INTERAKSI SOSIAL PEMBIMBING AGAMA PADA PEMULUNG DALAM MENINGKATKAN PENGAMALAN AGAMA DI KELURAHAN JURANG MANGU BARAT PONDOK AREN TANGERANG SELATAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi (S.Kom.I)

Oleh

SITI NURLAILA AWALIYAH NIM: 1110052000021

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2016 M

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi satu syarat memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah jakarta

Jakarta, April 2016

Siti Nurlaila Awaliyah

ABSTRAK

Siti Nurlaila Awaliyah, 1110052000021, INTERAKSI SOSIAL PEMBIMBING AGAMA PADA PEMULUNG DALAM MENINGKATKAN PENGAMALAN AGAMA DI KELURAHAN JURANG MANGU BARAT PONDOK AREN TANGERANG SELATAN. Di bawah bimbingan Tasman, M.Si.

Ketika seorang pembimbing agama terjun kemasyarakat maka interaksi sosial menjadi hal yang sangat penting, interaksi sosial merupakan penghubung emosional antara pembimbing agama dengan pemulung. Berdasarkan fenomena yang ada saat ini, sedang marak terjadi kristenisasi di lapak tersebut sehingga tidak sedikit orang yang tergoyahkan imannya untuk berpindah agama. Pendidikan agama yang sangat rendah untuk kalangan pemulung perlu diperhatikan dan menjadi tanggung jawab seorang pembimbing agama. Sebagian besar pemulung kurang memperhatikan mengenai masalah kewajiban sebagai seorang muslim, seperti melaksanakan ibadah shalat, puasa maupun , yang memang itu sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Sebagian warga pemulung memulai aktivitasnya di pagi hari dengan shalat subuh terlebih dahulu tapi sebagian dari pemulung juga ada yang tidak melakukan shalat subuh karena mereka beralasan takut kesiangan dan mendapatkan barang yang sedikit. Bagi warga pemulung pemahaman tentang agama bukanlah prioritas utama, dalam hidup mereka karena bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana mereka bisa melangsukan hidup. Disinilah tenaga pembimbing agama berperan penting untuk mengubah pola pikir pemulung melalui interaksi sosial yang baik antara pembimbing agama dengan pemulung. Metodologi penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan desain deskriptif. Adapun teknik pengambilan informan dengan menggunakan teknik purposive. Analisis data yang dilakukan adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Melalui analisis, hasil dari penelitian yang memfokuskan pada interaksi sosial pembimbing agama pada pemulung dalam meningkatkan pengamalan agama adalah interaksi sosial pembimbing agama dengan cara mengikuti alur dari warga pemulung, agar memberikan suasana kekeluargaan dan tidak merasa menggurui. Interaksi sosial yang terjadi di lapak pemulung juga tidak hanya dilakukan oleh seorang pembimbing agama terhadap pemulung namun juga sebaliknya, adanya timbal balik interaksi sosial pemulung dan pembimbing dalam kegiatan sehari hari mengenai permasalah yang di lingkungan sekitar, seperti masalah agama, masalah ekonomi, masalah keluarga. Interaksi sosial pembimbing agama pada pemulung juga berhasil meningkatkan pengamalan agama pada mereka. Pengamalan agama warga pemulung sudah lebih meningkat dibandingkan ketika mereka baru datang dari kampung mereka masing-masing.

Kata Kunci: Interaksi Sosial, Pembimbing Agama, Pengamalan Agama

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Alhamdulillah wa syukurillah berkat rahmat dan anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “INTERAKSI SOSIAL

PEMBIMBING AGAMA PADA PEMULUNG DALAM MENINGKATKAN

PENGAMALAN AGAMA DI KELURAHAN JURANG MANGU BARAT

PONDOK AREN TANGERANG SELATAN” ini disusun untuk menempuh sidang akhir sarjana pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Selanjutnya, ucapan terima kasih saya sampaikan kepada kedua orang tua saya, ayahanda Alm. Yunardi untaian do’a yang selalu penulis hadiahkan semoga

Allah Swt melapangkan alam kuburnya dan semoga diterima iman islamnya amin, dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibunda Siti Jaojah yang selama ini telah memberikan semuanya, merawat, menyekolahkan, mendidik, menyemangati, memotivasi, memberi masukan, memfasilitasi, dan yang selalu meridhoi setiap langkah saya, yang tak letih berdo’a disetiap waktunya, dan tak habis membagi cinta dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, semoga mama selalu diberkahi oleh Allah SWT dan bahagia dunia akhirat.

ii

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, terutama kepada yang terhormat:

1. Dr. Arief Subhan, MA Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Wakil Dekan Bidang Akademik, Suparto, M.Ed. Ph.D., Wakil

Dekan Bidang Administrasi Umum, Dr.Hj. Roudhonah, MA, Wakil Dekan

Bidang Kemahasiswaan, Dr. Suhaimi, M.Si.

2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku ketua Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta sekaligus Dosen Pembimbing penulis yang telah

membimbing dari memberikan motivasi yang luar biasa kepada penulis.

Semoga Allah SWT selalu memberikan kemudahan dan keselamatan dalam

setiap langkah. Amin

3. Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si. Selaku Sekertaris Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu secara administratif sehingga

dapat memperlancar proses penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Helmi Rustandi, M.Ag. selaku Dosen Penasihat Akademik, serta

segenap Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pengetahuan, dan

pengalamannya selama ini.

5. Tasman, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membantu

penulis dengan sabar, mendidik penulis dengan baik, membimbing dengan

bijaksana, memberikan ilmunya, menyediakan waktunya untuk penulis

iii

selama proses penyusunan skripsi. Semoga Allah senantiasa memberikan

bapak yang terbaik, seperti bapak memberikannya pada saya.

6. Pengelola Bidik Misi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

memperjuangkan kami sehingga bisa menjadi sarjana seperti sekarang.

Semoga program beasiswa ini tetap ada untuk tahun-tahun berikutnya.

7. Ka Maskadi dan ka Nur Sa’adah S.Sos yang telah memberikan izin dan

banyak membantu penulis dalam penelitian ini hingga dapat berjalan baik dan

lancar.

8. Untuk kedua adik penulis M. Syaifullah dan Siti Syifa Umulmakmuroh

beserta keluarga besar penulis terima kasih untuk bantuannya selama ini,

untuk memberikan apa yang orang lain tidak dapat berikan, memberikan

motivasi, do’a dan kasih sayang kepada penulis.

9. Oki Rakhmat Pri Hastono terima kasih atas semua bantuan, do’a, semangat,

perhatian, motivasi dan waktunya selama ini.

10. Sahabat-sahabat penulis, Sabatini Ayu Sentani, Nurjannah, Elva Ristiawan,

terima kasih atas motivasi, semangat, waktunya yang sudah rela

mendengarkan keluh kesah penulis, dan bantuannya selama ini. Sukses selalu

untuk kita semua.

11. Teman-teman seperjuangan BPI 2010 – 2012 dan kawan-kawan yang tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih kalian sudah menjadi teman-

teman seperjuangan yang solid

Terakhir kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu

Terima kasih banyak atas perhatian, bimbingan, juga semangatnya kepada penulis untuk terus berjuang menuntut ilmu, dan sudah membantu penyusunan skripsi ini,

iv

semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untuk kita semua. Demikianlah skripsi ini penulis buat sebaik-baiknya, semoga dapat membawa manfaat bagi kita semua yang membacanya terutama.

Jakarta, April 2016

Siti Nurlaila Awaliyah 1110052000021

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i KATA PENGANTAR ...... ii DAFTAR ISI ...... vi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .……...... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………….………. 7 D. Tinjauan Pustaka ...... 8 E. Metodologi Penelitian ...... 11 F. Sistematika Penulisan ...... 16

BAB II. LANDASAN TEORITIS A. Interaksi Sosial ...... 19 1. Pengertian Interaksi Sosial ...... 19 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial ...... 20 3. Syarat-syarat Interaksi Sosial ...... 23 4. Bentuk Interaksi Sosial ...... 25 B. Pembimbing Agama ...... ……...... 31 1. Pengertian Pembimbing Agama...... 31 2. Syarat Pembimbing Agama…………………...…...... 32 3. Tugas Pembimbing Agama ...... 36 4. Bentuk dan Tujuan Pembimbing Agama ...………...... 37 C. Pengamalan Agama ...... 39 1. Pengertian Agama.....………...... 39 D. Pemulung...... 40 1. Pengertian Pemulung..………...... 40 2. Kehidupan Pemulung...... 42 3. Karakteristik Pemulung...... 44

BAB III. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Keadaan Umum Wilayah Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang Selatan ...... 46 1. Keadaan Geografis...... 46 2. Keadaan Demografis...... 47 B. Profil Yayasan Sahabat Bumi ...... 48 C. Sarana Peribadatan dan Kegiatan Keagamaan ...... 50 D. Keadaan di Lapak...... 51 E. Jumlah Pemulung...... 52 F. Latar Belakang Pendidikan Pemulung...... 52 G. Latar Belakang Ekonomi Pemulung ...... 53

BAB IV. TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA A. Interaksi Sosial antara Pembimbing Agama Dengan Pemulung di RT. 03/01 Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang Selatan……...... 57 vi

1. Interaksi Sosial Pembimbing Agama Pada Pemulung...... 57 2. Dampak Interaksi Sosial Pembimbing Agama Pada Pemulung...... 68

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan……………...... 72 B. Saran………………………………………...... 73

DAFTAR PUSTAKA…….………………………………………………….... 74 LAMPIRAN

vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Situasi masyarakat Indonesia sekarang ini adalah bahwa kita masih dilingkupi oleh berbagai persoalan-persoalan yang mendasar, seperti kemiskinan, kepemimpinan nasional, reformasi birokrasi, pemberantasan KKN, kedaulatan ekonomi, ketahanan pangan, pendidikan, pengangguran dan kesehatan itu adalah rentetan permasalahan yang tidak bisa langsung diselesaikan dalam jangka pendek, karena menyelesaikan persoalan tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan.1

Keadaan bangsa yang semakin buruk saat ini menambah penderitaan bagi masyarakat Indonesia. Bangsa ini semakin berada di garis kemiskinan sehingga setiap tahunnya semakin bertambah jumlah kemiskinan di Indonesia. Salah satu contoh masalah sosial yang dijelaskan di atas bahwa pada kenyataannya pemerintah Indonesia tidak bisa mensejahterakan masyarakatnya sendiri karena untuk merubah masalah sosial tersebut bukanlah suatu proses pekerjaan yang sangat tidak mudah.

Problematika kemiskinan telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada zaman modern.

1 Adi Mulyadi, Langkah Sukses Menuju Indonesia Emas, (Depok: Pusat Profil Muslim Indonesia, 2010), h.81. 1

2

Menurut pemerintah, angka kemiskinan pada Maret 2013 tercatat sebesar

11,37 persen atau 28,07 juta orang, Angka tersebut turun sekitar 5,29 persen dibandingkan pada 2004. Tingkat kemiskinan berhasil diturunkan dari 16,66 persen atau 37,2 juta orang pada tahun 2004, menjadi 11,37 persen atau 28,07 juta orang pada Maret 2013.2

Berdasarkan pernyataan di atas bahwa pemerintah sudah berhasil menurunkan angka kemiskinan di Indonesia, penurunan angka kemiskinan tersebut didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang membaik dan penurunan tingkat penangguran.

Masalah sosial yang ada saat ini salah satunya adalah masalah kemiskinan. Menurut Soerjono Soekanto kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.3

Sedangkan menurut Soegijoko, kemiskinan menunjukkan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak bisa dihindari dengan kekuatan yang dimilikinya.4 Sedangkan pada kelompok ekonomi rendah yang memang tidak tahu menahu permasalahan pemerintah dan perekonomian, tetapi dalam permasalahan krisis perekonomian kelompok inilah yang paling terkena imbasnya. Tidak sedikit dari mereka yang

2 http://www.antaranews.com/berita/390875/angka-kemiskinan-2013-tercatat-1137-persen (Berita Online dengan judul Angka Kemiskinan 2013 Tercatat 11,37 Persen, ditulis oleh: GNC Aryani. Diposting pada tanggal 16 Agustus 2013, pukul 18:14 WIB. Diakses pada tanggal 03 Februari 2014). 3 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), h. 365. 4 Soegijoko, dkk., Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia, (Bandung: Yayasan Soegijanto Soegijoko, 1997), h. 137. 3

memilih bekerja sebagai pemulung, dengan situasi seperti ini maka dapat diprediksi pemulung akan mengalami peningkatan populasi pada masa mendatang.

Peningkatan populasi pemulung tampak terlihat dari pemandangan di daerah perkotaan, maupun dari aspek kesejahteraan sosial. Dimana kondisi kehidupan sehari-hari pemulung sangat memprihatinkan. Kehidupan mereka di perkotaan cenderung kumuh, mereka tinggal di tempat yang sangat tidak layak untuk di huni seperti: di kolong jembatan, pinggir kali, lokasi pembuangan sampah atau bahkan ada yang tidur di gerobak sampah bersama anak dan istrinya.

Mereka memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan keterampilan yang kurang memadai serta minimnya pengalaman kerja.5

Aspek terpenting bagi masyarakat yang berada dalam kondisi ekonomi rendah atau miskin yaitu mencari nafkah dengan cara yang mudah dan tidak memerlukan keterampilan yang dapat membuatnya terbebani. Hal ini dirasakan mereka sangat efektif walaupun tanpa mereka sadari bahwa kebutuhan hidup yang mereka jalani tidak terealisasikan secara maksimal. Permasalahan ini dialami oleh sebagian warga masyarakat di Indonesia khusunya pemulung. Hal ini merupakan fenomena sosial yang tidak bisa dihindari keberadaannya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di daerah perkotaan.6

Pendidikan agama yang sangat rendah untuk kalangan pemulung harus diperhatikan karena menjadi tanggung jawab seorang pembimbing agama, karena

5 http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=621 (Artikel dengan judul Dibalik Kehidupan Pemulung, ditulis oleh: Admin. Di posting pada tanggal 13 Januari 2010. Diakses pada tanggal 03 Februari 2014). 6 Veny Oktasari, Pola Bimbingan Agama Pada Anak Komunitas Pemulung di Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang Selatan, (Skripsi, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, 2011), h. 2. 4

sedikit pemulung yang kurang memperhatikan mengenai masalah kewajiban sebagai seorang muslim, seperti melaksanakan ibadah shalat, puasa maupun zakat, yang memang itu sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Sebagian warga pemulung memulai aktivitasnya di pagi hari dengan shalat subuh terlebih dahulu tapi sebagian dari pemulung juga ada yang tidak melakukan shalat subuh karena mereka beralasan takut kesiangan dan mendapatkan barang yang sedikit.7 Bagi warga pemulung pemahaman tentang agama bukanlah prioritas utama, dalam hidup mereka karena bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana mereka bisa melangsukan hidup, disinilah tenaga pembimbing agama berperan penting untuk merubah pola pikir pemulung melalui interaksi sosial yang baik antara pembimbing agama dengan pemulung.

Semua makhluk hidup ciptaan Allah S.W.T pasti saling berinteraksi seperti membantu sesama lainnya. Apalagi kita sebagai manusia makhluk yang paling sempurna dimata Allah S.W.T harus berinteraksi sosial sesama manusia lainnya, karena manusia adalah makhluk sosial yang selama hidupnya bersosialisasi dengan orang lain.

Menurut Abu Ahmadi, interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih di mana perilaku individu tersebut saling mempengaruhi, mengubah, dan memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.8

Sedangkan Kimball Young dan Raymond W. Mack berpendapat bahwa Interaksi sosial merupakan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.9

7 Hasil observasi awal tanggal 28 Maret 2014. 8 Abu Ahmadi, dkk., Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 53. 9 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), h. 61. 5

Maka dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial adalah bertemunya individu satu dengan individu lain atau individu dengan kelompok yang saling melakukan komunikasi dan adanya timbal balik sehingga terjadinya perubahan antara individu satu ataupun sebaliknya.

Interaksi sosial menjadi hal sangat penting ketika pembimbing agama terjun di lapak pemulung, interaksi sosial merupakan penghubung emosional pembimbing agama dengan pemulung. Berdasarkan fenomena yang ada saat ini sedang banyak diperbicangkan tentang kristenisasi di lapak tersebut yang tidak sedikit orang tergoyahkan imannya untuk berpindah agama.

Awal mulanya perkampungan lapak pemulung yang berada di kelurahan

Jurang Mangu barat sudah sangat lama sekali. Dari hasil wawancara peneliti dengan warga, tidak mengetahui kapan mulanya pemulung tersebut menetap di perkampungan tersebut. Warga mengaku sudah terlalu lama pemulung itu sudah tinggal disana sehingga warga pun lupa kapan dan tepatnya pemulung itu mulai tinggal di sana.10

Berdasarkan fenomena dan berpijak pada latar belakang masalah di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap masalah tersebut dan mendapat deskripsi yang dituangkan dalam penelitian ini dengan judul “Interaksi

Sosial Pembimbing Agama Pada Pemulung Dalam Meningkatkan

Pengamalan Agama Di Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren

Tangerang Selatan”.

10 Wawancara Pribadi dengan Ka Adi, Tanggal 08 Maret 2014 6

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk menghindari kesalah pahaman serta mencapai kesamaan persepsi dalam masalah yang hendak penulis bahas pada skripsi ini, karena mengingat ada beberapa lapak pemulung maka penulis memilih 2 lapak yang ada di RT 03/01 kelurahan jurang mangu barat yaitu: Lapak Sri Jaya dan Lapak Kembar Jaya.

Maka peneliti dalam hal ini akan membatasi permasalah hanya pada interaksi sosial antara pembimbing agama dengan pemulung. Adapun mengenai pengamalan agama bagi pemulung yang mereka pahami dengan sangat sederhana tanpa belajar secara mendalam, yang bagi mereka bisa melaksanakan sholat wajib, mengerjakan puasa di bulan ramadhan dan membayar zakat merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh agama.

Dengan adanya interaksi dan pengetahuan agama yang dilakukan oleh pembimbing untuk pemulung yang dilakukan saat ini memungkinkan mereka termotivasi agar bisa mengenal lebih jauh dengan ajaran-ajaran agama Islam.

Untuk memperjelas dan mempermudah pencarian data, maka penulis merumuskannya sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk interaksi sosial antara pembimbing Agama dengan

pemulung di RT 03/01 Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren

Tangerang Selatan?

2. Bagaimana dampak interaksi sosial pembimbing Agama pada pemulung

dalam meningkatkan pengamalan agama di RT 03/01 kelurahan Jurang

Mangu Barat Pondok Aren Tangerang Selatan?

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui dan menganalisa bentuk interkasi sosial pembimbing

agama dengan pemulung di RT 03/01 Kelurahan Jurang Mangu Barat

Pondok Aren Tangerang Selatan.

b. Untuk mengetahui dan menganalisa dampak interaksi sosial pembimbing

agama pada pemulung dalam meningkatkan pengamalan Agama di RT

03/01 Kelurahan Jurang Mangu Barat Pomdok Aren Tangerang Selatan.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dari beberapa segi yaitu:

a. Ilmu pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat memperkaya kajian

ilmu Patologi Sosial, Sosiologi, Bimbingan dan Penyuluhan Islam dan

Psikologi Agama. Karena dalam skripsi ini akan dibahas mengenai

bagaimana bentuk interaksi sosial di lapak pemulung, seperti apa interaksi

yang diberikan oleh pembimbing agama agar pengamalan agama semakin

meningkat.

b. Akademis, diharapkan penelitian ini dapat menambah sumbangan

pemikiran yang dapat dijadikan bahan acuan untuk berinteraksi sosial

antara pembimbing agama dengan warga pemulung dalam meningkatkan

pengamalan agama bagi universitas dan jurusan khususnya jurusan

bimbingan dan penyuluhan islam (BPI). 8

c. Lembaga, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dan

terobosan baru untuk peninjauan kembali dalam meningkatkan

pengamalan agama bagi warga di lapak pemulung.

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan suatu bagian dari penelitian yang memuat tinjauan atas kepustakaan (literatur) yang berkaitan dengan topik pembahasan, atau bahkan yang memberikan inspirasi dan mendasari dilakukannya penelitian.11

1. Disusun oleh Veny Oktasary skripsi mahasiswa jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam. Berjudul Pola Bimbingan Agama Pada Anak

Komunitas Pemulung Di Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren

Tangerang Selatan. Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa para

orang tua pemulung masih mempunyai perhatian terhadap masalah agama

untuk masa depan anaknya. Walaupun para pemulung disibukkan dalam

urusan mencari kebutuhan hidupnya, tetapi mereka masih menyempatkan

untuk sekedar menyuruh anaknya untuk mengaji. Yang menyebabkan

kurangnya pendidikan agama para pemulung, karena mereka tidak

menyempatkan diri untuk ikut pengajian dalam majlis ta’lim setempat.

Dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan yang ditemukan oleh

peniliti yaitu kurangnya penerapan bimbingan agama untuk menumbuhkan

kesadaran dan pengertian betapa pentingnya pengetahuan agama pada

orang tua bukan hanya pada anak warga pemulung. Adapun perbedaan

penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sasarannya dan penelitian di

11 Hamid Nasuhi, et.al, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: CeQDA, 2007), cet. Ke-2, h.20. 9

atas lebih menekankan kepada pola bimbingan agama pada anak

komunitas pemulung.

2. Disusun oleh Muhammad Syahid Fudholi Al-Hasyim skripsi mahasiswa

jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Berjudul Metode Pembinaan

Agama Bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Di Panti

Sosial Bangun Daya I Kedoya Jakarta Barat. Dari hasil penelitian ini

dapat dikatakan bahwa penerapan metode yang digunakan oleh

pembimbing dan pembina dalam menanamkan norma-norma kehidupan

bagi PMKS adalah metode komunikasi langsung, tidak langsung dan

dengan menggunakan media cetak dan elektronik, serta metode dakwah

dengan tekhnik dakwah al-hikmah dan mau’idzatil hasanah. Pembimbing

dan pembina agama sangat berperan dalam menanamkan norma-norma

kehidupan terutama pada norma agama yaitu penanaman nilai dan

ibadah serta mensyukuri nikmat yang Allah berikan, pada norma sosial

yaitu dengan penanaman nilai-nilai sosial seperti rasa kasih sayang dan

saling menghargai sesama warga binaan sosial di Panti Sosial Bina Insan

Bangun Daya 1 Kedoya Jakarta Barat. Adapun perbedaan penelitian di

atas dengan penelitian ini adalah penelitian ini lebih memfokuskan kepada

norma-norma kehidupan dan metode pembinaan agama untuk PMKS,

sedangkan penulis lebih memfokuskan kepada interaksi sosial

pembimbing agama dalam meningkatkan pengamalan agama warga

pemulung. Kekurangan dalam skripsi ini adalah pendekatan pembimbing

agama pada penelitian ini hanya sebatas dilembaga atau dipanti saja 10

sehingga warga binaan PMKS setelah keluar dari panti akan menggeluti

profesinya yang sebelumnya.

3. Disusun oleh Rike Aryana skripsi mahasiswa jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam. Berjudul Peran Penyuluh Agama Dalam Pembinaan

Akhlak Bagi Anak Pemulung Di Yayasan Media Amal Islami Lebak Bulus

Jakarta Selatan. Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa peran

penyuluh agama dalam pembinaan akhlak bagi anak pemulung di Yayasan

Media Amal Islami sebagai proses perubahan perilaku, sebagai inisiator,

sebagai fasilitator, sebagai motivator, sebagai teladan dan sebagai

pemimpin. Metode yang digunakan oleh penyuluh agama adalah dengan

dakwah bil lisan, dakwah bil , dakwah bil hikmah dan pendekatan

persuasif. Faktor pendukung dalam pembinaan akhlak bagi anak pemulung

adalah para penyuluh agama yang tidak pernah menyerah dalam

melakukan dakwahnya, sarana dan prasarana yang menunjang untuk

kelancaran proses kegiatan pembinaan tersebut. Sedangkan faktor

eksternal yaitu ada pihak non muslim yang punya kepentingan untuk

memanfaatkan situasi dan kondisi dari anak-anak pemulung, faktor cuaca,

kurangnya peran aktif dari pemerintah dan financial yang tersendat.

Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah penelitian di atas

memiliki fokus penelitian pada peran penyuluh agama dalam pembinaan

akhlak anak, sedangkan pada skripsi penulis lebih memfokuskan pada

dampak dari interaksi sosial pembimbing agama dalam meningkatkan

pengamalan agama warga pemulung. Kekurangan dalam skrpsi ini adalah

penyuluh agama lebih memfokuskan melakukan pembinaan akhlak bagi 11

anak pemulung di yayasan akan tetapi peneliti tidak memberikan

pembinaan akhlak terhadap orang tua dari anak pemulung tersebut

sehingga kurangnya pengetahuan tentang akhlak atau agama yang dimiliki

oleh orang tua akan mengakibatkan permasalahan yang terjadi.

Menarik dan pentingnya dari penelitian yang dilakukan untuk penulisan skripsi ini adalah dimana penelitian ini sedikitnya memberitahukan bagaimana cara berinteraksi sosial pembimbing ataupun pembina agama, dimana dengan berinteraksi pembimbing bisa mengerti atau paham tentang kondisi atau keadaan kliennya.

E. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Pendekatan Kualitatif dengan desain penelitiannya menggunakan jenis penelitian desain deskriptif. Jenis penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan suatu keadaan atau status fenomena dan melukiskan keadaan subjek/objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak.12

Oleh karena itu, dalam penelitian bermaksud mengungkap fakta-fakta yang tampak di lapangan dan mendeskripsikan keadaan tentang interaksi sosial pembimbing agama pada pemulung dalam meningkatkan pengamalan agama di kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang Selatan, dengan mengadakan observasi non partisipan yaitu peneliti berusaha untuk melihat dan

12 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1989), cet. Ke-6, h. 195. 12

menjadi pemeran serta sebagai pengamat tanpa ikut campur didalamnya agar bisa lebih mengungkap fakta-fakta yang tampak di lapangan.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjeknya adalah pembimbing agama di RT 03/01 komunitas pemulung Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren

Tangerang Selatan. Peneliti mewawancarai 1 responden yaitu pembimbing agama dan 4 informan yaitu warga yang berprofesi sebagai pemulung diambil secara acak dari 2 lapak dengan kriterianya dimana warga pemulung sudah tinggal lama dilapak tersebut, dilihat dari segi usianya (orang tua), dan dilihat dari segi rutinitas mengikuti pengajian yang dilakukan oleh pembimbing agama. Dalam hal ini, peneliti akan mewawancarai dengan menggunakan teknik Purposive sampling, dimana peneliti menentukan informan atau responden dengan cara sengaja dan yang sesuai memenuhi segala persyaratan yang dibutuhkan berdasarkan dari sifat- sifat, karakteristik, ciri, dan kriteria sample yang peneliti sudah tentukan.

Sedangkan obyek penelitian adalah interaksi sosial pembimbing agama pada pemulung di RT 03/01 Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang

Selatan.

3. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh.13 Adapun sumber data dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

13 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1989), cet. Ke-6, h. 102. 13

a. Data Primer

Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, tanya

jawab secara langsung atau tatap muka dengan informan, yaitu pimpinan

perusahaan dan staf karyawan

b. Data Sekunder

Data tidak langsung yang berupa catatan-catatan, dokumen-dokumen,

buku-buku, rekaman suara dan sebagainya.

4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di komunitas pemulung yang biasa disebut (lapak) di Jl. Jurang Mangu Barat RT 03/01 Pondok Aren Tangerang Selatan.

Adapun yang dijadikan alasan dan pertimbangan penulis dalam memilih lokasi penelitian ini didasari oleh pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a. Lokasi penelitian tersebut cukup menantang peneliti dimana lokasi

penelitian ini sudah dijadikan tempat untuk pengkristenisasian yang

terbilang sudah cukup lama sehingga penulis merasa tertantang

melakukan penelitian ditempat tersebut.

b. Lokasi penelitian tersebut mudah memberikan data dan informasi

sesuai dengan permasalahan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting strategis dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data. Teknik pengumpulan data diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian ini. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:

14

a. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah metode pertama yang

digunakan dalam sebuah penelitian ilmiah. Observasi berarti pengamatan

dan pencatatan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang di selidiki.14

Dalam hal ini, aktivitas pengamatan meliputi kegiatan manusia dan

perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh indera,15

terutama indera penglihatan untuk melihat aktifitas di lokasi penelitian dan

telinga sebagai indera pendengaran untuk mendengar segala bentuk

aktifitas di lokasi penelitian. Dalam hal ini manusia dapat dikatakan

sebagai instrumen.

Pada penelitian ini peneliti mengamati langsung bagaimana

pembimbing agama berinteraksi dengan komunitas pemulung di RT 03/01

tersebut.

b. Wawancara (interview)

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,

melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang

lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan

tertentu.16

Sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu menyusun

pedoman wawancara yang dijadikan acuan pada saat wawancara

berlangsung. Selain itu, peneliti juga menggunakan tape recorder untuk

14 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), jilid II, h. 136. 15 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 145. 16 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 180. 15

merekam hasil-hasil yang diperlukan, dan juga mencatat informasi yang

didapatkan ketika di lapangan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi dapat diartikan sebagai bahan tertulis, film maupun

foto. Peneliti menggunakan dokumentasi untuk memproleh data yang

tidak dapat diperoleh melalui hasil observasi maupun wawancara karena

dokumentasi adalah salah satu teknik pengumpul data dengan cara

mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip,

buku, surat kabar, majalah, literature, prasasti, notulen rapat, agenda, dan

website yang telah dianalisis yang relevansinya dapat dijadikan sebagai

bahan penelitian17

6. Teknik Analisa Data

Setelah penulis mendapatkan data-data dan informan yang dibutuhkan, maka dalam analisisnya teknik yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar”

yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi dilakukan sejak

pengumpulan data, dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,

menelusuri tema, membuat gugus, menulis memo, dan lain sebagainya

dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan, dan

mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga akhirnya data yang

terkumpul dapat diverifikasi.

17 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-12, h. 206. 16

b. Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun

yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam teks

naratif. Penyajian juga dapat berbentuk matriks, grafis, jaringan, dan

bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang

tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami.

c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi merukan kegiatan di akhir

penelitian kualitatif. Peneliti harus sampai pada kesimpulan dari

verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang

disepakati oleh subjek tempat penelitian itu dilaksanakan. Makna yang

dirumuskan peneliti dari data harus diuji kebenaran, kecocokan dan

kekokohannya.18

7. Teknik Penulisan Data

Teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2007 yang diterbitkan CeQda, Cet. Ke-2.

F. Sistematika Penulisan

Guna mengetahui gambaran yang helas mengenai hal-hal yang diuraikan dalam penulisan ini, maka peneliti membagi sistematika penyusunan kedalam lima bab, masing-masing bab dibagi kedalam sub bab dengan perincian sebagai berikut:

18 Husnaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet 1 edisi 2, h. 85-87. 17

BAB I PENDAHULUAN. Meliputi latar belakang masalah, pembatasan

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan

kepustakaan, metodologi penelitian, sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI. Meliputi interaksi sosial, pengertian

interaksi sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial,

bentuk-bentuk interaksi sosial, syarat-syarat interaksi sosial,

pembimbing agama, pengertian pembimbing agama, syarat

pembimbing agama, tugas pembimbing agama, bentuk dan fungsi

pembimbing agama, pengetahuan agama, pengertian agama,

pengertian pengetahuan agama dan pengamalan agama, pemulung,

pengertian pemulung, kehidupan pemulung, karakteristik

pemulung.

BAB III GAMBARAN UMUM KOMUNITAS PEMULUNG. Meliputi

keadaan umum wilayah jurang mangu barat pondok aren tangerang

selatan, keadaan geografis, keadaan demografis, profil yayasan

sahabat bumi, sarana peribdatan dan kegiatan keagamaan, keadaan

di lapak, jumlah pemulung, latar belakang pendidikan pemulung,

latar belakang ekonomi pemulung.

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA. Dalam bab temuan dan analisa ini

penulis akan menguraikan analisa hasil penelitian mengenai

interaksi sosial pembimbing agama pada pemulung dalam

meningkatkan pengamalan agama di kelurahan jurang mangu barat

pondok aren tangerang selatan. 18

BAB V PENUTUP. Dalam penutup ini penulis berusaha memberikan

kesimpulan dari keseluruhan pembahasan skripsi ini serta saran

terhadap tujuan dan manfaat yang diharapkan dapat diambil dari

tulisan.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Interaksi Sosial

1. Pengertian Interaksi Sosial

Sebagaimana diketahui, manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu tidak dapat dihindari bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan manusia dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia dengan kelompok, atau hubungan kelompok dengan kelompok inilah yang disebut sebagai interaksi sosial.1

Menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack bahwa Interaksi sosial merupakan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.2 Menurut Abu

Ahmadi, interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih di mana perilaku individu tersebut saling mempengaruhi, mengubah, dan memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.3

Selanjutnya Bimo Walgito mengatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Di dalam

1 Sarlito w. Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), cet.Ke- 9, h. 91. 2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 61. 3 Abu Ahmadi, dkk., Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 53.

19

20

interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain, atau sebaliknya. Pengertian penyesuaian disini dalam arti luas, yaitu bahwa individu dapat meleburkan diri dengan keadaan di sekitarnya atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan.4

Selanjutnya Soerjono Soekanto berpendapat bahwa, “interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.5

Dalam buku Psikologi Sosial karya W.A Gerungan mengutip pernyataan

Bonner “interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya.6

Dari beberapa pemaparan para ahli di atas, dapat dikatakan interkasi sosial adalah bertemunya individu satu dengan individu lain atau individu dengan kelompok yang saling melakukan komunikasi dan adanya timbal balik sehingga terjadinya perubahan antara individu satu ataupun sebaliknya.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mencapai interaksi sosial yang baik maka harus ada kontak sosial dan komunikasi dengan orang lain sehingga dapat mencapai tujuan bersama. Untuk itu, setiap individu yang melaksanakan interaksi sosial biasanya mengikuti individu lainnya. Interaksi

4 Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2003), h. 65. 5 Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 61 6 W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT. Erosco, 1987), h. 57

21

sosial dilandasi oleh beberapa faktor psikologi, yaitu imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati.7

a. Faktor Imitasi

Imitasi adalah suatu tindakan meniru orang lain yang dilakukan

dalam bermacam-macam bentuk, seperti gaya bicara, tingkah laku,

adat kebiasaan, pola pikir serta apa saja yang dimiliki atau dilakukan

oleh seseorang. Imitasi menekankan adanya upaya yang muncul dari

diri seseorang untuk memiliki kesamaan baik dalam bentuk,

karakteristik, sifat, dan fungsi dari obyek atau subyek yang dijadikan

bahan tiruan tersebut. Menurut A.M.J. Chorus ada syarat yang harus

dipenuhi dalam mengimitasi, yaitu adanya minat atau perhatian

terhadap objek atau subjek yang akan ditiru serta adanya sikap

menghargai, mengagumi dan memahami sesuatu yang akan ditiru.8

b. Faktor Sugesti

Sugesti ialah pengaruh psikis, baik yang datang dari diri sendiri,

maupun yang datang dari orang lain, yang pada umumnya diterima

tanpa adanya kritik dari individu yang bersangkutan. Karena itu sugesti

dapat dibedakan ; (1) auto sugesti, yaitu sugesti terhadap diri sendiri,

sugesti yang datang dalam diri individu yang bersangkutan, dan (2)

hetero sugesti, yaitu datang dari orang lain.9

7 Syahrial syarbaini, dkk, Konsep Dasar Sosiologi dan Antropologi Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Hartono Media Pustaka, 2012), h. 66 8 Ibid., h. 66-67. 9 Yusran Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), h. 66-68.

22

c. Faktor Identifikasi

Faktor lain yang memegang peranan dalam interaksi sosial ialah

faktor identifikasi. Identifikasi merupakan kecenderungan seseorang

untuk menjadi sama dengan pihak lain, sifatnya lebih mendalam dari

imitasi membentuk kepribadian seseorang. Proses identifikasi bisa

berlangsung secara sengaja dan tidak sengaja.10

d. Faktor Simpati

beberapa faktor yang sudah di sebutkan diatas simpati juga

memegang peranan penting dalam interaksi sosial , simpati suatu

proses dimana seseorang merasa tertarik kepada pihak lain. Oleh

karena simpati tidak atas dasar logis rasional, melainkan atas dasar

perasaan atau emosi. Dalam simpati orang merasa tertarik pada orang

lain yang seakan-akan berlangsung dengan sendirinya. Disamping

individu mempunyai kecenderungan tertarik pada orang lain, individu

juga mempunyai kecenderungan untuk menolak orang lain, ini yang

sering disebut antisipasi. Jadi simpati itu bersifat positif sedangkan

antisipasi bersifat negatif.

Dalam antisipasi individu menunjukkan adanya rasa penolakan

pada orang lain. Simpati berkembang dalam hubungan individu satu

dengan individu yang lain, demikian pula antisipasi. Dengan timbulnya

simpati, maka akan terjalin saling pengertian yang mendalam antara

individu satu dengan individu yang lain. Dengan demikian maka

interaksi sosial yang berdasarkan atas simpati akan jauh lebih

10 Syahrial syarbaini, dkk, Konsep Dasar Sosiologi dan Antropologi Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Hartono Media Pustaka, 2012), h. 67.

23

mendalam bila dibanding dengan interaksi baik atas dasar sugesti

ataupun imitasi.11

Faktor-faktor interaksi sosial tersebut di atas minimal untuk

menjadi dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosial.

3. Syarat-syarat interaksi sosial

Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu:12

a. Adanya kontak sosial (social contact).

Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum (yang artinya

bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh), jadi artinya

secara harafiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak

baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, sebagai gejala sosial itu

tidak perlu berarti hubungan badaniah, oleh karena orang dapat

mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya,

misalnya, dengan cara berbicara dengan pihak lain tersebut.

Apabila dengan perkembangan teknologi dewasa ini, orang-orang

dapat berhubungan satu dengan yang lainnya melalui telepon, telegrap,

radio, surat dan seterusnya, yang tidak memerlukan suatu hubungan

badaniah. Bahkan dapat dikatakan bahwa hubungan badaniah tidak

perlu menjadi syarat utama terjadinya kontak.13

11 Yusran Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), h. 72-74. 12 Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2013), Cet. Ke-45, h. 58. 13 Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2013), Cet. Ke-45, h. 59.

24

Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu:14

1) Antara orang perorangan, misalnya apabila anak kecil mempelajari

kebiasaan-kebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi

melalui sosialisasi (socialization), yaitu suatu proses, di mana

anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan

nilai-nilai masyarakat di mana dia menjadi anggota.

2) Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau

sebaliknya, misalnya apabila seseorang merasakan bahwa tindakan-

tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarkat atau

apabila suatu partai politik memaksa anggota-anggotanya untuk

menyesuaikan diri dengan ideologi dan programnya.

3) Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia

lainnya. Umpamanya, dua partai politik mengadakan kerja sama

untuk mengalahkan partai politik yang ketiga di dalam pemilihan

umum atau apabila dua buah perusahaan bangunan mengadakan

suatu kontrak untuk membuat jalan raya, jembatan dan seterusnya

di suatu wilayah yang baru di buka.

b. Adanya komunikasi

Arti penting komunikasi adalah seseorang memberikan tafsiran

pada perilaku orang lain. Tafsiran tersebut dapat berwujud melalui

pembicaraan, gerak-gerik badan atau sikap perasaan-perasaan yang

ingin disampaikan oleh orang tersebut. Interaksi sosial mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut:

14 Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2013), Cet. Ke-45, h. 60.

25

1) Interaksi sosial baru bisa berlangsung apabila dilakukan minimal

dua orang atau lebih.

2) Adanya interaksi dari pihak lain atas komunikasi dan kontak sosial.

3) Adanya hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara

satu dengan yang lainnya.

4) Interaksi cenderung bersifat positif, dinamis, dan

berkesinambungan.

5) Interaksi cenderung menghasilkan penyesuaian diri bagi subjek-

subjek yang menjalin interaksi.

6) Berpedoman pada norma-norma atau kaidah sebagai acuan dalam

interaksi sosial.15

4. Bentuk Interaksi Sosial

Menurut Soerjono Soekanto bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict).

a. Kerja sama (Coorperation)

Beberapa orang sosiolog menganggap bahwa kerja sama

merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Sebaliknya, sosiolog

lain menganggap bahwa kerja samalah yang merupakan proses utama.

Golongan yang terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk

menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas

dasar bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat

dikembalikan pada kerja sama. Kerja sama di sini dimaksudkan

15 Yusran Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), h. 58-59.

26

sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok

manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.

Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua

kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian

dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau

kelompok-kelompok kekerabatan. Atas dasar itu, anak tersebut akan

mengambarkan bermacam-macam pola kerja sama setelah dia menjadi

dewasa. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat

digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada

kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat

bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam

pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam

perkembangan selanjutnya keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi

mereka yang bekerja sama, supaya rencana kerja samanya dapat

terlaksana dengan baik. 16

Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap

kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang

merupakan out-group-nya). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat

apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan

luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau

institutional telah tertanam didalam kelompok, dalam diri seorang atau

segolongan orang. Kerja sama dapat bersifat agresif apabila kelompok

dalam jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat

16 Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2013), Cet. Ke-45, h. 72.

27

perasaan tidak puas, karena keinginan-keinginan pokoknya tak dapat

terpenuhi oleh karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari

luar kelompok itu. Keadaan tersebut dapat menjadi lebih tajam lagi

apabila kelompok demikian merasa tersinggung atau dirugikan sistem

kepercayaan atau dalam salah satu bidang sensitif dalam kebudayaan.17

Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama, ada lima bentuk kerja

sama yaitu:

1). Kerukunan yang mencakup gotong royong dan tolong menolong.

2). Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran

barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.

3). Ko-optasi (Co-optation), yakni suatu proses penerimaan unsur-

unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam

suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari

terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang

bersangkutan.

4). Koalisi (Coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau

lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat

menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu,

karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan

mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya.

Akan tetapi karena maksud utama adalah untuk mencapai satu

atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif.

17 Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2013), Cet. Ke-45, h. 73.

28

5). Joint-ventrue, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek

tertentu, misalnya, pemboran minyak, pertambangan batu bara,

perfilman, perhotelan, dan seterusnya.18

b. Persaingan (Competition)

Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses

sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang

bersaing, mencari keuntungan melalui bidnag-bidang kehidupan yang

pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik

perorangan maupun kelompk manusia) dengan cara menarik perhatian

publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa

mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunyai dua

tipe umum yakni yang bersifat pribadi dan tidak pribadi. Yang bersifat

pribadi, orang perorangan atau individu secara langsung bersaing

untuk misalnya, memperoleh kedudukan tertentu didalam suatu

organisasi.19

Di dalam persaingan yang tidak bersifat pribadi, yang langsung

bersaing adalah kelompok. Persaingan misalnya dapat terjadi antara

dua perusahaan besar yang bersaing untuk mendapatkan monopoli

disuatu wilayah.

c. Pertentangan (Pertikaian atau Conflict)

Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial dimana

individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya denga

18 Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2013), Cet. Ke-45, h. 75 19 Ibid., h. 91

29

jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/atau

kekerasan.20

Pertentangan sebagai salah satu bentuk sosial yang juga

mempunyai fungsi positif bagi masyarakat. Pertentangan di dalam

bentuk yang lunak dan dapat dikendalikan, biasanya digunakan dengan

sengaja di dalam seminar atau diskusi-diskusi ilmiah, misalnya,

dimana dua atau beberapa pendapat yang berbeda diketengahkan dan

dipertahankan oleh berbagai pihak. Dengan jalan itu dapat diusahkan

agar aspek-aspek yang semula masih agak gelap, menjadi lebih terang

dan pengertian-pengertian yang tidak tepat mendapat perbaikan

semestinya atau penyerasian yang proposional.21

Dalam kelompok-kelompok dimana para warganya mengadakan

interaksi sosial dalam frekuensi yang tinggi kemungkinan terjadinya

pertentangan dapat ditekan. Memang benih-benih pertentangan

kadang-kadang ada. Akan tetapi sudah menjadi anggapan umum

bahwa untuk memelihara hubungan yang baik, seyogianya benih-benih

pertentangan jangan dibiarkan berkembang. Apabila benih-benih

pertentangan dibiarkan berkembang sehingga mengakibatkan

terjadinya pertentangan, maka kemungkinan besar keutuhan kelompok

akan terancam, oleh karena pertentangan tidak saja langsung

bersangkut paut dengan sebab musababnya, akan tetapi segala

perasaan tidak puas yang selama itu ditekan, akan meletus. Kemudian,

20 Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2013), Cet. Ke-45, h. 98 21 Ibid., h. 100

30

pertentangan tersebut akan meluas pada pertentangan pribadi yang

dilandasi pada perasaan.22

Dalam kelompok dimana interaksi sosial antara warga tidak terlalu

rapat, kemungkinan besar pertentangan tidak akan membawa akibat-

akibat yang negatif. Aneka macam pertentangan mungkin terjadi

dalam kelompok-kelompok demikian, dan itu berarti bahwa perhatian

para warga tidak hanya akan berpusat pada satu macam pertentangan

saja. Pertentangan dianggap sebagai suatu jalan untuk mengurangi

ketegangan dan dibatasi hanya pada pokok persoalan penyebabnya

saja.23

Tingginya frekuensi pertentangan antara kelompok sering terlihat

adanya kecenderungan tersebut untuk menekan pertentangan yang

terjadi dalam lingkungan kelompok sendiri. Sebaliknya kelompok

yang tak mengalami hal itu, lebih bersikap toleran terhadap

pertentangan-pertentangan yang terjadi antara warganya sendiri.

Keadaan tersebut malah menumbuhkan keseimbangan antara

kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat. Dengan demikian,

pertentangan yang terjadi dalam masyarakat yang terbuka (struktur

sosial), berfungsi sebagai jalan untuk memecahkan dan mengurangi

ketegangan-ketegangan, sehingga memberi dampak pada peningkatan

stabilitas dan integrasi. Sebab dengan sikap yang toleran terhadap

22 Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2013), Cet. Ke-45, h. 100 23 Ibid., h. 100

31

terjadinya pertentangan maka terbukalah jalan untuk mengetahui

sumber-sumber ketidakpuasan di dalam masyarakat tersebut.24

Sebagai tambahan, pertentangan dalam kelompok mungkin

membantu menghidupkan kembali norma-norma sosial atau

sebalikanya menimbulkan norma-norma sosial yang baru. Dalam hal

demikian, pertentangan adalah suatu alat untuk menyesuaikan norma-

norma dengan keadaan dan kondisi baru sesuai dengan perkembangan

masyarakat. Dalam masyarakat dengan struktur sosial yang luwes,

pertentangan menolong norma-norma yang berlaku tetap bertahan,

walau keadaan berubah.25

Dari banyak bentuk interaksi sosial peniliti lebih fokus kearah

kerjasama yang dimana pembimbing agama dapat melakukan upaya

kerjasama untuk lebih dekat dengan warga pemulung, dan tujuan

kerjasama pembimbing agama dengan pemulung menghasilkan upaya

dalam meningkatkan pengamalan agama.

B. Pembimbing Agama

1. Pengertian Pembimbing Agama

Menurut Kamus Bahasa Indonesia pembimbing adalah orang yang membimbing atau menuntun.26 Bimbingan merupakan terjemahan dari

“guidance” dalam bahasa Inggris. Secara harfiyah “guidance” dari akar kata

“guide” berarti (1) mengarahkan (to dicert), (2) memandu (to pilot), (3) mengelola (to manage), dan (4) menyetir (to sterr). Sementara menurut Rochman

24 Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2013), Cet. Ke-45, h. 100 25 Ibid., h. 101 26 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2, h. 152.

32

Natawidjaja mengartikan bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya.27

Dari berbagai definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pembimbing adalah seorang yang dapat memberikan proses bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkala, dengan tujuan agar individu tersebut dapat mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan apa yang diharapkannya.

Selanjutnya yang dimaksud dengan pembimbing agama adalah seseorang yang memberikan bantuan kepada individu dengan secara berkala yang berlandaskan kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa dengan tujuan untuk mencapai keselamatan bagi dirinya sesuai dengan apa yang diharapkannya.

2. Syarat Pembimbing Agama

Supaya pembimbing dapat menjalankan pekerjaannya dengan sebaik- baiknya, maka pembimbing harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:

a. Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas,

baik dari segi teori maupun segi praktik.

b. Dari segi psikologis, seorang pembimbing harus dapat mengambil

tindakan yang bijaksana jika pembimbing telah cukup dewasa secara

psikologis, yang dalam hal ini dimaksudkan sebagai adanya

27 Syamsu Yusuf. L.N dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2. H. 5-6.

33

kemantapan atau kestabilan didalam psikisnya, terutama dalam hal

emosi.28

c. Seorang pembimbing harus sehat jasmani dan psikisnya. Apabila

jasmani dan psikisnya tidak sehat makan hal itu akan mengganggu

dalam menjalankan tugasnya.

d. Seorang pembimbing harus mempunyai kecintaan terhadap

pekerjaannya dan juga terhadap anak atau individu yang dihadapinya.

e. Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang baik sehingga

usaha bimbingan dapat berkembang ke arah keadaan yang lebih

sempurna.

f. Seorang pembimbing harus supel, ramah tamah, dan sopan.

g. Seorang pembimbing diharpkan mempunyai sifat-sifat yang dapat

menjalankan prinsip-prinsip, serta kode etik bimbingan dengan

sebaik-baiknya.29

Sesuai dengan persyaratan atau kemampuan yang mesti dimiliki pembimbing agama (islam) tersebut, maka M. Arifin sebagaimana dikutip oleh M.

Lutfi merumuskan syarat-syaratnya sebagai berikut:

a. Meyakini akan kebenaran agama yang dianutnya, menghayati dan

mengamalkan, karena ia menjadi pembawa norma agama (religious)

yang konsekuen, serta menjadikan dirinya idola (tokoh yang

28 Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi & Karier), (CV. Andi Offset, 2004), h. 40. 29 Ibid., h. 41.

34

dikagumi) sebagai muslim sejati, baik lahir maupun batin dikalangan

orang yang dibimbingnya.30

b. Memiliki sikap dan kepribadian yang menarik, terutama bagi orang

yang dibimbingnya dan lingkungan kerja atau masyarakat sekitarnya.

c. Memiliki rasa tanggung jawab, rasa berbakti yang tinggi dan loyalitas

terhadap profesi yang ditekuninya, sekalipun berhadapan dengan

kondisi masyarakat yang selalu berubah-ubah.

d. Memiliki kematangan jiwa dalam menghadapi permasalahan yang

memerlukan pemecahan (dalam berfikir dan emosional).

e. Mampu berkomunikasi dan bekerjasama dengan berbagai pihak,

terutama dengan klien (konseli) dan pihak lain dalam kesatuan tugas

atau profesinya.

f. Mempunyai sikap dan perasaan terikat dengan nilai-nilai keislaman

dan kemanusiaan, klien harus ditempatkan sebagai individu yang

normal yang memiliki harkat dan martabat sebagai makhluk Tuhan.

g. Memiliki keyakinan bahwa setiap klien yang dibimbing memiliki

kemampuan dasar (potensi) yang mungkin dikembangkan menjadi

lebih baik.31

h. Memiliki rasa cinta dan kasih sayang yang mendalam terhadap klien,

sehingga selau berupaya untuk mengatasinya dan memecahkan

masalahnya.

30 M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 156. 31 Ibid., h. 157.

35

i. Memiliki ketangguhan, kesabaran, dan keuletan dalam melaksanakan

tugas dan kewajibannya, sehingga tidak mudah menyerah apalagi

putus asa dalam menghadapi kesulitan-kesulitan tugas.

j. Memiliki sikap yang tanggap dan jiwa yang peka terhadap semua

kesulitan yang disampaikan oleh klien.

k. Memiliki watak dan kepribadian yang familier, sehingga klien yang

menggunakan jasanya merasa terkesan dan kagum dengan cara-cara

pelayanannya.32

l. Memiliki jiwa yang progresif (ingin maju) dalam profesinya, sehingga

ada upaya untuk meningkatkannya sesuai dengan perkembangan yang

ada dalam masyarakat.

m. Memiliki kepribadian yang bulat dan utuh, sehingga punya

kemampuan dalam menangkap dan menyikapi masalah-masalah

mental/rohaniyah yang dirasakan klien.

n. Dan memiliki pengetahuan dan pengalaman teknis yang dibutuhkan

dalam menjalankan tugas atau profesinya.33

Adapun syarat yang harus dimiliki pembimbing agama antara lain sebagai berikut:

a. Memiliki sifat baik, setidak-tidaknya sesuai ukuran klien.

b. Bertawakal, mendasarkan sesuatu atas nama Allah S.W.T.

c. Sabar, utamanya tahan menghadapi klien yang menentang keinginan

untuk diberikan bantuan.

32 M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 157. 33 Ibid., h. 158.

36

d. Tidak emosional, artinya tidka mudah terbawa emosi dan dapat

mengatasi diri dan klien.

e. Retorika yang baik, mengatasi keraguan klien dan dapat meyakinkan

bahwa ia dapat memberikan bantuan.

f. Dapat membedakan tingkah laku klien yang berimplikasi terhadap

hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram terhadap perlunya

taubat atau tidak.34

3. Tugas Pembimbing Agama

Sesungguhnya dalam Islam setiap pembimbing atau konselor berperan atau berfungsi sebagai “juru dakwah” atau “mubaligh” yang mengemban tugas dalam menyampaikan pesan-pesan ajaran islam ke tengah-tengah kehidupan umat manusia, baik dalam bentuk individu mauapun kelompok, agar diyakini dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam islam pembimbing atau konselor bertugas mengarahkan kliennya agar masuk ke dalam ajaran islam secara utuh, menyeluruh dan universal.35

Dalam psikotrapi berwawasan islam bahwa pembimbing mempunyai tugas terhadap kesembuhan, keselamatan dan kebersihan ruhani klien dunia akhirat.

Karena aktifitas bimbingan adalah berdimensi ibadah, berefek sosial, dan bermuatan teologis tidak semata-mata bersifat kemanusiaan.36

34 Elfi Mu’awanah dan Rifa Hidayah, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), Cet. Ke-1, h. 142. 35 M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 157. 36 Isep Zainal Arifin, Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah Bimbingan Psikotrapi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 41.

37

Samsul Nizar mengutip pendapat imam Al-Ghazali, bahwa tugas pembimbing yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, mensucikan, serta membawa hati manusia untuk selalu mengingat Allah.37

4. Bentuk dan Tujuan Pembimbing Agama

a. Bentuk Bimbingan Agama

Ada berbagai jenis atau bentuk layanan bimbingan yang bisa diberikan kepada klien, baik yang sudah mengalami kesulitan atau untuk pengembangan diri seseorang, yaitu:

1) Layanan orientasi keyakinan dan pemahaman agama (aqidahi).

2) Layanan pengamalan ajaran agama (ibadah).

3) Layanan konseling perorangan.

4) Layanan konseling pernikahan atau keluarga islami.

5) Layanan bimbingan atau pendidikan islami.

6) Layanan bimbingan kerja islami (ikhtiar).

7) Layanan bimbingan keperawatan (pasien rumah sakit).

8) Layanan bimbingan kehidupan sosial islami.38

b. Tujuan pembimbing Agama

Menurut W.S. Winkel dan M.M Sri Hastuti tujuan pelayanan bimbingan adalah:

1) Supaya sesama menusia mengatur kehidupannya sendiri.

2) Menjamin perkembangan dirinya sendiri seoptimal mungkin.

3) Memikul tanggung jawab sepenuhnya atas arah hidupnya sendiri.

37 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. Ke-1, h. 44. 38 M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 138-150.

38

4) Menggunakan kebebasannya sebagai manusia secara dewasa dengan

berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua potensi yang baik

padanya.

5) Menyelesaikan semua tugas yang dihadapi dalam kehidupan ini secara

memuaskan.39

Menurut M. Hamdan Adz Dzaky seperti dikutip oleh Tohirin merinci tujuan bimbingan dan konseling islam sebagai berikut:

1) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan

kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai

(muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan mendapatkan

pencerahan taufik dan hidayah-Nya (mardhiyah).40

2) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan

tingkah laku yang dapat memberikan manfaat pada diri sendiri,

lingkungan sekolah atau madrasah, lingkungan kerja, maupun

lingkungan sosial, dan alam sekitarnya.41

3) Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga

muncul dan berkembang rasa toleransi (tasammukh), kesetiakawanan,

tolong menolong dan rasa kasih sayang.

4) Untuk menghasilkan kesecerdasan spiritual pada diri individu sehingga

muncul dan berkembang keinginan untuk berbuat taat kepada-Nya,

ketulusan mematuhi segala perintah-Nya, serta ketabahan menerima

ujian-Nya.

39 W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), Cet. Ke- 3, h. 31. 40 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis integrasi), (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2007), h. 37. 41 Ibid., h. 38.

39

5) Untuk menghasilkan potensi Illahiyah, sehingga dengan potensi itu

individu dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai khalifah dengan baik

dan benar, dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup,

dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi

lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.

Adapun menurut Aunur Rahim Faqih tujuan bimbingan agama islam sendiri dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu secara umum dan secara khusus yang dirumuskan sebagai berikut:

1) Tujuan Umum

Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya

agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.42

2) Tujuan Khusus

Membantu individu mengatasi yang sedang dihadapinya. Membantu

individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang

baik atau yang telah baik agar tetap lebih baik, sehingga tidak akan

menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.43

C. Pengamalan Agama

Pengamalan keagamaan terdiri dari dua kata yaitu kata pengamalan dan keagamaan. Pengamalan berasal dari kata “amal” yang berarti perbuatan yang baik. Kata “amal” itu sendiri mendapatkan awalan “peng’ dan akhiran “an” menjadi pengamalan yang berarti hal, cara, hasil, atau proses kerja mengamalkan.

42 Ainur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta: Universitas Indonesia Press, 2001), Cet. Ke-2, h. 31. 43 Ibid., h, 31.

40

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan, mengamalkan, melaksanakan, dan pelaksanaan, penerapan.44

Adapun kata keagamaan berarti yang berhubungan dengan nilai-nilai agama yang diajarkan dalam syariat islam. Jadi pengamalan keagamaan menurut bahasa adalah proses kerja mengamalkan suatu perbuatan yang berhubungan dengan agama.45

D. Pemulung

1. Pengertian Pemulung

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “pemulung” berasal dari kata

“pulung” yang artinya mengumpulkan barang bekas (limbah) yang terbuang

(sampah) untuk dimanfaatkan sebagai bahan produksi. Sedangkan kata pemulung adalah orang yang mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut serta memanfaatkan barang bekas dengan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditas; orang yang memulung.46

Secara harfiyah pemulung adalah sebagai orang yang menjual barang- barang bekas kepada perusahaan atau juragan yang akan mengolahnya kembali menjadi barang layak pakai bagi masyarakat. Memulung dapat diartikan sebagai kegiatan mengumpulkan barang-barang bekas (limbah) yang terbuang sebagai sampah untuk dimanfaatkan sebagai limbah produksi.47

44 Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), edisi 111, h. 34. 45 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1999), Cet. Ke-10 h. 1. 46 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 906. 47 Departement Pendidikan Nasional dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2, h. 740.

41

Pengertian pemulung adalah bekerja mengumpulkan barang-barang bekas dengan cara mengerumuni muatan truk sampah yang tengah dibongkar, sebagian pemulung lainnya berputar-putar mengais barang bekas dari tumpukan-tumpukan sampah.48 Beberapa ada juga yang mencari barang-barang bekas dengan berkeliling kompleks atau pemukiman warga.

Ada juga yang mengatakan para pemulung adalah kelompok sosial yang kerjanya mengumpulkan atau memilah barang yang dianggap berguna dan mempunyai nilai jual dari sampah tersebut, baik yang ada di TPA (Tempat

Pembangunan Akhir) maupun diluar TPA.49 Adapun jenis barang bekas yang diambil pemulung adalah sebagai berikut:

a. Besi bekas

b. Botol plastik

c. Karung

d. Kardus

e. Kertas

f. Botol kaca

g. Kaleng

h. Alumunium

i. Tembaga50

Barang-barang tersebut merupakan barang yang mereka cari setiap harinya ditempat tumpukkan sampah, komplek atau pemukiman warga, dan pinggir- pinggir jalan. Jenis barang bekas yang diambil adalah barang yang dianggap

48 Nawardi, Koperasi serba Daur Ulang- Jati Dua, (Bandung: Galang, 1983), h. 41-55. 49 Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dan Pusat Penelitian Sumber daya Manusia dan Lingkungan UI, Sistem pengelolaan TPA Bantar Gebang-Bekasi, (Jakarta: PPSML-UI, 2000), h. 36. 50 Wawancara Pribadi dengan Bos Lapak Kembar Jaya, Tanggal 08 April 2014.

42

berguna dan memiliki nilai jual. Sehingga barang tersebut bisa ditukar dengan uang.51

2. Kehidupan Pemulung

Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, dan posisi lemah dalam proses pengambilan keputusan.52

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kimiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedangkan miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

Pemulung adalah sosok yang setiap hari memunguti barang bekas di tempat sampah, jalanan, perumahan waraga sekitar, dan lain-lain. Tempat yang

51 Wawancara Pribadi dengan Bos Lapak Kembar Jaya, Tanggal 08 April 2014. 52 Syamsir Salam dan Amir Fadilah, Sosiologi Pembangunan, (Jakarta: Lembaga Peneliti UIN Jakarta, 2009), Cet. Ke-1, h. 104-105

43

merupakan area untuk membuang barang bekas. Pekerjaan memulung adalah pekerjaan yang berjasa pada lingkungan, serta pekerjaan orang-orang yang memiliki keuletan luar biasa besarnya. Betapa tidak, memunguti barang bekas bukanlah perkara mudah, selain harus bergelut dengan sampah, mereka juga harus berangkat pagi-pagi agar mendapatkan barang bekas. Bila tidak, barang pun sudah lenyap karena telah diangkut ke tempat pembuangan sampah akhir atau dipungut oleh pemulung lain.

Tak hanya itu, pekerjaan memulung merupakan pekerjaan kreatif. Betapa tidak, ditengah sengitnya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan di lapangan kerja, para pemulung justru menciptakan sendiri lapangan kerja. Mereka sadar, dengan minimnya keterampilan dan latar belakang pendidikan yang mereka miliki, rasanya terlalu naif berharap bisa diterima bekerja dikantoran.

Mereka justru beranggapan bahwa di sekitar mereka, ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan, namun disia-siakan orang, karena mereka malu melakukannya, yaitu barang bekas. Lebih dari itu, pemulung memiliki sumbangan yang sangat besar dalam menjaga kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem dimana mereka berada.

Bisa dibayangkan betapa hancurnya suatu ekosistem bila sampah-sampah yang tidak bisa diurai atau yang susah dihancurkan oleh bakteri, atau yang biasa disebut sampah anorganik tidak dipungut para pemulung. Jadi, peran para pemulung dalam menjaga lingkungan sebenarnya sangat besar. Mereka membersihkan sampah yang menjadi pencemar lingkungan.

Tak hanya itu, konteks stabilitas sosial di masyarakat, pilihan menjadi pemulung merupakan salah satu cara untuk mengatasi menumpuknya

44

pengangguran. Dan seperti kita tahu, banyaknya pengangguran dapat memicu permasalahan sosial, dan tindak kriminal. Pemulung adalah orang-orang mandiri, pekerja keras, serta tidak menggantungkan diri pada orang lain. Apalagi hanya meminta belas kasih orang lain dengan meminta-minta.

Hanya saja cap negatif telah begitu kuat dilekatkan kepada para pemulung.

Padahal, tentunya itu membuat kepedihan tersendiri bagi mereka, meski mereka tak pernah mengucapkannya, dan orang pun seolah tak mau tehu tentang hal itu.

Kepedihan dan penderitaan para pemulung tak hanya berhenti di situ.

Tatkala mereka menjual barng yang mereka kumpulkan, tak jarang mereka harus menerima kenyataan pahit. Harga barang bekas, ditentukan secara sepihak oleh para pembeli, yaitu para pengepul, dengan seribu satu alasan, mereka bisa saja menentukan harga. Itulah yang menjadi sebab mengapa para pemulung terus- terusan terperosok dalam jurang kemiskinan yang dalam karena hasil kerjanya hanya cukup untuk makan hari itu juga.

3. Karakteristik Pemulung

Para pemulung bekerja mengumpulkan barang-barang bekas dengan cara mengerumuni muatan truk sampah yang tengah di bongkar, sebagian pemulung berputar-putar mengais barang bekas dari tumpukan-tumpukan dampah.

Barang bekas yang telah berkumpul kemudian dipidah-pisahkan menurut jenisnya, sebelum akhirnya dijual kepada pedagang barang bekas atau lapak.

Lapak atau penampungan adalah orang yang mempunyai modal atau dukungan modal untuk membeli beberapa jenis, atau satu jenis barang bekas dari pemulung.

Jasa lapak selain sebagai pembeli tetap adalah ia menanggung sarana transportasi

45

untuk mengambil barang bekas dari pemukiman liar, sehingga para pemulung yang menjadi anak buahnya tidak perlu menaggung ongkos angkutan.53

Para pedagang atau lapak selanjutnya menjual barang bekas ke industri atau pabrik yang menggunakan bahan baku produksinya dari barang bekas secara langsung maupun pihak perantara (agen atau supplier)

Memilih barang sebanyak-banyaknya tentunya dengan alat bantu yang berupa:

a. Gerobak/ roda dua

Alat ini sangat berfungsi sekali untuk mencari dan mengais barang

yang berguna, sehingga dengan memakai gerobak/roda dua pemulung

dapat mencari barang sebanyak-banyak.

b. Karung

Biasanya alat ini dipakai supaya lebih praktis, karena dengan memakai

karung bisa masuk ke gang-gang sempit. Dan kebanyakkan yang

memakai dengan alat karung mayoritas anak-anak kecil. Kekurangan

dengan memakai alat ini (karung) hasil dari pilihannya sangat minim.

c. Pancongan

Ialah alat yang terbuat dari besi berbentuk panjang melengkung seperti

arit dan ujungnya mempunyai mata yang sangat tajam. Berguna untuk

mengambil dan memilah-milah barang yang mereka cari.54

53 Wawancara Pribadi dengan Bos Lapak Kembar Jaya, Tanggal 08 April 2014. 54 Wawancara Pribadi dengan Bos Lapak Kembar Jaya, Tanggal 08 April 2014.

BAB III

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Keadaan Umum Wilayah Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang

Selatan

1. Keadaan Geografis

Kelurahan Jurang Mangu Barat terletak di sebelah Timur

Kabupaten Tangerang dengan luas wilayah 262.000 Ha, yang terdiri dari 96

RT dan 15 RW.1 Penulis melakukan penelitian di lapak yang berada di RT

03/01 Kampung Jurang Mangu Barat.

Awal mula adanya perkampungan lapak pemulung di kelurahan

Jurang Mangu Barat sudah sangat lama sekali. Dari hasil wawancara

peneliti dengan warga, tidak ditemukan waktu yang tepat kapan para

pemulung tersebut pertama kali datang. Para warga mengaku sudah terlalu

lama sehingga mereka lupa kapan tepatnya. Diperkirakan sudah 8-10 tahun

yang lalu sekitar tahun 2000 atau 2001. Kemudian para pemulung silih

berdatangan, mulai dari hanya 1 lapak hingga sekarang sudah 5 lapak

dengan jumlah kepala keluarga per lapak berbeda-beda. Lokasi pemulung

yang berada di RT 03/01 ada lima lapak yaitu: lapak Kembar Jaya, lapak

Windi Jaya, lapak Bola Ais, lapak Sri Jaya, lapak Ayu jaya.2

Adapun batasan-batasan wilayah Kelurahan Jurang Mangu Barat

terdapat 4 (empat) bagian yaitu:

a) Utara berbatasan dengan : Kelurahan Peninggilan

1 Modul kelurahan jurang mangu barat , tahun 2012. 2 Hasil observasi, tanggal 08 Maret 2014 46

47

b) Timur berbatasan dengan : Kelurahan Jurang Mangu Timur

c) Selatan berbatasan dengan : Kelurahan Pondok Ranji

d) Barat berbatasan dengan : Kelurahan Pondok Aren dan Kelurahan Pondok Jaya.3

2. Keadaaan Demografis

Berdasarkan data terakhir yang diperoleh pada tahun 2012, jumlah

penduduk yang ada 40.052 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 18.051

jiwa dan perempuan 22.001 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak

10.052 jiwa.4 Sarana pendidikan yang terdapat di daerah jurang mangu barat

ialah SLTA sebanyak 1 buah, MA sebanyak 1 buah, SLTP sebanyak 2 buah,

Mts sebanyak 1 buah, SD sebanyak 8 buah, MI sebanyak 4 buah, TK

sebanyak 25 buah, dan pondok pesantren sebanyak 3 buah.5

Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan ialah S3 sebanyak 125

orang, S2 sebanyak 500 orang, S1 sebanyak 1200 orang, sarjana muda

sebanyak 1100 orang, SLTA sebanyak 2700 orang, SLTP sebanyak 2100

orang, SD sebanyak 1800 orang, dan TK 600 orang.6

Tabel 1

Sarana Peribadatan7

Bangunan Peribadatan Jumlah

Masjid 14 Unit

Mushalla 53 Unit

3 Modul kelurahan jurang mangu barat, tahun 2012. 4 Modul data kependudukan kelurahan jurang mangu barat tahun 2012. 5 Modul data kependudukan kelurahan jurang mangu barat tahun 2012. 6 Modul data kependudukan kelurahan jurang mangu barat tahun 2012. 7 Modul data kependudukan kelurahan jurang mangu barat tahun 2012. 48

Tabel 2

Penduduk Berdasarkan kepemelukan Agama8

Agama Jumlah Islam 35.000 Orang Kristen Protestan 2.597 Orang Budha 85 Orang Hindu 135 Orang Kong Hu Cu 20 Orang Kristen katolik 2.215 Orang

B. Profil Yayasan Sahabat Bumi

Yayasan Sahabat Bumi adalah Yayasan Independen yang berdiri

pada tanggal 28 Oktober 2009, no izin operasional 800/2113-disped/2011.

Pemulung dipandang sebagai strata kasta paling bawah di dalam masyarakat

kita, mungkin karena pekerjaan mereka yang bersinggungan langsung

dengan sampah. Bahwasanya hanya beberapa orang saja dari masyarakat

kita yang menyadari sesungguhnya betapa besar peran pemulung dalam

pengelolaan sampah. Di sini sifat kepeduliannya terhadap masyarakat

pemulung yang kebiasaannya hanya meminta- minta dan mulung saja, tidak

sekolah, tidak belajar, belum bisa mengaji serta belum bisa membaca.

Status sosial pemulung dapat dibedakan berdasarkan pada jenis-

jenis barang yang mereka dapatkan setiap hari,sedangkan kehidupan

ekonomi mereka sangatlah memprihatinkan karena rendahnya jumlah

penghasilan yang diperoleh tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan

mereka, sebagian dari pemulung tidak sekolah karena keterbatasan biaya

8 Modul data kependudukan kelurahan jurang mangu barat tahun 2012. 49

yang dimiliki oleh orang tua mereka ataupun mereka sendiri yang tidak ingin melanjutkan sekolah dan lebih memilih membantu orang tua mereka dengan menjadi pemulung juga, meskipun demikian sebagian dari mereka mempunyai impian untuk memiliki kehidupan yang lebik baik.

Akhirnya yayasan membuat program belajar untuk anak pemulung yang siap untuk belajar tanpa dipungut biaya sedikit pun( gratis). Sementara awalnya dalam belajar hanya di tempatkan dirumahnya, awalnya dari pihak warga sekitar dan keluarga ka osin (ketua yayasan) tidak setuju karena pemulung di pandang sebelah mata. Namun karena niatnya benar- benar ingin warga pemulung itu bisa membaca, mengaji dan mengerti tentang agama, maka dari pihak keluarga pun menyetujuinya. Meski belajar di tempat seadanya, tanpa meja kursi, dan fasilitas lainnya, anak-anak itu tetap semangat belajar. Mereka datang tiap sore untuk mengais ilmu di ‘Sahabat

Bumi’ di daerah Bintaro.

Awalnya anak-anak pemulung ini hanya diajari mengaji. Lambat laun pelajaran bertambah. Ada yang belajar penceramah, menghapal ayat- ayat Al- Qur’an dan Bahasa Arab . Pelajaran ini diberikan untuk menambah pengetahuan anak- anak yang tak bisa belajar di sekolah pada umumnya.

Selain pengajian anak-anak ada juga pengajian ibu-ibu yang diadakan setiap hari rabu mengenai tata cara shalat, mengenai puasa,dan zakat. Ada pula pengajian di malam jum’at dimana pengajian tersebut untuk melatihan ibu- ibu dalam membaca iqra ataupun al-qur’an sekaligus membaca yasin bagi yang belum bisa membaca datang lebih awal sekitar jam 19.00 WIB dan bagi yang sudah lancar bisa datang sekitar jam 20.00 WIB. 50

Mengajar disekitar lapak pemulung dilakukan dengan sukarela

tanpa mengharpakan imbalan ataupun bayaran yang mahal, semakin lama

semakin banyak yang berdatangan untuk mengikuti proses belajar. Karena

niatnya agar ilmu dapat bermanfaat buat orang lain.

Semakin berjalannya waktu kegiatan di pemulung mulai di ekspos

(masuk) dimajalah lalu mendapat bantuan dari propinsi Banten sebesar 10

juta tetapi berupa barang yaitu alat- alat edukasi. Dalam pengambilan hadiah

haruslah mempunyai nama, dari situlah muncul ide yaitu ”Sahabat” dan kita

tinggal di “Bumi” jadi SAHABAT BUMI dan menginduk di sebuah

yayasan untuk mendapat ashabul kahfi.

Mulailah warga sekitar mendukung setiap kegiatan yang dilakukan

oleh yayasan dan tidak hanya dari warga sekitar yang mendukung kegiatan

yayasan tapi ada pula yang membantu secara sukarela mulai dari mahasiswa

STAN, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, BSI dan lain- lain.

Kegiatannya mulai dari PAUD di pagi hari pukul 08.00 WIB-10.00

WIB , TPA dan TPQ pada sore hari pukul 15.30 WIB- 17.00 WIB,

Hapalan ( Tahfiz) pada malam hari pukul 18.30 WIB-19.00 WIB dan

Kegiatan Pengajian ibu- ibu pada hari rabu pukul 15.30 WIB sampai dengan

selesai.

C. Sarana Peribadatan dan Kegiatan Keagamaan

Sarana peribadatan yang berada di lapak terdiri dari 2 mushalla

yaitu mushalla Ar-Rahman dan mushalla nurul Iman yang terletak di lapak

Kembar Jaya dan lapak Windi Jaya. Keadaan mushalla di lapak terbuat dari

triplek dan bilik seadanya, jika datang hujan mushalla kebanjiran. Kegiatan 51

keagamaan yang ada di mushalla yaitu pengajian anak-anak yang

dilaksanakan setelah shalat ashar yang diikuti anak usia 1-6 tahun mengaji

iqro, dan setelah maghrib pengajian Al-Qur’an yang diikuti oleh anak-anak

usia 7-15 dan sebagian ibu-ibu, dan setiap malam jum’at diadakan yasinan

dan pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak di mushalla lapak.9

D. Keadaan di lapak

Kondisi tempat tinggal para pemulung sangat kumuh dan kotor

dengan berbagai barang-barang berserakkan disekitar rumah. Ada juga

kamar mandi dan toilet yang biasa digunakan bersama-sama di masing-

masing lapak. Keadaannya pun bervariasi, ada yang cukup layak pakai ada

juga yang tidak layak pakai. Kebersihan di lapak kurang terjaga, terlebih

lagi masalah tempat tinggal dan kamar mandi, jika masuk kedalam

rumahnya kita dapat melihat keadaan yang jarang ditemukan di kehidupan

sehari-hari, atap yang bocor, dinding yang rapuh, lantai yang hanya

beralaskan terpal dan ketika hujan rumah meraka akan kebanjiran dan becek

sudah bersahabat dengan mereka (para pemulung). Tetapi ada juga yang

begitu mencengangkan, perabotan rumah tangga yang dimiliki lumayan

lengkap seperti: kipas angin, televisi, radio, VCD, penanak nasi, dispenser,

dan kendaraan roda dua, sepertinya cukup lengkap fasilitasnya.

Lapak ini terletak di belakang pemukiman warga dan perumahan

mewah. Jarak antara rumah pemulung yang satu dengan yang lain hanya

dibatasi dengan sebuah triplek atau bilik (anyaman dari bambu). Berbaris

kesamping dan berhadapan seperti layaknya sebuah kontrakkan. Jarak

9 Wawancara dengan kak adi (pembimbing agama di mushalla lapak), tanggal 24 Juli 2014. 52

antara lapak sekitar 1-2 meter membelakangi lapak lain, jadi seperti

berpetak-petak.

Biasanya di depan rumah mereka digunakan untuk mengumpulkan

barang-barang pulungannya. Sepulang dari berkeliling atau mencari (bahasa

yang biasa mereka gunakan) barang-barangnya mereka letakkan di depan

rumah dan dipilah-pilih sesuai dengan jenisnya. Lebih tepatnya memang

seperti gudang, gerobak, karung dan peralatan lainnya pun mereka simpan

di depan rumah.

E. Jumlah Pemulung

Jumlah pemulung secara keseluruhan dari 5 lapak berjumlah 147

orang. Terdiri dari 88 laki-laki dan 59 perempuan dari 47 kepala keluarga.10

Tabel 3

Jumlah Pemulung Berdasarkan Jenis Kelamin11

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki 88 Orang Perempuan 59 Orang Jumlah 147 Orang

F. Latar Belakang Pendidikan Pemulung

Sebagian besar pemulung berasal dari pendidikan yang rendah,

bahkan ada yang tidak bisa membaca dan menulis. Kebanyakan dari mereka

hanya sampai tingkat SD saja sebanyak 78 orang, tingkat SMP 43 orang,

tingkat SMA 13 orang dan tidak sekolah 13 orang.

10 Data hasil penelitian, tanggal 24 Juli 2014. 11 Data berdasarkan hasil penelitian, tanggal 24 Juli 2014. 53

Tabel 4

Latar Belakang Pendidikan12

Jenjang Pendidikan Jumlah

>SD 13 Orang

SD 78 Orang

SLTP/SMP 43 Orang

SLTA/SMA 13 Orang

G. Latar Belakang Ekonomi Pemulung

Agama merupakan sistem sosial yang sudah terlembaga dalam

setiap masyarakat. Secara mendasar agama menjadi norma yang mengikat

dalam keseharian dan menjadi pedoman dari sebagian konsep ideal. Ajaran-

ajaran agama yang telah dipahami dapat menjadi pendorong kehidupan

individu sebagai acuan dalam berinteraksi kepada Tuhan, sesama manusia

maupun alam sekitarnya. Ajaran itu bisa diterapkan dalam mendorong

perilaku ekonomi, sosial dan budaya.13

Max Weber mengatakan dalam bukunya yang berjudul Die

Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, pemikiran agama sangat

berpengaruh bagi perkembangan aspek material (kehidupan di dunia ini),

baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya, atau dengan kata lain, ada

hubungan yang sangat signifikan antara kemajuan dalam bidang pemikiran

(immaterial) dan kemajuan dalam bidang material.14

12 Data berdasarkan hasil penelitian, tanggal 24 Juli 2014. 13 Nasir, Etos Kerja Wirausahawan Muslim, (Bandung: Gunung Jati Press, 1999), h. 45-47. 14 Ahmad Janan, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah, 2004), h. 157. 54

seperti halnya yang telah disampaikan oleh Max Weber bahwa agama sangat berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi masyarakat, terlebih lagi bagi warga pemulung secara ekonomi kehidupan mereka bisa dibilang sangat jauh dari pola kehidupan yang layak atau ideal. Tinggal di rumah yang berukurang sangat kecil yang berdindingkan bilik dan triplek serta lantai tanpa ubin dan hanya beralaskan terpal saja.

Setidaknya dapat dibayangkan seperti apa kondisinya dengan pendapatan yang tidak menentu ini, sehingga wajar ketika para misionaris gereja datang dengan membawa sembako dan beasiswa bagi anak-anak serta memberikan pekerjaan dengan gaji yang bisa dibilang sangat besar, dalam sebulan mereka bisa digaji sebesar 5 juta rupiah dengan pekerjaan sebagai guru paud saja, dan mereka menyambut dengan hangat pemberian dari misionaris tersebut. Mereka dengan suka rela menuruti apa saja yang dikatakan oleh misionaris tersebut, asalkan mereka bisa mendapatkan uang dan sembako untuk kelangsungan hidup mereka.

Pikiran yang ada dibenak mereka pada saat itu adalah bagaimana caranya mereka bisa mencukupi kebutuhan pokok yang mereka butuhkan setiap harinya. Maka ketika ada orang yang hendak membagi-bagikan apa yang mereka butuhkan dengan cuma-cuma, mereka menganggap itu adalah hal yang luar biasa. Padahal dibalik itu semua, ada misi terselubung yang diemban oleh para misionaris, yaitu kristenisasi massa. Tapi umumnya mereka tidak memahami maksud dan tujuan tersebut, ini dapat dimaklumi karena kondisi sosial mereka dikomunitas pemulung tersebut disamping miskin harta juga miskin ilmu dan wawasan keagamaan.

BAB IV

TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA

Keseharian pemulung dalam memulai aktivitasnya yakni dengan mencari barang bekas, dimulai dari pukul 05.00 WIB, dan kemudian mereka akan pulang untuk istirahat pada pukul 11.00 WIB.

Para pemulung bekerja mengumpulkan barang-barang bekas dengan cara berkeliling ke perumahan-perumahan atau rumah-rumah warga yang tidak jauh dari tempat di mana mereka tinggal. Sebagian pemulung lainnya ada yang berkeliling mengais barang bekas dari tumpukan-tumpukan sampah, tidak jarang mereka harus mencari barang di tempat yang lebih jauh dikarenakan agar mendapatkan barang yang lebih banyak lagi dari biasanya. Sebagian pemulung ada yang mulai berangkat mencari dari pagi dan pulang siang hari, ada juga yang mencarinya di siang hari dan pulang sore hari. Barang bekas yang telah terkumpul kemudian dipisah-pisahkan menurut jenisnya, sebelum ditimbang ke bos dan akhirnya akan di jual kepada pedagang barang bekas industri atau pabrik.

Pekerjaan pemulung tidak dilindungi oleh instansi ataupun organisasi resmi, seperti Depnaker ataupun LSM. Mereka berdiri sendiri, dikarenakan inisiatif dari seorang bos yang ingin menjalin suatu hubungan yang saling menguntungkan satu sama lainnya, yakni antara bos dengan pemulung. Para pemulung menyadari bahwa dari hubungan yang terjalin, mereka akan mendapatkan pendapatan yang menjanjikan, maksudnya dengan mencari barang- barang bekas mereka pasti akan mendapatkan uang yang tentunya akan disesuaikan dengan sedikit banyaknya barang bekas yang diperoleh. Pekerjaan ini tentu dapat diterima dengan baik oleh para pemulung, karena dapat membantu 55

56

keberlangsungan hidup mereka sehari-hari bila dibandingkan hidup dikampung yang mana mereka tidak memiliki pekerjaan tetap dan mereka bisa memiliki hasil yang lebih dibandingkan dengan mereka bekerja dikampung mereka sendiri.

Menurut pengakuan dari beberapa pemulung, di kampung halamannya mereka mempunyai sebidang sawah kendaraan bermotor ataupun rumah pribadi yang layak untuk ditinggali, untuk ukuran seorang pemulung itu sudah bisa dibilang berkecukupan. Namun tempat yang meraka tinggali di Jakarta di umpamakan sebagai kontrakan dimana hidup mereka dengan keadaan seadanya dan serba kekurangan, maka tak jarang para relawan memberikan bantuan atau sumbangan kepada warga pemulung.

Setiap harinya warga pemulung berkeliling mencari barang-barang bekas, kemudian dipilah-pilih dan disimpan berdasarkan jenisnya. Setiap seminggu sekali atau 10 hari sekali mereka menyetorkan barang-barang hasil pulungannya ke bos, untuk ditimbang dan mendapatkan upah dari hasil timbangannya. Jika dalam seminggu atau 10 hari mereka sudah kehabisan uang, bos memberikan pinjaman uang untuk kebutuhan sehari-hari, hutang mereka dibayar ketika waktu menimbang, upah dari hasil timbangan mereka akan dipotong untuk membayar hutang dan sisanya untuk kebutuhan sehari-hari. Besar kecilnya pendapatan dilihat dari banyaknya barang yang didapat oleh pemulung tersebut.

Pekerjaan dan kehidupan mereka diketuai oleh seorang bos. Bos adalah seorang ketua yang berperan besar dalam menjamin keberlangsungan hidup mereka. Biasanya setiap lapak dipimpin oleh bos. Jadi para pemulung atau anak buahnya ini hanya bertugas mencari barang-barang bekas saja nantinya akan ditimbang atau disetorkan oleh bos ke industri atau pabrik. 57

Untuk masalah sewa tempat tinggal, bangunan, listrik, sampai iuran RT semua ditanggung oleh bos di setiap lapak. Sehingga anak buah hanya berkeliling mencari barang bekas saja dan anak buah bebas membawa sanak saudaranya untuk ikut tinggal di lapak.

A. Interaksi Sosial Antara Pembimbing Agama Dengan Pemulung di RT

03/01 Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang Selatan.

Interaksi sosial dapat dilakukan oleh semua kalangan masyarakat, begitupun dengan pembimbing agama melakukan interaksi sosialnya dalam kehidupan sehari-hari dilapak pemulung Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok

Aren. Misalnya dengan cara saling menyapa kemudian berlanjut pada percakapan santai antara pembimbing dengan warga pemulung. Dalam percakapan tersebut pembimbing agama memberikan arahan kepada pemulung berupa pengetahuan tentang agama meliputi kewajiban sehari-hari seperti wudhu, shalat 5 waktu, puasa, zakat dan mengaji, tidak hanya mengetahuinya namun bisa menjalankan atau mengamalkannya juga.

Dalam melaksanakan interaksi sosial, seorang pembimbing agama sangat penting untuk memahami keadaan pemulung dan apa yang akan pembimbing sampaikan ketika berbicara dengan pemulung karena tidak mungkin seorang pembimbing agama berbicara kepada seorang pemulung dengan bahasa yang sangat baku atau formal.

1. Interaksi Sosial Pembimbing Agama Pada Pemulung dalam

Meningkatkan Pengamalan Agama

Interaksi sosial menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack berpendapat bahwa interaksi sosial merupakan antara orang-orang perorangan, 58

antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.1 Menurut Abu Ahmadi, interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih di mana perilaku individu tersebut saling mempengaruhi, mengubah, dan memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.2

Interaksi sosial ini dilakukan pembimbing agama dengan cara mendekatkan diri kepada pemulung dan berbincang-bincang dengan pemulung, permasalahan apa saja yang di alami oleh pemulung sehingga membuat pemulung tersebut kurang peduli akan pengetahuan agamanya atau malas untuk mengamalkannya, pembimbing agama berbicara pada pemulung dengan penuh kasih sayang tanpa adanya unsur menggurui ataupun merasa lebih pintar.

Sehingga dengan adanya interaksi pembimbing agama akan dapat mengatasi kurangnya pengetahuan agama pemulung. Sebagaimana yang diungkapkan oleh ka adi:

“saya hampir setiap hari ngobrol membahas tentang pekerjaan, agama, ataupun masalah-masalah yang lain dengan para pemulung di lapak, selagi masih dalam koridor islam, tidak menjadi masalah tapi ketika sudah agak sedikit melenceng saya luruskan kembali, bahkan tidak jarang di setiap obrolan yang kami lakukan saya sisipkan pengetahuan tentang agama, agar mereka lebih paham dan mengerti dan tidak hanya paham namun bisa mengamalkannya juga.”3

Pernyataan tersebut dapat diperkuat sesuai dengan hasil wawancara pribadi dengan Bapak Jaya berikut ini.

“ka Adi sering datang ke lapak suka ngobrol bareng sama warga di sini, ya ngobrolin mulai dari pekerjaan kadang kalau beliau ada kerjaan beliau suka ngasih ke warga sini siapa yang mau membantu kerjaan itu, ya pokoknya ngobrolin apa

1 Sarlito w. Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), cet.Ke- 9, h. 91. 2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 61. 3 Wawancara Pribadi dengan ka Adi Pembimbing Agama di Lapak Pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.31 wib. 59

aja tapi yang emang ada manfaatnya, udah gitu kebanyakan dari warga sini berasal dari daerah yang sama dengan ka Adi jadi kita ngobrolnya sambil santai terus pake bahasa daerah kita sendiri kan jadi tambah nyambung, namanya juga satu daerah kalau ketemu orang yang satu daerah lagi ya pasti ngobrolnya pake bahasa daerahnya.” 4

Secara akademis pembimbing harus memiliki wawasan, pengalaman dan ilmu pengetahuan yang luas baik dari segi teori maupun praktiknya, dan seorang pembimbing juga harus dapat mengambil tindakan yang bijaksana.5 Seperti halnya pembimbing agama di lapak pemulung yang terus menerus berinteraksi dengan warga pemulung, dengan tujuan agar tetap terjalin kedekatan secara personal dan menjalin silaturahim. Interaksi sosial adalah jembatan bagi pembimbing agama untuk lebih dekat dan tahu seperti apa kehidupan pemulung itu, karena pada awalnya tidak ada warga yang mau berinteraksi dengan para pemulung, begitupula keluarga pembimbing agama yang menolak untuk membantu atau berinteraksi dengan para pemulung tersebut. Interaksi sosial pemulung dan pembimbing tidak hanya mengenai permasalahan agama namun mengenai permasalah yang ada di lingkungan sekitar, seperti masalah agama, masalah ekonomi, masalah keluarga.

Pendapat lain juga diungkapkan oleh ibu Khaliyah sebagai berikut.

“iya neng kadang ibu suka minta bantu sama ka Adi apalagi masalah biaya pendidikan anak-anak kalau bapaknya lagi engga punya uang ya ibu minta bantuan sama ka Adi neng.”6

Ibu lia juga berpendapat yang sama dengan bapak Jaya dan ibu Khaliyah,

Berikut hasil wawancara dengan peneliti.

4 Wawancara Pribadi dengan Bapak Jaya warga pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.08 wib. 5 Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi & Karier), (CV. Andi Offset, 2004), h. 40. 6 Wawancara Pribadi dengan Ibu Khaliyah warga pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 19.53 wib. 60

“ya ibu mah kalau ada apa-apa neng minta bantuan nya ya sama ka Adi itu neng ya karna udah di anggap sodara sih neng jadi ibu mah cerita aja kalau ada masalah gitu.”7

Pernyataan di atas diperkuat dengan hasil wawancara yang dituturkan oleh pembimbing agama sebgai berikut.

“mereka terkadang juga ngobrol sama saya mengenai keluh kesah kehidupan mereka seperti masalah ekonomi keluarganya, masalah biaya pendidikan anaknya, ada juga yang pernah cerita ke saya mengenai masalah konflik keluarganya dan meminta solusinya kepada saya”.8

Dari pernyataan diatas jelas sekali bahwa pembimbing agama sangatlah berperan penting dalam kehidupan mereka bukan hanya mengenai permasalahan agama tapi mengenai masalah-masalah yang lain, dari proses interaksi yang baik inilah warga pemulung sangat bergantung kepada pembimbing agama.

Pembimbing agama juga selalu melakukan kerja sama dengan pemulung sebagai bentuk interaksi, kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua.9 Seperti misalnya, kerja sama dalam acara keagamaan dan kerja sama dalam merenovasi tempat atau fasilitas untuk mengaji, bekerjasama dalam menggalang dana untuk keperluan mushala, dengan adanya kerjasama yan tejalin antara pemulung dengan pembimbing membuat pembimbing lebih mudah untuk mengajak para pemulung agar lebih mau tahu akan tentang agama dan bisa

7 Wawancara Pribadi dengan Ibu Lia warga pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.00 wib. 8 Wawancara Pribadi dengan ka Adi Pembimbing Agama di Lapak Pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.31 wib. 9 Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2013), Cet. Ke-45, h. 72. 61

menjadikan nya sebagai pedoman dan mengamalkan nya setiap hari sehingga menjadi kebutuhan yang harus di kerjakan. Sebagaimana di ungkapkan oleh ka

Adi.

“saya sering melibatkan warga pemulung dalan acara-acara seperti hal nya acara maulid nabi, isra’ mi’raj, tahun baru islam dan lain-lain, karena bagi saya mengajak mereka ke dalam acara tersebut membuat mereka tambah meningkatkan pengamalan agama mereka, mereka jadi semakin tahu tentang agama mereka juga, ya kita juga kemarin habis menggalang dana antar warga pemulung dan mereka sendiri yang menggalang nya langsung untuk membeli speaker yang ada di mushala lapak, jadi dari mereka untuk mereka juga.”10

Pernyataan pembimbing agama di atas dipertegas dengan hasil wawancara dengan Bapak Jaya.

“bapak sering diajak kerja bareng sama ka Adi kaya ada acara maulid nabi, kaya kerja sama untuk memperbaiki aula yang suka di pakai untuk pengajian, yang baru kemarin kita abis menggalang dana untuk membeli speaker mushalla.”11

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa kerjasama antara pembimbing agama dengan pemulung selalu diterapkan di lapak pemulung karena dengan adanya kerjasama bisa mengeratkan hubungan antara pembimbing agama dan pemulung.

Adapun interaksi yang dilakukan pembimbing agama tidak hanya kepada orang tua pemulung tetapi berinteraksi juga kepada anak pemulung yang mengikuti kegiatan keagamaan untuk anak-anak seperti mengaji dan lainnya, dari segi isi materi hal yang disampaikan ketika berinteraksi tentu sama seperti mengenai shalat, puasa, zakat dan mengaji dan tidak hanya itu terkadang

10 Wawancara Pribadi dengan ka Adi Pembimbing Agama di Lapak Pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.31 wib. 11 Wawancara Pribadi dengan Bapak Jaya warga pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.08 wib.

62

pengetahuan yang lain juga, tapi dari segi cara penyampaiannya dan tempatnya pun berbeda.

Pernyataan diatas dipertegas oleh hasil wawancara dengan pembimbing agama, sebagai berikut.

“berinteraksi dengan anak-anak dan orang tua itu berbeda, kalau kita berinteraksi dengan orang tua itu kan kita tau etikanya, kita harus bersikap sopan santun dan tidak menggurui karena apabila kita menggurui orang tua pemulung itu akan sulit untuk kita berinteaksi dengan mereka apalagi mereka itu orangnya keras sekali jadi kita juga harus berhati-hati dalam bertingkah laku dan berkata- kata karena itu bisa membuat warga pemulung menjadi tidak peduli kepada kita kalau untuk anak-anak selama ini ka adi tegas, kalau misalkan dia tidak menurut dengan aturan yang disni silahkan mencari yang lain karena tujuan saya adalah satu utuk mereka menjadi yg lebih baik dan bisa mengangkat derajat orang tua dengan ilmu, saya ingin mereka sukses dan kalaupun memang mereka mendapatkan uang itu dari ilmu mereka sendri.”12

Hubungan sosial yang dibangun antara pembimbing agama dan pemulung membuat ka adi sebagai pembimbing mengerti dan paham tentang bagaimana cara mengahadapi warga pemulung. Menurut Ka Adi startegi untuk menghadapi warga pemulung adalah dengan cara mengikuti alur mereka terlebih dahulu lalu di saat itu kita bisa masuk ke dalam kehidupan mereka, kehidupan di sini adalah keseharian mereka, untuk itu di saat ada waktu luang Ka Adi mendatangi lapak pemulung untuk lebih dekat dengan warga pemulung atau bahkan hanya sekedar mengobrol santai dengan mereka.

Berinteraksi dengan pemulung bukan hanya dengan cara percakapan santai tapi juga denga cara pengajian atau diskusi yang bisa meningkatkan pengamalan agama pemulung. Pembimbing agama membuat kegaitan pengajian ini dengan begitu baik, beliau mengemas acara tersebut dengan cara yang berbeda, seperti dengan bahasa yang dipakai mengikuti bahasa sehari hari warga pemulung

12 Wawancara Pribadi dengan ka Adi Pembimbing Agama di Lapak Pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.31 wib. 63

sehingga mudah untuk dipahami, dengan cara penyampaian yang mudah untuk dipahami.

Pernyataan diatas dipertegas dari hasil wawancara dengan bapak Jaya.

“ya bapak suka dateng ke pengajian di ka Adi itu soalnya cara yang ka adi pakai itu neng, kaya misalkan dia pake bahasa yang sama dengan warga disini terus saat ngasih tau juga ngomongnya enak neng kaya ngasih semangat gitu dan arahan gitu neng jadi kita juga pada seneng ikut pengajian ka Adi.”13

Interkasi yang dilakukan pembimbing bukan hanya kepada orang tua pemulung melaikan juga kepada anak pemulung, maka isi materi yang disampaikan ketika ka adi berinteraksi dengan kegiatan pengajian pun berbeda.

“kalau kepada orang tua saya tekankan satu kepada akidah kenpa ka Adi tekankan kepada akidah, supaya mereka itu mempunyai keyakinan, mereka mempunyai keyakinan tapi meraka belum yakin, salah satu contoh salah satu contoh sebelum meraka mencari rezeki ka Adi bilang silahkan shalat dhuha terlebih dahulu minta kepada Allah, ka Adi yakin rezeki itu tidak akan tertukar yang kebanyakan orang-orang kalau misalkan mencari rezeki lupa kepada Allah, seharusnyakan kita shalat dhuha dulu menghadap kepada Allah minta supaya apa walaupun sedikit yang penting berkah, yang kedua adalah dalam arti apa untuk membiasakan kehidupan sehari karena ilmu fiqh itu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari mereka untuk ibadah seperti shalat, puasa, dan yang terakhir itu membaca iqra atau al qur’an mengenalkan tentang ayat ayat Allah kalau yang belum belum bisa baca belajar dari iqra dulu kalau iqra sudah lancar baru membaca al qur’an kalau yang sudah al qur’an ka Adi perbaiki bacaan nya, kalau untuk anak-anak itu hafalan-hafalan mulai dari surat-surat pendek sampai kepada surat yang panjang lalu membacakan artinya kemudian kita bahas, ka Adi juga mengajarkan tentang fiqh lalu kemudian akidah kenapa ka Adi menekan kan kepada akidah karena kita melihat akidah anak anak sekarang itu akidahnya kurang, moralnya kurang, sopan santun nya kurang, jangankan kepada orang tua, kepada guru, kepada teman saja akidah mereka kurang gitu maka ka Adi lebih memilih membahas tentang akidah.”14

Pernyataan di atas dipertegas dari hasil wawancara dengan Bapak Jaya, sebagai berikut.

13 Wawancara Pribadi dengan Bapak Jaya warga pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.08 wib. 14 Wawancara Pribadi dengan ka Adi Pembimbing Agama di Lapak Pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.31 wib. 64

“ya kalau materi yang disampaikan oleh ka Adi itu biasanya tentang fiqh gitu neng, ya itu kan yang berhubungan sehari-hari kita kaya shalat gitu neng, kadang juga kita belajar ngaji neng.”15

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa isi materi yang disampaikan ka Adi dengan pembimbing yang lain bisa saja sama tapi dengan cara yang berbeda dan itu yang membuat warga pemulung mendukung kegiatan pengajian tersebut dengan selalu datang ke acara tersebut, akan tetapi setiap warga pemulung mempunyai tingkat kerajinan masing-masing jadi setiap warga pemulung berbeda-beda kadang ada yang rajin sekali ada juga yang males- malesan datang nya.

Berikut Hasil wawancara dengan Bapak Jaya.

“ya bapak dateng neng kan kalau bapak-bapak kadang pengajian nya di mushalla lapak kadang juga di aula yayasan gitu neng.”16

Dapat disimpulkan interaksi yang mereka lakukan bisa dibilang sangat sering, itu memudahkan pembimbing agama untuk lebih bisa memberikan pengetahuan agama lebih banyak lagi.

Seberapa sering pembimbing berinteraksi dengan pemulung dan memberikan pengetahuan tentang agama namun apabila tidak diterapkan sama saja pembimbing belum bisa meningkatkan pengamalan agama warga pemulung.

Pernyataan di atas diperkuat dari hasil wawancara dengan Ibu Khaliyah, sebagai berikut.

“ya ka kalau masalah dilaksanain mah di laksanain ka tapi ya namanya juga manusia ya ka terkadang ada rasa malesnya, kadang kesiangannya, tapi ibu mah ka tetep ngelaksanain ka.”17

15 Wawancara Pribadi dengan Bapak Jaya warga pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.08 wib. 16 Wawancara Pribadi dengan Bapak Jaya warga pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.08 wib. 17 Wawancara Pribadi dengan Ibu Khaliyah warga pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 19.53 wib. 65

Dari hasil data di atas membuktikan bahwa apa yang disampaikan oleh pembimbing agama melalui kegiatan pengajian sudah berhasil akan tetapi memang warga pemulung terkadang masih lupa bahwa itu adalah suatu kewajian kita yang dilakukan sehari-hari dan itu seharusnya sudah menjadi kebutuhan kita.

Selain dengan percakapan santai dan pengajian ka adi pun mencontohkan kepada warga pemulung dengan tingkah laku yang baik.

“ka Adi selalu mencontohkan untuk selalu berbuat baik tanpa mengharapkan imbalan, contohnya ketika kita memberikan bantuan atau mengasih bantuan kepada orang lain yang berupa uang, bahkan itu kenyataan saya ceritakan kepada mereka, ini kemarin saya menolong orang yang butuh bantuan tapi namanya tidak saya kasih tau takut engga enak, dia untuk bayaran sekolah anaknya sebesar 100 ribu rupiah mungkin menurut kita itu kecil tapi bagi yang membutuhkan itu luar biasa sangat besarnya akhirnya ka Adi berikan uang itu kepada yang membutuhkan, sorenya ka Adi dapat rezeki dari Allah, rezeki nya apa diganti oleh Allah 10 kali lipat itukan janji Allah, berikan 1 tumbuh 10, berikan 10 tumbuh 100 itulah janji Allah jadi kita mau menolong apapun perbuatan baik jangan mengharap balasan dari orang yang kita tolong, dan hakekatnya kebaikan itu bukan hanya untuk orang hakekatnya kebaikan itu adalah untuk diri kita sendiri, itulah yang selalu ka Adi contohkan.”18

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pembimbing agama memberikan contoh dengan cara bertingkah laku yang baik dan jangan mengaharapkan imbalan apapun karena warga pemulung selalu berpikir bahwa melakukan sesuatu harus mengahasilkan uang, karena pikiran mereka yang susah diubah bahwa mereka datang kesini untuk mencari uang.

Setiap interaksi yang dilakukan oleh siapapun pasti memiliki hambaan, begitupun dengan interaksi pembimbing kepada pemulung maupun sebaliknya.

“hambatan saat berinteraksi dengan pemulung sangatlah banyak salah satunya adalah mereka itu orangnya keras-keras, dan cara berpikir mereka yang susah dihilangkan itu ketika mereka datang dari desa ke kota untuk mencari duit, makanya kalau malam jum’at juga mereka ada tapi yang datang itu sedikit kita

18 Wawancara Pribadi dengan ka Adi Pembimbing Agama di Lapak Pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.31 wib. 66

kan tidak bisa memaksakan tujuan kita, kita kan hanya ingin berbagi kalau yang datang itu berarti yang dapat hidayah, hidayah itu kan datang bukan dari orang lain tapi dari Allah dan adanya niat juga dari diri sendiri.”19

Interaksi yang dilakukan pembimbing agama dengan secara langsung mendatangi lapak pemulung sangatlah didukung oleh Ketua Yayasan Sahabat

Bumi yaitu Nur Sa’adah S.Sos biasa dipanggil dengan sebutaan ka Osin. Ka Osin sangat mendukung kegiatan yang dilakukan oleh pembimbing agama baik dalam dukung dalam bentuk semangat, dana, maupun waktu.

“ya saya sangat mendukung dalam bentuk semangat, dana dan waktu, kalau terjun ke lapangan kan harus didukung semuanya, baik semangat dan waktunya dan dana juga, tapi kalau dananya tidak ada ya dengan hanya dukungan dalam bentuk semangat dan waktu aja.”20

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial pembimbing agama pada pemulung berhasil walaupun dengan banyak hambatan, akan tetapi pembimbing agama berhasil membuat hubungan yang begitu erat dengan pemulung sampai begitu berpengaruhnya pembimbing agama dikehidupan pemulung, dalam hal ini pula interaksi pembimbing dengan warga pemulung membuat meningkatnya pengamalan agama mereka dengan sendiri nya.

Dengan adanya interaksi sosial makhluk sosial lebih mudah untuk mengutarakan sesuatunya dengan baik dan bisa mengerti satu dengan yang lainnya, seperti halnya pembimbing agama dengan kelompok pemulung yang berbeda latar belakangnya, berbeda pemikirannnya namun bisa bersatu dan saling memahami dengan interaksi sosial atau hubungan yang baik.

Pengamalan agama warga pemulung sudah lebih meningkat dibandingkan ketika mereka baru datang dari kampung mereka masing-masing karena pikiran

19 Wawancara Pribadi dengan ka Adi Pembimbing Agama di Lapak Pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.31 wib. 20 Wawancara Pribadi dengan ka Osin Ketua Yayasan Sahabat Bumi , Selasa, 09 Desember 2014 pukul 18.52 wib. 67

meraka adalah mereka datang ke sini untuk mencari uang sehingga masalah agama itu bukanlah suatu prioritas paling utama dalam kehidupan mereka, bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana mereka bisa melangsungkan hidup mereka.

Warga pemulung sekarang lebih paham dan tahu tentang agama dan mereka tidak terlalu buta tentang agama walaupun pengetahuan agama mereka mungkin masih sangat rendah, namun ini sudah menjadi awal yang baik untuk pembimbing agar lebih giat lagi sehingga warga pemulung dapat benar-benar paham dan mengerti tentang agama. Sebelum melakukan aktivitasnya mengerti akan melakukan kewajibannya sebagai seorang muslim, yaitu menunaikan ibadah shalat subuh berjamaah di mushola yang berada di lapak mereka. Sebagian kecil yang tidak melaksanakan shalat subuh alasannya, karena mereka hanya takut kesiangan untuk mencari barang dan apabila kesiangan mereka hanya akan mendapatkan sedikit barang, tidak hanya shalat ketika berpuasa pun terkadang masih ada warga pemulung yang belum bisa melakukan dengan sepenuhnya, seperti puasa bulan ramadhan jangankan untuk berpuasa sunnah puasa ramadhan saja terkadang masih banyak yang belum penuh.

Pengajian yang diadakan oleh pembimbing agama adalah sutau bentuk interaksi pembimbing agama untuk lebih bisa meningkatkan pengamalan agama warga pemulung karena dengan cara seperti itulah pembimbing bisa lebih mengarahkan lagi warga pemulung untuk selalu menjalankan kewajiban mereka sebagai seorang muslim yang baik dengan menjalankan semua kewajibannya.

Dalam memberikan pengetahuan agama pembimbing harus mengatasi permasalahan pemulung terlebih dahulu, dimana pemulung itu lebih 68

mementingkan mencari uang dari pada belajar tentang agama atau mengikuti pengajian. Pikiran warga pemulung yang seperti inilah yang sampai saat ini belum bisa dihilangkan, pada awalnya mereka mengikuti pengajian adalah hanya untuk mendapatkan makanan apabila tidak ada makanan mereka tidak akan mengikuti acara tersebut, akan tetapi seiring berjalannya waktu warga pemulung sedikit demi sedikit mengerti bahwa ilmu tentang agama itu penting karena itu bekal untuk mereka nanti di akhirat.

Pernyataan di atas diperkuat dari hasil wawancara dengan ka Adi

(pembimbing agama), sebagi berikut.

“ya pada awalnya memang sulit untuk menghilangkan pikiran itu dari warga pemulung karenakan rezeki itu sudah Allah atur dan tidak akan ketukar, kalau saya tidak akan memaksanakan mereka untuk datang mengikuti kegiatan pengajian, saya tidak ingin sesuatu yang bak harus dipaksakan biarkan mereka berpikir sendiri kalau memang menurut mereka ini penting ya mereka pasti akan datang tapi kalau menurut mereka ini tidak penting ya tidak apa-apa saya tidak memaksa mereka, tapi lambat laun mereka mengerti dan sedikit demi sedikit dari warga pemulung sadar bahwa pengetahuan agama itu sangat penting bagi mereka.”21 Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial yang berarti dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya, itu memang terjadi pada pembimbing agama dan warga pemulung di Kelurahan Jurang Mangu Barat, dimana pembimbing berusaha untuk mempengaruhi warga pemulung untuk terus belajar tentang agama dimana agama itu sangat penting untuk kita.

2. Dampak Interaksi Sosial Pembimbing Agama pada Pemulung

Setiap sesuatu yang kita lakukan pasti selalu ada pengaruh yang di hasilkan, baik itu pengaruh yang negatif maupun pengaruh yang positif. Itupula

21 Wawancara Pribadi dengan ka Adi Pembimbing Agama di Lapak Pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.31 wib. 69

yang saya tanyakan kepada pembimbing agama adakah pengaruh yang dihasilkan dari interaksi sosial dalam meningkatkan pengamalan agama pemulung.

Pengaruh yang dihasilkan dari interaksi sosial pembimbing agama pada pemulung ialah adanya perubahan dalam diri yang sangat signifikan dari warga pemulung dan meningkatnya pengamalan agama mereka dengan cara percakapan santai setiap harinya, pengajian atau diskusi dan dengan bentuk kerjasama setiap melakasanakan acara atau kegiatan.

Pernyataan diatas diperkuat dengan hasil wawancara dengan Bapak Jaya.

“ya perubahannya adalah neng yang tadinya males kalau shalat, puasa, ngaji, zakat, sekarang jadi engga males lagi karena kita semakin tahu kalau itu buat bekal kita nanti di akhirat, ya senang karena pengajian yang ka Adi adakan jadi bikin saya lebih paham dan ngerti tentang agama.”22

Pendapat yang sama pula di sampaikan oleh Bapak Aswani yang menyatakan bahwa dengan adanya kegiatan pengajian atau diskusi dan percakapan santai yang bermaanfaat dengan pembimbing agama dapat membuat perubahan dalam pengamalan agama pak Aswani.

“iya neng setelah adanya pengajian yang diadakan oleh ka Adi saya semakin tahu dan paham tentang agama neng, saya juga jadi semakin rajin neng kaya misalkan shalat ya walaupun masih sedikit ada yang bolong-bolong, puasa juga saya udah 2 tahun ini engga pernah ada yang bolong neng, ya alhamdulillah neng.23”

Seperti yang di ungkapkan oleh Bapak Jaya dan Bapak Aswani hal yang sama juga diungkapkan oleh Ibu Lia, berikut hasil wawancaranya.

“ada neng perubahan mah jadi semakin tau tentang agama neng jadi tambah rajin ya walaupun kadang ibu masih suka bolong-bolong ya neng shalatnya, puasanya tapi ya adalah perubahan mah neng, kalau ngaji iqra’ atau

22 Wawancara Pribadi dengan Bapak Jaya warga pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.08 wib. 23 Wawancara Pribadi dengan Bapak Aswani warga pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 19.44 wib. 70

alqur’an mah ibu engga bisa neng kalau mau belajar juga susah neng kan ibu mah kerja nyari barang jadi suka engga sempet kalau mau belajar neng.”24

Pernyataan tersebut di atas dapat diperkuat dari hasil wawancara dengan

Ibu Khaliyah sebagai berikut.

“iya ada perubahan ka, ya sedikit demi sedikit mah ka jadi rajin jadi tambah tau juga tentang agama ka, namanya itu kan buat bekal kita nanti di akhirat ka terus juga kan kalau anak tanya ya sedikit mah bisa jawab ka.”25

Pernyataan di atas dipertegas dari hasil wawancara dengan ka Adi, sebagai berikut.

“mereka memang mengalami perubahan dari yang dulunya kurang rajin shalat, puasa, dan ngajinya sekarang semakin rajin, yang dulunya kurang wawasan tentang pengetahuan agama sekarang menjadi tahu dan sedikit paham tentang agama, walaupun hambatan nya banyak sekali, ya saya bersyukur bahwa apa yang saya harapkan selama ini sedikit demi sedikit tercapai dalam artian saya sangat berharap bahwa warga pemulung bisa paham ya setidaknya tahu tentang ajaran agama mereka jangan sampai karena mereka tidak paham menjadikan pihak lain leluasa untuk memanfaatkan mereka contohnya seperti para misionaris dari gereja yang melakukan pengkristenisasian di lapak tersebut.”26

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa dampak atau pengaruh dari interaksi sosial dalam meningkatkan pengamalan agama adalah adanya pengaruh positif yang berupa perubahan terhadap tingkat pengamalan agama warga pemulung, seperti halnya lebih rajin mengerjakan shalat, dari rasa ingin lebih mengetahui tentang agama, ada keinginan dan disertai dengan usaha yang gigih untuk bisa membaca iqra ataupun Al-qur’an, itu sudah membuktikan bahwa interaksi sosial pembimbing agama terhadap pemulung dalam meningkatkan

24 Wawancara Pribadi dengan Ibu Lia warga pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.00 wib. 25 Wawancara Pribadi dengan Ibu Khaliyah warga pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 19.53 wib. 26 Wawancara Pribadi dengan ka Adi Pembimbing Agama di Lapak Pemulung, Selasa, 09 Desember 2014 pukul 20.31 wib. 71

pengamalan agama berhasil dilakukan walaupun belum sepenuhnya berhasil dikarenakan masih banyak warga pemulung yang masih belum tergerak hatinya untuk meningkatkan pengamalan agama mereka.

Hal ini dapat menjadi acuan bagi pembimbing agama untuk lebih semangat berusaha untuk meningkatkan kembali pengamalan agama warga pemulung sehingga mereka menjadi paham dan tidak buta tentang pengetahuan agama. BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan analisis penelitian penulis yang berjudul “Interaksi

Sosial Pembimbing Agama Pada Pemulung Dalam Meningkatkan Pengamalan

Agama Di Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang Selatan” dapat disimpulkan bahwa:

1. Bentuk interaksi sosial adalah dengan bekerjasama, pembimbing

agama juga melakukan beberapa kerja sama yang melibatkan warga

pemulung mulai dari orang tua sampai anak dari keluarga pemulung,

pembimbing agama selalu bekerja sama dalam hal apapun, seperti

bekerja sama dalam acara keagamaan bekerja sama dalam merenovasi

tempat atau fasilitas untuk mengaji, dan bekerja sama dalam

menggalang dana untuk keperluan mushalla. Kerjasama yang

dilakukan antara pembimbing agama dengan pemulung selalu

diterapkan di lapak pemulung, karena dengan adanya kerjasama bisa

mengeratkan hubungan antara pembimbing agama dan pemulung.

2. Dalam penelitian ini juga penulis menyimpulkan tentang dampak atau

pengaruh yang diperoleh dari interaksi sosial pembimbing agama pada

pemulung dalam meningkatkan pengamalan agama adalah dengan

adanya perubahan pada tingkat pengamalan agama mereka dengan

cara percakapan santai setiap harinya, pengajian atau diskusi dan

dengan bentuk kerjasama setiap melakasanakan acara atau kegiatan

keagamaan maupun kegiatan yang lain. Interaksi sosial pembimbing 72

73

agama terhadap pemulung dalam meningkatkan pengamalan agama

bisa dikatakan berhasil dilakukan walaupun tidak terlalu signifikan

dikarenakan masih banyak warga pemulung yang masih belum

tergerak hatinya untuk meningkatkan pengamalan agama mereka.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan kesimpulan diatas maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Pembimbing agama diharapkan dapat mengajak warga pemulung

untuk mengikuti setiap kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh

pembimbing agama dan bisa menambahkan lagi kegiatan-kegiatan

keagamaan untuk lebih membantu warga pemulung sehingga wawasan

mereka semakin bertambah sehingga warga pemulung tidak akan buta

lagi tentang agama. Dengan cara yang kreatif dan persuasif agar warga

pemulung tidak merasa bosan dan jenuh ketika mempelajari tentang

pengetahuan agama.

2. Kepada Yayasan Sahabat Bumi diharapkan dapat menjalakan kembali

salah satu program kegiatan yang diikuti oleh warga pemulung bukan

hanya anak-anak tetapi orang tua juga, sehingga orang tua dan anak-

anak bisa sama-sama belajar tentang agama dan bisa lebih

meningkatkan pengamalan agamanya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, dkk., Psikologi Sosial, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Arifin, Isep Zainal, Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah Bimbingan Psikoterapi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Bina Aksara, 1989, cet. Ke-6 ______, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1996. ______, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, Cet. Ke-12. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Cet. Ke-2. Departemen Pendidikan Nasional dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Cet. Ke-2. Faqih, Ainur Rohim, Bimbingan dan Konseling Islam, Yogyakarta: Universitas Indonesia Press, 2001, Cet. Ke-2. Gerungan, W. A., Psikologi Sosial, Bandung: PT Erosco, 1987.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1992, jilid II.

Hendropuspito, Sosiologi Agama, Yogyakarta: Kanisius 1983, Cet. Ke-1.

Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Utama, 1996, Cet. Ke-1 Janan, Ahmad, Etos Kerja Islami, Surakarta: Universitas Muhammadiyah, 2004.

Lutfi, M., Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. L.N, Syamsu Yusuf, dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, Cet. Ke-2. Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011, cet. Ke-29. Mu’awanah, Elfi, dan Rifa Hidayah, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009. Mulyadi, Adi, Langkah Sukses Menuju Indonesia Emas, Depok: Pusat Profil Muslim Indonesia, 2010.

74

75

Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya), Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Nasir, Etos Kerja Wirausahawan Muslim, Bandung: Gunung Jati Press, 1999.

Nasuhi, Hamid, et.al., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: CeQDA, 2007, cet. Ke-2. Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985, Cet. Ke-5. Nawardi, Koperasi serba Daur Ulang- Jati Dua, Bandung: Galang, 1983.

Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, Cet. Ke-1.

Oktasari, Veny, Pola Bimbingan Agama Pada Anak Komunitas Pemulung di Kelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang Selatan, Skripsi, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, 2011. Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dan Pusat Penelitian Sumber daya Manusia dan Lingkungan UI, Sistem pengelolaan TPA Bantar Gebang-Bekasi, Jakarta: PPSML-UI, 2000. Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001, edisi 111. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Puspito, D. Hendro, Sosiologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1983.

Razak, Yusran, Sosiologi Sebuah Pengantar, Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008. ______, dan Ervan Nurtawab, Antropologi Agama, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007. Salam, Syamsir, dan Amir Fadilah, Sosiologi Pembangunan, Jakarta: Lembaga Peneliti UIN Jakarta, 2009, Cet. Ke-1. Sarwono, Sarlito w., Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 2003, cet.Ke-9. Soegijoko, dkk., Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia, Bandung: Yayasan Soegijanto Soegijoko, 1997. Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. 76

______, dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo persada, 2013, Cet. Ke-45. ______, Sosiologi Suatu pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. Syarbaini, Syahrial, dkk, Konsep Dasar Sosiologi dan Antropologi Teori dan Aplikasi, Jakarta: Hartono Media Pustaka, 2012. Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta; Balai Pustaka, 1999, Cet. Ke-10. Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis integrasi), Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2007. Walgito, Bimo, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2003. Walgito, Bimo, Bimbingan dan Konseling (Studi & Karier), CV. Andi Offset, 2004. Winkel , W. S., dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Yogyakarta: Media Abadi, 2004, Cet. Ke- 3.

Gambar 1

Pengajian ibu-ibu

Gambar 2

Ka Osin saat sedang mengajar anak anak warga pemulung

Gambar 3

Pengajian ibu-ibu

Gambar 4

Kondisi lapak warga pemulung

Gambar 5

Pemukiman warga pemulung dan musholla yang berada dilapak pemulung