JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) D-317 Pemodelan Inflasi di Kota , , dan dengan pendekatan GSTAR

Laily Awliatul Faizah dan Setiawan Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) JL. Arief Rahman Hakim, 60111 E-mail: [email protected]

AbstrakvPenelitian ini menyajikan hasil penelitian dari wisata yang masih menyimpan banyak budaya pemodelan inflasi di kota Semarang, Yogyakarta, dan Surakarta khususnya budaya kerajaan yang sering dikunjungi turis dengan pendekatan GSTAR (Generalized Space Time mancanegara dan turis lokal dalam negeri. Mengingat dalam Autoregressive). Metode GSTAR adalah pemodelan time series hal ini inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah barang dan multivariate yang memperhatikan efek spasial. Pengertian inflasi jasa (komoditas) yang dikonsumsi oleh masyarakat di kota sendiri adalah proses meningkatnya harga barang dan jasa secara umum dan bersifat terus menerus. Laju inflasi harus yang bersangkutan, akan tetapi inflasi juga dipengaruhi oleh dapat dikendalikan oleh Pemerintah karena dapat membuat banyaknya uang beredar pada suatu wilayah. Dalam stabilitas perekonomian terganggu. Dalam penelitian ini, memenuhi kebutuhan tersebut, setiap kota membutuhkan kota pemodelan GSTAR meliputi dua model yaitu model GSTAR sekelilingnya untuk menyediakan komoditas yang tidak dapat dengan menggunakan semua parameter, dan model GSTAR dipenuhi sendiri oleh kota yang bersangkutan. Hal ini yang hanya menggunakan parameter yang signifikan. Pembobot menimbulkan ketergantungan antar kota dalam pemenuhan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bobot seragam, kebutuhan komoditas. Dengan demikian pergerakan inflasi bobot invers jarak, dan bobot normalisasi korelasi silang. Hasil selain memiliki keterkaitan pada waktu sebelumnya, juga pemodelan menunjukkan bahwa model terbaik yang mempunyai memiliki keterkaitan dengan kota lainnya yang disebut dengan nilai RMSE terkecil di kota Semarang adalah dengan bobot normalisasi korelasi silang menggunakan parameter yang hubungan spasial. Oleh karena itu metode yang dapat signifikan. Sedangkan untuk inflasi di kota Yogyakarta dan digunakan untuk memodelkan dan meramalkan inflasi yang Surakarta model terbaiknya adalah dengan bobot seragam mempunyai keterkaitan waktu sebelumnya dan keterkaitan menggunakan parameter yang signifikan. dengan kota lainnya yang berdekatanadalah metode Generalized Space Time Autoregressive (GSTAR). Kata Kunci vGSTAR, inflasi, inversi jarak, korelasi silang, seragam. II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN A. Multivariate Time Series NFLASI merupakan kecenderungan kenaikan harga barang Analisis multivariate time series pada umumnya I dan jasa secara umum (general price movements) dan digunakan untuk memodelkan dan menjelaskan interaksi serta bersifat persistent atau terus menerus, biasanya digunakan pergerakan di sejumlah variabel time series. sebagai ukuran untuk menunjukkan sampai dimana buruknya Sama halnya dengan univariate time series, masalah ekonomi yang dihadapi. Sebagian ahli ekonomi stasioneritas dari data multivariate time series juga dapat berpendapat bahwa inflasi yang sangat lambat berlakunya dilihat dari plot Matrix Autocorrelation Function (MACF) dipandang sebagai stimulator bagi pertumbuhan ekonomi. danMatrix Partial Autocorrelation Function(MPACF) yang Pengalaman beberapa Negara yang pernah mengalami terbentuk. [2]. hiperinflasi menunjukkan bahwa inflasi yang buruk akan menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik, dan tidak B. Model GSTAR mewujudkan pertumbuhan ekonomi [1]. Inflasi merupakan penyakit ekonomi yang tidak bisa Model GSTAR merupakan generalisasi dari model diabaikan, karena dapat menimbulkan dampak yang sangat Space Time Autoregressive (STAR) yang juga merupakan luas. Oleh karena itu inflasi sering menjadi target kebijakan spesifikasi dari model Vector Autoregressive (VAR). pemerintah. Inflasi yang tinggi begitu penting untuk Perbedaan yang mendasar antara model GSTAR dan model diperhatikan mengingat dampaknya bagi perekonomian yang STAR terletak pada pengasumsian parameternya. Model bisa menimbulkan ketidakstabilan, pertumbuhan ekonomi STAR mengasumsikan lokasi-lokasi yang digunakan dalam yang lambat, pengangguran yang selalu meningkat. penelitian adalah sama, sehingga model ini hanya dapat Penelitian ini dibatasi untuk pemodelan inflasi di kota diterapkan pada lokasi yang bersifat seragam. Sedangkan pada Semarang, Yogyakarta, dan Surakarta yang ada di kawasan model GSTAR terdapat asumsi yang menyatakan lokasi- Jawa Tengah. Ketiga kota tersebut mempunyai jarak yang lokasi penelitian yang bersifat heterogen, sehingga perbedaan berdekatan sebagai kota pelajar dan kota wisata. Kota pelajar antar lokasi ini ditunjukkan dalam bentuk matriks pembobot. dimana terdapat beberapa perguruan tinggi negeri, dan kota JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) D-318

Persamaan model GSTAR untuk orde waktu dan orde B spasial 1 dengan menggunakan 3 lokasi yang berbeda adalah sebagai berikut, 3 (1) (2.6) A 2 dan dalam bentuk matriks, persamaan (2.6) dapat ditulis 1 C sebagai berikut. Gambar. 1. Contoh Peta Lokasi. » 1 tZ )( ÿ »f10 0 0 ÿ» 1(tZ - )1 ÿ »f11 00 ÿ» 0 w12 w13ÿ» 1(tZ - )1 ÿ » 1 te )( ÿ … Ÿ … Ÿ… Ÿ … Ÿ… Ÿ… Ÿ … Ÿ (2) … 2 tZ )( Ÿ = … 0 f20 0 Ÿ… 2 (tZ - )1 Ÿ + … 0 f21 0 Ÿ…w21 0 w23Ÿ… 2 (tZ - )1 Ÿ + … 2 te )( Ÿ. … Ÿ … Ÿ… Ÿ … Ÿ… Ÿ… Ÿ … Ÿ 3 tZ )( ⁄ 0 0 f30⁄ 3(tZ - )1 ⁄ 00 f31⁄ w31 w32 0 ⁄ 3(tZ - )1 ⁄ 3 te )( ⁄ (4) Dalam mengidentifikasi orde model GSTAR, orde spasial pada umumnya dibatasi pada orde 1 karena orde yang lebih dengan merupakan kovarians silang antara kejadian di tinggi akan sulit untuk diinterpretasikan [3]. Sedangkan untuk lokasi ke-i dan ke-j. Taksiran dari korelasi silang ini pada orde waktu (autoregressive) dapat ditentukan dengan sampel dapat dihitung dengan persamaan berikut menggunakan AIC atau Akaike Information Criterion [4].

C. Pemilihan Bobot Lokasi pada Model GSTAR (5) Metode yang dapat digunakan untuk menentukan bobot dari peta lokasi untuk tiga lokasi antara lain adalah bobot Penentuan bobot lokasi dapat dilakukan melalui seragam, invers jarak, dan normalisasi korelasi silang. normalisasi dari hasil besaran-besaran korelasi silang antar Penentuan nilai bobot dalam bobot lokasi seragam adalah lokasi pada waktu yang bersesuaian. Proses ini secara umum sebagai berikut: menghasilkan bobot lokasi untuk model GSTAR , yaitu sebagai berikut. (3) dengan merupakan banyaknya lokasi yang berdekatan (6) dengan lokasi ke-i. Sehingga untuk contoh kasus lokasi pada Gambar 2.1, matriks pembobotnya adalah sebagai berikut: D. Penaksiran Parameter Pada Model GSTAR 1 1 » 0 2 2ÿ Sebagai contoh struktur data untuk estimasi parameter … Ÿ w = 1 0 1 model GSTAR(11) di 3 lokasi dijabarkan dalam bentuk matrik ij … 2 2Ÿ sebagai berikut. … 1 1 Ÿ 2 2 0 ⁄ »f10ÿ … Ÿ Pembobotan dengan metode invers jarak dilakukan …f20Ÿ (7) » 1 tZ )( ÿ » 1 tZ - )1( 0 0 1 tF - )1( 0 0 ÿ » 1 ta )( ÿ … Ÿ … Ÿ…f30Ÿ … Ÿ berdasarkan jarak sebenarnya antar lokasi di lapangan.Untuk tZ )( = 0 tZ - )1( 0 0 tF - )1( 0 … Ÿ + ta )( … 2 Ÿ … 2 2 Ÿ f … 2 Ÿ contoh kasus pada Gambar 1, perhitungan bobot untuk jarak … tZ )( Ÿ … 0 0 tZ - )1( 0 0 tF - )1( Ÿ… 11Ÿ … ta )( Ÿ 3 ⁄ 3 3 ⁄…f Ÿ 3 ⁄ dari lokasi A ke lokasi B dengan metode invers jarak adalah: … 21Ÿ …f31⁄Ÿ Berdasarkan matrik diatas, nilai taksiran untuk ' ß = ()f10 f11 f20 f21 f30 f31 dapat dihitung menggunakan penaksir least square dengan formula sebagai berikut, -1  =[X' X ] X'Y (8)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Matriks pembobot dengan metode invers jarak adalah: A. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan 1 3 » 0 4 4ÿ data sekunder yaitu data inflasi di Semarang, Yogyakarta, dan …2 3 Ÿ Surakartadari Badan Pusat Statistika dengan rentang waktu wij = … 5 0 5Ÿ …2 1 0 Ÿ dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2012. 3 3 ⁄ B. Variabel Penelitian Bobot Normalisasi korelasi silang, pembobotan dengan Terdapat tiga variabel yang digunakan dalam penelitian metode ini menggunakan hasil normalisasi korelasi silang ini yang merupakan data inflasi di Jawa Tengah, yaitu: antar lokasi pada lag yang bersesuaian. Secara umum korelasi 1. Y1(t) = Inflasi di Semarang silang antara lokasi ke-i dan ke-j pada lag waktu ke-k, 2. Y2(t) = Inflasi di Yogyakarta corr , didefinisikan sebagai berikut [5]. 3. Y3(t) = Inflasi di Surakarta Lokasi dari ketiga tempat ini jika dilihat pada peta Jawa Tengah adalah sebagai berikut. JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) D-319

Tabel 1. Statistika Deskriptif Data Inflasi di Ketiga Kota Lokasi Mean StDev Min Maks Semarang 0.6831 0.9303 -1.07 8.35 Yogyakarta 0.6867 0.7222 -0.45 6.53 Surakarta 0.551 0.9655 -1.53 8.08

Gambar. 2. Peta Jawa Tengah.

Time Series Plot of SEMARANG, YOGYAKARTA, SURAKARTA Time Series Plot of SEMARANG, YOGYAKARTA, SURAKARTA 18 C. Langkah Analisis Variable Variable SEMARANG SEMARANG 7.5 YOGYAKARTA 16 YOGYAKARTA SURAKARTA SURAKARTA Tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini 14

5.0 12 adalah mendeskripsikan inflasi di Semarang, Yogyakarta, dan 10 Data Data 8 2.5 Surakarta.Melakukan identifikasi awal terhadap data time 6

4 series, yaitu pemeriksaan stasioneritas data secara multivariate 0.0 2

0 dengan membentuk plot MACF dan MPACF, serta secara 140126112988470564228141 201120102009200820072006200520042003200220012000 univariat melalui plot ACF. Menentukan orde input Index Year berdasarkan plot MACF dan MPACF.Membentuk model Gambar. 3. Plot time series data inflasi di kota Semarang, Yogyakarta, dan GSTAR dengan menetapkan nilai bobot lokasi dengan tiga Surakarta. jenis bobot lokasi yang digunakan, yaitu bobot seragam, invers jarak, dan korelasi silang.Melakukan penaksiran parameter dari model GSTAR untuk masing-masing bobot lokasi.Menguji signifikansi parameter model GSTAR untuk masing-masing bobot lokasi. Menentukan model GSTAR terbaik berdasarkan nilai AIC dan RMSE terkecil yang dihasilkan dari ketiga model dengan bobot yang berbeda- beda.

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Gambar. 4. Plot MACF dan MPACF data inflasi ketiga kota.

A. Statistika Deskriptif B. Pemodelan GSTAR Hasil analisis statistika deskriptif dari ketiga data inflasi Tahap identifikasi dalam pemodelan GSTAR, dengan ini secara umum ditampilkan dalam Tabel 1. melihat apakah data inflasi ketiga kota tersebut sudah Tabel 1 menunjukkan kota Yogyakarta mempunyai rata- stasioner dalam mean dan varians. Pada gambar timeseries rata inflasi terbesar yaitu sebesar 0,6867 persen dengan variasi plot dari ketiga kota dengan plot yang sudah mendekati nilai atau tingkat keragaman inflasi yang terendah diantara ketiga tertentu, dan gambar plot ACF dan PACF sudah cut off pada kota. Kota Semarang mempunyai tingkat inflasi yang tertinggi lag tertentu, menunjukkan bahwa data inflasi di ketiga kota dengan nilai inflasi sebesar 8,35 persen. Sedangkan Kota sudah stasioner dalam mean dan varian.Hal ini juga Surakarta mempunyai rata-rata inflasi yang paling rendah ditunjukkan dengan gambar plot MACF dan MPACF. diantara ketiga kota, yaitu sebesar 0,551 persen, dengan Gambar 4 diatas menunjukkan bahwa plot data inflasi variasi atau keragaman nilai inflasi yang tertinggi sekaligus sudah stasioner dalam mean dan varian secara multivariate. mempunyai nilai inflasi terendah sebesar -1,53 persen. Nilai Hal ini ditunjukkan dari banyaknya symbol (.) yang inflasi terbesar pada masing-masing kota terjadi pada bulan mengindikasikan bahwa tidak adanya korelasi yang terlalu Oktober 2005 paska kenaikan harga BBM. Kesamaan pola signifikan dan symbol (+) dan (-) pada plot MACF hanya inflasi juga ditunjukkan pada time series plot seperti pada keluar pada lag tertentu dan bukan merupakan pola musiman. Gambar 3. Model VAR yang terbentuk dari identifikasi pada tahap Terjadinya kesamaan pola inflasi di ketiga kota ini adalah model VAR dengan orde p=7 dan q=0 yang ditunjukkan plot time series pada gambar 3 (a) yang mempunyai nilai AIC terkecil yaitu sebesar -3,967728. Data diidentifikasikan karena efek saling mempengaruhi antar yang digunakan merupakan data non musiman, sehingga ketiga kota tersebut, bahkan inflasi tertinggi di ketiga kota dapat diprediksi bahwa model yang terbentuk adalah VAR terjadi pada bulan oktober 2005 karena kenaikan harga BBM. (7,0,0). Orde spasial yang digunakan dibatasi pada orde 1, Pada gambar 3 (b) juga menunjukkan kesamaan pola inflasi sehingga model GSTAR yang digunakan dalam analisis data pertahunnya yang cukup fluktuatif, dimana inflasi tertinggi di inflasi di kota Semarang, Yogyakarta, dan Surakarta adalah tahun 2005. Inflasi di kota Semarang, Yogyakarta, dan GSTAR(7 ). Surakarta untuk waktu yang bersesuaian memiliki keterkaitan 1 yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari nilai korelasi dari data C. Pemodelan GSTAR dengan Bobot Seragam inflasi di antara ketiga kota cenderung tinggi. Penerapan bobot seragam dalampemodelan GSTAR(7 ) 1 mengasumsikan bahwa inflasi di kota yang satu memiliki

pengaruh yang sama terhadap inflasi di kota lainnya. JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) D-320

a. Pemodelan GSTAR dengan Bobot Seragam Menggunakan 1 tZ = 482,0)( - 226,0 1 tZ +- 232,0)1( 2 tZ +- 259,0)1( 3 tZ -- 104,0)1( 1 tZ - )2( + b Semua Parameter + 046,0 2 tZ - + 052,0)2( 3 tZ - + 175,0)2( 1 tZ - - 017,0)3( 2 tZ - )3( - Berdasarkan hasil estimasi parameter dengan metode - 259,0 3 tZ - - 032,0)3( 1 tZ - - 026,0)4( 2 tZ - - 029,0)4( 3 tZ - )4( - - 172,0 tZ - + 085,0)5( tZ - + 096,0)5( tZ - - 204,0)5( tZ - )6( + regresi linier, dapat dibentuk matriks persamaan dari model 1 2 3 1 + 242,0 tZ - + 08,0)6( tZ - + 605,0)6( tZ - - 248,0)7( tZ - )7( - GSTAR (71) dengan menggunakan semua parameter, 2 3 1 2 - 277,0 tZ - )7( + te )( sehingga dari persamaan matriks diperoleh persamaan model 3 1 GSTAR (71) untuk inflasi di masing-masing kota adalah ) Persamaan model GSTAR untuk kota Yogyakarta tZ )( -= 120.0 + 041,0 tZ +- tZ +- 103,0)1(65,0)1( tZ +- 116,0)1( tZ )2( +- sebagai berikut. 2 2 1 3 2 c + 068,0 tZ +- 109,0)2( tZ +- 306,0)2( tZ -- 005,0)3( tZ )3( -- a) Persamaan model GSTAR untuk kota Semarang 1 3 2 1 - 008,0 3 tZ +- 186,0)3( 2 tZ -- 089,0)4( 1 tZ -- 141,0)4( 3 tZ )4( -- 1 tZ )( -= 046,0 + 1 tZ +- 2 tZ +- 3 tZ - - 116,0))1(()1((242,0)1((216,0 1 tZ - )2( + - 167,0 tZ +- 043,0)5( tZ +- 069,0)5( tZ -- 076,0)5( tZ )6( +- + tZ - )2((056,0 + tZ - + 189,0))2( tZ - + ,0)3( 0025 tZ - )3(( + 2 1 3 2 2 3 1 2 + 002,0 tZ +- 004,0)6( tZ -- 402,0)6( tZ +- 175,0)7( tZ )7( +- + tZ - - 054,0))3( tZ - + tZ - )4((013,0)4( + tZ - ))4( - 1 3 2 1 3 1 2 3 + 279,0 tZ )7( +- te )( - 162,0 tZ - + tZ - )5((084,0)5( + tZ - - 205,0))5( tZ - )6( + 3 2 1 2 3 1 ) Persamaan model GSTAR untuk kota Surakarta + 2 tZ - )6((08,0 + 3 tZ - + 609,0))6( 1 tZ - - 2 tZ - )7((271,0)7( + 3 tZ = 616,0)( + 392,0 3 tZ -- 102,0)1( 1 tZ -- 147,0)1( 2 tZ -- 164,0)1( 3 tZ )2( +- + 3 tZ - ))7( + 1 te )( + 049,0 tZ +- 071,0)2( tZ -- 189,0)2( tZ +- tZ )3(2,0)3( +- b) Persamaan model GSTAR untuk kota Yogyakarta 1 2 3 1 + 287,0 tZ +- 167,0)3( tZ -- 087,0)4( tZ -- 125,0)4( tZ )4( +- tZ = 565,0)( + 047,0 tZ +- tZ )1((081,0)1( +- tZ - + 11,0))1( tZ - )2( - 2 3 1 2 2 2 1 3 2 + 058,0 tZ -- tZ -- tZ +- 218,0)5(03,0)5(02,0)5( tZ )6( -- 3 1 2 3 - 1 tZ - )2((088,0 + 3 tZ - + 274,0))2( 2 tZ +- 1 tZ )3((005,0)3( +- - 174,0 1 tZ -- 249,0)6( 2 tZ +- 179,0)6( 3 tZ -- 1 tZ )7(22,0)7( -- + 3 tZ - + 187,0))3( 2 tZ - - 1 tZ - )4((113,0)4( + 3 tZ - ))4( - - 2 tZ +- 3 te )()7(03,0 - 171,0 tZ +- tZ )5((005,0)5( +- tZ - - 072,0))5( tZ - )6( + 2 1 3 2 b. Pemodelan GSTAR dengan Bobot Invers Jarak + tZ - )6((005,0 + tZ - - 441,0))6( tZ - + tZ - )7((242,0)7( + 1 3 2 1 Menggunakan Parameter yang Signifikan + tZ - ))7( + te )( 3 2 Berdasarkan hasil penaksiran parameter yang signifikan, c) Persamaan model GSTAR untuk kota Surakarta persamaan model GSTAR untuk memprediksi inflasi di tZ = 114,0)( + 43,0 tZ -- tZ )1((143,0)1( +- tZ - - 176,0))1( tZ )2( +- 3 3 1 2 3 + tZ )2((068,0 +- tZ - - 174,0))2( tZ +- tZ )3((288,0)3( +- masing-masing kota, yaitu sebagai berikut. 1 2 3 1 a) Persamaan model GSTAR untuk kota Semarang + 2 tZ - + 112,0))3( 3 tZ +- 1 tZ )4((084,0)4( +- 2 tZ - ))4( + tZ = 456,0)( + 114,0 tZ +- 127,0)1( tZ +- 638,0)1( tZ - - 274,0)7( tZ - )7( - + 047,0 3 tZ -- 1 tZ )5((019,0)5( +- 2 tZ - + 245,0))5( 3 tZ )6( -- 1 2 3 1 2 b

- 1 tZ )6((221,0 +- 2 tZ - + 106,0))6( 3 tZ +- 1 tZ )7((021,0)7( +- - 306,0 3 tZ - )7( + 1 te )(

+ 2 tZ - ))7( + 3 te )( ) Persamaan model GSTAR untuk kota Yogyakarta

2 tZ )( = 589,0 + 06,0 1 (tZ - + 103,0)1 3 (tZ - )1 + 2 te )( b. Pemodelan GSTAR dengan Bobot Seragam Menggunakan Parameter yang Signifikan c) Persamaan model GSTAR untuk kota Surakarta

Hasil penaksiran parameter dengan metode stepwise 3 tZ = 297,0)( + 189,0 3 tZ - + 09,0)1( 1 (tZ - + 128,0)3 2 (tZ - )3 + 3 te )( menghasilkan 6 parameter yang signifikan terhadap model. E. Pemodelan GSTAR dengan Bobot Normalisasi Korelasi Pemodelan untuk inflasi di masing-masing kota adalah Silang sebagai berikut. a) Persamaan model GSTAR untuk kota Semarang Pembobotan dengan metode normalisasi korelasi silang ini mengasumsikan bahwa keterkaitan inflasi antar kota lebih 1 tZ = 467,0)( + 2 tZ )1((12,0 +- 3 tZ - + 644,0))1( 1 tZ - - 2 tZ - )7((3,0)7( + dipengaruhi oleh tinggi rendahnya korelasi yang dimiliki dari + 3 tZ - ))7( + 1 te )( data inflasi pada kota tersebut. b) Persamaan model GSTAR untuk kota Yogyakarta tZ )( -= 325,0 + ((82,0 tZ - )1 + (tZ - ))1 + te )( 2 1 3 2 a. Pemodelan GSTAR dengan Bobot Normalisasi Korelasi c) Persamaan model GSTAR untuk kota Surakarta Silang Menggunakan Semua Parameter

3 tZ )( = 301,0 + 189,0 3 (tZ - + 107,0)1 1 (( tZ - )3 + 2 (tZ - ))3 + 3 te )( Persamaan model GSTAR (71) dengan bobot normalisasi korelasi silang menggunakan semua parameter untuk inflasi di D. Pemodelan GSTAR dengan Bobot Invers Jarak masing-masing kota adalah sebagai berikut. Penaksiran parameter dari ke-42 variabel yang digunakan a) Persamaan model GSTAR untuk kota Semarang untuk pembentukan model GSTAR (7 ). tZ = 466,0)( + 178,0 tZ +- 259,0)1( tZ +- 186,0)1( tZ -- 150,0)1( tZ - )2( + 1 1 1 2 3 1 b a. Pemodelan GSTAR dengan Bobot Invers Jarak + 087,0 2 tZ - + 063,0)2( 3 tZ - + 223,0)2( 1 tZ -- 059,0)3( 2 tZ )3( --

Menggunakan Semua Parameter - 042,0 3 tZ -- 107,0)3( 1 tZ - + 031,0)4( 2 tZ - + 023,0)4( 3 tZ - )4( -

Dari persamaan matriks diperoleh persamaan model - 131,0 1 tZ +- 074,0)5( 2 tZ +- 053,0)5( 3 tZ -- 193,0)5( 1 tZ - )6( + + 097,0 tZ - + 069,0)6( tZ - + 628,0)6( tZ - - 348,0)7( tZ - )7( - GSTAR (71) untuk inflasi di masing-masing kota adalah 2 3 1 2 - 249,0 tZ - )7( + te )( sebagai berikut. 3 1 a) Persamaan model GSTAR untuk kota Semarang ) Persamaan model GSTAR untuk kota Yogyakarta

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) D-321

2 tZ = 986,0)( + 053,0 2 tZ +- 086,0)1( 1 tZ +- 068,0)1( 3 tZ +- 104,0)1( 2 tZ - )2( -

- 094,0 1 tZ - - 075,0)2( 3 tZ - + 258,0)2( 2 tZ - + 01,0)3( 1 tZ - )3( + Time Series Plot of Semarang, y1_Seragam, y1_Jarak, y1_Korelasi Time Series Plot of Yogyakarta, y2_Seragam, y2_Jarak, y2_Korelasi 2.5 1.4 Variable Variable + 008,0 3 tZ - + 183,0)3( 2 tZ - - 123,0)4( 1 tZ - - 97,0)4( 3 tZ - )4( - Semarang Yogyakarta 1.2 y1_Seragam y2_Seragam y2_Jarak y1_Jarak 2.0 y1_Korelasi y2_Korelasi - 169,0 2 tZ - + 06,0)5( 1 tZ - + 049,0)5( 3 tZ - - 073,0)5( 2 tZ - )6( + 1.0

0.8 1.5 + 009,0 1 tZ - + 007,0)6( 3 tZ - - 459,0)6( 2 tZ - + 277,0)7( 1 tZ - )7( + 0.6 Data Data 1.0 + 219,0 3 tZ - )7( + 2 te )( 0.4 c) Persamaan model GSTAR untuk kota Surakarta 0.2 0.5 0.0 3 tZ = 436,0)( + 416,0 3 tZ -- 127,0)1( 1 tZ -- 146,0)1( 2 tZ -- 172,0)1( 3 tZ )2( +- 0.0 121110987654321 121110987654321 + tZ +- 069,0)2(06,0 tZ -- 179,0)2( tZ +- 218,0)3( tZ )3( +- Index (a) Index (b) 1 2 3 1 + 249,0 tZ +- 126,0)3( tZ -- 083,0)4( tZ -- 095,0)4( tZ )4( +- 2 3 1 2 Time Series Plot of Surakarta, y3_Seragam, y3_Jarak, y3_Korelasi

1.00 Variable + 049,0 3 tZ -- 018,0)5( 1 tZ -- 02,0)5( 2 tZ +- 235,0)5( 3 tZ )6( -- Surakarta y3_Seragam 0.75 y3_Jarak - 203,0 1 tZ -- 233,0)6( 2 tZ +- 133,0)6( 3 tZ +- 003,0)7( 1 tZ )7( +- y3_Korelasi 0.50 + 004,0 tZ )7( +- te )( 2 3 0.25 Data b. Pemodelan GSTAR dengan Bobot Normalisasi Korelasi 0.00 Silang Menggunakan Parameter yang Signifikan -0.25 -0.50

121110987654321 Persamaan model GSTAR(71) dari persamaan matriks Index (c) dengan parameter yang signifikan. Gambar. 5. Plot Time Series Hasil Peramalan Model GSTAR (71) a) Persamaan model GSTAR untuk kota Semarang menggunakan semua parameter di kota (a) Semarang, (b) Yogyakarta, dan (c)

1 tZ = 483,0)( + 139,0 2 tZ +- 3 tZ +- 662,0)1(1,0)1( 1 tZ -- 372,0)7( 2 tZ )7( -- Surakarta dengan Bobot Seragam, Invers Jarak, dan Korelasi Silang.

- 267,0 3 tZ )7( +- 1 te )( b) Persamaan model GSTAR untuk kota Yogyakarta Time Series Plot of Semarang, y1_Seragam, y1_Jarak, y1_Korelasi Time Series Plot of Yogyakarta, y2_Seragam, y2_Jarak, y2_Korelasi 1.4 Variable 1.2 Variable Semarang Yogyakarta 1.2 y1_Seragam y2_Seragam tZ )( = 587,0 + 089,0 (tZ - + 07,0)7 (tZ - )7 + te )( y1_Jarak 1.0 y2_Jarak 2 1 3 2 y1_Korelasi y2_Korelasi 1.0 0.8 c) Persamaan model GSTAR untuk kota Surakarta 0.8 0.6 0.6 tZ = 420,0)( + 189,0 tZ - + 088,0)1( (tZ - + 126,0)3 (tZ - )3 + te )( Data Data 3 3 1 2 3 0.4 0.4

0.2 F. Pengujian Asumsi White Noise Residual 0.2 0.0

0.0 Pengujian asumsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah 121110987654321 121110987654321 Index (a) Index (b) error dari peramalan dengan model GSTAR (71) bersifat Time Series Plot of Surakarta, y3_Seragam, y3_Jarak, y3_Korelasi identik dan independen. 1.00 Variable Surakarta y3_Seragam 0.75 y3_Jarak a. Model GSTAR dengan Semua Parameter y3_Korelasi Residual model GSTAR (7 ) mengindikasikan bahwa 0.50 1 0.25 Data asumsi white noise dari residual tidak terpenuhi oleh model 0.00 ini, karena nilai AIC terkecil tidak terdapat pada orde AR(0) -0.25 dan MA(0). -0.50 121110987654321 Index (c) b. Model GSTAR denganParameter yang Signifikan Gambar . 6. Plot Time Series Hasil Peramalan Model GSTAR (71) menggunakan parameter yang signifikan di kota (a) Semarang, (b) Nilai AIC residual dari model GSTAR(71) untuk Yogyakarta, dan (c) Surakarta dengan Bobot Seragam, Invers Jarak, dan parameter yang signifikanpada bobot seragam dan normalisasi Korelasi Silang. korelasi silang tidak terdapat pada orde AR(0) dan MA(0). b.Model GSTAR denganParameteryang Signifikan Akan tetapi, terdapat pada bobot invers jarak. Hal ini Scatter plot data residual dari model GSTAR (7 ) menunjukkan bahwa asumsi white noise dari residual hanya 1 membentuk pola garis lurus, sehingga pola dari scatter plot terpenuhi pada bobot invers jarak. residual menggunakan parameter yang signifikan juga Dikarenakan model GSTAR (7 ) untuk semua parameter 1 mengikuti distribusi multivariat normal. Hasil pengujian dan parameter yang signifikan banyak yang tidak memenuhi distribusi multivariat normal pada data residual dari model asumsi white noise pada residual, maka dalam pemilihan GSTAR (71) dengan jumlah jarak kuadrat residual yang lebih model terbaiknya akan lebih diberatkan pada perbandingan kecil dari nilai chi-square mempunyai persentase lebih dari nilai RMSE terkecil dari hasil peramalan data out sample. 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa residual dari model G. Pengujian Asumsi Distribusi Multivariat Normal Residual GSTAR (71) menggunakan parameter yang signifikan sudah Asumsi lainnya yang digunakan dalam analisis mengikuti distribusi multivariat normal untuk ketiga bobot menggunakan model GSTAR selain asumsi white noise lokasi yang digunakan. adalah asumsi multivariat normal residual. a. Model GSTAR dengan Semua Parameter H. Peramalan Model GSTAR Setelah persamaan model GSTAR (7 ) diperoleh Scatter plot data residual dari model GSTAR (71) 1 membentuk pola garis lurus. Pola dari scatter plot residual ini dilakukan peramalan terhadap inflasi di masing-masing kota mengindikasikan bahwa residual dari model ini mengikuti dengan persamaan tersebut. distribusi multivariat normal. Hasil pengujian distribusi a. Model GSTAR dengan Semua Parameter multivariat normal pada data residual dari model GSTAR (7 ) 1 Hasil peramalan model GSTAR (71) menggunakan semua dengan jumlah jarak kuadrat residual yang lebih kecil dari parameter untuk data out sample di kota Semarang, nilai chi-square mempunyai persentase lebih dari 0,5. Yogyakarta, dan Surakarta diberikan pada Gambar 5. JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) D-322

DAFTAR PUSTAKA b. Model GSTAR dengan Parameter yang Signifikan [1] Sukirno, S., (2008), Teori Pengantar Makro Ekonomi, Raja Grafindo Hasil peramalan model GSTAR (7 ) yang hanya Persada, , hal. 327-352. 1 [2] Ruchjana, B.N. 2002. Pemodelan Kurva Produksi Minyak Bumi menggunakan parameter yang signifikan untuk data out Menggunakan Model Generalisasi STAR. Forum Statistika dan sample di kota Semarang, Yogyakarta, dan Surakarta Komputasi, IPB, . ditampilkan dalam bentuk time series plot pada Gambar 6. [3] Pfeifer, P.E. dan Deutsh, S.J. 1980a. A Three Stage Iterative Procedure for Space-Time Modeling.Technometrics, 22 (1), 35-47. Terlihat pada Gambar 6 bahwa hasil peramalan inflasi di [4] Pfeifer, P.E. dan Deutsh, S.J. 1980a. Identification and Interpretation of kota Semarang dengan bobot invers jarak dan normalisasi First Orde Space-Time korelasi silang mempunyai hasil peramalan yang hampir [5] Wei, W.W.S., 1990. Time Series Analysis, Addison Wesley, CA, sama. Hal ini ditunjukkan oleh bentuk time series plot yang Redwood City. hampir sama. Secara umum, bentuk time series plot hasil peramalan inflasi di ketiga kota cukup fluktuatif antara -0,5 sampai dengan 1,2 pada ketiga bobot. Inflasi di kota Semarang (a) menunjukkan bahwa inflasi yang paling tinggi pada data aktual dan hasil peramalan adalah sebesar 1,2%. Seperti halnya di kota Surakarta (c), inflasi tertinggi pada data aktual dan hasil peramalan adalah sebesar 0,8%. Dalam hal ini meskipun data aktual dan hasil peramalan cukup berbeda pada setiap kenaikan dan penurunan inflasi setiap bulannya, akan tetapi Pemerintah dapat menyiapkan kebijakan yang harus diambil pada inflasi yang naik secara signifikan atau jika inflasi terjadi pada titik tertinggi pada tahun tersebut. Sehingga laju inflasi dapat dikendalikan oleh Pemerintah dan tidak mengganggu stabilitas perekonomian negara pada umumnya, dan masing-masing kota pada khususnya. Sehingga, hasil peramalan dapat dijadikan sebagai prediksi awal dari inflasi pada masing-masing kota pada tahun tersebut.

I. Pemilihan Model GSTAR Terbaik Hasil perbandingan nilai RMSE menunjukkan bahwa model terbaik yang dapat digunakan untuk meramalkan inflasi di kota Semarang adalah dengan bobot korelasi silang menggunakan parameter yang signifikan. Sedangkan untuk inflasi di kota Yogyakarta dan Surakarta hasil peramalan terbaik dengan bobot seragam dengan menggunakan parameter yang signifikan, karena model dengan bobot inilah yang menghasilkan nilai RMSE terkecil. V. KESIMPULAN Kesamaan pola inflasi di kota Semarang, Yogyakarta, dan Surakarta yang diidentifikasikan karena efek saling mempengaruhi antar ketiga kota tersebut, dengan inflasi tertinggi pada bulan Oktober 2005 paska kenaikan harga BBM. Rata-rata inflasi tertinggi terjadi di kota Yogyakarta, kemudian Semarang, dan Surakarta dengan nilai korelasi ketiga kota cenderung tinggi. Model inflasi untuk kota Semarang, Yogyakarta, dan Surakarta dengan adalah model GSTAR (71), adapun model terbaik kota Semarang adalah dengan bobot korelasi silang menggunakan parameter yang signifikan. Sedangkan untuk kota Yogyakarta, dan Surakarta model terbaiknya adalah dengan bobot seragam menggunakan parameter yang signifikan.