e-ISSN 2715-0798 https://ejournal.sttgalileaindonesia.ac.id/index.php/ginosko Volume 1, No 2, Mei 2020 (135-143)

Penggenapan Pengharapan Mesianik pada Masyarakat Jawa dalam Perpektif Alkitab

Andy Audi Lukito Sekolah Tinggi Teologi Galilea, Yogyakarta [email protected]

Abstraksi: The concept of or Messianic expectation does not only belong to and Judaism. This notion is universal and one of tribes which believe in this expectation is the Javanese - Indonesian. Among Javanese, this expectation arises in the form of the hope of Ratu Adil. Throughout the history of the Javanese, this expectation continues to grow, especially when they face the difficulty times. Expetation for the coming of the helper and liberator for the community. This expectation actually has parallels with the Messianic expectation in the Jews and Christians teology. If Jesus Christ has become a fulfillment for Christianity mesianic expectation then, Jesus Christ can also be a fulfillment to the expectation of the Ratu Adil among Javanese.

Keywords: Javanese society; messiah; messianic expectations; Ratu Adil

Abstrak: Konsep Mesias atau harapan Mesianik tidak hanya milik agama Kristen dan Yudaisme. Gagasan ini bersifat universal dan salah satu suku yang percaya pada harapan ini adalah orang Jawa - . Di kalangan orang Jawa, harapan ini muncul dalam bentuk harapan Ratu Adil. Sepanjang sejarah orang Jawa, harapan ini terus tumbuh, terutama ketika mereka menghadapi masa-masa sulit. Harapan untuk datangnya penolong dan pembebas bagi masyarakat Jawa. Harapan ini sebenarnya memiliki kesamaan dengan harapan Mesianik dalam teologi Yahudi dan Kristen. Jika Yesus Kristus telah menjadi penggenapan bagi harapan mesianik Kristen, maka Yesus Kristus juga dapat menjadi penggenapan dari harapan Ratu Adil di kalangan orang Jawa.

Kata kunci: masyarakat Jawa; mesias; pengharapan mesianik; Ratu Adil

PENDAHULUAN Pengharapan mesianik seringkali dimengerti hanya milik agama Kristen dan Yuda- isme.1 Sebenarnya pengharapan mesianik adalah pengharapan universal yang dimiliki oleh hampir seluruh suku bangsa di dunia ini. Hal senada dikatakan oleh David H. Yarn, Jr.: Although the concept of a messiah is perhaps widely thought of as distinctively Judaic and Christian, or uniquely Judeo-Christian, even a cursory examination of world religions or the academic field called comparative religion will reveal almost a universality of the concept.2 Pengharapan mesianik sendiri memiliki pengertian sebagai “the belief in the advent of a messiah who acts as the savior or liberator of a group of people”3 Universalitas

Yehudah) adalah agama asli bangsa Yahudi, yang ,יהודה 1Yudaisme atau agama yahudi (dari kata Ibrani merangkum seluruh tradisi dan peradaban religi, budaya, maupun hukum bangsa Yahudi. (https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Yahudi diakses 6 Desember 2019 pukul 10:45WIB) 2https://www.churchofjesuschrist.org/study/ensign/1972/04/the-messianic-expectation?lang=eng (diakses 6 Desember 2019 pukul 11:00 wib) 3 https://www.dictionary.com/browse/messianism (diakses 6 Desember 2019 pukul 11:08 wib)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 135 Penggenapan Pengharapan Mesianik Ratu Adil pada Masyarakat Jawa…(Andy A. Lukito)

pengharapan mesianik ini terbukti dengan dapat ditemukannya di berbagai kepercayaan dan tempat di muka bumi ini. Bukan saja agama-agama Abrahamaik, melainkan agama-agama lain juga seperti: Zoroastrianism (Saoshyant), (Maitreya), (), Taoism (Li Hong), and Bábism (He whom God shall make manifest)4, dan agama lainnya. Karena sifatnya yang universal pula, maka tidak mengherankan jika pengharapan ini juga muncul di Indonesia. Salah satu suku yang memiliki pengharapan mesianik adalah suku Jawa. Sebuah pengharapan akan munculnya seorang “Ratu Adil” yang akan menyelamatkan orang Jawa ketika menghadapi masa yang penuh dengan penderitaan. Sedemikian kuatnya pengharapan atas sosok penyelamat ini, sehingga dari waktu ke waktu pengharapan ini terus menjadi oase ketika masa-masa sulit dan kritis dialami oleh orang Jawa sampai saat ini.

Pengharapan Mesianik Kata mesianik merupakan kata bentukan dari "Mesias". Messiah berasal dari bahasa mashiah, moshiah, mashiach, or moshiach, yang berarti yang “diurapi”. Ini ;משיח :Ibrani adalah sebuah terminologi yang digunakan dalam Perjanjian Lama, merujuk kepada imam atau raja yang secara tradisi diurapi.5 Istilah yang diurapi juga memiliki pengertian diberkati dan dipilih secara khusus. Gagasan ini memiliki pengharapan bahwa akan munculnya “penyelamat yang akan datang” hal ini sejalan dengan definisi yang diberikan oleh Gerbern S. Oegema dalam bukunya The Anointed and His People: Messianic Expectations from the Maccabees to Bar Kochba yang mengatakan, “A messiah is a royal, priestly or an otherwise characterized figure, who will play a liberating role the end of time” (1998: 290). Menurut Mustafa Selim Yılmaz, dalam An Overview of the Adventure of Meaning of Concept of Messiah within the Covenant Tradition menjelaskan bahwa gagasan mesianik telah memberikan kesan yang mendalam dalam sejarah manusia dan tersebar luas. Ia menjelaskan: This notion, which has made a very deep impression in the history of humanity and has shaped some worldviews, has maintained its both significance and influence until today. This notion that has a content that represents “Eschatological Savior” has been developed in Jewish and Christian theology. The traces of this tendency, besides, can be encountered in every region and at every period of time when the hope is lost and where there is a search for a new hope.

Pengharapan mesianik ini bukan hanya merupakan pengharapan yang sifatnya teologis, melainkan mencakup psikologis dan juga sosial. Bahkan pergumulan psikologis dan sosial yang lebih dominan didalam pengharapan mesianik ini. Hal ini dijelaskan oleh Yılmaz: Even though the concept of Messiah heavily a theological issue, it is a psycho- sociologic phenomenon in essence. The ideas shaped around the notion “Messiah” are formed by human’s fear and anxiety and grounded as a way of social salvation.6 (Journal of Religion Inquiries. Page 86)

4https://en.wikipedia.org/wiki/Messianism#cite_note-1 (diakses 26 Desember 2019) 5https://en.wikipedia.org/ 6Dini Tetkikler Dergisi – Journal of Religion Inquiries pages 85-101. Bisa juga di download di https://dergipark.org.tr/tr/download/article-file/516173 (diakses pada 26 Desember 2019)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 136 GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)

Muculnya Pengharapan Mesianik Dalam setiap periode sejarah dan setiap komunitas, selalu ada orang-orang yang tertindas, dieksploitasi, dan diabaikan. Kondisi tersebut mendorong mereka untuk mencari jalan keluar. Mereka berusaha mencari keselamatan dan kehidupan yang damai. Terkadang mereka mampu mendapatkan solusi secara langsung dengan kemampuan mereka sendiri. Tidak jarang mereka menghadapi kenyataan yang mungkin menakutkan bagi mereka, sehingga mereka mulai mengembangkan beberapa jenis mekanisme pertahanan dan salah satunya dengan melarikan diri dari kondisi tersebut dan menciptakan sebuah pengharapan akan datangnya seorang penolong yang akan menyelamatkan mereka. Itulah yang kemudian disebut oleh Yilmaz sebagai “harapan mesianik”. Harapan tersebut kemudian menciptakan banyak legenda yang terukir didalam hati dan terpelihara dari generasi ke generasi selama berabad-abad.7

Ratu Adil dalam Masyarakat Jawa Sebagaimana dijelaskan pada bagian pendahuluan bahwa pengharapan mesianik di antara orang Jawa menyeruak dan mengambil wujud “Ratu Adil”, yakni kepercayaan dan harapan terhadap seorang Pembebas atau pemimpin yang membebaskan mereka dari penindasan, krisis dan lain-lain. Sebuah harapan akan datangnya seorang pemimpin yang adil, yang memiliki kriteria seorang tokoh ideal yang bersifat adil. Sifat ini memiliki konotasi bijaksana, arif, jujur, tidak berpihak dan mendahulukan kepentingan umum. (Susanto Pudjomartono, Gatra, 9 Agt 2003). Kepercayaan ini di tempat lain, berkembang menjadi kepercayaan terhadap Satrio Piningit yaitu seorang ksatria (pemimpin) yang masih bersembunyi yang pada suatu saat (yang tepat) akan keluar. Ia akan menunjukkan jiwa ksatriaannya selaku pembela kebenaran dan pembasmi kejahatan. Ia juga yang akan menciptakan keadilan, ketentraman, dan kemakmuran. Ia adalah sang Ratu Adil.

Munculnya Pengharapan terhadap Ratu Adil Konsep dan pandangan tentang Ratu Adil tidak lepas dari dua tokoh dalam sejarah kejawen yang melegenda. Tokoh pertama adalah dengan ramalannya yang dikenal dengan Jangka Jayabaya. Tokoh kedua adalah Raden Ngabehi Ranggawarsita, seorang pujangga terakhir dalam tradisi kepustakaan Jawa. Kedua tokoh itu hidup pada jaman yang berbeda namun memiliki tali benang merah yang sama tentang pribadi sang Ratu Adil. Jayabaya adalah raja kediri yang memerintah pada 1135-1157 M. Ia dikenal futuristik dan memiliki ramalan tentang pada masa yang akan datang.8 Ramalan yang dibuat oleh Raja Jayabaya sering disebut Jangka Jayabaya. Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa yang dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga. Dalam bentuk tertulis, dapat dilihat pada kitab Musasar yang digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yang menuliskan bahwa Jayabaya yang membuat ramalan-ramalan tersebut.9 Ramalan (jangka) Jayabaya tersebut diperkuat oleh kajian adalah Raden Ngabehi

7Ibid., 87 8https://id.wikipedia.org/wiki/Jayabaya (diakses 7 Desember 2019 pukul 10:13) 9https://id.wikipedia.org/wiki/Ramalan_Jayabaya (diakses 7 Desember 2019 pukul 10:13)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 137 Penggenapan Pengharapan Mesianik Ratu Adil pada Masyarakat Jawa…(Andy A. Lukito)

Ranggawarsito (R. Ng. Ranggawarsito), seorang Pujangga Besar dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Ranggawarsio yang dianggap pujangga besar terakhir tanah Jawa.10 Ranggawarsito di dalam salah satu karyanya, yaitu Serat Kalatidha, pupuh sinom banyak membahas tentang kondisi yang memiliki kemiripan dengan apa yang diramalkan oleh Jayabaya. Hal inilah yang semakin menegaskan ramalan Jayabaya. Berbeda dengan pendapat pada umumnya, Philip van Akkeren dalam bukunya Dewi Sri dan Kristus mengatakan bahwa sebenarnya kepercayaan tentang Ratu Adil yang menjadi raja yang akan memerintah dalam keadilan dan kedamaian sudah lama ada dalam budaya Jawa. Ini berasal dari kepercayaan Jawa-Hindu (Akkeren 1995:53). Dalam sastra klasik Jawa Hindu, raja-raja yang dianggap sebagai penyelamat, kebanyakan dianggap penjelmaan dewa Wishnu. Sedangkan ramalan (jangka) Jayabaya dianggap sebagai ramalan paling terakhir yang paling terkenal tentang datangnya seorang Ratu Adil adalah ramalan Jayabaya. Raja abad keduabelas dari kerajaan di Kediri (Korver, 1985:74). Pengharapan ini muncul karena orientasi orang Jawa kepada kejayaan masa lalu. Mereka selalu bercermin kepada kondisi yang telah lalu. Bermodalkan kondisi masa lalu yang baik, mereka mengharapkan kondisi yang terjadi dan akan datang sebaik masa lalu atau bahkan lebih. M. Suprihadi Sastrosupono menjelaskan, In Javanese society is found a nostalgia for a golden age of the glorious past. There is tendency to evaluate things using old values as reflected in ancient teaching. This explains why the forecast of a great age is often used as a device for asking about what has happened or is going toh happen. Closely linked to this is the desire for the appearance old a “Ratu Adil” (a wise and just ruler), together with the dawning of a just and prosperous age, both in physical and ib the spiritual sense, bringing peace and prosperity (1983:33).

Pengharapan ini senantiasa menjadi pengharapan utama bagi orang Jawa secara khusus ketika menghadapi kondisi sulit. Pengharapan kepada Ratu Adil semakin mengemuka ketika pulau Jawa memasuki masa yang paling kelam pada abad 18 (Akkeren 1995:52). Pada saat VOC (Belanda) mulai mencengkeramkan kukunya dan menguasai pulau Jawa. Masyarakat Jawa mengalami penindasan yang sangat berat. Semua kekayaan dan hasil bumi dirampas oleh Kompeni dan dibawa ke negeri Belanda. Di masa-masa sulit inilah kepercayaan terhadap Ratu Adil dikalangan masyarakat Jawa semakin memuncak. Sejak saat itu, setiap kali menghadapi masa-masa sulit, orang Jawa kembali mengingat ramalan raja Jayabaya dan mengharapkan akan datangnya Ratu Adil.

Pengharapan terhadap Ratu Adil Pengharapan terhadap Ratu Adil sedemikian kuat di kalangan orang Jawa. Tidaklah mengherankan karena bagi orang Jawa, Ratu Adil itu juga seorang yang sangat “dijagokan”. Seseorang yang dianggap sebagai “dewa penolong” yang akan mengentaskan mereka dari seluruh permasalahan dan penderitaan yang akan membawa mereka kepada cita-cita terbesar orang Jawa: “Gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja” (suatu kondisi aman tentram, adil dan makmur). Oleh karenanya, gairah besar untuk menunggu Ratu Adil masih sangat hidup di kalangan masyarakat Jawa. Ia merupakan harta satu-satunya begitu orang

10https://karatonsurakarta.com/?page_id=284 (diakses 7 Desember 2019)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 138 GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020) tidak mempunyai apa-apa lagi untuk diharapkan. Sindunata dalam Bayang-bayang Ratu Adil, menggambarkan Ratu Adil dalam kepercayaan Jawa sebagai Sahabat abadi manusia yang tidak henti-hentinya mengharapkan dan menanti kedatangannya. Dia adalah spesqua. Akan tetapi dia juga merupakan pengharapan yang ditunggu manusia. Dia adalah juga spesqua, oleh karena itu mereka mengikatkan diri kepadanya, juga kalau resikonya terlihat tidak masuk akal. Bagi orang Jawa, Ratu Adil seperti detak jantungnya. Orang tidak dapat menceraikan dengan dirinya (1999:84-85). Lebih jauh lagi, Ratu Adil bukan saja dipercayai akan memberikan kondisi yang aman, adil dan makmur saja, tetapi ia akan memerintah dalam kerajaan yang baru tersebut. Sindunata menjelaskan: Menurut Tradisi Ratu Adil, orang Jawa menantikan sesuatu “Kerajaan Baru”, dimana tidak ada lagi kemiskinan, kekurangan dan penderitaan. Sesuai dengan mistik jawa, dalam “Kerajaan Baru” itu mungkin mereka akan merayakan pesta perkawinan yang difinitif: sebagai mempelai wanita mereka akan berjumpa dengan mempelai laki-laki mereka yakni Ratu Adil (1999:85).

Apakah Pengharapan Ratu Adil Sudah Terpenuhi? Sejarah mencatat, bahwa ada begitu banyak orang ataupun sebuah gerakan dianggap atau memproklamasikan diri sebagai Ratu Adil. Sebagai yang diharapkan untuk mengentaskan Indonesia – Jawa Khususnya, dari penderitaan dan membawa mereka menuju keadaan yang diidam-idamkan. Pangeran Dipenogoro I dan II pada abad ke-18 dan ke-19 pernah diharapkan sebagai Ratu Adil yang mengentaskan penderitaan orang Jawa dari penindasan Kompeni Belanda (Akkeren 1995:55). Karena begitu kuatnya pengharapan tersebut, Westerling (Belanda) dalam pemberontakannya kepada NKRI yang telah merdeka, memberi nama pasukannya sebagai Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Berikut informasinya: Dibentuk pada tahun 1949, Angkatan Perang Ratu Adil kebanyakan beranggotakan bekas pasukan Koninklijke Nederlands Indische Leges (KNIL) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda. Nama Ratu Adil sendiri diambil dari salah satu nama dalam ramalan 'Jangka' Jayabaya yang biasa digambarkan sebagai seorang ksatria yang akan membebaskan bangsa Indonesia dari keterpurukan. Oleh APRA, nama Ratu Adil akhirnya digunakan sebagai cara untuk meraih simpati dan dukungan dari masyarakat. Berbekal kepercayaan masyarakat tersebut, akhirnya APRA dengan mudah menghasut rakyat untuk ikut bergabung dalam rencana pemberontakan. APRA sendiri dipimpin oleh Kapten Raymond Pieree Paul Westerling.11 Pergerakan Sarekat pada jamannya juga pernah diharapkan menjadi sebuah pergera- kan Ratu Adil. Pangeran Ngabehi putera sulung Susuhanan yang menjabat selaku pelindung Sarekat Islam tahun 1913 diharapkan sebagai Ratu Adil. Korver memaparkan: Ketika diketahui bahwa putra sulung Susuhunan menjadi anggota kehormatan Sarekat Islam bagaikan api yang merambat menjalar di desa-desa bahwa “ialah pangeran yang akan membebaskan si pribumi”. Berita-berita demikian selanjutnya dilaporkan daerah Bojonegoro, Tuban, Yogyakarta, dan sekitar Surabaya (1985:77).

11https://www.idntimes.com/science/discovery/candrikailhamwijaya/melawan-lupa-ini-dia-5-fakta- sejarah-peristiwa-kudeta-23-januari-c1c2 (diakses pada 7 Desember 2019 pukul 11:00)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 139 Penggenapan Pengharapan Mesianik Ratu Adil pada Masyarakat Jawa…(Andy A. Lukito)

Bukan itu saja, Sarekat Islam kembali diharapkan sebagai pergerakan dari Ratu Adil ketika dipimpin oleh Tjokroaminoto. Bahkan ia dianggap sebagai Ratu Adil sendiri yang akan datang. Kembali Korver melaporkan: Tjokroaminoto dianggap sebagai “raja” Sarekat Islam. Dalam kedudukan ini orang menghubungkannya dengan raja yang akan datang yang menurut ramalan Jayabaya pasti tiba. Di Jawa Barat diumumkan bahwa Tjokroaminoto yang akan menjadi raja Jawa yang baru. Juga terdapat suatu laporan saksi mata tentang bagaimana Tjokroaminoto disambut oleh rakyat di Situbondo dan sekitarnya, di Jawa Timur yang memberikan kesan kuat bahwa Sang Juru Selamatlah yang disambut bukan pemimpin utama Sarekat Islam (1985:79).

Sampai saat ini pun harapan seorang pemimpin yang bijak, adil dan mengutamakan kepen- tingan masyarakat luas masih diidam-idamkan oleh masyarakat Jawa dan Indonesia pada umumnya. Bursa pemilihan presiden pun oleh banyak kalangan diidentikkan dengan peng- harapan terhadap Ratu Adil yang akan memerintah di Indonesia. Dari kesemua hal di atas nyata sekali bahwa Ratu Adil bagi masyarakat Jawa masih merupakan suatu pengharapan yang belum terjawab. Ia masih merupakan sosok yang tersembunyi; sosok yang diharapkan; sosok yang dipuja namun belum kunjung tiba. Sampai saat ini, belum ada pribadi yang tepat yang dapat menyandang gelar Ratu Adil. Yang datang dan membawa keadilan, ketentraman dan kemakmuran bagi orang Jawa.

PEMBAHASAN Memanfaatkan Ratu Adil untuk Mengkomunikasikan Injil Don Richardson dalam bukunya Kerinduan Akan Allah yang Sejati, menjelaskan, bahwa Allah telah menentukan metafora-metafora dan konsep-konsep yang memberi pertan- da tentang Allah dan Kristus, untuk mempermudah proses penyelamatan di dalam suatu kebudayaan bangsa yang bukan Yahudi. Dengan kata lain, Allah telah mempersiapkan bangsa-bangsa yang bukan Yahudi untuk menerima Injil (1996:39-40). Hal ini berarti Allah tentu juga memberikan metafora atau konsep yang mempersiapkan suku Jawa untuk menerima Injil. Mungkin ada beberapa metafora atau konsep yang ada di tengah-tengah ma- syarakat Jawa yang dapat digunakan sebagai kendaraan untuk menyeberangkan Injil. Tetapi metafora atau yang konsep yang sampai sekarang masih sangat nyata dan belum terpenuhi di tengah-tengah masyarakat Jawa adalah pengharapan mesianik terhadap Ratu Adil.

Yesus Kristus Adalah Ratu Adil Pengharapan orang Jawa akan datangnya Ratu Adil mempunyai kesejajaran dengan pengharapan bangsa Yahudi terhadap Mesias. Orang-orang Yahudi mengharapkan Mesias yang akan mengentaskan mereka dari penindasan dan juga penderitaan. Demikian juga orang Jawa mengharapkan Ratu Adil yang akan mengangkat mereka dari penderitaan dan keterpurukan. Hanya yang membedakannya adalah pengharapan mesianik bangsa Yahudi yang bersumber kepada Perjanjial Lama memiliki unsur teologi sedangkan pengharapan kepada Ratu Adil milik orang Jawa hanya unsuk psikologis dan sosial tanpa unsur teologis. Dalam kepercayaan bangsa Yahudi sendiripun, unsur teologisnya menjadi kabur dan unsur psioko-sosial yang mengemuka dan menjadi pengharapan utama. Hal ini nampak begitu kuat diantara bangsa Yahudi yang diwakili oleh para murid Yesus yang mengatakan,

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 140 GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)

“Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?" (Kis. 1:6). Pertanyaan tersebut justru dilontarkan para murid ketika mereka hidup bersama dengan Yesus, mendengar pengajaranNya dan bahkan menjadi saksi atas kematian dan kebangkitanNya. Pada akhirnya para murid dan pengikut- Nya mempercayai bahwa Yesus Kristus adalah penggenapan atas pengharapan Mesianik mereka. Merekapun selanjutnya memberitakan bahwa Yesus adalah penggenapan atas Mesias yang diharapkan. Yesus Kristus telah menjadi jawaban atas pengharapan Mesianis bangsa Yahudi. 12 Yesus Kristus tentunya juga menjadi jawaban atas pengharapan Ratu Adil di tengah-tengah orang Jawa. Ia memiliki semua persyaratan dan kriteria sebagai seorang Ratu Adil. Adapun persyaratan tersebut antara lain:

Seorang Raja atau Pangeran Yesus memenuhi kriteria sebagai seorang raja maupun pangeran. Yesaya 9:5 meng- gambarkan siapa Yesus yang sebenarnya: “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebut orang: Penasehat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang kekal, Raja Damai.” Orang-orang Majus yang mencari bayi Yesus sebagai seorang raja yang telah datang dengan bertanya-tanya: “Dimanakah Dia, Raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia (Matius 2:2). Bahkan pada saat di hadapan pengadilan Pontius bertanya kepada Yesus apakah Dia adalah seorang raja (Mat. 27:11; Mrk. 15:2; Luk. 23:3). Juga pada kematian-Nya di kayu salib, Pontius Pilatus memberikan tanda di salib Yesus yang berbunyi: “Inilah raja orang Yahudi” (Luk. 23:38). Yesus bukan saja raja bagi orang Yahudi, melainkan Ia juga merupakan Raja bagi seluruh umat manusia. Ia adalah Ia juga tentunya raja atas suku Jawa yang tengah menantikan seorang Ratu Adil.

Memiliki Kekuasaan Yesus memiliki kekuasaan yang tidak terbatas. Ia mengatakan, “KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.” (Mat. 28:18). Ia tidak saja memiliki kekuasaan di suatu daerah teritorial di bumi ini melainkan, ia berkuasa di sorga dan juga di bumi. Berkuasa bukan saja kepada salah satu suku bangsa tetapi atas seluruh umat manusia yang ada di seluruh bumi ini. Ini berarti ia juga memiliki kekuasaan terhadap suku Jawa. Bila ada raja yang memerintah, pada suatu saat ia akan mundur dan digantikan oleh penerusnya. Tetapi kerajaan Yesus Kristus tidak berkesudahan. Kesaksian Lukas mengutip perkataan malaikat Tuhan kepada Maria: Ia akan menjadi besar dan akan disebut anak Allah Yang Maha Tinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan (Luk. 1:32-33).

12Harls Evan R. Siahaan, “Memaknai Pentakostalisme Dalam Maksud Politis Lukas: Analisis Kisah Para Rasul 1:6-8,” DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 3, no. 1 (2018): 52–73, https://sttintheos.ac.id/e-journal/index.php/dunamis/article/view/174/140.

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 141 Penggenapan Pengharapan Mesianik Ratu Adil pada Masyarakat Jawa…(Andy A. Lukito)

Itu karena kerajaan-Nya bukanlah dari dunia ini (Yoh. 18:36). Bukan saja berkuasa di bumi, Ia juga berkuasa atas alam maut (band. Yes. 5:8). Setiap orang percaya kepada-Nya juga dipindahkan dari maut. Yesus mengatakan: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkata- anKu dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, Ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup (Yoh. 5:24).

Adil Yesus memiliki sifat yang adil karena hakekatnya adalah Yang Adil. Allah berjanji kepada umat manusia melalui nubuatan nabi Yeremia: Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri. Dalam jamannya Yehuda akan dibebaskan dan Israel akan hidup dengan tentram dan inilah namanya yang diberikan orang kepadanya: TUHAN – keadilan kita (Yer. 23:5-6).

Ia yang akan menjadi pengantara antara Allah dengan kita (band. 1 Yoh. 2:1). Dan karena keadilan-Nya maka Ia akan menghakimi seluruh umat manusia dengan keadilan. Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati (Kis. 17:31).

Kerajaan-Nya akan Sejahtera dan Makmur Yesus akan menghadirkan kerajaan yang baru sebagaimana yang diharapkan oleh orang-orang Jawa. Ia berjanji akan memberikan langit dan bumi yang baru (band. 1 Pet. 3:13). Dimana tidak ada lagi dukacita, penindasan, ratap tangis dan kekacauan. Kitab wahyu menggambarkan kerajaan yang baru tersebut seperti: Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkaungan atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu (Why. 21:3-4).

Lebih jauh lagi digambarkan:

Sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal, dan mengalir ke luar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba itu. Di tengah-tengah jalan kota itu, yaitu diseberang- menyeberang sungai itu ada pohon-pohon kehidupan yang berbuah dua belas kali, tiap- tiap bulan sekali dan daun pohon-pohon itu dipakai untuk menyembuhkan bangsa- bangsa. Maka tidak akan ada lagi laknat. Takhta Allah dan takhta Anak Domba akan ada di dalamnya dan hamba-hamba-Nya akan beribadah kepada-Nya…Dan malam tidak akan ada lagi di sana, dan mereka akan menerangi mereka…(Why. 22:2-5).

Pernikahan Definitif Sebagaimana dijelaskan di atas, dalam tradisi Ratu Adil, orang Jawa akan merayakan perayaan pernikahan definitif dengan sang Ratu Adil.13 Mereka sebagai mempelai wanita akan berjumpa dengan mempelai laki-laki yang adalah Ratu Adil. Demikian juga bagi orang yang mengharapkan Yesus Kristus. Orang yang percaya digambarkan seperti menunggu mempelai laki-laki (band. Mat. 25:1). Bahkan mereka akan bersama-sama dengan Yesus

13 Op.cit Sindunata, Bayang-bayang Ratu Adil.

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 142 GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)

Kristus yang adalah mempelai laki-laki kelak di “kerajaan baru” atau “Yerusalem baru” selama-lamanya (band. Why. 21:9-27).

KESIMPULAN Dari semua kriteria yang harus dimiliki oleh seorang “Ratu Adil” ada dalam pribadi Yesus Kristus. Dengan demikian, sebenarnya yang diharapkan oleh suku Jawa adalah Yesus Kristus yang adalah Ratu Adil yang sebenarnya. Metafora atau konsep Ratu Adil memang telah diletakkan oleh Allah sendiri sebagai jembatan komunikasi untuk menceritakan Injil Yesus Kristus agar orang Jawa juga memperoleh keselamatan yang dari Allah sendiri datangnya. Dan biarlah orang Jawa juga mendapat kelepasan dari seluruh penderitaan, penindasan, dan keterpurukan mereka. Bukan saja secara fisik dan temporer, melainkan mereka mendapatkannya di dalam Yesus Kristus dalam kekekalan. Biarlah mereka juga menjadi bangsa Allah yang “baru” dan sebagai “mempelai Anak Domba”, mereka akan berjumpa dengan mempelai pria mereka dan berseru “Datanglah ya Tuhan, Maranatha!”.

REFERENSI Alkitab, Jakarta: lembaga Alkitab Indonesia, 2001 Akkeren, Philip van. Dewi Sri Dan Kristus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995. Don Richardson. Kerinduan Akan Allah yang Sejati, Jakarta: Kalam Hidup, 1996. https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Yahudi https://www.churchofjesuschrist.org/study/ensign/1972/04/the-messianic- expectation?lang=eng https://www.dictionary.com/browse/messianism https://en.wikipedia.org/wiki/Messianism#cite_note-1 https://id.wikipedia.org/wiki/Jayabaya https://id.wikipedia.org/wiki/Ramalan_Jayabaya https://karatonsurakarta.com/?page_id=284 https://www.idntimes.com/science/discovery/candrikailhamwijaya/melawan-lupa-ini-dia-5- fakta-sejarah-peristiwa-kudeta-23-januari-c1c2 Korver, A.P.E. Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Jakarta: Grafitipers, 1985. Oegema, Gerbern S. The Anointed and His People: Messianic Expectations from the Maccabees to Bar Kochba, England: Sheffield Academic Press, 1998. Pudjomartono, Susanto. “Mencari Ratu Adil” Majalan Gatra No. 39 tahun ix., 2003. Siahaan, Harls Evan R. “Memaknai Pentakostalisme Dalam Maksud Politis Lukas: Analisis Kisah Para Rasul 1:6-8.” DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 3, no. 1 (2018): 52–73. https://sttintheos.ac.id/e- journal/index.php/dunamis/article/view/174/140. Sindhunata. Bayang-bayang Ratu Adil, Jakarta: Gramedia, 1999 Yılmaz, Mustafa Selim Yılmaz, 2018, An Overview of the Adventure of Meaning of Concept of Messiah within the Covenant Tradition ULUM 1/1 pages 85 - 101. Dapat juga di download http://doi.org/10.5281/zenodo.1488642

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 143