Hasil ketik ulang dari dokumen asli (dokumen asli terlampir di bawah)

SUMBER : BERITA BUANA, 3 Maret 1996

Peringatan 40 Hari Perginya Seorang Sineas Besar Indonesia Karya-karya Wim Umboh Paduan Komersil dan Artistik

nne Hermina, istri terakhirnya yang setia mendampingi hingga Wim Umboh menghembuskan nafas terakhirnya, menyatakan, I merencanakan mnyelenggarakan selamatan, untuk memperingati 40 hari meninggalnya Wim Umboh. Acara itu dilangsungkan di rumahnya di Jalan Cengkeh 93, Depok Utara, dengan mengundang kerabat dan orang-orang film yang pernah sangat dekat dengan almarhum. Disebut-sebut nama-nama diantaranya , Idris Sardi (yang mengisi ilustrasi musik hampir semua film-film Wim Umboh). Juga sutradara Bobby Sandy, yang mengaku, di dunia film pernah diangkat oleh almarhum. Juga Rudy S. Sanyoto SE (kini Direktur PT Interstudio), laboratorium pemrosesan film berwarna pertama di Indonesia, yang didirikan Wim Umboh bersama Nyoohansiang dan dua pendiri lainnya.

Sepanjang hidup Orang-orang film sendiri, juga merencanakan mengadakan acara peringatan khusus, setelah acara di Depok. Misbach dan sahabat-sahabat almarhum ingin mengenang sineas yang selama hidupnya mengabdi dunia film itu lewat suatu acara khidmat di Taman Ismail Marzuki, . Mengapa Wim Umboh perlu dibicarakan dan diperingati? Dia bukan saja milik keluarganya semata. Dia milik masyarakat, khususnya masyarakat perfilman Indonesia. Kepergiannya, merupakan titik akhir hidupnya. Tetapi pengabdian dan karya-karyanya dibidang seni, khususnya dunia perfilman, tak akan terlupakan. Mengenang jasa-jasanya yang besar, pantas kalau kita mengakui dan mencatat banyak hal yang sudah dikerjakan. Apa yang telah diwujudkan selama ini, merupakan tonggak-tonggak monumental yang perlu dicatat dalam sejarah. Wim Umboh yang dilahirkan di Watulinei, , Sulawesi Utara, 26 Maret 1933, memulai karirnya sebagai orang film, mulai dari bawah sekali. Sejak usia enam tahun, sudah menjadi anak yatim piatu di antara 11 bersaudara. Sempat menjadi tukang sepatu. Setelah berhasil menamatkan SMA, dia memutuskan melawat ke Jakarta. Sebelumnya dipungut anak oleh Dokter WNI keturunan Cina pula. Di Jakarta, dia bekerja di studio Golden Arrow, awalnya sebagai tukang sapu dan pengantar minuman bagi artis dan crew film. Karena niatnya yang besar pada dunia film, plus bakatnya yang tak bisa dibendung, dia belajar terus bagaimana mengedit film. Kepintarannya berbahasa Mandarin, membuat dia naik pangkat sebagai penerjemah film-film Mandarin. Oleh pimpinan Golden Arrow dia diberi banyak kesempatan, hingga sempat belajar tentang film di Perancis.

Sang pembaharu Sejak itu, namanya melambung sebagai sutradara. Dimulai membuat “Sepiring Nasi” (1955), kemudian “Istana Yang Hilang” (produksi perusahaannya sendiri bersama Ny. Annie Mambo), hingga tahun 1984 tercatat puluhan judul film dia kerjakan. Masa panen produksi sekitar tahun 1972 hingga 1974, diantaranya “Tokoh”, “Perkawinan”, dan “Pengantin Remaja”. Karya-karya lainnya, diantaranya “Senyum Di Pagi Bulan Desember” dan “Ku Gapai Cintamu” (1974). Film “Cinta” tercatat sebagai film karya Wim Umboh dengan konsep perpaduan artistik dan komersil. Film ini selain memperkokoh namanya (keluar sebagai Film Terbaik FFI 1976 di Bandung), juga mencetak Ratno Timor dan Marini, masing-masing sebagai Pemeran Utama Terbaik dan artis pendatang baru terbaik versi FFI. Ketika dia membuat “Pengemis dan Tukang Becak” tahun 1978 (dibintangi dan Alan Nuary) di Solo, dia mulai jatuh sakit. Namun namanya mulai tercatat sebagai seorang pelopor dan pembaru untuk perfilman nasional. Pada saat-saat sakit, Wim Umboh tak pernah ingin berhenti berkarya. Dalam kondisi kesehatannya mulai membaik, dia masih menghasilkan sejumlah judul film layar bioskop dan sinetron. Diantaranya “Kabut Perkawinan” (1984). Pada saat itu pulalah, duda yang masih ingin tetap jantan itu, melamar anak gadis seorang perwira polisi, Inne Hermina Chomid. Waktu itu, Inne bekerja di Interstudio. Menikahi Inne 24 Agustus 1984, setelah sebelumnya masuk Islam tahun 1983, dengan nama baru Ahmad Salim. Wim Umboh juga dikenal sebagai perintis dan penemu terobosan baru di dunia perfilman nasional. Dia yang mengawali pembuatan film berwarna pertama di Indonesia (‘Sembilan’ tahun 1970) dan juga pertama pembuat film layar sinemascope. Kepeloporannya itulah yang kemudian menjadi panutan para sutradara berikutnya, hingga kini. Kecuali itu, dia juga dikenal sebagai perintis pembaruan pri dan non pri, khususnya dengan WNI keturunan Cina. Bukti untuk itu, dia (lewat perusahaan filmnya PT Aries Internasional Film), membuat film “Mei Lan Aku Cinta Padamu” (‘Mei Lan Wu Ai Ni’). Seluruh karya Wim, telah menghasilkan tak kurang 29 piala Citra sebagai sutradara dan editor terbaik. Dia juga menerima penghargaan tertinggi dari pemerintah lewat Dewan Film Nasional (kini menjadi Badan Pertimbangan Perfilman Nasional). Perkawinan terakhirnya dengan Inne Hermina (setelah dua kali menikah, dengan RO. Unarsih dan artis orbitannya sendiri Paula Rumokoy), ternyata perkawinan yang terpanjang. Dengan Inne, bertahan sampai hampir 12 tahun, walaupun Inne mengaku, menerima Wim Umboh apa adanya, bahkan dalam kondisi fisik yang sudah tak sehebat sebelum jatuh sakit. “Seorang Sinche pernah mengatakan pada Oom Wim, bahwa justru pada saat sekarang inilah (saat-saat sebelum meninggal, Red) dia berbahagia dan hidup dalam ketenangan. Hal itu pernah disampaikannya kepada saya, dan saya selalu mengenang perkataan Oom Wim itu”, tutur Inne Hermina, mengenang suaminya yang telah pergi menghadap panggilan Allah. Inne Mengaku tetap memanggil Wim Umboh dengan sebuah Oom, walalupun sudah menjadi suaminya. Mungkin karena beda usia yang cukup lumayan. Atau suatu bentuk keintiman khusus yang didasari kesadaran, cinta yang semakin tumbuh.