PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

PERAN BADAN KONSTITUANTE PADA MASA PEMERINTAHAN DEMOKRASI LIBERAL

1955-1959

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Disusun oleh:

Florianus Nelson Marius Sedik

071314014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2012 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

PERAN BADAN KONSTITUANTE PADA MASA PEMERINTAHAN DEMOKRASI LIBERAL

1955-1959

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Disusun oleh:

Florianus Nelson Marius Sedik

071314014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012

i PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

ii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

iii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

MOTTO

“Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karuni

untuk mengajar, baiklah kita mengajar”

(Roma 12:7)

“Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang

bodoh menghina hikmat dan didikan”

(Amsal 1:7)

“Sukses seringkali datang pada mereka yang berani bertindak, dan jarang

menghampiri penakut yang tidak berani mengambil konsekuensi”

( Jawaharlal Nehru )

iv

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati kupersembahkan Skripsi ini Kepada:

™ Tuhan Allah Bapaku, Tuhan Yesus Kristus ™ Kedua orangtuaku bapak Gabino Sedik dan ibu Martina Fatemyang selalu mendoakandan mendukungku sampai perjalanan hidupku saat ini ™ Kakak-kakak dan adik-adikku yang selalu mendukung diriku dalam segala hal. ™ Teman-teman seperjuangan Pendidikan Sejarah angakatan 2007, khusunya kepada mas Damas, mas Suryo, mas Jaka, mas Andri, mas Buditerima kasih atas bantuan dan kerjasama kalian selama ini. ™ Para pendidikku yang tiada pernah bosan selalu mengajar dan membimbingku. ™ Semua sahabat dan orang-orang yang telah Mengisi perjalanan kehidupanku. Terima kasih kuucapkan atas gegala kebaikan dan kebahagiaan yang telah kalian berikan kepadaku hingga saat ini. Semoga akan selalu menjadi kenangan yang terindah. Thank’s For All

v

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

vi

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

vii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

ABSTRAK

PERAN BADAN KONSTITUANTE PADA MASA PEMERINTAHAN DEMOKRASI LIBERAL 1955-1959

Florianus Nelson Marius Sedik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2012

Penulisan ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis tiga pokok permasalahan, yaitu: 1) Proses pembentukan Badan Konstituante, 2) Peran Badan Konstituante, 3) Pembubaran Badan Kontituante Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penulisan sejarah yang mencakup lima tahapan yaitu perumusan judul, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sumber), interpretasi dan historiografi dengan pendekatan sosial politik dan ditulis secara deskriptif analitis. Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa: 1) Proses pembentukan Badan Konstituante melalui pemilihan umum tanggal 15 Desember 1955 masa Pemerintahan Kabinet Burhanuddin Harharap. Pemilihan umum ini menghasilkan 514 Anggota Konstituante yang bertugas menyusun undang-undang dasar baru menggantikan UUD 1945 sesuai dengan Konstitusi 1950. Setelah terpilih 514 maka pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 1956 Anggota Kontituante dilantik langsung oleh Presiden . 2) Badan Konstituante mulai bekerja pada bulan November 1956 dan berakhir pada tanggal 5 Juli 1959. Pada masa kerja tersebut, Badan Konstituante berhasil menyepakati hal-hal yang penting tentang dasar negara dan HAM dan demokrasi. 3) Pada awal tahun 1959 Badan Konstituante mengalami masa reses yang disebabkan oleh beberapa hal: kegagalan dalam membentuk undang-undang dasar baru, kekuatan politik Angkatan Darat, dan dominasi Presiden Ir. Sukarno. Dengan macetnya Sidang Konstituante membuat Presiden mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 yang menyatakan tentang pembubaran Badan Konstituante.

viii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

ABSTRACT

THE ROLE OF CONSTITUENCY COUNCIL IN THE PERIOD OF LIBERAL DEMOCRACY GOVERNMENT 1955-1959

Florianus Nelson Marius Sedik Sanata Dharma University Yogyakarta 2012

The purposes of this paper writing were to describe and to analyze three main problems: 1) Establishment process of Constituency Council, 2) the role of Constituency Council, 3) dissolution of Constituency Council. This paper used historical writing method which compromises five stages namely title formulation, data gathering, verification, interpretation and historiography with social politic approach and written in analytically description. The paper found result that: 1) Establishment process of Constituency Council was through general election in 15th December 1955 in the period of Burharuddin Harharap cabinet governance. The general election got 514 Constituency members who were in charge in arranging the new constitution to replace 1945 constitution according to 1950 constitution. After the election, all the elected members were inaugurated by President Sukarno in heroes day, 10th November 1956. 2) Constituency Council was active from November 1956 to 5th July 1959. During the time, Constituency Council succeeded in taking the deals for crucial issues that democration and human right. 3) In the beginning of 1959, Constituency Council faced the recess caused by some reasons: the failure in arranging the new constitution, political power of the army, and President Sukarno domination. The stuck of Constituency Session enforced the President to publish Decree in 5th July 1959 about the dissolution of Constituency Council.

ix

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PERAN BADAN KONSTITUANTE PADA MASA PEMERINTAHAN DEMOKRASI LIBERAL 1955-1959”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlepas dari batuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. 3. Drs. A. Kardiyat Wiharyanto, M. M; selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing, membantu dan memberikan banyak pengarahan, saran serta masukan selama penyusunan makalah ini. 4. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma. 5. Seluruh karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan pelayanan dan membantu penulis dalam memperoleh sumber penulisan makalah ini. 6. Kedua orangtua penulis yang telah memberikan dorongan spiritual dan material, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma, serta seluruh keluarga besarku terimakasih atas dukungan dan doanya.

x

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

xi

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... ii HALAMAN PENGESAHAN ...... iii HALAMAN MOTTO ...... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ...... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...... vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...... vii ABSTRAK ...... viii ABTRACT ...... ix KATA PENGANTAR ...... x DAFTAR ISI ...... xi DAFTAR LAMPIRAN ...... xiii BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang ...... 1 B. Rumusan Masalah ...... 5 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...... 5 D. Sistematika Penulisan ...... 6 BAB II PROSES PEMBENTUKAN BADAN KONSTITUANTE ...... 8 A. Lahirnya Badan Konstituante ...... 8 B. Struktur Organisasi Badan Konstituante ...... 12 BAB III PERAN BADAN KONSTITUANTE...... 19 A. Penegasan Komitmen Terhadap Demokrasi ...... 20 B. Penegasan Komitmen Terhadap HAM ...... 22 C. Pengakuan Atas Masalah Kekuasaan...... 26 BAB IV PEMBUBARAN BADAN KONSTITUANTE ...... 30 A. Kegagalan Badan Konstituante Membentuk Undang-Undang Dasar Baru...... 30 B. Bangkitnya Angkatan Darat Dalam Politik Negara ...... 34 C. Munculnya Demokrasi Terpimpin...... 38

xii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB V KESIMPULAN ...... 44 DAFTAR PUSTAKA ...... 47 LAMPIRAN ...... 49

xiii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

SILABUS ...... 48 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ...... 51 HASIL PEMILU 1955 ...... 63

DAFTAR GAMBAR

Partai Peserta Pemilu 1955...... 67 Gedung Pertemuan Badan Konstituante ...... 67 Isi Dekrit Presiden 1955 ...... 68 Suasana Dekrit Presiden 1955 ...... 68

xiv

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konstitusi merupakan suatu hukum dasar, baik yang tertulis maupun

yang tidak tertulis ditaati dan dipatuhi sekelompok orang di daerah tertentu.

Hukum dasar yang tertulis disebut sebagai undang-undang, sedangkan yang

tidak tertulis disebut konvensi yaitu kebiasaan ketatanegaraan atau aturan-

aturan penyelenggaraan negara. Menurut Suharizal, secara sederhana

mendefinisikan konstitusi sebagai sejumlah ketentuan hukum yang disusun

secara sistematis untuk menata dan mengatur pokok-pokok struktur dan

fungsi lembaga-lembaga pemerintahan termasuk hal kewenangan dan batas

kewenangan lembaga-lembaga itu. Salah satu konstitusi yang dimaksud

dalam definisi tersebut adalah UUD 1945.1

Pentingnya UUD 1945 tidak lepas dari funginya sebagai suatu

konstitusi, seperti pembatas sekaligus pengawas terhadap keuasaan politik,

sebagai control kekuasaan dari penguasa, memberikan batasan-batasan bagi

para pengusa dalam menjalankan kekusaannya. Oleh karena itu, UUD 1945

adalah konstitusi modern diidentikkan dengan masalah pembatasan

kekuasaan serta perlindungan hak-hak warga negara.

Dalam kesejarahannya, UUD 1945 ini dirancang dalam suasana

ketergesa-gesaan. Kabar takluknya balantera Jepang pada Jenderal Dougglas

Mac Arthur amat mendadak dan tak terduga. Mau tidak mau, para bapak

1 Saragih, R. Bintan, Ilmu Negara, , Gaya Media Pratama , 1988, hal. 133

1 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 2

bangsa (founding father) dipaksa berburu dengan waktu untuk mengisi

kekosongan kekuasaan serta mengantisipasi kembalinya kolonial Belanda.2

Karena dikepung oleh situasi politik yang muncul akibat berkobarnya Perang

Pasifik, Perdebatan tentang materi UUD 1945 belum menghasilkan

kesepakatan final tentang beberapa masalah mendasar ketika harus disahkan.

Namun, para pendiri itu menyepakati untuk mensahkan lebih dulu UUD 1945

sebagai UUD sementara untuk kemudian, setelah merdeka kelak segera

dibuat UUD yang lebih permanen dan bagus. Dalam rentang waktu yang

amat singkat itulah, disusun rancangan UUD 1945. Satu konstitusi darurat

yang hanya bertugas mengantarkan gagasan (kemerdekaan) masuk

ke realitas konkrit bernegara.

Rumusan UUD 1945 yang ada saat ini merupakan hasil rancangan

BPUPKI atau dalam bahasa Jepang dikenal dengan Dokuritsu Junbi Cosakai

yang beranggotakan 21 orang dan diketuai oleh Radjiman Widiodiningrat.

Naskahnya dikerjakan mulai dari tanggat 29 Mei sampai 16 Juni3 1945. Jadi,

hanya memakan waktu selam 40 hari setelah dikurangi hari libur. Kemudian

rancangan itu diajukan ke PPKI dan diperiksa ulang. Dalam sidang

pembahasasam, terlontar beberapa usulan penyempurnaan. Akhirnya, setelah

melalui perdebatan, maka dicapai persetujuan untuk diadakan beberapa

perubahan dan tambahan atas rancangan UUD yang diajukan BPUPKI.

Perubahan pertama pada kalimat Mukadimah. Rumusan kalimat yang diambil

2 Malian, Sobirin, Gagasan Perluna Konstitusi Baru Pengganti , Yogyakarta ,UII Press, 2001, hal. 68 3 J.C.T, Simorangkir, Penetapan Undang-Undang Dasar Dilihat Dari Segi Ilmu Hukum Tata Indonesia, Jakarta, Gunung Agung, 1984, hal. 12 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 3

dari piagam Jakarta,”dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi

pemeluk-pemeluknya” dihilangkan, kemudian pasal 4 yang semula hanya

terdiri dari satu ayat, ditambah satu ayat lagi yang berbunyi, Presiden

Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD” dan,

juga dalam pasal ini semula tertulis,” wakil presiden di tetapkan dua orang”

diganti menjadi “satu Wakil Presiden”.Juga pada Pasal 6 ayat 1, kalimat yang

semula masyarakat presiden harus orang Islam dicoret.Diganti menjadi,”

Presiden adalah orang Indonesia asli”dan kata “mengabdi” dalam pasal 9

diubah menjadi “berbakti”.4

Usulan mengenai materi perubahan UUD baru muncul justru saat

menjelang berakhirnya sidang PPKI yang membahas pengesahan UUD 1945.

Pada tanggal 18 Agustus 1945 itu, Ketua Ir. Soekarno meningatkan masalah

tersebut, kemudian forum sidang menyetujui untuk diatur dalam pasal

tersendiri dan materinya disusun oleh . Tak kurang dari anggota

Dewantara, Ketua Soekarno serta anggota Soebarjo turut memberi tanggapan

atas rumusan Soepomo, pada pukul 13.45 waktu setempat, sidang menyetujui

teks UUD.

Dalam pidato penutupan, Presiden Ir. Soekarno menegaskan bahwa

UUD ini bersifat sementara dan, “Nanti kalau kita bernegara didalam suasana

yang lebih tenteran, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis

Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat UUD yang lebih lengkap dan

4 Muhammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 jilid 1, Jakarta, Yayasan, Prapanca 1959. hal. 153 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 4

lebih sempurna.”5 Dari pidato ini jelas bahwa UUD sejak semula memang

dipandang belum baik dan masih harus diperbaiki setelah keadaan

memungkinkan. Pandangan Soekarno bahwa UUD 1945 perlu diterima untuk

sementara, dan itu tak dapat dibantah sedikit pun oleh angota-anggota PPKI

yang lain, tertuang didalam UUD 1945 itu sendiri yakni didalam aturan

tambahan. Aturan tambahan jelas memuat sikap PPKI bahwa UUD 1945

adalah UUD interim dan karenanya PPKI memerintahkan agar setelah perang

pasifik UUD itu dibicarakan lagi untuk kemuadian ditetapkan oleh MPR.

Pada gerak pelaksanaanya konstitusi (UUD 1945) banyak mengalami

perubahan mengikuti perubahan sistem politik negara Indonesia. Perubahan

tersebut terjadi pada masa konstitusi RIS yang berlaku dari 27 Desember

1949- 17 Agustus 1950. Pada masa ini sistem pemerintahan yang sebelumnya

republik presidensil berubah menjadi republik parlementer (perwakilan).

Namun dalam perjalanan selanjutnya terjadi perubahan dalam sistem

kontitusi yang menganut pada UUDS 1950. Pada masa inilah dibentuklah

badan kontituante yang bertujuan untuk membentuk undang-undang baru.

Upaya yang dilakukan sidang Dewan Konstituante hingga tahun 1959 juga

belum berhasil menyusun satu undang-undang baru yang lebih lengkap dan

sempurna. Solusinya, UUD 1945 diberlakukan kembali melalui Dekrit

Presiden 5 Juli 1959 yang isinya antara lain membubarkan Konstituante dan

menetapkan kembali berlakunya UUD 1945 menjadi hokum dasar dalam

5 Op cit. hal 410. Lihat juga Bonar Sidjabat., Notulen Rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 18 Agustus 1945. hal. 12 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 5

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesejarahan konstitusi ini, jelas

mengakibatkan banyak dampak politis Indonesi pada masa itu

B. Rumusan Masalah

Untuk dapat memahami penulisan ini, dengan berdasarkan latar

belakang masalah dan judul di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana proses pembentukan Badan Konstituante?

2. Bagaimana peran Badan Konstituante pada masa pemerintahan

Demokrasi Liberal?

3. Mengapa Badan Konstituante dibubarkan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulisan makalh ini bertujuan

untuk:

a. Mendeskripsikan pembentukan awal Badan Konstituante

b. Mengalisis peran Badan Konstituante pada masa Demokrasi Liberal

c. Mendeskripsikan tentang pembubaran Badan Kontituante

2. Manfaat Penulisan

Manfaat Penulisan Makalah ini adalah:

a. Bagi Universitas Sanata Dharma

Selain untuk melaksanakan salah satu Tri Dharma perguruan tinggi

khususnya bidang ilmu pengetahuan sosial, makalah ini diharapkan PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 6

dapat melengkapi dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan sejarah

yang berguna bagi pembaca dan pemerhati sejarah di lingkungan

Universitas Sanata Dharma.

b. Bagi Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan mengenai sejarah Nasional Indonesia, lebih khususnya

tentang Peran Badan Konstituante Pada Masa Pemerintahan

Demokrasi Liberal 1955-1959, diharapkan dapat menjadi bahan

pelengkap dalam pembelajaran sejarah.

c. Bagi Pembaca

Makalah ini diharapkan mampu menarik minat pembaca untuk

mempelajari dan mendalami tentang sejarah Indonesia kontemporer,

khususnya mengenai Peran Badan Konstituante Pada Masa

Pemerintahan Demokrasi Liberal 1955-1959.

d. Bagi Penulis

Sebagai tolak ukur kemampuan penulis untuk meneliti, menganalisa,

membaca sumber-sumber sejarah, dan merekonstruksikan menjadi

suatu karya sejarah dan menambah wawasan tentang sejarah Indonesia

khususnya tentang Peran Badan Konstituante Pada Masa

Pemerintahan Demokrasi Liberal 1955-1959.

D. Sistematika Penulisan

Penulisan makalah tentang Peran Badan Konstituante Pada Masa

Pemerintahan Demokrasi Liberal 1955-1959. mempunyai sistematika

penulisan sebagai berikut: PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 7

Bab I Berupa pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,

permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan

sistematika penulisan.

Bab II Bab ini menyajikan tentang proses awal pembentukan Badan

Konstituante

Bab III Bab ini menyajikan tentang peran Badan Konstituante yang

berhasil meyepakati beberapa hala seperti dasar negara dan

HAM

Bab IV Bab ini menyajikan tentang pembubaran Badan Konstituante

Bab V Bab ini menyajikan kesimpulan dari pembahasan BAB I, BAB

II, BAB III, dan BAB IV.

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 8

BAB II PROSES PEMBENTUKAN BADAN KONSTITUANTE

A. Lahirnya Badan Kostituante

Badan Konstituante adalah lembaga negara Indonesia yang ditugaskan

untuk membentuk undang-undang dasar atau konstitusi baru untuk

menggantikan UUDS 1950. Pembentukan UUD baru ini diamanatkan dalam

Pasal 134 UUDS 1950 yang menyatakan, bahwa Badan Konstituante

bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS 1950.

Dalam Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia tertera pasal-

pasal yang berkaitan dengan badan yang disebut Konstituante itu. Berikut

dikutip pasal-pasal yang berkaitan dengan kedudukan, susunan, keanggotaan,

dan kewenangan badan tersebut antara lain (terlampir).

Kelahiran Badan Konstituante juga dilandasi oleh suatu pemikiran

bahwa Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang disahkan dengan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tanggal 15 Agustus 1950 itu

berpredikat sementara, hal ini tertera dalam konsiderans “Menimbang” dari

undang-undang dimaksud. Oleh karena itu perlu adanya suatu badan yang

menggarap dan menyusun undang-undang dasar yang tetap.6

Proses pembentukan badan konstituante dalam kesejarahanya tidak

lepas dari pidato Ir. Soekarno dalam membela rancangan UUD 1945

dihadapan BPUPKI pada tahun 1945, ia menyatakan “Undang-undang dasar

6 http://isfanl.blogspot.com/2012/02/pembubaran-konstituante-dan-lahirnya.html

8 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 9

yang dibuat sekarang ini adalah undang-undang dasar sementara. Kalau boleh

saya memakai perkataan: ini adalah undang-undang dasar kilat. Nanti kalau

kita telah bernegara di dalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan

mengumpulkan kembali Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) yang dapat

membuat undang-undang dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurana”.

Pidato ini kemudian ditegaskan lagi manifesto politik pemerintah yang

dikeluarkan pada tanggal 1 November 1945 sebagai tindak lanjut Maklumat

no. X, maka pemilihan umum bagi pemerintah konstitusional secara eksplisit

menyatakan “Sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum

sebagai bukti bahwa kita, cita-cita dan dasar kerakyatan itu benar-benar dasar

dan pedoman penghidupan masyarakat dan negara kita. Mungkin sebagai

akibat dari pemilihan itu pemerintah akan berganti dan undang-undang dasar

akan disempurnakan menurut kehendak rakyat kita yang terbanyak”.

Sehingga untuk itu, pemilihan umum ditetapkan dengan pengumuman

pemerintah tanggal 3 November 1945 dan pada mulanya akan

diselenggarakan bulan Januari 1946 oleh Kabinet Sjahrir pertama, tetapi

terpaksa ditunda berulang kali karena kekacauan akibat revolusi fisik yang

berkepanjangan pada masa mempertahankan kemerdekaan,.7

Dalam periode sesudah Desember 1945, pemilu untuk membentuk

Konstituante dan badan perwakilan menjadi bagian penting dari program

kerja setiap cabinet. Hal ini kemudian berlanjut pada masa Kabinet Hatta

(1949-1950) yang ingin membentuk badan konstituante yang berwenang

7 Adanan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintah Konstitusional di Indonesia, Jakarta, PT. Intermasa, 1995, hal. 29 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 10

menentukan bentuk negara, yaitu antara negara federasi dan negara kesatuan.

Tetapi, rencana itu didahului oleh perkembangan-perkembangan konkret

pada pembentukan negara kesatuan. Selama Kabinet Wilopo (PNI) 1952-

1953, rancangan undang-undang pemilu yang diajukan kepada parlemen 25

November 1952. Rancangan undang-undang yang berasal dari pemerintahan

ini disahkan pada tanggal 1 April 1953 dengan beberapa perubahan dan

berlaku sebagai undang-undang mulanya direncanakan pada tanggal 4 April

1953. Namun terjadi perubahan pada undung-undang terutama ketentuan

yang mengatur mekanisme pemilihan dan pemungutan suara dengan teknik

pemilihan yang sesuai dengan kondisi nyata yang berlaku di Indonesia.

Pendaftaran pemilu dimulai pada bulan Mei 1954 dan selesai pada bulan

November 1954, dengan mencetak 43.104. 464 orang yang mempunyai hak

pilih.

Pemilihan umum pertama tahun 1955 diselenggarakan masa Kabinet

Burhanuddin Harahap. Pemilu ini berlangsung dua periode, untuk periode

pertama berlangsung pada tanggal 29 september 1955 bertujuan membentuk

badan perwakilan dan untuk periode kedua berlansung pada tanggal 15

Desember 1955 bertujuan membentuk Badan Konstituante. Jumlah kursi

dewan perwakilan yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi

Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil

golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Pemilu untuk anggota Badan Konstituante dilakukan tanggal 15

Desember 1955. Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 11

tetapi di Irian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan, maka

kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante

menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara

Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot

114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR.

Hasil pemilihan umum 1955 sebagai berikut: Hasil pemilihan umum 1955

untuk Anggota DPR (enam besar):

1. Partai Nasional Indonesia (PNI)

2. Masyumi

3. Nahdlatul Ulama (NU)

4. Partai Komunis Indonesia (PKI)

5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)

6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)8

Terpilihnya 520 anggota Konstituante langsung diikuti oleh

pelantikannya pada tanggal 10 November 1956 oleh Presiden Ir. Soekarno.

Pada saat pelantikan Presiden mengingatkan dengan pesan-pesannya penting

yaitu:

1. Saya meminta saudara-saudara sebagai anggota-anggota Konstituante

menjadi penyambung lidah yang setia daripada 80-85 juta rakyat Indonesia

yang sedang berevolusi dan pahlawan rakyat yang telah berkorban dan

mati, yang tiap-tiap tahun pada tanggal 10 November kita peringati

8 http://www.syarikat.org/article/pemilu-indonesia-pertama-yang-damai-di-tahun-1955 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 12

2. Saya meminta supaya anggota Konstituante bersama-sama dengan

pemerintah segera menetapakan suatu”Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia”, yang sesuai dengan jiwa, watak dan kepribadian bangsa

Indonesia sendiri…..”

3. Saya minta janganlah Konstituante dijadikan tempat berdebat bertele-tele,

suatu medan pertempuran bagi partai-partai atau pemimpin-pemimpin

politik”.

Pesan tersebut disampaikan Presiden kepada anggota Konstituante

untuk selekas-lekasnya dan segera diganti dengan undang-undang yang baru

dasarkan pada ketentuna pasa 134 UUDS.9

B. Struktur Organisasi Badan Konstituante.

Terbentuknya Badan Konstituante UUD 1950 tidak mengatur struktur

organisasi Konstituante, tetapi Pasal 136 menetapkan bahwa semua pasal

dalam UUD 1950 tentang DPR dapat diterapkan pada Konstituante. Ini

menyiratkan makna bahwa Badan Konstituante sendiri dapat memilih ketua

dan wakil ketua berdasarkan Pasal 62 UUD 1950 tentang DPR, dan lebih

lanjut, badan ini dapat menetapkan Peraturan Tata Tertib berdasarkan Pasal

76 tentang DPR. Ini berarti bahwa sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat,

Konstituante sungguh-sungguh bebas dalam ketetapan-ketetapannya yang ada

untuk menentukan struktur organisasi, kepemimpinan, aparat serta PTTK

(Penjelasan Tata Tertib Konstituante). Untuk maksud itu, Badan Konstitnante

9 Kahar Hari Sumarni, Manusia Indonesia manusia , Jakarta, Ghalia Indonesia, 1984, hal. 174 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 13

membicarakan soa-soal tersebut dan sidang plenonya yang pertama pada

tahun 1956, termasuk membicarakan prosedur untuk memilih pemimpin,

yang kemudian disusul dengan acara pemilihan. Kemudian, Badan

Konstituante membahas dan menyusun PTTK, menentukan struktur

organisasi pembagian ke hak-hak dan tanggung jawab anggota, penyusunan

dan perubahan agenda, serta proses pemungutan suara. Dengan demikian,

Konstituante sekaligus juga menggariskan ketidaktergantungannya pada

pemerintah dalam penyusunan undang-undang dasar baru.

Dalam menyusun PTTK, Badan Konstituante menentukan organ-

organnya sebagai berikut: Sidang pleno, Pemimpin (ketua dan wakil-wakil

ketua), Panitia Persiapan Konstitusi, Komisi-komisi konstitusi, Panitia

Musyawarah, Panitia Rumah Tangga,) panitia-panitia lain (sebagaimana

dimaksudkan dalam Pasal 40 (2) PTT dan Sekretariat.

1. Sidang Pleno Konstituante

Sidang Pleno Konstituante merupakan badan tertinggi Konstituante

yang membuat keputusan mengenai rancangan undang-undang dasar dan

hal-hal yang berkaitan dengannya. Aparat-aparat lain hanya merupakan

bagian dari sidang pleno dan berada di bawahnya. Sidang ini harus

diadakan sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun dan harus

diadakan apabila dianggap peroleh Panitia Persiapan Konstitusi, atau atas

permintaan tertulis dari sekurang-kurangnya sepersepuluh dari jumlah

anggotanya. Sidang pleno harus dinyatakan terbuka untuk umat kecuali

apabila ketua menganggap perlu menutupnya, atau atas permintaan PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 14

sekurang- kurangnya 20 orang anggota. Semua keputusan; kecuali yang

dibuat dalam sidang tertutup harus diambil secara terbuka. Agenda sidang

pleno ditetapkan oleh Panitia Persiapan Konstitusi tanpa mengurangi hak

sidang pleno untuk mengubahnya. Setiap usul untuk mengubah agenda,

baik waktu, topik pembicaraan, atau penambahan topik-topik baru, harus

diajukan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani oleh sekurang-

kurangnya 20 oranganggota dan kemudian diserahkan kepada ketua

selambat-lambatnya dua hari sebelum, agenda tersebut dinyatakan berlaku.

2. Kepemimpinan Konstituante

Konstituante dipimpin oleh ketua dengan lima orang wakil ketua.

Mereka dipilih dari anggota Konstituante dalam rapat terbuka yang harus

dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua, pertiga dari jumlah anggota

Konstituante dan disahkan oleh Presiden. Sebelum pemilihan dan

pengesahan ketua, sidang akan diketuai oleh anggota yang tertua. Ketua

menjalankan tugas- tugas berikut: (1) merencanakan, mengatur, dan

memimpin pekerjaan Konstituante, (2) menjalankan Anggaran Dasar, (3)

memimpin sidang-sidang dan menjaga ketertibannya, (4) memberi izin

kepada anggota untuk berbicara, (5) menyimpulkan soal-soal yang

diajukan oleh anggota dan menyimpulkan keputusan-keputusan yang

diambil oleh siding, (6) memberi kesempatan yang layak bagi anggota

untuk berbicara tanpa gangguan, (7) mengumumkan hasil-hasil siding, dan

(8) menjalankan keputusan sidang. Wilopo (PNI) dipilih sebagai ketua; PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 15

Prawoto Mangkusasmito (Masyumi), Fatchurahman, Kafrawi (NU),

Leimena (Parkindo), Sakirman (PKI), dan Hidajat, Ratu Aminah (IPKI)

dipilih sebagai wakil-wakil ketua oleh sidang pleno yang berlangsung dari

tanggal 19 hingga 22 November 1956.10

3. Panitia Persiapan Konstitusi

Salah satu,organ penting dalam Konstituante adalah Panitia

Persiapan Konstitusi (PPK) yang mewakili semua golongan dan aliran

pemikiran yang terdapat di dalam Konstituante. Panitia tersebut dibentuk

menurut peraturan-peraturan berikut. Setiap golongan atau aliran, yang

mempunyai satu hingga tiga orang anggota berhak menunjuk seorang

wakil, setiap golongan yang mempunyai empat hingga enam anggota

berhak menunjuk dua orang wakil; dan seterusnya: Panitia Persiapan

Konstitusi: dibentuk pada tanggal 14 Februari 1957, anggotanya terdiri

dari 184 wakil dari berbagai fraksi yang mencerminkan berbagai;

golongan atau aliran dalam Konstituante. Ketua dan wakil-wakil ketua

juga menjadi anggota- anggota panitia ini. Tugas panitia persiapan ini

ialah: (1) mempersiapkan rancangan undang- undang dasar dengan cara

mengumpulkan bahan yang diperoleh dari pembahasan dalam sidang-

sidang panitia dan dalam sidang-sidang pleno dan menyusunnya kembali

serta mengajukannya,kembali ke sidang pleno untuk keputusan lebih

lanjut, (2) mengajukan semua pendapat yang berkaitan dengan undang-

10 Muhammad Yamin, Kostituante Indonesia Dalam Gelanggang Demokrasi, Jakarta, Djambatan 1956, hal. 23-24 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 16

undang dasar kepada sidang pleno dan (3) menyiapkan agenda untuk

sidang pleno yang dapat diubah oleh sidang tersebut.

Posisi strategisnya sebagai "dapur" Konstituante diperkuat pada

tahun 4,958 dengan, diubahnya Pasal 51 Anggaran Dasar yang

memungkinkan Panitia Persiapan Konstituante mengambil keputusan

berdasarkan mayoritas dua-pertiga dari jumlah anggotanya. Dengan

demikian, panitia tersebut berfungsi sebagai penyaring untuk soal-soal

yang akan didiskusikan oleh sidang pleno dan bahkan berfungsi sebagai

perancang pasal-pasal konstitusi daripada sebelumnya yang hanya terbatas

pada mendaftarkan dan meneruskan pendapat. Sejak itu hanya usul-usul

yang disetujui oleh sekurang-kurangnya setengah dari jumlah anggotanya

yang dapat diteruskan, kepada sidang pleno. Sidang panitia ini ditutup

untuk umum tetapi terbuka bagi anggota Konstituante yang bukan anggota

panitia itu sendiri Pekerjaan Panitia Persiapan Konstitusi dilaporkan

kepada sidang pleno.

4. Komisi-Komisi Konstitusi

Dalam menjalankan tugasnya, Panitia Persiapan Konstitusi diberi

wewenang untuk membentuk komisi-komisi konstitusi dari. para

anggotanya dengan tugas-tugas, tertentu menurut peraturan yang

ditentukan oleh panitia dan disahkan sidang pleno Konstuante. Jumlah

komisi seperti ini tidak ditentukan; komisi-komisi tersebut dibentuk sesuai

dengan kebutuhan. Setiap komisi konstitusi terdiri atas sekurang-

kurangnya tujuh orang anggota yang mewakili berbagai aliran pemikiran PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 17

atau golongan dan dari mereka dipilih seorang ketua serta seorang

rappoteur (juru bicara).

5. Panitia Musyawarah

Panitia Musyawarah terdiri atas ketua Konstituante sebagai anggota

sekaligus ketua panitia wakil-wakil ketua Konstituante dan antara 13

hingga 17, anggota Konstituani lainnya-yang mewakili berbagai golongan

dan aliran serta diangkat oleh Panitia Persiapa Konstitusi. Badan penting

ini antara lain bertugas merencanakan jadwal dan agenda sidang-sidang

pleno Konstituante untuk diserahkan kepada dan disetujui oleh Panitia

Persiapan Konstitusi mempersiapkan agenda untuk Panitia Persiapan

Konstitusi yang dapat mengubah agenda, tersebut dan mengajukan usul

kepada ketua Konstituante apabila dianggap perlu atau diminta oleh, ketua

Panitia Musyawarah tidak memerlukan kuorum untuk memulai sidang

tetapi hanya dapat mengambil keputusan berdasarkan mayoritas dua

pertiga apabila lebih, dari setengah jumlah anggotanya hadir Panitia

Musyawarah Konstitusi ini penting karena tugasnya miliputi koordinasi

kegiatan dan usul serta penyelesaian masalah yang timbul dalam sidang-

sidang pleno dalam Panitia Persiapan Konstitusi dan dalam komisi-komisi

konstitusi.

6. Panitia-Panitia Lain

Sekurang-kurangnya tiga panitia tambahan terbentuk: 1 Panitia

perumus, 2 Panitia Redaksi dan 3 Panitia Istilah. Selama sidang-sidang

pleno Konstituante beberapa panitia dibentuk untuk membuat kesimpulan PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 18

dari pembahasan tentang masalah tertentu, untuk menyusun konsep bagi

keptuusan yang akan diambil oleh sidang pleno, dan untuk merumuskan

pembagian fungsi badan-badan Konstituante. Berbeda dengan Panitia

Perumusan dan Panitia Redaksi yang hanya bersifat sementara. Panitia

Istilah merupakan panitia tetap, panitia ini terdiri atas seorang ketua, wakil

ketua, seorang sekretaris dan enam anggota yang diangkat atau dipilih dari

anggota-anggota panitia persiapan konstitusi.

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB III PERAN BADAN KOSNTITUANTE PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL

Setelah dilantik Presiden Soekarno, Badan Konstituante yang

beranggotakan 514 orang itu langsung bersidang. Pada masa persidangan pertama,

bulan November hingga Desember 1956 ini, Wilopo dari Partai Nasional

Indonesia (PNI) ditetapkan sebagai Ketua, didampingi lima Wakil Ketua, masing-

masing Prawoto Mangkusasmito dari Masyumi, Fatchurrahman Kafrawi dari

Nahdlatul Ulama (NU), Johannes Leimena dari Partai Kristen Indonesia

(Parkindo), Sakirman dari Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Hidajat Ratu

Aminah dari Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI).

Selanjutnya, dimulailah diskusi mengenai Peraturan Tata-tertib yang

mencakup organisasi Konstituante dan cara-cara kerjanya. Peraturan Tata-tertib

ini kemudian ditetapkan dalam sidang di semester pertama tahun 1957. Pada masa

persidangan ke dua tahun 1957, ada dua masalah yang diperdebatkan di

Konstituante, yakni pokok-pokok permasalahan yang akan dimasukkan ke dalam

Undang-undang baru (20 Mei-7 Juni) dan sistematika undang-undang dasar

tersebut (11-13 Juni). Dalam kedua perdebatan ini, terdapat dua pokok

pembahasan yang dianggap paling penting, yakni soal Dasar Negara dan hak azasi

manusia.11

Selama dua setengah tahun masa kerjanya, Konstituante telah peran penting

mencapai keputusan mengenai hal-hal penting yang berkaitan dengan cita-cita

11http://konsepnegaraideal.blogspot.com/2009/05/aspirasi-pemerintahan-konstitusional.html

19 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 20

pembentukan negara konstitusional. Peran Badan Konstituante tersebut akan di

bawah ini:

A. Penegasan Komitmen Terhadap Demokrasi

Seluruh usaha Konstituante mulai dari perumusan prosedur dan

pemilihan kepemimpinannya, penyusunan peraturan tata-tertib, penyusunan

agenda, perdebatan dan keputusan, hingga pemungutan suara terakhir

terhadap usul Pemerintah untuk kembali ke UUD 1945 merupakan

perwujudan demokrasi yang sesungguhnya, kebebasan berbicara yang utuh,

serta tekad yang mendasar untuk membentuk pemerintahan konstitusional

yang menjiwai sebagian besar anggotanya. Perkembangan menuju pemerin-

tahan yang lebih konstitusional telah dimulai dengan Maklumat Wakil

Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945. Sesudah maklumat itu, telah

diambil langkah-langkah penuh kesadaran menuju pelaksanaan cita-cita

kebebasan ke dalam yang menghasilkan pembentukan pemerintah yang

konstitusional, termasuk pertanggungjawaban kepada rakyat dan pembatasan

kekuasaan pemerintah. Pemerintahan konstitusional ini bertahan hingga

penyerahan kedaulatan kepada Indonesia pada akhir tahun 1949, pada saat-

saat yang sangat sulit, ketika Angkatan Bersenjata Belanda berusaha

menghancurkan Republik. Sesudah itu, diselenggarakan pemilihan umum

untuk membentuk Parlemen dan Konstituante. Konstituante itu sendiri

sebagai badan yang beranggotakan lebih dari 500 wakil rakyat Indonesia

yang dipilih dalam pemilihan umum yang bebas membuktikan bahwa demo-

krasi sesuai dengan kepribadian nasional Indonesia.12

12 Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusiona di Indonesia, Jakarta: PT. Intermasa , 1995, hal 409 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 21

Sukarno sering disebut sebagai sumber otoritatif dari tuduhan bahwa

demokrasi seperti yang dijalankan di negara-negara Barat tidak sesuai untuk

Indonesia. Tetapi sebenarnya antara 1945 dan 1956 Sukarno mendukung

pemerintahan berdasarkan sistem multipartai yang bertanggung jawab kepada

badan perwakilan rakyat (Komite Nasional Indonesia Pusat). Pada tahun 1952

Presiden bertahan melawan tekanan dari pimpinan militer untuk

membubarkan Parlemen. Memang benar bahwa pada tahun 1956 ia mulai

mengucapkan keraguan terhadap pemerintahan parlementer, sesudah

pemilihan umum gagal membentuk pemerintahan yang stabil. Akan tetapi,

dalam pidatonya pada pelantikan Konstituante tanggal 10 November 1956, ia

memuji Konstituante sebagai lembaga yang dipilih oleh rakyat untuk

merumuskan undang-undang dasar yang definitif, dengan menyatakan bahwa

semua undang-undang dasar yang selama itu dimiliki Indonesia bukan hasil

pertimbangan antara anggota-anggota Konstituante yang dipilih rakyat,

karena prasyarat bagi negara yang demokratis dan berdasarkan hukum ialah

undang-undang dasar yang dibentuk oleh rakyat sendiri. Tetapi, sesudah

mengakui wewenang Konstituante dan nilai demokrasi yang amat tinggi, ia

berkata: “pada waktu-waktu sepuluh tahun atau dua puluh yang akan datang,

maka tentu dapat mengoper demokrasi-liberal dari dunia Barat”…Untuk saat

ini pemakaian demokrasi oleh golongan yang kuat harus dibatas. Ini berarti

bahwa demokrasi kita untuk sementara haruslah demokrasi yang menjaga

jangan ada eksploitasi oleh golongan terhadap golongan lain. Ini berarti

bahwa demokrasi kita untuk sementara haruslah demokrasi

terbimbing,demokrasi terpimpin” PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 22

Di sini Sukarno tidak berpegang pada pendapat bahwa demokrasi

seperti yang terdapat di negara-negara Barat secara hakiki tidak cocok bagi

kepribadian Indonesia. Tetapi, dalam tahun 1950-an ia melihat bahwa di

bawah demokrasi seperti itu ada kemungkinan bahwa golongan yang kuat

akan mengambil keuntungan dari kelemahan golongan lain dengan

memerasnya. Karena itu, ia mendesak supaya golongan yang lebih kuat diberi

batasan-batasan sementara dan emansipasi golongan yang lemah diberi

prioritas utama. Pada tahun 1956 ia memperkirakan bahwa pada tahun 1966

atau 1976 golongan lemah ini akan cukup terbebaskan sehingga mampu

mencegah terjadinya pemerasan terhadap diri mereka; dengan demikian, pada

tahapan itu, demokrasi seperti yang berlaku di negaranegara modern di

seluruh dunia akan cocok-bagi rakyat Indonesia Namun, pelaksanaan

pemikiran Sukarno mengenai pola negara integralistik menghalangi

emansipasi golongan yang lemah, dan hanya memperkuat golongan yang

berkuasa, bertentangan dengan slogan-slogan mengenai keadilan sosial dan

konstitusionalisme.

B. Penegasan Komitmen Terhadap HAM

Konstituante melakukan pembahasan mengenai mengenai HAM empat

kali. Diskusi pertama berlangsung dalam sidang pleno tanggal 20 Mei hingga

13 Juni 1958 bersama dengan diskusi mengenai materi yang akan dimasukan

ke dalam UUD. Diskusi kedua berlangsung di dalam Panitia Persiapan

Konstusi dan Subkomisi HAM yang dibentuk oleh Panitia persiapan

Kostitusi. Subkomisi yang terdiri dari 43 anggota ini dibentuk pada tanggal PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 23

21 Agustus 1957 dengan tugas menyelengggarakan diskusi awal tentang

HAM. Subkomisi ini mengadakan beberapa rapat antara tanggal 21 Agustus

dan 2 September 1957.

Pada tanggal 4 November 1957 mendiskusikan dibentuk Panitia

Perumus untuk menyimpulkan hasil perdebatan tentang HAM dan

merumuskan rancangan keputusan tentaug HAM yang akan diambil oleh

sidang pleno. Laporan Panitia Perumus disampaikan pada tanggal 19 Agustus

1958. Laporan ini berisi 88 perumusan yang menyangkut 24 hak asasi yang

berasal dari daftar I; 18 hak warga negara; 13 hak tambahan yang belum

diputuskan apakah akan dimasukkan sebagai hak asasi manusia atau hak

warga negara; hak yang masih diperdebatkan; hak yang dihilangkan atau

digabung dengan hak lainnya. Untuk tiap kategori ini juga diusulkan prosedur

terbaik supaya dapat diambil keputusan.

Pada laporan tersebut akhirnya terdaftar 14 desideratum (hal yang

diperlukan namun belum ada) dan persoalan HAM tambahan yang muncul

dalam sidang pleno dan belum disebutkan di dalam keempat daftar hak yang

semula disusun Panitia Persiapan Konstitusi untuk dipertimbangkan di dalam

Konstituante. Desiderata tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hak jaminan kesehatan.

2. Hak untuk menikah menurut agama masing-masing.

3. Jaminan atas berlakunya hak dasar.

4. Jaminan terhadap anak-anak dan orang tua.

5. Hak-hak wanita, termasuk hak dalam perkawinan. PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 24

6. Hak atas Pasal 16 dan 25 Deklarasi Universal HAM 149

7. Jiwa Undang-Undang Dasar 1950 Pasal 28 (3) (hak buruh mendapat upah

yang layak).

8. Hak dasar yang muncul sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Demokrasi

Terpimpin dan ekonomi terpimpin.

9. Hak dan kewajiban bagi orang asing yang ingin menjadi warga negara.

10. Peninjauan asas domain yang menjadi altibat dari politik penjajahan untuk

dijadikan sumber pemberian erfpacht cultures.

11. Hak-hak pemeliharaan bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar.

12. Persoalan pembatasan pelaksanaan hak asasi dalam keadaan perang dan

darurat perang.

13. Hak memilih dan dipilih.

14. Kebebasan pers. 13

Sayangnya, hak-hak tersebut tidak dibahas lebih lanjut, juga tidak

diajukan untuk diputuskan dengan pemungutan suara atau dikembalikan

kepada Panitia Persiapan Konstitusi untuk dibuat perumusan akhirnya. Oleh

karena itu, hak-hak tersebut harus diinterpretasikan sebagai pernyataan dari

pandangan umum yang kuat yang muncul dalam Badan Konstituante bahwa

semua hak itu harus diakui.

Dalam pembahasan mengenai laporan ini partai-partai umumnya

menyatakan penghargaan mereka dan menerimanya sebagai laporan

pendaftaran. Tetapi, ada beberapa anggota yang menyesal karena usul mereka

13 Ibid, hal. 243 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 25

tidak dimasukkan. Sjafiuddin (Penyaluran) mengusulkan hak untuk tidak

kehilangan kewarganegaraan dan meminta supaya "hak warga negara untuk

dapat menuntut pelanggaran seseorang pejabat atau petugas terhadap hak-hak

kewarganegaraannya" ditambahkan pada hak untuk menerima ganti rugi

karena penangkapan yang melanggar hukum (butir 23 pada Daftar I). Ia juga

menginginkan tambahan , mengenai sanksi yang manusiawi dan hak warga

negara untuk menarik wakil-wakil mereka14 .

Yahya Yacub (PKI) menyarankan supaya Panitia Perumus menyusun

daftar hak yang diusulkan untuk dicabut selama perdebatan. Fraksinya

mengusulkan supaya usul-usul berikut ini dicoret dari kelompok hak-hak

yang dipersoalkan: larangan bagi perempuan untuk bersuami lebih dari

seorang; larangan propaganda antiagama; hak milik sebagai anugerah dari

Tuhan; milik umum sebagai hal yang suci dan tak dapat diganggu gugat:

pemikiran Islam bahwa hak milik merupakan anugerah dari Tuhan yang

mempunyai fungsi sosial demi keselamatan manusia dan masyarakat: nilai

yang amat tinggi yang diberikan oleh agama Islam pada upaya dan

pengorbanan kaum buruh: hak pengusaha untuk menutup perusahaan dan

memecat buruh. Da Costa (Partai Katolik) mengulangi pandangan fraksinya

supaya ketentuan Islam menjadi agama resmi negara dan ketentuan mengenai

"hak untuk menaati hukum Islam" dihapuskan dari kelompok hak yang masih

dipersoalkan. Ia juga menegaskan tuntutan fraksinya supaya hak

berdemonstrasi dan mogok dipindahkan dari kategori hak yang masih

14 Ibid, hal. 244 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 26

dipersoalkan ke kategori hak-hak dasar warga negara. Asmara Hadi (GPPS)

juga menunjuk pada dua hal yang tidak ada dalam laporan, yakni hak atas

hidup dan hak untuk tidak dijatuhi hukuman mati.

C. Pengakuan Atas Masalah Kekuasaan

Pada tahun 1945, selama perdebatan sekitar undang-undang:dasar di

dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan, para pemimpin Indonesia cenderung

mengidealisasikan negara Indonesia yang baru terbentuk itu dan terlalu

meremehkan masalah kekuasaan. Mereka tidak membayangkan perlunya

membatasi kekuasaan pemerintah atau menjamin HAM untuk mencegah

penyalahgunaan kekuasaan, meskipun baik Hatta telah mengingatkan.

Namun, sesudah pengalaman 14 tahun di dalam negara sendiri; sebagian

besar anggota Konstituante - terutama dalam perdebatan pada tahun 1958

mengenai HAM dan pada 1959 tentang kembali ke UUD 1945 -

menunjukkan bahwa mereka sudah memahami sepenuhnya bahwa kekuasaan

pemerintahan perlu dibatasi. Mayoritas anggota Konstituante menyadari

bahwa kekuasaan negara harus dibatasi oleh HAM dan oleh the rule of law.

dan bahma pemerintah harus mempertanggungjawabkan penggunaan

kekuasaannya. Pada tahun 1959, Pemerintah menyetujui tuntutan

Konstituante supaya amandemen pada UUD 1945 yang membatasi kekuasaan

pemerintah dimasukkan ke dalam Piagam dan supaya-piagam ini

diakui mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan ketentuan-ketentuan

di dalam UUD itu sendiri. PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 27

Segala pembatasan, segala peinyataan hak, segala perincian tugas

negara di dalam Undang-Undang Dasar tidak lain daripada kata-kata kosong

jikalau ... tidak didukung oleh kekuatan-kekuatan masyarakat sendiri, tidak

menipakan pemyataan serta penjelmaan daripada apa yang hidup di dalam

masyarakat sendiri15.

Mungkin Konstituante seharusnya lebih memperhitungkan pusat-pusat

kekuasaan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Tetapi, Konstituante selalu

mengadakan komunikasi yang terbuka dengan Pemerintah. Menteri-menteri

sering mengikuti sidang pleno. Setelah setiap kali sidang pleno, Ketua Badan

Konstituantesscara berkala memberi laporan kepada dan berkonsultasi dengan

Presiden. Pada tanggal 30 Juli 1958, Ketua Wilopo menyatakan dalam sidang

pleno bahwa para pemimpin Konstituante bersama dengan Pemerintah

bersepakat bahwa Badan Konstituante harus menyelesaikan rancangan

undang-undang dasar baru selambatlambatnya pada 26 Maret 1960, yakni

sebelum pembentukan Parlemen baru hasil pemilihan umum yang akan

segera dilaksanakan. Pada hari itu juga, Perdana Menteri Djuanda

menyampaikan usul untuk mempercepat kerja Konstituante. Karena itu Badan

Konstituante memang mempercepat pekerjaannya dengan memperluas

wewenang Panitia Persiapan untuk mengambil keputusan mengenai hal-hal

yang akan dibahas dalam sidang pleno.

Pada awal sidang pleno pertama tahnn 1959, Badan Konstituante

mengubah acaranya untuk mendengar usul Pemerintah yang disampaikan

15 Ibid, hal. 412 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 28

oleh Presiden Sukarno pada tanggal 22 April 1959. Usul tersebut kemudian

dibahas dan dipertimbangkan dengan panjang lebar. Perlu dicatat, banyak

anggota Konstituante yang memperhitungkan hubungan kekuasaan yang

berlaku dan karena itu bersedia menerima usul kembali ke UUD 1945,

termasuk pengangkatan wakil-wakil Angkatan Bersenjata yang akan duduk di

MPR dan badan-badan perwakilan lainnya. Tetapi kesediaan Bdan

Konstituante unrak menerima usul Pemerintah masih ada baratnya; Badan

Konstituante tidak dapat mencabut mandat yang telah diberikan kepadanya

atau pun sumpah yang telah diangkat oleh para anggotanya untuk

mengusahakan pemerintahan konstitusional dan membuat undang-undang

dasar secara bebas. Demikianlah Badan Konstituante menggariskan

persyaratan untuk menyesuaikan diri dengan kekuasaan yang ada16.

Ditinjau dari perkembangan-perkembangan kemudian, mungkin lebih

bijaksana jika Konstituante, tanpa melepaskan mandatnya, menggunakan

kedua panitia yang dibentuk oleh Pemerintah yang pertama terdiri dari

menteri-menteri, lalu yang kedua terdiri dari para ahli hukum konstitusional

dan menyetuiui pembentukan panitia gabungan yang mencakup kedua panitia

pemerintah itu untuk merancang undang-undang dasar yang kemudian dapat

dibahas dan diputuskan di dalam sidang pleno. Badan Konstituante juga dapat

menerima wakil Angkatan Darat dalam panitia perancang. Dengan demikian,

Angkatan Darat akan terlibat dalam usaha menyusun rancangan undang-

undang dasar dan mungkin akan lebih merasa terikat pada rumusan mengenai

16 Ibid, hal. 144 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 29

bentuk pemerintahan konstitusional. Akan tetapi, perlu juga diperhitungkan

kecenderungan Angkatan Darat untnk membentuk pemerintahan otoriter.

Karena adanya kecenderungan tersebut, maka sekalipun terlibat dalam proses

pembuatan undang-undang dasar, kemungkinan akan membangkitkan rasa

keterikatan Angkatan Darat pada bentuk pemerintahan konstitusional kecil

sekali.

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB IV PEMBUBARAN BADAN KONSTITUANTE

A. Kegagalan Badan Konstituante Membentuk Undang-Undang Dasar Baru

Sejak pelantikan anggota pada tanggal 10 November 1956 hingga

sidang Konstituante yang terakhir tanggal 2 Juni 1959, berlangsung tujuh kali

Sidang Pleno, satu kali pada tahun 1956, tiga kali pada tahun 1957, dua kali

pada tahun 1958, dan satu kali pada tahun 1959. Panitia Persiapan Konstitusi

mengadakan rapat di antara dua Sidang Pleno. Pada tahun 1958 jumlah

sidang pleno lebih sedikit dibandingkan pada tahun 1957 karena sidang pleno

berhasil mengambil keputusan tentang beberapa masalah dan bahkan berhasil

mencapai keputusan tentang pasal - pasal yang akan dimasukkan dalam UUD.

Karena itu, Panitia Persiapan Konstitusi, yang ditugaskan mambahas lebih

lanjut masalah - masalah yang telah diputuskan, bersidang lebih sering

daripada tahun sebelumnya. Karena itu juga sidang - sidang pleno pada tahun

1958 lebih singkat yang terakhir selesai pada awal September dibandingkan

dengan sidang-sidang tahun 1957 yang berlangsung hingga bulan Desember.

Pada sidang-sidang tahun 1956, ketua dan wakil-wakil ketua dipilih

menurut prosedur yang disetujui sesudah perdebatan yang panjang lebar.

Sesudah itu, dimulai diskusi mengenai Peraturan Tata Tertib yang mencaknp

organisasi Konstituante dan cara - cara kerja. Peraturan Tata Tertib ditetapkan

dalam sidang pada semester pertama tahun 1957. Selama perdebatan tentang

Peraturan Tata Tertib, partai - partai nasionalis radikal mengajukan pendapat

yang secara prinsipil bertentangan dengan pendapat mayoritas perihal dasar

30 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 31

konstitusi yang dapat dilihat dari perkembangan kemudian, dapat dianggap

sebagai indikasi campur tangan pemerintah yang dilakukan pada tahun 1959.

Pendapat yang bertentangan ini pada akhir perdebatan tentang Peraturan Tata

Tertib dinyatakan dalam nota yang ditandatangani oleh 17 orang anggota

yang beranggapan bahwa wewenang Badan Konstituante untuk merancang

konstitusi seharusnya tidak bersumber pada UUD 1950, melainkan pada

UUD 1945. Lebih lanjut ditekankan bahwa pemerintah identik dengan badan

tertinggi di dalam republik, yang sejak tahun 1945 tidak berubah dan tidak

dapat diganti oleh DPR. Badan tertinggi ini adalah Presiden Sukarno yang

berdasarkan sejarah proklamasi berhak dan wajib menolak rancangan UUD

jika dianggap bertentangan dengan makna dan isi Proklamasi 17 Agustus

1945.

Pada sidang kedua tahun 1957, dua pokok yang penting diperdebatkan:

(1) dari tanggal 20 Mei hingga 7 Juni, pokok - pokok yang akan dimasukkan

ke dalam undang - undang dasar baru dan (2) dari tanggal 11 Juni hingga 13

Juni, sistematika undang - undang dasar baru tersebut. Dalam kedua

perdebatan ini, terdapat dua pokok yang dianggap sebagai pokok yang paling

penting, yakni soal Dasar Negara dan hak-hak asasi manusia. Yang pertama

umumnya dilihat sebagai pokok yang menentukan seluruh isi undang-undang

dasar, sedangkan soal hak - hak asasi manusia dianggap oleh banyak orang

sebagai hal yang menentukan maksud dan substansi undang - undang dasar.

Selama bulan-bulan terakhir tahun 1957, tiga usul yang berkaitan dengan

Dasar Negara Pancasila, Islam dan Sosial Ekonomi diajukan dan PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 32

diperjuangkan dengan gigih oleh pendukung - pendukung sejak tanggal 11

November hingga 6 Desember. Perdebahan tersebut bersifat ideologis,

mutlak-mutlakkan dan antagonis sehingga partai-partai yang terlibat di

dalamnya bukan saling mendekati melainkan sebaliknya, semakin menjauh.

Akibatnya pada tanggal 6 Desember sidang pleno memutuskan bahwa

perdebahan tentang Dasar Negara perlu ditangguhkan dan Panitia Persiapan

Konstitusi ditugaskan untuk mempersiapkan rumusan yang akan

memungkinkan tercapainya kompromi.

Pada sidang-sidang tahun 1958, Pokok-Pokok Pembicaraan yang paling

Penting hak - hak asasi manusia, penyempurnaan prosedur, dan asas - asas

dasar kebijakan negara. Berbeda dengan sifat perdebatan mengenai Dasar

Negara yang cenderung mengarah pada perpecahan, perdebatan tentang hak -

hak asasi manusia malah lebih mempersatukan terlihat dari adanya konsensus

yang menonjol mengenai arti penting hak- hak manusia, termasuk kebebasan

beragama. Beberapa perbedaan pendapat yang ada berkembang pada

kebebasan berpindah agama yang tidak dapat diterima oleh partai - partai

Islam, masalah-masalah yang berkaitan dengan hak milik modal asing yang

dapat disalahartikan untuk memeras rakyat, serta persamaan hak bagi semua

warga negara Indonesia tanpa memandang keturunan (terutama bagi

keturunan Cina).17

Di samping hak - hak asasi manusia, percepatan kerja Konstituante

merupakan pokok pembicaraan yang penting pada tahun 1958. Pada tanggal 8

17 Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Kostitusional di Indonesia, Studi Sosio-Legal atas Konstituante, Jakarta: PT. Intermasa, hal. 41 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 33

September Sidang Pleno memutuskan untuk memperluas wewenang Panitia

Persiapan Konstitusi untuk memberi hak dalam mengambil keputusan

berdasarkan mayoritas dua pertiga termasuk mengambil keputusan mengenai

rancangan pasal-pasal untuk mempercepat penyusunan- rancangan undang-

undang dasar baru .

Percepatan prosedur ini sebagian dimaksudkan sebagai jawaban

terhadap pesan pemerintah yang disampaikan oleh Perdana Menteri Djuanda

tanggal 30 Juli di depan sidang pleno. Pidato Perdana Menteri ini harus

dilihat dalam konteks ketegangan yang semakin tajam antara presiden,

kabinet dan Angkatan Bersenjata di satu pihak, dengan partai -partai dan

Konstituante di pihak lain. Konflik memang sangat mungkin terjadi karena

pertama menginginkan bentuk pemerintahan yang lebih otoriter untuk lebih

menjaga stabilitas daripada bentuk kabinet parlementer yang berlaku. Bentuk

pemerintah yang otoriter dianggap perlu untuk menangani kemerosotan

ekonomi dan perpecahan nasional yang semakin mengancam. Tetapi,

Konstituante tetap memperjuangkan pemerintahan yang sesuai dengan

undang-undang.18

Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara.

Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju.

Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini

harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan

suara kembali dilakukan pada tanggal 1 menghasikan 264 suara setuju dan

18 Ibid, hal. 43 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 34

204 tidak setuju. Hal ini berarti tetap belum mencapai 2/3 suara yang

ditentukan untuk dapat mengambil keputusan bersama. Pada tanggal 2 Juni

1959 anggota konstituante mengadakan pemungutan suara ujang lagi.

Hasilnya tetap tidak mencapai tidak mencapai ketentuan yaitu: 263 setuju dan

203 tidak setuju. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal

mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan

reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD.

Pemungutan suara sampai diulang - ulang dan tetap mengalami

kegagalan, jelas membawa tidak yang membahayakan keselamatan negara

dan bangsa. Membahayakan karena suasana di dalam gedung konstituante

merembes ke luar gedung yang akan berakibat sesuatu yang tidak diharapkan

kalau tidak segera dicegah. Untuk mencegah hak tersebut, maka Jenderal

Nasution Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) atas nama Pengysa

Perang Pusat (PEPERPU), mengeluarkan keputusan pada tanggal 3 Junni

1959, yang berisi melarang kegitan Politik. Keputusan PEPERPU itu

memang membawa dampak adanya ketenangan di berbagai daerah, namun

belum menyelesaikan persoalan dan perselisihan yang terjadi di konstituante.

B. Bangkitnya Angkatan Darat Sebagai Kekuatan Politik Utama Dalam Negara

Munculnya Angkatan Darat sebagai kekuatan politik berawal dari

diangakatnya kembali Kolonel Nasution sebagai Kepala Staf TNI Angkatan

Darat (KASAD). Program pertama yang dilakukan adalah pemantapan dan

konsolidasi intern terutama terhadap komadan - komandan militer regional. PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 35

Tantangan yang muncul adalah timbulnya pembangkan beberapa militer

daerah pada pertengahan tahun 1956 yang kemudian berlanjut pada

pemberontakan - pemberontakan daerah. Pergolakan-pergolakan daerah ini

dapat diatasi. Usaha Angkatan Darat yang demikian berhasil dalam mengatasi

permasalahan daerah ini tidak saja memperkuat posisi Angkatan Darat

dengan politik, melainkan mendekatkan diri dalam hubungan dengan

Presiden Soekarno.19

Hubungan Soekarno dengan Angkatan Darat dalam hal ini Nasutio,

ditandai oleh adanya kepentingan yang sama. Terdapat kesamaan pandangan

antara Nasution dan Soekarno dalam masalah stabilitas pemerintahan,

peranan partai politik dan pemberlakukan keadaan darurat perang. Hubungan

ini dimulai pada tanggal 21 Februari 1957, dihadapan para pemimpin partai

politik dan tokoh masyarkat di Jakarta, Presiden Soekarno mengemukakan

gagasan mengenai pembentukan Dewan Nasional. Pembentukan badan ini

ditujukan untuk memberikan nasihat mengenai soal - soal pokok kenegaraan

dan kemasyarakatan kepada pemerintah. Dewan ini terdiri dari beberapa

golongan masyarkat, menteri menteri yang dianggap perlu, pejabat - pejabat

militer dan sipil. Dewan ini langsung dipimpin oleh Presiden, Presiden berhak

mengangkat dan memberhentikannya.

Dengan dimasukannya para Staf Angkatan dan Kepala Kepolisian

negara dalam Dewan Nasional maka sesungguhnya militer telah memperoleh

legitimasi dan fungsi sosial - politik bersama golongan lainnya. Masuknya

19 Yahya A. Muhaimiun, Perkembangan Militer Dalam Politik di Indonesia 1945-1966. Yogyakarta, Gajah Mada University Pers, hal. 85 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 36

perwakilan militer dalam dunia politik menimbulakan perdebatan bagi partai -

partai politik (Masyumi, Partai Katolitk, PSI) pemerintah dan Badan

Konstitunate. Mereka berpendapatan bahwa merubah struktur ketatanegaraan

bukanlah wewenang presiden melainkan Badan Konstituante. Sehingga

keputusan Presiden Soekarno untuk membentuk Dewan Nasional dianggap

tidak konstitusional. Reakasi terkuat berasal daerah, terutama Wilayah

Indonesia Timur yang berada dibawah komando Letnan Kolonel Sumual. Ia

menuntut supaya Dewan Nasional diganti menjadi senat yang anggota terdiri

dari 70% anggotanya diambil dari daerah - daerah, ia juga menuntut supaya

Kabinet Gotong Royong dan Dewan Nasional dipimpin oleh Soekarno -

Hatta. Semua tuntutan ini di tolak oleh Presiden sehingga membuat Letnan

Kolonel Sumual memproklamasikan PRRI.

Pergolakan politik militer dengan pemerintah khususnya Badan

Konstituante berlanjut pada pembahasan pembentukan undang - undang baru.

Pada tahun 1957, Nasution mengusulkan di depan Dewan Nasional supaya

Indonesia kembali ke UUD 1945, tetapi usulan tersebut belum mendapat

dukungan yang diharapkan. Akan tetapi ketika keadaan politik dan ekonomi

Indonesia memburuk (antara lain karena pemberontakan - pemberontakan di

daerah dan karena aksi - aksi untuk merebut kembali Irian Barat). Militer

mulai melancarkan kampanye kembali ke UUD 1945 dengan menggunakan

potensi mobilisasi masyarakat melawan Belanda dalam rangka merebut

kembali Irian Barat. Adanya mobilisasi masa ini menarik partai-partai politik

untuk terserap dalam perjuangan militer melawan Belanda. Hal ini berarti PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 37

partai-partai politik secara tidak langsung telah mendukung militer dalam

politiknya. Pada bulan Agustus 1958, Nasution sekali lagi mengusulkan

pemberlakuan kembali UUD 1945 di depan Dewan Nasional. Usulan ini

kemudian diterima oleh Dewan Nasional dan diteruskan kepada kabinet

sebagai kekuatan yang mengikat pada tanggal 19 Februari 1958.

Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara.

Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju.

Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini

harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan

suara kembali dilakukan pada tanggal 1 menghasikan 264 suara setuju dan

204 tidak setuju. Hal ini berarti tetap belum mencapai 2/3 suara yang

ditentukan untuk dapat mengambil keputusan bersama. Pada tanggal 2 Juni

1959 anggota Konstituante mengadakan pemungutan suara ulang. Hasilnya

tetap tidak mencapai tidak mencapai ketentuan yaitu: 263 setuju dan 203

tidak setuju. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai

kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang

ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD.

Pemungutan suara sampai diulang-ulang tetap mengalami kegagalan,

jelas membahayakan keselamatan negara dan bangsa. Membahayakan karena

suasana di dalam gedung konstituante merembet ke luar gedung yang akan

berakibat sesuatu yang tidak diharapkan. Untuk mencegah hal tersebut, maka

Jenderal Nasution Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) atas nama

Penguasa Perang Pusat (PEPERPU), mengeluarkan keputusan pada tanggal 3 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 38

Juni 1959, yang berisi melarang kegitan Politik. Keputusan Peperpu itu

memang membawa dampak adanya ketenangan di berbagai daerah, namun

belum menyelesaikan persoalan dan perselisihan yang terjadi di konstituante.

Untuk itu diperlukan langkah guna menyelesaikan persoalan sercara mantap.

Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00 Presiden Ir. Sukarno mengeluarkan dekrit

yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka. Hal ini diikuti oleh

Jenderal Nasution, kepala staf Angkatan Darat, mengeluarkan maklumat

mendukung Dekrit Presidan 5 Juli 1959, sekalipun mengeluarkan Perintah

Harian yang di tujukan kepada seluruh anggota TNI untuk melaksanakan dan

mengamankan dekrit tersebut. Dalam perkembangannya Mahkamah Agung

mengeluarkan pernyataan yang membenarkan dekrit tersebut dengan

membubarkan Badan Konstituante hasil Pemilu 1955.

C. Munculnya Demokrasi Terpimpin

1. Posisi Presiden Soekarno

Pada akhir tahun 1956 situasi sosial politik dan keamanan

menunjukkan yang jelas akan membawa negara pada perpecahan nasional.

Keadaan tersebut membuktikan tidak cocoknya sistem politik Demokrasi

Liberal dengan jiwa bangsa Indonesia, yang ditandai pula dengan gejala

bahwa sidang Konstituante yang mulai bersidang tanggal 10 November

1956 akan mengalami kemacetan.

Untuk mengatasi instabilitas yang sangat membahayakan keselamatan

negara, pada tanggal 21 Februari 1956 di Istana Merdeka, di hadapan para PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 39

pemimpin partai dan tokoh masyarakat Presiden Soekarno mengemukakan

suatu konsepsi yang kemudian ternyata melahirkan perubahan sistem

ketatanegaraan secara fundamental, yang selanjutnya dikenal dengan

sebutan "Konsepsi Presiden". Konsepsi Presiden Soekarno yang dikemu-

kakan dalam pidatonya itu, mengandung tiga pokok isi untuk mengadakan

pembaruan dalam struktur sosial, struktur politik dan kehidupan poltik.

Diperlukannya pembaruan kehidupan politik setelah hampir sebelas tahun

merdeka, adalah karena ternyata sistem Demokrasi Parlementer barat tidak

dapat jalan dan akhirnya mengalami kemacetan. Sebaliknya sistem yang

menurut Presiden Soekarno cocok adalah sistem Demokrasi Terpimpin.20

Untuk mengadakan pembaruan struktur politik, dikemukakan bahwa

pelaksanaan Demokrasi Terpimpin harus didukung oleh kekuatan-kekuatan

yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara berimbang. Oleh karena itu

perlu dibentuk Kabinet Gotong Royong berdasarkan perimbangan kekuatan

yang ada dalam masyarakat, yang anggotanya terdiri dari partai politik dan

golongan. Dalam pembentukan Kabinet Gotong Royong ini, Presiden

Soekarno mengetengahkan gagasan kegotongroyongan nasional

berporoskan Nasakom. Oleh karena itu PKI harus diikutsertakan dalam

Kabinet Gotong-Royong. Dalam rangka pembaruan struktur sosial, akan

dibentuk Dewan Nasional yang akan dipimpinnya sendiri.

Dengan terbentuknya Dewan Nasional, terjadilah perubahan dalam

sistem pemerintahan Indonesia yang jatuh pada sistem kekuasaan otoriter

20 http://penasoekarno.wordpress.com/2010/09/13/lahirnya-demokrasi-terpimpin/ 2 Februari 2012 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 40

yaitu berada dalam satu tangan yaitu Presiden Soekarno. Meskipun terdapat

lembaga-lembaga seperti DPR, MPRS, tetapi dengan dibentuknta Dewan

Nasional praktis kekuasaan berada di tangan Soekarno. Semenjak itu pula

semua lembaga politik seperti DPR, MPRA, Dewan Nasional dan Dewan

Perwakilan Agung bekerja dibawah komando Soekarno.

Persoalan negara yang berlarut dalam kekacauan politik, membuat

Presiden Soekarno mengambil keputusan dengan cepat dalam

menyelematkan negara. Ia membentuk badan-badan yang langsung berada

di bawah komandonya seperti, DPA( Dewan Pertimbangan Agung),

DPN(Dewan Perancang Perang Nasional), MPN( Majelis Pimpinan

Negara). Presiden membentuk pula badan-badan yang membentunya pada

waktu negara dalam keadaan darurat yaitu badan yang mencerminkan

mesyarakat seperti, Front Nasional, BPPK (Badan Pengerahan Potensi

Kerja) KOTI( Komandan Operasi Tertinggi), KOTOE( Komando Operasi

Tertinggi Ekonomi, dan PARAN(Penertiban Aparatur Negara) dan

Soekarno pimpinan hampir semua badan-badan tersebut.21

Posisi Presiden Soekarno sebagai pemimpin negara yang sentral, mulai

memuncak pada tanggal 5 Juli 1959. Dengan jaminan dan dukungan

Angkatan Bersenjata, Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden dalam suatu

upacara resmi di Istana Negara. Salah satu isi dari dekri ini adalah

pembubaran Konstituante karena kegagalan badan ini dalam membentuk

21 Nazaruddin Sjamsuddin, Soekarno Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek, Jakarta, Rajawali Pers. hal 188-190 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 41

undang-undang baru. Pembubaran Konstituante ini menandai berlakukanya

UUD 1945 dalam kerangka Demokrasi Terpimpin.

2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Dengan dibentuknya Dewan Nasional, maka dimulailah babak baru

dalam permasalahn politik Indonesia. Sementara itu perdebatan-perdebatan

Konstituante semakin berlarut-larut, tidak membuahkan hasil sebagaimana

yang diharapkan oleh rakyat dan membuat krisis nasional semakin parah.

Melihat gelagat kegagalan Konstituante ini berbagai pihak mencari jalan

keluar dari jalan-buntu politik yang sedang dihadapi. Pimpinan TNI

Angkatan Darat, mengajukan gagasan kembali ke Undang-Undang Dasar

1945. Pada 17 Maret 19 , Dewan Nasional mengadakan sidang dan se-

lanjutnya menyarankan pemerintah segera kembali kepada UUD 1945.

Dalam pidato 22 April 1959 di depan Konstituante , Presiden Soekarno

atas nama pemerintah menganjurkan, supaya Konstituante dalam rangka

pelaksanaan Demokrasi Terpimpin menetapkan saja UUD 1945 menjadi

UUD Negara Republik Indonesia yang tetap. Sementara itu kalangan rakyat

luas pun menuntut kembali ke UUD 1945, yang dinyatakan dalam beberapa

rapat umum.

Sebelum Konstituante menerima atau menolak usul pemerintah itu,

timbul amandemen dari golongan Islam yang mengusulkan supaya di-

tambahkan kata-kata "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi

pemeluk-pemeluknya" ke dalam Pembukaan UUD 1945 sebagaimana ter- PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 42

dapat dalam Piagam Jakarta. Usul amandemen ini ditolak Konstituante

dalam sidang tanggal 29 Mei 1959, dengan perbandingan suara 201 setuju

dan 265 menolak. Pada 30 Mei 1959 dilakukan pemungutan suara terhadap

usul pemerintah, hasilnya ialah 269 lawan 199 dari jumlah 474 orang

anggota yang hadir. Dengan demikian, meskipun mencapai kelebihan

jumlah suara namun masih belum mencapai kuorum dua pertiga seperti

disyaratkan UUDS 1950, pasal 37.22

Sesuai dengan tata tertib Konstituante dapat diadakan pemungutan

suara dua kali lagi, tetapi pada pemungutan suara terakhir yang dilakukan

pada tanggal 2 Juni 1959, tetap tidak tercapai kuorum. Pada keesokan

harinya tanggal 3 Juni 1959 Konstituante mengadakan reses, yang kemudian

ternyata tidak pernah lagi mengadakan sidang untuk selama-lamanya.

Dalam suasana sangat gawat karena memuncaknya krisis nasional, serta

untuk menjaga kemungkinan timbulnya permasalahan politik yang meng-

ancam keselamatan negara sebagai akibat ditolaknya usul pemerintah oleh

Konstituante, maka KSAD Letnan Jenderal A.H. Nasution atas nama

Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu), pada tanggal 3 Juni 1959

mengeluarkan peraturan No. Prt/Peperpu/040/1959 tentang larangan

mengadakan kegiatan-kegiatan politik.

Kedaan darurat nasional dan kegagalan Konstituante dalam

melaksanakan tugasnya akan mengancam perpecahan politk nasional.

Dengan mendapat jaminan dan dukungan Angkatan Bersenjata, Presiden

22 Nugroho Notosusanto, Pejuang dan Prajurit, Jakarta, Sinar Harapa, hal 99-100 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 43

Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 dalam suatu upacara resmi di Istana

Merdeka mengumumkan Dekrit Presiden. Adapun isi pokok Dekrit Presiden

5 Juli 1959 tersebut, yaitu :

1. Pembubaran Konstituante

2. Berlakunya kembali UUD 1945

3. Tidak berlakunya UUD 1950 (UUDS).

Di samping itu, ditetapkan pula bahwa akan segera dibentuk Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan

Agung Sementara (DPAS). Demi mengamankan Dekrit Presiden, Nasution

sebagai pimpinanan Angkatan Darat mengeluarkan perintah harian yang

bertujuan mengamankannya.23

23 http://boetarboetarzz.blogspot.com/2012/06/dekrit-presiden-5-juli-1959.html PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pembahasan mengenai Badan Konstituante khusunya

mengenai Peran Badan Konstituante Pada Masa Pemerintahan Liberal 1955-1959

adalah sebagai berikut:

1. Badan Konstituante merupakan lembaga negara Indonesia yang ditugaskan

untuk membentuk undang-undang Dasar atau konstitusi baru untuk

menggantikan UUDS 1950. Pembentukan UUD baru ini diamanatkan dalam

Pasal 134 -139 UUDS 1950. Pada pasal tersebut berbunyi Konstituante (sidang

pembuat undang-undang dasar) bersama dengan pemerintah selekas-lekasnya

menetapkan Undang-Undang dasar Republik Indonesia menggatikan undang-

undang sementara ini. Berdasarkan pasal tersebut, maka undang-undang

sementara berlakunya untuk sementara waktu, dan kostitunate memeliki tugas

untuk membuat undang-undang dasar yang berlaku permanen. Kelahiran

Dewan Konstituante dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa Undang-Undang

Dasar Republik Indonesia yang disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1950 tanggal 15 Agustus 1950. Sehingga untuk mewujudkan hal

tersebut maka pada tahun 1955 diselenggarakan pemilu pertama bangsa

Indonesa saat pemerintahan Kabinet Burhanuddin Harahap. Pemilu ini

berlangsung dua periode, untuk periode pertama berlangsung pada tanggal 29

september 1955 bertujuan membentuk badan perwakilan dan untuk periode

kedua berlansung pada tanggal 15 Desember 1955 bertujuan membentuk

Badan Konstituante. Jumlah kursi dewan perwakilan yang diperebutkan

44 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 45

berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat

kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Terpilihnya 520 anggota Konstituante langsung diikuti oleh pelantikannya pada

tanggal 10 November 1956 oleh Presiden Ir. Soekarno. Pada pelantikannya,

Presiden Ir. Soekarno berpesan kepada Badan Konstituante untuk sesegara

mungkin untuk membetuk undang-undang baru menggantikan UUD1950.

Sedangkan untuk HAM, pada akhir kerja Konstituante berhasil mensahkan

beberapa hak-hak yang diperoleh warga negara Indonesia.

2. Badan Konstuante mulai pelantikan anggota pada tanggal 10 November 1956

hingga sidang Konstituante yang terakhir tanggal 2 Juni 1939, berlangsung

tujuh kali Sidang Pleno, satu kali pada tahun 1956, tiga kali pada tahun 1957,

dua kali pada tahun 1958, dan satu kali pada tahun 1959. Dalam sidang-sidang

tersebut menghasilakan berbagai hal yang sangan penting dalam bernegara

khususnya dasar negara dan HAM. Dalam hal dasar negara terjadi perdebatan

antara anggota Konstituante.Namun dalam perdebatan tersebut beberapa

anggota Konstituante mendukung Pancasila sebagai dasar negara yang

kostitusional.

3. Kemacetan sidang Konstituante itu dianggap sebagai kegagalan nasional.

Melihat kondosi tersebut, muncul tuntutan masyarakat agar

Konstituantememberlakukan kembali UUD 1945. Tuntutan tersebut kian

mengemuka hingga perdana mentri Djuanda menganjurkan kepada badan

tersebut untuk menetapkan kembali UUD 1945 sebagai undang - undang dasar

negara kesatuan Indonesia. Anjuran tersebut didukung penuh oleh semua PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 46

anggota kabinet. Bahkan, pada 20 Februari 1959 Presiden Soekarno juga

menyetujuinya. Berdasarkan usul Kabinet Karya yang memerintah pada saat

itu, Presiden Soekarno pada 22 April 1959 berpidato di depan sidang

Konstituante. Inti pidato tersebut ialah menganjurkan agar Konstituante

menetapkan UUD 1945 menjadi UUD republik Indonesia. Menanggapi usul

Presiden Soekarno tersebut, pada 29 April-13 Mei 1959 Konstituante

mengadakan sidang dan pemungutan suara sebanyak 3 kali. Hasilnya memang

lebih banyak setuju. Namun, jumlahnya tidak dapt memenuhi mayoritas karena

tidak mencapai dua per tiga jumlah suara yang diperlukan. Oleh karena itu,

hasil pemungutan suara tersebut tidak dapat dijadikan keputusan.

Setelah gagal mencapai kata sepakat, banyak anggota dewan yang kemudian

tidak mau hadir dalam sidang - sidang dewan selanjutnya. Untuk itu, tanggal 3

Juni 1959 Konstituante mengadakan reses ( istirahat ). Suasana yang serba

tidak pasti ini tentu dapat membahayakan bangsa dan negara.. Melihat situasi

ini, Penguasa Perang Pusat Letjen A.H. Nasution, mengeluarkan larangan bagi

semua kegiatan politik. Dengan melihat kedaaan politik tersebut maka Presiden

soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi berlakunya kembali UUD 1945 dan

membubarkan Konstituante.

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Adnan Buyung Nasution, 1995. Aspirasi Pemerintahan Kostitusional di Indonesia, Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959. Jakarta: PT. Intermasa

Kahar Hari Sumarno, 1984. Manusia Indonesia Manusia Pancasila. Jakarta: Ghalia Indonesia

Malian Sobirin, 2001. Gagasan Perluna Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945. Yogyakarta : UII Press.

Muhammad Yamin, 1959. Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 jilid. Jakarta : Yayasan Prapanca.

Muhammad Yamin, 1956. Konstitusi Indonesia dalam Gelanggang Demikrasi. Jakarta; Djambatan.

Nazaruddin Sjamsuddin, 1984 ,Soekarno Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek. Jakarta: Rajawali Pers.

Nugroho Notosusanto, 1988. Pejuang dan Prajurit. Jakarta: Sinar Harapa

Bintan Saragih, 1988. Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Simorangkir, J.C.T.1984. Penetapan Undang-Undang Dasar Dilihat Dari Segi Ilmu Hukum Tata Indonesia. Jakarta : Gunung Agung.

Tim Pusdiklat Pegawai BPPK, 2001. Undang-Undang Dasar 1945 .Jakarta: BPPK.

Yahya Muhaimin, 1982. Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945- 1966. Yogyakarta: Gajah Mada University Pers

Sumber Internet http://isfanl.blogspot.com/2012/02/pembubaran-konstituante-dan-lahirnya.html

http://www.syarikat.org/article/pemilu-indonesia-pertama-yang-damai-di-tahun- 1955

http://konsepnegaraideal.blogspot.com/2009/05/aspirasi-pemerintahan- konstitusional.html

http://boetarboetarzz.blogspot.com/2012/06/dekrit-presiden-5-juli-1959.html

47 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKANMERUPAKAN TINDAKANTINDAKAN TIDAKTIDAK TERPUJITERPUJI

Lampiran I SILABUS

Nama Sekolah : SMA Program : Ilmu Pengetahuan Sosial Mata Pelajaran : Sejarah Kelas / Semester : XII / 2 Tahun Pelajaran : 2011 / 2012 Standar Kompetensi : Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru

Kompetensi Materi Pengalaman Belajar Indikator Penilaian Alokasi Sumber/Alat/ Dasar Pembelajaran Teknik Bentuk Contoh Instrumen Waktu Bahan Instrumen Belajar Peran Badan Dengan mengkaji buku, 1. Kognitif : • Test • Uraian • Apa peran Badan 2 x 45 Sumber : Konstituante pada masa Tertulis melakukan diskusi, a. Produk Konstituante? Menit • I Wayan pemerintahan liberal 1955-1959 presentasi, dan tanya • Menjelaskan peran Badrika, 2006.

jawab diharapkan siswa Badan Konstituante Sejarah untuk • Portofolio dapat : pada masa • Non test • Apa penyebab SMA Kelas XII.

pemerintahan liberal bubarnya Badan Jakarta:

b. Proses Konstituante? Erlangga

• Menganalisis proses • Adnan Buyung • Penugasan • Proses pembentukan • Menganalisis proses lahirnya Badan Nasution, 1995. • Sebutkan isi Dekrit Badan Konstituante pembentukan Badan Konstituante Aspirasi Presiden 1959 48 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKANMERUPAKAN TINDAKANTINDAKAN TIDAKTIDAK TERPUJITERPUJI

Konstituante • Menganalisis peran Pemerintahan Badan Konstituante Kostitusional di pada masa Indonesia, Studi • Menganalisis Peran • Peran Badan pemerintahan liberal Sosio-Legal Badan Konstituante Konstituante pada • Mengidentifikasi atas pada masa pemerintahan masa pemerintahan pembubaran Badan Konstituante liberal liberal Konstituante pada 1956-1959.

masa pemerintahan Jakarta:PT.Inter

liberal masa

• Kahar Hari • Mengidentifikasi • Pembubaran Badan 2. Afektif : Sumarno, 1984. Konstitante pembubaran Badan a. Karakter Manusia Konstituante pada masa • Menghayati sikap Indonesia pemerintahan liberal nasionalisme atau manusia semangat Pancasila. kebangsaan yang Jakarta: Ghalia dimiliki oleh para Indonesia Anggota • Malian Sobirin, Konstitunate 2001. Gagasan dalam membuat Perluna undang-undang Konstitusi Baru baru Pengganti UUD 1945. Yogyakarta : 49 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKANMERUPAKAN TINDAKANTINDAKAN TIDAKTIDAK TERPUJITERPUJI

UII Press. b. Keterampilan Sosial Alat : • Bekerjasama LCD,OHP, dalam kelompok Kartu Soal, dan menghargai Kartu Nomor, pendapat teman Gambar, Peta yang berbeda. dan Papan tulis. Bahan : 3. Psikomotorik Power point, • Menunjukkan faktor Kertas penyebabab transparansi, bubaranya Badan Kertas, Gunting, Konstituante Spidol, dan Kapur tulis.

Yogyakarta, 4 Desember 2012 Guru Mata Pelajaran

Florianus Nelson Marius Sedik

50 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 51

Lampiran II

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Sekolah : SMA Mata Pelajaran : Sejarah Kelas / Semester : XII/ 2 Program : Ilmu Pengetahuan Sosial Materi Pokok : Peran Badan Konstituante Pada Masa Pemerintahan Demokrasi Liberal 1955-1959 Waktu : 2 x 45 Menit

I. Standar Kompetensi Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru II. Kompetensi Dasar Menganalisi pemerintahan dari Demokrasi Liberal sampai lahirnya Orde Baru. III. Indikator 1. Kognitif : a. Produk • Menjelaskan peran Badan Konstituante pada masa pemerintahan liberal b. Proses • Menganalisis lahirnya Badan Konstituante pada masa pemerintahan liberal • Menganalisisperan Badan Konstituante pada masa pemerintahan liberal • Mengidentifikasipembubaran Badan Konstituante 2. Afektif : a. Karakter • Menghayati sikap nasionalisme atau semangat kebangsaan anggota Konstituante dalam menyusun dasar negara dan HAM

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 52

b. Keterampilan Sosial • Bekerjasama dalam kelompok dan menghargai pendapat teman yang berbeda. 3. Psikomotorik • Menunjukkan faktor yang menyebabkan pembubaran Badan Konstituante IV. Materi Pembelajaran (Terlampir) 1. Lahirnya Badan Konsttuante 2. Peran Badan Konstituante pada masa pemerintahan liberal 3. Pembubara Badan Konstituante pada masa pemerintahan liberal V. Model dan Metode Pembelajaran • Model : Pembelajaran Kooperatif Tipe STAND(Student Team Achiviement) • Metode : Diskusi, Presentasi, Evaluasi VI. Kegiatan Pembelajaran A. Kegiatan tatap muka Waktu No Kegiatan Pembelajaran (Menit) 1. Pendahuluan • Apersepsi : ƒ Guru mengucapkan salam pembuka, dilanjutkan dengan pengkondisian kelas, berdoa, dan presensi. 15’ ƒ Guru mengajak siswa untuk mengingat kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya, melalui tanya jawab dengan cara memberikan beberapa pertanyaaan. • Motivasi : ƒ Guru memberikan pre test kepada siswa sebagai pembuka sebelum masuk pada materi inti. Pre test ini bertujuan untuk mengaitkan pengetahuan siswa sebelumnya dengan PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 53

materi yang akan dipelajari serta untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi yang akan dibahas. Contoh soal pre test : 9 Sebutkan 5 partai pemenang pemlu tahun 1955? 9 Sebutkan 4tokoh yang terdapat dalam Badan konstituante?

• Orientasi : ƒ Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang dicapai oleh siswa selama mengikuti kegitan pembelajaran. 2. ƒ Kegiatan Inti ƒ Eksplorasi ƒ Guru menjelaskan gambaran secara umum kepada siswa mengenai peran Badan Konstituante pada masa pemerintahan liberal

ƒ Siswa memperhatikan penjelasan guru.

ƒ Guru membagi siswa ke dalam 6 kelompok (masing-

masing terdiri dari 3-4 orang) dan setiap siswa dalam 60’ kelompok diberi nomor yang berbeda sesuai dengan jumlah anggota kelompok tersebut. ƒ Guru memberikan lembaran tugas sebagi bahan diskusi kelompok. ƒ Elaborasi ƒ Siswa bergabung dalam kelompok yang sudah dibentuk, masing-masing kelompok menyiapkan perwakilan untuk mengambil lembar tugas diskusi ƒ Masing-masing kelompok membahas lembaran tugas yang telah dipilih dan menjawabnya melalui presentasi. ƒ Konfirmasi ƒ Siswa melakukan tanya jawab tentang materi diskusiyang dipresentasikan dengan bantuan guru sebagai fasilitator. ƒ Siswa diberi kesempatan untuk menanggapi dan mencatat hal-hal yang penting dari materi yang telah PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 54

dipresentasikan. ƒ Guru memberi klarifikasi pada jawaban yang kurang tepat dan memberi penguatan pada jawaban yang benar. ƒ Guru memberikan refleksI, manfaat dan nilain yang diperoleh setelah mempelajari materi 3. Penutup • Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dibahas yaitu tentang Peran Badan Konstituante Pada Masa Pemerintahan Liberal 1955-1959. 15’ • Siswa diberi kesempatan untuk mencatat kesimpulan dari hasil diskusi. • Guru dan siswa melakukan refleksi dan menyimpulkan manfaat serta nilai-nilai yang diperoleh setelah mempelajari materi yang telah didiskusikan. • Guru memberikan arahan tindak lanjut pembelajaran kepada siswa (tugas terstruktur dan tugas mandiri) dan rencana pembelajaran berikutnya.

B. Tugas terstruktur Siswa dalam kelompok kecil berdiskusi tentang : 1. Apa peran Badan Konstituante? 2. Mengapa Badan Konstituante dibubarkan? 3. Sebutkan isi Dekrit Presiden 1959? 4. Menyusun hasil diskusi dalam bentuk laporan tertulis. C. Tugas mandiri tidak terstruktur Siswa secara individual mencari di perpustakaan dan internet artikel-artikel mengenai Dekrit Presiden 5 Jul 1959 VII. Sumber / Alat / Bahan Belajar • Sumber : I Wayan Badrika, 2006. Sejarah untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 55

Adnan Buyung Nasution, 1995. Aspirasi Pemerintahan Kostitusional di Indonesia, Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959. Jakarta: PT. Intermasa Kahar Hari Sumarno, 1984. Manusia Indonesia Manusia Pancasila. Jakarta: Ghalia Indonesia Malian Sobirin, 2001. Gagasan Perluna Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945. Yogyakarta : UII Press. Muhammad Yamin, 1959. Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 jilid 1. Jakarta : Yayasan Prapanca. Muhammad Yamin, 1956. Konstitusi Indonesia dalam Gelanggang Demikrasi. Jakarta; Djambatan. Nazaruddin Sjamsuddin, 1984 ,Soekarno Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek. Jakarta: Rajawali Pers. • Alat : LCD, OHP, Kartu Soal, Kartu Nomor Soal, Peta dan Gambar. • Bahan : Power point, Kertas transparansi, Kertas, Spidol, dan Kapur tulis. VIII. Penilaian 1. Aspek Kognitif (Terlampir) 2. Aspek Afektif (Terlampir) 3. NA = 70% Kognitif + 30% Afektif 4. Tindak lanjut • Siswa dinyatakan berhasil apabila tingkat pencapaian KKM 75 • Memberikan program remidi untuk siswa yang tingkat pencapaiannya kurang dari 75 • Memberikan program pengayaan untuk siswa yang tingkat pencapaiannya lebih dari 75. Yogyakarta, 4 Desember 2012 Guru Mata Pelajaran

Florianus Nelson Marius Sedik PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 56

Lampiran Materi Pembelajaran

A. Proses Awal Pembentukan Bada Konstituante 1. Lahirnya Badan Konstituante Badan Konstituante merupakan lembaga negara Indonesia yang ditugaskan untuk membentuk undang-undang Dasar atau konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950. Pembentukan UUD baru ini diamanatkan dalam Pasal 134 -139 UUDS 1950. Sehingga untuk mewujudkan hal tersebut maka pada tahun 1955 diselenggarakan pemilu pertama bangsa Indonesa saat pemerintahan Kabinet Baharuddin Harahap. Pemilu ini berlangsung dua periode, untuk periode pertama berlangsung pada tanggal 29 september 1955 bertujuan membentuk badan perwakilan dan untuk periode kedua berlansung pada tanggal 15 Desember 1955 bertujuan membentuk Badan Konstituante. Jumlah kursi dewan perwakilan yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah. Terpilihnya 520 anggota Konstituante langsung diikuti oleh pelantikannya pada tanggal 10 November 1956 oleh Presiden Ir. Soekarno. 2. Struktur Organisasi Badan Konstituante Terbentuknya Badan Konstituante UUD 1950 tidak mengatur struktur organisasi Konstituante, tetapi Pasal 136 menetapkan bahwa semua pasal dalam UUD 1950 tentang DPR dapat diterapkan pada Konstituante. Dalam struktur organisasinya tertera dalam PTTK yang terdiri dari Sidang pleno, Pemimpin, yakni ketua dan wakil-wakil ketua, Panitia Persiapan Konstitusi, Komisi-komisi konstitusi, Panitia Musyawarah, Panitia Rumah Tangga, panitia-panitia lain (sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 40 (2) PTTK dan (viii) Sekretariat

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 57

B. Peran Badan Konstituante 1. Penegasan Komitmen Terhadap Demokrasi Usaha Badan Konstituante mulai dari perumusan prosedur dan pemilihan kepemimpinannya, penyusunan peraturan tata-tertib, penyusunan agenda, perdebatan dan keputusan, hingga pemungutan suara terakhir terhadap usul Pemerintah untuk kembali ke UUD 1945 merupakan perwujudan demokrasi. 2. Penegasan Komitmen Terhadap HAM Pada tanggal 4 November 1957 mendiskusikan dibentuk Panitia Perumus untuk menyimpulkan hasil perdebatan tentang HAM dan merumuskan rancangan keputusan tentaug HAM yang akan diambil oleh sidang pleno. Laporan Panitia Perumus disampaikan pada tanggal 19 Agustus 1958. Laporan ini berisi 88perumusan yang menyangkut 24 hak asasi yang berasal dari daftar I; 18 hak warga negara; 13 hak tambahan yang belum diputuskan apakah akan dimasukkan sebagai hak asasi manusia atau hak warga negara; hak yang masih diperdebatkan; hak yang dihilangkan atau digabung dengan hak lainnya. 3. Pengakuan Atas Masalah Kekusaan Pada tahun 1945, selama perdebatan sekitar undang-undang:dasar di dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan, para pemimpin Indonesia cenderung mengidealisasikan negara Indonesia yang baru terbentuk itu dan terlalu meremehkan masalah kekuasaan. Mereka tidak membayangkan perlunya membatasi kekuasaan pemerintah atau menjamin HAM untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, meskipun baik Hatta telah mengingatkan. Namun, sesudah pengalaman 14 tahun di dalam negara sendiri; sebagian besar anggota Konstituante - terutama dalam perdebatan pada tahun 1958 mengenai HAM dan pada 1959 tentang kembali ke UUD 1945 - menunjukkan bahwa mereka sudah memahami sepenuhnya bahwa kekuasaan pemerintahan perlu dibatasi. Mayoritas anggota Konstituante menyadari bahwa kekuasaan negara harus dibatasi oleh HAM dan oleh the rule of law. PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 58

C. Pembubaran Badan Konstituante 1. Kegagalan Badan Konstituante Membentuk Undang-undang Baru BadanKonstituante mulai bersidang pada 10 November1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak dan tetapi makanya pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum adalah jumlah minimum anggota yg harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses (masa perhentian sidang parlemen; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang ternyata merupakan akhir dari upaya penyusunan UUD. 2. Bangkitnya Angkatan Darat Dalam Kekuatan Politik Utama Negara Pengangkatan Jenderal Nasution sebagai KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat) membawa perubahan pada peran Angkatan Darat. Nasution mengubah peran Angkatan Darat yang sebelumnya hanya sebagai penjaga keamanan dan stabilitas bangsa, tetapi juga ikut serta dalam kegiatan politik. Hal ini dimulai dengan pengangkatan beberapa anggota Angatan Darat menjadi Dewan Nasional yang dibentuk oleh Presiden Sukarno. Terbentuknya Dewan Nasional menjadi langkah awal Angkatan Darat dalam pemeritahan pada masa itu. Melalui Dewan Nasional, Angakatn Darat mulai melancarkan kampanye melawan partai-partai politik, menangkap tokoh-tokoh utama, termasuk anggota Parlemen dan PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 59

Konstituante. Tekanan yang dilakukan oleh Angkatan Darat membuat fungsi dari Badan Konstituante semakin melemah. Puncak dari tekanan militer buktikan dengan di keluarkan pelarangan kegiatan-kegiatan politik dan dukungan Angkatan Darat terhadap Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. 3. Munculnya Demokrasi Terpimpin a. Posisi Presiden Sukarno Munculnya demokrasi terpimpin sudah dilontarkan oleh Presiden Sukarno sejak tahun 1956. Dan sejak tahun 1957 Presiden Sukarno mengemukakannya secara formal dengan mengusulkan pembentukan Kabinet Gotong Royong dan pembentukan Dewan Nasional yang bertugas dalam membantu presiden dalam mengabil kebijakan dan keputusan. Dominasi Presiden Sukarno berlanjut dengan membentuk lembaga-lembaga negara DPA( Dewan Pertimbangan Agung), DPN(Dewan Perancang Perang Nasional), MPN(Majelis Pimpinan Negara)dibawah komandonya. Pada tanggal 5 Juli 1959 presiden mengeluarkan suatu dekrit yang salah satu isinya menyatakan tentang pembubaran Badan Konstituante. b. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Munculnya dekrit presiden tidak lepas dari kekacauan politik Indonesia pada masa itu .Kekacauan ini dimulai dari Kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950 dan berbagai pergolakan diberbagai daerah. Untuk mengatasi hal tersebut maka pada tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 di Istana Merdeka Presiden Sukarno mengeluarkan dekrit yang isinya antara lain: 1) Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat- singkatnya 2) Pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlakunya UUDS 1950 3) Pembubaran Konstituante PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 60

Lampiran Penilaian

1. Aspek Kognitif a. Produk • Teknik : Tes tertulis • Bentuk : Uraian • Soal : 1. Jelaskan latar belakang pembentukan Badan Konstituante? ( Skor 35 ) 2. Sebutkan 5 Partai pemenang Pemilu tahun 1955? ( Skor 35 ) 3. Jelaskan latar belakang munculnya kekuatan Angkatan Darat dalam politik Indonesia ( Skor 30 ) • Ket : Pedoman penilaian produk: No Skor Nilai 1 86 – 100 Baik Sekali 2 71 – 85 Baik 3 56 – 70 Cukup 4 < 55 Kurang

b. Proses • Soal Diskusi : 1. Jelaskan proses pembentukan Badan Konstituante! 2. Jelaskan peran Badan Konstituante pada masa pemerintahan demokrasi liberal! 3. Mengapa Presden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 • Kriteria penilaian proses:

Menghargai Mengambil Mengajukan Mempresent Menjawab Jumlah No. Nama teman giliran pertanyaan asikan hasil pertanyaan

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 61

• Kriteria penilaian menggunakan skala sikap 1-5, dengan kriteria : Skor 1: Pasif, tidak kooperatif, dan tidak menghargai teman. Skor 2: Pasif, tidak kooperatif, tetapi dapat menghargai teman. Skor 3: Pasif, kooperatif, dan dapat menghargai teman. Skor 4: Aktif, kooperatif, dan dapat menghargai teman. Skor 5: Aktif, sangat kooperatif, dan dapat menghargai teman.

Jumlah Skor N = x 100 25 Nilai proses + Nilai produk NA = 2 2. Aspek Afektif • Teknik : Non tes • Bentuk : Instrumen Observasi Kinerja • Instrumen Observasi Kinerja untuk Penilaian Sikap Kelompok : ...... Aspek yang dinilai Nama Jmlh Rata- No Semangat Tanggung Tenggang Siswa Nilai rata Bekerjasama Jawab Rasa 1 2 3

Keterangan : Kriteria Penilaian : Aspek Semangat Kerja Nilai 3 : Baik Mau bekerjasama dengan semua teman. Nilai 2 : Sedang Dalam bekerjasama kurang begitu baik.

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 62

Nilai 1 : Kurang Tidak mau bekerjasama dengan teman.

Aspek Tanggung Jawab Nilai 3 : Baik Rasa tanggung jawab tinggi. Nilai 2 : Sedang Kurang ada rasa tanggung jawab. Nilai 1 : Kurang Kurang ada tanggung jawab / seenaknya sendiri.

Aspek Tenggang Rasa Nilai 3 : Baik Menghargai guru dan teman lain. Nilai 2 : Sedang Kurang menghargai guru dan teman lain. Nilai 1 : Kurang Sikapnya cuek atau tidak dapat menghargai guru dan teman lain.

Jumlah Skor N = x 100 9

NA = 70% Kognitif + 30% Afektif

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 63

Hasil Pemilu 1955

DPR Jumlah Jumlah No. Partai Persentase Suara Kursi 1. Partai Nasional Indonesia (PNI) 8.434.653 22,32 57 2. Masyumi 7.903.886 20,92 57

3. Nahdlatul Ulama (NU) 6.955.141 18,41 45 4. Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.179.914 16,36 39 5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 1.091.160 2,89 8

6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 1.003.326 2,66 8 7. Partai Katolik 770.740 2,04 6 8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) 753.191 1,99 5

Ikatan Pendukung Kemerdekaan 9. 541.306 1,43 4 Indonesia (IPKI)

10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 483.014 1,28 4 11. Partai Rakyat Nasional (PRN) 242.125 0,64 2 12. Partai Buruh 224.167 0,59 2

13. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) 219.985 0,58 2 14. Partai Rakyat Indonesia (PRI) 206.161 0,55 2 15. Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) 200.419 0,53 2 16. Murba 199.588 0,53 2 17. Baperki 178.887 0,47 1 Persatuan Indonesia Raya (PIR) 18. 178.481 0,47 1 Wongsonegoro 19. Grinda 154.792 0,41 1 Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia 20. 149.287 0,40 1 (Permai) PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 64

Jumlah Jumlah No. Partai Persentase Suara Kursi 21. Persatuan Daya (PD) 146.054 0,39 1

22. PIR 114.644 0,30 1 23. Partai Persatuan Tharikah Islam (PPTI) 85.131 0,22 1 24. AKUI 81.454 0,21 1 25. Persatuan Rakyat Desa (PRD) 77.919 0,21 1 Partai Republik Indonesia Merdeka 26. 72.523 0,19 1 (PRIM) 27. Angkatan Comunis Muda (Acoma) 64.514 0,17 1 28. R.Soedjono Prawirisoedarso 53.306 0,14 1

29. Lain-lain 1.022.433 2,71 -

Jumlah 37.785.299 100,00 257

Konstituante Jumlah Jumlah No. Partai/Nama Daftar Persentase Suara Kursi 1. Partai Nasional Indonesia (PNI) 9.070.218 23,97 119

2. Masyumi 7.789.619 20,59 112 3. Nahdlatul Ulama (NU) 6.989.333 18,47 91 4. Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.232.512 16,47 80

5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 1.059.922 2,80 16 6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 988.810 2,61 16 7. Partai Katolik 748.591 1,99 10

8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) 695.932 1,84 10 Ikatan Pendukung Kemerdekaan 9. 544.803 1,44 8 Indonesia (IPKI) 10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 465.359 1,23 7 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 65

Jumlah Jumlah No. Partai/Nama Daftar Persentase Suara Kursi 11. Partai Rakyat Nasional (PRN) 220.652 0,58 3

12. Partai Buruh 332.047 0,88 5 13. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) 152.892 0,40 2 14. Partai Rakyat Indonesia (PRI) 134.011 0,35 2 15. Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) 179.346 0,47 3 16. Murba 248.633 0,66 4 17. Baperki 160.456 0,42 2

Persatuan Indonesia Raya (PIR) 18. 162.420 0,43 2 Wongsonegoro

19. Grinda 157.976 0,42 2 Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia 20. 164.386 0,43 2 (Permai) 21. Persatuan Daya (PD) 169.222 0,45 3 22. PIR Hazairin 101.509 0,27 2

23. Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) 74.913 0,20 1 24. AKUI 84.862 0,22 1 25. Persatuan Rakyat Desa (PRD) 39.278 0,10 1

Partai Republik Indonesis Merdeka 26. 143.907 0,38 2 (PRIM) 27. Angkatan Comunis Muda (Acoma) 55.844 0,15 1

28. R.Soedjono Prawirisoedarso 38.356 0,10 1 29. Gerakan Pilihan Sunda 35.035 0,09 1 30. Partai Tani Indonesia 30.060 0,08 1

31. Radja Keprabonan 33.660 0,09 1 32. Gerakan Banteng Republik Indonesis 39.874 0,11 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 66

Jumlah Jumlah No. Partai/Nama Daftar Persentase Suara Kursi (GBRI)

33. PIR NTB 33.823 0,09 1 34. L.M.Idrus Effendi 31.988 0,08 1 35. Lain-lain 426.856 1,13

Jumlah 37.837.105 514

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_1955 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 67

Gambar 1. Partai Peserta Pemilu 1955

Gambar 2. Gedung Pertemuan Badan Konstituante

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 68

Gambar 3. Isi Dekrit Presiden 1955 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 69

Gambar 4. Pembacaan Dekrit Presiden 1955