1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Pemenuhan kebutuhan manusia ada kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Tuntutan pemenuhan kebutuhan jasmani yang meningkat juga memerlukan pemenuhan kebutuhan rohani pula. Pemenuhan kebutuhan rohani di Negara ini telah ditetapkannya Undang-undang kebebasan untuk melaksanakan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing, yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 2 yang demikian bunyinya: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing dan beribadah sesuai dengan kepercayaannya itu.” Undang-undang ini memunculkan bangunan tempat ibadah dari masing- masing agama sesuai dengan tata nilai dan filosofinya. Pada penghabisan abad ke XV orang Portugis telah mendapat jalan laut ke timur; Vasco da Gama tiba di pantai India pada tahun 1498. beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 1512 kapal-kapal Portugis mengunjungi kepulauan rempah-rempah Maluku untuk pertama kali, dan sejak tahun 1522 mereka tinggal tetap di Ternate, Ambon, Banda dan lain-lain tempat untuk berdagang. Misionaris yang pertama-tama menginjakkan kakinya di pulau-pulau Maluku, ialah beberapa rahib Fransiskan yang mendarat di Ternate pada tahun 1522, tetapi rupa-rupa perselisihan di antara orang Portugis sendiri mereka segera berangkat pulang. Pada tahun 1534 mereka kembali lagi dan bekerja di Halmahera. Kedatangan mereka kali ini disertai dengan misi untuk menyebarkan agama Katolik (Enklaar, 1971:74). Agama Katolik merupakan agama yang dibawa oleh orang Portugis ini mengakibatkan timbulnya berbagai macam respon di kalangan masyarakat Indonesia. Agama Katolik yang sarat dengan kebudayaan barat (Eropa) dan merupakan salah satu kebudayaan asing

Universitas Kristen Petra 2

yang masuk ke Indonesia. Pertemuan antara kebudayaan asing dan kebudayaan setempat menyebabkan suatu proses. Proses alami yang terjadi di atas secara fisik menghasilkan arsitektur dan interior-interior gereja. Gereja sendiri bersifat terbuka untuk semua gaya desain yang ada dan di dalam Alkitab sendiripun tidak ada aturan tentang bentuk bangunan gereja, hal ini ditunjukkan dengan adanya aliran-aliran gaya desain pada gereja. Selain itu, gereja dapat disebut juga sebagai tempat “locus” atau gelanggang pewartaan injil. Locus yang dimaksud di sini adalah memberikan kabar keselamatan untuk semua orang sehingga gereja muncul karena perjumpaan antara masyarakat dan injil. Masyarakat sendiri dipandang sebagai sistem budaya dan kebudayaan merupakan masalah sentral di segala aspek kehidupan masyarakat. Pedoman di ataslah yang mendasari bahwa gereja tidak mengharuskan atau menetapkan gaya desain tertentu pada bangunannya . Objek studi yang dipilih adalah gereja Puh Sarang tempat ziarah umat Katolik yang berlokasi di desa Puh Sarang, kecamatan Semen, Kediri-Jawa Timur. Pada tahun 1936 Ir. Henricus Maclaine Pont membangun gereja ini berdasarkan permintaan dari paroki Kediri yang dipimpin oleh Pastor H. Wolters, CM. (Hadiwikarta, 2001:1). Objek penelitian gereja Puhsarang strategis untuk dilakukan studi bertemakan studi bentuk dan makna, karena gereja ini memiliki keunikan bentuk dari interior yang berakar dari budaya-budaya dan mengalami perjumpaan dengan agama Kristen.

1.2. Pengertian Judul Karya Tulis Karya tulis ini berjudul “Studi Bentuk dan Makna pada Interior Gereja Katolik Puhsarang Kecamatan Semen, Kediri-Jawa Timur”. Pengertian diatas akan dijabarkan di bawah untuk dapat memahami judul karya tulis ini. Pengertian masing-masing kata pembentuknya akan dipaparkan di bawah ini sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1996):

Universitas Kristen Petra 3

Studi • Studi berarti kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan obyektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum; penyelidikan; pemerikasaan yang teliti.(Ali, et al.,1996:1358). • Studi adalah kajian; telaah; penelitian; penyelidikan ilmiah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:860). Bentuk dan Makna • Bentuk berarti unsur-unsur visual seperti bangunan arsitektur dan artefak-artefak seni, termasuk ukiran yang merupakan ungkapan simbolik yang tertanam dalam kehidupan masyarakat (Abdul Azis Said, 2004:4). • Makna berarti arti; maksud pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.( Ali, et al., 1996:674). Interior • Interior berarti bagian dalam dari gedung ( ruang dan sebagainya ); tatanan perabotan (hiasan dan sebagainya ) di dalam ruang dalam dari gedung dan sebagainya (Ali, et al.,1996:383). Gereja Katolik Puhsarang • Gereja adalah gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara agama Kristen; badan (organisasi) umat Kristen yang sama kepercayaan, ajaran dan tata cara ibadahnya. (Ali, et al., 1996:313). • Katolik berarti agama (umat) Kristen yang pemimpin tertingginya adalah Paus, yang berkedudukan di Roma. (Ali, et al., 1996:542). • Puhsarang adalah nama desa, yaitu Puhsarang terletak 10 km dari pusat kota Kediri, tepatnya di kaki Gunung Wilis Kediri • Kediri adalah nama sebuah kota yang berlokasi di Privinsi Jawa Timur. Jadi secara keseluruhan pengertian judul karya tulis ini adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data yang

Universitas Kristen Petra 4

dilakukan secara sistematis dan obyektif mengenai unsur-unsur visual, termasuk relief dan ungkapan simbolik. Obyek pengamatannya dikhususkan pada sebuah gereja Katolik yang bernama Gereja Puh Sarang yang berlokasi di desa Puh Sarang, kecamatan Semen. Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur.

1.3. Perumusan Masalah Masalah yang hendak dicari jawabannya melalui penelitian ini dapat dirumuskan: “Bagaimanakah bentuk dan makna pada interior gereja Katolik Puh Sarang, desa Puh Sarang kecamatan Semen, Kediri-Jawa Timur?”, ”Makna denotasi dan makna konotasi apakah yang ada pada gereja Puhsarang?” dan “Budaya apa yang mempengaruhi bentukan dari gereja Katolik Puh Sarang tersebut? “.

1.4. Ruang Lingkup Permasalahan Pada penelitian ini akan membahas tentang budaya yang mempengaruhi gereja Puhsarang, apakah budaya lokal atau budaya barat. Studi ini juga membahas pada bentukan fisik dari bentuk dan makna pada desain interior gereja Puh Sarang. Penelitian ini lebih memfokuskan pada prinsip-prinsip dasar desain yang dikemukakan oleh Suptandar (1999:8) yaitu: a. Konsep tata ruang bangunan b. Tapak luar bangunan (D.K. Ching,1996:160) c. Tapak dalam bangunan, yang meliputi: • Unsur pembentuk ruang, yaitu : lantai, dinding, plafon dan kolom • Unsur transisi, yaitu : pintu dan jendela • Unsur pendukung ruang, yaitu : perabot • Unsur estetis, yaitu : ornamenatif dan dekoratif • Unsur sistem lingkungan interior, yaitu: pencahayaan dan penghawaan.

Universitas Kristen Petra 5

1.5. Tujuan Penelitian Studi ini bertujuan untuk: a. Mendapatkan gambaran bentuk dan makna pada interior Gereja Katolik Puh Sarang, Kediri-Jawa Timur. b. Mengetahui budaya yang mempengaruhi interior gereja Puhsarang.

1.6. Manfaat Penelitian Secara teoritis studi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk : a. Memacu dan memperluas wawasan para desainer dan calon desainer interior Indonesia untuk tidak melupakan konsep asli tanah air Indonesia. b. Memperkaya kajian dalam bidang keilmuan desain interior dalam kaitannya dengan penggunaan gaya desain suatu bangunan dan interior khususnya gereja. c. Memberikan manfaat mengenai pergeseran makna dalam suatu interior yang dalam hal ini dikhususkan pada bangunan gereja kuno peninggalan sejarah. d. Menambah masukan dalam merancang suatu desain interior dengan pengertian akan makna dan bentuk dari tanda-tanda yang ada di dalam gereja. Hal ini sebagai tanggung jawab desainer interior Indonesia untuk ikut serta melestarikan budaya bangsa namun tidak merubah bangunan, bentuk dan makna asli. e. Memperoleh pengetahuan mengenai gaya desain yang digunakan pada interior gereja Puh Sarang. Selain itu manfaat praktis dari studi ini adalah: a. Untuk pengalaman belajar dan pencermatan terhadap pergeseran makna yang mungkin bisa menjadi awalan untuk penelitian selanjutnya oleh aplikasi ilmu yang relevan. b. Bagi objek yang diteliti bermanfaat untuk dikenal, dikenang dan dilestarikan oleh masyarakat maupun para desainer atau arsitek. Karya tulis ini diharapkan bisa menjadi salah satu bentuk inventaris khusus dalam bidang arsitektur dan interior, serta mendorong tindakan

Universitas Kristen Petra 6

pelestarian Gereja Puh Sarang, karena gereja Puh Sarang memiliki nilai yang sangat tinggi serta arti dan ungkapan yang dalam pada gaya-gaya modern jaman sekarang ini.

1.7. Landasan Teori Landasan teori ini akan menjelaskan lebih lanjut teori-teori yang akan dijadikan pedoman analisis bab 3. Subbab landasan teori akan memaparkan data tentang: a. Arsitektur dan Interior Gereja Katolik b. Rumah Jawa c. Rumah d. Perlengkapan gereja e. Bentuk dan Makna dari Simbol-simbol Gereja pada umumnya. f. Makna denotasi dan makna konotasi.

1.7.1. Arsitektur dan Interior Gereja Katolik a. Bangunan gereja Katolik Neufert (1970:333) dalam pembukaan tulisannya tentang data arsitektur gereja bahwa gereja original di Eropa adalah gereja Katolik. Gereja ini merupakan rumah Tuhan bagi mereka yang percaya (the faithful). Mereka yang tidak(belum) ditahbiskan dalam upacara keagamaan yang telah ditentukan harus tinggal di luar (di atrium) yang dipisahkan oleh narthex dengan ruang umat. Neufert (1970:333) juga menggambarkan bahwa bangunan gereja adalah bangunan yang sakral, memiliki makna simbolik yang mendalam pada bentuk denahnya (cruciform), arahnya (directiori), proporsinya (sacred geometry) dan fungsi-fungsi liturgisnya. Menurtu Kartono (1990), pola arsitektur gereja Barat masa lalu memiliki ciri-ciri sebagai berikut : • Arsitektur dinding, dimana dinding merupakan elemen pembatas antara daerah sakral dan profan.

Universitas Kristen Petra 7

• Tabernakel dan salib utama dalam gereja merupakan suatu unsur yang penting serta menjadi pusat orientasi ruang dalam, terlihat secara langsung, dan menjadi satu bagian dengan ruang umat. b. Kebutuhan dan fungsi ruang pada gereja Menurut Windhu (1997:13-25), area-area yang umum terdapat pada gereja Katolik antara lain :

Tabel1.1. Kebutuhan dan Fungsi Ruang pada Gereja No. Kebutuhan Ruang Fungsi Ruang 1. Panti imam Tempat imam memimpin perayaan liturgi 2. Sakristi Tempat persiapan imam dan pembantunya (misdinar, prodiakon paroki) sebelum mereka menuju ke altar 3. Panti umat Tempat untuk umat beribadah 4. Tempat koor Tempat khusus bagi petugas yang membawa lagu- lagu selama perayaan liturgi atau Ekaristi. 5. Kamar pengakuan Tempat menerima Sakramen Tobat secara pribadi, terbagi menjadi ruangan untuk imam dan ruangan untuk umat yang mengaku dosa, dibatasi oleh sekat yang berlubang (untuk berkomunikasi). 6. Balkon Tempat/ ruang atas di bagian belakang gereja. 7. Menara gereja Tempat menggantungkan lonceng gereja 8. Portal/ gerbang Bagian depan gereja yang biasanya terdapat sekat papan(semacam partisi) sehingga umat yang mengikuti perayaan liturgi tidak terlihat dari luar. Portal juga berguna menahan suara luar supaya umat yang berdoa tidak terganggu. 9. Area air suci Area di pintu gereja tempat umat mengambil air suci. 10. Bapitsterium Tempat permandian, dapat berupa bejana pemandian atau berupa kolam. 11. Area papan Tempat umat melihat berita paroki atau

Universitas Kristen Petra 8

pengumuman pengumuman lain yang tertempel di papan pengumuman. 12. Pastoran Tempat tinggal pastor, biasanya tidak jauh atau bahkan menjadi satu kompleks dengan bangunan gereja. 13. Sekretariat paroki Tempat urusan administrasi, arsip dan dokumen- dokumen paroki. Biasanya area ini terletak di dekat pastoran. 14. Panti paroki Tempat kegiatan umat paroki, misalnya untuk mengadakan pertemuan.

1.7.2. Data Literatur tentang Rumah Jawa Rumah sebagai lingkungan yang paling diakrabi manusia adalah ranah domestik yang sarat akan makna karena di lingkup terdekat itulah gagasan-gagasan utama kebudayaan diproduksi. Seseorang akan membasuh kakinya ketika masuk rumah untuk melepaskan emosi yang terjadi selama berada di luar lingkungan rumah. Di rumahlah orang menemukan ketentraman terlindung dari galau dunia luar. Rumah adalah tempat terlindung karena ada kewenangan yang jelas di dalamnya. Suatu omah terdiri dari sepasang ruang: depan/luar dan belakang/dalam. Pasangan ini mewujudkan gagasan utama yang melandasi pembentukan seting domestik: sebagai tempat bermukim dan tempat untuk membangun hubungan. Keluar dari tempat bermukim, penghuni bertemu dengan orang lain di ruang depan yang terbuka. Batas ruang terbuka yang menghalangi hubungan visual dan fisikal diminimalkan guna memungkinkan relasi yang intensif dengan dunia luar. Rumah tradisi Jawa yang diwariskan secara turun temurun pada masyarakat Jawa dari nenek moyangnya mengalami perkembangan yang sudah cukup panjang (Dimensi Interior, volume 2 no.1, 2004:4 )Menurut J.M. Acket (1924:hal 1) , orang Jawa dari dulu telah memiliki kecakapan dalam seni bangunan, yang memungkinkan rumah-rumah bambu mampu bertahan dalam jangka waktu 40-50 tahun. Penelusuran sejarah akan

Universitas Kristen Petra 9

rumah Jawa dapat dilihat dari relief-relief yang ada di candi Borobudur, Jawa Tengah.

Gambar1.1. Gambaran Bentuk Rumah Jaman Dulu Seperti yang Terlihat pada Relief Candi Borobudur (Sumber: Dimensi Interior, Juni 2004). a. Arsitektur Jawa Adapun arsitektur jawa adalah arsitektur yang lahir, tumbuh, berkembang, didukung dan digunakan oleh masyarakat jawa (Zein: 3). Arsitektur Jawa lahir dan hidup karena ada masyarakat Jawa. Arsitektur ini muncul karena diciptakan oleh masyarakat Jawa. Arsitektur Jawa lebih mudah dikenal sebagai arsitektur tanpa arsitek. Menurut Zein (1989: 3-12) arsitektur Jawa dapat dikatakan sebagai arsitektur Jawa yang ayu. Ayu atau hayu diartikan dan dimaksudkan demikian: • Estetis, atau memiliki dan memakai norma atau kaidah seni dengan baik. Estetik adalah menyangkut masalah keindahan (beauty) atau estetika. Arsitektur Jawa mengenal kaidah estetik seperti imbang (balance), ulang (rhythm), tekanan (emphazise), proporsi (proportion), skala (scale) dan sebagainya. Hampir semua rumah Jawa dapat dikatakan selalu berbentuk simetri atau setangkup, kalaupun tidak maka tetap menggunakan keseimbangan meskipun tidak setangkup (asimetri). Sebuah pendopo dapat diambil sebagai contohnya. Pendopo memiliki titik pusat (sentrum) dan memiliki arah memusat ke atas. Elemen

Universitas Kristen Petra 10

bangunan Jawa juga mengenal dan menggunakan irama. Dapat dilihat dari penutup atap yang menggunakan genteng yang memiliki bentuk, ukuran, dan bahanyang selalu sama. Pintu dan jendelanya pun memiliki bentuk dan ukuran yang berulang. , Saka Pangarak, Saka Pananggap dan sebagainya masing- masing memiliki bentuk dan ukuran yang berulang. • Simbolis, atau menggunakan bentuk-bentuk sebagai perlambang. Perlambang disini untuk nilai, waktu, tokoh dan sebagainya. Banyak bentuk-bentuk yang ada pada arsitektur Jawa yang dimaksudkan dengan atau sebagai perlambang. Beberapa diantaranya ada yang disimbolkan karena bentuk mirip dengan bentuk yang ada di alam. Kata ‘griya’ berasal dari singkatan ‘Gri raya’ (gunung yang besar) karena bangunan Jawa seumumnya memiliki atap yang menjulang tinggi mirip dengan bentuk gunung. Elemen atap yang berada di daerah tinggi dinamakan Gajah, karena memang berskala besar dan tinggi seperti gajah. Tatanan usuk rumah Pendopo yang dibuat memusat dan tidak sejajar satu dengan yang lainnya disebut dengan Satrio Pinayungan, artinya satria yang dipayungi. Jadi bangunan Jawa ini menampilkan citra wibawa seperti seorang satria sejati. b. Tata letak rumah Jawa Bentuk rumah Jawa mempunyai urut-urutan denah rumah yang terdiri atas :pendopo, pringgitan, griyo ageng (dalem), pawon dan yang terakhir adalah gandok Rumah Jawa mempunyai arti, fungsi untuk masing-masing dari ruangannya, dibawah ini akan dijelaskan lebih spesifik untuk ruang-ruang tersebut (Lukito Pribadi,1980) : • Pendopo), (di India disebut: mandapa) adalah bagian depan rumah Jawa yang dirancang bangun terbuka dengan empat saka guru ( tiang utama), adanya pintu-pintu yang besar dan jendela yang banyak, bahkan kadang-kadang hanya mempunyai dinding rendah atau terbuka sama sekali. Pendopo biasanya disebut ruang pertemuan, dimana tuan rumah bertemu dengan tamu-tamunya,

Universitas Kristen Petra 11

oleh karena itu pendopo merupakan ruangan yang paling luas di antara ruang-ruang lainnya. Pendopo mempunyai atap yang tinggi di tengah, hal ini menunjukkan sifat ruang yang memusat.

Gambar1.2. Soko Guru dan Soko Pracik (Sumber: Lukito Pribadi, 1980) • Pringgitan (Lukito Pribadi, 1980) adalah ruang antara pendopo dan dalem. Pringgitan biasanya sebagai tempat untuk pertunjukkan wayang (ringgit). Pertunjukkan ini berhubungan erat dengan upacara ruwatan untuk anak sukerta (Anak yang dapat menjadi mangsa Bathara Kala, dewa raksasa yang maha hebat).

Gambar1.3. Denah pembagian ruang rumah tradisi Jawa (Sumber: Dimensi Interior, Juni, 2004 ) • Dalem adalah ruang keluarga, di dalam dalem terdapat senthong atau kamar, yaitu: 1. sentong kiwo dan sentong tengen, yang berfungsi sebagai tempat tidur

Universitas Kristen Petra 12

2. sentong tengah atau krobongan atau petanen adalah tempat untuk menyimpan pusaka keluarga sekaligus sebagai tempat pemujaan kepada Dewi Sri. Di sentong tengah inilah nilai sakral tertinggi, karena sumbu simetri yang datang dari depan dan belakang seumumnya berhenti di ruang ini. Demikian pula ketinggian lantai merupakan level yang tertinggi di antara permukaan ruangan lainnya. Pada ruangan ini digunakan perhitungan Sri, yaitu: panjang blandar dan pengeretnya bila dibagi dengan bilangan lima harus bersisa bilangan satu, atau bisa digunakan rumus : n / 5 = x + 1 n = panjang blandar / pengeret x = bilangan genap 1 = satu atau : Sri • Gandhok dan pawon (Lukito Pribadi, 1980), Gandhok adalah kamar-kamar yang memanjang di sebelah kiri dan kanan pringgitan dan dalem. Pawon atau dapur dirancang cukup luas karena cukup banyak pula alat-alat yang ada di dapur seperti kayu baker, temapt air, pawonan dll. Desain ruang pawon yang cukup luas ini dengan tujuan agar memudahkan keluarnya asap. Pengertian mengenai rumah Jawa yang tertera di atas tidak jauh berbeda dengan pengertian rumah Jawa yang diutarakan oleh Revianto Budi Santosa dalam bukunya dengan judul “Omah”, membaca makna rumah Jawa. Ia menjelaskan lebih spesifik tentang rumah Jawa. Menurutnya, kata ‘omah ’ mempunyai makna jauh lebih mendalam daripada sekedar tempat tinggal. Di bawah ini penjelasan tiap-tiap bagian rumah menurut Revianto Budi Santosa : • Jogan adalah tempat untuk mengekspresikan dan menegosiasikan status sebuah keluarga, sebagai representasi keluarga dan menerima tamu. Jogan dapat juga dikatakan sebagai sebagai critical point, antara ruang orang tua dan ruang anak-anaknya.

Universitas Kristen Petra 13

• Pringgitan Pringgitan merupakan ruang pengantar untuk memasuki dalem agung. Pringgitan merupakan tempat untuk menyambut dan melepas tamu dalam tata cara formal. Fungsi lain dari pringgitan, yang juga fungsi penting bagi keberadaan rumah adalah sebagai tempat untuk pagelaran wayang kulit. • Senthong adalah tiga ruang yang berada di belakang Jogan. Khusus untuk ruang senthong bagian tengah tidak diisi oleh apapun, yang secara praktis kosong dan tidak pernah dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari apapun. Secara regular senthong tengah ditransformasikan sebagai tempat suci temporer bagi keluarga, dengan mengadakan ritual sembahyangan meletakkan sesaji. Kamar ini diubah menjadi tempat bagi arwah nenek moyang, yang dalam kepercayaan popular tamu ini dipersonifikasikan sebagai Dewi Sri, dewi padi dan kesejahteraan serta pelindung pertanian. Senthong yang terletak di tengah ini, dikelilingi ruang-ruang lain, yang juga bermakna keamanan, karena terdapat amben dalam senthong dengan peletakan rendah untuk menjaga barang-barang berharga yang diletakkan dalam senthong tengah. Senthong tengah ini juga dapat disebut sebagai dalem agung yang merepresentasikan posisi sentralnya lewat tatanan special keseluruhan rumah • Amben adalah tempat bekerja sekaligus temapt beristirahat, tempat menanti kelahiran sekaligus tempat menjelang kematian. Amben dapat dikatakan menyandang banyak predikat: ruang tidur, ruang keluarga, ruang makan, ruang kerja, ruang tamu sekaligus gudang. Sebenarnya amben berbentuk relatif besar dibanding dengan ukuran yang ditempatinya, amben tidak dapat dipindahlan tanpa membongkar elemen-elemennya. Ukuran dan ketidakmudahannya untuk dipindah-pindah menunjukkan bahwa kedua amben ini tidak dapat begitu saja dipandang sebagai perabot, melainkan lebih menyerupai panggung di dalam rumah,

Universitas Kristen Petra 14

semacam peninggian sebagian lantai pada jogan yang sekaligus membuat perbedaan nyata antara zona kegiatan dan area sirkulasi. Amben dipisah berdasarkan mata angin timur dan barat. Pemisahan ini mengacu pada pandangan Jawa yang menegosiasikan arah timur sebagai tempat kelahiran dan pertumbuhan. Sedangkan arah barat berhubungan dengan usia lanjut dan istirahat. • Gandhok merupakan bagian dari area ruamh yang paling sering digunakan dalam kegiatan sehari-hari dimana seluruh aktivitas sebagian besar keluarga dilaksanakan. Gamdhok juga menjadi bagian rumah yang paling sering berganti fungsi, gandhok bisa dialihfungsikan menjadi ruang makan, kamar tidur, ruang keluarga. Pengalih fungsian ini berlaku fleksibel seiring situasi kondisi kebutuhan penghuni rumah. • Pawon atau dapur merupakan fasilitas bersama bagi seluruh anggota keluarga untuk berbagi tungku dan berbagi makanan. Pada rumah Jawa pada umumnya di pawon terdapat sebuah amben besar di tengah ruang. Amben inilah para perempuan penghuni rumah menghabiskan sebagian waktunya, entah untuk mengerjakan garapan sehari-hari maupun sekedar beristirahat. Amben dikelilingi tungku, rak, bak cuci dan peralatan-peralatan dapur. • Pagongan adalah bangunan panjang untuk menyimpan dan memainkan gamelan. Gamelan ditata sedemikian rupa sehingga penabuh menghadap utara ke arah , mengiring pertunjukan yang berlangsung di bangsal itu. Menurut buku “Arsitektur” menjelaskan relief candi abad ke-9 dengan jelas menunjukkan bahwa arsitektur asli Jawa saat itu sesuai pola dasar Austronesia dengan fondasi bertumpuk, atap memuncak dan bubungan atap memanjang. Saat ini, rumah tradisional orang Jawa dibangun di atas tanah dengan lantai ditinggikan dan bentuk atap lebih menyerupai rumah di Indonesia timur. Secara umum, sebagian besar

Universitas Kristen Petra 15

rumah orang Jawa memiliki denah dasar yang sama namun perbedaan jenis atap yang digunakan menunjukkan kedudukan sosial dan ekonomi pemilik rumah. Bangunan rumah orang Jawa yang ideal terdiri atas tiga bangunan utama yaitu omah, pendopo dan pringgitan. Kesemuanya ini dilingkupi oleh dinding batu bata atau pagar rendah. • Pringgitan Pringgitan ditembus dengan sebuah pintu gerbang, yang baik secara fisik maupun visual sebagai perlambang menghubungkan ruang dalam pribadi keluarga digabung dengan himpunan sosial yang lebih luas. Pringgitan merupakan tempat wayang kulit dipergelarkan pada peristiwa-peristiwa upacara dan pesta. • Pendapa Pendapa adalah sebuah bangunan terbuka yang terlutak di bagian depan gugusan. Bangunan ini merupakan daerah umum rumah tangga─ sebuah tempat untuk pertemuan-pertemuan sosial dan pergelaran-pergelaran upacara. • Omah Satuan rumah dasar dikenal sebagai omah. Denahnya persegi panjang dengan lantai tinggi, daerah di bawah atap dibagi oleh bilah-bilah dinding menjadi daerah dalam dan luar. Yang terakhir terdiri atas emperan depan luar yang digunakan untuk kegiatan- kegiatan umum. Itu juga disediakan dengan amben bambu tinggi yang digunakan untuk berbaring atau tidur pada siang hari. Sebuah pintu lebar di dinding depan menghubungkan emperan ini dengan daerah dalem.

Universitas Kristen Petra 16

Gambar1.4. Salah satu bentukan rumah dengan emperan depan luas. (Sumber: Indonesian Heritage, 2002) Bagian-bagian omah (rumah) adalah sebagai berikut: 1. Dalem adalah bangunan tertutup dan dibagi sepanjang poros utara- selatan menjadi daerah-daerah yang berbeda. Bagian timur depan dalem adalah tempat berlangsungnya tugas-tugas keluarga dan tempat semua anggota keluarga tidur pada sebuah ranjang bamboo, sebelum pubertas anak-anak. Bagian tengah dalem ditegaskan oleh empat tiang rumah pokok. Saat ini saerah itu tidak memiliki kegunaan khusus, namun secara tradisional, daerah ini merupakan tempat pedupaan dibakar sekali seminggu untuk menghormati dewi padi Sri; juga merupakan tempat pengantin pria dan wanita duduk pada upacara pernikahan. 2. Bagian belakang rumah terdiri atas tiga ruang tertutup yang disebut senthong. Senthong barat merupakan tempat menyimpan beras dan hasil pertanian lain. Senthong timur untuk menyimpan peralatan bertani. Senthong tengah secara tradisional merupakan ruang yang dihias semewah mungkin dan dikenal sebagai tempat tinggal tetap Dewi Sri. Pasangan baru terkadang tidur di sini. Dapur terletak di luar omah dan secara khas merupakan bangunan bebas yang terletak di dekat sumur. Sumur sebagai penyedia air dikenal sebagai sumber kehidupan, dan selalu merupkan hal pertama yang diselesaikan ketikan membangun sebuah gugus rumah baru. Sebagaimana ukuran dan kekayaan keluarga tumbuh, bangunan-bangunan tambahan (gandhok) dapat ditambahkan

Universitas Kristen Petra 17

c. Ragam hias rumah Jawa (Pikiran Rakyat Cyber Media,2002) Konsep mendirikan suatu bangunan rumah —jauh sebelum konsep- konsep Barat jadi acuan— sesungguhnya sudah dikembangkan oleh nenek moyang kita. Konsep-konsep itu dengan sendirinya amat beragam di pelosok kepulauan kita, disesuaikan dengan tingkat pendekatan dan penghayatan masing-masing subetnis yang ada. Sesungguhnya manusia sejak awal mendirikan permukimannya sudah mengapresiasi hubungan dengan lingkungan hidupnya. Kita mengenal ekologi, ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya. Oleh karena itu, kita pun melihat permukiman Sunda atau Minang yang serikali dikelilingi oleh kolam ikan. Atau permukiman asli di pegunungan Tengah Irian Jaya yang berdiri di bukit-bukit dengan rumah-rumahnya yang bulat dan pengap. Begitupun dengan konsep lama tradisi masyarakat Jawa, dalam mendirikan bangunan rumahnya ternyata masih kuat melekat dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, rumah di kalangan masyarakat Jawa, bukannya sebagai tempat tinggal semata ataupun sebagai tempat berlindungnya dari serangan alam, ganasnya binatang buas, dan sebagainya. Namun, esensi utamanya merupakan ”pusat” pembinaan keluarga. Menurut Isan Riyanto, salah seorang pengamat budaya dari Solo, ada beberapa bentuk ragam hiasan pada seni bangunan rumah tradisional Jawa, di antaranya hiasan konstruksional dan inkonstruksional. Bentuk hiasan konstruksi artinya ragam hiasan sengaja dibuat secara utuh dengan bentuk bangunannya, sedangkan inkonstruksi ragam hiasannya dapat dengan mudah dilepas dari bentuk bangunan aslinya Hiasan yang terdapat pada bangunan rumah tradisional Jawa umumnya bersifat konstruksional. Jadi, hiasan dan bangunan menjadi satu kesatuan utuh. Sebab memang masyarakat di Jawa lebih menyukai bentuk bangunan konstruksioal ketimbang inkonstruksional.

Universitas Kristen Petra 18

Salah satu bentuk ragam hias yang banyak terdapat pada bangunan rumah khas Jawa, yakni berupa flora, fauna, stiliran maupun hiasan campuran. Diambilnya bentuk hiasan bermotif flora bagi kalangan masyarakat, konon dipercaya bisa mendatangkan kebahagiaan, di samping itu ragam hiasan tersebut memiliki sifat halus, indah dan sakral. Motif flora meliputi bunga, daun, buah dan ranting serta ujung pepohonan. • Motif Lung-lungan Lung-lungan berasal dari kata lung, yang berarti tumbuh- tumbuhan melata (merambat) yang masih muda. Jadi, motifnya berbentuk melengkung. Bentuk lunglungan ini banyak dijumpai pada bentuk bangunan khas tradisi Jawa, seperti di pesisir utara Pekalongan, Jepara, Madura, Yogyakarta, dan Surakarta. Biasanya lung-lungan berbentuk polos sesuai dengan warna kayu jati — warna kayu yang biasa dipakai sebagai bahan hiasan. Namun, ada pula yang diberi warna-warni yang sering disebut sunggingan. Bila diberi warna, cara pewarnaannya ada beberapa macam, di antaranya warna dasar merah tua atau merah cokelat yang bisa disebut ”cettuk”, sedangkan lung-lungannya berwarna kuning emas dari bahan ”prada”. Untuk tangkai dan daun diberi warna hijau secara sunggingan (pewarnaan dari warna tua ke warna muda hingga putih). Untuk warna bunga dan buah, biasa menggunakan warna merah, juga secara sunggingan dari warna tua ke warna yang lebih muda hingga putih. Di samping itu, untuk memperkaya hiasan dan pewarnaan juga bisa dipakai warna lain seperti kuning, biru, dan ungu. Ragam hias lung-lungan ini paling banyak dijumpai pada bangunan rumah. Biasanya ditempatkan pada setiap balok kerangka rumah (blandar, tumpang, penegrat, dadapeksi, sunduk, dudur, ander, tiang, rusuk, takir, kerbil dsb.). Juga terdapat di pemidangan, tebeng pintu, patang aring, daun pintu, tebeng jendela, dsb. Khusus bagian pemidangan rumah di keraton

Universitas Kristen Petra 19

misalnya, hiasan lung-lungan hampir memenuhi seluruh bagian bangun tiang-tiangnya. Mengingat ragam hias itu kebanyakan dipahat dan banyak terdapat di bagian rumah khas Jawa dan bahan bangunannya menggunakan bahan kayu, ragam hias lung-lungan ini umumnya dipahat oleh si pembuatnya. Hasl pahatannya ada yang kasar, ada pula yang halus. Pada bangunan rumah petani umumnya leih sederhana dan kurang halus. Sementara itu, pada bangunan rumah para perajin atau bangsawan, pembuatannya sangat halus. Halus dan kasarnya hasil pahatan biasanya tergantung pada si pemahatnya. Hiasan lung-lungan ini bisa memberi kesan —di samping indah — tenteram dan bersifat wingit (angker). Sedangkan lukisannya berupa tumbuh-tumbuhan, seperti daun kluwih (yang linuwih = yang serba lebih), bunga melati, bunga teratai, markisa, dan masih banyak contoh lainya. Kesemuanya dikaitkan dengan falsafah Jawa. • Motif saton Selain motif lunglungan, dikenal pula motif saton. Cara pembuatan dan pemahatannya pun hampir sama. Nama saton berasal dari kata satu, berbentuk bujur sangkar dengan hiasan daun-daunan atau bunga di dalamnya. Hiasan ini banyak dijumpai pada kerangka bangunan seperti blandar, sunduk, pengeret, tumpang, dan ander. Sebagai pengisi tebeng pintu, motif saton selalu ditempatkan pada ujung dan pangkal tebeng pintu. Dalam komposisi ini, hiasan saton merupakan rangkaian atau landasan motif hiasan tlacap, tumpal, dan sorot. Fungsi saton tumpal dan sorot, di samping memberi keindahan pada bangunan, juga memberi kesan kelengkapan pada ragam hias tumpal tlacapan sehingga saton, tlacap tumpal, dan sorot merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Saton tanpa tlacapan bagaikan karya seni khas yang tidak utuh.

Universitas Kristen Petra 20

• Motif nanasan Dinamakan nanasan, karena bentuknya mirip buah nanas. Nanasan disebut pula omah tawon (sarang lebah) atau tawonan, maksudnya mirip sarang lebah. Ada pula yang menyebut bentuk pritgantil. Dalam seni rupa Islam, hiasan semacam ini mirip dengan hiasan maqamas. Untuk pembuatan motif ini dibutuhkan ketelitian, mulai dari bentuk segi empat, kemudian membulat. Untuk pewarnaan, motif ini bisa disesuaikan dengan buah nanas. Namun yang sering dijumpai, motif nanasan dibiarkan polos sesuai dengan warna kayunya.Hiasan nanasan biasanya ditempatkan pada kunci (kancing) blandar tumpang bangunan joglo di setiap sudut luarnya. Hiasan nanasan ini banyak dijumpai pada bangunan berukuran besar, seperti rumah bangsawan di sekitar keraton. • Motif fauna Motif fauna ini tidak sebanyak motif flora pada bangunan rumah khas Jawa. Hiasan fauna seperti burung garuda, kala, makara, ular dan gajah yang lazim kita dapati merupakan perwujudan dari simbol atau lambang tertentu.Cara penggambarannya ada yang utuh, ada pula yang sebagian. Untuk bentuk burung misalnya, hanya sayapnya saja, hiasan sayap ini disebut ”lar”. Bentuk fauna tidak hanya dijumpai dalam rumah-rumah penduduk, tetapi juga pada masjid, tempat pertemuan, makam, bahkan pada tembok, pintu gerbang atau regol. Hiasan burung garuda paling banyak dijumpai pada bangunan tradisional Jawa ketimbang hiasan fauna yang lain. Karena menurut cerita, burung ini merupakan burung yang paling besar dan gagah sehingga garuda sering digunakan sebagai perlambang keperkasaan. Bahkan, dalam dunia pewayangan, burung garuda merupakan kendaraan Batara Wisnu. • Motif kemamang Dalam rumah tradisional Jawa, ragam hiasan Kala lebih banyak dikenal dengan sebutan Kemamang. Menurut cerita, Kemamang

Universitas Kristen Petra 21

adalah sejenis burung yang terbang malam hari, berwajah raksasa dan selalu mengeluarkan air liur yang bercahaya. Namun dalam kehidupan nyata, tidak dikenal jenis burung Kemamang, karena ada yang mengatakan Kemamang itu adalah sejenis burung hantu. Ragam hias Kemamang berasal dari ragam hias yang sengaja diambilkan dari cerita yang terdapat dalam relief candi-candi, terutama di Jawa Tengah. Sementara Jawa Timur, orang menyebutnya Banaspati. Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, Banaspati merupakan burung hantu yang berwajah raksasa dengan dua tangan di tanah dan dua kaki di atas.

1.7.3. Data Literatur Rumah Batak Arsitektur Batak dikenal penampang atapnya yang luar biasa dan permukaannya yang dihias dengan teliti. Bentuk atap antar subsuku dalam satu kawasan memiliki perbedaan, contohnya atap dari daerah Toba, Karo dan Simalungun. Secara tradisi rumah Batak dihuni oleh sejumlah keluarga dekat, namun masuknya agama Kristen abad ke-19 mengakibatkan diabaikannya upacara untuk keselarasan bubungan antar sesama penghuni rumah. a. Data Kampung Halaman Batak Orang Batak merupakan salah satu suku minoritas terbesar di Indonesia. Tanah Batak terletak di utara, dengan deretan pegunungan melingkari Danau Toba membentuk ‘tanah datar’ Batak di ketinggian 1500 meter. Suku Batak dibagi menjadi enam atau tujuh suku : Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Angkola (Sipirok), Madailing dan Pardembanan (sekarang berasimilasi dengan masyarakat Melayu dari Asahan). Arsitektur daerah Toba, Karo dan Simalungun sangat terkenal karena daerah ini tetap menjadi daerah yang paling tradisional dalam membangun rumah.

Universitas Kristen Petra 22

Gambar1.6. Kampung Halaman Batak (Sumber: Indonesian Heritage, 2002) b. Prinsip Umum Sejumlah prinsip umum masih nampak pada tradisi arsitektur meski subsuku Batak dibeda-bedakan. Ragam jenis bangunan yang berbeda tetap ada tergantung daerahnya, meliputi tempat tinggal, rumah pertemuan, lumbung, gubuk penumbukkan padi bersama dan rumah pemakaman. Semua bangunan ini memiliki rencana denah persegi empat dan lanti panggung yang ditopang tiang-tiang dengan atap besar di atasnya. Atap jerami dengan ijuk kelapa, dinding segitiga dan atap mengarah keluar. Rusuk rumah Batak tradisional dibangun seluruhnya dari kayu dan bahan alami lainnya, tanpa menggunakan paku; unsur terpisah disatukan dengan sambungan tanggan dan lumping atau diikat dengan tali serat ijuk. Secara umum tiang rumah bersandar pada fondasi batu dan ruang bawah lantai ditutup untuk dijadikan kandang kerbau. Dahulu satu rumah Batak ditempati beberapa keluarga, penempatan secara fisik dalam rumah memperlihatkan hubungan sosial mereka dengan pemilik utama. Unit keluarga dikelompokkan disekitar perapian dan ruang keluarga dibagi pada malam hari dengan menggantung tikar atau bahan kain yang memberikan kebebasan pribadi. Diluar itu tidak ada pembagian ruang dalam.

Universitas Kristen Petra 23

c. Batak Toba Walaupun ada bentuk rumah Batak Toba yang berbeda, semua memiliki bentuk umum yang sama− atap pelana dan sopi-sopi atap memiring keluar. Rumah tinggal yang lebih besar dapat menampung beberapa keluarga, masing-masing dengan perapian sendiri, walaupun rumah Toba masa kini cenderung lebih kecil daripada masa lalu. Serambi depan dinyatakan dengan sederet balkon bertingkat yang digunakan oleh pemain musik sebagai tempat pengembara selama upacara di luar rumah. Balkon bawah diperluas ke dalam rumah, digunakan para pemain musik selama pertunjukan upacara di dalam rumah.

Gambar1.7. Rumah Batak Toba dengan pelana tradisional (Sumber: Indonesian Heritage, 2002) Jenis rumah tinggal Batak Toba yang paling anggun adalah rumah gorga. Rumah-rumah dimasuki dari bawah, melalui pintu di lantai ruang keluarga dan dihiasi penuh dengan ukiran-ukiran kayu. Yang terakhir termasuk pengejawantahan Dewa Batak, Tapak Raja Suleiman, dan makhluk mistis yang dikenal sebagai -singa, yang merupakan gabungan dari badan manusia dengan kepala kuda.

Universitas Kristen Petra 24

Gambar1.8. Ragam Hias Gorga (Sumber: Indonesian Heritage, 2002) Rumah siampore, pada ujung lain urutan sosial, merupakan bangunan yang lebih sederhana, dimasuki lewat pintu serambi depan , tanpa runag pemain musik pengembara dan serambi terukir dari ruma gorga. Pemilik yang kurang mampu akan menghiasi bagian depan dan samping rumah mereka dengan gambar-gambar yang melukiskan kehidupan sehari-hari. Lumbung Toba terletak di seberang rumah panggung bersisi terbuka di bawah tempat penyimpanan menyediakan daerah teduh dan dingin untuk kegiatan sehari-hari dan bermasyarakat. d. Batak Karo Bentuk rumah Batak Karo sangat beragam dan digolongkan menurut jenis teknik konstruksi yang dipakai untuk fondasi atau susunan atap yang terletak di atas. Atap ini menggambarkan kedudukan social dan martabat pendiri rumah–contoh yang tepat meskipun sudah jarang adalah rumah anjung-anjung dari penguasa setempat Karo, atau sibayak dengan atap utama ditumpuk bertingkat lebih tinggi dengan denah berbentuk silang dan bersopi-sopi di semua sudut atap.

Gambar1.9. Rumah Batak Karo (Sumber: Indonesian Heritage, 2002)

Universitas Kristen Petra 25

Ukuran besar atap Karo. Membutuhkan susunan atap yang rumit untuk menahan beban yang lebih berat dibanding rumah Batak Toba. Namun demikian prinsip bangunannya sama, dianggap sebagai bagian dari tradisi arsitektur yang sama. Rumah Batak Karo menampung 8 sampai 12 keluarga yang dibaridkan di kedua ujung lorong utama, menghubungkan dua pintu di kedua ujung bangunan. Pembagian ruangan masing-masing keluarga diatur menurut adat, tidak tergantung pada jenis rumah, dengan setiap perapian untuk dua keluarga. Pintu masuk rumah Karo melalui lantai bambu (ture-ture), wanita-wanita berkumpul di sini untuk mengobrol dan mengerjakan pekerjaan sehari-hari. Rumah Karo jarang dihiasi ukiran kayu seperti rumah Batak Toba, tetapi dicat dengan warna tradisional Karo–merah, hitam, biru, hijau dan kuning–yang mewakili lima marga asli yang menurunkan pewaris saat ini.

1.7.4. Perlengkapan Gereja Marsana Windhu, menjelaskan dalam bukunya ‘Mengenal Ruangan, Perlengkapan dan Petugas Liturgi’ tentang berbagai perlengkapan yang harus ada sebagai fasilitas gereja. Perlengkapan itu adalah : (Marsana, 1997: hal 25-33) a. Salib Salib tidak pernah dilupakan sebagai perlengkapan gereja. Setipa kali umat mengadakan kegiatan liturgi dan ibadat yang lain, salib selalu hadir disana. Salib biasanya didampingi lilin-lilin yang sudah dinyalakan. Ada salib yang diletakkan di atas meja altar atau dipasang di dekat altar. Ada pula salibyang besar dibagian belakang altar menempel dua dinding. b. Patung Yesus Patung Yesus dengan ukuran yang cukup besar biasanya diletakkan di samping kanan altar. Sengaja dibuat dengan ukuran yang besar dengan tujuan supaya mudah dilihat umat yang hadir.

Universitas Kristen Petra 26

c. Patung Maria Tidak ketinggalan juga patung Maria dengan ukuran yang cukup besar pula dan diletakkan di samping kiri altar. Di sekitar patung Maria biasanya disediakan tempat bagi umat yang ingin mempersembahkan lilin supaya permohonnya dikabulkan. Baik patung Bunda Maria dan patung Yesus sebagai sarana pembantu umay untuk berjumpa dengan Tuhan sendiri. Seperti layaknya penghormatan kepada gambar foto ayah. Demikian juga penghormatan yang sama diberikan kepada patung Yesus dan Bunda Maria serta orang kudus lain. Foto ayah bukan ayah yang sebernanya, demikian pula gambar/patung Yesus atau Maria bukanlah Yesus atau Maria yang sesungguhnya. d. Gambar Jalan Salib Di setiap gereja hampir seluruhnya terdapat gambar atau relief jalan salib. Demikian juga halnya dengan tempat peziarahan. Pada saat tertentu umat menagdakan kebaktian jalan salib di gereja dengan pertolongan gambar atau relief tersebut. Biasanya relief jalan salib dipasang pada dinding-dinding gereja. Dapat juga dibuatkan tempat tersendiri mengikuti rute kalau itu adalah tempat peziarahan. e. Patung Santo/Santa Pelindung Gereja Biasanya paroki atau stasi memakai nama pelindung seorang santo atau santa. Gambar atau patung santo/santa pelindung diletakkan di depan gereja. Kadang-kadang gambarnya diwujudkan dalam lukisan pada dinding kaca di bagian depan gereja. Maksud penggunaan nama santo/santa pelindung adalah supaya umat paroki tersebut mendapatkan perlindungan dan umat dapat mewarisi semangat hidupnya yang suci. Santo/ santa menjadi teladan hidup yang suci. f. Orgel Orgel adalah alat musik kuno yang dahulu cukup umum dipakai di gereja-gereja untuk mengiringi upacara liturgi. Bentuknya unik dilengkapi dengan sederetan pipa logam yang mengeluarkan bunyi yang khas. Orgel yang besar itu biasanya ditempatkan di balkon. Di Indonesia sudah amat jarang gereja yang memiliki orgel karena

Universitas Kristen Petra 27

fungsinya kini digantikan oleh organ yang biasanya ditempatkan di area koor di dekat altar. g. Gamelan Selain orgel, beberapa gereja di Jawa punya seperangkat gamelam untuk mengiringi perayaan Ekaristi berbahasa Jawa pada hari-hari tertentu. Gamelan biasanya diletakkan tidak jauh dari altar dekat area koor. h. Gong Gong merupakan salah satu alat bunyi gamelan yang dipasang dekat altar. Bersama bel atau kelinting, gong dipakai untuk memberi tanda konsekrasi. Maksud penggunaan bunyi-bunyian ini adalah untuk menciptakan suasana hening, khusyuk dan perhatian yang terfokuskan. Di beberapa gereja gong atau kelinting digunakan untuk mengawali atau mengakhiri Doa Syukur Agung. Mengapa harus gong, bel atau kelinting? Alat ini diambil dari alat bunyi setempat. Di lain tempat mungkin saja digunakan alat bunyi yang lain. i. Lonceng Lonceng atau genta adalah alat bunyi yang biasanya digunakan untuk mengiringi ibadat sebagai tanda kegembiraan. Lonceng sudah digunakan di Eropa sejak abad ke-8. lonceng dipasang di menara Gereja. Mengapa dipasang di tempat yang tinggi? Lonceng dibunyikan saat-saat tertentu untuk umat mengadakan ibadat, maka diperlukan suara yang nyaring dan meluas sampi jauh. Lonceng tidak dibunyikan pada saat Jumat Agung dan Kamis Putih sebagai tanda berkabung atas sengasara dan wafat Yesus. Sebagai ganti dari lonceng diadakan upacara perarakan Sakramen Maha Kudus pada hari Kamis Putih digunakan alat bebunyian dari kayu (di Jawa disebut keprak) sebagai tanda duka. Lonceng dibunyikan dengan meriah pada malam Paskah saat menyanyikan kemualiaan (Gloria). Lonceng dibunyikan pada pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 sebagai tanda doa Malaikat Tuhan (= Angelus Domini). Lonceng sebagai benda

Universitas Kristen Petra 28

keramat tidak boleh dibunyikan sembarangan. Pembunyian lonceng di luar kepentingan gereja haruslah seizin uskup. j. Lukisan Dinding Di bagian dalam gereja terkadang terdapat lukisan dinding pada sisi- sisinya yang kosong. Biasanya lukisan ini mengisahkan cerita-cerita dari Kitab Suci. Fungsi lukisan secara umum adalah untuk menciptakan suasana doa. Seperti halnya patung Yesus atau patung Bunda Maria, lukisan bisa menjadi alat penolong umat untuk berjumpa untuk Tuhan. Dari segi pendidikan iman anak, lukisan banyak membantu. Hal ini dijelaskan demikian. Sebelum anak bisa membaca dan menulis, ia sudah dibiasakan melihat lukisan yang menarik mengenai cerita-cerita dalam KitabSuci. Dengan melihat, anak bisa bercerita benyak. Pada saatnya nanti kalau sudah bisa membaca dan menulis, kisah-kisah ini akan dilengkapi seiring dengan daya serap anak. Pendek kata, ‘suasana religius’ inilah yang hendak dicapai. Cara ini bisa dipahami karenapanca indra atau tubuh kita bersentuhan dengan hal-hal yang ada di sekitar kita. k. Lampu Penerangan Lampu penerangan mutlak diperlukan untuk gedung gereja dan selam upacara liturgi. Apalagi pada malam hari, lampu harus disipkan dengan baik, entah dengan listrik maupun dengan penerangan lain. l. Mikrofon Umat yang cukup banyak dan keterbatasan suara petugas liturgi yang tidak cukup kuat menjangkau semua yang ahdir di gereja, maka diperlukan alat pengeras suara, mikrofon dan speaker. Fungsi alat ini untuk mengeraskan suara agar bisa lebih jelas didengar.

1.7.5. Bentuk dan Makna dari Simbol-simbol Gereja Pada Umumnya • IHS 1. Dalam terjemahan Latin berbunyi Iesus Hominum Salvator (Jesus, Saviour of Men).

Universitas Kristen Petra 29

2. Dalam interpretasi popular Jerman berbunyi: Jesus, Heiland, Seligmacher (Jesus, Lord, Saviour). 3. Dalam bahasa Inggris IHS adalah: I (Christ) Have Suffered.

Gambar1.10. HIS (Sumber: Sign, Symbols and Ornament, 1983) • The Lamb of God, Anak Domba Allah Yohanes Pembaptis berkata tentang Yesus: “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa umat manusia (Yohanes 1: 29). Anak Domba Allah yang dimaksudkan disini adalah Yesus. Lambang ini dilukis dengan gambar anak domba yang membawa bendera dengan salib merah yang dikaitkan dengan tongkat salib putih. Tongkat salib putih melambangkan tubuh Kristus. Salib merah adalah pengorbanan Yesus untuk umat manusia.

Gambar1.11.The Lamb of God (Sumber: Sign, Symbols and Ornament, 1983) • Gembala yang baik juga merupakan simbol dari Yesus Kristus sendiri sesuai dengan ayat Kitab Suci “Akulah Gembala yang baik, gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yohanes 10:11). • Dalam kitab Yohanes 15:1 yang berbicara tentang Pokok anggur yang benar, simbol yang digunakan untuk Yesus. Simbol dengan carang

Universitas Kristen Petra 30

anggur ini melambangkan para pengikutnya. Simbol ini sering terlihat pada ukiran kayu dan lukisan. • Pintu juga merupakan simbol dari Penyelamat (Yohanes 10:9) • Gambar burung pelican yang membuka dadanya sebagai dadanya dan darahnya sebagai ganti makanan untu anak-anaknya yang kelaparan, merupakan simbol dari pengorbanan Yesus Kristus. • Ketika seekor lembu jantan dilukis tanpa sayap, gambar ini direferensikan pada kitab Matius 11:30, “Kuk yang Ku-pasang itu enak dan bebanKu pun ringan”, ini adalah simbol dari Yesus Kristus yang sanggup untuk mengangkat semua beban manusia. • Surya sebagai simbol dari Yesus, sesuai yang dikatakan oleh Nabi Maleakhi: “Tetapi kamu yang takut akan NamaKu, bagimu akan terbit surya kebenaran” (Maleakhi 4:2). • Lilin di atas altar mengingat kepada ayat “Akulah terang dunia” (Yohanes 8:12). Kedua sisi dari Tuhan Yesus digambarkan dengan 2 lilin. Kedua lilin ini artinya sisi kemanusiaan Yesus dan sisi keTuhanan. • Mahkota melambangkan Yesus sebagai Tuhan dan Raja. Mahkota juga mereferensikan kehidupan iman Kristen, seperti yang tertulis:” apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu” ( 1 Petrus 5:4 ). Simbol-simbol Allah Roh Kudus (John Eakin, 1972: hal 13-14), adalah sebagai berikut: • Burung Merpati Kebanyakan Roh Kudus dilambangkan dengan burung merpati. Hal ini menceritakan perihal pembaptisan Yesus di sungai Yordan, yang pada waktu itu turunlah Roh Kudus dalam bentuk burung merpati (Markus1: 10).

Universitas Kristen Petra 31

Gambar1.12.The Descending Dove (Sumber: Sign, Symbols and Ornament, 1983) Simbol dari para empat Penginjil (John Eakin, 1972: hal 35-36) yaitu sebagai berikut: • Penginjil Matius Matius adalah seorang penginjil, yang menuliskan kitab Matius. Ia banyak kali digambarkan sebagai manusia bersayap (Yehezkiel 1:10). Matius banyak menulis tentang sisi kemanusiaan dari Yesus. Seringkali Ia digambarkan dengan adanya malikat di belakangnya yang mendiktekan atau sedang menunjuk ke Surga.

Gambar1.14. Penginjil Matius (Sumber: Sign, Symbols and Ornament, 1983) • Penginjil Markus Markus digambarkan sebagai singa bersayap (Yehezkiel 1:10), yang mencerminkan sikap dan karakter dari Yesus. Markus adalah orang yang dimaksudkan dengan ‘suara yangmenangis di tengah kekerasan’.

Gambar1.15. Penginjil Markus (Sumber: Sign, Symbols and Ornament, 1983)

Universitas Kristen Petra 32

• Penginjil Lukas Lukas digambarkan sebagai kerbau bersayap (Yehezkiel 1:10) yang sedang memegang sebuah kitab. Hal ini dikarenakan kitab yang ditulisnya dimulai dengan pengorbanan Zakharia (Lukas 1), dan menitikberatkan pada spesifikasi kematian Sang Juruselamat (Lukas 22-24).

Gambar1.16. Penginjil Lukas (Sumber: Sign, Symbols and Ornament, 1983) • Penginjil Yohanes Yohanes digambarkan dengan elang bersayap. Semangat dari Yohanes yang diaplikasikkan lewat tulisannya membuat ia dilambangkan sebagai elang yang membawa kitab (Yehezkiel 1:10).

Gambar1.17. Penginjil Yohanes (Sumber: Sign, Symbols and Ornament, 1983) Simbol-simbol Gereja (John Eakin, 1972: hal 37-40), adalah sebagai berikut : • Bahtera Nuh Sejak awal kekristenan, bahtera Nuh disimbolkan sebuah gereja. Dalam sebuah bahtera semua yang didalamnya, dari berbagai macam hewan yang diselamatkan oleh Nabi Nuh beserta istri tiga anaknya dan tiga menantunya, berlindung dari hujan yang tak henti-hentinya selama 40 hari 40 malam. Tepat pada hari ke-41 hujan berhenti dan

Universitas Kristen Petra 33

Nuh melepaskan burung merpati lewat jendela bahtera, dan burung itu kembali lagi dengan membawa pucuk daun zaitun. Pucuk daun zaitun ini menandakan kalau sudah ada daratan, yaitu gunung Ararat. Di gunung Ararat inilah Nuh berlabuh dan memberikan korban persembahan kepada Allah. Dan Allah menjawabnya dengan perjanjian yang ditandai dengan pelangi.Bahtera dan pelangi mengingatkan kita akan perjanjian Allah yang dibuat-nya dengan Nuh.

Gambar1.18. Bahtera Nuh (Sumber: Sign, Symbols and Ornament, 1983) Selama ini simbol-simbol yang ada datang dari Perjanjian Lama. Tidak dapat dideskripsikan semua dari mereka pada ringkasan berikut ini. Bagaimanapun di bawah ini akan dijelaskan sembilan bentuk simbol Perjanjian Lama yang kebanyakan diukir pada jendela-jendela gereja Protestan, adalah sebagai berikut: • Altar Persembahan Altar persembahan yang terdapat lidah-lidah api mengacu pada ritual dari persembahan (Keluaran 20:24). Perjanjian Lama dengan hewan tanpa cacat sebagai korban bakaran. Ritual pengorbanan ini sudah ada sejak Israel berada di Mesir dan mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun tetap konsisten dengan darah perjanjian dan sesaji makanan, seperti yang dapat dibaca di kitab Imamat. Altar persembahan mengacu pada pengorbanan terbesar yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus dengan mencurahkan DarahNya dan memberikan hidupNya kepada umat.

Universitas Kristen Petra 34

Gambar1.20. Gambar Altar Persembahan (Sumber: Sign, Symbols and Ornament, 1983) • Tabut Perjanjian Tabut Perjanjian simbol dari puji-pujian dari Perjanjian Lama dan Kehadiran Allah. Tabut Perjanjian ini simbol dari Sang Penyelamat, sedangkan dua kerubim bersayap bentuk dari keselamatan itu. Bentuk detail dari kerubim itu diberikan secara langsung oleh Musa (Keluaran 25).

Gambar1.21. Gambar Tabut Perjanjian (Sumber: Sign, Symbols and Ornament, 1983) Menurut Daves dalam bukunya yang berjudul ‘Young Readers Book of Christian Simbols’, menyatakan banyak macam dari simbol yang digunakan di dalam Alkitab. Dave manuliskan arti simbol menurutnya yaitu suatu objek atau tanda yang meweakili hal lain. Simbol yang kasat mata menunjukkan pada sesuatu yang tidak kasat mata, layaknya seperti sebuah ide dan kualitas (Michael Daves, 1967: hal 9). Di bawah ini akan dijelaskan berbagai macam simbol yang digunakan dalam Kitab Kristiani sebagai referensi untuk melengkapi data yang sudah ada tertera di atas. • Alpha dan Omega Huruf yang serupa dengan huruf A dan huruf U terbalik adalah huruf pertama dan terakhir dari alphabet Yunani (Michael Daves, 1967: hal 65). Alpha dan Omega ini selalu mengacu pada satu

Universitas Kristen Petra 35

tujuan yaitu simbol dari Yesus Kristus. Ketika kedua huruf ini terpisahkan mereka hanya tak ubahnya sebuah kata yang tidak bermakna apapun.

Gambar1.25. Gambar Alpha dan Omega (Sumber: Young Readers Books of Christian Symbols, 1993) • The Lamb of God Gambar di bawah ini memperlihatkan anak Domba yang sedang duduk di atas kitab dengan tujuh segel (Michael Daves,1967: hal 52). Penulis KitabWahyu menyatakan bahwa hanya ada satu manusia saja yang dapat membuka ketujuh segel kitab itu. Gambar ini mengingatkan manusia akan kematian Yesus

Gambar1.27. Anak Domba Allah (Sumber: Young Readers Books of Christian Symbols, 1993) Gambar Anak Domba Allah juga digambarkan berdiri dengan membawa panji kebangkitan. Anak Domba ini melambangkan kemenangan Yesus mengalahkan maut. Bendera melambangkan tubuh Kristus yang suci. Gambar salib mengingatkan manusia akan kematianNya di kayu salib. Panji juga menggambarkan kesengsaraan yang ditanggung oleh Tuhan. Tiga aurora di sekitar kepala domba melambangkan keTuhanan.

Universitas Kristen Petra 36

Gambar1.28. Gambar Anak Domba Allah dengan Panji (Sumber: Young Readers Books of Christian Symbols, 1993) • Allah Roh Kudus Burung merpati adalah salah satu simbol untuk Roh Kudus karena Injil menceritakan pembaptisan Yesus (Michael Daves,1967: hal 69).

Gambar1.30. Burung Merpati (Sumber: Young Readers Books of Christian Symbols, 1993) • Penginjil Matius Simbol untuk Matius, penulis Injil adalah manusia bersayap. Injil yang dtulisnya dimulai dengan sejarah Yesus. Matius menulis tentang kemanusiaan Yesus dibandingkan dengan kitab Injil yang lain.

Gambar1.32. Gambar Simbol untuk Matius (Sumber: Young Readers Books of Christian Symbols, 1993) • Penginjil Markus Markus digambarkan dengan singa bersayap. Singa menunjuk pada pembukaan kitab Injil yang yang berkata “suatu suara yang meraung- raung sedih di hutanbelantara”. Singa dan hutan belantara mempunyai

Universitas Kristen Petra 37

keidentikan yang sama. Singa juga melambangkan kesetiaan yang mengacu pada perilaku setia Kristus.

Gambar1.33. Gambar Simbol untuk Markus (Sumber: Young Readers Books of Christian Symbols, 1993) • Penginjil Lukas Sapi bersayap adalah simbol untuk Lukas. Israel mempersembahkan sapi sebagai korban persembahan. Injil Lukas menuliskan secara gambling danjelas tentang pengorbanan Kristus di kayu salib.

Gambar1.34. Gambar Simbol untuk Lukas (Sumber: Young Readers Books of Christian Symbols, 1993) • Penginjil Yohanes Yohanes digambarkan dengan bentuk rajawali. Rajawali dapat terbang tinggi melintasi badai dibandingkan dengan burung lainnya. Yohanes menuliskan kedekatannya dengan Yesus. Buku yang ditulis oleh Yohanes penuh dengan kata-kata yang membumbung tinggi menggambarkan kekerabatannya dengan Yesus. “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang telah diberikan kepadaNya, sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” (Yohanes 1: 1, 14).

Universitas Kristen Petra 38

• Bahtera Nuh Kisah air bah dan bahtera Nuh terdapat pada Kejadian 6-9. Bahtera Nuh melambangkan keselamatan. Nuh dan seluruh keluarganya selamat dari air bah karena berada di dalam bahtera. Merpati dan tangkai zaitun simbol dari kedamaian. Pelangi adalah tanda perjanjian Allah dengan manusia untuk tidak memberikan air bah lagi. Menurut Martasudjita (1998:31-39), simbol-simbol yang paling umum dijumpai pada gereja yang berupa benda-benda alamiah adalah:

Tabel1.2. Rangkuman Simbol-simbol Gereja pada Umumnya No. Simbol-simbol Arti simbol 1. Roti dan anggur Tubuh dan Darah Kristus. 2. Air Pembersihan dosa dan penganugrahan keselamatan dan hidup baru. 3. Minyak Daya kekuatan Allah yang memberikan kekuatan bagi perjuangan hidup manusia dan penyertaan Allah dalam tugas kepemimpinan (tahbisan). 4. Api dan terang Terang Kristus sendiri yang telah bangkit dari wafat-Nya. 5. Garam Pembersihan. 6. Abu - Rasa tobat dan penyesalan karena manusia mengakuikerapuhan dan kelemahannya; - harapan akan kebangkitan, dimana segala sesuatu akan lenyap dan hangus oleh nyala api dan digantikan oleh bumi dan langit yang baru. - Simbol kepedihan hati yang mendalam - Dipakai untuk keperluan pembersihan dan silih atas dosa.

Universitas Kristen Petra 39

1.7.6. Makna Denotasi dan Makna Konotasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti dari judul subbab ini adalah: • Makna denotasi Makna kata/kelompok kata yang didasarkan atas penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:223). • Makna konotasi Tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata; makna yang ditambahkan pada makna denotasi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:519). Pada studi bentuk dan makna ini mengambil kajian makna denotasi dan makna konotasi sebagai tolok ukur untuk menganalisis setiap elemen interior yang ada pada gereja, dengan persepsi bahwa makna denotasi adalah makna yang tampak secara kasat mata dan makna konotasi adalah makna tersembunyi di baliknya.

1.8.Asumsi 1.8.1. Asumsi Mengenai Budaya Asing yang Datang dari Luar Secara fisik bentuk Gereja Katolik Puh Sarang Kediri, bangunan utamanya menyerupai bentuk sebuah tenda (Mahatmanto,2001) yang ditopang dengan “soko guru” pada keempat sudutnya dengan bentuk pilar segitiga atau pilar berbentuk huruf “A” (Budijanto,1994:75). Bagian depan gereja adalah serambi yang menyerupai pendopo dalam bangunan tatanan arsitektur Jawa. Namun yang unik, pendopo ini mempunyai bentuk yang berbeda dari pendopo pada umumnya. Konstruksi bangunan gereja menyerupai rumah orang Minangkabau atau pelana kuda dari rumah tradisional Sunda Besar (Budijanto,1994:91). Menurut Hidayatun (2006: hal 2), gereja Puhsarang ini mempunyai unsur ke-Bhineka Tunggal Ika-an yang sangat kental. Yang

Universitas Kristen Petra 40

beraneka ragam yang menjadi satu kesatuan. Hal ini diuraikan sebagai berikut: Konsep Gereja Puhsarang dilandasi oleh pemikiran yang diambil dari pengetahuan Jawa, termasuk konsep arsitektur tradisional Jawa dipadukan dengan konsep 2 tradisional, yaitu Majapahit dan Batak/Minangkabau lainnya yang kemudian dikawinkan dengan konsep Liturgis Gereja Katolik. Sedangkan sebuah majalah interior yang mengamati perkembangan interior dan arsitektur mengulas tentang Puhsarang, hasil yang pengamatan diulas membuahkan wacana: Bangunan gereja terdiri dari dua bagian yang menyatu dengan dua atap yang terpisah. Bangunan utama yang merupakan bagian dari altar dan ruang ibadah menggunakan atap perisai dengan puncak atap diberi sentuhan arsitektur Batak plus salib yang ornamenetik ( Majalah Laras 84.Desember 1996. hal 105).

1.8.2. Asumsi Bentuk dan Makna Pada gereja lama, disana terdapat banyak dipakai simbol-simbol atau peristiwa yang diambil dari kitab suci. Bentukan gereja mengacu pada konsep dimana tempat/gereja yang mirip pada sebuah tenda yang berarti tabernaculum yang merujuk pada tempat penyimpanan sakramen Maha Kudus (Hidayatun, 2003: hal 9). Menurut Yulianto Sumalyo dalam buku yang berjudul “Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,1993” mengatakan bahwa Gereja Puh Sarang adalah gereja yang sarat dengan simbolisme dan semua aspek termasuk budaya setempat dan filsafat agama dipadukan dalam bentuk arsitektur dengan amat selaras (art cit,1993:18).

1.9. Rangkuman dari Studi Kepustakaan Dari sumber berbagai buku, banyak disimpulkan bahwa interior gereja Puhsarang mendapatkan pengaruh-pengaruh dari luar

Universitas Kristen Petra 41

daerah dalam aplikasinya sebagai sebuah gereja lokal. Penjelasannya adalah sebagai berikut: a. budaya lokal yaitu Jawa. Tabel 1.3. Rangkuman Spesifikasi Rumah Jawa Pendopo 2. Ruang terbuka dan paling luas. 3. Area penerima tamu. 4. Terdapat 4 soko guru. 5. Memusat, dengan ketinggian plafon tepat di tengah. 6. Terletak di bagian depan rumah. Pringgitan • Ruang transisi antara area formal dan informal • Tempat pagelaran wayang. • Tempat penyambutan dan pelepasan tamu. Dalem • Ruang keluarga • Terdapat 3 senthong, yaitu; sethong kiwa,tengah, tengen. Senthong • Area tempat tidur kiwa/senthong • Tempat menyimpan beras dan hasil pertanian. barat • Tempat untuk berusia lanjut dan istirahat. Senthong tengah • Sengaja dibiarkan kosong • Disebut Dalem Agung • Tempat pusaka keluarga • Tempat pemujaan Dewi Sri • Tempat yang bernilai sakral tertinggi • Level lantai yang paling tinggi di antara ruang lainnya. • Tempat tidur pengantin baru Senthong • Area tempat tidur tengen/senthong • Tempat penyimpanan alat pertanian. timur • Tempat kelahiran dan pertumbuhan Gandhok • Kamar-kamar memanjang di kiri kanan pringgitan dan dalem.

Universitas Kristen Petra 42

• Tempat aktivitas sehari-hari sebagian besar keluarga dilakukan. • Fungsinya dapat berubah-ubah, secara fleksibel sesuai kebutuhan. Pawon • Dapur dengan desain ruangan yang luas • Terletak di luar rumah • Merupakan gugus bangunan bebas di dekat sumur. Pagongan • Bangunan panjang tempat penyimpanan gamelan • Menghadap ke arah utara. b. Pengaruh atap dari Batak dan Bentukan melengkung atap dari gereja Puhsarang mendapatkan pengaruh dari atap Batak dan rumah Gadang. Ciri-ciri dari rumah Batak: • Penampang atap yang luar biasa panjang • Denah persegi empat • Menggunakan lantai panggung • Atap jerami dan ijuk kelapa • Dinding segitiga • Atap mengarah keluar • Rusuk rumah Batak terbuat dari kayu dan bahan alami lainnya. • Konstruksi rumah Batak tanpa menggunakan paku • Memakai konstruksi sambungan tanggan dan lumping atau diikat dengan tali serat ijuk. • Tiang rumah bersandar pada fondasi batu. • atap pelana dan sopi-sopi atap memiring keluar. c. Puncak atap gereja utama bentukannya menyerupai bentuk limas an, mendapat pengaruh dari Batak Karo. Ciri-ciri dari atap Batak Karo adalah: • Atap utama ditumpuk bertingkat lebih tinggi. • Denah atap utama berbentuk silang. • Denah bersopi-sopi di semua sudut atap.

Universitas Kristen Petra 43

d. Simbol-simbol gereja dari Kitab Suci Tabel 1.4. Rangkuman Simbol-simbol Gereja 1. Alpha dan Omega Lambang dari Tuhan Yesus 2. IHS Lambang dari Tuhan Yesus 3. Simbol Chi Rho Christos adalah nama untuk Tuhan Yesus 4. Anak Domba Allah Tuhan Yesus sendiri 5. Burung merpati Roh Kudus 6. Tujuh lidah api Tujuh rupa kuasa-kuasa Roh Kudus 7. Manusia bersayap Penginjil Matius 8. Singa bersayap Penginjil Markus 9. Kerbau bersayap Penginjil Lukas 10. Elang Penginjil Yohanes 11. Bahtera Nuh Gereja Tuhan 12. Kota di atas batu Gereja Tuhan karang 13. Sarang lebah Anggota jemaat yang saling bekerja sama 14. Tabernakel Tempat korban persembahan dan tempat penyimpanan dua loh batu. 15. Singa Suku Yehuda 16. Serigala Suku Benyamin 17. Tujuh kaki dian Tujuh karunia Roh, perlengkpan liturgi. 18. Roti dan anggur Tubuh dan Darah Kristus 19. Tubuh dan Darah Pembersihan dosa dan penganugrahan Kristus keselamatan dan hidup baru. 20. Minyak Daya kekuatan Allah yang memberikan kekuatan bagi perjuangan hidup manusia dan penyertaan Allah dalam tugas kepemimpinan (tahbisan). 21. Api dan terang Terang Kristus sendiri yang telah bangkit dari wafat-Nya. 22. Garam Pembersihan.

Universitas Kristen Petra 44

23. Abu - Rasa tobat dan penyesalan karena manusia mengakuikerapuhan dan kelemahannya; - harapan akan kebangkitan, dimana segala sesuatu akan lenyap dan hangus oleh nyala api dan digantikan oleh bumi dan langit yang baru. - Simbol kepedihan hati yang mendalam Dipakai untuk keperluan pembersihan dan silih atas dosa.

1.10. Metode Penelitian 1.10.1. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan jenis deskriptif kualitatif Penelitian yang bersifat deskriptif memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu.(Koentjaraningrat,1977:44). Sesuai dengan rumusan masalah yang hendak dicari jawabannya, yaitu bertujuan untuk menjabarkan atau menggambarkan pergeseran makna pada interior gereja Katolik Puh Sarang Kediri. Menurut Drs. Benyamin Maftuh,M.Pd.,MA & Drs. Yadi Ruyadi,M.Si (2000), hal-hal yang menjadi anggapan dari penelitian deskriptif kualitatif adalah obyek atau fenomena dapat diklasifikasikan menurut fungsi, bentuk, warna, bahan dan dimensi. Metode pendekatan yang dilakukan ini lebih mengutamakan kualitas data, yaitu data mengenai gambaran interior gereja yang diklasifikasikan menurut fungsi, bentuk, warna, bahan dan lain-lain yang tercantum dalam ruang lingkup masalah.

1.10.2. Metode pengumpulan data Observasi yang dilakukan langsung pada obyek membuahkan data primer, yaitu interior gereja Katolik Puh Sarang Kediri. Pengumpulan data sekunder melalui metode wawancara dan studi kepustakaan, serta dilengkapi dokumentasi gereja Puh Sarang Kediri.

Universitas Kristen Petra 45

Wawancara dilakukan berupa wawanacara tak terstruktur yang bebas, tidak terfokus pada obyek dengan jumlah narasumber yang tidak ditentukan. Wawancara sambil lalu dengan penduduk desa Puh Sarang dapat melengkapi data sekunder. Studi kepustakaan dapat dilakukan terhadap literatur-literatur yang berkenaan dengan gereja Katolik Puh Sarang Kediri, gereja Katolik universal dan kebudayaan Hindu Jawa. Data primer maupun data sekunder yang digolongkan sebagai data lapangan diharapkan berupa foto-foto, sketsa-sketsa, catatan hasil wawancara, dan catatan hasil pengamatan. Sedangkan data sekunder yang digolongkan sebagai data literatur dapat diperoleh melalui studi pustaka terhadap jurnal, buku-buku, artikel majalah/surat kabar/internet yang berhubungan dengan topic yang diteliti.

1.10.3. Metode pengolahan dan analisis data Data lapangan maupun data literatur, dikelompokkan berdasarkan poin-poin yang dipergunakan dalam analisis, yaitu unsur- unsur rancang bangun desain interior yang didata kembali secara kontekstual. Kelompok-kelompok yang terbentuk meliputi: kelompok data yang berhubungan dengan organisasi ruang, kelompok data yang berhubungan dengan perabot, dan sebagainya. Selanjutnya analisis akan dilakukan dengan memperbandingkan data literatur dan data lapangan yang terdapat dalam satu kelompok. Dari hasil analisis komparatif/perbandingan tersebut selanjutnya dapat disusun matriks (sintesis) yang mempermudah penarikan kesimpulan mengenai gambaran fisik pergeseran makna pada gereja Katolik Puh Sarang Kediri. Pengelompokan dianalisa secara deskriptif kualitatif dalam bentuk, uraian, gambar dan lain-lain. Disebut deskriptif karena merupakan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat, dengan mempelajari masalah-masalah dalam umat, serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, serta proses-proses yang berlangsung dan pengaruhnya dari suatu fenomena.

Universitas Kristen Petra