Makna Simbolik Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu di Desa

Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten Jawa Tengah

SKRIPSI

OLEH :

OKTINA TRIAS WIJAYANI

G. 311.12.0060

PROGRAM STUDI S1 – ILMU KOMUNIKASI

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS

SEMARANG

2016

MOTTO

Jangan pernah kamu meremehkan kemampuanmu.

Jika kamu menyadari betapa kuatnnya

pikiranmu

pasti kamu ga akan pernah berfikir untuk

Menyerah

 tetap semangat 

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk:

 Bapak dan Ibu yang selalu mendukung serta memberikan do’a selama

proses pembuatan Skripsi.

 Seluruh keluarga besar dan teman – teman masa kecil yang selalu

mendo’akan dan mendukung saya selama proses pembuatan skripsi.

 Bapak Edi Nurwahyu Julianto, S.Sos., M.I.Kom., Bapak Yulianto Budi

Setiawan, S.S yang telah membimbing saya pada saat pembuatan skripsi

dari awal sampai selesai

 Wawan Adi Darmawan terima kasih untuk bantuan dan semangat yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi  Sahabat seperjuangan selama menenempuh pendidikan S1 di USM

Himawari

 Ilmu Komunikasi angkatan 2012. Terimakasih untuk kebersamaannya

selama ini. Tetap solid dalam kesederhanaan.

 Seluruh dosen Ilmu Komunikasi. Terimakasih untuk waktu, ilmu yang bermanfaat dan bimbingannya selama ini kepada penulis.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu dan tanpa adanya halangan yang berarti.

Penyusunan skripsi merupakan salah satu syarat wajib yang harus ditempuh selain untuk menuntas program studi yang penulis tempuh. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis ingin mengungkapkan terima kasih kepada :

1. Yulianto Budi Setiawan S.Sos., Edi Nurwahyu Julianto, S.Sos., M.I.Kom., selaku pembimbing dan Fajriannoor Fanani, M.I.Kom selaku dosen wali yang telah memberikan nasihat dan sarannya untuk akademik penulis dan bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penyusunan skripsi dari awal sampai selesai 2. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi, M. Chaerul Latief, M.Si, Errika Dwi Setya Watie, Gita Aprinta, terimakasih untuk semua materi, bimbingan dan arahannya yang telah diberikan kepada penulis, semoga bermanfaat. 3. Muhammad Hariyanto dan Ali Imron yang telah memberi informasi kepada penulis yang sangat bermanfaat yaitu tentang upacara yaa qowiyyu desa jatinom. 4. pihak P3KAG yang telah banyak memberikan bantuan selama dalam menyelesaikan skripsi 5. Keluarga tercinta (ibu, bapak, dan kakakku) yang selalu mendoakan dan menjadi support terbesar di dalam menyelesaikan skripsi 6. Wawan Adi Darmawan terima kasih untuk motivasi, bantuan dan semangat yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi 7. Kesti, bhekti, eliz, sarah, lita, ratih, jojo, diah dan lainnya terimakasih untuk semua canda tawa dan waktu kebersamaannya.

8. Teman – teman Ilmu Komunikasi angkatan 2012,senang bisa berada di tengah – tengah kalian. Terimakasih untuk kesederhanaan 4 tahun waktu bersamanya. Yang saya tahu, kalian LUAR BIASA! Penulis akui, penulis tidaklah sempurna seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak, begitu pula dalam penulisan ini, apabila nantinya terdapat kekeliruan dalam penulisan skripsi ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saranya. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat bagi kita semua

Semarang, Agustus 2016 Penulis

Oktina Trias Wijayani

ABSTRAK

Oktina Trias Wijayani, G.311.12.060. Makna Simbolik Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu di Desa Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Skripsi : Program Studi S-1 Ilmu Komunikasi, Universitas Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna simbolik yang terkandung dalam Proses Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu di Desa Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten Jawa Tengah Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori simbol oleh sussane langer yang menyatakan bahwa sebuah simbol atau kumpulan simbol- simbol bekerja dengan menghubungkan sebuah konsep, ide umum, pola dan bentuk. Simbol adalah konseptualisasi manusia tentang suatu hal, sebuah simbol ada untuk sesuatu Metode yang digunakan adalah wawancara dan observasi dilapangan. Peneliti memilih purposive sampling sebagai teknik pengambilan sampel. Studi kasus penelitian dilakukan di Desa Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Disimpulkan bahwa penelitian ini dapat mengetahui Makna Simbolik Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu yang sampai saat ini masih di lakukan oleh masyarakat Desa Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten Jawa Tengah sebagai rasa syukur masyarakat setempat kepada Tuhan Yang maha Esa, mengingat cikal bakal jatinom yaitu ageng gribig. Keterkaitan penelitian ini dengan kajian komunikasi adalah masyarakat dapat membentuk suatu nilai kehidupan dengan menerapkannya dalam bentuk simbol yang dapat disepakati bersama oleh pelakunya sehingga membentuk suatu kebudayaan.

ABSTRACT

Oktina Trias Wijayani, G.311.12.060. Symbolic meaning Saparan Yaa Qowiyyu tradition in the village Jatinom Jatinom District of Klaten district of Central . Thesis: Study Program S-1 Communication Studies, University of Semarang. This study aims to determine the symbolic meaning contained in the Process Saparan Yaa Qowiyyu tradition in the village Jatinom Jatinom District of Klaten regency, The theory used in this research is the theory of the symbol by sussane langer which states that a symbol or set of symbols works by connecting a concept, the general idea, patterns and shapes. Symbols are human conceptualization of a thing, there is a symbol for something The methods used were interviews and field observations. Researchers chose purposive sampling as a sampling technique. Case study research conducted in the Village Jatinom Jatinom District of Klaten district of Central Java. It was concluded that this study could determine the Symbolic Meaning Yaa Qowiyyu Saparan tradition which is still done by the villagers Jatinom Jatinom District of Klaten district of Central Java as the gratitude local community to God the almighty One, given the forerunner Jatinom namely Kyai Ageng Gribig. The linkage of this research is to study communications community to set a value of life by applying them in the form of symbols that can be agreed by the perpetrators so as to form a culture.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i

LEMBAR PERSETUJUAN ...... ii

LEMBAR PENGESAHAN ...... iii

PERNYATAAN ...... iv

MOTTO ...... v

PERSEMBAHAN ...... vi

KATA PENGANTAR ...... vii

ABSTRAK ...... ix

ABSTRACT ...... x

DAFTAR ISI ...... xi

DAFTAR BAGAN...... xiv

DAFTAR GAMBAR...... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...... xvi

Bab I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1

1.2 Rumusan Masalah ...... 6

1.3 Tujuan Penelitian ...... 6

1.4 Manfaat Penelitian ...... 7

1.4.1 Manfaat Teoritis ...... 7

1.4.2 Manfaat Praktis ...... 7

Bab II. KajianPustaka

2.1 TeoriSimbol ...... 8

2.2 Tradisi ...... 13

2.3 KomunikasiBudaya...... 15

2.4 Kerangkaberpikir ...... 18

Bab III. Metodologi Penelitian

3.1 Lokasi Penelitian ...... 19

3.2 Bentuk dan Strategi Penelitian ...... 19

3.3 Data dan Sumber Data ...... 20

3.3.1 Sumber Data Primer ...... 20

3.3.2 ...... S

umber Data Sekunder ...... 21

3.4 ...... T

eknik Sampling ...... 21

3.5 ...... T

eknik Pengumpulan Data ...... 22

3.5.1 ...... O

bservasiPasif ...... 22

3.5.2 ...... W

awancara ...... 23

3.5.3 ...... 3

.5.3 Studi Pustaka ...... 24

3.6 ...... V

aliditas Data ...... 24

3.7 ...... T

eknik Analisis Data ...... 25

Bab IV. HasildanPembahasan

4.1 ...... D

eskripsiObjek ...... 27

4.1.2 ...... G

ambaranUmumDesaJatinom ...... 27

4.1.3 ...... S

ejarahUpacaraTradisiSaparanYaaQowiyyu ...... 29

4.2 ...... H

asilPenelitian ...... 32

4.2.1 ...... P

rosesiUpacaraTradisiSaparanYaaQowiyyu ...... 33

4.3 Pembahasan ...... 39

Bab V. Penutup

5.1 ...... K

esimpulan ...... 46

5.2 ...... I

mplikasi ...... 47

5.2.1 ...... I

mplikasiTeoritis ...... 47

5.2.2 ...... I

mplikasiMetodologis ...... 48

5.2.3 ...... I

mplikasiPraktis ...... 48

5.3 ...... S

aran ...... 49

DaftarPustaka ...... 50

Lampiran ...... 84

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.Kerangka Berfikir…….….……………………………………………. 18

Bagan 2.Analisis Interaktif………..……………………………………………. 26

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Gunungan Apem …………………………………………………. 41

Gambar 4.2 Prosesi Sebar Apem …………………………….………….…….. 42

DAFTAR LAMPIRAN

1. Field Note Informan 1

2. Field Note Informan 2

3. DokumentasiFoto

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Agama islam di memiliki riwayat yang sangat panjang dalam penyebarannya. Masyarakat Indonesia pada umumnya masyarakat jawa telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum islam masuk ke

Indonesia. Kepercayaan tersebut telah mendarah daging dalam kehidupan masyarkat. Dalam melaksanakan berbagai aktivitasnya masyarakat selalu dipengaruhi oleh keyakinan dan nilai menurut sistem kepercayaan.

Masyarakat jawa memiliki kebudayaan yang beragam, hal ini dikarenakan oleh kondisi sosial budaya masyarakat antara satu dengan yang lainnya berbeda.

Kebudayaan adalah cara berfikir dan cara manusia untuk menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan kelompok yang membentuk kesatuan sosial dalam ruang dan waktu (A. Syahri, 1985: 2). Manusia menyerahkan diri dengan sikap hormat agar tidak terjadi suatu malapetaka. Usaha untuk mendekati alam semesta dan juga roh atau arwah leluhur dilakukan melalui rangkaian upacara beserta kelengkapan upacara seperti selamatan atau kenduren dengan berbagai macam simbol atau lambang yang memberikan informasi kepada para pelaku tentang hubungannya kepada Tuhan Yang Esa. Budaya manusia penuh diwarnai dengan simbolisme yaitu mengikuti pola-pola yang mendasarkan diri pada simbol-simbol

(Budiono Herusatoto, 2000: 26). Dalam masyarakat jawa, salah satu simbol ini

biasanya berwujud pusaka atau sajian-sajian. Wujud sajian yang disajikan itu mengikuti dengan jenis dan tujuan upacara.

Tradisi adalah kebiasaan-kebiasaan turun-temurun sekelompok masyarakat yang bersangkutan. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat gaib atau keagamaan (Mursal Esten,

1992: 14). Di dalam tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia yang lain atau satu kelompok manusia dengan kelompok yang lain, bagaimana manusia bertindak terhadap lingkungannya, dan bagaimana perilaku manusia terhadap alam yang lain.

Banyak tradisi yang dilakukan oleh masyarakat jawa salah satunya adalah tradisi saparan. Dalam masyarakat jawa safar telah dianggap sebagai bulan yang paling baik untuk melakukan upacara tradisi bersih desa saparan. Upacara bersih desa tersebut tidak hanya diselenggarakan di beberapa tempat Yogyakarta seperti di

Gamping (bekakak), Wonoselo (sebar apem) atau Wonokromo (rebo pungkasan) akan tetapi ada pula di Jawa Tengah yaitu di Jatinom Klaten.

Desa Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten klaten Jawa Tengah merupakan salah satu desa yang sampai sekarang ini masih melestarikan tradisi Saparan Yaa

Qowiyyu. Desa Jatinom merupakan desa yang menghubungkan antara Klaten dan

Boyolali. Menurut Muhammad Daryanta selaku juru kunci dan sekertaris kantor

P3KAG, Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu merupakan tradisi rutin tahunan yang dilakukan pada bulan safar penanggalan jawa tanggal 12 naik, 20 turun yang puncak acaranya jatuh pada hari jum’at.

Tradisi ini dilakukan untuk mengingat cikal bakal Jatinom yaitu Kyai Ageng

Gribig yang merupakan seorang tokoh penyebar agama Islam di Jatinom.

Tradisi ini diawali dari suatu peristiwa pembagian kue apem oleh Kyai Ageng

Gribig pada 15 sapar 1511 H, pada waktu itu Kyai Ageng Gribig baru saja pulang dari tanah suci Mekkah setelah menunaikan rukun islam yang ke lima dan membawa oleh-oleh berupa segumpal tanah liat, air dan roti gimbal untuk diberikan kepada para santrinya dan tanah liat tadi di tanam di oro-oro tarwiyah dan roti gimbal tersebut diberikan kepada santrinya seusai memberikan dakwah. setiap bulan sapar dalam penanggalan jawa atau islam di desa jatinom diadakan sebar apem atau yang sering disebut dengan “Yaa Qowiyyu”. Dalam upacara tradisi saparan Yaa Qowiyyu tersebut dipastikan mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat setempat. Bukan hanya mengikuti tradisi yang diturunkan oleh nenek moyang dari jaman dahulu, pastinya masyarakat setempat mengerti akan makna-makna yang terkandung dalam runtutan upacara tradisi saparan Yaa

Qowiyyu maupun peralatan lainnya yang tentunya mepunyai arti tersendiri dalam upacara tradisi saparan Yaa Qowiyyu tersebut. Masyarakat jatinom biasanya menjadikan perayaan ini sebagai ajang silaturahmi ke sanak saudara. Pada saat perayaan itu di setiap rumah pasti membuat kue apem yang nantinya akan disajikan ke para tamu yang datang dan di sedekahkan ke kantor P3KAG yang letaknya di dekat makan Kyai Ageng Gribig untuk perayaan Yaa Qowiyyu.

Kebudayaan mempunyai hubungan erat dengan komunikasi menurut menurut

Walstrom komunikasi merupakan pengalihan informasi dari seseorang kepada orang lain (Liliweri, 2002: 9). Dengan demikian budaya tidak akan tercipta

dengan adanya komunikasi. Melalui komunikasi masyarakat dapat mewariskan unsur-unsur kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikunya serta dari satu tempat ke tempat lainnya.Budaya merupakan hasil perumusan pemikiran manusia yang dibentuk dan di publikasikan melalui komunikasi.

Manusia membentuk suatu kebudayaan dengan mengkomunikasikan suatu hal melalui simbol-simbol. Seperti yang dikatakan ernest Cassirer bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal syimbolcium (Deddy Mulyana 2005: 84). Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunnjukkan sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Kebudayaan sebagai sistim simbol mempunyai makna yang sangat luas. Semua objek apapun tentang hasil kebudayaan yang mempunyai makna dapat disebut simbol.

Berdasarkan fenomena di atas, maka Penulis tertarik untuk melakukan penelitian komunikasi tentang memahami makna simbolik Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu

Desa Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Peneliti ingin bisa memberikan pengetahuan kepada masyarakat apa makna simbolik di setiap prosesi tradisi saparan Yaa Qowiyyu. Penelitian sejenis yang sudah ada sebelumnya yaitu dengan judul “Pergeseran Makna Budaya Bekakak Gamping” oleh Fiki Trisnawati Wulandari Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN”

Yogyakarta tahun 2011 penelitian tersebut menggunakan metode analisis semiotika dengan hasil penelitian mengetahui makna dalam simbol-simbol yang

digunakan dalam upacara saparan bekakak serta melihat sejauh mana pergeseran makna terhadap upacara ini seiring dengan perkembangan jaman.

Selain penelitian mengenai upacara tradisi Bekakak Gamping di Sleman, ada satu lagi penelitian yang berhubungan dengan tradisi masyarakat Jawa, dimana penelitian tersebut memiliki objek sama seperti yang penulis akan teliti. Penelitian berjudul “Upacara Yaa Qowiyyu dan Perubahan Sosial Masyarakat Jatinom” berfokus pada bagaimana gambaran ritual acara Yaa Qowiyyu dan perubahan sosial masyarakat Jatinom serta pengaruhnya terhadap ritual Yaa Qowiyyu.

Peneliti pada penelitian tersebut menggunakan teori sosiologi klasik terkemuka milik Max Weber, dimana menitik beratkan pada nilai - nilai dan perubahan sosial yang akan disajikan secara garis besar.

Berbeda dengan penelitian yang akan Penulis lakukan lebih terfokus pada makna simbolik Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu dengan teori simbol Susanne Langer namun, secara objek penulis memilih upacara tradisi Saparan Yaqowiyyu seperti penelitian milik Muh. Gozali Hasan A. mahasiswa Universitas Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta. Sisi menarik dari tradisi Saparan Yaa Qowiyyu menurut penulis adalah didasarkan pada filosofinya yang cukup dalam dalam penyebaran agama Islam semasa Kyai Ageng Gribig menyebarkan agama Islam di wilayah

Jatinom.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana Makna Simbolik Yang

Terkandung Dalam Proses Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu di Desa Jatinom

Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten Jawa Tengah ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas Penulis melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui makna simbolik yang terkandung dalam Proses Tradisi

Saparan Yaa Qowiyyu di Desa Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten

Jawa Tengah

2.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis pada penelitian ini yaitu sebagai kontribusi dan penerapan teori komunikasi yaitu teori simbol Susanne Langer untuk memahami simbol-simbol terkandung dalam proses Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu Desa Jatinom Kecamatan

Jatinom Kabupaten Klaten Jawa Tengah.

1.4.2 Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini dapat memberikan deskripsi dan pengertian mengenai pemahaman makna simbolik yang terkandung dalam Tradisi Saparan Yaa

Qowiyyu Desa Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten Jawa Tengah.

Dengan membaca penelitian ini diharapkan pembaca dapat megetahui makna simbolik yang terkandung proses Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu sehingga dapat menjawab rasa ingin tahu para pembaca

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 TEORI SIMBOL

Teori simbol yang terkemuka dan sangat bermanfaat diciptakan oleh Susanne

Langer, Penulis Philosophy in a New Key yang sangat diperhatikan oleh pelajar yang mempelajari simbiolisme. Teori Langer sangat bermanfaat karena teori ini menegaskan beberapa konsep dan istilah yang biasa digunakan dalam bidang komunikasi. Teori ini memiliki standarisasi untuk tradisi semiotik dalam kajian komunikasi.

Langer adalah seorang filsuf, memikirkan simbiolisme yang menjadi inti pemikiran filosofi karena simbolisme mendasri pengetahuan dan pemahaman semua manusia. Simbol digunakan dengan cara yang lebih kompleks dengan membuat seseorang untuk berpikir tentang sesuatu yang terpisah dari kehadirannya. Sebuah simbol adalah “sebuah instrument pemikiran”. Simbol adalah konseptualisasi manusia tentang suatu hal, sebuah simbol ada untuk sesuatu (Littlejohn, 2009: 153).

Sebuah simbol atau kumpulan simbol-simbol bekerja dengan menghubungkan sebuah konsep, ide umum, pola, ataau bentuk. Menurut Langer, konsep adalah makna yang disepakati bersama-sama di antara pelaku si komunikasi. Bersama, makna yang disetujui adalah makna denotasi, sebaliknya gambaran makna pribadi adalah makna konotasi. Langer memberi contoh dengan, jika kita sedang melihat

sebuah lukisan karya Vincent Van Gogh, kita akan memberikan makna bersama- sama dengan orang yang sedang melihat lukisan tersebut secara nyata, dengan makna denotasi. Begitu pula dengan si pelukis sendiri mempunyai makna pribadi sendiri atau konotasi untuk arti dari lukisan tersebut.

Suatu tanda atau simbol merupakan suatu stimulus yang menandai kehadiran sesuatu yang lain. Dengan demikian suatu tanda berhubungan erat dengan maksud tindakan yang sebenarnya (Morissan, 2013: 89). Makna yang kita berikan pada sebuah simbol merupakan produk dari interaksi social dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu. Contoh dengan sebuah cincin yang merupakan simbol ikatan resmi dan emosional, dan karenanya kebanyakan orang menghubungkan simbol ini dengan konotasi positif.

Walaupun demikian beberapa orang melihat pernikahan sebagai sebuah institusi yang opresif. Orang-orang tersebut akan memberikan reaksi yang negatif terhadap cincin kawin dan segala simbol lainnya yang mereka anggap sebagai situasi yang merendahkan (Richard West, 2008: 99).

Langer memandang makna sebagai sebuah hubungan kompleks diantara simbol, objek, dan manusia yang melibatkan denotasi (makna bersama) dan konotasi

(makna pribadi).Abstraksi, sebuah proses pembentukan ide umum dari sebentuk keterangan konkret, berdasarkan pada denotasi dan konotasi dari simbol. Langer mencatat bahwa proses manusia secara utuh cenderung abstrak. Ini adalah sebuah proses yang mengesampingkan detail dalam memahami objek, peristiwa, atau situasi secara umum. Hal tersebut menjelaskan suatu benda maupun peristiwa

dengan simbol tertentu, pemaknaannya dapat diartikan secara luas. Langer memberi contoh dengan kata anjing, secara denotasi mengacu pada sebuah binatang berkaki empat, tetapi bukan gambaran secara keseluruhan, tingkat detail apapun atau abstraksi selalu menyisakan sesuatu. Semakin abstrak simbol, gambaran semakin kurang lengkap (Littlejohn, 2009: 152-155).

Keterkaitan teori dengan penelitian ini adalah sama-sama mengungkap tentang simbol yang bisa diartikan secara luas maupun abstraksi. Sebagai contoh dalam konteks penelitian ini salah satunya adalah apem dalam tradisi saparan Yaa

Qowiyyu di desa Jatinom, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten Jawa Tengah yang merupakan salah satu dari simbol, hal tersebut dapat diartikan secara luas, mungkin sekilas jika kita melihat apem hanyalah berupa makanan atau jajanan pasar yang bisa dimakan bahkan sudah tidak asing lagi bagi kita karena dapat kita jumpai di berbagai tempat. Akan tetapi bagi masyarakat desa Jatinom yang mempunyai tradisi saparan Yaa Qowiyyu, apem sendiri pastinya mempunyai makna tersendiri. Mereka pasti mempunyai anggapan yang lebih tentang apem tersebut dibandingkan dengan kita yang menganggap apem itu sebagai hal yang biasa atau sebuah makana yang biasa.

Dalam teori ini menjelaskan simbol merupakan konseptualisasi seseorang terhadap suatu hal. Berkaitan dengan penelitian ini makna simbolik yang tersirat dalam tradisi saparan Yaa Qowiyyu merupakan suatu penciptaan makna yang disepakati bersama oleh masyarakat setempat akan simbol yang terdapat dalam tradisi saparan Yaa Qowiyyu.

Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok orang.Lambang meliputi kata- kata (pesan verbal), perilaku non verbal dan objek yang maknanya disepakati bersama (Mulyana, 2005: 84). Deddy Mulyana juga menjelaskan bahwa simbol mempunyai beberapa sifat yaitu Pertama simbol bersifat sembarang, mana suka, atau sewenang-wenang. Apa saja bisa dijadikan lambang bergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata (lisan atau tulisan), isyarat anggota tubuh, makanan, cara makan, tempat tinggal, jabatan (pekerjaan), olahraga, hobby, peristiwa, hewan, tumbuhan, gedung, alat (artefak), angka, bunyi, waktu, dan sebagainya. Semua itu bisa menjadi lambang. Kedua simbol pada dasarnya tidak mempunyai makna, kitalah yang memberikan makna pada simbol itu sendiri.

Makna sebenarnya ada dalam kepala kita, bukan terletak pada simbol itu sendiri.

Kalapun ada orang yang mengatakan bahwa kata-kata mempunyai makna, yang ia maksudkan sebenarnya bahwa kata-kata itu mendorong orang untuk memberi makna. Sebagian orang percaya bahwa angka-angka tentu mengandung makna- makna tertentu, misalnya: kualitas (bagus atau jelek), kekuatan, keberuntungan, atau kesialan. Begitulah angka 9 atau 10, seperti huruf A (nilai ujian mahasiswa), sering diasosiasikan dengan kualitas atau prestasi yang tinggi. Namun angka rendah pada urutan 1,2,3 justru menunjukkan kualitas tertinggi bila digunakan untuk mengukur calon anggota DPR. Ketiga simbol atau lambang itu bervariasi.

Simbol itu bervariasi dari satu budaya ke budaya lain, dan dari suatu konteks waktu ke konteks waktu yang lain. Begitu juga makna yang diberikan kepada simbol tersebut. Untuk menyebut benda yang anda baca sekarang ini orang

Indonesia menggunakan kata buku, orang inggris book, oang jerman buch, dan orang arab kitab. Pendek kata, kita hanya memperlakukan kesepakatan mengenai suatu simbol. Kalau kita sepakat semua, kita bisa saja menamai benda berkaki empat yang biasa kita duduki dengan “meja” bukan “kursi” (Deddy Mulyana,

2005: 85-95)

2.2 TRADISI

Tradisi adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat serta lain-lain yang berkaitan dengan kemampuan dan kebiasaan manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardi bahwa kebudayaan adalah semua hasil cipta, krasa rasa dan karya manusia dalam masyarakat (Purwanto, 2007: 22). Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddaya yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Maka kebudayaan diartikan sebagai hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.

Sedangkan menurut Mursal Esten, tradisi adalah kebiasaan-kebiasaan turun- temurun sekelompok masyarakat yang bersangkutan (Mursal Esten, 1992: 14).

Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat gaib atau keagamaan. Di dalam tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia yang lain atau satu kelompok manusia dengan kelompok yang lain, bagaimana manusia bertindak terhadap lingkungannya, dan bagaimana perilaku manusia terhadap alam yang lain. Ia

berkembang menjadi suatu sistem, memiliki pola dan norma yang sekaligus juga mengatur penggunaan sanksi dan ancaman terhadap pelanggaran.

Menurut arti yang lebih sempit dari tradisi sendiri adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada saat ini, belum dihancurkan, dirusak, dibuang atau dilupakan. Disini tradisi hanya berarti warisan, apa yang yang benar-benar tersisa dari masa lalu. Seperti yang dikatakan Shils bahwa tradisi berarti segala sesuatu yang disalurkan atau

Diwariskan dari masa lalu ke masa kini (Piotr Sztompka, 2010: 70).

Tradisi merupakan suatu system yang menyeluruh, yang terdiri dari cara aspek dan pemberian arti terhadap laku ujaran, laku ritual dan berbagai jenis laku lainnya dari manusia atau sejumlah manusia yang melakukan tindakan satu dengan yang lain (Wasid, 2011: 30). Dengan demikian menyalahi suatu tradisi telah mengganggu keselaran serta merusak tatanan dan stabilitas baik dalam hubungan yang bersifat kecil maupun besar.

Ada beberapa kriteria dalam tradisi yang dapat dibagi dengan mempersempit cakupannya. Dalam pengertian yang lebih sempit inilah tradisi hanya berarti bagian-bagian warisan sosial khusus yang memenuhi syarat beberapa saja yakni yang masih tetap bertahan hidup di masa kini. Dilihat dari aspek benda materialnya yakni benda yang menunjukkan dan mengingatkan kaitan-kaitan secara khusus dengan kehidupan masa lalu. Bila dilihat dari aspek gagasan seperti keyakinan, kepercayaan, simbol-simbol, norma, nilai dan ideologi haruslah yang benar-benar mempengaruhi terhadap pikiran dan perilaku yang bisa melukiskan

terhadap makna khusus masa lalunya. Seperti halnya tradisi saparan Yaa Qowiyyu yang merupakan hasil dari nilai yang dibentuk masyarakat setempat dalam melakukan tindakan yang di dalamnya terdapat norma yang memiliki arti tersendiri dalam perilaku masyarakat. tradisi ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dan bahkan menjadi bagian yang harus diyakini oleh masyarakat desa

Jatinom. Sebagai contoh pada saat tradisi seperti ini masyarakat meyakini kurang afdhol rasanya jika pada saat tradisi saparan Yaa Qowiyyu masyarakat jatinom tidak membuat apem.

2.3 KOMUNIKASI BUDAYA

Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus biasakan sengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya (Koetjaningrat,

1997) dari definisi tersebut layak diamati bahwa dalam kebudayaan itu ada gagasan, budi, dan karya manusia; gagasan dan karya manusia itu akan menjadi kebudayaan setelah sebelumnya dibiaskan dengan belajar. Memandang kebudayaan dari segi karyanya adalah tidak tepat. Demikian juga melihat sesuatu hanya dari gagasan manusia juga terlihat sempit. Dengan kata lain, kebudayaan menemukan bentuknya jika dipahami secara keseluruhan. Ada tiga wujud kebudayaan yaitu Pertama, wujud sebagai kompleks gagasan, konsep dan pikiran manusia. Kedua, wujud sebaagai suatu kompleks aktivitas. Ketiga, wujud sebagai benda. Melihat dari wujud kebudayaan tentu secara operasional bisa dilihat dari isi kebudayaan yaitu Pertama, peralatan dan perlengkapan hidup manusia

(pakaian, perumahan, alat rumah tanga, senjata alat produksi, transpor). Kedua,

mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, system peroduksi, system distribusi). Ketiga, sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi, politik, system hukum dan perkawinan). Keempat, bahasa (lisan maupun tertulis). Kelima, kesenian (seni rupa, seni gerak, seni suara). Keenam, sistem pengetahuan. Ketujuh, religi (sistem kepecayaan).

Kebudayaan adalah perangkai individu-individu. Manusia tidak akan bisa berbudaya jika tidak ada rangkaian manusia dengan manusia lainnya. Dengan demikian, kebudayaan juga merupakan aktivitas komunal antar manusia (Nurudin,

2004: 50-51).

Komunikasi adalah salah satu wujud kebudayaan. Sebab komunikasi hanya bisa terwujud setelah sebelumnya ada suatu gagasan yang akan dikeluarkan oleh pikiran individu. Jika komunikasi itu dilakukan dalam suatu komunitas, maka menjadi sebuah kelompok aktivitas (kompleks aktivitas dalam komunitas tertentu). Pada akhirnya, komunikasi yang dilakukan tersebut tak jarang membuahkan suatu bentuk fisik. Misalnya karya dari sebuah bangunan. Bukankah bangunan didirikan karena ada konsep, gagasan kemudian didiskusikan (dengan keluarga, pekerja atau arsitek) dan berdirilah sebuah rumah. Maka komunikai nyata menjadi sebuah wujud dari kebudayaan (Nurudin, 2004: 52).

Dengan demikian Komunikasi adalah proses budaya karena di dalamnya ada proses seperti layaknya sebuah proses kebudayaan, punya wujud dan isi serta kompleks keseluruhan. Hubungan antara komunikasi dan budaya bersifat timbal balik, keduanya saling mempengaruhi. Apa yang kita bicarakan, bagaimana kita

kita membicarakannya. Apa yang kita lihat, bagaimana kita berfikir, dan apa yang kita pikirkan dipengaruhi oleh budaya. Pada gilirannya, apa yang kita lihat turut membentuk, menentukan dan menghidupkan budaya kita.

Menurut Deddy Mulyana dalam bukunya menjelaskan bahwa nilai-nilai atau simbol dalam budaya menampakkan diri dalam perilaku para anggota budaya yang dituntut oleh budaya tersebut (Mulyana, 2009: 27). Itu artinya budaya mengkomunikasikan sesuatu hal melalui nilai-nilai atau simbol kepada masyarakat, dan sebaliknya yaitu seseorang mengartikan sesuatu malalui simbol untuk membentuk suatu kebudayaan.

2.4 KERANGKA BERFIKIR

Dalam penelitian ini Penulis ingin mendeskripsikan arti dari makna simbolik yang terkandung dalam tradisi Saparan Yaa Qowiyyu di desa Jatinom Kecamatan

Jatinom Kabupaten Klaten Jawa tengah. Simbol dalam kebudayaan merupakan bentuk komunikasi masyarakat setempat.setiap orang pasti mempunyai pemikiran yang berbeda-beda tentang makna yang terkandung dalam tradisi Saparan.

Kerangka berfikir dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tradisi Saparan Ya Qowiyyu

Teori Simbol

Pemahaman Makna Simbolik tradisi saparan Ya Qowiyyu dalam Komunikasi budaya

Bagan 1 : Kerangka Berfikir Pemahaman Makna Simbolik Tradisi Saparan Yaa

Qowiyyu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Lokasi peneitian ini akan di lakukan di desa Jatinom, Kelurahan Jatinom

Kabupaten Klaten Jawa Tengah tepatnya di makam Kyai Gribig di mana acara

Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu tersebut dilangsungkan.

3.2 BENTUK DAN STRATEGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini Penulis akan menggunakan bentuk penelitian deskriptif kualitatif. Penggunaan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu dimana data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penerapan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitin yang datanya dinyatakan dalam bentuk verbal dan dianalisis tanpa menggunakan teknik statistik. Data yang dihasilkan oleh penelitian kualitatif juga bersifat proses, beda halnya dengan data penelitian kuantitatif yang lebih bersifat produk (Prastowo, 2012: 237). Selain itu

Menurut H.B. Sutopo, penelitian deskripsi menekankan penyajian data dengan deskripsi kalimat yang rinci, lengkap, dan mendalam yang menggambarkan situasi yang sebenarnya dari objek yang diteliti (Sutopo, 2006: 40). Strategi yang digunakan dalam penelitian ini lebih khusus adalah terpancang, dimana menurut

Sutopo bahwa studi kasus terpancang merupakan studi yang tidak bersifat holistik penuh, tetapi sudah memusat (terpancang) pada beberapa variabel yang sudah

ditentukan sebelum Peneliti terjun ke lapangan, namun demikian sifat holistik ini masih tampak pada berbagai faktor yang dipandang saling terkait, terinteraksi, dan faktor-faktor selain variabel utama tidak menjadi fokus atau tidak banyak dibahas

(Sutopo, 2006: 114). Dikarenakan lokasinya di desa Jatinom hanya menyangkut satu masyarakat desa Jatinom, serta yang diteliti atau diamati hanyalah makna simbolik yang terkandung dalam tradisi saparan Yaqowiyyu, maka lebih khusus strategi yang digunakan adalah tunggal terpancang (Sutopo, 2002 : 115).

3.3 DATA DAN SUMBER DATA

3.3.1 Data Primer

Data primer disebut juga sebagai data asli. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya dan di catat untuk pertama kalinya (Marzuki,

2005: 55). Sumber data primer bisa berasal dari individu, kelompok, atau responden yang merupakan data original yang belum pernah dikumpulkan sebelumnya. Peneliti mendapatkan data primer dengan cara mengumpulkannya secara langsung. Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber data primer adalah observasi dan wawancara.

3.3.2 Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh penulis, sehingga data sekunder telah melewati satu atau lebih pihak yang bukan penulis (Husein, 2013: 43). Peneliti memilih refensi dari beberapa buku dan website sebaga rujukan dan penguat data. Selain mencari data

melalui sumber-sumber pustaka, peneliti juga mencoba mendalami peristiwa dengan mengikuti prosesi tradisi sapar yang dilaksanakan di desa Jatinom kecamatan jatinom kabupaten klaten jawa tengah.

3.4 TEKNIK SAMPLING

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Pertimbangan tertentu ini berdasarkan kebutuhan peneliti akan data yang ingin di cari, dan sampel sumber datanya diambil dari salah seorang yang dianggap mengetahui akan hal yang akan diteliti (Sugiyono, 2011: 126).

Pada saat pengumpulan data dalam penelitian ini, kriteria informan yang diambil adalah tradisi saparan Yaa Qowiyyu di desa Jatinom bukan di daerah lain jadi

Peneliti mengambil sampel wawancara seorang tokoh pemuka adat sebagai sumber data utama. Peneliti mengambil sampel seorang pemuka adat karena dirasa narasumber tersebut yang mengetahui akan informasi yang ingin diperoleh yaitu terkait memahami makna-makna simbol yang terdapat dalam tradisi saparan di desa Jatinom. Selain itu Peneliti juga mengambil sampel wawancara salah seorang wakil sekertaris P3KAG yang merupakan panitia Upacara Tradisi

Saparan di desa Jatinom yang dianggap juga memiliki sumber informasi terkait makna yang terkandung dalam upacara Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu.

3.5 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

3.5.1 Observasi Pasif

Observasi ini menurut Spradley disebutkan bahwa observasi ini hanya sebagai pengamat yang hadir di lokasi, teknik penelitian ini disebut sebagai observasi berperan pasif (Sutopo, 2006: 228). Observasi ini dilakukan secara informal supaya peneliti lebih leluasa untuk menanyakan, mengamati berbagai kegiatan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dilakukan observasi secara pasif karena meskipun kehadiran peneliti diketahui dan disadari sepenuhnya oleh obyek, namun agar tidak menimbulkan prasangka lain, maka saat observasi dilakukan, peneliti membuat catatan-catatan pada saat itu juga. Teknik ini dilakukan untuk mengamati dan menggali informasi mengenai perilaku dan kondisi lingkungan penelitian menurut kondisi yang sebenarnya (Sutopo,

2006:76).

3.5.2 Wawacara

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam. Wawancara mendalam (indept hinterview). Wawancara mendalam

(indepthinterview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan social yang relatif lama (Sutopo, 2006: 72). Sedangkan wawancara mendalam yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur, dimana penulis telah mempersiapkan apa saja yang ingin penulis ketahui dari narasumber.

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan melalui Tanya jawab langsung kepada narasumber yang dapat dipercaya kebenarannya yaitu juru kunci Kyai Ageng

Gribig dan Sekertaris P3KAG.

3.5.3 Studi Pustaka

Studi pustaka adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain (Sutopo, 2002: 36).

3.6 VALIDITAS DATA

Validitas menurut Suharsimi Arikunto adalah suatu ukuran instrumen. Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengungkapkan data dari variable yang diteliti secara tepat (Suharsimi Arikunto, 2010: 144). Validitas data merupakan faktor penting dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan pengembangan validitas triangulasi seperti yang dikatakan Patton hal ini menuturkan adanya empat macam trianggulasi yaitu triangulasi metode, trianggulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan kelompok), trianggulasi sumber data, dan trianggulasi teori (Sutopo, 2002: 78-79). Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan trianggulasi sumber data. Tringgulasi sumber data yaitu mengumpulkan data sejenis dari beberapa sumber data yang

berbeda, hal ini difokuskan pada bagaimanakah Makna Simbolik dalam Tradisi

Saparan Ya Qowiyyu di Desa Jatinom, Kelurahan Jatinom, Kabupaten Klaten

Jawa Tengah.

3.7 TEKNIK ANALISA DATA

Miles dan Huberman menyatakan bahwa ada dua model pokok dalam melakukan analisis dalam penelitian kualitatif, yaitu model analisis jalinan atau mengalir

(flow model of analysis), dan model analisis interaktif (Sutopo, 2002 : 94).

Penelitian ini menggunakan model analisis interaktif. Penelitian yang telah dilakukan ini menggunakan model analisis interaktif, yang setelah proses pengumpulan data dilakukan, selanjutnya dilakukan reduksi data, sajian data serta penarikan simpulan dan verifikasi (sutopo dalam buku Gunawan Witjaksana,

2009 : 21 ).

Pada tahap selanjutnya peneliti telah mengumpulkan data di lapangan dengan melakukan wawancara mendalam untuk tiap informan, dan setelah itu berdasarkan catatan kecil yang peneliti buat serta hasil rekaman dideskripsikan secara lengkap dan selanjutnya dilakukan refleksi untuk mendalami dan megetahui bila masih ada data yang kurang lengkap, atau dapat diperdalam pada informan berikutnya. Di tahap selanjutnya dilakukan wawancara dengan informan berikutnya dengan pertanyaan yang lebih mendalam dan dilengkapi setelah dilakukan refleksi pada hasil deskripsi data yang diperoleh dari informan sebelumnya, begitu seterusnya hingga diperoleh data yang lengkap serta mendalam. Selanjutnya dilakukan pengaturan data dan reduksi data, sehingga data

dapat dipisah pisahkan berdasar pada kelompok – kelompok yang bermanfaat dalam membuat sajian data serta penarikan kesimpulan.

Langkah berikutnya adalah membuat sajian data lengkap dengan berdasarkan hasil reduksi yang sudah dikelompok – kelompokan sebelumnya, sambil melakukan reduksi dapat dilakukan penarikan simpulan - simpulan awal. Apabila dalam proses ini nampak ada data yang dirasa kurang lengkap, maka peneliti dapat kembali ke lapangan untuk melengkapi data yang kurang sambil melakukan analisis untuk penarikan simpulan awal, selanjutnya dideskripsikan, direfleksi, direduksi, dan sebelum digunakan untuk melengkapi data yang disajikan serta menarik simpulan. Sajian data bila dirasa telah lengkap maka digunakan sebagai dasar untuk menarik simpulan akhir. Proses interaksi tersebut seperti digambarkan dalam bagan berikut: Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data

Penarikan Simpulan / Verifikasi

Bagan 2 : Analisis Interaktif

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 DESKRIPSI OBJEK

4.1.1 Gambaran Umum Desa Jatinom

Dalam bab ini Penulis menjelaskan tentang desa tempat diselenggarakannya tradisi saparan Yaa Qowiyyu. Hal ini di anggap perlu untuk dikemukakan agar dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai tempat terjadinya peristiwa tradisi tersebut. Desa Jatinom Kecamatan Jatinom merupakan bagian dari wilayah kabupaten Klaten dengan jarak kurang lebih 8 km (arsip kantor kelurahan jatinom dikutip tgl 277 mei 2016 ). secara geografis Kecamatan Jatinom dibatasi oleh :

1. sebelah utara :Wilayah Kecamatan Tulung

2. Sebelah timur :Wilayah Kecamatan

Karanganom

3. Sebelah selatan :Kecamatan Ngawen

4. sebelah barat :Wilayah Kecamatan

Karangongko dan Desa musuk Kabupaten Boyolali.

Dilihat dari letak lokasi yang sangat strategis ini, masyarakat di wilayah Jatinom dan sekitarnya memiliki antusias yang sangat tinggi untuk mengikuti perayaan tradisi saparan Ya Qowiyyu karena adat kebiasaan orang jawa masih sangat kental dengan keramaian seperti halnya keramaian yang terdapat dalam perayaan tradisi saparan Yaa Qowiyyu ini. Selain

itu pula karena adaya keyakinan di dalam hati akan berkah yang diperoleh dari apem yang didapatkan dari perayaan tradisi ini. Sehingga menjadikan banyaknya orang yang mengikuti tradisitersebut baik dari daerah klaten maupun dari luar kota (arsip kantor kelurahan jatinom dikutip tgl 27 mei 2016 ).

Dalam bidang perekonomian Desa Jatinom, Kecamatan

Jatinom, Kabupaten Klaten sudah cukup maju khususnya dalam bidang usaha kecil dan usaha menengah.Karena di Jatinom sangat bagus jika digunkan untuk usaha dan tentunya banyak sumber daya manusia yang memiliki kreatifitas tinggi.

Sabagian besar penduduk Desa Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten ini bermata pencaharian sebagai pengusaha kecil dan menengah (arsip kantor kelurahan jatinom dikutip tgl 27 mei 2016 ).

Dilihat dari segi pendidikan kelurahan Jatinom mempunyai lembaga pendidikan yang terdiri dari dua jenis lembaga, yaitu lembaga pendidikan umum (sekolah negeri) dan lembaga pendidikan yang berada di bawah yayasan islam. Antusiasme mayarakat terhadap tradisi saparan Ya Qowiyyu sangatlah tinggi karena faktor pendidikan merupakan salah satu pendukung tingkat antusias masyarakat terhadap minatnya untuk mengikuti perayaan tradisi

Ya Qowiyyu.

Dilihat dari segi agama mayoritas penduduk desa jatinom adalah pemeuk agama islam. Dapat diketahui bahwa dakwah islam di jatinom sudah dilakukan sejak lama. Dalam hal ini dakwah yang dilakukan Ki Ageng Gribig sebagai tanda bahwa dakwah Ki Ageng Gribig sudah sangat diterima oleh masyarakat Jawa pada umumnya khususnya di jatinom. Melihat dari besarnya penerimaan

masyarakat terhadap tradisi Ya Qowiyyu sebaagai indikasi besarnya masyarakat islam dilingkungan dakwah tersebut (arsip kantor kelurahan jatinom dikutip tgl 25 mei 2016 ).

4.1.2 Sejarah Upacara Tradisi Saparan Ya Qowiyyu

Tradisi saparan Ya Qowiyyu merupakan upacara ritual yang di lakukan oleh masyarakat jatinom untuk mengingat cikal bakal jatinom yaitu Ki

Ageng Gribig yang merupakan tokoh penyebar agama islam. Tradisi ini di awali dari suatu peristiwa pembagian kue apem oleh Ki Ageng Gribig pada 15 sapar

1511 H.

“begini mbak saya ceitakan tradisi saparan yaa qowiyyu ada untuk mengingat cikal bakal ki ageng gribig beliau itu adalah penyebar agama islam di jatinom yaqowiyyu ini sendiri di awali dengan peristiwa pembagian kue apem oleh ki ageng pada 15 sapar, pada waktu itu ki ageng pulang dari mekkah membawa 3 buah oleh-oleh yaitu roti gimbal,air dan segumpal tanah liat. Roti gimbal tersebut di berikan kepada para santrinya karena roti tersebut tidak mencukupi akhirnya ki ageng menyuruh istrinya untuk membuatkan kue yang serupa yaitu kueyang terbuat dari tepung beras dan gula oleh-oleh kue tersebut diberi nama Apem yang berasal dari kata Affun yang berarti ampunan di harapkan semua orang mendapat ampunan dari Allah SWT. Strategi dakwah yang di lakukan oleh Ki Ageng Gribig lewat budaya lain adalah dengan “Apem Kolak” atau Apem Ketan berasal dari kata “Affun” yang berarti ampunan, ketan dari kata “Katham” yang artinya selesai, kolak yang berasal dari kata “Kholu” yang artinya menyampaikan. Yang intinya jika sudah selesai melakukan sesuatu agar segera meminta maaf”. (wawancara : Muhammad Daryanta, 27 mei 2016). Hal yang sama di ungkapkan oleh Ali imron selaku sekertaris 2 dan sie ziarah “fungsi Yaa Qowiyyu sendiri adalah agar manusia sebagai makhluk Allah selalu memberikan ampunan, selalu memberikan maaf pada umat manusia. Diharapkan setiap masyarakat dapat hidup rukun. Yaa Qowiyyu ataupun sebar apem menjadi simbol untuk menyebarkan ampunan, menyebarkan maaf antar sesama manusia dan selalu meminta maaf kepada allah Ta’ala serta menjadi ajang silaturahmi antar warga dan sanak saudara Ki Ageng Gribig”. (Wawancara: Ali Imran, 27 mei 2016). Pada waktu itu Ki Ageng Gribig baru saja pulang ke mekkah setelah menunaikan rukun islam yang kelima yaitu haji dan membawa

oleh-oleh berupa 3 buah roti gimbal dan segumpal tanah dari arofah. segumpal tanah liat dari padang arofah tadi di tanam di ujung desa dengan nama oro-oro tarwiyah, oro-oro tarwiyah ini difungsikan minimal setahun 2 kali untuk menunaikan sholat idul fitri dan idul adha dan mengingatkan kalau dulu pernah di tempati oleh Ki Ageng Gribig. Kenapa di beri nama oro-oro tarwiyah karena di bawa oleh beliau pada hari ke 8 bulan julhijah sebelum berangkat wukufdan beliau pulang dengan membawa roti gimbal yang masih hangat untuk diberikan kepada para santrinya. Mereka berkumpul untuk mendengarkan cerita dan wejangan ilmu dari beliau. Sebelum mereka pulang oleh beliau di berikan oleh- oleh tadi secara merata karena para yang datang itu banyak oleh-oleh yang berupa roti gimbal tadi tidak mencukupi akhirnya Ki Ageng Gribig menyuruh istrinya yang bernama Raden Ayu Imas untuk membuatkan kue yang sejenis dari tepung beras dan gula menjadi lebih banyak agar semua santri yang hadir bisa mendapatkan oleh-oleh kue tersebut diberi nama “Apem” yang berasal dari kata

“Affun” yang berarti ampunan di harapkan semua orang mendapat ampunan dari

Allah SWT. upacara ini dinamakan Ya Qowiyyu di ambil dari doa Ki Ageng Gribig pada saat memberikan tauhid dan di tutup dengan bacaan doa. dalam buku riwayat Kyai ageng Gribig doa tersebut berbunyi “YA- QOWIYYU YA-AZIZU yaitu Ya Allah

Yang Maha Kuat Yang Maha Memberi kekuatan QOWWIMNA WAL

MUSLIMIN Semoga Kekuatan di berikan kaum muslimin YA- QOWIYYU YA-

ROZZAQU Ya Allah Yang Maha Kuat Yang Maha Memberi Rizqi

WARZUQNA WAL-MUSLIMIN dan berikanlah rizqi kepada orang mukmin”.

Jika dilihat dari kharisma riwayat Kyai ageng gribig maka tradisi yang spontan itu di anggap tradisi yang bermakna, sehingga makna yang ada memberi arti dalam masyarakat Jatinom.Oleh karena itu tradisi saparan Ya Qowiyyu masih terus dilestarikan hingga sekarang bahkan bagi masyarakat jatinom sudah menjadi suatu keharusan yang tidak bisa di tinggalkan.

4.2 HASIL PENELITIAN

Peneliti mendapatkan hasil yang sesuai berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber yang dapat memberikan jawaban yang relevan dari objek yang di teliti. Tradisi saparan Ya Qowiyyu yang diselenggarakan oleh masyarakat Desa Jatinom kecamatan jatinom kabupaten klaten jawa tengah merupakan ritual budaya tahunan. Dalam prosesinya berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dengan berbagai proses kegiatan yaitu :

No Hari Deskripsi

1 H-7 Hari Kamis Para tamu pejabat datang dipersilahkan untuk

berziarah ke makam Kyai Ageng Gribig

-berdoa kepada allah agar di beri kelancaran

-dzikir bersama

-mendoakan kyai ageng grbig

2 Malam jum’at - Pembukaan pasar malam

- Setiap malamnya terdapat kesenian tradisional di

joglo assomad dan di gilir di setiap titik tempat

- festival kesenian di sepanjang jalan kota mulai dari Jum’at siang anak sekolah, pegawai instansional dan pegawai jam 2-4 sampai pemerintah dengan kamis

4 Hari Kamis Panitia sibuk mengatur dan menerima sumbangan

dari masyarakat

5 Kamis sore Festifal Gunungan apem yang di arak dari kecamatan

jatinom dengan rute jalan protokol menuju ke masjid

alit dan di lanjutkan serah trima di masjid gede

6 Jum’at Seusai sholat jum’at gunungan yang telah di

istirahatkan di arak menuruni tangga masjid gede

menuju panggung di sendang klampeyan untuk

disebar

Tabel 1 : Deskripsi proses kegiatan Yaa Qowiyyu

4.2.1 Prosesi Upacara Tradisi Saparan Ya Qowiyyu

Tradisi saparan Ya Qowiyyu di Jatinom Klaten merupakan salah satu upacara penting dalam acara tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Jatinom, sehingga tradisi ini dipersiapkan dengan matang oleh sesepuh desa tokoh masyarakat dan pemuda Klaten. untuk memperlancar jalannya upacara tradisi saparan Ya Qowiyyu ini, langkah pertama yang dilakukan adalah

membentuk panitia gabungan yang terdiri dari tokoh msyarakat, sesepuh upacara dengan para pejabat pemerintah setempat.

Panitia dari sesepuh dan tokoh masyarakat bertugas untuk mengatur prosesi upacara ritual hingga pelaksanaan upacara penyebaran apem dan menyiapkan segala keperluan untuk melayani pengunjung. Sedangkan panitia yang di bentuk oleh aparat pemerintah bertugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban jalannya upacara dengan jumlah pengunjung lebih dari 25.000 orang, maka pelibatan MUSPIDA khususnya aparat kepolisian dan KODIM menjadi satu keharusan untuk menjaga kelancaran dan keamanan jalannya upacara Ya Qowiyyu.

Upacara tradisi saparan Ya Qowiyyu dilaksanakan selama 7 hari pada hari kamis malam tanggal 19 November sampai dengan hari jum’at tanggal

27 November atau berdasarkan penanggalan jawa yaitu tanggal 12 naik 20 turun yang inti acaranya jatuh pada hari jum’at seusai sholat. Inti acara jatuh pada hari jum’at, karena dalam agama Islam hari jum’at di anggap hari yang baik bagi umat islam. Acara tersebut bertempat di lapangan sendang klampeyan karena pada jaman dahulu sendang klampeyan merupakan tempat dimana ki ageng melakukan pengajian bersama dengan santrinya.

Pada saat pembukaan acara H-7 para tamu pejabat yang datang di persilahkan untuk berziarah ke makam Ki Ageng Gribig untuk mendoakan, dzikir bersama dan berdoa kepada allah untuk di berikan kelancaran, kemudahan dan keselamatan pada saat prosesi acara Ya Qowiyyu tersebut berlangsung.

Pada malam jum’at pasar malam yang bertempat di Oro-oro

Yaqowiyyu telah resmi di buka. dibukanya pasar malam untuk sarana hiburan anak-anak dan untuk memeriahkan acara tradisi saparan Yaa Qowiyyu. Selain itu setiap malam harinya juga terdapat kegiatan kesenian di joglo assomad seperti dalang cilik, pameran, teater, macopat dan kesenian lainnya yang digilir yang disetiap titik tempat pasti ada kesenian. Tujuan diadakannya kegiatan kesenian tradisional pada saat tradisi saparan Yaa Qowiyyu karena tradisi ini merupakan tradisi budaya maka kesenian-kesenian tradisional ini di adakan untuk memperkokoh kebersamaan masyarakat desa Jatinom dan juga mereka ingin melestarikan kebudayaan tradisional yang saat ini perlahan-lahan mulai hilang.

“kalo pasar malam d buka untuk sarana hiburan anak- anak dan untuk memeriahkan tradisi ini dibukanya pasar malam adalah untuk sarana hiburan anak-anak dan kegiatan kesenian tradisional pada saat tradisi saparan Yaa Qowiyyuini adalah memperkokoh kebersamaan masyarakat desa Jatinom dan juga kita ingin melestarikan kesenian tradisional (wawancara: ali imron, 27 mei 2016) “hal yang sama di ungkapkan oleh pak haryanto kesenian tradisional di adakan untuk melestarikan kebudayaan yang ada dan pasar malam di buka untuk ajang hiburan anak-anak dan masyarakat umum saja mbak. (wawancara: Muhammad daryanta, 27 mei 2016) Pada hari jum’at sampai dengan kamis jam 2 sampai dengan jam 4 di sepanjang jalan kota terdapat festival kesenian. Kesenian tersebut melibatkan anak-anak sekolah seperti tari gambyong, tari jaranan dari anak SD sampai SMP,

Festival drum band dari anak TK SD SMP SMA. festival umum reog yang di mainkan oleh tiga grup yang berada di 3 titik yaitu depan kecamatan, polsek, dan pertigaan danada pula festival instansional dari mulaiguru-guru, pegawai pemerintah tingat kecamatan, UPTD. Antusiasme mayarakat terhadap tradisi saparan Yaa Qowiyyu sangatlah tinggi karena faktor pendidikan merupakan salah

satu pendukung tingkat antusias masyarakat terhadap minatnya untuk mengikuti perayaan tradisi Yaa Qowiyyu

“Keterlibatan lembaga pendidikan dengan terhadap tradisi saparan Yaa Qowiyyu ini ya jika dilihat dari segi pendidikan kelurahan Jatinom itu mempunyai lembaga pendidikan yang terdiri dari dua jenis lembaga, yaitu lembaga pendidikan umum (sekolah negeri) dan lembaga pendidikan yang berada di bawah yayasan islam, oleh kerena itupendidikan di sini merupakan salah satu faktor pendukung tingkat antusias masyarakat terhadap minatnya untuk mengikuti perayaan tradisi Yaa Qowiyyu”(wawancara: ali imron, 27 mei 2016). Pada hari kamis panitia mulai sibuk mengatur dan menerima sumbangan kue apem dari masyarakat penyerahan kue apem ini di laksanakan di tempat yang nantinya akan digunakan sebagai tempat penyebaran kue apem, yaitu di sebuah panggung yang berukuran tinggi 5 meter dan lebar tiga meter yang terletak di samping masjid selatan masjid gede jatinom. Pada saat warga masyarakat menyerahkan kue apem ini, panitia akan mengganti dengan kue apem serupa yang di buat oleh panitia sebagai bentuk ucapan terimakasih atas sedekah yang diberikan.

Kesibukan panitia untuk menerima apem ini terus berlangsung hingga menjelang acara penyebaran apem yang dimulai seterlah shalat jum’at di masjid gede jatinom. Disamping itu panitia juga membentuk apem tersebut menjadi dua gunungan yang di beri nama Ki Kiyat yaitu gunungan lanang dan

Nyi Kiyat yaitu gunungan wadon yang memiliki makna bahwa manusia di ciptakan berasang-pasangan. Mungkin jika seseorang melihat gunungan hanyalah sesuatu barang yang di bentuk seperti kerucut akan tetapi bagi warga jatinom struktur gunungan ini mempunyai makna tersendiri yaitu penataannya disusun menurun seperti sate ini di susun dengan urutan 2-4-4-3-4 yang mempunyai makna sama dengan jumlah rakaat sholat yaitu subuh, dzuhur, asyar, maghrib dan

isya yaitu mengingatkan jika sholat lima waktu itu adalah kewajiban seorang muslim.

“kue apem dari sumbangan masyarakat ini akan di bentuk menjadi replika gunungan masyarakat disini biasa menyebut gunungan tersebut dengan gunungan lanang dan gunungan wadon bisa disebut ki kiyat dan nyi kiyat, nah dalam penataannya gunungan tersebut disusun dengan urutan 2-4-4-3-4 dengan melambangkan jumlah rokaat sholat lima waktu”.(wawancara: Muhammad daryanta, 27 mei 2016) Pada hari kamis sore gunungan apem yang merupakan sedekah dari masyarakat jatinom tersebut di arak dari kecamatan jatinom dengan rute jalan protokol menuju ke masjid alit dan dilanjutkan serah terima di masjid gede dan di istirahatkan selama semalam. Yang dahulu critanya Gunungan apem yang di arak dari masjid cilik menuju masjid gede untuk di beritahukan kepada kyai ageng bahwa ini apem yang merupakan sumbangan dari masyarakat jatinom gunungan apem ini dilaporkan kepada kerabat yang ada di rumah Kyai Ageng Gribig dan pada saat itu Kyai ageng gribig tidak ada di rumah dan di cari Kyai Ageng Gribig ke masjid alit, pada saat itu di masjid alit kyai ageng gribig tidak ada lagi karena kyai ageng gribig katanya ada di masjid gedhe lalu akhirnya gunungan tersebut di arak lagi ke masjid gede dan diserahkan kepada Ki Ageng Gribig dengan berkata inilah sedekah dari masyarakat jatinom Selanjutnya pada malam jum’at di masjid gede diadakan acara tahlilan dan serta pembacaan singkat sejarah perjuangan Kyai Ageng Gribig.

“Gunungan apem tersebut di arak dari masjid cilik menuju masjid gede untuk di beritahukan kepada kyai ageng bahwa ini loh apem yang merupakan sumbangan dari masyarakat jatinomgunungan aem ini dilaporkan kepada kerabat yang ada di rumah Kyai Ageng Gribig dan pada saat itu Kyai ageng gribig tidak ada di rumah dan di cari Kyai Ageng Gribig ke masjid alit, pada saai itu di masjid alit kyai ageng gribig tidak ada lagi karena kyai ageng gribig katanya ada di masjid gedhe lalu akhirnya gunungan tersebut di arak lagi ke masjid gede dan diserahkan kepada Ki Ageng Gribig dengan berkata inilah sedekah dari

masyarakat jatinom pada saat itu kyai ageng gribig telah memberi contoh untuk bersedekah dengan media yang diigunakan adalah apem”.(wawancara: Muhammad daryanta, 27 mei 2016) Puncak acara dimulai pada hari jum’at, dengan sholat jum’at besama di masjid gede, seusai shalat jum’at gunungan yang telah di istirahatkan semalam di dekat masjid gede tersebut diarak menuruni tangga masjid gede menuju panggung di sendang klampeyan (tanah lapang di pinggir kali soka di selatan masjid dan makam Ki Ageng Gribig) karena tempat tersebut merupakan tempat ki ageng gribig melakukan pengajian bersama santrinya. penyebaran apem ini di lakukan di Oro-oro Yaa Qowiyyu yang merupakan salah satu peninggalan ki ageng gribig. penyebaran apem ini di awali oleh peraga Kyai Ageng Gribig, yang kedua adalah bapak walikota dan wakil walikota kota klaten, ketiga adalah instansi terkait (DISBUDPARPORA, Camat) yang kemudian diikuti oleh semua panitia yang berada di panggung. Prosesi sebar apem dilkukan di dua panggung yang bentuknya seperti menara dan disebarkan oleh 26 orang yang diidentikkan dengan santri. Penyebaran apem yang dilakukan di atas panggung ini dimaksudkan agar apem yang dibagikan dapat merata ke semua warga yang mengikuti prosesi acara tersebut. Ribuan pengunjung tanpa dikomando berebut apem.

“penyebaran apem ini di lakukan di oro-oro yaa qowiyyu di awali oleh peraga Kyai Ageng Gribig, yang kedua adalah bapak walikota dan wakil walikota kota klaten, ketiga adalah instansi terkait (DISBUDPARPORA, Camat) yang kemudian diikuti oleh semua panitia yang berada di panggung. Apem ini disebarkan oleh 26 orang yang menggunakan pakaian serba putih yang diidentikkan dengan santri. Penyebaran apem yang dilakukan di atas panggung ini dimaksudkan agar apem yang dibagikan dapat merata ke semua warga yang mengikuti prosesi acara ini. Dalam penyebaran apem di iringi dengan bacaan doa“YA- QOWIYYU YA-AZIZU yaitu Ya Allah Yang Maha Kuat Yang Maha Memberi kekuatan QOWWIMNA WAL MUSLIMIN Semoga Kekuatan di berikan kaum muslimin YA- QOWIYYU YA-ROZZAQU Ya Allah Yang Maha Kuat Yang Maha Memberi Rizqi

WARZUQNA WAL-MUSLIMIN dan berikanlah rizqi kepada orang mukmin”. Doa yang selalu di panjatkan oleh ki ageng pada saat seusai memberi dakwah”. (wawancara: Muhammad daryanta. 27 mei 2016) Ada beberapa rangkaian kegiatan utama yang di dalamnya terdapat makna yaitu :

1. Ziarah kubur pada saat hari kamis sebelum acara dimulai para tamu pejabat yang datang dipersilahkan untuk berziarah ke makam kyai ageng gribig secara denotasi di temukan adanya pemahaman makna menurut masyarakat umum berziarah untuk rekreasi selain itu juga ada yang berziarah untuk pemujaan. secara konotasi menurut masyarakat jatinom sebelum acara yaa qowiyyu berziarah dilakukan untuk berdoa kepada allah agar diberi kelancaran, dzikir bersama dan mendoakan kyai ageng gribig.

2. Kue Apem kue apem merupakanpenganan tradisional yang terbuat dari tepung beras yang di diamkan semalam dengan mencampurkan telur, santan, gula dan tape serta sedikit garam kemudiaan di kukus yang bentuknya mirip dengan serabi namun agak tebal. secara denotasi menurut anggapan masyarakat umum kue apem hanyalah kue tradisional yang terbuat dari tepung beras dan berbentuk bulat seperti serabi namun agak tebal. secara konotasi menurut anggapan masyarakat jatinom pada saat perayaan yaa qowiyyu kue apem mempunyai cerita tersendiri yaitu dulu pada saat ki ageng gribig pulang dari mekkah beliau membawakan 3 buah oleh-oleh yang salah satunya adalah kue gimbal karena kue gimbal tersebut tidak cukup untuk diberikan kepada santrinya maka beliau menyuruh istrinya untuk membuatkan kue yang serupa yang terbuat dari tepung beras yaitu kue apem yang berasal dari kata affun yang berarti ampunan di sini ki ageng gribik menggunakan

metode dakwah menggunakan apem untuk mengajarkan masyarakat untuk saling memaafkan.

3. Gunungan Apem

Gunungan apem merupakan sebuah replika gunungan yang terbuat dari apem di susun meninggi seperti kerucut, gunungan ini ada pada saat acara tertentu. secara denotasi gunungan apem menurut masyarakat umum gunungan adalah sebuah replika gunungan dari apem yang disusun meninggi berukuran 1 meter berbentuk seperti kerucut. secara konotasi pada saat tradisi saparan gunungan apem adalah gunungan yang disusun meninggi dengan urutan 2-4-4-3-4 yang melambangkan jumlah rakaat sholat lima waktu yaitu subuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya dengan tujuan mengingatkan bahwa sholat 5 waktu adalah kewajiban orang muslim.

Gambar 4.1 : Gunungan Apem

4. Sebar Apem

sebar apem merupakan akhir prosesi yang di lakukan pada saat upacara yaa qowiyyu. secara denotasi menurut masyarakat umum sebar apem merupakan apem yang di sebar oleh beberapa orang yang menggunakan kostum baju berwarna putih dari atas panggung yaa qowiyyu yang berukuran. secara konotasi menutut masyarakat jatinom pada saat perayaan yaa qowiyyu sebar apem merupakan simbol untuk menyebarkan ampunan karena apem berasal dari kata lain affun yang berarti ampunan. Sebuah simbol atau kumpulan simbol-simbol bekerja dengan menghubungkan sebuah konsep, ide umum, pola, ataau bentuk.

Menurut Langer, konsep adalah makna yang disepakati bersama-sama di antara pelaku si komunikasi. Bersama, makna yang disetujui adalah makna denotasi, sebaliknya gambaran makna pribadi adalah makna konotasi (Littlejohn, 2009:

153).

Gambar 4.2 : Prosesi Sebar Apem

4.3 PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan penulis dengan melibatkan beberapa narasumber sebagai sumber data dan informasi terkait tentang makna- makna simbolik pada Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu di desa Jatinom Kecamatan

Jatinom Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Menurut narasumber, secara keseluruhan memaknai upacara tradisi Yaa Qowiyyu adalah untuk mengingat cikal bakal Jatinom yaitu Ki Ageng Gribig dengan ajarannya agar manusia sebagai makhluk Allah selalu memohon ampun kepada allah, diharapkan setiap masyarakat dapat hidup rukun. Yaa Qowiyyu ataupun sebar apem menjadi simbol untuk menyebarkan ampunan, menyebarkan maaf antar sesama manusia dan selalu meminta maaf kepada allah Ta’ala serta menjadi ajang silaturahmi antar warga dan sanak saudara Ki Ageng Gribig. Hal tersebutlah yang menjadi landasan utama bagi masyarakat setempat untuk melaksanakan upacara tradisi saparan Yaa

Qowiyyu setiap tahunnya.

Pada penelitian ini budaya dan komunikasi memiliki hubungan timbal baalik, yaitu budaya mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi budaya. Deddy Mulyana dalam bukunya menjelaskan bahwa nilai-nilai atau simbol dalam budaya menampakkan diri dalam perilaku para anggota budaya yang dituntut oleh budaya tersebut (Mulyana, 2009: 27). Itu artinya budaya mengkomunikasikan suatu hal melalui nilai-nilai ataupun simbol kepada masyarakat, dan sebaliknya seseorang mengartikan sesuatu melalui simbol untuk membentuk suatu kebudayaan. Dalam hal ini di tunjukkan dengan masyarakat desa jatinom kecamatan jatinom kabupaten klaten jawa tengah yang

hingga sampai saat ini masih meletarikan tradisi saparan Yaa Qowiyyu sebagai salah satu bentuk fenomena komunikasi. Fenomena komunikasi tersebut muncul dikarenakan adanya kepercayaan dan keyakinan serta mitos yang sudah ada sejak jaman dahulu hingga sekarang dan turun temurun sehingga membentuk suatu perilaku masyarakat untuk mengkomunikasikan nilai-nilai berdasarkan simbol yaitu ritual tradisi saparan Yaa Qowiyyu di desa jatinom. Tradisi saparan sendiri merupakan segala suatu tindakan masyarakat yang di wariskan dari masa lalu ke masa kini seperti yang dikatakan Shils bahwa tradisi berarti segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini (Piotr Sztompka, 2010:

70).

Keyakinan dan keperayaan tersebutlah yang menimbulkan masyarakat untuk menciptakan suatu nilai yang di aplikasikan dalam simbol yang membentuk suatu kebudayaan. Seperti teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah tentang teori simbol yang menjelaskan bahwa, simbol digunakan dengan cara yang lebih kompleks dengan membuat seseorang untuk berfikir tentang sesuatu yang terpisah dari kehadirannya. Sebuah simbol adalah “sebuah instrument pemikiran”. Simbol adalah konseptualisasi manusia tentang suatu hal, sebuah simbol ada untuk sesuatu (Littlejohn, 2009: 153).

Begitu juga dengan tradisi saparan Yaa Qowiyyu yang di dalamnya terdapat simbol-simbol yang mengandung apa yang telah dipaparkan pada hasil penelitian. Masyarakat desa jatinom mengkomunikasikan tindakannya dalam tradisi saparan Yaa Qowiyyu yang sebenarnya untuk mengingat cikal bakal

Jatinom yaitu Ki Ageng Gribig dengan ajaran dan wejangannya agar manusia

sebagai makhluk Allah selalu memberikan ampunan, selalu memberikan maaf pada umat manusia setiap masyarakat dapat hidup rukun. Yaa Qowiyyu ataupun sebar apem menjadi simbol untuk menyebarkan ampunan, menyebarkan maaf antar sesama manusia dan selalu meminta maaf kepada allah Ta’ala serta menjadi ajang silaturahmi antar warga dan sanak saudara Ki Ageng Gribig.Tindakan dalam tradisi tersebutlah yang di maksud sebagai makna simbolik dari rasa syukur mereka. Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu. Makna dapat ada, hanya ketika seseorang memiliki pemikiran yang sama mengenai simbol yang mereka gunakan atau mereka setujui bersama (Richard West, 2008: 99). Hal tersebut terlihat jelas bahwa makna di balik prosesi tradisi saparan Yaa Qowiyyu itu merupakan hasil konseptualisasi dari masyarakat desa jatinom sampai saat ini turun temurun di jaga dan di lestarikan. Jika dilihat dari sisi secara umum, wujud syukur kepada Tuhan YME tidak harus melakukan prosesi upacara tradisi saparan Yaa Qowiyyu cukup dengan ucapan rasa syukur sudah mewakilinya, akan tetapi karena masyarakat desa jatinom pada awalnya memiliki pemikiran tersendiri dan akhirnya mereka bersama-sama mengaplikasikan pemikiran mereka lewat nilai-nilai yang dilaksanakan dalam bentuk simbol dan membentuk suatu kebudayaan yang menjadi tadisi turun temurun.

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

Pada bab ini akan diberikan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Selain itu peneliti juga menguraikan saran-saran yang akan bermanfaat bagi peneliti selanjutnya maupun pembaca yang ingin menjadikan penelitian ini sebagai bahan tambahan.

5.1 KESIMPULAN

Dari bagian pendahuluan telah diutarakan jika tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui makna simbolik yang terkandung dalam Proses Tradisi

Saparan Yaa Qowiyyu di Desa Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten

Jawa Tengah. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Tradisi Saparan

Yaa Qowiyyu merupakan simbol dari rasa srukur kita kepada allah, sebagai umat manusia harus saling memaafkan, mengajarkan untuk bersedekah dan untuk mengingat ajaran-ajaran Ki Ageng Gribig yang telah diberikan kepada masyaakat jatinom.

Simbol atau makna yang terdapat dalam setiap runtutan prosesi Tradisi Saparan

Yaa Qowiyyu merupakan hasil pemikiran bersama dan kesepakatan bersama oleh masyarakat untuk membuat nilai-nilai yang dikemas dalam sebuah simbol sehingga membentuk kebudayaan yang di lestarikan hingga saat ini. Dari ulasan tentang makna simbolik yang terkandung dalam bagian-bagian prosesi tradisi saparan Yaa Qowiyyu di desa Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten

Jawa Tengah terdapat bahwa, tradisi saparan Yaa Qowiyyu merupakan tradisi

yang dibentuk oleh masyarakat setmpat dengan mengaplikasikan suatu nilai-nilai kebaikan pada setiap runtutan prosesinya. Suatu nilai yang didalamnya mengungkapkan tentang rasa syukur masyarakat jatinom kepada Tuhan YME atas nikmat yang diberikan. Selain itu tradisi Saparan Yaa Qowiyyu desa Jatinom juga sebagai bentuk sarana untuk mengingat ajaran-ajaran yang diberikan Ki Ageng

Gribig kepada masyarakat jatimom untuk bisa bersyukur bersedekah dan saling memaafkan. Rasa syukur dan rasa hormat tersebut dibentuk suatu simbol dengan adanya upacarara Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu.

5.2 IMPLIKASI

5.2.1 Implikasi Teoritis

Pada penelitian ini mengulas tentang makna simbolik di balik prosesi acara Tradisi Saparan Yaa Qowwiyyu di Desa Jatinom Kecamaran

Jatinom Kabupaten Klaen Jawa Tengah.Berkaitan dengan penelitian ini peneliti menggunakan teori Sussane Langer yaitu teori simbol yang menjelaskan bahwa simbol bekerja dengan menghubungkan sebuah konsep, dan konsep tersebut merupakan sebuah makna yang disepakati bersama oleh seorang atau sekelompok orang.

Dikaitkan dengan hasil penelitian yang telah dijelaskan oleh beberapa informan tentang makna yang terkandung dalam Tradisi Saparan Yaa

Qowiyyu.

5.2.2 Impli

kasi metodologis Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif deskriptif dengan strategi penelitian studi kasus tunggal

terpancang. Metode ini digunakan sebagai prosedur pemecahan masalah

yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek dan obyek

penelitian yaitu Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu di desa Jatinom

Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Temuan penelitian

dilapangan dan wawancara mendalam diolah dengan teori simbol

sebagai teori utama untuk mendapatkan deskripsi mengenai makna

simbol yang ada dalam tradisi saparan yaa qowiyyu.

5.2.3 Implikasi Praktis

Dari hasil penelitian tentang memahami makna simbolik pada tradisi Saparan Yaa Qowiyyu, memberika beberapa implikasi yaitu memberikan tambahan pengetahuan mengenai makna yang terkandung di dalamnya, karena pada setiap prosesi upacara tradisi saparan dari satu tempat ke tempat lain pasti mempunyai arti tersendiri bagi masyarakat setempat yang melakukannya.

5.3 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis bermaksud memberikan saran kepada peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik yang sejenis tentang Tradisi Saparan Yaa Qowiyyu di Desa Jatinom

Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten Jawa Tengah, penelitian selanjutnya diharapkan mampu menggali mengenai pesan komunikasi yang terdapat dalam tradisi saparan dengan menggunakan pendekatan teori etnografi komunikasi.

Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Spardly menjelaskan fokus perhatian etnografi adalah pada apa individu dalam suatu masyarakat lakukan (perilaku), kemudian apa yang mereka bicarakan (bahasa),

dan terakhir apakah ada hubungan antara perilaku dengan apa yang seharusnya dilakukan dalam masyarakat tersebut. Sebaiknya apa yang mereka buat atau mereka pakai sehari-hari (artifak). Jadi penenilian etnografi adalah keseluruhan perilaku dalam tema kebudayaan tertentu (Engkus Kuswarno 2008: 35).

DAFTAR PUSTAKA

Alo Liliweri. 2002. Dasar-dasar Komunikasi Antar budaya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Andi Prastowo. 2012. Metode Penelitian Kualitatif (Dalam Perpektif Rancangan

Penelitian). Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

A.Syahri. 1985. Implementasi Agama Islam Pada Masyarakat Jawa. Jakarta:

Depag.

Budiono Herusatoto. 2000. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: PT

Hanindita.

Deddy Mulyana. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Deddy Mulyana. 2009. Komunikasi Antar Budaya (Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Engkus Kuswarno. 2008. Etnografi Komunikasi. Bandung: Widya Padjajaran.

Gunawan Witjaksana. 2009. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Metodologi Penelitian Komunikasi Kualitatif. Semarang: Buku Ajar Ilmu Komunikasi USM

H.B, Sutopo. 2002. Metodologi Penelitan Kualitatif, Dasar Teori dan Aplikasi

Praktisnya, Surakarta, Indonesia: sebelas maret University press.

H.B, Sutopo. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.

Husein Umar. 2013. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:

PT. Grafindo Persada.

Littlejohn, Stephen W. 2009. Teori Komunikasi (edisi 9). Jakarta : Selemba Humanika.

Lynn H. Turner, Richard West. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan

Aplikasi.Jakarta : Salemba Humanika

Marzuki. 2005. Metodologi Riset Panduan Penelitian Bidang Bisnis dan Sosial.

Edisi Kedua. Yogyakarta: Ekosiana

Mural Esten. 1992. Tradisi dan Modernitas dalam Sandiwara. Jakarta: Intermasa.

Morissan. 2013. Teori Komunikasi. Bogor : Ghalia Indonesia

Nurudin. 2004. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Piotr Sztompka. 2010. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.

Purwanto S.U. 2007. Sosiologi Untuk Pemula. Yogyakarta: Media Wacana.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta

Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineke Cipta

Wasid, Dkk. 2011. Menafsirkan Tradisi dan modernitas; Ide-ide Pembaharuan

Islam. Surabaya: Pustaka Idea.

LAMPIRAN FOTO

Prosesi sebar apem Yaa Qowiyyu

Kirab Gunungan Apem Yaa Qowiyyu

Kantor P3KAG Jatinom

Penulis dengan Panitia Sebar Apem

Kirab Gunungan Apem Yaa Qowiyyu

Festival Drum Band Yaa Qowiyyu

Kirab Gunungan Apem

Festival yaa Qowiyyu

Festival Yaa Qowiyyu

Festival Yaa Qowiyyu

Penulis dengan Bp Muhammad Daryanta

Penulis dengan Bp Ali Imran