Pulau Morotai
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
ILMUIMAN.NET: Koleksi Cerita, Novel, & Cerpen Terbaik Mini Biografi (16+). 2018 (c) ilmuiman.net. All rights reserved. Berdiri sejak 2007, ilmuiman.net tempat berbagi kebahagiaan & kebaikan.. Seru. Ergonomis, mudah, & enak dibaca. Karya kita semua. Terima kasih & salam. *** Kira-kira Sejarah: Pulau Morotai Serangkai dengan kisah prajurit Teruo Nakamura, tentara Jepang yang bertahan di Pulau Morotai di Maluku Utara selama 30-an tahun sampai Desember 1974, berikut ini sekilas, tentang sejarah Pulau Morotainya, yaitu suatu pulau di Maluku Utara, dekat Pulau Halmahera yang besar, yang menghadap ke Samudra Pasifik, yang dijaman perang merupakan salah satu pulau strategis untuk sekutu dan untuk Jepang juga. Kebayang sih, itu pulau menghadap Samudra Pasifik.. sisi tropis itu tentu pulau yang permai. Terpencil jauh dari mana-mana. Sejauh mata memandang, yang tampak itu laut biru tiada batas, dan hijaunya tetumbuhan. Belantaranya. Panasnya. Kayak Bali gitu di daerah yang masih sepi. Atau kayak Hawaii di spot tertentu. Kayak Guam. Atau mungkin juga tidak kayak mana-mana.... Bila dilihat permainya pulau (di masa kini?), tentu sulit di bayangkan bahwa nun sekian tahun lalu, pulau ini menjadi pertaruhan hidup mati orang-orang Jepang (dan sekutu para penyerangnya). Bagian dari sejarah Indonesia juga. Konon, sekarang sedang mau diarahkan untuk jadi daerah wisata semacam Bali. Tapi, bahkan sepanjang era Indonesia, ada beberapa kontroversi terkait pulau itu beberapa gelombang. Jalan hidup Morotai mungkin memang harus begitu. Wallahualam.... *** Morotai Pra-Perang Sekali lagi, Morotai, itu pulau di utara Halmahera. Termasuk kecil dibanding Halmahera- nya, tapi dibanding Singapura yang 710 km2.. gede juga. Luasnya 1800 km2, 2.5x kali Singapore. Pulau ini lumayan terkanal di jaman perang. Yaitu perang dunia kedua, dan bukannya perang antar kampung. Apalagi perang batu antar suporter bola. Nehi. Kecuali tepi-tepinya yang landai, bagian pedalaman pulau, jaman perang itu tertutup rimba raya tebal (sampai sekarang?). Dataran terluas, dinamai Doroeba Plain, di sisi barat daya. Di situlah titik incaran Jepang, maupun sekutu di jaman perang (yaitu pada awalnya, sebelum meluas kemana-mana). Alkisah, sebelum perang,.. pulau segede itu penduduknya 9000-an orang. Nggak ada kota yang ramai, cuma ada sejumlah desa tradisional. Lebih banyak binatang liar mestinya daripada manusia. Pulau permai, alami, dan tidak dibangun sedikit pun untuk peradaban modern, kurang lebih seperti itu gambarannya. Jaman Majapahit apakah sudah jadi incaran se-Nusantara? Apakah di jaman Portugis-Belanda jadul? Kita tidak tahu. Tapi.. sepertinya tidak diincar siapa-siapa. Pra perang, yang menguasai adalah kesultanan Ternate (yang kesultanan itu, adalah bawahan dari Kerajaan besar Hindia Belanda). Lalu, saat satu demi satu tanah Hindia Belanda direbut Jepang, Morotai itu.. juga kerebut awal 1942. Sakti mandraguna sih kalo sampai bisa bertahan dan nggak kerebut. Tapi ini.. tidak sesakti itu. Terus oleh Jepang diapain? Didiemin saja! Penguasaan wilayah Jepang di awal perang itu segitu masifnya, sehingga nggak sempatlah ngurus pulau sepi macam Morotai. Barulah 1944, Morotai dinilai penting oleh tentara Jepang. Yaitu saat mereka berusaha menjadikan Halmahera, tetangga besar Morotai, sebagai penjuru untuk pertahanan Filipina dari arah selatan. Mei 1944, divisi angkatan darat Rikugun ke-32 tiba di Halmahera berjaga di situ, yang saat itu punya 9 landasan terbang. Sekarang, kebanyakannya sudah balik berubah jadi belukar lagi, insya Allah. Dan belum berubah jadi mall. Sepanjang perjalanan ke Halmahera, divisi ini diganggu serangan kapal selam di lautan, lumayan juga korbannya. Tapi singkat cerita, puluhan ribu tentara Jepang terus mangkal di Halmahera (sampai akhir perang). Yaitu, mangkalnya tentu di pangkalan-pangkalan militer, dan bukan di pangkalan ojek. Ya iyalah! Ujungnya, dari yang ditempatkan di Halmahera itu, (sempat) ada dua batalyon dikirim ke Morotai, yaitu dari Divisi ke-32, Resimen Infanteri ke-211. Mereka disuruh bikin landasan terbang di Doroeba Plain. Tapi setelah kerja beberapa minggu, itu landasan nyemek terus, becek, sering kerendem air, problem drainase, jadilah terus kedua batalyon ditarik pulang ke Halmahera. Lemahnya pertahanan Jepang di Morotai itu terendus juga oleh intelijen sekutu. Jadi, saat kemudian Jenderal MacArthur memutuskan untuk menyerbu Morotai, yang dikirim bukanlah pasukan paling jago tempur sedunia. *** Saat-saat Penyerbuan Morotai Oleh Sekutu Sekutu tentu mikir ya: Morotai atau Halmahera? Morotai lebih kosong blong, dan hutan, tidak ada pembangunan; tapi Halmahera itu kelewat gede dan susah dipertahankan. Jadi, ujungnya yang dipilih sekutu itu Morotai untuk diserbu. Secara luas pulau, Halmahera itu 25x-nya Singapura atau 10x Morotai, atau 3x-nya Bali. Kalau dibanding Pulau Sapudi, ta'uk deh berapa kali lipat. Lalu,... diluncurkanlah Operasi Militer berkode "Tradewind", dijadwal 15 September 1944, berbareng dengan hari saat 1st Marine Division-nya Amerika mendarat di Peleliu, dan menjalani perang terkenal di sana, terkenal karena bikin sengsaranya. Ekspedisi penyerangan langsung mengarah ke Doroeba Plain, karena di sana diketahui pertahanannya lemah. Jder! Pendaratan sukses di dua titik, yaitu di pantai merah putih, alias red-beach dan white-beach, begitu sekutu memberi kode. Yang ditugasi tiga resimen infanteri dari Divisi Angkatan Darat Amerika ke-31 (dibantu kekuatan Australia saat mendaratnya). Dan mereka cuma mau mondok di satu pojok saja, yaitu di sekitar Doroeba Plain itu, dan membiarkan saja belantara Morotai tak tersentuh. Begitu rencananya. Plain itu terus dijadikan landasan-landasan terbang yang banyak (kelak tujuh biji or so, padahal rencana awal tiga) dan disiapkan untuk jadi salah satu titik tolak untuk unit-unit pendukung operasi perebutan kembali Filipina. Hari-hari menjelang serbuan, tentara Jepang yang berjaga di situ empat kompi saja, atau 500-an tentara. Perwira-perwiranya Jepang asli, sedang pasukannya kebanyakan turunan Taiwan atau Formosa. Konichiwa, ne. Kebanyakannya baru masuk pulau Juli 1944, alias baru beberapa bulan. Tentara ini didukung oleh beberapa infanteri sempalan, polisi militer, dan unit auxiliary ala kadarnya. Raider inti, berkekuatan 100 orang disembunyikan di timur laut pulau, di teluk Sopi. Sopi sunyi sendiri. Yang lain, disebar sebagai pengawas pantai di banyak titik. Perintah dari induk pasukan Divisi ke- 23 (di Halmahera), tentara di Morotai mesti bikin kamp-kamp tipuan, mengesankan bahwa di pulau itu ada tentara Jepang bejibun. Dan tipuan-tipuan bentuk lain, agar sekutu tidak napsu menyerangnya, tapi secara kekuatan nyata, tidak mempunyai kekuatan pertahanan yang riil. Tapi, sepertinya tipuan ini tidak mempan. In case ada yang wondering, tipuan model 'Mama Minta Pulsa' atau "Papa Minta Saham', di Morotai itu nggak ada. Itu tipuan gak jelas sih.... Tentara kejedot tiang listrik juga nggak ada. Semua aman tenteram awalnya... Di hari yang ditentukan terus.. eng-ing-eng... Amerika menyerang. Pas Amerika mendarat.. itu kekuatannya 100 banding 1. Susah dibayangin? Gini deh. Singapura itu penduduknya 5 juta. Indonesia 250 juta. Itu aja cuma 1 banding 50! Jadi,.. 100 (Amerika) banding 1 (Jepang).. itu jomplangnya ujung ke ujung.... Komandan operasinya Mayjen Charles P. Hall, jenderal bintang dua, yang bawa tentara angkatan darat 40 ribu orang lebih, ditambah 17 ribuan tentara udara (USAAF, US Army Air Force), serta sejumlah tentara dari RAAF Australia. Kesemuanya itu di bawah komando Angkatan Darat ke-6. Mereka bawa banyak pasukan zeni-konstruksi, engineers, dan juga anti serangan udara, dan ahli komunikasi. Berniat menjadikan Morotai itu jadi pangkalan besar. Di belakang mereka, ada bala cadangan Divisi Infanteri ke-6, tapi tidak pernah ikut turun gelanggang, menunggu di Papua yang sudah direbut duluan. Jenderal MacArthur sendiri menyaksikan proses pendaratan dari geladak USS Nashville, tapi tidak mengendalikan operasi. Lebai juga ini Amerika dalam buang-buang uang rakyat. Pulau kosong, dijaga tentara cuma empat kompi, diserbu tentara segitu banyak. Ada jenderal, mayjen, dan para laksamana. Kekuatan laut dan udara yang melindung juga digdaya. Pake bbm itu semuanya. Nggak mungkin pake beras kencur kan? Yang dikerahkan itu serasa lebih besar dari segenap kekuatan laut Armada Timur Indonesia masa kini, dilapis lagi oleh enam kapal induk di kawasan sekitar. Belum lagi kekuatan udaranya. Kalo kalah malu banget, tapi ternyata.. pendaratan berhasil. Menang! Rada malu juga mungkin. Setelah menyadari bahwa di pulau itu.. kagak ada apa-apanya. Detik-detik serangan diawali dengan serangan udara ke sekeliling, dimana diduga pesawat Jepang yang siaga ada 582 biji or so. Bum, bum, bum! Halmahera, Celebes (Sulawesi), Ceram (Seram), Ambon, Boeroe (Buru) dan beberapa titik dibom. Posisi di Mindanao Filipina juga dibom. Banyak makan korban juga. Makan Papeda nggak sempat. Seng bisa! Diperkirakan, pasca serangan sekutu pesawat musuh yang masih operasional tinggal 60. Bisa sih dari 582 tadi itu, banyakannya pesawat palsu tipuan saja. Wallahualam. Habis serangan udara, terus serbuan tentara.. Pemberangkatan penyerbuan dari Papua, pesisir utara. Latihannya juga di sana, di Pulau Aitape dan Wakde, mulai awal September. Mereka bablas ke Morotai tanpa terdeteksi Jepang. Tanggalnya: 15 September 1944... Serbuan diawali dengan bombardemen dari banyak titik di sekeliling pulau. Sempat bikin dua desa kebakar hebat, tapi korban Jepangnya cuma dikit. Saat tiba pasukan pendarat, pertempuran cuma sikit saja. Korban di kedua pihak juga minim.