Draft Policy Brief 2020

Relasi Budaya dan Agama dalam Tradisi Keagamaan dan Manuskrip di Indonesia Bagian Barat

Oleh. Zulkarnain Yani, S.Ag., MA.Hum (Peneliti Ahli Madya pada Balai Litbang Agama Jakarta) Muhamad Rosadi, S.Ag., MA (Peneliti Ahli Madya pada Balai Litbang Agama Jakarta) Reza Perwira, S.Th.I (Peneliti Ahli Muda pada Balai Litbang Agama Jakarta) Apria Putra, M.Hum (Dosen IAIN Bukit Tinggi / Praktisi Manuskrip – Sumatera Barat) Dr. Helmy Fauzi Bahrul Ulumi, M.Ag (Dosen UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten/Ketua Bantenologi) Mustika Ayu Rakhadiyanti, M.Hum (Masyarakat Pernaskahan Nusantara – MANASSA) A. Tendi, M.A (Dosen IAIN Syekh Nur Djati – Cirebon) Muhammad Mukhtar Zaedin (Peneliti/Pemerhati Manuskrip Cirebon) Musthofa Asrori, S.Th.I

RINGKASAN EKSEKUTIF Sebagai bangsa besar yang terdiri dari berbagai suku bangsa, Indonesia memiliki beragam, - istiadat, tradisi dan budaya yang kaya akan nilai-nilai luhur yang bisa menjadi pedoman hidup dan kehidupan sehari-hari. Tradisi merupakan suatu adat kebiasaan, kepercayaan, kebiasaan, ajaran dan sebagainya yang turun temurun dari nenek moyang dan yang masih dijalankan dalam masyarakat, khususnya di Indonesia1. Disisi lain, manuskrip merupakan teks tertulis yang mengandung berbagai pemikiran, pengetahuan, adat istiadat serta perilaku masyarakat masa lalu. Dibandingkan dengan bentuk-bentuk peninggalan budaya material non-tulisan di Indonesia, seperti candi, istana, masjid dan lain-lain, jumlah peninggalan budaya dalam bentuk manuskrip jauh lebih besar2. Penelitian ini menemukan bahwa antara tradisi keagamaan; tradisi palangkahan di Sumatera Barat, mamaca syekh di Banten, pembacaan Ratib Al-Haddad dan ratib Samman di Jakarta dan tradisi Nebus Weteng di Cirebon, dengan manuskrip memiliki hubungan yang saling berkaitan satu sama lain. Dimana tradisi keagamaan yang dilakukan masyarakat berbasiskan pada manuskrip. Hal ini sebagai bukti bahwa antara budaya dan agama saling berhubungan satu sama lainnya yang memberikan gambaran utuh tentang wujud Islam Indonesia sebagai topografi Islam local di Indonesia.

LATAR BELAKANG Keberagaman budaya, agama, dan keyakinan masyarakat Indonesia telah mewarnai berbagai tradisi dan ritual yang dilakukan masyarakat3 hingga saat ini. Keberagaman tradisi di Indonesia yang merupakan ekspresi simbolik, sekaligus wujud akulturasi agama, etnik dan

1 Dendi Sutarto, “Kearifan Budaya Lokal dalam Penguatan Tradisi Melemang di Tengah Masyarakat Modernisasi di Sungai Keruh Musi Banyuasin Sumatera Selatan”, Makalah Seminar Kepemimpinan Kepemudaan Madya Kementrian Pemuda dan Olahraga RI - PUSKAKEM Universitas Sriwijaya di Hotel Aston Palembang, 2-6 Oktober 2012, hlm. 2 2 Achadiati, Filologia Nusantara. Jakarta: Pustaka Jaya, 1997, hlm. 24.

3 Japarudin, “Tradisi Bulan Muharram di Indonesia”, Jurnal Tsaqofah dan Tarikh, Volume. 2 Nomor. 2, Juli – Desember 2017, hlm. 167 Draft Policy Brief 2020 budaya lokal4 yang semakin kompleks dengan persinggungan satu tradisi tertentu dengan tradisi yang lain yang datang kemudian, baik dengan budaya maupun dengan agama. Dalam konteks penelitian kali ini, kajian atau penelitian yang dilakukan berupa tradisi keagamaan yang masih berlangsung di masyarakat dan tertulis dalam manuskrip maupun yang memiliki hubungan dengan manuskrip, dimana manuskrip dijadikan sumber rujukan dalam setiap tradisi keagamaan yang ada. Tradisi keagamaan sendiri merupakan pranata keagamaan premier yang sudah dianggap baku oleh masyarakat pendukungnya yang mengandung unsur-unsur yang berkaitan dengan ke-Tuhan-an atau keyakinan Sehingga tradisi keagamaan menjadi kerangka acuan norma dalam kehidupan dan perilaku masyarakat 5. Dalam konteks antara tradisi keagamaan dan manuskrip, di dalam manuskrip banyak tersimpan berbagai informasi mengenai adat-istiadat, pengetahuan, budaya, pengobatan, sejarah, budaya dan tradisi yang telah dilakukan masyarakat pada masa lampau dan masih berlangsung hingga saat ini6. Dalam agenda RPJMN tahun 2020-2024 ada 7 (tujuh) agenda pembangunan nasional, salah satunya menyebutkan bahwa agenda pembangunan nasional lima tahun ke depan menyoroti persoalan revolusi mental dan pembangunan budaya. Arah kebijakan pembangunan nasional tersebut menjadi program prioritas di dalam meningkatkan pemajuan dan pelestarian kebudayaan dengan melakukan penyelarasan relasi agama dan budaya dalam pengembangan literasi, khazanah budaya bernafaskan agama, salah satunya melalui penelitian atau kajian. Oleh karena itu, penelitian atau kajian mengenai tradisi keagamaan dan manuskrip dengan mengangkat nilai-nilai agama dan karakter sangat penting dilakukan sebagai bagian dari pembangunan agama berbasis budaya yang dapat meminimal mungkin terjadinya gesekan atau pemahaman negative di masyarakat mengenai budaya ataupun tradisi yang ada. Hal ini tentu tidak terlepas dari Renstra Kementerian Agama RI 2020-2024 yang menyebutkan bahwa salah satu sasaran strategis menguatnya kualitas moderasi beragama dan kerukunan umat beragama adalah dengan adanya keselarasan antara budaya dan agama. Sumatera Barat merupakan salah satu propinsi di pulau Sumatera yang sangat kaya dengan beragam adat-istiadat, seni, budaya dan tradisi yang masih hidup dan dilestarikan oleh masyarakat. Tradisi yang masih ada, diantaranya; pacu jawi7, maulid Nabi Saw di Pariaman, debus di Payakumbuh, basapa di Pariaman, tradisi di Pariaman, balimau (tradisi mandi menjelang bulan Ramadhan), makan bajamba atau makan barapak, turun mandi, batagak pangulu, maliek bulan, tradisi , tradisi palangkahan dan beberapa tradisi lainnya8. Selain kaya dengan berbagai tradisi yang masih ada, Sumatera Barat juga karya

4 Dendi Sutarto, “Kearifan Budaya Lokal,...., hlm. 2.

5 Yudhi Alhamdi Amras, “Tradisi Keagamaan dan Sikap Keagamaan”, 22 Januari 2015, http://jhodymrazbraine.blogspot.com/2015/01/tradisi-keagamaan-dan-sikap-keagamaan.html dan Muhammad Syaeful Abdulloh, “Tradisi Keagamaan dan Kebudayaan”, 26 April 2012, http://muhammadsyaefulabdulloh.blogspot.com/2012/04/tradisi-keagamaan-dan-kebudayaan.html

6 Ufi Saraswati, “Arti dan Fungsi Naskah Kuno Bagi Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa Melalui Pengajaran Sejarah”. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Pendidikan Sejarah APPS, Bandung; 18 – 20 Maret 2011. 7 Tradisi ini terdapat di kecamatan Sungai Tarab, Rambatan, Limo kaum, dan Pariangan – Tanah Datar dan Payakumbuh – Lima Puluh Kota 8 Baca Afdhal Halim, “Tradisi Basapa di Ulakan Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang Pariaman Sumatera Barat”, Skripsi, (Universitas Sumatera Utara; Medan, 2018), Adlan Sanur Tarihoran, “Maliek Bulan”: Sebuah Tradisi Lokal Pengikut Tarekat Syattariyah di Koto Tuo Agam”. Jurnal ISLAM Draft Policy Brief 2020 dengan manuskrip. Sumatera Barat dikenal sebagai daerah “Lumbung” manuskrip Nusantara. Tidak dipungkiri, selain Aceh, Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah di Sumatera yang banyak memiliki manuskrip tersimpan di berbagai Surau dan dimiliki secara perorangan. Bahkan tradisi penyalinan manuskrip masih terus dilakukan di berbagai surau yang ada di Sumatera Barat, bukan hanya ada di Indonesia, namun juga tersebar di luar negeri, antara lain; di Belanda, Inggris dan Australia9. Banten merupakan salah satu wilayah yang menyimpan dan memiliki manuskrip- manuskrip. Pada awal abad ke 17, Banten mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan pemikiran dan tradisi intelektual Islam di Indonesia, seperti Shaykh Yusuf al- Makassari dan Shaykh Nawawi al-Bantani10. Sama halnya dengan manuskrip Sumatera Barat, manuskrip Banten pun tersebar di beberapa negara, di antaranya Belanda dan di sejumlah tempat di wilayah Banten. Selain kaya dengan manuskrip, Banten juga kaya dengan berbagai tradisi yang masih hidup sampai saat ini di masyarakat. Tradisi tersebut antara lain; dzikir Samman, rudat, debus, rudat11, panjang mulud12, selametan di Ciomas13, tradisi wawacan syekh dan beberapa tradisi lainnya. Sama halnya dengan Sumatera Barat dan Banten tadi di atas, DKI Jakarta juga kaya dengan beragam manuskrip. Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat pada tahun 2017 mendata sekitar 33 manuskrip Jakarta yang disimpan oleh Habib Ahmad ibn Novel ibn Salim dan 3 manuskrip koleksi Iwan Mahmud14. Bahkan Perpustakaan Nasional RI menerbitkan sebuah “Katalog Naskah Pecenongan Koleksi Perpustakaan Nasional: Sastra Betawi Akhir Abad ke-19” yang disusun oleh Nur Karim dkk pada tahun 2013. Di dalam katalog tersebut, ada 26 manuskrip yang ditulis oleh Muhammad Bakir15 dan masih banyak lagi manuskrip lainnya yang tersimpan di masyarakat dan belum terekspose. Jakarta terkenal dengan suku Betawi yang mendiami wilayah Jakarta sejak zaman penjajahan Belanda, yang juga kaya dengan berbagai tradisi yang masih ada sampai saat ini, tradisi

REALITAS. Volume. 1. Nomor. 1, 2015, Noni Sukmawati dan Zaiyardam Zubir. 2015. “Seni Tradisi di Pasaman: Yang Hilang dan Yang Bertahan”. Jurnal Ilmu Sosial Mamangan. Volume. 4. Nomor. 2, 2015, Alfalah, “Perkembangan Talempong Tradisi Minangkabau ke Talempong Goyang di Sumatera Barat”.Jurnal Ekspresi Seni. Volume 14, Nomor 1, Juni 2012 dan M. Yunis dkk, “Palangkahan dan Strategi Kuno Masyarakat Pesisir Minangkabau”, Makalah Konferensi Nasional Klaster dan Hilirisasi Riset Berkelanjutan 2018, http://repo.unand.ac.id/17751. 9 Baca Henri Chambert Loir dan Oman Fathurahman, Panduan Koleksi Naskah-Naskah Indonesia Sedunia, Jakarta: EFEO – Yayasan Obor Indonesia, 1999 dan Teuku Iskandar, Catalogue of Malay, Minangkabau and South Sumatra in The Netherlands,Volume Two, Leiden; Universiteit Leiden, 1999. 10 Oman Fathurahman, “Naskah Banten dan Tradisi Intelektual Islam Indonesia”, sebagaimana dikutip oleh Mahmudah Nur, “Kepemimpinan Abuya Muqri: Antara Agama dan Magi (Telaah terhadap naskah catatan harian Abuya Muqri)”, Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta Press, 2018, hlm. 110. 11 Lihat Huriyudin, “Ekspresi Seni Budaya Islam di Tengah Kemajemukan Masyarakat Banten”, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 12, No. 1, 2014: 257 – 296. 12 Lihat Asep Saefullah, “Nilai-Nilai Keagamaan dan Kerukunan dalam Tradisi Panjang Mulud di Serang, Banten”, dalam Tim Penulis, “Nilai-Nilai Keagamaan dan Kerukunan dalam Tradisi Lisan Nusantara”, Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta, 2016, hlm. 157 – 207.

13 Lihat Ayatullah Humaeni, “Ritual, Kepercayaan Lokal dan Identitas Budaya Masyarakat Ciomas – Banten”, Jurnal el-Harakah¸ Vol.17 No.2 Tahun 2015, hlm. 157 – 181.

14 Lihat di https://lektur.kemenag.go.id/manuskrip/web/koleksi/49/dki-jakarta.html

15 Lihat Nur Karim et.al., Katalog Naskah Pecenongan koleksi Perpustakaan Nasional: Sastra Betawi Akhir Abad ke-19, Penyunting. Henri Chambert-Loir & Dewaki Kramadibrata, Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013. Draft Policy Brief 2020 tersebut di antaranya; tradisi Akeke16, babaritan, piara pengantin, tradisi palang pintu dan tradisi-tradisi lainnya. Wilayah terakhir yaitu Cirebon. Sebagaimana dengan wilayah-wilayah di atas, Cirebon juga merupakan skriptorium manuskrip yang tersimpan, baik di Keraton maupun kerabat-kerabat keraton yang tinggal di luar keraton. Berdasarkan hasil penelusuran tim peneliti Balai Litbang Agama Jakarta pada tahun 2016, ada sekitar 229 manuskrip dan di tahun 2019 kemarin, Balai Litbang Agama Jakarta menyusun Katalog Naskah Keagamaan Cirebon yang di dalamnya terdapat 117 manuskrip. Belum lagi manuskrip-manuskrip Cirebon yang tersimpan di beberapa negara. Selain kaya dengan manuskrip, Cirebon juga kaya dengan berbagai tradisi yang masih hidup sampai saat ini di masyarakat. Tradisi-tradisi tersebut diantaranya; tradisi panjang jimat, tradisi suroan, saparan, rajaban, ruwahan, syawalan, slametan, khitanan, pernikahan, kematian dan lain sebagainya17

TEMUAN-TEMUAN UTAMA Risalah kebijakan ini berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di 4 (empat) propinsi yaitu; propinsi Sumatera Barat, propinsi Banten, propinsi DKI Jakarta dan propinsi Jawa Barat, tepatnya di Cirebon yang dikerjakan oleh 5 (lima) orang peneliti bersama peneliti lokal di masing-masing propinsi. Berdasarkan hasil temuan, ada 5 (lima) tradisi keagamaan yang menggunakan manuskrip sebagai sumber atau rujukan di dalam pelaksanaan tradisi keagamaan tersebut. Tradisi palangkahan merupakan tradisi yang ada di masyarakat Sumatera Barat. Tradisi palangkahan merupakan warisan leluhur secara turun-temurun yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, bersumber pada manuskrip yang dipegang oleh Buya atau Datuk seorang murid tarekat dengan berpedoman pada seorang guru. Istilah Palangkahan diambil dari kata langkah; seseorang yang akan berjalan ada langkah pertama dalam perjalanannya itu, orang yang akan mendirikan rumah juga terdapat langkah awal mengerjakannya, begitu juga yang akan melangsungkan pernikahan juga terdapat langkah prosesi pertama dalam rangkaian akad nikah dan kendurinya. Langkah dimaknai kegiatan awal yang menentukan momen-momen setelahnya. Dalam sebuah maqalah (ungkapan agama) disebutkan, “langkah kaki pertama menentukan akhir kesudahannya.” Yang terdapat pada langkah pertama bisa jadi arahan memulai sesuatu, do’a-do’a dan harapan. Tradisi ini merupakan kearifan lokal masyarakat yang masih terus dilestarikan dan dilaksanakan oleh masyarakat di dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kearifan lokal tersebut ternyata bersumber pada naskah atau teks-teks yang terdapat pada tarekat Syattariyah dan Naqsyabandiyah dengan guru tarekat sebagai sumber rujukan atau tokoh sentral di dalam melakukan tradisi tersebut. Tradisi ini berhubungan dengan hal-hal yang penting dalam kehidupan sehari hari, seperti; mendirikan rumah, menentukan calon pasangan hidup untuk menikah, mulai bersawah dan berladang, menanyakan perihal penyakit yang sedang diderita, batagak panghulu, taqwim khamsiyah, hingga kadar perjalanan seseorang ketika melawat atau merantau. Tradisi ini masih dilestarikan dan dilaksanan di masyarakat Nagari Pariangan – Tanah Datar, Ulakan – Padang Pariaman dan Belubus – Lima Puluh Kota.

16 Lihat Yahya Andi Saputra, “Nilai Keagamaan dan Kerukunan dalam Tradisi Akeke di Betawi – Jakarta”, dalam Tim Penulis, “Nilai-Nilai Keagamaan dan Kerukunan dalam Tradisi Lisan Nusantara”, Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta, 2016, hlm. 227 – 257.

17 Mohamad Ramdhany, “Tradisi Lokal Keagamaan di Bumi Cirebon”, https://www.nu.or.id/post/read/71101/tradisi-lokal-keagamaan-di-bumi-cirebon Draft Policy Brief 2020

Ada 4 (empat) nilai agama yang dapat diambil dari tradisi palangkahan tersebut, yaitu; Ulama atau tokoh agama sebagai pusat keilmuan dan bertanya mengenai persoalan kehidupan sehari-hari, ingat akan waktu, selalu berikhtiar dan tidak lupa untuk selalu berserah diri kepada Allah Swt melalui do’a. Adapun nilai karakter yang dapat diambil yaitu; musyawarah, berpikir positif dan bersyukur, membaca tanda alam, jalinan sosial, cinta budaya dan berdisiplin.

Teks palangkahan untuk orang berobat Teks Palangkahan tentang Perjalanan dalam (Koleksi Aswardi Sutan Tumanggung Pariangan) menghadang musuh dalam peperangan (Koleksi Dalim Kasim Datuak Mangkudun – Pariangan)

Teks Palangkahan Mengenai Jadwal perjalanan nadi dalam tubuh manusia, edaran tiap-tiap hari dengan getaran jiwa pada hitungan bulan Arab (Teks disalin oleh khalifah Syaikh Mudo Abdul Qadim Belubus di Surau Tuo Belubus

Warga Betawi sebagai suku yang mendominasi di Jakarta, ternyata masih memiliki tradisi yang masih dikenal dan dilakukan oleh masyarakatnya. Salah satu tradisi yang masih dilakukan tersebut ialah ratiban. Al-Haddad merupakan salah satu ratib yang cukup banyak dibaca oleh warga Betawi di Jakarta. Pembacaan ratib ini salah satunya dilakukan oleh warga Centex, Ciracas, Jakarta Timur, oleh jamaah Majlis Rotib Ar-Ridho. Pembacaan Ratib Al- Haddad dilakukan setiap ba’da (setelah) salat magrib berjamaah. Pembacaan ini tidak memakan waktu lama, kurang lebih 20 menit. Pembacaan ratib ini berkeliling di masjid atau musala yang terdapat di Ciracas. Naskah Ratibu ‘L-Haddad yang digunakan dalam penelitian ini merupakan koleksi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Jakarta Timur. Naskah ini disalin oleh Encik Yahya, yang mendapatkan ijazah dari tuan Sayyid ‘Alawi al-Haddad, cicit dari Sayyidina Abdullah Haddad. Berdasarkan kolofon, naskah ini disalin pada tahun 1224 Hijriah atau tahun 1809 Masehi. Terdapat lima nilai-nilai keagamaan yang terkandung dalam naskah Ratibu ‘l-Haddad salinan Encik Yahya, antara lain zuhud, tawakal, syukur, qana’ah, dan sabar. Kelima nilai atau sifat ini diharapkan dimiliki oleh umat muslim agar menjadi insan kamil yang dicintai dan dirahmati Allah Swt. Draft Policy Brief 2020

Tradisi keagamaan selanjutnya di wilayah Jakarta adalah tradisi membaca Ratib Samman. Di kalangan masyarakat Betawi, tradisi ritual Ratib Samman dibawa dan dikembangkan oleh Syekh Abdurrahman Betawi yang masih tercatat sebagai murid dari Syekh Samman al-Madani. Ulama Betawi generasi berikutnya yang memgembangkan tradisi dan ritual ini adalah Guru Mughni Kuningan. Tradisi membaca manaqib Samman di masyarakat Betawi ini bermula dari keluarga secara turun temurun, lingkungan masyarakat yang melazimkan mengadakan kegiatan tersebut, lingkungan pendidikan informal semisal pengajian, dan lingkungan pendidikan formal seperti madrasah, atau sekolah keagamaan. Pelaksanaan Manaqiban di Kampung Janis, Pekojan Jakarta Barat hanya dilaksanakan apabila ada perayaan syukuran seperti kelahiran anak, kesembuhan dari penyakit, dan seusai pesta pernikahan. Pelaksanaannya tidak dilakukan secara rutin dan dilaksanakan tergantung pada si empunya hajat. Manaqiban ini mengandung keutamaan khususnya bagi masyarakat di daerahnya, setidaknya tiga hal. Pertama, selain bertujuan untuk memenuhi nadzar, pembacaan Manaqib Samman secara bersama-sama juga dimaksudkan untuk mempererat tali persaudaraan (ukhuwah islamiyah). Kedua, menambah wawasan tentang karamah para wali. Di dalam upacara Manaqiban, guru atau tokoh agama menerangkan berbagai macam hal mengenai kelebihan atau kekeramatan (karamah) yang dimilikinya. Ketiga, menambah kecintaan kepada para ulama’ dan orang shaleh. Tradisi tradisi mamaca syekh di Kampung Perisen Kelurahan Kiara Kecamatan Walantaka, Serang, Banten atau yang biasa dikenal di berbagai tempat dengan nama manaqiban biasanya dibacakan ketika mengadakan ritual sunatan dan pernikahan. Dalam ritual sunatan dan pernikahan, manuskrip wawacan syekh masih dibacakan dan menjadi bagian dari rangkaian prosesi ritual sunatan dan pernikahan. Ritual sunatan dan pernikahan di kampung Perisen dilakukan melalui serangkaian tahapan mulai persiapan, pelaksanaan dan penutupan. Dalam tahap persiapan, jamuan inti yang biasanya dihidangkan akan dibacakan teks Syekh Abdul Qadir terlebih dahulu untuk mengalap dan mendapatkan barokah. Baru kemudian selang beberapa waktu kemudian, sesepuh Perisen mulai menembang dan membacakan teks Syekh Abdul Qadir. Adapun nilai-nilai agama dan karakter yang terdapat dalam teks Abdul Qadir Jailani berisi nilai kejujuran, dermawan, kesabaran, murah hati, taqwa dan wara, serta tanggung jawab. Draft Policy Brief 2020

Bagian awal Naskah Wawacan Syekh

Tradisi keagamaan terakhir yang diteliti adalah tradisi Nebus Weteng. Tradisi ini merupakan tradisi turun temurun yang dilaksanakan tidak hanya di Desa Cirebon Girang, akan tetapi juga di wilayah sekitar Cirebon. Hal itu dimungkinkan karena Cirebon pada masa lalu terdapat sebuah kerajaan yang dalam melaksanakan adat/tradisi senantiasa merujuk pada raja. Keterkaitan tradisi Nebus Weteng dengan naskah Serat Murtasiyah Cirebon lebih kepada konsep penguatan psikologis dan pengamalan spiritual wanita dalam kondisi hamil. Keduanya merupakan simbol kebudayaan sebagai karakteristik masyarakat Cirebon yang melahirkan nilai-nilai karakter. Dalam tradisi Nebus Weteng nilai-nilai karakter yang terungkap berupa nilai spiritualitas (rangkaian doa-doa dalam pelaksanaannya), psikologis (sugesti dan support keluarga kepada ibu hamil), kesehatan (mandi untuk kebersihan), dan sosial kemasyarakatan (keterlibatan masyarakat). Sedangkan dalam naskah Serat Murtasiyah Cirebon nilai-nilai karakter yang terungkap terdapat nilai-nilai spiritualitas dan sosial kemasyarakatan. Nilai spiritualitas tersebut berupa doa-doa dan nasihat-nasihat untuk melakukan hal-hal positif yang secara batiniyah dan ruhaniyah. Nilai sosial kemasyarakatan tertuang dalam sedekah dengan membagikan makanan kepada masyarakat sekitar. Tradisi Nebus Weteng memberikan kesan bahwa tradisi tersebut mengandung banyak manfaat positif bagi masyarakat, seperti rasa syukur terhadap Tuhan, solidaritas sosial, interaksi simbolik antar masyarakat, dan memadukan adat dengan agama sebagai hal yang positif. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap tradisi Nebus Weteng secara umum relatif baik meski terdapat perbedaan baik dalam konsep acara maupun penerjemahan makna di balik acara tersebut. Pengetahuan masyarakat akan tradisi tersebut dapat dikatakan beragam, selain pengetahuan yang di dapat secara turun temurun, tingkat kekerabatan yang kuat sebagai karakteristik masyarakat pedesaan membentuk pola pikir yang sama dalam melaksanakan berbagai adat/tradisi yang berkembang.

Pelaksanaan Tradisi Keagamaan Naskah Serat Murtasiyah Cirebon Nebus Weteng di Desa Cirebon Girang

Draft Policy Brief 2020

REKOMENDASI KEBIJAKAN 1. Penelitian mengenai relasi budaya dan agama, dalam hal ini tradisi keagamaan dan manuskrip, merupakan bagian pelestarian terhadap berbagai tradisi keagamaan dan manuskrip yang ada di masyarakat. Hal ini sebagai wujud dari pelaksanaan agenda pembangunan nasional dalam RPJMN 2020-2024 berupa pemajuan dan pelestarian kebudayaan dengan melakukan penyelarasan relasi agama dan budaya dalam pengembangan literasi, khazanah budaya bernafaskan agama dan pelaksanaan salah satu sasaran strategis Renstra Kementerian Agama RI 2020-2024 pada aspek keselarasan antara budaya dan agama 2. Penelitian relasi budaya dan agama berupa tradisi keagamaan dan manuskrip dapat membuat topografi Islam lokal di Indonesia sebagai gambaran utuh tentang wujud Islam Indonesia yang tidak mempertentangkan berbagai budaya dan tradisi yang ada selama sesuai dengan ajaran Islam yang ada. 3. Kementerian Agama RI, dalam hal ini Badan Litbang dan Diklat dan Dirjen Bimas Islam, harus segera melakukan langkah-langkah konkrit, terencana dan terstruktur melakukan kajian dan penelitian berbagai tradisi keagamaan dan manuskrip dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan. Sehingga akan tersedia Bibliografi Tradisi Keagamaan dan Manuskrip yang dapat dijadikan rujukan bagi siapapun dalam melihat Islam Indonesia. 4. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan para peneliti, baik yang ada di Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, di PTKIN dan peneliti-peneliti di Asosiasi atau lembaga yang fokus terhadap kajian tradisi keagamaan dan manuskrip.

DAFTAR PUSTAKA Achadiati. 1997. Filologia Nusantara. Jakarta: Pustaka Jaya. Alfalah, 2012. “Perkembangan Talempong Tradisi Minangkabau ke Talempong Goyang di Sumatera Barat”.Jurnal Ekspresi Seni. Volume 14, Nomor 1, Juni. Fathurahman, Oman., 2018. “Naskah Banten dan Tradisi Intelektual Islam Indonesia”, sebagaimana dikutip oleh Mahmudah Nur, “Kepemimpinan Abuya Muqri: Antara Agama dan Magi (Telaah terhadap naskah catatan harian Abuya Muqri)”, Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta Press. Halim, Afdhal., 2018. “Tradisi Basapa di Nagari Ulakan Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang Pariaman Sumatera Barat”, Skripsi, Universitas Sumatera Utara; Medan. Humaeni, Ayatullah., 2015. “Ritual, Kepercayaan Lokal dan Identitas Budaya Masyarakat Ciomas – Banten”, Jurnal el-Harakah¸ Vol.17 No.2. Huriyudin, 2014. “Ekspresi Seni Budaya Islam di Tengah Kemajemukan Masyarakat Banten”, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 12, No. 1. Iskandar, Teuku., 1999. Catalogue of Malay, Minangkabau and South Sumatra in The Netherlands,Volume Two, Leiden; Universiteit Leiden. Japarudin. 2017. “Tradisi Bulan Muharram di Indonesia”, Jurnal Tsaqofah dan Tarikh, Volume. 2 Nomor. 2, Juli – Desember . Karim et.al., Nur., 2013. Katalog Naskah Pecenongan koleksi Perpustakaan Nasional: Sastra Betawi Akhir Abad ke-19, Penyunting. Henri Chambert-Loir & Dewaki Kramadibrata, Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. Loir dan Oman Fathurahman, Henri Chambert., 1999. Panduan Koleksi Naskah-Naskah Indonesia Sedunia, Jakarta: EFEO – Yayasan Obor Indonesia Draft Policy Brief 2020

Saefullah, Asep., 2016. “Nilai-Nilai Keagamaan dan Kerukunan dalam Tradisi Panjang Mulud di Serang, Banten”, dalam Tim Penulis, “Nilai-Nilai Keagamaan dan Kerukunan dalam Tradisi Lisan Nusantara”, Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta. Saputra, Yahya Andi., 2016. “Nilai Keagamaan dan Kerukunan dalam Tradisi Akeke di Betawi – Jakarta”, dalam Tim Penulis, “Nilai-Nilai Keagamaan dan Kerukunan dalam Tradisi Lisan Nusantara”, Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta. Saraswati, Ufi., 2011. “Arti dan Fungsi Naskah Kuno Bagi Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa Melalui Pengajaran Sejarah”. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Pendidikan Sejarah APPS, Bandung; 18 – 20 Maret. Sukmawati dan Zaiyardam Zubir, Noni., 2015. “Seni Tradisi di Pasaman: Yang Hilang dan Yang Bertahan”. Jurnal Ilmu Sosial Mamangan. Volume. 4. Nomor. 2 Sutarto, Dendi., 2012. “Kearifan Budaya Lokal dalam Penguatan Tradisi Melemang di Tengah Masyarakat Modernisasi di Sungai Keruh Musi Banyuasin Sumatera Selatan”, Makalah Seminar Kepemimpinan Kepemudaan Madya Kementrian Pemuda dan Olahraga RI - PUSKAKEM Universitas Sriwijaya di Hotel Aston Palembang, 2-6 Oktober. Tarihoran, Adlan Sanur., 2015. “Maliek Bulan”: Sebuah Tradisi Lokal Pengikut Tarekat Syattariyah di Koto Tuo Agam”. Jurnal ISLAM REALITAS. Volume. 1. Nomor. 1 Yudhi Alhamdi Amras, “Tradisi Keagamaan dan Sikap Keagamaan”, 22 Januari 2015, http://jhodymrazbraine.blogspot.com/2015/01/tradisi-keagamaan-dan-sikap-keagamaan.html dan Muhammad Syaeful Abdulloh, “Tradisi Keagamaan dan Kebudayaan”, 26 April 2012, http://muhammadsyaefulabdulloh.blogspot.com/2012/04/tradisi-keagamaan-dan- kebudayaan.html Yunis dkk, M., 2018. “Palangkahan dan Strategi Kuno Masyarakat Pesisir Minangkabau”, Makalah Konferensi Nasional Klaster dan Hilirisasi Riset Berkelanjutan dalam http://repo.unand.ac.id/17751. Mohamad Ramdhany, “Tradisi Lokal Keagamaan di Bumi Cirebon”, https://www.nu.or.id/post/read/71101/tradisi-lokal-keagamaan-di-bumi-cirebon