Seri Warisan Budaya Sumatera Bagian Utara No. 0312 Ketua : Ery Soedewo, S.S., M. Hum. Sekretaris : Dra. Nenggih Susilowati Anggota : Lucas Partanda Koestoro, DEA Drs. Ketut Wiradnyana Repelita Wahyu Oetomo Churmatin Nasoichah, S. Hum. Taufiqurrahman Setiawan, S.S. Penata Letak dan Sampul: Andri Restiyadi Jalan Seroja Raya, Gang Arkeologi No. 1, Medan Tuntungan, Medan 20134 Telp.(061) 8224363, 8224365; Fax. (061) 8224365 Email: [email protected]; Website: www. balai-arkeologi-medan.web.id Balai Arkeologi medan adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Arkeologi Medan mempunyai tugas melaksanakan penelitian di bidang arkeologi di wilayah kerjanya yang meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Barat, dan Provinsi Sumatera Utara. Dalam melaksanakan tugas dimaksud, Balai Arkeologi Medan menyelenggarakan fungsi: a. melakukan pengumpulan, perawatan, pengawetan, dan penyajian benda yang bernilai budaya dan ilmiah yang berhubungan dengan penelitian arkeologi; b. Melakukan urusan perpustakaan, dokumentasi, dan pengkajian ilmiah yang berhubungan dengan hasil penelitian arkeologi; c. memperkenalkan dan menyebarluaskan hasil penelitian arkeologi; d. melakukan bimbingan edukatif kultural kepada masyarakat tentang benda yang bernilai budaya dan ilmiah yang berhubungan dengan arkeologi. Berkenaan dengan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa bidang garapan Balai Arkeologi Medan adalah peninggalan budaya dan situsnya dengan tujuan sejarah dan nilai sejarah budaya bangsa.Untuk mencapai itu maka metode/prosedur kerjanya dalam penelitian adalah pengumpulan dan analisis data serta interpretasi sejarah. Adapun keluaran yang diharapkan berupa proposisi sejarah budaya bangsa dan layanan informasi arkeologis yang diharapkan mampu dipergunakan bagi berbagai kepentingan ..................................................................................................... i ....................................................................................... ii Penggambaran Singa Di Padang Lawaas, Provinsi Sumatera Utara ................ 1 Binatang dan Maknanya Dalam Upacara Religi Masyarakat Batak Toba: Kajian Pustaha Laklak “Mapas” (Menantang Yang Anggap Enteng) ............. 28 Penempatan Babi Sebagai Daging Konsumsi Dalam Pesta Adat Masyarakat Batak ............................................................. 50 Beberapa Motif Hias Binatang Pada Seni Islam Di Indonesia: Antara Kebutuhan Estetika, Makna, dan Agama ............................................ 70 Ayam Dalam Aspek Sosial Dan Religi Masyarakat Batak .............................. 89 Kuda dan Pemanfaatannya Dalam Kehidupan Manusia: Kajian Arkeohistoris Domestikasi Kuda ........................................................ 111 Beberapa Hewan Masa Prasejarah Dalam Berbagai Aspek Yang Melingkupinya Hingga Masa Kini .................... 141 .................................................................................................... 179 ........................................................................................................... 186 i Kajian fauna (binatang) dalam arkeologi merupakan salah satu bidang bahasan penting bagi pemahaman masa lalu manusia. Aspek-aspek yang dapat diungkap melalui bidang kajian ini sangat luas cakupannya, meliputi aspek pemanfaatan praktis hingga sakral fauna, baik dalam kehidupan hingga kematian manusia. Ragam jenis fauna yang dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai kegunaan didapat baik dari hasil perburuan maupun domestikasi. Manfaat yang diperoleh manusia dari beragam jenis hewan merupakan cerminan betapa besar ketergantungan manusia terhadap eksistensi fauna di masa lalu hingga saat ini. Pada awalnya keberadaan fauna hanya dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pangan, melalui konsumsi dagingnya. Seiring berkembangnya kemampuan nalar manusia, fauna juga dimanfaatkan sebagai bahan sandang, melalui pemanfaatan bulu maupun kulitnya. Pengetahuan empiris manusia selama berinteraksi dengan lingkungan hayatinya kemudian berhasil melihat kegunaan lain dari keberadaan jenis binatang tertentu, yakni sebagai sarana transportasi baik sebagai tunggangan maupun pengangkut muatan barang (beban). Namun, dari sekian banyak kegunaan binatang dalam kehidupan manusia tersebut, bukti terawal terkait kemampuan domestikasi manusia terhadap beberapa jenis binatang menunjukkan bahwa jenis binatang yang pertama kali berhasil didomestikasi oleh manusia tidak terkait dengan manfaat – entah- sebagai bahan makanan, sandang, maupun transportasi. Jenis binatang terawal yang berhasil didomestikasi oleh manusia adalah anjing (cannin), yang terjadi sekitar 15.000 tahun yang lalu, tampaknya lebih terkait pada fungsinya sebagai hewan yang dapat membantu manusia dalam perburuan jenis binatang lain. Setelah anjing, jenis-jenis fauna lain yang berhasil didomestikasi manusia adalah jenis kambing, domba, sapi, kucing, dan babi yang terjadi sekitar 9.000 hingga 10.000 tahun yang lalu. Perintis kajian fauna dalam arkeologi adalah dua pakar berkebangsaan Swiss yakni L. Rütimeyer dan J. Ulrich Duerst.Pada tahun 1862 Rütimeyer memerikan tulang-tulang mamalia masa Neolitik dari situs permukiman tepi danau di Swiss. Dialah yang pertama kali memilah ragam tulang mamalia seperti domba, babi, dan sapi hasil domestikasi dari tulang sejenis yang masih liar. Hasil pengamatannya terhadap bekas-bekas ii potongan pada tulang rubah dipandangnya bahwa binatang ini dikonsumsi manusia.Kajian lebih lanjut terhadap domestikasi fauna dilakukan oleh Duerst, yang meneliti selama tiga tahun (1904-1907) setengah ton tulang binatang hasil ekskavasi Pumpelly dan Schmidt di situs Anau, Turkistan. Dia menunjukkan bahwa reduksi ukuran dan perubahan tekstur pada tulang binatang merupakan petunjuk terjadinya perubahan (transisi) dari binatang liar menjadi binatang hasil domestikasi. Kontribusi lain dari hasil kajian sisa fauna adalah rekonstruksi lingkungan relung hidup manusia di masa lalu. Salah satu contoh kajian ini adalah yang dilakukan oleh Dorothea Bate terhadap tulang-tulang binatang dari Situs Gua Gunung Carmel. Hasilnya antara lain adalah jenis hewan tertentu akan menghuni relung ekologi tertentu. Bate juga berhasil menggambarkan perubahan iklim pada masa awal Plestosen di daerah Levant. Hasil interaksi yang lama antara manusia dengan lingkungan hidupnya selain membuahkan eksploitasi sumberdaya alam, juga memunculkan respek terhadap mahluk lain penghuni relung hayati mereka, salah satunya adalah fauna. Respek manusia itu merupakan refleksi rasa kagum mereka terhadap kekuatan, keuletan, kelincahan, dan ragam kelebihan lain beberapa jenis binatang yang dipandang oleh manusia sebagai sifat-sifat unggul yang layak mereka hormati. Ujud dari kekaguman itu terefleksikan lewat penggambaran jenis fauna tertentu yang melambangkan sifat-sifat utama tertentu, seperti kekuatan pada seekor gajah atau singa, kecerdikan rubah atau kancil, kelincahan seekor rusa atau kelinci, ketajaman mata burung pemangsa seperti elang, dan sebagainya. Lebih jauh bentuk penghormatan itu bahkan menjadi bentuk pemujaan jenis hewan tertentu, seperti lembu atau sapi dalam pandangan penganut Hindu. Hal demikian terjadi mungkin terkait dengan banyaknya manfaat yang dapat diambil dari seekor sapi, mulai susu, daging, kulit, bahkan kotorannya yang dapat menyuburkan tanah sangat berguna bagi masyarakat agraris. Beragam aspek seperti diuraikan tersebut, yang meliputi hal yang sifatnya profan hingga hal yang bersifat sakral dalam pemanfaatan fauna, akan dikaji oleh beberapa penulis dalam buku ini. Tulisan pertama terkait kajian fauna dalam arkeologi adalah karya Andri Restiyadi yang berjudul ―Penggambaran Singa Di Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara.‖ Churmatin Nasoichah menyajikan tulisan yang mengulas tentang iii ―Binatang dan Maknanya Dalam Upacara Religi Masyarakat Batak Toba: Kajian Pustaha Laklak „Mapas‟ (Menantang yang Anggap Enteng).‖ Kemudian Defri Elias Simatupang membahas tentang ―Penempatan Babi Sebagai Daging Konsumsi Dalam Pesta Adat Masyarakat Batak.‖ Sedangkan Deni Sutrisna menguraikan tentang ―Beberapa Motif Hias Binatang Pada Seni Islam di Indonesia: Antara Kebutuhan Estetika, Makna, dan Agama.‖ Kajian lain diuraikan oleh Dyah Hidayati dengan judul tulisannya ―Ayam Dalam Aspek Sosial dan Religi Masyarakat Batak.‖ Sementara Ery Soedewo mengupas ―Kuda dan Pemanfaatannya Dalam Kehidupan Manusia: Kajian Arkeohistoris Domestikasi Kuda.‖ Sajian terakhir ulasan tentang Fauna Dalam Arkeologi disampaikan oleh Ketut Wiradnyana yang dalam tulisannya membahas ―Beberapa Hewan Masa Prasejarah Dalam Berbagai Aspek yang Melingkupinya Hingga Masa Kini.‖ Walaupun artikel-artikel yang disampaikan dalam buku ini –pasti- belum mampu menangkap dan menyajikan kajian fauna dalam arkeologi secara mendalam, namun besar harapan kami agar segala hal yang disampaikan oleh para penulis tersebut dapat menambah sedikit pengetahuan para pembaca. Oleh karena itu besar harapan kami masukan para pembaca demi kemajuan penerbitan kami selanjutnya. Terimakasih, semoga para pembaca dapat mengambil hikmah yang terpapar dalam buku ini. Dewan Redaksi iv Kawasan Padang Lawas merujuk pada sebuah wilayah budaya yang mencakup dua kabupaten yaitu Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padang Lawas Utara. Kawasan tersebut telah merekam berbagai jejak aktivitas manusia di masa lampau lewat bentuk materialnya baik berupa artefak, ekofak maupun fitur. Kawasan ini sangat dimungkinkan sebagai satu kawasan yang memiliki tinggalan budaya bercorak Hindu-Buddha terbesar di Sumatera Utara hingga
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages192 Page
-
File Size-