IMPLEMENTASI PROGRAM BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DI DESA PAGEDANGAN KECAMATAN PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh : YENI FAJARWATI NIM. 6661122326

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG, Juli 2016 ABSTRAK

Yeni Fajarwati. 6661122326. Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dosen Pembimbing I : Maulana Yusuf, S.Ip., M.Si. Dosen Pembimbing II : Riny Handayani, S.Si., M.Si.

Pemerintah Desa Pagedangan membentuk BUMDes sebagai motor penggerak ekonomi di desa namun dalam pembentukkannya masih minim pembinaan dari Pemerintah Daerah sehingga muncul beberapa permasalahan, diantaranya adalah ada perbedaan masa bakti dalam Perda dan Perdes, kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, serta kurangnya penggunaan teknologi komputer dalam mengelola BUMDes. Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana implementasi Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang. Penelitian ini menggunakan teori implementasi dari Van Horn dan Van metter dalam Agustino (2008). Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, studi pustaka dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah model Prasetya Irawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi program BUMDes secara umum sudah berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat berdasarkan berjalannya program-program BUMDes secara baik. Meski dalam segi perencanaan keuangan dan program belum terkelola dengan baik sehingga program BUMDes belum sepenuhnya berjalan optimal karena ada beberapa yang harus diperbaiki seperti kurangnya sumberdaya manusia dan finansial serta lemahnya sosialisasi dan minimnya koordinasi. Saran yang dapat diberikan yaitu agar tidak terjadi keterlambatan dalam membuat payung hukum, meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia, meningkatkan sumberdaya finansial, sosialisasi lebih merata dan meningkatkan koordinasi sehingga pemberdayaan dan peran aktif masyarakat dapat ditingkatkan.

Kata Kunci : Implementasi, Program, BUMDes.

ii iii

ABSTRACT

Yeni Fajarwati. 6661122326. Implementation of the village-owned enterprises program (BUMDes) at the Pagedangan Village in Pagedangan District of . Departement of Public Administration. Faculty of Social and Political Science. The 1st advisor : Maulana Yusuf, S.Ip., M.Si 2nd advisor : Riny Handayani, S.Si., M.Si

The Village Government Pagedangan formed BUMDes as an economic powerhouse in the village but still minimal guidance from the Regional Government and the problems are coming as difference in the service period and Perdes regulation, lack of socialization to the community, as well as the lack of use of computer technology in managing BUMDes. The aim of research to find out how the implementation of the village-owned enterprises (BUMDes) in the village Pagedangan Pagedangan District of Tangerang regency. This study uses the theory of implementation of Van Horn and Van metter in Agustino (2008). The method used is qualitative descriptive. Data collection techniques used were interviews, observation, literature study and documentation. Analysis of the data used is the model Prasetya Irawan. The results showed that BUMDes program implementation in general has been running well. It can be seen based on the passage of BUMDes programs as well. Although in terms of budgeting and programs planning not been managed well so that the program is not yet fully BUMDes run optimally because there are some that should be corrected as the lack of human and financial resources and poor socialization and lack of coordination. Advice can be given is to avoid any delay in making the appropriate legislation, to improve the quality and quantity of human resources, increasing financial resources, socialization more evenly and improve coordination so that the empowerment and active participation of society can be improved.

Keywords : Implementation, Program, BUMDes.

Berikanlah usaha yang terbaik, karena hasil yang dicapai berdasarkan dari proses yang ditempuh...

Jangan dulu mengatakan “tidak mampu” sebelum anda berusaha menjadikan diri Anda mampu.

Skripsi ini kupersembahkan:

Untuk Bapak (Jalimuddin, S.Pd.I) dan Mamah (Siti Fathonah) tersayang, Adik- adikku terkasih (Faisal Tanjung, Yelly Fuji Illahi, Yessy Arba Amelia, dan Yola Aulia Jalsifha) serta calon suami tercinta (Agus Budiman)... KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, karunia serta hidayah-Nya hingga proposal skripsi ini terselesaikan.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW. Tak lupa peneliti ucapkan terima kasih yang tak terhingga bagi kedua orang tua yang telah mengorbankan waktu, tenaga serta doa yang tak pernah terputus.

Penyusunan proposal skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa. Skripsi ini berjudul ”Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang”.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, peneliti ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

iv v

3. Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

6. Listyaningsih, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi

Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

7. Riswanda, Ph.D., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

8. Maulana Yusuf, SIP., M.Si., Dosen Pembimbing I skripsi yang

memberikan arahan dan masukan yang bermanfaat selama proses

bimbingan.

9. Riny Handayani, S.Si., M.Si., Dosen Pembimbing II skripsi yang

memberikan saran dan semangat bagi peneliti selama proses bimbingan.

10. Semua Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang

membekali peneliti dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.

11. H. Anwar Ardadili, S.Pd., Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan

Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang yang telah banyak

membantu peneliti dalam observasi awal.

vi

12. H. Munawar, S.Pd., Badan Pengawas BUMDes Desa Pagedangan

Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang yang telah memberikan

data dan informasi dalam penelitian ini.

13. Hj. Kultsum, KA Unit Simpan Pinjam BUMDes Desa Pagedangan

Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang yang telah memberikan

data dan informasi dalam penelitian ini.

14. Assudin, S.Kom., Kepala Urusan Perencanaan Desa Pagedangan

Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang untuk memberikan

informasi dalam penelitian ini.

15. Mamah dan Bapak tersayang, terimakasih sudah memberikan motivasi

yang luar biasa untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini.

16. Agus Budiman Shinichiku, terimakasih sudah banyak membantu selama

penelitian, tanpa bantuanmu skripsi ini tidak akan segera selesai.

17. Teman seperjuangan tersayang, seluruh teman-teman Administrasi Negara

kelas A, B, dan C angkatan 2012. Terima kasih telah memberikan motivasi

dan canda tawa yang hangat layaknya keluarga.

18. Rekan-rekan organisatoris di DPM FISIP UNTIRTA 2012, HIMANE

FISIP 2013 serta senior, junior, dan rekan-rekan lainnya yang telah

mengajarkan banyak hal dan berbagi pengalaman selama peneliti

mengikuti organisasi di kampus. Serta teman-teman KKM 42 Untirta 2015

yang telah belajar bersama mengenai kehidupan bermasyarakat.

19. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih

banyak atas segala bantuan dan dukungannya.

vii

Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, begitu pun pada proposal skripsi yang masih jauh dari sempurna ini. Oleh karena itu, peneliti menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti khususnya dan bagi almamater beserta para pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum wr.wb.

Serang, Mei 2016

Peneliti

Yeni Fajarwati

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...... i

ABSTRAK ...... ii

ABSTRACT ...... iii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ......

LEMBAR PERSETUJUAN...... iv

LEMBAR PENGESAHAN ...... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...... vi

KATA PENGANTAR ...... vii

DAFTAR ISI ...... viii

DAFTAR TABEL ...... xii

DAFTAR GAMBAR ...... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...... xiv

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ...... 1

1.2. Identifikasi Masalah ...... 17

1.3. Batasan Masalah ...... 17

1.4. Rumusan Masalah ...... 18

1.5. Tujuan Penelitian ...... 18

1.6. Manfaat Penelitian ...... 18

viii ix

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI

DASAR PENELITIAN ...... 20

2.1 Landasan Teori ...... 20

2.1.1 Pengertian Kebijakan ...... 20

2.1.2 Pengertian Publik ...... 23

2.1.3 Pengertian Kebijakan Publik ...... 27

2.1.4 Implementasi Kebijakan Publik ...... 34

2.1.5 Model-Model Pendekatan Implementasi ...... 38

2.1.5.1 I.K.M Van Metter dan Van Horn ...... 42

2.1.5.2 I.K.M Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier ...... 46

2.1.5.3 I.K.M George C. Edward ...... 49

2.1.5.1 I.K.M Merilee S. Grindle ...... 51

2.1.5.1 I.K.M Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn .... 53

2.1.5.1 I.K.M L. Weimer dan Aidan R. Vining ...... 55

2.1.6 Pengertian Desa ...... 56

2.1.7 Pengertian BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) ...... 57

2.2 Penelitian Terdahulu ...... 71

2.3 Kerangka Berfikir ...... 74

2.4 Asumsi Dasar Penelitian ...... 79

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...... 81

3.1 Desain Penelitian ...... 81

3.2 Fokus Penelitian ...... 81

x

3.3 Lokasi Penelitian ...... 82

3.4 Definisi Konsep dan Operasional Penelitian ...... 83

3.5 Instrumen Penelitian ...... 85

3.6 Informan Penelitian ...... 92

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...... 94

3.8 Jadual Penelitian ...... 100

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian ...... 101

4.1.1 Gambaran Umum Desa Pagedangan ...... 101

4.1.2 Gambaran Umum Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Mandiri ..... 112

4.2 Deskripsi Data ...... 117

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian ...... 117

4.2.2 Daftar Informan Penelitian ...... 120

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ...... 123

4.3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan ...... 124

4.3.2 Sumber Daya ...... 132

4.3.3 Karakteristik Agen Pelaksana ...... 141

4.3.4 Sikap/ Kecenderungan (Disposition) Para Pelaksana ...... 152

4.3.5 Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana ...... 158

4.3.6 Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik ...... 165

4.3 Pembahasan ...... 171

xi

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ...... 189

5.2 Saran ...... 191

DAFTAR PUSTAKA ...... 193

LAMPIRAN ...... 195

DAFTAR TABEL

1.1 Program Kerja Utama BUMDes ...... 7

3.1 Pedoman Wawancara ...... 90

3.2 Informan Penelitian ...... 95

3.3 Jadual Penelitian ...... 101

4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur ...... 110

4.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Pokok ...... 113

4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ...... 115

4.4 Daftar Informan ...... 125

4.5 KSM Unit Usaha Simpan Pinjam ...... 180

4.6 KSM Campuran Unit Usaha Simpan Pinjam ...... 181

4.7 Rekapitulasi Keuangan TPST BKM Desa Pagedangan ...... 183

4.8 Rekapitulasi Keuangan Sentra Kuliner ...... 185

xv

DAFTAR GAMBAR

2.1 Kebijakan Publik Ideal Menurut Riant Nugroho ...... 35

2.2 Model Pendekatan A Framework fot Implementation Analiysis ...... 50

2.3 Model pendekatan Direct and Indirect on Implementation oleh Edward III ...... 52

2.4 Model Pendekatan The Policy Implementation Process ...... 58

2.5 Proses Kerangka Berpikir ...... 80

3.1 Proses Analisis Data ...... 98

4.1 Struktur Organisasi Desa Pagedangan ...... 108

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1 Surat Ijin Penelitian ......

2 Catatan Lapangan ......

3 Pedoman Wawancara ......

4 Transkip Data dan Koding Data ......

5 Kategorisasi Data ......

6 Member Chek ......

7 Foto-Foto ......

8 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2010 Tentang

Pembentukkan dan pengelolaan BUMDes ......

9 Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang No. 9 Tahun 2014 Tentang Desa ...

10 Peraturan Bupati Kabupaten Tangerang No. 85 Tahun 2014 Tentang Tata

Cara Pembentukkan dan pengelolaan BUMDes ......

11 Peraturan Desa No. 7 Tahun 2013 Tentang Pembentukkan BUMDes

Pagedangan Mandiri ......

12 AD/ART BUMDes Pagedangan Mandiri ......

13 Daftar Hadir Bimbingan ......

14 Riwayat Hidup ......

xvii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemandirian suatu daerah merupakan tuntutan dari pemerintah pusat

saat diberlakukannya otonomi pada masa orde baru yaitu pada tahun 1966 M.

Era otonomi ini membuat daerah-daerah yang ada di Indonesia berlomba-

lomba untuk menjadi daerah yang terbaik diantara daerah-daerah lainnya

karena ini menjadi peluang besar bagi daerah untuk memajukan dan

mengembangkan daerahnya sendiri untuk mencapai kesejahteraan bagi

masyarakat dan pegawainya. Demi tercapainya wacana daerah untuk

memajukan dan mengembangkan daerahnya, maka daerah harus mengatur

strategi dalam menjalankan pemerintahannya untuk dapat dimaksimalkan

guna mendukung peningkatan kehidupan yang lebih baik, baik itu dalam

bidang ekonomi, sosial maupun politik.

Era otonomi saat ini, bukan hanya daerah yang memiliki otonomi

daerah akan tetapi desa juga memiliki otonomi desa yang mana desa memiliki

hak dan kewenangan penuh dalam mengelola dan menjalankan

pemerintahannya sendiri sehingga mandiri dan kreatif dalam meningkatkan

kemajuan dan kesajahteraan masyarakat yang ada di desa yang pertama kali

diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2005 tentang perubahan atas

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Seiring

berjalannya waktu undang-undang tersebut mengalami perubahan

menyesuaikan keadaan yang terjadi, hingga pemerintah memiliki inisiatif

1 2

untuk mengeluarkan undang-undang tentang Desa. Selama ini desa dianggap sebagai tempat yang udik dan rendahan di banding kelurahan,sehingga tidak sedikit desa yang beralih menjadi kelurahan untuk mengangkat derajat sosial di mata masyarakat lainnya. Hal ini tentu tidak bisa membuat pemerintah berdiam diri, karena jika dibiarkan maka desa akan perlahan hilang, sedangkan desa sangat penting untuk kelestarian adat dan budaya. Maka dari itu, pemerintah pusat ingin mendongkrak mindset ini dengan dikeluarkannya

Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang terbaru yang mana desa merupakan daerah otonom dan berhak untuk mengatur dan mengelola desanya sendiri.

Sebagai daerah yang memiliki otonomi penuh, untuk menjalankan pemerintahannya, maka desa harus mencari dana sendiri untuk mengembangkan desanya. Meski sekarang dalam Undang-undang No. 6

Tahun 2014 menyatakan bahwa desa akan mendapatkan bantuan dari APBN setiap tahunnya sekitar 600 juta hingga 1,2 Milyar yang tercantum dalam UU

No. 6 Tahun 2014 pasal 72 ayat (1) dan ayat (4) tentang desa, akan tetapi desa tidak sepenuhnya menggantungkan pendapatannya dari bantuan tersebut.

Karena sebelum Undang-undang tersebut diberlakukan bantuan alokasi dana desa tidak ada dan desa harus menguras tenaga dan memutar otak untuk mendapatkan Pendapatan Desa yang maksimal.Maka dari itu desa harus menggali potensi desa baik dari segi Sumber Daya Alam (SDA) maupun dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di desa tersebut yang nantinya 3

akan menjadi sumber pendapatan desa dan akan masuk kedalam kas desa atau keuangan desa.

Keuangan desa yang didapatkan dari sumber pendapatan desa haruslah dikelola dengan baik demi tercapainya pembangunan desa. Namun, kita ketahui bahwa sumber pendapatan desa sebagian besar berasal dari bantuan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, karena memang desa merupakan daerah otonom yang kecil sehingga jika hanya mengandalkan pendapatan asli desa tidak akan mampu meningkatkan pembangunan desa baik itu meningkatkan dalam segi infrastruktur maupun dalam segi administratif. . Sehingga perlu pengelolaan dan manajemen yang baik dalam pendapatan asli desa dan keuangan desa agar desa memiliki PADes yang memadai untuk menopang kesejahtearaan masyarakat desa.

Salah satu strategi dalam memudahkan desa untuk mendapatkan sumber pendapatan desa adalah pemerintah membuat kebijakan yang mengatur hal tersebut. Salah satunya adalah undang-undang No. 32 Tahun

2004 tentang pemerintah daerah yang meyebutkan bahwa pemerintah desa juga dianjurkan untuk memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang berguna untuk mengatur perekonomian desa dan memenuhi kebutuhan serta menggali potensi desa, dan Undang-undang ini merupakan salah satu upaya dari pemerintah pusat dalam meningkatkan peran desa untuk ikut berkecimpung dan turun tangan langsung dalam meningkatkan perekonomian desa. Undang-undang tersebut memayungi Peraturan Menteri Dalam Negeri

No. 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa yang merupakan 4

peraturan lanjutan dari UU No. 32 Tahun 2004 dimana dalam peraturan ini disebutkan bagaimana cara mendirikan dan mengelola BUMDes itu sendiri.

BUMDes merupakan salah satu lembaga yang terdapat interaksi ekonomi antara pemerintah desa dengan masyarakat desa, sehingga hal ini juga berdampak pada hubungan antara pemerintah desa dengan masyarakat yang akan tercipta secara alamiah. Dan dengan adanya BUMDes ini akan menarik masyarakat untuk memulai berdagang sehingga secara perlahan angka kemiskinan akan menurun dan mengangkat keluarga yang tidak mampu untuk menjadi keluarga yang sejahtera.

Marwan sendiri sebagai Menteri Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal dan Transmigrasi dalam detik.com (Rabu, 28 Januari 2015 pukul

22:57 WIB. Sumber : http://news.detik.com/berita/2817053/menteri-desa- segera-terbitkan-permen-bumdes diakses pada tanggal 20 November 2015 pukul 15.12 WIB) mengungkapkan bahwa BUMDes ini diharapkan mampu menjadi motor penggerak kegiatan ekonomi di desa yang juga berfungsi sebagai lembaga sosial dan komersial. Bumdes sebagai lembaga sosial berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial Bumdes bertujuan mencari keuntungan untuk meningkatkan pendapatan desa.

BUMDes sendiri memiliki literatur yang sama dengan BUMN (Badan

Usaha Milik Negara) dan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) yaitu sama- sama mengelola aset dibidangnya hanya saja BUMN merupakan badan usaha tingkat nasional yang dimiliki oleh negara dan BUMD tentu saja merupakan 5

badan usaha milik daerah yang mengelola aset-aset yang ada didaerah, hanya saja BUMDes ini ruang lingkupnya masih sederhana tidak seperti BUMN yang Nasional dan BUMD yang ruang lingkupnya sekitar provinsi, kabupaten/kota. Maka BUMDes yang berada di Desa Pagedangan juga memiliki fungsi yang sama, yaitu mengelola seluruh aset yang dimiliki desa baik itu fisik maupun non fisik yang sifatnya kearah perekonomian desa.

Desa Pagedangan ini merupakan desa yang tumbuh di tengah-tengah kota yang berada di wilayah Kabupaten Tangerang. Desa Pagedangan ini menjadi titik perlintasan antara kabupaten/kota. Posisinya yang strategis yang berada dilintasan jalan otonom kecamatanantara dan Tangerang

Selatan ini membuat masyarakat umum melewati jalan Desa Pagedangan yang hendak menuju pusat kota kabupaten, kota provinsi, pusat perbelanjaan modern (BSD, Gading Serpong Summarecon dan Paramaounth) dan pusat perbelanjaan tradisional (pasar serpong, pasar curug, pasar parung panjang dan lain sebagainya). Sehingga pemerintah desa memiliki keinginan agar bagaimana caranya Desa Pagedangan ini bukan hanya menjadi daerah lintasan semata akan tetapi menjadi daerah singgahan orang-orang yang melintas di Desa Pagedangan ini. Maka dari itu Pemerintah Desa berinisiatif untuk membangun BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) untuk menjadi motor penggerak ekonomi di Desa Pagedangan dan diharapkan bisa mengeksplor kuliner Desa Pagadengan.

Sebagai desa terbaik di Provinsi Banten, Desa Pagedangan merupakan contoh bagi desa lain terutama dari cara mengelola BUMDesnya. Para 6

Pengelola BUMDes Desa Pagedangan ini berusaha semaksimal mungkin untuk mengelola dan memanajemen dengan baik. Maka dari itu, karena tatakelola BUMDes yang baik inilah membuat Desa Pagedangan maju ke kancah nasional sebagai perwakilan desa dari Provinsi Banten. Sehingga karena prestasinyalah Desa Pagedangan ini banyak sekali mendapat kunjungan dari desa lain untuk belajar lebih lanjut tentang bagaimana cara mengelola BUMDes dengan baik seperti rombongan lurah se- Kabupaten

Jembrana(dalam www.jembranakab.go.id, 2015),bahkan menteri daerah tertinggalpun berkunjung dan menginjakkan kaki didesa ini untuk melihat secara langsung bagaimana desa ini dikelola. (http://m.republika.co.id, 2015)

Tidak bisa dipungkiri, meski baru berdiri pada tahun 2013 silam,

BUMDes Desa Pagedangan ini membuat pemerintah desa dan masyarakat desanya bangga memiliki BUMDes yang dikenal banyak orang, bukan hanya dikenal oleh desa tetangga akan tetapi dikenal oleh seluruh indonesia yang berada jauh di seberang pulau sana yang melakukan study banding di Desa

Pagedangan ini. Dilihat dari tahun berdirinya, sekilas memang terlihat prematur. Bagaimana tidak, hanya 2 (dua) tahun kurang saja BUMDes Desa

Pagedangan ini mampu bersaing di kancah nasional dengan 3 (tiga) program utama BUMDes.

Program-program BUMDes Pagedangan ini memang tidaklah banyak, meski hanya memiliki 3 (tiga) program utama tapi bisa berjalan lancar meski banyak sekali hambatan dilapangan. Kini para pelaksana BUMDes berencana 7

menambah 1 (satu) program lagi untuk menambah pendapatan Desa.

Keempat program BUMDes ialah sebagai berikut.

Tabel 1.1

Program Kerja Utama BUMDes di Desa Pagedangan 2015

No. Program Kerja Kepala Unit Tahun Berdiri 1. Usaha Simpan Pinjam Hj. Kulsum 2009 2. Usaha Sentra Kuliner Ishak 2013 3. Usaha Tempat Pembuangan H. Abdul Muhit 2013 Sampah Terpadu (TPST) 4. Perencanaan usaha Pasar Desa Soleh Sardai 2015 Sumber : BUMDes Desa Pagedangan

Tabel 1.1 diatas sekilas menjelaskan beberapa program bumdes,

Program pertama adalah simpan pinjam, Perguliran ekonomi Simpan Pinjam

sudah dimulai sejak tahun 2009 dan saat itu dikelola oleh BKM, pada tahun

2013 dilebur menjadi bagian daripada BUMDesa Pagedangan Mandiri.

Dimulai dengan adanya bantuan dari APBN, APBD, PMPK yang total

keseluruhannnya sebesar Rp.176.250.000,- (seratus tujuh puluh enam juta dua

ratus lima puluh ribu rupiah) dengan pemanfaat perguliran ekonomi sebanyak

4 kelompok Usaha (40 Orang pemanfaat).

Pada Tahun 2014 perguliran ekonomi tersebut telah mencapai Rp.

641.250.000,- dengan anggota pemanfaat atau peminjam mencapai 72

Kelompok Usaha. Ada peningkatan perguliran ekonomi kelompok usaha dari

pemberian pinjaman pertama sekitar Rp. 500.000,- menjadi Rp. 3.000.000,-. 8

Program kedua adalah Sentra Kuliner, Program Sentra Kuliner menjadikan wilayah Desa Pagedangan sebagai daerah lintasan menuju pusat perkotaan (BSD, Summarecon, Paramount, Alam Sutera dan Lippo) yang sebelumnya merupakan daerah pertanian dengan mata pencaharian masyarakat petani, seiring dengan perkembangan wilayah agraris menjadi wilayah perkotaan yang merubah budaya bertani menjadi pedagang, dengan mengembangkan konsep Desa Wisata Kuliner diharapkan menjadi daerah transit maka dibangun sentra kuliner berupa saung-saung dengan menu masakan lokal dan tradisional sampai modern serta dilengkapi dengan toko- toko sebagai sarana pendukung seperti; Saung Raja Pepes Walakhar, Pondok

Lesehan Ayam Kampung kita, Saung Agif “ Pecak Bandeng “ dan Saung

Sentra Sovenir Desa.

Program yang berdiri pada tahun 2013 ini pun menyediakan beberapa toko atau lahan berdagang untuk disewakan kepada masyarakat desa pagedangan. Hal ini diharapkan agar masyarakat desa pagedangan semangat berdagang meski hanya berdagang kecil-kecilan. Program ini dibuat disamping melihat kondisi desa yang strategis, para pelaksana BUMDes pun melihat masyarakat yang mau berdagang bisa berdagang, tidak ada alasan tidak memiliki modal, karena masyarakat desa pagedangan bisa meminjam modal dari program simpan pinjam.

Program ketiga adalah program Tempat Pembuangan Sampah Terpadu

(TPST). Dalam Rangka penanggulangan sampah rumah tangga yang menjadi permasalahan masyarakat ditengah perkembangan kota, maka Desa 9

Pagedangan telah membangun dan mengelola TPST dengan melibatkan kemampuan masyarakat dalam teknis pengelolaan sehingga sampah yang semula menjadi masalah menjadi nilai ekonomis dengan pembuatan pupuk kompos organik.

Pelaksanaan pembangunan TPST berdasarkan dari sumbangsih pemikiran warga masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk mengatasi persoalan sampah masyarakat perumahan di Desa Pagedangan dengan cara ;

Menyediakan tempat penampungan disetiap RW., menyediakan armada pengangkut, Membangun tempat pembakaran dan pembuatan kompos yang berteknologi tepat guna yang tidak berdampak polusi, pembangunan gedung pengelolaan sampah dan membuat aturan pelaksanaan dan kontribusi pengelolaan sampah.

Program keempat adalah program Pasar Desa Tradisional yang baru dibentuk tahun 2015 silam, Pasar Desa saat ini masih tahap pengembangan dalam rangka membantu serta memudahkan masyarakat desa untuk memenuhi kebutuhan pokok untuk kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini unit

Pasar Desa hanya baru memiliki lokasi untuk dijadikan pasar bagi para pedagang kaki lima yang diadakan setiap Hari Minggu, dan direncanakan pendirian Pasar Desa tradisional yang dapat mengantisipasi kebutuhan masyarakat. Dan pasar tersebut yang tepat untuk dibangun jenis pasar desa tradisonal fresh market, karena berada di lokasi terpadu sentra kuliner.

Maka dari penjelasan beberapa program di atas menunjukkan sebelum dibentuknya BUMDes ini, perekonomian di Desa Pagedangan ini sudah 10

berjalan. Ini pula bisa dilihat dari program-program di beberapa lembaga sebelum BUMDes berdiri di Desa Pagedangan telah berjalan selama bertahun-bertahun namun tidak termanajemen dengan baik, sehingga terkadang terjadi tumpang tindih pekerjaan dan program antara lembaga desa yang satu dengan lembaga desa yang lain. Dan adapula program dari pemerintah untuk desa untuk pengembangan desa, sehingga terkadang desa kebingungan tentang siapa pelaksana program tersebut yang ada di desa.

Kejadian tersebut menjadi salah satu alasan BUMDes Pagedangan ini berdiri. Beberapa orang tokoh desa berinisiatif untuk membentuk suatu lembaga atau badan baru, yang khusus mengelola keuangan desa dan mengatur sistem perekonomian desa seiring berkembangnya daerah disekitar

Desa Pagedangan agar tidak menjadi daerah tertinggal ditengah-tengah kota yang sedang maju. Setelah menelaah beberapa undang-undang dan peraturan maka pemerintah desa menemukan titik terang yaitu membentuk BUMDes

Desa Pagendangan yang berlandaskan pada Peraturan Mentri Dalam Negeri

No. 39 Tahun 2010 Tentang Badan Usaha Milik Desa dan membentuk peraturan desa baru yang berkaitan dengan BUMDes yaitu Peraturan Desa

No. 7 Tahun 2014 tentang Badan Usaha Milik Desa.

Meski demikian, pelaksanaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di

Desa Pagedangan ini bukan tanpa hambatan. Masih terdapat beberapa masalah dalam pelaksanaannya. Setelah peneliti melakukan observasi awal mengenai Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa dan berdasarkan 11

wawancara awal peneliti dengan beberapa pihak terkait, maka terdapat beberapa masalah, yaitu sebagai berikut.

Pertama, kurangnya pembinaan dan bimbingan dari pemerintah daerah juga dukungan berupa bantuan dana financial maupun non financial. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang belum mengadakan program khusus untuk pengenalan dan pengembangan

BUMDes ke Pemerintah Desa, seperti bimbingan teknis mengenai BUMDes, pembinaan terhadap pengurus BUMDes, dan pelatihan pengelolaan keuangan

BUMDes. Dengan pembinaan dan bimbingan tersebut diharapkan agar

BUMDes di Desa Pagedangan ini semakin berkembang dan bisa berpotensi untuk menjadi juara dikancah nasional dan ini juga pasti berimbas baik bagi pemerintah daerahnya yang akan mengharumkan nama daerahnya sendiri.

Selain itu beberapa program BUMDes yang terkendala dengan sumber dana sedangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 tahun 2010 pasal 22 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa Gubernur dan Bupati harus membantu desa dalam mengembangkan BUMDesnya. Dalam wawancara dengan bu Hj. Kultsum sebagai Kepala Unit program Simpan Pinjam (kamis,

7 Januari 2016 di kediaman bu Hj. Kultsum pukul 15.20 WIB), beliau menyebutkan bahwa dana yang mereka miliki untuk program ini masih jauh dari harapan untuk menampung kebutuhan masyarakat Desa Pagedangan.

Dari sekian banyak masyarakat yang membutuhkan, BUMDes hanya bisa memenuhi sekitar 30 % saja masyarakat desa yang membutuhkan. Sehingga masih banyak masyarakat Desa Pagedangan yang mengandalkan rentenir 12

meski di BUMDes sendiri sudah menyediakan program simpan pinjam untuk

masyarakat dikarenakan dana yang kurang memenuhi tadi. Disamping itu,

perlu ada perubahan mindset yang buruk serta kebiasaan yang sudah

mengakar dari zaman dahulu sehingga sangat susah sekali dihilangkan dan

susah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk menyimpan dan

meminjam uang di BUMDes Desa Pagedangan. Dan hal ini diungkapkan oleh

salah satu staff desa yang diwawancarai oleh peneliti pada tanggal 13

November 2015 di Kantor Desa Pagedangan.

Kedua, dampak dibangunnya BUMDes tidak terlalu signifikan dalam

pemberdayaan masyarakat. Hal ini bisa dilhat berdasarkan data berikut.

Tabel 1.2 Daftar Masyarakat yang Tidak Mampu Menurut Jenis Pekerjaannya

Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan

1. Buruh Tani 7 orang 2 orang

2. Pedagang Keliling 80 orang 4 orang

3. Pembantu rumah tangga 1 orang 1 orang

4. Tidak Mempunyai Pekerjaan Tetap 490 orang 11 orang

5. Purnawirawan/Pensiunan 3 orang 0 orang

6. Buruh Harian Lepas 490 orang 11 orang Jumlah 1071 29 Sumber : Pemerintah Desa Pagedangan, 2015

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa ada 1100 orang

masyarakat Desa Pagedangan dikatagorikan tidak mampu, sehingga ini

merupakan tugas dari BUMDes Mandiri Desa Pagedangan agar dapat

memberdayakan masyarakat Desa Pagedangan dan dapat meningkatkan 13

ekonomi masyarakat. Berikut adalah data ekonomi bergulir di BUMDes Desa

Pagedangan.

Tabel 1.3

Data Kelompok Simpan Pinjam BKM Desa Pagedangan

No. Nama KSM Angg Asal KSM No. Nama KSM Angg Asal KSM Pagar Haur 1 Albera 9 Tegal 23 Cemara 6 Cicayur Pagar Haur Karya Bakti 2 Assalam 9 Tegal 24 2 7 Cicayur Pagar Haur 3 Melati 7 Cicayur 25 Japati 6 Tegal 4 Daarussalam 7 Cicayur 26 Alfurqon 5 Cicayur 5 Kartini 5 Cicayur 27 BPA 2 Baru 6 BPA 6 Sangkuriang 5 Cicayur 28 Merdeka 5 BPA Blok 3 Tegal Pagar Haur 7 Anggrek 5 BSD 29 Saluyu 6 Tegal Pagar Haur Tegal Pagar Haur 8 Melati 6 Tegal 30 Mandiri 6 Tegal 9 Karya Bakti 6 Cicayur 31 Blok 5 5 BPA Satu 10 Tulip 5 BPA Blok 2 32 Makmur 7 BPA Satu 11 Cempaka 7 Cicayur 33 Bersama 5 BPA Cakung 12 Ciko 6 Cicayur 34 Damai 6 Cicayur 13 Harapan 5 Cicayur 35 Cicayur 10 5 Cicayur 14 Bersama 6 BPA Blok 1 36 BSD Baru 5 BSD 15 Blok 1 5 BPA Blok 1 37 BPA 3 2 BPA 16 Mawar 8 Cicayur 38 Cicayur 1 6 Cicayur 17 Srikandi 6 BPA Blok 2 39 Cicayur 2 6 Cicayur 18 Bakti Karya 5 BPA Blok 3 40 Cicayur 4 5 Cicayur Melati 19 Barokah 9 Cicayur 41 Cicayur 7 Cicayur Pagar Haur 20 Merah Putih 5 Tegal 42 Cangkuang 4 Cicayur 21 Seruni 6 Cicayur 43 Blok 2 5 BPA 22 Tikukur 6 Cicayur Jumlah 253 Sumber : Desa Pagedangan, 2015 14

Tabel 1.4

Daftar Kelompok (KSM) PPMK

Unit Usaha Simpan Pinjam BKM Desa Pagedangan

No. Nama KSM Anggota Asal KSM 1 Ciko 6 Campuran 2 Saluyu 6 Campuran 3 Cicayur 1 6 Campuran 4 Algofur 6 Campuran 5 BPA 3 7 Campuran 6 Sejahtera 5 Campuran 7 Bahagia 5 Campuran 8 Tegal City 6 Campuran Jumlah 47

Sumber : BUMDes Desa Pagedangan, 2015

Berdasarkan data diatas, hal ini bisa dilihat dari program simpan pinjam

dari 1100 orang yang membutuhkan BUMDes hanya bisa membantu 300

orang dari dana simpan pinjam. Dan ini menunjukkan bahwa dampak

pembangunan BUMDes belum dirasakan oleh seluruh masyarakat Desa

Pagedangan. 15

Selain itu, mayoritas masyarakat desa adalah masyarakat tradisional yang masih awam tentang ekonomi dan usaha. Yang mereka tahu hanyalah bagaimana cara mereka makan hari ini. Cara pandang ini tentu saja harus diubah diiringi zaman yang semakin modern dan canggih. Perlu diadakan sosialisasi agar masyarakat bisa berpartisipatif dan berkontribusi dengan baik dalam program-program BUMDes. Kurang partisipatifnya masyarakat bisa juga dikarenakan dalam mendirikan BUMDes sendiri dengan cara top down yang mana BUMDes ini dibentuk dikarenakan adanya inisiatif dari

Pemerintah Desa Pagedangan untuk menghimpun suatu wadah untuk menampung program-program pemerintah yang bersifat pemberdayaan masyarakat miskin, bukan karena inisiatif dari masyarakat sendiri. Karena jika BUMDes ini didirikan berdasarkan kemauan masyarakat dan didukung dengan pemerintah desa maka pemerintah desa bisa dengan mudah menjalankan BUMDes ini karena partisipasi dari masyarakat tentulah akan tinggi dan ini berbeda jika BUMDes ini dibentuk atas dasar kemauan sekelompok kecil saja atau pemerintah desa.

Peran pemerintah daerah sangatlah penting untuk kemajuan BUMDes ini, dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2010 pasal 22 ayat

(1) dan ayat (2) menyebutkan bahwa pemerintah daerah baik itu pemerintah

Provinsi Banten maupun Pemerintah Kabupaten/Kota haruslah melakukan sosialisasi, pembinaan, bimbingan teknis, pengembangan manajeman dan sumber daya manusia serta memberikan fasilitas akselerasi permodalan.

Namun faktanya pemerintah daerah sendiri seperti acuh tidak memberikan 16

dukungan secara maksimal kepada BUMDes Desa Pagedangan ini, meski terkadang mereka hanya menjadi perantara saja tatkala ada informasi dari pemerintah terkait BUMDes Desa Pagedangan. Hal ini diungkapkan oleh salah satu staf desa yang peneliti wawancarai (13 November 2015 di Kantor

Desa Pagedangan pukul 14.14 WIB).

Meski ruang lingkup BUMDes ini masih minim hanya sekitaran desa saja, namun pihak pengelola BUMDes ini menginginkan Desa Pagedangan ini menjadi daerah singgahan yang disuguhi dengan berbagai macam kuliner bagi masyarakat pendatang jauh diluar dari Desa Pagedangan. Namun harapan mereka hanya sebatas wacana jika tanpa adanya promosi dan iklan karena keterbatasan teknologi yang mereka miliki. Jika berkaca pada pengusaha swasta disekitar mereka yang difasilitasi dengan kecanggihan teknologi mereka jauh tertinggal beberapa tingkat jika dibandingkan. Taufik

Madjid sebagai Direktur Pengembangan Sumber Daya Alam Kawasan

Pedesaan dalam metrotvnews.com (2015) sendiri mengungkapkan , terdapat tiga faktor yang menjadi kendala pembentukan BUMDes. Ia menyebut, mindset, skill, dan transfer teknologi yang kurang menjadikan alasan pembentukan desa sulit terealisasi di pedesaan (dalam tulisan Miftahudin yang ditulis di Metrotvnews.com yang ditulis pada tanggal 07 Oktober 2015 pukul 18.49 WIB. Sumber: http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/10/07/177943/pemerintah-akui- pembangunan-bumdes-terkendala-tiga-faktor diakses pada tanggal 20

November 2015 pukul 14.47 WIB). 17

Beberapa hal yang ditemukan saat observasi awal tersebut di atas

mengindikasikan bahwa masih adanya masalah dalam pelaksanaan program

BUMDes di Desa Pagedangan Kabupaten Tangerang. Kendati demikian

BUMDes Desa Pagedangan ini mendapatkan gelar BUMDes terbaik se-

Provinsi Banten. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten

Tangerang.”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan dari latar belakang tersebut diatas, maka dapat

diidentifikasikan beberapa permasalahan yang terjadi dalam implementasi

Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Pagedangan sebagai

berikut:

1. Kurangnya pembinaan dan bimbingan dari pemerintah daerah

2. Kurangnya dukungan berupa bantuan financial dan non financial

dari pemerintha daerah.

3. Dampak dibangunnya BUMDes tidak terlalu signifikan dalam

pemberdayaan masyarakat.

4. Dibangunnya BUMDes tidak terlalu berkontribusi dengan

pendapatan desa.

18

1.3 Batasan Masalah

Untuk memudahkan penelitian, peneliti akan memfokuskan pada

masalah dalam implementasiprogram Badan Usaha Milik Desa di Desa

Pagedangan Kabupaten Tangerang. Lokus penelitian ini adalah BUMDes

Desa Pagedangan KecamatanPagedangan Kabupaten Tangerang; Pelaksana

Operasional BUMDes Desa Pagedangan; serta beberapa pihak terkait dengan

BUMDes di Desa Pagedangan. Adapun waktu penelitian dilakukan dari bulan

November 2015sampaiJuli 2016.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas yang telah dipaparkan,

maka sebagai rumusan masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut.

Bagaimana Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di

Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengatahui bagaimana

Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa

Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.

1.6 Manfaat Penelitian

Tercapainya tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka

hasil penelitian diharapkan dapat menghasilkan manfaat: 19

1. Teoritis

a. Sebagai bahan untuk memperluas wawasan dan pengetahuan

tentang teori-teori dan konsep-konsep yang diperoleh selama

perkuliahan dibandingkan dengan penerapannya secara nyata.

b. Memberikan pengetahuan yang lebih tentang Ilmu Administrasi

Negara khususnya yang berkaitan dengan implementasiProgram

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Pagedangan

Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.

2. Praktis

a. Manfaat bagi penulis atau peneliti adalah manambah ilmu

pengetahuan khususnya Ilmu Adminstrasi Negara yang berkaitan

tentang masalah dalam implementasiProgram Badan Usaha Milik

Desa (BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan

Kabupaten Tangerang.

b. Manfaat yang didapat oleh pihak Pemerintah Daerah Kabupaten

Tangerang dan Pemerintah Desa Pagedangan ialah mengetahui

implementasi Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di

Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.

c. Manfaat bagi masyarakat dan dunia usaha adalah membangun

kesadaran masyarakat dan dunia usaha untuk peduli dalam

mengelola BUMDes di Desa Pagedangan ini sehingga bisa terus

berkembang dan maju dalam mengatasi kemiskinan dan keluar dari

desa tertinggal. BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

ASUMSI DASAR PENELITIAN

2.1 Landasan Teori

Sugiyono (2012:43) mendefinisikan bahwa teori adalah seperangkat

konsep, asumsi, dan generalisasi yang dapat digunakan untuk

mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi, baik

organisasi formal maupun organisasi informal.

Maka dari itu pada bab ini peneliti akan menjelaskan beberapa teori

yang berkaitan dengan masalah penelitian di antaranya teori Implementasi

Kebijakan Publik untuk mengetahui upaya-upaya pemerintah dalam

melaksanakan suatu kebijakan, serta penjelasan mengenai BUMDes sebagai

objek dalam penelitian ini.

2.1.1 Pengertian Kebijakan

Istilah policy (kebijakan) berasal dari bahasa Yunani, Sansekerta dan

Latin. Akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta polis (negara-kota)

dan pur (kota) dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi politia (negara)

dan akhirnya dalam bahasa inggris pertengahan policie, yang berarti

menangani masalah-masalah publik atau administrasi (Dunn, 2003 : 51).

Pada perkembangannya istilah policy (kebijakan) seringkali

penggunaannya saling berkaitan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan

20 21

(goals), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan- usulan dan rancangan-rancangan besar. Untuk lebih jelasnya berikut ini beberapa definisi kebijakan menurut beberapa tokoh sebagai berikut.

Friedrich dalam Winarno (2012:20) memandang kebijakan sebagai:

―Suatu arah tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu‖.

Definisi tersebut mengartikan bahwa kebijakan bukan hanya dilakukan oleh pemerintah saja akan tetapi bisa saja melalui usulan individu dimana dalam realisasinya akan menimbulkan hambatan atau peluang bagi para sasaran kebijakan. Jones dalam Winarno (2012:19) pula menyebutkan :

―Istilah kebijakan (policy term) digunakan dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda.Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals), program, keputusan (decisions), standard, proposal, dan grand design.‖

Hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan merupakan kegiatan yang tidak jauh dengan apa yang kita lakukan sehari-hari untuk sebagai landasan apa yang kita perbuat dan apa yang kita lakukan. Suharto

(2013:3) mengatakan:

―Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang menyentuh pngelolaan sumberdaya publik. Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputasan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan 22

dan pendistribusian sumberdaya alam, finansial dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk masyarakat atau warga negara. Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara.‖ Menurutnya, kebijakan merupakan hal yang luas yang menyangkut pemerintah dan nitizen. Dimana hal tersebut mengatur sedemikian rupa kehidupan di suatu pemerintahan.

Marlowe dalam Wicaksono (2006:56): ―Kebijakan adalah sebuah upaya untuk menciptakan atau merekayasa sebuah cerita dalam rangka mengamankan tujuan-tujuan si perekayasa.‖ Istilah kebijakan mengandung arti yang sama dengan pengertian kebijaksanaan, seperti yang diungkapkan oleh seorang ahli James dalam Wahab (2005:2), yang merumuskan:

―Kebijaksanaan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.‖ Ali dan Alam (2012:7) mengatakan,

―kebijakan sebagai studi haruslah diartikan sebagai pernyataan kehendak yang diikuti oleh unsur pengaturan dan atau paksaan, sehingga dalam pelaksanaannya akan dapat mencapai tujuan yang dikehendaki‖ Heclo dalam Parsons (2008:14) mengatakan,

―kebijakan (policy) adalah istilah yang tampaknya banyak disepakati bersama. Dalam penggunaannya yang umum, istilah kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang lebih besar ketimbang keputusan tertentu, tetapi lebih kecil ketimbang gerakan sosial. Jadi kebijakan dari sudut pandang tingkat analisis adalah sebuah konsep yang kurang lebih berada ditengah-tengah.‖ 23

Jika Ali dan Alam (2012) mengatakan kebijakan merupakan suatu

hal yang harus dipaksakan untuk mencapai tujuannya, maka Heclo dalam

Parsons (2008) mengatakan bahwa kebijakan merupakan konsep yang

menjembatani antara atas dan bawah untuk mencapai tujuan yang

dikehendaki.

Dengan demikian, dari beberapa pengertian di atas, dapat

disimpulkan mengenai arti dari kebijakan yakni suatu sikap yang diambil

oleh seseorang, kelompok, organisasi atau instansi pemerintah dalam

menentukan sebuah keputusan guna merubah kondisi seseorang,

kelompok, organisasi atau instansi pemerintah tersebut untuk mencapai

tujuan tertentu.

2.1.2 Pengertian Publik

Istilah publik dapat didefinisikan sebagai kata benda (the public)

yang berarti masyarakat secara umum atau kesamaan hak dalam

masyarakat sebagai kata sifat (public) yang berarti sesuatu hal yang

disediakan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah untuk digunakan oleh masyarakat secara menyeluruh seperti

menyediakan lapangan pekerjaan, hiburan, pelayanan, pendidikan dan lain

sebagianya. Dalam perkembangannya, kata publik berarti Negara atau

umum. Namun dalam kenyataannya, kata publik masih dapat dimaknai

lebih dari satu makna dan salah satunya adalah Public Administration

yakni Administrasi Negara dengan Room Public yakni ruangan untuk 24

umum. Menurut Habermas dalam Parsons (2008:5), pengertian publik adalah :

―Sebagai ruang yang bebas dari intervensi ekonomi dan bisnis, dan ruang dimana ada batas yang jelas antara ruang publik dan privat, jelas bertentangan dengan pandangan tradisi Eropa kontinental yang menganggap ruang publik sebagai ruang yang mencakup dunia bisnis dan perdagangan, di mana cakupan kehidupan privat jauh lebih luas ketimbang yang dipahami dan dikembangkan di Britain (Inggris) dan Amerika‖.

Frederickson dalam Wicaksono (2006:33), terdapat lima perspektif administrasi publik modern yakni Perspektif legislatif (The Legislative

Perspective), Perspektif Pluralis (The Pluralist Perspective), Perspektif

Pilihan Publik (The Public Choice Perspective), Perspektif Penyedia

Layanan (The Service–Providing Perspective), dan Perspektif

Kewarganegaraan (The Legislative Perspective). Penjelasannya adalah sebagai berikut:

2.1.2.1 Perspektif Legislatif (The Legislative Perspective).

Dalam kenyataan kebijakan pemerintahan yang bersifat

demokratis menggunakan perwakilan tidak langsung

(representive democracy).Asumsi dasar yang dianut adalah

bahwa setiap pejabat diangkat untuk mewakili kepentingan,

kebutuhan dan tuntutan warga negara atau publik. Dengan

adanya pengangkatan tersebut mereka memiliki legitimasi untuk

mewujudkan perspektif publik didalam proses kebijakan publik.

Dengan demikian, pejabat-pejabat tersebut diangkat dan

dianggap sebagai manifestasi tunggal dari perspektif publik. 25

Meskipun pandangan ini merupakan pandangan yang dianggap

logis dan realistik dalam pelaksanaan demokrasi modern, namun

pada akhirnya disadari bahwa individu-individu dan kelompok-

kelompok di dalam publik seringkali tidak terwakili secara

efektif oleh orang-orang yang telah mereka pilih secara langsung.

Jadi pada intinya, representational representative on the public

dianggap tidak mencukupi untuk mengakomodasi kepentingan-

kepentingan publik, baik dalam teori maupun dalam praktek

kebijakan publik di lapangan.

2.1.2.2 Perspektif Pluralis (The Pluralist Perspective).

Perspektif ini memandang publik sebagai konfigurasi dari

berbagai kelompok kepentingan (interest group).Menurut

pendukung perspektif ini, setiap orang mempunyai kepentingan

yang sama akan bergabung satu sama lainnya dan membentuk

suatu kelompok. Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok-

kelompok yang berkepentingan tersebut berinteraksi dan

kompetisi untuk memperjuangkan kepentingan individu-individu

yang mereka wakili, khususnya dalam konteks pemerintahan.

2.1.2.3 Perspektif Pilihan Publik (The Public Choice Perspective).

Secara umum perspektif ini berakar pada tradisi pemikiran

utilitarian yang sangat menekankan pada awal kebahagian dan

kepentingan individu.Pandangan ini memandang publik seolah-

olah sebagai konsumen dalam pasar. Dengan kata lain pandangan 26

ini mengaplikasikan prinsip-prinsip ekonomi pasar ke dalam

sektor publik.

2.1.2.4 Perspektif Penyedia Layanan (The Service – Providing

Perspective).

Menurut pandangan ini street level bureaucrats mempunyai

tugas untuk melayani publik yang terdiri dari individu-individu

dan kelompok. Oleh karena itu, pandangan ini agar para pejabat

yang berada paling dekat dengan publik dan diharapkan menjadi

penyokong utama publik mereka.

2.1.2.5 Perspektif Kewarganegaraan (the legislative perspective).

Sumber dari kekuatan pendekatan kewarganegaraan ini terutama

terletak pada potensinya untuk meningkatkan dan memuliakan

publik yang termotivasi oleh adanya perhatian bersama bagi

kebaikan bersama.

Dengan demikian dari beberapa pengertian di atas, dapat

disimpulkan mengenai arti dari publik yakni berarti sesuatu hal yang

disediakan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah untuk digunakan oleh masyarakat secara menyeluruh seperti

menyediakan pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, lapangan

pekerjaan, hiburan, dan sebagainya.

27

2.1.3 Pengertian Kebijakan Publik

Undang-undang dan aturan-aturan pemerintah adalah produk

akhir dari sebuah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah antara

eksekutif dan legislatif. Kata kebijakan adalah kata yang sudah tidak

asing lagi didengar, terutama dikalangan pemerintah, masyarakatpun

sudah tak asing mendengar kata kebijakan baik itu dimedia masa,

media elektronik, atau bahkan dari diskusi-diskusi kecil yang

seringkali dilakukan. Namun seringkali, apa yang kita dengar dan kita

lihat, belum tahu terlalu jauh apa itu makna kebijakan publik. Tidak

sedikit orang yang menganggap kebijakan itu sama dengan

kebijaksanaan, namun pada hakikatnya, istilah kebijaksanaan itu

muncul setelah kebijakan dibuat.

Kebijaksanaan merupakan pertimbangan atau kearifan

seseorang yang berwenang terhadap aturan-aturan yang ada dalam

konteks politik, karena dalam proses pembuatan kebijakan merupakan

proses politik yang dibuat atau dilaksanakan oleh pembuat kebijakan.

Sebagian para ahli, memberikan pengertian terhadap kebijakan

public diantaranya adalah Thomas R. Dye dalam kencana (1999:106)

kebijakanpublic adalah apapun juga yang dipilih pemerintah untuk

melakukan, mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan

(mendiamkan) sesuatu itu. (whatever government choose to do or not

to do) 28

Apa yang dipaparkan oleh Thomas R. Dye ini cakupannya sangat luas, karena menurutnya kebijakan public mencakup sesuatu yang tidak dilakukan pemerintah katika pemerintah sedang menghadapi suatu masalah public.

Subarsono (2012:2) mendefinisikan makna kebijakan publik dari Thomas R. Dye tersebut mengandung 2 makna, yaitu; 1) kebijakan public tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; 2) kebijakan public menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.

James E. Anderson (1979:3) mendefinisikan kebijakan public sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Maka, dari definisi Anderson bisa dilihat bahwa kebijakan public bisa dibuat oleh badan-badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industry, social budaya, keamanan, pertahanan dan lain sebagainya.

Dalam pandangan David Easton ketika pemerintah membuat kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasikan nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung seperangkat nilai didalamnya. (dikutip Dye, 1981). Maka, menurutnya dalam pembuatan kebijakan haruslah berdasarkan nilai-nilai yang sesuai / yang cocok dengan masyarakatnya, karena tanpa ada nilai didalamnya bukanlah sebuah kebijakan yang baik. 29

Harold Laswell dan Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika- praktika sosial yang ada didalam masyarakat (dikutip Dye,

1981).Pendapat Harold Laswell dan Abraham Kaplan ini tidak jauh berbeda dengan pendapat David Easton yang mengutamakan nilai-nilai dalam menyusun kebijakan ini. Berarti kebijakan public tersebut tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan public tersebut akan mendapat esensi yang luar bisaa saat diimplementasikan. Sebaliknya suatu kebijakan public harus mampu mengakomodasi nilai-nilai dan praktika-praktika yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Chandler dan Plano dalam Pasalong (2010:38) mengatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan strategis terhadap sumber- sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah pemerintah.

Bahkan Candler dan Plano beranggapan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk investasi yang kontinu oleh pemerintah demi kepentingan orang-orang yang tidak berdaya dalam masyarakat agar mereka dapat hidup dan ikut berpartisipasi dalam pemerintah. Maka dapat dilihat dari Chandler dan Plano ini bahwa dalam memecahkan masalah publik harus memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada, bukan hanya itu mereka beranggapan bahwa kebijakan publik mengatur supaya seluruh masyarakat untuk dapat ikut berpartisipasi 30

terhadap seiring jalannya pemerintahan, meski adapula yang mungkin beberapa pihak yang dirugikan dengan adanya kebijakan tersebut.

Sedangkan Dunn dalam kencana (1999:107) menyatakan bahwa kebijakan public adalah sesuatu rangkaian pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah seperti pertahanan keamanan, energy, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain. Pendapat Dunn tidak jauh berbeda dengan Anderson (1979:3) yang peneliti tulis sebelumnya, bahwa kebijakan publik bisa dibuat oleh lembaga pemerintah bukanhanya aparat pemerintah yang menduduki jabatan politis saja yang memiliki ototritas untuk membuat kebijakan.

Anderson (1979:03) mendefinisikan kebijaksanaan publik adalah hubungan antar unit-unit pemerintah dengan lingkungannya.

Jadi jika kebijakan adalah ketetapan yang dibuat oleh badan-badan dan aparat pemerintah sedangkan kebijaksanaan menurut Anderson adalah hubungan yang disesuaikan antara unit pemerintah dengan lingkungannya. Namun lain lagi dengan yang dikemukakan oleh Rose dalam kencana (1999:107) bahwa kebijaksanaan publik adalah serangkaian tindakan yang saling berkaitan (dalam pemerintah) cakupannya adalah tindakan-tindakan pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang ada.

Robert Eyestone dalam bukunya The Threads of Public Policy

(1971) dalam Agustino (2008:6), mendefinisikan kebijakan publik 31

sebagai:―Hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya.‖

Namun sayangnya definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami sehingga artinya menjadi tidak menentu bagi sebagain besar yang mempelajarinya.

Eulau dan Prewitt dalam Agustino (2008:6,7), dalam perspektif mereka mendefinisikan kebijakan publik sebagai: ―Keputusan tetap yang dicirikan dengan konsistensi dan pengulangan (repitisi) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut‖

Disamping itu, Friedrick dalam kencana (1999:107) mendefinisikan kebijaksanaan pemerintah ini adalah suatu usulan tindakan oleh seseorang, keluarga, atau pemerintah pada suatu lingkungan politik tertentu, mengenai hambatan dan peluang yang dapat diatasi, dimanfaatkan oleh suatu tujuan atau merealisasi suatu maksud. Definisi dari Carl Frederick ini cukup jelas, bahwa kebijaksanaan muncul atas dasar usulan tindakan dalam menghadapi hambatan dan peluang yang ada agar maksud dapat tujuannya bisa tercapai dan terealisasi.

Sedangkan menurut Efendi dalam kencana (1999:107) kebijaksanaan publik adalah proses menyediakan informasi dan pengetahuan untuk para eksekutif, anggota legislatif, lembaga peradilan masyarakat umum yang berguna dalam proses perumusan kebijakan serta yang dapat meningkatkan kinerja kebijaksanaan. 32

Berbeda dengan pendapat para ahli sebelumnya, Efendi menyebutkan bahwa kebijaksanaan merupakan proses menyediakan informasi dan pengetahuan untuk proses perumusan kebijakan.

Konsep kebijakan ini kita anggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sesungguhnya dikerjakan dari pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga membedakan kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan di antara berbagai pilihan di antara berbagai alternatif yang ada.Rousseau dalam Nugroho

(2003:59) :

―Kebijakan Publik sebenarnya adalah kontrak antara rakyat dengan penguasa akan hal-hal penting apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan bersama.Maka Kebijakan Publik dapat dikatakan sebagai perjanjian antara satu pihak dengan pihak yang lain.‖

Kebijakan adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk memecahkan masalah atau mewujudkan tujuan yang dinginkan masyarakat. Tujuan ini baru dapat diwujudkan manakala terdapat faktor-faktor pendukung yang secara sepintas dapat disamakan dengan faktor input dalam pendekatan bisnis

(Abidin, 2012:19).

Nugroho dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Publik:

Formulasi, Implementasi dan Evaluasi (2003:54), mengatakan bahwa hal-hal yang diputuskan oleh pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan. Untuk itu, Kebijakan Publik tidak harus selalu berupa 33

perundang-undangan, namun bisa berupa peraturan-peraturan yang tidak tertulis namun disepakati.

Secara sederhana dapat dikatakan oleh Nugroho dalam bukunya Public Policy (2011:96) bahwa kebijakan publik adalah

―…setiap keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan.‖

Gambar 2.1

Kebijakan Publik Ideal Menurut Riant Nugroho (Sumber: Nugroho, 2011:97)

Kebijakan Publik yang diambil oleh organisasi swasta maupun instansi pemerintah haruslah mewakili suara-suara dari publiknya itu sendiri, walaupun pada kenyataanya begitu banyak keinginan- keinginan yang harus dilaksanakan. Untuk itu diperlukan beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum mengambil sebuah kebijakan dan Nugroho (2003:73), mengatakan bahwa terdapat 3 tahap dari

Kebijakan Publik yaitu: 34

1. Perumusan Kebijakan

2. Implementasi Kebijakan

3. Evaluasi Kebijakan

Berdasarkan pengertian kebijakan publik di atas, dapat

disimpulkan mengenai makna dari kebijakan publik, yakni keputusan

badan, lembaga atau negara dalam memecahkan masalah publik

melalui intervensi berupa tindakan untuk melakukan suatu kebijakan

dengan berbagai konsekuensinya, termasuk tindakan untuk tidak

melakukan apapun.

2.1.4 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Perumusan dan pembuatan kebijakan tidak berakhir setelah

kebijakan tersebut disetujui dan disepakati. Aanderson (1975) dalam

Parsons (2008:464) menyatakan‖kebijakan dibuat saat sedang diatur

dan diatur saat sedang dibuat.‖ Sebuah kebijakan publik, jika hanya

ada wacana dan rencana saja tanpa adanya tindakan pemerintah untuk

mewujudkannya, maka hal itu sia-sia direncanakan. Suatu tindakan

pemerintah baru dikatakan sebagai suatu kebijakan apabila tindakan

tersebut dilaksanakan, bukan hanya suatu keinginan semata. Suatu

keinginan saja yang belum dilakukan pemerintah belum dapat

dianggap sebagai kebijakan. Pelaksanaan kebijakan tersebutlah yang

kemudian disebut sebagai implementasi kebijakan. Implementasi

kebijakan pada umumnya memang lebih sulit dari sekadar 35

merumuskannya sehingga tidak semua kebijakan berhasil diimplementasikan. Berikut ini beberapa definisi implementasi menurut beberapa tokoh.

Setelah melewati dari tahapan kebijakan publik, maka implementasi adalah salah satu tahapan penting dalam kebijakan publik. Jika kebijakan tanpa ada implementasi, hal tersebut tidak akan ada efeknya bagi masyarakat. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy maker untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran (Subarsono, 2010:87). Kamus Webster

(Wahab, 2005:64) merumuskan implementasi secara pendek bahwa yaitu ―to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out; (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu)‖. Menurut Metter dan Horn (1975) dalam Wahab (2005:65) dan dalam dalam Agustino (2006:139) merumuskan proses implementasi sebagai:

―Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.‖

Sedangkan Meter dan Horn (1975) dalam Parsons (2008:463) mengungkapkan,

―Problem implementasi diasumsikan sebagai sebuah deretan keputusan dan interaksi sehari-hari yang tidak terlalu perlu mendapat perhatian dari para sarjana yang mempelajari politik. Implementasi dianggap sederhana – meski anggapan 36

ini menyesatkan. Dengan kata lain, kelihatannya tidak mengandung isu-isu besar.‖ Jenkins (1978) dalam Parsons (2008:463) mengatakan bahwa, ―Studi implementasi adalah studi perubahan: bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bisa dimunculkan. Ia merupakan studi tentang mikrostruktur dari kehidupan politik; bagaimana organisasi diluar dan didalam sistem politik menjalankan urusan mereka dan berinteraksi satu sama lain; apa motivasi-motivasi mereka bertindak seperti itu, dan apa motivasi lain yang mungkin membuat mereka bertindak secara berbeda.‖ Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya

Implementation and Public Policy mendefiniskan implementasi

kebijakan sebagai (Agustino, 2008:139):

―Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, bisaanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah- perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tugas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrkturkan atau mengatur proses implementasinya.‖

Lester dan Steward dalam Winarno (2012:147):

―Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program.‖

Sementara Ripley dan Franklin dalam Winarno (2012:148)

berpendapat bahwa: ―Implementasi adalah apa yang terjadi setelah

undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program,

kebijakan, keuntungan, (benefit) atau suatu jenis keluaran yang nyata 37

(tangible output). ‖Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir

(output), yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.‖

Hal ini tak jauh berbeda dengan yang diutarakan oleh Grindle (1980) dalam Agustino (2008:139):

―Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya ditentukan dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual proyek dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.‖

Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Hal ini dipertegas olehUdoji (1981) dalam Agustino (2008:140) bahwa:

―Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan- kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikannya‖.

Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk mempengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku kelompok sasaran (target gorup). Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor. Sebaliknya, untuk kebijakan makro maka usaha-usaha 38

implementasi akan melibatkan berbagai institusi, seperti birokrasi

kabupaten, kecamatan, pemerintah desa (Subarsono, 2010:88).

Implementasi kebijakan publik menurut Nugroho dalam Public

Policy (2011:618) bahwa implementasi kebijakan pada prinsipnya

adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan. Sementara

itu, Abidin (2012:163) menjelaskan bahwa:

―Implementasi suatu kebijakan pada dasarnya merupakan transformasi yang multiorganisasi. Oleh karena itu, strategi implementasi mengaitkan kepentingan yang terakomodasikan, semakin besar kemungkinan suatu kebijakan berhasil diimplementasikan.‖

Dari beberapa definisi di atas dapat dirumuskan definisi

implementasi kebijakan sebagai tindakan atau usaha untuk

melaksanakan keputusan yang telah ditetapkan pada perumusan

kebijakan dan kebijakan tersebut dilaksanakan oleh individu, pejabat

atau kelompok tertentu seperti pemerintah atau swasta.

2.1.5 Model-model pendekatan implementasi

Menurut Nugroho dalam Public Policy (2011:625), rencana

adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60% sisanya, 20%

sisanya adalah bagaimana kita menegendalikan implementasi.

Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena di sisni

masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di

lapangan.Selain itu, ancaman utama adalah konsistensi implementasi. 39

Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel organisasional, dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain (Subarsono,2010:89).

Sebagaimana yang dikemukakan deLeon & deLeon (2001) dalam Riant Nugroho (2011:626), pendekatan-pendekatan dalam implementasi kebijakan publik dapat dikelompokkan menjadi tiga generasi.

Generasi pertama, yaitu pada tahun 1970-an, memahami implementasi kebijakan sebagai masalah-masalah yang terjadi antara kebijakan dan eksekusinya. Peneliti yang mempergunakan pendekatan ini antara lain Allison dengan studi kasus misil kuba (1971, 1999).

Pada generasi ini implementasi kebijakan berhimpitan dengan studi pengambilan keputusan di sektor publik.

Generasi kedua, tahun 10980-an, adalah generasi yang mengembangkan pendekatan implementasi kebijakan yang bersifat

‖dari atas ke bawah‖ (top-down perspective). Perspektif ini lebih fokus pada tugas birokrasi untuk melaksanakan kebijakan yang telah diputuskan secara politik. Para ilmuwan sosial yang mengembangkan pendekatan ini adalah Mazmanian dan Sabatier (1983), Nakamura dan 40

Smallwood (1980), dan Berman (1980). Pada saat yang sama, muncul pendekatan bottom-upper yang dikembangkan oleh Lipsky (1971,

1980) dan Hjern (1982, 1983).

Dalam bahasa Lester dan Steward (2000:108) dalam Agustino

(2008:140), istilah top-down dinamakan dengan the command and control approach (pendekatan kontrol dan komando), dan bottom-up dinamakan the market approach (pendekatan pasar). Masing-masing pendekatan mengajukan model-model kerangka kerja dalam bentuk keterkaitan antara kebijakan dan hasilnya.

Sedangkan dalam pendekatan top-down, misalnya, dapat disebut sebagai pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi kebijakan, walaupun demikian di antara pengikut pendekatan ini terdapat perbedaan-perbedaan, sehingga memerlukan pendekatan bottom-up, namun pada dasarnya mereka bertitik-tolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam mengembangkan kerangka analisis tentang studi implementasi.

Dalam pendekatan top-down, implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan top-down bertititk-tolak pada perspektif bahwa keputusan-keputusan politik

(kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur-administratur atau birokrat-birokrat 41

pada level di bawahnya. Jadi inti pendekatan top-down adalah sejauhmana tindakan para pelaksana (administrator dan birokrat) sesuai dengan prosedur dan tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan di tingkat pusat.

Generasi ketiga, 1990-an, dikembangkan oleh ilmuwan sosial

Goggin (1990), memperkenalkan pemikiran bahwa variabel perilaku aktor pelaksana implementasi kebijakan lebih menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Pada saat yang smaa, muncul pendekatan kontijensi atau situasional dalam implementasi kebijakan yang mengemukakan bahwa implementasi kebijakan banyak didukung oleh adaptabilitas implementasi kebijakan tersebut. Para ilmuwan yang mengembangkan pendekatan ini antara lain Matland (1995), Ingram

(1990-an), dan Scheberle (1997).

Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai berbagai variabel yang terlibat di dalam implementasi kebijakan melalui teori-teori implementasi sebagai berikut.

2.1.5.1 Implementasi Kebijakan Model Donald S. Van Metter

dan Carl Van Horn

Agustino dalam Dasar-Dasar Kebijakan Publik (2008:141)

menjelaskan bahwa model pendekatan yang dirumuskan oleh

Metter dan Horn disebut dengan A Model of The Policy

Implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah 42

abstraksi atau performansi suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan variabel. Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.

Ada enam variabel menurut Metter dan Horn, yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut adalah sebagai berikut (Agustino, 2008:142).

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat

keberhasilannya jika-dan hanya-jika ukuran dan tujuan dari

kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang berada di

level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan

kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk

dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang

merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat

dikatakan berhasil.

2. Sumberdaya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung

dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia.

Manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam

menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap- 43

tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut

adanya sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan

pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah

ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan

kapabilitas dari sumberdaya-sumberdaya itu nihil, maka kinerja

kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan.

Tetapi di luar sumberdaya manusia, sumberdaya-sumberdaya

lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah sumberdaya finansial

dan sumberdaya waktu. Karena, mau tidak mau ketika

sumberdaya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia

sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak tersesia, maka

menjadi perosalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak

dituju oleh kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan

sumberdaya waktu, saat sumberdaya manusia giat bekerja dan

kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan

persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat

menjadi penyebagian ketidakberhasilan implementasi kebijakan.

Karena itu sumberdaya yang diminta dan dimaksud oleh Metter

dan Horn adalah ketiga bentuk sumber daya tersebut.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal

dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian

kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja 44

kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri

yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya.

Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan

perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen

pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka

seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.

4. Sikap atau Kecenderungan

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan

sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya

kPinerja kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh

karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi

warga setempat yang mengenal betul persoalan dan

permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan

implementor laksanakan adalah kebijakan ‖dari atas‖ (top-down)

yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah

mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan,

keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.

5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam

implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi

komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu

proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan

sangat kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya. 45

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna memenuhi

kinerja implementasi kebijakan publik dalam perspektif yang

ditawarkan oleh Metter dan Horn adalah, sejauh mana

lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan

publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan

politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dalam

kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya

untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula

memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam implementasi suatu kebijakan dipengaruhi oleh karakteristik agen pelaksana yang mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi; pemenuhan sumberdaya baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya non- manusia; sikap atau kecenderungan implementor mencakup respons, pemahaman, dan preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor, komunikasi antarorganisasi terkait dalam artian koordinasi; serta kondisi lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.

46

2.1.5.2 Implementasi Kebijakan Model Daniel Mazmanian dan

Paul Sabatier

Model implementasi kebijakan publik yang ditawarkan

Mazmanian danSabatier disebut dengan A framework for Policy

Implementation Anlysis. Kedua ahli kebijakan ini berpendapat

bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah

kemampuannya dalam mengidentifikasikan variabel-variabel yang

mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan

proses implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu sebagai berikut

(Agustino, 2008:144):

1. Mudah atau Tidaknya Masalah yang Akan Digarap

a. Kesukaran-kesukaran teknis

b. Kebergaman perilaku yang diatur

c. Presentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok

sasaran

d. Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang

dikehendaki

2. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara

Tepat. Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewewang yang

dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat

melalui beberapa cara: 47

a. Kecermatan dan kejelasan perjenjangan tujuan-tujuan resmi

yang akan dicapai

b. Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan

c. Ketetapan alokasi sumberdana

d. Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan di antara lembaga-

lembaga atau instansi-instansi pelaksana

e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana

f. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub

dalam undang-undang

g. Akses formal pada pihak luar

3. Variabel-Variabel Diluar Undang-Undang yang Mempengaruhi

Implementasi

a. Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi

b. Dukungan publik

c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat

d. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan pejabat

pelaksana.

48

Mudah atau tidaknya Masalah Dikendalikan

1. Dukungan teori dan teknologi

2. Keragaman perilaku kelompok sasaran 3. Tingkat perubahan perilaku yang dikehendaki Kemampuan Kebijakan Untuk Variabel Diluar Kebijakan yang Menstruktur Proses Implementasi: Mempengaruhi Proses Implementasi:

1. Kejelasan dan konsistensi tujuan 1. Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi 2. Dipergunakannya teori kausal 2. Dukungan politik 3. Ketepatan alokasi sumberdana 3. Sikap dan sumberdaya konstituen 4. Keterpaduan hirarki antarlembaga pelaksana 4. Dukungan pejabat yang lebih tinggi 5. Aturan pelaksanaan dari lembaga 5. Komitmen dan kualitas pelaksana kepemimpinan dari pejabat pelaksana

6. Perekrutan pejabat pelaksana

7. Keterbukaan terhadapTahapan pihak luardalam Proses Implementasi Kebijakan

Output Kepatuhan Kebijakan Target untuk dari Mematuhi Hasil Nyata Diterimanya Revisi Lembaga Output Output Hasil Undang- Pelaksana Kebijakan Kebijakan Tersebut Undang

Gambar 2.2

Model Pendekatan A Framework for Implementation Analysis

(Sumber:Agustino, 2008:149)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

dalam implementasi suatu kebijakan terlebih dahulu harus

menganalisis masalah yang ada untuk mengetahui mudah atau

tidaknya masalah tersebut untuk diselesaikan. Setelah itu, suatu

kebijakan dianalisis kemampuannya untuk menstruktur proses

implementasi dengan beberapa cara tertentu, dengan tetap 49

memperhitungkan variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan tersebut.

2.1.5.3 Implementasi Kebijakan Model George C. Edward III

Edward III dalam Agustino (2008:149) menemakan implementasi kebijakan publiknya dengan Direct and Indirect

Impact on Implementation. Dalam pendekatan yang diteoremakan oleh Edward III, terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu:

1. Komunikasi

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan)

dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut

diatas, yaitu:

a. Transmisi;

b. Kejelasan;

c. Konsistensi.

2. Sumberdaya

Sumber-sumberdaya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:

a. Staf;

b. Informasi;

c. Wewenang;

d. Fasilitas.

50

3. Disposisi

Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi,

menurut George C.Edward III, adalah :

a. Pengangkatan Birokrat;

b. Insentif.

4. Struktur Birokrasi

Dua karakteristik, menurut Edward III, yang dapat mendongkrak

kinerja struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik,

adalah:

a. Melakukan Standar Operating Prosedurs (SOPs);

b. Melaksanakan Fragmentasi.

komunikasi

sumberdaya

implementasi disposisi

struktur birokrasi

Gambar 2.3

Model Pendekatan Direct and Indirect on Implementation

oleh George Edward III

(Sumber: Agustino, 2008:150) 51

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam implementasi suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh adanya komunikasi yang baik dan jelas antara individu maupun lembaga terkait, baik yang menjadi pelaksana maupun sasaran kebijakan; pemenuhan sumber daya yang dibutuhkan; sikap atau perilaku para implementor yang baik; serta struktur birokrasi yang dinamis dan fleksibel dalam artian tidak kaku atau berbelit-belit.

2.1.5.4 Implementasi Kebijakan Model Merilee S. Grindle

Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh

Grindle yang dikenal dengan Implementation as A Political and

Administrative Process. Menurut Grindle, ada dua variabel yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan Publik. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan Publik, juga menurut Grindle amat ditentukan dari tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yaitu terdiri atas content of policy dan context of policy(Agustino,

2008:154).

1. Content of Policy

a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang

mempengaruhi)

b. Type of Benefits (tipe manfaat)

c. Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin

dicapai) 52

d. Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan)

e. Resources Commited (sumber-sumber daya yang

digunakan)

2. Context Of Policy

a. Power, interest, and strategy of actor involved (kekuasaan,

kepentingan-kepentingan, dan strategi dari indikator yang

terlibat)

b. Insitution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga

dan rezim yang berkuasa)

c. Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan

adanya respon dari pelaksana)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam implementasi suatu kebijakan harus terlihat jelas isi dari suatu kebijakan tersebut dan mampu melihat situasi lingkungan kebijakan dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat mempengaruhi proses implementasinya serta faktor pendukung yang dibutuhkan dalam pencapaian tujuan dari kebijakan tersebut.

2.1.5.5 Implementasi Kebijakan Model Brian W. Hogwood dan

Lewis A. Gunn

R. Nugroho dalam Public Policy (2011:630) menjelaskan bahwa menurut Hogwood dan Gunn (1978), untuk melakukan implementasi kebijakan diperlukan beberapa syarat: 53

1. Berkenaan dengan jaminan bahwa kondisi eksternal yang

dihadapi oleh lembaga/badan pelaksana tidak akan

menimbulkan masalah besar.

2. Apakah untuk melaksanakannya tersedia sumber daya yang

memadai, termasuk sumber daya waktu.

3. Apakah perpaduan sumber-sumber daya yang diperlukan benar-

benar ada.

4. Apakah kebijakan yang akan diimplementasikan didasari

hubungan kausal yang handal.

5. Seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi. Asumsinya,

semakin sedikit hubungan ―sebab-akibat‖, semakin tinggi pula

hasil yang dikehendaki oleh kebijakan tersebut dapat dicapai.

6. Apakah hubungan saling kebergantungan kecil. Asumsinya

adalah jika hubungan saling kebergantungan tinggi,

implementasi tidak akan berjalan secara efektif—apalagi jika

hubungannya adalah hubungan kebergantungan.

7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.

8. Tugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang

benar.

9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Komunikasi adalah

perekat organisasi, dan koordinasi adalah asal muasal dari

kerjasama tim serta terbentuknya sinergi. 54

10. Pihak-pihak yang memiliki kewenangan kekuasaan dapat

menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

implementasi suatu kebijakan model Hogdoow dan Gunn

mendasarkan pada konsep manajemen strategis dengan

mempertimbangkan syarat-syarat dalam implementasi kebijakan

tersebut di atas.

2.1.5.6 Implementasi Kebijakan Model L. Weimer dan Aidan

R. Vining

Menurut Weimer dan Vining (Subarsono, 2010:103), ada tiga

kelompok variabel besar yang dapat mempengaruhi keberhasilan

implementasi suatu program, yakni:

1. Logika dari suatu kebijakan yang dimaksudkan agar suatu

kebijakan yang ditetapkan masuk akal (reasonable) dan

mendapat dukungan teoritis.

2. Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan akan

mempengaruhi keberhasilan implementasi yang mencakup

lingkungan sosial, politik, ekonomi, hankam, dan fisik atau

geografis. 55

3. Kemampuan implementor artinya keberhasilan suatu kebijakan

dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan

dari para implementor kebijakan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam implementasi suatu kebijakan harus sesuai dengan logika artinya kebijakan itu masuk akal atau tidak untuk diterapkan, sehingga dapat diterima oleh masyarakat di lingkungan tempat kebijakan tersebut diimplementasikan atau oleh publik sebagai sasaran penerima kebijakan. Oleh karena itu lingkungan juga dapat mempengaruhi proses implementasi. Selain itu juga harus didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas dalam artian implementor harus berkompeten dalam menjalankan suatu kebijakan.

Pada umumnya model-model implementasi kebijakan yang telah dikemukakan di atas, secara garis besar menjelaskan hal yang sama yakni variabel-variabel apa saja yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan menurut Metter danHon yang disebut dengan A Model of The Policy Implementation. Karena berdasarkan observasi awal, teori tersebut sesuai sesuai dengan fokus penelitian ini dengan melihat permasalahan-permasalahan yang ada dalam implementasi program BUMDes di Desa Pagedangan. Adapun gambar model implementasinya yaitu sebagai berikut. 56

Aktivitas Implementasi dan Komunikasi Antarorganisasi

Standar dan Tujuan

Karakteristik Kecenderungan / KEBIJAKAN dari Agen Disposisi dari KINERJA Pelaksana Pelaksana PUBLIK KEBIJAKAN PUBLIK Standard dan Tujuan

Kondisi Ekonomi, Sosial, dan Politik

Gambar 2.4

Model Pendekatan The Policy Implementation Process

(Sumber: Agustino, 2008:144)

2.1.6 Pengertian Desa

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Desa atau yang disebut dengan nama lain, yang selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sedangkan menurut UU No. 32 Tahun 2004 yang sekarang di ubah dengan UU No. 6 Tahun 2014 desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang 57

memiliki batas-batas wilayah yuridiksi, berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan

adat istiadat setempat, yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem

Pemerintahan Nasional berada di kabupaten /kota, sebagaimana yang

dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan

pemikiran dalam pengaturan mengenai desa, adalah keanekaragaman,

partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Maka bisa disimpulkan, desa adalah kesatuan masyarakat yang

memiliki adat dan asal-usul yang sama yang diakui oleh negara dan

menjalankan pemerintahannya secara otonom.

2.1.7 Pengertian BUMDes (Badan Usaha Milik Desa)

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2004

BUMDes adalah usaha desa yang dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa

yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah

desa dan masyarakat.

Sedangkan menurut Manikam (2010:19) Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes) merupakan lembaga usaha desa yang dikelola masyarakat dan

pemerintah desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan

dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa.

Dan BUMDes menurut undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah, didirikan antara lain dalam rangka peningkatan 58

Pendapatan Asli Desa ( Padesa). Jika pendapatan asli desa dapat diperoleh dari BUMDes, maka kondisi itu akan mendorong setiap pemerintah desa untuk mendirikan badan usaha ini. Sebagai salah satu lembaga ekonomi yang beroprasi di pedesaan, BUMDes harus memiliki perbedaan dengan lembaga ekonomi lainnya. Hal ini dimaksudkan agar keberadaan dan kinerja BUMDes dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa. Disamping itu agar tidak berkembang sistem usaha kapitalis dipedesaan yang dapat mengganggu nilai-nilai kehidupan masyarakat.

Maka bisa disimpulkan bahwa BUMDes adalah sebuah badan usaha yang dikelola oleh sekelompok orang yang ditunjuk dan dipercayai oleh pemerintah desa untuk menggali potensi desa dan memajukan perekonomian desa dengan terstruktur dan termanajemen.

2.1.7.1 Perbedaan antara BUMDes dan lembaga ekonomi lainnya adalah:

1. Badan Usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelola secara bersama;

2. Modal usaha bersumber dari desa (51%) dan masyarakat (49%)

melalui penyertaan modal (saham atau andil);

3. Operasionalisasinya menggunakan falsafah bisnis yang berakar

dari local wisdom atau budaya lokal;

4. Bidang usaha yang dijalankan berdasarkan pada potensi dan hasil

informasi dari pasar; 59

5. Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk meningkatkan

kesejahteraan anggota (penyerta modal) dan masyarakat melalui

village policy atau kebijakan desa;

6. Difasilitasi oleh pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah

kabupaten/kota, pemerintah desa;

7. Pelaksanaan operasionalisasi dikontrol bersama (Pemdes, BPD

dan anggota);

BUMDes sebagai suatu lembaga ekonomi modalnya usahanya dibangun atas inisiatif masyarakat dan menganut asas mandiri, ini berarti pemenuhan modal BUMDes harus bersumber dari masyarakat. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan BUMDes dapat mengajukan pinjaman modal kepada pihak luar seperti kepada pemerintah desa atau kepada pihak ketiga. Hal ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan

( UU No. 32 Tahun 2004 pasal 213 ayat 3)

2.1.7.2 Tujuan Pendirian BUMDes antara lain:

1. Meningkatkan perekonomian desa;

2. Meningkatkan pendapatan asli desa (padesa);

3. Meningkatkan pengelolaan potensi desa sesuai dengan

kebutuhan masyarakat;

4. Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan

ekonomi desa;

Pendirian dan pengelolaan BUMDes adalah merupakan perwujudan pengelolaan ekonomi produktif desa yang dilakukan secara 60

kooperatif, partisipatif, emansipatif, transparansi, akuntabel, dan sustainable. Oleh karena itu perlu upaya serius dalam menjadikan pengelolaan BUMDes tersebut berjalan efektif, efesien, proposional dan mandiri. Untuk mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan (produktif dan konsumtif) masyarakat melalui pelayanan distribusi barang dan jasa yang dikelola masyarakat dan pemerintah desa. Pemenuhan kebutuhan ini diupayakan tidak memberatkan masyarakat, mengingat BUMDes akan menjadi usaha desa yang akan paling dominan yang menggerakkan usaha desa. Lembaga ini juga dituntut dapat memberikan pelayanan kepada non anggota (diluar desa) dengan mendapatkan harga dan pelayanan yang berlaku dengan standar pasar, artinya terdapat mekanisme kelembagaan/tata aturan yang disepakati bersama sehingga tidak menimbulkan distorsi ekonomi dipedesaan yang disebabkan usaha yang dijalankan BUMDes.

BUMDes dapat berfungsi mewadahi berbagai usaha yang dikembangkan di pedesaan. Oleh karena itu didalam BUMDes dapat terdiri dari beberapa unit usaha yang berbeda-beda, ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh struktur organisasi BUMDes yang memiliki 3 (tiga) unit usaha yakni: unit perdagangan, unit jasa keuangan, unit produksi.

2.1.7.3 Unit yang berada di dalam struktur organisasi BUMDes secara

umum dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Unit jasa keuangan misalnya menjalankan usaha simpan

pinjam; 61

2. Unit usaha sektor riil/ ekonomi misalnya menjalankan usaha

pertokoan atau waserda, fotocopy, sablon, home industry,

perkebunan, pertanian, perikanan.

Sedangkan susunan kepengurusan BUMDes terdiri dari komisaris

(penasehat) yang secara ex ficio dijabat oleh kepala desa yang bersangkutan. Komisaris sebagai penasehat BUMDes dalam melakukan tugas-tugasnya. Komisaris mempunyai kewajiban antara lain memberikan nasihat kepada direksi dan kepala unit usaha dalam melakukan pengelolaan BUMDes, memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggab penting bagi pengelolaan BUMDes, serta mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha apabila terjadi gejala menurunnya kinerja pengurusnya. Komisaris juga mempunyai kewenangan meminta penjelasan dari pengurus mengenai segala persoalan yang menyangkut pengelolaan usaha desa, dan melindungi usaha desa terhadap hal-hal yang dapat merusak kelangsungan dan citra BUMDes.

Selanjutnya kepengurusan BUMDes di bawah komisaris adalah direksi dan kepala unit usaha. Direksi dan kepala unit usaha ini mempunyai tugas antara lain mengembangkan dan membina badan usaha agar tumbuh dan berkembang menjadi lembaga yang dapat melayani kebutuhan ekonomi warga masyarakat, mengusahakan agar tetap terciptanya pelayanan ekonomi desa yang adil dan merata, memupuk usaha kerjasama lembaga-lembaga perekonomian lainnya yang ada di desa, menggali dan memanfaatkan potensi desa untuk meningkatkan 62

pendapatan asli desa, memberikan laporan perkembangan usaha kepada masyarakat desa melalui forum musyawarah desa minimal 2 (dua) kali dalam setiap tahun. Disamping itu juga kepala unit usaha mempunyai kewajiban menyampaikan laporan berkala setiap bulan kepada direksi yang meliputi laporan keuangan unit usaha serta progress kegiatan, kemudian oleh direksi dilaporkan kepada komisaris, yang selanjutnya wajib di ketahui oleh masyarakat dalam suatu musyawarah desa setiap 6

(enam) bulan sekali.

2.1.7.4 Langkah-langkah yang ditempuh dalam persiapan pendirian

BUMDes antara lain sebagai berikut:

1. Mendisein struktur organisasi. BUMDes merupakan sebuah

organisasi, maka diperlukan sebuah struktur organisasi yang

bertujuan untuk membagi apa saja yang menjadi tugas masing-

masing pengurus.

2. Menyusun job diskripsi. Hal ini penting dilakukan mengingat

untuk memperjelas tugas masing-masing pengurus. Dengan

demikian tugas dan tanggung jawab serta wewenang pemegang

jabatan tidak terjadi duplikasi yang memungkinkan setiap

pekerjaan yang terdapat di BUMDes diisi oleh orang-orang

yang berkompeten dibidangnya.

3. Menetapkan system koordinasi.Koordinasi adalah aktifitas

untuk menyatukan berbagai tujuan yang bersifat parsial ke

dalam suatu tujuan yang umum. Melalui penetapan system 63

organisasi yang baik memungkinkan terbentuknya kerjasama

antar unit usaha dan lintas desa berjalan efektif.

4. Menyusun aturan kerjasama dengan pihak ketiga. Kerjasama

dengan pihak ketiga apakah menyangkut transaksi jualbeli atau

simpan pinjam penting diatur secara bersama dengan Dewan

Komisaris BUMDes.

5. Menyusun pedoman kerja organisasi BUMDes. Agar semua

anggota BUMDes dan pihak-pihak yang berkepentingan

memahami aturan kerja organisasi. Maka diperlukan untuk

menyusun AD/ART BUMDes yang dijadikan rujukan

pengelola dan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola

BUMDes.

6. Menyusun desain sistem informasi kepada masyarakat. Sebagai

lembaga ekonomi desa yang terbuka, maka BUMDes dapat

menyusun informasi yang terbuka, sehingga masyarakat dapat

mengetahui informasi terkait dengan kegiatan BUMDes ini

secara bebas. Sehingga keberadaannya akan mendapat

dukungan dari berbagai pihak.

7. Menyusun rencana usaha (Bussines Plan). Penyusunan rencana

usaha penting untuk dibuat dalam periode 1 sampai dengan 3

tahun. Sehingga para pengelola BUMDes memiliki pedoman

yang jelas apa yang akan dikerjakannya dan dihasilkan dalam

upaya mencapai tujuan yang ditetapkan dan kinerjanya menjadi 64

terukur. Penyusunan rencana usaha dapat dibuat bersama

dewan komisaris BUMDes (kepala desa).

8. Melakukan proses rekruitmen yang melibatkan masyarakat

desa. Untuk menetapkan orang-orang yang nantinya akan

menduduki jabatan sebagai pengurus BUMDes dapat dilakukan

dengan proses musyawarah. Namun pemilihannya harus

didasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria tersebut dimaksutkan

agar pemegang jabatan di BUMDes mampu menjalankan tugas-

tugasnya dengan baik. Untuk itu persyaratan bagi pemegang

jabatan di BUMDes penting dibentuk oleh dewan komisaris.

Selanjutnya dibawa kedalam forum rembug desa untuk

disosialisasikan dan ditawarkan kepada masyarakat. Proses

selanjutnya adalah melakukan seleksi terhadap pelamar serta

menetapkan orang-orang yang paling sesuai dengan kriteria

yang dibuat. Di dalam pemilihan pengurus BUMDes juga tidak

diperbolehkan adanya intervensi dari pemerintah desa. Hal ini

penting karena untuk kepentingan serta kemajuan BUMDes

dimasa depan. Sehingga BUMDes dapat berkembang sesuai

dengan karakteristik, potensi serta keinginan desa setempat.

9. Menyusun sistem administrasi pembukuan. Bentuk administrasi

dan pembukuan keuangan disusun dengan format yang mudah,

tetapi mau menggambarkan aktivitas yang dijalankan. Hakikat

dari system administrasi dan pembukuan adalah 65

pendokumentasian informasi tertulis berkenaan dengan aktifitas

BUMDes yang dapat dipertanggungjawabkan. Dan secara

mudah dapat ditemukan, disediakan ketika diperlukan oleh

pihakpihak yang berkepentingan.

10. Menetapkan sistem penggajian dan pengupahan. Agar

pengelola BUMDes termotivasi dalam menjalankan

tugastugasnya, maka diperlukan adanya sistem imbalan yang

dirasakan bernilai. Pemberian imbalan bagi pengelola BUMDes

dapat dilakukan dengan berbagai macam seperti pemberian gaji

yang berarti bahwa pengelola BUMDes dapat menerima gaji

setiap bulannya dengan jumlah yang tetap. Pemberian upah

yang didasarkan pada sistem kerja borongan. Sehingga jumlah

yang diterima dapat bervariasi tergantung dari banyak

sedikitnya beban pekerjaan yang harus diselesaikan melalui

cara penawaran. Pemberian insentif jika pengelola mampu

mencapai target yang ditetapkan pada periode tertentu.

Besarnya jumlah uang yang dapat dibayarkan kepada pengelola

BUMDes juga harus didasarkan pada tingkat keuntungan yang

kemungkinan dapat dicapai. Pemberian upah pada pengelola

BUMDes juga harus semenjak awal disampaikan agar mereka

memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Sebab pemberian imbalan merupakan ikatan bagi setiap orang

untuk memenuhi kinerja yang diminta. 66

2.1.7.5 Prinsip Umum Pendirian BUMDes

1. Pengelolaan BUMDes harus dijalankan dengan menggunakan

prinsip kooperatif, partisipatif, emansipatif, transparansi,

akuntabel dan sustainable, dengan mekanisme member-base

help dan self help yang dijalankan secara professional dan

mandiri. Berkenaan dengan itu, untuk membangun BUMDes

maka diperlukan informasi yang akurat tentang kearifan lokal,

termasuk ciri sosial budaya masyarakatnya dan juga peluang

pasar dari produk (barang dan jasa) yang dihasilkan.

2. Badan Usaha Milik Desa sebagai badan usaha yang dibangun

atas inisatif masyarakatnya yang menganut asas mandiri, harus

mengutamakan perolehan modalnya berasal dari masyarakat

dan pemdes. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan

BUMDes dapat memperoleh modal dari pihak luar, seperti dari

pemerintah kabupaten atau pihak lain. Bahkan dapat pula

melakukan pinjaman kepada pihak ketiga sesuai dengan

peraturan yang berlaku.

3. Badan Usaha Milik Desa didirikan dengan tujuan yang jelas.

Tujuan tersebut akan terealisir diantaranya dengan cara

memberikan pelayanan kebutuhan untuk usaha produktif

terutama untuk kelompok miskin pedesaan, mengurangi

praktek ijon rente, dan pelepasan uang, menciptakan

pemerataan usaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat 67

desa. Hal penting lainnya adalah BUMDes harus mampu

mendidik masyarakat dengan membiasakan menabung. Dengan

cara yang demikian dapat mendorong pembangunan

masyarakat desa secara mandiri.

4. Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa, diprediksikan akan tetap

melibatkan pihak ketiga yang tidak saja berdampak masyarakat

desa itu sendiri, tetapi masyarakat dalam cakupan yang lebih

luas (kabupaten). Oleh sebab itu pendirian BUMDes yang

diinisiasi oleh masyarakat harus tetap mempertimbangkan

keberadaan potensi ekonomi desa yang mendukung

pembayaran pajak didesa dan kepatuhan masyarakat desa

terhadap kewajibannya. Kesemuanya ini menuntut keterlibatan

masyarakat kabupaten.

2.1.7.6 Diperlukan prediksi bahwa karakteristik masyarakat desa yang

perlu mendapatkan pelayanan BUMDes adalah:

1. Masyarakat desa yang dalam mencukupi kebutuhan hidupnya

berupa pangan, sandang, papan. Sebagian besar memiliki mata

pencaharian disektor pertanian dan melakukan kegiatan usaha

ekonomi yang bersifat informal.

2. Masyarakat desa yang penghasilannya tergolong sangat rendah,

dan sulit menyisihkan sebagian besar penghasilannya untuk

modal pengembangan usaha selanjutnya. 68

3. Masyarakat desa, yang dalam hal tidak dapat mencukupi

kebutuhan sendiri, sehingga banyak jatuh ke pengusaha yang

memiliki modal yang lebih kuat.

4. Masyarakat desa yang dalam kegiatan usahanya cenderung

diperburuk oleh sistem pemasaran yang memberikan

kesempatan kepada pemilik modal untuk dapat menekan harga,

sehingga mereka cenderung memeras dan menikmati sebagian

besar dari hasil kerja masyarakat desa. Atas dasar prediksi

tersebut, maka karakter BUMDes sesuai dengan ciri-ciri

utamanya, prinsip yang mendasari mekanisme dan sistem

pengelolaannya.

2.1.7.7 Secara Umum pendirian BUMDes dimaksudkan untuk:

1. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (standart

pelayanan minimal) agar berkembang usaha masyarakat di

desa.

2. Memberdayakan desa sebagai wilayah yang otonom.

Berkenaan dengan usaha-usaha produktif bagi upaya

pengentasan kemiskinan, pengangguran dan peningkatan

Pendapatan Asli Desa (Padesa)

3. Meningkatkan kemandirian dan kepentingan dan kapasitas desa

serta masyarakat dalam melakukan pengutan ekonomi desa.

69

2.1.7.8 Prinsip Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa

Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan

tentang bagaimana prinsip pengelolaan Badan Usaha Milik Desa.

Hal ini penting diuraikan agar dipahami dan dipersepsikan dengan

cara yang sama oleh pemerintah desa, anggota (penyerta modal),

BPD, pemkab dan masyarakat. Terdapat 6 (enam) prinsip dalam

mengelola BUMDes yaitu sebagai berikut ini:

1. Kooperatif. Semua komponen yang terlibat dalam BUMDes

harus mampu melakukan kerjasama yang baik demi

pengembangan dan kelangsungan hidup usahanya.

2. Partisipatif. Semua komponen yang terlibat dalam BUMDes

harus bersedia secara sukarela atau diminta memberikan

dukungan dan kontribusi yang dapat mendorong kemajuan

usaha.

3. Emansipatif. Semua komponen yang terlibat di dalam

BUMDes, harus diperlakukan sama tanpa memandang

golongan, suku dan agama.

4. Transparan. Aktivitas yang mempengaruhi terhadap

kepentingan masyarakat umum harus dapat diketahui oleh

segenap lapisan masyarakat dengan mudah dan terbuka.

5. Akuntabel. Seluruh kegiatan usaha harus dapat

dipertanggungjawabkan secara teknis maupun administratif. 70

6. Sustainable. Kegiatan usaha harus dapat dikembangkan dan

dilestarikan oleh masyarakat dalam wadah BUMDes.

Terkait dengan implementasi Alokasi Dana Desa (ADD),

maka proses penguatan ekonomi desa melalui BUMDes diharapkan

akan lebih berdaya. Hal ini disebabkan adanya penopang yakni

dana anggaran desa yang semakin besar. Sehingga memungkinkan

ketersediaan permodalan yang cukup untuk pendirian BUMDes.

Jika ini berlaku sejalan maka akan terjadi peningkatan Padesa, yang

selanjutnya digunakan untuk kegiatan pembangunan desa. Hal

utama yang penting dalam upaya pengutan ekonomi desa adalah

memperkuat ekonomi desa (kooperatif), membangun

kebersamaan/menjalin kerekatan disemua lapisan masyarakat desa.

Sehingga itu menjadi daya dorong dalam upaya pengentasan

kemiskinan, pengangguran dan membuka akses pasar.

2.1.7.9 Landasan Hukum pelaksanaan dan pendirian BUMDes:

2.1.7.9.1 Landasan Hukum.

1. Pasal 213 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

2. Pasal 78, 79, 80 dan 81 UU No. 72 tahun 2005 tentang Desa

yang diubah dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2010 Tentang

Badang Usaha Milik Desa.

4. Peraturan Bupati No. 84 Tahun 2014 Tentang Tata Cara

Pembentukkan dan Pengelolaan BUMDes. 71

5. Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 17 Februari 2006 No.

412.6/287/SJ perihal pemberdayaan lembaga keuangan

mikro/usaha ekonomi masyarakat.

5.1.7.9.2 Landasan Filosofis.

1. Perwujudan peningkatan pelayanan publik bagi

pengembangan usaha mikro berdasarkan kebutuhan

masyarakat dan potensi desa untuk kesejahteraan bersama.

2. Pengembangan sarana penciptaan lapangan kerja dan media

pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

3. Pengembangan wahana dalam penguatan basis pajak dan

retribusi guna meningkatkan pendapatan asli desa

2.1.7.10 Landasan Kelembagaan

1. Pemerintah desa berkewajiban melaksanakan program-program

pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

2. Sebagai lembaga perekonomian masyarakat desa yang didirikan

atas dasar inisiasi dan kearifan lokal.

3. Sebagai instrument peningkatan pendapatan desa dan

masyarakat.

2.2 Penelitian Terdahulu

2.2.1 Hasil Penelitian Skripsi yang ditulis Angger Sekar Manikam

pada tahun 2010 yang berjudul Implementasi Program Badan

Usaha Milik Desa di Desa Ngeposari Kecamatan Semanu 72

Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2009. Dipublikasikan sebagai

Skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa implementasi program badan usaha milik desa ini

belum berjalan dengan baik. Kenyataan tersebut dapat dilihat

dari tingkat partisipasi masyarakat desa masih rendah serta

program-program badan usaha milik desa yang belum berjalan

secara keseluruhan serta belum dapat mengakomodir

kepentingan,` potensi serta kebutuhan petani sebagaimana

tujuan utama pendirian BUMDes tersebut. Program usaha yang

baru berjalan adalah penjualan alat tulis kantor dan fotocopy

hal itu belum dapat dikatakan menampung kebutuhan dan

potensi masyarakat. Teori yang digunakan adalah teori

implementasi dari Edward III dengan pendekatan kualitatif.

Berbeda dengan penelitian peneliti, BUMDes yang menjadi

objek peneliti telah memiliki tiga program kerja utama yang

sudah berjalan bertahun-tahun sehingga bisa berjalan dengan

cukup baik.

2.2.2 Hasil Penelitian Skripsi yang ditulis Agung Septian Wijanarko

pada tahun 2012 yang berjudul Peran Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes) dalam Pemberdayaan Masyarakat di Desa

Pandankrajan Kecamatan Kemilagi Kabupaten Mojokerto

Tahun 2012. Dipublikasikan sebagai Skripsi Jurusan Ilmu 73

Administrasi Negara FISIP Universitas Pembangunan

Nasional ―Veteran‖. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pengurus dan anggota BUMDes telah berperan baik, baik itu

dalam segi permodalan maupun dalam membantu

meningkatkan perekonomian masyarakat. Metode yang

digunakan adalah deskriptif kualitatif yang mengacu pada

Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Mojokerto No. 18 Tahun

2006 Tentang Pembentukkan dan pengelolaan Badan Usaha

Milik Desa (BUMDes). Berbeda dengan penelitian peneliti,

penelitian yang dilakukan Wijanarko hanya berfokus pada

peran implementor saja terhadap pelaksanaan BUMDes,

sedangkan peneliti melakukan penelitian mengenai hal yang

berkaitan dengan pelaksanaan program BUMDes.

2.2.3 E-Journal yang ditulis oleh Dantika Ovi Era Tama dan

Yanuardi, M.Si yang berjudul Dampak Badan Usaha Milik

Desa (BUMDes) Bagi Kesejahteraan Masyarakat di Desa

Karangrejek Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunung Kidul

Tahun 2013. Dipublikasikan sebagai E-Jurnal Fakultas ISIPOL

Universitas Negeri Yogyakarta. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa BUMDes Karangrejek telah berhasil

memberi dampak positif bagi peningkatan peningkatan

perekonomian desa dan kesejahteraan masyarakat meskipun

unit-unit dari BUMDes belum berjalan secara keseluruhan. 74

Menggunakan teori dari Thomas R. Dye dengan pendekatan

kualitatif. Berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan,

penelitian Tama dan Yanuardi mengamati mengenai dampak

BUMDes sedangkan penelitian peneliti mengamati

pelaksanaan BUMDes.

2.3 Kerangka Berfikir

Menurut Sugiyono (2008:60), kerangka berfikir adalah sintesa

tentang hubungan antar-variabel yang disusun dari berbagai teori yang

telah dideskripsikan. Dan berdasarkan teori-teori yang telah

dideskripsikan, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis sehingga

menghasilkan sintesa tentang hubungan antar-variabel yang diteliti.

Sementara Uma Sekaran dalam Sugiyono (2008:65) mengemukakan

bahwa: ―Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang

bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah

diidentifikasikan sebagai masalah yang penting.‖

Selama peneliti melakukan penelitian, peneliti memperoleh data

dan informasi melalui pengamatan dan observasi langsung ke lapangan

serta melakukan wawancara kepada pihak yang bersangkutan dengan

implementasi program BUMDes di Desa Pagedangan. Peneliti dalam

penelitian ini menggunakan teori implementasi kebijakan publik menurut

Metter dan Hon, karena ada kesesuaian antara masalah yang terdapat pada

identifikasi masalah dengan apa yang dijabarkan dalam teori tersebut. 75

Ada enam variabel menurut Metter dan Horn, yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut adalah sebagai berikut (Agustino,

2008:142).

2.3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat

keberhasilannya jika-dan hanya-jika ukuran dan tujuan dari

kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang berada di

level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan

kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan

di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan

publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

2.3.2 Sumberdaya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari

kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia

merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu

keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari

keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumberdaya

manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang

diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik.

Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumberdaya-

sumberdaya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit

untuk diharapkan. 76

Tetapi di luar sumberdaya manusia, sumberdaya-sumberdaya lain

yang perlu diperhitungkan juga, ialah sumberdaya finansial dan

sumberdaya waktu. Karena, mau tidak mau ketika sumberdaya

manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan

kucuran dana melalui anggaran tidak tersesia, maka menjadi

perosalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh

kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumberdaya

waktu, saat sumberdaya manusia giat bekerja dan kucuran dana

berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang

terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebagian

ketidakberhasilan implementasi kebijakan.

Karena itu sumberdaya yang diminta dan dimaksud oleh Metter

dan Horn adalah ketiga bentuk sumber daya tersebut.

2.3.3 Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal

dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian

kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja kebijakan

(publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat

serta cocok dengan para agen pelaksananya.Selain itu, cakupan

atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga

diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana.

Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya

semakin besar pula agen yang dilibatkan. 77

2.3.4 Sikap atau Kecenderungan

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan

sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja

kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena

kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga

setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang

mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor

laksanakan adalah kebijakan ‖dari atas‖ (top-down) yang sangat

mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui

(bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau

permasalahan yang warga ingin selesaikan.

2.3.5 Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam

implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi

komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses

implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat

kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya.

2.3.6 Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna memenuhi kinerja

implementasi kebijakan publik dalam perspektif yang ditawarkan

oleh Metter dan Horn adalah, sejauh mana lingkungan eksternal

turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah

ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak 78

kondusif dapat menjadi biang keladi dalam kegagalan kinerja

implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk

mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan

kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

Kesesuaian yang muncul antara lain dilihat dari indikator yang terdapat dalam proses implementasi kebijakan publik khususnya implementasi program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa

Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang. Karena dalam pelaksanaan BUMDes tersebut dibutuhkan komunikasi antara pemerintah Kabupaten Tangerang dengan Pemerintah Desa Pagedangan relevan dengan masalah BUMDes yang belum membentuk kebijakan daerah terkait BUMDes, Organsasi/lembaga desa dan lembaga lain yang relevan, serta tentunya masyarakat Desa Pagedangan. Upaya tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan BUMDes yang maju yang bisa menggerakkan motor perekonomian di Desa Pagedangan. Adapun kerangka berfikir yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 79

Masalah : Keberhasilan Implementasi menurut

1. Kurangnya pembinaan dan bimbingan Van Horn dan Van Meter (Agustino, dari pemerintah daerah 2008:142); 2. Kurangnya dukungan berupa bantuan financial dan non financial dari 6 variabel yang mempengaruhi kinerja pemerintha daerah. implementasi yakni; 3. Dampak dibangunnya BUMDes tidak terlalu signifikan dalam 1. Ukuran dan tujuan kebijakan pemberdayaan masyarakat. 2. Sumber daya 4. Dibangunnya BUMDes tidak terlalu berkontribusi dengan pendapatan 3. Sikap atau kecenderungan para desa. pelaksana 4. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana

5. Karakteristik agen pelaksana Program BUMDes di Desa Pagedangan 6. Lingkungan sosial, ekonomi dan bisa berjalan dengan baik dan menjadi politik lebih termanajemen dengan baik.

Implementasi program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.

Gambar 2.5

Kerangka Berfikir

Sumber: Peneliti

80

2.4 Asumsi Dasar

Berdasarkan hasil observasi awal, Desa Pagedangan Kabupaten

Tangerang telah meraih penghargaan sebagai Desa Terbaik se-Provinsi

Banten pada tahun 2014 dari kemajuan BUMDes nya. Kendati

demikian, tetap harus ada upaya dalam pemecahan masalah-masalah

BUMDes agar pelaksanaan program BUMDes di Desa Pagedangan

menjadi lebih baik lagi, dan penghargaan tersebut tetap bisa

dipertahankan bahkan ditingkatkan oleh Pemerintah Desa Pagedangan.

Setiap program atau kebijakan pemerintah tak terlepas dari

masalah-masalah dan hambatan dilapangan dalam pelaksanaannya.

Dalam program BUMDes di Desa Pagedangan sendiri masih terdapat

beberapa masalah dalam pelaksanaannya dengan memperhatikan

ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen

pelaksana, sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana,

komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, dan lingkungan

ekonomi, sosial, dan politik. Dengan demikian, asumsi awal peneliti

menunjukkan bahwa implementasi program BUMDes di Desa

Pagedangan masih kurang maksimal.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data

mendalam yang diperlukan, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.

Metode kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek peneliti misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan dan lainnya secara holistic dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

alamiah dengan memanfaatkan metode alamiah.

Menurut sugiyono (2007:1) metode penelitian kualitatif adalah metode

yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang amaliah dimana

peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan

secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, hasil penelitian menekankan

makna generalisasi.

3.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian metode kualitatif bersifat holistic yang meliputi ; tempat,

actor dan aktifitas. Tempat penelitian yang peneliti ambil yaitu di Desa

Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang, aktornya adalah

pelaksana kebijakan yaitu Unit Pelaksana BUMDes Desa Pagedangan yang

81 82

ditunjuk oleh Kepala Desa Pagedangan dan aktifitasnya adalah pengelolaan

Badan Usaha Milik Desa.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan

Kabupaten Tangerang yang merupakan locus dari penelitian.

3.4 Definisi Konsep dan Operasional

3.3.1 Definisi Konsep

Definisi konsep merupakan definisi konseptual yang digunakan

peneliti untuk menegaskan konsep-konsep yang jelas, supaya tidak

menjadi perbedaan penafsiran antara peneliti dan pembaca. Konsep-

konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan

baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat, kelompok-kelompok

pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tecapainya tujuan-

tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan dalam

implementasi program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa

Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.

2) Program Badan Usaha Milik Desa

Program yang merupakan roda ekonomi di desa yang mengatur

perekonomian yang ada didesa yaitu mengelola seluruh aset yang

83

dimiliki desa baik itu fisik maupun non fisik yang sifatnya kearah

perekonomian desa. BUMDes ini dibentuk atas dasar potensi yang

dimiliki desa dan dikelola oleh masyarakat desa dan pemerintah

desa. Dan hal ini dikelola oleh masyarakat Desa Pagedangan dan

Pemerintah Desa Pagedangan.

3.3.2 Definisi Operasional

Dalam implementasi program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang,

peneliti ingin mengetahui bagaimana implementasi peraturan tersebut

dalam pengelolaan BUMDes di Desa Pagedangan.

Definisi operasional berdasarkan teori Van Horn dan Van Meter

dalam Agustino (2008:161) adalah:

1) Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Ukuran dan tujuan kebijakan sesuai dan realistis dengan

sosio-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan.

2) Sumberdaya

a. Ketersediaan sumber daya manusia dalam

melaksanakan kebijakan

b. Ketersediaan sumber daya finansial dalam

melaksanakan suatu kebijakan

c. Ketersediaan sumber daya waktu dalam melaksanakan

kebijakan.

3) Karakteristik Agen Pelaksana

84

a. Organisasi formal yang terlibat dalam melaksanakan

suatu kebijakan

b. Organisasi nonformal yang terlibat dalam menjalankan

suatu kebijakan.

4) Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana

sangat mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja

implementasi kebijakan publik.

5) Komunikasi Antarorganisasi dan aktifitas pelaksana

Koordinasi komunikasi antara .pihak-pihak terlibat dalam

suatu proses implementasi merupakan mekanisme yang ampuh

dalam implementasi kebijakan publik.

6) Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

Implementasi kebijakan publik berpengaruh pada sejauh

mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan

kebijakan publik yang telah tetapkan, karena upaya untuk

mengimplementasikan kebijakan mensyaratkan kondisi

lingkungan eksternal yang kondusif.

3.5 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian mengenai implementasi peraturan daerah dalam

melaksanakan program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa

Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang, yang menjadi

85

instrument utama penelitian adalah peneliti sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan focus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya.

Dalam hal instrumen, kualitatif menurut Nasution (dalam Sugiyono,

2012:223) menyatakan yaitu:

”Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”. Berdasarkan dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa, dalam penelitian kualitatif permasalahan yang ada dilapangan awalnya belum jelas dan pasti, maka yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri. Tetapi setelah masalah yang akan dipelajari itu jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrumen. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menerapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya (Sugiyono,

2012:59-60).

Sebagai human intrument, peniliti melakukan pengumpulan data dari hasil dilapangan. Dalam proses penyusunan data pada penelitian implementasi program BUMDes di Desa Pagedangan ini, sumber data yang

86

digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Adapun sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti langsung dari sumber data baik melalui proses wawancara tatap muka antara peneliti dengan informan, maupun melalui observasi atau pengamatan tidak berperanserta di tempat yang menjadi objek penelitian. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari studi dokumentasi dan studi pustaka terkait dengan implementasi program BUMDes di Desa Pagedangan Kabupaten

Tangerang.

Maka untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategi dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2012:224). Adapun teknik yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1) Observasi

Secara luas, observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan

untuk melakukan pengukuran. Akan jika diartikan lebih sempit, yaitu

pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti

taidak mengajuka pertanyaan-pertanyaan (Soehartono, 2004:69)

Observasi atau dengan melakukan pengamatan, yang dapat

diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara berperanserta dan yang

tidak berperanserta. Pada pengamatan tanpa peranserta pengamat

hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan.

Pengamat berperanserta melakukan dua peranan sekaligus, yaitu

87

sebagai pengamat dan sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok

yang diamatinya dari Moleong (2006: 176). Pada penelitian ini,

peneliti menggunakan observasi tak berperanserta, karena dalam

penelitian ini peneliti tidak terlibat untuk membantu pelaksanaan

program BUMDes di Desa Pagedangan ini. Peneliti hanya melakukan

pengamatan saja untuk mengetahui kondisi objek penelitian.

2) Wawancara

Menurut Sugiyono (2007:72) wawancara adalah merupakan

pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya

jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik

tertentu.

Wawancara dalam penelitian kualitatif bersifat mendalam (indepth

interview). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara

semiterstuktur, dimana wawancara dilakukan secara bebas untuk

menggali informasi lebih dalam dan bersifat dinamis, namun tetap

terkait dengan pokok-pokok wawancara yang telah peneliti buat

terlebih dahulu dan tidak menyimpang dari konteks yang akan dibahas

dalam fokus penelitian.

Dalam sebuah wawancara tentu dibutuhkan suatu pedoman.

Pedoman wawancara digunakan peneliti dalam mencari data dari para

informan dan memudahkan peneliti dalam menggali sumber informan

untuk mendapatkan informasi. Adapun pedoman wawancara yang

telah disusun yaitu sebagai berikut.

88

Tabel 3.1

Pedoman Wawancara

Dimensi Kisi-kisi Pertanyaan Informan

Ukuran dan a) Awal mula Kebijakan 1. Sekretaris Desa Pagedangan Tujuan Program BUMDes 2. Staff Desa Pagedangan Kebijakan b) Kejelasan ukuran dan tujuan 3. Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kebijakan Program Kabupaten Tangerang

BUMDes 4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan c) Langkah-langkah 5. BKM Desa Pagedangan pelaksanaan Program 6. LSM

BUMDes d) Ukuran keberhasilan Kebijakan Program BUMDes di Kota Tangerang Selatan Sumberdaya a) Kondisi Sumber Daya 1. Sekretaris Desa Pagedangan Manusia implementor 2. Staff Desa Pagedangan Kebijakan Program 3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat BUMDes Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang b) Kondisi sumber daya 4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan finansial dalam 5. Bendahara BUMDes Desa Pagedangan mengimplementasikan 6. BKM Desa Pagedangan Kebijakan Program 7. Kepala Unit Program Simpan Pinjam BUMDes 8. Kepala Unit Program Sentra Kuliner c) Kondisi sumber daya waktu 9. Kepala Unit Program TPST dalam mengimplementasikan Kebijakan Program BUMDes

89

Karakteristik a) Organisasi formal dan 1. Sekretaris Desa Pagedangan Agen informal yang menjadi agen 2. Staff Desa Pagedangan Pelaksana pelaksana Kebijakan 3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Program BUMDes. Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang b) Hambatan umum dalam 4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan implementasi Kebijakan 5. BKM Desa Pagedangan Program BUMDes 6. Kepala Unit Program Simpan Pinjam c) Kesuaian luas cakupan 7. Kepala Unit Program Sentra Kuliner implementasi Kebijakan 8. Kepala Unit Program TPST Program BUMDes dengan 9. LSM besarnya agen pelaksana 10. Pedagang yang dilibatkan. 11. Masyarakat

Sikap atau a) Bentuk penguatan 1. Sekretaris Desa Pagedangan Kecenderunga kelembagaan dalam 2. Staff Desa Pagedangan n implementasi Kebijakan 3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Program BUMDes Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang

b) Sikap pelaksana dalam 4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan melaksanakan program- 5. BKM Desa Pagedangan program BUMDes 6. Kepala Unit Program Simpan Pinjam c) Respon agen pelaksana 7. Kepala Unit Program Sentra Kuliner terhadap Kebijakan Program 8. Kepala Unit Program TPST BUMDes yang akan 9. LSM mempengaruhi kemauannya 10. Pedagang untuk melaksanakan 11. Masyarakat kebijakan Komunikasi a) Komunikasi antar organisasi 1. Sekretaris Desa Pagedangan Antar yang terlibat dalam 2. Staff Desa Pagedangan Organisasi dan implementasi Kebijakan 3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Aktivitas Program BUMDes Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang Pelaksana b) Koordinasi antarorganisasi 4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan yang terlibat dalam 5. BKM Desa Pagedangan

implementasi Kebijakan 6. Kepala Unit Program Simpan Pinjam

90

Program BUMDes 7. Kepala Unit Program Sentra Kuliner 8. Kepala Unit Program TPST 9. LSM 10. Pedagang

Lingkungan a) Kondisi ekonomi lingkungan 1. Sekretaris Desa Pagedangan Ekonomi, dalam implementasi 2. Staff Desa Pagedangan Sosial, dan Kebijakan Program 3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Politik BUMDes Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang b) Kondisi sosial lingkungan 4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan

dalam implementasi 5. Bendahara BUMDes Desa Pagedangan Kebijakan Program 6. BKM Desa Pagedangan BUMDes 7. Kepala Unit Program Simpan Pinjam c) Dukungan kelompok- 8. Kepala Unit Program Sentra Kuliner kelompok kepentingan dan 9. Kepala Unit Program TPST elite politik dalam 10. LSM implementasi Kebijakan 11. Pedagang Program BUMDes 12. Masyarakat d) Dukungan para partisipan Kebijakan Program BUMDes (stakeholder ), yakni menolak atau mendukung e) Sifat opini publik yang ada di lingkungan implementasi Kebijakan Program BUMDes Sumber: Peneliti, 2015

3) Studi kepustakaan

Istilah studi kepustakaan digunakan dalam ragam istilah oleh para

ahli, diantaranya yang dikenal adalah: kajian pustaka, tinjauan pustaka,

91

kajian teoritis, dan tinjauan teoritis. Penggunaan istilah-istilah tersebut,

pada dasarnya merujuk pada upaya umum yang harus dilalui untuk

mendapatkan teori-teori yang relevan dengan topik penelitian. Oleh

karena itu studi kepustakaan meliputi proses umum seperti:

mengidentifikasi teori secara sistematis, penemuan pustaka, analis

dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik

penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan studi kepustakaan melalui

hasil penelitian sejenis yang pernah dilakukan, buku-buku, maupun

artikel atau yang memuat konsep atau teori yang dibutuhkan terkait

dengan Kebijakan BUMDes di Desa Pagedangan.

4) Studi dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan

misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita,

biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar,

misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang

berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar,

patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari

penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian

kualitatif (Sugiyono, 2009:240). Studi dokumentasi menurut

92

Soehartono (2004:70) merupakan teknik pengumpulan data yang tidak

langsung yang ditujukan kepada subyek penelitian.

3.6 Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, pengambilan sampel sumber data berkaitan

dengan siapa yang hendak dijadikan informan dalam penelitian. Menurut

Bungin dalam Penelitian Kualitatif (2009:76-77) menjelaskan objek dan

informan penelitian kualitatif adalah menjelaskan objek penelitian yang fokus

dan lokus penelitian, yaitu apa yang menjadi sasaran. Sasaran penelitian tak

tergantung pada judul dan topik penelitian, tetapi secara konkret tergambarkan

dalam rumusan masalah penelitian. Sedangkan informan penelitian adalah

subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun

orang lain yang memahami objek penelitiannya.

Jadi, objek penelitian ini yaitu BUMDes di Desa Pagedangan. Dalam

penelitian ini, peneliti menentukan informan penelitiannya dengan teknik

purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu yang

memahami fokus penelitian. Pada penelitian ini, penentuan informan dibagi

menjadi dua yaitu key informan dan secondary informan. Key informan

sebagai informan utama yang lebih mengetahui situasi fokus penelitian,

sedangkan secondary informan sebagai informan penunjang dalam

memberikan penambahan informasi. Berikut ini merupakan informan dalam

implementasi program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa

Pagedangan pada kebijakan BUMDes.

93

Tabel 3.2

Informan Penelitian

Kode Status No. Kategori Informan Informan Keterangan Informan Informan Informan I. Instansi : Sebagai Pengawas utama Key a. Sekretaris Desa M. Yusuf I1-1 jalannya BUMDes dan Informan Pagedangan juga implementor Sebagai pembantu dari b. Staff Desa Assudin, Secondary kepala desa dalam I1-2 Pagedangan S.Kom Informan mengawasi BUMDes c. Kepala Bagian Sebagai pembuat I1-3 Hukum Sekretariat Agus Hendrik, kebijakan dan produk Secondary

Daerah Kabupaten S.Sos hukum di Kabupaten Informan

Tangerang Tangerang d. Kepala Bidang Sebagai salah satu Pembardayaan bidang peningkatan desa I1-4 Key Masyarakat Desa Syahrizal yang mensosialisasikan Informan BPMPPD kab. BUMDes Tangerang Sebagai Pelaksana e. Direktur BUMDes H. Anwar I1-5 Key Operasional BUMDes Desa Pagedangan Ardadili Informan Desa Pagedangan Sebagai lembaga f. BKM Desa I1-6 Key Hj. Romdiati pemberantas kemiskinan Pagedangan Informan di Desa Pagedangan

g. Kepala Unit Sebagai pelaksana I1-7 Key Hj. Kulstum Program Simpan operasional bidang Informan

94

Pinjam program simpan pinjam

h. Kepala Unit Sebagai pelaksana H. Anwar I1-8 Key Program Sentra operasioanal bidang Ardadili Informan Kuliner program sentra kuliner Sebagai pelaksana i. Kepala Unit I1-9 Key H. Munawar operasioanal bidang Program TPST Informan program TPST II Sebagai pengawas dan Secondary Stakeholder : Endang pemerihati BUMDes I2-1 Informan a. LSM Rahayu, S.Fil Desa Pagedangan III Sebagai sektor usaha

Masyarakat: yang terlibat di dalam Hj. Marlina Key a. Pedagang jalannya BUMDes Desa I3-1 Informan Pagedangan

Ika Nurmawati Sebagai sasaran I3-2

Suinah program BUMDes yang I3-3 Secondary b. Masyarakat merasakan manfaat Informan Farida I3-4 BUMDes

Sumber : Peneliti, 2016

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif teknik analisis data yang digunakan sudah

jelas, yaitu diarahkan untuk menjawab rumusan masalah. Analisis data dalam

penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan

setelah selesei dilapangan.

Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan mengikuti teknik analisis data kualitatif mengikuti konsep yang

95

dikemukakan Irawan dalam bukunya Metodelogi Penelitian Administrasi

(2005:27) yang terdiri dari langkah-langkah yang sistematis dimulai dari pengumpulan data mentah, transkip data, pembuatan koding, kategorisasi data, penyimpulan sementara, triangulasi dan yang terakhir yaitu penyimpulan akhir.

Jadi, dalam analisis data pada penelitian kualitatif bersifat induktif

(grounded) dapat diartikan bahwa kesimpulannya penelitian adalah dengan cara mangabstaraksikan data-data empiris yang dikumpulkan dari lapangan dan mencari pola-pola yang terdapat di dalam data-data tersebut. Karena itu analisis data dalam penelitian kualitatif tidak perlu menunggu sampai seluruh proses pengumpulan data selesai dilaksanakan. Analisis itu dilaksanakan secara paralel pada saat pengumpulan data dan dianggap selesai manakala peneliti merasa telah memiliki data sampai tingkat “titik jenuh” atau reliable

(data yang didapat telah seragam dan telah menemukan pola aturan yang peneliti cari).

Menurut Bogdan dan Biklen analisis data kualitatif adalah (Moleong,

2005: 248) :

“Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang paling dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.”

Dari penjelasan di atas maka proses analisis data merupakan pemilihan data yang didapatkan untuk mendapatkan kesimpulan. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan selama proses penelitian berlangsung yaitu

96

sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di

lapangan. Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan model

Prasetya Irawan, yaitu sebagai berikut.

Pengumpulan Transkrip Pembuatan Kategorisasi Data Mentah Data Koding Data

Penyimpulan Triangulasi Penyimpulan Akhir Sementara

Gambar 3.1

Proses Analisis Data

(Sumber: Irawan, Prasetya. 2005:5)

Dari gambar 3.1 di atas maka dapat diuraikan kegiatan dalam proses

analisis data yaitu :

1) Pengumpulan Data Mentah

Tahap ini peneliti mengumpulkan data mentah melalui wawancara,

observasi lapangan, kajian pustaka dan dokumentasi dengan

menggunakan alat-alat yang dibutuhkan, seperti kamera dan tape

recorder. Dalam tahap ini peneliti hanya mencatat data yang apa

adanya (verbatim) tanpa mencampurkannya dengan pikiran, komentar,

dan sikap peneliti itu sendiri.

97

2) Transkrip Data

Pada tahap ini peneliti merubah catatan data mentah ke bentuk tertulis.

Yang ditulis oleh peneliti pun harus apa adanya tanpa mencampur

adukkannya dengan pikiran peneliti.

3) Pembuatan Koding

Di tahap ini peneliti membaca ulang seluruh data yang telah

ditranskrip. Hal-hal penting di dalam transkrip dicatat dan diambil kata

kuncinya. Kemudian kata kunci ini nanti diberi kode.

4) Kategorisasi Data

Dalam tahap ini peneliti mulai menyederhanakan data dengan cara

mengikat konsep-konsep (kata-kata) kunci dalam satu besaran yang

dinamakan “kategori”.

5) Penyimpulan Sementara

Di tahap ini peneliti dapat mengambil kesimpulan yang sifatnya

sementara.

6) Triangulasi

Triangulasi adalah proses check and recheck antara sumber data

dengan sumber data lainnya. Dalam proses ini beberapa kemungkinan

bisa terjadi. Pertama, satu sumber cocok dengan sumber lain. Kedua,

satu sumber data berbeda dengan sumber lain, tetapi tidak harus berarti

bertentangan. Ketiga, satu sumber bertolak belakang dengan sumber

lain.

98

7) Penyimpulan Akhir

Kesimpulan akhir dapat diambil ketika peneliti telah merasa bahwa

data peneliti sudah jenuh dan setiap penambahan data baru hanya

berarti ketumpangtindihan.

Setelah dilakukan analisis data, perlu dilakukan uji keabsahan data atau bisa juga disebut uji validitas dan realiabilitas data memiliki keterkaitan antara deskripsi dan eksplanasi.Tedapat dua macam validitas, yaitu validitas internal dan validitas eksternal.

Validitaas internal dalam penelitian kualitatif disebut kredibilitas, yaitu hasil penelitian memiliki tingkat kepercayaan tinggi yang sesuai dengan fakta dilapangan.Kemudian validitas eksternal dalam penelitian kualitatif disebut transferabilitas.Hasil penelitian kualitatif memiliki standar transferabilitas tinggi bilamana pembaca memperoleh gambaran / pemahaman yang jelas tentang konteks dan fokus penelitian.

Adapun untuk pengujian keabsahan datanya, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber, yaitu membandingkan dan mengecek kembali suatu informasi yang diperoleh. Selain itu, penelitipun melakukan member check, yaitu proses pengecekan data-data yang diperoleh peneliti kepada informan.

Tujuannya adalah mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh informan.

99

3.8 Jadual Penelitian

Disetiap penelitian, tentulah harus ada catatan waktu aktifitas yang

dilakukan oleh peneliti sehingga pembaca mengetahui kapan penelitian ini di

mulai dan berakhir. Jadual penelitian berisi aktivitas yang dilakukan dan

kapan akan dilakukan proses penelitian (Sugiyono, 2009:286). Berikut ini

merupakan jadual penelitian implementasi program Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes) di Desa Pagedangan Kabupaten Tangerang.

100

Tabel 3.3

Jadual Penelitian

No Kegiatan Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

2015 2015 2015 2016 2016 2016 2016 2016 2016 2016 1. Pengajuan Judul

2. Perijinan dan Observasi Awal 3. Penyusunan Proposal Skripsi 4. Seminar Proposal dan Revisi Proposal Skripsi 5. Pengumpulan Data Mentah

6. Transkip Data

7. Pembuatan Koding dan Kategorisasi Data

8. Penyimpulan Sementara, Triangulasi, dan Penyimpulan Akhir 9. Sidang Skripsi

10. Revisi Skripsi

Sumber : Peneliti, 2015

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Menurut buku panduan dan pedoman skripsi (2015:19) Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian secara jelas, struktur organisasi dari objek yang diteliti dan memberikangambaran umum Bidang Pemberdayaan Masyarakat Badan

Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Pemerintahan Desa (BPMPPD)

Kabupaten Tangerang, gambaran umum Desa Pagedangan dan gambaran umum Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Mandiri Pagedangan, dalam pelaksanaan program BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) Mandiri

Pagedangan. Hal tersebutakan dipaparkan sebagai berikut.

4.1.1Gambaran Umum Desa Pagedangan

Desa Pagedangan yang merupakan desa bagian dari Kabupaten

Tangerang memiliki sejarah yang tidak terlepas dari sejarah

Kabupaten Tangerang, Kabupaten Tangerang sejak ratusan tahun lalu

sudah menjadi daerah perlintasan perniagaan, perhubungan sosial dan

interaksi antardaerah lain. Hal ini, disebabkan letak daerah ini yang

berada di dua poros pusat perniagaan Jakarta - Banten.Berdasarkan

catatan sejarah, daerah ini sarat dengan konflik kepentingan

101

102

perniagaan dan kekuasaan wilayah antara Kesultanan Banten dengan

Penjajah Belanda.

Desa Pagedangan ini memiliki penduduk sebanyak 10.568

Jiwa yang dibagi menjadi 4 Dusun/Kampung, 4 Kepala Dusun, 13

RW dan 58 RT terdiri dari 2.702 KK. Desa Pagedangan ini merupakan daerah pemukiman,perdagangan dan pertanian namun sampai saat ini dengan pesatnya pembangunan perumahan, pusat perkantoran, pertokoan yang dilakukan oleh para Developer yaitu PT.

Bumi Serpong Damai wilayah perkampungan berubah secara drastis menjadi perumahan-perumahan elite dan lahan pertanian berkurang.

Dampak dari perubahan ini menuntut warga masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan karena revolusi pembangunan tersebut bukan untuk warga setempat tetapi sebagai bisnis properti bagi

Developer.

Pembangunan di Wilayah Desa Pagedangan yang telah dan sedang berjalan bersumber dari :

a) APBN

b) Bantuan dari Propinsi Banten

c) APBD Kabupaten Tangerang

d) Swadaya Masyarakat

e) PNPM Perkotaan

f) PNPM Perdesaan 103

Berdasarkan Perencanaan Pembangunan Partisipatif yang

tertuang dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa

(Musrenbang Desa).Dalam menjalankan pemerintahannya, Desa

Pagedangan membentuk struktur organisasi agar tidak terjadi tumpang

tindih pekerjaan, struktur organisasi Desa Pagedangan sebagai berikut.

Kepala Desa BPD H. AHMAD ANWAR, S. Ag NARHAWI, S. Pd. I

Sekretaris Desa M. YUSUF

L P M Drs. DIDIK INDARTO

Kaur. Keuangan Kaur. Umum SAEPUL ASUDIN, S. IKHWAN, S. Sos Kom

Kaur. Kaur. Kesos Kaur. Kaur. Trantib Pemerintahan WALIYUDIN Pembangunan MAD SAIDI PIRMAN D A Y A T

MAULANA

Jaro Tegal Jaro Pagerhaur Jaro Cicayur I Jaro Puspiptek

ISKANDAR SUTARMAN H. SUHAEDI Drs. LIZZIA SOBANDI

104

Gambar 4.2

Struktur Organisasi Desa Pagedangan

(Sumber: Desa Pagedangan)

Secara Demografi keadaan Fisik / Geografis Desa Pagedanganmeliputi :

a. Batas Wilayah

a) Sebelah Utara : Desa Lengkong Kulon

b) Sebelah Timur : Desa Sampora

c) Sebelah Selatan : Desa Situ Gadung

d) Sebelah Barat : Desa Cicalengka

b. Luas Wilayah

Luas Wilayah Desa Pagedangan : 464,460 Ha

a) Luas Pemukiman : 245,00 Ha

b) Luas Pesawahan : 22,40 Ha

c) Luas Perkebunan : -

d) Luas Kuburan : -

e) Luas Perkarangan : 96,50 Ha

f) Luas Tegal/ Ladang : 146,46 Ha

g) Luas Taman : -

h) Luas Perkantoran : 0,16 Ha

i) Luas Prasarana umum lainnya : 3,94 Ha

105

Desa Pagedangan sebagai desa yang tumbuh ditengah-tengah kota yang sedang berkembang, dalam menjalankan pemerintahannya Desa Pagedangan memiliki visi misi. Untuk visinya, Desa Pegedangan memiliki visi, Desa

Pagedangan menjadi “Desa Wisata di Pusat Kemajuan Kota”. Desa Wisata yang dimaksud meliputi:

a. Wisata Argo Industri

b. Wisata Rohani dan Pendidikan

c. Wisata Budaya dan Tradisi

d. Wisata Kuliner

Untuk mewujudkan visi tersebut, Desa Pegedangan menjalankan misinya sebagai berikut.

a. Meningkatkan perekonomian masyarakat

b. Menjadikan Warga sebagai Industriawan

c. Memperkuat iklim ber-Wirausaha yang mengangkat Potensi Lokal

Maka dari itu, Desa Pagedangan memiliki strategi awal untuk mencapai visi misi-nya tersebut, dengan strategi sebagai berikut.

a. Membangun infrastruktur permukiman yang kondusif untuk

menumbuhkan Iklim Industri Kecil

b. Membangun Jaringan antar Wirausaha baik Internal maupun

Eksternal

c. Menciptakan simpul-simpul Industri Kecil Baru.

4.1.2.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Pagedangan

1) Jumlah Penduduk 106

Jumlah Penduduk Desa Pagedangan sampai dengan

bulan Desember 2013 tercatat sebanyak : 10.568 jiwa,

terdiri dari laki – laki : 5.440 jiwa dan perempuan : 5.128

jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga : 2.702 Kepala

Keluarga. Secara rinci klasifikasi penduduk menurut

kelompok umur sebagai berikut:

Jumlah Penduduk berdasarkan Kewarganegaraan :

Warga Negara Indonesia

Laki – Laki : 5.440 jiwa

Perempuan : 5.128 jiwa

Warga Negara Indonesia Keturunan

Laki – laki : - jiwa

Perempuan : - jiwa

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk berdasarkan umur

Usia Laki-laki Perempuan Usia Laki-laki Perempuan

0-12 bulan 64 orang 68 orang 39 tahun 91 orang 99 orang

1 tahun 68 orang 83 orang 40 88 orang 113 orang

2 85 orang 69 orang 41 106 orang 104 orang

3 97 orang 79 orang 42 77 orang 83 orang 107

4 98 orang 71 orang 43 108 orang 94 orang

5 107 orang 79 orang 44 105 orang 111 orang

6 96 orang 89 orang 45 122 orang 75 orang

7 109 orang 117 orang 46 94 orang 69 orang

8 85 orang 99 orang 47 81 orang 65 orang

9 100 orang 119 orang 48 103 orang 71 orang

10 100 orang 119 orang 49 73 orang 34 orang

11 125 orang 104 orang 50 62 orang 47 orang

12 112 orang 115 orang 51 52 orang 39 orang

13 114 orang 117 orang 52 37 orang 28 orang

14 112 orang 96 orang 53 49 orang 57 orang

15 120 orang 90 orang 54 43 orang 32 orang

16 113 orang 114 orang 55 28 orang 21 orang

17 103 orang 98 orang 56 33 orang 22 orang

18 117 orang 99 orang 57 20 orang 18 orang

19 114 orang 111 orang 58 38 orang 25 orang

20 126 orang 100 orang 59 30 orang 18 orang

21 108 orang 115 orang 60 16 orang 15 orang

22 107 orang 74 orang 61 30 orang 16 orang

23 111 orang 105 orang 62 17 orang 3 orang

24 112 orang 97 orang 63 22 orang 24 orang

25 69 orang 104 orang 64 16 orang 11 orang 108

26 87 orang 81 orang 65 13 orang 8 orang

27 91 orang 79 orang 66 8 orang 17 orang

28 86 orang 89 orang 67 9 orang 8 orang

29 92 orang 73 orang 68 14 orang 15 orang

30 92 orang 89 orang 69 7 orang 9 orang

31 87 orang 104 orang 70 4 orang 7 orang

32 70 orang 100 orang 71 17 orang 4 orang

33 90 orang 106 orang 72 10 orang 6 orang

34 86 orang 92 orang 73 13 orang 13 orang

35 69 orang 77 orang 74 12 orang 4 orang

36 81 orang 109 orang 75 3 orang 4 orang

37 84 orang 90 orang Lebih dari 75 17 orang 22 orang

38 85 orang 97 orang Total 5440 orang 5128 orang

Sumber : Desa Pagedangan, 2016

Dilihat dari berbagai aspek, maka Desa Pagedangan

yang wilayahnya seluas 464,460 Ha berada dijantung Kota

Kecamatan Pagedangan yang mempunyai fungsi sebagai

penyangga dari berbagai aspek kehidupan yang tentunya sangat

mempengaruhi berbagai pembangunan dan sebagai alat dari

perkembangan teknologi, transformasi dan telekomunikasi yang

semakin luas dan kompleks dengan jumlah penduduk : 10,568

jiwa serta didukung dari sarana dan prasarana Pendidikan dari 109

tingkat Taman Kanak-Kanak, (TK) sampai dengan tingkat

Perguruan Tinggi.

2) Kondisi Sosial Ekonomi

Keadaan ekonomi erat kaitannya dengan sumber

mata pencaharian penduduk dan merupakan jantung

kehidupan bagi manusia, setiap orang senantiasa

berusaha mendapatkan pekerjaan sesuai dengan bidang

dan keahlian masing-masing, dari jumlah penduduk 10,568

jiwa yang usia pekerja dan pencari kerja diperkirakan

sebanyak 7.034 jiwa. Secara umum dapat dijelaskan

bahwa Desa Pagedangan bermata pencaharian Pedagang,

Buruh, Karyawan Swasta, Pegawai Negeri Sipil,

merupakan potensi yang sangat besar, sedangkan ABRI,

Petani, pertukangan dan pensiunan jumlahnya relatif kecil.

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Pokok

Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan

1. Petani 41 orang 2 orang

2. Buruh Tani 7 orang 2 orang

3. Pegawai Negeri Sipil 331 orang 78 orang

4. Dokter swasta 0 orang 6 orang 110

5. Perawat swasta 0 orang 1 orang

6. Ahli Pengobatan Alternatif 1 orang 0 orang

7. TNI 8 orang 1 orang

8. POLRI 6 orang 1 orang

9. Guru swasta 2 orang 1 orang

10. Dosen swasta 3 orang 0 orang

11. Seniman/artis 1 orang 0 orang

12. Pedagang Keliling 80 orang 4 orang

13. Tukang Kayu 1 orang 0 orang

14. Pembantu rumah tangga 1 orang 1 orang

15. Pengacara 2 orang 0 orang

16. Karyawan Perusahaan Swasta 1136 orang 392 orang

17. Karyawan Perusahaan Pemerintah 5 orang 2 orang

18. Wiraswasta 571 orang 34 orang

19. Tidak Mempunyai Pekerjaan Tetap 490 orang 11 orang

20. Purnawirawan/Pensiunan 3 orang 0 orang

21. Perangkat Desa 4 orang 0 orang

22. Buruh Harian Lepas 490 orang 11 orang 111

23. Sopir 15 orang 0 orang

Jumlah Total Penduduk 3.745 orang

Sumber : Desa Pagedangan, 2016

3) Kondisi Sosial Budaya

Rumah adalah tempat berlindung dan berkumpul bagi

keluarga setelah melakukan aktivitas sehari-hari, maka rumah

yang baik adalah rumah yang memenuhi syarat kesehatan bagi

masyarakat. Dari jumlah penduduk 8,476 Jiwa penduduk yang

beragama islam 92 %, suasana kehidupan beragama bagi

masyarakat Desa Pagedangan cukup baik, rukun, tenang dan

tentram, saling menghormati, tolong-menolong, dalam

menghadapi permasalahan yang timbul ataupun dalam

menghadapi musibah dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai

contoh: musibah kematian dan sebagainya.

Tabel 4.3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

Agama Laki-laki Perempuan

1. Islam 4998 orang 4685 orang

2. Kristen 201 orang 189 orang 112

3. Katholik 104 orang 121 orang

4. Hindu 2 orang 1 orang

5. Budha 135 orang 132 orang

6. Konghucu 0 orang 0 orang

Jumlah 5.440 orang 5.128 orang

Sumber : Desa Pagedangan, 2016

Sikap dan pola hidup masyarakat Desa Pagedangan merupakan cermin dan nilai-nilai kehidupan beragama. Sebagai masyarakat yang beragama, tentunya memerlukan sarana peribadatan sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing, antara lain:

a) Masjid : 7 Unit

b) Musholla : 22 Unit

4.1.2Gambaran Umum Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Mandiri Pagedangan

Pemerintahan Desa Pagedangan membentuk BUMDes sebagai wadah dan penggerak perekonomian desa. BUMDes juga dibentuk dalam rangka optimalisasi pemberdayaan masyarakat sesuai dengan potensi yang dimiliki Desa Pagedangan, dan adanya program pemberdayaan masyarakat dari Pemerintahan baik Pemerintah Pusat 113

dan Pemerintah Daerah melalui lembaga – lembaga yang terbentuk di

Desa seperti Pasar Desa, UED-SP, UP2K, KUBE, Kelompok Tani, dan

BKM.

Program - program tersebut disebagian Desa lain pada

umumnya tidak berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut, maka

pemerintah Desa Pagedangan membentuk wadah pemberdayaan dalam

bidang ekonomi melalui Badan Usaha Milik Desa agar program

tersebut dapat berjalan berkesinambungan terarah dan terorganisir tepat

sasaran.

Maka pada tahun 2013 atas prakarsa masyarakat, terbentuklah

Badan Usaha Milik Desa yang merupakan gabungan dari program

lembaga pemberdayaan ekonomi masyarakat desa, pada tanggal 17

Desember 2013 diadakan musyawarah desa dan menetapkan Peraturan

Desa nomor 7 Tahun 2013 tentang BUMDes Pagedangan Mandiri ,

serta dilengkapi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Adapun struktur BUMDes Pagedangan Mandiri sebagai berikut

:

1. Komisaris :KEPALA DESA PAGEDANGAN

2. Badan Pengawas :

Ketua :NARHAWI, SPd.I

Anggota :H. MUNAWAR, S.Pd

Drs. DIDIK INDARTO 114

AHMAD, S.Pd.I

3. Pelaksana Operasional :

Direktur :H. ANWAR ARDADILI, S.Pd

Sekretaris :NURFALAH

Bendahara :ROMDIATI

a. Ka. Unit Usaha Simpan Pinjam : Hj. KULSUM

b. Ka. Unit Usaha Sentra Kuliner : M. ISHAK

c. Ka. Unit Usaha Pasar Desa : H. ABDUL MUHIT

d. Ka. Unit Usaha TPST : M. SOLEH SARDAI

A. Program – Program BUMDes

1) Perguliran ekonomi simpan Pinjam

Perguliran ekonomi Simpan Pinjam sudah dimulai sejak tahun

2009 dan saat itu dikelola oleh BKM, pada tahun 2013 dilebur

menjadi bagian daripada BUMDesa Pagedangan Mandiri.

Dimulai dengan adanya bantuan dari APBN, APBD, PMPK yang

total keseluruhannnya sebesar Rp.176.250.000,- (seratus tujuh

puluh enam juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) dengan

pemanfaat perguliran ekonomi sebanyak 4 kelompok Usaha (40

Orang pemanfaat).

Pada Tahun 2014 perguliran ekonomi tersebut telah mencapai

Rp. 641.250.000,- dengan anggota pemanfaat atau peminjam

mencapai 72 Kelompok Usaha. Ada peningkatan perguliran 115

ekonomi kelompok usaha dari pemberian pinjaman pertama sekitar Rp. 500.000,- menjadi Rp. 3.000.000,-.

2) Program Sentra Kuliner;

Program Sentra Kuliner menjadikan wilayah Desa

Pagedangan sebagai daerah lintasan menuju pusat perkotaan

(BSD, Sumarecount, Paramount, Alam Sutera dan Lippo) yang

sebelumnya merupakan daerah pertanian dengan mata

pencaharian masyarakat petani, seiring dengan perkembangan

wilayah agraris menjadi wilayah perkotaan yang merubah

budaya bertani menjadi pedagang, dengan mengembangkan

konsep Desa wisata Kuliner diharapkan menjadi daerah transit

maka dibangun sentra kuliner berupa saung-saung dengan

menu masakan lokal dan tradisional sampai modern serta

dilengkapi dengan toko-toko sebagai sarana pendukung

seperti;

a) Saung Raja Pepes Walakhar

b) Pondok Lesehan Ayam Kampung kita

c) Saung Agif “ Pecak Bandeng “.

d) Saung Sentra Sovenir Desa.

3) Pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST).

Dalam Rangka penanggulangan sampah rumah tangga

yang menjadi permasalahan masyarakat ditengah 116

perkembangan kota, maka Desa Pagedangan telah mengelola

membangun Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST)

dengan melibatkan kemampuan masyarakat dalam teknis

pengelolaan sehingga sampah yang semula menjadi masalah

menjadi nilai ekonomis dengan pembuatan pupuk kompos

organik.

Pelaksanaan pembangunan TPST berdasarkan dari

sumbangsih pemikiran warga masyarakat yang mempunyai

kemampuan untuk mengatasi persoalan sampah masyarakat

perumahan di Desa Pagedangan dengan cara ;

a) Menyediakan tempat penampungan disetiap RW.

b) Menyediakan armada pengangkut.

c) Membangun tempat pembakaran dan pembuatan kompos

yang berteknologi tepat guna yang tidak berdampak

polusi.

d) Pembangunan gedung pengelolaan sampah

e) Membuat aturan pelaksanaan dan kontribusi pengelolaan

sampah.

4) Perencanaan Pembangunan Pasar Desa tradisional Fresh

Market

Pasar Desa saat ini masih tahap pengembangan dalam

rangka membantu serta memudahkan masyarakat Desa untuk 117

memenuhi kebutuhan pokok untuk kehidupan sehari-hari.

Dalam hal ini unit Pasar Desa hanya baru memiliki lokasi

untuk dijadikan pasar bagi para pedagang kaki lima yang

diadakan setiap hari minggu, dan direncanakan pendirian Pasar

Desa tradisional yang dapat mengantisipasi kebutuhan

masyarakat. Dan pasar tersebut yang tepat untuk dibangun

jenis pasar desa tradisonal fresh market, karena berada

dilokasi terpadu sentra kuliner.

4.2 Deskripsi Data

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data

yang telah didapatkandari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti

selama proses penelitian berlangsung. Dalam penelitian ini, mengenai

implementasi program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa

Pagedangan Kabupaten Tangerang yang terdiri dari 4 (empat) program

kerja utama yaitu, unit simpan pinjam, unit sentra kuliner, unit TPST

dan unit Pasar Desa. Peneliti menggunakan teori implementasi menurut

Van Metter dan Van Horn. Teori tersebut memberikan gambaran atas

strategi implementasi (dalam Agustino, 2008:142), yaitu:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan;

2. Sumber daya; 118

3. Karakteristik agen pelaksana;

4. Sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana;

5. Komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana; dan

6. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.

Mengingat banwa jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, maka data yang diperoleh berbentuk kata dan kalimat dari hasil wawancara, observasi, serta data atau hasil dokumentasi lainnya.Dalam penelitian ini kata-kata dan tindakan orang yang di wawancara merupakan sumber utama dalam penelitian.Sumber data ini kemudian oleh peneliti dicatat dengan menggunakan catatan tertulis.Berdasarkan teknik analisa data kualitatif, data-data tersebut dianalisa selama penelitian berlangsung. Data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi lapangan, dan kajian pustaka kemudian dilakukan ke bentuk tertulis untuk mendapatkan polanya serta diberi kode-kode pada aspek-aspek tertentu berdasarkan jawaban-jawaban yang sama dan berkaitan dengan pembahasan permasalahan penelitian serta dilakukan kategorisasi. Dalam menyusun jawaban penelitian penulis kode-kode, yaitu :

1. Kode Q untuk menunjukkan item pertanyaan;

2. Kode A untuk menunjukkan item jawaban;

3. Kode I1-1, menunjukkan daftar informan dari Sekretaris

Desa Pagedangan; 119

4. Kode I1-2, menunjukkan daftar informan dari Staff Desa

Pagedangan;

5. Kode I1-3, Kepala Bidang Dokumentasi Hukum Bagian

Hukum Sekda Kabupaten Tangerang;

6. Kode I1-4, menunjukkan daftar informan dari mantan

Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat BPPMPD

Kabupaten Tangerang;

7. Kode I1-5, menunjukkan daftar informan dari Direktur

Utama BUMDes di Desa Pagedangan Kabupaten

Tangerang;

8. Kode I1-6, menunjukkan daftar informan dari staff BKM

Desa Pagedangan;

9. Kode I1-7, menunjukkan daftar informan dari Kepala Unit

Program Simpan Pinjam;

10. Kode I1-8, menunjukkan daftar informan

dariPenanggungjawab program Sentra Kuliner;

11. Kode I1-9, menunjukkan daftar informan

dariPenanggungjawab Program TPST;

12. Kode I2-1, menunjukkan daftar informan dariLSM Desa

Pagedangan;

13. Kode I3-1, menunjukkan daftar informan dariPedagang

14. Kode I3-2, menunjukkan daftar informan dari masyarakat

1; 120

15. Kode I3-3,menunjukkan daftar informan darimasyarakat 2;

16. Kode I3-4, menunjukkan daftar informan dari masyarakat

3;

Setelah memberikan kode pada aspek tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian sehingga polanya ditemukan, maka dilakukan kategorisasi berdasarkan jawaban-jawaban yang ditemukan dari penelitian dilapangan dengan membaca dan menelaah jawaban- jawaban tersebut. Analisa data yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan beberapa kategori dengan beberapa dimensi yang dianggap sesuai dengan permasalahan penelitian dan kerangka teori yang telah diuraikan sebelumnya.

4.2.2 Daftar Informan Penelitian

Pada penelitian mengenai Implementasi Program Badan Usaha

Milik Desa (BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan

Kabupaten Tangerang, peneliti menggunakan teknik purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu yang memahami fokus penelitian.Pada penelitian ini, penentuan informan dibagi menjadi dua yaitu key informan dan secondary informan. Key informan sebagai informan utama yang lebih mengetahui situasi fokus penelitian, 121

sedangkan secondary informan sebagai informan penunjang dalam

memberikan penambahan informasi.

Informan dalam penelitian ini adalah semua pihak, baik aparatur

pelaksana kebijakan programdan pihak-pihak lain yang terlibat.

Aparatur pelaksana sebagai key informan adalah Pelaksana Operasional

BUMDes di Desa Pagedangan Direktur Utama BUMDes dan

jajarannya, Kepala Desa Pagedangan dan jajarannya dan Bidang

Pemberdayaan Masyarakat BPMPPDKabupaten Tangerang, Kepala

BKM Desa Pagedangan. Pihak lain yang terlibat sebagai key informan

adalah Tokoh Pemerhati BUMDes.

Adapun aparatur pelaksana sebagai secondary informan adalah

Staff Desa Pagedangan; Kepala bidang Dokumentasi hukum Bagian

Hukum Kabupaten Tangerang; Kepala Unit Program Simpan Pinjam;

Kepala Unit Program Sentra Kuliner; Kepala Unit Program TPST;

LSM Desa Pagedangan;. Pihak lain yang terlibat sebagai secondary

informan adalah masyarakat.

Tabel 4.4

Daftar Informan

Kode Jenis No Nama Keterang Inform Jabatan/Pekerjaan Kelamin / . Informan an an Usia

Sekretaris Desa Laki-laki / Key 1 I1-1 M. Yusuf Pagedangan 54 tahun Informan 122

Laki-laki / Secondary 2 I1-2 Assudin Staff Desa Pagedangan 53 tahun Informan

Kepala Bidang

Agus Hendrik, Dokumentasi Hukum Laki-laki / Secondary 3 I1-3 S. Sos Bagian Hukum Sekda 50 tahun Informan

Kab. Tangerang

Mantan Kepala Bidang

Pemberdayaan Laki-laki/ Key 4 I1-4 Syahrizal Masyarakat BPMPPD 50 tahun Informan

Kab. Tangerang

H. Anwar Laki-laki / Key 5 I1-5 Direktur Utama BUMDes Ardadili 52 tahun Informan

Perempuan Staf BKM Desa Secondary 6 I1-6 Hj. Romdiati / Pagedangan Informan 39 tahun

Perempuan Kepala Unit Program Key 7 I1-7 Hj. Kultsum / Simpan Pinjam Informan 45 tahun

H. Anwar Penanggungjawab Sentra Laki-laki/ Key 8 I1-8 Ardadili Kuliner 52 tahun Informan

Penanggungjawab Laki-laki/ Key 9 I1-9 H. Munawar Program TPST 59 tahun Informan 123

Endang Laki-laki/ Secondary 10 I2-2 LSM Desa Pagedangan Rahayu, S.Fil 44 tahun Informan

Perempuan Key 11 I3-1 Hj. Marlina Pedagang / 50 tahun Informan

Masyarakat (Ibu Rumah Perempuan Secondary 12 I3-2 Farida Tangga) /47 tahun Informan

Secondary Masyarakat (Ibu Rumah Perempuan 13 I3-3 Suinah Informan Tangga) /54 tahun

Ika Masyarakat (Ibu Rumah Perempuan Secondary 14 I3-4 Nurmawati Tangga) /35 tahun Informan

(Sumber : Peneliti, 2016)

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian

Deskripsi hasil penelitian ini merupakan suatu data dan fakta yang

peneliti dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang

peneliti gunakan yaitu menggunakan teori implementasi menurut Van Metter

dan Van Horn (Agustino, 2006 : 141-144).

Dalam teori Van Metter dan Van Horn,proses implementasi ini

merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu implementasi kebijakan

yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja

implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan

berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan 124

berjalan secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.

4.3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Pelaksanaan kebijakan tidak terlepas dari sebuah peraturan

sebagai landasan pelaksanaan kebijakan. Suatu implementasi kebijakan

dapat diukur tingkat keberhasilannya jika ukuran dan tujuan dari

kebijakan memang realistis dan sesuai dengan sosio kultur yang berada

di level pelaksana kebijakan dan pengawas kebijakan. Ketika ukuran

kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal dan terlalu manis untuk

dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan

kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

Dalam implementasi program BUMDes sendiri tidak semudah

wacana pemerintah. Membentuk BUMDes disuatu desa tentu tidaklah

mudah, meski dari tahun 2010 Menteri Dalam Negeri kala itu membuat

regulasi kebijakan mengenai BUMDes, namun nyatanya BUMDes ini

belum bisa terealisasi di seluruh desa di Indonesia. Contohnya di

Kabupaten tangerang sendiri, berdasarkan hasil wawancara dengan pak

Syahrizal selaku mantan ketua bidang pemberdaaan masyarakat

BPMPPD Kabupaten Tangerang, menyebutkan sebagai berikut.

“Di Kabupaten Tangerang Sendiri ada 246 Desa, yang sudah terbentuk BUMDes baru sedikit, untuk BUMDes Bersama ada 18 Desa, kemudian BUMDes sendiri kurang lebih 10 Desa dan Pasar Desa ada kurang lebih 22 Pasar Desa diluar BUMDes. Tapi ini juga harus direview ulang, sudah sesuai belum mekanisme pembentukkan BUMDes nya dengan Permendagri 125

atau Perbup.” (Wawancara dengan Pak Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul 10.40 WIB, di Ged. Bupati Kabupaten Tangerang)

Berdasarkan wawancara diatas bisa disimpulkan bahwa hanya sekitar 19 % saja desa yang memiliki BUMDes di Kabupaten Tangerang terbukti dari 246 desa hanya ada 28 BUMDes dengan 46 desa sebagai pengelola, karena 18 BUMDes merupakan BUMDes bersama yang dimiliki oleh 2 (dua) desa atau lebih. Dari hal demikian, maka perlu perhatian khusus untuk BUMDes agar mindset masyarakat desa bisa diubah sehingga bisa mengikuti perkembangan zaman dan mengikuti aturan yang terbaru. Maka tidak salah jika pemerintah sekarang menggaungkan “revolusi mental” di segala aspek demi terciptanya masyarakat yang baru yang lebih modern.

Program BUMDes sendiri memang sudah di anjurkan pada tahun

2007 oleh kementrian dalam negeri saat itu yang tertuang dalam

Permendagri No. 37 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan

Desa. Namun pada saat itu masih dalam tahap penyesuaian, sehingga turunlah Permendagri No. 39 tahun 2010 tentang BUMDes. Dalam

Permandgari 39/2010 ini memuat khusus bagaimana mekanisme

BUMDes dibuat dan pengelolaannya. Hal ini juga disebutkan jujga oleh salah satu informan sebagai berikut.

“Program ini mulai berjalan pada di saat Permendagri No. 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa dibuat, itu sudah berapakali perubahan, yang terakhir dipertegas dengan Permendagri No. 39 Tahun 2010 Tentang Badan Usaha Milik Desa, dimana didalamnya menyebutkan bahwa BUMDes didirikan sebagai motor penggerak perekonomian desa.” 126

(Wawancara dengan Pak Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul 10.40 WIB, di Ged. Bupati Kabupaten Tangerang)

Namun, di kabupaten Tangerang sendiri baru dikenal pada tahun

2013, seperti halnya yang disampaikan oleh LSM Desa Pagedangan sebagai berikut.

“Dikabupaten sendiri boomingnya itu pada tahun 2013, tapi memang sebelum itu juga sudah ada kebijakan yang mengatur tentang BUMDes itu, tapi boomingnya itu pada tahun 2013, karena memang itu lumbungnya desa yang dibentuk oleh desa sendiri dan juga didukung dan ditopang oleh masyarakat.” (Wawancara dengan Pak Endang Rahayu, 23 Maret 2016, Pukul 15.57 WIB, di Warung Soto Hj. Omay)

Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa pada tahun

2013 BUMDes baru dikenal oleh desa, karena memang pada saat permendagri 39/2010 dibuat pemerintah Kabupaten Tangerang tidak langsung membuat turunannya atau Perdanya. Perdanya sendiri baru dibuat pada tahun 2014, sedangkan dalam Permendagri 39/2010 sendiri menyebutkan dalam pasal 3 ayat (2) yang berbunyi “Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan”. Jika

Permendagri 39/2010 ditetapkan tahun 2010, maka tahun 2011 daerah harus membuat perda tersebut. Akan tetapi nyatanya Pemerintah

Kabupaten Tangerang sendiri baru membuat tahun 2014, Sehingga desa- desa di Kabupaten Tangerang bisa dibilang tertinggal dalam membuat

BUMDes. Di Desa Pagedangan sendiri dibuat pada tahun 2013, satu tahun sebelumnya dibuatnya Perbup tentang BUMDes. Dan pada saat 127

Perbup dibuat pada tahun 2014, maka Desa Pagedangan harus menyesuaikan kembali dengan Pergub yang berlaku, seperti yang dinyatakan oleh Kasubag Dokumentasi Hukum Bagian Hukum

Sekretariat Kabupaten Tangerang sebagai berikut.

”Peraturan desa tidak akan berlaku jika ada peraturan yang lebih tinggi, peraturan desa harus mengacu pada pergub ini. Jadi desa harus merevisi ulang perdesnya disesuaikan dengan perbup yang berlaku yaitu Perbup No. 85 Tahun 2014 yang merupakan turunan dari Perda No. 9 Tahun 2014 tentang Desa.” (Wawancara dengan Pak Agus Hendrik, 2 Maret 2016, Pukul 08.40 WIB, di Kantor Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Tangerang)

Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa desa memang harus merevisi ulang, dan pada saat di konfirmasi kepada Sekretaris Desa

Pagedangan, memang perdes tersebut akan direvisi sekaligus penyegaran pengurus seperti yang disampaikannya sebagai berikut.

“Rencana sih ada, kita juga akan menyesuaikan dengan keadaan desa sekarang ini, disisi lain kita juga akan mengadakan rolling pengurus ya karena mungkin ada beberapa yang sibuk, supaya lebih instan lagi, untuk penyegaran lah. Kadang-kadang kan ada jenuh juga ya, karena tadi juga ada permen dan perbup yang mengatur.” (Wawancara dengan M. Yusuf, 10 Maret 2016, Pukul 10.10 WIB, di KantorDesa Pagedangan)

Namun disisi lain, LPM Desa Pagedangan beranggapan bahwa

Perbup hanya sebatas aturan yang menyeragamkan saja, artinya tidak terlalu berpengaruh pada perdes, nyatanya banyak desa yang sudah memiliki BUMDes sebelum Perbup tentang BUMDes dibuat pada tahun

2014. Hal ini dinyatakan dalam wawancara sebagai berikut. 128

“Menurut saya, Perbup ini hanya mengatur saja yang merupakan turunan dari undang-undang atau perda tentang tata kelolanya saja. Memang saya akui sebelum dibuatnya Perbup ini, sebagian desa sudah memiliki BUMDes dan memang harus ada perdesnya saat dibuatnya BUMDes ini.Nah, pada saat 2014 dibentuknya perbup ini baru diwajibkan untuk seluruh desa yang ada di Kabupaten Tangerang.Sebelum itu ada beberapa desa yang sudah membuatnya, seperti di , di lalu di juga ada.” (Wawancara dengan Pak Endang Rahayu, 23 Maret 2016, Pukul 15.57 WIB, di Warung Soto Hj. Omay)

Hal ini juga senada dengan yang dinyatakan oleh Sekretaris Desa

Pagedangan yang memiliki pandangan bahwa pembuatan perdes yang lebih dahulu dibuat ini tidak masalah dikarenakan kesalahan pemerintah daerah yang terlambat dalam membuat perda tentang BUMDes. Dan hal ini juga sudah disampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten

Tangerangseperti yang dinyatakan dalam wawancara sebagai berikut.

“Sebelum Peraturan Bupati dibuat, kita sudah buat Peraturan Desa tentang BUMDes karena tadi kita ada proyek kepentingan untuk penyelenggaraan kegiatan lomba, nah kita buatkan BUMDes. Pada saat kita berkomunikasi dengan Bupati ya tidak masalah, itu karena keterlambatan kami dalam membuat peraturan.Baru sekarang ini mereka juga buat peraturannya.Dalam UU No. 6 Tahun 2014 sendiri ya tentang Desa kita berwenang mengatur rumah tangga kita untuk mensejahterakan masyarakat. Kalau dulu mungkin kita hanya lembar negara, sekarang kan sudah ada menteri desa khusus mengelola tentang desa. Kalau dulu kan ada BanDes hanya Rp. 6 juta pertahun kalau sekarang kan untuk Pagedangan sendiri dapat Rp. 600juta pertahun bahkan mungkin ada kawan-kawan yang lain yang dapat 1 M. Ya kita bangga lah dengan adanya UU No. 6 tahun 2014 ini tentang Desa.” (Wawancara dengan M. Yusuf, 10 Maret 2016, Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)

Berdasarkan hasil wawancaara diatas bisa dilihat bahwa Desa

Pagedangan membuat BUMDes ini karena ada proyek kepentingan, 129

sehingga tatkala BUMDes dibuat maka harus ada Perdes yang mengatur sesuai denga Permandagri 39/2010. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Direktur BUMDes Mandiri Desa Pagedangan sebagai berikut.

“BUMDes didirikan sekitar tahun 2013. Dalam mendirikan BUMDes ini kita mengacu pada Permendagri No. 39 Tahun 2010 Tentang Desa, karena pada saat itu belum ada Perda yang mengatur tentang BUMDes. Harusnya ada payung hukumnya nih di setiap daerah, akan tetapi ada titik kelemahan tertentu bahwa tidak semua Kabupaten dan Kota itu ditindak lanjuti dengan Perda, artinya bisa aja ada daerah yang tidak memiliki Perda mengenai BUMDes sebagai landasannya. Sedangkan setiap desa membentuk BUMDes, harus ada Perdes yang mengatur BUMDes di Desa itu.” (Wawancara dengan H. Anwar Ardadili, 19 November 2015, Pukul 14.50 WIB, di Hotel Le dian)

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa BUMDes

Desa Pagedangan dibentuk berdasarkan Permendagri 39/2010 bukan mengacu pada Perbup 85/2014, karena BUMDes Pagedangan sendiri dibuat pada tahun 2013, sehingga BUMDes sendiri tidak merasa salah dalam membuat Perdes terlebih dahulu membuat Peraturan dibanding daerah, hal ini karena keterlambatan daerah saja yang membuat peraturan.

Akan tetapi disisi lain, Pemerintah daerah juga membela diri dengan menyatakan bahwa Peraturan Bupati No. 85 Tahun 2014

BUMDes yang merupakan turunan dari Peraturan Daerah No. 9 tahun

2014 Tentang Desa dibuat berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang

Desa. Jadi acuan pemerintah daerah kabupaten Tangerang dalam membuat Perbup adalah UU No. 6 Tahun 2014 bukan Permendagri No. 130

39 tahun 2010 seperti yang dinyatakan oleh Kasubag Dokumentasi

Hukum sebagai berikut.

“Perbup ini dibuat mengacu pada UU Desa No. 6 tahun 2014 tentang Desa, mungkin desa itu dalam membuat peraturan desa itu mengacu pada peraturan lama, kalau kita kan mengacu pada peraturan baru.” (Wawancara dengan Pak Agus Hendrik, 2 Maret 2016, Pukul 08.40 WIB, di Kantor Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Tangerang)

Berdasarkan wawancara diatas, dapat dilihat bahwa pemerintah daerah juga tidak salah jika mengacu pada peraturan yang baru, akan tetapi sebelumnya juga pemerintah daerah memang belum pernah membuat peraturan tentang BUMDes sama sekali, Kasubag Dokumentasi hukum juga saat ditanya apakah sebelumya sudah ada peraturan tentang

BUMDes. Ia menyatakan bahwa, “enggak kayaknya, ini yang baru. Kita memang baru buat peraturannya jika khusus tentang BUMDes. Tapi kalau tentang desa, tahun 2007 kita buat peraturan daerah tentang desa.” (Wawancara dengan Pak Agus Hendrik, 2 Maret 2016, Pukul

08.40 WIB, di Kantor Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten

Tangerang).

Tujuan Perbup 85/2014 dibuat juga hanya untuk menyeragamkan saja agar tidak ada perbedaan dalam membentuk BUMDes, seperti yang dinyatakan oleh Kasubag Dokumentasi Hukum, “tujuannya hanya untuk menyeragamkan peraturan desa yang telah dibuat terlebih dahulu agar bentuknya sama.” Dari sini bisa dilihat bahwa tujuannya hanya menyamaratakan pembentukkan BUMDes di Kabupaten Tangerang 131

karena Pemerintah daerah menyadari bahwa desa-desa sudah membuat

BUMDes tanpa landasan yang jelas daerah pemerintah daerah sendiri.

Tujuan program BUMDes sendiri dibuat sebagai motor penggerak ekonomi desa, agar pengelolaan keuangan desa bisa terorganisir dengan baik. Seperti yang dinyatakan oleh Kabag

Pemberdayaan Masyarakat BPMPPD Kabupaten Tangerang sebagai berikut.

“Tujuannya secara umum adalah untuk meningkatkan kesejahteraan di Desa, untuk tujuan utamanya yaitu meningkatkan PADes, mengembangkan potensi perekonomian desa dan produktivitas masyarakat desa. selain itu juga untuk meminimalisir pengangguran karena menciptakan kesempatan berusaha dan menciptakan lapangan kerja.” (Wawancara dengan Pak Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul 10.40 WIB, di Ged. Bupati Kabupaten Tangerang)

Hal ini juga senada dengan yang di sampaikan oleh Direktur

Utama BUMDes yang lebih spesifik menyatakan tujuan program

BUMDes di Desa Pagedangan sebagai berikut.

“Dibuatnya BUMDes ini karena di Desa Pagedangan ini banyak program-program dari pemerintah baik pusat maupun daerah berupa bantuan-bantuan yang sifatnya pemberdayaan masyarakat. Di bantuan ini banyak sektornya, ada pemberdayaan masyarakat berarti ke LPM, ada pemberdayaan perempuan berarti PKK, sarana pembinaan pemuda berarti karangtaruna, ada juga sektor ekonomi.Nah BUMDes inilah yang mewadahi pada sektor ekonomi terlepas itu ada program di LPM, Karangtaruna, BKM kita jadikan satu badan yaitu BUMDes agar tidak terjadi tumpang tindih, maka dari itu dari semua sektor ekonomi yang mewadahi adalah BUMDes. Jadi program BUMDes juga program-program BUMDes itu juga program lembaga lain, karena biasanya bantuan untuk ke masyarakat itu sifatnya tuntas tidak continue. Nah, lewat BUMDes ini dicoba agar berkelanjutan seperti program BKM atau LPM agar bantuan tersebut tidak habis begitu saja.” (Wawancara dengan 132

H. Anwar Ardadili, 19 November 2015, Pukul 14.50 WIB, di Hotel Le dian)

Berdasarkan hasil wawancara diatas bisa dilihat bahwa BUMDes memang perlu dibentuk, sehingga saat ada anjuran dari pemerintah pusat

Desa Pagedangan memiliki inisiatif membentuk BUMDes meski pemerintah daerah sendiri belum memiliki payung hukum dalam pembentukkan BUMDes saat BUMDes akan dibentuk pada tahun 2013 itu.

Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa payung hukum yang dibuat pemerintah daerah terlambat dibuat karena mengacu pada UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa sedangkan Peraturan Desa mengacu pada Permendagri No. 39 Tahun 2010. Sehingga Peraturan desa akan direvisi ulang menyesuaikan peraturan daerah No. 9 Tahun 2014 dan Perbup No. 85 Tahun 2014. Tujuan Perbup ini dibuat hanya untuk menyeragamkan desa dalam membentuk BUMDes agar tidak berbeda- beda dasar hukum yang dipakai.

4.3.2 Sumber Daya

Sumberdaya sangat berperan penting dalam pelaksanaan suati

kebijakan. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik

sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-

manusia (non-human resources). Manusia merupakan sumberdaya yang

terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi 133

karena sebagai implementor suatu kebijakan tersebut. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secarapolitik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumberdaya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan.

Akan tetapi selain sumberdaya manusia, sumber-sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga seperti sumberdaya financial. Karena, mau tidak mau, ketika sumberdaya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak tersedia, maka memang menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik.Karena itu sumberdaya yang diminta dan dimaksud oleh Metter dan Horn adalah kedua bentuk sumberdaya tersebut.Maka bila dilihat dari sumberdaya yang dimaksud tersebut, dalam pelaksanaan program BUMDes di Desa

Pagedangan kedua bentuk sumberdaya tersebut sangat berpengaruh.

Yang pertama adalah sumberdaya manusia, dalam proses pelaksanaan program BUMDes di Desa Pagedangan unsur sumber manusia yang paling berperan adalah pemerintah desa, karena

Pemerintah desa berperan dalam memilih pelaksana operasional

BUMDes. Pelaksana Operasional BUMDes dipilih diluar dari staff desa, dimana orang-orangnya murni masyarakat biasa. Hal sudah diatur dalam Permendagri 39/2010 dan Perbup 85/2014. Sebagaimana yang 134

telah disampaikan oleh direktur BUMDes di Desa Pagedangan sebagai berikut.

“Sesuai Permendagri itu ya direktur BUMDes itu diangkat oleh kepala desa, nanti setelah diangkat direktur BUMDes milih siapa saja yang mau jadi pengurus pembantunya. Sumber daya manusia yang ada di pengurus BUMDes ya cukup lah segini, meski kadang jika da program keteteran juga. Tapi kan itu sewaktu-waktu saja kalau ada program dari pemerintah. Tapi untuk program rutinitas sudah ada penanggungjawab masing- masing unit usaha untuk menjalankan programnya. Gak perlu banyak-banyaklah, dikit yang penting mau kerja, buat apa banyak-banyak kalau ga mau kerja. Sama aja bohong gitu mah.Sesuai kebutuhan aja lah, kalau kita butuh pengurus baaru ya kita angkat, fleksibel aja.” (Wawancara dengan H. Anwar Ardadili, 19 November 2015, Pukul 14.50 WIB, di Hotel Le dian)

Hal ini juga senada dengan pernyataan Sekretaris Desa

Pagedangan yang menyatakan sebagai berikut.

“Untuk pengurus BUMDes kita sesuaikan dengan kebutuhan saja, kita mengacu pada AD/ART BUMDes nya menggunakan sistem kebutuhan saja. Ataupun jika suatu saat ada unit pelaksana baru, baru kita rekrut pengurus baru.Sesuai kebutuhan lapangan saja.” (Wawancara dengan Bapak M. Yusuf, 10 Maret 2016, Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)

Maka dari hasil wawancara diatas bisa dilihat bahwa dalam perekrutan pengurus di sesuaikan dengan kebutuhan dilapangan. Akan tetapi kenyataannya dilapangan para unit pelaksana merasa kekurangan orang untuk membantu pekerjaan mereka, seperti halnya yang dinyatakan oleh salah satu informan dari BKM Pagedangan sebagai berikut.

“Sumber Daya Manusianya itu kita cuma ada beberapa aja, sistemnya kita relawan mba makanya kita kekurangan tenaga 135

untuk mengurus program-programnya. Jarang banget ada yang mau jadi relawan mba.” (Wawancara dengan Ibu Hj. Romdiati, 10 Maret 2016, Pukul 11.49 WIB, di Kediaman Hj. Romdiati)

Berdasarkanhasil wawancara diatas bisa dilihat bahwa memang pada pelaksanaannya membutuhkan orang yang benar-benar bekerja tanpa dibayar untuk kemajuan desa. Dan mencari orang-orang relawan pada era sekarang ini memang sangat sulit sekali, karena sekarang ini eranya dimana apapun diukur dengan materi. Dalam struktural kepengurusan BUMDes berdasarkan Keputusan Kepala Desa

Pagedangan sebagai berikut.

SUSUNAN PENGURUS BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI DESA PAGEDANGAN KECAMATAN PAGEDANGAN MASA BAKTI TAHUN 2013 - 2018

Komisaris : KEPALA DESA PAGEDANGAN

Badan Pengawas :

Ketua : NARHAWI, SPd.I

Anggota : H. MUNAWAR, S.Pd

Anggota : Drs. DIDIK INDARTO

AHMAD, S.Pd.I

Pelaksana Operasional :

Direktur : H. ANWAR ARDADILI, S.Pd 136

Sekretaris : NURFALAH

Bendahara : ROMDIATI

Ka. Unit Usaha Simpan Pinjam : Hj. KULSUM

Ka. Unit Usaha Sentra Kuliner : ISHAK

Ka. Unit Usaha Pasar Desa : H. ABDUL MUHIT

Ka. Unit Usaha TPST : SOLEH SARDAI

Berdasarkan susunan kepengurusan diatas, dapat dilihat bahwa pengurus BUMDes hanya ada pengurus inti saja, tidak ada staff pembantu di setiap unit usaha dan ini membuat para kepala unit usaha sedikit kerepotan dalam melaksanakan tugasnya.

Maka dari itu, dalam pelaksanan program BUMDes di Desa

Pagedangan masih belum memadai orang yang mengelola

BUMDesnya, disamping orang-orang yang menangani BUMDesnya adalah sebagian yang belum melek teknologi sehingga dapat menghambat jalannya program BUMDes.

Selain Desa Pagedangan selaku pemilik BUMDes, ada pula

SKPD dari pemerintah daerah yang menangani BUMDes, yaitu bidang pemberdayaan masyarakat BPMPPD Kabupaten Tangerang sebagai sumberdaya manusia yang bekerja dalam pemberdayaan masyarakat di

Desa. Hal ini juga disebutkan oleh kepala bidangnya sendiri yang menyatakan bahwa, “Ada bagian Pemberdayaan Masyarakat yang menangani khusus BUMDes, sesuai dengan Perbup No. 27 Tahun 137

2015.” (Wawancara dengan Pak Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul 10.40

WIB, di Ged. Bupati Kabupaten Tangerang).

Kedua adalah sumberdaya finansial, terkait sumber daya finansial tidak terlepas dari anggaran baik itu APBD maupun APBN. Sesuai dengan UU Desa No. 6 Tahun 2014, desa mendapat dana dari APBN sekitar 600 juta hingga 1,2 Milyar untuk setiap tahunnya. Maka dari itu, setiap desa akan menerima dana sedemikian banyak dari pemerintah pusat secara cuma-cuma yang harus dikelola oleh desa. Untuk program

BUMDes sendiri, salah satu dananya berasal dari dana tersebut akan tetapi didukung pula oleh dana-dana yang lain seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Desa mengenai sumberdaya finansial yang menyebutkan bahwa, “Tadi ada dari BKM dan melalui Pendapatan

Desa. Selain itu menurut UU No. 6 Tahun 2014 itu ya BUMDes bisa didanai dari APBD masing-masing daerah untuk bantuan permodalan

BUMDes.” (Wawancara dengan Bapak M. Yusuf, 10 Maret 2016,

Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)

Hal ini juga disebutkan oleh direktur utama BUMDes mengenai sumber daya finansial sebagai berikut. “untuk dana sendiri, kita ada perbantuan modal dari desa tentunya, lalu ada dari BKM itu yang

PNPM Mandiri lalu ada juga terkadang dari pemerintah daerah.

Selebihnya kita gunakan dana perputaran dari program pemerintah.”

(Wawancara dengan H. Anwar Ardadili, 19 November 2015, Pukul

14.50 WIB, di Hotel Le dian). Sementara itu dalam pelaksanaan setiap 138

unit usaha memiliki sumber dana yang berbeda-beda, salah satunya adalah unit simpan pinjam yang mana sumber keuangannya merupaka dana bantuan dari program PNPM Mandiri, seperti yang dinyatakan sebagai berikut.

“Awalnya kita mendapat bantuan dana dari PNPM Mandiri yang berasal dari APBD kalau tidak salah ditahun 2009 melalui BKM, awalnya itu pada bulan Mei 2009 dengan angka Rp. 60.000.000,- . itu merupakan dana awal kami di simpan pinjam ini untuk katagori yang tidak mampu tapi khusus yang ada usaha saat itu. Kita gulirkan kepada 120 orang terbagi kepada 24 KSM (Kelompok Swadya Masyarakat) yang pada saat itu 1 KSM ada 5 orang anggotanya. Dan diberikan pinjaman Rp. 500.000,- / orang jadi satu kelompok mendapatkan Rp. 2.500.000,- untuk 10 bulan masa cicilan. Untuk cicilannya Rp. 50.000,-/orang jadi satu kelompok harus mengembalikan Rp. 250.000,- / cicilan” (Wawancara dengan Ibu Hj. Kultsum, 7 Januari 2016, Pukul 15.20 WIB, di Kediaman Bu Hj. Kultsum)

Selain usaha simpan pinjam adapula unit usaha TPST yaitu

Tempat Pembuangan Sampah Terpadu yang membantu masyarakat tidak membuang sampah rumah tangga asal-asalan. Untuk feedback nya masyarakat membayar dengan kriteria tertentu untuk pembangunan

TPST, hal ini dinyatakan oleh penanggungjawab TPST sebagai berikut.

“Jadi kita tarik iurannya per bulan untuk setiap rumah. Untuk nominalnya sendiri sangat variatif, ada yang Rp. 15.000,-, Rp. 20.000,-, Rp. 35.000,- tergantung dari volume sampah yang dikeluarkan. Untuk rumah rumah paling disekitaran Rp. 15.000,- atau Rp. 20.000,- perbulan. Kita juga menarik sampah dari warung makan, lembaga-lembaga, sekolah-sekolah SD, MIN dan SMP pasti itu lebih besar kita tariknya, soalnya volume sampahnya pasti lebih besar, kita tarik variatif juga ada yang Rp. 75.000,- ada yang hingga Rp. 200.000,- atau Rp. 250.000,- tergantung dari volume sampah itu tadi. Disetiap dusun itu ada koordinatornya yang mengantarkan hasil iuran itu kemari, untuk memudahkan kita juga.Itupun koordinatornya tetap relawan, tidak ada upah untuknya.Kita hanya menggaji petugas yang 139

mengambil sampah-sampah itu walaupun gajinya tidak seberapa, tapi kita ambil dampak positifnya lah, bisa menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat sini.” (Wawancara dengan Pak H. Munawar, 7 Januari 2016, Pukul 16.15 WIB, di Kediaman Pak H. Munawar)

Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa dari penarikan sampah rutin ini mereka mendapatkan dana untuk pemasukan desa, disamping itu juga dana tersebut bisa digunakan untuk menambah jumlah TPST di setiap dusun di Desa Pagedangan.

Program lainnya adalah program sentra kuliner, dimana program ini hanya mendapatkan dana dari pembayaran kios saja. Seperti yang disampaikan oleh penanggungjawab sentra kuliner sebagai berikut.

“Untuk sistem pengelolaannya jadi kita menyewakan kios-kios dan saung-saung yang disewakan pertahun dengan harga yang variatif tergantung besar-kecilnya. Untuk kios penyewaannya sekitar 6 juta, untuk saung besar sampai 15 juta dan untuk yang kecil sekita 8-10 juta, soalnya saungnya tidak rata ukurannya. Lalu kita kasih kartu kuningnya, kontrak perjanjiannya, hak guna pakainya dengan beberapa aturan yang kita buat didalamnya yang telah ditandatangani oleh kepala desa, direktur BUMDes, dan BKM juga. Dan untuk dana hasil sewa, dibagi untuk 4 (empat) katagori. Pertama untuk Desa, kedua untuk sosial seperti sarana ibadah, ketiga untuk perawatan, dan untuk pengurus sentra kuliner sendiri.Dan untuk perbulannya ada biaya lagi, untuk biaya kebersihan, keamanan dan listrik.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay, Pagedangan)

Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa, BUMDes memiliki pemasukan dana dari penyewaan kios yang dipakai untuk tiga hal yang telah disebutkan diatas. 140

Disamping itu, untuk pembangunan sentra kuliner dan TPST pasti dibutuhkan dana yang tidak sedikit dalam membangunnya. Maka dari itu pendapatan rutin yang didapatkan perbulan digunakan untuk perawatan dan penambahan fasilitas demi peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Untuk pembangunan Sentra Kuliner dan

TPST sendiri menggunakan dana penghargaan BKM yang diberikan pemerintah atas keberhasilan program PNPM Mandiri yang mereka jalankan sebesar 1 Milyar, sebagaimana yang telah disampaikan oleh

Pak H. Anwar Ardadili selaku Direktur BUMDes Mandiri Desa

Pagedangan sebagai berikut.

“Secara spesifik saya kurang tahu berapa persisnya dana yang digunakan untuk membangun sentra kuliner. Karena memang awalnya dananya ini dari dana penghargaan untuk BKM dari PNPM itu dengan kucuran dana senilai 1 M, dan itu dibagi jadi pembangunan sentra kuliner dan TPST. Untuk satu-satunya berapa saya kurang tahu persis. Jadi di kuliner itu ada saung sedang, saung besar, kios-kios 6 kios, mungkin 700 juta nyampe kayaknya atau 750 juta, soalnya kan TPST kecil ya, jadi banyak dihabisin untuk kuliner itu sepertinya.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay, Pagedangan)

Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa dalam membangun sentra kuliner dan TPST ini merupakan dana bantuan dari pemerintah melalui PNPM Mandiri, sehingga desa terbantu dari segi finansial dalam mengelola BUMDes ini. Sehingga pada saat mereka mendapatkan pendapatan tiap bulannya, BUMDes hanya melakukan perawatan saja tanpa perlu mengembalikan modal yang BUMDes pakai untuk pembangunan sentra kuliner dan TPST sehingga pendapatan desa 141

bisa meningkat setiap tahunnya dari BUMDes meski tidak secara signifikan.

Berdasarkan dari kedua sumberdaya tersebut diatas saling berkaitan antara sumberdaya manusia, sumberdaya finansial dan sumberdaya waktu. Sumberdaya manusia dalam pelaksanaan BUMDes di Desa Pagedangan ini kekurangan dalam mengelola unit usahanya sehingga pada waktu-waktu tertentu mereka keteteran dalam mengelola program kerjanya. Sedangkan dalam sumberdaya finansial sangat berkaitan dengan sumberdaya waktu. Dalam membangun program kerja

BUMDes Desa Pagedangan mendapatkan bantuan dari dana PNPM

Mandiri melalui BKM sebesar 1 Milyar dalam membangun TPST dan

Sentra Kuliner. Akan tetapi pembangunan tersebut masih bersifat minim, tidak bisa mengcover masyarakat desa. Sehingga tatkala mereka ditargetkan agar cepat memberdayakan seluruh masyarakat desa, maka mereka butuh dana besar untuk menambah fasilitas dan alat baru untuk

TPST dan sentra Kuliner akan tetapi jika hanya mengandalkan dengan modal yang ada, maka butuh waktu yang panjang dalam mencapai target BUMDes.

4.3.3 Karakteristik Agen Pelaksana

Agen Pelaksana ikut menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan dalam sebuah implementasi. Dalam salah satu indikator teori Van Horn dan Van Metter ini pusat perhatian pada agen pelaksana 142

meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tindaklaku manusia secara radikal, maka agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum.Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama.

Dilihat dari pengertian di atas bahwa untuk mewujudkan

BUMDesterbentuk disuatu desa bukanlah hal yang mudah, karena terkadang masyarakat desa yang cenderung tradisional akan menghambat kearah pembangunan desa. Inisiatif pemerintah untuk melaksanakan BUMDes di seluruh desa akan sulit terwujud manakala banyak hal dari segi pembangunan yang harus dibenahi terlebih dahulu.

Terlebih pola pikir masyarakat desa yang terbentur oleh budaya dan adat istiadat yang kuno, sehingga perlu ada perubahan mindset seperti yang disampaikan oleh Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat

BPMPPD Kabupaten Tangerang sebagai berikut.

“Hambatan umumnya sih mindset masyarakat desanya. Di program BUMDes kan ada Manajemen Pengelolaan BUMDes, nah ini yang belum. Tapi dari pemerintah sendiri sudah 143

mengadakan pelatihan-pelatihan seperti itu, dari provinsi salah satunya.Tapi karena banyak jadi hanya beberapa desa yang sudah dilatih, di tahu 2014 itu hanya ada 5 desa yang sudah dilatih.” (Wawancara dengan Pak Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul 10.40 WIB, di Ged. Bupati Kabupaten Tangerang)

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa, hambatan umum pelaksanaan BUMDes ini adalah mindset masyarakat sendiri.

Hal ini memang tidak bisa dipungkiri terlebih jika desa tersebut berada di pelosok daerah terpencil yang jauh dari jangkauan pusat kota.

Desa Pagedangan sendiri yang berada dipusat kota yang awalnya tradisional perlahan menjadi kearah modern sehingga mindset masyarakatnya tidak terlalu mengahalangi jalannya program BUMDes sendiri, meskipun ada setidaknya hanya beberapa saja tidak terlalu signifikan.

Meski mindset bukan menjadi hambatan utama dalam menjalankan BUMDes di Desa Pagedangan, akan tetapi jika masyarakatnya tidak ada kemauan untuk bekerja secara sukarela untuk kemajuan desanya, tentu hal demikian tidak dapat terwujud. Seperti halnya yang dinyatakan oleh Sekretaris Desa Pagedangan sebagai berikut.

“Untuk kendala tidak terlalu signifikan ya selama ada niatan dari individunya. Bagaimana hanya tinggal dari kemauan saja.Kita bisa bekerjasama atau bernegosiasi dengan preman-preman atau dengan pengembang, kita hanya jadi penyedia saja.Kita untuk pemberdayaan masyarakat saja. .” (Wawancara dengan M. Yusuf, 10 Maret 2016, Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)

144

Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Desa Pagedangan dalam menjalankan

BUMDesnya adalah individunya. Hal ini dikarenakan para pelaksana operasional BUMDes bekerja secara sukarelawan tanpa digaji, berbeda halnya dengan yang bekerja di pemerintahan desa yang mendapatkan gaji. Maka dari itu individu yang tulus yang mau bekerja untuk kemajuan desa sangatlah sulit didapatkan.

Selain SDM yang sukar didapatkan, sumberdaya finansialpun sulit didapatkan. Meski demikian salah staff desa menyatakan sebagai berikut.

“Masalah atau hambatan sih biasanya dana ya, cuma kita kan dapat dana bantuan dari pemerintah jadi gak terlalu signifikan kalau dana. Paling yang paling utama adalah SDM nya, karena SDM ini sebenarnya banyak ya dikita, cuma kualitas SDM nya ini kurang memadai, ada yang memadai mereka sibuk bekerja bukan untuk kepentingan desa tapi untuk dirinya sendiri dan keluarganya sendiri.Tapi manusiawi ya begitu, sejauh ini SDM yang ada cukuplah untuk membantu unit usaha yang ada, hanya saja mungkin pada waktu banyak acara baru tuh kelabakan kurang orang. Maka dari tiu, kita butuh pelatihan khusus nih bagi SDM yang kurang berkompeten, sehingga mereka menjadi ahli dibidangnya.” (Wawancara dengan Assudin, 13 November 2015, Pukul 14.14 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)

Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa permodalan dan

SDM adalah hambatan yang dihadapi oleh pengurus BUMDes.

Permodalan memang cukup urgent mengingat dana merupakan hal utama untuk jalannya suatu program. Meski Desa Pagedangan tumbuh ditengah-tengah kota yang sedang berkembang dan dikelilingi oleh pengembang, mendapatkan bantuan dari mereka tidak bisa diandalkan. 145

Seperti yang dikatakan oleh kepala unit usaha simpan pinjam,

“Sekarang kita juga lagi nyari CSR nih, yang secara cuma-cuma itu tuh yang belum dapat.” (Wawancara dengan Ibu Hj. Kultsum, 7 Januari

2016, Pukul 15.20 WIB, di Kediaman Bu Hj. Kultsum). Meski CSR merupakan kewajiban dari perusahaan tetapi sangat sedikit sekali kesadaran perusahaan untuk mengeluarkan CSR nya. Hal ini perlu dukungan dari pemerintah desa agar para perusahaan ini mau mengeluarkan CSR-nya seperti yang dikatakan oleh Pak. H. Anwar

Ardadili sebagai berikut.

“Untuk desanya sendiri, harus menggali CSR nya, bagaimana dari pemerintah desa mau siapapun lurahnya yang berada di tengah-tengah perkotaan, harus bisa mengupayakan CSR ini. CSR ini kan ada 3 macam, ada CSR pendidikan, CSR lingkungan dan CSR Kesehatan. CSR yang ada diperusahaan-perusahaan ini kan luar biasa, tinggal bagaimana desa menggali potensi itu. Dari CSR ini kan bisa untuk program pengentasan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat seperti untuk membantu masyarakat yang tidak memiliki MCK yang kurang baik, atau dari segi pendidikan bisa untuk beasiswa. Karena memang CSR ini kan kewajiban dari perusahaan yang harus dikeluarkan dari profit, jadi jika desanya tidak menggali ya mereka mah enak-enak saja.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay, Pagedangan)

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa pemerintah desa sangat berperan dalam permodalan BUMDes bagi unit usaha yang membutuhkan modal besar. Sehingga unit usaha simpan ini terbentur oleh modal dalam memberdayaan masyarakatnya seperti yang disampaikan oleh bu Hj. Kultsum sendiri sebagai berikut.

146

“Hambatan umumnya ya itu tadi, di UPK kita kekurangan modal. Dari sekian banyak masyarakat pagedangan yang ingin meminjam, kita hanya bisa menampung sekitar ¾ nya saja tidak keseluruhan, sekarang saja yang mau minjem masih ngantri dibelakang buat dapat pinjaman. Disamping itu kita SDM nya kurang mba, kita membutuhkan relawan sejati yang mau bekerja tanpa dibayar. Kebanyakan mindset masyarakat itu masalah pembangunan itu mikirnya proyek, padahal kan ini pembangunan untuk kita-kita juga, dengan dana minimal tapi mau membangun desa, itu sulit sekali pasti.” (Wawancara dengan Bu Hj. Romdiati, 10 Maret 2016, Pukul 11.49 WIB, di Bu Hj. Romdiati)

Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa modal lagi-lagi menjadi hambatan suatu program, selain modal SDM juga kurang untuk membantu mengelola unit usaha yang ada. Hal ini juga senada yang dikatakan oleh pak H. Munawar selaku penanggungjawab unit usaha TPST sebagai berikut.

“Orang-orang yang ngurus itu sama relawan juga, ya yang mengurusi kita-kita juga dari BKM, ngurusi simpan pinjam iya ngurusi TPST iya, relawan kita sangat terbatas. Jadi yang kerja ya itu-itu aja, karena susah nyari relawan itu ya neng, sampai kita punya motto sendiri sebagai relawan, yang inti perempuannya saja ada 4 orang untuk laki-lakinya ada 2 relawan disamping bapak sebagai koordinator, mottonya kita “tidak harus miskin untuk membantu orang miskin”. Kita hanya menggaji 2 petugas saja yang mengambil sampah-sampah itu ke lapangan, karena kasian kalau tidak gaji walaupun gajinya sebetulnya tidak seberapa. (Wawancara dengan Pak H. Munawar, 7 Januari 2016, Pukul 16.15 WIB, di Kediaman Pak H. Munawar)

Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa dari sekian program BUMDes yang dibuat, relawan yang bekerja hanya orang- orang yang sama yang mengerjakan TPST maupun simpan pinjam, dari sini kita bisa lihat bahwa terjadi tumpang tindih pekerjaan yang tidak bekerja pada bidangnya. Jika hanya mengandalkan orang yang ada, 147

bagaimana desa bisa mengkader orang-orang setelahnya setelah para relawan ini sepuh dan tidak mampu bekerja lagi. Disisi lain juga mereka memiliki mata pencaharian lain yang menghidupi keluarganya sehari-hari.

Hal ini berbeda dengan hambatan unit usaha sentra kuliner, karena unit usaha ini merupakan jenis usaha yang menghasilkan dana dengan penyewaan kios-kios. Hambatan yang dirasakan oleh unit usaha disampaikan oleh penanggungjawab sentrakuliner sebagai berikut.

“Pada waktu dagangannya banyak yang sejenis, sehingga ada persaingan ketat. Walaupun awalnya sudah kita atur, Anda dagang ayam ya ayam saja, Anda dagang pepes ya pepes saja, akan tetapi hal seperti ini masih terjadi. Disisi lain kita ingin memanjakan pelanggan untuk bisa makan di sebelah mana saja bebas semau mereka dengan pelayanan terpadu, di sisi lain ada persaingan ketat diantara pedagang. Sehingga lama kelamaan gitulah, istilahnya “parebut kejo” jadi kompetitif sekali.Dan juga terkadang mental orang-orang disini untuk berdagang tidak kuat, sehingga ada permasalahan sedikit langsung berhenti dagangnya, gulung tikar. Jauh lah dibanding orang-orang yang dari luar seperti orang jawa, orang sumatra mereke pasti lebih fighter dalam berdagang. Meski demikian kita tetap membatasi orang-orang luar untuk berdagang disini, karena kita pasti lebih memprioritaskan orang-orang sini daripada orang luar dan kita membatasi 30 % orang lain dan 70 % orang dalam, sebagai penyemangat saja orang luarnya itu. Disisi lain hambatannya itu adalah lahan parkir yang kurang memadai dan tata letaknya kurang strategis.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay, Pagedangan)

Berdasarkan hasil wawancara diatas bisa dilihat bahwa hambatan yang dihadapi oleh sentra kuliner beragam, diantaranya adalah dagangan yang sejenis, mental usaha pedagang lokal juga lahan yang 148

kurang strategis. Ini menyebabkan usaha sentra kuliner tidak berkembang seperti usaha TPST dan Simpan Pinjam yang mengalami kemajuan setiap tahunnya.

Berdasarkan ketiga unit usaha tersebut, hambatan banyak sekali dihadapi karena SDM yang kurang memadai dan kurang berkompeten hal ini dikarenakan kurangnya pendidikan yang layak juga pelatihan keahlian bagi mereka yang tidak memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini juga disampaikan oleh Pak H. Anwar Ardadili selaku direktur utama BUMDes sebagai berikut.

“Kita mengacunya lebih kearah pendidikan. Karena untuk dikota itu pasti lebih ke arah jasa.Sektor jasa itu yang paling berpotensi. Maka dari pendidikan ini yang harus lebih ditingkatkan oleh desa agar tidak tertinggal oleh orang lain untuk menggali potensi kemampuan dan keterampilannya. Karena untuk sekarang ini, nanam aja susah. Mau berdagang persaingannya ketat dan harus ada modal, ya hanya jasa itulah yang mereka punya.Tapi jasanya ini meski sekarang mereka hanya menjadi kuli-kuli, tetapi anak mereka pasti harus lebih baik dari mereka.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay, Pagedangan)

Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa tingkat pendidikan masyarakat harus ditingkatkan lagi agar tidak terjadi seperti ayah mereka yang bekerja serabutan tanpa keahlian, setidaknya pada generasi selanjutnya hal ini tidak terjadi.

Disamping itu, masyarakat kurang mendapatkan sosialisasi dari pemerintah desa, dimana tidak semua masyarakat desa tahu tentang 149

BUMDes, seperti halnya yang disampaikan oleh sekretaris desa sebagai berikut.

“Kalau respon masyarakat ya tergantung dari kitanya kan dari sosialisasi, terkadangkan masyarakat awam tidak tahu apa itu BUMDes, jadi itu kewajiban kita untuk mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa ini merupakan program pemerintah yang mengelola keuangan desa yang harus dijalankan, sama halnya dulu dengan koperasi yang sekarang koperasi tidak jauh beda dengan BUMDes namun bentuknya saja yang berbeda. Ini juga membentuk masyarakat agar mereka untuk simpan pinjam bisa ke BUMDes bukan ke Bank Keliling, daripada ke Bank keliling itu tinggi, BUMDes ini melalui BKM unit simpan pinjam untuk memberikan suatu kelunakan dalam pinjaman dan juga memberikan rasa tanggungjawab dalam berkelompok, karena minjam itu kan berkelompok.” (Wawancara dengan M. Yusuf, 10 Maret 2016, Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa, respon masyarakat kurang dikarenakan pengetahuan mereka tentang BUMDes kurang. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi kepada manyarakat kurang. Hal ini juga senada yang disampaikan oleh staff desa sebagai berikut.

“Yang namanya masyarakat desa, mereka masih awam dan belum mengerti apa itu BUMDes. Sebagian orang mungkin malah tidak tahu dikala ditanya tau BUMDes tidak?Dan ini memang menjadi persoalan.Memang harus ada sosialisasi kepada masyarakat mengenai BUMDes ini agar mereka faham.Sehingga kala mereka tahu mengenai BUMDes ini, diharapkan mereka bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Bagi mereka yang tahu tentang BUMDes ini, respon mereka pasti sangat baiklah, akan tetapi bagi mereka yang tidak tahu ya mereka cuek-cuek saja tanpa perduli ada program dar desa. Sosialisasi ini memang harus ditingkatkan.” (Wawancara dengan Assudin, 13 November 2015, Pukul 14.14 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)

150

. Hal ini juga senada dengan apa yang dikatakan LSM

Pagedangan sebagai berikut.

“Kendalanya adalah yang pertama, sosialisasinya kurang meluas kepada masyarakat. Dan yang kedua adalah tata kelolanya saja. Tapi untuk yang lain-lainnya Pagedangan ini menjadi percontohan kan, kemarin juga datang dari desa-desa yang lain bahkan dari nasional pun datang, seperti dari bali, lampung, sumatra dan menteri desa kemarin.” (Wawancara dengan Endang Rahayu, 23 Mret 2016, Pukul 15.57 WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay)

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa, diperlukan ada sosialisasi lebih lanjut mengenai BUMDes agar masyarakat bisa mengetahui program BUMDes. Hal ini juga sinkron dengan masyarakat

Desa Pagedangan saat dikonfirmasi mengenai sosialisasi BUMDes kepada masyarakat, kebanyakan mereka tidak mengetahui BUMDes itu apa. Seperti halnya yang dikatakan oleh salah satu masyarakat saat ditanya apa itu BUMDes sebagai berikut. “Apa itu? Gak tahu ibu.

BUMDes apa sih? Belom tahu saya.” (Wawancara dengan Suinah, 23

Maret 2016, Pukul 14.55 WIB, di Bumi Puspitek Agung).

Jawaban yang sama juga didapatkan dari masyarakat lain yang menjawab sebagai berikut. “BUMDes neng? Gak tahu, ga pernah kesini.Cuma sering denger sih tapi gak tahu apaan.” (Wawancara dengan Ika Nurmawati, 23 Maret 2016, Pukul 14.55 WIB, di Bumi

Puspitek Agung). Selain kedua informan diatas, ada juga masyarakat yang menjawab hal yang sama sebagai berikut. “sering denger sih, tapi gak tahu apaan. Apaan emang neng?Iya kalau BKM saya tahu neng.” 151

(Wawancara dengan Farida, 23 Maret 2016, Pukul 14.55 WIB, di

Cicayur)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa memang sebagian masyarakat tidak mengetahui program BUMDes, tetapi salah satu diantaranya ada yang mengetahui lembaga BKM yang merupakan pelaksana dari program simpan pinjam dan TPST.

Meski mereka tidak mengetahui tentang BUMDes, tapi sebagian masyarakat mengetahui beberapa program BUMDes yang sudah dijalankan, seperti saat dikonfirmasikan kepada masyarakat sebagai berikut. “programnya ya, kalau dari BKM itu ada simpan pinjam sama

TPST itu neng. Ibu tahu tuh kalau program BKM tapi kalau BUMDes nya gak tahu.” (Wawancara dengan Farida, 23 Maret 2016, Pukul

14.55 WIB, di Cicayur).

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa sebagian mereka sudah mengetahui beberapa program BUMDes meskipun mereka mengaku tidak tahu apa itu BUMDes. Namun disisi lain ada juga masyarakat yang keukeuh tidak tahu BUMDes, seperti yang dinyatakannya sebagai berikut. “yah neng, BUMDes nya aja gak tahu, gimana mau tahu program nya.” (Wawancara dengan Ika Nurmawati,

23 Maret 2016, Pukul 14.55 WIB, di Bumi Puspitek Agung). Dari sini bisa dilihat bahwa program BUMDes memang dibutuhkan sosialisasi kepada mesyarakat.

152

Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa saat pelaksanaan BUMDes di Desa Pagedanganbanyak sekali hambatan yang telah dilewati diantaranya adalah mindset masyarakat Desa

Pagedangan, kurangnya dana, kurangnya sumberdaya manusia juga kualitas sumberdaya manusianya dan juga kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah desa.

4.3.4 Sikap/Kecenderungan (Disposition) Para Pelaksana

Keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik akan ditentukan dengan sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana. Maka dari itu sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.

Tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan

”dari atas” (Top Down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.

Sikap penerimaan dalam pelaksanaan program BUMDesdengan ikut menjalankan serta mengelola BUMDes tersebut ditingkat desa.

Dimulai dari penguatan kelembagaan dengan membentuk pelaksana operasional BUMDes. Penguatan komitmen pelaksanaan BUMDes dengan dibuatnya peraturan terkait BUMDes ditingkat daerah. 153

Tanggapan dalam pelaksanaan BUMDes. Terkait hal itu, dalam penguatan kelembagaan pemerintah desa membentuk pelaksana operasional dalam menjalankan BUMDesnya, seperti yang disampaikan oleh Direktur Utama BUMDes sebagai berikut.

“Dari Perdes yang telah dibuat oleh BPD yang diajukan oleh kepala desa, dari BPD dibuatlah SK Kepala Desa yang menyusun struktur pengurus BUMDesnya itu. Untuk strukturnya, di permendagri BUMDes mengatur bahwa kepala desa itu sebagai Komisaris karena pemegang kekuasannya atau pemegang saham, untuk menjalankan roda perusahaannya Komisaris menunjuk pengelolanya atau istilah di Permendagri itu Direktur Utamanya, lalu untuk secara teknis dibantu oleh Sekretaris, Bendahara, kemudian dibawahnya kepala unit yang diadakan seperti dikita ada kepa unit kuliner, simpan pinjam, pasar, dan TPST. Untuk pengawas dan pembina itu di tunjuk pada saat musyawarah. Untuk dikita, pembina itu melibatkan lembaga-lembaga, ada LPM, karangtaruna, BPD, BKM dan organisasi lain yang ada di Desa. Di Kabupaten Tangerang sendiri adanya Perda tentang Desa bukan secara khusus tentang BUMDes yang Perda No. 7 Tahun 2010 tentang Desa.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili, 19 November 2015, Pukul 14.50 WIB, di Hotel Le Dian).

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa pemerintah desa memiliki perhatian untuk membentuk pelaksana operasional

BUMDes sebagaimana amanah dari Permendagri No. 39 Tahun 2010.

Hal ini sesuai dengan mekanisme pembentukkan BUMDes seperti yang diungkapkan oleh kepala bidang pemberdayaan masyarakat BPMPPD

Kabupaten Tangerang sebagai berikut.

“Awalnya desa memiliki potensi, potensinya bisa dilihat dari profil desa. Lalu di bawa ke Musyawarah Desa (MD) dimana disitu ada tokoh masyarakat, RT/RW, LSM dan lembaga-lembaga lainnya. Disitu desa memaparkan potensi-potensi demikian seperti pameran begitu, setelah kira-kira dirasa layak dibuat 154

BUMDes maka disepakati bersama dan dibuat apa nama BUMDesnya melalui Perdes, disitu dimuat juga penyertaan modal dan menunjuk pengelola BUMDesnya diluar dari pengurus Desa. Tugas pengelola BUMDes tersebut yang dalam Permendagri dan Perbup disebut dengan Direktur BUMDes adalah membuat AD/ART lalu dibuat pengurusnya.Setelah itu dibawa ke Musyawarah Desa lagi lalu dibuatlah SK Kepala Desa.Mekanisme ini tercantum dalam Perbup No. 85 Tahun 2014.” (Wawancara dengan Pak Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul 10.40 WIB, di Ged. Bupati Kabupaten Tangerang)

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa pembentukkan

BUMDes sudah berdasarkan prosedur yang telah termuat dalam peraturan baik itu Permendagri maupun Perbup karena sejatinya isi

Permendagri dan isi Perbup tidak jauh berbeda.

Namun disisi lain dalam penguatan komitmen dalam segi hukum, payung hukum ditingkat daerah yang seharusnya dibentuk 1 tahun setelah Permendagri diterbitkan, terlambat dibuat. Seperti yang telah disampaikan oleh Pak Assudin saat ditanya apakah ada payung hukum saat membentuk BUMDes, beliau menjawab sebagai berikut.

“Oh ada mba, Cuma telat mereka bikinnya. Kita kan BUMDes didiriinnya tahun 2013, mereka baru peraturannnya itu tahun 2014. Perda No. 9 tahun 2014 tentang desa, lalu ada turunannya Peraturan Bupati No. 85 Tahun 2014 juga. Kalau kita kan desa ya peraturan desanya itu no. 7 tahun 2013. Kita waktu buat Perdesnya bukan ngacu ke Perbup atau perda tapi kita ngacunya ke Permandgri No. 39 Tahun 2010, karena saat dibuat Perdes, Perdanya belum ada.” (Wawancara dengan Pak Assudin, 13 November, Pukul 14.14 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)

Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa Perdes yang Pemerintah Desa Pagedangan buat mengacu pada Permendagri bukan kepada Perda atau Perbup. Peraturan yang dibuat pemerintah 155

Kabupaten Tangerang terlambat dibuat dengan alasan peraturan yang mereka buat mengacu pada UU Desa No. 6 tahun 2014 seperti yang diungkapkan oleh Kasubag Dokumentasi Hukum Bagian Hukum

Sekretariat Daerah Kabupaten Tangerang sebagai berikut.

“Perbup ini dibuat mengacu pada UU Desa No. 6 tahun 2014 tentang Desa, mungkin desa itu dalam membuat peraturan desa itu mengacu pada peraturan lama, kalau kita kan mengacu pada peraturan baru.” (Wawancara dengan Pak Agus Hendrik, 2 Maret 2016, Pukul 08.40 WIB, di Kantor Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Tangerang)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa respon pemerintah daerah dalam membuat peraturan turunan dari Permendagri

No. 39 Tahun 2010 mengenai BUMDes sangat kurang. Karena dalam aturan Permendagri 39/2010 dalam pasal 3 ayat (2) itu menyebutkan bahwa “Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan

Menteri ini ditetapkan”. Jika Permendagri 39/2010 ditetapkan tahun

2010, maka tahun 2011 daerah harus membuat perda tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa pemerintah Kabupaten Tangerang menyadari keterlambatan mereka membuat perbup akan tetapi mereka juga menganjurkan untuk merevisi ulang kembali peraturan desa yang mereka buat sebelum Perbup ini dibuat. Dan pada saat dikonfirmasi ke desa, mereka juga memang akan 156

merevisi Perdes tersebut dengan menyesuaikan keadaan desa sekarang ini. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Desa sebagai berikut.

“Rencana sih ada, kita juga akan menyesuaikan dengan keadaan desa sekarang ini, disisi lain kita juga akan mengadakan rolling pengurus ya karena mungkin ada beberapa yang sibuk, supaya lebih instan lagi, untuk penyegaran lah. Kadang-kadang kan ada jenuh juga ya, karena tadi juga ada permen dan perbup yang mengatur.” (Wawancara dengan Pak M. Yusuf, 10 Maret 2016, Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan) Berdasarkan hasil wawancaara diatas dapat dilhat bahwa memang ada rencana untuk merevisi kembali Perdes yang telah mereka buat.

Disisi lain, sikap penerimaan agen pelaksana juga bisa dilihat dari program yang mereka buat serta usaha mereka dalam mensosialisasilan program BUMDes.

Di Kabupaten Tangerang sendiri, dalam pengenelan BUMDes ke desa-desa, BPMPPD melakukan sosialisasi program BUMDes seperti yang diungkapkan oleh Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat

BPMPPD Kabupaten Tangerang sebagai berikut.

“Sosialisasi sudah dilakukan dengan mengumpulkan kepala desa melalui APDESI, disitu dilakukan pemahaman tentang BUMDes. Di GSG kalau gak salah tahun lalu.Dan itu sudah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali ditingkat kabupaten.” (Wawancara dengan Pak Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul 10.40 WIB, di Ged. Bupati Kabupaten Tangerang)

Selain melakukan sosialisasi yang telah diungkapkan dalam wawancara diatas, BPMPPD juga mengadakan program untuk mendukung jalannya BUMDes ini, seperti yang diungkapkan Kepala

Bidang Pemberdayaan Masyarakat BPMPPD Kabupaten Tangerang sebagai berikut. 157

“Salah satu (program) nya tadi itu ada pelatihan dalam manajemen pengelolaan BUMDes, tapi hanya beberapa desa saja, kedepannya saya berharap semoga pelatihan ini terus berkembang dan bisa melatih semua desa dalam mengelola BUMDes, sehingga desa yang tidak memiliki BUMDes pun jadi ikut tertarik untuk mendirikan BUMDes. Yang benar-benar perlu dipelajari yaitu akuntansinya.Akuntansi disini setiap diakhir tahun ada pemeriksaan dari akuntan publik. Jadi catatan yang harus ada pertama itu modal, kemudian pelaksanaan lalu ada keuntungan atau kerugian yang akan diperiksa akuntan publiknya, nah itu yang belum” (Wawancara dengan Pak Syahrizal, 2 Maret 2016, Pukul 10.40 WIB, di Ged. Bupati Kabupaten Tangerang)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa

Pemerintah Kabupaten Tangerang melalui BPMPPD Kabupaten

Tangerang memiliki respon yang cukup baik dengan mengadakan sosialisasi dan program kerja, meski dari sosialisasi dan pelatihan tersebut belum bisa menyentuh seluruh desa di Kabupaten Tangerang.

Namun saat dikonfirmasi kepada desa terkait, apakah mereka pernah mendapatkan pelatihan dari pemerintah daerah, beliau menjawab sebagai berikut.

“Kalau dari Kabupaten belum pernah de, karena kan mereka hanya membuat sebatas peraturan bahwa setiap desa harus membentuk BUMDes, adapun untuk kegiatannya yang tahu enggaknya kan kita.” (Wawancara dengan Pak M. Yusuf, 10 Maret 2016, Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa, desa mengakui tidak pernah mendapatkan pelatihan dari Pemerintah Daerah, namun melihat dari jawaban Pak Sekdes ini seperti tidak mengerti 158

sepenuhnya apa yang ditanyakan peneliti, karena arah jawabannya agak sedikit meyimpang dari tujuan peneliti.

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa penguatan kelembagaan dengan membentuk pelaksana operasional

BUMDes dilakukan sesuai dengan mekanisme yang tercantum dalam

Permendagri No. 39 Tahun 2010 dan Perbup No. 85 Tahun 2014.

Penguatan komitmen pelaksanaan BUMDes dengan dibuatnya peraturan terkait BUMDes ditingkat daerah dibuktikan dengan dibuatnya Perda No. 9 Tahun 2014 dan Perbup No. 85 tahun 2014 sebagai turunan Perda. Meski Payung hukum ini terlambat dibuat, akan tetapi perhatian pemerintah dalam membuat payung hukum BUMDes perlu di apresiasi. Disisi lain, Pemerintah Kabupaten Tangerang juga melakukan sosialisasi kepada desa-desa mengenai BUMDes meski belum seluruhnya dan bukan khusus program BUMDes karena saat sosialisasi dilakukan merupakan acara APDESI. Selain itu, Pemerintah

Kabupaten Tangerang juga mengadakan acara pelatihan manajemen pengelolaan BUMDes untuk mendukung jalannya BUMDes di desa- desa. Akan tetapi, sayang sekali program ini baru menyentuh beberapa desa saja, belum dilakukan untuk seluruh desa di Kabupaten Tangerang.

4.3.5 Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana

Manusia sebagai pelaku kebijakan akan butuh komunikasi dalam menjalankan suatu kebijakan. Komunikasi atau sering juga disebut 159

koordinasi di instansi pemerintah merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya. Dalam pelaksanaan

Kebijakan Program BUMDes, koordinasi merupakan peran penting dari setiap pihak yang terkait dengan kebijakan tersebut. Karena, Kebijakan

Program BUMDesmerupakan kebijakan dari pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota dengan melibatkan semua elemen, mulai dari pemerintah setempat, pihak dunia usaha, dan masyarakat.

Bila dilihat dari hal tersebut, jelas koordinasi sangat dibutuhkan agar pelaksanaan program BUMDes dapat berjalan, ini semua agar tidak ada tumpang tindih tugas dari masing-masing stakeholder sehingga tugas pokok dan fungsi dari tiap pihak yang terkait harus sudah memahami. Namun komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah desa tidak rutin dilakukan, seperti yang disampaikan oleh Sekretaris

Desa Pagedengan sebagai berikut.

“Untuk komunikasi dan koordinasi sih tergantung kebutuhan, untuk kebutuhan mengenai pertanian ya kita berkoordinasi dengan Dinas Pertanian. Jadi kalaupun kita minta bantuan untuk pemberdayaan masyarakat ya kita lakukan komunikasi dengan instansi terkait.”(Wawancara dengan Pak M. Yusuf, 10 Maret 2016, Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)

160

Hal ini juga senada yang telah disampaikan oleh Staff Desa

Pagedangan, beliau mengungkapkan sebagai berikut.

“Hubungan komunikasi kami baik, baik itu dengan pelaksana operasional BUMDes maupun dengan Pemerintah Kabupaten Tangerang. Namun tidak jadwal khusus seperti rapat koordinasi dan semacamnya, karena komunikasi kita memang sesuai dengan keadaan saja, jika perlu ada yang dikomunikasikan ya kita komunikasikan, jika tidak ada ya masing-masing aja.Jadi memang ga rutin, tapi komunikasi kami baik.” (Wawancara dengan Pak Assudin, 13 November 2015, Pukul 14.14 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)

Ungkapan seperti ini juga didukung oleh LSM Desa Pagedangan, yang mengungkapkan sebagai berikut.

“Komunikasi kami baik, bagus. Tapi bicaranya kita pertemanan ya.Artinya dimanapun dan kapanpun kami bisa bertemu, asal jangan mengganggu saja.Persoalan bicara dikantor dengan pak lurah misalnya, jika kita mau ngobrol dan pak lurah sibuk, ya kita ngobrol dirumah atau dirumah makan diluar jam kerja gitu.Jadi memang tidak ada rutinitas pertemuan perbulan atau pertahun.Kita sebagai lembaga swadaya masyarakat, jadi saat ada keluhan dari masyarakat ya kita sampaikan.Akan tetapi jika tidak ada, apa yang harus disampaikan, seperti itu.” (Wawancara dengan Endang Rahayu, 23 Maret 2016, Pukul 15.57 WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay)

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa komunikasi yang dilakukan tidaklah rutin dilakukan, akan tetapi komunikasi dilakukan disaat dibutuhkan saja. Dari BKM juga mengatakan bahwa memang komunikasi ini perlu dan dibutuhkan. Beliau mengungkapkan bahwa, “komunikasi kita kan seperti simbiosis mutualisme jadi saling membutuhkan, tatkala harus ada yang dibicarakan ya kita bicarakan tanpa ada rasa canggung. Baiklah pasti.” (Wawancara dengan Ibu Hj. 161

Romdiati, 10 Maret 2016, Pukul 11.49 WIB, di Kediaman Bu Hj.

Romdiati)

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa komunikasi atau koordinasi tidak harus membuat jadwal khusus untuk mengadakan pertemuan, akan tetapi komunikasi dibutuhkan setiap saat dan bersifat simbiosis mutualisme artinya komunikasi berjalan tanpa ada ujungnya karena saling membutuhkan.

Hal ini diungkapkan pula oleh Direktur Utama BUMDes, bahwa

BUMDes terbentuk karena adanya komunikasi dari setiap lembaga untuk membangun BUMDes. Seperti yang beliau ungkapkan sebagai berikut.

“Kalau menurut dari kacamata saya dengan adanya BUMDes kemaren, justru BUMDes ini hasil dari pemufakatan dari berbagai lembaga yang ada di desa. Ada BPD, LPM, PKK, karang taruna dan BKM mufakat diadakan BUMDes dibidang ekonomi.Beda lagi dengan PKK yang bergerak untuk ibu-ibunya, lalu Karang taruna yang bergerak untuk pemuda-pemudi, lalu ada BPD sebagai legislator pasti ada bidang-bidangnya.Maka BUMDes ini bergerak dibidang ekonomi yang ada di PKK, BKM, LPM, desa dan lembaga lainnya, disatukan disini menjadi satu wadah bidang ekonomi, agar tidak terjadi tumpang tindih.Untuk pengawasnya perwakilan-perwakilan dari lembaga itu.Maka dari sini bisa dilihat adanya koordinasi yang sangat intensif dari berbagai lembaga ini.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay, Pagedangan)

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa, BUMDes terbentuk karena komunikasi yang baik antar lembaga yang ada didesa, tanpa komunikasi yang baik BUMDes tidak akan bisa terbentuk. Desa- 162

desa yang lain yang kesulitan membentuk BUMDes salah satunya karena mereka kurang komunikasi antara satu lembaga dengan lembaga lainnya.

Komunikasi tercipta karena pasti ada program kerja yang dijalankan oleh setiap lembaga sehingga saat pelaksanaanya dibutuhkan komunikasi untuk membicarakan hal-hal terkait program kerja.

Dalam aktifitas pelaksanaan BUMDes, BUMDesDesa

Pagedangan memiliki 3 (tiga) program kerja utamayang berjalan.

Pertama adalah unit usaha simpan pinjam, unit usaha simpan pinjam ini merupakan program terusan dari BKM, BUMDes hanya menaungi program ini karena program ini bergerak dibidang ekonomi masyarakat. proses simpan pinjam ini cukup panjang seperti yang dijelaskan kepala unit usaha simpan sebagai berikut.

“Oh itu prosesnya lumayan panjang ya di awal, hampir 1 tahun dari tahun 2008, jadi awalnya hanya diiming-imingi bahwa akan ada dana pinjaman dari PNPM Mandiri. Jadi selama 1 tahun itu kita hanya kumpul-kumpul, sebentar-sebentar diundang untuk rapat. Uangnya mah belom ada, jadi proses sosialisasi dulu. Awalnya kita tidak pilih-pilih, tidak ada penyeleksian yang gimana-gimana mau bapak-bapak atau mau ibu-ibu, kita hanya mengecek siapa nih yang membutuhkan, layak atau tidak untuk dipinjamkan, setelah itu dibuatkan kelompok, yang KSM itu karena kita tidak meminjamkan perorangan tapi perkelompok lalu setelah itu ke proses pengajuan perkelompok, setelah diajukan masih kita seleksi layak atau tidak, kadang dari masyarakat ada kelompok yang ingin pindah, setelah itu baru ke tahap proposal. Jadi setiap kelompok itu harus membuat proposal untuk pengajuan pinjaman, meski pinjamannya tidak seberapa.Setelah itu baru ada pencairan di tahun 2009 itu. Tapi memang benar-benar itu peminjam melalui proses yang cukup panjang itu.” (Wawancara dengan Ibu Hj. Romdiati, 10 Maret 2016, Pukul 11.49 WIB, di Kediaman Bu Hj. Romdiati)

163

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa, program ini sudah ada sebelum BUMDes dibentuk. Karena program ini merupakan program pemerintah yang bernama PNPM Mandiri yang dikucurkan dananya melalui BKM.

Program kerja kedua adalah, unit usaha TPST yang merupakan kepanjangan dari Tempat Pembuangan Sampah Terpadu, dimana TPST ini merupakan tempat pembuangan sampah yang sudah didukung dengan teknologi canggih, seperti yang dijelaskan oleh penanggungjawab unit usaha TPST sebagai berikut.

“Awalnya kita tarik sampah-sampah rumah tangga itu dari rumah kerumah lalu dibawa ke TPST, lalu disana dipilah antara sampah yang organik untuk dijadikan kompos dan sampah anorganik. Jadi sampah organik ini kita olah menjadi pupuk kompos, sedangkan untuk anorganiknya kita pilah sampahnya, yang kira-kira masih bernilai ekonomis kita kumpulkan seperti botol, aqua, kardus untuk diloakkan oleh petugas. Untuk sampah anorganik yang tidak bersifat ekonomis kita bakar habis dengan sistem inchinerator, itu bisa dibakar habis dengan itu yang ramah lingkungan, jadi apapun sampahnya seperti beling juga meleleh bisa terbakar habis, abu sisa pembakarannya pun sedikit sekali, untuk asapnya ada penyaringan khusus dengan tekhnologi itu tadi sehingga asap yang keluar itu asap yang ramah lingkungan, tidak membahayakan. Tapi memang tekhnologi ini masih belum sempurna, masih kita kembangkan mencari formula yang tepat karena ini memang pemula untuk kita.Yang menciptakannya itu pensiunan sini dari Batan yang memiliki ide seperti itu.” (Wawancara dengan Pak H. Munawar, 7 Januari 2016, Pukul 16.15 WIB, di Kediaman Pak H. Munawar)

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa teknologi yang digunakan merupakan teknologi yang ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi polusi yang menyebar di Desa Pagedangan. 164

Program kerja yang ketiga adalah unit usaha sentra kuliner. Unit usaha merupakan unit usaha yang menyewakan kios-kios bagi masyarakat Desa Pagedangan yang ingin berdagang dan mendapat modal dari unit usaha simpan pinjam. Penanggungjawab unit usaha sentra kuliner ini mengungkapkan sistem kerja mereka sebagai berikut.

“Jadi didalamnya itu ada beberapa UMKM dan kios-kios yang kita sewakan. Jadi sasaran utamanya adalah orang-orang yang sudah mendapatkan pinjaman dari program simpan pinjam agar bisa berdagang disana, meski memang bukan hanya dari simpan pinjam saja permodalan mereka ada yang modal sendiri ada juga yang meminjam kepada bank konvensional. Untuk sistem pengelolaannya jadi kita menyewakan kios-kios dan saung-saung yang disewakan pertahun dengan harga yang variatif tergantung besar-kecilnya. Untuk kios penyewaannya sekitar 6 juta, untuk saung besar sampai 15 juta dan untuk yang kecil sekita 8-10 juta, soalnya saungnya tidak rata ukurannya. Lalu kita kasih kartu kuningnya, kontrak perjanjiannya, hak guna pakainya dengan beberapa aturan yang kita buat didalamnya yang telah ditandatangani oleh kepala desa, direktur BUMDes, dan BKM juga. Dan untuk dana hasil sewa, dibagi untuk 4 (empat) katagori. Pertama untuk Desa, kedua untuk sosial seperti sarana ibadah, ketiga untuk perawatan, dan untuk pengurus sentra kuliner sendiri.Dan untuk perbulannya ada biaya lagi, untuk biaya kebersihan, keamanan dan listrik.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay, Pagedangan)

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa tujuan dari dibuatnya sentra kuliner ini selain untuk menarik pengunjung atau orang yang berkendara melewati Desa Pagedangan untuk singgah di

Desa Pagedangan tapi juga untuk sebagai wadah bagi masyarakat Desa

Masyarakat untuk bisa berdagang dengan cicilan kios yang ringan bagi masyarakat Desa Pagedangan. 165

Berdasarkan dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa aktifitas tiap pelaksana unit usaha berbeda-beda, sehingga komunikasi yang dilakukanpun tidak pasti kapan dilakukan dalam satu waktu. Maka dari itu mereka melakukan komunikasi disaat komunikasi itu dibutuhkan dimana saja dan kapan saja tanpa terbentur hari kerja dan ruang kerja. Hal ini juga dapat membangun kekeluargaan antara lembaga desa, sehingga pekerjaan tidak terlalu formal dilakukan namun tetap berjalan.

4.3.6 Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan.

Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.

Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

Jika dilihat dari lingkungan ekonomi dalam implementasi program BUMDes secara umum sudah kondusif. Tingkat ekonomi masyarakat yang cenderung sedikit baik, dilihat dari banyaknya pusat perekonomian seperti perkantoran dan mall, bahkan perumahan- perumahan elityang menjamur di sekitaran Desa Pagedangan. Dengan 166

sumberdaya yang berpotensi di Desa Pagedangan adalah sumberdaya manusia, maka dengan banyaknya perkantoran dan mall akan mengurangi pengangguran di Desa Pagedangan. Hal ini didukung dengan pernyataan dari BKM Desa Pagedangan sebagai berikut.

“Desa kita kan berada ditengah-tengah kota yang sedang berkembang, dikelilingi pengembang juga, yang paling berpotensi hanya SDMnya. Karena SDM kita banyak disini, sementara lahan semakin sempit.Maka SDM nya ini yang harus benar-benar dilatih untuk perbaikan dimasa mendatang.” (Wawancara dengan Ibu Hj. Romdiati, 10 Maret 2016, Pukul 11.49 WIB, di Kediaman Hj. Romdiati)

Begitu juga yang diungkapkan oleh Direktur BUMDes

Pagedangan sebagai berikut.

“Karena untuk dikota itu pasti lebih ke arah jasa. Sektor jasa itu yang paling berpotensi. Maka dari pendidikan ini yang harus lebih ditingkatkan oleh desa agar tidak tertinggal oleh orang lain untuk menggali potensi kemampuan dan keterampilannya. Karena untuk sekarang ini, nanam aja susah. Mau berdagang persaingannya ketat dan harus ada modal, ya hanya jasa itulah yang mereka punya.Tapi jasanya ini meski sekarang mereka hanya menjadi kuli-kuli, tetapi anak mereka pasti harus lebih baik dari mereka.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay, Pagedangan)

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa sektor jasa lebih banyak dimiliki oleh masyarakat Desa Pagedangan, dan dalam wawancara lain juga pak H. Anwar menyatakan bahwa mata pencaharian masyarakat berubah karena seiring perubahan zaman. Dari yang dulu bertani, sekarang tidak lagi bertani. Hal ini dijelaskannya dalam waancara berikut. 167

“Untuk bertani kan sekarang sudah tidak laha karena seiring perkembangan zaman, sekarang ini banyak pengembang disekitar kita yang menggusur lahan-lahan pertanian masyarakat. Sehingga perlahan masyarakat beralih profesi dari petani. Untuk sekarang ini masyarakat lebih ke dagang dan jasa, karena kemampuan diri mereka sendiri yang mereka punya” (Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay, Pagedangan)

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa sektor jasa merupakan mata pencaharian yang dimiliki sebagian besar masyarakat

Desa Pagedangansehingga jika banyak pengembang dan pengusaha di sekitar Desa Pagedangan akan membantu masyarakat Desa Pagedangan memiliki pekerjaan sesuai dengan keahlian dan bidangnya.

Hal ini juga didukung oleh BKM Desa Pagedangan, beliau mengatakan bahwa, “Awalnya mayoritas masyarakat sini itu petani, tapi karena ada pengembang ini, lahan mereka digusur jadinya mereka menyebar ada yang dagang, jadi tukang-tukang, pegawai, ngojeg ada juga yang serabutan mba.” (Wawancara dengan Ibu Hj. Romdiati, 10

Maret 2016, Pukul 11.49 WIB, di Kediaman Hj. Romdiati)

Dengan adanya pengusaha dan pengembang di sekitar Desa

Pagedangan menunjukkan bahwa Desa Pagedangan berada ditengah- tengah kota yang sedang berkembang, hal ini juga dimanfaatkan secara baik oleh Pemerintah Desa Pagedangan dengan melakukanchanelling dengan mereka. Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Desa

Pagedangansebagai berikut. 168

“Untuk dukungan, dari pemerintah daerah juga kan banyak respon baik untuk Desa Pagedangan seperti yang saya ceritakan di awal tadi. Untuk para pengembang ini kan pasti ada CSR nya, ya kita suka ada bantuan dari CSR nya tersebut. Dan kerjasama juga cukup baik dengan para pengembang.” (Wawancara dengan M. Yusuf, 10 Maret 2016, Pukul 10.10 WIB, di Kantor Desa Pagedangan)

Berdasarkan wawancara diatas menunjukkan bahwa Desa

Pagedangan memiliki dukungan dari para pengembang dan pengusaha.

Selain itu Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa pemerintah daerah juga mendukung jalannya BUMDes.

Dukungan pelaksanaan BUMDes ini bukan hanya dari pengembang dan pengusaha besar, akan tetapi dari pengusaha kecil biasa yang berada di Desa Pagedangan juga ikut mendukung, seperti yang diungkapkan oleh Penanggungjawab Sentra Kuliner yang mengungkapkan bahwa.

“Tujuannya didirikan sentra kuliner ini kan menjadi pusat kuliner di Pagedangan, jadi tidak mematikan usaha-usaha yang sudah ada di masyarakat Pagedangan, jadi tidak menjadi daya saing. Kita juga mengantisipasi pedagang yang dikuliner agar tidak menjual jenis yang sama dengan mayoritas pedagang masyarakat Pagedangan. Jadi mereka tetap mendukung program ini untuk kemajuan desa tentunya.Misalnya warteg, di sentra kuliner gak ada warteg, macam-macam makanan warteg, jadi tidak mematikan hanya menjadi icon saja.” (Wawancara dengan Pak Endang Rahayu, 23 Maret 2016, Pukul 15.57 WIB, di Warung Soto Hj. Omay)

Hal ini juga senada dengan yang diungkapkan oleh LSM Desa

Pagedangan sebagai berikut.

“Kalau kelompok politik, luar bisa dukungannya. Karena jika kita bicara politik tidak terlepas dari pemerintahannya, pasti itu 169

mendukung.Untuk pengusaha, ada juga beberapa pengusaha yang usahanya dibantu oleh program simpan pinjam dari BUMDes ini.Dan tatkala mereka tersentuh oleh BUMDes dan merasakan manfaatnya, tentu dukungan mereka terhadap BUMDes akan tinggi.” (Wawancara dengan Pak Endang Rahayu, 23 Maret 2016, Pukul 15.57 WIB, di Warung Soto Hj. Omay)

Berdasarkan wawancara diatas menunjukkan bahwa kelompok usaha yang mendapatkan pinjaman dari BUMDes mendukung jalannya

BUMDes karena mereka sudah merasakan manfaat dari program

BUMDes. Disisi lain BUMDes juga mendapatkan dukungan dari pemerintah desa yang telah diungkapkan oleh Direktur BUMDes sebagai berikut.

“karena kita membentuk BUMDes ini dengan sistem Top Down, berarti ada dukungan dari pemerintah desa dalam membentuk BUMDes. Selain itu juga dari lembaga-lembaga desa seperti LSM, BKM, Karangtaruna itu setuju didirikannya BUMDes ini.Dari dunia usaha juga kita mengadakan beberapa kerjasama dengan pengembang, jadi kita diberi dukungan juga dari dunia usaha meskipun hanya beberapa saja.Karena ada beberapa usaha yang merasa tersaingi, seperti warung makan itu merasa tersaingi oleh kuliner kita. Disisi lain juga dari pemerintah daerah belum ada dukungan karena kita belum mendapatkan pembinaan-pembinaan atau pelatihan lah dari pemda dalam mengelola BUMDes.” (Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili, 18 Maret 2016, Pukul 13.49 WIB, di Warung Soto Betawi Hj. Omay, Pagedangan)

Berdasarkan wawancara diatas menunjukkan bahwa BUMDes bisa terbentuk karena adanya dukungan dari lembaga-lembaga desa dan pemerintah Desa Pagedangan. Namun untuk dukungan dari Pemerintah

Daerah, menurut pak H. Anwar Ardadili belum ada dukungan yang signifikan. 170

Selain itu, masyarakat juga mendukung jalannya BUMDes selama

BUMDes memiliki program yang dikenalkan dengan baik kepada masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh beberapa masyarakat Desa

Pagedangan sebagai berikut.

“ya pastinya selalu mendukung neng, selama untuk kemajuan desa kita selalu mendukung. Yang penting harus adil, jangan yang deket-deket lurah doang yang dikasih.” (Wawancara dengan Ibu Farida, 23 Maret 2016, Pukul 14.16 WIB, di Cicayur, Pagedangan)

Masyarakat lain juga mengatakan hal senada, ia mengungkapkan hal sebagai berikut.

“kalau kitanya dikasih tahu mah pasti ngedukung aja neng, namanya program pemerintah kan gak ada yang jelek. Gak bakal pemerintah bikin program yang jelek. Tapi kalau kitanya ga dikasih tahu sama aja boong. Kita kan masyarakat sebagai sasarannya, ya harus tahu dong kita.” (Wawancara dengan Ibu Ika Nurmawati, 23 Maret 2016, Pukul 14.55 WIB, di Bumi Puspitek Agung, Pagedangan)

Berdasarkan wawancara diatas menunjukkan bahwa masyarakat selalu mendukung program apa saja yang dibuat pemerintah desa, namun mereka menyayangkan jika program tersebut tidak terimplementasikan dengan baik dan tersosialisasikan secara baik, sehingga masyarakat terkadang tidak tahu apa program yang telah dibuat oleh pemerintah desa.

Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa ekonomi yang ada di lingkungan Desa Pagedangan bisa dibilang cukup baik.

Meski laha pertanian mereka digusur untuk dibangun suatu bangunan, 171

namun masyarakat dan pemerintah desa tentu tidak diam saja, sehingga

mereka mencari pekerjaan lain dan memanfaatkan keadaan yang ada

dengan ikut bekerja dengan para pengembang dan pengusaha yang

beruda dilingkungan Desa Pagedangan.

Lingkungan politik juga yang tidak terlepas dari pemerintahan

baik di daerah maupun di desa cukup mendukung jalannya BUMDes ini,

meski desa belum mendapatkan program khusus tentang BUMDes dari

pemerintah daerah, namun dari program lain seperti PNPM Mandiri

melalui BKM cukup membantu jalannya BUMDes di Desa Pagedangan

ini.

Lingkungan sosial masyarakat Desa Pagedangan juga mendukung

jalannya program BUMDes ini, dengan mayoritas pedagang dan jasa,

masyarakat tentu membutuhkan bantuan dari pemerintah desa untuk bisa

mengembangkan usahanya dan memperbaiki taraf hidupnya.

4.4 Pembahasan

Program Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes berawal dari perhatian pemerintah kepada desa untuk menumbuh kembangkan desa di era globalisasi dan MEA. Semboyan Banten dalam mengembangkan desa adalah

”membangun Banten dari desa” membuat pemerintah daerah mencari cara agar desa terus berkembang sehingga desa terus didorong untuk mengembangkan desanya. 172

Salah satu bentuk pengembangan desa adalah terbentuknya BUMDes yaitu Badan Usaha Milik Desa sebagai wadah pemberdayaan masyarakat desa yang ada di desa. Dalam pembahasan ini peneliti akan membahas tentang fokus penelitian, dimana berdasarkan model pendekatan Top Down yang dirumuskan oleh Meter dan Horn disebut dengan A model of The Policy Implementation.

Ada enam variabel, menurut Meter dan Horn, yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut (Agustino, 2006:141-144), yaitu: mengenai ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya;karakteristik agen pelaksana,sikap/kecendrungan para pelaksana, komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, dan yang terakhir yaitu lingkungan ekonomi, sosial, dan politik. Berikut ini peneliti akan membahas lebih lanjut terkait analisis hasil penelitian.

Pertama, ukuran dan tujuan kebijakan. Program BUMDes sendiri memang sudah di anjurkan pada tahun 2007 oleh kementrian dalam negeri saat itu yang tertuang dalam Permendagri No. 37 tahun 2007 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Desa. Namun pada saat itu masih dalam tahap penyesuaian, sehingga turunlah Permendagri No. 39 tahun 2010 tentang

BUMDes. Dalam Permandgari 39/2010 ini memuat khusus bagaimana mekanisme BUMDes dibuat dan pengelolaannya. Sedangkan dikabupaten

Tangerang sendiri, BUMDes mulai berkembang dan dikenal desa pada tahun

2013.

Berawal dari ukuran suatu kebijakan, sebuah kebijakan dapat diukur dari berhasil atau tidaknya pelaksanaan kebijakan tersebut. Kebijakan program 173

bumdes di Kabupaten Tangerang bisa dilihat berhasil atau tidak yaitu dari banyaknya desa yang memiliki BUMDes. Di Kabupaten Tangerang sendiri dari

246 desa yang ada hanya ada 28 BUMDes di Kabupaten Tangerang yang baru terbentuk dengan 46 desa sebagai pengelola, karena 18 BUMDes merupakan

BUMDes bersama yang dimiliki oleh 2 (dua) desa atau lebih dan 10 nya adalah

BUMDes yang dimiliki desa pribadi.

Berdasarkan latar belakang didirikannya BUMDes di Desa Pagedangan,

Program BUMDes di Desa Pagedangan dibentuk atas dasar kepentingan desa dalam mengikuti lomba desa se Provinsi Banten. Disamping itu, hal ini juga didukung dengan keadaan desa yang strategis untuk membentuk suatu program sentra kuliner bagi pengendara yang lewat dan juga program simpan pinjam dan TPST untuk membantu masyarakat. Program BUMDes di Desa

Pagedangan berdiri pada tahun 2013 dengan dasar Peraturan Desa No. 7 Tahun

2013. Dalam membentuk BUMDes, Desa harus membuat peraturan desanya yaitu Peraturan Desa No. 7 Tahun 2013, peraturan ini dibuat berdasarkan amanat dari Permendagri No. 39 Tahun 2010. Selain itu, dalam membentuk

BUMDes juga, pemerintah Desa Pagedangan mengikuti prosedur yang telah dimuat dalam Permendagri 39/2010.

Namun pemerintah Desa Pagedangan sangat menyayangkan, karena saat pembuatan BUMDes ini belum ada payung hukum tingkat daerah yang mengatur BUMDes di Kabupaten Tangerang. Sehingga dalam membentuk

BUMDes, Pemerintah Desa Pagedangan mengacu pada Permendagri No. 39

Tahun 2010. Namun setelah melihat BUMDes di Kabupaten Tangerang mulai 174

tumbuh satu persatu di desa-desa, Kabupaten Tangerang mengeluarkan Perda

No. 9 Tahun 2014 tentang desa dan Perbup No. 85 Tahun 2014 tentang

BUMDes sebagai turunannya. Setelah ditelaah didalam Perbup 85/2014 dengan Perdes 7/2013 sebagai landasan dari BUMDes Mandiri Desa

Pagedangan ada perbedaan dalam masa bakti kepengurusan dimana dalam

Perbup menyebutkan hanya 4 tahun kepengurusan sedangkan dalam Perdes masa baktinya 5 tahun.

Berdasarkan hal tersebut peneliti melihat bahwa, ada keterlambatan dari pemerintah daerah dalam membuat payung hukum untuk BUMDes, karena dalam Permendagri dicantumkan bahwa Pemerintah Daerah harusnya membuat aturan tentang BUMDes selambat-lambatnya satu tahun setelah permendagri dikeluarkan, artinya pada tahun 2011 harusnya pemerintah daerah mengeluarkan aturannya. Meski berdalih karena mengacu pada UU Desa No. 6

Tahun 2014 sebagai acuan dalam membuat Perda tentang Desa Namun UU

Desa No. 6 Tahun 2014 ini hanyalah perubahan UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Dan disinyalir sebelum Perbup No. 85 ini dibuat, belum pernah dibuat Perbup sebelumnya tentang BUMDes.

Disamping itu, tujuan dibuatnya Perbup 85/2014 ini selain untuk sebagai dasar hukum dalam mengelola dan membentuk BUMDes adalah untuk penyeragaman dalam pembentukkan BUMDes di Kabupaten Tangerang sehingga tidak ada perbedaan pembentukkan dalam pengelolaan satu desa dengan desa lainnya. Sementara tujuan dari program BUMDes sendiri khususnya di Desa Pagedangan adalah sebagai penggerak motor ekonomi desa 175

dan juga sebagai wadah bagi program pemerintah agar terkelola dengan baik.

Tentu hal ini akan memudahkan desa dalam mengatur perekonomian desanya.

Berdasarkan tujuan ini, pelaksanaan BUMDes di Desa Pagedangan belum mampu memberdayakan seluruh masyarakat desa pagedangan karena masih terhambat akan dana dan fasilitas yang ada. Disamping itu, BUMDes juga tidak memiliki targetan khusus kapan ia bisa memberdayakan seluruh masyarakat desanya, sehingga program ini hanya berjalan apa adanya.

Kedua, sumberdaya yang terdiri dari sumberdaya manusia(human resources) dan sumberdaya non manusia (non human resources). Kondisi sumber daya manusia dalam pelaksanaan BUMDes di Desa Pagedangan ini adalah sumberdaya manusia yang sifatnya relawan dan tidak ada gaji tetap untuknya. Sehingga sangat sulit sekali dalam mencari orang-orang yang betul- betul mau bekerja untuk desa. Maka dari itu, orang-orang yang tercantum dalam struktural adalah orang-orang yang bersosial yang mau bekerja untu desa,namun sangat disayangkan sebagian dari mereka adalah orang-orang yang belum melek teknologi sehingga sebagian apa yang mereka lakukan belum tersentuh kecanggihan teknologi yang ada seperti dalam sistem administrasinya.

Sedangkan sumberdaya finansial sangat berkaitan dengan sumberdaya waktu. Terkait sumberdaya finansial, dana yag dipakai untuk membangun

BUMDes ini sebagian besar merupakan dana bantuan dari pemerintah. Subsidi dana yang didapatkan adalah dana dari desa, anggaran APBN dengan dasar UU

6/2014 dan juga bantuan CSR. Dana yang sangat membantu sebagian besar 176

berasal dari dana PNPM melalui BKM. Dengan dana tersebut program simpan pinjam dapat berjalan dengan baik. Karena program PNPM dapat berjalan baik di Desa Pagedangan, maka desa tersebut mendapatkan penghargaan sehingga mendapatkan dana cuma-cuma sebesar 1 Milyar. Dan dana tersebut dipakai untuk membangun Sentra Kuliner dan TPST.

Ketiga, karakteristik agen pelaksana dalam pelaksanaan Program

BUMDes haruslah sinkron satu sama lain. bahwa saat pelaksanaan BUMDes di

Desa Pagedangan banyak sekali hambatan yang telah dilewati diantaranya adalah kurangnya dana, kurangnya sumberdaya manusia serta kualitas sumberdaya manusianya juga kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah desa.

Kurangnya dana ini dikarenakan perlunya target yang harus dicapai desa pagedangan dalam memberdayakan masyarakatnya. Dana yang ada akan cukup jika program ini tidak perlu pengembangan da maju. Karena dana dibutuhkan untuk penambahan modal dan penambahan fasilitas juga perbaikan fasilitas yang ada. Bantuan CSR pun tidak terlalu diharapkan, karena sangat jarang sekali perusahaan yang mau memberikan CSR nya secara cuma-cuma tanpa harus menguntungkaan mereka dengan mempromosikan produk mereka misalnya.

Selanjutnya adalah kurangnya sumberdaya manusia, hal ini dikarenakan sumber daya manunsia yang ada sangat minim untuk mengerjakan program

BUMDes dan sifatnya relawan. Selain itu, sumberdaya manusia yang ada tidak 177

begitu faham akan teknologi yang ada sehingga dalam sistem administrasi masih dilakukan secara manual.

Yang terakhir adalah kurangnya sosialisasi dari pemerintah baik dari pemerintah daerah maupun dari pemerintah desa. Dari pemerintah daerah tidak melakukan sosialisasi secara khusus tentang BUMDes, pemerintah daerah melakukan sosialisasi hanya melalui APDESI saja dan itupun belum meyeluruh. Sedangkan di pemerintah desa, BUMDes belum melakukan sosialisasi mengenai program BUMDes kepada masyarakat, sehingga sebagian masyarakat tidak mengetahui program yang dijalankan oleh BUMDes.

Keempat, sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana. Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Maka dalam penelitian ini, sikap yang ditampilkan adalah sikap penerimaan dari berbagai pihak yang terkait dengan penguatan kelembagaan dengan membentuk pelaksana operasional BUMDes dilakukan sesuai dengan mekanisme yang tercantum dalam Permendagri No. 39 Tahun 2010 dan Perbup

No. 85 Tahun 2014. Penguatan komitmen pelaksanaan BUMDes dengan dibuatnya peraturan terkait BUMDes ditingkat daerah dibuktikan dengan dibuatnya Perda No. 9 Tahun 2014 dan Perbup No. 85 tahun 2014 sebagai turunan Perda.

Meski Payung hukum ini terlambat dibuat, akan tetapi perhatian pemerintah dalam membuat payung hukum BUMDes perlu di apresiasi. Disisi lain, Pemerintah Kabupaten Tangerang juga melakukan sosialisasi kepada 178

desa-desa mengenai BUMDes meski belum seluruhnya dan bukan khusus program BUMDes karena saat sosialisasi dilakukan merupakan acara APDESI.

Selain itu, Pemerintah Kabupaten Tangerang juga mengadakan acara pelatihan manajemen pengelolaan BUMDes untuk mendukung jalannya BUMDes di desa-desa. Akan tetapi, sayang sekali program ini baru menyentuh beberapa desa saja, belum dilakukan untuk seluruh desa di Kabupaten Tangerang.

Point kelima yaitu komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana.

Dalam pelaksanaan Kebijakan Program BUMDes, koordinasi berperan sangat penting. Karena, Kebijakan Program BUMDesmerupakan kebijakan dari pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan semua elemen, mulai dari lembaga setempat, pihak dunia usaha, dan masyarakat. Koordinasi juga sangat dibutuhkan agar Kebijakan Program

BUMDes dapat berjalan, ini semua agar tidak ada tumpang tindih tugas dari masing-masing stakeholder sehingga tugas pokok dan fungsi dari tiap pihak yang terkait harus sudah memahami.

Koordinasi dan komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah desa pagedangan dilakukan sesuai dengan kebutuhan baik itu komunikasi dengan pemerintah daerah maupuun dengan lembaga-lembaga yang ada didesa. Begitu juga dengan pelaksana operasional BUMDes Pagedangan dengan Pemerintah desa dan lembaga desa lainnya melakukan komunikasi secara kebutuhan saja tanpa jadwal khusus. Mereka beralasan kegiatan di desa tidak bisa ditebak, kadang banyak kegiatan terkadang kosong, sehingga komunikasi dilakukan secara flesibel dan bersifat simbiosis mutualisme. Hal ini menunjukkan bahwa 179

tidak ada pola komunikasi yang baik dalam berkoordinasi antar pemerintah desa, agen pelaksana BUMDes dan lembaga desa.

Aktifitas tiap pelaksana unit usaha berbeda-beda, sehingga komunikasi yang dilakukanpun tidak pasti kapan dilakukan dalam satu waktu. Maka dari itu mereka melakukan komunikasi disaat komunikasi itu dibutuhkan dimana saja dan kapan saja tanpa terbentur hari kerja dan ruang kerja. Hal ini juga dapat membangun kekeluargaan antara lembaga desa, sehingga pekerjaan tidak terlalu formal dilakukan namun tetap berjalan.

Aktifitas yang telah berjalan adalah 3 (tiga) program utama yaitu unit usaha simpan pinjam, unit usaha TPST, dan unit usaha sentra kuliner. Yang pertama adalah unit usaha simpan pinjam, simpan pinjam ini dikembangkan oleh BKM Desa Pagedangan dengan dana dari PNPM Mandiri Perkotaan sejak tahun 2009 dengan modal awal sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan pemanfaat perguliran ekonomi sebanyak 24 kelompok Usaha

(120 Orang pemanfaat).awal adanya simpan pinjam setiap orang memiliki jatah

Rp. 500.000,- dengan cicilan selama 10 bulan sebesar Rp. 50.000,- /bulan tanpa bunga dan agunan hanya dikenakan biaya administrasi 10 % pada saat pencairan. Unit usaha ini semakin berkembang hingga mencapai aset hampir setengah milyar dengan 300 peminjam yang terdiri dari 45 kelompok, nominal peminjaman meningkat dari hanya Rp.500.000,- menjadi Rp. 5.000.000,- / orang. Pencairan dilakukan 10 bulan sekali dan hingga sekarang sudah 4 kali pencairan. Dengan adanya program simpan pinjam sebagian masyarakat bisa 180

terbantu dalam membangun usahanya sehingga bisa membantu kebutuhan ekonomi masyarakat.

Selama beberapa tahun berjalan, unit usaha simpan pinjam ini dapat

membantu sebagian masyarakat untuk membuka usahanya, hal ini bisa dilihat

dari tabel berikut.

Tabel 4.5

Kelompok Swadaya Masyarakat

Unit Usaha Simpan Pinjam BKM Desa Pagedangan

No. Nama KSM Angg Asal KSM No. Nama KSM Angg Asal KSM Pagar Haur 1 Albera 9 Tegal 23 Cemara 6 Cicayur Pagar Haur Karya Bakti 2 Assalam 9 Tegal 24 2 7 Cicayur Pagar Haur 3 Melati 7 Cicayur 25 Japati 6 Tegal 4 Daarussalam 7 Cicayur 26 Alfurqon 5 Cicayur 5 Kartini 5 Cicayur 27 BPA 2 Baru 6 BPA 6 Sangkuriang 5 Cicayur 28 Merdeka 5 BPA Blok 3 Tegal Pagar Haur 7 Anggrek 5 BSD 29 Saluyu 6 Tegal Pagar Haur Tegal Pagar Haur 8 Melati 6 Tegal 30 Mandiri 6 Tegal 9 Karya Bakti 6 Cicayur 31 Blok 5 5 BPA Satu 10 Tulip 5 BPA Blok 2 32 Makmur 7 BPA Satu 11 Cempaka 7 Cicayur 33 Bersama 5 BPA Cakung 12 Ciko 6 Cicayur 34 Damai 6 Cicayur 13 Harapan 5 Cicayur 35 Cicayur 10 5 Cicayur 14 Bersama 6 BPA Blok 1 36 BSD Baru 5 BSD 15 Blok 1 5 BPA Blok 1 37 BPA 3 2 BPA 16 Mawar 8 Cicayur 38 Cicayur 1 6 Cicayur 17 Srikandi 6 BPA Blok 2 39 Cicayur 2 6 Cicayur 18 Bakti Karya 5 BPA Blok 3 40 Cicayur 4 5 Cicayur 181

Melati 19 Barokah 9 Cicayur 41 Cicayur 7 Cicayur Pagar Haur 20 Merah Putih 5 Tegal 42 Cangkuang 4 Cicayur 21 Seruni 6 Cicayur 43 Blok 2 5 BPA 22 Tikukur 6 Cicayur Jumlah 253 Sumber : Unit Usaha Simpan Pinjam, Desa Pagedangan, 2016

Tabel 4.6

Kelompok Swadaya Masyarakat

Unit Usaha Simpan Pinjam BKM Desa Pagedangan

Nama No. Anggota Asal KSM KSM 1 Ciko 6 Campuran 2 Saluyu 6 Campuran 3 Cicayur 1 6 Campuran

4 Algofur 6 Campuran 5 BPA 3 7 Campuran 6 Sejahtera 5 Campuran 7 Bahagia 5 Campuran 8 Tegal City 6 Campuran

Jumlah 47 Sumber : Unit Usaha Simpan Pinjam, Desa Pagedangan, 2016

Berdasarkan dari data diatas menunjukkan bahwa sudah 300 orang merasakan manfaat dari simpan pinjam. Namun disinyalir peminjam tersebut bukanlah dari orang-orang yang tidak mampu seluruhnya, tapi ada beberapa orang yang mampu yang mendapatkan pinjaman tersebut. Setelah peneliti melakukan pengamatan, memang ketentuan dari unit usaha ini mengkhususkan bagi orang-orang yang memiliki usaha, baik itu usaha kecil maupun menengah. Berikut persyaratan dari peminjam usaha unit simpan pinjam. 182

Ketententuan dan syarat peminjam UPK BKM Desa Pagedangan

a. Memiliki usaha

b. Ibu rumah tangga

c. Masyarakat Desa Pagedangan

d. Tidak memiliki tunggakan dengan pihak lain

Hal ini menunjukkan bahwa memang unit usaha simpan pinjam ini diperuntukkan untuk siapa saja yang memiliki kriteria seperti diatas. Maka dari sini bisa disimpulkan untuk bisa memberdayakan seluruh masyarakat Desa

Pagedangan tentulah sangat sulit dan butuh dana besar, sehingga untuk untuk menargetkannya tidak bisa dipastikan.

Yang kedua yaitu unit usaha Tempat Pembuangan Sampah Terpadu

(TPST) yang mulai dibangun pada tahun 2012 dengan menghabiskan dana hingga 750 juta yang menggunakan mesin pencacah yang canggih. Hingga sekarang tempat pengelolaan sampah ada 2 (dua) TPST yang mengelola sampah yang berada di dusun Cicayur dan Bumi Puspitek Agung. Sedangkan 2

(dua) dusun lagi belum ada TPST yang mengelola sampah disana. Untuk aktifitasnya sendiri sekitar seminggu 2 (dua) kali mengangkut sampah dari TPS

(Tempat Pembuangan Sampah Sementara) ke TPA (Tempat Pembuangan

Sampah Akhir) setelah itu dipilah dan dipisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik dijadikan kompos sedangkan sampah anorganik dipilah kembali yang masih bernilai ekonomis untuk diloakkan dan sampah yang tidak bersifat ekonomis maka dibakar hingga habis ditungku pembakaran dengan sistem inchinerator yang ramah lingkungan. Dengan 183

tungku ini sampah seperti apapun bisa dibakar habis dengan abu pembakaran yang sedikit seperti beling juga bisa meleleh.

Sebagai unit usaha maka ada jasa yang harus dibayar setiap bulannya.

Namun setiap tempat tidak memiliki nominal yang sama untuk tarifnya tergantung dari luas lingkungan tempat tersebut dari sekitaran Rp. 15.000,- hingga Rp. 250.000,-/bulan. Untuk pembayarannya disetiap dusun ada koordinator yang mengkoordinir iuran /bulannya dan kemudian disetorkan kepada bendahara. Namun pemasukan iuran bulanan yang didapatkan hanya cukup untuk gaji pegawai yang mengangkut sampah setiap minggunya dan juga biaya akomodasi sehingga tidak sisa untuk pemasukan desa. Hal ini bisa dilihat dari data rekapitulasi keuangan TPST, berikut adalah rekapitulasi keuangan TPST BUMDes Desa Pagedangan.

Tabel 4.7

Rekapitulasi Keuangan TPST BKM Desa Pagedangan

Pemasukan : Rp 24.200.000,00 Pengeluaran Gaji Pegawai : Rp 1.000.000,00 X 2 Orang Rp 2.000.000,00 Akomodasi : Rp 200.000,00 X 2 Tosa Rp 400.000,00 Biaya Perawatan : Rp 20.000,00 Rp 20.000,00 Jumlah Rp 2.420.000,00

Rekapitulasi : Pemasukan : Rp 2.420.000,00 Pengeluaran : Rp 2.420.000,00 Sisa 0 Sumber : BUMDes Desa Pagedangan, 2016 (Rincian Pemasukan Terlampir)

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa hasil yang didapatkan setiap bulannya langsung habis begitu saja, terkadang juga jika ada 184

pengeluaran lebih, pengurus harus mencari dana lain dari menjual sampah yang bisa dijual. Sehingga untuk sekarang belum ada pemasukan untuk desa dari program TPST. Dari hal ini peneliti simpulkan bahwa, jika TPST belum bisa menambah pendapatan desa setidaknya program ini tidak membebani desa.

Dan juga program ini untuk pemberdayaan masyarakat dan kesehatan lingkungan bukan untuk mencari laba.

Terakhir adalah unit usaha sentra kuliner yang dibangun pada tahun

2013 dengan harapan dapat membantu masyarakat dalam berdagang dengan menyewakan kios-kios kecil dan saung. Sentra kuliner ini dibangun dari hasil dana penghargaan sebesar 250 juta. Dibangunnya sentra kuliner ini diharapkan masyarakat bisa berdagang dengan menggunakan modal dari simpan-pinjam, sewa menyewanyapun dipermudah, meski penyewaan kios per tahun, tapi pembayarannya bisa dicicil bagi masyarakat pribumi. Biaya sewa yang ditawarkan 8-15 juta tergantung dari besarnya kios atau saung. Jumlah pedagang berjumlah 10 orang pedagang tetap dan 5 orang pedagang gerobag yang tidak secara tetap berjualan di sentra kuliner dengan komposisi 70% orang pribumi dan 30 % orangluar. Dengan adanya program ini bisa membantu masyarakat dalam berdagang dan merintis usaha.

Kios-kios yang disewakan sentra kuliner berjumlah 6 kios, 1 saung ukuran besar, 1 saung ukuran sedang dan 2 saung ukuran kecil. Dalam penyewaanya, kios disewakan sebesar Rp. 5.000.000,- / tahun, untuk saung kecil Rp. 8.000.000,- / tahun, untuk saung sedang Rp. 10.000.000,- / tahun dan untuk saung besar Rp. 15.000.000,- / tahun. Dalam penyewaannya mengalami 185

beberapa permasalahan Karena pengeluran lebih besar daripada pemasukan, dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 4.8

Rekapitulasi Keuangan Sentra Kuliner 2014

No. Kegiatan I. Pemasukan Jenis/ Kelompok Tagihan Pemasukan Keterangan Dagangan Kios 1 5.000.000,- 5.000.000,- Lunas Kios 2 5.000.000,- 5.000.000,- Lunas Kios 3 5.000.000,- 2.000.000,- Belum Lunas Kios 4 5.000.000,- 4.000.000,- BelumLunas Kios 5 5.000.000,- 5.000.000,- Lunas Kios 6 5.000.000,- 5.000.000,- Lunas Saung kecil A 8.000.000,- 5.000.000,- Lunas Saung kecil B 8.000.000,- - - Saung Sedang 10.000.000,- 5.000.000,- BelumLunas Saung Besar 15.000.000,- 15.000.000,- Lunas Jumlah Pemasukan : 46.000.000,- II. Kekurangan : 17.000.000,- III. Pengeluaran : 51.601.000,- (Rincian terlampir) IV. Saldo : -5.601.000,- Sumber : BUMDes Desa Pagaedangan, 2016

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa pengeluaran sentra kuliner lebih besar dari pemasukan sehingga tidak pemasukan untuk kas desa dalam pribahasa menyebutkan besar pasak daripada tiang. BUMDes Desa

Pagedangan yang seharusnya bisa menambah pendapatan desa tetapi dari data tersebut bisa dilihat bahwa Pemerintah Desa Pagedangan perlu menambah kekurangan yang dibutuhkan sentra kuliner dan Pemerintah Desapun 186

memaklumi hal ini karena BUMDes masih membangun dan belum berkembang. Dan juga inilah salah satu sebab sentra kuliner di Desa

Pagedangan mengalami kemunduran. Namun hal ini tidak mematahkan semangat pengurus, pengurus BUMDes berencana memugar dan merenovasi sentra kuliner dengan mengandalkan bantuan dari beberapa elit politik dan dunia pengusaha.

Keenam, yaitu lingkungan ekonomi, sosial, dan politik. Jika dilihat dari lingkungan ekonomi yang ada di lingkungan Desa Pagedangan pada saat sebelum adanya BUMDes mayoritas mata pencaharian petani dengan lingkungan pedesaan yang hijau sebagai lahan pertanian mereka. Meski memiliki kehidupan yang sederhana namun keasrian lingkungan membuat masyarakat betah tinggal di desanya sendiri. Kabupaten Tangerang mengalami

Trickle Down Effect dari Ibukota Jakarta, sehingga Kabupaten Tangerang perlahan dimasuki oleh investor-investor asing yang membangun mall, supermarket, kantor, bioskop dan lain sebagainya dan perlahan lahan pertanian masyarakat digusur untuk membangun pembangunan. Akan tetapi meski lahan pertanian mereka digusur untuk dibangun suatu bangunan, namun masyarakat dan pemerintah desa tentu tidak diam saja, sehingga mereka mencari pekerjaan lain dan memanfaatkan keadaan yang ada dengan ikut bekerja dengan para pengembang dan pengusaha yang berada dilingkungan Desa Pagedangan.

Dengan keadaan seperti ini, maka Pemerintah Desa bermusyawarah dan membuat suatu program untuk membantu masyarakat yaitu BUMDes Mandiri

Desa Pagedangan. 187

BUMDes Desa Pagedangan membantu masyarakat untuk bisa menjadi pengusaha dengan diberikan pinjaman modal untuk usaha mereka dan juga sebagian masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan disalurkan kepada pengembang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Selain itu

BUMDes juga membantu mengurangi volume sampah yang ada dilingkungan desa pagedangan dengan membangun TPST, sehingga dapat mengelola sampah menjadi ramah lingkungan.

Lingkungan politik juga yang tidak terlepas dari pemerintahan baik di daerah maupun di desa cukup mendukung jalannya BUMDes ini, meski desa belum mendapatkan program khusus tentang BUMDes dari pemerintah daerah, namun dari program lain seperti PNPM Mandiri melalui BKM cukup membantu jalannya BUMDes di Desa Pagedangan ini.

Lingkungan sosial masyarakat Desa Pagedangan juga mendukung jalannya program BUMDes ini, dengan mayoritas pedagang dan jasa, masyarakat tentu membutuhkan bantuan dari pemerintah desa untuk bisa mengembangkan usahanya dan memperbaiki taraf hidupnya.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa implementasi program BUMDes di Desa Pagedangan secara umum sudah berjalan dengan baik. Hal ini dapaat dilihat berdasarkan dari berjalannya program-program utama BUMDes secara baik. Meskipun, program BUMDes ini belum sepenuhnya berjalan optimal karena ada beberapa hal yang harus lebih diperhatikan untuk diperbaiki, namun tujuan dari Kebijakan Program

BUMDes di Desa Pagedangan berdasarkan Peraturan Desa No. 7 Tahun 2013 188

tentang Pengelolaan dan Pelaksanaan BUMDes yaitu, Meningkatkan perekonomian Desa Pagedangan, Meningkatkan pendapatan asli Desa

Pagedangan, Meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa Pagedangan dan Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa Pagedangan memang sepenuhnya belum terpenuhi.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan, maka

penyimpulan akhir tentang implementasi Program BUMDes (Badan Usaha Milik

Desa) di Desa Pagedangan secara umum sudah berjalan dengan baik, dilihat dari

berjalannya beberapa program utama BUMDes, meskipun ada beberapa hal yang

masih perlu diperbaiki seperti hal-hal sebagai berikut.

Pertama, Payung hukum tingkat daerah tentang pengelolaan BUMDes

terlambat dibuat dikarenakan Pemerintah Daerah melalui BPMPPD Kabupaten

Tangerang membentuk Perda dan Perbup mengenai BUMDes mengacu pada UU

Desa No. 6 Tahun 2014 tentang desa.

Kedua, sumberdaya Manusia yang ada dalam pelaksanaan program

BUMDes ini secara kuantitas sangat kurang, karena dalam penetapan pengurus

direktur BUMDes hanya mengambil satu orang penanggungjawab unit usaha

tanpa ada staff pembantu ditiap unit usaha. Dari segi kualitas, sumberdaya yang

ada tidak terlalu faham teknologi IT sehingga masih dilakukan pembukuan

secara manual.

Ketiga, pengelolaan Administratif belum terkelola dengan baik, hal ini

dikarenakan pengelola masih melakukan pembukuan secara manual dan tidak

rutin dalam melakukan penginputan data sehingga peneliti kesulitan dalam

mendapatkan data, salah satunya data yang sulit peneliti dapatkan adalah data

keuangan yang mendukung pernyataan peneliti.

189

190

Keempat, sumberdaya finansial yang ada masih belum memenuhi dalam pelaksanaan program BUMDes, hal ini dikarenakan dana yang dikucurkan pemerintah daerah maupun desa dalam bentuk bantuan tidak sesuai dengan jumlah masyarakat yang membutuhkan, para pelaksana berharap ada bantuan dana yang cukup sehingga bisa memberdayakan masyarakat lebih banyak lagi dan menambah fasilitas yang ada.

Kelima, kurangnya komunikasi yang dilakukan oleh para Lembaga Desa, terutama para pelaksana BUMDes. Dalam komunikasi yang mereka lakukan belum memiliki pola komunikasi yang baik dan tidak ada jadwal rutin pertemuan para Lembaga Desa untuk membicarakan BUMDes, komunikasi dilakukan hanya pada saat-saat urgent saja.

Keenam, kurangnya sosialisasi program BUMDes ini baik sosialisasi

Pemerintah Daerah ke desa-desa mengenai kebijakan BUMDes maupun sosialisasi Pemerintah desa kepada masyarakat desa mengenai program BUMDes yang dijalankan di Desa Pagedangan sehingga masyarakat tidak banyak mengetahui mengenai BUMDes.

Ketujuh, Belum ada pemasukan untuk kas desa dari BUMDes Mandiri

Desa Pagedangan dikarenakan program kerja BUMDes lebih kearah pemberdayaan masyarakat bukan ke arah profit yang mengedapankan keuntungan tapi BUMDes Pagedangan masih dalam tahap pengembangan program.

191

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang peneliti ajukan berupa

rekomendasi yaitu sebagai berikut.

1. Agar tidak terjadi keterlambatan lagi dalam membuat payung hukum baik

itu untuk payung hukum BUMDes maupun payung hukum yang lain,

sehingga para pelaksana kebijakan memiliki acuan dalam melaksanakan

kebijakan tersebut.

2. Melakukan penyegaran pengurus dengan melakukan pergantian pengurus

yang mengganti pengurus dengan keahlian dibidangnya dan juga

dilakukan penambahan staff pembantu agar pekerjaan yang ada tidak

terbengkalai karena kekurangan pegawai.

3. Melakukan kerjasama yang baik dengan perusahaan dan pengembang.

Sebagai desa yang berada di tengah-tengah kota berkembang, desa harus

bisa memanfaatkan hal ini untuk bisa melakukan kerjasama dengan para

pengembang untuk bantuan dana dalam bentuk CSR maupun bantuan

kerjasama yang lain. CSR juga bisa dilakukan dalam bentuk tunai dan

bentuk barang, yang tentunya hal ini akan membantu pelaksanaan program

BUMDes di Desa Pagedangan dan juga perlu diadakan pelatihan juga bagi

para pelaksana operasional BUMDes agar mereka lebih mengenal

teknologi dengan lebih baik lagi, dan tentu ini akan sengat membantu

pelaksanaan BUMDes.

4. Meningkatkan pengelolaan BUMDes dengan menggunakan manajemen

yang baik sehingga data yang ada tidak tercecer dan tersimpan rapi dalam 192

dokumen penting BUMDes. Sehingga saat data tersebut dibutuhkan akan

mudah dicari dan mudah dalam membuat laporan pertanggungjawaban.

5. Meningkatkan dan memperkuat pola komunikasi antara Lembaga Desa

dengan melakukan pertemuan rutin bulanan atau tri wulan untuk

membahas perkembangan BUMDes sehingga perkembangan BUMDes

dapat diketahui oleh segala pihak yang ada di Desa Pagedangan.

6. Melakukan sosialisasi lebih intensif lagi agar masyarakat desa bisa

mengetahui program BUMDes yang dilaksanakan oleh BUMDes sehingga

tidak ada kesalah fahaman antara masyarakat dan Pemerintah Desa. Selain

itu perlu diadakan sosialisasi pula kepada desa-desa di Kabupaten

Tangerang, agar desa yang belum mengerti BUMDes bisa faham dan

tertarik untuk mendirikan BUMDes di Desanya.

7. Agar lebih meningkatkan pendapatan BUMDes agar ada pemasukan untuk

kas Desa Pagedangan sehingga peran BUMDes Mandiri Pagedangan lebih

terlihat sebagai badan usaha di Desa Pagedangan.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Abidin, Said Zainal. 2012. Kebijakan Publik. Jakarta: Salemba Humanika.

Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV Alfabeta.

______. 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dan Puslit KP2W Lembaga Penelitian Unpad

Ali, Farid dan Andi Syamsu Alam. 2012. Studi Kebijakan Pemerintah. Bandung: PT Refika Aditama

Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan Publik. Bandung: CV Pustaka Setia

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisi Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Irawan, Prasetya. 2005. Materi Pokok Metodologi Penelitian Administrasi. Jakarta: Universitas Terbuka

Moleong, L. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nugroho D. Riant, 2003. Kebijakan Publik : Formulasi Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

.2009. Public Policy Edisi Ketdua. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

.2011. Public Policy Edisi Ketiga. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Parson, W. 2005. Public Policy : Pengantar teori dan Praktek Analisis Kebijakan. Jakarta: Prenada Media.

Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. ______. 2012. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dn R&D. Bandung: CV Alfabeta.

186 187

. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dn R&D. Bandung: CV Alfabeta. Suharto, Edi. 2013. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta Wahab, Abdul Solichin. 2005. Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Impelementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara

Wicaksono, Kristian Widya. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Yogyakarta: Graha Ilmu

Winarno, Budi. 2014. Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Jakarta: Media Pressindo

Skripsi :

Manikam, Angger Sekar. 2010. Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa Di Desa Ngeposari Kecamatan Semanu Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2009. Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UMY.

Wijanarko, Agung Septian. 2012. Peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pandankrajan Kec. Kemilagi Kabupaten Mojokerto. Jurusan Administrasi Negara FISIP Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”.

Dokumen-Dokumen:

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2010 Tentang Badan Usaha Milik Desa

Peraturan Menteri Desa No. 4 Tahun 2015 Tentang Desa

Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Bupati Tangerang No. 85 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pembentukkan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa

Peraturan Desa Pagedangan No. 7 Tahun 2013 Tentang Pembentukkan Badan Usaha Milik Desa Mandiri

MUKADIMAH

Bahwa berdasarkan pertimbangan untuk meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan, perlu didirikan Badan Usaha Milik Desa yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa.

Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUMDes, didirikan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 dan Peraturan

Desa Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Pagedangan Mandiri Karena itu, BUMDes adalah usaha desa yang dibentuk/didirikan oleh Pemerintah Desa yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat.

Adapun usaha desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi desa seperti, usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil pertanian, serta industri dan kerajinan rakyat.

ANGGARAN DASAR

BAB I

NAMA, BENTUK, WAKTU DAN KEDUDUKAN

Pasal 1

Nama Lembaga

Lembaga ini bernama Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri yang selanjutnya disebutBUMDes Pagedangan Mandiri

Pasal 2

Bentuk Lembaga

BUMDes Pagedangan Mandiri merupakan usaha desa yang berupa Badan Usaha Milik Desa dengan perhatian khusus untuk meningkatkan kemampuan keuangan pemerintahan desa dan pendapatan masyarakat.

Pasal 3

Jangka Waktu BUMDes Pagedangan Mandiri dibentuk pada tanggal 17 Desember 2013 dan didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan.

Pasal 4

Kedudukan dan Wilayah Kerja

(1) BUMDes Pagedangan Mandiri berkedudukan di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang Provinsi Banten; (2) BUMDes Pagedangan berwilayah kerja mencakup Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang Provinsi Banten.

BAB II

AZAS, VISI, MISI, MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 5

Azas

BUMDes berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945

Pasal 6

Visi dan Misi

(1) Visi BUMDes Pagedangan Mandiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Pagedangan (2) Misi BUMDes Pagedangan adalah untuk memudahkan perputaran barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, memberantas paktekijon dan rentenir dan memudahkan masyarakat Desa Pagedangan Dalammendapatkan modal usaha dalam skala kecil dan berimbang sesuai dengan keberadaan modal yang dikelolaBUMDes.

Pasal 7

Maksud dan Tujuan

(1) Maksud pendirian BUMDes Pagedangan Mandiri adalah untuk menjadi penyedia wahana bagi masyarakat berupa pelayanan ekonomi guna meningkatkan kuwalitas ekonomi masyarakat. (2) Tujuan pendirian BUMDes Pagedangan Mandiri adalah meningkatkan kemampuan keuanganpemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat melaiui berbagai kegiatan usaha ekonomi masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa dengan wahana badan usaha milik desa.

BAB III

JENISUSAHA,PERMODALANDANKEPENGURUSAN

Pasal 8

Jenis Usaha dan Permodalan

(1) jenis-jenis usaha BUMDes Pagedangan Mandiri meliputi: a. jasa, antara lain berupajasa keuangan mikro, jasa transportasi, jasa komunikasi, jasa konstruksi, dan jasa energi; b. penyaluran sembilan bahan pokok, antara lain berupa beras, gula, garam,minyak goreng, kacang kedelai, dan bahan pangan lain yang dikelola melaluiwarung desa atau lumbung desa; c. Pengelolaan Sampah Terpadu; d. Pengelolaan Pasar Desa; e. industri kecil dan rumah tangga, antara lain berupamakanan minumankerajinan rakyat, bahan bakar alternatif, dan bahan bangunan.

(2) Modal BUMDes berasaldari: a. pemerintah desa; b. tabungan masyarakat; c. bantuan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten; d. pinjaman; dan/atau e. kerja sama usaha dengan pihak lain.

Pasal 9

Kepengurusan

Organisasi pengelola BUMDes PagedanganMandiri palingsedikiterdiriatas:

(1) Komisaris; dan (2) Direksi a. komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dijabatoleh Kepala Desa. b. Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb, terdiri atas direktur dan kepala unit usaha

BAB IV

PERATURAN PERALIHAN

Pasal 10

Peraturan Peralihan

Segala sesuatu yang tidak atau belum cukup diatur didalam Anggaran Dasar ini,atau di dalam Anggaran Rumah Tangga, nantinya diputuskan melalui rembug desa/musyawarah desa.

BAB V

PENUTUP

Pasal 11

Penutup

Anggaran Dasar ini mulai berlaku pada tanggalditetapkan.

Ditetapkan di : Pagedangan

Pada tanggal : 17 Desember 2013

KEPALA DESA PAGEDANGAN,

H. AHMAD ANWAR, S.Ag

ANGGARAN RUMAH TANGGA

BAB I

Hak dan Kewajiban Pengurus

Pasal 1

(1) Komisaris mempunyai tugas melakukan pengawasan danmemberikan nasehat kepada pelaksana operasional atau direksi dalammenjalankan kegiatan pengelolaan usaha desa (2) Komisaris dalam melaksanakan tugas sebagaiman dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional atau direksi mengenai pengelolaan usaha desa.

Pasal 2

Pelaksana operasional atau direksi bertanggung jawab kepada pemerintahandesa atas pengelolaan usaha desa dan mewakiliBUMDes di dalam dan di luar pengadilan.

BAB II

Masa Bakti Kepengurusan

Pasal 3

(1) Masa bakti komisaris selama masih menjabat Kepala Desa. (2) Masa bakti direksi selama 5 (lima) tahun.

BAB III

Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Pengurus

Pasal 4

Pelaksana operasiona! atau direksi diangkat dan diberhentikan oleh komisaris berdasarkan persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam musyawarah desa/rembug desa.

BAB IV

Penetapan Operasional Jenis Usaha

Pasal 5

(1) Usaha jasa, antara lain: a. iasa keuangan mikro; b. jasa transportasi; c. jasa komunikasi; d. jasa konstruksi; dan e. jasa energy (2) Usaha penyaluran sembilan bahan pokok antara lain: a. beras; b. gula; c. garam; d. minyak goreng; e. kacang kedelai; dan f. bahan pangan lainnya yang dikelola melalui warung desa atau lumbung desa

(3) Usaha perdagangan antara lain: a. sentra kuliner; b. buah-buahan; dan c. sayuran.

(4) Usaha industri kecil dan rumah tangga antara lain: a. makanan; b. minuman, c. kerajinan rakyat; d. bahan bakar alternatif; dan e. bahan bangunan.

(5) Pengelolaan Sampah Terpadu

(6) Pengelolaan Pasar Desa

BAB V

Sumber Permodalan

Pasal 6

Modal BUMDes berasal dari:

a. Pemerintah desa b. Tabungan masyarakat c. Bantuan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintahkabupaten/kota; d. Pinjaman; dan/atau e. Kerja sama usaha dengan pihak lain

Pasal 7

(1) Modal BUMDes yang berasal dari pemerintah desa sebagaimana dimaksud dalampasal 6 huruf a, merupakan kekayaan desa yang dipisahkan; (2) Modal Bumdes yang berasal dari tabungan masyarakat sebagaimana dimaksud pasal 6 huruf b merupakan simpanan masyarakat; (3) Modal Bumdes yang berasal dari Pemerintah pemerintah, pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten sebagaimana dimaksud Pasal 6 huruf c dapat berupa dana tugas pembantuan ; (4) Modal BUMDes yang berasal dari pinjaman sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf d, dari pinjaman lembaga keuangan atau pemerintahdaerah; (5) Modal BUMDes yang berasal dari kerjasama usaha dengan pihaklain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, dapat diperoleh dari pihak swasta dan/atau masyarakat.

Pasal 8

Modal BUMDes selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dapat berasal daridana bergulir program pemerintah dan pemerintah daerah yang diserahkankepada desa dan/atau masyarakat melalui pemerintah desa.

BAB VI

Bagi Hasil dan Rugi

Pasal 9

Bagihasil usaha desa yang dikelola BUMDes dilakukan berdasarkan keuntungan bersih usaha.

BAB VII

Keriasama

Pasal 10

(1) BUMDes dapat melakukan kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih dan dengan Pihak ketiga; (2) Kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dapat ditakukan dalam satu kecamatan atau antarkecamatan dalam satu kabupaten/kota; (3) Kerjasama antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan masing-masing pemerintahandesa.

Pasal 11

(1) Kerjasama usaha desa dibuat dalam naskah perjanjian keriasama; (2) Naskah perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)paling sedikit memuat: a. subyek kerjasama; b. obyek keriasama; c. jangka waktu; d. hak dan kewajiban; e. pendanaan f. keadaan memaksa; g. penyelesaian permasalahan; dan h. pengalihan.

Pasal 12

(1) Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa ataulebih dalam satu kecamatan, disampaikan kepada camat paling lambat 14(empat belas) hari sejak ditandatangani; (2) Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa atau lebih antar kecamatan, disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani.

BAB VIII

Laporan Pertanggungjawaban

Pasal 13

(1) Direksi melaporkanpertanggungjawaban pelaksanaan BUMDes kepada Kepala Desa. (2) Kepala Desa melaporkan pertanggungjawaban BUMDes kepadaBPD dalam forum musyawarah desa.

BAB IX

Pengawasan

Pasal 14

(1) BPD dan/atau pengawas internal yang dibentuk melalui musyawarahdesa melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes. (2) Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes.

BAB X

Ketentuan Penutup

Pasal 15

Anggaran Rumah Tangga inimulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Pagedangan

Pada tanggal :

KEPALA DESA PAGEDANGAN,

H. AHMAD ANWAR, S.Ag

ANGGARAN DASAR

DAN

ANGGARAN RUMAH TANGGA

BADAN USAHA MILIK DESA ( BUMDes ) PAGEDANGAN MANDIRI DESA PAGEDANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KECAMATAN PAGEDANGAN DESA PAGEDANGAN

CATATAN LAPANGAN

NO TANGGAL WAKTU TEMPAT HASIL INFORMAN 13 November Kantor Desa 1 14.14 Wawancara Staff Desa Pagedangan 2015 Pagedangan 19 November Direktur Utama BUMDes 2 14.50 Hotel Le Dian Wawancara 2015 Pagedangan  Peraturan Bupati No. 85 Tahun 2014  Peraturan Desa No. 7 Tahun 2013  Anggaran Dasar dan Rumah Tangga 7 Januari Kantor Desa Kepala Urusan Perencanaan 3 14.40 BUMDes 2016 Pagedangan Desa Pagedangan  SK BPD  Keputusan Kades No. 40 Tahun 2013  Wawancara 7 Januari Kediaman Bu Hj. 4 15.20 Wawancara Ka Unit Simpan Pinjam 2016 Kultsum Pengawas BUMDes 7 Januari Kediaman Pak H. Pagedangan dan 5 16.15 Wawancara 2016 Munawar Penanggung jawab program TPST 13 Februari Grand Serpong Pengamat Nasional 6 17.15 Wawancara 2016 Hotel BUMDes Bagian Hukum Kasubag Dokumentasi  Peraturan Daerah Kabupaten 29 Februari Sekretariat Daerah Hukum Bagian Hukum 7 08.40 Tangerang 2016 Kabupaten Sekretariat Daerah Tangerang  Wawancara Kabupaten Tangerang Kepala Bidang 8 2 Maret 2016 10.40 Ged. Bupati  Wawancara Pemberdayaan Masyarakat BPPMPD Kab. Tangerang 10 Maret Kantor Desa  Data Masyarakat Miskin 9 10.10 Sekretaris Desa Pagedangan 2016 Pagedangan  Wawancara 10 Maret Kediaman Bu  Data KSM Simpan Pinjam Staff BKM Desa 10 11.49 2016 Romdiati  Wawancara Pagedangan Direktur sekaligus 18 Maret Warung Soto  Wawancara 11 13.49 Penanggungjawab Sentra 2016 Betawi Hj. Omay  PPT Konsep sentra kuliner kuliner 18 Maret Warung Soto 12 15.56  Wawancara Pedagang 2016 Betawi Hj. Omay 23 Maret Warung Soto 13 15.57  Wawancara LSM Desa Pagedangan 2016 Betawi Hj. Omay 23 Maret Masyarakat (Ibu Rumah 14 14.16 Cicayur  Wawancara 2016 Tangga) 23 Maret Masyarakat (Ibu Rumah 15 14.55 BPA  Wawancara 2016 Tangga) 23 Maret Masyarakat (Ibu Rumah 16 14.55 BPA  Wawancara 2016 Tangga) Kantor Bidang Staff Bidang Pemberdayaan 30 Maret Pemberdayaan  Data Desa di Kabupaten Tangerang 17 11.43 Masyarakat BPMPPD Kab. 2016 Masyarakat  Profil BPMPPD Tangerang BPMPPD

KEGIATAN SIMPAN PINJAM

Kegiatan saat pencairan dana simpan pinjam

TPST

Tempat kegaitan pengelolaan sampah

SENTRA KULINER

Muka Sentra Kuliner (atas kiri), kios yang disewakan (kanan atas), saung yang disewakan (samping) DOKUMENTASI :

Wawancara dengan Bu Hj. Kultsum (Ka Unit Simpan Pinjam) dan Pak H. Munawar (Ka Unit TPST)

Wawancara dengan Pak H. Anwar Ardadili (Direktur Utama BUMDes)

Wawancara dengan Pak Assudin (Staff Desa)

Kiri

Wawancara dengan Pak M. Yusuf (Sekretaris Desa)

Kanan

Kana

Wawancara dengan Bu Hj. Romdiati (Staff BKM)

Kiri

Wawancara dengan Pak Syahrizal (Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat BPMPPD)

Kana

Wawancara dengan Pak H. Dadi

(Ka Unit Sentra Kuliner)

Kiri

Wawancara dengan Bagian Hukum Sekretariat Kabupaten Tangerang

Wawancara dengan Bu Hj. Omay (Pedagang)

kiri

Wawancara dengan Bu Suinah (Masyarakat)

Atas

Wawancara dengan Bu Farida (Masyarakat)

Kiri

Wawancara dengan Ibu Eka (Masyarakat)

Atas

Wawancara dengan LSM Pagedangan (Civil Socity)

PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KECAMATAN PAGEDANGAN KEPALA DESA PAGEDANGAN

KEPUTUSAN KEPALA DESA PAGEDANGAN NOMOR 141.2/Kep.40 –Ds.Pgd/2013

TENTANG

PENETAPAN SUSUNAN PENGURUS DAN STRUKTUR ORGANISASI BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI DESA PAGEDANGAN MASA BAKTI TAHUN 2013 - 2018

KEPALA DESA PAGEDANGAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan asli desa, maka perlu dibentuk Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan; b. bahwa untuk melaksanakan operasional kegiatan sehari- hari Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan, perlu ditetapkan Susunan Pengurus Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dengan Keputusan Kepala Desa ; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Kepala Desa tentang Penetapan Susunan Pengurus dan Struktur Organisasi Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan Masa Bakti Tahun 2013 – 2018 ; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010); 2 . Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587) ; 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa ; 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 316) ; 7. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Desa;

MEMUTUSKAN : Menetapkan : KESATU : Menetapkan Pengurus Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan Masa Bakti Tahun 2013 - 2018 dengan susunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini. KEDUA : Tugas Pengurus Badan Usaha Milik Desa Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang dilaksanakan oleh Pelaksana Operasional adalah : 1. Memimpin dan mengendalikan semua kegiatan Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri; 2. Merencanakan dan menyusun program kerja Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri 5 (lima) Tahunan dan 1 (satu) tahunan ; 3. Membina Pegawai ; 4. Mengurus dan mengelola kekayaan Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri; 5. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan ; 6. Melaksanakan kegiatan teknis Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri; 7. Mewakili Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri di dalam maupun di luar Pengadilan ; 8. Menyampaikan laporan berkala mengenai seluruh kegiatan termasuk Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi. KETIGA : Pengurus Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan diberikan hak sebagai berikut : 1. Mendapatkan penghasilan berupa gaji tetap setiap bulan ; dan 2. Dapat diberikan tambahan penghasilan sesuai kemampuan keuangan Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri. KEEMPAT : Semua biaya yang timbul sebagai akibat ditetapkannya Keputusan ini dibebankan pada sisa hasil usaha Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Pagedangan. KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Pagedangan pada tanggal 23 Desember 2013

KEPALA DESA PAGEDANGAN,

AHMAD ANWAR

LAMPIRAN I KEPUTUSAN KEPALA DESA PAGEDANGAN Nomor : 141.2/Kep.40– Ds.Pgd/2013 Tanggal : 23 Desember 2013

SUSUNAN PENGURUS BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI DESA PAGEDANGAN KECAMATAN PAGEDANGAN MASA BAKTI TAHUN 2013 - 2018

Komisaris : KEPALA DESA PAGEDANGAN

Badan Pengawas : Ketua : NARHAWI, SPd.I Anggota : H. MUNAWAR, S.Pd Anggota : Drs. DIDIK INDARTO AHMAD, S.Pd.I

Pelaksana Operasional : Direktur : H. ANWAR ARDADILI, S.Pd Sekretaris : NURFALAH Bendahara : ROMDIATI Ka. Unit Usaha Simpan Pinjam : Hj. KULSUM Ka. Unit Usaha Sentra Kuliner : ISHAK Ka. Unit Usaha Pasar Desa : H. ABDUL MUHIT Ka. Unit Usaha TPST : SOLEH SARDAI

KEPALA DESA PAGEDANGAN,

AHMAD ANWAR

LAMPIRAN II KEPUTUSAN KEPALA DESA PAGEDANGAN Nomor : 141.2/Kep.40– Ds.Pgd/2013 Tanggal : 23 Desember 2013

STRUKTUR ORGANISASI PENGURUS BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI DESA PAGEDANGAN KECAMATAN PAGEDANGAN MASA BAKTI TAHUN 2013 - 2018

KOMISARIS KEPALA DESA PAGEDANGAN

BADAN PENGAWAS NARHAWI, S.Pd.I H. MUNAWAR, S.Pd Drs. DIDIK INDARTO AHMAD, S.Pd.I

DIREKTUR

H. ANWAR ARDADILI, S.Pd

BENDAHARA SEKRETARIS ROMDIATI NURFALAH

KA UNIT SIMPAN PINJAM, KA UNIT SENTRA KULINER KA UNIT PASAR DESA KA UNIT TPST Hj. KULSUM ISHAK H. ABDUL MUHIT SOLEH SARDAI

KEPALA DESA PAGEDANGAN,

AHMAD ANWAR

KEPUTUSAN KEPALA DESA PAGEDANGAN

NOMOR 141.2/Kep.40-Ds.Pgd/2013

TENTANG

PENETAPAN SUSUNAN PENGURUS DAN STRUKTUR ORGANISASI BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI DESA PAGEDANGAN MASA BAKTI 2013-2018

PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KECAMATAN PAGEDANGAN DESA PAGEDANGAN 2013

KATEGORISASI DATA

No Kategori Rincian Isi Kategori 1. Awal mula Kebijakan a. Awal Kebijakan Program BUMDes Program BUMDes b. Awal Kebijakan Program BUMDes di Kabupaten Tangerang menurut Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat BPMPPD Kabupaten Tangerang c. Awal Kebijakan Program BUMDes di Kabupaten Tangerang menurut Sekretaris Desa Pagedangan d. Awal Kebijakan Program BUMDes di Kabupaten Tangerang menurut Direktur BUMDes Desa Pagedangan e. Awal Kebijakan Program BUMDes di Kabupaten Tangerang menurut LPM Civil Socity Desa Pagedangan 2. Tujuan Kebijakan Program a. Tujuan Kebijakan Program BUMDes menurut BUMDes Kepala Pemberdayaan masyarakat BPMPPD Kabupaten Tangerang b. Tujuan Kebijakan Program BUMDes menurut Direktur BUMDes Pagedangan c. Tujuan Kebijakan Program BUMDes menurut LPM Desa Pagedangan d. Tujuan Kebijakan Program BUMDes menurut Kepala Bidang Sosial Kemasyarakatan BAPPEDA 3. Sistem atau mekanisme a. Pembentukkan BUMDes Menurut Kepala Bidang Pembentukkan BUMDes Pemberdayaan Masyarakat BPMPPD Kabupaten Tangerang b. Pembentukkan BUMDes Menurut Direktur Umum BUMDes c. Pembentukkan BUMDes Menurut Sekretaris Desa Pagedangan 6. Ukuran keberhasilan a. Komitmen semua lapisan pelaksana pemerintahan desa b. Penguatan kelembagaan dan fasilitas pelaksanaan BUMDes c. Komitmen pemimpin daerah, mobilisasi sumber daya, dan dukungan implementor d. Sistem pembangunan ke arah pelaksanaan BUMDes 7. Kondisi sumber daya a. Kekurangan relawan manusia b. Perlu pembelajaran dan pelatihan mengenai IT 8. Kondisi sumber daya a. Anggaran berasal dari dana bantuan finansial b. Terbatasnya anggaran untuk peningkatan fasilitas dan modal 9. Kondisi sumber daya waktu a. Kebijakan Program BUMDes sifatnya berkelanjutan b. Tidak ada target waktu c. Target waktu hanya ada dalam penjabaran program/kegiatan 10. Hambatan umum dalam a. Kurangnya Sumberdaya Manusia implementasi Kebijakan b. Kurangnya dana modal dan peningkatan fasilitas Program BUMDes c. Kurangnya sosialisasi kepada desa-desa d. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat desa e. Pihak dunia usaha dan pengembang belum membantu sepenuhnya 11. Agen pelaksana kebijakan a. Seluruh instansi Lembaga desa Pagedangan yang dilibatkan b. Bidang Pemberdayaan Masyarakat BPMPPD Kabupaten Tangerang 12. Penguatan kelembagaan a. Dibentuknya Peraturan-Peraturan Daerah yang berorientasi terhadap pelaksanaan BUMDes b. Dibentuknya Pelaksana Operasional Desa dan dikuatkan dengan Perdes dan SK Kepala Desa 13. Sikap pelaksana dalam a. Program simpan pinjam berjalan dengan baik dan pelaksanaan program mengalami peningkatan setiap tahunnya BUMDes b. Menjalankan unit usaha TPST dengan mengangkut sampah miniman seminggu sekali dari tempat pembuangan sampah sementara c. Menjalankan unit usaha sentra kuliner namun mengalami kemunduran

14. Respon atau tanggapan dari a. Dilakukan sosialisasi melalui APDESI agen pelaksana b. Dibuatnya program pelatihan BUMDes untuk segelintir desa c. Belum dilakukan sosialisasi menyeluruh 15. Koordinasi BPMPPD a. Koordinasi dilakukan saat dibutuhkan dengan desa b. Tidak ada jadwal khusus untuk dilakukan rapat koordinasi 16. Koordinasi antar lembaga a. Koordinasi dilakukan berdasarkan kebutuhan desa b. Korrdinasi dilakukan tanpa batas ruang dan waktu

17. Kondisi ekonomi lingkungan a. Tingkat pendidikan masyarakat relatif kurang baik b. Berubahnya pola hidup masyarakat c. Banyak tergusurnya lahan pertanian masyarakat sehingga beralih profesi d. Banyaknya masyarakat desa pagedangan yang muai merintis usaha kecil 18. Kondisi sosial lingkungan a. Gaya hidup perkotaan mulai mempengaruhi sosial masyarakat Desa Pagedangan b. Menurunnya tingkat kemiskinan c. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap kebijakan Program BUMDes 19. Dukungan elit politik a. Dukungan dalam hal bantuan dana b. Dukungan elit politik dalam pengajuan desa terbaik ketingkat nasional 20. Dukungan para partisipan a. Dukungan lembaga desa ikut membantu kebijakan (stakeholder dan melaksanakan program BUMDes masyarakat) b. Dukungan pihak usaha dalam berkontribasi dalam prpgram BUMDes c. Pembangunan salah satu ZoSS berasal dari pihak dunia usaha d. Belum ada bantuan signifikan dari para pengembang e. Bekerjasama dengan pihak pengembang dari segi perekrutan karyawan 21. Opini publik a. Kurangnya sosialisasi b. Masyarakat dan tokoh masyarakat mendukung jalannya BUMDes c. Harus menggali CSR pengusaha dan pengembang d. Harus melakukan kerjasama dengan pengembang dalam menjalankan suatu program

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PAGEDANGAN KECAMATAN PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG

KEPUTUSAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PAGEDANGAN NOMOR 148.2.1/Kep. –BPD/Pgd/2013

TENTANG

PERSETUJUAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DESA TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI DESA PAGEDANGAN

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PAGEDANGAN,

Menimbang : a. bahwa setelah kami mengadakan rapat anggota BPD bersama Pemerintah Desa dengan agenda pembahasan Rancangan Peraturan Desa tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan, dengan hasil menyetujui Rancangan Peraturan Desa dimaksud ; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Keputusan Badan Permusyawaratan Desa tentang Persetujuan Atas Rancangan Peraturan Desa tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010); 2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ; 3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ; 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) ; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4587) ; 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 316) ; 7. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Desa;

MEMUTUSKAN : Menetapkan : KESATU Menyetujui Rancangan Peraturan Desa tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa.

KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Pagedangan pada tanggal

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PAGEDANGAN

KETUA,

N A R H A W I PEDOMAN WAWANCARA

Judul Penelitian : Implementasi Program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang

PENELITIAN SKRIPSI judul diatas menggunakan pendekatan kualitatif yang mengacu pada konsep milik Van Horn dan Van Metter, konsep ini mengemukakan beberapa variabel yang mempengaruhi kinerja dalam implementasi kebijakan publik (dalam Agustino, 2008:142), yaitu meliputi (1) ukuran dan tujuan kebijakan, (2) sumberdaya, (3) karakteristik agen pelaksana, (4) sikap atau kecenderungan, (5) komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, serta (6) lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.

Tabel Pedoman Wawancara

Dimensi Kisi-kisi Pertanyaan Informan Ukuran dan a) Awal mula Kebijakan 1. Sekretaris Desa Pagedangan Tujuan Program BUMDes 2. Staff Desa Pagedangan Kebijakan b) Kejelasan ukuran dan tujuan 3. Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kebijakan Program Kabupaten Tangerang BUMDes 4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan c) Langkah-langkah 5. BKM Desa Pagedangan pelaksanaan Program 6. Tokoh Pemerhati BUMDes BUMDes 7. LSM d) Ukuran keberhasilan Kebijakan Program BUMDes di Kota Tangerang Selatan Sumberdaya a) Kondisi Sumber Daya 1. Sekretaris Desa Pagedangan Manusia implementor 2. Staff Desa Pagedangan Kebijakan Program 3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat BUMDes Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang b) Kondisi sumber daya 4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan finansial dalam 5. Bendahara BUMDes Desa Pagedangan mengimplementasikan 6. BKM Desa Pagedangan Kebijakan Program 7. Kepala Unit Program Simpan Pinjam BUMDes 8. Kepala Unit Program Sentra Kuliner c) Kondisi sumber daya waktu 9. Kepala Unit Program TPST dalam 10. Kepala Unit Pasar Desa mengimplementasikan Kebijakan Program BUMDes Karakteristik a) Organisasi formal dan 1. Sekretaris Desa Pagedangan Agen informal yang menjadi agen 2. Staff Desa Pagedangan Pelaksana pelaksana Kebijakan 3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Program BUMDes. Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang b) Hambatan umum dalam 4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan implementasi Kebijakan 5. BKM Desa Pagedangan Program BUMDes 6. Kepala Unit Program Simpan Pinjam c) Kesuaian luas cakupan 7. Kepala Unit Program Sentra Kuliner implementasi Kebijakan 8. Kepala Unit Program TPST Program BUMDes dengan 9. Kepala Unit Pasar Desa besarnya agen pelaksana 10. Tokoh Pemerhati BUMDes yang dilibatkan. 11. LSM 12. Investor 13. Masyarakat

Sikap atau a) Bentuk penguatan 1. Sekretaris Desa Pagedangan Kecenderunga kelembagaan dalam 2. Staff Desa Pagedangan n implementasi Kebijakan 3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Program BUMDes Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang b) Sikap pelaksana dalam 4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan melaksanakan program- 5. BKM Desa Pagedangan program BUMDes 6. Kepala Unit Program Simpan Pinjam c) Respon agen pelaksana 7. Kepala Unit Program Sentra Kuliner terhadap Kebijakan Program 8. Kepala Unit Program TPST BUMDes yang akan 9. Kepala Unit Pasar Desa mempengaruhi kemauannya 10. Tokoh Pemerhati BUMDes untuk melaksanakan 11. LSM kebijakan 12. Investor 13. Masyarakat

Komunikasi a) Komunikasi antar organisasi 1. Sekretaris Desa Pagedangan Antar yang terlibat dalam 2. Staff Desa Pagedangan Organisasi dan implementasi Kebijakan 3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Aktivitas Program BUMDes Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang Pelaksana b) Koordinasi antarorganisasi 4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan yang terlibat dalam 5. BKM Desa Pagedangan implementasi Kebijakan 6. Kepala Unit Program Simpan Pinjam Program BUMDes 7. Kepala Unit Program Sentra Kuliner 8. Kepala Unit Program TPST 9. Kepala Unit Pasar Desa 10. Tokoh Pemerhati BUMDes 11. LSM 12. Investor

Lingkungan a) Kondisi ekonomi lingkungan 1. Sekretaris Desa Pagedangan Ekonomi, dalam implementasi 2. Staff Desa Pagedangan Sosial, dan Kebijakan Program 3. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Politik BUMDes Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang b) Kondisi sosial lingkungan 4. Direktur Utama BUMDes Desa Pagedangan dalam implementasi 5. Bendahara BUMDes Desa Pagedangan Kebijakan Program 6. BKM Desa Pagedangan BUMDes 7. Kepala Unit Program Simpan Pinjam c) Dukungan kelompok- 8. Kepala Unit Program Sentra Kuliner kelompok kepentingan dan 9. Kepala Unit Program TPST elite politik dalam 10. Kepala Unit Pasar Desa implementasi Kebijakan 11. Tokoh Pemerhati BUMDes Program BUMDes 12. LSM d) Dukungan para partisipan 13. Investor Kebijakan Program 14. Masyarakat BUMDes (stakeholder ), yakni menolak atau mendukung e) Sifat opini publik yang ada di lingkungan implementasi Kebijakan Program BUMDes

Pertanyaan Umum untuk Informan Kategori Pelaksana Operasional (BUMDes): 1. Bagaimana latar belakang didirikannya BUMDes? Kapan berdirinya? 2. Apa tujuan Program BUMDes dibuat di Desa Pagedangan? 3. Bagaimana tanggapan Anda terhadap didirikannya Program BUMDes tersebut? 4. Bagaimana respon masyarakat terhadap pendirian BUMDes di Desa Pagedangan ini? 5. Apa yang menjadi nilai tambah sehingga Desa Pagedangan meraih penghargaan sebagai Desa Terbaik di Provinsi Banten? 6. Bagaimana sistem atau mekanisme perlombaan desa menjadi desa terbaik? 7. Secara umum, masalah BUMDes apa yang menjadi prioritas di Desa Pagedangan? 8. Apakah ada Perda dan/atau kebijakan lainnya tentang BUMDes di Desa Pagedangan? 9. Setelah ada Peraturan Bupati No. 85 Tahun 2014, apakah ada rencana untuk mengganti Peraturan Desa? 10. Bagaimana kondisi Sumber Daya Manusia yang melaksanakan Program BUMDes di Desa Pagedangan? Dan bagaimana pemahaman mereka terhadap teknologi? 11. Terkait sumber daya waktu, kapan target Program BUMDes bisa membantu seluruh masyarakat desa? 12. Faktor sumber daya apa yang berpotensi di Desa Pagedangan? 13. Terkait sumberdaya finansial, berapa anggaran untuk pelaksanaan Program BUMDes? 14. Mata pencaharian apakah yang mayoritas masyarakat desa pagedangan kerjakan sehari-hari? 15. Apa hambatan atau kendala dalam implementasi Program BUMDes? 16. Apakah agen pelaksana atau implementor dari Program BUMDes Desa Pagedangan ini sudah sesuai dengan luas cakupan kebijakannya di Desa Pagedangan? 17. Bagaimana hubungan koordinasi antar Kelompok Kerja (Pokja) dalam implementasi Program BUMDes? 18. Bagaimana kondisi masyarakat sebelum adanya program BUMDes? Dan bagaimana kondisi setelah diadakannya BUMDes? Apakah kemiskinan menurun? 19. Berapa persen (%) masyarakat Desa Pagedangan yang mampu diberdayakan oleh BUMDes di Desa Pagedangan? 20. Bagaimana dukungan kelompok dunia usaha terkait kebijakan Program BUMDes? 21. Bagaimana dukungan kelompok-kelompok elite politik dalam implementasi Kebijakan BUMDes?

Pertanyaan Umum untuk Informan Kategori Instansi (Pemerintah):

1. Sejak kapan Program BUMDes ini berjalan di Desa di seluruh Kabupaten Tangerang? 2. Apa tujuan Program BUMDes dibuat? 3. Bagaimana tanggapan Anda terhadap Program BUMDes tersebut? 4. Apa yang menjadi nilai tambah sehingga Desa Pagedangan meraih penghargaan sebagai Desa Terbaik di Provinsi Banten? 5. Bagaimana sistem atau mekanisme perlombaan desa menjadi desa terbaik? 6. Secara umum, masalah BUMDes apa yang menjadi prioritas di Kabupaten Tangerang khususnya di Desa Pagedangan? 7. Apakah ada Perda dan/atau kebijakan lainnya tentang BUMDes? 8. Bagaimana kondisi Sumber Daya Manusia dari SKPD yang melaksanakan Program BUMDes di Kabupaten Tangerang? 9. Terkait sumber daya waktu, kapan target Program BUMDes bisa diimplementasikan di seluruh Desa? 10. Terkait sumberdaya finansial, berapa anggaran untuk pelaksanaan Program BUMDes? 11. Apa hambatan atau kendala dalam implementasi Program BUMDes? 12. Apakah agen pelaksana atau implementor dari Program BUMDes Desa Pagedangan ini sudah sesuai dengan luas cakupan kebijakannya di Desa Pagedangan? 13. Apa saja program atau kegiatan dari dinas atau instansi Anda dalam mendukung implementasi Program BUMDes? 14. Bagaimana upaya dinas atau instansi Anda dalam mensosialisasikan program BUMDes di tingkat desa? 15. Bagaimana hubungan koordinasi antar Kelompok Kerja (Pokja) dalam implementasi Program BUMDes? 16. Bagaimana dukungan kelompok dunia usaha terkait kebijakan Program BUMDes di Kabupaten Tangerang? 17. Bagaimana dukungan kelompok-kelompok elite politik dalam implementasi Program BUMDes di Kabupaten Tangerang?

Pertanyaan Umum untuk Informan Kategori Stakeholder: 1. Apakah Program BUMDes telah berjalan di Kabupaten Tangerang? Sejak kapan? 2. Apa tujuan Kebijakan Program BUMDes? 3. Bagaimana tanggapan Anda terhadap kebijakan tersebut? 4. Apa hambatan atau kendala melaksanakan program BUMDes? 5. Bagaimana koordinasi lembaga atau organisasi Anda pelaksana kebijakan lainnya? 6. Dilihat dari dukungan Pemerintah sendiri, adakah peraturan atau kebijakan lainnya tentang Program BUMDes di Kabupaten Tangerang? 7. Bagaimana dukungan masyarakat atau opini publik tentang Program BUMDes di Kabupaten Tangerang khususnya Desa Pagedangan? 8. Bagaimana dukungan elit politik dan kelompok dunia usaha terkait Program BUMDes di Kabupaten Tangerang khususnya Desa Pagedangan?

Pertanyaan Umum untuk Informan Kategori Masyarakat: 1. Apakah Anda mengetahui Program BUMDes di Desa Pagedangan? 2. Program apa sajakah yang Anda ketahui di Program BUMDes di Desa Pagedangan? 3. Apa yang Anda rasakan setelah program BUMDes ini berdiri? 4. Apakah Anda mengikuti salah satu program BUMDes? Program apa sajakah? 5. Apakah mata pencaharian Anda sekarang? 6. Bagaimana pendapat Anda tentang Program BUMDes di Desa Pagedangan? 7. Bagaimana kondisi masyarakat di sekitar Anda dalam mendukung Program BUMDes?

INFORMAN PENELITIAN FIX

Kode No. Kategori Informan Informan Keterangan Informan Status Informan Informan I.

Instansi : Sebagai Pengawas utama M. Yusuf I1-1 Key Informan a. Sekretaris Desa Pagedangan jalannya BUMDes dan juga

implementor Sebagai pembantu dari kepala Secondary b. Staff Desa Pagedangan Assudin, S.Kom desa dalam mengawasi I1-2 Informan BUMDes

c. Kepala Bagian Hukum Sebagai pembuat kebijakan dan I1-3 Secondary Sekretariat Daerah Agus Hendrik, S.Sos produk hukum di kabupaten Informan Kabupaten Tangerang Serang d. Kepala Bidang Sebagai salah satu kelompok

Pembardayaan Masyarakat kerja (POKJA) bidang I1-4 Syahrizal Key Informan Desa BPMPPD kab. peningkatan desa yang Tangerang mensosialisasikan BUMDes

e. Direktur BUMDes Desa Sebagai Pelaksana Operasional I1-5 H. Anwar Ardadili Key Informan Pagedangan BUMDes Desa Pagedangan

f. BKM Desa Pagedangan Hj. Romdiati Sebagai lembaga pemberantas I1-6 Key Informan kemiskinan di Desa Pagedangan

g. Kepala Unit Program Sebagai pelaksana operasional I1-7 Secondary Hj. Kulstum Simpan Pinjam bidang program simpan pinjam Informan

h. Kepala Unit Program Sentra Sebagai pelaksana operasioanal I1-8 Secondary H. Anwar Ardadili Kuliner bidang program sentra kuliner Informan

Sebagai pelaksana operasioanal I1-9 Secondary i. Kepala Unit Program TPST H. Munawar bidang program TPST Informan II Stakeholder : Secondary Arifin Sebagai pemerhati BUMDes I2-1 a. Tokoh Pemerhati BUMDes Informan Nasional Sebagai pengawas dan Secondary

b. LSM Endang Rahayu, S.Fil pemerihati BUMDes Desa I2-2 Informan Pagedangan III Sebagai sektor usaha yang Masyarakat: Hj. Marlina terlibat di dalam jalannya Secondary a. Pedagang I3-1 BUMDes Desa Pagedangan Informan

Ika Nurmawati Sebagai sasaran program I3-2 Secondary Suinah BUMDes yang merasakan I3-3 b. Masyarakat Informan Farida manfaat BUMDes I3-4

PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KECAMATAN PAGEDANGAN KEPALA DESA PAGEDANGAN

PERATURAN DESA PAGEDANGAN NOMOR 7 TAHUN 2013

TENTANG

PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA PAGEDANGAN,

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan perekonomian dan pendapatan masyarakat desa yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa diperlukan suatu wadah guna mengelola perekonomian desa tersebut ;

b. bahwa dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa, Pemerintah Desa dapat mendirikan BUMDesa sesuai kebutuhan dan potensi desa ;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Desa tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa Pagedangan Mandiri;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010); 2 . Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ;

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4587) ; 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 316) ; 7. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Desa ;

Dengan Persetujuan Bersama

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PAGEDANGAN

dan

KEPALA DESA PAGEDANGAN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan : 1. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia ; 2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia ; 3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa ; 4. Kepala Desa adalah Kepala Desa Pagedangan; 5. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa ;

6. Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUMDes adalah lembaga usaha desa yang berbadan hukum yang didirikan, dikelola dan dimiliki oleh Pemerintah Desa yang mengutamakan kemanfaatan umum dan kesejahteraan masyarakat serta bersifat mencari keuntungan ; 7. Usaha Desa adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi desa antara lain usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil pertanian serta industri dan kerajinan rakyat.

BAB II MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Maksud pembentukan BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan adalah untuk mewadahi potensi usaha perekonomian masyarakat yang ada di Desa Pagedangan

Pasal 3

Tujuan pembentukan BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan adalah : a. Meningkatkan perekonomian Desa Pagedangan; b. Meningkatkan pendapatan asli Desa Pagedangan; c. Meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa Pagedangan; d. Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa Pagedangan.

BAB III NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN DAN WILAYAH USAHA

Pasal 4

(1) Pembentukan BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dilaksanakan melalui mekanisme musyawarah desa atau rembug desa; (2) Dengan nama BUMDes Pagedangan Mandiri; (3) BUMDes Pagedangan Mandiri berkedudukan di wilayah Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan; (4) Dalam hal perluasan usaha, wilayah usaha BUMDes Pagedangan Mandiri dapat berlokasi di luar Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan.

BAB IV ASAS, FUNGSI DAN JENIS USAHA

Pasal 5

BUMDes Pagedangan Mandiri dalam melaksanakan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian.

Pasal 6

Fungsi BUMDes Pagedangan Mandiri adalah :

a. Meningkatkan ekonomi masyarakat dan Desa Pagedangan; b. Membuka kesempatan berusaha bagi masyarakat Desa Pagedangan; c. Menggali potensi yang ada di wilayah Desa Pagedangan.

Pasal 7

(1) Jenis usaha BUMDes Pagedangan Mandiri adalah : a. Usaha Ekonomi Simpan Pinjam; b. Usaha Sentra Kuliuner; c. Pengelolaan Pasar Desa; dan d. Pengelolaan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu;

(2) Jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang ada di wilayah Desa Pagedangan.

Pasal 8

BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dilarang menjalankan usaha : a. Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ; b. Bertentangan dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat Desa Pagedangan; c. Merugikan kepentingan masyarakat Desa Pagedangan.

BAB V KEPEMILIKAN

Pasal 9

(1) BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan adalah milik Pemerintah Desa Pagedangan (2) Kepemilikan Pemerintah Desa atas BUMDes Pagedangan Mandiri diwakili oleh Kepala Desa.

BAB VI ORGANISASI

Bagian Kesatu Pengelola

Pasal 10

(1) Pengelola BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan ditetapkan dalam struktur organisasi kepengurusan yang terpisah dari struktur organisasi Pemerintah Desa. (2) Pengelola BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. Komisaris ; b. Badan Pengawas ; dan c. Pelaksana Operasional.

(3) Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dijabat secara ex officio oleh Kepala Desa. (4) Badan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diangkat dari tokoh masyarakat oleh Kepala Desa atas pertimbangan BPD. (5) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, diangkat oleh Kepala Desa atas persetujuan BPD. (6) Organisasi kepengurusan BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

Bagian Kedua Pelaksana Operasional

Pasal 11

(1) Pelaksana Operasional terdiri dari : a. Direksi ; b. Sekretaris ; dan c. Bendahara. (2) Dalam melaksanakan operasional BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan, pelaksana operasional dibantu oleh pegawai sesuai dengan kebutuhan BUMDesa.

Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang Paragraf 1 Direksi

Pasal 12

Direksi mempunyai tugas : a. Menyusun perencanaan, melakukan koordinasi dan pengawasan seluruh kegiatan operasional BUMDes ; b. Membina pegawai pelaksana operasional ; c. Mengurus dan mengelola kekayaan BUMDes ; d. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan BUMDes ; e. Menyusun Rencana Strategis Usaha 5 (lima) tahunan yang disahkan oleh Kepala Desa melalui usul Badan Pengawas ; f. Menyusun dan menyampaikan Rencana Usaha dan Anggaran Tahunan yang merupakan penjabaran tahunan dari Rencana Strategis Usaha kepada Kepala Desa melalui Badan Pengawas ; dan g. Menyusun dan menyampaikan laporan seluruh kegiatan BUMDes.

Pasal 13

(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf g terdiri dari Laporan Triwulan dan Laporan Tahunan. (2) Laporan Triwulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari laporan kegiatan operasional dan keuangan yang disampaikan kepada Badan Pengawas. (3) Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari laporan keuangan dan laporan manajemen yang ditandatangani bersama Direksi dan Badan Pengawas disampaikan kepada Kepala Desa.

(4) Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan paling lambat 120 (seratus dua puluh) hari setelah tahun buku BUMDes ditutup untuk disahkan oleh Kepala Desa paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah diterima.

Pasal 14

Direksi dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 mempunyai wewenang : a. Mengangkat dan memberhentikan pegawai pelaksana operasional berdasarkan AD dan ART ; b. Menetapkan susunan organisasi dan tata kerja BUMDes dengan persetujuan Badan Pengawas ; c. Mewakili BUMDes di dalam dan di luar pengadilan ; d. Menunjuk kuasa untuk melakukan perbuatan hukum mewakili BUMDes ; e. Menandatangani laporan triwulan dan laporan tahunan ; f. Menjual, menjaminkan atau melepaskan aset milik BUMDes berdasarkan persetujuan Kepala Desa dan atas pertimbangan Badan Pengawas ; dan g. Melakukan ikatan perjanjian dan kerjasama dengan pihak lain.

Paragraf 2 Sekretaris

Pasal 15

Sekretaris mempunyai tugas sebagai berikut : a. Melaksanakan kegiatan administrasi perkantoran ; b. Mengusahakan kelengkapan organisasi ; c. Memimpin dan mengarahkan tugas-tugas pegawai ; d. Menghimpun dan menyusun laporan kegiatan bersama bendahara; dan e. Menyusun rencana program kerja organisasi.

Pasal 16

Sekretaris dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 mempunyai wewenang : a. Menandatangani surat-surat ; b. Menetapkan pelaksanaan bimbingan organisasi BUMDes ; dan c. Penatausahaan perkantoran.

Paragraf 3 Bendahara

Pasal 17

Bendahara mempunyai tugas sebagai berikut : a. Melaksanakan pembukuan keuangan ; b. Menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja BUMDes ; c. Menyusun laporan keuangan ; d. Mengendalikan anggaran.

Pasal 18

Bendahara dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 mempunyai wewenang : a. Pengelolaan dan penatausahaan keuangan ; b. Bersama dengan direksi menandatangani surat yang berhubungan dengan bidang keuangan dan usaha.

BAB VII PEGAWAI

Pasal 19

(1) Untuk dapat diangkat menjadi pegawai BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan harus memenuhi persyaratan : a. Warga Negara Republik Indonesia ; b. Penduduk Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk ; c. Sekurang-kurangnya berijazah pendidikan SLTA dan diutamakan kejuruan atau Diploma III ; d. Berkelakuan baik ; e. Mempunyai pendidikan, kecakapan dan keahlian yang diperlukan ; f. Dinyatakan sehat oleh dokter negeri ; g. Usia paling rendah 23 (dua puluh tiga) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun ; dan h. Lulus seleksi. (2) Batas usia pensiun pegawai BUMDes Pagedangan Mandiri adalah 55 (lima puluh lima) tahun.

Pasal 20

Pegawai BUMDes Pagedangan Mandiri wajib : a. Memegang teguh, mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; b. Mendahukukan kepentingan BUMDes di atas kepentingan lainnya ; c. Mematuhi segala kewajiban dan larangan ; dan d. Memegang teguh rahasia BUMDes dan rahasia jabatan.

Pasal 21

Pegawai BUMDes Pagedangan Mandiri dilarang : a. Melakukan kegiatan yang merugikan BUMDes ; b. Menggunakan kedudukannya untuk memberikan keuntungan bagi diri sendiri dan/atau orang lain yang merugikan BUMDes ; dan c. Mencemarkan nama baik BUMDes.

Pasal 22

(1) Pegawai BUMDes Pagedangan Mandiri dapat dikenakan hukuman ; (2) Jenis hukuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Teguran lisan ; b. Teguran tertulis ; c. Pemberhentian sementara ; d. Pemberhentian dengan hormat ; dan e. Pemberhentian dengan tidak hormat.

(3) Pelaksanaan penjatuhan hukuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direksi.

Pasal 23

(1) Pegawai BUMDes Pagedangan Mandiri diberhentikan sementara apabila telah melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan/atau tindak pidana. (2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 6 (enam) bulan atau adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

BAB VIII TATA CARA PEMBENTUKAN KEPENGURUSAN

Pasal 24

(1) Pembentukan pengurus BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dilaksanakan melalui musyawarah yang dihadiri oleh segenap unsur pemerintah desa dan unsur dari kelembagaan kemasyarakatan di desa; (2) Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Kepala Desa untuk menyusun dan/atau memilih pengurus BUMDes secara demokratis. (3) Pengurus BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari tokoh masyarakat yang memiliki kemampuan, kemauan dan kepedulian terhadap kemajuan pembangunan desa. (4) Calon pengurus BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan harus memenuhi syarat : a. Warga Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan yang mempunyai jiwa wirausaha ; b. Bertempat tinggal dan menetap di Desa Pagedangan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun; c. Sekurang-kurangnya telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun dan setinggi- tingginya 56 (liam puluh enam) tahun ; d. Berkepribadian baik, jujur, adil, cakap, berwibawa, penuh pengabdian terhadap perekonomian desa ; e. Pendidikan sekurang-kurangnya SLTA atau sederajat ; dan f. Sehat jasmani dan rohani.

Pasal 25

Masa bakti kepengurusan Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk masa bakti berikutnya.

Pasal 26

Pengurus BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan berhenti atau diberhentikan apabila : a. Meninggal dunia ; b. Mengundurkan diri ; c. Pindah tempat tinggal di luar desa ; d. Berakhir masa baktinya ; e. Tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik ; f. Tersangkut tindak pidana.

Pasal 27

(1) Pengurus BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan berhak mendapat penghasilan yang sah sebagai penghargaan dari pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kemampuan keuangan BUMDes. (2) Pengurus BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUMDes selain penghasilan yang sah.

BAB IX PERMODALAN

Pasal 28

Modal BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan berasal dari : a. Pemerintah Desa Pagedangan ; b. Tabungan masyarakat ; c. Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten ; atau d. Pinjaman desa dan/atau penyertaan modal pihak lain atau kerjasama bagi hasil.

Pasal 29

(1) Modal BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang berasal dari Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, merupakan kekayaan desa yang dipisahkan ; (2) Modal BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang berasal dari tabungan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b, merupakan simpanan masyarakat ; (3) Modal BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang berasal dari bantuan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c, dapat berupa hibah atau bantuan sosial ; (4) Modal BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang berasal dari pinjaman desa dan/atau penyertaan modal pihak lain atau kerjasama bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d, dapat diperoleh dari lembaga keuangan, pemerintah daerah, pihak swasta dan/atau masyarakat.

Pasal 30

(1) Modal BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang berasal dari pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4), dilakukan setelah mendapat persetujuan dari BPD. (2) Persetujuan dari BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah persetujuan tertulis dari BPD setelah diadakan rapat khusus untuk itu.

Pasal 31

Modal BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dapat berasal dari dana bergulir program pemerintah, pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten yang diserahkan kepada desa dan/atau masyarakat melalui pemerintah desa.

BAB X BAGI HASIL USAHA

Pasal 32

(1) Dalam waktu 1 (satu) tahun buku operasional BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dapat dibagi hasil usaha BUMDes. (2) Pembagian hasil usaha BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan keuntungan bersih usaha. (3) Penggunaan bagi hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penambahan modal usaha, pendapatan asli desa, komisaris, badan pengawas, pelaksana operasional, pendidikan dan sosial, serta cadangan dan kegiatan lainnya. (4) Penggunaan bagi hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan dengan Peraturan Kepala Desa.

BAB XI KERJASAMA

Pasal 33

(1) BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dapat melakukan kerjasama usaha dengan 1 (satu) atau lebih BUMDes lain atau dengan pihak ketiga. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan ketentuan sebagai berikut : a. Kerjasama tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan. b. Kerjasama yang memerlukan jaminan harta benda yang dimiliki atau dikelola BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang mengakibatkan beban hutang, maka rencana kerjasama tersebut harus mendapat persetujuan Kepala Desa dan BPD. c. Kerjasama yang tidak memerlukan jaminan harta benda yang dimiliki atau dikelola BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dan tidak mengakibatkan beban hutang maka rencana kerjasama tersebut dilaporkan secara tertulis kepada Kepala Desa dan BPD. d. Kerjasama tersebut menganut prinsip kemitraan yang mengutamakan kepentingan masyarakat desa dan saling menguntungkan.

Pasal 34

Kerjasama usaha BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dibuat dalam naskah perjanjian kerjasama.

BAB XII LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN

Pasal 35

(1) Pelaksana operasional melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan kepada Kepala Desa. (2) Kepala Desa melaporkan pertanggungjawaban BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan kepada BPD dalam forum musyawarah. (3) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit memuat :

a. Laporan kinerja pelaksana operasional selama 1 (satu) tahun. b. Kinerja usaha yang menyangkut realisasi kegiatan usaha, upaya pengembangan dan indikator keberhasilan. c. Laporan keuangan termasuk rencana pembagian laba usaha. (4) Mekanisme dan tata tertib pertanggungjawaban disesuaikan dengan AD dan ART.

BAB XIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu Pembinaan

Pasal 36

Pemerintah Desa Pagedangan wajib membina terhadap perkembangan usaha BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan agar tumbuh dan berkembang menjadi Badan Usaha yang bermanfaat dalam mengangkat perekonomian masyarakat desa.

Bagian Kedua Pengawasan

Pasal 37

BPD dan/atau pengawas internal yang dibentuk melalui musyawarah desa melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes Pagedangan Mandiri.

BAB XIV PEMBUBARAN

Pasal 38

(1) BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan dapat dibubarkan karena : a. Tidak menguntungkan ; b. Ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pembubaran BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa. (3) Semua kekayaan BUMDes Pagedangan Mandiri Desa Pagedangan yang dibubarkan dibagi menurut nilai penyertaan modal dan disetor langsung ke kas desa.

BAB XV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Desa ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur kemudian oleh Kepala Desa.

Pasal 40

Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, maka segala hal yang terkait dengan seluruh aspek pelaksanaan dan optimalisasi Badan Usaha Milik Desa di wilayah Desa Pagedangan diatur melalui Peraturan Desa ini.

Pasal 41

Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang.

Ditetapkan di Pagedangan pada tanggal 17 Desember 2013

KEPALA DESA PAGEDANGAN,

AHMAD ANWAR

Diundangkan di Pagedangan pada tanggal 20 Desember 2013

SEKRETARIS DESA PAGEDANGAN,

M. YUSUF

BERITA DESA PAGEDANGAN TAHUN 2013 NOMOR 007

BERITA DESA PAGEDANGAN KECAMATAN PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG

TAHUN 2013 NOMOR 004

PERATURAN DESA PAGEDANGAN

NOMOR 7 TAHUN 2013

TENTANG

PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DESA PAGEDANGAN MANDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KECAMATAN PAGEDANGAN DESA PAGEDANGAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 85 TAHUN 2014

TENTANG

TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 209 Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 9 Tahun 2014 tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa; Mengingat : 1. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); 2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495); 5. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539); 7. Peraturan . . .

-2-

7. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 01 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Tangerang (Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang Tahun 2008 Nomor 01, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 0108); 8. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 9 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang Tahun 2014 Nomor 09, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 0914);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Tangerang. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Bupati adalah Bupati Tangerang. 4. Kecamatan adalah bagian wilayah dari Daerah kabupaten yang dipimpin oleh camat. 5. Camat adalah seorang kepala kecamatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati melalui sekretaris Daerah. 6. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 8. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 9. Kepala Desa adalah Kepala pemerintahan Desa yang memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

10. Perangkat . . .

-3-

10. Perangkat Desa adalah Pegawai Desa yang diangkat dari penduduk desa yang memenuhi persyaratan oleh Kepala Desa yang bertugas sebagai unsur pembantu Kepala Desa. 11. Badan Permusyawaratan Desa, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. 12. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD. 13. Peraturan Kepala Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan peraturan desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 14. Keputusan Kepala Desa adalah keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa maupun Peraturan Kepala Desa. 15. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. 16. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah. 17. Barang Milik Desa adalah Kekayaan milik Desa berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak. 18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD, ditetapkan dengan peraturan desa. 19. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. 20. Usaha Desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi desa seperti, usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil pertanian, serta industri dan kerajinan rakyat. 21. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. 22. Pelaksana operasional adalah organ BUM Desa yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUM Desa untuk kepentingan BUM Desa sesuai dengan maksud dan tujuan BUM Desa serta mewakili BUM Desa di dalam dan di luar pengadilan sesuai ketentuan anggaran dasar. 23. Penasihat . . .

-4-

23. Penasihat adalah organ BUM Desa yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada pelaksana operasional.

Pasal 2

Tujuan pembentukan BUM Desa adalah: a. meningkatkan pendapatan asli desa dalam rangka memperkuat kemampuan pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat; b. mengembangkan potensi perekonomian serta berupaya meningkatkan produktivitas usaha ekonomi masyarakat desa; c. mewujudkan kelembagaan perekonomian masyarakat desa yang mandiri untuk memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat; dan d. menciptakan kesempatan berusaha dan menciptakan lapangan kerja.

BAB II BADAN USAHA MILIK DESA

Bagian Kesatu Pembentukan BUM Desa

Pasal 3

(1) Desa dapat mendirikan BUM Desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan potensi desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa. (2) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa. (3) BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. (4) BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (5) BUM Desa dalam menjalankan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat membentuk unit usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua Tata Cara Pembentukan

Pasal 4

Pembentukan BUM Desa dilaksanakan sesuai kebutuhan dan potensi desa yaitu: a. adanya inisiatif pemerintah desa, BPD, Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan/atau masyarakat berdasarkan musyawarah/rembug warga; b. tersedianya . . .

-5-

b. tersedianya sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama kekayaan desa; c. adanya potensi usaha ekonomi masyarakat antara lain unit-unit usaha masyarakat yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi; d. tersedianya sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat; e. adanya lembaga-lembaga keuangan yang ada dan dimiliki desa yang dapat diserahkan kepada BUM Desa.

Pasal 5

(1) Pemerintah Desa membuat analisa kelayakan aspek ekonomi masyarakat terhadap usaha yang akan dilakukan dalam rangka penyusunan peraturan desa tentang BUM Desa. (2) Hasil analisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dalam musyawarah Desa yang diikuti oleh BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk mencapai kesepakatan. (3) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan agenda : a. membahas kebutuhan masyarakat dan potensi desa untuk menentukan unit-unit usaha; b. membahas pendirian, organisasi dan pengurus; c. menyepakati jumlah dan jenis penyertaan modal oleh desa; d. menyusun dan menyepakati anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. (4) Hasil musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai bahan penetapan bentuk usaha dan penyusunan rancangan peraturan desa tentang BUM Desa.

Pasal 6

(1) Kepala Desa mengajukan rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) untuk dilakukan pembahasan bersama dengan BPD. (2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. pembentukan, nama, dan tempat kedudukan; b. asas dan tujuan pembentukan; c. wilayah usaha; d. usaha yang dikelola; e. kepemilikan modal; f. kepengurusan; g. kewajiban . . .

-6-

g. kewajiban dan hak; h. penetapan dan pengelolaan keuntungan/laba; i. pertanggungjawaban; j. pembubaran; dan k. pembinaan dan pengawasan. (3) Kepala Desa menetapkan peraturan desa tentang Pembentukan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapatkan kesepakatan BPD.

Pasal 7

Dalam hal BUM Desa dapat berjalan dan berkembang dengan baik, BUM Desa dapat membentuk Badan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga BUM Desa

Paragraf 1 Kedudukan BUM Desa

Pasal 8

(1) BUM Desa berkedudukan di desa yang bersangkutan dan dapat mempunyai cakupan operasional pada Desa lain. (2) Dalam hal pengembangan usaha, tempat kedudukan dan wilayah usaha BUM Desa dapat membuka perwakilan di luar wilayah Desa yang bersangkutan.

Paragraf 2 Pengelola BUM Desa

Pasal 9

(1) Pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa. (2) Pengelola BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas: a. Penasihat; dan b. pelaksana operasional. (3) Kepengurusan pengelola BUM Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. (4) Masa bakti kepengurusan pengelola BUM Desa adalah 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk masa bakti berikutnya. Pasal 10 . . .

-7-

Pasal 10

(1) Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a terdiri atas 1 (satu) orang. (2) Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Kepala Desa secara ex officio. (3) Penasihat mempunyai tugas: a. memberikan nasihat kepada Pelaksana operasional dalam menjalankan pengelolaan BUM Desa; b. memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUM Desa; dan c. melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus atas kebijalan pengurusan dan pelaksanaan kegiatan usaha BUM Desa; dan d. mencari alternatif jalan keluar apabila terjadi gejala/indikasi menurunnya kinerja pelaksana operasional BUM Desa. (4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penasihat mempunyai wewenang : a. mengesahkan program kerja dan anggaran belanja; b. mengevaluasi kinerja BUM Desa; c. meminta penjelasan dari pelaksana operasional mengenai pengurusan dan pengelolaan usaha Desa; dan d. melindungi usaha desa terhadap hal-hal yang dapat merusak citra BUM Desa.

Pasal 11

(1) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b merupakan perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. (2) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang merangkap jabatan yang melaksanakan fungsi pelaksana lembaga Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan Desa. (3) Pelaksana operasional bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUM Desa untuk kepentingan dan tujuan BUM Desa serta mewakili BUM Desa baik di dalam maupun di luar pengadilan. (4) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) orang anggota Pelaksana operasional atau lebih. (5) Persyaratan menjadi anggota Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah : a. memiliki jiwa wirausaha; b. memiliki kecakapan interpersonal maupun intrapersonal (mampu dan cakap berhubungan vertikal/horizontal);

c. mempunyai . . .

-8-

c. mempunyai wawasan dan komitmen dalam mengembangkan usaha BUM Desa; d. berkepribadian baik, jujur, teliti, tekun serta penuh pengabdian kepada kemajuan perekonomian desa; e. berpendidikan paling rendah SLTA dan/atau sederajat; f. berusia paling rendah 21 (dua puluh satu) tahun dan paling tinggi 45 (empat puluh lima) tahun. g. diutamakan memiliki pengalaman kerja dalam mengelola usaha; dan h. diutamakan penduduk desa setempat; (6) Pelaksana operasional mempunyai tugas : a. melaksanakan pengelolaan BUM Desa; b. menggali dan memanfaatkan potensi agar BUM Desa dapat tumbuh dan berkembang; c. memupuk kerjasama dengan lembaga-lembaga lainnya; d. membuat rencana kerja dan rencana anggaran BUM Desa yang disetujui Penasihat; e. memberikan laporan keuangan BUM Desa kepada Penasihat; f. menyampaikan laporan seluruh kegiatan usaha BUM Desa kepada Penasihat; g. menyampaikan laporan pertanggungjawaban setiap akhir tahun termasuk rincian neraca laba rugi dan penjelasan-penjelasan lain atas dokumen tersebut; dan h. menyampaikan informasi perkembangan usaha kepada masyarakat desa melalui forum musyawarah desa paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (7) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pelaksana operasional mempunyai wewenang : a. mengangkat dan memberhentikan pegawai BUM Desa; b. meningkatkan usaha sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan; c. melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga lainnya; dan d. menggali dan memanfaatkan potensi BUM Desa untuk meningkatkan pendapatan BUM Desa. (8) Anggota Pelaksana operasional mempunyai kewajiban : a. mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa; b. membuat laporan keuangan bulanan seluruh unit usaha; c. membuat progres kegiatan dalam bulan berjalan; dan d. menyampaikan laporan seluruh kegiatan usaha kepada Penasihat setiap 3 (tiga) bulan. (9) Dalam melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya, Pelaksana operasional dapat dibantu karyawan sesuai kebutuhan. Pasal 12 . . .

-9-

Pasal 12

(1) Penasihat dan Pelaksana operasional dalam melaksanakan tugas- tugasnya berhak atas penghasilan yang sah dari biaya operasional keuangan BUM Desa sesuai kemampuan. (2) Selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaksana operasional dapat diberikan biaya operasional lain sesuai dengan kemampuan keuangan BUM Desa. (3) Besaran penghasilan Penasihat dan Pelaksana operasional serta biaya operasional bagi Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan kepala Desa.

Pasal 13

Pengurus BUM Desa dilarang menyalahgunakan wewenang dan mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUM Desa selain penghasilan yang sah.

Paragraf 3 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Pasal 14

(1) Pelaksana operasional BUM Desa wajib menyusun dan menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga setelah mendapatkan pertimbangan kepala Desa. (2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit: a. Nama dan tempat kedudukan; b. maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha; c. jangka waktu berdirinya BUM Desa; d. permodalan; e. organisasi pengelola; f. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Pelaksana Operasional dan Penasihat; g. tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan; dan/atau h. ketentuan-ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. (3) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit a. hak dan kewajiban; b. masa bakti, tata cara pengangkatan dan pemberhentian personel organisasi pengelola;

c. penetapan . . .

-10-

c. penetapan jenis usaha; dan d. sumber modal. (4) Kesepakatan penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan melalui musyawarah Desa. (5) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh kepala Desa.

BAB III MODAL DAN KEKAYAAN DESA

Pasal 15

(1) Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa. (2) Kekayaan BUM Desa merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. (3) Modal BUM Desa terdiri atas: a. penyertaan modal Desa; dan b. penyertaan modal masyarakat Desa. (4) Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berasal dari APB Desa dan sumber lainnya. (5) Penyertaan modal desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dianggarkan dalam APBDesa dan ditetapkan dalam peraturan desa tersendiri. (6) Penyertaan modal Desa yang berasal dari APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat bersumber dari: a. dana segar; b. bantuan Pemerintah; c. bantuan Pemerintah Daerah Provinsi/ Kabupaten; d. hibah; dan e. aset Desa yang diserahkan kepada APB Desa.

(7) Bantuan Pemerintah dan pemerintah daerah kepada BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c disalurkan melalui mekanisme APB Desa. (8) Modal usaha BUM Desa yang bersumber dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat berupa swadaya dan partisipasi, dan gotong royong dan/atau hasil pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam dari tabungan dalam skala lokal masyarakat Desa.

BAB IV . . .

-11-

BAB IV PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHA

Pasal 16

(1) Untuk mengembangkan kegiatan usahanya, BUM Desa dapat: a. menerima pinjaman dan/atau bantuan yang sah dari pihak lain; dan b. mendirikan unit usaha BUM Desa. (2) BUM Desa yang melakukan pinjaman harus mendapatkan persetujuan Pemerintah Desa. (3) Pendirian, pengurusan, dan pengelolaan unit usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17

(1) Pelaksana operasional dalam pengurusan dan pengelolaan usaha Desa mewakili BUM Desa di dalam dan di luar pengadilan. (2) Pelaksana operasional wajib melaporkan pertanggungjawaban pengurusan dan pengelolaan BUM Desa kepada kepala Desa secara berkala.

Pasal 18

Kerugian yang dialami oleh BUM Desa menjadi tanggung jawab pelaksana operasional BUM Desa.

Pasal 19

(1) Kepailitan BUM Desa hanya dapat diajukan oleh kepala Desa. (2) Kepailitan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V JENIS USAHA

Pasal 20

(1) Usaha BUM Desa harus memanfaatkan semaksimal mungkin potensi desa. (2) Usaha yang dapat dikembangkan oleh BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain : a. pelayanan jasa yang meliputi simpan pinjam berbentuk koperasi, perkreditan, angkutan darat dan air, pembayaran listrik desa, telepon, alat pesta, dan jasa lain yang sejenis; b. penyaluran . . .

-12-

b. penyaluran 9 (sembilan) bahan pokok masyarakat desa, gas LPG, dan bahan bakar atau sumber energi lainnya; c. perdagangan sarana dan hasil pertanian yang meliputi hasil bumi, pertanian, tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan agrobisnis; d. industri kecil dan kerajinan rakyat; e. pasar Desa; dan/atau f. kegiatan perekonomian lainnya yang dibutuhkan oleh warga masyarakat. (3) Usaha yang dikembangkan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh merugikan masyarakat.

BAB VI PENGGUNAAN LABA

Pasal 21

(1) Laba dari hasil usaha BUM Desa antara lain digunakan untuk: a. biaya operasional BUM Desa = 35 % (tiga puluh lima prosen) b. pendapatan Desa = 20 % (dua puluh prosen) c. lain-lain Anggaran : 1. Cadangan Umum = 20 % (dua puluh prosen) 2. bantuan Sosial = 5 % (lima prosen) 3. pengembangan usaha = 10 % (sepuluh prosen) 4. pembinaan dan kesejahteraan pengurus dan karyawan = 10 % (sepuluh prosen) (2) Besaran pembagian laba hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat diatur dalam keputusan Pelaksana Operasional atas dasar persetujuan Penasihat.

BAB VII PERTANGGUNGJAWABAN DAN AUDIT

Bagian Kesatu Pertanggungjawaban

Pasal 22

(4) Dalam melaksanakan pengelolaan BUM Desa, Pelaksana Operasional bertanggung jawab kepada Penasihat. (5) Bentuk pertanggungjawaban Pelaksana Operasional kepada Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menyampaikan laporan keuangan BUM Desa setiap bulan;

b. menyampaikan . . .

-13-

b. menyampaikan laporan seluruh kegiatan usaha BUM Desa setiap 3(tiga) bulan; dan c. menyampaikan laporan pertanggungjawaban setiap akhir tahun termasuk rincian neraca laba rugi dan penjelasan-penjelasan lain atas dokumen laporan pertanggungjawaban.

Bagian Kedua Audit BUM Desa

Pasal 23

(1) Audit keuangan BUM Desa dilakukan minimal 1 (satu) tahun sekali. (2) Selain audit keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan audit lainnya secara menyeluruh apabila dipandang perlu. (3) Pelaksanaan audit keuangan dilakukan oleh akuntan publik dan/atau aparat pengawasan daerah.

BAB VIII BUM DESA BERSAMA

Bagian Kesatu Pembentukan BUM Desa Bersama

Pasal 24

(1) Dua Desa atau lebih Dalam rangka kerjasama antar Desa dapat membentuk BUM Desa bersama sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan potensi desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa setempat. (2) Kerjasama antar desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam satu kecamatan atau antar kecamatan dalam satu kabupaten. (3) Pembentukan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pendirian, penggabungan, atau peleburan BUM Desa. (4) Pembentukan BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibahas dan disepakati melalui Musyawarah Desa di Desa masing- masing. (5) Hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Desa. (6) Dalam hal pendirian BUM Desa telah ditetapkan dalam Peraturan Desa, maka hasil Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dijadikan sebagai bahan perubahan atas Peraturan Desa yang telah ada.

Bagian Kedua . . .

-14-

Bagian Kedua Tata Cara Pembentukan BUM Desa Bersama

Pasal 25

(1) Masing-masing Pemerintah Desa yang akan membentuk BUM Desa bersama melalui Kerjasama antar Desa membuat analisa kelayakan aspek ekonomi masyarakat terhadap usaha yang akan dilakukan dalam rangka penyusunan peraturan desa tentang BUM Desa. (2) Hasil analisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dalam musyawarah Desa di Desa masing-masing yang diikuti oleh BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk mencapai kesepakatan. (3) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan agenda: a. membahas kebutuhan masyarakat dan potensi desa untuk menentukan unit-unit usaha; b. membahas pendirian, organisasi dan pengurus; c. menyepakati jumlah dan jenis penyertaan modal oleh desa; d. menyusun dan menyepakati anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. (4) Hasil musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai bahan penetapan bentuk usaha dan penyusunan rancangan peraturan desa tentang BUM Desa.

Pasal 26

(1) Masing-masing Kepala Desa mengajukan rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) untuk dilakukan pembahasan bersama dengan BPD. (2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. pembentukan, nama, dan tempat kedudukan; b. asas dan tujuan pembentukan; c. wilayah usaha; d. usaha yang dikelola; e. kepemilikan modal; f. kepengurusan; g. kewajiban dan hak; h. penetapan dan pengelolaan keuntungan/laba; i. pertanggungjawaban; j. pembubaran; dan k. pembinaan dan pengawasan.

(3) Muatan . . .

-15-

(3) Muatan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hal-hal yang perlu dibahas dan disepakati bersama para pihak yang melakukan Kerjasama antar Desa diatur dalam peraturan Bersama Kepala Desa tentang pelaksanaan BUM Desa Bersama. (4) Kepala Desa menetapkan peraturan desa tentang BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapatkan kesepakatan BPD.

Pasal 27

(1) Berdasarkan Peraturan desa tentang BUM Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4), Pemerintah Desa mempersiapkan Rancangan Peraturan Kepala Desa bersama sebagai Pelaksanaan Peraturan Desa tentang BUM Desa. (2) Rancangan Rancangan Peraturan Kepala Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. subyek kerjasama; b. obyek kerjasama; c. jangka waktu; d. hak dan kewajiban; e. pendanaan f. keadaan memaksa; g. penyelesaian permasalahan; dan h. pengalihan. (3) Rancangan Peraturan Kepala Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas dan disepakati bersama para pihak yang melakukan Kerjasama antar Desa dalam Musyawarah Desa bersama. (4) Musyawarah Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diikuti oleh BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa untuk mencapai kesepakatan. (5) Hasil muyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai bahan penetapan peraturan Bersama Kepala Desa tentang pelaksanaan BUM Desa Bersama.

Bagian Ketiga BUM Desa Bersama

Paragraf 1 Kedudukan BUM Desa Bersama

Pasal 28

(1) BUM Desa Bersama berkedudukan di desa yang melakukan Kerjasama antar Desa dan dapat mempunyai cakupan operasional pada Desa lain.

(2) Kedudukan . . .

-16-

(2) Kedudukan BUM Desa ditetapkan pada Desa yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan bersama. (3) Dalam hal pengembangan usaha, tempat kedudukan dan wilayah usaha BUM Desa Bersama dapat membuka perwakilan di luar wilayah Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa.

Paragraf 2 Pengelola BUM Desa Bersama

Pasal 29

(1) Pengelola BUM Desa Bersama terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa. (2) Pengelola BUM Desa Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas: a. RUPS; dan b. pelaksana operasional. (3) kepengurusan pengelola BUM Desa Bersama ditetapkan dengan Keputusan bersama Kepala Desa. (4) Masa bakti kepengurusan pengelola BUM Desa Bersama adalah 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk masa bakti berikutnya.

Pasal 30

(1) RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a adalah organ BUMDes bersama yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada pelaksana operasional dalam batas yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau anggaran dasar. (2) RUPS diselenggarakan oleh pengelola operasional yang terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya.

(3) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih. (4) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah para Kepala Desa secara ex officio. (5) RUPS mempunyai tugas: a. memberikan nasihat kepada pelaksana operasional dalam menjalankan pengelolaan BUM Desa Bersama; b. memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUM Desa Bersama; dan c. melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus atas kebijalan pengurusan dan pelaksanaan kegiatan usaha BUM Desa Bersama; dan

d. mencari . . .

-17-

d. mencari alternatif jalan keluar apabila terjadi gejala/indikasi menurunnya kinerja pelaksana Operasional BUM Desa Bersama. (6) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (5), RUPS mempunyai wewenang : a. mengesahkan program kerja dan anggaran belanja; b. mengevaluasi kinerja BUM Desa Bersama; c. meminta penjelasan dari pelaksana operasional mengenai pengurusan dan pengelolaan usaha Desa; dan d. melindungi usaha desa terhadap hal-hal yang dapat merusak citra BUM Desa Bersama.

Pasal 31

(1) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b merupakan perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh RUPS ditetapkan dengan Keputusan bersama Kepala Desa. (2) Ketua pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk berdasarkan kesepakatan bersama. (3) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang merangkap jabatan yang melaksanakan fungsi pelaksana lembaga Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan Desa di Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa. (4) Pelaksana operasional bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUM Desa Bersama untuk kepentingan dan tujuan BUM Desa Bersama serta mewakili BUM Desa Bersama baik di dalam maupun di luar pengadilan. (5) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) orang anggota Pelaksana operasional atau lebih. (6) Persyaratan menjadi anggota Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah : a. memiliki jiwa wirausaha; b. memiliki kecakapan interpersonal maupun intrapersonal (mampu dan cakap berhubungan vertikal/horizontal); c. mempunyai wawasan dan komitmen dalam mengembangkan usaha BUM Desa Bersama; d. berkepribadian baik, jujur, teliti, tekun serta penuh pengabdian kepada kemajuan perekonomian desa; e. berpendidikan paling rendah SLTA dan/atau sederajat; f. berusia paling rendah 21 (dua puluh satu) tahun dan paling tinggi 45 (empat puluh lima) tahun. g. diutamakan memiliki pengalaman kerja dalam mengelola usaha; dan h. diutamakan penduduk desa setempat.

(7) Pelaksana . . .

-18-

(7) Pelaksana operasional mempunyai tugas : a. melaksanakan pengelolaan BUM Desa; b. menggali dan memanfaatkan potensi agar BUM Desa Bersama dapat tumbuh dan berkembang; c. memupuk kerjasama dengan lembaga-lembaga lainnya; d. membuat rencana kerja dan rencana anggaran BUM Desa Bersama yang disetujui RUPS; e. memberikan laporan keuangan BUM Desa Bersama kepada RUPS; f. menyampaikan laporan seluruh kegiatan usaha BUM Desa Bersama kepada RUPS; g. menyampaikan laporan pertanggungjawaban setiap akhir tahun termasuk rincian neraca laba rugi dan penjelasan-penjelasan lain atas dokumen tersebut; dan h. menyampaikan informasi perkembangan usaha kepada masyarakat desa melalui forum musyawarah desa paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (7) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pelaksana operasional mempunyai wewenang : a. mengangkat dan memberhentikan pegawai BUM Desa Bersama; b. meningkatkan usaha sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan; c. melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga lainnya; dan d. menggali dan memanfaatkan potensi BUM Desa Bersama untuk meningkatkan pendapatan BUM Desa Bersama. (8) Anggota Pelaksana operasional mempunyai kewajiban : a. mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa Bersama; b. membuat laporan keuangan bulanan seluruh unit usaha; c. membuat progres kegiatan dalam bulan berjalan; dan d. menyampaikan laporan seluruh kegiatan usaha kepada RUPS setiap 3 (tiga) bulan. (9) Dalam melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya, Pelaksana operasional dapat dibantu karyawan sesuai kebutuhan.

Pasal 32

(1) RUPS dan Pelaksana operasional dalam melaksanakan tugas-tugasnya berhak atas penghasilan yang sah dari biaya operasional keuangan BUM Desa Bersama sesuai kemampuan. (2) Selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaksana operasional dapat diberikan biaya operasional lain sesuai dengan kemampuan keuangan BUM Desa Bersama.

(3) Besaran . . .

-19-

(3) Besaran penghasilan RUPS dan Pelaksana operasional serta biaya operasional bagi Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan bersama kepala Desa.

Pasal 33

Pengurus BUM Desa Bersama dilarang menyalahgunakan wewenang dan mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUM Desa Bersama selain penghasilan yang sah.

Paragraf 3 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Pasal 34

(1) Pelaksana operasional BUM Desa Bersama wajib menyusun dan menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga setelah mendapatkan pertimbangan RUPS. (2) Dalam penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disusun bersama dengan kesepakatan bersama. (3) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit: a. Nama dan tempat kedudukan; b. maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha; c. jangka waktu berdirinya BUM Desa Bersama; d. permodalan; e. organisasi pengelola; f. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Pelaksana Operasional dan Penasihat; g. tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan; dan/atau h. ketentuan-ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. (4) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit e. hak dan kewajiban; f. masa bakti, tata cara pengangkatan dan pemberhentian personel organisasi pengelola; g. penetapan jenis usaha; dan h. sumber modal.

(5) Kesepakatan . . .

-20-

(5) Kesepakatan penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan melalui musyawarah Desa. (6) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan bersama kepala Desa.

Bagian Keempat Modal dan Kekayaan Desa

Pasal 35

(1) Modal awal BUM Desa Bersama bersumber dari APB Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa. (2) Kekayaan BUM Desa merupakan kekayaan Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa yang dipisahkan dan tidak dapat terbagi atas saham. pemerintah Desa. (3) Modal BUM Desa Bersama terdiri atas: a. penyertaan modal Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa; dan b. penyertaan modal masyarakat Desa bersangkutan. (4) Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berasal dari APB Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa dan sumber lainnya. (5) Penyertaan modal desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dianggarkan dalam APBDesa dan ditetapkan dalam peraturan bersama Kepala Desa. (6) Penyertaan modal Desa yang berasal dari APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat bersumber dari: a. dana segar; b. bantuan Pemerintah; c. bantuan Pemerintah Daerah Provinsi/ Kabupaten; d. hibah; dan e. aset Desa yang diserahkan kepada APB Desa. (7) Bantuan Pemerintah dan pemerintah daerah kepada BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c disalurkan melalui mekanisme APB Desa. (8) Modal usaha BUM Desa bersama yang bersumber dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat berupa swadaya dan partisipasi, dan gotong royong dan/atau hasil pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam dari tabungan dalam skala lokal masyarakat Desa bersangkutan.

Bagian Kelima . . .

-21-

Bagian Kelima Pengembangan Kegiatan Usaha bersama

Pasal 36

(1) Untuk mengembangkan kegiatan usahanya, BUM Desa bersama dapat: a. menerima pinjaman dan/atau bantuan yang sah dari pihak lain; dan b. mendirikan unit usaha BUM Desa bersama. (2) BUM Desa bersama yang melakukan pinjaman harus mendapatkan persetujuan Pemerintah Desa yang melakukan Kerjasama antar Desa. (3) Pendirian, pengurusan, dan pengelolaan unit usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 37

(1) Pelaksana operasional dalam pengurusan dan pengelolaan usaha Desa mewakili BUM Desa bersama di dalam dan di luar pengadilan. (2) Pelaksana operasional wajib melaporkan pertanggungjawaban pengurusan dan pengelolaan BUM Desa bersama kepada para kepala Desa secara berkala.

Pasal 38

Kerugian yang dialami oleh BUM Desa menjadi tanggung jawab pelaksana operasional BUM Desa bersama.

Pasal 39

(1) Kepailitan BUM Desa bersama hanya dapat diajukan oleh para kepala Desa berdasarkan kesepakatan bersama. (2) Kepailitan BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam Jenis Usaha bersama

Pasal 40

(1) Usaha BUM Desa bersama harus memanfaatkan semaksimal mungkin potensi desa.

(2) Usaha . . .

-22-

(2) Usaha yang dapat dikembangkan oleh BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain : a. Pelayanan jasa yang meliputi simpan pinjam berbentuk koperasi, perkreditan, angkutan dapat dan air, pembayaran listrik desa, telepon, alat pesta, dan jasa lain yang sejenis; b. Penyaluran 9 (sembilan) bahan pokok masyarakat desa, gas LPG, dan bahan bakar atau sumber energi lainnya; c. Perdagangan sarana dan hasil pertanian yang meliputi hasil bumi, pertanian, tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan agrobisnis; d. Industri kecil dan kerajinan rakyat; e. Pasar Desa; dan/atau f. Kegiatan perekonomian lainnya yang dibutuhkan oleh warga masyarakat. (3) Usaha yang dikembangkan BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh merugikan masyarakat Desa.

Bagian Ketujuh penggunaan laba

Pasal 41

(1) Laba dari hasil usaha BUM Desa bersama antara lain digunakan untuk: a. biaya operasional BUM Desa bersama = 35 % (tiga puluh lima prosen) b. Pendapatan Desa bersama = 20 % (dua puluh prosen) c. Lain-lain Anggaran : 1. Cadangan Umum = 20 % (dua puluh prosen) 2. bantuan Sosial = 5 % (lima prosen) 3. pengembangan usaha = 10 % (sepuluh prosen) 4. pembinaan dan kesejahteraan pengurus dan karyawan = 10 % (sepuluh prosen) (2) Besaran pembagian laba hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat diatur dalam keputusan Pelaksana Operasional atas dasar persetujuan RUPS.

Bagian Kedelapan . . .

-23-

Bagian Kedelapan Pertanggungjawaban dan Audit

Paragraf 1 Pertanggungjawaban

Pasal 42

(1) Dalam melaksanakan pengelolaan BUM Desa Bersama, Pelaksana Operasional bertanggung jawab kepada RUPS. (2) Bentuk pertanggungjawaban Pelaksana Operasional kepada RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menyampaikan laporan keuangan BUM Desa Bersama setiap bulan; b. menyampaikan laporan seluruh kegiatan usaha BUM Desa Bersama setiap 3 (tiga) bulan; dan c. menyampaikan laporan pertanggungjawaban setiap akhir tahun termasuk rincian neraca laba rugi dan penjelasan-penjelasan lain atas dokumen laporan pertanggungjawaban.

Paragraf 2 Audit BUM Desa Bersama

Pasal 43

(1) Audit keuangan BUM Desa Bersama dilakukan minimal 1 (satu) tahun sekali. (2) Selain audit keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan audit lainnya secara menyeluruh apabila dipandang perlu. (3) Pelaksanaan audit keuangan dilakukan oleh akuntan publik dan/atau aparat pengawasan daerah.

BAB IX PEMBUBARAN

Pasal 44

(1) BUM Desa atau BUM Desa Bersama dapat dibubarkan dengan Peraturan Desa. (2) BUM Desa atau BUM Desa Bersama dapat dibubarkan apabila : a. rugi terus-menerus; c. perubahan bentuk badan hukum; d. adanya ketentuan peraturan yang lebih tinggi yang menyatakan BUM Desa atau BUM Desa Bersama tersebut harus dibubarkan; dan

e. BUM Desa . . .

-24-

e. BUM Desa atau BUM Desa Bersama dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan. (3) Semua akibat yang timbul sebagai akibat pembubaran BUM Desa atau BUM Desa Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah Desa masing-masing. (4) Segala aset sebagai akibat dari pembubaran BUM Desa atau BUM Desa Bersama menjadi milik Pemerintah Desa masing-masing.

BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 45

(1) SKPD yang membidangi Desa melakukan pembinaan, monitoring, evaluasi, upaya pengembangan manajemen dan sumber daya manusia serta prakarsa dalam permodalan yang ada di perdesaan. (2) Camat atau camat yang membawahi Desa melakukan pembinaan teknis, monitoring, evaluasi, upaya pengembangan manajemen dan sumber daya manusia serta prakarsa dalam permodalan yang ada di perdesaan. (3) Kepala Desa mengkoordinasikan pelaksanaan pengelolaan BUM Desa atau BUM Desa bersama di wilayah kerjanya. (4) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelola BUM Desa atau BUM Desa bersama, meliputi : a. memberikan pedoman pelaksanaan dan pengelolaan BUM Desa atau BUM Desa bersama; b. memberikan bimbingan, arahan, konsultasi dan fasilitasi dalam pengelolaan BUM Desa atau BUM Desa bersama; c. memberikan bimbingan pengembangan usaha dan permodalan; d. melakukan pendidikan dan pelatihan pengurus BUM Desa atau BUM Desa bersama; dan e. melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan BUM Desa atau BUM Desa bersama. (5) Pembinaan teknis dan pengawasan oleh Camat atau camat yang membawahi Desa meliputi: a. memberikan bimbingan teknis, arahan, konsultasi dan fasilitasi kepada Pemerintah Desa dalam pengelolaan BUM Desa atau BUM Desa bersama; dan b. melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan dan perkembangan BUM Desa atau BUM Desa bersama.

BAB XI . . .

-25-

BAB XI KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 46

BUM Desa atau sebutan lain yang sudah ada pada saat ini tetap menjalankan kegiatannya dan menyesuaikan dengan Peraturan Bupati ini paling lambat (satu) tahun sejak diundangkan.

BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 47

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Tangerang.

Ditetapkan di Tigaraksa Pada tanggal 10 Desember 2014

BUPATI TANGERANG,

Ttd.

A. ZAKI ISKANDAR

Diundangkan di Tigaraksa pada tanggal 10 Desember 2014

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TANGERANG,

Ttd.

ISKANDAR MIRSAD

BERITA DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 NOMOR 85 .

SALINAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2014

TENTANG

DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan Desa telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Desa; b. bahwa Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf a sudah tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sehingga perlu disesuaikan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b diatas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Desa; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); 3. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

4. Undang-Undang . . .

-2-

4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 6. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539); 9. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 01 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Tangerang (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 01, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 0108); 10. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Tangerang (Lembaran Daerah Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 0210);

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANGERANG dan BUPATI TANGERANG

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG DESA.

BAB I . . .

-3-

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Tangerang. 2. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Bupati adalah Bupati Tangerang. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 6. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten Tangerang. 7. Camat adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja Kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi Daerah, dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. 8. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 9. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 10. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 11. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. 12. Dusun yang selanjutnya disebut Kejaroan adalah bagian wilayah dalam desa yang merupakan lingkungan kerja pelaksana Pemerintah Desa. 13. Kepala Dusun yang selanjutnya disebut Jaro adalah unsur perangkat desa sebagai pelaksana wilayah yang keberadaannya dibawah Kepala Desa. 14. Musyawarah Desa adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. 15. Badan . . .

-4-

15. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUMDesa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. 16. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD. 17. Peraturan Kepala Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan peraturan desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 18. Keputusan Kepala Desa adalah keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa maupun Peraturan Kepala Desa. 19. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. 20. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 21. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. 22. Alokasi Dana Desa yang selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang diterima Kabupaten dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. 23. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD, ditetapkan dengan peraturan desa. 24. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. 25. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah. 26. Barang Milik Desa adalah Kekayaan milik Desa berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak. 27. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

28. Lembaga . . .

-5-

28. Lembaga Kemasyarakatan Desa adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan wadah partisipasi masyarakat Desa sebagai mitra Pemerintah Desa. 29. Panitia Pemilihan Kepala Desa yang selanjutnya disingkat Panitia Pilkades adalah Panitia pemilihan Kepala Desa yang di bentuk oleh BPD. 30. Penduduk desa adalah warga masyarakat desa setempat atau pendatang yang telah memiliki atau mempunyai surat resmi dari pejabat yang berwenang untuk tinggal di desa setempat. 31. Bakal calon Kepala Desa adalah penduduk desa yang telah memenuhi persyaratan administrasi untuk ditetapkan sebagai calon Kepala Desa oleh Panitia Pilkades berdasarkan hasil penjaringan bakal calon Kepala Desa. 32. Calon Kepala Desa yang berhak dipilih adalah bakal calon Kepala Desa yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan ditetapkan oleh Panitia Pilkades sebagai calon Kepala Desa. 33. Pemilih adalah penduduk desa yang telah memenuhi persyaratan untuk menggunakan hak pilihnya. 34. Kepala Desa terpilih adalah calon Kepala Desa yang mendapat dukungan suara terbanyak dalam pemilihan Kepala Desa; 35. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa yang selanjutnya disebut Musrenbang Desa adalah forum musyawarah tahunan yang dilaksanakan secara partisipatif oleh para pemangku kepentingan desa. 36. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disingkat RPJM Desa adalah dokumen perencanaan desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun. 37. Rencana pembangunan tahunan desa yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) adalah hasil Musyawarah Desa tentang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. 38. Kerjasama Desa adalah suatu rangkaian kegiatan bersama antar desa atau desa dengan pihak ketiga dalam bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. 39. Usaha Desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi desa seperti, usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil pertanian, serta industri dan kerajinan rakyat. 40. Perselisihan adalah ketidakserasian hubungan yang terjadi antar masyarakat Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dalam pembinaan masyarakat di tingkat Desa. 41. Penghasilan tetap adalah jumlah penerimaan dan penghasilan yang sah dan diberikan secara teratur setiap bulannya. 42. Tunjangan adalah jumlah penerimaan atau bantuan keuangan yang diberikan berdasarkan keadaan yang bersifat khusus yang diatur dalam Peraturan Desa.

Pasal 2 . . .

-6-

Pasal 2

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Pasal 3

Pengaturan Desa berasaskan: a. rekognisi; b. subsidiaritas; c. keberagaman; d. kebersamaan; e. kegotongroyongan; f. kekeluargaan; g. musyawarah; h. demokrasi; i. kemandirian; j. partisipasi; k. kesetaraan; l. pemberdayaan; dan m. keberlanjutan.

Pasal 4

Pengaturan Desa bertujuan: a. memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; c. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa; d. mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama; e. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; f. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;

g. meningkatkan . . .

-7- g. meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; h. memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan Daerah; dan i. memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

BAB II PENATAAN DESA

Pasal 5

(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan penataan Desa. (2) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam melakukan evaluasi dibentuk tim evaluasi yang ditetapkan dengan keputusan Bupati. (4) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan: a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa; c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik; d. meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan Desa; dan e. meningkatkan daya saing Desa. (5) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pembentukan; b. penggabungan; c. penghapusan; d. perubahan status; dan e. Penetapan Desa.

Bagian Kesatu Pembentukan Desa

Paragraf 1 Umum

Pasal 6

(1) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf a merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada. (2) Pembentukan Desa diprakarsai oleh: a. Pemerintah; atau b. Pemerintah Daerah.

Pasal 7 . . .

-8-

Pasal 7

(1) Usul prakarsa pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a untuk dibahas bersama-sama dengan Pemerintah Daerah. (2) Desa yang dibentuk berdasarkan prakarsa oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti oleh pemerintahan Daerah dengan menetapkannya dalam Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa setelah ditetapkanya Keputusan Menteri tentang persetujuan pembentukan Desa. (3) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah ditetapkan oleh Bupati dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak ditetapkanya Keputusan Menteri.

Pasal 8

(1) Pemerintah Daerah dalam memprakarsai pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b berdasarkan atas hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa. (2) Pemerintah Daerah dalam memprakarsai pembentukan Desa harus mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa. (3) Pembentukan Desa oleh Pemerintah Daerah dapat berupa: a. pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih; atau b. penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa atau penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru.

Pasal 9

Pembentukan Desa harus memenuhi syarat: a. batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan; b. jumlah penduduk paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus) kepala keluarga; c. wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antar wilayah; d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa; e. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung; f. batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Bupati; g. sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik; dan

h. tersedianya . . .

-9- h. tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2 Pembentukan Desa melalui Pemekaran Desa

Pasal 10

Pemerintah Daerah dalam melakukan pembentukan Desa melalui pemekaran Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a wajib menyosialisasikan rencana pemekaran Desa kepada Pemerintah Desa induk dan masyarakat Desa yang bersangkutan.

Pasal 11

(1) Rencana pemekaran Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dibahas oleh BPD induk dalam musyawarah Desa untuk mendapatkan kesepakatan. (2) Hasil kesepakatan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi Bupati dalam melakukan pemekaran Desa. (3) Hasil kesepakatan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis oleh Kepala Desa kepada Bupati.

Pasal 12

(1) Bupati setelah menerima hasil kesepakatan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) membentuk tim pembentukan Desa persiapan. (2) Tim pembentukan Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas: a. unsur Pemerintah Daerah yang membidangi pemerintahan Desa, pemberdayaan masyarakat, perencanaan pembangunan daerah, dan peraturan perundang-undangan; b. Camat; dan c. unsur akademisi di bidang pemerintahan, perencanaan pengembangan wilayah, pembangunan, dan sosial kemasyarakatan. (3) Tim pembentukan Desa persiapan mempunyai tugas melakukan verifikasi persyaratan pembentukan Desa persiapan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Hasil tim pembentukan Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan ke dalam bentuk rekomendasi yang menyatakan layak-tidaknya dibentuk Desa persiapan. (5) Dalam hal rekomendasi Desa persiapan dinyatakan layak, Bupati menetapkan peraturan Bupati tentang pembentukan Desa persiapan.

Pasal 13 . . .

-10-

Pasal 13

(1) Desa persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) merupakan bagian dari wilayah Desa induk. (2) Desa persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) dapat ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan sebagai Desa persiapan. (3) Peningkatan status sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi.

Pasal 14

(1) Bupati menyampaikan peraturan Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) kepada Gubernur untuk mendapatkan kode register Desa persiapan. (2) Kode register Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari kode Desa induknya. (3) Apabila Gubernur sudah menerbitkan surat yang memuat kode register Desa persiapan, surat tersebut dijadikan sebagai dasar bagi Bupati untuk mengangkat penjabat kepala Desa persiapan. (4) Penjabat kepala Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berasal dari unsur pegawai negeri sipil Pemerintah Daerah untuk masa jabatan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali dalam masa jabatan yang sama. (5) Penjabat kepala Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertanggung jawab kepada Bupati melalui kepala Desa induknya. (6) Penjabat kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mempunyai tugas melaksanakan pembentukan Desa persiapan meliputi: a. penetapan batas wilayah Desa sesuai dengan kaidah kartografis; b. pengelolaan anggaran operasional Desa persiapan yang bersumber dari APB Desa induk; c. pembentukan struktur organisasi; d. pengangkatan perangkat Desa; e. penyiapan fasilitas dasar bagi penduduk Desa; f. pembangunan sarana dan prasarana Pemerintahan Desa; g. pendataan bidang kependudukan, potensi ekonomi, inventarisasi pertanahan serta pengembangan sarana ekonomi, pendidikan, dan kesehatan; dan h. pembukaan akses perhubungan antar-Desa. (7) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Penjabat kepala Desa mengikutsertakan partisipasi masyarakat Desa.

Pasal 15 . . .

-11-

Pasal 15

(1) Penjabat kepala Desa persiapan melaporkan perkembangan pelaksanaan Desa persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (6) kepada: a. Kepala Desa induk; dan b. Bupati melalui camat. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi Bupati. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Bupati kepada tim untuk dikaji dan diverifikasi. (5) Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan Desa persiapan tersebut layak menjadi Desa, Bupati menyusun rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa persiapan menjadi Desa. (6) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibahas bersama dengan DPRD. (7) Apabila rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disetujui bersama oleh Bupati dan DPRD, Bupati menyampaikan rancangan Peraturan Daerah kepada Gubernur untuk dievaluasi.

Pasal 16

(1) Dalam hal Gubernur memberikan persetujuan atas rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7), Pemerintah Daerah melakukan penyempurnaan dan penetapan menjadi Peraturan Daerah dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) Hari. (2) Dalam hal Gubernur menolak memberikan persetujuan terhadap rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7), rancangan Peraturan Daerah tersebut tidak dapat disahkan dan tidak dapat diajukan kembali dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah penolakan oleh gubernur. (3) Dalam hal gubernur tidak memberikan persetujuan atau tidak memberikan penolakan terhadap rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7), Bupati dapat mengesahkan rancangan peraturan daerah tersebut serta sekretaris daerah mengundangkannya dalam lembaran daerah. (4) Dalam hal Bupati tidak menetapkan rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui oleh Gubernur, rancangan Peraturan Daerah tersebut dalam jangka waktu 20 (dua puluh) Hari setelah tanggal persetujuan Gubernur dinyatakan berlaku dengan sendirinya.

Pasal 17 . . .

-12-

Pasal 17

(1) Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa diundangkan setelah mendapat nomor registrasi dari gubernur dan kode Desa dari Menteri. (2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai lampiran peta batas wilayah Desa.

Pasal 18

(1) Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) menyatakan Desa persiapan tersebut tidak layak menjadi Desa, Desa persiapan dihapus dan wilayahnya kembali ke Desa induk. (2) Apabila hasil evaluasi Gubernur menolak memberikan persetujuan terhadap rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Desa persiapan dihapus dan wilayahnya kembali ke Desa induk. (3) Penghapusan dan pengembalian Desa persiapan ke Desa induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 3 Pembentukan Desa melalui Penggabungan Desa

Pasal 19

(1) Dua Desa atau lebih yang berbatasan dapat digabung menjadi Desa baru berdasarkan kesepakatan Desa yang bersangkutan dengan memperhatikan persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Penggabungan Desa dapat dilakukan dalam 2 (dua) atau lebih wilayah Kecamatan dalam satu Kabupaten.

Pasal 20

Ketentuan mengenai pembentukan Desa melalui pemekaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 18 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembentukan Desa melalui penggabungan bagian Desa dari 2 (dua) Desa atau lebih yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa baru.

Pasal 21

(1) Pembentukan Desa melalui penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b dilakukan berdasarkan kesepakatan Desa yang bersangkutan. (2) Kesepakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihasilkan melalui mekanisme: a. BPD yang bersangkutan menyelenggarakan musyawarah Desa; b. hasil musyawarah Desa dari setiap Desa menjadi bahan kesepakatan penggabungan Desa;

c. hasil . . .

-13-

c. hasil kesepakatan musyawarah Desa ditetapkan dalam keputusan bersama BPD; d. keputusan bersama BPD ditandatangani oleh para kepala Desa yang bersangkutan; dan e. para kepala Desa secara bersama-sama mengusulkan penggabungan Desa kepada Bupati dalam 1 (satu) usulan tertulis dengan melampirkan kesepakatan bersama. (3) Penggabungan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Bagian Kedua Penghapusan Desa

Pasal 22

(1) Desa dapat dihapus karena bencana alam dan/atau kepentingan program nasional yang strategis. (2) Penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi wewenang Pemerintah.

Bagian Ketiga Perubahan Status

Paragraf 1 Umum

Pasal 23

Perubahan status meliputi: a. Desa menjadi Kelurahan; dan b. Kelurahan menjadi Desa.

Paragraf 2 Perubahan status Desa menjadi Kelurahan

Pasal 24

Perubahan status Desa menjadi Kelurahan harus memenuhi syarat: a. luas wilayah tidak berubah; b. jumlah penduduk paling sedikit 8.000 (delapan ribu) jiwa atau 1.600 (seribu enam ratus) kepala keluarga; c. sarana dan prasarana pemerintahan bagi terselenggaranya pemerintahan Kelurahan; d. potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan produksi serta keanekaragaman mata pencaharian;

e. kondisi . . .

-14- e. kondisi sosial budaya masyarakat berupa keanekaragaman status penduduk dan perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri dan jasa; dan f. meningkatnya kuantitas dan kualitas pelayanan.

Pasal 25

(1) Perubahan status Desa menjadi kelurahan dilakukan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat Desa setempat. (2) Prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam musyawarah Desa. (3) Kesepakatan hasil musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam bentuk keputusan. (4) Keputusan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh kepala Desa kepada Bupati sebagai usulan perubahan status Desa menjadi kelurahan. (5) Bupati membentuk tim untuk melakukan kajian dan verifikasi usulan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) Hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi masukan bagi Bupati untuk menyetujui atau tidak menyetujui usulan perubahan status Desa menjadi kelurahan. (7) Dalam hal Bupati menyetujui usulan perubahan status Desa menjadi kelurahan, Bupati menyampaikan rancangan Peraturan Daerah mengenai perubahan status Desa menjadi kelurahan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk dibahas dan disetujui bersama. (8) Pembahasan dan penetapan rancangan Peraturan Daerah mengenai perubahan status Desa menjadi kelurahan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 26

(1) Kepala Desa, perangkat Desa, dan anggota BPD dari Desa yang diubah statusnya menjadi kelurahan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya. (2) Kepala Desa, perangkat Desa, dan anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi penghargaan dan/atau pesangon sesuai dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah. (3) Pengisian jabatan lurah dan perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (4) Perangkat Desa dari Desa yang diubah statusnya menjadi Kelurahan, dapat diusulkan melalui mekanisme kontrak sebagai pegawai pemerintah berdasarkan perjanjian kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 27 . . .

-15-

Pasal 27

Seluruh barang milik Desa dan sumber pendapatan Desa yang berubah menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) menjadi kekayaan/ aset Pemerintah Daerah yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kelurahan tersebut dan pendanaan Kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 28

(1) Penyerahan Aset Desa yang statusnya menjadi Kelurahan dilakukan dengan berita acara penyerahan dan perjanjian serah terima serta dicatat dalam daftar inventaris barang Daerah. (2) Ketentuan mengenai perubahan status Desa menjadi Kelurahan diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 3 Perubahan status Kelurahan menjadi Desa

Pasal 29

(1) Pemerintah Daerah dapat mengubah status kelurahan menjadi Desa berdasarkan prakarsa masyarakat dan memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kelurahan yang berubah status menjadi Desa, sarana dan prasarana menjadi milik Desa dan dikelola oleh Desa yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat Desa. (3) Pendanaan perubahan status kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 30

(1) Perubahan status kelurahan menjadi Desa hanya dapat dilakukan bagi kelurahan yang kehidupan masyarakatnya masih bersifat perdesaan. (2) Perubahan status kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat seluruhnya menjadi Desa atau sebagian menjadi Desa dan sebagian menjadi kelurahan.

Pasal 31

Perubahan status Kelurahan menjadi Desa harus memenuhi persyaratan: a. wilayahnya masih berkarakteristik Desa; b. kondisi sosial budaya masyarakat masih berupa status penduduk perdesaan dan masyarakat agraris; c. jumlah penduduk memenuhi syarat untuk menjadi Desa; d. sarana dan prasarana pemerintahan bagi terselenggaranya pemerintahan Desa dan pelayanan publik; e. mempunyai batas wilayah yang jelas;

f. sosial . . .

-16- f. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa; g. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung; h. tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan i. ketentuan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32

Kelurahan yang berubah status menjadi Desa, maka Lurah dan Perangkatnya kembali menjadi perangkat Daerah.

Bagian Ketiga Penetapan Desa

Pasal 33

(1) Pemerintah Daerah melakukan inventarisasi Desa yang ada yang telah mendapatkan kode desa. (2) Dalam melakukan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk tim inventarisasi yang ditetapkan dengan keputusan Bupati. (3) Hasil inventarisasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan dasar oleh Pemerintah Daerah untuk menetapkan Desa. (4) Penetapan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Daerah tersendiri.

Pasal 34

Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan Desa diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB III KEWENANGAN DESA

Pasal 35

Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.

Pasal 36

Kewenangan Desa meliputi: a. kewenangan berdasarkan hak asal usul; b. kewenangan lokal berskala Desa;

c. kewenangan . . .

-17- c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah; dan d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 37

(1) Kewenangan berdasarkan hak asal usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a paling sedikit terdiri atas: a. sistem organisasi masyarakat adat; b. pembinaan kelembagaan masyarakat; c. pembinaan lembaga dan hukum adat; d. pengelolaan tanah kas Desa; dan e. pengembangan peran masyarakat Desa. (2) Kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b paling sedikit terdiri atas kewenangan: a. pengelolaan tambatan perahu; b. pengelolaan pasar Desa; c. pengelolaan tempat pemandian umum; d. pengelolaan jaringan irigasi; e. pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa; f. pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu; g. pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar; h. pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan; i. pengelolaan embung Desa; j. pengelolaan air minum berskala Desa; dan k. pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian. (3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Bupati dapat menetapkan jenis kewenangan Desa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal.

Pasal 38

(1) Dalam menetapkan jenis kewenangan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) Bupati membentuk tim identifikasi dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa dengan melibatkan Desa. (2) Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati menetapkan Peraturan Bupati tentang jenis kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Peraturan . . .

-18-

(3) Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditindaklanjuti oleh Pemerintah Desa dengan menetapkan peraturan Desa tentang kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal.

Pasal 39

(1) Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dan huruf b diatur dan diurus oleh Desa. (2) Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf c dan huruf d diurus oleh Desa. (3) Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40

(1) Penugasan dari Pemerintah Daerah kepada Desa meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai biaya.

Pasal 41

Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan Desa diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB IV PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

Pasal 42

(1) Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. (2) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas: a. kepastian hukum; b. tertib penyelenggaraan pemerintahan; c. tertib kepentingan umum; d. keterbukaan; e. proporsionalitas; f. profesionalitas; g. akuntabilitas; h. efisiensi dan efektivitas; i. kearifan lokal; j. keberagaman; dan k. partisipatif.

Bagian Kesatu . . .

-19-

Bagian Kesatu Pemerintah Desa

Pasal 43

Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) adalah Kepala Desa yang dibantu oleh perangkat Desa.

Paragraf 1 Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa

Pasal 44

Struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa terdiri dari: a. Kepala Desa sebagai unsur pimpinan; dan b. Perangkat Desa merupakan unsur pembantu Kepala Desa.

Paragraf 2 Tata Cara Penyusunan Stuktur Organisasi

Pasal 45

(1) Struktur organisasi Pemerintah Desa dibentuk dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: a. jumlah penduduk; b. luas wilayah atau jangkauan pelayanan; c. kewenangan yang dimiliki Pemerintahan Desa; d. karakteristik, potensi dan kebutuhan desa; e. kemampuan keuangan desa. (2) Struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa ditetapkan dalam Peraturan Desa yang berpedoman pada peraturan Bupati. (3) Mengenai pedoman struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa diatur lebih lanjut dalam peraturan Bupati. (4) Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa dilaksanakan oleh Kepala Desa bersama BPD, dan dapat melibatkan Lembaga Kemasyarakatan Desa. (5) Rancangan Peraturan Desa tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa dibahas dan disepakati bersama melalui Musyawarah Desa, dan kesepakatan hasil Musyawarah Desa dituangkan dalam berita acara dan keputusan hasil musyawarah Rancangan Peraturan Desa tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa. (6) Peraturan Desa tentang Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintah Desa sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa disampaikan kepada Bupati melalui Camat untuk dievaluasi. (7) Bupati dapat mendelegasikan evaluasi rancangan peraturan Desa tentang Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintah Desa kepada camat.

(7) Peraturan . . .

-20-

(8) Peraturan Desa tentang Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintah Desa yang telah ditetapkan oleh Kepala Desa disampaikan kepada Bupati melalui Camat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak ditetapkannya Peraturan Desa. (9) Apabila Peraturan Desa tentang Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintah Desa bertentangan dengan peraturan perundang–undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan melanggar hak asasi manusia, maka Bupati sesuai dengan kewenangannya dapat membatalkan.

Bagian Kedua Kepala Desa

Paragraf 1 Tugas, Wewenang, Hak dan Kewajiban

Pasal 46

(1) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berwenang: a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa; c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa; d. menetapkan Peraturan Desa; e. menetapkan APBDesa; f. membina kehidupan masyarakat Desa; g. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; h. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa; i. mengembangkan sumber pendapatan Desa; j. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; k. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa; l. memanfaatkan teknologi tepat guna; m. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif; n. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan o. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam . . .

-21-

(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berhak: a. mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa; b. mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa; c. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan; d. mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan e. memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa. (4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berkewajiban: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; d. menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan; e. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender; f. melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme; g. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa; h. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik; i. mengelola Keuangan dan Aset Desa; j. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa; k. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa; l. mengembangkan perekonomian masyarakat Desa; m. membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa; n. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa; o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan p. memberikan informasi kepada masyarakat Desa. (5) Kepala Desa dalam melaksanakan tugas, wewenang, hak dan kewajiban Kepala Desa harus bersikap dan bertindak adil, dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Paragraf 2 . . .

-22-

Paragraf 2 Masa Jabatan Kepala Desa

Pasal 47

(1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. (2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling lama 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. (3) Ketentuan periodisasi masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku di seluruh wilayah Indonesia. (4) Ketentuan periodisasi masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk masa jabatan kepala Desa yang dipilih melalui musyawarah Desa. (5) Dalam hal kepala Desa mengundurkan diri sebelum habis masa jabatannya atau diberhentikan, kepala Desa dianggap telah menjabat 1 (satu) periode masa jabatan.

Paragraf 3 Laporan Kepala Desa

Pasal 48

Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Kepala Desa wajib: a. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati; b. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati; c. menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan Desa secara tertulis kepada BPD setiap akhir tahun anggaran; dan d. memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran.

Pasal 49

(1) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a disampaikan kepada Bupati melalui camat paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. (2) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b. pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan; c. pelaksanaan pembinaan kemasyarakatan; dan d. pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.

(3) Laporan . . .

-23-

(3) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan evaluasi oleh Bupati untuk dasar pembinaan dan pengawasan.

Pasal 50

(1) Kepala Desa wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b kepada Bupati melalui Camat. (2) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan. (3) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. ringkasan laporan tahun-tahun sebelumnya; b. rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam jangka waktu untuk 5 (lima) bulan sisa masa jabatan; c. hasil yang dicapai dan yang belum dicapai; dan d. hal yang dianggap perlu perbaikan. (4) Pelaksanaan atas rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilaporkan oleh kepala Desa kepada Bupati dalam memori serah terima jabatan.

Pasal 51

(1) Kepala Desa menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf c setiap akhir tahun anggaran kepada BPD secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. (2) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan Desa. (3) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh BPD dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala Desa.

Pasal 52

Kepala Desa menginformasikan kepada masyarakat Desa secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat mengenai penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Pasal 53

Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 54 . . .

-24-

Pasal 54

(1) Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4) dan Pasal 48 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

Paragraf 4 Larangan Kepala Desa

Pasal 55

Kepala Desa dilarang: a. merugikan kepentingan umum; b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu; c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya; d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu; e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa; f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; g. menjadi pengurus partai politik; h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang; i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota BPD, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan; j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala Daerah; k. melanggar sumpah/janji jabatan; l. meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. m. menyalahgunakan narkoba; n. melakukan perbuatan asusila; o. melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT); p. melakukan perjudian; dan q. melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan;

Pasal 56 . . .

-25-

Pasal 56

(1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

Paragraf 4 Pelaksana Tugas Harian Kepala Desa

Pasal 57

(1) Dalam hal Kepala Desa berhalangan melaksanakan tugas harian, maka Sekretaris Desa dapat melaksanakan tugas harian sebagai pelaksana harian Kepala Desa. (2) Dalam hal Kepala Desa berhalangan secara berturut-turut paling lama 60 (enam puluh) hari, maka Camat dapat menunjuk Sekretaris Desa sebagai pelaksana tugas Kepala Desa. (3) Apabila Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud ayat (2) dinyatakan berhalangan tetap karena sakit, maka Camat dapat menunjuk pelaksana tugas Kepala Desa dari pegawai negeri sipil.

Paragraf 5 Pemberhentian Kepala Desa

Pasal 58

(1) Kepala Desa berhenti karena: a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; atau c. diberhentikan. (2) Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena: a. berakhir masa jabatannya; b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala Desa; d. melanggar larangan sebagai kepala Desa; e. adanya perubahan status Desa menjadi kelurahan, penggabungan 2 (dua) Desa atau lebih menjadi 1 (satu) Desa baru, atau penghapusan Desa; f. tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala Desa; atau g. dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(3) Apabila . . .

-26-

(3) Apabila kepala Desa berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPD melaporkan kepada Bupati melalui Camat. (4) Pemberhentian kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan Bupati.

Pasal 59

Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati setelah dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di pengadilan.

Pasal 60

Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara.

Pasal 61

Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan Pasal 60 diberhentikan oleh Bupati setelah dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 62

(1) Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan Pasal 60 setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penetapan putusan pengadilan diterima oleh Kepala Desa, Bupati merehabilitasi dan mengaktifkan kembali Kepala Desa yang bersangkutan sebagai Kepala Desa sampai dengan akhir masa jabatannya. (2) Apabila Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa jabatannya, Bupati harus merehabilitasi nama baik Kepala Desa yang bersangkutan.

Pasal 63

Dalam hal Kepala Desa diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan Pasal 60, Sekretaris Desa melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala Desa sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 64 . . .

-27-

Pasal 64

(1) Dalam hal sisa masa jabatan Kepala Desa yang berhenti tidak lebih dari 1 (satu) tahun karena diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g, Bupati mengangkat pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah sebagai penjabat Kepala Desa sampai terpilihnya Kepala Desa yang baru. (2) Dalam hal sisa masa jabatan Kepala Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 tidak lebih dari 1 (satu) tahun, Bupati mengangkat pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah sebagai penjabat Kepala Desa sampai dengan terpilihnya Kepala Desa.

Pasal 65

(1) Dalam hal sisa masa jabatan kepala Desa yang berhenti lebih dari 1 (satu) tahun karena diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g, Bupati mengangkat pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah sebagai penjabat Kepala Desa sampai terpilihnya Kepala Desa yang baru melalui hasil musyawarah Desa. (2) Dalam hal sisa masa jabatan Kepala Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 lebih dari 1 (satu) tahun, Bupati mengangkat pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah sebagai penjabat Kepala Desa sampai terpilihnya Kepala Desa yang baru melalui hasil musyawarah Desa.

Pasal 66

(1) Dalam hal terjadi kebijakan penundaan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa, Kepala Desa yang habis masa jabatannya tetap diberhentikan dan selanjutnya Bupati mengangkat penjabat Kepala Desa. (2) Bupati mengangkat penjabat Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah.

Pasal 67

(1) Pegawai negeri sipil yang diangkat sebagai penjabat Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 ayat (2) paling sedikit harus memahami bidang kepemimpinan dan teknis pemerintahan. (2) Penjabat Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban serta memperoleh hak yang sama dengan Kepala Desa.

Pasal 68

(1) Kepala Desa yang berstatus pegawai negeri sipil apabila berhenti sebagai Kepala Desa dikembalikan kepada instansi induknya.

(2) Kepala Desa . . .

-28-

(2) Kepala Desa yang berstatus pegawai negeri sipil apabila telah mencapai batas usia pensiun sebagai pegawai negeri sipil diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil dengan memperoleh hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 69

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian kepala Desa diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 6 Penyelidikan dan penyidikan Kepala Desa

Pasal 70

(1) Penyelidikan dan Penyidikan Kepala Desa yang diduga melakukan tindak pidana dilakukan setelah mendapatkan ijin tertulis dari Bupati. (2) Ijin tertulis dari Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Kepala Desa tertangkap tangan melakukan tindak pidana. (3) Apabila Kepala Desa tertangkap tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) aparat penegak hukum menyampaikan laporan kepada Bupati. (4) Ketentuan mengenai Penyelidikan dan Penyidikan Kepala Desa sesuai dengan peraturan perudang-undangan.

Bagian Ketiga Perangkat Desa

Pasal 71

(1) Perangkat Desa terdiri atas: a. sekretariat Desa; b. pelaksana kewilayahan; dan c. pelaksana teknis. (2) Perangkat Desa berkedudukan sebagai unsur pembantu Kepala Desa.

Pasal 72

(1) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. (2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati. (3) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Kepala Desa.

Pasal 73 . . .

-29-

Pasal 73

(1) Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris Desa dibantu oleh unsur staf sekretariat yang bertugas membantu kepala Desa dalam bidang administrasi pemerintahan. (2) Sekretariat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak terdiri atas 3 (tiga) bidang urusan. (3) Ketentuan mengenai bidang urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 74

(1) Pelaksana kewilayahan merupakan unsur pembantu kepala Desa sebagai satuan tugas kewilayahan. (2) Jumlah pelaksana kewilayahan ditentukan secara proporsional antara pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan dan kemampuan keuangan Desa. (3) Pelaksana kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Jaro yang membawahi bagian wilayah Desa.

Pasal 75

(1) Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala Desa sebagai pelaksana tugas operasional. (2) Pelaksana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi. (3) Ketentuan mengenai pelaksana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 1 Larangan Perangkat Desa

Pasal 76

Perangkat Desa dilarang: a. merugikan kepentingan umum; b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu; c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya; d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu; e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa; f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; g. menjadi pengurus partai politik; h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;

i. merangkap . . .

-30- i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota BPD, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan; j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala Daerah; k. melanggar sumpah/janji jabatan; l. meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan; m. menyalahgunakan narkoba; n. melakukan perbuatan asusila; o. melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT); p. melakukan perjudian; dan q. melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan;

Pasal 77

(1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

Paragraf 2 Pengangkatan Perangkat Desa

Pasal 78

(1) Perangkat Desa diangkat dari warga Desa yang memenuhi persyaratan: a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; c. berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang sederajat; d. berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun; e. terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di Desa paling kurang 1 (satu) tahun; f. mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan; g. mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran; h. bersedia diangkat menjadi perangkat desa;

i. memahami . . .

-31-

i. memahami sosial budaya masyarakat setempat; j. tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara; k. berbadan sehat. (2) Persyaratan untuk menjadi sekretaris Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pernah menjabat sebagai perangkat teknis dan kewilayahan di Desa paling sedikit 3 (tiga) tahun atau yang memiliki pengalaman di bidang pemerintahan.

Pasal 79

Pengangkatan perangkat Desa dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut: a. Kepala Desa melakukan penjaringan dan penyaringan atau seleksi calon perangkat Desa; b. Kepala Desa melakukan konsultasi dengan Camat mengenai pengangkatan perangkat Desa; c. Camat memberikan rekomendasi tertulis yang memuat mengenai calon perangkat Desa yang telah dikonsultasikan dengan kepala Desa; dan d. rekomendasi tertulis Camat dijadikan dasar oleh Kepala Desa dalam pengangkatan perangkat Desa dengan keputusan Kepala Desa.

Pasal 80

(1) Pegawai negeri sipil yang akan diangkat menjadi perangkat Desa harus mendapatkan izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian. (2) Dalam hal pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpilih dan diangkat menjadi perangkat Desa, yang bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi perangkat Desa tanpa kehilangan hak sebagai pegawai negeri sipil.

Paragraf 3 Pemberhentian Perangkat Desa

Pasal 81

(1) Perangkat Desa berhenti karena: a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; atau c. diberhentikan. (2) Perangkat Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena: a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun; b. berhalangan tetap; c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat Desa; atau d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa. Pasal 82 . . .

-32-

Pasal 82

Pemberhentian perangkat Desa dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut: a. kepala Desa melakukan konsultasi dengan camat mengenai pemberhentian perangkat Desa; b. camat memberikan rekomendasi tertulis yang memuat mengenai pemberhentian perangkat Desa yang telah dikonsultasikan dengan kepala Desa; dan c. rekomendasi tertulis camat dijadikan dasar oleh kepala Desa dalam pemberhentian perangkat Desa dengan keputusan kepala Desa.

Pasal 83

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 84

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat desa wajib bersikap dan bertindak adil, dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara efisien dan efektif.

Pasal 85

Pengawasan dan pembinaan terhadap perangkat desa dilakukan oleh Kepala Desa dan/atau Sekretaris Desa secara berjenjang sesuai kewenangannya.

Bagian Keempat Penghasilan Pemerintah Desa

Pasal 86

(1) Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh penghasilan tetap setiap bulan. (2) Selain penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh jaminan kesehatan dan dapat memperoleh penerimaan lainnya yang sah. (3) Pemerintah Daerah dapat mengintegrasikan jaminan kesehatan Kepala Desa dan perangkat Desa sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah.

Pasal 87

(1) Penghasilan tetap Kepala Desa dan perangkat Desa dianggarkan dalam APB Desa yang bersumber dari ADD.

(2) Pengalokasian . . .

-33-

(2) Pengalokasian ADD untuk penghasilan tetap Kepala Desa dan perangkat Desa menggunakan penghitungan sebagai berikut: a. ADD yang berjumlah kurang dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) digunakan maksimal 60% (enam puluh perseratus); b. ADD yang berjumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) digunakan maksimal 50% (lima puluh perseratus); c. ADD yang berjumlah lebih dari Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) sampai dengan Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) digunakan maksimal 40% (empat puluh perseratus); dan d. ADD yang berjumlah lebih dari Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) digunakan maksimal 30% (tiga puluh perseratus). (3) Pengalokasian batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan mempertimbangkan efisiensi, jumlah perangkat, kompleksitas tugas pemerintahan, dan letak geografis. (4) Bupati menetapkan besaran penghasilan tetap: a. kepala Desa; b. sekretaris Desa paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari penghasilan tetap kepala Desa per bulan; dan c. perangkat Desa selain sekretaris Desa paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari penghasilan tetap kepala Desa per bulan. (5) Besaran penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan peraturan Bupati.

Pasal 88

(1) Selain menerima penghasilan tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, kepala Desa dan perangkat Desa menerima tunjangan dan penerimaan lain yang sah. (2) Tunjangan dan penerimaan lain yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari APB Desa dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Besaran tunjangan dan penerimaan lain yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima Pakaian Dinas, Atribut dan Penghargaan

Pasal 89

(1) Kepala Desa dan Perangkat Desa dalam melaksanakan tugasnya diwajibkan mengenakan pakaian dinas dan atribut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada Kepala Desa Perangkat Desa yang berprestasi dan yang purnabakti.

(3) Ketentuan . . .

-34-

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian dinas, atribut dan penghargaan kepada Kepala Desa dan Perangkat Desa diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB V HAK DAN KEWAJIBAN DESA DAN MASYARAKAT DESA

Pasal 90

(1) Desa berhak: a. mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat Desa; b. menetapkan dan mengelola kelembagaan Desa; dan c. mendapatkan sumber pendapatan. (2) Desa berkewajiban: a. melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan masyarakat Desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Desa; c. mengembangkan kehidupan demokrasi; d. mengembangkan pemberdayaan masyarakat Desa; dan e. memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Desa.

Pasal 91

(1) Masyarakat Desa berhak: a. meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;

b. memperoleh pelayanan yang sama dan adil; c. menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; d. memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi: 1. Kepala Desa; 2. perangkat Desa; 3. anggota BPD; atau 4. anggota lembaga kemasyarakatan Desa. e. mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketentraman dan ketertiban di Desa.

(2) Masyarakat . . .

-35-

(2) Masyarakat Desa berkewajiban: a. membangun diri dan memelihara lingkungan Desa; b. mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa yang baik; c. mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram di Desa; d. memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan di Desa; dan e. berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di Desa.

BAB VI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

Bagian Kesatu Kedudukan dan Fungsi BPD

Pasal 92

(1) BPD berkedudukan sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan di Desa. (2) Dalam melaksanakan fungsi pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPD mempunyai fungsi: a. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; b. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan c. melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

Bagian Kedua Pengisian Keanggotaan BPD

Pasal 93

(1) Anggota BPD merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis. (2) Masa keanggotaan BPD selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji. (3) Anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. (4) Ketentuan masa keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk masa keanggotaan BPD antar waktu yang dipilih melalui musyawarah Desa. (5) Dalam hal anggota BPD mengundurkan diri sebelum habis masa keanggotaan atau diberhentikan, anggota BPD dianggap telah menduduki 1 (satu) kali masa keanggotaan.

Pasal 94 . . .

-36-

Pasal 94

Persyaratan calon anggota BPD adalah: a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; c. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun atau sudah pernah menikah; d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat; e. bukan sebagai perangkat Pemerintah Desa; f. bersedia dicalonkan menjadi anggota BPD; dan g. wakil penduduk Desa yang dipilih secara demokratis.

Pasal 95

(1) Pengisian keanggotaan BPD dilaksanakan secara demokratis melalui proses musyawarah perwakilan dengan menjamin keterwakilan perempuan. (2) Dalam rangka proses musyawarah perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa membentuk panitia pengisian keanggotaan BPD dan ditetapkan dengan keputusan kepala Desa. (3) Panitia Pengisian keanggotaan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk melalui Musyawarah Desa. (4) Panitia pengisian anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur perangkat Desa dan unsur masyarakat lainnya dengan jumlah anggota dan komposisi yang proporsional.

Pasal 96

(1) Panitia pengisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3) melakukan penjaringan dan penyaringan bakal calon anggota BPD dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum masa keanggotaan BPD berakhir. (2) Panitia pengisian menetapkan calon anggota BPD yang jumlahnya sama atau lebih dari anggota BPD yang dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa keanggotaan BPD berakhir. (3) Calon anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih dalam proses musyawarah perwakilan oleh unsur masyarakat yang mempunyai hak pilih. (4) Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan Keuangan Desa.

(5) Hasil . . .

-37-

(5) Hasil musyawarah perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh panitia pengisian anggota BPD kepada Kepala Desa paling lama 7 (tujuh) Hari sejak ditetapkannya hasil musyawarah perwakilan. (6) Hasil musyawarah perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya hasil pemilihan dari panitia pengisian untuk diresmikan oleh Bupati.

Pasal 97

(1) Peresmian anggota BPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (6) ditetapkan dengan keputusan Bupati paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak diterimanya laporan hasil musyawarah perwakilan dari Kepala Desa. (2) Peresmian anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada Camat. (3) Anggota BPD sebelum memangku jabatannya bersumpah/berjanji secara bersama-sama di hadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya keputusan Bupati tentang peresmian anggota BPD. (4) Susunan kata sumpah/janji anggota BPD sebagai berikut: ”Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku anggota Badan Permusyawaratan Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara, dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi Desa, Daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. (5) Susunan kata-kata sumpah/janji anggota BPD disesuaikan menurut agama dan keyakinan masing-masing.

Pasal 98

(1) Masa keanggotaan BPD berhenti bersama-sama pada saat masa keanggotaan BPD baru mengucapkan sumpah/janji. (2) Dalam hal Pengucapan sumpah/janji anggota BPD tidak dapat dilaksanakan tepat waktu karena alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dapat ditunda selama-lamanya 1 (satu) bulan sejak masa keanggotan BPD lama berakhir dengan ketentuan anggota BPD yang bersangkutan tetap melaksanakan tugas.

Bagian Ketiga Pimpinan BPD

Pasal 99

(1) Pimpinan BPD terdiri atas 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua, dan 1 (satu) orang sekretaris. (2) Pimpinan . . .

-38-

(2) Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus. (3) Rapat pemilihan pimpinan BPD untuk pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda. (4) Rapat pemilihan pimpinan BPD sebagaimana dimaksud ayat (3), dimuat dalam berita acara.

Bagian Keempat Peraturan Tata Tertib BPD

Pasal 100

(1) BPD menyusun Peraturan tata tertib BPD (2) Peraturan tata tertib BPD paling sedikit memuat: a. waktu musyawarah BPD; b. pengaturan mengenai pimpinan musyawarah BPD; c. tata cara musyawarah BPD; d. tata laksana dan hak menyatakan pendapat BPD dan anggota BPD; dan e. pembuatan berita acara musyawarah BPD. (3) Pengaturan mengenai waktu musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. pelaksanaan jam musyawarah; b. tempat musyawarah; c. jenis musyawarah; dan d. daftar hadir anggota BPD. (4) Pengaturan mengenai pimpinan musyawarah BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: a. penetapan pimpinan musyawarah apabila pimpinan dan anggota hadir lengkap; b. penetapan pimpinan musyawarah apabila ketua BPD berhalangan hadir; c. penetapan pimpinan musyawarah apabila ketua dan wakil ketua berhalangan hadir; dan d. penetapan secara fungsional pimpinan musyawarah sesuai dengan bidang yang ditentukan dan penetapan penggantian anggota BPD antarwaktu. (5) Pengaturan mengenai tata cara musyawarah BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi: a. tata cara pembahasan rancangan peraturan Desa;

b. konsultasi . . .

-39-

b. konsultasi mengenai rencana dan program Pemerintah Desa; c. tata cara mengenai pengawasan kinerja kepala Desa; dan d. tata cara penampungan atau penyaluran aspirasi masyarakat. (6) Pengaturan mengenai tata laksana dan hak menyatakan pendapat BPD sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d meliputi: a. pemberian pandangan terhadap pelaksanaan Pemerintahan Desa; b. penyampaian jawaban atau pendapat kepala Desa atas pandangan BPD; c. pemberian pandangan akhir atas jawaban atau pendapat kepala Desa; dan d. tindak lanjut dan penyampaian pandangan akhir BPD kepada Bupati melalui Camat. (7) Pengaturan mengenai penyusunan berita acara musyawarah BPD sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf e meliputi: a. penyusunan notulen rapat; b. penyusunan berita acara; c. format berita acara; d. penandatanganan berita acara; dan e. penyampaian berita acara.

Bagian Kelima Hak, Kewajiban dan Larangan BPD

Pasal 101

(1) BPD berhak : a. mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa; b. menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan c. mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari APBDesa. (2) Anggota BPD berhak: . a. mengajukan usul rancangan Peraturan Desa; b. mengajukan pertanyaan; c. menyampaikan usul dan/atau pendapat; d. memilih dan dipilih; dan e. mendapat tunjangan dari APB Desa atau tunjangan lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 102 . . .

-40-

Pasal 102

(1) Pimpinan dan anggota BPD mempunyai hak untuk memperoleh tunjangan pelaksanaan tugas dan fungsi dan tunjangan lain sesuai peraturan perundang-undangan. (2) Selain tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPD memperoleh biaya operasional. (3) BPD berhak memperoleh pengembangan kapasitas melalui pendidikan dan pelatihan, sosialisasi, pembimbingan teknis, dan kunjungan lapangan. (4) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada pimpinan dan anggota BPD yang berprestasi.

Pasal 103

Anggota BPD wajib: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; b. melaksanakan kehidupan demokrasi yang berkeadilan gender dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa; c. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat Desa; d. mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan; e. menghormati nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Desa; f. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan Desa; dan g. mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 104 anggota BPD dilarang : a. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat Desa, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat Desa; b. melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; c. menyalahgunakan wewenang; d. melanggar sumpah/janji jabatan; e. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa; f. merangkap sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;

g. sebagai . . .

-41- g. sebagai pelaksana proyek Desa; h. menjadi pengurus partai politik; i. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang. Dan/atau j. menyalahgunakan narkoba; k. melakukan perbuatan asusila; l. melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT); m. melakukan perjudian; dan n. melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan;.

Bagian Keenam Pengisian Keanggotaan BPD Antarwaktu

Pasal 105

(1) Pengisian keanggotaan BPD antarwaktu ditetapkan dengan keputusan Bupati atas usul pimpinan BPD melalui kepala Desa. (2) Masa keanggotaan berasal dari pengisian keanggotaan BPD antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sisa waktu masa keanggotaan yang belum dijalankan oleh anggota BPD yang diadakan penggantian antar waktu.

Bagian Ketujuh Pemberhentian Anggota BPD

Pasal 106

(1) Anggota BPD berhenti karena: a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; atau c. diberhentikan. (2) Anggota BPD diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena: a. berakhir masa keanggotaan; b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota BPD; atau d. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104. (3) Pemberhentian anggota BPD diusulkan oleh pimpinan BPD kepada Bupati melalui Camat atas dasar hasil musyawarah BPD. (4) Peresmian pemberhentian anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan Bupati. (5) Peresmian pemberhentian anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat didelegasikan kepada Camat.

Bagian Kedelapan . . .

-42-

Bagian Kedelapan Penggantian Pimpinan BPD

Pasal 107

(1) Apabila pimpinan BPD berhenti atau diberhentikan sebelum masa keanggotaannya berakhir, maka diadakan penggantian pimpinan BPD. (2) Mekanisme penggantian pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus. (3) Hasil rapat penggantian pimpinan BPD sebagaimana dimaksud ayat (2), dimuat dalam berita acara.

Bagian Kesembilan Mekanisme musyawarah BPD

Pasal 108

(1) BPD dalam menggali, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dilaksanakan melalui musyawarah BPD. (2) Mekanisme musyawarah BPD sebagai berikut: a. musyawarah BPD dipimpin oleh pimpinan BPD; b. musyawarah BPD dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota BPD; c. pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah guna mencapai mufakat; d. apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan dengan cara pemungutan suara; e. pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d dinyatakan sah apabila disetujui oleh paling sedikit ½ (satu perdua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota BPD yang hadir; dan f. hasil musyawarah BPD ditetapkan dengan keputusan BPD dan dilampiri notulen musyawarah yang dibuat oleh sekretaris BPD.

Pasal 109

Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, kewenangan, hak dan kewajiban, pengisian keanggotaan, pemberhentian anggota, serta peraturan tata tertib BPD diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Kesepuluh Musyawarah Desa

Pasal 110

(1) Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

(2) Hal . . .

-43-

(2) Hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penataan Desa; b. perencanaan Desa; c. kerja sama Desa; d. rencana investasi yang masuk ke Desa; e. pembentukan BUM Desa; f. penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan g. kejadian luar biasa. (3) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (4) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari APB Desa.

Pasal 111

(1) Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa. (2) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti oleh Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat. (3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. tokoh adat; b. tokoh agama; c. tokoh masyarakat; d. tokoh pendidikan; e. perwakilan kelompok tani; f. perwakilan kelompok nelayan; g. perwakilan kelompok perajin; h. perwakilan kelompok perempuan; i. perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak; dan j. perwakilan kelompok masyarakat miskin. (4) Selain unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), musyawarah Desa dapat melibatkan unsur masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata tertib dan mekanisme musyawarah Desa diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB VII . . .

-44-

BAB VII PEMILIHAN KEPALA DESA

Pasal 112

(1) Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten. (2) Pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi objektif akhir masa jabatan Kepala Desa, jumlah Desa dan kemampuan biaya pemilihan yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Pemilihan kepala Desa secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan bergelombang paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 6 (enam) tahun. (4) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala Desa serentak, Bupati menunjuk penjabat kepala Desa. (5) Penjabat kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berasal dari pegawai negeri sipil. Pasal 113

(1) Dalam hal akan dilaksanakannya Pilkades, BPD melalui rapat pleno BPD membuat berita acara perihal pemberitahuan kepada Kepala Desa mengenai masa jabatan Kepala Desa yang akan habis paling lama 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir. (2) BPD mempersiapkan pembentukan Panitia Pilkades. (3) Panitia Pilkades sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat mandiri dan tidak memihak. (4) Panitia Pilkades sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur perangkat Desa, lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat Desa.

Bagian Kesatu Persyaratan Calon Kepala Desa

Pasal 114 Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan: a. warga negara Republik Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat; e. berusia paling rendah 25 tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat mendaftar; f. memiliki . . .

-45- f. memiliki dedikasi, komitmen dan loyalitas kepada Desa; g. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa; h. terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Desa setempat paling sedikit 1 (satu) tahun pada saat mendaftar; i. tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara; j. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang; k. tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; l. berkelakuan baik; m. berbadan sehat; n. tidak pernah sebagai Kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan; o. telah lulus penyaringan persyaratan administrasi dan test tertulis kompetensi dasar; dan p. telah ditetapkan sebagai calon Kepala Desa yang berhak dipilih oleh Panitia Pilkades.

Pasal 115

(1) Kepala Desa yang akan mencalonkan diri kembali diberi cuti sejak ditetapkan sebagai calon sampai dengan selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih. (2) Dalam hal kepala Desa cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekretaris Desa melaksanakan tugas dan kewajiban kepala Desa.

Pasal 116

(1) Pegawai negeri sipil yang mencalonkan diri dalam pemilihan kepala Desa harus mendapatkan izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian. (2) Dalam hal pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpilih dan diangkat menjadi kepala Desa, yang bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi kepala Desa tanpa kehilangan hak sebagai pegawai negeri sipil.

Pasal 117

(1) Perangkat Desa atau anggota BPD yang mencalonkan diri dalam pemilihan Kepala Desa diberi cuti terhitung sejak yang bersangkutan terdaftar sebagai bakal calon kepala Desa sampai dengan selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih.

(2) Tugas . . .

-46-

(2) Tugas perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirangkap oleh perangkat Desa lainnya yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa.

Bagian Kedua Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa

Pasal 118

(1) Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa. (2) Pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. (3) Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan, pemungutan suara, dan penetapan. (4) Dalam melaksanakan pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibentuk panitia pemilihan Kepala Desa. (5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertugas mengadakan penjaringan dan penyaringan bakal calon berdasarkan persyaratan yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, menetapkan calon Kepala Desa terpilih, dan melaporkan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa. (6) Biaya pemilihan Kepala Desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 119

Penduduk Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) yang pada hari pemungutan suara pemilihan Kepala Desa sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/ pernah menikah ditetapkan sebagai pemilih.

Pasal 120

(1) Bakal calon Kepala Desa yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ditetapkan sebagai calon Kepala Desa oleh panitia pemilihan Kepala Desa. (2) Calon Kepala Desa yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada masyarakat Desa di tempat umum sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa. (3) Calon Kepala Desa dapat melakukan kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa dan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 121

(1) Calon Kepala Desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang memperoleh suara terbanyak. (2) Panitia pemilihan Kepala Desa menetapkan calon Kepala Desa terpilih.

Bagian Ketiga . . .

-47-

Bagian Ketiga Tata Cara Pemilihan Kepala Desa

Pasal 122

(1) Pemilihan kepala Desa dilaksanakan melalui tahapan: a. persiapan; b. pencalonan; c. pemungutan suara; dan d. penetapan. (2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas kegiatan: a. pemberitahuan BPD kepada kepala Desa tentang akhir masa jabatan yang disampaikan 6 (enam) bulan sebelum berakhir masa jabatan; b. pembentukan Panitia Pilkades oleh BPD ditetapkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari setelah pemberitahuan akhir masa jabatan; c. laporan akhir masa jabatan Kepala Desa kepada Bupati disampaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari setelah pemberitahuan akhir masa jabatan; d. perencanaan biaya pemilihan diajukan oleh Panitia Pilkades kepada Bupati melalui Camat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari setelah terbentuknya Panitia Pilkades; dan e. persetujuan biaya pemilihan dari Bupati dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari sejak diajukan oleh Panitia Pilkades. (3) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas kegiatan: a. pengumuman dan pendaftaran bakal calon dalam jangka waktu 9 (sembilan) Hari; b. penelitian kelengkapan persyaratan administrasi, klarifikasi, seleksi melalui test tertulis kompetensi dasar, serta penetapan dan pengumuman nama calon dalam jangka waktu 20 (dua puluh) Hari; c. penetapan calon Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada huruf b paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 5 (lima) orang calon; d. penetapan daftar pemilih tetap untuk pelaksanaan pemilihan kepala Desa; e. pelaksanaan kampanye calon kepala Desa dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari; dan f. masa tenang dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari. (4) Tahapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas kegiatan: a. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara; b. penetapan calon yang memperoleh suara terbanyak; dan/atau

c. dalam . . .

-48-

c. dalam hal calon yang memperoleh suara terbanyak lebih dari 1 (satu) orang, calon terpilih ditetapkan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. (5) Tahapan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas kegiatan: a. laporan Panitia Pilkades mengenai calon terpilih kepada BPD paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah pemungutan suara; b. laporan BPD mengenai calon terpilih kepada Bupati paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah menerima laporan Panitia Pilkades; c. Bupati menerbitkan keputusan mengenai pengesahan dan pengangkatan Kepala Desa paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak diterima laporan dari BPD; dan d. Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk melantik calon kepala Desa terpilih paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak diterbitkan keputusan pengesahan dan pengangkatan kepala Desa dengan tata cara sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (6) Pejabat lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d adalah wakil Bupati atau camat. (7) Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan kepala Desa, Bupati wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari. (8) Dalam penyelesaian perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Bupati dapat membentuk Tim.

Bagian Keempat Pelantikan Kepala Desa

Pasal 123

(1) Apabila Calon Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (5) huruf d tidak dapat dilantik karena alasan-alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, maka dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari berikutnya. (2) Apabila Calon Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (5) huruf d tidak dapat dilantik karena masa jabatan Kepala Desa yang lama belum berakhir, maka pelantikan Kepala Desa terpilih dilaksanakan pada tanggal berakhirnya masa jabatan Kepala Desa yang lama. (3) Apabila pelaksanaan pelantikan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada hari libur, maka pelantikan dilaksanakan pada hari kerja berikutnya atau sehari sebelum hari libur.

Pasal 124

(1) Sebelum memangku jabatannya, Kepala Desa terpilih bersumpah/berjanji.

(2) Sumpah . . .

-49-

(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut: “Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaikbaiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus- lurusnya yang berlaku bagi Desa, Daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Pasal 125

(1) Dalam hal pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dapat dibentuk tim pengawas Pilkades atas prakarsa masyarakat Desa yang bersifat independen. (2) Tim pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Desa dengan keanggotaan terdiri atas unsur perangkat Desa, lembaga kemasyarakatan dan tokoh masyarakat setempat. (3) Tim pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan pengawasannya dapat bekerjasama dengan pihak lain. (4) Tim pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas mengawasi tahapan pencalonan dan pemungutan suara serta dapat memberikan masukan kepada Panitia Pilkades dan BPD.

Pasal 126

(1) Camat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pemilihan Kepala Desa pada wilayah kerjanya. (2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Camat dapat melibatkan anggota forum koordinasi pimpinan di Kecamatan. (3) Untuk mengawasi kelancaran pelaksanaan pemilihan Kepala Desa, Camat dapat membentuk tim monitoring di tingkat Kecamatan. (4) Tugas Tim monitoring sebagaimana dimaksud ayat (3) adalah: a. memberikan penjelasan teknis pelaksanaan pemilihan Kepala Desa; b. mengawasi proses pelaksanaan pemilihan Kepala Desa mulai dari tahapan persiapan sampai dengan penetapan; c. mengawasi penggunaan alokasi dana bantuan Pemilihan Kepala Desa; d. melakukan identifikasi dan verifikasi ulang persyaratan calon yang sudah ditetapkan oleh BPD; e. mengevaluasi pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa dan pasca Pemilihan Kepala Desa; f. memfasilitasi musyawarah penyelesaian sengketa Pemilihan Kepala Desa; dan g. memberikan saran dan pertimbangan kepada Camat terhadap laporan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa.

Bagian Kelima . . .

-50-

Bagian Kelima Pengaduan dan Penyelesaian Masalah

Pasal 127

(1) Keberatan terhadap penetapan Panitia Pilkades atas hasil Pemilihan Kepala Desa hanya dapat diajukan oleh calon Kepala Desa kepada Panitia Pilkades. (2) Pengajuan keberatan sebagaimana diamksud pada ayat (1) paling lambat 3 (tiga) Hari setelah penetapan hasil Pemilihan Kepala Desa. (3) Keberatan terhadap penetapan Panitia Pilkades atas hasil Pemilihan Kepala Desa hanya bisa diajukan berkenaan dengan hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya calon Kepala Desa.

Pasal 128

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pengaduan dan Penyelesaian Masalah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keenam Pemilihan Kepala Desa Antar waktu melalui Musyawarah Desa

Pasal 129

(1) Musyawarah Desa yang diselenggarakan khusus untuk pelaksanaan pemilihan kepala Desa antarwaktu dilaksanakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak kepala Desa diberhentikan dengan mekanisme sebagai berikut: a. sebelum penyelenggaraan musyawarah Desa, dilakukan kegiatan yang meliputi: 1. pembentukan Panitia Pilkades antarwaktu oleh BPD paling lama dalam jangka waktu 15 (lima belas) Hari terhitung sejak kepala Desa diberhentikan; 2. pengajuan biaya pemilihan dengan beban APB Desa oleh Panitia Pilkades kepada penjabat Kepala Desa paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak Panitia Pilkades terbentuk; 3. pemberian persetujuan biaya pemilihan oleh penjabat Kepala Desa paling lama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak diajukan oleh Panitia Pilkades; 4. pengumuman dan pendaftaran bakal calon Kepala Desa oleh Panitia Pilkades dalam jangka waktu 15 (lima belas) Hari; 5. penelitian kelengkapan persyaratan administrasi bakal calon oleh Panitia Pilkades dalam jangka waktu 7 (tujuh) Hari; dan 6. penetapan calon kepala Desa antarwaktu oleh Panitia Pilkades paling sedikit 2 (dua) orang calon dan paling banyak 3 (tiga) orang calon yang dimintakan pengesahan musyawarah Desa untuk ditetapkan sebagai calon yang berhak dipilih dalam musyawarah Desa.

b. BPD . . .

-51-

b. BPD menyelenggarakan musyawarah Desa yang meliputi kegiatan: 1. penyelenggaraan musyawarah Desa dipimpin oleh Ketua BPD yang teknis pelaksanaan pemilihannya dilakukan oleh Panitia Pilkades; 2. pengesahan calon kepala Desa yang berhak dipilih oleh musyawarah Desa melalui musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara; 3. pelaksanaan pemilihan calon kepala Desa oleh Panitia Pilkades melalui mekanisme musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara yang telah disepakati oleh musyawarah Desa; 4. pelaporan hasil pemilihan calon kepala Desa oleh Panitia Pilkades kepada musyawarah Desa; 5. pengesahan calon terpilih oleh musyawarah Desa; 6. pelaporan hasil pemilihan kepala Desa melalui musyawarah Desa kepada BPD dalam jangka waktu 7 (tujuh) Hari setelah musyawarah Desa mengesahkan calon kepala Desa terpilih; 7. pelaporan calon kepala Desa terpilih hasil musyawarah Desa oleh ketua BPD kepada Bupati paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah menerima laporan dari Panitia Pilkades; 8. penerbitan keputusan Bupati tentang pengesahan pengangkatan calon kepala Desa terpilih paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak diterimanya laporan dari BPD; dan 9. pelantikan kepala Desa oleh Bupati paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak diterbitkan keputusan pengesahan pengangkatan calon kepala Desa terpilih dengan urutan acara pelantikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Kepala Desa yang dipilih melalui Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas Kepala Desa sampai habis sisa masa jabatan Kepala Desa yang diberhentikan.

Pasal 130 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan kepala Desa diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketujuh Pendidikan dan Pelatihan Kepala Desa

Pasal 131

(1) Terhadap Kepala Desa yang telah dilantik, Pemerintah Daerah dapat memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai wewenang, tugas dan kewajiban serta aspek-aspek lainnya yang berkenaan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. (2) pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang mengadakan pendidikan dan pelatihan atau Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi pemerintahan Desa.

BAB VIII . . .

-52-

BAB VIII PENYUSUNAN PERATURAN DESA

Pasal 132

(1) Jenis peraturan di Desa terdiri atas Peraturan Desa, peraturan bersama Kepala Desa, dan peraturan Kepala Desa. (2) Peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau melanggar hak azasi manusia.

Bagian Kesatu Peraturan Desa

Pasal 133

(1) Rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa. (2) BPD dapat mengusulkan Rancangan Peraturan Desa kepada Pemerintah Desa. (3) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa untuk mendapatkan masukan. (4) Masyarakat Desa berhak memberikan masukan terhadap Rancangan Peraturan Desa. (5) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD.

Pasal 134

(1) Rancangan Peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal kesepakatan. (2) Rancangan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan Desa dari pimpinan BPD.

Pasal 135

(1) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2) tentang APBDesa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi dari Bupati sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa. (2) Ketentuan mengenai evaluasi Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

(3) Hasil . . .

-53-

(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan oleh Bupati paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan Desa oleh Bupati. (4) Dalam hal Bupati telah memberikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Desa wajib memperbaikinya. (5) Kepala Desa diberi waktu paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi untuk melakukan koreksi. (6) Dalam hal Bupati tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.

Pasal 136

(1) Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan dalam lembaran Desa dan berita Desa oleh sekretaris Desa. (2) Peraturan Desa yang telah diundangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah diundangkan. (3) Peraturan Desa wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.

Bagian Kesatu Peraturan Kepala Desa

Pasal 137

Peraturan kepala Desa merupakan peraturan pelaksanaan peraturan Desa.

Pasal 138

(1) Peraturan kepala Desa ditandatangani oleh kepala Desa. (2) Peraturan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diundangkan oleh sekretaris Desa dalam lembaran Desa dan berita Desa. (3) Peraturan kepala Desa wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.

Bagian Ketiga Pembatalan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa

Pasal 139

Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang bertentangan dengan kepentingan umum, ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dibatalkan oleh Bupati dan/atau melanggar hak azasi manusia.

Bagian Keempat . . .

-54-

Bagian Keempat Peraturan Bersama Kepala Desa

Pasal 140

(1) Peraturan bersama kepala Desa merupakan peraturan kepala Desa dalam rangka kerja sama antar-Desa. (2) Peraturan bersama kepala Desa ditandatangani oleh kepala Desa dari 2 (dua) Desa atau lebih yang melakukan kerja sama antar-Desa. (3) Peraturan bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perpaduan kepentingan Desa masing-masing dalam kerja sama antar-Desa. (4) Peraturan bersama kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa masing-masing.

Pasal 141

Pedoman teknis mengenai peraturan di Desa diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB IX KEUANGAN DESA DAN ASET DESA

Bagian Kesatu Keuangan Desa

Paragraf 1 Umum

Pasal 142

(1) Keuangan Desa merupakan semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. (2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa.

Pasal 143

(1) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (2) bersumber dari: a. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa; b. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; c. bagian dari hasil pajak Daerah dan retribusi Daerah;

d. alokasi . . .

-55-

d. alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Daerah; e. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan g. lain-lain pendapatan Desa yang sah. (2) Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan. (3) Bagian hasil pajak Daerah dan retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari pajak dan retribusi Daerah. (4) Alokasi dana Desa (ADD) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

Pasal 144

(1) Penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APB Desa. (2) Penyelenggaraan kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain didanai oleh APB Desa, juga dapat didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah. (3) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara. (4) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah Daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pasal 145

Seluruh pendapatan Desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas Desa dan penggunaannya ditetapkan dalam APB Desa.

Pasal 146

Pencairan dana dalam rekening kas Desa ditandatangani oleh kepala Desa dan bendahara Desa.

Pasal 147

(1) Pengelolaan keuangan Desa meliputi: a. perencanaan; b. pelaksanaan;

c. penatausahaan . . .

-56-

c. penatausahaan; d. pelaporan; dan e. pertanggungjawaban. (2) Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa.

Pasal 148

Pengelolaan keuangan Desa dilaksanakan dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

Paragraf 2 Pengalokasian Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pasal 149

(1) Dana Desa yang ditransfer oleh Pemerintah melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah diperuntukkan bagi Desa. (2) Ketentuan mengenai pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 150

(1) Pemerintah Daerah mengalokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah ADD setiap tahun anggaran. (2) ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus. (3) Pengalokasian ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan: a. kebutuhan penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa; dan b. jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis Desa. (4) Pengalokasian ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan bupati. (5) Ketentuan mengenai tata cara pengalokasian ADD diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 151 . . .

-57-

Pasal 151

(1) Pemerintah Daerah mengalokasikan bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah kepada Desa paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari realisasi penerimaan hasil pajak dan retribusi daerah. (2) Pengalokasian bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan: a. 60% (enam puluh perseratus) dibagi secara merata kepada seluruh Desa; dan b. 40% (empat puluh perseratus) dibagi secara proporsional realisasi penerimaan hasil pajak dan retribusi dari Desa masing-masing. (3) Pengalokasian bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah kepada Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan Bupati. (4) Ketentuan mengenai tata cara pengalokasian bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah kepada Desa diatur dengan peraturan Bupati.

Pasal 152

(1) Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan keuangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah kepada Desa. (2) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersifat umum dan khusus. (3) Bantuan keuangan yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada Desa penerima bantuan dalam rangka membantu pelaksanaan tugas pemerintah daerah di Desa. (4) Bantuan keuangan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) peruntukan dan pengelolaannya ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan dalam rangka percepatan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat.

Paragraf 3 Penyaluran

Pasal 153

(1) Penyaluran ADD dan bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah ke Desa dilakukan secara bertahap. (2) Tata cara penyaluran ADD dan bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Bupati dengan berpedoman pada Peraturan perudang- undangan. (3) Penyaluran bantuan keuangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah ke Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 4 . . .

-58-

Paragraf 4 Belanja Desa

Pasal 154

(1) Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah. (2) Kebutuhan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, tetapi tidak terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa. (3) Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pada Rencana Kerja Pemerintah Desa dan menjadi dasar dalam Penetapan Rencana APBDesa.

Pasal 155

Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan dengan ketentuan: a. paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan b. paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk: 1. penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa; 2. operasional Pemerintah Desa; 3. tunjangan dan operasional BPD; dan 4. insentif rukun tetangga dan rukun warga.

Paragraf 5 APB Desa

Pasal 156

(1) APBDesa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan Desa. (2) Rancangan APBDesa diajukan oleh Kepala Desa dan dimusyawarahkan bersama BPD. (3) Sesuai dengan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa menetapkan APBDesa setiap tahun dengan Peraturan Desa.

Pasal 157

(1) Rancangan peraturan Desa tentang APB Desa disepakati bersama oleh kepala Desa dan BPD paling lambat bulan Oktober tahun berjalan.

(2) Rancangan . . .

-59-

(2) Rancangan peraturan Desa tentang APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh kepala Desa kepada Bupati melalui Camat paling lambat 3 (tiga) Hari sejak disepakati untuk dievaluasi. (3) Bupati dapat mendelegasikan evaluasi rancangan peraturan Desa tentang APB Desa kepada camat. (4) Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan.

Pasal 158

(1) Bupati menginformasikan rencana ADD, bagian bagi hasil pajak dan retribusi daerah untuk Desa, serta bantuan keuangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. (2) Bupati menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Desa dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari setelah kebijakan umum anggaran dan prioritas serta plafon anggaran sementara disepakati Bupati bersama DPRD. (3) Informasi dari Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan penyusunan rancangan APB Desa.

Paragraf 6 Pelaporan dan Pertanggungjawaban

Pasal 159

(1) Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APB Desa kepada Bupati setiap semester tahun berjalan. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semester pertama disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semester kedua disampaikan paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya.

Pasal 160

(1) Selain penyampaian laporan realisasi pelaksanaan APB Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (1), kepala Desa juga menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa kepada Bupati setiap akhir tahun anggaran. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Bupati melalui camat setiap akhir tahun anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a.

Pasal 161

Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa diatur dengan peraturan bupati dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 162 . . .

-60-

Pasal 162

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan Desa diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Kedua Aset Desa

Paragraf 1 Umum

Pasal 163

(1) Aset Desa dapat berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik Desa. (2) Aset lainnya milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. kekayaan Desa yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta APBDesa; b. kekayaan Desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis; c. kekayaan Desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. hasil kerja sama Desa; dan e. kekayaan Desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah. (3) Kekayaan milik Desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa. (4) Bangunan milik Desa harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.

Pasal 164

(1) Pengelolaan kekayaan milik Desa dilaksanakan berdasarkan asas kepentingan umum, fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, dan kepastian nilai ekonomi. (2) Pengelolaan kekayaan milik Desa dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Desa serta meningkatkan pendapatan Desa. (3) Pengelolaan kekayaan milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas oleh Kepala Desa bersama BPD berdasarkan tata cara pengelolaan kekayaan milik Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2 . . .

-61-

Paragraf 2 Pengelolaan Kekayaan milik Desa

Pasal 165

(1) Kekayaan milik Desa diberi kode barang dalam rangka pengamanan. (2) Kekayaan milik Desa dilarang diserahkan atau dialihkan kepada pihak lain sebagai pembayaran tagihan atas Pemerintah Desa. (3) Kekayaan milik Desa dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.

Pasal 166

Pengelolaan kekayaan milik Desa merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kekayaan milik Desa.

Paragraf 3 Tata Cara Pengelolaan Kekayaan Milik Desa

Pasal 167

(1) Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan kekayaan milik Desa. (2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Desa dapat menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa.

Pasal 168

(1) Pengelolaan kekayaan milik Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan meningkatkan pendapatan Desa. (2) Pengelolaan kekayaan milik Desa diatur dengan peraturan Desa dengan berpedoman sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 169

(1) Pengelolaan kekayaan milik Desa yang berkaitan dengan penambahan dan pelepasan aset ditetapkan dengan peraturan Desa sesuai dengan kesepakatan musyawarah Desa. (2) Kekayaan milik Pemerintah dan pemerintah daerah berskala lokal Desa dapat dihibahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 170 . . .

-62-

Pasal 170

(1) Kekayaan milik Desa yang telah diambil alih oleh pemerintah daerah dikembalikan kepada Desa, kecuali yang sudah digunakan untuk fasilitas umum. (2) Fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan fasilitas untuk kepentingan masyarakat umum.

Pasal 171

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan kekayaan milik Desa diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB X PEMBANGUNAN DESA DAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

Bagian Kesatu Pembangunan Desa

Pasal 172

(1) Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. (2) Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. (3) Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.

Paragraf 1 Perencanaan Pembangunan Desa

Pasal 173

(1) Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Daerah. (2) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjangka meliputi: a. RPJM Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan b. RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. (3) RPJM Desa dan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Desa.

(4) Peraturan . . .

-63-

(4) Peraturan Desa tentang RPJM Desa dan RKP Desa merupakan satu- satunya dokumen perencanaan di Desa (5) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan pembangunan Daerah.

Pasal 174

(1) Perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam musyawarah Desa. (2) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat dilaksanakan pada bulan Juni tahun anggaran berjalan.

Pasal 175

Perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan RKP Desa.

Pasal 176

(1) Dalam menyusun RPJM Desa dan RKP Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan Musrenbang Desa secara partisipatif. (2) Musrenbang Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti oleh BPD dan unsur masyarakat Desa. (3) Rancangan RPJM Desa dan rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dalam Musrenbang Desa. (4) Rancangan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat penjabaran visi dan misi kepala Desa terpilih dan arah kebijakan perencanaan pembangunan Desa. (5) Rancangan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memperhatikan arah kebijakan perencanaan pembangunan Daerah. (6) Rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penjabaran dari rancangan RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

Pasal 177

(1) Musrenbang Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 176 menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh APBDesa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (2) Prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa yang meliputi: a. peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar;

b. pembangunan . . .

-64-

b. pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia; c. pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif; d. pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi; dan e. peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat Desa berdasarkan kebutuhan masyarakat Desa. (3) Penyusunan rencana Pembangunan Desa dapat didampingi secara teknis oleh instansi yang menangani perencanaan Daerah dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan/atau lembaga pemberdayaan masyarakat.

Pasal 178

(1) RPJM Desa mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. (2) RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat visi dan misi kepala Desa, rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat, dan arah kebijakan pembangunan Desa. (3) RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas pembangunan Desa. (4) RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan kepala Desa.

Pasal 179

(1) RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. (2) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa. (3) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit berisi uraian: a. evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya; b. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa; c. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola melalui kerja sama antar-Desa dan pihak ketiga; d. rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa sebagai kewenangan penugasan dari Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah; dan e. pelaksana kegiatan Desa yang terdiri atas unsur perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa.

(4) RKP Desa . . .

-65-

(4) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari Pemerintah Daerah berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah. (5) RKP Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan. (6) RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan. (7) RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.

Pasal 180

(1) Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada pemerintah daerah. (2) Dalam hal tertentu, Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi. (3) Usulan kebutuhan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan persetujuan bupati. (4) Dalam hal bupati memberikan persetujuan, usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh bupati kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah provinsi. (5) Usulan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dihasilkan dalam Musrenbang Desa. (6) Dalam hal Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah menyetujui usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), usulan tersebut dimuat dalam RKP Desa tahun berikutnya. (7) Mekanisme penyusunan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Pasal 181

(1) RPJM Desa dan/atau RKP Desa dapat diubah dalam hal: a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau Pemerintah Daerah. (2) Perubahan RPJM Desa dan/atau RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa dan selanjutnya ditetapkan dengan peraturan Desa.

Paragraf 2 Pelaksanaan Pembangunan Desa

Pasal 182

(1) Pembangunan Desa dilaksanakan sesuai dengan RKP Desa.

(2) Pelaksanaan . . .

-66-

(2) Pelaksanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam Desa. (3) Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa. (4) Pelaksanaan program sektoral yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk diintegrasikan dengan Pembangunan Desa.

Pasal 183

(1) Kepala Desa mengkoordinasikan kegiatan pembangunan Desa yang dilaksanakan oleh perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa. (2) Pelaksana kegiatan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan keadilan gender. (3) Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengutamakan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di Desa serta mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat. (4) Pelaksana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan laporan pelaksanaan pembangunan kepada kepala Desa dalam forum musyawarah Desa. (5) Masyarakat Desa berpartisipasi dalam musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk menanggapi laporan pelaksanaan pembangunan Desa.

Pasal 184

(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan program sektoral dan program daerah yang masuk ke Desa. (2) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk diintegrasikan ke dalam pembangunan Desa. (3) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berskala lokal Desa dikoordinasikan dan/atau didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa. (4) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam lampiran APB Desa.

Paragraf 3 Pemantauan dan Pengawasan Pembangunan Desa

Pasal 185

(1) Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa. (2) Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa.

(3) Masyarakat . . .

-67-

(3) Masyarakat Desa melaporkan hasil pemantauan dan berbagai keluhan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa kepada Pemerintah Desa dan BPD. (4) Masyarakat Desa berpartisipasi dalam Musyawarah Desa untuk menanggapi laporan pelaksanaan Pembangunan Desa.

Bagian Kedua Pembangunan Kawasan Perdesaan

Pasal 186

(1) Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar-Desa yang dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendekatan pembangunan partisipatif. (2) Pembangunan kawasan perdesaan terdiri atas: a. penyusunan rencana tata ruang kawasan perdesaan secara partisipatif; b. pengembangan pusat pertumbuhan antar-Desa secara terpadu; c. penguatan kapasitas masyarakat; d. kelembagaan dan kemitraan ekonomi; dan e. pembangunan infrastruktur antar perdesaan. (3) Pembangunan kawasan perdesaan memperhatikan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa serta pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial melalui pencegahan dampak sosial dan lingkungan yang merugikan sebagian dan/atau seluruh Desa di kawasan perdesaan. (4) Rancangan pembangunan Kawasan Perdesaan dibahas bersama oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa. (5) Rencana pembangunan Kawasan Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

Pasal 187

(1) Pembangunan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186 dilaksanakan di lokasi yang telah ditetapkan oleh Bupati. (2) Penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan dilaksanakan dengan mekanisme: a. Pemerintah Desa melakukan inventarisasi dan identifikasi mengenai wilayah, potensi ekonomi, mobilitas penduduk, serta sarana dan prasarana Desa sebagai usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan kawasan perdesaan; b. usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan kawasan perdesaan disampaikan oleh kepala Desa kepada Bupati;

c. Bupati . . .

-68-

c. Bupati melakukan kajian atas usulan untuk disesuaikan dengan rencana dan program pembangunan Daerah; dan d. berdasarkan hasil kajian atas usulan, Bupati menetapkan lokasi pembangunan kawasan perdesaan dengan keputusan Bupati. (3) Bupati dapat mengusulkan program pembangunan kawasan perdesaan di lokasi yang telah ditetapkannya kepada gubernur dan kepada Pemerintah melalui gubernur. (4) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi dibahas bersama Pemerintah Daerah untuk ditetapkan sebagai program pembangunan kawasan perdesaan. (5) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari Pemerintah Daerah ditetapkan oleh Bupati. (6) Bupati melakukan sosialisasi program pembangunan kawasan perdesaan kepada Pemerintah Desa, BPD, dan masyarakat. (7) Pembangunan kawasan perdesaan yang berskala lokal Desa ditugaskan pelaksanaannya kepada Desa.

Pasal 188

(1) Perencanaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan aset Desa dan tata ruang dalam pembangunan kawasan perdesaan dilakukan berdasarkan hasil musyawarah Desa yang selanjutnya ditetapkan dengan peraturan Desa. (2) Pembangunan kawasan perdesaan yang memanfaatkan aset Desa dan tata ruang Desa wajib melibatkan Pemerintah Desa. (3) Pelibatan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam hal: a. memberikan informasi mengenai rencana program dan kegiatan pembangunan kawasan perdesaan; b. memfasilitasi musyawarah Desa untuk membahas dan menyepakati pendayagunaan aset Desa dan tata ruang Desa; dan c. mengembangkan mekanisme penanganan perselisihan sosial. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembangunan Kawasan Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 189

(1) Pembangunan Kawasan Perdesaan dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui satuan kerja perangkat Daerah, Pemerintah Desa, dan/atau BUM Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa. (2) Pembangunan Kawasan Perdesaan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan pihak ketiga wajib mendayagunakan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia serta mengikutsertakan Pemerintah Desa dan masyarakat Desa.

(3) Pembangunan . . .

-69-

(3) Pembangunan Kawasan Perdesaan yang berskala lokal Desa wajib diserahkan pelaksanaannya kepada Desa dan/atau kerja sama antar- Desa.

Bagian Ketiga Pemberdayaan Masyarakat dan Pendampingan Masyarakat Desa

Paragraf 1 Pemberdayaan Masyarakat Desa

Pasal 190

(1) Pemberdayaan masyarakat Desa bertujuan memampukan Desa dalam melakukan aksi bersama sebagai suatu kesatuan tata kelola Pemerintahan Desa, kesatuan tata kelola lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat, serta kesatuan tata ekonomi dan lingkungan. (2) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, dan pihak ketiga. (3) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, BPD, forum musyawarah Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, BUM Desa, badan kerja sama antar- Desa, forum kerja sama Desa, dan kelompok kegiatan masyarakat lain yang dibentuk untuk mendukung kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.

Pasal 191

(1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa melakukan upaya pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan Desa yang dilaksanakan secara swakelola oleh Desa; b. mengembangkan program dan kegiatan pembangunan Desa secara berkelanjutan dengan mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di Desa; c. menyusun perencanaan pembangunan Desa sesuai dengan prioritas, potensi, dan nilai kearifan lokal; d. menyusun perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kepentingan warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal; e. mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa; f. mendayagunakan lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat;

g. mendorong . . .

-70-

g. mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan Desa yang dilakukan melalui musyawarah Desa; h. menyelenggarakan peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia masyarakat Desa; i. melakukan pendampingan masyarakat Desa yang berkelanjutan; dan j. melakukan pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa.

Paragraf 2 Pendampingan Masyarakat Desa

Pasal 192

(1) Pemerintah daerah menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat Desa dengan pendampingan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan. (2) Pendampingan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga. (3) Camat melakukan koordinasi pendampingan masyarakat Desa di wilayahnya.

Pasal 193

(1) Tenaga pendamping profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat (2) terdiri atas: a. pendamping Desa yang bertugas mendampingi Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kerja sama Desa, pengembangan BUM Desa, dan pembangunan yang berskala lokal Desa; b. pendamping teknis yang bertugas mendampingi Desa dalam pelaksanaan program dan kegiatan sektoral; dan c. tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang bertugas meningkatkan kapasitas tenaga pendamping dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki sertifikasi kompetensi dan kualifikasi pendampingan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan/atau teknik. (3) Kader pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat (2) berasal dari unsur masyarakat yang dipilih oleh Desa untuk menumbuhkan dan mengembangkan serta menggerakkan prakarsa, partisipasi, dan swadaya gotong royong.

Pasal 194 . . .

-71-

Pasal 194

(1) Pemerintah Daerah dapat mengadakan sumber daya manusia pendamping untuk Desa melalui perjanjian kerja yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah Desa dapat mengadakan kader pemberdayaan masyarakat Desa melalui mekanisme musyawarah Desa untuk ditetapkan dengan keputusan kepala Desa.

Bagian Keempat Sistem Informasi Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan

Pasal 195

(1) Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah. (2) Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem informasi Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan. (3) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia. (4) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan Perdesaan, serta informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan. (5) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat Desa dan semua pemangku kepentingan. (6) Pemerintah Daerah menyediakan informasi perencanaan pembangunan Daerah untuk Desa.

BAB XI BADAN USAHA MILIK DESA

Bagian Kesatu Pendirian dan Organisasi Pengelola

Pasal 196

(1) Desa dapat mendirikan BUM Desa. (2) BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. (3) BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 197 . . .

-72-

Pasal 197

(1) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat (1) dilakukan melalui musyawarah Desa dan ditetapkan dengan peraturan Desa. (2) Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa. (3) Organisasi pengelola BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit terdiri atas: a. penasihat; dan b. pelaksana operasional. (4) Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dijabat secara ex-officio oleh kepala Desa. (5) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala Desa. (6) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilarang merangkap jabatan yang melaksanakan fungsi pelaksana lembaga Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan Desa.

Pasal 198

(1) Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (3) huruf a mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada pelaksana operasional dalam menjalankan kegiatan pengurusan dan pengelolaan usaha Desa. (2) Penasihat dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional mengenai pengurusan dan pengelolaan usaha Desa.

Pasal 199

Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (3) huruf b mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

Bagian Kedua Modal dan Kekayaan Desa

Pasal 200

(1) Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa. (2) Kekayaan BUM Desa merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.

(3) Modal . . .

-73-

(3) Modal BUM Desa terdiri atas: a. penyertaan modal Desa; dan b. penyertaan modal masyarakat Desa. (4) Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berasal dari APB Desa dan sumber lainnya. (5) Penyertaan modal Desa yang berasal dari APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat bersumber dari: a. dana segar; b. bantuan Pemerintah; c. bantuan Pemerintah Daerah; dan d. aset Desa yang diserahkan kepada APB Desa. (6) Bantuan Pemerintah dan pemerintah daerah kepada BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c disalurkan melalui mekanisme APB Desa.

Bagian Ketiga Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Pasal 201

(1) Pelaksana operasional BUM Desa wajib menyusun dan menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga setelah mendapatkan pertimbangan kepala Desa. (2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, modal, kegiatan usaha, jangka waktu berdirinya BUM Desa, organisasi pengelola, serta tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan. (3) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit hak dan kewajiban, masa bakti, tata cara pengangkatan dan pemberhentian personil organisasi pengelola, penetapan jenis usaha, dan sumber modal. (4) Kesepakatan penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui musyawarah Desa. (5) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh kepala Desa.

Bagian Keempat Pengembangan Kegiatan Usaha

Pasal 202

(1) Untuk mengembangkan kegiatan usahanya, BUM Desa dapat: a. menerima pinjaman dan/atau bantuan yang sah dari pihak lain; dan b. mendirikan unit usaha BUM Desa.

(2) BUM Desa . . .

-74-

(2) BUM Desa yang melakukan pinjaman harus mendapatkan persetujuan Pemerintah Desa. (3) Pendirian, pengurusan, dan pengelolaan unit usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 203

Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUM Desa dengan: a. memberikan hibah dan/atau akses permodalan; b. melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan c. memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam di Desa.

Pasal 204

(1) Pelaksana operasional dalam pengurusan dan pengelolaan usaha Desa mewakili BUM Desa di dalam dan di luar pengadilan. (2) Pelaksana operasional wajib melaporkan pertanggungjawaban pengurusan dan pengelolaan BUM Desa kepada kepala Desa secara berkala.

Bagian Kelima Hasil Usaha

Pasal 205

Hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk: a. pengembangan usaha; dan b. Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam APB Desa.

Pasal 206

Kerugian yang dialami oleh BUM Desa menjadi tanggung jawab pelaksana operasional BUM Desa.

Pasal 207

(1) Kepailitan BUM Desa hanya dapat diajukan oleh kepala Desa. (2) Kepailitan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam . . .

-75-

Bagian Keenam Pendirian BUM Desa Bersama

Pasal 208

(1) Dalam rangka kerja sama antar-Desa, 2 (dua) Desa atau lebih dapat membentuk BUM Desa bersama. (2) Pembentukan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pendirian, penggabungan, atau peleburan BUM Desa. (3) Pendirian, penggabungan, atau peleburan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta pengelolaan BUM Desa tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 209

Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, pengurusan dan pengelolaan, serta pembubaran BUM Desa diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XII KERJA SAMA DESA

Pasal 210

Kerja sama Desa dilakukan antar-Desa dan/atau dengan pihak ketiga.

Bagian Kesatu Kerja Sama antar-Desa

Pasal 211

(1) Kerja sama antar-Desa meliputi: a. pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing; b. kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau c. bidang keamanan dan ketertiban. (2) Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui kesepakatan musyawarah antar-Desa. (3) Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa. (4) Musyawarah antar-Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membahas hal yang berkaitan dengan: a. pembentukan lembaga antar-Desa;

b. pelaksanaan . . .

-76-

b. pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa; c. perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa; d. pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan Kawasan Perdesaan; e. masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada; dan f. kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa. (5) Dalam melaksanakan pembangunan antar-Desa, badan kerja sama antar-Desa dapat membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan. (6) Dalam pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih.

Pasal 212

(1) Badan kerja sama antar-Desa terdiri atas: a. Pemerintah Desa; b. anggota BPD; c. lembaga kemasyarakatan Desa; d. lembaga Desa lainnya; dan e. tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. (2) Susunan organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan bersama kepala Desa. (3) Badan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada kepala Desa.

Bagian Kedua Kerja Sama dengan Pihak Ketiga

Pasal 213

(1) Kerja sama Desa dengan pihak ketiga dilakukan untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa. (3) Pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian bersama.

Bagian Ketiga . . .

-77-

Pasal 214

(1) Peraturan Bersama Kepala Desa dan Perjanjian Bersama sebagai Pelaksanaan kerjasama Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 paling sedikit memuat: a. ruang lingkup kerja sama; b. bidang kerja sama; c. tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama; d. jangka waktu; e. hak dan kewajiban; f. pendanaan; g. tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan h. penyelesaian perselisihan. (2) Camat atas nama Bupati memfasilitasi pelaksanaan kerja sama antar- Desa ataupun kerja sama Desa dengan pihak ketiga.

Pasal 215

Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa harus dimusyawarahkan dengan menyertakan para pihak yang terikat dalam kerja sama Desa.

Pasal 216

(1) Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 dapat dilakukan oleh para pihak. (2) Mekanisme perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa atas ketentuan kerja sama Desa diatur sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Pasal 217

Kerja sama Desa berakhir apabila: a. terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian; b. tujuan perjanjian telah tercapai; c. terdapat keadaan luar biasa yang mengakibatkan perjanjian kerja sama tidak dapat dilaksanakan; d. salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian; e. dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama; f. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

g. objek . . .

-78- g. objek perjanjian hilang; h. terdapat hal yang merugikan kepentingan masyarakat Desa, daerah, atau nasional; atau i. berakhirnya masa perjanjian.

Pasal 218

(1) Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa diselesaikan secara musyawarah serta dilandasi semangat kekeluargaan. (2) Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh Camat. (3) Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam wilayah kecamatan yang berbeda pada satu Kabupaten difasilitasi dan diselesaikan oleh Bupati. (4) Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan. (5) Perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat terselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dilakukan melalui proses hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 219

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara kerja sama Desa diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XIII LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

Pasal 220

(1) Desa mendayagunakan Lembaga Kemasyarakatan Desa yang ada dalam membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Lembaga Kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wadah partisipasi masyarakat Desa sebagai mitra Pemerintah Desa. (3) Lembaga Kemasyarakatan Desa bertugas melakukan pemberdayaan masyarakat Desa, ikut serta merencanakan dan melaksanakan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat Desa. (4) Pelaksanaan program dan kegiatan yang bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan lembaga non- Pemerintah wajib memberdayakan dan mendayagunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada di Desa.

Pasal 221 . . .

-79-

Pasal 221

(1) Lembaga kemasyarakatan Desa dibentuk atas prakarsa Pemerintah Desa dan masyarakat. (2) Lembaga kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas: a. melakukan pemberdayaan masyarakat Desa; b. ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; dan c. meningkatkan pelayanan masyarakat Desa. (3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), lembaga kemasyarakatan Desa memiliki fungsi: a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; b. menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat; c. meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan Pemerintah Desa kepada masyarakat Desa; d. menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan secara partisipatif; e. menumbuhkan, mengembangkan, dan menggerakkan prakarsa, partisipasi, swadaya, serta gotong royong masyarakat; f. meningkatkan kesejahteraan keluarga; dan g. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. (4) Pembentukan lembaga kemasyarakatan Desa diatur dengan peraturan Desa.

Pasal 222

Pemerintah Daerah, dan lembaga nonpemerintah dalam melaksanakan programnya di Desa wajib memberdayakan dan mendayagunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada di Desa.

Pasal 223

Lembaga kemasyarakatan Desa dibentuk oleh Pemerintah Desa berdasarkan Peraturan Bupati berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

BAB XIV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 224

(1) Pemerintah Daerah membina dan mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa. (2) Pemerintah Daerah dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan kepada perangkat Daerah.

(3) Pemerintah . . .

-80-

(3) Pemerintah Daerah memberdayakan masyarakat Desa dengan: a. menerapkan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi tepat guna, dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi dan pertanian masyarakat Desa; b. meningkatkan kualitas pemerintahan dan masyarakat Desa melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; dan c. mengakui dan memfungsikan institusi asli dan/atau yang sudah ada di masyarakat Desa. (4) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan. (5) pendampingan dalam perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 225

Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (1) meliputi: a. memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten yang dilaksanakan oleh Desa; b. memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa; c. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif; d. melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa; e. melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa; f. menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk Desa; g. mengawasi pengelolaan Keuangan Desa dan pendayagunaan Aset Desa; h. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa; i. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Pemerintah Desa, BPD, dan lembaga kemasyarakatan; j. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, BPD, dan lembaga kemasyarakatan; k. melakukan upaya percepatan pembangunan perdesaan; l. melakukan upaya percepatan Pembangunan Desa melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis; m. melakukan peningkatan kapasitas BUM Desa dan lembaga kerja sama antar-Desa; dan n. memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 226 . . .

-81-

Pasal 226

(1) Camat melakukan tugas pembinaan dan pengawasan Desa. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. fasilitasi penyusunan peraturan Desa dan peraturan kepala Desa; b. fasilitasi administrasi tata Pemerintahan Desa; c. fasilitasi pengelolaan keuangan Desa dan pendayagunaan aset Desa; d. fasilitasi penerapan dan penegakan peraturan perundang- undangan; e. fasilitasi pelaksanaan tugas kepala Desa dan perangkat Desa; f. fasilitasi pelaksanaan pemilihan kepala Desa; g. fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi BPD; h. rekomendasi pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa; i. fasilitasi sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah dengan pembangunan Desa; j. fasilitasi penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan; k. fasilitasi penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; l. fasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewajiban lembaga kemasyarakatan; m. fasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif; n. fasilitasi kerja sama antar-Desa dan kerja sama Desa dengan pihak ketiga; o. fasilitasi penataan, pemanfaatan, dan pendayagunaan ruang Desa serta penetapan dan penegasan batas Desa; p. fasilitasi penyusunan program dan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat Desa; q. koordinasi pendampingan Desa di wilayahnya; dan r. koordinasi pelaksanaan pembangunan kawasan perdesaan di wilayahnya. (3) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara secara regular dan berkelanjutan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.

BAB XV KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 227

Desa yang sudah ada sebelum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Daerah ini berlaku tetap diakui sebagai Desa.

Pasal 228 . . .

-82-

Pasal 228

(1) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang sudah ada wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini. (2) Pemerintah Desa bersama BPD melaksanakan penataan struktur organisasi Pemerintah Desa berdasarkan Peraturan Daerah ini dilakukan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

Pasal 229

(1) Masa jabatan Kepala Desa yang ada pada saat ini tetap berlaku sampai habis masa jabatannya. (2) Periodisasi masa jabatan Kepala Desa mengikuti ketentuan Peraturan Daerah ini. (3) Anggota BPD yang ada pada saat ini tetap menjalankan tugas sampai habis masa keanggotaanya. (4) Periodisasi keanggotaan BPD mengikuti ketentuan Peraturan Daerah ini.

Pasal 230

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, sekretaris Desa yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil tetap menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 231

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, kerja sama antar-Desa atau kerja sama Desa dengan pihak ketiga yang sedang berjalan tetap dilaksanakan sampai dengan berakhirnya kerja sama tersebut.

Pasal 232

Lembaga Kemasyarakatan Desa yang sudah ada sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini agar menyesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.

BAB XVI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 233

(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Desa yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. (2) Peraturan Bupati sebagai peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

(3) Pada . . .

-83-

(3) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Daerah Tahun 2006 Nomor 07, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 0706), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 234

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang.

Ditetapkan di Tigaraksa Pada tanggal 29 – 9 – 2014 2014

BUPATI TANGERANG,

TTD

A. ZAKI ISKANDAR

Diundangkan di Tigaraksa pada tanggal 1 – 10 – 2014 2014

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TANGERANG,

TTD

ISKANDAR MIRSAD

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 NOMOR 09

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG DESA

I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Dalam sejarah pengaturan Desa, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan diterbitkannya Undang-Undang 6 Tahun 2014 tentang Desa maka Pasal 200 sampai dengan Pasal 216 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Bahwa dalam rangka mengoptimalkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah tersebut ialah penataan Desa, kewenangan Desa, Pemerintahan Desa, tata cara penyusunan peraturan di Desa, keuangan dan kekayaan Desa, pembangunan Desa dan pembangunan kawasan perdesaan, badan usaha milik Desa, kerja sama Desa, lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat Desa, serta pembinaan dan pengawasan Desa oleh camat.

Bahwa . . .

-2-

Bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Bahwa sebagai aturan Pelaksana Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, maka Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Desa harus segera dicabut dan diganti dengan Peraturan Daerah yang baru. sehubungan hal tersebut, perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang tentang Desa yang mendasarkan pengaturannya dengan Peraturan Pemerintah 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Daerah ini disusun dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan Desa yang didasarkan pada asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik serta sejalan dengan asas pengaturan Desa sebagaimana diamanatkan oleh Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, antara lain kepastian hukum, tertib penyelenggaraan pemerintahan, tertib kepentingan umum, keterbukaan, profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, kearifan lokal, keberagaman serta partisipasi. Dalam melaksanakan pembangunan Desa, diutamakan nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial. Berkaitan dengan pengaturan mengenai Pemerintahan Desa, lingkup pengaturan Peraturan Daerah ini ialah mengenai Asas Pengaturan, Penataan Desa, Kewenangan Desa, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa, BPD, Pemilihan Kepala Desa, Peraturan Desa, Keuangan Desa dan Aset Desa, Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan, BUMDesa, Kerja Sama Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa, serta Pembinaan dan Pengawasan. Peraturan Daerah ini menjadi pedoman bagi Pemerintah daerah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya dalam mewujudkan tujuan penyelenggaraan Desa sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yakni terwujudnya Desa yang maju, mandiri, dan sejahtera tanpa harus kehilangan jati diri.

2. Kelembagaan Desa Di dalam Peraturan Daerah ini diatur mengenai kelembagaan Desa, yaitu lembaga Pemerintahan Desa yang terdiri atas Pemerintah Desa dan BPD, Lembaga Kemasyarakatan Desa.

Kepala Desa . . .

-3-

Kepala Desa merupakan kepala Pemerintahan Desa yang memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Kepala Desa mempunyai peran penting dalam kedudukannya sebagai kepanjangan tangan negara yang dekat dengan masyarakat dan sebagai pemimpin masyarakat. Dengan posisi yang demikian itu, prinsip pengaturan tentang Kepala Desa: a. Kepala Desa berkedudukan sebagai kepala Pemerintah Desa dan sebagai pemimpin masyarakat; b. Kepala Desa dipilih secara demokratis dan langsung oleh masyarakat setempat; dan c. pencalonan Kepala Desa dalam pemilihan langsung tidak menggunakan basis partai politik sehingga Kepala Desa dilarang menjadi pengurus partai politik. Mengingat kedudukan, kewenangan, dan Keuangan Desa yang semakin kuat, penyelenggaraan Pemerintahan Desa diharapkan lebih akuntabel yang didukung dengan sistem pengawasan dan keseimbangan antara Pemerintah Desa dan lembaga Desa. Lembaga Desa, khususnya BPD yang dalam kedudukannya mempunyai fungsi penting dalam menyiapkan kebijakan Pemerintahan Desa bersama Kepala Desa, harus mempunyai visi dan misi yang sama dengan Kepala Desa sehingga BPD tidak dapat menjatuhkan Kepala Desa yang dipilih secara demokratis oleh masyarakat Desa.

3. Badan Permusyawaratan Desa BPD adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. BPD merupakan badan permusyawaratan di tingkat Desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dalam upaya meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat Desa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Desa dan/atau BPD memfasilitasi penyelenggaraan Musyawarah Desa. Musyawarah Desa adalah forum musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan hasil musyawarah dijadikan dasar oleh BPD dan Pemerintah Desa dalam menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa.

4. Peraturan Desa Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa.

Penetapan . . .

-4-

Penetapan Peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu: a. terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat; b. terganggunya akses terhadap pelayanan publik; c. terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum; d. terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; dan e. diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antargolongan, serta gender. Sebagai sebuah produk politik, Peraturan Desa diproses secara demokratis dan partisipatif, yakni proses penyusunannya mengikutsertakan partisipasi masyarakat Desa. Masyarakat Desa mempunyai hak untuk mengusulkan atau memberikan masukan kepada Kepala Desa dan BPD dalam proses penyusunan Peraturan Desa. Peraturan Desa yang mengatur kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan berskala lokal Desa pelaksanaannya diawasi oleh masyarakat Desa dan BPD. Hal itu dimaksudkan agar pelaksanaan Peraturan Desa senantiasa dapat diawasi secara berkelanjutan oleh warga masyarakat Desa setempat mengingat Peraturan Desa ditetapkan untuk kepentingan masyarakat Desa. Apabila terjadi pelanggaran terhadap pelaksanaan Peraturan Desa yang telah ditetapkan, BPD berkewajiban mengingatkan dan menindaklanjuti pelanggaran dimaksud sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Itulah salah satu fungsi pengawasan yang dimiliki oleh BPD. Selain BPD, masyarakat Desa juga mempunyai hak untuk melakukan pengawasan dan evaluasi secara partisipatif terhadap pelaksanaan Peraturan Desa. Jenis peraturan yang ada di Desa, selain Peraturan Desa adalah Peraturan Kepala Desa dan Peraturan Bersama Kepala Desa.

5. Pemilihan Kepala Desa Kepala Desa dipilih secara langsung oleh dan dari penduduk Desa warga negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan dengan masa jabatan 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala Desa dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut- turut. Khusus mengenai pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diatur agar dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten dengan maksud untuk menghindari hal negatif dalam pelaksanaannya, sehingga Pemerintahan Daerah menetapkan kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak dengan Peraturan Daerah ini.

Pemilihan . . .

-5-

Pemilihan Kepala Desa secara serentak mempertimbangkan jumlah Desa dan kemampuan biaya pemilihan yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sehingga pelaksanaannya dapat secara bergelombang. Sebagai akibat dilaksanakannya kebijakan pemilihan Kepala Desa secara serentak, dalam Peraturan Daerah ini diatur mengenai pengisian jabatan Kepala Desa yang berhenti dan diberhentikan sebelum habis masa jabatan.

6. Sumber Pendapatan Desa Desa mempunyai sumber pendapatan Desa yang terdiri atas pendapatan asli Desa, bagi hasil pajak Daerah dan retribusi Daerah, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten, alokasi anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kepada Desa diberikan sesuai dengan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Bantuan tersebut diarahkan untuk percepatan Pembangunan Desa. Sumber pendapatan lain yang dapat diusahakan oleh Desa berasal dari BUMDesa, pengelolaan pasar Desa, pengelolaan kawasan wisata skala Desa, pengelolaan tambang mineral bukan logam dan tambang batuan dengan tidak menggunakan alat berat, serta sumber lainnya dan tidak untuk dijualbelikan. Bagian dari dana perimbangan yang diterima Pemerintah Daerah paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa. Alokasi Dana Desa yang bersumber dari Belanja Daerah dilakukan dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan.

7. Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Untuk itu, Peraturan Daerah ini menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu “Desa membangun” dan “membangun Desa” yang diintegrasikan dalam perencanaan Pembangunan Desa. Sebagai konsekuensinya, Desa menyusun perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Daerah. Dokumen rencana Pembangunan Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa dan sebagai dasar penyusunan APBDesa. Perencanaan . . .

-6-

Perencanaan Pembangunan Desa diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat Desa melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh APBDesa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa. Pembangunan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa dengan semangat gotongroyong serta memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam Desa. Pelaksanaan program sektor yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa dan diintegrasikan dengan rencana Pembangunan Desa. Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi dan melakukan pemantauan mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa.

8. Lembaga Kemasyarakatan Desa Di Desa dibentuk lembaga kemasyarakatan Desa, seperti rukun tetangga, rukun warga, pembinaan kesejahteraan keluarga, karang taruna, dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Lembaga Kemasyarakatan Desa bertugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat Desa. Lembaga Kemasyarakatan Desa berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan, pemerintahan, kemasyarakatan, dan pemberdayaan yang mengarah terwujudnya demokratisasi dan transparansi di tingkat masyarakat serta menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif dalam kegiatan pembangunan.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Huruf a Yang dimaksud dengan ”rekognisi” adalah pengakuan terhadap hak asal usul. Huruf b Yang dimaksud dengan “subsidiaritas” adalah penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa. Huruf c Yang dimaksud dengan “keberagaman” adalah pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat Desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Huruf d . . .

-7-

Huruf d Yang dimaksud dengan “kebersamaan” adalah semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur masyarakat Desa dalam membangun Desa. Huruf e Yang dimaksud dengan “kegotongroyongan” adalah kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun Desa. Huruf f Yang dimaksud dengan “kekeluargaan” adalah kebiasaan warga masyarakat Desa sebagai bagian dari satu kesatuan keluarga besar masyarakat Desa. Huruf g Yang dimaksud dengan “musyawarah” adalah proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat Desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan; Huruf h Yang dimaksud dengan “demokrasi” adalah sistem pengorganisasian masyarakat Desa dalam suatu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa atau dengan persetujuan masyarakat Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin; Huruf i Yang dimaksud dengan “kemandirian” adalah suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri; Huruf j Yang dimaksud dengan “partisipasi” adalah turut berperan aktif dalam suatu kegiatan; Huruf k Yang dimaksud dengan “kesetaraan” adalah kesamaan dalam kedudukan dan peran; Huruf l Yang dimaksud dengan “pemberdayaan” adalah upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa; dan Huruf m Yang dimaksud dengan “keberlanjutan” adalah suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan Desa.

Pasal 4 . . .

-8-

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “perubahan status” adalah perubahan dari Desa menjadi Kelurahan dan perubahan Kelurahan menjadi Desa. Huruf e Yang dimaksud dengan “Penetapan Desa” adalah untuk menata kembali status Desa menjadi Desa dengan ketentuan tidak boleh menambah jumlah Desa. Pasal 6 Ayat (1) Pembentukan Desa dapat berupa: a. pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih; b. penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa; atau c. penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pembentukan Desa” adalah pembentukan Desa di kawasan yang bersifat khusus dan strategis bagi kepentingan nasional. Pembentukan Desa oleh Pemerintah dapat berupa: a. pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih; atau

b. penggabungan . . .

-9-

b. penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa atau penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru. Yang dimaksud dengan “pembentukan Desa melalui penggabungan beberapa Desa” dilakukan untuk Desa yang berdampingan dan berada dalam satu wilayah kabupaten. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “Jangka waktu 2 (dua) tahun” antara lain digunakan untuk persiapan penataan sarana prasarana Desa, aset Desa, penetapan, dan penegasan batas Desa. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “pembentukan Desa melalui penggabungan beberapa Desa” dilakukan untuk Desa yang berdampingan dan berada dalam satu wilayah kabupaten. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) . . .

-10-

Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Huruf a Yang dimaksud dengan ”kaidah kartografis” adalah kaidah dalam penetapan dan penegasan batas wilayah Desa yang mengikuti tahapan penetapan yang meliputi penelitian dokumen, pemilihan peta dasar, dan pembuatan garis batas di atas peta dan tahapan penegasan yang meliputi penelitian dokumen, pelacakan, penentuan posisi batas, pemasangan pilar batas, dan pembuatan peta batas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan “akses perhubungan antar- Desa”, antara lain sarana dan prasarana antar-Desa serta transportasi antar-Desa. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ketentuan “disertai lampiran peta batas wilayah Desa” adalah dokumen sebagai lampiran Peraturan Daerah yang telah dilakukan melalui tahapan penelitian dokumen, penentuan peta dasar yang dipakai, dan deliniasi garis batas secara kartometrik di atas peta dasar. Pasal 18 . . .

-11-

Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “program nasional yang strategis“ antara lain program pembuatan waduk atau bendungan yang meliputi seluruh wilayah Desa. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “berasal dari pegawai negeri sipil” adalah pegawai negeri sipil Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang yang ditempatkan untuk pengisian jabatan lurah dan perangkat kelurahan sesuai dengan mekanisme kepegawaian Daerah. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 27 Yang dimaksud dengan “menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten” adalah termasuk untuk memberikan dana purnatugas (pesangon) bagi Kepala Desa dan perangkat Desa yang diberhentikan sebagai akibat perubahan status Desa menjadi Kelurahan. Pasal 28 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Penyerahan aset desa” adalah penyerahan bukti-bukti kepemilikan Aset Desa dan keadaan fisik.

Ayat (2) . . .

-12-

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “mengubah status kelurahan menjadi Desa” adalah perubahan status kelurahan menjadi Desa atau kelurahan sebagian menjadi Desa dan sebagian tetap menjadi kelurahan. Hal tersebut dilakukan dalam jangka waktu tertentu untuk menyesuaikan adanya kelurahan yang kehidupan masyarakatnya masih bersifat perdesaan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Yang dimaksud dengan “hak asal usul dan adat istiadat Desa” adalah hak yang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 36 Huruf a Yang dimaksud dengan “hak asal usul” adalah hak yang merupakan warisan yang masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, antara lain sistem organisasi masyarakat adat, kelembagaan, pranata dan hukum adat, tanah kas Desa, serta kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa.

Huruf b . . .

-13-

Huruf b Yang dimaksud dengan “kewenangan lokal berskala Desa” adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa masyarakat Desa, antara lain tambatan perahu, pasar Desa, tempat pemandian umum, saluran irigasi, sanitasi lingkungan, pos pelayanan terpadu, sanggar seni dan belajar, serta perpustakaan Desa, embung Desa, dan jalan Desa. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Huruf b Yang dimaksud dengan “tertib penyelenggara pemerintahan” adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara Pemerintahan Desa. Huruf c Yang dimaksud dengan “tertib kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

Huruf d . . .

-14-

Huruf d Yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf e Yang dimaksud dengan “proporsionalitas” adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Huruf f Yang dimaksud dengan “profesionalitas” adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang- undangan. Huruf g Yang dimaksud dengan “akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf h Yang dimaksud dengan “efektivitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan harus berhasil mencapai tujuan yang diinginkan masyarakat Desa. Yang dimaksud dengan “efisiensi” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tepat sesuai dengan rencana dan tujuan. Huruf i Yang dimaksud dengan “kearifan lokal” adalah asas yang menegaskan bahwa di dalam penetapan kebijakan harus memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat Desa. Huruf j Yang dimaksud dengan “keberagaman” adalah penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang tidak boleh mendiskriminasi kelompok masyarakat tertentu. Huruf k Yang dimaksud dengan “partisipatif” adalah penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang mengikutsertakan kelembagaan Desa dan unsur masyarakat Desa.

Pasal 43 . . .

-15-

Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Jaminan kesehatan yang diberikan kepada Kepala Desa diintegrasikan dengan jaminan pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 47 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “terhitung sejak tanggal pelantikan” adalah seseorang yang telah dilantik sebagai Kepala Desa maka apabila yang bersangkutan mengundurkan diri sebelum habis masa jabatannya dianggap telah menjabat satu periode masa jabatan 6 (enam) tahun. Kepala Desa yang telah menjabat satu kali masa jabatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diberi kesempatan untuk mencalonkan kembali paling lama 2 (dua) kali masa jabatan. Sementara itu, Kepala Desa yang telah menjabat 2 (dua) kali masa jabatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diberi kesempatan untuk mencalonkan kembali hanya 1 (satu) kali masa jabatan.

Ayat (2) . . .

-16-

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pemberitahuan BPD kepada Kepala Desa tentang akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum masa jabatan Kepala desa berakhir dan tembusannya disampaikan kepada Bupati. Dalam hal peberitahuan BPD kepada Kepala Desa tentang akhir masa jabatan melewati batas waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhir masa jabatan Kepala Desa, maka Kepala Desa tetap wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan dalam jangka waktu 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Yang dimaksud dengan “media informasi” antara lain papan pengumuman, radio komunitas, dan media informasi lainnya. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas.

Pasal 57 . . .

-17-

Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “berakhir masa jabatannya” adalah apabila seorang Kepala Desa yang telah berakhir masa jabatannya 6 (enam) tahun terhitung tanggal pelantikan harus diberhentikan. Dalam hal belum ada calon terpilih dan belum dapat dilaksanakan pemilihan, diangkat penjabat. Huruf b Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap” adalah apabila Kepala Desa menderita sakit yang mengakibatkan, baik fisik maupun mental, tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 59 Cukup Jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup Jelas. Pasal 62 Cukup jelas.

Pasal 63 . . .

-18-

Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “tidak lebih dari 1 (satu) tahun” adalah 1 (satu) tahun atau kurang. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “tidak lebih dari 1 (satu) tahun” adalah 1 (satu) tahun atau kurang. Pasal 65 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ”musyawarah Desa” adalah musyawarah yang diselenggarakan oleh BPD khusus untuk pemilihan Kepala Desa antarwaktu (bukan musyawarah BPD), yaitu mulai dari penetapan calon, pemilihan calon, dan penetapan calon terpilih. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ”Musyawarah Desa ” adalah musyawarah yang diselenggarakan oleh BPD khusus untuk pemilihan Kepala Desa antarwaktu (bukan musyawarah BPD), yaitu mulai dari penetapan calon, pemilihan calon, dan penetapan calon terpilih. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas.

Pasal 76 . . .

-19-

Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “sekolah menengah umum” adalah sekolah menengah atas, Sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah. Yang dimaksud dengan “sederajat” adalah pendidikan formal lainnya yang setingkat sekolah menengah umum dan kejar paket C. Huruf d Yang dimaksud dengan “berusia 20 (dua puluh) tahun” adalah penduduk Desa setempat yang sudah mencapai usia 20 (dua puluh) tahun atau lebih sejak penjaringan dan penyaringan atau seleksi calon perangkat Desa oleh Kepala Desa. Yang dimaksud dengan “sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun” adalah penduduk Desa setempat yang berusia 42 (empat puluh dua) tahun atau kurang sejak penjaringan dan penyaringan atau seleksi calon perangkat Desa oleh Kepala Desa. Huruf e Yang dimaksud dengan “terdaftar sebagai penduduk” adalah penduduk yang memiliki Kartu Tanda Penduduk Desa bersangkutan atau memiliki tanda bukti yang sah sebagai penduduk desa bersangkutan. Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal di Desa paling kurang 1 (satu) tahun” adalah sudah bertempat tinggal tetap di Desa bersangkutan selama 1 (satu) tahun atau lebih yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan atau Kartu Keluarga. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas.

Huruf h . . .

-20-

Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 79 Huruf a Yang dimaksud dengan “penjaringan dan penyaringan” adalah dilakukan penelitian dokumen mengenai persyaratan administrasi calon perangkat Desa, antara lain, terdiri atas: 1. surat pernyataan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup; 2. surat pernyataan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup; 3. ijazah pendidikan formal dari tingkat dasar sampai dengan ijazah terakhir yang dilegalisasi oleh pejabat berwenang atau surat pernyataan dari pejabat yang berwenang; 4. akta kelahiran atau surat keterangan kenal lahir; 5. kartu tanda penduduk dan surat keterangan bertempat tinggal paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran dari rukun tetangga/rukun warga dan kepala Desa setempat; 6. surat pernyataan bersedia diangkat menjadi perangkat Desa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup; 7. surat keterangan dari ketua pengadilan bahwa tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih;

8. surat . . .

-21-

8. surat keterangan berbadan sehat dari rumah sakit umum daerah; dan Yang dimaksud dengan “seleksi calon perangkat desa” adalah dapat berupa test wawancara atau tertulis. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “usia telah genap 60 (enam puluh) tahun” adalah apabila seorang Perangkat Desa yang usianya telah mencapai genap 60 (enam puluh) tahun harus diberhentikan. Huruf b Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah apabila Perangkat Desa menderita sakit yang mengakibatkan, baik fisik maupun mental, tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya. Huruf c Apabila perangkat desa dalam pelaksanaan tugasnya tidak bekerja dengan baik dan tidak berdedikasi, kurang berdisiplin, melakukan pelanggaran-pelanggaran administrasi sewaktu- waktu dapat diberhentikan sebelum usia 60 (enam puluh) tahun. Huruf d Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas.

Pasal 85 . . .

-22-

Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Jaminan kesehatan yang diberikan kepada Kepala Desa dan perangkat Desa diintegrasikan dengan jaminan pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebelum program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menjangkau ke tingkat Desa, jaminan kesehatan dapat dilakukan melalui kerja sama Daerah dengan Badan Usaha Milik Negara atau dengan memberikan kartu jaminan kesehatan sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah yang diatur dengan Peraturan Bupati. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “penghargaan” adalah dapat diberikan dalam bentuk piagam dan/atau bentuk lainnya sesuai kemampuan Daerah. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “dilakukan secara demokratis” adalah diproses melalui proses musyawarah perwakilan. Ayat (2) Masa keanggotaan BPD terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji.

Ayat (3) . . .

-23-

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 94 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun” adalah penduduk Desa setempat yang sudah mencapai usia 20 (dua puluh) tahun atau lebih sejak penetapan sebagai calon anggota BPD oleh Panitia pengisian anggota BPD. Yang dimaksud dengan “sudah pernah menikah” adalah penduduk desa setempat kurang dari usia 20 (dua puluh) tahun namun sudah atau pernah menikah. Huruf d Yang dimaksud dengan “sekolah menengah pertama” adalah sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah. Yang dimaksud dengan “sederajat” adalah pendidikan formal lainnya yang setingkat sekolah menengah pertama dan kejar paket B. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “penjaringan dan penyaringan” adalah dilakukan penelitian dokumen mengenai persyaratan administrasi bakal calon anggota BPD, antara lain, terdiri atas: 1. surat pernyataan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup;

2. surat . . .

-24-

2. surat pernyataan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup; 3. akta kelahiran atau surat keterangan kenal lahir; 4. ijazah pendidikan formal dari tingkat dasar sampai dengan ijazah terakhir yang dilegalisasi oleh pejabat berwenang atau surat pernyataan dari pejabat yang berwenang; 5. surat keterangan bukan sebagai perangkat pemerintah Desa dari kepala Desa setempat; 6. surat pernyataan bersedia dicalonkan menjadi anggota BPD yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup; 7. berita acara hasil musyawarah perwakilan berupa kesepakatan yang bersangkutan menjadi wakil penduduk Desa untuk dicalonkan menjadi anggota BPD; Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas.

Pasal 101 . . .

-25-

Pasal 101 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “meminta keterangan” adalah permintaan yang bersifat informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa, bukan dalam rangka laporan pertanggungjawaban Kepala Desa. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 102 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “penghargaan” adalah dapat diberikan dalam bentuk piagam dan/atau bentuk lainnya sesuai kemampuan Daerah. Pasal 103 Cukup jelas. Pasal 104 Cukup jelas. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah apabila Anggota BPD menderita sakit yang mengakibatkan, baik fisik maupun mental, tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya. Huruf b Cukup jelas.

Huruf c . . .

-26-

Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal 110 Ayat (1) Musyawarah Desa merupakan forum pertemuan dari seluruh pemangku kepentingan yang ada di Desa, termasuk masyarakatnya, dalam rangka menggariskan hal yang dianggap penting dilakukan oleh Pemerintah Desa dan juga menyangkut kebutuhan masyarakat Desa. Hasil ini menjadi pegangan bagi perangkat Pemerintah Desa dan lembaga lain dalam pelaksanaan tugasnya. Yang dimaksud dengan “unsur masyarakat” adalah antara lain tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, kelompok nelayan, kelompok perajin, kelompok perempuan, dan kelompok masyarakat miskin. Ayat (2) Huruf a Dalam hal penataan Desa, Musyawarah Desa hanya memberikan pertimbangan dan masukan kepada Pemerintah Daerah. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas.

Ayat (3) . . .

-27-

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 111 Cukup jelas. Pasal 112 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pemilihan kepala Desa dilaksanakan secara serentak” adalah pemilihan kepala Desa yang dilaksanakan pada hari yang sama dengan mempertimbangkan jumlah Desa dan kemampuan biaya pemilihan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 113 Ayat (1) Pemberitahuan BPD kepada Kepala Desa tentang akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa tembusannya disampaikan kepada Bupati. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “tokoh masyarakat” adalah tokoh keagamaan, tokoh pendidikan, dan tokoh masyarakat lainnya. Pasal 114 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas.

Huruf d . . .

-28-

Huruf d Yang dimaksud dengan “sekolah menengah pertama” adalah sekolah mengah pertama dan madrasas tsanawiyah. Yang dimaksud dengan “sederajat” adalah pendidikan formal lainnya yang setingkat sekolah menengah pertama dan kejar paket B. Huruf e Yang dimaksud dengan berusia “paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun” adalah penduduk Desa setempat yang berusia 65 (enam puluh lima) tahun atau kurang sejak pada saat mendaftar sebagai calon Kepala Desa. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan “terdaftar sebagai penduduk” adalah penduduk yang memiliki Kartu Tanda Penduduk Desa bersangkutan atau memiliki tanda bukti yang sah sebagai penduduk desa bersangkutan. Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal di Desa setempat paling sedikit 1 (satu) tahun” adalah sudah bertempat tinggal tetap di Desa bersangkutan selama 1 (satu) tahun atau lebih yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan atau Kartu Keluarga. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Tidak pernah menjabat sebagai kepala desa untuk 3 (dua) kali masa jabatan baik berturut-turut atau tidak berturut- turut. Huruf o Cukup jelas.

Huruf p Cukup jelas.

Pasal 115 . . .

-29-

Pasal 115 Cukup jelas. Pasal 116 Cukup jelas. Pasal 117 Cukup jelas. Pasal 118 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Biaya pemilihan Kepala Desa yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah untuk pengadaan surat suara, kotak suara, kelengkapan peralatan lainnya, honorarium Panitia, dan biaya pelantikan. Pasal 119 Yang dimaksud dengan “sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun” adalah penduduk Desa setempat yang sudah mencapai umur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih pada saat hari pemungutan suara pemilihan Kepala Desa. Yang dimaksud dengan “sudah/pernah menikah” adalah penduduk desa setempat kurang dari umur 17 (tujuh belas) tahun namun sudah atau pernah menikah dibuktikan dengan akta nikah dan atau Kartu Keluarga.

Pasal 120 Cukup jelas. Pasal 121 Cukup jelas. Pasal 122 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Pemberitahuan BPD kepada Kepala Desa tentang akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa tembusannya disampaikan kepada Bupati.

Huruf b . . .

-30-

Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “laporan akhir masa jabatan Kepala Desa” adalah laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa selama 6 (enam) tahun. Huruf d Yang dimaksud dengan “perencanaan biaya pemilihan” adalah perencanan estimasi beban biaya pelaksanaan pemilihan yang meliputi tahapan pencalonan, pemungutan suara, dan penetapan seperti untuk biaya rapat-rapat, biaya petugas pemutakhiran data pemilih, pengadaan surat undangan, pengadaan surat suara, kotak suara, kelengkapan peralatan lainnya, honorarium Panitia dan petugas keamanan. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “kelengkapan persyaratan administrasi” adalah dokumen mengenai persyaratan administrasi bakal calon, antara lain, terdiri atas: 1. surat keterangan sebagai bukti sebagai warga negara Indonesia dari pejabat tingkat kabupaten; 2. surat pernyataan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup; 3. surat pernyataan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup; 4. ijazah pendidikan formal dari tingkat dasar sampai dengan ijazah terakhir yang dilegalisasi oleh pejabat berwenang atau surat pernyataan dari pejabat yang berwenang; 5. akta kelahiran atau surat keterangan kenal lahir;

6. surat . . .

-31-

6. surat pernyataan bersedia berdedikasi, komitmen dan loyalitas kepada Desa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup; 7. surat pernyataan bersedia dicalonkan menjadi kepala Desa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup; 8. kartu tanda penduduk dan surat keterangan bertempat tinggal paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran dari rukun tetangga/rukun warga dan kepala Desa setempat; 9. surat keterangan dari ketua pengadilan bahwa tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih; 10. surat keterangan dari ketua pengadilan negeri bahwa tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap; 11. surat keterangan catatan kepolisian dari polisi resort kota tigaraksa. 12. surat keterangan berbadan sehat dari rumah sakit umum daerah; 13. surat keterangan dari pemerintah daerah kabupaten/kota dan surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa tidak pernah menjadi kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan; dan 14. Keterangan kelulusan test tertulis kompetensi dasar melalui Pelaksanaan seleksi melalui test tertulis kompetensi dasar dilakukan oleh pihak Independen yang memiliki kemampuan dalam bidangnya. Pihak independent mengeluarkan Hasil kelulusan test yang menjadi dasar bagi panitia pemilihan dalam penetapan calon. Dan jika calon yang mendapatkan predikat kelulusan lebih dari batas maksimal calon yang harus ditetapkan, maka panitia pemilihan menetapkan calon berdasarkan urutan predikat kelulusan yang tertinggi. Huruf c Cukup jelas.

Huruf d . . .

-32-

Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 123 Cukup jelas. Pasal 124 Cukup jelas. Pasal 125 Cukup jelas. Pasal 126 Cukup jelas. Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Cukup jelas. Pasal 129 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Masa jabatan Kepala Desa yang dipilih melalui Musyawarah Desa terhitung sejak yang bersangkutan dilantik oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 130 Cukup jelas. Pasal 131 Cukup jelas. Pasal 132 Cukup jelas. Pasal 133 Cukup jelas.

Pasal 134 . . .

-33-

Pasal 134 Cukup jelas. Pasal 135 Cukup jelas. Pasal 136 Cukup jelas. Pasal 137 Cukup jelas. Pasal 138 Cukup jelas. Pasal 139 Cukup jelas. Pasal 140 Cukup jelas. Pasal 141 Cukup jelas. Pasal 142 Cukup jelas. Pasal 143 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “pendapatan asli Desa” adalah pendapatan yang berasal dari kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan skala lokal Desa. Yang dimaksud dengan “hasil usaha” termasuk juga hasil BUM Desa dan tanah kas Desa. Huruf b Yang dimaksud dengan “Anggaran bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tersebut” adalah anggaran yang diperuntukkan bagi Desa dan Desa Adat yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.

Hurug g . . .

-34-

Huruf g Yang dimaksud dengan “lain-lain pendapatan Desa yang sah” adalah antara lain pendapatan sebagai hasil kerja sama dengan pihak ketiga dan bantuan perusahaan yang berlokasi di Desa. Ayat (2) Anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dihitung berdasarkan jumlah Desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan Desa. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 144 Cukup jelas. Pasal 145 Cukup jelas. Pasal 146 Cukup jelas. Pasal 147 Cukup jelas. Pasal 148 Cukup jelas. Pasal 149 Cukup jelas. Pasal 150 Cukup jelas. Pasal 151 Cukup jelas. Pasal 152 Cukup jelas. Pasal 153 Cukup jelas. Pasal 154 Ayat (1) Dalam penetapan belanja Desa dapat dialokasikan insentif kepada rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) dengan pertimbangan bahwa RT dan RW walaupun sebagai lembaga kemasyarakatan, RT dan RW membantu pelaksanaan tugas pelayanan pemerintahan, perencanaan pembangunan, ketertiban, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Ayat (2) . . .

-35-

Ayat (2) Yang dimaksud dengan “tidak terbatas” adalah kebutuhan pembangunan di luar pelayanan dasar yang dibutuhkan masyarakat Desa. Yang dimaksud dengan “kebutuhan primer” adalah kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Yang dimaksud dengan “pelayanan dasar” adalah antara lain pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 155 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Cukup jelas. Angka 3 Cukup jelas. Angka 4 Yang dimaksud dengan “insentif rukun tetangga dan rukun warga” adalah bantuan kelembagaan yang digunakan untuk operasional rukun tetangga dan rukun warga. Pasal 156 Cukup jelas. Pasal 157 Cukup jelas. Pasal 158 Cukup jelas. Pasal 159 Cukup jelas. Pasal 160 Cukup jelas. Pasal 161 Cukup jelas. Pasal 162 Cukup jelas. Pasal 163 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas.

Huruf b . . .

-36-

Huruf b Yang dimaksud dengan “sumbangan” adalah termasuk tanah wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 164 Cukup jelas. Pasal 165 Cukup jelas. Pasal 166 Cukup jelas. Pasal 167 Cukup jelas. Pasal 168 Cukup jelas. Pasal 169 Cukup jelas. Pasal 170 Cukup jelas. Pasal 171 Cukup jelas. Pasal 172 Cukup jelas. Pasal 173 Cukup jelas. Pasal 174 Cukup jelas. Pasal 175 Cukup jelas. Pasal 176 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “partisipatif” adalah mengikutsertakan masyarakat dan kelembagaan yang ada di Desa.

Ayat (2) . . .

-37-

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 177 Cukup jelas. Pasal 178 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “kondisi objektif Desa” adalah kondisi yang menggambarkan situasi yang ada di Desa, baik mengenai sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun sumber daya lainnya, serta dengan mempertimbangkan, antara lain, keadilan gender, pelindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga, keadilan bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan marginal, pelestarian lingkungan hidup, pendayagunaan teknologi tepat guna dan sumber daya lokal, pengarusutamaan perdamaian, serta kearifan lokal. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 179 Cukup jelas. Pasal 180 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “hal tertentu” adalah program percepatan pembangunan Desa yang pendanaannya berasal dari Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi. Yang dimaksud dengan “Pemerintah” dalam ketentuan ini adalah kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang memiliki program berbasis Desa. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) . . .

-38-

Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 181 Cukup jelas. Pasal 182 Cukup jelas. Pasal 183 Cukup jelas. Pasal 184 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pengintegrasian program sektoral dan program Daerah ke dalam pembangunan Desa dimaksudkan untuk menghindari terjadinya tumpang tindih program dan anggaran sehingga terwujud program yang saling mendukung. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “didelegasikan pelaksanaannya” adalah penyerahan pelaksanaan kegiatan, anggaran pembangunan, dan aset dari Pemerintah Daerah kepada Desa. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 185 Cukup jelas. Pasal 186 Cukup jelas. Pasal 187 Cukup jelas. Pasal 188 Cukup jelas. Pasal 189 Cukup jelas. Pasal 190 Cukup jelas. Pasal 191 Cukup jelas. Pasal 192 Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) . . .

-39-

Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pihak ketiga”, antara lain, adalah lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan, atau perusahaan, yang sumber keuangan dan kegiatannya tidak berasal dari anggaran Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, Pemerintah Daerah, dan/atau Desa. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 193 Cukup jelas. Pasal 194 Cukup jelas. Pasal 195 Cukup jelas. Pasal 196 Ayat (1) BUMDesa dibentuk oleh Pemerintah Desa untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa. BUMDesa secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti perseroan terbatas, CV, atau koperasi. Oleh karena itu, BUMDesa merupakan suatu badan usaha bercirikan Desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya di samping untuk membantu penyelenggaraan Pemerintahan Desa, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa. BUMDesa juga dapat melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya. Dalam meningkatkan sumber pendapatan Desa, BUMDesa dapat menghimpun tabungan dalam skala lokal masyarakat Desa, antara lain melalui pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam. BUMDesa dalam kegiatannya tidak hanya berorientasi pada keuntungan keuangan, tetapi juga berorientasi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa. BUMDesa diharapkan dapat mengembangkan unit usaha dalam mendayagunakan potensi ekonomi. Dalam hal kegiatan usaha dapat berjalan dan berkembang dengan baik, sangat dimungkinkan pada saatnya BUMDesa mengikuti badan hukum yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 197 . . .

-40-

Pasal 197 Cukup jelas. Pasal 198 Cukup jelas. Pasal 199 Cukup jelas. Pasal 200 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “kekayaan BUM Desa merupakan kekayaan desa yang dipisahkan” adalah neraca dan pertanggungjawaban pengurusan BUM Desa dipisahkan dari neraca dan pertanggungjawaban Pemerintah Desa. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 201 Cukup jelas. Pasal 202 Cukup jelas. Pasal 203 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “pendampingan” adalah termasuk penyediaan sumber daya manusia pendamping dan manajemen. Huruf c Cukup jelas. Pasal 204 Cukup jelas. Pasal 205 Cukup jelas. Pasal 206 Cukup jelas. Pasal 207 Cukup jelas. Pasal 208 Cukup jelas. Pasal 209 . . .

-41-

Pasal 209 Cukup jelas. Pasal 210 Cukup jelas. Pasal 211 Cukup jelas. Pasal 212 Cukup jelas. Pasal 213 Cukup jelas. Pasal 214 Cukup jelas. Pasal 215 Cukup jelas. Pasal 216 Cukup jelas. Pasal 217 Cukup jelas. Pasal 218 Cukup jelas. Pasal 219 Cukup jelas. Pasal 220 Cukup jelas. Pasal 221 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “lembaga kemasyarakatan Desa”, antara lain rukun tetangga, rukun warga, pemberdayaan kesejahteraan keluarga, karang taruna, pos pelayanan terpadu, dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas.

Huruf f . . .

-42-

Huruf f Peningkatan kesejahteraan keluarga dapat dilakukan melalui peningkatan kesehatan, pendidikan, usaha keluarga, dan ketenagakerjaan. Huruf g Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas anak usia dini, kualitas kepemudaan, dan kualitas perempuan. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 222 Cukup jelas. Pasal 223 Cukup jelas. Pasal 224 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “pendampingan” adalah termasuk penyediaan sumber daya manusia pendamping dan manajemen. Pasal 225 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan “pengawasan” adalah termasuk di dalamnya pembatalan Peraturan Desa. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i . . .

-43-

Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas Huruf n Cukup jelas. Pasal 226 Cukup jelas. Pasal 227 Cukup jelas. Pasal 228 Cukup jelas. Pasal 229 Cukup jelas. Pasal 230 Cukup jelas. Pasal 231 Cukup jelas. Pasal 232 Cukup jelas. Pasal 233 Cukup jelas. Pasal 234 Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 NOMOR 0914.

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2010

TENTANG

BADAN USAHA MILIK DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI,

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan, didirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Badan Usaha Milik Desa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Desa atau yang disebut dengan nama lain, yang selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. 4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut nama lain, yang selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. 5. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa. 6. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUMDes, adalah usaha desa yang dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat. 7. Usaha Desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi desa seperti, usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil pertanian, serta industri dan kerajinan rakyat.

BAB II PEMBENTUKAN

Pasal 2 (1) Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan Peraturan Daerah tentang Pedoman Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes. (2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang- kurangnya memuat bentuk organisasi, kepengurusan, hak dan kewajiban, permodalan, bagi hasil usaha, keuntungan dan kepailitan, kerjasama dengan pihak ketiga, mekanisme pertanggung jawaban, pembinaan dan pengawasan masyarakat.

Pasal 3 (1) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pedoman Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berpedoman pada Peraturan Menteri ini. (2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan.

Pasal 4 Pemerintah Desa membentuk BUMDes dengan Peraturan Desa berpedoman pada Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Pasal 5 (1) Syarat pembentukan BUMDes: a. atas inisiatif pemerintah desa dan atau masyarakat berdasarkan musyawarah warga desa; b. adanya potensi usaha ekonomi masyarakat; c. sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok; d. tersedianya sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal, terutama kekayaan desa; e. tersedianya sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat desa; f. adanya unit-unit usaha masyarakat yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi; dan g. untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli desa. (2) Mekanisme pembentukan BUMDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahap: a. rembug desa/musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan; b. kesepakatan dituangkan dalam AD/ART yang sekurang-kurangnya berisi: organisasi dan tata kerja, penetapan personil, sistem pertanggung jawaban dan pelaporan, bagi hasil dan kepailitan; c. pengusulan materi kesepakatan sebagai draft peraturan desa; dan d. penerbitan peraturan desa.

BAB III PENGELOLAAN

Bagian Kesatu Organisasi Pengelola

Pasal 6 Organisasi pengelola BUMDes terpisah dari organisasi pemerintahan desa.

Pasal 7 (1) Organisasi pengelola BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, paling sedikit terdiri atas: a. penasihat atau komisaris; dan b. pelaksana operasional atau direksi. (2) Penasihat atau komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dijabat oleh Kepala Desa. (3) Pelaksana operasional atau direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. direktur atau manajer; dan b. kepala unit usaha.

Pasal 8 (1) Pengelolaan BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, berdasarkan pada: a. anggaran dasar; dan b. anggaran rumah tangga. (2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat paling sedikit rincian nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, kepemilikan modal, kegiatan usaha, dan kepengurusan. (3) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat paling sedikit hak dan kewajiban pengurus, masa bakti kepengurusan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian pengurus, penetapan operasional jenis usaha, dan sumber permodalan.

Bagian Kedua Tugas dan Kewenangan

Pasal 9 (1) Penasihat atau komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada pelaksana operasional atau direksi dalam menjalankan kegiatan pengelolaan usaha desa. (2) Penasihat atau komisaris dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional atau direksi mengenai pengelolaan usaha desa.

Pasal 10 Pelaksana operasional atau direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, bertanggung jawab kepada pemerintahan desa atas pengelolaan usaha desa dan mewakili BUMDes di dalam dan di luar pengadilan.

Pasal 11 (1) Pengelolaan BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dilakukan dengan persyaratan: a. pengurus yang berpengalaman dan atau profesional; b. mendapat pembinaan manajemen; c. mendapat pengawasan secara internal maupun eksternal; d. menganut prinsip transparansi, akuntabel, dapat dipercaya, dan rasional; dan e. melayani kebutuhan masyarakat dengan baik dan adil.

Bagian Ketiga Jenis Usaha dan Permodalan

Pasal 12 (1) BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, terdiri atas jenis-jenis usaha. (2) Jenis-jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. jasa; b. penyaluran sembilan bahan pokok; c. perdagangan hasil pertanian; dan/atau d. industri kecil dan rumah tangga. (3) Jenis-jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa.

Pasal 13 (1) Usaha jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a, antara lain: a. jasa keuangan mikro; b. jasa transportasi; c. jasa komunikasi; d. jasa konstruksi; dan e. jasa energi. (2) Usaha penyaluran sembilan bahan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b, antara lain: a. beras; b. gula; c. garam; d. minyak goreng; e. kacang kedelai; dan f. bahan pangan lainnya yang dikelola melalui warung desa atau lumbung desa. (3) Usaha perdagangan hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c, antara lain: a. jagung; b. buah-buahan; dan c. sayuran. (4) Usaha industri kecil dan rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf d, antara lain: a. makanan; b. minuman, kerajinan rakyat; c. bahan bakar alternatif; dan d. bahan bangunan.

Pasal 14 Modal BUMDes berasal dari: a. pemerintah desa; b. tabungan masyarakat; c. bantuan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota; d. pinjaman; dan/atau e. kerja sama usaha dengan pihak lain.

Pasal 15 (1) Modal BUMDes yang berasal dari pemerintah desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, merupakan kekayaan desa yang dipisahkan. (2) Modal BUMDes yang berasal dari tabungan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, merupakan simpanan masyarakat. (3) Modal BUMDes yang berasal dari bantuan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c, dapat berupa dana tugas pembantuan. (4) Modal BUMDes yang berasal dari pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d, dari pinjaman lembaga keuangan atau pemerintah daerah. (5) Modal BUMDes yang berasal dari kerjasama usaha dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e, dapat diperoleh dari pihak swasta dan/atau masyarakat.

Pasal 16 Modal BUMDes selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dapat berasal dari dana bergulir program pemerintah dan pemerintah daerah yang diserahkan kepada desa dan/atau masyarakat melalui pemerintah desa.

Bagian Keempat Bagi Hasil dan Rugi

Pasal 17 Bagi hasil usaha desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dilakukan berdasarkan keuntungan bersih usaha.

Bagian Kelima Kerjasama

Pasal 18 (1) BUMDes dapat melakukan kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih dan dengan pihak ketiga. (2) Kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam satu kecamatan atau antar kecamatan dalam satu kabupaten/kota. (3) Kerjasama antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan masing-masing pemerintahan desa.

Pasal 19 (1) Kerjasama usaha desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dibuat dalam naskah perjanjian kerjasama. (2) Naskah perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. subyek kerjasama; b. obyek kerjasama; c. jangka waktu; d. hak dan kewajiban; e. pendanaan f. keadaan memaksa; g. penyelesaian permasalahan; dan h. pengalihan.

Pasal 20 (1) Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa atau lebih dalam satu kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), disampaikan kepada camat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani. (2) Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa atau lebih antar kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani.

Bagian Keenam Laporan Pertanggungjawaban

Pasal 21 (1) Pelaksana operasional atau direksi melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan BUMDes kepada Kepala Desa. (2) Kepala Desa melaporkan pertanggungjawaban BUMDes kepada BPD dalam forum musyawarah desa.

BAB IV PEMBINAAN

Pasal 22 (1) Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan dan menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria BUMDes. (2) Gubernur melakukan sosialisasi, bimbingan teknis standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan serta memfasilitasi akselerasi pengembangan modal dan pembinaan manajemen BUMDes di Provinsi. (3) Bupati/Walikota melakukan pembinaan, monitoring, evaluasi, upaya pengembangan manajemen dan sumber daya manusia serta prakarsa dalam permodalan yang ada di perdesaan. (4) Kepala Desa mengkoordinasikan pelaksanaan pengelolaan BUMDes di wilayah kerjanya.

BAB V PENGAWASAN

Pasal 23 (1) BPD dan/atau pengawas internal yang dibentuk melalui musyawarah desa melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes. (2) Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes.

BAB VI KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 24 BUMDes atau sebutan lain yang telah ada tetap dapat menjalankan kegiatannya dan menyesuaikan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkan.

BAB VII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Dalam Negeri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 2010 MENTERI DALAM NEGERI,

ttd

GAMAWAN FAUZI

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Juni MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA,

ttd

PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 316 RIWAYAT HIDUP

Nama : Yeni Fajarwati Jalsifha

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Lebak, 3 Juni 1993

Agama : Islam

Alamat : Komplek Cisalak Baru Desa Sindang Mulya Kec. Maja Kabupaten Lebak

Email : [email protected]

Pendidikan Formal :

1998-2004 : MI MA Cikeusik Desa

2004-2007 : MTs MA Malingping

2007-2011 : SMA Daar el- Azhar

2012-2016 : Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Pengalaman Organisasi:

2012-2013 : Komisi Budgeting DPM FISIP UNTIRTA

2013-2014 : Ketua Bidang Kestari HIMANE UNTIRTA TRANSKIP dan KODING DATA

Pernyataan Kode Peneliti : Bagaimana latar belakang didirikannya BUMDes? Kapan berdirinya?

I1-1 : Memang pada awalnya dibentuknya BUMDes itu ada kepentingan, disisi lain juga BUMDes ada aturannya. Kebetulan pada tahun 2013 itu ada perlombaan 1 desa ditingkat provinsi maka dibuatlah BUMDes melalui Musyawarah Desa yang diusulkan oleh kepala desa. Disitu disepakati bersama maka terbentuklah BUMDes. Awalnya program-program BUMDes itu peralihan dari BKM ada yang pertama itu simpan pinjam dan jasa di unit ketenagakerjaan. Yang bertahan hingga saat ini itu ada simpan pinjam.

I1-2 : BUMDes didirikan atas dasar kebutuhan masyarakat. Desa Pagedangan ini kan 2 berada ditengah-tengah pusat kota, yang berdiri antara BSD City, Summarecon, Paramount dan Alam Sutera. Sebagai desa, kita tidak mau ketinggalan ikut mengembangkan desa kita. Ditambah lagi, desa kita merupakan daerah lintasan para pejalan dan pengunjung dari arah serang, rangkasbitung dan sekitarnya ke tangerang, jakarta dan sekitarnya. Nilai tambah inilah yang membuat kita mendirikan BUMDes pada tahun 2013, agar nilai tambah ini tidak sia-sia dan bisa digunakan juga diberdayakan sebaik-baiknya.

I1-5 : BUMDes didirikan sekitar tahun 2013. Dalam mendirikan BUMDes ini kita 3 mengacu pada Permendagri No. 39 Tahun 2010 Tentang Desa, karena pada saat itu belum ada Perda yang mengatur tentang BUMDes. Harusnya ada payung hukumnya nih di setiap daerah, akan tetapi ada titik kelemahan tertentu bahwa tidak semua Kabupaten dan Kota itu ditindak lanjuti dengan Perda, artinya bisa aja ada daerah yang tidak memiliki Perda mengenai BUMDes sebagai landasannya. Sedangkan setiap desa membentuk BUMDes, harus ada Perdes yang mengatur BUMDes di Desa itu. Dari Perdes yang telah dibuat oleh BPD yang diajukan oleh kepala desa, dari BPD dibuatlah SK Kepala Desa yang menyusun struktur pengurus BUMDesnya itu. Untuk strukturnya, di permendagri BUMDes mengatur bahwa kepala desa itu sebagai Komisaris karena pemegang kekuasannya atau pemegang saham, untuk menjalankan roda perusahaannya Komisaris menunjuk pengelolanya atau istilah di Permendagri itu Direktur Utamanya, lalu untuk secara teknis dibantu oleh Sekretaris, Bendahara, kemudian dibawahnya kepala unit yang diadakan seperti dikita ada kepa unit kuliner, simpan pinjam, pasar, dan TPST. Untuk pengawas dan pembina itu di tunjuk pada saat musyawarah. Untuk dikita, pembina itu melibatkan lembaga-lembaga, ada LPM, karangtaruna, BPD, BKM dan organisasi lain yang ada di Desa. Di Kabupaten Tangerang sendiri adanya Perda tentang Desa bukan secara khusus tentang BUMDes yang Perda No. 7 Tahun 2010 tentang Desa.

I1-8 : Pagedangan merupakan desa yang tumbuh dikawasan perumahan elit dan 4 dikawasan CBD (Central Bussines District) BSD Sinar Mas Land, maka dari itu kita membuat desa ini untuk menjadi desa wisata, wisata yang bisa dikunjungi oleh pengunjung tentunya yang kita buat adalah wisata kuliner. Hal ini dikarenakan Pagedangan ini merupakan daerah lintasan, dari arah Bogor atau Parungpanjang ke BSD, Summarecon atau ke wilayah Jakarta. Harapan kami, di Pagedangan ini bukan hanya daerah lintasan akan tetapi menjadi daerah transit juga. Nah ini merupakan salah satu cara kami untuk membuat orang ini singgah di desa kami dengan membuat sentra kuliner ini sebagai pusat makanan dan jajanan di Desa Pagedangan. Dan ini berdiri pada tahun 2013, meski kami menggagas program ini dari tahun 2012 sebelum BUMDes didirikan. Karena memang program ini merupakan program BKM PNPM Mandiri itu, sesuai dengan tujuan desa itu sebagai “Desa Wisata” Peneliti : Sejak kapan program BUMDes berjalan di Desa di seluruh Kabupaten Tangerang?

I1-4 : Program ini mulai berjalan pada di saat Permendagri No. 37 Tahun 2007 5 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa dibuat, itu sudah berapakali perubahan, yang terakhir dipertegas dengan Permendagri No. 39 Tahun 2010 Tentang Badan Usaha Milik Desa, dimana didalamnya menyebutkan bahwa BUMDes didirikan sebagai motor penggerak perekonomian desa.

I2-1 : dikabupaten sendiri boomingnya itu pada tahun 2013, tapi memang sebelum 6 itu juga sudah ada kebijakan yang mengatur tentang BUMDes itu, tapi boomingnya itu pada tahun 2013, karena memang itu lumbungnya desa yang dibentuk oleh desa sendiri dan juga didukung dan ditopang oleh masyarakat. Untuk modalnya sendiri bisa dari CSR, perusahan-perusahaan, chanelling. Di kabupaten Tangerang kan cenderung banyak perusahaan, jadi ada beberapa desa yang melakukan chanelling untuk BUMDes mereka, salah satunya di Desa Pagedangan ini. Selain itu juga ada dukungan dari pemerintah juga seperti dari PNPM dan juga dari pengembang dalam mendukung jalannya BUMDes ini. Peneliti : Apa tujuan Program BUMDes dibuat di Desa Pagedangan?

I1-2 : Program ini dibuat dengan tujuan agar perekonomian didesa bisa dikelola dengan 7 sebaik-baiknya dan bisa memberdayakan masyarakat untuk meminimalisir tingkat kemiskinan di Desa Pagedangan ini.

I1-4 : Tujuannya secara umum adalah untuk meningkatkan kesejahteraan di Desa, 8 untuk tujuan utamanya yaitu meningkatkan PADes, mengembangkan potensi perekonomian desa dan produktivitas masyarakat desa. selain itu juga untuk meminimalisir pengangguran karena menciptakan kesempatan berusaha dan menciptakan lapangan kerja.

I1-5 : Dibuatnya BUMDes ini karena di Desa Pagedangan ini banyak program-program 9 dari pemerintah baik pusat maupun daerah berupa bantuan-bantuan yang sifatnya pemberdayaan masyarakat. Di bantuan ini banyak sektornya, ada pemberdayaan masyarakat berarti ke LPM, ada pemberdayaan perempuan berarti PKK, sarana pembinaan pemuda berarti karangtaruna, ada juga sektor ekonomi. Nah BUMDes inilah yang mewadahi pada sektor ekonomi terlepas itu ada program di LPM, Karangtaruna, BKM kita jadikan satu badan yaitu BUMDes agar tidak terjadi tumpang tindih, maka dari itu dari semua sektor ekonomi yang mewadahi adalah BUMDes. Jadi program BUMDes juga program-program BUMDes itu juga program lembaga lain, karena biasanya bantuan untuk ke masyarakat itu sifatnya tuntas tidak continue. Nah, lewat BUMDes ini dicoba agar berkelanjutan seperti program BKM atau LPM agar bantuan tersebut tidak habis begitu saja. Peneliti : Bagaimana sistem atau mekanisme pembentukkan BUMDes?

I1-4 : Awalnya desa memiliki potensi, potensinya bisa dilihat dari profil desa. Lalu di 10 bawa ke Musyawarah Desa (MD) dimana disitu ada tokoh masyarakat, RT/RW, LSM dan lembaga-lembaga lainnya. Disitu desa memaparkan potensi-potensi demikian seperti pameran begitu, setelah kira-kira dirasa layak dibuat BUMDes maka disepakati bersama dan dibuat apa nama BUMDesnya melalui Perdes, disitu dimuat juga penyertaan modal dan menunjuk pengelola BUMDesnya diluar dari pengurus Desa. Tugas pengelola BUMDes tersebut yang dalam Permendagri dan Perbup disebut dengan Direktur BUMDes adalah membuat AD/ART lalu dibuat pengurusnya. Setelah itu dibawa ke Musyawarah Desa lagi lalu dibuatlah SK Kepala Desa. Mekanisme ini tercantum dalam Perbup No. 85 Tahun 2014. Peneliti : Bagaimana tanggapan Anda terhadap Program BUMDes tersebut?

I1-2 : sebagai pemerintah desa, kami sangat setuju dengan adanya BUMDes ini. 11 BUMDes dibuat juga atas dasar kesepakatan lembaga yang ada di Desa Pagedangan. Program ini sangat baik untuk menampung ide dan pemikiran masyarakat, mau ngadain apa nih. Dan juga menampung program pemerintah seperti PNPM Mandiri itu, kalau tidak ada lembaga yang mengelola pasti akan habis oleh waktu begitu saja. Dengan adanya BUMDes ini, ekonomi desa menjadi stabil dan terkendali.

I1-4 : Program ini sangat bagus, karena untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, 12 ada pemberdayaan masyarakat ke arah usaha ekonomi produktif. Dan program ini harus dijalankan karena sudah termuat dalam beberapa peraturan seperti Permendagri, Permendes, Perda dan juga perbup. Dalam permendes No. 5 juga disebutkan bahwa ada kelompok ekonomi masyarakat, ada kelompok pengrajin, kelompok tani, kelompok nelayan, kemudian ada kelompok, disitu agak kasar ya yaitu kelompok miskin. Padahal itu maksudnya kelompok masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan bisa jadi salah satu tenaga kerja (di BUMDes), dari BUMDes tersebut bisa mengurangi pengangguran di Desa.

I1-5 : Disamping dibentuknya BUMDes ini amanat dari Permendagri, BUMDes itu 13 bisa mendorong dan membantu Visi dan Misi nya Desa, desanya mau dibawa kemana? Apakah mau dibawa ke Desa Wisata jadi programnya BUMDes mengacu pada ke wisataan tersebut. Jadi BUMDes ini bisa dibilang identitas lah, identitasnya Desa. Untuk Desa Pagedangan sendiri memiliki Motto “ Wisata Desa ditengah-tengah perkembangan kota” artinya Pagedangan kan dikelilingi kota-kota besar ya seperti BSD, Summarecon ini akan menjadi Wisata Desa artinya orang berkunjung ke desa bukan Desa Wisata ya, kalau Desa Wisata itu seperti Bali gitu.

I2-1 : Bagus, saya sepakat dan saya setuju dengan adanya BUMDes ini. Artinya 14 begini, sekarang desa itu dimanjakan dengan program-program dan kebijakan pemerintah. Untuk desa dengan anggaran 1, sekian milyar. Maka dari itu jika tata kelolanya tidak bagus, maka akan acak-acakan. Hingga hari ini pun banyak kejadian, misal di ada 2 desa yang dipanggil, ini juga „katanya‟ ya. Saya sepakat ada BUMDes ini supaya uang desa ini diberdayakan secara baik, yang jelas tata kelolanya bagus, administrasinya yang bagus dan juga melibatkan masyarakat yang luas.

I3-2 : ya, kalau ada program pemerintah atau desa di sosialisasiin lah biar tahu. Kalau 15 kaya gini kan kita gak tahu apa-apa. Kaya simpan pinjam tuh yang neng bilang, kita mana pernah ditawarin minjem gitu, kayaknya orang-orang tertentu aja yang deket-deket sama orang-orang desa. Da kita mah apa atuh. Terus tadi apa neng, sentra kuliner. Sentra kulinernya mah tahu didepan, yang ngurusnya sih setahu saya pak H. Dadi kan, gak tahu kalau itu BUMDes. Yang saya tahu cuma TPST, karena saya ikutan juga sih makanya tahu. Kalau yang lain mah Cuma denger-denger aja paling.

I3-4 : bagus neng, program nya bagus buat ngebantu masyarakat kaya saya ini. Apalagi 16 program simpan pinjam itu, meski kecil ya pinjamannya tapi lumayan lah buat nambah-nambah modal neng. Peneliti : Apa saja program utama BUMDes yang berjalan hingga sekarang?

I1-5 : programnya itu yang pertama, Sentra Kuliner. Sentra kuliner ini dilatar 17 belakangi bahwa Desa Pagedangan itu merupakan Desa Lintasan, artinya Desa yang hanya terlewati. Maka bagaimana upaya kami agar desa kami ini bukan hanya terlewati tapi berhenti didesa kami seperti transit, itu salah satunya kami membuat sentra kuliner untuk menarik perhatian dari pengunjung yang lewat bisa singgah di Desa kami. Yang kedua, Pengelolaan Sampah Terpadu atau istilahnya itu TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu) untuk mengantisispasi kebersihan lingkungan, agar lingkungan kami terjaga. Yang ketiga, Simpan Pinjam. Dan yang keempat itu Pasar Desa. Nah, dari program- program tersebut ada simpan pinjam, itu program dari BKM. Itu adalah program bantuan yang kami kembangkan sehingga berjalan hingga saat ini. Dan TPST itu juga BKM yang menjalankan. Kita juga memiliki wacana kedepan, ditengah- tengah persaingan kota, BUMDes juga menjadi PT atau CV yang bisa mengelola usaha lain. Seperti penyaluran usaha kerja, perparkiran dan potensi- potensi desa lain. Peneliti : Secara umum, masalah BUMDes apa yang menjadi prioritas di Desa Pagedangan?

I1-2 : masalah atau hambatan sih biasanya dana ya, cuma kita kan dapat dana bantuan 18 dari pemerintah jadi gak terlalu signifikan kalau dana. Paling yang paling utama adalah SDM nya, karena SDM ini sebenarnya banyak ya dikita, cuma kualitas SDM nya ini kurang memadai, ada yang memadai mereka sibuk bekerja bukan untuk kepentingan desa tapi untuk dirinya sendiri dan keluarganya sendiri. Tapi manusiawi ya begitu, sejauh ini SDM yang ada cukuplah untuk membantu unit usaha yang ada, hanya saja mungkin pada waktu banyak acara baru tuh kelabakan kurang orang. Maka dari tiu, kita butuh pelatihan khusus nih bagi SDM yang kurang berkompeten, sehingga mereka menjadi ahli dibidangnya.

I1-4 : Hambatan umumnya sih mindset masyarakat desanya. Di program BUMDes 19 kan ada Manajemen Pengelolaan BUMDes, nah ini yang belum. Tapi dari pemerintah sendiri sudah mengadakan pelatihan-pelatihan seperti itu, dari provinsi salah satunya. Tapi karena banyak jadi hanya beberapa desa yang sudah dilatih, di tahu 2014 itu hanya ada 5 desa yang sudah dilatih.

I1-6 : hambatan umumnya ya itu tadi, di UPK kita kekurangan modal. Dari sekian 20 banyak masyarakat pagedangan yang ingin meminjam, kita hanya bisa menampung sekitar ¾ nya saja tidak keseluruhan, sekarang saja yang mau minjem masih ngantri dibelakang buat dapat pinjaman. Disamping itu kita SDM nya kurang mba, kita membutuhkan relawan sejati yang mau bekerja tanpa dibayar. Kebanyakan mindset masyarakat itu masalah pembangunan itu mikirnya proyek, padahal kan ini pembangunan untuk kita-kita juga, dengan dana minimal tapi mau membangun desa, itu sulit sekali pasti.

I1-1 : untuk kendala tidak terlalu signifikan ya selama ada niatan dari individunya. 21 Bagaimana hanya tinggal dari kemauan saja. Kita bisa bekerjasama atau bernegosiasi dengan preman-preman atau dengan pengembang, kita hanya jadi penyedia saja. Kita untuk pemberdayaan masyarakat saja.

I1-8 : Pada waktu dagangannya banyak yang sejenis, sehingga ada persaingan ketat. 22 Walaupun awalnya sudah kita atur, Anda dagang ayam ya ayam saja, Anda dagang pepes ya pepes saja, akan tetapi hal seperti ini masih terjadi. Disisi lain kita ingin memanjakan pelanggan untuk bisa makan di sebelah mana saja bebas semau mereka dengan pelayanan terpadu, di sisi lain ada persaingan ketat diantara pedagang. Sehingga lama kelamaan gitulah, istilahnya “parebut kejo” jadi kompetitif sekali. Dan juga terkadang mental orang-orang disini untuk berdagang tidak kuat, sehingga ada permasalahan sedikit langsung berhenti dagangnya, gulung tikar. Jauh lah dibanding orang-orang yang dari luar seperti orang jawa, orang sumatra mereke pasti lebih fighter dalam berdagang. Meski demikian kita tetap membatasi orang-orang luar untuk berdagang disini, karena kita pasti lebih memprioritaskan orang-orang sini daripada orang luar dan kita membatasi 30 % orang lain dan 70 % orang dalam, sebagai penyemangat saja orang luarnya itu. Disisi lain hambatannya itu adalah lahan parkir yang kurang memadai dan tata letaknya kurang strategis.

I2-1 : Kendalanya adalah yang pertama, sosialisasinya kurang meluas kepada 23 masyarakat. Dan yang kedua adalah tata kelolanya saja. Tapi untuk yang lain- lainnya Pagedangan ini menjadi percontohan kan, kemarin juga datang dari desa-desa yang lain bahkan dari nasional pun datang, seperti dari bali, lampung, sumatra dan menteri desa kemarin. Peneliti : Setelah ada Peraturan Bupati No. 85 Tahun 2014, apakah ada rencana untuk mengganti Peraturan Desa?

I1-1 : Rencana sih ada, kita juga akan menyesuaikan dengan keadaan desa sekarang 24 ini, disisi lain kita juga akan mengadakan rolling pengurus ya karena mungkin ada beberapa yang sibuk, supaya lebih instan lagi, untuk penyegaran lah. Kadang-kadang kan ada jenuh juga ya, karena tadi juga ada permen dan perbup yang mengatur.

I1-2 : iya kita mau ada revisi Perdes juga karena mau ada pergantian pengurus 25 BUMDes, maka otomatis Perdes juga harus diubah. Buat penyegaran pengurus juga mba. Peneliti : Apa yang menjadi nilai tambah sehingga Desa Pagedangan meraih penghargaan sebagai Desa Terbaik di Provinsi Banten?

I1-1 : Kita juga tidak tahu, pertama pada tahun 2013 itu pada saat didirikan BUMDes 26 itu saat mulai diadakannya perlombaan desa dimana disana desa harus memiliki penata usahaan dalam tatakelola desa. Nah dari situ kita mendapatkan predikat desa terbaik se-Provinsi lalu masuk kekancah nasional masuk 10 besar, ya ke-8 lah secara kasarnya. Mungkin disisi lain dari kabupaten Tangerang atau Provinsi Banten dapat desa terbaik itu karena ada BUMDes nya. Waktu itu juga Pak Marwan Ja‟far Menteri Desa ya, pernah berkunjung kesini karena ia melihat kita sudah memiliki BUMDes pada saat peraturannya baru dibuat waktu itu. Ya pada prinsipnya BUMDes meneruskan apa yang telah dilakukan BKM. Selain itu juga kita melakukan pelayanan dengan cepat, karena kita memakai sistem aplikasi. Misalnya ingin membuat apa-apa seperti surat keterangan tidak mampu, rekomendasi SKCK untuk kepolisian itu dan lain-lain 100 jenis lebih surat bisa dibuat otomatis, ade cukup memberikan NIK nya saja sudah terdetek itu, tinggal cetak mau bikin apa. Itu sistem aplikasi yang sudah memiliki NIK, apa saja yang dimohon. Tapi kita juga masih melayani manual, jika ada kendala-kendala seperti belum memiliki NIK atau lain sebagainya kita lakukan secara manual.

I1-2 : kalau indikatornya kenapa jadi desa terbaik, saya juga kurang tahu mbak. Cuma 27 jika saya bandingkan desa ini dengan desa yang lain, memang ada beberapa kelebihan yang desa kami miliki. Mungkin itu salah satu faktor sehingga kami menjadi desa terbaik. Diantaranya yaitu kerena ada BUMDes tadi yang sudah kita bahas, lalu kita juga ada pelayanan surat dengan menggunakan aplikasi yang canggih, meski Cuma 1 atau 2 staff yang bisa make, tapi itu kan bisa dipelajari. Selain itu kita juga ada pelayanan berbayar seperti bayar listrik, iuran BPJS, pulsa dan semacamnya

I1-4 : Desa Pagedangan menjadi Desa Terbaik pada tahun 2014, kalau untuk pada 28 sekarang di tahun 2015 kemarin itu Desa Cengkudu, karena mengelola limbah menjadi barang yang bernilai jual. Jadi dari limbah pabrik dibeli oleh BUMDes lalu diolah menjadi kerajinan, lalu hasilnya dijual ke Bandung. Pagedangan itu pada tahun 2014 unggul dikuliner saja, dan itu perlu dikembangkan lagi. Sebetulnya perkembangan itu tinggal dari desanya,bagaimana lahan-lahan disampingnya bisa dikelola jadi toko-toko atau kios-kios mungkin, lahan parkir dan lainnya. Karena BUMDes juga bisa bergerak dibidang jasa bukan hanya usaha. Peneliti : Bagaimana kondisi Sumber Daya Manusia yang melaksanakan Program BUMDes di Desa Pagedangan? Dan bagaimana pemahaman mereka terhadap teknologi?

I1-1 : Untuk pengurus BUMDes kita sesuaikan dengan kebutuhan saja, kita mengacu 29 pada AD/ART BUMDes nya menggunakan sistem kebutuhan saja. Ataupun jika suatu saat ada unit pelaksana baru, baru kita rekrut pengurus baru. Sesuai kebutuhan lapangan saja.

I1-2 : Sejauh ini cukup kayaknya, paling yang itu kalau lagi banyak kegiatan baru 30 keteteran, pada saat kaya gitu ya kita rekrut orang lagi untuk membantu. Jadi disesuaikan dengan kebutuhan yang ada aja, karena kalau kita buat pengurus BUMDesnya banya dan kerjaannya gak ada, mubazir itu namanya buang-buang tenaga.

I1-5 : Sesuai Permendagri itu ya direktur BUMDes itu diangkat oleh kepala desa, nanti 31 setelah diangkat direktur BUMDes milih siapa saja yang mau jadi pengurus pembantunya. Sumber daya manusia yang ada di pengurus BUMDes ya cukup lah segini, meski kadang jika da program keteteran juga. Tapi kan itu sewaktu- waktu saja kalau ada program dari pemerintah. Tapi untuk program rutinitas sudah ada penanggungjawab masing-masing unit usaha untuk menjalankan programnya. Gak perlu banyak-banyaklah, dikit yang penting mau kerja, buat apa banyak-banyak kalau ga mau kerja. Sama aja bohong gitu mah. Sesuai kebutuhan aja lah, kalau kita butuh pengurus baaru ya kita angkat, fleksibel aja.

I1-5 : Sumber Daya Manusianya itu kita cuma ada beberapa aja, sistemnya kita relawan 32 mba makanya kita kekurangan tenaga untuk mengurus program-programnya. Jarang banget ada yang mau jadi relawan mba.

I1-7 : Pengurus di BKM ini ya sifatnya sukarelawan, jadi sangat kekurangan sekali 33 sumber daya manusianya, terkadang kita kerepotan untuk mengurusnya. Nyari orang yang benar-benar kerja itu susah apalagi sifatnya sukarelawan. Makanya ya yang kerja itu-itu saja.

I1-9 : Orang-orang yang ngurus itu sama relawan juga, ya yang mengurusi kita-kita 34 juga dari BKM, ngurusi simpan pinjam iya ngurusi TPST iya, relawan kita sangat terbatas. Jadi yang kerja ya itu-itu aja, karena susah nyari relawan itu ya neng, sampai kita punya motto sendiri sebagai relawan, yang inti perempuannya saja ada 4 orang untuk laki-lakinya ada 2 relawan disamping bapak sebagai koordinator, mottonya kita “tidak harus miskin untuk membantu orang miskin”. Kita hanya menggaji 2 petugas saja yang mengambil sampah-sampah itu ke lapangan, karena kasian kalau tidak gaji walaupun gajinya sebetulnya tidak seberapa. Peneliti : Terkait sumber daya waktu, kapan target Program BUMDes bisa membantu seluruh masyarakat desa?

I1-1 : ya pasti diperlukan tahapan-tahapan ya untuk memberdayakan seluruh 35 masyarakat desa, setidaknya meminimalisir kemiskinan tidak bisa instan yang pasti. Semoga saja bisa terberdayakan seluruhnya pada tahun 2017 di akhir jabatan saya insyaallah.

I1-4 : Sekarang ada program dari pemerintah, dari Menteri Pedesaan dan Daerah 36 Tertinggal yaitu memiliki target membentuk 5000 BUMDes. BUMDes juga ada 2 (dua) macam, ada BUMDes dan ada BUMDes bersama. BUMDes bersama ini gabungan dari 2 (dua) desa atau lebih yang memiliki potensi perekonomian desa yang sama. Misalnya dibidang pertanian ya BUMDesnya sama-sama mengelola pertanian di Desa-desa yang dilakukan kerjasama. Untuk kerjasamanya ini diatur dalam Perbup No. 85 Tahun 2014 dan Permendes No. 4 Tahun 2015. Di Kabupaten Tangerang Sendiri ada 246 Desa, yang sudah terbentuk BUMDes baru sedikit, untuk BUMDes Bersama ada 18 Desa, kemudian BUMDes sendiri kurang lebih 10 Desa dan Pasar Desa ada kurang lebih 22 Pasar Desa diluar BUMDes. Tapi ini juga harus direview ulang, sudah sesuai belum mekanisme pembentukkan BUMDes nya dengan Permendagri atau Perbup.

I1-2 : berjalan aja sih neng, itu kan tergantung pelaksananya mau targetinnya kapan. 37

I1-7 : Selama 6 tahun ini dari tahun 2009 kita masih belum bisa banyak memberikan 38 bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan, hanya sekitar baru 20 % saja kira-kira yang bisa kita pinjamkan dari jumlah masyarakat, sisanya ya pada lari ke Bank Keliling itu, karena kita tidak bisa memenuhi pinjaman tersebut yang terbentur modal. Dan pasti butuh waktu panjang jika kita hanya mengandalkan dari modal yang ada, akan tetapi juka ada tambahan modal, masyarakat yang terbantu pasti akan lebih banyak lagi.

I1-9 : Untuk menambah TPST ya berjalan saja lah, kita sekarang paling hanya 39 penambahan fasilitas, sekarang itu sudah ada mesin pencacah kompos, ada mesin pengayaknya, motor pengangkut yang tadinya hanya ada satu sekarang ada 2 motor Tossa nya, penambahan tong-tong sampah. Untuk penambahan TPST mungkin dari BUMDes lah karena anggarannya besar, untuk membuat 1 tungkunya saja menghabiskan Rp. 60.000.000,-. Karena untuk sampah ini anggarannya memang besar-besar. Untuk beli mesin-mesinnya saja itu habis berapa itu diatas belasan juta mesinnya. Memang bersih itu mahal ya. Peneliti : Faktor sumber daya apa yang berpotensi di Desa Pagedangan?

I1-6 : Desa kita kan berada ditengah-tengah kota yang sedang berkembang, dikelilingi 40 pengembang juga, yang paling berpotensi hanya SDMnya. Karena SDM kita banyak disini, sementara lahan semakin sempit. Maka SDM nya ini yang harus benar-benar dilatih untuk perbaikan dimasa mendatang.

I1-8 : Untuk masyarakat ya? Sebetulnya gini ya, jadi untuk desa berada ditengah kota. 41 Kita mengacunya lebih kearah pendidikan. Karena untuk dikota itu pasti lebih ke arah jasa. Sektor jasa itu yang paling berpotensi. Maka dari pendidikan ini yang harus lebih ditingkatkan oleh desa agar tidak tertinggal oleh orang lain untuk menggali potensi kemampuan dan keterampilannya. Karena untuk sekarang ini, nanam aja susah. Mau berdagang persaingannya ketat dan harus ada modal, ya hanya jasa itulah yang mereka punya. Tapi jasanya ini meski sekarang mereka hanya menjadi kuli-kuli, tetapi anak mereka pasti harus lebih baik dari mereka. Untuk desanya sendiri, harus menggali CSR nya, bagaimana dari pemerintah desa mau siapapun lurahnya yang berada di tengah-tengah perkotaan, harus bisa mengupayakan CSR ini. CSR ini kan ada 3 macam, ada CSR pendidikan, CSR lingkungan dan CSR Kesehatan. CSR yang ada diperusahaan-perusahaan ini kan luar biasa, tinggal bagaimana desa menggali potensi itu. Dari CSR ini kan bisa untuk program pengentasan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat seperti untuk membantu masyarakat yang tidak memiliki MCK yang kurang baik, atau dari segi pendidikan bisa untuk beasiswa. Karena memang CSR ini kan kewajiban dari perusahaan yang harus dikeluarkan dari profit, jadi jika desanya tidak menggali ya mereka mah enak- enak saja. Peneliti : Terkait sumberdaya finansial, berapa anggaran untuk pelaksanaan Program BUMDes?

I1-1 : Tadi ada dari BKM dan melalui Pendapatan Desa. Selain itu menurut UU No. 6 42 Tahun 2014 itu ya BUMDes bisa didanai dari APBD masing-masing daerah untuk bantuan permodalan BUMDes.

I1-2 : Macem-macem mba, utamanya sih dari dana desa, tapi ada bantuan juga dari 43 pemerintah melalui BKM itu.

I1-4 : Untuk finansial itu ada dari dana desa untuk penambahan modal. Dan juga 44 bantuan dari pemerintah sendiri. Seperti Desa Pagedangan mendapatkan dana bantuan dari PNPM Mandiri Perkotaan dari P2KP. Dari program P2WKSS untuk menjalankan program tersebut. Kalau dari Pemerintah Daerah sendiri belum ada untuk tahun ini, akan tetapi untuk tahun kemarin ada.

I1-5 :untuk dana sendiri, kita ada perbantuan modal dari desa tentunya, lalu ada dari 45 BKM itu yang PNPM Mandiri lalu ada juga terkadang dari pemerintah daerah. Selebihnya kita gunakan dana perputaran dari program pemerintah.

I1-6 :Sementara ini sumber dana yang ada dikita ada dari dana PNPM Mandiri 46 Perkotaan, PNPM Mandiri Perdesaan, Dewan PIDBM (Pembangunan Infrastruktur Dasar Berbasis Masyarakat) Replikasi juga Chanelling dengan para pengembang atau yang disebut dengan CSR.

I1-7 : Awalnya kita mendapat bantuan dana dari PNPM Mandiri yang berasal dari 47 APBD kalau tidak salah ditahun 2009 melalui BKM, awalnya itu pada bulan Mei 2009 dengan angka Rp. 60.000.000,- . itu merupakan dana awal kami di simpan pinjam ini untuk katagori yang tidak mampu tapi khusus yang ada usaha saat itu. Kita gulirkan kepada 120 orang terbagi kepada 24 KSM (Kelompok Swadya Masyarakat) yang pada saat itu 1 KSM ada 5 orang anggotanya. Dan diberikan pinjaman Rp. 500.000,- / orang jadi satu kelompok mendapatkan Rp. 2.500.000,- untuk 10 bulan masa cicilan. Untuk cicilannya Rp. 50.000,-/orang jadi satu kelompok harus mengembalikan Rp. 250.000,- / cicilan

I1-8 : Secara spesifik saya kurang tahu berapa persisnya dana yang digunakan untuk 48 membangun sentra kuliner. Karena memang awalnya dananya ini dari dana penghargaan untuk BKM dari PNPM itu dengan kucuran dana senilai 1 M, dan itu dibagi jadi pembangunan sentra kuliner dan TPST. Untuk satu-satunya berapa saya kurang tahu persis. Jadi di kuliner itu ada saung sedang, saung besar, kios-kios 6 kios, mungkin 700 juta nyampe kayaknya atau 750 juta, soalnya kan TPST kecil ya, jadi banyak dihabisin untuk kuliner itu sepertinya Peneliti : Mata pencaharian apakah yang mayoritas masyarakat desa pagedangan 49 kerjakan sehari-hari?

I1-6 : Awalnya mayoritas masyarakat sini itu petani, tapi karena ada pengembang ini, 50 lahan mereka digusur jadinya mereka menyebar ada yang dagang, jadi tukang- tukang, pegawai, ngojeg ada juga yang serabutan mba.

I8 : Untuk bertani kan sekarang sudah tidak laha karena seiring perkembangan zaman, 51 sekarang ini banyak pengembang disekitar kita yang menggusur lahan-lahan pertanian masyarakat. Sehingga perlahan masyarakat beralih profesi dari petani. Untuk sekarang ini masyarakat lebih ke dagang dan jasa, karena kemampuan diri mereka sendiri yang mereka punya. Peneliti : Bagaimana hubungan koordinasi antar lembaga dalam implementasi Program BUMDes?

I1-1 : Untuk komunikasi dan koordinasi sih tergantung kebutuhan, untuk kebutuhan 52 mengenai pertanian ya kita berkoordinasi dengan Dinas Pertanian. Jadi kalaupun kita minta bantuan untuk pemberdayaan masyarakat ya kita lakukan komunikasi dengan instansi terkait.

I1-2 : hubungan komunikasi kami baik, baik itu dengan pelaksana operasional BUMDes 53 maupun dengan Pemerintah Kabupaten Tangerang. Namun tidak jadwal khusus seperti rapat koordinasi dan semacamnya, karena komunikasi kita memang sesuai dengan keadaan saja, jika perlu ada yang dikomunikasikan ya kita komunikasikan, jika tidak ada ya masing-masing aja. Jadi memang ga rutin, tapi komunikasi kami baik.

I1-6 : komunikasi kita kan seperti simbiosis mutualisme jadi saling membutuhkan, 54 tatkala harus ada yang dibicarakan ya kita bicarakan tanpa ada rasa canggung. Baiklah pasti.

I1-8 : kalau menurut dari kacamata saya dengan adanya BUMDes kemaren, justru 55 BUMDes ini hasil dari pemufakatan dari berbagai lembaga yang ada di desa. Ada BPD, LPM, PKK, karang taruna dan BKM mufakat diadakan BUMDes dibidang ekonomi. Beda lagi dengan PKK yang bergerak untuk ibu-ibunya, lalu Karang taruna yang bergerak untuk pemuda-pemudi, lalu ada BPD sebagai legislator pasti ada bidang-bidangnya. Maka BUMDes ini bergerak dibidang ekonomi yang ada di PKK, BKM, LPM, desa dan lembaga lainnya, disatukan disini menjadi satu wadah bidang ekonomi, agar tidak terjadi tumpang tindih. Untuk pengawasnya perwakilan-perwakilan dari lembaga itu. Maka dari sini bisa dilihat adanya koordinasi yang sangat intensif dari berbagai lembaga ini.

I2-1 : Komunikasi kami baik, bagus. Tapi bicaranya kita pertemanan ya. Artinya 56 dimanapun dan kapanpun kami bisa bertemu, asal jangan mengganggu saja. Persoalan bicara dikantor dengan pak lurah misalnya, jika kita mau ngobrol dan pak lurah sibuk, ya kita ngobrol dirumah atau dirumah makan diluar jam kerja gitu. Jadi memang tidak ada rutinitas pertemuan perbulan atau pertahun. Kita sebagai lembaga swadaya masyarakat, jadi saat ada keluhan dari masyarakat ya kita sampaikan. Akan tetapi jika tidak ada, apa yang harus disampaikan, seperti itu. Peneliti : Apakah Anda mengetahui Program BUMDes di Desa Pagedangan? I3-3 : Apa itu? Gak tahu ibu. BUMDes apa sih? Belom tahu saya. 57

I3-2 : BUMDes neng? Gak tahu, ga pernah kesini. Cuma sering denger sih tapi gak tahu 58 apaan.

I3-4 : sering denger sih, tapi gak tahu apaan. Apaan emang neng? Iya kalau BKM saya 59 tahu neng Peneliti : Program apa sajakah yang Anda ketahui di Program BUMDes di Desa Pagedangan?

I 3-3 : TPST itu yang saya tahu, kalau sentra kuliner sih tahu itu tempatnya yang didepan 60 itu, tapi paling lewat-lewat doang. Kirain mah yang dagang biasa gitu, yang punya H. Dadi itu kan ya. Kalau simpan pinjam, setahu saya itu mah cuma orang-orang sono aja yang minjem, orang-orang punya tuh baru dipinjemin saya mah gak pernah dipinjemin kebalik ini mah. Lah kita mah orang susah, takut gak bisa dibalikin kali neng pinjamannya, ke kita mah ga pernah tuh.

I 3-2 : yah neng, BUMDes nya aja gak tahu, gimana mau tahu program nya 61

I 3-4 : programnya ya, kalau dari BKM itu ada simpan pinjam sama TPST itu neng. Ibu 62 tahu tuh kalau program BKM tapi kalau BUMDes nya gak tahu. Peneliti : Apakah Anda mengikuti salah satu program BUMDes? Program apa sajakah?

I3-3 : kalau saya kan cuma ikut TPST doang ya, TPST itu sangat membantu untuk 63 membuang sampah ya walaupun kadang seminggu gak diangkut, tapi kadang seminggu sekali di angkut gitu neng Peneliti : Apakah mata pencaharian Anda sekarang?

I3-3 : saya tiap pagi dagang uduk neng, ya dagang kecil-kecilan lah. Palingan untungnya 64 seberapa, kecil lumayan aja tapi buat jajan anak ya neng.

I3-2 : saya ibu rumah tangga aja ngurusin anak suami. 65

I3-4 : ya ini neng warung saya yang ini, lumayan lah buat bantu suami dapat 66 penghasilan. Peneliti : Bagaimana dukungan masyarakat atau opini publik tentang Program BUMDes di Kabupaten Tangerang khususnya Desa Pagedangan

I2-1 : Responnya pasti baiklah selama program ini mampu memberdayakan dan 67 membantu masyarakat. Kalau melihat respon kan kita bisa lihat dari kritisasinya, kritik itu bisa dari aksi, atau dari mulut kemulut. Dengan tolak ukur itu, sejauh ini kritik di masyarakat rendah, artinya mereka menerima dan nyaman hidup disini. Peneliti : Bagaimana dukungan kelompok-kelompok elite politik dan dunia usaha dalam implementasi Kebijakan BUMDes?

I1-1 : Untuk dukungan, dari pemerintah daerah juga kan banyak respon baik untuk 68 Desa Pagedangan seperti yang saya ceritakan di awal tadi. Untuk para pengembang ini kan pasti ada CSR nya, ya kita suka ada bantuan dari CSR nya tersebut. Dan kerjasama juga cukup baik dengan para pengembang.

I1-2 : kurang lebih positiflah, entah itu dari pemerintah desa maupun dari para 69 pengembang atau dari pemerintah daerah, pasti jika pemerintah meregulasikan suatu kebijakan ya dijalankan sebisa mungkin.

I1-5 : karena kita membentuk BUMDes ini dengan sistem Top Down, berarti ada 70 dukungan dari pemerintah desa dalam membentuk BUMDes. Selain itu juga dari lembaga-lembaga desa seperti LSM, BKM, Karangtaruna itu setuju didirikannya BUMDes ini. Dari dunia usaha juga kita mengadakan beberapa kerjasama dengan pengembang, jadi kita diberi dukungan juga dari dunia usaha meskipun hanya beberapa saja. Karena ada beberapa usaha yang merasa tersaingi, seperti warung makan itu merasa tersaingi oleh kuliner kita. Disisi lain juga dari pemerintah daerah belum ada dukungan karena kita belum mendapatkan pembinaan-pembinaan atau pelatihan lah dari pemda dalam mengelola BUMDes.

I1-8 : tujuannya didirikan sentra kuliner ini kan menjadi pusat kuliner di Pagedangan, 71 jadi tidak mematikan usaha-usaha yang sudah ada di masyarakat Pagedangan, jadi tidak menjadi daya saing. Kita juga mengantisipasi pedagang yang dikuliner agar tidak menjual jenis yang sama dengan mayoritas pedagang masyarakat Pagedangan. Jadi mereka tetap mendukung program ini untuk kemajuan desa tentunya. Misalnya warteg, di sentra kuliner gak ada warteg, macam-macam makanan warteg, jadi tidak mematikan hanya menjadi icon saja.

I2-1 : kalau kelompok politik, luar bisa dukungannya. Karena jika kita bicara politik 72 tidak terlepas dari pemerintahannya, pasti itu mendukung. Untuk pengusaha, ada juga beberapa pengusaha yang usahanya dibantu oleh program simpan pinjam dari BUMDes ini. Dan tatkala mereka tersentuh oleh BUMDes dan merasakan manfaatnya, tentu dukungan mereka terhadap BUMDes akan tinggi. Peneliti : Apa saja program atau kegiatan dari dinas atau instansi Anda dalam mendukung implementasi Program BUMDes?

I1-4 : Salah satunya tadi itu ada pelatihan dalam manajemen pengelolaan BUMDes, 73 tapi hanya beberapa desa saja, kedepannya saya berharap semoga pelatihan ini terus berkembang dan bisa melatih semua desa dalam mengelola BUMDes, sehingga desa yang tidak memiliki BUMDes pun jadi ikut tertarik untuk mendirikan BUMDes. Yang benar-benar perlu dipelajari yaitu akuntansinya. Akuntansi disini setiap diakhir tahun ada pemeriksaan dari akuntan publik. Jadi catatan yang harus ada pertama itu modal, kemudian pelaksanaan lalu ada keuntungan atau kerugian yang akan diperiksa akuntan publiknya, nah itu yang belum. Peneliti : Bagaimana respon masyarakat terhadap pendirian BUMDes di Desa Pagedangan ini?

I1-1 : Kalau respon masyarakat ya tergantung dari kitanya kan dari sosialisasi, 74 terkadangkan masyarakat awam tidak tahu apa itu BUMDes, jadi itu kewajiban kita untuk mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa ini merupakan program pemerintah yang mengelola keuangan desa yang harus dijalankan, sama halnya dulu dengan koperasi yang sekarang koperasi tidak jauh beda dengan BUMDes namun bentuknya saja yang berbeda. Ini juga membentuk masyarakat agar mereka untuk simpan pinjam bisa ke BUMDes bukan ke Bank Keliling, daripada ke Bank keliling itu tinggi, BUMDes ini melalui BKM unit simpan pinjam untuk memberikan suatu kelunakan dalam pinjaman dan juga memberikan rasa tanggungjawab dalam berkelompok, karena minjam itu kan berkelompok.

I1-2 : yang namanya masyarakat desa, mereka masih awam dan belum mengerti apa itu 75 BUMDes. Sebagian orang mungkin malah tidak tahu dikala ditanya tau BUMDes tidak? Dan ini memang menjadi persoalan. Memang harus ada sosialisasi kepada masyarakat mengenai BUMDes ini agar mereka faham. Sehingga kala mereka tahu mengenai BUMDes ini, diharapkan mereka bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Bagi mereka yang tahu tentang BUMDes ini, respon mereka pasti sangat baiklah, akan tetapi bagi mereka yang tidak tahu ya mereka cuek-cuek saja tanpa perduli ada program dar desa. Sosialisasi ini memang harus ditingkatkan.

I1-6 : Masyarakat awam itu terkadang tidak tahu apa itu BUMDes, tapi dari program- 76 programnya masyarakat desa 100 % merasakan manfaat dari program BUMDes. Akan tetapi masyarakat komplek tidak semua merasakan manfaatnya, karena belum ada serah terima dari Developernya kepada Pemda. Kalau perumahan gitu kan dari developer harus ada serah terima lah biar pemdanya membangun masyarakatnya juga gampang.

I3-2 :kalau kitanya dikasih tahu mah pasti ngedukung aja neng, namanya program 77 pemerintah kan gak ada yang jelek. Gak bakal pemerintah bikin program yang jelek. Tapi kalau kitanya ga dikasih tahu sama aja boong. Kita kan masyarakat sebagai sasarannya, ya harus tahu dong kita.

I3-4 :ya pastinya selalu mendukung neng, selama untuk kemajuan desa kita selalu 78 mendukung. Yang penting harus adil, jangan yang deket-deket lurah doang yang dikasih. Peneliti : Untuk secara pemberdayaan masyarakat, apakah BUMDes Desa Pagedangan sudah memberdayakan seluruh masyarakat desa di Pagedangan?

I1-1 : untuk keseluruhan menurut saya sih belum ya, baru diatas 50 %, kita juga perlu 79 beberapa tahapan. Untuk sekarang ini hanya ada sebagian saja. Kita juga kemarin ada kerjasama dengan AEON Mall yang sudah saya bicarakan dengan pak H. Dadi (Direktur BUMDes) kita menyediakan tenaga pekerja, untuk selektifnya dari sana (AEON Mall). Selain itu juga ada Gedung ICE, kita melakukan kerjasama untuk parkir luarnya pada saat ada event event tertentu, sampai sekarang ini. Disisi lain kita juga ada Universitas Prasetya Mulya, ada juga German SGU melakukan kerjasama untuk parkir luarnya, untuk secure parkingnya kan sudah ada.

I1-2 : belum lah neng, paling hanya beberapa persen saja. BUMDes ini kan baru 80 berjalan 2 tahun, jadi masih meraba-raba lah belum teteg gitu istilahnya. Masih banyak pasti masyarakat yang belum terberdayakan. Itu PR kita untuk kedepannya.

I1-5 : untuk setiap unit usaha, itu pemberdayaannya berbeda ya. Di sentra kuliner 81 sendiri, masyarakat desa asli Pagedangan sendiri itu yang berjiwa usaha itu sangat minim sekali. Terkadang hanya beberapa minggu berjualan, mereka mandet/ gulung tikar, jadi tidak kuat gitu mengahadapi tantangan yang ada. Jadi mau tidak mau, daripada kosong, kita terima saja usahawan dari luar, ini men. Yang dari luar ini tahan banting daripada masyarakat desa, kita dilema juga terkadang. Makanya akhirnya kita batasi, 60 % untuk masyarakat desa pagedangan dan 40 % untuk masyarakat luar. Tapi untuk pembayaran kiosnya kita samakan tidak ada perbedaan, tapi khusus untuk meringankan masyarakat desa pagedangan bisa dicicil pembayarannya dalam satu tahun. Peneliti : Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat terhadap program-program BUMDes ini?

I1-5 : BUMDes ini ada dua sistem orang mendirikan BUMDes. Yang pertama ada yang 82 mendirikan BUMDes ini menggunakan sistem Top Down. Top Down ini dimana BUMDes ini merupakan program Desa dengan lembaga-lembaga dibentuk. Jika dibentuk seperti ini tentu harus ada sosialisasi ke masyarakat tentang apa itu BUMDes, program apa saja yang kita sajikan. Maka dari itu hambatannya adalah orang belum tentu mengerti tentang BUMDes, belum tentu BUMDes itu menarik bagi mereka. Akan tetapi jika menggunakan sistem Bottom Up, ini sekelompok usaha masyarakat berkumpul kemudian minta dipayungi sebuah lembaga atau badan usaha, itu lebih enak sebenarnya kita bisa melihat tingkat partisipasi masyarakatnya. Kalau yang Top Down tingkat partisipasinya relatif rendah, sedangkan yang bottom up itu tingkat partisipasinya relatif tinggi, karena ia sendiri yang menginginkan dibentuk BUMDes. Nah, dikita itu sistemnya Top Down. Pasti banyaklah tantangan dan hambatannya. Salah satunya permodalan, dunia usaha yang merasa tersaingi, dan belum ada perhatian khusus dari pemerintah daerah.