PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

PENGGAMBARAN SOSOK MUSUH DALAM FILM SUPERHERO Kritik Ideologi atas Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X

Tesis

Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Magister Humaniora (M. Hum.) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Oleh : Nicolaus Gogor Seta Dewa 116322019

Program Pasca Sarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2015 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

PENGGAMBARAN SOSOK MUSUH DALAM FILM SUPERHERO Kritik Ideologi atas Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X

Tesis

Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Magister Humaniora (M. Hum.) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Oleh : Nicolaus Gogor Seta Dewa 116322019

Program Pasca Sarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2015

i PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

ii PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

iii PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Nicolaus Gogor Seta Dewa NIM : 116322019 Program : Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas : Sanata Dharma Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis

Judul : Penggambaran Sosok Musuh dalam Film Superhero: Kritik Ideologi atas Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X Pembimbing : 1. Dr. FX. Baskara T. Wardaya, S.J. 2. Dr. St. Sunardi Tanggal diuji : 27 Januari 2015

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Di dalam skripsi/karya tulis/makalah ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis aslinya.

Apabila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, termasuk pencabutan gelar Magister Humaniora (M.Hum.) yang telah saya peroleh.

Yogyakarta, 27 Februari 2015 Yang memberikan pernyataan

Nicolaus Gogor Seta Dewa

iv PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Nama : Nicolaus Gogor Seta Dewa NIM : 116322019 Program : Program Magister Ilmu Religi dan Budaya

Demi keperluan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah yang berjudul:

PENGGAMBARAN SOSOK MUSUH DALAM FILM SUPERHERO: KRITIK IDEOLOGI ATAS BATMAN BEGINS, THE DARK KNIGHT, DAN MADAME X

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lainnya demi kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya atau memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di: Yogyakarta Pada tanggal: 27 Februari 2015

Yang menyatakan

Nicolaus Gogor Seta Dewa

v PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Kata Pengantar

Penulisan tesis adalah suatu proses yang penuh liku dan cobaan. Akan tetapi ketika sudah berhasil melewatinya, ada kepuasan tersendiri yang juga bercampur dengan ketidakpuasan karena hasilnya sebenarnya masih bisa ditingkatkan. Yang terpenting adalah di sini saya pernah belajar melakukan latihan proses akademik yang sangat berharga. Karena itulah saya ingin bersyukur dan berterima kasih kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam penulisan tesis ini.

Pada kesempatan ini, saya ingin berterima kasih yang sebesar-besarnya pada pembimbing utama saya, Dr. Baskara T. Wardaya, yang selalu memberi pengarahan yang berharga dalam penulisan tesis ini, terutama dalam bentuk ide, saran, koreksi kebahasaan, dan penajaman materi sehingga tesis ini dapat lebih fokus dari bentuk awalnya. Kemudian kepada pembimbing kedua saya, Dr. St. Sunardi, yang mengajak sekaligus mengarahkan saya untuk mengeksplorasi teori dan pokok bahasan yang pada awalnya masih cukup sulit untuk saya praktikkan.

Terima kasih juga pada dosen-dosen IRB yang telah mengajarkan dan membuka wawasan saya tentang ilmu yang bagi saya masih baru sama sekali, namun begitu berkesan dan memberi cara berpikir yang berbeda: Dr. G. Budi Subanar, S.J., Dr. Katrin Bandel, Dr. B. Hari Juliawan, S.J., Dr. Bagus Laksana, S.J., Dr. Haryatmoko, S.J., Yustina Devi Ardhiani, M.Hum., dan Prof. Dr. Agustinus Supratiknya.

Saya juga ingin berterima kasih pada teman-teman saya di IRB yang memberi pengalaman kebersamaan dan intelektual: Emmanuel Satyo Yuwono dan CB. Ismulyadi (sahabat dalam berbagi ilmu dan semangat); Abdullah Totona dan Fredrik Lamser (kawan seperguruan), Imran, Arham Rahman, mbak Kurniasih, mbak Vini Oktaviani Hendayani, alm. mbak Julia Purwantini, pak Daryadi, pak Marsius Tinambunan, Wahmuji, dan Frans Pangrante. Untuk Azizah Nurul Laily, terima kasih atas motivasi dan penyertaan sehingga saya tidak kehilangan harapan untuk menyelesaikan tesis ini. Terima kasih pula pada mbak Desi dan mas Mulyadi yang juga selalu memberi semangat dan menambah suasana kekeluargaan di IRB.

vi PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Abstrak

Cerita-cerita superhero biasa dianggap sebagai ungkapan ketidakpuasan terhadap masalah sosial dan cara masyarakat berfantasi untuk menghadapi masalah tersebut. Akan tetapi, dalam perkembangannya banyak cerita superhero yang menggambarkan ketidakmampuan superhero dalam menjawab permasalahan. Cerita- cerita itu menjadi komentar dan kritik terhadap masalah politik dan sosial. Popularitas cerita superhero semakin terangkat setelah pergantian ke abad 21, dengan ditandai menjamurnya film-film superhero Hollywood yang sering merajai pendapatan box- office. Popularitas suatu genre film menandakan adanya suatu momen sosial yang sedang terjadi.

Tesis ini berusaha membaca film superhero dan wacana yang dibawa dengan melihat tiga contoh film superhero dari Amerika Serikat dan Indonesia, yaitu Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X. Penelitian ini berusaha melihat ideologi dalam ketiga film tersebut, dengan fokus pada sosok musuh yang digambarkan di situ. Sebelum masuk ke bagian tersebut, ketiga film superhero itu diteliti dengan metode analisis struktural naratif Roland Barthes. Analisis tersebut menjadi landasan pembacaan ideologi di tahap berikutnya, sekaligus utopia yang termasuk dalam konsep ideologi, budaya populer dengan menggunakan teori Douglas Kellner. Pembacaan itu dilakukan dengan melihat berbagai oposisi dan tema yang mengemuka dalam Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa ada pembangunan narasi yang antagonistik, berfokus pada sosok musuh yang berusaha dikalahkan. Ada ambivalensi yang terjadi baik dalam tokoh superhero maupun musuh. Superhero harus menempati ruang antara hukum dan kejahatan, sedangkan musuh memiliki idealisme yang ingin dibangun di masyarakat, sehingga pembedaan antara superhero dan musuh menjadi kabur. Yang ingin dibangun dari narasi semacam ini adalah harapan dapat mengatasi masalah sosial, tetapi tanpa melupakan eksplorasi agar masalah tidak hanya dipandang dari satu sisi. Hal itu juga memperlihatkan bahwa budaya media atau budaya populer tidak hanya mementingkan aspek hiburan, namun juga tidak lepas dari ideologi dan konteks sosialnya.

Kata kunci: film superhero, musuh, narasi, ideologi, utopia, budaya populer.

vii PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Abstract

Superhero stories are usually seen as an expression of disappointment of social problems and as a way for the society to fantasize of facing those problems. However, those stories are developing, showing how superheroes cannot finish the problems. Those stories become a commentary and critique on political and social issues. The popularity of superhero stories were expanding after 21st century, marked with a big number of Hollywood superhero films that rule the box-office. The popularity of a film genre is a sign that there is a social moment happening in the background.

This thesis tries to read superhero films and its discourses by examining three samples of superhero films from United States and Indonesia: Batman Begins, The Dark Knight, and Madame X. This research tries to examine the ideology in those films, focusing on the opponent represented there. The first step of the analysis is to use Roland Barthes' structural analysis of narrative on the films. This method acts as a foundation to ideological and utopian reading of popular culture using Douglas Kellner's theory. This reading is done with examining various oppositions and themes apparent in Batman Begins, The Dark Knight, and Madame X.

The result of this research shows that there is an antagonistic narrative building, focusing on the opponent that the superhero tries to defeat. There is ambivalence in the superhero and its opponent. Superheroes have to be in a space between the law and crime, and the opponents try to promote their idealism in the society, so the line between them becomes blurry. These narratives try to construct a hope of overcoming social problems, without singling out the explorations so that the problems are not seen with only one point of view. It also shows that media culture or popular culture does not only deal with entertainment aspect, but also cannot be separated with the ideology and the social context.

Key words: superhero films, opponent, narrative, ideology, utopia, popular culture.

viii PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Daftar Isi

Judul i Persetujuan ii Pengesahan iii Pernyataan Keaslian iv Pernyataan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis v Kata Pengantar vi Abstrak vii Abstract viii Daftar isi ix Daftar Gambar xi Daftar Tabel xii

BAB I PENDAHULUAN...... 1 1. Latar Belakang ...... 1 2. Rumusan Masalah ...... 11 3. Tujuan Penelitian ...... 11 4. Pentingnya Penelitian...... 11 5. Tinjauan Pustaka ...... 12 6. Kerangka Teoretis ...... 16 6.1. Analisis Naratif dalam Kajian Budaya ...... 16 6.2. Analisis Struktural Naratif Roland Barthes ...... 19 6.3. Budaya Media sebagai Medan Naratif, Ideologis, dan Utopis ...... 25 7. Metode Penelitian...... 32 8. Sistematika Penulisan ...... 33

BAB II SUPERHERO DAN PERKEMBANGANNYA ...... 34 1. Munculnya Superhero ...... 34 2. Superhero Amerika ...... 38 2.1. DC Comics...... 39 2.2. Marvel Comics...... 40 2.3. Periodisasi Komik Amerika...... 40 3. Superhero Jepang ...... 43 4. Superhero Indonesia...... 45 5. Konteks Perfilman Amerika Serikat dan Indonesia ...... 47

ix PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

5.1. Amerika dan Hollywood...... 47 5.2. Perfilman Indonesia Pasca Orde Baru ...... 48 6. Superhero dalam Film...... 50 7. Tiga Film yang Diteliti dalam Tesis Ini ...... 53 7.1. Batman Begins (2005) ...... 53 7.2. The Dark Knight (2008)...... 55 7.3. Madame X (2010)...... 57

BAB III ANALISIS NARATIF ATAS BATMAN BEGINS, THE DARK KNIGHT, DAN MADAME X...... 59 1. Batman Begins ...... 60 1.1. Sinopsis...... 60 1.2. Analisis Fungsional dan Indeksikal ...... 62 1.3. Analisis Tindakan dan Narasional ...... 74 2. The Dark Knight ...... 80 2.1. Sinopsis...... 80 2.2. Analisis Fungsional dan Indeksikal ...... 83 2.3. Analisis Tindakan dan Narasional ...... 94 3. Madame X...... 99 3.1. Sinopsis...... 99 3.2. Analisis Fungsional dan Indeksikal ...... 101 3.3. Analisis Tindakan dan Narasional ...... 112 4. Kesimpulan Analisis Naratif...... 116

BAB IV PENGGAMBARAN IDEOLOGI MUSUH DALAM FILM SUPERHERO ...... 118 1. Film Supehero sebagai Medan Ideologis ...... 118 1.1. Ketakutan ...... 119 1.2. Superhero dan Musuh dalam Ruang Liminal ...... 124 1.3. Penegakan Hukum ...... 129 1.4. Kelompok Dominan vs Inferior...... 132 1.5. Gender...... 135

x PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

2. Film Superhero dan Kekuasaan ...... 138 3. Jenis Musuh dan Ideologi ...... 145 4. Utopia dalam Film Superhero ...... 149

BAB V PENUTUP...... 157 DAFTAR PUSTAKA...... 165

Daftar Gambar 1. Diagram Aktan Greimas ...... 24 2. Wayne Tower di bagian awal, dan bagian akhir saat akan dihancurkan Ra's al-Ghul ...... 64 3. Orang tua Bruce dibunuh di daerah kumuh Gotham ...... 67 4. Bruce menyatu menyatu dengan ketakutannya...... 69 5. Batman menakuti musuhnya...... 71 6. Crane membuat Batman melihat ketakutannya...... 71 7. Batman kembali menjadi pengguna ketakutan ...... 73 8. Batman mendominasi musuhnya tetapi enggan membunuhnya ...... 74 9. Harvey Dent di babak pertama sebagai penegak hukum yang sempurna ...... 87 10. Para peniru ditempatkan bersama dengan penjahat lain sehingga tidak ada perbedaan di antara mereka ...... 88 11. Joker menertawakan ketidakmampuan Batman...... 89 12. Joker tidak takut tindakannya merugikan dirinya ...... 91 13. Kamera menyorot berputar seakan Joker tidak tergantung...... 92 14. Dua adegan paralel...... 93 15. Tayangan berita tentang ormas Bogem...... 103 16. Adam merasa beruntung memiliki orang-orang yang mau menerimanya.... 104 17. Kanjeng Badai mengintimidasi para waria ...... 105 18. Istri Kanjeng Badai membagikan pakaian untuk menutupi tubuh perempuan...... 106 19. Kanjeng Badai yang tampak lebih ramah dan dekat dengan masyarakat saat berkampanye...... 107

xi PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

20. Poster di Pusat Pelatihan Pemuda ...... 108 21. Harun disiksa ayahnya ...... 108 22. Bogem menyerang pertunjukan tari...... 109 23. Madame X membunuh lawannya...... 111 24. Madame X membuat musuh tidak berdaya...... 111 25. Adam menyobek gambar Partai Bangsa Bermoral ...... 112 26. Batman tidak menjadi diktator karena menyuruh Lucius Fox untuk menghancurkan alatnya...... 130 27. Wayne Tower yang megah dibandingkan dengan bagian Gotham yang kumuh...... 133 28. Tokoh wanita dalam tiga film ini berperan sebagai korban...... 137 29. Teknologi sebagai utopia untuk melawan kejahatan ...... 151

Daftar Tabel 1. Tabel Aktansial Batman Begins...... 75 2. Tabel Aktansial The Dark Knight ...... 94 3. Tabel Aktansial Madame X...... 112

xii PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

"Ada yang bilang negeri sekompleks ini dengan permasalahan sebanyak ini seharusnya yang dibutuhkan bukan hanya manusia biasa, tapi superhero."1 Demikian

Najwa Shihab memberi pendahuluan pada acara Mata Najwa di UGM pada tanggal 30

April 2014 sebelum bertanya siapa superhero favorit beberapa tokoh seperti Mahfud

MD, Chairul Tanjung, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Ridwan Kamil, dan Anies

Baswedan. Benarkah kita membutuhkan superhero? Benarkah superhero akan menjawab segala permasalahan kita layaknya seorang mesias?

Contoh situasi yang bisa dihubungkan dengan wacana superhero adalah kasus penyerangan tahanan di Lapas Cebongan Yogyakarta tanggal 23 Maret 2013 lalu.

Wacana yang terjadi ketika kejadian tersebut pertama diberitakan adalah tentang kecaman pada penyerangnya.2Akan tetapi, saat oknum Kopassus telah diketahui sebagai pelakunya, ada pergeseran yang terjadi, yaitu menjadi dukungan tentang pemberantasan premanisme.3Kopassus yang dulu dicurigai sebagai pelaku sebelumnya dianggap sebagai musuh, namun ketika terbongkar kenyataannya, beberapa orang mengelu- elukan mereka sebagai pahlawan ketika hukum dirasa tidak cukup untuk menyelesaikan masalah. Jadi siapakah yang sebenarnya dianggap pahlawan dan mana yang dianggap sebagai musuh? Setelah film Madame X tahun 2010, rencananya akanada juga film

1http://www.youtube.com/watch?v=rtilXtYc9t8 (diakses pada 1 September 2014) 2http://www.beritasatu.com/aktualitas/103832-aksi-solidaritas-di-bundaran-hi-kecam- penyerangan-lp-cebongan.html (diakses pada 10 Juni 2013) 3http://regional.kompas.com/read/2013/06/20/1245430/Elemen.Masyarakat.Teriakan.Hidup.Ko passus.di.Depan.Pengadilan. (diakses pada 10 Juni 2013)

1 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

tentang superhero Gundala. Apakah ini akan mengawali tren film superhero di

Indonesia? Superhero macam apa yang dirindukan atau dibutuhkan di Indonesia?

Manusia-manusia yang memiliki kekuatan di luar kemampuan manusia biasa, teknologi dan keahlian khusus, atau teknik bertempur maupunkekuatan magis, merupakan sebagian karakterisitik superhero yang hidup dalam budaya populer masyarakat, baik itu dalam komik, film, televisi,maupun yang lain.Hal-hal luar biasa tersebut merupakan sesuatu yang menarik bagi penikmat cerita-cerita superhero. Film- film superhero yang diproduksi Hollywood merupakan jaminan datangnya banyak penonton ke gedung bioskop, yang juga berarti banyak pemasukan bagi rumah produksinya. Film The Avengers yang dirilis bulan Mei 2012 lalu telah memecahkan rekor pendapatan akhir minggu terbanyak sepanjang masa, mengalahkan Harry Potter and the Deathly Hallows Part 2 yang keluar tahun 20114. Akan tetapi apa yang menyebabkan banyak orang menggemari film-film jenis ini? Sebenarnya apakah yang menarik dalam film-film superhero sehingga banyak orang rela mengantre untuk menonton?

Cerita-cerita yang ada dalam film-film superhero, khususnya di Amerika, sebagian besar diambil dari komik. Nama-nama seperti Superman, Batman, The Flash, dan Wonder Woman merupakan produk-produk DC Comics, sedangkan tokoh-tokoh seperti Spider-Man, Captain America, dan Hulk berada di bawah naungan Marvel

Comics.Akan tetapi ada juga cerita-cerita superhero yang dibuat original langsung ke film, atau bukan hasil adaptasi. Misalnya film Hancock dan serial televisi Heroes.

4http://boxofficemojo.com/alltime/weekends/pastrecords.htm (diakses pada 30 Mei 2013)

2 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Yang seragam dari kisah-kisah superhero tersebut adalah kemampuan mereka yang di luar manusia biasa. Ada yang digambarkan bisa terbang,memiliki tubuh sekeras baja, mampu bernapas dalam air, mengendalikan cuaca, dan lain-lain.Kekuatan atau karakteristik itu sedikit dapat dirangkum oleh Marco DiPaolo dalamkutipan buku War,

Politics, and Superheroes: Ethics and Propaganda in Comics and Filmsberikut ini:

Superhero narratives, as they are traditionally understood, involve colorfully garbed heroic icons that demonstrate uncanny strength, intelligence, supernatural powers, and near infallibility. Their amazing character traits may be a result of their divine or mythical origins. In contrast, there are other superheroes such as Iron Man and Green Lantern who are unremarkably “human”, but are made supremely powerful by access to advanced technology, or, through spending years mastering fighting techniques and honing detective skills(DiPaolo, 2011: 2).

DiPaolo menyatakan bahwa narasi-narasi superhero biasanya menggambarkan orang- orang dengan kekuatan fisik, kecerdasan, dan kekuatan supernatural yang luar biasa, hingga hampir mencapai kesempurnaan. Di situ digambarkan bahwa kekuatan mereka bisa berasal dari asal-usul kedewaan atau mistis, namun ada juga yang menjadi kuat karena teknologi atau keahlian bertarung.

Roz Kaveney mendefinisikan superhero dalam bukunya Superheroes! Capes and Crusaders in Comics and Films sebagai manusia dengan kekuatan yang melebihi kemampuan atau berbeda dari manusia biasa, yang dia gunakan untuk memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan melindungi orang tak bersalah. Seperti dapat dilihat dalam kutipan berikut:

A superhero is a man or woman with powers that are either massive extensions of human strengths and capabilities, or fundamentally different in kind, which she or he uses to fight for truth, justice and the protection of the innocent. A substantial minority of people without powers as such share a commitment to the superhero mission, so they are generally regarded as superheroes in spite of the absence of such powers(Kaveney, 2008: 4).

3 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Ada juga tokoh-tokoh yang tidak memiliki kekuatan semacam itu, tetapi berkomitmen seperti jenis tokoh sebelumnya, sehingga mereka tetap dianggap sebagai superhero.

Misalnya Batman yang seorang manusia biasa namun mempunyai keahlian bertarung dan dukungan teknologi.

Segala kekuatan itu digunakan untuk bisa melawan musuh-musuh mereka yang tidak kalah sakti atau ahli dari mereka. Adanya musuh-musuh bebuyutan yang juga memiliki kekuatan super (super-villain) ini adalah salah satu kesamaan yang lain dalam cerita-cerita superhero. Tokoh-tokoh itu biasanya digambarkan mengenakan kostum khusus yang berfungsi agar sosok mereka dapat dikenali, sekaligus untuk menyembunyikan identitas asli mereka. Kemudian, walaupun digambarkan sangat kuat, mereka biasanya masih memiliki suatu kelemahan khusus. Misalnya Superman yang lemah dengan batu kryptonite.

Karakteristik lain yang penting dalam menggambarkan superhero adalah keterpisahan mereka dari masyarakat. Kaveney mengutarkan itu dalam kalimat berikut:

“It is the fate of the superhero to be set apart from the common run of humanity and to experience a degree of estrangement as a result” (Kaveney, 2008: 4). Walaupun para superhero berusaha membaur dengan masyarakat dengancara menyembunyikan identitas asli mereka, tetap saja ketika beraksi sebagai superhero mereka berbeda dari orang pada umumnya.Hal ini terutama penting dipertimbangkan saat melihat teks-teks superhero kontemporer yang mempertanyakan peran kepahlawanan mereka. Apakah karena mereka memiliki kekuatan hebat mereka menjadi berhak untuk menindak kejahatan? Atau sebenarnya mereka sama saja dengan penjahat yang main hakim sendiri (vigilante)? Panggilan nurani karena memiliki kekuatan yang berlebih dan

4 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

norma-norma dalam masyarakat menjadi bertabrakan dan mengakibatkan ambiguitas moral dalam teks-teks superhero modern. Hal ini bisa dilihat dalam film Watchmen dan

Spider-Man.

Teks superhero modern yang demikian sayangnya jarang didapat di Indonesia.

Indonesia sempat memiliki beberapa superhero yang cukup populer dalam bentuk komik.Misalnya Gundala, Godam, Pangeran Mlaar, dan lain-lain. Secara sekilas, tokoh-tokoh tersebut sangat mirip dengan toko-tokoh superhero Amerika. Tengok saja

Godam yang mirip Superman, Gundala yang mirip The Flash, dan Pangeran Mlaar yang mirip Plastic Man atau Elongated Man. Kemiripan tersebut bisa dilihat dari bentuk kostum dan kekuatan mereka. Tidak lengkap apabila tidak membahas superhero- superhero Indonesia ini, karena bisa untuk membandingkan kesamaan dan perbedaan struktur naratifnya, ideologi, ataupun wacana yang dibawa. Walaupun khusus untuk

Indonesia, film superhero yang ada sangat terbatas. Contohnya adalah filmRama:

Superman Indonesia (1974) dan Gundala Putra Petir (1982).Kemudian ada satu judul film superhero yang lahir setelah tahun 2000 dan akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu

Madame X (2010). Selain itu masih ada judul-judul seperti Saras 008atau Panji

Manusia Milenium, namun keduanya merupakan serial televisi dan bukan film lepas.

Walaupun superhero sebagai produk budaya populer seakan tampak tidak penting dan inferior dibandingkan karya sastra maupun jenis film lain, tetapi dampaknya tidak dapat diremehkan. Selain kepopulerannya yang luar biasa di masyarakat sehingga mendatangkan banyak uang, efeknya pun cukup luas. Contohnya bisa dilihat dari penggunaan istilah-istilah di bahasa sehari-hari, khususnya bahasa

5 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Inggris. “You can’t do it.You’re not Superman,” “You are my kryptonite,” (kau adalah kelemahanku) “Don’t Hulk out” (jangan mengamuk).Bahkan Marc DiPaolo dalam War,

Politics, and Superheroes: Ethics and Propaganda in Comics and Filmsmenyebutkan bahwa cerita-cerita superhero sering berkomentar dan kadang juga membentuk opini publik dan kebijakan pemerintah Amerika Serikat.Ia mengatakan:

...superhero adventures comment upon – and sometimes shape – American Public Opinion and U.S. government policy. Barack Obama, Gloria Steinem, and Edward Said have all claimed to be inspired by the heroic examples of iconoclastic and anti-establishment superheroes such as Wonder Woman and Spider-Man. In contrast, Jack Bauer, the right leaning, invincible counterterrorism agent from the television series, 24, reportedly inspired members of the Bush Administration to endorse torture as an acceptable means of fighting terrorism(DiPaolo, 2011: 1).

Jadi, walaupun tampaknya tidak seserius karya sastra atau jenis film lain, superhero juga memiliki dampak yang tidak dapat dianggap remeh.

Pada mulanya, cerita-cerita superhero selalu menggambarkan bagaimana sang superhero mampu mengatasi segala masalah dengan kekuatan mereka, namun teks-teks superhero yang baru mulai mengkritik wacana superhero itu sendiri. Contohnya adalah

Watchmen yang menceritakan tokoh Adrian Veidt yang merekayasa ledakan di New

York dan menimpakan kesalahannya pada tokoh Dr. Manhattan demi menghindari perang nuklir antara Amerika dan Rusia dan malah mempererat hubungan keduanya.

Cerita ini seakan mengatakan bahwa batas antara kepahlawanan dan kejahatan semakin kabur dan kadang superhero sendiri terpaksa menjadi seseorang yang dibenci demi melaksanakan tugasnya dalam menjaga perdamaian. Di sini tampaknya ada kaitan antara metafora superhero dengan wacana kepemimpinan. Sejauh mana seorang pemimpin atau orang yang memiliki keahlian khusus bertanggung jawab pada

6 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

masyarakatnya? Ini tampaknya menjadi sesuatu yang hampir selalu tampak pada cerita- cerita superhero yang bisa dilihat dari dialog di film Spider-Man: “With great power, comes great responsibility.”

Karyn Rybacki dan Donald Rybacki dalam buku Communication Criticism mengatakan bahwa ada memori kolektif pada tren film. Mereka mencontohkan hal ini dengan kasus di Amerika Serikat. Pada Era Depresi, banyak film komedi yang menjadi sumber hiburan bagi orang-orang untuk melupakan masalahnya. Pada Perang Dunia II, film-film propaganda menjadi usaha untuk menumbuhkan kepercayaan dan patriotisme pada negara. Pada era Perang Dingin, film-film “monster”, western, atau alien banyak diproduksi sebagai metafora kehidupan pada era nuklir (Rybacki, 1991: 205). Cerita- cerita superhero sudah ada sejak lama, namun baru mulai pada dekade 2000-an inilah film-filmnya menjadi menjamur dan menjadi jaminan bagi studio film untuk mendatangkan uang.Pembahasan tesis ini ingin mengetahui ideologi atau wacana yang diangkat dalam film-film superhero modern, atau yang diproduksi setelah tahun 2000.

Jika bicara tentang superhero, tentunya tidak akan bisa lepas dari komik karena merupakan asal mula cerita-cerita tersebut. Akan tetapi, di sini media yang dipilih untuk menganalisis superhero adalah film-filmnya. Alasannya adalah film-film superhero sudah merangkum cerita-cerita yang dalam komik bisa mencakup ratusan (atau ribuan) edisi. Dengan begitu struktur dalam ceritanya juga akan lebih mudah terlihat. Selain itu, pengaruh media film dirasa lebih luas daripada komik yang audiensnya terbatas.Menjamurnya film bergenre superhero (terutama di Holywood, di Indonesia juga akandibuat film Gundala) yang notabene merupakan hasil budaya populer yang sudah cukup lama tetapi kemudian bangkit kembali di era ini dengan membawa konteks baru tentu juga patut dicermati.

7 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, catatan pendapatan menunjukkan bahwa film-film superhero sangat digemari oleh banyak orang.Karyn Rybacki dan

Donald Ribacki dalam buku Communication Criticism menyebutkan bahwa film memberikan jalan untuk memvisualisasikan masa lalu, memberikan gambaran masa kini, dan memberikan kemungkinan tentang masa depan (Rybacki, 1991: 205). Dalam buku yang sama, Rybacki juga mengatakan bahwa film menganalisa kejadian dan isu- isu sosial, mendidik penonton tentang bagaimana masyarakat berjalan dan memberi makna tentang isu tersebut.

Tidak dapat dilupakan juga bahwa budaya media seperti film dan lain sebagainya memiliki tujuan komersial. Komodifikasi budaya semacam ini tentunya memiliki berbagai konsekuensi. Produsen mempertimbangkan nilai jual karya-karya yang dihasilkan sehingga lebih mudah diterima oleh konsumen. Hubungan produsen dan konsumen ini terjadi secara timbal balik. Produsen membaca keinginan konsumen, sedangkan konsumen juga terpengaruh hasil-hasil produksi tersebut. Douglas Kellner dalam buku Media Culture: Cultural Studies, Identity and Politics between the Modern and the Postmodern menyebutkan bahwa produk industri budaya harus sesuai dengan pengalaman sosial, menarik banyak orang, dan menawarkan produk yang menarik, mengagetkan, mematahkan yang sudah umum, memuat kritik sosial, atau mengutarakan berbagai ide masa kini.Kellner menulis:

But precisely, the need to sell their artifacts means that the products of the culture industries must resonate to social experience, must attract large audiences, and must thus offer attractive products, which may shock, break with conventions, contain social critique, or articulate current ideas that may be the product of progressive social movements(Kellner, 2003: 16).

Film-film superhero sebagai suatu tren bisa dirasakan sebagai gejala semacam ini.

Narasi superhero bisa jadi merupakan suatu fiksionalisasi beberapa isu yang

8 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

berkembang di masyarakat pada masa ini. Richard J. Gray dan Betty Kaklamanidou dalam The 21st Century Superhero menulis: "These new superhero texts, however, not only comment on contemporary social events, but also disseminate American ideology throughout the world" (Gray dan Kaklamanidou: 2011, 4).

Situasi masyarakat yang dimaksudkan di sini secara khusus dapat dikaitkan dengan masalah politik, moralitas, dan hukum. St. Sunardi, dalam kata pengantar buku

Masa Depan Kemanusiaan: Superhero dalam Pop Culture oleh Paul Heru Wibowo, mengatakan “superhero lahir dalam konteks budaya konsumsi masyarakat kapitalis akhir di mana masyarakat mengalami sejenis insecurity sosial sampai ke tingkat paranoid sehingga membutuhkan sosok heroik untuk memulihkan rasa amannya”

(Sunardi dalam Wibowo: 2012: x).Berita tentang Kopassus yang bisa dikaitkan sebagai superhero yang sudah disebutkan di awal juga menimbulkan ambiguitas antara pahlawan dan penjahat. Ambiguitas tersebut juga bisa diamati dalam cerita-cerita superhero.Oleh karena itu tidak lengkap membicarakan suatu kisah kepahlawanan tanpa membahas musuh yang dilawan di situ.

Sosok musuh juga akan dibahas di tulisan ini karena beberapa alasan. Alasan yang pertama sederhana, yaitu analisis yang membahas kisah-kisah superhero kebanyakan lebih memberi penekanan kepada tokoh-tokoh utama itu sendiri, sehingga jarang yang menganalisis tokoh-tokoh musuh. Yang kedua dan yang lebih penting, analisis yang lebih mendalam tentang sosok musuh dirasa lebih akan menunjukkan sisi lain tema-tema dan ideologi yang terkandung dalam narasi. Yang dimaksud sisi lain di sini adalah sesuatu yang tidak umumnya tidak langsung tampak pada pembacaan.

Misalnya patriotisme adalah tema yang umum dalam kisah-kisah kepahlawanan. Akan

9 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

tetapi patriotisme terhadap apa dan dari sisi apa? Hal itu hanya bisa dibaca apabila sesuatu yang dilawan oleh hero itu dianalisis.

Contoh yang konkret adalah film-film perang atau spionase yang dibuat

Amerika Serikat (atau Inggris) baru-baru ini mengalami pergantian musuh. Pada masa

Perang Dingin dan sesudahnya, umumnya tokoh utama melawan musuh dengan latar belakang Balkan. Akan tetapi sekarang tren itu mulai berubah menjadi Timur Tengah.

Tentu pergantian itu tidak serta merta terjadi, namun karena bisa dipastikan ada kejadian politik dan lain-lain yang melatarbelakanginya. Itulah sebabnya penulis merasa bahwa analisis terhadap sosok musuh dalam narasi-narasi tersebut yang akhirnya bisa mengungkap tema-tema ideologis di dalamnya.

Tesis ini tidak akan membahas banyak film superhero sekaligus, namun mengambil tiga sampel film untuk dianalisis secara mendalam dan membandingkannya dengan film-film superhero lain secara umum. Tiga film yang akan diteliti ialah Batman

Begins, The Dark Knight, dan Madame X. Ketiga film ini dipilih karena dirilis setelah tahun 2000 dan dirasa mampu untuk menggambarkan wacana yang sedang dibangun narasi film superhero modern. Batman Begins dan The Dark Knight dipilih karena berasal dari Amerika Serikat yang merupakan penghasil utama film-film jenis ini dan ada pergeseran nilai yang diangkat. The Dark Knight sendiri adalah sekuel Batman

Begins, walaupun bisa ditonton secara terpisah karena ceritanya berdiri sendiri-sendiri.

Film ketiga, Madame X, dipilih karena bisa dikatakan ini adalah satu-satunya film superhero Indonesia yang lahir di era modern sampai sejauh ini setelah Gundala Putra

Petir pada tahun 1982. Perbandingan penggambaran dalam film Amerika dan Indonesia dirasa bisa memberi sedikit gambaran wacana yang diangkat masing-masing film.

10 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana narasi Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X berfungsi

dan membangun penokohannya?

2. Bagaimana sosok musuh digambarkan dan medan ideologis dan utopis

difiksionalisasikan melalui narasi dalam Batman Begins, The Dark Knight, dan

Madame X?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini berusaha mencari tahu representasi yang terdapat dalam tiga film superhero dengan menganalisis struktur naratifnya. Analisis kajian budaya pada film tidak hanya berhenti pada teks itu sendiri, tetapi juga berusaha menganalisis sesuatu yang melampaui teks tersebut (beyond the text). Di sini analisis struktur naratif film dan penokohannya digunakan sebagai landasan untuk pembahasan topik utama penelitian ini.

Setelah landasan tersebut dianalisis, langkah selanjutnya adalah menganalisis bagaimana sosok musuh direpresentasikan dalam tiga film superheroberdasarkan hubungan antartokoh dalam film. Selain itu, tesis ini juga mencari tahu konflik ideologi macam apa yang tampak di film dari penggambaran sosok musuh dan struktur naratif yang ada.

4. Pentingnya Penelitian

Penelitian ini akan menambah khasanah tentang kajian superhero. Subjeknya adalah sesuatu yang populer, dikenal luas, dan sebenarnya banyak diteliti. Sayangnya penelitian yang khusus membahas film-film superhero dengan semiotika tidak banyak

11 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dilakukan. Kajian gender, sosiologis, atau estetika (dalam komik) adalah yang lebih dominan. Selain itu, analisis yang komprehensif tentang film superhero Indonesia bisa dikatakan lebih sedikit lagi.

Oleh karena itu, ada beberapa hal yang penting dalam penelitian ini. Pertama, tesis ini akan menambah aspek cara penelitian semiotika untuk melihat ideologi dalam budaya populer, khususnya tentang film superhero. Kedua, penelitian ini akan memberi gambaran baru tentang narasi film pada masa kini yang memiliki isu-isu kontemporer.

Ketiga, tesis ini juga akan menambah khasanah kajian budaya terhadap film di

Indonesia yang menggunakan perbandingan dengan hasil budaya popular yang sama, yaitu film superhero.

5. Tinjauan Pustaka

Beberapa tulisan akademis yang selama ini penulis dapatkan jarang membicarakan naratif superhero secara khusus, apalagi yang membahas superhero

Indonesia. Kebanyakan menggunakan naratif itu secara sekilas untuk menjelaskan hal lain yang lebih ditonjolkan. Sebagai contoh, buku War, Politics, and Superheroes:

Ethics and Propaganda in Comics and Films karangan Marc DiPaolo yang sebelumnya dikutip lebih membicarakan tentang propaganda dan politik yang terkandung dalam cerita-cerita superhero. Ulasan naratif di situ hanya sebatas menceritakan latar belakang superhero. Misalnya buku ini membahas apakah The Avengers,Star Trek, dan

Watchmen sebenarnya adalah gambaran ideologi Partai Republik, atau tentang perjuangan persamaan hak kaum gay dan ras kulit hitam dalam X-Men.Buku ini dapat berguna bagi penulis sebagai sebuah contoh gambaran tulisan akademis tentang

12 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

superhero. Buku ini memang lebih melihat komik dan film sebagai budaya populer dan propaganda, namun banyak sekali contoh tokoh superhero dan ideologi yang mereka representasikan.

Buku lainnya berjudul Superman on the Couch: What Superheroes Really Tell

Us about Ourselves and Our Society yang ditulis oleh Danny Fingeroth. Buku ini lebih menggambarkan superhero lewat pandangan subjektif penulisnya yang seorang penulis dan editor komik. Fingeroth berusaha membagi superhero menjadi beberapa kategori, seperti misalnya kelompok yatim piatu (Superman, Spider-Man, Batman) atau thermonuclear families (X-Men, Fantastic Four). Buku ini cukup komprehensif dalam memaparkan tokoh-tokoh superhero karena latar belakang penulisnya yang memang bergelut di bidang itu. Sayangnya sering ada bagian yang dipaparkan secara subjektif menurut pandangan sendiri tanpa ada dasar teorinya. Misalnya kalimat berikut: “No matter what market and technological forces may bring to bear on content, there is certain magic in the combination of words and pictures that can only be conveyed in comic panels” (Fingeroth, 2004: 170). Buku ini berguna untuk mengetahui beberapa pandangan umum tentang superhero sebagai batu loncatan untuk penelitian yang lebih objektif.

Buku yang ketiga berjudul Superheroes! Capes and Crusaders in Comics and

Films oleh Roz Kaveney. Hampir sama dengan buku yang ditulis Danny Fingeroth, buku ini mengulas cerita-cerita superhero tanpa menggunakan teori tertentu. Hanya saja penulis ini lebih komprehensif dan kritis dalam menjelaskan. Misalnya saja, Kaveney berusaha mewawancarai para penulis cerita superhero untuk memastikan pendapatnya.

Buku ini membantu untuk memperluas pandangan dan pengetahuan tentang narasi superhero. Selain itu, “Superheroes!” mencontohkan metode untuk tidak semena-mena

13 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

memberikan pendapat subjektif, namun berusaha membuktikannya dengan argumen- argumen yang memadai.

Buku lain berjudul Masa Depan Kemanusiaan: Superhero dalam Pop Culture yang ditulis oleh Paul Heru Wibowo. Buku ini cukup unik karena ditulis oleh orang

Indonesia, yang jarang menyentuh topik ini secara khusus. Pembahasannya pun luas dan memiliki keunikan dari buku-buku tentang superhero lain yang diterbitkan di luar negeri. Penulisnya tidak hanya menjelakan sejarah superhero luar negeri, tetapi juga menambahkan bagaimana konteks wacana tersebut di Indonesia. Banyak sekali tema dan topik yang ingin disampaikan buku ini, sehingga itu menjadi kekuatan sekaligus kelemahannya. Pembaca dapat mengenal berbagai tema yang muncul dalam kisah-kisah superhero, misalnya maskulinitas heroAmerika. Akan tetapi, penulis tampaknya berlama-lama menjelaskan berbagai ringkasan cerita dalam komik maupun film, dan kurang berusaha masuk lebih dalam. Yang dibahas pun tidak hanya cerita-cerita superhero secara khusus, namun juga film-film Western dan laga misalnya. Buku ini bisa menjadi lebih baik apabila isinya lebih menekankan pada analisis temanya. Untuk urusan kelengkapan data, buku ini sudah lebih dari memadai.

Tesis Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul Menjadi Superhero Jepang di Yogyakarta: Studi atas Konsumsi dan

Reproduksi Mitos Superhero Jepang pada Kelompok J-Toku oleh A. Sudjud Hartanto meneliti tentang praktik konsumsi mitos superhero Jepang dalam kaitannya dengan pembentukan kelompok J-Toku sebagai penggemar superhero Jepang dan produsen kostum/film superhero gaya Jepang, dan wacana nasionalisme populer melalui mitos yang diproduksi dan direproduksi oleh kelompok J-Toku. Tesis tersebut menggunakan teori semiotika konotasi Barthes untuk memahami beroperasinya sistem konotasi

14 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

superhero Jepang bagi kelompok J-Toku, teori ideologi Althusser dan Gramsci untuk mengkaji formasi ideologis kelompok tersebut, dan teori subkultur Dick Hebdige dan teori budaya kelab Steve Redhead untuk meneliti gaya anggota-anggotanya. Secara umum penulis ini menggunakan metode etnografis untuk meneliti identitas kelompok J-

Toku. Menurut penulisnya, superhero Jepang dipilih oleh kelompok itu karena lebih dekat dengan identitas ketimuran mereka. Walau begitu, gaya superhero Jepang tersebut juga sudah mengalami sintesis dengan budaya Indonesia. Maka identitas yang mereka tampilkan merupakan mitos tandingan dari yang mainstream.

Salah satu kelemahan tesis tersebut adalah pada bagian awal penulisnya sudah langsung menilai bahwa kelompok J-Toku tersebut adalah ekspresi subkultur kelompok kelas menengah. Seharusnya kesimpulan tersebut baru dapat ditarik ketika sudah menjelaskan proses ekonomi sosial yang terjadi di kelompok itu. Selain itu, tesis tersebut kurang mengeksplorasi teori-teori yang digunakan dan cenderung lebih banyak bercerita tentang latar belakang kelompok J-Toku. Analisis dengan teori baru digunakan di bab empat dan lebih seperti mencocok-cocokan.Kesamaan antara tesis A. Sudjud

Dartanto dengan tesis ini adalah tentang pembahasan wacana superhero ketika dikonteks-kan ke masyarakat, namun segi metode dan objek yang diteliti berbeda. Tesis ini akan lebih menyoroti bagaimana wacana superhero (khususnya film-filmnya) saling terkait dengan masyarakat dan ideologi yang melatarbelakanginya.

15 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

6. Kerangka Teoretis

6.1 Analisis Naratif dalam Kajian Budaya

Penelitian ini akan menggunakan metode semiotika, khususnya analisis struktural naratif Roland Barthes.Metode Barthes tersebut dirasa lebih lengkap dan dinamis karena menggabungkan berbagai metode analisis naratif yang sudah dikembangkan sebelumnya oleh orang-orang seperti Todorov, Genette, dan Greimas.

Kemudian analisis naratif ini digunakan untuk memperlihatkan ideologi dan utopia yang bekerja dalam teks budaya populer/budaya mediaberdasarkan teori Douglas Kellner dan

Karl Mannheim.

Richard Johnson et. al. dalam The Practice of Cultural Studies menulis bahwa strukturalisme naratif penting digunakan dalam pembacaan narasi, karena itu merupakan elemen penting yang tidak langsung tampak di permukaan. Analisisnya berguna sebagai "tulang" (bones)yang bisa menjadi pondasi ketika berikutnya menganalisis konteks narasi tersebut:

Narrative structuralism thus begins with the ‘bones’ of books or films and looks for the underlying, deep structure of a text – the determining elements that shape it yet are not immediately apparent OR are so taken for granted that they seem invisible(Johnson et. al. : 2004, 158).

Baru setelah struktur dalam teks itu ditemukan, analisis dapat dilanjutkan dengan melihat dimensi ideologis teks tersebut:

These formal structural dimensions to a text become especially important when we contextualize them by considering how they are imbued with ideological dimensions, as it is at this point that the relationship between differential forms of power and their cultural expression becomes apparent(Johnson et. al. : 2004, 160).

Dengan demikian, analisis naratif, yang dalam penelitian ini akan menggunakan metode

Roland Barthes, memang penting untuk dilakukan terlebih dahulu untuk melihat

16 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

ideologi dalam film. Struktur naratif menjadi bagian yang integral sebelum berbicara lebih jauh tentang konteks dan medan ideologisnya.

Analisis naratif berusaha membongkar hubungan antara penanda dan dunia cerita (story-world) yang tampaknya “alami” untuk memperlihatkan sistem asosisasi kultural dan hubungan-hubungan yang diekspresikan melalui bentuk naratif.Dalam bab pengantar buku The Narrative Reader, Martin McQuillan menyebutkan bahwa proses tekstual tidak hanya meluas pada kontekstualisasi (inter-subjektif, historis, politis, dan lain-lain), namun juga tergantung kepada hal itu. Dengan kata lain, produksi realitas yang berarti (meaningful reality) oleh subjek-dalam-bahasa berarti bahwa pemahaman terhadap realitas tersebut tertulis secara tekstual, sehingga semua pengetahuan subjektif juga berbentuk tekstual.Makna menjadi ada melalui konteks dan konteks ada melalui makna. “In other words, meaning is possible through the context and the context is only possible through meaning” (McQuillan, 2000: 10).

Ada beberapa elemen yang harus diteliti dalam analisis narasi. Robert Stam dalam buku New Vocabularies in Film Semioticsmengatakan:

Narrative analysis focuses on the interaction of various strata of the narrative work, distinguishing such elements as story outline and plot structure, the spheres of action commanded by different characters, the way narrative information is channeled and controlled through point-of-view, and the relationship of the narrator to the inhabitants and events of the story-world (Stam, 1992: 70).

Secara singkat, melalui analisis struktur plot, tokoh, sudut pandang, dan narator, hasilnya dapat memperlihatkan kesamaan dan perbedaan struktur dalam film-film superhero, dan pada akhirnya nanti bisa menunjukkan wacana yang terkandung di dalamnya.

17 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Walter R. Fisher yang dikutip dalam buku Communication Criticismyang ditulis oleh Karyn Rybacki mengatakan bahwa narasi merupakan kombinasi dari apa yang dimaksudkan pembicara (rhetor) dan yang diinterpretasikan audiensnya. Narasi dapat melakukan berbagai hal terhadap ide-ide maupun gambaran (image). Fisher mengutarakannya seperti ini:

A narrative can affirm new ideas and images, seeking acceptance for them. Narratives can reaffirm existing ideas and images, revitalizing or reinforcing them. A narrative can purify ideas and images by discrediting them. Finally, a narrative can eviscerate ideas and images, showing their impossibility or absurdity(Rybacki, 1991: 108-109).

Ada beberapa cara untuk meneliti struktur naratif film. Di antaranya adalah pendekatan formalistik yang menganalisis ceritanya melalui pola hubungan antartokoh dan tindakan mereka secara kronologis (atau disebut fabula) dan melalui plot yang merupakan kronologi kejadian (atau disebut syuzhet).Pendekatan formalistik ini berasal dari pendekatan sastra, namun diadaptasi untuk menganalisis narasi dalam film.

Teorinya telah disusun lewat buku Poetica Kino yang diterbitkan tahun 1927. Para penganut pendekatan ini mempunyai dua konsep yang berbeda. Ada yang menganggap bahwa syuzhet merupakan bagian integral dari fabula, dan ada yang menganggap bahwa syuzhet memberikan respons untuk fitur-fitur stilistika yang unik kepada mediumnya.

Analisis naratif (naratologi) sendiri merupakan sebuah cabang disiplin kajian sastra yang dikembangkan dari ilmu linguistik. Naratologi menggunakan berbagai elemen teks seperti plot, fungsi, indeks, dan lain-lain, seperti linguistik menggunakan elemen-elemen dalam bahasa seperti morfem, fonem, atau sintagma, untuk melakukan pembacaan makna. Naratologi dalam sastra erat kaitannya dengan poetika (poetics),

18 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

teori genre, dan semiotika sendiri. Monika Fludernik mengutarakan kesamaan tersebut dalam buku An Introduction to Narratology berikut ini:

Narratology shares many characteristics with poetics because it analyses – although only as regards narrative – the characteristics of (narrative) literary texts and their aesthetic (narrative) functions. And finally, narratology resembles semiotics in so far as it analyses the constitution of (narrative) meaning in texts (films, conversational narratives, etc)(Fludernik, 2009: 9).

David Bordwell dan Kristin Thompson menulis dalam buku Film Art: An

Introduction bahwa narasi (narrative) adalah rangkaian kejadian dalam hubungan sebab-akibat yang terjadi pada suatu tempat dan waktu tertentu. Keterikatan kita dengan cerita tergantung pada pemahaman kita terhadap pergantian kejadian sebab-akibat tersebut. Ini dapat dilihat pada tulisan Bordwell dan Thompson dalam buku tersebut:

Typically, a narrative begins with one situation; a series of changes occurs according to a pattern of cause and effect; finally, a new situation arises that brings about the end of the narrative. Our engagement with the story depends on our understanding of the pattern of change and stability, cause and effect, time and space(Bordwell dan Thompson, 2008: 75).

Analisis struktural narasi yang dilakukan pada tesis ini memang menggunakan teori

Roland Barthes sebagai basis, tetapi penyusunannya segmentasi plotnya akan dilakukan seperti yang dicontohkan Bordwell dalam bukunya ketika menjabarkan plot film Citizen

Kane untuk memudahkan melihat struktur secara garis besar.

6.2Analisis Struktural Naratif Roland Barthes

Narasi-narasi yang ada di dunia tak terhitung jumlahnya. Demikian Roland

Barthes membuka tulisannya yang berjudul Introduction to the Structural Analysis of

Narratives dalam buku Image Music Text. Selanjutnya Barthes juga mengatakan bahwa ada berbagai macam bentuk narasi, baik itu lisan, tertulis, gambar diam dan bergerak,

19 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

serta ada pada tiap zaman dan tempat, dalam tiap jenis masyarakat. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut:

Able to be carried by articulated language, spoken or written, fixed or moving images, gestures, and the ordered mixture of all these substances; narrative is present in myth, legend, fable, tale, novella, epic, history, tragedy, comedy, drama, mime, painting (think of Carpaccio’s Saint Ursula), stained glass windows, cinema, comics, news item, conversation (Barthes, 1977: 79).

Ada tiga tingkat makna dalam analisis struktural naratif menurut Roland

Barthes, yaitu analisis fungsional, analisis tindakan (actions), dan analisis narasional.

Analisis fungsional adalah mendeskripsikan cerita ke dalam satuan-satuan naratif dan menunjukkan hubungannya satu sama lain. Analisis tindakan berusaha menunjukkan posisi dan hubungan para aktan (actant) dalam cerita tersebut. Yang terakhir, analisis narasional adalah menunjukkan deskripsi makna yang dihasilkan dari dua proses analisis sebelumnya dan bagaimana teks menyampaikan dirinya. a. Analisis Fungsional

Untuk melakukan analisis tingkat pertama atau analisis fungsional, suatu kisah harus dibagi dan dideskripsikan ke dalam satuan-satuan naratif.Baru kemudian dilihat bagaimana satuan-satuan tersebut saling berhubungan membentuk narasi yang utuh.

Barthes mengatakan bahwa memahami suatu narasi bukan hanya mengikuti perkembangan cerita, tetapi juga harus memperhatikannya dalam level horisontal dan vertikal. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut:

To understand a narrative is not merely to follow the unfolding of the story, it is also to recognize its construction in ‘storeys’, to project the horizontal concatenation of the narrative ‘thread’ on to an implicitely vertical axis; to read (to listen to) a narrative is not merely to move from one word to the next, it is also to move on from one level to the next (Barthes, 1977: 87).

20 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Barthes membagi tindakan (action) dan kejadian (event) ke dalam unit-unit yang lebih kecil, yaitu fungsi dan indeks untuk menunjukkan level horisontal dan vertikal.

Fungsi (function) merupakan unit yang menggerakkan cerita secara horisontal, atau perkembangan linear. Misalnya tindakan suatu tokoh yang membeli senjata yang nantinya akan digunakannya untuk membunuh. Kemudian pada level vertikal, Barthes menggunakan unit yang disebut indeks (indices/indexes). Indeks tidak menggambarkan perkembangan tindakan, namun menjelaskan keadaan atau situasi (being). Biasanya indeks menggambarkan sifat pelaku atau keadaan yang ditampakkan dalam kisah.

Kedua unit tersebut masih dibedakan lagi ke dalam bagian yang lebih kecil.

Fungsi dibagi menjadi dua, yaitu fungsi pokok (cardinal funtion) atau nukleus dan katalis (catalyzer). Fungsi pokok adalah tindakan (action) yang menyebabkan adanya konsekuensi kelanjutan cerita. Tindakan tersebut menyiratkan adanya pilihan yang tidak tentu, namun cerita mengarah kepada salah satu kemungkinan cabang. “For a function to be cardinal, it is enough that the action to which it refers open (or continue, or close) an alternative that is of direct consequence for the subsequent development of the story, in short that it inaugurate or conclude an uncertainty” (Barthes, 1977: 94). Fungsi- fungsi ini membentuk suatu bagian yang lebih besar, yaitu sekuens (sequence). Sekuens adalah kumpulan fungsi pokok/nukleus yang memiliki suatu hubungan tertentu.

Contohnya, tindakan menyiapkan barang bawaan, menyiapkan kendaraan, menaiki kendaraan, dan tiba di tujuan, dapat dinamai sebagai sekuens “bepergian”.

Barthes melakukan penyederhanaan sekaligus pembedaan efeknya terhadap plot atas 31 nama fungsi yang dicatat oleh Propp dan disebutkan oleh Greimas dalam

21 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

bukunya, Structural Semantics5. Barthes menyebutnya sebagai major articulations of praxis yang terdiri dari communication, struggle, dandesire.

Fungsi tidak dapat direduksi hanya menjadi tindakan seperti kata kerja, tetapi harus dimasukkan dalam konteks narasi. Pembedaan ini dilakukan karena bisa saja ada tindakan suatu tokoh yang merupakan suatu indeks karena menunjukkan sifatnya.

Dengan kata lain, fungsi merupakan konteks aliran tindakan (doing), sedangkan indeks merupakan konteks keadaan (being). “Functions and indices thus overlay another classic distinction: functions involve metonymic relata, indices metaphoric relata; the former correspond to a functionality of doing, the latter to a functionality of being”

(Barthes, 1977: 96).

Indeks sendiri juga dibagi menjadi dua, yaitu indeks sejati (proper index) dan indeks informatif (informant). Indeks sejati merupakan sifat-sifat pelaku, perasaan, filosofi, atau atmosfer suatu keadaan, yang harus ditafsirkan oleh pembaca. Misalnya selera dan cara berpakaian seorang tokoh bisa menunjukkan status sosial dan sifatnya.

Indeks informatif sendiri adalah penunjuk waktu dan tempat, yang tidak perlu ditafsirkan lebih lanjut seperti indeks sejati. Misalnya suatu ada suatu kejadian yang bertempat di kapal pada malam hari.

5 Fungsi-fungsi Propp tersebut adalah: Absence, Interdiction, Violation, Reconnaissance (inquiry), Delivery (information), Fraud, Complicity, Villainy, Lack, Mediation-the connective of the donor (assignment of a test), The provision-receipt of magical agent (receipt of the helper), The hero's reaction (confrontation of the test), Spatial translocation, Struggle, Marking, Victory, The Initial misfortune or lack is liquidated (liquidation of the lack), Return, Pursuit- chase, Rescue, Unrecognized Arrival, The difficult task (assignment of a task), Solution: a task is accomplished (success), Recognition, Exposure (revelation of the traitor), Transfiguration: new appearance (revelation of the hero), Punishment, Wedding (Greimas, 1983: 223-224).

22 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

b. Analisis Tindakan/Aktansial

Analisis pada tingkat kedua ini adalah melihat dan menjelaskan tindakan para aktan yang tampak sebelumnya pada analisis fungsional. Kedudukan, relasi, dan dinamika aktan juga dijelaskan dalam tahap ini.

Aktan (actant) yang dimaksud di sini bukan sekedar tokoh atau karakter dalam cerita. Aktan adalah suatu pelaku tindakan yang dapat ditempati oleh segala macam entitas, yang bisa merupakan makhluk hidup, benda, perasaan, kelompok, nilai-nilai, atau apapun. Suatu tokoh atau entitas itu juga dapat menempati lebih dari satu posisi aktan. Barthes menjelaskan bagian ini dengan menyebut tokoh-tokoh yang mengembangkan teori aktan, yaitu Propp, Todorov, dan Greimas. Tesis iniakan menggunakan Greimas yang merupakan gabungan dari teori-teori lain dan lebih bisa digunakan pada berbagai macam narasi.

Model aktansial Greimas terdiri dari enam jenis pelaku atau aktan. Pengirim

(sender) adalah agen yang menentukan objek yang akan dicari dan subjek yang akan mencari objek tersebut, subjek (subject) adalah agen yang dipanggil pengirim untuk mendapatkan suatu objek, objek (object) adalah sesuatu yang dicari oleh subjek, penerima (receiver) adalah yang diuntungkan dari pencarian (quest) tersebut, penolong

(helper) adalah yang membantu subjek dalam pencarian, dan musuh atau penghalang

(opponent) adalah agen yang menghalangi usaha subjek untuk mencapai objek yang diinginkan. Relasi antaraktan, yang dinamakan model mitis aktansial (the actantial mythical model), tersebut dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

23 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Pengirim Objek Penerima

Penolong Subjek Musuh

Gambar 1. Diagram Aktan Greimas (Greimas, 1983: 207)

Teori Greimas memiliki kelemahan dalam hal siapakah yang dimaksud dengan subjek. Bisa saja dalam suatu cerita terdapat lebih dari satu subjek yang akan membuat analisisnya menjadi problematis karena ketidakjelasan ini. Oleh karena itu, kaidah tes subjek harus diperhatikan sungguh-sungguh. Subjek ditentukan oleh hubungan kontrak antara pengirim dan subjek, yaitu saat pengirim memicu hasrat kepada subjek untuk mencari sesuatu atau bertindak menjalankan misi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kompetensi subjek untuk menjalankan misi, adanya perjuangan dalam bentuk konflik atau konfrontasi yang dialami subjek, dan adanya pujian (reward) atau sanksi ketika subjek berhasil atau gagal mendapatkan objek. Hal itu merupakan pendapat

Barthes dalam menempatkan tokoh sebagai major articulation of praxis dalam fungsi, yaitu desire, communication, struggle (hasrat, komunikasi, perjuangan). Ketiga hal tersebut adalah penyederhanaan Barthes dari 31 fungsi Propp. Tokoh dipandang bukan sebagai diri mereka sendiri, namun apa partisipasinya dalam bidang tindakan mereka dalam narasi. Barthes menulis:

The most important, it must be stressed again, is the definition of the character according to participation in a sphere of actions, these spheres being few in number, typical and classifiable; which is why this second level of description, despite its being that of the characters, has here been called the level of Actions: the word actions is not to be understood in the sense of the trifling acts which form the tissue of the first level but in that of the major articulations of praxis (desire, communication, struggle) (Barthes, 1977, 112).

24 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

c. Analisis Narasional

Setelah melihat analisis fungsional untuk mendeskripsikan fungsi dan sekuens, dan analisis tindakan untuk melihat hubungan antartokoh dalam kaitannya dengan perkembangan naratif, maka tahap selanjutnya adalah analisis narasional untuk melihat bagaimana kekuatan kisah dalam menceritakan dirinya dan makna apa yang didapat dari situ. Tahap terakhir ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna dengan melakukan integrasi tahap-tahap analisis yang sebelumnya ditempatkan dalam konteks komunikasi narasional. Penekanannya ada pada kemampuan kisah dalam menyampaikan pesan dan efek yang timbul dari cara penyampaian tersebut. Tahap ini berusaha melampaui teks itu sendiri dengan menunjukkan jenis komunikasi macam apa yang terjadi lewat bahasa naratif. Di sinilah pengguna metode dapat menggunakan kreativitasnya untuk menemukan sesuatu yang melampaui teks(beyond the text).

6.3 Budaya Mediasebagai Medan Naratif, Ideologis, dan Utopis

Ada beberapa cara mendefinisikan budaya populer menurut John Storey. Yang paling sederhana adalah budaya yang disukai oleh banyak orang. Sifatnya yang kuantitatif namun sulit untuk diukur menjadikan definisi ini ambigu. Definisi kedua adalah budaya yang lebih inferior dari budaya tinggi (high culture). "Popular culture, in this definition, is a residual category, there to accommodate texts and practices that fail to meet the required standards to qualify as high culture" (Storey, 2009: 6). Karena selera merupakan kategori yang sangat ideologis, pembedaan antara budaya tinggi dan budaya rendah sendiri juga menjadi problematis.

Cara mendefinisikan yang ketiga ialah budaya populer sebagai budaya massa

(mass culture). Budaya massa adalah budaya yang dibuat untuk konsumsi massa dan

25 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

tujuannya sangat komersial, bentuknya memiliki formula tersendiri dan efeknya manipulatif. Definisi ini erat kaitannya dengan pandangan Frankfurt School terhadap budaya populer.

Budaya populer (popular culture) memiliki konotasi negatif menurut Frankfurt

School. Mereka memandang bahwa budaya populer adalah budaya yang sudah distandardisasi dan digunakan untuk menjaga keberlangsungan kapitalisme.Budaya populer di sini merupakan suatu bentuk ideologi dominan, termasuk di dalamnya ideologi patriarkal yang tidak memperhatikan kepentingan perempuan. Dominic Strinati dalam buku An Introduction to Theories of Popular Culture menyebutkan:

For the Frankfurt School, popular culture is the culture produced by the culture industry to secure the stability and continuity of capitalism. The Frankfurt School thus shares a theory which sees popular culture as a form of dominant ideology with other versions of Marxism, such as those put forward by Althusser and Gramsci. The Marxist political economy perspective comes close to this understanding of popular culture, while variants of feminist theory define it as a form of patriarchal ideology which works in the interests of men and against the interests of women (Strinati, 2004: xvi).

Definisi keempat adalah budaya populer sebagai budaya yang datang dari

"masyarakat". Definisi ini kurang dapat diterima karena tidak menyetuh sisi budaya populer itu ditentukan dari atas dan segi komersialnya.

John Storey menyebut definisi kelima budaya populer erat kaitannya dengan teori hegemoni Antonio Gramsci. Budaya populer di sini merupakan alat untuk menghegemoni dan menyebarkan ideologi dominan kepada masyarakat sebagai konsumennya.

Budaya populer dalam definisi keenam berhubungan dengan perdebatan tentang posmodernisme. Budaya posmodern mengklaim bahwa tidak ada lagi pembedaan antara budaya tinggi dan budaya rendah. Cara pendefinisian ini membawa efek ganda: "for

26 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

some this is a reason to celebrate an end to an elitism constructed on arbitrary distinctions of culture; for others it is a reason to despair at the final victory of commerce over culture" (Storey, 2009: 12). Dua sisi definisi ini yang dieksplorasi oleh

Douglas Kellner tentang teori budaya populer sebagai budaya media.

Kellner dalam buku Media Culture: Cultural Studies, Identity and Politics

Between the Modern and the Postmodern memandangnya dengan cara berbeda. Kellner lebih memilih istilah budaya media (media culture), yaitu “a culture of the image and often deploys sight and sound” (Kellner, 2003: 1). Kellner menggunakan istilah tersebut karena langsung merujuk pada berbagai jenis teks yang diproduksi industri dan disebarkan secara masal, seperti film, musik, acara televisi, majalah, dan sebagainya.

Perbedaan definisi tersebut merujuk pada penitikberatan teori masing-masing. Frankfurt

School lebih membahas tentang dominasi industri terhadap masyarakat, sedangkan

Kellner lebih menekankan pada jenis teks dan efeknya di dalam masyarakat.

Masih dalam buku yang sama, Kellner berpendapat bahwa budaya media merupakan artefak yang kompleks, bukan hanya sekedar sarana ideologi dominan dan juga hiburan murni. Budaya media mengartikulasikan berbagai wacana politis dan sosial yang terjadi di masyarakat. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut:

It is my conviction that cultural studies cannot be done wihtout social theory, that we need to understand the structures and dynamics of a given society to understand and interpret its culture. I am also assuming that media cultural texts are neither merely vehicles of a dominant ideology, nor pure and innocent entertainment. Rather they are complex artifacts that embody social and political discourses whose analysis and interpretation require methods of reading and critique that articulate their embeddedness in the political economy, social relations, and the political environment within which they are produced, circulated, and received (Kellner, 2003: 4).

Masyarakat yang mengkonsumsi budaya media itu sendiri tidak dipandang sebagai konsumen yang pasif dan menerima berbagai teks begitu saja, tetapi juga bisa menolak

27 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dan menghasilkan pembacaan atau identitas mereka sendiri: “Media culture thus induces individuals to conform to the established organization of society, but it also provides resources that can empower individuals against that society” (Kellner, 2003:

3).

Peran ideologi dalam budaya media penting untuk dibahas karena bisa memperkuat cara pembacaan suatu teks agar tidak hanya dipandang sebagai hiburan semata. Ada lima definisi ideologi yang dikumpulkan John Storey. Pertama, ideologi adalah suatu badan ide yang sistematis, yang diartikulasikan oleh masyarakat tertentu.

Definisi kedua mengindikasikan adanya penyembunyian atau distorsi realitas. Ideologi menghasilkan sesuatu yang disebut “kesadaran palsu (false consciousness), yang bekerja mendukung kedudukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemahbentuk ideologis” (ideological forms). Penggunaan tersebutmerujuk pada teks

(buku, film, acara televisi, lagu, dll) yang secara sadar atau tidak sadar selalu mengambil suatu posisi dalam konflik eksploitasi atau penindasan (oppression).

Definisi keempat merupakan konsep ideologi atau mitos Roland Barthes yang bekerja pada level konotasi, yang biasanya dibawa oleh teks secara tidak sadar. Definisi kelima adalah konsep ideologi menurut Louis Althusser. Anggapan Althusser tentang ideologi bukanlah ideologi sebagai badan ide yang abstrak, tetapi sebagai “praktik material”

(material practice) yang terjadi sehari-hari. Storey menulis: “Principally, what

Althusser has in mind is the way in which certain rituals and customs have the effect of binding us to the social order: a social order that is marked by enormous inequalities of wealth, status and power” (Storey, 2009: 5).

Salah satu definisi ideologi yang bersifat negatif, yaitu pembohongan, juga memiliki sifat positif ketika dikaitkan dengan konsep utopia menurut Karl Mannheim.

28 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Utopia selama ini dipakai untuk menunjukkan hal-hal yang mustahil atau yang tidak perlu diperhitungkan atau diikuti.Kemudian konsep utopia yang berbau negatif tersebut berubah ketika dipakai Karl Mannheim untuk menjelaskan fungsi ideologi.

Konsep utopia dalam ideologi adalah usaha untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Karl Mannheim mengatakan bahwa suatu keadaan pikiran bersifat utopis apabila itu berbeda dengan realitas. Akan tetapi, tidak semua yang berbeda itu adalah utopia. Pemikiran disebut utopia ketika memecahkan keteraturan yang berlaku saat itu dan melebihi (transcends) realitas. Dalam buku Ideology and Utopia, Mannheim menulis: "In limiting the meaning of the term 'utopia' to that type of orientation which transcends reality and which at the same time breaks the bonds of the existing order, a distinction is set up between the utopian and the ideological state of mind” (Mannheim,

1979: 173).

Sejalan dengan Mannheim, Fredric Jameson juga mengungkapkan bahwa utopia adalah pandangan politik yang membayangkan, dan bahkan merealisasikan, suatu sistem yang berbeda dengan sistem yang ada pada saat ini. Dalam buku Archeologies of the Future: The Desire Called Utopiaand Other Science Fictions, Jameson menulis

“The fundamental dynamic of any Utopian politics (or of any political Utopianism) will therefore always lie in the dialectic of Identity and Difference, to the degree to which such a politics aims at imagining, and sometimes even at realizing, a system radically different from this one (Jameson, 2005: xii). Jameson juga menambahkan bahwa utopia bisa menunjukkan keterkurungan ideologis imajinasi kita yang dibatasi oleh berbagai mode produksi dan sisa-sisa masa lalu. Dia menulis:

29 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

On the social level, this means that our imaginations are hostages to our own mode of production (and perhaps to whatever remnants of past ones it has preserved). It suggests that at best Utopia can serve the negative purpose of making us more aware of our mental and ideological imprisonment (something I have myself occasionally asserted); and that therefore the best Utopias are those that fail the most comprehensively(Jameson, 2005: xiii).

Ideologi dan utopia bila dikaitkan dengan film sebagai hasil budaya populer atau budaya media adalah sebagai penerapan ideologi tersebut. Dalam buku New

Vocabularies in Film Semiotics, disebutkan bahwa film sebagai teks tidak hanya gambaran sebuah event, namun juga sebuah event sendiri, sesuatu yang berpartisipasi dalam produksi subjek tertentu (1992: 184). Teori film yang dikembangkan oleh jurnal film Prancis seperti Cahiers du Cinéma dan Cinétique menggunakan teori Althusser untuk membentuk pemahaman yang ilmiah tentang sinema sebagai alat (apparatus) ideologi. Para penulisnya mengklaim bahwa ideologi borjuis sudah termasuk dalam cinematic apparatus tersebut.

Jean-Louis Baudry berkata bahwa apparatus itu harus diteliti dalam konteks ideologi yang memproduksinya sebagai efek. Kekhususan cinematic apparatussebagai bentuk representasi dan sebagai praktik material berada pada caranya merealisasikan proses-proses suatu subjek yang dikonstruksi dalam ideologi. “The specific function of the cinema, as support and instrument of ideology, was to constitute the subject by the illusory delimitation of a central location, thus creating a “phantasmization” of the subject and collaborating in the maintenance of bourgeois idealism” (1992: 186).

Jean-Paul Fargier berpendapat bahwa impresi realitas (impression of reality) merupakan bagian penting ideologi yang diproduksi oleh cinematic apparatus. Jean-

Louis Comolli dan Jean Narboni yang berargumen dengan kerangka Althusserian mengatakan:

30 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

What the camera registers in fact is the vague, unformulated, untheoreticalized, unthought-out world of the dominant ideology … reproducing things not as they really are but as they appear when refracted through the ideology. This includes every stage of process of production: subject, “styles,” forms, meanings, narrative traditions; all underline the general, ideological discourse(1992: 186).

Yang direkam oleh kamera merupakan dunia ideologi dominan yang abstrak. Hal tersebut terkandung dalam setiap tingkatan proses produksi.

Pada tulisan “Ideology” oleh Luc Herman dan Bart Vervaeck dalam buku The

Cambridge Companion to Narrative, definisi ideologi berdasarkan Karl Marx, Louis

Althusser, dan Antonio Gramsci, adalah norma-norma dan ide-ide yang tampak alami sebagai hasil kekuatan dominan yang berkelanjutan dan promosi terselubungnya dalam masyarakat. “Building on the work of Karl Marx, Louis Althusser, and Antonio

Gramsci, we define ideology as a body of norms and ideas that appear natural as a result of their continuous and mostly tacit promotion by the dominant forces in society”

(Herman dalam Herman, 2007: 217).

Teori Greimas yang meneliti fabula (terdiri dari actions/events; actants/roles, dan setting waktu/tempat) dengan memperhatikan oposisi biner dalam hubungan antara tokoh (actant) digunakan di sini untuk membaca ideologi dalam narasi. “This model splits up roles into clearly delineated unities and therefore has its own ideological leanings, but it also enables the narratologists to see the ideological workings of a story” (2007: 220). Herman memberi contoh, jika peran tokoh perempuan selalu ditempatkan sebagai objek (object), dan tokoh pria sebagi subjek (subject), ini menunjukkan indikasi adanya bias gender.

Ideologi yang ada pada teks pun harus ditempatkan dalam konteks, baik itu waktu, tempat, produksi, dan lain-lain. Cara ini dilakukan sejalan dengan metode

31 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

pembacaan teks oleh Richard Johnson et.al dalam buku The Practice of Cultural

Studies:

Reading, therefore, is not simply about the mechanistic identification of formal elements or functions, it is also about tracing the ways in which textual formations are linked to larger cultural formations. As our circuit model and discussion of setting suggest, texts are always part of larger cultural processes and connected to social relations of power via the production context and the economic relations involved (those of the publisher, studio or television channel responsible, for example) and the context of the text’s appearance and reception by particular audiences at particular times and places(Johnson, 2004: 165)

Pembacaan tidak hanya sebatas identifikasi fungsi-fungsi formal, namun juga dikaitan dengan formasi kultural yang lebih besar. Teks merupakan bagian dari proses kultural dan berhubungan dengan relasi sosial kekuasaan, baik dalam konteks produksi, ekonomi, dan penerimaannya pada waktu dan tempat tertentu.

7. Metode Penelitian

Penelitian akan dilakukandengan metode semiotika,secara khusus sebagaimana dikembangkan dalam analisis struktural naratif Roland Barthes. Termasuk di dalam analisis Barthes tersebut adalah penggunaan teori ideologi yang digunakan pada tahap akhir penelitian untuk melihat konflik ideologi dalam film. Sumber data primer adalah tiga film superhero, yaitu Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X. Ketiga film tersebut dipilih karena dirasa mampu menunjukkan karakteristik narasi superhero modern dan mengandung isu-isu baru yang sebelumnya tidak pernah diangkat oleh film-film superhero. Film-film superhero lain juga akan digunakan, namun hanya sebatas pembanding. Ada tiga tingkatan dalam analisis struktural naratif, yaitu analisis fungsional, analisis tindakan, dan terakhir analisis narasional. Ketiga tahap analisis

32 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

struktural naratif tersebut dilakukan pada bab tiga. Selanjutnya bab empat membahas berbagai medan ideologi dan utopia dalam narasi film superhero.

8. Sistematika Penulisan

Tesis ini akan terdiri dari lima bab. Bab pertama adalah Pendahuluan yang berisiLatar Belakang Permasalahan,Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Pentingnya

Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teoretis, dan Metode Penelitian.

Bab kedua merupakan Latar Belakang Historis. Bagian ini menjelaskan sejarah singkat munculnya narasi superhero dari komik sampai maraknya film-film jenis ini.

Selain itu, bab ini juga berisi latar belakang teori yang akan dipakai, yaitu semiotika dan naratologi.

Bab tiga adalah Narasi dan Penokohan Film Superhero. Bab ini akan memaparkan analisistiga film superhero (Batman Begins, The Dark Knight, Madame X) dengan membedah narasinya dan penokohannya, termasuk menganalisis fungsi bentuk- bentuk narasi yang ada, yang akhirnya secara khusus untuk mengetahui bagaimana hubungan antartokoh digambarkan. Bab ini merupakan tahap pertama dan kedua pada analisis struktural naratif Roland Barthes, yaitu analisis fungsional dan analisis tindakan.

Bab empat adalah Ideologi dalam Narasi Superhero. Di sini penulis berusaha membaca dan mengontraskan makna penggambaran musuh yang didapat dari tahap- tahap analisis sebelumnya, dan bagaimana konflik ideologi yang ada tersebut diimajinasikan ke dalam film. Bab ini adalah tahap terakhir dalam analisis struktural naratif, yaitu analisis narasional. Bab kelima merupakan Kesimpulan. Bab ini menjelaskan jawaban topik permasalahan tesis.

33 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB II

SUPERHERO DAN PERKEMBANGANNYA

Sebelumnya telah disebutkan bahwa tesis ini akan menganalisis narasi superhero yang kembali menjadi tren di awal abad 21. Analisis narasi itu digunakan sebagai dasar untuk membahas konteks dan medan ideologis dan utopis dalam tiga film superhero yang digunakan sebagai sampel. Bab ini menjadi pengantar latar belakang film-film superhero tersebut dan berguna khususnya sebagai konteks yang dikaitkan dengan pembahasan di bab empat. Bagian-bagian di bab ini membicarakan tentang sejarah perkembangan cerita superhero (antara lain di Amerika, Jepang, dan Indonesia), konteks perfilman di Amerika Serikat dan Indonesia, dan latar belakang produksi tiga film yang akan dibahas di tesis ini.

1. Munculnya Superhero

Apakah superhero itu? Sejak kapankah superhero muncul? Kedua pertanyaan tersebut tampaknya mudah namun sebenarnya sulit dijawab. Tidak ada definisi superhero yang benar-benar baku, dan karena itulah menentukan kapan sebenarnya cerita-cerita superhero itu pertama muncul merupakan sesuatu yang kabur, tergantung dari sudut pandang yang diambil.

Secara umum tokoh-tokoh semacam Superman dan Spider-Man tidak ragu akan dipandang sebagai superhero. Akan tetapi, bagaimana dengan Hercules, James Bond, atau Si Pitung? Hercules memiliki kekuatan sangat besar bagai dewa, hingga pernah suatu kali dia pernah menggantikan Atlas untuk memanggul bumi. James Bond digambarkan sebagai mata-mata dan manusia biasa, tetapi memiliki kecakapan sangat tinggi. Kalau bukan superhero, bagaimana mungkin dia tidak pernah mati melalui

34 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

berbagai bahaya yang menghadangnya di setiap novel dan film? Bagaimana caranya menghindari berondongan peluru yang disemburkan ribuan kali padanya? Si Pitung digambarkan kebal terhadap peluru. Kalau bukan superhero, manusia macam apa dia?

Maka dari itu, bab ini akan mencoba menjelaskan dan memetakan apa yang dimaksud dengan superhero dan bagaimana mereka muncul.

Cerita-cerita kepahlawanan sudah ada dari zaman dahulu dalam bentuk cerita rakyat, mitologi, ataupun kisah keagamaan. Joseph Campbell yang menulis buku The

Hero with a Thousand Faces mengumpulkan pendapat bahwa mitologi telah diinterpretasikan sebagai usaha primitif dan meleset untuk menjelaskan alam, sebagai produk fantasi puitis dari masa prasejarah yang salah dipahami oleh masa-masa setelahnya, sebagai kumpulan alegori berisi pelajaran untuk membentuk seorang individu menjadi anggota kelompoknya, sebagai mimpi kolektif yang merupakan gejala

(symptom) dorongan arketipal dalam psike manusia, sebagai wahana wawasan metafisik yang terdalam, dan wahyu Tuhan kepada manusia.

Mythology has been interpreted by the modern intellect as a primitive, fumbling effort to explain the world of nature (Frazer); as a production of poetical fantasy from prehistoric times, misunderstood by succeeding ages (Muller); as a repository of allegorical instruction, to shape the individual to his group (Durkheim);as a group dream, symptomatic of archetypal urges within thedepths of the human psyche (Jung); as the traditional vehicle ofman's profoundest metaphysical insights (Coomaraswamy); andas God's Revelation to His children (the Church) (Campbell, 2004: 343-344). Begitulah mitologi berperan dalam masyarakat. Selain itu, kisah-kisah tersebut juga sering menceritakan tentang kepahlawanan. Campbell dalam buku yang sama juga mengatakan bahwa pahlawan adalah seseorang yang dapat bertarung melampaui batasan diri dan historisnya. “The hero, therefore, is the man or woman who has been able to battle past his personal and local historical limitations to the generally valid, normally human forms” (Campbell, 2004: 17).

35 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Campbell meneliti alur kisah-kisah kepahlawanan klasik dari berbagai tempat dan menarik kesimpulan bahwa ada persamaan struktur dalam penceritaannya. Struktur tersebut dinamakan dengan monomyth6. Monomyth sebagai formula alur kepahlawanan terdiri dari pemisahan—inisiasi—kembali (separation—initiation—return). Campbell menjelaskan petualangan mitologis sang pahlawan dalam kutipan berikut: "A hero ventures forth from the world of common day into a region of supernatural wonder: fabulous forces are there encountered and a decisive victory is won: the hero comes back from this mysterious adventure with the power to bestow boons on his fellow man"

(Campbell, 2004: 28). Analisis struktural narasi yang dilakukan di bab tiga mencari tahu apakah narasi superhero juga masih mengikuti narasi kepahlawanan klasik seperti yang disebutkan Campbell tersebut ataukah sudah mengalami perkembangan. Pertanyaan selanjutnya ialah apakah superhero juga menjadi berbeda dari pahlawan biasa?

Danny Fingeroth menjelaskan apa itu superhero dalam bukunya Superman on the Couch: What Superheroes Really Tell Us about Ourselves and Our Society: individu-individu yang memiliki kekuatan fantastis (baik itu berdasarkan sihir atau

“sains”), dan orang-orang yang berperang dengan teknologi tinggi (biasanya dibedakan dari sihir hanya karena penulisnya mengatakan demikian) atau orang-orang yang sekedar berani/gila/beruntung. “individuals with fantastic powers (whether magic or

“science” based), as well as pople who fight their battles with advanced technology

(often differentiated from magic only because the author says so) or people who are just plain brave/crazy/lucky” (Fingeroth, 2004: 16). Menurut Fingeroth, tokoh-tokoh superhero memiliki beberapa karakteristik yang sama, yaitu: memiliki suatu kekuatan

(walau mungkin masih terkubur), percaya pada suatu sistem nilai-nilai yang positif

6Campbell mengambil istilah "monomyth" dari novel James Joyce, Finnegan's Wake.

36 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

(positive values), dan determinasi untuk melindungi nilai-nilai tersebut. Menariknya, karakteristik superhero tersebut juga merupakan karakteristik musuhnya (villain).

Hampir sama dengan definisi Danny Fingeroth tentang superhero, Roz Kaveney mengatakan bahwa superhero adalah manusia dengan kekuatan yang melebihi kemampuan atau berbeda dari manusia biasa, yang dia gunakan untuk memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan melindungi orang tak bersalah. Ada juga tokoh-tokoh yang tidak memiliki kekuatan semacam itu, tetapi berkomitmen seperti jenis tokoh sebelumnya, sehingga mereka tetap dianggap sebagai superhero (Kaveney, 2008: 4).

Sementara itu Paul Heru Wibowo dalam buku Masa Depan Kemanusiaan:

Superhero dalam Pop Culture berpendapat bahwa penerjemahan istilah superhero ke dalam bahasa Indonesia menghadapi suatu kendala. Pertama, kata hero sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berhubungan dengan tokoh-tokoh dalam mitologi dan tradisi rakyat. Sifat yang paling menonjol dari tokoh-tokoh tersebut adalah “mampu menunjukkan keberanian dan kehendak untuk mengorbankan diri dalam menghadapi berbagai bahaya meskipun secara fisik mereka terlihat lemah” (Wibowo, 2012: 50).

Kedua, saat diadopsi ke bahasa Inggris pun sebenarnya kata itu sudah mengalami perbedaan makna, karena identitas hero berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat

Yunani pada masa lalu, yang membentuk bagian dari sejarah awal masyarakat Yunani.

Maka saat diterjemahkan ke bahasa Indonesia ada kerancuan apakah kata tersebut berubah menjadi tokoh, pahlawan, jagoan, pendekar, kesatria, wirawan, atau lakon (51).

Akan tetapi sebagai konsep yang utuh, tidak cukup jika hanya membicarakan kendala bahasa. Superhero sebagai sebuah konsep, simbol, dan bentuk produksi budaya modern juga harus ditafsirkan ulang (65).

37 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Sebenarnya istilah “Super Heroes” sendiri sudah menjadi merek dagang

(trademark) yang telah didaftarkan oleh DC Comics dan Marvel Comics di United

States Patent and Trademark Office pada tahun 2004 dan dipatenkan secara resmi pada tahun 2009.7 Hal ini sebenarnya banyak ditentang oleh para penggemarnya karena kedua perusahaan itu memonopoli istilah yang sebenarnya sudah menjadi milik umum.

Contoh perdebatan ini terjadi pada tahun 2013 ketika Ray Felix, seorang kreator komik, menerbitkan serial komik berjudul “A World Without Superheroes” dan dituntut oleh

DC dan Marvel karena menggunakan merek dagang “super heroes”8.

Superhero melebihi pahlawan fiksi yang lain dalam merepresentasikan nilai-nilai masyarakat yang memproduksinya. “So somehow, the superhero—more than even the ordinary ficitional hero—has to represent the values of the society that produces him”

(Fingeroth, 2004: 17). Nilai-nilai yang dianut itu tergantung sudut pandang tokohnya dan bagaimana mereka memeercayai itu. Danny Fingeroth mencontohkan dengan cerita

Superman yang diterbitkan di komik. Pada periode 1950-an Superman memburu orang- orang komunis, tetapi pada 1970-an Superman memperjuangkan pembebasan aktivis kedamaian yang difitnah oleh sistem hukum yang korup. Maka bisa dibilang Superman adalah representasi salah satu ideologi yang sedang berlaku di Amerika Serikat menyesuaikan dengan zamannya.

2. Superhero Amerika

Tata kehidupan masyarakat pada abad 20 merupakan sebuah tantangan, ancaman, namun sekaligus harapan yang luar biasa. Kecemasan masyarakat ini akhirnya

7http://tsdr.uspto.gov/#caseNumber=78356610&caseType=SERIAL_NO&searchType=statusSe arch(diakses pada 1 September 2014). 8http://www.nydailynews.com/news/national/comic-book-creator-fights-term-superhero-article- 1.1327860(diakses pada 1 September 2014).

38 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

mengubah cara pandang mereka dalam memprediksi masa depan. Superhero merupakan simbol semangat Amerika dalam menghadapi ketidakpastian tersebut. Seperti yang dikatakan Paul Heru Wibowo dalam buku Masa Depan Kemanusiaan:

Superhero yang ditampilkan oleh budaya media adalah simbolisme dari kekuatan penyeimbang antara ketakutan dan harapan manusia di abad yang baru itu. Apalagi pada waktu itu di kala negara-negara Eropa lumpuh karena Perang Dunia I yang memilukan, Amerika secara tiba-tiba melejit menjadi super nation, sebuah negara dengan kekuatan ekonomi dan militer yang tangguh. Semua elemen masyarakat mau tidak mau diarahkan guna menyukseskan citra Amerika sebagai negara super power baru (Wibowo, 2012: 89). Pada perkembangannya ada dua raksasa komik di Amerika Serikat yang banyak menghasilkan kisah-kisah superhero, yaitu DC Comics dan Marvel Comics. Banyaknya film-film superhero yang dihasilkan sampai sekarang juga sebagian besar merupakan hasil adaptasi cerita komik kedua penerbit tersebut, terutama dari Marvel Comics.

2.1 DC Comics

Penerbit ini berdiri pada tahun 1934, yang pada awalnya dirancang sebagai wadah berbagai perusahaan penerbitan. Pertama kali penerbit ini bernama National

Allied Publication, kemudian mengalami beberapa kali perubahan nama hingga menjadi

DC Comics sampai sekarang. Namanya baru terangkat pada bulan Juni 1938 saat merilis Action Comics # 1 yang memuat cerita Superman pertama kali. Cerita Superman ini tampaknya mampu mendongkrak penjualan buku komik. Tokoh Superman juga melejitkan nama kreatornya, Jerry Siegel dan Joe Shuster.

Kendati demikian, Superman sebenarnya bukan tokoh superhero pertama dalam komik. Pada tahun 1931, ada tokoh komik bernama The Shadow yang memiliki keahlian hipnotis. Lalu pada tahun 1934, muncul komik strip yang menampilkan tokoh penyihir bernama Mandrake. Kemudian pada tahun 1934, ada tokoh superhero

39 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

bertopeng dengan kostum ketat bernama The Phantom. Superman dianggap sebagai prototype superhero, puncak kristalisasi gagasan mengenai superhero.

Setelah menguasai pasar dengan Superman, DC Comics mulai memperkenalkan tokoh-tokoh superhero lain seperti Batman, Wonder Woman, The Flash, dan sebagainya. Tokoh Batman yang filmnya dibahas di tesis ini pertama kali dimunculkan oleh Bob Kane pada komik Detective Comics # 27 tahun 1939 (nama DC merupakan singkatan Detective Comics). Batman pada awal kemunculannya memiliki gayapulp fiction9, namun kemudian berkembang, salah satu penyebabnya karena adanya Comic

Code Authority (CCA) yang membatasi jenis komik yang menampilkan kekerasan.

2.2 Marvel Comics

Marvel Comics pertama kali didirikan pada tahun 1939 dengan namaTimely

Publications. Pada tahun berganti nama menjadi Atlas Comics, dan baru menggunakan nama Marvel Comics mulai tahun 1960 sampai sekarang.

Tokoh superhero mereka yang pertama adalah Human Torch dan Namor the

Submariner. Akan tetapi, baru pada tahun 1941 Marvel memiliki tokoh superhero yang sukses. Tokoh itu adalah Captain America yang bertema patriotis dalam setting Perang

Dunia II. Pada sampul depan edisi perdananya, tampak Captain America sedang meninju Adolf Hitler.

Superhero Marvel yang terkenal lainnya misalnya Spider-Man, Iron Man, The

Hulk, Daredevil, dan The Fantastic Four. Kini Marvel Comics memiliki studio film sendiri yang memproduksi film-film superheronya. Studio film yang bernama Marvel

Studios tersebut dimiliki oleh Walt Disney Studios di Burbank, California.

9 Batman pada tahun-tahun awal digambarkan tidak ragu untuk membunuh lawannya: "...Batman showing little remorse over killing or maiming criminals". http://en.wikipedia.org/wiki/Batman (diakses pada 11 Agustus 2014)

40 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

2.3 Periodisasi Komik Amerika

Kepopuleran DC dan Marvel dengan cerita-cerita superhero-nya tidak berlangsung lama. Setelah Perang Dunia II berakhir, komik-komik itu mulai ditinggalkan pembacanya. Tentang keadaan ini, Paul Heru Wibowo menulis dalam bukunya:

Depresi eksistensial yang menjerat kehidupan masyarakat pascaperang seolah- olah tidak lagi membutuhkan kehadiran ketiga tokoh tersebut. Sebaliknya, kondisi tersebut justru menjadi alasan berkembangnya budaya populer di Amerika. Industri film Hollywood semakin gencar menyuguhkan hiburan kepada masyarakat yang sedang berada dalam sikap pesimis terhadap kehidupan (Wibowo, 2012: 104). Berkembangnya budaya popular di Amerika saat itu ternyata tidak sejalan dengan perkembangan industri komiknya. DC Comics dan Marvel Comics justru menghadapi kesulitan. Banyak orang (terutama politikus dan para orang tua) memandang komik sebagai sesuatu yang negatif.

Secara umum, periodisasi perkembangan komik di Amerika bisa dibagi menjadi empat, yaitu Golden Age, Silver Age, Bronze Age, dan Modern Age. Tidak jelas siapa yang pertama kali menggunakan istilah-istilah tersebut untuk periodisasi, namun akhirnya istilah-istilah itu digunakan secara umum sampai sekarang.

Golden Age adalah masa saat tokoh-tokoh superhero awal seperti Superman,

Batman, Wonder Woman, dan Captain America muncul dan populer. Masa ini berlangsung dari tahun 1938 sampai sekitar tahun 1950. Era ini berakhir ketika popularitas komik superhero meredup setelah Perang Dunia II. Minat pembaca komik berganti menjadi cerita peperangan, western, science-fiction, romance, kriminal, dan horor. Komik-komik superhero pun banyak yang dihentikan penerbitannya. Berakhirnya era ini dimulai saat komik dituduh sebagai penyebab kenakalan remaja (juvenile delinquents) oleh Fredric Wertham dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1954,

41 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Seduction of the Innocent. Wertham sendiri sudah memerangi komik dari tahun 1948.

Pada tahun itu pula terjadi pembakaran komik di New York. Lalu pada “Desember

1949, razia komik telah mengalami titik kulminasi di berbagai tempat, pembakaran komik semakin meluas, dan gerakan anti komik itu semakin diminati oleh masyarakat”

(Wibowo, 2012: 94).

Memang genre yang banyak dikritik adalah horor dan kriminal, namun komik superhero pun tak lepas dari hujatan. US Senate Investigation akhirnya memperingatkan penerbit-penerbit komik agar mematuhi Comics Code Authority (CCA) yang dikeluarkan oleh Comics Magazine Association of America. Beberapa isinya dapat dilihat sebagai berikut:

1. Kejahatan sama sekali tidak boleh disajikan sedemikian rupa sehingga menimbulkan simpati terhadap penjahat, tidak percaya terhadap badan pelaksana hokum dan pengadilan atau hal-hal yang mendorong untuk meniru kejahatannya. 2. Dalam komik, detail dan metode khusus suatu kejahatan tidak boleh disajikan secara terinci satu demi satu. 3. Bila kejahatan disajikan, maka harus digambarkan sebagai perbuatan yang rendah dan memualkan. 4. Kejahatan tidak boleh digambarkan sedemikian hingga kelihatan sebagai tindak kepahlawanan atau diberi posisi yang dapat menjadi alasan untuk ditiru. 5. Yang baik harus selalu menang terhadap yang jahat dan penjahat harus menerima hukumannya yang setimpal (Wibowo, 2012: 96-97). Silver Age berlangsung dari sekitar tahun 1956 sampai awal 1970-an. Karena adanya peraturan CCA itu, komik-komik superhero mulai dimunculkan kembali, dimulai dari The Flash yang muncul tahun 1956, untuk mengganti cerita-cerita kriminal dan horor yang banyak diprotes. Cerita-ceritanya menjadi agak berubah dan lebih menyentuh persoalan dunia nyata untuk lebih mendekatkan superhero ke dalam kehidupan sehari-hari pembacanya. “Pendekatan baru ini mau menekankan bahwa superhero bukanlah figur yang serba sempurna. Mereka sesungguhnya hanyalah

42 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

manusia biasa yang memiliki sejumlah karakteristik yang beragam… Para superhero itu bisa tertawa, mengeluh, marah, dan juga bertindak ceroboh” (Wibowo, 2012: 106).

Tidak ada batasan yang pasti tentang periodisasi komik tersebut, namun Bronze

Age bisa disebut mulai tahun 1973 ketika musuh Spider-Man, Green Goblin, membunuh

Gwen Stacy, kekasih Spider-Man. Karakteristik era ini ditandai dengan adanya tema- tema yang lebih kelam dalam cerita dan komentar atau kritik terhadap masyarakat, misalnya penggunaan obat-obatan terlarang.

Era yang terakhir disebut sebagai Modern Age, yaitu era yang mencakup pertengahan 1980-an sampai sekarang. Yang mengawali era ini misalnya komik

Watchmen oleh Alan Moore dan Dave Gibbons, dan The Dark Knight Returns oleh

Frank Miller. Pada era inilah tokoh-tokoh yang ada tidak lagi dipisahkan sebagai tokoh baik dan jahat secara hitam putih, namun lebih ambigu. Ada tokoh-tokoh yang disebut sebagai anti-hero, yaitu pahlawan yang tidak melulu digambarkan bersifat baik, namun kadang hampir tidak bisa dibedakan dengan musuhnya sendiri, contohnya tokoh John

Constantine dari komik Hellblazer dan Wolverine dari X-Men. Musuh (atau supervillain) juga digambarkan dengan lebih kompleks, dengan motivasi yang lebih kuat dan tidak sedangkal periode sebelum-sebelumnya. Misalnya tokoh Magneto, tokoh antagonis dalam cerita X-Men, yang berjuang untuk orang-orang yang tertindas dengan caranya sendiri.

3. Superhero Jepang

Jepang adalah negara yang sering memperkenalkan tokoh-tokoh superhero selain Amerika Serikat. Bahkan dalam bentuk film atau serial televisi jumlahnya mungkin lebih banyak daripada Amerika. “Semenjak pertengahan 1950-an negara kecil

43 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

kepulauan itu sudah menghasilkan ribuan serial televisi, film, komik, dan bahkan pertunjukan panggung livetentang pembela kebenaran berkekuatan super” (Macias,

2010).

Artikel lain menyebutkan bahwa Jepang sudah menghasilkan tokoh superhero sebelum ada tokoh-tokoh seperti The Phantom dan Superman di Amerika. Pada tahun

1931 (lima tahun sebelum The Phantom rekaan Lee Falk, tujuh tahun sebelum

Superman, dan delapan tahun sebelum Batman) ada tokoh komik bernama Golden Bat dengan setting Era Depresi di Jepang (Bradner, 2009).

Namun demikian, tokoh superhero di Jepang lebih dipopulerkan oleh media film. Biasanya film-film tersebut digolongkan dengan namatokusatsu. Tokusatsu

(special effects) adalah jenis film live-action yang menggunakan efek spesial, biasanya untuk genre science-fiction, fantasi, horor, monster (kaiju atau monster, misalnya

Godzilla), dan superhero (misalnya seri Kamen Rider). Dalam buku Masa Depan

Kemanusiaan disebutkan bahwa “Tokusatsu menjadi simbol kebanggaan masyarakat

Jepang karena menampilkan beragam superhero lokal yang berbasis pada konteks sosial dan budaya mereka” (Wibowo, 2012: 490).

Gojira (atau Godzilla)merupakan film tokusatsu pertama yang diterima oleh masyarakat di luar Jepang. Selanjutnya, produk-produk budaya populer lain yang berasal dari Jepang mengikuti tren sang raja monster (Godzilla): animasi dan serial live action (tokusatsu) mengisi jam tayang televisi-televisi Amerika, misalnya Astro Boy

(Tetsuwan Atom), Ultraman, dan Speed Racer (Mach Go Go) diterima oleh anak-anak di

Barat di samping Disney, Marvel Comics, dan film-film superhero (Tsutsui, 2006: 2).

Pengaruh budaya pop Jepang tersebut juga mulai ikut dirasakan di Indonesia mulai pada periode 1980-an dan 1990-an. Masuknya serial superhero, seperti Kamen

44 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Rider (di Indonesia akrab disebut Ksatria Baja Hitam)dan Ultraman, animasi seperti

Doraemon, dan manga (komik) membuat budaya pop Jepang diterima di Indonesia.

Dampaknya adalah beberapa komik atau film yang diproduksi di Indonesia akhirnya terpengaruh oleh gaya Jepang. Pengaruh budaya pop Jepang di Amerika dan Indonesia sangat banyak, maka tidak lengkap membicarakan keduanya tanpa menyebut Jepang.

4. Superhero Indonesia

Mendefinisikan superhero di Indonesia cukup sulit karena cerita-cerita kepahlawanan yang ada sangat beragam. Ada cerita-cerita yang jelas superhero seperti yang dibayangkan di luar negeri, entah itu dari segi plot, kostumnya, dan lain-lain, seperti Gundala atau Godam. Akan tetapi ada pula cerita-cerita “silat” yang biasanya tokohnya memiliki kesaktian tertentu, semacam Si Buta dari Goa Hantu atau Wiro

Sableng. Bila mengacu pada pengertian yang dibuat oleh Danny Fingeroth dan Roz

Kaveney seperti di awal bab (individu dengan kekuatan fantastis melebihi orang biasa, yang digunakan untuk membela kebenaran, dan seterusnya), maka seharusnya tokoh- tokoh seperti itu juga dapat digolongkan superhero, walaupun di Indonesia lebih lazim disebut pendekar daripada superhero.

Istilah yang problematis ini juga dibahas oleh Paul Heru Wibowo. Menurutnya, tokoh yang dianggap memiliki beberapa keahlian khusus seperti ilmu silat dan kekuatan gaib disebut sebagai jagoan, jawara, atau pendekar (Wibowo, 2012: 55-56). Meski demikian, kendala istilah ini seharusnya tidak menghalangi usaha membaca dan menafsirkan superhero. Konsep ini adalah sesuatu yang luas dan saling berhubungan, jadi tidak harus berhenti pada definisi sempit bahwa superhero itu hanyalah tokoh-tokoh

45 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

yang dibuat oleh DC Comics dan Marvel Comics, karena kedua perusahaan tersebut telah mendaftarkan istilah superhero sebagai trademark mereka pada tahun 2005.

Komik superhero yang muncul pertama kali di Indonesia adalah . Tokoh ini diciptakan oleh R.A. Kosasih pada tahun 1954. Paul Heru Wibowo mengatakan bahwa tokoh ini merupakan sebuah “penggabungan yang bersifat hibrida,…Sri Asih digambarkan bisa cepat melesat ke angkasa seperti Superman, gagah berani bagai

Wonder Woman, dan cantik serta lembut tutur katanya bak para putri kraton nan anggun” (2012: 282). Ini juga merupakan ciri tokoh superhero Indonesia, yaitu bersifat hibrid, menggabungkan berbagai arketipe dari luar negeri dan dalam negeri. Sri Asih digambarkan sebagai tokoh yang memiliki kekuatan seperti Superman, namun juga mirip dengan tokoh pewayangan Srikandi. Akan tetapi, tidak bisa diketahui secara pasti sejauh mana pengarang cerita superhero lokal “meniru” jenis superhero semacam itu.

Pembaca hanya dapat melihat kemiripan di antara mereka.

Sifat hibrid itu juga dapat dilihat dalam tokoh-tokoh superhero Indonesia yang lain. Tokoh Godam misalnya berkostum dan berkekuatan mirip Superman atau Captain

Marvel, namun ceritanya lebih berhubungan dengan budaya mistik Jawa. Gundala, yang berkostum mirip tokoh The Flash dari DC Comics, kadang juga bercerita tentang mitologi lokal atau cerita rakyat di Indonesia.

Selain superhero “modern” yang kostum dan ceritanya dipengaruhi oleh cerita luar negeri, ada juga hero-hero lokal yang kekuatannya berdasarkan ilmu bela diri dan mistik. Jenis hero seperti ini memang tidak terlalu mirip dengan gambaran superhero modern yang lengkap dengan kostumnya semacam Spider-Man atau Batman, namun bila mengacu pada definisi dari Roz Kaveney dan Danny Fingeroth mereka masih bisa

46 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

diklasifikasikan ke dalamnya. Menurut Paul Heru Wibowo ada empat ciri untuk menggambarkan kisah-kisah superhero Indonesia:

1. Para hero tersebut hidup di zaman praindustrial (bisa pada masa feodalisme dan kolonialisme), berlatar tempat agraris dan maritim, ingin merepresentasikan dunia yang chaotic. 2. Menggunakan kemahiran ilmu silat dan penguasaan ilmu mistik atau sihir. 3. Ada banyak gambaran cerita rakyat dan mitologi lokal untuk membentuk narasi. 4. Struktur naratifnya terpengaruh struktur cerita silat dari dataran Cina dan film-film western produksi Italia (spaghetti western) (Wibowo, 2012: 289-293). Contoh tokoh-tokohnya adalah Si Buta dari Goa Hantu, Panji Tengkorak, dan Wiro

Sableng.

5. Konteks Perfilman Amerika Serikat dan Indonesia

5.1. Amerika dan Hollywood

Sinema Hollywood bisa dibagi menjadi tiga periode, yaitu klasik (classical

Hollywood), pascaperang (postwar Hollywood), dan kontemporer (contemporary

Hollywood). Masa Hollywood klasik adalah dari ketika industri film mulai muncul sampai Perang Dunia II, Hollywood pascaperang adalah setelah Perang Dunia II sampai

1960-an, dan masa kontemporer adalah dari 1960-an sampai sekarang.

Menurut Timothy Corrigan dan Patricia White dalam buku The Film

Experience: An Introduction, sinema Hollywood dari masa klasik ditandai dengan ciri khas: standardisasi produksi film, pengembangan feature film (film dengan durasi panjang, biasanya lebih dari 40 menit), dan ekspansi film secara kultural dan ekonomis ke masyarakat (Corrigan dan White, 2004: 359). Sebenarnya ciri khas Hollywood klasik ini pun masih berlangsung hingga sekarang, namun pada masa kontemporer ada perkembangan lagi.

47 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Industri film Hollywood pada masa kontemporer banyak dipengaruhi oleh dominasi penonton muda, film-film seni Eropa, globalisasi, dan perkembangan inovasi seperti video rumahan (VHS, DVD, Bluray). Corrigan dan White juga menyebutkan tentang tren film kontemporer, yaitu “(1) the elevation of image spectacles and special effects, and (2) the fragmentation and reflexivity of narrative constructions” (Corrigan dan White, 2004:370). Banyak film menonjolkan tontonan atau pertunjukan visual yang besar dan adanya fragmentasi dan refleksivitas (reflexivity) konstruksi naratif. Konteks produksi film Hollywood yang di antaranya bertujuan komersial, ditonton banyak orang muda, dan disebarkan secara global seperti itu harus dipertimbangkan ketika menganalisis film Hollywood.

5.2. Perfilman Indonesia Pasca Orde Baru

Hooker dan Dick dalam pengantar buku Culture and Society in New Order

Indonesia seperti dikutip oleh Marshall Clark dalam tulisan Indonesian Cinema:

Exploring cultures of Masculinity, Censorship, and Violencemengatakan bahwa seni para pembuat film hanya dapat berarti apabila bisa mengekspresikan dan berekspresi dan berkomunikasi dengan perasaan masyarakat. “As a result, during the New Order era in particular, Indonesian artists worked hard to communicate directly with their audience, creatively engaging with issues of social and political significance (Clark dalam Heryanto, 2008: 43). Contohnya dalam hal seksualitas remaja dan kekerasan rumah tangga (Virgin, 2005), narkotika (Gerbang 13, 2005), geng kriminal (9 Naga,

2006), korupsi (Kejar Jakarta, 2006), dan homoseksualitas (Arisan, 2003).

Sinema Indonesia dibatasi oleh sensor, apalagi setelah munculnya wacana untuk mengesahkan Undang-Undang Anti Pornografi tahun 2006. Selain itu, ada juga risiko

48 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

mengundang kelompok-kelompok Islam radikal bila mengeluarkan film yang menampakkan erotisme dan homoseksualitas. Film 3 Hari Untuk Selamanya (2007) pernah merasakan gunting sensor tersebut. Akan tetapi, anehnya ada juga film yang lolos sensor walau menampakkan adegan homoerotis, seperti Kuldesak (1998) dan

Arisan. Keberadaan kelompok-kelompok radikal itu menyebabkan bioskop dan studio film tidak ingin ambil resiko. Clark menulis:

For instance, no cinema chain wants to risk its cinemas being trashed by mobs of rampaging Islamic radicals enraged by the cinematic depiction of erotic or homosexual behaviour. Similarly, no film studio will want to see their latest cinematic investment fail to return a sizeable profit, due to poor ticket sales associated with negative publicity and court cases (Clark dalam Heryanto, 2008: 45).

Marshall Clark mengamati bahwa ada kecenderungan film-film Indonesia pasca

Orde Baru mengarah pada tema maskulinitas dan kekerasan, yang bisa diamati misalnya dalam film Mengejar Matahari (2004) dan 9 Naga. Clark mengacu pada tulisan Tom

Boellstorff yang berjudul “The Emergence of Political Homophobia in Indonesia:

Masculinity and National Belonging”. Boellstorff misalnya menyebut pada tahun 2000 pernah ada acara pertunjukan yang dilakukan oleh 350 homoseksual dan transgender yang didatangi dan dirusak oleh Gerakan Pemuda Ka’bah. Clark mencatat:

Directed against public events where homosexual men are attempting to stake a claim to Indonesian’s civil society, Boellstorff views these kinds of violent acts as a ‘masculine’ response to a homosexual threat... This pattern of state-sanctioned homophobia, according to Boelstorff, indicates that Indonesia may be gaining ‘a new masculine cast’, where male-to-male sexuality is not only a threat to normative masculinity, but indeed also to the nation itself(Clark dalam Heryanto, 2008: 46).

Loncatan dari ancaman terhadap maskulinitas menjadi bangsa terebut diamati

Clark sebagai akibat indoktrinasi Orde Baru tentang keluarga ideal, yang mendukung ideologi heteroseksual dan posisi perempuan yang lebih rendah dari laki-laki. Undang –

49 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi menjadi salah satu jalan untuk membatasi film- film yang mengusung tema LGBT. Film-film yang mengembalikan maskulinitas dan kekerasan juga menjadi penanda kemunculan kelompok-kelompok radikal yang ingin mengembalikan ‘identitas bangsa’ yang terancam.

6. Superhero dalam Film

Perlu waktu bagi para produsen film untuk mempertimbangkan bahwa cerita- cerita superhero layak untuk difilmkan. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa film jenis ini disukai oleh banyak penonton, film-film superhero mulai membanjir terutama pada dekade 2000-an walaupun sempat menurun pada periode sebelumnya. Alasan utama jumlah film superhero bertambah bukan hanya karena teknologi digital semakin maju sehingga memudahkan dan memperbagus tampilan special effects yang memang banyak digunakan dalam genre ini, namun lebih karena keuntungan yang didapat.

Seperti yang dikatakan Liam Burke dalam bukunya Superhero Movies, alasan yang lebih mungkin tentang adanya boomingfilm superhero bukan karena perkembangan teknologi yang memungkinkan pembuatan film jenis ini, namun lebih karena pendapatan box-office yang menguntungkan. Hal itu tertuang pada kutipan berikut:

A more likely motive for this superhero-movie boom is not the digital ones and zeros that make Superman fly, but rather the number of zeros on the box-office receipts after he’s come back down to Earth (Burke, 2008: 11).

Alasan kedua yang diutarakan Burke adalah adanya penyakit kurang imajinasi di

Hollywood. Ada pertanyaan di benak orang-orang di industri film yang dibayangkan oleh Burke: mengapa satu ide bagus hanya digunakan dalam satu film apabila bisa digunakan untuk banyak film? Meskipun penonton film bukanlah orang-orang begitu

50 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

saja menerima seperti yang diinginkan Hollywood, nyatanya mereka masih terus menginginkan tokoh-tokoh super itu beraksi sampai sekarang. Burke berpendapat bahwa setelah kejadian 9/11 dan War on Terror, orang-orang seakan senantiasa diingatkan tentang ketidakberdayaan mereka. Burke menambahkan, “If cinema represents for many the great escape, then, with horrors on our doorstep, the idea of taking that\ journey with heroes who can turn back time and always save the world seems like a tempting prospect” (Burke, 2008: 13).

Film superhero pertama yang diangkat ke layar lebar dan mendapat tanggapan yang baik oleh penonton adalah Superman yang rilis pada tahun 1978, empat puluh tahun setelah kemunculannya pertamanya di komik pada tahun 1938. Memang sebelumnya pernah ada serial Superman pada tahun 1948 yang dibintangi oleh Kirk

Alyn dan George Reeves, dan film bioskop Batman yang merupakan perpanjangan serial TV-nya pada tahun 1966 yang dibintangi Adam West. Akan tetapi film Superman ini adalah film superhero besar pertama yang mendapat pendapatan besar dan menuai pujian dari kritikus. Uniknya, walaupun Superman dianggap sebagai film pertama yang bisa mewakili superhero, ada film Indonesia yang dirilis tahun 1974 berjudul Rama

Superman Indonesia. Film ini berdiri sendiri dan tidak diangkat dari komik manapun.

Selain menggunakan nama Superman, film ini bahkan mendahului film Superman yang diproduksi Hollywood.

FilmSuperman sendiri menjadi penanda bahwa film superhero bisa mendapatkan banyak keuntungan. Ada tiga sekuel film Superman yang dibintangi Christopher Reeve ini, yaitu Superman II (1980), Superman III (1983), dan Superman IV: The Quest for

Peace (1987), namun film ketiga dan keempat tidak terlalu ditanggapi dengan baik oleh kritikus maupun para penonton, sehingga penghasilannya pun buruk.

51 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Film sukses selanjutnya adalah Batman yang disutradarai Tim Burton tahun

1989. Memang ada beberapa film superhero selain sekuel-sekuel Superman yang ada di periode 1980-an seperti Supergirl (1984) dan The Toxic Avenger (1984), namun film- film tersebut tidak terlalu bisa menarik penonton. Film Batman dan sekuelnya inilah yang mengikuti kesuksesan Superman. Film ini dilanjutkan dengan Batman Returns

(1992), Batman Forever (1995), dan Batman & Robin (1997). Film Batman Forever dan Batman & Robin walaupun mendapat penghasilan bagus, sering disalahkan sebagai penyebab anjloknya kepopuleran superhero di 1990-an. Beberapa judul lain yang cukup terkenal di periode 1990-an adalah Teenage Mutant Ninja Turtles (1990), Teenage

Mutant Ninja Turtles II: The Secret of the Ooze (1991), The Rocketeer (1991), Teenage

Mutants Ninja Turtles III (1993), The Crow (1994), The Mask (1994), Judge Dredd

(1995), Mighty Morphin Power Rangers: The Movie (1995), Spawn (1997), dan Blade

(1998).

Periode 2000-an sampai sekarang (2013) bisa dibilang sebagai masa keemasan film-film superhero. Setiap tahun selalu ada film superhero yang dipadati penonton, tidak seperti periode-periode sebelumnya yang walau jumlah film jenis ini sebenarnya sudah cukup banyak, tetapi hanya sebagian kecil yang diminati. Rekor-rekor pendapatan box-office silih berganti dipecahkan pada periode ini di antaranya oleh film-film superhero. Berdasarkan situs www.boxofficemojo.com ada 56 film superhero yang diproduksi Hollywood mulai dari tahun 2000 hingga bulan Juli 2013, dan sebagian besar film itu sukses secara finansial. Jumlahnya pun masih akan terus bertambah dengan judul-judul yang siap rilis, dalam tahap produksi, maupun yang sudah dipastikan akan rilis pada tahun-tahun ke depan. Misalnya saja film The Amazing Spider-Man 2 yang dijadwalkan akan rilis tahun ini sudah mendapat jadwal rilis sekuelnya pada tahun

52 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

2016 dan 2018. Bandingkan jumlah film superhero dari periode setelah 2000 dengan rentang waktu tahun 1978 sampai 2000 yang jumlah film superhero-nya ada 38, dan hanya sebagian kecil saja yang sukses di pasaran.

Selain film-film superhero yang diproduksi Hollywood, ada juga film-film yang berasal dari Asia, seperti Jepang, India, Malaysia, dan Indonesia. Di Asia yang mendominasi produksi film semacam ini adalah Jepang. Kebanyakan dari film superhero yang diproduksi untuk bioskop adalah versi lepas dari serialnya. Misalnya film Kamen Rider Ryuki: Episode Final yang merupakan cerita alternatif dari serialnya.

Aktor-aktor yang membintanginya pun sama. Malaysia pernah membuat film komedi superhero berjudul Cicak Man tahun 2006 yang menghasilkan $901,226 di negara tersebut10. India memproduksi film superhero berjudul Ra.One pada tahun 2011 dengan penghasilan domestik $2,511,68911. Indonesia hampir tidak pernah membuat film superhero setelah Gundala Putera Petir (1981), kecuali apabila film-film pendekar silat juga diperhitungkan sebagai superhero. Maka film Madame X yang akan dibahas di sini dirilis pada tahun 2010 menjadi sesuatu yang langka.

7. Tiga Film yang Diteliti dalam Tesis Ini

7.1 Batman Begins (2005)

Batman Begins disutradarai oleh Christopher Nolan dan diluncurkan tahun 2005.

Naskahnya ditulis oleh David S. Goyer dan Christopher Nolan. Film ini didistribusikan oleh Warner Bros. Pictures. Para aktor yang bermain dalam film ini antara lain:

Christian Bale (Bruce Wayne/Batman), Michael Caine (Alfred), Liam Neeson

10http://www2.boxofficemojo.com/movies/intl/?page=&country=MY&wk=2009W1&id=_fCIC AKMAN2PLANETH01 (diakses pada 10 Juni 2013) 11http://www.boxofficemojo.com/movies/?id=raone.htm (diakses pada 10 Juni 2013)

53 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

(Ducard/Ra's al Ghul), Katie Holmes (Rachel Dawes), Morgan Freeman (Lucius Fox), dan Gary Oldman (Jim Gordon).

Setelah film Batman and Robin (1997) yang disutradarai oleh Joel Schumacher dibenci oleh para kritikus dan fans karena membuat karakter Batman menjadi konyol seperti serialnya di 1960-an, Warner Brothers ingin Batman lebih diterima oleh penonton modern. Mereka ingin memulai cerita Batman kembali dari awal (reboot) dengan atmosfer yang lebih gelap dan berfokus pada pergulatan tokoh Bruce Wayne dalam menjadi Batman.

Pilihan sebelumnya adalah mengadaptasi cerita komik Batman: Year One, yang berisi tentang asal-usul Batman. Banyak sutradara yang dikaitkan dengan proyek ini dari tahun 1998 sampai 2003, misalnya Darren Aronofsky dan Christopher Nolan. Ada juga proyek film Batman VS Superman yang rencananya akan dibintangi oleh Nicolas

Cage. Pada akhirnya kedua proyek ini terbengkalai karena banyak ketidakcocokan di antara para pembuatnya.

Pada Januari 2003, Christopher Nolandipilih menjadi sutradara untuk membuat film Batman: Year One. David S. Goyer bergabung pada bulan Maret 2003 untuk menjadi penulis naskah. Produksi film ini dimulai tahun 2004 untuk dirilis tahun 2005.

Nolan berkata bahwa film Batman yang baru ini akan lebih realistis. “The world of Batman is that of grounded reality. [It] will be a recognizable, contemporary reality against which an extraordinary heroic figure arises.”12 Nolan dan Goyer menggunakan beberapa cerita dari komik sebagai inspirasinya: Batman: Year One, Batman: The Man who Falls,Batman: Legends of the Dark Knight Halloween Special yang, ,Batman #232

Daughter of the Demon, Batman: The Long Halloween dan Batman: The Dark Victory.

12http://batman.wikia.com/wiki/Batman_Begins(diakses pada 11 Agustus 2014)

54 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Selain menggunakan komik-komik tersebut sebagai bahan inspirasi cerita,

Christopher Nolan juga menggunakan film fiksi ilmiah Blade Runner untuk inspirasistyle sinematografi. Nolan menggambarkan film itu sebagai pelajaran yang menarik tentang teknik mengeksplorasi dan menjelajahi dunia yang dapat dipercaya dan tak berbatas. “An interesting lesson on the technique of exploring and describing a credible universe that doesn't appear to have any boundaries.”13

Dengan budget $185,000,000, Batman Begins mengumpulkan $374,218,673di seluruh dunia. Angka itu menjadikan film ini sebagai film Batman terlaris setelah

Batman (1989) dan The Dark Knight (2008). Film ini juga merupakan film terlaris ke delapan tahun 2005. Selain mendapatkan pendapatan dan kritik yang positif, Batman

Begins juga dinominasikan di Academy Award untuk kategori Best Cinematography.

7.2 The Dark Knight (2008)

The Dark Knight disutradarai oleh Christopher Nolan dan diluncurkan tahun

2008. Film ini diproduseri oleh Emma Thomas, Charles Roven, Christopher Nolan.

Penulisan cerita dan naskah diserahkan pada Jonathan Nolan, Christopher Nolan, dan

David S. Goyer. Film ini didistribusikan oleh Warner Bros. Pictures. The Dark

Knightmemiliki budget $185,000,000 dan menghasilkan pendapatan: $1,001,921,825.

Film ini adalah kelanjutan langsung dari film Batman Begins. Christopher Nolan dan David S. Goyer memang sebelumnya sudah mengumumkan bahwa Batman Begins akan diperlakukan sebagai bagian sebuah trilogi. The Dark Knight sendiri adalah film

Batman pertama yang tidak mencantumkan nama Batman dalam judulnya.

The Dark Knight memunculkan musuh baru untuk Batman, yaitu The Joker yang diperankan oleh Heath Ledger. Interpretasi tokoh Joker di sini sebagian besar

13Ibid.

55 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

didasarkan pada komik Batman: The Killing Joke karangan Alan Moore. Jerry

Robinson, kreator tokoh Joker sebagai musuh utama (arch-nemesis) Batman di komik, juga dilibatkan di film ini sebagai konsultan. Selain Joker, ada juga Harvey Dent/Two-

Face yang berubah dari sekutu menjadi musuh.

Pemain film ini antara lain: Christian Bale (Bruce Wayne/Batman), Heath

Ledger (The Joker), Aaron Eckhart (Harvey Dent/Two-Face), Maggie Gylleenhaal

(Rachel Dawes), Michael Caine (Alfred), Morgan Freeman (Lucius Fox), dan Gary

Oldman (Jim Gordon).

Film ini adalah kelanjutan langsung dari film Batman Begins. Christopher Nolan dan David S. Goyer memang sebelumnya sudah mengumumkan bahwa Batman Begins akan diperlakukan sebagai bagian sebuah trilogi. The Dark Knight sendiri adalah film

Batman pertama yang tidak mencantumkan nama Batman dalam judulnya.

Pendapatan film ini secara global mencapai $1.001.921.825. The Dark

Knightadalah film Batman yang terlaris di atas Batman (1989) dan Batman Begins

(2005). Film ini juga merupakan film terlaris tahun 2008 di Amerika Serikat.

Majalah Empire menempatkan The Dark Knight di ranking 15 dalam daftar "500

Greatest Movies of All Time" berdasarkan voting 10.000 pembaca, 150 sutradara film, dan 50 kritikus film. Academy Award menominasikan film ini dalam delapan kategori, yaitu Best Supporting Actor (Heath Ledger), Best Art Direction, Best Cinematography,

Best Film Editing, Best Makeup, Best Sound Editing,Best Sound Mixing, dan Best Visual

Effects. Yang berhasil dimenangkan adalah Best Supporting Actor dan Best Sound

Editing.

56 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

7.3 Madame X (2010)

Madame X yang dirilis tahun 2008 ini disutradarai oleh Lucky Kiswandi dan diproduseri oleh Nia Dinata. Naskahnya ditulis oleh Agastah Karim dan Kalid

Kashoogi. Para aktor yang bermain dalam film ini antara lain: Amink (Adam/Madame

X), Marcell Siahaan (Kanjeng Badai), Robbie Tumewu (Om Rudi), Ria Irawan (Tante

Yantje), Vincent Rompies (Din), Sarah Sechan (Bunda Lilis), Titi DJ (Bunda Ratu),

Shanty (Kinky Amalia), (Aline), dan Fitri Tropica (Cun Cun)

Info yang bisa didapatkan tentang film ini sangat terbatas dibandingkan dua film lain. Akan tetapi bisa dikatakan bahwa film ini merupakan film yang unik di Indonesia, bahkan di dunia. Pertama, Madame X adalah film superhero Indonesia pertama setelah

Gundala Putra Petir yang diputar di bioskop. Kedua, film ini menggambarkan seorang superhero yang seorang waria. Ini adalah sesuatu yang jarang, dan mungkin hampir tidak ada. Walaupun ada yang menyebut bahwa konsep film ini meniru superhero waria dari Filipina, Zsa Zsa Zatturnah14, tetapi belum ada yang pernah mengangkat cerita superhero waria ke film sebelum Madame X.

Hal menarik lainnya dari film ini adalah keberaniannya menjadi satir yang mengkritik tema-tema yang kerap dijumpai di Indonesia seperti tekanan terhadap kaum minoritas, kekerasan ormas, dan fundamentalisme. Sutradara Lucky Kiswandi saat diwawancarai untuk filmnya yang baru, Selamat Pagi, Malam, mengatakan bahwa

14http://danieldokter.wordpress.com/2010/10/07/madame-x-the-rebirth-of-indonesian-superhero/ (diakses pada 11 Agustus 2014). “Sebagian orang boleh-boleh saja menuduhnya meniru superhero waria dari Filipina, Zsa-Zsa Zatturnah, yang mungkin belum pernah didengar kebanyakan penonton kita…”

57 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Madame X dibuat sebagai komedi untuk menghindari sensor karena mengangkat isu yang sensitif ke dalam cerita.15

Film Madame X sempat dipilih menjadi unggulan di Asian Film Awards di

Hong Kong pada tahun 2011. Aktris Shanty mendapat nominasi untuk kategori Best

Supporting Actress, dan Eros Eflin mendapat nominasi kategori Best Production

Design.

15http://filmindonesia.or.id/article/lucky-kuswandi-malam-di-jakarta-lebih-terasa-jujur-daripada- siang-hari#.U_MrO_ldWJU(diakses pada 19 Agustus 2014). “Buat saya, semuanya kembali ke naskah. Naskahnya minta apa, itu yang dijadikan acuan. Madame X dieksekusi dengan gaya komedi karena itu merupakan salah satu trik untuk menghindari sensor, karena sebetulnya isu yang diangkat dalam film itu cukup sensitif. Ada soal fundamentalisme dan lain-lain. Jadi, kalau saat itu saya mengemasnya dengan gaya drama yang super serius, akan susah sekali untuk tayang.”

58 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB III

ANALISIS NARATOLOGI ATAS BATMAN BEGINS, THE DARK KNIGHT,

DAN MADAME X

Suatu bangunan membutuhkan pondasi agar dapat berdiri dengan kuat.

Demikian juga analisis ideologi film memerlukan analisis terhadap struktur intrinsik film itu sendiri sehingga menjadi penopang tahap selanjutnya. Analisis tersebut dilakukan dengan melihat berbagai segi intrinsik teks film itu16. Tahap yang dilakukan di bab ini juga berperan sebagai lintasan makna, sehingga pembacaan isinya tidak lari dari struktur yang dijabarkan.

Bab ini berusaha menjelaskan film Batman Begins, The Dark Knight, dan

Madame X dengan analisis struktural narasi Roland Barthes. Analisis struktural narasi terdiri dari tiga bagian, yaitu analisis fungsional, analisis tindakan, dan analisis narasional. Di dalam analisis fungsional sendiri terdapat analisis sekuensial dan analisis indeksikal. Akan tetapi, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman istilah dengan

“sekuens” pada film yang lebih berarti adegan, maka istilah “sekuens” Barthes akan diganti dengan “babak”. Yang akan dilakukan pada bab ini secara umum akan menggambarkan dan memberi nama setiap babak film dengan action/peristiwa tertentu berdasarkan fungsi-fungsi yang dominan di dalamnya, menganalisis distribusi aktan, dan memberi catatan umum tentang sejumlah teknik yang khas dalam film dan implikasinya.

16Kellner menyebutkan "Criticizing hegemonic ideologies thus requires showing how certain positions in media cultural texts reproduce existing political ideologies in current political struggles, as when some films or popular music articulate conservative or liberal positions, while others articulate radical ones. Moreover, doing ideology critique involves analyzing images, symbols, myths, and narrative, as well as propositions and systems of belief" (Kellner, 1995: 59).

59 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

1. Batman Begins

1.1 Sinopsis

Batman Begins bercerita tentang Bruce Wayne (Christian Bale), jutawan yatim piatu yang menggunakan identitas rahasia sebagai Batman untuk memerangi kejahatan.

Bruce Wayne adalah anak Thomas dan Martha Wayne yang merupakan orang kaya pemilik Wayne Enterprise yang dihormati di Gotham City. Mereka dibunuh oleh perampok saat Bruce yang masih kecil ketakutan di gedung teater dan mengajak mereka keluar. Ketakutan ini dipicu oleh traumanya pada kumpulan kelelawar yang terbang ke arahnya saat ia bermain dan jatuh ke dalam sumur. Kematian orangtuanya meninggalkan luka dalam baginya dan menjadi salah satu pemicu untuk di kemudian hari dia ingin memerangi kejahatan.

Bruce pernah ingin membalas dendam namun pembunuh orangtuanya lebih dahulu dibunuh oleh orang suruhan Carmine Falcone, bos mafia di Gotham. Bruce membicarakan tindakannya yang nyaris terjadi itu dengan Rachel Dawes (Katie

Holmes), teman masa kecilnya yang sekarang menjadi jaksa. Rachel tidak menyetujui itu dan membuatnya menjauh dari Bruce. Bruce ingin memahami dunia kriminal agar dapat memeranginya. Dia mengembara sampai di suatu penjara dia bertemu dengan seorang pria misterius bernama Ducard yang mengajaknya untuk ikut dalam suatu perkumpulan rahasia, the League of Shadows.

The League of Shadows adalah perkumpulan pembunuh rahasia yang menggunakan teknik ninja, dipimpin oleh seseorang bernamaRa’salGhul. Ducard mengklaim bahwa organisasi itu lebih dari sekedar orang yang main hakim sendiri

(vigilante), melainkan orang-orang yang bisa mengembalikan keseimbangan saat keseimbangan itu dikacaukan oleh kriminalitas dan kemrosotan moral. Maka Bruce

60 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

berlatih sebagai anggota League of Shadows, namun sebagai inisiasi terakhirnya Bruce harus membunuh orang yang mereka tangkap karena membunuh.Selain itu, Bruce juga akan diberi tugas untuk menghancurkan Gotham yang dianggap sudah membusuk.

Bruce yang menolak melakukan itu dikepung oleh pasukan League of Shadows, tetapi dia bisa melarikan diri dengan membakar markasnya dan sempat menyelamatkan

Ducard yang hampir jatuh ke jurang.

Bruce kembali ke Gotham dan mendapati bahwa kotanya tidak bertambah baik setelah ditinggalkannya. Ia menggunakan aset perusahaannya untuk menjadi Batman yang berusaha memperbaiki keadaan kotanya. Ia mengajak Sersan Jim Gordon (Gary

Oldman) yang dianggapnya sebagai satu-satunya polisi yang dapat dipercaya di kota itu.

Bruce sebagai Batman mulai menyelidiki dang menggagalkan rencana Falcone. Ia mendapati bahwa ada rencana yang lebih besar dan bahwa Falcone hanya orang yang berperan kecil di situ.

Ducard yang ternyata adalah Ra’s alGhul sendiri berencana untuk menyerang

Gotham dengan bantuan Jonathan Crane, seorang psikiater yang sering membantu

Carmine Falcone untuk membebaskan anak buahnya dari penjara dengan mendiagnosis mereka sebagai orang sakit jiwa. Crane membuat semacam zat yang bisa membuat orang berhalusinasi agar ketakutan. Zat itu sudah disebarkan ke saluran air di seluruh

Gotham dan siap dilepaskan ke permukaan. Rencana Ra’s al Ghul adalah menghancurkan Gotham dari dalam dengan membuat orang-orangnya sendiri berhalusinasi agar keadaan menjadi kacau. Walaupun sempat tidak berdaya berhadapan dengan Jonathan Crane dan Ra’s al Ghul, namun bantuan orang-orang di sekitarnya seperti Alfred (Michael Caine), Lucius Fox (Morgan Freeman), dan Jim Gordon, membuat Batman pada akhirnya mampu mengalahkan Ra’s al-Ghul.

61 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

1.2 Analisis Fungsional dan Indeksikal

Tiga film yang dibahas dalam tesis ini masing-masing akan dibahas dalam beberapa tahap. Tahap analisis fungsional dan indeksikal adalah tahap pertama untuk melihat struktur plot dan konten yang tersimpan dalam film. Konten itu hadir dalam bentuk indeks yang merupakan berbagai keterangan latar belakang cerita, seperti penokohan, setting, dan sebagainya. Persamaan dan perbedaan masing-masing film yang didapat nantinya akan digunakan sebagi dasar pembacaan ideologi film.

Batman Begins terdiri dari empat babak, yaitu inisiasi, persiapan, eksperimen, dan kebangkitan. Film ini secara umum mirip dengan monomyth Joseph Campbell yang menggambarkan rites of passage cerita kepahlawanan. Si pahlawan berpisah dengan tempat asalnya, menjalani inisiasi, kemudian kembali ke tempat asal untuk membuktikan dirinya. Batman Begins juga didominasi oleh fungsi struggle dengan para musuh. Skemanya dapat dilihat sebagai berikut:

Babak 1: Inisiasi

1. Flashback 2. Bruce Wayne berangkat ke League of Shadows 3. Bruce Wayne berlatih 4. Flashback 5. Bruce Wayne melawan Ra’s al Ghul

Babak 2: Persiapan

1. Bruce Wayne kembali ke Gotham 2. Bruce Wayne menemui Lucius Fox dan mendapat peralatan 3. Bruce Wayne menemui Jim Gordon dan menjadikannya sekutu

Babak 3: Eksperimen

1. Batman berhadapan dengan komplotan Falcone 2. Batman menyelamatkan Rachel Dawes 3. Batman menginterogasi Flass 4. Batman menghadapi Jonathan Crane

62 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Babak 4: Kebangkitan

1. Alfred dan Lucius Fox menolong Bruce Wayne/Batman 2. Batman membuntuti Rachel Dawes 3. Batman menghadapi Jonathan Crane 4. Batman lari dari kejaran polisi 5. Bruce Wayne dikalahkan Ra’s al Ghul 6. Batman mengalahkan Ra’s al Ghul a.Babak 1: Inisiasi

Babak pertama yang penulis namakan “Inisiasi” initerdapat tiga fungsi pokok, yaitu: “Bruce Wayne berangkat ke League of Shadows”, “Bruce Wayne berlatih”, dan

“Bruce Wayne melawan Ra’s al Ghul”. Ada banyak flashback di bagian ini yang dimasukkan ke kategori indeks dan fungsi katalis karena tidak berpengaruh pada jalan cerita utama. Bagian tersebut berguna sebagai konteks latar belakang tokoh Bruce

Wayne. Secara umum babak ini berfungsi menunjukkan bagaimana perjalanan tokoh

Bruce Wayne mendapatkan keahliannya sekaligus memperkenalkan penokohannya.

Secara umum babak ini beralur maju dengan fungsi-fungsi pokok yang berhubungan sebab-akibat. Akan tetapi, di sela-sela fungsi pokok tersebut banyak terdapat flashback yang berguna untuk memberi kedalaman pada latar belakang tokoh

Bruce Wayne. Penggunaan teknik ini dirasa cukup efektif karena kedua alur (sekarang dan masa lalu) dapat berjalan beriringan, sehingga plot bergerak sambil memberi keterangan terhadap tokoh. Film menjadi lebih dinamis dan tidak memerlukan eksposisi yang terlalu lama, karena pengenalan latar belakangnya berjalan beriringan.

Bruce Wayne adalah orang kaya raya pewaris keluarga Wayne yang digambarkan seperti aristokrat yang dihormati di kota Gotham. Keluarga Wayne adalah simbol kemakmuran dan modernitas Gotham. Wayne Tower yang menjulang di Gotham jelas menjadi penandanya, walaupun oleh Ra's al Ghul itu juga menjadi simbol

63 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

kegagalan Wayne mengatasi masalah Gotham sehingga dia ingin menghancurkannya.

Kekontrasan itu bisa dilihat dalam dua shot berikut. Gambar atas menunjukkan Wayne

Tower saat Thomas Wayne bercerita pada Bruce tentang peran keluarga Wayne dalam perkembangan Gotham. Gambar diambil dari bawah menonjolkan Wayne Tower yang menjulang dengan pencahayaan terang agar terkesan megah. Gambar bawah adalah saat

Ra's al Ghul akan menghancurkannya. Gambar diambil lebih sejajar dengan kereta yang akan melewatinya di malam hari, menjadikannya seperti sasaran empuk.

Gambar 2. Wayne Tower di bagian awal, dan bagian akhir saat akan dihancurkan

Ra's al Ghul (Batman Begins)

Bruce terpaksa menjadi pewaris karena kematian orang tuanya di waktu dia masih kecil. Ketidaksiapan menanggung tanggung jawab tersebut digambarkan dengan dirinya yang harus berpisah dengan tempat asalnya untuk nantinya kembali membawa keahlian baru.

Bruce digambarkan sebagai orang yang memiliki rasa bersalah yang mendalam diakibatkan oleh kematian orangtuanya. Rasa bersalah ini muncul karena dia memiliki

64 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

ketakutan pada peran kelelawar yang muncul pada pertunjukan yang mereka saksikan.

Mereka keluar gedung teater karena Bruce merasa takut, namun mereka dirampok dan kedua orangtua Bruce terbunuh.

Bruce Wayne juga mendendam terhadap pembunuh orangtuanya dan kejahatan secara umum. Dari flashback lain diperlihatkan bahwa dia ingin membunuh Joe Chills, pembunuh orangtuanya, tetapi ia sudah dibunuh oleh orang lain terlebih dulu. Rachel

Dawes, teman masa kecilnya marah setelah Bruce menceritakan keinginannya itu. Lalu

Bruce membuang pistol yang sebelumnya akan dia gunakan ke laut. Ini memperlihatkan bahwa Bruce menjadi benci terhadap tindakan mematikan, sehingga nantinya ia juga menolak untuk membunuh orang lain.

Ducard dan Ra’s al Ghul sering mengeluarkan dialog filosofis untuk menekankan peran mereka sebagai mentor Bruce Wayne. Dari beberapa dialog diketahui bahwa Ducard dan Ra’s al Ghul adalah orang-orang tanpa kompromi yang setia pada falsafah mereka. Ducard menganggap bahwa kriminalitas tidak dapat diampuni: “Crime cannot be tolerated. Criminals thrive on the indulgence of society’s misunderstanding.” Ra’s al Ghul siap melakukan segala cara untuk membinasakan sesuatu yang dianggapnya membahayakan masyarakat: “Gotham’s time has come. Like

Constantinople or Rome before it, the city has become a breeding ground for suffering and injustice. It is beyond saving and must be allowed to die.” Ra’s al Ghul juga menggunakan ketakutan sebagai senjata utama mereka: “To manipulate fears, you must master your own”, “To conquer fear you must become fear. You must bask in the fear of other men. And men fear most what they cannot see”).

Latar belakang Ra’s al Ghul tidak dijelaskan dengan gamblang dan malah tampak sengaja disamarkan. Dalam komiknya, Ra’s al Ghul (berarti kepala iblis dalam

65 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

bahasa Arab) adalah seorang tokoh beretnis Timur Tengah, namun dalam film ini dia diperankan oleh Liam Neeson yang berasal dari Irlandia. Ra’s al Ghul palsu pun diperankan oleh Ken Watanabe dari Jepang. Selain kedua orang ini, anggota League of

Shadows lainnya tersembunyi dalam pakaian ninja yang menutupi wajah. Film ini jelas ingin membedakan diri dari latar belakang komiknya untuk efek tertentu, yang akan dibahas di bab selanjutnya.

Setting tempat pada babak ini kebanyakan berada di markas League of Shadows yang terdapat di suatu tempat di Asia, kemungkinan Cina. Markasnya sendiri berada di pegunungan dan terpencil. Hal ini sejajar dengan Bruce Wayne yang mengalami keterpisahan dari masyarakat atas peran yang akan dia jalani.

Penjelasan keadaan kota Gotham dapat dilihat dari flashback lain. Pada suatu shot diperlihatkan bahwa kota Gotham adalah kota metropolitan modern yang tampak dari gedung-gedung pencakar langit. Akan tetapi imaji tersebut dikontraskan pada saat adegan Rachel Dawes membawa Bruce Wayne untuk melihat keadaan Gotham yang tidak terlihat di permukaan. Lorong bawah tanah Gotham dijadikan sebagai tempat tinggal para gelandangan. Menurut Rachel, keadaan seperti itulah yang dimanfaatkan

Carmine Falcone, bos mafia Gotham. Kemiskinan menjadikan orang rela melakukan apa saja sehingga muncul orang seperti Joe Chills yang membunuh orangtua Bruce.

Secara ironis, orangtua Bruce yang kaya dibunuh di sebuah lorong yang kumuh. Sisi buruk yang tak terlihat di wajah Gotham yang megah ini seakan menunjukkan kapitalisme menindas orang yang statusnya berada di bawah. Kriminalitas di Gotham juga tercipta dari sini.

66 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 3. Orangtua Bruce dibunuh di daerah kumuh Gotham (Batman Begins) b.Babak 2: Persiapan

Babak kedua ini disebut dengan “Persiapan” karena menunjukkan langkah- langkah Bruce dalam mempersiapkan diri sebagai Batman. Babak ini juga berfungsi memperkenalkan tokoh-tokoh yang berperan sebagai penolong dalam film ini. Fungsi pokok pertama pada babak ini adalah “Bruce kembali ke Gotham”. Fungsi ini menunjukkan perpindahan tempat sama seperti fungsi kepergian di babak pertama. Ini sekaligus juga menjadi penanda pergantian babak.

Fungsi pokok kedua adalah “Bruce Wayne menemui Lucius Fox dan mendapat peralatan”. Ini merupakan fungsi yang mempertemukan dua aktor. Fungsi ini juga menjadikan Lucius Fox sebagai penolong yang mengatasi lack17 yang dialami Bruce.

Lucius Fox adalah kepala bagian pengembangan teknologi di Wayne Enterprise. Pilihan

Bruce untuk menemuinya menyebabkan Bruce memiliki peralatan-peralatan yang akan dibutuhkannya sebagai Batman.

17Lack di sini adalah adalah lack dalam teori aktan Propp/Greimas (bukan psikoanalisis), yang menunjukkan sesuatu yang belum dimiliki subjek untuk mendapatkan objek. Untuk mendapatkan objek, subjek membutuhkan bantuan penolong. Dalam hal ini, walaupun Bruce bekerja di luar hukum, dia masih tetap membutuhkan koneksi Gordon yang seorang sersan polisi untuk membantunya melawan kriminalitas.

67 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Fungsi pokok ketiga adalah “Bruce Wayne menemui Jim Gordon dan menjadikannya sekutu”. Jim Gordon adalah seorang sersan kepolisian di Gotham yang dianggap berbeda dari penegak hukum korup lainnya oleh Bruce. Gordon adalah satu dari sedikit orang yang jujur di jajaran penegak hukum Gotham, sehingga Bruce membutuhkan bantuannya.

Setelah pada babak sebelumnya Bruce Wayne berpakaian lusuh untuk meleburkan dirinya dengan dunia kriminal, lalu berganti menjadi pakaian ninja (League of Shadows) untuk menunjukkan latihannya, maka pada babak ini dia memakai pakaian jas dan tuksedo. Dia juga tampak mengendarai mobil mewah. Itu semua menunjukkan posisinya sebagai warga kelas atas. Kepemilikan perusahaan dan pengembangan alat- alat militer yang dimilikinya digunakan sebagai sarana dirinya menjadi Batman.

Pemilihan penampilan seperti itu memang sengaja ditampilkannya sebagai topeng untuk menutupi identitasnya sebagai Batman. Hal ini akan lebih terlihat di babak berikutnya.

Bruce menjadi seseorang yang berniat menggunakan ketakutan sebagai senjata.

Seperti yang dinasihatkan Ra's al Ghul, agar dapat menaklukkan ketakutan dia harus menjadi ketakutan itu sendiri. Adegan yang pas dengan itu ada ketika dia menemukan gua di bawah rumahnya untuk dijadikan markas. Bruce membiarkan dirinya dikerubungi kelelawar dalam gua itu dengan ekspresi wajahnya yang tenang; dia sudah menyatu dengan ketakutannya.

68 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 4. Bruce menyatu menyatu dengan ketakutannya (Batman Begins) c. Babak 3: Eksperimen

Setelah melakukan persiapan, di babak ini Bruce Wayne mulai mempertontonkan keahlian dan teknologi yang dimilikinya dengan menjadi Batman.

Maka dari itu babak ini dinamakan “Eksperimen”. Ada empat fungsi pokok yang terdapat pada babak ini, yaitu: “Batman berhadapan dengan komplotan Falcone”,

“Batman menyelamatkan Rachel Dawes”, “Batman menginterogasi Flass”, dan

“Batman menghadapi Jonathan Crane”.

Pada fungsi “Batman berhadapan dengan komplotan Falcone” Bruce Wayne pertama kali menunjukkan dirinya sebagai Batman, menggunakan kostumnya dan mempertunjukkan keahliannya. Fungsi ini merupakan fungsi yang menampakkan struggle karena Bruce Wayne/Batman berhasil mengalahkan komplotan Falcone dan menggagalkan rencana penyelundupan mereka.

Fungsi kedua adalah kelanjutan tindakan Batman yang ingin memberantas mafia

Falcone. Yaitu “Batman menyelamatkan Rachel”. Lagi-lagi Batman menunjukkan superioritasnya di hadapan musuh dengan teknik pengambilan gambar yang sama dengan saat dia menghadapi kelompok Falcone. Fungsi ini adalah struggle sekaligus

69 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

communication (pemberian tugas)karena Batman juga memberi foto kepada Rachel yang bisa digunakannya untuk memberatkan hakim yang dimiliki oleh Falcone.

Langkah selanjutnya adalah Batman menginterogasi Flass, polisi korup yang juga orang Falcone, untuk mengetahui letak sisa selundupan. Babak ini diakhiri dengan kekalahan Batman terhadap Jonathan Crane/Scarecrow.

Batman menggunakan kostum berwarna hitam agar sulit dilihat pada malam hari saat ia beraksi. Ini sejalan dengan ajaran Ducard bahwa orang paling takut dengan sesuatu yang tidak terlihat. Batman memanfaatkan ketakutan itu sebagai senjata. Ini mirip dengan yang dilakukan oleh Jonathan Crane yang menggunakan zat toksin yang menimbulkan rasa takut dan kekacauan pikiran. Maka Batman sebenarnya seperti berjalan di antara hukum dan kriminalitas. Ia hanya tidak menggunakannya secara mematikan. Adanya perintah kepada polisi untuk menangkap Batman menandakan bahwa dia lebih dilihat sebagai seorang kriminal oleh mereka.

Ketegangan di sini dibangun dari mata anak buah Falcone dengan gambar- gambar agak gelap yang panjang dengan kamera mendekati daerah gelap perlahan- lahan, menekankan fokus kepada bagian-bagian gelap yang kosong tersebut.

Ketegangan ditekankan dengan shot ekspresi orang-orang itu yang tampak khawatir dan bergerak perlahan berhati-hati. Lalu dengan teknik ala film horor/thriller dibuatlah jump scare seperti suara-suara dari kejauhan dan lampu yang pecah. Adegan macam ini adalah salah satu yang kerap muncul dalam film-film superhero, yaitu ketika penjahat dibuat tidak berdaya atas kekuatan dan kemampuan sang superhero).

70 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 5. Batman menakuti musuhnya (Batman Begins)

Menariknya walaupun Batman sudah berusaha menggunakan ketakutan sebagai senjata seperti yang diajarkan Ducard, Batman mengalami halusinasi berupa kelelawar dan gambaran kematian orangtuanya ketika dikalahkan Jonathan Crane. Ini berarti dia belum sepenuhnya menguasai ketakutannya seperti yang ia kira. Ia masih mengalami lack yang akan diatasi kemudian oleh aktor penolong, yaitu Alfred dan Lucius Fox.

Gambar 6. Crane membuat Batman melihat ketakutannya (Batman Begins)

Batman juga menggunakan cara yang ekstrem untuk menggali informasi. Seperti saat ia menggantung Flass di ketinggian untuk mengancamnya. Dia bukan polisi, tetapi juga bukan penjahat. Dia melanggar hukum, walaupun tidak sampai melakukan sesuatu yang mematikan, tetapi dengan tujuan agar hukum tetap berjalan (memberantas

71 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

penjahat dan penegak hukum yang korup). Batman enggan menggunakan cara-cara yang mematikan karena pengaruh masa lalunya.

Bruce Wayne menampakkan diri sebagai jutawan playboy di publik dengan mobil dan pakaian mewahnya, sembari menggandeng dua wanita. Hal ini dia lakukan untuk menyembunyikan identitas gandanya. Dia mengikuti nasihat Alfred agar orang tidak curiga dengan gerak-geriknya. Maka anehnya, Bruce Wayne justru bisa menjadi dirinya sendiri saat ia memakai topeng Batman. Figur Bruce Wayne yang dilihat umum adalah penyamarannya yang sebenarnya. d.Babak 4: Kebangkitan

Babak keempat ini dinamakan “Kebangkitan” karena di sinilah Batman mengatasi kegagalannya dan mengalahkan musuhnya. Fungsi pokok yang pertama adalah “Alfred dan Lucius Fox menolong Bruce Wayne/Batman”. Lack yang dalami oleh Batman diisi di sini dengan bantuan Alfred dan Lucius Fox. Batman juga bisa mengantisipasi konfrontasi yang akan datang dengan Jonathan Crane karena telah mendapat penawar racun.

Fungsi kedua adalah “Batman membuntuti Rachel Dawes”. Rachel yang ingin menyelidiki Jonathan Crane di rumah sakit jiwa Gotham, Arkham Asylum, dibuntuti oleh Batman yang juga ingin tahu sekaligus melindungi Rachel. Momen ini krusial karena mengantarkan pada konfrontasi antara Jonathan Crane dan Batman.

Fungsi berikutnya ialah “Batman menghadapi Jonathan Crane”.Batman yang sudah mengatasi lack-nya atas bantuan Alfred dan Lucius Fox bisa mengalahkan

Crane.Ia mengembalikan statusnya sebagai pengguna ketakutan, terutama saat ia menggunakan senjata Crane untuk mengalahkan Crane sendiri. Batman menjadi sosok

72 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

yang menakutkan di mata Crane. Batman juga sekali lagi menyatu dengan kelelawar sebagai ketakutannya. Hal itu tampak dalam shot ketika ia meloncat di kerubungan kelelawar dan juga saat orang lain melihatnya seperti sosok monster karena pengaruh halusinogen.

Gambar 7. Batman kembali menjadi pengguna ketakutan (Batman Begins)

Fungsi keempat adalah “Batman lari dari kejaran polisi”. Pada usahanya ini,

Batman mendapatkan halangan dalam bentuk kejaran dari polisi. Ini adalah implikasi dari tindakan Batman yang bekerja di luar hukum dan membuat gerah penegak hukum sendiri.

Setelah berhasil lari dari kejaran polisi dan berhasil menyelamatkan Rachel, masuklah fungsi pokok kelima, yaitu “Bruce Wayne dikalahkan Ra’s al Ghul”.

Kekalahan ini tidak lama terjadi karena Bruce kembali ditolong oleh Alfred pada saat kritis.

Fungsi pokok terakhir dalam film ini adalah “Batman mengalahkan Ra’s al

Ghul”. Batman mengatasi konfrontasinya dengan Ra’s al Ghul dengan bantuan Jim

Gordon. Pada fungsi pokok terakhir ini juga banyak terdapat fungsi katalis yang

73 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

menggambarkan usaha Batman dalam mengalahkan Ra’s al Ghul. Batman berusaha menghentikan Ra’s al Ghul yang membawa alat untuk menguapkan zat.

Ducard menampakkan dirinya yang sebenarnya sebagai Ra's al Ghul pada babak ini. Di sini dia menampakkan bahwa dirinya adalah orang yang sangat percaya dengan moralitasnya. Dia masih berusaha menghancurkan Gotham yang dirasa sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Tidak hanya itu, dia juga menolak membunuh Bruce ketika The

League of Shadows membakar rumahnya, seperti yang Bruce lakukan terhadap markas

The League of Shadows. Itu merupakan sikapnya untuk membuat impas hubungannya dengan Bruce, karena dia juga pernah tidak dibunuh oleh Bruce. Tentu saja tindakannya ini pada akhirnya mengakibatkan rencananya digagalkan oleh Bruce. Di sisi lain Bruce juga tetap mempertahankan prinsipnya ketika mengalahkan Ra's al Ghul, yaitu tidak membunuhnya, namun membiarkan dia dibawa kereta yang akan menabrak gedung. Dia berkata "I won't kill you, but I don't have to save you."Kedua orang ini mempertahankan prinsip mereka sampai akhir walaupun berseberangan.

Gambar 7. Batman mendominasi musuhnya tetapi enggan membunuhnya (Batman Begins)

1.3 Analisis Tindakan dan Narasional

Analisis fungsional yang membagi berbagai event dalam film masih baru tahap pertama dalam analisis naratif Barthes. Analisis tindakan/aktansial akan menajamkan analisis fungsional karena melihat peran aktan berdasarkan fungsi-fungsi yang sudah

74 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dijabarkan. Dari situlah nantinya analisis ideologis di bab empat dapat dilakukan.

Berbagai oposisi kejadian akan dibahas di bagian ini.

Berdasarkan analisis tingkat pertama, pembagian aktansial secara keseluruhan dalam film Batman Begins adalah sebagai berikut:

Subjek Bruce Wayne/Batman

Objek Keamanan Gotham, Kekalahan Ra's al Ghul

Musuh Ra's al Ghul, Jonathan Crane/Scarecrow, Falcone, Trauma

Penolong Ra's al Ghul, Alfred, Gordon, LuciusFox, Rachel Dawes, Teknologi, Kekayaan

Pengirim Trauma, Ra's al Ghul, Bruce Wayne

Penerima Bruce Wayne, Warga Gotham

Gambar 8. Tabel Aktansial Batman Begins

Film Batman Begins memiliki banyak gerakan dalam pergantian fungsi dan perpindahan aktansial, sehingga film ini tergolong sebagai film yang dinamis.

Kedinamisan ini menunjukkan bahwa film ini bukan hendak menyampaikan sesuatu yang statis, namun masih menyisakan ruang untuk pertanyaan karena banyaknya kemungkinan. Indeks-indeks film ini juga dapat memberi latar belakang yang kuat bagi para tokoh dan setting. Misalnya, Bruce yang berasal dari keluarga kaya yang aristokratik harus bergerak keluar dari latar peradaban (Gotham) ke pengasingan untuk menunjukkan keterpisahan dirinya dengan masyarakat.

Pada awalnya narasi berjalan agak lambat dengan banyaknya kilas balik sebagai katalis dan indeks, sehingga alur tidak banyak berjalan maju. Hal ini dimaksudkan agar menonjolkan tokoh Bruce Wayne sebagai subjek, sehingga tidak langsung menampilkan

Batman yang penuh aksi. Malah Bruce sebagai Batman sendiri baru muncul pada babak ketiga dalam film, atau setelah film berjalan separuhnya. Banyaknya indeks dan katalis

75 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

yang mendominasi babak pertama juga berguna untuk memperkuat motivasi dan latar belakang subjek dalam mencari objek. Motivasi Bruce sendiri adalah trauma kematian orangtuanya. Karena itu, trauma adalah aktan dalam film yang berfungsi sebagai pengirim. Bruce ingin mengamankan Gotham karena tidak ingin orang lain mengalami nasib sama seperti dirinya. Maka itu dia berusaha memahami dunia kriminal dan akhirnya bertemu dengan Ra’s al Ghul yang mematangkan niatnya dengan latihan yang dia berikan.

Dinamisnya alur narasi film juga terjadi pada aktan, khususnya adalah perpindahan posisi Ducard/Ra’s al Ghul dari pengirim dan penolong menjadi musuh. Ini menunjukkan kompleksnya hubugan antaraktan yang terjadi pada film ini. Musuh tidak dipandang sebagai sesuatu yang gamblang dan statis, melainkan sesuatu yang problematis dan abu-abu.

Ducard/Ra’s al Ghul berperan menjadi pengirim dengan memberi tugas kepada

Bruce untuk mencari League of Shadows dan membangkitkan desire-nya18 untuk mendapatkan kekuatan.Peran Ducard selanjutnya berkembang menjadi penolong karena dalam rangkaian latihan, dialah yang menjadi guru yang mengajarkan teknik-teknik dan filosofi yang dianutnya kepada Bruce. Sementara itu Bruce Wayne yang mendapat pelatihan tersebut juga berperan sebagai penerima, karena dia pula yang akan menerima manfaat didapatkannya objek.

Posisi aktansial mendapat perkembangan lagi ketika Bruce Wayne memutuskan untuk melawan Ra’s al Ghul. Karena Bruce merasa filosofi yang dianutnya berbeda dengan League of Shadows (Bruce tidak mau membunuh seperti yang diperintahkan) dan tidak menyetujui rencana Ra’s al Ghul untuk menyerang Gotham, dia menganggap

18Desire di sini juga bukan dalam artian psikoanalisis, namun salah satu major articulations of praxis dalam analisis struktural naratif Barthes.

76 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

“Ra’s al Ghul” dan Ducard sebagai penghalangnya. Dengan demikian Ducard dan “Ra’s al Ghul” juga berperan sebagai musuh. Maka musuh dalam film ini adalah seseorang yang pernah menjadi kawan, dan bahkan pernah menguatkan niat subjek. Dari indeks dapat diketahui bahwa Bruce mengambil berbagai ilmu yang diajarkan oleh Ra’s al

Ghul menjadi senjatanya sendiri. Batman adalah pengguna ketakutan seperti halnya

Ra’s al Ghul, namun narasi menunjukan subjek yang mengalahkan seorang pengirim dan penolong.

Selanjutnya yang dilakukan Bruce adalah mengumpulkan penolong, yaitu

Lucius Fox dan Jim Gordon. Dengan tindakannya mendatangi Lucius Fox, Bruce mendapatkan teknologi dan sarana yang akan digunakannya dalam menjadi Batman. Di samping itu, Bruce juga mendatangi Jim Gordon yang jujur untuk mendapatkan sekutu dari pihak penegak hukum yang ia rasakan sudah korup. Pengumpulan penolong ini adalah tindakan untuk mengatasi lack. Meskipun Bruce sudah memiliki keahlian untuk menjadi Batman, ia masih kekuarangan sarana dan bantuan yang akan dibutuhkannya ketika menjadi superhero. Adanya penolong berguna untuk menutup kekurangan tersebut.

Bruce Wayne seperti sebelumnya berperan sebagai subjek dan penerima yang mencari sesuatu. Objeknya adalah persiapan menjadi Batman. Pada babak kedua, Bruce juga berperan sebagai pengirim karena keinginan (desire) untuk mendapatkan objek berasal dari dirinya sendiri.

Pada babak ketiga, Flass si posisi korup menjadi penolong karena membeberkan rencana musuh setelah diinterogasi Batman. Ambivalensi moral Batman ditunjukkan pada adegan interogasi tersebut. Analisis indeksikal menunjukkan Flass yang harusnya menjadi tokoh antagonis malah tampak seperti korban pada bagian ini karena disiksa

77 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

oleh Batman. Fungsi pokok interogasi itu juga menyebabkan tindakan Batman berikutnya untuk mengecek lokasi yang disebutkan Flass, yang berakhir dengan kejatuhannya ketika berhadapan dengan Jonathan Crane/Scarecrow. Selain Scarecrow sendiri, trauma juga ikut menjadi musuh pada bagian ini. Batman kalah dengan senjata

Scarecrow yang membangkitkan ketakutan masa lalunya, yang berarti bahwa Batman juga masih belum bisa mengatasi ketakutannya sendiri. Sebagai superhero, ia masih memiliki lack.

Lack Batman hilang karena penolong Alfred dan Lucius Fox. Kini Batman dapat menghadapi senjata musuh yang sebelumnya menjadi kekurangannya. Ini ditegaskan di babak terakhir dengan Batman yang menggunakan senjata Crane sendiri untuk melumpuhkannya, yang berarti bahwa dia kembali menjadi pengguna ketakutan dan bukan korbannya.

Jim Gordon sebagai penolong menjadi penting kembali saat Batman berhadapan dengan Ra’s al Ghul pada konfrontasi akhir. Batman hanya berhasil mendapat satu objek yaitu kekalahan Ra’s al Ghul, namun tidak mendapatkan objek yang lebih penting dan yan menjadi motivasinya, yaitu “keamanan Gotham”. Gotham masih tidak aman di akhir film yang diperlihatkan dengan foreshadowingakan adanya musuh lain untuk sekuel film. Untuk mencapai tujuannya, Batman tidak melanggar prinsipnya untuk tidak membunuh musuhnya, namun hanya membiarkan Ra’s al Ghul mati.

Batman Begins tidak mengikuti konsep tentang superhero yang mampu sendirian mengatasi segala masalah dengan kekuatannya, seperti Superman dalam film

Superman (1978). Batman beberapa kali membutuhkan penolong untuk melaksanakan tujuannya dan mengatasi lack. Film ini juga memperlihatkan ambivalensi antara pahlawan dan musuh yang direpresentasikan oleh Batman dan Ra’s al Ghul. Kedudukan

78 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Batman sebagai pahlawan di film ini tidak serta merta ditunjukan dengan oposisi antara baik dan buruk, tetapi pada wilayah yang terletak di antara keduanya. Dari indeks diperlihatkan bahwa antara subjek dan musuh sama-sama menggunakan ketakutan, sehingga Ra’s al Ghul dan Scarecrow adalah teroris bagi warga Gotham, sedangkan

Batman adalah teroris bagi musuh-musuhnya. Polisi yang merupakan representasi otoritas juga menjadi musuh pada sebuah babak karena mengejar Batman yang dianggap penjahat. Ini juga ditegaskan dalam indeks bahwa para penegak hukum (polisi dan hakim) adalah lembaga yang korup dan malah bekerja sama dengan mafia.

Ra’s al Ghul sebagai musuh utama film ini juga mengalami ambivalensi seperti

Batman. Dari indeks dapat dilihat bahwa dia bekerja tidak sekedar untuk menguasai atau merusak sesuatu, tetapi membawa keseimbangan dengan menghancurkan tempat yang telah membusuk agar dapat dibangun kembali. Dalam narasi, ambivalensi tokoh ini terlihat dari perpindahan posisi aktansialnya. Ra’s al Ghul adalah pengirim, berkembang menjadi penolong, dan akhirnya menjadi musuh bagi subjek. Ra’s al Ghul bisa saja menjadi pahlawan. Posisinya sebagai musuh semata-mata karena narasi menempatkannya seperti itu. Pembedanya dengan Batman adalah soal prinsip yang dipegang masing-masing: Batman yang tidak ingin membunuh dan Ra’s al Ghul yang tak segan menggunakan cara apapun.

Suatu cerita dapat dikatakan kompleks ketika tidak lurus-lurus saja dalam menyampaikan narasi. Kompleksitas cerita dapat terlihat dari bagaimana cerita tersebut melakukan distorsi dan ekspansi terhadap narasi. Batman Begins bisa dibilang termasuk pada golongan cerita yang semacam itu. Penceritaaan yang tidak urut, khususnya pada babak pertama, merupakan suatu distorsi, karena menggunakan beberapa kali plot mundur ke masa muda Bruce Wayne untuk menceritakan latar belakangnya. Efek

79 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

positifnya kepada film adalah ketegangan (suspense) dan gerakan plot langsung terbangun di awal film sambil penonton memasang kepingan-kepingan latar belakang

Bruce. Oleh karena itu, pada babak kedua film sudah siap untuk membangun ketegangan yang lebih intens. Efek negatifnya ialah gerakan plot itu sendiri menjadi tersendat di awal karena adanya bolak balik antara masa lalu dan masa kini. Akan tetapi, menurut penulis hal ini normal untuk menunjukkan kisah asal-usul (origin story) seorang superhero.

Indeks dalam narasi bisa menjadi distorsi sehingga cerita tidak hanya lurus mengikuti fungsi-fungsi pokok, dan juga menjadi ekspansi karena mengantar penonton agar dapat menyusun narasi dan maknanya sendiri. Adanya ambivalensi para tokoh dalam film ini adalah hasil dari indeks-indeks. Subjek dan musuh terus menerus dipertanyakan posisinya karena kemiripan di antara mereka. Area abu-abu ambivalensi tersebut bisa menjadi modal untuk diperdebatkan di bab selanjutnya ketika membahas ideologi dan utopia superhero.

2. The Dark Knight

2.1 Sinopsis

Film The Dark Knight ini melanjutkan cerita film Batman Begins. Kali ini kota

Gotham diteror oleh sosok bernama Joker yang menginginkan kekacauan dan pengungkapan jati diri Batman. Film diawali dengan adegan perampokan bank oleh

Joker. Joker melarikan diri sendiri setelah menipu anak-anak buahnya untuk saling bunuh. Uang yang dirampok tersebut merupakan uang milik mafia kota Gotham. Joker mengambilnya agar dirinya dilirik oleh para mafia.

80 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Sementara itu, di kota ada banyak peniru yang berpakaian seperti Batman bertindak main hakim sendiri dengan membawa senjata api. Batman datang menggagalkan sebuah transaksi sekaligus membereskan para penirunya. Keinginan

Batman untuk menginspirasi masyarakat agar berani melawan kejahatan ternyata ditafsirkan dengan salah.

Harapan bagi Gotham untuk menghapuskan kriminalitas di kota itu hadir dalam tokoh Harvey Dent, jaksa wilayah yang baru. Dent berani bertindak terang-terangan melawan para mafia yang juga sudah menempatkan orang-orangnya di jajaran penegak hukum. Dent sendiri beranggapan bahwa Batman juga adalah harapan terbaik Gotham karena mampu bertindak di luar kemampuan hukum. Bruce Wayne pun berpikir bahwa waktu ketika Batman tidak dibutuhkan lagi hampir tiba karena kehadiran Harvey Dent.

Para bos mob, Gambol, Sal Maroni, dan Chechen, mengadakan videoconference dengan Lau, pengusaha dari Hong Kong yang sudah mengamankan uang mereka kemudian kembali ke negaranya. Kemudian Joker datang berkata bahwa itu tidak akan menyelesaikan masalah, karena walaupun Lau kembali ke Hong Kong, Batman tetap bisa mengejarnya. Solusi terbaik yang ia tawarkan adalah membunuh Batman. Mereka menolak tawaran itu dan Gambol menawarkan uang hadiah bagi yang bisa menangkap atau membunuh Joker. Kemudian Joker berhasil membunuh Gambol dan mengambil kendali orang-orangnya.

Jim Gordon dan Harvey Dent mengirim Batman untuk mengambil Lau di Hong

Kong karena dia berada di luar yuridiksi mereka. Seperti yang diprediksi oleh Joker,

Batman berhasil melakukan itu. Hal ini membuat banyak mafia dapat ditangkap karena adanya bukti. Karena terpojok, mereka menuruti saran Joker untuk membayarnya mengalahkan Batman. Joker beraksi dengan membunuh salah satu peniru Batman dan

81 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

mengancam akan membunuh orang setiap hari selama Batman tidak mau menyerahkan diri.

Joker berusaha menculik Harvey Dent di acara penggalangan dana untuk Harvey

Dent di penthouse Bruce Wayne. Rencana tersebut digagalkan, dan Batman juga berhasil menyelamatkan Dent dan Rachel Dawes. Akan tetapi, Joker berhasil membunuh Komisaris Polisi Loeb dan hakim yang memimpin pengadilan para mob.

Gordon menggagalkan usaha Joker untuk membunuh wali kota Garcia saat pemakaman komisaris Loeb, dan tampak mengorbankan dirinya untuk usaha itu.

Batman hendak membocorkan jati dirinya, tetapi Dent menghalanginya dengan mengatakan kepada publik bahwa dialah Batman yang sebenarnya. Dent akan diamankan dan dikejar oleh Joker di kota. Gordon, yang ternyata masih hidup, dan

Batman berhasil menangkap Joker. Gordon sendiri dipromosikan menjadi Komisaris.

Di malam yang sama Dent dan Rachel diculik oleh orang suruhan Joker. Batman menginterogasi Joker dan menemukan bahwa mereka disekap dalam dua gedung berbeda yang sudah dipasangi bom waktu. Dent berhasil diselamatkan namun wajahnya rusak terkena ledakan, sedangkan Rachel mati. Joker sendiri meledakkan kantor polisi dan melarikan diri dengan Lau.

Coleman Reese, akuntan Wayne Enterprises, mengetahui identitas Batman dan berniat mengumumkannya di televisi. Joker berubah pikiran dan mengancam akan meledakkan sebuah rumah sakit apabila Reese tidak mati dalam satu jam. Bruce dan

Gordon melindungi Reese, yang akhirnya berubah pikiran. Sementara itu Joker meyakinkan Dent bahwa kematian Rachel bukan salahnya dan untuk membalas dendam pada orang-orang yang bertanggung jawab. Kemudian Joker meledakkan rumah sakit dan pergi membawa tawanan.

82 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Dent membunuh orang-orang yang ia anggap bertanggung jawab pada kematian

Rachel. Dia membunuh Maroni dan sopir yang membawa Rachel pergi. Joker memasang bom yang bisa diledakkan dari jauh di dalam dua feri. Yang satu berisi tahanan penjara, dan yang satunya berisi penduduk biasa. Ia memberi pemicu ledakan pada masing-masing kapal agar kapal yang lain meledak dan yang satunya aman. Jika tidak ada yang meledak, dia sendiri yang akan meledakkan keduanya. Batman menggunakan alat pelacak dengan memanfaatkan telepon genggam penduduk Gotham untuk mencari Joker. Alat itu dioperasikan Lucius Fox, yang sebenarnya menolak karena menganggap itu adalah pelanggaran privasi. Batman menemukan Joker, melawan bawahannya, dan menyelamatkan para sandera. Joker berhasil dilumpuhkan dan rencana untuk meledakkan feri digagalkan karena penumpang kedua kapal menolak untuk meledakkan kapal yang lain. Akan tetapi Joker berhasil memanipulasi Dent yang berarti rencananya untuk membuktikan bahwa orang sebaik Dent pun dapat jatuh pada tindak kejahatan.

Dent menyandera keluarga Gordon di tempat Rachel terbunuh. Batman dapat menyelamatkan Gordon dan keluarganya tetapi terpaksa membunuh Dent. Batman menyuruh Gordon untuk tidak menceritakan kejadian ini agar Dent tetap menjadi simbol harapan bagi kota Gotham. Dia juga bersedia disalahkan atas kematian Dent dan orang-orang yang dibunuhnya, juga atas kekacauan yang terjadi di Gotham. Maka

Batman pun resmi menjadi buron polisi.

2.2 Analisis Fungsional dan Indeksikal

Secara umum The Dark Knight dapat dibagi dalam tiga babak, yaitu gangguan, pencarian, dan manipulasi. Babak pertama tidak terdapat banyak fungsi pokok, tetapi

83 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

didominasi fungsi katalis. Hal itu untuk menunjukkan kembali keahlian Batman melumpuhkan lawan dan juga memperkenalkan beberapa tokoh baru. Baru di babak dua dan tiga banyak terdapat fungsi pokok yang menampilkan struggle, fraud,dan villainy.

Ini menunjukkan sosok musuh yang lebih dominan dari film sebelumnya. Skema fungsional The Dark Knightdapat dilihat sebagai berikut:

Babak 1: Gangguan

1. Batman mengambil Lau 2. Mafia menyewa Joker untuk membunuh Batman 3. Batman berhadapan dengan Joker

Babak 2: Pencarian

1. Gordon mencegah Joker membunuh walikota 2. Batman mencegah Harvey Dent membunuh anak buah Joker 3. Dent mencegah Bruce mengaku sebagai Batman 4. Batman dan Gordon menangkap Joker 5. Batman menginterogasi Joker 6. Batman memilih menyelamatkan Dent, maka Rachel mati

Babak 3: Manipulasi

1. Joker mengancam menghancurkan rumah sakit 2. Joker memanipulasi Dent 3. Dent membunuh orang-orang yang bertanggung jawab atas kematian Rachel 4. Bruce menyelamatkan Reese 5. Joker memasang bom di dua kapal 6. Batman memata-matai Gotham 7. Batman berhadapan dengan Joker 8. Batman membunuh Dent 9. Batman mengambil alih tindakan Dent a. Babak 1: Gangguan

Berbeda dengan Batman Begins yang menggunakan banyak flashback, The Dark

Knight beralur maju dan multiperspektif. Sudut pandang narator tidak hanya dari Bruce

Wayne, namun juga Joker, Jim Gordon, dan Harvey Dent. Sekali menonton pun sudah

84 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

tampak jelas bahwa terdapat banyak gerakan plot dalam film ini, sehingga ini termasuk film dengan narasi yang kompleks.

Adegan-adegan pertama film ini masih berupa fungsi katalis yang tidak berpengaruh langsung pada alur utama, misalnya adegan perampokan bank oleh Joker dan komplotannya, adegan Batman membereskan para peniru dan penjahat, dan adegan

Harvey Dent menuntut anggota mafia di pengadilan. Adegan-adegan tersebut menunjukkan tiga sudut pandang, yaitu Batman, Joker, dan Harvey Dent. Itu semua terpisah dan para tokoh belum menyatu dalam satu alur untuk menghentikan Joker.

Walaupun rangkaian adegan pada babak pertama ini tidak berpengaruh pada kemajuan plot, namun keberadaannya penulis rasa cukup menarik karena menyuguhkan pengenalan tokoh dengan cara yang menegangkan, seperti perampokan bank untuk menunjukkan kelicikan Joker.

Fungsi pokok pertama film ini adalah “Batman mengambil Lau”. Tindakan ini menyebabkan kemarahan mob sehingga mereka mengambil tindakan ekstrem yang menjadi fungsi pokok kedua, “Mafia menyewa Joker untuk membunuh Batman”.Hal itu berakibat pada fungsi pokok selanjutnya “Batman berhadapan dengan Joker”. Batman berhasil menyelamatkan Dent dan Rachel, sehingga rencana Joker untuk sementara digagalkan.

Joker yang muncul pada permulaan film ini mengenakan riasan seperti badut yang disebut oleh salah seorang komplotannya sebagai riasan perang (war paint). Wajah

Joker yang tak bisa dikenali karena rusak karena codet dan tertutupi riasan tersebut menunjukkan bahwa identitasnya tidak penting. Saat berusaha membunuh walikota,

Joker bahkan tidak memakai riasannya. Polisi juga tidak dapat menemukan apapun terkait identitasnya. Tidak seperti Batman yang memakai topeng untuk menutupi

85 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

identitasnya, riasan Joker hanya menegaskan bahwa dia tidak memiliki identitas untuk ditutupi.

Di pertengahan film, dia menyebut bahwa dia adalah agen kekacauan (agent of chaos). Joker lebih ingin dianggap seperti itu daripada sebagai seorang manusia.

Ketidakjelasan masa lalunya menegaskan hal ini. Dia lebih seperti reaksi yang muncul ketika ada sosok seperti Batman yang muncul memerangi kejahatan. Jadi perannya sama dengan Batman, namun berada di sisi penjahat.

Joker menampakkan diri sebagai seseorang yang tidak bisa ditebak dan memiliki gangguan jiwa.Hal ini tampak dari perbedaan cerita yang ia sampaikan ketika membunuh Gambol dan mengancam Rachel. Saat membunuh Gambol, dia berkata bahwa penyebab codet di mukanya adalah ayahnya menyiksanya saat masih kecil. Akan tetapi saat mengancam Rachel, dia bercerita bahwa codet itu adalah perbuatannya sendiri. Selain itu ia juga senang menggunakan cara apapun untuk mendukung prinsip kekacauannya, termasuk membunuh bawahannya, seperti saat dia merampok bank di awal film.

Seperti pada film Batman Begins, Bruce Wayne sebagai Batman masih menggunakan aset perusahaan yang merupakan bagian kekayaannya untuk mencapai tujuannya. Bisa dibilang bahwa kekayaan Bruce Wayne adalah salah satu kekuatannya untuk mengalahkan musuh. Semua itu tercermin dari peralatan mutakhir yang digunakan Batman, seperti kostumnya, senjatanya, dan kendaraan tempurnya, yang berasal dari bagian pengembangan teknologi perusahaannya.

Harvey Dent sebagai jaksa wilayah Gotham digambarkan sebagai harapan baru

Gotham. Dia dijuluki sebagai "Gotham's white knight", kebalikan dari Batman sebagai

"Gotham's dark knight". Bruce menganggap akhirnya waktu dia bisa berhenti sebagai

86 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Batman segera hadir karena ada orang yang bisa menegakkan hukum tanpa harus melanggar hukum seperti dirinya. Bahkan dalam suatu adegan digambarkan bahwa

Dent bisa merebut pistol penjahat yang mengancam dirinya di pengadilan. Dia adalah representasi penegak hukum sempurna yang diinginkan Batman.

Gambar 9. Harvey Dent di babak pertama sebagai penegak hukum yang sempurna (The Dark Knight)

Bagian awal film ini juga memperlihatkan ada orang-orang yang meniru Batman dengan memakai kostumnya dan berusaha memerangi penjahat. Salah satu dari mereka menanyai Batman, "What gives you the right? What’s the difference between you and me?”.Akan tetapi Batman tetap memperlakukan mereka sama seperti penjahat lainnya.Pertanyaan tersebut juga memberi pertanyaan kepada penonton, apa hak

Batman untuk memerangi para penjahat? Apa perbedaan Batman dengan para penirunya, atau bahkan dengan para penjahat? Film memberi indikasi bahwa ada bahaya dengan tindakan Batman, bahwa dia dapat dengan mudah ditiru oleh banyak orang lain yang keahliannya tidak sebaik dia. Ada indikasi bahwa dia bisa menjadi simbol yang salah dari apa yang dia inginkan.

87 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 10. Para peniru ditempatkan bersama dengan penjahat lain sehingga tidak ada perbedaan di antara mereka (The Dark Knight)

Batman menculik Lau dari Hongkong karena dimintai bantuan oleh Harvey

Dent. Kemauan Dent untuk melakukan hal ini sama dengan Batman yang ingin melampaui hukum. Mereka rela menerobos hukum apabila tindakan mereka itu pada akhirnya dapat menjaga kelangsungan hukum dan keadilan. Dalam hal ini, tujuan akhir mereka adalah menghapuskan kriminalitas di Gotham yang dikendalikan oleh mafia, dan Lau adalah kunci untuk menangkap para mafia itu. b.Babak 2: Pencarian

Ada enam fungsi pokok di dalam babak kedua yang penulis namakan

“Pencarian” ini: “Gordon mencegah Joker membunuh walikota”, “Batman mencegah

Harvey Dent membunuh anak buah Joker”, “Dent mencegah Bruce mengaku sebagai

Batman”, “Batman dan Gordon menangkap Joker”, “Batman menginterogasi Joker”, dan “Batman menyelamatkan Dent”. Fungsi-fungsi pokok tersebut memiliki hubungan sebab akibat karena berpengaruh pada perkembangan plot atau fungsi selanjutnya.

Fungsi-fungsi pokok yang terdapat pada babak ini merupakan akibat tindakan Batman

88 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

mengambil Lau yang terjadi pada babak pertama. Babak ini diakhiri dengan kegagalan

Batman yang tertipu oleh Joker. Sebagai akibatnya Rachel Dawes meninggal, Harvey

Dent terluka dan mendendam, dan Batman sendiri mempertanyakan keberadaannya.

Secara umum babak ini bertujuan menggambarkan usaha Batman dalam menangkap

Joker.

Adegan Batman menginterogasi Joker menarik karena adegan ini menunjukkan ketidakberdayaan Batman menghadapi penjahat yang tidak bisa ditebak dan seakan tanpa tujuan. Joker hanya tertawa terbahak-bahak ketika Batman menghajarnya dengan tidak kesabaran. Dia berkata, “You have nothing, nothing to threaten me with. Nothing to do with all your strength.” Segala kemampuan dan sarana yang didapatkan Batman dengan susah payah ternyata tidak mempan terhadap seseorang yang beraksi di luar nalar seperti Joker. Batman yang berjalan di luar hukum dan tidak segan menyiksa lawannya sekalipun tidak mampu menakuti Joker. Joker beraksi sebagai teroris bagi

Gotham dan hanya mau membeberkan rencananya agar orang-orang yang mau mengalahkannya dapat terjebak oleh manipulasinya.

Gambar 11. Joker menertawakan ketidakmampuan Batman (The Dark Knight)

Posisi Batman yang ambivalen lebih dieksplorasi pada babak ini. Batman adalah

The Dark Knight seperti judul filmnya. Tindakan Batman yang eksteim seperti interogasinya terhadap Maroni dan Joker, yang sebenarnya lebih mirip

89 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

penganiayaan,membuktikan hal ini. Batman menjatuhkan Maroni dari tempat tinggi dan memukuli Joker berkali-kali. Harvey Dent sebagai Gotham’s white knight yang diharapkan Bruce akan menggantikan keberadaan Batman pun tidak mampu menghadapi keadaan genting seperti teror Joker. Batman juga nyaris tidak berdaya, walau nantinya dia tetap berhasil mengatasi Joker. c.Babak 3: Manipulasi

Babak ini dinamai “manipulasi” karena banyak berisi muslihat Joker untuk mencapai tujuannya dan tindakan terakhir Batman sendiri berbohong pada warga

Gotham bahwa Harvey Dent adalah orang yang baik sampai akhir hidupnya. Fungsi- fungsi pokok yang terdapat pada babak ini adalah: “Joker mengancam menghancurkan rumah sakit”, "Dent membunuh orang-orang yang bertanggung jawab atas kematian

Rachel",“Joker memanipulasi Dent”, “Bruce menyelamatkan Reese”, “Joker memasang bom di dua kapal”, “Batman memata-matai Gotham”, “Batman berhadapan dengan

Joker”, “Batman membunuh Dent”, dan "Batman mengambil alih tindakan Dent".

Pada babak ini Joker berniat untuk mengekspos kelemahan Batman dan Harvey

Dent. Ia ingin membuktikan bahwa kedua orang yang dianggap pahlawan ini sebenarnya sama saja dengan dirinya. Kegagalan Batman menghentikan Joker pada babak sebelumnya menyebabkan fungsi-fungsi pokok pada babak ini sebagian dilakukan oleh Joker yang memanfaatkan keadaan (Harvey Dent yang sakit dan kehilangan) dan berusaha ditangkal oleh Batman.

Saat Joker memanipulasi Dent, dia mengkritik orang-orang yang dia sebut dengan “schemer”, mereka yang berusaha menjaga agar segalanya berjalan sesuai kehendak mereka. Joker lebih menginginkan anarki dan kekacauan (chaos) karena

90 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

menurutnya itulah jalan yang benar-benar adil. Usaha para schemer seperti Dent,

Gordon, dan Batman tidak akan pernah berjalan dengan baik. Justru film malah memperlihatkan bahwa tujuan-tujuan Joker yang tercapai dengan tindakan-tindakannya yang terkesan tak beraturan. Untuk membuktikan keseriusan dirinya, Joker beberapa kali berani melakukan hal-hal seperti menyuruh Batman menabraknya, menyuruh Dent menembak kepalanya, dan membakar uang yang dia rampok di awal film. Dia tidak takut melakukan semua itu karena dia hanya ingin orang-orang tahu bahwa dia tidak seperti para schemer.

Gambar 12. Joker tidak takut tindakannya merugikan dirinya (The Dark Knight)

Dalam usahanya mencari Joker, Batman menggunakan sinyal ponsel penduduk

Gotham untuk melacak keberadaan Joker. Lucius Fox tidak menyetujui tindakan ini karena menurutnya tidak etis. Batman tidak lagi berada di batas antara hukum dan kejahatan, tetapi benar-benar mengambil posisi sebagai seorang penguasa. Karena

91 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Batman memiliki akses untuk teknologi dan sarana yang canggih, dia merasa hal ini sah-sah saja demi menangkap Joker yang sedang mengacau. Walau demikian, hal ini hanya berlangsung sebentar karena dia memerintahkan Fox untuk menghancurkan mesin pelacak itu segera setelah Joker ditemukan.

Pada saat Batman berhasil menangkap Joker, kamera menyorot Joker yang tergantung terbalik oleh tali Batman. Akan tetapi, kamera mulai bergerak memutar menyejajarkan diri sehingga wajah Joker yang sebelumnya terbalik kini sejajar seperti

Batman. Pengambilan gambar ini seakan menegaskan pendapat Joker bahwa dia dan

Batman sama saja kedudukannya, walaupun Batman berjuang untuk keadilan.

Gambar 13. Kamera menyorot berputar seakan Joker tidak tergantung (The Dark Knight)

Setelah Batman menghadapi Dent, yang terlihat adalah wajah Dent yang rusak.

Kemudian Batman membalikkan kepala Dent sehingga yang tampak sekarang adalah sisi wajahnya yang baik, seperti ketika Batman menemukan koin Dent yang satu sisinya rusak tetapi dia balikkan. Hal ini sejalan dengan tindakan yang dilakukan Batman dan

Gordon kemudian, yaitu mengatakan pada penduduk Gotham bahwa Batman yang membunuh orang-orang yang dibunuh Dent untuk menjaga nama baiknya. Ini dilakukan menurut mereka agar masyarakat tetap percaya bahwa Dent tetap menjadi orang yang jujur sampai akhir hayatnya, dan bukan seorang penjahat hasil manipulasi Joker.

92 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Koin Dent yang punya dua sisi sama, tetapi kemudian satu sisinya rusak saat

Dent terkena ledakan itu juga menjadi indeks yang penting di film ini karena menyimbolkan yang terjadi pada dirinya. Dent berusaha selalu sempurna dalam segala hal, tetapi justru dia yang berhasil dimanipulasi oleh Joker untuk membuktikan bahwa usaha menciptakan keteraturan adalah hal yang sia-sia.

Gambar 14. Dua adegan paralel: Batman membalik sisi koin dan wajah Dent agar bagian yang buruk tidak terliha (The Dark Knight)

93 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

2.3 Analisis Tindakan dan Narasional

Subjek Bruce Wayne/Batman

Objek Keamanan Gotham, Kekalahan Joker

Musuh Joker, Harvey Dent/Two-Face, Lau, Mafia

Penolong Harvey Dent, Alfred, Jim Gordon, Lucius Fox, Rachel Dawes, Teknologi,

Kekayaan

Pengirim Joker, Harvey Dent, Gordon

Penerima Bruce Wayne/Batman, Warga Gotham

Gambar 15. Tabel Aktansial The Dark Knight

The Dark Knight yang merupakan kelanjutan dari Batman Begins masih melanjutkan usaha Batman untuk mendapatkan keamanan Gotham. Berbeda dari

Batman Begins yang banyak menggunakan flashback sebagai penguat latar belakang tokoh, film ini beralur maju, cenderung cepat (ditunjukkan dengan banyaknya transisi adegan), dan banyak memiliki fungsi pokok yang di antaranya masih diisi dengan katalis. Maka dari itu, film ini cenderung mengutamakan aksi daripada film pertamanya.

Banyaknya fungsi pokok dan multiperspektif digunakan untuk membangun ketegangan dari awal sampai akhir film. Alur film ini cepat mulai dari awal, walaupun fungsi pokoknya sendiri tidak langsung terjadi di awal film.

Film ini lebih fokus pada tokoh musuhnya, Joker, daripada film pertama. Joker jugalah yang muncul pertama kali dalam film, dan bukan Batman. Ini menarik karena cara perkenalan sifat Joker dilakukan dengan rangkaian adegan perampokan bank yang menegangkan. Baru kemudian sudut pandang berpindah ke Batman yang membereskan penjahat dan para penirunya untuk membangun indeks setting Gotham yang ternyata belum bertambah baik setelah kemunculan Batman di film pertama.

94 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Bruce Wayne/Batman adalah subjek narasi film ini karena dia yang berniat mencari objek, yang pada babak pertama merupakan “penangkapan para mafia”.

Pengirimnya adalah Harvey Dent dan Jim Gordon yang menyuruh Batman untuk menangkap Lau yang sedang berada di Hongkong.

Dalam mencari objek, Batman dibantu oleh penolong, yaitu Alfred, sebagai mentor dan kompas moralnya, dan Lucius Fox, yang kembali menjadi sumber sarana teknologi yang digunakan Batman. Musuh Batman pada babak pertama adalah Lau.

Penerima pada babak pertama sama seperti pengirimnya: Harvey Dent dan Jim Gordon karena penangkapan Lau membuka jalan bagi mereka untuk bisa menangkap kelompok mafia.

Usaha Batman untuk menangkap Joker dibantu oleh Harvey Dent dan Gordon sebagai penolong. Di babak kedua dapat dilihat bahwa kebohongan yang dilakukan otoritas untuk mendapatkan tujuan merupakan motif yang signifikan dalam film, karena tidakan itu dilakukan beberapa kali: Harvey Dent mengaku sebagai Batman untuk memancing Joker dan Jim Gordon berpura-pura mati agar keluarganya aman (Batman sendiri rela dianggap sebagai penyebab kekacauan untuk menutupi kesalahan Dent di babak ketiga). Keduanya sebagai otoritas membalas tindakan Joker yang penuh muslihat dengan muslihat juga. Lagi-lagi indeks penokohan antara subjek dan musuh kembali dikaburkan karena Batman dan Joker memiliki persamaan. Pemisah di antara keduanya digambarkan tidak dengan tegas seperti pada film pertama.

Subjek tidak berhasil mendapatkan objek di babak kedua, atau lebih cocok dikatakan objek lepas dari subjek karena Joker memang berniat ditangkap untuk meledakkan kantor polisi, dan sebagai sanksi plotnya, Rachel meninggal dan Dent

95 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

berubah sifat. Babak kedua menjadi konsekuensi atas tindakan Batman menangkap Lau yang memaksa para musuh ke ambang batas mereka.

Joker sebagai musuh tidak berusaha untuk membunuh Batman di babak ketiga seperti sebelumnya, namun berniat membuktikan bahwa Batman dan Harvey Dent yang dianggap sebagai kesatria Gotham hanyalalah orang yang sama dengan Joker. Joker juga menjadi pengirim karena memberitahukan pada Batman tentang perubahan yang terjadi dalam diri Dent dan ancaman bomnya terhadap dua kapal, sehingga memotivasi

Batman untuk segera menghentikan dia. Dengan demikian Joker menjadi lebih kompleks di babak ketiga.

Batman masih berusaha menangkap Joker, tetapi lebih dari itu dia juga ingin mengembalikan keamanan Gotham yang sudah digoyahkan Joker. Hal ini dilambangkan dengan berpindahnya posisi Dent dari yang sebelumnya sebagai pengirim, penolong, dan penerima, kini menjadi musuh karena manipulasi Joker dan konsekuensi kematian

Rachel di babak sebelumnya.

Pada akhirnya demi keamanan Gotham, Batman dan Jim Gordon merahasiakan kejadian sebenarnya yang menyangkut Harvey Dent. Batman dijadikan tumbal dengan menimpakan tanggung jawab kematian Dent dan orang-orang yang dibunuhnya kepadanya agar masyarakat tidak tahu bahwa tujuan Joker berhasil. Objek "keamanan

Gotham" berhasil dicapai walau namun dengan kebohongan. Akan tetapi, Batman dapat dibilang tidak berhasil mendapatkan objek kedua "kekalahan Joker", karena biarpun

Joker tertangkap dan rencananya peledakan kapalnya digagalkan, tetapi dia berhasil mengubah Harvey Dent menjadi musuh. Joker berhasil membuktikan bahwa orang sebersih Dent pun bisa dia ubah. Batman yang tidak bisa mendapatkan objek ini, sekaligus melanggar prinsipnya sendiri untuk tidak membunuh, menerima hukuman

96 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dengan membiarkan dirinya menjadi buronan polisi karena membunuh Harvey Dent.

Pencapaian keamanan Gotham juga tidak didukung dengan penggambaran yang gamblang di film, tetapi hanya disimpulkan dari dialog bahwa pilihan yang diambil

Batman adalah yang terbaik. Maka bisa dibilang film ini diakhiri dengan tone yang pesimistis dan gelap, tetapi sekaligus juga membuka ruang bagi penonton untuk memberi interpretasi.

Tindakan Batman yang berbohong demi kepentingan luas tersebut sejajar dengan tindakan Dent dan Gordon sebelumnya. Batman tidak lagi ambivalen seperti dalam film pertama, tetapi menjelma menjadi otoritas sepenuhnya di film ini. Hal ini ditunjukkan dengan kerjasamanya yang intensif dengan polisi dan juga tindakannya yang menerobos moral dengan memata-matai penduduk Gotham. “Unethical”, kata

Lucius Fox ketika Batman melakukan hal itu. Ini ditekankan lagi dengan tindakan terakhir yang diambilnya, yaitu berbohong secara tidak langsung dengan mengambil tanggung jawab atas pembunuhan yang dilakukan Harvey Dent. Dia bertindak sama dengan Dent dan Gordon (representasi otoritas) di babak kedua. Pada akhir film,

Batman melarikan diri dan menjadi buronan. Bisa dikatakan ini merupakan kemenangan sekaligus kejatuhannya.

Joker adalah musuh yang sekilas oposisinya dengan Batman tampak hitam putih karena kelicikan dan tindakannya yang ekstrim dan seakan tidak beraturan. Namun demikian, Joker adalah sesuatu yang lebih kompleks dari itu. Tujuan akhirnya bukan sekedar kekacauan seperti yang berulang kali dikatakannya, namun membuka topeng moralitas dan oposisi antara pahlawan, yang direpresentasikan oleh Batman dan Harvey

Dent, dan dirinya, yang dianggap sebagai penjahat.

97 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Harvey Dent merupakan musuh yang lebih kompleks daripada Joker karena perpindahan aktansialnya dari pengirim dan penerima, menjadi penolong, dan akhirnya menjadi musuh. Perpindahan ini hampir sama dengan Ducard/Ra’s al Ghul pada

Batman Begins, namun perpindahannya sebagai musuh lebih dramatis karena baru terjadi pada babak terakhir setelah sebelumnya menjadi sekutu Batman. Kematian

Rachel yang diorkestrasi oleh Joker adalah awal kejatuhan bagi Dent dan Batman, karena di titik itulah keduanya berkembang mulai meninggalkan prinsip masing-masing.

Harvey Dent yang diolok-olok koleganya dengan sebutan Two-Face secara ironis juga menjelma menjadi sebutan saat satu sisi wajahnya rusak terkena api. Ada satu adegan yang bisa mewakili tema dualitas dan kebohongan pada film ini, yaitu pada akhir ketika

Batman membalik wajah mayat Dent yang rusak agar bagian yang baik yang terlihat.

Menutupi sesuatu yang buruk agar semua tetap berjalan dengan baik.

Film ini beberapa kali melakukan distorsi dengan indeks/fungsi katalis, adegan yang tidak terlalu berpengaruh pada alur tetapi memberi dimensi baru terhadap cerita.

Contohnya adalah penyejajaran antara para peniru Batman dengan para penjahat dan dua adegan paralel Batman membalik koin dan wajah Harvey Dent. Adegan-adegan tersebut menjadi penting karena memberi penekanan terhadap tema yang disoroti pada film ini, yaitu menjadi seorang dark knight. Batman adalah seorang kesatria namun berada pada sisi yang gelap. Adegan-adegan itu memberi penonton ruang untuk melakukan ekspansi.

Perpindahan sudut pandang juga dimaksudkan untuk menambah lapisan yang lebih dalam tentang para tokoh, sehingga tidak hanya berfokus pada Bruce

Wayne/Batman seperti pada Batman Begins. Film ini banyak memberi porsi adegan kepada musuh, yaitu Joker. Hal ini menarik karena memberi penekanan tentang tema

98 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

film ini yang tidak memandang kejahatan dan kebaikan secara hitam putih, seperti

Batman Begins, tetapi dilakukan dengan lebih efektif.

Karena film ini merupakan kelanjutan dari Batman Begins, maka narasi yang ada juga tidak mengikuti alur monomyth yang klasik karena Batman sebagai pahlawan sudah terbentuk. Alur film ini justru mirip dengan film aksi kriminal karena usaha

Batman untuk menghentikan Joker lebih mendominasi film.

3. Madame X

3.1 Sinopsis

Film Madame Xdengan setting sebuah dunia alternatif ini menceritakan tentang seorang waria bernama Adam (Aming) yang bekerja di sebuah salon, namun berbagai kejadian mengantarkannya menjadi seorang superhero. Pada hari ulang tahunnya, Adam diramal oleh wanita misterius yang datang ke salonnya. Menurut wanita itu, yang nantinya diketahui adalah salah satu istri Kanjeng Badai yang merupakan tokoh antagonis di film ini, Adam berada dalam bahaya dan ada satu tarian yang bisa membuat dirinya hancur.

Malam harinya, Adam dan teman-temannya sesama waria pergi ke kelab dan digerebek oleh ormas Badan Organisasi Penegak Moral (Bogem)yang dipimpin oleh

Kanjeng Badai (Marcell Siahaan) yang juga seorang pemimpin partai peserta pemilu bernama Partai Bangsa Bermoral. Aline, teman Adam, meninggal tertabrak truk setelah dilempar keluar mobil bak yang digunakan untuk menangkap mereka. Adam pun nyaris mati tetapi untungnya dia jatuh tepat di sebuah mobil bak.

Adam dirawat di sebuah rumah di desa bernama Tanjung Awan, jauh dari kota tempat dia berasal, setelah hampir saja dimanfaatkan oleh sopir mobil itu untuk

99 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

memberi pelayanan seks. Dia ditampung oleh sebuah sanggar tari yang diasuh oleh Om

Rudy (Robby Tumewu) dan Tante Yantje (Ria Irawan) yang seorang transeksual. Adam bekerja membantu di situ sambil ikut belajar tari. Ternyata Om Rudy dan Tante Yantje adalah pasangan yang sering membongkar dan membela kasus hak asasi, terutama yang berhubungan dengan hak perempuan dan kaum minoritas, di negeri itu. Mereka mempersiapkan Adam untuk menjadi superhero karena menganggapnya berbakat dalam kemampuan bela diri yang disembunyikan dalam tari yang mereka ajarkan.

Adam tidak langsung mau menjadi superhero, namun serangan Bogem ke pertunjukan tari yang menewaskan Tante Yantje itu akhirnya memantapkan Adam.

Serangan tersebut direncanakan oleh Tarjo, pacar salah satu penari yang bernama Ratih.

Tarjo bekerja mengurusi pekerja yang akan dikirim ke luar negeri, tetapi sebenarnya hanya kedok untuk mendapatkan wanita-wanita untuk dijual. Dia juga orang bawahan

Kanjeng Badai dan tiga istrinya. Ratih dan penari-penari lain yang menganggap menetap di situ tidak aman akhirnya mau menjadi pekerja yang akan dikirim. Mereka tertipu dan disekap di kota. Adam mengetahui hal ini karena Ratih menyembunyikan teleponnya dan sempat menghubungi Adam. Kemudian Adam berangkat ke kota bersama Din (Vincent Rompies) yang merancang peralatan Madame X dan bekerja sama dengan Cun Cun (Fitri Tropica) untuk menyelamatkan Ratih dan kawan-kawan.

Adam sebagai Madame X berhadapan dengan tiga istri Kanjeng Badai yang sakti dan dengan Kanjeng Badai sendiri.Di bagian akhir terbongkarlah bahwa Kanjeng

Badai adalah teman masa kecil Adam yang berubah karena didikan orang tuanya.Ayahnya melarang dia berhubungan dengan Adam yang sudah terlihat tendensinya untuk menjadi waria. Walaupun Adam berhasil mengalahkan Kanjeng

Badai dan kelompoknya, namun ternyata Partai Bangsa Bermoral yang dipimpin

100 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Kanjeng Badai tetap memenangkan Pemilu, yang berarti kelompok Bogem masih tetap ada.

3.2 Analisis Fungsioanal dan Indeksikal

Madame X dapat dibagi menjadi empat babak: pembuangan, inisiasi, gangguan, dan penyelamatan. Secara umum narasi film ini hampir sama dengan Batman Begins yang menceritakan asal-usul terbentuknya seorang pahlawan. Narasi ini juga masih sejalan dengan monomyth Joseph Campbell. Skema fungsional Madame X:

Babak 1: Pembuangan

1. Adam pergi ke kelab 2. Kanjeng Badai menangkap para waria 3. Adam dibuang

Babak 2: Inisiasi

1. Adam memutuskan untuk tinggal di Tanjung Awan 2. Adam berlatih 3. Adam bertemu arwah Aline 4. Adan menemukan ruang rahasia

Babak 3: Gangguan

1. Adam berhadapan dengan ormas Bogem 2. Para penari ditipu 3. Adam berhadapan dengan Tarjo 4. Adam menginterogasi Tarjo

Babak 4: Penyelamatan

1. Adam kembali ke kota 2. Adam berhadapan dengan tiga istri Kanjeng Badai 3. Adam berhadapan dengan Kanjeng Badai

101 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

a. Babak 1: Pembuangan

Film Madame X ini beralur maju mundur, dengan banyak adegan masa lalu dan kilas balik di samping alur utamanya. Semua adegan sebelum adanya fungsi pokok pada pertengahan film digolongkan sebagai fungsi katalis dan indeks. Informasi lebih dominan daripada tindakan (action), sehingga narasi film ini hampirsama seperti

Batman Begins.

Fungsi pokok pertama dalam babak ini adalah “Adam pergi ke kelab”. Fungsi ini berakibat dengan perkembangan alur berikutnya yaitu “Kanjeng Badai menangkap para waria”. Kemudian fungsi itu juga menentukan perkembangan selanjutnya, yaitu

“Adam dibuang”. Rangkaian fungsi pokok tersebut membentuk babak yang disebut sebagai “Pembuangan” ini. Sampai di sini rangkaian fungsi yang ada masih berperan sama seperti pada film Batman Begins, yaitu ketika sang pahlawan pergi atau berpindah ke tempat yang asing untuk menjalani inisiasi. Patut dicatat ialah babak ini baru merupakan pengantar agar cerita bergerak menuju alur utama Adam menjadi superhero.

Adam adalah seorang waria, yang tampak dari dandanannya; memakai pakaian dan wig perempuan, dan caranya berbicara yang menggunakan bahasa yang biasa digunakan kaum waria. Sopir mobil bak yang membawanya pun memanggilnya dengan sebutan “bencong”.

Adam hidup dengan pas-pasan ditunjukkan dengan pekerjaan sebelumnya sebagai pegawai salon kecil di sebuah daerah pemukiman biasa. Salah satu kegemarannya adalah menonton acara infotainment di televisi bersama penghuni salon yang lain. Dari adegan menonton televisi ini bisa diketahui bahwa kaum waria adalah kaum yang terpinggirkan dan kurang diakui di negara tersebut. Berita di televisi menunjukkan suatu ormas bernama Bogem yang menggunakan cara kekerasan untuk

102 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

membersihkan keadaan moral yang menurut mereka benar. Pihak yang berwajib digambarkan tidak pernah berusaha menghentikan mereka. Korbannya antara lain adalah kaum homoseksual dan waria yang dianggap berbeda dan melenceng oleh mereka.

Gambar 16.Tayangan berita tentang ormas Bogem (Madame X)

Menanggapi ini, Adam berpendapat bahwa dia dan Aline, teman sesama waria yang bekerja di salon itu, beruntung karena memiliki majikan (pemilik salon itu) yang memperlakukan mereka dengan baik. Dapat dibaca di sini bahwa waria di film merupakan kaum yang terpinggir dan hanya hidup seadanya (walaupun anehnya mereka pergi ke kelab juga).

103 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 17. Adam merasa beruntung memiliki orang-orang yang mau menerimanya (Madame X)

Kanjeng Badai adalah pemimpin Partai Bangsa Bermoral dan Bogem yang mencalonkan diri sebagai presiden. Dia langsung menjadi lawan Adam pada babak ini.

Ia selalu memakai kacamata hitam yang di sini menandakan ada yang ingin dia tutupi, yaitu keakrabannya dengan Adam yang sudah mulai terlihat tendensi warianya dari kecil. Itu tampak dari sebuah flashback di akhir babak ini. Ketika para waria ditangkap oleh ormas Bogem di sebuah kelab, ada perkataan Kanjeng Badai yang menganggap waria sebagai sampah: “Sampah bisa didaur ulang, dan satu-satunya cara agar berguna adalah pertobatan.” Ormas Bogem ingin “membersihkan” masyarakat sesuai paham mereka, dan waria merupakan penyimpangan minoritas yang ingin mereka hilangkan.

104 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 18. Kanjeng Badai mengintimidasi para waria (Madame X) b. Babak 2: Inisiasi

Fungsi pokok pertama dalambabak ini adalah “Adam memutuskan untuk tinggal di Tanjung Awan”. Adam menemukan dirinya sudah berpindah tempat, terpisah jauh dari kota asalnya. Keterpisahan ini dimanfaatkan untuk melatih diri menjadi superhero, meskipun ia saat ini belum tahu kegunaan latihannya itu.Fungsi pokok kedua ialah

“Adam berlatih”. Fungsi pokok ini diikuti dengan adegan-adegan katalis untuk menunjukkan berbagai macam latihan Adam. Fungsi pokok berikutnya adalah “Adam bertemu arwah Aline”. Pertemuan tersebut memicu fungsi pokok berikutnya, “Adam menemukan ruang rahasia”, dan nantinya memutuskan untuk menjadi Madame X.

Desa Tanjung Awan yang tenang berbeda dengan latar kota sebelumnya yang lebih hedonis dengan kelabnya. Perpindahan latar ini sama seperti Batman Begins untuk menunjukkan keterpisahan sang pahlawan sebelum kembali lagi ke asalnya untuk diuji.

Pergantian ini juga digunakan untuk memperlihatkan transformasi dalam diri Adam dari seseorang yang biasa kemudian menjadi pahlawan.

105 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Om Rudy berkata bahwa tarian yang diajarkan pada Adam sebenarnya merupakan gerakan bela diri. Om Rudy dan Tante Yantje, yang notabene pasangan

LGBT, digambarkan sebagai orang-orang yang membela kepentingan orang yang tertindas. Kedua hal tersebut sejalan dengan tema film ini yang menjadikan waria sebagai superhero, bahwa sesuatu yang dipandang lebih lemah dan bagian minoritas memiliki kekuatan yang bisa melawan

Pakaian istri-istri Kanjeng Badai digambarkan menutupi muka dan tubuh.

Seorang warga berkata bahwa pakaian itu berguna untuk menutupi kesucian hati.

Rencananya jika Partai Bangsa Bermoral menang, pakaian tersebut akan wajib digunakan oleh para wanita. Ratih berkata bahwa dia belum siap untuk mengenakan itu saat ditanyai wartawan. Ini adalah paham lain dari partai tersebut yang oleh mereka ingin diterima masyarakat. Akan tetapi mereka menginginkan hal itu tanpa memperhatikan bahwa masyarakat sendiri ada yang berbeda dari mereka, contohnya para waria.

Gambar 19: Istri Kanjeng Badai membagikan pakaian untuk menutupi tubuh perempuan saat kampanye Partai Bangsa Bermoral (Madame X)

106 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Partai Bangsa Bermoral dan Kanjeng Badai digambarkan memiliki dua wajah dengan wajah yang “jinak” saat berorasi ingin memperbaiki bangsa, dan wajah yang lebih “galak” yang diwakili oleh Bogem dan tindakan Kanjeng Badai di babak pertama.

Gambar 20:Kanjeng Badai yang tampak lebih ramah dan dekat dengan masyarakat saat berkampanye (Madame X)

Tarjo, pacar Ratih, bekerja di Pusat Pelatihan Pemuda. Tempat itu juga dimiliki oleh

Kanjeng Badai. Di babak ini tempat itu masih tampak sebagai tempat yang baik karena memberi lapangan pekerjaan. Sikap Tarjo yang ramah kepada Ratih dan Adam menjadi kontras saat di babak berikutnya digambarkan bahwa itu adalah kedok untuk perdagangan manusia. Tenaga kerja dianggap sebagai devisa negara seperti tampak pada poster di tempat itu.

107 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 21. Poster di Pusat Pelatihan Pemuda (Madame X)

Selain itu dari flashback diketahui bahwa Harun (namaKanjeng Badai saat kecil) adalah orang yang toleran dengan perbedaan, namun kemungkinan karena dihajar ayahnya saat ketahuan berteman dengan Adam dia menjadi Kanjeng Badai yang seperti sekarang.

Gambar 21. Harun disiksa ayahnya karena ketahuan berteman dengan Adam yang waria (Madame X)

108 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

c. Babak 3: Gangguan

Pada babak ini, ketenangan yang untuk sementara dirasakan oleh Adam digoyahkan dengan Bogem yang menyerang pertunjukan tari. Konflik utama baru terjadi pada babak ini. Fungsi pokok pertamaadalah “Adam berhadapan dengan ormas

Bogem”. Struggle ini tidak berhasil dimenangkan Adam, sehingga dia mendapat sanksi dalam plot, yaitu kematian Tante Yantje. Fungsi ini juga memicu desire dalam diri

Adam untuk menjadi Madame X. Fungsi berikutnya adalah “Para penari ditipu”. Para penari berangkat menjadi tenaga kerja, tetapi itu hanya tipuan karena mereka akan dijual pada orang asing. Ratih sempat menelepon Adam, sehingga Adam menjadi curiga dengan Tarjo. Maka fungsi pokok berikutnya adalah “Adam berhadapan dengan Tarjo” dilanjutkan dengan “Adam menginterogasi Tarjo”. Kemenangan ini berakibat pada diketahuinya informasi keberadaan para penari setelah Tarjo diinterogasi. Ini juga berakibat pada keputusan Adam untuk menyelamatkan mereka.

Gambar 22. Bogem menyerang pertunjukan tari (Madame X)

109 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Informasi baru tentang Kanjeng Badai dan organisasinya digambarkan di sini, yaitu sebagai pelaku perdagangan manusia. Sampai pada tahap ini, sisi negatif Kanjeng

Badai dan organisasinya lebih menonjol daripada cita-cita yang disebutkannya untuk memperbaiki moral bangsa. Malah sisi yang diperlihatkan terakhir ini berkebalikan dengan tujuan tersebut, sehingga dua wajah Kanjeng Badai menjadi condong ke sisi negatifnya pula. d. Babak 4: Penyelamatan

Fungsi-fungsi pokok dalam babak ini adalah “Adam kembali ke kota”, “Adam berhadapan dengan tiga istri Kanjeng Badai”, dan “Adam berhadapan dengan Kanjeng

Badai”. Babak ini berisi rangkaian fungsi pokok tindakan Adam untuk menyelamatkan

Ratih dan teman-temannya.Adam berhasil menang dalam konfrontasi-konfrontasi itu dibantu oleh Jun dan Cun Cun. Katalis adalah yang lebih dominan dalam babak ini karena lebih berisi adegan-adegan pertarungan Madame X dengan musuh-musuhnya.

Ada adegan yang menggambarkan Madame X membunuh orang yang mengeroyoknya dengan senjatanya. Dampak pembunuhan ini terhadap Madame X tidak ada sama sekali. Malah adegan pertarungan itu dibuat konyol dengan balon komik untuk menggambarkan efek suara. Maka tidak seperti Batman Begins dan The Dark

Knight, Madame X tidak mempertanyakan perbedaan superhero dengan vigilante.

110 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 23. Madame X membunuh lawannya begitu saja dan sengaja dibuat konyol (Madame X)

Persamaannya adalah penggambaran Madame X sebagai superhero yang dapat membuat lawannya tidak berdaya, meskipun dia dikepung banyak orang dan bertahan sampai ketika melawan musuh terakhir.

Gambar 24. Madame X membuat musuh tidak berdaya (Madame X)

Rangkaian adegan setelah kekalahan Kanjeng Badai menunjukkan bahwa Adam kembali menetap di kota dan menjadi Madame X sepenuhnya. Ini dapat diartikan bahwa permasalahan yang ada belum benar-benar selesai. Dia digambarkan masih bersikap seperti waria seperti sebelumnya dan anak-anak masih mengejek penampilan dan tingkah lakunya. Tidak ada perubahan yang berarti setelah Adam mengalahkan Kanjeng

111 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Badai selain keselamatan para penari. Adam tampak menyobek gambar Partai Bangsa

Bermoral di depan anak-anak itu, menandakan bahwa dia tidak gentar dengan masalah yang masih belum dia selesaikan. Adegan terakhir yang menunjukkan Madame X menyelamatkan seseorang dari perampok pada malam hari juga menegaskan keberlanjutan perjuangannya.

Gambar 25. Adam menyobek gambar Partai Bangsa Bermoral yang menang Pemilu (Madame X)

3.2 Analisis Tindakan dan Narasional

Subjek Adam/Madame X

Objek Penghapusan intoleransi, Kekalahan Kanjeng Badai

Musuh Kanjeng Badai, Bogem, Tarjo, Tiga istri Kanjeng Badai

Penolong Om Rudy, Tante Yantje, Jun, Cun Cun

Pengirim Aline, Om Rudy, Kanjeng Badai, Trauma

Penerima Adam, Kaum minoritas (waria)

Gambar 26. Tabel Aktansial Madame X

Sebagai sebuah film superhero, Madame Xkurang membangun suspense dari babak awal. Seperti yang dijelaskan di bagian sebelumnya, konflik utama baru terjad

112 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

pada babak ketiga. Subjek baru termotivasi untuk mencari objek pada bagian itu. Babak pertama dan kedua didominasi untuk perkenalan tokoh dan latihan Adam, namun belum ada desire dan communication(pemberian tugas kepada subjek).

Walaupun hubungan antarfungsi dalam film ini kebanyakan saling terkait, objek yang memotivasi gerakan subjek seringkali bukan sesuatu yang kuat karena subjek terlibat dengan penyebabnya, tetapi muncul begitu saja.Hubungan antara pengirim dan subjek (communication dan desire) hampir selalu terjadi secara kebetulan tanpa ada hubungan sebab akibat dan hanya digunakan sebagai alat untuk memajukan plot.Motivasi Adam untuk bersenang-senang di kelab pada babak pertama berasal dari ajakan Aline sebagai pengirim. Akan tetapi, ajakan tersebut muncul begitu saja dan tidak berhubungan dengan konflik di film. Misalnya objek narasi babak pertama adalah

“bersenang-senang di kelab”.Adam (subjek) ingin bersenang-senang di kelab setelah diajak oleh Aline (pengirim), tetapi hal ini tak tercapai karena ada halangan dalam bentuk serangan ormas Bogem yang dipimpin oleh Kanjeng Badai (musuh). Sebagai akibatnya, Adam hendak dibunuh dengan dibuang, tetapi terbawa mobil bak ke desa

Tanjung Awan.

Kebetulan yang terasa dipaksakan kembali terjadi di babak kedua saat Adam bertemu arwah Aline yang menyuruhnya untuk mencari sepatu merah. Memang ini berakibat pada penemuan ruang rahasia Om Rudy dan pemilihan Adam sebagai

Madame X, namun fungsi pokok itu datang tanpa ada hubungan sebab akibat langsung dengan fungsi sebelumnya. Arwah Aline bisa muncul di mana saja, tidak harus di

Tanjung Awan.

Tidak ada konflik yang berarti pada babak dua karena isinya lebih banyak rangkaian adegan latihan Adam dan pergaulannya di desa Tanjung Awan. Adegan-

113 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

adegan tersebut hanyalah fungsi katalis yang berguna menunjukkan proses transformasi

Adam untuk nantinya mendapat kemampuan sebagai superhero. Walau dalam babak ini

Adam masih ragu-ragu untuk menjadi superhero, namun keputusan Adam untuk berlatih di desa itu nantinya berhubungan secara implikatif pada keputusannya untuk menjadi Madame X.

Konflik mulai terjadi di babak ketiga diawali dengan serangan Bogem di pertunjukan tari. Ini menyebabkan kematian Tante Yantje, sehingga Adam akhirnya mau menjadi Madame X karena marah dengan Bogem. Penculikan para penari yang direncanakan oleh Tarjo menjadi konflik utama di film ini. Babak empat merupakan struggle Madame X menyelamatkan para penari dan mengalahkan Kanjeng Badai.

Seperti kedua film sebelumnya, film ini pun menggambarkan pahlawan yang selalu membutuhkan penolong untuk mengatasi lack. Adam membutuhkan Om Rudy untuk mendapatkan kekuatannya dan bantuan Jun dan Cun Cun di akhir untuk melawan para musuhnya.

Ketegangan dalam film ini tidak tertata dengan baik karena konflik tidak dibangun sejak awal, sehingga tiap babak terasa terputus satu sama lain walaupun ada hubungan sebab akibat. Objek pada babak pertama dan kedua berhubungan secara lemah dengan konflik utama yang baru dimulai di babak ketiga. Pada awalnya, objek babak pertama adalah “bersenang-senang di kelab” yang akhirnya terganggu karena

Bogem dan Kanjeng Badai. Kemudian objek babak kedua adalah “menjalani latihan”.

Kedua objek ini terjadi ketika Adam belum memiliki motivasi untuk menjadi Madame

X. Ketiadaan pengikat antarbabak ini menyebabkan film kurang dapat mengajak penonton untuk mengalami suspense. Yang cukup mengikat pada dua babak awal ini

114 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

lebih kepada indeksnya, yaitu latar belakang tokohnya dan keadaan latar cerita yang menggambarkan oposisi antara ekstrimisme dan minoritas.

Tema oposisi ekstrimisme dan minoritas itu menjadi kekuatan utama film

Madame X. Madame X merepresentasikan minoritas, sedangkan Kanjeng Badai merepresentasikan ekstremisme. Sayangnya hubungan teman masa kecil yang berubah menjadi musuh ini kurang dieksplorasi. Elipsis biasanya menantang imajinasi penonton untuk mengisi sendiri bagian yang sengaja dihilangkan dari cerita. Akan tetapi dalam film ini, elipsis malah membuat subjek dan musuh ini menjadi tampak satu dimensional.

Indeks yang ada kurang memberi informasi agar tokohnya lebih kompleks. Memang

Madame X beberapa kali menggunakan flashback sebagai latar belakang masa kecil

Adam dan Kanjeng Badai. Penggunaannya adalah membangkitkan simpati penoton terhadap tokoh musuhnya, yang tidak semata-mata dimotivasi oleh kehendak pribadi, namun karena latar belakang keluarga yang memaksanya berbuat demikian.

Di film ketiga yang diteliti ini, lagi-lagi subjek tidak berhasil mendapatkan objek utama. Objek yang berhasil didapatkan ialah “kekalahan Kanjeng Badai”, sedangkan yang gagal didapatkan ialah “penghapusan intoleransi”. Kegagalan itu ditunjukan pada adegan terakhir yang memperlihatkan di televisi bahwa Partai Bangsa Bermoral memenangkan Pemilu. Akan tetapi kegagalan itu ditutup dengan tone yang positif bahwa Adam masih memperjuangkan hal itu.

115 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

4. Kesimpulan Analisis Naratif

Dari ketiga film superhero, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Yang pertama, subjek gagal mendapatkan salah satu objek. Yang kedua, superhero adalah sosok yang memiliki kekuatan dan keahlian yang hebat, namun masih membutuhkan penolong untuk mencari objek.Yang ketiga, subjek superhero dan musuhnya mengalami keterpisahan dan ambivalensi.Hal ini dilihat dari indeks dan pergeseran posisi aktansial yang dialami tokoh musuh yang sebelumnya adalah pengirim, menjadi penolong, dan akhirnya menjadi musuh (Batman Begins dan The Dark Knight).

Berikutnya, sosok musuh dikaburkan latar belakang dan masa lalunya. Ada perkecualian di Madame X, masa lalu musuh menjadi jelas di akhir namun sebelum itu tidak diketahui. Kelima, sosok superhero dan musuhnya sama-sama muncul menggarisbawahi ketidakpuasan terhadap keadaan.

Dalam Batman Begins dan The Dark Knight superhero dan musuh sama-sama diasosiasikan dengan ketakutan. Ketakutan ini digunakan sebagai kekuatan. Bila musuh menggunakannya untuk meneror, maka superhero menggunakannya untuk melawan musuh. Pembedaan baik dan buruk lebih sulit untuk dilihat karena hal itu. Ketakutan tidak hanya dimaksudkan harus dikalahkan oleh superhero, tetapi juga dikuasai untuk mengalahkan ketakutan yang digunakan musuh. Yang ketujuh, musuh adalah personifikasi teror yang tidak dapat diatasi dengan cara biasa dan mengancam keberlangsungan tatanan sosial dalam masyarakat. Musuh juga menekankan ketidakpastian dan ketakutan yang dialami masyarakat. Musuh memperlihatkan kelemahan dan keterbatasan hukum, dan mengkritik moralitas masyarakat.Ini terutama lebih dapat diamati pada tokoh Joker yang membongkar bahwa masyarakat yang memiliki tujuan kedamaian tertentu justru lebih mudah untuk digoyahkan.

116 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Kemudian, superhero berasal dari trauma yang dapat diatasi. Tanpa trauma, seorang pahlawan akan gagal. Misalnya Harvey Dent di The Dark Knight.Yang terakhir, walau musuh berhasil dikalahkan dalam Batman Begins dan Madame X, namun tetap ada hal yang menyebabkan resolusi film berakhir dengan tidak sempurna dan masih menyisakan pertanyaan terhadap tindakan superhero.Bila dihat secara keseluruhan, narasi superhero berusaha membangun sifat antagonistik dalam diri musuh dalam bentuk ketakutan dan subjek berusaha untuk mengalahkan musuh yang menjadi penyebab terjadinya ketidakstabilan sosial.

117 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB 4

PENGGAMBARAN IDEOLOGI MUSUH DALAM FILM SUPERHERO

Bab ini berusaha menguraikan ideologi yang terdapat dalam tiga film superhero berdasarkan narasinya yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Setiap film memiliki ideologinya sendiri, entah itu definisi tentang baik dan buruk, siapa yang disebut teman dan lawan, tatanan yang sedang dibangun, dan lain-lain. Pembahasan dilakukan dengan mengaitkan narasi film yang dibahas pada bab tiga dengan konteks lahirnya film dan relevansinya pada masa maupun lokasi produksi film tersebut.

1. Film Supehero sebagai Medan Ideologis

Membaca ideologi dalam teks budaya media tidak cukup hanya melihat konteks sosial dan politisnya, tetapi juga harus memperhatikan relasi kekuasaan dalam bangunan internal teks itu sendiri. Struktur internal tersebut digunakan untuk melihat apakah bentuk budaya media itu mempromosikan kekuasaan kelompok yang dominan atau perlawanan terhadapnya. Langkah tersebut disebutkan oleh Douglas Kellner dalam buku Media Culture: Cultural Studies, Identity and Politics between the Modern and

Postmodern:

The forms of media culture are intensely political and ideological, and thus those who wish to discern how it embodies political positions and has political effects should learn to read media culture politically. This means not only reading media culture in a socio-political and economic context, but seeing how the internal constituents of its texts either encode relations of power and domination, serving to advance the interest of dominant groups at the expense of others, or oppose hegemonic ideologies, institutions, and practices or contain a contradictory mixture of forms that promote domination and resistance (Kellner, 2003: 56).

118 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Analisis struktural naratif Barthes di bab tiga adalah dasar pembicaraan budaya media, khususnya film superhero, sebagai medan pertarungan ideologi, yang kadang keberadaannya tidak terlalu jelas di permukaan.

Bagian ini berusaha memetakan nilai-nilai dan ideologi yang dibawa tiga film superhero yang diteliti, bagaimana film-film tersebut mengartikulasikannya, dan apa saja daerah yang masih abu-abu. Daerah abu-abu yang dimaksud adalah hal-hal yang sulit dibedakan oposisinya. Misalnya mana yang dianggap baik dan buruk dalam film tersebut.

1.1. Ketakutan

Kisah-kisah superhero bisa dibaca sebagai ungkapan ketidakpuasan terhadap hukum dan tatanan sosial. Dalam narasi, superhero selalu muncul ketika ada kejadian luar biasa yang tidak dapat diatasi oleh hukum, penegak hukum, atau tindakan biasa.

Itulah salah satu daya tarik superhero. Mereka memiliki kekuatan khusus yang bisa melampaui batasan. Tujuan akhir superhero adalah menghapuskan ketakutan yang dipersonifikasikan dengan keberadaan musuh. Dalam hal ini juga superhero dan musuhnya menempati area pertarungan yang abu-abu. Keduanya menggarisbawahi kegagalan penguasa/penegak hukum/pemerintah dalam mengatasi masalah sosial.

Apakah mereka mendukung atau melanggar hukum?

Film-film superhero, dan barangkali film-film action lain pada umumnya, mengartikulasikan tentang ketakutan. Ketakutan menjadi musuh utama dalam setiap narasi dalam bentuk tokoh antagonis. Ra's al Ghul dan Jonathan Crane/Scarecrow menjadi representasi ketakutan yang dilawan dalam Batman Begins. Ini tampak dari rencana mereka untuk menggunakan zat yang bisa menimbulkan halusinasi agar orang-

119 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

orang panik dan menghancurkan kota Gotham. Ra's al Ghul adalah seorang teroris yang datang dari luar untuk menghancurkan (dan menurutnya sekaligus membangun)

Gotham.

Ra’s al Ghul, Jonathan Crane, dan Joker adalah teroris karena menggunakan ketakutan atau teror sebagai senjata untuk menghancurkan musuh. Ra’s al Ghul memanfaatkan keahlian Crane dalam membuat obat yang dapat menimbulkan halusinasi. Crane sendiri menggunakan senjata itu kepada Falcone yang hanya menjadi pion dalam rencana Ra’s al Ghul dan juga kepada Batman sendiri sehingga ia sempat merasa tidak berdaya karena traumanya kembali. Mereka ingin menimbulkan ketakutan di Gotham agar kota itu menghancurkan dirinya sendiri. Joker dalam film The Dark

Knight menggunakan teror bukan sekedar untuk merusak Gotham, tetapi untuk membuka wajah sebenarnya kota tersebut, termasuk orang-orang yang dianggap pahlawan seperti Batman dan Harvey Dent.

Menariknya, ketakutan tidak hanya digunakan oleh musuh, tetapi juga oleh

Batman sendiri. Subjek berusaha menghilangkan ketakutan, yang dipersonifikasikan dalam bentuk musuh, tetapi ironisnya caranya juga dengan ketakutan. Ketakutan dibenci dan diinginkan sekaligus. Batman melaksanakan ajaran Ra’s al Ghul bahwa agar dapat mengalahkan ketakutan, seseorang harus menjadi ketakutan itu sendiri. Batman berusaha mengalahkan ketakutannya sendiri terhadap kelelawar dan trauma masa lalunya dengan menjadi pahlawan yang berwujud kelelawar Bahkan dia juga menganut perkataan gurunya tersebut bahwa orang paling takut dengan yang tidak dapat mereka lihat dengan menggunakan kostum Batman yang berwarna hitam agar sulit dilihat di kegelapan. Hal ini dapat disaksikan dengan jelas pada adegan Batman menghadapi

120 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Falcone dan anak buahnya di pelabuhan. Mereka tampak ketakutan dengan cara Batman bertarung yang cepat dan tidak terlihat.

Maka ketakutan dipandang sebagai suatu jalan untuk mencapai stabilitas, tidak peduli apakah dari sisi penjahat atau penegak hukum. Dengan demikian musuh dan subjek dalam film ini sama-sama mengalami pengaburan. Batman menjadi subjek karena dialah yang menginginkan objek dalam narasi. Baik dan jahat tidak dibedakan antara subjek dan musuh dengan oposisi biner seperti pada film-film era Reagan yang dengan gamblang menampakkan oposisinya19.

Subjek dan musuh yang sama-sama menggunakan ketakutan sebagai senjata menandakan adanya kesejajaran di antara mereka. Batman, walaupun menolak menggunakan senjata api yang mematikan, dalam adegan interogasi menggunakan teknik yang keras untuk memaksa orang berbicara (menggantung terbalik Flass di

Batman Begins dan memukuli Joker dengan brutal di The Dark Knight). Adegan-adegan tersebut mengingatkan pada perlakuan interogasi AS terhadap para teroris. Seperti penggunaan teknik waterboarding yang pernah dikritik. Tidak penting bagaimana caranya, asalkan interogasi itu menghasilkan petunjuk.

Ketakutan kembali menjadi tema utama dalam The Dark Knight, dan bahkan lebih ditingkatkan lagi intensitasnya. Joker menjadi personifikasi atas teror. Dia menjadi reaksi dari kemunculan Batman di Gotham. Apabila Batman berada di pihak hukum

(sambil seringkali menerobosnya), maka Joker berada di pihak para kriminal. Mereka menjadi semacam poster boy atau simbol dari pihak masing-masing. Akan tetapi ada

19 Douglas Kellner dalam Media Culture menulis: "The binary oppositions of ideology are rooted in a system of antagonisms between unequal forces and serve to legitimate the privilege and domination of the more powerful forces" (Kellner, 2003, 61). Menurut Kellner, film seperti First Blood dan Top Gun berusaha menggambarkan superioitas Amerika dan ras kulit putih dengan menampakkan orang Amerika sebagai ”the good guys" dan Vietnam dan Rusia sebagai "embodiment of evil".

121 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

perbedaan tujuan penggunaan ketakutan dengan Batman Begins. Joker menggunakan ketakutan untuk membongkar wajah sebenarnya dari orang-orang yang menginginkan keamanan. Keamanan dan stabilitas dianggap sebagai kebohongan. Ketakutan berubah fungsi menjadi jalan menuju anarki.

Hampir sama seperti dalam dua film Batman, ketakutan dalam film Madame X secara jelas digunakan oleh musuh, yaitu Kanjeng Badai dan ormas Bogem. Kanjeng

Badai menangkap para waria yang dianggap sebagai penyimpangan moral dan harus dibersihkan. Dia juga menggunakan teror terhadap sanggar Om Rudy untuk menakuti para penari. Penari dianggap tidak berguna dan lebih baik digunakan sebagai barang dagangan. Adam sebagai subjek adalah representasi kelompok minoritas yang tertindas oleh kelompok yang lebih dominan. Kelompok yang tertindas dalam film ini adalah waria, yang digambarkan sulit mencari kerja, sering mendapat tekanan, dan hidup dengan pas-pasan. Selain itu ada juga penggambaran para wanita yang terpaksa menjadi tenaga kerja yang akan dikirim keluar negeri, namun ternyata hanya akan dijual.

Ketakutan digunakan oleh kelompok dominan yang direpresentasikan Partai Bangsa

Bermoral dan Bogem untuk menekan kelompok yang tidak sesuai dengan pandangan mereka. Adam adalah reaksi perlawanan terhadap kelompok dominan tersebut.

Adam atau Madame X tidak pernah secara gamblang menggunakan ketakutan untuk menghadapi musuhnya, tetapi ada yang unik dalam film ini. Jika Batman terang- terangan menggunakan ketakutan dan penyiksaan saat beraksi sambil menghindari pembunuhan, Madame X justru membunuh musuh-musuhnya tanpa beban moral dan prinsip yang membatasi. Satu-satunya momen dia menyesal hanyalah ketika mengetahui bahwa Kanjeng Badai adalah teman masa kecilnya, jadi bukan karena dia membunuhnya. Maka dari itu, Madame X berbeda dari Batman. Batman memandang

122 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

ketakutan sebagai sesuatu yang perlu untuk menghadapi musuh yang luar biasa, sedangkan Madame X tidak memiliki prinsip yang khusus kecuali dia harus mencapai tujuannya, bagaimanapun caranya.

Ketakutan menjadi musuh dalam narasi sehingga subjek memiliki sesuatu untuk dilawan. Di sisi lain, subjek sendiri merupakan personifikasi ketakutan. Jadi apakah ketakutan di sini dipandang sebagai sesuatu yang baik atau buruk? Hal ini menjadi sesuatu yang sulit dijawab karena film menjadikan ketakutan sebagai senjata Batman, padahal dia adalah subjek dalam narasi. Nilai yang ingin dituju oleh film lebih mudah untuk dibaca apabila mengikuti posisi subjek, atau tokoh protagonis. Akan tetapi kedua film Batman ini mengaburkan posisinya terhadap ketakutan.

Bila film dibaca dari sudut pandang subjek, maka bisa dibilang bahwa Batman

Begins dan The Dark Knight mempromosikan penggunaan ketakutan pada musuh yang luar biasa, yang tidak dapat dihadapi dengan cara hukum, atau dalam hal ini teroris.

Tindakan yang ekstrem juga harus dihadapi dengan tindakan ekstrem untuk bisa mengimbanginya. Sayangnya ini tidak banyak dibicarakan dalam Madame X. Yang dapat diketahui hanya bahwa Madame X tidak segan-segan membunuh dalam mencapai tujuan. Bisa dibilang Madame X adalah versi yang lebih ekstrem dari Batman dan menjadikannya seorang anti-hero20.Akan tetapi, hal ini juga masih menimbulkan

20Antihero adalah tokoh utama (bukan musuh) dalam cerita yang tidak memiliki sifat-sifat kepahlawanan yang tradisional, seperti idealisme, keberanian, atau moralitas. Mereka tidak segan menggunakan cara seperti musuh yang dilawan, seperti membunuh, merampok, dan sebagainya, asal tujuannya tercapai. Ada juga yang penuh kebingungan atau pengecut. Abrams menulis dalam buku A Glossary of Literary Terms tentang antihero: The chief person in a modern novel or play whose character is widely discrepant from that which we associate with the traditional protagonist or hero of a serious literary work. Instead of manifesting largeness, dignity, power, or heroism, the antihero is petty, ignominious, passive, ineffectual, or dishonest" (Abrams 1999: 11).Memberikan label anti-hero kepada suatu tokoh bukan hal yang mudah, apalagi jika narasinya cenderung abu-abu. Batman juga bisa diperdebatkan sebagai seorang anti-hero. Tokoh yang lazim dianggap sebagai anti-hero misalnya Don Quixote, atau Deadpool dalam dunia komik superhero.

123 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

pertanyaan. Akibat dari penggunaan ketakutan dan cara-cara yang melanggar hukum itu adalah kaburnya batas antara pahlawan dan penjahat. Superhero berada pada batas liminal yang menghasilkan kategori baru di luar pahlawan dan penjahat, dan di luar hukum dan kriminalitas.

1.2 Superhero dan Musuh dalam Ruang Liminal

Superhero yang menempati ruang liminal menjadi pembeda dengan film action yang menggambarkan tokoh dari penegak hukum (polisi, tentara, agen rahasia).

Superhero sebenarnya hanya orang sipil yang memiliki kekuatan khusus dan menggunakan kekuatan tersebut untuk mendukung hukum dengan melanggarnya. Hal di luar kewajaran ini mungkin yang disebut “super” dalam kata superhero, karena kalau tidak demikian mereka hanya sekedar hero. Tentunya itu juga masih problematis karena superhero menjadi sulit dibedakan dengan penjahat atau sekedar vigilante. Narasi superhero dengan demikian bisa dikatakan mirip dengan film-film western atau martial art yang menggambarkan hero yang memiliki status khusus, berasal dari luar masyarakat tetapi diakui bisa menyelesaikan masalah mereka21. Walaupun mirip, dua superhero yang dibahas di sini masih tetap berbeda karena Batman dan Madame X adalah bagian dari masyarakat yang ingin mereka selamatkan.

Todd McGowan mengatakan dalam The Fictional Christopher Nolan bahwa genre film superhero menjadi populer karena kondisi kekecualian (thestate of exception) mulai mengemuka: “The has emerged as a popular genre when the problem of the state of exception has moved to the foreground historically” (McGowan,

21 Will Wright dalam bukunya Sixguns and Society seperti dikutip oleh John Storey dalam buku Cultural Theory and Popular Culture menyebutkan 16 fungsi narasi film western. Di antaranya adalah: "The hero is unknown to the society, The hero is revealed to have an exceptional ability, The society recognizes a difference between themselves and the hero; the hero is given a special status, The society does not completely accept the hero" (Storey, 2009: 116).

124 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

2012: 131). Konsep state of exceptionyang diambil dari teori Giorgio Agamben tersebut menjadi konteks kembalinya popularitas cerita superhero. Setelah dulu cerita superhero lahir dalam konteks era Depresi Besar di Amerika, permasalahan kontemporer yang ada setelah dekade 2000-an adalah pertanyaan tentang sejauh mana peran negara dan warganya ketika hukum konvensional tidak dirasa cukup untuk mengatasi masalah.

Hukum yang tidak berjalan itu masih ditambah dengan sistem penegakan hukum yang sudah korup, termasuk orang-orang yang menjalankannya.

Masalah yang problematis tersebut juga difiksionalisasikan dalam narasi film superhero. Superhero menjadi personifikasi seorang figur yang menjadi state of exception. Ketidakmampuan hukum mengatasi masalah mengakibatkan seseorang yang rela melampaui hukum demi menjaga hukum itu sendiri tetap berjalan baik. Dalam

Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X, bila subjek tidak pernah terpanggil menjadi superhero, negara hanya akan gagal melindungi warganya, karena hukum juga menjadi pembatas tindakan mereka. Superhero menjadi jawaban atas kebuntuan masalah itu.

Pembacaan superhero yang seperti itu menjadi pedang bermata dua. Narasi superhero dapat menjadi afirmasi pemerintah untuk merepresi warganya sebagai tindakanpre-emptive walaupun itu melanggar konstitusi, sebab hal itu masuk dalam kategori state of exception. Kekuasaan negara bisa menjadi tidak terbatas karena adanya state of exception. Di sisi lain, narasi superhero juga menawarkan alternatif bagi warga negara agar bisa mandiri dalam mengatasi masalah, tanpa harus menunggu campur tangan pemerintah. Contoh yang positif tentang masalah ini adalah tindakan warga

Australia untuk melindungi warga Islam yang rentan diganggu isu Islamofobia di

125 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

negara itu22. Ketidakhadiran hukum ketika masalah itu muncul dapat diatasi dengan tindakan mandiri masyarakat. Akan tetapi, state of exception juga bisa menjadi negatif saat masyarakat menjadi vigilante yang kebablasan seperti diungkapkan di The Dark

Knight. Batas superhero sebagai pahlawan atau penjahat menjadi kabur dan bisa diperdebatkan lebih jauh. Dinamika state of exception yang berasal dari pihak penguasa atau musuh dapat diamati dalam Batman Begins dan Madame X, khususnya dalam tindakan Ra's alGhul dan Kanjeng Badai.

Serangan Ra's al Ghul adalah sesuatu yang menarik, karena seakan mengalihkan persoalan utama yang dialami Gotham. Bruce Wayne ingin menjadi Batman karena kotanya rusak atas kejahatan dan dia bermaksud membasmi kejahatan tersebut. Akan tetapi, di tengah jalan dia menemukan bahwa Gotham yang membusuk itu juga akibat perbuatan orang luar yang sengaja melakukannya agar Gotham yang sudah rusak itu hancur seluruhnya. Ini menjadi semacam eksternalisasi masalah yang sering dilakukan

AS. AS sendiri banyak mengalami masalah di dalam negaranya (atau bahkan yang menyebabkan masalah di luar), namun melakukan antagonisme pihak luar yang mengancam keberlangsungan negara, seperti orang Vietnam dan Rusia dalam First

Blood dan Top Gun yang disebutkan oleh Douglas Kelner.

Walaupun musuh digambarkan datang dari luar, namun penggambarannya dibuat kabur. Pertama, film tidak menjelaskan dari mana asalnya dan apa motivasinya menjadi League of Shadows. Liam Neeson yang memerankannya adalah aktor kulit

22 Gerakan itu dimulai setelah adanya simpatisan ISIS di Sydney yang menyandera orang-orang di sebuah kafe. Ketakutan akan adanya tindakan Islamofobia yang akan mengikuti kejadian itu justru dijawab dengan gerakan #illridewithyou yang bersedia menemani orang Islam agar tidak diganggu: "There were fears that Australian Muslims could become the targets of racially motivated retaliatory attacks.Instead Australian Twitter users offered to accompany Muslims wearing religious clothes on public transport as a gesture of solidarity under the hashtag #illridewithyou.http://www.cnn.com/2014/12/15/world/asia/australia-hostage-illridewithyou/ (diakses pada 22 Desember 2014).

126 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

putih asal Irlandia. Latar belakang ras ini berbeda dengan versi komik yang menggambarkannya berasal dari Timur Tengah. Setting markas League of Shadows juga tidak dijelaskan berada di mana. Hanya ada indikasi bahwa lokasinya adalah di

Cina, yang mungkin merepresentasikan Cina sebagai musuh potensial AS. League of

Shadows digambarkan sebagai kelompok ninja dengan Ra’s al Ghul palsunya yang diperankan oleh aktor Ken Watanabe dari Jepang. Barangkali ada sedikit oposisi representasi antara Barat dan Timur di sini. Pengaburan latar belakang itu tidak hanya dapat dilihat dari indeks, tetapi juga dari posisi aktansial Ra’s al Ghul yang bergeser dari pengirim menjadi penolong, dan akhirnya menjadi musuh.

Joker berbeda dengan Ra's alGhul karena dia tidak datang dari luar, tetapi asalnya dikaburkan. Bisa jadi sama seperti Batman, dia adalah ungkapan ketidakpuasan terhadap hukum dan tatanan masyarakat, tetapi pada pihak penjahat. Peran Joker di The

Dark Knight adalah menggarisbawahi ambivalensi Batman yang berjalan di antara hukum dan tindakan kriminal. Joker menggunakan teror agar orang-orang dapat melihat bahwa sesungguhnya usaha mereka mencapai tujuan tertentu, seperti stabilitas sosial, adalah tindakan sia-sia. Masyarakat dan bahkan Batman yang sudah melampaui hukum sekalipun tidak berdaya ketika menghadapi sosok seperti dirinya. Ini sekaligus menegaskan tema narasi superhero yang memperlihatkan kelemahan hukum dan keteraturan. Joker menyebut orang yang berusaha mencapai tujuan tertentu dengan istilah “schemer”, pengatur siasat. Joker menjelaskan ini pada Harvey Dent:

“I don’t have a plan. The mob has plans, the cops have plans. You know what I am, Harvey? I’m a dog chasing cars. I wouldn’t know what to do if I caught one. I just do things. I’m a wrench in the gears. I hate plans. Yours, theirs, everyone’s. Maroni has plans. Gordon has plans. Schemers trying to control their worlds. I am not a schemer. I show schemers how pathetic their attempts to control things really are. So when I say that what

127 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

happened to you and your girlfriend wasn’t personal, you know I’m telling the truth” (The Dark Knight).

Dengan demikian ada paralelitas antara Joker dan Batman karena bekerja berdasarkan prinsip yang membebaskan mereka dari tuntutan tujuan. Prinsip Batman adalah melawan ketidakadilan dan prinsip Joker adalah membuat kekacauan (chaos).

Prinsip tersebut dipegang terus walaupun itu menyakiti mereka. Beberapa kali Joker digambarkan sebagai seseorang yang tidak takut mati: memanas-manasi Batman untuk menabraknya, tertawa-tawa ketika disiksa Batman dan ketika terjatuh dari ketinggian.

Demikian pula dengan Batman yang tidak dapat menjalin hubungan dengan Rachel karena identitas gandanya, tidak mendapat pengakuan apapun dari tindakannya, dan bahkan dikutuk dianggap penjahat pada akhir film.

Bisa disimpulkan dari ketiga film tersebut bahwa kedua film Batman menyejajarkan posisi subjek dan musuh, dan pengaburan nilai yang dipromosikan dari penggunaan ketakutan, sedangkan Madame X memperlihatkan logika biner yang lebih jelas, yaitu kelompok dominan (Kanjeng Badai, Bogem, Partai Bangsa Bermoral) vs kelompok yang tertindas (Adam, waria, wanita tenaga kerja). Ketiga film tersebut mengkritik ketiadaan negara dan hukum ketika menghadapi bahaya di luar kewajaran

(terorisme dalam Batman Begins dan The Dark Knight, dan ekstremisme/fundamentalisme dalam Madame X) sehingga memerlukan reaksi yang tidak kalah luar biasa juga dalam menghadapinya. Akan tetapi, ketiga film superhero itu juga memperlihatkan persoalan yang tidak mampu dihadapi sendiri oleh orang sipil, sekalipun orang sipil tersebut sangat kuat seperti superhero.

128 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

1.3 Penegakan Hukum

Pada bagian akhir The Dark Knight, Batman memata-matai seluruh Gotham dengan sinyal telepon genggam mereka untuk mencari Joker. Ini juga merupakan batas yang harus diterobos Batman, yaitu menjadi penguasa yang memiliki akses pada hak privasi setiap orang. Batman menukar hasil tertangkapnya seorang penjahat dengan kebebasan.

Bagian ini mengingatkan pada Patriot Act yang dicanangkan setelah terjadinya peristiwa 11 September di AS yang memperbolehkan negara untuk memata-matai rakyatnya untuk mencegah terjadinya teror23. Tindakan tersebut ditentang oleh Lucius

Fox yang mengancam akan mengundurkan diri jika Batman ingin menggunakan teknologi itu selanjutnya, namun Batman menjawab dia hanya akan menggunakannya sekali itu. Hal ini memberi ambiguitas terhadap masalah ini. Di satu sisi tidak ada cara lain untuk menemukan Joker, dan di sisi lain tindakan itu menyebabkan kebebasan masyarakat menjadi korban. Apabila Batman meneruskannya, barangkali ia benar-benar akan menjadi seorang diktator.

23 Bahaya Patriot Act terhadap kebebasan warga negara itu ditulis oleh Christopher M. Finan dalam buku From the Palmer Riot to Patriot Act: A History of Fight for Free Speech in America: "The Supreme Court had declared that Americans could not be punished for belonging to a political party that advocates violence. The Patriot Act did not withdraw this right from citizens, but it stripped it from noncitizens, making them subject to deportation for belonging to or providing material support to a “terrorist organization"... The Patriot Act also increased the power of the government to engage in secret searches... One of the most chilling provisions of the Patriot Act made it possible for the FBI to seize vast amounts of personal data about American citizens in the dragnet that it was deploying for terrorists" (Finan, 2007: 275- 276.

129 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 27. Batman tidak menjadi diktator karena menyuruh Lucius Fox untuk menghancurkan alatnya untuk memata-matai (The Dark Knight)

Bahaya dari heroisme yang menampakkan dirinya dengan jelas adalah kemungkinan untuk menjadi fasis dan diktatorial. Pada akhir The Dark Knight, Batman mengorbankan dirinya agar tidak jatuh pada jebakan ini. Superhero yang berjalan di luar hukum harus membunuh dirinya sendiri agar hukum tetap berjalan dan tidak menjadi penguasa yang diktator. Dia harus selalu berada di luar sistem dan bekerja tanpa menampakkan diri.

Kejahatan bukan lagi hanya sesuatu yang berasal dari sumber eksternal (us vs them, kita vs liyan/other), namun juga merupakan perpaduan dengan sumber intrinsik, sehingga pembedaan good vs evil pun menjadi ambigu. Kadang pembedaan biner masih dapat terlihat, seperti dalam Batman Begins, namun tampaknya batas antara keduanya semakin dikaburkan.

Dalam narasi jelas bahwa Batman adalah subjek dan Ra's al Ghul dan Joker adalah musuh, namun siapakah sebenarnya pahlawan dan musuh secara ideologis dalam dua film Batman? Batman tidak pernah berhasil menghapus kejahatan dan kemiskinan yang ada di Gotham. Subjek tidak pernah berhasil mendapatkan objek yang menjadi

130 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

pemacu desire-nya. Batman hanya berhasil mengalahkan lawan-lawannya, tetapi itu tidak pernah membawa perubahan yang berarti pada kotanya.

Batman adalah seorang konservatif yang ingin meneruskan kejayaan yang telah dibangun keluarganya. Akar permasalahan Gotham sebenarnya sudah jelas disebut dalam Batman Begins, yaitu kemiskinan. Para mafia dan koruptor hanya memanfaatkan keadaan yang sudah ada tersebut. Memang film tidak menyebut mengapa ada banyak kemiskinan di Gotham, tetapi imaji itu beberapa kali dikontraskan dengan kemegahan kota. Dua sisi wajah Gotham tersebut ada secara berdampingan. Bruce berusaha menjadi seorang “kapitalis budiman” dengan memecat orang-orang di perusahaannya yang selama ini dianggap merugikan dan menambah keburukan Gotham. Itu masih tidak cukup menghasilkan keamanan Gotham.

Dalam The Dark Knight, Batman tidak berhasil mengalahkan musuh, tetapi berhasil mendapatkan objek, yaitu keamanan Gotham. Objek tersebut didapatkan setelah Batman merelakan dirinya menjadi buronan. Dia meminta Gordon untuk menimpakan kejahatan yang dilakukan Harvey Dent kepadanya, sehingga publik tetap percaya bahwa orang seperti Dent yang bersih masih mempertahankan prinsipnya sampai akhir. Keamanan itu dicapai dengan kebohongan kepada publik. Apakah kepahlawanan yang sesungguhnya adalah yang seperti ini, menampilkan diri sebagai sesuatu yang “jahat” agar tujuan utama bisa tercapai? Seperti yang dikatakan Harvey

Dent dalam The Dark Knight: "You either die a hero or you see yourself long enough to become the villain,” Batman pada akhir The Dark Knight benar-benar menjadi musuh bagi Gotham. Hal tersebut disimbolkan di film dengan memperlihatkan polisi yang mengejar Batman dan Gordon yang menghancurkan lambang Batman, sehingga polisi tidak lagi memerlukan dirinya.

131 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Perannya sebagai musuh Gotham justru menjadikannya pahlawan yang sebenarnya. Batman berhasil mendapatkan objek keamanan Gotham di akhir film dengan berpura-pura melakukan pembunuhan yang dilakukan Harvey Dent. Dengan demikian masyarakat tetap percaya kepada orang yang bisa menjadi pahlawan tanpa memakai topeng dan bekerja dengan bersih seperti Dent. Pada bagian ini juga Batman menjadi the Dark Knight, pelindung yang berada di batas antara hukum dan kriminalitas, dan pahlawan yang berada di belakang layar. Ini ditegaskan dengan dialog

Gordon yang mengiringi kepergian Batman saat dikejar para polisi di akhir film: ..... dan dialog Alfred saat Bruce ragu-ragu apakah dia masih ingin menjadi Batman: “They’ll hate you for it, but that’s the point of batman. He can be the outcast. He can make the choice that no one else can make. The right choice.”

1.4 Kelompok Dominan vs Inferior

Ada beberapa oposisi dalam Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X.

Oposisi-oposisi tersebut mempertemukan kelompok atau ideologi yang lebih dominan dengan yang inferior. Pembahasan oposisi-oposisi tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan posisi film dalam medan ideologis.

Dalam Batman Begins, kekuatan dan kekuasaan Batman berasal dari kekayaan dirinya. Batman yang merupakan anggota keluarga konglomerat aristokratik Wayne di

Gotham merasa terpanggil ketika ayahnya terbunuh. Bruce Wayne menjadi semacam tuan tanah yang mewarisi tugas dari ayahnya untuk menjaga Gotham. Dia juga memiliki sarana yang diperlukan untuk melakukan itu. Wayne Industries dalam film menjadi perusahaan yang hanya ingin mencari keuntungan sepeninggal Thomas Wayne dan saat

132 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Bruce Wayne menghilang. Ketika Bruce kembali ke Gotham, dia ingin mengubah keadaan itu.

Kriminalitas dalam film itu, termasuk pembunuhan orangtua Bruce,terjadi karena eksploitasi kemiskinan oleh para koruptor dalam penegak hukum dan mafia.

Masyarakat kelas atas memanfaatkan kelasbawah. Batman adalah representasi kelas atas yang digambarkan jujur dan berusaha menjaga kotanya. Dia memanfaatkan kekayaannya untuk menerobos batas yang terlalu sulit untuk didobrak dengan cara biasa, yaitu dia harus main hakim sendiri dengan batasan tertentu. Di sini bisa disimpulkan bahwa dalam oposisi kekayaan dan kemiskinan, yang bisa mengubah keadaan adalah yang kaya. Orang miskin menjadi korban dan pion dari masyarakat kelas atas yang korup. Bahkan ada shot film yang mengkontraskan pemandangan kota

Gotham yang memperlihatkan kompleks gedung pencakar langit dengan daerah misikin yang kumuh.

Gambar 28. Wayne Tower yang megah dibandingkan dengan bagian Gotham yang kumuh (Batman Begins)

133 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Batman memang berusaha memahami perbedaan kaya dan miskin tersebut dengan mencemplungkan diri ke dunia hitam, namun pada akhirnya dia tetap menjadi Batman dengan memanfaatkan kekayaan keluarga Wayne. Ketika di akhir Batman Begins Bruce memecat petinggi Wayne Enterprise yang korup, dia berusaha memperbaiki eksploitasi kapitalisme. Sayangnya sisi ini tidak dielaborasi lebih lanjut.

Berkebalikan dengan Batman, Madame X berasal dari kalangan minoritas kelas bawah. Perjuangannya lebih dimotivasi oleh tekanan yang dirasakan kaum yang terpinggirkan karena tindakan kelompok dominan. Adam digambarkan sulit mendapatkan pekerjaan karena statusnya sebagai waria. Kondisinya diperparah dengan kelompok ekstrem yang disebut Bogem yang ingin melenyapkan orang-orang seperti

Adam.

Bogem dua kali melakukan penyerangan, yaitu saat di kelab dan saat pertunjukan tari di desa. Mereka menang dalam dua kali penyerangan tersebut.

Kekalahan kelompok itu adalah ketika Adam menyerang balik untuk menyelamatkan para penari yang disekap. Akan tetapi kemenangan Adam tersebut tidak menyebabkan

Bogem dan Partai Bangsa Bermoral berhenti. Maka film Madame X memperlihatkan kelas bawah atau minoritas menjadi korban kelompok dominan. Perjuangan yang dilakukan oleh minoritas belum mampu untuk mengalahkan dominasi. Film itu juga menunjukkan adanya harapan untuk perubahan keadaan oleh perjuangan kelas, tetapi perlu jenis perjuangan yang lebih dari sekedar tindakan balik terhadap penindasan seperti yang dilakukan Madame X ketika menyelamatkan penari yang diculik.

Perjuangan yang semacam itu tidak mampu mengubah keadaan secara utuh.

Madame X lebih memiliki dimensi emansipasi dan perjuangan kelas dari Batman

Begins dan The Dark Knight. Film tersebut berusaha mengangkat isu minoritas

134 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

melawan kelompok dominan dalam bentuk satire. Ini sebenarnya adalah langkah yang lebih progresif daripada dua film Batman, namun sayangnya eksekusi film yang kurang baik yang tampak dari analisis narasi di bab tiga (kurang mampu membangun ketegangan) menjadikan film ini setengah-setengah dalam membangun isu serius tersebut.

1.5 Gender

Harus diakui bahwa narasi film-film superhero adalah narasi yang maskulin.

Tokoh-tokoh superhero dalam komik didominasi oleh laki-laki. Jarang ada film yang menampakkan perempuan sebagai superhero, apalagi tokoh utamanya. Pada tahun

1975-1979 pernah ada serial televisi Wonder Woman yang cukup sukses. Kemudian ada juga film Supergirl pada tahun (1984), Catwoman(2004), Elektra(2005), namun ketiga film tersebut merugi atau hanya mengambil sedikit keuntungan dan mendapat ulasan yang negatif24. Selain kedua film itu tidak ada film superhero dengan peran utama seorang perempuan. Ada beberapa tokoh superhero perempuan namun bukan peran utama seperti dalam seri film X-Men dan Fantastic Four. Film superhero perempuan baru akan dirilis tahun 2017 untuk film Wonder Womandan 2018 untuk Captain

Marvel.

Peran perempuan dalam film lebih banyak sebagai pendamping superhero laki- laki dan seseorang yang harus ditolong, atau istilahnya damsel in distress, untuk menunjukkan kekuatan si superhero. Dalam film Batman Begins dan The Dark Knight,

24Supergirl: "earned more than $14 million in box office receipts, but it clearly was a disappointment to its studio. Released around Thanksgiving, it vanished from theaters in weeks". http://articles.chicagotribune.com/1985-04-19/entertainment/8501230412_1_videotape- box-office-top-videocassette-rental (diakses pada 6 Desember 2014). Catwoman dan Elektra masuk dalam daftar "Biggest Superhero Movie Flops" (film-film superhero yang merugi) dari www.therichest.com. http://www.therichest.com/rich-list/the-biggest/10-not-so-super- superhero-film-flops/2/ (diakses pada 6 Desember 2014).

135 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

peran itu diisi oleh Rachel Dawes. Dia memang beraksi sebagai jaksa penuntut para penjahat dalam dua film tersebut, tetapi dalam plot sendiri dia tidak banyak berperan.

Rachel muncul dalam fungsi pokok ketika Batman harus menyelamatkannya. Rachel berperan sebagai penolong dalam Batman Begins, tetapi perannya tidak sebanyak penolong yang lain (Alfred, Lucius Fox, jim Gordon).

Film Madame X adalah contoh yang menarik tentang masalah gender.

Subjeknya adalah seorang waria dan beberapa penolongnya adalah transeksual. Dari situ sekilas dapat dilihat bahwa film Indonesia ini sebenarnya lebih memiliki dimensi emansipasi dan lebih bersifat progresif dalam hal gender dan perjuangan kelas daripada

Batman Begins dan The Dark Knight.Akan tetapi, hal itu sebenarnya juga perlu diperdebatkan lagi. Waria yang dipandang sebagai sesuatu yang buruk dan ditindas oleh kelompok dominan ternyata memiliki kekuatan untuk melawan mereka. Madame X sebagai superhero tentu saja menggunakan kekerasan dalam melakukan perlawanan25.

Tesis ini tidak akan masuk ke dalam perdebatan apakah dia masih bisa dipandang sebagai laki-laki atau perempuan. Yang jelas, posisinya sebagai waria menambah lapisan keterpisahan dan ambivalensinya sebagai superhero. Akan tetapi, tokoh Ratih dan para penari yang disekap oleh Kanjeng Badai tentu saja masih berperan sebagai objek yang harus ditolong subjek. Lagi-lagi mereka adalah damsels in distress.

25 Penyelesaian yang semata-mata dengan kekerasan dipandang sebagai narasi maskulin. Ini berbeda dengan tokoh Wonder Woman dalam komik dan serial televisinya. Marc DiPaolo menulis dalam buku War, Politics, and Superhero: "Both the early comic books and the 1970s television adaptation cast the Amazon princess as more of a negotiator than a warrior, more of a women's advocate than a pin-up girl, but they also present her as a rich, complicated figure who has potential to be all of the above" (DiPaolo, 2011: 71). DiPaolo juga menyebutkan bahwa kritikus budaya seperti Gloria Steinem dan Matthew J. Smith menganggap Wonder Woman adalah tokoh feminis ideal yang lebih mempromosikan kedamaian daripada perang, feminisme daripada konserrvatisme, dan multikulturalisme daripada imperialisme Amerika. Steinem mengatakan bahwa Wonder Woman adalah superhero alternatif yang progresif di tengah budaya populer yang bersifat male-centric.

136 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Dalam Madame X juga digambarkan tentang Partai Bangsa Bermoral yang meminta wanita negeri itu menggunakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh, kemungkinan mengkritik pemaksaan penggunaan jilbab atau burkha. Ketika ada yang tidak mau menerima pakaian itu, dia diejek oleh warga lain. Madame X di sini berusaha mengkritik pandangan yang tidak membebaskan tubuh perempuan. Partai Bangsa

Bermoral tidak memperhatikan adanya perbedaan di masyarakat.

Gambar 28. Tokoh wanita dalam tiga film ini berperan sebagai korban yang menunggu diselamatkan (Batman Begins, The Dark Knight, Madame X)

Bila dipandang secara keseluruhan, memang narasi superhero masih memandang perempuan sebagai kelompok di bawah laki-laki, yang tokoh-tokohnya lebih aktif berperan dalam plot. Beberapa film superhero modern berusaha memasukkan tokoh perempuan yang juga ikut berperan dalam plot, tetapi biasanya diposisikan

137 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

sebagai penolong subjek. Contohnya Black Widow dalam Iron Man 2, The Avengers, dan Captain America: The Winter Soldier.

Film dan serial televisi superhero Jepang banyak yang menceritakan kelompok superhero yang cenderung tidak dominan kepada satu tokoh utama. Misalnya seri

Sentai26dan Kamen Rider27. Dalam Sentai, anggotanya biasanya terdiri dari lima orang atau lebih dengan komposisi tiga laki-laki dan dua perempuan. Kelompok itu dipimpin oleh ranger merah yang berjenis kelamin laki-laki, tetapi fokus pada tokoh berganti- ganti pada tiap episode.

Perlu dilihat lagi bagaimana perempuan digambarkan ketika nantinya ada superhero perempuan yang menjadi fokus utama dalam narasi. Ketika tesis ini ditulis dominasi laki-laki masih terlihat dalam narasi superhero. Ada kecenderungan untuk membawa narasi tersebut lebih akomodatif terhadap perempuan, seperti dengan memberi ruang pada tokoh perempuan sebagai penolong yang bisa menggerakkan plot, namun arahnya masih belum jelas. Narasi superhero masih ambivalen dalam hal ini, namun satu kaki jelas masih berpijak kuat pada maskulinitas.

2. Film Superhero dan Kekuasaan

Para petinggi Hollywood pernah bertemu Gedung Putih untuk membicarakan produksi film yang bisa mendukung peran Amerika Serikat dalam memerangi terorisme setelah peristiwa 11 September. Jack Valenti, presiden Motion Picture Association of

America (MPAA), bersama jajaran kepala studio Hollywood, sutradara, produser, aktor, penulis, dan perwakilan jaringan televisi dan bioskop, mengadakan diskusi dengan Karl

26diadopsi menjadi Power Rangers di Amerika 27 Beberapa serinya pernah populer di Indonesia. Contohnya Ksatria Baja Hitam (Kamen Rider Black)

138 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Rove, penasihat senior Gedung Putih, pada bulan November 2001.28 Pertemuan tersebut menunjukkan bahwa industri film Hollywood tidak dapat dilepaskan dari intervensi pemerintah dalam mempromosikan ideologi dominan setelah peristiwa 11 September, khususnya tentang wacana antiterorisme dan invasi di Timur Tengah. Namun demikian, peran pemerintah itu tidak serta merta diadopsi secara bulat, bahkan malah dikritik, oleh teks-teks budaya populer yang muncul setelah itu, termasuk dalam film-film superhero. Pembahasan terhadap film Batman Begins dan The Dark Knight menunjukkan hal itu.

Batman Begins dan The Dark Knight merupakan eksplorasi terhadap wacana war on terror milik George W. Bush. Di satu sisi keduanya menunjukkan kecenderungan mendukung tindakan militan untuk melawan terorisme, namun di sisi lain juga memperlihatkan bahwa tindakan tersebut juga beresiko menghilangkan kebebasan sipil. Narasi film yang menunjukkan itu sama seperti ambivalensi yang dialami Amerika Serikat dalam konteks politik setelah tahun 2001, yang tidak hanya membagi negara tersebut dalam kelompok konservatif dan liberal, tetapi juga wilayah liminal di tengah-tengahnya.

Film Madame X merupakan komentar terhadap ekspresi ekstrimisme dan fundamentalisme di Indonesia yang cenderung meminggirkan kelompok minoritas.

Logika biner antara kelompok dominan vs kelompok minoritas yang diartikulasikan

28Pertemuan itu di antaranya meminta Hollywood untuk membantu menunjukkan ke khayalak pesan-pesan berikut: “the antiterrorism campaign is not a war against Islam, there is an opportunity to issue a call to service for Americans, U.S. troops and their families need support, the September 11 attacks were an attack against civilization and require a global response, children need to be reassured of their safety and security in the wake of the attacks, the antiterrorism campaign is a war against evil”. http://edition.cnn.com/2001/US/11/11/rec.hollywood.terror/index.html(diakses pada 6 November 2014)

139 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dengan jelas dalam film ini menunjukkan kecenderungan liberal untuk mendukung kaum minoritas. Di Indonesia, kekerasan fundamentalisme seperti ormas Bogem dalam film tersebut bisa diwakili oleh kelompok seperti FPI, yang cukup sering melakukan sweeping terhadap hal-hal yang tidak berjalan sejajar dengan ideologi mereka. FPI pernah diberitakan melakukan protes pada festival film gay di Jakarta29 dan menyerang masjid Ahmadiyah di Tasikmalaya30. Dalam Madame X, ormas Bogem menangkap para waria karena dianggap berbeda dan menunjukkan kemerosotan moral. FPI juga melakukan objektifikasi terhadap kelompok LGBT, tetapi lebih sering melawan kelompok agama (dan ras) minoritas. Keputusan film untuk lebih menyoroti kelompok

LGBT bisa dimaklumi karena film ini lebih dimaksudkan sebagai satire, dan agama merupakan masalah yang lebih sensitif dan lebih bisa mengundang kontroversi. Bisa dibilang Madame X adalah suatu bentuk teks budaya media yang berfungsi sebagai kritik ideologi yang melawan dominasi seperti yang disebutkan oleh Kellner.

Perusakan Wayne Tower sebagai simbol kota Gotham dalam Batman Begins mengingatkan pada serangan terhadap World Trade Center sebagai simbol ekonomi AS.

Perusakan itu adalah bentuk media spectacles menurut istilah Douglas Kellner. “The attacks were intended to terrorize the US by selecting symbolic targets: the World

Trade Center (WTC) was an apt symbol of global capitalism in the heart of the New

York financial district, while the Pentagon stands as an icon of US military power”

(Kellner, 2010: 98). Kellner menyebut siaran berita, film, atau gambar-gambar yang mengingatkan pada serangan tersebut merupakan “spectacles of terror”.The Dark

29FPI mengklaim mereka sedang berusaha menghentikan “Kampanye Kemaksiatan, Perzinahan, homoseksual, dan lesbianisme di Indonesia”. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/09/28/136875-fpi-serukan- aksi-protes-terhadap-festival-film-gay-di-indonesia(diakses pada 2 Desember 2014) 30Massa FPI tersebut merusak masjid dan melemparkan bom molotov. http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2012/04/120420_fpiahmadi.shtml(diakses pada 2 Desember 2014)

140 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Knight mengingatkan pada tema kebebasan publik di era "war on terror" dan serangan ormas Bogem dalam Madame X mengingatkan pada serangan kelompok garis keras pada kelompok yang inferior (dan juga pembatasan tema dalam dunia perfilman

Indonesia). Apakah berarti film superhero juga merupakan spectacles of terror?

Tontonan yang menggambarkan ketakutan sosial tampaknya bertujuan membangkitkan sesuatu dalam masyarakat, entah itu nasionalisme, patriotisme, atau rasa kebersamaan. Film-film superhero yang berusaha mengalahkan ketakutan menjadi suatu ekspresi tersebut. Narasinya menggambarkan orang yang rela mengorbankan posisinya demi menjaga keadilan tetap berlangsung. Akan tetapi, ketakutan kepada siapa dan patriotisme macam apa masih belum jelas bentuknya. Justru narasi-narasi tersebut ingin memberi berbagai sudut pandang tentang masalah tersebut.

Ketika pemerintah Amerika Serikat berusaha meyakinkan publik bahwa terorisme adalah kejahatan luar biasa yang memerlukan tindakan yang melampaui hukum agar dapat diatasi, mereka menampakkan diri berusaha menjaga negara mereka31. Karena itu juga, bisa saja membaca The Dark Knight adalah film yang mendukung pemerintahan George Bush, bahwa Batman adalah seseorang seperti Bush yang mau menerobos batasan agar bisa mengatasi masalah yang luar biasa. Memang ada persamaan yang tidak bisa disangkal dari keduanya, seperti legitimasi penyiksaan untuk interogasi dan pengawasan (surveillance). Perbedaannya tentu saja adalah

Batman langsung menghancurkan alatnya yang bisa memata-matai semua orang agar tidak mengorbankan kebebasan, sedangkan AS malah meningkatkan program yang

31 Glenn Greenwald menuliskan itu dalam bukunya, No Place to Hide: Edward Snowden, The NSA, and the U.S. Surveillance State: The government tried to justify the secret NSA program by invoking exactly the kind of extreme theory of executive power that had motivated me to begin writing: the notion that the threat of terrorism vested the president with virtually unlimited authority to do anything to “keep the nation safe,” including the authority to break the law (Greenwald, 2014: 1-2).

141 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

memata-matai rakyatnya dan membuat rezim penyiksaan terhadap tersangka teroris32.

Batman melanggar norma untuk sesaat, sedangkan AS melakukannya secara permanen.

Perbedaan antara Batman dan Bush yang lain ialah caranya dalam merepresentasikan dirinya. Batman dan Bush adalah pengguna ketakutan, tetapi Batman bergerak di luar hukum, sedangkan Bush adalah seorang penguasa. Heroisme Batman terwujud karena dia menghindarkan dirinya dari godaan menjadi penguasa sepenuhnya, bahkan mengorbankan dirinya dipandang sebagai penjahat, dan keadilan pun terwujud dalam film. Tentu saja ada yang perlu dipertanyakan dalam tindakan Batman itu.

Batman, Gordon, dan Dent melakukan kebohongan beberapa kali dalam film untuk mencapai tujuan. Ini menimbulkan wilayah yang problematis dalam film karena keadilan dan keamanan dibangun dengan kebohongan agar tidak terjadi instabilitas.

Cara ini akhirnya sama juga dengan AS yang merahasiakan program pengawasan yang dilakukan NSA dari masyarakat. Batman Begins dan The Dark Knight memberi perspektif baru yang mempertanyakan masalah ini. Dua film Batman tersebut memperlihatkan bahwa seorang superhero harus selalu berada dalam areanya yang ambivalen. Saat dia bergabung dengan penguasa atau menjadi penguasa, dia masih super tetapi tidak lagi seorang hero.

Film Madame X juga mempertunjukkan seorang superhero yang tidak berhasil mendapatkan objek. Madame X berusaha untuk menghapus intoleransi yang ada di negaranya, tetapi yang berhasil dia lakukan hanyalah mengalahkan musuh utama yang

32 "Over the past decades, the fear of terrorism—stoked by consistent exaggerations of the actual threat—has been exploited by US leaders to justify a wide array of extremist policies. It had led to wars of aggression, a worldwide torture regime, and the detention (and even assassination) of both foreign nationals and American citizens without any charges. But the ubiquitous, secretive system of suspicionless surveillance that it has spawned may very well turn out to be its most enduring legacy" (Greenwald, 2014: 5).

142 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

mempromosikan intoleransi tersebut. Intoleransi masih tetap ada, dan partai sayap kanan yang mempromosikan ide itu malah menang di pemilihan umum.

Ra’s al Ghul dan Joker merepresentasikan dua ideologi yang berbeda. Ra’s al

Ghul, dengan cara yang bertolak belakang dengan Batman namun bertujuan sama, ingin mengembalikan keseimbangan dalam peradaban. Sebaliknya, Joker justru ingin memperlihatkan kegagalan dan kelemahan keseimbangan itu.

Seperti dalam Batman Begins, film Madame X memperlihatkan superhero yang harus merasakan pengasingan sebelum dapat kembali ke tempat asalnya untuk membereskan masalah. Adam dibuang dari kotanya karena sebagai waria dia dianggap berbeda oleh ormas Bogem yang menginginkan perbaikan moral. Oleh Bogem, kerusakan moral disebabkan oleh orang-orang yang menyimpang dan berbeda dari masyarakat. Waria dalam film ini menjadi representasi dari penyimpangan tersebut.

Pengasingan dalam Madame X menunjukkan hal yang sama seperti narasi

Batman, yaitu bahwa superhero adalah orang yang harus dipisahkan dari masyarakat dan penguasa. Batman belajar dari Ra’s al Ghul tentang theatricality. Dia harus menjadi lebih dari orang biasa agar orang lain takut kepadanya. “Theatricality and deception are powerful agents. You must become more than just a man in the mind of your opponent,” kata Ra’s al Ghul. Pembedaan diri dari orang biasa yang menyebabkan keterpisahan itu adalah ciri khas narasi superhero. Hal ini juga ditekankan dalam Madame X karena posisi Adam sebagai waria dianggap berbeda, kemudian ditambah lagi dengan pembuangannya ke Tanjung Awan yang jauh dari kota asalnya. Seperti Batman juga, keterasingan ini mengajarinya dengan keahlian yang digunakan untuk mengalahkan musuh dan melahirkan pandangan yang berbeda tentang keadilan.

143 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Keterpisahan superhero erat kaitannya dengan ambivalensi mereka. Karena mereka sudah melampaui orang biasa, mereka juga melampaui hukum dan berada di batas untuk menjadi kriminal. Batas antara kriminal, pahlawan, dan penguasa adalah hal yang rapuh bagi superhero. Bila seorang superhero condong pada salah satu identitas tersebut, statusnya sebagai superhero juga dapat menghilang.

Perbedaan Batman dan Madame X adalah asal-usul mereka. Batman merepresentasikan masyarakat kelas atas, sedangkan Madame X merepresentasikan kelas bawah yang terpinggirkan. Batman mampu menyelamatkan kota Gotham dari serangan para musuh, namun tetap tidak bisa memperbaiki kehidupan masyarakat kelas bawah yang cukup banyak dibahas di Batman Begins. Film tersebut memperlihatkan bahwa kemiskinan dimanfaatkan oleh mafia untuk memperluas kekuasaan mereka.

Anehnya, Batman tidak pernah terlihat berusaha mengatasi masalah ini. Batman tetap orang kaya yang sedang melindungi kepentingannya. Madame X, seorang waria yang terpinggirkan, berusaha menghapuskan intoleransi. Intoleransi bisa dipandang sebagai pemisah antara dua kelas yang berbeda, yang berkuasa dan yang terpinggirkan. Usaha menghapuskan intoleransi itu dilakukan dalam film dalam bentuk mengalahkan

Kanjeng Badai, otak organisasi yang menyebarkan paham tersebut. Sayangnya hal itu tidak menyelesaikan intoleransi yang merupakan masalah utama. Kedua superhero ini gagal membawa perubahan sosial yang berarti di masyarakat, padahal perubahan itu penting dalam melahirkan keamanan dan keseimbangan yang mereka idamkan. Maka kedua superhero dalam tiga film ini masih merepresentasikan cara berpikir konservatif yang tidak memperjuangkan kelas yang tertindas dan sekedar bersikap reaktif terhadap keadaan. Sifanya hanya sementara dan tidak memperhatikan usaha preventif.

144 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Posisi Batman yang demikian sebenarnya dikritik dalam film ketiganya, The

Dark Knight Rises. Yang membawa perjuangan kelas justru adalah tokoh antagonisnya,

Bane. Bane membongkar kebohongan Batman dan Gordon tentang Harvey Dent, yang sekaligus membuat penangkapan para penjahat yang dijerat dengan Dent Act menjadi tidak sah, dan mengajak orang-orang untuk melawan warga kaya yang dia anggap memanfaatkan orang miskin. Selain itu, Bane juga menyerang pasar saham di Gotham

(mengingatkan pada gerakan Occupy Wall Street). Akan tetapi film tersebut cenderung mengungkapkan resiko gerakan politik atau revolusi karena menggambarkan bahwa gerakan tersebut hanya digunakan sebagai jalan Bane untuk menguasai Gotham.

Batman pun menjadi penyelamat kembali dengan menjauhkan bom yang ditanam Bane dari Gotham. Masalah kemiskinan kembali dilupakan di akhir karena ditutupi oleh kepahlawanan Batman.

3. Jenis Musuh dan Ideologi

Dari tiga musuh utama di ketiga film yang dibahas di tesis ini, ada dua musuh yang hampir sama, yakni Ra’s al Ghul dalam Batman Begins dan Kanjeng Badai dalam

Madame X. Keduanya adalah musuh yang berusaha mengembalikan keseimbangan dengan membasmi hal yang menurut mereka sudah rusak dalam masyarakat. Ra’s al

Ghul ingin menghancurkan kota Gotham karena menurutnya kota itu sudah tidak bisa ditolong lagi, dan dengan begitu dia ingin membersihkan peradaban dari hal-hal yang kotor. Kanjeng Badai ingin mengembalikan moral bangsa yang menurutnya sudah rusak karena ada kemerosotan di masyarakat. Kemerosotan itu direpresentasikan dengan kaum waria di film yang merupakan minoritas di negara alternatif dalam film itu.

145 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Ra’s al Ghul memimpin kelompok pembunuh bernama League of Shadows yang digambarkan sebagai pembersih dunia. Kelompok kuno yang pernah menghancurkan

Roma di masa lalu karena kemerosotan moralnya ini akan menghancurkan Gotham karena dianggap rusak, dengan tingkat kriminalitas dan korupsi yang tinggi. Ra’s al

Ghul adalah seorang musuh yang tanpa kompromi. Segala sesuatu yang dianggap buruk harus musnah agar dari situ dapat dibangun sesuatu yang lebih baik. Itu adalah sesuatu yang ditentang oleh Bruce Wayne/Batman, karena menurutnya Gotham masih bisa ditolong karena tidak hanya terdiri dari orang yang korup. Ra’s al Ghul menginginkan yang absolut dan tidak setengah-setengah. Akan tetapi, tindakannya juga menimbulkan pertanyaan karena dia sendiri membunuh demi tujuannya. Itu dianggapnya sebagai kejahatan yang perlu (necessary evil) demi mengembalikan keseimbangan di dunia.

Prinsipnya yang seperti itu juga menimbulkan ambivalensi seperti Batman sendiri, karena pada dasarnya tujuan mereka sama dan tidak segan-segan menerobos hukum demi berlangsungnya hukum itu sendiri. Pada akhirnya yang membedakan dirinya dengan Batman adalah tingkat ekstrimitasnya. Batman tidak ingin membunuh, sedangkan Ra’s al Ghul tidak segan-segan melakukannya. Batman Begins tidak berusaha menunjukkan mana yang lebih baik dari dua sudut pandang tersebut. Yang ditampakkan adalah Batman berhasil mengalahkan Ra’s al Ghul, tetapi itu pun tidak terlalu mengubah keadaan Gotham.

Hampir sama dengan Ra’s al Ghul, Kanjeng Badai di Madame X ingin membasmi hal-hal yang dianggapnya menyebabkan keburukan. Dalam film itu, dia digambarkan memimpin Partai Bangsa Bermoral dan ormas Badan Organisasi Penegak

Moral (Bogem). Dia menganggap kaum waria sebagai salah satu penyebab kemerosotan moral negara. Pandangannya adalah hasil didikan ayahnya yang sangat keras, yang

146 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

pernah melarangnya berhubungan dengan Adam yang mulai terlihat kecenderungannya sebagai waria sejak kecil. Akan tetapi, ada inkonsistensi dalam diri Kanjeng Badai, yaitu dia juga melakukan perdagangan manusia. Itu berarti dia orang yang prinsipnya tidak se-absolut Ra’s al Ghul. Inkonsistensi itu menjadi aneh karena motivasinya tidak jelas datang dari mana, berbeda dengan motivasinya sebagai penegak moral. Barangkali itu adalah pilihan kreatif pembuat naskah untuk memperlihatkan bahwa orang-orang yang menjunjung tinggi moralitas tidak sepenuhnya suci, namun itu menyebabkan

Kanjeng Badai tidak semenarik Ra’s al Ghul.

Joker dalam The Dark Knight adalah musuh yang berkebalikan dari Ra’s al Ghul dan Kanjeng Badai. Joker tidak menginginkan keseimbangan, melainkan chaos dan anarki, karena dia menganggap tujuan stabilitas itu tidak akan berhasil, mudah diruntuhkan, dan dilakukan oleh orang-orang munafik. Itu direpresentasikan dengan tokoh Harvey Dent yang benar-benar menjadi bermuka dua karena manipulasi Joker.

Bagi Joker, anarki adalah satu-satunya jalan adanya keadilan (fairness), karena saat masyarakat menginginkan sesuatu seperti stabilitas, mereka hanya sedang melaksanakan agendanya. Perkataan Joker yang menyamakan dirinya dengan Batman sendiri terbukti pada akhir film:

"To them, you're just a freak. Like me! They need you right now. But when they don't ... They'll cast you out. Like a leper. See, their morals. Their 'code.' It's a bad joke. Dropped at the first sign of trouble. They're only as good as the world allows them to be. I'll show ya. When the chips are down, these, uh, these 'civilized' people, they'll eat each other. See, I'm not a monster. I'm just ahead of the curve"(The Dark Knight).

Batman dianggap pahlawan ketika orang-orang membutuhkannya, tetapi saat dia berhasil dia dianggap penjahat.

Seperti superhero, musuh-musuh dalam tiga film yang dibahas di sini juga berusaha untuk menutupi identitas mereka. Ra’s al Ghul menggunakan orang lain yang

147 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

bertindak sebagai dirinya agar tidak ada yang tahu bahwa dialah yang sebenarnya memimpin League of Shadows dan nama aslinya tidak diketahui. Demikian pula Joker, masa lalu dan identitasnya tidak diketahui. Kanjeng Badai menutupi identitas aslinya sebagai teman masa kecil Adam, dengan tidak memakai nama aslinya dan selalu memakai kacamata hitam. Ketiga musuh utama tersebut menegaskan bahwa seseorang dianggap musuh ketika latar belakangnya tidak diketahui.

Tentu saja ada musuh-musuh dalam film superhero yang diketahui latar belakangnya. Dalam trilogi Spider-Man dari sutradara Sam Raimi, semua musuh digambarkan memiliki hubungan dengan Peter Parker/Spider-Man. Green Goblin adalah ayah sahabatnya, Doctor Octopus adalah profesornya, Venom adalah kawan jurnalis, dan Sandman adalah rekan perampok yang membunuh pamannya. Begitu juga di remake-nya, The Amazing Spider-Man, Lizard adalah rekan ilmuwan ayahnya, dan

Electro adalah pegawai Oscorp yang pernah dia selamatkan. Penceritaan latar belakang musuh berguna untuk membangkitkan simpati penonton, sehingga musuh tidak dipandang melulu jahat, namun karena ada suatu kesalahan yang mengubahnya.

Pengaburan latar belakang musuh digunakan lebih untuk menekankan persamaan mereka dengan sang superhero yang berusaha menutupi identitas aslinya.

Musuh-musuh dalam film superhero juga bisa dibaca sebagai representasi ketakutan subjek narasi sendiri dan juga sisi yang lebih gelap dari kepribadian superhero. Ra’s al Ghul merupakan ketakutan Batman apabila perannya sebagai pembasmi kejahatan terbawa ke tingkat ekstrim. Dia adalah ketakutan Batman apabila tindakannya menjadi diktatorial. Menurut Batman, yang membedakan dirinya dengan penjahat adalah dia tidak membunuh. Scarecrow yang menggunakan gas halusinogen adalah ketakutan Batman jika dirinya yang juga menggunakan ketakutan sebagai senjata

148 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

diarahkan pada orang yang salah. Joker adalah representasi kekacauan dan ketakutan

Batman pada teatrikalitas yang telah dia bawa ke Gotham. Joker menekankan ketakutan

Batman tentang kekacauan keadaan yang pernah menyebabkan kematian orangtuanya, suatu kemustahilan menghadapi kekerasan.Two-Face adalah gambaran dualitas yang dialami Batman apabila berlebihan dan kemungkinan dirinya menjadi hipokrit. Kanjeng

Badai merupakan ketakutan Madame X terhadap kemustahilan seorang diri menghadapi kekuasaan yang dominan.

4. Utopia dalam Film Superhero

Konsep utopia dalam ideologi adalah usaha untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Karl Mannheim mengatakan bahwa suatu keadaan pikiran bersifat utopis apabila itu berbeda dengan realitas. Seperti Mannheim, Fredric Jameson juga mengungkapkan bahwa utopia adalah pandangan politik yang membayangkan, dan bahkan merealisasikan, suatu sistem yang berbeda dengan sistem yang ada pada saat ini.

Dalam buku Archeologies of Future,Jameson juga menambahkan bahwa utopia bisa menunjukkan keterkurungan ideologis imajinasi kita yang dibatasi oleh berbagai mode produksi dan sisa-sisa masa lalu. Ideologi masih menghadapi aturan way of life, tetapi utopia bisa lepas dari keterbatasan itu.

Narasi superhero dengan demikian berfungsi sebagai utopia, karena membayangkan sesuatu di luar realitas untuk memperbaiki keadaan. Film superhero membangun narasi untuk menawarkan eksplorasi alternatif terhadap berbagai masalah yang sulit untuk diselesaikan. Ketiga film yang dibahas dalam tesis ini khususnya berbicara tentang terorisme dan fundamentalisme.

149 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X secara umum membayangkan stabilitas dan keamanan sosial. Keadaan tersebut sudah terganggu sebelum musuh muncul dalam film Batman, dan pada Madame X ketiadaan stabilitas diakibatkan oleh musuh. Dua film Batman adalah tipikal pandangan Amerika untuk mengeksternalisasi musuh. Sesuatu yang sudah rusak membutuhkan wajah dari luar untuk dapat disalahkan dan dilawan. Keadaan buruk yang sudah ada dari awal pun menjadi tidak terlalu dieksplorasi, kecuali diakibatkan oleh musuh. Film Madame Xdi sisi lain menunjukkan bahwa musuh adalah bagian integral dalam masyarakat. Musuh adalah wajah lain dalam masyarakat yang sama. Maka dari itu, ketika Madame X berhadapan dengan Kanjeng

Badai dan ormas Bogem, dia juga sedang menghadapi masalah internal dalam masyarakat. Jadi musuh tidak datang dari luar. Itu malah lebih ditegaskan dengan latar belakang bahwa Kanjeng Badai merupakan teman masa kecilnya. Meskipun pada akhirnya Batman Begins dan Madame X memperlihatkan narasi “balas dendam” terhadap mantan kawan. Lagi-lagi mirip seperti Amerika yang mengantagonisasi Osama bin Laden.

Teknologi dan fantasi yang digambarkan dalam film superhero merupakan salah satu daya tarik jenis film ini. Batman memiliki banyak alat canggih dan keahlian bela diri untuk menunjang aksinya melawan kejahatan. Madame X memiliki jurus bela diri

(yang konyol) dan bantuan teknologi dari Om Rudy dan Jun. Superman dapat terbang dan sangat kuat, Spider-Man memiliki kekuatan laba-laba, Iron Man memiliki teknologi baju pelindung canggih, dan lain-lain. Akan tetapi, berbagai kekuatan superhero itu diimbangi juga dengan para musuh yang tidak kalah supernya (maka disebut supervillain). Musuh juga memiliki utopia. Harapan tentang kemungkinan mengalahkan kejahatan dihadapkan dengan musuh yang tidak bisa dianggap enteng.

150 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Gambar 29. Teknologi sebagai utopia untuk melawan kejahatan (The Dark Knight dan Madame X)

Ketiga film tersebut mempertunjukan bahwa terorisme dan fundamentalisme adalah sesuatu yang harus dilawan karena kedua hal tersebut mengorbankan orang lain dalam prosesnya, biarpun tujuan akhirnya sama-sama stabilitas sosial dan keamanan.

Akan tetapi, ini harus dilakukan dengan hati-hati. Menyalahkan musuh dari luar memang lebih mudah dilakukan, tetapi itu tidak akan membawa perubahan yang berarti seperti ditujukan dalam ketiga narasi superhero di tesis ini.

151 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Narasi superhero tidak hanya membayangkan tujuan akhir stabilitas, keamanan, dan keadilan, sebagai objek yang harus dicapai, tetapi juga mengkritik objek itu sendiri.

Hal itu direpresentasikan dengan hadirnya musuh. Sama seperti para superhero, musuh juga menggarisbawahi ketidakpuasan terhadap keadaan yang ada. Musuh ingin menciptakan atau mengganggu stabilitas. Dalam Batman Begins, Ra’s al Ghul ingin mengembalikan keseimbangan dengan menghancurkan kota yang penuh kejahatan.

Kanjeng Badai dalam Madame X ingin mencapai stabilitas dengan menyingkirkan kelompok yang menurutnya mengganggu stabilitas tersebut. Akan tetapi, Joker dalam

The Dark Knight ingin mengganggu stabilitas karena menurutnya itu semua hanya kebohongan dari orang-orang yang selalu ingin mencari aman, yang dia juluki dengan sebutan schemer. Kekacauan dan anarki baginya adalah satu-satunya keadaan yang adil karena tidak ada pihak yang lebih tinggi dan lebih rendah.

Sama seperti posisi para pelakunya dalam narasi, objek utopis dalam film superhero modern juga menjadi ambivalen. Tidak ada posisi yang tegas karena narasi menunjukkan objek berada dalam area abu-abu. Narasi superhero tidak mendukung terorisme dan fundamentalisme, tetapi juga menunjukkan bahwa stabilitas yang muncul karena penghilangan tindakan musuh tersebut juga bukan jawaban permasalahan. Lalu apa sebenarnya yang ingin dicapai?

Menurut penulis, narasi superhero modern berusaha menentang absolutisme.

Ra’s al Ghul yang tidak pandang bulu dalam impiannya mengembalikan keseimbangan dunia akhirnya menemui kegagalan ketika berhadapan dengan Batman. Kanjeng Badai tidak memperhitungkan bahwa keinginannya membangun negara yang bermoral dengan menyingkirkan pihak-pihak yang menurutnya menyimpang akan mendapat resistensi dalam bentuk Madame X. Joker dalam The Dark Knight adalah contoh musuh yang

152 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

menarik dan berbeda. Batman yang sebelumnya sangat taat dengan prinsipnya yang tidak ingin membunuh dan menjadi penguasa akhirnya terpaksa mencicipi pelanggaran prinsip karena tindakan Joker yang menuntut ke sana. Batman dipaksa menjadi diktator untuk sesaat ketika menghadapi Joker. Hal itu juga menggambarkan paradoks dalam konsep utopia. Utopia bisa menjadi strategi menghadapi masa depan, tetapi juga bisa menjadi propaganda. Narasi superhero menawarkan cara untuk melawan kejahatan luar biasa, tetapi utopia untuk musuh yang terus berevolusi juga dibicarakan.

Narasi superhero yang diisi berbagai ambivalensi tersebut mencerminkan ketidakpastian yang dialami masyarakat awal abad 21. Di Amerika Serikat, ketidakpastian itu muncul seiring dengan keterlibatan mereka di Timur Tengah dan langkah-langkah mereka menghadapi terorisme. Ketidakpastian tersebut tidak datang tiba-tiba, tetapi sudah mulai berlangsung sejak lama. Ra’s al Ghul dapat dibaca sebagai representasi opini Osama bin Laden yang pernah memiliki asosiasi dengan CIA dalam konflik Afghanistan, tetapi kemudian berbalik melawan Amerika33, seorang penolong yang berubah menjadi musuh. Ambivalensi posisi Amerika ditekankan lagi dalam The

Dark Knight yang menampakkan Batman yang menggunakan teknologi pengawasan untuk mengatasi ancaman, seperti Amerika dengan Patriot Act-nya. Indonesia pun mengalami ketidakpastian dengan adanya gerakan kelompok radikal yang mengatasnamakan agama. Adanya berbagai aksi terorisme setelah Bom Bali tahun 2002

33Hubungan Osama bin Laden dengan CIA tersebut sampai sekarang masih menjadi kontroversi benar atau tidaknya. Salah satu tulisan di media online nbcnews.com menyebut bahwa bin Laden adalah mantan agen CIA yang membelot: "At the CIA, it happens often enough to have a code name: Blowback. Simply defined, this is the term describing an agent, an operative or an operation that has turned on its creators. Osama bin Laden, our new public enemy Number 1, is the personification of blowback". http://www.nbcnews.com/id/3340101/t/bin-laden-comes-home-roost/#.VKVfDiuUeSo (diakses pada 2 Desember 2014)

153 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dan munculnya ormas yang menyisihkan kelompok minoritas menjadi latar belakang yang bisa dikaitkan dengan film Madame X.

Perlu digarisbawahi bahwa narasi superhero merupakan kritik terhadap kemapanan dan keteraturan sosial yang ternyata sangat rapuh. Narasi ini dibangun untuk melawan kekuasaan dengan menampilkan medan pertarungan antara superhero dan musuhnya, yang masing-masing berada pada area yang liminal dan ambivalen.

Walaupun berkekuatan super, superhero digambarkan sebagai tokoh-tokoh dengan keterbatasan dan trauma (bahkan Superman yang seperti Tuhan itu memiliki kelemahan). Tokoh pahlawan yang tidak memiliki karakteristik tersebut, yang selalu tampak bersih dan suci, memiliki resiko lebih besar untuk jatuh dan menjadi musuh itu sendiri. Lihat saja tokoh Harvey Dent dalam film The Dark Knight.

Paul Heru Wibowo dalam epilog buku Masa Depan Kemanusiaan: Superhero dalam Pop Culture mengatakan, "...saya berasumsi bahwa teks budaya populer dapat menjadi sarana yang paling efektif untuk mendesiminasikan nilai-nilai kemanusiaan di masa depan" (Wibowo, 2012: 524). Penulis setuju dengan pendapat tersebut. Teks budaya populer lahir dari konteks, dan teks tersebut menghasilkan teks dan konteks lain, begitu seterusnya. Film-film superhero yang membanjir sekarang ini merupakan hasil produksi yang bisa merepresentasikan wacana yang berkembang saat ini. Ada yang diafirmasi, ada yang ditolak, dan ada pula yang mempertanyakannya dengan membawanya ke wilayah yang masih abu-abu.

Agak berbeda dengan kutipan sebelumnya, dalam buku yang sama juga disebutkan:

Kapitalisme media secara vulgar telah mengubah wajah sejumlah nilai yang dikandung dalam narasi superhero itu ke dalam imaji-imaji semu. Nilai-nilai seperti keadilan, kebenaran, kejujuran atau pengorbanan yang

154 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

diperjuangkan setiap figur superhero dianggap tidak lebih penting ketimbang aspek penampilan. Sejauh ini, kapitalisme media hanya memaknai superhero sebagai figur khayalan yang tidak bermakna apapun, kecuali merepresentasikan ideologi konsumerisme. Unsur fiksionalitas begitu ditekankan, sedangkan unsur realismenya cenderung diabaikan... Kondisi demikian tentu saja membuat narasi superhero seolah-olah tampak tidak produktif sebagai pembentuk peradaban manusia yang lebih baik (Wibowo, 2012: 517).

Pandangan yang cenderung pesimis tersebut bertolak belakang dengan kutipan sebelumnya yang menyebutkan bahwa budaya populer bisa bermanfaat untuk nilai-nilai kemanusiaan. Pandangan itu malah menunjuk kapitalisme menyebabkan narasi superhero hanya merepresentasikan ideologi konsumerisme dan melupakan nilai-nilai yang dulu dibawa.

Budaya populer atau budaya media terus menerus berevolusi agar dapat diterima konsumen. Memang benar itu semua tidak dapat dilepaskan dari kapitalisme dan bertujuan untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Narasi superhero yang secara sekilas tampak sebagai hiburan semata ternyata tidak bisa lepas dengan konteks dan ideologi yang melatarbelakangi pembuatannya. Teks dan konteks saling tergantung satu sama lain. Makna suatu teks dapat menghasilkan konteks baru, seperti yang ditulis oleh

Martin Mcquillan dalam The Narrative Reader: "meaning is possible through the context, and the context is only possible through the meaning" (Mcquillan, 2000: 10-

11).

Dari tiga film yang dibahas dalam penelitian ini saja dapat terlihat bahwa budaya populer tidak melulu memikirkan keuntungan, tetapi bisa menjadi representasi konteks sosial, politik, ideologi, dan utopia. Bahkan bila dicermati, film-film tersebut bisa menjadi sarana empowerment bagi masyarakat yang sedang terhegemoni oleh ideologi kelompok dominan, berperan sebagai instrumen perubahan sosial. Selain itu, narasi

155 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

superhero juga mempertanyakan hukum dan ketidakadilan. Jadi ada dua sisi budaya populer yang walaupun tampak berseberangan, tetapi nyatanya bisa ada berdampingan.

Bentuk film sebagai teks budaya populer justru bisa disebarkan secara luas kepada khayalak, apalagi film Hollywood yang cakupannya global. Maka dari itu, pandangan bahwa budaya populer hanya berusaha mengafirmasi ideologi dominan seluas-luasnya seharusnya dipertanyakan kembali. Tentunya ada teks-teks yang bekerja sebagai propaganda semacam itu, tetapi menyamaratakan budaya populer sama saja dengan simplifikasi. Suatu teks perlu dibuktikan dengan analisis agar bisa diketahui posisinya dalam medan ideologi.

156 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB V

PENUTUP

Narasi Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X sebenarnya masih menggunakan formula cerita-cerita kepahlawanan klasik Joseph Campbell yang disebut monomyth, dengan beberapa penyesuaian (tidak selalu urut). Narasi superhero menceritakan tentang seseorang yang berusaha mengembalikan dunianya yang kacau dan tidak seimbang kepada keadaan yang lebih baik. Keadaan yang lebih baik itu dibayangkan sebagai keseimbangan atau stabilitas, suatu tempat yang tidak memiliki pihak yang menjajah pihak lain. Sifat narasinya mengarah pada pembangunan antagonistik terhadap musuh dan ketakutan. Menariknya, pembangunan antagonistik itu juga terjadi dalam diri superhero sendiri. Nuansa abu-abu semacam itu adalah yang membuat narasi superhero bisa dibicarakan dan diperdebatkan.

Bayangan tempat yang lebih baik dalam cerita superhero yang dibahas dalam tesis ini adalah masa lalu. Bruce Wayne (Batman Begins) membayangkan kejayaan masa lalu Gotham yang dibangun oleh keluarganya, sedangkan Adam (Madame X) membayangkan masa lalunya ketika temannya dapat menerima perbedaan dirinya.Masa lalu yang diidentikkan dengan keseimbangan tersebut terganggu dengan adanya musuh.

Musuh tersebut di satu sisi jelas yang menyebabkan kerusakan, namun di sisi lain juga memperjelas keterbatasan hukum dan stabilitas.

Terganggunya keseimbangan mengantar pada kebutuhan kepada seseorang yang bisa mengatasi masalah yang gagal diselesaikan oleh hukum. Superhero menjadi figur yang ambivalen karena mereka berusaha memperbaiki keadaan, namun dengan cara melanggar hukum. Superhero mendapatkan status khusus dalam masyarakatnya karena mampu melampaui hukum yang tidak dapat berjalan. Kaburnya batas antara pahlawan

157 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dan musuh dalam film-film superhero adalah sesuatu yang ganjil karena superhero adalah seseorang yang melebihi pahlawan biasa. Bukankah seharusnya dia adalah seseorang yang dengan tegas membedakan dirinya dengan lawannya? Mengapa musuh yang justru menjadi kritik terhadap permasalahan dalam masyarakat? Karena hal itu juga walaupun judul tesis ini adalah tentang penggambaran musuh, namun pada akhirnya superhero dan musuh tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi. Musuh digunakan untuk menjelaskan superhero, dan superhero digunakan untuk menjelaskan musuh.

Danny Fingeroth mengatakan bahwa superhero, melebihi pahlawan biasa, harus merepresentasikan nilai-nilai masyarakat tempat dia berasal. Itu berarti masyarakat

Amerika dan Indonesia yang direpresentasikan dalam Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X adalah masyarakat yang ambivalen dan penuh ketidakpastian. Di satu sisi kejahatan harus ditumpas, namun di sisi lain masih bingung membedakan apakah tindakan menumpas kejahatan itu sendiri juga merupakan kejahatan.Akan tetapi ambiguitas itu dapat memberi ruang untuk mempertanyakan tentang moralitas

Banyak film superhero, termasuk tiga yang dibahas dalam tesis ini, yang mempromosikan individualime. Dalam artian, seorang individu memiliki hak atau kewenangan untuk membangun masyarakat yang dinamis dan aktif. Social agency terbentuk dari individu, bukan dari kelompok tertentu. Masyarakat yang dibayangkan bukanlah masyarakat yang pasif dan patuh, namun masyarakat yang dapat selalu berubah mengikuti konteksnya. Masyarakat tersebut berasal dari individu-individu yang bebas dan tanggap dengan permasalahan, seperti seorang superhero. Batman tidak menempatkan dirinya bagian dari warga kaya, namun masyarakat luas.Individualisme dalam Madame X agak berbeda karena perjuangan Madame X juga bersifat emansipatif

158 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

untuk kelompok waria, sehingga dia juga membawa kepentingan kelompok. Toh individualisme yang ingin dicapai itu juga terbongkar sendiri dengan analisis naratif yang menunjukkan bahwa subjek masih membutuhkan penolong untuk mengatasi lack.

Maka individualisme pada akhirnya akan tetap mengantarkan pada kolektivitas.

Pertanyaan utama film-film superhero adalah: apakah superhero dapat mengembalikan dunia yang kacau (chaotic) ke keadaan yang stabil? Kekacauan disebabkan oleh pihak yang mengganggu kedamaian, atau musuh dalam narasi. Musuh adalah penggerak utama dalam plot film-film superhero. Bahkan musuh juga berperan sebagai pengirim yang memotivasi hero, atau penolong yang bisa mengatasi lack.Tanpa ada musuh, seorang pahlawan tidak akan terbentuk. Hal itu masih ditambah dengan ketidakmampuan pihak lain dalam mengatasi masalah. Pihak lain itu dalam Batman

Begins, The Dark Knight, dan Madame X, ialah hukum atau negara. Hukum digambarkan sebagai sesuatu yang lemah, mudah disusupi koruptor dan mafia, mudah dimanipulasi, dan bahkan ikut menjadi musuh dalam narasi. Karena itulah dibutuhkan sosok yang mampu melebihi hukum, yaitu superhero. Superhero menjadi pihak yang menempati ruang liminal, menjembatani antara masyarakat dan hukum. Status spesial itu menurut Todd McGowan adalah karena kemampuan super mereka: "According to the logic of the superhero film, superheroes earn their exceptional status by dint of some extra-human ability or special skill that others lack" (McGowan, 2012: 123).

Musuh pun bisa muncul dari dalam atau luar. Sosok musuh yang hadir dari luar atau pihak asing mudah sekali ditunjuk karena dirinya jelas berbeda dari masyarakat dalam setting. Ra's al Ghul dan Joker adalah contohnya. Batman melupakan ada masalah yang lebih serius di Gotham, yaitu kemiskinan. Kemiskinan, yang penyebabnya tidak disebutkan langsung tetapi ada indikasi berdasarkan pembacaan

159 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

indeks narasi yang mengarah ke kapitalisme yang dimanfaatkan oleh Ra's alGhul, adalah akar dari kekacauan yang terjadi di Gotham. Mafia dan koruptor memanfaatkan itu dengan merekrut orang-orang seperti Joe Chills yang membunuh orangtua Bruce

Wayne. Akan tetapi ketika Ra's al Ghul datang dengan ancamannya, masalah utama itu tidak pernah terselesaikan. Begitu juga yang terjadi saat Joker mengacau di The Dark

Knight.

Dalam Batman Begin, Ra's al Ghul adalah yang mengatur Carmine Falcone, si mafia. Ra’s al Ghul memang pernah melatih Bruce, tetapi tidak ada yang tahu latar belakang dan cerita masa lalunya. Demikian pula dengan Joker, karena ia selalu mengatakan hal yang berbeda ketika bercerita tentang masa lalunya. Musuh yang tampak dari dalam (Ra’s al Ghul) pada akhirnya dieksternalisasi menjadi pihak luar karena lebih dapat dipahami.

Bagaimana dengan musuh yang datang dari dalam masyarakat sendiri? Kanjeng

Badai dalam Madame X adalah contoh yang menakutkan. Dia adalah seorang kawan yang berubah jadi lawan. Dia mewakili elemen masyarakat yang menindas bagian masyarakat itu sendiri yang lebih lemah kedudukannya. Ini adalah gambaran disintegrasi sosial yang datang dari masyarakat itu sendiri, sedangkan film Batman menggambarkan disintegrasi tersebut ada karena ancaman dari luar. Ra's al Ghul, walaupun datang dari luar, juga merupakan kawan yang berubah jadi lawan; pengirim dan penolong yang berubah jadi musuh. Demikian pula Harvey Dent dalam The Dark

Knight, sosok yang dijadikan harapan, pernah jadi penolong, namun akhirnya berubah juga dari musuh. Perbedaan ideologi membuat mereka berpisah dan si superhero harus melawan mereka. Barangkali ada kepuasan dalam diri superhero ketika menghukum para musuh yang bagai sosok pengkhianat itu, seperti ketika akhirnya Amerika berhasil

160 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

membunuh Osama bin Laden, orang yang pernah menjadi kawan mereka ketika melawan Rusia di Afghanistan.

Film superhero modern yang dibahas di tesis ini bukan lagi musuh yang dipandang dengan logika biner yang jelas tampak seperti banyak film Hollywood era

Ronald Reagan. Menurut Douglas Kellner, film-film seperti First Blood (Rambo) dan

Top Gun menampilkan pembedaan yang jelas antara tokoh utama dengan musuh. Tokoh utama yang melambangkan Amerika Serikat diasosiasikan dengan patriotisme dan kebaikan, sedangkan musuhnya (seperti Vietnam atau negara-negara Balkan) diasosiasikan sebagai alienOthers, bandit, dan kejahatan (Kellner, 2003: 67). Tidak demikian dengan Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X. Ketiga film tersebut menampakkan musuhnya dengan ambivalen, seperti halnya dengan pahlawannya.

Para musuh sebenarnya juga menginginkan stabilitas, tetapi stabilitas tersebut berbeda dengan yang dipandang oleh subjek narasi, maka mereka menjadi musuh.

Perpindahan posisi aktansial dalam perkembangan babak menjadi tanda ambivalensi itu.

Latar belakang mereka entah dikaburkan, atau pernah menjadi sekutu. Tidak semua langsung menjadi musuh, bahkan pernah menjadi kawan tokoh utama. Justru para musuh tersebut menggarisbawahi ada yang salah dengan masyarakat mereka, sehingga seperti superhero mereka juga terpanggil untuk memperbaiki, terlepas dari akibat tindakan mereka.

Pembedaan subjek dan musuh dalam narasi itu mengantarkan pada objek narasi dan objek utopis film-film superhero. Objek narasinya adalah keamanan atau stabilitas, yang seharusnya terjadi ketika subjek berhasil mengalahkan musuh (kekalahan musuh juga merupakan objek). Tentunya keamanan atau stabilitas yang dimaksud adalah

161 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

menurut subjek, bukan musuh. Subjek ingin mengembalikan keadaan sebelum chaos terjadi pada dunia mereka. Maka bisa dibilang superhero adalah narasi konservatif yang membayangkan suatu paradise yang pernah ada di dunia mereka. Musuh yang mengganggu surga tersebut harus dimusnahkan. Akan tetapi narasi memperlihatkan bahwa ternyata kekalahan musuh tidak serta merta mengembalikan keadaan tersebut. Itu tampak dalam film Batman Begins danMadame X.

The Dark Knight memandang hal itu dengan cara berbeda. Kegagalan Batman mengalahkan Joker ternyata tidak menimbulkan fungsi punishment, tetapi malah memberikan reward baginya. Stabilitas justru terjadi karena dia berbohong mengambil alih dosa Harvey Dent. Inilah event yang bisa merepresentasikan ideologi yang dimaksud oleh Althusser: "Althusser means that in misrepresenting or misrecognizing historical reality, ideology expresses a wish or desire. We misrepresent the world in ideology because we want to do so, because there is some reward or benefit to us in doing so"(Ferreter, 2006: 79). Stabilitas The Dark Knight tercapai ketika kebohongan dilakukan.

Narasi superhero yang diisi berbagai ambivalensi dan perbedaan tersebut menunjukkan ketidakpastian yang dihadapi masyarakat awal abad 21. Ketiga film dari

Amerika Serikat dan Indonesia itu memperlihatkan kebimbangan masyarakat dalam melihat berbagai permasalahan. Ada area abu-abu yang mewarnai narasi superhero yang tidak memandang baik dan buruk seperti hitam dan putih. Ketidakpastian juga mencerminkan masyarakat yang selalu mempertanyakan. Kebenaran yang absolut ditolak karena selalu ada sisi lain di balik sesuatu yang dianggap baik maupun buruk.

Narasi yang semacam itu adalah utopia bahwa masyarakat akan selalu berkembang, tidak stagnan dan patuh ketika menghadapi persoalan.Masyarakat yang

162 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

dibayangkan adalah masyarakat yang terus berubah mengikuti konteks dan wacana yang melingkupi. Masyarakat itu membentuk dinamika dan paradigma mereka sendiri, bukandari pemerintah atau pihak lain, karena hukum dipandang tidak cukup kuat dalam narasi. Teknologi dan fantasi adalah lompatan jalan keluar yang merupakan gambaran utopia.Akan tetapi, musuh sendiri juga memiliki utopia dalam bentuk tindakan mereka yang selalu meningkat intensitasnya. Ini memperlihatkan utopia yang memiliki dua sisi, bisa digunakan sebagai strategi menghadapi masa depan, namun juga bisa digunakan sebagai legitimasi kekuasaan. Seperti utopia yang memiliki paradoks, pertentangan dan perbedaan akan membuat masyarakat melihat suatu permasalahan dengan lebih utuh.

Budaya populer atau budaya media yang pernah dianggap sebagai kepanjangan tangan kapitalisme atau ideologi yang dominan juga mulai dilihat secara berbeda berdasarkan cara pembacaan yang berbeda pula. Benar bahwa budaya populer selalu berusaha mendapatkan keuntungan. Akan tetapi, untuk mendapatkan keuntungan itu pun budaya populer terus menerus berevolusi seperti halnya konsumennya, sehingga dapat diterima. Suatu teks dibuat berdasarkan konteks, yang menghasilkan teks dan konteks yang lain. Budaya populer atau budaya media yang bisa mewakili konteks masyarakat semacam itu tentunya tidak seharusnya dipandang secara negatif. Perbedaan bentuk dan ideologi yang diusung dapat menjadi kritik dan alat untuk mengecek jika terjadi permasalahan. Konsumen budaya populer tidak bisa dipandang sebatas penerima yang pasrah, karena masyarakat juga memiliki kontrol dan pembacaan sendiri.

Masyarakat bisa mengkritik dan menolak jika ideologi dalam budaya populer tidak sesuai dengan opini mereka. Semua perdebatan yang terjadi justru dapat memajukan budaya dan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, kisah-kisah superhero tidak harus selalu menjadi sebatas eskapisme atau suplemen vitamin ketika masyarakat

163 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

mengalamidilema dan kegagalan, tetapi juga bisa menjadi cermin yang merefleksikan berbagai cara pandang.

Dari tesis ini, penulis menemukan bahwa analisis tekstual dalam penelitian budaya populer adalah sesuatu yang penting untuk dilakukan. Analisis tekstual yang di sini dilakukan dengan metode analisis struktural naratif Roland Barthes dapat menemukan struktur dan makna yang tidak langsung terlihat di permukaan. Hal ini penting sebagai landasan sebelum membicarakan konteks dan ideologi, karena tanpa melakukan tahap ini terlebih dahulu, yang terjadi kemudian hanya asumsi tanpa didukung fakta yang terkandung dalam teks itu sendiri.

Keterbatasan analisis tekstual adalah ini hanya satu dari bermacam sudut pandang atas pembacaan suatu teks. Tesis ini sudah berusaha menggabungkan analisis semiotika, kritik ideologi, dan kritik genre seperti dianjurkan oleh Douglas Kellner:

"Combining, for instance, ideology critique and genre criticism with semiotic analysis allows one to discern how the generic forms of media culturem or their semiotic codes, are permeated with ideology " (Kellner, 2003: 98).Akan tetapi pembacaan yang semacam itu belum mencakup pembacaan yang multiperspektif. Apabila penelitian dilakukan dengan menggabungkan analisis tekstual dan analisis audiens, kemungkinan hasilnya akan lebih lengkap.

Masih banyak yang bisa diteliti dari narasi superhero. Tesis ini misalnya sudah menyebut tentang masalah gender di dalamnya. Akan menarik jika masalah itu diteliti secara khusus, terutama jika nanti superhero wanita sudah lebih banyak muncul dalam film. Masalah ekonomi politik dan pengaruh Amerika yang tampak dalam film superhero juga bisa diteliti lebih lanjut.

164 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Daftar Pustaka

Abrams, M. H. A Glossary of Literary Terms/Seventh Edition. Boston: Heinle &Heinle, 1999.

Barthes, Roland. Image Music Text. Tr. Stephen Heath. London: Fontana Press, 1977.

Bordwell, David dan Kristin Thompson. Film Art: An Introduction. New York: McGraw-Hill, 2008.

Burke, Liam. Superhero Movies. Harpenden: Pocket Essentials, 2008.

Campbell, Joseph. The Hero with a Thousand Faces. New Jersey: Princeton University Press, 2004.

Corrigan, Timothy dan Patricia White. The Film Experience: An Introduction. Boston: Bedford/St. Martin’s, 2004.

DiPaolo, Marco. War, Politics, and Superheroes: Ethics and Propaganda in Comics and Films. Jefferson: McFarland & Company, Inc, 2011.

Ferreter, Luke. Routledge Critical Thinkers: Louis Althusser. New York: Routledge, 2006.

Finan, Christopher M. From the Palmer Riot to Patriot Act: A History of Fight for Free Speech in America. Boston: Beacon Press, 2007.

Fingeroth, Danny. Superman on the Couch: What Superheroes Really Tell Us about Ourselves and Our Society. New York: The Continuum International Publishing Group Inc., 2004.

Fludernik, Monika. Terj Patricia Hausler-Greenfield dan Monika Fludernik. An Introduction to Narratology. New York: Routledge, 2009.

Gray, Richard J. dan Betty Kaklamanidou, ed. The 21st Century Superhero: Essays on Gender, Genre and Globalization in Film. Jefferson: McFarland & Company, Inc., 2011.

165 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Greenwald, Glenn. No Place to Hide: Edward Snowden, The NSA, and the U.S. Surveillance State. New York: Henry Holt and Company, 2014.

Greimas, A.-J. Structural Semantics: An Attempt at a Method. Tr. Daniele McDowell, Ronald Schleifer, Alan Velie.Lincoln: University of Nebraska Press, 1983.

Herman, David. The Cambridge Companion to Narrative. Cambridge: Cambridge University Press, 2007.

Herman, Luc dan Bart Vervaeck. Handbook of Narrative Analysis. Lincoln: University of Nebraska Press, 2005.

Heryanto, Ariel, ed. Popular Culture in Indonesia: Fluid Identities in Post- Authoritarian Politics. New York: Routledge, 2008.

Jameson, Fredric. Archeologies of the Future: The Desire Called Utopiaand Other Science Fictions. New York: Verso, 2005.

Johnson, Richard, et. al. The Practice of Cultural Studies. London: SAGE Publications Ltd, 2004.

Kaveney, Roz. Superheroes! Capes and Crusaders in Comics and Films. New York: I. B. Tauris & Co Ltd, 2008.

Kellner, Douglas. Cinema Wars: Hollywood Films and Politics in the Bush-Cheney Era. Chichester: Wiley-Blackwell, 2010.

Kellner, Douglas. Media Culture: Cultural Studies, Identity and Politics between the Modern and the Postmodern. New York: Routledge, 2003.

Kolker, Robert. Film, Form, and Culture. New York: McGraw-Hill, 2002.

Mannheim, Karl. Tr. Louis Wirth dan Edward Shills. Ideology and Utopia: An Introduction to the Sociology of Knowledge. Thetford: Routledge & Kegan Paul Ltd, 1979.

McGowan, Todd. The Fictional Christopher Nolan. Austin: The University of Texas Press, 2012.

166 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

McQuillan, Martin, ed. The Narrative Reader. New York: Routledge, 2000.

Rybacki, Karyn dan Donal Rybacki. Communication Criticism: Approaches and Genres. Belmont: Wadsworth Publishing Company, 1991.

Stam, Robert, Robert Burgoyne dan Sandy Flitterman-Lewis. New Vocabularies in Film Semiotics: Structuralism, post-structuralism and beyond. New York: Routledge, 1992.

Storey, John. Cultural Theory and Popular Culture: An Introduction (Fifth Edition). Harlow: Pearson Education Limited, 2009.

Strinati, Dominic. An Introduction to Theories of Popular Culture: Second Edition. New York: Routledge, 2004.

Tsutsui, William M. dan Michiko Ito. In Godzilla’s Footsteps: Japanese Pop Cultures Icon on the Global Stage. New York: Palgrave Macmillan, 2006.

Wibowo, Paul Heru. Masa Depan Kemanusiaan: Superhero dalam Pop Culture. Jakarta: LP3ES, 2012.

Sumber Tulisan Akademik

Hartanto, A. Sudjud. "Menjadi Superhero Jepang di Yogyakarta: Studi atas Konsumsi dan Reproduksi Mitos Superhero Jepang pada Kelompok J-Toku". Tesis Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma (Tidak diterbitkan).

Sumber Internet http://boxofficemojo.com/alltime/weekends/pastrecords.htm (diakses pada 30 Mei 2013) http://www.youtube.com/watch?v=rtilXtYc9t8 (diakses pada 1 September 2014) http://www.beritasatu.com/aktualitas/103832-aksi-solidaritas-di-bundaran-hi-kecam- penyerangan-lp-cebongan.html (diakses pada 10 Juni 2013) http://regional.kompas.com/read/2013/06/20/1245430/Elemen.Masyarakat.Teriakan.Hid up.Kopassus.di.Depan.Pengadilan. (diakses pada 10 Juni 2013) http://tsdr.uspto.gov/#caseNumber=78356610&caseType=SERIAL_NO&searchType=s tatusSearch (diakses pada 1 September 2014).

167 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

http://www.nydailynews.com/news/national/comic-book-creator-fights-term-superhero- article-1.1327860 (diakses pada 1 September 2014). http://www2.boxofficemojo.com/movies/intl/?page=&country=MY&wk=2009W1&id= _fCICAKMAN2PLANETH01 (diakses pada 10 Juni 2013) http://www.boxofficemojo.com/movies/?id=raone.htm (diakses pada 10 Juni 2013) http://batman.wikia.com/wiki/Batman_Begins(diakses pada 11 Agustus 2014) http://en.wikipedia.org/wiki/Batman (diakses pada 11 Agustus 2014) http://danieldokter.wordpress.com/2010/10/07/madame-x-the-rebirth-of-indonesian- superhero/ (diakses pada 11 Agustus 2014) http://filmindonesia.or.id/article/lucky-kuswandi-malam-di-jakarta-lebih-terasa-jujur- daripada-siang-hari#.U_MrO_ldWJU (diakses pada 19 Agustus 2014). http://www.cnn.com/2014/12/15/world/asia/australia-hostage-illridewithyou/ (diakses pada 22 Desember 2014) http://articles.chicagotribune.com/1985-04-19/entertainment/8501230412_1_videotape- box-office-top-videocassette-rental (diakses pada 6 Desember 2014) http://www.therichest.com/rich-list/the-biggest/10-not-so-super-superhero-film-flops/2/ (diakses pada 6 Desember 2014) http://edition.cnn.com/2001/US/11/11/rec.hollywood.terror/index.html (diakses pada 6 November 2014) http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/09/28/136875-fpi- serukan-aksi-protes-terhadap-festival-film-gay-di-indonesia(diakses pada 2 Desember 2014) http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2012/04/120420_fpiahmadi.shtml(dia kses pada 2 Desember 2014) http://www.nbcnews.com/id/3340101/t/bin-laden-comes-home-roost/#.VKVfDiuUeSo (diakses pada 2 Desember 2014)

168