ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LOYALITAS SUPPORTER SEPAK BOLA “SLEMANIA” TERHADAP “PSS SLEMAN” Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen
Disusun oleh : Yohanes Antoni Wibowo 042214049
PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LOYALITAS SUPPORTER SEPAK BOLA “SLEMANIA” TERHADAP “PSS SLEMAN” Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen
Disusun oleh : Yohanes Antoni Wibowo 042214049
PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010
i
ii
iii
iv
v
vi ABSTRAK ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LOYALITAS SUPPORTER SEPAKBOLA “SLEMANIA” TERHADAP “PSS SLEMAN” Yohanes Antoni Wibowo Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2010
Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah motif emosional dan motif rasional mempengaruhi loyalitas dalam aras sikap supporter PSS Sleman dan untuk mengetahui apakah loyalitas pada aras sikap berpengaruh positif pada loyalitas pada aras perilaku.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei.
Penelitian ini dilakukan di Stadion Maguwoharjo Sleman dengan jumlah responden yang diambil sebanyak 100 responden. Teknik pengambilan sample yang digunakan peneliti adalah convience sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah Analisis Persentase dan Analisis Regresi Linier Berganda.
Dari hasil penelitia diketahui bahwa motif emosional dan rasional berpengaruh positif terhadap loyalitas dalam aras sikap supporter tim sepakbola baik secara parsial maupun bersama-sama, sedangkan loyalitas pada aras sikap berpengaruh secara positif pada loyalitas dalam aras perilaku.
vii ABSTRACK
AN ANALYSIS ON THE FACTORS INFLUENCING LOYALTY OF
FOOTBALL SUPPORTER “SLEMANIA” TOWARDS “ PSS SLEMAN’
Yohanes Antoni Wibowo Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2010
This research aims to find out whether emotional and rational motives influence loyalty at the attitudinal the level of PSS Sleman’s supporter’s.
Furthermore, it also intends to discover whether loyalty at the attitudinal level has positive effects on loyalty at the behavioral level.
To achieve the aims, the method employed in this research is survey. This research takes place in Maguwoharjo Stadium, Sleman, on 100 respondents. The researcher uses convenience sampling as the sampling technique. Data analysis techniques used in this research are Percentage Analysis and Multiple Linier
Regresion analysis.
The result reveals that emotional and rational motives positively influence the loyalty at the attitudinal level of PSS Sleman’s supporter’s partially or entirely.
Loyalty at the attitudinal level has positive effects on the loyalty at the behavioral level.
viii
ix
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...... i HALAMAN PENGESAHAN...... ii HALAMAN PERSETUJUAN...... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...... iv HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN...... v ABSTRAK...... vi ABSTRACT...... vii KATA PENGANTAR ...... viii DAFTAR ISI...... ix DAFTAR TABEL...... xii DAFTAR GAMBAR ...... xiii DAFTAR LAMPIRAN...... xiv BAB I PENDAHULUAN...... 1 A. Latar Belakang Masalah...... 1 B. Rumusan Masalah ...... 3 C. Batasan Masalah ...... 3 D. Tujuan Penelitian ...... 4 E. Manfaat Penelitian ...... 4 F. Sistematika Penulisan ...... 5 BAB II LANDASAN TEORI ...... 7 A. Konsep Perilaku Konsumen...... 7 1. Pengertian Perilaku Konsumen...... 7 2. Model Pengorganisasian Perilaku Konsumen...... 8 3. Kepercayaan, Sikap, dan Perilaku...... 10 B. Motivasi ...... 11 1. Motivasi Positif dan Negatif ...... 11 2. Motif Rasional versus Emosional ...... 13 3. Pemicu Berbagai Motif ...... 14 C. Kepuasan dan Loyalitas Konsumen...... 17
xi 1. Kepuasan Pelanggan ...... 17 2. Mengukur Kepuasan Pelanggan...... 18 3. Loyalitas Pelanggan ...... 19 BAB III METODE PENELITIAN ...... 22 A. Jenis Penelitian ...... 22 B. Lokasi Penelitian...... 22 C. Waktu Penelitian ...... 22 D. Sobyek dan Obyek Penelitian ...... 22 E. Teknik Pengumpulan Data...... 23 F. Variabel Penelitian...... 24 G. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ...... 25 H. Teknik Pengujian Istrumen ...... 27 I. Analisis data...... 29 BAB IV GAMBARAN UMUM SLEMANIA ...... 34 A. Sejarah Slemania...... 34 B. Keanggotaan Slemania...... 36 C. Tujuan Slemania ...... 37 D. Struktur Organisasi Slemania...... 38 E. Sejarah Singkat Perjalanan Team Hijau PSS Menuju Sepak Bola Nasional...... 42 F. PSS dan Stadion Maguwoharjo...... 46 BAB V ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 48 A. Analisis Hasil Penelitian ...... 48 1. Hasil Pengujian Instrumen ...... 48 2. Karakteristik Responden ...... 51 3. Deskripsi Data Variabel Penelitian ...... 54 4. Pengujian Hipotesis Pertama dan Hipotesis Kedua ...... 55 5. Pengujian Hipotesis Ketiga...... 60 B. Pembahasan...... 63 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...... 68 A. Kesimpulan ...... 68
xii B. Saran...... 68 C. Keterbatasan Penelitian...... 69 DAFTAR PUSTAKA ...... 70
xiii
xiv
xv BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian ini akan meneliti mengenai pengaruh motif emosional dan
rasional terhadap loyalitas supporter bola, dan pengaruh loyalitas pada aras
sikap terhadap loyalitas pada aras perilaku dimana subjek yang diteliti pada
penelitian ini adalah supporter PSS Sleman.
Slemania merupakan wadah supporter klub sepak bola yang bersifat
terbuka dalam keanggotaannya. Anggota Slemania tidak hanya warga Sleman
tetapi tidak tertutup kemungkinan terdapat anggota Slemania yang berasal dari
daerah lainnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, bahkan dari luar
provinsi. Dari latar belakang pendidikan, anggota Slemania sangat
beranekaragam dari yang tidak mengenyam bangku sekolah sampai yang
menenpuh jenjang pendidikan tinggi. Begitu juga dengan latar belakang
ekonomi, di mana yang kaya dan yang miskin mewarnai wadah supporter ini.
Sesuai dengan tujuan awalnya, Slemania ditargetkan sebagai alat kontrol bagi
supporter PSS Sleman. Namun kehadiran wadah supporter tersebut akhirnya
diharapkan dapat juga membawa sebuah transformasi karakter dari supporter
anarki yang merugikan kepentingan tim dan masyarakat umum menjadi
suporter atraktif dan kreatif.
Slemania selalu mendukung atau memberi motivasi baik secara spiritual
maupun material. Selain itu Slemania terbentuk karena adanya beberapa
1 2
faktor, antara lain adanya faktor emosional yaitu orang yang masuk menjadi anggota Slemania karena pengaruh dari lingkungan sekitarnya atau dapat diartikan dengan fanatisme kedaerahan. Fanatisme kedaerahan adalah selalu mengagung-agungkan tentang apa yang ada di daerahnya seperti halnya tim
PSS Sleman, dan fanatisme kedaerahan merupakan faktor yang utama tentang adanya supporter sepakbola. Faktor yang lainnya yaitu karena prestasi yang selalu meningkat, tetapi faktor ini tidak selalu menjadi alasan mengapa adanya supporter di dalam sebuah tim sepakbola.
Kotler (2002 :42) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa dari seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsinya terhadap kinetja suatu produk dan harapan-harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan suatu tim sepakbola terhadap supporter. Jika kinerja dibawah harapan maka supporter tidak puas,dan jika kinerja memenuhi harapan maka supporter puas. Jika kinerja melebihi harapan maka supporter amat puas atau senang.
Menurut definisi kepuasan konsumen, maka diharapakan tim sepakbola dapat mempengaruhi persepsi konsumen (supporter) tersebut sedemikian rupa sehingga hasil akhir yang diharapkan adalah membawa ke arah pembelian dan sikap konsisten atau kesetiaan terhadap merek produk (merchandise, souvenir dan atribut) yang diproduksi oleh tim sepakbola yang biasa disebut dengan brand loyalty atau loyalitas merek. Kegiatan penjualan merchandise, souvenir dan atribut tim selain untuk memberikan tambahan finansial kepada tim juga diharapkan para supporter puas terhadap tim PSS Sleman. 3
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas supporter sepak
bola, akan tetapi peneliti hanya meneliti dua motif dibalik loyalitas yaitu motif
emosional dan motif rasional supporter PSS Slemania. Untuk itu peneliti
mengambil judul “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas
supporter sepakbola “Slemania” terhadap “PSS Sleman”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka peneliti menentukan
rumusan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Apakah motif emosional dan motif rasional mempengaruhi loyalitas
dalam aras sikap supporter tim sepak bola?
2. Apakah loyalitas pada aras sikap berpengaruh secara positif pada
loyalitas pada aras perilaku?
C. Batasan Masalah
1. Ada banyak faktor yang mempengaruhi loyalitas suporter tim sepak
bola, akan tetapi peneliti dalam penelitian ini hanya meneliti dua motif
yaitu motif emosional dan motif rasional.
2. Penelitian ini juga meneliti pengaruh loyalitas pada aras sikap
terhadap loyalitas pada aras perilaku.
3. Penelitian ini ditujukan pada supporter Slemania.
4
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah motif emosional dan motif rasional
mempengaruhi loyalitas dalam aras sikap supporter tim sepak bola.
2. Untuk mengetahui apakah loyalitas pada aras sikap berpengaruh
secara positif pada loyalitas pada aras perilaku.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi PSS Sleman.
Dari penelitian ini penulis berharap agar dapat memberikan masukan
kepada Manajemen Tim PSS Sleman tentang bagaimana loyalitas
supporter terhadap tim sepakbola yang didukungnya, sehingga tim PSS
Sleman dapat mengetahui langkah-langkah apa saja yang harus
dilakukannya. Pada akhinya supporter dapat merasa puas dan loyal
terhadap tim PSS Sleman.
2. Bagi Industri Persepakbolaan di Indonesia.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menjadikan suatu
tim sepakbola mepunyai dana yang mencukupi untuk mengikuti kompetisi
sepakbola di Indonesia tanpa menggunakan dana APBD.
3. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi
perpustakaan Sanata Dharma dan membantu peneliti yang lain yang akan
fokus pada bidang yang sama.
5
4. Bagi Peneliti
Melalui penelitian ini, peneliti dapat mengaplikasikan teori yang diperoleh
selama studi di Universitas Sanata Dharma dan menambah pengetahuan
khususnya dalam bidang pemasaran dan perilaku konsumen.
F. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika
penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Berisi tentang berbagai teori yang digunakan dalam mempelajari
dan mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitian ini.
Beberapa teori yang berhubungan dengan kepuasan supporter dan
loyalitas supporter'
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini membahas mengenai jenis penelitian, tempat clan
waktu penelitian, subyek dan obyek penelitian, jenis dan sumber
data, teknik pengumpulan data,populasi dan sampel, dan teknik
analisis data.
BAB IV : GAMBARAN UMUM TIM
Berisi tentang gambaran informasi tentang tim yang menjadi
tempat penelitian. 6
BAB V : ANALISIS DATA dan PEMBAHASAN
Meliputi uraian tentang hasil pengolahan data, analisa data,
pembahasan, dan jawaban dari masalah yang diajukan.
BAB VI : KESIMPULAN, SARAN, dan KETERBATASAN
Meliputi kesimpulan yang diambil dari penelitian dan saran- saran
kepada pihak manajemen tim dan disertai pernyataan penulis akan
keterbatasan penelitian yang dilakukan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Perilaku Konsumen
1. Pengertian Perilaku Konsumen
Ada beberapa pengertian atau definisi perilaku konsumen menurut
pendapat para ahli dalam buku mereka masing-masing. Mowen dan Minor
(2001) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai suatu studi tentang unit
pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan,
konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, serta ide-ide.
Sementara itu Louden dan Bitta (2001) mendefinisikan perilaku konsumen
sebagai suatu proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara
fisik yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau
dapat mempergunakan barang-barang dan jasa. Pendapat yang lain adalah
bahwa perilaku konsumen sebagai suatu bagian dari aktivitas-aktivitas
kehidupan manusia, termasuk segala sesuatu yang teringat olehnya akan
barang atau jasa yang dapat diupayakan sehingga ia akhirnya menjadi
konsumen. (Hanna dan Wozniak, 2007)
Dari beberapa contoh definisi perilaku konsumen di atas, serta contoh-
contoh lain yang walaupun tidak disajikan, kiranya dapat disimpulkan
bahwa perilaku konsumen adalah suatu tindakan-tindakan nyata individu,
misalnya suatu organisasi yang dipengaruhi oleh aspek eksternal dan
7 8
internal yang mengarahkan mereka untuk memilih dan mengkonsumsi
barang atau jasa yang diinginkan.
2. Model Pengorganisasian Perilaku Konsumen
Untuk memahami teori perilaku konsumen akan dapat dipermudah
melalui konsep-konsepnya. Berikut ini adalah sebuah contoh model untuk
memahami teori perilaku konsumen dari Mowen dan Minor (2001).
Gambar 2.1 Model Perilaku Konsumen dari Mowen dan Minor (2001)
PEMASAR PENGARUH LINGKUNGAN (Perusahaan, organisasi nirlaba, - Situasi konsumen lain, agen pemerintah) - Kelompok - Strategi bauran pemasaran - Keluarga - Segmentasi - Budaya dan subbudaya - Pemosisian dan diferensiasi - Peristiwa internasional - Peraturan pemerintah
Proses pertukaran
PERTUKARAN SUMBER Riset DAYA Pemasaran (Barang, jasa, informasi, waktu, uang, status, perasaan)
Proses pertukaran
PEMBELI PENGARUH INDIVIDU (Konsumen, perusahaan, agen - Pemrosesan informasi pemerintah, organisasi nirlaba) - Motivasi - Belajar berperilaku - Kepribadian dan psikografi - Kepercayaan, sikap, & perilaku - Komunikasi persuasif
9
Penjelasan Model:
Model ini memiliki lima komponen utama yang membentuk inti permasalahan studi, yaitu pembeli, proses pertukaran, strategi pemasaran dari pemasar, pengaruh individu, dan pengaruh lingkungan. Pembeli adalah para konsumen produk, jasa, ide, dan pengalaman yang ditawarkan oleh pemasar melalui implementasi strategi pemasaran. Pembeli berhubungan dengan pemasar melalui hubungan pertukaran. Strategi pemasaran dari pemasar diimplementasikan dengan penciptaan tujuan segmentasi dan pemosisian produk yang organisasi atau individu yang diharapkan akan dipertukarkan dengan konsumen. Agar terjadi pertukaran dan mencapai tujuan segmentasi serta pemosisian, para pemasar mengembangkan bauran pemasaran. Untuk mengembangkan bauran pemasaran, para manajer melakukan studi analisis lingkungan guna mengantisipasi kemungkinan adanya dampak dari pengaruh lingkungan, dan kemudian menggunakan riset pasar untuk mendapatkan informasi tentang konsumen mereka.
Model perilaku konsumen menghubungkan pembeli, baik dengan pengaruh individu maupun pengaruh lingkungan. Faktor-faktor pengaruh individu adalah proses psikologis yang mempengaruhi para individu dalam memperoleh, mengkonsumsi, serta menerima barang, jasa, ide, dan pengalaman. Faktor-faktor pengaruh lingkungan adalah faktor-faktor di luar individu dan para pemasar termasuk para pengambil keputusan.
10
3. Kepercayaan, Sikap, dan Perilaku
Konsep kepercayaan, sikap, dan perilaku adalah saling berhubungan
erat. Mowen dan Minor (2001) menyatakan bahwa keterkaitan itu
didominasi oleh atribut produk. Atribut adalah sebuah fitur produk di mana
konsumen membentuk kepercayaan. Bagaimana atribut produk dan faktor-
faktor lainnya mempengaruhi pembentukan serta perubahan kepercayaan,
sikap, dan perilaku mungkin merupakan serangkaian ide perilaku
konsumen yang terpenting bagi para manajer pemasaran.
a. Kepercayaan Konsumen
Kepercayaan konsumen (consumer beliefs) adalah semua pengetahuan
yang dimiliki konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen
tentang obyek, atribut, dan manfaatnya. Atribut intrinsic merupakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat aktual produk,
sedangkan atribut ekstrinsik adalah segala sesuatu yang diperoleh dari
aspek eksternal produk seperti nama, merek, label.
b. Sikap Konsumen
Sikap menurut Thurstone (2001) yang dikutip Mowen dan Minor
(2001) didefinisikan sebagai afeksi atau perasaan untuk atau terhadap
sebuah rangsangan. Definisi yang lain adalah bahwa sikap merupakan
inti dari rasa suka dan tidak suka terhadap sesuatu. Jadi, mengingat
kepercayaan merupakan pengetahuan kognitif tentang sebuah obyek,
maka sikap merupakan tanggapan perasaan atau afektif tentang sebuah
obyek.
11
c. Perilaku dan keinginan untuk berperilaku
Perilaku konsumen terdiri dari semua tindakan konsumen untuk
memperoleh, menggunakan, dan membuang barang atau jasa. Sebelum
bertindak, seseorang seringkali mengembangkan keinginan berperilaku
berdasarkan kemungkinan tindakan yang akan dilakukan. Keinginan
berperilaku didefinisikan sebagai keinginan konsumen untuk
berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang,
dan menggunakan produk atau jasa.
B. Motivasi
Motivasi dapat digambarkan sebagai tenaga pendorong dalam diri
individu yang memaksa mereka untuk bertindak. Tenaga pendorong tersebut
dihasilkan oleh keadaan tertekan, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang
tidak terpenuhi. Individu secara sadar maupun tidak sadar berjuang untuk
mengurangi ketegangan ini melalui perilaku yang mereka harapkan akan
memenuhi kebutuhan mereka dan dengan demikian akan membebaskan
mereka dari tekanan yang mereka rasakan. Tujuan tertentu yang mereka pilih
dan pola tindakan yang mereka lakukan untuk mencapai tujuan tersebut
merupakan hasil dari pemikiran dan proses belajar individu.
1. Motivasi Positif dan Negatif
Arah motivasi dapat positif atau negatif. Kita dapat merasakan adanya
tenaga pendorong ke arah atau menjauhi/ menghindari obyek atau keadaan
tertentu. Sebagai contoh, seseorang mungkin terdorong pergi ke restoran 12
tertentu karena kebutuhan akan rasa lapar, dan meninggalkan alat angkutan sepeda motor untuk memenuhi kebutuhan keselamatan.
Beberapa psikolog menyebut dorongan positif sebagai kebutuhan, keinginan, atau hasrat dan menyebut dorongan negatif sebagai rasa takut atau keengganan. Tetapi walaupun kekuatan motivasi positif dan negatif kelihatan sangat berbeda dari sudut kegiatan fisik (dan kadang-kadang bersifat emosional), keduanya pada dasarnya sama, yaitu keduanya bermanfaat untuk memulai dan menunjang perilaku manusia. Karena alasan ini, para peneliti sering menyebut kedua jenis dorongan atau motif itu sebagai kebutuhan, keinginan, dan hasrat. Beberapa pakar teori membedakan antara keinginan dan kebutuhan dengan mendefinisikan keinginan sebagai kebutuhan akan produk khusus. Para pakar lain membedakan antara hasrat dan kebutuhan serta keinginan. Mereka percaya bahwa hasrat konsumen meliputi emosi yang kuat dan nafsu (keinginan besar) yang kuat, yang dinyatakan melalui pemakaian metafora (kiasan) yang positif dan negatif. Suatu studi mengungkapkan bahwa para konsumen sering menggunakan kiasan makanan untuk menyatakan hasrat konsumsi yang positif dan negatif
Sasaran juga dapat positif atau negatif. Sasaran positif adalah sasaran yang menjadi arah bagi perilaku. Jadi sasaran sering disebut obyek yang didekati. Sasaran negatif adalah sasaran yang dihindari oleh perilaku, dan disebut obyek yang dijauhi. Karena sasaran yang didekati maupun sasaran yang dijauhi dapat dianggap merupakan obyek dari perilaku yang didorong 13
oleh motivasi, kebanyakan peneliti secara mudah menganggap keduanya
sebagai sasaran.
Kadang-kadang karena orang tergerak oleh ancaman atau hilangnya
kebebasan peerilaku (sebagai contoh, kebebasan untuk melakukan pilihan
produk tanpa pengaruh yang tidak semestinya dari penjual). Keadaan ini
disebut reaksi psikologis dan biasanya dinyatakan dengan tanggapan
konsumen yang negatif.
2. Motif Rasional Versus Emosional
Beberapa pakar perilaku konsumen membedakan antara apa yang
dinamakan motif rasional dan motif emosional. Mereka menggunakan istilah
rasionalitas memberikan dalam pengertian ekonomi tradisional, yang
menganggap bahwa para konsumen berperilaku rasional jika mereka secara
teliti mempertimbangkan semua alternatif, dan memilih alternatif yang
kegunaan yang terbesar kepada mereka. Dalam konteks pemasaran, istilah
rasionalitas menyatakan bahwa para konsumen memilih sasaran didasarkan
pada kriteria yang betul-betul obyektif, seperti ukuran, berat, harga, atau mil
per gallon. Motif emosional mengandung arti bahwa pemilihan sasarannya
menurut kriteria pribadi atau subyektif (sebagai contoh, kebanggaan,
ketakutan, kasih sayang, atau status).
Asumsi yang mendasari perbedaan ini adalah bahwa kriteria subyektif
atau emosional tidak memaksimumkan kegunaan atau kepuasan. Tetapi masuk
akal jika diasumsikan bahwa para konsumen selalu berusaha memilih berbagai 14
alternatif yang menurut pandangan mereka membantu memaksimumkan
kepuasan. Jelas, penilaian kepuasan merupakan proses yang sangat pribadi,
yang didasarkan pada struktur kebutuhan orang itu sendiri, maupun pada
pengalaman perilaku dan sosial (atau yang dipelajari) di waktu yang lalu. Apa
yang kelihatannya tidak rasional bagi pengamat dari luar mungkin benar-benar
rasional dalam konteks psikologi konsumen itu sendiri. Sebagai contoh,
produk yang dibeli untuk meningkatkan citra diri (misalnya, minyak wangi)
merupakan bentuk perilaku konsumen yang benar-benar rasional jika
konsumen akan merasa dirinya lebih nyaman pada saat memakainya. Jika
perilaku tersebut terasa tidak rasional bagi orang itu ketika dijalankan, jelas ia
tidak akan melakukannya.
Para peneliti yang menganut perspektif riset positif cenderung
memandang semua perilaku konsumen digerakkan secara rasional, dan mereka
berusaha memisahkan penyebab perilaku tersebut sehingga mereka dapat
meramalkan dan dengan demikian mempengaruhi, perilaku di waktu yang
akan datang. Para ahli sering tertarik mempelajari kesenangan hedonistik yang
berasal dari beberapa perilaku konsumsi, seperti kesenangan, atau fantasi, atau
sensualitas. Mereka mempelajari konsumen untuk memperoleh pandangan dan
pengertian mengenai berbagai perilaku yang dilakukan konsumen dalam
berbagai keadaan yang unik.
3. Pemicu Berbagai Motif
Kebanyakan kebutuhan khusus perorangan sering sekali tidak disadari oleh yang
bersangkutan. Munculnya serangkaian kebutuhan khusus pada waktu tertentu 15
mungkin disebabakan oleh rangsangan yang terdapat di dalam kondisi psikologis individu, oleh proses emosi atau kesadaran, atau oleh rangsangan yang berasal dari lingkungan di luar dirinya. a. Pemicu Psikologis
Kebutuhan jasmani pada waktu tertentu didasarkan pada keadaan
psikologis seseorang pada waktu tersebut. Turunnya tingkat gula darah atau
kontraksi lambung akan menimbulkan kesadaran akan kebutuhan rasa
lapar. Turunnya temperatue tubuh akan membuat orang menggigil yang
menyadarkan orang akan kebutuhan rasa hangat. Kebanyakan isyarat
psikologis ini tidak disadari, tetapi isyarat itu mendorong kebutuhan yang
berkaitan dan menyebabkan tekanan yang tidak menyenangkan sampai
kebutuhan itu terpenuhi. b. Pemicu Emosional
Kadang-kadang lamunan menjadi pemicu atau rangsangan terhadap
kebutuhan yang terpendam. Orang yang bosan atau kecewa dalam usaha
mencapai sasaran mereka sering terjerumus ke dalam lamunan (pemikiran
yang autistik), di mana mereka membayangkan diri mereka dalam segala
macam situasi yang diinginkan. Semua pemikiran ini cenderung
merangsang kebutuhan yang tidak disadari, yang dapat menimbulkan
tekanan yang tidak menyenangkan yang menggerakkan mereka pada
perilaku yang berorientasi pada sasaran.
16
c. Pemicu Lingkungan
Serangkaian kebutuhan yang dialami orang pada waktu tertentu sering
dihidupkan oleh berbagai isyarat khusus di lingkungannya. Tanpa isyarat
ini, kebutuhan mungkin tetap tidak timbul.
Ada dua filosofi yang bertentangan mengenai pemicu motif manusia.
Kelompok pakar teori perilaku menganggap motivasi sebagai proses
mekanis, perilaku dipandang sebagai reaksi terhadap stimulus, dan unsur-
unsur akal sehat diabaikan. Contoh yang ekstrim atas teori motivasi
stimulus-respon adalah pembeli membeli atas dorongan hati yang pada
umumnya memberikan reaksi terhadap stimulus dari luar dalam situasi
membeli. Menurut teori ini, pengendalian konsumen secara sadar terbatas
sekali; ia tidak bertindak tetapi memberikan reaksi terhadap stimuli di
pasar. Aliran kognitif percaya bahwa semua perilaku ditujukan pada
pencapaian sasaran. Kebutuhan dan pengalaman di waktu yang lalu
menjadi alasan dikategorikan, dan diubah menjadi sikap dan kepercayaan
bahwa tindakan merupakan kecenderungan berperilaku. Kecenderungan ini
difokuskan untuk membantu orang terpuaskan kebutuhannya, dan
kecenderungan tersebut menentukan berbagai tindakan yang akan
diambilnya untuk mencapai kepuasan ini.
Uraian di atas menunjukkan bahwa motif emosional mengandung arti bahwa para konsumen memilih sasaran menurut kriteria pribadi atau subyektif. Oleh karena itu, peneliti dalam penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut: 17
H1a: motif emosional mempengaruhi loyalitas dalam aras sikap
dari supporter tim sepak bola.
Uraian di atas juga menunjukkan bahwa motif rasional dalam pengertian
ekonomi tradisional, menganggap bahwa para konsumen berperilaku rasional
jika mereka secara teliti mempertimbangkan semua alternatif, dan memilih
alternatif yang kegunaan yang terbesar kepada mereka. Oleh karena itu,
peneliti dalam penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H1b: motif rasional mempengaruhi loyalitas dalam aras sikap
dari supporter tim sepak bola.
C. Kepuasan dan Loyalitas Konsumen
1. Kepuasan Pelanggan
Terdapat beberapa definisi mengenai kepuasan pelanggan yang
dikemukakan para ahli. Namun, definisi yang banyak diacu adalah dari
oliver (2000) yang menyatakan bahwa kepuasan pelanggan didefinisikan
sebagai evaluasi purnabeli, di mana persepsi terhadap kinerja alternatif
produk atau jasa yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan sebelum
pembelian. Apabila persepsi terhadap kinerja tidak dapat memenuhi
harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan.
Pemahaman mengenai ketidakpuasan lebih dominan dibandingkan
dengan kepuasan pelanggan. Dalam hal ketidakpuasan, riset banyak
diarahkan pada aspek disonansi dan perilaku komplain. Disonansi
berkaitan dengan keragu-raguan atas pilihan dan keputusan pembelian 18
yang telah dilakukan. Dalam situasi ini konsumen bimbang apakah ia
telah memilih produk yang tepat atau tidak. Misalnya, konsumen bimbang
apakah mau memilih Telkomsel atau Indosat untuk ponsel mereka. Situasi
sulit yang demikian dipengaruhi juga oleh tingkat kecemasan seseorang,
makin besar kecemasan, makin besar pula tingkat disonansinya.
Sementara itu, perilaku komplain akibat ketidakpuasan konsumen tentu
terjadi setelah konsumen mengalami jasa. Bentuknya bermacam-macam,
seperti berkurangnya pembelian ulang, peralihan merek, world of mouth
yang negatif, dan sebagainya.
2. Mengukur Kepuasan Pelanggan
Berikut ini merupakan konsep yang dapat dipakai untuk pengukuran
kepuasan pelanggan, yaitu:
a) Kepuasan pelanggan keseluruhan.
Caranya, yaitu dengan menanyakan pelanggan mengenai tingkat
kepuasan atau jasa yang bersangkutan serta menilai dan
membandingkan dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan atas
jasa yang mereka terima dari para pesaing.
b) Dimensi kepuasan pelanggan.
Prosesnya melalui empat langkah. Pertama, mengidentifikasi dimensi-
dimensi kunci kepuasan pelanggan. Kedua, meminta pelanggan menilai
jasa perusahaan berdasarkan item-item spesifik seperti kecepatan
layanan atau keramahan staf pelayanan terhadap pelanggan. Ketiga,
meminta pelanggan menilai jasa pesaing berdasarkan item-item
spesifik yang sama. Keempat, meminta pelanggan menetukan dimensi- 19
dimensi yang menurut mereka ada di kelompok penting dalam menilai
kepuasan pelanggan keseluruhan.
c) Konfirmasi harapan.
Pada cara ini, kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan
berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan pelanggan
dengan kinerja aktual jasa yang dijual perusahaan.
d) Minat pembelian ulang.
Kepuasan pelanggan diukur berdasarkan apakah mereka akan
mengadakan pembelian ulang atas jasa yang sama yang mereka
konsumsi.
e) Kesediaan untuk merekomendasi.
Cara ini merupakan ukuran yang penting, apalagi bagi jasa yang pembelian
ulangnya relatif lama, seperti jasa pendidikan tinggi.
f) Ketidakpuasan pelanggan.
Dapat dikaji misalnya dalam hal complain, biaya garansi, world of mouth
yang negatif, serta defections.
3. Loyalitas Pelanggan
Loyalitas pelanggan menurut Dick & Basu (dalam Fandi, 2000)
didefinisikan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek dan pemasok,
berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang
yang konsisten. Definisi ini mencakup dua hal penting, yaitu loyalitas sebagai
perilaku dan loyalitas sebagai sikap. 20
Sementara itu, untuk mengkaitkan antara tingkat kepuasan dan tingkat loyalitas menurut Schnaars (dalam Fandi, 2000) akan dihasilkan empat alternatif situasi, yaitu failures, forced loyalty, defectors, dan successes.
Kondisi failures dicirikan dengan kondisi tidak puas dan tidak loyal, forced loyalty dicirikan dengan kondisi tidak puas, namun ada perasaan terikat pada program promosi yang dicanangkan perusahaan, sehingga tetap menjadi loyal. Sedangkan defectors dicirikan sebagai tingkat kepuasan yang tinggi, tetapi merasa tidak harus terikat dengan produk tersebut, dan successes dicirikan sebagai konsumen yang merasa puas dan paling mungkin untuk memberikan world of mouth yang positif.
Loyalitas pelanggan sering dihubungkan dengan loyalitas merek. Ada dua perspektif, yaitu perspektif perilaku dan perspektif sikap. Penjelasannya sebagai berikut: a. Perspektif Perilaku.
Dalam perspektif ini, loyalitas merek diartikan sebagai pembelian
ulang suatu merek secara konsisten oleh pelanggan. Dalam
kenyataannya, jarang dijumpai pelanggan yang setia 100% hanya
pada satu merek tertentu. Oleh karena itu, loyalitas merek dapat
diukur misalnya melalui proporsi dan rentetan pembelian. b. Perspektif Sikap.
Dalam perspektif ini, pembelian ulang tidak dapat menjelaskan
apakah konsumen benar-benar lebih menyukai merek tertentu
dibandingkan dengan merek lain atau karena berada dalam situasi 21
dipengaruhi oleh aspek lain. Oleh karena itu, dalam pengukuran
loyalitas merek, sikap pelanggan terhadap merek juga harus diteliti.
Bila sikap pelanggan lebih positif (favorable) terhadap merek tertentu
dibandingkan dengan merek-merek lain, maka mereka dikatakan
loyal terhadap merek yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian mengenai sikap positif mempengaruhi perilaku di atas, maka peneliti dalam penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H2: loyalitas pada aras sikap berpengaruh secara positif pada
loyalitas pada aras perilaku.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah studi pada supporter Slemania, yaitu penelitian
mengenai subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau
khas dari individu. Dalam penelitian ini, kesimpulan yang diambil hanya
berlaku pada subjek yang diteliti saja.
B. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di sekretariat Slemania, Maguwoharjo, Depok
Sleman, pada waktu berkumpulnya para supporter Slemania, misalnya pada
waktu rapat. Data di ambil pada bulan Agustus sampai September 2009.
C. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2009 sampai
September 2009.
D. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang-orang yang akan memberikan informasi
berkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Dalam hal ini
adalah supporter Slemania
22 23
2. Objek Penelitian
Objek Penelitian adalah data atau informasi yang menjadi perhatian pokok
dalam penelitian. Dalam hal ini adalah motif emosional dan motif rasional
dan pengaruh loyalitas pada aras sikap terhadap loyalitas pada aras
perilaku.
E. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dikumpulkan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2005:15), yaitu untuk mengetahui
pengaruh motif emosional dan motif rasional terhadap loyalitas supporter dan
pengaruh loyalitas pada aras sikap terhadap loyalitas pada aras perilaku.
Jawaban responden diukur dengan menggunakan Skala Likert. Skala ini
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2001 :86). Skala ini
terdiri dari lima kategori yang dimulai dari sangat tidak setuju sampai sangat
setuju. Bobot nilai diperoleh berdasarkan tanggapan responden terhadap
pertanyaan atau pernyataan kuesioner. Berikut merupakan bobot nilai yang
diberikan untuk setiap tanggapan sebagai berikut:
Sangat setuju (SS) mendapat nilai 5
Setuju (S) mendapat nilai 4
Ragu-ragu (R) mendapat nilai 3 24
Tidak setuju (TS) mendapat nilai 2
Sangat tidak setuju (STS) mendapat nilai 1
F. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel dependen dan variabel
independen. Yang menjadi variabel dependen adalah loyalitas supporter pada
aras sikap dan aras perilaku, dan yang menjadi variabel independen yaitu
motif emosional dan motif rasional.
Operasionalisasi Variabel dalam penelitian ini yaitu:
1. Motif rasional diukur dengan parameter sebagai berikut:
a. Permainan tim yang baik.
b. Kualitas pemain yang baik.
c. Kualitas pelatih yang baik.
d. Prestasi tim yang baik.
e. Harga tiket yang terjangkau.
f. Jadwal pertandingan yang mendukung.
g. Manajemen tim yang baik.
2. Motif emosional diukur dengan parameter sebagai berikut:
a. Fanatisme kedaerahan.
b. Faktor kenyamanan stadion.
c. Perasaan senang saat menonton bola.
d. Status sebagai penggemar sepakbola.
e. Perasaan diterima oleh kelompok supporter yang ada. 25
3. Loyalitas pada aras sikap, diukur dengan parameter sebagai berikut:
a. Menjadi supporter yang tidak anarkis.
b. Bangga terhadap PSS Sleman.
c. Bersikap positif terhadap PSS Sleman.
d. Siap memberi dukungan terhadap PSS Sleman.
e. Menerima setiap hasil pertandingan meskipun tidak sesuai dengan yang
diharapkan.
4. Loyalitas pada aras perilaku, diukur dengan parameter sebagai berikut:
a. Menonton secara langsung setiap pertandingan di stadion.
b. Menonton secara langsung setiap pertandingan live di televisi.
c. Membeli atribut-atribut tim (seperti misalnya, merchandise dan
souvenir tim).
d. Menjadi anggota Slemania.
e. Memberi dukungan finansial kepada tim sepakbola.
f. Memberi dukungan moril kepada tim sepakbola.
G. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
a) Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2005:55). Populasi dalarn penelitian ini adalah semua anggota dan
simpatisan supporter PSS Sleman. 26
b) Sampel
Sampel yaitu sebagian kecil dari populasi. Karena dalam penelitian ini akan
sulit memperkirakan jumlah populasi yang ada secara tepat, maka populasi
(P) dianggap tidak diketahui. Apabila keyakinan yang diharapkan dalam
suatu pendugaan proporsi yang menggunakan sampel random sebesar (1-α)
dan besarnya error (E) tidak melebihi suatu harga tertentu, maka rumus
error dapat digunakan untuk menentukan besarnya sampel yang harus
diambil. Bila penelitian menggunakan confidence level sebesar 95%, maka
menurut formulasi Aker, Kumar dan Day (1998, P.410) adalah sebagai
berikut:
Dimana:
E= Error
P= Proporsi
n= jumlah sampel
Karena proporsi populasi tidak diketahui, maka p (1-p) juga tidak diketahui.
Sedangkan nilai P akan selalu berada 0 sampai 1, maka besar p max dapat dicari
sebagai berikut:
f (p)= p (1-p)
f (p)= p-p2
df (p)/ dp sehingga p max= 0,5
jadi besarnya f (p) max adalah:
f (p) max= 0,5 ( 1-0,5)
f (p) max= 0,5 × 0,5 27
f (p) max= 0,25
apabila besarnya error yang dikehendaki tidak lebih dari 0,1 maka besarnya
sampel dapat dihitung sebagai berikut:
n = p (1-p) (Z ÷ E)2
n = 0,25 (1,96 ÷ 0,1)2
n = 96,04 atau dibulatkan menjadi 100 sampel
c) Teknik Sampling
Dalam penelitian ini menggunakan non probability sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. (Sugiyono,
2000: 73). Prosedur pengambilan unit-unit populasi dalam penelitian ini adalah
convinience sampling. Pada pengambilan sampel dengan cara ini, sampel yang
diambil/ terpilih karena sampel tersebut berada pada tempat dan waktu yang tepat
(Sugiyono, 2000: 75).
H. Teknik Pengujian Instrumen
1. Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
ukur benar-benar cocok atau sesuai sebagai alat ukur yang diinginkan
(Wahyuni,1993:42). Suatu pengukuran disebut valid bila suatu skala
pengukuran melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan mengukur apa
yang seharusnya diukur, sehingga dapat mengungkapkan data secara tepat.
Bila skala pengukuran tidak valid, maka skala pengukuran tersebut tidak
bermanfaat bagi peneliti karena tidak mengukur atau melakukan apa yang
seharusnya dilakukan (Kuncoro, 2003: 151). Dengan demikian, yang dapat 28
kita lakukan adalah menganalisis tiap item berdasarkan konsistensi jawaban
para responden,dengan cara meninjau item mana yang perlu
dikesampingkan. Untuk menguji validitas setiap butir, maka skor yang ada
pada butir dikorelasikan dengan skor total. Skor butir dipandang sebagai X
dan skor total dipandang sebagai Y. Rumus yang digunakan adalah korelasi
product moment dengan taraf signifikansi (a) 0.05. berikut rumus validitas
tersebut (Sugiyono, 2001:109).
Di mana, rxy = koefisien korelasi setiap item
x = nilai jawaban dari masing-masing responden
y = total butir dari j awaban responden
n = banyaknya responden
Apabila rhttung lebih besar dari tabel dengan taraf signifikansi 0.05, maka
butir-butir pernyataan tersebut dinyatakan valid. Namun jika rhitung lebih
keeil daritabel dengan taraf signifikansi 0.05, maka butir-butir pernyataan
tersebut dinyatakan tidak valid.
2. Reliabilitas
Analisis reliabilitas digunakan untuk menunjukkan adanya penyesuaian antara
sesuatu yang diukur dengan jenis alat digunakan. Untuk mengujinya dapat
digunakan metode ganjil genap yaitu memisahkan antara item bernomor genap
yang valid kemudian dicari dengan menggunakan teknik koefisien korelasi
product moment dengan rumus sebagai berikut: 29
rXY=
Dimana:
rXY= koefisien korelasi
X= butir valid nomor ganjil
Y= butir valid nomor genap
n= jumlah sampel
Setelah koefisien korelasi bernomor ganjil dan item bernomor genap
didapat, maka untuk menguji reliabilitas digunakan rumus spearman
Brown sebagai berikut:
Dimana:
rXX= koefisien reliabilitas
rXY= koefisien korelasi product moment
I. Analisis Data
1. Analisis Regresi Linear Berganda
Empat prasyarat regresi yang harus dipenuhi:
a. Asumsi Klasik Regresi Tentang Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah varian residual yang tidak konstan pada
regresi sehingga akurasi hasil prediksi menjadi meragukan.
Heteroskedastisitas dapat diartikan sebagai ketidaksamaan variasi variabel
pada semua pengamatan, dan kesalahan yang terjadi memperlihatkan
hubungan yang sistematis sesuai dengan besarnya satu atau lebih variabel 30
bebas sehingga kesalahan tersebut tidak random (acak). Residu pada
heteroskedastisitas semakin besar apabila pengamatan variabel bebas yang
semakin besar akan memperbesar rata-rata residu.
Heteroskedastisitas yang ada dalam regresi dapat menyebabkan (Hasan
2002:282):
1) Penaksir (estimator) yang diperoleh menjadi tidak efisien. Hal itu
disebabkan oleh varians-nya yang sudah tidak minim lagi (tidak efisien).
2) Kesalahan baku koefisien regresi akan terpengaruh sehingga memberikan
indikasi yang salah. Dengan demikian, koefisien determinasi
memperlihatkan daya penjelasan yang terlalu besar.
Heteroskedastisitas dapat terjadi karena dinamika lingkungan dari data
variabel yang sulit diidentifikasi pada saat membuat model regresi sehingga
muncul asumsi bahwa regresi sebaiknya terbebas dari heteroskedastisitas. b. Asumsi Klasik Regresi Tentang Multikolinearitas
Multikolinearitas dapat dideteksi pada model regresi apabila pada variabel
terdapat pasangan variabel bebas yang saling berkorelasi kuat satu sama lain.
Apabila pada regresi terdeteksi adanya kasus multikolinearitas, maka dapat
terjadi perubahan tanda koefisien regresi dari positif pada saat diuji dengan
regresi sederhana, menjadi negative pada saat diuji dengan regresi berganda,
atau sebaliknya. Disamping itu, multikolinearitas dapat menyebabkan
fluktuasi yang besar pada prediksi koefisien regresi, dan juga dapat
menyebabkan penambahan variabel independen yang tidak berpengaruh sama
sekali.
31
c. Asumsi Klasik Regresi Tentang Otokorelasi
Otokorelasi sering dikenal dengan nama korelasi serial, dan sering ditemukan
pada data serial waktu (Time Series). Regresi yang terdeteksi otokorelasi dapat
berakibat pada biasnya interval kepercayaan dan ketidaktepatan penerapan uji
F dan uji t.
d. Asumsi Klasik Regresi Tentang Liniaritas
Uji liniaritas merupakan suatu upaya untuk memenuhi salah satu asumsi
analisis regresi linear yang mensyaratkan adanya hubungan variabel
bebas dan variabel terikat yang saling membentuk kurva linear. Kurva
linear dapat terbentuk apabila setiap kenaikan skor variabel bebas iikuti
oleh kenaikan skor variabel terikat.
Tujuan dari Analisis Linear Berganda ini adalah untuk mengetahui
besarnya pengaruh varibel independent terhadap variabel dependent. Jika
uji asumsi klasik sudah terpenuhi, maka analisis regresi menunjukkan
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Rumus Regresi Linear Berganda (Supranto, J, 1991: 181)
Y= b0+ b1X1 +...... + b3X3+ ℮
Dimana:
Y = Loyalitas supporter Slemania.
b0= nilai konstan
X1=motif emosional
X2= motif rasional
X3= loyalitas pada aras sikap
℮= error 32
2. Statistik Uji t
Untuk menguji variabel X1- X3 satu persatu secara statistik apakah signifikan atau
tidak dalam mempengaruhi variabel y, maka digunakan statistik uji t dengan
rumus:
dengan taraf nyata α= 5% dan derajat kebebasan dk= n-k-1, maka t tabel
adalah (α, n-k-1)
dimana: t hit= t hit koefisien ke i
bi= koefisien regresi dari variabel ke i
si= standard error dari bi
Ho diterima jika t hit ≤ t tabel atau – t hitung ≥ - t tabel
HO ditolak jika t hit > t tabel atau – t hitung < - t tabel
3. Statistik Uji F
Untuk menguji signifikan dari korelasi linear berganda, digunakan statistik
Uji F dengan rumus:
R 2 k F= (1− R 2 ) /(n − k −1)
Dengan taraf dk nyata sebesar α=5%, derajat kebebasan pembilang adalah k
dan penyebut= (n-k-1), maka t tabel= (α, k, n-k-1)
dimana:
k = banyak variabel bebas
n = banyak sampel
R = koefisien korelasi linear berganda 33
Jika Fhit ≤ F tabel maka Ho diterima.
Jika F hit > F tabel maka Ho ditolak.
BAB IV
GAMBARAN UMUM SLEMANIA
A. Sejarah Slemania
Gambar 4.1Supporter dalam Pertandingan PSS
PSS pernah mendapat sanksi dari Perserikatan Sepakbola Seluruh
Indonesia (PSSI) untuk menggelar pertandingan tanpa penonton sebagai
akibat dari pemukulan yang dilakukan oleh suporter saat PSS masih berlaga
di Divisi I Liga Indonesia. Meski setelah PSS mengajukan banding,
akhirnya hukuman, percobaan dan denda tapi perilaku suporter tersebut
dinilai merugikan tim yang dibelanya.
Oleh karena itu pengurus PSS dan beberapa tokoh suporter kemudian
berinisiatif membentuk kelompok suporter sebagai langkah untuk
menertibkan dan mengendalikan suporter PSS. Proses pembentukan dimulai
dengan diadakannya rapat yang diselenggarakan pada 9 Desember 2000 di
Griya Kedaulatan Rakyat yang diikuti oleh tokoh-tokoh suporter. Rapat
tersebut akhirnya memutuskan digelarnya "Sayembara Nama Wadah
Suporter PSS". Adapun ketentuan sayembara tersebut adalah bersifat
34 35
terbuka, dengan syarat nama yang diusulkan mudah dikenal dan diingat, membangkitkan semangat, mampu mempersatukan semua pendukung PSS, dan maksimal terdiri dari dua suku kata.
Panitia sayembara diketuai oleh Ir.Trimurti Wahyu Wibowo, berlangsung dari tanggal 11-22 Desember 2000, dengan tempat pengumpulan hasil sayembara berada di kantor redaksi Surat Kabar Harian
Kedaulatan Rakyat. Panitia Sayembara bersama pengurus PSS yang nantinya akan menentukan nama yang dipilih.
Berbagai usulan nama datang dari masyarakat, diantaranya adalah
Slemania, Slemanisti (Sleman Mania Sejati), Baladamania (Barisan Pecinta
Laskar Sembada), Papesanda (Pasukan Pendukung Laskar Sembada),
Lambada (Laskar Sleman Sembada), Patram (Pasukan Putra Merapi),
Mapals (Masyarakat Pandemen Laskar Sembada), Korpels (Korps
Pendukung Laskar Sembada), Pedati (Pendukung Laskar Sembada Sejati),
Pansus (Pasukan Suporter Sleman Mania), Laksamana (Laskar Sleman
Mania), dan Kalimasada (Keluarga Liga Sleman Sembada). Total terkumpul
1483 kartu pos, dan 196 surat yang mengikuti sayembara tersebut.
Dari sekian banyak peserta sayembara, sebanyak 103 peserta mengusulkan nama Slemania, yang kemudian pada tanggal 22 Desember
2000 dipilih oleh Panitia dan Pengurus PSS sebagai nama wadah suporter
PSS Sleman. Pada malam itu juga dilakukan pembentukan pengurus dan deklarasi. Sementara undian bagi pemenang sayembara dilakukan pada 36
tanggal 24 Desember 2000 di Stadion Tridadi, yang dimenangkan oleh,
Supriyadi warga Krapyak Kulon, Sewon, Bantul.
Keberhasilan dan antusiasme dari Slemania merupakan produk dari
sebuah tradisi sepakbola yang mengakar dan meluas di segala lapisan
masyarakat. Bagi masyarakat Sleman, sepakbola merupakan bagian penting
dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kultu r sepakbola ini dibangun oleh
PSS sebagai otoritas sepakbola tertinggi di Sleman, melalui kompetisi lokal
yang rutin, disiplin dan bergairah. PSS mampu membangun kompetisi
sepakbola secara disiplin, rutin dan ketat sejak pertengahan tahun 1980-an
sampai saat ini.
B. Keanggotaan Slemania
Sebagai wadah suporter klub sepakbola, Slemania bersifat terbuka
dalam keanggotaannya. Anggota Slemania tidak hanya warga Sleman tetapi
tidak tertutup kemungkinan terdapat anggota Slemania yang berasal dari
daerah lainnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, bahkan dari luar
provinsi. Dari latar belakang pendidikan, anggota Slemania sangat
beranekaragam dari yang tidak mengenyam bangku sekolah sampai yang
menempuh jenjang pendidikan tinggi. Begitu juga dengan latar belakang
ekonomi, dimana yang kaya dan yang miskin mewarnai wadah supporter ini.
Di Slemania terdapat anggota dan simpatisan Slemania. Ynag
membedakan keduanya adalah anggota Slemania lebih militan dan
terorganisir dalam keanggotaannya. Supporter yang sering mengikuti tur
dalam setiap pertandingan PSS Sleman, dan biasanya dalam menonton 37
setiap pertandingan berada di tribun Slemania dan ikut bernyanyi bahkan
memberikan aksi-aksi yang aktraktif itulah yang disebut anggota Slemania.
Sedangkan simpatisan adalah seseorang yang hanya menonton pertandingan
PSS Sleman dengan duduk yang tenang dan tidak ikut bernyanyi.
Perbedaan yang nyata adalah adanya kartu keanggotaan Slemania,
yang berfungsi sebagai identitas anggota Slemania. Yang mempunyai kartu
anggota akan mendapatkan potongan harga tiket masuk stadion.
Gambar 4.2 Contoh Kartu Anggota Slemania
C. Tujuan Slemania
Sesuai dengan tujuan awalnya, Slemania awalnya ditargetkan
sebagai alat kontrol bagi suporter PSS Sleman. Namun kehadiran wadah
suporter tersebut akhirnya diharapkan dapat juga membawa sebuah
transformasi karakter dari suporter anarki yang merugikan kepentingan tim
dan masyarakat umum menjadi suporter atraktif dan kreatif. Ide ini tidak
lepas dari momentum fenomena suporter kreatif yang waktu itu melanda
dunia suporter sepak bola di tanah air. 38
D. Struktur Organisasi Slemania
Struktur Slemania dibentuk berdasarkan korwil-korwil
(koordinator wilayah) yang ada di kabupaten Sleman atau bisa disebut di
tingkat kecamatan. Korwil Slemania terdiri dari 10 korwil yang ada di tingkat
kecamatan, yaitu :
• Korwil Prambanan
• Korwil Depok
• Korwil Tempel dan Turi
• Korwil Kota Sleman
• Korwil Pakem
• Korwil Godean
• Korwil Kalasan
• Korwil Berbah
• Korwil Cangkringan
• Korwil Minggir dan Seyegan
Masih ada setingkat korwil yang ada di luar kabupaten Sleman, seperti :
Korwil Kota Yogyakarta, korwil Bantul, korwil Klaten, Korwil Muntilan.
Bahkan ada kepengurusan korwil di Jabodetabek.
Secara struktural Slemania membentuk organisasi yang lebih kecil
yang disebut laskar Slemania. Laskar biasanya merupakan suatu kelompok
kecil yang berbasis di suatu kampung tertentu dengan anggota yang berasal
dari wilayah sekitar kampung tersebut. Laskar-laskar tersebut memiliki
ketua laskar yang salah satu tugasnya adalah mengkoordinasikan sekitar 20- 39
100 anggota laskarnya baik dalam pembelian tiket, penempatan di stadion, perilaku di dalam stadion dan lain-lain. Secara tidak langsung, keberadaan laskar merupakan proses pembagian kekuasaan dalam sebuah organisasi massa seperti Slemania dan juga merupakan upaya kontrol terhadap anggota
Slemania.
Selain laskar, Slemania juga membentuk Slemanona, sebuah wadah khusus yang digunakan untuk meningkatkan peran suporter perempuan baik secara kualitas dan kuantitas. Slemanona dideklarasikan pada tanggal 15
Maret 2003 di Stadion Mandala Krida. Nama Slemanona seperti halnya
Slemania kemudian menjadi identitas personal yang melekat pada diri anggota-anggotanya.
Secara struktur organisasi, Slemania masih mencari format dan struktur yang tepat. Setelah dideklarasikan, kepengurusan dibentuk dari sejumlah tokoh suporter di Sleman. Ketua Slemania yang pertama adalah Ir.
Trimurti Wahyu Wibowo, dengan didampingi oleh Bintarto, Kuncoro, dan
Topas Sumpono sebagai Wakil Ketua. Ketua terpilih dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh susunan pengurus pusat dan koordinator wilayah.
Pada awal berdirinya struktur kepengurusan Slemania masih sederhana yaitu terdiri dari jabatan ketua, sekretaris, bendahara, dan beberapa departemen seperti Humas, transportasi, keamanan, dan akomodasi.
Dua tahun kemudian, tepatnya tanggal 3 Desember 2002, struktur kepengurusan yang baru dibentuk melalui Musyawarah Anggota yang diselenggarakan di Pendopo Rumah Dinas Bupati Sleman. Dalam struktur 40
kepengurusan yang baru ini dilakukan penambahan beberapa departemen yaitu Kesekretariatan, Suporter Tamu, Penelitian dan Pengembangan
(Litbang) serta Pengembangan Suporter Wanita . Perubahan yang lain juga terjadi di tubuh Slemania, dimana kaum muda dan kalangan mahasiswa mendominasi susunan kepengurusan Slemania yang baru, menggantikan kepengurusan awal yang didominasi oleh tokoh-tokoh suporter sepakbola.
Kondisi tersebut terus berlanjut hingga Musyawarah besar Slemania yang diselenggarakan pada 14 Agustus 2005.
Eksistensi Slemania telah mendapat pengakuan secara nasional. Hal ini dibuktikan dengan masuknya Slemania sebagai salah satu dari tiga nominator peraih penghargaan Suporter Favorit Sepakbola Award pada
ANTV Sepakbola Award tahun 2003 bersama The Jakmania dan La Viola.
Setahun kemudian Slemania kembali masuk nominasi bersama The Mac’z
Man dan Viking, hingga akhirnya berhasil terpilih sebagai Suporter Favorit
ANTV Sepakbola Award tahun 2004. Meski beberapa anggota Slemania tidak sepakat dengan penghargaan suporter favorit, namun bagaimanapun penghargaan tersebut memberikan tantangan dan tanggung jawab yang besar bagi semua elemen Slemania untuk terus menunjukkan perilaku, dan pikirannya agar sesuai dengan tujuan awal dibentuknya Slemania.
Ketua Slemania: 1. Ir. Trimurti Wahyu Wibowo (2000-2002 & 2002-2005)
2. R. Supriyoko (2005-2008 & 2008-2011) 41
Laskar Slemania:
1. Garis Lemah 21. Laskar Cinta
2. Azurro 22. Laskar Serdadu
3. Bajot Ijo 23. Laskar Tjakar
4. Brigade Slemania 24. Laskar BIT
5. Buto Ijo 25. Lor Bokong
6. C’ Bos 26. North Squadron
7. Gendhenk Ijo 27. Senyum
8. Green 'n Sweet 28. Serdadu
9. green bomb 29. SlemaniaBarat
10. GREEN PEACE 30. Slemania Blok - C
11. GREEN STREET HOOLIGANS 31. Slemania chomplex
12. Ijo Royo Royo 32. Slemania Cyber
13. jack10,9 33. Slemania Green Fort
14. jakal 34. Slemania GreenMig
15. Jakal 10, 9 Green Cyberkost 35. Slemania pro shop
16. Kodok Ijo 36. Slemania_GRAPES
17. Lapenia 37. Slemeers boys
18. Tawon Ijo 38. wa woeng
19. THE COMMANDER'S 39. University
20. The Kansas 40. TRIKOM
21. TITIK-HITAM
22. TJAKAR 42
E. Sejarah Singkat Perjalanan Team Hijau PSS Menuju Sepakbola
Nasional
Sudah lama dan berpanjang lebar orang membicarakan bagaimana
sebuah permainan sepakbola bisa baik, berkualitas tinggi. Bahkan, dalam
konteks nasional, Indonesia pernah kebingungan mencari jawaban itu.
Berbagai pelatih atau instruktur didatangkan dari Brasil, Jerman, Belanda
dan sebagainya. Namun, toh sepakbola Indonesia tak pernah memuaskan
bahkan terkesan mengalami kemunduran.
Dari pengalaman upaya Tim Nasional Indonesia untuk
membangun sebuah permainan sepakbola yang baik itu, sebenarnya ada
kesimpulan yang bisa diambil. Kesimpulan itu adalah, selama ini Indonesia
hanya mencoba mengkarbit kemampuan sepakbolanya dengan
mendatangkan pelatih berkelas dari luar negeri. Indonesia tidak pernah
membangun kultur atau budaya sepakbola secara baik. Dengan kata lain,
upaya PSSI selama ini lebih membuat produk instan dari pada membangun
kultur dimaksud.
Pelatih berkualitas, teori dan teknik sebenarnya bukan barang sulit
untuk dimiliki. Elemen-elemen itu ada dalam textbook, atau bahkan sudah
di luar kepala seiring dengan meluasnya popularitas sepakbola. Indonesia
termasuk gudangnya komentator. Bahkan, seorang abang becak pun bisa
berbicara tentang sepak bola secara teoritis dan analitis.
Sebab itu, seperti halnya sebuah kehidupan, sepakbola
membutuhkan kultur. Artinya, sepakbola harus menjadi kebiasaan atau 43
tradisi yang melibatkan daya upaya, hasrat jiwa, interaksi berbagai unsur dan berproses secara wajar dan jujur, bertahap dan hidup.
Untuk membangun kultur sepakbola itu, jawaban terbaik adalah membangun kompetisi yang baik pula. Lewat kompetisi, tradisi sepakbola lengkap dengan segala elemennya akan berproses dan berkembang ke arah yang lebih baik. Akan lebih baik lagi kompetisi itu terbangun sejak pelakunya masih kecil, tanpa rekayasa dan manipulasi. Pada gilirannya, tradisi itu akan melahirkan sebuah permainan indah dan berkualitas, serta memiliki bentuk dan ciri khasnya tersendiri. Itu sebabnya, kenapa sepakbola Brasil, Belanda, Inggris, Jerman dan Italia tidak hanya berkualitas, tapi juga punya gaya khasnya sendiri- sendiri
Dalam konteks kecil dan lokal, Persatuan Sepakbola Sleman (PSS), sadar atau tidak, sebenarnya telah membangun sebuah kultur sepakbolanya melalui kompetisi lokal yang rutin, disiplin dan bergairah. Berdiri tahun
1976, PSS termasuk perserikatan yang muda jika dibandingkan dengan
PSIM Yogyakarta, Persis Solo, Persib Bandung, Persebaya Surabaya,
PSM Makassar, PSMS Medan, Persija dan lainnya.
Namun, meski muda, PSS mampu membangun kompetisi sepakbola secara disiplin, rutin dan ketat sejak pertengahan tahun 1980-an.
Kompetisi itu tak bernah terhenti sampai saat ini. Sebuah konsistensi yang luar biasa. Bahkan, kompetisi lokal PSS kini dinilai terbaik dan paling konsisten di Indonesia. Apalagi, kompetisi yang dijalankan melibatkan 44
semua divisi, baik divisi utama, divisi I maupun divisi II. Bahkan, pernah
PSS juga menggelar kompetisi divisi IIA.
Maka, tak pelak lagi, PSS kemudian memiliki sebuah kultur sepakbola yang baik. Minimal, di Sleman telah terbangun sebuah tradisi sepakbola yang meluas dan mengakar dari segala kelas. Pada gilirannya, tak menutup kemungkinan jika suatu saat PSS mampu menyuguhkan permainan permainan dan khas.
Ini prestasi luar biasa bagi sebuah kota kecil yang berada di bawah bayang-bayang Yogyakarta ini. Di Sleman tak ada sponsor besar, atau perusahaan-perusahaan raksasa yang bisa dimanfaatkan donasinya untuk mengembangkan sepakbola. Kompetisi itu lebih berawal dari kecintaan sepakbola, tekad, hasrat, motivasi dan kemauan yang tinggi. Semangat seluruh unsur penonton, pemain, pelatih, pengurus dan pembina terlihat begitu tinggi.
Meski belum optimal, PSS akhirnya menuai hasil dari tradisi sepakbola mereka. Setidaknya, PSS sudah melahirkan pemain nasional
Seto Nurdiantoro. Sebuah prestasi langka bagi DIY. Terakhir, pemain nasional dari DIY adalah kiper Siswadi Gancis. Itupun ia menjadi cadangan Hermansyah. Yang lebih memuaskan, pada kompetisi tahun
1999/2000, PSS berhasil masuk jajaran elit Divisi Utama Liga Indonesia
(LI).
Perjalanan PSS yang membanggakan itu bukan hal yang mudah.
Meski lambat, perjalanan itu terlihat mantap dan meyakinkan. 45
Sebelumnya, pada kompetisi tahun 1990-an, PSS masih berada di Divisi
II. Tapi, secara perlahan PSS bergerak dengan mantap. Pada kompetisi tahun 1995/96, tim ini berhasil masuk Divisi I, setelah melewati perjuangan berat di kompetisi-kompetisi sebelumnya.
Dengan kata lain, PSS mengorbit di Divisi Utama LI bukan karena karbitan. Ia melewatinya dengan proses panjang. Kasus PSS menjadi contoh betapa sebuah kulturisasi sepakbola akan lebih menghasilkan prestasi yang mantap daripada produk instan yang mengandalkan ketebalan duit.
Memang benar, setelah bertanding di kompetisi Divisi Utama, PSS bukanlah pendatang baru yang mudah dijadikan bulan- bulanan oleh tim- tim elit. Padahal, di Divisi Utama, PSS tetap menyertakan pemain produk kompetisi lokalnya. Mereka adalah M Iksan, Slamet Riyadi, Anshori,
Fajar Listiantoro dan M Muslih. Bahkan, M Ikhsan, Slamet Riyadi, dan
Anshori merupakan pemain berpengaruh dalam tim. Pada penampilan perdananya, PSS langsung mengagetkan insan sepakbola Indonesia. Di luar dugaan, nundukkan tim elit bergelimang uang, Pelita Solo 2-1.
Bahkan, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono sendiri yang saat itu berada di Brunei Darussalam dalam rangka promosi wisata juga kaget. Kepada Bupati Sleman Ibnu Subianto yang mengikutinya, Sri
Sultan mengatakan, "Ing atase cah Sleman sing ireng-ireng biso ngalahke
Pelita." ." Artinya, anak-anak Sleman yang hitam-hitam itu (analog orang desa) kok bias mengalahkan tim elit pelita Solo. 46
Ketika tampil di kandang lawan, Malang United dan Barito Putra,
PSS juga tak bermain cengeng. Bahkan, meski akhirnya kalah, PSS
membuat tuan rumah selalu was-was. Sehingga, kekalahan itu tetap menjadi
catatan mengesankan. Maka, tak heran debut PSS itu kemudian menjadi
perhatian banyak orang. Hanya dalam sekejap, PSS sudah menjadi tim yang
ditakuti, meski tanpa bintang. Pembinaan sepakbola ala PSS ini akan lebih
tahan banting. Sebab itu, terlalu berlebihan jika menilai PSS bakal numpang
lewat di Divisi utama.
F. PSS dan Stadion Maguwoharjo
Gambar 4.3 Stadion Maguwoharjo Sleman
Stadion Maguwoharjo dibangun oleh Pemerintah Kabupaten
Sleman sebagai alternatif pengganti Stadion Tridadi yang merupakan
homebase PSS Sleman dalam beberapa musim kompetisi. Animo
masyarakat Sleman yang besar, terutama slemania, dalam mendukung PSS
setiap kali berlaga di kandang membuat kapasitas di Stadion Tridadi sudah
tidak mampu menampung penonton.
Dalam kurun waktu tahun 2004 hingga 2006 dibangunlah sebuah
stadion yang memiliki standar internasional. Keputusan ini diambil setelah 47
mempertimbangkan ketidaklayaan stadion Tridadi untuk menjamu tim-tim besar Liga Indonesia.
Stadion yang dibangun di Desa Maguwoharjo ini resmi bisa digunakan sebagai kandang PSS Sleman dalam mengikuti kompetisi
Divisi Utama Liga Indonesia 2007. Dengan memiliki daya tampung hingga 35.000 penonton membuat stadion Maguwoharjo mampu menampung seluruh penonton yang menyaksikan tim kesayangan mereka,
PSS Sleman saat bertanding, bahkan juga bisa menampung hingga 10.000 suporter tamu yang datang.
Stadion yang memiliki nama resmi Maguwoharjo International
Stadium (MIS) ini dianggap sebagai salah satu stadion terbaik di Indonesia selain Stadion Gelora Bung Karno di Jakarta, Stadion Jakabaring di
Palembang, dan Stadion Jalak Harupat di Kabupaten Bandung. Bahkan,
Stadion Maguwoharjo pernah digunakan oleh tim nasional Indonesia dalam melakukan pertandingan ujicoba.
BAB V
ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Hasil Penelitian
1. Hasil Pengujian Instrumen
Butir pernyataan dinyatakan valid bila nilai r hitung > r tabel.
Dengan α=5% dan derajat bebas (df) = 100-2 = 98 diperoleh nilai r tabel
sebesar 0,165. Adapun hasil uji validitas terhadap masing-masing butir
pada setiap variabel dapat dilihat pada beberapa tabel di bawah ini.
Tabel 5.1 Hasil Uji Validitas Terhadap Butir Pernyataan Pada Variabel Motif Emosional
Butir No. r hitung r tabel Keterangan 1 0,774 0,165 r hitung > r tabel 2 0,800 0,165 r hitung > r tabel 3 0,755 0,165 r hitung > r tabel 4 0,748 0,165 r hitung > r tabel 5 0,691 0,165 r hitung > r tabel
Dari Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa r hitung lima butir pernyataan
pada variabel motif emosional lebih besar dari r tabel. Ini menunjukkan
kelima butir tersebut dapat digunakan untuk mengukur motif emosional.
Sementara hasil uji validitas terhadap butir pernyataan pada variabel
motif rasional dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut.
48 49
Tabel 5.2 Hasil Uji Validitas Terhadap Butir Pernyataan Pada Variabel Motif Rasional
Butir No. r hitung r tabel Keterangan 1 0,879 0,165 r hitung > r tabel 2 0,875 0,165 r hitung > r tabel 3 0,862 0,165 r hitung > r tabel 4 0,818 0,165 r hitung > r tabel 5 0,808 0,165 r hitung > r tabel 6 0,744 0,165 r hitung > r tabel 7 0,848 0,165 r hitung > r tabel
Dari Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa r hitung tujuh butir pernyataan pada variabel motif rasional lebih besar dari r tabel. Ini menunjukkan ketujuh butir tersebut dapat digunakan untuk mengukur motif rasional.
Adapun hasil uji validitas terhadap butir pernyataan pada variabel loyalitas sikap dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3 Hasil Uji Validitas Terhadap Butir Pernyataan Pada Variabel Loyalitas Sikap
Butir No. r hitung r tabel Keterangan 1 0,768 0,165 r hitung > r tabel 2 0,818 0,165 r hitung > r tabel 3 0,766 0,165 r hitung > r tabel 4 0,747 0,165 r hitung > r tabel 5 0,716 0,165 r hitung > r tabel
Dari Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa r hitung lima butir pernyataan pada variabel loyalitas sikap lebih besar dari r tabel. Ini menunjukkan kelima butir tersebut dapat digunakan untuk mengukur loyalitas sikap.
Sedangkan hasil uji validitas terhadap butir pernyataan pada variabel loyalitas perilaku dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut. 50
Tabel 5.4 Hasil Uji Validitas Terhadap Butir Pernyataan Pada Variabel Loyalitas Perilaku
Butir No. r hitung r tabel Keterangan 1 0,808 0,165 r hitung > r tabel 2 0,874 0,165 r hitung > r tabel 3 0,833 0,165 r hitung > r tabel 4 0,849 0,165 r hitung > r tabel 5 0,917 0,165 r hitung > r tabel 6 0,861 0,165 r hitung > r tabel
Dari Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa r hitung enam butir pernyataan pada variabel loyalitas perilaku lebih besar dari r tabel. Ini menunjukkan keenam butir tersebut dapat digunakan untuk mengukur loyalitas perilaku.
Setelah dilakukan uji validitas, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas untuk mengetahui apakah butir-butir pernyataan dalam kuesioner tersebut reliabel (dapat dipercaya) untuk mengumpulkan data atau tidak. Hasil pengujian reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut.
Tabel 5.5 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel alpha Motif emosional 0,801 Motif rasional 0,925 Loyalitas sikap 0,819 Loyalitas perilaku 0,927
Dari Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa variabel motif emosional memiliki nilai alpha sebesar 0,801; variabel motif rasional memiliki nilai alpha sebesar 0,925; variabel loyalitas sikap memiliki nilai alpha sebesar
0,819 dan variabel loyalitas perilaku memiliki nilai alpha sebesar 0,927. 51
Keempat variabel tersebut memiliki nilai alpha yang mendekati 1 berarti
dapat disimpulkan keempat variabel tersebut reliabel untuk
mengumpulkan data variabel penelitian.
2. Karakteristik Responden
Adapun gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin, usia, pendidikan terakhir dan pekerjaan adalah sebagai berikut.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelaminnya
disajikan pada Tabel 5.6 berikut ini.
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase Pria 77 77,0 Wanita 23 23,0 Jumlah 100 100,0
Dari Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
adalah pria yaitu sebanyak 77 orang (77%). Sedangkan banyaknya
responden wanita ada 23 orang (23%). Data ini menunjukkan bahwa
sebagian besar supporter Slemania Yogyakarta adalah laki-laki.
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia disajikan pada
Tabel 5.7 berikut ini. 52
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Usia
Kelompok Usia Jumlah Persentase (Tahun) < 20 37 37,0 20 – 30 39 39,0 >30 – 40 18 18,0 > 40 6 6,0 Jumlah 100 100,0
Dari Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
berumur antara 20 sampai 30 tahun yaitu sebanyak 39 orang (39%).
Jumlah responden tersebut tidak terlalu terpaut jauh dengan banyaknya
responden yang berumur kurang dari 20 tahun yaitu sebanyak 37 orang
(37%). Sedangkan jumlah responden yang paling sedikit adalah
responden yang berumur lebih dari 40 tahun. Data ini menunjukkan
bahwa sebagian besar supporter Slemania Yogyakarta adalah remaja
dan dewasa. c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan terakhir
disajikan pada Tabel 5.8 berikut ini.
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase SMP 18 18,0 SMA 49 49,0 Sarjana 31 31,0 Lain-lain 2 2,0 Jumlah 100 100,0
53
Dari Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
berpendidikan SMA yaitu sebanyak 49 orang (49%). Sedangkan
banyaknya responden yang memiliki tingkat pendidikan Sarjana ada
31 orang (31%); SMP ada 18 orang (18%) dan lain-lain yaitu SD atau
Diploma ada 2 orang (2%). Data ini menunjukkan bahwa sebagian
besar supporter Slemania Yogyakarta memiliki tingkat pendidikan
menengah ke atas. d. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan disajikan
pada Tabel 5.9 berikut ini.
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah Persentase PNS 5 5,0 Swasta 14 14,0 Wiraswasta 18 18,0 Pelajar/Mahasiswa 45 45,0 Lain-lain 18 18,0 Jumlah 100 100,0
Dari Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
merupakan pelajar/mahasiswa yaitu sebanyak 45 orang (45%).
Sedangkan banyaknya responden yang bekerja wiraswasta ada 18
orang (18%); swasta ada 14 orang (14%); PNS ada 5 orang (5%); dan
lainnya seperti satpam atau buruh dan lain-lain ada 18 orang (18%).
Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar supporter Slemania
Yogyakarta merupakan pelajar atau mahasiswa. 54
3. Deskripsi Data Variabel Penelitian
Deskripsi data penelitian ini merupakan gambaran tanggapan
responden terhadap pernyataan- pernyataan pada kuesioner yang meliputi
variabel motif rasional, variabel motif emosional, variabel loyalitas sikap
dan variabel loyalitas perilaku. Deskripsi tanggapan responden disajikan
pada Tabel 5.10 di bawah ini.
Tabel 5.10 Deskripsi Data Variabel Penelitian
Kisaran Kisaran Variabel Rata-rata Teoritis Empiris Motif emosional 5 – 25 13 – 25 21,10 Motif rasional 7 – 35 14 – 35 27,35 Loyalitas sikap 5 – 25 14 – 25 21,03 Loyalitas perilaku 6 – 30 8 – 30 23,25
Variabel motif emosional memiliki skor kisaran teoritis antara 5
sampai 25. Sedangkan skor tanggapan responden untuk variabel motif
emosional tersebut berkisar antara 13 sampai 25 dengan rata-rata skor
21,10. Nilai rata-rata tersebut lebih dari 20 (= 5 pernyataan × skor 4) yang
berarti sebagian besar responden memiliki motif emosional yang kuat dan
cenderung sangat kuat. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar
supporter Slemania Yogyakarta memiliki motif emosional yang kuat.
Variabel motif rasional memiliki skor kisaran teoritis antara 7 sampai
35. Sedangkan skor tanggapan responden untuk variabel motif rasional
tersebut berkisar antara 14 sampai 35 dengan rata-rata skor 27,35. Nilai
rata-rata tersebut mendekati nilai 28 (= 7 pernyataan × skor 4) yang berarti
sebagian besar responden memiliki motif rasional yang kuat. Data ini 55
menunjukkan bahwa sebagian besar supporter Slemania Yogyakarta
memiliki motif rasional yang kuat.
Variabel loyalitas sikap memiliki skor kisaran teoritis antara 5
sampai 25. Sedangkan skor tanggapan responden untuk variabel loyalitas
sikap tersebut berkisar antara 14 sampai 25 dengan rata-rata skor 21,03.
Nilai rata-rata tersebut lebih dari 20 (= 5 pernyataan × skor 4) yang berarti
sebagian besar responden memiliki loyalitas sikap yang tinggi dan
cenderung sangat tinggi. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar
supporter Slemania Yogyakarta memiliki loyalitas sikap yang tinggi.
Variabel loyalitas perilaku memiliki skor kisaran teoritis antara 6
sampai 30. Sedangkan skor tanggapan responden untuk variabel loyalitas
perilaku tersebut berkisar antara 8 sampai 30 dengan rata-rata skor 23,25.
Nilai rata-rata tersebut mendekati nilai 24 (= 6 pernyataan × skor 4) yang
berarti sebagian besar responden memiliki loyalitas perilaku yang tinggi.
Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar supporter Slemania
Yogyakarta memiliki loyalitas perilaku yang tinggi.
4. Pengujian Hipotesis Pertama dan Hipotesis Kedua
Model pertama penelitian ini adalah motif emosional dan motif
rasional mempengaruhi loyalitas dalam aras sikap dari supporter tim sepak
bola. Untuk menguji model pertama penelitian ini digunakan analisis
regresi linear berganda. Empat (4) prasyarat regresi yang harus dipenuhi
adalah: 56
a. Homoskedastisitas
Untuk membuktikan bahwa terdapat kesamaan variansi variabel
pada semua pengamatan, diuji sebaliknya dengan uji
heteroskedastisitas. Metode yang digunakan adalah metode korelasi
rank spearman. Jika sig > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak terdapat
heteroskedastisitas dalam data penelitian yang berarti terdapat
kesamaan variansi variabel pada semua pengamatan. Hasil
pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 5.11 berikut.
Tabel 5.11 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Variabel Independen Sig. Motif emosional 0,127 Motif rasional 0,810
Dari Tabel 5.11 diketahui bahwa nilai signifikansi variabel motif
emosional sebesar 0,127 dan nilai signifikansi variabel motif rasional
sebesar 0,810. Jadi nilai signifikansi kedua variabel independen
tersebut lebih besar dari 0,05 yang berarti bahwa tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas dalam penelitian ini. b. Tidak ada hubungan antara variabel independen
Untuk membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara variabel
independen, diuji dengan uji multikolinearitas. Metode yang
digunakan adalah metode VIF. Jika nilai VIF variabel independen > 10
maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antar variabel independen
yang diuji. Hasil pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 5.12 berikut. 57
Tabel 5.12 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Variabel Independen VIF Motif emosional 1,067 Motif rasional 1,067
Dari Tabel 5.12 diketahui bahwa nilai VIF variabel motif
emosional dan variabel motif rasional masing-masing sebesar 1,067.
Oleh karena nilai VIF kedua variabel independen tersebut lebih kecil
dari 10 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antar variabel
independen penelitian ini. c. Adanya hubungan linier variabel independen dengan variabel terikat
Untuk membuktikan bahwa ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel terikat, diuji dengan uji linieritas. Jika
nilai sig < 0,05 maka terdapat hubungan linier antara motif emosional
dan motif rasional dengan loyalitas sikap. Hasil pengujiannya dapat
dilihat pada Tabel 5.13 berikut.
Tabel 5.13 Hasil Pengujian Linieritas
Variabel Independen Sig. Motif emosional 0,000 Motif rasional 0,000
Dari Tabel 5.13 diketahui bahwa nilai signifikansi variabel motif
emosional dan variabel motif rasional masing-masing sebesar 0,000.
Oleh karena nilai signifikansi kedua variabel independen tersebut lebih 58
kecil dari 0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan linier antara
motif emosional dan motif rasional dengan loyalitas sikap.
Berdasarkan hasil uji prasyarat regresi dapat diketahui bahwa data penelitian ini memenuhi syarat untuk dilakukan uji regresi. Hasil pengujian regresi model 1 dapat dilihat pada Tabel 5.14 berikut ini.
Tabel 5.14 Hasil Pengujian Regresi Pada Model I
Variabel Independen Koefisien Regresi t hitung Konstanta 0,943 3,531*** Motif emosional (X1) 0,418 7,001*** Motif rasional (X2) 0,383 8,888*** F hitung = 84,941 Sig. F = 0,000 R2 Adjusted = 0,629 Keterangan: *** : signifikan pada p < 0,01
Persamaan regresi untuk model 1 yang dapat terbentuk yaitu:
*** *** Y = 0,943 + 0,418 X1 + 0,383 X2 dimana:
Y : loyalitas pada aras sikap
X1 : motif emosional
X2 : motif rasional
Adapun analisis hasil pengujian regresi tersebut adalah sebagai berikut.
59
a. Uji t
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah motif emosional dan
motif rasional mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial
terhadap loyalitas sikap. Kriteria pengujiannya yaitu jika sig. t < 0,05
maka hipotesis penelitian dapat diterima.
1. Pengujian Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama penelitian ini menyatakan motif emosional
mempengaruhi loyalitas dalam aras sikap dari supporter tim sepak
bola. Hasil pengujian (Tabel 5.14) menunjukkan sig. t variabel
motif emosional sebesar 0,000. Oleh karena sig t < 0,05 maka
dapat disimpulkan hipotesis pertama diterima yang berarti motif
emosional mempengaruhi loyalitas dalam aras sikap dari supporter
tim sepak bola.
2. Pengujian Hipotesis Kedua
Hipotesis kedua penelitian ini menyatakan motif rasional
mempengaruhi loyalitas dalam aras sikap dari supporter tim sepak
bola. Hasil pengujian (Tabel 5.14) menunjukkan sig. t variabel
motif rasional sebesar 0,000. Oleh karena sig t < 0,05 maka dapat
disimpulkan hipotesis kedua diterima yang berarti motif rasional
mempengaruhi loyalitas dalam aras sikap dari supporter tim sepak
bola.
60
b. Uji F
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah motif emosional dan
motif rasional mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-
sama terhadap loyalitas sikap. Kriteria pengujiannya yaitu jika sig. F <
0,05 maka dapat disimpulkan motif emosional dan motif rasional
mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap
loyalitas sikap.
Berdasarkan Tabel 5.14 dapat diketahui bahwa sig. F sebesar
0,000. Oleh karena sig < 0,05 maka dapat disimpulkan motif
emosional dan motif rasional mempunyai pengaruh yang signifikan
secara bersama-sama terhadap loyalitas sikap.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh motif emosional dan
motif rasional secara bersama-sama terhadap loyalitas sikap, dapat
dilihat dari koefisien determinasi (nilai R Adjusted). Nilai Adjusted
yang diperoleh sebesar 0,629 atau sebesar 62,9%. Nilai ini
menunjukkan besarnya pengaruh motif emosional dan motif rasional
terhadap loyalitas sikap yaitu sebesar 62,9%. Artinya masih terdapat
faktor lain yang mempengaruhi loyalitas sikap di luar faktor-faktor
yang telah diuji yaitu sebesar 37,1%.
5. Pengujian Hipotesis Ketiga
Model kedua penelitian ini adalah loyalitas pada aras sikap
berpengaruh positif pada loyalitas pada aras perilaku. Untuk menguji 61
model kedua penelitian ini digunakan analisis regresi linear berganda.
Empat (4) prasyarat regresi yang harus dipenuhi adalah: a. Homoskedastisitas
Hasil pengujian heteroskedastisitas model kedua memperoleh
nilai signifikansi variabel loyalitas sikap sebesar 0,506. Oleh karena
nilai signifikansi variabel independen tersebut lebih besar dari 0,05;
berarti bahwa tidak terjadi gejala heteroskedastisitas dalam penelitian
ini. b. Tidak ada hubungan antara variabel independen
Pada model kedua ini, variabel independen hanya ada satu
sehingga tidak perlu dilakukan uji hubungan antara variabel
independen. c. Adanya hubungan linier variabel independen dengan variabel terikat
Hasil pengujian linieritas model kedua memperoleh nilai
signifikansi variabel loyalitas sikap sebesar 0,000. Oleh karena nilai
signifikansi variabel independen tersebut lebih kecil dari 0,05 yang
berarti bahwa terdapat hubungan linier antara loyalitas sikap dengan
loyalitas perilaku.
Berdasarkan hasil uji prasyarat regresi dapat diketahui bahwa data penelitian ini memenuhi syarat untuk dilakukan uji regresi. Hasil pengujian regresi model 2 dapat dilihat pada Tabel 5.15 berikut ini. 62
Tabel 5.15 Hasil Pengujian Regresi Pada Model II
Variabel Independen Koefisien Regresi t hitung Konstanta -2,550 -7,022*** Loyalitas sikap (X) 1,528 17,785*** F hitung = 316,313 Sig. F = 0,000 R2 Adjusted = 0,761 Keterangan: *** : signifikan pada p < 0,01
Persamaan regresi untuk model 2 yang dapat terbentuk yaitu:
Y = -2,550 + 1,528 X*** dimana:
Y : loyalitas pada aras perilaku
X : loyalitas pada aras sikap
Untuk menguji hipotesis ketiga bahwa loyalitas pada aras sikap berpengaruh positif pada loyalitas pada aras perilaku digunakan uji t.
Kriteria pengujiannya yaitu jika sig. t < 0,05 maka hipotesis penelitian dapat diterima.
Hasil pengujian (Tabel 5.15) menunjukkan sig. t variabel loyalitas sikap sebesar 0,000. Oleh karena sig t < 0,05 maka dapat disimpulkan hipotesis ketiga diterima yang berarti loyalitas pada aras sikap berpengaruh positif pada loyalitas pada aras perilaku.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh loyalitas sikap terhadap loyalitas perilaku, dapat dilihat dari koefisien determinasi (nilai R
Adjusted). Nilai Adjusted yang diperoleh sebesar 0,761 atau sebesar
76,1%. Nilai ini menunjukkan besarnya pengaruh loyalitas sikap terhadap 63
loyalitas perilaku yaitu sebesar 76,1%. Artinya masih terdapat faktor lain
yang mempengaruhi loyalitas perilaku di luar faktor loyalitas sikap yaitu
sebesar 23,9%.
B. Pembahasan
Hasil pengujian model pertama menggunakan analisis regresi linear
berganda, memperoleh kesimpulan motif emosional dan motif rasional secara
parsial maupun secara bersama-sama mempengaruhi loyalitas dalam aras
sikap supporter tim sepak bola. Kesimpulan secara parsial dilihat dari hasil
pengujian model pertama bahwa secara parsial, sig. t variabel motif emosional
sebesar 0,000 (sig t < 0,05) dan sig. t variabel motif rasional juga sebesar
0,000 (sig t < 0,05). Sementara kesimpulan secara bersama-sama dilihat dari
hasil uji F yang memperoleh hasil yaitu sig. F sebesar 0,000 (sig < 0,05).
Berdasarkan hasil pengujian model pertama tersebut, khususnya
pengujian hipotesis pertama, terbukti bahwa motif emosional mempengaruhi
loyalitas dalam aras sikap dari supporter tim sepak bola, yang berarti hipotesis
pertama diterima. Sedangkan arah pengaruh motif emosional terhadap
loyalitas sikap supporter yaitu positif yang dapat dilihat dari koefisien
regresinya yaitu +0,418. Jadi dapat disimpulkan motif emosional berpengaruh
positif terhadap loyalitas dalam aras sikap supporter tim sepak bola. Hasil ini
menunjukkan semakin kuat motif emosional supporter maka semakin tinggi
loyalitas sikapnya, atau sebaliknya. 64
Motif emosional mengandung arti bahwa para konsumen memilih sasaran menurut kriteria pribadi atau subyektif. Dari pengertian motif emosional ini, dapat terlihat adanya hubungan antara motif emosional dengan loyalitas sikap konsumen. Jika konsumen memilih sesuatu produk karena sesuai dengan kriterianya maka sikap konsumen terhadap produk tersebut semakin positif. Begitu pula dengan supporter tim sepak bola bahwa bila sebagai supporter PSS Sleman, mereka merasa diakui sebagai penggemar bola dan diterima oleh kelompok supporter maka supporter tersebut akan semakin bangga terhadap tim PSS Sleman dan akan selalu siap memberi dukungan terhadap tim PSS Sleman. Dalam hal ini dapat dikatakan supporter memiliki sikap yang positif terhadap tim PSS Sleman. Apalagi bila didukung karena faktor fanatisme kedaerahan yaitu karena tim berasal dari daerah yang sama dengan supporter dan merasa nyaman serta senang menonton pertandingan tim PSS Sleman, maka supporter akan lebih bangga terhadap tim PSS Sleman.
Dari hasil pengujian model pertama pula, khususnya pengujian hipotesis kedua, terbukti bahwa motif rasional mempengaruhi loyalitas dalam aras sikap dari supporter tim sepak bola, yang berarti hipotesis kedua diterima. Sedangkan arah pengaruh motif rasional terhadap loyalitas sikap supporter yaitu positif yang dapat dilihat dari koefisien regresinya yaitu
+0,383. Jadi dapat disimpulkan motif rasional berpengaruh positif terhadap loyalitas dalam aras sikap supporter tim sepak bola. Hasil ini menunjukkan semakin kuat motif rasional supporter maka semakin tinggi loyalitas sikapnya, atau sebaliknya. 65
Motif rasional dalam pengertian ekonomi tradisional menganggap bahwa para konsumen berperilaku rasional jika mereka secara teliti mempertimbangkan semua alternatif, dan memilih alternatif kegunaan yang terbesar kepada mereka. Semakin besar kegunaan bagi mereka maka akan sikapnya akan semakin positif. Begitu pula bila para supporter tim sepak bola
“Slemania” memilih mendukung tim PSS Sleman karena menurut mereka tim tersebut memiliki kualitas permainan tim dan kualitas pelatih yang baik, manajemen baik, harga tiket yang terjangkau dan jadwal pertandingan yang mendukung maka supporter tersebut akan semakin bangga terhadap tim PSS
Sleman dan akan selalu siap memberi dukungan terhadap tim PSS Sleman.
Dalam hal ini dapat dikatakan supporter memiliki sikap yang positif terhadap tim PSS Sleman.
Motif emosional dan motif rasional mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap loyalitas sikap (sig F < 0,05), dimana besarnya pengaruh motif emosional dan motif rasional terhadap loyalitas sikap yaitu sebesar 62,9%. Artinya masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi loyalitas sikap di luar faktor-faktor yang telah diuji yaitu sebesar 37,1%, misalnya pengaruh teman (pengaruh kelompok masyarakat lain), dan lain-lain.
Loyalitas sikap yang terbentuk dari motif emosional dan motif rasional dapat berpengaruh positif terhadap loyalitas perilaku supporter. Hal ini dapat terlihat dari hasil pengujian hipotesis ketiga yang memperoleh kesimpulan bahwa loyalitas pada aras sikap berpengaruh positif pada loyalitas pada aras perilaku (sig t < 0,05), dengan besarnya pengaruh loyalitas sikap terhadap 66
loyalitas perilaku yaitu sebesar 76,1%. Ini menunjukkan tingginya pengaruh loyalitas sikap terhadap loyalitas perilaku. Hasil ini didukung oleh teori loyalitas pelanggan menurut Dick&Basu (dalam Fandi, 2000) yaitu loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek dan pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Artinya sikap yang positif dari para supporter PSS Sleman seperti tidak anarkis, bangga terhadap tim dan selalu siap memberi dukungan pada tim akan tercermin pada perilakunya yaitu selalu menonton secara langsung maupun tidak langsung setiap pertandingan tim
PSS Sleman, menjadi anggota Slemania dan memberi dukungan moril maupun finansial kepada tim.
Berdasarkan tanggapan responden terhadap pernyataan tentang loyalitas sikap dan perilaku, dapat diketahui sebagian besar supporter Slemania
Yogyakarta memiliki loyalitas sikap yang cenderung sangat tinggi dengan rata-rata skor 21,03. Sementara loyalitas perilaku supporter Slemania
Yogyakarta adalah tinggi dengan rata-rata skor sebesar 23,25. Sesuai dengan hasil pengujian hipotesis ketiga bahwa loyalitas pada aras sikap berpengaruh positif pada loyalitas pada aras perilaku, maka untuk dapat meningkatkan loyalitas perilaku supporter Slemania maka manajemen tim PSS Sleman sebaiknya dapat memenuhi keinginan (harapan) agar loyalitas sikap supporter semakin meningkat. Dari motif emosional, hal yang dinilai paling rendah adalah faktor fanatisme dengan rata-rata skor sebesar 4,17. Untuk dapat meningkatkan loyalitas sikap supporter Slemania dari sisi motif emosional, 67
maka sebaiknya manajemen tim PSS Sleman tidak terlalu menonjolkan kedaerahan karena dapat dimungkinkan supporter Slemania tidak hanya berasal dari daerah Sleman saja. Sementara dari motif rasional, hal yang dinilai paling rendah adalah kualitas pelatih dengan rata-rata skor sebesar 3,8.
Untuk dapat meningkatkan loyalitas sikap supporter Slemania dari sisi motif rasional, maka sebaiknya pelatih tim PSS Sleman meningkatkan kualitas dalam melatih timnya.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian ketiga hipotesis penelitian ini, peneliti
dapat mengambil kesimpulan yaitu:
1. a. Motif emosional berpengaruh positif terhadap loyalitas dalam aras
sikap supporter PSS Sleman. Artinya semakin kuat motif emosional
supporter maka semakin tinggi loyalitas sikapnya.
b. Motif rasional berpengaruh positif terhadap loyalitas dalam aras sikap
supporter PSS Sleman. Artinya semakin kuat motif rasional supporter
maka semakin tinggi loyalitas sikapnya.
c. Motif emosional dan motif rasional berpengaruh secara bersama-sama
terhadap loyalitas dalam aras sikap supporter PSS Sleman.
2. Loyalitas pada aras sikap berpengaruh secara positif pada loyalitas dalam
aras perilaku. Artinya semakin tinggi loyalitas sikap supporter PSS
Sleman maka semakin tinggi loyalitas perilaku supporter tersebut.
B. Saran
1. Hasil penelitian menunjukkan motif emosional dan motif rasional
berpengaruh positif terhadap loyalitas dalam aras sikap supporter tim
sepak bola. Untuk itu, dalam upaya meningkatkan loyalitas supporter
maka manajemen tim PSS Sleman sebaiknya dapat memberikan motivasi
68 69
pada supporter, baik dari motif emosional maupun motif rasional.
Misalnya dari motif emosional, sebaiknya manajemen tim PSS Sleman
tidak terlalu menonjolkan kedaerahan karena dapat dimungkinkan
supporter Slemania tidak hanya berasal dari daerah Sleman saja.
Sementara dari motif rasional, sebaiknya pelatih tim PSS Sleman
meningkatkan kualitas dalam melatih timnya yaitu dengan lebih banyak
membaca atau belajar dari pelatih yang lebih senior.
2. Supporter yang loyal akan siap memberikan dukungan moril maupun
finansial kepada tim yang didukungnya. Untuk itu, manajemen tim
sepakbola dapat menghasilkan dana bagi operasional tim dengan cara
membuat dan memasarkan merchandise, souvenir dan atribut yang
menonjolkan merek PSS. Selain tim, supporter juga diuntungkan yaitu
dengan menggunakan atribut tersebut, supporter akan merasa lebih
diterima dalam kelompoknya.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Peneliti tidak melakukan wawancara langsung kepada supporter Slemania
sehingga informasi yang diperoleh tidak terlalu mendalam.
2. Penelitian ini menggunakan teknik random sampling (probability) dalam
pemilihan responden yang dapat mewakili keseluruhan supporter
Slemania yang berarti penelitian ini tidak meneliti seluruh supporter
Slemania karena adanya keterbatasan waktu, tenaga dan biaya
70
DAFTAR PUSTAKA
Hanna dan Wozniak. (2007). Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia.
Kotler, Philip. (2002). Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: Indeks Kelompok Gramedia.
Kuncoro, Mudrajad. (2003). Metode Kuantitatif, Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Louden dan Bitta. (2001). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Gramedia.
Mowen C., John dan Minor, Michael. (2001). Perilaku Konsumen. Jakarta: Erlangga.
Pedoman Penulisa Skripsi Universitas Sanata Dharma. (2004). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Sugiyono. (2000). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2001). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Surapto. J. (2001). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan, Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Thurstone. (2001). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Indeks Kelompok Gramedia.
Tjiptono, Fandy. (2000). Strategi Bisnis. Yogyakarta: ANDI OFFSET.
Triton. P. B. (2006). SPSS 13.0 Terapan Riset Statistik Parametrik.. Yogyakarta: Andi Offset.
Wahyuni, Salamah. (1993). Metode Penelitian Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Andy
Uji Validitas Variabel Motif Emosional
Correlations
total2 b1 Pearson Correlation .774** Sig. (2-tailed) .000 N 100 b2 Pearson Correlation .800** Sig. (2-tailed) .000 N 100 b3 Pearson Correlation .755** Sig. (2-tailed) .000 N 100 b4 Pearson Correlation .748** Sig. (2-tailed) .000 N 100 b5 Pearson Correlation .691** Sig. (2-tailed) .000 N 100 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2 il d)
Uji Reliabilitas Variabel Motif Emosional
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N % Cases Valid 100 100.0 Excludeda 0 .0 Total 100 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .801 5
Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted b1 16.93 3.096 .558 .789 b2 16.89 3.533 .677 .737 b3 16.89 3.654 .611 .756 b4 16.87 3.690 .604 .759 b5 16.82 3.907 .537 .778
Uji Validitas Variabel Motif Rasional
Correlations
total1 a1 Pearson Correlation .879** Sig. (2-tailed) .000 N 100 a2 Pearson Correlation .875** Sig. (2-tailed) .000 N 100 a3 Pearson Correlation .862** Sig. (2-tailed) .000 N 100 a4 Pearson Correlation .818** Sig. (2-tailed) .000 N 100 a5 Pearson Correlation .808** Sig. (2-tailed) .000 N 100 a6 Pearson Correlation .744** Sig. (2-tailed) .000 N 100 a7 Pearson Correlation .848** Sig. (2-tailed) .000 N 100 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2 il d)
Uji Reliabilitas Variabel Motif Rasional
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N % Cases Valid 100 100.0 Excludeda 0 .0 Total 100 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .925 7
Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted a1 23.50 14.596 .829 .907 a2 23.51 14.353 .820 .908 a3 23.55 14.997 .810 .909 a4 23.43 15.480 .755 .915 a5 23.28 15.093 .734 .916 a6 23.36 15.081 .637 .928 a7 23.47 14.898 .788 .911
Uji Validitas Variabel Loyalitas Sikap
Correlations
total3 c1 Pearson Correlation .768** Sig. (2-tailed) .000 N 100 c2 Pearson Correlation .818** Sig. (2-tailed) .000 N 100 c3 Pearson Correlation .766** Sig. (2-tailed) .000 N 100 c4 Pearson Correlation .747** Sig. (2-tailed) .000 N 100 c5 Pearson Correlation .716** Sig. (2-tailed) .000 N 100 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2 il d)
Uji Reliabilitas Variabel Loyalitas Sikap
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N % Cases Valid 100 100.0 Excludeda 0 .0 Total 100 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .819 5
Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted c1 16.93 3.157 .617 .782 c2 16.84 2.903 .677 .763 c3 16.80 3.313 .638 .778 c4 16.68 3.291 .601 .787 c5 16.87 3.246 .535 .807
Uji Validitas Variabel Loyalitas Perilaku
Correlations
total4 d1 Pearson Correlation .808** Sig. (2-tailed) .000 N 100 d2 Pearson Correlation .874** Sig. (2-tailed) .000 N 100 d3 Pearson Correlation .833** Sig. (2-tailed) .000 N 100 d4 Pearson Correlation .849** Sig. (2-tailed) .000 N 100 d5 Pearson Correlation .917** Sig. (2-tailed) .000 N 100 d6 Pearson Correlation .861** Sig. (2-tailed) .000 N 100 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2 il d)
Uji Reliabilitas Variabel Loyalitas Perilaku
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N % Cases Valid 100 100.0 Excludeda 0 .0 Total 100 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .927 6
Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted d1 19.45 15.159 .722 .923 d2 19.41 14.790 .816 .911 d3 19.30 15.505 .765 .918 d4 19.31 14.842 .778 .916 d5 19.55 13.543 .869 .903 d6 19.23 14.664 .794 .913
Karakteristik Responden
Jenis Kelamin
Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid Pria 77 77.0 77.0 77.0 Wanita 23 23.0 23.0 100.0 Total 100 100.0 100.0
Usia (Tahun)
Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid < 20 37 37.0 37.0 37.0 20 - 30 39 39.0 39.0 76.0 >30 - 40 18 18.0 18.0 94.0 > 40 6 6.0 6.0 100.0 Total 100 100.0 100.0
Pendidikan Terakhir
Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid SMP 18 18.0 18.0 18.0 SMA 49 49.0 49.0 67.0 Sarjana 31 31.0 31.0 98.0 Lain-lain 2 2.0 2.0 100.0 Total 100 100.0 100.0
Pekerjaan
Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid PNS 5 5.0 5.0 5.0 Swasta 14 14.0 14.0 19.0 Wiraswasta 18 18.0 18.0 37.0 Pelajar/Mhs 45 45.0 45.0 82.0 Lain-lain 18 18.0 18.0 100.0 Total 100 100.0 100.0
Descriptives
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Motif Emosional 100 13 25 21.10 2.307 Motif Rasional 100 14 35 27.35 4.480 Loyalitas Sikap 100 14 25 21.03 2.181 Loyalitas Perilaku 100 8 30 23.25 4.576
Pengujian Asumsi Klasik Model 1
Uji Heteroskedastisitas
Correlations
abs_res1 Spearman's rho Motif Emosional Correlation Coefficient -.154 Sig. (2-tailed) .127 N 100 Motif Rasional Correlation Coefficient .024 Sig. (2-tailed) .810 N 100
Uji Multikolinearitas
Variables Entered/Removedb
Variables Model Variables Entered Removed Method 1 Motif Rasional, a . Enter Motif Emosional a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Loyalitas Sikap
Model Summaryb
R Adjusted Std. Error of Durbin- Model R Square R Square the Estimate Watson 1 .798a .637 .629 .2657 1.681 a. Predictors: (Constant), Motif Rasional, Motif Emosional b. Dependent Variable: Loyalitas Sikap
ANOVAb
Sum of Model Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 11.990 2 5.995 84.941 .000a Residual 6.846 97 .071 Total 18.836 99 a. Predictors: (Constant), Motif Rasional, Motif Emosional b. Dependent Variable: Loyalitas Sikap
Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity Coefficients Coefficients Statistics Toler Model B Std. Error Beta t Sig. ance VIF 1 (Constant) .943 .267 3.531 .001 Motif Emosional .418 .060 .443 7.001 .000 .937 1.07 Motif Rasional .383 .043 .562 8.888 .000 .937 1.07 a. Dependent Variable: Loyalitas Sikap
Uji Linieritas
Motif Emosional – Loyalitas Sikap
ANOVA Table
Sum of Mean Squares df Square F Sig. Loyalitas Between (Combined) 8.934 10 .893 8.030 .000 Sikap * Groups Linearity 6.414 1 6.414 57.649 .000 Motif Deviation from Linearity 2.520 9 .280 2.517 .013 Emosional Within Groups 9.902 89 .111 Total 18.836 99
Measures of Association
R R Squared Eta Eta Squared Loyalitas Sikap * .584 .341 .689 .474 Motif Emosional
Motif Rasional – Loyalitas Sikap
ANOVA Table
Sum of Mean Squares df Square F Sig. Loyalitas Between (Combined) 11.220 19 .591 6.203 .000 Sikap * Groups Linearity 8.531 1 8.531 89.614 .000 Motif Deviation from Linearity 2.689 18 .149 1.569 .089 Rasional Within Groups 7.616 80 .095 Total 18.836 99
Measures of Association
R R Squared Eta Eta Squared Loyalitas Sikap .673 .453 .772 .596 * Motif Rasional
Regression Model 1
Variables Entered/Removedb
Variables Model Variables Entered Removed Method 1 Motif Rasional, a . Enter Motif Emosional a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Loyalitas Sikap
Model Summary
Adjusted Std. Error of Model R R Square R Square the Estimate 1 .798a .637 .629 .2657 a. Predictors: (Constant), Motif Rasional, Motif Emosional
ANOVAb
Sum of Model Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 11.990 2 5.995 84.941 .000a Residual 6.846 97 .071 Total 18.836 99 a. Predictors: (Constant), Motif Rasional, Motif Emosional b. Dependent Variable: Loyalitas Sikap
Coefficientsa
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) .943 .267 3.531 .001 Motif Emosional .418 .060 .443 7.001 .000 Motif Rasional .383 .043 .562 8.888 .000 a. Dependent Variable: Loyalitas Sikap
Pengujian Asumsi Klasik Model 2
Uji Heteroskedastisitas
Correlations
abs_res2 Spearman's rho Loyalitas Sikap Correlation Coefficient -.067 Sig. (2-tailed) .506 N 100
Uji Linieritas
ANOVA Table
Sum of Mean Squares df Square F Sig. Loyalitas Between (Combined) 49.640 9 5.516 62.549 .000 Perilaku * Groups Linearity 43.957 1 43.957 498.496 .000 Loyalitas Deviation from Linearity 5.683 8 .710 8.056 .000 Sikap Within Groups 7.936 90 .088 Total 57.576 99
Measures of Association
R R Squared Eta Eta Squared Loyalitas Perilaku .874 .763 .929 .862 * Loyalitas Sikap
Regression Model 2
Variables Entered/Removedb
Variables Variables Model Entered Removed Method 1 Loyalitas a . Enter Sikap a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Loyalitas Perilaku
Model Summary
Adjusted Std. Error of Model R R Square R Square the Estimate 1 .874a .763 .761 .373 a. Predictors: (Constant), Loyalitas Sikap
ANOVAb
Sum of Model Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 43.957 1 43.957 316.313 .000a Residual 13.619 98 .139 Total 57.576 99 a. Predictors: (Constant), Loyalitas Sikap b. Dependent Variable: Loyalitas Perilaku
Coefficientsa
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) -2.550 .363 -7.022 .000 Loyalitas Sikap 1.528 .086 .874 17.785 .000 a. Dependent Variable: Loyalitas Perilaku
Tabel t
α df 0.10 0.05 0.025 0.01 0.005 10 1.372 1.812 2.228 2.764 3.169 15 1.341 1.753 2.131 2.602 2.947 20 1.325 1.725 2.086 2.528 2.845 25 1.316 1.708 2.060 2.485 2.787 30 1.310 1.697 2.042 2.457 2.750 35 1.306 1.690 2.030 2.438 2.724 40 1.303 1.684 2.021 2.423 2.704 45 1.301 1.679 2.014 2.412 2.690 50 1.299 1.676 2.009 2.403 2.678 55 1.297 1.673 2.004 2.396 2.668 60 1.296 1.671 2.000 2.390 2.660 65 1.295 1.669 1.997 2.385 2.654 70 1.294 1.667 1.994 2.381 2.648 75 1.293 1.665 1.992 2.377 2.643 80 1.292 1.664 1.990 2.374 2.639 85 1.292 1.663 1.988 2.371 2.635 90 1.291 1.662 1.987 2.368 2.632 91 1.291 1.662 1.986 2.368 2.631 92 1.291 1.662 1.986 2.368 2.630 93 1.291 1.661 1.986 2.367 2.630 94 1.291 1.661 1.986 2.367 2.629 95 1.291 1.661 1.985 2.366 2.629 96 1.290 1.661 1.985 2.366 2.628 97 1.290 1.661 1.985 2.365 2.627 98 1.290 1.661 1.984 2.365 2.627 99 1.290 1.660 1.984 2.365 2.626 100 1.290 1.660 1.984 2.364 2.626 105 1.290 1.659 1.983 2.362 2.623 110 1.289 1.659 1.982 2.361 2.621 115 1.289 1.658 1.981 2.359 2.619 120 1.289 1.658 1.980 2.358 2.617
Sumber: Ekonometrika Dasar, Damodar Gujarati, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2004
Tabel F α = 5%
df1 df2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 10 4.965 4.103 3.708 3.478 3.326 3.217 3.135 3.072 3.020 2.978 15 4.543 3.682 3.287 3.056 2.901 2.790 2.707 2.641 2.588 2.544 20 4.351 3.493 3.098 2.866 2.711 2.599 2.514 2.447 2.393 2.348 25 4.242 3.385 2.991 2.759 2.603 2.490 2.405 2.337 2.282 2.236 30 4.171 3.316 2.922 2.690 2.534 2.421 2.334 2.266 2.211 2.165 35 4.121 3.267 2.874 2.641 2.485 2.372 2.285 2.217 2.161 2.114 40 4.085 3.232 2.839 2.606 2.449 2.336 2.249 2.180 2.124 2.077 45 4.057 3.204 2.812 2.579 2.422 2.308 2.221 2.152 2.096 2.049 50 4.034 3.183 2.790 2.557 2.400 2.286 2.199 2.130 2.073 2.026 55 4.016 3.165 2.773 2.540 2.383 2.269 2.181 2.112 2.055 2.008 60 4.001 3.150 2.758 2.525 2.368 2.254 2.167 2.097 2.040 1.993 65 3.989 3.138 2.746 2.513 2.356 2.242 2.154 2.084 2.027 1.980 70 3.978 3.128 2.736 2.503 2.346 2.231 2.143 2.074 2.017 1.969 75 3.968 3.119 2.727 2.494 2.337 2.222 2.134 2.064 2.007 1.959 80 3.960 3.111 2.719 2.486 2.329 2.214 2.126 2.056 1.999 1.951 85 3.953 3.104 2.712 2.479 2.322 2.207 2.119 2.049 1.992 1.944 90 3.947 3.098 2.706 2.473 2.316 2.201 2.113 2.043 1.986 1.938 91 3.946 3.097 2.705 2.472 2.315 2.200 2.112 2.042 1.984 1.936 92 3.945 3.095 2.704 2.471 2.313 2.199 2.111 2.041 1.983 1.935 93 3.943 3.094 2.703 2.470 2.312 2.198 2.110 2.040 1.982 1.934 94 3.942 3.093 2.701 2.469 2.311 2.197 2.109 2.038 1.981 1.933 95 3.941 3.092 2.700 2.467 2.310 2.196 2.108 2.037 1.980 1.932 96 3.940 3.091 2.699 2.466 2.309 2.195 2.106 2.036 1.979 1.931 97 3.939 3.090 2.698 2.465 2.308 2.194 2.105 2.035 1.978 1.930 98 3.938 3.089 2.697 2.465 2.307 2.193 2.104 2.034 1.977 1.929 99 3.937 3.088 2.696 2.464 2.306 2.192 2.103 2.033 1.976 1.928 100 3.936 3.087 2.696 2.463 2.305 2.191 2.103 2.032 1.975 1.927 105 3.932 3.083 2.691 2.458 2.301 2.186 2.098 2.028 1.970 1.922 110 3.927 3.079 2.687 2.454 2.297 2.182 2.094 2.024 1.966 1.918 115 3.924 3.075 2.683 2.451 2.293 2.178 2.090 2.020 1.962 1.914 120 3.920 3.072 2.680 2.447 2.290 2.175 2.087 2.016 1.959 1.910
Sumber: Ekonometrika Dasar, Damodar Gujarati, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2004
Tabel r α=5%
df r tabel df r tabel df r tabel
2 0.900 31 0.291 60 0.211 3 0.805 32 0.287 61 0.209 4 0.729 33 0.283 62 0.208 5 0.669 34 0.279 63 0.206 6 0.622 35 0.275 64 0.204 7 0.582 36 0.271 65 0.203 8 0.549 37 0.267 66 0.201 9 0.521 38 0.264 67 0.200 10 0.497 39 0.261 68 0.198 11 0.476 40 0.257 69 0.197 12 0.458 41 0.254 70 0.195 13 0.441 42 0.251 75 0.189 14 0.426 43 0.248 80 0.183 15 0.412 44 0.246 85 0.178 16 0.400 45 0.243 90 0.173 17 0.389 46 0.240 91 0.172 18 0.378 47 0.238 92 0.171 19 0.369 48 0.235 93 0.170 20 0.360 49 0.233 94 0.169 21 0.352 50 0.231 95 0.168 22 0.344 51 0.228 96 0.167 23 0.337 52 0.226 97 0.166 24 0.330 53 0.224 98 0.165 25 0.323 54 0.222 99 0.165 26 0.317 55 0.220 100 0.164 27 0.312 56 0.218 101 0.163 28 0.306 57 0.216 102 0.162 29 0.301 58 0.214 103 0.161 30 0.296 59 0.213 104 0.161 Sumber: Aplikasi Analisis Multivariat, Imam Ghozali, BP Undip, Semarang, 2009