Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Dr. Rahman Mulyawan Dr. Rahman Mulyawan Hak Cipta © Dr. Rahman Mulyawan, 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved Penyunting: A. Kean B. Hibar Desain Cover: Endhaven Designroom Penata Letak: Eri Ambardi A. Cetakan I, Februari 2015 ISBN: 978-602-0810-05-8 Diterbitkan oleh: Jl. Raya Bandung – Sumedang km 21 Sumedang Bandung 45363, Tlp. (022) 843 88812 Website : lppm.unpad.ac.id Email : lppm.unpad.ac.id Hak cipta di lindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun secara elektronik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit. Daftar Isi Prakata • vii PILAHAN 1 Konsep Civic Governance • 1 PILAHAN 2 Pendidikan Kewarganegaraan sebagai landasan Civic Governance • 9 PILAHAN 3 Pembangunan Karakter Bangsa dalam Konsep Civic Governance • 25 PILAHAN 4 Peranan Partisipasi Masyarakat dalam Kehidupan Bernegara • 33 PILAHAN 5 Partisipasi Masyarakat dalam Proses Penyelenggaraan Pemerintahan • 39 v PILAHAN 6 Konsep Otonomi Daerah • 47 PILAHAN 7 Budaya Lokal dan Budaya Pemerintahan dalam Otonomi Daerah • 55 PILAHAN 8 Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Kabupaten Bandung • 65 PILAHAN 9 Beberapa Catatan Kritis • 177 Daftar Pustaka • 189 Tentang Penulis • 197 vi Prakata Pasca bergulirnya reformasi, telah banyak elemen-elemen ma- syarakat, ilmuwan/akademisi maupun praktisi politik dan pe- me­­rin tahan yang kecewa terhadap penyelenggaraan otonomi daerah. Salah satu penyebab terhadap kekecewaan tersebut adalah bahwa pemerintah pusat terindikasi telah terfragmentasi dan buruk dalam melakukan koordinasi, selain itu pemerintah pusat terkesan tidak konsisten dengan menjalankan kebijakan desentralisasi (otonomi daerah). Kesalahan urus yang parah dan kinerja pemerintah pusat yang buruk yang terjadi secara berkesinambungan telah memperpuruk legitimasi politik dan moral pemerintah pusat di hadapan masyarakat daerah. Permasalahan di atas telah memperlihatkan bahwa hubung- an antara integrasi nasional dengan otonomi daerah terkesan bertolak belakang. Sesungguhnya, dalam konteks integrasi nasi- onal, otonomi daerah justru merupakan salah satu pilar utama- nya. Persoalannya adalah bagaimana otonomi daerah dapat diselenggarakan secara proporsional sehingga secara bersamaan dapat dirasakan manfaatnya bagi kemajuan daerah dan kese- vii jahteraan masyarakat sekaligus memperkuat landasan tetap kokohnya keutuhan bangsa dan negara. Guna mengantisipasi terjadinya hal-hal yang dapat ber- potensi mengganggu hubungan antara pemerintah pusat dan pe- merintah daerah, serta berindikasi akan memperlemah integrasi nasional, saat ini penyelenggaraan otonomi daerah secara ber- tahap mulai mengembangkan model pemerintahan yang ber- basis masyarakat yang bertujuan selain untuk meningkatkan kualitas integrasi nasional juga untuk melibatkan warga negara secara aktif dalam berbagai bentuk penyelenggaraan kegiatan pemerintahan agar mereka mengetahui serta memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya dalam kegiatan pemerin- tahan sehingga mereka semakin cerdas dan kritis terhadap ber- bagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Model pe- merintahan yang melibatkan warga negara ini oleh peneliti disebut dengan civic governance. Berkaitan dengan penyelenggaraan civic governance ini dapat dikatakan belum sepenuhnya menyentuh kepentingan serta melibatkan warga negara secara penuh. Dilibatkannya warga negara dalam penyelenggaraan pemerintahan secara langsung diindikasikan akan semakin meningkatkan kualitas pembangun- an karakter bangsa yang sangat menjunjung tinggi kepada rasa memiliki terhadap bangsanya. civic governance pun secara langsung berindikasi akan meningkatkan sikap nasional isme dan patriotisme di kalangan warga negara. Buku ini membahas tentang proses penyelenggaraan peme- rintahan yang berbasis kepada partisipasi warga negara (civic governance). Hasil penelitian yang menjadi basis buku ini me- nunjukkan masih belum optimalnya penyelenggaraan pengu- viii atan civic governance yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak dilaksanakan secara konsisten, kemauan pemerintah yang belum penuh dalam mendukung masyarakat sebagai mitra kerja untuk berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan pe- merintahan, serta tingkat partisipasi masyarakat yang masih rendah untuk terlibat dalam proses penyelenggaraan pemerin- tahan. Berdasarkan temuan tersebut, peneliti merekomendasikan agar pembangunan karakter bangsa melalui model civic gover­ nance ini secara berkesinambungan harus optimal dan konsisten dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung de ngan meli- batkan partisipasi aktif masyarakat (warga negara). ix PILAHAN 1 Konsep Civic Governance Dalam konteks integrasi nasional, otonomi daerah merupakan pilar utama. Namun, pada tataran implementasinya, diindika- sikan terdapat berbagai masalah didalamnya. Pertanyaannya adalah bagaimana otonomi daerah dapat diselenggarakan secara proporsional, sehingga secara bersamaan dapat dirasakan man- faatnya bagi kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat seka ligus memperkuat landasan kokohnya keutuhan bangsa dan negara (integrasi nasional). Banyaknya konflik yang terjadi di Indonesia saat ini lebih banyak disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat dan elite-elite politik untuk menjaga integrasi nasional. Calon Kepala Daerah serta para pendukungnya yang kalah dalam kegiatan pilkada senantiasa tidak dapat menerima kemenangan calon yang keluar sebagai pemenang. Kerukunan antar umat beragama sering tercoreng pula dengan berbagai macam konflik yang hanya disebabkan oleh perbedaan penafsiran terhadap suatu ke- yakinan yang jelas-jelas merupakan hak asasi seseorang individu. 1 Secara langsung maupun tidak langsung, konflik di daerah akan mengganggu stabilitas nasional. Guna mengantisipasi terjadinya hal-hal yang dapat berpo- tensi mengganggu hubungan antara pemerintah pusat dan pe- me rintah daerah, serta berindikasi akan memperlemah integrasi nasional, saat ini penyelenggaraan otonomi daerah secara ber- tahap mulai mengembangkan model pemerintahan yang ber- basis masyarakat yang bertujuan selain untuk meningkatkan kualitas integrasi nasional juga untuk melibatkan warga negara secara aktif dalam berbagai bentuk penyelenggaraan kegiatan pemerintahan agar mereka mengetahui serta memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya dalam kegiatan pemerin- tahan sehingga mereka semakin cerdas dan kritis terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Model pemerintahan yang melibatkan warga negara ini oleh peneliti disebut dengan civic governance. Peneliti memberanikan diri untuk mengemukakan serta mencetuskan istilah civic governance ini mengingat sampai saat ini peneliti belum menemukan lite- ratur atau para ahli yang mengemukakan konsep civic governance tersebut. Melalui disertasi inilah istilah civic governance pertama kali dimunculkan dalam lingkungan pendidikan kewarga negaraan di Indonesia. Di awal penelitian disertasi ini, peneliti berupaya mencari padanan kata yang sesuai dengan istilah civic governance melalui berbagai pustaka, laporan penelitian maupun internet namun pada akhirnya peneliti tidak menemukan satu istilahpun yang memiliki padanan istilah tersebut. Akhirnya peneliti mencoba memadukan beberapa istilah yang dapat dikatakan memiliki keseuaian dalam implementasi aksiologinya seperti istilah 2 Dr. Rahman Mulyawan Masyarakat Kewargaan yang dikemukakan oleh Ryaas Rasyid, Ramlan Surbakti, Franz Magnis-Suseno, dan Daniel Dhakidae, atau istilah Masyarakat Madani yang dikemukakan oleh Maswadi Rauf, Nurcholish Madjid, dan Dawam Rahardjo. Istilah yang mereka gunakan adalah dalam upaya mentafsirkan teori-teori tentang comonitas politica (Cicero), comonitas civilis (Aquinas), civitas etat (Marx), atau burgerliche gesellschaft (Hegel). Berdasarkan eksplorasi peneliti terhadap buku-buku yang dihasilkan oleh para tokoh akademisi/ilmuwan seperti yang telah disebutkan di atas, pada dasarnya istilah yang mereka kemukakan merupakan wacana yang dapat ditafsirkan dari ber- bagai sudut pandang. Namun, setidaknya terdapat satu substansi perspektif yang sama di dalam wacana tersebut, yaitu sebuah ruang atau wadah bagi partisipasi masyarakat. Di dalam ruang tersebut, masyarakat berkerjasama membina ikatan-ikatan sosial di luar lembaga resmi, menggalang solidaritas kemanusiaan, dan mengejar kebaikan bersama. Ruang ini berdiri tegak di atas prinsip-prinsip egalitarianisme-inklusif bersifat universal. Parti- si pasi masyarakat sebagai jantung ruang tersebut selalu mem- bangun kreativitas serta berupaya mengatur dan memobilisasi diri sendiri dengan mengurangi ketergantungan kepada pihak penguasa sehubungan mereka berupaya untuk selalu mengkritisi berbagai kebijakan dan proses penyelenggaraan pemerintahan. Pada hakikatnya
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages210 Page
-
File Size-