LAPORAN HIBAH PENELITIAN PROYEK HIBAH KOMPETISI A2 JURUSAN ARSITEKTUR FTUP TAHUN 2009

KONSEP PENGEMBANGAN SISTEM WISATA BUDAYA KOTA

Diajukan Oleh: DINI ROSMALIA, ST. M.Si. Ir. RIYANTI KARLINI, M.Si. PUTRI B LESTARI, ST AMBI KURNIAWAN CEMPAKA AYU ISTIQOMAH

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PANCASILA MEI 2009

Presentasi Laporan Akhir Hibah Penelitian PHK A2

Konsep Pengembangan Sistem Wisata Budaya Kota Jakarta

Dini Rosmalia, Riyanti Karlini, Putri Bawa Lestari, Ambi Kurniawan, Cempaka Ayu Istiqomah1) 1)Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Pancasila, Jakarta

Abstrak Jakarta merupakan Ibu Kota Negara Republik yang banyak memiliki beragam potensi, salah satu diantaranya berupa wisata kota. Melihat potensi ini Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta telah merencanakan jalur wisata kota, dimana didalamnya terdapat wisata budaya. Dalam hal ini perencanaan jalur wisata budaya belum terencana dengan baik, karena hanya satu lokasi yang diangkat sebagai destinasi pada jalur ini. Melihat kondisi tersebut maka perlu dilakukan indentifikasi kawasan budaya Betawi yang dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengembangkan tata ruang kawasan wisata Budaya Betawi Kota Jakarta, yang pada akhirnya dapat menjadi bagian dari sistem wisata Kota Jakarta. Metode yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu pertama, indentifikasi kawasan Budaya Betawi dengan menggunakan folklor Betawi. Kedua berupa analisis dengan scoring dan pembobotan pada parameter keunikan dan kekhasan, keindahan dan kenyamanan lingkungan, variasi kegiatan, pencapaian, serta sarana dan prasarana wisata. Hasil penelitian menunjukkan dari 17 lokasi terdapat 5 lokasi yang dapat diangkat menjadi kawasan wisata Budaya Betawi. Dua lokasi diantaranya termasuk dalam klasifikasi sedang, yaitu Rawa Belong dan Setu Babakan. Sedang tiga lokasi lainnya termasuk dalam klasifikasi kurang, dimana lokasi ini banyak membutuhkan perbaikan dan perencanaan pengembangan sebagai destinasi wisata budaya yang lebih serius dibanding lokasi yang termasuk dalam klasifikasi sedang.

Kata kunci: wisata budaya, tata ruang kawasan wisata budaya

i

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Konsep Pengembangan Sistem Wisata Budaya Kota Jakarta Ketua Tim/Penanggung Jawab Nama : Dini Rosmalia, ST, Msi. NIP : Pangkat Golongan : Asisten Ahli Jabatan Sekarang : Dosen Luar Biasa Jangka Waktu Kegiatan : 6 bulan

Biaya yang diusulkan : Rp. 12.050.000,- (Dua belas juta lima puluh ribu rupiah)

Mengetahui, Jakarta, 13 Mei 2009 Ketua Jurusan Ketua Tim/Pengusul

Ir. Atiek Untarti, M.Ars. Dini Rosmalia, ST,. M.Si.

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tim peneliti panjatkan atas berkat, rahmat maupun petunjuk- Nya sehingga LAPORAN penelitian dengan judul Konsep Pengembangan Sistem Wisata Kota Jakarta ini dapat diselesaikan. Adapun penelitian ini merupakan bagian dari program Hibah Penelitan dari Hibah Kompetisi A2 Jurusan Arsitektur FTUP, periode ke-3 Tahun 2009. Diharapkan keberhasilan penelitian ini dapat mendukung meningkatnya kualitas pengajar arsitektur Universitas Pancasila. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang akan membantu keberhasilan terselesaikan proposal dan yang akan mendukung terlaksananya penelitian ini. Kritik dan saran sangat diharapkan tim pengajar untuk perbaikan dan kelancaran pelaksanaan penelitian ini.

Jakarta, Mei 2009 Tim Peneliti

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ...... i HALAMAN PENGESAHAN ...... ii KATA PENGANTAR ...... iii DAFTAR ISI ...... iv DAFTAR TABEL ...... vi DAFTAR GAMBAR ...... vii DAFTAR LAMPIRAN ...... vii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Perumusan Masalah ...... 2 1.3 Tujuan Penelitian ...... 2 1.4 Manfaat Penelitian ...... 2 1.5 Kerangka Pikir Penelitian ...... 3

BAB II. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1 Kota Jakarta ...... 4 2.2 Potensi Pariwisata Kota Jakarta ...... 4 2.3 Kebudayaan Betawi Kota Jakarta ...... 5 2.3.1 Bahasa ...... 6 2.3.2 Kesenian ...... 7 2.3.3 Kepercayaan ...... 7 2.3.4 Profesi ...... 7

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Wisata Budaya ...... 9 3.2 Rencana Pengembangan Wisata ...... 11 3.3 Folklor Betawi ...... 12

iv

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...... 16 4.2 Metode Penelitian ...... 17 4.2.1 Pengumpulan dan Pengklasifikasian Data ...... 17 4.2.2 Analisis Kawasan ...... 19 4.2.3 Dukungan Masyarakat Terhadap Pengembangan Kawasan ...... 24 4.2.4 Rencana Pengembangan Kawasan ...... 24 4.3 Batasan Istilah ...... 24

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Lokasi Kawasan Budaya Betawi di Jakarta ...... 26 5.2 Kondisi Kawasan Budaya Betawi di Jakarta ...... 29

BAB VI. RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA BETAWI 6.1 Konsep Rencana Pengembangan ...... 38 6.2 Infrastruktur Pendukung Wisata ...... 41

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ...... 45 7.2 Saran ...... 45

DAFTAR PUSTAKA ...... 47 ORGANISASI TIM PENELITI ...... 49 LAMPIRAN ...... 50

v

DAFTAR TABEL Tabel halaman 1 Foklor Betawi ...... 13 2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ...... 16 3 Parameter Identifikasi Lokasi Kawasan Budaya Betawi ...... 18 4 Parameter Penilaian Keunikan, Kelangkaan, dan Kekhasan (Bobot 5) ...... 19 5 Parameter Penilaian Keindahan dan Kenyamanan Lingkungan (Bobot 4) ..... 20 6 Parameter Penilaian Potensi Obyek dan Atraksi Wisata (Bobot 3) ...... 21 7 Parameter Penilaian Posisi dan Pencapaian ke Kawasan (Bobot 3) ...... 22 8 Parameter Sarana Prasarana Penunjang Wisata (Bobot 2) ...... 23 9 Daftar Lokasi Kawasan Budaya Betawi Berdasarkan Folklor Betawi ...... 27 10 Hasil Penilaian Klasifikasi Keunikan, Kelangkaan, & Kekhasan ...... 29 11 Hasil Penilaian Klasifikasi Keindahan dan Kenyamanan Lingkungan ...... 31 12 Hasil Penilaian Klasifikasi Potensi Obyek dan Atraksi Wisata ...... 33 13 Hasil Penilaian Klasifikasi Posisi dan Pencapaian ke Kawasan ...... 34 14 Hasil Penilaian Klasifikasi Sarana dan Prasarana Wisata ...... 34 15 Potensi Kawasan Wisata Budaya Betawi ...... 35 16 Program Pengembangan Kawasan Setu Babakan dan Rawa Belong ...... 39 17 Rencana Pengembangan Infrastruktur Kawasan Kebudayaan Betawi di Setu Babakan ...... 41 18 Rencana Pengembangan Infrastruktur Kawasan Tanaman Hias di Rawa Belong ...... 42 19 Susunan Organisasi, Jabatan, dan Tugas Tim Peneliti ...... 49

vi

DAFTAR GAMBAR Gambar halaman 1 Kerangka Pikir Penelitian ...... 3 2 Tiga Jalur Wisata di DKI Jakarta ...... 5 3 Peta Lokasi Penelitian ...... 16 4 Tahap Penelitian ...... 17 5 Peta Lokasi Kawasan Budaya Betawi Berdasarkan Folklor Betawi ...... 26 6 Rumah Khas Betawi di Kawasan Condet yang telah berusia lebih dari 100 tahun ...... 30 7 Halaman depan rumah sebagai etalase tempat menjual tanaman hias di Rawa Belong ...... 30 8 Harmonisasi lingkungan danau di Setu Babakan ...... 32 9 Harmonisasi tanaman dan Bangunan di Rawa Belong ...... 32 10 Atraksi Pencak Silat yang dapat dinikmati pengunjung setiap hari Sabtu dan Minggu ...... 33 11 Ondel-ondel sebagai atraksi khas Betawi yang dapat dinikmati pada event-event tertentu ...... 33 12 Grafik Dukungan Masyarakat Lokal Terhadap Pengembangan Kawasan Wisata Budaya di Kawasannya ...... 36 13 Peta Potensi Kawasan Wisata Budaya Betawi Potensial ...... 37 14 Rencana Pengembangan Infrastruktur di Pusat Pengembangan Kawasan Kebudayaan Betawi di Setu Babakan ...... 43 15 Rencana Pengembangan Infrastruktur di Pusat Pengembangan Kawasan Tanaman Hias di Rawa Belong ...... 44

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran halaman 1 Kuesioner Dukungan Masyarakat Terhadap Pengembangan Kawasan ...... 51 2 Biodata dan Pernyataan Kesediaan Ikut Serta dalam Hibah Penelitian ...... 53

vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jakarta sebagai Ibukota Negara Indonesia merupakan kota yang mempunyai beragam sumber daya potensial. Salah satu sumber daya tersebut berupa kebudayaan. Betawi yang merupakan kebudayaan asli di Kota Jakarta dapat menjadi salah satu identitas bagi kota ini. Dimana menurut Koentjaraningrat (2000), Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan bermasyarakat, wujudnya berupa fisik maupun non fisik, yaitu adat istiadat dan sistem sosial. Saat ini kebudayaan Betawi yang merupakan kebudayaan asli masyarakat Kota Jakarta sudah kurang terasa, tergantikan dengan kebudayaan baru yang berasal dari perpaduan berbagai kebudayaan yang dibawa oleh berbagai ragam masyarakat yang datang ke Kota Jakarta. Keberadaan kebudayaan pendatang ini menjadi cukup dominan sehingga menggeser keberadaan kebudayaan Betawi baik secara fisik maupun non fisik. Salah satu cara untuk meningkatkan eksistensi kebudayaan Betawi ini adalah dengan memberi pengetahuan pada masyarakat luas tentang bentuk Kebudayaan Betawi di Kota Jakarta. Adapun bentuknya dengan mengangkat kebudayaan tersebut menjadi sumber daya wisata Kota Jakarta. Hal ini selain dapat memberi pengetahuan dan pendidikan pada pengunjung dan masyarakat luas, juga memberi peluang untuk pelestarian Kebudayaan Betawi itu sendiri. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Dinas Pariwisata telah merencanakan tiga jalur wisata dengan konsep wisata kota (urban tourism). Pada jalur-jalur wisata ini, hanya satu obyek wisata yang terkait Kebudayaan Betawi yaitu pada jalur timur. Oleh sebab itu maka perlu adanya perencanan jalur wisata yang dapat memberikan gambaran secara utuh mengenai Kebudayaan Betawi Kota Jakarta. Caranya, dengan membuat jalur wisata Kebudayaan Betawi. Obyek dan atraksinya yang diangkat dapat berdasarkan sumber daya dari wujud fisik maupun non fisik.

1

1.2 Perumusan Masalah Dari pernyataan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah Kebudayaan Betawi berpotensi untuk dikembangkan menjadi sebuah obyek dan atraksi wisata yang sesuai/ ideal dan lestari? 2. Bagaimana merencanakan pengembangan sistem wisata kebudayaan menjadi bagian dari program wisata Kota Jakarta yang berkelanjutan. 3. Bagaimana model kebijakan pengelolaan wisata kebudayaan tersebut direncanakan.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah membuat konsep pengembangan sistem wisata sejarah Kota Jakarta, khususnya terkait sejarah Kebudayaan Betawi di Jakarta. Adapun penelitian ini mempunyai tiga tujuan khusus yaitu: 1. Tata ruang wisata budaya Betawi Kota Jakarta 2. Merencanakan jalur interpretasi wisata 3. Merencanakan teknik dan media interpretasi wisata sejarah 4. Merencanakan program wisata budaya Kota Jakarta

1.4 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini dapat menjadi alternatif pengembangan program wisata Kota Jakarta. 2. Menjadi bahan masukan bagi pengembangan pariwisata yang dapat meningkatkan PAD kota dan kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi pengembangan wisata. 3. Menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta serta instansi lainnya dalam menyusun kebijakan perencanaan, dan pengembangan yang integratif sebagai kawasan wisata perkotaan yang berkelanjutan.

2

1.5 Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pemikiran merupakan gambaran menyeluruh mengenai alur pemikiran yang menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian. Kerangka pemikiran untuk penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.

Sejarah dan Kebudayaan Kota Jakarta

Kebudayaan Betawi

Kebudayaan Fisik Kebudayaan Non Fisisk

Identifikasi Sumber Daya Wisata (Obyek dan Atraksi Wisata)

Obyek dan Atraksi Obyek dan Atraksi Sebaran Obyek dan Atraksi Sejarah Kebudayaan Pemukiman Cerita/Legenda Rakyat Betawi Masyarakat Betawi

Tata Ruang Wisata Budaya Kota Jakarta

Model Konseptual Sistem Wisata Budaya Kota Jakarta

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

3

BAB II KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Kota Jakarta Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan Ibukota negara Indonesia yang terletak di pulau Jawa. Posisinya berada pada 6°– 7° Lintang Selatan, 107°-108° Bujur Timur. Provinsi ini berbatasan dengan Laut Jawa di bagian Utara, Propinsi Jawa Barat di bagian Timur dan Selatan, dan Propinsi Banten di bagian Barat. Ibukota ini terdiri dari 5 Kota, 1 Kabupaten, 44 Kecamatan, dan 267 Kelurahan, dengan luas wilayah 656 km2. Jumlah penduduk pada tahun 2005 mencapai 8.725.630 jiwa, dengan kepadatan penduduk 13.150 jiwa per km2.

2.2 Potensi Pariwisata Kota Jakarta Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia, yang berfungsi juga sebagai pintu masuk, dan menjadi bagian dari daerah tujuan wisata Indonesia, dimana Jakarta berfungsi sebagai etalase dari pariwisata Indonesia. Jakarta sendiri mempunyai potensi dan sumber daya wisata yang cukup banyak dan beragam. Sumber daya pariwisata Kota Jakarta berupa wisata sejarah, wisata belanja dan kuliner, wisata bisnis dan hiburan, dan serta wisata bahari. Sumber daya pariwisata ini cukup lengkap seperti pusat-pusat perbelanjaan skala internasional, beraneka ragam jenis dan rasa makanan (kuliner), aneka ragam hiburan malam (nightlife) dan event-event berskala nasional maupun internasional, lapangan golf bertaraf internasional, laut dan kepulauan (marine island). Pemerintah DKI Jakarta melalui SK Gubernur DKI Jakarta No. 4486/1999 telah menetapkan 3 jalur wisata di Jakarta yaitu, jalur barat yang mempunyai 10 obyek dan atraksi wisata, jalur tengah dengan 2 obyek dan atraksi wisata, dan jalur timur dengan 7 obyek dan atraksi wisata (Gambar 2). Pengembangan jalur wisata ini juga telah didukung dengan pengembangan sistem transportasi publik berupa jalur busway (trans Jakarta), kereta api (Blue line), water way, serta kendaraan umum yang telah tersedia lainnya.

4

Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata tahun 2007 mengenai wisatawan asing yang berkunjung ke Jakarta, rata-rata berasal dari Asia Tenggara (ASEAN), Asia Timur, Timur Tengah, Australia, dan Eropa Barat. Adapun tujuan kunjungannya berupa, bisnis 51.64%, MICE 3.23%, liburan 23.64%, kunjungan keluarga 13.67%, dan lain-lain 17.82%.

Sumber: Dinas Pariwisata Prov. DKI Jakarta (2007) Gambar 2. Tiga Jalur Wisata di DKI Jakarta.

2.3 Kebudayaan Betawi Kota Jakarta Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dan bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata "Batavia," yaitu nama kuno Jakarta yang diberikan oleh Belanda. Antropolog Universitas Indonesia, Shahab (1997) memperkirakan, etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance Castle. Sedangkan Suparlan dalam wikipedia (2009),

5

menyatakan orang Betawi, pada awalnya merupakan kelompok etnis yang dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang , orang , atau orang Rawabelong. Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas baru muncul pada jaman Hindia Belanda, tahun 1923, saat Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Akan tetapi ada pendapat lain, bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga penduduk di luar benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi.

2.3.1 Bahasa Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Pendapat lain menyatakan bahwa, suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan , yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional. Karena perbedaan bahasa yang digunakan tersebut maka pada awal abad ke- 20, Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, , Ciliwung, Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan terakhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.

6

Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi.

2.3.2 Kesenian Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tionghoa, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis- Arab,dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, Gambang Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong. Keragaman yang berasal dari perkawinan antar kebudayaan juga tercermin pada keseniannya, contohnya, Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tiongkok, Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis dan Arab, serta Tanjidor yang ke-Belanda-an.

2.3.3 Kepercayaan Orang Betawi sebagian besar menganut agama Islam, selain itu sedikit yang agama Kristen, Protestan, dan Katholik. Suku Betawi yang beragama Kristen, awalnya merupakan suku keturunanan portugis awal abad ke-16. Hal ini terjadi karena adanya perjanjian pembangunan benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa antara Surawisesa, raja Sunda dengan Portugis. Bangsa Portugis kemudian membangun sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap didaerah Kampung Tugu Jakarta Utara.

2.3.4 Profesi Orang Betawi sebelum era pembangunan orde baru, terbagi atas beberapa profesi menurut lingkup wilayah atau kampung. Sekitar Kampung Kemanggisan dan Rawabelong merupakan petani kembang, petani kebun, pendidik, pedagang, dan pembatik. Pada Kampung Kuningan masyarakatnya berprofesi sebagai peternak sapi perah. Kampung Kemandoran yang mempunyai kondisi tanah tidak

7

subur, umumnya masyarakat berprofesi sebagai mandor, bek, jagoan silat. Pada daerah ini terdapat tokoh terkenal seperti Ji'ih teman seperjuangan Pitung dari Rawabelong. Sedangkan Kampung Paseban warganya banyak bekerja sebagai pekerja kantoran, adapun profesi ini telah ada sejak zaman Belanda. Disamping itu ada beberapa yang berprofesi sebagai guru, ustadz, dan pedagang eceran, dan pada umumnya orang Betawi menguasai pencak silat.

8

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Wisata Budaya Wisata Budaya didefinisikan sebagai kunjungan berbagai individu dari luar komunitas asli yang termotivasi oleh daya tarik sejarah, seni, pengetahuan, gaya hidup atau warisan yang ditawarkan oleh suatu komunitas, daerah, kelompok atau institusi (Silberberg, 2001). Menurut The Cultural Tourism Industry Group (2000), wisata budaya merupakan suatu hiburan dan pengalaman yang mendidik dan yang menggabungkan kesenian dengan warisan alam, sosial dan sejarah. Ini merupakan suatu pilihan pariwisata yang mendidik orang-orang mengenai aspek- aspek tampilan, kesenian, arsitektur dan sejarah suatu tempat tertentu. Menurut ICOMOS (1999), terdapat prinsip-prinsip dasar dalam wisata budaya yaitu: 1. Wisata domestik dan internasional merupakan suatu alat yang paling penting dalam pertukaran budaya. Karena itu, konservasi budaya harus menyediakan tanggungjawab dan kesempatan bagi masyarakat lokal dan pengunjung untuk mengalami dan memahami warisan komunitas dan budayanya. 2. Hubungan antara tempat historis dan wisata bersifat dinamis serta melibatkan nilai-nilai yang mempunyai konflik. Hal tersebut harus dapat dikelola dalam suatu cara yang mendukung generasi saat ini dan yang akan datang. 3. Perencanaan wisata dan konservasi untuk tempat-tempat warisan budaya harus dapat menjamin bahwa pengalaman yang didapatkan pengunjung akan berharga, memuaskan dan menggembirakan. 4. Masyarakat asli dan penduduk di pemukiman harus dilibatkan dalam perencanaan konservasi dan wisata. 5. Aktivitas wisata dan konservasi harus menguntungkan bagi penduduk asli. 6. Program wisata budaya harus dapat melindungi dan meningkatkan karakteristik warisan alam dan budaya. ICOMOS (1999) menyatakan bahwa wisata budaya dapat dilihat sebagai aktivitas pariwisata yang dinamis dan sangat terkait dengan pengalaman. Wisata budaya mencari pengalaman yang unik dan indah dari berbagai warisan

9

masyarakat yang sangat bernilai yang harus dijaga dan diserahkan kepada generasi penerus. Menurut Nashir, et.al (1993), pariwisata, betapapun juga, merupakan suatu aspek budaya, namun pada zaman modern ini telah berkembang menjadi suatu industri tersendiri. Keuntungan materi yang tidak diragukan lagi ialah kenyataan bahwa duapertiga dari uang yang dibelanjakan oleh para wisatawan umumnya untuk transportasi, penginapan dan makan. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata di Indonesia selain harus merangsang sistem pelayanan dan kemudahan perjalanan bagi wisatawan, juga harus membuka kesempatan kerja dan usaha bagi penduduk setempat. Menurut Lord (1999), dalam survey yang terbaru dari Travei Industri Association of America, 46 % dari seluruh turis di Amerika pada tahun 1998 (+ 200 juta) mengunjungi suatu kebudayaan, kesenian dan tempat bersejarah. Terdapat beberapa kelompok turis budaya, yaitu: 1. Turis-turis yang sangat termotivasi oleh budaya. Kelompok ini paling sedikit jumlahnya, mewakili 15% dari pasar turis budaya. 2. Turis-turis yang termotivasi sebagian karena budaya dan sebagian lagi karena ingin mengunjungi saudara, teman, ataupun bersantai di tepi pantai. Kelompok ini mewakili 30% dari pasar turis budaya. 3. Turis-turis yang merasakan bahwa budaya hanya merupakan motivasi tambahan dari suatu motivasi lain yang lebih penting. Contohnya: motivasi utama adalah berjalan-jalan, tetapi sementara disana, mereka juga menikmati budaya di tempat tersebut. Kelompok ini mewakili 20% dari pasar turis budaya. 4. Turis budaya yang tidak terencana (menjumpai atraksi budaya secara tidak sengaja, lalu menyaksikannya). Kelompok ini mewakili 20% dari pasar turis budaya. 5. Turis yang tidak mau menghadiri suatu daya tarik budaya atau peristiwa tertentu dalam situasi apapun juga. Kelompok ini mewakili 15% dari pasar turis budaya.

10

Lord (1999) menjelaskan bahwa terdapat 3 jenis bentuk kerja sama atau sistem paket dalam memasarkan produk budaya, yaitu: 1. Bentuk kerjasama atau sistem paket yang paling umum digunakan yaitu antar produk budaya yang sejenis, contohnya: Milwaukee Art Museum bekerja sama dengan Milwaukee Public Museum. 2. Bentuk kerjasama atau sistem paket yang melibatkan produk budaya dari jenis yang berbeda, contohnya pusat festival, dan kesenian. 3. Bentuk kerjasama atau sistem paket antara produk budaya dan non budaya. Sejauh ini hal tersebut merupakan bentuk yang dinilai paling penting. Hanya melalui strategi ini, keuntungan dari wisata budaya dapat dimaksimalkan tanpa biaya pemasaran yang besar. Contohnya sistem paket harian seperti paket akhir minggu pada suatu perkemahan atau perkemahan yang memberikan tiket gratis atau potongan harga untuk melihat suatu atraksi atau peristiwa budaya tertentu.

3.2 Rencana Pengembangan Wisata Perencanaan secara umum adalah mengorganisasikan masa depan untuk mencapai objektif tertentu (Inskeepp 1991). Perencanaan pada lanskap merupakan susunan permasalahan yang diungkap dan dirancang solusinya pada suatu wilayah secara menyeluruh untuk mengantisipasi masalah yang berhubungan dengan pemanfaatan lahan oleh manusia dan pengembangan lahan ke tahap berikutnya (Morrow 1987). Sedangkan menurut Umar (2005), Perencanaan tidak sekedar persiapan, tapi juga merupakan proses kegiatan yang secara terus menerus mengikuti dan mewarnai kegiatan tersebut sampai tercapainya tujuan. Dalam perencanaan pengembangan wisata dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu secara fisik, dimana tujuan perencanaannya berupa pengembangan lingkungan fisik sebagai wadah, sedangkan secara non-fisik perencanaan diarahkan untuk pengembangan manusianya sebagai pengguna. Secara fisik, ada beberapa prinsip yang dikemukakan oleh Inskeep (1991) dalam perencanaan wisata yang terdiri dari fasilitas dan akomodasi yang mempunyai aksesibiliti yang nyaman dan baik, pelayanan transportasi umum yang tersedia, ketetapan yang mendukung peningkatan target pasar, ketetapan untuk transportasi

11

umum yang baik, pedestrian sebagai penghubung zona-zona yang menarik dengan fasilitas dan akomodasi, mengontrol daerah yang mempunyai tingkat kejahatan yang tinggi, utilitas kota yang baik, konservasi bangunan dan wilayah yang mempunyai nilai sejarah, disain kota yang baik, perencanaan daerah waterfront yang baik, peningkatan penampilan kota. Sedangkan untuk perencanaan pengembangan secara non-fisik, berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pelestarian budaya. Selanjutnya Gunn (1994) menyatakan bentuk wisata dapat dikembangkan dan direncanakan berdasarkan kepemilikan atau pengelolaan areal wisata (dikelompokkan dalam pemerintahan, organisasi nirlaba, dan perusahaan komersial), sumber daya alam dan budaya, perjalanan wisata atau lamanya tinggal, tempat kegiatan (di dalam/ luar ruangan), wisata utama atau wisata penunjang. Daya dukung tapak sesuai dengan jumlah pengunjung (intensif, semi intensif, dan ekstensif).

3.3 Folklor Betawi Berasal dari dua kata bahasa Inggris yaitu: folk dan lore. Menurut Dundes dalam Budiaman, et.al (2000), folk berarti kelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari kelompok lain. Lore adalah tradisi folk yang diwariskan secara turun temurun melalui lisan atau tutur kata, ataupun melalui contoh yang disertai dengan perbuatan. Tabel 1 memperlihatkan ketiga jenis folklor Betawi dan keterangannya. Masing-masing merupakan unsur kebudayaan Betawi masa kini yang mempunyai fungsi dalam kehidupan masyarakat Betawi. Budiaman,et.al (2000) mengemukakan bahwa untuk mengenal kebudayaan masyarakat tertentu, sangatlah penting untuk mempelajari folklornya, karena fungsi yang terkandung didalamnya, yaitu sebagai sistem proyeksi yang dapat mencerminkan angan-angan kelompok, alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan anak, alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat dipenuhi, dan alat penghibur ataupun penyalur perasaan yang terpendam.

12

Menurut Budhisantoso dalam Budiaman, et.al (2000), pengetahuan mengenai folklor dapat digunakan sebagai penunjang pembangunan dan tidak kurang pentingnya juga sebagai bahan pertimbangan dalam menentukkan kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan kesenian. Tabel 1. Folklor Betawi Jenis Folklor Betawi Keterangan 1 2 I. Folklor Lisan 1. Bahasa rakyat, meliputi Bahasa yang digunakan adalah dialek Melayu Jakarta logat, julukan, sindiran, yang tumbuh dari bahasa Melayu yang digunakan titel, bahasa rahasia dan sebagai lingua france antar penduduk yang lain lain. mempunyai latar belakang etnis dan bahasa yang beraneka ragam. 2. Ungkapan tradisional, Dalam ungkapan tradisional selalu terkandung nilai- meliputi peribahasa, nilai sosial budaya yang sesuai dengan pola pepatah dan lain-lain. kebudayaan masyarakat pendukungnya. Pada dasarnya ungkapan tradisional sesuai dengan alam lingkungan pemakainya. 3. Pertanyaan tradisional, Fungsi teka-teki adalah sebagai hiburan diwaktu meliputi teka-teki dan senggang. Selain itu pertanyaan tradisional lain-lain. merupakan alat untuk mengembangkan pengetahuan kemasyarakatan, khususnya dalam mengenal dan memahami nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan masyarakatnya. 4. Puisi rakyat, meliputi Fungsinya selain sebagai hiburan, juga untuk pantun, syair dan lain- mengekspresikan perasaan dan pikiran kolektiva atau lain individu. 5. Cerita prosa rakyat Banyak unsur-unsur cerita prosa rakyat Betawi yang Betawi, meliputi mite, berasal dari lingkungan kebudayaan luar. Diantaranya legenda, dongeng dan bahkan banyak yang merupakan saduran dari cerita cerita pendek yang lucu dongeng. Motif-motif ceritapun banyak yang (anekdot) memperlihatkan adanya persamaan antara cerita- cerita yang asalnya dari lingkungan kebudayaan yang berbeda. 6. Nyanyian rakyat Nyanyian rakyat merupakan salah satu bentuk ekspresi batiniah para pendukungnya, yang meliputi ratapan nasib, percintaan, dan keluhan terhadap keadaan masyarakat.

13

Tabel 1. Foklor Betawi (lanjutan) 1 2 II. Folklor Setengah lisan 1. Kepercayaan dan Pada umumnya berhubungan dengan peristiwa- Takhayul peristiwa dalam siklus kehidupan manusia, mengenai makhluk halus dan alam. 2. Permainan dan hiburan Permainan rakyat tidak terbatas pada permainan untuk rakyat anak-anak saja. 3. Drama Rakyat Merupakan gambaran kehidupan atau watak manusia yang dikisahkan diatas pentas melalui tingkah laku dan percakapan antara pemain drama maupun dengan menggunakan boneka atau wayang. Cerita yang dipentaskan dapat bersumber pada cerita prosa rakyat Betawi atau dapat diambil dari daerah lain. 4. Tari-tarian Sebagai salah satu bentuk seni yang dinyatakan dengan gerak tubuh yang pada umumnya bersifat non representatif. 5. Adat kebiasaan, upacara Berhubungan dengan peristiwa penting dalam siklus dan pesta-pesta hidup manusia, yaitu kelahiran, perkawinan dan kematian. Banyak pula adapt kebiasaan lain yang menjadi tradisi khas orang Betawi. III. Folklor Bukan Lisan A. Dengan Material 1. Arsitektur Rakyat Meliputi bentuk rumah Betawi, bentuk lumbung padi, bentuk mesjid dan bangunan-bangunan yang bercorak tradisional lainnya. 2. Seni kerajinan tangan Meliputi seni tenun, seni pahat, seni keramik, seni menganyam, dan seni kerajinan lainnya yang bercorak khas Betawi. 3. Pakaian dan perhiasan Meliputi pakaian yang dikenakan baik dalam pesta maupun kehidupan sehari-hari, untuk pria dan wanita dewasa maupun anak-anak. 4. Obat-obatan rakyat Meliputi ramuan tradisional untuk mengobati penyakit-penyakit tertentu, dengan nama dan istilah yang khas. 5. Makanan dan minuman Meliputi makanan dan minuman khas Betawi yang banyak dijual atau yang dikonsumsi dalam rumah tangga maupun yang dihidangkan dalam pesta-pesta.

14

Tabel 1. Foklor Betawi (lanjutan) 1 2 6. Alat-alat musik Meliputi peralatan musik yang digunakan untuk mengiringi tarian rakyat dan pementasan teater tradisional ataupun yang digunakan sebagia bunyi- bunyian dalam perayaan. 7. Peralatan dan senjata Meliputi peralatan rumah tangga, pertanian dan pertukangan, upacara (misalnya khitanan dan cukuran), senjata untuk bela diri dan untuk perhiasan sebagai kelengkapan pakaian dan lain-lain. 8. Mainan Meliputi alat-alat permainan yang digunakan oleh anak laki-laki dan perempuan, orang dewasa. B. Tanpa Material 1. Bahasa Isyarat orang Betawi 2. Musik Betawi Sumber: Budiaman, et.al (2000)

15

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada di Provinsi DKI Jakarta (Gambar 3). Waktu penelitian dimulai bulan Mei sampai Desember 2009, yang terbagi dalam tahap penyusun rencana penelitian, studi literatur, pengumpulan dan pengolahan data, analisis, sintesis dan pembahasan data dan teori (Tabel 2).

Sumber: Bakosurltanal (2005)

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

Tabel 2 . Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Kegiatan Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Des 1 Pra Penelitian ** • Persiapan Proposal ** 2 Pengumpulan Data • Studi Pustaka ** **** **** **** • Survey dan observasi **** **** • Penyebaran kuisioner ** **** 3 Analisis Pembahasan • Analisis data kuisioner /wawancara **** **** • Analisis spasial obyek dan atraksi **** **** • Analisis potensi obyek dan atraksi ** **** ** • Analisis sistem wisata kota **** **** 4 Pembahasan dan Penyusunan Laporan **** **** **** **** ** 5 Penjilidan **

16

4.2 Metode Penelitian Dalam mewujudkan konsep pengembangan sistem wisata kebudayaan Kota Jakarta, terbagi dalam tiga tahapan. Tahap pertama, pengumpulan data dengan studi literatur, survey dan observasi, wawancana dan diskusi. Selanjutnya, analisis dan sintesis data. Terakhir, berupa konsep rencana pengembangan integrasi jalur interpretasi. Gambar 4 memperlihatkan tahapan penelitian yang akan dilakukan.

Sejarah Kebudayaan Betawi Kota Jakarta

Pengkla

Data Sekunder Data Primer & Pengumpulan Data Primer Data Primer

Tahap 1 Tahap Data sifikasian

Identifikasi Sumber Daya Wisata (Obyek dan Atraksi Wisata)

Sumber Daya Fisik, Non Fisik (Foklor Betawi) Stake Holder

& Analisis Sintesisi Sejarah Budaya Betawi Dukungan dan Hambatan Cerita/Legenda Betawi Taha Sebaran Permukiman Betawi

p2

Peta Potensi Obyek dan Atraksi

Pengembangan

Tahap 3 Tahap

Jalur Wisata Budaya Potensial Konsep

Konsep Pengembangan Sistem Wisata Kebudayaan Betawi Kota Jakarta Jalur Interpretasai, Teknik dan Media Interpretasi, Fasilitas dan Sarana Wisata

Gambar 4. Tahap Penelitian

4.2.1 Pengumpulan dan Pengklasifikasian Data Pengumpulan data dilakukan dalam dua cara, yaitu studi literatur atau document research dan survei ke lokasi penelitian. Data diklasifikasi berdasarkan foklor Betawi yang terdiri dari aspek aspek budaya fisik dan non fisik, masyarakat lokal atau setempat (Tabel. 3).

17

Tabel 3. Parameter Identifikasi Lokasi Kawasan Budaya Betawi

Budaya Fisik/Non Fisik Jenis Budaya 1. Bahasa rakyat, meliputi logat, julukan, sindiran, titel, bahasa I. Budaya Lisan rahasia dan lain lain. 2. Ungkapan tradisional, meliputi peribahasa, pepatah dan lain- lain. 3. Pertanyaan tradisional, meliputi teka-teki dan lin-lain. 4. Puisi rakyat, meliputi pantun, syair dan lain-lain 5. Cerita prosa rakyat Betawi, meliputi mite, legenda, dongeng dan cerita pendek yang lucu (anekdot) 6. Nyanyian rakyat II. Folklor Setengah lisan 1. Kepercayaan dan Takhayul 2. Permainan dan hiburan untuk rakyat 3. Drama Rakyat 4. Tari-tarian 5. Adat kebiasaan, upacara dan pesta-pesta III. Folklor Bukan Lisan A. Dengan Material 1. Arsitektur Rakyat 2. Seni kerajinan tangan 3. Pakaian dan perhiasan 4. Obat-obatan rakyat 5. Makanan dan minuman 6. Alat-alat musik 7. Peralatan dan senjata 8. Mainan B. Tanpa Material 1. Bahasa Isyarat orang Betawi 2. Musik Betawi Sumber: Budiaman, et.al (2000)

Survei lapangan dilakukan guna verifikasi data sekunder dan melihat kondisi fisik eksisting terakhir. Survei lapangan termasuk juga wawancara dan diskusi, berupa investigasi mengenai sumber daya wisata dan dukungan terhadap pengembangan sistem wisata di kawasan. Adapun wawancara dilakukan pada pengelola kawasan, dan masyarakat setempat. Selain itu diperlukan juga wawancara dan diskusi dengan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta untuk menambah informasi dan mengetahui potensi pengembangan kawasan.

18

4.2.2 Analisis Kawasan Penilaian obyek atraksi wisata budaya dilakukan untuk melihat tingkat potensi pengembangannya. Teknik penilaian dilakukan dengan cara skoring berdasarkan parameter keunikan, kelangkaan, dan kekhasan, keindahan dan kenyamanan lingkungan, potensi obyek dan atraksi wisata, dan posisi dan pencapaian ke kawasan (Tabel 4, 5, 6, 7, 8).

Tabel 4. Parameter Penilaian Keunikan, Kelangkaan, dan Kekhasan (Bobot 5) Kriteria/Subkriteria Skor 3 (baik) 2 (sedang) 1 (buruk) 1. Unik & Langka a. Obyek dan atraksi Unik, sulit Tidak terlalu/cukup Umum, biasa & khas Betawi (Foak) ditemukan di daerah unik & menarik banyak ditemukan lain b. Bentuk fisik bangunan Unik, tidak Tidak terlalu unik, Umum/biasa saja Betawi (Ffb) ditemukan di daerah ada beberapa lain bagian yang cukup unik 2. Kekhasan c. Ada nilai/peninggalan Ya, kondisi terawat Ya, kondisi kurang Tidak ada sejarah/purbakala terawat (Fpsp) d. Ada cerita/dongeng/ Ada, masih Ada, tetapi sudah Tidak ada mitos (Fcdm) mempengaruhi tidak masyarakat mempengaruhi kehidupan masyarakat, detail cerita kurang tahu e. Ada adat istiadat yang Ada masih Sepertinya ada, Tidak ada khas betawi (Faik) digunakan masyarakat kurang tahu f. Satwa khas (Fsk) Ada >2 Ada 1 Tidak ada g. Tanaman khas (FTk) Ada >2 Ada 1 Tidak ada Sumber: Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2002); Inskeep (1991); Modifikasi.

Penghitungan klasifikasi keunikan, kelangkaan, dan kekhasan = 5 5 5 5 5 5 5  Foak +  Ffb +  Fpsp +  Fcdm +  Faik +  Fsk +  Ftk i=1 i=1 i=1 i=1 i=1 i=1 i=1 Keterangan: Foak = Faktor Obyek dan atraksi khas Betawi Ffb = Faktor Bentuk fisik bangunan Betawi (Ffb) Fpsp = Faktor nilai/peninggalan sejarah/purbakala (Fpsp) Fcdm = Faktor cerita/dongeng/mitos (Fcdm) Faik = Faktor adat istiadat yang khas betawi (Faik) Fsk = Faktor satwa khas (Fsk) Ftk = Faktor tanaman/pohon khas (Ftk) 5  = Destinasi ke 1 sampai 5 i=1

19

Tabel 5. Parameter Penilaian Keindahan dan Kenyamanan Lingkungan (Bobot 4)

Kriteria/ Subkriteria Skor 3 (baik) 2 (sedang) 1 (buruk) 1. Tata lingkungan a. Terdapat pemandangan Ada, Ada, agak terhalang/ Tidak ada indah (buatan/alami) pemandangan hanya dari satu sudut pemandangan (Fpi) tidak terhalang indah b. Harmonisasi lokasi Sangat menyatu Agak/perlu perbaikan Tidak ada obyek & atraksi dengan harmonisasi lingkungan sekitar (aktifitas atraksi) (Fhl) c. Keserasian bangunan Alami, cermin Cukup Buatan, tidak dengan lingkungan budaya betawi serasi secara keseluruhan (Fbl) d. Ada kerusakan Tidak gejala Ada gejala, tapi dapat Ada kerusakan lingkungan (erosi/ kerusakan diantisipasi lingkungan longsor/polusi udara) lingkungan (Fkl) 2. Kenyamanan e. Sumber bau-bauan (Fsb) bebas bau yang Ada bau yang Ada bau yang mengganggu mengganggu, dapat di sangat antisipasi mengganggu f. Sumber suara/bising Bebas suara Ada gangguan suara Bising, tidak (Fbis) yang tapi dapat diantisipasi dapat mengganggu diantisipasi g. Kebersihan lingkungan Sangat bersih Cukup bersih Kotor (Fkeb) Sumber: Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2002); Inskeep (1991); Modifikasi.

Perhitungan klasifikasi keindahan dan kenyamanan lingkungan 5 5 5 5 5 5 5  Fpi+  Fhl +  Fbl +  Fkl +  Fsb +  Fbis+  Fkeb i=1 i=1 i=1 i=1 i=1 i=1 i=1

Keterangan Fpi = Faktor pemandangan indah (buatan/alami) Fhl = Faktor harmonisasi lokasi obyek & atraksi dengan lingkungan sekitar (aktifitas atraksi) Fbl = Faktor keserasian bangunan dengan lingkungan secara keseluruhan Fkl = Faktor kerusakan lingkungan (erosi/ longsor/polusi udara) Fsb = Faktor sumber bau-bauan Fbis = Faktor kebisingan Fkeb = FAktor kebersihan lingkungan 5  = Destinasi ke 1 sampai 5 i=1

20

Tabel 6. Parameter Penilaian Potensi Obyek dan Atraksi Wisata (Bobot 3)

Kriteria/Subkriteria Skor 3 2 1 1. Aktifitas alami a. Adanya atraksi satwa yang bisa Ada >3 Ada 1-2 Tidak ada dinikmati pancaindera (Fat) b. Potensi untuk trecking (jalan kaki, Ada, Ada prasarana sepeda, dll) (Ftr) prasarana Tidak ada tersedia belum tersedia c. Aktifitas alam (menikmati alam, Ada potensi Ada potensi, memancing, berperahu, berenang, saran belum Tidak ada sarana ada olah raga/out bond) (Fal) ada 2. Aktifitas budaya d. Adanya atraksi seni budaya yang bisa dinikmati/ melibatkan Ada > 5 Ada 2 – 4 Ada < 1 pengunjung (Fasb) 3. Potensi edukasi e. Edukasi, semakin banyak pendidikan/ pengetahuan yang Banyak Sedikit Tidak Ada didapat semakin baik (Fedu) Sumber: Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2002); Inskeep (1991); Modifikasi.

Perhitungan klasifikasi keindahan dan kenyamanan lingkungan 5 5 5 5 5 5 5  Fpi+  Fhl +  Fbl +  Fkl +  Fsb +  Fbis+  Fkeb i=1 i=1 i=1 i=1 i=1 i=1 i=1

Keterangan: Fat = Faktor adanya atraksi satwa yang bisa dinikmati pancaindera Ftr = Faktor potensi untuk trecking (jalan kaki, sepeda, dll) Fal = Faktor aktifitas alam (menikmati alam, memancing, berperahu, berenang, olah raga/out bond) Fasb = Fakor adanya atraksi seni budaya yang bisa dinikmati/ melibatkan pengunjung Fedu = Faktor edukasi (semakin banyak pendidikan/ pengetahuan yang didapat 5 semakin baik)  i=1 = Destinasi ke 1 sampai 5

21

Tabel 7. Parameter Penilaian Posisi dan Pencapaian ke Kawasan (Bobot 3) Kriteria/Subkriteria Skor 3 (baik) 2 (sedang) 1 (buruk) 1. Sarana/alat Transportasi a. Kemudahan Alat >3 Kendaraan 3 – 1 Kendaraan <1 Kendaraan Transportasi (Fkat) Umum Umum Umum b. Jarak Tempuh dari Objek Dekat Sedang Jauh Atraksi ke Kendaraan Umum (Fjt) c. Kualitas Alat Baik/ Terawat Sedang Buruk/ Jelek Transportasi (Fkat) 2. Prasarana/ Jalan d. Posisi Objek Atraksi Berada di Jalan Berada di Jalan Berada di Gang (Poa) Primer Sekunder/ Tersier e. Kualitas Jalan (Fkj) Baik/ Terawat Sedang Buruk 3. Posisi f. Lokasi Obyek dan Ditengah pusat Agak jauh dari Dipinggir kota Atraksi terhadap pusat kota (kotamadya, pusat kota, bukan kota (Floa) kecamatan) dipinggir kota Sumber: Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2002); Inskeep (1991); Modifikasi.

Perhitungan klasifikasi Pencapaian dan posisi terhadap obyek dan atraksi Wisata 5 5 5 5 5 5  Fkat +  Fjt +  Fkua +  Fpoa +  Fkj +  Floa i=1 i=1 i=1 i=1 i=1 i=1 Keterangan: Fkat = Faktor kemudahan Alat Transportasi Fjt = Faktor Jarak Tempuh dari Objek Atraksi ke Kendaraan Umum Fkua = Faktor Kualitas Alat Transportasi FPoa = Faktor Posisi Objek Atraksi Fkj = Faktor Kualitas Jalan Floa = Faktor Lokasi Obyek dan Atraksi terhadap pusat kota

5  = Destinasi ke 1 sampai 5 i=1

22

Tabel 8. Parameter Sarana Prasarana Penunjang Wisata (Bobot 2)

Kriteria/Unsur Skor 3 (baik) 2 (sedang) 1 (buruk) a. Prasarana Penunjang (Fpp) 1. Kantor pos Ada >4 Ada 2-3 macam Ada <1 macam 2. Telepon umum/wartel macam 3. Puskesmas/klinik/RS 4. Warnet 5. Jaringan PDAM 6. Jaringan listrik 7. Jaringan telepon 8. Surat kabar b. Sarana Penunjang (Fsp) 1. Rumah makan/warung Ada >4 Ada 2-3 macam Ada <1 macam 2. Pasar/pusat perbelanjaan macam 3. Toko cendera mata 4. Tempat ibadah 5. Toilet umum 6. Bank/money changer c. Akomodasi (Fak) 1. Penginapan Ada di lokasi, Ada diluar lokasi, Tidak ada, jarak jarak dekat jarak cukup jauh terjangkau kendaraan Sumber: Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2002); Inskeep (1991); Modifikasi.

Perhitungan klasifikasi sarana prasarana penunjang wisata: 5 5 5  Fpp +  Fsp +  Fak i=1 i=1 i=1 Keterangan: Fpp = Faktor prasarana penunjang Fsp = Faktor sarana penunjang Fak = Faktor akomodasi 5  = Destinasi ke 1 sampai 5 i=1

Tahap selanjutnya berupa sintesis dari hasil penilaian. Tahap ini berupa rencana pengembangan kawasan yang termasuk dalam klasifikasi potensial. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan konsep pengembangan destinasi dari Gunn (1997). Pengembangan kawasan Wisata Budaya Kota Jakarta berdasarkan hasil klasifikasi zona potensial kawasan yang didapat dari hasil sintesis parameter pencapaian, keunikan sumber daya budaya, kekhasan, variasi kegiatan, dan keindahan lingkungan. Rencana pengembangan ini dalam bentuk konsep

23

pengembangan Kawasan Wisata Budaya, dengan program pengembangan aktifitas, dan rencana pengembangan infrastruktur pendukung wisata.

4.2.3 Dukungan Masyarakat Terhadap Pengembangan Kawasan Analisis dilakukan guna menilai tingkat keinginan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam mendukung keberlanjutan pengembangan wisata budaya dikawasannya. Penilaian berdasarkan tingkat keinginan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dan preferensi pengelolanya.

4.2.4 Rencana Pengembangan Kawasan Konsep pengembangan kawasan yaitu rencana pengembangan “kawasan wisata budaya kota yang berkelanjutan (sustainable urban culture tourism)”. Konsep rencana pengembangan diilustrasikan dalam bentuk model pengembangan ruang wisata yang mempertimbangkan karakter kota dan potensi wisata. Adapun lokasi pengembangan dititik beratkan pada kawasan potensial hasil tumpang susun (overlay) dari hasil klasifikasi kawasan potensial dan dukungan masyarakat lokal.

4.3 Batasan Istilah Atraksi Wisata adalah daya tarik di daerah tujuan wisata berupa kejadian- kejadian tradisional seni-budaya, hiburan, jasa, dan kejadian-kejadian tidak tetap (Karyono 1997). Interpretasi adalah informasi yang menjelaskan secara alami dan menyeluruh semua aspek dan bentuk/sejarah pada suatu lokasi. Bentuk informasi dapat ditampilkan secara alami dengan mempresentasikan/menampilkan bentuk, makna dan informasi mengenai suatu hal pada lokasi tersebut, contohnya budaya setempat Jalur Interpretasi adalah sebuah sistem koneksi berupa jalur interpretasi wisata untuk pengunjung pada kawasan wisata yang menghubungkan setiap lokasi atau tempat satu dengan yang lainnya, dimana didalamnya termasuk teknik dan media interpretasinya.

24

Obyek wisata adalah perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (Nurisjah et al. 2003; Karyono 1997). Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mengatur, mengurus, dan melayani kebutuhan wisata (Karyono 1997). Wisata Budaya adalah Kegiatan wisata dengan atraksi utamanya adalah sumberdaya budaya, meliputi tapak (pra sejarah dan bersejarah), tempat berbagai etnik dan tempat suatu pengetahuan dan pendidikan, lokasi industri, pusata perbelanjaan, pusat bisnis, tempat pementasan seni museum, galeri, tempat hiburan, kesehatan, olah raga dan keagamaan.

25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Lokasi Kawasan Budaya Betawi di Jakarta Dari hasil identifikasi dengan menggunakan parameter folklor Betawi, diketahui ada 17 lokasi yang masih mempunyai atau terdapat unsur lisan, setengah lisan, maupun bukan lisan yang terkait dengan Kebudayaan Betawi (Gambar 5 ). Tabel 9 menunjukkan kawasan yang yang masih terdapat unsur Folklor Betawi.

Gambar 5. Peta Lokasi Kawasan Budaya Betawi Berdasarkan Folklor Betawi

26

Tabel 9. Daftar Lokasi Kawasan Budaya Betawi Berdasarkan Folklor Betawi No. Lokasi Foklor Yang Ada 1. Bukit Duri Tanjakan Jak- Tim Perkampungan Betawi 2. Gedung Kesenian Jak- Pus Gedung Pertunjukan kesenian umum bukan Kesenian Betawi saja 3. Marunda Jak - Ut Makam Si Pitung , tidak ada perkampungan Betawi 4. Setu Babakan Jak-Sel Wisata Setu, Perkampungan & berbagai atraksi kesenian Betawi 5. Condet Jak-Sel Perkampungan Betawi 6. Luar Batang Jak-Ut Perkampungan Betawi 7. Rawa Belong Jak-Bar Perkampungan & Perdagangan Taman dan Tanaman hias 8. Kemayoran Jak-Pus Festival 9. Kota tua Jak-Ut Musium Fatahilah 10. JL.Jaksa Jak-Pus Festival 11 Kampung Tugu Jak-Bar Perkampungan Betawi 12. Kali Malang Jak-Tim Festival 13 Klender Jak-Tim Festival Folklor 14 Klender Jak-Tim Festival 15 Kemanggisan Jak-Bar Perkampungan Betawi 16 Kemang Jak-Sel Festival 17 Kuningan Perkampungan Betawi

Berdasarkan Foklor yang ada di lokasi ditemukan 5 lokasi yang mempunyai pemukiman berupa perkampungan kelompok masyarakat Betawi dengan tradisi, adat istiadat, kesenian, Arsitektur dan profesi yang dilakukan secara turun temurun, antara lain: 1. Setu Babakan Setu Babakan merupakan Perkampungan Betawi yang dilestarikan bersama kesenian pertunjukan, bentuk Arsitektur Bangunan Betawi, serta Wisata Setu/ Wisata air. Setu Babakan Terletak di Kecamatan Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan dengan luas wilyah 6.75 Km2. Jumlah penduduk yang tercatat adalah 10.502 KK yang tersebar dalam 156 RT/ 19 RW.

27

2. Kuningan Perkampungan Betawi turun menurun dimana masih dijumpai bentuk Arsitektur rumah Betawi dengan ornamen dan mempunyai pekerjaan turun temurun memproduksi susu sapi perahan. Terletak di Kelurahan Kuningan Timur seluas 2,15 Km2, dengan 1.606 KK yang terbagi dalam 30 RT/5 RW.

3. Rawa Belong Yang disebut daerah Rawa Belong relatif luas. Daerah Kemandoran menurut riwayatnya merupakan tempat asal si Pitung dan para jawara silat Betawi, juga yang berprofesi sebagai mandor. Daerah Rawa Belong secara turun temurun hingga sekarang, pekerjaan utama masyarakat setempat adalah bercocok tanam dan berjualan tanaman hias. Berdasarkan hal tersebut di atas maka daerah Rawa Belong yang terletak di kelurahan Sukabumi Utara dengan luas 1,60 Km2, dengan 6.333 KK dalam 103 RT/11 RW.

4. Bukit Duri Tanjakan Penduduk asli Bukit Duri Tanjakan merupakan orang-orang Betawi gusuran Senayan. Di sini masih banyak terdapat bangunan dengan bentuk Arsitektur Betawi asli. Terletak di Kelurahan Bukit Duri Tebet dengan luas wilayah 1,08 Km2, 8.958 KK dalam 151 RT/12 RW.

5. Condet Condet merupakan daerah yang masih terdapat rumah Betawi asli dan terkenal dengan perkebunan salaknya. Ada 3 kelurahan, yaitu Balekambang dengan luas 1,67 Km2, 4.420 KK dalam 52 RT/ 5 RW. Kelurahan Kalisari dengan luas 2,89 Km2, 6.124 KK dalam 92 RT/ 9 RW. Kelurahan Batu Ampar dengan luas 2,55 Km2, 7.079 KK dalam 84 RT/ 6 RW.

28

5.2 Kondisi Kawasan Budaya Betawi di Jakarta Di banyak kota di dunia budaya dapat menjadi penciri yang dapat meningkatkan image sebuah kota. Dimana dalam pengembangannya dapat menjadi wisata budaya yang menjadi satu sumber pemasukan pada suatu negara. Jakarta mempunyai budaya khas yaitu Betawi. Adapun Betawi merupakan budaya yang berasal dari hasil perpaduan dari beragam budaya masyarakat pendatang pada masanya. Akan tetapi saat ini keberadaaannya hampir tidak terasa lagi, Oleh sebab itu perlu dilakukan perencanaan kembali untuk meningkatkan keberadaannya. Penilaian potensi Kawasan Budaya Betawi di Kota Jakarta, dilakukan dengan menggunakan lima parameter yaitu (1) keunikan, kelangkaan, dan kekhasan, (2) keindahan dan kenyamanan lingkungan, (3) potensi obyek dan atraksi wisata, dan (4) pencapaian dan posisi terhadap kawasan, dan (5) sarana dan prasarana kawasan (Tabel 10, 11, 12, 13, 14).

Tabel 10. Hasil Penilaian Klasifikasi Keunikan, Kelangkaan, & Kekhasan Parameter No Lokasi Pengamatan Total a b c d e f g 1 Setu Babakan 3 2 1 2 2 2 3 15 S 2 Condet 2 3 2 2 2 3 3 17 T 3 Bukit Duri 2 3 1 1 1 1 1 10 S 4 Kuningan 3 1 2 2 1 1 1 11 R 5 Rawa Belong 3 2 2 3 3 2 3 18 T Keterangan: a. Obyek dan atraksi khas Betawi b. Bentuk fisik Bangunan Betawi c. Ada nilai/peninggalan bersejarah d. Ada cerita/dongeng/mitos e. Ada adat istiadat yang khas Betawi f. Satwa khas g. Tanaman khas

29

Dari hasil penilaian keunikan, kelangkaan dan kekhasan seperti yang ditunjukkan pada tabel 10 memperlihatkan bahwa ada dua lokasi yang termasuk klasifikasi tinggi, yaitu Condet dan Rawa Belong. Pada kedua lokasi ini mempunyai keunikan dan kekhasan yang tidak dimiliki oleh kawasan lainnya. Pada Kawasan Condet, bangunan berarsitektur khas Betawi masih banyak ditemui, bahkan ada yang berumur sudah ratusan tahun. Banyaknya bangunan berarsitektur khas Betawi menunjukkan bahwa masyarakat masih menjaga keberadaan kebudayaan fisik, dan hal ini memberi nilai tinggi untuk keunikan dan kekhasan kawasan ini, sedangkan bangunan yang telah berusia ratusan tahun memberikan nilai tinggi pada kelangkaan (Gambar 6). Kehidupan keseharian masyarakat sebagai petani dan penjual tanaman hias dan bunga potong memberikan nilai tingga pada parameter kekhasan. Disamping itu aktivitas mata pencaharian ini berbaur dengan kehidupan budaya masyarakat, yaitu Budaya Betawi menjadikan kawasan ini mempunyai nilai tinggi pada parameter keunikan dan kelangkaan (Gambar 7).

Gambar 6. Rumah Khas Betawi di Gambar 7. Halaman depan rumah Kawasan Condet yang telah berusia sebagai etalase tempat menjual tanaman lebih dari 100 tahun hias di Rawa Belong.

30 Keindahan dan kenyamanan lingkungan merupakan parameter yang sangat penting sebagai daya tarik kawasan wisata. Hal ini dapat menjadi tolak ukur wisatawan agar merasa nyaman, sehingga mereka dapat tinggal lebih lama di kawasan tersebut, dan pada suatu saat akan tertarik untuk datang kembali (Inskeep. 1991). Tabel 11 menunjukkan hasil penilaian klasifikasi dan kenyamanan lingkungan, dimana diketahui bahwa Kawasan Setu Babakan dan Rawa Belong termasuk dalam klasifikasi tinggi.

Tabel 11. Hasil Penilaian Klasifikasi Keindahan dan Kenyamanan Lingkungan Parameter No Lokasi Pengamatan Total a b c d e f g 1 Setu Babakan 3 3 2 3 3 3 3 20 T 2 Condet 2 1 1 1 2 2 2 11 R 3 Bukit Duri 1 2 2 3 3 1 2 14 S 4 Kuningan 2 1 1 3 2 2 2 13 S 5 Rawa Belong 3 3 2 3 3 3 3 20 T

Keterangan: a. Faktor pemandangan indah (buatan/alami) b. Faktor harmonisasi lokasi obyek & atraksi dengan lingkungan sekitar (aktivitas atraksi) c. Faktor keserasian bangunan dengan lingkungan secara keseluruhan d. Faktor kerusakan lingkungan (erosi/ longsor/polusi udara) e. Faktor sumber bau-bauan f. Faktor kebisingan g. Faktor kebersihan lingkungan

Pada Setu Babakan keindahan terlihat dari harmonisasi pemandangan alam yang indah antara danau atau situ dengan lingkungan permukiman masyarakat yang ada di sekelilingnya. Untuk parameter kenyamanan lingkungan cukup baik, hal ini dikarenakan kawasan Setu Babakan telah diresmikan menjadi Kawasan Budaya Betawi, sehingga pengelolaan relatif cukup baik. Gambar 8 menunjukkan kondisi lingkungan Setu

31 Babakan. Hal yang hampir sama juga terlihat di Kawasan Rawa Belong. Pada kawasan ini dominasi tanaman hias disetiap rumah penduduknya menghasilkan perpaduan pemandangan alam yang indah dan harmonis (Gambar 9).

Gambar 8. Harmonisasi lingkungan Gambar 9. Harmonisasi tanaman dan danau di Setu Babakan Bangunan di Rawa Belong

Dari hasil penilaian parameter obyek dan atraksi wisata, Setu Babakan menempati peringkat tertinggi. Hal ini dikarenakan Kawasan Setu Babakan telah menjadi Kawasan Wisata Budaya. Pada kawasan ini, obyek dan atraksi wisata telah terkelola dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari adanya pertunjukkan Seni Budaya Betawi yang terjadwal dan terkoordinir dengan baik. Selain itu wisatawan dapat juga menikmati pemandangan alam sambil menikmati kuliner khas Betawi yang dijajakan di Kawasan ini (Gambar 10). Untuk kawasan lainnya yang cukup berpotensi adalah Rawa Belong. Pada kawasan ini potensi obyek dan atraksi telah ada tetapi belum terkelola. Dimana obyek dan atraksi wisata di kawasan ini baru dapat dinikmati bila ada event-event khusus, seperti perayaan perkawinan, hari Kemerdekaan atau 17 Agustusan, dan lainnya (Gambar 11).

32 Tabel 12. Hasil Penilaian Klasifikasi Potensi Obyek dan Atraksi Wisata Parameter No Lokasi Pengamatan Total a b c d e 1 Setu Babakan 2 2 3 3 3 13 T 2 Condet 1 1 2 1 1 6 R 3 Bukit Duri 2 2 1 1 2 8 R 4 Kuningan 2 2 1 1 1 7 R 5 Rawa Belong 2 1 2 3 3 11 S Keterangan: a. Faktor adanya atraksi satwa yang bisa dinikmati pancaindera b. Faktor potensi untuk trecking (jalan kaki, sepeda, dll) c. Faktor aktifitas alam (menikmati alam, memancing, berperahu, berenang, olah raga/ out bond) d. Fakor adanya atraksi seni budaya yang bisa dinikmati/ melibatkan pengunjung e. Faktor edukasi (semakin banyak pendidikan/ pengetahuan yang didapat semakin baik)

Gambar 10. Atraksi Pencak Silat yang Gambar 11. Ondel-ondel sebagai atraksi dapat dinikmati pengunjung setiap hari khas Betawi yang dapat dinikmati pada Sabtu dan Minggu event-event tertentu

Tabel 13 menunjukkan hasil penilaian parameter posisi dan pencapaian menuju kawasan wisata yang akan dikembangkan, dimana kawasan Kuningan dan Rawa Belong mempunyai klasifikasi tertinggi. Hal ini disebabkan kedua lokasi tersebut berada di tengah Kota Jakarta. Dengan aksesibilitas yang mudah, yaitu berupa jalan raya dengan kualitas baik, ditunjang dengan alat transportasi umum yang menuju dan ada disekitar kawasan mempunyai berkualitas baik dan beragam.

33

Tabel 13. Hasil Penilaian Klasifikasi Posisi dan Pencapaian ke Kawasan Parameter No Lokasi Pengamatan Total a b c d e f 1 Setu Babakan 2 2 2 2 2 1 11 S 2 Condet 1 3 1 2 2 3 12 S 3 Bukit Duri 2 2 2 2 2 2 12 S 4 Kuningan 3 3 3 3 3 3 18 T 5 Rawa Belong 2 3 3 3 3 3 17 T Keterangan: a. Faktor kemudahan Alat Transportasi b. Faktor Jarak Tempuh dari Objek Atraksi ke Kendaraan Umum c. Faktor Kualitas Alat Transportasi d. Faktor Posisi Objek Atraksi e. Faktor Kualitas Jalan f. Faktor Lokasi Obyek dan Atraksi terhadap pusat kota

Untuk penilaian parameter kelengkapan sarana dan prasaran wisata yang tersedia, dapat terlihat bahwa hanya Setu Babakan yang termasuk dalam klasifikasi tinggi (Tabel 14). Hal ini disebabkan karena Setu Babakan telah diresmikan sebagai Kawasan Wisata Budaya Betawi. Adapun sarana dan prasarana yang tersedia cukup memadai walau belum terencana dan terkelola dengan baik.

Tabel 14. Hasil Penilaian Klasifikasi Sarana dan Prasarana Wisata Parameter No Lokasi Pengamatan Total a b c Keterangan: 1 Setu Babakan 3 3 2 8 T a. Faktor prasarana penunjang 2 Condet 3 2 1 6 S b. Faktor sarana 3 Bukit Duri 3 1 1 5 S penunjang 4 Kuningan 2 2 1 5 S c. Faktor akomodasi 5 Rawa Belong 3 2 1 6 S

34

Sarana dan prasarana yang telah tersedia di Setu Babakan ini, berupa Pusat Informasi Wisatawan (Visitor Information Center/ VIC), stage/panggung tempat pertunjukan seni budaya, lapangan parkir dengan kapasitas sangat terbatas (± 40 mobil), musholla, dan rumah singgah yang dapat disewakan untuk berbagai acara. Pada kawasan ini masih perlu perencanaan ulang tata letak sarana prasarana agar menambah kenyamanan pengunjung. Selain itu sarana dan prasarana yang perlu ditambah, berupa sarana akomodasi (home stay), tempat parkir yang nyaman, sign board, media interpretasi, pemandu wisata, dan alat transportasi dalam kawasan. Hasil dari overlay kelima klasifikasi (1) keunikan, kelangkaan, dan kekhasan, (2) keindahan dan kenyamanan lingkungan, (3) potensi obyek dan atraksi wisata, (4) pencapaian dan posisi kawasan, (5) sarana dan prasarana, serta (6) Dukungan masyarakat, menunjukan bahwa dari kelima kawasan tidak ada kawasan yang termasuk dalam kawasan sangat potensial, tetapi ada dua kawasan yang cukup berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata, yaitu Setu Babakan dan Rawa Belong (Tabel 15).

Tabel 15. Potensi Kawasan Wisata Budaya Betawi

Posisi

NO LOKASI Wisata TOTAL

Sarana & Sarana

Prasarana

Kekhasan

Keunikan, Keunikan,

dan Atraksi Atraksi dan

Kelangkaan, Kelangkaan,

Kenyamanan

Keindahan & Keindahan

Pencapaian & Pencapaian

Potensi Obyek Obyek Potensi

Dukungan Dukungan Masyarakat Bobot 5 Bobot 4 Bobot 3 Bobot 3 Bobot 2

1. Setu Babakan 2 S 3 T 3 T 2 S 3 T 3 T 49 CP 2. Condet 3 T 1 R 1 R 2 S 2 S 2 S 36 KP 3. Bukit Duri 2 S 2 S 1 R 2 S 2 S 2 S 35 KP 4. Kuningan 1 R 2 S 1 R 3 T 2 S 2 S 32 KP 5. Rawa Belong 3 T 3 T 2 S 3 T 2 S 3 T 51 CP

Keterangan:

T : Tinggi S : Sedang R : Rendah CP : Cukup Potensial KP : Kurang Potensial

35

Kedua kawasan, yaitu Setu Babakan dan Rawa Belong, perlu dilakukan pengembangan untuk meningkatkan potensi kawasan sebagai daerah tujuan wisata budaya. Pada Setu Babakan perlu pengembangan obyek dan atraksi wisata yang unik dan memiliki kekhasan, serta perlunya peningkatan kualitas aksesibilitas dan sarana transportasi yang baik dan efisien dari tengah kota menuju kawasan Setu Babakan. Sedangkan pada Rawa Belong hal yang perlu ditingkatkan adalah potensi kegiatan wisata hingga angkat menjadi atraksi wisata, serta perencanaan sarana dan prasarana yang memadai.

Dengan pengelolaan yang baik kawasan ini dapat menjadi sangat populer dan diminati wisatawan. Yang menarik dari kedua lokasi tersebut adalah bahwa masyarakatnya sangat mendukung pengembangan kawasan menjadi kawasan wisata. Penilaian dukungan masyarakat pada kelima lokasi dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Grafik Dukungan Masyarakat Lokal Terhadap Pengembangan Kawasan Wisata Budaya di Kawasannya

Dari hasil tumpang susun potensi kawasan dan dukungan masyarakat diperoleh Peta Potensi Kawasan Wisata Budaya (Gambar 13). Selanjutnya, kawasan yang potensial tersebut direkomendasi untuk dikembangkan menjadi Kawasan Pengembangan Wisata Budaya Betawi di Kota Jakarta.

36

Rawa Belong Bukit Duri

Kuningan

Condet Keterangan:

Destinasi Cukup Potensial Destinasi Kurang Potensial Jalur Wisata Budaya Potensial Jalur Wisata Budaya Kurang Potensial

Utara Setu Babakan Tidak Skala

Gambar 13. Peta Potensi Kawasan Wisata Budaya Betawi Potensial

37 BAB VI RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA BETAWI

6.1 Konsep Rencana Pengembangan Dalam mengembangkan suatu kawasan menjadi kawasan wisata budaya diperlukan konsep sebagai dasar perencanaan, tujuannya untuk menjaga kelestarian budaya serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Konsep perencanaan yang dikembangkan pada kawasan Setu Babakan adalah ‘kawasan wisata yang berorientasi pada atraksi kebudayaan Betawi di Setu Babakan’. Konsep ini merupakan pengembangan dari kebudayaan Betawi dimana mengangkat atraksi kebudayaan Betawi yang ada pada daerah Setu Babakan. Sedangkan, konsep perencanaan yang dikembangkan pada kawasan Rawa Belong adalah ‘kawasan budaya Betawi yang berorientasi pada kegiatan bertanam tanaman hias di Rawa Belong’. Konsep ini merupakan pengembangan dari kebudayaan Betawi dimana mengangkat kegiatan penduduk setempat, yaitu bertanam tanaman hias, yang berada pada daerah Rawa Belong. Tabel 16 menunjukkan Program Pengembangan Kawasan Setu Babakan dan Rawa Belong.

38

Tabel 16. Program Pengembangan Kawasan Setu Babakan dan Rawa Belong Program Pengembangan Kondisi Eksisting Arah Pengembangan I. Pusat Pengembangan Kawasan Kebudayaan Betawi Setu Babakan Wisata a. Mengangkat adat budaya Betawi seperti upacara pernikahan budaya Betawi yang khas sebagai atraksi wisata. b. Mengangkat cerita rakyat setempat seperti cerita buaya buntung sebagai pemicu wisata terhadap pengunjung. c. Menata kawasan dengan membuat area penerimaan yang berfungsi sebagai pintu masuk utama ke kawasan wisata budaya Betawi di Setu Babakan. d. Membuat atraksi wisata yang berunsur edukasi. e. Memanfaatkan sumber daya lokal sebagai obyek dan atraksi wisata yang berunsur budaya dan memberi edukasi, seperti out bond, berkebun, memancing, foto hunting, bersampan, dan sebagainya. f. Akses dari danau ke panggung direncanakan sejalur sehingga danau bisa dinikmati sebagai latar dari atraksi yang akan diadakan di Setu Babakan. g. Penyediaan infrastruktur yang mencirikan budaya Betawi untuk mendukung aktivitas wisata. h. Penyediaan fasilitas yang berunsur budaya untuk mendukung aktivitas di kawasan ini. i. Rehabilitasi fasade bangunan cagar budaya. j. Melibatkan masyarakat setempat dalam menciptakan obyek dan atraksi wisata, serta mengelola kegiatan wisata tersebut, seperti pengunjung diajak untuk turun langsung membuat makanan khas (kerak telor, bir pletok), sehingga direncanakan jalur pengunjung berkeliling. k. Perparkiran direncanakan berada di luar area atraksi wisata agar pengunjung dapat berjalan mengelilingi lokasi kawasan dan menikmati objek fisik bangunan yang bercirikan budaya Betawi di Setu Babakan. l. Membuat jalur angkutan wisata dari pintu masuk kawasan ke dalam dan mengelilingi kawasan. m. Membuat jalur trecking sepeda dan pejalan kaki (pedestrian walk). n. Perlibatan masyarakat sebagai pengelola wisata. o. Membuat area / tempat untuk menginap sementara (home stay) untuk pengunjung yang ingin bermalam di kawasan Setu Babakan.

39

Tabel 16. Program Pengembangan Kawasan Setu Babakan dan Rawa Belong (lanjutan)

Program Pengembangan Kondisi Eksisting Arah Pengembangan II. Pusat Pengembangan Kawasan Tanaman Hias Rawa Belong Wisata a. Perbaikan aksessibilitas dari jalan utama ke dalam kawasan, dengan membuat pintu masuk (entrance) dan menyediakan ruang penerimaan, alat transportasi yang memadai dan ramah lingkungan. b. Rehabilitasi façade bangunan cagar budaya. c. Membuat atraksi wisata yang berunsur edukasi. d. Penyediaan fasilitas bernuansa budaya Betawi yang mendukung aktivitas wisata, seperti pusat informasi pengunjung, papan interpretasi, pedestrian, dan sebagainya. e. Melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaan wisata. f. Mengangkat kegiatan bertani tanaman hias budaya Betawi sebagai atraksi wisata. g. Menata kawasan dengan membuat area penerimaan yang berfungsi sebagai pintu masuk utama ke kawasan wisata budaya Betawi di Rawa Belong. h. Memanfaatkan sumber daya lokal sebagai obyek dan atraksi wisata yang berunsur budaya dan memberi edukasi, seperti out bond, berkebun, foto hunting, dan sebagainya. i. Penyediaan infrastruktur yang mencirikan budaya Betawi untuk mendukung aktivitas wisata. j. Melibatkan masyarakat setempat dalam menciptakan obyek dan atraksi wisata, serta mengelola kegiatan wisata tersebut, seperti pengunjung diajak untuk turun langsung bercocok tanam, bertani tanaman hias, menghias rangkaian bunga, dll, sehingga direncanakan jalur pengunjung berkeliling. k. Perparkiran direncanakan berada di luar area atraksi wisata agar pengunjung dapat berjalan mengelilingi lokasi kawasan Rawa Belong. l. Membuat jalur angkutan wisata dari pintu masuk kawasan ke dalam dan mengelilingi kawasan. m. Membuat jalur trecking sepeda dan pejalan kaki (pedestrian walk). n. Membuat area / tempat untuk menginap sementara (home stay) untuk pengunjung yang ingin bermalam di kawasan Rawa Belong.

40 6.2 Infrastruktur Pendukung Wisata Pelayanan adalah faktor yang utama dalam pengembangan kawasan wisata. Salah satu faktor yang menentukan dalam pelayanan adalah kesiapan infrastruktur wisata. Pengembangan infrastruktur di kawasan wisata dibutuhkan untuk memberi kenyamanan dan keamanan kepada wisatawan saat berkunjung ke daerah kunjungan wisata. Menurut Karyono (1997), infrastruktur atau prasarana wisata meliputi tempat penginapan, tempat dan kantor informasi, serta fasilitas rekreasi. Pengembangan infrastruktur kawasan wisata budaya Betawi di Jakarta, disesuaikan dengan konsep ruang dan sirkulasi wisata, serta rencana pengembangan kawasan. Tabel 17 dan Tabel 18. menunjukkan rencana pengembangan infrastruktur di kawasan wisata budaya Betawi di Setu Babakan dan Rawa Belong.

Tabel 17. Rencana Pengembangan Infrastruktur Kawasan Kebudayaan Betawi di Setu Babakan

Ruang dan Jalur Sirkulasi Infrastruktur 1. Ruang wisata utama 1. Menara pandang a. Pusat pengembangan kawasan 2. Papan interpretasi kebudayaan Betawi Setu Babakan 3. Penginapan 4. Tempat beristirahat dan berkumpul 5. Panggung festival 6. Outdoor classroom 7. Shelter 8. Warung 2. Ruang penunjang 1. Pusat informasi a. Ruang penerima 2. Restoran b. Ruang transisi 3. Toko souvenir 4. Tempat parkir 5. Toilet 6. Musholla 7. Wartel 3. Jalur sirkulasi primer 1. Dermaga 2. Jalan lebar 3-5 m 3. Pedestrian 4. Sampan bambu 5. Perahu dayung 6. Boat 4. Jalur sirkulasi sekunder 1. Jalan setapak (trecking) 2. Sepeda 3. Beca 4. Delman

41 Tabel 18. Rencana Pengembangan Infrastruktur Kawasan Tanaman Hias di Rawa Belong

Ruang dan Jalur Sirkulasi Infrastruktur 1. Ruang wisata utama 1. Menara pandang a. Pusat pengembangan 2. Papan interpretasi kawasan tanaman hias Rawa 3. Penginapan Belong 4. Tempat beristirahat dan berkumpul 5. Panggung festival 6. Outdoor classroom 7. Shelter 8. Warung 2. Ruang penunjang 1. Pusat informasi a. Ruang penerima 2. Restoran b. Ruang transisi 3. Toko souvenir 4. Tempat parkir 5. Toilet 6. Musholla 7. Wartel 3. Jalur sirkulasi primer 1. Jalan lebar 3-5 m 2. Pedestrian 4. Jalur sirkulasi sekunder 1. Jalan setapak (trecking) 2. Sepeda 3. Beca

4. Delman

42 Gambar 14 dan 15 memperlihatkan rencana pengembangan infrastruktur pada site plan pusat pengembangan kawasan kebudayaan Betawi di Setu Babakan dan Rawa Belong.

Gambar 14. Rencana Pengembangan Infrastruktur di Pusat Pengembangan Kawasan Kebudayaan Betawi di Setu Babakan

43

Gambar 15. Rencana Pengembangan Infrastruktur di Pusat Pengembangan Kawasan Tanaman Hias di Rawa Belong

44 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan 1. Dari hasil identifikasi dengan menggunakan parameter foklor Betawi, diketahui ada 17 lokasi yang masih mempunyai unsur lisan, setengah lisan, maupun bukan lisan yang terkait dengan Kebudayaan Betawi. 2. Dari lokasi-lokasi tersebut dalam penelitian ini terpilih 5 lokasi kawasan yang masih banyak mempunyai foklor Betawi, yaitu Setu Babakan, Kuningan, Rawa Belong, Condet dan Bukit Duri Tanjakan. 3. Dari 5 lokasi dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu lokasi yang cukup potensial untuk dikembangkan (Rawa Belong dan Setu Babakan), dan lokasi yang kurang potensial (Kuningan, Bukit Duri Tanjakan dan Condet). 4. Program Rencana pengembangan untuk kedua wilayah tersebut adalah sebagai berikut: Kawasan Wisata yang berorientasi pada atraksi Kebudayaan Betawi di Setu Babakan dan Kawasan Budaya Betawi yang berorientasi pada kegiatan di Rawa Belong.

7.2 Saran 1. Masyarakat perlu dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan, baik di Setu Babakan maupun Rawa Belong. Karena ada peluang ekonomi sehingga kesejahteraan dapat meningkat, juga masyarakat dapat terlibat aktif sebagai pengawas dan pengontrol di lokasi. 2. Perlu rencana pengembangan dan perbaikan lebih lanjut untuk mengembangkan kedua kawasan menjadi Kawasan Wisata Budaya Betawi. 3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menggali potensi pengelolaan kedua kawasan yang melibatkan masyarakat setempat. Agar dapat dikembangkan sesuai dengan potensi dan ciri khas masing-masing kawasan.

45 4. Perlu adanya kebijakan yang mendukung pengembangan kedua kawasan sebagai Kawasan Wisata Budaya Betawi, yang melibatkan masyarakat setempat. 5. Diperlukan sosialisasi pada masyarakat untuk pengembangan dan pengelolaan kedua kawasan. Sehingga dapat diketahui peran masyarakat dan dampak yang dapat ditimbulkan.

46

DAFTAR PUSTAKA

Aini LN. 2005. Model Konseptual Pengembangan Lanskap Wisata Budaya di Kawasan Sungai Code, Kota Yogyakarta [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional [Bakosurtanal]. 2005. Peta Rupa Bumi Digital Indonesia. Bogor: Bakosurtanal. Budiman S, Wibisono S, Suryoharjo, dan R. Ruchiat. 2000. Folklor Betawi. Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta. Proyek Pelestarian dan Pengembangan Kesenian Tradisional Betawi. Jakarta. Hal 11-83. Castles L. 1967. The Ethnic Profile of Jakarta, Indonesia vol.I. Ithaca: Cornell University. Cultural Tourism Industri Group. 2000. The Voice for Promoting Cultural Tourism in Victoria. Url, http://www.facebook.com/l/;http://home.vicnet.net.au/~ctig.Accessed on June 4th 1999. Damayanti V. 2003. Study on Makin Integrated Interpretation Network for Colonial City, Case Study: Oud Batavia, Old City of Jakarta [Thesis]. Seoul: Departement of Landscape Architecture, Graduate School, Seoul National University. Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. 2002. Penilaian Obyek dan Atraksi Wisata Alam (Analisis Daerah Operasi). Jakarta: Dirjend Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Guinness P.1972. The attitudes and values of Betawi Fringe Dwellers in Djakarta, Berita Antropologi 8 (September). p.78–159 Gunn CA. 1994. Tourism Planning Basics, Concepts, Cases. Washington DC: Taylor & Francis. Inskeep E. 1991. Tourism Planning: An Integrated and Sustainable Development Approach. VNR Tourism and Commercial Recreation Series. New York. Van Nostrad Reinhold. International Council on Monuments and Sites (ICOMOS). 1999. International Cultural Tourism Charter Managing Tourism at Places of Heritage Significance. URL., http://www.facebook.com/l/;http://icomos.org.Accessed on June 4th 2000. Karyono AH. 1997. Kepariwisataan. Jakarta: PT Grasindo. Lord,G.D.1999. The Power of Cultural Tourism. 2001. http://www.facebook.com/l/;URL.,http://www.lord.ca/thepower.htm.Accessed on March 28th 2001. Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, Cet. Ke-8.

47

Morrow BH. 1987. A Dictionary of Landscape Architecture. New Mexico: The University of New Mexico Press. Nashir A, Sri SS, Margiono BM. 1992. Dampak Pengembangan Pariwisata terhadap Kehidupan Budaya Daerah DKI Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Penelitian, Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya DKI Jakarta. Jakarta. hal. 88 Nurisyah S, Sunatmo, Sasminto, Bahar A. 2003. Pedoman Pengembangan Wisata Bahari Berbasis Masyarakat di Kawasan Konservasi Laut. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Saidi R. 2001. Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya. Jakarta: PT. Gunakata, Cet. Ke-2. Shahab Y (ed.). 1997. Betawi dalam Perspektif Kontemporer: Perkembangan, Potensi, dan Tantangannya, Jakarta: LKB. Silberberg T. 2000. Cultural Tourism and Business Opportunities for Museum; and Heritage Sites. LORD Cultural Resources Planning and Management Inc. http://www.facebook.com/l/;URL,.http;//www.lord.ca/cult_tourism.htm.Access ed on March 28th 2001 Suyitno. 2001. Perencana Wisata. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Wijaya, Hussein (ed.). 1976. Seni Budaya Betawi: Pralokarya Penggalian Dan Pengembangannya. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Umar F. 2005. Rencana Pengembangan Koridor Sungai Kapuas sebagai Kawasan Interpretasi Wisata Budaya Kota Pontianak [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

48 ORGANISASI TIM PENELITI

Tim peneliti berjumlah lima orang yang terdiri dari satu orang koordinator, dan dua orang anggota dan dua orang anggota mahasiswa. Setiap anggota tim mempunyai tugas seperti yang diperlihatkan pada Tabel 19. Adapun untuk biodata setiap anggota tim pengajar dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 19. Susunan Organisasi, Jabatan, dan Tugas Tim Peneliti No. Nama Jabatan dalam Tugas Pengajaran Tim Porsi (%) 1 Dini Rosmalia Koordinator 1. Mengkoordinir seluruh anggota agar 30% bekerjasama dan saling membantu. 2. Memantau seluruh arah dan jadwal kegiatan mulai dari persiapan sampai pembuatan laporan. 3. Mengatur, mempersiapkan, dan menjadwalkan pelaksanaan proses penelitian. 4. Mengatur dan memantau dana dan distribusi sesuai rencana anggaran biaya. 5. Pembuatan Laporan penelitian. 2 Riyanti Karlini Pradigdo Anggota 1. Mempersiapkan materi penelitian 20% kuesioner. 2. Mengkoordinir pengambilan data di lapangan (survey dan wawancara) 3. Mengatur dan pengelolaan pembiayaan penelitian. 3 Putri Bawa Lestari Anggota 1. Mengelola kesekretariatan 20% 2. Mengolah dan memproses data hasil survey dan wawancara. 3. Membantu penulisan laporan penelitian. 4 Ambi Kurniawan Mahasiswa S1 1. Survey dan ground cek ke Lapangan 15% 2. Wawancara dan Penyebaran Kuesioner 3. Gambar perencanaan 5 Cempaka Ayu Istiqomah Mahasiswa S1 1. Survey dan Ground cek ke Lapangan 15% 2. Wawancara dan Penyebaran Kuesioner 3. Pengolahan data kuesioner

49

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. KUESIONER DUKUNGAN MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN KAWASAN

Masyarakat Tanggal wawancara :...... Lokasi :......

Data Responden a. Kriteria penduduk : 1. Dari luar Jakarta, sebutkan...... 2. Penduduk Betawi tapi dari bukan asli setempat 3. Penduduk asli setempat b. Lama Tinggal (pendatang) : 1. <4 thn 2. 5-10 3. 10-20 4. >20 c. Usia : 1. < 20 2. 20-35 3. 35-50 4. >50 d. Jenis Kelamin*) : laki-laki/perempuan e. Status*) : Janda-Duda/belum menikah/menikah f. Pekerjaan : 1. Tidak bekerja 2. Sekolah 3. Informal 4. Formal g. Penghasilan : 1. <750.000 3. 1.500.001 – 3.000.000 2. 750.001 – 1.500.000 4. >3.000.001 h. Pendidikan *) : Tidak sekolah/SD/SMP/SMU/D1/D2/D3/S1/S2/S3

*) lingkari pilihan a. Apakah yang anda ketahui mengenai Jakarta dan kebudayaan Betawi (boleh pilih lebih dari satu) 1. Sejarah kota Jakarta 2. Sejarah kebudayaan Betawi 3. Cerita Pahlawan Betawi (Husni Thamrin, Raden Patah/Fatahilah, dll) 4. Cerita legenda budaya betawi (si Pitung, buaya buntung, dll) 5. ……………………………………………………………………………… ………...... ………......

b. Apakah anda tahu di kawasan ini terdapat potensi sumber daya wisata yang dapat dikembangkan? 1. Tidak tahu 2. Mungkin/sepertinya ada 3. Ya, ada

51

c. Apa saja sumber daya wisata (obyek dan atraksi) tersebut? 1. ………………………………………………………………………...... 2. ………………………………………………………………...... 3. …………………………………………………………………………… 4. …………………………………………………………………………… 5. …………………………………………………………………………… d. Apakah anda setuju bila menjadi kawasan ini menjadi kawasan wisata? 1. Tidak setuju 2. Kurang setuju 3. Sangat setuju e. Bila anda setuju, apakah anda berminat berpartisipasi? 1. Tidak berminat 2. Kurang berminat 3. Ya, sangat ingin f. Bila anda berminat, partisipasi apa yang anda harapkan? a. Bekerja sebagai pemandu wisata b. Bekerja sebagai karyawan kawasan wisata c. Membuka usaha berupa toko/restaurant (Souvenir, makanan/minuman, dll) d. Membuka usaha pendukung wisata (seperti industri/suplai souvenir, dll) e. Menciptakan atraksi wisata yang dapat dikunjungi wisatawan (seperti tari- tarian, pencak silat, festival budaya, membuka tempat pengolahan limbah yang dapat dikunjungi wisatawan, out bond, dsb). f. Tidak ada, hanya menjaga dan melestarikan kebersihan dan ketertiban lingkungan g. Menurut anda pengelolaan kawasan Budaya Betawi ini sebaiknya dilakukan oleh: (boleh pilih lebih dari satu) a. Pemerintah b. perusahan swasta c. Masyarakat

52

LAMPIRAN 2a. BIODATA DAN PERNYATAAN KESEDIAAN IKUT SERTA DALAM HIBAH PENELITIAN

1. Nama : Dini Rosmalia, ST., MSi 2. Tempat, tanggal lahir : Bogor, 3 Juni 1970 3. Jurusan : Arsitektur Fakultas : Teknik Perguruan Tinggi : Universitas Pancasila 4. Alamat : Jl. Pulo Ribung No. 99, Pekayon Jaya - Bekasi 17148 5. Telepon : 021-8205276 atau 0812-9206903 6. Alamat Email : [email protected] 7. Kepangkatan : Asisten Ahli 8. Pendidikan Terakhir : M.Si, 2008, Arsitektur Lanskap, IPB, Bogor 9. Jabatan dalam Tim : Koordinator 10. Pengalaman Penelitian : a. Studi Interaksi Manusia pada Lingkungan, Studi Kasus: Jalan Pajajaran di Bogor, 2005. b. Evaluasi Tata Hijau Taman dan Jalan di Perumahan Bogor Baru, Bogor, 2006.

c. Studi Personal Space pada Ruang Publik di Lingkungan Pusat

Perbelanjaan Mal Jambu Dua Bogor, 2006. d. Evaluasi Tata Hijau Jalan Raya Bebas Hambatan Jagorawi di Bogor, 2006. e. Studi Pengelolaan Lanskap di Kawasan Bopuncur-Sukabumi, Jawa Barat, 2006. f. Persepsi Estetika dan Preferensi Pengunjung Kebun Raya Bogor, 2007. g. Rencana Pengembangan Koridor Sungai Ciliwung di Jakarta sebagai Kawasan Ekowisata Perkotaan, 2008. 11. Publikasi ilmiah : a. Rosmalia, D., Gunawan, A. 2007. Perseption of Aesthetic and Preference of Bogor Botanical Garden Visitors. Prosiding: Seminar Nasional XIII Persada. Bogor. p. 243-248.

53

b. Rosmalia, D., Nurisjah, S. 2009. River Corridor Spatial Planning For Urban Ecotouring Development at Ciliwung – Jakarta. Prosiding: Sustainable Slum Upgrading in Urban Area. Surakarta. p.II-151-162. c. Rosmalia, D., Sudharnoto, D. 2009. Metode Partisipatori Dalam Perencanaan Setting Taman Interaksi Sosial di Jakarta. Prosiding: Seminar Nasional, Penelitian Arsitektur, Metode dan Penerapannya, Seri ke-2. Semarang. p.119-125. 12. Dengan ini saya menyatakan bersedia untuk ikut serta dalam Tim Peneliti sesuai dengan dengan tugas dan waktu yang diuraikan dalam Tabel 19, apabila saya tidak memenuhi kesediaan ini, saya bersedia diberhentikan dari keanggotaan Tim Peneliti.

Jakarta, 19 Mei 2009

Dini Rosmalia, ST. Msi

54

LAMPIRAN 2b. BIODATA DAN PERNYATAAN KESEDIAAN IKUT SERTA DALAM HIBAH PENELITIAN

1. Nama : Ir. Riyanti Karlini Pradigdo, MSsi. 2. Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 26 September 1954 3. Jurusan : Arsitektur 4. Fakultas : Teknik 5. Perguruan Tinggi : Universitas Pancasila 6. Alamat : Jl. Kav. Polri Blok B No. 8 Ragunan, Jakarta Selatan 7. Telepon : 021-7810901 atau 0811130123 8. Alamat Email : [email protected] 9. Kepangkatan : Lektor 10. Pendidikan Terakhir : M.Si, 1997, Penyuluhan Pembangunan, IPB, Bogor 11. Jabatan dalam Tim : Anggota 12. Pengalaman Penelitian : a. Rumah Pondokan Mahasiswa, 2005 b. Tingkat kepuasan & Faktor-Faktor yang memperngaruhi Penghuni Rumah Susun di Jakarta, 1997 13. Publikasi ilmiah : a. Rumah Pondokan Mahasiswa, 2005 14. Dengan ini saya menyatakan bersedia untuk ikut serta dalam Tim Peneliti sesuai dengan dengan tugas dan waktu yang diuraikan dalam Tabel 19, apabila saya tidak memenuhi kesediaan ini, saya bersedia diberhentikan dari keanggotaan Tim Peneliti.

Jakarta, 19 Mei 2009

Ir. Riyanti Karlini Pradigdo, MSi

55

LAMPIRAN 2c. BIODATA DAN PERNYATAAN KESEDIAAN IKUT SERTA DALAM HIBAH PENELITIAN

1. Nama : Putri Bawa Lestari, ST 2. Tempat, tanggal lahir : Bandung, 27 Maret 1971 3. Jurusan : Arsitektur Fakultas : Teknik Perguruan Tinggi : Universitas Pancasila 4. Alamat : Komp. Yon Hub Mabad P24 Pos Pengumben - Jakarta Barat 11540 5. Telepon : 0813-82233739 6. Alamat Email : [email protected] 7. Kepangkatan : Asisten Ahli 8. Pendidikan Terakhir : ST, 1995, Arsitektur, Universitas Pancasila, Jakarta 9. Jabatan dalam Tim : Anggota 10. Dengan ini saya menyatakan bersedia untuk ikut serta dalam Tim Peneliti sesuai dengan dengan tugas dan waktu yang diuraikan dalam Tabel 19, apabila saya tidak memenuhi kesediaan ini, saya bersedia diberhentikan dari keanggotaan Tim Peneliti.

Jakarta, 19 Mei 2009

Putri Bawa Lestari, ST

56

LAMPIRAN 2d. BIODATA DAN PERNYATAAN KESEDIAAN IKUT SERTA DALAM HIBAH PENELITIAN

1. Nama : Ambi Kurniawan 2. Tempat, tanggal lahir : Depok, 20 Agustus 1987 3. Jurusan : Arsitektur F akultas : Teknik Perguruan Tinggi : Universitas Pancasila 4. Alamat : Jl.Raya Sawangan No.2 Rt02/09 Kel. Mampang, Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat 5. Telepon : 021-95560845 atau 0856-95210304 6. Alamat Email : [email protected] 7. Dengan ini saya menyatakan bersedia untuk ikut serta dalam Tim Peneliti sesuai dengan dengan tugas dan waktu yang diuraikan dalam Tabel 19, apabila saya tidak memenuhi kesediaan ini, saya bersedia diberhentikan dari keanggotaan Tim Peneliti.

Jakarta, 19 Mei 2009

Ambi Kurniawan

57

LAMPIRAN 2e. BIODATA DAN PERNYATAAN KESEDIAAN IKUT SERTA DALAM HIBAH PENELITIAN

1. Nama : Cempaka Ayu Istiqomah 2. Tempat, tanggal lahir : Depok, 4 Desember 1987 3. Jurusan : Arsitektur Fakultas : Teknik Perguruan Tinggi : Universitas Pancasila 4. Alamat : Jl.Kemang Raya Cikumpa RT. 06/09 No.2 Sukmajaya Depok, Jawa Barat 5. Telepon : 021- 94264856 6. Alamat Email : [email protected] 7. Dengan ini saya menyatakan bersedia untuk ikut serta dalam Tim Peneliti sesuai dengan dengan tugas dan waktu yang diuraikan dalam Tabel 19, apabila saya tidak memenuhi kesediaan ini, saya bersedia diberhentikan dari keanggotaan Tim Peneliti.

Jakarta, 19 Mei 2009

Cempaka Ayu Istiqomah

58