View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE

provided by Biocelebes

Biocelebes, Juni 2010, hlm. 01-13 ISSN: 1978-6417 Vol. 4 No. 1

Kajian Beberapa Aspek Botani Anggrek Endemik Coelogyne celebensis J.J. Sm. dari Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah

Ramadanil1)

1) Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu, Sulawesi Tengah 94117 E.mail: [email protected]

ABSTRACT

A research about the study on some botanical aspects of an endemic orchid Coelogyne celebensis J.J.Sm from Lore Lindu National Park has been conducted from March to November 2009. The research was located at the western part of Lore Lindu National Park, Herbarium Celebense (CEB) UNTAD, Orchid house of Bogor Botanic Garden, and the Herbarium Bogoriense (BO) Cibinong West Java. The survey method in the field was used to collect the living material of Coelogyne celebensis J.J.Sm, and then the description of the orchid was done at the Herbarium Celebense (CEB), Herbarium Bogoriense and Bogor Botanic Garden. The data of some botanical aspects included morphological characteristics, ecological (bitoik and abiotik) factor and social economic of the community who living around the habitat of the orchids were presented.

Key words: Endemic orchid, botanical aspect, Coelogyne celebensis J.J.Sm, Lore Lindu NP.

PENDAHULUAN dengan pulau-pulau lain di Indonesia, hal ini terbukti belum banyak publikasi yang Indonesia merupakan salah satu menyangkut flora Sulawesi. Sampai sejauh negara tropika yang kaya dengan ini baru terdapat beberapa checklist seperti keanekaragaman hayati tumbuhan, ”Checklist of Woody of Sulawesi” diperkirakan terdapat 40.000-45.000 (Keßler et al. 2002), ”The Cataloque of jenis tumbuhan berbunga (Ministry of Bryophyta of Sulawesi” (Gradstein et al. Environmental and Population Republic 2005), ”The Orchid of Sulawesi and of Indonesia 1997), sebagian besar Mollucas” (Thomas and Schiteman 2002), keanekaragaman tumbuhan tersebut ”The Checklist of Tree Flora of Sulawesi” baik persebaran, ekologi dan (Whitmore dan Tantra, 1989), dan beberapa taksonominya belum banyak dipahami monograp yang terdapat dalam Series buku terutama yang terdapat di Sulawesi atau Flora Malesiana. Walaupun demikian dalam di bioregion ”Wallacea”, sebuah wilayah 5 tahun terakhir telah banyak publikasi- unik yang kaya dengan flora-fauna publikasi ilmiah dalam bentuk manuskrip endemik. Diperkirakan 15% flora alami di yang diterbitkan di berbagai jurnal ilmiah Sulawesi merupakan endemik Sulawesi, berstandar nasional ataupun internasional di sisi lain penelitian terhadap flora (Pitopang et al 2002, 2004, 2005, 2006, Sulawesi kurang sekali dibanding 2007, 2008; Kessler et al 2005; Roos et al

1

Jurnal Biocelebes, Vol. 4 No. 1, Juni 2010, ISSN: 1978-6417

Ramadanil Biocelebes, Vol. 4 No. 1

2004; Cannon et al. 2007; Culmsee and dataran Sulawesi (Thomas & Schuiteman Pitopang, 2007; Mogea 2004, 2005; 2002; Yuzammi dan Hidayat 2002). Gradstein et al 2007; Salah satu jenis anggrek yang kurang Dalam beberapa tahun terakhir ini dipelajari aspek botaninya adalah keanekaragaman hayati flora ataupun Coelogyne celebensis J.J.Sm (Gravendel fauna Sulawesi terancam 2000). Anggrek jenis ini merupakan salah keberadaannya secara serius oleh satu jenis anggrek alam yang hanya aktifitas manusia melalui konversi habitat terdapat di Sulawesi (endemik Sulawesi), alami menjadi peruntukan lain seperti bersifat efifit dan mempunyai habitat perkebunan, ”legal ataupun illegal terutama pada hutan dataran rendah hingga logging”, kebakaran, perburuan serta ketinggian 1200 m dpl seperti di beberapa aktifitas lain yang dapat menyebabkan lokasi di Taman Nasional Lore Lindu terjadinya penurunan populasi (Yuzammi dan Hidayat 2002; Pitopang et al. keanekaragaman hayati tersebut di 2002). habitat aslinya, bahkan statusnya dapat Secara ringkas deskripsi Coelogyne menjadi genting dan mengalami celebensis J.J.Sm adalah bersifat efifit, kepunahan. Dari sisi yang lain seperti tumbuh berumpun, daun lebar berbentuk telah dinyatakan sebelumnya bahwa elip, warna hijau terang, panjangnya 21-41 pengetahuan ilmiah terhadap flora cm, lebar 6-13,5 cm. Umbi berwarna hijau tersebut masih terbatas. dengan lingkar 5-10 cm, panjang 5-10 cm. Anggrek () merupakan Bunga berwarna putih terang, bibir bunga salah satu suku tumbuhan yang memiliki berwarna coklat kehitaman, tugu berwarna tingkat endemik yang tinggi di Sulawesi. kuning, panjang tandan bunga mencapai 31 Thomas dan Schuiteman (2002) cm (Yuzammi dan Hidayat 2002). melaporkan sejumlah 817 spesies Selanjutnya dikatakan bahwa salah satu anggrek dalam 128 genus yang berasal anggrek asli Sulawesi ini perlu mendapat dari Sulawesi dan Maluku. 151 dari total perhatian karena keberadaannya di alam jenis anggrek tersebut merupakan yang semakin terancam. Bunganya yang endemik Sulawesi termasuk diantaranya berbentuk seperti lalat atau belalang adalah Vanda celebica, Adenoncos terbang, menarik untuk dijadikan tanaman celebica Schltr, Adenoncos nasonioides hias. Schltr, Appendicula kjellbergii J.J.Sm, Berdasarkan hasil pengamatan yang Appendicula linearis J.J.Sm, Appendicula dilakukan di beberapa lokasi di Taman salicifolia J.J.Sm, Appendicula triloba Nasional Lore Lindu menunjukan jenis Schltr, Bracisepalum densiflorum de anggrek ini sudah mulai jarang ditemukan Vogel, Bracisepalum selebicum J.J.Sm, hal ini disebabkan oleh kerusakan habitat anguipes Schltr, dan perburuan. Mogea et al (2001); Bulbophyllum accuminatifollium J.J.Sm, Yuzammi dan Hidayat (2002) Bulbophyllum amblyoglossum Schltr, menggolongkan status konservasi Bulbophyllum agapethoides Schltr, Coelogyne celebensis J.J.Sm ke dalam Bulbophyllum hastiferum Schltr, kategori “ Rawan/ Vulnarable”. Oleh sebab Bulbophyllum laxiflorum var celebicum itu penyelamatan salah satu anggrek Schltr, Bulbophyllum lokonense Schltr, endemik Sulawesi ini mutlak diperlukan Bulbophyllum klabatensis Schltr, sebelum keberadaannya betul-betul punah Ceratostilis vagans Schltr, Phalaenopsis di alam. Penelitian terhadap beberapa celebensis Sweet, Coelogyne aspek botani dari anggrek tersebut sangat celebensis J.J. Sm. dan lain-lain yang diperlukan dimana diharapkan hasil secara alami hidupnya terbatas hanya di

2

Jurnal Biocelebes, Vol. 4 No. 1, Juni 2010, ISSN: 1978-6417

Ramadanil Biocelebes, Vol. 4 No. 1

merupakan data dasar yang berguna menggunakan lux meter, sedangkan tekstur untuk pelestarian dan budidaya flora tanah diukur secara secara visual. Arah tersebut. dan kecepatan angin menggunakan anemometer. Posisi geografi seperti ketinggian tempat menggunakan altimeter, METODE PENELITIAN lintang (longitude), bujur (latitude) akan diukur menggunakan GPS (Global Tempat dan Waktu Penelitian Positioning System ) merek Garmin 12 Penelitian ini dilakukan di channels. beberapa lokasi di Desa Toro, Kecamatan Kulawi, Kebun Raya Bogor Vegetasi dan Herbarium Bogoriense, Cibinong Faktor lingkungan biotik meliputi dari April sampai Oktober 2009. keberadaan flora dan fauna yang berasosiasi dengan anggrek Coelogyne Bahan dan Alat celebensis J.J.Sm. tersebut di habitat Gunting stek (”Prunning cutter”), aslinya. Meliputi data kualitatif dan GPS (“Global Positioning System”), kuantitatif. Keanekaragaman jenis Altimeter, Kompas, Branch Cutter, tumbuhan efifit lain di sekitar habitat diamati Vertex, Galah, Hand lens, Electric stove, secara kualitatif sedangkan data kuantitatif Oven, Tree Climbing equipment (baik digunakan untuk analisis vegetasi dengan ”Single rope technique ataupun Iron foot cara membuat petak tunggal yang technique”), Parang, Martil, Label berukuran 50 X 50 m pada lokasi gantung, Spidol, Pensil 2 B, Plastik ditemukan jenis anggrek tersebut, Di dalam besar, plastic kecil, amplop, spiritus, plot 50 X 50 dibuat lagi subpetak 10 X 10 m alcohol, Gliserin, Spesimen anggrek (untuk pengamatan pohon > 10 cm), 5 X 5 Coeologyne celebensis J.J.Smit yang m untuk sapling (dbh 2-9,9 cm) segar yang berasal dari lapangan (Suryanegara dan Indrawan 1998), (koleksi anggrek di Kebun Raya Bogor) Pada setiap subpetak (recording dan Koleksi specimen Herbarium di units), seluruh individu pohon yang Herbarium Bogoriense (BO), Cibinong, berukuran dbh > 10 cm (“diameter breast Jawa Barat. hight”/ setinggi dada) dbhnya diukur menggunakan “Phi band” atau “Diameter Cara kerja di lapangan Tape”. Sedangkan tinggi bebas cabang dan Untuk mendapatkan specimen tinggi total dihitung menggunakan Vertex hidup dari anggrek Coelogyne (Sweden Model). Pencatatan juga celebensis J.J.Sm dilakukan survey di dilakukan terhadap tegakan tingkat tiang Taman Nasional Lore Lindu (Desa Toro (poles), pancang (sapling) dan semai dan Desa Mataue, Kecamatan Sigi (seedling) serta tumbuhan liana dan efifit, Biromaru) Survey dilakukan meliputi tumbuhan inang yang diidentifikasi sampai eksplorasi ke lapangan. Seluruh data tingkat spesies. ekologi lokasi dilakukan pencatatan. Seluruh morphospecies yang dapat dikenali dicatat nama jenisnya baik nama Pengamatan Faktor Lingkungan lokal ataupun nama ilmiah (“scientific Faktor lingkungan abiotik yang name”) sedangkan yang tidak dapat dikenal diukur secara langsung di habitatnya di lapangan dilakukan pengkoleksian adalah kelembaban (humidity), suhu specimen voucher untuk keperluan (temperature), dan titik embun. identifikasi dan determinasi. Pengukuran intensitas cahaya matahari

3

Jurnal Biocelebes, Vol. 4 No. 1, Juni 2010, ISSN: 1978-6417

Ramadanil Biocelebes, Vol. 4 No. 1

Pengamatan dan Pengukuran ovate (oval), ujung runcing (acute) hingga Terhadap Struktur Morfologi agak meruncing (acuminate), tepi daun Untuk pengukuran dan (margin) rata (entire), dasar daun pengamatan karakteristik morfologi menyempit ke tangkai daun, lembaran daun serta deskripsi anggrek Coelogyne panjang 26-32 cm, lebar 11-15 cm, daun celebensis J.J.Sm digunakan material muda menggulung, permukaan daun licin hidup (koleksi anggrek hidup) yang dan agak bergelombang berwarna hijau terdapat di rumah anggrek Kebun Raya muda dengan pertulangan berbentuk kurva Bogor serta specimen herbarium yang (curvinerve) yang jumlah anak tulang daun terdapat di Herbarium Celebense (CEB) 10. Permukaan bawah halus tidak berbulu. UNTAD dan Herbarium Bogoriense Tangkai daun (petiole) berukuran pendek (BO) Cibinong, Jawa Barat. Terminologi kira-kira 1 cm, berwarna hijau , berdiameter untuk deskripsi morfologi mengikuti 0,5 cm. Perbungaan (inflorescentia) prosedur Seidenfaden and Wood (1992) memiliki tangkai kira-kira 16,8 cm, warna dan Stearn (1992). hijau muda kaku seperti kawat, muncul dari tengah-tengah rongga daun muda, kadang- Analisis Data kadang tegak batang yang terjumbai Vegetasi sekitar habitat (pendulous), memiliki 4-5 buah bunga. Coelogyne celebensis J.J.Sm disurvey Bunga muda (kuncup muda) berbentuk dan dianalisis mengikuti rumus runcing panjang berwarna hijau, muncul Dumbois-Muller dan Ellenberg dari ruas-ruas tangkai bunga yang (Soerianegara and Indrawan 1998 ; berbentuk zig-zag hingga lurus. Bunga Setiadi et al. 2002) , sedangkan akan mekar secara simultan, kebanyakan Deskripsi tumbuhan (candara) terbuka luas, berukuran sedang, selintas menggunakan prosedur dari seperti lalat terbang berwarna kuning Seidenfaden and Wood (1992). muda-krem, mahkota bunga berwarna krem, kelopak lateral dan dorsal berwarna krem, seperti membran (membranous), HASIL DAN PEMBAHASAN tangkai bunga (pedicel) terete hingga agak bersudut, biasanya berbulu agak jarang. Hasil Sepal (cuping) median simetrik, berbentuk Deskripsi Botani Anggrek Coelogyne boat, oval hingga elip, sepal (cuping) lateral celebensis J.J. Sm. lebih kurang asimetrik , pertulangan 5-13, Herba, efifit pada pohon, kadang-kadang dengan. Petal simetrik. monopodial, Berkelompok terdiri atas 5- Buah berwarna hijau kekuning-kuningan, 12 pseudobulb (umbi), creeping, akar panjangnya 6 cm, seperti bersayap kokoh sepanjang rhizome. Rhizome (bersudut) terdiri atas 5-6 sudut. mahkota berukuran pendek atau panjang persisten, creeping, tunas muda agak rata, Spesimen Examine : Pitopang R. No. dengan “scale imbricate” dan seperti 4100 (CEB), J.J. Afriastini, 2007 (Tgl penyadap ke atas. Pseudobulb (umbi) 2.08.1993) berdaun 1 lembar, berwarna hijau (BO); Specimen keputihan, bagian atas berwarna hijau Culta in Bogor Botanic Garden. tua, bagian bawah hijau keputih-putihan, panjangnya 7,2 cm, berdiameter 7,8-9,3 Ekologi cm, berbentuk seperti belimbing yang Secara umum lokasi tempat tumbuh bersudut 4-5 . Daun herbaceus hingga anggrek endemik Coelogyne celebensis coriaceus, lembaran daun berbentuk J.J.Sm adalah efifit pada cabang-cabang

4

Jurnal Biocelebes, Vol. 4 No. 1, Juni 2010, ISSN: 1978-6417

Ramadanil Biocelebes, Vol. 4 No. 1

pohon di hutan primer hingga terganggu yang sama seperti Hoya sp dengan vegetasi pada tanah Tropudults (Asclepiadaceae), Photos rumphii dan Tropept yang berasosiasi dengan (Araceae), Freycenetia sp Dystropepts dan Fluvant. Kondisi iklim (Freycenetiaceae), Poikilospermum lokasi habitat anggrek tsb adalah suaviolens (Cecropiaceae), anggrek Liparis dengan nilai rata-rata kelembaban sp, Drymaria sp (paku-pakuan), dan relative (RH) di lokasi habitatnya adalah beberapa jenis anggrek efifit lainnya. 85.17 %, rata-rata kecepatan angin Habitat alami anggrek Coelogyne 0.396 m/s. Dengan suhu rata tahunan celebensis J.J.Sm juga merupakan habitat berkisar antara 22-25º C dan bulanan beberapa jenis satwa liar. Di antaranya sekitar 23.40° C, sedangkan radiasi tercatat sebanyak 37 jenis Avifauna (Aves) global rata-rata 17.57 MJ/M2. Dengan dimana 18 jenis merupakan jenis yang rata-rata curah hujan antara 2.000 dan bersifat endemik Sulawesi, 2 jenis 3,000 mm. merupakan endemik Wallacea, 16 merupakan jenis penetap yang juga Kondisi Vegetasi sekitar Habitat ditemukan dibagian barat atau timur Anggrek Coelogyne celebensis Sulawesi. Jenis burung tersebut adalah; tumbuh secara efifit pada berbagai “elang alap ekor totol“ (Accipiter trinotatus), tumbuhan inang. Beberapa jenis „madu sepah raja” (Aethopyga siparaja), tumbuhan yang digunakan sebagai “madu kelapa” (Anthreptes malacensis), inangnya adalah Pandanus “perling kecil” (Aplonis minor),”wiwik sarasinorum, Ficus sp, Dracaena kelabu” (Cacomantis merulinus), “wiwik nagustifolia dan Magnolia candoleii. uncuing” (Cacomantis sepulcralis), “cabak Pohon-pohon yang dominan di Sulawesi” (Caprimulgus celebensis), “bubut lokasi habitat anggrek tersebut adalah alang-alang” (Centropus celebensis), “palili” Lithocarpus celebicus ”kedasi gould” (Chrysococcyx russatus), (Fagaceae), “kaha” Castanopsis “kepodang sungu Sulawesi” (Coracina accuminatisima (Fagaceae) , “huka” morio), “kepodang sungu biru” (Coracina Gnetum gnemon (Gnetaceae), “kume” temminckii), “kangkok Sulawesi” (Cuculus Palaquium quercifolium (Sapotaceae) , crassirostris), “caladi Sulawesi” “kao dupa” Elaeocarpus musserii (Dendrocopos temminckii), “cabai (Elaeocarpaceae), Aglaia silvetris, punggung kelabu” (Dicaeum celebicum), “manitu Syzigium accuminatisimum, “cabai Sulawesi” (Dicaeum nehrkorni), “benuhu” Meliosma sumatrana, “ngkera” “srigunting jambul rambut” (Dicrurus Horsfieldia costulata ( Myristicaceae), “ hottentottus), “serindit Sulawesi” (Loriculus wulaya” Trema orientalis (Ulmaceae), “ stigmata)s, “celepuk Sulawesi” (Otus Ntorode” Pterospermum celebicum manadensis), “kadalan Sulawesi” (Sterculiaceae), “tabancoi Dracaena (Phaenicophaeus calyorhynchus). Selain itu angustifolia (Liliaceae), “tea” ( juga ditemukan 2 jenis mamalia besar yaitu Artocarpus elasticus (Moraceae), “baloli” “anoa” (Bubbalus sp) dan “kuskus” Artocarpus vrieseanus, “lebanu ntawa (Ailurops ursinus) dan 2 jenis primata yaitu Neonauclea intercontinentalis Macaca tonkeana dan Tarsius sp. (Rubiaceae), “konau” Arenga pinnata ( Secara umum anggrek Coelogyne Arecaceae), “wune” Antidesma stipulare celebensis hidup secara alami di sekitar (Euphorbiaceae) , dan “naho” Taman Nasional Lore Lindu, akan tetapi (Pandanus sp).. dari survey yang dilakukan populasinya Tercatat beberapa jenis tumbuhan cukup melimpah terutama di bagian barat efifit dan liana yang hidup pada inang TNLL, tepatnya di sekitar desa Toro.

5

Jurnal Biocelebes, Vol. 4 No. 1, Juni 2010, ISSN: 1978-6417

Ramadanil Biocelebes, Vol. 4 No. 1

Hutan-hutan yang menjadi habitat alami dan hal ini dilakukan bukan untuk dijual anggrek efifit di sekitar desa Toro atau meningkatkan pendapatan tetapi kondisinya kelihatan masih bagus, hal hanya sebagai hobi sampingan untuk ini disebabkan karena adanya upaya hiasan di pekarangan rumah. konservasi yang dilakukan oleh Masyarakat Ngata Toro memiliki masyarakat Toro dengan memberikan peraturan adat dan sistem pengelolaan perlindungan terhadap hutan berserta terhadap lingkungannya yang dilakukan ini biota yang hidup di dalamnya seperti berdasarkan atas filosofi “Mahintuwu hutan primer. Dari hasil pengamatan mampanimpu katuwua toiboli Topehoi” dan wawancara yang dilakukan hanya yang berarti “Melindungi kehidupan dan beberapa keluarga saja pada lingkungan secara bersama-sama masyarakat Toro yang melakukan budi sebagai kurnia dari Tuhan”. daya tumbuhan hias di halaman mereka

Gambar 1. Organ vegetatif dari Coelogyne celebensis J.J.Sm. A. Koleksi hidup di Kebun Raya Bogor (kiri atas), B. Koleksi specimen kering (herbarium) di Herbarium Bogoriense (kanan atas); C. Bentuk pseudobulb (umbi) pada specimen kering (kanan bawah); D. Pseudobulb (umbi) berbentuk creeping dari koleksi hidup (kiri bawah). Photograf : Ramadanil Pitopang (2009) atas izin Kebun Raya Bogor dan Herbarium Bogoriense. 6

Jurnal Biocelebes, Vol. 4 No. 1, Juni 2010, ISSN: 1978-6417

Ramadanil Biocelebes, Vol. 4 No. 1

A B

D C

E

Gambar 2. Organ generatif dari Coelogyne celebensis J.J.Sm. Searah jarum jam: A. Inflorescentia (kiri atas); B. Bentuk tangkai bunga yang zig-zag (kanan atas); C. Buah (kanan tengah); D. Bunga (kiri tengah); dan E. Bunga (bawah) Photograf: Ramadanil Pitopang (2009) atas izin Kebun Raya Bogor dan Herbarium Bogoriense.

7

Jurnal Biocelebes, Vol. 4 No. 1, Juni 2010, ISSN: 1978-6417

Ramadanil Biocelebes, Vol. 4 No. 1

Pembahasan berkembang sebagai Lithophyte atau sebagai teresterial (wood et al, 1993 dalam Genus Coelogyne Gravendel 2000). Di Papua New Guenea Lindley pertama sekali C.fragran sering tumbuh pada batang- mendeskripsikan anggrek genus batang pohon kecil di daerah hutan Coelogyne pada tahun 1821. Dia pegunungan yang agak terbuka, dimana menamakan Coelogyne berasal dari tumbuhan tersebut dapat menangkap bahasa Yunani ; “koilos”= sarah (litter) yang jatuh. Sedangkan bergaung/lubang dan “gyne”= spesies yang lain C.beccarii dapat dijumpai perempuan/wanita, karena kepala putik pada niche ekologi yang mirip pada hutan yang berbentuk cembung (concave). yang didominasi oleh Castanopsis Kemudian istilah istilah ini berubah terutama pada bukit atau gunung berbatu menjadi Coelogyne (Lindley, 1825). cadas. Genus Coelogyne terdiri atas 200 Kebanyakan jenis Coelogyne spesies yang terdistribusi di seluruh bunganya berukurannya sedang hingga Asia Tenggara dengan pusat utamanya besar dengan warna yang indah, di Kalimantan, Sumatra dan Himalaya penyebukan dibantu oleh lebah (Van der (Butzin, 1992 dalam Gravendel 2000). Pijl & Dodson 1966 dalam Gravendel Kebanyakan Coelogyne bersifat 2000), kumbang (O’Byrne 1994) atau efifit dan tumbuh secara alami di hutan penyengat (Wasp) (Carr 1928 ; Dressler primer pada elevasi yang luas mulai 1981 dalam Gravendel 2000). Beberapa dari permukaan laut hingga 3000 m jenis dengan karakteristik inflorescentia dpl. Sebagai contoh hutan hujan tropis yang panjang telah diseleksi dan secara dataran rendah Dipterocarp di luas telah pula dibudidayakan (De Vogel Kalimantan, Sumatra, Semenanjung 1992). sejumlah anggrek dari kelompok ini Malaysia banyak terdapat Coelogyne yang bersifat hybrid buatan telah menarik asperata, C. septemcostata dan C. perhatian untuk dibudidayakan secara xyrekes yang umumnya tumbuh komersil. sebagai efifit pada batang dan Coelogyne adalah salah satu 16 percabangan utama pohon di genera dalam subtribe Coelogyninae (tribe sepanjang aliran sungai, dimana Coelogyneae subfamily ) cahaya agak lebih terbuka dengan total spesies kira-kira 550 jenis dibandingkan dengan hutan pedalaman (Pederson et al 1997 dalam de Vogel yang ternaungi (Chan et al 1994 dalam 1992). Meskipun revisi beberapa seksi dari Gravendel 2000). Di hutan dataran Coelogyne telah dipublikasikan dalam rendah di pulau Jawa Coelogyne beberapa tahun terakhir ini namun sebuah flexuosa dan C. miniata tumbuh dalam treatment dan penelitian yang kelompok yang rapat pada batuan komprehensif terhadap seluruh spesies berlumut pada tingkat intensitas cahaya masih kurang diketahui. yang agak tinggi (Comber, 1990 dalam Gravendel et al (2000) telah Gravendel 2000). Pada hutan berawan melakukan studi biosistematik untuk di daerah Himalaya dimana iklim kering mempelajari hubungan kekerabatan dari dan temperature relative rendah genera Coelogyne secara molekuler C.cristata, C.fimbriata dan C.flaccida melalui analisis DNA. Spesies Coelogyne terdapat pada pohon yang ditutupi oleh yang dianalisisnya adalah sebagai berikut: lumut. Sementara itu pada vegetasi Coelogyne bicamerata J.J.Sm (dari alpine di pegunungan Kinabalu C. Sulawesi), C.virescens Rolfe, C.cristata papilosa didapatkan tumbuh dan Lindl, C.foertermanii Rchb.f (Serawak), C.

8

Jurnal Biocelebes, Vol. 4 No. 1, Juni 2010, ISSN: 1978-6417

Ramadanil Biocelebes, Vol. 4 No. 1

multiflora Schcltr (Sulawesi), C. (Culmsee dan Pitopang 2008) dan 132 sanderiana Rchb.f (Unknown), C. stricta jenis/ha (Pitopang et al. 2008). Selanjutnya (D.Donm) Schltr (Unknown), C. flaccid diinformasikan bahwa dari dihasilkan Lindl (Unknown), C. trinervis Lindl penemuan ilmiah yang penting dari segi (Unknown), C.fimbriata Lindl botani dimana dari seluruh jenis yang (Unknown), C. eberhardii Gagnep tercatat, beberapa diantaranya merupakan (Vietnam), C. miniata (Blume) Lindl rekor baru untuk Sulawesi. Menurut Baas (Jawa), C. chloroptera Rchb.f (Filipina), et al. (1990) bahwa Sulawesi adalah C.bilamellata Lindl (Filipina), C.cuprea merupakan hotspot biodiversity di dunia, H. Wendl & Kraenzl (Brunei), C.harana sementara itu keanekaragaman jenis J.J.Sm ( Kalimantan), C. kelamensis floranya sangat sedikit diketahui J.J.Sm (Kalimantan), C.flexuosa Rolfe disebabkan karena kurangnya studi atau (Unknown), C.plicattissima (Serawak), ekspedisi botani di kawasan tersebut, C.beccarii Rchb.f (PNG), C.macdonaldii sehingga untuk memahami segala aspek F.Muell & Kraenzl (Vanuatu), C. dayana termasuk taksonomi, ekologi maka Rchb.f (Unknown), C. rhabdobulbon penelitian botani sangat mutlak diperlukan. Schltr (Sabah), C.rochussenii de Vriese Pada level famili, hutan lokasi (Unknown), C.veluntina de Vogel penelitian anggrek di Toro didominasi oleh (Malay Peninsular), C. veitchii Rolfe famili Fagaceae. Hal ini mengindikasikan (PNG), C. asperata Lindl ( PNG), C. bahwa komposisi jenis tumbuhan di pandurata Lindl (Unknown). Sulawesi menunjukan pola yang berbeda Berdasarkan kekayaan jenis dengan bagian barat Indonesia yang pohon lokasi tempat tumbuh anggrek umumnya di dominasi oleh famili Coelogyne celebensis di desa Toro Dipterocarpaceae (Kartawinata 2004). memperlihatkan kekayaan jenisnya Menurut van Steenis (1950) bahwa agak rendah dimana di Bulu kalabui secara floristik Sulawesi masuk ke dalam terdapat 52 jenis/ 0,25 ha, sedangkan di Eastern Malesia, bersama-sama dengan Bulu Kuku 63 jenis/0,25 ha. Jika Maluku dan New Guinea. Hutan-hutan dibandingkan dengan penelitian yang Sulawesi dicirikan oleh hampir absennya sama di lokasi lain dimana Kessler et al Dipterocarpaceae, sebuah famili tumbuhan (2005) melaporkan 76 jenis pohon (dbh yang dominan pada hutan-hutan Malesia >10 cm) di Wuasa, 81 jenis/ 0,5 ha di bagian barat. Sebagai perbandingan Rompo (Brodbeck et al 2004), 45 jenis/ terdapat 267 jenis Dipterocarpaceae dan 0,25 ha di Kaduwaa (Mansyur 2003). 60% diantaranya endemik, di Sumatra 106 Berbedanya kekayaan dan komposisi species (10% endemik), dan Phillipines 45 jenis pohon di Taman Nasional Lore (50% endemik Philippines) tetapi hutan Lindu disebabkan oleh faktor Dipterocarpnya hampir semua sudah lingkungan yang berbeda antara satu dilakukan pembalakan (Jacobs 1981). lokasi dengan lokasi yang lain. Sebagai Secara keseluruhan di Sulawesi terdapat 6 perbandingan dengan hutan alam di jenis Dipterocarpaceae yang tercatat dan Asia Tenggara menunjukan bahwa hanya 2 dari mereka (Vatica rassak (Korth.) kekayaan jenis dapat dierptimbangkan Blume dan Sunaptera flavovirens (Slooten) dan dapat menjadi catatan bahwa Kosterm) yang ditemukan di seluruh bagian kekayaan jenis pohon di hutan pulau Sulawesi sedangkan 4 yang lain submontana di Sulawesi cukup tinggi. memiliki distribusi yang terbatas (Keßler et Penelitian terakhir yang dilakukan oleh al 2002). Famili Fagaceae juga di bagian barat Taman Nasional Lore menunjukan hamper seluruh fenomena, Lindu didapatkan hasil 121 jenis/ ha hanya 6 jenis Lithocarpus dan 2 jenis

9

Jurnal Biocelebes, Vol. 4 No. 1, Juni 2010, ISSN: 1978-6417

Ramadanil Biocelebes, Vol. 4 No. 1

Castanopsis yang diketahui dari selebensis, Tyto insexspectata dan Sulawesi, dibandingkan dengan 60 Geomalia heinrichi. Sampai saat ini 225 Lithocarpus dan 21 Castanopsis jenis burung telah tercatat dari Taman tercatat dari Borneo (Keßler 2002, nasional Lore Lindu, termasuk 78 endemik unpublished). Sulawesi serta 46 jenis tergolong langka ( Jenis-jenis satwaliar yang Anonim. 2002) ditemukan (terutama Mamalia, Aves) terdapat disekitar habitat anggrek Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar Coelogyne celebensis sebagian besar teridir atas Avifauna (Aves) dimana 18 Interaksi antara masyarakat lokal dan jenis merupakan jenis yang bersifat sumberdaya hutan telah lama terjadi endemik Sulawesi, 2 jenis merupakan khususnya menyangkut pengelolaan hutan endemik Wallacea, 16 merupakan jenis secara tradisional oleh masyarakat lokal penetap yang juga ditemukan dibagian yang sangat tergantung pada hutan, tidak barat atau timur Sulawesi dan 1 jenis hanya untuk penggunaan produk kayu, tapi merupakan burung pengungjung yaitu : juga produk hasil hutan non kayu seperti Cuculus saturatus (kangkok ranting), 2 rotan, tanaman obat dan sebagai basis jenis mamalia besar yaitu anoa aktivitas social (Mappatoba 2004). (Bubbalus sp) dan kuskus (Ailurops Secara umum, masyarakat lokal ursinus) dan 2 jenis primata yaitu yang tinggal dekat Taman Nasional telah Macaca tonkeana dan Tarsius sp. lama mempraktekkan sistem pertanian Tingginya tingkat endemik di tradisional dan interaksi dengan hutan, Sulawesi mengindikasikan Sulawesi yang ditunjukan oleh kemampuan memiliki fauna yang spesifik hal ini pengelolaan sumberdaya alam. Adalah disebabkan karena Sulawesi yang sebuah aturan (hukum) untuk masyarakat terpisah secara fisik dari dua daratan lokal, khususnya masyarakat asli (adapt) yaitu Asia dan Australia dalam jangka untuk membuaka hutan pada lokasi waktu yang lama mengakibatkan tertentu mereka diatur oleh pengemuka- kurangnya jenis satwa dibanding pengemuka adapt menurut pengakuan dengan pulau lain. Dibanding dengan mereka terhadap lahan adat. (Mappatoba pulau jawa, Pulau Sulawesi hanya et al. 1999). memiliki 114 jenis binatang menyusui Masyarakat Toro, adalah salah satu dan 263 jenis burung penghuni ttap contoh masyarakat local (adat) yang (resident), jika dibandingkan dengan memiliki hak dan hukum adat di Taman pulau jawa yang lebih kecil yang nasional Lore Lindu . Berdasarkan atas ternyata mempunyai 133 jenis binatang pemetaan partisipatif yang difasilitasi oleh menyusui dan 362 jenis burung. Namun NGO “Yayasan Tanah Merdeka”, hak-hak demikian kondisi ini menyebabkan pula adapt tersebut telah didokumentasikan. adanya jenis satwa yang ditemukan di Hak-hak masyarakat adat di Toro telah Pulau Sulawesi tapi tidak ditemukan diidentifikasi sebagai sebuah hukum adat ditempat lain (BAPPENAS 2002) yang kuat. Masyarakat lokal Toro telah Sebanyak 80 % dari seluruh jenis mengklaim hak ulayat adat mereka yang burung endemik dan 82% jenis langka terdapat di dalam kawasan Taman yang terdapat di Sulawesi dapat Nasional Lore Lindu untuk mereka kelola. diketemukan di Lore Lindu atau daerah Kawasan yang luasnya 22,950 ha telah sekitarnya. Diantaranya termasuk jenis- dikategorikan sebagai hak (hutan) adapt jenis yang paling jarang di Sulawesi menurut adapt mereka yaitu (1) zone inti seperti Rallus plateni, Scolopax (nuclear zone), yang mereka sebut

10

Jurnal Biocelebes, Vol. 4 No. 1, Juni 2010, ISSN: 1978-6417

Ramadanil Biocelebes, Vol. 4 No. 1

sebagai Wanangkiki, (2) Hutan primer DAFTAR PUSTAKA (wana) dimana aktifitas pertanian dilarang dalam wilayah ini (3) hutan BAPPENAS RI. 2003. IBSAP Dokumen sekunder yang mana telah digunakan Regional Pemerintah Republik sebagai pertanian dan perkebunan Indonesia. Strategi dan Rencana Aksi berpindah dan sekarang digunakan Keanekaragaman Hayati Indonesia untuk berbagai kegiatan menurut 2003-2020. Jakarta peraturan adat wilayah ini disebut Brodbeck F, Weidelt HJ and Mitlohner R. Pangale (4) Areal pertanian yang 2004. Traditional Forest Gardens in dibagi atas 3 bagian berdasarkan Central Sulawesi: A Sustainable Land kelompok umur hutan yang dialokasikan Use System? In; Land use, Nature untuk pertanian musiman dan tanaman Conservation and the Stability of tahunan. Rainforest Margins in Southeast Asia. Eds: Gerold, G., M. Fremery, and E. SIMPULAN Guhardja. Springer-Verlag, Berlin 1. Anggrek Coelogyne celebensis Heidelberg. J.J.Sm merupakan anggrek efifit, Cannon, C. H., Summer, M., Hartig, J.R. & herbaceus yang menyukai tumbuh Kessler, P.J.A. 2007. Developing inang Pandanus sarasinorum, Ficus Conservation priorities based on forest sp, Dracaena angustifolia dan type, condition, and threats in a poorly Magnolia candoleii. known ecoregion: Sulawesi, Indonesia. 2. Secara umum lokasi tempat tumbuh Biotropica, 39 :747-759 anggrek endemik Coelogyne Culmsee, H and Pitopang, R (Accepted) : celebensis J.J.Sm adalah efifit pada Tree diversity in sub montane and cabang-cabang pohon di hutan lower montane primary rain forest in primer hingga terganggu dengan Central Sulawesi. Blumea vegetasi pada tanah Tropudults dan Tropept yang berasosiasi dengan De Vogel, E.F. 1992. Revisions in Dystropepts dan Fluvant. Dengan Coelogynae (Orchidaceae) IV nilai rata-rata kelembaban relative Coelogyne Section Tomentosae. (RH) di lokasi habitatnya adalah Orchid Monographs 6 (1992) 1-42, 85.17 %, kecepatan angin rata-rata Rijksherbarium/Hortus Botanicus, 0.396 m/s, rata-rata suhu tahunan Leiden University, the Netherlands. antara 22-25º C dan bulanan 23.40° Gradstein SR, Tan B, King C, Zhu RL, C, radiasi global rata-rata 17.57 Drubert C & Pitopang R. 2005. MJ/M2, dengan curah hujan antara Catalogue of the Bryophytes of 2.000 dan 3,000 mm. Sulawesi, Indonesia. Journal of Hattori Botanical Laboratory 98: 213-257 SARAN Gravendeel B. 2000. Reorganising the Disarankan untuk memebrikan Orchid Genus Coelogyne, a perlindungan menyeluruh terhadap Phylogenetic Classification based on habitat anggrek Coelogyne celebensis Molecules and Morphology. National khususnya di Taman Nasional Lore Herbarium Nederland, Universiteit Lindu. Untuk penelitian selajutnya Leiden branch. disarankan pengkajian terhadap aspek Gravendeel, B. M.W. Chase; E.F. De genetiknya seperti DNA. Vogel, M.C. Roos, T.H.M.Mes and K. Rachmann. 2000. Molecular Phylogeny of Coelogyne (Epidendroideae, 11

Jurnal Biocelebes, Vol. 4 No. 1, Juni 2010, ISSN: 1978-6417

Ramadanil Biocelebes, Vol. 4 No. 1

Orchidaceae) based On Plastid Mappatoba M. 2004. Co-Management of Relps, Matk and Nuclear Ribosomal Protected Areas. The case of Its Sequences: Evidence for community agreements on Polyphyly. Reorganising the Orchid conservation in the Lore Lindu National Genus Coelogyne. a Phylogenetic Park, Central Sulawesi-Indonesia. Classification based on Molecules Institute of Rural Development, Georg- and Morphology. National August University of Gottingen. Cuvillier Herbarium Nederland, Universiteit Verlag Gottingen. Leiden branch. Mappatoba M, Somba E, Saleh MS. 1999. Kartawinata K, Samsoedin I, Heriyanti M Survey System Pertanian I di 7 Desa and Afriastini JJ. 2004. A tree Tertinggal Kecamatan Kulawi, species inventory in a hectare plot Kabupaten Donggala, CSIAD-CP and at the Batang Gadis National Park. Dinas Tanaman Pangan Propinsi North Sumatra. Indonesia. Sulawesi Tengah. Reinwardtia 12 : 145-157 Ministry of State for Population and Kessler, M., P.J.A. Keßler, S.R. Environmental Republic Indonesia. Gradstein, K. Bach, M. Schmull and 1992. Indonesia Country Study on R. Pitopang . 2005. Tree diversity in Biological Diversity. Ministry of State for different land use systems in Central Population and Environmental Republic Sulawesi, Indonesia. Biodiversity Indonesia. Prepared for UNEP under and Conservation. The work Programme for Environment Keßler, P.J.A., M. Bos, S.E.C. Sierra Cooperation between The Republic of Daza, L.P.M. Willemse, R. Pitopang, Indonesia and The Kingdom of Norway and S.R. Gradstein. 2002b. Mogea, J.P. 2002. Preliminary Studi On the Checklist of Woody of Palm Flora of the Lore Lindu National Sulawesi, Indonesia. Blumea Park, Central Sulawesi, Indonesia, Suplement 14: 1-160. Biotropia No. 18 : 1-20 Keßler, P.J.A., R. Pitopang, M. Bos, and Mogea JP. 2005. Diversity and Density S.R. Gradstein. 2002a; Tree Palms and Rattans in Primary Forest, diversity of different land use Old Secondary Forest, and Recent systems at Lore Lindu National Established Traditional Cacao and Park, Central Sulawesi Indonesia. Coffee Garden in Central Sulawesi, 14.Jahrestagung Gesell fur Indonesia. Abstract : Proceedings Tropenokolie, Goetingen, 21-24 International Symposium “The Stability Febr. 2002 of Tropical Rainforest Margins: Linking acobs, M. 1981. The Tropical Rain Ecological, Economic and Social Forest. A First Encounter. Springer- Constrains of Land Use and Verlag. Berlin Heidelberg. Germany. Conservation” Georg-August-University of Goettingen. September 19-23. 2005. Mansyur M. 2003. Analisis Vegetasi Hutan Di Desa Salua dan Kaduwaa. Pitopang R, Gradstein SR, Guhardja E, Taman Nasional Lore Lindu. Keßler PJA, Wiriadinata H. 2002. Tree Sulawesi Tengah. Proseding Composition in Secondary forest of Workshop dan Promosi Flora Lore Lindu National Park, Central Kawasan Timur Indonesia. Sulawesi, Indonesia. In: Land use, Denpasar Nature Conservation and the Stability of Rainforest Margins in Southeast Asia. Eds: Gerold G, Fremery M, 12

Jurnal Biocelebes, Vol. 4 No. 1, Juni 2010, ISSN: 1978-6417

Ramadanil Biocelebes, Vol. 4 No. 1

Guhardja E. Springer-Verlag, Berlin Composition of old Growth Secondary Heidelberg. Forest in Lore Lindu National Park, Pitopang R, Gradstein SR. 2003. Central Sulawesi, Indonesia. In Herbarium Celebense (CEB) and its Proceedings of International role in supporting research on plant Symposium of Tropical Rainforests and diversity of Sulawesi [in Indonesian]. Agroforests under Global Change. Biodiversitas 5: 36-41. October 5-9, 2008, Kuta Bali Indonesia Pitopang R, Gradstein SR, Kessler PJA Pitopang R. Khaeruddin, I and Rizal, A. & Guhardja E. 2004a. 4 Years 2008. Biological Diversity of Morowali Herbarium Celebense. Sixth Nature Reserves. In Proceedings of International Flora Malesiana International Symposium of Tropical Symposium, Los Banos, Philippines, Rainforests and Agroforests under 20-24 Sept. 2004. Global Change. October 5-9, 2008, Kuta Bali Indonesia Pitopang R, Kessler M, Kessler PJA, Gradstein SR. 2004b. Tree Diversity Roos M, Kessler PJA, Gradstein SR & in Primary Forest, Secondary Forest Baas P. 2004. Species diversity and and Forest Garden in Central endemism of 5 major Malesian islands: Sulawesi, Indonesia. Abstract, Sixth diversity-area relationships. J. International Flora Malesiana Biogeogr. 31: 1893-1908 Symposium, Los Banos, Philippines, Setiadi D, Qoyim I, Muhandiono H. 2001. 20-24 Sept. 2004. Penuntun Praktikum Ekologi. Pitopang R.. 2006. Structure and Laboratorium Ekologi. Jurusan Biologi. Composition of Six Land Use Types FMIPA. Institut Pertanian Bogor. in the Lore Lindu National Park, Soerianegara I, Indrawan A. 1988. Ekologi Central Sulawesi. PhD Thesis. Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi School of Post Graduate. Bogor Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Agricultural University. Bogor Pertanian Bogor Pitopang R., and Khaeruddin, I. 2007. Thomas, S dan A. Schuiteman, 2002. Tree Diversity in Six Land Use Orchids of Sulawesi And maluku: A Types Differing in Use Intensity Preliminary Cataloque. Linleyana 17(1): in Central Sulawesi Indonesia. 1-72.2002 Eugenia” Vol 14 Nomor 1 Januari Van Stennis, C.G.G.J. 1950. Flora 2008. Fakultas Pertanian Malesiana 1. 1: 1 xx -1xxv. Universitas Sam Ratulangi Manado Veldkamp, J.F. & M.A.Rifai, 2002. Flora Pitopang R., Tjitrosudirdjo, S.S. and Malesiana Bulletin,Vol. 13(2) December Setiadi, D. 2008. Structure and 2002. Leiden : Rijksherbarium Composition of Understory Plant Whitmore ,T.C.,I.G.M. Tantra. 1989. Tree assemblages of Six Land Use Flora of Indonesia, Checklist For Types in The Lore Lindu National Sulawesi. Published By Agency for Park, Central Sulawesi Indonesia. J. Research and Development Forest of Bangladesh Journal of Plant Research and Development Center Taxonomy. 15(1): 1-12, 2008 Bogor Indonesia (June). Yuzammi and Hidayat. 2002. The Unique, Pitopang R. Culmsee H., Mangopo, H., Endemic and Rare Flora of Sulawesi. Kessler, M., and Gradstein S.R. Bogor: Bogor Botanical Garden. 2008. Structure and Floristic

13

Jurnal Biocelebes, Vol. 4 No. 1, Juni 2010, ISSN: 1978-6417

Ramadanil Biocelebes, Vol. 4 No. 1

14

Jurnal Biocelebes, Vol. 4 No. 1, Juni 2010, ISSN: 1978-6417