NILAI-NILAI YANG MEMBENTUK UMMATAN

WÂHIDAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

(Studi Komparatif Tafsîr al-Manâr dan al-Azhar)

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama (M.Ag)

Dalam Bidang Ilmu Agama

Oleh:

Wahyudin

Nim. 214410606

PROGRAM STUDI ILMU AGAMA ISLAM KONSENTRASI ULUMUL QUR’AN DAN ULUMUL HADITS PASCASARJANA INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) 1439 H/2018 M NILAI-NILAI YANG MEMBENTUK UMMATAN

WÂHIDAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

(Studi Komparatif Tafsîr al-Manâr dan Tafsir al-Azhar)

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama (M.Ag)

Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Oleh:

Wahyudin Nim. 214410606

Pembimbing:

Prof. Dr. Hj. Huzaemah T Yanggo, MA

Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA

PROGRAM STUDI ILMU AGAMA ISLAM KONSENTRASI ULUMUL QUR’AN DAN ULUMUL HADITS PASCASARJANA INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 1439 H/2018 M

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “Nilai-nilai yang dapat Membentuk Ummatan Wâhidah dalam perspiktif Al-Qur‟an (Studi Komparatif Tafsîr al-Manâr dan Tafsîr al-Azhâr)” yang disusun oleh Wahyudin dengan Nomor Induk Mahasiswa 214410606 telah melalui proses bimbingan dengan baik dan dinilai oleh pembimbing telah memenuhi syarat ilmiyah untuk diujikan di sidang munâqasyah.

i

LEMBAR PENGESAHAN TESIS Tesis dengan judul “Nilai-nilai yang dapat Membentuk Ummatan Wâhidah dalam perspiktif Al-Qur‟an” oleh Wahyudin dengan Nomor Induk Mahasiswa 214410606 telah diujikan di sidang Munâqasyah Progam Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta pada tanggal Mei 2018. Tesis tersebut telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Agama (M.Ag) dalam bidang Ilmu Agama Islam.

Jakarta, 28 Agustus 2018 M 16 Dzu al-Qa‟dah 1439 H

Direktur Pascasarjana, Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta

Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, M.A.

Tim Penguji Tanda Tangan Tanggal

Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, M.A. ( ) ( ) Ketua Sidang

Dr. M. Azizan Fitriana, M.A ( ) ( ) Sekertaris Sidang

Prof. Dr. KH. Said Agil Husein Al-Munawwar, M.A ( ) ( ) Penguji I

Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, M.A. ( ) ( ) Penguji II

Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, M.A ( ) ( ) Pembimbing I

Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, M.A ( ) ( ) Pembimbing II

ii

PERNYATAAN PENULIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Wahyudin Nim : 214410606 Tempa/Ranggal Lahir : Langsa, 15 Desember 1987

Menyatakan bahwa tesis dengan judul “Nilai-nilai yang dapat Membentuk Ummatan Wâhidah dalam perspiktif Al-Qur‟an (Studi Komparatif Tafsîr al- Manâr dan Tafsir al-Azhar)” adalah benar-benar asli karya saya kecuali ketupan-kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 19 Mei 2018 M 3 Ramadhan 1439 H

Wahyudin

iii

ثِ سِ ُِِٱ هَّلل ِٱٌ هشِ صِ َٰ ّ ِِٓٱٌ هش ص ١ِ ُِ ِ KATA PENGANTAR Alhamdulillâh, Tiada kata yang pantas penulis ucapkan melainkan pujian kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, atas kasih sayang dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang sangat sederhana ini. Dengan judul “Nilai-nilai yang dapat Membentuk Ummatan Wâhidah dalam perspiktif Al-Qur‟an (Studi Komparatif Tafsîr al- Manâr dan Tafsir al-Azhar)” Dengan selesainya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, M.A, selaku Rektor Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, sekaligus sebagai dosen pembimbing I. Yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk memperdalam ilmu- ilmu Al-Qur‟an dan Hadits serta telah menyempatkan waktu untuk membimbing memberi pengarahan hingga selesainya tesis ini. 2. Bapak Direktur Pascasarjana IIQ Jakarta, Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, M.A., yang telah banyak memberi pelayanan dan pengajaran selama belajar di Program Pascasarjana Institut Ilmu Al- Qur‟an (IIQ) Jakarta. 3. Bapak Ketua Jurusan Tafsir Hadits Pascasarjana IIQ Jakarta Dr. Azizan Fitriana, M.A., yang telah memberi banyak pengabdian, ilmu, serta pengarahan hingga diterimanya judul tesis ini. 4. Ibu Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, M.A, selaku dosen pembimbing II, yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya, untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan tesis ini hingga selesai penulisan tesis yang sederhana ini. 5. Bapak dan ibu dosen IIQ Jakarta, atas bimbingan dan ilmu yang diberikan dan seluruh karyawan IIQ Jakarta atas pelayanann yang ramah. 6. Kedua orang tua penulis, Ayahanda alm. Abdul Hasyim dan ibunda Suana, terima kasih atas kasih sayang, dorongan dan do‟a yang tidak pernah henti. 7. Istri dan anak penulis, yang telah memberikan motovasi, do‟a dan perhatian hingga selesainya tesis ini. 8. Sahabat karib sekaligus motivator penulis, Drs. H. Ramelan, MM dan Arsyad, M.Pd.I., yang memberi masukan judul, pengarahan serta motivasi yang tak henti-hentinya hingga selesai penulisan tesis ini.

iv

9. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini, yang tidak mungkin disebutkan namanya satu persatu. Atas segala kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis, semoga menjadi catatan amal baik di hari akhirat nanti dan diberi balasan yang lebih baik. Amin Kepada penulis kitab tafsir yang menjadi objek penelitian penulis, alm. Muhammad Abduh, Muhammad Rasyîd Ridhâ dan . Mudah- mudahan Allah melapangkan kubur dan mengampuni dosa-dosa mereka. amin Akhirnya, atas segala kekurangan dalam penulisan tesis ini, penulis mohon kritik dan saran dari pembaca maupun pemerhati demi perbaikan.

Jakarta, 19 Mei 2018 M 3 Ramadhan 1439 H

Penulis

v

PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Konsonan th = غ a = ا zh = ظ b = ة „ = ع ta = د gh = غ ts = ث f = ف j = د q = ق h = س k = ن kh = ط l = ي d = د dz َ = m = ر r ْ = n = س z ٚ = w = صِ s ٖ = h = س „ = ء sy = ش sh ٞ = y = ص dh = ض

2. Vocal Vocal Tunggal Vocal Panjang Vocal Rangkap خ١ش â ِٞ = I = اِ Fathah = a خٛفKasrah = i ٞ = î ِٚ = uِِِِ Dhammah = u ٚ = û

3. Kata Sandang (al) اي Qomariyah =ِِِِِِal-Qamar Syamsiyah = asy- Syams

vi

ABSTRAK Tesis ini menyimpulkan bahwa: “nilai-nilai yang dapat membentuk ummatan wâhidah menurut Tafsîr al-Manâr dan al-Azhar adalah beriman kepada Allah dan hari akhir dengan mengikuti ajaran Al-Qur‟an dan Hadist serta tunduk kepada Uli al-Amri dan saling menghormati dalam perbedaan pendapat”. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan Abd al-Ghani Idra‟u yang berjudul Wahdah al-Ummah al-Islâmiyah -al-Asbâb wa al-Atsâr wa al-Mua’wwiqat kama bayyanahâ al-Qur’ân Karîm . Tesis ini menyimpulkan, dengan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung pada ayat- ayat Al-Qur‟an Maka akan memberikan dampak positif terhadap persatuan umat islam yang dapat dinikmati oleh individu, masyarakat, Negara, dunia maupun akhirat. Karena Al-Qur‟an dan hadits adalah sumber al-haq dan petunjuk bagi manusia dalam meraih kebahagian dunia dan akhirat. Secara umum, hasil penelitian ini menolak pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh orang-orang barat dan liberal (JIL). Yang berusaha untuk menjauhkan umat islam dari petunjuk kitab sucinya. Dengan memberi cap yang dianggap buruk oleh masyarakt. seperti, “fundamentalis”, “ekstrimis” bahkan “primitive” kepada siapapun yang menjalankan prinsip-prinsip agama. Menurut mereka, tindakan radikal bahkan teror, sangat erat kaitannya dengan pemahaman fundamental, ekstrim dan primitive “persi mereka”. Namun anggapan keliru itu dibantah oleh Dr. Zakir Naik, dengan mengatakan: ”tidak ada satupun ajaran fundamental (dasar-dasar) islam yang bertentangan dengan kemanusian” bila dicerna dengan akal sehat”. Beliau juga mengatakan: “Aku bangga mejadi muslim fundamentalis, karena aku berusaha untuk mengamalkan ajaran islam”. Dikarenakan penelitian ini berkaitan dengan kondisi social masyarakat, maka sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah, dua tafsir yang bercorak social, yaitu tafsîr Al-Qur’ân Al-Hakîm karya M. Abduh dan M. Rasyîd Ridhâ, dan tafsir al-Azhar karya Hamka. Adapun sumber sekundernya adalah, tafsir Taisîr Karîm al-Rahmân karya as-Sa‟dî, tafsir al-Marâghî karya al-Maraghi dan tafsir Al-Qur’ân Karîm karya M. Ibn Shâlih Al-Utsaimîn. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan metode pendekatan tafsir maudhû’î yang berpola muqâran (komfaratip) dan tahlîlî (analisis). Yang tidak hanya menyebutkan hasil tafsirnya saja, namun juga berusaha melihat mengapa ayat tersebut ditafsirkan demikian serta menyebutkan perbedaan antara hasil tafsir masing-masing tokoh (jika ada).

vii

ا أْلُ أط ُر أو َحةُ ه ش ش سِ ِ ِ٘زِ ا ِاٌِجِ ضِ جِ ِاٌِ ِّتِ ِٛا ظِعِ ِ ِ٘ ِٛ:ِأ هْ ِأِ ِ٘ هُِ ِاٌ م١ ُِ ِاٌت ٟ ٠ِ ّ ى ِٓ

لِ ١ِ ب ِ ِٙبِ ٌِتِ ىِ ِٛ ٠ِ ِِٓأ هِ خِِ ٚا صِذِ حِ ِٚ فِ كِِتِ فِ سِ ١ِ شِِا ٌِ ِّٕ ب سِِ ِِٚا ِل صِ ِ٘ شِِ ِ٘ ِِٟ"ا لِ ٠ِ ِّب ِِْ

ثِ بللِ ِ ِٚا١ٌِِ ِٛ َِ ِا ٢ِ خِ شِ، ِث ٛ س ١ ٍ خِ ِاٌ شِ رِ ِٛعِ ِإِ ٌِٝ ِاٌِمِ شِآ ِْ ِاٌِ ىِ شِ ٠ِ ُِ ِ ِٚاٌِ ضِ ذِ ٠ِ جِِ ه اٌ ِٕجِ ٚ ِِٞ ِِٛاٌ هسِ ِّعِ ِ ِٚاٌطِب عِ خِِ ٌِ ِّ ِِٓ ٟ ٌِ ِِِٚ عِ ٍِ ١ِ ِِٗأِ ِ ِٛ سِِاٌِ ِّ سِ ٍِ ِّ ١ِ ِٓ.ِ ِٚثِ عِذِ ِرِ ٌِ هِِ تِ مِ ذِ ٠ِ ُِِا صِتِ شِا َِِآ سِا ءِِا ٢ِ خِ شِ ٠ِ ِِٓ عِ ِٕذِ ِا لِ خِتِ لِ فِِفِ ِِٟاٌ هشِأِ ِٞ ." حِ هُِ ِأِ هِْ ِٔ تِ ١ِ زِخِ ِ ِ٘زِ ا ِا ٌِجِ ضِ جِ ِتِ ذِ عِ ُِ ِٔ تِ ١ِ زِخِ ِا ٌِجِ ضِ جِ ِا هٌِ زِ ِٞ ِ وِتِ جِ ِٗ ِ عِ جِذِ ِ ا ٌِ غِِٕ ِٟ ا دِ سِ عِ ِٛ، ِثِ عِ ِٕ ِٛا ِْ: ِٚ صِذِ حِ ِا لِ هِ خِ ِا لِ سِ لِ ١ِِه خِ- ِا ِل سِجِ ب ةِ ِ ِٚا ٢ِحِ ب سِِ ِٚا ٌِ ِّعِ ِٛ لِب دِ وِ ِّب ثِ ١ِهٕ ِٙب ِا ٌِمِ شِآ ِْ ِا ٌِ ىِ شِ ٠ِ ُِ-.ِ لِب يِ ِفِ ِٟ ِا خِتِ تِ ب َِ ِا ٌِجِ ضِ جِ: ِإِ ِِْ ِب سِ سِِا ٌِ ِّ سِ ٍِ ِّ ِٛ ِِْا ٌِ م١ِِ ُِِ ِٚأِ سِجِ ب ةِِا ٌِ ِٛ صِذِ حِ ِا هٌِتِ ٚ ِِِٟ سِدِ دِف ِٟا ٌِمِ شِآ ِِْا ٌِ ىِ شِ ٠ِ ُِِ ِ ِّب سِ سِخِ ِ ر١ِِ ذِ حِ ،ِ فِ س١ِِ ِٛ هفِ شِِ ٌِ ِٙ ُِِأِ حِ شِِإِ ٠ِ زِبثِ ِِٟ ٌِتِ ىِ ِٛ ٠ِ ِِٓ ِٚ صِذِ حِ ِا ِل هِ خِِا ٌِ ِّ سِ ٍِ ِّ خِ.ِ ِل هِْ ِا ٌِمِ شِآ ِْ ِ ِٚا ٌِ ضِ ذِ ٠ِ جِ ِ ِ صِذِ سِا ِا ٌِ ضِ كِ ِ ٌِتِ ِٛ رِ ١ِ ِٗ ِا لِ ِٔ سِب ِْ ِ ٌٍِِ ِٛ صِ ِٛ يِ ِإِ ٌِِٝ اٌ هسِعِ بدِ حِ ِ فِ ِِٟاٌذِ ١ِِٔ بِ ِٚا ٢ِ خِ شِحِ . ِٚثِ شِ ىِ ًِ ِ عِب َِ،ِأِ هِْ ِٔ تِ ١ِ زِخِ ِ ِ٘زِ ا ِا ٌِجِ ضِ جِ ِتِ شِفِ طِ ِا ِل فِ ىِب سِ ِا هٌِتِ ِِٟ غِ هِٛ سِ ِ٘ب ِا ٌِ غِ شِثِ ١ِ ٚ ِ ِْ ِِٛاٌ ٍِ ١ِجِ شِا ١ٌِِ JIL) ِْ ِٛ) ا هٌِتِ ِٟ ِتِ سِعِ ٝ ِإِ ٌِٝ ِإِ ثِعِ ب دِِ ا ٌِ ِّ سِ ٍِ ِّ ١ِ ِِٓ ِجِ ب دِ ئِِ دِ ٠ِٕ ِٙ ُِِ ِ ِِٓ خِ لِ يِِإِ عِ طِبئِ ِٙ ُِِا ٌِ ِّ سِ ٍِ ِّ ١ِ ِِٓاٌعِ بِ ٍِ ١ِ ِِٓثِ أِ سِب سِِ اٌ ِذ ٠ِ ِِٓاٌ هطِبثِ عِِا هٌِ زِ ٠ِِِٞ عِتِ جِ شِِٖ ِا ٌِ ِّ زِتِ ِّ عِِ س١ِِ ئ ب.ِ ِخِ ًِِا ِل صِ ِٛ ١ٌِِ ١ِ ِِٓ ِٚا ٌِ ِّتِ طِ شِفِ ١ِ ِِٓ

ِٚاٌِجِ ذِ ا ٠ِِٚ ١ِ ِٓ. ِ عِ ِٕذِ ِ سِأ٠ِِ ِٙ ُِ ِاٌِ مِجِ ١ِشِ ِاٌِ خِب غِ ئِ ِتِ مِ ِٛ يِ:ِأِ هِْ ِأِ عِ ِّب يِ ِا لِ سِ ِ٘ب ةِِ اٌ هشِا دِ ٠ِ ىِب ١ٌِِه خِ، ِتِ شِتِ جِ ػِ ِ اِ سِتِ جِ ب غب ِ ِٚحِ ١ِ مب ِثِ ب ٌِ ِّخِ بثِ شِحِ ِا ٌِ زِ ِٛ ِ٘ ش٠ِِه خِ ِا ٌِ ِّتِ طِ شِ فِ خِِ ِٚا ٌِجِ ذِ ٠ِِٚه خِ.ِ ٌِ ىِ هِِٓ ِ٘زِ اِا لِ فِتِ شِا ضِِا ٌِ خِب غِ ئِِٔ فِبِٖ ِاٌذِ وت ٛ سِِرِ ا وِ شِِٔ ب٠ِه،ِ لِبئِ لِ :ِ " لِ ٠ِِ ِٛ رِذِ ِأ ٞ ِ ِ جِذِ أِ ِ ِ ِٓ ِ ِجِ ب دِ ئِ ِا لِ سِ لِ َِ ِتِ ٕ بلِ طِ ِا لِ ِٔ سِبِٔ ١ِهخِ ! ِ عِ ِٕذِ ِبِ ٠ِ تِ فِب عِ ًِِ ِ عِِا ٌِ ضِ ِسِاٌ هسِ ٍِ ١ِ ُِِ".ِ ِٚ لِب يِِأِ ٠ِعبِ :ِ"أِ ٔ بِ فِ خِ ِٛ سِِثِ أِ ِِْأِ وِ ِٛ ِِْ ِ سِ ٍِّبِ ِ أِ صِ ِٛ ١ٌِِ بِ،ِ ِل هِِٕٔ ِِٟأِ صِب ِٚ يِِأِ ِِْأِ فِعِ ًِِأِ سِب سِِ دِ ٠ِ ِِٓا لِ سِ لِ َِ." ٚث عذِ : ِ ِل هِْ ِ ِ٘زِ ا ِا ٌِجِ ضِ جِ ٠ِِ تِ عِ هٍِ كِ ِثِ تِ فِ سِ ١ِ شِ ِ وِ لِ َِ ِللاِ ، ٠ِِ شِ رِٝ ِ ِ ِِٕٗ ِ ِذِ ا ِٚاحِ ِ ِ شِ ىِلِ دِِا ٌِ ِّ سِ ٍِ ِّ ١ِ ِِٓا لِ رِتِ ِّب ع١ِِه خِ،ِ فِب ٌِ ِّ صِذِ سِِاٌ هشِئِ ١ِ سِ ِِٟا ٌِ ِّٕ ب سِ تِِ ِ٘ ِٛ:ِتِ فِ سِ ١ِ شِِا ٌِمِ شِآ ِِْا ٌِ ضِ ىِ ١ِ ُِِ ٌِ ِّ ضِ هِّ ذِ عِ جِذِ ِِٖ ِٚ سِ شِ ١ِ ذِِ سِ ظِب،ِ ِٚتِ فِ سِ ١ِ شِِا ِل صِ ِ٘ شِِ ٌِ ضِ ِّ ىِٝ. ِأِ هِب ِثِ بٌِٕ سِجِ خِ ِ ٌِ ٍِ ِّ صِذِ سِ ِاٌخِه ِبٔ ٞ ِِٛ، ِ فِ ِّ ِِٕٗ ِتِ فِ سِ ١ِ شِ ِتِ ١ِ سِ ١ِ شِ ِ وِ شِ ٠ِ ُِِ

viii

اٌ هشِ صِ ِّ ِٓ ِ ٌٍِ هسِ عِ ذِ ٚ ِ ،ِِٞتِ فِ سِ ١ِ شِ ِا ٌِ ِّ شِا غِ ِٟ ِ ِل صِ ِّذِ ِ ِ صِ طِ فِٝ ِا ٌِ ِّ شِا غِ ِِٟ ِٚتِ فِ سِ ١ِ شِِا ٌِمِ شِآ ِِْا ٌِ ىِ شِ ٠ِ ُِِ ٌِ ِّ ضِ هِّ ذِِ ثِ ِِٓ صِب ٌِشِ ِا ٌِعِ خِ ١ِ ِّ ١ِ ِٓ.ِحِ هُِِإِ هِِْ ِ٘زِ اِا ٌِجِ ضِ جِِ ٠ِ سِتِ خِ ذِ َِ ِأِ سٍِِ ِٛ ةِ ِاٌتِه فِ سِ ١ِ شِ ا ٌِ ِّ ِٛ ظِ ِٛ عِ ٚ ِ ،ِِٟا ٌِ ِّ مِب سِ ِْ ِ ِٚاٌتِه ضِ ٍِ ١ِ ٍِ ِٟ .ِث ٙ ز ِٖ

اٌ ّٕ ب ٘ذ ٠ِِ ضِب ِٚ يِِاٌِجِ ب صِ جِِأِ ٠ِِِْ شِِٜ سج تِإ ت ّب َِتِ فِ سِ ١ِ شِِا ٠ِ٢ِ خِِ عِ ٍِِٝر ٌ هِ اٌ هِٕ ضِ ٚ ِ،ِِٛثِ ١ِ ب ِِْا ٌِ فِ شِ قِِثِ ١ِ ِِٓٔ تِ بئِ ذِِتِ فِ سِ ١ِ شِِا ٌ ّ ف س ش ٠ ِٓ)إِ ِِْ ِٚ رِذِ (.

ix

ABSTRACT This very simple thesis concludes that, the values that can form the ummatan wâhidah according to al-Manar and al-Azhar interpretations are, "believe in Allah and the Last Day by following the teachings of the Qur'an and and subject to Uli al- Amri and mutual respect in dissent ". The results of this study support the results of research conducted Abd al-Ghani Idra'u entitled Wahdah al-Ummah al-Islâmiyah-al-Asbâb wa al-Atsâr wa al-Mua'wwiqat kama bayyanahâ al-Qur'ân al-Karîm. This thesis concludes, by applying the values contained in the verses of the Qur'an So it will have a positive impact on the unity of Muslims who can be enjoyed by individuals, communities, countries, the world and the hereafter. Because the Qur'an and hadith are the source of al-haq and the guidance for man in reaching the happiness of the world and the hereafter. In general, the results of this study reject the ideas developed by western and liberal people (JIL). Who seeks to distance Muslims from their scriptural guidance. By giving a stamp that is considered bad by society. such as "fundamentalist", "extremist" and even "primitive" to anyone who runs religious principles. According to them, even radical acts of terror, are closely related to fundamental, extreme and primitive persistence of their persi. But the mistaken assumption was denied by Dr. Zakir Naik, saying: "There is no fundamental doctrine (basics) of Islam that is contrary to humanity" when digested with common sense ". He also said: "I am proud to be a fundamentalist Muslim, because I am trying to practice the teachings of Islam". Because the research is related to the social condition of the society, the primary sources used in this research are two tafseer of social character, namely tafsîr Al-Qur'ân Al-Hakîm by M. Abduh and M. Rasyîd Ridhâ, and Tafsir al-Azhar by Hamka. The secondary sources are, Taisîr al-Karîm al- Rahmân's work of as-Sa'dî, al-Maraghi's tafsir al-Maraghi and al-Qur'ân Al- Karîm's commentary by M. Ibn Shâlih Al-Utsaimîn. Furthermore, this study used the method of interpretation maudhû'î patterned muqâran (komfaratip) and tahlîlî (analysis). Not only mention the results of his interpretation, but also try to see why the verse is interpreted so as to mention the difference between the interpretation results of each character (if any)

x

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Pembimbing ...... i Lembar Pengesahan Tesis ...... ii Lembar Pernyataan Penulis...... iii Kata Pengantar ...... v Pedoman Transliterasi ...... vi Abstrak ...... vii Daftar Isi ...... xi BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Permasalahan ...... 18 C. Tujuan Penelitian ...... 18 D. Manfaat Penelitian ...... 18 E. Kajian Pustaka ...... 19 F. Metodologi Penelitian ...... 22 G. Sistematika Penulisan ...... 25 BAB II: PENGERTIAN PERSATUAN DAN UMAT A. Pengertian Ummatan Wâhidah ...... 27 B. Derivasi (isytiqâq) kosa-kata ummatan wâhidah dalam Al-Qur‟an ...... 29 C. Motivasi terbentuknya ummatan wâhidah ...... 40 D. Urgensi mengenal konsep ummatan wâhidah ...... 49 BAB III: PROFIL MUFASSIR DAN PROFIL TAFSIR AL-MANÂR DAN AL-AZHAR A. Profil Mufassir ...... 51 1. Muhammad Abduh ...... 51 a. Tumbuh kembang dan pendidikan ...... 51 b. Karir ...... 53 c. Karya ...... 55 2. Muhammad Rasyîd Ridhâ ...... 56 a. Tumbuh kembang dan pendidikan ...... 56 b. Karir ...... 60 c. Karya ...... 61 3. Hamka ...... 63 a. Tumbuh kembang dan pendidikan ...... 63

xi

b. Karir ...... 65 c. Karya ...... 66 B. Profil Tafsir Al-Manâr dan Al-Azhar ...... 68 1. Profil tafsir al-Manâr ...... 68 a. Sumber Penafsiran ...... 69 b. Metodologi Penafsiran ...... 70 c. Corak ...... 71 2. Profil tafsir al-Azhar ...... 72 a. Sumber Penafsiran ...... 72 b. Metodologi Penafsiran ...... 73 c. Corak ...... 73 BAB IV: NILAI-NILAI YANG MEMBENTUK UMMATAN WÂHIDAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN A. Aspek-aspek Persatuan Umat ...... 75 1. Pada awalnya umat manusia itu satu ...... 75 2. Perintah utuk bersatu ...... 80 3. Wahyu merupakan intisari dakwah para rasul ...... 88 4. Iman kepada Allah menjadi factor pemersatu ...... 93 5. Berpegang pada Al-Qur‟an (tali Allah) merupakan sarana persatuan ...... 100 6. Ukhuwah sarana persatuan ...... 106 B. Aspek-aspek yang menjadi penyebab perpecahan umat 112 1. Kedengkian penyebab perpecahan ...... 112 2. Fanatisme kelompok dan madzhab penyebab perpecahan ...... 117 3. Kemusyrikan menimbulkan perpecahan ...... 132 C. Analisa ...... 139 1. Ketidakpahaman terhadap aspek-aspek yang membentuk persatuan umat menyebabkan perpecahan serta melemahnya posisi umat ...... 139 2. Perbedaan akidah menimbulkan perpecahan dalam pemilihan Ulî al-Amri ...... 141 3. Seruan menghidupkan kembali ayat-ayat yang menyeru kepada persatuan umat islam dan ukuwwah islâmiyyah ...... 145 BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ...... 151 B. Saran ...... 152 DAFTAR PUSTAKA ...... 153

xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Persatuan1, belakangan ini merupakan sebuah kata yang begitu hangat dibicarakan. Menjelang/seusai Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) DKI Jakarta bebera waktu lalu, Presiden Joko Widodo mengundang sejumlah tokoh lintas agama ke Istana Negara. Melalui pidatonya, Jokowi menghimbau agar semua elemen masyarakat kembali mengeratkan rasa persaudaraan demi mempertahankan persatuan dan kesatuan Bangsa. Beberapa upaya pun dilakukan untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut, salah satunya dengan mengarahkan TNI, Polri untuk menjaga dengan kewenangannya akan Idiologi dan palsafah Negara (Pancasila, diantaranya, sila ke-3 Persatuan ). Serta tidak segan-segan untuk membubarkan Organisasi yang terindikasi merusak palsafah Negara2. Menyambut seruan Presiden tersebut, dengan pertimbangan menjaga persatuan dan kesatuan terhadap gejolak bangsa yang sedang memanas, Ormas Islam terbesar di Indonesia PBNU dan dengan resmi menghimbau kepada seluruh warganya untuk tidak menghadiri aksi 212, serta melarang keras membawa atribut-atribut organisasi3. Dengan tujuan yang sama “menjaga kondusivitas bangsa dari isu-isu yang dapat

1Bersatu memiliki dua arti: pertama, berkumpul atau bergabung menjadi satu; menjadi satu: bangsa-bangsa asia tenggara bersatu dalam Asean. Kedua, sepakat; seia sekata: bersatu kita teguh berceri kita runtuh. Bersatu hati sepakat: seia sekata. Adapun „persatuan‟, arti yang pertama, gabungan (ikatan, kumpulan dan sebagainya) beberapa bagian yang sudah bersatu: bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan Indonesia. Kedua, perserikatan; serikat. Lihat: Https://kbbi.web.id/satu, diakses 10 Agustus 2017. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa persatuan terbagi kedalam dua bagaian yaitu: Persatuan pisik (zahir, badan, pendapat, wadah/organisasi) dan persatuan jiwa (batin, hati atau ruh). Adapun persatuan dalam bentuk pisik adalah suatu yang mustahil, karena pada kenyataannya manusia terpencar keberbagai daerah serta ikatan organisasi yang berbeda-beda. Adapun persatuan dalam bentuk yang kedua juga mengharuskan adanya usaha untuk mencapainya. Usaha terbesar yang harus dilakukan adalah menanamkan keyakinan akan adanya hari pembalasan. Jika keyakinan itu tertanam dengan mantap, maka tidak saling mengganggu, tidak saling menyakiti serta perbuatan buruk lainnya baik pisik (zahir) maupun batin (hati) merupakan suatu keniscayaan. Lihat M. Ibn Shâlih Al-Utsaimîn, Tafsîr Al-Qur‟ân Karîm Âli „Imrân,, h. 601-602. 2Selengkapnya lihat pada :http://www.kompasiana.com/satriawaruwu/silent- murder-vs-persatuan-dan-persaudaraan_5927c16cd59373aa16ab4563, diakses 29 Juni 2017. 3Https://www.youtube.com/watch?v=kvU3vGbBRR8, diakses 29 Juni 2017. Https://www.youtube.com/watch?v=0naAz6kPhDg, himbawan pelarangan tersebut dari PWNU diwakili oleh KH. Anwar Iskandar. Adapun dari Muhammadiyah diwakili oleh Dahnil Anzar Simanjuntk Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah. diakses 29 Juni 2017. 1

2 menimbulkan perpecahan bangsa”, pada tanggal 12 Juni 2017 kedua ormas tersebut mengadakan pertemuan...4. Disi lain, tanggapan miring sempat terlontar kepada sikap kedua ormas di atas/yang serupa dengannya, “yang tidak mau ikut mendukung aksi 411, 212 tergolong sebagai „buntut macan‟, mencari titik nyaman, terlalu banyak pertimbangan dan lainnya. Apakah nanti pada akhirnya waktu akan membuat mereka sadar sehingga mampu menjadi pigur sejati seperti K.H. dan K.H. Hasyim Asyhari?”5. Dengan argument ketidakadilan dan keleletan kapolri dalam menangani kasus dugaan penistaan agama; MUI, FPI dan Ormas lainnya menyerukan persatuan umat yang dideklarasikan dalam bentuk aksi damai 411, 212 dan lainya. Mereka menegaskan aksi tersebut tidak ada kaitannya dengan politik6. Seruan MUI dan Ormas Islam lainnya disambut baik oleh aktivis, para da‟i dan segenap masyarakat baik di DKI, Jawa, Sulawesi, Sumatra dan bahkan banyak dukungan dari indipidu-indipidu yang berasal dari Negara islam luar negri. Bagi pengusung aksi ini, perjuangan menyatukan umat “ikut aksi” tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kompleksitas permasalahan menjulang tinggi, mulai dari ”jajaran pemerintahan”, Ormas, kelompok islam dan golongan masyarakat lainya. In Toleran, memecah belah persatuan dan isu lainnya menyebar dengan cepat melalui media. kemudian dikenal dengan isu SARA (suku ras agama dan antar golongan). Mereka berharap para ulama/ tokoh dapat bersatu. Akan tetapi pada kenyataannya ulama berpecah tidak satu suara. Bahkan kelompok yang akhir-akhir ini berkembang pesat “Salafî” tetap pada prinsipnya, melarang keras mengikuti aksi7. Walupun sebagian dâ‟i Salafî lainnya seperti Subhan Bawazir, Khalid Basalamah lebih memilih tawaquf, tidak membolehkan juga tidak melarang selama ada dalil8. Tetap kelompok tersebut memiliki prinsip apabila terjadi

4www.panjimas.com diakses tanggal 28 Juni 2017. 5http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/17/01/06/ojbel1319-menuju- persatuan-santri-yang-ketiga-revolusi-putih-8, diakses 29 Juni 2017. 6Walaupun demikian, banyak pihak yang tidak mengamini penegasan di atas. Contoh “jangan memanfaatkan situasi untuk mendiskriminasi pihak tertentu karena salah ucapan. Ahok juga sudah meminta maaf, kenapa tidak bersikap legowo. Kapolri juga sedang memproses secara hukum, Tugas kita sebagai masyarakat adalah mengawal proses tersebut dan tetap menjaga persatuan. Lihat: Https://id.linkedin.com/pulse/demo-4-november-rawat- persatuan-dan-kesatuan-indonesia-kevin-tan, diakses 28 Juni 2017. 7Https://www.youtube.com/watch?v=typw-LoiZDg, tanggapan Ustas Riyadh Bajrey terkait aksi Damai 411, 212 kasus „penistaan agama‟, diakses 28 Juni 2017. 8Https://www.youtube.com/watch?v=mrGDJ6AOowQ, menyikapi aksi 411 oleh Subhan Bawazir dan Khalid Basalamah, diakses 28 Juni 2018. 3 kezoliman dapat menyampaikan dengan lebih santun. yaitu dengan jalan menasehati pemimpin secara rahasia. Salah satu contoh yang menunjukkan rasa yang sangat disayangkan oleh salah seorang ustad pengusung aksi kepada dâ‟i-dâ‟i Salafî lulusan Timur Tengah dalam menanggapi prinsip umum tersebut, mengatakan, “Negara Indonesia adalah Negara yang berasaskan demokrasi, bukan seperti Timur Tengah; Timur tengah tidak membolehkan demo; hal itu sangat wajar. Yang menjadi permasahan, mengapa kita meminta fatwa kepada Ulama Saudi dalam membahas urusan dalam nergi? Maka hasilnya akan tidak tepat….”9. Pada wawancara TV one, salah satu tokoh terkemuka di Indonesia, Mantan ketua PP Muhammadiyah; Ahmad Syafi‟i Ma‟arif. di mintai pendapatnya mengenai upaya untuk merajut kembali benang persatuan yang sempat terputus, beliau menyatakan, “selama kita tidak menjaga jarak terhadap kelompok Radikal (cikal bakal Isis) yang pada akhirnya berujung pada perang saudara, maka rasa persaudaraan susah untuk diwujudkan”10. Dilain sisi, ditengah-tengah hiruk pikuk kondisi umat, ter-viral luas baik melalui internet bahkan tersiar di TV. Terlihat; sebagian sikaf tokoh muslim; “bergandengan mersa duduk bercengkrama dengan non muslim” bersenda gurau dan semacamnya. Sehingga menimbulkan pro-kontra dikalangan masyarakat hingga dâ‟i. Abu Zahrah menyebutnya suatu hal yang suangat aneh11. Aneh, Karena menyelisihi nash Al-Qur‟an yang sangat tegas .ﷺ dan jelas, di antara Q.S. al-Maidah: 80-81, dan menyelisihi hadits nabi Adapun yang pro, boleh jadi itu sebagai sikaf taqiyah. Perselisihan antar sesama umat islam di Indonesia memang sudah lama. Jauh sebelum perdebatan adanya kasus dugaan penistaan agama dan Al-Qur‟ân. Salah menyalahkan atau bahkan sesat-menyesatkan tidak dapat dihindari juga. Dalam bedah buku, Rizieq mengungkap dan mengomentari buku yang ditulis oleh Abdul Qodir Jawaz yang berjudul: ”Mulia dengan Manhaj Salaf”. Habib menyebutkan isi buku pada bab-bab terakhir dan membacakannya kepada jama‟ah pengajian beliau12, lalu mengatakan, “apakah perkataan /tulisan ini tidak memecah belah umat?!13

9Https://www.youtube.com/watch?v=typw-LoiZDg, jawaban Farid Okbah tentang pelarangan Aksi Damai 411, 212 kasus „penistaan agama‟, diakses 28 Juni 2017. 10Https://www.youtube.com/watch?v=ituuxuSGbPw, diakses 3 Juli 2017. 11Disebutkan, keanehan yang sangat seorang pemmpin muslim minta tolong kepada musuh Allah dan musuh islam dan melupakan firman Allah Q.S. al-Mujâdilah [58]: 22. Lihat Muhammad Abu Zahrah, al-Wahdah al-Islâmiyyah (Beirut: Dâr ar-Râid al-„Arabî: t.th), h. 5. 12 Diantara isi buku tersebut adalah: Firqah-firqah sesat dan menyesatkan. Yazid bin Abdul Qadir Jawas menyebutkan diantara firqah tersebut adalah Asy‟ariyah, Maturidiyah, Jama‟ah Tabligh dan lainnya. Diakhir pembahasan/kesimpulan disebutkan penghukuman

4

Contoh lain, Pada buku “Sejarah berdarah sekte salafî wahabî”, disebutkan, “wahabî sangat senang menumpahkan darah dan sebagainya”. Menurut salafî, hal ini adalah kedustaan dan kebohongan nyata14. Pada bukunya, Rima Nurkomala menyebutkan, kelompok FPI, salafî dan HTI, , Majelis Mujahidin Indonesia. menganggap mereka pundamentalis dan radikal15. Beliau menganggap tindakan FPI yang berdakwah tidak hanya dengan lisan, akan tetapi juga dengan tangan sebagai tindakan kelompok radikal16. Perkataan itu boleh jadi kerena munculnya beberapa kekerasan yang dilakukan oleh individu yang berpahaman HTI, Laskar Jihad dan selainnya. Diantara definisi radikal yang dikutip oleh Rima dalam bukunya adalah: (1) memahami kitab suci secara literal (2) penerapan syari‟at islam upaya pendirian (3) ﷺ sebagaimana dilakukan pada masa nabi Muhammad Negara Islam, (4) satu-satunya sumber kebenaran adalah Islam. Selanjutnya Rima mengutip perkataan Charles Kimball mengenai latar belakang munculnya radikalisme, diantaranya adalah, bila penganut agama mengklaim kebenaran agamanya sebagai sumber kebenaran tunggal17. Pandangan Charles tersebut selanjutnya diamini oleh Azyumardi Azra. Pada referensi lain disebutkan, terdapat juga satu pemahaman yang di anggap sangat meresahkan. Mereka berusaha menanam keragu-raguan terhadap akidah, syari‟at, akhlak bahkan Al-Qur‟an. Menyatakan semua agama benar, Al-Qur‟an adalah produk budaya yang keotentikannya diragukan, bahkan mengatakan bahwa hukum Tuhan itu tidak ada. Selain itu,

sesat dan bid‟ah pada firqah-firqah tersebut. penghukuman tersebut hayalah pada manhaj (metode beragamanya saja) bukan pada indipidu. Adapun penghukuman terhadap individu tergantung kesesatan masing-masing. Lihat: Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Mulia Dengan Manhaj Salaf , (Jawa Barat: Pustaka At-Taqwa, 2008), Cet. ke-2, h. 550. 13Https://www.youtube.com/watch?v=nKhyqyyxzZo, bedah buku Mulia Dengan Manhaj Salaf, ceramah menyeru persatuan dan persaudaraan umat islam, diakses 28 Juni 2017. 14Https://www.youtube.com/watch?v=mHEDkJKyJJo, diakses 3 Juli 2017. Ceramah yang di sampaikan oleh Firanda Andirja, membongkar koleksi dusta Idahram di Masjid Astra, Jakarta Utara, 15 Juli 2012. K.H. Sirajuddin Abbas. Menulis buku “I‟tiqad Ahlu As-Sunnah wa Al-Jama‟ah”. Diantara isi buku tersebut menyebutkan sesatnya dakwah Muhammad bin Abdu Al-Wahhab dan Ibnu Taimiyah dengan menggolongkannya pada 72 golongan selain al-Jama‟ah. Buku ini selanjutnya dijadikan salah satu rujukan utama Idahram dalam menyusun bukunya “sejarah berdarah sekte salafi wahabi”. 15 Rima Nurkomala, Jihad Intelektual Azyumardi Azra dalam Membina Kerukunan Umat Bergama, (Jawa Barat: Royyan Press, 2013), Cet. ke-1, h. 109. 16 Rima Nurkomala, Jihad Intelektual Azyumardi Azra dalam Membina Kerukunan Umat Bergama… h. 117. 17 Rima Nurkomala, Jihad Intelektual Azyumardi Azra,… h. 107, 111-112. 5 dengan berbagai cara mereka berusaha untuk menanamkan keragu-raguan terhadap orisinilitas keilmuan ulama salaf18. Pada bab akidah, ikut-ikutan mengatakan, “tidak setuju dengan pembagian mu‟min dan kafir karena dianggap diskriminatif, mengatakan bahwa pada hakikatnya agama itu tidak pernah ada… mempertanyakan, “kenapa Thomas Alfa Edison tidak bisa masuk surga hanya lantaran tidak mengucapkan syahadat saja”!19 Dalam syari‟at, menganggap hukum had (seprti: sariqah, zinâ…) sebagai hukum biadab dan sadis karena mewariskan kecacatan, menganggap saja, adapaun yang lainnnya maka ﷺ jilbab “khusus” hanya untuk istri nabi tidak wajib serta menganggap jilbab sebagai sarana mengekang kaum wanita dan penempatan derajat mereka di bawah laki-laki20. Selain dari fenomena keberagaam di atas, terdapat juga pemahaman sebagian umat yang dianggap terlampau memuliakan Ahlu Bait, yang dikenal dengan keompok Syi‟ah. Dari dahulu sampai sekarang telah banyak diadakan usaha-usaha untuk mempertemukan antara Sunni dan Syi‟ah. Karena apabila kedua aliran tersebut dapat dipertemukan, setidaknya konflik antara Sunni dan Syi‟ah dapat berkurang. Namun sebagian ulama baik di Indonesia maupun di luar negri, menganggap usaha pendekatan tersebut suatu pendekatan yang sia-sia dan tidak akan mungkin berhasil. Menurut mereka bagaimana mungkin dapat digabungkan antara orang yang memuliakan Para sahabat dengan orang yang menghinakannya21. Terdapatnya banyak pemahaman dalam islam, yang mana masing- masing mereka merasa bahwa islam persi merekalah yang benar. Adapun yang lainnya salah. Kelompok A sangat menyayangkan hasil pemahaman kelompok B, menganggap mereka adalah kaki tangan orang kafir, bahkan termasuk golongan mereka karena terlalu loyal kepada non muslim dan lainnya. Sebaliknya, kelompok B juga tidak mau kalah, mereka menganngap kelompok A radikal, fundamental, ekstrim atau bahkan teroris. Sudah barang tentu hal ini sangat membingungkan masyarakat bahkan membingungkan sebagian penuntut ilmu; mana yang benar dari pemahaman tersebut!. Atau

18 Hartono Ahmad Jaiz, Mengungkap Kebatilah Leberal CS, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010), Cet. ke-1, h. 254-255. Kesimpulan hasil debat Kiai Muda NU dengan JIL () ahad oktober tahun 2009. 19 Muhammad Hamid an-Nashir, al-„Ashraniyûn Baina Mazâ‟im at-Tajdîd wa Mayâdin at-Taghrîb, terj. ( Jakarta: Darul Haq, 2016), Cet. ke-2, h. 305-306. 20 Muhammad Hamid an-Nashir, al-„Ashraniyûn Baina Mazâ‟im at-Tajdîd wa Mayâdin at-Taghrîb, terj. ( Jakarta: Darul Haq, 2016), Cet. ke-2, h. 249-258. 21 Di antara ulama yang ikut menandatangani konfrensi Sunni dan Syi‟ah adalah Dr. Yusuf al-Qardhwi. Sejak pertemuan pertama yang dilakukan dalam usaha mendekatkan antara kedua aliran tersebut beliau telah merasa janggal. , 37 Masalah Populer, (Riau: Tafaqquh Media, 2017), Cet. ke-11, h. 428. Lihat Abu Muhammad Waskito, Mendamaikan Ahlu Sunnah, h. 372.

6 dalam ungkapan lain, apa standar ukur kebenaran tersebut kususnya dalam memahami nash agama!. mengapa pemahaman setiap kelompok beragama sekian banyak macamnya. Yang menjadikan permasalahan menjadi runyam, setiap tokoh-tokoh di atas memiliki pengikut atau simpatisan (sama pemahamannya) yang tidak sedikit. Sehingga masing-masing pengikut mereka mengambil sikap yang tidak jauh berbeda (berfikir sesuai pemahaman tokoh). Pada akhirnya di antara sesama muslim seolah ada skat-skat yang membatasi satu sama lain disadari atau tidak. Tidak mau mendengarkan pengajian ustadz/tokoh ini dan itu karena ini dan itu dan seterusnya. Cara bersikap dan beragama di atas tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa solusi. Sebagaimana api, tidak akan ada api yang besar kecuali bermula dari api yang kecil. Sehingga siapapun yang melihat api yang kecil tersebut maka ia harus memadamkannya sebelum membesar dan membakar benda- benda yang ada disekitarnya. Jelas perselisihan akan melemahkan posisi umat islam itu sendiri. Dan telah tertulis dalam sejarah islam yang lampau, tidaklah penjajahan Asing masuk, menguasai bahkan menghancurkan suatu Negara kecuali karena perpecahan dikalangan tubuh sendiri. yang tidak ada sedikitpun ﷻ Al-Qur‟an, merupakan kalâmu Allah keraguan di dalamnya. Beriman dan tidak mengingkari walaupun hanya satu huruf saja merupakan akidah umat islam sejak masa silam. Begitu juga Muhammad yang shahih sebagai penjelas/penafsir ﷺ dengan hadits nabi langsung dari Al-Qur‟an atau menetapkan perkara yang belum disebutkan dalam Al-Qur‟an. Agama22, melalui sumbernya yakni, Al-Qur‟an dan hadits dengan nilai-nilai mulia serta kandungan hikmah yang ada didalamnya telah mengajarkan, mengarahkan, membimbing serta menuntun manusia baik secara global dan maupun secara rinci, kususnya umat islam untuk menciptakan hubungan baik, menciptakan persatuan dan kesatuan di antara mereka. Serta menghindari dan menjauhi keretakan hubungan dan perpecahan yang berujung pada peperangan dan pertumpahan darah. :berfirman dalam Q.S. al-Hujurat [49]: 10 yang berbunyi ﷻ Allah

22 Yang dimaksud dengan agama di atas adalah seluruh agama samawi, kususnya agama islam. Terkait dengan bimbingan agama terhadap umatnya, Muhammad Abduh menyatakan: Semua agama pada awal penyebarannya adalah mendekatkan yang jauh, menyatukan yang bersengketa, mengecam keburukan, menyingkirkan sebab-sebab perpecahan dari jiwa, menjalin ukhuwah melebihi ukhuwah nasab. Itulah hakikat ushûl agama…. Lihat pada M. Abduh dan M. Rasyîd Ridhâ, Tafsîr Al-Qur‟ân Al-Hakîm,… jilid 2, h. 259. 7

          



“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. (Q.S. al-Hujurat [49]: 10). Dalam menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsîr mengatakan: أَيِ: ا ْل َج ِمٌ ُع إِ ْخ َوةٌ فًِ ال ِّدٌ ِن، َك َما َقا َل َر ُسو ُل ه َِّللا َص هلى هَّللاُ َع َل ٌْ ِه ْ ْ ْ َو َس هل َم: "ال ُم ْس ِل ُم أَ ُخو ال ُم ْس ِل ِم ََل ٌَظ ِل ُمهُ َو ََل ٌُ ْس ِل ُمهُ" . َوفًِ ال هص ِحٌحِ: ْ ْ " َو هَّللاُ فًِ َع ْو ِن العَ ْب ِد َما َكا َن العَ ْب ُد فًِ َع ْو ِن أَ ِخٌ ِه". َوفًِ ال هص ِحٌحِ أَ ٌْ ًضا: "إِ َذا َد َعا ا ْل ُم ْس ِل ُم ِِلَ ِخٌ ِه بِ َظ ْه ِر ا ْل َغ ٌْ ِب َقا َل ا ْل َم َل ُك: آ ِمٌ َن، َو َل َك ْ بِ ِمثْ ِل ِه". َوا ِْلَ َحا ِدٌ ُث فًِ َه َذا َكثٌِ َرةٌ، َوفًِ ال هص ِحٌحِ: " َمثَ ُل ال ُم ْؤ ِمنٌِ َن فًِ تَوا ِّدهم َوتَ َرا ُح ِم ِه ْم َوتَ َوا ُص ِل ِه ْم َك َمثَ ِل ا ْل َج َس ِد ا ْل َوا ِح ِد، إِ َذا ا ْشتَ َكى ِم ْنهُ ُع ْض ٌو تَ َدا َعى َلهُ َسائِ ُر ا ْل َج َس ِد بال ُح همى وال هس َهر". َوفًِ ْ ْ ْ ال هص ِحٌحِ أَ ٌْ ًضا: "ال ُم ْؤ ِم ُن ِلل ُم ْؤ ِم ِن َكالبُ ْنٌَا ِن، ٌَ ُش ُّد بَ ْع ُضهُ بَ ْع ًضا" َو َشبه َك بَ ٌْ َن أَ َصابِ ِع ِه. َو َقا َل أَ ْح َم ُد:… َح هدثَنًِ أَبُو َحا ِز ٍم َقا َل: َس ِم ْع ُت َس ْه َل ْب َن َس ْع ٍد ال هسا ِع ِد هي ٌُ َح ِّد ُث َع ْن َر ُسو ِل هَّللاِ َص هلى هَّللاُ ْ َع َل ٌْ ِه َو َس هل َم َقا َل: "إِ هن ا ْل ُم ْؤ ِم َن ِم ْن أَ ْه ِل ا ْ ِْلٌ َما ِن بِ َم ْن ِز َل ِة ال هرأ ِس ِم َن ا ْل َج َس ِد، ٌَأْ َل ُم ا ْل ُم ْؤ ِم ُن ِِلَ ْه ِل ا ْ ِْلٌ َما ِن، َك َما ٌَأْ َل ُم ا ْل َج َس ُد ِل َما ِفً ْ 23 ال هرأ ِس". تَ َف هر َد بِ ِه َو ََل بأس بإسناده. “Yakni, semua (orang-orang beriman) adalah saudara seagama, seorang muslim dengan muslim lainnya” :ﷺ sebagaimana sabda Nabi

23 Sâmî bin Muhammad Salâmah sebagai muhaqqiq tafsir Ibnu Katsîr memberikan foot note pada tafsir tersebut sebagai berikut: Hadits pertama diriwayatkan oleh Imam Al- Bukhari no. 2442 dan Muslim no. 2580 melalui jalur Abdullah bin Umar. Hadits kedua diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 2699 dari jalur Abu Hurairah. Hadits ketiga diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 2732 dari jalur Abu ad-Dardâ‟. Hadits keempat diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari no. 6011 dan Imam Muslim no. 2586 dari jalur an- Nu‟mân bin Basyîr. Dan hadits kelima diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad jilid 5, no. 340 dan al-Haistamî mengatakan dalam al-Majma‟ jilid 8, no. 187 bahwa jalur Imam Ahmad adalah jalur shahih. Lihat pada Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur‟ân Al-„Azhîm (Dâr Thaiyyibah li an-Nasyr wa at-Tauzî‟, 1999), Cet. Ke-2, jilid 7, h. 373.

8

bersaudara, (maka) tidak boleh menzalimi dan tidak boleh menjerumuskan pada kehancuran (seperti membiarkan disakiti atau menyakiti orang lain, tidak menolong atau bahkan membiarkan disakiti ﷻ oleh musuh-musuh islam). Pada hadits lain disebutkan bahwa: “Allah senantiasa akan menolong hambanya apabila ia senantiasa menolong saudaranya”. Dalam hadits shahih lan juga disebutkan, “Apabila seorang muslim mendo‟akan saudaranya secara rahasia, maka Malaikat berkata: amin dan bagimu seperti yang kamu do‟akan”. Hadits dalam perkara ini sangatlah banyak. Dalam hadits shahih juga disebutkan, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam kecintaan, kasih sayang serta hubungan di antara mereka, bagaikan satu jasad. Apabila salah satu anggota jasad itu merasa sakit, maka seluruh badan pun ikut pula bergadang dan demam (merasakan sakit pula)”. Dan dalam shahih juga disebutkan, “(posisi) Orang-orang beriman dengan orang-orang beriman lainnya bagaikan bangunan, saling bahu membahu…”. Dan Imam Ahmad juga telah meriwayatkan, “…telah menceritakan kepadaku Abu Hâzim, ia berkata: Aku mendengar Sahl bin Sa‟d as-Sâ‟idiy meriwayatkan dari Rasulullah beliau bersabda: “Sesungguhnya (posisi) seorang mukmin dengan ,ﷺ orang-orang mukmin lainnya ibarat kepala dengan jasad. Sama-sama merasa sakit dengan sakitnya anggota yang lain. Sebagaimana jasad merasakan sakit terhadap rasa sakit yang diderita oleh kepala”. Riwayat ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad saja, dan sanadnya dapat diterima. Berkenaan dengan ayat di atas As-Sa‟dî (w. 1376 H) mengatakan: -terhadap orang ﷻ Ayat ini merupakan perekat yang diikat kuat oleh Allah“ ,ﷻ orang beriman. Oleh karenaya, siapapun yang telah beriman kepada Allah Malaikat, kitab-kitab, para rasul dan hari akhir, maka ia adalah bagian/saudara bagi mukmin yang lainnya. Sehingga dengan iman tersebut ia berhak untuk mendapatkan kecintaan saudara seiman lain sebagaimana mereka mencintai diri mereka sendiri. Begitu pula ia berhak untuk dijauhkan dari perkara yang dibenci sebagaimana ia juga harus menghindari saudaranya :bersabda ﷺ dari perkara-perkara yang tidak disukai24. Dalam hal ini, Nabi ع ْن أَبًِ ُه َر ٌْ َرةَ، َقا َل: َقا َل َر ُسو ُل ِهللا َص هلى هللاُ َع َل ٌْ ِه َو َس هل َم: » ََل تَ َحا َس ُدوا، َو ََل تَنَا َج ُشوا، َو ََل تَبَا َغ ُضوا، َو ََل تَ َدابَ ُروا، َو ََل ٌَبِ ْع ْ َ ْ بَ ْع ُض ُك ْم َع َلى بَ ٌْعِ بَ ْع ٍض، َو ُكونُوا ِعبَا َد ِهللا إِ ْخ َوا ًنا ال ُم ْس ِل ُم أ ُخو ال ُم ْس ِل ِم، ََل ٌَ ْظ ِل ُمهُ َو ََل ٌَ ْخذُلُهُ، َو ََل ٌَ ْح ِق ُرهُ الته ْق َوى َها ُهنَا« َوٌُ ِشٌ ُر إِ َلى َص ْد ِر ِه

24 As-Sa‟dî, Taisîr Karîm al-Rahmân fî tafsîr Kalâm al-Mannân, (Saudi Arabiya: Dar Ibnu al-Jauzi, 1432), Cet. Ke- 5, h. 952. 9

ثَ ََل َث َم هرا ٍت »بِ َح ْس ِب ا ْم ِر ٍئ ِم َن ال هش ِّر أَ ْن ٌَ ْح ِق َر أَ َخاهُ ا ْل ُم ْس ِل َم، ُك ُّل ا ْل ُم ْس ِل ِم َع َلى ا ْل ُم ْس ِل ِم َح َرا ٌم، َد ُمهُ، َو َمالُهُ، َو ِع ْر ُضه ُ« bersabda: “Janganlah ﷺ Dari Abu Hurairah ia ber kata: Nabi“ kalian saling hasad, saling memata-matai, saling membenci dan saling membelakangi, serta janganlah sebagian kalian menjual/membeli sesuatu yang telah dibeli/dijual saudaranya. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Setiap muslim dengan muslim yang lainnya saling bersaudara, (maka) ia tidak boleh menzalimi, menghina dan tidak boleh merendahkannya. “Takwa itu di sini”-beliau memberi isyarat ke dadanya- dan mengatakan “Takwa itu di sini” sebanyak tiga kali. Cukuplah seseorang dianggap melakukan keburukan tatkala ia meremehkah saudaranya sesama muslim. Setiap muslim dengan muslim yang lain adalah haram; baik darah, harta serta kehormatannya”25. Lanjut beliau mengatakan: “…Seluruh anjuran (perintah) itu adalah untuk mengukuhkan hak-hak muslim sesama mereka. Di antara hak tersebut adalah, apabila terjadi peperangan di antara mereka yang menyebabkan perpecahan di hati, saling benci serta saling membelakangi; maka mukmin yang lainnya wajib untuk mendamaikan dengan mengusahakan apa-apa yang dapat menghilangkan pertengkaran mereka”26. Mengenai tafsir ayat di atas, Muhammad Quraish Shihab berpendapat bahwa perdamaian antara dua kelompok yang beriman sangat diperlukan, karena sesungguhnya orang-orang mukmin yang mantap imannya serta dihimpun oleh keimanan, kendati tidak seketurunan adalah bagaikan saudara seketurunan, dengan demikian mereka memiliki keterkaitan bersama dalam iman dan juga keterkaitan bagaikan seketurunan, karena itu wahai orang- orang yang beriman yang tidak terlibat langsung dalam pertikaian antar kelompok-kelompok, damaikanlah walaupun pertikaian itu hanya terjadi antara kedua saudaramu apalagi jika dalam jumlah banyak dan yakni jagalah diri kamu agar tidak ditimpa ﷻ bertawakkallah kepada Allah bencana, baik pertikaian itu maupun selainnya supaya kamu mendapat rahmat dari persatuan dan kesatuan27.

25 Muslim, Shahih Muslim, (Mesir: al-Maktabah al-Islâmiyah, 2011), Cet. Ke-1, h. 577. Kitâb al-Birru wa ash-Shilâah wa al-Adâb, Bab Tahrim Zhulm al-Muslim wa Khadzlihi wa Ihtiqarihi wa Damihi wa „Irdhihi wa Malihi, No. 2564. 26 As-Sa‟dî, Taisîr Karîm al-Rahmân fî tafsîr Kalâm al-Mannân, Tahqiq Abd al- Rahman bin Mu‟alla al-Luwaihiq, (Saudi Arabiya: Dâr Ibnu al-Jauzî, 1432), Cet. Ke- 5, h. 952. 27 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an (Jakarta: Lentera Hati, 2000), h. 247

10

Ayat di atas mengisyaratkan dengan sangat jelas bahwa persatuan dan kesatuan, serta hubungan harmonis antara anggota masyarakat kecil atau besar, akan melahirkan limpahan rahmat bagi mereka semua. Sebaliknya, perpecahan dan keretakan hubungan mengandung lahirnya bencana buat mereka, yang pada puncaknya dapat melahirkan pertumpahan darah dan perang saudara sebagaimana dipahami dari kata qital yang puncaknya adalah perang28. Dalam referensi lain disebutkan bahwa ukhuwwah islâmiyah merupakan suatu ikatan akidah yang dapat menyatukan hati semua umat islam, walaupun tanah tumpah darah mereka berjauhan, bahasa dan bangsa mereka berbeda, sehingga setiap individu di umat islam senantiasa terkait antara satu dengan yang lain, membentuk satu bangunan umat yang kokoh29. :juga berfirman ﷻ Dalam ayat lain Allah

      .     

           

            

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang- orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (Q.S. Ali „Imrân [3]: 103). ,maksudnya (واعتصمىا( ,Imâm Ath-Thabarî (w. 310 H) menjelaskan “bergantunglah pada asbâbillâh secara keseluruhan. Yakni, berpegang ,yang terdapat dalam Al-Qur‟ân ﷻ teguhlah pada agama dan janji Allah diantaranya, sehati dan bersatu di atas kalimat yang hak serta tunduk terhadap adalah perantara untuk menyampaikan pada ,)حبل هللا( perintah-Nya30. Adapun maksud dan tujuan. Oleh karenanya keamanan (daerah) disebut tali. Karena

28 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an (Jakarta: Lentera Hati, 2000), h. 249 29 Musthafa al-Qudhat, Mabda‟ al-Ukhuwwah fi al-Islam, terj. Fathur Suhardi, Prinsip Ukhuwah dalam Islam, (Solo: Hazanah Ilmu, 1994), h. 14. 30 Abu Ja‟far Ath-Thabarî, Jâmi‟ al-Bayân fî Ta‟wîl Ây Al-Qur‟ân, T. Ahmad M. Syâkir (Muassasah ar-Risâlah: 2000), Cet. Le-1, Juz 7, h. 70. 11

jangan ,)وال تفزقىا( :dengan keamanan, rasa takut menjadi hilang. Firman-Nya Lalu Ibnu Jarir menyebutkan .ﷻ Tafarraq dari agama serta janji Allah sungguh ﷻ beberapa riwayat. Di antaranya, dari Qotâdah (w. 117 H), “Allah sangat membenci, memperingatkan serta melarang bagi kalian akan ridhai adalah ketundukan, berkasih sayang serta ﷻ perpecahan. Yang Allah .dengan senang hati ..31 ﷻ persatuan. maka terimalah ketetapan Allah Imam al-Qurthubî32 (w. 671 H), setelah beliau menyebutkan penafsiran terdahulu terkait makna “al-Habl”, diantaranya, al-„ahd, Al- Qur‟an, al-jamâ‟ah. Lalu al-Qurthubî berkata, “semua makna itu berdekatan perintahan untuk berlemah lembut dan melarang ﷻ saling berkaitan. Allah dari perpecahan karena perpecahan adalah kehancuran dan persatuan adalah keselamatan. Ibnu Mubârak (w. 181 H) berkata, “sesungguhnya Al-Jamâ‟ah adalah yakni jangan ,)وال تفزقىا( maka peganglah dengan kuat. Dan ﷻ tali Allah berpecah pada urusan agama kalian, sebagaiman orang Yahudi dan Nasrani berpecah pada urusan agama mereka (riwayat dari Ibnu Mas‟ûd). Dan boleh juga maknanya adalah, “jangan pecah karena mengikuti hawa nafsu dan ﷻ tujuan yang yang beraneka ragam. Dan jadilah dalam agama Allah bersaudara, karena peraudaraan akan mecegah pemusuhan. Sebagaimana lanjutan ayat ini. Lebih lanjut, Al-Qurthubî mengatakan, “ayat ini bukan berarti ikhtilaf dalam furu‟ agama diharamkan. asal tidak menghilangkan persatuan dan rasa kasih sayang. Karena masalah ijtihad itu terkait dengan mengeluarkan hal yang „njelimet‟ terkait urusan syariat”. Dan para sahabat juga berselisih pendapat namun mereka tetap saling mengasihi. perintahkan di ﷻ Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) mengatakan, Allah dalam kitab-Nya untuk „itishâm dengan tali-Nya secara bersama-sama. Dan juga perintah kita untuk menjadi satu ﷻ melarang tafrîq dan ikhtilâf. Allah golongan saja, tidak golongan yang beraneka ragam. Lalu beliau jadikan orang beriman ﷻ menyebutkan Q.S. Al-Hujurat [49]: 9-10, Allah beraudara. Dan menyuruh untuk mendamaikan antara mereka dengan adil walau terdapat peperangan dan sikap melampaui batas33. Lalu berdalil dengan hadist34. Inilah ushûl islam, yaitu Al-Kitab, al-Hikmah dan berpegang

31 Abu Ja‟far Ath-Thabarî, Jâmi‟ al-Bayân fî Ta‟wîl Ây Al-Qur‟ân… Juz 7, h. 74. 32Al-Qurthubî, Jami‟ Li Ahkâm Al-Qur‟ân, T. Ahmad al-Bardawi & Ibrahim Athfisy (Al-Qâhirah: Dâr al-Kitâb al-Mishriyyah, 1964), Cet. ke-2, Ju 4, h. 158. 33 Ibnu Taymiyyah, Huqûq Âli al-Bait, T. Abd Al-adir „Atha (Libanon: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, t. th), h. 24. 34 Muslim, Shahîh Muslim… Cet. ke-1, No. 2586, h. 581.

12

secara berbarengan. Bagi orang beriman wajib untuk ﷻ teguh pada tali Allah memegang teguh ushûl itu. kepada ﷻ Wahbah az-Zuhailî (w. 1436 H) mengatkan, perhatian Allah umat islam dalam pengarahannya kepada berpegang teguh pada pada Al- Qur‟ân, agama-Nya, ketaatan kpada-Nya, pengarahan yang satu pada ahkâm yaitu, halal dan haramnya, mengumpulkan muslimin pada tujuan ;ﷻ Allah yang satu dalam rangka menjaga kehormatan dan Negara dari musuh. Tidak ada duanya. Berbeda dengan umat yang lain. Akan tetapi sangat disayangkan umat islam menjadi orang yang jauh dari persatuan kata, barisan, persatuan tujuan serta manhâj (metode baragama). Beliau melanjutkan, Unsur-unsur di atas sangat jelas tergambar pada ayat-ayat Al-Qur‟ân.35 Lebih lanjut beliau mengatakan: “… tidak mengapa terjadi perselisihan tatkala terjadi tukar- menukar pendapat untuk kemaslahatan umat apabila dilakukan dengan iklas36. -mewajibkan untuk untuk berpegang pada Al ﷻ Pada ayat ini, Allah Dan kembali kepada keduanya ketika terjadi ﷺ Qur‟ân dan Sunnah nabi perintahkan kita untuk berkumpul ﷻ perbedaan pendapat. Dan Allah beregang teguh kepada Al-Qur‟ân dan Sunnah secara lahir batin. Karena itu sebab kesepakatan kata, dan teraturnya kebaikan dunia dan agama, selamat menyandingkan ayat dengan mengingat nikmat ﷻ dari perbedaan. Dan Allah ,yang terbesar yaitu islam dan mengikuti nabi-Nya. Dengannya ﷻ Allah permusuhan perpecahan akan hilang. Dan berubah menjadi mahabbah dan ulfah37. M. Shalih al-Utsimîn (w. 1421 H) mengatakan dalam tafsirnya, “ayat .ﷻ di atas mewajibkan untuk bersatu dan berhukum di atas syariat Allah Persatuan umat adalah benteng bagi umat itu sendiri dari dalam, adapun benteng dari gangguan luar apabila umat ini bersatu; menyebabkan musuh gentar. Seolah mereka/musuh melihat gunung yang kokoh. Namun apabila bercerai berai maka musuh akan menginjak-injak mereka. Dan diantara benteng penjagaan dari dalam adalah “amar ma‟rûf nahi munkar” dengan maka ﷻ itu, umat akan jadi satu. Semua manusia apabila takut kepada Allah

َع ْه أَبِي ُمى َسى، َع ِه الىَّبِ ّيِ َصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل: »إِ َّن ال ُم ْؤ ِم َه ِل ْل ُم ْؤ ِم ِه َكا ْلبُ ْىيَا ِن يَ ُشدُّ بَ ْع ُضهُ بَ ْع ًضا« َو َش بَّ َك أَ َصابِعَ ُه . ia bersabda: Sesungguhnya seorang mukmin ﷺ Dari Abu Mûsa, dari Rasulullah“ dengan mukmin lainnya ibarat satu bangunan; saling melengkapi satu sama lain”. 35 Wahbah az-Zuhailî, at-Tafsîr al-Munîr (Damaskus: Dâr al-Fikrî al-Mu‟âshir, 1418), Cet. ke-2, Juz 4, h. 29. 36 Wahbah az-Zuhailî, at-Tafsîr al-Munîr, Juz 4, h. 29. 37 Wahbah az-Zuhailî, at-Tafsîr al-Munîr, Juz 4, h. 30. 13 dia tidak akan mengganggu saudaranya, baik harta maupun kehormatannya, dikarenakan mereka umat yang satu”38. Beliau juga menjelaskan, ayat ini juga menjelaskan akan haramnya perpecahan di hati, adapun berjauhan badan, pendapat maka tidak dapat dihindari. Karena Ahlu Ilmu berbeda pendapat. Namun, perbedaan tidak boleh menyebabkan perpecahan dalam hati. Tidak menyebabkan benci satu sama lain. Bahkan apabila ada yang berbeda dengannya berdasarkan dalil, maka hal itu seyogyanya harus menjadikan mereka saling mencintai dan bertambah besar cintanya. Karena yang menyelisishinya menyelisihi dengan ijtihâd dan dalil. Akan tetapi sangat disayangkan banyak diantara penuntut ilmu, apabila ada yang berbeda pendapat dengannya, ia langsung menghajernya atau bahkan tidak mengucapkan salam.Saling memutuskan dan menjelek- jelekkan. Padahal dia juga tidak tau apakah temannya yang benar atau dia ﷻ sendiri yang berada dalam kebenaran. Jelas ini menyelisishi perintah Allah dan sunnah yang menyeru pada persatuan39. وكىتم على شفا حفزة مه الىار فأوقذكم( ,Hamka (w. 1981 M) pada firman-Nya menjelaskan bahwa neraka yang dimaksud pada ayat itu adalah neraka ) مىها perpecahan, saling kutuk mengkutuk, benci membenci, sampai berperang jahiliyah tidak ﷺ bunuh membunuh40. Dengan kedatangan nabi Muhammad ada lagi; yang ada sekarang adalah islamiyah. Permusuhan karena suku tidak ada lagi; yang ada sekarang persatuan karena iman. Dan kalau berperang bukan lagi sesama umat beriman. Melainkan berperang terhadap orang-orang .41 ﷻ yang memusuhi Allah Karena kejelasan teks ayat tersebut, As-Sa‟dî (w. 1376 H) mewajibkan hambanya yang ﷻ menyatakan “pada ayat-ayat tersebut, Allah yann agung, bertakwa ﷻ beriman untuk untuk mensyukuri nikmat Allah dengan sebenar takwa, menjalankan ketaatan, meninggalkan maksiat dengan Dan menegakkan agama, berpegang teguh dengan .ﷻ iklas hanya untuk Allah yaitu Kitab dan ,ﷻ yang dapat menyampaikan kepada Allah ﷻ tali Allah Agama-Nya, bersatu padanya dan tidak bercerai berai, dan istiqomah di atas itu semua perkara itu sampai ajal datang”42.

38M. Ibn Shâlih Al-Utsaimîn, Tafsîr Al-Qur‟ân Karîm Surah Âli „Imrân, (Saudi Arabia: Dâr Ibnu al-Jauzî, 1435 H), Cet. ke-3, h. 600. 39M. Ibn Shâlih Al-Utsaimîn, Tafsîr Al-Qur‟ân Karîm Surah Âli „Imrân,, h. 601- 602. 40Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Gema Insani, 2015), Jilid 1, h. 23. 41Hamka, Tafsir Al-Azhar… h. 23. 42 As-Sa‟dî, Taisîr Karîm al-Rahmân fî tafsîr Kalâm al-Mannân, Tahqiq Abd al- Rahman bin Mu‟alla al-Luwaihiq, (Muassasah al-Risâlah, 2000 M), Cet. ke-1, h. 139.

14

Dalam menjelaskan Q.S. Ali „Imrân [3]: 105 Hamka mengatakan: “ayat ini adalah lanjutan ayat-ayat sebelumnya. Mula-mula diperingatkan itu hanya ﷻ Dan tali Allah .ﷻ agar semuanya bersatu padu di dalam tali Allah satu, jangan berpecah belah. Karena perstuan adalah pintu utama yang akan membawa nikmat. Nikmat yang utama adalah timbulnya kekuatan sebab persatuan,,..Lalu datanglah ayat ini: Q.S. Ali „Imrân [3]: 105, kemabali mengingatkan bahaya perpecahan….43 Kembali dalam potongan ayat Q.S. Ali „Imrân [3]: 103: yang artinya, (kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah ﷻ dan ingatlah nikmat Allah“ bermusuhan” Hamka mengatakan, “dijinakkan hati merupakan nikmat yang paling besar. Perpecahan, kebencian hanya meghabiskan waktu dan jiwa. Maka setelah islam datang maka habislah perpecahan”44 Dalam lembaran lain Hamka mengutip perkataan az-Zamakhsyarî (w. itu ﷺ H), “bersatu padunya orang-orang yang didatangi Rasulullah 538 yang ﷻ adalah salah satu tanda dari dari tanda kebesaran Allah mengagumkan. Karena orang Arab yang terkenal sangat keras mempertahankan suku dan kaum, meskipu dalam perkara-perkara yang remeh, tidaklah mau bertolak angsur, tersinggung sedikit mereka segera berdendam. Dan belum habis dendanya sebelum malunya tertebut. Orang Arab tidak bisa bersatu walaupun hanya diantara dua orang. Kemudian tiba- mereka ﷺ tiba mereka menjadi bersatu rapat didalam mengikuti Rasulullah timbul laksana sebusur anak panah yang dapat dipanahkan sekaligus. Sebabnya ialah karena wahyu Ilahi yang telah menyusun mereka, menyatukan kata diantara mereka, sehingga timbul ikatan cinta diantara mereka, habis sirna segala rasa benci, karena mereka disatukan leh satu cinta, dan kalau mereka benci, mereka benci karena Allah ,ﷻ yaitu cinta akan Allah Tidaklah ada yang sanggub berbuat demikian, kalau bukan yang Maha .ﷻ menguasai sekalian hati, Dialah memutar dan membolakkan hati itu menurut kemauan Nya, dan membuatnya menurut kehendaknya45. M. Rasyîd Ridhâ (w. 1354 H/1935 M) dalam menafsirkan Q.S. Ali „Imrân di atas, mengatakan, “Perintah untuk brsatu dan larangan berpecah belah pada ayat di atas sama dengan Q.S. Al-An‟âm [6]: 53. Yang artinya, ”Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia Memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa”. Sehingga tafsir ayat tersebut adalah “jangan berpecah belah yaitu -Adapun jalan .ﷻ dengan cara mengikuti jalan-jalan lain selain jalannya Allah

43 Hamka, Tafsir Al-Azhar… Juz IV, h. 42. 44Hamka, Tafsir Al-Azhar …Jilid 1, h. 23. 45Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Gema Insani, 2015), Jilid4, Cet. ke-1, h. 37. 15 jalan perpecahan itu adalah, membuat kelompok, madzhab, golongan kesukuan, kenegaraan dan lainnya46. Dari penafsiran para ulama terhadap Q.S. al-Hujurat [49]: 10 di muka, terlihat jelas akan isyarat bahwa mukmin dengan mukmin yang lainnya adalah bersaudara, sehingga sesama mereka wajib untuk saling membantu, saling mendo‟akan, saling mencintai, kasih sayang, mendamaikan, memiliki perasaan yang sama; seolah-olah mereka satu bangunan, atau bahkan satu tubuh. Sebaliknya sesama mukmin tidak boleh saling dengki, membenci, memata-matai, menzalimi, merendahkan, meremehkan dan lainnya, karena sifat buruk ini dapat menghancurkan batu bata persatuan dan kesatuan umat. Adapun dari penafsiran para ulama pada Q.S. Ali Imran [3]: 103, memerintahkan umat islam ﷻ maka juga terlihat dengan jelas bahwa Allah untuk bersatu di atas agama dan Sunnah nabi-Nya serta syari‟atnya secara bersama-sama (serentak). Karena persatuan merupakan sumber kekuatan, menjadi sebab kesepakatan, persaudaraan dan sebab hilangnya permusuhan. .sangat melarang berpecah-belah dalam urusan agama ﷻ Sebaliknya Allah sebagaimana pecah belahnya umat Yahudi, Nasrani dan lainnya. karena perpecahan adalah sumber kelemahan, kehinaan dihadapan musuh-musuh islam, bahkan sember kebinasaan. Selanjutnya dari penafsiran ayat-ayat di atas, ayat yang mengharamkan ﷻ memerintahkan untuk bersatu, bukanlah berarti Allah perbedaan pendapat dalam urusan agama; seperti urusan ijtihad yang berlandaskan dalil. Berbeda pendapat diperbolehkan, namun tetap berkasih sayang, jangan sampai menimbulkan kebencian, Jangan sampai hati menjadi pecah dan sebagainya. Pendapat boleh berbeda, namun hati tetap satu. karena “perbedaan” merupakan suatu yang tidak dapat dihindari (pasti ada). Sahabat juga berbeda pendapat dalam urusan agama, namun mereka tetap saling menghormati. Dari penjelasan ulama mengenai kedua ayat di atas, terlihat dengan jelas bahwa persatuan, persaudaraan, perdamaian, saling kasih sayang, tidak bermusuhan, tidak saling mendengki, tidak saling menghina dan tidak meremehkan, tidak saling menzalimi dan yang lainnya merupakan satu- kesatuan makna yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Yang pada intinya adalah untuk menegakkan setinggi-tingginya nilai-niai kebaikan yang mendatangkan manfaat bagi manusia dan menghilangkan habis keburukan yang mendatangkan mudharat. Muhammad Abduh dan muridnya Muhammad Rasyid Ridhâ, sudah tidak diragukan lagi tentang ketenarannya oleh Dunia. Termasuk di

46M. Abduh dan M. Rasyîd Ridhâ, Tafsîr Al-Qur‟ân Al-Hakîm, (Mesir: Al- Maktabah At-Tauqîfiyyah, t. th), jilid 1, h. 18.

16

Indonesia. Sebelum Indonesia merdeka, melalui majalah Al-Manâr, banyak ulama-ulama Indonesia yang mengambil ide-ide pembaharuan keduanya. Kususnya pada bidang keagamaan, pemberantasan tahayul dan khurafât. Beliau merupakan pengusung ide toleransi dalam ber-madzhab. menurutnya, kemunduran umat islam merupakan akibat ta‟assub perkara madzhab. Yang akhirnya membawa perpecahan. Untuk itu ia menyeru umat islam agar bersatu lagi dibawah satu keyakinan, satu system moral, satu sitem pendidikan, dan tunduk dalam satu system hukum dan suatu kekuasaan yang berbentuk Negara (khilâfah). Hanya dengan system khilâfah, “Ukhuwah islâmiyah dapat diwujudkan”. Tafsir corak adab ijtimâ‟i ini, walau dari segi metode penafsiran atau bahkan isi tafsir beliau, Tafsir Al-Manâr, banyak diperbincangkan oleh para peneliti47; namun apabila dilihat dari karya tafsir tersebut, beliau termasuk jajaran ulama yang perkataanya dapat dipegang. Dan mujaddid yang sangat berjasa terhadap islam dan kaum muslimin. Di Indonesia, sebuah karya tafsir bercorak soisal yang sangat pupuler, yaitu Tafsir Al-Azhar yang diperkaya dengan pendekatan sejarah, sosiologi, tasawuf, ilmu kalam, sastra dan psikologi. ditambah dengan kepribadian Hamka yang lurus, dalam arti tidak anti kepada Pemerintah dan tidak menjilat. Pembahasan yang tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah. Yang tidak kalah penting, Tafsir ini masih dicetak ulang sampai sekarang baik di dalam maupun di luar Nergiri, kususnya Malaysia. Hal itu menunjukkan bahwa tafsir tersebut dengan segenap bimbingan, nasehat, bahkan prinsip hidup yang dituangkan di dalamnya diterima bahkan diminati oleh masyarakat. Pemaparan singkat mengenai biografi tafsir di atas; menjadi argument penting bagi penulis dalam pemilihan pada kedua tafsir tersebut; Al-Manâr dan Al-Azhar. Dengan asumsi „penerimaan masyarakat dan kharismatik tokohnya”. Kiranya dengan latar belakang ketokohan mufassir dan sumbangan pemikiran karyanya, dapat menghasilkan setitik solusi terhadap problematika “perpecahan umat islam” di Indonesia. Melihat permasalahan yang dihadapi masyarakat yang kian lama semakin kompleks, maka hal-hal yang memicu gesekan, pertikaian, permusuhan bahkan peperangan sangatlah rentan terjadi terlebih adanya jerat-jerat musuh-musuh islam yang senantiasa mencari-cari celah dan cara untuk merusak islam baik dengan sembunyi-sembunyi maupun terang- terangan seperti mengadu domba dan lainnya. Oleh karenanya, setidaknya

47dikarenakan sikapnya terhadap penakwilan beberapa ayat terkait perkara gaib, perbedaan dalam pemahaman arti as-sunnah yang wajib diamalkan serta sunnah yang tidak wajib diamalkan. 17 ada beberapa tujuan yang menjadikan pembahasan ini perlu untuk segera dilakukan, yaitu: Pertama, Ikut serta dalam mencarikan solusi terhadap perpecahan yang telah terjadi maupun yang tengah terjadi dikalangan umat islam. Dikhawatirkan apbila perpecahan terus dibiarkan, sesuatu yang ditakutkan terjadi akan terjadi juga seperti pertumpahan darah dan perang saudara. Oleh karenanya, dengan adanya kajian ini sekiranya dapat memberikan setitik solusi terhadap perselisihan umat ini. Kedua, Jika nilai-nilai yang membentuk ummatan wahidâh dapat ditemukan, diketahui dan selanjutnya diamalkan; maka penyakit perpecahan yang selama ini bergejolak dapat diobati. Selain itu akan tercipta kekuatan besar yang dengan kekuatan tersebut perlahan namun pasti dapat memperbaiki keterpurukan umat diberbagai bidang kehidupan serta mengejar ketinggalan-ketinggalan yang telah dicapai umat lain bahkan mengunggulinya. Ketiga, Adanya kesenjangan antara petunjuk agama dan realita masyarakat muslim di Indonesia. Agama memerintahkan untuk bersatu, tidak menzalimi, tidak menghina, tidak membeberkan aib dan lainnya karena sesama muslim adalah bersaudara. Namun pada kenyataannya justru didapati pada sebagian “orang yang paham agamalah”, yang justru seolah-olah membawa perselisihan dan pertentangan disadari ataupun tidak. Penulis tidak mengetahui dengan pasti apa latar belakang perselisihan mereka. Yang jelas terdapat perselisihan dan pertentangan yang hebat yang penulis temukan pada karya ilmiyah, You Tube, internet dan media lainnya, hingga sekarang masih dapat diakses. Melalui latar belakang di atas, yakni: Adanya fakta-fakta perpecahan secara lisan, sikap maupun tulisan. Adanya kewajiban bagi setiap muslim dan rasul-Nya, ditambah ﷻ untuk mengembalikan perselisihan kepada Allah dengan kharismatik ulama tafsir kontemporer beserta karya tafsirnya, yakni: Muhammad Aduh, Muhammad Rasyîd Ridhâ dan Hamka, menjadi argumentasi penting untuk segera melakukan penelitian ini. Oleh karenanya penelitian ini penulis beri judul “NILAI-NILAI YANG MEMBENTUK UMMATAN WÂHIDAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR‟AN” (Studi Komparatif Tafsîr al-Manâr dan Tafsir al-Azhar)48.

48 Dalam KBBI, kata “nilai” mengandung beberapa atri diantaranya: Pertama, sifat- sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan: nilai-nilai tradisional yang dapat mendorong pembangunan perlu kita perhatikan. Kedua, sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya: “etika” dan “nilai” berhubungan erat…. Nilai-nilai keagamaan; konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga pada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadikan

18

B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah a. Nilai-nilai yang membentuk ummatan wâhidah menurut para mufassir. b. Nilai-nilai yang dapat membentuk ummatan wâhidah menurut tafsir al-Manâr. c. Nilai-nilai yang dapat membentuk ummatan wâhidah menurut tafsir al-Azhar. 2. Pembatasan Masalah a. Nilai-nilai yang dapat membentuk ummatan wâhidah menurut tafsir al-Manâr. b. Nilai-nilai yang dapat membentuk ummatan wâhidah menurut tafsir al-Azhar. 3. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka yang menjadi focus permasalahan penelitian ini adalah: a. Bagaimana nilai-nilai yang dapat membentuk ummatan wâhidah menurut tafsir al-Manâ? b. Bagaimana nilai-nilai yang dapat membentuk ummatan wâhidah menurut tafsir al-Azhar?

C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui nilai-nilai yang membentuk ummatan wâhidah menurut tafsir al-Manâr. 2. Untuk mengetahui nilai-nilai yang membentuk ummatan wâhidah menurut tafsir al-Azhar.

D. Manfaat Penelitian Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya sebagai berikut: 1. Memberikan gambaran komprehensif mengenai nilai-nilai yang membentuk ummatan wâhidah menurut tafsir al-Manâr dan tafsir al- Azhar. 2. Dapat dijadikan sebagai acuan bagi masyarakat umum untuk menyikapi perselisihan yang terjadi dikalangan masyarakat bahkan perselisihan para

pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga masyarakat bersangkutan. Diakses pada 10 Agustus 2018. Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pegertian “nilai” adalah: Sikap-sikap (hal-hal) penting, etika dan konsep yang dijadikan sebagai pedoman hidup manusia. Selanjutnya apabila pengertian di atas dikaitkan dengan judul penelitian penulis maka berarti: Sifat-sifat penting, etika, serta konsep (pedoman hidup) yang membentuk ummatan wâhidah dalam perspektif Al-Qur‟an. 19

da‟i. 3. Menambah khazanah ilmiyah kususnya dalam kajian tafsir Al-Qur‟an.

E. Kajian Pustaka Terdapat beberapa artikel baik berbahsa indonesia maupun berbahasa Arab, tesis, bahkan buku yang terkait dengan pembahasan yang akan penulis lakukan. Namun dari penelusuran penulis, hingga saat ini belum ditemukan kajian dan penulisan secara khusus membahas “Nilai-nilai Yang Membentuk Uammatan Wâhidah dalam perspektif Al-Qur‟an” (Study Compatif Tafsir al- Manâr dan Tafsir al-Azhar). Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan persatuan, diantaranya: 1. Tesis “Wahdah al-Ummah al-Islâmiyah, al-Asbâb wa al-Atsâr wa al- Mua‟wwiqat kama bayyanahâ al-Qur‟ân Karîm, Malaysia 2014 karya Abdu al-Gânî Idrau”. Dari judul tesis ini, tergambar jelas kemana arah kajian. Penulis tesis tafsir maudhû‟i49 di atas menyimpulkan bahwa, dengan memahami dan mengamalkan factor-faktor penyebab persatuan, menjauhi dan meninggalkan factor penyebab perpecahan sebagaimana terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur‟ân serta penjelasan ulama; maka dengan .persatuan dapat diwujudkan ﷻ izin Allah Selain itu, apabila persatuan umat dapat diwujudkan, maka akan berdampak positif bagi kehidupan masyarakat. Baik pada bidang kenegaraan yang meliputi: Tata militer, politik, tata Negara, dan ekonomi. Maupun kemasyarakatan yang mencakup keamanan, ketentraman serta keadilan. Selanjutnya juga berdampak baik pada kehidupan dunia seperti saling menguatkan, tolong menolong, dan mengajarkan. Dan akhirat seperti terlaksananya amar ma‟ruf nahi munkar, pelaksanaan ibadah secara jama‟ah seperti shalat, haji dan lainnya. Setiap muslim wajib yakin dan optimis dengan janji Al-Qur‟an dan hadits; kemenaganan dan kejayaan umat islam akan diraih. Walupun pada kenyataanya kondisi umat tidak menentu. Perbedaan tesis di atas dengan kajian yang akan penulis lakukan adalah, bahwa penulis hanya terfokus pada penafsiran tiga tokoh kontemporer yang dianggap dapat diterima oleh segenap masyakat di Indonesia. Yaitu, M. Abduh, M. Rasyîd Ridhâ dan Hamka. Dengan membatasi pengkajian terhadap tiga tokoh tersebut diharapkan dapat memberi gambaran menyeluruh mengenai konsep ummah wâhidah.

49 Yaitu, mengumpulkan ayat terkait persatuan berdasarkan urutan surat. lalu menafsirkannya dengan menyantumkan pendapat para ulama tafsir.

20

Sedangkan tesis di atas, tidak membatasi pada tokoh mufassir, sehingga ada kesan hanya mendeskripsikan pendapat para ulama mufassir secara global dan tidak menyeluruh. Perbedaan kedua terletak pada metode penelitian, penelitian ini menggunakan metode tafsir maudhû‟î yang berpola muqâran (komfaratip) dan tahlîlî (analisis). Dengan metode ini, tidak hanya menyebutkan dan menafsirkan ayat sesuai urutan surat. Namun juga berusaha mengungkap alasan penafsiran ayat, “mengapa kedua tokoh tersebut menafsirkan demikian”. Selanjutnya dalam menganalisis isi, penulis juga menggunakan tafsir lain, seperti tafsir Taisir Karîm ar- Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Mannân karya as-Sa‟dî dan tafsir al-Marâghî dan kitab-kitab tafsir lainnya50. Sedangkan tesis di atas hanya menggunakan metode tafsir maudhû‟î. 2. Tesis yang berjudul “Wahdah al-Ummah al-Islâmiyya Fi as-Sunnah an- Nabawiiyah Dirasatan Maudhûi‟yyah”, (2009) karya Ahmad Manshûr Abu „Âdah. Menyimpulkan, persatuan merupakan modal dasar membangun batu-bata Negara islam. Setiap muslim bertanggung jawab mewujudkan perangkat persatuan menurut kapasitas masing-masing. Hal itu dapat diwujudkan dengan cara: Menanamkan akidah al-walâ‟ dan al- barâ‟ serta akhlak mulia, kedua, amar ma‟rûf nahi munkar. ketiga, menciptakan komunikasi/diskusi terbuka lagi hangat. Keempat, menyadari bahwa virus perperpecahan sangat mudah menjangkit, dan sangat sulit diobati, apalagi sudah diperkeruh desas desus timur-barat. kelima, meyakini perpecahan adalah penyebab pokok hancurnya umat- umat terdahulu. Adapun saran yang diutarakan adalah, menggalakkan kurikulum kampus mengenai politik islam, ekonomi, social, serta komunikasi. Seperti yang tertera pada judul tesis di atas, terlihat jelas bahwa fokus kajiannya adalah dalam bidang hadits. Selain menyebutkan hadits- hadits yang terkait dengan wahdah al-ummah serta penjelasan ulama- ulama hadits; beliau juga men-takhrîj hadits-hadits yang dikutip dengan penjang lebar. Sehingga menurut penulis bahwa kajian tesis yang dilakukan lebih cendrung pada kajian takhrîj hadits. Adapun penelitian yang penulis lakukan adalah dalam bidang tafsir Al-Qur‟an. 3. Tesis dengan judul “Dakwah antar mazhab peran dialok Umar ibn Hafîz, menuju temu persatuan umat di Indonesia, karya Nadia Nurfitria. Tesis di atas membahas peranan ”dialok” dalam mencapai persatuan umat. Baik antar sesama muslim (termasuk didalamnya Syi‟ah) maupun non muslim.

50 Analisis dengan kedua tafsir di atas, dilakukan terhadap beberapa penafsiran ayat, diantaranya Q.S. Ali Imran [3]: 103. 21

Asalkan dialok dilakukan dengan proporsional, mengutamakan prinsip perdamaian, saling terbuka, tidak melihat latar belakang pemahaman dan keyakinan dialoger (yang penting dapat berpartisipasi dalam menyumbangkan manfaat bagi semua pihak), serta dapat menempatkan agama atau materi dakwah dalam berbagai sisi. Menurutnya, apabila poin di atas terpenuhi maka persatuan murupakan keniscayaan. Selanjutnya andil serta keaktifan setiap komponen masyarakat; muslim maupun non muslim sangat dibutuhkan, terutama para tokoh agama sebagai pelaku dakwah serta pemerintah dengan kekuatan tentaranya. Dari segi kajian, tesis di atas menggunakan teori “peran” atau aktivitas dakwah yang dilakukan oleh salah satu tokoh terkemuka yakni Umar ibn Hafiz. Adapun kajian penulis hanya membahas tentang pemikiran tokoh: Muhammad Abduh, Muhammad Rasyîd Ridhâ dan Hamka. Yakni, pemikiran yang tertuang pada karya ilmiyah mereka yaitu: Tafir al-Manar dan tafsir al-Azhar. Selanjutnya, apabila dilihat dari segi cakupan lingkup kajiannya, tesis di atas membahas secara luas. Adapun tesis penulis hanya terbatas pada persatuan umat islam sesama mereka dan tidak membahas umat selain muslim. 4. Buku dengan judul: Mendamaikan Ahlus Sunnah di Nusantara ,Mencari Titik Kesepakatan antara Asy‟ariyah dan Wahabiyah, 2012, karya Abu Muhammad Waskito. Buku di atas membahas bahwa kunci persatuan umat islam seluruhya terletak pada persatuan Ahlus Sunnah wal Jama‟ah. Terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh, diantaranya: Bijak dan kembali pada definisi umum ahlu sunnah yakni: Siapa saja yang mengikatkan dirinya dengan islam, kecuali Râfidhah, mengakui otoritas empat madzhb fikih, mengacu kriteria sesat dewan ulama sunni seperti ,ﷺ MUI bukan individu, menetapkan kemulian para sahabat nabi menetapkan prinsip tauhid dan sunnah (namun penulis tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan tauhid dan sunnah di atas), bersikaf hikmah dalam ikhtilâf, mencintai sebanyak mungkin komunitas Ahlu sunnah. Beliau menguraikan pentingnya hikmah dalam menyampaikan dakwah dan legowo dalam menerima kritikan selama terbukti benar dan berdalil dari Al-Qur‟ân dan as-Sunnah. Pada kesimpulan akhir beliau beri saran: “harus segera mungkin dilakukan dialok, musyawarah, muktamar membahas perbedaan. Terutama perbedaan tauhid dan sunnah, dan istiqamah menjalankan hasil kesepekatan, namun apabila tidak ada titik temu maka harus bersikap toleransi. Buku di atas merupakan hasil karya yang disebabkan kegelisahan serta harapan penulisnya tatkala melihat problematika perselisihan sesama Ahlu as-Sunnah di Indonesia. Namun penulisnya belum

22

menyebutkan solusi titik temu/kesepakatan yang dimaksudkan. Boleh jadi belum adanya kesepakatan para ulama di Indonesia terhadap permasahan- permasalahan yang memicu konplik. Oleh karena itu, melalui kharismatik tokoh: Muhammad Abduh, Muhammad Rasyîd Ridhâ dan Hamka dalam kepribadian, keilmuan serta penerimaan masyarakat terhadapnya, diharapkan dapat menemukan solusi dari perpecahan umat islam saat ini maupun yang akan datang. Dengan kata lain, tesis penulis ini dapat dikatagorikan sebagai upaya untuk mencarikan jawaban dari problematika umat sebagaimana yang telah disinggung pada buku di atas. 5. Buku “al-Wahdah al-Islâmiyyah” karya Muhammad Abu Zahrah. Sebuah buku yang sangat bermanfaat untuk dipelajari dan dipahami oleh umat islam. Buku ini membahas tentang persatuan ummat dengan pendekatan sejarah. Yang selanjutnya penulisnya banyak sekali memberikan arahan dan masukan kepada umat islam dalam mewujutkan persatuan dalam bidang kenegaraan, administrasi, kemiliteran, ekonomi/keuangan dan lainnya. Perbedaan kajian buku di atas dengan kajian tesis yang akan penulis lakukan adalah dari segi pendekatan. Buku di atas menggunakan pendekatan sejarah. Sejarah menjadi pengalaman berharga sekaligus menjadi guru yang mengarahkan kepada hal yang lebih baik. Sedangkan penulis menggunakan pendekatan tafsir. Yaitu dengan mengkaji ayat-ayat Al-Qur‟an dan penafsiran ulama tafsir terhadap ayat-ayat yang menjadi objek pembahasan.

F. Metodologi Penelitian 1. Metode Pengumpulan Data Berdasarkan sumber kajian terhadap data-data yang diperoleh; berupa buku dan lain-lain. Maka dalam penelitian ini penulis menggunakan telaah kajian pustaka (lebrarie researcd). Dengan cara menuliskan, mengedit, mengklarifikasi, mereduksi dan menyajikan data yang didapat dari berbagai sumber yang tertulis51.

Untuk mendapatkan data-data tersebut ada beberapa sumber yang akan digunakan, yaitu: a. Sumber Data Primer Sumber data primer yang digunakan adalah, Tafsîr Al-Manâr karya M, Abduh dan M. Rasyîd Ridhâ, dan Tafsir Al-Azhar karya Hamka.

51 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yokyakarta: Rake Sarasih, 2000), Cet. ke-1, Ed. 4, h. 45. 23

Adapun terkait ayat yang akan dibahas adalah: Q.S. Al-Baqarah [2]: 213, Q.S. Âli Imrân [3]: 103, Q.S. al-An‟âm [6]: 159, Q.S. al-Mu‟minûn [23]: 52-54, Q.S. ar-Rûm [30]: 30-32, Q.S. asy-Syûra [42]: 13-15 dan Q.S. al-Hujurat [49]: 10 dan 13. b. Sumber Data Sekunder Adapun sumber data sekunder, ialah: Tafsir Al-Marâgi karya Ahmad Mushthafâ al-Marâgi, Tafsir Al-Munîr karya Wahbah az-Zuhailî, Tafsîr Al- Qur‟ân al-Karîm karya M. Ibn Shalih Al-Utsaimîn, tafsîr al-Qurthubî, Majmû‟ Al-Fatâwâ karya Ibnu Taimiyah, tesis Abdu al-Ganî Idrau‟ yang berjudul “Wahdah al-Ummah al-Islâmiyah, dan buku-buku lainnya yang ada korelasinya terhadap penelitian. 2. Metode Analisis Data a. Metode Tafsir Maudhû‟î. Mengenai langkah-langkah dalam metode penafsiran maudhû‟î ini, Al-Farmawi menyebutkan dalam bukunya52; 1) Menetapkan masalah- masalah yang dibahas 2) Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah 3) Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbâb an-nuzûl-nya 4) Memahami korelasi ayat tersebut dalam suratnya masing-masing 5) Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna. 6) Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok pembahasan. 7) Mempelajari ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang umum dan yang khusus, atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga semuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan. b. Metode deskriptif analistis (penelitian deskriptif) dengan pendekatan content analysis Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk memberikan gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif53. Hadari Nawawi mengemukakan bahwa analisis isi dalam penelitian dilakukan untuk mengungkapkan isi sebuah buku yang menggambarkan situasi penuis dan masyarakatnya pada waktu buku itu ditulis. Dalam analisis isi seorang peneliti dapat menghitung frekuensi munculnya suatu konsep tertentu, penyusunan kalimat menurut pola yang sama, kelemahan pola-pola

52Abu al-Hayy al-Farmawî, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudhû‟î Dirâsah Manhajiyyah Maudhû‟iyyah, terj. Rasihon Anwar, h. 51. 53 Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yokyakarta: Rake Sarasih, 1996), h. 29.

24 berpikir yang sama, cara menyajikan bahan ilustrasi dan lain-lain. Disamping itu dengan cara ini dapat dibandingkan antara satu buku dengan buku yang lain dalam bidang yang sama, baik berdasarkan perbedaan waktu penulisannya maupun mengenai kemampuan buku-buku tersebut dalam mencapai sasarannya sebagai bahan yang disajikan kepada masyarakat atau sekelompok masyarakat tertentu. Informasi tentang isi sebuah atau beberapa buku yang dibandingkan, akan sangat berguna bagi pengembangan penulisan buku sejenis dimasa-masa mendatang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang memerlukannya54. c. Komparatif atau muqâran Yaitu meneliti sekelompok ayat Al-Qur‟ân atau suatu surah tertentu dengan cara membandigkan antar ayat dengan ayat, antar ayat dengan hadits dan antar pendapat ulama tafsir dengan meonjolkan aspek-aspek ,ﷺ nabi perbedaan tertentu dari objek yang dibandingkan.55 3. Langkah-langkah Penelitian Berkenaan dengan langkah-langkan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut: a. Menyebutkan ayat-ayat terkait pembahasan dan merenungi maknanya secara mendalam. b. Membagi potongan ayat masing-masing sesuai sub tema bahasan. c. Menyebutkan matan hadits-hadits terkait dengan ayat-ayat pembahasan dengan râwî pertama (hadits mu‟allaq) jika ada. Dan dipandang dapat memberikan gambaran pemahaman lebih. d. Menganalisa makna ayat, lalu menyebutkan penafsiran ketiga tokoh terhadap ayat-ayat persatuan umat, memahami serta menganalisa maksut dan pemikiran mereka. lalu menarik kesimpulan dengan mencantumkan persamaan dan perbedaan jika ada. e. Memperkaya bahasan dengan mencantumkan penafsiran Al-Maraghi, as-Sa‟di dan Muhammad ibn Shalih al-Utasimin dan lainnya. f. Mencantumkan analisa penulis pada setiap hasil penafsiran jika dipandang bermanfaat. g. Menarik sebuah kesimpulan dari tiap-tiap sub bahasan, dan mencoba mengaitkan satu bahasan dengan bahasan yang lainnya.

54 Soejono, Metode Penelitian –Suatu Pemikiran dan Penerapan- (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), C. ke-2, h. 14. 55 Abu al-Hayy al-Farmawî, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudhû‟î Dirâsah Manhajiyyah Maudhû‟iyyah (Mesir: Maktabah al-Jumhuriyyah, 1977), h. 45. 25

G. Sistematika Penulisan Berkaitan dengan sistematika penulisan tesis ini, penulis menggunakan sistematika penulisan yang diuraikan dalam tiga bagian yaitu bagian awal, bagian utama dan bagian akhir. 1. Bagian awal mencakup: halaman judul, surat pernyataan keaslian tesis, surat persetujuan tesis, surat pengesahan tesis, kata pengantar, pedoman transliterasi Arab-Latin, dan halaman daftar isi. 2. Bagian utama merupakan isi pokok dari tesis ini yang mencakup: Bab I, Pendahuluan. Bab ini meliputi: Latar belakang, permasalahan, yang mencakup: Identifikasi masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah. Telaah kepustakaan, tujuan, manfaat, metode penelitian, yang mencakup: Metode pengumpulan data, metode analisis data dan langkah- langkah penelitian. Serta sistematika penulisan. Bab II, menjelaskan pengertian persatuan dan umat. Bab ini meliputi: pengertian ummah dan wâhidah, derivasi kosa-kata ummatan wâhidah dalam Al-Qur‟ân, motivasi terbentuknya ummatan wâhidah serta urgensi mengenal konsep ummatan wâhidah. Bab III, menjelaskan tentang profil mufassir: Muhammad Abduh, Muhammad Rasyîd Ridhâ dan Hamka. Yang mencakup: Tumbuh kembang dan pendidikan, karir serta karya Muhammad Abduh, Muhammad Rasyîd Ridhâ dan Hamka. Dan profil tafsir: Tafsir al-Manâr dan Tafsir al-Azhar. Yang mencakup: Sumber penafsiran, metodologi penafsiran dan corak tafsir al-Manâr dan Tafsir al-Azhar. Bab IV, memaparkan analisis terhadap nilai-nilai yang membentuk ummatan wâhidah dalam Tafsir al-Manâr dan Tafsir al-Azhar. Bab ini meliputi: Aspek-aspek persatuan umat dan aspek-aspek yang menjadi penyebab perpecahan umat menurut Tafsir al-Manâr dan Tafsir al-Azhar. Serta analisa yang mecakup: Ketidakpahaman terhadap aspek-aspek persatuan umat menyebabkan perpecahan serta melemahnya posisi umat, perbedaan akidah menimbulkan perpecahan dalam pemilihan Ulî al-Amri, serta seruan menghidupkan kembali ayat-ayat yang menyeru kepada persatuan umat islam dan ukuwwah islâmiyyah. Bab V adalah Penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran-saran. Kemudian pada bagian akhir, penulis mencantumkan referensi atau daftar pustaka.

26

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Melalui penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang membentuk ummatan wâhidah menurut tafsir al- Manâr adalah sebagai berikut: 1. Beriman, yakni iman yang sesuai dengan imannya para rasul dan sahabat- sahabat-Nya. 2. Menggunakan konsep ukhuwah dalam menjalankan roda pemeritahan. 3. Kembali kepada ushûl agama yaitu dengan mendekatkan yang jauh, menyatukan yang berselisih dan lainnya. 4. Melihat nash secara menyeluruh, yang dikaji dengan menggunakan metode pengkajian maudhû’i. 5. Mematuhi kebijakan Ulî al-Amri dalam ranah kemashlahatan muamalah dan sebagainya. 6. Berhias dengan akhlak mulia, yaitu dengan melihat sejarah perjalanan ulama-ulama madzhab sesama mereka, berdialog, diskusi, saling menghormati dan lainnya. 7. Ikut andil dalam mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan negri tempat tingalnya dengan sekuat tenaga walaupun berbeda agama. Adapun menurut Hamka, maka nilai-nilai yang membentuk ummatan wâhidah dalam tafsri al-Azhar adalah: 1. Beriman, yakni mengimani ke-esaan Allah (tauhid) dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman. sebagai pemimpin tertinggi dan ﷺ Menjadikan rasulullah Muhammad .2 mengikuti komando-Nya. 3. Kembali kepada ushûl agama yaitu saling menghormati dan lainnya. 4. Meyakini bahwa hakikat ajaran para rasul dan kitab yang dibawa-Nya adalah satu. 5. berakhlak mulia, yaitu saling menghormati, tidak memaksa orang lain untuk mengikuti pendapatnya. Sebaliknya tidak segan-segan untuk rujû’ (kembali) kepada kebenaran jika terbukti bahwa pendapatnya salah, dan lainnya. 6. Meyakini bahwa ajaran islam adalah ajaran yang utuh, tidak boleh dipereteli hanya dengan mengamalkan hukum nikahnya saja, sedangkan hukum kenegaraannya ditinggalkan. Selanjutnya, perbedaan antara tafsir al-Manâr dan al-Azhar dalam menafsirkan ayat-ayat yang menjadi objek penelitian ini adalah: 1. Dalam memahami makna ummatan wâhidah

151

152

a. Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyîd Ridhâ mengartikannya dengan lebih umum dan luas; yakni, wahdah an-nas. Dalam arti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain, satu keinginan dalam meraih manfaat untuk pribadi masing masing. b. Hamka mengartikannya dengan umum dan kusus. Dalam arti menyetujui pendapat Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyîd Ridhâ serta meyakini akan kesatuan agama manusia pada masa lalu (memeluk islam). 2. Dalam memahami hadits perpecahan umat a. Muhammad Abduh memahaminya secara kontekstual semata. Menurutnya, golongan yang selamat adalah “seluruh golongan” kecuali satu saja, maka yang satu itulah yang akan masuk neraka. b. Muhammad Rasyîd Ridhâ dan Hamka memahaminya secara tekstual. Sehingga, golongan yang selamat yang terdapat pada hadits perpecahan umat itu, ialah mereka yang mengikuti Rasul dan Sahabat-Nya. B. Saran 1. Hendaklah umat islam di Indonesia senantiasa berusaha untuk dan hari akhir, yaitu dengan ﷻ meningkatkan keimanan kepada Allah cara: a. Belajar dan mengajarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan penafsiran dan penjelasan para ulama yang mendapat gelar “takut kepada Allah”. b. Mempelajari sejarah islam; sejarah para nabi dan rasul, sejarah peradaban islam dari masa perkembangannya hingga sekarang. 2. Hendaklah para ulama, guru, tokoh masyarakat serta orang tua di Indonesia mendidik generasi muda umat untuk menjadi umat yang baik dengan pengajaran teori ,ﷻ beriman secara benar kepada Allah maupun tingkah laku (uswatun hasanah). Pengajaran teori dan praktek tersebut diusahakan dimulai sejak dini; di rumah, sekolah, perkantoran, masyarakat biasa, pejabat dan seterusnya. 3. Diharapkan kepada pemerintah, hendaklah mengusahakan dan melengkapi perpustakaan dengan buku-buku sejarah umat islam dari masa lalu hingga sekarang, untuk semua kalangan, dari mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi. 4. Diharapkan kepada pemerintah, hendaklah mengadakan perlombaan- perlombaan mempergiat penerjemahkan terhadap buku-buku sejarah keberbagai bahasa agar dapat dipahami oleh setiap kalangan umat di Dunia. Serta Memotivasi agar seluruh elemaen masyarakat mau mempelajari sejarah. Yaitu dengan mengadakan cerdas cermat tingkat pendidikan sekolah, atau masyarakt umum, serta dengan menawarkan hadiah yang mewah bagi pemenangnya.

DAFTAR PUSTAKA

‘Azwazi, Hasan, Wahdah al-Ummah al-Muslimah Baina ats-Tsabit wa al- Mutaghoyyir, Mekah: Rabithah al-‘Alam al-Islami, 2012. Abduh, Muhammad dan Rasyîd Ridhâ, Muhammad, Tafsir Al-Qur‟an Al- Hakim, Mesir: Al-Maktabah At-Tauqifiyyah, t.t.. Abdullah, Taufiq, ed., Insiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: PT Ikhtiyar Baru Van hoeve, t.t.. Abu ‘Adah, Ahmad Manshur, “Wahdah Al-Ummah Al-Islamiyya Fi As- Sunnah An-Nabawiiyah, Dirasatan Maudhui‟yyah”, Tesis Majister konsentrasi Hadis dan Ilmunya, Gaza, 2009. Abu Abdillah, Ahmad bin Hambal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal, Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2000. Abu Zahrah, Muhammad, al-Wahdah al-Islamiyyah, Beirut: Dar ar-Raid al- ‘Arabiy: t.t.. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kairo: Darul Kautsar, 2010. Ali, Moh., Penelitian Pendidikan: Prosedur dan Strategi, Bandug: Angkasa, 1987. Al-Maragi, Ahmad Mushthata, Tafsir Al-Maragi, terj. K. Anshori Umar Sitanggal dkk., Semarang: PT. KaryaToha Putra, 1992. Al-Qurthubî, Jami‟ Li Ahkâm Al-Qur‟ân, Tahqiq Ahmad al-Bardawi & Ibrahim Athfisy Al-Qâhirah: Dâr al-Kitâb al-Mishriyyah, 1964. Annan, Abdullah, Gerakan-Gerakan yang Mengguncang Dunia Islam, terj. Shaleh Mahfudz, Surabaya: Pustaka Progressif, 1993. An-Nawawi, Al-Minhaj Syar Shahih Muslim, Dar Ihya Turats Al-A’rabi, 1392 H. Asy-Syaukani, Fath al-Qodir, Riyad, An Nasyir Ad Dauli, 2010. Ath-Thabarî, Abu Ja’far, Jâmi‟ al-Bayân fî Ta‟wîl Ây Al-Qur‟ân, Ta‟liq Ahmad M. Syâkir, Muassasah ar-Risâlah: 2000. Azra, Azyumardi, (red.), Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003. Az-Zamakhsyari, al-Kasysyaf „an Haqaiq ghawamidh at-Tanzil, Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1407. Az-Zuhaili, Whabah, at-Tafsir al-Munir, Damaskus: Dar al-Fikri al- Mu’ashir, 1418.

153

154

Darwin, Muhajir, “Jadikan Islam Agama Penebar Rahmat”, Suara Muhammadiyah, Vol. Juni 2008. Farmawi, Abd al-Hayy, Al-Bidayah fi al-Tafir al-Maudhu‟I Dirasah Manhajiyyah Maudhu‟iyyah, terj. Rasihon Anwar. Hamid an-Nashir, Muhammad, al-„Ashraniyun Baina Maza‟im at-Tajdid wa Mayadin at-Taghrib, terj. Jakarta: Darul Haq, 2016. Hamka, Ayahku, Riwayat Hidup dan Perjuangan Kaum Muda di Sumatra Barat. Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Panjimas, 2002. Hamka, Tasauf Modern, Jakarta: Panjimas, 2006. Hanafi, Mukhlis (ed.), Tafsir Al-Qur‟an Tematik: Moderasi Islam, Jakarta: Lajnah Pentashhih Mushaf Al-Qur’an, 2012. Hartono Ahmad Jaiz, Mengungkap Kebatilah Kyai Leberal CS, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010. Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur‟an Al-Azhim, Mesir: Dar al-Alamiyyah, 2012. Ibnu Taimiyyah, Majmu‟ Al-Fatawa, Muhaqqiq Abdurrahman bin Muhammad Qosim, Saudi Arabiya: Majma’ Malik Fahd, 1995. Ibnu Taymiyyah, Huquq Ali al-Bait, T. Abd Al-adir ‘Atha, Libanon: Dar al- Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.. Idrau, Abd al-Gany’, “Wahdah al-Ummah al-Islamiyah, al-Asbabwa al- Atsarwa al-Mua‟wwiqat kama bayyanaha al-Qur‟an al-Karim”,Tesis Konsentrasi Al-Qur’an dan Ilmunya, Malasyia, 2014. Muhajir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yokyakarta: Rake Sarasih, 2000. Muhammad ‘Imarah, 45 Tokoh Pemikir Sejarah, terj., Pajang: Era Intermedia, 2009. Muhammad, Herry, Tokoh-tkoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta: Gema Insani Press, 2006. Muslim, Shahih Muslim, Mesir: al-Maktabah al-Islamiyah, 2011. Nashir, Ridhwan, Memahami al-Qur'ân: Perspektif Baru Metodologi Tafsîr Muqarân, Surabaya: CV Indra Media, 2003. Nizar, Samsul, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Dinamika Islam, Jakarta: Kencana, 2008. Quraish Shihab, Muhammad, Tafsir Al-Mishbah, Ciputat: Lentera Hati, 2000. Quthub, Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Beirut: Daru asy-Syuruq, 1992. 155

Rahnema, Ali, (ed.), Para Perintis Zaman Baru Islam, Bandung: Mizan, 2009. Rasyîd Ridhâ, Muhammad, Muhawarat al-Mushlih wa al-Muqallid wa al- Wahdah al-Islamiyyah, Mesir: Dar an-Nasyr Li al-Jami’ah, 2007. Ridhwan Nashir, Memahami al-Qur'ân: Perspektif Baru Metodologi Tafsîr Muqarân, (Surabaya: CV Indra Media, 2003). Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh, (Jakarta: Paramida, 2002). Rima Nurkomala, Jihad Intelektual Azyumardi Azra dalam Membina Kerukunan Umat Bergama, Jawa Barat: Royyan Press, 2013. Rusydi, Pribadi dan Martabat Buya Hamka, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983). Sa’dî, Taisîr Karîm al-Rahmân fî tafsîr Kalâm al-Mannân, Tahqiq Abd al- Rahman bin Mu’alla al-Luwaihiq, Muassasah al-Risâlah, 2000. Somad, Abdul, 37 Masalah Populer, Riau: Tafaqquh Media, 2017. Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Afabeta, 2014. Utsaimîn, M. Ibn Shâlih, Tafsîr Al-Qur‟ân Karîm Surah Âli „Imrân, Saudi Arabia: Dâr Ibnu al-Jauzî, 1435. Yusuf, Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, Jakarta: Penamadani, 2004.

156

BIODATA PENULIS

Nama : Wahyudin TTl : Langsa, 15 Desember 1987 Alamat : Jl. Anggrek Garuda No. 56 Blok G. 12 RT. 008/02 Kemanggisan Palmerah Jakarta Barat Phone : 085222712676

Riwayat Pendidikan: 1. SDN Bukit Tiga Kec. Birem Bayeun Kab. Aceh Timur 1994–2000. 2. SMPS 1 Karya Jaya Kec. Birem Bayeun Kab. Aceh Timur 2000- 2003. 3. SMKS 1 Cut Nyak Dien Langsa 2003–2006. 4. D2 Ma’had Badr Al-Islami Yayasan Al-Wafa’ Bogor 2007-2009. 5. Program Takmili Lipia Jakarta 2010-2011. 6. S1 Al-Aqidah Al-Hasyimiyyah Jakarta 2009-2013. 7. S1 Lipia Jakarta 2011–2015. 8. S2 IIQ Jakarta 2014–2018.

Riwayat Pengabdian: 1. Guru Ma’had Uhud Al-Islami Cianjur 2009-2010. 2. Guru Ma’had Badr Al-Islami Bogor 2010. 3. Guru Ma’had Aitam Bogor 2010-2012. 4. Guru SMA Muhammadiyah 15 Jakarta tahun 2015 – sekarang.