“GAGASAN PROF. DR. ABDUL MUKTI ALI TENTANG PEMBANGUNAN

KERUKUNAN BERAGAMA DI

Disusun oleh:

Munawaroh (11150321000040)

PROGRAM STUDI AGAMA - AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020

GAGASAN PROF. DR. ABDUL MUKTI ALI TENTANG PEMBANG UNAN

KERUKUNAN BERAGAMA Dl INDONESIA

Skripsi

I Diajukan U ntuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjan a Agarna (S.Ag) I

Oleh:

Muoawar oh 11150321000040

Diperiksa dan djse1ujui

Prof.Dr.H.M.rudwan Lubis }(:8821280018

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDJN

UNNERSIT AS JSLAM NEGERI (UIN) SYARJF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 B/2020 M

LEMBARPERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawab ini . Nama : Munawarob

NIM :11150321000040

Fakultas :Usbuluddin

Jurusan Parodi : Studi Agama-Agama

Judul Skripsi : "Gagasan Prof. Dr. Abdul Mukti Ali Tentang Pembangunan Kerukunan Beragama Di Indonesia"

Dengan ini saya menyatakan babwa:

1. Skripsi ini merupakan basil karya asli saya yang diajukan untuk memenubi salab satu persyaratan memperoleb gelar Strata Satu (S 1) di UIN Syarif Hidayatullab Jakarta. 2. Semua sumber dalam penulisan ini telab saya cantumkan sesuai dengan ketentuan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di UIN SyarifHidyatullab Jakarta.

3. Jika dikemudian bari terbukti babwa karya saya ini bukan basil karya asli saya atau ·' merupakan basil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di UIN Syarif Hidayatullab Jakarta.

ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul, “Gagasan Prof. Dr. Abdul Mukti Ali Tentang

Pembangunan Kerukunan Beragama Di Indonesia” telah diujikan dalam siding munaqosyah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus pada tanggal 1 september 2020 dihadapan dewan penguji. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Strata Satu (S1) pada program studi Agama-Agama.Ciputat,

28 September 2020

Sidang Munaqosyah,

Ketua Merangkap Anggota, Sekertaris Merangkap Anggota,

Syaiful Azmi, MA Lisfa Sentosa Aisyah, MA NIP. 19710310 199703 1 005 NIP. 19750506 200501 2 003

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Drs. Ismatu Ropi, M.A, Ph.D. Siti Nadroh, MA NIP. 19691115 199503 1 002 NIDN. 9920112687

Pembimbing,

Prof. Dr. H. M. Ridwan Lubis, MA NIDN. 8821280018 ABSTRAK

Munawaroh, “Gagasan Prof. Dr. Abdul Mukti Ali Tentang Pembangunan Kerukunan Beragama Di Indonesia”. Indonesia adalah negara yang multikultural tidak hanya budayanya yang berbeda-beda, namun juga agama yang sangat beragam, dalam dinamika pemikiran keagamaan adalah ketegangan-ketegangan bahkan seringkali muncul konflik sampai terjadi pertempuran hanya karna konflik keagamaan yang fanatic antara satu kepercayaan dengan kepercayaan yang lainnya. Ketegangan antar doktrin agama yang sakral dan dunia dianggap profan, dan semua ini tidak pernah terselesaikan di mana pun, terutama dalam masyarakat yang modernisasi, namun sesungguhnya jika kita telaah lebih dalam antara agama yang sakral dan yang profan, keduanya harus berhubungan secara dialektis sehingga menjadi dinamis, atau antara semangat ketuhanan senantiasa berkaitan erat dengan dan tidak bias terpisahkan dengan semangat kemanusiaan, seperti tertulis dalam semboyan Indonesia yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu, itu pun yang dilakukan oleh Mukti Ali untuk menuju Indonesia yang sejahtera dan bahagia tanpa sekat dan jurang perbedaan yang membuat Indonesia menjadi negara terpuruk dikarenakan buruknya hubungan antar bangsanya yang multikultural ini. Walupun berbeda keyakinan namun harus saling memahami dan saling mengerti antar sesama sebagaimana juga dalam salah satu pendapat Mukti Ali yang berbunyi Agree and Disagreement, yang berarti setuju dalam perbedaan yang mana penafsirannya yaitu saling menghormati dan saling menjaga serta menyayangi sesama manusia dan bangsa Indonesia walaupun kepercayaannya tak sama, ini yang dilakukan dengan luas sekali penjabarannya didalam solusi-solusi yang Ia berikan untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam pandangan Mukti Ali untuk mewujudkan tantangan umat beragama khususnya kaum muslimin hari ini dan kedepan adalah mewujudkan keyakinan pada agama dalam kehidupan sehari-hari, dalam perkataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasannya berbicara atau rancangan-rancangan saja tidak akan bisa mewujudkan kebahagiaan dalam kerukunan tanpa adanya gerakan dari para pemeluk agama atau masyarakat beragama untuk mencapai cita-cita tersebut. Nilai penting agama semstinya tidak hanya pada keimanan dan ritual belaka, seharusnya juga dalam aktualisasi ajaran dan nilai agama itu dalam kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa

iv dan negara dalam kehidupan sehari-hari, obsesi Mukti Ali adalah ingin membangkitkan dialog antaragama dalam rangka menghilangkan kecurigaan. Oleh sebab itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengingatkan kembali tentang pentingnya keragaman agama yang damai dalam perbedaan, tidak ada merasa paling benar dalam berkeyakinan dalam beberapa metode yang Mukti Ali jabarkan salah satunya adalah dialog antar agama yang sangat dicita-citakan terwujud dengan baik di Indonesia dalam konteks situasi intrn umat Islam dan antarumat beragama di Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah melihat kekurangan dan kelebihan pendapat Mukti Ali dalam berpendapat tentang pembangunan keberagaman agama di Indonesia yaitu kelebihannya sangat banyak dan tercapai jika adanya kerjasama antar masyarakat dan system pemerintahan. Kekurangannya adalah tidak adanya action dalam perwujudan keberagamaan yang multikultural dalam berdialog antar agama sehingga masih sering menimbulkan kecurigaan antara agama yang satu dengan agama yang lainnya, dalam penelitian yang selanjutnya saya harap bisa meneliti tentang kelanjutan dialog Mukti Ali secara keseluruhan dalam terwujudnya di zaman yang modernisasi saat ini, karna memiliki perbedaan keadaan zaman Mukti Ali dengan zaman yang saat ini, menurut saya bisa terwujud dialog yang Mukti Ali kemukakan namun harus ada sedikit pembaharuan dalam melakukannya di zaman sekarang untuk realisasi pencapaiannnya, salah satu pembaharuannya adalah adanya peran penting pada setiap pemuda dan membangun organisasi kemasyarakatan untuk mensosialisasikan dan mengikrarkan serta menjalankan angan-angan dalam kerukunan beragam di Indonesia, ada syarat kedua yang sangat penting dan ini juga sempat dibahas oleh Mukti Ali bahwasannya negara ini membutuhkan pemuda yang cerdas dalam berfikir dan pandai dalam berbahasa. Kata kunci: Mukti Ali, Kerukunan

v KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaan Nirrahim…… Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahirobbil „alamiin segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Gagasan Prof. Dr. Abdul Mukti Ali Tentang Pembangunan Kerukunan Beragama Di Indonesia, dengan tepat waktu. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi agung Muhammad Saw. Dalam penulisan ini, penulis menyadri akan banyak kekurangan, kendala, hambatan, dan juga kesulitan yang dihadapi baik dalam pengaturan waktu, pengumpulan bahan-bahan maupun kondisi objektif di lapangan dan sebagainya selama masa pengerjaan. Namun dengan pertolongan Allah SWT, serta berkat kesungguhan hati dan kerja keras penulis dapat melewati saat-saat tersulit yang dihadapi. Hal ini juga tidak terlepas dari dukungan, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak yang selalu menyertai penulis. Untuk itulah penulis ingin sampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Amani Lubis, selaku Rektor Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negri (UIN)

3. Syaiful Azmi, MA, selaku ketua Jurusan Studi Agama-agama yang telah meluangkan banyak waktu dan juga memberikan banyak arahan. 4. Lisfa Sentosa Aisyah, MA, selaku sekretaris Jurusan Studi Agama-agama yang telah memberikan dukungan kepada penulis dan sudah banyak membantu penulis dalam mengurus semua keperluan skripsi hingga selesai. 5. Prof. M. Ridwan Lubbis, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan banyak waktunya untuk membimbing, memberi petunjuk, arahan, dan nasehat kepada penulis dengan ikhlas dan teliti serta dengan penuh kelembutan dalam menyampaikan semua arahannya demi keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Segenap bapak dan ibu dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen pengajar Studi Agama-agama yang dengan sabar dan ikhlas meluangkan waktunya untuk mengajarkan

v ilmu-ilmu pengetahuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Semoga apa yang telah dilakukan oleh bapak ibu diberikan balasan terbaik oleh Allah SWT. 7. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, yang telah memfasilitasi untuk mengadakan studi kepustakaan, dan staf Akademik Fakultas ushuluddin yang telah memberikan dan memfasilitasi terhadap surat menyurat. 8. Semua pihak yang telah bersedia diwawancarai yaitu Dr. Abd Moqsith, M.Ag, Prof. Ali Munhanif, M.A., Ph.D., Pastor Agustinus Ulahayanan, Pr Prof. Dr. H. Kautsar Azhari Noer. Yang bersedia melungkan waktunya yang super sibuk demi untuk membagi ilmunya yang sangat berpengaruh terhadap kelengkapan skripsi ini, dengan penjelasan yang super duper keren serta lengkap dan rinci dengan penyampainnya yang nyaman dan sangat dimengerti oleh pewawancara disertai dengan sikap lemah lembutnya mereka para panutan penulis sendiri yang sangat dikagumi, saya sangat berterimaksih tidak adanya kalian niscaya skripsi ini tidak akan lolos dan tidak akan lengkap. 9. Bapak tercinta Rusli, dan tentunya Ibu tercinta Asmi, adik-adikku tersayang, paman,bibi dan kemonakanku tersayang yang selalu memebri dukungan, motivasi, serta do‟a- do‟a yang tulus demi kelancaran skripsi ini,yang membuat penulis tak pernah patah semangat, dan selalu memanjatkan syukur dengan dihadirkan kalian dihari-hari penulis yang membuat tertawa dan bahagia. 10. Kakakku satu-satunya Sani‟ah yang selalu membantuku dalam segala hal, semoga Allah selalu membahagiakanmu dimanapun dan kapanpun kau berada serta semoga rahmat dan hidayah Allah selalu menyertaimu dalam setiap nafas dan langkah. 11. Kelurga besar penulis di Pondok DAAR EL HIKAM, teteh kobong 2 dan teteh- teteh kobong 3 terkhusus Abi dan umi beserta kelurga, terimakasih motivasi-motivasinya serta uluran tangan disetiap kesulitan yang dihadapi penulis selama pembutan skripsi yang membuat penulis dapat tertawa lepas penghilang lelah dan stress, tawa kalian akan selalu terkenang. 12. Keluargaku pengurus dari angkatan 2018- angkatan 2020 yang selalu memberi ruang lepas dan bebas berkarya dan berfikir cerdas dan bekerja keras, terimakasih motivasi yang selalu terucapkan baik dengan lisan maupun perbuatan yang membuat penulis sangat bersyukur telah mengenal dan dekat dengan kalian teteh-tetehku.

vi 13. Keluargaku ustdzah-ustdzah Puput Roniyansyah, Neng Tya, Euis Aisyah, Nihlatul Faiziah dan Halimatusa‟diah yang selalu menyemangati dan memberi bantuan setiap saat, baik bantuan moral maupun materi, selalu kompak, dan ketawa bareng dengan lepas, terimakasih banyak kalian ter big love, semoga persahabatan dan persaudaraan ini tetap terjalian tidak hanya di dunia, namun sampai di surganya Allah SWT amiin 14. Kepada teman teman yang sebagian sudah membantu lainnya yaitu kak Adam, agung,Tyan, onah 15. Kepada Ade Ulfatunnajah dan Novi my miss terimakasih banyak atas bantuannya, mau direpotin untuk membantu cara bikin skripsi yang baik 16. Kepada Nella, Umi dan teman angkatan di Madinatul Ilmi (MI) terimkasih atas bantuan dan doa kalian, terutama Nella yang udah bantu mencari Narasumber sampe tersesat dan jalan jauh banget, semoga Allah membalas kebaikanmu Nella 17. Kepada angkatan SAA 2015 terimakasih sudah membersamai selama beberapa tahun ini bertemu dengan kalian adalah anugrah terindah, semoga kalian sukses kedepannya. 18. Dan tak lupa kepada abang ojol untuk selalu setia menemani dalam setiap perjalanan.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu oleh penulis, semoga Tuhan mebalaskebikan kalian semua, amin. Penulis hanya dapat memohon kepada Allah SWT. Semoga berkenan menerima segala kebikan dan ketulusan kalian semua serta memberikan kebaikan atas amal baik kalian semua. Terakhir, penulis ucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan kata yang kurang sesuai, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Lampung, 5 Juni 2020

Munawaroh

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………..i LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………………………………….i LEMBAR PERNYATAAN...…………………………………………………………………...ii LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………………………….iii ABSTRAK……………………………………………………………………………………….iv KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..v DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………………….1

B. Batasan dan Rumusan Masalah…………………………………………………….7 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian…………………………………………………...7 D. Kajian Pustaka……………………………………………………………………. ... 8 E. Metodologi Penelitian………………………………………………………………..9 F. Sistematika Penulisan ……………………………………………………………...10

BAB II RIWAYAT HIDUP MUKTI ALI

A. Latar Belakang Keluarga Mukti Ali…...……………………………………...... 12 B. Pendidikan Mukti Ali ...... 16 C. Perkembangan Karir Akademis Mukti Ali ...... 22 D. Pengaruh Mukti Ali ...... 24

BAB III PEMIKIRAN MUKTI ALI TENTANG KERUKUNAN A. Indonesia Sebagai Negara Majemuk...... 27 B. Keragaman Agama di Indonesia...... 30 C. Keragaman Kepercayaan ...... 33

BAB IV STRATEGI MUKTI ALI DALAM UPAYA MEMBANGUN KERUKUNAN A. Agree and Disagreement...... 37 B. Dialog Aksi ...... 39 vi C. Kerjasama Sosial ...... 40 D. Pengembangan Peran Negara...... 42 E. Pengembangan Gerakan Hukum ...... 44

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...... 47 B. Penutup ...... 48 C. Daftar Lampiran ...... 50 D. Data Narasumber ...... 62 E. Data Riwayat Hidup ...... 63

DAFTAR PUSTAKA ...... 65

vii

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia disebut juga dengan Republik Indonesia (RI) atau Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara daratan benua Asia dan Australia, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Nama alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara. Dengan populasi Hampir 270.054.853 jiwa pada tahun 2018, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dengan lebih dari 230 juta jiwa. Bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan dan bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Presiden yang dipilih secara langsung. Ibu kota negara Indonesia adalah Jakarta. Indonesia berbatasan darat dengan Malaysia di Pulau Kalimantan dan Pulau Sebatik, dengan Papua Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor. Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India. Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya. Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting sejak abad ke-7, yaitu sejak berdirinya Kerajaan Sriwijaya, sebuah kemaharajaan Hindu-Buddha yang berpusat di Palembang. Kerajaan Sriwijaya ini menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India, juga dengan bangsa Arab. Kerajaan-kerajaan beragama Hindu dan/atau Buddha mulai tumbuh pada awal abad ke-4 hingga abad ke-13 Masehi, diikuti para pedagang dan ulama dari jazirah Arab yang membawa agama Islam sekitar abad ke-8 hingga abad ke-16, serta kedatangan bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra. Setelah berada di bawah penjajahan Belanda selama hampir 3 abad, Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945. Selanjutnya, Indonesia mendapat berbagai tantangan dan persoalan berat, mulai dari seringnya terjadi bencana alam, praktik korupsi yang masif, konflik sosial, gerakan separatisme, proses demokratisasi, dan periode pembangunan, perubahan dan perkembangan sosial-ekonomi-politik, serta modernisasi yang pesat. Dari Sabang di ujung Aceh sampai Merauke di tanah Papua, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Berdasarkan rumpun bangsa (ras), Indonesia terdiri atas

1 2

bangsa asli pribumi yakni Mongoloid Selatan/Austronesia dan Melanesia di mana bangsa Austronesia yang terbesar jumlahnya dan lebih banyak mendiami Indonesia bagian barat. Secara lebih spesifik, suku bangsa Jawa adalah suku bangsa terbesar dengan populasi mencapai 41,7% dari seluruh penduduk Indonesia. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika" ("Berbeda-beda namun tetap satu"), bermakna keberagaman sosial-budaya yang membentuk satu kesatuan/negara. Selain memiliki populasi penduduk yang padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.1 Dalam penjabaran Indonesia diatas yang menunjukkan bahwa begitu luasnya dan banyaknya penghuni didalamnya perbedaan ras, bangsa, maupun agama, yang memberikan kemudahan sekaligus kesukaran dalam berfikir dan bertindak karna banyaknya perbedaan serta banyaknya kepala yang berbeda doktrin. Namun jika mampu memberi manfaat antara perbedaan untuk pengetahuan Maka sejatinya pluralitas ini jika dipelihara dan dipahami dengan baik, akan menjadi potensi bagi pembangunan bangsa dan negara, karena umat saling membantu memberika tenaga, pikiran dan fasilitas untuk mendukung pembangunan. Potensi persatuan dan kesatuan bangsa ini diwujudkana dalam kehidupan sosial politik, ekonomi, kesenian, lembaga pemerintah dan lain sebagainya. Karena kemajemukan tersebut adalah kekayaan dan modal sosial (social capital) bangsa serta merupakan sumber kearifan luhur yang dapat menjadi perekat harmonisasi hubungan sosial sekaligus energi pengikat yang membaurkan berbagai elemen masyarakat yang heterogen.

Dalam konteks demikian, dengan berkembangnya keanekaragaman agama dan budaya tersebut menjadikan Indonesia dikenal sebagai bangsa yang multikultural, bukan monokultural. 2 Kenyataan ini bisa berpotensi positif dan negatif, bergantung bagaimana menyikapinya. Ketidakseimbangan antar negara bukanlah satu-satunya dan bahkan bukan yang paling menentukan. Ketidak seimbangan ekonomi dan status disebagian besar negara juga sedang meningkatkan atau paling tidak lebih kentara (namun kurang diterima). perbedaan gaya hidup antara yang kaya dan yang miskin membuat kesenjangan ini lebih mengemuka. Selain itu, dibeberapa negara ada perbedaan antar kelompok etnis dan kelompok agama yang berbeda, menyebabkan timbulnya reaksi yang diartikulasikan dalam istilah-istilah yang berkenaan dengan

1 https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia

2 Rambe. Toguan, Pemikiran Mukti Ali terhadap kerukunan umat beragama, Tesis, diakses tanggal 08 Juli 2019 3

etnis dan agama. Perkembangan ekonomi hampir disetiap tempat menyebabkan dislokasi sosial yang keras dan menggoncang sistem nilai moral tradisional. Banyak problem moral baru yang telah muncul, yang memberikan tantangan yang lebih serius terhadap pemikiran agama tradisional. Para pemikir, juru dakwah dan aktivis agama harus menafsirkan, menerangkan dan memformulasikan ide-ide mengenai relevansi agama mereka dengan situasi yang ada. Pencarian untuk memberi jawaban terhadap persoalan dan strategi tesebut perlu diikuti. Kita hidup di dunia yang mempunyai perbedaan dan pluralisme luar biasa. Termasuk pluralisme keagamaan yang kompleks, yang membutuhkan ketelitian kajian untuk memperkirakan seberapa jauh warisan keagamaan dan spiritual umat manusia manusia mampu membantu dunia yang lebih adil dan penuh kedamaian.3 Dalam masalah ini agar tidak terjadinya perbedaan pendapat dan menjadikannya berselisish antar sesame makhluk Tuhan dan sekaligus bangsa Indonesia yang Multikultural diperlukan kajian tentang pentingnya toleransi, salah satunya toleransi yang diajarkan Mukti Ali yang akan kita Bahas di bab selanjutnya. Mukti Ali mengalami Karier politi yang berada di puncak ketika menjabat Menteri Agama tahun 1971 hingga tahun 1978. Saat itulah ia antara lain menggagas model kerukunan antar-umat beragama. Bagi Mukti Ali, gagasan kerukunan beragama ini amat penting untuk menciptakan harmonisasi kehidupan nasional. Apalagi di masa-masa itu, konflik antar-agama kerap kali terjadi serta banyak orang yang memiliki keraguan dan tanda tanya yang muncul melalui agama dalam 4 konteks historis untuk menghadapi berbagai kehidupan sosial dan keagamaan di Indonesia. Berkenaan dengan ide pembangunan dan modernisasi yang dijalankan oleh pemerintahan

Soeharto, sebenernya menjelang pergantian dasawarsa tahun 1960-an, modernisasi telah menjadi tema penting dalam konteks perubahan sosial, politik ekonomi dan keagamaan di Indonesia. Hanya saja pembicaraannya hanya sebatas di kalangan intelektual muslim Indonesia. Mereka menyadari bahwa modernisasi merupakan persoalan yang tidak bisa dihindarkan oleh suatu negara yang sedang membangun, seperti Indonesia. Modernisasi seakan satu paket dengan program dan

3 Mukti Ali, Agama dalam pergumulan masyarakat kontemporer, cet 1, : Tiara Wacana Yogya 1997, hal 4-7

4 singgih Basuki, Pemikiran keagamaan A. Mukti Ali, Yogyakarta: SUKA-press, Januarai 2013 hal 10 4

paket pembangunan. Untuk inilah, sejak akhir 1960-an, kalangan kalangan muda muslim dan dari 5 organisasi kampus dan organisasi sosial keagamaan aktif membahas masalah modernisasi. Dengan begitu Mukti Ali mendapat kepercayaan untuk membangun negara dengan membangun kerukunan umat beragama terlebih dahulu, namun untuk mengarahkan seluruh potensi keragaman ke arah yang positif, tentunya diperlukan suatu usaha yang dapat menumbuhkan bahkan mempertahanan kondisi masyarkat yang mengedepankan nilai-nilai keserasian dan sikap toleransi antarumat beragama. Dengan ilmu perbandingan agama sebagai wadah gerakan pengetahuan untuk mengatasi ketegangan antara dialog dan dakwah. Dalam hal ini ilmu perbandingan agama diasumsikan sebagai sebuah jalur alternatif yang dapat digunakan untuk mencapai keharmonisan,6 disertai dialog dan dakwah yang tak terpisahkan serta terdapat wujud keserasian yaitu dengan adanya kesediaan dari semua pihak untuk berdialog, sebab dialog itu sendiri melibatkan adanya pandangan dari pendekatan positif suatu pihak kepada pihak-pihak yang lain. Dengan adanya dialog itu, pada urutannya sendiri akan menghasilkan pengukuhan keserasian, kerukunan dan saling pengertian, dengan perkembangan dan perkembangan yang terjadi di Indonesia, maka Indonesia akan menjadi negara yang aman, damai serta dititik beratkan 7 pada agama yang mapan dan mampu diteliti secara ilmiah Sejalan dengan itu, salah satu nama baik Negeri kita Indonesia adalah dengan adanya pengakuan Internasional tentang adanya keserasian kehidupan antar agama, toleransi dan saling pengertian. Tentu dalam hal ini, diperlukan usaha serius yang dapat menumbuhkan bahkan mempertahankan kondisi masyarakat yang mengedepankan nilai keserasian dan sikap toleransian antarumat beragama. Di antara wujud keserasian adalah dengan adanya kesediaan dari semua pihak untuk berdialog, sebab dialog itu sendiri melibatkan adanya pandangan dari pendekatan positif suatu pihak kepada phak-pihak yang lain. Dengan adanya dialog itu, pada urutannya sendiri 8 akan menghasilkan pengukuhan keserasian, kerukunan dan saling pengertian.

5 Halimah Dja‟far, Modernisasi keagamaan Islam di Indonesia, (jurnal penelitian sosial keagamaan vol. 21. no.2, Des 2016)

6 Syamsudha Saleh, “Keharmonisan antara dialog dan dakwah (Prespektif Ilmu Perbandingan Agama)” Jurnal Al-Adyaan, Volume 1, Nomor 2, Desember 2015

7 Toguan Rambe, pemikiran A. Mukti Ali dan kontribusinya, (jurnal Al-Lubb, Vol. 1, No. 1, 2016: 24-42),

8 Toguan Rambe, Pemikiran Mukti Ali Terhadap Kerukunan Umat Beragama, Tesis, diakses tanggal 09 juli 2019 5

Di Indonesia Terdapat konseptor atau pencetus kerukunan umat beragama di Idonesia bahkan sampai mancanegara, konseptor tersebut yang mengubah carapandang masyarakat Luas dalam memandang perbedaan, yaitu Mukti Ali. Beliau yang menjadi Mentri Agama pengganti K.H Muhammad Dahan. Pada zaman presiden Soeharto yang diangkat langsung oleh presiden Soeharto karena kepiawainnya dalam ilmu agama dan akademis serta memiliki kecendrungan memiliki toleransi agama yang kuat dan Saat menjadi mentri Agama RI (1971-1978) Mukti Ali menggagas kerukunan umat beragama untuk menciptakan harmonisasi nasional. Mukti Ali dikenal sangat peduli dengan problem kerukunan hidup umat beragama di Indonesia yang pluralistik. Dalam konteks situasi ini dan kondisi historis bangsa yang sering terjadi ketegangan dan konflik antar umat beragama serta terdorong oleh naluri keilmuannya yang kuat, dia merespon dan berusaha memberikan sumbangan pemikirannya terhadap problem tersebut dengan mencoba menciptakan dan mengajarkan konsep tentang kerukunan hidup antarumat beragama dengan ungkapan agree in disagreement. Prinsip ini sepenuhnya membiarkan masing- masing komunitas agama yang berbeda secara bersungguh-sungguh melaksankan ajarab 9 agamanya serta Mukti Ali, memiliki gagasan, dimana gagasan ini amat penting dan urgen dalam kerangka untuk menciptakan harmonisasi kehidupan nasional mengingat saat itu sering terjadi konflik antar- agama. Setahu penulis, tahun 70-an Indonesia sedang dilanda krisis pangan dan politik, masa-masa transisi Orla ke Orba pimpinan Soeharto, yang berimplikasi kerapnya “singgungan”, “gesekan”, “benturan”, seringnya kontak fisik dan konflik horizontal yang melibatkan kehidupan antar-umat beragama. Bagi Mukti Ali, ini sangat menyedihkan dan tidak boleh dibiarkan berkepanjangan. Background inilah yang mendorongnya untuk berpikir mencari gagasan baru sebagai solusi yang tepat, bijak, manusiawi dan berkeadilan. Pemahaman yang mendalam terhadap pentingnya membina kerukunan antar umat beragama ini mendorong Mukti Ali untuk mencanangkan sebuah konsep pemikiran perubahan demi kemajuan rakyat Indonesia yang lebih toleran dan untuk mencapai tujuan kedamaian serta membangkitkan kembali semboyan Indonesia “bhineka tunggal ika” oleh sebab itu saya akan membahas tentang Gagasan Mukti Ali tentang Pembangunan Kerukunan beragama di Indonesia

9 Toguan Rambe, pemikiran A. Mukti Ali dan kontribusinya,: 24-42 6

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Kerukunan umat beragama di Indonesia sudah terkenal hingga mancanegara, banyak teori yang digunakan dalam membangun kerukunan umat beragama di Indonesia, namun penulis membatasi pembahasan tentang teori-teori kerukunan umat beragama dan relevansinya di Indonesia, yang dicetuskan oleh H. A Mukti Ali sebagai konseptor pembangunan dalam kerukunan keberagamaan yang ada di Indonesia. 2. Rumusan Masalah

Dalam skripsi ini penulis membatasi penelitian secara merinci dan hanya ada satu pertanyaan tentang konsep kerukunan Mukti Ali yaitu Bagaimana Gagasan Tentang Pembangunan Kerukunan Umat Beragama Menurut Mukti Ali di Indonesia? C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian ini berdasarkan perumusan dan batasan masalah di atas, maka ada dua hal yang mendasarserta spesifik yang menjadi tujuan dan kegunaan dari penelitian ini, yaitu: 1. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui gagasan tentang pembangunan kerukunan umat beragama di Indonesia menurut Mukti Ali? 2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan secara teoritik-akademik dari penelitian ini adalah:

1) Sebagai sumbangan pemikiran untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan secara teoritis dan relevan tentang konsep kerukunan umat beragama menurut Mukti Ali serta relevansinya di Negara Indonesia saat ini. 2) Memberikan sumbangan materi dalam pemahaman, dalam rangka membentuk kemandirian untuk kehidupan di era globalisasi yang semakin mengalami persaingan yang ketat. 3) Memberi sumbangan informasi atau acuan bagi yang berminat mengadakan penelitian tentang konsep kerukunan umat beragama prespektif Mukti Ali di Indonesia 7

4) Mewujudkan Tri Dharma perguruan tinggi dan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana agama di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. b. Kegunaan secara praktis dari penelitian ini:

1) Memberi informasi dan masukan kepada semua pihak yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan pendidikan, dalam memaksimalkan peran pendidikan sebagai solusi menghadapi tantangan kehidupan. 2) Menggugah generasi muda tentang pentingnya toleransi agama

3) Bermanfaat untuk semua pihak yang memahami akan pentingnya sebuah kerukunan umat beragama di Indonesia dalam membangun negara bermartabat dan berjaya. D. Kajian Pustaka

1. Elihami, Magister Stkip Muhammadiah Enkarang, jurnal yang berjudul “Pemikiran Mukti Ali” hasil tersebut adalah membahas tentang krisis multi dimensi di era Globalisasi dan dengan adanya pembahasan tentang agama dan pemikiran-pemikiran Mukti Ali dalam kerukunan umat beragama, terjadi perubahan yang signifikan, kajian ini ada kaitannya dengan apa yang saya kaji didalam skripsi ini, oleh sebab itu ada beberapa yang saya ambil sebagai bahan referensi 2. Azis Fajri Syarifudin dan Retno Ajiyastuti, jurnal yang berjudul “Pemikiran Mukti Ali Tentang Studi Islam” yang membahas keadaan agama pada awal 60-an sampai 70-an di Indonesia yang lemah dan beberapa Fundamental yang dikemukakan oleh Mukti Ali terhadap timbulnya keraguan mengenai agama. Saya terinspirasi dalam membaca kajian ini untuk melanjutkan penulisan tentang Mukti Ali dalam bentuk skripsi yang saya emban saat ini. 3. Hanung Sito Rohmawati, jurnal yang berjudul “Peneleitian Agama Dalam Pandangan A. Mukti Ali dan Joachim Wach” penelitian ini berisi tentang peran penting Mukti Ali dan Joachim dalam studi agama terutama dalam ilmu perbandingan agama serta pandangan- pandangan mereka dalam perbandingan agama dalam pendidikan, ada beberapa yang sejalan dengan skripsi yang saya kaji oleh sebab itu saya ambil untuk bahan referensi dalam kajian terdahulu ini. 8

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

penelitian ini menggunakan metode gabungan antara penelitian lapangan dan pustaka Pada penelitian ini, penulis mengambil judul tentang GAGASAN MUKTI ALI TENTANG PEMBANGUNAN KEBERAGAMAN AGAMA DI INDONESIA penulis melakukan pengamatan pustaka yang didukung oleh data primer dan data skunder, bersikap deskriptif- analisis yaitu dengan mendeskripsikan secara terperinci terkait dengan masalah yang hendak diteliti kemudian menganalisis setiap masalah untuk memperoleh pemahaman secara komprehensif serta terjun lapangan untuk memperjelas penelitian secara langsung. 2. Sumber Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah berasal dari sumber primer dan skunder. Sumber primer artinya data yang didapat dari sumber pertama, seperti wawancara kepada seseorang atau pengamatan langsung terhadap objek penelitian yang dilakukan oleh penulis. Sekunder artinya data-data yang diperoleh dari hasil penelitian orang lain yang sudah dioleh menjadi data-data, buku, jurnal, tesis, dan skripsi. Penelitian ini merupakan library research dan lapangan yang menggunakan referensi utama buku-buku aerta wawancara tokoh-tokoh dengan orang yang berkaitan dengan teori kerukunan beragama Mukti Ali 3. Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini termasuk penelitian library research, serta wawancara maka teknik pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi, observasi dan wawancara, serta melakukan kajian pustaka yang sebagian besar perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional, maupun perpustakaan pribadi yang menyedian literatur atau referensi yang berkaitan dengan tema yang diangkat pada penelitian ini. Semua buku yang berkaitan dengan pemahaman ini dikumpulkan dan diklasifikasikan berdasarkan relevansi terhadap pemahaman penelitian ini. Setelah semua buku telah diklasifikasikan maka langkah selanjutnya adalah dibaca dan diteliti dan pada akhirnya dimasukan pada pembahasan penelitian yang diangkat dan meneliti ke berbagai tempat salah satunya PGI serta mewawancarai beberapa orang yang kopenten dibidang yang saya teliti, yang tak lain adalah dosen-dosen yang mengkaji beliau atau yang pernah ikut kajian beliau dan sebagian 9

adalah mewawancarai pastor yang mengetahui perjuangan Mukti Ali serta yang ikut terjun dalam menyuarakan toleransi agama. 4. Teknik Penulisan

Teknik penulisan pada penelitian ini mengacu pada buku pedoman Penulisan Karya Ilmiah Tahun 2007 yang diterbitkan oleh peneliti CeQda. F. Sistematika Penelitian

Pembahasan ini disusun dalam lima bab. Bab 1 adalah pendahulu-an. Di dalamnya menjelaskan tentang latar belakang masalah dan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Di bagian ini juga dikemukakan secara umum konsep kerukunan agama menurut Mukti Ali. Pada bab II, Akan Diuraikan Tentang Riwayat Hidup Mukti Ali

Pada bab III, Konsep Pemikiran Mukti Ali Tentang Kerukunan Umat Beragama serta Perubahan Sosial

Pada bab IV, Kerukunan dan Pembangunan Keberagamaan Mukti Ali di Indonesia.

Kesimpulan pada penelitian ini akan dibahas pada bab V. bab ini akan memberikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang dijelaskan oleh penulis dari bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini pula akan memberikan jawaban terhadap masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu gagasan Mukti Ali tentang pembangunan kerukunan beragama di Indonesia Tidak lupa pula saran-saran dan rekomendasi yang bersifat konstruktif seputar persoalan tersebut pada khususnya.

BAB II

RIWAYAT HIDUP MUKTI ALI

A. Latar Belakang Keluarga Mukti Ali

Kota Cepu merupakan Kota Kawedanan. Kota tersebut tidak begitu besar. Dalam peta, tergambar sangat kecil, walaupun dalam beberapa hal, kota ini memiliki keistimewaan tersendiri 10 dan berpotensial. Mukti Ali lahir di Kota Cepu tersebut pada tanggal 23 Agustus 1923 dengan nama kecil Boedjono dari orang tua yang bernama Idris (setalah naik haji dikenal sebagai H. Abu Ali ) dan ibunya bernama Muth‟iah (setelah berhaji dikenal sebagai Hj. Khadijah) Serta memiliki 6 saudara 11 kandung. Keluarga Abu Ali sebagai penghasil dan pedagang tembakau, membuatnya akrab dengan masyarakat setempat. Kebiasaan masyarakat setempat pada saat itu Abu Ali merasa prihatin karena pada saat itu masyakar sering sekali menghambur-hamburkan uang serta berjudi berjudi yang membuat masyarakat setempat selalu menghutang untuk menutupi kebutuhuan sehari-harinya sehingga pengahasilan mereka tidak stabil dan tidak meningkat sedikitpun. Sehingga timbul pemikiran Abu Ali untuk memperbaiki kebiasaan masyarakat, sesuai dengan prinsip beliau yang terkenal dengan sebutan falsafah hidup Abu Ali, yaitu :” orang yang paling sakit adalah orang miskin, karena banyak sekali keinginan orang tidak dapat tercapai karena kemiskinan”. Itulah sebabnya kegigihan Abu Ali untuk mencari rizki disamping rasa tanggungjawab sebagai kepala 12 keluarga. Abu Ali sebagai orang yang pekerja keras dan beliau juga sangat takzim kepada orang

pandai, ulama dan yang menjadi salah satu kegemarannya. Dunia beliau adalah dunia dagang, tetapi beliau rajin membaca serta berlangganan surat kabar. Beliau sangat takzim kepada ulama atau kyai apalagi kepada yang mengaku secara terang-terangan bahwa dirinya sebagai sayyid. Selain sebagai saudagar tembakau, Abu Ali dikenal sebagai orang yang dermawan dan orang tua

10 Mohammad Damami, Syaefan Nur, Sekar Ayu Aryani, Syafa‟atun al-Mirzanah, Prof. DR. H.A. Mukti Ali, M.a. (lima Tokoh IAIN Kalijaga Yogyakarta), Hal. 218

11 Rafiqa Noviyani, Mengenang Kembali Sosok Mukti Ali dan Relevansi Pemikirannya Terhadap Pendidikan Indonesia Era Milenium, Indonesian Jurnal of Education and Learning Volum 1 Nomor 2 April 2018

12 Rafiqa Noviyani, Mengenang Kembali Sosok Mukti Ali dan Relevansi Pemikirannya Terhadap Pendidikan Indonesia Era Milenium, hal. 130

10 11

yang saleh, terkhusus termasuk kedalam sumbangsih pendanaan segala kegiatan-kegiatan keagamaan di kota Cepu. Dibalik kesuksesan Abu Ali terdapat istri yang shalihah yang mendampinginya, dia tidak hanya pandai dalam mengurus rumah tangga namun ikut terjun 13 kelapangan dunia bisnis mengikuti jejak suaminya yaitu berjualan kain. Hubungan antara anak dan orang tua keluarga Abu Ali didasarkan pada rasa takut. Putra- putrinya selain hormat juga tekut kepada ayahnya. Dalam mendidik putra-putrinya iya sudah termasuk berpandangan modern. Tidak hanya membatasi dalam belajar agama saja, namun pendidikan umum juga diperhatikannya. Namun yang paling utama adalah pendidikan agama Hal ini dibuktikan bahwa mendatangkan guru ngaji kerumah dalam pendalam tentang ilmu al-Quran dan Ibadah. Abu Ali tidak pernah memaksakan kehendak bahwasannya anak-anaknya harus jadi kiyai ataupun priyai. Prinsipnya hanyalah agar anak-anaknya kelak hidup dengan berkecukupan serta saleh. Abu Ali mengundurkan diri dari bisnisnya setelah berusia 62 tahun. Alasan dia mengundurkan diri pada umur itu karena kanjeng Nabi Muhammad wafat pada usia 60-an tahun, atau tepatnya 64 tahun. Orang pada umur-umur itu sudah seharusnya memperbanyak memeikirkan bekal akhiratnya secara lebih sungguh-sungguh sekalipun bertahun-tahun tidak pernah meninggalkan syariat agama. Kegiatan bisnis tembakaunya dilimpahkan kepada salah satu anaknya yang bernama Zainuri, yang mengganti nama menjadi Abdul Qadir. Sampai sekarang H. Abdul Qodir tetap menekuni bisnis tembakau tersebut. Ayah Mukti Ali pada saat itu adalah Lurah (kepala desa). Memang banyak keluarga Mukti Ali yang menjadi kepala desa. Karena itu hampir seluruh anaknya tidak ada yang ingin menjadi pegawai negeri. Yang menjadi cita-cita mereka adalah menjadi Lurah. Sebab, rupa-rupanya lurah memiliki kedudukan tertinggi pada waktu itu dalam status sosial, disamping itu dengan menjadi lurah, hidup menjadi terjamin. Dan pada waktu itu cita-cita umum masyarakat adalah menjadi 14 pedagang yang sukses. Serta seluruh keluarga Abu Ali asli dari Cepu.

13 Rafiqa Noviyani, Mengenang Kembali Sosok Mukti Ali dan Relevansi Pemikirannya Terhadap Pendidikan Indonesia Era Milenium, hal. 130

14 Rafiqa Noviyani, Mengenang Kembali Sosok Mukti Ali dan Relevansi Pemikirannya Terhadap Pendidikan Indonesia Era Milenium, hal. 222 12

Dari arah sang ibu, yaitu H. Khadijah, hampir seluruhnya berlatar belakang dagang. Sebagaimana diceritakan diatas, bahwa kegiatan Khadijah adalah dagang kain. Susana kehidupan Mukti Ali dalam keluarga dan masyarakat Cepu pada saat itu sangat hangat dan penuh keakraban. Seperti rata-rata keluarga jawa pada waktu itu, Boejono memanggil ibunya dengan sebutan “Mbok” dengan suasana desa yang penuh keakraban dan kesederhanaan serta kelugasan sangan berpengaruh pada pemebentukan kepribadian Boejono muda dikemudian hari. Demikian pula dengan didikan berdagang dari keluarganya yang membuatnya menjadi mandiri serta hidup tidak diatur oleh orang lain, juga sangat berpengaruh kepada dirinya. Begitupula dengan susana agamis dimasa kecilnya ketika ia mengaji di dekat rumahnya, dilanjutkan mengaji di pondok Kyai Usman yang dikenal sebagai “gurunya guru” di Cepu pada 15 saat itu. Seperti sudah di sebutkan diatas bahwasannya Boejono memiliki 6 saudara yaitu 3 pria dan

3 wanita. Anak yang pertama, wanita, bernama Soepeni yang setelah menunaikan ibadah haji berganti nama menjadi H. Zainab. Yang kedua laki-laki bernama Iskan, yang juga berganti nama menjadi Iskandar. Anak ketiga juga laki-laki bernama Ishadi, yang kemudian berganti nama mnejadi H. Dimyati. Kemudian yang ke empat yaitu wanita yang diberi nama Umi Hafifah, yang meninggal kedua setelah Soepeni. Boejono adalah laki-laki H. Abu Ali nomor lima, yang kemudian berganti nama menjadi Abdul Mukti Ali. Boejono memiliki dua orang adik yang bernama Zinuri dan Sri Monah. Zainuri berganti nama dua kali, Suwito dan kemudian H. Abdul Qadir sepulangnya menunaikan ibadah haji. Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwasannya putra Abu Ali yang dipercaya untuk meneruskan bisnisnya adalah H. Abdul Qadir, perlu ditambahkan, bahwa pada mulanya, usaha H. Abu Ali adalah bisnis bahan makanan, jagung dan beras, tetapi kemudian yang paling berkembang adalah bisnis tembakau. Sri Monah adalah anak Abu Ali yang paling bontot dan sudah menunaikan ibdah haji. Hanya saja “nama haji”nya kurang begitu dikenal. Boejono kecil tinggal di desa Balun Sudagaran. Desa ini dahulu dikenal sebagai komplek saudagar, sebagai Laweyan di Surakarta yang terkenal sebagai daerah saudagar atau pedagang kain yang kaya-kaya. Dahulu, untuk memasuki desa Balun Sudagaran harus melalui pintu gerbang yang cukup menyegankan. Maklum, komplek tersebut ditempati oleh orang-orang yang bangsawan jika

15Mohammad Damami, Syaefan Nur, Sekar Ayu Aryani, Syafa‟atun al-Mirzanah, Prof. DR. H.A. Mukti Ali, M.a. (lima Tokoh IAIN Kalijaga Yogyakarta), Hal. 222 13

disamakan dengan zaman sekarang. Letak desa ini ditepi sungai Bengawan Solo. Dapat dilihat dari lingkungan kehidupan Boejono sejak kecil bahwasannya dia tinggal ditempat yang penuh keakraban dan kekeluargaan serta suasana desa yang ditandai dengan kehidupan yang serba guyub, akrab, lugas dan saling menolong, dan terlebih sifat sederhananya, yang sangat menonjol. Kesederhanaan inilah yang membuat Mukti Ali terkenal dan mudah bergaul terhadap setiap masyarakat dan membuatnya menjadi pribadi yang penuh dengan kelugasan dalam setiap tindakan karna terkenal dalam kesederhanaanya dan pemikiran yang cemerlang serta terbuka. Ayah Boejono kerap kali menasihatinya, bahwa menjadi orang itu sebaiknya jangan menyusahkan bagi yang lainnya. Yang semestinya dilakukan yaitu menjadi penolong bagi orang lainnya. Serta menjadi orang itu jangan banyak berutang budi kepada orang lain dan jangan pula menjadi orang yang jatuh miskin, sebab kemiskinan itu sangat membatasi gerak hidup seseorang. Disebabkan kemiskinan gerak seseorang menjadi terbatas dan segala keinginanya tak dapat terwujud karna ruang gerak yang sempit dan terbatas. Lebih fatal lagi, kemiskinan dapat membuat mental seseorang jatuh dan hilangnya rasa percaya diri sehingga menjadikannya seseorang yang cendrung “minta dikasihani”. “Kemiskinan itu suatu penderitaan, kemiskinan itu sesuatu yang menyakitkan. Oleh karena itu jadilah orang yang berkecukupan”. 16 Oleh karena itu, watak Mukti Ali terkenal dengan sikap percaya dirinya yang tinggi serta mandiri yang tidak cendrung menginginkan bantuan dari orang lain dan tidak suka dikasihani apalagi setelah ia nyantri dipondok pesantren bertahun-tahun. Tertanamlah watak: “Jangan memberi orang lain, atau kalau diberi orang lain, lantaran „rasa kasihan‟ tetapi berilah orang lain, atau terima pemberian orang lain, karena „keadilan‟. Keluarga Abu Ali sebagai penghasil dan pedagang tembakau, membutnya akrab dengan masyarakat setempat, prinsip beliau yang dikenal dengan falsafah hidupnya “orang yang paling sakit adalah orang miskin, karena banyak sekali keinginan orang tidak dapat terpenuhi karena

1616 Mohammad Damami, Syaefan Nur, Sekar Ayu Aryani, Syafa‟atun al-Mirzanah, Prof. DR. H.A. Mukti Ali, M.a. (lima Tokoh IAIN Kalijaga Yogyakarta), Hal. 224 14

kemiskinan”. itulah sebabnya ia sangat gigih mencari rezeki untuk mencukupi keluarga disamping 17 didorong oleh rasa tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Keluargalah yang pertama kali mengajarkan kedisiplinan kepada Mukti Ali dan mengajarkan banyak hal tentang pentingnya berpendidikan dan berakhlak mulia, cerminan Mukti Ali terlihat dari cara ayahnya mendidik Mukti Ali sedari kanak-kanak sampai dewasa. Dari keluarga yang begitu mencintai pendidikan dan berfikir lebih maju dari pada zamannya dengan didikan yang tegas disertai contoh yang mulia terlahirlah sosok Mukti Ali yang dikenal sebagai cendekiawan Islam di Indonesia dan kancah International. Beliau adalah tokoh yang sangat berpengaruh terhadap perubahan sistem pendidikan Indonesia. Ia telah menyumbangkan pemikirannya lewat pendidikan umum dan khususnya Ilmu Perbandingan Agama. Tokoh pembaru Islam yang mempelopori liberalisme pemikiran Islam di era Indonesia modern. Selain sebagai penggagas liberalisme Islam di Indonesia, Prof Dr HA Mukti Ali terkenal sangat moderat dan mau menghargai pluralisme, baik internal masyarakat Islam maupun eksternal di luar Islam. Mukti Ali juga sangat peduli pada dunia pendidikan. Kepedulian itu terlihat dari kegemaran mengajar di kampus tanpa perhitungan dengan waktu. Meskipun kondisi almarhum sudah lanjut usia, ia masih mengajar di rumah. Mahasiswanya sering datang ke rumah untuk menerima kuliah darinya. Mukti Ali ialah alumnus Universitas Islam Indonesia, yang dahulu bernama Sekolah Tinggi Islam. Ia lahir di Cepu, 23 Agustus 1923. Sejak berumur delapan tahun, Mukti mengenyam pendidikan Belanda di HIS Hollandsch Inlandsche School. Ketika berumur 17 tahun, ia melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Termas, Kediri, Jawa Timur. PP Tremas ini juga menghasilkan alumnus KH. Ahmad Zabidi (mantan Dubes untuk ArabSaudi), Let.Jend. M. Sarbini dan KH. Ali Ma'shum (pengasuh PP Krapyak dan Rosi Aam PB NU). Mukti Ali muda, yang fasih berbahasa Inggris ini, kemudian melanjutkan studi ke India setelah perang dunia ke dua. Ia menyelesaikan pendidikan Islam di India dengan memperoleh gelar doktor sekitar tahun 1952. Karena belum puas mengecap pendidikan, ia melanjutkan studi ke McGill University, Montreal, Kanada mengambil gelar MA.

17 Rapiqa Noviyani, Mengenang Kembali Sosok Mukti Ali dan Relevansi Pemikirannya Terhadap Pendidikan Indonesia Era Milenial, (Indonesia Journal of Education and Learning Volume 1 Nomor 2 April 2018) hal. 15

B. Pendidikan Mukti Ali

Sejak ia menuntut ilmu di McGill University, Montreal, Kanada gagasan pembaruan Mukti Ali sebenarnya telah terlihat jelas. Mukti Ali misalnya kerap kali menulis soal-soal gagasan pembaruan keislaman Muhamamd Abduh dan , pendiri . Meskipun saat itu, Mukti Ali masih pada taraf membandingkan gagasan pembaruan kedua tokoh pembaru tersebut, namun benih-benih pembaruan Ali itu menjadi entry point penting kelak dalam perkembangannya. Pesan-pesan pembaruan Islam yang disampaikan Mukti Ali memiliki gaya dan caranya yang khas. Berbeda dengan kebanyakan pemikir dan pembaru Islam lainnya, Mukti Ali cukup lihai dan cenderung mengintrodusir gagasan liberal Islam sedemikian rupa sehingga relatif tidak menimbulkan perlawanan dari kalangan yang tidak sepaham dengannya18 sebelum pembahasan lebih jauh mengenai Mukti Ali dewasa kita bahas tentang Mukti Ali kecil. Mukti Ali memiliki nama kecil Soedjono (Sujono), namun sumber lain ada yang menyebutkan Boedjono (Bujono), Ia lahir di kota Cepu pada tanggal 23 Agustus 1923 Sedangkan nama Abdul Mukti Ali sendiri ia dapat dari pemberian K.H. Hamid Pasuruan ketika beliau menjadi gurunya. Ia adalah anak kelima dari tujuh bersaudara. Mukti Ali hidup di kalangan keluarga yang berkecukupan. Ayahnya bernama Idris, atau Haji Abu Ali (nama yang digunakan setelah menunaikan haji) adalah seorang pedagang tembakau yang cukup sukses, Sedangkan ibunya bernama Mutiah, atau Hj. Khodijah (nama yang digunakan setelah menunaikan haji) adalah seorang saudagar kain. Sebagaimana lazimnya anak zaman dulu pada umumnya yang berkesempatan bersekolah pada pagi hari dan pada sore harinya mereka pergi mengaji di surau atau di rumah kiyai yang biasa disebut TPA pada saat ini. Demikian juga Boejono muda, pada pagi hari dia belajar di sekolah “milik belanda” dan sore harinya mengaji. Pada mulanya dia hanya mengaji kepada keluarganya termasuk kepada kedua orang tuanya yang suraunya tak jauh dari rumah Mukti Ali, dan tak heran karena keluarga Mukti Ali banyak yang menjadi kiyai. Adik ibunya adalah Kiyai dan beberapa orang lagi lainnya. Tak beberapa lama dari itu Boejono dikirim mengaji kepada seorang kiyai yang populer di Cepu, Kyai Usman namanya. Kyai ini adalah putra menantu Kiyai Hasyim Asy‟ari, pemimpin pondok pesantren Tebuireng, Jombang, dan pendiri Nadlatul Ulama (NU). Boedjono mendapat banyak kesan dan pesan yang mendalam selama nyantri di tempat kyai Usman, serta

18 https://adbiimt2011-d.blogspot.com/2010/07/biografi-prof-dr-h-abdul-mukti-ali.html diakses pada tanggal 08 juli 2019 16

Kyai Usman dahulu mesantren di tempat Kyai Hasyim yang notabene beliau adalah mertuanya saat ini, beliau nyantri di pondok pesantren Krapyak, Yogyakarta. Tak heran jika kemampuan mengaji Kyai Usman sangat baik. Ketika mengaji dengan Kyai Usman Boedjono sangat tekun dalam belajar, karena jika mengaji dengan kyai Usman harus tartil dan benar dalam bacaannya, jika tidak ingin kayu rotan mendarat di badan dan kena hukuman. Tidak hanya Boedjono saja namun teman-temannya juga merasa takut saat berhadapan dengan Kyai Usman, oleh sebab itu mereka selalu tekun belajar mau tak mau belajar al-Quran adalah kegiatan utama sebelum ngaji dengan Kyai usman. Mereka 19 berusaha keras agar tidak salah saat membaca dan dapat membaca al-Quran dengan baik. Tidak hanya di pesantren Boedjono menekuni sekolah umum Karena ayah Mukti Ali sangat keras dalam berfikiran tentang pendidikan, oleh sebab itu Mukti Ali diperintahkan untuk masuk HIS (Hollandsch Inladsche School), menurut catatan, karena Cepu adalah sumber minyak dan ada juga perusahaan BPM maka dicepu banyak sekolah-sekolah yang terkenal baik dalam pengajaran serta ilmu-ilmunya yang mumpuni. Ada sekolah khusus China, ada sekolah khusus Eropa(dalam hal ini kebanyakan untuk orang belanda) termasuk Hollandsch Inlandsche School yang dimana Mukti Ali pernah sekolah di tempat tersebut dan menurut ayahnya sekolah adalah salah satu tanggung jawab setiap manusia. Walaupun Abu Ali memiliki pendidikan yang sangat rendah tapi dia tak ingin anaknya mengalami kebodohan yang akan menyengsarakan anak-anaknya kelak, HIS adalah sekolah formal milik belanda yang dikelola di Indonesia pada saat itu, setingkat Sekolah Dasar. Mukti Ali kecil setelah selesai sekolah di HIS sorenya dia mengaji (belajar agama Islam) di Madrasah Diniyah (Sekolah Islam) di Cepu20, dikedua tempat ini Boedjono menjadi anak yang berprestasi dan bersahaja. Begitupun menurut teman-temannya waktu itu yang mengajatakn bahwa boedjono tidak hanya memiliki nilai-nilai yang gemilang, dia juga dipandang sebagai anak 21 dari keluarga yang kaya yang bersikap biasa saja dan memiliki kepribadian yang sederhana Di sekolah HIS Boedjono memiliki suatu pengalaman yang unik, Ia memiliki guru pribumi bernama De Slimered. Gurunya tidak menikah serta Ia sangat disiplin terhadap waktu dan itu

19 Mohammad Damami, Syaefan Nur, Sekar Ayu Aryani, Syafa‟atun al-Mirzanah, Prof. DR. H.A. Mukti Ali, M.a. (lima Tokoh IAIN Kalijaga Yogyakarta), hal. 225

20 Elihami, Pemikiran Mukti Ali (skripsi: STKIP Muhammadiyah, 2018)

21 Munhanif Ali, Prof Dr. A. Mukti Ali: Modernisasi Politik-Keagamaan Orde Baru (INDONESIAN journal for islamic studies Volume 3, Number 1, 1996) hal 273 17

membuat Mukti Ali kagum terhadapnya, kedisiplinan waktu mengajar serta guru tersebut selalu berjalan kaki menuju sekolahnya namun tidak pernah terlambat. kedisiplinan itu memotivasi boedjono dalam hal kedisiplinan sampai masa tuanya. Selain kedisiplinannya guru tersebut memeiliki ketekunan yang luar biasa,sehingga wajar saja semua murid mengaguminya. Terdapat nilai lain yang membuat Boedjono kagum terhadap guru tersebut yaitu tidak pernah membawa buku saat mengajar, seakan-akan ilmunya sudah hafal diluar kepala.22 Guru tersebut mengajar bahasa belanda. Dan ada yang membuat Boedjono merasa aneh bahwasannya guru tersebut orang pribumi hanya saja statusnya dibelandakan, namun begitu bagus menguasai bahasa Belanda; dan menguasai bahasa membentuk kepercayaan diri yang kuat. Nilai-nilai itulah yang mempengaruhi 23 Boedjono dimasa mendatang dalam menyikapi belajar bahasa asing. Delapan tahun kemudian, Boedjono menamatkan sekolah HIS dan mendapatkan sertifikat pegawai pemerintah Belanda (Klein Ambtenar Examen) di Cepu. Pada pertengahan 1940, Boedjono lalu dikirim ayahnya belajar di Pondok Pesantren Termas, Kediri, sekitar 170 km dari rumahnya, setelah itu Abu Ali meneruskan anaknya ke pondok dan tidak ada yang tau pasti kejelasannya mengapa Abu Ali lebih mengutamakan memasukkan anaknya ke pesantren dari pada ke sekolah Belanda, menurut Mukti Ali semua ini karena bapaknya sangat takdhim kepada kiyai sehingga beliau ingin anak-anaknya lebih ke pendidikan agama dan mendalaminya agar menjadi 24 anak yang shaleh Waktu terus berjalan, dan kini Boedjono telah lulus ujian yang disebut Klein Ambtenaar Examen (Ujian Pegawai Rendah). Yang setelah itu dia dikirim ayahnya ke pondok pesantren 25 Termas, Pacitan disinilah babak kehidupan Boedjono dimulai. Pondok pesantren Termas didirikan oleh seorang ulama yang bernama K.H. Abdul Manan (1830-1862). Letak pondok ini terletak jauh di ploksok desa, yang kendaraan menuju tempat tersebut sukar sekali ditemukan. Umumnya, untuk mencapai pondok pesantren tersebut harus

22 Mohammad Damami, Syaefan Nur, Sekar Ayu Aryani, Syafa‟atun al-Mirzanah, Prof. DR. H.A. Mukti Ali, M.a. (lima Tokoh IAIN Kalijaga Yogakarta), hal. 226

23 Mohammad Damami, Syaefan Nur, Sekar Ayu Aryani, Syafa‟atun al-Mirzanah, Prof. DR. H.A. Mukti Ali, M.a. (lima Tokoh IAIN Kalijaga Yogakarta), hal. 226

24 Munhanif Ali, Prof Dr. A. Mukti Ali: Modernisasi Politik-Keagamaan Orde Baru (INDONESIAN journal for islamic studies Volume 3, Number 1, 1996) hal 86

25 Mohammad Damami, Syaefan Nur, Sekar Ayu Aryani, Syafa‟atun al-Mirzanah, Prof. DR. H.A. Mukti Ali, M.a. (lima Tokoh IAIN Kalijaga Yogyakarta), hal. 226 18

berjalan kaki dalam waktu yang cukup lama. Pondok tersebut sangat populer sejak tahun 1970an, bahkan sebelum tahun tersebut pun pondok tersebut sudah sangat populer, sebanding popularitasnya dengan pondok pesantren Lasem yang dibawah pimpinan K.H. ma‟sum (ayah almarhum K.H. Ali Ma‟sum) dan K.H. Cholil, pondok pesantren Tebuireng dibawah pimpinan K.H. Hasyim Asy‟ari, dan pondok pesantren Pademangan Bangkalan, Madura, dibawah pimpinan

K.H. Moh. Cholil. Pondok pesantren Termas terkenal dengan ilmu alatnya. Disini kitab-kitan yang berisi ilmu alat sangat dipentingkan. Kebanggaan ahlul bait di pesantren ini adalah seorang putra K.H. Abdul Manan yang berhasil dan menjadi putra kebanggaan Indonesia di Mekkah yang menjadi imam Masjidil Haram yaitu Syaikh Mahmudh al-Turmusi. Tidak hanya menjadi imam beliau juga sebagai pengarang kitab yang menjadi acuan beberapa negara di Arab dan pesantren- pesantren di Indonesia. Dengan begitu pondok pesantren Termas menjadi semakin terkemuka di Indonesia. Dan disitulah Boedjono mulai belajar mengaji. 26 karna pesantren yang sudah menjadi mahsyur karna putra kebanggaannya tersebut mendorong ayah Mukti Ali percayakan anaknya untuk menimba ilmu dengan kiyai-kiyai mahsyur dengan harapan Mukti Ali akan mengikuti jejak langkah perjuangan ulama sebagimana guru yang mengajarkannya, sebagian harapan ayah kepada anaknya untuk kemakmuran hidupnya. Boedjono, waktu itu, disamping belajar di pondok pesantren dia juga belajar di madrasah. Guru beliau adalah Kyai Hamid Dimyati dan Kyai Hamid Pasuruan, keduanya beliau sebut sebagai “Hamidain”, yaitu dua orang yang bernama Hamid. Di pesantren Boedjono merasa dapet ilmu baru dan kitab-kitab baru yang beberapa referensinya berasal dari Mesir yang masih baru, disamping nanti ada kitab dan buku-buku dalam bidang filsafat. Boedjono tidak hanya belajar di pesantren Termas tetapi belajar di beberapa pesantren seperti Tebuireng, Jombang, pondok pesantren Lasem yang dilakukannya pada program pengajian kilatan yang diadakan setiap tahun, yang pada saat itu diadakan setiap tanggal 15 Sya‟ban sampai tamat. Terdapat kejadian yang tidak bisa dilupakan oleh Boedjono di pesantren Termas yaitu penggantian namanya oleh seorang Kyai yaitu Kyai Abdul Hamid Pasuruan, yang dulu sebelum jadi Kyai nama kecilnya adalah Abdul Mukti. Dan Kyai Hamid memerintah Boedjono untuk mengganti namanya menjadi nama kecilnya Kyai Hamid yaitu Abdul Mukti, dan perintah tersebut dirasakan Boedjono suatu kehormatan sekaligus tantangan dan tanggung jawab moral untuk

26 Mohammad Damami, Syaefan Nur, Sekar Ayu Aryani, Syafa‟atun al-Mirzanah, Prof. DR. H.A. Mukti Ali, M.a. (lima Tokoh IAIN Kalijaga Yogyakarta), hal. 227 19

menjaga nama tersebut. Sejak itulah, Boedjono mengganti namanya menjadi Abdul Mukti dan ditabah dari potongan nama ayahnya yaitu Ali menjadi Abdul Mukti Ali.

Mukti Ali terkenal dengan prestasi keilmuannya dan tak disangka ada seorang kerabat Kyai

Hamid Dimyati bernama Mbok Amirah yang terkenal dengan panggilam mbok Mirah, dia tertarik dengan mukti Ali untuk menganggkatnya menjadi anak angkat, mbok Mirah tidak menikah alias lajang dan dia meminta izin secara resmi kepada kedua orangtua Mukti Ali untuk menjadikannya anak angkat Mbok Mirah, dan kedua orang tua Mukti Ali mengizinkan serta berkata tidak keberatan jika anaknya dijadikan anak angkat oleh mbok Mirah, sehingga sejak saat itu Mukti Ali semakin erat hubunganya dengan kerabat pondok pesantren Termas. Sampai sekarang hubungan batiniah antara Abdul Mukti Ali dengan keluarga Termas tetap sangat erat. Dalam pengalaman Mukti Ali, pada suatu hari Mukti Ali mengikuti pengajian tasauf karangan Assamarkandy, Hikam. Pengajian ini diberikan oleh Kiyai Hamid Dimyati di pendopo rumah beliau. Setelah beberapa kali mengikuti pengajian Abdul Mukti Ali dipanggil untuk menghadap Kyai Dimyati dan dinasihati agar tidak meneruskan pengajian tasawuf tersebut dan beliau justru menawarkan mengaji sorogan kitab karangan Hujjatul Islam Imam al-Ghazali yang berjudul Mihak al-Nadhar, kitab ini membahas tentang ilmu mantiq (logika). Dalam tradisi pesantren, pengajian sorogan biasanya diperuntukkan untuk santri-santri khusus yang dipandang pintar kader terpercaya untuk pembina pondok, sorogan adalah program pondok santri pilihan, dan Kyai Dimyati memilih Mukti Ali untuk mengikuti sorogan tersebut, dia sendiri tidak tau mengapa Kyai Dimyati menyuruhnya menghentikan pengajian tasauf dan sebaliknya menganjurkan mengikuti pengajian sororgan kitab Mantiq. Baru faham setelah berpuluh-puluh tahun berlalu, ia mulai menyadari tepatnya pengarahan hidup Mukti Ali oleh gurunya Kyai Dimyati. Andaikan dia tidak menuruti nasehat Kyai Dimyati, perjlanan hiudpnya barangkali tidak seperti sekarang ini. Nasehat kedua Kyai tersebut diyakini sebagai Irhas kemampuan memebaca masa depan orang melebihi rata-rata orang. Perjalanan pencarian ilmu Mukti Ali tidak hanya berakhir di pondok pesantren, namun berlanjut ke Sekolah Tinggi Islam (STI) yang sekrang adalah (UII) setelah dia menyelesaikan pendidikannya di UII, sebelum di UII selesai, ayahnya menyuruh ia untuk menunaikan ibadah haji. dan mengambil konsentrasi Sejarah Islam di Fakultas Bahasa Arab Universitas Karaci Pakistan, gelar doktor Ia dapatkan tepat pada tahun 1955, setelah lima tahun lamanya di Pakistan. Setelah ingin berniat pulang menuju kampung halaman, Mukti Ali mendapat kabar bahwa Ia mendapatkan 20

beasiswa dari Asia Foundation untuk melanjutkan studi di McGhill University, Montreal, Kanada27 karna kecerdasan serta kecemerlangannya dalam bidang ilmu pengetahuan, pada saat itu

28 pula hanya dua orang anak Indonesia yang diterima di Canada salah satunya yaitu Mukti Ali.

Mukti Ali menamatkan program studinya di Institut of Islamic Studies, McGill university, pada tahun 1957. Ia memperoleh gelar Master of Arts dengan tesis yang berjudul, A

Bibliographical Study of Muhammadiyah Movement in Indonesia. Pada pertengahan tahun 1957, Mukti Ali kembali ke Indonesia. Seminggu di tanah air dan berkumpul dengan keluarganya di Cepu, bapaknya Abu Ali, meninggal dunia. Kematian yang begitu cepat itu seperti isyarat dalm penantian putranya datang, Mukti Ali, yang sudah tujuh tahun meninggalkan tanah air. Tak lama setelah itu, Mukti Ali meneguhkan diri pergi ke Jakarta, dengan harapan bisa mengamalkan ilmu di sebuah lembaga pendidikan. Pergaulan yang menonjol dalam diri Mukti Ali yaitu pada saat di Yogyakarta yang merubah cara pandangnya yang lebih moderen dalam berpikir dan bertindak, Mukti Ali sejak muda tergiur dengan pemikiran-pemikiran pembeharuan, di Mcghill dia bertemu dengan Charles adam, yang ahli modermisme Mesir, Muhammad Abduh, dan temen-temennya mengkaji Islam dan seterusnya, dia terlahir sebagi santri tradisional dan ingin meningkatkan dan terpanggil jauh dalam 29 kecendrungan dalam ahli perbandingan agama. Ada salah satu program di Kanada yang membuat Mukti Ali penasaran sehingga tergiur untuk mendalaminya yaitu tentang Pemikiran Islam Modern yang diajarkan oleh Prof. Wilfred Cantwell Smith, Mukti Ali tertarik dengan metode penyajian dalam perkuliahan serta yang kedua yaitu caranya dalam melakukan analisis, metodologi studi agama yang terinspirasi dari Smith diakui oleh Mukti Ali telah membuat perubahan terhadap jalan pikir Mukti Ali dalam memahami hidup, terutama dalam kaitannya terhadap kerukunan antarumat beragama hingga sesampainya di Indonesia dia memperkenalkan dan mengembangkan metode tersebut baik ketika bertugas sebagai 30 dosen maupun Mentri Agama.

27 Muna Hayati, Rethingking Pemikiran Mukti Ali (Pendekatan Scintific-Cum-Doctrinaire dan Konsep Agree and Disagreement), hal. 164

28 Wawancara dengan pak Munhanif Ali di FISIP pada tanggal 4 Desember 2019

29 Wawancara dengan pak Munhanif Ali di FISIP pada tanggal 4 Desember 2019

30 Muna Hayati, Rethingking Pemikiran Mukti Ali (Pendekatan Scintific-Cum-Doctrinaire dan Konsep Agree and Disagreement), (Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 16, No. 2) hal. 164 21

Sebelum kenal dengan Prof Wilfred Smith ini Mukti Ali masih belum merasa puas, ketidak puasan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa di Paksitan dia tidak memperoleh teori ilmu,

tingkat mutu perguruan tinggi di Pakistan, kalau dibandingkan dengan perguruan tinggi di tanah

air hanya gradual saja, dan kebanyakan belum menyentuh teori ilmu serta menurut Mukti Ali

belum bisa menjawab pertanyaan “mengapa”?

Sebelum berangkat ke Kanada Mukti Ali tidak mengenal apa itu “Perbandingan Agama” karna spesialisasinya beliau adalah Sejarah Islam. Setalah bertemu dengan Mr Smith Mukti Ali tertarik untuk mengenal lebih jauh Perbandingan Agama yang sempat dikaji dalam pembelajaran menganalisis yang menggunakan pendekatan komparatif (perbandingan) yaitu melihat sesuatu dari berbagai aspek yang kemudia disebut dengan pendekatan holistic dan inilah yang membuat Mukti Ali tertarik dan mampu mempengaruhi cara berfikir atau metode memeahami segala sesuatu dalam diri H.A. Mukti Ali, setelah itu Mukti Ali mengembangkan sendiri metode Perbandingan Agama. Pengaruh Smith yang lain adalah dalam sikap toleransinya yang besar terhadap agama orang lain, dan sikap inilah yang membawa Mukti Ali diri H.A. Mukti Ali sampai sekarang ini31 yang saya tuangkan metode-metode pemikiran beliau didalam skripsi ini. C. Perkembangan Karir Akademis Mukti Ali

Pengembangan karir akademis beliau lebih bergerak kepada aktivis muslim, seorang akademisi dengan kemampuan intelektual yang bagus, dia juga mengkader orang-orang yang kelak kemudian menyebut sebagai pembaharun Islam, dia mendirikan limited circle atau limited group, yaitu kelompok terbatas yg terdiri dari anak-anak muda, yg diambil dari UGM, HMI dan lain-lain dia tidak banyak menulis, tapi lebih banyak meng-advokasi tentang pentingnnya

pembaharuan Islam, kisarannya itu antara tahun 67-69 atau 70an yang memberikan anak muda yang progresif dan aktif, contohnya Nur Kholis Majid, Johan Efendi, , termasuk Ws Rendra untuk berdiskusi, tentang keagamaan di Indonesia, tahun 70 dia dipanggil pak Soeharto untuk menggantikan Muhammad Dahlan dan pada tahun 71 dilantik, dia tidak produktif dalam penulisan-penulisan buku, dia lebih ke dunia aktivis, pada tahun itu tahun polemik-polemik keagamaan sedang melonjak.

31 Mohammad Damami, Syaefan Nur, Sekar Ayu Aryani, Syafa‟atun al-Mirzanah, Prof. DR. H.A. Mukti Ali, M.a. (lima Tokoh IAIN Kalijaga Yogyakarta), hal. 248-250 22

Karya akademik muncul pada saat Mukti Ali menjadi Menteri Agama bukan pada saat menjadi dosen. Dia memberi sumbangan terhadap arah baru dan pandangan tentang pandangan

32 Islam Modernis dan lebih baru.

Kasus yang dia geluti pada awalnya adalah di Turki bukan di Indonesia dengan bukti tulisan- tulisan awal beliau bukan di Indonesia, ketika beliau pulang baru terlibat jauh terhadap interaksi umat agama di Indonesai, pertemuan dengan Wilfred Tulisan Dia di Turki menyangkut masalah Turki yaitu skulerisme, masalah agama negara, dia awalnya tertarik upaya-upaya masalah keagamaan di dunia Islam, dia punya latar belakang tradisional yaitu NU, karena dia hidup di lingkungan yang berlatar belakang santri di termas utamanya yang membentuk kesantrian, latar belakang NU yang tumbuh sebagai kademisi modern, ketika dia di Yogja, maka pergaulan yang menonjol dari diri dia yaitu muhammadiyah, Mukti Ali sejak muda tergiur dengan pemikiran-pemikiran pembeharuan, di Mcghill dia bertemu dengan Charles adam, yang ahli Modermisme Mesir, Muhammad Abduh, dan temen-temennya mengkaji Islam dan seterusnya, dia terlahir sebagi santri tradisional dan ingin meningkatkan dan terpanggil 33 jauh dalam kecendrungan dalam ahli perbandingan agama Mukti Ali merupakan penulis yang kreatif dan produktif yang setidaknya telah menghasilkan tiga puluh karya ilmiah. Dia pun mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama “Jajasan Nida” yang diambil dari nama putri kesayangannya, Nidatul Hasanah, diantara sejumlah karyanya yaitu sebagai berikut: Asal Usul Agama, Ilmu Pebandingan Agama dan Metodosnya, Ke-Esaan Tuhan dalam al-Qur‟an, Etika Agama dalam Pembentukan Kepribadian Nasional, Pemberantasan Kemaksiatan dari Segi Agama Islam, The Spread of , An Intoduction to the

Ghoverment of Acheh‟s Sultan, Pelbagai Persoalan Islam di Indonesia Dewasa ini, Agama dan Pembangunan di Indonesia, Ibn Khaldun dan Asal Usul Sosiologinya, Alam Pikiran Islam Modern di Indonesia, Dialog Antragama, dan Beberapa Pertimbangan tentang Peningkatan Mutu IAIN dan Kurikulum.34 Sebagai seorang pemikir, Mukti Ali terlibat sangat intensif dalam pergumulan pemikiran, sebagaimana diketahui bahwa, akar pemikiran keislaman Mukti Ali adalah berbasis keilmuan

32 Wawancara dengan pak Munhanif Ali di FISIP pada tanggal 4 Desember 2019

33 Wawancara dengan pak Munhanif Ali di FISIP pada tanggal 4 Desember 2019

34 Muna Hayati, Rethingking Pemikiran Mukti Ali (Pendekatan Scintific-Cum-Doctrinaire dan Konsep Agree and Disagreement), hal. 164 23

klasik yang sangat kuat, kombinasi wawasan pemikiran modern Mukti Ali yang sangat kaya. Mukti Ali tercatat memeiliki kegiatan organisasi baik dalam maupun luar negri, pemerintah

maupun swasta, dalam bidang kebudayaan, kemanusiaan serta bidang keilmuan. Mukti Ali juga

berpengalaman dalam bidang keorganisasian antara lain: Ia menjadi anggota Komite Kebudayaan

Islam, yang berpusat di Paris, menjadi anggota Dewan Penasihat Pembentukan Parlemen Agama-

agama Sedunia di New York, serta masih banyak lagi keanggotan beliau di organisasi-organisasi mendunia yang menjadi tempat Mukti Ali menyalurkan gagasannya menyangkut beragam hal, termasuk dalam tatanan hubungan antar pemeluk agama, yang harmonis dan mengedepankan 35 kedamaian. Salah satu pengalaman Mukti Ali yang menjadi acuan beliau terjun ke dunia keberagaman

agama yaitu, Saat ia mengkuti konperensi-konperensi agama tingkat internasional. Dinataranya ialah Kongres Sejarah Agama ke IX di Tokyo yang diadakan pada tahun 1958, Dialog antar agama yang diadakan di Beirut pada tahun 1970, (Dialogue Between Men Of Living Faiths, Bairut: 1970) serta konperensi yang diadakan di Kyoto pada tahun 197, mengenai Agama dan Perdamaian 36 (World Conference On Religion and Peace). D. Pengaruh Mukti Ali

Sepanjang hayatnya beliau dikenal sebagai Intelektual muslim yang tangguh, berwatak dan berpandangan luas, memiliki reputasi nasional dan Internasional. Dia Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), anggota dewan riset internasional dan perintis Parlemen Agama Sedunoa di New York. Dia orang pertama yang membuka jurusan Perbandingan Agama di IAIN Yogyakarta, dan dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Perbandingan Agama, barang kali satu-

satunya di Indonesia. Dia memperkenalkan pendekatan religion scientific cumdoctrinair. Mukti Ali mengatakan tetapi bukanlah demikian halnya dengan penelitian agama. Belum mendapat tempat yang wajar dalam dunia ilmu pengetahuan, sebaiknya ahli-ahli agama dibekali pengetahuan sosial untuk memepelajari dan meneliti agama agar timbul keselarasan dalam keagamaan dan kesosialan

35 Toguan Rambe, Pemikiran A. Mukti Ali dan Kontribusinya Terhadap Kerukunan Antarumat Beragama, 28-29

36 Toguan Rambe, Pemikiran A. Mukti Ali dan Kontribusinya Terhadap Kerukunan Antarumat Beragama. hal 29 24

Dalam tatanan negara dan keberagaman agama serta pendidikan Mukti Ali sangat berpengaruh buktinya, Mukti Ali mampu mengubah sistem pendidikan, yang pertama adalah madrasah, pada saat itu madrasah menjadi ber etos pendidikan, yang pada saat itu hanya agama saja yang dipelajari, Mukti Ali mengubah hal tersebut bahwa pendidikan Islam harus memiliki pelajaran umum dan memiliki arah baru karena Mukti Ali, dan pembuatan kurikulum itu beliau hampir dibunuh karena dianggap melakukan sekulerisasi dan dianggap mengambil alih madrasah oleh para kiyai, ini dijelaskan di kata pengantar Taufik Abdullah dalam buku mentri agama. Dia sejarahwan terkemuka orang Indonesia, Tanpa Mukti Ali madrsah tidak akan maju dan terus menerus menjadi lembaga tradisional agama, berkat Mukti Ali pandangan dan arah baru 37 terciptanya institusi pendidikan karna terdapat pelajaran umumnya. Diperkuat dan ditambah kebijakannya saat Mukti Ali dijadikannya Mentri Agama RI

(1971-1978) yang menggagas model kerukunan antar-umat beragama untuk menciptakan harmonisasi kehidupan nasional. Terapi yang digagas Mukti Ali dan diimplementasikan melalui Departemen Agama tersebut, secara mendasar dilandasi oleh prinsip keadilan Islam yang mempercayai tiga hal penting, yakni; kebebasan nurani secara mutlak, persamaan kemanusiaan secara sempurna, dan solidaritas dalam pergaulan yang kokoh. Yang lebih menonjol dari pemikiran Mukti Ali adalah konsepnya tentang agree in disagreement (setuju dalam ketidak setujuan atau setuju dalam perbedaan) yang pertama kali dikemukannya pada forum symposium di Geothe Institut, Jakarta, beberapa bulan sebelum ia diangkat menajadi mentri. Konsep inilah yang kemudian dikembangkannya lebih lanjut menjadi 38 konsep „kerukunan hidup antar umat beragama‟ di Indonesia.

Pada zaman Soeharto, sudah terdapat keinginan memisahkan mana aspirasi politik dan mana spirasi agama, ulama menjadi ketua partai dan ketua masyarakat, itu harus dipisahkan, ulama dikasih wadah untuk menjembatani dalam menyalurkan suara aspirasi masyarakat Islam, untuk mengetahui permasalahan agama yang begitu rumit dan , oleh sebab itu mukti ali mengajukan pembutan MUI salah satu alasan nya yaitu masukan dari Mukti Ali untuk memisahkan agama dan politik. Dibentuk pada tahun 75. Pada saat itu terjadi polemik antara Islam dan Kristen, pada saat PKI dibabat habis dan Soeharto mewajibkan memiliki agama namun pada saat bersamaan Islam

37 Wawancara dengan pak Munhanif Ali di FISIP pada tanggal 4 Desember 2019

38 Rafiqa Noviyani, mengenang kembali sosok Mukti Ali dan Relevansi pemikirannya terhadap pendidikan Indonesia Era Milenial, (jurnal ushuluddin vol XXI no. 1, Januari 2014) 25

menunjukan antipati terhadap anggota PKI, oleh sebab itu mereka memilih Kristen yang lebih membuka pintu selebar-lebarnya untuk mereka masuk kedalam kelompok Kristen, mereka merangkul kelompok PKI untuk masuk ke dalam agama mereka dan karena hal tersebut terjadilah kristenisasi yang besar-besaran, dalam hitungan tahun jutaan umat masuk kristen, kelompok Islam marah besar terhadap Kristen padahal Islam sendiri yang salah karena menolak mereka, ini terjadi saat penumpasan PKI di Jakarta setelah terjadinya G30SPKI yang menyebabkan terjadilah berbagai polemik keagamaan. Mukti Ali masuk kedalam kabinet untuk berdialog antar agama dalam penuntasan masalah polemik tersebut. Mukti Ali membangun wacana interaksi, toleransi antara agama dan dialog, dia berpengaruh terjadap wacana baru dan pola baru terhadap pemikiran keberagaman agama, untuk merespon ketegangan tersebut, masuk kedalam pembuatan wacana baru terhadap hubungan antar umat beragama, konflik agama bisa diredam oleh Mukti Ali. Dengan semangat pembaharuan yang Ia miliki serta keprihatinnya terhadap dunia pendidikan di tanah air, Mukti Ali juga mengajukan beberapa poin yang perlu diperhatikan oleh dunia pendidikan di Indonesia. Sorotan Mukti Ali adalah kurangnya bahan bacaan dan referensi, kurangnya kegiatan penelitian ilmiah, kurangnya diskusi akademis, dan masih rendahnya penguasaan bahasa asing. Menurut Mukti Ali empat hal ini adalah pengaruh kendala anak negri 39 untuk berkembang. Mukti Ali membuat perubahan yaitu: menjadikan madrasah bertransformasi menjadi institusi lembaga pendidikan modern, keterbukaan, sebagai bangsa modern, negara semakin dekat dengan umat Islam, semula Islam masih terus menerus berjuang terhadap piagam Jakarta, tentang negara silam, Mukti Ali muncul dalam penjelasan bagaimana bernegara dan apa itu Negara, apa itu

Agama. Dalam hal kebijakan agama semakin komunitas agama terorganisir dan aspirasinya terbuka misalnya dimunculkan misalnya Kristen punya PGI, Islam punya MUI, Katolik punya MBI (Majlis Wali Indonesia) Hindu memiliki organisasi Hindu Persada, Budhisme dan lain-lain. Hal itu bagian Mukti Ali yang mengarahkan, dan memabantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah-maslah keagamaan negara, belum lagi SKB Tiga Mentri, beliau yang menghidupkan 40 madrasah dan lembaga Islam untuk lebih berpikiran maju dan terbuka.

39 Khairah Husin, Peran Mukti Ali dalam Pengembangan Toleransi Antar Agama di Indonesia, Jurnal Ushuluddin Vol. 1, Januari 2014, hal. 106

40 Wawancara dengan pak Munhanif Ali di FISIP pada tanggal 4 Desember 2019 26

Dalam pandangan Mukti Ali kesadaran moral dan sosial ekonomi haruslah sejajar agar dalam pengembangan dan pembangunan negara. Persoalan-persoalan kemiskinan, lapangan kerja, seerta sandang dan pangan umat Islam tidak kalah pentingnya dengan kemerosotan moral bangsa kita.

Dikatakan bahwa umat Islam dikenal sebagai bangsa yang toleran dan lapang dada terhadap agama yang lainnya. Begitupun menurutnya kedatangan islam serta perkembangannya di Indonesia

41 menunjukkan hal yang serupa.

41 Singgih Basuki, Pemikiran Keagamaan Mukti Ali, (Yogyakarta: SUKA-Press Januari 2013) cetakan pertama, hal 209 27

BAB III

PEMIKIRAN MUKTI ALI TENTANG KERUKUNAN

A. Indonesia Sebagai Negara Plural atau Majemuk

Negara Indonesia adalah Negara yang multikultural yang dimana Di dalamnya terdapat berbagai macam budaya dan suku serta agama yang saling bersinggungan

satu sama lain, secara sosiologis, Pluralisme atau majemuk dalam agama adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah berbeda-beda, beragama dan plural dalam hal beragama. Ini adalah kenyataan sosial, tak dapat dipungkiri lagi. Dalam kenyataan sosia, kita telah memeluk agama yang berbeda-beda. Pengakuan terhadap adanya Pluralisme agama secara sosiologis ini merupakan pluralisme yang paling sederhana, karena pengakuan ini tidak berarti mengizinkan pengakuan terhadap kebenaran teologi atau bahkan etika dari agama lain.42 Menurut Nur Cholis Majid kemajemukan atau pluralitas umat manusia adalah sebuah kenyataan dalam kehendak Tuhan sebagaimana disebutkan dalam al-Qur‟an yaitu 43 dalam (surat al-Maidah: 13). Pluralisme hakikatnya merupakan realitas dalam kehidupan, dan hal ini tidak bisa ditolak dan tidak bisa dihindari. Karna pluralisme adalah Sunatullah, maka keberadaannya harus diakui oleh setiap manusia. Namun pengakuan ini banyak mengalami kendala dalam 44 realitas lapangannya. Berkenaan dengan munculnya paham pluralisme terutama pluralisme agama maka

wacana tentang tema pluralisme menjadi tema penting dan sorotan utama bagi kaum

cendikiawan muslim termasuk munculnya pro dan kontra di kalangan para pemikir, cendidkiawan dan para tokoh agama. Perbedaan itu mengenai pemahaman tentang isyarat- isyarat ayat al-Quran tentang pluralisme maupun tentang klain kebenaran dalam suatu 45 agama. Dikalangan cendekiawan muslim, mendekatan berbagai perbedaan dan

mengutamakan persamaan, untuk menegaskan bahwa umat beragama memiliki kesamaan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan dimana mereka bisa membangun hubungan yang saling memahami, menghargai dan penuh kedamaian. Diantaranya adalah Abdulaziz

42 Khairah Husin, Peran Mukti Ali dalam Pengembangan Toleransi Antar Agama di Indonesia, Jurnal Ushuluddin Vol. 1, Januari 2014, hal. 108 43 Singgih Basuki, Pemikiran Keagamaan Mukti Ali, (Yogyakarta: SUKA-Press Januari 2013) cetakan pertama, hal 213 44 Fitriyani, Pluralisme Agama-Budaya dalam Prespektif Islam, Jurnal Al-Ulum Volum, 11, Nomor 2, Desember 2011, Hal. 326 45 Fitriyani, Pluralisme Agama-Budaya dalam Prespektif Islam, 326-327 28

Sachedina, profesor Berkebangsaan Mesir, dengan bukunya Islamic Root for Democratic

Pluralism (2001). 46

Pengakuan Pluralisme secara sosisologis ini juga telah kemukakan oleh Mukti Ali.

Secara sosial Mukti Ali tidak mempersoalkan adanya pluralisme, dalam pengakuan-

pengakuan sosial, tetapi ia sangat tegas dalam hal Teologis. Ia menegaskan bahwa dalam

hal Teologis tidak bisa dipakai hukum kompromistis. Oleh karena itu, dalam satu persoalan yang sama, masing-masing pemeluk agama memiliki sudut pandang yang berbeda-beda, misalnya pandangan tentang al-Qur‟an, Bible dan Nabi Muhammad, Yesus dan Mariam. Menurut Sachedina, argumen pokok pluralisme agama dalam al-Qur‟an berdasarkan pada hubungan antara keyakinan pribadi dan projeksi publik. Dalam hal-hal yang berhubungan dengan keyakinan pribadi, posisi al-Qur‟an tidak turut campur. Artinya, otoritas manusia dalam bentuk apapun harus berdasarkan pada keyakinan internal individual. Sementara dalam hal projeksi publikatas keyakinan pribadi itu, posisi al-Qur‟an berdasarkan pada prinsip ko-eksistensi, yakni keinginan untuk mengakui komunitas- komunitas agama lain dalam mengurus urusan mereka dan berdampingan dengan Muslim. Umat manusia pada hakikatnya adalah sejajar. Setiap insan memiliki kehormatan sebagai manusia (Human Dignity) yang sama, tanpa membedakan agama, etnis dan budaya. Kata Saikh Sa‟di (w.1292): manusia itu bersatu dalam satu Tuhan (unity of mankin under One God), terlepas adanya perbedaan „persepsi‟ manusia terhadapnya. Setiap nabi yang diutus memiliki dimensi partikular dan universal sekaligus. Dan, bagi muslim pengikut Nabi Muhammad, fungsi al-Qur‟an adalah pembenar seluruh nabi, menjadi saksi

bagi perbedaan-perbedaan itu. Al-Quran menegaskan, “manusia itu adalah umat yang satu. Maka, Allah mengutus para Nabi sebagai pemeberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan, Allah menurunkan kitab kepada mereka dengan benar untuk memberi keputusan 47 diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” (QS.2:213). Menurut Mukti Ali, orang Islam melakukan penghargaan tertinggi terhadap

Maryam dan Jesus. Hal itu merupakan bagian dari keimanan orang Islam. Orang Islam sungguh tidak dapat mempercayai (mengimani) ketuhanan Jesus Kristus tetapi

46 Muhammad Ali, Teolgi Pluralis Multikultural: Menghargai Kemajemukan, Menjalin Kebersamaan, cet. 1, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003 , hal. 4

47 Muhammad Ali, Teolgi Pluralis Multikultural: Menghargai Kemajemukan, Menjalin Kebersamaan. 5 29

mempercayai kenabiannya sebagaimana Nabi Muhammad. Kemudian, orang Islam juga tidak hanya memandang al-Qur‟an tetapi juga memandang kitab Torah serta kitab Injil adalah Kitab Suci (Kitabullah). Yang menjadi persoalan, apakah Kitab Bibel yang sekarang otentik atau tidak, dan apakah seluruhnya wahyu Tuhan. Namun hal ini bukan berarti orang

Islam selalu menolak Wahyu Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Musa, Isa, atau rasul- rasul lainnya, meskipun orang Islam tidak bisa mengakui bahwa Bibel sebelum saat ini adalah kalam Tuhan seluruhnya. Namun demikian, orang Islam percaya bahwasannya 48 Bibel memuat atau mengandung kalam Tuhan. Beriman adalah sebuah pengalaman individual tentang sesuatu yang dipercayai (believed), bukan sesuatu yang dinyatakan (Stated) sebagai sebuah keimanan. Dengan pemahaman seperti itu, kesejatian dan kebenaran Tuhan tercermin dalam bermacam 49 kebenaran seperti yang dialami manusia yang berdeba-beda. Mukti Ali berpendapat bahwasannya perbedaan dalam agama, ras, suku, bahasa dan budaya harus dijadikan sebagai pedoman kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat karena masing-masing agama memiliki keyakinan teologis yang tidak bisa dikompromikan. Sama dengan agama lain, Islam juga memiliki keimananya sendiri. Misalnya konsep tentang Nabi Isa. Sama halnya Kristen yang memiliki konsepnya sendiri yang berbeda dengan Islam bahkan tentang keyakinan yang dianut Islam. Jadi, keyakinan tentang pluralisme hanya dibedakan berdasarkan tataran sosialnya saja. Yakni bahwa secara sosiologis kita memiliki keimanan atau keyakinannya masing-masing, soal benar 50 atau tidak benar itu tergantung pada wilayah agamanya masing-masing.

Mukti Ali menjelaskan ada beberapa pemikiran dalam merumuskan kerukunan dalam persoalan kehidupan beragama. Pertama, Sinkretisme, yaitu pendapat yang menyatakan semua agama itu sama. Kedua, Reconception, yaitu, meneylami dan meninjau kembali agama sendiri dalam konfrotansi dengan agama-agama lain. Ketiga, Sintesis, yaitu, menciptakan agama-agama baru yang elemennya diambilkan dari pelbagai agama, supaya dengan demikian pemeluk agama masing-masing merasakan bahwa sebagian

48 Khairah Husin, Peran Mukti Ali dalam Pengembangan Toleransi Antar Agama di Indonesia. 109

49 Muhammad Ali, Teologi Pluralis Multikultural: Menghargai Kemajemukan, Menjalin Kebersamaan. 7

50 Khairah Husin, Peran Mukti Ali dalam Pengembangan Toleransi Antar Agama di Indonesia, 109 30

ajaran agamanya telah terambil dalam agama sintesis (campuran) tersebut. Keempat, penggantian, yaitu, pengakuan bahwa agamanya sendirilah yang paling benar dan berusaha

agar agama yang lain masuk dalam agamanya. Kelima, agree and disagreement (setuju

dalam perbedaan), yaitu mempercayai bahwa agama yang dipeluk adalah agama yang baik

dan mempersilakan orang lain untuk mempercayai bahwa agama yang dipeluknya adalah

agama yang paling baik. Serta meyakini bahwasannya antara satu agama dengan agama yang lain memiliki persamaan dan perbedaannya masing-masing. Namun diantara pemikiran beliau ada perbedaan pendapat dengan pemikir-pemikir yang lain seperti Menurut wacana yang disebutkan oleh pluralisme agama berbeda dengan pluralisme yang disebutkan oleh Mukti Ali sehingga diskursnya sampai sekarang masih menuai kontroversi adalah mengenai kerukunan antarumat beragama. Kajiannya hanya menjadi wacana di Indonesia dan belum terimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang dikenal sangat heterogen, karna berbagai macam alasan dan kekurangan penggerak untuk melanjutkan cita-cita mulia Mukti Ali dalam membangun peradaban Indonesia yang damai, aman dan sentosa, oleh sebab itu pendapat-pendapat Mukti Ali kurang terkenal, seharusnya ada penerus pemikir beliau dan merubah sedikit untuk disesuaikan dengan zaman sekarang yang modern namun tetap beracuan pada kedamaian agama sesuai harapan Mukti Ali salah satunya diadakan pertemuan dan pelaksanaan kegiatan antar agama-agama dengan memunculkan sikap toleransi yang baik. B. Keragaman Agama di Indonesia

Persatuan dan kesatuan bangsa mewujudkan kehidupan sosial politik, ekonomi, kesenian, lembaga pemerintah dan lain sebagainya. Karena kemajemukan tersebut adalah kekayaan dan modal sosial (sosial capital) bangsa serta merupakan sumber kearifan lokal leluhur yang menjadi perekat harmonisasi hubungan sosial sekaligus energi pengikat serta pembaur berbagai elemen masyarakat yang heterogen. Dengan berkembangnya keragaman agama dan budaya menjadikan Indonesia dikenal sebagai bangsa yang multikultural, bukan 51 monokultural. Kenyataan ini memiliki bentuk positif dan negatif dalam menyikapinya.

51 Toguan Rambe, Pemikiran A. Mukti Ali dan Kontribusinya Terhadap Kerukunan Antarumat Beragama , Jurnal Al-Lubb, Vol. 1, No. 1, 2016 hal: 25-26 31

Untuk mengarahkan seluruh potensi keragaman tersebut kedalam arah yang positif, diperlukan suatu usaha serius yang dapat menumbuhkan bahkan memepertahankan kondisi

masyarakat yang mengedepankan nilai keserasian serta sikap toleransi antarumat

beragama. Bentuk keserasiannya terwujud dalam kesediaan semua pihak untuk berdialog,

sebab dialog itu menimbulkan sikap positif dari suatu pihak ke pihak yang lainnya dengan

adanya dialog itu, sehingga akan terwujudnya hasil dalam pengukuhan keserasian, kerukunan dan saling pengertian. Dalam konteks situasi intrn dan antarumat beragama di Indonesia, serta tuntutan zaman yang terus berubah, tampil seorang pembaru dan pemikir, yaitu Prof. Dr. H. Abdul Mukti Ali (1923-2004), yang biasa dikenal dengan panggilan Mukti Ali. Beliau sangat menekankan pentingnya pemahaman keagamaan secara tepat, dan obsesinya adalah ingin membangkitkan dialog antarumat beragama dalam rangka menghilangkan kecurigaan, sekaligus memantapkan dan menambah pengetahuan tentang agama lain sehingga diharapkan akan timbul rasa menghormati dan toleransi terhadap agama yang lain dalam perbedaan. Mukti Ali tidak berhenti dengan hanya mengkritik, dengan semangat Religious Studies, Ia pun menunjukan perubahan-perubahan serta variasi dalam perkembangan di dalam kajian hubungan anataragama, Mukti Ali adalah seseorang yang memiliki andil yang cukup besar dalam membentuk wajah pluralis di Indonesia. Berbagai macam gagasan Mukti Ali disampaikan melalui perguruan tinggi, sebagai pejabat pemerintahan, forum-forum diskusi, seminar, konferensi maupun karya tulis dalam

bentuk artikel jurnal dan buku. Karena itu, beliau menjadi ikon pemikir Islam di Indonesia baik dalam bidang pendidikan maupun keagamaan yang lebih menjurus terhadap 52 keragaman agama dalam konteks kerukunannya. Model pemikiran Mukti Ali tercipta dan bermula di Mc Gill University dalam pemikiran tentang kerukunan keberagaman, disana dia diajarkan dengan menggunakan pendekatan sistematis, rasional, dan holistik. Baik ditinjau dari segi ajaran, sejarah, maupun peradabannya. Hal tersebut diamksudkan untuk menunjukakkan bahwa tradisi

52 Toguan Rambe, Pemikiran A. Mukti Ali dan Kontribusinya Terhadap Kerukunan Antarumat Beragama. 27-28 32

keagamaan dapat menjawab masalah-masalah modern, ini semua adalah yang melatar 53 belakangi paradigma berpikir Mukti Ali menurut pernyataannya.

Menurut Mukti Ali, pembangunan bagi negeri-negeri terbelakang adalah

suatu tugas raksasa. Terutama bagi bangsa Indonesia yang didalamnya terdapat berbagai

keberanekaragaman, seperti suku, kebudayaan, bahasa, agama, tingkat pendidikan,

kehidupan ekonomi dan sebagainya. Dikarenakan keanekaragaman tersebut, terkadang itu adalah sebuah pemicu keruwetan yang lebih besar lagi di Indonesia jika tidak segera 54 ditangani dengan baik. Namun, keanekaragaman juga tidak selalau mengandung penilaian tentang “baik dan buruk”. Ia bisa memacu persaingan yang sehat untuk meraih serta memperoleh kemajuan. Begitupun sebaliknya, keragaman juga bisa menjadi bom penghancur bangsa dalam pertentangan yang berlawanan, lebih-lebih pertentangan itu terjadi dikarenakan persoalan keyakinan agama yang sangat krusial. Oleh karena itu, dalam mencapai keberhasilan dalam mencapai pembangunan negara yang lebih baik, diperlukan bangsa yang berkembang, baik dalam segi materil maupun prasarana sosialnya. Yang dalam hal ini, masalah integrasi dan partisipasi masyarakat merupakan hal yang sangat essensial. Dalam rangka inilah, “kerukunan umatberagama” menjadi tolak ukur serta faktor penting dan vital dalam hal kemajuan bangsa, ketidak rukunan dalam kehidupan sosial keagamaan pasti akan menimbulkan problem-problem sosial, politik, ekonomi dan keagamaan, yang akibatnya sangat jauh dan luas. Itulah sebabnya usaha dalam penciptaan pengembangan serta membina kerukunan

hidup umat beragama penanganannya harus hati-hati dan sungguh-sungguh, sebab, dalam memibacarakan perkara agama, orang akan selalu terlibat, berpihak dan tidak mungkin 55 sepenuhnya bersikap rasionil dan obyektif. C. Keragaman Kepercayaan

53 Toguan Rambe, Pemikiran A. Mukti Ali dan Kontribusinya Terhadap Kerukunan Antarumat Beragama. 29

54 Mukti Ali, Agama dan Pembangunan di Indonesia, diterbitkan oleh Biro Hukum dan Hubungan

Masyarakat Depertemen Agama Republik Indonesia, buku cetakan pertama 1395 H / 1975 M, hal: 67

55 Mukti Ali, Agama dan Pembangunan di Indonesia. 68-69 33

Mukti Ali memiliki pemikiran yang lebih maju dimasanya saat itu, tentang keragaman agama dan kepercayaan di Indonesia, bahwasannya dalam keberagaman tersebut Indonesia akan lebih maju jika masyarakatnya menjunjung tinggi kebersamaan dalam perbedaan, sebagaimana hasil wawancara dengan Munhanif Ali sebagai peneliti beliau dan pernah wawancara dengan Mukti Ali langsung yaitu, Umat agama pasti memiliki gesekan-gesekan, Mukti Ali percaya dengan cara tertentu memiliki kedamaiannya masing-masing, tugas membangun kerukunan Mukti Ali adalah kerukunan antar umat, kerukunan antar masyarakat, kerukunan antara Islam dan pemerintah, karna didorong munculnya satu pemahaman yang sama bahwa negara ini betul-betul dipahami oleh penduduk muslim adalah Negara Islam, dalam sambutan-sambutan beliau, Mukti Ali terlihat sebagai pendorong dalam transpormasi Islam terhadap negara, pada saat yang sama juga mendorong umat Islam faham terhadap komunitas agama lain, bahwa komunitas agama lain juga memiliki kewarganegaraan yg sama dan harus rukun karna sama-sama Kewarganegaraan Indonesia. Menurut Mukti Ali munculnya Aliran Kebatinan di zaman yang moderen ini disebabkan karena, yang pertama: mereka berusaha memepertahankan nilai-nilai asli keindonesiaan. Kedua, orientasi pembangunan yang terlalu intelektualistik. Ketiga, orientasi pembangunan yang terlalu intelektualistik yang menyebabkan orang mencari ketenangan dengan melibatkan perasaan. Ketiga, adanya penekanan yang berlebihan terhadap materi kepada masyarakat yang memeicu mereka mencari nilai-nilai kerohanian yang lebih ramah dan lemah lembut. Kekempat, mereka ingin menintegrasikan nilai-nilai asli yang terdesak oleh modernisasi, mereka merindukan nilai-nilai asli yang menghilang. Hal tersebut adalah bentuk protes dan kritik terhadap situasi dan kondisi dimana mereka berada. Kelima, penerangan dan dakwah Islam yang lebih banyak bersifat verbal, for malistis,menekankan aspek fikih, serta kurang menyentuk nilai-nilai akhlak. Disamping itu, kehidupan orang-orang Islam yang sangat saleh terkadang tidak bisa dijadikan contoh 56 bagi penganut aliran kebatinan atau aliran kepercayaan. Oleh karena itu, Mukti Ali menyimpulkan bahwasannya dibutuhkan dakwah Islam yang tak hanya berisi masalah fikih namun juga diselingi dengan menekankan masalah

56 Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama, hal. 193 34

tasauf dan akhlak yang memebrikan kepuasan rohani dan kehalusan budi, serta yang kedua, manisfestasi kebaikan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari oleh umat Islam itu sendiri, selanjutnya yang ketiga, dalam segala hal, seharusnya peka terhadap situasi dimana dia berada maka sesuaikan dengan keadaan baik tatacara menyapa dan berbicara agar semunya tak terasa asing, ke empat, hendaknya persaudaraan dan kerukunan antar sesama umat Islam semakin ditingkatkan, karena sesungguhnya sebagian besar diantara penganut kebatinan adalah umat Islam, Mukti Ali mengatakan beberapa syarat yang harus dilaksanakan gara pembangunan di Indonesia berjalan dengan lancar, perubahan yang harus dilakukan yaitu, dalam bidang ekonomi, materi khutbah yang tidak hanya yang berorintasi ibadah murni saja namun juga menyinggung problem sosial, budaya dan ekonomi, serta tidak hanya ditujukan kepada orang awam saja namun juga terhadap para intelektual, sehingga mereka mengerti agama sesuai profesinya, dan yang terakhir yaitu mengubah orintasi dari dakwah yang berupa khutbah atau ceramah menjadi dakwah perbuatan dengan berbagai aktivitas yang nyata dalam rangka mengerti dan mengatasi problematika-problematika sosial, ekonomi, kependudukan, dan sebaginya yang bersifat 57 langsung terjun kelapangan dan berbaur dengan masyarakat sekitar. Gagasan beliau tentang model kerukunan antar umat beragama dalam menciptakan keharmonisan kehidupan nasional. Gagasan tersebut terimplemintasikan saat beliau menjadi Mentri Agama dalam Departemen Agama tersebut, gagasan beliau dilandasi oleh prinsip keadilan Islam yang mempercayai tiga hal penting, yakni; kebebasan hati nurani secara mutlak, persamaan kemanusiaan secara sempurna, dan solidaritas dalam pergaulan

58 yang kokoh. Sebagaimana dijelaskan oleh Ridwan Lubbis dalam bukunya yaitu: masyarakat moderen harus mengalami pergeseran dan mendorong manusianya kepada perkembangan sosial dan menguatnya komitmen terhadap moral. Kemudian, diatas kemajemukan bangsa akibat pragmentasi sosial pada masa lalu maka diperlukan alat perekatnya yang terdapat pada sila ketiga yang berbunyi persatuan Indonesia sebagai dasar yang menjadikan Indonesia sebagai negara kesatuan. Dan kerukunan juga berkaitan dengan fungsi

57 Singgih Basuki, Pemikiran Keagamaan Mukti Ali, hal 210-212

58 Amin Abdullah, Metodologi Studi Agama , Yogyakarta. Pustaka Pelajar,tahun 2000 h. 24 35

pemerintahan sehingga kebijakan-kebijakan pemerintahan harus pula dipahami oleh pemuka agama sebagai penjabaran dari pancasila yang diterimasecara bersama serta

sebaiknya seluruh institusi pemerintahan komitmennya harus sama bahwasannya seluruh

kebijakan pemerintah bertujuan untuk memperkuat dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.

Yang dimana Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki tiga pengertian yaitu: seluruh warga

Negara di Indonesia adalah manusia yang percaya terhadap esensi dan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa; keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa muncul dalam berbagai formulasi doktrin yang terdapat dalam berbagai model keyakinan; keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi landasan pemahaman terhadap perlunya kerukunan baik diantara internal penganut sebuah agama maupun antar satu agama dengan penganut lain.59 Sudut Teologi melihat bahwasannya semua jenis agama yang didalamnya terdapat konsep ketuhanan maka dapat disebut sebagai agama, sementara yang tidak memeiliki konsep tentang Tuhan tidak dapat disebut sebagai agama. Sedangkan dari sudut sosiologi, setiap yang diakui oleh penganutnya sebagai agama, baik itu agama lokal atau agama dunia, termasuk dalam terminologi yang disebut sebagai agama. Selanjutnya, jika dilihat dari perundang-undangan di Indonesia, yang disebut sebagai agama tanpa memepertimbangkan muatan keyakinannya, hanya terbatas enam yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan Konghucu. Namun yang lainnya Negara Indonesia tetap memberikan hak hidup dan berkembang terhadap agama-agama lainnya seperti Yahudi, 60 Tao, Shinto dan lain sebagainya.

Mukti Ali mengatakan bahwa Pembangunan adalah merupakan proses bukan suatu

keadaan statis, bahkan proses yang dialektis. Dimana kesadaran intelektuil moral dan pembangunan industri, ilmu pengetahuan, kesehatan dan sebagainya itu, berjalan bergandengan yang mana satu sama lain itu saling kait mengait. Pembangunan itu akan makin mantap dan makin cepat apabila disadari bahwa kesadaran intelektuil dan kesadaran moral itulah yang terutama, dan dengan itu kemajuan ekonomi dan teknologi akan tercapai.

59 M. Ridwan Lubis, Agama dalam Diskurs Intelektual dan Pergumulan Kehidupan Beragama di Indonesia, Jakarta Pusat, penerbit: Kementrian Agama Republik Indonesia Pusat Keukunan Umat Beragama (PKUB). Hal 53-55

60 M. Ridwan Lubis, Agama dalam Diskurs Intelektual dan Pergumulan Kehidupan Beragama di Indonesia hal 59 36

Disamping itu juga, dalam pembangunan ekonomi, maka pembangunan sosial, kultur, dan 61 agama juga digiatkan, hingga demikian pembangunan itu berjalan seimbang.

Dalam proses penyempurnaan pembangunan Indonesia diperlukan persatuan dan

kesatuan semua bidang dan agama, oleh sebab itu Mukti Ali ingin menguatkan dalam

bidang agama terlebih dahulu karna yang memberikan sumbangsih terbesar dalam

pembangunan adalah keragaman keberagaman dan kepercayaan yang saling toleran serta persatuan dalam perbedaan, sebagaimana dengan tema topik penelitian ini yang menjadi center pemikiran Mukti Ali, yaitu Agree and Disagreement

61 Mukti Ali, Agama dan Pembangunan di Indonesia, Diterbitkan oleh Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Departemen Agama Republik Indonesia, buku cetakan pertama 1395/1975 M, H. 39

BAB IV

UPAYA MEMBANGUN KERUKUNAN

A. Agree and Disagreement

Agree and Disagreement merupakan seseorang mempercayai bahwa agama yang

dipeluknyalah yang paling benar. Dalam pandangan Mukti Ali konsep Agree and Disagreement adalah adanya jalan yang paling baik untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama. Dalam pandangan tersebut, Mukti ali ingin menjelaskan bahwa jika seseorang telah mempercayai agamanya masing-masing akan timbul saling menghormati, walau didalam ajaran agama masing-masing berbeda dalam ajarannya namun dia juga memiliki persamaannya, serta mereka akan didorong sesuai keyakinannya masing-masing dan saling menghormati perbedaan, berdasarkan penjelasan tersebut menurut Mukti ali akan tercipta kerukunan hidup antarumat beragama dan ini merupakan perwujudan dari 62 “Bhineka Tunggal Ika” yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu. Konsep kerukunan juga dijabarkan oleh Nurcholis Majid, bahwasannya kerukunan

akan tercapai apabila masing-masing pemeluk agama bersikap lapang dada satu dengan yang lainnya. Hal ini begitu penting dalam perkembangan terhadap kehidupan dan kemajuan masyarakat yang plural di Indonesia. Penjelasan Mukti Ali dalam kasus berbeda-beda tetapi tetap satu dijelaskan lebih jauh tentang tiadanya sinkretisme dalam agama adalah salah satu pengokoh dalam terwujudnya agama yang toleran. Yang dimaksud sinkretisme disini ialah satu agama yang mengajarkan bahwa hanya agamanyalah yang benar. Perpindahan agama dari sa tu agama ke agama yang lain jadi tidak logis. Semua agama adalah sebuah alat untuk mencapai perwujudan diri sendiri dalam perealisasian yang paling dalam dari diri manusia dalam hal 63 dogma, perkataan dan lainnya. Sesuai dengan penjelasan diatas yang menyambung dengan dinamika normatif yang termuat di dalam semua strata dan nilai, bahkan setiap orang wajib menghayati

62 Mukti Ali, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, Bandung: Mizan; 1993, hal 60-62

63 Mukti Ali, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam hal 57

37 38

semaksimal mungkin dalam penghayatan nilai-nilai moral yang ada. Yaitu terhadap setiap strata ia harus menghayati harmoni otonom (nisbi) yang dimiliki setiap strata. Ia juga harus

menghayati pergaulan ekonomis dengan yang lainnya seharmonis mungkin, begitupun

dengan hubungan ssosial politiknya, humanistik dan secara tologisnya juga harus

harmonis. Semua strata tersebut harus terlaksana dengan harmonis menurut bobot dan

64 otonominya, namun dalam antaraksi yang serasi. Dari sekian banyak karya Mukti ali menurut A. Singgih Basuki sebagai peneliti agamanya, menyimpulkan beberapa hal tentang penelitian beliau yaitu terdapat tiga etos, yang pertama keilmuan, kemanusiaan dan kebangsaan. Dimana etos keilmuan Mukti ali adalah pendekatan scientific-cum-doctrinaire, pendekatan yang memadukan aspek doktrin dan ilmiah. Etos kemanusiaannya dikenal dengan konsep agree in disagreement serta dialog antar agama untuk menciptakan kerukunan intren dan antarumat beragama dalam berbangsa. Dia juga berkiprah dalam ide-ide pembangunan kaum modernis. Sejumlah karya intelektualnya seperti Alam Pikiran Islam Modern Di Pakistan, Islam Dan Sekulerisme Di Turki Modern, Dan Alam Pikiran Modern Di Timur Tengah menunjukan 65 pentingnya gagasan modernisme Islam. Mukti ali berusaha meyakinkan kalangan muslim agar berkutit tidak dengan cara

apologis dan polemis lagi dalam membela Islam, namun beralih dengan menggunakan pendekatan ilmiah dalam memahami agama termasuk memahami Islam itu sendiri. Cara ini diyakini Mukti ali dapat menjadi pemersatu bangsa. Namun, tampaknya pencapaian pembangunan bidang agama yang dirancang secara

nasional mengalami kesulitan untuk dijelaskan secara kuantitatif. Hal itu disebabkan karena kriteria, indikator, dan tolok ukur yang digunakan belum pernah “dibakukan”. Oleh karena itu, ada kesulitan untuk menjawab pertanyaan: apakah selama tiga puluh tahun terakhir pembangunan bidang agama telah mengalami kemajuan atau jalan di tempat atau mengalami kemunduran? Pertanyaan itu muncul oleh karena kerukunan (integrasi) umat

64 Ali, Mukti, Agama dalam pergumulan masyarakat kontemporer, cet 1, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya 1997 hal 174

65 Rahmadi, Pemikiran Metodologis A. Mukti Ali Tentang Penelitian Agama, ilmu ushuluddin, juli 2015,Vol. 14, no. 2 39

beragama mengalami gangguan (konflik) meskipun, ia, menjadi mata program utama dalam pembangunan bidang agama dan banyak pula konflik yang terjadi dengan membawa

atas nama agama sehingga agama yang sehausnya menjadi pedoman dan tatanan

masyarakat yang maju dan sejahtera menjadi boomerang penghancur bangsa, disini juga

pendapat Mukti Ali berperan dalam pembangkitan kembali semangat juang pemuda dalam

keselarasan dan pendidikan yang seimbang untuk kemajuan bangsa yang selama ini dicita- citakan. B. Dialog Aksi

Dialog antar-umat beragama di Indonesia mengalami berbagai perkembangan sejak isu ini digulirkan pada tahun 1960-an. Dalam perkembangannya dialog tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yakni berdasarkan pelakunya: pemerintah, organisasi-organisasi masyarakat sipil, dan akademisi. Ketiga kategori ini dapat dikatakan pula mewakili tiga kekuatan dalam sebuah negara: pemerintah, masyarakat sipil dan pasar. Dialog agama diprakarsai pertama kali oleh Mentri Agama pada saat itu yang menjabat adalah Mukti ali pada tahun 1969. Hal ini didorong untuk membangun dialog level nasional dan Internasional pada tahun 1960-an. Di Indonesia, inisiatif dalam membangun dialog sudah ada dan pada awalnya hadir sebagai respon terhadap konflik- konflik lokal yang melibatkan komunitas-komunitas umat beragama pasca tahun 1965. Dari latar belakang tersebut bermunculan dialog-dialog yang terinstitusionalisasikan baik 66 oleh pemerintah, organisasi-organisasi masyarkat sipil maupun akademisi. Menurut penelitian terdapat 7 level dalam pola dialog yang dilakukan Mukti Ali,

yaitu, level pertama adalah tentang kehidupan, yang mana setiap orang yang berbeda latar belakang kepercayaannya dan berbeda cerita kehidupannya dipersatukan dan saling berbagi kisah dan cerita masalah kehidupannya masing-masing dalam hal kepercayaan, level kedua disebut sebagai analisis sosial dan etika kontekstual dilevel ini mereka diberi pengetahuan untuk mengetahui dan memahami realitas kehiupan secara sosial dan etis, level ketiga yaitu diberi pemahaman mengenai sumber-sumber keimanannya sendiri, bagaimana dana apa yang harus dilakukan. Disini orang-orang berupaya mempelajari tradisi religiusnya didalam komunitas religiusnya. Pada level keempat mereka bersama-

66 https://crcs.ugm.ac.id/dialog-antar-umat-beragama-ala-indonesia/ 40

sama mengikuti komunitas inter-religius dan membangun situasi dimana mereka berbagi pengalaman iman dalam rangka pengayaan dan usaha bersama untuk menemukan suatu

Ultimate serta Selangkah lebih maju, level kelima, mereka melakukan dialog teologi inter-

religius, dimana mereka mengalami pengayaan pada level teologi, baik interpretasi

maupun orientasinya. Pada level keenam barulah mereka menekankan dialog aksi, yakni

memberdayakan peserta dialog dengan perspektif-perspektif yang terkait dengan isu keadilan sosial dan gender, hak asasi manusia, dan ekologi. Level terakhir adalah dialog intra-umat beragama yang menunjukkan terjadinya kritik atas diri sendiri dimana dan bagaimana imanku diperkaya dan diperbaharui, serta di tertransformasikan. Didalam makalah yang ditulis oleh Mukti Ali yang menyatakan bahwasannya untuk menemukan titik temu sebuah perbedaan didalam pluralitas agama adalah dengan dilakukannya dialog agama, kecuali di dunia ini hanya ada satu agama, maka dialog tidak diperlukan, namun dunia dan negara memiliki banyak agama, dari agama besar sampai agama rakyat, sehingga dialog agama adalah hal penting dan yang akan menjadi titik temu 67 dalam perbedaan untuk menciptakan kedamaian dunia dalam akar agamanya. C. Kerjasama Sosial

Usaha yang dilakukan Prof Dr H.A Mukti ali dalam hal kerjasama sosial adalah dengan mengadakan pelatihan-pelatihan dan pembentukan suatu lembaga penelitian yaitu Balitbang agama yang tiada lain adalah badan penelitian dan pengembangan agama dalam jajaran departemen agama tahun 1975; beliau juga membuat pembentukan dan penyelenggaraan Program Latihan Penelitian Agama (PLPA) bagi para dosen IAIN; serta

menjalin kerja sama penelitian dengan beberapa perguruan tinggi dan LIPI. Di samping itu, Mukti ali terlibat dalam pengembangan ilmu-ilmu sosial, antara lain menjadi salah seorang pengurus Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial (YIIS) di bawah pimpinan Selo Soemardjan, dan menjadi pengurus Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIS),68 ini yang menjadi acuan bahwasannya tidak hanya dialog antar agama namun kerjasama sosial juga penting, baik dari kalangan masyarakat biasa sampai ke pemerintahan yang menjadi sumbangsih penting dalam pelaksanaan saran-saran warga

67 Singgih Basuki, Pemikiran Keagamaan Mukti Ali, (Yogyakarta: SUKA-Press Januari 2013). 245

68 https://uinsgd.ac.id/berita/seputar-penelitian-agama-dan-perubahan-sosial/ 41

yang akan diwujudkan dalam bentuk strata sosial yang sama, Apa yang dikemukakan oleh Mukti Ali, merupakan suatu gambaran tentang polarisasi antara ilmu-ilmu sosial (selain ilmu ekonomi) di satu pihak, dan ilmu ekonomi di pihak lain.

Di antara produk yang disebarluaskan, berkenaan dengan agama dan pe mbangunan serta kerjasama sosial berupa buku: Agama dan Perubahan Sosial (Taufik Abdullah, editor) dan Kajian Agama dan Masyarakat (Sudjangi, 1992, editor). Dalam buku pertama, ditampilkan hasil penelitian yang menggambarkan Islam di Aceh (oleh dua orang ahli IAI dari IAIN Banda Aceh, Ismuha dan Baihaqi A.K) dan Sulawesi Selatan (oleh dua orang antropolog dari Universitas Hasanuddin Ujung Pandang, Mattulada dan Abu Hamid). Kontribusi Mukti ali tercermin dalam kata pengantar yang ditulis oleh Taufik Abdullah. Sementara itu, dalam buku kedua ditampilkan berbagai tulisan para ahli IAI dan ilmu-ilmu sosial tentang agama sebagai realitas kehidupan, yang dijadikan sasaran pengkajian dan penelitian. Oleh karena buku itu disusun berkenaan dengan peringatan hari jadi kelima belas tahun Balitbang Agama, tentu saja berpangkal dari apa yang digagas dan diwujudkan oleh Mukti Ali, yang juga menulis tentang “Islam, Religion and Science”.

Pembicaraan tentang agama dan masalah pembangunan tidak hanya membuat orang terpancing untuk diskusi dan juga menyenangkan untuk dibicarakan. Dalam beberapa kasus penelitian yang menyatakan hal itu dibicarakan oleh Max Webber yaitu Pandangannya tentang etika Protestan dan semangat kapitalisme, menjadi komoditas dalam seminar dan diskusi, dan menjadi wacana yang dipandang layak untuk diterbitka n (Lihat: Taufik Abdullah, 1983). Ia dijadikan rujukan untuk menjelaskan hubungan antara agama dengan perkembangan ekonomi, terutama dari sudut pandang antropologis dan sosiologis. Demikian pula, hasil penelitian McClelland (1961) tentang need for achievement yang menjadi virus mental bagi kewirausahaan, menjadi bahan kajian; bahkan yang bersangkutan sempat memberikan penjelasan di beberapa perguruan tinggi pada awal tahun 1970-an. Oleh karena itu, muncul gagasan etos kerja dan etika bisnis. Demikian pula hubungan antara agama dengan berbagai bidang kehidupan lainnya menjadi wacana di kalangan intelektual Indonesia (Lihat: Sudjangi, 1992). Semua itu berhubungan satu sama lain antara kerjasama sosial dan pembangunan demi mencapai kedamaian dan kesejahteraan. 42

Semua itu dibutuhkan adanya kerjasama sosial dalam segala bidang. Menurut Mukti ali tanpa kerjasama sosial kesejahteraan tidak akan terwujud. Namun dapat dilihat

dalam beberapa penelitian bahwasannya kerjasama sosial dalam kalangan masyarakat

sangat langka dilakukan, sehingga hasil yang didapatkan dan bahkan dapat dilihat

sekarangpun nihil, semua masyarakat hanya mementingkan kepentingan pribadinya saja

sehingga kesenjangan terjadi disegala sudut dan kesejahteraan hanya dalam hayalan. Mukti Ali dalam beberapa dialognya menyetakan bahwasannya dalam kemajuan serta terciptanya pembangunan baik dalam segi agama maupun ekonomi seluruhnya diperlukan kerjasama sosial yang baik. Baik dari segi masyarakatnya maupun dari segi negri untuk mencapai 69 kerjasama dunia yang lebih luas. D. Pengembangan Peran Negara

Negara, dalam pengertian nation-state, adalah ide modernitas yang terpenting. Dan konsep negara dirangkum menjadi tiga konsep yaitu: yang pertama, negara sebagai perangkat kelembagaan yang terdiri dari lembaga legslatif, eksekutif, baik administrasi di pusat maupun di daerah, peradilan, polisi dan tentara. Weber mengatakan bahwasannya mempunyai aturan kerjanya sendiri untuk bertindak, yaitu aturan birokrasi yang legal- formal. Disini, lembaga dilihat dalam pandangan fungsional. Kedua, konsep negara menurut pandangan struktural, dalam pengertian marx, bahwa negara tak lain adalah wadah bagi para eksekutif untuk melaksankan kepentingan kelas. Dalam masyarakat kapitalis negara adalah pelembagaan kepentingan kaum borjuis dan dalam negara sosialis, negara akan melayani kepentingan kaum pekerja.

Ketiga, negara sebagai penumbuhan ide yang ideal dari masyarakat, negara seperti ini merupakan kekuatan yang independen dan berdiri atas semua golongan dan mengatasi semua kepentingan masyarakat. Ini sejalan dengan konep fungsional karena melihat negara 70 sebagai kekuatan independen.

69 Ali Munhanif. 1998. “Prof. Dr. A. Mukti Ali: Modernisasi Politik-Keagamaan Orde Baru”, dalam dan Saiful Umam (Editor), Menteri-menteri Agama RI: Biografi Sosial-Politik, Jakarta: INIS Bekerjasama dengan PPIM hal 203

70 Mukti Ali, Agama dalam Pergumulan Masyarakat Kontemporer, cet 1, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya 1997, h. 137-138 43

Dalam sejarah kehidupan dan pertumbuhan bangsa Indonesia setelah mengalami kemerdekaan, pada masa Orde Baru ini terdapat kesempatan yang luas untuk melakukan

pembangunan nasional sebagai usaha dalam mengisi kemerdekaan setelah mengalami

71 situasi yang sangat gawat dan mencekam.

Dalam masa yang terus berkembang dan maju, dan selaras dengan perkembangan

zaman negara akan semakin berkembang dalam perencanaan yang lebih rill, oleh sebab itu, setahap demi setahap merobah dan memajukan masyarakat selaras dengan cita budaya, tuntutan sejarah dan perkembangan zaman dan peran negara dalam pembangunan karakterbangsa yang terus maju adalah sauatu hal yang mutlak dan terus menerus mengejar dalam ketertinggalan zaman untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Mukti Ali dalam bukunya menyatakan bahwa pembangunan nasional ikhtiar manusia Indonesia untuk mengadakan perobahan, perbaikan, peningkatan mutu dan kwalitas kehidupan bangsa Indonesia yang dilakukan secara sadar, terencana, dan menyeluruh, disini jelas bahwasannya Mukti Ali menginginkan kerjasama yang baik antara masyarakat dan negara Indonesia dalam bersatu membangun bangsa dan negara yang lebih maju dan berkelas dimata dunia. Seperti halnya dijelaskan didalam teks Pancasila yaiu mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata materil dan sprirituil dan juga merdeka, berdaulat dan bersatu dalam suasana prikehidupan yang aman, tentram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dalam ketertiban dan perdamaian.

Oleh sebab itu peran negara sangatlah penting sebagaimana dijelaskan diatas dan diharapkan dengan adanya keselarasan dan kerjasama maka terciptalah suatu kehidupan bangsa dimana terdapat dan dirasakan kecukupan ekonomi, kemantapan politik, kemajuan kebudayaan, ketentraman psikologis dan kepuasan rohani. Sebagaimana sejarah menuliskan bahwasannya menjelang dasawarsa 1930-an, pergerakan nasional terus maju selangkah demi selangkah termasuk menciptakan kemerdekaan dan bebeas dari penjajahan. Setelah sumpah pemuda mengeluarkan trilogi

71 Mukti Ali, Agama dan Pembangunan di Indonesia, Diterbitkan oleh biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Depertemen Agama Republik Indonesia, buku cetakan pertama 1395 H / 1975 M hal 86 44

kebangsaan yaitu satu nusa, satu bangsa, dan satu Bahasa, Islam mengikuti jalur meju tersebut untuk mencapai bangsa yang berdikari dan menjadi bangsa yang maju, penjelasan

yang menyatakan bahwasannya negara adalah sangat berperan penting dalam segala aspek

kemajuan negara dan bangsanya.

E. Pengembangan Gerakan Hukum

Pengembangan gerakan hukum adalah cara agar lebih baik dalam bertindak kedepannya untuk Indonesia lebih maju, dalam ilmu Revolusi yang merupakan suatu konsep tentang perubahan secara cepat (revolutionary change). Ia digunakan bagi berbagai bidang, di antaranya berkenaan dengan kekuasaan manusia (human authority), dalam pendapat Wagner (1970), menyatakan bahwasannya revolusi bagi urbanisasi yang terjadi di dunia, yang kemudian disebut urbanism. Ia merupakan perubah dalam berbagai bidang kehidupan manusia, dari yang bersifat pemenuhan kebutuhan fisik sampai perkembangan intelektual. Demikian pula, revolusi digunakan untuk menjelaskan perkembangan ilmu (Lihat: Kuhn, 1970), selanjutnya yaitu

Transformasi atau perubahan, perubahan disini dijelaskan sebagai suatu wujud kesepakatan melalui proses interaksi antar elite masyarakat. Dalam proses itu terjadi serangkaian relasi, yang secra garis besar berupa konflik dan integrasi. Apa yang dikenal sebagai “asas tunggal” bagi organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan pada era pemerintahan Orde Baru, merupakan produk kompromi antara elite yang berkuasa dengan elite strategis, termasuk para pemimpin organisasi kemasyarakatan yang mengemban misi qur‟ani bagi kehidupan masyarakat bangsa. Interaksi itu mencakup internal maupun eksternal, karna yang faham mengenai perubahan negara adalah kaum elit terlebih dahulu untuk dapat berkomukasi dengan negara lain yang telah lebih dahulu menjadi negara maju, sebab hanya mereka yang mengerti alur pembicaraan antar kelompoknya, oleh sebab itu pemerintah dan hukumah yang bekerja lebih untuk kemajuan bangsa dan negaranya serta bekerjasama antar kaum elit atau pemimpin-pemimpin daerah agar merata dalam pemberian keputusan dan hukum.

Pengaruh Mukti ali berkembang banyak dalam kebijakan tentang pendidikan Islam yang dikeluarkan ketika menjadi menteri agama. Salah satu jasa yang tidak pernah terlupakan hingga saat ini adalah memasukkan mata pelajaran umum ke dalam lembaga 45

pendidikan Islam begitupun sebaliknya, sebagaimana penjelasan saya di awal dalam wawancara dengan pak Ali munhanif dalam biodata lengkap Mukti ali tertera jelas bahwasannya beliau Selain pendidikan juga berperan besar pada modernisasi lembaga

Departemen Agama. Modernisasi yang dimaksud adalah perubahan paradigma yang digunakan untuk membaca permasalahan kebangsaan. Salah satunya adalah ketika tentang pembentukan lembaga MUI yang pada saat itu masih dianggap tabu. Lembaga ini sebagai alat pemerintah untuk mempersatukan umat Islam yang mayoritas masih dilanda perpecahan antar golongan serta kondisi pemerintahan yang masih belum stabil. Persoalan pendidikan Islam menjadi perhatian yang serius, karena dianggap mampu untuk memperbaiki tatanan nilai masyarakat Indonesia. Apalagi agama Islam di Indonesia menjadi agama mayoritas diantara sekian banyak agama yang ada. Namun terdapat agama lain yang diakui oleh pemerintah dan saling menghormati terhadap kepercayaannya masing-masing, disini dijelaskan bahwasannya kebebasan akan menciptakan keharmonisan dalam perbedaan, namun tetap bekerjasama dalam membangun Indonesia yang pluralis ini. Dalam penjelasan AL HIKMAH Jurnal Studi Keislaman, Volume 5, Nomor 2, 203 September 2015 (Sosio -Kultural) dan dalam tesis Emile Durkheim (1857 -1917) dinyatakan bahwa realitas sosial (Harmoni Sosial) adalah spirit untuk menentukan tata kelola kehidupan keagamaan. Dengan demikian, walaupun Islam adalah agama mayoritas namun pola keberagaman yang dibangun oleh masyarakat multikultural di Indonesia adalah upaya untuk membangun keharmonisan sosial. Praktik keberagaman yang mereka kembangkan adalah upaya pengejawantahan prinsip ajaran agama masing -masing. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa upaya membangun kerukuan antar umat beragama tidak banyak ditentukan oleh semangat keagamaan, akan tetapai struktur sosial atau lingkungan sekitar yang berperan dalam membangun pola keberagaman. Inti utamanya adalah kondisi heterogenitas bangsa Indonesia ibarat pedang bermata ganda, di satu sisi kemajemukan bisa menjadi kekuatan konstruktif -produktif dalam rangka membangun bangsa dan negara menuju kemajuan yang adil dan makmur. Kebanggaan atas prestasi-prestasi yang telah kita raih tidak boleh membuat kita lengah terhadap hadirnya “tangan-tangan jahil” yang tidak menghendaki Indonesia utuh dan berjaya. Di sisi lain, jika heterogenitas kebangsaan kita tidak bisa dikelola dengan baik, 46

maka ia bisa menjelma menjadi kekuatan destruktif yang bisa mencabik -cabik bangunan kebangsaan yang sudah sedemikian lama terbangun di bawah panji -panji Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI).

menjadi penting untuk mengkaji masalah kebijakan pemerintah dalam memberikan

tatanan nilai kepada rakyat Indonesia karena ini menjadi tonggak dasar untuk menjadikan

bangsa ini bisa hidup beragam dengan mengangkat nilai -nilai pendidikan. Tetapi perlu juga untuk disampaikan bahwa arah kemanusiaan dalam pendidikan dan dalam hal ini pemerintah menjadi suatu hal yang tidak dapat dipisahkan karena sebenarnya menjadi suatu sistem yang saling melengkapi.72 Oleh sebab itu, Mukti Ali lebih menekankan kepada perbaikan tatanan pendidikan dan toleransi agama, agar keharmonisan tercapai dan kebebasan dalam beragama tetap rukun terjalin, itu semua akan menyatukan Indonesia dan menjadikan negara yang berdaulat, adil dan makmur.

72 Kunawi Basyir, Pola Kerukunan Antarumat Islam dan Hindu di Denpasar Bali (Surabaya: ISLAMICA, Jurnal Studi Keislaman, Volume 8, Nomer 1, September 2013), 5.7 Masdar Hilmy, Islam, Politik & Demok rasi(Surabaya: Imtiyaz, 2014), 22

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam penelitian agama, Mukti Ali menekankan faktor peneliti sebagai yang lebih penting daripada metode. Dalam penelitiannya pada tahun 60-an saat beliau menjabat sebagai dosen perbandingan agama di IAIN Yogyakarta, beliau mengamati beberapa kelemahan dalam tradisi akademis di IAIN. Setidaknya, beliau menemukan tiga kelemahan yang menjadi keprihatinannya, yaitu kurangnya semangat keilmuan di kalangan pelajar dan mahasiswa, kurangnya penguasaan bahasa asing, dan kurangnya penguasaan metodologi. Kelemahan-kelemahan ini kemudian Mukti ali termotivasi untuk mengambil sejumlah kebijakan untuk mengatasi problem ini ketika ia menjabat sebagai mentri agama pada dekade 70-an. Diantaranya Post Graduate Course (PGC), Program Studi Purna Sarjana (SPS) serta Program Latihan Penelitian Agama (PLPA). PGC DAN SPS dilaksanakan dari tahun 1971 hingga 1977, semuanya pada masa kepemimpinan beliau 73 sebagai Mentri Agama, sementara PLPA dilaksanakan sejak tahun 1976/1977.

Gagasan Mukti Ali tentang pembangunan kerukunan hidup beragama adalah sebuah kondisi sosial keagamaan dapat hidup bersama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing dalam melaksanakan kewajiban agamanya masing-masing, dan hidup dengan damai sebagai pemeluk agama yang baik. Gagasan tersebut memiliki dasar yang kuat terhadap negara terutama negara Indonesia yang multikultural baik dalam budaya maupun agama. Multikultural ini sudah tertulis dalam semboyan yang tertulis dalam Lambang negara Indonesia menyebutkan bahwa Bhineka Tunggal Ika yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu, semboyan ini sudah menjadi dasar yang kuat sebagaimana Prof Mukti ali dalam pendapatnya mengenai Agree and disagreement. Pendapat Mukti Ali mengenai kerukunan umat beragama sudah dijelaskan secara gamblang dan sudah banyak peneliti yang menulis mengenai itu, dalam wawancara saya ke beberapa tokoh agama dan peneliti menyatakan bahwasannya gerakan Mukti ali tentang

73 Rahmadi, pemikiran Metodologis A. Mukti Ali Tentang Penelitian Agama, jurnal Ushuluddin, Juli 2015, vol 14, No. 2 hal 107

47 48

kerukunan umat beragama telah terlaksana walau takterlihat jelas seperti kerukunan keberagamaan yang terjadi di Inggris, mereka rukun aman damai dalam perbedaan dan saling menghargai namun di Indonesia belum terlaksana dikarenakan suatu sistem yang masih plinplan dalam penegakan hukumnya dan banyak terjadi perpecahan dengan membawa nama agama sehingga banyak yang saling membenci dikarenakan suatu agama dan golongan yang berbeda. Pendapat Mukti Ali mengenai kerukunan keberagamaan sudah jelas dan detail dalam penjabarannya, ada langkah-langkah yang harus dilalui untuk mencapai kerukunan tersebut, termasuk bersatunya antara pemerintah, kaum elit dan masyarakat. Dalam masalah ini mengapa belum terlaksana dikarenakan terdapat jurang pemisah yang sangat antara pemerintah dan rakyatnya, sehingga system tak berkerja dengan baik bahkan hukum sendiri dalam sistemnya masih mengalami keguncangan sehingga mudah sekali dipengaruhi dan mudah hancur, dalam hal ini menjadi alasan mengapa Indonesia sering sekali terjadi pergejolakan antar agama yang menjadikan keharmonisan keberagaman agama sulit terlaksana sebelum pemerintahan dan sistemnya kuat dan Istiqomah, secara garis besar berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya maka kesimpulan yang dapat saya simpulkan adalah: 1. Kerukunan hidup beragama adalah sebuah kondisi sosial keagamaan dapat hidup bersama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing dalam melaksanakan kewajiban agamanya masing-masing, dan hidup dengan damai sebagai pemeluk agama yang baik.

2. Dalam pemikiran Mukti Ali keagamaan terbangun dalam tiga etos yaitu keilmuan, kemanusiaan dan kebangsaan. Ketiganya merupakan instrumen untuk merkonstruksi agama yang responsif terhadap tantangan zaman. Kerukunan harus diciptakan, dipelihara dan dibina terus menerus. Dan dialog menurut Mukti ali memiliki peran penting dalam terciptanya kerukunan tersebut. Menurut Penulis dalam skripsi ini bahwa pendapat Mukti ali yang mengatakan bahwa landasan kerukunan hidup umat beragama sudah ada yaitu pertama adalah negara Pancasila dan kedua adalah tugas nasional pembangunan bangsa, dan ini hal-hal penting yang harus ada dalam mewujudkan kerukunan beragama. 49

3. Harus ada pemuda penerus bangsa yang berkompeten untuk membangun bangsa beradab dan beragama dan mampu membuat trobosan baru yang lebih modern

untuk lebih dipahami dan dimengerti serta diikuti.

B. Penutup

Tak terasa sudah berada dititik akhir penulisan skripsi, waktu yang terus berputar dan terus memberi ruang gerak yang tak teratas namun singkat dan kadang tak terarah, dalam penyelesaian skripsi ini banyak tantangan yang tak dapat dihindari oleh penulis sendiri, baik pribadi maupun dalam penelitiannya sendiri, namun penulis sangat bersyukur atas kemampuan yang telah diberikan oleh Allah sehingga mampu menyelesaikannya dengan baik, semoga kedepannya tulisan ini tak hanya sekedar tulisan yang menjadi tugas akhir di semster satu, namun dapat bermanfaat hingga tak terkira manfaatnya sampai menuju akhirat mengalir tak henti, penulis sadar banyak sekali kekuarangan dalam penulisan oleh sebab itu didalam penutup ingin memeinta maaf yang sebesar-besarnya kepada semuanya terutama pembaca, mohon bijak dalam membaca. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penulisan ini yang tak dapat disebutkan satu persatu terutama DOSPEM terhebat dan terkeren Prof. M. Ridwan Lubbis, MA yang selalu memberi motivasi dan masukan saat memulai menulis skrispi ini, dan ada penulis juga ingin memberi sedikit tambahan materi disini sebagai penutup, yaitu:

Kekurangan dalam pemikiran Mukti ali adalah menggali keragaman untuk mencapai kedamaian tidak memulainya dengan menggali akar terlebih dahulu, dikarenakan Indonesia adalah negara yang kental dengan tradisional, sebagimana beliau sendiri yang besar dan hidup dikalangan NU dan dimulai besar dalam pemikiran Muhammadiyah, namun beliau tidak melihat betapa besarnya fotensi dan akibat dari mereka semua, banyak yang saya tanya tentang Mukti ali terutama kaum bawah, mereka tidak kenal Mukti ali, malah mereka menceritakan Gusdur yang sangat memeperhatikan rakyat bawah dan sampai saat ini beliau sangat dikenang dan terus mengalir tak pernah terlupakan dari cerita satu ke cerita yang lainnya, yang diceritakan dari generasi ke generasi, dikarenakan cakupan Gusdur dimulai dari kalangan bawah baru beliau bergerak ke kangan atas yaitu agama-agama 50

dapat dilihat juga disini, mengapa Mukti ali tidak memilih memulai dari bawah, karena beliau terlahir dan dibesarkan dikeluarga dan lingkungan yang lumayan elit, sehingga menurut beliau langsung menuju titik besar saja sudah cukup yaitu problem agama-agama, karna Mukti ali kurang berpengalaman berada dan bergabung dengan kalangan menengah kebawah. Beliau dibesarkan dengan pendidikan dan kehidupan yang cukup mewah sampai kuliahpun diluar negri, maklum saja jika beliau tak memulai dari titik utama permasalahan di Indonesia yaitu tradisional dulu yang harus diperbaiki baru menuju tolak ukur agama, sebagimana yang dilakukan Gusdur sebagai tokoh yang diagung-agungkan NU dan banyak yang memanggil mereka para Gusdurian karna sangat mengagumi sosoknya. Sampai sekarangpun kuburan beliau tak pernah sepi pengunjung untuk mendoakannya dari kalangan muslim sampai non muslim, dari kalangan rakyat biasa sampai pejabat pada umumnya.

Demikian yang dapat saya sampaikan semoga memberi sedikit masukan untuk penelitian para pembaca kedepannya, terimakasih dan maaf jika banyak sekali kekurangan, sampai bertemu dengan karya-karya yang lainnya.

51

C. Daftar Lampiran

Lampiran I

52

53

54

55

Hasil wawancara:

Dr. Abd Moqsith, M.Ag :

Menurut prespsi pak muqsith mukti ali seharusnya merakit keragaman agama dimulai dengan membangun keragaman lokalnya terlebih dahulu agar kokoh dalam pembangunan keragaman agama dan kesetaraan agama di Indonesia, gagasan Mukti Ali memiliki keterbatasan dalam titik tolak keragamannya karna terbatas dengan kepemimpinannya dalam mentri agama, menurut pak muqsith mukti ali memiliki keterbatasan karena memiliki keterbatasan dalam narasi penulisan disebabkan karena memiliki perintah atasan sehingga hasil dalam pemikirannya tidak kokoh dan hanya terbatas pada pandangan mahasiswa perbandingan agama tidak menyeluruh keseluruh penjuru anak bangsa. Karna bagi yang lain pemikirannya tidak penting dan memiliki keterikatan dalam pandangan tidak meluas kepada setiap kalangan, melewati proses-proses natural itu lebih abadi contohnya pak gusdur yang toleransi agamanya sampai akar-akarnya hingga sampai saat ini anggota gusdurian sampai sekarang masih eksis sehingga kuburannya pun tak sepi setiap harinya dan seluruh agama mengunjunginya.

Pekerja sosial yang merakit kerja sosial dengan tulus dan tidak ada prasagka, seiring konserpatisme yang kuat pelan-pelan tapi pasti pemikiran pak mukti ali semakin hilang kecuali dikalagan anak-anak studi agama karena keterbatasan pemikiran tersebut, kecendrungannya arus utama itu konserpatif dan cara pandangnya ekslusif

Apakah seluruh dosen memiliki pemikiran kesetaraan terhadap agama-agama? Kan tidak, karna di indonesaia islam harus yang lebih tinggi, sehingga gagasan tersebut jadi hilang dan tak terpakai, karna banyak yang menganggap tidak stara sebagai warga negara, salah satu bukti rekayasa struktur punya keterbatasan ketika yg memiliki struktur itu berganti

Ketika kesadaran itu secara kultural maka lebih kuat karna bukan proyek pemerintah, sehingga bertahan sampai pemilik struktural itu meninggal sekalipun. Mukti 56

ali adalah tokoh yang kesepian , dijaman gusdur ada dogma lintas agama yang didalamanya selamat natal, jika karena pemerintah maka tidak akan kuat, kurangnya kearifan lokal didalam dialog agama-agama karena jutlaknya dibikin dari atas. Jika dari bawah yang lebih natural itu lebih abadi,

Gusdurian tidak merasa kikuk karena jejaknya panjang. Yang menjadi folowernya tidak hanya islam atau Nu tapi keseluruhan agama dan kultural. Jutlak harus dibikin dari bawah agar segalanya menjadi abadi, jejaknya lebih panjang, Yang dilakukan gusdur itu sama dengan walisongo pada waktu itu,

Mukti ali tokoh yang kesekian dilingkungan muhammadiyah dan dia tokoh kesepian karena penerusnya tidak ada, karena anak-anak Muhammadiyah arah studinya ke arab saudi , orang yang skarang berdiri di belakang Mukti Ali tidak ada karena Mukti Ali tidak ada penerus.

Gusdur melakukan non-muslim sama dengan muslim, namun bedanya hanya cara pembicaraan dan bahasanya saja yang berbeda, karna gusdur memandang semunya sama- sama warganegra Indonesia dan setara. Mukti ali begroundnya Muhammadiyah namun tidak ada anak buah Muhammadiyah yang mengikuti Mukti Ali.

Arus utama Muhammadiyah tak ada penerus sehingga menjadi berbeda cara pandang para penerusnya , orang yang berdiri dibawah krangka pikir Mukti Ali tidak ada dan tidak kuat karena tidak dibangun dengan kaki-kaki yang kuat. Yang dibangun strukturnya bukan orang-orangnya, orang yang mengenal Mukti Ali cuma orang-orang yang punya kepentingan saja sedangkan diluar dari itu tidak ada, yang membuat majalah prisma Johan Efendi yang membuat noktah2-noktah perukunan dari pidato Mukti Ali,

Pemikiran mukti ali ditopang dari struktural dan skarang tidak dirujuk, sekarang mereka merujuk dari tokoh dari luar, kerukunan itu sendiri yaitu “perbedaan-perbedaan yang hanya karna aku baik dan kamu minoritas maka kita rukun”

Didalam teologi kerukunan terdapat bara yang panas didalamnya, skrng orang- orang lebih memilih civic pluralism karna lebih mengademkan, kerukunann dan toleransi itu ditinggal dan sebab itu rujukan tidak kepada mukti ali lagi 57

Kerukunan epistimologinya dari soal isi dari agama yang anti kerukunan jadinya MUSPRA terhadap agenda kerukunan karna agenda kerukunan sendiri tidak terdapat kerukunan didalamnya.

Dari sudut substansi tidak berubah hanya sekarang kehilangan eksistensi kerukunan, dan itu harus berbasis tradisi. Basisnya kearipan lokal bukan dipandu dari atas, membangun kerukunan toleransi atau pluralisme, jadi jutlaknya jangan dibikin dari jakarta saja, serta Kerukunan itu harus tumbuh dari bawah, agak mirip dengan pak munawir beliau juga mentri agama yang memiliki agenda pembaharuan, munawir lebih kepada isu-isu syariah. Kalo mukti ali kerukunan sehingga Mukti Ali kehilangan relepansi

Kita arahnya ke eksklusifisme bukan inklusifisme sehingga inklusifisme tertolak dizaman skarang. kekurangan Mukti Ali tidak punya basis masa tidak punya anak-anak idologis , anak-anak idologis tercipta dan tumbuh dari proses kaderisasi,

Peran negara itu ororiter, sehingga kacau dan terjadi pecah poso, Mukti Ali ingin menghindari ketimpang tindihan agama dan kebebasan namun secara teologi harus bener dulu namun Mukti Ali malah ke masalah sosiologi dan ekonomi, Islam harus lebih powerfull ketimbang yang lain, ingin masuk ke masalah agama-agama yg sifatnya non tologi, langsung kerjasama sosial, trimordial yang membicarakan hak-hak Islam secara prioritas, karna masalah sara tidak dibicarakan langsung masalah pembicaraan pembangunan, prespektif tologinya selesai tidak akan masalah dengan kerjasama sosial anatara non muslim, karna sudah selesai dengan nomenklatur yang sudah direinterpretasi, di Mukti Ali tidak dibicarakan, jangan dihindari, di kristen membicaraakn keselamatan diluar gereja, Mukti Ali tidak membicarakan itu, Mukti Ali langsung membicarakan teori pembangunan, orang lupa ada soal doktrin dan tologi, itu yg harus di reinterpetasi, sudut istilah Mukti Ali tidak diselesaikan agree and disagreement, orang menggunakan Civic Pluralism.

Prof. Ali Munhanif, M.A., Ph.D. :

Latar belakang kajian keberagaman Mukti Ali itu karna keterpanggilan terhadap perpetaan dalam hal menyelesaikan masalah-masalah di Indonesia, dan beliau juga 58

berkesempatan belajar di luar negri salah satunya di Mecghil, dia terpanggil untuk membangikitkan agama moderen

Kasus yang dia gluti pada awalnya adalah di Turki bukan di indonesaia dengan bukti tulisan-tulisan awal beliau bukan di Indonesaia, ketika beliau pulang baru terlibat jauh terhadap interaksi umat agama di Indonesai, pertemuan dengan wilpret

Tulisan dia di Turki menyangkut masalah Turki yaitu skulerisme, masalah agama negara, dia awalnya tertarik upaya-upaya masalah keagamaan di dunia Islam, dia punya latar belakang tradisional yaitu NU, karna dia hidup di lingkungan yang berlatar belakang santri di termas utamanya yg membentuk kesantrian, latar belakang Nu yang tumbuh sebagai kademisi modern, ketika dia di Jogja, maka pergaulan yg menonjol dari diri dia yaitu muhammadiyah, Mukti Ali sejak muda tergiur dengan pemikiran-pemikiran pembeharuan, di Mecghil dia bertemu dengan Charles adam,yg ahli modermisme Mesir, Muhammad Abduh, dan temen-temennya mengkaji Islam dan seterusnya, dia terlahir sebagi santri tradisional dan ingin meningkatkan dan terpanggil jauh dalam kecendrungan dalam ahli peerbandingan agama.

Ayahnya masuk kedalam tarekat kodariah, karena keterikatan dengan otoriter tradisional, pertemuan Mukti Ali dengan berbagai tarekat berawal dari ayah Mukti Ali, di daerah Pati, Blora, Cepu, Lambang semuanya tarekat kodariah, disitu terbentuknya tarekat dia dan keluarganya.

Ibunya ada darah priai rendah di jawa, disitu bapaknya dan ibunya tidak pernah pesantren namun memiliki rasa hormat tinggi kepada kiyai

Keluarga Mukti Ali tidak ada yang menjadi akademisi, hanya Mukti Ali yg masuk kedalam dunia akademisi dan pemikir penting dalam agama moderen

His kemudian pesantren baru lanjut ke sekolah tinggi islam (UII) lanjut ke Pakistan, masuknya sastra arab selama 4 tahun, dari situ dia ke Kanada, dia anak pesantren jadi tidak lanjut di HBS karena tidak ada akses dan sekolah itu hanya menerima anak-anak priyai contohnya Muh Hatta, ayahnya jaksa di padang panjang, Soekarno guru bapaknya. Ditambah gejolak revolusi yang memuncak pada zaman tersebut. 59

Pengembangan karir akademis beliau lebih bergerak kepada aktifis muslim, seorang akademisi dengan kemampuan intelektual yang bagus, dia juga mengkader orang- orang yang kelak kemudian menyebut sebagai pembaharun Islam, dia mendirikan limitit sirkel, kelompok terbatas yg terdiri dari anak-anak muda, yg diambil dari UGM , HMI dll, dia tidak banyak menulis, tapi lebih banyak meng-advokasi tentang pentingnnya pembaharuan islam itu antara tahun 67 -69 atau 70an yang memberikan anak muda yg progresif dan aktif, contohnya Nur Cholis Majid, Johan Efendi, Ahmad Wahib, termasuk Ws Rendra untuk berdiskusi, tentang keagamaan di Indonesia, tahun 70 dia dipanggil pak Soeharto untuk menggantikan Muhammad Dahlan dan pada tahun 71 di lantik, dia tidak produktif dalam penulisan-penulisan buku, dia lebih ke dunia aktifis, pada tahun itu tahun polemik-polemik keagamaan sedang melonjak .

Karya akademik muncul pada saat Mukti Ali menjadi Mentri Agama bukan pd saat menjadi dosen. Dia memberi sumbangan terhadap arah baru dan pandangan tentang pandangan islam modernis dan lebih baru.

Rendra adalah wartawan terkemuka pada tahun 70an dan dia Rendra itu kejawen,subahasa dia wartawan terkemuka pada saat 70an, pada zaman Mukti Ali orang keluar negri hanya sedikit sekali, beliau menjabat sebagai wakil rektor terus menjadi mentri, Mukti Ali juga mengubah sisitem pendidikan yang pertama adalah madrasah, pada saat itu madrasah menjadi ber etos pendidikan, yg pada saat itu hanya agama saja yang dipelajari, Mukti Ali mengubah hal tersebut bahwa pendidikan islam harus memiliki pelajaran umum dan memiliki arah baru karna Mukti Ali, dan pembuatan kurik ulum itu beliau hampir dibunuh karna dianggap melakukan sekulerisasi dan dianggap mengambil alih madrasah oleh para kiyai, ini dijelaskan di kata pengantar taufik abdullah dalam buku mentri agama. Dia sejarahwan terkemuka orang Indonesia

Tanpa Mukti Ali madrsah tidak akan maju dan terus menerus menjadi lembaga tradisional agama, berkat Mukti Ali pandangan dan arah baru terciptanya institusi pendidikan karna terdapat pelajaran umumnya.

Pada zaman Soharto, orde baru, pengen memisahkan mana aspirasi politik dan mana spirasi agama, ulama menjadi ketua partai dan ketua masyarakat, itu harus dipisahkan , ulama dikasih wadah untuk menjembatani dalam menyalurkan suara aspirasi masyarakat 60

islam, untuk mengetahui permaslahan agama abc,oleh sebab itu mukti ali mengajukan pembutan MUI salah satu alasan nya yaitu masukan dari Mukti Ali untuk memisahkan agama dan politik. Dibentuk pd tahun 75. Pada saat itu terjadi polemik antara islam dan kristen, pada saat PKI dibabat habis dan soeharto mewajibkan memiliki agama namun apda saat bersamaan islam menunjukan antipati terhadap anggota pki, oleh sebab itu mereka memilih kristen yang lebih membuka pintu selebar-lebarnya untuk mereka masuk kedalam kelompok kristen, mereka mearngkul umat PKI dan tersebut terjadi kristenisasi, dalam itungan tahun jutaan umat masuk kristen, islam sendiri yang salah karena menolak mereka, ketika tersebut terjadi berbagai polemik keagmaan. Mukti ali masuk kedalam kabinet untuk berdialog antar agama dalam penuntasan masalah polemik tersebut. Mukti Ali membangun wacana interaksi,toleransi antara agama dan dialog, dia berpengaruh terjadap wacana baru dan pola baru terhadap pemikoiran keberagman agama, untuk merespon ketegangan tersebut, masuk kedalam pembuatan wacana baru terhadap hubungan antar umat beragama, konflik agama bisa diredam

Mukti Ali membuat perubahan yaitu: menjadikan madrasah bertranspormasi menjadi institusi lembaga pendidikan modern , keterbukaan, sebagai bangsa modern, negara semakin dekat dengan umat islam, semula islam masih terus menerus berjuangn terhadap piagam jakarta, tentang negara silam, Mukti Ali muncul dalam penjelasan bagaimana bernegara dan apa itu negara, apa itu agama.

Dalam hal kebijakan agama semakin komunitas agama terorganisir dan aspirasinya terbuka misalnya dimunculkan misalnya kristen punya PGI, Islam punya MUI, katolik punya MBI (majlis wali indonesia) Hindu memiliki organisasi Hindu Persada, Budhisme, itu bagian Mukti Ali mengarahkan, dan memabantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah-maslah keagamaan negara, blm lagi SKB tiga mentri, beliau yang menghidupkan madrasah dan lembaga Islam untuk lebih berpikiran maju dan terbuka. Joackhim Wach

Umat agama pasti memiliki gesekan-gesekan, Mukti Ali percaya dengan cara tertentu memiliki kedamaiannya masing-masing, tugas membangun kerukunan mukti ali adalah kerukunan antar umat, kerukunan antar masyarakat, kerukunan antara Islam dan pemerintah, karna didorong munculnya satu pemahaman yg sama bahwa negara ini betul- betul dipahami oleh penduduk muslim adalah negara Islam, dalam sambutan-sambutan 61

beliau, Mukti Ali terlihat sebagai pendorong dalm transpormasi Islam terhadap negara, pada saat yang sama juga mendorong umat Islam faham terhadap komunitas agama lain, bahwa komunitas agama lain juga memiliki kewarganegaraan yg sama dan harus rukun karna sama-sama Kewarganegaraan Indonesia.

Dalam UU perkawinan bahwa negara mengakuin semua anak yg lahir di Indonesia, pemerintah memberi kewenangan kewarganegaraan Indonesia, syarat menjadi warganegara adalah dimana kita lahir. walau pencetusan ini ditentang oleh seluruh ulama. Sehingga Undang-undang ini masuk kedalam UU Sipil negara bukan UU perkawinan, betapa tradisionalnya kita terhadap memahami negara. Mukti Ali memiliki pemikiran negara yang lebih inklusif dan berapa majunya pemikiran Mukti Ali terhadap agama, negara dan presefsi umat Islam

Pastor Agustinus Ulahayanan, Pr :

Jika Tahu, Bagaimana menurut bapak Terhadap gagasan Mukti Ali? Setuju atau tidak Setuju?

Bagaimana dampak dari gagasan tersebut dalam keagamaan saat ini menurut bapak? Dalam Agama bapak sendiri? Judul skripsi saya adalah "Gagasan Mukti Ali dalam pembangunan keberagaman beragama Di Indonesia"

Prihal Judul tersebut saya ingin menanyakan gagasan Mukti Ali tentang agree and disagreement pernyataan tersebut untuk damainya Indonesia dalam beragama, apakah bapak Tahu tentang gagasan beliau tersebut?

Apakah Ada Perbedaan setelah adanya gagasan tersebut?

Bagaimana presepsi bapak Mengenai gagasan Mukti Ali?

Katholik Agustinus Ulahayanan: Selamat malam. Mohon maaf, baru sempat baca WA Muna jawab:

1. Tentang gagasan Mukti Ali Dalam Pembangunan Keberagaman Beragama Di Indonesia.

Gagasan beliau ttg trilogi kerukunan jelas menunjukkan bhw: 62

a. Beliau seorang tokoh bangsa/negara atau Negarawan yg nasionalis, pancasilais, moderat dan pluralis.

b. Sangat setuju bahwa gagasan beliau amat berarti/bermanfaat bagi damainya Indonesia dlm hidup beragama, khususnya dlm upaya memelihara kerukunan untar umat beragama.

* Ia sungguh menyadari keberagaman dalam beragama serta tantangan yg dihadapi (premordialisme agama, intoleransi, dll serta konflik dan perpecahan yg bisa terjadi) dan pentingnya membangun kerukunan antar umat beragama. Beliau sungguh menyadari: realita masyarakat Indonesia, situasi dan kebutuhan yg ada, apa yg telah, sedang dan akan dihadapi (seperti sekarang) serta apa yg harus dibuat.

* Gagasan beliau amat membantu penanganan masalah nasional bangsa Indonesia, khususnya premordialisme, eksklusivisme, fundamentalisme dan fanatisme SEMPIT, intoleransi, radikalisme dan konflik yg berkaitan dgn agama; dan membantu bangsa Indonesia dlm memelihara kerukunan, kedamaian dan kesatuan.

2. Setelah ada gagasan Mukti ali (terhadap gagasan tersebut), ada:

* pro dan kontra. ada pro dari para pencinta kemajemukan, toleransi dan kedamaian, sedangkan sebaliknya ada kontra dari kaum intoleran serta fundamentalis dan fanatis sempit.

* ada pengembangan gagasan yg menekankan:

* koeksistensi (hidup berdampingan dan saling tergantung/membutuhkan/melengkap i) dlm keragaman dan perbedaan)

* solidaritas dan dialog kemanusiaan dan persaudaraan/persahabatan. katholik agustinus ulahayanan: * pengembangan budaya kekitaan: saya - kami, engkau - kamu, dia - mereka = semuanya jadi kita. yang satu ada, misalnya saya/kami, karena ada yang lain, misalnya engkau/kamu dan dia/mereka.

* pengembangan inklusifitas.

Prof. Dr. H. Kautsar Azhari Noer: 63

Majemuk atau plural yang penduuknya terdiri dari berbagai budaya dan suku serta agama yang berbeda-beda, pada zaman Soeharto itu otoriter sehingga tidak ada kegaduhan

atas nama agama, karna jika membuat gaduh akan dihukum langsung.

Agree and disagreement itu biasa aja tanpa ada kesepesialan, dia sebagai mentri

aga ma bertanggung jawab, pada saat itu soeharto berkuasa dan ide mukti ali terpakai karna sejalan dengan permikirannya.

Pada zaman Soeharto jika diteliti lebih dalam ketidak naymann para pemeluk agama karna kerasnya kepemimpinan pada saat itu,

Mukti ali tidak terlalu berpengaruh karna kekuasaan soeharto sangat kuat tanpa mukti ali pun, pada saat itu bisa berjalan dalam hal keberagman agama yg berdamai, lebih maju gusdur menurut bapak, diantara orang yg buta dua2nya mukti ali melek sebelah dan dia pasti menang karna terbuka sebelah itu, Dialog antar tokoh2 itu dia lakuin Mukti Ali dengan baik pada zaman tersebut.

D. Data Narasumber

A. Dr. Abd Moqsith, M.Ag (lahir di Situbondo, Jawa Timur, 7 Juni 1971; umur 48 tahun) adalah seorang ulama asal Indonesia. Ia belajar di Universitas Islam Nasional/UIN (dulu Institut Agama Islam Negeri/IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dimana ia lulus progam S2 pada 1999. Sebelum menyelesaikan pendidikan S3-nya, ia mengikuti dialog agama-agama selama sebulan di Amerika Serikat pada 2002. Pada 2005, ia mengikuti kuliah pendek di Universitas Leiden, Belanda. Ia masuk sebaga i salah satu dari 200 ulama yang dianjurkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. B. Prof. Ali Munhanif, M.A., Ph.D. Lahir di Blora, 12 Desember 1965, adalah dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan peneliti pada Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) IAIN Jakarta. Memperoleh gelar S1 dari fakultas Ushuludin, IAIN Jakarta (1989), dan gelar MA bidang studi agama dari Temple University, Philadelphia, USA (1995). Pernah menjadi wartawan editor (1989-1991), Redaktur Studia Islamika (1994-1999), dan salah seorang penulis buku Mancari Islam: Biografi Intelektual Generasi Muslim 1980-an (Mizan, 1992). 64

C. Pastor Agustinus Ulahayanan, Pr (lahir di Bombay, Kei Besar, Maluku Tenggara, Maluku, 11 Agustus 1958; umur 61 tahun) adalah mantan Vikaris jenderal Gereja

Katolik Roma untuk Keuskupan Amboina.

D. Prof. Dr. H. Kautsar Azhari Noer, guru besar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Program Studi yang sekarang di embannya adalah Studi Agama-Agama, berjenis

kelamin laki-laki, jabatannya sebagai Profesor, pendidikan tertingginy adalah S3, status ikatan kerja adalah dosen tetap serta status aktivitasnya masih aktif. E. Rev. Jimmy M. Immanuel Sormin, M.A. Sebagai executive secretary of witness and integrity of creation

E. Data Riwayat Hidup

Nama : Munawaroh Tempat, Tanggal Lahir : penanggungan Oktober 1996 Alamat : Jl. Menjangan Raya no 24, Ciputat, Tanggerang selatan, Banten. Alamat Email : [email protected] Telepon :085771805848 Agama : Islam Kesehatan : Baik Sekali Kewarganegaraan : Indonesia

Hobby: membaca, memasak dan menyanyi

PENDIDIKAN FORMAL

2003-2009 : SDN 1 Penanggungan Lampung Selatan

2009-2012: MTS N Model Talangpadang

2012-2015: SMA N 1 Pagelaran Pringsewu Lampung Selatan

2015-SEKARANG: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Studi Agama-Agama

PENDIDIKAN NON FORMAL

Kursus bahasa inggris di banjar negeri 2007-2009 Kursus matematika di talang padang 2009-2012 Kursus metode qiroati sampa juz 2 2017

Les bahasa arab di penanggungan Lampung 2007-2008

Pesantren Madinatul Ilmi, pagelaran, Pringsewu, Lampung 2012-2015 65

Pesantren Daar El Hikam, Ciputat, Tangsel 2016-2020

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin, Metodologi Studi Agama, Yogyakarta. Pustaka Pelajar, tahun 2000 Almunauwar bin Rusli, Mukti Ali dan Tradisi Pemikiran Agama di Indonesia, jurnal potret

pemikiran Vol. 23, no. 1 (2019)

Ali Munhanif. 1998. “Prof. Dr. A. Mukti Ali: Modernisasi Politik-Keagamaan Orde Baru”, dalam

Azyumardi Azra dan Saiful Umam (Editor), Menteri-menteri Agama RI: Biografi Sosial-

Politik, Jakarta: INIS Bekerjasama dengan PPIM.

Ali, Muhammad, Teologi Pluralis Multi Kultural: Menghargai Kemajemukan, Menjalin

Kebersamaan, Jakarta: Kompas, Oktober 2003

Ali, Mukti, Agama dalam pergumulan masyarakat kontemporer, cet 1, Yogyakarta: Tiara Wacana

Yogya 1997

Ali, Mukti, Agama dan Pembangunan di Indonesia, Diterbitkan oleh biro Hukum dan Hubungan

Masyarakat Depertemen Agama Republik Indonesia, buku cetakan pertama 1395 H / 1975

M

Ali, Mukti Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, Bandung: Mizan; 1993

Baizawi, Kebijakan Pemerintah Abdaya dalam Membina Kerukunan Umat Beragama, Skripsi

Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Prodi Agama-Agama Darussalam Banda

Aceh

Basuki, Singgih, Pemikiran Keagamaan Mukti Ali, (Yogyakarta: SUKA-Press Januari 2013)

cetakan pertama.

Cahyono,Fendi Teguh, Politik Pendidikan Islam Di Indonesia (Studi Tentang Kebijakan

Departemen Agama Pada Masa A. Mukti Ali), skripsi

Dja‟far, Halimah, Modernisasi keagamaan Islam di Indonesia, jurnal penelitian sosial keagamaan

vol. 21. no.2, Des 2016

66

Elihami, Pemikiran Mukti Ali skripsi: STKIP Muhammadiyah, 2018

Fajri Syarifudin, Aziz dan Retno Ajiyastuti, jurnal yang berjudul “Pemikiran Mukti Ali Tentang

Studi Islam”

Fatih, Moh Khoirul, Dialog dan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia dalam Pemikiran A.

Mukti Ali, Jurna Religi, Vol. 13, No. l, Tahun 2017

Fitriyani, Pluralisme Agama-Budaya dalam Prespektif Islam, Jurnal Al-Ulum Volum, 11, Nomor

2, Desember 2011

Zainul Bahri, Media, Wajah-Wajah Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Oktober 2015

Lubis, Ridwan, Agama dalam Diskurs Intelektual dan Pergumulan Kehidupan Beragama di Indonesia, Jakarta Pusat, penerbit: Kementrian Agama Republik Indonesia Pusat Keukunan Umat Beragama (PKUB)

Toguan, Rambe, Pemikiran Mukti Ali terhadap kerukunan umat beragama, Tesis

Toguan Rambe, pemikiran A. Mukti Ali dan kontribusinya,jurnal Al-Lubb, Vol. 1, No. 1, 2016

Noviyani, Rafiqa Mengenang Kembali Sosok Mukti Ali dan Relevansi Pemikirannya Terhadap

Pendidikan Indonesia Era Milenial, Indonesia Journal of Education and Learning Volume

1 Nomor 2 April 2018

Haris Herdiansyah, Metodologi penelitian kualitatif: Untuk Ilmu-Ilmu Sosial (jakarta: Salemba

Humanika, 2012), Cet.III,

Hayati,Muna, Rethingking Pemikiran A. Mukti Ali, Jurnal Ilmu Ushuluddin, desember 2017 vol

16, no.2

Kunawi Basyir, Pola Kerukunan Antarumat Islam dan Hindu di Denpasar Bali (Surabaya: ISLAMICA, Jurnal Studi Keislaman, Volume 8, Nomer 1, September 2013), 5.7 Masdar Hilmy, Islam, Politik & Demok rasi(Surabaya: Imtiyaz, 2014), 22 Munhanif, Ali, Islam and the Strunggel for Religious Pluralism in Indonesia; A Political Reading

of the Relious Thought of Mukti Ali, Indonesian Journal for Islamic Studies vol 3, NO 1, 1996

67

Hanung Sito Rohmawati, jurnal Peneleitian Agama Dalam Pandangan A. Mukti Ali dan Joachim

Wach

Saleh,Syamsudha, “Keharmonisan antara dialog dan dakwah (Prespektif Ilmu Perbandingan

Agama)” Jurnal Al-Adyaan, Volume 1, Nomor 2, Desember 2015

Sito Rohmawati, Hanung, jurnal yang berjudul “Peneleitian Agama Dalam Pandangan A. Mukti

Ali dan Joachim Wach”

AL HIKMAH Jurnal Studi Keislaman, Volume 5, Nomor 2, 203 September 2015 (Sosio -Kultural) https://adbiimt2011-d.blogspot.com/2010/07/biografi-prof-dr-h-abdul-mukti-ali.html diakses

pada tanggal 08 juli 2019 https://crcs.ugm.ac.id/dialog-antar-umat-beragama-ala-indonesia/ diakses pada tanggal 08 April

2020 pada jam 23:14 https://core.ac.uk/download/pdf/268132662.pdf

http:// www. republika.co.id /berita /dunia -islam/islam-nusantara/14/07/25/n97 vws - menag-akui-bahai-sebagai-agama-baru-di-indonesia

68