INTERAKSI SOSIAL DALAM KUMPULAN CERPEN ORANG-ORANG BLOOMINGTON KARYA BUDI DARMA DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Ade Fauziah 1110013000012

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 2015

ABSTRAK

Ade Fauziah, 1110013000012, “Interaksi Sosial dalam Kumpulan Cerpen Orang-orang Bloominton Karya Budi Darma dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra Indonesia di Sekolah”. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Ahmad Bahtiar, M. Hum. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan interaksi sosial dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington dengan mengkhususkan kajian terhadap tiga cerpen yaitu “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, dan “Yorrick” karya Budi Darma dan implikasi terhadap pembelajaran sastra di SMA. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan lima belas interaksi sosial disosiatif; lima bentuk persaingan, enam bentuk kontravensi, dan empat bentuk pertentangan, delapan interaksi sosial asosiatif; tiga bentuk kerja sama, tiga bentuk akomodasi, dan dua bentuk asimilasi, dan sebelas kutipan yang menggambarkan kegagalan manusia dalam berinteraksi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan mengunakan pendekatan sosiologi sastra yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra. Analisis cerpen Budi Darma dapat memenuhi standar kompetensi dan kompetensi dasar pada pembelajaran sastra yaitu mengemukakan hal-hal menarik dari cerpen melalui kegiatan diskusi dengan menjelaskan unsur intrinsik dan ekstrinsik. Melalui pembelajaran ini, siswa dapat peka terhadap lingkungan sosial dengan berinterakasi, toleransi, tolong-menolong, menghargai, dan tanggung jawab.

Kata Kunci: Interaksi Sosial, Kumpulan Cerpen Orang-orang Bloomington, Budi Darma

i

ABSTRACT

Ade Fauziah, 1110013000012, “Social Interaction in Short Story Collection Orang-orang Bloomington by Budi Darma and its Implication on Literature Learning in High School” Indonesian Language and Literature Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Advisor: Ahmad Bahtiar, M. Hum. This research purpose to describe social interaction in short story collection Orang-orang Bloomington specialize about three short story “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, and “Yorrick”, by Budi Darma and its implication in the literature learning in high school. Based on the analysis, it was found fifteen dissociative social interactions; such as five competition, six of contravention, and four opposition, eight associative social interactions; such as three cooperation, three accommodations, and two assimilation, then eleven human failure in interacting. The method in this observation is using qualitative with phenomenological literature sociology that emphasize the study of literary works. Analysis short story of Budi Darma can meet standard of competence and basic competence at literature study that suggest about interesting things of short story pass through discussion activity and explain intrinsic and extrinsic substance. Through this study, student can be sensitive to social environment with interact, tolerance, help and responsibility.

Keywords: social interaction, short story collection Orang-orang Bloomington, Budi Darma

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil „alamin segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. yang menjauhkan kita dari jalan kegelapan.

Skripsi ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan masukan, bimbingan, saran, dan motivasi dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dra. Hindun, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 3. Dona Aji Karunia Putra, M.A., Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 4. Makyun Subuki, M. Hum., Dosen Penasihat Akademik Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 5. Ahmad Bahtiar, M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar dan teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis, serta telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk memberi petunjuk dan pengarahan. 6. Seluruh Dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang selama ini telah membekali penulis berbagai ilmu pengetahuan. 7. H. Suwarno dan Dra. Hj. Sofiah Siregar, kedua orang tua yang sangat luar biasa mengasuh dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang, kesabaran, doa, dan motivasi sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini. 8. Keluarga Besar, yang telah memberikan masukan, doa, dan motivasi kepada penulis. Elwin Sofian, S.E., Indah Febriani, S.E., Noviar Setiawan,

iii

S.Pd., Emi Murniasyi S.T., Aoi Kimi Hauraa, dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 9. Seluruh mahasiswa PBSI, khususnya kelas B angkatan 2010, terima kasih atas pengalaman dan pembelajaran berharga yang penulis dapatkan selama ini. 10. Teruntuk sahabat kosan tercinta, Dwina Agustin, Mawaddah, Aulia Herdiana Puspasari, Rizkia Auliani, Tazka Adiati, Mabruroh, Humairoh, Aisatul Fitriah, Nurul Inayah, Yunia Ria Rahayu, Ade Rufaida Awalia, terima kasih atas doa, motivasi, saran, waktu, dan kasih sayang kalian. 11. Sahabat seperjuangan, Fitri Khoiriani, Denara Nurul Titiankasih, Eka Lutfhiani, dan Fauzan Ghozali yang terus saling memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Priyo Adi Sumantri, teman berbagi, dan pendamping hebat bagi penulis. Terima kasih atas doa, motivasi, kasih sayang, dan waktunya kepada penulis.

Terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas partisipasinya dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga mendapatkan pahala yang berlipat dari Allah Swt. Amin. Penulis berharap masukan berupa kritik dan saran yang membangun sehingga penelitian ini dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

Jakarta, 12 Februari 2015

Ade Fauziah

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……………………………………………………………... i

ABSTRACT ……………………………………………………………... ii

KATA PENGANTAR ……………………………………………... iii

DAFTAR ISI ……………………………………………………... v

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………... 1 A. Latar Belakang Masalah ……………………………………... 1 B. Identifikasi Masalah ……………………………………... 5 C. Pembatasan Masalah ……………………………………... 5 D. Perumusan Masalah ……………………………………... 6 E. Tujuan Penelitian ……………………………………………... 6 F. Manfaat Penelitian ……………………………………... 6 G. Metode Penelitian ……………………………………………... 7

BAB II KAJIAN TEORI ……………………………………………... 11 A. Hakikat Cerpen ……………………………………………... 11 1. Pengertian Cerpen ……………………………………... 11 2. Unsur Intrinsik Cerpen ……………………………... 12 3. Unsur Ekstrinsik Cerpen ……………………………... 19 B. Pendekatan Sosiologi Sastra ……………………………... 19 C. Interaksi Sosial ……………………………………………... 21 1. Pengertian Interaksi Sosial ……………………………... 21 2. Syarat Interaksi Sosial……………………………………... 22 3. Bentuk Interaksi Sosial ……………………………... 23 D. Pembelajaran Sastra ………………………………………28 E. Penelitian yang Relevan ……………………………………... 32

v

BAB III IDENTITAS PENGARANG ……………………………... 33

A. Biografi Pengarang ……………………………………... 33 B. Pandangan Hidup Pengarang ……………………………... 34 C. Gambaran umum kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington ……………………………..… 36

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ……………………... 39

A. Analisis Struktur ……………………………………………... 39 B. Analisis Interaksi Sosial ……………………………………... 58 C. Implikasi pada Pembelajaran Sastra ……………………... 77

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………... 79

A. Simpulan ……………………………………………………... 79 B. Saran ……………………………………………………... 80

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………... 81

vi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari kreativitas dan imajinasi pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya. Sastra hadir sebagai perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada, biasanya pengarang berusaha mengungkapkan suka duka kehidupan masyarakat yang juga ia rasakan. Dari kehidupan masyarakat tersebut, terdapat beberapa permasalahan kehidupan yang mencakup hubungan sesama masyarakat, manusia, manusia dengan Tuhannya maupun antarperistiwa yang terjadi. Gambaran sosial masyarakat tersebut yang kemudian dituangkan pengarang ke dalam sebuah cerita, seperti novel dan cerita pendek. Cerita pendek atau cerpen merupakan salah satu karya sastra di Indonesia yang biasanya hanya mengisahkan satu peristiwa kemudian ditulis secara menarik dan mudah diingat oleh pembacanya. Dari sebuah cerpen dapat diambil sebuah pelajaran, di antaranya dapat memberikan pengalaman, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Cerpen juga memiliki unsur-unsur pembangun yang dapat digolongkan ke dalam dua bentuk, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Pengarang dapat menampilkan kedua unsur tersebut secara langsung dan tidak langsung. Unsur intrinsik meliputi hal-hal yang membangun cerita dalam karya sastra di antaranya adalah tokoh dan penokohan, alur, latar, tema, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat yang membangun karya sastra menjadi kesatuan yang utuh dan berisi. Sedangkan unsur ekstrinsik merupakan hal-hal di luar unsur

1

2

intrinsik yang melatarbelakangi karya sastra, seperti keadaan politik dan latar belakang pengarang. Latar belakang pengarang dapat menjadi salah satu proses kreatif bagaimana terciptanya sebuah karya sastra, baik berupa novel ataupun cerpen. Salah satu pengarang yang produktif dalam membuat cerpen yaitu Budi Darma. Hasil karya Budi Darma tidak hanya berbentuk cerpen, tetapi novel, esai, dan puisi yang tersebar di berbagai media massa, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Orang-orang Bloomington merupakan kumpulan cerpen karya Budi Darma yang diterbitkan pada tahun 1980. Kumpulan cerpen ini ditulis pengarang pada periode akhir 1970-an yang terdiri dari tujuh cerpen yaitu “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, “Keluarga M”, “Orez”, “Yorrick”, “Ny. Elberhart”, dan “Charles Lebourne” yang ceritanya menggambarkan orang-orang yang diamatinya di Bloomington ketika ia menempuh pendidikan di sana.1 Konsep kepengarangannya dalam membuat karya sastra memiliki kekhasan, selain kesemuanya menggunakan sudut pandang orang pertama (dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington), juga “kebanyakan orang dalam cerita-cerita Budi Darma tidak saling mencintai. Bagi Budi Darma, manusia berbuat kejam satu sama lain karena memang demikianlah manusia”.2 Kebanyakan cara pandang terhadap prosa Budi Darma memang tidak lepas dari teks prosa itu sendiri yang semenjak awal cerita telah menetapkan jenis perwatakan tertentu yang dimiliki masing-masing tokohnya yang cenderung menggambarkan bahwa tokoh tersebut sulit berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Setelah selesai menulis cerpen-cerpen di Bloomington, saya sadar bahwa dengan cara, gaya, dan materi yang berbeda, saya tetap bercerita mengenai kekerasan hidup, seperti dalam cerpen-cerpen saya sebelumnya. Mencari identitas dirinya tetep mewarnai cerpen-cerpen saya. Saya tetap mengamat-amati hal-hal yang sama, mungkin karena konsep saya mengenai manusia sudah tegas dan jelas. Mungkin semenjak dulu saya menganggap bahwa pada dasarnya manusia selalu

1Orang-orang Bloomington diselesaikan di Bloomington ketika Budi Darma studi Ph.D. 2 Pamusuk Eneste, Cerpen Indonesia Mutakhir: Antologi Esei dan Kritik, (Jakarta: PT Gramedia, 1983), h. 206.

3

mencari identitas dirinya, dan terjatuh-jatuh karena kesulitannya berhubungan dengan sesamanya.3

Pada zaman globalisasi sekarang, interaksi sosial sangat dibutuhkan oleh seluruh manusia untuk keberhasilan hidup, karena pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri, dengan kata lain, manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama. Dalam hidup bersama atau bermasyarakat, manusia senantiasa dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana ia hidup, salah satunya dengan cara berinteraksi. Namun, ada beberapa masalah yang dapat terjadi pada manusia dalam berinteraksi. Masalah tersebut tidak hanya terjadi di dalam cerita yang dituliskan Budi Darma saja, melainkan di kehidupan sehari-hari, seperti kesulitan berinteraksi sesama manusia yang dipicu oleh faktor kurangnya sosialisasi, kurangnya perhatian dan rasa peduli terhadap lingkungan sekitar, teknologi yang sudah semakin maju, dan faktor luar seperti pengaruh budaya asing. Interaksi sosial juga merupakan syarat utama bagi terjadinya aktivitas sosial, ketika berinteraksi sebenarnya seorang individu belajar bagaimana memahami tindakan individu lain. Roucek dalam Abdulsyani menyatakan, “Interaksi adalah salah satu masalah pokok karena ia merupakan dasar segala proses sosial”.4 Jadi, interaksi sosial sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari karena sangat berpengaruh dalam berkomunikasi, dalam hal ini interaksi sosial juga dapat mempengaruhi komunikasi peserta didik, dengan adanya interaksi sosial maka peserta didik dapat berinteraksi atau berkomunikasi secara baik dan benar, tidak hanya di lingkungan rumah tetapi di sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan tentunya bertugas untuk memberikan pelajaran moral, agama, dan sosial kepada para peserta didik untuk membentuk watak, prilaku dan kepribadiannya. Jika dihubungkan dengan pembelajaran sastra di sekolah, pelajaran mengenai moral dan sosial

3 Ibid., h. 260. 4 Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 153.

4

seperti bagaimana menjalin interaksi yang baik antarsesama manusia juga dapat diberikan pendidik melalui karya sastra. Akan tetapi, rendahnya minat peserta didik untuk membaca dan mempelajari sastra, juga rendahnya minat peserta didik dalam mengapresiasi atau menganalisis karya sastra, menjadi penyebab kurangnya pemahaman peserta didik dalam pembelajaran sastra di sekolah. Peserta didik biasanya hanya tahu secara teoretis tanpa tahu bagaimana mengapresiasi suatu karya sastra. Dengan membaca karya sastra tentunya dapat memberikan informasi yang dapat menambah wawasan peserta didik. Selain itu, “jika pengajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat, maka pengajaran sastra dapat juga memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah yang cukup sulit dipecahkan dalam masyarakat”.5

Pemilihan kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington dengan mengkhususkan kajian terhadap tiga cerpen, yaitu “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, dan “Yorrick” sebagai bahan kajian dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk mengetahui kondisi sosial khususnya interaksi sosial di dalam cerpen yang digambarkan pengarang. Dalam ketiga cerpen ini, interaksi yang terjadi lebih menonjol di antara cerpen lainnya sehingga penulis mengkhususkan kajian terhadap tiga cerpen. Apabila dikaitkan dengan kumpulan cerpen karya Budi Darma tersebut, sudah dipaparkan sebelumnya bahwa karya sastranya kebanyakan bercerita tentang kesulitan manusia dalam berinteraksi, baik antar sesama manusia atau lingkungan sekitarnya, maka dari itu, nilai sosial seperti interaksi sosial yang ada tidak dapat diterapkan kepada siswa secara langsung.

Pendidik dapat menuntun peserta didik untuk mampu membaca dan mengambil nilai positif yang ada di dalam cerpen ini, tetapi pendidik harus mengolahnya dahulu agar siswa nantinya tidak keliru. Pendidik juga harus menjelaskan kepada peserta didik apa nilai positifnya untuk dapat diterapkan, dan apa yang tidak baik untuk ditiru dan diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Dengan kata lain, dalam pembelajaran sastra khususnya menganalisis

5 B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (: Kanisius, 2000), h. 15.

5

kumpulan cerpen, cerpen ini pun turut membantu menambah wawasan peserta didik dalam meningkatkan pengetahuan peserta didik.

Cerpen merupakan bahan pembelajaran di sekolah yang mudah dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat kemampuannya. Hal tersebut yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Interaksi Sosial dalam Kumpulan Cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA”. Ketiga cerpen ini akan diteliti dengan analisis strukturnya kemudian dilanjutkan dengan analisis interaksi sosial dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebelumnya, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Masih adanya permasalahan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesama. 2. Rendahnya minat membaca dan apresiasi peserta didik dalam menganalisis karya sastra pada pembelajaran sastra di sekolah. 3. Peserta didik hanya mengerti secara teoretis mengenai unsur-unsur karya sastra tanpa tahu cara mengapresiasi.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini dibatasi hanya pada analisis interaksi sosial dengan mengkhususkan kajian terhadap tiga cerpen, yaitu “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, dan “Yorrick” yang merupakan kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA.

6

D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana interaksi sosial yang digambarkan dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma? 2. Bagaimana implikasi kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma terhadap pembelajaran sastra di SMA?

E. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan interaksi sosial yang digambarkan dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma. 2. Mendeskripsikan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA.

F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat yang mencakup aspek teoretis maupun praktis. 1. Manfaat Teoretis Ditinjau dari segi teori, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan bahan referensi bagi para pembaca yang sekiranya memiliki keterkaitan tema terutama di bidang bahasa dan sastra Indonesia. 2. Manfaat Praktis a. Bagi pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dengan penelitian-penelitian lain yang telah ada sebelumnya. a. Bagi peserta didik Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu peserta didik meningkatkan kemampuan dalam memahami karya sastra, serta dapat meningkatkan pengetahuan dan apresiasi peserta didik terhadap karya sastra.

7

b. Bagi pendidik Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan guru dalam mengapresiasi karya sastra, khususnya cerpen. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan oleh guru bahasa dan sastra Indonesia untuk tambahan referensi.

G. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif . Penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lain. Dalam Basrowi dan Suwandi, Bogdan dan Taylor berpendapat bahwa pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, atau suatu organisasi.6

Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah. Hal tersebut yang menjadikan metode kualitatif dianggap sebagai multimetode, sebab penelitian ini melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan. Dalam penelitian karya sastra, misalnya, akan dilibatkan pengarang, lingkungan sosial di mana pengarang berada, termasuk unsur-unsur kebudayaan pada umumnya. Sumber data dalam ilmu sastra adalah karya, naskah, dan penelitiannya sebagai data formal adalah kata, kalimat, dan wacana.7

Penelitian kualitatif ini menuntut peneliti untuk terjun langsung mencari informasi dan mengumpulkan data secara nyata dari hasil yang didapatkan. Data tersebut kemudian dianalisis untuk memperoleh jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Sumber data dalam penelitian ini yaitu kumpulan cerpen Orang-orang Bloominton karya Budi

6 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta 2008), h. 21. 7 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme hingga Postrukualisme, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 47.

8

Darma dan data-data yang menunjang penelitian ini. Penelitian dengan metode kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui interaksi sosial dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma, khususnya cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, dan “Yorrick”.

2. Sumber data a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.8 Sumber data primer juga merupakan sumber utama penelitian yang diproses langsung dari sumbernya tanpa perantara. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma, diterbitkan oleh Metafor Intermedia Indonesia pada tahun 2004. b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data.9 Sumber data sekunder juga merupakan sumber data yang diperoleh tanpa melalui perantara, tetapi masih berdasar kepada kategori konsep yang akan dibahas. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah karya tulis ilmiah, buku-buku, artikel, maupun pencarian secara online.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, penulis mengunakan teknik pustaka, yakni teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Data tersebut dibaca, disimak, dicatat hal-hal yang pentingnya, dan disimpulkan. Kemudian mempelajari sumber tulisan yang dapat dijadikan sebagai landasan teori dan acuan terhadap objek yang

8 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&B, (: Alfabeta, 2009), h. 225. 9 Ibid.

9

diteliti. Dalam penelitian ini penulis membaca buku-buku dan sumber lainnya (internet, artikel, jurnal, dll) yang berkaitan mengenai kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma khususnya cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, dan “Yorrick”. Adapun langkah-langkah pengumpulan data sebagai berikut:

a. Membaca kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma secara berulang-ulang.

b. Memilih cerpen untuk dibatasi.

c. Mencatat hal-hal penting yang mendukung analisis struktur dan isi cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, dan “Yorrick” karya Budi Darma.

d. Menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik yang terdapat pada masing- masing cerpen dan mencari hubungan interaksi sosial yang terkandung di dalamnya.

4. Teknik Analisis data

Analisis cerpen merupakan salah suatu cara untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya dengan menelaah kutipan ceritanya sehingga dapat diperoleh suatu pemahaman dan kesimpulan yang relevan. Penelitian ini terjadi dalam beberapa tahapan, yaitu:

a. Mengumpulkan data berupa kutipan-kutipan yang merupakan struktur cerpen, dan unsur-unsur yang membangun proses interaksi sosial yang terdapat pada prosa karya Budi Darma sebagai objek dalam penelitian,

b. Memilih kumpulan data yang akan dianalisis sebagai objek penelitian,

c. Melakukan pembacaan secara intensif terhadap objek penelitian,

d. Mengumpulkan data-data tambahan yang menunjang dalam penelitian, seperti buku, esai, jurnal, artikel, maupun pencarian secara online.

10

e. Menganalisis data-data yang dijadikan objek penelitian dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra, dan f. Menentukan hasil kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakikat Cerpen

1. Pengertian Cerpen

Cerpen atau cerita pendek muncul dalam abad ke-19 di Eropa bersamaan dengan munculnya majalah. “Menurut bentuk fisiknya, cerita pendek atau cerpen adalah cerita yang pendek. Tetapi dengan hanya melihat fisiknya yang pendek saja orang belum dapat menetapkan sebuah cerita yang pendek adalah sebuah cerpen”.10

Cerpen merupakan akronim dari cerita pendek. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia cerpen diartikan sebagai kisah pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh di satu situasi (pada suatu ketika).11 Edgar Allan Poe, sastrawan kenamaan dari Amerika mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira- kira berkisar antara setengah sampai dua jam-suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan untuk sebuah novel.12

2. Unsur Intrinsik Cerpen

Keutuhan atau kelengkapan sebuah cerpen dapat dilihat dari segi unsur-unsur yang membentuknya. Salah satunya unsur intrinsik, meliputi hal-hal yang membangun cerita dalam karya sastra di antaranya adalah tokoh dan penokohan, alur, latar, tema, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat yang membangun karya sastra menjadi kesatuan yang utuh dan berisi.

10 Jakob Sumardjo dan Saini K. M, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: PT Gramedia, 1988), h. 36. 11 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 142. 12 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013), h.12. 11

12

a. Alur/plot

Alur/plot pada cerpen umumnya tunggal, hanya terdiri atas satu urutan peristiwa yang diikuti sampai cerita berakhir (bukan selesai, sebab banyak cerpen juga novel, yang tidak berisi penyelesaian yang jelas, penyelesaian diserahkan kepada interpretasi pembaca).13 Baldic mengemukakan bahwa plot adalah pra peristiwa dan situasi dalam teks fiski atau drama yang diseleksi dan disusun dengan penekanan adanya hubungan kasualitas dan efek untuk membangkitkan suspense dan surprise pada pembaca.14

Plot dengan jalan cerita memang tak terpisahkan, tetapi harus dibedakan. Jalan cerita memuat kejadian, tetapi suatu kejadian ada karena ada sebab dan alasannya. Yang menggerakan cerita tersebut adalah plot. Dengan demikian, kunci untuk mecari plot adalah dengan mengetahui apa konflik dalam cerita. Konflik juga baru bisa pembaca temukan dan ketahui setelah pembaca mengikuti jalan ceritanya.15

Abrams mengatakan bahwa alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Sedangkan Aminuddin membedakan tahapan-tahapan peristiwa atas pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian. Pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita rekaan atau drama yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Yang dikenalkan dari tokoh ini, misalnya, nama, asal, cirri fisik, dan sifatnya. Konflik adalah ketegangan atau pertentangan antara dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan. Komplikasi atau rumitan adalah bagian tengah alur cerita rekaan, konflik yang terjadi semakin tajam karena berbagai sebab dan berbagai kepentingan yang berbeda dari setiap tokoh.

13 Ibid., h. 14. 14 Ibid., h. 168. 15 Sumardjo, op. cit., h. 49.

13

Klimaks adalah bagian alur yang melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi tanggapan emosional pembaca. Peleraian adalah bagian alur yang sudah mencapai klimaks, peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi menunjukan perkembangan ke arah penyelesaian. Penyelesaian adalah tahapan akhir suatu cerita, dalam tahap ini semua masalah dapat diuraikan, kesalahpahaman dijelaskan. Alur tidak selalu dimulai dari pengenalan dan diakhiri tahap penyelesaian. Ada kemungkinan cerita dimulai dengan konflik, penyelesaian, dan lain sebagainya.16 b. Tema

Dalam membaca sebuah cerpen, pembaca akan hanyut dalam pelukisan karakter, konflik cerita yang penuh suspense, dan sebagainya yang dapat memunculkan hal yang ingin disampaikan pengarang sehingga dapat menimbulkan banyak penafsiran untuk pembacanya.

Mencari arti sebuah cerpen, pada dasarnya adalah mencari tema yang terkandung dalam cerpen tersebut. Tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis cerita bukan hanya sekedar mau bercerita, tapi mau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya, atau komentar terhadap kehidupan ini.17

Stanton dan Kenny mengemukakan bahwa tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Menurut Hartoko & Rahmanto, tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan. Baldic di pihak lain, mengemukakan bahwa tema adalah gagasan abstrak utama yang terdapat dalam sebuah karya

16 Siswanto, op. cit., h. 159. 17 Sumardjo, op. cit., h. 56.

14

sastra atau yang secara berulang-ulang dimunculkan baik secara eksplisit maupun (yang banyak ditemukan) implisit lewat pengulangan motif. Jadi, tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah karya sastra sebagai struktur semantik dan bersifat abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara implisit.18

Aminuddin menjelaskan, tema adalah ide yang mendasari suatu cerita yang berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya yang diciptakannya. Tema berkaitan dengan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa oleh pengarangnya.19 c. Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan.20 Sedangkan menurut Sudjiman dalam Budianta, tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalm cerita. Di samping tokoh utama atau disebut protagonis, ada tokoh lawan yang disebut antagonis. Tokoh antagonis diciptakan pengarang untuk mengimbangi tokoh utama. Konflik diantara mereka itulah yang menjadi inti dan menggerakan cerita.21 Tokoh utama memegang peranan utama dalam cerita dan selalu muncul pada setiap satuan kejadian, sedangkan tokoh tambahan berfungsi membantu pelaku utama dalam cerita, bisa bertindak sebagai pendukung maupun penentang.

18 Nurgiantoro, op. cit., h. 114. 19 Siswanto, op. cit., h. 161. 20 Siswanto, op. cit., h. 142. 21 Melani Budianta, dkk., Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2006), h. 86.

15

Jones menerangkan, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh cerita (character), sebagaimana dikemukakan Abrams, adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam sesuatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tidak berbeda halnya dengan Abrams, Baldic menjelaskan bahwa tokoh adalah orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama, sedang penokohan (characterization) adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiski atau drama dengan cara langsung (analitik) atau tidak langsung (dramatik) dan mengundang pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya. Menurut Minderop, metode langsung dapat dijelaskan bahwa pengarang tidak sekadar menyampaikan watak para tokoh berdasarkan apa yang tampak melalui lakuan tokoh, tetapi ia mampu menembus pikiran, perasaan, gejolak serta konflik batin dan bahkan motivasi yang melandasi tingkah laku para tokoh tersebut. Sedangkan metode tidak langsung dapat dijelaskan ketika seorang tokoh membicarakan tingkah laku tokoh lainnya ternyata pembicaraan justru dapat menunjukan tidak sekadar watak tokoh yang dibicarakan, bahkan watak si penutur sendiri tampak jelas.22

Kecenderungan cerpen modern adalah penekanan pada unsur perwatakan tokohnya. Bukan berarti bahwa pada cerpen lama perwatakan tidak dipentingkan. Penulis cerpen modern banyak menciptakan karakter besar, tokoh cerita dengan watak yang tidak akan kita lupakan. Unsur watak atau karakter dalam cerpen modern menjadi begitu menonjol dan dominan antara lain disebabkan oleh makin berkembangnya ilmu jiwa. Di Indonesia dapat kita sebut Budi Darma, pengarang yang menulis dengan menggunakan unsur tersebut,

22 Nurgiantoro., op. cit., h. 247.

16

serta sebagian karya cerpennya diumumkan di majalah sastra Horison.23 d. Latar atau setting

Wellek dan Warren dalam budianta menjelaskan, dalam suatu narasi, terdapat latar, yakni segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Deskripsi latar dapat bersifat fisik, realistis, dokumenter, dapat pula deskripsi perasaan. Latar adalah lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonimia, metafora, atau ekspresi tokohnya.24

Setting dalam fiksi bukan hanya background, artinya bukan hanya menunjukan tempat kejadian dan kapan terjadinya, tetapi juga menunjukan hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, misalnya bagaimana pemikiran rakyatnya, gaya hidup, dan lain sebagainya. Setting bisa berarti tempat atau daerah tertentu, kemudian orang-orang dengan watak-watak tertentu akibat situasi lingkungan atau zamannya, cara hidup tertentu dan cara berpikir tertentu.25

Kenney dalam Siswanto, mengungkapkan cakupan latar dalam cerita fiksi yang meliputi penggambaran lokasi geografis, pemandangan, perincian perlengkapan sebuah ruangan, pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh, waktu berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya sebuah tahun, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional para tokoh.26

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok,

23 Sumardjo., op. cit., h. 63. 24 Budianta, loc. cit. 25 Sumardjo., op. cit., h. 76. 26 Siswanto., op. cit., h. 149.

17

yaitu tempat, waktu, dan sosial budaya. Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.27 e. Sudut Pandang (Point of view)

Sudut pandang adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca, menurut Abrams. Sedangkan Baldic mengemukakan bahwa sudut pandang adalah posisi atau sudut mana yang menguntungkan untuk menyampaikan kepada pembaca terhadap peristiwa dan cerita yang diamati dan dikisahkan.28

Point of view menyangkut teknis bercerita, pengarang harus memilih karakter mana dalam cerpennya yang akan bercerita. Ada empat macam point of view:

1) Omniscient point of view, pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya dan tahu segalanya. Cocok untuk cerita yang bersifat sejarah, edukatif, dan humoris. Pengarang modern sudah banyak yang meninggalkan teknik bercerita seperti ini karena bertentangan dengan pengalaman hidup sebenarnya.

2) Objective point of view, pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, seperti penonton melihat pementasan sandiwara. Pengarang sama sekali tak mau masuk ke dalam pikiran para tokoh. Motif tindakan tokoh hanya bisa kita nilai dari dialog, perbuatan mereka, dan peristiwa yang terjadi.

27 Nurgiantoro., op. cit., h. 302-322. 28Nurgiantoro., op. cit., h. 338

18

3) Point of view orang pertama, teknik ini banyak dijumpai dalam cerpen Indonesia. Pengarang harus terlebih dahulu mempelajari tokoh aku dalam ceritanya, baik berupa watak, masa lalunya, pendidikannya, dan sebagainya agar tidak menjadi pengungkapan pribadi pengarang itu sendiri.

4) Point of view peninjau, biasa disebut sudut pandang orang ketiga. Pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Tokoh ini bisa bercerita tentang pendapatatau perasaannya sendiri, tetapi terhadap tokoh lain ia hanya bisa memberitahukan seperti apa yang dia lihat saja.29 f. Gaya Bahasa

Aminuddin mengatakan bahwa gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.30 Gaya adalah cara bagaimana seorang pengarang memilih tema dan persoalan. Gaya di sini meliputi penggunaan kalimat, dialog, cara memandang persoalan, dan seterusnya.31

Gorys Keraf membedakan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna ke dalam dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris dan kiasan. Gaya retoris adalah gaya bahasa yang maknanya harus diartikan menurut nilai lahirnya. Sedangkan gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang maknanya tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan makna kata-kata yang membentuknya.32

Umumnya gaya bahasa adalah semacam bahasa yang bermula dari bahasa biasa yang digunakan dalam gaya tradisional dan literal

29 Sumardjo., op. cit., h. 83. 30 Siswanto., op. cit., h. 158. 31 Sumardjo., op. cit., h. 93. 32 Nurgiantoro., op. cit., h. 399.

19

untuk menjelaskan orang atau objek. Gaya bahasa mencakup: arti kata, citra, perumpamaan, serta symbol dan alegori. Arti kata mencakup: arti denotatif dan konotatif, alusi, parodi, dan sebagainya; sedangkan perumpamaan mencakup, antara lain simile, dan personifikasi.33 Ada beberapa macam gaya bahasa kiasan selain perumpamaan, yaitu perbandingan, sindiran, pertentangan, dan penegasan.

g. Amanat

Amanat merupakan salah satu unsur intrinsik yang membangun karya sastra. Hal itu dikarenakan unsur amanat sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari penulisan karya sastra tersebut.

Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Di dalam karya sastra modern, amanat biasanya tersirat; di dalam karya sastra lama pada umumnya amanat bersifat tersurat.34 Dengan kata lain, amanat merupakan suatu gagasan atau pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam sebuah cerita baik tersurat maupun tersirat, berupa harapan, nasehat, kritik, dan sebagainya.

3. Unsur Ekstrinsik Cerpen

Karya sastra tentunya tidak lepas dari perkembangan individu dan pemikiran pengarang yang banyak dipengaruhi faktor lingkungan masyarakat. “Penyebab utama lahirnya karya sastra adalah penciptanya sendiri; Sang Pengarang.”35 Unsur ektrinsik merupakan hal-hal di luar unsur intrinsik yang memelatarbelakangi karya sastra, seperti keadaan

33 Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2005), h. 42. 34 Siswanto., op. cit., h. 162. 35 Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: PT Gramedia, 1993), h. 82.

20

politik, psikologi, dan latar belakang pengarang (biografi). “Kekuatan nilai ekstrinsik terletak pada tradisi kekuatan sosial, politik, dan ekonomi.”36

Biografi pengarang dapat membantu untuk mempelajari masalah pertumbuhan, kedewasaan, dan merosotnya kreativitas pengarang. Selain itu, biografi membantu mengumpulkan bahan untuk menjawab masalah sastra seperti bacaan pengarang, persahabatan pengarang dengan sastrawan lain, perjalanannya, serta daerah dan kota-kota yang pernah dikunjungi dan ditinggalinya. 37 Dapat disimpulkan bahwa biografi pengarang dan latar belakang penciptaan karya yang salah satunya dapat dilihat dari kondisi masyarakat pada saat karya diciptakan, seperti keadaan masyarakat dalam hal ekonomi, politik, sosial, dan budaya termasuk ke dalam unsur ekstrinsik.

B. Pendekatan Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Soio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenali asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam masayarakat. Sedangkan sastra, berasal dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar. Makna kata sastra bersifat lebih spesifik ketika membentuk kata jadian, kesusastraan, yaitu kumpulan hasil karya yang baik. Ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yaitu;

1. Pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek- aspek kemasyarakatannya.

2. Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya.

36 Budi Darma, Bahasa, Sastra, dan Budi Darma, (: JP BOOKS, 2007), h. 142. 37 Rene Wellek dan Austin Warren., op. cit., h. 88.

21

3. Analisis secara langsung mengenai seberapa jauh kaitan langsung antara unsur-unsur karya dengan unsur-unsur masyarakat.

4. Sosiologi sastra adalah kaitan langsung antara karya sastra dengan masyarakat.38

Pendekatan sosiologis menganalisis manusia dalam masyarakat, dengan proses pemahaman mulai dari masyarakat ke individu juga mengangkap karya sastra sebagai milik masyarakat.39

Peilaku dan interaksi sosial merupakan akibat dan bagian sistem sosial, yang pada gilirannya merupakan bagian lingkungan sosial. Lingkungan sosial melibatkan berbagai komponen (fisik – non fisik) dalam bentuk tradisi (agama, bahasa, norma, hukum, pengetahuan, dan pola-pola perilaku lainnya). Perilaku dan interaksi sosial bertumpu pada kualitas dan tradisi di dalam kenyataan sosial, yang tidak disadari telah dimanfaatkan dan dimapankan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itulah perilaku sosial dan interaksi sosial dianggap sebagai ciri khas objek sosiologis.40

Metode yang dipakai dalam sosiologi karya adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian digunakan untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada di luar sastra. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra dipakai untuk memaparkan keterkaitan antar unsur pembangun karya dari aspek sosial yang ada.

C. Interaksi Sosial

1. Pengertian Interaksi Sosial

Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dalam suatu bentuk pergaulan hidup

38Nyoman Kutha Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 1-3. 39Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 59 40 Ratna., op. cit., h.123.

22

yang disebut masyarakat. Dengan kata lain, manusia memerlukan hubungan dengan lingkungannya yang menggiatkannya, merangsang perkembangannya, atau yang memberikan sesuatu yang ia perlukan. Sehingga menyebabkan manusia dapat menggunakan lingkungannya, berpartisipasi dengan lingkungannya, menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau bertentangan dengan lingkungannya. Hubungan itu dapat juga disebut interaksi. Interaksi dapat juga memengaruhi, mengubah, dan memperbaiki perilaku sesorang, atau sebaliknya yang menyebabkan kegiatan hidup seseorang menjadi bervariasi dan kompleks. Jika salah seorang melakukan aksi dan orang lain tidak melakukan reaksi, interaksi tidak akan terjadi. Oleh karena itu, interaksi sosial dapat terjadi apabila dua belah pihak saling berhubungan.

Roucek dalam Abdulsyani menyatakan, interaksi merupakan proses timbal balik, dengan mana satu kelompok dipengaruhi tingkah laku reaktif pihak lain dan dengan demikian ia mempengaruhi tingkah laku orang lain.41 Interaksi sosial menurut H. Bonner dalam bukunya Social Psychology, adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya.42

Dengan kata lain, interaksi sosial terjadi karena adanya saling mengerti satu sama lain tentang maksud dan tujuan masing-masing pihak dalam suatu hubungan sosial. Tanpa adanya interaksi sosial, maka kegiatan antar satu individu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi.

2. Syarat-syarat Interaksi Sosial

Proses sosial merupakan aspek dinamis dari kehidupan bermasyarakat yang di dalamnya terdapat suatu proses hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya, berupa interaksi sosial yang terjadi

41 Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 153. 42 W.A Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1996), h. 57.

23

dalam kehidupan sehari-hari secara terus-menerus. Berinteraksi dimaksudkan sebagai “timbal balik (hubungan aksi-reaksi) antara individu satu dengan individu atau kelompok lainnya dalam rangka mencapai tujuan tertentu.”43

Interaksi sosial dapat terjadi apabila telah memenuhi persyaratan sebagai aspek kehidupan bersama, yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi sosial. Kontak sosial adalah hubungan antara satu orang atau lebih, melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam kehidupan masyarakat. Kontak sosial dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung antara satu pihak dengan pihak lainnya. Kontak sosial tidak langsung adalah kontak sosial yang menggunakan alat sebagai perantara, misalnya melalui telepon, radio, surat dan lain-lain. Sedangkan kontak sosial secara langsung, adalah kontak sosial melalui suatu pertemuan dengan bertatap muka dan berdialog di antara kedua belah pihak. Kontak sosial terjadi tidak semata-mata oleh karena adanya aksi, tetapi harus adanya reaksi (tanggapan) dari pihak lain.

Dalam kontak sosial, dapat terjadi hubungan yang positif dan negatif. Kontak sosial positif dapat terjadi karena hubungan kedua belah pihak terdapat saling pengertian sehingga hubungan dapat mengarah pada suatu kerja sama. Sedangkan kontak sosial negatif dapat terjadi karena hubungan antara kedua belah pihak tidak melahirkan saling pengertian, sehingga mengakibatkan suatu pertentangan atau perselisihan.

Syarat kedua terjadinya interaksi yaitu, komunikasi sosial. Menurut Soerjono Soekanto, komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perikelakuan orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak- gerak badaniah atau sikap) perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.

43 Abdulsyani., op. cit., h. 153.

24

Dengan adanya komunikasi, maka sikap dan perasaan di satu pihak orang atau sekelompok orang dapat diketahui dan dipahami oleh pihak orang atau sekelompok orang lain. Hal ini berarti, apabila suatu hubungan sosial tidak terjadi komunikasi atau tidak saling mengetahui dan tidak saling memahami maksud dari masing-masing pihak, maka dalam keadaan demikian tidak terjadi kontak sosial.44

3. Bentuk Interaksi Sosial

Bentuk dari interaksi sosial dapat berupa interaksi sosial asosiatif dan disosiatif. Interaksi sosial asosiatif adalah proses interaksi yang cenderung menjalin kesatuan dan meningkatkan kerja sama. Sedangkan interaksi sosial disosiatif adalah proses sosial yang menjurus ke konflik atau masalah yang mengakibatkan kerenggangan dalam berinteraksi, sehingga terjadinya persaingan atau perlawanan.

a. Interaksi Sosial Asosiatif

Pola hubungan interaksi sosial yang bersifat asosiatif dapat tercipta karena adanya kerja sama, akomodasi, dan asimilasi.

1) Kerja sama

Kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang utama. Kerja sama dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama berkembang apabila orang tersebut memiliki kesadaran untuk mencapai tujuan bersama yang mempunyai manfaat bagi semua di kemudian hari. Kerja sama dapat bersikap agresif apabila kelompok dalam jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas, karena keinginan pokoknya tidak dapat terpenuhi oleh adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu.

44 Abdulsyani., op. cit., h. 154.

25

Misalnya, di Amerika Serikat terdapat pola pendidikan terhadap anak-anak, pemuda dan mereka yang sudah dewasa, yang mengarah pada sikap, kebiasaan dan cita-cita yang lebih berbentuk persaingan daripada berbentuk kerja sama, walaupun dalam kehidupan nyata, unsur kerja sama juga dapat dijumpai.

Kerja sama juga dapat terjadi karena faktor simpati, di mana dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, karena “dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya. Peranan simpati cukup nyata dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih sehingga dapat menghasilkan suatu kerja sama.”45 Dalam hubungannya dengan kebudayaan suatu masyarakat, maka kebudayaan itulah yang mendorong terjadinya kerja sama, seperti kerukunan yang mencakup tolong-menolong.

2) Akomodasi

Akomodasi adalah usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan agar tercapainya kestabilan dan keharmonisan dalam kehidupan. Akomodasi merupakan bentuk penyelesaian tanpa mengorbankan salah satu pihak. Tujuan akomodasi adalah mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok, juga memungkinkan terwujudnya kerja sama antara kelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktor sosial psikologis dan kebudayaan. Akomodasi sebagai suatu proses, mempunyai beberapa bentuk, yaitu coercion, compromise, dan conciliation.

Coercion adalah bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan, di mana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak

45 Gerungan., op. cit., h. 70

26

lain. Compromise adalah bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk melaksanakan compromise adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya. Kemudian conciliation, yaitu suatu usaha untuk mempertemukan keinginan- keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.

3) Asimilasi

Asimilasi merupakan bentuk proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan di antara orang-orang atau kelompok manusia. Mereka tidak lagi merasa sebagai kelompok yang berbeda sebab mereka lebih mengutamakan kepentingan dan tujuan yang akan dicapai bersama. Faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi, yaitu rasa toleransi, sikap menghargai kehadiran orang asing, dan memiliki persamaan historis. Adapun faktor penghalang terjadinya asimilasi, yaitu terisolasi kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat, dan perbedaan warna kulit atau ciri-ciri fisik. b. Interaksi Sosial Disosiatif

Disosiatif merupakan kebalikan dari asosiatif, yaitu lebih menekankan pada bentuk persaingan atau perlawanan. Terdapat tiga bentuk interaksi disosiatif, yaitu persaingan, kontraversi, dan pertentangan.

1) Persaingan (competition), adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah

27

ada, tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan. Bentuk kegiatan ini biasanya didorong oleh “motivasi untuk mendapatkan status sosial, memperoleh jodoh, mendapatkan kekuasaan, mendapatkan nama baik, mendapatkan kekayaan dan lain-lain.”46

2) Kontravensi adalah bentuk interaksi sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan. Kontravensi ditandai dengan adanya ketidakpuasan terhadap seseorang atau sesuatu. Sikap tersebut dapat terlihat jelas atau tersembunyi. Sikap sembunyi tersebut dapat berubah menjadi kebencian, akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian. Secara umum, bentuk kontravensi dapat berupa penolakan, keenganan, perbuatan menghalang- halangi, protes, gangguan-gangguan, kekerasan dan mengacaukan rencana pihak lain. Secara sederhana, dapat berupa makian, fitnahan, dan penyangkalan. Secara intensif, berupa penghasutan dan mengecawakan pihak lain. Secara rahasia, berbuat khianat dan mengumumkan rahasia pihak lain. Secara taktis, dengan mengganggu atau membingungkan pihak lain. Selain itu,dapat juga berupa intimidasi dan provokasi.

3) Pertentangan atau pertikaian (conflict), terjadi apabila pribadi maupun kelompok menyadari adanya perbedaan-perbedaan misalnya dalam pendirian dan perasaan, kepentingan, ciri-ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, dan seterusnya–dengan pihak lain dengan ancaman dan kekerasan. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada sehingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian. Perbedaan antara individu- individu seperti perbedaan perasaan dan pendirian juga yang mungkin akan melahirkan suatu bentrok di antara mereka. Dengan kata lain, masing-masing pihak berusaha untuk saling

46 Abdulsyani., op. cit., h. 157.

28

menghancurkan yang dapat mengganggu terjadinya interaksi sosial.47

D. Pembelajaran Sastra

Pendidikan dapat diterapkan melalui sebuah karya sastra. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam kurikulum 2004 yang pertama adalah, peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Tujuan yang kedua adalah peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Tujuan itu pula dijabarkan ke dalam kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis sastra. Sebetulnya kompetensi yang akan dikembangkan sudah cukup baik. Terkadang yang terjadi di lapangan tidak selalu sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Kompetensi ini dijabarkan di dalam buku pembelajaran, isinya masih berkisar pada pembahasan tema, tokoh, watak, alur, sudut pandang, latar, gaya bahasa, nilai-nilai, dan amanat pada pembelajaran prosa. Pembelajaran sastra sebenarnya dapat ditingkatkan lagi dengan pendidikan melalui sastra. Melalui sastra kita dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam hal keseimbangan antara spiritual, emosional, etika, logika, estetika, dan kinestika. Pengembangan kecakapan hidup, belajar sepanjang hayat, serta pendidikan menyeluruh dan kemitraan.48

Sastra merupakan media seorang pengarang dalam melukiskan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup dan mengandung nilai estetik yang dapat memberikan manfaat dalam mempelajari sastra.

47 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 72-100. 48 Siswanto, op. cit., h. 170

29

Dapat dibedakan antara tujuan pengajaran sastra untuk kepentingan ilmu sastra dengan kepentingan pendidikan. Untuk kepentingan ilmu pengetahuan, tujuan pengajaran sastra yaitu untuk memperoleh pengetahuan tentang teori sastra, sejarah sastra, sosiologi sastra, dan kritik sastra. Untuk kepentingan pendidikan, tujuannya merupakan bagian dari tujuan pendidikan keseluruhannya, karena proses belajar dan mengajar sastra merupakan bagian dari proses pendidikan.49 Pembelajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila dapat memilih bahan pengajaran sastra dengan tepat, beberapa aspek perlu dipertimbangan untuk memilih bahan pengajaran sastra, yaitu: bahasa, kematangan jiwa (psikologi), dan latar belakang kebudayaan.50

Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah- masalah yang dibahas, tetapi juga faktor-faktor lain seperti cara penulisan yang dipakai si pengarang, ciri karya sastra pada waktu penulisan, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau si pengarang. Oleh karena itu, guru hendaknya memilih bahan pengajaran sastra yang sesuai dengan wawasan yang ilmiah, misalnya dengan memperhitungkan kosa kata baru, memperhatikan segi ketatabahasaan, dan sebagainya untuk membantu dalam keterampilan berbahasa peserta didik.

Tahap-tahap perkembangan psikologis juga hendaknya diperhatikan dalam memilih bahan pengajaran sastra, karena sangat berpengaruh terhadap minat dan kekurangan peserta didik dalam banyak hal seperti kemauan mengerjakan tugas, bekerja sama, atau pemecahan masalah yang dihadapi. Selain itu, latar belakang karya sastra meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya seperti sejarah, mitologi, cara berfikir, budaya, moral, dan sebagainya. Bukan hanya menyangkut situasi dan masalah-masalah lokal saja, tetapi pengajaran sastra juga untuk mengenalkan peserta didik dengan dunia luar juga untuk meningkatkan pengetahuan budaya.

49 Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan,(Bandung: Diponegoro, 1984), h. 313. 50 Rahmanto., op. cit., h. 27.

30

Dengan adanya aspek bahasa, kematangan jiwa (psikologi), dan latar belakang kebudayaan, dapat disimpulkan bahwa “pengajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian peserta didik”,51 dan peserta didik tentunya dilibatkan dalam pengalaman kehidupan sehari-hari agar mampu mengapresiasi berbagai karya sastra. Pada pembelajaran di sekolah, kajian terhadap cerpen dapat diterapkan kepada siswa kelas X semester satu dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang membahas hal-hal menarik melalui kajian unsur intrinsik dan ekstrinsik dari kegiatan membaca dan berbicara.

SILABUS

Sekolah : SMA/MA

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia

Kelas : X

Semester : 1 (satu)

Alokasi Waktu : 4 x 45 menit

Standar Kompetensi : Membahas cerita pendek melalui kegiatan diskusi

Kompetensi Dasar : Mengemukakan hal-hal menarik atau mengesankan dari cerita pendek melalui kegiatan diskusi

Indikator Materi Kegiatan Metode Penilaian Sumber/ Alat Pembelajaran Pembelajaran dan Bahan

 Menceritakan Naskah cerita  Membaca cerita Diskusi Jenis  Kumpulan kembali isi pendek pendek dan Tagihan: cerpen cerita pendek  Isi cerpen Presenta  praktik  Menceritakan  Buku yang dibaca si  Hal yang kembali isi cerita  tugas pelajaran dengan kata- menarik pendek yang individu bahasa

51 Rahmanto., op. cit., h. 25.

31

kata sendiri  Unsur-unsur dibaca dengan  tugas Indonesia intrinsik dan kata-kata sendiri kelompok  Mengungkapkan  Media ekstrinsik  Mengungkapkan hal-halyang massa/inter hal-hal yang menarik atau Bentuk net menarik atau mengesankan Tagihan:

mengesankan  Mendiskusikan  performansi dari karya unsur-unsur  uraian bebas tersebut intrinsik dan  Mendiskusikan ektrinsik cerita unsur-unsur pendek yang intrinsik dan dibaca. ektrinsik cerita pendek yang dibaca  Melaporkan hasil diskusi

E. Penelitian Relevan

Penelitian mengenai karya Budi Darma sebelumnya pernah dilakukan oleh Sutini berupa skripsi di Universitas Indonesia jurusan Sastra Indonesia mengenai “Pencerita dan Penyajian Cerita pada Novel Rafilus” yang ditulis pada tahun 1992. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan dua pencerita di dalam novel Rafilus, yaitu pencerita pertama seorang tokoh yang bernama Tiwar. Pencerita kedua adalah pengarang novel Rafilus, Budi Darma. Sedangkan tokoh yang menjadi fokus pengisahan adalah Rafilus. Teknik penceritaan dalam novel menggunakan teknik asosiasi. Penelitian ini dilakukan dengan meneliti siapa yang bercerita dan bagaimana cerita

32

disajikan, juga tokoh mana sesungguhnya yang menjadi fokus pengisahan atau yang memiliki intensitas keterlibatan tertinggi dalam cerita.52

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Utjen Djusen Ranabrata berupa tesis di Universitas Indonesia dengan judul “Masalah Takdir dalam Novel Rafilus Karya Budi Darma” yang ditulis pada tahun 1997. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tema novel Rafilus serta menunjukan teknik penyajian tema tersebut, seperti alur dan tokoh. Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural, dan hasil dari penelitian ini adalah, pertama, tema novel Rafilus yaitu tentang takdir yang dimanifestasikan, terutama pada masalah anak. Kedua, penceritaannya menggunakan cara ragaan dengan teknik stream of consciousness. Ketiga, alur novel ini dibangun oleh peristiwa-peristiwa yang menunjukan sebab akibat dan yang tidak bersebab akibat. Keempat, tokoh dalam novel Rafilus mengalami konflik batin.53

Berdasarkan uraian tentang hasil penelitian di atas, maka dapat dilihat bahwa belum adanya penelitian yang menganalisis interaksi sosial pada kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma. Penulis menjadikan penelitian tersebut sebagai referensi karena pengarang yang karyanya menjadi bahan kajian dalam skripsi ini sama, tetapi kajian karyanya yang berbeda, sehingga memberikan manfaat kepada penulis. Untuk menghindari adanya pencontekan atau plagiat terhadap hasil karya orang lain, penulis membuat penelitian yang berbeda yaitu dengan menganalisis struktur dari tiga cerpen dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington, kemudian dilanjutkan dengan analisis interaksi sosial dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah. Sehingga penulis mengangkat judul skripsi mengenai Interaksi Sosial dalam Kumpulan Cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA.

52 Sutini, “Pencerita dan Penyajian Cerita pada Novel Rafilus”, Skripsi pada Universitas Indonesia (UI), Depok, 1992, tidak dipublikasikan. 53 Utjen Djusen Ranabrata, “Masalah Takdir dalam Novel Rafilus Karya Budi Darma”, Tesis pada Universitas Indonesia (UI), Depok, 1997, tidak dipublikasikan.

BAB III

IDENTITAS PENGARANG

A. Biografi pengarang Budi Darma dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah, 25 April 1937 dari pasangan Munandar Darmowidagdo dan Sri Kunmaryati.54 Ia mulai menulis karya sastra sejak di bangku SMP. Ketika SMA, ia mencoba menulis puisi dan mengirimkannya ke majalah Budaja, Yogyakarta. Setelah itu, cerpen dan tulisannya tersebar di beberapa majalah, antara lain Horison (Jakarta), Basis (Yogyakarta), Budaja (Yogyakarta), Contact (Yogyakarta), Gama (Yogyakarta), Gadjah Mada (Yogyakarta), Gema Mahasiswa (Yogyakarta), Indonesia (Jakarta), Roman (Jakarta), Tjerita (Jakarta), Forum (Jakarta), Matra (Jakarta), dan Gelora (Surabaya). Tulisannya juga tersebar dalam surat kabar Kompas (Jakarta), Minggu Pagi (Surabaya), dan Jawa Pos (Surabaya).55 Ia menikah dengan Sita Resmi, dan dikaruniai tiga anak. Setamat SMA di pada 1956, ia kuliah di Jurusan Sastra Barat, UGM dan lulus dengan predikat terbaik pada 1963. Setelah menjadi dosen di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris IKIP Surabaya (kini Universitas Negeri Surabaya), pada 1974 ia memperoleh beasiswa melanjutkan studi master di Universitas Indiana, Amerika Serikat, Jurusan Creative Writing. Lulus 1976, ia mendapat beasiswa lagi untuk program doktor di Jurusan Sastra Inggris dan selesai pada 1978.56 Selama di Bloomington, ia tinggal di apartemen Tulip Tree. Begitu jatuh cintanya ia pada Tulip Tree, sampai-sampai Tulip Tree dijadikan latar utama dalam novel Olenka (1983) dan dijadikan latar beberapa cerpennya dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington (1980). Ia

54 Wahyudi Siswanto, Budi Darma: Karya dan Dunianya, (Jakarta: PT Grasindo, 2005), h. 9. 55 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 39. 56 Budi Darma, Bahasa Sastra dan Budi Darma, (Surabaya: JP BOOKS, 2007), h. 241. 33

34

sudah sering berkeliling ke kota-kota Indonesia dan mancanegara. Di antara kota-kota yang pernah disinggahi dan ditempatinya, ada beberapa kota yang berkesan dalam dirinya. Kota tersebut adalah Surabaya, Bloominton (Amerika Serikat), serta Gauhati dan Madras (India).57 Ia dikenal sebagai pengarang yang karya-karyanya banyak dibicarakan dalam forum-forum diskusi serta objek penelitian, baik di dalam maupun di luar negeri. Karya-karyanya selain Orang-orang Bloomington (1980), antara lain Olenka (1983), Solilokui (1983), Sejumlah Esei Sastra (1984), Rafilus (1988), dan Ny. Tails (1990). Masih banyak karya Budi Darma, sementara ini, yang belum dibukukan. Budi Darma pernah diundang untuk mengajar dan mengadakan penelitian di N.T.U (Northern Territory University) di Darwin, Australia, Indiana University di Bloomington, Indiana, Amerika, ASRC (American Studies Research Center), Osmania University di Hyderabat, India, dan N.I.E–N.T.U. (National Institute of Education, Nanyang Technological University) di Singapura. Budi Darma juga pernah mengajar di Pacasarjana Universitas Indonesia, serta menguji calon-calon Doktor di Universitas Negeri Malang, Universitas Gajah Mada, dan Universitas Indonesia. Budi Darma pernah memperoleh berbagai anugerah, antara lain Hadiah Sastra Dewan Kesenian Jakarta, Hadiah Sastra Balai Pustaka, SEA-Write Award, dan Anugerah Seni Pemerintah Republik Indonesia, serta beberapa kali penghargaan dari Kompas.58

B. Pandangan hidup pengarang Cara pandang orang akan berpengaruh terhadap kepribadian orang tersebut. Ada beberapa pandangan Budi Darma yang perlu dicatat, “pandangan terhadap diri sendiri, Tuhan, orang lain, alam, dan ciptaan

57 Siswanto., loc. cit. 58 Budi Darma, Orang-orang Bloomington, (Jakarta: Metafor Intermedia Indonesia, 2004), h. 245.

35

manusia”.59 Terhadap dirinya sendiri, Budi Darma menyadari siapa dirinya dan menempatkan dirinya sesuai dengan posisi yang dimilikinya. Ia mengakui adanya ketidaksamaan antara yang dimiliki oleh seseorang dengan keadaan masyarakat atau keadaan sekelilingnya. Menurutnya, hampir semua karya tulisnya, sebetulnya merupakan tanggapan terhadap norma-norma masyarakat. Budi Darma juga percaya akan adanya Tuhan, tetapi karena ia dilahirkan dengan pemikiran yang kritis, ada saja pertanyaan-pertanyaan dalam pikirannya seperti, mengapa harus ada orang yang menderita, melarat, dan sakit sedangkan Tuhan Maha Adil, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Budi Darma berpendapat bahwa “Pengarang adalah seseorang yang bisa menceritakan sesuatu yang sebetulnya tidak ada ceritanya.”60 Dunia dalam cerpen-cerpen Budi Darma adalah dunia yang gerai, sangat kejam tanpa kemanusiaan dan sama sekali tidak mementingkan logika. Kata-kata Budi Darma itulah yang merintis jalan bagi pembaca untuk mengetahui pandangan Budi Darma terhadap dunia dalam tulisan-tulisannya.61 Dengan kata lain, Budi Darma merupakan sastrawan yang mempunyai ciri khas, yaitu dengan cara, gaya dan materi yang berbeda, ia tetap bercerita mengenai kekerasan hidup, yaitu tentang kesulitan orang berhubungan dengan sesamanya dalam mencari identitas dirinya. Semenjak dulu, ia menganggap pada dasarnya manusia selalu mencari identitas dirinya, dan terjatuh-jatuh karena kesulitan berhubungan dengan sesamanya.62 Harry Aveling dalam tulisannya, Dunia yang Jungkir Balik Budi Darma, secara tidak langsung mengatakan bahwa Budi Darma adalah pengarang jungkir-balik, hal itu diakui langsung oleh Budi Darma. “Para kritikus yang menamakan saya pengarang jungkir-balik tentu saja tidak keliru: seperti logika dan imajinasi dalam cerpen-cerpen saya, baik yang

59 Siswanto., op. cit., h. 29 60Pamusuk Eneste, Cerpen Indonesia Mutakhir: Antologi Esei dan Kritik, (Jakarta: PT Gramedia, 1993), h. 203. 61 Ibid., h. 204. 62 Ibid., h. 260.

36

absurd maupun realistis banyak yang berjungkir-balik.”63 Imajinasi adalah salah satu modal kepengarangan Budi Darma, “imajinasi saya datang dengan sendirinya. Bagi saya, kekuatan imajinasi identik dengan kepekaan seorang pengarang. Makin tajam kepekaan seorang pengarang, makin berkelejatanlah imajinasinya.”64 Budi Darma juga mengakui dalam Proses Kreatif; Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang, para kritikus yang menamakan para tokoh saya adalah orang-orang aneh, juga tidak keliru. Seperti yang sudah saya siratkan, orang-orang yang saya temui dalam imajinasi saya juga orang- orang aneh. Mereka mempunyai mata yang hampir melesat keluar, mereka menusuk ban mobil tetangganya, dan lain-lain. Mereka bergumul dalam satu dunia, saling memandang, saling mencurigai, saling menghormati, dan saling menyesali perbuatannya.65 Menurut Budi Darma, pengarang tidak bisa terlepas dari keadaan sekitarnya sehingga pengarang berkecenderungan untuk menulis mengenai daerah tempat tinggalnya. Meskipun demikian, pengarang yang baik adalah pengarang yang mempunyai daya serap yang baik. Pengarang memang tidak bisa lepas dari dunianya, dari kehidupan sehari-harinya. Mereka dapat menciptakan jarak antara kehidupan sehari-hari dengan kehidupan di dalam karya sastra.66

C. Gambaran umum kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington Begitu banyak kota di belahan dunia yang pernah disinggahi Budi Darma, Bloomington menjadi salah satu kota yang menimbulkan kesan mendalam. “Budi Darma cukup lama bearada di Bloomington, yakni

63 Pamusuk Eneste, Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang, (Jakarta: PT Gramedia, 1984), h. 130. 64 Ibid., h. 127. 65 Ibid., h. 130. 66 Siswanto., op. cit., h. 6.

37

untuk menyelesaikan studi S-2 dan S-3.”67 Pada saat itu, ia mengamati dan menghayati kota juga orang-orang di sana,68 sehingga ia hafal tempat- tempat di Bloomington dan akhirnya ia gambarkan dalam karyanya dengan terperinci. Pemikiran dan cara pandang Budi Darma juga seperti masyarakat Amerika. Sebelum tinggal di Bloomington kebanyakan cerpen-cerpen Budi Darma adalah cerpen absurd, “meskipun di Bloomington ia juga menulis cerpen beraliran absurd, namun tidak ia sertakan dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. Sehingga semua cerpen dalam Orang–orang Bloomington ini adalah cerpen realistis.”69 Orang-orang Bloomington merupakan kumpulan cerpen karya Budi Darma yang pertama kali diterbitkan oleh Sinar Harapan, Jakarta pada tahun 1980. Kumpulan cerpen ini ditulis pengarang pada periode akhir 1970-an yang terdiri dari tujuh cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, “Keluarga M”, “Orez”, “Yorrick”, “Ny. Elberhart”, dan “Charles Lebourne”. Cerpen-cerpen dalam Orang-orang Bloomington saya tulis menjelang akhir tahun 1979. Semuanya seolah-olah saya tulis di luar kesadaran saya sendiri. Dan memang, proses semacam inilah yang saya alami setiap kali saya menulis cerpen. Saya justru menjadi objek dari kekuatan yang berada di luar pengawasan saya sendiri.70

Ada beberapa kegiatan yang dilakukan sastrawan sebelum menulis karya sastra dan sesudah menulis karya sastra. Budi Darma salah satunya, ia mendapatkan ide setelah berjalan-jalan. “Banyak gagasan yang timbul setelah Budi Darma berjalan-jalan. Orang-orang Bloomington semuanya bercerita tentang hasil pengamatan dan penghayatannya selama di perjalanannya, yakni tentang kota dan orang-orang Bloomington.”71 Dalam

67 Siswanto., op. cit., h. 64. 68 Bloomington, Amerika Serikat. 69 Eneste., op. cit., h. 260. 70 Ibid. 71 Siswanto, op. cit., h. 28.

38

cerpen “Keluarga M”, diungkapkan “tempat tinggal tokoh yang merupakan manipulasi dari tempat tinggal Budi Darma di apartemen.”72 Mencermati Orang-orang Bloomington, seakan-akan kita diajak Budi Darma untuk menyaksikan sudut-sudut kota Bloomington. Tidak hanya itu, kita juga diajak untuk memahami cara orang Bloomington berpikir, bertindak, dan berhubungan satu sama lain.73 Dalam tulisannya yang memuat perenungan dalam berkarya, “Mula-mula adalah Tema”, ia menjelaskan proses kreatifnya membuat cerpen-cerpen yang kemudian dikumpulkan dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. Pada suatu hari, setelah berjalan-jalan ke beberapa tempat penting di London, saya teringat kembali ke sebuah pemandangan di Bloomington. Entah mengapa, sekonyong-konyong saya mengambil kertas dan ball-point, kemudian menulis. Dalam waktu singkat, selesailah saya menulis cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”. Setelah saya mengunjungi beberapa tempat di Eropa, saya dan Sukarman Kartosedono datang ke Paris kemudian menyewa sebuah kamar hotel. Saya bertemu seorang concierge, yaitu orang yang menjaga lift, mengantar kami. Entah mengapa, saya tertarik pada concierge ini, begitu selesai masuk kamar dan meletakan barang-barang, saya mengambil kertas dan ball-point kemudian langsung menulis. Sementara wajah concierge tersebut terbayang- bayang dalam otak saya dan pikiran saya kembali ke Bloomington. Dalam waktu singkat, selesailah sebuah cerpen berjudul “Joshua Karabish”.74

72 Ibid., h. 3. 73 Siswanto., op. cit., h. 106 74 Eneste., op. cit., h. 259.

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

D. Analisis Struktur 1. Tema Secara umum, tema yang terkandung dalam ketiga cerpen yaitu tentang kekerasan hidup, di mana para tokohnya kesulitan dalam berinteraksi dengan individu lainnya, sehingga dapat dikatakan, interaksi yang terjadi pun tidak secara alamiah, namun lebih mengarah berdasarkan kepentingan masing-masing tokohnya. Sedangkan bila dianalisis secara khusus, tema dalam cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama” adalah rasa keingintahuan yang berlebihan. Dapat dikatakan bahwa ceritanya seperti kisah detektif yang sedang menyelidiki seorang penjahat. Perbedaannya, di dalam cerpen ini tokohnya tidak memerlukan kasus besar untuk diselesaikan, melainkan hanya ingin mengetahui identitas seseorang dengan mencoba melakukan interaksi kepada tokoh lainnya. Budi Darma menuliskan cerita bahwa tokoh Saya memiliki rasa ingin tahu yang lebih kepada laki-laki tua yang kehadirannya menjadi awal mula konflik dalam cerita ini. Rasa ingin tahu tokoh Saya dapat dilihat dari percakapannya dengan tokoh lain. Setelah memberikan nomor telepon saya, saya menanyakan nomor telepon laki-laki tua itu. Ny. Casper menjawab bahwa laki-laki tua itu tidak mempunyai telepon. Ketika saya menanyakan nama laki-laki tua itu, Ny. Casper mengatakan tidak tahu.75

“Apakah si laki-laki tua tadi ke sini?” Tanya saya kepada pemilik toko setelah saya mengambil susu. Pemilik toko menggangguk, “Pukul berapa kira-kira?”76

75 Budi Darma, Orang-orang Bloomington, (Jakarta: Metafor Intermedia Indonesia, 2004), h. 10. 76 Ibid., h. 14. 39

40

Tema yang terkandung dalam cerpen “Joshua Karabish” merupakan persoalan kekerasan hidup. Hal ini dapat dilihat dari penggambaran kehidupan tokoh Joshua yang sulit dari tiap-tiap bagian cerita. Melalui cerpen ini, Budi Darma menggambarkan kepada pembaca bahwa interaksi di lingkungan masyarakat Bloomington khususnya tokoh Joshua mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan sesamanya. Tema kekerasan hidup bermula ketika tokoh Joshua yang dikisahkan nyaris tidak memiliki kelebihan, ia selalu kekurangan uang, minder, tak punya teman, dan mengidap penyakit kronis yang kemudian bertemu dengan tokoh Saya. ”Memang saya sudah lama sakit,” katanya pada suatu malam menjelang fajar, ketika saya memergokinya sedang membersihkan darah dari hidungnya yang berceceran di lantai ketika dia hendak lari ke kamar mandi. “Karena itu selamanya saya takut sendirian, tapi saya yakin tidak ada seorang pun yang mau mengerti saya kecuali kau.”77

Tema dalam cerpen “Yorrick” yaitu ketidakadilan yang dialami tokoh Saya sehingga membuat dirinya melakukan interaksi sosial dalam bentuk disosiatif, yaitu persaingan atau perlawanan. Tokoh Saya yang memiliki sikap sopan, memiliki pola hidup teratur dan bersih, tidak bisa diterima oleh tokoh-tokoh lain di sekitarnya. Sedangkan tokoh Yorrick yang jorok dan pola hidupnya berantakan mudah disenangi dan mudah bergaul dengan tokoh-tokoh lainnya dalam cerpen. Hal itu membuat tokoh Saya melakukan perbuatan yang tidak mendidik, seperti meludahi pakaian orang lain dan mengempeskan ban mobil orang lain. Mula-mula saya meludahi atau mengencingi pakaiannya di kamar mandi,. Rupanya dia tahu, karena setelah itu dia tidak pernah lagi meninggalkan pakaiannya di kamar mandi.78

77 Ibid., h. 33. 78 Ibid., h. 131.

41

2. Tokoh Kekerasan hidup dalam berinteraksi yang menjadi keseluruhan dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington digambarkan melalui para tokohnya, tetapi hanya tokoh yang memiliki pengaruh cukup besar yang akan ditampilkan. Dalam cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, terdapat tokoh Saya, Laki-laki Tua, Ny. McMillan, Ny. Nolan, Ny. Casper, dan Pemilik Toko. Untuk lebih jelasnya, akan dipaparkan tokoh tersebut sesuai dengan karakternya. a. Saya Saya merupakan tokoh protagonis (utama) yang digambarkan sebagai mahasiswa yang tinggal di sebuah loteng sewaan di Fess dalam cerpen ini. Oleh pengarang, tokoh Saya digambarkan secara dramatik melalui tindakannya yang membicarakan tokoh lain sehingga pembaca dapat menafsirkan wataknya dari kata dan perbuatan tokoh Saya sendiri. Saya merupakan pribadi yang mulanya merasa senang untuk tidak saling mengganggu atau mencampuri urusan antara satu sama lain. Tetapi, seiring berjalannya waktu, kesepian tidak memiliki teman bicara membuatnya mencoba melakukan komunikasi kepada semua orang. Untuk memerangi kesepian, kadang-kadang saya membuka-buka buku telepon. Saya mulai menelepon beberapa teman kuliah. Seperti halnya di kampus, di telepon mereka juga berbicara seperlunya, hingga akhirnya saya kehabisan akal mencari bahan pembicaraan. Akhirnya saya menelepon Marsh, menanyakan apakah dia menjual pisang, atau apel, atau spaghetti, atau apa saja, yang akhirnya menjengkelkan pemiliknya. Ny. MacMillan pun rupanya tidak senang kalau saya menelepon dengan alasan yang saya ada-adakan.79

Menurut penulis, Saya juga memiliki rasa keingintahuan lebih yang membuatnya mencoba melakukan interaksi kepada tokoh-

79 Ibid., h. 7.

42

tokoh yang ada di dalam cerpen sampai akhirnya ia tertarik kepada tokoh laki-laki tua tanpa nama yang membuatnya selalu penasaran. Keingintahuannya tersebut, membuat dirinya terjebak dalam kondisi di mana laki-laki tua itu tidak saja hanya muncul di sekeliling tempat tinggalnya, tetapi ketika ia sedang menjalani aktivitasnya sebagai mahasiswa pun laki-laki tua itu selalu muncul dalam pikirannya. Saya selalu mencari tahu keterangan tentang laki-laki tua tersebut dari beberapa tokoh lainnya karena saya sendiri sulit untuk berkomunikasi dengan laki-laki tua itu. Dengan alasan akan membeli susu, esok paginya saya berjalan ke Marsh. Tentu saja saya tidak melewatkan kesempatan menengok kalau-kalau saya bisa membaca sebuah nama di kotak surat Ny. Casper. Tapi tidak ada nama baru di sana. Pada waktu membayar susu, saya berkata kepada pemilik toko: “Rupanya ada seorang penghuni baru di rumah Ny. Casper.” “Ya, sudah beberapa kali dia membeli donat di sini.” “Siapa namanya?” tanya saya.80

b. Laki-laki tua Laki-laki tua merupakan tokoh antagonis yang menarik perhatian tokoh Saya setelah kehadirannya di loteng Ny. Casper. Tokoh ini digambarkan secara analitik, karena secara fisik jelas digambarkan bahwa umurnya sekitar enam puluh lima tahun dan sedikit mengalami gangguan pada kejiwaanya. Di masa lalunya, laki-laki tua ini merupakan seorang pilot bomber Perang Dunia II. Setelah perang selesai, ia menikah dengan juru rawat rumah sakit dan memiliki dua orang anak laki-laki. Semuanya telah tewas, anaknya tenggelam di Sungai Ohio dan istrinya meninggal karena kanker di ususnya. “Dia mengaku pilot bomber Perang Dunia II,” kata sopir taksi. “Pesawatnya tertembak Jepang di Pasifik, tiga orang anak pesawat termasuk dia sendiri berhasil menyelamatkan

80 Ibid., h. 9.

43

diri dengan pelampung. Lalu mereka ditangkap jepang, disiksa, dibiarkan kelaparan, dan dibiarkan sakit.”81

Pada siang atau malam hari, laki-laki tua itu sering membidik-bidikan pistolnya seperti seorang anak kecil yang sedang bermain. Tidak hanya di loteng yang menjadi kamarnya yang dapat terlihat jelas oleh tokoh Saya (tokoh Saya sering memperhatikan jendela kamar laki-laki tua), tetapi juga di tempat umum. Pada waktu taksi melewati Dun Meadow saya melihat segerombolan anak muda sedang asyik bermain-main. Ternyata laki-laki tua itu menjadi tontonan. Dia bergaya seolah-olah menembaki mereka dengan pistol di tangannya, dan mereka bergerak mundur sambil mengangkat tangan seolah takut kena tembak.82

Dalam cerpen Joshua Karabish, ada beberapa tokoh yang memiliki pengaruh cukup besar, yaitu tokoh Saya dan Joshua Karabish. a. Saya Tokoh Saya diperkenalkan di awal cerita. Saya merupakan tokoh antagonis dalam cerpen “Joshua Karabish” yang digambarkan secara dramatik oleh pengarang sebagai lelaki yang dekat dengan sastra. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Berbeda dengan yang lain-lain, saya maju ke mimbar untuk membaca puisi saya sendiri, akan tetapi puisi penyair Keats. Saya menyatakan bahwa saya bukan penyair, karena itu paling-paling saya hanya becus membacakan puisi orang lain.83

Saya merupakan pribadi yang apa adanya, yang mampu berinteraksi dengan siapa saja, salah satunya dengan Joshua pada saat perkenalannya di acara malam pembacaan puisi. Pertemanan

81 Ibid., h. 21. 82 Ibid., h. 20. 83 Ibid., h. 32.

44

itu berlanjut sampai akhirnya mereka menjadi teman sekamar. Sebagai tokoh antagonis, pada akhir cerita tokoh Saya menjadi penghalang untuk Joshua, Saya mengkhianati Joshua dengan mengganti nama dirinya atas puisi-puisi milik Joshua dalam lomba penulisan puisi ketika Joshua sudah meninggal. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut: Kurang ajar benar Joshua ini. Mengapa dia tidak berkata terang-terangan semenjak dia pertama kali menginap di kamar saya? Ketakutan kena tular Joshua dan kegusaran saya berjalan terus, karena sakit tidak mau berhenti. Dalam keadaan inilah saya putuskan mengetik kembali kutipan naskah Joshua secara lebih rapi, kemudian mengirimkannya ke MLA. Dan nama sayalah yang saya cantumkan sebagai penyairnya.84

b. Joshua Karabish Joshua berperan sebagai tokoh protagonis, hal ini dapat dilihat dari banyaknya porsi yang diceritakan Saya tentang Joshua. Ia merupakan tokoh yang menjadi pusat perhatian tokoh Saya. Joshua memiliki sikap rendah hati, tabah dan tahu diri sehingga membuatnya kurang percaya diri dalam berinteraksi. Sikap Joshua yang tidak mudah bergaul dan memiliki penyakit aneh adalah hal yang mendasari bahwa teman-teman apartemennya selalu mengusirnya. Kemudian ia menjalin pertemanan dengan tokoh Saya yang merupakan satu-satunya teman yang ia miliki. Joshua digambarkan secara langsung (analitik) oleh pengarang dengan ciri fisik tidak menarik dan berlebihan, kepalanya benjol, matanya besar, dan mulutnya selalu menganga. Ia mengaku orang bodoh yang kebetulan suka menulis puisi. Pandangan ideal tentang penyair dan karyanya yang dipahaminya dengan baik ini tidak membuatnya sombong kepada siapapun. Ia hanya menulis tanpa pretensi apa-apa. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

84 Ibid., h. 43.

45

Di samping cerita mengenai riwayat hidupnya ini, dia juga sering bercerita mengenai kesenangannya membaca dan menulis puisi. Ketika saya bertanya apakah kira-kira pada suatu saat kelak dia akan menerbitkan puisinya, dia tampak bimbang, kemudian berkata bahwa kalau toh dia akan menerbitkannya, dia tidak mau menggunakan namanya sendiri.85

Dalam cerpen ketiga, yaitu “Yorrick”, tokoh yang memiliki pengaruh cukup besar adalah Saya, dan Yorrick. a. Saya Oleh pengarang, tokoh Saya digambarkan sebagai tokoh protagonis. Pengarang tidak menjelaskan ciri fisik maupun wajahnya, namun secara dramatik pembaca dapat menilai bahwa Saya adalah orang yang pola hidupnya teratur, bersih dan rapi, terlihat ketika ia membicarakan tingkah laku Yorrick yang jorok sehingga timbul rasa ketidaknyamanan dalam diri Saya. Sementara itu, kamarnya makin lama makin menyerupai gudang. Ada sepatu di atas tempat tidur, ada buku di lantai, ada baju di kursi, di meja, di gantungan, dan sebagainya. Ruangan tengah yang menghubungkan kamarnya dan kamar saya dengan kamar mandi kotor sekali. 86

Dibalik sifatnya yang menyukai hal bersih dan teratur, pengarang menggunakan gaya pencitraan yang terbalik antara tokoh Saya dan Yorrick. Saya diceritakan tidak mempunyai teman yang memiliki presepsi dan pendapat yang sama dengan dirinya, tetapi Yorrick adalah tipe orang yang menyenangkan dan memiliki banyak teman dibalik sifat joroknya. Saya justru menjadi tokoh yang berkarakter jahat. Karakter jahat dari tokoh Saya dibangun dari sisi psikologisnya sendiri, dan kejahatan yang dilakukan murni karena rasa benci yang kemudian merugikan tokoh lain.

85 Ibid., h. 35. 86 Ibid., h. 127.

46

Sebelum upacara pengempesan bannya saya mulai, saya ludahi lebih dahulu pegangan pintunya.87

b. Yorrick Yorrick dianggap sebagai tokoh anagonis yang paling berpengaruh terhadap tokoh Saya karena ia sebagai awal mula konflik yang menjadi inti dan menggerakan cerita. Yorrick merupakan tokoh penghalang atau saingan tokoh Saya dalam mendapatkan perhatian tokoh-tokoh lainnya. Secara analitik, Yorrick jelas digambarkan bahwa pola hidupnya tidak teratur dan jorok, tetapi ia mudah berinteraksi dengan tokoh lainnya di dalam cerpen ini. Dan Yorrick tidak hanya menarik perhatian Catherine saja, tapi juga tetangga-tetangga lain, baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda.88

Secara fisik, perawakan Yorrick tinggi kurus, tubuhnya kuat dan gerakannya gesit. Yorrick memiliki rasa peduli yang besar kepada semua orang termasuk saya. Yorrick mengatakan bahwa Ny. Ellison mempunyai aspirin, jadi saya tidak perlu keluar untuk mencari aspirin, tapi berangkat bersama-sama.89

3. Alur Alur memegang peranan penting dalam sebuah cerita. Alur yang digunakan dalam cerpen ““Laki-laki Tua Tanpa Nama”” adalah alur maju. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerpen ini menceritakan tokoh Saya yang memiliki rasa keingintahuan terhadap sosok laki-laki tua yang menjadi tetangga barunya. Tahapan alur yang dikemukakan oleh Aminuddin dapat diterapkan dalam cerpen ““Laki- laki Tua Tanpa Nama””, yaitu diawali dari perkenalan tokoh Saya

87 Ibid., h. 143. 88 Ibid., h. 129. 89 Ibid., h. 139.

47

yang menyewa loteng rumah milik Ny. MacMillan karena tertarik sebuah iklan. Tokoh Saya hanya boleh berbicara dengan pemilik loteng bilamana perlu. Ia memiliki dua orang tetangga yang keduanya adalah janda, Ny. Nolan yang memiliki sifat kasar, dan Ny. Casper yang sakit-sakitan. Hubungan diantara mereka hanya sebatas kenal dan hanya bicara seperlunya. Seperti Ny. MacMillan, kedua tetangga ini sudah lama menjanda. Ny. Nolan menjanda karena tabiatnya sendiri yang kasar, dan Ny. Casper yang tidak begitu peduli pada suaminya, seorang pedagang keliling yang agak jarang tinggal di rumah.90

Tahapan konflik merupakan bagian di mana munculnya permasalahan yang diangkat pada sebuah cerita. Dalam cerpen ini, konflik dimulai dengan kesadaran tokoh Saya tentang kehadiran seorang laki-laki tua yang misterius dan suka bermain pistol yang tinggal di loteng milik Ny. Casper. Hal itu membuat tokoh Saya menjadi penasaran tentang siapa laki-laki tua tersebut, entah karena tokoh Saya di hadapi rasa takut dan terancam karena laki-laki tua itu memiliki pistol, atau karena tokoh Saya memiliki rasa simpati kepada laki-laki tua itu yang kemudian membuat tokoh Saya melakukan komunikasi kepada tokoh-tokoh lain dalam cerpen ini. Pada suatu malam gerimis, terjadi perubahan di loteng Ny. Casper. Ada sebuah lampu menyala di sana. Setiap malam lampu itu menyala. Kemudian saya tahu bahwa di loteng itu tinggal seorang laki-laki tua sekitar enam puluh lima tahun. Setiap siang dia menongolkan kepalanya dan membidik- bidikan sebuah pistol ke tanah, seperti seorang anak kecil yang sedang main-main. Saya yakin yang dipegangnya itu bukan pistol mainan. Kalau saya benar, laki-laki ini bisa mendatangkan bencana. Maka saya pun menelepon Ny. MacMillan.91

Tahapan komplikasi atau rumitan, merupakan bagian tengah alur di mana konflik yang terjadi semakin tajam. Komplikasi terdapat

90 Ibid., h. 3. 91 Ibid., h. 8.

48

pada cerita di mana tokoh Saya tiba-tiba mengalami pusing ketika sedang antri untuk makan siang di cafeteria. Pada saat tokoh Saya menengok ke luar, ia melihat sosok laki-laki tua sedang menuju ke pintu. Keinginan untuk mengejar laki-laki itu pupus karena tokoh Saya sedang antri membayar makanan dan tidak mungkin meninggalkannya begitu saja. Dengan sabar ia menunggu sampai pada gilirannya membayar. Tetapi ada lagi kesulitan menyusul, semua kursi yang tadi kosong, sekarang sudah penuh sehingga ia mencari kursi lain di lantai bawah, beberapa kali ia merasa pusing dan oleng lagi. Karena pusingnya, tokoh Saya sampai-sampai berhalusinasi mengira laki-laki tua itu berada di dekatnya kemudian menghilang. Entah mengapa saya agak limbung. Kemudian saya sadari saya agak pusing. Nah pada saat saya menengok ke pintu berputar yang menghubungkan ruang makan dan pekarangan luar Gedung Union, saya melihat laki-laki tua yang tinggal di loteng Ny. Casper berjalan menuju ke pintu.92

Klimaks merupakan puncak masalah pada cerita, pada tahapan ini sakit pusing-pusing yang di derita tokoh Saya makin parah, tubuhnya panas, ia dilarikan ke Rumah Sakit Mahasiswa kemudian dirawat untuk beberapa hari. Setelah pulih kembali, tokoh Saya kembali ke rumah Ny. MacMillan. Di sinilah terjadi peristiwa di mana tokoh Saya mendengar teriakan orang minta tolong dan ancaman penembakan. Tidak lama terdengar bunyi dua kali tembakan yang ternyata menewaskan laki-laki tua itu. Selesai menurunkan saya di depan rumah Ny. MacMillan, taksi terus menggeblas. Baru saja taksi membelok ditikungan dekat rumah Ny. Nolan, saya mendengar Ny. Casper berteriak ketakutan: “Tolong! Tolong! Tolong!” Sementara itu saya juga mendengar laki-laki yang menyewa lotengnya itu berteriak- teriak: “Awas, akan saya tembak kamu!” Dan memang, Ny. Casper lari kencang menuju saya diikuti oleh laki-laki tua itu yang mengacung-acungkan pistolnya kea rah Ny. Casper.93

92 Ibid., h. 18. 93 Ibid., h. 24.

49

Turunnya intensitas permasalahan merupakan tahap dari peleraian. Pada cerita ini, tahap peleraian terjadi pada saat setelah penembakan, tubuh laki-laki tua itu berlumuran darah dan kemudian rasa simpati tokoh Saya mucul setelah melihatnya. Kematian laki-laki itu membuat tokoh Saya menangis. Kemudian, Ny. Nolan mengakui bahwa dialah yang menembak laki-laki tua itu karena telah mengancam Ny. Casper dan dirinya. “Sayalah yang membunuh laki-laki jahanam ini,” kata Ny. Nolan dengan nada tidak ingin di salahkan. “Kau tahu dia akan membunuh Ny. Casper, anak muda, maka saya datang untuk memberi pertolongan pada perempuan malang ini. Ketahuilah, anak muda, sudah berkali-kali laki-laki ini mengancam akan menghabisi nyawa saya.”94

Tahapan akhir ditutup dengan cerita pada saat polisi dan ambulans datang. Sebagai saksi, tokoh Saya diminta untuk ikut ke kantor polisi tetapi ia menolaknya. Ia lebih memilih dibawa kembali ke rumah sakit untuk menjalani pemulihan dirinya setelah badannya menubruk laki-laki tua itu. Polisi menyatakan bahwa pistol laki-laki tua itu tanpa peluru. Dari polisi saya mendapat penjelasan bahwa pistol di tangan laki-laki tua itu bukan pistol mainan, tapi kosong. Baik dari Ny. Nolan maupun Ny. MacMillan juga memberi tahu polisi bahwa saya sudah sering melihat laki-laki tua itu memain-maiankan pistolnya, bahkan, demikian kata mereka, saya sudah pernah mendengar laki-laki itu meletupkan pistolnya pada suatu malam. “Jadi tidak mungkin bahwa dia tidak memiliki peluru,” kata Ny. Nolan kepada polisi.95

Alur yang digunakan dalam cerpen “Joshua Karabish” adalah alur maju, karena cerita diawali dengan kabar kematian Joshua yang diterima tokoh Saya melalui surat yang dikirimkan ibunya. Kapan dan di mana Joshua meninggal tidak disebutkan. Saya diminta untuk mengirimkan barang-barang milik Joshua kepadanya atau jika saya

94 Ibid., h. 25. 95 Ibid., h. 26.

50

tidak mempunyai uang, saya dapat membuang barang-barang Joshua ke tempat pembuangan sampah umum yang paling dekat sehingga saya tidak terganggu. Kemudian perkenalan saya dengan Joshua ketika saya membacakan sajak orang lain dalam malam pembacaan puisi, tahap ini disebut tahap perkenalan. Dari ibunya, saya menerima surat yang mengabarkan bahwa Joshua Karabish sudah meninggal.96 Bahkan, malam perkenalan saya dengan dia juga terjadi melalui malam pembacaan puisi.97

Konflik terjadi ketika belum lama Joshua menjadi teman sekamar saya karena ia merasa tidak cocok dengan teman-teman lamanya. Setelah sekamar, saya tahu bahwa Joshua mengidap penyakit aneh, tetapi menurut Joshua itu tidak menular. Bentuk kepala dan bagian-bagiannya yang aneh tidaklah semata-mata pembawaannya semenjak lahir, tapi karena entah penyakit apa yang sudah lama diidapnya.98

Rumitan terjadi ketika pada suatu malam, saya menderita gejala penyakit seperti yang di derita Joshua. Takut tertular, agar tidak bersentuhan dengan barang Joshua, saya menyalin kumpulan puisi Joshua yang ia tinggalkan sebelum ia meninggal. Kemudian dalam kondisi sakit, saya berusaha mengetik kembali naskah Joshua dan mengirimkannya ke MLA dengan mencantumkan nama saya sebagai penulisnya. Pada suatu malam saya terbagun karena tenggorokan saya panas bagaikan dibakar, hidung saya sakit seperti dimasuki lintah, dam telinga saya mendenging dan terasa bengkak bagian dalamnya.99

Klimaks terjadi pada saat saya berjalan-jalan melalui bekas aparteman Joshua. Saya merasa berdosa mengakui sajak-sajak milik

96 Ibid., h. 29. 97 Ibid., h.31. 98 Ibid., h. 32. 99 Ibid., h. 40

51

Joshua. Malamnya, saya benar-benar sakit. Saya mengutuk Joshua yang menganggap tekah menularkan penyakitnya. Kemanapun saya pergi, saya merasa Joshua membuntuti saya. Saya merasa gelisah dan takut. Sementara itu, rasa sakit terus mengganas, bukan hanya pada waktu malam, tapi juga pada waktu siang. Kemana pun saya pergi, saya dibayangi oleh cairan menjijikan dari kuping Joshua dan darah amis dari hidungnya. Saya takut, san saya berang.100

Masalah menurun ketika saya mendengarkan upacara penutupan konvensi melalui radio. Saya menjadi pemenang harapan ketiga, sehingga saya merasa bahwa dosa saya kepada Joshua tidaklah teralalu besar. Kemudian akhiran cerita ini ketika saya mendesak Ny. Seifert untuk mau menerima uang dari saya atas nama Joshua dengan alasan, Joshua telah mampu mengobarkan semangat Saya dalam menulis puisi, sehingga saya menerima hadiah lima ratus dollar. Ny. Seifert menolak karena menilai Joshua adalah orang yang bodoh. Bahkan atas persetujuan Cathy, kakak dari Joshua, sajak-sajak milik Joshua dimusnahkan. Setelah menolak, Ny. Seifert berkata: “Mana mungkin orang macam dia memberi dorongan? Sekali lagi saya tegaskan, anak muda, janganlah kau merasa bersalah atas masuknya orang itu ke rumah ini.”101

Alur yang digunakan dalam cerpen “Yorrick” adalah alur maju, karena cerita diawali dengan perkenalan latar cerita, kemudian diakhiri dengan penyelesaian masalah yaitu pindahnya tokoh Saya ke sebuah apartemen. Tahap perkenalan diawali dengan perkenalan latar tempat yaitu di sebuah jalan bernama Grant yang menarik perhatian tokoh Saya sampai-sampai ia rela mengitari jalan ini walaupun tempat yang dituju sebetulnya lebih dekat apabila tidak melewati jalan Grant ini.

100 Ibid., h. 44. 101 Ibid., h. 51

52

Mula-mula jalan Grant menarik perhatian saya karena jalan ini terbuatdari batu bata dan bukan dari aspal. Lebih indah nampaknya disbanding dengan jalan-jalan biasa lainnya. Karena itulah, setiap hari saya memerlukan berjalan-jalan melalui jalan ini. Kemudian saya tertarik juga pada pohon- pohon di sepanjang jalan.102

Tahapan konflik yaitu ketika tokoh Saya yang merasa jatuh cinta kepada seorang gadis bernama Catherine. Catherine tinggal di rumah tua yang selalu menarik perhatian tokoh Saya sehingga ia memutuskan untuk pindah dari asramanya dan menjadi tetangga gadis itu agar bisa mendekatinya. Barulah saya sadar bahwa andaikata saya menyewa kamar ini dan meninggalkan asrama sebelum akhir bula Agustus, saya akan kena denda karena melanggar kontrak dengan asrama. Tapi apalah arti denda, asal saja saya dapat berdekatan dengan perempuan itu.103

Masalah merumit ketika adanya kehadiran Yorrick yang akan menempati kamar di sebelah kamar saya. Pola hidupnya tidak teratur, sehingga membuat tokoh Saya merasa terganggu dan Catherine si gadis yang memikat hati saya sebetulnya mengincar Yorrick. Sering dia lupa menaruhkan pakaian kotornya di kamar mandi. dia lupa membawa ke luar handuk dan sabunnya. Sering dia lupa menutup westafel kamar mandi. Sering dia lupa mengguyur air setelah kencing.104

Klimaksnya terjadi ketika sedang diadakan kumpul-kumpul di rumah tua itu, semua tetangga hadir termasuk tokoh Saya. Pada saat berdansa, Ny. Ellison pemilik loteng yang saya sewa terjatuh dan akan dibawa ke rumah sakit. Tetapi karena perbuatan tokoh Saya yang mencabut telepon di rumah itu dan mengempeskan semua ban mobil tamu yang hadir, hal itu menjadi penghambat dibawanya Ny. Ellison ke rumah sakit.

102 Ibid., h. 113. 103 Ibid., h. 116. 104 Ibid., h. 126.

53

Tiba-tiba saja, ya, tiba-tiba saja, pada waktu Ny. Ellison menaikkan ujung kaki ke ujung hidungnya mengikuti irama musik, dia kehilangan keseimbangan, lalu jatuh terjungkal. Sementara itu dengan cekatan Yorrick mengangkat tubuh Ny. Ellison ke dalam mobil. Sebentar kemudian mesin mobil mengerem, kemudian mobil bergerak. Karena bannya gembos, mobil itu bergerak seperti orang senewen.105

Penurunan masalah terjadi ketika Ny. Ellison diperkenankan meninggalkan rumah sakit dan diakhiri dengan kepindahan tokoh Saya ke apartemen di bawah kota karena merasa sudah tidak berminat pada persoalan Catherine ataupun adiknya Caroline yang dulu dincar cintanya oleh tokoh Saya. Paling sedikit tiga kali seminggu Yorrick dan Caroline mengadakan hubungan melalui telepon. Tapi saya sudah tidak menaruh minat pada persolan mereka lagi. Sementara itu hubungan antara Kennet dan Catherine makin mengganas. Saya juga sudah kehilangan nafsu mengikuti persoalan mereka.106

4. Gaya Secara umum, Budi Darma sering kali menggunakan gaya bahasa sehari-hari dalam karyanya sehingga mudah untuk dipahami oleh pembaca. Selain itu, adanya penggunaan majas sebagai berikut: a. Personifikasi Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tak bernyawa seolah- olah memiliki sidat-sifat kemanusiaan.107 Seolah-olah menembak berkali-kali, tampa memuntahkan peluru barang sebutir pun.108 Mobil itu hampir saja mencium pojok jalan.109 Setiap dia pulang dari berlari, tubuhnya dibanjiri keringat, dan baunya memukul hidung saya,110

105 Ibid., h. 155. 106 Ibid., h. 157. 107 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999), h. 140. 108 Darma., op. cit., h. 11. 109 Ibid., h. 15.

54

b. Hiperbola Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan suatu hal.111 Kepalanya yang benjol, matanya yang selalu nampak akan melesat dari sarangnya, dan mulutnya yang seolah-olah tidak dapat dikatupkan,112

c. Sarkasme Sarkasme adalah gaya bahasa yang lebih kasar dari ironi dan sinisme, sarkasme lebih mengandung kepahitan dan celaan yang getir.113 Bagi saya dia lebih menyerupai tengkorak daripada manusia. Kurus kering, seolah tidak mempunyai daging.114

d. Simile Simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit, ditandai dengan kata-kata: seperti, bagaikan, sama, dan lain sebagainya. Kepala saya sakit seperti kena godam dan tubuh saya panas seolah terjilat api.115 Tubuh saya panas bagaikan terbakar.116

5. Latar Latar dapat membantu pembaca untuk membayangkan tentang tempat, waktu dan suasana yang dialami tokoh. Secara keseluruhan, ketiga cerpen ini bercerita di Kota Bloomington, Amerika Serikat. Jalan-jalan yang digunakan dalam ketiga cerpen ini menunjukan nama- nama jalan yang ada di kota Bloomington, jalan-jalan tersebut cukup tua dan sampai saat ini masih digunakan, juga terdapat bangunan-

110 Ibid., h. 126. 111 Keraf., op. cit., h. 135. 112 Darma., op.cit., h.30. 113 Keraf., op. cit., h. 143. 114 Darma., op.cit., h. 126. 115 Ibid., h. 20 116 Ibid., h.22

55

bangunan klasik seperti di Jalan Sepuluh Selatan, Jalan Grant, Jalan Fess. Kemudian ketiga cerpen ini juga berlatarkan di sekitar Universitas Indiana, seperti Jalan Dunn, Horsetaple, Sussex, College Hall, Park Avenue, dan lain-lain. Setelah saya memasukan surat saya bergegas menuju laki-laki tua itu, tapi dia sudah amblas menikung gang kecil yang menghubungkan Jalan Sepuluh Selatan dengan Jalan Sebelas Selatan.117 Lalu saya bergegas ke Jalan Fess, mengambil senjata ampuh itu, lalu kembali ke Jalan Grant.118

Selain itu, dalam ketiga cerpen pengarang juga menceritakan latar yang sama, yaitu loteng. Pada umumnya, di sekitar Universitas Indiana, Bloomington, rumah-rumah memiliki loteng untuk disewakan kepada mahasiswa yang menempuh pendidikan di sana selain tinggal di apartemen. Loteng adalah tingkat teratas sebuah bangunan (rumah). Dalam cerpen ini loteng merupakan tempat tinggal beberapa tokoh yang dijadikan sebagai kamarnya. Karena tertarik sebuah iklan, saya menyewa loteng rumah tengah, milik Ny. MacMillan.119 Ketika saya memberitahu keputusan saya kepada Ny. Ellison, dia mengingatkan bahwa saya bertanggung jawab membersihkan seluruh lotengnya sebelum saya masuk. Saya menyatakan “ya”.120

Latar waktu merujuk pada kapan peristiwa terjadi, dalam ketiga cerpen peristiwa-peristiwa yang diceritakan yaitu sekitar tahun 1979. Pengarang tidak menjelaskan latar waktu secara eksplisit dengan menampilkan tanggal, bulan, dan lain sebagainya, melainkan dengan menggunakan waktu implisit di mana peristiwa yang terjadi dominan muncul pada siang ataupun malam hari.

117 Ibid., h. 12. 118 Ibid., h. 142. 119 Ibid., h. 3. 120 Ibid., h. 123.

56

Manusia pada umumnya melakukan aktifitas pada siang hari, sama halnya dengan tokoh yang ada dalam ketiga cerpen. Seperti tokoh Saya yang sering memperhatikan laki-laki tua melalui jendela loteng kamarnya di siang hari, “Siang itu laki-laki tua di loteng Ny. Casper tidak membuka jendela.”121 Kutipan tersebut diambil dari cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”. Selain siang hari, penggunaan waktu pada malam hari juga digunakan dalam ketiga cerpen. Dapat dilihat dalam cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama” dan cerpen “Joshua Karabish”. Malam itu juga saya memutuskan menulis surat kepada laki-laki tua itu.122 Malam itu rasa sakit menyerang lagi, dan lebih hebat daripada biasanya.123

Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan oleh pengarang. Secara garis besar, dalam ketiga cerpen mencertiakan latar yang memberikan representasi cukup jelas tentang kehidupan masyarakat modern yang tinggal di sebuah kota. Kehidupan sosial masyarakat kota cukup kopleks dalam masalah berinteraksi. Masyarakat kota hidup dalam individualitas yang tinggi, mereka dihadapkan dengan struktur kota yang ketat dari kaitan ekonomi, sosial, dan politik sehingga mempengaruhi individu tersebut dan menyebabkan manusia gagal dalam berinteraksi. Kegagalan interaksi tentu implikasinya berpengaruh pada psikologi individu itu sendiri yang kemudian digambarkan pengarang ke dalam masing-masing tokoh. Kemudian latar belakang kelas sosial keseluruhan tokoh dalam cerpen Orang-orang Bloomington dominan menengah ke atas. Hal ini dibuktikan dari penggunaan alat elektronik seperti televisi, radio, record player stereo, dan telepon. Kita bisa lihat bagaimana tokoh-tokoh dalam

121 Ibid., h. 14. 122 Ibid., h. 11. 123 Ibid., h. 48.

57

ketiga cerpen dengan intensif menggunakan telepon dan buku telepon untuk berkomunikasi di era 80-an.

6. Sudut Pandang Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, dan “Yorrick” adalah sudut pandang orang pertama atau disebut point of view orang pertama. Dengan sudut pandang ini, pencerita (Saya) terlibat langsung dalam cerita. Pembaca bisa melihat dunia subjektif tokoh Saya. Karena tertarik sebuah iklan, saya menyewa loteng rumah tengah, milik Ny. MacMillan. Ny. MacMillan sendiri tinggal di bawah. Dengan demikian saya dapat melihat baik rumah Ny. Nolan maupun rumah Ny. Casper.124 Ketika saya menyampaikan berita ini kepada Ny. Seifert, dia berkata bahwa sudah lama dia mencurigai Joshua sebagai orang yang tidak sehar, san mungkin juga tidak beres. 125 Mula-mula Jalan Grant menarik perhatian saya karena jalan ini terbuat dari batu bata dan bukan dari aspal.126

7. Amanat Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang di dalam ceritanya. Walaupun kumpulan cerpen Budi Darma ini pada umumnya menggambarkan kesulitan manusia dalam berhubungan dengan sesama maupun lingkungannya, tentunya ada pesan yang dapat diambil dari masing-masing cerita, seperti di dalam cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, amanat yang dapat diambil yaitu, sebagai makhluk sosial tentunya kita membutuhkan orang lain dalam berlangsungnya suatu kehidupan, maka dari itu kita harus bisa membuka diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana kita tinggal. Dalam cerpen “Joshua Karabish”, pesan yang dapat kita ambil yaitu, saat kita hidup, janganlah pernah merasa tidak percaya diri dengan kekurangan yang kita miliki sampai akhirnya dapat menutupi

124 Ibid., h. 3. 125 Ibid., h. 30. 126 Ibid., h. 113.

58

kelebihan yang kita miliki. Seperti tokoh Joshua yang tidak percaya diri sehingga menyebabkan dirinya sulit berinteraksi dengan orang lain. Kemudian jangan pernah mengambil hak milik orang lain, bahkan ketika orang itu sudah tiada, karena dengan karyanya ia akan dikenang selamanya. Tidak seperti tokoh Saya yang mengambil kumpulan puisi milik Joshua dan mengakui bahwa puisi itu adalah karyanya. Dalam cerpen “Yorrick”, amanat yang dapat diambil yaitu toleransi sangat dibutuhkan dalam menghargai masing-masing individu. Kemudian manusia bukan hanya dilihat dari penampilannya saja, melainkan dari kebiasaan baik yang dilakukan. Jika penampilannya baik tetapi perilakunya merugikan orang lain, kelak orang itu akan dibenci juga. Seperti tokoh Saya yang memiliki pola hidup bersih tetapi melakukan tindak kejahatan yang dapat merugikan orang lain.

B. Analisis Interaksi Sosial Salah satu unsur sosial yang terdapat pada cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, dan “Yorrick” adalah proses sosial yang dilandasi oleh nilai-nilai yang menjadi faktor untuk mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupannya. Proses sosial dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah yang timbul dalam suatu masyarakat dalam berinteraksi. Interaksi adalah cara manusia untuk menciptakan keadaan yang lebih baik antar sesama. Jika adanya kontak atau komunikasi baik itu individu maupun kelompok, maka dapat disebut interaksi. Sedangkan jika hanya ada komunikasi satu pihak, tidak dapat disebut interaksi atau gagal interaksi. Dalam ketiga cerpen karya Budi Darma ini, ada tokoh-tokoh yang gagal dalam berinteraksi dikarenakan beberapa faktor, seperti tidak percaya diri, tidak peduli pada orang lain, malas bergaul, dan menjaga jarak. Tokoh yang sulit berinteraksi dapat disebut juga anti sosial, di mana proses sosialisasi yang dialami seseorang mengalami kegagalan.

59

Dalam cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, tokoh Saya sebenarnya mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan laki-laki tua, Ny. MacMillan, Ny. Nolan, Ny. Casper, dan pemilik toko karena hampir semua orang yang tinggal di Fess memang sudah tua, hidup sendirian, tanpa teman, dan memang tidak suka berteman seperti yang digambarkan pengarang. Walaupun Saya sudah mencoba melakukan interaksi dengan cara memulai komunikasi kepada para tokoh, tetapi tokoh lainnya tidak memberikan reaksi, sehingga tidak dapat disebut interaksi. Kemudian, kondisi dari lingkungan yang para tokohnya menutup diri ini menjadikan komunikasi yang dibangun oleh tokoh Saya dominan didasari faktor kepentingan pribadi. Ditemukan empat kutipan yang menunjukan gagal berinteraksi: Karena masing-masing tidak menunjukan gejala ingin mengenal saya setelah saya berusaha mendekatinya, saya pun menjadi enggan berbicara dengan mereka.127

Seperti suasana di sekitarnya, pemilik toko ini tidak ramah, dan hanya berbicara seperlunya.128

Seperti halnya di kampus, di telepon mereka juga berbicara seperlunya, hingga akhirnya saya kehabisan akal mencari bahan pembicaraan.129

Atas pertanyaan ini Ny. Casper menjawab tegas: “Tentu saja anak muda, tapi rupanya dia kurang berminat berbicara dengan siapa pun.”130

Dalam cerpen “Joshua Karabish”, yang mengalami kesulitan dalam berinteraksi adalah tokoh Joshua. Ia merasa tidak percaya diri karena ciri fisiknya yang buruk, sehingga ia tidak mempunyai teman selain tokoh Saya. Rasa tidak percaya diri karena rupa yang buruk, membuat ia sulit diterima dalam lingkungan sekitar, seperti teman-teman aparteman lamanya. Keterasingan yang dihadapi Joshua, membuat dirinya merasa tersisihkan dari pergaulan karena tidak mampu menerima apa yang ada pada dirinya dan pada

127 Ibid., h. 5. 128 Ibid., h. 7. 129 Ibid. 130 Ibid., h. 13.

60

akhirnya membuat ia tidak dapat atau sulit menyesuaikan diri di dalam masayarakat. Ditemukan tiga kutipan yang menunjukan gagal berinteraksi: Joshua memang mengatakan terang-terangan kepada saya bahwa teman-teman seapartemennya tidak menyukainya, dan sudah sering secara halus maupun agak kasar mereka berusaha mengusirnya.131

Dalam acara itu dia hanya bertindak sebagai penonton, dan dari gerak- geriknya saya mengetahui bahwa dia memang sengaja menjauhkan diri dari hadirin.132

Mungkin saya sanggup menulis puisi baik, tapi seperti yang kau ketahui sendiri, karena rupa saya buruk dan memang dasar kepribadian saya tidak menarik, setiap orang cenderung menertawakan saya.133

Dalam cerpen “Yorrick”, tokoh Saya sulit diterima oleh orang-orang sekelilingnya walaupun ia sudah berusaha melakukan interaksi seperti yang Yorrick lakukan. Dalam cerpen ini juga digambarkan bahwa tokoh-tokohnya menjaga jarak dengan tokoh Saya, sehingga komunikasi atau kontak yang dilakukan saya terkadang tidak menimbulkan reaksi tokoh lain. Hal itu menyebabkan Saya dihadapkan pada kondisi di mana seseorang mengalami tekanan emosional yang tidak dapat ditahan lagi, sampai akhirnya Saya melakukan tindakan yang dapat merugikan orang lain seperti mengempeskan ban milik tetangga, sehingga tidak terjalinnya sebuah interaksi yang baik. Ditemukan empat kutipan yang menunjukan gagal berinteraksi: Semua pertanyaan saya dijawab dengan baik, tapi dia tidak menunjukan keinginan untuk mengetahui saya.134

Pada kesempatan omong-omong sebentar inilah saya menyatakan terus terang kepadanya bahwa saya mempunyai hasrat untuk berkenalan dengan Catherine. Ny. Ellison tersenyum kemudian berkata: “Kalau memang demikian maksudmu, anak muda, berusahalah.” Lalu dia meninggalkan saya, dengan menunjukan gejala bahwa dia tidak suka mendengarkan percakapan saya lebih lanjut.135

131 Ibid., h. 31. 132 Ibid. 133 Ibid., h. 36. 134 Ibid., h. 121. 135Ibid., h. 124.

61

Kalau saya diam dia tidak acuh, kalau saya menyapa dia membalas tegur-sapa saya dengan baik, kalau saya ajak bicara dia mau asal pembicaraan saya tidak panjang. Dan seperti dulu dia masih tetap tidak berminat untuk mengetahui saya lebih lanjut.136

Memang setiap orang menyambut saya dengan ramah, tapi saya tahu, apakah saya datang atau tidak bagi mereka sama saja.137

Kemudian ketiga cerpen yang diteliti difokuskan pada bentuk interaksi sosial disosiatif, meliputi persaingan, kontravensi dan pertentangan yang dominan muncul pada cerita. Kemudian adapula interaksi sosial asosiatif yang meliputi kerja sama, akomodasi, asimilasi. 1) Interaksi sosial disosiatif a) Persaingan Pada cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, penggunaan alat komunikasi seperti telepon menjadi salah satu cara untuk berinteraksi. Saya melakukan komunikasi melalui telepon kepada Ny. Nolan untuk memberikan bantuan membersihkan pekarangannya. Tetapi, aksi tokoh Saya menimbulkan reaksi heran bahkan marah Ny. Nolan, sehingga muncul prasangka buruk pada diri Ny. Nolan kepada tokoh Saya, apa ada maksud tersembunyi atas penawaran Saya untuk membersihkan pekarangannya. Interaksi sosial yang terjadi tidak selalu mencapai tujuan yang dikehendaki. Jika pemahaman interaksi berbeda, seperti Ny. Nolan kepada tokoh Saya, maka mengarah kepada munculnya prasangka buruk. Setelah saya katakan mungkin dia memerlukan bantuan saya, dia bertanya apakah dia tampak sakit atau loyo, kok saya menawarkan jasa membantunya.138

Aksi yang dilakukan tokoh Saya merupakan proses sosial di mana dirinya mencari keuntungan dengan menarik perhatian Ny. Nolan. Motivasi dari aksinya itu adalah untuk mendapatkan seorang

136 Ibid., h. 125. 137Ibid., h. 143. 138 Ibid., h. 8.

62

teman, karena Saya merasa kesepian tinggal di Fess yang umumnya orang-orang di sana tidak suka berinteraksi dengan menutup dan menjaga jarak antar sesama. Pada dasarnya cerita Budi Darma memang menceritakan para tokoh yang membentengi dirinya atau menjaga jarak antar sesama dengan alasan untuk menghargai privasi masing-masing. Kemudian dengan kemunculan tokoh laki-laki tua tanpa nama di loteng Ny. Casper, membuat tokoh Saya melakukan interaksi berupa pemberitahuan kepada setiap tokoh perihal laki-laki tua tersebut yang sering membidik-bidikan pistolnya, sehingga pemberitahuan tersebut nantinya dapat menarik perhatian tokoh lain dengan mempertajam prasangka bahwa laki-laki tua tersebut nantinya bisa mendatangkan bencana. Seseorang yang mengalami perasaan kesepian dan kesendirian seperti Saya, juga akan mengalami situasi di mana ia melakukan sebuah tindakan yang mampu menarik perhatian orang lain untuk menyatakan keberadaan dirinya dan mendapat status sosial dimasyarakat. Interaksi yang dilakukan Saya disebut interaksi sosial disosiatif berupa persaingan. Kalau saya benar, laki-laki ini bisa mendatangkan bencana. Maka saya pun menelepon Ny. MacMillan.139

Pararel dengan cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, dalam cerpen “Yorrick” terdapat tiga interaksi sosial yang disebut persaingan untuk mencari keuntungan. Yang pertama, terjadi pada saat tokoh Saya yang diminta untuk membersihkan pekarangan Ny. Ellison dengan upah dua setengah dolar satu jam. Sebetulnya tokoh Saya tidak suka menerima tawaran tersebut, tetapi karena kepentinggannya untuk mendapatkan perhatian dari Catherine gadis yang ia sukai, akhirnya ia menyatakan bersedia. Pada kesempatan ini, saya pun sedikit bicara kepada Ny. Ellison bahwa salah satu maksud dari niatnya membantu membersihkan pekarangan Ny. Ellison tidak lain untuk berkenalan

139 Ibid.

63

dengan Catherine. Namun ternyata Ny. Ellison hanya menunjukkan gejala tidak suka mendengar percakapan saya lebih lanjut kemudian pergi meninggalkan saya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan kondisi seperti Budi Darma menggambarkan bahwa manusia juga memiliki sifat egois. Keegoisan Saya dan Ny. Ellison bukan tercipta karena orang lain, melainkan dari dirinya sendiri yang menyebabkan dirinya berinteraksi bilamana ada kepentingan pribadi saja. Yang kedua, digambarkan dalam cerpen “Yorrick” bahwa persaingan yang terjadi antara tokoh Saya dan Yorrick untuk mendapatkan Catherine semakin gencar. Budi Darma menggambarkan bahwa Yorrick adalah tokoh yang mudah bergaul dan dekat dengan Catherine. Saya selalu mengamati keduanya, apakah mereka betul- betul saling mencintai satu sama lain atau hanya sekadar teman biasa. Hal tersebut yang menimbulkan konflik di antara Saya dan Yorrick. Persaingan yang terjadi dilakukan dengan faktor imitasi, di mana Saya mengimitasi tingkah laku Yorrick yang mudah bergaul, dan menyebabkan orang lain mudah dekat dengannya. Faktor imitasi yang dilakukan tokoh Saya dapat dikatakan bersifat negatif karena ia mengambil keuntungan untuk kepentingan dirinya mendapatkan perhatian orang lain termasuk Catherine. Budi Darma menggambarkan secara realistis bahwa cara manusia dalam mengimitasi seseorang semata-mata untuk kepentingan pribadinya seperti tokoh Saya. Langkah saya selanjutnya bukanlah mencurigai dia mencintai orang lain atau dicintai orang lain, tapi bagaimana membuat dia tertarik kepada saya. untuk keperluan ini saya mempelajari cara Yorrick bergaul. Saya pelajari bagaimana dia berbicara, memperlakukan teman-temannya, dan reaksinya terhadap perlakuan teman-temannya.140

Kemudian yang ketiga, diceritakan bahwa akan diadakan acara kumpul-kumpul di rumah Harrison, pemilik rumah tua yang ditinggali

140 Ibid., h. 130.

64

Catherine. Mereka menggundang semua tetangga untuk hadir termasuk tokoh Saya. Di acara tersebut, tamu dipersilahkan untuk membawa makanan dan minuman sendiri untuk memeriahkan acara. Tanpa di sangka-sangka, Saya dan Yorrick berniat membeli kue besar yang sama untuk dibawa ke acara tersebut. Kemudian saya teringat pernah membaca entah di mana bahwa untuk memproklamasikan cinta dalam keadaan seperti ini, orang dapat membawa sebuah kue besar yang mirip dengan kue pengantin.141

Dalam hal ini, terjadi persaingan karena motivasi yang sama, yaitu memperoleh jodoh. Saya digambarkan sebagai orang yang tidak bisa mengungkapkan perasaan kepada orang yang dikasihinya, pada akhirnya ia kesal ketika pujaannya diambil oleh orang lain, sehingga Saya bersaing dengan Yorrick untuk mendapatkan Catherine. Mereka membawa kue besar yang akan menarik perhatiannya. Hal tersebut juga dilakukan untuk kepentingan pribadi masing-masing tokohnya. Narasi membawa sebuah kue besar yang mirip dengan kue pengantin untuk melamar pasangan ini menjadi sebuah kode tentang detil kekayaan yang dimiliki individu dalam cerita, juga sebagai salah satu cara memproklamasikan cinta kepada orang yang disukai. b) Kontravensi Protes merupakan bentuk kontravensi. Kontravensi yang terjadi dalam cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama” ditandai dalam cerita ketika Saya memberitahukan perihal penghuni baru yang memiliki pistol di loteng Ny. Casper kepada Ny. MacMillan, ia tidak begitu peduli dengan pemberitahuan saya. Karena ketidakpuasannya menerima pendapat Ny. MacMillan, saya melakukan protes jika ternyata nantinya penghuni baru di loteng Ny. Casper bisa menjadi ancaman untuk mereka. Protes umunya dilakukan seseorang karena

141 Ibid., h. 135.

65

rasa ketidakpuasaan dan kecewa yang diterimanya, akibatnya dapat menimbulkan konflik dan menghabat kerja sama atau interaksi di antara kedua belah pihak. Saya cepat mengajukan protes sebelum dia sempat menutup telepon: “Kalau terjadi apa-apa, bukankah kita yang kena celaka?”142

Selain kontravensi dalam bentuk protes, dalam cerpen “Joshua Karabish”, kontravensi ditandai dalam bentuk penghasutan, gangguan- gangguan, penyangkalan, dan penghianatan. Penghasutan bisa terjadi apabila seseorang mengalami rasa takut berlebihan, sehingga mengajak orang lain untuk berhati-hati. Seperti pada saat saya menyampaikan kematian Joshua kepada Ny. Seifert. Pertemanan saya dan Joshua dahulu sudah menyita perhatian Ny. Seifert. Ia selalu memberitahukan saya untuk tidak bergaul dengan Joshua karena ia sudah mencurigai Joshua sebagai orang yang tidak sehat dan tidak beres. Secara tersirat, pemberitahuan Ny. Seifert merupakan bentuk penghasutan kepada tokoh Saya. Memang, pada taraf perkenalan saya dengan Joshua, Ny. Seifert sudah memberitahu saya terang-terangan agar menjauhi Joshua.143

Gangguan merupakan akibat dari adanya ego atau perbuatan seseorang yang membuat orang lain merasa tidak nyaman. Budi Darma juga banyak memberikan cerita ketika seseorang terganggu oleh tindakan orang lain sehingga menimbulkan konflik di antara keduanya. Seperti yang dirasakan tokoh Saya ketika mulanya secara terpaksa mengiyakan permintaan Joshua untuk merahasiakan penyakitnya kepada Ny. Seifert, karena Saya tahu akan penyakitnya, Joshua tidak pernah merasa segan ketika mengerang, melilit-lilit kesakitan dan

142 Ibid., h. 9. 143 Ibid., h.30.

66

membersihkan lendir juga darah yang keluar dari telinga dan hidungnya. Tapi tentu saja, akhirnya Joshua merupakan gangguan bagi saya. Meskipun dia selalu mengajukan permintaan maaf, semua dikerjakan dengan terang-terangan.144

Selain kontravensi dalam bentuk penghasutan dan gangguan, ada juga kontavensi dalam bentuk penyangkalan. Penyangkalan dilihat dari pernyataan Joshua yang selalu mengatakan bahwa penyakitnya tidak menular sehingga saya tidak perlu takut untuk bergaul dengannya. Tetapi, selang beberapa waktu saya menerima surat yang mengabarkan kematiannya, saya merasakan sakit yang sama seperti yang diderita Joshua. Mulanya Saya percaya kepada Joshua walaupun terselip sedikit perasaan takut tertular penyakit anehnya. Tetapi karena Saya menganggap Joshua adalah orang baik-baik, maka tidak mungkin berbohong padanya. Dalam hal ini, penyangkalan yang dilakukan Joshua digunakan untuk mekanisme pertahanan psikologis seseorang yang dihadapkan dengan fakta yang membuatnya dirinya sendiri tidak nyaman untuk menerimanya. Sebagai gantinya, ia bersikeras bahwa apa yang dituduhkan padanya adalah tidak benar meskipun berlimpah bukti- bukti. “Percayalah, penyakit saya ini tidak akan menular,” demikian kata Joshua semasa hidupnya berkali-kali meyakinkan saya. tapi bagaimana penyakitnya tidak mungkin menular kalau telinganya sering mengeluarkan lendir dan hidungnya sering meneteskan darah?145

Pengkhianatan terjadi salah satunya karena tekanan psikologis dan kesulitan hidup yang dihadapi seseorang. Dalam pertemanan saya dan Joshua, di mana setelah saya merasa tertular dengan penyakit Joshua, hari-hari berjalan seperti biasa sampai akhirnya saya membaca

144 Ibid., h.34. 145 Ibid., h.40.

67

sebuah perlombaan penulisan kumpulan puisi yang diselenggarakan MLA (Modern Language Association), sebuah organisasi ahli-ahli sastra dan bahasa yang berpusat di New York. Karena Joshua meninggalkan sekumpulan puisinya, saya berniat mengirimkan puisi Joshua dalam perlombaan tersebut dengan mencantumkan nama saya, bukan nama Joshua. Dapat dikatakan bahwa pengkhianatan tersebut dilandasi perasaan tertekan karena rasa sakit yang diderita, juga dendam karena merasa dibohongi, sehingga seseorang berani mengambil sebuah keputusan. Ketakutan kena tular Joshua dan kegusaran saya berjalan terus, karena rasa sakit tidak mau berhenti. Dalam keadaan inilah saya putuskan mengetik kembali kutipan naskah Joshua secara lebih rapi, kemudian mengirimkannya ke MLA. Dan nama sayalah yang saya cantumkan sebagai penyairnya.146

Dalam cerpen “Yorrick”, gangguan dirasakan oleh tokoh Saya karena kedatangan Yorrick yang memiliki pola hidup tidak teratur dan kebiasaannya yang jorok. Ketika seseorang seperti tokoh Saya dihadapkan pada situasi dan kondisi yang tidak menyenangkan, juga bertentangan dengan dirinya, tentu seseorang itu akan merasakan suatu gangguan. Dengan kata lain, suatu keadaan dapat mempengaruhi suatu hubungan. Budi Darma menggmabarkan Yorrick sebagai tokoh yang jorok. Sering dia lupa menaruhkan pakaian kotornya di kamar mandi, lupa membawa ke luar handuk dan sabunnya, lupa menutup westafel kamar mandi, lupa mengguyur air setelah kencing, lupa menutup telepon setelah memakainya. Sampai akhirnya dia meminta izin meminjam lemari es saya. Dapat disimpulkan bahwa dengan kebiasaan buruk Yorrick, dia merupakan gangguan yang di rasakan Saya di dalam cerita ini. Gangguan tersebut yang menjadi pemicu munculnya sebuah konflik di antara keduanya.

146 Ibid., h.43.

68

Gangguannya tambah banyak setelah dia mempergunakan lemari es saya. dia tidak pernah meletakan barang-barangnya dengan teratur.147 c) Pertentangan Pertentangan atau pertikaian dalam ketiga cerpen ini terjadi karena adanya perbedaan secara fisik, perbedaan pola perilakunya, dan emosi yang dapat mempertajam perbedaan yang ada. Dalam cerpen “Joshua Karabish”, ketika Ny. Casper dikerjar oleh laki-laki tua yang membawa pistol dan mengancam akan menembaknya, Ny. Nolan merasa terancam akan tindakan yang dilakukan laki-laki tua itu sehingga Ny. Nolan lah yang lebih dahulu menembak laki-laki tua itu sebelum laki-laki tua itu melukai Ny. Casper. Ketika seseorang dihadapkan pada situasi dan kondisi yang sulit dan terancam, secara refleks ia akan melindungi dirinya. Begitupun dengan orang lain, ketika seseorang mengalami ancaman, tentunya sebagai seorang manusia yang memiliki rasa kepedulian antar sesama, manusia itu akan berusaha menolong. “Kau tahu dia akan membunuh Ny. Casper, anak muda, maka saya datang memberi pertolongan pada perempuan malang ini. Ketahuilah, anak muda, sudah berkali-kali laki-laki ini mengancam akan menhabisi nyawa saya.”148

Pertentangan dalam cerpen “Joshua Karabish” terjadi karena Joshua memiliki perbedaan ciri fisik dan perbedaan sifat dengan teman-teman apartemennya dulu, seperti ciri fisik Joshua yang tidak menarik karena kepalanya benjol dan sifatnya yang lembut tidak seperti teman-temannya yang kasar membuat mereka tidak menyukai Joshua. Keterasingan yang dihadapi Joshua, membuat dirinya merasa tersisihkan dari pergaulan dan pada akhirnya membuat ia tidak dapat atau sulit menyesuaikan diri di dalam masayarakat.

147 Ibid., h. 127. 148 Ibid., h. 25.

69

Keterasingan ini juga disebabkan oleh dirinya sendiri karena ketidakmampuan menerima apa yang ada pada dirinya, sehingga berakibat tidak percaya diri dan merasa terasing. Perbedaan tersebut membuat Joshua merasa tidak nyaman dan memutuskan pindah dan tinggal bersama saya dengan menyewa loteng milik Ny. Seifert. Mereka semuanya kasar. Mereka suka sepak bola, tinju, film- film kasar di televisi, dan music-musik keras. Sebaliknya Joshua adalah seorang yang halus, lebut, suka puisi, music klasik, opera, dan lain-lain yang dibenci oleh mereka.149

Pararel dengan cerpen “Joshua Karabish”, dalam cerpen “Yorrick”, tokoh Saya dan Yorrick memiliki pola hidup yang jauh berbeda, sehingga muncul perbedaan yang menyebabkan terjadinya pertentangan di antara mereka. Selain itu, karena Catherine lebih menyukai Yorrick daripada Saya, rasa benci Saya kepada Yorrick semakin membuat emosi Saya memuncak dan pada akhirnya Saya melampiaskan kebenciannya dengan meludahi barang-barang milik Yorrick. Dalam hal ini, pertentangan muncul karena adanya perbedaan mencolok di antara dua orang tokoh, kemudian ditambah dengan adanya kondisi di mana seseorang mengalami tekanan emosional yang tidak dapat ditahan lagi sampai akhirnya orang tersebut melakukan tindakan yang dapat merugikan orang lain. Mula-mula saya meludahi atau mengencing pakaiannya di kamar mandi. Rupanya dia tahu, karena sesudah itu dia tidak pernah lagi meninggalkan pakaiannya di kamar mandi. Kemudian saya meludahi air minumnya di lemari es. Rupanya dia juga tahu, karena kemudian dia selalu minum air saya.150

Dengan melakukan tindakan demikian, dapat dikatakan bahwa tokoh Saya menjadi pelakau tindak kejahatan. Ia merasa dunia berlaku tidak adil karena meski telah bersikap sopan, memiliki pola hidup yang teratur dan bersih, namun tokoh Saya justru tidak bisa diterima oleh

149 Ibid., h. 31. 150 Ibid., h. 131.

70

orang-orang di sekelilingnya. Sebaliknya dengan Yorrick yang jorok dan memiliki pola hidup tidak beraturan, ia disenangi banyak orang. Secara tidak langsung, tentu Budi Darma memberitahukan bahwa manusia bukan hanya dilihat dari penampilannya saja, melainkan dari kebiasaan baik yang dilakukan. Jika penampilannya baik tetapi perilakunya merugikan orang lain, kelak orang itu akan dibenci juga. Kemudian, karena Saya merasa bahwa orang-orang disekelilingnya tidak memberikan reaksi dan menerima kehadirannya di lingkungan itu, dengan penuh rasa dendam ia mengempeskan ban mobil milik mereka kemudian mencabut kabel telepon milik Catherine. Kalau alat-alat itu masih ada, alangkah baiknya kalau saya pungut, dan saya kempeskan ban mobil orang-orang keparat itu.151

Ketika seseorang merasa tertekan, tentu ia berani mengambil tindakan yang tidak seharusnya ia lakukan.

2) Interaksi sosial asosiatif a) Kerja sama Kerja sama ditandai dengan adanya usaha bersama dalam mencapai tujuan bersama. Kerja sama yang terjadi di dalam cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama” digambarkan oleh pengarang melalui tokoh Saya dan Ny. MacMillan. Ny. MacMillan memiliki peraturan jika tokoh Saya ingin menyewa dan tinggal di loteng miliknya maka Saya hanya boleh berbicara seperlunya melalui telepon. Telepon merupakan perantara komunikasi kontak sosial tidak langsung, sehingga penggunaan telepon untuk berkomunikasi dapat disebut sebagai interaksi. Peraturan Ny. MacMillan tersebut membuat Saya akhirnya memasang telepon, sehingga tercapailah tujuan bersama, yaitu melalui

151 Ibid., h. 141.

71

telepon lah Saya melakukan komunikasi kepada kebanyakan tokoh lain termasuk Ny. MacMillan agar terjalin hubungan baik di antara mereka. Hubungan baik yang dimaksud terjadi hanya sekadar tahu keadaan (kabar) tanpa adanya campur tangan dalam kehidupan masing-masing. Bahkan dia selanjutnya memesan, supaya hubungan baik antara dia dengan saya tetap baik, saya hanya boleh bercakap dengan dia bilamana perlu, itu pun harus melalui telepon. Karena itu, katanya, saya harus segera memasang telepon.152

Kerja sama ditandai dengan saling memahami aktivitas masing-masing tokohnya, hal ini diperkuat oleh pernyataan tokoh Saya bahwa dirinya memang tidak suka diganggu sama halnya dengan Ny. MacMillan yang secara tersirat mengungkapkan maksudnya dengan memberikan macam-macam aturan untuk dipenuhi. Ketika seseorang dihadapkan pada perasaan ingin menjalani hidup tanpa gangguan orang lain, ia akan menutup dirinya sendiri. Kemudian, karena keduanya memiliki persamaan pandangan atau tujuan bahwa tidak saling mengganggu, maka hal ini dapat sebut kerja sama. Selanjutnya dia mengatakan bahwa kunci yang dipinjamkan kepada saya hanya bisa dipergunakan untuk pintu samping, sedangkan kuncinya sendiri untuk pintu depan. Dengan jalan keluar-masuk yang berbeda, masing-masing tidak akan terganggu. Mula-mula syarat ini sangat menyenangkan karena saya sendiri tidak suka diganggu.153

Dalam cerpen “Joshua Karabish”, kerja sama dimulai dari perkenalan tokoh Saya dengan Joshua yang sama-sama menyukai puisi. Karena aksi tokoh Saya membacakan puisi orang lain (bukan miliknya) di sebuah acara, Joshua memberikan reaksi kagum karena ia pun memiliki pandangan sama dengan tokoh Saya, bahwa mereka bukanlah orang yang sok dengan membaca puisinya sendiri yang belum tentu bagus dan bermutu. Dapat dikatakan kerja sama karena

152 Ibid., h. 4. 153 Ibid.

72

memiliki tujuan yang sama, yaitu keduanya tidak ingin disebut penyair, dengan alasan, tokoh Saya hanya suka membacakan puisi milik orang lain saja berarti dia bukan penyair, sedangkan Joshua tidak percaya diri jika ia disebut penyair karena rupa dan kepribadiannya tidak menarik. “Seorang penyair yang betul-betul penyair harus memenuhi dua syarat: sanggup menulis puisi baik dan memiliki kepribadian yang menarik. Mungkin saya sanggup menulis puisi baik, tapi seperti yang kau ketahui sendiri, karena rupa saya buruk dan memang kepribadian saya tidak menarik, setiap orang cenderung tidak mempercayai saya, atau menertawakan puisi saya seperti mereka mentertawakan saya.”154

Karena memiliki pandangan yang sama, pertemanan mereka terus berlanjut sampai akhirnya tokoh Saya menerima Joshua sebagai teman sekamarnya. Kemudian ia membantu kepindahan Joshua dari apartemen lamanya. Dalam hal ini, bantuan yang dilakukan disebut kerja sama karena ingin mencapai tujuan bersama, yaitu saling membantu dan menghargai. Saya membantu Joshua memindahkan barang-barang milik Joshua yang merasa tidak cocok dengan teman- teman di apartemen lamanya. Ketika Saya membantu Joshua mengangkuti barang-barangnya dari apartemennya ke kamar saya, teman-teman seaprtemennya menunjukan perasaan puas.155

Kerja sama sebagai salah satu bentuk interaksi sosial merupakan gejala universal yang ada pada masyarakat, dalam cerpen “Yorrick” kerja sama berlangsung pada saat Yorrick melakukan pertolongan kepada Ny. Ellison yang jatuh karena kehilangan keseimbangan pada saat menari. Yorrick memerintahkan tokoh lain untuk membantu dalam misi penyelamatan Ny. Ellison ini dengan menyuruh Catherine menelepon rumah sakit, karena telepon tidak jalan, ia kemudian memerintahkan Harrison agar menyiapkan mobil

154 Ibid., h. 36. 155 Ibid., h. 31.

73

untuk membawa Ny. Ellison ke rumah sakit. Sebagai seorang manusia, Yorrick memiliki sifat peduli yang besar terhadap sesama manusia. Sementara yang lain tidak tahu harus bertindak apa, Yorrick melompat ke tubuh Ny. Ellison, mengangkat kepalanya, dan mengeluarkan perintah kepada Catherine agar menelepon rumah sakit, minta ambulans.156

Tindakan di atas merupakan bentuk kerja sama antara tokoh satu dan yang lainnya dengan tujuan meyelamatkan Ny. Ellison. Bentuk kerja sama ini juga dilandasi dengan kerukunan antar masyarakat sehingga terjadinya tolong-menolong antar sesama manusia. b) Akomodasi Akomodasi adalah usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan agar tercapainya kestabilan dan keharmonisan dalam kehidupan. Akomodasi merupakan bentuk penyelesaian tanpa mengorbankan salah satu pihak. Akomodasi hanya ditemui pada cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama” dan “Joshua Karabish”. Pada cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, diceritakan bahwa tokoh- tokohnya memiliki kepribadian yang tertutup dan tidak suka berteman. Ny. Nolan tidak suka bila pekarangannya disinggahi binatang apapun, sehingga ketika binatang itu berkelebat di pekarangannya, dia tidak segan-segan melempari binatang itu sampai mati. Perbuatan yang dia lakukan tentu saja melanggar hukum. Tetapi tokoh lainnya seperti Ny. MacMillan dan Ny. Casper yang mengetahui perbuatannya tidak melaporkan hal itu kepada polisi. Saya yakin baik Ny. MacMillan maupun Ny. Casper tahu pernbuatan Ny. Nolan ini, tapi saya tidak heran mengapa mereka membiarkannya tanpa berusaha menegur atau melaporkannya kepada polisi. Rupanya dengan jalan saling membiarkan inilah mereka dapat menjaga hubungan baik.157

156 Ibid., h. 155. 157 Ibid., h. 6.

74

Akomodasi yang terjadi disebut akomodasi conciliation, di mana adanya usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari berbagai pihak demi tercapainya persetujuan bersama dengan cara saling tidak peduli antara tokoh satu dengan tokoh lain, tujuannya adalah agar para tokohnya dapat menjaga hubungan baik sehingga keharmonisan tercapai dalam kehidupan yang sedang berlangsung. Pada cerpen “Joshua Karabish”, Joshua menceritakan penyakit yang dideritanya kepada tokoh Saya dan memohon merahasiakannya kepada siapa pun, terutama Ny. Seifert, pemilik loteng yang mereka sewa. Kejujuran Joshua dilandasi kecurigaan tokoh Saya yang penah memergokinya membersihkan darah dari hidungnya yang berceceran di lantai. Sakit yang dideritanya mengeluarkan lendir berbau busuk dari kupingnya dan hidungnya meneteskan darah, dan pada akhirnya ia mengakui penyakitnya dan mengatakan dirinya memerlukan teman seperti saya yang mau mengerti dengan keadaanya. “Entah bagaimana toh akhirnya kau akan mengetahuinya juga. Maka saya pergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk minta pengertianmu,” katanya memohon.158

Permintaan Joshua secara tidak langsung mendesak tokoh Saya untuk mengiyakan permintaan merahasiakan sakitnya kepada Ny. Seifert pemilik loteng. Dalam hal ini, rasa empati juga menjadi dasar terbentuknya akomodasi karena Saya merasa dirinya dalam keadaan yang sama dengan Joshua. Interaksi sosial ini merupakan akomodasi coercion, yaitu prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan di mana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan pihak lain. Selain itu, kekerasan hidup terlihat ketika Joshua selalu kekurangan uang, sehingga menyebabkan menunggaknya sewa kamar yang harus ia bayar pada Ny. Seifert. Melalui pembicaraan secara

158 Ibid., h.33.

75

baik-baik ketika Joshua ingin menjadi teman sekamar saya, diputuskan bahwa pembayaran sewa kamar dibagi dua, tentu pembayaran dilakukan secara masing-masing antara tokoh Saya dan Joshua kepada Ny. Seifert langsung. “Mungkin Joshua tidak mempunyai uang, karena itu dia selalu menyatakan akan membayar saya lain kali. Katanya, pada suatu kelak dia pasti akan menerima rezeki dan akan sanggup membayar utangnya dengan rezeki itu,” kata Ny. Seifert.159

Ny. Seifert bertindak sebagai pihak yang memahami keadaan pihak lainnya (Joshua), interaksi ini disebut akomodasi compromise. Kemudian di antara keduanya, sudah ada kesepakatan untuk mengurangi pertentangan di antara mereka dengan bekerja sama tanpa merugikan satu sama lain sehingga terjadi kestabilan dan keharmonisan dalam kehidupan yang mereka jalani dengan pernyataan di atas bahwa Ny. Seifert tidak sampai hati untuk menagih sewa kamar yang dilandasi faktor simpati, juga Joshua menunjukan niat baik untuk melunasi hutangnya. c) Asimilasi Asimilasi merupakan bentuk proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan-perbedaan di antara perorangan atau kelompok manusia karena beberapa faktor. Dalam cerpen “Joshua Karabish”, diceritakan bahwa sebelum Joshua menjadi teman satu kamar tokoh Saya, Joshua sering datang dan menginap. Tapi setiap kali Joshua datang dengan alasan ini dan itu, kemudian mengobrol panjang, saya tidak pernah mengusirnya. Dan akhirnya, dengan alasan ini dan itu dia tidak mau pulang, lalu menginap di kamar saya. Saya juga tidak sampai hati menolaknya.160

159 Ibid., h. 39. 160 Ibid., h. 30.

76

Ciri-ciri fisik yang dimiliki Joshua seperti rupanya buruk karena kepalanya benjol dan mulutnya selalu menganga, menimbulkan rasa simpati tokoh Saya padanya dengan tidak sampai hati untuk menolaknya menginap bahkan akhirnya pindah dan menjadi teman satu kamar. Rasa simpati Saya secara umum biasanya dimiliki setiap manusia jika melihat seseorang seperti Joshua, sehingga saya mencoba mengurangi perbedaan-perbedaan di antara dirinya dengan Joshua yang menimbulkan proses asimilasi. Asimilasi juga terjadi dalam cerpen “Yorrick”, Yorrick meminta izin untuk dapat menaruh makanan miliknya di lemari es Saya, kalau perlu akan membayar sewa penggunaan lemari es tersebut. Sebetulnya Saya merasa keberatan, karena selain lemari esnya digunakan bersama, Saya juga pernah melihat Yorrick meminum air menggunakan botol milik Saya. Sebetulnya saya berkeberatan, tapi entah mengapa, saya menyatakan tidak berkeberatan, dan menyatakan dia tidak perlu membayar sewa.161

Dikatakan asimilasi karena adanya faktor toleransi bahwa tokoh Saya menghargai Yorrick sebagai teman sekamarnya, dan rasa simpati yang akhirnya membuat ia mencoba mengurangi perbedaan di antara mereka kemudian mengizinkan Yorrick menaruh makanannya di lemari esnya, sampai air dibotolnya pun diminum Yorrick. Sikap toleransi yang dimiliki Saya bisa dikatakan untuk menciptakan adanya kerukunan hidup, sampai akhirnya Saya berbicara jujur terhadap perbedaan di antara keduanya, yaitu bagaimana sifat buruk (jorok) Yorrick yang mengganggunya. Akhirnya saya mengetahui, kadang-kadang dia minum dari botol saya. saya ingin menegur, tapi melihat wajahnya yang pucat pasi bagaikan tidak punya darah, saya tidak sampai hati.162

161 Ibid., h. 127. 162 Ibid.

77

Dapat disimpulkan dari analisis interaksi sosial di atas, dalam cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, dan “Yorrick” terdapat lima belas bentuk interaksi disosiatif (persaingan, kontravensi, dan pertentangan/pertikaaian) dan delapan bentuk interaksi asosiatif (kerja sama, akomodasi, dan asimilasi).

E. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra Pembelajaran sastra di sekolah dapat memberikan informasi yang dapat menambah wawasan kehidupan, wawasan pengetahuan, membentuk karakter, dan meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik. Peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya melalui kegiatan membaca karya sastra seperti novel, cerpen maupun bentuk karya sastra lainnya sebagai wujud apresiasi pada sebuah karya sastra. Melalui kegiatan ini peserta didik diharapkan mampu memahami dan mempelajari baik nilai sosial, maupun nilai kehidupan yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan kajian terhadap cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, dan “Yorrick” karya Budi Darma, kompetensi dasar yang dapat diimplikasikan pada pembelajaran sastra di sekolah adalah mengemukakan hal-hal menarik dari cerpen melalui kegiatan diskusi, dengan indikator yang harus dicapai yaitu peserta didik dituntut untuk mampu menjelaskan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen pada tingkat SMA/MA kelas X semester satu dalam aspek berbicara. Pembelajaran unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik pada cerpen dapat menuntun peserta didik untuk mampu membaca, memahami perasaan dan memahami imajinasi dalam cerpen juga mampu berbicara di depan kelas. Bila dikaitkan antara pembelajaran sastra di sekolah dengan kajian kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington, peserta didik dapat menjadikan kumpulan cerpen sebagai objek kajian untuk membahas unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik dalam kumpulan cerpen karya Budi Darma memiliki keragaman untuk dipahami, mulai dari tema, alur, tokoh dan

78

penokohan, gaya bahasa, sudut pandang, dan amanat yang digunakan oleh pengarang. Untuk kajian ekstrinsik, peserta didik dapat mengambil kajian sosial, seperti latar sosial yang terjadi. Pembahasan unsur intrinsik dan ekstrinsik yang dilakukan peserta didik dapat menumbuhkan kepekaan terhadap lingkungan sosial, berupa sikap toleransi, tolong-menolong, menghargai, dan tanggung jawab. Pendidik berperan penting dalam mengarahkan peserta didik untuk menafsirkan data-data temuan dalam penerapan di kehidupan sehari-hari. Kegiatan dapat dimulai dari menuntun peserta didik untuk mampu membaca dan mengambil nilai positif yang ada di dalam cerpen ini, tetapi pendidik harus mengolahnya dahulu agar siswa nantinya tidak keliru. Pendidik juga harus menjelaskan kepada peserta didik apa nilai positifnya untuk dapat diterapkan, dan apa yang tidak baik untuk ditiru dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kumpulan cerpen ini memiliki hal-hal yang menarik untuk dianalisis, seperti tema, isi ceritanya, alur, bahasa yang digunakan, dan lain sebagainya, seperti, tema keseluruhan membahas tentang manusia yang sulit melakukan interaksi dengan sesamanya sehingga tokoh-tokohnya melakukan interaksi dengan motif yang bemacam-macam dalam setiap cerpennya, yaitu berinteraksi karena berkebutuhan khusus, kepentingan pribadi dan lain sebagainya yang bisa ditemukan peserta didik setelah membaca dan memahami kumpulan cerpen ini.

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington dengan mengkhususkan kajian terhadap tiga cerpen yaitu “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, dan “Yorrick” karya Budi Darma, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Terdapat lima belas interaksi sosial disosiatif dan delapan interaksi sosial asosiatif, di antaranya lima bentuk persaingan, enam bentuk kontravensi, dan empat bentuk pertentangan atau pertikaian, tiga bentuk kerja sama, tiga bentuk akomodasi, dan dua bentuk asimilasi. Selain interaksi asosiatif dan disosiatif, dalam ketiga cerpen karya Budi Darma ini, adapula tokoh yang kesulitan atau gagal dalam berinteraksi dikarenakan beberepa faktor, seperti tidak percaya diri, tidak peduli pada orang lain, malas bergaul, dan menjaga jarak sebanyak sebelas kutipan. Tokoh yang sulit berinteraksi dapat disebut juga anti sosial, dimana proses sosialisasi yang dialami seseorang mengalami kegagalan.

2. Berdasarkan kajian terhadap cerpen “Laki-laki Tua Tanpa Nama”, “Joshua Karabish”, dan “Yorrick” karya Budi Darma, kompetensi dasar yang dapat diimplikasikan pada pembelajaran sastra di sekolah yaitu mengemukakan hal-hal menarik dari cerpen melalui kegiatan diskusi. Memfokuskan peserta didik untuk mampu menjelaskan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen dalam aspek berbicara, juga menganalisis interaksi sosial dengan mencari hal-hal menarik dalam cerpen. Pembelajaran tersebut dapat menumbuhkan kepekaan terhadap lingkungan sosial, berupa sikap toleransi, tolong-menolong, menghargai, dan tanggung jawab peserta didik untuk dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.

79

80

B. Saran Berdasarkan beberapa simpulan yang telah dijelaskan, ada beberapa saran yang diajukan oleh penulis, yaitu: 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk penelitian selanjutnya terhadap karya sastra sejenis maupun dengan genre yang berbeda. Penelitian karya sastra di samping analisis interaksi sosial pada kumpulan cerpen akan memberikan suatu pengetahuan baru terhadap karya sastra secara objektif. 2. Pembelajaran interaksi sosial yang telah didapatkan dalam kumpulan cerpen tersebut diharapkan dapat diterapkan nilai positifnya dijadikan sebagai bekal dalam pembentukan karakter dan bekal perjalanan hidup peserta didik. Dengan adanya interaksi sosial maka peserta didik dapat berinteraksi atau berkomunikasi secara baik dan benar, tidak hanya di lingkungan rumah tetapi di sekolah yang dapat direalisasikan dalam kehidupannya sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. Sosiologi, Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara. 2012. Alwasilah, A. Chaedar. Pokoknya Kualitatif. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. 2006. Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. 2008. Budianta, Melani. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera. Cet. 3. 2006.

Damono, Sapardi Djoko. Sosiologi Sastra: Pengantar Ringkas. Jakarta: editum. 2013. Darma, Budi. Bahasa, Sastra dan Budi Darma. Surabaya: JP Books. 2007.

. Orang-orang Bloomington. Jakarta: Metafor Intermedia Indonesia. 2004. . Sejumlah Esei Sastra. Jakarta: PT Karya Unipress. 1984.

Eneste, Pamusuk. Cerpen Indonesia Mutakhir. Jakarta: Gramedia. 1983.

. Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang. Jakarta: Gramedia. 1984. Gerungan, W.A. Psikologi Sosial. Bandung: Enesco. 1996.

Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1999. Laksmi. Interaksi, Interpretasi, dan Makna. Bandung: KPD. 2012.

Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2005.

Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogjakarta: UGM Press. 2013.

Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogjakarta: Garaha Ilmu. 2012.

Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogjakarta: Kanisius. 2000.

81 82

Ratna, Nyoman Kutha. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. 2009. . Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. 2004. Rusyana, Yus. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: Diponegoro. 1984. Siswanto, Wahyudi. Budi Darma: Karya dan Dunianya. Jakarta: Grasindo. 2005.

. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. 2005.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&B. Bandung: Alfabeta. 2009. Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. 1988. Tim Penyunting. Horison Sastra Indonesia 2: Kitab Cerita Pendek. Jakarta: Majalah Sastra Horison. 2002. Wellek, Rene dan Austin Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. 1993.

SINOPSIS CERPEN

“Laki-laki Tua Tanpa Nama” menceritakan tentang kehidupan seorang pria (Saya) yang menyewa loteng milik Ny. MacMillan. Tokoh Saya hanya boleh bercakap dengan pemilik loteng bilamana perlu. Ia memiliki dua orang tetangga yang sangat kasar dan tidak menyukai binatang (Ny. Nolan), kemudian yang sakit-sakitan (Ny. Casper). Hubungan di antara mereka hanya sebatas kenal dan hanya bicara seperlunya karena masing-masing tokoh tidak menunjukkan gejala untuk mengenal tokoh Saya walaupun ia sudah berusaha melakukan interaksi kepada masing-masing tokoh. Cerita ini dimulai dengan kesadaran tokoh Saya tentang kehadiran seorang lelaki tua yang misterius yang menyewa loteng Ny. Casper. Penasaran yang amat sangatlah yang mendorong tokoh Saya untuk menyelidiki lelaki tua itu. Suatu hari ketika pulang dari rumah sakit, tokoh Saya mendengar teriakan tetangganya (Ny. Casper). Lelaki tua itu sedang mengejarnya dengan pistol yang ditodongkan. Karena kaget, Ny.Nolan pun menembak lelaki itu, sebelum ia melakukan apapun terhadap Ny. Casper. Karena tokoh Saya yang sering melihat lelaki tua itu memainkan pistolnya dan pernah menembakkan peluru, akhirnya ia pun dibawa ke kantor polisi dan menjelaskan tentang apa yang lelaki tua itu lakukan. Cerpen kedua, “Joshua Karabish” menceritakan pertemanan seorang pemuda bernama Joshua Karabish dengan tokoh Saya bermula ketika keduanya menghadiri acara pembacaan puisi. Joshua hanya bertindak sebagai penonton, dan dari gerak-geriknya bahwa dia memang sengaja menjauhkan diri dari hadirin lain. Seiring berjalannya waktu, pertemanan mereka semakin dekat. Joshua sering menginap dengan tokoh Saya karena teman-teman apartemennya tidak menyukainya, sudah sering secara halus maupun agak kasar mereka berusaha mengusirnya. Joshua mengidap penyakit yang aneh. Hingga pada suatu kesempatan Joshua pamit untuk mengunjungi ibunya, dengan meninggalkan kumpulan puisinya yang dianggap paling baik agar ia selalu terpacu untuk menulis sajak yang lebih baik. Lama tidak ada kabar setelah kepergian Joshua, tiba-tiba ibu Joshua mengirim surat yang menyatakan bahwa Joshua telah

meninggal dan meminta barang-barangnya dikirimkan kepadanya. Namun tokoh Saya tidak mengirimkan kumpulan sajak milik Joshua. Tidak lama kemudian, tokoh Saya mengalami rasa sakit yang sama seperti penyakit yang diderita Joshua. Di lain hal, tokoh Saya mempunyai konflik dengan batinnya sendiri karena merasa bersalah telah mengganti sajak karya Joshua dengan namanya dalam lomba penulisan puisi yang diselenggarakan oleh MLA. Cerpen ketiga, “Yorrick”. “Yorrick” menceritakan tentang tokoh Saya yang merasa dunia berlaku tidak adil karena dia yang bersikap sopan, memiliki pola hidup yang teratur dan bersih justru tidak bisa diterima oleh orang-orang sekelilingnya bahkan dari Catherine, perempuan yang membuatnya memutuskan pindah ke loteng Ny. Ellison di Jalan Grant. Sementara Yorrick yang memiliki kebiasaan buruk, justru sangat disenangi bahkan oleh Ny Ellison yang pemurung, juga Catherine. Karena kesal, tokoh Saya melakukan tindakan-tindakan yang sedapat mungkin memberikan kerugian pada Yorrick, sampai ia mengempeskan ban mobil milik tetangganya. Semua ia lakukan untuk memberi pelajaran kepada Yorrick dan yang lainnya karena tidak peduli dengan rasa sakit hati yang ia rasakan. Dengan kata lain, tokoh Saya cemburu kepada Yorrick yang selalu dianakemaskan oleh semua orang.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah : SMA/MA

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia

Kelas/ Semester : X (sepuluh)/ 1 (satu)

Alokasi Waktu : 4 x 40 menit

Standar Kompetensi : Membahas cerita pendek melalui kegiatan diskusi

Kompetensi Dasar : Mengemukakan hal-hal menarik atau mengesankan dari cerita pendek melalui kegiatan diskusi

A. Materi Pembelajaran: Naskah cerita pendek:  isi cerpen  hal yang menarik  unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik  penggunaan kalimat langsung/ tidak langsung

B. Indikator Pencapaian Kompetensi:

Nilai Budaya Dan Kewirausahaan/ No Indikator Pencapaian Kompetensi Karakter Bangsa Ekonomi Kreatif

1 Menceritakan kembali isi cerita pendek  Bersahabat/  Kepemimpinan yang dibaca dengan kata-kata sendiri komunikatif 2 Mengungkapkan hal-hal yang menarik atau  Tanggung jawab mengesankan 3 Mendiskusikan unsur-unsur intrinsik dan

ekstrinsik cerita pendek yang dibaca.

4 Mengidentifikasi kalimat langsung dan tidak langsung dalam cerpen

C. Tujuan Pembelajaran:  Menceritakan kembali isi cerita pendek yang dibaca, baik oleh dirinya sendiri maupun temannya dengan kalimat sendiri.  Mengungkapkan hal-hal yang menarik atau mengesankan yang terdapat dalam cerpen yang dibaca.  Mendiskusikan unsur-unsur intrinsik (tema, penokohan, alur, sudut pandang, latar, amanat) cerita pendek yang dibaca.  Mengidentifikasi kalimat langsung dan tidak langsung yang terdapat di dalam cerpen

D. Metode Pembelajaran :  Diskusi  Presentasi

E. Strategi Pembelajaran

Tatap Muka Terstruktur Mandiri

 Mengemukakan hal-hal  Contoh naskah cerita  Peserta didik menceritakan yang menarik atau pendek kembali isi cerita pendek mengesankan dari cerita yang dibaca dengan kata- pendek kata sendiri.

F. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran

TAHAP KEGIATAN Nlai Budaya PEMBELAJARAN dan Karakter Bangsa

PEMBUKA  Peserta didik diajak untuk Bersahabat/ mengingat kembali materi yang komunikatif (Apersepsi) telah dipelajari sebelumnya  Guru menjelaskan tujuan pembelajaran hari ini INTI Pertemuan ke-1

. Eksplorasi Tanggung  Peserta didik membaca cerita jawab pendek kemudian menceritakan kreatif kembali isi cerita pendek yang dibaca dengan kata-kata sendiri  Guru menjelaskan motif atau hal menarik yang dapat diambil dalam cerita pendek dari unsur intrinsiknya maupun ekstrinsiknya  Peserta didik mengungkapkan hal-hal yang menarik atau mengesankan dari karya tersebut . Elaborasi  Peserta didik berdiskusi kelompok untuk mengidentifikasi unsur-unsur

intrinsik dan ekstrinsik cerita pendek yang dibaca . Konfirmasi  Peserta didik menyimpulkan tentang hal-hal yang belum diketahui  Peserta didik menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui. Pertemuan ke-2

. Elaborasi Kreatif  Secara bergantian, setiap kelompok mempresentasikan/ melaporkan hasil diskusinya. Kelompok lain diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan  Peserta didik mengidentifikasi kalimat langsung dan tidak langsung  Guru memberikan ulasan dan tanggapan . Konfirmasi  Peserta didik menyimpulkan tentang hal-hal yang belum diketahui  Peserta didik menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui.

PENUTUP  Peserta didik menjawab soal- Gemar soal Kuis Uji Teori untuk Membaca (Internalisasi dan menyimpulkan konsep-konsep refleksi) Bersahabat/ penting tentang unsur intrinsik komunikatif dan ekstrinsik cerita pendek yang telah dipelajari  Peserta didik merefleksikan nilai-nilai yang bisa dipetik dari pembelajaran  Guru menyimpulkan hasil pembelajaran

G. Alokasi Waktu : 4 x 40 menit

H. Sumber Belajar/Alat/Bahan :  Buku kumpulan cerpen: Orang-orang Bloomington, Budi Darma.  Media massa/ internet.

I. Penilaian : Tes Lisan  Tes Tertulis Teknik dan Bentuk  Observasi Kinerja/ Demontrasi  Tagihan Hasil Karya: tugas, portofolio  Pengukuran Sikap Penilaian Diri  Tugas untuk menganalisis dan mengidentifikasi unsur intrinsik dan ekstrinsik cerita pendek melalui kegiatan Instrumen/ Soal diskusi

 Tugas mempresentasikan hasil diskusi kelompok  Daftar pertanyaan Kuis Uji Teori untuk mengukur pemahaman peserta didik 1. Apa yang dimaksud dengan unsur intrinsik dan ekstrinsik 2. Sebutkan dan jelaskan unsur intrinsik dan ekstrinsik kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma (salah satu cerpen)? 3. Sebutkan kalimat langsung dan tak langsung dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma (salah satu cerpen)? Rubrik/ Kriteria Penilaian

……………………….. Mengetahui, Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

……………………… Ade Fauziah NIP. NIM: 1110013000012

BIODATA PENULIS

Ade Fauziah lahir di Bogor, 28 November 1993. Anak ketiga dari tiga bersaudara ini memiliki orang tua yang bernama H. Suwarno dan Dra. Hj. Sofiah Siregar. Tempat tinggalnya beralamat di Bogor, tepatnya Perumahan Pondok Aren, Jalan Taman Bunga No. 393 RT 11 RW 007, Ciluar, Kota Bogor Utara. Penulis yang memiliki hobi berjalan-jalan ini menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Ciluar 3 Bogor pada tahun 2004, kemudian melanjutkan pendidikan tingkat pertama di SMP Negeri 15 Bogor dan lulus tahun 2007, dan menyelesaikan sekolah tingkat atasnya di SMA Negeri 8 Bogor.

Setelah lulus dari SMA pada tahun 2010, penulis memilih melanjutkan pendidikannya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan memilih Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis menyelesaikan Strata 1 dengan menulis skripsi yang berjudul “Interaksi Sosial dalam Kumpulan Cerpen Orang-orang Bloomington Karya Budi Darma dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA”.