<<

KAJIAN ORGANOLOGIS ALAT MUSIK SARUNAI BUATAN BAPAK AZIZ MANDRI CHANIAGO DI MABAR, MEDAN

SKRIPSI DIKERJAKAN O L E H

NAMA : HENDRA CIPTA NIM : 100707069

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

2017

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KAJIAN ORGANOLOGIS ALAT MUSIK SARUNAI MINANGKABAU BUATAN

BAPAK AZIZ MANDRI CHANIAGO DI MABAR, MEDAN

Skripsi Sarjana Dikerjakan Oleh

NAMA : HENDRA CIPTA NIM : 100707069

Disetujui Oleh

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Heristina Dewi, M.Pd. Drs. Muhammad Takari,M.Hum,Ph.D NIP 196605271994032001 NIP.196512211991031001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

2017

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Kajian Organologis Alat Musik Sarunai Minangkabau Buatan Bapak Azis Mandri Chaniago di Mabar, Medan”. Sarunai Darek adalah alat musik tradisional khas Minangkabau,Sumatera Barat. Alat musik tiup ini terbuat dari bambu. Sarunai Darek mempunyai kekhasan tersendiri dibandingkan dengan alat musik tiup minangkabau yang lainnya, ukuran dan bunyi. Sarunai Darek memiliki 4 lubang nada, dengan panjang keseluruhan 18cm, diameter bambu 1cm. Ditinjau dari fungsinya Sarunai Darek ini adalah untuk hiburan yang dimainkan secara tunggal tanpa diiringi alat musik lainnya. Sarunai Darek ini banyak dimainkan oleh anak-anak gembala sambil menggembalakan ternaknya disawah ataupun diladang. Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui struktur, proses, teknik pembuatan, fungsi dari Sarunai Darek, serta menjadi karya tulis bagi Etnomusikologi. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan penelitian dan terlibat dalam pembuatan Sarunai Darek. Lalu penulis melakukan wawancara kepada narasumber yang dianggap paham oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut, juga melakukan rekaman yang dianggap penting untuk mempermudah mengingat hasil wawancara kedalam tulisan tersebut.

Kata Kunci : Organologis, Sarunai, Minangkabau, Struktural.

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI ABSTRAK ...... i KATA PENGANTAR ...... iii DAFTAR ISI ...... v DAFTAR GAMBAR ...... vii

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1 1.2 Pokok Permasalahan ...... 5 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 5 1.3.1 Tujuan ...... 5 1.3.2 Manfaat Penelitian ...... 6 1.4 Konsep dan Teori ...... 6 1.4.1 Konsep ...... 6 1.4.2 Teori ...... 7 1.5 Metode Penelitian ...... 8 1.5.1 Studi Kepustakaan ...... 9 1.5.2 Kerja Lapangan ...... 10 1.5.3 Observasi ...... 10 1.5.4 Wawancara ...... 10 1.5.5 Kerja Laboratorium ...... 11 1.5.5 Lokasi Penelitian ...... 11

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK AZIZ MANDRI CHANIAGO ...... 12 2.1 Lokasi Penelitian ...... 12 2.2 Keadaan penduduk ...... 12 2.3 Pengaruh Kebudayaan Minangkabau di Kota Medan ...... 12 2.4 Sistem Bahasa ...... 14 2.5 Sistem Kepercayaan ...... 15 2.6 Sistem Kesenian ...... 16 2.6.1 Seni Musik ...... 16 2.6.2 Seni Tari ...... 19 2.7 Sistem Kekerabatan ...... 19 2.8 Biografi Singkat Bapak Aziz Mandri Chaniago ...... 20

BAB III TEKNIK PEMBUATAN DAN MEMAINKAN BANSI MINANGKABAU ...... 22 34 3.1 Klasifikasi Sarunai Minangkabau ...... 22 3.2 Konstruksi Sarunai Minangkabau ...... 23 3.3 Ukuran Sarunai Minangkabau ...... 23 3.4 Teknik Pembuatan Sarunai Minangkabau ...... 25

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.4.1 Bahan baku yang Digunakan ...... 25 3.4.1.1 Bambu Tipis yang Kecil (Tamiang) ...... 25 3.4.1.2 Peralatan yang Digunakan ...... 27 3.5 Proses Pembuatan ...... 28 3.5.1 Pemilihan Bambu Tamiang ...... 28 3.5.2 Memotong Tamiang ...... 29 3.5.3 Mengikis Ujung Tamiang ...... 30 3.5.4 Pelubangan Nada (Bagian Induk) ...... 31 3.5.5 Pembuatan Bagian Anak (reed) ...... 37 3.5.5.1 Memilih Bambu Untuk Bagian Anak (reed) ...... 37 3.5.5.2 Pengikisan Bagian Anak (reed) ...... 39 3.5.5.3 Pemotongan Lidah reed ...... 40 3.5.5.4 Pemotongan Ujung Sambungan ...... 40 3.5.5.5 Memblok Ujung reed ...... 41 3.5.5.6 Perenggangan Lidah reed ...... 43 3.6 Tahap Penyempurnaan ...... 44

BAB IV SEJARAH DAN FUNGSI BANSI MINANGKABAU ...... 46 4.1 Teknik Permainan Sarunai Minangkabau ...... 46 4.2 Posisi Badan Memainkan Sarunai Minangkabau ...... 48 4.3 Posisi Jari Memainkan Sarunai Minangkabau ...... 50 4.4 Nada yang Dihasilkan Sarunai Minangkabau ...... 53 4.5 Sample Lagu ...... 55 4.6 Fungsi Musik Sarunai Minangkabau ...... 56 4.6.1 Fungsi Hiburan ...... 57 4.6.2 Fungsi Pengungkapan Emosional ...... 57 4.6.3 Fungsi Penghayatan Estetis ...... 58 4.6.4 Fungsi reaksi Jasmani ······································································· 58 4.7 Nilai Ekonomi Pada Alat Musik Sarunai Minangkabau ··························· 58

BAB V PENUTUP ...... 60 5.1 Kesimpulan ...... 60 5.2 Saran ...... 61

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Bapak Aziz Mandri Chaniago dengan Penulis ...... 21 Gambar 2 : Konstruksi Sarunai Minangkabau ...... 23 Gambar 3 : Ukuran Sarunai Minangkabau ...... 23 Gambar 4 : Ukuran Bagian Induk ...... 24 Gambar 5 : Ukuran Lubang Bagian Induk ...... 24 Gambar 6 : Ukuran Bagian Anak (reed) ...... 25 Gambar 7 : Bambu Tamiang (Schizostachyum blumei) ...... 26 Gambar 8 : Memanen Bambu Tamiang ...... 27 Gambar 9 : Peralatan Pembuatan Sarunai Minangkabau ...... 28 Gambar 10 : Bambu Tamiang yang sudah dipilih ...... 29 Gambar 11 : Proses Pemotongan Tamiang ...... 30 Gambar 12 : Pengikisan Pada Ujung Tamiang ...... 30 Gambar 13 : Pengukuran Lingkaran Bambu ...... 31 Gambar 14 : Tahap Pelubangan Nada Pertama ...... 32 Gambar 15 : Pelubangan Nada Pertama ...... 32 Gambar 16 : Pengukuran Lubang Nada Kedua ...... 33 Gambar 17 : Pelubangan Nada Kedua ...... 33 Gambar 18 : Pengukuran Lubang Ketiga ...... 34 Gambar 19 : Pelubangan Nada Ketiga ...... 34 Gambar 20 : Pengukuran Nada Ke Empat ...... 35 Gambar 21 : Pelubangan Nada Ke Empat ...... 35 Gambar 22 : Pengukuran Jarak Antara Lubang Empat ke pertemuan Sambungan Bagian Anak (reed) ...... 36 Gambar 23 : Pemotongan Penyambungan ke Bagian Anak (reed) ...... 36 Gambar 24 : Mencocokkan Bagian Anak ke Bagian Induk ...... 38 Gambar 25 : Pengikisan Bagian Anak (reed) ...... 39 Gambar 26 : Tahap Pembuatan Lidah reed ...... 40 Gambar 27 : Pemotongan Bagian yang Berlebih ...... 41 Gambar 28 : Pemotongan sendal/karet ...... 42 Gambar 29 : Pemblokan Ujung reed ...... 42 Gambar 30 : Pemotongan sendal/karet yang berlebih ...... 43 Gambar 31 : Perenggangan Lidah reed ...... 44 Gambar 32 : Proses Penghalusan pada Bagian Badan Bambu ...... 45 Gambar 33 : Posisi Memainkan Sarunai Minangkabau ...... 48 Gambar 34 : Posisi Duduk ...... 49 Gambar 35 : Semua Lubang Nada Tertutup akan Menghasilkan Nada G ...... 50 Gambar 36 : Jari 1 Terbuka akan Menghasilkan Nada A ...... 51 Gambar 37 : Jari Terbuka 2 akan Menghasilkan Nada A# ...... 52 Gambar 38 : Jari Terbuka 3 akan Menghasilkan Nada B ...... 53 Gambar 39 : Jari Tangan Terbuka Semua Menghasilakn Nada C ...... 54 DAFTAR PUSTAKA ...... 62 DAFTAR INFORMAN

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Merantau merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan Minangkabau sejak lama. Merantau dan Minangkabau memang dua kata yang bertaut erat. Menyisiri Amalium,

Halat, Bromo, Sukaramai, Mandala, hingga Denai. Disini, bahasa Minang tak lagi menjadi sesuatu yang asing di telinga. Penghuni kawasan ini adalah mereka yang sebagian besar berasal dari Padang

Pariaman, Sumatera Barat.

Demikian pula dengan kesenian dalam masyarakat Minangkabau. Masyarakat Minangkabau adalah kelompok etnik Nusantara yang memiliki berbagai macam kesenian. Kesenian-kesenian ini berupa tari-tarian yang terdiri dari Tari Piring, Tari Rantak, Tari , Tari Payung dan lain-lain, kesenian musik dengan alat musik Gandang, , , Talempong, , Sarunai, dan lain- lain. Selain itu ada juga kesenian , seni bela diri yang biasanya tampil didalam pesta ataupun pesta perkawinan.

Pada tulisan ini penulis berfokus pada alat musik tiup yaitu Sarunai yang tergolong dalam klasifikasi yang artinya alat musik yang sumber bunyinya dihasilkan oleh udara.

Bahan dasar untuk membuat Sarunai adalah bambu tamiang dan bambu talang. Bambu tamiang adalah salah satu jenis bambu yang tingginya mencapai 10 m dan garis tengahnya 2-4 cm, berwarna hijau tua, daunnya kecil, serat halus dan kepadatan serat cukup baik. Lain halnya dengan bambu talang, bambu talang hanya bisa digunakan pada bagian ujungnya saja yang berdiameter kecil. Sarunai Minangkabau mempunyai empat lubang nada, dan dari segi bentuknya Sarunai

Minangkabau dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian induk dan bagian anak. Bagian induk tempat beradanya bagian lobang-lobang nada, dan bagian anak merupakan lahirnya sumber tiupan atau udara yang menghasilkan suara atau bunyi (reed).

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Nama peniup untuk pemain Sarunai Minangkabau ialah tukang Sarunai. “tukang” mempunyai arti atau simbol sebagai suatu penghormatan pada si peniup Sarunai Minangkabau tersebut. Tukang Sarunai dapat memainkan alat musik ini dengan meniup dan menarik nafas secara bersamaan, sehingga peniupnya dapat memainkannya dari awal sampai akhir lagu secara terus- menerus tanpa terputus. Teknik ini dinamakan manyisiahan angok (menyisihkan nafas)

Pada tanggal 6 juli 2015 sekitar pukul 16.45 WIB, penulis melakukan observasi alat musik

Sarunai Minangkabau yang terletak di Kelurahan Pajak Sore Mabar, Kecamatan Medan Deli, Medan.

Penulis bertemu dengan seorang pembuat alat musik Minangkabau yang bernama Bapak Aziz

Mandri Chaniago yang berusia kurang lebih sekitar 44 tahun. Ketika penulis mengemukakan maksud akan mengkaji organologis Sarunai buatan beliau, maka ia menyambut niat baik dari penulis.

Berdasarkan wawancara dengan beliau, Bapak Aziz Mandri Chaniago juga mahir memainkan

Sarunai, Saluang, Bansi, Pupuik serta pencak yang beliau ketahui dari Minangkabau. Dan hingga saat ini beliau masih aktif didalam dunia kesenian Minangkabau, ketertarikan beliau dengan alat musik Sarunai ini adalah karena beliau ingin melestarikan budaya-budaya didalam dirinya. Hingga pada saat ini beliau masih aktif di dalam bidang seni, salah satunya ia menjadi seniman Taman

Budaya Medan yang berlokasikan di jalan perintis Kemerdekaan dan gedung BM3 (Badan

Musyawarah Masyarakat Minangkabau) tepatnya di jalan Adinegoro. Beliau juga mempunyai group yang dinamakan Pitunang Rantau, dan group Pitunang Rantau pernah bermain untuk penyambutan

Gubernur Sumatera Utara pada tahun 2013.

Pada saat itu beliau banyak bercerita dengan penulis tentang alat musik Sarunai seperti bagaimana struktur organologis Sarunai yang telah dibuat oleh Bapak Aziz Mandri Chaniago. Beliau berkata bahwa ketertarikannya terhadap musik dan kesenian Minangkabau dimulai dari kelas 4 sekolah dasar tepatnya pada tahun 1980, dan pada saat itu beliau menemani sang ayah untuk menampilkan tarian pencak silat di sebuah acara adat Minangkabau. Ayah beliau termasuk seorang seniman pencak silat yang terkenal di daerah Minangkabau.

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada tahun 1987 beliau tertarik dan mulai belajar bermain alat musik tiup Minangkabau salah satunya Saluang Darek dan di tahun 1989 berdasarkan pengamatan dan pendengaran saja, beliau memulai mencoba untuk membuat alat musik Saluang Darek tersebut dengan pemahamannya sendiri, karena beliau berkata setiap pemain musik itu harus mempunyai alat musiknya tersendiri dengan buatannya masing-masing, walaupun pada saat itu hasil karyanya belum sempurna dan selalu berulang-ulang untuk membuatnya. Seiring jalannya waktu dan selalu mencoba, ternyata hasil karyanya memiliki ciri khas dari mulai bentuk dan ukuran maupun suara yang dihasilkannya.

Terdapat ukiran di badan Saluang Minangkabau yang dihasilkannya adalah hasil idenya sendiri yang mempunyai arti simbol yang menandakan hasil karyanya, penuh dengan makna-makna dalam budaya Minangkabau. Seperti ukiran dan ukiran monumen Jam Gadang adalah simbol dari budaya dan terkenal di Minangkabau. Sampai saat ini, Bapak Aziz Mandri

Chaniago sudah membuat Alat musik tiup Minangkabau lebih kurang sebanyak 300 buah hingga tahun 2014 berdasarkan permintaan pemesanan baik dari Medan maupun dari luar daerah Medan, bahkan sampai ke Malaysia.1

Dalam pembuatan Sarunai, Bapak Aziz Mandri Chaniago menggunakan alat-alat yang masih tergolong sederhana, yakni berupa gergaji besi, pisau kecil, soldier dan bahan-bahan yang juga sederhana yaitu bambu, kertas pasir, alat ukur tali meteran baju dan pensil. Proses pembuatannya tergolong sederhana, karena hanya menggunakan tenaga manusia, tanpa bantuan mesin.

Didalam musik keluarga aerophone Minangkabau, Sarunai tergolong sangat cepat pembuatannya dibandingkan Saluang dan Bansi, Saluang dan Bansi butuh waktu kurang lebih 2 hari untuk menyelesaikan 1 buah alat musik, sedangkan Sarunai Darek hanya cukup 3-4 jam untuk menyelesaikan 1 buah alat musik. Dengan demikian penulis tertarik memilih suatu judul untuk membahas dan meneliti alat musik Minangkabau ini dengan judul: “Kajian Organologis Alat Musik

1 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Aziz Mandri Chaniago Pada tanggal 6 juli 2015 sekitar pukul 16.45 WIB

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sarunai Minangkabau Buatan Bapak Azis Mandri Chaniago di jalan Rumah Pemotongan Hewan, kelurahan Pajak Sore Mabar, Kecamatan Medan Deli, Medan”.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini adalah :

1. Bagaimana struktur organologis sarunai Minangkabau buatan Bapak Aziz Mandri Chaniago.

2. Bagaimana proses pembuatan Sarunai Minangkabau yang dilakukan Bapak Aziz Mandri

Chaniago.

3. Bagaimana teknik dasar memainkan Sarunai Minangkabau.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dengan cara meneliti langsung di lapangan dan mendeskrisikan

bagaimana struktur organologis sarunai Minangkabau buatan Bapak Aziz Mandri Chaniago

2. Untuk mengetahui proses dan teknik pembuatan sarunai Minangkabau buatan Bapak Aziz

Mandri Chaniago

3. Untuk mengetahui teknik dasar permainan sarunai Minangkabau

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai:

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi mengenai sarunai Minangkabau di

Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang di peroleh penulis selama perkuliahan di

Departemen Etnomusikologi.

3. Sebagai suatu upaya untuk memelihara dan melestarikan musik tradisional daerah sebagian

bagian dari budaya Nasional.

4. Untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi program S-1 di Departemen Etnomusikologi

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep merupakan rangkaian ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkret

(Kamus besar bahasa , Balai Pustaka, 1991:431). Kajian organologi adalah merupakan bidang kajian dalam etnomusikologi yang memfokuskan perhatian kepada struktur dan fungsi alat musik. Ketika berbicara tentang kajian organologi, aspek yang dibahas adalah ukuran dan bentuk fisiknya termasuk hiasannya, bahan dan prinsip pembuatannya, metode dan teknik memainkan, bunyi dan wilayah yang dihasilkan, serta aspek sosial budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut. Organologi juga tidak hanya membahas masalah teknik memainkan, fungsi musikal, dekorasi (pola hiasan) fisik, dan aspek sosial budaya, melainkan termasuk didalamnya deskripsi alat musik tersebut secara konstruksional (Hood 1982 : 124). Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kajian organologis adalah, suatu penyelidikan yang mendalam untuk mempelajari instrumen musik baik mencakup aspek sejarahnya maupun deskripsi alat musik itu sendiri dari berbagai pendekatan ilmu sosial budaya.

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.4.2 Teori

Teori mempunyai hubungan erat dengan penelitian dan dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Dalam tulisan ini untuk mengkaji pendeskripsian alat musik, penulis mengacu pada teori dikemukakan oleh Susumu Khasima di dalam APTA ( Asia Performing Traditional Art 1978

: 74), yaitu : Dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni pendekatan struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu; aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Dan secara fungsional, yaitu; fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, (dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara.

Untuk mengetahui teknik permainan Sarunai Minangkabau oleh Bapak Aziz Mandri

Chaniago, penulis menggunakan dua pendekatan yang dikemukakan oleh Nettl (1964 : 98) yaitu:

“ Kita dapat menganalisis dan mentranskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat.”

Sarunai Minangkabau adalah instrumen musik aerophone yang memiliki empat lubang nada.

Oleh karena itu dalam pengklasifikasian alat musik tersebut, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel 1961 yaitu: sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu ;

- , penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri,

- Aerophone, penggetar utama bunyinya adalah udara,

- , penggetar utama bunyinya adalah membran atau kulitnya sendiri

- Chordophone, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai.

1.5 Metode Penelitian

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat 1997 : 16). Sementara penelitian merupakan kegiatan dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis serta menyajikan data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif (Kirk dan Miller dalam Moleong dalam 1990 : 3) yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasanya dalam peristilahannya.

Untuk mendukung metode penelitian yang dikemukakan oleh Maleong dan mencari permasalahan yang terdapat dalam pembuatan Sarunai Minangkabau oleh Bapak Aziz Mandri Chaniago, penulis memerlukan beberapa tahap, yaitu: disiplin lapangan (field) dan disiplin laboratorium (laboratory discipline). Hasil dari kedua disiplin ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study),

(Meriam, 1964 : 37).

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan tiga tahap yaitu : (1) studi kepustakaan ;

(2) kerja lapangan ; (3) kerja laboratorium

1.5.1 Studi Kepustakaan

Pada tahap sebelum ke lapangan (pra-lapangan), dan sebelum mengerjakan penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca serta mempelajari buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet, dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian.

Hal ini dilakukan untuk mendapatkan suatu konsep, teori dan juga informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung untuk meneliti dan menulis skripsi ini.

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.5.2 Kerja Lapangan

Kerja Lapangan (field work) menyangkut setiap upaya yang dilakukan dilapangan, meliputi : observasi, wawancara, perekaman musik, pemotretan (pengambilan gambar) dan langsung melakukan wawancara bebas dan juga wawancara mendalam antara penulis dengan informan yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, walaupun saat melakukan penelitian terdapat juga hal-hal baru untuk dipertanyakan yang dianggap mendukung dalam proses penelitian, semua ini dilakukan untuk tetap memperoleh keterangan-keterangan dan data-data yang dibutuhkan dan data yang benar, untuk mendukung proses penelitian.

1.5.3 Observasi

Observasi atau pengamatan dapat berarti setiap kegiatan penyelidikan sengaja diadakan dengan menggunakan alat indra penglihatan terhadap kejadian yang berlangsung tanpa adanya pertanyaan-pertanyaan.

1.5.4 Wawancara

Wawancara adalah salah satu teknik yang digunakan untuk mendapatkan suatu informasi tentang kejadian yang tidak dapat diamati secara langsung. Dalam proses melakukan wawancara penulis beracuan pada metode wawancara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1985 : 139), yaitu wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview), dan wawancara sambil lalu (casual interview). Sebelum melakukan wawancara, penulis terlebih dahulu menetapkan kepada siapa wawancara itu dilakukan, lalu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara, kemudian pertanyaan yang penulis ajukan bisa beralih dari satu topik ke topik yang

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA lain secara bebas. Sedangkan data yang terkumpul dalam suatu wawancara bebas sangat beranekaragam, tetapi tetap materinya berkaitan dengan topik penelitian.

1.5.5 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang diperoleh dan sudah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diolah dan disusun dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis nantinya akan disusun dengan sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya. Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi (Meriam, 1995 : 85).

1.5.6 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi yang penulis pilih adalah suatu lokasi yang merupakan tempat kediaman narasumber yaitu Bapak Aziz Mandri Chaniago, yang bertempat tinggal di Jalan Rumah Pemotongan

Hewan Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, Medan.

xv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK AZIZ MANDRI

CHANIAGO

2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang penulis teliti berada di Kelurahan Mabar yang merupakan tempat tinggal sekaligus tempat pembuatan Bansi Minangkabau oleh Bapak Aziz Mandri Chaniago.

Kecamatan Medan Deli terletak antara 03º.32ʹ.12ʹʹ LU dan 98º.47ʹ.36ʹʹ BT, dengan luas wilayahnya

2.197 km2, terdiri dari enam Kelurahan, dengan jumlah penduduk 166.793 Jiwa (data tahun 2013), dengan letak geografis :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Medan Labuhan dan kecamatan Medan

marelan

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Medan Barat dan kecamatan Medan Timur

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

2.2 Keadaan Penduduk

Kecamatan Medan Deli adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan yang mempunyai daerah Kawasan Industri Medan (KIM) terletak di kecamatan ini. Kecamatan ini meempunyai penduduk sebesar 189.370 jiwa (laki-laki 85,530 jiwa dan perempuan 82,773 jiwa). Sebagian besar penduduknya adalah pendatang sedangkan penduduk asli suku melayu deli 32% saja.

Pekerjaan penduduk di kota Medan deli banyak yang berprofesi sebagai pedaga ng. Setelah kemerdekaan, sektor perdagangan secara konsisten didominasi oleh etnis Tionghoa dan

Minangkabau. Bidang pemerintahan dan politik, dikuasai oleh orang-orang Mandailing. Sedangkan profesi yang memerlukan keahlian dan pendidikan tinggi, seperti pengacara, dokter, notaris, wartawan, mayoritas digeluti oleh orang Minangkabau.

xvi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.3 Pengaruh Kebudayaan Minangkabau di Kota Medan

Masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang berbudaya dan sangat teguh memegang budayanya. Seiring dengan bergulirnya waktu di tempat baru, keberadaan kehidupan budaya mereka mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi akibat kemajuan teknologi yang begitu pesat dan adanya persentuhan dengan budaya etnis lainnya. Dan perubahan ini menjadi suatu pengaruh terhadap pola ruang luar karakteristik seperti bentuk yang linier statis, linier dinamis, dan bidang statis. Perbedaan antara kebudayaan masyarakat Minangkabau di kota Medan dengan kebudayaan masyarakat di kota Padang adalah kebudayaan di kota Padang masih kental dengan peraturan daan adat istiadat Minangkabau, sedangkan di kota Medan sudah bercampur dengan peraturan dan adat istiadat suku lainnya.

2.4 Sistem Bahasa

Bahasa Minangkabau masih sering digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat

Minangkabau, baik yang berdomisili di sumatera maupun di perantauann. Namun untuk masyarakat

Minangkabau yang lahir di perantauan, sebagian besar mereka telah menggunakan Bahasa

Indonesia dalam percakapan sehari-hari.

Bahasa Minangkabau memiliki sepuluh dialek yang berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Tidak ada perbedaan yang mendasar antara bahasa Minangkabau dengan Bahasa Indonesia baik dalam bentuk maupun tata bahasanya. Perbedaan yang terjadi hanya pada ejaan terutama dalam pemakaian vokal. Vokal “a” dan “e” dalam bahasa Indonesia menjadi o dalam bahasa

Minangkabau

xvii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Contoh perbedaan antara beberapa dialek bahasa Minangkabau :

Bahasa indonesia : Apa katanya kepadamu ?

Bahasa Minangkabau : A keceknyo ka kau ?

Padang panjang : Apo keceknyo ka kau ?

Pariaman : A kato e bakeh kau ?

Kampar, Riau : Apo sobuin e kek ang ?

Suku Minang menggunakan satu bahasa daerah yang sama, yang disebut Bahasa

Minangkabau, sebuah bahasa yang erat berhubngan dengan bahasa Melayu. Menurut penelitian ilmu bahasa, bahasa Minang boleh merupakan bahasa tersendiri, tetapi boleh juga dianggap sebagai sebuah dialek saja dari bahasa Melayu, Secara umum dialek bahasa Minang yang dikenal dapat disebut empat, yaitu:

1. Dialek Tanah Datar

2. Dialek Agam

3. Dialek Lima Puluh Koto

4. Dialek Pesisir

Penamaan tersebut didasarkan pada pembagian daerah Minangkabau yang terditi dari 3

Luhak (Agam, Tanah Datar, dan Lima Puluh Koto) serta daerah rantau termasuk daerah pesisir.

Dalam Sistem komunikasi, perundingan dan pembicaraan umum masyarakat minangkabau lebih mementingkan kesamaan pengertian untuk setiap kata (vocabulary). Mereka menyadari, bila pengertian untuk satu kata berbeda untuk masing-masing pihak yang sedang berkomunikasi dalam satu perundingan akan dapat menyebabkan kesalahan-kesalahan pengertian maksud dan tujuan. Hal semacam itu dapat disimak dalam pidato-pidato adat atau pesambahan. Setiap kata slalu diberikan batasan yang jelas, seperti misalnya, orang minang tidak mengenal kata biru dalam kamus bahasanya, mereka mengenal kata biru dalam kamus bahasanya, mereka mengenal kata hijau.

Untuk biru laut, mreka harus menjelaskan dengan sebutan “ijau lauik”, hijau seperti warna laut. Ijau daun (untuk warna daun), ijau pucuak (untuk warna hijau muda), dan sebagainya. Memberikan

xviii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA batasan yang jelas terhadap suatu naskah perundang-undangan, perjanjian-perjanjian, pernyataan- pernyataan, kertas kerja ilmiah.

2.5 Sistem Kepercayaan

Hingga saat ini agama Islam menjadi satu-satunya agama yang berkembng di Minangkabau dan telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari identitas masyarakat Minangkabau.

Pengaruh agama Islam kuat di dalam adat Minangkabau, seperti yang tercatat di dalam pepatah mereka, adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah, yang artinya adat Minangkabau bersendi hukum Islam dan hukum Islam bersendi Al Qur’an. Sehingga nyata bahwa antara adat Minangkabau dengan agama Islam memiliki suatu kesatuan yang saling menunjang dalam membina masyarakat.

Setiap orang yang menjalankan adat Minangkabau haruslah beragam Islam karena adat mereka sejalan dengan agama Islam. Terdapat banyak persamaan di antara paham Islam dengan paham orang Minangkabau. Ciri-ciri Islam begitu mendalam dalam ada Minangkabau, sehingga mereka yang tidak mengamalkan agam Islam dianggap terkeluar dari masyarakat Minangkabau.

2.6 Sistem Kesenian

Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan. Sistem kesenian Minangkabau berupa istrumen dan lagu-lagu dari daerah ini pada umumnya bersifat melankolis. Hal ini berkaitan erat dengan struktur masyarakatnya yang memiliki rasa persaudaraan, hubungan kekeluargaan dan kecintaan akan kampung halaman yang tinggi ditunjang dengan kebiasaan pergi merantau.

2.6.1 Seni Musik

Nuansa Minangkabau yang ada di dalam setiap musik Minangkabau yang dicampur dengan jenis musik apapun saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarakat. Hal ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik jenis apapun sehingga enak didengar dan

xix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bisa diterima oleh masyarakat. Unsur musik pemberi nuansa terdiri dari instrumen alat musik tradisional Minangkabau yaitu :

1. Sarunai Minangkabau terbuat dari dua potong bambu yang tidak sama besarnya.

Sepotong yang kecil dapat masuk ke potongan yang lebih besar. Fungsinya sebagai

penghasil nada. Alat ini memiliki empat lubang nada. Bunyinya juga melodis.

2. Saluang Darek terbuat dari bambu, kira-kira panjangnya 40-60 cm dan berdiameter 3

cm. Memiliki enam buah lubang, yang terdiri dari: empat buah lobang nada, satu

lobang hembusan, dan satu lobang keluaran udara,

3. Bansi juga terbuat dari bambu. Ukurannya lebih kecil dari bahan saluang. Panjangnya

sekitar 15 cm. Diameternya sekita 2 centi meter dan memiliki enam dan tujuh lubang

nada. Ujung tanpa buku disumbat dengan kayu. Pada sumbatan itu dibuat celah untuk

meniup sehingga menghasilkan bunyi. Nada yang dihasilkannya sangat indah,

melodius dan lagunya melankolis,

4. Pupuik batang padi terbuat dari batang padi. Pada bagian dekat buku dibuat lidah.

Lidah itu, jika ditiup akan menghasilkan celah, sehingga menimbulkan bunyi. Pada

bagian ujungnya dililit dengan daun kelapa yang menyerupai terompet. Bunyinya

melengking dan nada dihasilkan melalui permainan jari pada lilitan daun kelapa,

5. Pupuik tanduak terbuat dari tanduk kerbau yang dibersihkan. Bagian ujungnya

dipotong rata dan berfungsi sebagai tempat meniup. Bentuknya mengkilat dan hitam

bersih. Fungsinya lebih pada alat komunikasi. Tidak berfungsi sebagai alat pengiring

nyanyi atau tari. Dahulu digunakan untuk aba-aba pada masyarakat misalnya

pemberitahuan saat subuh dan magrib atau ada pengumuman dari pemuka kampong,

6. Talempong terbuat dari bambu, kayu, dan logam. Cara memainkannya ada dua

macam. Pertama, dengan cara meneteng atau memegang dua atau tiga talempong

(Talempok Pacik). Kedua, meletakan talempong diatas standar (Talempong Duduak).

xx

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Talempong dapat digunakan untuk mengiringi nyanyi atau dendang dan dapat

dimainkan secara instrumental,

7. dan Canang terbuat dari logam. Ukuran gong lebih besar dari talempong,

bentuknya sama dengan talempong. Canang lebih besar dari talempong dan lebih

kecil dari gong. Fungsinya lebih banyak sebagai alat komunikasi ketimbang alat

musik. Canang biasanya dipukul keliling kampung sebagai imbauan kepada

masyarakat jika ada acara baralek atau pernikahan dan sebagainya,

8. Tambur, Rebana, dan Adok terbuat dari kayu atau ruyung dan dipalut dengan

kulit kambing. Gunanya untuk pelengkap talempong, juga dapat dimanfaatkan secara

tunggal. Misalnya untuk arak-arakan pada acara Tabut, Khatam Quran dan arak-

arakan lainnya,

9. Rabab () terbuat dari tempurung kelapa yang paling besar. Tempurung tersebut

ditutup dengan kulit kambing. Batangnya dibuat dari bambu. Pada ujungnya dibuat alat

perenggang tali dari kayu. Antara ujung (perenggang tali) dengan pangkalnya direntang dua

tali melalui permukaan kulit. Diatas kulit itu dipasang kuda-kuda, sehingga tali yang

direntang itu menjadi tegang. Penggeseknya seperti penggesek biola. Adakalanya dibuat dari

ekor kuda dan adakalanya dari benang nilon. Pengesek dipasang pada sebatang rotan yang

dibengkokkan. Untuk mengatur nadanya digunakan tangan perebab. Rebab digunakan untuk

mengiringi dendang. Kadang-kadang dikombinansikan dengan saluang.

2.6.2 Seni Tari

Tari tradisi bersifat klasik yang berasal dari Sumatera Barat yang ditarikan oleh kaum pria dan wanita umumnya memiliki gerakan aktif dinamis namun tetap berada dalam alur dan tatanan yang khas. Kekhasan ini terletak pada prinsip tari Minangkabau yang belajar kepada alam, oleh karena itu dinamisme gerakan tari-tari tradisi Minang selalu merupakan perlambang dari unsur

xxi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA alam. Pengaruh agama Islam, keunikan adat matrilineal dan kebiasan merantau masyarakatnya juga memberi pengaruh besar dalam jiwa sebuah tari tradisi Minangkabau.

2.7 Sistem kekerabatan

Masyarakat Minangkabau memiliki kelompok kekerabatan, dimana ikatan kekerabataan tersebut terbentuk berdasarkan paruik, kampueng, dan suku. Paruik adalah kelompok kerabat seketurunan menurut garis keturunan ibu yang merupakan kelompok keluarga terkecil yang terdiri dari ibu, anak laki-laki dan perempuan, saudara laki-laki ibu, saudara perempuan ibu, serta anak-anaknya dan cucu-cucu dari anak perempuannya. Dimana dulunya mereka tinggal dirumah yang disebut dengan Rumah Gadang (rumah besar). Kumpulan dari paruik membentuk klen besar, yaitu kampueng yang dipimpin oleh seorang penghulu andiko atau datuek kampueng. Kemudian gabungan kampueng membentuk sukuyang merupakan satu keturunan yang sama berdasarkan prinsip matrilineal dan dipimpin oleh seorang penghulu suku.

Perkawinan yang dilakukan menimbulkan tali kekerabatan yang baru, yaitu kerabat perempuan dari pihak laki-laki disebut pasumandan. Saudara perempuan dari ayah bagi anak- anaknya disebut bako atau induak bako, sedangkan anak-anak dari saudara laki-laki bagi saudara perempuannya disebut anak pisang.

2.8 Biografi Singkat Bapak Aziz Mandri Chaniago

Bapak Aziz Mandri Chaniago lahir di Padang, kecamatan Tanjung Emas pada tanggal 10 Juli

1970, anak dari Bapak M.Nur dan Ibu Len. Bapak Aziz Mandri Chaniago lahir dari keluarga yang berlatar belakang petani dan tidak dekat dengan musik. Hal itu tidak menjadi penghalang Bapak Aziz

Mandri Chaniago untuk mempelajari musik. Beliau mempelajari alat musik dengan cara mendengar orang-orang bermain musik dan mencobanya sendiri. Bapak Aziz Mandri Chaniago mempunyai seorang adik perempuan bernama Ibu Yuni.

xxii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bapak Aziz Mandri Chaniago menginjak pendidikan dasar (SD) pada tahun 1976 di

Kecamatan Tanjung Emas, Padang. Beliau juga melanjutkan pendidikan pertama (SMP) di tempat sekolah yang sama pada tahun 1982. Lalu beliau merantau ke kota Bukit Tinggi untuk melanjutkan

Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 1985. Kemudian Beliau merantau lagi ke pulau Jawa untuk melanjutkan sekolahnya pada tahun 1990. Bapak Aziz Mandri Chaniago melanjutkan kuliah di

Universitas Trisakti Jakarta, dan lulus sebagai sarjana hukum di tahun 1995. Dan pada tahun 1996 beliau kembali ke pulau Sumatera dan menetap di kota Medan sampai dengan sekarang.

Bapak Aziz Mandri Chaniago menikah pada tahun 1997 dengan isterinya Afriyeti. Dari pernikahan mereka memiliki 4 orang putra, yaitu:

1. Muhammad Supri

2. Muhammad Taufiq

3. Muhammad Raihan

4. Azizi

Setelah menikah Bapak Aziz Mandri Chaniago memilih untuk berprofesi sebagai wiraswasta dan sekaligus pemusik tradisional Minangkabau dan pembuat alat musik tradisional Minangkabau di rumah beliau yang beralamat di Jalan Rumah Pemotongan Hewan, Kelurahan Mabar, Kecamatan

Medan Deli, Medan.

xxiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 2.1 Bapak Aziz Mandri Chaniago dengan Penulis

xxiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

KAJIAN STRUKTURAL DAN PROSES PEMBUATAN SARUNAI MINANGKABAU

3.1 Klasifikasi Sarunai Minangkabau

Curt Sachs dan Erich Hornbostel adalah dua ahli organologi alat musik yang telah mengembangkan satu sistem pengklasifikasian atau penggolongan alat-alat musik. Sistem penggolongan alat musik Sahcs dan Hornbostel berdasarkan pada sumber penggetar utama dari bunyi yang dihasilkan oleh sebuah alat musik. Selanjutnya Sahcs-Hornbostel menggolongkan berbagai alat musik atas empat golongan besar, yaitu:

1. Kordofon, dimana penggetar utama penghasil bunyinya adalah dari getaran senar. Contoh

gitar dan biola

2. Aerofon, dimana penggetar utama penghasil bunyinya adalah udara. Sebagai contoh adalal

, terompet, atau saksofon

3. Membrannofon, dimana penggetar utama penghasil bunyinya adalah membrane atau kulit.

Contoh adalah gendang dan .

4. Idiofon, dimana penggetar utama penghasil bunyinya adalah badan atau tubuh dari alat

musik itu sendiri. Contoh adalah gong, symbal, atau alat perkusi.

Dari sistem pengklasifikasian tersebut, maka Sarunai Minangkabau tergolong pada Aerofon karena sumber bunyinya berasal dari udara yang merupakan bagian dari konstruksi alat musik itu sendiri.

3.2 Konstruksi Sarunai Minangkabau

xxv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Bagian induk Bagian anak

Lidah reed

Lubang nada

Gambar 3.1. Konstruksi Sarunai

3.3 Ukuran Sarunai Minangkabau

17cm

Gambar 3.2 Ukuran Sarunai (sudah terpasang)

1 ½ ½ ½ 1

= 1 Lingkaran bambu Tamiang

xxvi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gambar 3.3. Ukuran bagian induk

0,1cm

0,75cm

Gambar 3.4. Ukuran lubang bagian induk

6cm

0,5cm

1.5cm

Gambar 3.5. Ukuran bagian anak (reed)

3.4 Teknik Pembuatan Sarunai Minangkabau

Pembuatan Sarunai Minangkabau oleh Bapak Aziz Mandri Chaniago masih sangat sederhana dikarenakan proses pembuatan alat musik tersebut dikerjakan tanpa adanya campur tangan mesin.

xxvii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dan berikut ini akan dijelaskan bahan-bahan maupun alat-alat pembuatan serta fungsi masing- masing yang digunakan dalam pembuatan Sarunai Minangkabau.

3.4.1 Bahan Baku yang Digunakan

Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan Sarunai Minangkabau tergolong sederhana, dimana bahan utama yang digunakan dalam pembuatannya ialah seruas bambu Tamiang dengan ukuran tertentu.

3.4.1.1 Bambu Tipis yang Kecil(Tamiang)

Bambu adalah jenis tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas di batangnya dan memiliki banyak tipe. Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi pada masyarakat indonesia. Di dunia ini bambu merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat, dalam sehari bisa diperkirakan bambu dapat tumbuh sepanjang 60cm (24 inchi) bahkan lebih, tergantung pada kondisi tanah dan tempat ia ditanam. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah iklim basah sampai iklim kering Menurut Dapertemen Kehutanan dan Perkebunan (1999,hal78). Disini penulis menggunakan jenis bambu Tamiang.

xxviii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gambar 3.6. Bambu Tamiang (Schizostachyum blumei)

Bambu tamiang (Schizostachyum blumei) adalah salah satu jenis bambu yang tinggginya mencapai 10 m dan garis tengahnya berdiameter 2-4cm, berwarna hijau tua, daunnya kecil, serat halus dan kepadatan serat cukup baik2. Mengapa harus bambu Tamiang ? Hal tersebut disebabkan karena bambu Tamiang mempunyai peran penting dalam pembuatan di bagian anak yang merupakan lahirnya sumber tiupan atau udaara yang menghasilkan bunyi dan suara (reed).

Gambar 3.7. Memanen bambu Tamiang

3.4.2 Peralatan yang Digunakan

Selain Bahan baku yang sederhana, peralatan yang digunakan untuk pembuatan Sarunai

Minangkabau juga tidak terlalu banyak dan sederhana, yaitu hanya membutuhkan pisau, kertas pasir, karet/sendal, silet, benang jahit.

2 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Hajizar Koto.

xxix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.8. Peralatan pembuatan Sarunai Minangkabau

3.5 Proses Pembuatan

Proses pembuatan merupakan langkah awal dalam pembuatan Sarunai Minangkabau, dimana pada tahapan ini semua cara yang sudah direncanakan untuk membuat dan pengukuran

Sarunai Minangkabau terdapat dalam proses ini. Dalam proses pembuatan yang pertama dilakukan adalah mempersiapkan bahan baku yaitu bambu Tamiang.

3.5.1 Pemilihan Bambu Tamiang

Pemilihan Tamiang yang baik untuk dijadikan alat musik Sarunai adalah yang sudah tua atau sudah tumbang dengan sendirinya. Hal tersebut dimaksudkan agar bambu tersebut tidak mengalami perubahan fisik dan tidak susut sewaktu dikeringkan.

xxx

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.9. Bambu Tamiang yang sudah dipilih

3.5.2 Memotong Tamiang

Sejauh penulis meneliti, instrument ini memiliki pola ukur yang mengikuti ukuran bambu, dikarenakan setiap bambu yang tumbuh memiliki ukuran diameter yang berbeda-beda, sedangkan alat ukur untuk membuat instrumen ini adalah benang. Jika bambu tersebut memiliki ukuran diameter yang besar maka panjang pula jarak antara lubang keluaran udara ke lubang nada pertama, sebaliknya jika bambu tersebut memiliki ukuran diameter yang kecil maka pendek jarak ukur antara lubang keluaran udara dengan lubang nada pertama.

Dalam tahap awal pemotongan bambu Tamiang, beliau melakukan pemotongan pada ujung bambu berdiameter besar yang merupakan tempat keluaran udara, dan alat yang yang digunakan untuk pemotongannya adalah pisau yang berukuran kecil yang memiliki ujung yang tajam dan runcing.

xxxi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.10. Proses pemotongan Tamiang

3.5.3 Mengikis Ujung Tamiang

Pada saat tahap pengikisan bambu, beliau menggunakan pisau. Proses pengikisan tergolong tidak terlalu susah, namun harus memakai kesabaran, dikarenakan bambu tersebut rentan akan keretakan jika mengikisnya dengan tenaga berlebihan.

Gambar 3.11. Pengikisan pada ujung Tamiang

3.5.4 Pelubangan Nada (Bagian induk)

xxxii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pelubangan nada awal dilakukan dengan mengukur satu lingkaran bambu, merupakan posisi tempat nada yang paling rendah. Cara pengukurannya dapat dipermudah dengan menggunakan benang jahit, selanjutnya pengukuran untuk lubang nada yang kedua dilakukan dengan membagi duakan ukuran jarak antara lubang keluaran udara dengan lubang nada pertama, begitu untuk seterusnya hingga ke lubang nada ke empat.

Gambar 3.12. Pengukuran lingkaran bambu

xxxiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.13. Tahap pelubangan nada pertama

Gambar 3.14. Pelubangan nada pertama

xxxiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.15. Pengukuran lubang nada kedua

Gambar 3.16. Pelubangan nada kedua

xxxv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.17. Pengukuran lubang ketiga

Gambar 3.18. Pelubangan nada ketiga

xxxvi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.19. Pengukuran nada ke empat

Gambar 3.20. Pelubangan nada ke empat

xxxvii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.21. Pengukuran jarak antara lubang empat ke

pertemuan sambungan bagian anak (reed)

Pada tahap pemotongan pertemuan sambungan antara anak dan induk berjarak satu lingkaran bambu Tamiang.

Gambar 3.22. Pemotongan penyambungan ke bagian anak (reed)

3.5.5 Pembuatan Bagian Anak (reed)

xxxviii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada saat penulis bertemu dengan narasumber yaitu Bapak Aziz Mandri Chaniago, beliau berkata bahwa dalam pembuatan Sarunai Minangkabau di bagian anak (reed) yang paling sulit untuk dibuat. Beliau bercerita bahwa banyak masalah yang dihadapi dalam pembuatan reed tersebut, dimana kesulitannya ada dalam ukuran bambu, pengikisan reed, pembelahan lidah reed. Maka ada beberapa tahap yang akan dijelaskan disini, tahap – tahap yang dilakukan adalah memilih bambu, pengikisan reed, pemotongan lidah reed, memotong sambungan, tahap memblok ujung reed, dan perenggangan lidah reed.

3.5.5.1 Memilih Bambu Untuk Bagian Anak (reed)

Pada saat memilih bambu yang akan dijadikan untuk sambungan antara bagian anak (reed) dengan bagian induk, beliau hanya melihat bagian diameter bambu tersebut. Bagian induk mempunyai diameter lebih besar dibandingkan bagian anak (reed). Selanjutnya beliau hanya memilih bambu – bambu yang memiliki ukuran diameter yang kecil dan mecobanya satu persatu ke bagian induk.

xxxix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.23. Mencocokkan bagian anak ke bagian induk

Ukuran bagian anak (reed) seutuhnya jika diukur dengan alat ukur adalah 6cm. Namun pada pembuatan tersebut beliau tidak memakai alat ukur, beliau hanya mengukur setengah ukur panjang bagian induk. Panjang jarak ukur masuknya bagian anak ke dalam bagian induk adalah ¼ lingkaran bambu Tamiang untuk induk.

3.5.5.2 Pengikisisan Bagian Anak (reed)

xl

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Setelah mencari bambu yang cocok untuk bagian anak (reed), selanjutnya adalah tahapan untuk pengikisan dan pembuatan bagian lidah reed, dalam proses pengikisan beliau memakai alat yang tergolong sederhana, dimana beliau hanya memakai pisau dalam proses pengikisan.

Gambar 3.24. Pengikisan bagian anak (reed)

3.5.5.3 Pemotongan Lidah reed

Setelah pengikisan untuk tempat lidah reed, selanjutnya adalah pemotongan untuk membuat lidahnya. Ukuran dalam pembuatan ialah Jarak lidah dari pangkal tiupan 1cm, panjang lidah reed 2cm, lebar lidah (reed) 4mm.

xli

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.25. Tahap pembuatan lidah reed

3.5.5.4 Pemotongan Ujung Sambungan

Selangjutnya dibagian pemotongan sambungan ialah memotong bagian yang berlebih pada bagian anak (reed) untuk penyambungan ke bagian induk.

xlii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.26. Pemotongan bagian yang berlebih

3.5.5.5 Memblok Ujung reed

Setelah pemotongan yang berlebih pada bagian anak, beliau melakukan pemblokan pada ujung reed dengan sendal/karet. Hal ini dilakukan agar udara tidak masuk dari ujung sewaktu ditiup.

xliii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.27. Pemotongan sendal/karet

Gambar 3.28. Pemblokan ujung reed

xliv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.29. Pemotongan sendal/karet berlebih

3.5.5.6 Perenggangan lidah reed

Kegunaan perenggangan lidah reed disini ialah mempermudah peniupan dengan cara merenggangkan lidah reed dengan seuntai benang dan menggesek pada bagian belahannya secara perlahan-lahan agar merenggang dari bagian badan bambu.

xlv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.30. Perenggangan lidah reed

3.6 Tahap Penyempurnaan

Tahap penyempurnaan merupakan proses finishing dari pembuatan Sarunai Minangkabau, dimana pada tahap sebelumnya merupakan tahap pembuatan Sarunai seperti memotong bambu, pembuatan lubang keluaran udara, pembuatan lubang nada, membuat bagian anak (reed) maupun lidah reed.

Pada tahap penyempurnaan adalah merupakan proses penghalusan bagian badan bambu dengan menggunakan kertas pasir bertujuan untuk memberikan kenyamanan jari-jari pada saat memainkan Sarunai Minangkabau.

xlvi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.31. proses penghalusan pada bagian badan bambu

xlvii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

TEKNIK PERMAINAN DAN FUNGSI SARUNAI PADA MASYARAKAT MINANGKABAU

Pada bab ini, penulis akan membahas mengenai, warna bunyi dari Sarunai Minangkabau, posisi jari memainkan sarunai, dan teknik dalam peniupan.

4.1 Teknik Permainan Sarunai Minangkabau

Teknik merupakan gambaran mengenai pola atau cara yang dipakai dalam mempertunjukkan suatu karya seni musik berdasarkan cara memainkan instrument sehingga menghasilkan suatu komposisi musik atau harmonisasi yang bermakna.

Teknik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai cara membuat sesuatu, cara yang terkait dalam sebuah karya seni. Menurut Banoe (2003:409) teknik permainan merupakan cara atau teknik sentuhan pada alat musik atas nada tertentu sesuai petunjuk atau notasinya.

Didalm memainkan Sarunai Minangkabau ada beberapa teknik yang dipakai, yaitu:

1. Teknik latihan jari

Menurut Bapak Aziz Mandri Chaniago ada dua cara untuk berlatih teknik ini, yaitu:

- Latihan jari tanpa tiupan/bunyi

Memulai membuka lubang Sarunai dari nada pertama hinggaa nada ke

empat dan kembali sebaliknya dari nada ke empat ke nada pertama. Dan

dilakukan berulang kali.

- Latihan tiupan

xlviii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Mencoba untuk mengikuti atau mengcover sebuah lagu yang menurut

pemain mudah untuk dihafal, kemudian improv lagu tersebut dengan nada

yang keluar dari hati.

2. Teknik meniup Sarunai Minangkabau

Teknik meniup yang dimaksud adalah menghembuskan udara dari mulut/kerongkongan

kearah lubang tiup (reed) dengan cara memasukkan reed sarunai kedalam mulut hingga

bibir menyentuh sambungan antara bagian anak dengan bagian induk. Cara dalam teknik

tiupan Sarunai, yaitu:

- Teknik Mayisiah angok/circular breathing

Keutamaan para pemain Sarunai ini adalah dapat memainkan sarunai

dengan meniup dan menarik nfas bersamaan, sehingga peniup dapat

meinkan alat musik itu dari awal sampai akhir lagu tanpa putus. Cara

pernafasan ini dikembangkan dengan latihan yang terus menerus.

Secara teknik permainan alat musik sarunai memiliki kesamaan dengan teknik permainan pada saluang atau bansi, ini terlihat dari teknik-teknik yang digunakan pada permainan alat musik sarunai seperti posisi badan, posisi jari, dan produksi nada.

4.2 Posisi Badan Memainkan Sarunai Minangkabau

Posisi badan pada saat bermain alat musik dapat mempengaruhi keadaan fisik terutama tangan kiri dan tangan kanan, hal ini dapat berakibat terhadap kualitas permainan alat musik seseorang.

xlix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 4.1. Posisi memainkan Sarunai Minangkabau

Posisi badan yang benar sangat mempengaruhi kedua tangan, sehingga tangan dalam keadaan rileks tidak menanggung beban dan gerakan jari tanganpun lebih leluasa dalam bermain alat musik

Tata cara untuk bermain Sarunai Minangkabau ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu

1. Mulut

Mulut/bibir sangat erat kaitannya dalam menghasilkan udara di sarunai tersebut,

penjelasannya adalah mulut harus masuk kedalam reed hingga bibir menyentuh

sambungan.

2. Posisi Jari

- Jari telunjuk dan jari tengah pada tangan kanan ditempatkan pada dua buah

lubang nada dibawah

l

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA - Jari telunjuk dan jari tengah pada tangan kiri ditempatkan pada dua buah

lubang nada diatas

3. Posisi duduk

Posisi duduk umumnya adalah sikap duduk bersila di atas tikar/karpet menghadap

kepada para penonton melambangkan kesederhanaan dan dapat menimbulkan suatu

keakraban antar pemusik lainnya yang mengiringi sarunai tersebut. Ada 4 cara posisi

duduk si peniup Sarunai, yakni:

1. Bersilah utuh 2. Kaki sebelah kanan dibawah betis kaki kiri 3. 3. Sikap bersimpuh 4. Bersilah sebelah

Gambar 4.2. Posisi duduk 4.3 Posisi Jari Memainkan Sarunai Minangkabau

li

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Keterangan gambar pada penjarian :

Nomor 1 : Jari pertama

Nomor 2 : Jari kedua

Nomor 3 : Jari ketiga

Nomor 4 : Jari Keempat

4 3 2 1

Gambar 4.3. Semua lubang nada tertutup akan menghasilkan nada G

lii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4 3 2 1

Gambar 4.4. Jari 1 terbuka akan menghasilkan nada A

liii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4 3

2

1

Gambar 4.5. Jari terbuka 2 akan menghasilkan nada A#

liv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4 3

2

1

Gambar 4.6. Jari terbuka 3 akan menghasilkan nada B

lv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4 3

2

1

Gambar 4.7. Jari tangan terbuka semua menghasilkan nada C

4.4 Nada yang Dihasilkan Sarunai Minangkabau

Nada yang terdapat pada alat musik ini tergantung pada ukuran bambu yang dipakainya, dan ukuran sarunai yang penulis miliki ialah 17cm untuk panjang seluruh badannya dengan 0,75cm diameter lubangnya. Maka nada tonic yang dihasilkan oleh Sarunai Minangkabau adalah nada G

(±390,3Hz). Alat musik sarunai merupakan alat musik melodius yang menghasilkan nada pentatonic, yaitu do-re-ri-fa-sol. Kemudian dapat mengikuti tangga nada barat, yaitu jarak nada I ke nada ke II berjarak 1 laras, nada ke II ke nada III berjarak ½ laras, nada ke III ke nada IV berjarak ½ laras, nada IV

lvi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ke nada V berjarak 1 laras. Maka nada keduanya ialah A, nada ketiga A#, nada keempat B, dan nada kelima C, berikut tangga nada Sarunai Minangkabau jika di transkripkan.

4.5 Sample Lagu

Disini penulis menyertakan satu lagu yang hasilnya dapat dilihat dari dalam bentuk visual.

Lagu yang dimaksud berjudul Malereang Tabiang. Kisah lagu ini menggambarkan sebuah perjalanan melewati tebing yang ada lerengnya, biasanya jalanan yang menembus kaki gunung atau kaki bukit ini ada di sumatera barat tepatnya di silailang bukittinggi.

Berikut adalah hasil transkripsi lagu Malereang Tabiang yang di transkrip oleh Abang David

Andartua Simanungkalit S.sn. Lagu ini dimainkan pada Sarunai Minangkabau oleh Bapak Aziz Mandri

Chaniago.

lvii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.6 Fungsi Musik Sarunai Minangkabau

Dalam menuliskan fungsi Sarunai Minangkabau, maka penulis mengacu pada teori Alan

P.Merriam, yaitu: “...use then refers to the situation in which is employed in human action, function concern the reason for its employment and particulary the brodader purpose which is serves...”

(1964:210).

Dari kalimat di atas, dapat diartikan bahwa use (penggunaan) menitik beratkan pada masalah situasi atau cara yang bagaimana musik itu digunakan, sedangkan function (fungsi) yang menitik beratkan pada alasan pengunaan atau menyangkut tujuan pemakaian musik itu mampu memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Penulis juga menuliskan beberapa fungsi Sarunai

lviii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Minangkabau sebagai tujuan dan akibat yang timbul dari penggunaan yang telah disebutkan di atas, maka dapat ditelusuri melalui fungsi-fungsi antara lain sebagai berikut:

4.6.1 Fungsi Hiburan

Sarunai Minangkabau dapat difungsikan sebagai sarana hiburan, dikarenakan Sarunai

Minangkabau juga dapat dimainkan secara ansambel (diiringi dengan alat musik lain) seperti

Gendang tambur, Tasa, Talempong pacik. Sarunai Minangkabau juga sering difungsikan untuk mengiringi tarian, contohnya tari rantak, tari panen, tari layang-layang.

4.6.2 Fungsi Pengungkapan Emosional

Fungsi pengungkapan perasaan dapat dituangkan dengan berbagai cara sebagai pengungkapan emosional karena dapat dilakukan sebagai hiburan pribadi. Banyak orang mengakui bahwa ketika mendengar permainan instrumen ini dapat meningkatkan ingatan akan kampung halaman, dan bahkan mampu juga untuk mengobati kerinduannya tersebut.

4.6.3 Fungsi Penghayatan Estetis

Suatu keindahan dapat dituangkan dalam bunyi-bunyian yang dihasilkan dari perpduan instrumen-instrumen musik dalam ensambel musik Minangkabau, yang tertuang memalui permainan ritem maupun melodi yang dapat dinikmati oleh pemusik itu sendiri maupun pendegarnya.

lix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.6.4 Fungsi reaksi Jasmani

Sarunai Minangkabau dalam ansambel musik Minangkabau yang digunakan untuk mengiringi tari panen, tari layang-layang yang sebagian gerakannya adalah gerakan yang dinamis yang kerap membuat para penarinya bergerak indah. Selain penari yang bergerak mengikuti irama, para pemain ansambel juga ikut serrta menikmatinya sambil menggoyangkan badannya dan ini menjadi penarik bagi penontonnya. Dengan demikian salah satu fungsi musik yang dihasilkan sebagai reaksi jasmani.

4.7 Nilai Ekonomi Pada Alat Musik Sarunai Minangkabau

Seperti yang dikemukakan oleh Merriam (1964) kebudayaan material musik dalam etnomusikologi, nilai ekonomi alat musik juga penting yang berkaitan dengan distribusi penjualan.

Selain dipergunakan dalam kebudayaan, ternyata Sarunai Minangkabau memiliki nilai jual yang dapat membantu memperoleh penghasilan kepada pengrajinnya. Sarunai buatan beliau mempunyai nilai jual yang cukup baik untuk dipasarkan keluar negeri maupun di berbagai daerah sekitarnya, contohnya di negara malaysia beliau mendapatkan 2000 MYR (Malaysia Ringgit), dengan menjual alat musik, yaitu 2 buah sarunai, 2 buah saluang, dan 1 buah Pupuik Tanduak. Beliau juga melakukan penjualan di Taman Mini Indonesia Indah dengan menjual 4 buah Sarunai dengan harga

Rp. 700.000 kepada pembeli. Harga tersebut akan lebih mahal apabila Sarunai Minangkabau diberi aksesoris, contohnya softcase (Sarung pembungkus Sarunai).

lx

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V

PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis jelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan mengambil kesimpulan, saran dari hasil penelitian. Dan sebagai langkah terakhir penulis untuk menjelaskan tulisan ini.

5.1 Kesimpulan

Peranan Etnomusikologi sangat penting mengangkat suatu konsep dalam sistem musical di setiap etnis di dunia ini. Seni budaya merupakan suatu keahlian mengekspresikan ide-ide dan pemikiran estetika, ternasuk mewujudkan kemampuan serta imajinasi pandangan akan benda, suasana, atau kerya yang mampu menimbulkan rasa indah sehingga menciptakan peradaban yang lebih maju. Kebudayaan adalah produk dari manusia, dikarenakan manusia sebagai pencipta dan juga pengguna dari kebudayaan yang ada pada saat ini. Manusia adalah produk dari kebudayaan dapat muncul dengan sendirinya tanpa ada manusia yang menemukan atau mengadakan suatu budaya yang ada pada saat ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna diantara makhluk ciptaan-Nya yang lain menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun menurun. Budaya pun dapat tercipta atau terbentuk dari kegiatan sehari-hari dan juga dari kejadian-kejadian yang sudah diatur oleh yang Maha Kuasa.

5.2 Saran

Sebagai seorang Mahasiswa, kita diharuskan untuk mempelajari seni budaya dengan lebih mendalam lagi, agar kita dapat mengapresiasi, menikmati dan sekaligus lebih mencintai seni budaya khususnya seni budaya daerah, umumnya seni budaya di Negeri kita sendiri.

lxi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

Banoe, Pono. 2003. Kamus Musik, Yogyakarta: Kanisius

Hornbostle, Erich M.Van and Curt Sachs. 1961. Classification of , Translate from theoriginal German by Antonie Banesand Klaus P. Wachsman.

Hood, Mantle. 1982. The Ethnomusicologist. Ohio. The Kent State University Press.

Khasima, Susuma, 1978. Ilustrasi dan pengukuran Instrumen Musik. Terjemahan Rizaldi Siagian.

Koentjaraningrat, 1985. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia

Koentjaraningrat (ed), 1997. Metode-metode penelitian masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Merriam, Alan P. 1995. Antropology of Music. Bloomington, Indiana: University Press.

Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Illinois: North-Western University Press.

Moleong, L,J 1990. Penelitian Metodologi Kualitatif, Jakarta, Rosda Karya.

Nettl, Bruno.1964. Theory and Method in Ethnomusicology. Newyork : The Free Press of Glenco.

Pusat Pembinaan Bahasa, 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta, Penerbit Balai Pustaka.

lxii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA