sebagai bagian laras tantangan tersendiri bagi para seniman dalam milik masyarakat Sunda yang telah diwarisi secara menyajikan sebuah gending atau lagu. Jika seorang turun temurun dari nenek moyangnya. pengrawit (khusus perebab) atau pesinden tidak Gamelan saléndro lebih populer di masyarakat paham terhadap konsep surupan, laras, dan patet, Sunda jika dibandingkan dengan gamelan pélog. dapat berakibat fatal terhadap jalannya sajian Kepopuleran gamelan saléndro hampir sama dengan gamelan saléndro. Permasalahan yang sering kepopuleran gamelan degung yang sudah dikenal terjadi dalam penyajian gamelan saléndro, antara luas oleh masyarakat Sunda sejak lama. Hal ini lain: sulitnya pesinden untuk memulai ngawih dikarenakan oleh sering digunakannya gamelan (bernyanyi) lagu yang akan disajikan, laras atau saléndro dalam setiap pementasan pertunjukan nada-nada hasil suara pesinden tidak bisa harmonis seperti dalam sajian genre kiliningan, topéng banjét, (menyatu) dengan nada-nada dalam gamelan yang wayang golék, ketuk tilu, serta berbagai iringan tari, digunakan, permainan waditra (instrumen) baik rumpun tari keurseus maupun tari rakyat. terasa numpang (miring) dari nada-nada atau dari Pada tahun 1980-an, keberadaan gamelan perangkat gamelan yang digunakan, serta suara saléndro lebih populer serta dikenal luas oleh pesinden terkesan sumbang (blero=Jawa) dari masyarakat ketika di Sunda dihebohkan dengan gamelan yang digunakan. Fenomena semacam kehadiran genre baru ‘’ yang di dalam ini sering terjadi dalam sajian karawitan Sunda iringannya menggunakan gamelan saléndro. Pada terutama bagi para seniman pemula yang belum masa itu, para seniman tidak sedikit yang melebur pernah mengetahui konsep menabuh dan nyinden gamelan degung dan pélog untuk dijadikan gamelan dengan menggunakan perangkat gamelan saléndro. berlaras saléndro. Gamelan saléndro lengkap terdiri Terjadinya fenomena di atas diakibatkan oleh dari dua buah waditra , satu peking, satu belum sepenuhnya para pengrawit paham terha- demung, satu selentem, seperangkat , dap konsep menabuh gamelan saléndro. Padahal, seperangkat rincik, seperangkat , satu terdapat berbagai unsur (meliputi patet, laras, dan , satu , satu , satu set , surupan) yang harus dipertimbangkan dalam me- satu rebab, dan vokal. nyajikan gamelan saléndro mengingat laras gamelan yang digunakan berbeda dengan laras lagu yang Laras dalam Karawitan Sunda dinyanyikan. Oleh karena itu, untuk memaha- minya perlu diuraikan kunci pokok yang men- Laras termasuk salah satu unsur penting dasari konsep menabuh gamelan saléndro terutama yang ada kaitannya dengan penyajian gamelan keterkaitan antara konsep laras, surupan, dan patet. saléndro karena lagu-lagu yang dinyanyikan dalam Permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah karawitan Sunda menggunakan banyak laras. Laras peranan dan aplikasi konsep laras, surupan, dan menjadi kerangka acuan sekaligus bingkai untuk patet dalam praktik menabuh gamelan saléndro. menafsir sistem nada yang melekat atau relevan dengan lagu, gending atau pun iringan lagunya Gamelan Saléndro (Irawan, 2014: 21). Karawitan Sunda memiliki lima yaitu laras Gamelan saléndro adalah seperangkat gamelan yaitu saléndro, pélog, degung, madenda atau sorog, Sunda yang seluruh waditra memiliki laras saléndro. serta mataraman atau mandalungan. Kelima laras Penamaan gamelan ini berdasarkan pada laras yang ini digunakan dalam sajian karawitan Sunda yang digunakan yaitu laras saléndro. Gamelan saléndro terdapat di berbagai genre kesenian seperti dalam

53 Asep Saepudin, Praktek Menabuh Gamelan Salendro kesenian degung, kiliningan, jaipongan, wayang waditra di seluruh Jawa Barat meliputi tiga puluh golék, wanda anyar, dan lain-lain. set gamelan, sepuluh waditra tarawangsa (rebab Machyar, seorang etnomusikolog Sunda, telah dan kacapi), tujuh waditra kacapi indung, dan lima melakukan beberapa kajian untuk membedakan waditra rebab. Namun sangat disayangkan bahwa dari kelima laras ini terutama dilihat dari jarak hasil kesimpulan penelitiannya mengindikasikan nada/intervalnya. Setelah melalui beberapa tahap bahwa interval Sunda seolah-olah sebagai interval kajian selama 50 tahun, sampailah pada kesimpulan solmisasi dengan nilai terkecil 100 sen (Herdini: bahwa laras dalam karawitan Sunda terdiri dari 2003: 54-66). Hasil kesimpulan ini tentunya lima laras dengan memiliki jarak yang berbeda. mengingkari fakta-fakta yang ada di lapangan, di Menurut Macyar (169: 1-139) dalam konsep laras antaranya berbedanya laras Sunda dengan Barat 17 swara, interval laras saléndro adalah bedantara serta tidak bisa menyatunya waditra Sunda dengan (beda jarak) antara nada yang satu dengan nada instrumen Barat (misalnya piano dan kacapi) secara yang lainnya dengan memiliki interval terkecil 210 utuh. Meskipun sering terjadi garapan bersama sen, laras pélog 133 1/3 sen, madenda, degung, dan menggunakan instrumen Barat dengan waditra mataraman interval terkecil 70 sen (Tabel 1). Sunda, akan tetapi umumnya tidak pernah menyatu Laras saléndro disebut sebagai induk laras dari bahkan terjadi sebuah pemaksaan terhadap laras seluruh laras yang ada dalam karawitan Sunda. masing-masing (Hermawan, 2002: 4). Berdasarkan hasil konsep laras Machyar, dari Mengenai hal ini, Saepudin mengkritisi laras saléndro inilah dapat melahirkan laras-laras hasil kajian di atas dalam tulisannya “Tasir lain seperti laras degung dan madenda. Pernyataan Ulang atas Hasil Kajian Ulang Teori Laras dan ini diperkuat oleh peneliti berikutnya yakni Surupan Karya RMA. Koesoemadinta.” Hasil Harjito yang menyatakan bahwa laras saléndro kesimpulannya, Saepudin memberikan lima solusi sebagai induk musik dunia. Dengan metode untuk permasalahan ini yakni: peninjauan kembali Matriks “Makro” Sléndro Mikro-nya, Hardjito hasil kajian laras Machyar; mengelompokkan membuktikan bahwa Laras Sléndro Makro sampel kajian berdasarkan waktu, tempat, dan dengan nilai Kempyung (K=720 sen) dan Laras fungsi; menggunakan alat ukur interval baru Sléndro Mikro dengan nilai Kempyung (K=600 yang disesuaikan dengan kebutuhan laras Sunda; sen) dapat mewadahi keberadaan berbagai sistem memperhitungkan nilai sen terkecil sebagai musik bangsa lain dalam suatu wilayah sistem ciri khas/identitas budaya musik Sunda; serta skema laras musik. Kesimpulannya adalah Laras menentukan dengan pasti alat ukur yang akan Sléndro Makro (K=720 sen) merupakan ambang dijadikan standar pengukuran (Saepudin, 2007: atas konseptual bagi keberadaan berbagai skema 23-32). Terlepas dari berbagai permasalahan musik karena tidak ada lagi skema laras musik lain tersebut, fenomena laras dalam karawitan Sunda di atas Laras Sléndro Makro (K= 720 sen). Begitu masih memberi peluang untuk didiskusikan secara pula sebaliknya, Laras Sléndro Mikro (K=600 khusus. sen) telah terbukti merupakan ambang bawah dari keberadaan berbagai skema musik lain karena tidak ada lagi skema laras musik lain di bawah Laras Sléndro Mikro (K= 600 sen) (Hardjito, 2000: 128-160). Perlu diketahui bahwa para peneliti di Bandung setelah generasi Machyar mengadakan penelitian tentang laras sebagai langkah dalam menjawab kritikan dari para etnomusikolog Barat terhadap konsep laras Machyar. Deni Hermawan, dkk., mengadakan penelitian laras dengan menggunakan sampel lima puluh dua Tabel 1. Interval nada dalam berbagai laras

54 Vol. 16 No. 1, April 2015

Surupan Macam-macam surupan dalam karawitan Sunda di antaranya surupan da (nada 1) = Tugu, mi Surupan adalah konsep pergeseran tinggi (nada 2) = Tugu, na (nada 3) = Tugu, ti (nada 4) = rendahnya nada dasar yang menentukan fungsi Tugu, dan la (nada 5) = Tugu. Tugu yang dimaksud nada sebagai nada pokok atau nada sisipan (Suparli, dalam surupan ini adalah nada Barang (da) dalam 2010: 159). Meskipun surupan berfungsi sebagai gamelan laras saléndro, sedangkan nada 1 (da), 2 pergeseran tinggi rendah nada dasar, namun (mi), 3 (na), 4 (ti), dan 5 (la) adalah wilayah nada/ hadirnya berbagai surupan dalam laras atau laras lagu yang dinyanyikan oleh pesinden. Kelima gending yang sama, dapat berpengaruh terhadap surupan tersebut bisa berlaku untuk berbagai laras berbagai aspek karawitan yakni terhadap gending, yaitu untuk laras saléndro, pélog, degung, madenda, garap setiap waditra, karakter lagu, serta nuansa dan mandalungan. musikal yang dihasilkan. Konsep surupan dalam Penjelasan dari konsep surupan sebagai aplikasinya adalah penempatan nada dasar agar berikut. Jika lagu yang disajikan seorang pesinden lagu yang dinyanyikan oleh pesinden tetap berada larasnya madenda dengan surupan ti (4) Tugu, hal dalam wilayah gamelan yang digunakan meskipun itu berarti nada ti (4) laras madenda tinggi rendah laras lagu tersebut memiliki perbedaan dengan laras frekuensinya sama dengan nada Tugu/Barang/ gamelan. da (1) dalam laras saléndro. Oleh karena itu, Keberadaan konsep surupan dalam praktik penyusunan tangga nada laras madenda disamakan menabuh gamelan saléndro sangat penting terlebih dahulu tinggi rendahnya antara nada ti (4) mengingat lagu-lagu yang terdapat dalam sajian laras madenda dengan nada Tugu/da laras saléndro. ini memiliki laras yang berbeda. Konsep surupan Penyusunan nada-nada berikutnya menyesuaikan dapat menuntun sebuah lagu untuk bisa disajikan tangga nada laras madenda yang sudah terbentuk secara utuh dan harmonis dalam gamelan saléndro, dengan diawali dari nada ti (4) laras madenda degung, atau gamelan berlaras madenda. Surupan terlebih dahulu baik untuk nada tinggi maupun termasuk konsep musikal yang menjembatani nada rendah (Tabel 2). sebuah lagu agar dapat disajikan dalam gamelan. Pembentukan surupan madenda ti (4) sama Oleh karena itu, pemahaman terhadap konsep dengan Tugu (Tabel 2) menghasilkan tiga nada surupan sangat penting dikuasai oleh seorang yang tumbuk (bersamaan) yaitu nada ti (4) laras pengrawit terutama perebab (pemain rebab) yang madenda tumbuk dengan nada Tugu/Barang biasa berfungsi sebagai pangkat (intro/pembuka) (1) laras saléndro, nada la (5) laras madenda dan penghias lagu. tumbuk dengan nada Loloran (2) laras saléndro,

Ket: B = Barang/Tugu I = interval sebesar 70 sen (s) L = Loloran R = Nada relatif dari laras saléndro P = Panelu M = Nada mutlak laras saléndro G = Galimer m = Nada-nada laras madenda S = Singgul = Nada tumbuk atau surupan ti (4) laras madenda sama dengan Tugu (1) laras saléndro

Tabel 2. Tangga nada laras Madenda

55 Asep Saepudin, Praktek Menabuh Gamelan Salendro serta nada mi (2) laras madenda tumbuk dengan keduanya berfungsi sebagai kenongan. Gending nada Galimer (4) laras saléndro. Berdasarkan data yang memiliki kenongan ini biasanya terdapat tersebut, terdapat tiga nada saléndro yang bisa dalam Gending Gendu dengan kenongan nada 1 dijadikan dasar untuk menentukan gending yang sedangkan gongannya nada 4. digunakan untuk mengiringi sebuah lagu karena Proses terbentuknya surupan dalam berbagai ketiganya berfungsi sebagai kenongan. Gending laras secara konseptual semuanya seperti tergambar yang memiliki kenongan ini biasanya terdapat dalam dua tabel di atas. Konsep surupan ini dalam Gending Senggot dengan kenongan nada 1 berperan sebagai jembatan penghubung (titik dan 4, sedangkan gongannya nada 2. Hal ini akan temu) antara dua laras yang berbeda yaitu laras dibahas lebih rinci dalam pembahasan patet. degung atau madenda atau mandalungan dalam Proses pembentukan surupan di atas berlaku lagu yang dinyanyikan oleh pesinden dengan pula untuk laras lainnya seperti halnya laras degung. laras saléndro yang terdapat dalam gamelan yang Jika lagu yang dinyanyikan oleh pesinden berlaras digunakan untuk mengiringi lagu tersebut. Adapun degung dengan surupan mi (2) sama dengan Tugu, waditra yang memiliki peranan penting dalam tinggi rendah frekuensi nada mi (2) laras degung hal ini adalah waditra rebab. Waditra rebab ini sama dengan tinggi rendahnya nada Tugu (1) laras selanjutnya bertugas untuk menuntun lagu dari saléndro. Selanjutnya, pembentukan tangga nada seorang pesinden agar dapat masuk ke dalam laras degung diawali dari nada mi (2) yang akan gamelan saléndro yang digunakan. membentuk rangkaian nada-nada berikutnya Rebab salah satu fungsinya sebagai pangkat dalam laras degung baik nada rendah maupun nada (introduction) dalam permainan gamelan saléndro. tinggi (Tabel 3). Waditra rebab membawa arah lagu pesinden beserta Pembentukan surupan degung mi (2) sama larasnya sejak awal sampai dengan akhir sajian. dengan Tugu (Tabel 3) menghasilkan dua nada Biasanya ketika pangkat (buka) dimulai oleh yang tumbuk yaitu nada mi (2) laras degung perebab, arah laras dan surupan lagu yang akan tumbuk dengan nada Tugu/Barang (1) laras dinyanyikan dalam sajian karawitan sudah dapat saléndro, nada la (5) laras degung tumbuk dengan dibaca dengan jelas baik oleh pesinden maupun nada Galimer (4) laras saléndro. Berdasarkan data pengrawit lainnya. Seorang pesinden sudah diberi tersebut, terdapat dua nada saléndro yang bisa jalan terlebih dahulu untuk merasakan laras dan dijadikan dasar untuk menentukan gending yang surupan sehingga untuk memulai bernyanyi hanya digunakan dalam mengiringi sebuah lagu karena mengikuti arah lagu yang disajikan oleh perebab.

Ket: B = Barang/Tugu I = interval sebesar 70 sen (s) L = Loloran R = Nada relatif dari laras saléndro P = Panelu M = Nada mutlak laras saléndro G = Galimer m = Nada-nada laras madenda S = Singgul = Nada tumbuk atau surupan mi (2) laras degung sama dengan Tugu (1) laras saléndro

Tabel 3. Tangga nada laras Madenda

56 Vol. 16 No. 1, April 2015

Patet pembentukan gending-gending di Sunda. Posisi lagu adalah posisi yang menunjukkan letak nada Selain laras dan surupan, patet termasuk yang fungsinya sebagai nada Pancer, Pangagét, unsur yang sangat penting dalam sajian gamelan Kenongan, dan Gongan. Keempat fungsi ini saléndro. Konsep patet berfungsi terutama dalam sebagai kunci pokok untuk menabuh gamelan pembentukan dan penentuan gending-gending pélog saléndro. Sebagai contoh, jika posisi lagunya yang digunakan untuk mengiringi lagu dalam (I dan IV), kenongannya berada di posisi nada 2 praktik bermain gamelan saléndro. Gending- dan gonganya nada 5, posisi ini memiliki pancer gending yang digunakan untuk mengiringi lagu nada 1 dan pangagét nada 4, sehingga gending dalam sajian gamelan saléndro secara umum banyak tersebut berada dalam wilayah Patet Loloran dengan terdapat dalam konsep patet. arkuh lagu ( gending) sebagai berikut: Gėt Patet adaah penetapan tinggi raras dominan nada 4, Cer nada 1, Gėt nada 4, Nong nada 2, Gėt (dasar = patokaningraras) dan tonika (tutugingraras nada 4, Cer nada 1, Gėt nada 4, Gong nada 5. Gėt = rénaningraras) dari suatu lagon atau lebih untuk singkatan dari Pangaget, Cer singkatan dari Pancer, menentukan tinggi rendahnya atau besar kecilnya Nong singkatan dari Kenongan, Gong singkatan dari (ageung-alit) lagon-lagon itu. Lagon sendiri diartikan Gongan. sebagai letaknya tonika dan dominan dalam Urutan dan posisi nada di atas, merupakan pasieupan/tangga nada (Machyar, 1969: 23). Patet kunci pokok untuk menabuh gamelan pélog juga diartikan wilayah rasa suatu lagu dalam suatu saléndro dalam karawitan Sunda yaitu Gét Cer Gét surupan yang diwujudkan oleh rasa nada-nada, Nong Gét Cer Gét Gong. Waditra yang menabuh disebabkan oleh pengaruh serta fungsi nada-nada arkuh lagu tersebut adalah waditra selentem. tersebut di dalam organisasi yang dibentuk oleh Adapun gending yang arkuh lagunya seperti di lagu itu (Atik Soepandi, 1995: 160). atas termasuk Gending Catrik. Posisi lagu (I dan Dalam karawitan Jawa, kata patet (pathet) selalu IV) Gending Catrik mengisi posisi patokaning laras muncul dan menyertai suatu repertoar karawitan dan pangrena yaitu nada 2 dan 5 (nada Loloran (selanjutnya disebut gending), misalnya gending dan Singul). ladrang Clunthang pathet sanga, gending Gending-gending lainnya dalam karawitan Playon slendro pathet manyuro, gending Ayak-ayak Sunda dapat terbentuk dengan memperhatikan slendro pathet nem, dan lain.lain (Prasetya, 2012: posisi lagu terlebih dahulu. Posisi lagu (I dan 67). Keberadaan patet dalam karawitan Jawa IV) di atas jika digeser ke atas atau ke bawah ke sangat penting pula untuk menentukan struktur Patet Nem, Manyuro, Sanga, dan Singul dapat wayang kulit karena berkaitan dengan pembagian membentuk gending baru yang berbeda dari posisi adegan yakni pathet nem, patet sanga, dan patet semula. Selain menghasilkan gending baru, secara manyura (Sukistono, 2014: 180). Pembagian patet otomatis pergeseran tersebut dapat menghasilkan dalam pergelaran wayang kulit merupakan tanda nada kenongan dan gongan yang berbeda. Ketika atau pemilah waktu pertunjukan yakni patet nem nada kenongan dan gongnnya berbeda, maka akan berlangsung dari pukul 21.00-24.00, patet sanga dimulai dari pukul 24.00-03.00, patet manyura dari pukul 03.00-06.00 (Suhardjono, 2011: 67). Patet dalam karawitan Sunda memiliki fungsi yang hampir sama dengan karawitan Jawa. Patet dalam karawitan Sunda terdiri dari lima yaitu Patet Nem, Loloran, Manyuro, Sanga, dan Singgul. Kelima patet terbentuk dari hasil skema patet (Tabel 4). Dalam konsep patet, posisi lagu yang ditandai oleh angka romawi (I, II, III, IV, dan V) memiliki peranan yang sangat penting kaitannya dalam Tabel 4. Patet dalam Karawitan Sunda

57 Asep Saepudin, Praktek Menabuh Gamelan Salendro memunculkan lagu dan nuansa musikal yang keharmonisan sajian terutama sebagai titincakan berbeda pula. Begitulah seterusnya tentang proses (tumpuan) pesinden dalam menyanyikan sebuah pembentukan gending-gending yang terdapat lagu. Irawan (2014: 21) mengungkapakan tentang dalam karawitan Sunda terutama dalam gending- surupan sebagai berikut. gending yang embatnya sawilet dan dua wilet. Penguasaan surupan sangat menentukan kemampuan seorang vokalis (sinden dan Identifikasi Laras,Surupan , dan Gending alok) dan pemain rebab dalam membangun dalam Sebuah Lagu dan menguatkan rasa musikal terhadap lagu yang dibawakan serta dijalin bersama, sesuai Sebelum memulai praktik bermain gamelan dengan gending atau waditra pengiring saléndro, terdapat beberapa langkah yang harus lainnya. Gaya ungkap nyanyian pribadi diperhatikan oleh seorang pengrawit terutama oleh sindén dan atau alok, maupun gaya ungkap seorang perebab sebagai berikut. rebaban perebab menjadi nampak dengan mengolah surupan secara kreatif dan cermat. Identifikasi Laras Artinya, surupan maupun laras menjadi alat atau teknik untuk mengungkapkan ekspresi Seorang pengrawit (khusus perebab) harus musikalitasnya. mengetahui terlebih dahulu laras dari lagu yang akan disajikan, berlaras saléndro, pélog, degung, Berdasarkan pendapat Irawan jelas bahwa madenda, atau mandalungan. Dalam karawitan surupan merupakan konsep musikal yang sangat Sunda, bisa terjadi satu lagu yang disajikan memiliki penting untuk dikuasai oleh seorang pengrawit multi-laras, artinya terdiri dari laras campuran dari dalam membentuk ekspresi musikalitas yang berbagai laras yang ada dalam karawitan Sunda. sesuai dengan estetika dalam karawitan Sunda. Pemahaman terhadap laras dari sebuah lagu sangat Secara umum konsep surupan dalam permainan penting untuk diketahui terlebih dahulu oleh gamelan saléndro adalah memposisikan lagu yang pengrawit, terutama bagi seorang perebab agar dinyanyikan oleh pesinden agar tetap berada mudah menafsir teknik menggesek rebab dan dalam wilayah (range) gamelan yang ada meskipun garapnya. Jika lagu memiliki satu laras misalnya lagu tersebut berbeda laras dengan gamelan yang hanya laras saléndro, atau pélog saja, posisi penjarian digunakan. Waditra yang bertugas untuk hal ini dalam memainkan rebab tidak pindah-pindah. adalah waditra rebab. Hubungan surupan dengan Akan tetapi, jika satu lagu memiliki beberapa posisi penjarian rebab adalah sebagai berikut. laras, posisi penjarian rebab akan berpindah- Perbedaan surupan dari sebuah lagu, pindah menyesuaikan dengan lagu tersebut. berdampak terhadap posisi penjarian rebab dengan Posisi penjarian sangat penting kaitannya dengan menyesuaikan surupan tersebut. Rebab Sunda yang pembentukan tangga nada berbagai laras, untuk terdiri dari dua dawai/kawat rebab, biasanya dilaras pembentukan nada tinggi maupun nada rendah. menyesuaikan nada gamelan saléndro dengan nada Hal ini akan mempermudah seorang perebab da (1) dan ti (4). Oleh karena itu, di dalam waditra untuk menafsir lagu terutama untuk mengawali rebab terdapat nada-nada mutlak laras saléndro lagu (pangkat) atau gending. sebagai tafsir dari gamelan saléndro dengan posisi penjarian nada Tugu (da/1) laras saléndro ditengkep IdentifikasiSurupan oleh jari kelingking tangan kiri (Gambar 1). Setelah sebuah lagu diketahui larasnya, langkah Jika sebuah lagu berbeda laras dan surupan- selanjutnya mencari surupan dari lagu tersebut, nya dari gamelan saléndro misalnya laras degung surupan da (1) =Tugu, mi (2) = Tugu, na (3) = da=Tugu, atau mi=Tugu, seorang perebab harus Tugu, atau ti (4) = Tugu. Hal ini penting dilakukan berupaya agar lagu yang berbeda larasnya dapat untuk menyesuaikan lagu dengan perangkat tetap berada dalam wilayah gamelan saléndro. gamelan saléndro yang digunakan. Kesesuaian titi Caranya adalah mengambil nada Tugu atau laras rebab, lagu, dan gamelan dapat menghasilkan mempertahankan nada Tugu laras saléndro sebagai

58 Vol. 16 No. 1, April 2015 jembatan untuk masuknya laras lain. Sebagai sebuah lagu memiliki laras degung surupan mi (2)= contoh, laras degung surupan da (1) =Tugu berarti Tugu, nada 2 (mi) laras degung yang disajikan oleh nada 1 laras degung sama dengan nada Tugu laras vokal pesinden dan perebab sama dengan nada saléndro, maka posisi penjarian rebab mengalami Tugu (1) laras saléndro dalam gamelan. Dengan perubahan posisi. Posisi jari kelingking yang demikian, terdapat dua nada yang tumbuk awalnya nada Tugu (da laras saléndro) berubah (bersamaan) antara laras degung dan laras saléndro menjadi nada da/1 laras degung (Gambar 2). yaitu nada 2 (mi) laras degung dengan nada 1 (da) Contoh lain jika larasnya madenda surupan ti laras saléndro serta nada 5 (la) laras degung dengan (4)=Tugu, nada ti (4) laras madenda sama dengan nada 4 (ti) laras saléndro. Langkah selanjutnya nada Tugu (1) laras saléndro sebagai jembatannya. melihat dalam tabel konsep patet, sehingga ada Dengan demikian, posisi penjarian rebab harus dua nada saléndro yaitu nada da (1) dan ti (4), menyesuaikan laras madenda yaitu nada da (1) Tugu Nada 1 laras saléndro berfungsi sebagai kenongan laras saléndro berubah menjadi nada ti (4) laras (dominannya) sedangkan nada 4 laras saléndro madenda (Gambar 3). berfungsi sebagai gongan (tonikanya). Dalam konsep patet, posisi di atas berada pada Identifikasi Gending dalam KonsepPatet posisi lagu I dan IV dalam patet nem. Oleh karena Setelah diketahui laras dan surupan dari itu, berdasarkan tabel patet, nama gendingnya sebuah lagu yang akan disajikan dalam bermain adalah Gending Gendu dengan posisi kenongan nada gamelan saléndro, langkah selanjutnya adalah 1 (da) dan gongan nada 4 (ti). Selanjutnya dapat mengidentifikasi gending yang akan digunakan diketahui bahwa pancer dari posisi I dan IV adalah untuk mengiringi lagu tersebut. Tentunya untuk nada 5, pangagetnya nada 3. Setelah gendingnya mengetahui gending, harus melihat terlebih dahulu diketahui, maka lagu yang berlaras degung surupan konsep patet yang ada dalam tabel, seperti telah 2=Tugu dapat diiringi gamelan saléndro dengan dijelaskan di atas. menggunakan gending Gendu Patet Nem yang Pengidentifikasian gending dapat berangkat arkuh lagunya 3 5 3 1 3 5 3 4. Angka 3 berfungsi dari sebuah lagu yang sudah diketahui laras dan sebagai pangaget, angka 5 sebagai pancer, angka 1 surupannya yaitu dengan melihat kenongan dan sebagai kenong, dan angka 4 sebagai gong. Adapun gongan dari lagu tersebut. Sebagai contoh, jika pola tabuh bermain setiap waditra (Tabel 5).

59 Asep Saepudin, Praktek Menabuh Gamelan Salendro

gamelan saléndro yakni larasnya madenda surupan ti = Tugu. Lagu Langit Biru bisa disajikan dalam sajian jaipongan maupun kiliningan. Lagu Langit Biru memiliki laras madenda surupan ti (4) = Tugu dengan Gending Senggot/ Panglima. Maknanya bahwa Lagu Langit Biru ini larasnya madenda dengan surupan ti = Tugu. Tugu yang dimaksud adalah nada Barang (atau nada 1) dalam laras gamelan saléndro. Jadi, nada 4 laras madenda dari lagu Langit Biru sama dengan nada Tugu/Barang (1) dalam gamelan laras saléndro. Selanjutnya, tangga nada lagu tersebut Tabel 5. Pola Tabuah tiap Waditra akan tersusun sesuai nada dasar yang ada, terus mengembangkan rangkaian atau variasi-variasi Selanjutnya, pengidentifikasian lagu dalam nadanya sesuai dengan kebutuhan lagu baik nada laras dan surupan yang lain (seperti laras madenda naik maupun turun (Tabel 6). dan mandalungan) sama seperti di atas. Beberapa Berdasarkan tabel 6 terlihat bahwa nada ti (4) lagu yang berbeda larasnya akan berbeda pula gen- lagu Langit Biru laras madenda berada pada nada ding yang akan digunakan untuk mengiringinya, da (1) laras saléndro yang terdapat dalam gamelan. begitu pula sebuah lagu yang berbeda surupan-nya Maka, terdapat tiga nada yang tumbuk (bersamaan) meskipun dalam laras yang sama, akan berbeda dari lagu Langit Biru yaitu nada 4 (ti) laras madenda gending yang akan digunakan untuk mengiringi- tumbuk dengan nada 1 (da) laras saléndro, nada nya. Dengan demikian, pengidentifikasian untuk 5 (la) madenda tumbuk dengan nada 2 (mi) laras menyajikan sebuah lagu dalam gamelan saléndro saléndro, serta nada 2 (mi) laras madenda tumbuk dapat diurut mulai dari lagu yang akan disajikan, dengan nada 4 (ti) laras saléndro. Selanjutnya, ketiga identifikasi laras,surupan , gending, disusul pang- nada tumbuk tersebut menjadi nada pokok yang kat rebab/saron, lalu pesinden menyanyikan lagu berfungsi sebagai nada kenongan dan gongan dalam tersebut. gamelan saléndro yang digunakan untuk mengiringi lagu tersebut. Dengan demikian, diketahui bahwa Aplikasi Laras, Surupan, dan Patet dalam untuk mengiringi lagu Langit Biru, terdapat dua Sajian Gamelan Salendro nada yang berfungsi sebagai kenongan yaitu nada Galimer/4 (ti) dan nada Barang/1 (da), sedangkan Sebagai tahap akhir, selanjutnya digambarkan nada gongannya hanya satu yaitu nada Loloran/2 hubungan lagu, laras, surupan, dan patet dalam (mi) laras saléndro. Dengan diketahuinya nada praktik menabuh gamelan saléndro dengan yang berfungsi sebagai kenongan dan gongan, maka beberapa surupan dan nama gendingnya. Adapun dapat diketahui gending untuk mengiringi lagu ini lagu yang menjadi bahan analisis adalah lagu Langit dengan melihat tabel patet. Berdasarkan tabel patet, Biru dengan pertimbangan bahwa lagu ini sangat gending Senggot/Panglima adalah gending yang populer dinyanyikan oleh para pesinden Sunda memiliki kenongan nada Barang (1) dan Galimer serta memiliki laras yang berbeda dengan laras (4) serta nada gongan Loloran (2) (lihat tabel patet).

Tabel 6. Pengembangan nada dalam lagu Langit Biru

60 Vol. 16 No. 1, April 2015

LAGU LANGIT BIRU

Laras madenda surupan Ti (4) = Tugu Laras: Madenda/Sorog Notasi: Daminatila

Meskipun Lagu Langit Biru larasnya berbeda gamelan saléndro dapat menimbulkan hal positif dengan gamelan yang digunakan, namun tidak lainnya yaitu semakin luasnya lahan kreativitas menimbulkan kejanggalan dalam permainan bagi pesinden untuk menyuarakan vokalnya. gamelan saléndro, malah sebaliknya perbedaan Ketika gending dan lagu disajikan, pesinden tidak laras tersebut menimbulkan kesan harmonis dibatasi oleh balungan (rangka) bermelodi yang yang dibentuk dari sebuah perbedaan laras. dapat membatasi wilayah gerak vokal. Wilayah Keharmonisan kedua laras ini dapat terwujud nada pesinden hanya dibatasi oleh nada kenongan karena arah konsepnya sama yaitu menggunakan dan gongan saja. Artinya, seorang pesinden dapat konsep laras dan surupan dalam memainkan memainkan nada-nada atau lagu dengan lebih gamelan maupun menyajikan vokal. Hal tersebut kreatif, mengolah laras yang berbeda, mengolah menjadi keunikan dari sajian gamelan saléndro atau ornamentasi lagu meskipun laras khususnya dan garapan Karawitan Sunda pada gamelannya berbeda, dengan syarat kenongannya umumnya. tetap jatuh pada nada gamelan sesuai dengan Selain menimbulkan keharmonisan, adanya gending yang disajikan. Kenongan dalam gamelan konsep laras dan surupan dalam permainan bukan sebagai melodi, tetapi hanya batas-batas saja

61 Asep Saepudin, Praktek Menabuh Gamelan Salendro agar suara pesinden tetap berada dalam koridor Dari notasi lagu dan gamelan tersebut, surupan lagu dalam gamelan yang digunakan. digambarkan kontur melodinya sebagai berikut: Penyajian gamelan saléndro dapat terjalin dengan baik karena konsep menabuh gamelan saléndro-nya sendiri yang terbuka. Keterbukaan konsep menabuh ini dapat membentuk keharmonisan tiga komponen unsur musikal yakni konsep laras, surupan, dan patet . Lagu yang disajikan oleh pesinden maupun perebab tidak dibelenggu oleh arkuh lagu (balungan gending) yang panjang yang biasa ditabuh oleh waditra bilah atau pencon, akan tetapi arkuh lagu hanya batas-batasnya saja, hanya mengejar nada kenongan dan gongan. Seperti terlihat dalam tabel 7 bahwa b. Notasi lagu dan gamelan pada baris ke-2 arkuh lagu yang ditabuh oleh waditra saron sangat bebas jalinan melodinya dari nada-nada dalam lagu Langit Biru, bahkan mungkin pula terkesan sangat jauh dari lagunya. Pada tahap ini, nada yang dikejar Dari notasi lagu dan gamelan tersebut, hanya nada kenongan atau gongannya saja sebagai digambarkan kontur melodinya sebagai berikut: nada tumbuk yang dihasilkan dari konsep surupan. Dampak positifnya, rebab dan vokal memiliki kebebasan tersendiri untuk mengembangkan ornamentasinya. Peranan konsep surupan, patet, dan laras sangat penting dalam permainan gamelan saléndro agar terjadi keharmonisan nilai rasa musikal yang didapat baik oleh pengrawit maupun pesinden. Tanpa adanya ketiga konsep ini, rasanya sangat sulit untuk menyanyikan lagu-lagu Sunda ke dalam gamelan saléndro karena memiliki laras yang berbeda-beda. Peranan ketiga komponen c. Notasi lagu dan gamelan pada baris ke-3 ini terutama surupan, dapat mengharmoniskan arah melodi lagu dari pesinden dengan melodi gamelan yang digunakan meskipun berbeda sama sekali larasnya. Arah melodi lagu dengan melodi Dari notasi lagu dan gamelan tersebut, gamelan sebenarnya berjalan sendiri-sendiri, digambarkan kontur melodinya sebagai berikut: akan tetapi karena mengacu konsep surupan yang terdapat nada tumbuknya maka perbedaan melodi dari keduanya seolah-olah terhapuskan. Untuk memperjelas perbedaan arah melodi dari permainan gamelan dengan lagu pesinden, dapat digambarkan berikut. a. Notasi lagu dan gamelan pada baris ke-1

62 Vol. 16 No. 1, April 2015 d. Notasi lagu dan gamelan pada baris ke-4 sajiannya, kedua posisi ini terkadang tidak ditabuh karena tidak sesuai dengan alur melodi (naik dan turunnya melodi) atau dirasa kurang enak menurut rasa pengrawit. Meskipun demikian, terdapatnya Dari notasi lagu dan gamelan tersebut, berbagai perbedaan laras, kontur melodi, dan digambarkan kontur melodinya sebagai berikut: tangga nada yang dibentuk oleh vokal dan gamelan, bukan berarti tidak dapat menimbulkan sajian yang baik, akan tetapi sebaliknya dapat membentuk unsur harmonis dengan satu konsep yakni surupan. Konsep surupan-lah yang dapat mengikat kedua laras dan melodi atau tangga nada yang berbeda ini dapat terjalin harmonis ketika permainan gamelan saléndro disajikan. Konsep surupan pada intinya terdapat satu atau lebih nada yang sama frekuensinya (titi larasnya) atau nada dasarnya, sebagai jembatan penyambung bagi terjalinnya perbedaan laras dan melodi. Konsep di atas digunakan dalam sajian kiliningan, jaipongan, Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa wayang golék, ketuk tilu, topéng banjét, bajidoran, tidak ada kesamaan kontur melodi naik dan turun dan . antara lagu Langit Biru dengan arkuh lagu Gending Senggot yang digunakan untuk mengiringi lagu Penutup tersebut. Setiap baris tidak ada kesamaan kontur melodi yang terbentuk antara lagu Langit Biru Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan dengan balungan pokok gending yang ditabuh bahwa terdapat keunikan pada penyajian oleh waditra saron. Pola menabuh gamelan saléndro gamelan saléndro dalam karawitan Sunda yang tetap konstan, sedangkan vokal bisa bergerak bebas tidak ditemukan pada musik lain yaitu terdapat sesuai dengan kreativitas pesindennya. Hal ini perbedaan laras antara gamelan yang digunakan menandakan bahwa lagu yang dinyanyikan oleh dengan vokal pesinden yang dinyanyikan. Hal ini pesinden tidak dibingkai ketat oleh arkuh lagu dapat terjadi karena peranan konsep laras, surupan, sehingga memberi keleluasaan tersendiri bagi dan patet sebagai konsep musikal dalam karawitan pesinden dalam mengembangkan senggol-senggol Sunda. Peranan ketiga komponen ini sangat (ornamentasi) lagunya. penting, saling terkait di antara ketiganya sehingga Perbedaan kontur melodi antara lagu dengan dapat membentuk sajian musikal yang harmonis gending seperti di atas terjadi karena beberapa meskipun dalam laras yang berbeda. Ketiga konsep hal: pertama, perbedaan laras antara lagu dengan ini sebagai kunci utama yang harus dikuasai seorang gamelan yakni lagunya berlaras madenda sedangkan pengrawit (lebih khusus bagi seorang perebab) gamelan berlaras saléndro; kedua, teknik permainan untuk menyajikan lagu atau gending, sebagai satu gamelan saléndro dalam karawitan Sunda kesatuan yang utuh, memiliki keterkaitan satu memberikan ruang bebas kepada pesinden untuk sama lainnya dalam praktik menabuh gamelan berolah vokal karena tumpuan nada yang ditabuh saléndro. Pada aplikasinya, pengrawit tidak serta oleh waditra gemelan pada prinsipnya hanya merta dapat meminkan gamelan saléndro dengan dua posisi saja yaitu nada kenongan dan gongan. vokal pesinden sebelum memahami ketiga konsep Meskipun di dalamnya terdapat nada pangaget dan ini. Seorang pengrawit harus memahami terlebih pancer yang ditabuh, akan tetapi kedua posisi ini dahulu tentang laras dari lagu yang akan disajikan, dapat diabaikan/tidak menjadi keharusan. Hal ini surupan lagu, gending yang akan digunakan, serta terbukti ketika sebuah gending dimelodikan dalam pemahaman tentang prinsip menabuh setiap

63 Asep Saepudin, Praktek Menabuh Gamelan Salendro waditra yang sesuai dengan kaidah-kaidah dalam STSI Press. karawitan Sunda. Selain itu, teknik permainan Irawan, Endah. 2014. “Karakter Musikal Lagu gamelan saléndro yang bertumpu pada nada Gédé Kepsesindenan Karawitan Sunda” dalam kenongan dan gongan, memberi ruang bebas kepada RESITAL: JURNAL SENI PERTUNJUKAN, pesinden untuk mengolah ornamentasi vokalnya. Volume 15 No. 1 Juni 2014; 18-31. Meskipun laras vokal dan gamelan berbeda, tetapi Koesoemadinata, 1969. RMA. Ilmu Seni Raras. ketika disajikan tetap dapat terjalin harmonis sesuai Djakarta: Pradnja Paramita. dengan estetika dalam karawitan Sunda. Prasetya, Hanggar Budi. 2012. “Pathet: Ruang Bunyi dalam Karawitan Gaya Yogyakarta” Kepustakaan dalam PANGGUNG JURNAL SENI DAN BUDAYA, Volume 22, No.1-Januari-Maret; Hardjito, Dwi. 2000. “Pemakaian Matriks 67. “Makro” Slendro Mikro untuk Menganalisis Saepudin, Asep. 2007. “Tafsir Ulang atas Hasil Skema Laras Musik Berbagai Bangsa” dalam Kajian Ulang Teori Laras dan Surupan Karya PANGGUNG JURNAL SENI DAN BUDAYA, RMA. Koesoemadinata.” dalam PANGGUNG Vol. XIV-Juni 2000; 128-160. JURNAL SENI DAN BUDAYA, Volume 17. Hastanto, Sri. 2009. Konsep Pathet dalam Karawitan No. 1 Februari-Mei 2007; 23-32. Jawa. Surakarta: ISI Press Surakarta. Sasaki, Mariko. 2007. Laras Pada Karawitan Sunda. Herdini, Heri. 2003. “Peninjauan Ulang terhadap Bandung: P4SP UPI. Teori Laras dan Surupan Karya Raden Machyar Soepandi, Atik. 1995. Kamus Istilah Karawitan Anggakusumadnata” dalam PANGGUNG Sunda.Cetakan Kedua. Bandung: CV. Satu JURNAL SENI DAN BUDAYA, Vol. XXXII, Nusa. 2003: 54-66. Suhardjono dan Trikoyo. 2011. “Karawitan ______. 2007. Raden Machyar Angga Pakeliran Gaya Kedu Bagelen”. RESITAL: Koesoemadinata: Pemikiran dan Aktivitasnya JURNAL SENI PERTUNJUKAN, Vol. 12. dalam Dunia Karawitan Sunda. Bandung: No. 1, Juni 2011; 67. Sunan Ambu Press. Sukistono, Dewanto. 2014. “Pengaruh Karawitan ______. 2008. “Studi Kasus tentang Konsep terhadap Totalitas Ekspresi Dalang dalam Surupan dalam Praktik Karawitan Sunda.” Pertunjukan Wayang Golek Menak [Laporan Penelitian], STSI Bandung. Yogyakarta” dalam RESITAL: JURNAL SENI Hermawan, 2002. Deni. Etnomusikologi: Beberapa PERTUNJUKAN, Vol. 15. No. 2, Desemeber Permasalahan dalam Musik Sunda. Bandung: 2014; 180.

64