1

BAB II

GAMBARAN UMUM KOTA SEBAGAI

TUJUAN WISATA

A. Gambaran Umum Kota Yogyakarta

Secara astronomis Kota Yogyakarta berada di antara 1100-23’19”-110028’

53’ Bujur Timur dan terletak antara 70 49’ 26” -70 15’ 24” Lintang Selatan. Luas

Kota Yogyakarta sekitar 32,5 km persegi atau 1,02 % dari luas wilayah Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta. Jarak terjauh dari utara ke selatan 7,5 km dan dari barat ke timur 5,6 km. Kota Yogyakarta terletak pada ketinggian rata-rata 114 m di atas permukaan air laut (Dinas Persenibud, 2006 : 3-5 ).

Wilayah daerah Istimewa Yogyakarta sendiri berbatasan dengan

Kabupaten Klaten di sebelah timur, dan Samudera Hindia di sebelah selatan.

Sementara Kota Yogyakarta sendiri berbatasan di sebelah utara dengan Kabupaten

Sleman, sebelah timur dengan Kabupaten Bantul dan Sleman, sebelah selatan dengan Kabupaten Bantul, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Bantul dan Kulon

Progo (Dinas Parsebud, 2006 : 3-5).

Yogyakarta atau yang lebih dikenal dengan Jogja, saat ini telah menjadi tujuan wisata utama di . Kota ini memiliki berbagai keunikan dan daya tarik yang dapat menikmati oleh para wisatawan. Objek dan daya tarik yang dimiliki kota Yogyakarta antara lain :

14 2

1. Objek dan Daya Tarik Wisata Budaya

Keberadaan kota Yogyakarta sedikit berbeda dengan kota-kota lain di

Indonesia, terutama terkait dengan status keistimewaan Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta. Di dalam lintasan sejarah Nasional Indonesia, daerah

ini selalu mengambil bagian yang sangat berarti sejak masa Kerajaan Mataram

Hindu sampai pemerintahan sekarang. Bahkan tidak dapat dipungkiri

berdasarkan bukti-bukti artefaktual, terutama yang bersifat monumental di

sekitar wilayah ini dapat memberikan gambaran keberadaan kota ini mulai

dari masa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha. Berbagai tinggalan budaya

bendawi dan tekstual telah memberikan bukti bahwa keberadaan kawasan

yang sekarang dikenal sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta sudah tua dan

mencakup kurun waktu yang sangat panjang, yaitu sejak dari temuan candi-

candi, bangunan keraton, pesanggrahan, benteng-benteng pertahanan, dan

taman. Semua bukti ini dapat mendukung citra dan jati diri Kota Yogyakarta

yang sekarang memiliki berbagai predikat yang melekat pada kota ini.

a. Kraton Yogyakarta

b. Masjid Agung

c. Museum Kereta

d. Museum Hamengku Buwono IX (HB IX)

e. Museum Sanabudaya

f. Museum Benteng

g. Museum Perjuangan

h. Museum Biologi 3

i. Museum Dewantara Kirti Griya

j. Museum Sasmitaloka

k. Museum Batik dan Museum Sulaman

l. Museum sasana Wiratama

m. Museum Dharma Wiratama

n. Benteng Vredeburg

o. Gedung societet

p. Monumen Serangan Oemoem 1 Maret

q. Purawisata

r. Puro Pakualaman

s. Makam P. Senopati Kotagede (Dinas Parsebud, 2006 : 7-9).

2. Objek dan Daya Tarik Wisata Rekreasi

Selain objek wisata budaya kota Yogyakarta juga memiliki objek wisata

rekreasi yang juga dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke Yogyakarta.

Objek dan daya tarik wisata rekreasi yang ada di Yogyakarta adalah sebagai

berikut :

a. Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembiraloka

b. Taman Pintar

c. Kebun Plasma Nutfah Pisang (Dinas Parsebud, 2006 : 7-9).

3. Objek dan Daya Tarik Wisata Belanja

Yogyakarta selama ini terkenal dengan tempat-tempat wisata dan

budayanya, juga terkenal dengan kerajinan-kerajinan dan makanan-makanan

tradisionalnya, ini salah satu yang tidak memiliki di daerah lain menjadikan 4

kota Yogyakarta sebagai tujuan wisata utama di Indonesia. Objek dan daya

tarik wisata belanja yang ada di Yogyakarta adalah :

a. Malioboro

b. Sentra Makanan Khas Bakpia

c. Pasar Beringharjo

d. Shooping center

e. Kotagede

f. Dagadu Djokdja (Dinas Parsebud, 2006 : 8-9).

4. Atraksi Wisata dan Upacara Adat

Masyarakat Yogyakarta sampai saat ini masih mempertahankan adat

istiadat Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Event-event budaya yang berakar

dari Kraton Yogyakarta masih dapat disaksikan oleh masyarakat dan

merupakan atraksi menarik untuk disaksikan wisatawan. Antraksi wisata dan

upacara adat tersebut adalah :

a. Atraksi wisata kota Yogyakarta

1) Sendratari Ramayana

2) Wayang Golek

3) Wayang kulit

b. Upacara Adat Kota Yogykarta

1) Upacara sekaten

2) Upacara Tumplak Wajik

3) Upacara Siraman Pusaka

4) Labuhan 5

5) Upacara Ngabekten

6) Garebeg

7) Ruwatan

8) Labuhan

9) Masangin

10) Upacara Lain

Nilai-nilai budaya masyarakat Yogyakarta, terungkap pula pada kendaraan andong maupun becak yang merupakan kendaraan tradisional masih banyak dijumpai di Yogyakarta dan menjadi salah satu sarana transportasi andalan masyarakat Yogyakarta. Maraknya modernisasi yang juga ke Yogyakarta, nampaknya tidak sepenuhnya mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Masih banyak yang mempertahankan adat istiadat dan nilai-nilai budaya Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Alat transportasi tersebut adalah :

1. Andong

2. Becak

3. Trans Jogja (Dinas Parsebud, 2006 : 9-10).

B. Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

1. Tempat dan Lokasi

Keraton Kasultanan adalah salah satu peninggalan sejarah dan budaya di

Indonesia. Merupakan sumber pancaran seni budaya jawa yang dapat disaksikan melalui keindahan arsitektur dengan ornament-ornamennya yang mempesonakan.

Terletak di tengah pulau Jawa. Wilayah Keraton Yogyakarta membentang antara 6

Tugu (batas utara) dan Krapyak (batas selatan), antara Sungai Code (sebelah timur) dan Sungai Winongo (sebelah barat), antara Gunung Merapi dan Laut

Selatan.

Bangunan tugu yang merupakan batas utara wilayah Keraton Yogyakarta, berjarak sekitar 2 km dari keraton. Selanjutnya, antara Tugu hingga keraton terdapat Gedung Kepatihan, yang pada jaman dahulu berfungsi sebagai Kantor

Pepatih Dalem. Dan bangunan tersebut sekarang digunakan sebagai Kantor

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari gerbang Kepatihan kea rah selatan sekitar 250 meter jaraknya, terdapat pasar Beringharjo, yang merupakan pasar terbesar di Yogyakarta. Disebelah selatan pasar tersebut, terdapat bangunan

Benteng Vredeburg yang berarti Benteng Perdamaian. Kantor Residen terletak diseberang sebelah barat Beteng Vredeburg, dan kemudian disebut Gedung

Agung yang hingga kini berfungsi sebagai Istana Kepresidenan. Kearah selatan sekitar 200 meter dari bangunan Gedung agung terdapat Gapura Pangarukan yang merupakan pintu gerbang menuju Keraton Yogyakarta.

Keraton Yogyakarta ini menghadap kearah utara, dengan halaman depan berupa lapangan yang disebut Alun-alun Lor (Alun-alun utara). Pusat wilayah

Keraton Yogyakarta luasnya 14.000 meter persegi, dengan dikelilingi tembok

(benteng) setinggi 4 meter dan lebar 3,5 meter. Disetiap sudutnya terdapat tempat penjagaan atau bastion, untuk melihat atau mengawasi keadaan diluar maupun didalam benteng keraton. Selanjutnya disebelah selatan (belakang) keraton terdapat alun-alun yang luasnya lebih kecil dari Alun-alun Lor, yaitu Alun-alun

Kidul (Alun-alun Selatan). Disebelah barat Alun-alun Kidul terdapat bangunan 7

untuk memelihara gajah yang disebut GAJAHAN. Pada masa pemerintahan

Sultan Hamengkubuono X, fungsi gajahan dihidupkan kembali untuk memelihara gajah hingga sekarang. Kemudian dari Keraton kearah selatan sekitar 2 Km jaraknya, terdapat bangunan berupa panggung, yang disebut KRAPYAK.

Bangunan ini sampai sekarang masih ada dan berada dalam garis simetri/lurus dengan KERATON dan TUGU KERATON. Bangunan Krapyak ini adalah batas selatan wilayah Keraton Yogyakarta.

Untuk menempuh perjalanan ke Keraton Yogyakarta dari Solo dibutuhkan waktu kurang lebih 1,5 jam, dapat ditempuh melalui jalur Solo-Klaten-

Yogyakarta, alat transportasi yang paling mudah adalah menggunakan Kereta Api

Prambanan Express yang melewati jalur Solo-Klaten-Yogyakarta. Sedang alat transportasi lain yaitu dengan menggunakan Bus Eka AC yang melewati jalur

Solo-Yogyakarta. Dari Semarang dapat ditempuh lewat jalurSemarang-

Ambarawa-Magelang-Yogyakarta, juga dapat ditempuh dengan menggunakan mobil pribadi atau Bus umum. Dari Bandung dapat ditempuh dengan mengambil route Bandung – Garut – Ciamis – Purwokerto – Kebumen – Purworejo –

Yogyakarta. Dari dapat dicapai lewat jalur Jakarta – Cirebon – Pemalang –

Pekalongan – Semarang – Ambarawa – Magelang – Yogyakarta. Dari Surabaya dapat ditempuh lewat jalur Surabaya – Solo – Yogyakarta, dengan menggunakan mobil pribadi atau bias juga dengan Bus Eka.

2. Sejarah Berdirinya Keraton Kasultanan Yogyakarta

Keraton Yogyakarta dibangun oleh Sri Sunan Hamengku Buwono I pada tahun 1756 di wilayah hutan beringin. Namun hutan tersebut kemudian 8

diabadikan untuk pasar dipusat kota, yaitu pasar Beringharjo. Sedang istilah

Yogyakarta berasal dari YOGYA dan KARTA. Yogya artinya baik, dan Karta artinya makmur.

Sebelum berdirinya Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran,

Kadipaten Pakualaman, pada waktu yang ada hanya Keraton Kasunanan

Surakarta, pindahan dari Keraton Mataram Kartasura. Ketika istananya masih berada di Kartasura terjadi peristiwa pemberontakan orang-orang China (GEGER

PACINAN) pada tahun 1740-1743. Pabu Buwono II tidak berdaya menghadapi pemberontakan ini dan hanya dengan bantuan Belandalah peristiwa itu dapat dipadamkan. Karena istana Kartasura mengalami kerusakan yang parah sekali, lalu ibukota dipindahkan ke desa Solo yang kemudian disebut Surakarta.

Pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono II di KEraton Surakarta

(1744), masih terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Tumenggung Mertopuro melawan Keraton Surakarta, namun oleh Pangeran Mangkubumi (adik Paku

Buwono II) Tumenggung Mertopuro dapat ditaklukkannya. Dalam suatu perundingan antara Paku Buwono II yang didampingi oleh Pangeran

Mangkubumi (penasehat kepercayaannya) dengan pihak Belanda yang diwakili oleh Mr. Hoogendorf, utusan Belanda itu meminta Paku Buwono II untuk menyerahkan seluruh wilayah pesisir utara Jawa kepada VOC. Permintaan itu sebagai tuntutan atas jasa Belanda ketika berhasil memadamkan pemberontakan orang-orang China di Kartasura. Pangeran Mangkubumi tidak menyetujui permintaan itu, meski ia tahu bahwa kedudukan Paku Buwono II sangat sulit.

Berawal dari masalah itu Pangeran Mangkubumi kemudian memohon izin dan 9

doa restu kepada Paku Buwono II, untuk menentang dan mengangkat senjata melawan Kompeni Belanda/VOC. Setelah mendapat restu dari Paku Buwono II, dengan memperoleh pusaka tombak Kyai , lalu tanggal 21 April 1747,

Pangeran Mangkubumi meninggalkan Keraton Surakarta menuju kedalam hutan bersama keluarga dan pasukannya yang setia, untuk bergerilya melawan VOC.

Dalam mengadakan perlawanannya itu, Pangeran Mangkubumi bergabung dengan

RM. Said (Pangeran Sambernyawa) yang sudah lebih dahulu menentang Paku

Buwono II dan VOC.

Sebelum Paku Buwono II wafat, kekuasaan seluruh tanah Jawa telah diserahkan kepada VOC (16 Desember 1749). Karena itu yang menobatkan Raja- raja ditanah Jawa keturunan Paku Buwono II adalah VOC. Setelah Paku Buwono

II wafat, Belanda mengangkat RM. Suryadi (Putra Mahkota) sebagai Sunan Paku

Buwono III. Ia praktis menjadi boneka, karena menurut kontrak politik, Raja tersebut hanya berkedudukan sebagai peminjam tanah VOC. Ketika pemerintahan

Paku Buwono III ini, perlawanan Pangeran Mangkubumi terhadap Belanda semakin menghebat. Dalam setiap pertempuran pasukan Belanda selalu terdesak oleh serangan Pangeran Mangkubumi. Bahkan ketika terjadi pertempuran sengit di Sungai Bogowonto, semua pasukan Belanda termasuk komandannya mati terbunuh. Akhirnya Belanda meminta kepada Pangeran Mangkubumi untuk berunding. Kemudian terjadilah perjanjian antara ketiga pihak, yaitu Pangeran

Mangkubumi, Paku Buwono III dan Belanda atau VOC. Perjanjian itu diadakan di

Desa Giyanti (Salatiga), pada tanggal 13 Februari 1755, maka disebut Perjanjian

Giyanti. Akibat dari perjanjian itu, kerajaan Mataram dibagi menjadi dua bagian, 10

yaitu Keraton Kasunanan Surakarta dan Keraton Kasultanan Yogyakarta.

Selanjutnya dengan daerah barunya itu, Pangeran Mangkubumi mendirikan kerajaan Mataram Yogyakarta di wilayah Beringan, pada tahun 1756. Dan beliau kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I (Fredy Heryanto, 2004 : h. 1-2)

3. Bangunan-bangunan Di Lingkungan Dalam Keraton

Lingkungan dalam Keraton yang dimulai dari bagian depan (halaman

Pagelaran) hingga bagian belakang (halaman Sitihinggil Kidul), secara keseluruhan terbagi atas tujuh halaman (pelataran), yang mana masing-masing dibatasi oleh tembok tinggi, dan di dalamnya terdapat bangunan-bangunan, serta beberapa pintu gerbang yang menghubungkan antara halaman yang satu dengan halaman lainnya, disebut REGOL. Seiring dengan perkembangan yang terjadi di

Keraton, maka sebagian besar bangunan tersebut masing-masing telah mengalami pemugaran. Bahkan beberapa di antaranya telah mengalami pergeseran fungsi.

Pemugaran bangunan di Keraton secara keseluruhan dimulai tahun 1921 M selesai tahun 1934 M pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.

1. Mengenai nama masing-masing bangunan yang terdapat pada setiap halaman

di lingkungan dalam Keraton, seperti di bawah ini, dimulai dari bagian depan,

antara lain : Pelataran Pagelaran yang merupakan halaman paling depan ini,

terletak di sebelah selatan Alun-alun Lor. Di pelataran ini terdapat beberapa

bangunan, antara lain :

a. Bangsal Pagelaran, bangunan ini digunakan untuk pelaksanaan Upacara

Garebeg, yang diselanggarakan 3 kali setiap tahun. 11

b. Bangsal Pemandengan, digunakan sebagai tempat duduk bagi Sultan

beserta Panglima Perang, ketika menyaksikan jalannya latihan perang para

prajuritnya. Latihan perang ini dilakukan di Alun-alun Lor. Bangsal ini

jumlahnya ada 2, masing-masing terletak di sebelah kanan dan kiri sejajar

dengan Bangsal Pagelaran. c. Bangsal Pengapit, digunakan sebagai tempat para Senopati

Perang/Manggalayudha mengadakan pertemuan, serta sebagai tempat

menunggu perintah-perintah dari Sultan. Bangsal ini ada sepasang,

masing-masing berada di samping kanan dan kiri Bangsal Pagelaran. d. Bangsal Pangrawit, digunakan sebagai tempat raja melantik patih. Setelah

1942, bangsal ini tidak digunakan lagi. Bangunan ini terletak di sisi

sebelah kanan, dalam Bangsal Pagelaran. e. Bangsal Pacikeran, digunakan sebagai tempat jaga bagi para abdidalem

Mertalutut (sebutan untuk algojo keraton). Bangsal ini berfungsi hingga

tahun 1926, dan setelah itu tidak digunakan lagi. Bangunan ini ada 2 buah,

masing-masing terletak di sebelah kanan dan kiri bagian selatan halaman

Pagelaran. f. Bangsal Sitihinggil, digunakan sebagai tempat penobatan/pelantikan Raja-

raja Kasultanan Yogyakarta, dan tempat diselenggarakannya Upacara

Pasowanan Agung. g. Bangsal Manguntur Tangkil, tempat singgasana Raja, ketika berlangsung

Upacara Penobatan Raja, dan pada waktu digelar Upacara Pasowanan

Agung. Di tengah bangunan ini terdapat selogilang, untuk meletakkan 12

Dampar Kencana sebagai singgasana Sultan. Bangunan ini terletak di

bagian tengah Bangsal Sitihinggil. h. Bangsal Witana, digunakan untuk menempatkan pusaka-pusaka utama

Keraton, pada waktu dilangsungkan Upacara Penobatan Raja, dan pada

waktu Upacara Gerebeg Mulud tahun Dal (Jawa). Bangsal ini terletak di

belakang Bangsal Manguntur Tangkil. i. Balebang, digunakan untuk menyimpan 2 perangkat gamelan Sekaten

yang dibunyikan setiap bulan Maulud. Kedua gamelan tersebut masing-

masing bernama Kyai Gunturmadu dan Kyai Nagawilaga. Bangunan

tersebut terletak di sebelah timur Bangsal Sitihinggil. j. Bale Angun-angun, digunakan untuk menyimpan pusaka tombak yang

bernama Kanjeng Kyai Sura Angun-angun. Bangunan ini terletak di

sebelah barat Bangsal Sitihinggil. k. Bangsal Kori, berfungsi sebagai tempat jaga bagi para abdidalem Kori dan

abdidalem Jaksa, yang bertugas menyampaikan permohonan maupun

pengaduan rakyat kepada raja. Bangsal ini ada 2 buah, masing-masing

berada di sebelah kanan dan kiri dari Tarub Agung. l. Tarub Agung, digunakan sebagai tempat ruang tunggu bagi tamu-tamu

Sultan, yang akan menghadiri Upacara resmi di Sitihinggil, sebelum

mereka diterima oleh Sultan. m. Regol Brojonolo, yaitu gerbang yang menghubungkan antara halaman

Sitihinggil Lor dengan halaman Kemandungan Lor. Regol ini terletak di

selatan halaman Sitihinggil. 13

2. Pelataran Kemandungan Lor yang merupakan bagian kedua ini, di dalamnya

selain terdapat beberapa bangunan, juga terdapat beberapa pohon Keben, yang

pada tahun 1986 dinyatakan sebagai Lambang Perdamaian oleh pemerintah

Indonesia, dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Internasional. Bangunan

yang terdapat di sini, antara lain :

a. Bangsal Ponconiti, berfungsi sebagai ruang siding pengadilan Keraton. Di

bagian tengah bangsal ini terdapat selogilang untuk singgasana Sultan

Bangunan ini berada di bagian tengah halaman Kemandungan Lor.

b. Bangsal Pacaosan, tempat jaga bagi para abdidalem Keraton, yang sedang

melaksanakan tugas ronda (caos). Bangsal ini ada sepasang, terletak di

sebelah kanan dan kiri dari Regol Srimanganti.

c. Regol Srimanganti, pintu gerbang yang menghubungkan antara halaman

Kemandungan Lor dengan halaman Bangsal Srimanganti. Bangunan ini

terletak di sebelah selatan Bangsal Ponconiti.

3. Pelataran Bangsal Srimanganti, di dalamnya terdapat beberapa bangunan,

antara lain :

a. Bangsal Srimanganti, digunkan sebagai tempat Sultan menyambut

kedatangan tamu-tamu penting. Terletak di halaman Srimanganti sebelah

barat.

b. Bangsal Trajumas, tempat bagi para pejabat istana yang bertugas

mendampingi Sultan, ketika menyambut kedatangan tamu-tamu penting.

Letaknya di sebelah timur Bangsal Srimanganti. 14

c. Patung Raksasa Dwarapala, masing-masing membawa gandha, dan

disebut Cingkarabala dan Balaupata. Cingkarabala terletak di sebelah

timur depan Regol Danapratapa, dan Balaupata terletak di sebelah barat

depan Regol Danapratapa.

d. Regol Danapratapa, pintu gerbang yang menghubungkan antara halaman

Srimanganti dengan halaman Bangsal Kencana. Regol ini terletak di

sebelah selatan halaman Srimanganti.

4. Halaman Bangsal Kencana merupakan halaman pusat Keraton sebagai pusat

Pemerintahan, di dalamnya terdapat beberapa bangunan, antara lain :

a. Gedhong Purwaretna, bangunan ini digunakan sebagai Kantor Pribadi Sri

Sultan Hamengkubuwono IX, dan sekarang berfungsi sebagai Kantor

Kawedanan Hageng Sri Wandana. Bangunan ini terletak di sebelah utara

Bangsal Kencana.

b. Gedhong Jene (Gedhong Kuning), bangunan ini berfungsi sebagai tempat

tinggal Raja, hingga Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Gedhong ini

terletak di sebelah utara Bangsal Prabayeksa.

c. Bangsal Kencana, merupakan bangunan pusat Keraton, yang berfungsi

sebagai tempat singgasana Raja dalam kesehariannya, juga ketika digelar

upacara-upacara penting. Bangunan ini menghadap kea rah timur, terletak

di sebelah Gedhong Purwaretna.

d. Bangsal Prabayeksa (Gedhong Pusaka), adalah tempat untuk menyimpan

senjata-senjata pusaka Keraton. Bangsal ini terletak di belakang Bangsal

Kencana. 15

e. Bangsal Manis, digunakan sebagai tempat untuk menyelenggarakan pesta

atau perjamuan bagi keluarga istana, juga ketika Sultan menjamu tamu-

tamu penting. Bangsal ini berada di belakang Bangsal Kencana. f. Keputren, adalah tempat tinggal bagi putrid-putri raja yang belum

menikah. Terletak di sebelah barat daya Bangsal Manis. g. Masjid Panepen, selain dipakai untuk menjalankan ibadah sholat bagi

keluarga istana dan para abdidalem, juga dipakai untuk pelaksanaan acara

Ijab Qabul pernikahan putra-putri Sultan. Terletak di sebelah barat

Gedhong Kuning. h. Keraton Kilen, adalah tempat tinggal bagi Sri Sultan Hamengku Buwono

X beserta keluarganya. Komplek Keraton Kilen terletak di bangunan ujung

sebelah barat. Bangunan ini terletak di tengah komplek. i. Gedhong Kantor Parentah Hageng, sebagai kantor pejabat Keraton, yang

berwenang menyampaikan perintah Sultan kepada semua abdidalem yang

ada di Keraton. Letaknya di sebelah timur laut Bangsal Mandalasana. j. Bangsal Mandalasana, yaitu tempat untuk pentas bagi para pemain musik,

ketika digelar acara-acar penting di Keraton. Terletak di sebelah utara

Bangsal Kotak. k. Bangsal Kotak, yaitu tempat bagi para penari Keraton, yang sedang

menunggu giliran pentas, ketika di istana diadakan acara perjamuan.

Bangsal ini ada sepasang, masing-masing terletak di sebelah kanan dan

kiri, depan Bangsal Kencana. 16

l. Gedhong Gangsa, yaitu ruang untuk menyimpan gamelan-gamelan

Keraton, sekaligus sebagai tempat dibunyikannya gamelan tersebut.

Bangunan ini terletak di halaman Bangsal Kencana, sebelah timur.

m. Kasatriyan, adalah tempat tinggal bagi utra-putri Sultan yang belum

menikah. Terletak di sebelah timur Gedhong Gangsa.

n. Gedhong Kaca, bangunan baru yang berfungsi sebagai MUSEUM SRI

SULTAN HAMENGKU BUWONO IX. Terletak di sebelah timur

Gedhong Danartapura.

o. Gedhong Danartapura, berfungsi sebagai tempat Kantor Bendahara

Keraton. Bangunan ini berada di samping timur Gedhong Patehan.

p. Gedhong Patehan, yaitu bagi para abdidalem Keraton yang bertugas

membuat minuman untuk keluarga raja. Letaknya di samping barat

Gedhong Danartapura.

q. Regol Kemagangan, yaitu pintu gerbang yang menghubungkan antara

halaman Bangsal Kencana dengan halaman Kemagangan. Terletak di

sebelah barat Gedhong Patehan.

5. Halaman Kemagangan merupakan halaman bagian belakang dari pusat

Keraton, yang di dalamnya terdapat beberapa bangunan, antara lain :

a. Bangsal Kemagangan, adalah tempat untuk menyelenggarakan acara

Bedhol Songsong. Acara tersebut berupa pergelaran Wayang Kulit.

Bangsal ini terletak di sebelah selatan Regol Kemagangan.

b. Panti Pareden, adalah bangunan yang digunakan oleh para abdidalem yang

bertugas membuat Gunungan Sekaten. Bangunan ini ada sepasang, 17

masing-masing terletak di sudut sebelah tenggara dan sudut sebelah barat

daya Bangsal Kemagangan.

c. Regol Gadungmlati, adalah pintu gerbang yang menghubungkan antara

halaman Kemegangan dengan halaman Kemandungan Kidul. Regolini

terletak di selatan halaman Kemegangan.

6. Halaman Kemandungan Kidul adalah bagian yang ke enam. Di halaman ini

terdapat bangunan, yaitu :

a. Bangsal Kemandungan, terletak di tengah halaman Kemandungan Kidul.

b. Bangsal Pacaosan, adalah tempat jaga bagi para abdidalem Keraton, yang

sedang melaksanakan tugas ronda. Bangunan kecil ini ada sepasang

masing-masing terletak di sebelah kanan dan kiri, bagian utara halaman

Kemandungan Kidul.

c. Regol Kemandungan, adalah pintu gerbang yang menghubungkan antara

halaman Kemandungan Kidul dengan halaman Sitihinggil Kidul. Regol ini

terletak di bagian selatan halaman Kemandungan Kidul.

7. Halaman Sitihinggil Kidul merupakan bagian akhir dari ketujuh halaman yang

terdapat di lingkungan dalam Keraton. Bangunan yang terdapat disini yaitu :

Bangsal Sasana Hinggil, telah dipugar pada masa pemerintahan Sri Sultan

Hamengku Buwono IX tahun 1956, dalam rangka peringatan 200 tahun

berdirinya Keraton Yogyakarta. Setelah dipugar kemudian disebut Gedung

Sasana Hinggil Dwi Abad. Bangunan ini menghadap kea rah selatan, terletak

di sebelah utara Alun-alun Kidul (KRT. Rinta Iswara, 1998 : 7-9).

18

C. Potensi Yang Ada di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Industri pariwisata tidak luput oleh adanya daya tarik wisata yang berupa obyek wisata. Suatu tempat dapat dikatakan sebagai daerah tujuan wisata apabila ada atraksi wisata, ada bangunan bersejarah dan daya tarik lainnya yang dapat dikembangkan menjadi sesuatu yang menarik sehingga dapat mendorong wisatawan untuk mengunjungi atau menyaksikannya.

Obyek wisata Keraton Yogyakarta mempunyai potensi pariwisata berupa bangunan bersejarah dan berbudaya yaitu sebuah bangunan istana yang megah dan indah, yang merupakan satu dari peninggalan kebudayaan di Indonesia.

Keraton Yogyakarta mempunyai nilai historis dan memiliki keistimewaan yaitu keindahan karya seni budaya dan arsitekturnya. Bangunan-bangunan yang terdapat dalam keraton merupakan daya tarik tersendiri karena mempunyai cerita yang menarik serta mengandung ajaran agama Islam yang dapat bermanfaat bagi seluruh umat manusia.

Keraton Yogyakarta memiliki potensi sebagai obyek wisata. Wisatawan yang ingin menikmati dan menyaksikan kemegahan bangunan istana keraton bisa mendapatkan kemudahan dengan menggunakan fasilitas-fasilitas yang telah disediakan baik fasilitas umum, fasilitas operasional, dan fasilitas pelayanan.

Wisatawan juga dapat memperoleh kemudahan dalam mengunjungi keraton dengan adanya alat transportasi yang lengkap yaitu transportasi modern dan tradisional. Wisatawan dapat menggunakan becak atau andong sebagai alat transportasi. 19

Di Keraton Yogyakarta terdapat atraksi wisata yang disebut gamelan yaitu permainan alat musik tradisional Jawa, para wisatawan dapat melihatnya secara langsung. Atraksi-atraksi keseharian yang ada di dalam keraton antara lain adalah

Klenengan, Karawitan, Tari, Wayang Kulit, dan Wayang Golek. Atraksi-atraksi itu bisanya dilaksanakan setiap harinya. Selain itu wisatawan dapat melihat kemegahan keraton dan barang-barang peninggalan yang ada di museum keraton.

Aktivitas lain wisatawan juga bisa menyaksikan peninggalan yang ada di museum keraton. Ada juga event-event diluar keraton, antara lain adalah Sekaten dan

Upacara Garebeg. Perayaan Sekaten yang diselenggarakan di Keraton Yogyakarta berlangsung dari tanggal 5 hingga 11 Maulud (Rabiul Awal). Acara ini diawali dengan dibunyikan 2 perangkat gamelan yang bernama Kyai Guntur Madu (dari

Demak) dan Kyai Naga Wilaga (ciptaan Sri Sultan HB I) di Bangsal Ponconiti, disertai pemberian sedekah dari Sultan berupa udhik-idhik, oleh utusan Sultan.

Setelah selesai, kemudian dengan dikawal oleh para prajurit Kraton, 2 perangkat gamelan tersebut dikeluarkan menuju halaman masjid Agung. Selanjutnya gamelan Kyai Guntur Madu ditempatkan di Pagongan Selatan dan Kyai

Nagawilaga ditempatkan di Pagongan Utara. Pagongan ialah bangunan berbentuk panggung, yaitu digunakan untuk menempatkan dan sekaligus untuk membunyikan gamelan Sekaten. Bangunan tersebut ada 2, terletak di halaman depan Masjid Agung, di sebelah Selatan dan Utara.

Dengan gending-gending tertentu ciptaan para wali, dibunyikan gamelan tersebut secara bergantian selama 7 (tujuh) hari, kecuali Kamis malam sampai

Jum’at siang sehabis sholat Jum’at, pada jam 08.00 – 12.00 WIB, 14.00 – 17.00 20

WIB dan 20.00 – 24.00 WIB. Gending-gending Sekaten yang dibawakan adalah :

Rambu-rambu, Rangkung, Lunggadhung, Atur-atur, Andung-andung, Rendheng,

Jaumi, Gliyung Salatun, Dhindhang Sabinah, Muru Putih dan Orang-aring,

Ngajatun, Bayem Tur, Supiyatun, Srundeng Gosong, Sir Tupana, Muhambara,

Supangatul Robani dan Ngasulbi. Semula gamelan Sekaten itu memiliki daya panggil yang sangat besar terhadap warga masyarakat, dan mereka berdatangan menyaksikannya. Kepada mereka kemudian diberikan penyuluhan dan penerangan tentang agama Islam. Dan bagi warga masyarakat yang dengan suka rela menyatakan masuk Islam, diberikan bimbingan untuk mengikrarkan imannya dengan mengucapkan syahadatain atau dua kalimat syahadat, karena terjadi perubahan ucapan maka kata SYAHADATAIN itu berubah menjadi SEKATEN.

Inti dari perayaan ini berupa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 11 Mulud Malam di Serambi Masjid Agung, dengan pembacaan riwayat

Nabi Muhammad SAW, oleh Abdidalem Penghulu Kraton di hadapan Sultan.

Acara ini bersifat resmi. Setelah acara selesai, kemudian 2 perangkat gamelan

Sekaten diusung kembali menuju ke Kraton.

Pada tanggal 23 Mulud diselenggarakan upacara adat keraton, yaitu

Upacara Garebeg Mulud sebagai puncak dari perayaan Sekaten. Sedangkan

Garebeg adalah upacara adat Keraton Yogyakarta yang diselenggarakan tiga kali dalam setahun untuk memperingati hari besar Islam. Mengenai istilah Garebeg ini berasal dari bahasa Jawa “Grebeg”, yang berarti “diiringi para pengikut”. Karena perjalanan Sultan keluar dari Istana itu memang selalu diikuti banyak orang, sehingga disebut GAREBEG. Pengertian lain mengatakan bahwa karena 21

gunungan itu diperebutkan warga masyarakat yang berarti grebeg, maka disebut garebeg.

Pelaksanaan upacara tersebut bertetapan dengan hari-hari besar Islam seperti :

1. GAREBEG SYAWAL, dilaksanakan pada hari pertama bulan Syawal untuk

memperingati Hari Raya Lebaran (Idul Fitri).

2. GAREBEG BESAR, dilaksanakan pada hari kesepuluh bulan Besar

(Dzulhijjah) untuk memperingati Hari Raya Qurban (Idul Adha).

3. GAREBEG MAULUD, dilaksanakan pada hari kedua belas bulan Mulud

(Rabiul Awal) untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Pada setiap upacara Garebeg, Sultan berkenan memberi sedekah berupa gunungan kepada rakyatnya. Gunungan tersebut berisi makanan yang dibuat dari ketan, telur ayam, buah-buahan, serta sayuran yang semuanya dibentuk seperti gunung (tumpeng besar) sehingga disebut GUNUNGAN. Gunungan ini sebagai simbol kemakmuran dan kesejahteraan kerajaan Mataram.

Upacara adat diawali dari halaman kemandulan Lor (Keben). Dengan dikawal oleh prajurit Kraton, gunungan yang berada di Bangsal Ponconiti dibawa oleh abdi dalem menuju Alun-alun Lor melalui halaman Sitihinggil Lor dan

Bangsal Pagelaran. Setibanya di Alun-alun Lor gunungan tersebut disambut dengan tembakan salvo oleh prajurit kraton sebagai penghormatan.

Selanjutnya gunungan tersebut dibawa menuju halaman Masjid Agung untuk dibacakan doa terlebih dahulu oleh Abdidalem Penghulu Kraton, demi 22

kemuliaan Sultan dan kesejahteraan rakyat. Setelah itu gunungan tersebut diperebutkan oleh masyarakat yang ingin mendapatkan berkah dari gunungan itu.

Sultan dan kesejahteraan rakyat. Setelah itu gunungan tersebut diperebutkan oleh masyarakat yang ingin mendapatkan berkah dari gunungan itu.

Upacara Labuhan (laut) yaitu upacara melempar sesaji dan benda-benda

Kraton ke laut, untuk dipersembahkan kepada Penguasa Laut Selatan atau

Kanjeng Ratu Kidul, dengan maksud sebagai wujud rasa syukur kepada Sang

Pencipta, atas segala kemurahan yang telah diberikan kepada seluruh pimpinan dan rakyat Yogyakarta, serta berharap semoga Kraton Mataram Yogyakarta tetap lestari dan rakyat selalu dapat hidup dengan damai sejahtera.

Upacara tradisional labuhan ini bermula sejak zaman Panembahan

Senopati di Mataram Kotagede. Panembahan Senopati yang terlibat percintaan dengan Penguasa Laut Selatan itu, kemudian mempunyai gagasan untuk menyelenggarakan upacara persembahan sesaji kepada Kanjeng Rati Kidul di pesisir selatan. Upacara tersebut sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilannya memimpin kerajaan Mataram Kotagede.

Upacara adat yang merupakan warisan budaya bangsa tersebut, hingga sekarang masih diselenggarakan dan tetap dilestarikan oleh Raja-raja Kasultanan

Yogyakarta.

Upacara Labuhan yang digelar oleh Kraton ini, selain diselenggarakan di pesisir Selatan, juga diadakan di gunung Merapi, Gunung Lawu dan Dlepih

Kahyangan, Wonogiri (yang disebut terakhir hanya tiap 8 tahun sekali).

23

Adapun upacara labuhan ada 3 jenis, yaitu :

1. LABUHAN AGENG, diselenggarakan pada peringatan Jumenengan Dalem

(HUT Penobatan Raja), yang diadakan tiap 8 tahun sekali pada bulan Bakda

Mulud (Rabiul Awal).

2. LABUHAN TENGAHAN, diselenggarakan pada bulan Bakda Mulud, setiap

4 tahun sekali.

3. LABUHAN LAUT, diselenggarakan setiap tahun sekali setelah acara

peringatan jumenengan dalem, juga pada bulan Bakda Mulud.

Benda-benda yang dilabuh yaitu berupa potongan kuku, rambut, dan pakaian bekas milik Sultan, minyak konyoh, ratus (dupa), uang tindih Rp 500,-

(sebelumnya hanya Rp. 100,-), serta benda-benda lainnya. Macam benda yang dilabuh ini tidak sama pada setiap tempat upacara, karena dipersembahkan kepada leluhur yang berbeda pula.

Sejak zaman Sri Sultan Hamengku Buwono X ada perubahan sedikit mengenai penyelenggaraan upacara ini. Sebelumnya Kraton Yogyakarta mengadakan upacara 2 kali sehari setiap tahun, yaitu bertepatan dengan

Peringatan Tinggalan Dalem (HUT Kelahiran Sultan) dan peringatan Jumenengan

Dalem (PHUT Penobatan Raja). Namun Sultan Hamengku Buwono X memerintahkan agar upacara ini diadakan setiap tahun sekali, yaitu bertepatan dengan peringatan Tinggalan Jemenengan Dalem Nata.

Khusus Upacara Labuhan di pesisir Selatan ditempatkan di Petilasan

Parangkusumo yang teradapat gundukan batu bekas tempat pertemuan antara

Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul. Setelah Hajad Dalem Labuhan 24

dibawa ke tepi laut, dan setelah dibacakan do’a oleh Abdi Dalem Juru Kunci

Parangkusumo, selanjutnya benda-benda itu dilempar ke laut. Benda-benda yang telah dilabuh dan kembali ke pantai, kemudian diperebutkan oleh masyarakat, dimana benda-benda tersebut dipercaya bisa mendatangkan keberuntungan.

Selain itu potensi yang ada yaitu , letaknya disebelah barat daya keraton, dan berada dalam benteng keraton.

Setelah berkunjung di Kraton Yogyakarta, wisatawan dapat berbelanja dan membeli barang di Malioboro dengan harga murah.

Untuk menelusuri jalan, Malioboro yang sudah sangat terkenal bisa dengan berjalan kaki dari ujung ke ujung pada dua sisi jalan, atau dengan dokar

(delman) dan bisa juga dengan transportasi becak khas Yogya. Kawasan

Malioboro sebagai salah satu kawasan wisata belanja andalan Kota Yogya.

Banyak pertokoan, rumah makan, pusat perbelanjaan. Barang yang diperdagangkan dari barang import maupun lokal. Juga menyediakan misalnya batik, wayang, anyaman, perak, tas dan lain sebagainya. Terdapat pula restaurant, bank, hotel bintang lima hingga tipe melati.

Dengan potensi tersebut maka Keraton Yogyakarta mempunyai peluang untuk terus dikembangkan, sebagai obyek wisata budaya yang potensial di

Indonesia (KRT. Rinta Iswara, 1998 : 10-14).

25

D. Data Perkembangan Pengunjung Obyek dan Daya Tarik

Wisata Budaya di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Tabel 1. Data Perkembangan Jumlah Pengunjung Obyek dan Daya Tarik Wisata

Budaya di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat Pada Tahun 2008.

Pengunjung No. Bulan Wisman Wisnus 1. Januari 4.327 28.376 2. Februari 3.168 15.675 3. Maret 3.218 18.164 4. April 4.729 16.751 5. Mei 4.980 22.356 6. Juni 4.216 37.216 7. Juli 7.925 30.164 8. Agustus 8.278 14.172 9. September 6.129 11.148 10. Oktober 3.873 13.175 11. November 3.812 17.192 12. Desember 5.165 35.111 Jumlah 59.820 259.500 Jumlah keseluruhan 319.320 (Sumber : Diparsenibud Propinsi Yogyakarta, Juni 2009)

Tabel 2. Data Perkembangan Jumlah Pengunjung Obyek dan Daya Tarik Wisata

Budaya di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat Pada Tahun 2009.

Pengunjung No. Bulan Wisman Wisnus 1. Januari 5.735 41.751 2. Februari 4.917 21.654 3. Maret 3.162 23.196 4. April 3.975 25.147 5. Mei 8.270 38.601 Jumlah 26.059 150.349 (Sumber : Diparsenibud Propinsi Yogyakarta, Juni 2009) 26

Dari data diatas dapat dikatakan bahwa minat wisatawan untuk berkunjung ke

Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada tahun 2008 cukup besar. Sejak kraton mulai dibuka untuk umum pada tahun 1969, Kraton Ngayogyakarta mempunyai potensi dan daya tarik wisatawan untuk berkunjungpun semakin banyak. Data kunjungan menunjukkan bahwa ada tingkat kenaikan kunjungan, karena pada bulan-bulan peak season atau musim liburan wisatawan yang berkunjung semakin banyak misalnya pada bulan Juni. Pengunjung wisatawan domestik mencapai

37.216 dan pengunjung wisatawan mancanegara sebanyak 4.216 pada tahun 2008.

Sedangkan data perkembangan jumlah pengunjung wisatawan sampai bulan Mei tahun 2009, menunjukkan bahwa di awal tahun wisatawan domestik yang berkunjung sebanyak 41.751 dan wisatawan mancanegara sebanyak 5.735. hal ini juga terjadi kenaikan pengunjung pada bulan Mei yaitu wisatawan domestik sebanyak 38.601 dan wisatawan mancanegara 8.270 dikarenakan pada bulan

Januari dan Mei bertepatan dengan musim liburan, sehingga banyak wisatawan untuk melakukan rekreasi.