p ISSN 1693-0339 e ISSN 2579-8634

(Indonesian Journal of Ichthyology) Volume 19 Nomor 3 Oktober 2019

Prakata

Selamat bertemu penulis dan pembaca Pada edisi ini banyak ditampilkan tulisan Jurnal Iktiologi pada edisi nomor tentang ikan di perairan alami. Maghfiriadi et al. terakhir tahun 2019. Edisi ini memuat 12 artikel membeberkan iktiofauna di Sungai Alas, . yang menampilkan berbagai dimensi ikan dan Jusmaldi et al. menguraikan keanekaragaman perikanan. Artikel pertama dilaporkan oleh fauna ikan di Anak Sungai Mahakam Hulu, Ngaddi et al. yang mengevaluasi penggunaan Kalimantan Timur dan status konservasinya. monosodium glutamate terhadap respons fisio- Manangkalangi et al. menjelaskan tentang eko- logis, kinerja pertumbuhan, dan pemanfaatan logi trofik komunitas ikan di Sungai Nimbai, pakan pada ikan lele. Artikel berikutnya ditulis khususnya interaksi dan kompetisinya dengan oleh Fahmi et al. yang melakukan upaya penga- ikan pelangi Arfak. Bila tiga tulisan tersebut yaan Daphnia sp. dengan glutamin untuk me- berkaitan dengan ikan di perairan darat, khusus- ningkatkan kinerja pertumbuhan dan sintasan nya sungai; maka ada dua tulisan tentang ikan di larva ikan gurami. laut. Tulisan pertama menggambarkan variasi Murniasih et al. memberikan suplemen spatio-temporal kumpulan ikan di ekosistem glutamin bebas dalam pakan untuk meningkat- lamun Pulau Karang Congkak yang ditulis oleh kan respons fisiologis dan sintasan ikan botia. Putri et al., sedangkan tulisan kedua tentang Masih terkait dengan respons fisiologis ikan, aplikasi DNA barkoding ikan julung-julung di Firman et al. mengevaluasi kinerja pembangkit perairan Laut Maluku Utara oleh Achmad et al. gelembung mikro terhadap respons fisiologis Aspek biologi reproduksi ikan juga di- ikan nila dengan kepadatan berbeda pada sistem muat dalam edisi ini. Aspek biologi reproduksi resirkulasi. Irwan et al. menuliskan hasil penga- ikan molly di tambak dilaporkan oleh Tamsil matan mereka tentang bagaimana performa ikan dan Hasnidar; dan ikan gabus di Rawa Pening patin siam generasi ketiga hasil seleksi karakter diutarakan oleh Djumanto et al. bobot tubuhnya. Penyunting

Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3): 337-348

Evaluasi penggunaan monosodium glutamat terhadap respons fisiologis, kinerja pertumbuhan, dan pemanfaatan pakan pada ikan lele, Clarias gariepinus (Burchell, 1822) [Evaluation of monosodium glutamate suplementation on physiological response, growth performance, and feed utilization in North African Clarias gariepinus (Burchell, 1822)] Agustinus Ngaddi1, Dedi Jusadi1 , Wasjan1, Eddy Supriyono1

1Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Jl. Agatis, Kampus IPB, Dramaga, Bogor 16680

Diterima: 19 Desember 2018; Disetujui: 20 Agustus 2019

Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi pemberian pakan yang ditambah monosodium glutamat terhadap respon fisiologis, kinerja pertumbuhan, dan pemanfaatan pakan oleh ikan lele Clarias gariepinus yang dipelihara dalam media yang mengandung amonia tinggi. Ikan uji sebanyak 100 ekor, bobot rata-rata 11,9±0,3 g, masing-masing dipelihara di dalam sembilan tangki plastik (1×1×1 m3) di kolam percobaan Departemen Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor selama 60 hari. Selama masa pemeliharaan, ikan diberi pakan yang ditambah mo- nosodium glutamat masing-masing sebanyak 0%; 0,87%; dan 1,74%. Setiap perlakuan pemberian monosodium glutamat dilakukan pengulangan tiga kali. Pakan diberikan dua kali sehari secara at satiation. Selama masa budi daya tidak dilakukan pergantian air seperti yang dilakukan pembudidaya di kawasan yang sulit air. Hasil penelitian menun- jukkan bahwa penambahan monosodium glutamat di pakan menyebabkan terjadinya perubahan respons fisiologis ikan, yaitu penurunan nilai aktivitas enzim alanin transaminase dan kandungan amonia darah, serta peningkatan ka- dar glutamin usus. Pemberian pakan yang ditambah monosodium glutamat pada tiga dosis yang berbeda menghasil- kan kinerja pertumbuhan yang sama. Namun, pemberian pakan yang ditambah monosodium glutamat 0,87% meng- hasilkan nilai efisiensi pakan paling tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaaan monosodium glutamatKata penting: dapat Clariasmemperbaiki gariepinus respon, efisiensi fisiologis pakan, dan monosodium pemanfaatan glutamate, pakan, nam pertumbuhan,un tidak menin respongkatkan fisiologis kinerja pertum- buhan ikan.

Abstract A triplicate experiment was conducted to evaluate the supplementation of monosodium glutamate into the diet on physiological responses, growth performances, and feed efficiency of north African catfish Clarias gariepinus cul- tured in high ammonia environment. A hundred fish with an initial body weight of 11.9±0.3 g was rearing for 60 days without any water exchange in nine plastic tanks (1x1x1 m3) at experimental pond of Department of Aquaculture, Bogor Agricultural University. During rearing period, fish were fed on the diet supplemented with 0%, 0.87%, or 1.74 % of monosodium glutamate, two times a day at satiation. Result shows that the supplementation of monoso- dium glutamate in feed stimulates change in fish physiological responses such as lower Alanin Transaminase mono- sodium glutamate enzyme activity, lower blood ammonia, and higher intestinal glutamine. Feeding using monoso- dium glutamate-supplemented feed at three different doses results in the same growth rate. However, the highest feed efficiency of North African catfish was recorded in the treatment of feed supplemented with 0.87% monosodium glutamate. Thus, it can be inferred that the usage of monosodium glutamate may improve physiological response and feed efficiency but does not affect fish growth rate.

Keywords: Clarias gariepinus, feed efficiency, growth, monosodium glutamate, physiological response

Pendahuluan daya yang demikian, keuntungan petani bergan- Budi daya ikan lele Clarias gariepinus di tung kepada cara budi daya dan kualitas pakan Indonesia banyak berkembang di wilayah yang yang digunakan. Nilai konversi pakan (food minim air. Di wilayah tersebut, budi daya lele di- convertion ratio, FCR) yang diperoleh menca- lakukan tanpa pergantian air. Pada kondisi budi pai 1,1 (hasil wawancara dengan pembudidaya ______lele di Parung). Nilai FCR ini lebih tinggi dari- Penulis korespondensi Alamat surel: [email protected], [email protected]

Masyarakat Iktiologi Indonesia Penggunaan monosodium glutamate pada ikan lele

pada budidaya lele di lokasi dengan sumber air me asam-asam amino dan protein di berbagai melimpah (FCR = 1,0), atau budi daya lele sis- jaringan tubuh (Cooper & Plum 1987, Jürss & tem bioflok (FCR sekitar 0,7-0,8) (Sogbesan et Bastrop 1995) untuk memenuhi kebutuhan Glu al. 2017, Fauji et al. 2018). Nilai FCR yang re- yang tinggi dalam mengubah amonia menjadi latif tinggi pada budi daya ikan lele tanpa ganti glutamin dengan bantuan GS (Saha et al. 2007, air akan berimplikasi pada tingginya biaya pro- Chew & Ip 2014). Peningkatan katabolisme ter- duksi, sehingga keuntungan pembudidaya relatif sebut diduga menyebabkan peran dari berbagai lebih rendah. Oleh karena itu, perlu diupayakan asam amino sebagai pembangun tubuh akan peningkatan efisiensi pemanfaatan pakan, agar berkurang. Dengan demikian, penambahan Glu nilai FCR menurun. di dalam pakan diduga dapat menambah Kolam tempat budi daya ikan lele yang ketersediaan Glu di dalam tubuh ikan, sehingga tidak ganti air memiliki kandungan oksigen untuk konversi amonia menjadi Gln, tidak terlarut di bawah 1 mg L-1, dan total amonia di memerlukan Glu hasil katabolisme dari asam atas 20 mg L-1 (hasil pengukuran pada kolam amino lain yang ada di dalam tubuh ikan. budi daya di Parung). Tingginya kadar amonia Namun, penambahan Glu di pakan memiliki air diduga akibat akumulasi buangan metabolit biaya yang relatif mahal, sehingga diperlukan berupa feses, urin, dan amonia. Proses ekskresi alternatif lain untuk menggantikan Glu tersebut. amonia dari tubuh ikan terjadi melalui insang Salah satu sumber pengganti Glu yang dapat di- dengan cara difusi dari darah ke air melalui gunakan adalah monosodium glutamat (MSG). pertukaran ion (Wilkie 2002). Proses ekskresi MSG merupakan garam dari Glu yang amonia dari tubuh ikan pada kondisi amonia memiliki kandungan Glu sebesar 87,5%. Bebe- lingkungan yang tinggi akan terhambat sehingga rapa penelitian melaporkan bahwa penambahan terjadi peningkatan kadar amonia di dalam Glu pada pakan ikan mas Cyprinus carpio (Lin tubuh ikan (Chen & Kou 1993). Pada kondisi & Zhou 2006), grass Ctenopharyngodon demikian, terjadi peningkatan aktivitas enzim- idella (Zhao et al. 2015), yuwana Sparus aurata enzim glutamate dehydrogenase (GDH), glut- (Caballero-Solares et al. 2015) dapat mening- amine synthethase (GS), alanine aminotrans- katkan kinerja pertumbuhan, efisiensi pakan, aminase (ALT), dan aspartate aminotransamin- rasio konversi pakan, struktur histologis usus, ase (AST), serta terjadi peningkatan konsentrasi dan aktivitas enzim pencernaan, retensi protein. berbagai asam amino bebas non-esensial, Menurut Tapiero et al. (2002) dan Newsholme terutama aspartat, alanin, glutamat, glutamin, et al. (2003), penambahan Glu dapat meningkat- dan taurin (Saha et al. 2002). Peningkatan kan Gln tubuh yang berperan meningkatkan aktivitas berbagai enzim, serta peningkatan fungsi-fungsi fisiologis dan pemeliharaan fungsi jumlah asam amino bebas non-esensial tersebut sel. Dengan demikian, penambahan MSG dalam menyebabkan detoksifikasi amonia yang terjadi pakan diharapkan dapat menambah ketersedian melalui jalur pembentukan glutamin dan asam Glu dalam tubuh, sehingga dapat memenuhi amino bebas. Di sisi lain, peningkatan aktivitas kekurangan yang dibutuhkan untuk pertum- GDH untuk menghasilkan glutamat (Glu) buhan, akibat proses konversi amonia menjadi menunjukkan terjadinya peningkatan katabolis- Gln, pada kondisi media pemeliharaan dengan

338 Jurnal Iktiologi Indonesia Ngaddi et al.

kandungan amonia tinggi. Oleh sebab itu, lakuan juga ditambah glisin. Glisin ditambahkan penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ke setiap pakan perlakuan dalam jumlah yang penggunaan MSG dalam pakan terhadap res- berbeda, sehingga semua pakan perlakuan mem- pons fisiologis, kinerja pertumbuhan dan pe- peroleh protein yang sama (Tabel 1). Pakan uji manfaatan pakan pada ikan lele yang dibudi- yang digunakan menunjukkan iso protein dan daya tanpa ganti air. iso energi. Kandungan protein pakan uji rata- rata berkisar 28,68 ± 0,99 dan total energi berki- Bahan dan metode sar 397,32 ± 13,81. Waktu dan tempat penelitian Pakan uji tersebut juga diuji kandungan Penelitian ini dilaksanakan selama empat asam amino dengan menggunakan Highly Per- bulan pada bulan Oktober 2017-Januari 2018. formance Liquid Chromatography di Laborato- Pemeliharaan ikan dilaksanakan di area Kolam rium PT. Saraswanti Indo Genetech, Bogor. Percobaan Depertemen Budidaya Perairan Fa- Komposisi asam amino dapat dilihat pada Tabel kultas Perikanan dan Kelautan IPB. Analisis 2. Asam glutamat pakan meningkat seiring de- proksimat pakan dan kadar amonia darah dila- ngan penambahan MSG ke pakan, sedangkan kukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Glisin mengalami penurunan seiring dengan me- Budidaya Perairan IPB. Analisis asam amino nurunnya jumlah glisin yang ditambahkan aki- pakan dilaksanakan di Laboratorium Saraswanti bat peningkatan jumlah MSG pakan. Indo Genetech Bogor. Pemeliharaan ikan dan pengambilan sampel Pakan uji Budi daya dilakukan di kawasan Kolam Pakan uji yang digunakan pada peneli- Percobaan Departemen Budidaya Perairan IPB. tian ini adalah pakan komersial untuk ikan lele. Ikan uji yang digunakan adalah ikan lele dumbo MSG ditambahkan ke dalam pakan dengan cara dengan bobot individu 11,9 ± 0,3 g dengan pan- pelapisan. Di dalam penelitian ini, sebagai per- jang sekitar ±12 cm. Ikan dibudidaya di dalam 9 lakuan adalah pakan yang ditambah MSG pada tangki plastik dengan ukuran 1×1×1 m3 masing- tiga dosis yang berbeda, seperti pada Tabel 1. masing tangki diisi ikan sebanyak 100 ekor. Setiap pakan perlakuan diberikan ke ikan lele di Kadar amonia air dinaikkan setelah hari ke tiga tiga wadah, sehingga penelitian ini mengguna- pemeliharaan hingga mencapai nilai 20 mg L-1 kan tiga ulangan. Pakan kontrol adalah pakan dengan menambahkan amonium klorida komersial yang tidak ditambah MSG. Pakan (NH4Cl) secara bertahap. Kandungan amonia air MSG 0,87% dan 1,74% adalah pakan komersial meningkat seiring dengan waktu pemeliharaan yang ditambah MSG merek Ajinomoto masing- yang mencapai 72,4-73,7 mg L-1 (Tabel 3). Ikan masing sebanyak 0,87% dan 1,74%. Penambah- dibudidaya selama 60 hari, sesuai dengan masa an MSG sebanyak 0,87% dan 1,74% diharapkan budi daya untuk mencapai ukuran ikan masing-masing setara dengan 0,75% (Zhao et konsumsi. Selama masa budi daya tidak dilaku- al. 2015) dan 1,5% Glu, karena berdasarkan per- kan pergantian air, serta pakan diberikan secara hitungan berat molekul, di dalam MSG mengan- at satiation pada pagi dan sore hari. Jumlah pa- dung 87,5% Glu. Selain MSG, setiap pakan per- kan yang dikonsumsi ikan dicatat setiap harinya

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 339 Penggunaan monosodium glutamate pada ikan lele

untuk keperluan perhitungan nilai efesiensi pa- gen terlarut diukur dengan menggunakan DO kan (EP). Pemantauan kualitas air yang meliputi meter Lutron DO-5510, TAN diukur dengan suhu, oksigen terlarut, total amonia nitrogen metode fenat, serta pH diukur dengan menggu- (TAN), dan pH dilakukan setiap 7 hari. Suhu air naka pH meter Hanna model 98107. Data kua- diukur dengan menggunakan termometer, oksi- litas air selama penelitian terlihat pada Tabel 3.

Tabel 1 Komposisi pakan dan hasil proksimat (%) pakan perlakuan untuk lele Pakan perlakuan Bahan MSG 0 % MSG 0,87 % MSG 1,74 % Pakan komersial 94,35 94,35 94,35 Monosodium glutamat 0,00 0,87 1,74 Glisin 1,75 0,88 0,01 Binder 0,30 0,30 0,30 Kuning telur ayam 0,60 0,60 0,60 Putih telur ayam 3,00 3,00 3,00 Total 100 100 100 Proksimat: Air 7,.54 5,15 10,71 Abu 9,13 9,56 8,57 Protein 28,67 29,68 27,69 Lemak 6,37 5,80 4,90 Serat kasar 3,91 4,18 4,09 BETN 44,38 45,63 44,04 GE (kkal 100 g-1) 402,39 407,89 381,69 Keterangan: BETN = Bahan esktrak tanpa nitrogen, GE = Gross energi (Watanabe 1988), 1 g protein = 5,6 kkal g-1, 1 g lemak = 9,4 kkal g -1, 1 g karbohidrat/BETN = 4,1 g-1.

Tabel 2 Komposisi asam amino (g/100 g) pakan perlakuan Perlakuan Asam amino (g/kg) MSG 0% MSG 0,87% MSG 1,74% Histidin 0,68 0,68 0,75 Treonin 1,06 1.06 1,11 Prolin 1,47 1,51 1,48 Tirosin 0,81 0,79 0,89 Leusin 2,03 2,07 2,05 Aspartat 2,20 2,58 2,45 Lisin 1,83 2,00 1,80 Sistin 0,09 0,09 0,10 Arginin 1,66 1,67 1,82 Alanin 1,42 1,51 1,45 Valin 1,19 1,21 1,21 Isoleusin 0,98 1,00 0,99 Fenilalanin 1,29 1,31 1,44 Serin 1,30 1,27 1,33 Metionin 0,56 0,56 0,59 Glisin 3,01 2,34 1,86 Glutamat 4,34 5,51 5,78

340 Jurnal Iktiologi Indonesia Ngaddi et al.

Tabel 3 Kualitas air selama penelitian Pakan perlakuan Parameter MSG 0 % MSG 0,87 % MSG 1,74 % Suhu (qC) 27-29 27-29 27-29 pH 7-8 7-8 7-8 Oksigen terlarut (mg L-1) 1,4-1,5 1,4-1,5 1,4-1,5 Total amonia (mg L-1) 5,0-73,7 5,0-72,5 5,0-73,5

Pada hari ke 60 masa budi daya, ikan di- sampel hati dikalikan 100. Pengukuran aktivitas puasakan selama satu hari, kemudian pada hari enzim alanin aminotransaminase (ALT) dan ke 61 seluruh ikan ditimbang untuk mengetahui aspartate aminotransaminase (AST) yakni da- bobot total ikan. Jumlah ikan yang hidup juga rah ditambahkan reagen AST dan ALT Liqui- dihitung, untuk mengetahui tingkat sintasan. Se- form dan diukur berdasarkan prosedur standar belum pengambilan sampel untuk analisis para- UV Kinetik-IFCC pada panjang gelombang 340 meter fisiologis, ikan terlebih dahulu dibius de- nm menggunakan Vet-Semi Auto Chemistry ngan menggunakan pembius Ocean free special Analyzer. Analisis dilakukan di Laboratorium arowana stabilizer dengan dosis 1 ml L-1 di da- Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, lam air yang diberi es. Ikan sebanyak 10 ekor IPB. Amonia darah diukur dengan metode dari tiap ulangan ditimbang bobot tubuh, diam- phenate (APHA 1998), serta glutamin usus bil hati dan ditimbang bobot hati untuk pengu- diukur menggunakan Glutamine Determination kuran indeks hepatosomatik (IHS). Untuk peng- Kit dari Abcam, dibaca pada panjang gelombang ujian aktivitas kadar glutamin, sampel usus di- 450 nm menggunakan Elisa Reader. ambil dari lima ekor ikan dari setiap ulangan. Untuk uji aktivitas enzim aspartate aminotrans- Analisis Data ferase (AST) dan alanin aminotransferase Penelitian ini dilakukan dengan menggu- (ALT) dan amonia darah, darah diambil dari nakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga ekor ikan pada setiap ulangan. tiga perlakuan pakan dan tiga ulangan. Penga- turan dan penempatan tangki pemeliharaan dila- Parameter uji kukan secara acak dengan menggunakan bi- Parameter uji yang diukur untuk menge- langan acak (Steel & Torrie 1993). Data yang valuasi keberhasilan perlakuan di dalam peneli- diperoleh ditabulasi dengan program Excel MS tian adalah parameter biologis dan fisiologis Office 2013. Data kinerja pertumbuhan, aktivitas ikan. Parameter biologis terdiri atas laju pertum- enzim ALT dan AST, indeks hepatosomatik buhan harian (Zonneveld et al. 1976), efisiensi (IHS) dianalisis menggunakan ANOVA pada pakan (NRC 2011), jumlah komsumsi pakan, selang kepercayaan 95% dan jika berbeda nyata tingkat sintasan, serta indeks hepatosomatik dilakuan uji lanjut Duncan dengan bantuan (IHS) (Vangen & Hemre 2003). Respons fisio- SPSS Versi 22. Data warna hati, glutamin usus, logis ikan diamati melalui parameter persentase dan amonia darah dibahas secara deskriptif. warna hati yang pucat, yakni dengan menghi- tung jumlah hati ikan yang pucat dibanding total

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 341 Penggunaan monosodium glutamate pada ikan lele

Hasil ling besar di perlakuan MSG 0,87%. Adanya Uji pertumbuhan dan evaluasi pemanfa- penurunan nilai ALT yang sangat besar mengin- atan pakan pada ikan lele yang diberi pakan ko- dikasikan bahwa penambahan MSG 0,87% di mersial dengan penambahan MSG yang dibudi- pakan dapat menurunkan tingkat kerusakan di daya tanpa ganti air dapat dilihat pada Tabel 4. hati ikan yang mengonsumsi pakan perlakuan Ukuran ikan pada akhir penelitian relatif sama tersebut. di semua perlakuan, yakni size 8 (1 kg berisi 8 Parameter indeks hepatosomatik (IHS) ekor ikan). Selama masa budi daya, jumlah ikan dan warna hati dilakukan untuk mengetahui yang mati kurang dari 7%, sehingga menghasil- kondisi hati. Di akhir masa pemeliharaan, terda- kan sintasan yang tinggi di semua perlakuan, pat ikan lele yang mengalami kerusakan hati, yakni antara 93,6-97,0 %. Penambahan MSG di yang dicirikan dengan warna hati yang pucat pakan pada berbagai dosis menghasilkan kinerja (Gambar 2). Di perlakuan MSG 0 %, hati yang pertumbuhan, seperti jumlah konsumsi pakan, pucat mencapai angka 66,7 ± 23,1%. Pemberian laju pertumbuhan spesifik, biomassa akhir, dan pakan yang ditambah MSG 0,87 dan 1,74 % sintasan yang sama dengan perlakuan tanpa pe- dapat menurunkan hati yang pucat sama jum- nambahan MSG. Walau demikian, penambahan lahnya, yakni 26,7 ± 11,5% (Tabel 4). Nilai IHS MSG pada dosis 0,87% menghasilkan perbaikan di semua perlakuan tidak berbeda nyata, walau mutu pakan yang dicirikan dengan nilai efisiensi jumlah hati yang pucat menurun ketika ikan pakan yang paling tinggi. Pemberian pakan yang mengkonsumsi MSG. ditambah MSG 1,74%, menyebabkan efisiensi Ammonia darah ikan di perlakuan MSG pakan menurun, dengan nilai yang sama dengan 0% relatif paling tinggi dibanding ke dua perla- perlakuan tanpa MSG. kuan lain. Penambahan MSG di pakan dapat Nilai aktivitas enzim AST dan ALT da- menurunkan kadar ammonia darah ikan di perla- pat dilihat pada Gambar 1. Perlakuan MSG 0%, kuan tersebut (Gambar 3). Glutamin usus ikan nilai ALT dan AST, keduanya hampir sama. meningkat ketika mengkonsumsi pakan yang Penambahan MSG di pakan dapat menurunkan ditambah MSG. Kadar glutamin diperlakuan nilai ALT ikan dibandingkan AST, yakni dapat MSG nilainya 5,5 sampai 6 kali lebih besar dari menurunkan nilai ALT ikan lebih dari setengah- perlakuan MSG 0 % (Gambar 4). nya. Namun demikian, penurunan nilai ALT pa-

Tabel 4 Kinerja pertumbuhan dan efesiensi ikan lele setelah diberi perlakuan penambahan MSG di pakan Parameter MSG 0 % MSG 0,87 % MSG 1,74 % Bobot individu awal (g) 11,9±6,0a 11,6±0,1a 11,7±0,4a Bobot individu akhir (g) 119,9 ±6,8a 121,1±5,6a 118,3±3,7a Biomassa akhir (g) 11.630,0±7083a 11.327,6±245,4a 11.084,3±726,5a Jumlah konsumsi pakan (g ikan-1) 118,7±5,1a 113,6±6,2a 119,1±2,4a Laju pertumbuhan spesifik (%) 3,79±0,07a 3,79±0,05a 3,74±0,15a Sintasan (%) 97,0±3,0a 93,6±4,5a 93,6±4,7a Efisiensi pakan (%) 91,0±2,4ab 96,4±3,5b 89,5±3,5a Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± simpangan baku. Huruf cetak atas yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05).

342 Jurnal Iktiologi Indonesia Ngaddi et al.

Pembahasan maka akan terjadi proses perubahan gradien Budi daya ikan di media tanpa ganti air difusi pada insang yang menyebabkan ter- menyebabkan kadar total amonia air tinggi, hentinya eskresi amonia yang ada di dalam yakni 72,4-73,7 mg L-1 (Tabel 3). Tingginya ni- tubuh (Randall & Tsui 2002). Hegazi & lai amonia di air menyebabkan terjadi akumulasi Hasanein (2010) melaporkan paparan kadar sisa hasil metabolisme dan amonia dalam ja- TAN air (5-10 mg L-1) menyebabkan terjadinya ringan dan tubuh sehingga kadar amonia dalam peningkatan kadar amonia dalam plasma yuwa- darah juga meningkat (Wright et al. 2007, Sinha na ikan nila. Ikan yang terpapar ammonia tinggi et al. 2013). Apabila kadar amonia di air tinggi dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuh-

70 52,0±14,1 50,7±5,5 60 42,3±4,9 50 36,7±6,5 ) -1 40 25,3±3,2

(U mL 30 16,3±4,1

20 a a a

Aktivitas enzim ALT dan AST AST dan ALT enzim Aktivitas b 10 bc c 00 MSG 0% MSG 0,87% MSG 1,74% Perlakuan

Gambar 1 Aktivitas enzim alanin aminotransferase (ALT) dan aspartate amoninotranferase (AST) pada

plasma ikan lele setelah diberi perlakuan penambahan MSG di pakan selama 60 hari. ( ) AST; ( ) ALT

A B

Gambar 2 Warna hati yang normal (A) dan abnormal, yakni warna menjadi pucat (B) pada ikan lele setelah diberi pakan perlakuan selama 60 hari

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 343 Penggunaan monosodium glutamate pada ikan lele

Tabel 4 Nilai hepatosomatik indeks dan presentase jumlah warna hati pucat setelah diberi perlakuan penambahan MSG di pakan selama 60 hari Pakan perlakuan Parameter MSG 0 % MSG 0,87 % MSG 1,74 % IHS (%) 2,38±0,38a 2,08±0,27a 2,06±0,44a Warna hati (%) 66,67±23,09 26,67±11,55 26,67±11,55

Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± simpangan baku. Huruf cetak atas yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p>0,05).

300 249,7±23,7 185,7±79,1 194,6±66,3 1) 250

200 μ mol mL- 150

100

50 Kadar NH4+ ( 0 MSG 0 % MSG 0,87 % MSG 1,74 % Perlakuan

+ Gambar 3 Kadar NH4 pada darah ikan lele setelah diberi perlakuan penambahan MSG di pakan selama 60 hari

30 23,6±0,9 21,7±1,7 ) 25 -1

20

15

10 4,0±3,6

Glutamin usus (nmol mL (nmol usus Glutamin 5

0 MSG 0% MSG 0,87% MSG 1,74%

Perlakuan

Gambar 4 Kadar glutamin di usus ikan lele setelah diberi perlakuan penambahan MSG di pakan selama 60 hari

344 Jurnal Iktiologi Indonesia Ngaddi et al.

an, sistem imun, serta perubahan histopatologi kondisi amonia air yang tinggi, terjadi pe- pada epitel insang (Randall & Tsui 2002). ningkatan aktivitas GDH untuk menghasilkan Menurut Rose (2006), amonia pada konsentrasi glutamat (Glu) akibat terjadinya peningkatan tinggi akan bersifat toksik dan dapat memenga- katabolisme asam-asam amino dan protein di ruhi fisiologis dan proses metabolisme. Kadar berbagai jaringan tubuh (Cooper & Plum 1987, amonia tinggi terjadi peningkatan katabolisme Jürss & Bastrop 1995) untuk memenuhi ke- protein (Miron et al. 2008). butuhan Glu yang tinggi dalam mengubah Menurut Li et al. (2018) hati merupakan amonia menjadi glutamin dengan bantuan GS organ utama yang terlibat dalam proses detoksi- (Saha et al. 2007, Chew & Ip 2014). Penam- fikasi amonia. Hasil penelitian menunjukkan bahan MSG di dalam pakan menyebabkan bahwa ikan lele yang dibudidaya pada air de- ketersediaan Glu di tubuh meningkat, sehingga ngan kandungan amonia yang tinggi memiliki aktivitas GDH tidak meningkat. Aktivitas GDH ukuran hati yang lebih besar dibandingkan yang tidak naik pada dasarnya mengindikasikan dengan ikan yang dibudidaya pada air dengan tidak terjadinya peningkatan beban kerja hati, kandungan amonia rendah (Gambar 2). Hal ini yang bisa dilihat dari menurunnya aktivitas ALT menunjukkan bahwa budi daya ikan lele di air bila dibanding dengan perlakuan tanpa penam- dengan kandungan amonia tinggi menyebabkan bahan MSG. terjadinya kerusakan hati ikan (Choudhury & Pemberian pakan yang ditambah MSG Saha 2012). Ikan pada perlakuan MSG 0% me- 0,87 dan 1,74% mampu menurunkan kandungan miliki hati yang pucat dengan persentase sebesar amonia darah ikan. Hal ini menunjukkan bahwa 66,7%. Pemberian pakan yang ditambah MSG MSG dapat berperan dalam menyumbang menurunkan persentase hati yang pucat yakni peningkatan kebutuhan Glu untuk mengikat menjadi 26,7%. amonia darah membentuk glutamin (Saha et al. Fenomena turunnya tingkat kerusakan 2007). Berdasarkan hasil pengamatan bahwa hati seiring dengan penurunan aktivitas enzim ada peningkatan kadar glutamin pada usus ikan ALT di plasma ikan. Indikasi kerusakan hati yang diberi pakan penambahan MSG (Gambar dapat diketahui dengan mengukur aktivitas en- 4). Menurut Wang & Wals (2000), peningkatan zim transaminase ALT (Lemaire et al. 1991, Al- Gln pada organ ikan merupakan hasil reaksi Mamary et al. 2002). Pemberian pakan yang di- detoksifikasi. tambah MSG 0,87% dapat menurunkan aktivitas Berdasarkan uraikan di atas bahwa pem- ALT 1/3 dari nilai ALT di perlakuan MSG 0%. berian pakan yang ditambah MSG 0,87% lebih Pemberian MSG 1,74% di pakan, menurunkan efektif dalam menurunkan nilai aktivitas enzim aktivitas ALT setengah dari nilai di perlakuan ALT pada plasma dibandingkan dengan MSG MSG 0%. Penurunan nilai ALT menunjukkan 0% dan 1,74%. Peningkatan jumlah MSG yang bahwa terjadi perbaikan fungsi hati setelah ikan dikonsumsi (MSG 1,74 %), menyebabkan nilai diberi pakan mengandung MSG. Penurunan ALT lebih tinggi dari perlakuan MSG 0,87%. nilai ALT yang lebih dominan karena enzim Hal ini menjadi indikasi bahwa perlakuan MSG ALT merupakan enzim indikator baik atau ru- 1,74 % melebihi kebutuhan ikan akan MSG. Ke- saknya hati (de la Torre et al. 2000). Pada lebihan dosis MSG tersebut diduga memberikan

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 345 Penggunaan monosodium glutamate pada ikan lele

efek negatif terhadap ikan. Peningkatan nilai Simpulan ALT pada perlakuan tersebut diduga bahwa Pemberian pakan yang ditambah MSG MSG dapat meningkatkan stres oksidatif sehing- dengan dosis 0,87% pada ikan lele yang dibu- ga nilai aktivitas enzim tersebut meningkat, se- didaya dalam air tergenang dapat meningkatkan perti hasil penelitian Zhao et al (2015) pada ikan nilai efisiensi pakan dan respons fisiologis yang grass carp. Penelitian Farombi & Onyema dicirikan dengan menurunnya nilai ALT, amo- (2006) membuktikan bahwa penambahan MSG nia darah, jumlah hati pucat. Penambahan MSG yang berlebih dari kebutuhan pada hewan akan pada dosis tersebut belum dapat meningkatkan bersifat racun pada berbagai organ seperti ginjal, pertumbuhan ikan lele. timus, otak, dan hati. Menurut Diniz et al. (2004), efek metabolik dan toksik MSG pada Persantunan dosis tinggi dapat menginduksi peningkatan Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat stres oksidatif pada tikus. Riset dan Pengembangan Masyarakat, Direk- Perubahan nilai aktivitas enzim ALT dari torat Jenderal Penguatan Riset dan Pengem- perlakuan MSG 0% ke perlakuan MSG 1,74 %, bangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pen- berkorelasi dengan nilai efisiensi pakan. Penu- didikan Tinggi sesuai dengan surat penugasan runan aktivitas ALT di perlakuan MSG 0,87%, pelaksanaan program penelitian nomor: 011/ menyebabkan peningkatan nilai efisiensi pakan. SP2H/LT/DRPM/IV/2017. Peningkatan kandungan MSG menjadi 1,74% di pakan menyebabkan nilai efisiensi pakan yang Daftar pustaka menurun mendekati nilai efisiensi pakan pada Al-Mamary M, Al-Habori M, Al-Aghbari AM, Baker MM. 2002. Investigation into the perlakuan tanpa penambahan MSG (MSG 0%). toxicological effects of Catha edulis Pada perlakuan MSG 0,87%, konsumsi MSG leaves: a short term study in . Phytotheraphy Research, 16(2): 127-132. dari pakan dapat memenuhi kebutuhan ikan akan glutamat untuk detokifikasi amonia menja- [APHA] American Public Health Association. 1998. Standard methods for the exami- di glutamin, serta optimal dalam menurunkan nation of water and waste water. Ame- beban kerja hati (nilai ALT paling rendah). Ke- rican Public Health Association (APHA). American Water Works Association adaan ini berdampak pada lebih tingginya nilai (AWWA) and Water Pollution Control efisiensi pakan di perlakuan tersebut. Di sisi Federation (WPCF). 20th ed. Washing- ton. 4: 114 p. lain, perlakuan MSG 1,74% diduga toksik aki- Caballero-Solares A, Viegas I, Salgado MC, bat dosis yang berlebih seperti telah dijelaskan Siles AM, Sáez A, Metón I, Baanante IV, dalam uraian sebelumnya. Berbeda dengan ikan Fernández F. 2015. Diets supplemented with glutamate or glutamine improve grass carp (Zhao et al. 2015), peningkatan nilai protein retention and modulate gene efisiensi pakan di penelitian ini tidak menyebab- expression of key enzymes of hepatic metabolism in gilthead seabream (Sparus kan peningkatan pertumbuhan ikan. Diduga, aurata) juveniles. Aquaculture, 444: 79- kondisi ammonia yang tinggi di media budi 87. daya lele mejadi alasan pertumbuhan tidak Chen JC, Kou YZ. 1993. Accumulation of meningkat. Penambahan MSG di pakan baru ammonia in the haemolymph of Penaeus monodon exposed to ambient ammonia. memperbaiki kondisi fisiologis ikan lele. Aquaculture, 109(2): 177-185.

346 Jurnal Iktiologi Indonesia Ngaddi et al.

Chew SF, Ip YK. 2014. Excretory nitrogen enzymes (GOT, GPT, LDH, ALP) and metabolism and defence against am- plasma lipids (cholesterol, triglycerides) monia toxicity in air-breathing fishes. of sea-bass (Dicentrarchus labrax). Journal of Fish Biology, 84(3): 603-638. Aquaculture, 93(1): 63-75.

Choudhury MG, Saha N. 2012. Influence of en- Li C, Zhang M, Li M, Zhang Q, Qian Y, Wang vironmental ammonia on the production R. 2018. Effect of dietary alanyl-gluta- of nitric oxide and expression of induci- mine dipeptide against chronic ammonia ble nitric oxide synthase in the fresh- stress induced hyperammonemia in the water air-breathing catfish (Heteropneus- juvenile yellow catfish (Pelteobagrus tes fossilis). Aquatic Toxicology, 116- fulvidraco). Comparative Biochemistry 117: 43-53. and Physiology Part C, 213: 55-61.

Cooper AJ, Plum F. 1987. Biochemistry and Lin Y, Zhou XQ. 2006. Dietary glutamine sup- physiology of brain ammonia. Physiolo- plementation improves structure and gical Reviews, 67(2): 440-519. function of intestine of juvenile Jian carp (Cyprinus carpio var. Jian). Aquaculture, de la Torre FR, Salibián A, Ferrari L. 2000. Bio- 256(1-4): 389-394. markers assessment in juvenile Cyprinus carpio exposed to waterborne cadmium. Miron DS, Moraes B, Becker AG, Crestani M, Environmental Pollution, 109(2): 277- Spanevello R, Loro VL, Baldisserotto B. 282. 2008. Ammonia and pH effects on some metabolic parameters and gill histology Diniz YS, Fernandes AAH, Campos KE, Mani of silver catfish, Rhamdia quelen (Hepta- F, Ribas BO, Novelli ELB. 2004. pteridae). Aquaculture, 277(3-4): 192- Toxicity of hypercaloric diet and mono- 196. sodium glutamate: oxidative stress and metabolic shifting in hepatic tissue. Food Newsholme P, Procopio J, Lima MMR, Pithon- and Chemical Toxicology, 42(2): 313- Curi TC, Curi R. 2003. Glutamine and 319. glutamatetheir central role in cell meta- bolism and function. Cell Biochemistry Farombi EO, Onyema OO. 2006. Monosodium and Function, 21(1): 1-9. glutamate-induced oxidative damage and genotoxicity in the rat: modulatory role [NRC] National Research Council. 2011. Nu- of vitamin C, vitamin E and quercetin. trient requirements of fish and shrimp. Human and Experimental Toxicology, The National Academies Press, Washing- 25(5): 251-259. ton, D.C. 376 p.

Fauji H, Budiardi T, Ekasari J. 2018. Growth Randall DJ, Tsui TKN. 2002. Ammonia toxicity performance and robustness of African in fish. Marine Pollution Bulletin, 45(1- catfish Clarias gariepinus (Burchell) in 12): 17-23. biofloc-based nursery production with different stocking densities. Aquaculture Rose C. 2006. Effect of ammonia on astrocytic Research, 49(3): 1339-1346. glutamate uptake/release mechanisms. Journal of Neurochemistry, 97(s1): 11- Hegazi MM, Hasanein SS. 2010. Effects of 15. chronic exposure to ammonia concentra- tions on brain monoamines and ATPases Saha N, Datta S, Bhattacharjee A. 2002. Role of of Nile tilapia (Oreochromis niloticus). amino acid metabolism in an air-breath- Comparative Biochemistry and Physiolo- ing catfish, Clarias batrachus in respon- gy Part C, 151(4): 420-425. se to exposure to a high concentration of exogenous ammonia. Comparative Bio- Jürss K, Bastrop R. 1995. Amino acid chemistry and Physiology Part B, 133(2): metabolism in fish. In: Hochachka PW, 235-250. Mommsen TP (eds.). Biochemistry and Molecular Biology of Fishes, Volume 4. Saha N, Datta S, Kharbuli ZY, Biswas K, Bhat- Elsevier, Amsterdam. pp. 159-189. tacharjee A. 2007. Air-breathing catfish, Clarias batrachus upregulates glutamine Lemaire P, Drai P, Mathieu A, Lemaire S, Car- synthetase and carbamyl phosphate syn- rière S, Giudicelli J, Lafaurie M. 1991. thetase III during exposure to high ex- Changes with different diets in plasma ternal ammonia. Comparative Bioche-

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 347 Penggunaan monosodium glutamate pada ikan lele

mistry and Physiology Part B, 147(3): Wang Y, Walsh PJ. 2000. High ammonia tole- 520-530. rance in fishes of the family Batrachoid- idae (Toadfish and Midshipmen). Aqua- Sinha AK, Giblen T, AbdElgawad H, De Rop tic Toxicology, 50(3): 205-219. M, Asard H, Blust R, De Boeck G. 2013. Regulation in amino acid metabolism as Wilkie MP. 2002. Ammonia excretion and urea a defensive strategy in the brain of three handling by fish gills: present under- freshwater teleosts in response to high standing and future research challenges. environmental ammonia exposure. Aqua- Journal of Experimental Zoology, 293 tic Toxicology, 130-131: 86-96. (3): 284-301.

Sogbesan OA, Ahmed YM, Ajijola KO. 2017. Wright PA, Steele SL, Huitema A, Bernier NJ. Growth performance, nutrient utilization, 2007. Induction of four glutamine syn- somatic indices and cost benefit analyses thetase genes in brain of rainbow trout in of african basil leaf additive diets on response to elevated environmental am- Clarias gariepinus (Burchell, 1822) monia. Journal of Experimental Biology, fingerlings. Journal of Research 210(16): 2905-2911. and Nutrition, 2(1): 10. Zhao Y, Hu Y, Zhou XQ, Zeng XY, Feng L, Liu Steel RDG, Torrie JH. 1993. Principles and Y, Jiang WD, Li SH, Li DB, Wu XQ, procedures of statistics. A biometrical Wu CM, Jiang J. 2015. Effects of dietery approach. McGraw-Hill Book Company glutamate supplementation on growth Inc., New York, NY, 633 p. performance, digestive enzyme activities and antioxidant capacity in intestine of Tapiero H, Mathé G, Couvreur P, Tew KD. grass carp (Ctenopharyngodon idella). 2002. II. Glutamine and glutamate. Bio- Aquaculture Nutrition, 21(6): 935-941. medicine and Pharmacotherapy, 56(9): 446-457. Zonneveld N, Huisman EA, Boon JH. 1976. Prinsip-prinsip budidaya ikan. Gramedia Vangen B, Hemre GI. 2003. Dietary carbohy- Pustaka Utama, . drate, iron and zinc interaction in Atlan- tic salmon (Salmo salar). Aquaculture, 219(1-4): 597-611.

348 Jurnal Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3): 349-359 DOI: https://doi.org/10.32491/jii.v19i3.501

Pengayaan Daphnia sp. dengan glutamin untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan dan sintasan larva ikan gurami goramy Lacepede, 1801 [Enrichment Daphnia sp. with glutamin to improve the performance of the growth and survival rate of gurami Osphronemus goramy Lacepede, 1801 larvae] Rizkan Fahmi1, Mia Setiawati2, Mas Tri Djoko Sunarno3, Dedi Jusadi4

1Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor [email protected] 2Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Institut Pertanian Bogor Jl. Agatis, Kampus IPB, Dramaga, Bogor 16680 [email protected] 3Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan Jl. Sempur No.1, Bogor 16154 [email protected] 4Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Institut Pertanian Bogor Jl. Agatis, Kampus IPB, Dramaga, Bogor 16680 [email protected]

Diterima: 2 Juli 2019; Disetujui: 3 September 2019

Abstrak Penelitian dilakukan dengan tujuan mengevaluasi efektivitas pemberian Daphnia sp. sebagai pakan alami yang diper- kaya dengan berbagai dosis glutamin untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan dan sintasan larva ikan gurami. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri atas empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan ditentukan berdasarkan dosis glutamin yang berbeda yaitu 0, 25, 50, dan 75 mg L-1. Pakan uji diberikan pada larva ikan gurami yang ditebar 60 ekor ikan setiap akuarium (40 x 30 x 30 cm3) selama 21 hari. Hasil penelitian menunjuk- kan bahwa larva ikan gurami yang diberi pakan Daphnia sp. dengan pengayaan menggunakan glutamin dosis 25-75 mg L-1 memberikan pengaruh signifikan terhadap kinerja pertumbuhan dan sintasan dibandingkan dengan kontrol (0 glutamin). Respon fisiologi aktivitas enzim protease dan aktivitas antioksidan menunjukkan kinerja yang lebih baik pada perlakuan penamb ahan glutamin dibandingkan dengan kontrol. Disimpulkan bahwa pengayaan Daphnia sp. menggunakan glutamin mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan dan sintasan larva ikan gurami. Dosis optimal untuk meningkatkan sintasan larva ikan gurami adalah 25 mg L-1.

Kata penting: glutamin, ikan gurami, kinerja pertumbuhan, sintasan

Abstract This study aimed to evaluate the effectiveness of giving Daphnia sp. as a natural feed enriched with the doses of glutamine to incr ease growth performance and survival rate of larvae. This study used a completed randomized design which consisted of four treatments, namely 0, 25, 50, dan 75 mg L-1 and three replications. The test feed was given to larvae stocked with 60 fish/aquarium (40 cm x 30 cm x 30 cm) for 21 days. The results showed that significant on growth performance and survival rate were revealed on larvae fed with Daphnia sp. which enriched by glutamine dos e of 25-75 mg L-1. The physiological response of protease enzyme and antioxidant activity showed that better performance was found in the treatment with addition of glutamine rather than control. In short, enrichment of Daphnia sp. using glutamine can improve the growth performance and survival rate of goramy larvae. The optimal dose of glutamine for improving the survival of gorami larvae is 25 mg L-1.

Keywords: giant gou rami, glutamine, growth performance, survival rate

Pendahuluan tinggi dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Pro- Ikan gurami (Osphronemus goramy) se- duksi ikan gurami tahun 2014 mencapai 118.776 bagai ikan konsumsi merupakan salah satu ikan ton dan tahun 2016 meningkat menjadi 149.553 budi daya yang banyak digemari oleh masyara- ton (DJPB 2017). Produksi ikan gurami terus kat karena mengandung protein yang cukup mengalami peningkatan, sehingga sangat men-

Masyarakat Iktiologi Indonesia Pengayaan Daphnia sp. dengan glutamin

janjikan untuk dikembangkan atau dibudidaya, amino bebas yang banyak ditemukan dalam namun yang menjadi kendala pembenih saat ini plasma darah dan otot dibandingkan asam adalah rendahnya pertumbuhan dan sintasan amino bebas lain (Tapiero et al. 2002, News- larva sehingga terbatasnya ketersediaan benih. holme et al. 2003). Glutamin berperan dalam Upaya dan teknik budi daya melalui penelitian sintesis protein dan metabolisme sel (Wu et al. terus dilakukan untuk meningkatkan produksi 2011, Brosnan & Brosnan 2013). Pengayaan ikan gurami (Suprayudi & Setiawati 2003, Sari pakan alami berupa rotifer dengan glutamin et al. 2004, Setiawati et al. 2007, Amornsakun dosis 50 mg L-1 meningkatkan sintasan dan kan- et al. 2014, Lucas et al. 2015, Nugroho et al. dungan nutrien pakan pada larva ikan kerapu be- 2015, Raharjo et al. 2016, Pranata et al. 2017, bek Cromileptes altivelis (Jusadi et al. 2015). Andriani et al. 2019). Penambahan 2% glutamin dalam pakan mening- Stadia larva merupakan fase yang paling katkan nilai kinerja pertumbuhan, struktur dan kritis dalam siklus hidup ikan. Larva meman- fungsi usus yuwana ikan Sciaenops ocellatus faatkan cadangan makanan (kuning telur) seba- (Cheng et al. 2011). Liu et al. (2015) melapor- gai energi untuk perkembangan seperti sirip, kan penambahan 1% glutamin pada pakan dapat mata, mulut, dan saluran pencernaan (Effendi meningkatkan kinerja pertumbuhan, aktivitas 2004). Kematian pada larva ikan diduga akibat enzim pencernaan, antioksidan dan mengurangi cadangan makanan mulai habis serta kandungan stres hipoksia pada post larva ikan Cynoglossus nutrisi pada pakan tidak sesuai untuk kebutuhan semilaevis. Penambahan 1,2% glutamin dalam larva. Kurangnya kandungan nutrisi pada pakan pakan meningkatkan kinerja pertumbuhan dan menyebabkan larva ikan menjadi lemah dan per- aktivitas enzim pencernaan pada yuwana ikan kembangan tidak sempurna sehingga mengalami giant carp Cyprinus carpio (Lin & Xiao 2006). kematian. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efektivitas Pakan alami merupakan pakan awal ter- pemberian Daphnia sp. sebagai pakan alami baik bagi larva ikan. Daphnia sp. merupakan yang diperkaya dengan berbagai dosis glutamin salah satu pakan alami yang baik untuk larva untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan dan karena ukurannya sesuai dengan bukaan mulut sintasan larva ikan gurami (Osphronemus go- larva, mudah dicerna dan mempunyai kadar pro- ramy Lac.). tein kurang lebih 50% bobot kering (Mokoginta et al. 2003). Peningkatan pertumbuhan dan Bahan dan metode sintasan larva ikan gurami dapat dilakukan Tempat dan waktu penelitian melalui penyediaan pakan alami yang cukup dan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan berkualitas. Upaya yang dapat ditempuh untuk Juli sampai dengan Oktober 2018 di Laborato- menghasilkan kualitas larva ikan gurami yaitu rium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Per- melalui peningkatan nutrisi Daphnia sp. sebagai airan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut pakan alami dengan pengayaan menggunakan Pertanian Bogor. glutamin. Glutamin merupakan asam amino non esensial yang secara kuantitatif merupakan asam

350 Jurnal Iktiologi Indonesia Fahmi et al.

Rancangan penelitian ra: (a) bahan pengkaya yang ditambahkan antara Rancangan yang digunakan dalam pene- lain kontrol: 0,1 g kuning telur, 0,25 g ragi roti, litian ini adalah rancangan acak lengkap meng- dan masing-masing perlakuan yaitu glutamin: gunakan empat perlakuan dan lima ulangan. 0,1 g kuning telur, 0,25 g ragi roti dan 25 mg L- Perlakuan ditentukan berdasarkan dosis gluta- 1, 50 mg L-1, 75 mg L-1 glutamin. Bahan dima- min yang berbeda yaitu 0, 25, 50, dan 75 mg L-1. sukkan ke dalam 200 mL air untuk diemulsikan dengan blender selama 3-5 menit. (b) campuran Pakan uji dan pengayaan bahan pengkaya tersebut kemudian dimasukkan Pakan uji yang digunakan adalah pakan ke dalam 4 wadah plastik berkapasitas 25 L dan alami berupa Daphnia sp. berasal dari Labora- mengisi air sebanyak 10 L untuk setiap perlaku- torium Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Depok. an. (c) larutan pengkaya kemudian diambil dan Sebelum digunakan sebagai pakan uji, Daphnia dimasukkan ke dalam wadah plastik sebanyak sp. dikultur secara massal dan terkontrol dalam 20 mL. (d) Daphnia sp. hasil panen dihitung dan bak fiber dengan volume 100 L dan akuarium ditebar ke dalam wadah plastik. (e) Daphnia sp. volume 50 L masing-masing tiga buah. Media diperkaya selama tiga jam, kemudian setelah kultur Daphnia sp. diperoleh secara komersial, diperkaya Daphnia sp. diberikan pada larva merk Monodon plus dengan kandungan Lacto- gurami. bacillus sp.: 6,0 x 107 CFU mL-1, Bacillus sp.: Analisis proksimat Daphnia sp. dilaku- 1,2 x 109 CFU mL-1, Actinomycetes sp.: 1,0 x kan pada akhir penelitian. Tujuan dari analisis 106 CFU mL-1, Azotobacter sp.: 4,9 x 107 CFU proksimat adalah untuk mengetahui kadar pro- mL-1, Saccharomyces sp.: 7,4 x 103 CFU mL-1 tein kasar, kadar lemak kasar, kadar air, kadar dan Rhodopseudomonas sp.: < 30 MPN mL-1. abu, dan kadar serat kasar. Metode analisis Pemanenan dilakukan setiap tiga jam sebelum proksimat mengikuti prosedur sesuai dengan pengayaan, kemudian menghitung jumlah kepa- AOAC (1999). Hasil analisis proksimat pakan datan untuk dilakukan pengayaan. uji disajikan pada Tabel 1. Prosedur pengayaan Daphnia sp. dilaku- kan berdasarkan Jusadi et al. (2015) dengan ca-

Tabel 1 Komposisi proksimat Daphnia sp. yang diperkaya glutamin Komposisi Dosis pengayaan glutamin (mg L-1) (% bobot basah) 0 25 50 75 Kadar protein kasar 4,38 4,62 4,89 5,14 Kadar lemak kasar 3,13 3,72 3,30 2,97 Kadar air 90,77 88,68 88,89 88,9 Kadar abu 1,54 1,89 1,85 1,85 Kadar serat kasar 0,19 1,09 1,07 1,15

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 351 Pengayaan Daphnia sp. dengan glutamin

Wadah dan ikan uji larut menggunakan DO meter, dan pH air meng- Wadah yang digunakan untuk pemeliha- gunakan pH meter. raan larva adalah akuarium berukuran 40 x 30 x Pada akhir pemeliharaan, jumlah ikan di- 30 cm3. Akuarium yang digunakan sebanyak 20 hitung, diukur panjang total individu dan ditim- unit. Setiap akuarium diisi air sebanyak 24 L bang bobot tubuh individu. Pengukuran panjang berupa air sumur bor yang telah ditampung da- larva dengan cara mengambil sepuluh ekor seca- lam tandon selama tiga hari. Pengelolaan kuali- ra acak dari setiap perlakuan. Pengukuran meng- tas air dilakukan dengan melakukan penggantian gunakan kertas milimeter block mulai dari ujung air. Penggantian air dilakukan tiga hari sekali mulut sampai ujung ekor larva. Penimbangan sebanyak 60% dengan menggunakan selang air bobot ikan dilakukan menggunakan timbangan yang telah diselimuti kain kasa pada ujung analitik merk Kern: ABS 220-4 Analytical selang. Balance dengan ketelitian lima desimal masing- Ikan uji yang digunakan dalam penelitian masing sepuluh ekor larva diambil secara acak ini adalah larva ikan gurami dengan panjang dari setiap perlakuan. Analisis aktivitas enzim total 8,00 ± 0,00 mm dan bobot tubuh 17,00 ± protease dan aktivitas enzim Superoksida Dis- 0,00 mg. Ikan uji berasal dari Instalasi Balai Ri- mutase (SOD) dilakukan pada akhir penelitian. set Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyu- Ikan diambil secara acak dan ditimbang men- luhan Perikanan, Cijeruk, Bogor. Larva berumur capai ± 0,5 g dari setiap akuarium. dua hari sebanyak 3.000 ekor diadaptasikan terhadap kondisi lingkungan dan pakan selama Parameter penelitian delapan hari dalam akuarium volume 24 L de- Analisis proksimat pakan uji dilakukan di ngan padat tebar 60 ekor. Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budida- ya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kela- Uji pertumbuhan utan, Institut Pertanian Bogor. Analisis aktivitas Larva ikan gurami yang telah diadapta- enzim protease dilakukan di Laboratorium Fa- sikan ditebar secara acak ke dalam 20 akuarium kultas Perternakan, Institut Pertanian Bogor. dengan padat tebar 60 ekor 24 L-1 dan diberi Analisis aktivitas enzim protease mengikuti me- pakan uji secara at satiation (sampai ikan tode Bergmeyer & Grassi (1983). Analisis akti- kenyang) pada pukul 09.00, 12.00, 15.00, 18.00 vitas enzim superoksida dismutase (SOD) dila- dan 21.00 WIB selama 21 hari. Kepadatan kukan di Laboratorium Balai Riset Budidaya Daphnia sp. yang diberikan ke larva yaitu seki- Ikan Hias, Depok. Analisis aktivitas SOD diten- tar 4.500 ekor dalam setiap pemberian pakan tukan dengan metode Misra & Fridovich (1972). (lima kali). Perhitungan kepadatan Daphnia sp. Laju pertumbuhan harian ikan dihitung dilakukan dengan cara pengambilan mengguna- menggunakan persamaan Han et al. (2014). kan pipet tetes. Pemantauan kualitas air dilaku- ሺLnWt-LnW0ሻ LPH = x100 kan dengan mengukur suhu, konsentrasi oksigen t Keterangan: LPH = laju pertumbuhan harian (%). terlarut, dan pH air. Pengukuran suhu dilakukan Wt = bobot ikan pada akhir pemeliharaan (mg), W0 = bobot ikan pada awal pemeliharaan (mg), t = lama dengan menggunakan termometer, oksigen ter- pemeliharaan (hari)

352 Jurnal Iktiologi Indonesia Fahmi et al.

Sintasan ikan uji dihitung berdasarkan pemeliharaan terendah secara nyata pada perla- persamaan berikut (Han et al. 2014): kuan kontrol (0 mg L-1; P<0,05), namun penga- Nt Sintasan = ×100 yaan glutamin pada dosis 25-75 mg L-1 tidak N0 berbeda secara nyata (P>0,05; Tabel 2). Keterangan: Nt = Jumlah ikan pada akhir pemelihara- an (ekor), N0 = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan Sintasan larva ikan gurami dipengaruhi (ekor) secara nyata oleh pengayaan penambahan glu- Analisis statistik tamin (P<0,05; Gambar 1). Nilai sintasan ter- Parameter penelitian dianalisis meng- tinggi secara nyata terdapat pada pengayaan -1 gunakan sidik ragam (ANOVA) dan bila ter- glutamin 25 mg L dan terendah terdapat pada dapat pengaruh perlakuan dilakukan uji lanjut perlakuan kontrol (P<0,05). Sintasan pada -1 -1 Duncan’s Multiple Range Test pada taraf ke- pengayaan 50 mg L dan 75 mg L tidak ber- percayaan 95%. Uji statistik menggunakan beda secara nyata (P>0,05). perangkat lunak SPSS versi 16. Aktivitas protease tertinggi secara nyata terdapat pada penambahan glutamin 25-75 mg -1 Hasil L (P>0,05) dan nilai terendah pada perlakuan -1 Hasil pengamatan kinerja pertumbuhan kontrol (0 mg L ) (P<0,05; Gambar 2). larva ikan gurami setelah dilakukan pemberian Hasil pengamatan aktivitas SOD larva pakan uji selama 21 hari disajikan pada Tabel 2. ikan gurami setelah pemberian pakan uji selama Sintasan dan respons fisiologis larva ikan gura- 21 hari ditampilkan pada Gambar 3. Pengayaan mi disajikan dalam bentuk grafik batang. Pan- Daphnia sp. sebagai pakan alami larva ikan jang total tubuh, bobot tubuh, dan laju pertum- gurami tidak memberikan pengaruh secara nyata buhan harian bobot larva ikan gurami pada akhir terhadap aktivitas SOD (P>0,05).

Tabel 2 Kinerja pertumbuhan larva ikan gurami yang diberi pakan uji selama 21 hari Dosis pengayaan glutamin (mg L-1) Parameter 0 25 50 75 Pt (mm) 11,80±0,45b 14,00±0,71a 14,20±0,45a 14,60±0,55a Wt (mg) 76,24±9,62b 114,62±6,32a 120,80±4,28a 124,00±8,58a LPH (%) 7,43±0,70c 9,06±0,23b 9,38±0,17ab 9,61±0,17a

Keterangan: huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya pengaruh nyata antar perlakuan (P<0,05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku. Pt: panjang ikan akhir, Wt: bobot ikan akhir, LPH: laju pertumbuhan harian

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 353 Pengayaan Daphnia sp. dengan glutamin

90 a 80 72,67±4.01 63,33±2,36b 70 58,67±4,62b 60 50 30,67±11,09c

40

(%) Sintasan 30

20

10

0 0 255075 Dosis pengayaan glutamin (mg L-1) Keterangan: Huruf berbeda disamping simpangan baku menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 1 Sintasan larva ikan gurami pada akhir pemeliharaan pada berbagai dosis pengayaan glutamin

0.0400., 0 a ) 0,033±0,003 -1 a 0.035,. 0 0,029±0,003a 0,031±0,002

0.030,.0

0.025,.0 0.020.,0 0.015.,0

0.010.,0 b 0,006±0,001 0.005.,0 Aktivitas enzim protease (unit mg (unit protease enzim Aktivitas 0.000,. 0 0255075 -1 Dosis pengayaan glutamin (mg L ) Keterangan: Huruf berbeda disamping simpangan baku menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 2 Aktivitas protease larva ikan gurami pada berbagai dosis pengayaan glutamin

Kisaran parameter kualitas air media pe- untuk pertumbuhan ikan gurami. Amornsakun et melihaaan larva ikan gurami selama penelitian al. (2014) melaporkan bahwa kisaran parameter yaitu suhu 27,7-29,7 qC, pH 7,9-8,4 dan oksigen kualitas air untuk penetasan dan mendukung terlarut 7,0-7,5 mg L-1 Kondisi kualitas air sela- untuk pertumbuhan larva ikan gurami. Suhu 28- ma penelitian berada dalam kisaran yang layak 30 qC, pH 7-9, dan oksigen terlarut 6-8 mg L-1.

354 Jurnal Iktiologi Indonesia Fahmi et al.

0.45,.4 0,28±0,13a 0.40,.4 0,25±0,12a

)

-1 a 0.35,.3 0,24±0,09

0.30,.3 0.25,.2

0.20,. 2

0.15,.1 0,11±0,02a

0.10,.1

mg (unit SOD Aktivitas 0.05,.0

0.00,.0 0 255075

-1 Dosis pengayaan glutamin (mg L )

Keterangan: Huruf berbeda disamping simpangan baku menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 3 Aktivitas SOD larva ikan gurami pada berbagai dosis pengayaan glutamin

Pembahasan protease diduga disebabkan oleh penambahan Pengayaan Daphnia sp. dengan menggu- glutamin dalam pakan (Andriani et al. 2019). nakan glutamin dapat meningkatkan kinerja Hasil ini sesuai dengan penelitian Hong et al. pertumbuhan larva ikan. Larva ikan gurami (2014) yang menyebutkan bahwa penambahan yang diberi Daphnia sp. diperkaya glutamin 25- glutamin dalam pakan ikan mas mampu me- 75 mg L-1 menghasilkan panjang total tubuh ningkatkan enzim protease seiring bertambah- 14,00-14,60 mm, lebih tinggi dibandingkan nya dosis glutamin pada pakan. kontrol 11,80 mm (P<0,05). Pertumbuhan larva Usus adalah organ pencernaan utama un- ikan sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan tuk memproses pencernaan pakan dan penyerap- (Saputra et al. 2018). Kandungan nutrien pada an nutrien. Penyerapan nutrien dipengaruhi oleh Daphnia sp. berdampak terhadap kinerja kondisi diameter usus di antaranya panjang dan pertumbuhan larva ikan gurami. Daphnia sp. bobot usus (Yandes et al 2003). Permukaan vili yang diperkaya glutamin memiliki kadar protein yang lebih luas dapat meningkatkan penyerapan 4,62-5,14%, lebih tinggi diban-dingkan kontrol nutrien untuk proses metabolisme (Qiyou et al. (4,38%). 2011). Glutamin merupakan asam amino non Aktivitas protease pada pemberian gluta- esensial yang berperan dalam sintesis protein min secara nyata lebih tinggi dibandingkan de- dan metabolisme sel (Wu et al. 2011). Penga- ngan kontrol (P<0,05; Gambar 2). Meningkat- yaan menggunakan glutamin pada penelitiaan nya aktivitas protease sejalan dengan tingginya ini diduga dapat meningkatkan diameter usus nilai protein dalam pakan. Berdasarkan kondisi larva ikan gurami. Andriani et al. (2019) me- tersebut, protein yang terdapat dalam Daphnia laporkan bahwa suplementasi glutamin 3% da- sp. mampu dicerna dan dimanfaatkan secara lam pakan yuwana ikan gurami meningkatkan baik oleh larva ikan gurami untuk pertumbuhan. diameter usus sebesar 95% dibandingkan de- Peningkatan kecernaan protein dan aktivitas ngan tanpa suplementasi glutamin (kontrol).

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 355 Pengayaan Daphnia sp. dengan glutamin

Pohlenz et al. (2012) juga melaporkan bahwa dalam bahan pengkaya Daphnia sp. dianggap suplementasi glutamin 2% dalam pakan yuwana lebih baik karena pemanfaatan nutrien dalam ikan lele dapat meningkatkan tinggi vili. pakan lebih efisien sehingga mampu mening- Pengayaan Daphnia sp. dengan glutamin katkan sintasan larva ikan gurami. Liu et al. dosis 25-75 mg L-1 untuk pakan larva ikan gura- (2015) melaporkan bahwa penambahan 0,5% mi meningkatkan laju pertumbuhan harian bobot glutamin dalam pakan pasca larva ikan Cyno- mencapai 9,06-9,61% lebih tinggi dibandingkan glossus semilaevis menghasilkan sintasan dengan kontrol (7,43%). Cheng et al. (2012) 48,89%. Jusadi et al. (2015) menjelaskan bahwa menjelaskan penambahan glutamin 1% dalam pemberian 50 mg L-1 asam amino bebas gluta- pakan yuwana ikan hybrid striped bass min dan taurin pada pakan larva ikan kerapu menghasilkan laju pertumbuhan harian sebesar bebek Cromileptes altivelis menghasilkan nilai 3,81%. Penambahan glutamin 2% dalam pakan sintasan sebesar 19,2% dan 24,5%. Hal ini me- yuwana ikan Sparus aurata dapat meningkatkan nunjukkan bahwa pengayaan Daphnia sp. de- laju pertumbuhan harian sebesar 2,60% ngan asam amino bebas berupa glutamin dapat (Coutinho et al. 2016). Andriani et al. (2019) meningkatkan sintasan pada larva ikan, khusus- lebih lanjut melaporkan bahwa penambahan nya gurami. Besar kecilnya sintasan ikan dipe- glutamin 1-3% dalam pakan yuwana ikan ngaruhi oleh faktor internal yang meliputi jenis gurami meningkatkan laju pertumbuhan harian kelamin, keturunan, umur, reproduksi, ketahan- sebesar 4,17-4,30% lebih tinggi dibandingkan an terhadap penyakit dan faktor eksternal meli- dengan perlakuan kontrol (3,10%). Asam amino puti kualitas air, padat penebaran, jumlah dan diperlukan untuk pertumbuhan ikan terutama komposisi kelengkapan asam amino dalam pa- pada stadia larva yang memerlukan asam amino kan (Nugroho et al. 2015). Penurunan sintasan yang tinggi dibandingkan ikan stadia dewasa, pada perlakuan penambahan glutamin dosis 50 karena tingginya kebutuhaan energi dan laju mg L-1 dan 75 mg L-1 diduga sudah melebihi pertumbuhan (Dabrowski et al. 2003). Green et kebutuhan optimal larva ikan gurami, sehingga al. (2002) menjelaskan bahwa asam amino berefek pada penurunan sintasan. Kondisi seru- bebas yang melimpah untuk dikonsumsi ikan pa juga ditemukan pada pascalarva ikan Cyno- memberikan peluang terhadap asam amino esen- glossus semilaevis (Liu et al. 2015) dan yuwana sial dalam tubuh untuk pembentukan jaringan ikan Sparus aurata (Coutinho et al. 2016). tubuh sehingga tidak dikatabolis menjadi energi Pohlenz et al. (2012) menjelaskan bahwa kele- dalam tubuh. bihan glutamin dapat mengurangi katabolisme Pengayaan Daphnia sp. dengan glutamin asam amino lain sehingga peluang asam amino sebagai pakan alami mampu meningkatkan lainnya dalam ketersedian sebagai sumber sintasan pada larva ikan gurami (Gambar 1). energi untuk pertumbuhan lebih sedikit. Pengayaan Daphnia sp. dengan glutamin 25 mg Penambahan glutamin dalam pakan me- L-1 dapat meningkatkan sintasan larva sebesar ningkatkan kemampuan antioksidan secara en- 72,67% lebih tinggi dibandingkan dengan perla- zimatik melalui peningkatan aktivitas SOD. kuan lainnya. Hal tersebut mengindikasikan Hong et al. (2014) melaporkan bahwa penam- bahwa penambahan glutamin dosis 25 mg L-1 bahan glutamin dalam pakan ikan mas dapat

356 Jurnal Iktiologi Indonesia Fahmi et al.

meningkatkan aktivitas SOD. Kondisi serupa on growth performance, immune respon- ses and intestinal structure of red drum, ditemukan juga pada ikan sea bream Sparus Sciaenops ocellatus. Aquaculture, 319(1- aurata (Coutinho et al. 2016). Ighodaro & 2): 247-252.

Akinloye (2018) menyatakan bahwa SOD me- Cheng Z, Gatlin III MD, Buentello A. 2012. rupakan enzim antioksidan endogen paling kuat Dietary supplementation of arginine and/ or glutamine influences growth perfor- dalam sel yang bertindak sebagai komponen mance, immune responses and intestinal sistem pertahanan garis depan terhadap senyawa morphology of hybrid striped bass (Morone chrysops × Morone saxatilis). radikal bebas reactive oxygen species (ROS). Aquaculture, 362-363: 39-43. Dalam penelitian ini, penambahan glutamin Coutinho F, Castro C, Rufino-Palomares E, dalam pakan larva ikan gurami tidak membe- Ordóñez-Grande B, Gallardo MA, Oliva- rikan pengaruh nyata terhadap aktivitas SOD. Teles A, Peres H. 2016. Dietary glutami- ne supplementation effect on amino acid metabolism, intestinal nutrient absorption capacity and antioxidant response of Simpulan gilthead sea bream Sparus aurata ju- Pengayaan Daphnia sp. menggunakan veniles. Comparative Biochemistry and glutamin mampu meningkatkan kinerja per- Physiology Part A, 191: 9-17. tumbuhan dan sintasan larva ikan gurami. Dosis Dabrowski K, Lee KJ, Rinchard J. 2003. The smallest vertebrate, teleost fish, can optimal untuk meningkatkan sintasan larva ikan utilize synthetic dipeptide-based diets. gurami adalah 25 mg L -1. The Journal of Nutrition, 133(12): 4225- 4229.

Daftar pustaka [DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2017. Statistik perikanan budidaya Indo- Amornsakun T, Kullai S, Hassan A. 2014. Some nesia. Kementerian Kelautan dan Peri- aspects in early life stage of giant goura- kanan. Jakarta. mi, Osphronemus goramy (Lacepede) larvae. Songklanakarin Journal of Scien- Effendi I. 2004. Pengantar akuakultur. Penebar ce and Technology, 36(5): 493-498. Swadaya. Jakarta. 188 p.

Andriani Y, Setiawati M, Sunarno MTD. 2019. Green JA, Hardy RW, Brannon EL. 2002. The Kecernaan pakan dan kinerja pertumbuh- optimum dietary essential: nonessential an yuwana ikan gurami, Osphronemus amino acid ratio for rainbow trout (Onco- gouramy Lacepede, 1801 yang diberi rhynchus mykiss), which maximizes ni- pakan dengan penambahan glutamin. trogen retention and minimizes nitrogen Jurnal Iktiologi Indonesia, 19(1): 1-11. excretion. Fish Physiology and Bio- chemistry, 27(1-2): 109-115. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1999. Official methods of Han Y, Koshio S, Jiang Z, Ren T, Ishikawa M, analysis of AOAC international. 16th ed. Yokoyama S, Gao J. 2014. Interactive AOAC International. USA. effects of dietary taurine and glutamine on growth performance, blood para- Bergmeyer HU, Grassi M. 1983. Methods of meters and oxidative status of japanese enzimatic analysis. Vol. V: Enzymes 3: flounder Paralichthys olivaceus. Aqua- Peptidases, proteinases and their inhi- culture, 434: 348-354. bitors. VCH Verlagsgesellschaft MBH, Weinheim. Hong X, Qing Z, Chang-an W, Zhi-gang Z, Ling L, Lian-sheng W, Jin-nan L, Qi-you Brosnan JT, Brosnan ME. 2013. Glutamate: a X. 2014. Effect of dietary alanyl-glut- truly functional amino acid. Amino Acids, amine supplementation on growth perfor- 45(3): 413-418. mance, development of intestinal tract, antioxidant status and plasma non- Cheng Z, Buentello A, Gatlin III DM. 2011. specific immunity of young mirror carp Effects of dietary arginine and glutamine (Cyprinus carpio L.). Journal of North-

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 357 Pengayaan Daphnia sp. dengan glutamin

east Agricultural University (English Artemia sp. awetan dan cacing sutera Edition), 21(4): 37-46. untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva gurami (Osphronemus Ighodaro OM, Akinloye OA. 2018. First line gouramy, Lac.). Journal of Aquaculture defence antioxidants-superoxide dismu- Management and Technology, 4(2): 117- tase (SOD), catalase (CAT) and glutathi- 124. one peroxidase (GPX): their fundamental role in the entire antioxidant defence Qiyou X, Qing Z, Hong X, Chang'an W, Da- grid. Alexandria Journal of Medicine, jiang S. 2011. Dietary glutamine supple- 54(4): 287-293. mentation improves growth performance and intestinal digestion/absorption ability Jusadi D, Aprilia T, Suprayudi MA, Yaniharto in young hybrid sturgeon (Acipenser D. 2015. Pengkayaan rotifer dengan schrenckii ♀ × Huso dauricus ♂). Jour- asam amino bebas untuk larva kerapu be- nal of Applied Ichthyology, 27(2): 721- bek Cromileptes altivelis. Ilmu Kelautan, 726. 20(4): 207-214. Pohlenz C, Buentello A, Bakke AM, Gatlin III Lin Y, Xiao QZ. 2006. Dietary glutamine DM. 2012. Free dietary glutamine supplementation improve structure and improves intestinal morphology and in- function of intestine of juvenile Jian carp creases enterocyte migration rates, but (Cyprinus carpio var. Jian). Aquaculture, has limited effects on plasma amino acid 256(1-4): 389-394. profile and growth performance of chan- nel catfish Ictalurus punctatus. Aqua- Liu J, Mai K, Xu W, Zhang Y, Zhou H, Ai Q. culture, 370-371: 32-39. 2015. Effects of dietary glutamine on survival, growth performance, activities Pranata A, Raharjo EI, Farida. 2017. Pengaruh of digestive enzyme, antioxidant status padat tebar terhadap laju pertumbuhan and hypoxia stress resistance of half- dan kelangsungan hidup larva ikan gura- smooth tongue sole (Cynoglossus semi- me (Osphronemus gouramy). Jurnal Ru- laevis Günther) post larvae. Aquaculture, aya, 1(5): 1-6. 446: 48-56. Raharjo EI, Hasan H, Darmawan. 2016. Pergan- Lucas WGF, Kalesaran OJ, Lumenta C. 2015. tian pakan terhadap pertumbuhan dan Pertumbuhan dan kelangsungan hidup kelangsungan hidup larva ikan gurami larva gurami (Osphronemus gouramy) (Osphronemus gouramy). Jurnal Ruaya, dengan pemberian beberapa jenis pakan. 1(4): 13-17. Jurnal Budidaya Perairan, 3(2): 19-28. Saputra A, Jusadi D, Suprayudi MA, Supriyono Misra HP, Fridovich I. 1972. The role of super- E, Sunarno MTD. 2018. Pengaruh freku- oxide anion in the autoxidation of epine- ensi pemberian Moina sp. sebagai pakan phrine and a simple assay for superoxide awal pada pemeliharaan larva ikan gabus dismutase. Journal of Biological Chemis- Channa striata dengan sistem air hijau. try, 247(10): 3170-3175. Jurnal Riset Akuakultur, 13(3): 239-249.

Mokoginta I, Jusadi D, Pelawi TL. 2003. Penga- Sari DWK, Hardaningsih I, Rustadi. 2004. Per- ruh pemberian Daphnia sp. yang diper- kembangan embrio dan larva gurami kaya dengan sumber lemak yang berbeda (Osphronemus goramy Lac.) bastar, terhadap kelangsungan hidup dan per- bluesafir, dan bule. Jurnal Perikanan, tumbuhan larva ikan nila, Oreochromis 6(2): 56-61. niloticus. Jurnal Akuakultur Indonesia, 2(1): 7-11. Setiawati M, Azwar NR, Mokoginta I, Affandi R. 2007. Kebutuhan mineral seng (Zn) Newsholme P, Lima MMR, Procopio J, Pithon- untuk benih ikan gurame (Osphronemus Curi TC, Doi SQ, Bazotte RB, Curi R. , Lac.). Jurnal Akuakultur Indo- 2003. Glutamine and glutamat as vital nesia, 6(2): 161-169. metabolites. Brazilian Journal of Medi- cal and Biological Research, 36(2): 153- Suprayudi MA, Setiawati M. 2003. Kebutuhan 163. ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) akan mineral fosfor. Jurnal Akua- Nugroho II, Subandiyono, Herawati VE. 2015. kultur Indonesia, 2(2): 67-71. Tingkat pemanfaatan Artemia sp. beku,

358 Jurnal Iktiologi Indonesia Fahmi et al.

Tapiero H, Mathé G, Couvreur P, Tew KD. Journal of Animal Science, 89(7): 2017- 2002. II. Glutamine and glutamate. Bio- 2030. medicine and Pharmacotherapy, 56(9): 446- 457. Yandes Z, Affandi R, Mokoginta I. 2003. Pe- ngaruh pemberian selulosa dalam pakan Wu G, Bazer FW, Johnson GA, Knabe DA, terhadap kondisi biologis benih ikan Burghardt RC, Spencer TE, Li XL, Wang gurami (Osphronemus gouramy Lac). JJ. 2011. Important roles for L-glutamine Jurnal Iktiologi Indonesia, 3(1): 27-33. in swine nutrition and production.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 359 Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3): 361-374 DOI: https://doi.org/10.32491/jii.v19i3.502

Iktiofauna di Sungai Alas sekitar Stasiun Penelitian Soraya, Kawasan Ekosistem Leuser, Subulussalam, Aceh [Ichthyofauna of Alas River, around Soraya Research Station, Leuser Ecosystem Area, Subulussalam, Aceh] Furqan Maghfiriadi1, Ilham Zulfahmi1,2 , Epa Paujiah3, M. Ali Sarong4

1Pusat Kajian dan Konservasi Akuatik, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Kota Pelajar dan Mahasiswa, Darussalam, Banda Aceh 23111, surel: [email protected]

2Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Kota Pelajar dan Mahasiswa, Darussalam, Banda Aceh 23111, surel: [email protected]

3Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Jalan AH. Nasution, No. 105, Cibiru, Bandung 40614, surel: [email protected]

4Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Teuku Umar, Jalan Alue Peunyareng, Meureubo, Kabupaten Aceh Barat 23681, surel: [email protected]

Diterima: 17 April 2019; Disetujui: 10 September 2019

Abstrak Kajian iktiofauna diperlukan dalam rangka mengungkap keanekaragaman ikan, investigasi keberadaan ikan asli dan ikan asing, inventarisasi jenis-jenis ikan yang berpotensi sebagai ikan konsumsi dan hias, serta menjadi bagian dari upaya menemukan ikan jenis baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi ikan air tawar di Sungai Alas sekitar Stasiun Penelitian Soraya, Kawasan Ekosistem Leuser, Subulussalam, Aceh. Penelitian ini dilakukan mulai Juli hingga September 2018. Pengambilan contoh ikan dilakukan di enam stasiun penelitian dengan menggunakan alat tangkap berupa jaring insang, jala, pancing, serok dan sudu. Sebanyak 339 individu ikan yang tergolong kedalam 20 jenis, delapan famili dan tiga ordo berhasil dikoleksi selama penelitian. merupakan famili ikan yang paling banyak ditemukan. Enam belas jenis ikan yang dikoleksi berpotensi dijadikan sebagai ikan konsumsi. Ikan asing yang ditemukan berjumlah dua jenis yaitu ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan sapu-sapu (Pterygoplich- thys pardalis). Terdapat satu jenis ikan yang diduga berpotensi sebagai ikan jenis baru yaitu sing-sing (Hemibagrus sp.). Hasil penelitian ini berpotensi dimanfaatkan sebagai data dasar dalam rangka pengambilan kebijakan pengelo- laan Kawasan Ekosistem Leuser di masa mendatang.

Kata penting: Cyprinidae, ikan asing, ikan hias, iktiofauna, keanekaragaman

Abstract The ichthyofaunal study is needed to reveal the diversity of fish, investigate the existence of native and introduced fish, inventory some species that are potential as consumed and ornamental fishes, and to be a part of the effort to find new species. This study aimed to determine the composition of freshwater fish in the Alas River around Soraya Research Station, Leuser Ecosystem Area, Subulussalam, Aceh. Research was conducted from July to September 2018. Fish sampling was carried out at six research stations using selective gill nets, throwing net, hook, tray net, and scoop net. A total of 339 individual’s sh belonging to 20 species, eight families and three orders was collected from sampling location. Cyprinidae was the predominant family found in the Alas River. As many of 16 fish species has the potential as consumption fish. Two introduced fishes were collected, namely tilapia (Oreochromis niloticus) and Amazon sailfin catfish (Pterygoplichthys pardalis). One fish species is thought to have the potential as a new species, i.e. catfish (Hemibagrus sp.). The result of this study can be used as a basic data for policy decision making in order to develop management program of Leuser ecosystem in the future.

Keywords: Cyprinidae, diversity, ichthyofauna, introduction fish, ornamental fish

______Penulis korespondensi

Alamat surel: [email protected]

Masyarakat Iktiologi Indonesia Iktiofauna di Sungai Alas 

Pendahuluan sistem yang saling berhubungan dengan aturan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) meru- dan fungsi ekosistem lainnya. Selain itu, kajian pakan bentang alam yang terletak antara Danau ini juga diperlukan dalam rangka inven-tarisasi Laut Tawar di Provinsi Aceh dan Danau Toba di serta acuan dasar pengambilan kebijakan Provinsi Sumatera Utara. Luas kawasan menca- konservasi pada suatu wilayah perairan (Siman- pai 2,5 juta Ha yang meliputi Taman Nasional juntak et al. 2011). Selain bernilai ekonomis, Gunung Leuser, Suaka Margasatwa, Hutan Lin- ikan juga memiliki sensitivitas yang tinggi ter- dung dan Cagar Alam (Consortium SAFEGE hadap perubahan kuantitatif dan kualitatif ha- 2014). KEL berperan penting menjaga kesta- bitat perairan sehingga berpotensi dijadikan bilan sistem penyangga kehidupan (life support sebagai bioindikator untuk menilai kesehatan system) dan menyuplai air bagi masyarakat di lingkungan perairan (Laffaille et al. 2005, Sar- kedua provinsi tersebut. Djufri (2015) kar et al. 2008, Chovanec et al. 2003, Darwall mengungkapkan bahwa KEL juga memiliki & Vie 2005). keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya Jumlah flora dalam KEL diperkirakan men- diketahui bahwa komposisi jenis ikan air tawar capai 3.500 jenis termasuk di antaranya Raflesia di KEL cenderung menurun. Sungai Alas meru- (Rafflesia atjehensis, R. micropylora, dan Rhi- pakan salah satu sungai di KEL yang menga- zanthes zippelnii), sedangkan keanekaragaman lami penurunan jenis ikan air tawar dalam ren- faunanya meliputi mamalia, aves, reptilia, am- tang waktu 17 tahun. Wirjoatmodjo (1987) phibia, ikan dan berbagai jenis avertebrata. melaporkan jumlah jenis ikan yang teridentifi- Meskipun demikian, upaya untuk mengungkap kasi pada tahun 1987 di Sungai Alas berjumlah keanekaragaman ikan di KEL masih tergolong 12 jenis ikan, sedangkan pada tahun 2004 jum- rendah jika dibandingkan dengan fauna dari lah jenis ikan yang berhasil teridentifikasi di subfilum lainnya. sungai ini menurun menjadi sembilan jenis ikan Penelitan keanekaragaman ikan di KEL (Defira & Muchlisin 2004). Penurunan jenis telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelum- ikan tersebut diduga berkaitan erat dengan keru- nya, di antaranya Wirjoatmodjo (1987), Defira sakan lingkungan yang terjadi di sepanjang dae- & Muchlisin (2004), Hadiaty (2005), dan rah aliran sungai dalam KEL. Haryono (2006). Dari hasil penelitian Hadiaty Pascadamai Aceh sampai dengan seka- (2005), diketahui bahwa banyak ikan jenis baru rang, pemerintah telah bekerja sama dengan ditemukan pada berbagai sungai dalam kawasan berbagai lembaga swadaya masyarakat pemer- KEL yang belum terindetifikasi. Ikan jenis ter- hati lingkungan untuk merestorasi dan mereha- sebut sangat memungkinkan bersifat endemik bilitasi flora fauna dalam KEL. Ditambah lagi hingga perlu dijaga kelestariannya. upaya untuk meminimalkan kerusakan hutan Saat ini, penelitian terkait iktiofauna dan dan daerah aliran sungai akibat penjarahan, kaitannya dengan pengelolaan habitat menjadi pembalakan liar, maupun pembukaan lahan juga sebuah tantangan besar (Dudgeon et al. 2006). terus ditingkatkan. Dengan demikian, tidak ter- Chalar (2009) menyatakan bahwa kajian iktio- tutup kemungkinan jumlah jenis ikan air tawar fauna merupakan komponen penting dari eko- yang ada di KEL, khususnya Sungai Alas dapat

362 Jurnal Iktiologi Indonesia Maghfiriadi et al.  kembali meningkat. Meningkatkan keragaman Bahan dan metode jenis ikan dan kelompok avertebrata akibat pro- Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal gram restorasi dan rehabilitasi kawasan telah 10 Juli sampai dengan 22 September 2018. pernah dilaporkan terjadi di beberapa lokasi di- Pengambilan contoh ikan dilakukan pada enam antaranya di Sungai Ume, Swedia Utara (Lepori stasiun di sepanjang aliran Sungai Alas dengan et al. 2005), kawasan ekosistem terumbu karang tipologi habitat yang berbeda. Deskripsi tiap sta- Kalimantan Timur (Novak et al. 2013) dan per- siun penelitian disajikan pada Tabel 1, sedang- airan daratan Hutan Harapan (Sukmono kan peta stasiun penelitian disajikan pada Gam- et al. 2013). Penelitian ini bertujuan mengkaji bar 1. Tahap identifikasi contoh ikan dilakukan komposisi ikan air tawar di Sungai Alas sekitar di Laboratorium Terpadu Biologi, Fakultas Stasiun Penelitian Soraya, Kawasan Ekosistem Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Leuser, Subulussalam, Aceh. Ar-Raniry.

Gambar 1 Peta Lokasi dan Stasiun Penelitian (Sumber: Peta rupa bumi indonesia, Peta administrasi Aceh, Citra Google Earth 2019). Keterangan: 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 merupakan stasiun penelitian

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 363 Iktiofauna di Sungai Alas 

Tabel 1 Profil stasiun penelitian Stasiun Lokasi Deskripsi stasiun 1 Bengkung Lebar sungai berkisar sepuluh meter dengan kisaran kedalamaan 02q59'39,60" LU sungai lebih dari lima meter, arus relatif deras, substrat berupa 097q55'22,77" BT pasir berbatuan, kecerahan rendah dengan warna air kehijauan, pH berkisar 7,3-7,7 dan oksigen terlarut berkisar 6,1-6,7 mg L-1, suhu air 24qC, tutupan vegetasi di sekitar sungai berupa pohon besar dan liana (Uncaria glabrata).

2 Ruam Lebar sungai berkisar 60 meter dengan kisaran kedalaman 02q56'01,26" LU sungai lebih dari 10 meter, arus relatif deras, substrat berupa 097q56'51,17" BT pasir berlumpur, kecerahan rendah dengan warna air kuning kehijauan, pH berkisar 7,5-8,3 dan oksigen terlarut berkisar 6,0- 6,8 mg L-1, suhu air 25qC, tutupan vegetasi di sekitar sungai berupa pohon besar dan liana (U. glabrata).

3 Anak sungai sekitar Lebar sungai berkisar enam meter dengan kedalaman sungai stasiun penelitian satu meter, arus relatif lambat, substrat berbatu, kecerahan Soraya tinggi dengan warna air kehijauan, pH berkisar 7,0-7,4 oksigen 02q55'24,58" LU terlarut berkisar 6,0-6,6 mg L-1, suhu air 26qC, vegetasi 097q55'42,78" BT dominan di sekitar sungai berupa liana (U. glabrata), lumut dan pohon.

4 Sembelin Lebar sungai berkisar 50 meter dengan kedalaman sungai 10 02q54'48,72" LU meter, arus relatif deras, subtrat berbatu, kecerahan tinggi 097q56'33,87" BT dengan warna air kehijauan, pH berkisar 7,0-7,9 dan oksigen terlarut berkisar 5,9-6,6 mg L-1, suhu air 26qC, vegetasi tum- buhan dominan di sekitar sungai berupa liana (U. glabrata) dan pohon besar.

5 Lae Soraya Lebar sungai berkisar 60 meter dengan kedalaman sungai 10 02q55'19,28" LU meter, arus relatif deras, substrat berlumpur dan berbatu, ke- 097q55'51,06" BT cerahan rendah dengan warna air kuning kecokelatan, pH berkisar 7,89-8,22 dan oksigen terlarut berkisar 5,9-6,4 mg L-1, suhu air 27qC, vegetasi dominan di sekitar sungai berupa liana (U. glabrata) dan pohon besar.

6 Pulau Sidulah Lebar sungai berkisar 60 meter dengan kedalaman sungai 10 02q54'10,89" LU meter, arus relatif deras, substrat pasir berlumpur, kecerahan 097q55'10,32" BT rendah dengan warna air kuning kecokelatan, pH berkisar 7,1-7- 6 dan oksigen terlarut berkisar 6,0-6,7 mg L-1, suhu air 27qC, vegetasi dominan di sekitar sungai berupa liana (U. glabrata) dan pohon besar.

Pengambilan contoh ikan mengacu pada bentangan 30 m dan tinggi 1 m. Ukuran mata penelitian Haryono (2006) dan Sukmono et al. jaring yang digunakan adalah 0,5 inci, 1 inci, (2013). Penangkapan ikan melalui penebaran dan 1,5 inci dengan jarak antarjaring sejauh 50 jala dilakukan sebanyak 15 kali pada setiap sta- m. Pada area sungai yang tertutup vegetasi, pe- siun pengambilan contoh, sedangkan pemasang- nangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan an jaring insang dilakukan pada pukul 09.00- sudu (tray net) dan serok (scoop net). 15.00 dan diangkat setiap dua jam sekali. Jaring Contoh ikan yang tertangkap dikelom- insang yang digunakan mempunyai panjang pokkan berdasarkan ciri-ciri morfologis yang

364 Jurnal Iktiologi Indonesia Maghfiriadi et al.  sama dan masing-masing jenis dihitung jumlah- Ditinjau dari sebaran famili, Cyprinidae nya. Sebelum diawetkan, setiap contoh ikan da- merupakan famili yang paling dominan ditemu- lam keadaan segar difoto dengan kepala meng- kan yaitu sebanyak 10 jenis (50%), diikuti fami- hadap ke kiri (Sukmono et al. 2013). Dari tiap li Bagridae sebanyak 3 jenis (15%) dan famili jenis ikan diambil satu ekor sebagai contoh Channidae sebanyak dua jenis (10%). Famili untuk kemudian dimasukkan ke dalam botol Nemacheilidae, Cichlidae, , Loricari- koleksi berisi formalin 4%, dan diberi label idea, dan Clariidae terwakili oleh masing-masing (Saanin 1984). Identifikasi contoh ikan dilaku- satu jenis atau 5% dari total famili (Gambar 2). kan berdasarkan kecocokan karakter morfome- Berdasarkan perolehan ikan per stasiun peneli- trik mengacu kepada buku identifikasi Allen et tian, diketahui bahwa stasiun 5 memiliki pero- al. (1990), Kottelat et al. (1993), Rachmatika lehan koleksi terbanyak yaitu 99 individu, se- (2004), Haryono (2006), Tan & Kottelat (2009) dangkan perolehan koleksi paling sedikit diper- dan laman resmi fishbase (Froese & Pauly oleh pada stasiun 2 yaitu sebanyak 36 individu. 2019). Potensi pemanfaatan ikan yang dikoleksi, Stasiun 2 juga memiliki perolehan jumlah spe- baik untuk kebutuhan konsumsi dan hias sies yang lebih rendah dibanding stasiun lain- mengacu pada pendapat Muchlisin (2013). Po- nya, walaupun demikian, jumlah famili ikan tensi ikan konsumsi ditentukan melalui hasil yang ditemukan di stasiun ini lebih tinggi dari wawancara dengan masyarakat sekitar terkait stasiun 4. Koleksi famili terbanyak diperoleh rasa, ketersediaan dan harga ekonomisnya, dari stasiun 5 dan 6 yaitu sebanyak empat fami- sedangkan potensi ikan hias mengacu pada li, diikuti dengan stasiun 1, 2 dan 3 masing- warna sisik dan sirip, morfologi, pola warna masing sebanyak tiga famili, sedangkan stasiun tubuh, dan tingkah laku. 4 hanya diperoleh dua famili (Gambar 3). Di antara 20 spesies yang ada di Sungai Hasil Alas KEL, 18 spesies adalah ikan asli Indonesia, Penelitian di Sungai Alas KEL berhasil sedangkan dua sepsis lainnya dikategorikan ikan mengoleksi 20 jenis ikan yang tergolong dalam asing yaitu nila (Oreochromis niloticus) dan delapan famili dan tiga ordo dengan total indivi- ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis). Di- du sebanyak 339 individu. Jenis ikan yang pa- tinjau dari status konservasi IUCN, ikan yang ling banyak dikoleksi adalah ikan seredeng berhasil dikoleksi di Sungai Alas KEL digo- ( sumatrana) sebanyak 57 individu, di- longkan ke dalam tiga kategori yaitu: berisiko ikuti oleh ikan jurung (Tor tambra) sebanyak 35 rendah (least concern) sebanyak 10 spesies, individu, serta ikan baung (Hemibagrus cave- informasi kurang (data deficient) sebanyak dua atus), dan ikan temabu (Hemibagrus nemurus), spesies, dan belum dievaluasi (not evaluated) yaitu masing-masing sebanyak 31 individu. Ikan sebanyak delapan spesies. Berdasarkan potensi- bujuk (Channa lucius), ikan lele batu (Clarias nya, sebagian besar jenis ikan berpotensi dijadi- teijsmani), dan ikan kebaro (Hampala macrole- kan sebagai ikan konsumsi (16 jenis), delapan pidota) merupakan jenis ikan yang paling sedi- jenis berpotensi dijadikan sebagai ikan hias, dan kit tertangkap yaitu masing-masing sebanyak empat jenis berpotensi sebagai ikan hias sekali- tiga individu (Tabel 2). gus konsumsi (Tabel 3).

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 365 Iktiofauna di Sungai Alas 

Tabel 2 Spesies ikan yang dikoleksi di Sungai Alas Total Ordo Famili No Spesies Nama lokal (spesimen) Cyprinidae 1 Mystacoleucus marginatus cekudun 4 2 Oliotius oligolepis gaman 12 3 Puntius brevis kopras 21 4 Cyclocheilichthys armatus gar-gar 9 5 Tor tambra jurung 35 6 Osteochilus vittatus seleng 9 7 Osteochilus serokan pahitan 8 8 Rasbora bankanensis seredeng 30 9 Rasbora sumatrana sulung panjang 57 10 Hampala macrolepidota kebaro 3 Nemacheilidae 11 Nemacheilus fasciatus incir 12

Perciformes Cichlidae 12 Oreochromis niloticus nila 9 Channidae 13 Channa striata bace 4 14 Channa lucius bujuk 3

Siluriformes Siluridae 15 geminus bale-bale 24 Loricariidae 16 Pterygoplichthys pardalis sapu-sapu 6 Clariidae 17 Clarias teijsmani lele batu 3 Bagridae 18 Hemibagrus nemurus temabu 31 19 Hemibagrus sp. sing-sing 28 20 Hemibagrus caveatus baung 31

10% Cyprinidae Nemacheilidae 15% Clichlidae Siluridae 50% 5% Loricariidae Claridae 5% Bagridae 5% Channidae 5% 5%

Gambar 2 Persentasi famili ikan yang ditemukan di lokasi penelitian

366 Jurnal Iktiologi Indonesia Maghfiriadi et al. 

Tabel 3 Perolehan koleksi pada setiap stasiun penelitian, status IUCN beserta potensinya

ORDO Famili Spesies St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 IUCN Potensi

CYPRINIFORMES Cyprinidae Mystacoleucus marginatus 0 0 0 0 4 0 LC K Oliotius oligolepis 0 0 12 0 0 0 NE H Puntius brevis 0 0 21 0 0 0 LC H & K Cyclocheilichthys armatus 0 0 0 3 6 0 LC K Tor tambra 15 0 0 0 20 0 DD K Osteochilus vittatus 4 0 0 5 0 0 LC K Osteochilus serokan 0 0 0 8 0 0 DD K Rasbora bankanensis 0 0 30 0 0 0 NE H Rasbora sumatrana 0 9 5 7 22 14 NE H & K Hampala macrolepidota 3 0 0 0 0 0 LC H & K Nemacheilidae Nemacheilus fasciatus 0 0 12 0 0 0 NE H

PERCIFORMES Clichlidae Oreochromis niloticus 0 0 0 0 0 9 LC K Channidae Channa striata 0 0 0 0 4 0 LC K Channa lucius 0 0 0 0 3 0 LC K

SILURIFORMES Siluridae Kryptopterus geminus 0 12 0 0 12 0 LC K Loricariidae Pterygoplichthys pardalis 2 0 0 0 0 4 NE H Clariidae Clarias teijsmani 0 0 3 0 0 0 NE K Bagridae Hemibagrus nemurus 6 3 0 7 11 6 LC K Hemibagrus sp. 7 4 0 4 7 6 NE H & K Hemibagrus caveatus 5 6 0 2 10 8 NE K Jumlah 42 34 83 36 99 45 * H dan K = hias dan konsumsi, DD = data deficient, NE = not evaluated, LC = least concern

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 367 Iktiofauna di Sungai Alas 

99

83

45 42 Famili 34 36

Spesies 10 7 5 6 7 6 3 3 3 2 4 4 Individu

St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6

Gambar 3 Distribusi famili, spesies dan individu pada setiap stasiun penelitian

Pembahasan Bahorok sekitar Stasiun Penelitian Bukit La- Kajian iktiofauna diperlukan dalam rang- wang (Haryono 2006). Penelitian di perairan ka mengungkap keanekaragaman ikan, investi- sekitar Stasiun Penelitian Ketambe berhasil gasi keberadaan ikan asli dan ikan asing, inven- mengoleksi 12 jenis ikan (Wirjoatmodjo 1987), tarisasi jenis-jenis ikan berpotensi konsumsi dan 53 jenis di perairan sekitar Stasiun Penelitian hias, serta menjadi bagian dari upaya menemu- Suaq Balimbing (Hadiaty 2005), sembilan jenis kan ikan jenis baru (Hadiaty 2005, Hadiaty ikan di Sungai Alas sekitar Stasiun penelitian 2011, Hadiaty & Sauri 2017). Sukmono et al. Soraya (Defira & Muchlisin 2004), dan 32 jenis (2013) mengungkapkan bahwa hasil kajian ikan di Sungai Bahorok sekitar Stasiun iktiofauna sangat diperlukan sebagai dasar kegi- penelitian Bukit Lawang (Haryono 2006). atan restorasi dan konservasi perairan. Di sam- Berdasarkan jenisnya, sebanyak 13 jenis ping itu, hasil kajian ini diharapkan dapat digu- ikan yang berhasil dikoleksi dalam penelitian ini nakan oleh pihak berwenang terkait sebagai belum pernah dilaporkan keberadaannya di per- dasar pengelolaan sumber daya perairan khu- airan KEL lainnya, sedangkan tujuh jenis lain- susnya di KEL. nya sudah pernah dilaporkan. Adapun jenis ikan Beberapa peneliti sudah pernah melapor- yang tidak ditemukan di perairan KEL lainnya kan profil iktiofauna dalam KEL di antaranya di ialah cekudun (Mystacoleucus marginatus), Sungai Alas sekitar Stasiun Penelitian Ketambe kopras (Puntius brevis), seleng (Osteochilus (Wirjoatmodjo 1987), Sungai Lembang sekitar vittatus), seredeng (Rasbora bankanensis), incir Stasiun Penelitian Suaq Balimbing (Hadiaty (Nemacheilus fasciatus), gar-gar (Cyclocheilich- 2005), Sungai Alas sekitar Stasiun Penelitian thys armatus), nila (Oreochromis niloticus), Soraya (Defira & Muchlisin 2004) serta Sungai bale-bale (Kryptopterus geminus), sapu-sapu

368 Jurnal Iktiologi Indonesia Maghfiriadi et al. 

(Pterygoplichthys pardalis), lele batu (Clarias Secara temporal, penelitian ini berhasil teijsmani), temabu (Hemibagrus nemurus), sing- mengoleksi lebih banyak jenis ikan dibanding sing (Hemibagrus sp.), dan bujuk (Channa dengan penelitian terdahulu terkait iktiofauna di lucius). Sebaliknya, jenis ikan yang juga dila- Sungai Alas sekitar Stasiun Penelitian Soraya. porkan keberadaannya di perairan KEL lainnya Pada tahun 2004, Defira & Muchlisin (2004) ialah ikan sulung panjang (Rasbora sumatrana), hanya berhasil mengoleksi sembilan jenis ikan, gaman (Oliotius oligolepis), jurung (Tor tam- sedangkan dalam penelitian ini berhasil dikolek- bra), pahitan (Osteochilus serokan), baung si hingga 20 jenis ikan. Meningkatnya jumlah (Hemibagrus caveatus), bace (Channa striata), jenis ikan yang berada di kawasan ini diduga dan kebaro (Hampala macrolepidota) (Defira & tidak terlepas dari berbagai upaya pemerintah Muchlisin 2004, Hadiaty 2005). bersama dengan lembaga swadaya masyarakat Perbedaan komposisi jenis ikan antarka- di bidang lingkungan hidup yang telah melaku- wasan perairan dalam KEL tersebut sering dika- kan restorasi dalam KEL melalui program refo- itkan dengan perbedaan morfologi dan parame- restasi lahan bekas perkebunan sawit. Disam- ter fisik kimiawi air sungai serta topografi lahan ping itu, upaya edukasi konservasi kepada ma- di sekitar daerah aliran sungai (Harrison & syarakat sekitar juga terus ditingkatkan di anta- Whitfield 2006, Brinda et al. 2010, Nicolas et ranya melalui sosialisasi penggunaan alat tang- al. 2010). Secara morfologis, sungai sekitar kap ikan ramah lingkungan. Sebagai informasi, Stasiun Penelitian Suaq Balimbing cenderung walaupun KEL termasuk ke dalam kawasan hu- berdekatan dengan wilayah hilir serta berukuran tan lindung, akan tetapi akibat konflik bersenja- lebih lebar. Menurut Payne (1986), perairan hilir ta dan alasan keamanan, upaya perlindungan cenderung memiliki keanekaragaman jenis ikan terhadap kawasan ini sempat terabaikan. Hal ini yang lebih tinggi disebabkan ketersediaan ruang kemudian berdampak pada banyaknya hutan yang cukup (baik untuk ikan demersal maupun yang dikonversi menjadi perkebunan sawit, ikan pelagis). Selain itu, perairan hilir juga meningkatnya penebangan liar, perburuan satwa memiliki ketersediaan makanan yang lebih langka, serta penangkapan ikan tidak ramah banyak, tidak hanya bagi ikan air tawar tetapi lingkungan seperti dengan menggunakan racun juga bagi ikan estuari lainnya. Berdasarkan dan sengatan listrik. parameter fisik kimiawi air, Sungai Alas di Kail et al. (2015) mengungkapkan bahwa sekitar Stasiun Penelitian Ketambe memiliki terdapat pengaruh positif kegiatan restorasi ter- arus yang lebih cepat dibandingkan dengan hadap kelimpahan dan keanekaragaman jenis Sungai Alas di seki-tar Stasiun Penelitian ikan. Pengaruh tersebut dapat bersifat langsung Soraya. Topografi lahan di daerah aliran sungai maupun tidak langsung. Secara langsung, ada- sekitar Stasiun Penelitian Ketambe juga masih nya aktivitas restorasi dan rehabilitasi seperti didominasi oleh vegetasi alami, sedangkan di penanaman pohon di sekitar daerah aliran daerah aliran sungai sekitar Stasiun Penelitian sungai dan pemasangan bronjong untuk mena- Soraya terdapat beberapa lokasi yang telah han longsoran tanah dapat berdampak pada me- mengalami alih fungsi lahan menjadi ningkatnya kecerahan perairan. Dengan demi- perkebunan kelapa sawit. kian beberapa jenis ikan yang mencari makan

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 369 Iktiofauna di Sungai Alas  dengan mengandalkan penglihatan dapat kem- nunjukkan bahwa kajian iktiologi di Indonesia bali hadir ke daerah tersebut. Secara tidak lang- masih perlu mendapat banyak perhatian. sung, adanya perubahan kondisi sosial ekonomi Hadiaty et al. (2019) mengungkapkan bahwa dan persepsi masyarakat di sekitar Sungai Alas saat ini penelitian iktiofauna di Indonesia masih yang tidak lagi menggunakan alat tangkap ikan cenderung menghadapi banyak kendala di anta- tidak ramah lingkungan diduga juga ikut me- ranya terbatasnya dana penelitian, minimnya mengaruhi kehadiran berbagai jenis ikan lain. peralatan pendukung serta kesulitan beradaptasi Berdasarkan kategori status konservasi dengan keberagaman suku dan budaya di IUCN, ikan di Sungai Alas sekitar Stasiun Pe- Indonesia. nelitian Soraya terbagi atas tiga kategori yaitu: Dilihat dari potensi pemanfaatannya oleh sebanyak sepuluh jenis (50%) tergolong keda- manusia, sebanyak 16 jenis (57%) ikan yang lam beresiko rendah (least concern), delapan berhasil dikoleksi berpotensi dijadikan sebagai jenis (40%) tergolong kedalam belum dievaluasi ikan konsumsi, empat jenis (29%) berpotensi (not evaluated), dan dua jenis (10%) tergolong sebagai ikan hias, dan delapan jenis (14%) kedalam informasi kurang (data deficient). Di- berpotensi sebagai ikan konsumsi sekaligus ikan bandingkan dengan hasil penelitian iktiofauna di hias. Beberapa jenis ikan konsumsi bernilai eko- Hutan Harapan Jambi pada tahun 2013, kategori nomis tinggi yaitu ikan jurung (Tor tambra), IUCN di Sungai Alas sekitar Stasiun Penelitian kebaro (Hampala macrolepidota), pahitan (Os- Soraya masih lebih sedikit. Kategori IUCN di teochilus serokan), dan seleng (Osteochilus Hutan Harapan Jambi terbagi atas lima kategori vittatus). Berdasarkan hasil wawancara dengan IUCN yaitu: sebanyak 74 jenis (60%) tergolong nelayan setempat diketahui bahwa harga ikan kedalam belum dievaluasi (not evaluated), 41 jurung berkisar antara Rp. 150.000-170.000 per jenis (33,3%) tergolong ke dalam beresiko ren- kg, ikan kebaro berkisar antara Rp. 60.000- dah (least concern), empat jenis (3,25%) tergo- 90.000 per kg, sedangkan ikan pahitan, dan long ke dalam informasi kurang (data deficient), seleng berkisar antara Rp. 50.000-70.000 per kg. tiga jenis (2,4%) tergolong ke dalam hampir Ikan sing-sing (Hemibagrus sp.) dan seredeng terancam (near theatened), dan satu jenis (0,8%) (Rasbora bankanensis) (Gambar 4 dan 5) meru- tergolong kedalam genting atau terancam pakan dua jenis ikan berpotensi hias yang paling (endangered) (Sukmono et al. 2013). Saat ini sering ditemukan di Sungai Alas. Ikan ini berpo- mayoritas status IUCN terhadap hasil kajian tensi menjadi ikan hias dikarenakan mempunyai iktiofauna di Indonesia didominasi oleh kategori pola warna yang menarik. belum dievaluasi (not evaluated). Hal ini me-

370 Jurnal Iktiologi Indonesia Maghfiriadi et al. 

Gambar 4 Rasbora bankanensis

Gambar 5 Hemibagrus sp.

Ada dua spesies ikan asing yang di- perairan lain di Indonesia di antaranya Sungai koleksi pada penelitian ini yaitu ikan nila Cimanuk, Kabupaten Garut (Yuanda et al. (Oreochromis niloticus) dan ikan sapu-sapu 2012), Sungai Cidanau, Banten (Abdurahim et (Pterygoplichthys pardalis). Keberadaan ikan al. 2004), dan perairan Ciliwung (Elfidasari et nila telah banyak dilaporkan keberadaannya al. 2016). baik pada perairan KEL maupun perairan da- Jumlah ikan asing yang ditemukan di ratan lainnya di Indonesia seperti Sungai Baho- Sungai Alas masih lebih sedikit dibandingkan rok sekitar Stasiun Penelitian Bukit Lawang dengan Sungai Bahorok sekitar Stasiun Peneli- (Haryono 2006), perairan sekitar Stasiun Pene- tian Bukit Lawang yaitu sebanyak empat jenis litian Suaq Balimbing, perairan sekitar Stasiun (Haryono 2006) serta Sungai Ciliwung dan Ci- Penelitian Ketambe (Hadiaty 2005), dan Sungai sadane yaitu sebanyak tujuh jenis ikan (Hadiaty Cisadea, Jawa Barat (Paujiah et al. 2013). Ber- 2011). Keberadaan ikan asing khususnya ikan dasarkan hasil penelusuran, ikan sapu-sapu nila kemungkinan berasal dari aktivitas budi (Pterygoplichthys pardalis) tidak dijumpai di daya ikan di sekitar sungai oleh pengelola kebun perairan KEL lainnya, walaupun demikian ikan yang sengaja dilepas atau terlepas akibat lim- ini dilaporkan telah sering dijumpai di beberapa pahan air ketika terjadi hujan. Terkait kehadiran

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 371 Iktiofauna di Sungai Alas  ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) ke si. Jumlah ikan asing yang ditemukan sebanyak Sungai Alas masih perlu dilakukan kajian lebih dua jenis yaitu ikan nila (Oreochromis niloticus) lanjut. Menurut Hadiaty (2011), keberadaan dan ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis). ikan-ikan asing tersebut perlu diwaspadai kare- Terdapat satu jenis ikan yang diduga sebagai na berpotensi mengganggu keberadaan ikan asli. ikan jenis baru yaitu sing-sing (Hemibagrus Potensi ditemukannya ikan jenis baru sp.). dalam KEL sudah pernah diungkapkan sebe- lumnya. Kajian iktiofauna yang dilakukan oleh Persantunan Hadiaty (2005), di Sungai Alas sekitar Stasiun Penelitian ini dibiayai oleh Forum Kon- Penelitian Ketambe dan Sungai Lembang seki- servasi Leuser (FKL) melalui program Peneli- tar Stasiun Penelitian Suaq Balimbing berhasil tian Kawasan Ekositem Leuser tahun 2018 (SK menemukan tujuh jenis ikan yang berpotensi No. 4/RST/FKL/II/2018). Ucapan terima kasih sebagai jenis baru yaitu Cyclocheilichthys sp., penulis haturkan kepada Muhammad Isa dan Homaloptera sp., Clarias sp., Leiocassis sp., Yusha Fitra Dani selaku Koordinator Lapangan Ompok sp., Glyptothorax sp.1 dan Glyptothorax dan Manager Stasiun Penelitian Soraya yang sp. Pada penelitian ini, diduga terdapat satu telah memfasilitasi penginapan dan sarana pen- jenis ikan yang berpotensi sebagai ikan jenis dukung pengambilan sampel. Terima kasih pula baru yaitu sing-sing (Hemibagrus sp.) (Gambar kepada Ibu Renny Kurnia Hadiaty (Almh.) yang 5). Ikan ini memiliki perbedaan morfologis de- menyempatkan ikut serta membantu proses ngan ikan dari yang sama seperti Hemiba- identifikasi jenis ikan. Kepada Rusdi, Tami, grus caveatus berupa perbedaan warna dan Apong, Awi, Tambo, Mansur dan Kartini yang corak tubuh. Ikan sing-sing (Hemibagrus sp.) ikut membantu bekerjasama, senasib sepenang- memiliki warna kuning cerah dan cenderung gungan membantu pelaksanaan penelitian ini. tidak memiliki corak tubuh, sedangkan Hemi- bagrus caveatus memiliki warna abu-abu dan Daftar pustaka corak berupa garis-garis hitam di bagian tubuh- Abdurahim A, Wargasasmita S, Soewelo IS. 2004. Kelimpahan dan sebaran longitu- nya. Namun demikian, diperlukan kajian lebih dinal ikan-ikan di Sungai Cidanau, Ban- lanjut baik secara morfologis maupun molekuler ten. Jurnal Iktiologi Indonesia, 4(2): 57- 60. untuk memastikan bahwa ikan tersebut merupa- kan jenis baru. Allen G, Coates D, Kaiola P, Burgess W. 1990. Studies on freshwater fishes of New Guinea and Northern Australia. Western Simpulan Australian Museum. 206 p. Kajian iktiofauna di Sungai Alas sekitar Brinda S, Srinivasan M, Balakrishnan S. 2010. Stasiun Penelitian Soraya berhasil mengoleksi Studies on diversity of fin fish larvae in Vellar Estuary, southeast coast of India. sebanyak 20 spesies yang termasuk kedalam World Journal of Fish and Marine Scien- ces, 2(1): 44-50. tiga ordo dan delapan famili. Cryprinidae meru- pakan famili ikan yang paling ditemukan. Ber- Chalar G. 2009. The use of phytoplankton pat- terns of diversity for algal bloom mana- dasarkan potensinya, 16 jenis (57%) yang diko- gement. Limnologica, 39(3): 200-208. leksi berpotensi dijadikan sebagai ikan konsum-

372 Jurnal Iktiologi Indonesia Maghfiriadi et al. 

Chovanec A, Hofer R, Schiemer F. 2003. Fish Hadiaty RK. 2011. Diversitas dan hilangnya as bioindicators. In: Markert BA, Breure jenis-jenis ikan di Sungai Ciliwung dan AM, Zechmeister HG (eds). Bioindica- Sungai Cisadane. Berita Biologi, 10(4): tors and biomonitors: principles, concept 491-504. and applications. Elsevier, Amsterdam. pp 639-676. Hadiaty RK, Sauri S. 2017. Iktiofauna air tawar Pulau Enggano, Indonesia. Jurnal Iktio- Consortium SAFEGE. 2014. An appraisal of the logi Indonesia, 17(3): 273-287. Aceh Provincial spatial plan and options for review specific. Contract No: 2014/ Hadiaty RK, Rahardjo MF, Allen GR. 2019. 349451. Consortium SAFEGE, Brussels, Iktiofauna di pulau-pulau kecil dan te- Belgium. rumbu karang serta jenis-jenis baru ikan air tawar di perairan Indonesia. Jurnal Darwall WRT, Vie J-C. 2005. Identifying im- Iktiologi Indonesia, 19(1): 167-186. portant sites for conservation of fresh- water biodiversity: extending the species- Harrison TD, Whitfield AK. 2006. Tempera- based approach. Fisheries Management ture and salinity as primary determinants and Ecology, 12(5): 287-293. influencing the biogeography of fishes in South African estuaries. Estuarine, Coas- Defira CN, Muchlisin ZA. 2004. Populasi Ikan tal and Shelf Science, 66(1-2): 335-345. di Sungai Alas Stasiun Penelitian Soraya Kawasan Ekosistem Leuser Simpang Kiri Haryono. 2006. Iktiofauna di Danau Semayang- Kabupaten Aceh Singkil, Jurnal Ilmiah Melintang kawasan Mahakam Tengah, MIPA, 7(1): 61-67. Kalimantan Timur. Jurnal Iktiologi Indo- nesia, 6(1): 75-78. Djufri. 2015. Ekosistem Leuser di Provinsi Aceh sebagai laboratorium alam yang Kail J, Brabec K, Poppe M, Januschke, K. 2015. menyimpan kekayaan biodiversitas untuk The effect of river restoration on fish, diteliti dalam rangka pencarian bahan macroinvertebrates and aquatic macro- baku obat-obatan. In: Setyawan AD, phytes: a meta-analysis. Ecological Indi- Sugiyarto, Pitoyo A, Sutomo, Widiastuti cators, 58: 311-321. A, Windarsih G, Supatmi (eds.). Prosi- Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjo- ding Seminar Nasional Masyarakat Bio- atmodjo S. 1993. Freshwater fishes of diversitas Indonesia, 1(7): 1543-1552. Western Indonesia and Sulawesi. Peri- Dudgeon D, Arthington AH, Gessner MO, Ka- plus Edition Ltd., Hong Kong. 221 p. wabata ZI, Knowler DJ, Lévêque C, Naiman RJ, Prieur-Richard AH, Soto D, Laffaille P, Acou A, Gullouet J, Legault A. Stiassny MLJ, Sullivan CA. 2006. Fresh- 2005. Temporal change in European eel, Anguilla anguilla, stock in a small catch- water biodiversity: importance, threats, ment after installation of fish passes. status and conservation challenges. Bio- Fisheries Management and Ecology, logical Reviews, 81(2): 163-182. 12(2): 123-129. Elfidasari D, Qoyyimah FD, Fahmi MR, Puspi- tasari RL. 2016. Variasi ikan sapu-sapu Lepori F, Palm D, Brännäs E, Malmqvist B. (Loricariidae) berdasarkan karakter mor- 2005. Does restoration of structural he- terogeneity in streams enhance fish and fologi di perairan Ciliwung. Jurnal Al- macroinvertebrate diversity? Ecological Azhar Indonesia Seri Sains dan Tekno- Applications, 15(6): 2060-2071. logi, 3(4): 221-225.

Froese R, Pauly D (eds.). 2019. Fishbase. World Muchlisin ZA. 2013. Potency of freshwater wide web electronic publication. www. fishes in Aceh waters as a basis for aqua- culture development program. Jurnal fishbase.org. version (08/2019). Iktiologi Indonesia, 13(1): 91-96. Hadiaty RK. 2005. Keanekaragaman jenis ikan Nicolas D, Lobry J, Le Pape O, Boët P. 2010. di Suaq Belimbing dan Ketambe, Taman Functional diversity in European estua- Nasional Gunung Leuser, Provinsi Nang- groe Aceh Darussalam. Jurnal Biologi ries: relating the composition of fish Indonesia, 3(9): 379-388. assemblages to the abiotic environment. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 88(3): 329-338.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 373 Iktiofauna di Sungai Alas 

Novak V, Santodomingo N, Rösler A, Di Mar- India: new approaches, assessment and tino E, Braga JC, Taylor PD, Johnson challenges, Biodiversity and Conserva- KG, Renema W. 2013. Environmental tion, 17(10): 2495-2511. reconstruction of a late Burdigalian (Mio- cene) patch reef in deltaic deposits (East Simanjuntak CPH, Sulistiono, Rahardjo MF, Kalimantan, Indonesia). Palaeogeogra- Zahid A. 2011. Iktiodiversitas di Perairan phy, Palaeoclimatology, Palaeoecology, Teluk Bintuni, Papua Barat. Jurnal Iktio- 374: 110-122. logi Indonesia, 11(2): 107-126.

Paujiah E, Solihin DD, Affandi R. 2013. Struk- Sukmono T, Solihin DD, Rahardjo MF, Affandi tur trofik komunitas ikan di Sungai Cisa- R. 2013. Iktiofauna di perairan hutan dea Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Jur- tropis dataran rendah, Hutan Harapan nal Iktiologi Indonesia, 13(2): 133-143. Jambi. Jurnal Iktiologi Indonesia, 13(2): 161-174. Payne AI. 1986. The ecology of tropical lakes and rivers. John Wiley & Sons, Chister. Tan HH, Kottelat M. 2009. The fishes of the 301 pp. Batang Hari drainage, , with des- cription of six new species. Ichthyologi- Pielou EC. 1975. Ecological diversity. John cal Exploration of Freshwaters, 20(1): Wiley & Sons. New York. 165 p. 13-69.

Rachmatika I. 2004. Fish fauna of the Gunung Wirjoatmodjo S. 1987. The river ecosystem in Halimun National Park, West Java. Bina- the forest area at Ketambe, Gunung mitra, Jakarta. 126 p. Leuser National Park, Aceh, Indonesia. Advances in Limnology, 28: 239-246. Saanin H. 1984. Taksonomi dan kunci identifi- kasi ikan 1. Binacipta. Jakarta. 245 pp. Yuanda MA, Dhahiyat Y, Herawati T. 2012. Struktur komunitas ikan di hulu Sungai Sarkar UK, Pathak AK, Lakra WS 2008. Con- Cimanuk Kabupaten Garut. Jurnal Pe- servation of freshwater fish resources of rikanan dan Kelautan, 3(3): 229-236.

374 Jurnal Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3): 375-390 DOI: https://doi.org/10.32491/jii.v19i3.503

Aspek biologi reproduksi ikan molly, Poecilia latipinna (Lesueur 1821) di tambak Bosowa Kabupaten Maros [Reproductive biology of sailfin molly, Poecilia latipinna (Lesueur, 1821) in tambak Bosowa Kabupaten Maros] Andi Tamsil dan Hasnidar

Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia, Jl. Urip Sumoharjo Km. 05, Makassar 90231. [email protected] [email protected]

Diterima: 16 Juli 2018; Disetujui: 10 September 2019

Abstrak Ikan molly, Poecilia latipinna adalah salah satu ikan hias asing di Indonesia. Ikan ini telah ditemukan masuk di areal pertambakan di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan sebagai hama. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi spesies dan mengamati aspek biologi reproduksinya. Penelitian berlangsung dari November 2017-April 2018 di areal pertambakan Bosowa Isuma Kabupaten Maros. Pengambilan sampel menggunakan jaring insang. Sampel dipisahkan untuk tujuan identifikasi dan pengamatan biologi reproduksinya. Untuk pengamatan biologi reproduksi sampel dipi- sahkan berdasarkan jenis kelamin dengan mengamati morfologi tubuh. Pengukuran panjang total menggunakan mis- tar geser dan penimbangan bobot dengan timbangan analitik. Gonad diawetkan dalam larutan formalin 4% digunakan untuk penentuan tingkat kematangan gonad dan fekunditas. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa ikan molly yang ditemukan adalah jenis Poecilia latipinna (Lesueur 1821). Sebaran ukuran panjang ikan jantan dan betina adalah 26- 76 dan 31-66 mm dengan rataan 51 dan 46 mm. Nisbah kelamin secara keseluruhan dan yang matang gonad (TKG IV) antara ikan jantan dan betina adalah 1 : 2 dan 1 : 10; pola pertumbuhan jantan dan betina adalah allometrik negatif dan isometrik; memijah sepanjang tahun dengan puncak pemijahan pada bulan Januari. Jumlah larva yang akan dila- hirkan (larval fecundity) berkisar 12-111 ekor dengan rata-rata ± 32 ekor larva/induk.

Kata penting: betina, biologi reproduksi, ikan molly, jantan

Abstract Sailfin molly, Poecilia latipinna is one of the alien ornamental fishes in Indonesia. This fish has been found in the aquaculture area in Maros Regency, south Sulawesi as a pest. The research aimed to identify species and observe aspects of reproductive biology of sailfin molly. The study was conducted in the Bosowa Isuma aquaculture area, in Maros Regency from November 2017 to April 2018. Fish was captured using a gillnet. The catches were separated for fish identifying and reproductive biology purposes. For the observation of reproductive biology, the samples were separated by sex according to external morphology. Measurement of total length and weight using calliper (mm) and analytical scales (g), respectively. The gonads preserved in the 4% formalin solution, used for determination of gonad developmental stages and fecundity. Identification results showed that the molly fish found in the ponds was Poecilia latipinna (Lesueur 1821). The length distribution of male and female fish was 26-76 and 31-66 mm with a mean of 51 and 46 mm, respectively. Overall, sex ratio and mature gonads between male and female fish were 1: 2 and 1:10; the growth patterns of male and female were negative allometrics and isometric, respectively. This fish is spawn throughout the year with the peak of spawning in January. The number of larvae to be born (larval fecundity) ranges from 12-111 individuals with an average of ± 32 larva/female.

Keywords: female, male, reproductive biology, sailfin molly

Pendahuluan juga dimanfaatkan sebagai pengendali hayati Ikan molly Poecilia latipinna (Lesueur nyamuk, khususnya nyamuk demam berdarah 1821) adalah salah satu jenis ikan hias asing di (Castleberry & Cech 1990, Linden & Cech Indonesia. Ikan ini berasal dari Meksiko (Shipp 1990, Homski et al. 1994), dan sumber protein 1986), tersebar secara luas ke seluruh dunia ter- (makanan) di beberapa negara meskipun ukur- masuk Indonesia (Koutsikos et al. 2018). Fami- annya kecil (Al-Ghanim 2005). Karena populer li Poecilidae selain terkenal sebagai ikan hias sebagai ikan hias dan agen pengendali hayati

Masyarakat Iktiologi Indonesia Ikan molly di tambak

nyamuk demam berdarah maka ikan molly kontrol populasi nyamuk (FLMNH 2005). diintroduksi di seluruh dunia (Courtenay & Dengan kemampuan adaptasi lingkungan yang Meffe 1989, Froese & Pauly 2014). tinggi tersebut, ikan molly sukses hidup pada Ikan molly umumnya berukuran kecil lingkungan baru. (Robins & Ray 1986), namun dapat mencapai Petani tambak di Kabupaten Maros panjang 15 cm (Rohde et al. 1994). Lama hi- mengeluhkan hadirnya jenis ikan-ikan kecil di dupnya kurang lebih tiga tahun dan melakukan saluran tambak dan jika lolos masuk ke dalam proses reproduksi kurang lebih 15 bulan (Froese petakan tambak budi daya maka akan menjadi & Pauly 2014). Ikan molly mempunyai kompetitor makanan, ruang, oksigen serta dapat fekunditas tinggi, periode kehamilan pendek, memangsa larva-larva udang dan ikan pelihara- dan proses reproduksinya cepat (Lockwood et annya. Untuk mencegah masuknya ke dalam al. 2007). Selain itu musim reproduksi umum- petakan tambak budi daya maka petani mema- nya berlangsung panjang yaitu kurang lebih tu- sang jaring di pintu-pintu pemasukan air. Hasil juh bulan (Johnson 2008). Untuk membedakan wawancara petani tambak setempat, ikan ini jantan dan betina dapat diamati dari bentuk tu- sangat mudah berkembangbiak sehingga cepat buhnya (dimorfisme seksual). Ikan jantan me- melimpah. Ikan ini ditangkap dengan menggu- miliki sirip punggung yang lebih panjang dan nakan jaring dan dikumpulkan di pematang dan lebih tinggi dan bisa diperpanjang seperti layar, mereka memanfaatkannya sebagai pakan ternak betina memiliki sirip punggung bundar yang (itik) dan jika berlebih dibuang begitu saja. lebih kecil (Boschung & Mayden 2004). Jantan Petani tambak tidak mengetahui secara pasti dewasa juga dapat dibedakan dengan kehadiran jenis ikan tersebut, kapan dan bagaimana ikan gonopodium, modifikasi dari sirip dubur menja- ini ada di areal pertambakan mereka. di batang seperti organ persetubuhan yang digu- Di Sulawesi Selatan, ikan molly, P. lati- nakan untuk fertilisasi internal (Page & Burr pinna dijadikan sebagai pakan ikan arowana dan 1991, Rohde et al. 1994, Boschung & Mayden ikan-ikan karnivora lainnya. Karena ikan molly 2004). dimanfaatkan sebagai pakan alami, maka pem- Ikan molly hidup di daerah beriklim se- budidaya ikan hias memelihara ikan ini pada dang dan tropis (Meffe & Snelson 1989), dapat tempat-tempat tertentu dan diduga inilah awal menoleransi kisaran salinitas yang luas atau mula ikan ini menyebar di perairan umum ter- eurihalin (Beck et al. 2003), tetapi habitat masuk hadirnya ikan ini di areal pertambakan di alaminya di perairan payau (Johnson 1981). Kabupaten Maros Sulawesi Selatan. Gamradt & Ikan molly juga sangat toleran terhadap perairan Kats (1996), Goodsell & Kats (1999), Econo- yang kekurangan oksigen (Timmerman & midis et al. (2000), Leyse et al. (2004), dan Chapman 2004, Nordlie 2006) dan bahkan pada Segev et al. (2009) mengatakan bahwa intro- perairan tercemar (Felley & Daniels 1992, duksi spesies Poecilia memberikan dampak Gonzales et al. 2005). Ikan ini bersifat omni- negatif terhadap spesies ikan asli khususnya vora, pemakan alga (Chick & Mlvor, 1997), ikan endemik melalui mekanisme pemangsaan, avertebrata kecil termasuk larva nyamuk (Rohde kompetisi makanan dan habitat. Ikan molly pe- et al. 1994), dan telah dijadikan sebagai bio- makan segala sehingga dapat memangsa larva

376 Jurnal Iktiologi Indonesia Tamsil dan Hasnidar

ikan dan udang, berkembangbiak dengan cepat pel ikan yang tertangkap dikumpulkan kemu- sehingga menjadi penyaing makanan dan ruang dian dibersihkan/dicuci dan ditiriskan, selanjut- bagi organisme di lingkungan yang baru. nya dimasukkan dalam kotak pendingin dan di- Penelitian ini bertujuan untuk mengiden- beri es batu. Pengamatan sampel dilakukan di tifikasi jenis spesies Famili Poeciliidae yang ada Laboratorium Rekayasa Biota dan Lingkungan di tambak Kabupaten Maros, mengamati aspek Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) biologi reproduksinya meliputi sebaran frekuen- Universitas Muslim Indonesia (UMI). si panjang, nisbah kelamin, hubungan panjang Ikan sampel yang akan diidentifikasi ter- bobot, tingkat kematangan gonad, dan fekun- lebih dahulu direndam dalam larutan formalin ditas. 10% selama satu minggu. Setelah satu minggu sampel dikeluarkan dari larutan formalin lalu Bahan dan metode dicuci dan direndam dalam air selama 3 jam. Pengambilan sampel ikan dilakukan satu Selanjutnya ikan direndam ke dalam larutan kali setiap bulan, selama enam bulan mulai No- alkohol 70%. Ikan yang sudah diawetkan dalam vember 2017 sampai April 2018, di areal per- alkohol dibungkus kain kasa dengan dibasahi tambakan PT. Bosowa Isuma yang terletak di alkohol dimasukkan dalam plastik dan dikirim Desa Mattirotasi, Kecamatan Maros Baru Kabu- ke Laboratorium Ikan, Bidang Zoologi, Pusat paten Maros Sulawesi Selatan (Gambar 1). Penelitian Biologi LIPI Cibinong, untuk keper- Pengambilan sampel ikan menggunakan luan identifikasi. jaring insang berukuran mata jaring 1 mm. Sam-

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan sampel ikan molly di areal pertambakan PT. Bosowa Isuma terletak di Desa Mattirotasi, Kecamatan Maros Baru Kabupaten Maros Sulawesi Selatan.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 377 Ikan molly di tambak

Ikan sampel yang akan diamati aspek Tingkat kematangan gonad ikan jantan biologi reproduksinya dipisahkan berdasarkan dan betina ditentukan berdasarkan ciri-ciri mor- jenis kelamin dengan mengamati bentuk tubuh. fologis meliputi warna, bentuk, ukuran gonad, Pengukuran panjang total menggunakan mistar posisi gonad di dalam rongga perut (Effendie geser berketelitian 0,1 mm, dan penimbangan 1979). Ikan molly adalah ovovivipar, di dalam bobot tubuh menggunakan timbangan analitik gonadnya berkembang telur sebelum dibuahi, berketelitian 0,01 gram. Gonad diawetkan dalam telur terbuahi, embrio dan larva, maka kema- larutan formalin 4%, untuk digunakan dalam tangan gonad dibagi dua yaitu 1) perkembangan penentuan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) telur sebelum dibuahi dan 2) perkembangan te- dan fekunditas larva. lur setelah dibuahi sampai menjadi larva sebe- Hubungan panjang bobot dianalisis de- lum dilahirkan (dipijahkan). ngan menggunakan rumus Hile (1963) in Fekunditas ikan molly adalah jumlah lar- Effendie (1979) yaitu : va yang ada di dalam gonad sebelum dipijahkan W = aLb (larval fecundity), dan metode yang digunakan adalah menghitung langsung larva di dalam Keterangan: W= bobot tubuh ikan (gram); L= pan- jang total ikan (mm); a,b = konstanta. gonad (Effendie 1979).

Pola pertumbuhan ikan molly dapat di- tentukan dari nilai konstanta b hubungan pan- Hasil jang bobot ikan tersebut. Jika b=3, maka per- Identifikasi tumbuhannya bersifat isometrik (pertambahan Berdasarkan hasil identifikasi (Kottelat et panjang sebanding dengan pertambahan bobot). al. 1993) ikan molly yang ditemukan sebagai Jika b tidak sama dengan 3 maka hubungan hama di tambak Kabupaten Maros adalah seba- yang terbentuk adalah allometrik (pertambahan gai berikut. Ordo: Cyprinodontiformes, famili: panjang tidak sebanding dengan pertambahan Poeciliidae, spesies: Poecilia latipinna. bobot). Apabila b>3, maka hubungannya bersi- Deskripsi: bentuk tubuh lonjong dan rela- fat allometrik positif yaitu pertambahan bobot tif memanjang, dengan panjang total 24,6-56,5 lebih dominan daripada pertambahan panjang- mm. Kepala kecil dengan bagian atasnya relatif nya, sedangkan jika b<3, maka hubungan yang rata, mulut kecil dengan bagian ujung cenderung terbentuk bersifat allometrik negatif yaitu per- mengarah ke atas. Sirip punggung ikan jantan tambahan panjang lebih dominan daripada per- terlihat besar dan lebar dibandingkan dengan tambahan bobotnya (Effendie 1979). betina, sirip punggung berwarna keabuan dihiasi Penentuan nisbah kelamin dilakukan bintik-bintik hitam. Pangkal sirip ekor lebar, dan dengan menghitung jumlah ikan jantan dan ikan bentuk sirip ekor membulat. Warna tubuh abu- betina yang tertangkap dengan menggunakan abu gelap pada bagian atas, sedangkan warna rumus, yaitu: bagian perut terlihat lebih muda. Jumlah jari- J jari sirip punggung 14-15 jari-jari; jumlah jari- X = ------jari sirip anal yaitu 8-10 jari-jari; linea lateralis B Keterangan: X = nisbah kelamin, J= jumlah ikan dengan 27-30 sisik (Gambar 2). jantan (ekor), B= jumlah ikan betina (ekor).

378 Jurnal Iktiologi Indonesia Tamsil dan Hasnidar

jantan betina

1 cm

Gambar 2 Ikan molly jantan dan betina (tanda O = gonopodium)

Ikan molly bersifat dimorfisme dan di- 39% dan terkecil pada ukuran 31 mm sebanyak kromatisme seksual. Dimorfisme seksual yaitu 1 ekor atau 0,1% (Gambar 3 B). ikan jantan dan betina dapat dibedakan berda- Nisbah kelamin sarkan bentuk morfologinya, ikan jantan ukuran Nisbah kelamin antara ikan molly jantan tubuhnya lebih langsing dan betina lebih gemuk. dan betina dari seluruh sampel ikan pada pene- Sirip punggung ikan jantan lebih panjang dan litian ini adalah 34,46% : 65,54% atau 1 : 2 tinggi dan bisa diperpanjang seperti layar se- (Gambar 4). Nisbah kelamin antara ikan jantan hingga ikan ini disebut juga sailfin molly, se- dan betina dari ikan yang dalam keadaan matang dangkan sirip punggung betina lebih kecil dan gonad (TKG IV) adalah 9,35% : 90,65% atau 1 : pendek. Selain itu ikan molly jantan dewasa 10 (Gambar 5). mempunyai gonopodium yaitu modifikasi dari sirip dubur, digunakan untuk memasukkan Hubungan panjang bobot sperma ke dalam tubuh ikan betina. Dikroma- Berdasarkan hasil analisis hubungan tisme seksual yaitu perbedaan jantan dan betina panjang-bobot ikan molly jantan diperoleh dari warna tubuhnya, ikan jantan bewarna lebih model hubungan: W = 3x10-5 L 2,88, betina di- cemerlang dan betina lebih pucat. peroleh model hubungan W = 3x10-5 L3,02

(Gambar 6). Sebaran frekuensi panjang

Hasil pengukuran sebaran frekuensi pan- Tingkat kematangan gonad (TKG) jang ikan molly jantan menunjukkan bahwa Kriteria TKG Ikan molly dibagi dua, ukuran panjang ikan yang tertangkap berkisar yaitu (1) perkembangan telur sebelum dibuahi antara 26-76 mm. Proporsi terbesar didapatkan (Tabel 1) dan (2) perkembangan telur setelah pada ukuran 51 mm sebanyak 112 ekor atau dibuahi sampai menjadi larva sebelum dipijah- 31% dan terkecil pada ukuran 71 mm sebanyak kan (Tabel 2 dan Gambar 7). Kriteria tersebut 1 ekor atau 0,3% (Gambar 3 A). Ukuran pan- berdasarkan petunjuk penentuan TKG menurut jang ikan betina yang tertangkap berkisar antara Effendie (1979), yang dimodifikasi sesuai de- 31-66 mm, yang proporsi terbesarnya didapat- ngan hasil pengamatan peneliti pada ikan molly kan pada ukuran 46 mm sebanyak 271 ekor atau yang ovovivipar .

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 379 Ikan molly di tambak

A 120 n = 366 ekor 112 ikan jantan 100 75 80 70

60 37 40 25 15 Frekuensi (ekor) 20 12 10 11 1 2 0 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 Nilai tengah kelas panjang (mm)

B

300 n = 696 ekor 271 ikan betina 250 228

200

150

100 81 87 Frekuensi (ekor) 50 0 1 11 10 7 0 0 0 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 Nilai tengah kelas panjang (mm)

Gambar 3 Penyebaran frekuensi panjang ikan molly jantan (A) dan betina (B)

n = 366 atau 34%

Jantan Betina n = 696 atau 65,54 %

Gambar 4 Persentase antara ikan molly jantan dan betina

380 Jurnal Iktiologi Indonesia Tamsil dan Hasnidar

n = 40 atau 9,35 %

jantan betina

n = 388 atau 90,65%

Gambar 5 Persentase antara ikan molly jantan dan betina pada TKG IV

A

7 W = 3 x 10-5 L 2,88 6 R² = 0,91 n = 366 5

4

3

2 Bobot Tubuh (gram) (gram) Bobot Tubuh 1

0 0 102030405060708090100 Panjang Total (mm)

B 7 W = 3 x 10-5 L3,02 6 R² = 0,85 n = 696 5 4 3

Bobot tubuh (gram) Bobot tubuh 2 1 0 0 102030405060708090100 Panjang Total (mm)

Gambar 6 Hubungan panjang bobot ikan molly jantan (A) dan betina (B)

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 381 Ikan molly di tambak

Tabel 1 Tingkat kematangan gonad ikan molly betina dan jantan TKG Ikan betina Ikan jantan I (belum Ovarium berukuran sangat kecil, memanjang Testes berukuran sangat ke- berkembang) seperti benang, telur nampak seperti cairan ku- cil, memanjang seperti be- ning muda nang. II (perkembangan Ovarium berukuran lebih besar dari pada Testes berukuran lebih besar awal) tingkat I, warna kuning muda, telur tidak dapat dari tingkat I, warna testes dilihat dengan mata, keadaan telur kecil, trans- putih paran III (perkembangan Ovarium berwarna kuning tua sampai orange, Testes berukuran lebih besar, akhir) berbutir-butir, pembuluh darah terlihat di ba- salah satu bagian berukuran gian atasnya, memanjang sampai 2/3 bagian lebih besar, berisi cairan pu- dari rongga perut, telur mudah terlihat. Keada- tih an telur dalam ukuran sedang dan berwarna tidak terang, bebas`dari folikel IV (masak) Ovarium berwarna orange tua,pembuluh darah Testes berukuran lebih besar jelas, mengisi hampir ¾ bagian rongga perut, daripada tingkat III, berisi telur jelas terlihat. cairan kental warna putih susu V (Telur terbuahi) Telur dalam ovarium telah terbuahi menjadi Testes berkerut, cairan sper- zygot, nampak bintik mata pada setiap telur ma sudah dikeluarkan yang terbuahi, warna zygot transparan

Tabel 2 Perkembangan embrio sampai menjadi larva sebelum dipijahkan Tingkat perkembangan larva Kriteria I (embrio) Terjadi zygot, terlihat bintik mata pada setiap butir telur II (embrio berkembang) Zygot telah berkembang menjadi embrio ikan, nampak notochor, kuning telur masih banyak III (pralarva) Embrio berkembang menjadi anak ikan, kuning telur masih ada tetapi jumlahnya sedikit IV (pascalarva) Anak ikan yang siap dipijahkan/dilahirkan, kuning telur habis diserap V (Salin) Ditemukan telur dan anak ikan sisa yang tidak sempat dipijahkan atau dilahirkan

382 Jurnal Iktiologi Indonesia Tamsil dan Hasnidar

I. Embrio II. Embrio berkembang Terjadi zygot, terlihat bintik mata pada Zygot telah berkembang menjadi embrio ikan, setiap butir telur nampak notochor, kuning telur masih banyak

III. Pralarva IV. Pascalarva Embrio berkembang menjadi anak ikan, Anak ikan yang siap dipijahkan/dilahirkan, kuning telur masih ada tapi jumlahnya kuning telur sudah habis terserap sedikit

V. Salin Ditemukan telur dan larva sisa yang tidak sempat dipijahkan/dilahirkan

Gambar 7 Perkembangan embrio sampai menjadi larva sebelum dipijahkan

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 383 Ikan molly di tambak

Hubungan antara jumlah ikan molly jan- Januari dan mulai menurun pada bulan Februari tan dan betina dengan TKG menunjukkan bah- (Gambar 9). wa ikan molly ditemukan berada pada semua Berdasarkan frekuensi ikan yang matang tingkatan TKG yaitu I-V. Ikan molly jantan gonad hubungannya dengan ukuran panjang ditemukan jumlah tertinggi pada TKG II, se- menunjukkan bahwa baik ikan jantan maupun dangkan ikan molly betina pada TKG V betina sudah ada yang matang gonad pada (Gambar 8). ukuran 41 mm, namun jumlah paling banyak Jumlah ikan baik jantan maupun betina matang gonad pada pada ikan jantan yaitu ukur- yang matang gonad (TKG IV) mulai meningkat an 56 mm, dan betina ukuran 51 mm (Gambar pada bulan Desember, tertinggi pada bulan 10).

400 362 350 300 250 200 143 136 Jumlah ikan (ekor) ikan Jumlah 150 111 107 79 100 58 50 26 34 6 0 I II III IV V Tingkat Kematangan Gonad jantan betina

Gambar 8 Jumlah ikan molly jantan dan betina berdasarkan tingkat kematangan gonad

120 n = 428 107 jantan 100 95 86 betina 80

60 51

40 30 19 Jumlah TKG IV (Ekor) IV TKG Jumlah 20 10 9 5 7 5 4 0 Nov Des Jan Feb Mar April

Bulan Pengamatan Gambar 9 Distribusi TKG IV jantan dan betina pada bulan November 2017-April 2018

384 Jurnal Iktiologi Indonesia Tamsil dan Hasnidar

A

100 n = 366 ekor 90 90 80 70 61 60 50 46 40 35

Frekuensi (ekor) 24 30 20 20 12 10 11 13 12 12 11 4 10 0 0 0 2 0 1 0 2 0 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 Nilai Tengah Kelas Panjang (mm)

Belum Matang Gonad Matang Gonad

B

180 n = 696 ekor 162 160 140 121 120 109 107 100 80 61 60 51 Frekuensi (ekor) 40 30 26 20 9 7 0 0 0 0 1 0 2 3 2 5 0 0 0 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 Nilai Tengah Tengah Kelas Panjang (mm)

Belum Matang Gonad Matang Gonad

Gambar 10 Distribusi ikan molly jantan (A) dan betina (B) yang matang dan belum matang gonad

Pembahasan Poecilia reticulata yang ukuran jantan lebih Sebaran ukuran panjang ikan molly jan- kecil daripada betina (Panjaitan et al. 2016), dan tan lebih besar daripada ikan betina, dan pro- ikan Gambusia holbrooki betina yang dapat porsi terbesar yang tertangkap pada ikan jantan mencapai ukuran maksimal 8 cm dan jantan 3,5 lebih besar yaitu ukuran 51 mm sebesar 31% cm (Johnson 2008). Pertumbuhan ikan jantan daripada ikan betina ukuran 46 mm sebesar lebih besar daripada betina dapat disebabkan 39%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa oleh energi yang dihasilkan dari pakan pada ukuran ikan jantan relatif lebih panjang daripada ikan jantan sepenuhnya dimanfaatkan untuk ikan betina. Hal tersebut berbeda dengan yang pertumbuhan, sedangkan pada ikan betina seba- ditemukan pada kerabatnya, yaitu ikan guppy gian energi pakan selain untuk tumbuh diguna-

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 385 Ikan molly di tambak

kan untuk reproduksi, perkembangan gonad, dan mukakan oleh Farr (1989) bahwa ikan molly be- produksi telur. Hasil penelitian menunjukkan tina memiliki kemampuan untuk menyimpan bahwa sebanyak 52% ikan betina yang tertang- sperma dalam waktu yang lama sehingga dapat kap dalam keadaan mengandung anaknya. hamil berulang kali dengan hanya satu kali kawin. Nisbah kelamin Nisbah kelamin antara ikan molly jantan Hubungan panjang bobot dan betina secara keseluruhan yang diperoleh Ikan molly jantan memiliki pola per- adalah 34,46% : 65,54% atau 1 : 2 (Gambar 4). tumbuhan allometrik negatif, sedangkan ikan Nisbah kelamin tersebut menunjukkan bahwa molly betina memiliki pola pertumbuhan iso- populasi ikan jantan yang tertangkap lebih kecil metrik (Gambar 6). Erguden (2013) melaporkan jumlahnya dibandingkan dengan populasi ikan pola pertumbuhan ikan Gambusia holbrooki jan- betina. Hal yang sama pada spesies P. latipinna tan adalah allometrik negatif dan betina isome- yang dilaporkan oleh Al-Akel et al. (2010) dan trik, selanjutnya Patimar et al. (2011) pada ikan spesies P. velifera (Sanguansil & Lheknim yang sama pola pertumbuhan ikan jantan allo- 2010). Namun berbeda pada spesies P. reticu- metrik negatif dan betina allometrik positif. lata yang dilaporkan oleh Panjaitan et al. (2016) Adanya perbedaan pola hubungan panjang bo- yaitu nisbah jantan dan betina sama (1:1). Per- bot dipengaruhi oleh musim, habitat, kematang- bedaan nisbah kelamin tersebut diduga karena an gonad, jenis kelamin, makanan, kepenuhan perbedaan lingkungan. Rahardjo (2006) menya- lambung, kesehatan, teknik pengawetan, dan takan bahwa nisbah kelamin di daerah tropis variasi tahunan terahadap kondisi lingkungan seperti Indonesia bersifat variatif dan dapat me- (Bagenal & Tesch 1978, Froese 2006). nyimpang dari 1:1. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Nisbah kelamin antara ikan molly jantan ikan molly jantan memiliki bentuk tubuh cende- dan betina berdasarkan pada jumlah ikan yang rung lebih kurus dibandingkan ikan betina yang matang gonad (TKG IV) adalah informasi pen- isometrik yaitu penambahan panjang dan bobot ting untuk menilai potensi rekrutmen. Nisbah tubuh hampir seimbang. Pertambahan bobot kelamin ikan jantan dan betina matang gonad yang relatif lebih besar pada ikan betina diban- (TKG IV) yang diperoleh pada penelitian ini dingkan ikan jantan diduga karena ikan betina adalah 9,35% : 90,65% atau 1 : 10 (Gambar 5). yang tertangkap cenderung lebih banyak dalam Ikan jantan sangat kurang ditemukan matang keadaan matang gonad dan mengandung anak gonad diduga terkait dengan tingkah laku repro- dalam perutnya. Menurut Boschung & Mayden duksi ikan molly. Ikan molly betina yang ma- (2004), pada ikan ovovivipar bentuk tubuh ikan tang gonad tidak selalu membutuhkan pasangan betina dewasa cenderung lebih besar daripada dalam perkawinan karena ikan betina dapat me- ikan jantan, terutama mereka yang mengandung nyimpan sperma di dalam tubuhnya. Sperma anak di dalam perutnya. tersebut dapat membuahi telur yang matang di Ikan tidak selalu memiliki pola pertum- dalam tubuh induk betina, tanpa kehadiran ikan buhan yang sama. Hubungan panjang bobot jantan. Hal tersebut sejalan dengan yang dike- yang berbeda dapat dipengaruhi oleh beberapa

386 Jurnal Iktiologi Indonesia Tamsil dan Hasnidar

faktor antara lain tingkat kematangan gonad, bangan V, larva sudah dilahirkan dan gonad ber- usia, jenis kelamin (Dulcic et al. 2003), musim kerut, berisi telur dan larva sisa yang tidak dan habitat (Froese 2006), kondisi lingkungan sempat dilahirkan (Tabel 2). Ikan ovovivipar perairan (Ali et al. 2001), faktor makanan dan dalam proses perkembangan embrio dan larva- ukuran tubuh (Ebrahim & Ouraji 2012). Selan- nya tidak menerima makanan tambahan dari in- jutnya Froese (2006) mengemukakan bahwa duknya (Wydoski & Whitney 2003). Larva yang secara umum nilai b tergantung pada kondisi dipijahkan berukuran kecil dan beratnya hanya biologis ikan seperti perkembangan gonad dan berkisar 1,2 hingga 1,3 mg (Johnson 2008). ketersediaan makanan (Froese 2006) dan juga Jumlah ikan molly jantan dan betina pada kondisi fisiologis dan kondisi lingkungan seperti masing-masing TKG bervariasi, jumlah ikan suhu, pH, salinitas, letak geografis, dan teknik jantan dan betina tertinggi yaitu pada TKG II sampling (Jenning et al. 2001). dan V (Gambar 8). Berdasarkan variasi TKG tersebut memberikan dugaan bahwa ikan molly Tingkat Kematangan Gonad (TKG) mempunyai musim pemijahan yang panjang. Tingkat perkembangan ovarium dan Menurut Johnson (2008) ikan yang termasuk testis ikan molly ditentukan dan diklasifikasikan dalam famili Poecilidae mempunyai musim kedalam lima tingkatan berdasarkan kondisi reproduksi yang panjang yaitu sekitar 7 bulan, morfologis dan posisi gonad dalam rongga perut bahkan pada suhu yang cocok reproduksinya (Effendie 1979). Pertelaan tingkat perkembang- dapat berlangsung sepanjang tahun. an ikan molly dikemukakan pada Tabel 1. Peng- Berdasarkan jumlah ikan jantan dan beti- amatan tingkat perkembangan gonad ikan molly na yang matang gonad (TKG IV) hubungannya (P. latipinna) telah dilaporkan pula oleh Al- dengan waktu pengamatan menunjukkan bahwa Akel et al. (2010), baik jantan maupun betina baik ikan molly jantan maupun betina jumlah diklasifikasikan kedalam lima tahap perkem- ikan yang matang gonad mulai meningkat pada bangan berdasarkan kondisi morfologi gonad bulan Desember, tertinggi pada bulan Januari merujuk pada Pusey et al. (2001). dan mulai menurun pada bulan Februari. Jadi Ikan molly adalah ikan yang pembuahan meskipun waktu pemijahan ikan molly panjang telurnya terjadi di dalam tubuh induk sehingga namun aktifitas reproduksi tertinggi terjadi dari perkembangan embrio atau larva di dalam perut bulan Januari (Gambar 10). Pada spesies P. veli- sebelum dipijahkan diamati pula dalam peneli- vera bereproduksi terus menerus sepanjang ta- tian ini. Perkembangan embrio tersebut diklasi- hun dengan dua puncak pemijahan, yaitu pada fikasikan kedalam lima tahap berdasarkan mor- bulan Maret-Mei dan Agustus-Desember (Sang- fologi embrio dan kuning telurnya. Tahap per- uansil & Lheknim 2010). kembangan I dan II diklasifikasikan sebagai em- Ikan molly adalah ikan yang berukuran brio karena telur baru saja dibuahi, kuning telur kecil dan berdasarkan sebaran frekuensi panjang masih sangat banyak; perkembangan III dan IV ikan jantan dan betina yaitu berkisar antara 26- diklasifikasikan sebagai larva karena bentuk 76 mm dan 31-66 mm. Karena berukuran kecil tubuh sudah menyerupai ikan dan kuning telur maka ukuran terkecil matang gonad ikan jantan sudah hampir habis terserap. Tahap perkem- maupun betina juga relatif kecil, yaitu 41 mm

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 387 Ikan molly di tambak

(Gambar 9). Ukuran tersebut masih lebih besar (Poecilia latipinna Lesueur 1821). Sebaran dibanding kerabatnya yaitu ikan betina Gambu- ukuran panjang ikan jantan lebih besar daripada sia holbrooki matang gonad pada ukuran pan- ikan betina, rataan panjang ikan jantan dan beti- jang sekitar 20 mm, bahkan dapat matang pada na yaitu 51 mm dan 46 mm. Nisbah kelamin ukuran panjang yang lebih kecil yaitu 10-20 mm secara keseluruhan antara ikan jantan dan betina jika berada pada kondisi stres (Johnson 2008). adalah 1:2, sedangkan nisbah kelamin antara Tetapi lebih besar pada spesies P. velivera yaitu jantan dan betina yang matang gonad (TKG IV) matang gonad pada jantan dan betina pada ukur- adalah 1:10. Pola pertumbuhan ikan molly jan- an 18,8 dan 17,1 mm (Sanguansil & Lheknim tan adalah allometrik negatif dan betina isome- 2010). Ikan dalam famili Poeciliidae umumnya trik. Ikan molly memijah sepanjang tahun de- berukuran kecil dan berumur relatif pendek, se- ngan puncak pemijahan pada bulan Januari. hingga ukuran kematangannya juga kecil. Jumlah larva yang akan dilahirkan berkisar 12- Menurut Froese dan Pauly (2014), ikan molly 111 ekor dengan rata-rata ± 32 ekor larva/induk. berumur kurang lebih tiga tahun, kerabatnya yaitu ikan guppy P. reticulata betina berumur 2 tahun Persantunan dan jantan lebih pendek yaitu 1 tahun (Johnson Ucapan terima kasih disampaikan kepada 2008), ikan G. affinis betina berumur sekitar 6 Universitas Muslim Indonesia melalui Lembaga bulan-1,5 tahun, dan jantan berumur rata-rata Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya jauh lebih pendek, meskipun perkiraan yang (LP2S) yang telah mendanai terlaksananya kegi- tepat belum tersedia (Haynes & Cashner 1995). atan penelitian ini.

Fekunditas Daftar pustaka Fekunditas ikan molly adalah jumlah lar- Ali M, Salam A, Iqbal F. 2001. Effect of envi- ronmental variables on body composition va ikan yang akan dikeluarkan pada saat pemi- parameters of Channa punctata. Journal jahan (larval fecundity). Hasil pengamatan me- of Research Science, 12(2): 200-206. nunjukkan bahwa jumlah larva yang ada di Al-Ghanim KA. 2005. Ecology of sailfin molly, dalam gonad ikan betina yaitu antara 12-111 Poecilia latipinna (Lesueur, 1821) in Wadi Haneefah stream, Riyadh, Saudi ekor, dengan rata-rata 32 larva/ekor induk. Se- Arabia. Ph.D. Thesis. King Saud Univer- makin besar ukuran induk cenderung jumlah sity, Riyadh, KSA. 505 p. larva yang dikandungnya semakin banyak. Al-Akel AS, Al-Misned F, Al-Balawi HA, Al- Ghanim KA, Ahmad Z, Annazri H. 2010. Menurut Rohde et al. (1994), jumlah anak yang Reproductive biology of sailfin molly, dapat dilahirkan ikan molly dapat mencapai 141 Poecilia latipinna (Lesueur, 1821) in Wadi Haneefah Stream, Riyadh, Saudi ekor, jumlah ini dapat bertambah bergantung Arabia. Pakistan Journal of Zoology, kepada ukuran induk betina (Boschung & 42(2): 169-176. Mayden 2000). Bagenal TB, Tesch FW. 1978. Age and growth. In: Begenal T. (ed.). Methods for assess- ment of fish production in freshwater. 3rd Simpulan ed. Handbook No. 3, Blackwell Science Ikan yang ditemukan sebagai hama di Publications, Oxford, pp.101-136. tambak Kabupaten Maros adalah ikan molly Beck C, Blumer L, Brown T. 2003. Effects of salinity on metabolic rate in black

388 Jurnal Iktiologi Indonesia Tamsil dan Hasnidar

mollies. In: O’Donnell M. (ed). Tested Farr JA. 1989. Sexual selection and secondary studies for laboratory teaching. Proceed- sexual differentiation in poeciliids: deter- ings of the 24th Workshop/Conference of minants of male mating success and the the Association for Biology Laboratory evolution of female mating choice. In: Education. 24: 211-222. Meffe GK, Snelson Jr. FF (eds.). Ecology and evolution of livebearing fishes (Poe- Boschung HT, Mayden RL. 2004. Fishes of Ala- ciliidae). Prentice Hall, New Jersey. bama. Smithsonian Books, Washington, D.C. 736 p. Felley JD, Daniels GL. 1992. Life history of the sailfin molly (Poecilia latipinna) in two Castleberry DT, Cech JJ. 1990. Mosquito con- degraded waterways in southwestern trol in wastewater: a controlled and quan- Louisiana. Southwestern Naturalist, titative comparison of pupfish (Cyprino- 37(1): 16-21. don nevadensis amargosae), mosquito fish (Gambusia affinis) and guppies Florida Museum of Natural History (FLMNH) (Poecilia reticulata) in Sago pondweed website at: http://www.flmnh.ufl.edu/fish/ marshes. Journal of the American Mos- gallery/descript/sailfinMolly/sailfin molly. quito Control Association, 6(2): 223-228. html. Diakses 10 Februari 2019.

Chick JH, Mlvor CC. 1997. Habitat selection by Froese R. 2006. Cubelaw, condition factor and three littoral zone fishes: effects of weight-length relationships: history, me- predation pressure, plant density and ta-analysis and recommendations. Jour- macrophyte type. Ecology of Freshwater nal of Applied Ichthyology. 22(4): 241- Fish, 6(1): 27-35. 253.

Courtenay WR, Meffe GK. 1989. Small fishes Froese R, Pauly D (eds.). 2014. Fishbase. World in strange places: A review of introduced Wide Web electronic publication. www. poeciliids. In: Meffe GK, Snelson Jr FF. fishbase.org. version (08/2018) (eds). Ecology and evolution of live- bearing fishes (Poeciliidae). Prentice Gamradt SC, Kats LB. 1996. Effects of intro- Hall, New Jersey. pp. 319-331. duced crayfish and mosquito fish on California newts. Conservation Biology, Dulcic J, Pallaoro A, Cetinic P, Kraljevic M, 10(4): 1155-1162. Soldo A, Jardas I. 2003. Age, growth and mortality of picarel, Spicara smaris L. Goodsell JA, Kats LB. 1999. Effect of intro- (Pisces: Centracanthidae), from the east- duced mosquitofish on Pacific treefrogs ern Adriatic (Croatian coast). Journal of and the role of alternative prey. Conser- Applied Ichthyology, 19(1): 10-14. vation Biology, 13(4): 921-924.

Ebrahim IG, Ouraji H. 2012. Growth perform- Gonzalez RJ, Cooper J, Head D. 2005. Physio- ance and body composition of kutum logical responses to hyper-saline waters fingerlings, Rutilus frisii kutum (Kamens- in sailfin mollies (Poecilia latipinna). kii 1901), in response to dietary prote- Comparative Biochemistry and Physio- in levels. Turkish Journal of Zoology, logy Part A, 142(4): 397-403. 36(4): 551-558. Haynes JL, Cashner RC. 1995. Life history and Economidis PS, Dimitriou E, Pagoni R, Micha- population dynamics of the western mos- loudi E, Natsis L. 2000. Introduced and quitofish: a comparison of natural and translocated fish species in the inland introduced populations. Journal of Fish waters of Greece. Fisheries Management Biology, 46(6): 1026-1041. and Ecology, 7(3): 239-250. Homski D, Goren M, Gasith A. 1994. Compara- Effendie MI. 1979. Metode biologi perikanan. tive evaluation of the larvivorous fish Yayasan Dwi Sri, Bogor. 112 p. Gambusia affinis and Aphanis dispar as Erguden SA. 2013. Age, growth, sex ratio and mosquito control agents. Hydrobiologia, diet of eastern mosquitofish Gambusia 284(2): 137-146. holbrooki Girard, 1859 in Seyhan Dam Jennings S, Kaiser MJ, Reynolds JD. 2001. Lake (Adana/Turkey). Iranian Journal of Marine fisheries ecology. Blackwell Sci- Fisheries Sciences, 12(1): 204-218. ences, Oxford. 432 p.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 389 Ikan molly di tambak

Johnson FN. 1981 The use of fish in studying Journal of Oceanology and Limnology, the behavioral effects of lithium. Phar- 29(1): 167-173. macopsychiatry, 14(6): 208-12. Panjaitan Y, Sucahyo K, Rondonuwu FS. 2016. Johnson L. 2008. Pacific northwest aquatic in- Struktur populasi ikan guppy (Poecilia vasive species profile: western mosquito reticulata Peters) di Sungai Gajah Putih, fish (Gambusia affinis). Diakses 12 Feb- Surakarta, Jawa Tengah. Bonorowo Wet- ruari 2019. lands, 6(2): 103-109.

Kottelat M, Whitten A.J, Kartikasari SN, Wirjo- Pusey BJ, Arthington AH, Bird JA, Close PG. atmodjo S. 1993. Freshwater fishes of 2001. Reproduction in three species of Western Indonesia and Sulawesi. Peri- (Melanotaeniidae) from rain- plus Editions. Jakarta, 221 p. forest streams in northern Queensland,

Australia. Ecology of Freshwater Fish, Koutsikos N, Vardakas L, Kalogianni E, Econo- 10(2): 75-87. mou AN. 2018. Global distribution and climatic match of a highly traded orna- Rahardjo MF. 2006. Biologi reproduksi ikan mental freshwater fish, the sailfin molly blama Nibea soldado (Lac.) (Famili Poecilia latipinna (Lesueur, 1821). Scianidae) di perairan pantai Mayangan Knowledge & Management of Aquatic Jawa Barat. Ichthyos, 5(2): 63-68. Ecosystems, 419(23): 11. Robins CR, Ray GC. 1986. A field guide to Leyse KE, Lawler SP, Strange T. 2004. Effects Atlantic coast fishes of North America. of an alien fish, Gambusia affinis, on an Houghton Mifflin Company, Boston. 357 endemic California fairy shrimp, Linde- p. riella occidentalis: implications for con- servation of diversity in fishless waters. Rohde FC, Arndt RG, Lindquist DG, Parnell JF. Biology Conservation, 118(1): 57-65. 1994. Freshwater fishes of the Caroli- nas, Virginia, Maryland and Delaware. Linden AL, Cech JJ. 1990. Prey selection by Univ. North Carolina Press. Chapel Hill, mosquitofish (Gambusia affinis) in Ca- North Carolina and London, England. lifornia rice fields: effects of vegetation 222 p. and prey species. Journal of the American Mosquito Control Association, 6(1): 115- Sanguansil S, Lheknim V. 2010. The occurrence 120. and reproductive status of Yucatan molly Poecilia velifera (Regan, 1914) (Poeci- Lockwood JL, Hoopes MF, Marchetti MP. liidae; Cyprinodontiformes): an alien fish 2007. Invasion ecology. Blackwell Publi- invading the Songkhla Lake Basin, Thai- shing. California, USA. 428 p. land. Aquatic Invasions, 5(4): 423-430.

Meffe GK, Snelson Jr FF. 1989. An ecological Segev O, Mangel M, Blaustein L. 2009. Delete- overview of poecilid fishes. In: Meffe rious effects by mosquitofish (Gambusia GK, Snelson Jr FF (eds.). Ecology and affinis) on the endangered fire salaman- evolution of livebearing fishes (Poeci- der (Salamandra infraimmaculata). Ani- liidae). Prentice Hall. Engelwood Cliffs, mal Conservation, 12(1): 29-37. New Jersey, USA. 13-31. Shipp RL. 1986. Dr. Bob Shipp’s guide to fishes Page LM, Burr BM. 1991. A field guide to of the Gulf of Mexico. 20th Century freshwater fishes of North America North Printing Co. Mobile, Alabama. 256 p. of Mexico. Houghton Mifflin Company, New York. 432 p. Timmerman CM, Chapman LJ. 2004. Hypoxia and interdemic variation in Poecilia lati- Patimar R, Ghorbani M, Gol-Mohammadi A, pinna. Journal of Fish Biology. 65(3): Azimi-Glugahi H. 2011. Life history pat- 635-650. tern of mosquitofish Gambusia hol- brooki (Girard, 1859) in the Tajan River Wydoski RS, RL Whitney. 2003. Inland fishes (Southern Caspian Sea to Iran). Chinese of Washington. University of Washington Press, Seattle. 384 p.

390 Jurnal Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3): 391-410 DOI: https://doi.org/10.32491/jii.v19i3.471

Keanekaragaman, potensi, dan status konservasi fauna ikan di Anak Sungai Mahakam Hulu, Kalimantan Timur [Diversity, potentiality, and conservation status of fish fauna in the upper Mahakam’s tributaries, East Kalimantan] Jusmaldi*, Nova Hariani, Norbeta Doq

Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman Samarinda Jln. Barong Tongkok, Kampus Gunung Kelua Samarinda 75123

*Surel: [email protected]

Diterima: 29 Juli 2019; Disetujui: 17 September 2019

Abstrak Keanekaragaman, potensi, dan status konservasi fauna ikan di anak Sungai Mahakam Hulu, Kalimantan Timur belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap tingkat keanekaragaman spesies dan mengidentifikasi potensi serta status konservasi fauna ikan di anak Sungai Mahakam hulu, Kalimantan Timur. Pengambilan contoh ikan dila- kukan di empat anak sungai, meliputi Sungai Tepai, Sungai Pahangai, Sungai Danum Parai, dan Sungai Meraseh sela- ma satu bulan dengan menggunakan berbagai alat tangkap. Hasil penelitian menunjukkan total ikan yang tertangkap sebanyak 820 individu, terdiri atas 26 spesies, 7 famili, dan 4 ordo. Famili Cyprinidae adalah paling dominan ditemu- kan di semua anak sungai. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener pada empat anak sungai bervariasi dan berkisar antara 1,749-2,087. Keanekaragaman ikan tertinggi tercatat di Sungai Maraseh diikuti oleh Sungai Pahangai, Sungai Danum Parai, dan Sungai Tepai. Keanekaragaman ikan terendah di Sungai Tepai diduga disebabkan oleh perbedaan tipe substrat, kecepatan air, dan kedalaman air dibandingkan dengan Sungai Maraseh, Sungai Pahangai, Sungai Da- num Parai. Koefisien kesamaan spesies ikan antar empat anak sungai berkisar 0,606–0,842 dan terendah ditemukan antara Sungai Tepai dan Sungai Danum Parai. Sebagian besar spesies ikan dimanfaatkan oleh masyarakat lokal se- bagai ikan konsumsi. Spesies Syncrossus hymenophysa dan Gastromyzon lepidogaster berpotensi sebagai ikan hias. Berdasarkan status daftar merah IUCN ditemukan enam spesies berisiko rendah, dua spesies kurang data, satu spesies hampir terancam, satu spesies terancam dan sebanyak 16 spesies tidak ditemukan dalam daftar.

Kata penting: ikan air tawar, keanekaragaman, konservasi, Mahakam hulu, potensi

Abstract Diversity, potentiality and conservation status of fish fauna in upper Mahakam’s tributaries of east Kalimantan is unknown. The purposes of this study were to analysis species diversity, determine potentiality and conservation status of fish fauna in upper Mahakam’s tributaries, east Kalimantan. Fish sampling with purposive method was conducted in four tributaries, i.e Tepai River, Pahangai River, Danum Parai River, and Meraseh River for one month. Fishes were collected by several gears type. The results of this research showed that the total number of fish caught was 820 individuals; consist of 26 species, 7 families, and 4 orders. The Cyprinidae was the most dominant family found in all tributaries. The Shannon-Wiener diversity index in four tributaries were varied and ranging from 1.749-2.087. The highest fish diversity was recorded at Maraseh River followed by Pahangai River, Danum Parai River, and Tepai River. The low fish diversity was discovered at Tepai River may be due to differences in substrate type, water velocity, and water depth as compared to the Maraseh River, Pahangai River, Danum Parai River. The fish species similarity coefficient between four tributaries ranged from 0.606-0.842 and the highest dissimilarity was found between Tepai River and Danum Parai River. Almost all fishes categorized as edible fish for local consumption. Syncrossus hymenophysa and Gastromyzon lepidogaster have potential as ornamental fish. Regarding IUCN red list status, six fish species were grouped into least concern status, two species as data deficient, one species as near threatened, one species as endangered species and 16 other species were not on the list.

Keywords: conservation, diversity, freshwater fishes, potentiality, upper Mahakam

Pendahuluan membentang sekitar 920 km dari hilir sampai ke Sungai Mahakam merupakan sungai ter- hulu. Luas wilayah yang dilalui Sungai Maha- panjang di Provinsi Kalimantan Timur yang kam mencapai 77095,51 km2 atau sekitar 41%

Masyarakat Iktiologi Indonesia Fauna ikan di Anak Sungai Mahakam Hulu

dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Timur litian Nasution et al. (2008) di Sungai Muara dan terbagi ke dalam tujuh sub Daerah Aliran Kaman dan Danau Semayang menemukan 19 Sungai (subDAS), yaitu subDAS Mahakam dan 24 spesies ikan. Penelitian terakhir dari Hilir, subDAS Kedang Kepala dan Kedang Suyatna et al. (2017) yang melakukan survai Rantau, subDAS Belayan, subDAS Danau Me- jenis ikan di Sungai Mahakam bagian tengah lintang dan Danau Semayang, subDAS Sebe- hingga hilir menemukan 44 spesies ikan. rang Muara, subDAS Kedang Pahu, dan sub- Jenis-jenis ikan di bagian hulu sungai DAS Mahakam Hulu (Soetopo 2007). SubDAS memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai Mahakam Hulu merupakan aliran sungai yang produk unggulan suatu daerah, sebagai upaya terletak di bagian hulu Sungai Mahakam dan untuk menggabungkan usaha konservasi dan terdiri atas beberapa anak sungai seperti: Sungai pembangunan ekonomi bagi masyarakat lokal. Tepai, Sungai Pahangai, Sungai Meraseh, dan Jenis ikan yang memiliki nilai ekologis dan Sungai Danum Parai yang secara administratif bersifat endemik seperti Gastromyzon psiloetron berada di Kabupaten Mahakam Ulu. Sungai- dan Ompok miostoma (Tan 2006, Jusmaldi et al. sungai tersebut memiliki kondisi air yang jernih, 2019); jenis langka dan bernilai ekonomis arus mengalir cukup deras dengan substrat dasar seperti Tor tambroides (Haryono & Subagja berupa pasir, kerikil dan batu, sehingga kondisi 2008, KKP 2012), serta Homaloptera stephen- ini memungkinkan berkembangnya beragam soni dan Syncrossus hymenophysa yang memi- jenis fauna ikan air tawar yang unik serta liki bentuk dan warna tubuh menarik sehingga dengan pola adaptasi yang khusus dibandingkan berpotensi untuk dikembangkan menjadi ikan dengan ikan yang hidup pada arus yang sedang hias budi daya (Froese & Pauly 2019, Kristianti dan tenang. et al. 2017). Informasi keberadaan spesies ikan air ta- Sampai saat ini informasi tentang kera- war di aliran Sungai Mahakam di bagian hulu gaman spesies, potensi dan status konservasi masih sedikit diketahui, sementara laporan ter- fauna ikan di bagian hulu Sungai Mahakam ini terfokus di kawasan Sungai Mahakam bagian khususnya di Sungai Tepai, Sungai Pahangai, tengah dan hilir. Christensen (1992) dalam pe- Sungai Meraseh, dan Sungai Danum Parai nelitiannya selama tahun 1982-1987 di lima belum diketahui. Di sisi lain ikan di sungai- ekosistem di perairan Sungai Mahakam mene- sungai tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat mukan 147 spesies ikan dan menyatakan famili lokal guna memenuhi kebutuhan hidup. Mengi- Cyprinidae paling dominan. Kottelat (1995) ngat peranan penting ikan-ikan yang ada di melakukan survei jenis ikan di aliran Sungai Sungai Tepai, Sungai Pahangai, Sungai Mera- Mahakam mulai dari Kecamatan Melak di seh, dan Sungai Danum Parai bagi masyarakat bagian hulu hingga kota Samarinda di bagian lokal serta potensinya untuk dikembangkan se- hilir menemukan 174 spesies ikan dan 9% di bagai ikan hias dan ikan budi daya, maka perlu antaranya adalah spesies endemik. Penelitian dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk Haryono (2006) di kawasan Sungai Mahakam menganalisis tingkat keanekaragaman dan bagian tengah (Danau Semayang-Melintang) mengidentifikasi potensi serta status konservasi menemukan 15 spesies ikan. Selanjutnya pene- fauna ikan di empat anak sungai tersebut. Hasil

392 Jurnal Iktiologi Indonesia Jusmaldi et al.

penelitian ini diharapkan dapat digunakan seba- Pengumpulan, pengawetan, dan identifikasi con- gai informasi dasar dalam merumuskan kebijak- toh ikan an pembangunan bidang perikanan di kawasan Pengumpulan contoh ikan dilakukan di ini. masing-masing anak sungai. Tempat penang- kapan ditentukan berdasarkan metoda purposive Bahan dan metode sampling. Penangkapan contoh ikan dilakukan Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli selama satu bulan di empat anak sungai dengan sampai dengan bulan Agustus 2018. Penang- menggunakan alat tangkap jaring insang ekspe- kapan dan pengumpulan contoh ikan dilakukan rimental dan alat tambahan berupa serokan dan di empat anak Sungai Mahakam bagian hulu, mata kail merk Vfox Chinu Plus nomor 2. Jaring Kecamatan Long Pahangai, meliputi: Sungai insang eksperimental berukuran mata jaring 1; Tepai, Sungai Pahangai, Sungai Danum Parai, 1,5; 2; 2,5 dan 3 inci dengan panjang 10 m dan dan Sungai Meraseh, dengan ketinggian 292- tinggi 1,5 m dipasang selama tujuh hari di tiap 330 m dpl (di atas permukaan laut) (Gambar 1). anak sungai. Pengambilan contoh ikan dilaku- kan dua kali sehari dengan cara jaring insang

Gambar 1 Lokasi pengambilan contoh ikan di Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu Keterangan: 1 = Statsiun Sungai Tepai, 2 = Stasiun Sungai Pahagai, 3 = Stasiun Sungai Mera- seh, 4 = Stasiun Sungai Danum Parai

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 393 Fauna ikan di Anak Sungai Mahakam Hulu

dipasang pada pagi hari mulai pukul 06.00- teran), lebar sungai (menggunakan pita meter- 10.00 WITA dan siang hari pukul 12.00-16.00 an), dan pengamatan substrat dasar sungai. WITA. Pengecekan dilakukan setiap dua jam Pengukuran kondisi lingkungan dilakukan se- sekali agar ikan yang tertangkap dalam kondisi cara in situ sebanyak tiga kali di masing-masing hidup. Serokan digunakan untuk menangkap anak sungai. ikan yang berada pada pinggir sungai di sekitar celah bebatuan. Analisis data Ikan yang tertangkap di masing-masing Indeks keanekaragaman spesies dihitung anak sungai, dihitung jumlah individu tiap spesi- menggunakan indeks keanekaragaman spesies es dan ditimbang bobotnya, selanjutnya dicatat Shannon-Wiener dengan rumus sebagai berikut: nama lokal dan pemanfaatannya oleh masyara- (Magurran 1998) kat sekitar. Contoh ikan yang mewakili tiap spe- sies didokumentasikan menggunakan kamera ୱ ᇱ digital merk Nikon dan dikoleksi. Contoh ikan ൌെ෍’୧ Žሺ’୧ሻ ୧ୀଵ kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang dan berisi formalin 10% dan diberi label. Proses identifikasi spesies menggunakan buku kunci ୧ ’୧ ൌ ୱ identifikasi Freshwater Fishes of Western Indo- σ୧ୀଵ ୧ nesia and Sulawesi (Kottelat et al. 1993), dila- Keterangan: H’= indeks keanekaragaman spesies kukan di Laboratorium Biologi Dasar FMIPA Shannon-Wiener, pi = proporsi bobot individu spesies ke-i, Bi = bobot individu masing-masing spesies Universitas Mulawarman Samarinda dengan (gram) cara melakukan pengukuran morfometrik dan Magurran (1998) menyatakan indeks ke- penghitungan meristik. Setiap spesies ikan yang ragaman spesies Shannon-Wiener berkisar anta- sudah teridentifikasi selanjutnya diperiksa status ra 1,5-3,5 dan jarang melampaui 4. konservasinya dalam daftar merah IUCN (Inter- Indeks kemerataan individu spesies dihi- national Union for Conservation of Nature and tung dengan rumus sebagai berikut Magurran Natural Resources) pada situs https: //www. (1998): iucnredlist.org. Data spesies, jumlah individu, Ą ൌ dan bobot ikan yang diperoleh selanjutnya dia- Ž  nalisis. Keterangan: E = indeks kemerataan individu spesies, H’ = indeks keanekaragaman spesies Shannon-Wie- ner, S = jumlah spesies Kondisi lingkungan Kisaran indeks kemerataan individu spe- Pengukuran variabel lingkungan pada sies antara 0-1, jika nilai E mendekati 1 maka masing-masing anak sungai meliputi: suhu air, kelimpahan antarspesies relatif sama. pH, oksigen terlarut (menggunakan alat ukur Indeks dominansi dihitung menggunakan kualitas air digital merk Lutron), kecerahan air indeks dominansi Simpson dengan rumus seba- (menggunakan keping sechi), kecepatan arus gai berikut (Magurran 1998): (menggunakan meteran dan bola pingpong), kedalaman sungai (menggunakan tongkat me-

394 Jurnal Iktiologi Indonesia Jusmaldi et al.

ୗ empat ordo. Jumlah spesies ikan tertinggi dite- ሺ ሻଶ ൌ෍ ’୧ mukan di Sungai Meraseh (20 spesies) diikuti ୧ୀଵ Sungai Pahangai (18 spesies), Sungai Danum Keterangan: C = indeks dominansi Simpson, pi = pro- porsi bobot individu spesies ke-i, S = jumlah spesies. Parai (17 spesies), dan Sungai Tepai (16 spe- sies). Famili ikan dengan jumlah spesies Indeks dominansi Simpson dinyatakan terbanyak ditemukan pada famili Cyprinidae (20 sebagai C hingga 1. Semakin besar nilai C, ma- spesies), sedangkan pada enam famili lain (Bo- ka ada spesies yang kelimpahannya mendomi- tiidae, Balitoridae, Bagridae, Sisoridae, Chan- nasi dalam sampel. nidae, dan Osphronemidae) masing-masing dite- Indeks kesamaan komunitas dihitung de- mukan satu spesies. ngan menggunakan koefisien Sorensen, dengan Kelimpahan individu spesies tertinggi rumus (Magurran 1998): ditemukan pada spesies Amblyrhynchichtys ଶ஼ CCs =  ௌభାௌమ truncatus (n=172 individu) diikuti Luciosoma Keterangan: CCs = koefisien Sorensen, C = jumlah pellegrinii (n=131 individu), Epalzeorhyncos spesies yang ditemukan di kedua komunitas, S1= jum- lah spesies di komunitas S1, S2 = jumlah spesies di kalopterus (n=95 individu), dan Barbonymus komunitas S . 2 schwanenfeldii (n=73 individu), sedangkan

kelimpahan individu rendah (kurang dari lima Indeks CCs berkisar 0-1 (0 = tidak ada individu) ditemukan pada spesies Balantio- spesies yang ditemukan pada kedua komunitas; cheilus melanopterus, Leptobarbus melano- 1 = semua spesies ditemukan pada kedua komu- taenia, Osteochilus kahajanensis, Syncrossus nitas). hymenophysa, Bagarius yarrelli, Channa striata Dendrogram pengelompokan antarsungai dan Osphronemus septemfasciatus. dianalisis menggunakan analisis cluster varia- Biomassa atau bobot individu tiap bles dibantu dengan perangkat lunak Minitab spesies ikan dalam penelitian ini tidak selalu versi 22 for Windows. berkorelasi positif dengan kelimpahannya. Ikan

yang memiliki biomassa tertinggi ditemukan Hasil pada spesies Amblyrhynchichtys truncatus, Bar- Komposisi, kelimpahan individu, dan bobot bonymus schwanenfeldii, Osteochilus borne- spesies ikan ensis, dan Epalzeorhyncos kalopterus, sedang- Komposisi, kelimpahan, dan bobot spe- kan beberapa spesies lainnya memiliki biomassa sies ikan di empat anak sungai di Kecamatan rendah (kurang dari 500 gram) termasuk Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu diper- Gastromyzon lepidogaster, Syncrossus hymeno- lihatkan pada Tabel 1. Jumlah total ikan yang physa, Rasbora tornieri, Rasbora argyrotaenia, dikoleksi dari keempat sungai berjumlah 820 in- Osteochilus kahajanensis, Lobocheilos kajanen- dividu, terdiri atas 26 spesies, tujuh famili dan sis, dan Balantiocheilos melanopterus.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 395 Fauna ikan di Anak Sungai Mahakam Hulu

Tabel 1 Komposisi, kelimpahan, dan bobot spesies ikan yang tertangkap di empat anak Sungai di Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu Anak Sungai/ Jumlah Kelimpahan Bobot (gram) No Ordo/Famili/Spesies (individu) I II III IV 1 Cypriniformes Cyprinidae Albulichthys albuloides - - 7 - 7 1.281 Amblyrhynchichtys truncatus 49 40 77 6 172 26.901 Barbonymus schwanenfeldii 7 - - 66 73 9.519 Balantiocheilos melanopterus - - 2 2 4 260 Barbonymus balleroides 12 6 9 16 43 774 Epalzeorhyncos kalopterus 13 40 35 7 95 7.619 Garra sp. 3 5 11 - 19 4.395 Hampala macrolepidota 2 3 5 1 11 1.379 Labiobarbus lineatus 10 8 32 1 51 816 Labiobarbus leptocheilus 4 2 1 5 12 537 Lobocheilos kajanensis 2 2 1 - 5 267 Luciosoma pellegrinii 4 13 105 9 131 5.764 Leptobarbus melanotaenia - - - 1 1 540 Osteochilus borneensis - 1 5 19 25 7.663 Osteochilus kahajanensis - - 1 - 1 124 Parachela ingerkongi 6 1 19 - 26 889 Rasbora argyrotaenia - 1 13 10 24 256 Rasbora tornieri - 12 - 1 13 143 Schismatorhynchos heterorhynchos 1 34 3 - 38 646 Tor tambroides 10 2 5 3 20 6.240 Botiidae Syncrossus hymenophysa 1 2 - - 3 61 Balitoridae Gastromyzon lepidogaster - 3 3 - 6 39 2 Siluriformes Bagridae Hemibagrus nemurus 1 9 13 8 31 6.169 Sisoridae Bagarius yarrelli 2 - - - 2 950 3 Channidae Channa striata - - 1 3 4 1.085 4 Perciformes Osphronemidae Osphronemus septemfasciatus - - - 3 3 804 Total kelimpahan dan bobot 127 184 348 161 820 85.120 Total spesies 16 18 20 17 26 Keterangan: I = Sungai Tepai, II = Sungai Pahangai, III = Sungai Meraseh, IV = Sungai Danum Parai

396 Jurnal Iktiologi Indonesia Jusmaldi et al.

Indeks keanekaragamaan, kemerataan, dan do- Kesamaan spesies dan pengelompokan antar- minansi spesies anak sungai di Kecamatan Long Pahangai Indeks keanekaragaman, indeks kemera- Nilai koefisien kesamaan spesies antar taan, dan dominansi ditemukan bervariasi di anak sungai berkisar mulai dari 0,606–0,842. masing-masing anak sungai. Nilai indeks keane- Sungai yang memiliki nilai koefisien kesamaan karagaman berkisar 1,749-2,087, indeks keme- spesies paling tinggi ditemukan antara Sungai rataan berkisar 0,631-0,697 dan indeks domi- Pahangai dan Sungai Meraseh (CCs = 0,842), nansi berkisar 0,193-0,285. Indeks keanekara- sedangkan koefisien kesamaan spesies yang gaman ikan tertinggi ditemukan di Sungai Mara- terendah ditemukan antara Sungai Tepai dan seh, diikuti oleh Sungai Pahangai, Sungai Da- Sungai Danum Parai (CCs = 0,606) (Tabel 3). num Parai, dan Sungai Tepai. Nilai indeks ke- Analisis dendrogram pengelompokan an- merataan yang diperoleh pada masing-masing tar anak sungai berdasarkan kesamaan kehadiran anak sungai sebanding dengan nilai indeks kea- spesies yang ditemukan menunjukkan Sungai nekaragamannya, namun nilai indeks kemerata- Tepai, Sungai Pahangai, dan Sungai Meraseh an tersebut berbanding terbalik dengan nilai in- berada dalam satu kelompok sungai yang sama, deks dominansinya (Tabel 2). sedangkan Sungai Danum Parai adalah kelom- pok sungai berbeda (Gambar 2).

Tabel 2 Nilai indeks keanekaragaman, kemerataan dan dominansi spesies ikan di empat anak Sungai di Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu

Anak sungai No Parameter I II III IV 1 Indeks Keanekaragaman (H’) 1,749 1,896 2,087 1,879 2 Indeks Kemerataan (E) 0,631 0,656 0,697 0,663 3 Indeks Dominansi (C) 0,285 0,229 0,193 0,239 Keterangan: I = Sungai Tepai, II = Sungai Pahangai, III = Sungai Meraseh, IV = Sungai Danum Parai

Tabel 3 Koefisien kesamaan spesies antar anak Sungai di Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu Koefisien I II III IV Sorensen I - 0, 824 0,722 0,606 II - 0,842 0,629 III - 0,703 IV - Keterangan: I = Sungai Tepai, II = Sungai Pahangai, III = Sungai Meraseh, IV = Sungai Danum Parai

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 397 Fauna ikan di Anak Sungai Mahakam Hulu

52,02

68,01 Kesamaan (%) Kesamaan 84,01

100,00 Sungai Tepai Sungai Pahangai Sungai Meraseh Sungai Danum Parai

Gambar 2 Dendrogram pengelompokan antarsungai di Kecamatan Long Pahangai

Status konservasi, potensi, dan pemanfaatan Barbonymus schwanenfeldii, Epalzeorhyncos spesies ikan kalopterus, Garra sp., Hampala macrolepidota, Status konservasi spesies ikan berdasar- Luciosoma pellegrinii, Leptobarbus melano- kan daftar merah IUCN ditemukan: ada dua spe- taenia, Osteochilus borneensis, Osteochilus sies kurang data, enam spesies berisiko rendah, kahajanensis, Tor tambroides, Hemibagrus satu spesies hampir terancam, satu spesies teran- nemurus, Bagarius yarrelli, Channa striata, dan cam, dan 16 spesies ikan belum terdaftar. Wa- Osphronemus septemfasciatus. Ada dua spesies wancara dengan masyarakat lokal dan nelayan ikan ditemukan berpotensi sebagai ikan hias setempat (suku dayak Bahau) menunjukkan akuarium. Spesies tersebut adalah Syncrossus hampir semua spesies ikan dimanfaatkan oleh hymenophysa (seku) dan Gastromyzon lepido- masyarakat di Kecamatan Long Pahangai seba- gaster (dekat) (Tabel 4). Beberapa spesies ikan gai ikan konsumsi. Selain dikonsumsi, ada 13 endemik , ikan konsumsi, dan ikan hias spesies ikan diperdagangkan di pasar karena bernilai ekonomis didokumentasikan seperti bernilai ekonomis. Spesies ikan tersebut adalah terlihat pada Gambar 3.

398 Jurnal Iktiologi Indonesia Jusmaldi et al.

Tabel 4 Status konservasi ikan, potensi dan pemanfaatannya oleh masyarakat lokal di Kecamatan Long Pahangai Kabupaten Mahakam Ulu Nama lokal Potensi dan Daftar merah No Spesies (Dayak Bahau) manfaat IUCN* 1 Albulichthys albuloides Mujuk Baq Using/ K Berisiko rendah Mujuk Jangil 2 Amblyrhynchichtys truncatus Mujuk/Pasak K Tidak terdaftar 3 Barbonymus schwanenfeldii Halaap K, D Berisiko rendah 4 Balantiocheilos melanopterus Belukung K Terancam 5 Barbonymus balleroides Hanyah K Tidak terdaftar 6 Epalzeorhyncos kalopterus Palau K, D Tidak terdaftar 7 Garra sp. Telurai K, D Tidak terdaftar 8 Hampala macrolepidota Dungaan K,D Berisiko rendah 9 Labiobarbus lineatus Telaruq K Tidak terdaftar 10 Labiobarbus leptocheilus Turing K Tidak terdaftar 11 Lobocheilos kajanensis Mepaq K Tidak terdaftar 12 Luciosoma pellegrinii Lalaang K, D Tidak terdaftar 13 Leptobarbus melanotaenia Belihau K, D Tidak terdaftar 14 Osteochilus borneensis Dukih K, D Tidak terdaftar 15 Osteochilus kahajanensis Palau belaaq K, D Tidak terdaftar 16 Parachela ingerkongi Leaudit K Tidak terdaftar 17 Rasbora argyrotaenia Seluang K Tidak terdaftar 18 Rasbora tornieri Aleh/Tukmak K Tidak terdaftar 19 Schismatorhynchos heterorhynchos Tulam K Tidak terdaftar 20 Tor tambroides Nyaraan/Ilap K, D Kurang data 21 Syncrossus hymenophysa Seku H Tidak terdaftar 22 Gastromyzon lepidogaster Dekat H Kurang data 23 Hemibagrus nemurus Tikan K, D Berisiko rendah 24 Bagarius yarrelli Kuyur K, D Hampir terancam 25 Channa striata Dayau K, D Berisiko rendah 26 Osphronemus septemfasciatus Been K, D Berisiko rendah Keterangan: K= konsumsi, D = diperdagangkan, H = ikan hias *Daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) berdasarkan website : www.iucnredlist.org (IUCN 2019)

Kondisi perairan 2,8 m, lebar sungai berkisar 15-25 m dan tipe Kondisi perairan di empat anak sungai substrat dasar berbatu, kerikil, dan berpasir. sedikit bervariasi. Pengukuran suhu air berkisar Musim selama pengambilan sampel memasuki 25-26qC, oksigen terlarut berkisar 5,0-7,7 mg awal musim kemarau dan keadaan cuaca L-1, pH netral cenderung ke arah basa berkisar umumnya cerah dan sesekali mendung serta 6,9-7,2, dan daya tembus cahaya terendah 70 cm kadang-kadang terjadi gerimis disertai hujan dan tertinggi 90 cm. Kecepatan arus berkisar (Tabel 5). 0,52-1,21 m det-1. Kedalaman sungai berkisar 2-

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 399 Fauna ikan di Anak Sungai Mahakam Hulu

a b

c d

e f

g h

i j

Gambar 3 Beberapa spesies ikan endemik Borneo (a-c), ikan hias (d-e), dan ikan konsumsi (f-j) yang ditemukan di anak Sungai di Kecamatan Long Pahangai Kabupaten Mahakam Ulu. a. been (Osphronemus septemfasciatus), b. dukih (Osteochilus borneensis), c. Lalaang (Luciosoma pellegrinii), d. seku (Syncrossus hymenophysa), e. dekat (Gastromyzon lepidogaster), f. nyaraan/ilap (Tor tambroides), g. dungaan (Hampala macrolepidota), h. halaap (Barbonymus schwanenfeldii), i. Turing (Labiobarbus leptocheilus), j. kuyur (Bagarius yarrelli).

400 Jurnal Iktiologi Indonesia Jusmaldi et al.

Tabel 5 Kondisi lingkungan dan substrat perairan di empat anak sungai di Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu Anak sungai No Parameter I II III IV 1 Suhu (qC) 25-26 25-26 25-26 26 2 Oksigen terlarut (mgL-1) 5,0-6,3 6,4-7,2 5,8-6,2 6,5-8,7 3 pH 7,1-7,2 7,0-7,2 6,9-7,1 6.9-7,1 4 Daya tembus cahaya (cm) 80 83 70 80 5 Kecepatan arus (mdt-1) 0,52-0,61 0,92-0,85 0,73-0,80 1,03-1,21 6 Kedalaman sungai (m) 2,8 1,5 1,7 2 7 Lebar sungai (m) 25 20 19 15 8 Substrat dasar sungai Batu dan Batu Batu Batu dan berpasir kerikil, berpasir Keterangan: I = Sungai Tepai, II = Sungai Pahangai, III = Sungai Meraseh, IV = Sungai Danum Parai

Pembahasan dikatakan bahwa spesies ikan didominasi oleh Penelitian terkait keanekaragaman spe- Cyprinidae (57,9%) dan Balitoridae (38,2%). sies ikan di Sungai Mahakam khususnya di ba- Jumlah spesies yang tergolong rendah gian hulu sungai belum pernah dilaporkan. Jika dan famili dominan adalah Cyprinidae juga dila- hasil penelitian ini dibandingkan dengan peneli- porkan oleh beberapa peneliti dari luar Pulau tian lainnya di wilayah Borneo seperti di Kali- Borneo. Penelitian Ahmad et al. (2018) di cagar mantan Barat, , dan dengan kon- alam Hutan Ulu Kenas, Perak, Semenanjung disi lingkungan dan ketinggian lokasi yang melaporkan 27 spesies, 11 famili dan hampir sama menunjukkan penemuan jumlah lima genera, dan famili ikan paling dominan spesies tergolong rendah dan famili paling do- adalah Cyprinidae (12 spesies) diikuti famili minan adalah Cyprinidae. Bagridae (tiga spesies) dan famili lainnya Penelitian Adis et al. (2017) di aliran Ri- masing-masing satu atau dua spesies. Singh & am Banangar Kabupaten Landak Kalimantan Agarwal (2013) meneliti di Sungai Laster di Barat menemukan 21 spesies dan sembilan fa- Himalaya tengah India menemukan 21 spesies, mili, selanjutnya dikatakan bahwa famili Cypri- tiga famili dan delapan genera, dan famili ikan nidae paling dominan (12 spesies) dan diikuti paling dominan adalah Cyprinidae diikuti famili oleh famili Bagridae (dua spesies). Samat Cobitidae dan Sisoiridae. (1990) melakukan survai populasi ikan di Ki- Dominansi famili Cyprinidae di kawasan nibalu Park, Sabah Borneo menemukan 22 spe- hulu sungai dapat digantikan dengan famili lain sies dan lima famili ikan, dengan rincian 11 apabila pengambilan contoh ikan berada di loka- spesies dari Cyprinidae, delapan spesies dari si ketinggian yang lebih tinggi. Dalam penelitian Gastromyzontidae; sedangkan famili Anguilli- ini ketinggian lokasi pengambilan contoh ikan dae, Bagridae, dan Cobitidae masing masing berada di ketinggian 292-330 m dpl dan famili satu spesies. Nyanti (1999) melakukan survei ikan dominan adalah Cyprinidae. Berbeda de- ikan di Kelabit Higlands, Sarawak Borneo me- ngan yang dilaporkan oleh Rahim et al. (2002) nemukan 24 spesies dan tujuh famili ikan, serta pada ketinggian lebih dari 600 m dpl di kawasan

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 401 Fauna ikan di Anak Sungai Mahakam Hulu

hulu Sungai Taman Nasional Range Crocker, mili ikan air tawar yang memiliki spesies terba- Borneo yang mencatat famili ikan paling domi- nyak di seluruh dunia, kecuali di wilayah Aus- nan adalah Gastromyzontidae (59,5%). tralia, Madagaskar, Selandia Baru, dan Amerika Spesies ikan paling dominan ditemukan Selatan. dalam penelitian ini adalah famili Cyprinidae. Jumlah spesies ikan di bagian hulu Su- Paling dominannya famili Cyprinidae tersebut ngai Mahakam dalam penelitian ini sebanyak 26 disebabkan famili ini memiliki jumlah spesies spesies. Penemuan jumlah spesies ini lebih ren- paling banyak dan penyebaran paling luas dah dibandingkan dengan penelitian Suyatna et dibandingkan dengan famili lain, termasuk di al. (2017) di bagian tengah Sungai Mahakam Sungai Mahakam, pulau Borneo dan di dunia (29 spesies), namun lebih tinggi dibandingkan seperti yang dilaporkan oleh banyak peneliti. dengan bagian hilir Sungai Mahakam (15 spe- Christensen (1992) menyatakan famili sies). Cyprinidae paling banyak ditemukan di lima Lebih rendahnya penemuan jumlah spe- ekosistem perairan di Sungai Mahakam yaitu ies ikan di bagian hulu dibandingkan di bagian sebanyak 32% dari 147 spesies ikan. Selanjut- tengah Sungai Mahakam disebabkan oleh ada- nya Sulaiman & Mayden (2012) mengemukakan nya perbedaan ketinggian, faktor lingkungan, bahwa Cypriniformes adalah kelompok ikan dan kompleksitas habitat. Perbedaan faktor paling beragam di Borneo, yang mencakup lima lingkungan yang dimaksud adalah kecepatan famili (Cyprinidae, Gyrinocheilidae, Balitori- arus, suhu air, pH, dan subtrat dasar, sedangkan dae, Cobitidae, Paedocyprididae), dan di antara kompleksitas habitat meliputi perbedaan lebar kelima famili tersebut famili Cyprinidae adalah dan kedalaman sungai, jenis vegetasi, serta ke- paling dominan (28 genera). Hal senada dilapor- tersediaan mikrohabitat seperti rawa banjiran kan oleh Rashid et al. (2015) dalam penelitian- dan danau. nya di Sungai Tembeling dan Sungai Pahang Arunkumar & Manimekalan (2018) me- Malaysia yang menemukan famili Cyprinidae neliti fauna ikan air tawar di bagian barat dan paling dominan. Penelitian Nguyen & De Silva selatan Sungai Ghats, India dan menyimpulkan (2006) mencatat ikan air tawar di kawasan Asia bahwa keanekaragaman dan kelimpahan spesies didominasi oleh famili Cyprinidae (sekitar 1000 ikan akan semakin menurun dengan bertambah- spesies), diikuti Famili Balitoridae dan Cobiti- nya ketinggian. Hal senada dikemukakan oleh idae (sekitar 400 spesies), Gobiidae (sekitar 300 Suryaningsih et al. (2018) dalam penelitiannya spesies), Bagridae (sekitar 100 spesies), dan tentang keanekaragaman dan sebaran longitu- Osphronemidae (sekitar 85 spesies). Nelson dinal ikan air tawar di Sungai Klawing, Jawa (2006) mengidentifikasi ikan air tawar ordo Tengah, Indonesia yang mencatat keanekara- Cypriniformes di dunia dan menemukan ada gaman ikan di sungai menurun secara bertahap enam famili, 321 genera dan sekitar 3268 spe- dari hilir ke hulu. Lebih lanjut Simanjuntak sies, dan di antara enam famili tersebut Cypri- (2012) dalam penelitiannya di Sungai Asahan nidae merupakan kelompok terbesar mencakup bagian hulu dan anak sungainya menyatakan 220 genera dan 2420 spesies. Kottelat (1995) keragaman spesies ikan meningkat secara berta- menekankan bahwa Cyprinidae merupakan fa- hap seiring dengan kompleksitas habitat yang

402 Jurnal Iktiologi Indonesia Jusmaldi et al.

tersedia. Higgins (2009) mengutarakan bahwa Baird & Flaherty (2004) di Sungai bah- kecepatan arus, ketersediaan habitat, dan suhu wa larva Amblyrhynchichtys truncatus kemung- memengaruhi struktur fungsional komunitas kinan mengapung di hilir sungai dan memasuki ikan; sementara struktur substrat dan lebar lahan basah sebagai habitat perawatan selama sungai memengaruhi struktur taksonomi ikan. musim penghujan, sebelum beruaya menuju hu- Jumlah spesies ikan di bagian hulu Su- lu pada awal musim kemarau. Rainboth (1996) ngai Mahakam lebih tinggi jika dibandingkan juga melaporkan di Sungai Mekong bahwa spe- dengan bagian hilirnya. Hal ini disebabkan kon- sies Amblyrhynchichtys truncatus beruaya me- disi perairan di bagian hilir Sungai Mahakam nuju hutan yang terendam banjir dan kembali ke dipengaruhi oleh fluktuasi salinitas akibat pa- sungai pada bulan Oktober dan November keti- sang surut air laut, yang menjadi faktor pemba- ka banjir menyurut. tas bagi jenis ikan air tawar di bagian hilir. Masih sedikit diketahui tentang biologi Bruno et al. (2013) menerangkan bahwa perse- spesies Luciosoma pellegrinii di alam. Ikan ini baran spesies ikan air tawar di pesisir laguna merupakan ikan endemik Borneo yang tersebar Argentina dibatasi oleh fluktuasi salinitas, yang di DAS Kapuas Kalimantan Barat, DAS Maha- menjadi penentu utama persebaran spasialnya kam Kalimantan Timur, DAS Sungai Kinaba- karena berkaitan dengan tekanan osmosis orga- tangan Kalimantan Utara, hingga negara bagian nisme tersebut. Sabah di Malaysia (Inger & Chin 1962, Roberts Jumlah individu ikan paling tinggi dite- 1989, Kottelat 1995, Martin-Smith & Tan mukan pada spesies Amblyrhynchichtys trunca- 1998). Luciosoma pellegrinii terkadang berlim- tus (n=172 individu), diikuti Luciosoma pelle- pah secara lokal, yang biasanya ditemukan di air grinii (n=131 individu), Epalzeorhyncos kalo- yang dalam dan berarus lambat. Ikan ini sangat pterus (n=95 individu) dan Barbonymus aktif dan bergerak konstan, memakan material schwanenfeldii (n=73 individu). Tingginya jum- yang jatuh ke sungai, dan melompat dari air lah individu spesies Amblyrhynchichtys trunca- jernih untuk memangsa material yang menggan- tus karena ikan ini termasuk spesies peruaya. tung di atas sungai (Martin-Smith & Tan 1998). Roberts & Baird (1995) mengamati tentang eko- Spesies Barbonymus schwanenfeldii logi ikan di air terjun wilayah Rhone Sungai adalah spesies ikan air tawar yang tersebar luas Mekong di bagian selatan Laos pada bulan De- di Asia termasuk Kalimantan, Sumatra, dan sember 1993 hingga Februari 1994. Mereka me- Semenanjung Malaysia (Froese & Pauly 2019). nemukan 29 spesies ikan anggota Famili Cypri- Ikan ini hidup di sungai dan danau dengan pH nidae yang beruaya, dan salah satu spesies ter- berkisar antara 6,5 hingga 7,0 dan suhu berkisar sebut adalah Amblyrhynchichtys truncatus. antara 20,4 hingga 33,7 qC (Kusmini et al. Saat penangkapan pada awal musim ke- 2015). Beberapa laporan menunjukkan bahwa marau (Juli dan Agustus) kemungkinan Ambly- Barbonymus schwanenfeldii adalah ikan yang rhynchichtys truncatus sedang beruaya dari da- beruaya ke hulu sungai dipicu oleh hujan nau dan rawa banjiran yang terdapat di kawasan pertama dan naiknya permukaan air. Ketika bagian tengah menuju ke bagian hulu Sungai menemukan anak sungai, kanal atau aliran, ikan Mahakam. Sama seperti yang dikemukakan oleh ini bergerak ke hulu dan akhirnya ke area

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 403 Fauna ikan di Anak Sungai Mahakam Hulu

banjiran; dan ketika air surut ikan ini beruaya berapa spesies ikan yang cara hidupnya menem- kembali ke kanal dan sungai (Froese & Pauly pel pada substrat batu atau kelompok ikan yang 2019). hidup di dasar perairan tidak ditemukan atau ke- Komposisi dan persebaran spesies ikan limpahannya menjadi sangat rendah, contohnya sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi, spesies Gastromyzon lepidogaster, Garra sp., dan biologis perairan (Sriwidodo et al. 2013). Balantiocheilos melanopterus, Schismatorhyn- Sungai Tepai memiliki jumlah spesies paling chos heterorhynchos, dan Lobocheilos kajanen- rendah (16 spesies) dan indeks keanekaragaman sis. Namun sebaliknya spesies ikan yang cara 1,749; jika dibandingkan dengan Sungai Mera- hidupnya menempel pada substrat batu dan spe- seh yang memiliki jumlah spesies lebih banyak sies yang memiliki bentuk tubuh seperti torpedo (20 spesies) dan indeks keanekaragaman 2,087; dengan batang ekor yang kuat, seperti spesies Sungai Pahangai (18 spesies dan indeks keane- Epalzeorhyncos kalopterus, Luciosoma pelle- karagaman 1,869), dan Sungai Danum Parai (17 grinii, Labiobarbus lineatus, Hemibagrus nemu- spesies dan indeks keanekaragaman 1,879). Per- rus, Rasbora argyrotaenia, dan Rasbora tornieri bedaan jumlah spesies dan indeks keanekara- banyak ditemukan di anak Sungai Pahangai dan gaman ikan pada empat anak sungai tersebut Meraseh yang memiliki tipe substrat dasar batu disebabkan oleh adanya perbedaan tipe substrat dan arus air yang mengalir lebih cepat. dasar, kecepatan arus, dan kedalaman perairan Perbedaan kedalaman antaranak sungai di masing-masing anak sungai. juga berpengaruh pada kehadiran spesies ikan. Tipe substrat dasar perairan dan kecepat- Anak Sungai Tepai memiliki kedalaman air 2,8 an arus dapat memengaruhi spesies ikan yang m dibandingkan anak Sungai Meraseh memiliki hidup di dalamnya. Sebagian besar spesies ikan kedalaman air 1,7 m. Perbedaan kedalaman su- yang ditemukan di anak sungai Kecamatan ngai ini memengaruhi intensitas cahaya mataha- Long Pahangai adalah spesies ikan yang bera- ri yang masuk ke dasar perairan serta konsentra- daptasi dengan cara hidup menempel pada sub- si oksigen terlarut di dalam air. Pada perairan strat batu dan kerikil, memiliki bentuk tubuh ra- yang dalam, intesitas cahaya matahari tidak ta di bagian ventral, serta posisi sirip dada dan mampu menembus hingga ke dasar perairan, perut ke arah lateral. Selain itu ada beberapa sehingga mengakibatkan konsentrasi oksigen spesies ikan beradaptasi hidup pada arus air terlarut rendah dan kondisi ini akan memenga- yang mengalir cepat, memiliki bentuk tubuh ruhi kehadiran spesies ikan terutama penghuni seperti torpedo (fusiform) dengan batang ekor dasar perairan. yang kuat untuk berenang melawan arus. Spe- Li et al. (2012) menyatakan kekayaan sies tersebut sebagian besar termasuk ke dalam spesies dan kelimpahan ikan secara spasial ter- famili Cyprinidae, Balitoridae, Sisoridae, dan kait dengan variabilitas habitat dan keberadaan Channidae. mikrohabitat, komposisi substrat, dan kedalam- Adanya perbedaan tipe subtrat yang ber- an perairan. Beberapa penelitian menemukan batu, berkerikil dan berpasir serta arus yang bahwa variasi faktor lingkungan, seperti oksigen mengalir lebih lambat seperti di anak Sungai Te- terlarut dan pH (Thirumala et al. 2011), keda- pai dan Sungai Danum Parai mengakibatkan be- laman air (Harvey & Stewart 1991), kecepatan

404 Jurnal Iktiologi Indonesia Jusmaldi et al.

arus (Magoulick 2004) dapat memengaruhi ke- hangai tidak jauh berbeda dan masih baik untuk hadiran dan keanekaragaman spesies ikan. mendukung kehidupan ikan. Hal ini sesuai de- Keterkaitan variasi lingkungan dengan ngan hasil pengukuran kondisi lingkungan per- kehadiran dan keanekaragaman spesies ikan di- airan diempat anak sungai tersebut seperti suhu, teliti oleh Guo et al. (2018) di Sungai Ganjiang oksigen terlarut, dan pH yang menunjukkan Cina menggunakan Redundancy analysis (RA). kondisi perairan baik dan ideal bagi kehidupan Mereka menyatakan secara umum variabel ke- ikan (Tabel 5). keruhan, oksigen terlarut, dan kedalaman air Terjaganya kondisi perairan di empat memengaruhi sebaran dan komposisi komunitas anak sungai Kecamatan Long Pahangai disebab- ikan secara nyata (p<0,05). Sementara penelitian kan oleh kearifan lokal masyarakat suku Dayak lainnya Huang et al.(2019) menganalisis korela- Bahau. Adanya peraturan adat yang melindungi si komunitas ikan dengan habitat dan variabel perairan dan hutan di kawasan Kecamatan Long lingkungan di hulu Sungai Lijiang Cina. Mereka Pahangai dari segala macam bentuk ancaman mengungkapkan bahwa ketinggian tempat, ke- kerusakan seperti penebangan hutan, pembuka- cepatan arus, konduktivitas, kekeruhan, keda- an lahan, serta pelarangan penangkapan ikan di laman, dan lebar sungai memiliki korelasi nyata sungai dengan menggunakan racun dan listrik. dengan komposisi komunitas ikan. Menurut Paller et al. (2013) aktivitas antropo- Indeks keanekaragaman merupakan salah genik seperti pembukaan lahan dan perubahan satu indeks ekologis yang umum digunakan un- habitat dapat menyebabkan penurunan kualitas tuk mengevaluasi kondisi suatu ekosistem pera- perairan dan berpengaruh negatif terhadap kea- iran. Nilai indeks keanekaragaman spesies ikan nekaragaman dan keberadaan ikan air tawar di relatif berbeda di masing-masing anak sungai di dalam sungai. Kecamatan Long Pahangai. Indeks keanekara- Dendrogram cluster analysis menunjuk- gaman tertinggi tercatat di Sungai Maraseh yang kan Sungai Tepai, Sungai Pahangai, dan Sungai menunjukkan jumlah spesies ikan penghuni Meraseh berada dalam satu kelompok sungai sungai ini lebih tinggi dibandingkan dengan tiga dan terpisah dengan Sungai Danum Parai (Gam- anak sungai lainnya. Tingginya jumlah spesies bar 2). Pengelompokan anak sungai ini dapat di anak Sungai Meraseh disebabkan oleh adanya dipahami, secara geografis letak anak sungai perbedaan faktor fisik sungai seperti jenis sub- Danum Parai lebih jauh ke bagian hulu Sungai strat, kecepatan arus, dan kedalaman air yang Mahakam dibandingkan tiga anak sungai lain- memengaruhi kehadiran spesies ikan. Huang et nya, sehingga perbedaan letak geografis ini akan al.(2019) menyatakan setiap spesies ikan memi- memengaruhi kondisi lingkungan sungai seperti lih variabel lingkungan yang berbeda, karena yang terlihat dari kecepatan arus, tipe substrat, adanya perbedaan persyaratan ekologis masing- kedalaman, dan lebar sungai. Jenkins et al. masing spesies tersebut. (2010) menyatakan beberapa mekanisme yang Indeks kemerataan spesies ikan relatif sa- telah lama dipahami sebagai penentu persebaran ma dan tidak ditemukan adanya spesies ikan ikan di sungai di daerah tropis antara lain faktor yang mendominansi, mengindikasikan kualitas alam meliputi faktor biogeografis, posisi geo- air di empat anak sungai Kecamatan Long Pa- grafis, dan topografi daerah tangkapan hujan.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 405 Fauna ikan di Anak Sungai Mahakam Hulu

Spesies ikan yang selalu hadir atau dite- jernih, kecepatan arus lambat sampai sedang, mukan pada empat anak sungai berjumlah sem- bersubstrat pasir, kerikil, batu, dan potongan bilan spesies. Ikan yang selalu hadir tersebut tumbuhan, landai dan pinggirannya berupa merupakan kelompok ikan dari famili Cyprini- vegetasi hutan primer, atau hutan primer dan dae yang diketahui memiliki sebaran yang luas, semak belukar. Gurami Mahakam ini adalah sementara Hemibagrus nemurus (famili Bagri- ikan konsumsi bernilai ekonomis cukup tinggi dae) merupakan ikan penghuni sungai-sungai bagi masyarakat di kawasan hulu Sungai besar, dan telah digambarkan sebagai predator Mahakam dan sangat berpotensi untuk dijadikan oportunistik yang memakan ikan dan avertebrata ikan budi daya lokal. perairan dan darat (Rachmatika 2003). Namun Tor tambroides, merupakan ikan kon- spesies ini juga dapat menempati berbagai habi- sumsi bernilai ekonomis tinggi dengan tekstur tat perairan. Rachmatika et al. (2005) meneliti di daging yang tebal dan lezat, sehingga banyak Sungai Seturan Malinau tengah, Borneo menya- digemari masyarakat lokal di kawasan hulu takan Hemibagrus nemurus merupakan ikan Sungai Mahakam. Instalasi Penelitian Plasma omnivora pemakan ikan, udang, kepiting, se- Nutfah Perikanan Air Tawar, Balai Penelitian rangga, dan tumbuhan air; serta menempati ber- dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor bagai habitat seperti: sungai mengalir deras, menjual ikan tor dengan harga Rp 500.000,00 substrat berbatu, berpasir, berlumpur, dan ko- hingga Rp 1.000.000,00 kg-1 (Subagja & Rado- lam-kolam berair keruh bekas tebangan. Petsut na 2017). Selain itu Tor tambroides dikenal se- & Kulabtong (2015) melakukan survai ikan air bagai ikan konsumsi dan untuk olah raga me- tawar di bagian hulu Sungai Wang, mancing (Desai 2003). Ikan ini dapat tumbuh Utara menemukan sebanyak 16 spesies ikan dan dengan laju pertumbuhan normal di habitat salah satu spesies ikan tersebut adalah Hemi- aslinya seperti di air yang dingin dan bersih, bagrus nemurus. serta ketersediaan buah-buah pada pohon tum- Dua spesies ikan memiliki nilai ekono- buh di tepi sungai di hulu dan sangat berpotensi mis penting adalah Osphronemus septemfas- untuk dibudidayakan (Soon et al. 2014). ciatus dan Tor tambroides. Osphronemus sep- Selain ikan konsumsi, ada dua spesies temfasciatus hanya ditemukan di Sungai Danum ikan yang ditemukan dan umum diperdagangkan Parai dan dikenal sebagai ikan gurami di luar negeri sebagai ikan hias. Apabila kedua Mahakam. Ikan ini dideskripsi pertama kali spesies ikan ini dibudidayakan akan menjadi berdasarkan spesimen dari Sungai Mahakam. produk yang bernilai ekonomis bagi masyarakat Osphronemus septemfasciatus memiliki tujuh lokal. Spesies tersebut adalah Syncrossus hyme- garis vertikal di tubuhnya dan lebih jelas terlihat nophysa (seku) dan Gastromyzon lepidogaster pada individu muda (Roberts 1992). Menurut (dekat) (KKP 2013). penelitian Rachmatika (2010) di perairan Status konservasi ikan dalam daftar me- Provinsi Kalimantan Barat dinyatakan bahwa rah IUCN, ada dua spesies ikan kurang data, Osphronemus septemfasciatus tergolong ikan enam spesies beresiko rendah, satu spesies ham- yang jarang ditemukan di alam. Habitat ikan ini pir terancam, satu spesies terancam, dan 16 spe- mensyaratkan kandungan oksigen cukup, air sies ikan tidak ditemukan dalam daftar. Dari 16

406 Jurnal Iktiologi Indonesia Jusmaldi et al.

spesies ikan yang tidak ada di dalam daftar me- Simpulan rah IUCN, ditemukan tujuh spesies ikan yang Ikan yang mendiami anak Sungai Maha- masih sedikit diketahui informasi biologis dan kam Hulu terdiri atas 26 spesies, 7 famili, dan 4 siklus hidupnya. Spesies tersebut adalah Labio- ordo. Spesies terbanyak ditemukan pada famili barbus lineatus, Lobocheilos kajanensis, Lepto- Cyprinidae. Keanekaragaman ikan di Sungai barbus melanotaenia, Osteochilus borneensis, Meraseh relatif lebih tinggi dibandingkan de- Osteochilus kahajanensis, Parachela inger- ngan tiga anak sungai yang lain, meskipun in- kongi, dan Schismatorhynchos heterorhynchos deks kemerataan relatif sama dan tidak ada spe- (Froese & Pauly 2019). Spesies yang dari status sies yang mendominansi di empat anak sungai IUCNnya kategori terancam (Balantiocheilos tersebut. Spesies Osphronemus septemfasciatus melanopterus) juga belum diketahui informasi dan Tor tambroides berpotensi sebagai ikan biologi reproduksi dan siklus hidupnya (Froese budi daya konsumsi dan bernilai ekonomis ting- & Pauly 2019), sementara ini spesies tersebut gi, sedangkan spesies Syncrossus hymenophysa dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi oleh ma- dan Gastromyzon lepidogaster berpotensi seba- syarakat lokal. gai ikan hias dan diperdagangkan. Sebagian be- Data IUCN memasukkan Bagarius sar spesies ikan di bagian hulu Sungai Mahakam yarelli sebagai spesies yang statusnya hampir berdasarkan daftar merah IUCN masih kurang terancam. Bagarius yarelli hanya ditemukan di diketahui informasi biologinya atau belum ter- Sungai Tepai, merupakan sungai paling lebar sedia data menilai risiko kepunahannya. Penge- dan dalam dibandingkan tiga sungai lainnya. lolaan dan perlindungan sungai-sungai di ka- Menurut Froese & Pauly (2019) Bagarius wasan hulu Sungai Mahakam sangat penting yarelli dikenal sebagai lele raksasa atau goonch dilakukan mengingat sebagai wilayah beruaya- raksasa, merupakan spesies lele berukuran besar nya ikan ke arah hulu dan habitat berbagai spe- genus Bagarius yang ditemukan di sungai di sies unik penghuni asli kawasan tersebut. Diper- Asia Selatan, namun tersebar juga di Asia Teng- lukan penelitian lebih lanjut mengenai status po- gara (Sumatera dan Kalimantan). Habitat spe- pulasi dan daur hidup spesies ikan yang status- sies ini ditemukan pada sungai besar, termasuk nya terancam dan endemik untuk menjaganya sungai dengan arus yang cepat, dan tidak pernah agar tetap lestari. dilaporkan di sungai kecil. Data status konservasi daftar merah Daftar pustaka IUCN di atas mengindikasikan bahwa sebagian Adis MA, Setyawati TR, Yanti AH. 2017. Kera- gaman jenis ikan arus deras di aliran besar spesies ikan di bagian hulu Sungai Maha- Riam Banangar Kabupaten Landak. kam kurang diketahui informasi biologisnya Jurnal Protobiont, 3(2): 209-217. atau belum ada data yang tersedia untuk menilai Arunkumar AA, Manimekalan A. 2018. Fresh- risiko kepunahannya. Diperlukan penelitian le- water fish fauna of rivers of the southern Western Ghats, India. Earth System bih lanjut untuk menganalis kelimpahan popula- Science Data, 10: 1735-1752. si, ekologi dan siklus reproduksi ikan tersebut di Ahmad AB, Ahmad MF, Amzari WM, Rizal alam terutama spesies yang statusnya terancam Syed A. 2018. Freshwater fishes of Ulu Kenas Forest Reserve and its surrounding dan endemik agar tetap lestari.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 407 Fauna ikan di Anak Sungai Mahakam Hulu

areas, Perak, Peninsular Malaysia. Mala- variables in a headwater stream section yan Nature Journal, 70(4): 489-497. of Lijiang River, China. Sustainability, 11(35): 1-14. Baird IG, Flaherty MS. 2004. Beyond national borders: important Mekong River Inger RF, Chin PK.1962. The freshwater fishes medium sized migratory (Cypri- of North Borneo. Fieldiana Zoology nidae) and fisheries in Laos and Cam- Volume 45. Chicago Natural History bodia. Asian Fisheries Science, 17(3): Museum. Chicago. 268 p. 279-298. Jenkins AP, Jupiter SD, Qauqau I, Atherton J. Bruno DO, Barbini SA, de Astarloa JMD, 2010. The importance of ecosystem- Martos P. 2013. Fish abundance and based management for conserving migra- distribution patterns related to environ- tory pathways on tropical high islands: a mental factors in a Choked Temperate case study from Fiji. Aquatic Conser- Coastal Lagoon (Argentina). Brazilian vation: Marine and Freshwater Eco- Journal of Oceanography, 61(1): 43-53. systems, 20(2): 224-238.

Christensen MS. 1992. Investigations on the Jusmaldi, Solihin DD, Rahardjo MF, Affandi R, ecology and fish fauna of the Mahakam Gustiano R.2019. Biologi reproduksi River in East Kalimantan (Borneo), Indo- ikan lais Ompok miostoma (Vailant, nesia. Internationale Revue der gesamten 1902) di Sungai Mahakam Kalimantan Hydrobiologie, 77(4): 593-608. Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia, 19(1): 13-29. Desai VR. 2003. Synopsis of biological data on the Tor mahseer Tor tor (Hamilton, Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjo- 1822). FAO Fisheries Synopsis. No. 158. atmodjo S. 1993. Freshwater fishes of Rome, FAO. 2003. 36 p. western Indonesia and Sulawesi. Periplus edition in collaboration with the Ministry Froese R, Pauly D. Editors. 2019. Fishbase. of Environment, Republic of Indonesia. World wide web electronic publication. Jakarta. 221 p. www.fishbase.org, version (02/2019). Kottelat M. 1995. The fishes of the Mahakam Guo Q, Liu X, Ao X, Qin J, Wu X, Ouyang S. River, east Borneo: an example of the 2018. Fish diversity in the middle and limitations of zoogeographic analyses lower reaches of the Ganjiang River of and the need for extensive surveys in China: Threats and conservation. PLoS Indonesia. Tropical Biodiversity, 2(3): ONE, 13(11): e0205116. 401-426.

Haryono. 2006. Iktio fauna di Danau Semayang- [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. Melintang kawasan Mahakam Tengah, 2012. Ikan air tawar langka di Indo- Kalimantan Timur. Jurnal Iktiologi Indo- nesia. Kementrian Kelautan dan Pe- nesia, 6(1): 75 -78. rikanan, Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, Direktorat Haryono, Subagja J. 2008. Populasi dan habitat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, ikan tambra, Tor tambroides (Bleeker, Jakarta, 75 hal. 1854) di perairan kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah. Biodiversi- [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan tas, 9(4): 306-309. 2013. Ornamental fish and aquatic plants Indonesia directory. Balai Pene- Harvey BC, Stewart AJ. 1991. Fish size and litian dan Pengembangan Budidaya Ikan habitat depth relationships in headwater Hias. Depok. 45 hal. streams. Oecologia, 87(3): 336-342. Kristianti D, Yanti AH, Setyawati TR. 2017. Higgins CL. 2009. Spatiotemporal variation in Jenis jenis ikan arus deras di hulu Sungai functional and taxonomic organization of Mentuka Kecamatan Nanga Taman Ka- stream-fish assemblages in central Texas. bupaten Sekadau. Jurnal Protobiont, Aquatic Ecology, 43(4): 1133-1141. 6(3): 118-122. Huang J, Huang L, Wu Z, Mo Y, Zou Q, Wu N, Kusmini II, Gustiano R, Mulyasari, Iskandariah, Chen Z. 2019. Correlation of fish assem- Huwoyon GH. 2015. Ikan lokal tengadak blages with habitat and environmental (Barbonymus scwanenfeldii) asal Kali-

408 Jurnal Iktiologi Indonesia Jusmaldi et al.

mantan sebagai andalan untuk ikan budi North Thailand. Biodiversity Journal, daya. In: Rahardjo MF, Zahid A, Hadiaty 6(2): 513-516. RK, Krismono, Manangkalangi E, Hadie W. Haryono, Supriyono E. (Editor). Rachmatika I. 2003. Fish Fauna of the Gunung 2015. Prosiding Seminar Nasional Ikan 8 Halimun National Park, West Java. Jilid 2. Bogor 3-4 Juni 2014. Masyarakat Biodiversity Conservation Project LIPI- Iktiologi Indonesia. Cibinong. 395 hal JICA-PHKA. Bogor. 126 p.

Li J, Huang L, Zou L, Kano Y, Sato T, Yahara Rachmatika I , Nasi R, Sheil D, Wan M. 2005. A T. 2012. Spatial and temporal variation first look at the fish species of the middle of fish assemblages and their associations Malinau: , ecology, vulnerabi- to habitat variables in a mountain stream lity and importance. Center for Inter- of north Tiaoxi River, China. Environ- national Forestry Research (CIFOR), mental Biology of Fishes, 93(3): 403- Jakarta. 34 p. 417. Rachmatika I. 2010. Taksonomi dan habitat ikan Magurran AE. 1998. Ecological diversity and its gurame sungai, Osphronemus septemfas- measurement. Princeton University Press. ciatus Roberts, 1992. Jurnal Iktiologi New Jersey. 192 p. Indonesia, 10(2): 145-151.

Magoulick DD. 2004. Effects of predation risk Rahim KAA, Long SM, Abang F. 2002. A on habitat selection by water column survey of freshwater fish fauna in the fish, benthic fish and crayfish in stream upper rivers of Crocker Range National pools. Hydrobiologia, 527(1): 209-221. Park Sabah, Malaysia. ASEAN Review of Biodiversity and Environmental Martin-Smith K, Tan HH 1998. Diversity of Conservation (ARBEC), online at http: freshwater fishes from eastern Sabah: an- //www.arbec.com.my/pdf/art9julysep02. notated checklist for Danum Valley and a pdf consideration of inter- and intra-catch- ment variability. The Raffles Bulletin of Rainboth WJ. 1996. Fishes of the Cambodian Zoology, 46(2): 573-604. Mekong. FAO species identification field guide for fishery purposes. FAO, Rome. Nasution SH, Oktaviani D, Dharmadi, Hartoto 265 p. DI. 2008. Komunitas ikan dan faktor kondisi beberapa ikan putihan di Sungai Rashid ZA, Asmyni M, Amal MNA. 2015. Fish Muara Kaman dan Danau Semayang. diversity of Tembeling Pahang Rivers, Limnotek, 15(1): 10-21. Pahang, Malaysia. The Journal of Bio- diversity Data, 11(5): 1-6. Nelson SJ. 2006. Fish of the world. John Wiley & Sons. America. 601 p. Roberts TR. 1989. The freshwater fishes of western Borneo (Kalimantan Barat, Nguyen TTT, de Silva SS. 2006. Freshwater Indonesia). Memoirs of the California finfish biodiversity and conservation: an Academy of Sciences. California. 210 p. asian perspective. Biodiversity and Con- servation, 15(11): 3543-3568. Roberts TR. 1992. Systematic revision of the Southeast Asian anabantoid fish genus Nyanti L. 1999. Freshwater fishes from Bario, Osphronemus, with descriptions of two Kelabit Highlands, Sarawak. Article 4, new species. Ichthyological Exploration ASEAN Review of Biodiversity and of Freshwater, 2(4): 351-360. Environmental Conservation (ARBEC), on line at http://www.arbec.com.my/ Roberts TR, Baird IG. 1995. Traditional fisher- pdf/ art4sepoct99.pdf. ies and fish ecology on the Mekong River At Rhone Waterfalls in Southern Paller VGV, Corpuz MNC, Ocampo PP. 2013. Laos, Natural History Bulletin of the Diversity and distribution of freshwater Siam Society. 43: 219-262. fish assemblages in Tayabas River, Que- zon (Philippines). Philippine Journal of Samat A. 1990. Taburan dan populasi ikan air Science, 142(1): 55-67. tawar di beberapa altitud di Taman Kina- balu Sabah, Malaysia. Pertanika, 13(3): Petsut N, Kulabtong S. 2015. Field survey of 341-348. freshwater fishes in Upper Wang River,

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 409 Fauna ikan di Anak Sungai Mahakam Hulu

Simanjuntak CPH. 2012. Keragaman dan distri- (Valenciennes, 1842) pada lingkungan ex busi spasio-temporal iktiofauna Sungai situ dengan padat tebar berbeda. Jurnal Asahan bagian hulu dan anak sungainya. Riset Akuakultur, 12 (1): 41-48. In: Simanjuntak CPH et al. (Editor). 2012. Prosiding Seminar Nasional Ikan Sulaiman ZH, Mayden RL. 2012. Cypriniformes VII. Makasar, 12 Juni 2012. pp. 43-60. of Borneo (, Otophysi): An extraordinary fauna for integrated studies Singh G, Agarwal NK. 2013. Fish diversity of on diversity, systematics, evolution, Laster stream, a major tributary of river ecology, and conservation. Zootaxa, Mandakini in Central Himalaya (India) 3586: 359-376. with regard to altitude and habitat speci- icity of fishes. Journal of Applied and Suryaningsih S, Sukmaningrum S, Simanjuntak Natural Science, 5(2): 369-374. SBI, Kusbiyanto. 2018. Diversity and longitudinal distribution of freshwater Soetopo T. 2007. Banjir dan Dinamika Penge- fish in Klawing River, Central Java, lolaan DAS Mahakam. In: Herry Y Indonesia. Biodiversitas, 19(1): 85-92. (Editor). Pengelolaan DAS: dari wacana akademis hingga praktek lapangan. LIPI Suyatna I, Syahrir M, Mislan, Wijaya YI, Press, Jakarta.179 hal. Abdunnur A. 2017. A survey on marine fish species in River of Mahakam East Soon LK, Lihan S, Dasthagir FFG, Mikal KM, Kalimantan, Indonesia. Omni-Akuatika, Collick F, Ng K H. 2014. Microbio- 13(2): 89-98. logical and physicochemical analysis of water from empurau fish (Tor tam- Tan HH. 2006. The Borneo suckers. Revision of broides) farm in Kuching, Sarawak, the torrent loaches of Borneo (Balitori- Malaysian Borneo. International Journal dae): Gastromyzon, Neogastromyzon). of Scientific & Technology Research, Natural History Publications (Borneo) in 3(6): 285-292. association with Raffles Museum of Bio- diversity Research. Kota Kinabalu, Sa- Sriwidodo DWE, Budiharjo A, Sugiyarto. 2013. bah, Malaysia, 245 p. Keanekaragaman jenis ikan di kawasan inlet dan outlet Waduk Gajah Mungkur Thirumala S, Kiran BR, Kantaraj GS. 2011. Fish Wonogiri. Bioteknologi, 10(2): 43-50. diversity in relation to physicochemical characteristics of Bhadra reservoir of Subagja J, Radona D. 2017. Produktivitas pasca- Kar-nataka, India. Pelagia Research larva ikan semah Tor douronensis Library, 2(5): 34-47

410 Jurnal Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3): 411-423 DOI: https://doi.org/10.32491/jii.v19i3.469

Performa ikan patin siam, Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1878 generasi ketiga hasil seleksi karakter bobot tubuh di Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Sungai Gelam, Jambi [Performance of the third generation striped catfish, Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1878 as results of the selection for bodyweight character in Freshwater Aquaculture Fisheries Center, Sungai Gelam, Jambi] Irwan1, Dinar Tri Soelistyowati2, Odang Carman2, Ronny Rachman Noor3

1Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor [email protected] 2Departemen Budidaya Perairan, FPIK-IPB Jl. Agatis, Kampus IPB, Dramaga, Bogor 16680 [email protected], [email protected] 3Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan-IPB Jl. Agatis, Babakan, Dramaga, Bogor, Jawa Barat 16680 [email protected]

Diterima: 14 Juli 2019; Disetujui: 24 September 2019

Abstrak Seleksi ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1878) telah dilakukan di BPBAT Sungai Gelam untuk meningkatkan pertumbuhan dengan metode seleksi individu. Sampai tahun 2018, seleksi tersebut telah meng- hasilkan tiga generasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa generasi ketiga galur pertumbuhan (G3Ps) pada tahap reproduksi, pertumbuhan benih, dan ukuran konsumsi dibandingkan dengan populasi dasar gene- rasi kedua (G2Ds). Sebanyak 10 pasang induk G3Ps dan G2Ds dipijahkan kemudian benih yang dihasilkan dibesarkan selama 120 hari pada media dengan pergantian air secara berkala (perlakuan pertama: T1) dan tanpa pergantian air (perlakuan kedua: T2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah telur per gram adalah 1600±124 butir pada G3Ps, berbeda nyata dengan G2Ds yaitu 1490±101 butir. Benih G3Ps umur 40 hari memiliki bobot tubuh lebih besar diban- dingkan G2Ds dengan respons seleksi sebesar 32,25%, sedangkan sintasan dan efisiensi pakan tidak berbeda nyata. Pada tahap pembesaran ukuran konsumsi, antar perlakuan tidak berbeda nyata dan tidak ada interaksi antargalur dan perlakuan untuk karakter bobot tubuh, panjang baku, sintasan dan efisiensi pakan (p>0,05). Karakter bobot tubuh G3Ps lebih besar dibandingkan dengan G2Ds dengan respons seleksi total untuk tiga generasi sebesar 18,41% pada T1 dan 42,6% pada T2. Dengan demikian respons seleksi per generasi sebesar 6,14% pada T1 dan 14,20% pada T2 yang diukur pada umur 162 hari dari menetas. Disimpulkan bahwa terjadi perbaikan pada karakter bobot tubuh untuk galur pertumbuhan generasi ketiga (G3Ps) hasil program seleksi di BPBAT Sungai Gelam baik pada lingkungan baik (T1) maupun lingkungan buruk (T2).

Kata penting: galur pertumbuhan, respons seleksi, seleksi individu

Abstract Selective breeding of striped catfish (Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1878) has been conducted at BPBAT Sungai Gelam to produce a growth line with mass selection method. Until 2018, the selective breeding program has produced three generations. Therefore, it was necessary to evaluate the performance of the third generation growth line (G3Ps) at the reproductive, seed and grow-out phase compared to the second generation the base population (G2Ds). A total of 10 pairs of broodstock (G3Ps and G2Ds) were spawned then the seeds were raised for 120 days in the media with regular water exchange (first treatment: T1) and without water exchange (second treatment: T2). The -1 results showed that the number of eggs per gram of G3Ps (1600±124 eggs g ) was significantly different from G2Ds -1 (1490±101 eggs g ). The bodyweight of G3Ps seeds at aged 40 days larger than G2Ds with selection response is 32.25%, while survival and feed efficiency were not significantly different. At the grow-out phase, between treat- ments were not significantly different and there was no interaction between lines and treatments for all the characters measured (p >0.05). The bodyweight of G3Ps was larger than the G2Ds with response selection 18.41% in T1 and 42.6% in T2. The control used was the base population so that the selection response obtained was an accumulation of three generations. Thus the selection response per generation was 6.14% in T1 and 14.20% in T2 measured at 162 days from hatching. It can be concluded that there is an improvement in the character of bodyweight for the third generation of growth line (G3Ps) as results of the selection at BPBAT Sungai Gelam both in good (T1) and bad environment (T2).

Keywords: growth line, mass selection, selection response

Masyarakat Iktiologi Indonesia

Performa ikan patin siam

Pendahuluan Pembentukan galur pertumbuhan melalui Ikan patin siam (Pangasianodon hypo- seleksi paling banyak dikembangkan dalam pro- phthalmus Sauvage, 1878) merupakan komodi- gram pemuliaan karena memiliki manfaat eko- tas air tawar yang penting di Indonesia. Produk- nomi yang besar (Janssen et al. 2017). Manfaat si ikan patin siam pada tahun 2016 menempati ekonomi dari galur pertumbuhan yaitu siklus urutan ke empat setelah ikan nila (Oreochromis produksi menjadi lebih singkat karena ikan tum- niloticus), mas (Cyprinus carpio), dan lele (Cla- buh lebih cepat dan lebih efisien dalam peman- rias gariepinus) dalam kelompok ikan air tawar faatan pakan yang merupakan penyumbang ter- (DJPB 2016). Ikan patin siam memiliki kemam- besar terhadap biaya produksi (Gjedrem & Ba- puan mengambil oksigen dari udara (Lefevre et ranski 2009). Rerata respons seleksi untuk al. 2011, 2013) sehingga dapat hidup dan tum- karakter bobot tubuh berbagai spesies ikan yang buh pada media yang rendah oksigen (Phuong et telah dimuliakan relatif tinggi yaitu sebesar al. 2017). Dengan kemampuan tersebut, jutaan 12,7% per generasi (Gjedrem & Robinson 2014). lahan marjinal seperti rawa atau rawa gambut Balai Perikanan Budidaya Air Tawar yang ada di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk Sungai Gelam (BPBAT Sungai Gelam) melaku- budi daya ikan patin siam. Selain itu, ikan patin kan pemuliaan ikan patin siam mulai tahun 2009 siam juga dapat memanfaatkan pakan buatan de- untuk menghasilkan galur unggul pertumbuhan ngan kandungan protein yang rendah (Nguyen dengan menggunakan metode seleksi individu 2013) sehingga biaya produksi menjadi rendah. dengan bobot tubuh sebagai karakter yang dise- Dengan demikian ikan patin siam dapat dijadi- leksi. Pada tahun 2018 telah diperoleh galur per- kan sumber protein hewani yang murah bagi tumbuhan generasi ketiga (G3Ps). Penelitian ini masyarakat, karena beberapa keunggulan terse- bertujuan mengevaluasi performa G3Ps yang but maka upaya perbaikan dari sisi teknologi meliputi aspek reproduksi, benih dan pembesar- produksi, pakan, maupun penyediaan benih an pada kualitas air yang berbeda dan menggu- yang unggul harus terus dilakukan untuk me- nakan populasi dasar generasi kedua (G2Ds) ningkatkan produktivitas ikan patin siam. sebagai pembanding. Benih merupakan salah satu mata rantai dalam akuakultur dan kualitasnya sangat me- Bahan dan metode nentukan keberhasilan usaha akuakultur. Benih Waktu dan tempat penelitian yang unggul secara genetik dapat dihasilkan Penelitian ini dilaksanakan mulai dari melalui program seleksi dan sampai sekarang bulan Agustus 2018 sampai dengan Februari masih dominan digunakan pada banyak spesies 2019, bertempat di Balai Perikanan Budidaya akuakultur (Gjedrem et al. 2012). Heritabilitas Air Tawar Sungai Gelam (BPBAT Sungai Ge- yang tinggi untuk karakter penting secara eko- lam) Desa Sungai Gelam, Kecamatan Sungai nomi, fekunditas yang tinggi, serta interval ge- Gelam, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi nerasi yang relatif singkat pada sebagian besar Jambi. spesies ikan akan menghasilkan kemajuan gene- tik yang cepat (Gjedrem et al. 2012).

412 Jurnal Iktiologi Indonesia

Irwan et al.

Bahan percobaan 0,8663±0,2483 kg. Karena G1Ds telah menua Bahan percobaan yang digunakan dalam maka dilakukan peremajaan terhadap populasi penelitian ini adalah induk ikan patin siam hasil dasar memijahkan G1Ds dan kemudian anakan- program seleksi yang dilakukan oleh BPBAT nya diambil secara acak dan dibesarkan menjadi

Sungai Gelam Jambi, terdiri atas galur pertum- induk untuk menggantikan G1Ds. Oleh karena buhan generasi ketiga (G3Ps) dan populasi dasar itu, pada penelitian ini kontrol yang digunakan generasi kedua (G2Ds) yang digunakan sebagai adalah populasi dasar generasi kedua (G2Ds). kontrol. Galur pertumbuhan (Ps) Populasi Dasar Pembentukan galur pertumbuhan meng- BPBAT Sungai Gelam telah mendatang- gunakan metode seleksi individu. Generasi per- kan benih patin siam ukuran 1,5-2,0 inci dari tu- tama galur pertumbuhan (G1Ps) diseleksi dari juh daerah di Indonesia (, Jambi, , generasi pertama populasi dasar (G1Ds) berda-

Bekasi, Subang, Bogor, dan Mandiangin) pada sarkan karakter bobot. G1Ps diseleksi dari 4500 bulan Januari-Februari 2009 dan serta ekor populasi dasar (G1Ds) dan diperoleh induk

Kamboja pada bulan September 2009. Tujuh betina G1Ps sebanyak 149 ekor (proporsi terse- daerah di Indonesia tersebut dipilih karena me- leksi 6%) dan jantan sebanyak 84 ekor (proporsi rupakan sentra produksi benih patin siam. Benih terseleksi 6%). Seleksi dilakukan pada umur 16 patin siam yang berasal dari Vietnam merupa- bulan dengan nilai diferensial seleksi untuk beti- kan hasil produksi unit usaha pembenihan patin na sebesar 833 gram dan jantan sebesar 563 siam, sedangkan benih yang dari Kamboja gram. merupakan hasil tangkapan dari alam. Benih- Generasi kedua galur pertumbuhan benih tersebut dipelihara secara terpisah sampai (G2Ps) diseleksi dari 12000 ekor anakan hasil dewasa, kemudian dipijahkan untuk mem- pemijahan 15 pasang induk G1Ps. Pemijahan bentuk populasi dasar. Jumlah induk betina dilakukan dalam dua tahap. Pemijahan tahap yang dipijahkan dari masing-masing daerah pertama terdiri atas tujuh pasang induk dan ta- (Riau, Jambi, Lampung, Bekasi, Subang, Bogor, hap kedua terdiri atas delapan pasang yang di- Mandiangin) sebanyak tiga ekor yang dibuahi lakukan pada bulan Desember 2013. Seleksi un- oleh gabungan sperma jantan dari seluruh tuk memperoleh G2Ps dari anakan G1Ps dilaku- daerah (Riau, Jambi, Lampung, Bekasi, Subang, kan dalam dua tahap. Seleksi tahap pertama Bogor, Mandiangin, Vietnam dan Kamboja). pada umur 12 bulan dengan proporsi terseleksi Larva yang dihasilkan dari pemijahan tersebut 50% dan seleksi tahap kedua pada umur 22 bu- dicampur secara proporsional dan dipelihara lan dengan proporsi terseleksi sebesar 10%. Di- sampai dewasa. Populasi ini selanjutnya disebut peroleh induk betina G2Ps sebanyak 92 ekor dan sebagai populasi dasar yang diberi notasi jantan sebanyak 35 ekor.

GiDs (Gi: generasi ke i; Ds: populasi dasar) Generasi ketiga galur pertumbuhan yang akan digunakan untuk program seleksiikan (G3Ps) diseleksi dari 7500 ekor anakan hasil pe- patin siam di BPBAT Sungai Gelam. Bobot mijahan 20 pasang G2Ps yang dilakukan pada tubuh rerata betina G1Ds pada umur 16 bulan bulan Desember 2015. Seleksi dilakukan dalam sebesar 1,010±0,3556 kg dan jantan sebesar dua tahap, tahap pertama pada umur 14 bulan

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 413

Performa ikan patin siam

dengan proporsi terseleksi sebesar 50% dan se- deks somatik telur (IST), diameter telur yang di- leksi tahap kedua pada umur 24 bulan dengan ovulasikan, jumlah telur per gram, derajat pem- proporsi terseleksi sebesar 20%. Diperoleh in- buahan, dan derajat penetasan. duk betina G3Ps sebanyak 150 ekor dan jantan IST merupakan nisbah antara biomassa sebanyak 50 ekor. Dengan demikian, sampai telur yang diovulasikan dengan biomassa induk- bulan Januari 2018 telah diperoleh tiga generasi nya yang dihitung menggunakan rumus sebagai untuk galur pertumbuhan sampai pada ukuran berikut: dewasa.   = x 100 B Prosedur penelitian Keterangan: IST = indeks somatik telur (%), BT = Pemeliharaan dan pemijahan Induk bobot telur yang diovulasikan (g), BTI = bobot tubuh induk (g). Induk populasi dasar (G2Ds) dipelihara dalam dua unit kolam dengan luasan masing- Pengukuran diameter telur dilakukan pa- masing 240 m2 dan kedalaman air 1,2 m. Jumlah da telur yang diovulasikan. Pengukuran diame- induk betina yang dipelihara sebanyak 85 ekor ter telur menggunakan perangkat lunak ImageJ. dan jantan sebanyak 25 ekor untuk masing- Jumlah telur per gram dihitung dengan cara me- masing kolam. Induk galur pertumbuhan (G3Ps) nimbang telur yang baru diovulasikan sebanyak dipelihara pada dua kolam dengan ukuran 150 0,100-0,200 g kemudian dihitung jumlah telur- m2 dan kedalaman air 1,2 m. Jumlah betina yang nya dan selanjutnya konversi untuk mengetahui dipelihara sebanyak 75 ekor dan jantan 25 ekor jumlah telur per gram. Telur yang tidak dibuahi untuk masing-masing kolam. Induk diberi pakan yaitu telur yang berwarna putih (opaque) setelah buatan dengan kandungan protein 48% yang di- 8 jam pembuahan. Derajat pembuahan dihitung perkaya dengan vitamin E (dosis 300 mg kg-1 menggunakan persamaan berikut ini: pakan) dan minyak jagung (dosis 1,3%). Jumlah J pakan yang diberikan sebesar 1,3% dari biomas-  = x 100  sa induk yang dipelihara dengan frekuensi pem- Keterangan: DPB = derajat pembuahan (%), JTB = berian pakan dua kali sehari yaitu pagi dan sore jumlah telur yang dibuahi, JTT = jumlah telur yang hari. ditetaskann (g).

Pemijahan induk dilakukan secara buatan Derajat penetasan merupakan nisbah menggunakan hormon sGnRHa+domperidone. antara jumlah telur yang menetas dibandingkan Pemijahan dilakukan dalam dua tahap yaitu pe- dengan jumlah telur yang dibuahi yang dihitung mijahan tahap pertama (blok 1: B1) dan pemi- setelah 24 jam dari pembuahan menggunakan jahan tahap kedua (blok 2: B2). Jumlah pasang rumus sebagai berikut. induk yang dipijahkan untuk setiap blok seba- J nyak lima pasang untuk G Ps dan kontrol de- D (%) = x 100 3 J ngan interval waktu antara B1 dan B2 selama tu- Keterangan: DPT = derajat penetasan (%), JTB = jum- juh hari. Telur ditetaskan dengan sistem corong lah telur yang dibuahi, JTM = jumlah telur yang me- yang mengacu pada SNI 7982:2014 (SNI 2014). netas (g). Karakter yang diukur pada tahap ini yaitu in-

414 Jurnal Iktiologi Indonesia

Irwan et al.

Pemeliharaan larva dan pendederan [(Wt + BM) - Wo] (%) ={ } x 100 Larva dari setiap induk dipelihara secara P terpisah di panti benih (hatchery) menggunakan Keterangan: EP = efisiensi pakan (%), P = jumlah pa- kan yang diberikan selama pemeliharaan (g), Wo = akuarium (volume air 100 L) dengan padat tebar biomassa ikan pada awal pemeliharaan (g), BM = bo- -1 25 ekor L selama 15 hari. Larva diberi pakan bot ikan yang mati selama pemeliharaan (g), Wt = bio- massa ikan pada waktu akhir pemeliharaan (g). naupli artemia sampai umur enam hari, dengan frekuensi lima kali sehari secara at satiation. Pembesaran Selanjutnya sampai umur 15 hari, diberi pakan Benih dibesarkan pada dua perlakuan

Tubifex sp. dengan frekuensi empat kali sehari yang terdiri atas dua blok (B1 dan B2) untuk secara at satiation. Penggantian air dari hari 5-7 masing-masing perlakuan. Perlakuan pertama sebanyak 50% per hari, selanjutnya penggantian mencerminkan lingkungan yang baik (T1: ling- sebanyak 100% per hari. Pada hari ke 16, dila- kungan baik) untuk budi daya patin siam yaitu kukan pemanenan untuk penjarangan dan dilan- dipelihara dalam bak beton yang berada dalam jutkan ke tahap pendederan. Pendederan meru- ruangan dengan sistem air mengalir (debit air 5- pakan lanjutan dari kegiatan pemeliharaan larva, 6 L menit-1) dan diberi aerasi. Perlakuan kedua dilakukan pada tempat dan wadah yang sama mencerminkan lingkungan yang buruk (T2: ling- dengan yang digunakan untuk pemeliharaan kungan buruk) untuk budi daya patin siam yaitu larva. Benih dipelihara selama 25 hari dengan tanpa penggantian air, berada di luar ruangan -1 sistem air mengalir (debit air 0,5-0,8 L menit ) dan tanpa aerasi. Wadah yang digunakan yaitu selama 24 jam. Jumlah benih yang dipelihara bak beton berukuran 5x8x1 m3 yang disekat untuk setiap induk sebanyak 500 ekor dengan menggunakan jaring sehingga menjadi 15 bagi- -1 padat tebar 5 ekor L . Benih diberi pakan bu- an (setiap bagian berukuran 2,6x1x1 m3). Jum- atan dengan kandungan protein 40-42%, freku- lah benih yang ditebar per unit ulangan seba- ensi pemberian pakan dua kali sehari secara at nyak 50 ekor, kemudian dilakukan penjarangan satiation. Parameter yang diukur yaitu bobot setelah 70 hari masa pemeliharaan menjadi 35 tubuh, panjang baku, sintasan dan efisiensi pa- ekor. Ikan diberikan pakan buatan bersifat kan. Bobot tubuh ditimbang menggunakan apung dengan kandungan protein 32-34%. Fre- timbangan dengan ketelitian 0,01 g, panjang kuensi pemberian pakan dua kali sehari secara baku diukur menggunakan penggaris dengan at satiasion. Kegiatan pembesaran dilakukan ketelitian 1 mm, dan sintasan dihitung pada selama 120 hari. Parameter yang diukur yaitu akhir kegiatan pemeliharaan menggunakan ru- bobot tubuh, panjang baku, sintasan, dan efisi- mus sebagai berikut: ensi pakan. Cara penghitungan sintasan dan efisiensi sama seperti pada sub bab pemelihara- Nt ‹–ƒ•ƒ(%) = x 100 No an larva dan pendederan. Parameter kualitas air yang diukur yaitu Keterangan: No = jumlah ikan pada awal penelitian, Nt = jumlah ikan pada akhir penelitian. oksigen terlarut, pH, dan suhu menggunakan Efisiensi pakan dihitung dengan meng- Lutron WA-2017SD, TAN (total amonia nitro- gunakan rumus sebagai berikut: gen) menggunakan alat HANNA HI 83203, dan

kecerahan menggunakan cakram Secchi.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 415

Performa ikan patin siam

Analisis data kur respons seleksi karakter galur pertumbuhan

Data yang diperoleh pada tahap pemijah- generasi ketiga (G3Ps) adalah populasi dasar an, pemeliharaan larva, dan pendederan dianali- generasi kedua (G2Ps) sehingga besaran respons sis menggunakan ANOVA dengan model (1), yang diperoleh merupakan respons total untuk sedangkan data yang diperoleh pada tahap pem- tiga generasi. besaran dianalisis menggunakan ANOVA de- R = x̅ s – x̅ d (3) ngan model (2). Kedua model statistik tersebut mengacu pada Steel & Torrie (1980). Keterangan: R= respons seleksi, x̅ s = rerata karakter populasi terseleksi dan x̅ d = rerata karakter populasi Data yang diperoleh pada tahap pemijah- dasar/kontrol. an, pemeliharaan larva, pendederan dan pembe- saran ditabulasi menggunakan microsoft office Hasil excel 2007 dan dianalisis sidik ragam (analysis Performa reproduksi of variance, ANOVA) menggunakan SAS 9.4 Parameter kinerja reproduksi galur per- for windows. tumbuhan generasi ketiga (G3Ps) dan populasi

dasar generasi kedua (G2Ds) sebagai kontrol Yij = μ + Bi + Gj + €ij (1) disajikan pada Tabel 1. Bobot induk betina dan Keterangan: Yij rataan dari sifat yang diamati pada periode pemijahan (blok) ke i dan galur ke j (i = 1, 2; jumlah telur per gram G3Ps lebih tinggi diban- j = 1, 2), μ adalah rataan sifat yang diamati dari popu- dingkan dengan kontrol (G2Ds) (P<0,05) se- lasi, Bi adalah pengaruh tahap pemijahan ke i, Gj ada- lah pengaruh galur ke j dan €ij adalah galat dari sifat dangkan bobot induk jantan, indeks somatik yang diamati pada periode ke i dan galur ke j. telur (IST), diameter telur (saat ovulasi), derajat Yijk = μ + Bi + Gj + Tk + GTjk + €ijk (2) pembuahan, dan derajat penetasan telur tidak

Keterangan: Yijk adalah rataan sifat yang diamati, μ berbeda nyata. adalah rataan populasi dari parameter yang diamati, Bi adalah pengaruh tahap pemijahan (blok) (i = 1,2), G adalah pengaruh galur ke j (j = 1,2), Tk adalah pe- Performa benih ngaruh perlakuan ke k (k = 1,2), GTjk adalah interaksi antara galur ke j dan perlakuan ke k (k =1,2) dan €ijk Sintasan dan efisiensi pakan benih umur adalah galat pada pengamatan ke ijk. 40 hari antara G Ps dan G Ds tidak berbeda 3 2 Respons seleksi mengukur kemajuan dari nyata, sedangkan bobot tubuh rerata G3Ps lebih suatu program seleksi dihitung menggunakan besar dibandingkan kontrol dengan respons se- persamaan (3) yang mengacu pada Gjedrem leksi sebesar 32,25% (Tabel 2). Demikian juga (2005). Kontrol yang digunakan untuk mengu- panjang baku dan panjang total galur pertum-

Tabel 1 Performa reproduksi (rerata ± simpangan baku) patin siam galur pertumbuhan generasi ketiga (G3Ps) dan kontrol (populasi dasar generasi kedua: G2Ds)

Karakter Kontrol G3Ps Bobot induk betina (kg) 4,51±0,80a 5,27±0,64b Bobot induk jantan (kg) 3,22±0,33a 3,61±0,32a Indeks somatik telur (%) 15,51±4,15a 14,29±4,13a Diameter telur (mm) 1,236±0,084a 1,263±0,066a Jumlah telur per gram (butir) 1490±101a 1600±124b Derajat pembuahan (%) 71,03±17,36a 67,88±10,93a Derajat penetasan (%) 69,25±16,89a 62,14±13,58a Angka dengan huruf tika atas yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

416 Jurnal Iktiologi Indonesia

Irwan et al.

buhan lebih panjang jika dibandingkan kontrol lebih besar pada T2 (42,60%) dibandingkan de- dengan respons seleksi sebesar 14,27% dan ngan T1 (18,41%), sedangkan respons seleksi 14,41% secara berurutan. karakter sintasan dan efisiensi pakan sangat kecil. Performa produksi Data oksigen terlarut dan suhu pada Pemeliharaan pada tahap pembesaran di- tahap pembesaran disajikan pada Gambar 1, lakukan selama 120 hari. Perlakuan yang dibe- sedangkan pH, kecerahan, dan TAN disajikan rikan (T1 dan T2) tidak berbeda nyata dan tidak pada Gambar 2. Oksigen terlarut, suhu, dan pH ada interaksi antara galur dan perlakuan untuk relatif stabil pada T1 dibandingkan dengan T2. semua karakter yang diukur (bobot tubuh, pan- Nilai pH pada T2 sangat flukuatif dengan jang baku, sintasan dan efisiensi pakan). Akan kisaran 6,50-9,87 sementara pada T1 pada tetapi antara G3Ps dan kontrol berbeda nyata kisaran 6,03-7,10. Oksigen terlarut pada T2 (P<0,05) untuk karakter bobot tubuh sementara sangat rendah pagi hari (<1 mg L-1) sedangkan -1 untuk karakter yang lain tidak berbeda nyata pada T1 terendah pada nilai 4,18 mg L . TAN

(Tabel 3). pada T1 pada kisaran yang rendah (0,45-0,99 mg -1 Respons seleksi G3Ps untuk karakter L ) sedangkan pada T2 terus meningkat seiring yang diukur disajikan pada Tabel 3. Respons bertambahnya waktu pemeliharaan dengan seleksi karakter bobot tubuh bernilai positif dan kisaran 0,33-3,65 mg L-1.

Tabel 2 Performa benih (rerata ± simpangan baku) patin siam galur pertumbuhan generasi ketiga (G3Ps) dan kontrol (generasi kedua populasi dasar: G2Ds) umur 40 hari

Karakter Kontrol G3Ps Respons seleksi (%) Bobot tubuh (g) 0,93±0,23a 1,23±0,30b 32,25 Panjang baku (mm) 40,21±2,88a 45,95±3,66b 14,27 Panjang total (mm) 48,08±3,47a 55,01±4,39b 14,41 Sintasan (%) 83,85±21,66a 85,99±20,09a 2,55 Efisiensi pakan (%) 177,46±51,02a 173,02±33,21a -2,50 Angka dengan huruf tika atas yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Tabel 3 Performa produksi (rerata±simpangan baku) patin siam galur pertumbuhan generasi ketiga (G3Ps) dan kontrol (generasi kedua populasi dasar: G2Ds) umur 162 hari dari menetas

Karakter Perlakuan Kontrol G3Ps Respons seleksi (%) a a Bobot tubuh (g) T1 175,02± 54,80 207,23± 42,10 18,41 a b T2 171,29±48,91 244,27±76,71 42,60 a a Panjang baku (cm) T1 21,77±2,30 22,50±1,50 3,35 a a T2 21,92±1,84 23,74±2,62 8,28 a a Sintasan (%) T1 97,71±3,76 97,73±3,75 0,02 a a T2 98,29±1,48 97,43±2,50 -0,87 a a Efisiensi pakan (%) T1 98,96±5,30 96,76±8,85 -2,22 a a T2 102,60±9,31 97,22±7,12 -5,27

Angka dengan huruf tika atas yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbedanyata(P>0,05). T1: Ikan dipelihara dalam ruangan dengan sistem air mengalir. T2: Ikan dipelihara di luar ruangan dan tanpa pergantian air.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 417

Performa ikan patin siam

Pagi Sore A pagi sore B

) 10 )

8 -1 -1 8 6 6 4 4 2 2 0 0 Oksigen terlaut (mg L (mg terlaut Oksigen

Oksigen terlarut (mg L (mg terlarut Oksigen 0306090120 0306090120

Pagi Sore C Sore Pagi D 34 34 32 32 C) C) o

30 o 30 28 28 suhu (

26 Suhu ( 26 24 24 0306090120 0306090120 Waktu pemeliharaan (hari) Waktu pemeliharaan (hari)

Gambar 1 Parameter kualitas air media pemeliharaan pada lingkungan baik (T1): oksigen terlarut (A) dan suhu (C); lingkungan buruk (T2): oksigen terlarut (B) dan suhu (D) yang diukur pada pagi (06.00-08.00 WIB) dan sore (16.00-17.00 WIB) hari.

Pagi Sore E Pagi Sore F 10 10 9 9 8 8 7

7 pH pH 6 6 5 5 4 4 0306090120 0306090120

G T1 T2 H 100 4 80 ) 3 60 -1

cm cm 2 40 20 1 TAN (mg L 0 0 0306090120 0306090120 Waktu pemeliharaan (hari) Waktu pemeliharaan (hari)

Gambar 2 Parameter kualitas air media pemeliharaan pada lingkungan baik (T1): pH (E) dan TAN (H); lingkungan buruk (T2): pH (F), kecerahan (G) dan TAN (H) yang diukur pada pagi (06.00- 08.00 WIB) dan sore (16.00-17.00 WIB) hari.

418 Jurnal Iktiologi Indonesia

Irwan et al.

Pembahasan Hamzah et al. (2014a) melaporkan bahwa se- Nilai suhu, pH, oksigen terlarut, dan leksi berdasarkan karakter pertumbuhan pada

TAN pada T1 berada pada kisaran yang layak ikan nila juga tidak berdampak negatif terhadap untuk budi daya ikan patin siam (Vu et al. performa reproduksi dan ada korelasi genetik

2016). Sebaliknya oksigen terlarut pada T2 sa- yang positif (0,75-0,92) antara jumlah telur, ngat rendah (< 1 mg L-1) pada pagi hari. Namun jumlah larva, dan bobot larva. Tan et al. (2017) demikian, patin siam dapat hidup pada kondisi melaporkan ada korelasi genetik yang positif hipoksia karena memiliki gelembung renang (0,90±0,19) antara bobot badan dan jumlah telur yang berfungsi mengambil oksigen dari udara pada udang Litopenaeus vannamei, yang me- (Browman & Kramer 1985). Akan tetapi kondi- nunjukkan bahwa perbaikan pada karakter bobot si hipoksia akan meningkatkan frekuensi peng- tubuh dapat meningkatkan jumlah telur yang di- ambilan oksigen dari udara yang membutuhkan hasilkan. Selain itu, seleksi karakter bobot tubuh energi sehingga dapat mengurangi laju pertum- juga dapat mempercepat usia dewasa pada ikan buhan ikan patin siam (Lefevre et al. 2013). nila (Longalong et al. 1999), dengan demikian

Fluktuasi pH yang tinggi pada T2 sore hari aki- dapat mempercepat siklus reproduksi, memper- bat fotosintesis oleh fitoplankton yang tumbuh singkat interval generasi sehingga kemajuan ge- subur karena melimpahnya nutrien. Nilai pH netik yang signifikan akan lebih cepat dicapai. yang tinggi dapat mengubah keseimbangan Pertumbuhan merupakan karakter yang + NH4 menjadi NH3 yang lebih bersifat toksik dianggap penting dalam program seleksi karena bagi ikan sehingga pH yang tinggi berbahaya memiliki dampak ekonomi yang besar (Gjedrem jika kandungan TAN juga cukup tinggi pada & Rye 2016, Janssen et al. 2017). Peluang ke- media pemeliharaan. Nilai TAN pada T2 lebih berhasilan program seleksi untuk karakter per- tinggi dibandingkan dengan T1. Namun demi- tumbuhan cukup besar karena heritabilitas bobot kian, performa produksi G3Ps pada T2 cukup tubuh berkisar dari sedang hingga tinggi seperti baik karena tidak berbeda nyata dengan yang pada ikan Cyprinus carpio 0,25±0,04-0,39±0,06 dipelihara pada lingkungan baik (T1). (Nguyen et al. 2013), ikan Oncorhynchus Performa reproduksi sangat penting da- mykiss 0,28±0,08-0,43±0,14 (Leeds et al. 2016). lam usaha pembenihan ikan, oleh karena itu per- Bahkan pada ikan Oreochromis niloticus strain lu dilakukan evaluasi dampak seleksi terhadap GIFT generasi ke 10 masih memiliki heritabili- performa reproduksi. Hasil penelitian ini me- tas sebesar 0,24 ± 0,031 (Hamzah et al. 2014b). nunjukkan seleksi individu berdasarkan karakter Hasil penelitian ini menunjukkan pro- bobot tubuh yang telah dilakukan untuk mem- gram seleksi pada ikan patin siam galur pertum- bentuk galur pertumbuhan sampai generasi keti- buhan generasi ketiga (G3Ps) menghasilkan res- ga tidak berdampak negatif terhadap performa pons seleksi yang positif dan relatif tinggi untuk reproduksi. Karakter IST (indeks somatik telur), karakter bobot tubuh. Respons seleksi karakter diameter telur, derajat pembuahan, dan derajat bobot tubuh sebesar 18,41% yang dipelihara penetasan tidak berbeda dengan kontrol, namun pada lingkungan baik (T1) dan 42,60% pada terdapat kenaikan jumlah telur per gram pada lingkungan buruk (T2) yang diukur pada umur

G3Ps dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1). 162 hari dari menetas (Tabel 3). Respons per

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 419

Performa ikan patin siam

generasi berkisar 6,13%-14,20% untuk karakter kungan buruk ikut terseleksi, karena calon in- bobot tubuh. Respons seleksi pada penelitian ini duk galur pertumbuhan dari generasi pertama lebih rendah dibandingkan dengan patin siam sampai dengan generasi ketiga diproduksi pada hasil seleksi di BPPI Sukamandi yang memper- kolam “tadah hujan” yaitu pergantian air hanya oleh respons seleksi untuk karakter bobot tubuh terjadi pada musim hujan sehingga pada musim sebesar 18,54% (Tahapari et al. 2018). Perbeda- kemarau kualitas memburuk karena tidak ada an ini mungkin disebabkan oleh perbedaan po- pergantian air. Hasil penelitian ini sejalan de- pulasi dasar, metode seleksi yang digunakan ngan yang dilaporkan oleh Premachandra et al. atau ukuran ikan saat respons seleksi diukur. Pa- (2017) pada ikan Seriola lalandi dan Ngoet al. da penelitian ini, respons seleksi diukur pada (2016) pada ikan tilapia. Dengan demikian G3Ps umur 162 hari sedangkan pada program seleksi dapat dibudidayakan pada kolam tadah hujan di BPPI Sukamandi diukur pada umur di atas yang merupakan wadah yang umum digunakan satu tahun. Menurut Chevassus et al. (2004) dan untuk budi daya ikan patin siam di Indonesia. Leeds et al. (2016) besaran respons dimungkin- Efisiensi pakan merupakan karakter pen- kan meningkat jika dilakukan pengukuran pada ting dalam industri akuakultur karena pakan me- ukuran yang lebih besar. Pada program seleksi rupakan komponen terbesar dari biaya produksi. ikan patin siam di Vietnam diperoleh respons Kontribusi pakan terhadap biaya produksi pada seleksi rerata dari lima generasi sebesar 9,3% industri akuakultur ikan nila di China berkisar (Nguyen et al. 2019). Respons seleksi per gene- 60-70% (Yuan et al. 2017). Pada penelitian ini, rasi untuk karakter bobot tubuh pada spesies efisiensi pakan galur pertumbuhan (G3Ps) tidak yang lain seperti ikan nila berkisar antara 6,64% berbeda nyata dengan kontrol namun respons dan 14,20% (Rezk et al. 2009, Thodesen et al. seleksi bernilai negatif walaupun relatif rendah 2012, Bentsen et al. 2017, Hamzah et al. 2017, (Tabel 3). Ini artinya peningkatan laju pertum- dan Nugroho et al. 2017) dan ikan Oncorhyn- buhan tidak berdampak terhadap peningkatan chus mykiss 11,9% (Leeds et al. 2016). biaya produksi secara signifikan. Berdasarkan

Perlakuan media pemeliharaan (T1 dan pengamatan di lapangan, nafsu makan galur

T2) tidak berbeda secara signifikan dan juga ti- G3Ps lebih tinggi dan ini juga terlihat dari jum- dak ada interaksi antara galur dan perlakuan lah pakan yang dikomsumsi G3Ps lebih tinggi untuk semua karakter yang diukur (bobot tubuh, dibandingkan dengan kontrol. Dengan demikian panjang baku, sintasan, dan efisiensi pakan). pertambahan pertambahan bobot tubuh G3Ps le-

Hal ini menunjukkan G3Ps dapat tumbuh baik bih besar dibandingkan dengan kontrol. Pada pada lingkungan yang baik (T1) maupun pada program seleksi yang lain, kemajuan genetik ka- lingkungan yang buruk (T2). Dengan demikian rakter bobot tubuh memiliki korelasi positif de- pembentukan galur pertumbuhan dengan me- ngan efisiensi pakan, berkisar 0,60-0,90 pada nyeleksi karakter bobot tubuh tidak berdampak ikan Salmo salar (Kolstad et al. 2004). negatif terhadap kemampuan G3Ps untuk tum- Menurut Gjedrem (2005), heritabilitas buh dengan baik pada lingkungan yang buruk. arti sempit adalah bagian dari total ragam yang Hal ini diduga disebabkan oleh gen-gen yang disebabkan oleh perbedaan antara nilai pemulia- dibutuhkan untuk bertahan hidup dalam ling- an antar individu dalam populasi. Karakter de-

420 Jurnal Iktiologi Indonesia

Irwan et al.

ngan heritabilitas yang tinggi memiliki peluang korelasi fenotipik yang tinggi dengan panjang besar untuk memperoleh respons seleksi yang baku (r =0,96) namun nilai heritabilitas riil tinggi. Heritabilitas riil karakter bobot tubuh karakter panjang baku masuk kategori sedang pada generasi pertama galur pertumbuhan (0,22-0,34). Dengan demikian hasilnya tidak

(G1Ps) sebesar 0,287 dan generasi kedua (G2Ps) akan jauh berbeda dengan seleksi terhadap sebesar 0,298 (Diolah dari laporan tahunan bobot tubuh, namun dari sisi teknis dapat BPBAT Sungai Gelam tahun 2016 dan 2017). dipertimbangkan menjadi karakter yang Menurut Gjedrem (2005) nilai heritabilitas ter- diseleksi karena kemudahan dan akurasi dalam sebut tergolong tinggi (0,20-0,40), sehingga pe- pengukuran panjang dibandingkan bobot tubuh. luang untuk mendapatkan respons seleksi yang Simpulan tinggi pada generasi berikutnya cukup besar. Pa- Ikan patin siam galur pertumbuhan gene- da program seleksi ikan patin siam di Vietnam, rasi ketiga (G Ps) hasil seleksi di BPBAT diperoleh heritabilitas dugaan untuk karakter 3 Sungai Gelam menghasilkan peningkatan jum- bobot tubuh berkisar 0,24±0,09-0,34±0,13 lah telur, bobot benih umur 40 hari serta bobot (Nguyen et al. 2012). Heritabilitas karakter tubuh pada tahap pembesaran dengan respons bobot tubuh pada ikan Oncorhynchus mykiss seleksi lebih tinggi pada lingkungan buruk (T ) 0,28-0,43 (Leeds et al. 2016), ikan Lates calca- 2 yaitu sebesar 42,60% dibandingkan pada ling- rifer 0,34±0,07 (Yeet al. 2017), dan ikan Oreo- kungan baik (T ) yaitu sebesar 18,41% . chromis niloticus berkisar 0,24-0,56 (Thodesen 1 et al. 2012, Hamzahet al. 2014b, Nguyen et al. Persantunan 2014, de Oliveira et al. 2016). Terima kasih disampaikan kepada Pusat Kemajuan genetik (respons seleksi) Pendidikan Kementerian Kelautan dan Peri- untuk karakter dengan nilai heritabilitas yang kanan atas biaya pendidikan yang telah diberi- sedang membutuhkan beberapa generasi guna kan dan kepada Balai Perikanan Budidaya Air mencapai kemajuan yang tinggi. Namun Tawar Sungai Gelam atas semua materi dan demikian, kemajuan genetik yang tinggi dalam fasilitas penelitian yang telah diberikan. waktu relatif singkat dapat dicapai karena interval generasi relatif pendek, pada ikan patin Daftar pustaka siam 2,167 tahun. Percepatan kemajuan genetik Bentsen HB, Gjerde B, Eknath AE, Palada MS, dapat dicapai dengan meningkatkan intensitas Vera D, Velasco RR, Danting JC, seleksi mengingat fekunditas ikan patin siam Dionisio EE, Longalong FM, Reyes RA et al. 2017. Genetic improvement of yang cukup tinggi (Bui et al. 2010). Strategi lain farmed tilapias: Response to five genera- yang dapat dilakukan untuk mempercepat tions of selection for increased body weight at harvest in Oreochromis kemajuan genetik dengan melakukan seleksi niloticus and the further impact of the tidak langsung (indirect selection) dengan project. Aquaculture, 468: 206-217. menyeleksi karakter lain yang memiliki Browman MW, Kramer DL. 1985. Pangasius heritabilitas tinggi dan korelasi genetik/fenotipik sutchi (Pangasiidae), an air-breathing catfish that uses the swimbladder as an yang positif dengan karakter yang diinginkan. accessory respiratory organ. Copeia, Dalam penelitian ini, bobot tubuh memiliki 1985(4): 994-998.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 421

Performa ikan patin siam

Bui TM, Phan LT, Ingram BA, Nguyen TTT, Hamzah A, Nguyen NH, Mekkawy W, Khaw Gooley GJ, Nguyen H V, Nguyen PT, HL. 2014a. Genetic parameters and cor- Silva SS De. 2010. Seed production related responses in female reproductive practices of striped catfish, Pangasia- traits in the GIFT strain. Aquaculture nodon hypophthalmus in the Mekong Research, 47(5): 1488-1498. Delta region, Vietnam. Aquaculture, 306(1-4): 92-100. Hamzah A, Ponzoni R, Nguyen NH, Khaw HL. 2014b. Genetic evaluation of the genetic- Chevassus B, Quillet E, Krieg F, Hollebecq M, ally improved farmed tilapia (GIFT) Mambrini M, Faure A, Labbe L, Hiseux strain over ten generations of selection in J, Vandeputte M. 2004. Enhanced indivi- Malaysia. Pertanika Journal of Tropical dual selection for selecting fast growing Agricultural Science, 37(4): 411-429. fish: the “PROSPER” method, with ap- plication on brown trout (Salmo trutta Janssen K, Chavanne H, Berentsen P, Komen H. fario). Genetics Selection Evolution, 2017. Impact of selective breeding on 36(6): 643-661. European aquaculture. Aquaculture, 472: 8-16. de Oliveira CAL, Ribeiro RP, Yoshida GM, Kunita NM, Rizzato GS, de Oliveira SN, Kolstad K, Grisdale-helland B, Gjerde B. 2004. dos Santos A, Nguyen NH. 2016. Corre- Family differences in feed efficiency in lated changes in body shape after five Atlantic salmon (Salmo salar). Aquacul- generations of selection to improve ture, 241(1-4): 169-177. growth rate in a breeding program for Leeds TD, Vallejo RL, Weber GM, Gonzalez- Nile tilapia Oreochromis niloticus in pena D, Silverstein JT. 2016. Response Brazil. Journal of Applied Genetics, to five generations of selection for 57(4): 487-493. growth performance traits in rainbow [DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budida- trout (Oncorhynchus mykiss). Aquacul- ya. 2016. Laporan kinerja tahun 2016: ture, 465: 341-351. DJPB. Jakarta. Lefevre S, Do TTH, Nguyen TKH, Wang T, Gjedrem T (editor). 2005. Selection and breed- Nguyen TP, Bayley M. 2011. A ing programs in aquaculture. Springer, telemetry study of swimming depth and Dordrech. 364 p. oxygen level in a pangasius pond in the Mekong Delta. Aquaculture, 315(3-4): Gjedrem T, Baranski M (editor). 2009. Selective 410-413. Breeding in aquaculture: an introduc- tion. Springer, Dordrech. 221 p. Lefevre S, Wang T, Do TTH, Nguyen TKH, Bayley M. 2013. Partitioning of oxygen Gjedrem T, Robinson N, Rye M. 2012. The im- uptake and cost of surfacing during portance of selective breeding in aqua- swimming in the air-breathing catfish culture to meet future demands for ani- Pangasianodon hypophthalmus. Journal mal protein : a review. Aquaculture, 350- of Comparative Physiology B, 183(2): 353: 117-129. 215-221.

Gjedrem T, Robinson N. 2014. Advances by Longalong FM, Eknath AE, Bentsen HB. 1999. selective breeding for aquatic species : a Response to bi-directional selection for review. Agricultural Sciences, 5: 1152- frequency of early maturing females in 1158. Nile tilapia (Oreochromis niloticus). Aquaculture, 178(1-2): 13-25. Gjedrem T, Rye M. 2016. Selection response in fish and shellfish: a review. Reviews in Ngo PT, Nguyen HN, Nguyen TH, Knibb W, Aquaculture, 10(1): 1-12. Nguyen HD, Nguyen HN. 2016. Additive genetic and heterotic effects in Hamzah A, Ngo PT, Nguyen HN. 2017. Genetic a 4x4 complete diallel cross-population analysis of a red tilapia (Oreochromis of Nile tilapia (Oreochromis niloticus, spp.) population undergoing three ge- Linnaeus 1758) reared in different water nerations of selection for increased body temperature environments in Northern weight at harvest. Journal of Applied Vietnam. Aquaculture Research, 47(3): Genetics, 58(4): 509-519. 708-720.

422 Jurnal Iktiologi Indonesia

Irwan et al.

Nguyen HN, Ponzoni RW, Nguyen HN, Wool- Rezk MA, Ponzoni RW, Ling H, Kamel E, Da- liams JA, Taggart JB, McAndrew BJ, wood T, John G. 2009. Selective breed- Penman D. 2013. A comparison of com- ing for increased body weight in a syn- munal and separate rearing of families in thetic breed of Egyptian Nile tilapia, selective breeding of common carp (Cy- Oreochromis niloticus: response to se- prinus carpio): responses to selection. lection and genetic parameters. Aqua- Aquaculture, 408-409:152-159. culture, 293(3-4): 187-194.

Nguyen TP. 2013. On-farm feed management [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2014. Sarana practices for striped catfish (Pangasia- penetasan telur ikan patin siam (Panga- nodon hypophthalmus) in Mekong River sianodon hypophthalmus) dengan sistem Delta, Viet Nam. In M.R. Hasan and corong. SNI 7982:2014. Badan Standar- M.B. New (eds). On-farm feeding and disasi Nasional. Jakarta. 8 p. feed management in aquaculture. FAO Fisheries and Aquaculture Technical Steel RGD, Torri JH.1980. Principles and pro- Paper No. 583. Rome, FAO. pp. 241- cedures of statistics: a biometrical 267. approach. 2nd Ed. McGraw-Hill, New York. 633 p. Nguyen HN, Ngo PT, Knibb W, Nguyen HN. 2014. Selection for enhanced growth per- Tahapari E, Darmawan J, Suharyanto. 2018. formance of Nile tilapia (Oreochromis Genetic improvement of growth trait in niloticus) in brackish water (15-20 ppt) Siamese catfish (Pangasianodon hypo- in Vietnam. Aquaculture, 428-429:1-6 phthalmus Sauvage, 1878) through fa- mily selection. AACL Bioflux, 11(5): Nguyen TV, Nguyen VS, Tran HP, Nguyen TV, 1648-1657. Nguyen HN. 2019. Genetic evaluation of a 15-year selection program for high Tan J, Kong J, Cao B, Luo K, Liu N, Meng X, growth in striped catfish Pangasianodon Xu S, Guo Z, Chen G, Luan S. 2017. Ge- hypophthalmus. Aquaculture, 509: 221- netic parameter estimation of reproduc- 226. tive traits of Litopenaeus vannamei. Journal of Ocean University of China, Nguyen VS, Klemetsdal G, Ødegård J, Gjøen 16(1): 161-167. HM. 2012. Genetic parameters of econo- mically important traits recorded at a gi- Thodesen J, Rye M, Wang YX, Bentsen HB, ven age in striped catfish (Pangasiano- Gjedrem T. 2012. Genetic improvement don hypophthalmus). Aquaculture, 344- of tilapias in China: genetic parameters 349: 82-89. and selection responses in fillet traits of Nile tilapia (Oreochromis niloticus) after Nugroho E, Mayadi L, Budileksono S. 2017. six generations of multitrait selection for Heritabilitas dan perolehan genetik pada growth and fillet yield. Aquaculture, bobot ikan nila hasil seleksi. Jurnal Ilmu- 366-367: 67-75. Ilmu Hayati, 16(2): 129-135. Vu NU, Huynh TG, Truong QP, Morales J, Phuong LM, Huong DTT, Nyenggaard JR, Nguyen TP. 2016. Assessment of water Bayley M. 2017. Gill remodelling and quality in catfish (Pangasianodon hypo- growth rate of striped catfish Pangasia- phthalmus) production systems in the nodon hypophthalmus under impacts of Mekong delta. Can Tho University Jour- hypoxia and temperature. Comparative nal of Science, 3: 71-78. Biochemistry and Physiology A, 203: 288-296. Ye B, Wan Z, Wang L, Pang H, Wen Y, Liu H, Liang B, Lim HS, Jiang J, Yue G. 2017. Premachandra HKA, Hong N, Miller A, Heritability of growth traits in the Asian Antignana TD, Knibb W. 2017. Genetic seabass (Lates calcarifer). Aquaculture parameter estimates for growth and non- and Fisheries, 2(3): 112-118. growth traits and comparison of growth performance in sea cages vs land tanks Yuan Y, Yongming Y, Dai Y, Yunchong G. for yellowtail kingfish Seriola lalandi. 2017. Economic profitability of tilapia Aquaculture, 479: 169-175. farming in China. Aquaculture Internati- onal, 25(3): 1253-1264.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 423

Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3): 425-436 DOI: https://doi.org/10.32491/jii.v19i3.504

Evaluasi kinerja pembangkit gelembung mikro terhadap respons fisiologis ikan nila Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758) dengan kepadatan berbeda pada sistem resirkulasi [Performance evaluation of micro bubble generator on physiological response of Nile tilapia Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758) farmed at different densities in recirculating aquaculture system] Sri Wahyuni Firman1, Kukuh Nirmala1, Eddy Supriyono1, Nurul Taufiqu Rochman2

1 Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Dramaga, Bogor, Jawa Barat 16680 [email protected], [email protected], [email protected] 2Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Inovasi Cibinong, Jawa Barat 16916 [email protected]

Diterima: 8 Januari 2019; Disetujui: 24 September 2019

Abstrak Pembangkit gelembung mikro merupakan suatu alat yang dapat menghasilkan gelembung udara berukuran mikro. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan pembangkit gelembung mikro pada kepadatan yang berbeda terhadap performa produksi dan respons fisiologis ikan nila yang dipelihara dalam sistem resirkulasi. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dengan tiga perlakuan kepadatan yaitu 15 ekor, 30 ekor dan 45 ekor 60 L-1 yang diulang sebanyak tiga kali. Wadah pemeliharaan berukuran 34×42×41 cm3. Ukuran ikan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki panjang 7,44±2,89 cm, serta bobot 10,96±0,53 g. Aplikasi pembangkit gelembung mikro dibe- rikan pada awal hingga akhir pemeliharaan selama 42 hari dengan sistem resirkulasi dan ikan diberi pakan secara ad satiation. Hasil evaluasi terhadap respons fisiologis menunjukkan bahwa ikan yang dipelihara hingga kepadatan 45 ekor 60 L-1 tidak menunjukkan adanya perubahan yang mengindikasikan ikan mengalami stress. Performa produksi terbaik adalah pada perlakuan A (15 ekor 60 L-1) dengan laju pertumbuhan spesifik 1,87±0,15% dan nisbah konversi pakan 0,95±0,08.

Kata penting: kualitas air, laju pertumbuhan spesifik, resirkulasi, sintasan

Abstract Micro-bubble generator is a device to maintain water quality by producing micron-sized bubbles. This study aims to evaluate the application of micro-bubble generator in different density on production performance and physiological response of nile tilapia reared in recirculating system. An experiment was designated by performing 3 densities, namely 15 , 30, and 45 individuals 60 L-1 with 3 replications. Every single unit of experiment applies a 34×42×41 cm3 maintenance container. The length size of fish used in this study was 7.44±2.89 cm and body weight of 10,96 ± 0,53 g. Fish were reared for 42 days in recirculation water system and fed ad satiation. The results of the evaluation of the physiological response showed that fish kept at density up to 45 60 L-1 did not show any changes, indicating that fish was in stress condition. The best production performance was in treatment A (15 individuals 60 L-1) with a specific growth rate of 1.87 ± 0.15% and a feed conversion ratio of 0.95 ± 0.08.

Keywords: recirculation, specific growth rate, survival rate, water quality

Pendahuluan nila. Teknologi budi daya intensif dengan padat Ikan nila (Oreochromis niloticus) meru- tebar tinggi terhadap ikan nila telah banyak dite- pakan salah satu komoditas unggulan budi daya rapkan. Padat tebar yang tinggi diiringi dengan air tawar di Indonesia. Pengembangan budi daya pemberian pakan yang tinggi akan menyebab- ikan nila terus dilakukan untuk dapat memperta- kan penumpukan bahan organik dalam wadah. hankan dan meningkatkan nilai produksi ikan Menurut Alfia et al. (2013) akumulasi bahan

Masyarakat Iktiologi Indonesia Kinerja pembangkit gelembung mikro

organik (pakan dan feses) akan memperburuk ikkan kadar oksigen terlarut. Minagawa (2005) kualitas air pemeliharaan yang akhirnya akan menyebutkan bahwa daya apung gelembung berdampak pada kondisi fisiologis, sintasan, dan mikro ke permukaan akan menurun dengan ber- pertumbuhan ikan. kurangnya ukuran diameter. Gelembung mikro Kualitas air merupakan faktor penentu yang diameternya kurang dari 50 μm akan me- keberhasilan budi daya, sehingga perlu perhati- miliki daya apung yang rendah sehingga dapat an khusus untuk menunjang kestabilan selama bertahan lama di dalam perairan budi daya dan proses budi daya. Keberadaan oksigen terlarut juga memiliki tegangan permukaan yang besar merupakan indikator penting baik buruknya ku- sehingga penyebarannya di dalam air dapat ter- alitas air sehingga ketersediaannya harus selalu jadi secara horizontal (Tsuge 2014). Teknologi tercukupi. Diperlukan teknologi yang dapat me- gelembung mikro telah digunakan untuk me- minimalkan limbah dan teknologi yang mencu- ningkatkan kadar oksigen terlarut dalam budi kupi ketersediaan oksigen terlarut. Sistem resir- daya kerang mutiara (Pinctada martensii) kulasi pada prinsipnya adalah penggunaan kem- (Nobui et al. 2002), tiram (Crassostrea gigas) bali air yang telah dikeluarkan dari kegiatan bu- (Onari et al. 2002), sweetfish (Plecoglossus di daya (Putra et al. 2012). Keunggulan sistem altivelis), dan rainbow trout (Oncorhynchus resirkulasi adalah penggunaan air lebih hemat, mykiss) (Ebina et al. 2013). Wen et al. (2011) kebutuhan lahan relatif kecil, mudah pengon- melaporkan bahwa gelembung mikro juga me- trolan kualitas air dan merupakan salah satu miliki kemampuan menurunkan kadar ammonia alternatif dalam menciptakan lingkungan budi dalam air budi daya hingga 95%. Pembangkit daya yang optimal (Budiardi et al. 2007). Pem- gelembung mikro juga diyakini mampu mensti- bangkit gelembung mikro merupakan suatu tek- mulasi kerja bakteri aerob sehingga mampu nologi sederhana dan ramah lingkungan yang mendegradasi limbah dalam air media pemeliha- dapat digunakan untuk mengontrol kualitas air raan (Temesgen et al. 2017). pada sistem resirkulasi yang sangat potensial Penelitian ini bertujuan untuk mengeva- untuk diterapkan pada sistem budi daya ikan luasi penggunaan pembangkit gelembung mikro nila. pada kepadatan yang berbeda terhadap performa Pembangkit gelembung mikro merupakan produksi dan respons fisiologis ikan nila yang suatu alat yang dapat menghasilkan gelembung dipelihara dalam sistem resirkulasi, serta mem- udara berukuran mikro dengan diameter kurang peroleh padat tebar maksimal pada budi daya dari 100 μm. Menurut Agarwal et al. (2011) ikan nila secara intensif. prinsip kerja pembangkit gelembung mikro, me- mecah diameter partikel besar menjadi diameter Bahan dan metode partikel kecil ukuran micro (10-50 μm) yang Penelitian dilaksanakan pada bulan Fe- dipengaruhi oleh tekanan udara dan debit air. bruari hingga September 2017 di kolam Baba- Endo et al. (2008) dalam penelitiannya menya- kan, Departemen Budidaya Perairan, dan Labo- takan bahwa aplikasi pembangkit gelembung ratorium Lingkungan Departemen Budidaya mikro dapat menyuplai oksigen untuk kegiatan Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, budi daya ikan secara efisien serta dapat mena- Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaku-

426 Jurnal Iktiologi Indonesia Firman et al.

kan secara eksperimental menggunakan ran- daya 80 watt). Air dialirkan menggunakan pom- cangan acak lengkap (RAL). Terdapat tiga per- pa celup ke dalam tandon. Busa digunakan seba- lakuan dan tiga ulangan dengan kepadatan yang gai filter fisik media penyaringan air pemeliha- berbeda-beda A (15 ekor 60 L-1), B (30 ekor 60 raan yang bersirkulasi. Selanjutnya air diaerasi L-1), C (45 ekor 60 L-1). menggunakan pembangkit gelembung mikro se- Wadah yang digunakan berupa 9 bak lama 24 jam, kemudian air dialirkan dari tandon plastik berukuran 34x42x41 cm3 yang dileng- ke wadah pemeliharaan dengan menggunakan kapi sistem resirkulasi (Gambar 1). Wadah diisi pompa. air tawar sebanyak 60 liter, penempatan perla- Parameter performa produksi yang dia- kuan pada wadah dilakukan secara acak. Ikan mati adalah pertumbuhan, laju pertumbuhan nila diperoleh dari kolam percobaan Departe- spesifik, dan sintasan. Pengambilan sampel bo- men Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor bot dan panjang ikan setiap dua minggu sekali dengan rata-rata bobot tubuh 10,96±0,53 g, dan dengan menggunakan timbangan elektronik rata-rata panjang total 7,44±2,89 cm. Ikan dipe- (bobot) dan jangka sorong digital (panjang). lihara selama 42 hari dan diberi pakan sebanyak Perhitungan nisbah konversi pakan ber- tiga kali sehari pada pukul 08.00, 13.00, dan dasarkan Huisman (1976) dengan cara membagi 18.00 WIB secara ad satiation. jumlah total pakan dari awal hingga selesai pe- Penelitian ini menggunakan Lutor (LIPI nelitian (g) dengan jumlah bobot ikan (bobot Ultrafine Bubble Generator) produksi BPI (Ba- ikan yang mati selama penelitian ditambah jum- lai Pengembangan Instrumentasi) LIPI Bandung lah bobot ikan yang hidup di akhir penelitian sebagai pembangkit gelembung mikro. Pem- kemudian dikurangi jumlah bobot ikan pada bangkit gelembung mikro tersusun atas nozzle, awal tebar) dalam satuan gram. Semakin kecil selang PU, katup pengatur keluaran udara, dan nilai nisbah kurang dari satu, maka nilai pompa submersible (Resun 9600). Produksi ge- konversi pakan menjadi daging semakin baik lembung diatur untuk dapat beroperasi 24 jam dan biaya pakan yang dikeluarkan semakin dengan debit 0,92 L detik-1 (tegangan 220 volt, kecil.

Gambar 1 Desain kolam resirkulasi

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 427 Kinerja pembangkit gelembung mikro

Pengambilan sampel parameter respon ter (APHA 1998) diukur tiga kali sehari. TAN fisiologis dilakukan pada awal, tengah, dan (total amonia nitrogen), nitrat, nitrit, CO2 dan akhir penelitian dengan volume darah total 2 mL TOM (total organic metter) diukur mengguna- (hematologi dan serum) yang berasal dari 10% kan spektrofotometri, setiap dua minggu sekali. jumlah total ikan setiap wadah pemeliharaan. Darah ikan diambil dari pembuluh vena di pang- Hasil kal sirip ekor (tiga ekor secara acak dari setiap Kinerja produksi wadah) menggunakan syringe 1 mL yang telah Sintasan dan kinerja pertumbuhan ikan dicuci dengan antikoagulan (3,8% natrium si- nila yang dipelihara dengan kepadatan berbeda trat). Darah kemudian dimasukkan ke dalam bo- dengan aplikasi pembangkit gelembung mikro tol khusus pengamatan darah (tube). Sampel da- disajikan pada Tabel 1. Perbedaan kepadatan rah kemudian dipindahkan ke tabung (EDTA ikan nila menunjukkan respons yang bervariasi dan serum) dan dimasukkan ke boks es (Tripathi terhadap beberapa parameter. Nilai sintasan et al. 2004) kemudian diukur dengan metode mengalami penurunan dengan meningkatnya tertentu (Burtis & Bruns 2015). Kegiatan ini di- kepadatan tebar (P<0,05), namun hasil uji lanjut lakukan pada awal, tengah dan akhir pemeliha- menunjukkan pada perlakuan kepadatan terting- raan (Martin et al. 2010). gi (45 ekor) dan terendah (15 ekor) tidak signi- Parameter respon fisiologis yang diamati fikan. Panjang dan bobot akhir menunjukkan yaitu kadar glukosa darah menggunakan metode penurunan yang signifikan dengan bertambah- uji CHOD-PAP (enzymatic colorimetric test for nya kepadatan tebar (P<0,05). Variabel laju per- glucose method with deproteinization) dengan tumbuhan spesifik (LPS), panjang mutlak (PM), kit Glucose liquicolor (Widada et al. 2016), tri- dan bobot mutlak (BM) mengalami penurunan gliserida dengan cara yang sama dengan kit signifikan dengan meningkatnya padat tebar. yang berbeda Triglyserides liquicolormono (Wi- dada et al. 2016), total protein serum mengguna- Respons fisiologis kan metode uji photometric colorimetric test Data hasil pengukuran parameter respons (Yanos et al. 2013) dan hemoglobin dengan fisiologis ikan nila disajikan pada Gambar 2. metode uji ANALYZER MEK-6450K (Andri- Hasil uji statisik menunjukkan perbedaan signif- yoko et al. 2009). ikan nilai glukosa darah, trigliserida, total pro- Parameter kualitas air yang diamati pada tein serum, dan hemoglobin perlakuan pada ha- penelitian ini adalah pH diukur menggunakan ri ke-21 dan 42. pH meter, oksigen terlarut diukur menggunakan DO meter, suhu diukur menggunakan termome-

428 Jurnal Iktiologi Indonesia Firman et al.

Tabel 1 Kinerja produksi ikan nila selama 42 hari pemeliharaan Perlakuan Parameter A (15 ekor) B (30 ekor) C (45 ekor) Panjang awal (mm) 74,46±0,0a 74,46±0,0a 74,46±0,0a Panjang akhir (mm) 90,83±2,10a 82,95±0,87b 79,20±0,28c Bobot awal (g) 10,96±0,0a 10,96±0,0a 10,96±0.0a Bobot akhir (g) 24,08±1,47a 17,58±0,67b 15,51±0,73c TKH (%) 93,33±6,67ab 98,89±1,92a 85,93±3,39b LPS (%) 3,12±0,35a 1,58±0,16b 1,08±0,17c PM (mm) 16,37±2,10a 8,49±0,87b 4,74±0,28c BM (g) 13,11±1,47a 6,62±0,67b 4,55±0,73c NKP 0,95±0,08a 1,44±0, 11b 1,65±0,17b Huruf tika atas yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (Duncan, p>0,05), LPS (Laju Pertumbuhan Spesifik), PM (Pertumbuhan Mutlak), BM (Bobot Mutlak), NKP (nisbah konversi pakan).

Gambar 2 Uji respons fisiologis (glukosa darah, protein total serum, trigliserida dan hemoglobin). Huruf berbeda pada waktu yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (uji lanjut Duncan; p<0,05). =15 ekor ; = 30 ekor ; = 45 ekor.

Glukosa darah ikan nila yang dipelihara 50,7±3,5 mg dL-1 dan 53,7±3,1 mg dL-1 yang dengan kepadatan berbeda dengan aplikasi pem- tidak berbeda secara signifikan. Namun, kedua- bangkit gelembung mikro menunjukkan adanya nya berbeda nyata dengan perlakuan kepadatan perbedaan nilai yang dihasilkan secara signifi- 15 ekor (41,3±1,5 mg dL-1). Pada akhir eksperi- kan (p<0,05). Pada pengukuran awal, glukosa men, glukosa darah kembali diukur di setiap darah berada pada level 50,0±0,0 mg dL-1. Sete- perlakuan. Nilai yang dihasilkan juga berbeda ah 21 hari, dua kepadatan tertinggi (30 ekor dan secara signifikan (p<0,05), dengan perlakuan C 45 ekor) menunjukkan nilai masing-masing memiliki nilai terendah (55,7±4,2 mg dL-1) na-

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 429 Kinerja pembangkit gelembung mikro

mun tidak signifikan dengan perlakuan A (63,7 da hari ke-21, nilai hemoglobin dari ketiga per- ±4,5 mg dL-1). Perlakuan B memiliki nilai glu- lakuan tidak berbeda signifikan (p>0,05). Hal kosa darah tertinggi (71,3±4,0 mg dL-1) namun yang sama juga terjadi pada pengukuran hemo- tidak berbeda signifikan dengan perlakuan A. globin di akhir penelitian. Hasil pengukuran trigliserida darah ikan nila yang dipelihara dengan kepadatan berbeda Kualitas air dengan aplikasi pembangkit gelembung mikro Hasil pengukuran kualitas air menunjukkan adanya perbedaan nilai yang diha- ditunjukkan pada Gambar 3. Kualitas air silkan secara signifikan (p<0,05). Pengukuran pemeliharaan secara umum masih berada dalam awal menunjukkan nilai level 100,0±0,0 mg dL- kisaran layak untuk mendukung pertumbuhan 1. Pada hari ke-21, kadar trigliserida mengalami serta sintasan ikan nila. peningkatan. Dua kepadatan tertinggi (30 ekor dan 45 ekor) menunjukkan nilai yang tidak ber- Pembahasan beda signifikan, yaitu 145,0 ±10,0 mg dL-1 dan Performa produksi ikan nila pada peneli- 132,7±10,6 mg dL-1. Namun, kedua perlakuan tian ini tampaknya dipengaruhi oleh perbedaan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan perla- kepadatan. Perlakuan kepadatan A (15 ekor 60 kuan A (kepadatan 15 ekor, 195,0±9,0 mg dL-1). L-1) menunjukkan performa produksi terbaik di- Pada akhir eksperimen, trigliserida darah menu- bandingkan dua perlakuan kepadatan B (30 ekor run, khususnya pada perlakuan A dan C. Trigli- 60 L-1) dan C (45 ekor 60 L-1). Nilai tertinggi la- serida pada perlakuan A dan B, yaitu masing- ju pertumbuhan spesifik di akhir pemeliharaan masing 148,7±9,5 mg dL-1 dan 140,7±7,5 mg adalah perlakuan kepadatan A (15 ekor 60 L-1), dL-1, tidak berbeda signifikan, namun secara hal ini menunjukkan semakin rendah kepadatan signifikan lebih tinggi dari perlakuan C (103,7± ikan semakin tinggi laju pertumbuhan spesifik- 7,5 mg dL-1). nya. Menurut Ruane & Komen (2003) dampak Pengukuran total protein serum pada kepadatan yang rendah, menyebabkan potensi awal eksperimen menunjukkan nilai 3,6±0,0 mg stres rendah sehingga memengaruhi pertambah- dL-1. Setelah 21 hari, nilai total protein serum an bobot tubuh spesifik. Kepadatan yang sema- secara signifikan semakin kecil dengan mening- kin tinggi dapat memicu stress, sehingga menu- katnya kepadatan tebar, yaitu C (45 ekor, 2,8± runkan nafsu makan secara drastis. Selain itu, 0,1 mg dL-1), B (30 ekor 3,2±0,2 mg dL-1) dan A kompetisi makanan dan ruang gerak dapat men- (15 ekor, 3,5±0,1 mg dL-1). Pada akhir eksperi- jadi penyebab performa produksi yang semakin men, total protein serum terukur berada pada rendah (Widiastuti 2009). Nilai sintasan yang nilai masing-masing A (15 ekor, 3,6±0,3 mg diperoleh dari ketiga perlakuan juga berada di dL-1), B (30 ekor, 3,7±0,5 mg dL-1), dan C (45 atas 80% (SNI 7550:2009). Hal ini mengindika- ekor, 3,6±0,3 mg dL-1 ) yang ketiganya tidak sikan perlakuan kepadatan tebar yang masih da- berbeda signifikan. Kadar hemoglobin ikan pada lam rentang yang baik untuk ikan. awal penelitian berada pada nilai 4,9 g dL-1. Pa-

430 Jurnal Iktiologi Indonesia Firman et al.

Gambar 3 Parameter kualitas air : suhu, pH air, oksigen terlarut, nitrat, nitrit, total organic metter, total amonia nitrogen, CO2 media pemeliharaan selama 42 hari. Keterangan gambar : =15 ekor ; = 30 ekor ; = 45 ekor

Nilai nisbah konversi pakan (NKP) me- L-1) sebesar 0,95±0,08, lebih rendah dibanding- nunjukkan pemanfaatan pakan oleh ikan, se- kan dua perlakuan lainnya (p<0,05 Tabel 3). Hal makin rendah nilai NKP semakin efisien peng- ini menunjukkan pemanfaatan pakan yang opti- gunaan pakan (Widiarto et al. 2013). Nilai NKP mal pada padat tebar yang lebih rendah yang terbaik diperoleh pada perlakuan A (15 ekor 60

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 431 Kinerja pembangkit gelembung mikro

diduga akibat stres yang lebih minim (Widias- zeolite (Balasubramaniam & Anil 2013). Trigli- tuti 2009). serida berfungsi menyediakan energi seluler dan Glukosa darah menjadi pertimbangan ke- dapat digunakan sebagai indikator status gizi mungkinan stress pada ikan selama eksperimen. (Levesque et al. 2002, Oner et al. 2008). Trigli- Glukosa darah ikan yang normal berada pada serida dalam darah ikan selama pemeliharaan kisaran 32-137 mg dL-1. Jika nilai berada di luar 100-195,5 mg dL-1. Trigliserrida dalam bentuk rentang tersebut, maka ikan dapat dikategorikan kompleks senyawa Triglyceride-rich lipopro- dalam kondisi stress (Mauel et al. 2007). Hal ini teins, very low density lipoprotein (VLDL) juga disebabkan pada kondisi stress, terjadi realokasi dipercaya sebagai komponen sistem imun ba- energi metabolik untuk memperbaiki homeosta- waan non adaptif ketika ikan berada dalam kon- sis, seperti respirasi, pergerakan, regulasi hidro- disi lingkungan yang tidak mendukung (Javed mineral, dan perbaikan jaringan (Adiyana et al. &Usmani 2015). Pada penelitian ini, kadar tri- 2014). Ikan mempunyai kemampuan bertahan gliserida hingga akhir eksperimen tidak menun- hidup selama rentang waktu yang panjang tanpa jukkan penurunan terhadap nilai awal. Hal ini makan karena menggunakan glikogen dan le- mengindikasikan tidak adanya pemanfaatan mak sebagai cadangan (Rahardjo et al. 2011). trigliserida akibat respons terhadap stress. Ketersediaan glukosa dalam darah sebagai sum- Total protein serum merupakan parameter ber energi menjadi hal yang begitu penting da- yang dapat digunakan untuk mengindikasikan lam merespons tekanan yang memicu stress. kesehatan ikan yang bersifat non destruktif, ku- Ketika pemicu stress muncul, energi yang ter- at, mudah diukur, dan murah (Coeurdacier et al. simpan diurai dan dilepaskan sehingga dapat 2011). Penurunan total protein serum mengindi- digunakan oleh jaringan. (Schreck et al. 2016). kasikan infeksi kronis dan rendahnya protein Dengan demikian, glukosa darah bisa jadi indi- dalam pakan ikan (Hastuti 2007). Hasil pengu- kator terjadinya stress pada ikan. Ikan uji pada kuran total protein serum hingga akhir eksperi- setiap perlakuan memiliki kadar glukosa darah men menunjukkan nilai yang masih berada pada yang berfluktuasi. Pada hari ke-21 pemelihara- kisaran normal (2,7-5,0 mg dL-1, Mauel et al. an, peningkatan kadar glukosa darah berhasil 2007). Hal ini menunjukkan tidak terdapat indi- tercatat meskipun berada pada kondisi normal kasi stress pada setiap perlakuan. Total protein maupun tidak terlampau jauh dari pengukuran serum ikan nila pada semua perlakuan menga- awal. Pada akhir eksperimen, kadar glukosa da- lami penurunan pada hari ke-21 dan pemelihara- rah relatif tidak berbeda, terutama antara dua an di hari ke-42 total protein serum pada semua perlakuan tertinggi terhadap perlakuan terendah. perlakuan meningkat kembali. Hal ini menunjukkan selama pemeliharaan ikan Hemoglobin menentukan tingkat keta- tidak mengalami stress. hanan tubuh pada ikan dikarenakan hubungan- Trigliserida telah digunakan sebagai indi- nya dengan daya ikat oksigen oleh darah (Nir- kator stress pada beberapa penelitian sebelum- mala et al. 2012). Kemampuan mengikat oksi- nya, misalnya pada Channa punctatus terhadap gen dalam darah bergantung kepada jumlah stressor logam berat (Javed & Usmani 2015) hemoglobin yang terdapat dalam sel darah me- dan Heteropneustes fossilis pada stressor As dan rah. Rendahnya oksigen dalam darah menye-

432 Jurnal Iktiologi Indonesia Firman et al.

babkan laju metabolisme menurun (Broto et al. (2017) bahwa ikan nila memiliki daya resisten 2017). Kadar hemoglobin ikan nila pada awal yang lebih tinggi terhadap pencemaran limbah pemeliharaan lebih rendah daripada kisaran cair kelapa sawit dibandingkan ikan bandeng. normal (5,05-8,33 g dL-1; Salasia et al. 2001), Diduga karena ikan nila dapat hidup pada ren- diduga karena masih dalam proses adaptasi, tang faktor pembatas yang luas sehingga memi- Namun, kadar hemoglobin meningkat menjadi liki daya toleransi yang lebih tinggi terhadap po- kisaran normal pada hari ke-21 hingga hari ke- lutan dibandingkan jenis ikan lainnya (Zulfahmi 42 pada semua perlakuan. et al. 2017).

Kualitas air merupakan indikator penting Karbondioksida (CO2) memengaruhi pH yang perlu diperhatikan dalam budi daya ikan air, karena bereaksi dengan air membentuk asam terutama oksigen terlarut. Penggunaan pem- lemah (asam karbonat). Karbondioksida berban- bangkit gelembung mikro terbilang cukup efek- ding terbalik dengan nilai pH. Peningkatan CO2 tif dalam penelitian ini yang menunjukkan nilai di dalam air juga dapat memengaruhi metabolis- sintasan yang tinggi pada semua perlakuan pa- me ikan, ketika CO2 masuk ke dalam darah ikan dat tebar. Penelitian serupa menunjukkan sintas- melalui insang. an dan pertumbuhan yang lebih tinggi pada ikan Total organic matter (TOM) merupakan sweet fish (Plecoglossus altivelis), dan rainbow akumulasi bahan organik yang digunakan seba- trout (Oncorhynchus mykiss) (Ebina et al. gai indikator bahwa perairan tersebut layak un- 2013). Oksigen terlarut merupakan faktor ter- tuk kegiatan budi daya. Bahan organik akan di- penting dalam menentukan sintasan ikan, perna- manfaatkan oleh bakteri pengurai dalam proses fasan akan terganggu bila oksigen kurang dalam nitrifikasi. Proses ini terjadi pada kondisi aerob media pemeliharaan. Kisaran oksigen terlarut sehingga bakteri membutuhkan oksigen untuk selama pemeliharaan 3,8-7,8 mg L-1. Sesuai de- menguraikan nitrit menjadi nitrat. Nilai TOM ngan hasil penelitian Colt et al. (2011) oksigen selama penelitian masih dalam kisaran baku yang menunjang sintasan ikan nila berkisar 3- mutu budi daya yakni <20 mg L-1 (Thurman 5,6 mg L-1. 1985) Dalam kondisi normal, nitrit akan diubah Sumber utama amonia pada media peme- oleh bakteri menjadi nitrat, namun jika terjadi liharaan adalah sisa pakan, feses dan hasil eks- keterbatasan oksigen terlarut, reaksi akan ter- kresi. Total ammonia nitrogen (TAN) merupa- henti hingga ke tahap nitrit (Durborow et al. kan jumlah amonia terionisasi dan tidak terioni- 1997). Keberadaan nitrit juga bersifat racun ka- sasi dalam air. Amonia terionisasi tidak bersifat rena dapat bereaksi dengan hemoglobin dalam toksik bagi ikan sedangkan amonia tidak terioni- darah, sehingga darah tidak dapat mengangkut sasi bersifat toksik. Keberadaan keduanya dipe- oksigen. Menurut Yanbo et al. (2006), paparan ngaruhi oleh suhu dan pH. Nilai TAN pada awal nitrit pada ikan nila tertinggi mencapai 28,18 pemeliharan cukup tinggi untuk semua perlaku- mg L-1, mampu menghasilkan methemoglobin an berkisar 1,57 mg L-1. Selama pemeliharan yang tinggi namun tidak menyebabkan kema- nilai TAN berangsur menurun pada semua per- tian, dan tingkat sintasan mencapai 85,37%. Hal lakuan dengan pola yang sama. Kisaran nilai ini serupa dengan penelitian Zulfahmi & Muliari TAN pada media pemeliharaan dalam kisaran

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 433 Kinerja pembangkit gelembung mikro

normal mengacu pada Boyd & Gautier (2000) Adiyana K, Supriyono E, Junior M, Thesiana L. 2014. Aplikasi teknologi shelter terhadap yaitu kurang dari 5 mg L-1. Nilai TAN yang respons stress dan kelangsungan hidup sesuai dengan baku mutu tersebut mengindika- pada pendederan lobster pasir Panulirus homarus. Jurnal Kelautan Nasional, sikan bahwa penggunaan pembangkit gelem- 9(1): 1-9. bung mikro bisa menurunkan kadar TAN di air Andriyoko B, Lismayanti L, Prihatni D. 2009. meskipun terdapat perbedaan kepadatan ikan Perbandingan kadar hemoglobin antara setiap perlakuan. Hal yang sama dikemukakan metode spectrophotometer dengan meto- de hemocue pada sampel leukositosis. oleh Wen et al. (2011) bahwa penggunaan ge- Indonesian Journal of Clinical Pathology lembung mikro mampu menurunkan kadar amo- and Medical Laboratory, 15(3):109-110. nia dalam media budi daya hingga 95%. Nitrat Alfia AR, Arini E, Elfitasari T. 2013. Pengaruh adalah bentuk utama nitrogen di perairan, nitrat kepadatan yang berbeda terhadap kelulushidupan dan pertumbuhan ikan sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. nila (Oreochromis niloticus) pada sistem resirkulasi dengan filter bioball. Journal Nilai nitrat pada wadah penelitian masih dalam of Aquaculture Management and Tech- kisaran optimum yaitu 0,2-10 mg L-1 (Boyd & nology, 2(3): 86-93.

Tucker 1998). Agarwal A, Ng WJ, Liu Y. 2011. Review: Prin- ciple and applications of microbubble and nanobubble technology for water Simpulan treatment. Chemosphere, 84(9): 1175- Hasil evaluasi terhadap respons fisiologis 1180. (glukosa darah, total protein serum, trigliserida, Balasubramaniam J, Anil K. 2013. Study of ef- hemoglobin) menunjukkan ikan yang dipelihara fect of sodium arsenite on lipid metabo- lism of Heteropneustes fossilis and the -1 hingga kepadatan 45 ekor 60 L tidak menun- chelating effect of zeolite. International jukkan adanya perubahan yang mengindikasikan Journal of Advances in Biosciences and Bioengineering, 1(1): 22-27 ikan mengalami stress. Kualitas air selama pene- Budiardi T, Gemawaty N, Wahjuningrum D. litian juga menunjukkan berada pada kisaran 2007. Produksi ikan neon tetra Parachei- yang optimal. Performa produksi terbaik adalah rodon innesi ukuran L pada padat tebar 20, 40, dan 60 ekor/liter dalam sistem re- pada perlakuan A (15 ekor 60 L-1) dengan laju sirkulasi. Jurnal Akuakultur Indonesia, pertumbuhan spesifik 1,87±0,15% dan nisbah 6(2): 211-215. konversi pakan 0,95±0,08. Burtis CA, Bruns DE. 2015. Tietz Fundamental of Clinical Chemistry and Molecular Di- agnosics 7th Edition. Elsevier Saunders. Persantunan Boyd CE, Gautier D, 2000. Effluent composi- Penulis berterimakasih kepada BPI-LIPI tion and water quality standards. Global Bandung yang telah meminjamkan alat pem- Aquaculture Advocate, 3(5): 61-66. bangkit gelembung mikro selama penelitian ber- Boyd CE, Tucker CS. 1998. Pond Aquaculture langsung. Water Quality Management. Springer Science, New York (US). 712 p.

Daftar pustaka Broto RBIW, Suhandoyo S, Harjana T. 2017. Pengaruh pemberian tepung ikan gabus [APHA] American Public Health Association (Channa striata, Bloch) dalam pakan (USA). 1998. Standard Method for komersial terhadap pertumbuhan dan Examination of Water and Waste Water, kadar hemoglobin ikan lele sangkuriang 20th Edition, Washington. (Clarias gariepinus, VAR.). Jurnal Biologi, 6(6): 350-357.

434 Jurnal Iktiologi Indonesia Firman et al.

Coeurdacier JL, Dutto G, Gasset E, Blancheton ability. Aquacultural Engineering, 43(3): JP. 2011. Is total serum protein a good 83-93. indicator for welfare in reared sea bass (Dicentrarchus labrax). Aquatic Living Mauel MJ, Miller DL, Merril AL. 2007. Hema- Resources, 24(2): 121-127. tologic and plasma biochemical values of healthy hybrid tilapia Oreochromis au- Colt J, Momoda T, Chitwood R, Fornshell G, reus X Oreochromis nilotica maintained Schreck C. 2011. Water quality in tilapia in a recirculating system. Journal of Zoo transport: from the farm to the retail store and Wildlife Medicine, 38(3): 420-424. [communication]. North American Jour- nal of Aquaculture, 73(4): 426-434. Minagawa H. 2005. Study on micro bubble ge- neration mechanismby sudden enlarge- Durborow RM, DM Crosby, MW Brunson. ment of flow area. In: Proceedings of 1997. Nitrite in Fish Pond. SRAC Publi- JSMFAnnual Meeting. Osaka, July 2001. cation, Amerika Serikat. 462 p. Japan Society for Multiphase Flow. Japanese. pp. 127-128 Endo A, Srithongouthai S, Nashiki H, Teshiba I, Iwasaki T, Hama D, Tsutsumi H. 2008. Nirmala K, YP Hastuti, V Yuniar. 2012. Toksi- DO-increasing effects of a microscopic sitas merkuri (Hg) terhadap tingkat ke- bubble generating system in a fish farm. langsungan hidup, pertumbuhan, gambar- Marine Pollution Bulletin, 57(1-5): 78- an darah dan kerusakan organ pada ikan 85. nila Oreochromis niloticus. Jurnal Akua- kultur Indonesia, 11(1): 38-48. Ebina K, Shi K, Hirao M, Hashimoto J, Kawato

Y. 2013. Oxygen and air nanobubble Nobui B, Onari H, Onari H, Shimose T, Maeda water solution promote the growth of K. 2002. Study on pearl cultivation by plants, fishes, and mice. PLoS ON, 8(6): using micro bubble technique. Proceed- 1-7. ing of annual conference of the Japan Hastuti SD. 2007. Evaluation of non-specific society of civil engineers, 7(57): 499-500. defence of Tilapia (Oreochromis sp) in- Onari H, Maeda K, Matsuo K, Yamahara Y, jected with LPS (Lipopolysaccharides) Watanabe K, Ishikawa N. 2002. Effect of of Aeromonas hydrophilla. Jurnal Pro- micro-bubble technique on oyster culti- tein, 14(1): 79-84. vation. Annual Journal of Hydraulic Huisman EA. 1976. Food conversion efficien- Engineering, (46): 1163-1168. cies at maintenance and production level Oner M, Atli G, Canli, M. 2008. Changes in of carp, Cyprinus carpio and rainbow serum biochemical parameters of fresh- trout, Salmo gairdneri. Aquaculture. 9: water fish Oreochromis niloticus follow- 259-273. ing prolonged metal (Ag, Cd, Cr, Cu, Zn) Javed M, Usmani N. 2015. Stress response of exposures. Environmental Toxicology biomolecules (carbohydrate, protein and and Chemistry, 27(2): 360-366. lipid profiles) in fish Channa punctatus Putra I, Setiyanto DD, Wahjuningrum D. 2012. inhabiting river polluted by Thermal Pertumbuhan dan kelangsungan hidup Power Plant effluent. Saudi Journal of Biological Sciences, 22(2): 237-242. ikan nila Oreochromis niloticus dalam sistem resirkulasi. Jurnal Perikanan dan Levesque HM, Moon TW, Campbell PGC, Hon- Kelautan, 16(1): 56-63. tela A. 2002. Seasonal variation in carbo- hydrate and lipid metabolism of yellow Rahardjo MF, Sjafei DS, Ridwan A, Sulistiono. perch (Perca flavescens) chronically 2011. Iktiologi. Lubuk Agung. Bandung. exposed to metals in the field. Aquatic Ruane NM, Komen H. 2003. Measuring cortisol Toxicology, 60(3-4): 257-267. in the water as an indicator of stress Martins CIM, Eding EH, Verdegem CJ, Heins- caused by increased loading density in broek LTN, Schneider O, d’Orbcastel common carp (Cyprinus carpio). Aqua- ER, Verreth JAJ, Blancheton JP. 2010. culture, 218(1-4): 685-693. Review: New developments in recircu- lating aquaculture systems in Europe: A perspective on environmental sustain-

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 435 Kinerja pembangkit gelembung mikro

Salasia SIO, Sulanjari D, Ratnawati A. 2001. sampel serum dan sampel plasma EDTA. Studi hematologi ikan air tawar. Biologi Jurnal Teknologi Laboratorium, 5(1): 41- 2(12): 710-723. 44.

Schreck CB, Tort L, Farrell AP, Brauner CJ. Widiastuti IM. 2009. Pertumbuhan dan kelang- 2016. The Concept of Stress in Fish In: sungan hidup (survival rate) ikan mas Anthony P. Farrell and Colin J. Brauner (Cyprinus carpio) yang dipelihara dalam (ed). Fish Physiology volume 35 (Biology wadah terkontrol dengan padat penebaran of Stress in Fish). Academic Press, New yang berbeda. Media Litbang Sulteng, York. pp. 406-446. 2(2): 126-130.

Temesgen T, Bui TT, Han M, Kim TI, Park H. Widiarto AS, Purwoko BA, Murwono RD. 2017. Micro and nanobubble technolo- 2013. Pakan apung artifisial untuk budi gies as a new horizon for water-treatment daya ikan lele pengaruh naic dan nutrisi techniques: A review. Advances in Col- terhadap pertumbuhan ikan lele dengan loid and Interface Science, 246(1): 40-51. metode FCR (Feed Conversion Ratio). Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Thurman EM. 1985. Organic Geochemistry of 2(2): 97-102. Natural Waters. Martinus Nijhoff, Dr. W. Junk. Academic Publishers. The Nether- Yanos AA, Bautista MN, Angelina MRN, del lands. 497 p. Rosario EJ. 2013. Digital photometric determination of protein using biuret, Tripathi NK, Latimer KS, Burnley VV. 2004. bradford and bicinhonic acid reagents. Hematologic reference intervals for koi Philippine Science Letters. 6(2): 168-175. (Cyprinus carpio), including blood cell morphology, cytochemistry, and ultra- Yanbo W, Wenju Z, Weifen L, Zirong X. 2006. structure. Veterinary Clinical Patholo- Acute toxicity of nitrite on tilapia (Oreo- gy, 33(2): 74-83. chromis niloticus) at different external chloride concentrations. Fish Physiology Tsuge H. 2014. Micro and Nano-bubbles: and Biochemistry, 32(1): 49-54. Fundamentals and Applications. Pan Stanford Publishing. Tokyo. 289 p. Zulfahmi I, Affandi R, Lumban Batu DT. 2017. Kondisi biometrik ikan nila, Oreochromis Wen LH, Ismail AB, Menon PM, Saththasivam niloticus (Linnaeus 1758) yang terpapar J, Thu K, Choon NK. 2011. Case studies merkuri. Jurnal Iktiologi Indonesia, of microbubbles in wastewater treatment. 14(1): 37-48. Desalination and Water Treatment, 30(1- 3):10-16. Zulfahmi I, Muliari MI. 2017. Toksisitas limbah cair kelapa sawit terhadap ikan nila (Ore- Widada ST, Martsiningsik MS, Carolina SC. ochromis niloticus Linneus 1758) dan 2016. Gambaran perbedaan kadar koles- ikan bandeng (Chanos chanos Forskall terol total metode CHOD-PAP (Choleste- 1755). Agricola, 7(1): 44-55. rol oxidase-peroxidase aminoantypirin)

436 Jurnal Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia19(3): 437-448 DOI: https://doi.org/10.32491/jii.v19i3.466

Suplementasi glutamin bebas dalam pakan meningkatkan respons fisiologis dan sintasan ikan botia Chromobotia macracanthus Bleeker, 1852 [Dietary free glutamine supplementation to increase physiological responses and survival rate of clown loach juvenile, Chromobotia macracanthus Bleeker, 1852] Siti Murniasih1, Dedi Jusadi2, Mia Setiawati2, Sri Nuryati2

1Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Kementerian Kelautan dan Perikanan [email protected] 2Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB University Jl. Agatis, Kampus IPB, Dramaga, Bogor 16680 [email protected], [email protected], [email protected],

Diterima: 12 Juni 2019; Disetujui: 24 September 2019

Abstrak Ikan botia merupakan salah satu spesies asli Indonesia. Permasalahan dalam budi daya ikan ini adalah pertumbuhan yang lambat dan sintasan yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penambahan glutamin bebas de- ngan beberapa level dosis pada pakan terhadap respons fisiologis, kinerja pertumbuhan, dan sintasan ikan botia. Pene- litian menggunakan rancangan acak lengkap, terdiri atas empat perlakuan dengan enam ulangan. Perlakuan berupa penambahan glutamin bebas pada pakan komersial dengan dosis berbeda yaitu 0, 1, 2, dan 3%. Ikan uji yang diguna- kan adalah yuwana ikan botia umur 40 hari, dipelihara dalam akuarium berukuran 40x30x30cm3 sebanyak 24 unit dengan padat tebar 50 ekor per akuarium. Pakan diberikan selama 60 hari dengan frekuensi pemberian empat kali se- hari secara at satiation. Parameter yang diamati meliputi konsentrasi glutamin usus, morfometri vili dan usus, aktivi- tas protease usus, efisiensi pakan, retensi nutrien, pertumbuhan, sintasan, aktivitas superoxide dismutase (SOD), serta malon-dialdehyde (MDA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan glutamin bebas 1% menunjukkan nilai paling tinggi untuk parameter panjang dan luas permukaan vili yaitu 320,44±10,39 μm dan 27.046,79±250,54 μm2. Dosis 1% menghasilkan pengaruh signifikan terhadap aktivitas protease (13,57±1,92 unit mg protein-1) dibandingkan dosis 0%. Perlakuan dosis 2% menunjukkan aktivitas SOD (0,82±0,07 unit mg protein-1) paling tinggi, sedangkan ka- dar MDA paling rendah terdapat pada dosis 3% (0,25±0,02 nmol mg protein-1). Konsumsi pakan dengan penambahan glutamin bebas berpengaruh nyata terhadap sintasan dengan nilai tertinggi 97,00±1,00%, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap morfometri usus, efisiensi pakan, retensi nutrien, dan pertumbuhan. Penambahan glutamin bebas da- lam pakan belum mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan, namun mampu meningkatkan respons fisiologis dan sintasan ikan botia.

Kata penting: botia, fisiologis, glutamin bebas, sintasan

Abstract Clown loach Chromobotia macracanthus is one of Indonesian native species and as a key species for ornamental aquaculture. The problem in mass production of this species are the low of growth rate which causes a long period of rearing and low of survival rate. The purpose of the present study was to evaluate free glutamine supplementation at different doses in diet to increase physiological response, growth performance and survival rate of clown loach. Expe- rimental diets contained four different free glutamine levels, viz 0, 1, 2 and 3%. These diets were given to six repli- cate groups of 50 juvenile clown loaches. The fish were reared in each aquarium with dimensions of 40×30×30 cm3 for 60 days. Fish were fed four times a day at satiation. Parameters observed including intestinal glutamine concen- tration, villous and intestinal morphometry, intestinal protease activity, feed efficiency, nutrient retention, growth performance, survival rate, superoxide dismutase (SOD) activity, and malondialdehyde (MDA). The results showed that supplementation of 1% free glutamine significantly affected the morphometry of villi. The length and surface area of villi at a dose of 1% showed the highest values i.e., 320.44 ± 10.39 μm and 27,046.79 ± 250.54 μm2, respect- ively. The 1% dose also had a significant effect on protease activity (13.57 ± 1.92 mg units of protein-1) compared to the 0% dose. The 2% dose showed the highest SOD activity (0.82 ± 0.07 mg protein-1 unit) and the lowest MDA level was found at a dose of 3% (0.25 ± 0.02 nmol mg protein-1). Feed consumption with the supplementation of free glutamine has a significant effect on survival rate with the highest value reached 97.00 ± 1.00%, but no significant effect on intestinal morphometry, feed efficiency, nutrient retention and growth performance. Dietary with the sup- plementation of free glutamine is not able to improve growth performance, but can improve the physiological res- ponse and survival rate.

Keywords: clown loach, free glutamine, physiological response, survival rate

Masyarakat Iktiologi Indonesia Respons fisiologis dan sintasan ikan botia

Pendahuluan butuhan tubuh. Kebutuhan glutamin yang tidak Botia (Chromobotia macracanthus) atau tercukupi akan menyebabkan defisiensi dan me- lebih dikenal dengan clown loach adalah salah ningkatkan katabolisme protein tubuh sehingga satu jenis ikan hias air tawar asli Indonesia de- perlu ditambahkan (Petra et al. 2001). Pening- ngan wilayah distribusi perairan sungai di Su- katan konsentrasi glutamin intraseluler mendo- matera dan Kalimantan (Kottelat et al. 1993). rong sintesis protein dan menghambat proteo- Menurut Slembrouck et al. (2012) ikan botia lisis pada otot dan enterosit (Xi et al. 2011). merupakan komoditas utama dalam perdagang- Glutamin terdapat dalam bentuk bebas an ikan hias air tawar internasional. Pemenuhan (L-glutamin) dan dipeptida seperti alanyl-glu- kebutuhan eskpor ikan hias botia hasil budi daya tamin dan glysil-glutamin. Penambahan gluta- perlu dilakukan sehubungan dengan regulasi min dalam bentuk bebas maupun dipeptida da- yang membatasi perdagangan ikan hias hasil lam pakan menunjukkan peningkatan kinerja tangkapan alam. Produksi massal ikan botia ma- pertumbuhan dan kesehatan pada banyak ikan. sih dihadapkan pada masalah pertumbuhan ikan Pakan dengan penambahan glutamin mening- yang lambat dan rendahnya sintasan (Permana katkan bobot tubuh, efisiensi pakan, bobot usus, et al. 2015). Upaya peningkatan produksi ikan panjang vili, struktur histologi dan aktivitas hias botia dapat dilakukan melalui pendekatan enzim pencernaan pada ikan jian carp (Lin & nutrisi dengan penambahan glutamin dalam Zhou 2006) dan red drum (Cheng et al. 2011). pakan. Penambahan glutamin bebas 0,5-2% dapat me- Glutamin adalah salah satu jenis asam ningkatkan kemampuan antioksidan enzimatik amino bebas yang melimpah di dalam plasma dan resistensi stres (Liu et al. 2015). Wang et al. dan otot hewan (Wu et al. 1994). Glutamin ber- (2011) melaporkan bahwa penambahan alanyl- peran penting sebagai mediator dalam sejumlah glutamin 0,5-1,0% dalam pakan terbukti me- proses metabolisme dan sebagai regulator proses ningkatkan pertumbuhan dan fungsi fisiologi fisiologis penting seperti sintesis glikogen, glu- larva sturgeon (Acipenser sp.), meningkatkan kogenesis, dan lipolisis (Barbosa et al. 2006). kapasitas antioksidan melalui peningkatan ak- Glutamin juga berperan dalam mengatur status tivitas enzim superoxide dismutase (SOD), dan oksidatif usus dan menjadi prekursor glutathi- secara signifikan menurunkan kadar malondial- one yang merupakan molekul antioksidan pen- dehyde (MDA). ting (Cheng et al. 2011). Glutamin merupakan Berdasarkan pentingnya glutamin dalam sumber energi utama untuk proliferasi enterosit, fungsi fisiologis, pertumbuhan dan status kese- limfosit, dan sel-sel mukosa usus. Metobolisme hatan ikan, maka penelitian ini dilakukan de- glutamin usus bergantung pada asupan glutamin ngan tujuan untuk mengevaluasi penambahan pakan, sehingga pemeliharaan fungsi fisiologi glutamin bebas berbagai level dosis dalam pa- usus normal juga bergantung pada ketersediaan kan terhadap respons fisiologis, kinerja pertum- nutrisi glutamin (Coutinho et al. 2016). Dalam buhan, dan sintasan ikan botia (Chromobotia kondisi stres dan kondisi yang berkaitan dengan macracanthus). patologi, jumlah glutamin yang dihasilkan mela- lui sintesis endogen tidak dapat memenuhi ke-

438 Jurnal Iktiologi Indonesia Murniasih et al.

Bahan dan metode dengan dosis perlakuan. Glutamin yang ditam- Tempat dan waktu penelitian bahkan berupa glutamin bebas (L-Gln) produk Penelitian ini dilakukan pada bulan komersial dari Gluta Pure, dengan tingkat ke- Maret-November 2018. Pemeliharaan ikan uji, murnian 99%. Pakan juga ditambahkan glisin analisis proksimat, analisis kualitas air, analisis sehingga semua perlakuan isoprotein dengan enzim, dan antioksidan dilaksanakan di Balai kandungan protein 51% (Tabel 1). Glisin dipilih Riset Budidaya Ikan Hias, Depok, sedangkan karena tidak berperan sebagai prekursor gluta- pembuatan preparat histologi usus dilaksanakan min dalam metabolismenya dan mempunyai di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen struktur paling sederhana (Buentello & Gatlin Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu 2000). Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penyiapan pakan uji diawali dengan me- nyiapkan wadah pakan sebanyak empat wadah Rancangan penelitian sesuai dengan jumlah perlakuan. Glutamin be- Rancangan penelitian yang digunakan bas dan glisin yang telah ditimbang sesuai de- dalam penelitian ini adalah rancangan acak ngan dosis pada Tabel 1, dimasukkan ke dalam lengkap (RAL), yang terdiri atas empat perla- masing-masing wadah dan dicampurkan secara kuan dengan enam ulangan. Perlakuan pada pe- merata. Setelah itu pakan komersial secara ber- nelitian ini berupa dosis penambahan glutamin tahap ditambahkan ke dalam wadah tersebut bebas (L-Gln) pada pakan yaitu 0%, 1%, 2%, sambil diaduk menggunakan mixer sehingga pa- dan 3%. kan, glutamin bebas, dan glisin tercampur secara merata. Sebelum diberikan pada ikan, pakan di- Pakan uji timbang dan ditambahkan air sebanyak 2 mL g-1 Pakan yang digunakan adalah pakan ko- pakan lalu dibentuk pasta. mersial yang ditambah glutamin bebas sesuai

Tabel 1 Pakan uji dan hasil analisis proksimat

Komposisi (%) Dosis penambahan glutamin bebas 0% 1% 2% 3% Pakan komersial 100,00 100,00 100,00 100,00 L-Gln 0,00 1,00 2,00 3,00 Glisin 3,00 2,00 1,00 0,00 Analisis proksimat (% bobot kering) Kadar air 5,90 6,00 6,10 6,10 Protein 51,41 51,53 51,82 51,85 Lemak 6,06 5,96 6,28 5,86 Serat kasar 2,23 3,19 1,70 1,92 Kadar abu 13,92 14,47 14,16 15,02 BETN 26,38 24,85 26,02 25,35 GE (kkal 100 g-1) 452,99 446,47 455,98 449,40 C/P 8,81 8,66 8,80 8,67 Keterangan: BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen, GE = grossenergy 1 g protein = 5,6 kkal GE, 1 g karbohi- drat/BETN = 4,1 kkal GE, 1 g lemak = 9,4 kkal GE (Watanabe 1988), C/P: perbandingan rasio energi pakan dengan jumlah protein pakan

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 439 Respons fisiologis dan sintasan ikan botia

Penyiapan pakan uji diawali dengan me- ammonia dan nitrit diukur secara spektrofoto- nyiapkan wadah pakan sebanyak empat wadah metris menggunakan spektrofotometer. sesuai dengan jumlah perlakuan. Glutamin be- bas dan glisin yang telah ditimbang sesuai de- Parameter penelitian ngan dosis pada Tabel 1, dimasukkan ke dalam Parameter yang diamati meliputi kon- masing-masing wadah dan dicampurkan secara sentrasi glutamin usus, morfometri vili dan usus, merata. Setelah itu pakan komersial secara ber- aktifitas protease usus, efisiensi pakan, retensi tahap ditambahkan ke dalam wadah tersebut nutrien, pertumbuhan, sintasan, aktivitas super- sambil diaduk menggunakan mixer sehingga pa- oxide dismutase (SOD), serta malondialdehyde kan, glutamin bebas, dan glisin tercampur secara (MDA). Pengukuran L-Gln dalam usus menggu- merata. Sebelum diberikan pada ikan, pakan di- nakan Glutamine Colorimetric Assay Kit dari timbang dan ditambahkan air sebanyak 2 mL g-1 Abcam (Ab197011). Pembacaan serapan pada pakan lalu dibentuk pasta. panjang gelombang 450 nm menggunakan Elisa Reader. Konsentrasi glutamin dinyatakan dalam -1 Pemeliharaan ikan uji satuan nmol mL . Ikan uji yang digunakan adalah yuwana Morfometri vili diamati dengan membuat ikan botia berumur 40 hari diperoleh dari hasil preparat histologis usus bagian depan yuwana pemijahan buatan dengan induksi hormonal. botia dengan pewarnaan hematoksilin eosin. Ikan ditebar ke dalam wadah pemeliharaan yang Pengukuran panjang vili dan perhitungan luas berupa akuarium berukuran 40 x 30 x 30 cm3 se- permukaan vili berdasarkan metode yang di- banyak 24 buah dengan volume air 20 L. Peme- kembangkan oleh Iji et al. (2001) yaitu rata-rata liharaan ikan selama 60 hari dengan kepadatan basal vili ditambah dengan rata-rata lebar vili 50 ekor setiap akuarium pada sistem resirkulasi. apikal dibagi dengan dua kali rata-rata panjang Pakan uji diberikan secara satiasi sebanyak em- /tinggi vili. pat kali sehari pada pukul 08.00, 12.00, 16.00 (b+c) Luas vili ൌ dan 20.00 WIB. Sebelum diberikan pakan uji, 2 x a Keterangan: a = panjang/tinggi vili, b = lebar apical ikan diadaptasikan dengan pakan kontrol tanpa vili, c = lebar basal vili penambahan glutamin bebas dan atau glisin se- Aktivitas protease dianalisis mengguna- lama 14 hari. Setiap 90 menit setelah pemberian kan metode Bergmeyer et al. (1983). Kasein pakan, sisa pakan disipon, dikeringkan dan di- digunakan sebagai substrat dan tirosin sebagai timbang untuk menghitung konsumsi pakan. Se- standar. Penyerapan sampel dibaca pada pan- lama pemeliharaan, kualitas air dijaga dengan jang gelombang 578 nm. Satu unit protease penggantian air yang dilakukan setiap dua hari mengekspresikan 1 mM tirosin yang dilepaskan sekali sebanyak 75%. Pemantauan kualitas air oleh 1 g sampel per menit. Rumus yang diguna- dilakukan dengan pengukuran parameter suhu, kan untuk menghitung aktivitas protease adalah kandungan oksigen terlarut, ammonia, pH, dan sebagai berikut: nitrit. Parameter suhu diukur menggunakan ter- ABsp - ABbl 1 UA ൌ šFPš mometer, oksigen terlarut diukur dengan DO ABst - ABbl T meter, pH diukur dengan pH meter sedangkan Keterangan: UA = Jumlah enzim yang dapat mengha- silkan 1 μmol tirosin per menit (IU mL-1), ABsp =

440 Jurnal Iktiologi Indonesia Murniasih et al.

absorbansi sampel, ABst = absorbansi standar, Abbl liharaan (cm), Lo= Panjang total rata-rata ikan pada = absorbansi blanko, FP= faktor koreksi, T = waktu awal pemeliharaan (cm), t= lama waktu pemeliharaan inkubasi Sintasan ikan dihitung pada akhir masa Aktivitas enzim protease selanjutnya di- pemeliharaan berdasarkan rumus Huisman nyatakan dalam satuan unit mg-1 protein setelah (1987): diukur konsentrasi protein terlarut yang diukur Nt dengan pembacaan absorbansi larutan sampel Sintasan = x 100 N0 menggunakan alat Nano Drop pada panjang ge- Keterangan: Nt = jumlah ikan pada akhir pemelihara- an (ekor), No = jumlah ikan pada awal pemeliharaan lombang 280 nm. (ekor). Jumlah konsumsi pakan (JKP) setiap hari Aktivitas SOD diukur berdasarkan me- dihitung berdasarkan selisih pakan yang diberi- toda yang dikembangkan oleh Misra & Frido- kan dengan sisa pakan. Efisiensi pakan, retensi vich (1972). Pengukuran serapan menggunakan protein, dan retensi lemak dihitung berdasarkan spektrofotometer pada menit ke-1, 2, 3, dan 4 rumus perhitungan Watanabe (1988) sebagai setelah penambahan epinefrin 0,003M. Aktivitas berikut: SOD dihitung dengan rumus sebagai berikut: [ሺWt + Wdሻ - W0 ] EP = x 100 B - C F A = x 100  Keterangan: EP = efisiensi pakan (%), W =bobot rata- t Keterangan: A= % hambatan, B = ∆ abs mnt-1 tanpa rata ikan pada akhir pemeliharaan (g), W =bobot ikan o sampel, C = ∆ abs mnt-1 sampel pada awal pemeliharaan (g), Wd=bobot ikan yang mati selama masa pemeliharaan (g), F = jumlah pakan Satuan aktivitas SOD selanjutnya dinya- yang diberikan selama pemeliharaan (g) takan dalam unit mg protein-1 dengan pembuat- Retensi nutrien protein dan lemak meru- an kurva standar SOD. Kurva standar dibuat pakan prosentase peningkatan nutrien dalam tu- dari pengukuran serapan larutan standar yang buh ikan per unit nutrien yang dikonsumsi. telah diketahui aktivitasnya. Hasil serapan di- – - ND‘ Retensi nutrien = x 100 J konversi ke dalam bentuk % hambatan (sumbu -1 Keterangan: NDt=jumlah nutrien dalam daging akhir Y) dan aktivitas SOD dalam unit mg protein (g), NDo=Jumlah nutrien dalam daging awal (g), JND= jumlah nutrien yang dikonsumsi (sumbu x). Kadar MDA diukur mengikuti metode Parameter pertumbuhan yang diamati Singh et al. (2002). Standar yang digunakan meliputi pertumbuhan bobot mutlak dan laju adalah TEP (1,1,3,3-tetraetoksipropana). La- pertumbuhan panjang harian. Pertumbuhan rutan standar dibuat pada berbagai konsentrasi bobot mutlak dihitung menggunakan rumus: untuk mendapatkan kurva standar. Serapan su- W = Wt-Wo pernatan sampel dan larutan standar dibaca pada Keterangan: PW = pertumbuhan bobot mutlak (g), Wt = bobot rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (g), panjang gelombang 480 nm. Kurva standar di- W = bobot ikan pada awal pemeliharaan (g) o buat dengan memplotkan nilai serapan (sumbu Laju pertumbuhan panjang harian dihi- Y) dengan konsentrasi standar (sumbu x). Kadar tung berdasarkan rumus sebagai berikut: MDA sampel yang diperoleh dinyatakan dalam

Ln Lt - Ln L0 -1 LPPH = x 100 satuan nmol mg protein. t

Keterangan: LPPH= laju pertumbuhan panjang harian (%), Lt= Panjang total rata-rata ikan pada akhir peme-

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 441 Respons fisiologis dan sintasan ikan botia

Analisis statistik yang tidak diberi tambahan glutamin bebas me- Data konsentrasi glutamin bebas dalam nunjukkan konsentrasi paling rendah (Gambar usus dianalisis secara deskriptif. Data morfome- 1). tri vili, aktivitas protease, status antioksidan, Hasil pengukuran vili ikan botia yang di- konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi nutrien, beri pakan dengan dosis penambahan glutamin parameter kinerja pertumbuhan, dan sintasan bebas berbeda disajikan pada Tabel 2. Penam- ikan diuji statistik satu arah dengan analysis of bahan glutamin bebas dalam pakan memberikan variance (ANOVA) menggunakan SPSS versi pengaruh signifikan terhadap morfometri vili 21. Perbedaan antarperlakuan diuji lanjut de- baik panjang maupun luas area permukaan vili. ngan Duncan’s Multiple Range Test pada selang Nilai rata-rata panjang vili pada dosis 1- kepercayaan 95%. 3% menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) namun berbeda nyata dibandingkan dosis 0% Hasil (P<0,05). Dosis 1% juga menunjukkan luas per- Pemberian pakan dengan penambahan mukaan vili yang paling tinggi yaitu 27.046,79± glutamin bebas selama 60 hari dapat mening- 250,5 μm2 dan berbeda nyata dibandingkan per- katkan konsentrasi L-Gln di dalam usus yuwana lakuan lainnya. Luas vili paling rendah terdapat ikan botia. Asupan glutamin bebas menunjuk- pada dosis 0% yaitu 20.352,23±414,36 μm2. kan penyerapan yang baik oleh usus. Pada ikan

30 ) Gln Gln 25 -1 20 15

(nMol mL mL (nMol 10 Konsentrasi L- 5 0 0% 1% 2% 3% Dosis penambahan glutamin bebas Gambar 1 Konsentrasi L-Gln usus ikan botia pada akhir pemeliharaan

Tabel 2 Morfometri vili ikan botia dengan dosis penambahan glutamin bebas berbeda Dosis penambahan glutamin Parameter bebas PV (μm) LV (μm2) 0% 256,36±6,11a 20.352,23±414,36a 1% 320,44±10,39b 27.046,79±250,54c 2% 290,17±12,89ab 23.212,68±798,28b 3% 290,89±15,17ab 21.481,11±1.751,18b Keterangan: PV=panjang vili, LV= luas permukaan vili. Nilai yang tertera adalah nilai rata-rata ± sim- pangan baku. Huruf tika atas di belakang simpangan baku yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

442 Jurnal Iktiologi Indonesia Murniasih et al.

Hasil pengukuran panjang usus, diameter an dosis glutamin tidak berpengaruh nyata ter- usus, rasio panjang usus dengan panjang total hadap LPPH, JKP, EP, RP dan RL tetapi ber- ikan botia disajikan pada Tabel 3. Konsumsi pa- pengaruh nyata terhadap sintasan. Sintasan pada kan yang ditambah glutamin bebas menunjuk- dosis glutamin 1%, 2% dan 3% tidak berbeda kan nilai morfometrik usus yang tidak berbeda nyata tetapi lebih tinggi dan berbeda nyata di- nyata antar perlakuan (P>0,05). bandingkan dosis 0%.

Pengaruh penambahan glutamin bebas Aktivitas SOD pada dosis 2% tidak ber- dalam pakan terhadap aktivitas enzim protease beda nyata dengan dosis 3% namun berbeda usus ikan botia disajikan pada Gambar 2. Akti- nyata dibandingkan pada dosis 1% dan 0% vitas enzim protease pada dosis glutamin 1%, (Gambar 3). Ikan botia yang mengkonsumsi 2% dan 3% tidak berbeda nyata tetapi lebih pakan dengan penambahan glutamin bebas 3% tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dosis menghasilkan MDA paling rendah (0,25±0,01 0%. nmol mg protein-1) dan berbeda nyata dengan Hasil pengamatan kinerja pertumbuhan perlakuan lainnya. Kadar MDA paling tinggi dan sintasan ikan botia yang diberi pakan de- terdapat pada dosis 0% yaitu 0,59±0,01 nmol ngan dosis penambahan glutamin bebas berbeda mg protein-1. selama 60 hari disajikan pada Tabel 4. Perbeda-

Tabel 3 Morfometri usus ikan botia dengan dosis penambahan glutamin bebas berbeda

Dosis penambahan glutamin Parameter bebas PU (cm) PU/PT DU (μm) 0% 2,12 ± 0,04a 0,50 ± 0,01a 1.387,95 ± 22,96a 1% 2,27 ± 0,07a 0,52 ± 0,02a 1.473,60 ± 41,14a 2% 2,19 ± 0,08a 0,51 ± 0,01a 1.321,26 ± 8,94a 3% 2,19 ± 0,04a 0,50 ± 0,01a 1.384,76 ± 55,83a Keterangan: PU = panjang usus, PU/PT = rasio panjang usus/panjang tubuh, DU = diamater usus. Nilai yang tertera adalah nilai rata-rata±simpangan baku. Tika atas yang sama di belakang nilai simpangan baku pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

18.00

b ) 16.00 -1 14.00 b b 12.00 10.00 8.00 a 6.00 Aktivitas protease Aktivitas (unit mg protein mg (unit 4.00 2.00 0.00 0% 1% 2% 3% Dosis penambahan glutamin bebas

Gambar 2 Aktivitas enzim protease usus ikan botia dengan dosis penambahan glutamin bebas berbeda. Huruf berbeda di atas garis simpangan baku menunjukkan pengaruh berbeda nyata (p<0,05)

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 443 Respons fisiologis dan sintasan ikan botia

Tabel 4 Kinerja pertumbuhan dan sintasan ikan botia dengan dosis penambahan glutamin bebas berbeda Dosis penambahan glutamin bebas Parameter 0% 1% 2% 3% PW (g) 0,68±0,04a 0,73±0,13a 0,71±0,08a 0,74±0,13a LPPH (%) 0,85±0,03a 0,89±0,04a 0,89±0,03a 0,91±0,02a JKP (g individu-1) 4,58±0,06a 4,41±0,06a 4,34±0,06a 4,29±0,10a EP (%) 23,09±1,06 a 21,65±2,87a 23,15±1,84a 21.65±6,40a RP (%) 7,61±0,22 a 7,96±0,45 a 6,80±1,26a 7,09±1,18a RL (%) 34,84±7,52a 36,06±8,13a 35,88±7,65a 35,86±2,73a Sintasan (%) 90,00±2,36a 96,33±1,66b 97,00±1,00b 96,67±1,83b Keterangan: PW = pertumbuhan bobot mutlak, LPPH = laju pertumbuhan panjang harian, JKP = jumlah konsumsi pakan, EP = efisiensi pakan, RP = retensi protein, RL = retensi lemak. Nilai yang tertera adalah nilai rata-rata±simpangan baku. Huruf tika atas yang sama di belakang nilai simpangan baku pada baris yang sama menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05)

1.0 SOD MDA 0.7 d b

0.6 ) c ab -1 ) 0.8 a -1 a 0.5 b 0.6 0.4 a 0.4 0.3

0.2 Kadar MDA Aktivitas SOD SOD Aktivitas 0.2 (nmol mg protein mg (nmol (unit mg protein mg (unit 0.1 0.0 0.0 0% 1% 2% 3% Dosis penambahan glutamin bebas

Gambar 3 Aktivitas superoxide dismutase dan kadar malondialdehyde ikan botia dengan dosis penam- bahan glutamin bebas berbeda. Huruf berbeda di atas garis simpangan baku menunjukkan pengaruh berbeda nyata (p<0.05)

Pembahasan sit, dan sel mukosa usus. Dengan penambahan Usus adalah organ utama yang meman- glutamin bebas, menambah ketersediaan energi faatkan glutamin (Windmueller & Spaeth 1980). untuk proliferasi enterosit. Pembelahan dan per- Katabolisme glutamin oleh enterosit usus di- kembangan sel enterosit mengakibatkan bertam- manfaatkan untuk pertahanan, integritas dan bahnya panjang dan luas area permukaan vili fungsi usus. Jiang et al. (2009) menyatakan ikan botia. Peningkatan morfometri vili pada bahwa glutamin memacu proliferasi enterosit ikan botia tidak menyebabkan peningkatan mor- pada ikan. Proliferasi sel dalam saluran pencer- fometri usus. Peningkatan ukuran vili juga terja- naan terjadi pada bagian basal lipatan mukosa di pada ikan mirror carp (Cyprinus carpio) sei- dan diikuti perpindahan seluler ke ujung lipatan ring dengan penambahan level alanin-glutamin (Bakke-Mckellep et al. 2007). Proliferasi dan 0,75-1,5% (Xu et al. 2014). Pada ikan red drum migrasi membutuhkan ketersediaan energi dan (Sciaenops ocellatus) penambahan 2% glutamin nutrien yang besar. Wu et al. 2011 menyatakan menghasilkan rasio panjang usus paling besar bahwa glutamin merupakan sumber energi un- dan meningkatkan ukuran mikrovili dan entero- tuk pembelahan sel-sel, seperti limfosit, entero- sit (Cheng et al. 2011).

444 Jurnal Iktiologi Indonesia Murniasih et al.

Peningkatan morfometri vili pada peneli- ikan mirror carp (Xu et al. 2014). Pada larva tian ini menyebabkan meningkatnya fungsi usus sturgeon (Acipenser sp), penambahan sebesar yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan 0,5-1,0% meningkatkan pertumbuhan harian aktivitas protease secara signifikan. Penambah- 3,83-4,10% (Wang et al. 2011). an glutamin sebesar 1% sudah mampu mening- Penggunaan glutamin bebas pada ikan katkan aktivitas protease. Hal serupa ditemukan botia kurang efektif memengaruhi pertumbuhan- pada penelitian Xu et al. (2014) yaitu penam- nya. Hal ini diduga karena glutamin bebas lebih bahan glutamin hingga 1,5% meningkatkan ak- cepat diserap dan lebih cepat pula dilepaskan tivitas protease ikan mas (Cyprinus carpio L). kembali, sehingga sedikit yang dapat dimanfa- Hasil penelitian Lin dan Zhou (2006) juga me- atkan untuk memenuhi kebutuhan untuk pertum- nunjukkan peningkatan aktivitas protease pada buhannya. Tingkat pengangkutan glutamin be- usus yuwana ikan Cyprinus carpio var. Jian sei- bas ke dalam plasma juga rendah, mengindikasi- ring dengan tingkat penambahan glutamin dari kan tingkat ekstraksi yang tinggi pada sel-sel 0,4-1,2%. usus, sehingga lebih efektif mendukung fungsi Peningkatan morfometri vili dan aktivitas sel usus (Harris et al. 2012). Oleh karena gluta- enzim protease meningkatkan kapasitas pencer- min dalam plasma sedikit, pemenuhan kebutuh- naan protein pada ikan botia, namun demikian an sel yang bergantung pada plasma dapat me- belum mampu memberikan efek positif terhadap nyebabkan pelepasan glutamin dari otot dan efisiensi pakan, retensi protein dan lemak. Nilai mengurangi cadangan glutamin otot. Boza et al. retensi lemak pada semua level dosis lebih ting- (2000) menyatakan bahwa konsentrasi glutamin gi dibandingkan dengan nilai retensi protein. lebih rendah dengan penambahan glutamin be- Hal ini menunjukkan ikan lebih banyak meman- bas dibandingkan dalam bentuk dipeptida. Kon- faatkan energi dari protein untuk aktivitasnya, sekuensinya, penurunan cadangan glutamin otot sehingga sedikit protein yang digunakan untuk berpotensi menurunkan sintesis protein sehingga pertumbuhannya. Parameter bobot dan panjang tidak mendukung untuk pertumbuhan. ikan akhir, serta laju pertumbuhan panjang hari- Meskipun tidak berpengaruh nyata terha- an pada penelitian ini belum mampu ditingkat- dap pertumbuhan, penambahan glutamin bebas kan dengan penambahan glutamin bebas. Hal ini pada penelitian ini meningkatkan sintasan hidup serupa dengan hasil penelitian Pohlenz et al. ikan botia. Hasil ini selaras dengan penelitian (2012) pada ikan channel catfish yang diberi pe- Liu et al. (2015) pada larva Cynoglosus semila- nambahan glutamin bebas selama 10 minggu. evis. Penelitian Wang et al. (2011) pada hibrid Coutinho et al. (2016) juga melaporkan tidak sturgeon juga menunjukkan sintasan lebih tinggi ada perbedaan pertumbuhan pada ikan gilthead pada ikan yang diberi penambahan glutamin. sea bream dengan penambahan glutamin bebas. Peningkatan sintasan ikan botia seiring dengan Penelitian yang menggunakan glutamin dipep- peningkatan kemampuan antioksidan yang di- tida (alanyl-glutamin) menunjukkan peningkat- buktikan dengan peningkatan aktivitas SOD ser- an pertumbuhan yang signifikan. Penambahan ta penurunan MDA yang dihasilkan. Aktivitas alanyl-glutamin (Aln-Gln) sebanyak 0,75-1,5% SOD pada penelitian ini meningkat sedangkan meningkatkan bobot tubuh 26,3- 29,36% pada kadar MDA menurun seiring bertambahnya do-

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 445 Respons fisiologis dan sintasan ikan botia

sis penambahan glutamin bebas. Kondisi serupa Simpulan ditemukan juga pada ikan sturgeon (Wang et al. Pemberian pakan dengan penambahan 2011) dan mirror carp (Xu et al. 2014). Igodha- glutamin bebas belum mampu meningkatkan ro & Akinloye (2018) menyatakan bahwa SOD kinerja pertumbuhan pada ikan botia. Penam- merupakan enzim antioksidan endogen paling bahan glutamin bebas meningkatkan respons kuat dalam sel yang bertindak sebagai kompo- fisiologis dan sintasan ikan botia. nen sistem pertahanan garis depan terhadap se- nyawa radikal bebas reactive oxygen species Daftar pustaka (ROS). Bakke-McKellep AM, Penn HM, Salas PM, Refstie S, Sperstad S, Landsverk T, ROS dihasilkan selama proses metabo- Ringø E, Krogdah AS.2007. Effects of lisme. Ketika tingkat ROS mencapai di atas am- dietary soybean meal, inulin and oxyte- tracycline on intestinal microbiota and bang batas, peningkatan peroksidasi lipid terjadi epithelial cell stress, apoptosis and pro- baik pada sel maupun membran organel dan liferation in the teleost Atlantic salmon ( ). selanjutnya memengaruhi fungsi sel normal. Pe- Salmo salar L. British Journal of Nu- trition, 97(4): 699-713. roksidasi lipid meningkatkan stress oksidatif Barbosa R, Guimaraes S, Vasconcelos P, Cha- melalui produksi radikal yang diturunkan dari ves C. 2006. Metabolic effects of l- lipid itu sendiri yang dapat bereaksi dengan pro- alanyl-glutamine in burned rats. Burns, 32(6): 721-727. tein dan DNA yang menyebabkan kerusakan Bergmeyer HU, Grossl M, Walter HE. 1983. (Sharma et al. 2012). Peroksidasi lipid mengha- Samples, reagents, assessment of results silkan produk akhir MDA dalam jumlah tinggi, Vol. 2, In: Bergemeyer HU (ed). Me- rd . sehingga dijadikan biomarker utama kerusakan thods in enzymatic analysis 3 edition Academic Press, The University of Mi- oksidatif. Penambahan glutamin bebas mening- chigan. 539 p. katkan kemampuan antioksidan secara enzima- Boza JJ, Maire JC, Bovetto L. 2000. Plasma tik melalui peningkatkan aktivitas SOD. SOD glutamine response to enteral adminis- tration of gluatmie in human volunteers mengkatalisis pemutusan dua molekul anion (free glutamine versus protein-bound - superoksida (O2 ) menjadi hidrogen peroksida glutamine). Nutrition, 16(11-12): 1037- 1042. (H2O2) dan molekul oksigen (O2), sehingga mengurangi potensi bahaya anion superoksida Buentello JA, Gatlin DM. 2000. The dietary arginine requirement of channel catfish (Ighodaro & Akinloye 2018). Peningkatan akti- (Ictalurus punctatus) is influenced by vitas SOD berpotensi mengurangi ROS dan me- endogenous synthesis of arginine from glutamic acid. Aquaculture, 188(3-4): nyebabkan menurunnya produksi MDA. Penu- 311-321. runan MDA juga dapat disebabkan oleh pening- Cheng ZY, Buentello A, Gatlin DM. 2011. katan molekul antioksidan glutathione (GSH) Effects of dietary arginine and glutamine on growth performance, immune respon- sebagai akibat penambahan glutamin bebas. Pe- ses and intestinal structure of red drum, ningkatan sintasan ikan botia juga diduga karena Sciaenops ocellatus. Aquaculture, 319(1- 2): 247-252. glutamin menyediakan substrat energi untuk limfosit (Newsholme, 2001) sehingga mening- Coutinho F, Castro C, Palomares ER, Grande BO, Gallardo MA, Teles AO, Peres H. katkan status kesehatan ikan. 2016. Dietary glutamine supplementation effect on amino acid metabolism, intesti- nal nutrient absorption capacity and anti-

446 Jurnal Iktiologi Indonesia Murniasih et al.

oxidant response of gilthead sea bream dismutase. Journal of Biological Chemi- Sparatus aurata juveniles. Comparative stry, 247(12): 3170-3175. Biochemistry and Physiology Part A, 191: 9-17. Newsholme P. 2001. Why is L-glutamine meta- bolism important to cells of the immune Harris R, Hoffman JR, Allsopp A, Routledge system in health, postinjury, surgery or NBH. 2012. L-glutamine absorption is infection. Journal of Nutrition, 131(9 enhanced after ingestion of L-alanyl glu- Suppl): 2515-2522. tamine compared with the free amino acid or wheat protein. Nutrition Re- Permana A, Priyadi A, Ginanjar R, Hadie W, search, 32(4): 272-277. Alimuddin. 2015. Pemberian rekombinan hormon pertumbuhan ikan kerapu ker- Huisman EA. 1987. The Principles of Fish Cul- tang rEIGH secara oral melalui pakan ture Production. Department of Aquacul- alami pada benih ikan botia (Chromo- ture. Wageningen University. Nether- botia macracanthus Bleeker 1852). In: land. 170 p. Sugama K, Kristanto AH, Radiarta IN, Lusiastuti AM, Kusdiarti, Priono B, In- Igodharo OM, Akinloye OA. 2018. First line san I, Dewi RRSPS, Gardenia L (Editor). defence antioxidants-superoxide dismu- 2015. Prosiding Forum Inovasi Akuakul- tase (SOD), catalase (CAT) and glutathi- tur. Bogor 8-9 Juni 2015. Pusat Peneliti- one peroxidase (GPX): Their fundamen- an dan Pengembangan Perikanan Budi tal role in the entire antioxidant defence daya. Jakarta. pp 303-309. grid. Alexandria Journal of Medicine, 54(8): 287-293. Petra GB, Robert JN, Alexander PJH, Sybren M, Paul AM, Van L. 2001. Glutamine Iji PA, Saki A, Tivey DR. 2001. Body and alimentation in catabolic state. Journal of intestinal growth of broiler chicks on Nutrition, 131(9): 2569S-2577S. commercial starter diet. I. intestinal weight and mucosal development. British Pohlenz C, Buentello A, Bakke AM, Gatlin DM. Poultry Science, 42(4): 505-513. 2012. Free dietary glutamine improves intestinal morphology and increases ente- Jiang J, Zheng T, Zhou XQ, Liu Y, Feng L. rocyte migration rates, but has limited 2009. Influence of glutamine and vitamin effects on plasma amino acid profile and E on growth and antioxidant capacity of growth performance of channel cat fish fish enterocytes. Aquaculture Nutrition, Ictalurus punctatus. Aquaculture, 370- 15(4): 409-414. 371: 32-39.

Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjo- Singh RP, Murthy KNC, Jayaprakasha GK. atmodjo. 1993. Freshwater fishes of 2002. Studies on antioxidant activity of western Indonesia and Sulawesi. Hong- pomegranate (Punica granatum) peel and kong (HK). Periplus Editions. 221 p. seed extract using in vitro model. Journal of Agricultural and Food Chemistry, Lin Y, Zhou XQ. 2006. Dietary glutamine 50(1): 81-86. supplementation improves structure and function of intestine of juvenile Jian carp Sharma P, Jha AB, Dubey RS, Pessarakli M. (Cyprinus carpio var. Jian). Aquaculture, 2012. Reactive oxygen species, oxidative 256(1-4): 389-394. damage, and antioxidative defense me- chanism in plants under stressful condi- Liu J, Mai K, Xu W, Zhang Y, Zhou H, Ai Q. tions. Journal of Botany, 2012: 1-26. 2015.Effects of dietary glutamine on survival, growth performance, activities Slembrouck. J, Priyadi A, Permana A, Ginanjar of digestive enzyme, antioxidant status R, Baras E, Satyani D, Sudarto, Pouyaud and hypoxia stress resistance of half- L, Legendre M. 2012. Biology and cul- smooth tongue sole (Cynoglosus semi- ture of the clown loach Chromobotia laevis Günther) post larvae. Aquaculture, macracanthus (Cypriniformes, Cobiti- 446: 48-56. dae): 2-Importance of water movement and temperature during egg incubation. Misra HP, Fridovich I. 1972. The role of super- Aquatic Living Resource, 25(2): 109-118. oxide anion in the autoxidation of epine- phrine and simple assay for superoxide Wang CA, Xu QY, Xu H, Zhu Q, Yang JL, Sun DJ. 2011. Dietary L-alanyl-L-glutamine

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 447 Respons fisiologis dan sintasan ikan botia

supplementation improves growth per- Wu G, Bazer FW, Johnson GA, Knabe DA, formance and physiological function of Burghardt RC, Spencer TE, Li XL,Wang hybrid sturgeon Acipenser schrenckii♀ × JJ. 2011. Triennial growth symposium: A. Baerii ♂. Journal of Applied Ichthyo- important roles for L- glutamine in swine logy, 27(2): 727-732. nutrition and production. Journal of Animal Science, 89(7): 2017-2030. Watanabe T. 1988. Fish nutrition and maricul- ture. Department of aquatic Bioscience. Xi P, Jiang Z, Zheng C, Lin Y, Wu G. 2011. Tokyo University of Fisheries. Japan Regulation of protein metabolisme by International Cooperation Agency. 233 p. glutamine: implications for nutrition and health. Frontiers in Bioscience, 16(2): Windmueller HG, Spaeth AE. 1980. Respitory 578-597. fuels and nitrogen metabolism in vivo in small intestine of red rats: quantitative Xu H, Zhu Q, Wang C, Zhao Z, Luo L, Wang importance of glutamine, glutamate, and LS, Li J , Xu QY. 2014. Effect of dietary aspartate. Journal of Biological Chemis- alanyl-glutamine supplementation on try, 255(1):107-112. growth performance, development of intestinal tract, antioxidant status and Wu G, Knabe DA, Flynn NE. 1994. Synthesis plasma non-specific immunity of young of citrulline from glutamine in pig ente- mirror carp (Cyprinus carpio). Journal of rocytes. Biochemical Journal, 299(1): Northeast Agricultural University, 21(4): 115-121. 37-46.

448 Jurnal Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia

Trophic ecology of fish community at Nimbai Stream: Competition and predation interaction to Arfak rainbowfish, Melanotaenia arfakensis Allen, 1990

Melanotaenia arfakensis

1

2

4

Abstract

Melanotaenia arfakensis

M. arfakensis

Abstrak

Melanotaenia arfakensis

electric shocker hand net M. arfakensis

Masyarakat Iktiologi Indonesia 7URSKLFHFRORJ\RIILVKFRPPXQLW\DW1LPEDL6WUHDP 

Introduction LQWHUDFWLRQV EHWZHHQ $UIDN UDLQERZILVK DQG ,QIRUPDWLRQ RQ WURSKLF HFRORJ\ SURYLGHV RWKHUILVKVSHFLHVLQFRPPXQLW\,WLVKRSHGWKDW DQXQGHUVWDQGLQJRIWKHIXQFWLRQDOUROHRIILVKHV WKLVLQIRUPDWLRQPD\XVHIXODVEDVLVGDWDIRUWKLV LQWKHLUHFRV\VWHP %ODEHU&UX](VFDORQD HQGHPLFILVKFRQVHUYDWLRQVWUDWHJ\ et al ZKLFKLVDOVRUHODWHGWRSRSXODWLRQ  G\QDPLFV HJJURZWKUHSURGXFWLRQDQGDEXQ Materials and methods GDQFH ,QDGGLWLRQWKLVLQIRUPDWLRQFRQWULEXWHV Study area WR XQGHUVWDQGLQJ UHVRXUFH SDUWLWLRQLQJ *URVV 7KLV UHVHDUFK ZDV FRQGXFWHG LQ WKH PDQ5RVV*XHGHV $UD~MR  1LPEDL6WUHDP3UDIL5LYHUV\VWHP:HVW3DSXD KDELWDWSUHIHUHQFHV :HWKHUEHH &RUWpV  3URYLQFH )LJXUH 7KHVWDWLRQVZHUHFKRRVHQ SUH\VHOHFWLRQ 0RWWD :LOJD FRPSHWL UHODWHGWRSUHYLRXVLQIRUPDWLRQ 0DQDQJNDODQJL WLRQ 6WHUJLRX  .DUSRX]L  6YDQElFN  et al   WKDW DW WKHVH ORFDWLRQV KDYH D KLJK %ROQLFN   SUHGDWLRQ )ULG  0DUOLDYH IUHTXHQF\ RI RFFXUUHQFH DQG DEXQGDQFH RI   DQG HQHUJ\ WUDQVIHU ZLWKLQ DQG EHWZHHQ $UIDNUDLQERZILVKDQGDYDULHW\RIDOLHQVSHFLHV HFRV\VWHPV 1DNDQR 0XUDNDPL%D[WHU ZDV IRXQG $W WKLV ORFDWLRQ IRXU KDELWDW W\SHV et al 7KHUHIRUHWKLVHFRORJLFDOLQ ZHUHGHWHUPLQHGIRUILVKVDPSOLQJQDPHO\VORZ IRUPDWLRQ EHFRPHV LPSRUWDQW LQ SURWHFWLRQ RI OLWWRUDO PHGLXP OLWWRUDO SRRO DQG UXQ &RSS VSHFLHVDQGHFRV\VWHPDQGDOVRLQWKHGHYHORS  +DZNLQV et al   $QDO\VLV RI ILVK PHQW RI FRQVHUYDWLRQ VWUDWHJLHV 6LPSIHQGRUIHU VDPSOHVZDVFRQGXFWHGDWWKH)LVKHULHV/DERUD et al  WRU\)DFXOW\RI)LVKHULHVDQG0DULQH6FLHQFHV 7KH 1LPEDL 6WUHDP LV SDUW RI WKH 3UDIL 8QLYHUVLW\RI3DSXD 5LYHUV\VWHPWKDWORFDWHGLQ:HVW3DSXD%DVHG  RQ SUHYLRXV LQIRUPDWLRQ 0DQDQJNDODQJL et al Collection, identification, and handling of fish  RQHRIHQGHPLFILVKVSHFLHVQDPHO\Me- samples lanotaenia arfakensis DQG  VSHFLHV RI QDWLYH )LVK VDPSOLQJ ZDV FDUULHG RXW PRQWKO\ ILVKDUHRFFXUUHG+RZHYHULWLVXQIRUWXQDWHWKDW IURP 0D\  WR $SULO  )LVK VDPSOHV LQ WKLV VWUHDP VL[ DOLHQ VSHFLHV KDYH DOVR EHHQ FROOHFWLRQ LQ HDFK KDELWDW W\SH ZDV FDUULHG RXW IRXQG 0DQDQJNDODQJL et al   ZKLFK DUH XVLQJDFRPELQDWLRQRIHOHFWULFVKRFNHUDQGKDQG OLNHO\WRRULJLQDWHIURPDTXDFXOWXUHDQGPRVTXL QHW  PP PHVK VL]H  )LVK VDPSOHV REWDLQHG WR FRQWURO DFWLYLWLHV ,QIRUPDWLRQ RQ DOLHQ ILVK ZHUH VXEVHTXHQWO\ LGHQWLILHG EDVHG RQ PRUSKR WURSKLF DQG LWV SRWHQWLDO LPSDFW RQ HQGHPLF ORJLFDOFKDUDFWHUVUHIHUULQJWR$OOHQ   $UIDN UDLQERZILVK LV VWLOO UHODWLYHO\ UDUH ie .RWWHODW et al   5DLQERWK   5REHUWV 0DQDQJNDODQJL .DOLHOH ,WLVQHFHVVDU\   $OOHQ et al   3XVH\ et al   WKHUHIRUHWRFRQGXFWDUHVHDUFKRQWURSKLFHFRO .DGDUXVPDQet al  DQG.HLWKet al  RJ\ RI ILVK FRPPXQLW\ LQ 1LPEDL 6WUHDP ZLWK   SXUSRVH WR GHVFULEH FRPSHWLWLRQ DQG SUHGDWLRQ 

 Jurnal Iktiologi Indonesia 0DQDQJNDODQJLet al 

)LJXUH0DSRIVDPSOLQJORFDWLRQDWWKH1LPEDL6WUHDPV3UDIL5LYHUV\VWHP  (DFK VDPSOH RI ILVK ZDV PHDVXUHG LQ WKHVWRPDFKFRQWDLQLQJIRRGZDVXVHGIRUDOORI VWDQGDUG OHQJWK XVLQJ FDOLSHUV ZLWK WKH QHDUHVW WKHVHDQDO\VHV

 PP )LVK VDPSOHV ZHUH GLVVHFWHG DQG WKH 3UHSRQGHUDQFHLQGH[ ,L RIIRRGLVFDOFX GLJHVWLYH WUDFW ZDV UHPRYHG 'LHW LQ WKH GLJHV ODWHGEDVHGRQWKHIRUPXOD1DWDUDMDQ -KLQJUDQ WLYHWUDFWZDVIXUWKHULGHQWLILHGDQGFRXQWHGLQ   ZKLFK KDVEHHQ PRGLILHG E\ FRPELQLQJ GLYLGXDOO\ )RRG LGHQWLILFDWLRQ ZDV FDUULHG RXW WKH IUHTXHQF\ RI RFFXUUHQFH DQG WKH DPRXQW WRWKHQHDUHVWWD[DOHYHOZLWKUHIHUHQFHWR1HHG QDPHO\

KDP  1HHGKDP   0F&DIIHUW\   R[Q LL ,L [ )LQOD\et al  &DUYHUet al.  &ROOHVV ȈQ R[ LL 0F$OSLQH  /DZUHQFH %ULWWRQ   ZKHUH ,L DV WKH LQGH[ RI WKH SUHSRQGHUDQFH RI WKH 1DXPDQQ   1HERLVV   3HWHUV  IRRG JURXS L QL LV D SHUFHQWDJH RI WKH QXPEHU RI LQGLYLGXDOVLQHDFKIRRGJURXSLRLDVDSHUFHQWDJHRI &DPSEHOO   :DWVRQ  2 )DUUHOO   WKHIUHTXHQF\RFFXUUHQFHRIWKHIRRGJURXSL™QLRL DV D PXOWLSOLFDWLRQ RI WKH SHUFHQWDJH RI WKH QXPEHU et al. %RXFKDUG  3HVFDGRU   3HVFD DQG IUHTXHQF\ RI RFFXUUHQFHV RI DOO IRRG JURXSV LQ GRU  5LFKDUG   DQG %HOOLQJHU  6LJHH WKHGLJHVWLYHWUDFW   7KH VL]H RI QLFKH EUHDGWK LV FDOFXODWHG  DFFRUGLQJ WR /HYLQV   ZKLFK LV EDVHG RQ Data analysis WKH HYHQ GLVWULEXWLRQ RI LQGLYLGXDO IRRG E\ WKH 'LHW DQDO\VLV RI DOO ILVK VSHFLHV ZDV IRUPXOD FDUULHG RXW E\ FDOFXODWLQJ WKH LQGH[ RI SUHSRQ   %  GHUDQFHQLFKHEUHDGWKDQGQLFKHRYHUODS2QO\ ¦S M

9ROXPH1RPRU2NWREHU 7URSKLFHFRORJ\RIILVKFRPPXQLW\DW1LPEDL6WUHDP 

ZKHUH % DV /HYLQV¶ PHDVXUH RI QLFKH EUHDGWK SMDV QLQHQDWLYH ILVK VSHFLHVDQGVL[DOLHQ ILVK VSH WKH SURSRUWLRQ RI LQGLYLGXDOV IRXQG LQ RU XVLQJ UH VRXUFHVWDWHM FDOFXODWHGE\1M< 1MDVWKHQXPEHU FLHV 7DEOH   ,Q DGGLWLRQ WR WKH $UIDN UDLQ RILQGLYLGXDOVIRXQGLQRUXVLQJUHVRXUFHVWDWHM<  ERZILVKLQGLYLGXDOVIURPWZRVSHFLHVRIQDWLYH 61M  WRWDO QXPEHU RI LQGLYLGXDOV H[DPLQHG FRQ WDLQHGIRRG ILVK Sicyopterus cynocephalus Stiphodon se-

)RU WKH VWDQGDUGL]DWLRQ RI QLFKH EUHDGWK moni DQGWKUHHVSHFLHVRIDOLHQILVK Barbodes RQ D VFDOH IURP  WR  D IRUPXOD EDVHG RQ binotatus Gambusia affinis Aplocheilus pan- +XUOEHUW  LVXVHG chax ZHUHDOVRIRXQGLQODUJHQXPEHUV %  %  $ Q The composition and the largest portion of food

ZKHUH%$LV/HYLQV¶VWDQGDUGL]HGQLFKHEUHDGWK%LV )RRGFRPSRVLWLRQLQWKHILVKFRPPXQLW\ /HYLQV¶ PHDVXUH RI QLFKH EUHDGWK DQG Q LV WKH QXPEHU RI SRVVLEOH IRRG XVHG 1LFKH EUHDGWK DUH LQWKH1LPEDL6WUHDPLVVKRZQLQ7DEOH)RRG FODVVLILHG LQWR VPDOO   PRGHUDWH   DQG FRPSRVLWLRQ FRQVLVWV RI JURXSV RI SODQWV PRUH ODUJH !   FDWHJRULHV PRGLILHG IURP *URVVPDQ   YDULHG DQLPDOV DQG DVVRFLDWHG PDWHULDOV LQ WKH 7R ILQG WKH RYHUODSSLQJ IRRG QLFKHV D IRUPRIVDQGSDUWLFOHV$PRQJWKHIRRGJURXSV VLPSOLILHG 0RULVLWD LQGH[ +RUQ   LV XVHG LQ WKH IRUP RI DQLPDOV PHPEHUV RI WKH LQVHFW ZLWKWKHIRUPXOD JURXS ZHUH PDLQO\ IRXQG WR GRPLQDWH WKH VWR PDFK FRQWHQWV RI WKH ILVK FRPPXQLW\ LQ WKLV SS ¦ LNLM  &+ VWUHDP   SS  ¦¦LM LN 7KH FRPSRVLWLRQ DQG LQGH[ RI WKH SUH ZKHUH& DVVLPSOLILHG0RULVLWDLQGH[RIRYHUODSEHW + SRQGHUDQFH ,L  RI IRRG LQ WKH HQGHPLF ILVK ZHHQVSHFLHVMDQGVSHFLHVNSLMDVSURSRUWLRQRISUH\ LRIWKHWRWDOSUH\XWLOL]HGE\VSHFLHVMDQGSLNDVSUR JURXSDQGQDWLYHILVKDUHVKRZQLQ7DEOH,Q SRUWLRQRISUH\LRIWKHWRWDOSUH\XWLOL]HGE\VSHFLHVN $UIDNUDLQERZILVKWKHFRPSRVLWLRQRIWKHIRRG 7KLVLQGH[YDOXHUDQJHVEHWZHHQDQGLI YDULHVEXWZDVGRPLQDWHGE\WKHLQVHFWJURXSV FORVH WR  LQGLFDWHV QR VLPLODULW\ EHWZHHQ IRRG HVSHFLDOO\ 'LSWHUD DQG (SKHPHURSWHUD ZLWK ,L W\SHVDQGFORVHWRLQGLFDWHVWKHXVHRIWKHVDPH YDOXHV!7KUHHVSHFLHVRIQDWLYHILVK E. IRRG 7KLV LQGH[ LV FODVVLILHG LQWR VHYHUDO FDWH fusca S. cynocephalus DQG A. grammepomus  JRULHV QDPHO\ VPDOO   PRGHUDWH   DOVR FRQVXPH SUH\ LWHPV WKDW ZHUH UHODWLYHO\ DQGODUJH !  0RGLILHGIURP*URVVPDQ  VDPH DV $UIDN UDLQERZILVK ZKLFK ZDV PDLQO\ 7KLV LQGH[ DVVXPHV WKDW DOO IRRG LV DYDLODEOH GRPLQDWHGE\LQVHFWJURXSVIURPRUGHUV'LSWHUD HTXDOO\WRDOOSUHGDWRUV 5HLQWKDO  DQG (SKHPHURSWHUD 7KH RWKHU IRXU VSHFLHV RI  QDWLYH ILVK PDLQO\ FRQVXPHG EHQWKLF DOJDH Results JURXS LH S. semoni SchimatogobiusVSC. Composition of species and number of fish sam- melanoptera DQG R. guilberti  DV PDLQ IRRG ples 7ZRRWKHUVSHFLHVRIQDWLYHILVK A. marmorata ,QWKLVVWXG\DVPDQ\DVVSHFLHVZHUH B. segura PDLQO\HDWJURXSVRIDQLPDOVVSHFLI REWDLQHG FRQVLVWLQJ RI RQH HQGHPLF VSHFLHV LFDOO\IURP2OLJRFKDHWDDQG&UXVWDFHDQV    

 Jurnal Iktiologi Indonesia 0DQDQJNDODQJLet al 

7DEOH&RPSRVLWLRQRIVSHFLHVQXPEHURILQGLYLGXDOVDQGVL]HRIVDPSOHILVKFROOHFWHGLQWKH1LPEDL 6WUHDP &DWHJRU\DQG6SHFLHV 1XPEHURILQGLYLGX 6WDQGDUGOHQJWK 1R 1DPH &RGH 5DQJHRIHDFKVDPSOLQJ 7RWDO PP

 Endemic     Melanotaenia arfakensis 0DU     Native      Anguilla marmorata $PD     Eleotris fusca (IX     Belabranchus segura %VH     Stiphodon semoni 6VH     Sicyopterus cynocephalus 6F\     SchismatogobiusVS 6FK     Awaous grammepomus $JU     Cheilon melinopterus &PH     Rhyacichthys guilberti 5JX     Alien      Aplocheilus panchax $SD     Oreochromis niloticus 2QL     Clarias batrachus &ED     Barbodes binotatus %EL     Gambusia affinis *DI     Monopterus albus 0DO     Total      7KHGLHWFRPSRVLWLRQRIVL[DOLHQVSHFLHV QDWLYH ILVK DQG DOLHQ ILVK JURXSV ZHUH FDWHJR DOVR YDULHV 7DEOH   Aplocheilus panchax G. UL]HGDVVPDOOWRODUJH affinis DQG B. binotatus PDLQO\ HDW LQVHFW  JURXSV QDPHO\ (SKHPHURSWHUD +HPLSWHUD Trophic niche overlaps 'LSWHUDDQG7ULFKRSWHUDClarias batrachusDQG %DVHG RQ WKH UHVXOWV RI WKH VLPSOLILHG

Monopterus albus PDLQO\ HDW 2OLJRFKDHWD ,L 0RULVLWD¶V LQGH[ DQDO\VLV VKRZHG WKDW QLFKH YDOXHRI ,QFRQWUDVWWROrechromis WURSKLFRYHUODSEHWZHHQ$UIDNUDLQERZILVKDQG niloticus,WKLVVSHFLHVPDLQO\IHHGVRQ%DFLOODUL QDWLYH ILVK JURXSV ZDV YDU\ LQ WKH UDQJH RI RSK\WDDQG&KORURSK\WDJURXSV WR 7DEOH 2YHUODSLQWKH ODUJHU  FDWHJRU\ ZKLFK ZDV PRVWO\ IRXQG EHWZHHQ $U The niche breadth IDNUDLQERZILVKZLWKE. fuscaS. cynocephalus 1LFKH EUHDGWK RI WKH ILVK FRPPXQLW\ LQ DQG A. grammepomus 2YHUODSSLQJ YDULDWLRQV 1LPEDL 6WUHDP YDULHV UDQJLQJ IURP  WR ZHUHDOVRIRXQGEHWZHHQ$UIDNUDLQERZILVKDQG DQGLQWKHVPDOOWRODUJHFDWHJRULHV 7DEOH DOLHQ ILVK 7DEOH   7KH JUHDWHVW RYHUODS ZDV   $UIDN UDLQERZILVK KDYH D QLFKH EUHDGWK LQ IRXQGEHWZHHQWKLVHQGHPLFILVKZLWKG. affinis WKHPHGLXPFDWHJRU\ZKLOHWKHQLFKHEUHDGWKRI  A. panchax  DQGB. binotatus    

9ROXPH1RPRU2NWREHU 7URSKLFHFRORJ\RIILVKFRPPXQLW\DW1LPEDL6WUHDP 

7DEOH)RRGFRPSRVLWLRQRIILVKFRPPXQLWLHVLQWKH1LPEDL6WUHDP *URXSRIRUJDQLVP 7D[D 5HPDUNV

Plant DOJDH %DFLOODULRSK\WD DiatomaMelosiraNaviculaNitzschia  DQGPDFUR RhizosoleniaThalassiothrix SK\WH  &KORURSK\WD Actinastrum, Closterium, Cosmarium,  Docidium, Draparnaldia, Microspora, Mougeotia, Pleurotaenium, Spirogyra &\DQRSK\WD Anabaena  0DFURSK\WD 8QLGHQWLILHG /HDYHIUDFWLRQ IUDFWLRQ

Animal 3URWR]RD Difflugia  5RWLIHUD Keratella  &ODGRFHUD Daphnia  (SKHPHURSWHUD BaetisCaenis/HSWRSKOHELD+DEURSKOH $TXDWLFLQVHFWODUYDSKDVH ELD7ULFRU\WKLGDH &ROHRSWHUD (OPLGDH+\GURSKLOLGDHXQLGHQWLILHG $TXDWLFLQVHFWODUYDSKDVH 2GRQDWD /LEHOOXOLGDH&RUGXOLLGDH&DORSWHU\JLGDH $TXDWLFLQVHFWODUYDSKDVH 'LSWHUD &HUDWRSRJRQLGDH'L[LGDH(SK\GULGDH $TXDWLFLQVHFWODUYDSKDVH 6LPXOLLGDH 7ULFKRSWHUD *ORVVRVRPDWLGDH, Hydropsyche VSStac- $TXDWLFLQVHFWODUYDSKDVH tobiellaVS/HSWRFHULGDH+\GURSWLOLGDH, RyacophilaVS /HSLGRSWHUD  $TXDWLFLQVHFWODUYDSKDVH +HPLSWHUD RheumatobatesVSHusseyellaVS $TXDWLFLQVHFWDGXOWSKDVH 1DXFRULGDH $UDQHDH  6HPLWHUUHVWULDOLQVHFW +\PHQRSWHUD )RUPLFLGDH 7HUHVWULDOLQVHFWDGXOW SKDVH &ROOHPEROD ,VRWRPLGDH 6HPLWHUUHVWULDOLQVHFW ,QVHFWIUDFWLRQ  )UDFWLRQ 2OLJRFKDHWD   *DVWURSRGD Lymnaea  &UXVWDFHD $W\LGDH VKULPS  )LVKHV 8QLGHQWLILHG 0XVFOHIUDFWLRQVFDOH

2WKHU 6DQGSDUWLFOHV   PDWHULDO 1RWHXQLGHQWLILHGWRVSHFLHVJHQXVRUIDPLO\  

 Jurnal Iktiologi Indonesia 7DEOH)RRGFRPSRVLWLRQDQGLQGHNVRISUHSRQGHUDQFH ,L IRU$UIDNUDLQERZILVKDQGQDWLYHILVKHVDWWKH1LPEDL6WUHDP 9ROXPH1RPRU2NWREHU (QGHPLFDQG1DWLYHILVKHV 1R 3UH\LWHP 0DU $PD (IX %VH 6VH 6F\ 6FK $JU &PH 5JX  %DFLOODULRSK\WD             &KORURSK\WD            &\DQRSK\WD            0DFURSK\WDIUDFWLRQ            3URWR]RD            5RWLIHUD            &ODGRFHUD            (SKHPHURSWHUD            +HPLSWHUD            2GRQDWD            &ROHRSWHUD            'LSWHUD            +\PHQRSWHUD          

 7ULFKRSWHUD           0DQDQJNDODQJL  /HSLGRSWHUD            &ROOHPEROD            $UDQHDH            ,QVHFWVIUDFWLRQ          

 2OLJRFKDHWD           et al  *DVWURSRGD Lymnaea              &UXVWDVHD VKULPS             )LVKHVIUDFWLRQ PXVFOH           VFDOH   6DQGSDUWLFOHV           3URSRUWLRQRISODQWPDWHULDO           3URSRUWLRQRILQVHFWPDWHULDO           3URSRUWLRQRIDQLPDOPDWHULDO           &DWHJRULHV &DUQLYRURXV &DUQLYRURXV &DUQLYRURXV &DUQLYRURXV +HUELYRURXV &DUQLYRURXV +HUELYRURXV &DUQLYRURXV +HUELYRURXV +HUELYRURXV LQVHFWLYRURXV  LQVHFWLYRURXV  LQVHFWLYRURXV  LQVHFWLYRURXV  7RWDOREVHUYDWLRQ             5

   7DEOH'LHWFRPSRVLWLRQDQGLQGH[RISUHSRQGHUDQFH ,L IRUDOLHQILVKHVDWWKH1LPEDL6WUHDP $OLHQILVKHV 1R 3UH\LWHP $SD 2QL &ED %EL *DI 0DO   %DFLOODULRSK\WD        &KORURSK\WD        &\DQRSK\WD        0DFURSK\WDIUDFWLRQ      

 3URWR]RD        5RWLIHUD        &ODGRFHUD        (SKHPHURSWHUD      7URSKLFHFRORJ\RIILVKFRPPXQLW\DW1LPEDL6WUHDP  +HPLSWHUD        2GRQDWD        &ROHRSWHUD      

 'LSWHUD        +\PHQRSWHUD        7ULFKRSWHUD        /HSLGRSWHUD        &ROOHPEROD        $UDQHDH        ,QVHFWVIUDFWLRQ        2OLJRFKDHWD        *DVWURSRGD /\PQDHD         &UXVWDVHD VKULPS         )LVKHVIUDFWLRQ PXVFOHVFDOH         6DQGSDUWLFOHV      

Jurnal Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi  3URSRUWLRQRISODQWPDWHULDO        3URSRUWLRQRILQVHFWPDWHULDO        3URSRUWLRQRIDQLPDOPDWHULDO        &DWHJRULHV &DUQLYRURXV +HUELYRURXV &DUQLYRURXV &DUQLYRURXV &DUQLYRURXV &DUQLYRURXV LQVHFWLYRURXV  LQVHFWLYRURXV  LQVHFWLYRURXV   7RWDOREVHUYDWLRQ         0DQDQJNDODQJLet al 

7DEOH1LFKHEUHDGWKRIILVKFRPPXQLW\DWWKH1LPEDL6WUHDP 1LFKHEUHDGWK &DWHJRULHVDIWHU 1R 6SHFLHV Q % %$ VWDQGDUL]HG  Endemic fish      M. arfakensis    6PDOOPHGLXP

 Native fish      A. marmorata    /DUJH  E. fusca    /DUJH  B. segura    /DUJH  S. semoni    0HGLXPODUJH  S. cynocephalus    6PDOOODUJH  SchismatogobiusVS    /DUJH  A. grammepomus    6PDOO  C. melinopterus    6PDOO  R. guilberti    6PDOO

 Alien fish      A. panchax    6PDOOODUJHU  O. niloticus    6PDOO  C. batrachus    /DUJH  B. binotatus    6PDOOODUJH  G. affinis    6PDOOPHGLXP  M. albus    /DUJH 1RWH% /HYLQV¶QLFKHEUHDGWK%$ VWDQGDUGL]HG/HYLQV¶QLFKHEUHDGWKQ QXPEHURIIRRGJURXS  Discussion SRVVLELOLW\ RI DFWLYH IRRG VHOHFWLRQ 7KH UHVXOWV Niche breadth RI SUHYLRXV VWXG\ 0DQDQJNDODQJL et al   7KHQLFKHEUHDGWKLVEHLQJLQIOXHQFHGE\ VKRZHG WKDW $UIDN UDLQERZILVK WHQG WR FKRRVH WKHQXPEHURIIRRGJURXSVDQGE\WKHHYHQGLV SUH\ LWHP 7KLV H[SODLQV ZK\ QLFKH EUHDGWK RI WULEXWLRQ RI LQGLYLGXDO IRRG .UHEV   VXJ WKLV HQGHPLF ILVK LV VPDOO WR PHGLXP HYHQ JHVWV WKDW RUJDQLVPV WKDW XWLOL]H PRUH GLYHUVH WKRXJKIRRGGLYHUVLW\LVUHODWLYHO\KLJKHU  W\SHVRIIRRGDQGRUSURSRUWLRQVRIHDFKW\SHRI IRRGJURXSV  IRRG WKDW DUH UHODWLYHO\ WKH VDPH KDYH ZLGHU  QLFKHEUHDGWKDQGYLFHYHUVD7KHUHIRUHDKLJK Niche trophic overlap SUHGDWLRQUDWHZKHQIRRGLVDEXQGDQWDWDFHUWDLQ +LJKRYHUODSSLQJYDOXHVLQGLFDWHWKHVLP ORFDWLRQ ZLOOFDXVHWKHSUHGDWRU V IRRGQLFKHWR LODULW\ RI IRRGV WKDW DUH FDWHJRUL]HG DV KLJK EH QDUURZHU &URZGHU  &RRSHU   $OW *URVVPDQ   9DOXHV WKDW H[FHHG  LQGL KRXJKDILVKVSHFLHVXWLOL]HVPRUHWKDQRQHW\SH FDWHDYHU\LPSRUWDQWELRORJLFDOO\RYHUODSLQWKH RIIRRGWKHGRPLQDQFHRIDW\SHRIIRRGLVOLNH XVHRIUHVRXUFHV :DOODFH ZKLFKLVOLNHO\ O\WRLQGLFDWHLWVDEXQGDQFHLQZDWHUV0RUHRYHU WR KDYH LPSOLFDWLRQV IRU FRPSHWLWLRQ LQ IRRG WKH GRPLQDQFH RI D W\SH RI IRRG LQGLFDWHV WKH VRXUFHVLIWKHLUDYDLODELOLW\LVOLPLWHGLQQDWXUH  

9ROXPH1RPRU2NWREHU  7DEOH1LFKHRYHUODSEHWZHHQ$UIDNUDLQERZILVKDQGQDWLYHILVKHVDWWKH1LPEDL6WUHDP 1DWLYHILVK 0RQWK  $PD (IX %VH 6VH 6F\ 6FK $JU &PH 5JX 0HL   -XQH          -XO\         

$XJXVW          6HSWHPEHU          2FWREHU          1RYHPEHU         

'HFHPEHU          7URSKLFHFRORJ\RIILVKFRPPXQLW\DW1LPEDL6WUHDP -DQXDU\         

)HEUXDU\          0DUFK          $SULO          5DQJH          &DWHJRU\RIQLFKHRYHUODS VPDOO VPDOOODUJH VPDOO VPDOOPHGLXP PHGLXPODUJH VPDOO PHGLXPODUJH VPDOO VPDOO

 7DEOH1LFKHWURSKLFRYHUODSEHWZHHQ$UIDNUDLQERZILVKDQGDOLHQILVKHVDWWKH1LPEDL6WUHDP $OLHQILVK 0RQWK $SD 2QL &ED %EL *DI 0DO 0HL       -XQH       -XO\       $XJXVW      

Jurnal Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi 6HSWHPEHU       2FWREHU       1RYHPEHU       'HFHPEHU       -DQXDU\       )HEUXDU\       0DUFK       $SULO       5DQJH       &DWHJRU\RIQLFKHRYHUODS VPDOOODUJH VPDOO VPDOO VPDOOODUJH ODUJH VPDOO  0DQDQJNDODQJLet al 

Interaction of competition and predation on DOLHQ ILVK VSHFLHV LQWR 1LPEDL 6WUHDP ZLOO GLV Arfak rainbowfish UXSWWKH$UIDNUDLQERZILVKSRSXODWLRQ 7KHUHVXOWVVKRZHGWKDWWKHUHLVDSRWHQ  WLDO IRU FRPSHWLWLRQ DQG SUHGDWLRQ LQWHUDFWLRQV Acknowledgement EHWZHHQWKH$UIDNUDLQERZILVKDQGVRPHQDWLYH 7KHDXWKRUVWKDQNV /XN\6HPEHO $EUD ILVK LQ WKH 1LPEDL 6WUHDP $OWKRXJK SUHGDWLRQ KDP : 0DQXPSLO )UHQJN\ 1 .UH\ $GULHV LQWHUDFWLRQFDQQRW\HWEHSURYHQGLUHFWO\EDVHG /DWXO:LOOLZDU$URQJJHDU+DEHPD9<0RQLP RQWKHUHVXOWVRILGHQWLILFDWLRQRIIRRGFRPSRVL 1RPHQVHQ 5XPEHZDV ‚  'RGL - 6DZDNL WLRQDQGLQGH[RISUHSRQGHUDQFHWKHODUJHVWSDUW

9ROXPH1RPRU2NWREHU 7URSKLFHFRORJ\RIILVKFRPPXQLW\DW1LPEDL6WUHDP 

Guinea 37 )UHHSRUW ,QGRQHVLD 7LPLND 7URSKLF LQWHUUHODWLRQV RI WKH WKUHH PRVW ,QGRQHVLDS DEXQGDQW ¿VK VSHFLHV IURP /DJXQD 6DQ ,JQDFLR %DMD &DOLIRUQLD 6XU 0H[LFR %D[WHU&9)DXVFK.'0XUDNDPL0&KDSPDQ Bulletin of Marine Science     3/  )LVK LQYDVLRQ UHVWUXFWXUHV  VWUHDPDQGIRUHVWIRRGZHEVE\LQWHUUXSW LQJ UHFLSURFDO SUH\ VXEVLGLHV Ecology )LQOD\%-5RJHUVRQ$&RZOLQJ$-A be-    ginner’s guide to the collection, isolation, cultivation and identification of fresh %D[WHU &9 )DXVFK .' 6DXQGHUV :&  water protozoa &XOWXUH &ROOHFWLRQ RI 7DQJOHGZHEVUHFLSURFDOÀRZVRILQYHU $OJDH DQG 3URWR]RD &&$3  $PEOHVLGH WHEUDWH SUH\ OLQN VWUHDPV DQG ULSDULDQ &XPEULD8.S ]RQHV Freshwater Biology      )ULG$0DUOLDYH-3UHGDWRU\¿VKHVDIIHFW WURSKLF FDVFDGHV DQG DSSDUHQW FRPSHWL %HOOLQJHU(*6LJHH'&Freshwater algae. WLRQ LQ WHPSHUDWH UHHIV Biology Letters Identification, enumeration and use as    bioindicators -RKQ :LOH\  6RQV /WG &KLFKHVWHU:HVW6XVVH[8.S *URVVPDQ*')RRGUHVRXUFHSDUWLWLRQLQJ LQ D URFN\ LQWHUWLGDO ILVK DVVHPEODJH %ODEHU6-0Fish and fisheries of tropical Journal of Zoology   estuaries &KDSPDQ DQG +DOO /RQGRQ S *XHGHV $33 $UD~MR )*  7URSKLF UH VRXUFH SDUWLWLRQLQJ DPRQJ ¿YH ÀDW¿VK %RXFKDUG 5:  Guide to aquatic inverte- VSHFLHV $FWLQRSWHU\JLL 3OHXURQHFWLIRU brates of the Upper Midwest: identifica- PHV  LQ D WURSLFDO ED\ LQ VRXWKHDVWHUQ tion manual for students, citizen monitors, %UD]LO Journal of Fish Biology    and aquatic resource professionals  8QLYHUVLW\RI0LQQHVRWDS +DZNLQV &3 .HUVKQHU -/ %LVVRQ 3$ %U\DQW &DUYHU0*URVV*):RRGZDUG7(+H 0' 'HFNHU /0 *UHJRU\ 69 0F PLSWHUD %XJV OHDIKRSSHUV FLFDGDV &XOORXJK'$2YHUWRQ&.5HHYHV*+ DSKLGV VFDOH LQVHFWV HWF  In 1DXPDQQ 6WHHGPDQ 5-

&ROOHVV '+ 0F$OSLQH '.  'LSWHUD +XUOEHUW 6+  7KH PHDVXUHPHQW RI QLFKH )OLHV  In 1DXPDQQ ,' &DUQH 3% RYHUODS DQG VRPH UHODWLYHV Ecology /DZUHQFH-)1LHOVHQ(66SUDGEHU\-3    7D\ORU 5: :KLWWHQ 0- /LWWOHMRKQ 0- HGV  The insects of Australia: A text .DGDUXVPDQ 6XGDUWR 3DUDGLV ( 3RX\DXG / book for students and research workers  'HVFULSWLRQ RI Melanotaenia fasi- 9RO ,, 0HOERXUQH 8QLYHUVLW\ 3UHVV SS nensis D QHZ VSHFLHV RI UDLQERZILVK  0HODQRWDHQLLGDH IURP :HVW3DSXD,Q GRQHVLD ZLWK FRPPHQWV RQ WKH UHGLVFR &RSS*+&RPSDUDWLYH PLFURKDELWDWXVH YHU\ RI M. ajamaruensisDQGWKHHQG RIF\SULQLGODUYDHDQGMXYHQLOHVLQDORWLF DJHUHG VWDWXV RI M. parva Cybium IORRGSODLQ FKDQQHO Environmental Bio    logy of Fishes   .HLWK3$OOHQ*5/RUG&+DGLDW\5. &URZGHU /% &RRSHU :(  +DELWDW VWUXF )LYHQHZVSHFLHVRISicyopterus *RELR WXUDOFRPSOH[LW\DQGWKHLQWHUDFWLRQEHW LGHL6LF\GLLQDH IURP3DSXD1HZ*XLQ ZHHQ EOXHJLOOV DQG WKHLU SUH\ Ecology HDDQG3DSXDCybium      .HLWK3+DGLDW\5./RUG&$QHZVSH &UX](VFDORQD 9+ $ELWLD&DUGHQHV /$ &DP FLHV RI Belobranchus 7HOHRVWHL *REL SRV'iYLOD / *DOYDQ0DJDxD ) 

 Jurnal Iktiologi Indonesia 0DQDQJNDODQJLet al 

RLGHL (OHRWULGDH  IURP ,QGRQHVLD Cybi- 6WUHDPV 3UDIL 0DQRNZDUL Jurnal Iktio- um   logi Indonesia   ,Q,QGRQH VLDQ  .HLWK 3 /RUG & 'DKUXGGLQ + /LPPRQ * 6XNPRQR7+DGLDW\5+XEHUW1 0DQDQJNDODQJL ( 5DKDUGMR 0) +DGLDW\ 5. Schismatogobius *RELLGDH  IURP ,QGR +DUL\DGL 6 6LPDQMXQWDN &3+  QHVLD ZLWK GHVFULSWLRQ RI IRXU QHZ VSH 'LVWULEXWLRQDQGDEXQGDQFHRIWKH$UIDN FLHVCybium   UDLQERZILVK Melanotaenia arfakensis $OOHQ  LQ 3UDIL 5LYHU V\VWHP .RWWHODW0:KLWWHQ$-.DUWLNDVDUL61:LUMR 0DQRNZDUL:HVW3DSXD'XHWR KDELWDW DWPRGMR 6  Freshwater fishes of GHJUDGDWLRQ" >6XEPLWWHG IRU 3URFHHGLQJ Western Indonesia and Sulawesi 3HUL (0%5,2WK@ SOXV(GLWLRQ/WG+RQJ.RQJS 0F&DIIHUW\:3Aquatic entomology. The .UHEV&-Ecological Methodology+DU fishermen’s and ecologist’s illustrated SHU&ROOLQV3XEOLVKHUV1HZ

9ROXPH1RPRU2NWREHU 7URSKLFHFRORJ\RIILVKFRPPXQLW\DW1LPEDL6WUHDP 

ORU5::KLWWHQ0-/LWWOHMRKQ0- HGV  5RVV 67  5HVRXUFH SDUWLWLRQLQJ LQ ¿VK The insects of Australia: a textbook for DVVHPEODJHV D UHYLHZ RI ILHOG VWXGLHV students and research workers 9RO ,, Copeia   0HOERXUQH8QLYHUVLW\3UHVVSS 6HJHY20DQJHO0%ODXVWHLQ/'HOHWH 1HHGKDP-*1HHGKDP35A guide to the ULRXVHIIHFWVE\PRVTXLWRILVK Gambusia study of freshwater biology)LIWKHGLWLRQ affinis  RQ WKH HQGDQJHUHG ILUH VDODPDQ +ROGHQ'D\,QF6DQ)UDQFLVFRS GHU Salamandra infraimmaculata  Ani- mal Conservation   3HVFDGRU0/5DVPXVVHQ$.+DUULV6& Identification manual for the caddisfly 6LPSIHQGRUIHU &$ +HXSHO 05 :KLWH :7 (Trichoptera) larvae of Florida 5HYLVHG 'XOY\ 1.7KHLPSRUWDQFHRIUH (GLWLRQ 'HSDUWPHQW RI (QYLURQPHQWDO VHDUFK DQG SXEOLF RSLQLRQ WR FRQVHUYD 3URWHFWLRQ 7DOODKDVVHH 6WDWH RI )ORULGD WLRQ PDQDJHPHQW RI VKDUNV DQG UD\V D S V\QWKHVLV Marine and Freshwater Re- search   3HVFDGRU 0/ 5LFKDUG %$  Guide to the mayflies (Ephemeroptera) nymphs of Flo- 6WHUJLRX.,.DUSRX]L96)HHGLQJKDELWV rida 'HSDUWPHQW RI (QYLURQPHQWDO 3UR DQGWURSKLFOHYHOVRI0HGLWHUUDQHDQ¿VK WHFWLRQ7DOODKDVVHH6WDWHRI)ORULGD Reviews in Fish Biology and Fisheries S   

3HWHUV :/ &DPSEHOO ,&  (SKHPHURSWHUD 6YDQElFN 5 %ROQLFN ',  ,QWUDVSHFL¿F PD\IOLHV  In:1DXPDQQ,'&DUQH3% FRPSHWLWLRQ GULYHV LQFUHDVHG UHVRXUFH /DZUHQFH -) 1LHOVHQ (6 6SUDGEHU\ -3 XVHGLYHUVLW\ZLWKLQDQDWXUDOSRSXODWLRQ 7D\ORU5::KLWWHQ0-/LWWOHMRKQ0- Proceedings of the Royal Society B HGV The insects of Australia: a textbook    for students and research workers9RO, 0HOERXUQH8QLYHUVLW\3UHVVSS :DOODFH 5. -U  $Q DVVHVVPHQW RI GLHW RYHUODS LQGH[HV Transactions of the 3XVH\ % .HQQDUG 0 $UWKLQJWRQ $  American Fisheries Society     Freshwater fishes of northeastern Aus-  tralia &6,52 &ROOLQJZRRG $XVWUDOLD S :DWVRQ-$/2¶)DUUHOO$)2GRQDWD 'UD JRQIOLHVDQGGDPVHOILHV In1DXPDQQ,' 5DLQERWK :-  Fishes of the Cambodian &DUQH 3% /DZUHQFH -) 1LHOVHQ (6 Mekong)$2VSHFLHVLGHQWLILFDWLRQILHOG 6SUDGEHU\ -3 7D\ORU 5: :KLWWHQ 0- JXLGHIRUILVKHU\SXUSRVHV)$25RPH /LWWOHMRKQ 0- HGV  The insect of Aus S tralia. A textbook for students and re search workers 9ROXPH , 0HOERXUQH 5HLQWKDO 31  7KH IHHGLQJ KDELWV RI D 8QLYHUVLW\3UHVVS JURXS RI KHUELYRURXV URFNGZHOOLQJ FL FKOLG ILVKHV &LFKOLGDH 3HUFLIRUPHV  :HWKHUEHH%0&RUWpV()RRGFRQVXPS IURP/DNH0DODZL$IULFDEnvironmen- WLRQ DQG IHHGLQJ KDELWV In &DUULHU -& tal Biology of Fishes   0XVLFN-$+HLWKDXV05 HGV Biology of sharks and their relatives&5&3UHVV 5REHUWV 75  The freshwater fishes of //&%RFFD5DWRQSS Western Borneo (Kalimantan Barat, Indonesia) 0HPRLUV RI WKH &DOLIRUQLD $FDGHP\RI6FLHQFHVS 

 Jurnal Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3): 463-473 DOI: https://doi.org/10.32491/jii.v19i3.506

Aplikasi DNA barcoding ikan julung-julung (Hemirhampus sp.) di Perairan Laut Maluku Utara [DNA barcoding application of garfish (Hemirhampus sp.) in North Maluku Sea] M. Janib Achmad1, Martini Djamhur1, M. Abjan Fabanyo2, Nebuchadnezzar Akbar3

1Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPK. Universitas Khairun, Ternate 2Manajamen Sumberdaya Perairan, FPK. Universitas Khairun, Ternate 3Ilmu Kelautan, FPK. Universitas Khairun, Ternate Surel: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

Diterima: 30 April 2019; Disetujui: 8 Oktober 2019

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies ikan julung-julung (Hemirhampus sp.) di perairan Maluku Utara melalui aplikasi DNA barcoding. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah desain primer, ekstraksi dan isolasi DNA serta amplifikasi DNA dengan PCR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis gen Cyt b yang diamplifikasi diperoleh amplikon sebesar 350 bp, dan analisis penyejajaran menunjukkan bahwa sekuen sampel amplikon memiliki similaritas dengan sekuen gen Cyt b isolat Hemiramphus balao sebesar 97%. Analisis lanjut me- nunjukkan bahwa keenam sampel memiliki jarak genetik yang tergolong sangat rendah. Dapat disimpulkan bahwa sampel isolat ikan julung-julung dalam penelitian ini masih memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat.

Kata penting : barcoding, cytochrome, julung-julung, molekuler

Abstract The purpose of this study was to identify the species of garfish in the waters of north Maluku by applying DNA bar- coding techniques. The method used in the study was the primary design of DNA extraction and isolation, and DNA amplification through polymerase chain reaction. The results showed that Gen Cyt b analysis amplified ± 350 bp amplicon and for the alignment analysis showed that the amplification sample sequence had similarity with the Cyt b gene sequence of Hemir amphus balao with value of 97%. Sequence analysis showed that the six specimens had very low genetic distances. It can be concluded that the isolate samples of garfish have a very close kinship.

Keyword: barcoding, cytochrome, garfish, molecular

Pendahuluan terancam punah. Sebagai langkah awal dari Ikan julung-julung (Hemirhampus sp.) upaya tersebut, perlu dilakukan identifikasi baik tergolong ikan pelagis kecil yang hidup di lapis- secara morfologis maupun secara molekuler. an atas perairan laut. Daerah persebaran ikan Identifikasi dengan teknik biologi molekuler sa- tersebut berada di permukaan pantai dan lepas ngat efektif, karena membantu keberlanjutan pantai di wilayah Indonesia bagian Timur yaitu dan mengetahui sumber daya hayati yang sema- Laut Flores, Selat Makasar, Laut Sulawesi, laut kin terancam. Identifikasi morfologi selanjutnya Maluku, Laut Halmahera dan laut Banda. Ikan diikuti dengan identifikasi molekuler berdasar- julung-julung memiliki nilai ekonomi tinggi. kan potongan DNA pendek yang disebut DNA Tingginya aktivitas penangkapan ikan julung- Barcode (Hebert et al. 2003). julung berpengaruh besar terhadap populasi ikan DNA barcoding merupakan metode yang dan berdampak pada turunnya kualitas ke- sering digunakan dalam forensik taksonomi ka- seimbangan ekosistem (Carrier et al. 2010). rena efektif dalam mengidentifikasi berbagai Karena itu diperlukan suatu upaya untuk men- kondisi sampel (Wong 2011). Teknik DNA jaga kelestarian ikan julung-julung agar tidak barcoding dipakai untuk mendapatkan infor-

Masyarakat Iktiologi Indonesia DNA barkoding ikan julung-julung

masi genetik dan metode untuk memperoleh hubungan kekerabatan antar spesies ikan julung- urutan basa nukleotida pada molekul DNA julung yang ada di wilayah perairan Maluku dan (Sanger et al. 1977, Wong 2011). Analisis DNA daerah lain. adalah mengimplifikasi segmen DNA dari Penelitian genetik ikan di perairan Malu- cytochrome b dan menentukan sekuensing. ku Utara yang dilakukan Akbar et al. (2014) Menurut Freeland (2005), DNA sekuensing tentang keragaman genetik ikan tuna sirip ku- merupakan satu-satunya metode untuk mengi- ning di Laut Maluku, Aris et al. (2017) melihat dentifikasi pasangan basa dengan tepat antara keragaman genetik ikan tuna sirip kuning di individu yang berbeda dan memungkinkan un- perairan Maluku Utara, Akbar et al. (2018a) tuk menyimpulkan hubungan evolusi. Selain itu tentang filogenetik ikan tuna di Indonesia dila- teknik ini sangat mudah, cepat, efisien sehingga porkan di perairan Maluku Utara, Akbar & Aris banyak digunakan sebagai aplikasi dasar (2018b) mengenai struktur populasi genetik (Graham & Hill 2001). DNA barcode merupa- tuna sirip kuning (Thunnus albacares), sebagai kan suatu teknik identifikasi spesies, aplikasi- basis data konservasi ikan di perairan Maluku nya mirip dengan teknologi pemindaian bar- Utara dan Akbar et al. (2018c) tentang genetik code pada hewan. DNA barcoding dapat meng- populasi dan filogeografi ikan tuna mata besar karakteristik spesies dengan menggunakan di laut Maluku, Indonesia. Namun informasi arbitrasi pendek sekuensing DNA. Oleh karena morfologi dan mengimplikasi teknik DNA bar- itu DNA barcoding adalah metode favorit da- coding ikan julung-julung (Hemirhampus sp.) di lam forensik taksonomi karena efektif dalam perairan Maluku Utara belum tersedia, sehingga mengidentifikasi sampel uji dan menghasilkan penelitian ini penting dilakukan. data yang valid (Wong 2011, Tamura et al. Penelitian bertujuan untuk menganalisis 2011). DNA barcoding ikan julung-julung Hemirham- Pendekatan yang digunakan untuk anali- pus sp.) di Perairan Laut Maluku Utara. Infor- sis DNA adalah mengamplifikasi segmen DNA rmasi yang diperoleh dijadikan sebagai langkah dari Cytochrome b (Cyt b) dan menentukan awal untuk menjaga kelestarian sumber daya sekuennya (Mackie et al. 1999). Cytochrome b ikan. adalah bagian dari DNA mitokondria (mtDNA) yang terlibat dalam transportasi elektron dalam Bahan dan metode mitokondria. Adanya variasi urutan pada Cyt b Pengambilan Sampel menyebabkan gen ini banyak digunakan untuk Pengambilan sampel dilakukan pada bu- membandingkan spesies dalam genus atau fa- lan Juli 2018, di tiga lokasi yaitu, Ternate (Tt1 mili yang sama, berdasarkan jajaran urutan basa dan Tt2), Tidore (Tt3-Tt4), dan Maba (Tt5-Tt5) gen Cyt b, daerah tersebut dapat memberikan (Gambar 1). Identifikasi DNA dilakukan di informasi filogenetik pada tingkat intraspesies Laboratorium Lingkungan dan Penyakit Ikan, sampai pada tingkat antargenus (Faizah 2008). Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Univer- Perbandingan sekuen gen Cyt b kemudian dapat sitas Gadjah Mada. digunakan untuk mengidentifikasi dan melihat

464 Jurnal Iktiologi Indonesia Achmad et al.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian (Bintang hitam = Pulau Tidore, bintang hijau = Pulau Ternate dan bintang merah = Desa Maba)

Pengukuran morfometrik sirip kaudal bagian bawah, lebar dasar sirip Morfometrik merupakan metode yang kaudal, panjang moncong, diameter mata, dan umum dalam studi iktiologi untuk identifikasi jarak antara dua mata. dan mendeskripsikan bentuk tubuh ikan (Cah- yono et al. 2018, Asiah et al. 2019). Pengukuran Prosedur analisis DNA morfometrik menggunakan kaliper digital de- Ekstraksi DNA ngan nilai akurasi 0,1 mm. Karakteristik morfo- Proses ekstrasi DNA dalam penelitian ini logi yang diamati adalah panjang total, panjang menggunakan metode TNES (Sambrook & baku, panjang kepala, tinggi kepala, tinggi ba- Russel 2001). Sampel ditimbang 10-25 mg, di- dan, lebar badan, tinggi batang ekor, panjang potong kecil kemudian disimpan dalam tabung batang ekor, panjang sirip dorsal, lebar dasar mikrosentrifuse 1,5 ml, yang telah berisi 180 μl sirip dorsal, panjang sirip ventral, lebar dasar bufer ATL dan 20 μl proteinase k. Tabung yang sirip ventral, panjang sirip pektoral, lebar dasar telah berisi dicampur dengan bantuan vortex dan sirip pektoral, panjang sirip anal, lebar dasar diinkubasi 56 oC selama 1-2 jam. Selama inku- sirip anal, panjang sirip kaudal bagian atas, basi dilakukan homogenasi menggunakan vortex panjang sirip kaudal bagian tengah, panjang setiap 15 menit, 200 μl Buffer ATL kemudian

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 465 DNA barkoding ikan julung-julung

spin column 2 ml dan dicampurkan dengan me- Cumming (1994). Sekuen DNA gen Cyt b dari sin sentrifus selama satu menit pada kecepatan beberapa sampel dianalis dengan pohon filogeni 8000 rpm. DNA diekstraksi dengan menambah- melihat hubungan kekerabatan di dalam level kan 200μl buffer AE pada bagian tengah mem- spesies. bran pada spin column yang baru, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama satu menit Analisis data (15-25°C), kemudian disentrifugasi pada 8000 Data sequen yang diperoleh dilakukan rpm selama satu menit. pengeditan, kemudian di Basic Local Alligment Search Tool (BLAST) untuk memastikan Amplifikasi DNA dengan PCR (Polymerase akurasi sampel. Hubungan kekerabatan Chains Reaction) antarpopulasi ditentukan berdasarkan parameter Sampel hasil ekstraksi DNA yang digu- jarak genetik (Nei 1972). Selanjutnya analisis nakan untuk PCR adalah 2μL. Bahan yang digu- statistik terhadap perbedaan jarak genetik (Nei nakan untuk PCR adalah PCR kit komersial 1987), identifikasi spesies, dan rekonstruksi yang didapatkan dari qiagen. DNA template 1 pohon filogenetik pada sampel. Keseluruhan μL ditambahkan primer yang telah didesain menggunakan metode Neighbor joining dan yakni 25 μL PCR 0,25 μL forward dan 0,25 μL model evolusi Kimura 2-parameter model yang primer reverse. Amplifikasi DNA dilakukan dilakukan dengan aplikasi MEGA5 (Tamura et dengan target panjang 750-100 pasang basa. al. 2011). Proses PCR terdiri atas predenaturasi, denatu- rasi, pengenalan primer terhadap DNA target Analisis Penjajaran (alignment analysis) (annealing), pemanjangan primer (extention). Analisis penjajaran digunakan untuk Tahap denaturasi merupakan pemutusan untaian membandingkan dua sekuen atau lebih. Sekuen ganda menjadi untaian tunggal pada suhu 94oC yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis selama 1 menit. Primer akan membentuk jemba- dengan penjajaran data sekuen sampel dengan tan hidrogen dengan DNA untaian tunggal pada data serupa yang telah dipublikasikan sebelum- suhu 50-58oC selama 30 detik, kemudian dapat nya di genbank. Program yang digunakan untuk ditingkatkan menjadi 27oC selama 60 detik keti- analisis penyejajaran yaitu program BLAST ka pengenalan primer terhadap DNA target (Basic Local Allignment Search Tools). Program (annealing) untuk proses polimerasi. Proses ini dapat diakses melalui laman National Center polimerasi dilakukan pada suhu 27 oC selama 7 for Biotechnology Information at The National menit. Library of Medicine in Washington, DC (http: Proses polimerasi dilakukan sebanyak 35 //www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST). siklus untuk mendapatkan banyak salinan DNA. Setelah proses polimerasi, suhu diturunkan men- Hasil jadi 4 oC, siklus untuk mendapatkan ribuan sa- Morfologi ikan julung-julung linan DNA. Elektroforesis DNA untuk menda- Ikan julung-julung (Hemiramphus sp.) patkan basa purin dan pirimidin yang memben- yang ditemukan pada lokasi perairan Ternate (2 tuk polinukleotida menggunakan Klugs & sampel), Tidore (2 sampel) dan Maba (2 sam-

466 Jurnal Iktiologi Indonesia Achmad et al.

pel) memiliki bentuk tubuh yang memanjang awal sirip ventral ikan ini berada di depan sirip (fusiform) dengan warna putih keabu-abuan, dan dorsal (Tabel 1). bentuk kepala simetris. Ikan ini memiliki tipe mulut berbentuk paruh (beak like), di mana Amplifikasi gen Cyt b rahang bawah lebih panjang daripada rahang Hasil amplifikasi gen Cyt b yang dilaku- atas. Pada rahang atas terdapat lubang hidung kan dengan metode PCR dengan primer Cyt b1 dan memiliki lekukan yang menonjol sedangkan dan Cyt b2 diperoleh amplikon sebesar 350 bp pada rahang bawah bergerigi. Panjang total (Gambar 2). Hal tersebut menunjukkan bahwa 23,5-28 cm, letak sirip punggung lebih panjang amplikon dapat diuji lebih lanjut sekuennya, un- dari pada sirip lainnya dengan panjang sirip dor- tuk mengetahui identitas molekuler dan hubung- sal 2,3-4,7 cm dan sirip anal 1,4-4,7 cm. Letak an filogenik.

Tabel 1. Ukuran morfologis ikan julung-julung

No Karakteristik morfologis cm 1 Panjang Total (PT) 25-29 2 Panjang Baku (PB) 21-24 3 Panjang Kepala (PK) 7,5-10,8 4 Tinggi Kepala (TK) 2,9-5,3 5 Tinggi Badan (TB) 5,7-6,2 6 Lebar Badan (LB) 1,4-3,5 7 Tinggi Batang Ekor (TBE) 1,5-1,8 8 Panjang Batang Ekor (PBE) 0,8-1,6 9 Panjang Sirip Dorsal (PSD) 2,3-4,7 10 Lebar Dasar Sirip Dorsal (LDSD) 0,8-1,6 11 Panjang Sirip Ventral (PSV) 2,7-4,5 12 Lebar Dasar Sirip Ventral (LDSP) 0,8-1,0 13 Panjang Sirip Pektoral (PSP) 2,3-3,6 14 Lebar Dasar Sirip Pektoral (LDSP) 0,5-1,1 15 Panjang Sirip Anal (PSA) 1,4-4,7 16 Lebar Dasar Sirip Anal (LDSA) 0,3-1,0 17 Panjang Sirip Kaudal Bagian Atas (PSKA) 1,4-3,4 18 Panjang Sirip Kaudal Bagian Tengah (PSKT) 0,3-1,4 19 Panjang Sirip Kaudal Bagian Bawah (PSKB) 2,3-5,6 20 Lebar Dasar Sirip Kaudal (LDSK) 0,8-1,3 21 Panjang Moncong (PM) 1,8-2,1 22 Diameter Mata (DM) 0,3-0,5 23 Jarak Antara Dua Mata (JAM) 0,5-1,8 Sumber: Hasil identifikasi sampel ikan julung-julung

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 467 DNA barkoding ikan julung-julung

Sekuensing ikan julung-julung Maluku Utara memiliki ke- Hasil sekuensing menunjukkan enam khasan tersendiri baik secara genetik maupun sampel amplikon yang diteliti memiliki panjang secara morfologis yang merupakan kekayaan nukleotida sebesar 362 bp (Tabel 2). plasma nuftah yang potensial.

Penjajaran DNA Pohon filogenik Hasil analisis penjajaran menunjukkan Untuk mengetahui tingkat kekerabatan bahwa sekuen sampel amplikon memiliki simi- antarsampel ikan julung-julung yang digunakan laritas dengan sekuen gen Cyt b isolat Hemi- dalam penelitian ini maka dilakukan analisis ramphus balao sebesar 97% (Accession no. pohon filogenik. Pohon filogenik dapat AF243873.1). Berdasarkan angka similaritas merepresentasikan hipotesis hubungan secara tersebut dapat disimpulkan bahwa benar sampel evolusioner di antara kelompok organisme. yang digunakan dalam penelitian ini adalah gen Pohon filogenik direkonstruksi dengan Cyt b dari ikan julung-julung (Hemiramphus menyejajarkan sekuen sampel penelitian (6 balao), dan terdapat variasi sebesar 3% yang sampel). Rekonstruksi pohon filogenik menunjukkan adanya perbedaan karakter gen menggunakan program MEGA dengan model ikan julung-julung dengan gen isolat yang sudah UPGMA (Gambar 3). didepositkan di genbank. Hal ini menunjukkan

M 1 2 3 4 5 6

3000 bp

1000 bp

750 bp

500bp

350 bp

Gambar 2 Visualisasi gel agarose 1% amplifikasi gen Cyt b. Keterangan: M = Marker 100 bp, 1-6 Sampel dengan urutan Tt1, Tt2, Tt3, Td1, Td2, Td3.

468 Jurnal Iktiologi Indonesia Achmad et al.

Tabel 2 Panjang nukleotida pada setiap sampel Sikuen Hasil Sekuensing

Sampel Tt1 TTGCCCCTCAGGATGATATTTGTCCTCATGGAAGTACGTAGCCGACAAATG (Ternate) CTGTCATCATTACTAAGAGTAGGAGAACTACCCCTACGTTTCATGTTTCTT TGTTAAGGTATGAGCCGTAGTATAATCCTCGCCCGATGTGCATGTAGATAC AGATGAAGAAGAATGAAGCTCCATTGGCGTGCATGTTTCGGATTAGTCAA CCGTAGTTAACATCACGGCAAATATGGGCCACGGAGGAGAATGCCATTGA AATGTCGGCAGTGTAATGTATAGCGAGGAAAAGACCTGTTAGGATTTGGG CGATTAAGCAGAGTCCTAGGAGGGAGCCGAAATTTCATCATGCTGAGATG TTGGATGG

Sampel Tt2 TTGCCCCTCAGGATGATATTTGTCCTCATGGAAGTACGTAGCCGACAAATG (Ternate) CTGTCATCATTACTAAGAGTAGGAGAACTACCCCTACGTTTCATGTTTCTT TGTTAAGGTATGAGCCGTAGTATAATCCTCGCCCGATGTGCATGTAGATAC AGATGAAGAAGAATGAAGCTCCATTGGCGTGCATGTTTCGGATTAGTCAA CCGTAGTTAACATCACGGCAAATATGGGCCACGGAGGAGAATGCCATTGA AATGTCGGCAGTGTAATGTATAGCGAGGAAAAGACCTGTTAGGATTTGGG CGATTAAGCAGAGTCCTAGGAGTGAGCCGAAATTTCATCATGCTGAGATG TTGGATGGA

Sampel Tt3 TTGCCCCTCAGAATGATATTTGTCCTCATGGAAGTACGTAGCCGACAAATG (Tidore) CTGTCATCATTACTAAGAGTAGGAGAACTACCCCTACGTTTCATGTTTCTT TGTTAAGGTATGAGCCGTAGTATAATCCTCGCCCGATGTGCATGTAGATAC AGATGAAGAAGAATGAAGCTCCATTGGCGTGCATGTTTCGGATTAGTCAA CCGTAGTTAACATCACGGCAAATATGGGCCACGGAGGAGAATGCCATTGA AATGTCGGCAGTGTAATGTATAGCGAGGAAAAGACCTGTTAGGATTTGGG CGATTAAGCAGAGTCCCAGGAGTGAGCCGAAATTTCATCATGCTGAGATG TTGGATGGAG

Sampel Tt4 TTGCCCCTCAGAATGATATTTGTCCTCATGGAAGTACGTAGCCGACAAATG (Tidore) CTGTCATCATTACTAAGAGTAGGAGAACTACCCCTACGTTTCATGTTTCTT TGTTAAGGTATGAGCCGTAGTATAATCCTCGCCCGATGTGCATGTAGATAC AGATGAAGAAGAATGAAGCTCCATTGGCGTGCATGTTTCGGATTAGTCAA CCGTAGTTAACATCACGGCAAATATGGGCCACGGAGGAGAATGCCATTGA AATGTCGGCAGTGTAATGTATAGCGAGGAAAAGACCTGTTAGGATTTGGG CGATTAAGCAGAGTCCTAGGAGTGAGCAGAAATTTCATCATGCTGAGATG TTGGATGGA

TGCCCCTCATGATGATATTTGTCCTCATGGAAGTACGTAGCCAACAAATGC Sampel Tt5 TGTCATCATTACTAAGAGTAGGAGAACTACCCCTACGTTTCATGTTTCTTT (Maba) GTTAAGGTATGAGCCGTAGTATAATCCTCGCCCGATGTGCATGTAGATACA GATGAAGAAGAATGAAGCTCCATTGGCGTGCATGTTTCGGATTAGTCAAC CGTAGTTAACATCACGGCAAATATGGGCCACGGAGGAGAATGCCATTGAA ATGTCGGCAGTGTAATGTATAGCGAGGAAAAGACCTGTTAGGATTTGGGC GATTAAGCAGAGTCCTAGAAGTGAGCCGAAATTTCATCATGCTGAGATGT TGGATGGAA

ATTGCCCCTCAGGATGATATTTGTCCTCATGGAAGTACGTAGCCGACAAAT Sampel Tt6 GCTGTCATCATTACTAAGAGTAGGAGAACTACCCCTACGTTTCATGTTTCTT (Maba) TGTTAAGGTATGAGCCGTAGTATAATCCTCGCCCGATGTGCATGTAGATAC AGATGAAGAAGAATGAAGCTCCATTGGCGTGCATGTTTCGGATTAGTCAA CCGTAGTTAACATCACGGCAAATATGGGCCACGGAGGAGAATGCCATTGA AATGTCGGCAGTGTAATGTATAGCGAGGAAAAGACCTGTTAGGATTTGGG CGATTAAGCAGAGTCCTAGGAGTGAGCCGAAATTTCATCATGCTGAGATGT TTGGATGGAG

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 469 DNA barkoding ikan julung-julung

Gambar 3 Pohon filogenik sampel ikan julung-julung (Hemiramphus balao)

Pada hasil analisis pohon filogenik terli- Niem 1999). Jika dicermati lebih jauh, panjang hat bahwa sampel Td1, Td3, dan Tt2 berada total ikan julung-julung yang berada di perairan pada klaster yang sama dengan jarak genetik Maluku Utara dan lokasi lain masih merupakan 0,0000; yang menunjukkan ketiga isolat terse- ikan kecil yang sedang mengalami pertumbuhan but memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dan perkembangan. Penelitian Varghese (2005) dekat. Sampel Tt1 memiliki jarak genetik sekitar juga melaporkan bahwa hanya 50% sebaran 0,0005 dengan sampel Td1, Td3 dan Td2. Sam- panjang pada ikan famili Hemiramphidae sudah pel Tt3 memiliki jarak genetik sekitar 0,0000- mencapai dewasa terletak pada selang panjang 0,0015 dari sampel Tt3 dan sampel Td1,Td3 dan 12,5-14,5 cm dan 100% pada sebaran panjang Tt2. Sampel Td2 memiliki jarak genetik sekitar 19,5-22,5 cm. Ikan julung-julung di daerah per- 0,0005-0,0035 dengan sampel lainnya. airan Maluku Utara pada penelitian ini membuk- tikan bahwa ikan julung-julung yang terdapat di Pembahasan lokasi merupakan ikan yuwana. Hal ini sejalan Karakter morfologis ikan julung-julung di dengan Phil & Heemstra (2004) yang me- perairan Maluku Utara memiliki panjang total laporkan bahwa ukuran panjang total yuwana yang tidak jauh berbeda dengan yang ada di per- famili ikan Hemiramphidae berkisar antara 9-12 airan lainnya. Wuaten et al. (2011) mendapat- cm. kan sebaran panjang ikan julung-julung dengan Nilai jarak genetik tersebut masih tergo- rata-rata panjang total 16,7 cm sampai dengan long sangat rendah sehingga dapat disimpulkan 18 cm di Kepulauan Sangihe pada ekosistem bahwa sampel isolat ikan julung-julung yang di- terumbu karang. gunakan masih memiliki hubungan kekerabatan Panjang total maksimum ikan julung- yang sangat dekat. Menurut Tallei et al. (2016), julung dapat mencapai 45 cm, dan umumnya semakin sedikit nilai jarak genetik antara dua mencapai 30 cm (Genisa 1999, Carpenter &

470 Jurnal Iktiologi Indonesia Achmad et al.

Gambar 4. Pohon filogeni ikan julung-julung di beberapa wilayah negara organisme, semakin dekat pula hubungan keke- no KX769144.1). Ikan julung-julung sampel rabatan keduanya. Akbar & Aris (2018b) Indonesia menunjukkan keragaman yang ber- mengatakan bahwa genetik yang terhubung an- beda dibandingkan dengan daerah lain. Hal itu tara lain menunjukkan bahwa semua populasi merupakan kekayaan plasma nuftah yang poten- berkerabat dekat. Kedekatan hubungan kekera- sial. batan antarpopulasi mungkin disebabkan oleh antarpopulasi mempunyai asal usul induk yang Simpulan sama dan hubungan kedekatan genetik (Kusuma Berhasilnya gen sitokrom diamplifikasi et al 2016, Akbar & Aris 2018b). Rekonstruksi dari sampel ikan julung-julung dengan panjang filogenetik antara jenis ikan julung-julung dari nukleutida sebesar 362 bp, sekuen sampel am- berbagai perairan dilakukan dengan mengguna- plikon memiliki similaritas dengan sekuen gen kan sekuen berkode Tt1 (Gambar 4). Cyt b isolat Hemiramphus balao sebesar 97% Sejarah evolusi disimpulkan mengguna- (Acces no. AF243873.1) melalui analisis penja- kan metode UPGMA (Sneath & Sokal 1973). jaran (alignment) BLAST dan dekatnya kekera- Pohon optimal dengan jumlah panjang cabang = batan di antara sampel ikan julung-julung yang 25,51236403 ditampilkan. Pohon itu ditarik ke diperoleh di perairan Indonesia ditunjukkan de- skala, dengan panjang cabang dalam satuan ngan rendahnya nilai jarak genetik pada analisis yang sama dengan jarak evolusioner yang digu- pohon filogenik yaitu sebesar 0,000-0,005. Ikan nakan untuk menyimpulkan pohon filogenetik. julung-julung sampel Indonesia memiliki kera- Jarak evolusioner dihitung menggunakan meto- gaman yang tinggi dibandingkan dengan ikan de Maximum Composite Likelihood (Tamura et julung-julung yang berada di daerah lain (gen- al. 2011) dan berada dalam satuan jumlah sub- bank). Hal itu merupakan kekayaan plasma stitusi dasar per situs. nuftah yang potensial. Hasil analisis pohon filogeni menunjuk- kan sampel Indonesia berada satu klaster dengan Persantunan Hemiramphus balao isolate N11a dan b (Acc Penulis mengucapkan terima kasih ke- no. AF243872.1 dan AF243873.1), lalu menjadi pada Universitas Khairun Ternate, Program sub klaster Hemiramphus far isolat N76a (Acc Pasca Sarjana yang telah memberikan biaya no. AY693516.1), dan sub-sub klaster dengan penelitian melalui program hibah. Oxyporamphus convexsus isolat PHI308 (Acc

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 471 DNA barkoding ikan julung-julung

Daftar pustaka servasi genetik harimau Sumatera. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Akbar N, Zamani NP, Madduppa HH. 2014. Ge- Bogor. netic diversity of yellowfin tuna (Thun- nus albacares) from two populations in Freeland JR. 2005. Molecular ecology. John the Moluccas Sea, Indonesia. Depik, Wiley & Sons Ltd. Chichester, England. 3(1): 65-73. 402 p.

Akbar N, Aris N, Irfan M, Tahir I, Baksir A, Genisa AS. 1999. Pengenalan jenis-jenis ikan Surahman, Madduppa HH, dan Kotta R. laut ekonomi penting di Indonesia. 2018a. Filogenetik ikan tuna (Thunnus Oseana, 24(1): 17-38. spp.) di Perairan Maluku Utara, Indone- sia. Jurnal Iktiologi Indonesia, 18(1): 1- Graham CA, Hill AJM. 2001. DNA sequencing 11. protocols. Second edition. Humana Press. Totowa, New Jersey. 239 p. Akbar N, Aris M. 2018b. Genetic population structure of yellowfin tuna (Thunnus Hebert PDN, Ratnasingham S, de Waard JR. albacares) as based data of fish conser- 2003. Barcoding animal life: cytochrome vation in North Mallucas sea. Omni c oxidase subunit 1 divergences among Akuatika, 14(3): 75-85. closely related species. In: Barret SFRS (ed.). Proceedings of the Royal Society Akbar N, Irfan M, Aris M. 2018c. Population B: Biological Science, 270 (Suppl 1): genetics and phylogeography of bigeye S96-S99. tuna in Moluccas Seas, Indonesia. Ilmu Kelautan, 23(4): 145-155. Klug WS, Cummings MR. 1994. Concept of genetics. 4th ed. Prentice Hall, Engle- Aris M, Akbar N, Labenua R. 2017.Genetic and wood. 779 p. phylogenetic variations of yellowfin tuna (Thunnus albacares) as a basis for sus- Kusuma AB, Bengen DG, Madduppa HH. tainable fishery resources management in Subhan B, Arafat D. 2016. Keanekara- North Moluccas. International Journal of gaman genetik karang lunak Sarcophyton Pharma Bio Science, 8(4): 419-426. trocheliophorum pada populasi Laut Ja- wa, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Jurnal Asiah N, Sukendi, Junianto, Yustiati A, Windar- Enggano, 1(1): 89-96. ti. 2019. Truss morfometrik dan karakter meristik ikan kelabau (Osteochilus mela- Mackie IM, Pryde SE, Gozales-Sotelo C, Me- nopleurus Bleeker, 1852) dari tiga popu- dina I, Perez-Martin R, Quinteiro J, Rey lasi di Sungai Kampar, Sungai Siak, dan Mendez M, Rehbein H. 1999. Challenges Sungai Rokan, Provinsi Riau. Jurnal in the identification of species of canned Iktiologi Indonesia, 19(2): 283-295. for fish. Trends in Food Science and Technology, 10 (1): 9-14. Cahyono RN, Budiharjo A, Sugiyanto. 2018. Keragaman dan pengelompokan ikan Nei M. 1972. Genetic distance between popula- berdasarkan karakter morfologi di eko- tion. American Naturalist, 106(949): sistem Bendungan Colo Sukoharjo Jawa 283-292. Tengah. Depik, 7(1): 9-21. Nei M. 1987. Moleculer evolutionary genetics. Carpenter KE, Niem VH (eds). 1999. FAO Columbia University Press, New York. species identification guide for fishery 512 p. purpose. The living marine resources of the Western Central Pacific. Volume 3. Heemstra P, Heemstra E. 2004. Coastal fishes of FAO, Roma. pp. 1397-2068. Southern Africa. National Inquiry and Service Centre. Grahamstown, South Carrier JC, Musick JA, Heithaus MR. 2010. Africa. 488 p. Shark and Their Relatives II: Biodiver- sity, Adaptive Physiology and Conser- Sanger F, Nicklen S, Coulson AR. 1977. DNA vation. CRC Press Boca Raton London sequencing with chain-terminating inhi- New York. 746 p. bitors. Proceeding of the National Aca- demy of Sciences of the United States of Faizah U. 2008. Karakteristik marka genetik America, 74(12): 5463-5467. DNA mitokondria sebagai acuan kon-

472 Jurnal Iktiologi Indonesia Achmad et al.

Sambrook J, Russel DW. 2001. Molecular Clo- ciata (Asparagaceae). Bioscience Re- ning a Laboratory Manual 1st edition. search, 13(1): 1-7. Publisher Cold Spring Harbor Laboratory Press. 999 p. Varghese AS. 2005. Systematics and biology of fishes of the family Hemiramphidae of Sneath PH, Sokal RR. 1973. Numerical taxono- Cochin Coast. Thesis. School of Indus- my. The principles and practice of nume- trial Fisheries. Cochin University of rical classification. 1st edition. WH Free- Science and Technology. Cochin. 360 p. man and Company, San Francisco. 573 p. Wuaten JF, Reppie E, Labar LI. 2011. Kajian Tamura K, Peterson D, Peterson N, Stecher G, perikanan tangkap ikan julung-julung Nei M, Kumar S. 2011. MEGA5: mole- (Hyporhamphus affinis) di Perairan cular evolutionary genetics analysis Kabupaten Kepulauan Sangihe. Jurnal using maximum likehood, evolutionary Perikanan dan Kelautan Tropis, 7(2): distance, and maximum parsimony 80-86. method. Molecular Biology and Evolu- tion, 28(10): 2731-2739. Wong LL. 2011. DNA barcoding and related moleculer markers for fish species Tallei, TE, Rembet RE, Palealu JJ, Kolondam authentication. Phylogenetic Assessment BJ. 2016. Sequence variation and phylo- and Population Studies. Auburn Univer- genetic analysis of Sansevieria trifas- sity. Auburn. Alabama. 118 p.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 473 Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3): 475-490 DOI: .https://doi.org/10.32491/jii.v19i3.450

Reproductive biology of striped snakehead, Channa striata (Bloch, 1793) in Lake Rawa Pening, Central Java [Biologi reproduksi ikan gabus Channa striata Bloch, 1793 di Danau Rawa Pening, Jawa Tengah] Djumanto , Atik Murjiyanti, Nuravida Azlina, Aisyah Nurulitaerka, Anissa Dwiramdhani

Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perikanan Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian UGM. Jalan Flora Gedung A4, Bulaksumur Yogyakarta 55281 : [email protected]

Received: 14 February 2019; Accepted: 22 October 2019

Abstract The striped snakehead (Channa striata Bloch, 1793) is the top predator fish found in Lake Rawa Pening and other freshwaters. Its population was declining due to very high fishing pressures, habitat quality decreases, and other fac- tors. The aim of this study was to examine the condition factor and fecundity of snakehead in Lake Rawa Pening. Fish sampling was carried out monthly from October 2017 to August 2018, using fish fence made from bamboo blinds operated by local fishermen. Total length, individual body weight, stage of gonadal maturity (MS), gonadal weight, and oocytes diameter of fish samples were measured. Fish condition factor, gonado somatic index (GSI), oocyte diameter, fecundity, and the size of first maturity of fish were determined. There were 409 individuals snakehead fish collected consisting of 138 females and 271 males. Fish length ranged from 23 4-646 mm (males) and 242-648 mm (females). The average of the condition factor (K) of male ranged from 0.778 to 0.923, while in female ranged from 0.826 to 0.929. The relationship between the length-weight of male and female was isometric. The percentage of female snakehead that reached MS I; II; III; IV was 15.6; 27.0; 37.4; 20.0%, respectively. The GSI ranged from 1.52 to 3.54. Oocyte diameter ranged from 0.5 to 1.7 mm with an average of 1.2 mm. Fecundity ranged from 2,843-23,230 eggs with an average of 9,167 eggs. The female snakehead was predicted to reach the first sexual maturity at a total length of 315 mm.

Keywords: fecundity, maturity level, snakehead, spawning

Abstrak Ikan gabus (Channa striata Bloch, 1793) merupakan ikan predator puncak yang ditemukan di Danau Rawa Pening dan perairan tawar lainnya. Keberadaan populasinya semakin menurun disebabkan oleh tekanan penangkapan yang sangat tinggi, kualitas habi tat semakin menurun, dan oleh faktor lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor kondisi dan reproduksi ikan gabus di Danau Rawa Pening. Pengambilan sampel ikan dilakukan setiap bulan dari Oktober 2017 hingga Agustus 2018 menggunakan perangkap yang terbuat dari kirai bambu dan jaring. Ikan gabus yang dikumpulkan sebanyak 409 ekor yang terdiri atas 138 betina dan 271 jantan. Panjang ikan contoh berkisar antara 234-646 mm (jantan) dan 242-648 mm (betina). Parameter yang diukur meliputi panjang total, bobot individu, tingkat kematangan gonad, berat gonad, dan diameter oosit. Faktor kondisi, indeks kematangan gonad, fekunditas, dan ukuran pertama matang gonad ditentukan. Faktor kondisi rata-rata pada ikan jantan berkisar antara 0,778 hingga 0,923; sedangkan ikan betina berkisar antara 0,826-0,929. Hubungan panjang-bobot ikan jantan dan betina adalah isometrik. Persentase ika n gabus betina yang mencapai TKG I; II; III; IV masing-masing adalah 15,6; 27,0; 37,4; 20,0% dengan indeks kematangan gonad berkisar antara 1,52 hingga 3,54. Ukuran diameter oosit berkisar antara 0,5 hingga 1,7 mm dengan rata-rata 1,2 mm. Adapun fekunditas berkisar antara 2.843-23.230 telur dengan rata-rata 9.167 telur. Ukuran ikan gabus betina saat kali pertama dewasa seksual diperkirakan pada panjang total 315 mm.

Kata penting: fekunditas, ikan gabus, pemijahan, tingkat kedewasaan

Introduction snakehead are as high protein food (Asfar et al. The striped snakehead Channa striata 2014), source of albumin for pharmaceuticals (Bloch, 1793) is one of the freshwater fishes in (Romadhoni et al. 2016), target fish for sport- Lake Rawa Pening, which has various economic fishing, and ecologically play a role as top pre- benefits (Suwandi et al. 2014). The benefits of dator that control fish population (Nurdawati et

Masyarakat Iktiologi Indonesia Reproductive biology of striped snakehead

al. 2007). The high demand for snakehead and was essential to be studied as a basis for mana- tends to increase caused by the expensive price, ging the snakehead population (Wahyu et al. around IDR 50,000 - IDR 70,000 per kilogram. 2015). This condition resulting in the snakehead catch- Some previous studies on the snakehead ing in Lake Rawa Pening occurred most of the have been carried out such as feed of snakehead year. The local fishermen usually use various (Zehra & Khan 2012), domestication of snake- fishing gear, including fishing rods, traps, spears, head (Ndobe et al. 2013), induce breeding of "widik", surrounding nets, and lift nets. Most of snakehead (Yulintine et al. 2017), reproductive the catches were sold to retailers in Salatiga, Se- biology of snakehead in the flood- marang, Demak, Kudus and other cities (Puspa- plain (Makmur et al. 2003), and the reproduct- ningdiah et al. 2014). ive aspects of snakehead in Lake Rawa Pening The population of snakehead in Lake Ra- which dominated by gonadal maturity index at wa Pening was influenced by some factors. For stage II (Puspaningdiah et al. 2014). Research instance, the number of new recruits, growth on the reproductive biology aspects of female rate, fishing pressure, and natural mortality due snakehead in a paddy irrigation system in Ma- to diseases, predation, starvation, and old age. laysia was conducted by Ali (1999), which Meanwhile, the new recruits were determined obtained the results of gonadal development by the reproductive number and capacity of the occurring throughout the year, multi-modal spawning brood, habitat suitability for spawning, oocyte frequency distribution, and relative fe- and abundance of food for fish larva (Hadiaty cundity estimates ranging from 10.5 to 36.3 2016). Snakehead spawned while the environ- oocytes per g body weight. This study aimed to mental conditions are suitable for spawning, determine the snakehead reproductive capacity waters suitability for fish larvae nursing, and in Lake Rawa Pening more comprehensive so food availability for larval growth (Nasmi et al. that the results can be used as a basis for snake- 2017). head fisheries management in the lake. The fishing pressure of snakehead in Lake Rawa Pening is high, so the population tended Materials and Methods to decreases, and its sustainability is vulnerable. Fish sampling was carried out in Lake According to the fish seller, the number of Rawa Pening, which is the main fishing area of snakeheads caught from Lake Rawa Pening is the snakehead in Central of Java, in five locati- estimated to reach 360 tons/year (Suyanto 2017, ons representing Bawen and Ambarawa Dis- personal communication). This fishing pressure tricts (Figure 1). The sampling sites were loca- directly affected the snakehead population size, ted in an area that had a relatively high density the higher fishing level will decline the popula- of water hyacinth (Eichhornia crassipes) as a tion faster. Conversely, the amount of recruit- suitable habitat for snakehead. Fish sampling ment and growth rate will increase the popula- was taken monthly from October 2017 to Au- tion. The number of broodstock in mature gust 2018, which included dry and rainy seasons. condition and ready to spawn would affect the The fish samples were collected from quantity of recruitment so that this information morning to evening, supported by local fisher-

476 Jurnal Iktiologi Indonesia Djumanto et al.

men using “widik” or fish fences as fishing trap. on the presence of gonads it has, whether testis The fish fences were made of bamboo slats or ovaries. The determination of GSI was modi- which were strung together using yarn into fied after Biswas (1993) based on Table 1 blinds with a height of 2 m along 10 m. It was (Ghaedi et al. 2013, Mahmud et al. 2016, Sary operated by encircling a fishing area of 50 m2 et al. 2017, Milton et al. 2018). which had aquatic plants in high density. Fish Gonads in the anterior, middle, and post- were confined when the gear was narrowed and erior parts of female at maturity stage III and IV caught using a scoop net. The collected fish was were weighed using a digital scale (accuracy stored in a cool box filled with ice. 0.01 mg). Oocytes were counted manually using Fish samples were measured in total a magnifying glass and egg's diameter was mea- length, body weight, and maturity stage (MS). sured by microscope equipped with a micro- Male and female fish were differentiated based meter.

Figure 1 Map of Lake Rawa Pening. The sampling stations are indicated by an open circle dotted line

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 477 Reproductive biology of striped snakehead

Table 1 Gonadal maturity stages of Channa striata from Lake Rawa Pening Maturity stage Male Female

Stage 1 Testes were very tiny and translu- Macroscopically, the ovary was small, thin, (Immature) cent containing many spermatogo- transparent, soft texture and blood vessels were nia. A few spermatocytes were also not visible yet. Oocytes were not visible thinly scattered macroscopically, the through the ovary wall. Histologically, oocy- testicles were flat, transparent white tes were located in the germinal epithelium, and notched. Microscopically, thick each with mild eosinophilia cytoplasm to testicular walls with primary sperma- basophilic. Cytoplasmic diameter of 0.05 mm. tocytes dominate the peritoneum.

Stage 2 Testes at this stage were larger than Macroscopically the ovary was elongated and (Maturing) the immature stage. Spermatocytes only a few oocytes were seen. Blood vessels and spermatids were more abundant. look unclear. Histological observation of the In the early stages, the testes enlarge, ovary was the initial stage of yolk oocyte for- white. Capillary blood vessels were mation from the germinal epithelium; yolk egg seen in the testicular wall. In the final was covered by a simple squamous follicle epi- stage, the testes become more supple thelium. Oocyte size between 0.01 and 0.45 and whiter and occupy1/5 of the mm. abdominal cavity.

Stage 3 Testes showed the largest volume The ovary size continues to grow bigger. Yel- (Mature) with a pinkish white color. A large lowish oocytes and blood vessels continue to amount of spermatozoa were observ- develop well. Round eggs with rough surfaces, ed. The testicles were getting bigger no ovulation yet. The blood vessels combine to and squiggly. Creamy white. Secon- form larger capillaries on the external surface dary and tertiary spermatocytes were of the ovarian wall. Oocytes were clearly dominant, whereas primary sperma- visible through the reddish yellow ovary wall, tocytes were few. filling the half of the abdominal cavity. Histologically, it was the initial stage of vitellogenesis, yolk egg vacuole seen and fat in ooplasm. Oocyte sized between 0.45 to 1.50 mm

Stage 4 Testes were darker, opaque and Macroscopically a large ovary with a thin and (Spent) flaccid. The testicles widen, most of transparent membrane. Ovaries were larger, them appear springy but some were yellow or orange, fill the abdominal cavity, soft and very squiggly. There were oocyte grains were able to separate from each blood vessels and thick, at a gentle other, peripheral blood vessels and central pressure the cement will radiate. clear. Microscopically an increase in egg yolk Lumen contained spermatozoa. Most vesicles that fills the entire ooplasm. Oocytes spermatozoa migrate towards the were mature, most oocytes were in the tertiary periphery of the lobule vitellogenin stage, oocyte diameter 0.50-1.80 mm.

Data were analyzed descriptively by pre- males on females monthly and tested with the senting pictures and graphs, such as length and chi-squared (χ2) test. weight distribution, length and weight relation- The relationship of fish weights was ana- ship, condition factors, the distribution of gona- lyzed using the linear regression test with the dal maturity stage (MS), gonadal somatic index following formula (Biswas 1993, Effendie (GSI), length or weight relationship with MS, 2002): fecundity and oocyte diameter. The sex ratio W = a Lb was determined by comparing the number of W = weight (g); L = Length (cm); a and b = constants.

478 Jurnal Iktiologi Indonesia Djumanto et al.

The constant values of b were tested for similar- Ln ( ଵ - 1) = a – b*L ௅௠ହ଴Ψ ity against the value of 3 using the t-test.

Fish condition factors (K) on isometric Result growth were calculated by formula according to The length and weight of fish caught du- Biswas (1993), that is: ring the study are presented in Figure 2 and 3. ͳͲͷܹ K = The total number of fish caught were 409 indi- ܮ͵ w= body weight (g), L = length (mm) vidual, consisting of 271 males and 138 females. In allometric conditions, the relative con- The length of male fish was distributed over the dition factor (Kn) of fish was calculated by the range of 234-646 mm (average ±s.d; 330±7), following formula: and weights in the range of 82-2,284 g (347.4± ܹ 317). In female fish, the length of fish was dis- Kn = ܾ ܽܮ tributed over the range of 242-648 mm (366±7), The gonado somatic index (GSI) is cal- and weights in the range 125-2,373 g (486.9± culated with the following formula: 385). The length and weight modes in male and ܹ݃ GSI = ݔͳͲͲ ܹ female fish were smaller than the average or Wg = gonad weight; W = body weight tend to the left. In general, the female fish were Fecundity (F) was calculated by the bigger than male. During the dry season, the following formula: average weight of male fish (480.4 g) was al- ௐ௚ .(F = ݔ݊ݐ, most twofold than in the rainy season (256.9 g ௚௦ gs = weight of gonad samples; nt = number of Meanwhile, female fish were slightly heavier oocytes of gonad samples during the dry season (494.3 g) compared to in Relative fecundity (Fr) is the number of the rainy season (483.8 g). eggs that have matured in an ovary before Male fish tended to be smaller than fe- spawning, calculated by the following formula: male. Most of the male size was 280-360 mm,

ܨ Fr = , while the female was 340-400 mm long. Both ܹ male and female rarely had a length of 400-600 F = fecundity, W = body weight mm. Most of the male and female fish weight The fish size of the first gonad matured 200-500 g and few weighted at 500-2,500 g. or the value of Lm50% was calculated by plot- Generally, large fish were caught during the dry ting the proportion between gonadal maturity of season. fish and the total gonad in each length class. The The equation of the length-weight rela- size of the first gonad was calculated using the tionship for male was W= 0,0078 L3,0171 with following formula: R2= 0.94 and female was W=0,007 L 3,060 with Lm 50% = ଵ .(ಽሻ R2 = 0.95 (Figure 4כ௘ሺೌష್כሺଵ The formula can be reconstructed into a linear regression equation as follows:

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 479 Reproductive biology of striped snakehead

25 □ = ♂, n = 271; ■ = ♀, n = 138 20

15

10

Frequency (%) Frequency 5

0 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500 520 540 560 580 600 620 640 660 680 700 Length (mm)

Figure 2 The length distribution of Channa striata in Lake Rawa Pening

20 18 16 □ = ♂, n = 27; ■ = ♀, n = 138 14 12 10 8 6 Frequency (%) Frequency 4 2 0 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300 2400 2500 Weight (g) Figure 3. The weight distribution of Channa striata in Lake Rawa Pening

Figure 4 The length-weight curvature of Channa striata in Lake Rawa Pening

480 Jurnal Iktiologi Indonesia Djumanto et al.

Based on the curvature of the length- mean condition factor was <1 indicates the fish weight relationship both of the male and female was not in good condition due to environment snakehead was obtained a value of b=3 that in- stressing or other factors, for example, the li- dicated the male and female have an isometric mited feed availability. growth pattern. The long growth rate for the The lengths of male and female snake- male and female was proportional to the weight. heads were grouped into small (q1 <25 cm), me- Monthly variations in condition factor dium (q2= 25-35 cm) ands large (q3> 36 cm). (K) of male and female snakehead are presented The female in each group has condition factor in Figure 5. The condition factor of male snake- (0.87-0.97) greater than male (0.83-0.84) as in head ranged 0.528-1.197 (0.847±0.092). Female Figure 6. The variation in the condition factor fish had condition factor ranged 0.110-1.341 values for each male group was relatively si- (0.876± 0.118). Overall, the average condition milar, whereas female tended to widen as the factor of female snakehead was higher and had a length group increased. wider range of minimum and maximum. The

Figure 5 The average condition factor of Channa striata in Lake Rawa Pening

Figure 6 Average condition factor (K) of small, medium and large group of male Channa striata in Lake Rawa Pening.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 481 Reproductive biology of striped snakehead

The sex ratio of each month sampling gonadal at MS III developed further into MS IV was presented in Table 1. Based on the chi- during the dry season to the rainy season. square test, the sex ratio was unbalanced (p> The maturity stage of the male snake- 0.05), which male (66.3%) was almost doubled head in Lake Rawa Pening was shown in Figure more than female (33.7%). 8. Percentage of male maturity stage in ascend- Female snakehead in the MS IV stage ing order was as followed: MS III (34.4%), MS was more abundant in the rainy season (Decem- II (28.2%), MS I (25, 0%), and MS IV (12.4%). ber-May), whereas in the dry season were few, During the rainy season, males tended to be even in June, October, and November there was found at MS IV, whereas in the dry season it no mature female (Figure 7). Fish in the MS III was relatively few. At the beginning of the rainy stage was often caught during the dry season, season, there were many males at the first stage but in the rainy season, there was fewer so that of maturity, while at the end of the rainy till dry the proportion of fish in MS IV to MS III was season the MS III was found. high. This condition was estimated that the

Table 1 The sex ratio of Channa striata in Lake Rawa Pening

2017 2018 Total Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May June July Aug ♂ 8 13 6 34 20 24 17 21 24 41 63 271 ♀ 3 17 5 19 16 14 17 18 6 14 9 138 Total 11 30 11 53 36 38 34 39 30 55 72 409* X count. 2.27 0.53 0.09 4.25* 0.44 2.63 0.00 0.23 10.80* 13.3* 40.5* Note: Sign * shows significantly different (p> 0.05), X table>3.84

100 90 MS 80 (♀) 70 IV 60 50 III 40 II

Frequency (%) Frequency 30 I 20 10 0 Oct Nov Dec Jan Feb May Jun Jul Aug 2017 2018

Figure 7 The maturity stage distribution of female Channa striata in Lake Rawa Pening

482 Jurnal Iktiologi Indonesia Djumanto et al.

100

80 MS 60 (♂) IV 40 III Frequency (%) Frequency 20 II

0 I Oct Nov Dec Jan Feb May Jun Jul Aug 2017 2018

Figure 8 The maturity stage distribution of male Channa striata in Lake Rawa Pening

8 ♀, n= 138 6

4

2 Gonadosomatic index index Gonadosomatic

0 Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug 2017 2018

Figure 9 The average gonadal somatic index of female Channa striata in Lake Rawa Pening

The gonadosomatic index (GSI) monthly The relationship between absolute fe- is presented in Figure 9. Female had an ave-rage cundity to the length and weight of the snake- GSI of 2.38, ranged from 1.52 to 3.54. The head is shown in Figure 11. The female go-nads highest GSI (6.48) was found in the rainy, while of snakehead by 365 mm (359 g) had at least the lowest (0.02) was in the dry season. The 2843 eggs, while the most fecundity (ap- average GSI at the rainy was higher (2.42) than proximately 23,230) was in female measuring the dry season (2.33) and reached a peak at 511 mm (1.790 g). The average absolute fecun- spawning season which was expected occurred dity of the individual snakehead was 9167 eggs, in the rainy season. while the relative fecundity was 20.6 eggs/g The oocyte diameter distribution was body weight. The smallest snakehead that has found in one peak at one modus (Figure 10). reached maturity stage IV was 294 mm (212 g). The average oocyte diameter was 1.2 mm and There were high variations in oocyte fecundity ranged 0.5-1.7 mm so that this fish was total at the same length or individual weight. The spawner and spawning occurred once in each relationship between fecundity and length was F spawning season. =19.474 L1.6737 (R2=0.24), and the fecundity- weight relationship was F = 360.64 W0.5116

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 483 Reproductive biology of striped snakehead

Figure 10 The oocyte diameter (MS III & IV) distribution of Channa striata

Figure 11 The relationship of absolute fecundity to length and weight of Channa striata in Lake Rawa Pening

(R2 = 0.25). Fecundity tended to rise by increas- 0.0109 W (R2 = 0.17) and Fr = 43.62-0.6198 L ing length or weight, but the relationship was (R2 = 0.16). The relative fecundity ranged of 4.9 weak as indicated by low of R2-value. At the to 44.5 eggs g-1 with an average of 20.6 eggs g-1 same weight or length female had varying fe- of body weight. cundity so that the relationship between fecun- The size prediction of the first spawning dity and weight was weak, as well as the fecun- of female in Lake Rawa Pening is presented in dity-length relationship. Figure 13. The female is estimated to spawn for The relationship of relative fecundity to the first time at a length of 315 mm. The longest length and weight is presented in Figure 12. The female caught was 649 mm, so the size was relative fecundity decreased with increasing double the size of the first spawning. weight and length in the equation of Fr = 26.11-

484 Jurnal Iktiologi Indonesia Djumanto et al.

Figure 12 The relative fecundity-length and weight relationship of Channa striata in Lake Rawa Pening

Figure 13 The estimated length at first maturity of female Channa striata in Lake Rawa Pening

Discussion In the rainy season, except for January, The length and weight range of snake- the ratio of male and female snakehead was head captured in this study was wider than balanced, whereas in the dry season more male observed by Puspaningdiah et al. (2014) who fish were caught. This result was different from caught fish using lift nets in Jan-Mar 2014 and the snakehead population in the Musi River obtained a range of 240-600 mm in length and Basin, which was a balanced sex ratio of males weight of 100-1600 g. This may be caused by and females (Makmur et al. 2003). On the other various types of fishing gear used for sampling, hand, in Bantimurung River, Maros Regency, and longer sampling periods that affect the size the female population was three times more than of the fish caught. males (Irmawati et al. 2017). It shows that the

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 485 Reproductive biology of striped snakehead

sex ratio of males and females varies greatly. food, age, sex, and gonad maturity (Effendie The snakehead sex ratio might be influenced by 2002). habitat, location, season, and stage in fish life In this study, male and female snakehead and other factors (Mian et al. 2017). The balan- growth patterns in Lake Rawa Pening were iso- ced ratio of male and female snakehead in Lake metric (b = 3.0), while Puspaningdiah et al. Rawa Pening during the rainy season coincided (2014) who conducted a study at the same loca- with the spawning season. Water hyacinth and tion (in Lake Rawa Pening) found a negative other aquatic weeds as a snakehead habitat for allometric growth pattern (b = 2.8). This differ- shelter and spawning, so that during the spawn- ence was thought to be caused by different pha- ing season, many adult male and female snake- ses of growth or development, habitat, and sea- head gather to spawn. Snakehead requires water son when capturing snakehead. The snakeheads hyacinth and aquatic plants as shade to lay eggs captured in this study were mostly 280-360 mm and care for their offspring (Yulintine et al. (male) and 340-400 mm (female) in length with 2017). During the dry season, male snakeheads an average of MS III, whereas Puspaningdiah et hide under a bunch of aquatic plants to protect al. (2014) found a length that was dominated by their territory, while female snakeheads hunt for 230-370 mm with an average of MS II. Snake- prey. The sex ratio of males and females is an head in the vegetative growth phase stores a lot indicator of the health of fish populations so that of energy from food for the formation of muscle a balanced male and female population is tissue, whereas in the generative growth phase expected to guarantee maximum recruitment. most of the energy was used for gonad growth Snakehead growth patterns in various (Ali 1999). Snakeheads found in the Banjaran types of freshwater vary greatly, caused by mul- River Basin (Sinaga et al. 2001) and the Musi tiple external and internal factors. External River Basin (Makmur et al. 2003) have negative factors that affect snakehead growth patterns allometric growth patterns. Habitat flowing with include habitat or environmental factors, food a slight density of prey causes snakehead to use availability, seasonal differences, density, and a lot of energy to find prey, so the growth pat- so on. Internal factors that influence include fish tern tends to be allometric negative (Mohanty et development stage, sex, gonad maturity level, al. 2017). Snakehead in the spawning season or and other factors (Safran 1992). Snakehead can entering the reproductive phase will store ener- grow very well in Lake Rawa Pening, because gy from food for gonad development, so it tends various types of feed are available. The main to have a positive or allometric isometric growth feed of snakehead fish is animal groups consist- pattern (Ghaedi et al. 2013). Isometric growth ing of fish, crustaceans, and shellfish. Male shows that the snakehead in Lake Rawa Pening snakehead preys on balanced fish and shrimp, has enough food to form its weight growth. while females prey more on crustaceans. The Changes in fish weight are generally faster than types of prey consumed depend on their prefer- their length. ences and availability. Biologically the value of The oocyte diameter in this study was b is closely related to the health of the fish, consistent with the oocyte diameter in the Musi whereas the condition of the fish depends on River flood area, which ranges from 0.65 to

486 Jurnal Iktiologi Indonesia Djumanto et al.

1.34 mm (Makmur et al. 2003). The average ed to be higher and overall ranges from 1.52 to oocyte diameter was closely related to MS, the 3.54. These results indicated that every month snakehead which has a higher MS, the average there was available some snakehead to spawn, diameter of the oocyte was greater (Ali 1999), and the peak of spawning season was coinciding the higher the level of gonad maturation, the with the rainy season. This result was in accord- greater the oocyte diameter in the ovary. Re- ance with the snakehead spawning pattern in the search conducted by Makmur et al. (2003) flood area of the Musi river (Makmur et al. showed that the diameter of MS III snakehead 2003) and in the Bantimurung River in Maros oocytes ranged from 0.65 to 1.27 mm and MS district (Irmawati et al. 2017) and several other IV ranged from 0.65 to 1.34 mm. places. Snakehead has a partial spawning pat- During the spawning season, the snake- tern that lasts a long time by ovulating mature head oocyte diameter in the gonad can be ovu- oocytes. Monthly both male and female were in lated to a minimum size of 1.00 mm (Ghaedi et gonadal maturity to spawn (Mahmud et al. al. 2013). The snakehead oocytes that able to 2016). This condition was thought to compen- ovulate were those who have reached MS III sate for the high larvae and juvenile phase and IV. The size range of snakehead oocytes mortality (Yulintine et al. 2017) due to preda- obtained from this study was varied. It only ma- tion or starvation. ture oocytes will be ovulated during the spawn- The snakehead fecundity in this study ing season. While immature oocytes or diameter ranged from 2,843 - 23,230 eggs with an ave- <1.00 mm will develop further and will be ovul- rage of 9,167 eggs. This result was relatively ated in the next spawning season. These results similar to previous researchers that found the indicate that the snakehead at the time of spawn- snakehead fecundity ranged from 1,282-20,035 ing ovulated all the mature oocytes, and the next eggs (Puspaningdiah et al. 2014). The snake- time will be used to guard the progeny. Snake- head fecundity in the Sambujur River Barito head broodfish protect their offspring from eggs flood area ranged from 621-15,430 eggs (Mak- to post-larval stages to ensure high survival mur & Prasetyo 2006), while the snakehead (Selvaraj & Francis 2007). These results were fecundity in the Musi River Basin ranged from different from snakeheads that were spawned in 7,141-16,486 eggs (Makmur et al. 2003). The ponds or captivity where the broodstock has no total fecundity of the snakehead in Lake Tempe chance to guard for the offspring. In captivity, ranged from 1,062-57,200 eggs (Harianti 2012). oocytes in the final stage will receive a response The fecundity of snakehead in Lake Tempe was to synthetic hormones to develop and ovulate. relatively more, it supposed due to the oocyte Then after the broodstock recovers, it can be diameter was smaller (0.2000 - 0.9247 mm). immediately spawned again for the rest oocyte Snakeheads that have smaller oocytes will have (Marimuthu & Haniffa 2010). more fecundity. Snakehead in Lake Rawa Pe- The overall maturity stage of the snake- ning has an average diameter of a larger oocyte, head was MS III, while the proportion of MS IV and this was thought to be due to the type and was the most during the rainy season. The gona- availability of abundant prey. The habitat under dosomatic index (GSI) of the rainy season tend- the hyacinth bunch was a hiding place for fish

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 487 Reproductive biology of striped snakehead

and shrimp. Snakehead, when taking shelter The socialization to the shareholder is intended under a bunch of hyacinths could prey on the to capture snakeheads that have been properly abundant available fish and shrimp. Larger dia- captured, so that the snakehead can reproduce to meter oocytes have more feed reserves, so larger preserve the population in the waters of Lake oocyte diameters have better survival (Effendie Rawa Pening. 2002). Fish that get enough nutrients or feed Conclusion would be able to produce more oocytes (Mohan- In Lake Rawa Pening, snakehead has an ty et al. 2017), so fish fecundity reached the isometric growth pattern. The gonadosomatic maximum during the spawning season (Effendie ratio in broodstock ready for spawning was low. 2002). Fluctuations in fecundity could also be GSI in the rainy season was higher than in the caused by differences in the size of total length dry season. Oocyte fecundity and relative fecun- and body weight that were not the same, so fish dity were low. Relative fecundity tends to decre- that have a size of total length and greater ase with increasing length or weight. Oocyte weight would have more fecundity. diameter size was medium. Oocyte diameter The 50% length of the first gonads ma- distribution has one size group and has total tured of the snakehead was 315 mm, while the spawning patterns. In the spawning season, ma- female average snakehead length of captured ture oocytes were ovulated, while young ones was 366 mm and the male was 330 mm. This develop and spawn the following season. Every shows that the snakehead was caught in the ju- month there was broodstock ready to lay eggs, venile stage to adulthood, so the minimum and it was estimated that peak spawning occurs length of the fish caught needs to be raised, so during the rainy season. The first spawning that the fish caught was mature or at least have broodfish was expected to have a length of 31.5 spawned once (King 2003). Water hyacinth and cm. other aquatic weed were ideal for snakeheads habitats. Catching snakehead in waters that have Acknowledgment a lot of water hyacinth cover will get fish from The author would like to thank the Dean young to adult. In Lake Rawa Pening, many of Agriculture Faculty of UGM for providing snakeheads were caught by widik, a type of fish- grant funding through the Grant Agreement ing gear, lift nets, and traps. The management Letter Number 2345 / PN / TU / 2018 for snake- that needs to be done is capturing the mature head research in Lake Rawa Pening. This study and passing the young to grow bigger. This can was part of umbrella research on the fish com- be done by adjusting the space between the munity in Lake Rawa Pening. Acknowledg- blades in the Widik fishing gear, increasing the ments were also conveyed to three anonymous opening of the mesh net and increasing the es- reviewers who have provided invaluable critic- cape space in the trap. The size of the space ism, suggestions, and input for the improvement between the bamboo blades in the Widik and of this paper. other types of fishing gear can be increased by 10% to increase the average catch (King 2003).

488 Jurnal Iktiologi Indonesia Djumanto et al.

References Makmur S, Rahardio MF, Sukimin S. 2003. Biologi reproduksi ikan gabus (Channa Ali AB. 1999. Aspects of the reproductive bio- striata Bloch) di daerah banjiran Sungai logy of female snakehead (Channa Musi Sumatera Selatan. Jurnal Iktiologi striata Bloch) obtained from irrigated Indonesia, 3(2): 57-62. rice agroecosystem, Malaysia. Hydrobio- logia, 411(1): 71-77. Makmur S, Prasetyo D. 2006. Kebiasaan makan, tingkat kematangan gonad dan fekunditas Asfar M, Tawali AB, Mahendradatta M. 2014. ikan haruan (Channa striata Bloch) di Potensi ikan gabus (Channa striata) suaka perikanan Sungai Sambujur DAS sebagai sumber makanan kesehatan. Barito Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu- Review. In: Amin I et al. (Eds). Prosi- ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, ding Seminar Nasional Teknologi Indus- 13(1): 27-31. tri II 22 Oktober 2014. Akademi Teknik Industri Makasar. pp. 150-154 Marimuthu K, Haniffa MA. 2010. Induced spawning of native threatened spotted Biswas SP. 1993. Manual methods in fish bio- snakehead fish Channa punctatus with logy. South Asian Publishers Pvt Ltd. ovaprim. Asian Fisheries Science, 23(1): New Dehli. India. 157 p. 60-70. Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Yayasan Mian S, Hossain MA, Shah AW. 2017. Sex ratio, Pustaka Nusatama. Cetakan Kedua. Yog- fecundity and gonado somatic index of yakarta. 163 hlm. spotted snakehead, Channa punctatus Ghaedi A, Kabir MAA, Hashim R. 2013. (Channidae) from a lentic ecosystem. Oocyte development and fecundity of International Journal of Fisheries and snakehead murrel, Channa striatus Aquatic Studies, 5(1): 360-363. (Bloch 1793) in captivity. Asian Fish- Milton J, Bhat AA, Haniffa MA, Hussain SA, eries Science, 26(1): 39-51. Rather IA, Al-Anazi KM, Hailan WAQ, Irmawati, Tresnati J, Nadiarti, Yunus B, Sriuta- Farah MA. 2018. Ovarian development mi M. 2017. Karaketerisasi ikan gabus and histological observations of threat- Channa sp. dari sungai Bantimurung ened dwarf snakehead fish, Channa Kabupaten Maros Sulawesi Selatan. In: gachua (Hamilton, 1822). Saudi Journal Umar TM et al. (Eds) Prosiding Simpo- of Biological Sciences, 25(1): 149-153. sium Nasional Perikanan dan Kelautan Mohanty SS, Khuntia BK, Sahu B, Patra SK, ke 4. 19 Mei 2017. Universitas Hasanud- Tripathy MK, Samantaray K. 2017. din Makasar. p. 24-38. Effect of feeding rates on growth, feed Hadiaty RK. 2016. Iktiofauna di kawasan karst utilisation and nutrient absorption of Menoreh, Jawa Tengah dan upaya kon- murrel fingerling, Channa striata servasinya. Jurnal Iktiologi Indonesia, (Bloch) and determination of protein and 16(2): 199-210. energy requirement for maintenance and maximum growth. Journal of Nutrition Harianti. 2013. Fekunditas dan diameter telur & Food Sciences, 7(4): 1-6. ikan gabus (Channa striata Bloch, 1793) di Danau Tempe, Kabupaten Wajo. Jur- Nasmi J, Nirmala K. Affandi R. 2017. Pengang- nal Saintek Perikanan, 8(2): 18-24. kutan juvenil ikan gabus Channa striata (Bloch 1793) dengan kepadatan berbeda King M. 2003. Fisheries biology: assessment pada media bersalinitas 3 ppt. Jurnal and management. Fishing News Book, Iktiologi Indonesia, 17(1): 101-114. Hong Kong. 341 p. Ndobe S, Serdiati N, Moore A. 2014. Domesti- Mahmud NA, Rahman HH, Mostakim GM, cation and length-weight relationship of Khan MGQ, Shahjahan M, Lucky NS, striped snakehead Channa striata Islam MS. 2016. Cyclic variations of go- (Bloch). In: Sudaryono A, Mufid A (Eds). nad development of an air-breathing fish, Proceeding of International Conference Channa striata in the lentic and lotic of Aquaculture Indonesia Bandung 20 environments. Fisheries and Aquatic Juni 2014. Masyarakat Akuakultur Indo- Sciences, 19(5): 1-7. nesia. pp. 165-172.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 489 Reproductive biology of striped snakehead

Nurdawati N, Husnah, Asyari, Prianto E. 2007. In: Sjafei DS et al. (Eds.). Prosiding Fauna ikan di perairan danau rawa gam- Seminar Nasional Keanekaragaman Ha- but di Barito Selatan Kalimantan Tengah. yati Ikan. Bogor 6 Juni 2000. Pusat Studi Jurnal Iktiologi Indonesia, 7(2): 89-97. Ilmu Hayati IPB dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI. pp. 133- Romadhoni AR, Afrianto E, Pratama RI, Gran- 140. diosa R. 2016. Extraction of snakehead fish [Ophiocephalus striatus (Bloch, Suwandi R, Nurjanah, Winem M. 2014. Pro- 1793)] into fish protein concentrate as porsi bagian tubuh dan kadar proksimat albumin source using various solvent. ikan gabus pada berbagai ukuran. Jurnal Aquatic Procedia, 7(1): 4-11. Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 17(1): 22-28. Puspaningdiah M, Solichin A, Ghofar A. 2014. Aspek biologi ikan gabus (Ophiocepha- Wahyu, Supriyono E, Nirmala K, Harris E. lus striatus) di perairan Rawa Pening, 2015. Pengaruh kepadatan ikan selama Kabupaten Semarang. Diponegoro Jour- pengangkutan terhadap gambaran darah, nal of Maquares, 3(4): 75-82. pH darah, dan kelangsungan hidup benih ikan gabus Channa striata (Bloch, 1793). Sary R, Zainuddin, Rahmi E. 2017. Struktur Jurnal Iktiologi Indonesia, 15(2): 165- histologis gonad ikan gabus (Channa 177. striata) betina. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner, 01(3): 334-342. Yulintine, Bugar H, Wulandari L, Harteman E. 2017. Snakehead fish (Channa striata): Safran P. 1992. Theoretical analysis of the semi-induced breeding and larval growth. weight-length relationship in fish juve- Indian Journal of Science and Techno- niles. Marine Biology, 112(3): 545-551. logy, 10(11): 1-8.

Selvaraj, Francis T. 2007. Influence of human Zehra S, Khan MA. 2012. Dietary protein re- chorionic gonadotropin on maturation in quirement for fingerling Channa punc- striped murrel, Channa striatus. Asian tatus (Bloch), based on growth, feed Fisheries Science, 20(1): 23-39. conversion, protein retention and bioche- mical composition. Aquaculture Interna- Sinaga TP, Rahardjo MF, Sjafei DS. 2001. tional. 20 (2): 383-395. Bioekologi ikan gabus (Channa striata) pada aliran sungai Banjaran Purwokerto.

490 Jurnal Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3): 491-510 DOI: https://doi.org/10.32491/jii.v19i3.486

Variasi spatio-temporal kumpulan ikan di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak, Kepulauan Seribu [Spatio-temporal variations of fish assemblages in seagrass ecosystem of Karang Congkak Island, Kepulauan Seribu] Adinda Kurnia Putri1, Ridwan Affandi2,3, Charles P.H. Simanjuntak2,3, M. Fadjar Rahardjo2,3

1Program Magister Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Sekolah Pascasarjana IPB 2Departmen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB 3Masyarakat Iktiologi Indoensia Kampus IPB Dramaga, Jalan Agatis 16680 Surel: [email protected], [email protected],[email protected], [email protected]

Diterima: 30 Agustus 2019; Disetujui: 29 Oktober 2019

Abstrak Penelitian kumpulan ikan dilakukan untuk mengungkap komposisi ikan secara spasial dan temporal di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak. Frekuensi pengambilan sampel ikan dilakukan selama enam kali yaitu pada musim barat (Maret), peralihan (April-Mei) dan timur (Juli, Agustus, September) 2018 pada empat lokasi lamun yakni zona timur, selatan, barat, dan utara Pulau Karang Congkak dengan menggunakan pukat tarik pantai. Perbedaan komposisi spasial dan temporal kumpulan ikan dianalisis menggunakan analisis similaritas satu arah (One-Way ANOSIM). Kumpulan ikan yang terkoleksi terdiri atas 78 spesies dari 31 famili dan 10 ordo. Famili ikan yang dominan adalah Labridae. Hasil analisis similaritas mengindikasikan adanya perbedaan komposisi spesies ikan secara spasial dan temporal. Kumpulan ikan di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak didominansi oleh yuwana baik secara spasial maupun temporal. Ikan yang paling banyak ditemukan menghuni ekosistem lamun Pulau Karang Congkak berasal dari kelompok penghuni sementara seperti Gerres oyena dan Siganus canaliculatus, serta ikan pengunjung tetap, yakni Halichoeres argus. Hasil analisis korelasi kumpulan ikan dan lingkungan menunjukkan adanya korelasi erat antara beberapa spesies ikan dengan variabel lingkungan.

Kata penting: indeks keanekaragaman, musim timur, penghuni sementara, yuwana

Abstract Seagrass are globally known as an essential habitat for marine fishes. The study of fish assemblages in seagrass ecosystem is needed as the first base to select the most suitable coastal fisheries management. The study aims to reveal the composition of fish assemblages both seasonally and spatially in Karang Congkak Island, Kepulauan Seribu. Sampling was performed six times in NW monsoon (March), first transitional monsoon (April-May) and SE monsoon (Juni, August, September) 2018. Fish were sampled at four sites at seagrass ecosystem of Karang Congkak Island, namely eastern, southern, western, and northern by using beach seine net. The differences of juvenile fish assemblages were analyzed using One-Way ANOSIM. A total of 6,326 fish were collected belonging to 78 species, 31 families and 10 orders in which Labridae was the most diverse family. The result indicates strong spatial and temporal variation in fish composition. Fish compositions were dominated by juvenile both spatially and temporally. The most common species that inhabits seagrass beds of the Karang Congkak Island as temporary resident such as Gerres oyena and Siganus canaliculatus, and regular visitor namely Halichoeres argus. Cannonical correspondence analysis indic ated strong correlation between several fish species and environmental variables.

Keywords: diversity index, Southeast monsoon, temporary resident, juvenile

Pendahuluan ran ekosistem lamun sebagai daerah asuhan ikan Ekosistem lamun merupakan habitat dapat memengaruhi persebaran ikan (Jaxion- yang penting bagi ikan sebab memiliki peranan Harm et al. 2012). Struktur lamun yang kom- ekologis sebagai daerah asuhan ikan, tempat pleks dapat meningkatkan sintasan beberapa berlindung dari predator, dan menyediakan ru- organisme akuatik terutama pada masa awal ang untuk mencari makan (Park et al. 2018). Pe- hidupnya (Gilby et al. 2018).

Masyarakat Iktiologi Indonesia Variasi spatio-temporal kumpulan ikan di Karang Congkak

Ekosistem lamun banyak dimanfaatkan perti di Teluk Banten, Teluk Grenyeng, Bojo- oleh ikan karang untuk berlindung sebelum negara (Nadiarti et al. 2012). kembali beruaya ke ekosistem karang (Nakamu- Keterbatasan informasi mengenai fauna ra & Sano 2004). Ikan-ikan yang memanfaatkan ikan pada ekosistem lamun di Pulau Karang ekosistem lamun dapat dikategorikan menjadi Congkak menjadikan upaya antisipasi kerusakan beberapa status penghuni berdasarkan sifat ekosistem dan pengaruhnya terhadap organisme keberadaannya yakni penghuni tetap (permanent sulit untuk dirumuskan. Karena itu, studi fauna resident-PR), penghuni sementara (temporary ikan sangat perlu dilakukan dalam upaya penge- resident-TR), pengunjung tetap (reguler visitors- lolaan sumber daya ikan (Phinrub et al 2104). RV), dan pengunjung sesekali (occasional Sampai saat ini telah ada beberapa studi menge- visitors-OV) (Hemminga & Duarte 2000). Bebe- nai kumpulan ikan pada ekosistem lamun di In- rapa ikan-ikan tersebut merupakan yuwana ikan donesia seperti oleh Tangke (2010) dan Ambo- ekonomis penting seperti ikan baronang (Siga- Rappe et al. (2013) di beberapa perairan di Sula- nidae), lencam (Lethrinidae), dan kapas-kapas wesi. Kajian serupa juga pernah dilakukan di (Gerreidae) (Edrus & Hartati 2013). Kepulauan Seribu seperti di Pulau Burung Salah satu pulau di Kepulauan Seribu (Hutomo & Martosewojo 1997), Pulau Pramuka yang memiliki ekosistem lamun adalah Pulau (Saraswati et al. 2018), dan Pulau Tidung Kecil Karang Congkak. Pulau ini merupakan pulau (Hidayati & Suparmoko 2018), sedangkan di yang tidak berpenghuni di bagian utara Kepu- Pulau Karang Congkak sebagai representasi lauan Seribu yang secara administratif termasuk pulau kecil di gugusan Taman Nasional Kepu- dalam Kelurahan Pulau Panggang. Pulau Ka- lauan Seribu bagian utara belum pernah dilaku- rang Congkak termasuk ke dalam zona peman- kan. Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap faatan (Dit. KKIJ 2015) yang ditujukan untuk komposisi spesies dan kelimpahan ikan berda- permukiman, wisata atau untuk kegiatan budi sarkan musim dan lokasi di ekosistem lamun daya ikan (Riyadi 2007). Pulau lain yang berada Pulau Karang Congkak, Kepulauan Seribu serta di sekitar Pulau Karang Congkak seperti Pulau kaitannya dengan beberapa variabel lingkungan. Panggang merupakan daerah permukiman padat penduduk (Assuyuti et al. 2018) dan Pulau Se- Bahan dan metode mak Daun sebagai destinasi wisata. Area studi Aktivitas manusia di pulau-pulau sekitar Penelitian dilaksanakan di Pulau Karang dikhawatirkan dapat mengganggu ekosistem Congkak yang merupakan bagian dari gugusan lamun sebagai habitat penting ikan (Orth et al. Kepulauan Seribu bagian utara, DKI Jakarta. 2006, Kawaroe et al. 2016, Scapin et al. 2016). Pulau ini termasuk ke dalam Kelurahan Pulau Selain itu, kerusakan lamun disebabkan oleh Panggang bersama 13 pulau lainnya. Pulau Ka- adanya sedimentasi, beban pencemaran organik, rang Congkak dikelilingi oleh beberapa ekosis- dan kerusakan akibat baling-baling kapal seperti tem penyusun laut dangkal seperti terumbu ka- yang terjadi pada Teluk Chesapeake (Mizerek et rang penghalang, lamun, dan mangrove. Peng- al. 2011). Di Indonesia, kerusakan ekosistem ambilan sampel ikan dilakukan pada empat zona lamun telah dilaporkan di beberapa tempat se- di Pulau Karang Congkak yang memiliki tutup-

492 Jurnal Iktiologi Indonesia Putri et al.

an lamun yaitu pada zona timur, selatan, barat, sisinya sejajar dengan garis pantai sejauh ±30 m dan utara Pulau Karang Congkak (Gambar 1). dengan metode sapuan. Sampel ikan yang tertangkap terlebih da- Pengambilan dan penanganan sampel ikan hulu diawetkan dalam larutan formalin 10%, ke- Frekuensi pengambilan sampel ikan dila- mudian dicuci dengan air dan diawetkan dalam kukan satu bulan satu kali pada musim barat larutan etanol 80%. Spesimen ikan yang telah (MB) bulan Maret, musim peralihan (MP) yaitu diawetkan diidentifikasi sampai pada takson bulan April dan Mei, serta musim timur (MT) terendah yang memungkinkan berdasarkan buku pada bulan Juli, Agustus dan September 2018. petunjuk identifikasi Allen (1999), Carpenter & Sampel ikan diambil pada ekosistem lamun di Niem (2001), dan Allen & Erdmann (2012). Se- zona Timur (T), Selatan (S), Barat (B), dan Uta- lanjutnya semua ikan yang terkumpul, diukur ra (U) dengan menggunakan pukat tarik pantai panjang (mm) dan ditimbang bobotnya (g). Ana- yang memiliki dimensi 10 m x 1 m dan lebar lisis sampel ikan dilakukan di Laboratorium mata jaring 3 mm. Pukat ditarik pada kedua Biologi Makro 1, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Pulau Karang Congkak, Kepulauan Seribu. (A) letak Pulau Karang Congkak dan pulau sekitarnya (B) serta lokasi pengambilan sampel ikan di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak (C)

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 493 Variasi spatio-temporal kumpulan ikan di Karang Congkak

Pengukuran variabel fisik-kimiawi serta 2 D = σ Pi ; Pi ൌ ni/N biologi lingkungan dilakukan secara in situ. Va- Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman, ni = bobot riabel fisik lingkungan yaitu kekeruhan (NTU) total individu spesies ke-i, N = bobot total semua in- dividu, D = Indeks dominansi, E = Indeks kemerataan, diukur menggunakan turbidity meter dan suhu S = Jumlah spesies

(oC) dilakukan menggunakan termometer, se- Analisis statistik dangkan variabel kimiawi lingkungan berupa Variabel lingkungan yang diukur serta oksigen terlarut (mg L-1) diukur menggunakan indeks ekologis yang digunakan diuji perbe- DO meter, pH ditentukan nilainya mengguna- daannya berdasarkan musim dan lokasi (taraf kan indikator universal, sedangkan salinitas 5%) menggunakan analisis ragam satu arah (ppt) diketahui nilainya dengan menggunakan (One-way ANOVA) dengan bantuan perangkat Spesific Gravity Hydrometer. Variabel biologis lunak SPSS versi 20. Perbedaan kumpulan ikan berupa persentase tutup lamun ditentukan secara berdasarkan nilai CPUE hasil tangkapan ikan visual dan hasilnya dibandingkan dengan hasil diuji menggunakan analisis similaritas satu arah pnelitian McKenzie (2013). Parameter fisik-ki- (One-Way ANOSIM). Kelimpahan ikan (log miawi perairan dilakukan sesaat sebelum peng- (CPUE+1)) yang memiliki nilai >1% dan varia- ambilan sampel ikan, sementara pengamatan je- bel lingkungan diuji keterkaitannya melalui nis dan tutupan lamun dilakukan setelah peng- Canonical Correspondence Analysis (CCA) de- ambilan sampel ikan satu kali selama penelitian ngan menggunakan perangkat lunak PAST 3. yakni pada April 2018.

Hasil Analisis data Kondisi lingkungan perairan Struktur kumpulan ikan dianalisis meng- Kondisi lingkungan perairan yang terukur gunakan indeks ekologis, yakni indeks keane- selama penelitian disajikan pada Gambar 2. karagaman Shannon-Wienner (H’), indeks ke- Rata-rata konsentrasi oksigen terlarut tertinggi merataan (E), dan indeks dominansi (D) dengan terdapat pada musim timur (7,35 mg L-1), se- rumus yang mengacu kepada Magurran (1988). dangkan yang terendah pada musim barat (6,45 Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner (H’) mg L-1). Nilai rataan salinitas dan kekeruhan dihitung dengan persamaan: tertinggi terdapat pada musim timur (32,79 ppt ' H = - σ Piln Pi; Pi ൌ ni/N dan 0,108 NTU), sedangkan nilai terendah sali- Indeks kemerataan jenis diketahui melalui per- nitas pada musim barat (32,02 ppt) dan keke- samaan: ruhan terendah pada musim peralihan (0 NTU). H' E = Rataan suhu tertinggi teramati pada musim per- Ln S alihan (29,81 ˚C) sedangkan nilai terendahnya Indeks dominansi (Simpson) yang menggambar- pada musim barat (29,17˚C). kan adanya dominansi spesies tertentu dihitung menggunakan persamaan:

494 Jurnal Iktiologi Indonesia Putri et al.

10

8

6

(mg L-1) L-1) (mg 4 Oksigen terlarut Oksigen 2

0

31

30

29

28

Suhu (˚C) Suhu 27

26

25

0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2

Kekeruhan (NTU) Kekeruhan 0.1 0

34

33

32

31 Salinitas (ppt)

30 MB MT P1 Timur Selatan Barat Utara Musim Lokasi

Gambar 2 Parameter lingkungan menurut musim dan lokasi di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak pada Maret-September 2018

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 495 Variasi spatio-temporal kumpulan ikan di Karang Congkak

Tabel 1 Hasil pengujian analisis sidik ragam parameter lingkungan dan indeks ekologis di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak

Parameter / Indeks PMusim PZona Oksigen terlarut (mg L-1) 1,487 0,214 Suhu (˚C) 1,637 1,029 Salinitas (ppt) 0,712 0,465 Kekeruhan (NTU) 0,689 0,828 Indeks keanekaragaman (H’) 0,103 0,537 Indeks kemerataan (E) 0,357 0,164 Indeks dominansi (D) 0,034 0,529

Nilai rataan oksigen terlarut pada zona spesies, 55 genera, 31 famili, dan 10 ordo de- barat (7,31 mg L-1) lebih tinggi dibandingkan ngan jumlah individu yang bervariasi pada lokasi lainnya dengan nilai terendah pada zona setiap bulan di semua lokasi (Tabel 2). Ordo timur (6,96 mg L-1). Rataan suhu dan salinitas dengan jumlah famili terbanyak adalah Perci- yang teramati pada zona timur (29,8 ˚C dan formes dengan 19 famili (Gambar 3). Famili 32,76 ppt) merupakan yang tertinggi dan pada Labridae dan Pomacentridae memiliki jumlah zona utara merupakan yang terendah (29,3 ˚C spesies terbanyak yakni masing-masing 9 spe- dan 32,28 ppt). Kekeruhan rata-rata pada zona sies, diikuti famili Siganidae dengan 6 spesies utara merupakan yang terbaik (0 NTU) dan pada dan famili lainnya sebanyak 1-4 spesies ikan zona barat yang terburuk (0,172 NTU). (Gambar 4). Hasil analisis similaritas terhadap Nilai rata-rata pH selama penelitian yang kumpulan ikan di ekosistem lamun Pulau konsisten berdasarkan musim maupun lokasi ya- Karang Congkak mengindikasikan adanya per- itu 7. Tutupan lamun yang tertinggi persentase- bedaan secara spasial (P0,02<0,05, R: 0,160) nya terdapat pada zona utara (33%) diikuti oleh maupun temporal (P0,006<0,05, R: 0,239). zona selatan (32%), zona barat (21%), dan Kumpulan ikan yang menghuni ekosis- terendah pada zona timur (20%). Nilai pH dan tem lamun di Pulau Karang Congkak tersusun persentase tutupan lamun tidak dianalisis meng- atas beberapa kelompok ikan yang digolongkan gunakan analisis sidik ragam sebab tidak ada berdasarkan peranannya dalam memanfaatkan perbedaan nilai selama penelitian. Hasil analisis ekosistem lamun yakni penghuni tetap (PR), sidik ragam terhadap parameter lainnya menun- penghuni sementara (TR), pengunjung tetap jukkan tidak adanya perbedaan baik musim atau (RV) dan pengunjung sesekali (OV). Selama pun lokasi (p>0,01) (Tabel 1). penelitian, kelompok ikan penghuni sementara memiliki proporsi lebih dari 50% dari hasil Komposisi dan persebaran ikan tangkapan, pengunjung sementara memiliki per- Ikan yang tertangkap selama penelitian sentase 34% dan sisanya adalah penghuni tetap berjumlah 6326 individu yang terdiri atas 78 dan pengunjung sesekali (Gambar 5).

496 Jurnal Iktiologi Indonesia oue1 oo ,Oktober 2019 Volume 19Nomor 3, Tabel 2 Daftar spesies ikan di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak pada bulan Maret-September 2018 Musim Lokasi Ordo/Famili Spesies MB MP MT T S B U Stadia Status Penghuni Atherinidae Atherinomorus duodecimalis (Adu) ++++-++Y TR Hypoatherina temminckii (Hte) +++++++Y TR Stenatherina panatela (Spa) + +++ Y TR BELONIFORMES -+++-+- Belonidae Tylosurus crocodilus (Tcr) -+---+-YOV CLUPEIFORMES Clupeidae Spratelloides delicatulus (Sde) -++++++Y,DRV Spratelloides gracilis (Sgr) - - + ---+ Y,D RV MUGILIFORMES Mugilidae Ellochelon vaigiensis (Eva) +---+--YOV MYLIOBATIFORMES Dasyatidae Taeniura lymma (Tly) + - - ---+ Y OV

PERCIFORMES Putri Apogonidae Apogon margaritophorus (Ama) +++++++Y,DPR

Cheillodipterus quinquelineatus (Cqu) +++++++Y RV et al. Fibramia lateralis (Fla) +++-+++Y RV Sphaeramia obricularis (Sob) -+-++-+YOV Balastoidae Balistoides viridescens (Bvi) --+-+--YOV Bleniidae Petroscirtes mitratus (Pmi) -++--++YOV Petroscirtes variabilis (Pva) +++++++Y OV Callionymidae Anaora tentaculata (Ate) +++++++Y,DRV Diplogrammus goramensis (Dgo) +++++++Y RV Centrogenyidae Centrogenys vaigiensis (Cva) + - - ---+ Y OV Chaetodontidae Chaetodon octofasciatus (Coc) - + - ---+ Y OV Chaetodon peniciligerus (Cpe) - + - ---+ Y OV Parachaetodon ocellatus (Poc) --++---YOV Gerreidae Gerres oyena (Goy) +++++++Y TR Gobiidae Amblygobius phalaena (Aph) +-+++--Y,DRV Amblygobius stethopthalamus (Ast) ++--+++Y RV

497

9 498 Tabel 2 (lanjutan) Daftar spesies ikan di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak pada bulan Maret-September 2018 Musim Lokasi Ordo/Famili Spesies MB MP MT T S B U Stadia Status Penghuni Gobiidae Bathigobius fucus (Bfu) --+-+--YRV Bathygobius lineatus(Bli) + - - ---+ Y RV Istigobius decoratus (Ide) +++++++Y RV Istigobius ornatus (Ior) +++-+++Y RV Valenciennea longipinnis(Vlo) +++-+++Y,DRV

Valenciennea muralis (Vmu) -++--++Y,DRV spatio-temporalVariasi di kumpulan Karang ikan Congkak Labridae Cheilinus trilobatus (Ctr) -+-+-+-YOV Choerodon anchorago (Can) +++++++Y RV Halichoeres argus (Hag) +++++++Y,DRV Halichoeres bicolor (Hbi) +++++++Y,DRV Halichoeres chloropterus (Hac) +++-+++Y,DRV Halichoeres magraritaceus (Hma) -+--+--YRV Halichoeres miniatus (Hmi) -+--+--YRV Halichoeres scapularis (Hsc) -++-++-YRV Stethojulis strigeventer (Sti) +++++++Y,DRV Lethrinidae Lethrinus genivittatus( Lge) +++++++Y TR Lethrinus harak (Lha) -++++-+YTR Lethrinus lentjan (Lle) ++-++-+Y TR Lutjanidae Lutjanus fulviflamma(Lfu) -+-++--YOV Microdesmidae Ptereleotris microlepis (Pmi) -++--+-YOV Mullidae Upeneus tragula (Uta) ++++++-Y,DOV Nemipteridae Pentapodus bifasciatus (Pbi) -+++-++YTR Pentapodus trivitattus (Pti) +++++++Y,DRV

Jurnal Iktiologi Indonesia Scolopsis ciliata (Sci) ---+++-YOV Scolopsis lineata (Sli) -+++-++YOV Pomacentridae Abudefduf sexfasciatus (Ase) ++-+-++Y OV Acanthochromis polyacanthus (Apo) -+-+-+-YOV Apmphiprion ocellaris (Aoc) - + - ---+ Y OV Chrysiptera hemicyaena (Che) -++++-+YOV Dischistodus fasciatus(Dfa) +++++++Y OV

Putri et al.

oue1 oo ,Oktober 2019 Volume 19Nomor 3, Tabel 2 (lanjutan) Daftar spesies ikan di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak pada bulan Maret-September 2018 Musim Lokasi Ordo/Famili Spesies MB MP MT T S B U Stadia Status Penghuni Pomacentridae Dischistodus perspicillatus (Dpe) + + + + + + + Y OV Dischistodus prosopotaenia (Dpo) + + + + + + + Y OV Dischistodus pseudochrysopoecilus(Dps) - + - - - + - Y OV Pomacentrus tripunctatus (Ptr) - - + + - - - Y OV Pseudochromidae Congrogadus subducens - + - - - - + D OV Scaridae Scarus ghobban (Sgh) Y TR Siganidae Siganus canaliculatus(Sca) + + + + + - + Y TR Siganus fuscescens (Sfu) + + - - + + + Y TR Siganus guttatus (Sgu) - + - - + - - D OV Siganus javus (Sja) + - - - - - + Y OV Siganus spinus (Spi) - + - - - - + Y TR Siganus virgatus(Svi) + + + + + + + Y TR Sphyraena Sphyraena barracuda(Sba) - + - - - - + Y OV Terapontidae Pelates quadrilienatus (Pqu) + + + + + - + Y TR PLEURONECTIFORMES Putri

Soleidae Pardachirus pavoninus (Ppa) + + + + + + + Y RV et al. SILURIFORMES Plotosidae Plotosus lineatus (Pli) - + - - - + - Y OV SYNGNATHIFORMES Centricidae Aeoliscus strigatus (Ast) - + + - - - + Y, D PR Syngnathidae Hippichthys cyanospilos(Hcy) - + - Y OV Corythoichthys haematopterus (Cha) + - - - - - + Y OV TETRAODONTIFORMES Monachantidae Acreichthys tomentosus(Ato) + + + + + + + Y, D RV Paramonacanthus choirocephalus(Ach) - + + + + - + Y, D RV Pseudomonacanthus macrurus(Pma) - + + + + + + Y, D RV Ostraciidae Lactoria cornuta (Lco) - + - - - + - Y OV Rhynchostracion nasus (Rna) + - - - - + - Y OV Keterangan: MB: Musim Barat; MP: Musim Peralihan; MT: Musim Timur; Y: Yuwana; D: Dewasa; PR: Penghuni tetap; RV: Pengunjung tetap; TR: Penghuni sementara; OV: Pengunjung sesekali) T: Timur; S: Selatan; B: Barat; U: Utara

499

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 499 Variasi spatio-temporal kumpulan ikan di Karang Congkak

Tetraodontiformes Syngnathiformes Siluriformes Pleuronectiformes Perciformes

Ordo Myliobatiformes Mugiliformes Clupeiformes Beloniformes Atheriniformes 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Jumlah Famili

Gambar 3 Jumlah famili berdasarkan ordo ikan di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Scaridae Soleidae Beloidae Labridae Mullidae Gobiidae Bleniidae Gerreidae Siganidae Balistidae Clupeidae Lutjanidae Mugillidae Plotosidae Dasyatidae Ostraciidae Lethrinidae Atherinidae Apogonidae Centriscidae Terapontidae Nemipteridae Sphyraenidae Syngnathidae Callionymidae Pomacentridae Monachantidae Microdesmidae Chaetodontidae Centrogenyidae Pseudochromidae

Gambar 4 Jumlah spesies pada setiap famili ikan di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak

5% 4%

34% PR RV TR OV 57%

Gambar 5 Komposisi kategori ikan yang memanfaatkan ekosistem lamun (PR: Penghuni tetap; RV: Pengunjung tetap; TR: Penghuni sementara; OV: Pengunjung sesekali)

500 Jurnal Iktiologi Indonesia Putri et al.

Komposisi ikan penghuni sementara pada jung sesekali) dapat ditemukan di lokasi tertentu stadia yuwana di ekosistem lamun Pulau Karang setiap bulan. Congkak melimpah pada musim barat tetapi se- Komposisi ikan yang tertangkap selama makin berkurang pada musim peralihan dan mu- penelitian terdiri atas 86% yuwana dan 14% sim timur (Gambar 6). Sebaliknya, kelompok ikan dewasa (Gambar 7). Terdapat 77 spesies ikan pengunjung sementara memiliki proporsi ikan yang tergolong sebagai yuwana dan 18 spe- yang rendah pada musim barat dan semakin me- sies ikan dewasa. Yuwana ikan ditemukan de- ningkat dari musim peralihan menuju ke musim ngan proporsi yang lebih tinggi (>80%) diban- timur. Kedua kelompok tersebut selalu ditemu- dingkan dewasa di setiap lokasi pada semua kan di semua lokasi setiap bulannya, sedangkan musim. kelompok lainnya (penghuni tetap dan pengun-

100 90 80 70 60 ghuni Ikan(%) 50 OV 40 TR 30 RV 20 10 PR 0 Proporsi Status Proporsi Status Pen TSBUTSBUTSBUTSBUTSBUTSBU Mar Apr Mei Jul Ags Sep

Waktu dan lokasi penelitian

Gambar 6 Proporsi ikan berdasarkan kategori penghuni ekosistem lamun secara spasial dan temporal (PR:Penghuni tetap; RV: Pengunjung tetap; TR: Penghuni sementara; OV: Pengunjung sesekali). T: Timur; S: Selatan; B: Barat; U: Utara

14%

Yuwana

Dewasa

86%

Gambar 7 Komposisi stadia kumpulan ikan yang tertangkap di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 501 Variasi spatio-temporal kumpulan ikan di Karang Congkak

Kehadiran ikan dewasa dapat ditemukan Yuwana ikan yang tertangkap setiap setiap musim hanya pada beberapa lokasi (Gam- bulannya tersusun atas beberapa jenis ikan yang bar 8). Ikan yang berukuran dewasa ini tidak memiliki komposisi yang berbeda (Gambar 9). ditemukan pada bulan April (selatan), Mei Yuwana ikan dari famili Labridae (Halichoeres (timur), Juli (barat), dan September (timur dan argus) dapat ditemukan pada setiap lokasi pada selatan). Proporsi ikan dewasa yang terdapat di semua bulan. Hasil tangkapan ikan pada musim beberapa lokasi pada bulan Mei dan Agustus barat didominasi oleh ikan dari famili Labridae, cenderung memiliki persentase yang lebih tinggi Atherinidae, Gerreidae, dan Siganidae. Kompo- jika dibandingkan dengan bulan lainnya. sisi yuwana pada musim peralihan menunjukkan

100 98 96 94 92 90 Dewasa 88 Yuwana 86

Proporsi Stadia Stadia Proporsi Ikan (%) 84 82 TSBUTSBUTSBUTSBUTSBUTSBU Mar Apr Mei Jul Ags Sep Waktu dan Lokasi Penelitian

Gambar 8 Komposisi stadia ikan yang tertangkap selama penelitian. T: Timur; S: Selatan; B: Barat; U: Utara

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 TSBUTSBUTSBUTSBUTSBUTSBU Proporsi yuwana yuwana Proporsi ikan (%) Mar Apr Mei Jul Ags Sep Waktu dan Lokasi Penelitian

Labridae Apogonidae Atherinidae Gerreidae Gobiidae

Siganidae Callionymidae Monachantidae Clupeidae Pomacentridae

Nemipteridae Terapontidae Lethrinidae Lainnya

Gambar 9 Komposisi famili yuwana ikan selama penelitian (T: Timur; S: Selatan; B: Barat; U: Utara)

502 Jurnal Iktiologi Indonesia Putri et al.

Atherinidae, Gerreidae, dan Siganidae. Kompo- Hubungan spesies ikan dengan lingkungan sisi yuwana pada musim peralihan menunjukkan Keterkaitan antara data lingkungan famili yang lebih beragam dengan proporsi dengan kumpulan ikan dianalisis dan disajikan yuwana tertinggi berasal dari famili Labridae, dalam bentuk ordinasi dengan menggunakan Gerreidae, Siganidae, Apogonidae, Gobiidae, Cannonical Correspondence Analysis (CCA). Callionymidae, Pomacentridae dan Clupeidae. Hasil analisis CCA pada Gambar 12 menun- Pada musim timur famili yuwana ikan dengan jukkan korelasi variabel lingkungan dengan lo- proporsi yang lebih tinggi berasal dari famili kasi dan bulan penelitian. CCA yang terbentuk Labridae, Atherinidae, Apogonidae dan Clu- memiliki nilai eigenvalue pada dua axis pertama peidae. yaitu 0,17 (CCA1) dan 0,09 (CCA2) dapat men- jelaskan model sebanyak 58,71% (CCA1) dan Indeks ekologis komunitas 33,34% (CCA2). Suhu dan lamun berkorelasi Indeks ekologis berdasarkan musim dan negatif terhadap sumbu 1 dan positif terhadap lokasi menunjukkan nilai indeks keanekaragam- sumbu 2, sedangkan salinitas berkorelasi positif an dan kemerataan berfluktuasi (Gambar 10). dengan sumbu 1 dan negatif dengan sumbu 2. Nilai tertinggi indeks tersebut berada pada mu- Variabel lingkungan lain yang digunakan yaitu sim peralihan (April-Mei). Nilai indeks keane- kekeruhan, oksigen terlarut dan salinitas memi- karagaman dan kemerataan mengalami penu- liki korelasi negatif terhadap kedua sumbu. runan pada musim timur (Juli-September) yang Biplot CCA menunjukkan terbentuknya nilainya lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok ikan yang berasosiasi dengan oksigen musim barat (Maret). terlarut dan kekeruhan terutama ikan dari ke- Nilai indeks ekologis spasial (Gambar lompok Labridae (Halichoeres argus, Halicho- 11) menunjukkan nilai indeks keanekaragaman eres bicolor, Halichoeres chloropterus, dan Ste- dan kemerataan ikan tertinggi terdapat pada thojulis strigiventer) Callionimydae (Diplogra- musim peralihan di wilayah timur, selatan, dan mus gorammensis dan Anaora tentaculata) dan utara, sedangkan di zona barat ditemukan pada Monachantidae (Acreichtys tomentosus). Ke- akhir musim peralihan (Mei) menuju musim lompok ikan Hypoatherina temminckii (Atheri- timur. Nilai indeks dominansi tertinggi secara nidae) berasosiasi dengan salinitas yang tinggi. spasial dan temporal berada pada musim timur Varibel lingkungan berupa suhu hanya beraso- (September). siasi dengan Gerres oyena, sedangkan ikan dari Indeks dominansi berkisar antara 0,07- famili Siganidae (Siganus canaliculatus dan 0,71; juga memiliki pola yang serupa dengan Siganus fuscescens), Apogonidae (Cheillodi- kedua indeks lainnya. Nilai tertinggi secara spa- pterus quinquelineatus dan Apogon margari- sial dan temporal berada pada bulan September tophorus), Clupeidae (Spratelloides delicatulus) pada semua lokasi penelitian. tidak berkorelasi dengan semua faktor yang diujikan.

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 503 Variasi spatio-temporal kumpulan ikan di Karang Congkak

3.0

2.5

2.0

1.5 H E 1.0 D 0.5

0.0 Mar Apr May Jul Ags Sep Waktu Penelitian

Gambar 10 Indeks ekologis temporal ikan di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak

3 2.5 2 1.5 Barat

Timur Timur 1 0.5 0

3 2.5 2 1.5 Utara

Selatan 1 0.5 0 Mar Apr Mei Jul Ags Sept Mar Apr Mei Jul Ags Sept H' E D H' E D

Gambar 11 Indeks ekologis spasial ikan di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak

504 Jurnal Iktiologi Indonesia Putri et al.

Gambar 12 Ordinasi Biplot Cannonical Correspondence Analyis (CCA) beberapa variabel lingkungan yang diukur dengan musim dan kumpulan ikan

Pembahasan Setiap ekosistem lamun memiliki kompo- Pada penelitian ini ditemukan 78 spesies sisi ikan yang spesifik, yang dapat berbeda de- ikan dari hasil tangkapan menggunakan pukat ngan komposisi ikan pada ekosistem lamun di tarik pantai di ekosistem lamun Pulau Karang tempat lain. Faktor adanya variasi komposisi Congkak (Tabel 2). Hasil pengujian terhadap ikan di berbagai ekosistem lamun ditunjukkan parameter lingkungan menunjukkan tidak ada- oleh data berikut. Di ekosistem lamun Teluk nya perbedaan parameter lingkungan secara spa- Youtefa ikan yang ditemukan berjumlah 79 sial maupun temporal. Berdasarkan hasil obser- spesies (Tebaiy et al. 2014), sedangkan vasi lapangan, Pulau Karang Congkak memiliki Syahailatua & Nuraini (2011) mendapatkan 137 areal yang tidak terlalu luas (±0,6 ha) dan me- spesies di ekosistem lamun pantai Tanjung manjang sehingga kondisi hidrodinamika perair- Merah. Hasil penelitian Ambo-Rappe et al. an antarzona umumnya tidak berbeda. Karena (2013) yang terpusat di Teluk Ambon Dalam itu, terjadinya variasi pada komposisi ikan tidak mengungkapkan 95 spesies ikan, sementara disebabkan oleh pengaruh variabel lingkungan Latuconsina et al. (2011) hanya menemukan 31 fisik, kimiawi melainkan cenderung dipengaruhi spesies ikan. Penelitian terdahulu mengenai oleh faktor biologis khususnya ketersediaan epi- kumpulan ikan di ekosistem lamun di fit yang menjadi sumber makanan ikan (Ambo- Kepulauan Seribu (Pulau Pari) menemukan 78 rappe 2010; Kwakk & Klumpp 2004). spesies ikan (Hutomo & Martosewojo 1977).

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 505 Variasi spatio-temporal kumpulan ikan di Karang Congkak

Adanya perbedaan jumlah spesies yang dominansi oleh ikan Atherinidae (Atherinomo- ditemukan dapat dipengaruhi oleh adanya per- rus duodecimalis) (Pogoreutz et al. 2012). Ke- bedaan kondisi lingkungan baik faktor abiotik miripan jenis ikan yang memiliki kelimpahan maupun biotik. Faktor biologis yang dapat me- tinggi pada penelitian ini dengan penelitian lain mengaruhi tingginya jenis spesies yang ditemu- disebabkan terutama oleh sifat ikan dalam kan di antaranya adalah kedekatan dengan eko- menghuni ekosistem lamun. sistem sekitar. Bervariasinya jenis ikan di eko- Ikan Halichoeres argus dewasa ataupun sistem lamun di perairan Tanjung Tiram yuwana merupakan pengunjung sementara eko- (Ambo-Rappe et al. 2013) dapat disebabkan sistem lamun yang akan memijah di tempat lain oleh lokasinya yang langsung berhadapan de- (Kuriandewa et al. 2013). Ikan penghuni semen- ngan laut lepas sehingga akan terlebih dahulu tara seperti ikan Siganus canaliculatus ditemu- dihuni oleh yuwana ikan dari laut lepas. Seba- kan pada stadia yuwana memiliki sifat berge- liknya di Teluk Lateri yang dekat dengan per- rombol (Hsu et al. 2011) dan memanfaatkan mukiman jenis spesies ikan yang ditemukan se- ekosistem lamun sebagai daerah asuahan ikan, dikit akibat dari tingginya pengaruh kegiatan sehingga dapat ditemukan dengan jumlah yang manusia (Latuconsina et al. 2011). Adanya ke- melimpah. Selain itu, melimpahnya yuwana ragaman jenis ikan pada penelitian ini dapat ikan tersebut juga berkaitan dengan proses re- terjadi karena adanya konfigurasi ekosistem la- krutmen (Hemminga & Duarte 2000). Ikan jenis mun dan mangrove yang berhadapan langsung Siganus canaliculatus diketahui memijah dari dengan ekosistem terumbu karang, sehingga pertengahan Maret-pertengahan Mei (Hasse et dapat menyediakan area asuhan terutama bagi al. 1977), Gerreidae dapat memijah sepanjang yuwana ikan karang sebelum kembali beruaya tahun dengan dua puncak pemijahan pada bulan untuk memijah di ekosistem karang (Unsworth Maret dan Oktober-Desember (Lamtane et al. et al. 2008 dan Dorenbosch et al. 2006). 2007). Atherinidae yang banyak ditemukan pada Pada penelitian komposisi ikan didomi- musim timur melakukan pemijahan dari bulan nansi oleh ikan-ikan yang sering ditemukan di September-Desember (Conand 1993) sehingga ekosistem lamun seperti Halichoeres argus (La- yuwana ketiga ikan tersebut banyak ditemukan bridae), Hypoatherina temminckii (Atherinidae) baik pada musim barat dan peralihan, maupun serta Siganus canaliculatus, Gerres oyena (Ger- musim timur. reidae). Spesies ikan tersebut juga ditemukan Kelompok lain yang memiliki kelimpah- dengan kelimpahan tinggi di tempat lain seperti an yang rendah serta hanya ditemukan sesekali ikan Siganus canaliculatus yang ditemukan selama penelitian digolongkan sebagai ikan dengan kelimpahan tertinggi di Teluk Youtefa pengunjung sesekali (OV) yang memanfaatkan (Tebaiy et al, 2014) dan di Pulau Tidung Kecil ekosistem lamun terutama untuk mencari ma- (Hidayati & Suparmoko 2018). Apogon marga- kan. Kehadiran beberapa spesies tersebut di eko- ritophorus merupakan ikan dengan kelimpahan sistem lamun Pulau Karang Congkak antara lain tertinggi pada hasil penelitian Syahailatua & karena adanya fenomena ruaya ikan. Shoji et al. Nuraini 2011 dan Hutomo & Martosewojo (2017) mengungkapkan bahwa ikan-ikan de- (1977), sedangkan di Kepulauan Spermonde di- ngan jenjang trofik tinggi seperti Congridae dan

506 Jurnal Iktiologi Indonesia Putri et al.

Murridae melakukan ruaya ke ekosistem lamun memiliki jumlah spesies terendah. Kondisi fisik terutama untuk mencari makan. Beberapa ikan perairan di zona barat memiliki kekeruhan ting- yang tergolong ikan pengunjung sesekali adalah gi serta tutupan lamun yang lebih rendah sehing- Congrogadus subducens, Tylosurus crocodilus, ga dapat menjadi faktor yang menyebabkan ren- Ellochelon vaigiensis, dan beberapa ikan Poma- dahnya keragaman jenis ikan yang ditemukan. centridae. Hal tersebut menunjukkan bahwa Variasi komposisi ikan secara spatio- ekosistem lamun merupakan tempat mencari temporal dan korelasinya dengan variabel ling- makan bagi ikan-ikan karnivora. kungan (Gambar 12) menunjukkan beberapa Famili ikan pada penelitian ini didomi- ikan Labridae (H. argus dan H. bicolor) berko- nansi oleh famili Labridae dan Pomacentridae relasi dengan oksigen terlarut. Hasil pengukuran dengan jumlah masing-masing 9 spesies. Domi- oksigen terlarut yang berada pada kisaran opti- nansi Labridae (20 spesies) yang diikuti oleh mal diduga merupakan faktor yang menyebab- Pomacentridae (17 spesies) juga terjadi di eko- kan tingginya kelimpahan ikan tersebut di eko- sistem lamun di Kepulauan Spermonde (Pogo- sistem lamun Pulau Karang Congkak. Spesies reutz et al. 2012). Sebaliknya, Pomacentridae dari Famili Labridae lainnya yakni Halichoeres sebanyak 19 spesies diikuti oleh Labridae (17 chloropterus berkorelasi dengan tingkat keke- spesies) ditemukan di ekosistem lamun Atol ruhan yang tinggi. Hal itu berkaitan dengan Minicoy, India (Prabhakaran et al. 2013). Ikan- sifatnya yang selalu membenamkan diri pada ikan dari Famili Labridae diketahui tergolong pasir ketika dalam keadaan terancam (Huta- ikan pengunjung tetap ekosistem lamun yang galung 2016), sedangkan kedua spesies lain bersifat habitat generalis yakni memanfaatkan yakni ikan dari kelompok Callionymidae (Di- banyak habitat selama masa hidupnya (Jaxion- plogrammus goramensis) dan Gobiidae (Val- Harm et al. 2002) sedangkan Famili Pomacen- lenciennea longipinis) banyak ditemukan seba- tridae terutama pada stadia yuwana memilih gai ikan yang menghuni perairan dengan dasar alternatif multihabitat untuk menyelesaikan fase berpasir (Shibuno et al. 2008). Kekeruhan meru- hidupnya menuju dewasa. Adanya perubahan pakan faktor yang dapat mengubah kumpulan habitat tersebut dapat memengaruhi persebaran ikan sebab memengaruhi kebiasaan ikan dalam spasial ikan kelompok Pomacentridae (Lirman mencari makan, menghindari predator, dan men- 1994). cari pasangan (Santos et al. 2013). Keanekaragaman ikan berdasarkan in- Hypoatherinna temminckii (Atherinidae) deks ekologis secara temporal cenderung me- berkorelasi dengan variabel salinitas yang dapat ningkat dari musim peralihan menuju musim memengaruhi kelimpahan dan persebarannya timur dan menurun pada bulan Agustus dan Hossain et al. (2017). Hal tersebut menjadikan September (musim timur). Pola serupa juga ter- ikan Hypoatherina temminckii ini banyak dite- amati pada indeks ekologis yang dianalisis seca- mukan pada musim timur yang memiliki tingkat ra spasial kecuali di zona barat yang mengalami curah hujan yang rendah, sehingga dapat me- penurunan pada bulan April (musim peralihan). ningkatkan salinitas melalui proses evaporasi. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan hasil tang- (Najid et al. 2012). Siganidae, Apogonidae dan kapan ikan pada bulan April zona barat yang Clupeidae tidak mengelompok pada vektor ling-

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 507 Variasi spatio-temporal kumpulan ikan di Karang Congkak

kungan yang diujikan sebab diduga berkorelasi Daftar pustaka dengan faktor lain yang tidak diujikan pada pe- Allen GR, Erdmann MV. 2012. Reef fishes of the East Indies. Tropical Reef Research, nelitian ini seperti morfologi daun lamun. Ke- Perth. 1292 p. lompok ikan Siganidae diketahui memanfaatkan Allen GR. 1999. Marine Fishes of South East ekosistem lamun yang memiliki morfologi daun Asia. Periplus Edition, Perth. 292 p. yang besar (Munira et al. 2010) pada saat stadia Ambo-Rappe R. 2010. Struktur komunitas ikan yuwana terutama untuk berlindung dan mencari pada padang lamun yang berbeda di makan. Ambo-Rappe et al. (2013) mengungkap- Pulau Barang Lompo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 2(2): 62-73. kan berdasarkan hasil penelitiannya bahwa eko- Ambo-Rappe R, Nessa MN, Latuconsina H, sistem lamun di Pulau Barang Lompo memberi- Lajus DL. 2013. Relationship between kan proteksi yang lebih tinggi kepada ikan-ikan the tropical seagrass bed characteristics and the structure of the associated fish yang berukuran kecil. Community. Open Journal of Ecology, 3(5): 331-342. Simpulan Assuyuti YM, Zikrillah RB, Tanzil MA, Banata Komposisi ikan penghuni ekosistem la- A, Utami P. 2018. Distribusi dan jenis sampah laut serta hubungannya terhadap mun Pulau Karang Congkak berdasarkan musim ekosistem terumbu karang Pulau Pramu- ataupun lokasi tersusun oleh ikan dewasa dan ka, Panggang, Air, dan Kotok Besar di Kepulauan Seribu Jakarta. Majalah Ilmi- yuwana yang memiliki status sebagian sebagai ah Biologi Biosfera: A Scientific, 35(2): penghuni tetap, penghuni sementara, pengun- 91-102. jung tetap atau pengunjung sementara. Adanya Carpenter KE, Niem VH. 2001. FAO species identification guide for Fishery purpos- perbedaan status penghuni dan stadia menjadi- es. The living marine resources of the kan adanya perbedaan komposisi ikan di setiap Western Central Pacific. FAO Volume III-VI, Rome. 4067 p. lokasi pada semua musim. Faktor abiotik dan biotik lainnya yang diduga menjadi faktor yang Conand F. 1993. Life history of the silverside Atherinomorus lacunosus (Atherinidae) memengaruhi terjadinya perbedaan komposisi in New Caledonia. Journal of Fish Bio- ikan secara spasio-temporal perlu diteliti pada logy, 42(6): 851-863. penelitian selanjutnya. [Dit.KKIJ] Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. 2015. Profil Kawasan Kon-

servasi Provinsi DKI Jakarta. Direktorat Persantunan Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil. Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepa- da Noviana, Didit Abdillah, Syahlul Fadhil, Pus- Dorenbosch M, Verberk W, Nagelkerken I, Van der Velde G. 2007. Influence of habitat pita Pratiwi, dan Anggun Gusti Cahyani yang configuration on connectivity between membantu penulis dalam pengambilan sampel. fish assemblages of Caribbean seagrass beds, mangroves and coral reefs. Marine Penghargaan disampaikan kepada Bapak Rohi- Ecology Progress Series, 334: 103-116. din, Ibu Yuli, dan Bapak Herman atas dukungan Edrus IN, Hartati ST. 2013: Komposisi jenis, sarana dan prasarana selama penelitian di Kepu- kepadatan dan keanekaragaman juvenile ikan pada padang lamun gugus Pulau lauan Seribu. Pari. Bawal, 5(1): 9-22.

Gilby BL, Olds AD, Connolly RM, Maxwell PS, Henderson CJ, Schlacher TA. 2018. Seagrass meadows shape fish assembla-

508 Jurnal Iktiologi Indonesia Putri et al.

ges across estuarine seascapes. Marine World Atlas of Seagrasses. Univer-sity of Ecology Progress Series, 588: 179-189. California Press, Barkeley. pp. 171-182.

Hasse JJ, Madraisau BB, Mcvey JP. 1977. Some Kwak SN, Klumpp DW. 2004. Temporal varia- aspects of the life history of Siganus tion in species composition and abun- canaliculatus (Park) (Pisces: Siganidae) dance of fish and decapods of a tropical in Palau. Micronesica, 13(2): 297-312. seagrass bed in Cockle Bay, North Queensland, Australia. Aquatic Botany, Hemminga MA, Duarte CM. 2000. Seagrass 78 (2): 119-134. Ecology. Cambridge University Press, New York. 322 p. Latuconsina H. 2011. Komposisi jenis dan struktur komunitas ikan padang lamun di Hutagalung RA. 2009. Pendekatan ekologis perairan Pantai Lateri Teluk Ambon dalam teknik pengemasan ikan keling Dalam. Jurnal Agribisnis dan Perikanan, hijau (Halichoeres chloropterus): penga- 4(1): 30-36. ruh penambahan pasir dan schooling terhadap ketahanan hidup. Jurnal Riset Lamtane H, Pratap H, Ndaro S. 2009. Repro- Akuakultur, 4(3): 447-454. ductive Biology of Gerres oyena (Pisces: Gerreidae) along the Bagamoyo Coast, Hidayati N, Suparmoko M. 2018. Fish assem- Tanzania. Western Indian Ocean Journal blage structure in relation to seagrass bed of Marine Science, 6(1): 29-35. in Tidung Kecil Island, Kepulauan Seri- bu. E3S Web of Conferences, 74: 1-5. Lirman D. 1994. Ontogenetic shifts in habitat preferences in the three-spot damselfish, Hutomo M, Martosewojo S. 1977. The fishes of Stegastes planifions (Cuvier), in Roatan seagrass community on the west side of Island. Journal of Experimental Marine Burung Island (Pari Island, Seribu Is- Biology and Ecology, 180(1): 71-81. lands) and their variation in abundance. Marine Research in Indonesia, 17: 147- Magurran AE. 1988. Ecologycal diversity and 172. its measurement. New Jersey, Pricenton University Press. 192 p. Hossain MA, Ye Q, Leterme SC, Qin JG. 2017. Spatial and temporal changes of three Mckenzie LJ. 2003. Guidelines for the rapid prey-fish assemblage structure in a assessment and mapping of tropical hyper-saline lagoon: the Coorong, South seagrass habitats (QFS, NFC, Cairns). 46 Australia. Marine and Freshwater Re- pp. search, 68(2): 282-292. Mizerek T, Regan HM, Hovel KA. 2011. Sea- Hsu T, Adiputra Y, Burridge C, Gwo Jc. 2011. grass habitat loss and fragmentation in- Two spinefoot colour morphs: Mottled fluence management strategies for a blue spinefoot Siganus fuscescens and white- crab Callinectes sapidus fishery. Marine spotted spinefoot Siganus canaliculatus Ecology Progress Series, 427: 247-257. are synonyms. Journal of Fish Biology, 79(5): 1350-1355. Munira, Sulistiono, Zairion. 2010. Distribusi spasial ikan beronang (Siganus canali- Jaxion-Harm J, Saunders J, Speight M. 2012. culatus) di padang lamun Selat Lonthoir, Distribution of fish in seagrass, mang- Kepulauan Banda, Maluku. Jurnal Iktio- roves and coral reefs: Life-stage depen- logi Indonesia, 10(1): 25-33. dent habitat use in Honduras. Revista de Biología Tropical, 60(2): 683-698. Nakamura Y, Sano M. 2004. Comparison bet- ween community structures of fishes in Kawaroe M, Nugraha A, Juraij J, Ilham AT. Enhalus acoroides and Thalassia hem- 2016. Seagrass biodiversity at three prichii dominated seagrass beds on marine ecoregions of Indonesia: Sunda fringing coral reefs in the Ryukyu Is- Shelf, Sulawesi Sea, and Banda Sea. lands. Ichthyological Research, 51(1): Journal of Biological Diversity, 17(2): 38-45. 585-591 Nadiarti, Riani E, Djuwita I, Budiharsono S, Kuriandewa TE, Kiswara W, Hutomo M, Soe- Purbayanto A, Asmus H. Challenging for modihardjo S. 2003. The Seagrasses of seagrass management in Indonesia. Jour- Indonesia. In: Green EP, Short FT (ed.).

Volume 19 Nomor 3, Oktober 2019 509 Variasi spatio-temporal kumpulan ikan di Karang Congkak

nal of Coastal Development, 15(3): 234- ronmental Biology of Fishes, 96(12): 242. 287-1377

Najid A, Pariwono JI, Begen DG, Nurhakim S, Saraswati AS, Solichin A, Hartoko A, Suharti Atmadipoera SA. 2012. Pola musiman SR. 2018. Hubungan kerapatan lamun dan antar tahunan salinitas permukaan dengan kelimpahan larva ikan di Pulau laut di Perairan Utara Jawa-Madura. Ma- Pramuka, Kepulauan Seribu Jakarta. rine Science Research, 4(2): 168-177. Management of Aquatic Resources Jour- nal, 5(3): 111-118. Orth RJ, Carruthers TJB, Dennison WC, Duarte CM, Fourqurean JW, Heck KL, Hughes Scapin L, Zucchetta M, Facca C, Sfriso A, AR, Kendrick GA, Kenworthy WJ, Oly- Franzoi P. 2016. Using fish assemblage arnik S, Short FT, Waycott M, Williams to identify success criteria for seagrass SL. 2006. A global crisis for seagrass habitat restoration. Web Ecology, 16(1): ecosystems. BioScience, 56(12): 987-996. 33-36.

Park JM, Kwak SN, Han I. 2018. Feeding rela- Shibuno T, Nakamura Y, Horinouchi M, Sano tionships among six seagrass-associated M. 2008. Habitat use patterns of fishes fishes in the Northeastern Gwangyang across the mangrove-seagrass-coral reef Bay, Southern Korea. Ocean Science, seascape at Ishigaki Island, southern Ja- 53(1): 63-72. pan. Ichthyological Research, 55(3): 218-237. Phinrub W, Montien-Art B, Promya J, Suvarna- raksha A. 2014. Fish diversity and fish Shoji J, Hiromichi M, Kotaro I, Hikari K, Nobu- community in seagrass beds at Ban Pak aki A. 2017. Increase in predation risk Klong, Trang Province, Thailand. Inter- and trophic level induced by nocturnal national Journal of Farming and Allied visits of piscivorous fishes in a temperate Sciences, 2(2): 197-201. seagrass bed. Scientific Reports, 7: 1-8.

Pogoreutz C, Kneer D, Litaay M, Asmus H, Syahailatua A, Nuraini S. 2011. Fish species Ahnelt H. 2012. The influence of canopy composition in seagrass beds of Tanjung structure and tidal level on fish assembla- Merah (North Sulawesi), Indonesia. Ma- ges in tropical Southeast Asian seagrass rine Research in Indonesia, 36(2): 1-10. meadows. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 107: 58-68. Tangke U. 2010. Ekosistem padang lamun (manfaat, fungsi dan rehabilitasi). Jurnal Prabhakaran MP, Nandan SB, Jayachandran PR, Agribisnis dan Perikanan, 3(1): 9-29. Pillai NGK. 2013. Species diversity and Community structure of ichtyofauna in Tebaiy S, Yulianda F, Fahrudin A, Muchsin I. the seagrass ecosystem of Minicoy Atoll, 2014. Struktur komunitas ikan pada habi- Lakshadweep, India. Indian Journal of tat lamun di Teluk Youtefa Jayapura Pa- Geo-Marine Sciences, 4(3): 349-359. pua. Jurnal Iktiologi Indonesia, 14(1): 49-65. Riyadi A. 2007. Potret kondisi perairan di Pulau Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Unsworth RKF, León PSD, Garrads SL, Jompa DKI Jakarta. Jurnal Air Indonesia, J, Smith DJ, Bell JJ. 2008. High 3(2):153-159. connectivity of Indo-Pacific seagrass fish assemblages with mangrove and coral Santos, ABI, Albieri RJ, Araújo FG. 2013. Sea- reef habitat. Marine Ecology Progress sonal response of fish assemblages to ha- Series, 353: 213-224. bitat fragmentation caused by an im- poundment in a Neotropical River. Envi-

510 Jurnal Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3) Oktober 2019

Persantunan Kami berterima kasih kepada para mitra bebestari yang telah berkenan meluangkan waktu serta mencurahkan tenaga dan pikiran untuk menelaah dan menilai kelayakan artikel yang diterbitkan pada Jurnal Iktiologi Indonesia Volume 19 Nomor 3 Bulan Oktober Tahun 2019, yaitu: Agus Nuryanto, Dr. (Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman) Akhmad Fairus Mai Soni, Dr. (Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau)

Alimuddin Dr. (Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor)

Andi Iqbal Burhanuddin, Prof. Dr. (Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin) Fadli Y Tantu Dr. (Program Studi Akuakultur Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Tadulako, Palu)

G. Nugroho Susanto, Dr. (Fakultas Matematika dan Ilmu Penegtahuan Alam, Universitas Lampung) Haryati, Prof. Dr. (Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin) Jefry Jack Mamangkey Dr. (Universitas Negeri Manado)

Jusmaldi, Dr. (Fakultas Matematika dan Ilmu Penegtahuan Alam, Universitas Mulawarman) Laksmi Sulmartiwi, Dr (Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga) Luthfiralda Sjahfirdi, Dr. (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia) Muh. Yusri Karim, Prof. Dr. (Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin) Prawira A.R.P. Tampubolon, MSi (Loka Penelitian Perikanan Tuna) Rudhy Gustiano, Prof. Dr. (Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan) Siti Aslamyah, Dr. (Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin) Syahroma H Nasution, Dr. (Pusat Penelitian Limnologi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong)

Tedjo Sukmono, Dr (Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi) Wellem H. Muskita, Dr. (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas halu Oleo, Kendari)

Masyarakat Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3) Oktober 2019

Indeks penulis

Achmad MJ 465 Munti Yuhana 205 Affandi R 13, 243, 493 Murjiyanti A 477 Akbar N 297, 465 Murniasih S 437 Allen GR 167 Ngaddi A 337 Andriani Y 1 Nirmala K 127, 425 Anggawangsa RF 231 Noor RR 411 Ardi I 127 Nurulitaerka A 477 Aslamyah S 271 Nuryati S 437 Ayyubi H 65 Novita RD 127 Azlina N 477 Nur Asiah 283 Badraeni 271 Nurjaya IW 143 Baksir A 297 Paembonan RE, 297 Budiardi T 243 Paujiah E 361 Budiharjo A 65 Pertami ND 143 Buwono ID 97 Pratiwi NTM 157 Carman O 43, 411 Putri AK 493 Damar A 143 Radona D 187 Daryanto MS 43 Rakhmawati E 259 Djamhur M 465 Rahardjo MF 13, 143, 167, 243, 449, 493 Djumanto 477 Rahmadani 217 Doq N 391 Rahman 43 Dwiramdhani A 477 Reynalta R 205 Eddy Santoso 315 Restiangsih YH 115 Effendi H 157 Ria Faizah R 231 Erlangga 31 Rohman NT 425 Fabanyo MA 465 Rosidah 97 Fahmi R 349 Rusydi R 79 Fekri L 243 Saputra F 195 Firman SW 425 Sarong MA 361 Gustiano R 13 Setiawati M 1, 53, 217, 349, 437 Hadiaty RK 167, 449 Simanjuntak CPH 243, 449, 493 Hariani N 391 Soelistyowati DT 43, 217, 253, 411 Hariyadi S 449 Solihin DD 13 Hariyati 31 Sugiyarto 65 Hasnidar 375 Sukendi 283 Irwan 411 Sunarno MTD 1, 349 Ismail F 297 Supriyono E 127, 337, 425 Junianto 283 Suryadi IB 97 Junior MZ 259 Tahir I 297 Jusadi D 337, 349, 437 Triandika AR 97 Jusmaldi 13, 391 Tamsil A 375 Khalil M 79 Utomo NBP 53 Koncara G 53 Wahyudewantoro G 315 Kusmini II 187 Wasjan 337 Lili W 97 Widyatmoko 157 Lusiastuti AM 205 Windarti 283 Maghfiriadi F 361 Yamin M 53 Mahdaliana 79 Yunidar 79 Mahendra 195 Yustiati A 283 Manangkalangi E 449 Zainuddin 271 Muchlis N 115 Zulfahmi I 361 Zulfikar 31, 79

Masyarakat Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3) Oktober 2019

Indeks subyek

Aeromonas hydrophila 97 sumatra albino, Puntigrus tetrazona 53 Anak Sungai Mahakam Hulu 391 tawes, Barbonymus gonionotus 65 asam lemak Ω-6 minyak jagung 217 iktiofauna 167, 361 Bangka 115 imunitas 205 bayam merah Amaranthus tricolor 53 Karang Congkak 493 biodiversitas ikan 315 kebiasaan makan 143 biologi reproduksi 13, 79, 375 kecernaan pakan 1 cabe jawa Piper retrofractum 259 kitosan 205 Daphnia sp. 349 kualitas warna 53, 127 daun kelor Moringa oleifera 97 larva 259 DNA 243, 465 Lumbricus sp. 271 domestikasi 187, 195 makanan 115, 143 elver 243 Maluku Utara 465 endemic fish 449 manipulasi genetik 43 faktor kondisi 217, 231 matang gonad 13 fekunditas 13, 477 nukleolus 43 gambut 315 pascalarva 195 gelembung mikro 425 pembantutan 243 glutamin 1, 349, 437 pemijahan 13 hormon rGH 31 penjantanan 259 hormon tiroksin 31 pepaya Carica papaya 79 hubungan panjang bobot 97, 115, 231 pertumbuhan 1, 31, 127, 157, 231, 243, 337, 349 ikan planktivora 143 pelangi arfak, Melanotaenia arfakensis 449 poliploid 43 badut, Amphiprion percula 127 pulau kecil 167 bandeng, Chanos chanos 271 Rawa Pening 477 baung Hemibagrus nemurus 187 reproduksi 217 botia Chromobotia macracanthus 437 RNA 243 gulamah Johnius carouna 231 Selat Bali 143 gurami Osphronemus goramy 349 sintasan larva 31 gabus lokal Channa sp. 195 sintasan 157, 187, 349, 437 hiu berjalan Hemiscyllium halmahera 297 sistem akuaponik 157 kelabau Osteochilus melanopleurus 283 spektrum cahaya lampu 127 julung-julung Hemirhampus sp. 465 Streptococcus agalactiae 205 lele, Clarias gariepinus 97, 337 sungai 65 lemuru, Sardinella lemuru 143 Sungai Mahakam 13 lencam, Lethrinus lentjan 115 tanaman vetiver Vetiveria zizanioides 157 maskoki, Carassius auratus 31 terumbu karang 167 molly, Poecilia latipinna 375 tingkat kematangan gonad 97, 115 nila, Oreochromis niloticus 79, 157, 205, 425 trophic ecology 449 pelangi Iriatherina werneri 217 truss morfometrik 283 patin Pangasianodon hypophthalmus 43, 411 waduk 65 sidat Anguilla bicolor 243 vaksin 205 sinodontis Synodontis eupterus 259 yuwana 1, 127, 493

Masyarakat Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3) Oktober 2019

Volume 19

Yuli Andriani, Mia Setiawati, Mas Tri Djoko Sunarno Kecernaan pakan dan kinerja pertum- buhan yuwana ikan gurami, Osphronemus goramy Lacepede, 1801 yang diberi pakan dengan penambahan glutamin [Diet digestibility and growth performance of giant gouramy juvenile, Osphronemus goramy Lacepede, 1801 fed on diet supplemented using glutamine] ...... 1

Jusmaldi, Dedy Duryadi Solihin, Ridwan Affandi, MF Rahardjo, Rudhy Gustiano Biologi reproduksi ikan lais Ompok miostoma (Vaillant 1902) di Sungai Mahakam Kalimantan Timur [Reproductive biology of silurid Ompok miostoma (Vaillant 1902) in Mahakam River East Kalimantan]...... 13

Erlangga, Zulfikar, Hariyati Rekombinasi hormon tiroksin dan hormon rGH terhadap pertum- buhan dan sintasan larva ikan maskoki, Carassius auratus (Linnaeus, 1758) [Effect of thyroxine and rGH hormone recombinant on growth and survival goldfish larvae, Carassius auratus (Linnaeus, 1758)] . . . . 31

Muhammad Sami Daryanto, Odang Carman, Dinar Tri Soelistyowati, Rahman Penentuan tingkat ploidi pada poliploid patin siam Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1878 hasil manipulasi genetik berdasarkan jumlah nukleolus per sel [Ploidy level determination in genetically modified polyploid striped catfish Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1878 based on the number of nucleoli per cell]...... 43

Gamel Koncara, Nur Bambang Priyo Utomo, Mia Setiawati, Muhamad Yamin Peningkatan kualitas warna ikan sumatra albino, Puntigrus tetrazona (Bleeker, 1855) dengan pakan buatan yang diperkaya tepung bayam merah (Amaranthus tricolor L.) [Improved quality of color sumatra barb, Puntigrus tetrazona (Bleeker, 1855) with artificial feed enriched red spinach flour (Amaranthus tricolor L.)] . 53

Hasan Ayyubi, Agung Budiharjo, Sugiyarto Karakteristik morfologis populasi ikan tawes Barbonymus gonionotus (Bleeker, 1849) dari lokasi perairan berbeda di Provinsi Jawa Tengah [Morphological characteristics of silver barb fish population Barbonymus gonionotus (Bleeker, 1849) from different waters locations in Central Java Province]...... 65

Munawar Khalil, Yunidar, Mahdaliana, Munawwar Khalil, Rachmawati Rusydi, Zulfikar Efektivitas biji pepaya (Carica papaya L) dalam menurunkan fungsi reproduksi ikan nila gift, Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758 [The effectiveness of the papaya seed (Carica papaya L) for reproductive function of Tilapia, Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758)] ...... 79

Rosidah, Ibnu Dwi Buwoo, Walim Lili, Ibnu Bangkit Suryadi, Ade Reza Triandika Ketahanan ikan lele sangkuriang, Clarias gariepinus Burchell 1822 terhadap Aeromonas hydrophila pasca pemberian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera L.) melalui pakan [The resistance of sangkuriang catfish (Clarias gariepinus Burchell 1822) against Aeromonas hydrophila bacteria given moringa leaf extracts (Moringa oleifera L.) through the feed] ...... 97

Yoke Hany Restiangsih dan Nur’ainun Muchlis Beberapa aspek biologi ikan lencam, Lethrinus lentjan (Lacepede, 1802) di perairan Bangka dan sekitarnya [Biological aspects of pink ear emperor, Lethrinus lentjan (Lacepede, 1802) in Bangka and adjacent waters] ...... 115

Ris Dewi Novita, Kukuh Nirmala, Eddy Supriyono, Idil Ardi Efektivitas paparan spektrum cahaya lampu Light Emitting Diode (LED) terhadap pertumbuhan dan kualitas warna yuwana ikan badut, Amphiprion percula (Lacèpède, 1802) [The effectiveness of LED light spectrum exposure on growth and color performance of orange clownfish, Amphiprion percula (Lacèpède, 1802) juvenile] ...... 127

Nyoman Dati Pertami, M.F. Rahardjo, Ario Damar, I.W. Nurjaya Makanan dan kebiasaan makan ikan lemuru, Sardinella lemuru Bleeker, 1853 di perairan Selat Bali [Food and feeding habit of Bali Sardinella, Sardinella lemuru Bleeker, 1853 in Bali Strait waters] ...... 143

Masyarakat Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3) Oktober 2019

Widyatmoko, Hefni Effendi, Niken TM Pratiwi Pertumbuhan dan sintasan ikan nila, Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758) pada sistem akuaponik dengan padat tanaman vetiver (Vetiveria zizanioides L. Nash) yang berbeda [The growth and survival rate of Nile tilapia, Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758) in the aquaponic system with different vetiver (Vetiveria zizanioides L. Nash) plant density] ...... 157

Renny K Hadiaty, MF Rahardjo, Gerald R Allen Iktiofauna di pulau-pulau kecil dan terumbu karang serta jenis-jenis baru ikan air tawar di perairan Indonesia [Ichthyofauna in small islands and coral reef and new freshwater species in Indonesian waters] ...... 167

Irin Iriana Kusmini dan Deni Radona Performa tiga generasi ikan baung Hemibagrus nemurus (Valenciennes, 1840) hasil domestikasi pada fase pendederan satu [Performance of three generations of Asian redtail catfish Hemibagrus nemurus (Valenciennes, 1840) domestication result of nursery phase one] 187

Fazril Saputra, Mahendra Pemeliharaan pascalarva ikan gabus lokal Channa sp. pada wadah yang berbeda dalam rangka domestikasi [Maintenance of local snakehead postlarva Channa sp. on different containers in domestication framework]...... 195

Ricko Reynalta, Munti Yuhana, Angela Mariana Lusiastuti Efektivitas vaksin bakterial Streptococcus agalactiae dengan penyalut berbeda terhadap peningkatan kinerja imunitas ikan nila Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758) [Effectivity of Streptococcus agalactiae bacterial vaccine with different coatings for increasing the immunity system on nile tilapia Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758] . 205

Rahmadani, Mia Setiawati, Dinar Tri Soelistyowati Suplementasi asam lemak Ω-6 minyak jagung dalam pakan terhadap kinerja reproduksi ikan pelangi Iriatherina werneri Meinken, 1974 [Supplementation of corn oil Ω-6 fatty acids in feed for reproduction performance of threadfin rainbowfish Iriatherina werneri Meinken, 1974]...... 217

Ria Faizah, Regi Fiji Anggawangsa Hubungan panjang bobot, parameter pertumbuhan, dan faktor kondisi ikan gulamah Johnius carouna (Cuvier, 1830) di Perairan Selatan Jawa [Length weight relationship, growth parameter, and condition factor of caroun croaker Johnius carouna (Cuvier, 1830) in the Southern waters of Java] ...... 231

Latifa Fekri, Ridwan Affandi, M. F. Rahardjo, Tatag Budiardi, Charles P. H. Simanjuntak Pertumbuhan elver Anguilla bicolor McClelland, 1844 pascapembantutan yang dipelihara di media semi alami [Growth of stunted elver of the Indonesian shortfin eel Anguilla bicolor McClelland, 1844 rearing in semi-natural media] ...... 243

Euis Rakhmawati, Muhammad Zairin Jr, Dinar Tri Soelistyowati Penjantanan ikan sinodontis Synodontis eupterus Boulenger, 1901 pada stadia larva menggunakan ekstrak cabe jawa Piper retrofractum dan peningkatan suhu [Masculinization of featherfin squeaker Synodontis eupterus Boulenger, 1901 larvae using javanese long pepper extract Piper retrofractum and increased rearing temperature] ...... 259

Siti Aslamyah, Zainuddin, Badraeni Pengaruh suplementasi ekstrak Lumbricus sp. dalam pakan fermentasi terhadap kinerja pertumbuhan, komposisi kimiawi tubuh, dan indeks hepatosomatik ikan bandeng, Chanos chanos Forsskal, 1775 [The effect of supplementation of Lumbricus sp. extract in fermented foods for growth performance, body chemical composition, and hepatosomatic index of , Chanos chanos Forsskal, 1775] ...... 271

Nur Asiah, Sukendi, Junianto, Ayi Yustiati, Windarti Truss morfometrik dan karakter meristik ikan kelabau (Osteochilus melanopleurus Bleeker, 1852) dari tiga populasi di Sungai Kampar, Sungai Siak, dan Sungai Rokan, Provinsi Riau [Truss morphometric and meristic characters of kelabau fish (Osteochilus melanopleurus Bleeker, 1852) from three populations in Kampar, Siak, and Rokan Rivers, Riau Province] ...... 283

Masyarakat Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3) Oktober 2019

Nebuchadnezzar Akbar, Irmalita Tahir, Abdurrachman Baksir, Rustam E Paembonan, Firdaut Ismail Deskripsi morfologis spesies endemik hiu berjalan (Hemiscyllium halmahera, Allen & Erdmann, 2013) di perairan Laut Maluku Utara [Morphologies description of Halmahera epaulette shark endemic species (Hemiscyllium halmahera, Allen & Erdmann, 2013) in North Maluku Sea] . . 297

Eddy Santoso, Gema Wahyudewantoro Biodiversitas spesies ikan perairan gambut Arut-Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah [Biodiversity of fish species of Arut-Kumai Peat Waters, West Kotawaringin District, Central Kalimantan] ...... 315

Agustinus Ngaddi, Dedi Jusadi, Wasjan, Eddy Supriyono Evaluasi penggunaan monosodium glutamate terhadap respons fisiologis, kinerja pertumbuhan, dan pemanfaatan pakan pada ikan lele, Clarias gariepinus (Burchell, 1822) [Evaluation of Monosodium Glutamate suplementation on physio- logical response, growth performance, and feed utilization in North African catfish Clarias gariepinus (Burchell, 1822)] ...... 337

Rizkan Fahmi, Mia Setiawati, Mas Tri Djoko Sunarno, Dedi Jusadi Pengayaan Daphnia sp. dengan glutamin untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan dan sintasan larva ikan gurami Osphronemus goramy Lacepede, 1801 [Reproductive biology of kawakawa, Euthynnus affinis (Cantor, 1849) in Eastern Indian Ocean] [Enrichment Daphnia sp. with glutamin to improve the performance of the growth and survival rate of gurami Osphronemus goramy Lacepede, 1801 larvae] ...... 349

Furqan Maghfiriadi, Ilham Zulfahmi, Epa Paujiah, M. Ali Sarong Iktiofauna di Sungai Alas Sekitar Stasiun Penelitian Soraya, Kawasan Ekosistem Leuser, Subulussalam, Aceh [Ichthyofauna of Alas River, around Soraya Research Station, Leuser Ecosystem Area, Subulussalam, Aceh] ...... 361

Andi Tamsil, Hasnidar Aspek biologi reproduksi ikan molly, Poecilia latipinna (Lesueur 1821) di Tambak Bosowa Kabupaten Maros [Reproductive biology of sailfin molly, Poecilia latipinna (Lesueur, 1821) in tambak Bosowa Kabupaten Maros] ...... 375

Jusmaldi, Nova Hariani, Norbeta Doq Keanekaragaman, potensi, dan status konservasi fauna ikan di Anak Sungai Mahakam Hulu, Kalimantan Timur [Diversity, potentiality, and conservation status of fish fauna in the upper Mahakam’s tributaries, East Kalimantan] ...... 391

Irwan, Dinar Tri Soelistyowati, Odang Carman, Ronny Rachman Noor Performa ikan patin siam, Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1878 generasi ketiga hasil seleksi karakter bobot tubuh di Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Sungai Gelam, Jambi [Performance of the third generation striped catfish, Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1878 as results of the selection for bodyweight character in Freshwater Aquaculture Fisheries Center, Sungai Gelam, Jambi] ...... 411

Sri Wahyuni Firman, Kukuh Nirmala, Eddy Supriyono, Nurul Toufiq Rohman Evaluasi kinerja pembangkit gelembung mikro terhadap respons fisiologis ikan nila Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758) dengan kepadatan berbeda pada sistem resirkulasi [Performance evaluation of micro bubble generator on physiological response of Nile tilapia Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758) farmed at different densities in recirculating aquaculture system] ...... 425

Siti Murniasih, Dedi Jusadi, Mia Setiawati, Sri Nuryati Suplementasi glutamin bebas dalam pakan meningkatkan respons fisiologis dan sintasan ikan botia Chromobotia macracanthus Bleeker 1852 [Dietary free glutamine supplementation to increase physiological responses and survival rate of clown loach juvenile, Chromobotia macracanthus Bleeker 1852] ...... 437

Emmanuel Manangkalangi, M. Fadjar Rahardjo, Renny K. Hadiaty, Sigid Hariyadi, Charles P. H. Simanjuntak Trophic ecology of fish community at Nimbai Stream: Competition and preda- tion interaction to Arfak rainbowfish, Melanotaenia arfakensis Allen, 1990 [Ekologi trofik komunitas ikan di Sungai Nimbai: Interaksi kompetisi dan pemangsaan terhadap ikan pelangi arfak, Melanotaenia arfakensis Allen, 1990] ...... 449

M. Janib Achmad, Martini Djamhur, M. Abjan Fabanyo, Nebuchadnezzar Akbar Aplikasi DNA barkoding ikan julung-julung (Hemirhampus sp.) di Perairan Laut Maluku Utara [DNA Application of barcoding of garfish (Hemirhampus sp.) in North Maluku Sea] ...... 463

Masyarakat Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(3) Oktober 2019

Djumanto, Atik Murjiyanti, Nuravida Azlina, Aisyah Nurulitaerka, Anissa Dwiramdhani Reproductive biology of striped snakehead, Channa striata (Bloch, 1793) in Lake Rawa Pening, Central Java [Biologi reproduksi ikan gabus Channa striata Bloch, 1793 di Danau Rawa Pening, Jawa Tengah] ...... 475

Adinda Kurnia Putri1, Ridwan Affandi, Charles P.H. Simanjuntak, M. Fadjar Rahardjo Variasi spatio-temporal kumpulan ikan di ekosistem lamun Pulau Karang Congkak, Kepulauan Seribu [Spatio-temporal variations of fish assemblages in seagrass ecosystem of Karang Congkak Island, Kepulauan Seribu] ...... 491

Masyarakat Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(2) Juni 2019

PANDUAN bagi PENULIS (soft copy) kepada dewan penyunting JII melalui Jurnal Iktiologi Indonesia (JII) menyaji- laman: kan artikel yang berkenaan dengan segala aspek jurnal-iktiologi.org kehidupan ikan (Pisces) di perairan tawar, pa- dan melalui surat elektronik dengan alamat: yau, dan laut. Aspek yang dicakup antara lain [email protected] biologi, fisiologi, taksonomi dan sistematika, Naskah yang diterima penyunting akan di- genetika, dan ekologi, serta terapannya dalam telaah oleh dua mitra bestari anonim yang kom- bidang penangkapan, akuakultur, pengelolaan peten untuk memperoleh penilaian konstruktif perikanan, dan konservasi. Artikel yang dimuat agar mendapatkan suatu baku publikasi yang merupakan hasil lengkap suatu penelitian. tinggi. JII mengundang kepada siapapun untuk Panduan berikut membantu anda dalam menulis resensi buku yang berkaitan dengan penyiapan naskah yang akan dikirimkan ke JII. aspek-aspek tersebut di atas dan mempubli- Panduan lengkap dapat anda lihat pada laman kasikan. Ulas balik (review) suatu topik yang Masyarakat Iktiologi Indonesia (www.iktiologi- dipandang penting dan aktual ditulis seorang indonesia.org). Naskah yang ditulis sesuai de- pakar atas permintaan dewan penyunting. ngan ketentuan pada panduan akan mempercepat Komentar dan atau tanggapan atas suatu artikel waktu pemeriksaan dan penyuntingan. yang dimuat disediakan ruang. JII diterbitkan tiga kali setahun (Februari, Penyiapan naskah Juni, dan Oktober). Pada nomor terakhir tiap Pastikan bahwa naskah cukup jelas untuk volume dimuat daftar isi, indeks penulis, dan disunting, dengan mengikuti hal berikut: indeks subyek. • Ukuran kertas: A4 dengan batas pinggir 3 cm Artikel dapat ditulis dalam Bahasa Indo- seluruhnya, bernomor halaman yang ditu- nesia atau Bahasa Inggris. Artikel belum pernah liskan pada ujung kanan bawah. diterbitkan pada media manapun. Dewan • Naskah ditulis dalam satu kolom pada tiap Penyunting akan menerima atau menolak halaman. artikel berdasarkan kesesuaian materi dengan • Naskah diketik menggunakan Microsoft Word ruang lingkup JII, dan meringkas atau me- for Windows dalam spasi 1,5 baris, tipe huruf nyunting artikel bila diperlukan untuk menye- Times New Roman ukuran 12. Karakter huruf suaikan dengan halaman yang tersedia tanpa pada Gambar dapat berbeda dari ketentuan mengaburkan substansi. Opini yang tertuang ini. dalam tulisan artikel tidak menggambarkan • Teks dituliskan hanya rata kiri. kebijakan penyunting. • Gunakan spasi tunggal (bukan ganda) sesudah Untuk semua keperluan, penulis pertama tanda baca (titik, koma, titik dua, titik koma). dianggap sebagai penulis korespondensi artikel, • Gunakan satuan Sistem Internasional (SI) kecuali ada keterangan lain. Penulis, yang arti- untuk pengukuran dan penimbangan. kelnya disetujui untuk diterbitkan, bersedia • Nama ilmiah organisme disesuaikan dengan mengalihkan hak cipta naskah kepada penerbit kode nomenklatur internasional (e.g. Inter- (Masyarakat Iktiologi Indonesia). Cetakan awal national Code of Zoological Nomenclature). akan dikirimkan kepada penulis korespondensi Nama genus dan spesies ditulis dalam huruf untuk mendapatkan tanggapan. Tanggapan mi-ring (italik). penulis dan surat persetujuan pengalihan hak • Angka yang lebih kecil dari 10 dieja, misal tu- cipta segera dikirim ke penyunting dalam waktu juh spesies ikan, tetapi tidak dieja bila diikuti satu minggu. oleh satuan baku, misal 3 kg. Nilai di atas Dalam hal penemuan baru, disarankan sem-bilan ditulis dalam angka, kecuali pada kepada penulis untuk mengurus hak patennya awal kalimat. sebelum mempublikasikan dalam jurnal ini. • Tidak menggunakan garis miring (sebagai ganti kata per), tetapi menggunakan tika atas Pengajuan naskah indeks minus, contoh 9 m/det dituliskan 9 m -1 Pengajuan naskah dapat dilakukan kapan det . pun dengan mengirimkan satu salinan lunak

Masyarakat Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(2) Juni 2019

• Jangan menggunakan singkatan tanpa kete- Bagian-bagian naskah rangan sebelumnya. Kata yang disingkat se- Judul ditulis di tengah dengan huruf tebal beru- baiknya ditulis lengkap pada penyebutan kuran 13 dan terjemahan ditulis dengan huruf pertama diikuti singkatan dalam tanda biasa berukuran 11. Judul hendaknya singkat, kurung. tepat, dan informatif yang mencerminkan isi • Tanggal ditulis sebagai ‘hari bulan tahun’, artikel. misal 12 September 2010. Singkatan bulan Nama penulis ditulis dengan huruf biasa beru- pada tabel dan gambar menggunakan tiga kuran 12. Alamat ditulis dengan huruf biasa kata pertama nama bulan, misal Feb, Jun, berukuran 9, yang memuat nama dan alamat Okt. lembaga disertai kode pos. Cantumkan alamat • Peta memuat petunjuk garis lintang dan garis surat elektronik semua penulis. bujur, serta menyebutkan sumber data. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan • Gambar atau foto organisme atau bagian or- Inggris tidak melebihi 250 kata. Abstrak memuat ganisme harus diberi keterangan skala. tujuan, apa yang dilakukan (metode), apa yang • Periksa untuk memastikan bahwa gambar ditemukan (hasil), dan simpulan. Hindari sing- telah diberi nomor secara benar seperti yang katan dan kutipan pustaka. Abstrak terdiri atas dikutip dalam teks. Nomor dan judul gambar satu alinea. terletak di bagian bawah gambar. • Pastikan bahwa tabel telah diberi nomor de- Kata penting ditulis dalam Bahasa Indonesia ngan benar dan berurutan sesuai dengan dan Inggris tidak melebihi tujuh kata yang nomor yang dikutip dalam teks. Posisi nomor disusun menurut abjad. dan judul tabel terletak di atas tabel. Judul Pendahuluan menjelaskan secara utuh dan jelas seba-iknya jelas, lengkap dan informatif. alasan mengapa studi dilakukan. Hasil-hasil Letakkan sumber data dan catatan tepat di sebelumnya yang terkait dengan studi anda bawah tabel. Jangan memuat garis vertikal (state of the art) dirangkum dalam suatu acuan pada tabel. Hilangkan garis horisontal dari yang padat. Nyatakan tujuan penelitian anda. tabel, kecuali garis atas dan bawah judul Bahan dan metode dituliskan secara jelas. kolom dan garis akhir dasar tabel. Teknik statistik diuraikan secara lengkap (jika • Ketepatan pengutipan pustaka sepenuhnya baru) atau diacu. menjadi tanggung jawab penulis. JII menga- Hasil. Di sini anda kemukakan informasi dan nut sistem nama-tahun dalam pengutipan. hasil yang diperoleh berdasarkan metode yang Nama keluarga dan tahun publikasi dican- digunakan. Jangan mengutip pustaka apapun tumkan dalam teks eg. Rahardjo & Siman- pada bab ini. juntak (2007) atau (Rahardjo & Simanjuntak Pembahasan. Nilai suatu naskah ditentukan 2007) untuk satu dan dua penulis; Sjafei et oleh suatu pembahasan yang baik. Di sini hasil al. (2008) atau (Sjafei et al. 2008) untuk pe- studi anda dihubungkan dengan hasil studi nulis lebih dari dua. Penulisan banyak pusta- sebelumnya. Hasil diinterpretasikan dengan du- ka kutipan dalam teks diurutkan dari yang kungan kejadian atau pustaka yang memadai. tertua eg. (Gonzales et al. 2000, Stergiou & Hasil yang tidak diharapkan atau anomali perlu Moutopoulos 2001, Khaironizam & Norma- dijelaskan. Penggunaan pustaka primer mutakhir Rashid 2002, Abdurahiman et al. 2004, Frota (10 tahun terakhir) sangat dianjurkan. et al. 2004; dan Tarkan et al. 2006). Pustaka bertahun sama disusun berurut menurut abjad Simpulan dinyatakan secara jelas dan ringkas, penulis. Pustaka dari penulis yang sama dan serta menjawab tujuan penelitian. dipublikasikan pada tahun yang sama dibeda- Persantunan (bila perlu) memuat lembaga atau kan oleh huruf kecil (a, b, c dan seterusnya) orang yang mendukung secara langsung pene- yang ditambahkan pada tahun publikasi, eg. litian atau penulisan naskah anda. Syafei 2018a, Syafei 2018b.

Masyarakat Iktiologi Indonesia Jurnal Iktiologi Indonesia 19(2) Juni 2019

Daftar pustaka disusun menurut abjad nama jemahkan oleh Bambang Sumantri. PT. penulis pertama. Pastikan semua pustaka yang Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 747 p. dikutip dalam teks tertera di daftar pustaka, dan • Artikel yang termuat dalam kumpulan mono- demikian pula sebaliknya. graf (buku, prosiding) dituliskan: penulis- • Judul terbitan berkala dikutip lengkap (ditulis tahun, judul artikel. In: nama penyunting, dalam huruf italik), yang diikuti oleh volume judul monograf (ditulis dengan huruf italik), dan nomor terbitan, serta nomor halaman nama penerbit dan lokasinya, serta halaman dalam huruf roman (tegak). Contoh: artikel. Contoh: Lauer TE, Doll JC, Allen PJ, Breidert B, Bleckmann H. 1993. Role of lateral line Palla J. 2008. Changes in yellow perch in fish behaviour. In: Pitcher TJ (ed.). length frequencies and sex ratios Beha-viour of Teleost Fishes. Chapman following closure of the commercial and Hall, London. pp. 201-246. fishery and reduction in sport bag limits Simanjuntak CPH, Zahid A, Rahardjo in southern Lake Michigan. Fisheries MF, Hadiaty RK, Krismono, Haryono, Management and Ecology, 15(1): 39-47 Tjakra-widjaja AT (Editor). 2011. • Judul buku ditulis dalam huruf italik. Prosiding Seminar Nasional Ikan VI. Gunakan huruf kapital pada awal kata, Bogor 8-9 Juni 2010. Masyarakat kecuali kata depan dan kata sambung. Nama Iktiologi Indonesia. Cibinong. 612 p. dan lokasi penerbit, serta total halaman • Kutipan terbatas hasil yang tak dicantumkan. Contoh: dipublikasikan, pekerjaan yang dalam Berra TB. 2001. Freshwater Fish Dis- penyiapan, pekerjaan yang baru diusulkan, tribution. Academic Press, San Fran- atau komunikasi pribadi hanya dibuat dalam cisco. 640 p. teks, di luar Daftar Pustaka. • Buku terjemahan ditambahkan nama pener- • Artikel dan buku yang belum dipublikasikan jemahnya. Contoh: dan sedang dalam proses pencetakan diberi Nikolsky GV. 1963. The ecology of tambahan “in press”. Contoh: fishes. Translated from Russian by L. Rahardjo MF, Syafei LS. 2019. Spesies Birkett. Academic Press, London and Invasif Akuatik. (in press) New York. 352 p. Artikel ulas balik suatu topik, resensi buku, dan komentar atau tanggapan atas suatu artikel tidak Steel GD, Torrie JH. 1981. Prinsip- perlu mengikuti sistematika penulisan di atas. prinsip dan Prosedur Statistika. Diter-

Masyarakat Iktiologi Indonesia

Volume 19 Nomor 3 Oktober 2019

9 771693 033002