CORE Metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

Provided by STAIN Pamekasan Jurnal Online (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri / State College of Islamic Studies Pamekasan)

SUNAT PEREMPUAN MADURA (Belenggu Adat, Normativitas Agama, dan Hak Asasi Manusia)1

Imam Zamroni 2 (Peneliti pada Pusat Studi Asia Pasifik UGM , Jl. Bulak Sumur Yogyakarta e-mail: [email protected])

Abstrak: Artikel ini dimaksudkan untuk menggambarkan tentang the Famale Geneital Mutulation (FGM) di Madura, Jawa Timur, yang difokuskan pada tigapersoalan, yaitu tradisi lokal, norma keagamaan, dan hak asasi manusia. FGM telah berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya di Madura sebagai tradisi lokal dan dorongan keagamaan. ia menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap perempuan. Lebih dari itu, setelah perempuan Madura masuk agama Islam, kyai sebagai pemimpin keagamaan lokal memberikan kontribusi yang kuat bagi pelaksanaan FGM di Madura, yakni dengan memberikan pembenaran dari sisi keagamaan-keislaman. Di samping itu, dari sisi kesehatan menunjukkan bahwa FGM tidak memberikan efek penting terutama dalam reproduksi perempuan. Pelaksanaan FGM tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dengan anak perempuan sebagai korban. Karenanya, praktik FGM merupakan pelanggaran hak asasi manusia dalam perspektif World Health Organization (WHO). Penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan wawancara dan dokumentasi digunakan sebagai teknik pengumpulan data. Kata Kunci: sunat perempuan, adat, agama dan HAM

Abstract: This article aims to describe the Female Genital Mutilation (FGM) in Madura-east Java Indonesia which focused on three issues there are local tradition, religious norm, and human right. FGM have been doing from generation to generation in Maduresse as local traditions and religious urge. It is become some obligation as if and must be done every woman. More over, after entry of Islamic religion in Madura, kiai as local-religious leader gave strong contribution to do FGM in the Maduresse which Islamic-religious justified. Besides that, in the medical perspective shows FGM doesn’t give important effect particularly in the woman reproduction. Carrying out of FGM is without communication first with daughter as sacrifice. Therefore, practices of FGM are infringement of human

1Tulisan ini dikembangkan dari makalah konferensi nasional dengan tema ”Pengetahuan dari Perempuan Indonesia tentang Hukum dan penghukuman” 28 November-1 Desember 2010, Pusat Studi Jepang, Universitas Indonesia, kampus Depok. 2 Peneliti Pada Pusat Studi Asia Pasifik UGM Yogyakarta. Menulis tesis dengan judul: Dinamika Kekuasaan Elite Ekonomi Lokal Pasca Soeharto di Pamekasan-Madura (Menguak Relasi Kekuasaan Antara Tauke, Juragan, Bandol dan Kiai Dalam Perdagangan Tembakau dan Pentas Politik di Tingkat Lokal), tahun 2007. Dibiayai oleh The Ford Foundation. Sunat Perempuan Madura

right as World Health Organization (WHO) perspective. Qualitative research is used as method in the research and interview and documentation as the data collection.

Key Words: famale geneital mutulation, tradition, religion, and human rights.

Pendahuluan Masyarakat Madura sebagian besar Kepulauan Madura terletak di ujung beragama Islâm yang taat dan patuh timur propinsi Jawa Timur yang terhadap ajaran dan simbol-simbol Islâm dipisahkan oleh laut. Laut sebagai lokal-Madura. Seperti Kabupaten Pame- pemisah merupakan salah satu sebab kasan misalnya terdiri dari 725.621 orang perbedaan orang Madura dengan orang beragama Islâm, 487 orang beragama Jawa, seperti perbedaan bahasa, adat kristen, 650 orang beragama Katholik, 18 istiadat dan budaya. Karakter sosial dan orang beragama Hindu, 124 orang watak orang Madura dalam memegang beragama Budha dan lainnya 8 orang.4 teguh adat istiadat dan tradisi setempat Sejarah masuknya Islâm ke pulau memiliki perbedaan dibandingkan de- Madura diperkirakan sekitar abad ke 16, ngan orang Jawa pada umumnya. tepatnya setelah kerajaan Demak runtuh5. Masyarakat Madura, diketahui Tradisi sunat perempuan di Madura selain dikenal sebagai masyarakat yang diperkirakan sudah ada sejak Islâm taat dan patuh terhadap ajaran agama belum masuk ke pulau Madura dan Islâm juga berpegang teguh terhadap setelah Islâm masuk tradisi sunat tradisi dan adat istiadat, salah satunya perempuan semakin kuat mengakar adalah tradisi sunat perempuan. Tradisi dalam masyarakat, khususnya pedesaan. yang sudah dilaksanakan secara turun- Praktik sunat perempuan bahkan temurun tersebut sampai sekarang terus sesungguhnya diduga telah dimulai sejak dilakukan sebagai bagian dari kehidupan 4000 tahun silam sebelum kemunculan perempuan Madura. Tradisi sunat agama. Meskipun demikian, pelaksanaan perempuan telah menjadi perhatian sunat perempuan setelah ditelusuri dasar banyak pihak baik masyarakat lokal normatif (al-Qur’ân dan Hadîts) di dalam setempat, nasional bahkan juga tingkat ajaran agama Islâm tidak ditemukan. internasional. Dunia internasional menge- Dalam konteks Islâm lokal Madura, nalnya sebagai Female Genital Mutilation kiai Madura mempunyai otoritas yang (FGM) atau Female Genital Cutting (FGC).3 cukup berpengaruh dalam kehidupan

4 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 3Di dalam sunat perempuan tidak menggunakan Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Pamekasan istilah sirkumsisi karena bermakna cutting around dalam Angka (Pamekasan: Bappeda Pamekasan, secara spesifik prosedur medis pemotongan alat 2004) kelamin laki-laki yang dilakukan sunat laki-laki. 5Huub De Jonge, Madura dalam Empat Zaman; Padahal dalam sunat perempuan tidak selalu Pedagang Perkembangan Ekonomi dan Islam; Suatu melakukan pemotongan, tetapi terkadang hanya Studi Antropologi Ekonomi, (: Gramedia, menyobek bagian ujung klitoris perempuan. 1989), hlm. 47.

KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011 | 219

Sunat Perempuan Madura

keberagamaan masyarakat Madura bah- salah satu sekte Yahudi, maupun yang kan juga sampai pada persoalan sosial ternyata juga melaksanakan sunat dan politik. Para kiai berusaha mentrans- perempuan. Pelaksanaan sunat perem- formasikan ajaran-ajaran agama Islâm puan lebih dominan didasarkan pada kepada masyarakat Madura. Dalam hal faktor tradisi dibandingkan dengan ini, Cliffort Geertz6 menyebut sebagai perintah agama atau keyakinan religius pialang kebudayaan (cultural broker). yang dianutnya. Ketaatan masyarakat Madura terhadap Penelitian World Health Organization kiai didasarkan pada landasan dan (WHO) mencatat terdapat empat jenis filosofi yang sampai sekarang terus sunat perempuan yang dikenal secara dipegang teguh, yakni Bhuppa’, Bhabbu’, internasional. Pertama, Clitoridotomy, yaitu Ghuru, Rato (bapak, ibu, guru, ratu). eksisi dari permukaan (prepuce) klitoris Bhuppa’, bhabbu’ adalah bapak dan ibu dengan atau tanpa eksisi sebagian atau yang harus ditaati dan dihormati. Ghuru seluruh klitoris. Hal itu dikenal juga yang dicerminkan dalam simbolisasi kiai dengan istilah hoodectomy (istilah juga orang yang ditaati segala perintah ”slang”). Kedua, Clitoridectomy, yaitu dan anjurannya, termasuk sunat perem- eksisi sebagian atau total dari labia minora, puan. Rato adalah simbolisasi kekuasaan jenis sunat perempuan yang lebih negara yang dicerminkan dalam klebun ekstensif dari jenis pertama. Negara- (kepala desa) atau bupati setempat. negara bagian Afrika Sahara, Afrika Masyarakat Madura menganggap Timur, Mesir, Sudan, dan Peninsula bahwa sunat perempuan sama halnya banyak melakukan jenis yang kedua. dengan sunat laki-laki yang hukumnya Ketiga, Infibulasi/Pharaonic Circumcision wajib, sehingga hampir setiap anak (Khitan ala Fir’aun), yaitu eksisi sebagian perempuan pasti disunat, salah satunya atau seluruh bagian genitalia dan karena pengaruh adat istiadat yang penjahitan untuk menyempitkan mulut sangat kuat. Agama Islâm sebagai dasar vulva. Penyempitan vulva dilakukan dan landasan pelaksanaan sunat dengan hanya menyisakan lubang sebe- perempuan sampai sekarang juga belum sar diameter pensil agar darah saat cukup jelas kekuatan hukumnya, menstruasi dan urine tetap bisa keluar. sehingga orang Madura melakukan qiyâs7 Jenis ketiga merupakan tipe terberat dari hukum sunat perempuan terhadap FGC. Keempat, jenis sunat perempuan hukum sunat laki-laki. Meskipun alat yang tidak terklasifikasi, termasuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan jelas ini adalah menusuk dengan jarum baik di berbeda. permukaan saja ataupun sampai menem- Masyarakat di luar Madura dan bus, atau insisi klitoris dan/atau labia; sejumlah negara baik yang beragama meregangkan (stretching) klitoris dan/ Kristen, Katholik, Animisme, Dinamisme, atau vagina; kauterisasi klitoris dan jaringan sekitarnya; menggores jaringan

sekitar introitus vagina (angurya cuts) atau 6 Clifford Geertz, “The Javanese Kijaji: The Changing Role of A Cultural Broker”, Comparative memotong vagina (gishiri cut), mema- Studies in Society and History, Vol. 2 No. 2 (Januari sukkan benda korosif atau tumbuh- 1960), hlm. 228-249 tumbuhan agar vagina mengeluarkan 7Qiyâs menjadi salah satu sumber hukum Islâm, darah, menipis dan/atau menyempit; terutama digunakan oleh kelompok Islâm tradisionalis di Madura.

KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011 | 229

Imam Zamroni

serta berbagai macam tindakan yang Madura yang dianggap oleh masyarakat sesuai dengan definisi FGC di atas8. sudah menjadi suatu kewajiban dan telah Pelaksanaan sunat perempuan dilaksanakan secara turun temurun, Madura dilakukan pada umur 0-18 proses pelaksanaannya tanpa dilalui tahun. Salah seorang warga Madura Barat negosiasi dengan anak perempuan yang menuturkan, bahwa dirinya menyunat bersangkutan dan juga tidak diadakan anak perempuannya ketika berumur 3-4 perayaan/pesta seperti halnya khitanan hari. Hal itu dilakukan dengan anggapan pada anak laki-laki. jika anak perempuan tidak disunat, maka Para informan yang telah diwa- anak perempuan tersebut belum diang- wancarai menyatakan, bahwa perayaan/ gap masuk agama Islâm9. Pendapat lain pesta yang mengiringi khitan perempuan mengatakan, bahwa sunat perempuan belum pernah ada, kecuali hanya kenduri mayoritas dilaksanakan pada usia balita atau slametan kecil-kecilan. Slametan yang yakni umur 7-40 hari. Balita yang diselenggarakan saat pelaksanaan sunat berumur 7-40 hari sebanyak 110 orang perempuan pada umur 35 hari, atau 45,8 persen dan umur kurang dari 7 sebenarnya bukan untuk mengiringi hari sebanyak 91 orang atau 37,9 persen10. sunat perempuan, tetapi lebih tertuju Pelaksanaan sunat perempuan pada pada upacara slametan selapanan. Tradisi setiap kabupaten yang ada di Madura upacara selapanan seperti diketahui berbeda-beda. Pelaksanaan sunat perem- bersama telah mengakar kuat baik dalam puan di kabupaten Pamekasan dilakukan masyarakat Jawa maupun Madura, ketika umur 35-40 hari. Berdasarkan sehingga dalam praktik upacara ritual wawancara yang penulis lakukan, keagamaan sunat perempuan tidak pelaksanaan sunat perempuan di daerah menjadi prioritas utama. Hal itulah justru pedesaan banyak dilakukan ketika yang aneh karena sunat perempuan berumur 35 hari, bertepatan dengan masih dianggap sebagai kewajiban yang peringatan kelahiran bayi pada umur 35 harus dijalankan. hari (selapanan). Pemaparan tersebut di atas Dalam praktiknya, pelaksanaan menunjukkan, bahwa dalam tradisi sunat perempuan cukup bervariasi mulai masyarakat Madura perlakukan anak dari tenaga medis, dukun bayi, istri kyai laki-laki dan perempuan sudah dibe- (nyai), maupun tukang sunat dengan dakan sejak mereka masih anak-anak. menggunakan alat-alat tradisional atau Bayi perempuan saat usia 20-35 hari pun alat modern11. Sunat perempuan terkadang sudah dilakukan tindik telinga dan kemudian pada umur 35-40 hari anak 8Rachmah Ida, Sunat; Belenggu Adat Perempuan perempuan disunat, padahal anak laki- Madura (Yogyakarta: PSKK UGM dan Ford laki disunat ketika umur ± 5-12 tahun. Foundation, 2005), hlm. 70 Pelaksanaan sunat anak laki-laki 9 Wawancara dengan Muhdhor, 26 Agustus 2010 dilakukan oleh orangtua yang bersang- di Yogyakarta, ( nama disamarkan) 10 Ida, Sunat, hlm. 58 kutan dengan mengkomunikasikan de- 11 Sebagai catatan, di Jawa sunat perempuan ngan si anak, apakah sudah berani atau banyak dilakukan oleh nyai atau tokoh agama belum? Sunat tidak akan dilakukan jika si perempuan yang sekaligus menandakan bahwa pelaksanaan sunat perempuan merupakan perintah agama Islâm yang harus dilakukan menginjak usia menjelang dewasa sekitar umur 7- ketika anak perempuan menjelang ‘aqil baligh atau 9 tahun.

230 | KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011

Sunat Perempuan Madura

anak laki-laki belum berani melakukan yang sangat penting sebagai jalan untuk sunat. Hal ini tentunya sangat berbeda memperoleh kesalamatan. Upacara dengan pelaksanaan sunat pada anak slametan yang mengiringi sunat perem- perempuan yang dilakukan pada umur 7- puan sebagian besar dilakukan bersa- 40 hari. si bayi perempuan tentunya maan dengan upacara selapanan13. Salah belum bisa diajak bicara untuk satu acara dalam upacara selapanan pelaksanaan sunat pada saat umur biasanya diisi dengan pemberian nama tersebut. sang anak. Warga Madura pada Tradisi dan adat istiadat sunat umumnya banyak menggunakan kosa- perempuan memang cukup kompleks. kata bahasa Arab untuk pemberian nama Belenggu adat telah dirasakan dalam daripada kosakata bahasa Madura tradisi sunat perempuan yang sudah ataupun kosakata bahasa Jawa. Hal ini dilakukan secara turun temurun yang terkait dengan ketaatan masyarakat dibingkai dengan agama yang diyakini Madura terhadap agama Islâm yang oleh masyarakat Madura. Pelaksanaan diyakininya, sehingga bahasa Arab sunat perempuan pada usia bayi menggantikan posisi bahasa Madura bertentangan dengan hak asasi manusia dalam pemberian nama anak-anak (HAM). Praktik sunat perempuan di mereka. samping itu juga diiringi sejumlah mitos Pelaksanaan sunat perempuan di yang sampai saat ini masih dipercaya dan Madura lebih banyak didasari oleh faktor dipegang kuat oleh masyarakat Madura. adat daripada faktor agama, meskipun Tulisan pendek ini berusaha mendisku- dalam pelaksanaannya juga menggu- sikan sunat perempuan dari beberapa nakan justifikasi dalil-dalil agama yang aspek, yakni adat, agama dan HAM. diyakini oleh masyarakat Madura. Salah Penelitian ini dilaksanakan di satu dasar hukum dilaksanakannya sunat kabupaten Pamekasan dengan asumsi perempuan menurut salah seorang bahwa, Pamekasan merupakan salah satu informan adalah qâ’idah fiqhiyah dan kabupaten di kepulauan Madura bagian dengan meng-qiyâs-kan hukum sunat timur yang menerapkan perda syariat perempuan kepada hukum sunat laki- Islâm.12 Tradisi, adat istiadat, dan budaya laki. Hal itulah yang menjadi pegangan lokal meskipun demikian masih dipegang untuk melaksanakan sunat perempuan. teguh oleh masyarakat Pamekasan, Masyarakat kebanyakan bahkan meng- termasuk tradisi sunat perempuan, anggap bahwa seorang perempuan namun tidak dimunculkan dalam Perda belum masuk Islâm ketika belum penerapaan Syariat Islâm. dilakukan sunat.14 Pemahaman seperti itu dipegang teguh oleh sebagian besar Dimensi Islâm dalam orang Madura terkait dengan pelaksa- Sunat Perempuan Madura naan sunat perempuan. Masyarakat Madura beranggapan bahwa tradisi slametan menjadi suatu hal 13Upacara yang dilakukan oleh masyarakat 12Penerapan Perda Syariat di Pamekasan yang Madura sebagai rasa syukur dan untuk juga dikenal sebagai kota Gerbang Salam tidaklah memperingati kelahiran bayi ketika sudah seperti di Aceh. Di Pamekasan, Perda Syariah menginjak usia 35 hari. hanya bersifat himbauan yang diterapkan sejak 14 Wawancara dengan orang Bangkalan-Madura tahun 2002 (Zamroni, 2007:62) 26 Agustus 2010

KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011 | 231

Imam Zamroni

Jika menengok dimensi historis, orang, dan keesokan harinya baru khitan memang ada pada rosul, beliau disunat. sendiri pun pernah mengkhitan putrinya. Ketaatan orang Madura dalam Dan rosul memang tidak pernah menjalankan syariat Islâm sebagai agama mengingkari tradisi ini. Namun, hadis itu yang diyakininya tercermin dalam pun masih belum menegaskan putusan peribahasa abhântal syahâdat, asapo’ iman, masalah khitan. Sesuai lima fitrah apajung Islâm (berbantal syahadat, manusia yang terdapat dalam sebuah berselimut iman, berpayung Islâm). hadis adalah khitan, mencukur bulu Masyarakat Madura memang tidak kemaluan, bulu ketiak, menggunting kuku semua saleh, taat dan fanatik dalam dan memendekkan kumis. Nah, khitan di melaksanakan ritual ibadahnya, tetapi hal sini lebih spesifik kepada laki-laki. Dan itu tidak mengurangi pembawaan pembahasan untuk wanita berhenti pada suasana berkeagamaan.16 Dalam masya- keutamaan saja. Maka dasar hukum yang rakat muslim di Madura, kiai mempunyai digunakan adalah lemah (dha’îf).15 peran yang sangat penting terhadap Perempuan di pedesaan Madura penyebaran agama Islâm dan ketaatan yang orang tuanya beragama Islâm masyarakat Madura terhadap ajaran hampir secara keseluruhan disunat. Islâm. Kiai dalam masyarakat Madura Dasar hukum untuk melakukan sunat tidak hanya mempunyai otoritas religius, perempuan adalah di-qiyâs-kan pada tetapi juga otoritas sosial dan budaya hukum sunat laki-laki. Kaum laki-laki yang dibingkai dengan simbol-simbol muslim hukumnya wajib disunnat, maka agama Islâm17. perempuan muslim juga wajib disunnat, Islâm yang bernuansa lokal turut meskipun tidak terdapat dalil yang pasti memberikan kontribusi dalam pelaksa- dari ajaran Islâm. Pelaksanaan sunat naan sunat perempuan. Kolaborasi Islâm perempuan di dalam qâ’idah fiqhiyah dengan adat istiadat masyarakat mempunyai tiga pendapat yang masih setempat telah terintegrasi dalam sistem diperdebatkan. Pertama, yang berpenda- sosial dan tata nilai kehidupan orang pat sebagai sunah (dianjurkan); kedua, Madura, sehingga sulit membedakan wajib (harus dilaksanakan); dan ketiga, mana tuntunan adat dan mana pula yang pendapat yang menyatakan sunat merupakan tuntutan syariat Islâm. perempuan adalah murni tradisi yang tidak terkait dengan agama. Dalam Tradisi Sunat Perempuan di Madura praktik sunat perempuan Madura, Dalam masyarakat Madura, Sunat umumnya diadakan selamatan pada laki-laki biasanya diiringi dengan malam hari dengan mengundang 30-40 perayaan seperti selamatan maupun

15 Dalil yang dijadikan landasan oleh orang yang melakukan khitan perempuan adalah Hadîts 16Mien A.Rifai, Manusia Madura; Pembawaan Ummu ‘Atiyah yang mengatakan jangan Prilaku, Etos Kerja, Penampilan dan Pandangan berlebihan dalam menghitan perempuan karna Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya itu lebih/disukai perempuan dan disenangi laki- (Yogyakarta: Pilar Media, 2007), hlm. 233. laki. Namun hadis ini dipandang doif dan mursal 17Kuntowijoyo, “Agama Islam dan Politik: karena ada sebagian yang rowi yang hilang Gerakan-Gerakan Sarekat Islam Lokal di Madura sehingga tidak cocok untuk dijadikan sumber 1913-1920” dalam Agama, kebudayaan, dan Ekonomi, hukum. Lihat http://tetukonugroho. ed. Huub De Jonge (Jakarta: Rajawali Perss, 1989), wordpress.com) hlm. 49.

232 | KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011

Sunat Perempuan Madura

khataman al-Qur’ân dan yang akan menambah gairah seks. Ketiga, sunat disunat tersebut diarak keliling kam- perempuan adalah bagian dari proses pung18 dengan menggunakan rebana dan islamisasi. Keempat, hukum sunat perem- berpakaian muslim. Tradisi yang serupa puan diambilkan dari hukum sunat laki- tidak berlaku bagi sunat perempuan. laki. Anggapan tersebut merupakan Sunat perempuan biasanya tanpa diiringi bagian dari sistem pengetahuan lokal dengan perayaan ataupun arak-arakan masyarakat Madura yang sampai saat ini seperti halnya sunat laki-laki. Periodesasi belum terbukti dan teruji kebenarannya, sunat perempuan dalam masyarakat apalagi jika hal tersebut diuji secara Madura tidak terdapat data-data yang medis. Adat menjadi belenggu dalam pasti, termasuk jumlah perempuan yang praktik sunat perempuan. disunat, orang yang mempunyai keahlian Pelaksanaan sunat perempuan menyunat dan lain sebagainya. sebagian besar dilakukan oleh dukun Ketika disunat ujung kulit penis bayi yang membantu proses melahirkan, laki-laki dipotong untuk menghilangkan sehingga tidak hanya kiai yang berperan najis atau kotoran pada ujung prepuce di dalamnya, tetapi juga dukun bayi penis, dengan alasan kesehatan. Sunat sebagai pelaksana sunat perempuan. perempuan pun disamakan sunat laki- Praktik sunat perempuan dalam skala laki dengan dalih penghilangan najis, yang lebih luas (Indonesia) sering setelah alasan kebersihan kemudian diminimalkan hanya pada tindakan muncul konteks keperempuanan dan simbolik, tanpa pemotongan sesung- persoalan aqil baligh. Sunat perempuan guhnya pada alat kelamin. Dukun bayi di menjadi bagian dari adat dan tradisi Madura masih ada juga yang berpen- masyarakat Madura sekaligus sebagai dapat, bahwa walaupun sedikit tetap proses islamisasi, sehingga sunat harus ada darah dari klitoris atau labia perempuan menjadi suatu kewajiban minora yang mengalir ketika dilaksanakan yang harus dilaksanakan. Pelaksanaan sunat perempuan. Pelaksanaan sunat sunat perempuan selain didasarkan pada perempuan terkadang juga hanya umur bayi, terkadang juga didasarkan mengusap atau membersihkan bagian pada perhitungan hari baik menurut klitoris dan sekitarnya dengan menggu- orang Madura. nakan alat tradisional atau modern. Sunat Mitologi yang berkembang dalam dengan memotong sedikit ujung klitoris masyarakat Madura tentang sunat adalah cara yang paling banyak perempuan juga masih dipegang teguh dilakukan baik di Jawa maupun Madura. dan sekaligus menjadi pendorong dalam Pelaksanaan sunat perempuan pelaksanaan sunat perempuan, selain dalam konteks pengetahuan lokal (local justifikasi agama. Orang Madura knowledge) masyarakat Madura diilhami mempunyai empat anggapan tentang sejumlah alasan diantaranya adalah sunat perempuan. Pertama, perempuan melanjutkan tradisi, menghilangkan yang tidak disunat akan mengurangi hambatan atau kesialan bawaan, masa kenikmatan hubungan seks. Kedua, sunat peralihan pubertas atau wanita dewasa, perempuan dengan cara memotong perekat sosial, pengakuan masuk Islâm sedikit ujung klitoris perempuan dapat secara sah, meningkatkan kesuburan dan daya tahan anak, organ genitalia eksternal

dianggap kotor dan tidak bagus 18Ibid., hlm. 47.

KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011 | 233

Imam Zamroni

bentuknya. Semua alasan sunat perem- Pelaksanaan sunat perempuan pada puan tersebut dilakukan adalah untuk umur balita, yakni sekitar 3-40 hari meningkatkan kebersihan dan keindahan. menunjukkan tidak adanya komunikasi Pengetahuan lokal orang Madura seperti dialogis antara anak dan orangtua dalam itu seolah menjadi dasar dan prinsip pelaksanaan sunat. Di samping itu, sunat pelaksanaan sunat perempuan, Karena perempuan Madura tidak pernah ada sebagian besar masyarakat Madura perayaan sebagaimana yang sering berpegang teguh pada adat istiadat dan disaksikan dalam sunat laki-laki Madura. tradisi setempat. Keputusan pelaksanaan sunat perem- Sunat perempuan sudah dianggap puan diambil secara sepihak oleh tradisi turun temurun, sehingga tidak orangtua si anak. Hal ini berbeda dengan terungkap dampak negatif sunat perem- pelaksanaan sunat laki-laki yang biasanya puan karena efek samping yang terjadi dilakukan pada usia 5-12 tahun atau tidak pernah dianggap sebagai hal yang sebelum mereka ‘aqil baligh. Orangtua serius dan tidak perlu dirisaukan apalagi hampir selalu menanyakan kepada anak diperbincangkan. Keluhan psikologis yang bersangkutan sebelum dilakukan maupun fisik dari perempuan yang sunat. Apakah sudah berani atau belum? disunat tidak pernah ada, yang berkem- Sunat akan segera dilaksanakan jika anak bang justru sugesti tentang adanya sudah berani untuk disunat dengan peningkatan gairah seksual perempuan. menggelar suatu perayaan dalam tradisi Sunat Perempuan dan HAM dan adat istiadat masyarakat setempat20. Gerakan-gerakan sosial yang dila- Jika dirunut lebih jauh sejak usia kukan oleh para feminis barat terkait balita anak perempuan sudah mengalami dengan sunat perempuan di beberapa beberapa tindak kekerasan. Anak negara umumnya terkendala faktor perempuan saat umur ± 20 hari sudah tradisi, adat istiadat dan agama yang ditindik telinganya untuk dipasang dijadikan dasar dalam pelaksanaan sunat anting-anting dan kemudian pada umur perempuan19. Adat istiadat dan agama di 35-40 hari anak perempuan disunat. pulau Madura memiliki kaitan yang Kekerasan yang demikian digolongkan sangat erat sebagai dasar dalam ke dalam kekerasan yang disebabkan melaksanakan sunat perempuan. Beleng- oleh bias gender (gender-related violence)21. gu adat itulah yang menjadikan praktik Di samping itu, tradisi perjodohan dalam sunat perempuan tidak bisa disentuh oleh masyarakat Madura juga tidak membe- hukum, baik di Madura maupun di rikan kebebasan kepada perempuan Indonesia secara umum tidak terdapat Madura untuk menentukan pasangannya aturan yang melarang pelaksanaan sunat sendiri. Sebagian anak perempuan perempuan. Pelarangan sunat perem- dinikahkan oleh orangtuanya pada usia puan meskipun pernah dilakukan oleh pemerintah Indonesia, tetapi kebijakan 20Terdapat pula pelaksanaan sunat anak laki-laki tersebut mendapat pertentangan dari yang dirayakan dengan menggelar kesenian berbagai pihak. tradisional Madura yang dinamakan tanda’ atau di dalam bahasa jawa disebut tayuban. Lebih jelas, 19Nahid Toubia, “Female Genital Mutilation”, baca “Tanda’; Jungkir Balik Kekuasaan Laki-Laki dalam Women’s Rights Human Rights, eds. Peters Madura”, Jurnal Srinthil, Edisi 013 (2007). Julia dan Andrea Wolper, (Great Britain: 21Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Routledge, 1995), hlm. 225. Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 17.

234 | KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011

Sunat Perempuan Madura

yang masih sangat muda (Niehof, nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM). 1948:107). Dalam sistem kekeluargaan, Dilihat dari sisi medis, pelaksanaan sunat anak perempuan cenderung mendapat- perempuan tidak membawa manfaat bagi kan perhatian dari keleuargaanya yang kesehatan alat reproduksi perempuan, over protective. sedangkan dari sisi agama juga tidak Menurut World Health Organization mempunyai dasar yang kuat. Fenomena (WHO), sunat perempuan termasuk tersebut karenanya dapat digolongkan bentuk penyiksaan (torture) sehingga sebagai pelanggaran HAM yang dimasukkan dalam salah satu bentuk dibingkai dengan adat istiadat setempat. kekerasan pada wanita dan sekaligus pelanggaran HAM, walaupun dilakukan Kebijakan Sunat Perempuan oleh tenaga medis. Seperti tercantum di Indonesia dalam pasal 24 (ayat 1 dan 3) dari Tepatnya pada tahun 2010, Konvensi Hak Anak. Praktek inklubasi pemerintah Indonesia melalui Kemente- klitoris ini juga bertentangan dengan rian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun nomor: 1636/MENKES/PER-/XI/2010 1999 Pasal 46 Butir C menegaskan bahwa tentang Sunat Perempuan. Dalam pasal 1 hak khusus yang ada pada diri wanita ayat 1 berbunyi ‘sunat perempuan adalah dikarenakan fungsi reproduksinya tindakan menggores kulit yang menutupi dijamin dan dilindungi oleh hukum bagian depan klitoris, tanpa melukai klitoris’. (http://tetukonugroho.wordpress.com). Ini artinya pemerintah Indonesia Berbagai pihak juga menganggap memperbolehkan pelaksanaan sunat sunat perempuan bertentangan dengan perempuan dengan ketentuan-ketentuan hak asasi manusia terkait dengan tidak yang sudah ditetapkan. Hal ini tentunya adanya inform consent, tekanan patriakal, akan berdampak pada praktik sunat dan kekerasan pada wanita berkaitan perempuan di Madura yang sudah kental dengan penderitaan serta dampak yang dengan tradisi dan adat istiadat setempat. timbul. Berbeda dengan sunat laki-laki, Berbeda dengan Indonesia, teknik pelaksanaan sunat perempuan sejumlah negara telah melarang praktik tidak pernah diajarkan dalam pendidikan sunat perempuan seperti Etiopia, Senegal, kesehatan. Tidak ada standar dan dan Tanzania. Bahkan di Inggris telah prosedur tetap sunat perempuan secara mengeluarkan peraturan yang medis. Jadi, tenaga kesehatan biasanya dinamakan “female general multilation act” berdasar pada “warisan” seniornya, atau yang isinya antara lain melarang orang bertanya dan mengamati sunat yang tua membawa putrinya keluar negeri dilakukan oleh dukun bayi/sunat di untuk menjalani khitan. Karna daerah setempat, baik simbolik maupun diperkirakan banyak orang tua yang dengan insisi serta eksisi klitoris. mebawa anaknya keluar negri untuk Terdapat juga bidan yang melakukan dikhitan. Ketentuan ini mempunyai sunat perempuan sesuai kemauan sangsi hukum penjara 14 tahun bagi yang orangtua si anak (misalnya harus melanggar. ditusuk/dipotong sampai keluar darah). Menurut hemat penulis, Indonesia Adat istiadat masyarakat Madura perlu melakukan kajian secara jernih dan yang telah mengakar dalam pelaksanaan mendalam terkait dengan praktik sunat sunat perempuan tidak searus dengan perempuan dengan menggunakan

KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011 | 235

Imam Zamroni

pendekatan interdisipliner. Pendekatan Disfungsi seksual dapat diakibatkan oleh interdisipliner ini sangat penting dalam dipaureni serta penurunan sensitivitas mengkaji sunat perempuan, karena permanen akibat klitoridektomi dan sifatnya yang komplek. Di samping itu infibulasi. Kauterisasi elektrik klitoris bisa dengan menggunakan pendekatan berpengaruh pada psikis yang interdisipliner akan mendapatkan menghilangkan keinginan untuk gambaran sunat perempuan yang masturbasi22 komprehensif dan mendalam. Orang Madura memang tidak semua memahami dampak yang Sekilas Dampak Sunat Perempuan ditimbulkan akibat praktik sunat Sunat perempuan mempunyai perempuan, karena banyak yang hanya dampak sosial-budaya, agama dan fisik. percaya pada mitos yang berkembang Dampak sosial-budaya, yakni adanya meskipun tidak jelas ujung pangkalnya. pengakuan orang Madura—terutama Agama Islâm bahkan dijadikan sebagai kerabat dekat atau famili—terhadap justifikasi dalam pelaksanaan sunat perempuan yang sudah disunat, karena perempuan, meskipun dasar normatif mereka telah menjalankan dan agama hanya bersifat qias terhadap melestarikan tradisi nenek moyang yang kewajiban melaksanakan sunat bagi anak sudah turun temurun. Dampak agama laki-laki. (terutama Islâm), yakni suatu bentuk pengakuan bahwa si perempuan telah Penutup masuk Islâm secara sah yang ditandai Sunat perempuan Madura dengan dilakukannya sunat perempuan. merupakan bagian dari tradisi dan adat Orang Madura menganggap bahwa sunat istiadat Madura yang sudah dilakukan perempuan merupakan bagian dari secara turun temurun yang dijustifikasi syariat Islâm yang sifatnya wajib oleh ajaran agama Islâm lokal yang ada di dilaksanakan. Dampak fisik sunat Madura. Nyai, dukun bayi bahkan juga perempuan bersifat kompleks. bidan dalam praktiknya mempunyai Sunat perempuan dari sisi fisik peran yang sangat penting dalam memiliki dampak jangka pendek dan melanggengkan tradisi sunat perempuan. jangka panjang. Dampak jangka pendek, Sunat perempuan lebih didominasi adat yakni komplikasi yang bisa segera terjadi istiadat dan budaya masyarakat Madura berupa nyeri berat, shock (kesakitan daripada agama, meskipun telah karena tanpa anestesi atau pendarahan), dijustifikasi dengan agama. Praktik sunat pendarahan, tetanus, sepsis, retensi urine, perempuan Madura sampai saat ini ulserasi pada daerah genital, dan luka masih marak dilakukan oleh orang pada jaringan sekitarnya. Pendarahan Madura, terutama di daerah pedesaan. massif dan kemudian infeksi bisa menjadi Dasar normatif agama (Islâm) yang penyebab kematian. dijadikan pegangan oleh orang Madura Dampak sunat perempuan jangka dalam melakukan sunat perempuan panjang dapat mengakibatkan kista, abses, adalah mengikuti hukum sunat laki-laki. keloid, kerusakan uretra yang Laki-laki wajib melakukan sunat, maka mengakibatkan inkontinentia urine, perempuan sebagai pemeluk Islâm juga dispareni, disfungsi seksual, dan cronic morbidity (antara lain fistula vesico vaginal). 22http://duniakeperawatan.wordpress.com

236 | KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011

Sunat Perempuan Madura

wajib melakukan sunat. Sumber hukum Daftar Pustaka pelaksanaan sunat perempuan dalam ajaran agama Islâm yang utama, yaitu Al- Fakih, Mansour. Analisis Gender dan Qur’an maupun Hadits tidak ditemukan Transformasi Sosial. Yogyakarta: dasar hukum yang jelas. Pelaksanaan Pustaka Pelajar, 2006. sunat perempuan Madura berdasarkan umur cukup beragam, hal itu didasarkan pada paham (madzab) yang dianut oleh Geertz, Clifford. “The Javanese Kijaji: The orang Madura. Changing Role of A Cultural Praktik sunat perempuan Madura Broker”, Comparative Studies in dapat digolongkan pada pelanggaran Society and History, Vol. 2, No. 2 (Jan. HAM, karena merupakan suatu bentuk 1960), hlm. 228-249. kekerasan terhadap perempuan. Pelaksanaan sunat perempuan Madura Ida, Rachmah. Sunat; Belenggu Adat apalagi sebagian besar dilaksanakan pada Perempuan Madura. Yogyakarta: usia balita yang belum bisa diajak PSKK UGM dan Ford Foundation, berkomunikasi. Hal itu berbeda dengan 2005. pelaksanaan sunat laki-laki yang sebagian Jonge, Huub De. Madura dalam Empat besar dilaksanakan ketika anak-anak Zaman; Pedagang Perkembangan sudah bisa diajak komunikasi atau usia Ekonomi dan Islam; Suatu Studi sekolah, sehingga mereka bisa ditanya Antropologi Ekonomi. Jakarta: kesiapannya. Sunat perempuan meskipun Gramedia, 1989. termasuk bagian pelanggaran HAM, namun orang Madura tetap melaksanakan ritual sunat perempuan. Kuntowijoyo. “Agama Islam dan Politik: Tuntutan adat istiadat yang begitu kuat Gerakan-Gerakan Sarekat Islam telah mengabaikan praktik kekerasan Lokal di Madura 1913-1920”, dalam yang bertentangan dengan nilai-nilai hak Agama, kebudayaan, dan Ekonomi, ed. asasi manusia. Huub De Jonge. Jakarta: Rajawali Sistem adat dalam masyarakat Perss, 1989. Madura yang begitu kuat menjadi belenggu tindak kekerasan pada perempuan dalam pelaksanaan sunat Rifai, Mien A. Manusia Madura; Pembawan Prilaku, Etos Kerja, Penampilan dan perempuan. Salah satu upaya Pandangan Hidupnya Seperti pencegahan sunat perempuan adalah Dicitrakan Peribahasanya. Yogya- sosialisasi yang intensif kepada para karta: Pilar Media, 2007. tokoh agama, dukun bayi, nyai, dan bidan agar selanjutnya memberikan pemahaman tentang dampak yang Toubia, Nahid. “Female Genital ditimbulkan baik secara medis, agama Mutilation”, dalam Women’s Rights maupun adat istiadat, sehingga timbul Human Rights, eds. Peters Julia dan kesadaran baru tentang pelaksanaan Andrea Wolper. Great Britain: sunat perempuan Wallâh a’lam bi al Routledge, 1995. shawâb 

KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011 | 237