Journal of Politics and Policy Volume 2, Number 1, Desember 2019 Application of The Elaboration Likelihood Models in The Political Campaign of Sudrajat-Syaikhu During The West Java Regional General Election in 2018 Aplikasi Model Elaborasi Kemungkinan Pada Kampanye Persuasi Sudrajat- Syaikhu Terhadap Perubahan Perilaku Pemilih Pilkada Jabar 2018 Andhika Pontoha, Farrah Soeharno b, Mutia Risjad c CORESPONDING AUTHOR: Dr. Irwansyah, S.Sos, M.A. a, b& c Political Science Department, Universitas Indonesia a, b, &c Depok, West Java, Indonesia a [email protected], b [email protected], c [email protected] Abstract West Java PILKADA (the regional government election) in 2018 saw significant change in the increasing electability of one contestants Sudrajat-Ahmad Syaikhu ahead of the election day. Amid the estimation commissioned by various survey institutions, the results of the vote count showed a significant jump in the vote collection of Sudrajat-Syaikhu. These significant jumps can be achieved because the candidate utilized campaign persuasion messages by emphasizing religious values, supporting for certain groups social and political causes and was benefited by the existing authorities both from the government and the party. Priority programs were promoted on the shades of significant phenomenal issues to get voters’ attention. This article tries to explain the application of the Elaboration Likelihood Model to the Sudrajat-Syaikhu's campaign that succeeded in changing voter behavior in West Java. In the Elaboration Likelihood Model theory, persuasive messages will be received differently by the recipient due to differences in motivation and ability to comprehend the conveyed messages. This paper will describe the application of the Elaboration Likelihood Model theory in the Sudrajat-Syaikhu campaign strategy which utilized and was benefited from the peripheral route using Islamic populist strategies, support for #2019GantiPresiden cause and 212 movement, and authorities from party, military and the ruling government. The utilization of this peripheral route is proven able to increase the number of votes in the end, which reflects the reality of prioritization of religious values above other aspects in West Java. Key words: Elaboration Likelihood Model, Voters Motivation, Pilgub Jabar 2018, Sudrajat- Syaikhu 83 Abstrak Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Jawa Barat 2018 menjadi sorotan dengan perubahan elektabilitas pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sudrajat-Syaikhu yang meningkat menjelang hari pemilihan. Di tengah perkiraan berbagai lembaga survei, hasil akhir perhitungan suara menunjukan lonjakan yang cukup signifikan pada perolehan suara pasangan Sudrajat – Syaikhu. Perubahan terjadi dikarenakan pesan persuasi kampanye yang mengedepankan nilai religius, dukungan terhadap kelompok tertentu dan adanya otoritasi dari pemegang kekuasaan baik pemerintah maupun partai. Rancangan program pemerintahan yang seharusnya diutamakan, dipromosikan dengan mengusung isu-isu fenomenal yang mampu mendapatkan atensi pemilih. Artikel ini mencoba menjelaskan aplikasi model elaborasi kemungkinan (Elaboration Likelihood Model) yang diterapkan pada kampanye pasangan tersebut yang berhasil mengubah perilaku pemilih di Jawa Barat. Pada teori Elaboration Likelihood Model pesan persuasi akan diterima secara berbeda karena adanya perbedaan motivasi dan kemampuan mengolah pesan oleh penerima pesan. Tulisan ini akan menjabarkan aplikasi teori Elaboration Likelihood Model dalam strategi kampanye Sudrajat-Syaikhu yang memanfaatkan dan diuntungkan dari rute periferal dengan menggunakan isu populis Islam, dukungan terhadap gerakan #2019GantiPresiden dan persaudaraan 212, otoritas partai, militer dan pemerintahan. Pemanfaatan rute periferal terbukti mampu meningkatkan jumlah suara, yang menjadi cerminan realitas prioritisasi nilai-nilai religius di atas aspek lainnya di Jawa Barat. Kata Kunci: Model Elaborasi Kemungkinan, Motivasi Pemilih, Pilgub Jabar 2018, Sudrajat-Syaikhu PENDAHULUAN Jawa barat adalah salah satu provinsi di Indonesia dengan jumlah pemilih pada Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) terbanyak. Data Pemilih Tetap (DPT) yang diungkapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat, menunjukkan total pemilih sebesar 31.730.042 yang terdiri atas 15.945.499 pria dan 15.784.543 wanita dari 27 kabupaten/kota, 627 kecamatan dan 5927 kelurahan/desa. (KPU, Komisi Pemilihan Umum Indonesia, 2018) Data Poltracking menunjukkan pemilih PILKADA di Jawa Barat yang memiliki preferensi untuk memilih gubernur dan calon gubernur berdasarkan variabel rasional seperti kinerja dan pengalaman kandidat, Visi-Misi dan program kandidat, serta kualitas/kompetensi kandidat adalah sebesar 40, 9%. Sementara itu, pemilih berdasarkan variabel sosiologis seperti agama yang dianut kandidat, asal daerah kandidat, asal suku bangsa kandidat adalah sebesar 34,6%. Pemilih yang memperhitungkan variabel psikologis seperti karakter personal dan santun, gender/jenis kelamin kandidat, serta usia dan penampilan fisik adalah sebesar 10, 1%. Sisanya, sebanyak 12, 4% memilih menjawab tidak tahu serta 2% memiliki preferensi lainnya. (Poltracking, 2018) PILKADA Jawa Barat pada 2018 diikuti oleh empat kontestan seperti Ridwan 84 Kamil – Uu Ruzhanul Ulum; Deddy Mizwar - Dedi Mulyadi; Sudrajat – Ahmad Syaikhu; dan Tubagus Hasanuddin – Anton Charliyan. Survei Lembaga Poltracking yang dilakukan sebelum PILKADA Jawa Barat telah memprediksikan elektabilitas pasangan Ridwan Kamil - Uu Ruzhanul Ulum unggul (42%) dari pasangan Deddy Mizwar - Dedi Mulyadi (35,8%), disusul oleh pasangan Sudrajat - Ahmad Syaikhu (10.8%) dan Tubagus Hasanuddin - Anton Charliyan (5,5%), serta undecided voters (6%). (Poltracking, 2018) Namun terdapat perbedaan signifikan pada hasil penetapan suara PILKADA Jawa Barat 2018, pasangan Ahmad Syaikhu berhasil memperoleh 6.317.465 suara atau 28,74% dari total pemilih Jawa Barat (KPU, 2018) sehingga menjadi kontestan dengan jumlah pemilih kedua terbanyak di ajang PILKADA Jawa Barat 2018. Mayjen TNI (purn) H. Sudrajat, M.PA memiliki latar belakang militer dan H. Ahmad Syaikhu merupakan wakil Walikota Bekasi pada 2013. Pasangan ini didukung oleh partai pengusung Gerindra, PKS dan PAN serta didukung oleh partai PBB dan Idaman. Pasangan yang memiliki visi “Jawa Barat Termaju, Bertaqwa, Aman, dan Sejahtera untuk Semua" dengan jargon politik “Asyik” ini berhasil merebut suara swing voters dan suara pemilih dari calon lainnya. Keberhasilan ini dapat tercapai berkat strategi kampanye yang cukup memperhitungkan perilaku pemilih serta preferensi pemilih Jawa Barat yang sangat dipengaruhi oleh konsep religius. Artikel ini mencoba menjelaskan penerapan model elaborasi kemungkinan dalam strategi kampanye Sudrajat - Ahmad Syaikhu, terutama pemanfaatan rute periferal untuk mengubah perilaku pemilih dalam PILKADA Jawa Barat 2018. Perilaku Pemilih Pemilihan umum atau biasa disebut pemilu merupakan salah satu pilar utama dari sebuah proses demokrasi untuk memilih pemimpin. Pada konteks ini, aspirasi rakyat menjadi penting dalam menilai para kontestan pemilu yang menawarkan visi, misi, serta program yang akan memandu arah kebijakan negara. Dalam proses pemilu ini, perilaku politik para konstituen memiliki dinamikanya tersendiri. Perilaku politik merupakan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik antara pemerintah dan masyarakat, yang terbagi dalam dua jenis, yaitu perilaku politik lembaga dan pejabat pemerintah serta perilaku politik warga negara biasa, baik individu ataupun kelompok. Perilaku politik mempengaruhi penetapan kebijakan, keputusan serta sistem pemerintahan yang dapat mengatur kehidupan 85 masyarakat untuk mencapai tujuan kolektif masyarakat itu sendiri (Sitepu, 2012). Dalam proses pemilu, perilaku politik warga negara yang menjadi pemilih dilihat dari partisipasi dalam bentuk pemberian dukungan suara (voting), kontribusi materi untuk kampanye, keterlibatan dalam pengorganisasian pemilu, serta pengumpulan dan pencarian dukungan bagi seorang calon, dan tindakan lainnya yang bertujuan untuk mempengaruhi hasil proses pemilihan. Terdapat ada empat jenis pemilih (Firmanzah, 2007), yaitu: a. Pemilih rasional memiliki orientasi tinggi pada solusi logis dan praktis untuk pemecahan masalah (problem-solving) ketimbang ideologi. Pemilih rasional melihat kemampuan kontestan pemilu melalui program-program kerja yang ditawarkan, sehingga pemilih tipe ini tidak akan segan-segan beralih dari satu kontestan ke kontestan lain yang dinilai lebih mampu menyelesaikan permasalahan di masyarakat. b. Pemilih kritis biasanya menilai kontestan politik dengan memadukan kemampuan kontestan melalui program-program kerja yang ditawarkan dan unsur ideologis yang dibawa oleh kontestan tersebut. Bagi pemilih kritis, ikatan ideologis menjadi faktor penting yang berpengaruh terhadap loyalitas, sehingga pemilih kritis tidak cukup mudah untuk beralih pilihan ke kontestan lain. c. Pemilih tradisional memiliki orientasi yang tinggi terhadap kedekatan sosial- budaya, nilai, asal-usul faham dan agama, sehingga kebijakan atau program kerja yang ditawarkan kontestan menjadi parameter kedua. Pemilih tradisional mengutamakan figur kepribadian pemimpin, mitos ataupun nilai historis yang melekat pada kontestan politik. d. Pemilih skeptis tidak memiliki orientasi ideologi yang tinggi dengan kontestan pemilu. Pemilih ini juga tidak melihat kebijakan atau program kerja kontestan sebagai sesuatu yang penting. Dalam proses pemilu, pemilih jenis ini cenderung memilih secara acak berdasarkan pemikiran dan
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages12 Page
-
File Size-