PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DAN PELAYANAN PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN DI KOTA

Pitri Yandri Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sosial Ekonomi (P3SE) STIE Ahmad Dahlan Jakarta E-mail: [email protected]

Abstract This paper analyzes public perception of education public service before and after the implementation of regional autonomy policy. The values ex- amined in this paper used Fisher Exact Value Test. The results of the study show that public perception of education public service in central city as well as in suburb are equal. There is no perception difference about educa- tion public service between before and after the implementation of autonomy policy. Although the public perception of public service education has been uneven, policies to improve access of the poor and people who are vulner- able to poverty to education to be important to implement. It aims to im- prove people’s lives, especially the poor. Keywords: Autonomy, decentralization, public service, education, fisher exact

Abstrak Makalah ini menganalisis persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik pendidikan sebelum dan sesudah pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Makalah ini menggunakan Fisher Exact Value Test sebagai alat analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik pendidikan di pusat kota maupun di pinggiran kota adalah sama. Tidak ada perbedaan persepsi tentang pelayanan publik bidang pen- didikan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan kebijakan otonomi. Meskipun persepsi publik tentang pelayanan publik bidang pendidikan telah merata, kebijakan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dan masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan terhadap pendidikan menjadi penting untuk dilaksanakan.Hal ini bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,khususnya masyarakat miskin. Kata kunci:Otonomi, desentralisasi, pelayanan publik, pendidikan, fisher exact

Kota Tangerang secara geografis sangat nesia, tepat di sebelah barat kota Jakarta, strategis. Terletak di Provinsi Banten, Indo- serta dikelilingi oleh Kabupaten Tangerang

151 Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 151-160 di sebelah selatan, barat, dan timur. Luas yang tidak terkendali akan menurunkan wilayah mencapai 164,54 km2 dengan 13 derajat hidup dari masyarakat di daerah kecamatan. Ketiga belas kecamatan terse- tersebut.Salah satu pendekatan yang telah but adalah: Tangerang, , Batuce- ditempuh adalah pendekatan otonomi per, Benda, , , Karawa- daerah dan desentralisasi. Di Indonesia, ci, , Cibodas, , Pinang, Ka- kerangka otonomi daerah dan desentralisasi rang Tengah dan . Dahulu, Kota ini telah diatur melalui UU. No. 32/2004 Tangerang merupakan bagian dari wilayah tentang Pemerintahan Daerah dan UU. No. Kabupaten Tangerang, kemudian ditingkat- 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan kan statusnya menjadi kota administratif, dan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. akhirnya ditetapkan sebagai kotamadya Studi dampak otonomi daerah telah pada tanggal 27 Februari 1993 berda- banyak dilakukan dan menghasilkan sim- sarkan UU/No. 2/1993 tentang Pemben- pulan yang bervariasi. Variasi simpulan ini tukan Kotamadya Tangerang. Sebutan menunjukkan bahwa otonomi daerah be- “kotamadya” diganti dengan “kota” pada lum memberikan dampak nyata terhadap tahun 2001. kesejahteraan masyarakat (Usman, 2005; Sebagai akibat dari wilayah pinggiran Arifin, 2006, Rozi, 2007; Hernawan, (hinterland), Kota Tangerang dihadapkan 2007). Meski demikian, terdapat pula pan- pada permasalahan khas wilayah urban. dangan positif yang menyatakan bahwa oto- Salah satu permasalahan tersebut adalah nomi daerah telah memberikan dampak po- tumbuh-kembangnya kawasan industri yang sitif terhadap kesejahteraan masyarakat (Le- disamping memberi dampak positif berupa wis, 2001; Siregar, 2001; Elmi, 2005; penyerapan tenaga kerja juga memberi Nanga, 2006, Wilopo dan Budiono, 2007). dampak negatif, khususnya eksternalitas Namun demikian, hasil studi yang ter- (sampah, pencemaran udara dan lain se- kait dengan pelaksanaan pelayanan publik bagainya) dan tingginya angka migrasi. Data di era otonomi daerah belum menunjukkan BPS Kota Tangerang menunjukkan, dari kinerja yang memuaskan. Studi Toyamah, tahun 2000-2007, Kota Tangerang terus et al (2002) menemukan bahwa setelah pe- mengalami pertumbuhan penduduk. Dari laksanaan otonomi daerah pelayanan di 1.311.746 jiwa pada tahun 2000 menjadi sektor pendidikan, kesehatan, dan infras- 1.575.140 jiwa pada tahun 2007. Pada truktur belum berubah, namun kondisi sa- 2010, jumlah ini meningkat menjadi rana dan prasarana pendukung pelayanan 1.797.715 jiwa. Besarnya arus migrasi yang cenderung memburuk. Bappenas dan UN tidak diikuti oleh ketersediaan lapangan ker- DP (2008) juga menemukan banyak dae- ja membuat masalahnya menjadi semakin rah belum secara optimal menyediakan pe- kompleks. layanan dasar (basic service) kepada ma- Kondisi tersebut jelas membutuhkan syarakat sehingga berimplikasi pada ketim- penanganan yang komprehensif dari Peme- pangan tingkat kesejahteraan nonpendapat- rintah Daerah, sebab ketika pertambahan an di daerah. jumlah penduduk tidak diimbangi dengan Studi World Bank (2009) juga mene- pertambahan jumlah fasilitas dan sarana mukan bahwa hampir 25% kondisi infra- peningkatan kesejahteraan masyarakat yang struktur pendidikan di sejumlah daerah ada, maka pertambahan jumlah penduduk sangat rendah. Studi World Bank menun-

152 Pelaksanaan Otonomi Daerah... (Putri Yandri) jukkan, ada perbedaan mencolok antara terbukti nyata secara statistik berefek negatif capaian jenjang pendidikan penduduk di terhadap kemiskinan. daerah perkotaan dan di daerah pedesaan, dengan perbedaan rata-rata sebesar 2,5 ta- Metode Penelitian hun (World Bank, 2006).Ketimpangan ini Kombinasi kualitatif dan kuantitatif terjadi di Kota Tangerang. Data BPS Kota digunakan dalam penelitian ini. Lokasi pe- Tangerang menunjukkan, pada bidang pen- nelitian di Kota Tangerang. Dua alasan pen- didikan, Angka Partisipasi Murni (APM) ting mengapa Kota Tangerang diambil se- memang mengalami peningkatan. Tetapi bagai lokasi penelitian: (1) Kota Tangerang pada masing-masing jenjang terdapat per- merupakan daerah penyangga (hinterland) bedaan APM. Tingkat SMP/MTs dan Provinsi DKI Jakarta yang secara SMA/MA lebih rendah dibanding SD/MI demografis terus mengalami pertumbuhan yaitu 85,25 pada SD/MI, 55,33 pada SMP/ penduduk. (2) melihat kecenderungan ter- MTs dan 23,87 pada SMA/MA. sebut, Kota Tangerang membutuhkan pe- Jika hipotesis bahwa otonomi daerah layanan publik yang memadai. Waktu pe- mampu mendorong kesejahteraan masya- nelitian dilakukan pada Juli 2010 sampai rakat melalui peningkatan kuantitas dan kua- dengan Februari 2011. litas pelayanan publik, maka dugaan ini ha- Jenis data yang yang digunakan adalah rus dibuktikan. Hal ini menjadi beralasan, data primer. Teknik pengambilan sampel di- sebab sebelas tahun pelaksanaan kebijakan lakukan dengan menggunakan sampel pur- otonomi daerah haruslah memberi dampak posive/judgement sampling. Dipilih 30 pasti terhadap kesejahteraan masyarakat di responden yang dianggap mewakili yang daerah. Berdasar pada uraian itu, artikel ini tersebar di beberapa kecamatan di Kota mengkaji persepsi masyarakat tentang pe- Tangerang. Responden dipilih yang dianggap layanan publik bidang pendidikan sebelum mewakili populasi. 30 responden dianggap dan setelah pelaksanaan otonomi daerah di telah sesuai dengan Dalil Limit Pusat (Cen- Kota Tangerang. tral Limit Theorema) yang menyatakan

Bidang pendidikan ini menjadi penting bahwa apabila X1, X2,…Xn merupakan dikaji. Sebab bidang ini dianggap krusial da- variabel acak dari populasi (dalam hal ini, lam upaya mendorong kapabilitas manusia distribusi probabilitas) manapun dengan 2 (human capital) dan oleh karena itu pe- rata-rata µx dan varians σ x , maka rata-rata sampel cenderung terdistribusi secara nor- merintah di negara-negara berkembang ͬ 2 mal dengan rata-rata µ dan varians terus berupaya untuk meningkatkan angga- x ͢ ran terhadap kedua bidang ini. (Morrison, ketika ukuran sampel naik hingga tak terhingga. Jika X diasumsikan berasal dari 2002). Studi Burchi (2006) menemukan i bahwa pendidikan berkontribusi terhadap populasi normal, maka rata-rata sampel upaya ‘perlawanan’ terhadap kerentanan akan mengikuti distribusi normal tanpa pangan di wilayah perdesaan di negara- peduli terhadap ukuran sampel. Dalam prakteknya,terlepas distribusi probabilitas negara berkembang dan dengan demikian apapun yang mendasarinya, rata-rata merupakan kunci ketahanan pangan wilayah sampel dari besaran sampel yang terdiri dari tersebut. Studi Suryadarma dan Surhayadi sekurang-kurangnya 30 observasi akan (2009) juga menemukan bahwa pendidik- mendekati normal. an, khususnya pendidikan dasar (SMP)

153 Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 151-160

Rencana wilayah pengambilan sampel Wetan (KW)-Kecamatan Neglasari, serta di Kota Tangerang dibagi menjadi wilayah Kelurahan Mekarsari-Kecamatan Tange- pusat kota dan pinggiran kota. Definisi wila- rang Kota. yah kota (inti) ditandai oleh kepadatan yang Teknik analisis menggunakan dua pen- sangat tinggi, meliputi kepadatan penduduk, dekatan, yaitu tabel distribusi frekuensi dan gedung-gedung bertingkat mencakar ke Uji Fisher Exact. Tabel distribusi frekuensi langit, kepadatan berbagai jenis bisnis, eko- digunakan untuk menyajikan data mentah nomi dan keuangan, kepadatan lalu lintas yang kemudian disusun dalam bentuk perkotaan, tingkat polusi udara dan ke- kelompok-kelompok data. Uji Fisher Ex- bisingan yang tinggi. Sebaliknya, wilayah act digunakan untuk menguji signifikansi hi- pinggiran ditandai oleh lahan perkotaan yang potesis komparatif dua sampel kecil inde- luas yang tingkat kepadatan penduduk, penden (data nominal) (Sugiyono, 2002). bangunan, berbagai kegiatan ekonomi dan Dalam penelitian ini, Uji Fisher Exact di- sosial yang relatif rendah serta polusi dan gunakan untuk menguji apakah terdapat tingkat kebisingan yang rendah (Friedman perbedaan persepsi masyarakat tentang pe- dalam Adisasmita, 2006). layanan publik bidang pendidikan sebelum Di Kota Tangerang, secara geografis dan setelah pelaksanaan otonomi daerah. dan demografis wilayah pusat kota di Kota Uji ini dilakukan berdasarkan pada persepsi Tangerang merupakan wilayah yang kon- yang terwujud dalam kuesioner dengan 2 disi sosial ekonomi penduduknya relatif se- (dua) pilihan jawaban: “meningkat” dengan jahtera. Sementara wilayah pinggiran kota bobot 1 dan “tidak meningkat” dengan di Kota Tangerang merupakan wilayah bobot -1. Pengolahan data menggunakan yang kurang sejahtera atau bahkan miskin. SPSS 16.0. Pada Gambar 1 menjelaskan Wilayah pinggiran yang kurang sejahtera tahap-tahap pengujian hipotesis pada Uji atau miskin ini banyak dihuni oleh masya- Fisher Exact. rakat squatter (kumuh). Beberapa wilayah Pengambilan keputusan untuk me- squatter (kumuh) berdasarkan studi nyimpulkan apakah terdapat keterkaitan Pakkanna (2007) terletak antara lain di Ke- persepsi masyarakat di pusat dan pinggiran lurahan Babakan dan Kelurahan Kedaung kota tentang pelayanan publik bidang pen-

Tahap 1. Dekomposisi Spasial Tahap 2. Tabulasi Tahap 3. Uji Hipotesis

Daerah Hasil Pinggiran Uji Fisher Keputusan crosstable KOTA ( ) Exact Tolak/terima

TANGERANG H0

Daerah Pusat Hasil Pembobotan

KUESIONER

Gambar 1. Tahap-Tahap Uji Fisher Exact

154 Pelaksanaan Otonomi Daerah... (Putri Yandri) didikan di Kota Tangerang perlu dirumus- yang harus dijawab oleh responden. Dis- kan hipotesis sebagai berikut: tribusi frekuensi persepsi responden tentang

Ho: tidak terdapat perbedaan persepsi an- pelayanan publik bidang pendidikan setelah tara masyarakat di pusat dan pinggiran pelaksanaan otonomi secara umum dinilai kota tentang kinerja pelayanan publik mengalami peningkatan. Di samping itu, hasil bidang pendidikan di Kota Tangerang analisis tabel silang dengan menggunakan Uji baik sebelum maupun setelah pelaksa- Exact Fisher ditemukan bahwa tidak naan otonomi daerah. terdapat perbedaan persepsi antara

H1: terdapat perbedaan persepsi antara ma- masyarakat di pusat dan pinggiran kota syarakat di pusat dan pinggiran kota tentang kinerja pelayanan publik bidang tentang kinerja pelayanan publik bi- pendidikan di Kota Tangerang. Temuan ini dang pendidikan di Kota Tangerang menunjukkan bahwa persepsi masyarakat baik sebelum maupun setelah pelaksa- baik di pusat kota maupun di pinggiran kota naan otonomi daerah adalah sama. Upaya pembagian “pusat” dan “ping- giran” sebenarnya hanya bersifat hipotetis, Hasil Penelitian dan Pembahasan mengingat secara istilah administratif- UU. No. 25/2009 tentang Pelayanan kewilayahan Kota Tangerang telah disebut Publik menyebutkan bahwa pelayanan sebagai “Kota”. Hal ini digunakan dengan publik adalah “kegiatan atau rangkaian ke- tujuan penyederhanaan model dalam rang- giatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan ka menggambarkan fenomena dunia nyata pelayanan sesuai dengan peraturan perun- yang kompleks. Dalam penyusunan orga- dang-undangan bagi setiap warga negara nisasi spasial dari aktivitas ekonomi, sering- dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau kali diperlukan penyusunan berbagai asumsi pelayanan administratif yang disediakan oleh untuk memusatkan perhatian pada aspek- penyelenggara pelayanan publik”. aspek lokasional. Berkaitan dengan hal Melihat definisi di atas, maka pela- tersebut, terdapat dua kategori asumsi da- yanan publik bidang pendidikan adalah “ke- lam model lokasi, yaitu (1) berhubungan giatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka dengan permukaan tanah (land surface) pemenuhan kebutuhan pelayanan bidang dan karakteristiknya serta (2) berhubungan pendidikan sesuai dengan peraturan dengan kehidupan penduduk pada permu- perundang-undangan yang berlaku yang kaan lahan tersebut (Rustiadi, 2007). Ber- disediakan oleh penyelenggara pelayanan dasar pada penyederhanaan itu, maka teori publik (Pemerintah Daerah) dengan standar “pusat” dan “pinggiran” pada akhirnya di- (1) berkualitas; (2) cepat; (3) mudah; (4) gunakan dalam penelitian ini. Pusat identik terjangkau; dan (5) terukur. Ukuran atau ba- dengan “kota”, sementara pinggiran (pe- rometer (indicators) standar pelayanan riphery) identik dengan wilayah di pinggir minimum (SPM) bidang pendidikan dalam “kota”. Secara teoritik, aktivitas pada ke- penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) dua wilayah ini memiliki karakternya ma- efisiensi; (2) keefektifan ; (3) keadilan; dan sing-masing. Wilayah pusat umumnya ada- (4) daya tanggap. lah pusat pemerintahan, ekonomi, dan pe- Kemudian, masing-masing indikator layanan. Sementara wilayah pinggir adalah di-breakdown menjadi rumusan pernyataan wilayah yang menerima pelayanan dari

155 Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 151-160 pusat dan aktivitas ekonominya didominasi buktikan bahwa tidak terjadi dikotomi oleh sektor pertanian. “pusat” dan “pinggir” dilihat dari perspektif Pembagian wilayah “pusat” dan “ping- pelayanan publik khususnya bidang pen- gir” secara hipotetis ini juga didasari oleh didikan di Kota Tangerang. Jika mengacu adanya backwash effect akibat dari ada- pada pemahaman bahwa kota dicirikan oleh nya akumulasi manfaat terlalu besar yang aktivitas ekonomi utama seperti industri dan diterima oleh pusat. Akibatnya perdesaan manufaktur, maka sesungguhnya yang notabene “pinggir” kota terjebak terlalu penyebaran sektor industri di Kota Tange- terspesialisasi pada satu komoditas rang telah merata di hampir semua keca- pertanian atau sumberdaya alam untuk matan.Sebaran industri di Kota Tangerang melayani perkotaan (Amstrong dan McGee, sampai dengan Bulan Juni 2008 dapat dilihat 1985 dalam Rustiadi, 2007). Hasil olah data pada tabel 1. dalam penelitian ini tampaknya mem- Melihat struktur ekonomi Kota

Tabel 1. Sebaran Industri di Kota Tangerang Sampai Bulan Juni 2008 Kecamatan AI IUI TDI JML PMA PMDN JML 64 54 109 227 28 35 63 Benda 18 17 52 87 7 3 10 Cibodas 37 43 98 178 14 14 28 Ciledug 0 1 35 36 0 1 1 Cipondoh 7 7 331 345 3 1 4 Karawaci 38 41 152 231 17 14 31 0 3 43 46 0 0 0 Larangan 1 4 39 44 1 0 1 Neglasari 12 23 93 128 7 3 10 Pinang 2 4 58 64 3 1 4 Tangerang 9 11 105 125 11 3 14 Periuk 43 70 120 233 3 6 9 a.Gebang Raya 3 3 18 24 1 1 2 b. Gembor 1 1 17 18 46 2 4 6 c. Periuk 8 16 31 55 0 0 0 d. Periuk Jaya 19 24 26 69 0 0 0 e. Sangiang Jaya 2 10 27 39 0 1 1 Jatiuwung 134 77 75 286 108 65 173 a. Alam Jaya 8 9 5 22 0 4 10 b. Gandasari 19 8 3 30 12 16 28 c. Jatake 17 9 12 38 17 4 21 d. Keroncong 18 11 15 44 15 10 25 e. Manis Jaya 26 14 15 55 25 8 33 f. Pasir Jaya 46 26 25 97 33 23 56 Jumlah 365 355 1,310 2,030 202 146 348 Sumber: Dinas Perindagkopar Kota Tangerang Keterangan: AI : Industri Besar IUI : Industri Menengah TDI : Industri Kecil PMA : Permodalan Asing PMDN : Permodalan Dalam Negeri

156 Pelaksanaan Otonomi Daerah... (Putri Yandri)

Tangerang demikian, maka menjadi logislah Tabel 2. Komposisi Jumlah Sekolah Peme- persepsi masyarakat tentang pelayanan rintah-Swasta di Kota Tangerang yang diberikan oleh pemerintah. Hal ini Tingkat Sekolah Sekolah Total disebabkan masyarakat telah menerima Pemerintah Swasta Sekolah pelayanan yang merata, khususnya dalam TK 1 234 235 bidang pendidikan. Kesamaan persepsi ini SD 377 92 469 tampaknya terkait dengan apa yang SMP 21 122 143 dirasakan dan dialami oleh masyarakat di Kota Tangerang. SMA 14 55 69 Menurut publikasi situs internet Perguruan - 8 8 Pemerintah Kota Tangerang, sejumlah pro- Tinggi gram seperti alokasi dana pendidikan se- Sumber: www.infotangerang.com besar 37,37% yang diperuntukkan untuk meningkatkan urusan wajib bidang pendi- Berkaitan dengan hasil distribusi fre- dikan di Kota Tangerang melalui program kuensi persepsi, terdapat satu aspek yang pembangunan sarana pendidikan, pembe- dianggap belum memuaskan oleh respon- rian beasiswa, peningkatan kualitas pendi- den, yaitu mengenai keselarasan antara dikan baik siswa maupun para pengajar ser- program yang disampaikan dengan pene- ta insentif untuk seluruh guru baik negeri rapan programnya di lapangan. Responden maupun swasta seluruh tingkatan sebesar menilai bahwa keselarasan antara program Rp 350.000,-/bulan (www.infotangerang. yang disampaikan dengan penerapan prog- go.id). Selain itu, Pemerintah Kota Tange- ramnya setelah otonomi daerah belum me- rang melakukan pembangunan 400 Gedung ningkat. Persepsi ini muncul tampaknya ber- Sekolah bertingkat berikut meja dan kursi, kaitan dengan ekspektasi masyarakat yang serta kamar mandi/WC, penyediaan se- tinggi terhadap pelayanan publik bidang ragam sekolah SMP rok dan celana pan- pendidikan. Munculnya ekspektasi ini tentu jang; pembangunan Sekolah Menengah terkait pula dengan janji politik yang disam- Kejuruan (SMK); dan pemberian Insentif paikan pada saat kampanye pemilihan wa- Guru Negeri/Swasta/MTs setiap bulan. likota. Janji yang disampaikan adalah se- Kemajuan ini juga didukung oleh pe- kolah gratis sampai dengan tingkat SMP. nyelenggara pendidikan dari pihak swasta. Untuk memenuhi janji ini, tentu belanja Artinya, pihak swasta juga turut beperan publik harus ditingkatkan. Namun demikian, dalam meningkatkan IPM di Kota Tange- belanja ini juga terkait dengan keterbatasan rang. Secara empirik, penyelenggaraan pen- anggaran yang ada. didikan lebih banyak dijalankan oleh insti- tusi swasta ketimbang pemerintah. Namun Penutup demikian, diperlukan peran yang lebih nya- Analisis persepsi masyarakat di pusat ta dari pemerintah Kota Tangerang untuk dan pinggiran kota tentang pelayanan publik dapat memberikan infrastruktur pendidikan, bidang pendidikan menghasilkan simpulan baik secara kuantitas maupun kualitas.

157 Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 151-160 bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi ence of the Human Development antara masyarakat di pusat dan pinggiran and Capability Approach. Groningen. kota tentang kinerja pelayanan publik bi- 29 August-1 September. dang pendidikan di Kota Tangerang. Te- Bappenas dan UNDP, 2008. “Studi Evaluasi muan ini menunjukkan bahwa persepsi Dampak Pemekaran Daerah 2001- masyarakat baik di pusat kota maupun di 2007”. Building and Reinventing pinggiran kota secara rata-rata adalah sama. Decentralized Governance (BRID Menurut penilaian responden, kuantitas dan GE), Jakarta. kualitas pelayanan publik bidang pendidikan di Kota Tangerang telah dilaksanakan Elmi, B. 2005. “Studi Penanggulangan secara efektif, efisien, berdaya tanggap dan Kemiskinan (Poverty Reduction) di berkeadilan setelah pelaksanaan otonomi Propinsi Kalimantan Selatan”. Jurnal daerah. Kajian Ekonomi dan Keuangan. Vol. Meskipun persepsi publik tentang pe- 9. No. 3. September 2005. layanan publik bidang pendidikan telah me- Hernawan, D. 2007.” Kajian Pelaksanaan rata, kebijakan untuk meningkatkan akses Desentralisasi Fiskal Terhadap Pe- masyarakat miskin dan masyarakat yang merataan Keuangan Daerah dan rentan terhadap kemiskinan terhadap pen- Kinerja Pembangunan (Studi Kasus didikan menjadi penting untuk dilaksanakan. Kabupaten dan Kota di Provinsi Formulasi program Kartu Multi Guna Banten)”.Tesis. Sekolah Pascasarjana (KMG) telah dipandang efektif selama pe- Institut Pertanian Bogor. Bogor. laksanaan satu tahun ini. Namun demikian, Morrison, C. 2002. Health, Educations and program itu juga perlu dievaluasi outcome- Poverty Reduction, Policy Brief No. nya. 19. OECD Development Center. Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian DAFTAR PUSTAKA Ekonomi dan Bisnis.IPB Press. Adisasmita, R.2006. Pembangunan Pede- Bogor. saan dan Perkotaan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Lewis, D. 2001.The Indonesian Equalisa- tion Transfer, Bull of Indonesia Eco- Arifin, B., 2006. “Refleksi Strategi Pengen- nomic Studies.Vol. 37. No. 3. Desem- tasan Kemiskinan”.Jurnal Bisnis dan ber. Ekonomi Politik. Vol. 7 (4) Oktober 2006. Nanga, M. 2006. “Dampak Transfer Fiskal Terhadap Kemiskinan di Indonesia: Badan Pusat Statistik,2010. Hasil Sensus Suatu Analisis Simulasi Kebijakan”. Di- Penduduk 2010 Data Agregat per sertasi. Program Studi Ekonomi Per- Kecamatan Kota Tangerang. Kota tanian, Institut Pertanian Bogor Tangerang. Pakkanna, M. 2006. “Analisis Kegiatan Eko- Burchi, F., 2006. “ Education, Human Deve- nomi Masyarakat Squatter Kota lopment and Food Security in Rural Tangerang”. Jurnal Liquidity. Vol. 1, Areas: Assessing Causalities”. Paper No. 1.Desember 2006 for the 2006 International Confer-

158 Pelaksanaan Otonomi Daerah... (Putri Yandri)

Rozi, M.F. 2007. “Dampak Otonomi Daerah riode 2002-2004". Jurnal Ekonomi Terhadap Pengurangan Kemiskinan: Indonesia. No. 2 Desember 2007. Kasus Provinsi Riau”. Tesis. Sekolah World Bank,.2006. Making the New Indo- Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. nesia Work for the Poor, Washington Bogor. D.C, USA. Rustiadi, E. 2007. Perencanaan dan ……………, 2009. Investing in Indo- Pengembangan Wilayah, Diktat Ku- nesia’s Education at the District liah, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Level An Analysis of Regional Pub- Siregar, R.Y. 2001. Survey of Recent De- lic Expenditure and Financial Man- velopments, Bull of Indonesia Eco- agement, Washington D.C. USA nomic Studies. Vol. 37. No. 3. De- sember. Sugiyono. 2002. Statistika Untuk Peneli- tian. Alfabeta. Bandung Suryadarma, D., dan Surhayadi, A. 2009. The Contrasting Role of Ability and Pov- erty on Education Attainment: Evi- dence from Indonesia. Working Pa- per. SMERU Research Institute. Suryoatmono, B. 2005. Statistika Nonpa- rametrik dan Penerapannya Dalam Penelitian Manajemen. Pelatihan Metode Penelitian. Fakultas Ekonomi Unpar. Bandung. Toyamah, N., et. Al. 2002. Dampak Desen- tralisasi dan Otonomi Daerah Atas Kinerja Pelayanan Publik: Kasus Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, SMERU Research Insti- tute. Usman, 2005. “Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan”. Tesis. Program Studi Ekonomi Pertanian. Program Studi Ekonomi Pertanian. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Wilopo dan Budiono. 2007.” Desentralisasi Ekonomi dan Pelayanan Publik: Studi di Kabupaten/Kota Jawa Timur Pe-

159 Ekonomika-Bisnis Vol. 03 No.2 Bulan Juli Tahun 2012, Hal 151-160

160