SIKEREI DALAM CERITA: PENELUSURAN IDENTITAS BUDAYA MENTAWAI

SIKEREI IN THE STORY: TRACING MENTAWAI CULTURAL IDENTITY 1

Mahmudah Nur Balai Litbang Agama Jakarta, Kementrian Agama [email protected]

Abstract Myths as folklore considers true and sacred. Myth is one of informal education to build the character. Lessons and advices through stories are a wise and intelligent way to educate. This paper exploresthe values of religious education in the folklore of the Mentawai people. This literature studywith folkore approach shows thathumansrepresentation is the reflection of the Mentawai beliefs. TheSikerei story in Sitakkigagailau and Pagetasabbau revealed some values. First, the value of spirit and soul by making offerings commonly called "punen".Second, the "spirit" protects sikereiand considersas the father of sikerei. Thesikerei spirit able to see and to communicate withspirits and the supernatural. Third, the harmonious concept is to havesustainable and harmonious relationship between the real and the supernatural world. Keywords: Sikerei, Mentawai culture, religious education values Abstrak Mitos adalah cerita rakyat yang dianggap benar dan dianggap suci oleh yang mempunyai cerita. Mitos menjadi sumber pendidikan tidak formal dalam masyarakat untuk pembentukan karakter. Mitos memberi pelajaran dan nasihat melalui cerita atau dongeng adalah cara mendidik yang bijak dan cerdas. Tulisan ini mengungkap nilai- nilai pendidikan spiritual yang terefleksikan dalam cerita rakyat suku Mentawai. Penelitiankualitatif dengan rancangan studi pustaka ini menggunakan pendekatan folklore. Kajian ini menunjukkan bahwa cerita rakyat adalah representasi pemahaman orang Mentawai terhadap kepercayaannya. Cerita Sikerei dalam Sitakkigagailau dan Pagetasabbau menunjukkan beberapa makna, pertama , nilai kepatuhan orang Mentawai terhadap roh dan jiwa melalui persembahan yang disebut “ punen ”. Kedua , Kepercayaan orang Mentawai kepada “roh ” yang melindungi sikerei yang dianggap sebagai bapak sikerei . Roh sikerei ini dianggap memiliki kemampuan melihatdan berkomunikasi dengan roh-roh dan alam gaib. Ketiga , konsep harmonis menurut orang Mentawai adalah ketika mereka menjaga keseimbangan dan keselarasan antara dunia nyata dan dunia supranatural. Kata kunci: Sikerei , budaya Mentawai, nilai-nilai pendidikan agama

Pendahuluan 1 rakyat sebagai sebuah aktivitas kebudayaan tidak terlepas dari tatanan nilai yang terbentuk dan Salah satu aset kebudayaan daerah yang disepakati secara bersama mengenai perilaku, perlu mendapat perhatian, pemeliharaan, dan kepribadian, dan norma yang dipegang oleh pengembangan adalah cerita rakyat. Cerita pemilik kebudayaan (Malik, 2013: 331). Keberadaan cerita rakyat bukan semata sebagai media 1 Tulisan ini, merupakan hasil penelitian, dan hiburan saja tetapi juga menyimpan berbagai terwujud atas bantuan berbagai pihak, baik secara muatan nilai, yakni nilai-nilai kehidupan, moral, individu maupun kelembagaan. Penulis mengucapkan emosional, bahasa, religi, dan sosial budaya. terima kasih, kepada Hanefi, Tarida Hernawati, Rifai Dengan cakupan nilai itu, cerita rakyat menjadi Lubis, Salim Tasirilotik, Mayanto Sabiliaken, sikerei salah satu sumber pendidikan tidak formal dalam suku Saopu di Mongan Poula, sikerei suku Saolu dari masyarakatuntuk pembentukan karakter mereka. Simatalu yang telah membantu dan memberikan masukan-masukan mengenai kajian ini. Secara Dijelaskan juga oleh Suyanto dan Abbas kelembagaan, penulis berterimakasih kepada Balai (2001: 54) bahwa cerita dapat digunakan orang Litbang Agama Jakarta, selaku lembaga yang tua dan guru/dosen sebagai sarana mendidik dan mendanai penelitian danKepala KUA Utara, membentuk kepribadian anak melalui pendekatan Adek Indra Wiguna dan Kepala KUA Sikakap, Aldi transmisi budaya atau cultural transmission Arman.

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 1 Tahun 2019 89 approach . Dalam cerita, nilai-nilai luhur ditanamkan (2016: 34-36) dijelaskan sebagai berikut. pada diri anak melalui penghayatan terhadap Pertama , mitos ( myth ) adalah cerita rakyat yang makna dan maksud cerita ( meaning and dianggap benar terjadi dan dianggap suci oleh intention of story ). Rohmadi (2013: 888) yang empunya cerita. Kedua , legenda ( legend ) menambahkan, dengan merujuk pada pernyataan adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar tersebut, bahwa setiap cerita mempunyai kekuatan terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Ketiga , tersendiri untuk memberikan nasihat secara cerdas dongeng ( fokltale ) adalah cerita rakyat yang terhadap anak-anak yang mendengarnya. Dengan dianggap benar-benar terjadi oleh empunya demikian, ungkapan cerita/dongeng menjadi cerita dan tidak terkait oleh waktu maupun media penyampaian informasi kepada anak-anak tempat. Sitakkigagailau dan Pagetasabbau dalam membentuk karakter dan perilaku bagi merupakan cerita-ceritadalam kelompok mitos generasi muda penerus di masa yang akan mengenai “ sikerei ” yang masih berkembang di datang. masyarakat Mentawai. “ Sikerei ” sering disamakan dengan dukun yang mempunyai ilmu supranatural. Hal tersebut sejalan dengan apa yang Namun, Rudito dan Sunarseh (2013) menyebut dikemukakan Musfiroh (dalam Rohmadi, 2013: “sikerei ” itu sebagai perantara orang Mentawai 88) bahwa duduk manis menyimak penjelasan antara dunia nyata dan dunia supranatural (roh dan nasihat merupakan sesuatu yang tidak dan jiwa). menyenangkan. Sebaliknya duduk berlama-lama menyimak cerita atau dongeng adalah aktivitas Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita yang menyenangkan. Oleh karena itu, memberikan rakyat selain dapat menjadi modal bagi pelajaran dan nasihat melalui cerita atau penyampaian dan penguatan pesan-pesan agama dongeng merupakan cara mendidik yang bijak kepada masyarakatnya, juga dapat menjadi dan cerdas. Mendidik dan menasihati anak sarana pendekatan kultural dalam rangka melalui cerita memberikan efek pemuasan pemantapan pendidikan keagamaan di tengah terhadap kebutuhan imajinasi dan fantasi. keragaman bangsa . Hal ini disebabkan upaya penciptaan dan pemeliharaan kerukunan Melihat signifikansi dari cerita rakyat di selama ini lebih menekankan pada pendekatan atas, maka asumsinya adalahpengkajian dan struktural-formal yang bersifat elitis. Padahal penggalian terhadap nilai-nilai yang terkandung menurut Pudentia (2016) konsep multikultur dalam cerita rakyat perlu terus dilakukan agar yang sekarang banyak orang bicarakan sudah dapat dimengerti oleh generasi muda. Kegiatan sangat lama berakar di dalam kebudayaan menanamkan nilai-nilai luhur tentunya sangat Indonesia, meskipun dengan nama atau sebutan berharga dan perludalam membentuk nilai yang berbeda, misalnya konsep Bhineka Tunggal tersebut menjadi sebuah karakter yang baik pada Ika. generasi muda. Hal ini berkaitan dengan pendapat Robson (dalam Syahrul, 2013: 101) Hal tersebut sejalan dengan misi yang memandang bahwa kajian tentang sastra Kementerian Agama, sebagaimana tercantum yang terdahulu itu sangat penting sebagai dalam Renstra Kementerian Agama tahun 2015- perbendaharaan pemikiran dan warisan nenek 2019, yakni (1) Meningkatkan pemahaman dan moyang yang sangat berguna bagi kehidupan. pengamalan ajaran agama; (2) Memantapkan Namun demikian, nilai-nilai yang terkandung kerukunan intra dan antar umat beragama. Oleh dalam cerita rakyat, sebagian belum tergali, karena itu, pentingnya pendidikan agama yang misalnya cerita rakyat yang mengajarkan mempertimbangkan pendekatan kultural, selain perdamaian dan lingkungan hidup sama sekali pendekatan normatif-ajaran agama, sesuai dengan belum pernah dikumpulkan (Bunanta, 2015: pandangan Ki Hadjar Dewantara. Pandangan 368). Demikian juga cerita rakyat yang tersebut berisi bahwa di dalam kebijakan lokal mengandung nilai-nilai toleransi dan menghindari (local wisdom) telah berkembang dan terakumulasi konflik, serta mengajarkan nilai hidup berbagi kebijakan-kebijakan pendidikan yang luhur, dan juga belum terdata (Bunanta, 2015: 368). oleh karena itu dapat dijadikan sebagai sarana di dalam habitus pendidikan. Selain itu, Ki Hadjar William R. Bascom (Danandjaja, 2007: Dewantara menyebutkan bahwa semua suku 50) mengklasifikasi cerita rakyat menjadi tiga bangsa di Nusantara ini memiliki kebudayaan kelompok besar yaitu, (1) Mitos (myth ), (2) masing-masing dan mempunyai nilai-nilai luhur Legenda (legend ), dan (3) Dongeng (fokltale ). tersendiri, yang dapat dikembangkan dan Ketiga bentuk cerita rakyat tersebut oleh Aminah

90 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 1 Tahun 2019 disumbangkan untuk membangun kebudayaan Pendidikan agama yang dimaksud dalam nasional (Tilaar dan Nugroho, 2008: 56). kajian ini adalah pendidikan agama (religius) sebagaimana yang terdapat dalam pedoman Penelitian ini mengkaji salah satu sekolah “pengembangan pendidikan budaya dan produk kebudayaan suku Mentawai, satu dari karakter bangsa”. Nilai religius diartikan sebagai dua suku besar di Sumatera Barat. Kajian sikap dan perilaku yang patuh dalam mengenai suku Minang telah banyak dilakukan, menjalankan ajaran agama yang dianutnya, baik dilihat dari seni tradisi, adat istiadat, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, maupun cerita rakyat yang berkembang di dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain Minangkabau. Sementara itu, kajian mengenai (Hasan, dkk, 2010: 9). Konsep religiusitas dalam suku Mentawai masih sangat terbatas, terutama kajian ini mengacu pada dimensi religiusitas tentang mitos dan dongeng yang dihasilkan. Di Stark dan Glock (1974) sebagaimana digunakan samping itu, suku Mentawai merupakan satu juga oleh El-Menouar (2014), yang mengajukan suku yang sangat unik, yang berbeda dengan lima dimensi keberagamaan, yakni keimanan, suku Minang. Suku Minang menganut sistem pengetahuan, pengalaman, praktik, dan konsekuensi. Matrilineal dengan Rumah Gadang-nya, sedangkan Namun, konsep nilai religius sebagaimana suku Mentawai menganut sistem Patrilineal disebut pertama oleh Balitbang Kementerian dengan Uma-nya. Pendidikan Nasional lebih sederhana dan sesuai Beberapa kajian mengenai suku Mentawai dengan konteks Indonesia. Dengan demikian, lebih banyak dilakukan oleh sarjana luar, seperti hasil yang diperoleh diharapkan dapat menjawab yang dilakukan oleh E. Leob (1929), Spina permasalahan penelitian ini yakni: bagaimana (1981), Kryut (1923-1924), Mess (1881), nilai-nilai pendidikan agama terefleksikan dalam Schefold (1991, 2014), Persoon & Schefold cerita rakyat suku Mentawai Sitakkigagailau dan (1981), Coronese (1986), dan Hansen (1914). Pagetasabbau ? Kajian yang mereka lakukan bersifat umum dan Menelaah nilai-nilai pendidikan agama untuk kebutuhan misionaris dan data yang dalam dua versi cerita rakyat tentang “ sikerei ” disajikan lebih kepada pengenalan suku menjadi fokus kajian ini. Hal ini didasarkan Mentawai baik dari adat istiadatnya dan bahwa “ sikerei ” menjadi orang yang dikultuskan kebudayaan seperti cerita-cerita dan tradisi- dan dipercaya menjadi perantara antara dunia tradisinya. Dari pihak sarjana Indonesia, kajian nyata dan dunia supranatural, antara mereka yang ada pernah dilakukan oleh Tulius (2012), (orang Mentawai) dengan Tuhan-Nya. Kajian ini Rudito dan Sunarseh (2013), Hernawati (2004, merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan 2006, 2007, 2012), Puslit Biologi LIPI (1997), studi pustaka. Data mengenai dua versi cerita Sihombing (1979), dan Rosyani (2013). Kajian- “sikerei ” didapatkan dari teks cerita rakyat yang kajian yang dilakukan oleh sarjana Indonesia telah dikumpulkan oleh E. Leob (1929b), yang lebih bersifat rinci dengan membahas satu aspek kemudian disempurnakan oleh Spina (1981). yang diangkat menjadi topik penelitian, seperti Selain itu, penulis juga melakukan wawancara yang dilakukan oleh Tulius (2012) yang mengkaji terkait budaya orang Mentawai dahulu dan saat tradisi lisan untuk melihat genealogi klan-klan ini dengan beberapa tokoh budayawan Mentawai yang tersebar di kepulauan Mentawai. dan sikerei sebagai data tambahan dalam kajian Beberapa kajian di atas, belum mengkaji ini. lebih spesifik nilai-nilai yang terkandung dalam Pendekatan folklore (folk : kebudayaan cerita rakyat Mentawai. lebih khusus nilai-nilai dan masyarakat; lore : cerita) digunakan dalam pendidikan agamadalam cerita rakyat Mentawai kajian ini sebagaimana disarankan oleh Danandjaja dan perspektif kebudayaan Mentawai sebelum (2015: 64). Bagian pertama dalam kajian ini agama-agama lain masuk ke wilayah tersebut. menyajikan deskripsi tentang kebudayaan Mentawai Oleh karena itu, kajian ini mencoba mengangkat dan cerita rakyatnya sebagai latar belakang. cerita Sitakkigagailau dan Pagetasabbau , dua Bagian kedua, menganalisis cerita yang menjadi ceritamengenai ” sikerei ” yang menjadi perantara fokus pembahasan dengan tetap menghubungkannya antara orang Mentawai dengan Tuhan-Nya. dengan latar belakang kebudayaannya.Unsur- Sikerei dalam cerita tersebutdianggap sebagai unsur yang terdapat dalam cerita rakyat, yakni orang yang utama dan pertama bagi orang alur cerita, pelaku cerita, latar cerita, dan amanat Mentawai ketika berhubungan dengan Tuhan cerita, dijabarkan untuk memahami nilai dan dunia supranatural (roh dan jiwa). keagamaan orang Mentawai.

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 1 Tahun 2019 91 Kebudayaan Mentawai pada suku lain di Indonesia. (2) Aliran yang diketuai oleh Stibbe dan Graaff yang Berbicara mengenai “sikerei” sebagai menekankan bahwa orang Mentawai berasal dari sebuah mitos cerita rakyat suku Mentawai, Polinesia. Hal ini dibuktikan dengan terdapat berarti juga berbicara mengenai kosmologis dan beberapa ciri yang ada di orang Mentawai, latar belakang budaya suku Mentawai yang yakni; ada persamaannya dengan suku Hawai, membentuk mitos tersebut. Menurut J.R. Logan Marchesi, dan Fiji. Ia memiliki pendapat bahwa (Coronese, 1986: 2-3), orang Mentawai adalah suku ini berasal dari lautan teduh ( Orao orang yang berperawakan menarik, warna kulit Neptunias ) cokelat kekuning-kuningan, jarang ditemukan cacat fisik, sebab mereka hidup menurut keadaan Kepulauan Mentawai terdiri dari 40 sesungguhnya dari alam (hasil seleksi natural). pulau besar dan kecil, yang terletak di Samudera Umumnya, sifat orang Mentawai adalah baik Hindia sekitar 100 km di sebelah barat pantai hati, ramah, suka menghormati orang lain, tidak pulau Sumatera (Rudito dan Sunarseh, 2013: ingin berperang, dan suka kepada hias-hiasan, 16). Dari beberapa pulau tersebut hanya 4 pulau sehingga tidak jarang tubuh mereka bertato. yang memiliki permukiman, yakni Pulau Siberut, pulau terbesar yang terletak di Utara, Pulau Tuntutan adat orang Mentawai juga Sipora terletak di tengah, Pulau Pagai Utara dan sederhana, kejahatan dan tindakan kriminal Pulau Pagai Selatan yang terletak di Selatan. jarang terjadi. Hidup mereka tergantung dengan Alat transportasi menuju pulau ini melalui laut alam, sehingga mereka tidak punya tempat dengan kapal-kapal perintis dengan waktu tinggal dan pekerjaan tetap, suka dan mampu tempuh sekitar 10–15 jam dan kapal cepat menciptakan sesuatu yang bagus, cantik dan dengan waktu tempuh 4–5 jam. berdayaguna seperti membuat perahu dan panah untuk berburu dan subbah (alat tangguk Keadaan lingkungan hidup orang tradisional) untuk menangkap ikan. Bahasanya Mentawai di empat pulau tersebut secara umum sangat lembut, halus danharmonis, sehingga sangat berbeda. Pulau Siberut sebagai salah satu dapat mengungkapkan perasaan hati dengan pulau besar di Mentawai, menurut sejarah tepat. Rumah-rumah mereka sederhana, dibuat merupakan asal mula suku Mentawai, lebih secara spontan tetapi lebar dan kuat. dipengaruhi oleh lingkungan hutan (Rudito dan Karakteristik orang Mentawai tersebut ternyata Sunarseh, 2013: 17). Sementara itu, pulau Sipora tidak mampu menahan dominasi budaya yang memiliki lingkungan kebun dan persawahan baru datang. Orang Mentawai dahulu dan dikelola oleh penduduk aslimaupun orang-orang sekarang sangat berbeda. Budaya yang baru yang berasal dari suku lain yang berstatus datang mengubah budaya dan kebiasaan orang transmigran. Lebih lanjut,pulau Pagai lebih Mentawai saat ini. Padahal menurut Hernawati banyak memiliki lingkungan industri perkayuan (2004: 26) adat yang kokoh merupakan filter dan peradaban jasa yang bekerja di industri atau self protection bagi komunitasnya perkayuan. menghadapi berbagai pengaruh asing. Situasi sosial budaya Mentawai dahulu Asal-usul orang Mentawai saat ini juga dan Mentawai sekarang sudah jauh berbeda. masih dalam perdebatankarena para pengamat Begitupun suku-suku asli yang mendiami pulau- belum bisa membuka tabir rahasia asal-usul pulau tersebut, walaupun masih ada yang orang Mentawai. Coronese (1986: 9-13) menjabarkan mempertahankan tradisi lama di tempat-tempat dua aliran dan pendapat mengenai asal-usul yang masih tak terjangkau dan terpencil. orang Mentawai yang berkembang saat ini, Umumnya, beberapa buku dan hasil penelitian yaitu: (1) Aliran yang diketuai oleh Duyvendak antropologi, publikasi media massa, serta film yang menyatakan bahwa Orang Mentawai dokumenter menampilkan potret Mentawai yang termasuk ras proto-melayu dengan pengaruh “asli” dan eksotik. Beberapa kunjungan wisata veddoyd . Hal ini dilihat dari segi fisic- selain untuk surfing jugamelihat keeksotikan anthropoligic , bahwa orang Mentawai terdiri kehidupan budaya tradisional masyarakat dari ras campuran. Namun, hal yang Mentawai. Namun, gambaran mengenai Mentawai mengherankan, kulit mereka agak putih-terang, dahulu kala tidak bisa digeneralisir untuk banyak terdapat ciri-ciri mongolia, rambut kepulauan Mentawai sekarang. Menurut Hernawati keriting atau lurus, sedangkan gigi orang (2004: vii), gambaran suku Mentawai yang Mentawai sangat buruk, hal ini jarang ditemukan dipublikasikan oleh media massa dan film

92 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 1 Tahun 2019 dokumenter itu hanya berlaku untuk sebagian keagamaan orang Mentawai. Setiap daun kehidupan di pedalaman Siberut. Bahkan, pada mempunyai sifat yang mengantarkan manusia awal 1970-anpun, di Pulau Sipora dan Pulau kepada keseimbangan dalam mencapai kesejahteraan Pagai, kehidupan kebudayaan tradisional Mentawai hidup. Kepercayaan ini didasari oleh keadaan dapat dikatakan sudah berakhir. geografis Mentawai dahulunya yang merupakan daerah kepulauan yang terpencil dan terisoliasi Beberapa tahun belakangan, beberapa yang keadaan iklimnya tidak menguntungkan, orang Mentawai–khususnya penggiat budaya sehingga membuat suku Mentawai masa depannya Mentawai–sudah semakin sadar terhadap identitas penuh tantangan. Mereka hidup dengan hukum budaya lokal. Walaupun mereka hidup di pulau alam. berbeda dengan kebudayaan dan lingkungan yang berbeda, tetapi masing-masing individu Selain Arat sabulungan dan sikerei , atau kelompok dari daerah yang berbeda berupaya Mentawai juga mempunyai ikon-ikon lain, mengaktifkan kembali kebiasaan-kebiasaan lama. misalnya punen , tato, dan uma yang dimunculkan Kebiasaan itu dianggap wujud dari inti ketika mengkaji dan membahas orang Mentawai. kebudayaan Mentawai, khususnya dalam Punen adalah sebuah pesta yang dilakukan orang mengkategorisasi dan menggolongkan lingkungan Mentawai ketika ada peristiwa-peristiwa penting. hidupnya. Pandangan seperti ini tergambar dari “Punen ” merupakan sebuah gambaran suatu wawancara yang penulis lakukan kepada Salim periode hidup bersama dan beberapa pengalaman Tasirilotik, penggiat budaya Mentawai, yang bersama yang menggambarkankehidupan Orang memperkenalkan kembali tradisi-tradisi yang Mentawai yang tergantung pada pesta atau pernah berkembang di Mentawai. Beliau juga punen. Tato juga selalu menjadi kajian yang menjadi penggagas dan penulis buku tentang menarik untuk suku Mentawai. Tato bagi Suku Budaya Alam Mentawai (BAM) yang diajarkan Mentawai adalah sebuah identitas, bukan hanya di sekolah-sekolah sejak tahun 2015 kemarin. sebagai aksesoris ataupun hiasan di tubuh saja, yang menggambarkan keseimbangan antara Mengkaji kebudayaan Mentawai tidak penghuni hutan dengan alam (Kusuma, 2016). terlepas dari keyakinan agama asli orang Mentawai yang didasari kosmologinya yang Konsep Uma sebagai rumah tradisional disebut dengan arat sabulungan (Rudito dan masyarakat Mentawai juga menjadi kajian yang Sunarseh, 2013: 34) . Menurut Tulius (2012: 69), selalu dibahas. Secara fisik, bangunan Uma orang Mentawaitidak mempunyai istilah tertentu berbentuk rumah panggung dengan ukuran yang untuk sistem kepercayaan mereka, sampai pihak relatif besar dan memanjang ke belakang. Uma gereja dan pemerintah menciptakan istilah berfungsi sebagai rumah tempat tinggal, tempat tersebut untuk membedakan antara arat berkumpul dan bermusyawarah bagi seluruh puaranan (salah satu agama yang ada di dunia) anggota dalam suatu keluarga luas ( clan ) dan arat sabulungan (kepercayaan tradisional). berdasarkan keturunan ayah ( patrilineal ) yang Kepercayaan terakhir ini digunakan oleh orang disebut suku. Uma juga digunakan untuk Mentawai untuk memahami lingkungan, guna pelaksanaan pesta adat ( punen ) sehingga ukuran mencapai kesejahteraan untuk masyarakatnya. Uma tersebut besar dan luas (Hernawati, 2007: Orang Mentawai termasuk penganut animisme 31). Selain itu juga, Uma dapat dikatakan yang percaya kepada roh-roh alam, segala sebagai sebuah pola pemukiman tradisional sesuatu yang ada disekelilingnya, dalm hal ini Mentawai. Di sekitar sebuah Uma didirikan alam semesta, mempunyai jiwa. Arat sabulungan rumah-rumah lain yang umumnya lebih kecil mengenal 3 roh (dewa), yakni roh laut ( Tai dan sederhana yang disebut sapou atau lalep. Kabagat-Koat ), roh hutan dan gunung ( Tai Ka- Setiap sapou atau lalep dihuni oleh satu keluarga leleu ), dan roh awang-awang ( Tai Ka-Manua ) inti (kepala keluarga) yang merupakan anggota (Sihombing, 1979: 9). Uma atau keluarga besar tersebut (Hernawati, 2007: 31). Oleh karena itu, Uma menjadi pusat Arat adalah adat, sedangkan Sabulungan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi seluruh berasal dari kata “ sa ” – “bulung ” yang mempunyai anggota Uma . arti “ sa ” = kumpulan”; “ bulung ” = Daun, yakni adat daun-daunan (Sihombing, 1979: 9). Sebagai Mengenai bahasa, secara umum Kruyt ilustrasi, daun menurut orang Mentawai adalah (1923 dalam Coronese, 1986: 16 mengatakan perwujudan dari pemahaman terhadap hutan bahwa dialek bahasa yang terdapat di Mentawai beserta isinya yang didalamnya terdapat ajaran itu ada dua (2) dialek, yaitu Dialek Utara dan

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 1 Tahun 2019 93 Tengah Siberut, yang disebut Simalegi, dan Orang Mentawai menganggap bahwa Dialek Pulau Siberut Selatan, Sipora, dan Pagai segala hal yang ada di alam semesta, di yang disebut Sakalagan. Sementara itu, Bertazza lingkungan hidup, manusia menempati posisi (1975 dalam Coronese, 1986: 18) mengatakan sentral dan menjadi titik tolak dari keseluruhan bahwa dialek yang berkembang di Mentawai itu kosmos (Schefold, 1991: 15). Salah satu contohnya banyak dan berbeda-beda, senada yang yaitu mereka menganggap bahwa pulau kehidupan dikatakan oleh Mayanto Sabiliaken (wawancara, mereka merupakan titik pusat kehidupan 28 Pebruari 2017) bahwa di Muara Sikabaluan samudera dunia, dikelilingi pulau-pulau lainnya. terdapat 13 dialek bahasa Mentawai. Kendala Dari samudera itu, tumbuhlah langit yang bahasa menjadi kendala bagi penulis ketika muncul dari Timur, tumbuh bagaikan rebung, berada di Mentawai, sehingga mendorong lalu menyebar dan membentuk kubah langit. penulis untuk memilih cerita rakyat yang sudah Tanah langit merupakan tempat tinggalnya orang- diterjemahkan dan dipublikasi oleh pihak Balai orang kulit putih, mereka selalu memakan Pustaka. Walaupun demikian, penulis melakukan rebung yang selalu diolesi minyak agar tumbuh wawancara ulangterkait narasi cerita tersebut terus. Dalam konteks ini, penulis beranggapan denganbeberapa informan. bahwa orang-orang Mentawai akan selalu menjelaskan kejadian-kejadian baru dan asing Pada tahun 1954, pemerintah memberlakukan yang mereka temui dengan apa yang mereka peraturan, yang mengacu pada “ Rapat Tiga alami sehari-hari. Agama ”, yang berisi larangan terhadap Arat Sabulungan sebagai sebuah kepercayaan. Pelarangan Ciri antroposentrisnya juga terlihat dari ini berwujud ancaman dan intimidasi, bahkan beberapa mitos mengenai asal mula adanya hingga menggunakan kekerasan. Peraturan ini juga berbagai hal yang berhubungan langsung dengan memberikan waktu 3 bulan bagi orang-orang manusia dengan tradisi-tradisinya (Schefold, Mentawai memilih salah satu agama, yakni 1991: 20-21). Dahulu manusia itu bersifat kekal atau Kristen Protestan (Coronese, 1986: (fana). Namun, pada suatu hari Pagetasabbau 38). Peristiwa ini menimbulkan efek traumatis menguji mereka dengan menyodorkan dua bagi orang Mentawai dan menjadi salah satu macam hidangan pangan, yaitu pisang dengan alasan kenapa kebudayaan Mentawai ditinggalkan. ikan dan ubi jalar dan udang. Manusia memilih Selain itu, peristiwa ini juga menjadikan suku hidangan pertama, sejak saat itu mereka juga Mentawai agak tertutup terhadap pihak luar mati seperti ikan dan pohon pisang, yang hanya sehingga menjadi menjadi salah satu tantangan satu kali berbuah. Jika saja mereka memilih penulis di lapangan. hidangan kedua yakni udang yang diidentikkan selalu berganti kulit dan kembali menjadi Cerita Rakyat Suku Mentawai mudadan ubi jalar yang jika sulur-sulurnya dipotong dan ditanam kembali untuk menghasilkan Cerita rakyat di Mentawai juga dapat umbi yang baru, maka manusia tidak akan mati. menjadi sumber informasi untuk menjelaskan Ada pula mitos-mitos tentang asal mula adanya beberapa persoalan yang muncul di dalam binatang dan tanam-tanaman terpenting yang kehidupan sehari-hari seperti yang dilakukan pada awal mulanya dari manusia. Dari oleh Tulius (2012). Tulius mengkaji asal usul penjabaran ini terlihat jelas bahwa segenap gagasan tentang jati diri dan perdebatan yang kosmos berakar pada orang Siberut, yakni terjadi antara kelompok kekerabatan masyarakat manusialah penyebab fenomena-fenomena yang Mentawai melalui cerita-cerita keluarga yang terjadi di lingkungannya. dimiliki oleh kelompok-kelompok kekerabatan pada masa ini. Selain itu, menurut Schefold Manusia adalah sumber asal usul nama (1991: 15) orang Mentawai menganggap beraneka Mentawai yang diambil dari kata Simateu , ragam kisah mitologis mengenai terciptanya berarti pemuda dalam bahasa Mentawai. Simateu jagat raya atau asal mula berbagai gejala atau berawal dari sebutan untuk nama seorang juga mengenai riwayat hidup manusia bukan pemuda yang sebenarnya bernama Mateu , tapi sebagai cerita dongeng belaka, melainkan berdasarkan kebiasan orang Mentawai bahwa riwayat yang benar-benar terjadi. Walaupun nama ini ditambah dengan awalan si yang kadang-kadang mitos dianggap sebagai tema menunjukkan orang ketiga, sehingga akhirnya utama atau diperhatikan hanya sepintas lalu, menjadi Simateu (Rudito dan Sunarseh, 2013: tetapi mitos-mitos ini menjadi pegangan dalam 34-35). Selain itu, pendapat lain mengatakan menghadapi keanekaragaman gejala yang ada. bahwa istilah Mentawai berasal dari kata

94 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 1 Tahun 2019 Simatalu (Yang mencipta atau Tuhan). Di salah mengenai asal usul “ sikerei ” sehingga menjadi satu daerah di Pulau Siberut terdapat daerah perantara antara dunia nyata dan dunia gaib. yang bernama Simatalu. Dusun ini terletak di Menurut Hanefi (wawancara, 23 Pebruari sebelah Barat pulau Siberut, yang dianggap oleh 2017) orang Mentawai dalam kehidupannya sebagian besar orang Mentawai sebagai daerah selalu menempatkan upacara dalam kedudukan asal muasal orang-orang Mentawai. yang penting. Hal ini tampak terlihat dari Cerita-cerita tersebut menurut orang aktivitas kehidupan yang dianggap utama selalu Mentawai disebut sebagai titiboat , walaupun dimulai dan diakhiri dengan upacara. Dalam tidak semua cerita disebut titiboat . Beberapa upacara tersebut, pemimpin upacara bertindak kisah yang bercerita tentang asal muasal mahluk sebagai individu yang mengantarkan keinginan hidup dan bercocok tanam, seperti binatang, kelompok kepada penghuni-penghuni alam manusia, dan fenomena alam, disebut pumumuan . supranatural maupun sebaliknya. Pemimpin Pumumuan berasal dari kata mumu yang secara upacara atau perantara dalam berinteraksi antara harfiah bermakna matang atau dewasa dan dunia (nyata dan supranatural) disebut dengan secara kiasan berarti tua. Bisa dikatakan bahwa “sikerei ” (Coronese, 1986: 5). Sikerei dianggap pumumuan adalah cerita yang menjelaskan mempunyai kekuatan magi dan bersifat suci tentang asal mula sesuatu yang terjadi pada (sakral). Oleh karena itu, perkataan dari perantara zaman dahulu, seperti asal usul manusia pertama merupakan pernyataan yang patut diperhitungkan di Mentawai, sehingga bisa dikatakan bahwa dalam kehidupan sosial masyarakat. Keadaan mitos termasuk kategori pumumuan (Tulius, sikerei sehari-hari mencerminkan kesakralan 2012: 197). yang melingkupinya, dan hal ini digambarkan dengan pakaian yang dikenakan sehari-hari yang Jenis lain dari cerita yang ada di berbeda dengan yang lain walaupun, kegiatannya Mentawai adalah pungunguan , yang berasal dari tidak berbeda dengan anggota masyarakat kata “ ngungu ” berarti mulut, dan secara kiasan lainnya. berarti narasi lisan (cerita lisan). Jenis cerita yang masuk dalam kategori ini adalah legenda, Menurut sikerei suku Saolu dari Simatalu, dongeng, dan fabel, yang bersifat komedi, tradisi bercerita suku Mentawai ini dilakukan kepahlawanan, dan pendidikan. Salah satu contoh pada malam hari di setiap Uma sebagai media cerita yang ditemukan oleh Tulius dalam naskah pengajaran nonformal dan dongeng pengantar Karl Simanjuntak yang berjudul pungunguanda tidur. Penutur ini biasanya dilakukan oleh sakalagan (cerita sakalagan ) yang bercerita “sikerei ” atau para orang tua ( teuteu) . Tradisi ini mengenai keberanian; termasuk cerita legendaris sekarang sudah mulai memudar di masyarakat pagetasabbau yangbercerita tentang hubungan mereka. Salah satu alasannya adalah “sekolah”– antara paman dan kedua keponakannya yang karena anak-anak meninggalkan kampungnya ingin menjadi tampan dan berbakat. Isi cerita untuk menempuh pendidikan formal di ibukota pungunguan ini biasanya berisi tentang kecamatan. Mereka membangun asrama atau karakteristik budaya dan tradisi dalam hidup penampungan untuk menampung dan mengumpulkan bersosialisasi. anak-anak tersebut di dalamnya. Di samping itu, banyak anak-anak yang melanjutkan pendidikannya Cerita yang penulis sajikan dalam kajian ke jenjang yang paling tinggi di luar Mentawai, ini adalah “ pumumuan ” yang berjudul yakni di Kota Padang dan setelah itu mereka “Sitakkigagailau ” (asal usul sikerei) dan menetap di sana. Mereka tinggal di panti asuhan, “pungunguan ” yang bercerita tentang Pagetasabbau . baik Kristen maupun Islam, sehingga melepas Teks pumumuan dan pungunguan mengenai segala tradisi dan adat istiadat yang menjadi cerita asal-usul “sikerei” ini diambil dari simbol bagi mereka. Mereka menganggap bahwa beberapa buku yang telah dituliskan oleh tradisi Mentawai dahulunya adalah simbol beberapa peneliti, yakni, E.Loeb (1929), Spina keterbelakangan, sehingga mereka tidak mau (1981), Coronese (1986) dan Hernawati (2012). kembali melestarikan budayanya. Berikut ini Penulis menyajikan cerita mengenai mitos dan adalah kedua cerita tersebut. legenda tentang “ sikerei ” yang disadur dari buku

kumpulan cerita rakyat karangan Spina (1981) dan Coronese (1986), yakni Sitakkigagailau dan Pagetasabbau . Dua cerita ini memuat mitologi

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 1 Tahun 2019 95 Cerita Sitakkigagailau 2 siamang. Kemudian datanglah penduduk langit ( Taikamanua) ke dekat siamang jadian Dahulu kala ada seorang pemuda yang itu. Orang langit ingin tahu apa sebenarnya bernama Sitakkigagailau . Pemuda itu tidak yang dikehendakinya. Siamang jadian itu puas dengan keindahan tubuhnya. Sang berkata bahwa ia adalah manusia yang ingin pemuda ingin lebih tampan dari semua lebih gagah dan tampan dari semua manusia, manusia lain. Suatu ketika ia menghias tetapi ternyata ia menjadi siamang. Kemudian dirinya dengan pakaian dan bunga berwarna siamang jadian itu diajak bersama-sama naik warni. Pada saat itu, ia pun memandang dan ke langit. Setelah sampai di langit, lalu dipatut-patut dirinya, namun ia tetap kecewa Sitakkiggailau disihir menjadi gagah dan karena hiasan aneka bunga itu tidak tampan, serupa dengan penduduk langit. menambah ketampanan wajahnya. Ibunya Lalu penduduk langit berpesan kepadanya, kesal melihat perangai anaknya ini lalu nanti kalau sudah sampai di negerinya, menegur “Apa yang kau cari dengan jangan lupa mengadakan punen , memberikan menghias diri setiap hari. Engkau enggan persembahan. Selama ini di bumi, waktu bekerja, menjadi anak pemalas. Beda sekali orang mengadakan punen 4, tidak mempersembahkan sifatmu dengan semua orang di sini!” kepada penduduk langit. Persembahan mereka Teguran ibunya tak diperdulikan, bahkan ditujukan hanya kepada roh-roh hutan timbul marahnya dan sang pemuda berminat (Taikaleuleu ). Pesan itu diterima baik oleh minggat dari rumah orang tuanya. Dicarinya sang pemuda. Kemudian sang pemuda minta akal supaya bisa keluar rumah. Pada suatu kekuatan gaib, untuk dapat membuat hal-hal hari sang pemuda pergi ke ladang bersama ajaib dihadapan penduduk dunia, sehingga dengan ibunya. Sengaja ditancapkan pisau menakjubkan mereka. Nanti manakala mereka belatinya di dekat ibunya yang sedang melihat keajaiban itu, tentu mereka akan bekerja. Tanpa disengaja pisau tergaet oleh memuji kekuasaan dari langit. Akhirnya sang ibunya dan patah. Lalu ia menangis dan pemuda beroleh kekuatan dari penduduk langit, berontak kepada ibunya. Ibunya jadi marah, seperti kekuatan untuk mengobati orang karenahal yang sepele sang pemuda merasa sakit, serta kekuatan lainnya. Alhasil sang sakit hati. Sang pemuda berpikir, inilah satu pemuda diturunkan kembali ke bumi peluang yang baik baginya untuk melarikan menjadi sikerei . diri dari rumah. Ayahnya membujuk, tetapi ia bersikeras hendak pergi. Pada suatu ketika 5 ia pergi berburu bersama dengan orang Cerita Pagetasabbau banyak. Ketika sang pemuda diajak pulang Beberapa cerita rakyat Mentawai setelah selesai berburu, ia menolak. Semua mengambil Pagetasabbau sebagai tokoh utama orang heran dan mencoba mengajak pulang dalam cerita. Cerita yang penulis sarikan adalah ke rumah. Hatinya tetap, tidak mau pulang. cerita Pagetasabbau sebagai paman yang Kemudian sang pemuda memanjat pohon, mempunyai kedekatan hubungan baik dengan melompat dari dahan ke dahan persis seperti kedua keponakannya, yang salah satunya mempunyai seekor Bilaou (salah satu jenis kera endemik cacat bawaan lahir. Pagetasabbau merupakan Mentawai). Lalu sang pemuda berkata kepada salah seorang yang mempunyai ilmu sihir yang pemburu lainnya, “Hai, paman pulang sajalah! sangat luar biasa dari dusun Talileuleu , yang Nanti manakala paman sudah sampai di rumah, tabuhlah Tuddukat 3 (semacam gendang biasa disebut “ sikerei ”. panjang). Bila paman mendengar teriakan Pada waktu itu terjadi permusuhan antara saya dari kejauhan, paman akan mengerti, suku Talileuleu dan suku Tatubeket . Sebelum bahwa saya tidak dapat lagi kembali menjadi mereka berperang dengan alasan membalas manusia”. Semua teman yang berburu, kembali dendamnya, suku Talileuleu mengutarakan niat pulang penuh tanda tanya dalam hati tersebut kepada Pagetasabbau . Namun sebelum masing-masing. Menetaplah sang pemuda pergi, Pagetasabbau berkata; sebelum kita tinggal di atas pohon bersama beberapa ekor melawannya, alangkah baiknya kita melihat siamang, karena ia telah menjelma jadi nasib kita terlebih dahulu.

2Lihat buku kumpulan cerita rakyat karangan Spina (1981) dan Coronese (1986). Cerita 4Punen merupakan masa tabu yang mengikat Sitakkigagailau termasuk kategori cerita ” pumumuan ”. semua anggota “ uma ”. Istilah ini kemudian dipakai 3Alat untuk memanggil orang. Terdiri dari 3 sekarang dalam arti pesta. potong kayu panjang + 2 meter, di tengahnya dibuat 5Lihat buku kumpulan cerita rakyat karangan lubang besar dan dipukul de ngan kayu supaya Spina (1981) dan Coronese (1986).Cerita Pagetasabbau suaranya terdengar jauh. termasuk kategori cerita ” pungunguan ”.

96 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 1 Tahun 2019 Kemudian Pagetasabbau meneropong nasib Pagetasabbau berkata: “Kalau kau mau mereka melalui usus ayam, yang menggambarkan menjadi anjing, pergilah ke atas tikar”. Saat nasib jelek jika pergi berperang dengan suku itu, air di atas tungku pun diam tidak Tatubeket. Walaupun sudah mendapatkan mendidih. Berkatalah ia lagi: “Kalau kau peringatan, suku tersebut tidak mengindahkan mau menjadi manusia yang baik, pergilah ke peringatan Pagetasabbau , akhirnya mereka atas kain yang merah”. “Guduk, guduk, berangkat menggunakan kalabba (perahu besar) . guduk”, air itu mendidih terus, akhirnya Sesampainya mereka di muara, Pagetasabbau tertumpah di atas kain itu dan menjadi melihat usus ayam kembali untuk meramal manusia. Tetapi belum bisa berbicara. Karena nasib mereka, akan tetapi ramalan tetap kepala, kaki, tangan dan lain-lain belum ada, buruk. Pagetasabbau mencoba mengingatkan ia masih seperti batu. Pagetasabbau memainkan kembali suku Talileuleu untuk kembali ke ilmunya untuk membentuk bagian-bagian tubuh dusun mereka, menunggu waktu yang cocok yang belum lengkap. Setelah prosesi itu untuk berperang. Upaya tersebut sia-sia, dilakukan, maka terbentuklah tubuh manusia mereka tidak mendengarkan Pagetasabbau dan itu sejauh kemampuannya dan manusia itu akhirnya perang tersebut berakhir dengan menjadi tampan sekali. Setelahnya manusia kekalahan di pihak Talileuleu . Ketika itu diberi perhiasan secukupnya dan semakin Pagetasabbau melarikan diri, dia terkena tampanlah wajah orang itu. pukulan pedang dari suku Tatubeket , maka Sepulangnya ke Uma mereka, kemenakan meninggallah dia. Mayat Pagetasabbau dijilati satunya yang tidak cacat merasa iri terhadap oleh buaya dan dia hidup kembali, akhirnya Sibogbong dan meminta pamannya untuk dia menaiki punggung buaya dan diantarkan mengubahnya menjadi tampan. Akan tetapi, ke muara Talileluleu . Pagetasabbau menunggu kemenakan ini tidak berhasil lulus dari rombongan teman-temannya yang ikut berperang, beberapa ujian yang diberikan oleh pamannya. ketika suku Talileuleu melihat Pagetasabbau, Suatu hari pamannya berkata “Lebih baik mereka kaget karena dia bisa hidup kembali. kita tidak teruskan mengubah wajahmu; saya Setelah itu mereka mengadakan punen untuk sangat khawatir, karena dalam setiap percobaan merayakan kembalinya Pagetasabbau dari selalu kau gagal. Kalau ananda turut kematian. nasihatku, lebih baik kita batalkan segala Pada suatu hari kemenakannya yang cacat rencana. Apalagi badanmu cukup kuat”. Tapi bernama Sibogbong merasa heran karena kemenakannya itu tidak mengindahkan nasihat melihat luka di leher pamannya yang sangat dari pamannya. Akhirnya setelah melalui besar, namunbisa hidup kembali dan pulang seperti yang dilakukan saudara yang lalu, dari peperangan tanpa menggunakan sampan. kemenakannya malah menjadi seekor anjing. Untuk menguji kemampuan pamannya, sang Kemenakannya yang berubah menjadi anjing kemenakan meminta agar pamannya memper- itu menjadi teman pamannya berburu. Jika lihatkan ilmu sihirnya. Permintaan pertama Pagetasabbau berburu membawa anjing itu, adalah mengubah ikan yang sudah dikeringkan maka ia akan selalu berhasil membawa hewan hidup kembali, dan berhasil. Permintaan buruan. Suatu hari Pagetasabbau merasa iba, kedua, kemenakannya menginginkan pamannya memikirkan nasib kemenakannya, ketika menebang pohon kelapa dan menumbuhkannya mendengar erangan anjing jadian yang tidak kembali dengan buah yang lebat. Suatu hari kuat menarik rusa yang sangat besar. kemenakannya disuruh untuk mengantarkan Akhirnya dia mengubah kembali kemenakannya makanan untuk buaya. Ketika buaya itu itu menjadi manusia. datang dan bertanya maksud tujuan Sibogbong Pada suatu waktu kemenakannya yang memanggilnya dan berkata bahwa dia ingin berubah menjadi anjing tersebut terlibat tampan, karena seluruh tubuhnya dipenuhi pertengkaran dengan temannya. Kata teman luka-luka yang bernanah. Akhirnya sang buaya kemenakannya “memang kau ini anjing, suka pun menjawab “Baiklah cucuku, pergilah, mengganggu”. Mendengar ejekan temannya, kerjakan semua pekerjaanmu dan Nenek kemenakannya yang telah berubah menjadi akan menyertaimu”. manusia itu sakit hati. Dia melampiaskan Setelah itu Pagetasabbau menggelitik amarahnya kepada pamannya yang sebelumnya kemenakannya yang cacat tersebut sampai gagal mengubahnya menjadi tampan. Kemenakannya mati, memotong dan mengambil bagian kulit- tersebut membuat “ tae ”6 (tenung/guna-guna) kulitnya yang tidak cacat, dimasukkannya ke kepada pamannya dan matilah Pagetasabbau dalam bambu, lalu dimasaknya. Saat ia sedang memasak, dibentangkannya kain 6 merah di lantai dan tikar usang di belakang Guna-guna ( black magic ) untuk membunuh tungku. Waktu air sedang mendidih, orang. Tiap orang bisa melakukan guna-guna ini secara sembunyi.

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 1 Tahun 2019 97 untuk kedua kalinya. Setelah kematian adalah segala sesuatu yang ada sebutan memiliki Pagetasabbau , adiknya pun menghina kakaknya, jiwa atau roh ( simagere, kina, pitok dan kecat ), yang membuat kakaknya membuat tae misalnya manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, kembali, dan matilah si Sibogbong . benda bahkan fenomena yang tampak untuk beberapa waktu saja, seperti pelangi, dan langit Nilai-nilai Pendidikan Agama dalam tak berawan, Sitakkigagailau dan Pagetasabbau Roh menurut mereka adalah padanan Cerita rakyat termasuk salah satu karya spiritualdari segala sesuatu yang ada, dan sastra yang juga memiliki unsur-unsur yang merupakan makhluk individual yang melepaskan berkaitan antara unsur yang satu dengan unsur diri dari tubuh “kasar” serta berkeliaran secara yang lainnya sehingga mendukung keutuhan mandiri. Antara roh dan jasad selalu ada cerita bersangkutan secara keseluruhan (Tarobin, hubungan, apa yang dilakukan salah satunya 2017: 19). Bagi masyarakat Mentawai, cerita akan mempengaruhi yang lainnya. Dalam cerita rakyat mempunyai kedudukan yang penting pumumuan Sitakkigagailau disebutkan hubungan sebagai sumber informasi terhadap beberapa manusia dengan dunia langit dan dunia hutan persoalan yang terjadi dalam kehidupan sehari- yang disebut Tai ka Manua (Roh Langit) dan Tai hari mereka. Penulis mengemukakan unsur- Ka Leleu (roh hutan) untuk melakukan unsur yang terdapat dalam cerita rakyat, yakni persembahan yang biasa di sebut punen . alur cerita, pelaku cerita, latar cerita, dan amanat cerita, untuk memahami nilai keagamaan orang Pada paparan sebelumnya dijelaskan Mentawai. bahwa orang Mentawai selalu mengadakan punen (upacara) untuk setiap kegiatannya. Pertama , menurut kedua alur cerita yang Banyak alasan yang membuat mereka selalu telah dipaparkan sebelumnya adalah (1) Cerita berpesta sepanjang tahun, yakni pembukaan mengenai asal usul menjadi seorang sikerei yang kebun baru, panen, perkawinan, pembangunan diwakilkan dengan judul Sitakkigagailau . Dalam dan peresmian rumah, inisiasi bagi anak-anak, cerita tersebut digambarkan proses seorang perdamaian, dan peresmian penurunan perahu pemuda menjadi seorang “ sikerei ” yang (Coronese, 1986: 92). Ada dua macam pesta di mempunyai kekuatan supranatural. Cerita tersebut Mentawai, yaitu punen dan lia. Lia adalah pesta menggambarkan seorang pemuda yang tidak kecil yang dipimpin oleh Ukui dan merupakan puas terhadap keindahan dirinya dan pergi dari pesta pribadi. Sementara itu, punen adalah pesta rumah, kemudian menjadi siamang dan menetap rakyat orang Mentawai yang dipimpin oleh di pepohonan. Pengorbanan dirinya menjadi Rimata 7 dan dibantu oleh Sikerei . Gambaran siamang berbuah manis ketika penduduk langit tersebut bisa kita lihat dari teks cerita di bawah (Taikamanua ) mendatanginya dan memberikan ini. kekuatan untuk mengobati orang sakit dan kekuatan lainnya. (2) Cerita mengenai seorang Kemudian datanglah penduduk langit pemuda yang mempunyai kekuatan disebut (Taikamanua ) ke dekat siamang baru itu. dengan “ sikerei ” yang diwakilkan dengan judul Orang langit ingin tahu apa sebenarnya yang dikehendakinya. Siamang jadi-jadian itu Pagetasabbau . Dalam cerita tersebut, berkata bahwa ia ingin lebih gagah dan Pagetasabbau digambarkan memiliki kekuatan tampan dari semua manusia, tetapi ternyata supranatural yang hebat, yaitu dapat meramal ia menjadi siamang. Ia diajak bersama-sama nasib, selamat dan bangun dari kematian, naik ke langit. Setelah sampai di langit, lalu menghidupkan kembali binatang yang sudah Sitakkigagailau disihir menjadi gagah dan mati, menumbuhkan kembali pohon yang sudah tampan, serupa dengan penduduk langit. ditebang, dan mengubah seseorang yang jelek Lalu penduduk langit berpesan kepadanya, menjadi tampan. nanti kalau sudah sampai di negerinya, jangan lupa mengadakan punen , memberikan Nilai-nilai pendidikan agama yang persembahan (Spina, 1981: 76). tergambar dalam kedua alur cerita yang telah Selama ini di bumi, waktu orang mengadakan dipaparkan di atas merupakan sikap patuh punen , tidak mempersembahkan kepada penduduk menjalankan ajaran agama yang dianutnya langit. Persembahan mereka ditujukan hanya merujuk kepada agama yang dipercayai oleh orang Mentawai, yakni arat sabulungan. 7Rimata adalah kepala Uma yang Schefold (1991: 125-134) memandang bahwa bertanggungjawab atas semua kegiatan yang dilaksanakan religi menurut pandangan orang Mentawai dalam punen .

98 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 1 Tahun 2019 kepada roh-roh hutan ( Taikaleuleu )(Spina, rajin dan malas. Hal tersebut digambarkan dalam 1981: 76) . cerita Sitakkigagailau berikut ini. Kedua , pelaku-pelaku cerita menurut Dahulu kala ada seorang pemuda yang kedudukannya dalam cerita Sitakkigagailau dan bernama Sitakkigagailau . Pemuda itu tidak Pagetasabbau adalah penduduk langit ( Taikamanua ), puas dengan keindahan tubuhnya . Ia roh-roh hutan ( Taikaleuleu ), dan sikerei . Di berambisi untuk menjadi lebih tampan dari samping pelaku laki-laki, terdapat pelaku semua manusia lain. Suatu ketika ia perempuan yang tidak jarang memegang peran menghias dirinya dengan pakaian dan bunga utama. Peran umumnya perempuan adalah berwarna warni. Di pandang dan dipatut- patut dirinya, namun ia tetap kecewa karena sebagai ibu dari pelaku laki-laki, yang ikut juga hiasan aneka bunga itu tidak menambah menentukan alur cerita. Selain pelaku manusia, ketampanan wajahnya (Spina, 1981: 72). terdapat juga pelaku siluman dan binatang. Pelaku-pelaku ini merupakan sebuah mitos yang Setelah sampai di langit, lalu Sitakkiggailau berkembang di Mentawai. Mitos tersebut mempunyai disihir menjadi gagah dan tampan, serupa dengan penduduk langit. Lalu penduduk peranan yang sangat penting sebagai penghubung langit berpesan kepadanya, nanti kalau sudah antara dunia nyata dan dunia supranatural. sampai di negerinya, jangan lupa mengadakan Penciptaan mitos dalam cerita Sitakkigagailau punen, memberikan persembahan (Spina, dan Pagetasabbau ini dipakai untuk sosialisasi 1981: 76). terhadap generasi berikutnya sebagai kekuatan Ibunya kesal melihat perangai anaknya ini untuk memberikan jatidiri kepada anggota lalu menegur “Apa yang kau cari dengan kelompok sosial tertentu dan yang membedakannya menghias diri setiap hari. Engkau enggan dengan kelompok sosial lainnya (Rudito dan bekerja, Menjadi anak pemalas . Beda Sunarseh, 2013: 5). Selain itu, Malinowsky sekali sifatmu dengan semua orang di sini!” (dalam Coronese, 1986: 53-54) menyatakan Teguran ibunya tak diperdulikan, bahkan timbul marahnya dan ia berminat minggat bahwa mitos mempunyai peranan praktis dalam dari rumah orang tuanya (Spina, 1981: 72). agama primitif. Mitos mengungkapkan, menguatkan dan mengatur kepercayaan, menyelamatkan dan Kemudian ia minta, supaya diberi kekuatan mempermudah pengertian moral, menjamin gaib, untuk dapat membuat hal-hal ajaib pelaksanaa ritus,serta mencatat norma-norma dihadapan penduduk dunia, sehingga menakjubkan mereka. Nanti manakala praktis bagi penggemblengan tingkah laku mereka melihat keajaiban itu, tentu mereka manusia. Mitos merupakan unsur penting akan memuji kekuasaan dari langit. peradaban manusia. Mitos tidak menjelaskan Akhirnya sang pemuda beroleh kekuatan kenyataan secara rasional atau secara fantastis, dari penduduk langit, seperti kekuatan melainkan menonjolkan iman dan kebijakan untuk mengobati orang sakit, serta masyarakat primitif. kekuatan lainnya. Alhasil ia diturunkan kembali ke bumi menjadi kerei (Spina, Menurut Pettazoni (dalam Coronese, 1986: 1981: 76) . 54) mitos bukan fiksi, bukan pula dongeng, tetapi sejarah mengenali kenyataan yang Cerita Pagetasabbau juga menunjukkan disebabkan oleh isi dan kesucian dari mitos bahwa dia dianggap sebagai roh yang melindungi tersebut. Isinya mengisahkan suatu peristiwa sikerei dan dianggap bapak oleh para sikerei di yang benar-benar terjadi dalam situasi masa Mentawai. Tokoh dalam cerita ini digambarkan silam, melahirkan suatu akibat kenyataan sebagai orang yang mempunyai ilmu-ilmu magis sekarang. Kesuciannya dapat mempertahankan seperti ilmu nujum untuk meramal sesuatu dan iman dan kepercayaan serta menyatukan rakyat ilmu sihir untuk mengubah sesuatu. Ilmu nujum melalui ritus. Hal inilah yang menjadikan mitos dan ilmu sihir merupakan salah satu aspek yang mengenai “ sikerei ” tetap hidup dan berkembang berkaitan erat dengan ritual-ritual yang akan di masyarakat Mentawai. “ Sikerei ” merupakan dilakukan orang Mentawai. Baik tidaknya perantara dan diyakini memiliki kemampuan sesuatu dan boleh tidaknya sesuatu ditentukan melihat dan berkomunikasi dengan roh-roh dan oleh hasil yang didapatkan dari praktik ilmu alam gaib. Kedudukan “ sikerei ” ini dikuatkan tersebut. Ilmu tersebut merupakan salah satu oleh adanya mitologi tentang tokoh yang pada aspek kepandaian yang harus dimiliki oleh dasarnya mempunyai sifat yang bertolak sikerei . belakang, yaitu antara tampan dan buruk, antara

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 1 Tahun 2019 99 Ketiga , cerita biasanya sering menyebutkan Penutup waktu berlangsungnya kejadian, sehingga Cerita rakyat yang berkembang di mengesankan cerita itu terjadi dalam sejarah Mentawai merupakan gambaran mengenai (Rusyana dan Wibisana, 1978: 83). Selain kosmologis mereka terhadap keselarasan hidup menyebut dan membayangkan waktu terjadinya, dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan cerita Pagetasabbau juga menyebutkan nama- lingkungan kebudayaan. Hal tersebut bisa kita nama suku. Nama-nama suku tersebut merupakan lihat dari dua cerita yang telah dipaparkan dalam nama suku yang ada di Mentawai, yaitu suku kajian ini mengenai Sitakkigagailau dan Tatubeket dan suku Talileuleu. Keempat , amanat Pagetasabbau yang berisi tentang asal mula yang terkandung dalam cerita Sitakkigagilau dan sikerei dan kekuatan supranatural yang Pagetasabbau mengenai kepercayaan masyarakat dimilikinya. Nilai-Nilai yang terkandung didalamnya Mentawai terhadap “ sikerei ” dan roh-roh yang merupakan sebuah gambaran ketaatan orang menghuni langit dan bumi. Hal tersebut tersimpul Mentawai terhadap kepercayaannya. Punen dalam alur cerita, pelaku dan perilakunya, serta menjadi salah satu media untuk memberikan dalam percakapan pelaku. Pelaku cerita seperti persembahan kepada roh dan jiwa agar setiap yang telah dikemukakan adalah sikerei , orang yang segala sesuatu yang mereka perbuat mendapatkan memegang peranan penting dalam cerita. Melalui kebaikan nantinya. Sementara itu, “sikerei ” percakapan pelaku maka ajaran keagamaan (dukun/perantara) menjadi pemimpin upacara dilakukan, seperti misalnya dalam percakapan dan perantara yang menghubungkan antara dunia antara Sitakkigagailau dengan penghuni langit. nyata dan dunia gaib. Kita kutip contoh percakapan penghuni langit (taikamanua ) yang ditujukan untuk Sitakkigagailau . Konsep harmonis dan rukun menurut mereka juga tergambarkan dalam kedua cerita “Sitakkiggailau disihir menjadi gagah dan tampan, serupa dengan penduduk langit. tersebut. Ketika mereka sudah berdamai dengan Lalu penduduk langit berpesan kepadanya, dunia lain yang diisi oleh roh dan jiwa, maka nanti kalau sudah sampai di negerinya, mereka juga berdamai dengan orang-orang di jangan lupa mengadakan punen , memberikan sekelilingnya. Uma menjadi tempat benteng persembahan. Selama ini di bumi, waktu orang yang kuat bagi mereka untuk menjaga batasan- mengadakan punen 8, tidak mempersembahkan batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. kepada penduduk langit. Persembahan mereka Secara garis besar “ arat Sabulungan ” menjadi ditujukan hanya kepada roh-roh hutan sebuah kitab tak tertulis bagi orang Mentawai (Taikaleuleu ) (Spina, 1981: 76)”. untuk menjaga keberlangsungan kehidupan Di samping aspek nilai ketaatan terhadap mereka dengan lingkungan alam, lingkungan kepercayaan orang Mentawai, mitos dan dongeng sosial, dan lingkungan kebudayaan. juga menggambarkan konsepsi hidup dan Melihat Mentawai sekarang, tidak seindah pandangan Orang Mentawai mengenai keharmonisan gambaran yang diceritakan dalam sebuah cerita dan keselarasan. Orang Mentawai menekankan rakyat. Mentawai telah berubah menjadi Sasareu pada keharmonisan dan keselarasan kehidupan (sebutan untuk orang-orang yang datang dariluar dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan Mentawai). Orang Mentawai sekarang tidak mengenal lingkungan kebudayaan. Semua unsur tersebut jati diri mereka, mereka telah meninggalkan selalu berkaitan dengan kehidupan supranatural kebudayaan yang mereka anggap sebuah yang ada dalam lingkungan mereka. Menurut ketertinggalan. Untuk menggali budaya Mentawai, Rudito dan Sunarseh (2013: 139), keberadaan khususnya tradisi bercerita ini, dibutuhkan peran dan kondisi dunia supranatural ini lingkungan dari berbagai pihak, khususnya Kementerian alam dan sosial budaya adalah cerminan dari Pedidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, kehidupan nyata. Bisa dikatakan orang Mentawai dan Kementerian Pariwisata untuk menghidupkan menganggap bahwa kesejahteraan dan keselamatan tradisi tersebut. Menghidupkan tradisi ini bukan hidup adalah tercapainya keselarasan hidup menggiring mereka untuk kembali kepada nyata dengan kehidupan supranatural yang kepercayaan yang lama, tetapi kegiatan ini berarti menjaga kelestarian dari alam serta sosial dijadikan sebuah media untuk mengenal mereka budaya. lebih dalam.

8Punen merupakan masa tabu yang mengikat semua anggota “ uma ”. kemudian istilah ini dipakai sekarang dalam arti pesta.

100 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 1 Tahun 2019 Daftar Pustaka ______. (2004). Saumanganya’ Hendak Kemana? . Padang: Yayasan Citra Mandiri Aminah, Nur. (2016). Nilai-Nilai Pendidikan Mentawai. Cerita Rakyat dalam Buku Sastra Lisan Lampung Karya Effendi Sanusi dan ______. (2006). Pulau Siberut: Keong dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Burung Camar . Padang: Yayasan Citra Lampung di Sekolah Menengah Pertama . Mandiri Mentawai. Tesis pada Program Pascasarjana Magister ______. (2007). UMA: Fenomena Keterkaitan Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah: Manusia dengan Alam . Padang: Yayasan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Citra Mandiri Mentawai. Universitas Lampung, Bandar Lampung. ______. (2012). Kumpulan Cerita Rakyat Bunanta, Murti. (2015). Memilah, Memilih dan Mentawai . Padang: Yayasan Citra Memanfaatkan Penulisan Cerita Rakyat Mandiri Mentawai. Anak dan Remaja dalam Metodologi Kajian Tradisi Lisan: Edisi Revisi . Kruyt, A.C. (1923). De Mentaweiers. Tijdshcrift Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. voor Indische Taal, Land en Volkenkunde . Coronese, Stefano. (1986). Kebudayaan Suku Mentawai . Jakarta: Penerbit Grafidian ______. (1924). Een bezoek aan de Mentawei- Jaya Jakarta. Einlanden. Tijdshcrift van het Nederlandsch Ardrijkskundig Genootschap. Danandjaja, James. (2007). Foklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain . Loeb, Edwin M. (1929b). Mentawai Myths . Jakarta: Grafiti. Bijdragen tot de Tall, Land en Volkenkunde . ______. (2015). Pendekatan Folklor dalam Penulisan Bahan-bahan Tradisi Lisan . Malik, Harto. (2013). Membangun Karakter Dalam Metodologi Kajian Tradisi Lisan , Bangsa Melalui Sastra Lokal: Suatu edisi revisi, diedit oleh Pudentia MPSS. Kajian pada Pertunjukan Pantun Jakarta: Yayasan Pustaka Obor dan Gorontalo dalam Foklor dan Foklif Asosiasi Tradisi Lisan. dalam Kehidupan Dunia Modern: Kesatuan dan Keberagaman . Yogyakarta: El-Menouar, Yasemin. (2014). The Five Dimensions Penerbit Ombak. of Muslim Religiosity: Result of an Empirical Study . Journal Citation and Mess, H.A. (1881). De Mentawei-einlanden. DOI, Methodes, Data, Analyses , Vol. 8 Tijdshcrift voor Indische Taal, Land en (1), 2014. Volkenkunde, uitgegeven door het Koninklijk Bataviaasch Genootschap Glock, C.Y. (1962). On The Study of Religious van Kunsten en Wetenschappen. Commitment . Religious Education . Special Issue. Persoon, Gerard dan Reimar Schefold. (1985). Pulau Siberut . Jakarta: PT. Bhratara Hansen, J.F.K. (1914). De Groep Noord-en Karya Aksara. Zuid-Pageh van de Mentawei-einlanden . BKI 70. Pudentia MPSS. (2016). Multikultur dan Pendidikan di Indonesia . Makalah Hasan, Said Hamid, dkk. (2010a). Bahan disampaikan dalam Seminar Multikultur: Pelatihan: Penguatan Metodologi Pembelajaran Konsep dan Aplikasinya dalam Dunia Berdasarkan Nilai- Nilai Budaya untuk Pendidikan, Yayasan Prayoga Riau, 1 Membentuk Daya Saing dan Karakter Nopember 2016. Bangsa Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa . Jakarta: Pusat Pusat Penulisan dan Pengembangan Biologi, Kurikulum, Balitbang, Kemdiknas. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. (1997). Pulau Siberut: Potensi, Kendala, Hernawati, Tarida. (2004). Mongan Poula: dan Tantangan Pembangunan . Jakarta: Nuansa Kebudayaan Samar-Samar . LIPI. Padang: Yayasan Citra Mandiri Mentawai. Rohmadi, Muhammad. (2013) . Foklor dan Folklife sebagai Media Pemertahanan

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 1 Tahun 2019 101 Bahasa dan Sastra Lisan dalam Konteks Suyanto dan Abbas. (2001). Wajah dan Kesatuan dan Keberagaman Budaya Dinamika Pendidikan Bangsa . Yogyakarta: Bangsa dalam Foklor dan Foklif dalam Adicita. Kehidupan Dunia Modern: Kesatuan Syahrul, Nilawati. (2013). Warahan dan Seni dan Keberagaman . Yogyakarta: Penerbit Mendongeng Etnik Lampung: Sebuah Ombak. Kajian Terhadap Kearifan Lokal yang Rosyani, Ika. (2013). Kehidupan Arat Sabulungan Tergerus Zaman dalam Foklor dan dalam Masyarakat Tradisional Mentawai . Foklif dalam Kehidupan Dunia Modern: Skripsi pada Universitas Pendidikan Kesatuan dan Keberagaman . Yogyakarta: Indonesia, Bandung. Penerbit Ombak. Rudito, Bambang dan Sunarseh. (2013). Tarobin, Muhammad, dkk. (2017). Nilai-Nilai Masyarakat dan Kebudayaan Orang Pendidikan Agama dalam Cerita Rakyat Mentawai . Padang: Dinas Kebudayaan Daerah . Jakarta: Balai Litbang Agama dan Pariwisata Provinsi Sumatera Barat, Jakarta. UPTD Museum Nagari. Tilaar, H.A.R dan Rian Nugroho. (2008). Rusyana, Yus dan Wahyu Wibisana. (1978). Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk Cerita Rakyat Daerah Jawa Barat . Memahami Kebijakan Pendidikan dan Jakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Kebudayaan Daerah Departemen Publik . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Pendidikan dan Kebudayaan. Tulius, Janiator. (2012). Family Stories: Oral Schefold, Reimar. (1991). Mainan Bagi Roh . Tradition, Memories of The Past, and Jakarta: Balai Pustaka. Contemporary Conflict over Land in Mentawai-Indonesia . Belanda: Dissertation ______. (2014). Aku dan Orang : of Universiteit Leiden. Menjaga Jiwa di Rimba Mentawai .

Jakarta: Penerbit Kompas dan KITLV- Sumber Internet Jakarta. Kusuma, Barry. (2016). Mentawai, Salah Satu Sihombing, Herman. (1979). Mentawai . Jakarta: Suku Tertua di Dunia. http://travel. Pradnya Paramita. kompas.com/read/2016/10/27/071000427/ Spina, Bruno. (1981). Mitos dan Legenda Suku mentawai.salah.satu.suku.tertua.di.dunia , Mentawai . Jakarta: Balai Pustaka. diakses pada 5 April 2017.

102 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 1 Tahun 2019