KEADILAN BAGI YANG BERBEDA PAHAM: REKONSILIASI DAN KEADILAN BAGI KORBAN TRAGEDI 1965 Manunggal Kusuma Wardaya* Abstract Abstrak Human rights enforcement is one impro- Penegakan HAM merupakan salah satu perly-accomplished agenda in this post-1998 agenda demokratisasi yang belum sepenuh- democratisation. Severe human rights viola- nya tercapai. Pelanggaran-pelanggaran tions such as 1965 Tragedy remain obscure, HAM berat seperti Tragedi 1965 masih nonlitigation resolution (e.g. recognition and belum jelas sehingga penyelesaian nonliti- compensation) is considered the best solu- gasi (pengakuan dan kompensasi), dianggap tion. Recognition also is a form of respect to sebagai solusi yang terbaik. Pengakuan human rights and a stepping stone to resolve tersebut merupakan bentuk tanggungjawab other tragedies. untuk menghormati HAM dan menjadi batu loncatan untuk mengungkap tragedi HAM lainnya. Kata Kunci: hak asasi manusia, tragedi 1965, keadilan, pelanggaran HAM berat. A. Pendahuluan mengaturnya. Kesemua pembaruan yang Lebih dari satu dasawarsa reformasi hingga kini masih berjalan secara evolutif telah dijalani oleh bangsa Indonesia didesain secara sadar menuju tercapainya setidaknya hingga tulisan ini dibuat. Selama kehidupan bernegara dan berbangsa yang kurun waktu tersebut, berbagai perubahan demokratis-berkeadilan sosial. Pengalaman dilakukan mulai dari perombakan secara berkonstitusi tanpa internalisasi paham mendasar hukum dasar tertulis (written konstitusionalisme yang membawa berbagai constitution) Undang-undang Dasar Negara opresi dan pengingkaran hak dasar manusia Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya: membangkitkan kesadaran pada bangsa UUD 1945) hingga penataan kembali baik ini akan satu hal utama pentingnya suatu infra- maupun suprastruktur politik melalui sistem yang meniscayakan akuntabilitas perubahan berbagai piranti hukum yang dan limitasi kekuasaan negara serta jaminan * Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto (e-mail: [email protected]). Wardaya, Keadilan Bagi yang Berbeda Paham 97 akan penghormatan dan pemenuhan hak era pembaharuan, penegakan HAM sebagai asasi manusia. salah satu agenda reformasi masih belum Segenap perubahan yang dilakukan sepenuhnya dicapai. Meskipun Indonesia itu harus diakui telah banyak membawa telah memiliki Undang-undang Hak Asasi bangsa ke arah yang lebih baik. Perubahan Manusia2 dan Undang-undang Pengadilan undang-undang dasar misalnya, memberikan HAM3, hingga kini berbagai pelanggaran jaminan yang lebih tegas dan sempurna hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu baik hak konstitusional maupun hak asasi masih saja tak terungkap dan bahkan tak ada manusia, sekaligus menegaskan batas- kejelasan terkait dengan penyelesaiannya. batas kekuasaaan negara. Berbagai hak Sekalipun Orde Baru telah tumbang, asasi manusia yang dahulu terkekang dan tak satupun rezim pengganti (successor dirumuskan secara sumir seperti hak untuk regimes) yang mempunyai kemauan politik berserikat dan berkumpul, berpendapat, serta memanfaatkan momen peralihan (trans- kebebasan pers kini lebih dapat dinikmati1. itional period) guna memberi keadilan Reformasi dan modernisasi birokrasi kepada para korban pelanggaran hak asasi menjadikan administrasi negara lebih efektif manusia. yang pada gilirannya tak saja berujung Salah satu persoalan masa lalu yang pada penghematan anggaran namun pula masih tak juga terselesaikan hingga kini pada pelayanan masyarakat yang lebih baik adalah berbagai tragedi kemanusiaan sebagai majikan yang sesungguhnya dalam dalam skala besar yang menimpa massa negara demokrasi. Desentralisasi yang dan simpatisan Partai Komunis Indonesia diwujudkan otonomi daerah menjadikan (PKI) maupun mereka yang dikaitkan daerah lebih leluasa untuk mengatur dirinya dengan PKI dan atau komunisme menyusul sendiri dan lebih terlibat dalam proses terbunuhnya beberapa perwira militer pembangunan. Berbagai piranti hukum yang dan seorang ajudan pada 1 Oktober 1965. bertentangan dengan hak asasi manusia dan Berlainan dengan peristiwa 1 Oktober yang atau tak relevan dengan atmosfer demokrasi terus diperingati sebagai Hari Kesaktian kini dapat dicabar keberlakuannya dan Pancasila, berbagai tragedi itu hingga kini bahkan dapat digugurkan melalui institusi terkesan dibiarkan tetap menjadi misteri Mahkamah Konstitusi. dan dijauhkan dari ingatan dan pengetahuan Namun demikian, di antara sekian publik. Membicarakan peristiwa 1965, orang banyak pembenahan yang telah dilakukan di akan lebih berpikir akan terbunuhnya para 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebelum perubahan dikenal memuat klausul hak asasi manusia secara tidak lengkap dan tidak jelas. Hal ini tak bisa dilepaskan dari sifat temporer konstitusi tertulis tersebut sebagai hasil dari kompromi dari para framers terkait daruratnya situasi guna segera terben- tuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengenai hal ini bacalah antara lain Todung M. Lubis, In Search of Human Rights: Legal-Politics Dillemas of Indonesia’s New Order 1966-1990, Gramedia, 1993, Jakarta. 2 UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. 3 UU 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. 98 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 1, Februari 2010, Halaman 1 - 200 jenderal, daripada hilangnya ribuan bahkan Sebagai karya akademik, tulisan ini jutaan manusia tanpa peradilan. berpijak pada etika dan rambu-rambu aka- Kendati telah lama berlalu, hilangnya demis, yang oleh karenanya melalui se- nyawa begitu banyak warga yang terbunuh rangkaian prosedur dalam penelitian ilmi- serta ratusan ribu lainnya yang menjadi ah. Kerangka berpikir ilmiah dalam hal ini korban pengasingan dan pembuangan hukum hak asasi manusia perlu ditegaskan hingga kerja paksa di berbagai penjara dan sebagai disclaimer untuk menghindari skep- kamp penahanan sungguh bukan persoalan tisisme atau bahkan tuduhan bahwa tulisan sederhana yang boleh dilupakan dan ini adalah bentuk pembelaan terhadap ko- terhapus begitu saja. Mereka yang terlibat munisme dan atau Partai Komunis Indone- baik langsung maupun tidak langsung sia, suatu paham dan organisasi yang dila- dengan berbagai tragedi itu (entah sebagai rang di Indonesia. Dalam konteks demikian, pelaku, entah sebagai korban) memang telah berbagai peristiwa yang melatarbelakangi banyak yang berkurang (baca: meninggal Tragedi 1965 akan dipaparkan, walau tak dunia), namun kebenaran dan keadilan secara detail dan terperinci, sebagai latarbe- bukan persoalan masih hidup atau telah lakang artikel ini. Adapun istilah “Tragedi matinya seseorang. Demi tegaknya keadilan 1965” dalam tulisan ini digunakan sebagai dan untuk mencegah terjadinya impunitas istilah payung (umbrella term) pelanggaran dan terulangnya kembali berbagai peristiwa hak asasi manusia terhadap massa yang di- serupa, berbagai pelanggaran HAM itu tetap identifikasi sebagai anggota Partai Komunis harus diungkapkan dan diselesaikan. Indonesia dan atau simpatisannya. Dalam arah mencapai penyelesaian permasalahan yang pelik namun mendesak B. Tragedi Kemanusiaan 1965: Sejarah untuk diselesaikan inilah, tulisan ini hendak Singkat melakukan kajian dalam perspektif hukum Sebagaimana luas diketahui, pada hak asasi manusia (human rights law) atas 30 September 1965, terjadi serangkaian pembiaran pelanggaran HAM sebagai aksi penculikan terhadap beberapa pejabat akibat peristiwa 1965 tersebut. Tulisan ini tinggi dalam tubuh Angkatan Bersenjata berpijak pada kerangka berpikir hukum Republik Indonesia (ABRI) di berbagai hak asasi manusia serta ajaran hak asasi titik di ibukota Jakarta. Di bawah gerakan manusia untuk kemudian melakukan analisa yang menamai dirinya Gerakan Tiga atas berbagai kasus yang terjadi. Pada Puluh September (G30S) pimpinan Letnan gilirannya, berbagai pelanggaran tersebut Kolonel Untung dari Batalyon Cakrabirawa, akan dianalisa dengan teori-teori dan ajaran kelompok ini menjemput sejumlah perwira hukum hak asasi manusia terkhusus dalam untuk dihadapkan pada Presiden Soekarno. bidang transitional justice. Pada akhirnya, Keenam jenderal dan satu ajudan itu pada tulisan ini menawarkan peyelesaian atas akhirnya ditemukan tewas di sebuah sumur permasalahan bangsa yang telah sekian lama tua di kawasan Lubang Buaya, Jakarta4. mengendap dan terkubur ini. Tak lama berselang setelah dilancarkannya Wardaya, Keadilan Bagi yang Berbeda Paham 99 gerakan tersebut, angkatan bersenjata kemudian dibiarkan saja di pinggir jalan di di bawah pimpinan Panglima Komando bawah pohon, dihanyutkan dan tidak ada Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) orang yang mengurusnya”.7 Mayjen Soeharto secara efektif berhasil Spekulasi berbagai pengamat menye- menguasai keadaan, sekaligus secara de but angka mereka yang tewas akibat pem- facto menguasai kekuasaan. Ia kemudian bantaian tersebut berkisar ratusan ribu hingga melakukan serangkaian penangkapan dan jutaan jiwa. Versi yang paling banyak diper- penertiban dalam kapastitasnya sebagai caya menyebut angka di atas 1,5 juta jiwa.8 Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Meskipun jumlah korban yang ditimbulkan Ketertiban.5 teramat besar, pembantaian massa komunis Sebagai respon atas aksi G30S tersebut, di Indonesia seolah tak ada dalam catatan muncul semacam aksi balasan berupa resmi sejarah bangsa ini. Locus peristiwa di pembantaian umat manusia (massacre) Indonesia, sebuah negara Dunia Ketiga yang yang diduga anggota, simpatisan, maupun kala itu dekat dengan Blok komunis (Soviet mempunyai kaitan (entah yang dekat entah Russia dan China) dan dalam konteks cold jauh) dengan PKI. Dilancarkan oleh unsur war antara kapitalisme melawan komunisme angkatan
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages18 Page
-
File Size-