WONOKROMOINFO - Liburan di Yogyakarta belum pas rasanya kalau tidak mencicipi sate klatak. Menu sate klatak merupakan kuliner khas Wonokromo. Menu sate klatak ini banyak dijumpai di kawasan Wonokromo, Pleret, Bantul. Ada puluhan warung sate kambing mulai dari simpang empat Ringroad, Gondowulung atau Jalan Imogiri Timur hingga Jejeran, Wonokromo, Pleret Bantul yang menyajikan sate klatak. Beberapa warung sate di Wonokromo yaitu : . Sate Pak Keru . Sate Bu Sri . Sate Topa . Sate Pak Penjol . Sate Pak Untung . Sate Pak Jito . Sate Pak Abu . Sate Pak Jam . Sate Mak Adi . Sate BU Jazim . Sate Pak Jam 2 . Sate Pak Jupaini . Sate Pak Pong 2 . Sate Pak Nyong . Sate Pak Wawi . Sate Pak A (Pasar Jejeran) . Sate Pak Jono (Pasar Jejeran) . Sate Pak Bari (Pasar Jejeran) . Sate Lek Yunus . Sate Pak Hawing . Sate Pak Sawal . Sate Pak Mus . Sate Pak Pong I . Sate Pak Hudan Menu sate kambing yang dikenal selama ini menggunakan bumbu kecap atau sering disebut sate bumbu. Sedangkan sate klatak, bumbu yang digunakan cukup garam dan sedikit merica. Kambing yang dijadikan sate ini juga masih berumur muda sehingga daging tidak alogt dan keras tapi empuk. Sate klatak saat dibakar tidak menggunakan tusuk sate/sujen bambu, namun dengan jeruji sepeda. Hal ini dilakukan agar saat daging kambing yang dibakar bagian dalam bisa matang keseluruhan. Saat disajikan, tusuk sate klatak dari jeruji besi itu tetap dibiarkan. Berbeda kalau memilih sate bumbu, tusuk sate dari jeruji itu dilepas kemudian ditambah bumbu kecap, irisan bawang merah dan cabe. Cara menikmati, saat memakan sate klatak, cukup ditambah dengan kuah gulai plus nasi putih. Meski cara penyajian atau membakarnya cukup sederhana, namun banyak wisatawan yang ingin menikmati kuliner sate yang tidak ada ditemui di lain daerah. Selain sate klatak, warung-warung sate di kawasan itu juga menyajikan menu lainnya seperti gulai, tongseng, tengkleng dan nasi goreng kambing. "Sate klatak seporsi untuk satu orang bisa isi 2 tusuk, plus kuah gulai. Kalau ada tambahan biasanya tongseng. Minumannya teh gula batu," ungkap Pak Pong salah satu penjual sate klatak. Masjid Kagungan Dalem di Dusun Jejeran WONOKROMOINFO. Berikut wawancara kami dengan Mbah Munajat selaku penjaga Masjid Mi’roojul-Muttaqiinalloh Dusun Jejeran. Masjid Mi’roojul-Muttaqiinalloh adalah salah satu masjid kagungan dalem. Masjid ini persisnya terletak di dusun Jejeran, kelurahan Wonokromo, kecamatan Pleret, Bantul. Dusun Jejeran sendiri dikenal sebagai dusun santri sejak K. H. Nawawi membangun pesantren sejak tahun 1901. Sampai tahun 2014, jumlah pondok pesantren berkembang menjadi 8 buah. Kedelapan masjid ini adalah tempat belajar dari kurang lebih 1.100-an santri. Walau terkenal sebagai dusun santri, namun dusun Jejeran hanya memiliki satu masjid yakni Masjid Mi’roojul-Muttaqiinalloh. Selebihnya, banyak bertebaran mushola- mushola. Masjid Mi’roojul-Muttaqiinalloh merupakan salah satu satu masjid kagungan dalem yang berdiri di atas tanah keraton Yogyakarta. Masjid ini berdiri sejak zaman pemerintahan Sultan Hamengku Buwono III pada akhir abad 16. Di atas tanah seluas 220 meter persegi menjadi, bangunan masjid ini berdiri. Posisi masjid berada hampir di tengah-tengah dusun dan memiliki arsitektur khas Jawa klasik. Pada mulanya, bangunan Masjid Mi’roojul-Muttaqiinalloh hanya seluas 6x6 meter dan berbentuk limasan. Kemudian, bangunan mengalami perluasan menjadi 8x8 meter dan 10x6 meter. Beberapa perubahan kembali terjadi – terutama pasca gempa 2006— sehingga kini masjid terlihat lebih seperti masjid modern. Padahal, bangunan utama masjid masih kental dengan arsitektur khas Keraton. Saat gempa 2006 terjadi, dusun Jejeran luluh lantak. Kawasan ini dinilai merupakan salah satu kawasan rawan gempa. Bisa dibilang, pasca gempa dusun Jejeran berubah menjadi hutan yang sempat ditempati. Jaringan listrik padam berpuluh-puluh hari. Di lain waktu, hujan lebat membanjiri tenda pengungsian. Rumah-rumah penduduk ambruk, dan puluhan korban jiwa melayang. Masjid Mi’roojul-Muttaqiinalloh mengalami nasib serupa. Ia jadi tak layak pakai. Pada kondisi kritis demikian, masyarakat dimintai bantuan dana demi membetulkan bangunan masjid yang tampak payah. Perbaikan ini dilakukan segera mengingat bantuan dari luar tak segera datang. Maka, disepakatilah untuk merehab bagian utama masjid saja. Pada perundingan setelahnya, disepakati masjid akan tetap dibangun dengan mempertahankan kondisi arsitektur Jawa klasik. Kini, luas bangunan Masjid Mi’roojul-Muttaqiinalloh tercatat menjadi 12x12 meter dan ukuran serambi 18x18 meter. Jarak antara masjid dan serambi 3,80x18 m. Dan memiliki luas total sekitar 630an meter persegi. Masjid juga mengalami perubahan ketinggian. Saka guru yang masih asli dinaikkan setinggi 2 meter dengan harapan kubah bagian utama masjid lebih tinggi ketimbang bagian serambi. Di kawasan Masjid Mi’roojul-Muttaqiinalloh, terdapat makam istri Sultan Hamengku Buwono III. Selain itu, terdapat pula makam Kyai Jejer yang punya hubungan dekat dengan Sultan Agung Hanyorokusumah. Kyai Jejer adalah ayah dari Kanjeng Ratu Kilen yang menjadi istri dari Sultan Agung. Selain itu Kyai Jejer merupakan cucu dari Sunan Drajad yang bernama Syekh Syarifudin dan Sunan Bonang yang bernama Maulana Makdum Ibrahim. Kyai Jejeran juga merupakan cucu-cicit dari Sunan Ampel (Raden Ahmad Rahmatulloh). Oleh keraton Mataram, Kyai Jejeran dijuluki juru Suroprobo. Situs Masjid Patok Negoro Wonokromo Sipel 17 Januari 2018 12:37:58 WIB Sejarah Berdirinya Masjid Wonokromo berdiri pada tahun 1775 Masehi dengan sengkalan ―Nyoto Luhur Pandhito Ratu‖ 1682 tahun jawa. Didirikan oleh KH. Muhammad Fakih alias Kyai Welit. Didirikan di atas tanah perdikan anugerah dari Sultan Hamengku Buwono I, setelah KH. Mohammad Fakih diangkat sebagai Penghulu Kraton. Tanah Perdikan ini masih berupa hutan (alas) yang penuh dengan pohon awar-awar, maka terkenal dengan sebutan alas awar-awar. Atas kesyukuranya dianugerahi tanah itu, KH. Mohammad Fakih lalu mendirikan masjid di ujung tenggara alas awar-awar itu. Ketika meresmikan pendirian masjid yang masih sangat bersahaja dan sesederhana itu, Sultan lalu memberikan nama alas awar- awar itu dengan nama : Wa an-na karoo-maa dengan arti ―supaya benar-benar mulya‖ dengan harapan supaya penghuni kampong ini nantinya benar-benar mulya karena pada beribadah kepada Allah. KH Muhammad Fakih alias kyai Welit alias kyai Seda Laut. KH. Muhammad Fakih disebut dengan sebutan Kyai Welit karena pekerjaan sehari-harinya membuat welit, yaitu atap rumah yang dibuat dari daun ilalang (alang-alang). Selesai membuat welit, lalu ditumpuk begitu saja, sebab welit ini tidak dijual, tetapi diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan. KH. Muhammad Fakih juga disebut Kyai Seda Laut (meninggal di laut) karena sepulang dari tanah suci pada tahun 1757, kapal yang ditumpangi karam di selat Malaka. Kyai Muhammad Fakih karam dilaut, sedang putranya KH. Abdullah terdampar di selat Malaka. Perkembangan Bentuk Bangunan Masjid Tempat wudlu terbuat dari padasan, yang ditempatkan di halaman masjid di sebelah utara dari selatan.Ada dua sumur da nada pohon randu untuk tempat senggot untuk menimba air.Bentuk bangunan masjid (arsitektur masjid) pada saat masjid ini di dirikan, bangunan induk masjid dalam bentuk kerucut (lancip) dengan mustaka dari kuwali yang terbuat dari tanah liat. Sedang bangunan serambi berbentuk limasan dengan satu pintu di depan. Semua bahan bangunanya dari bambu, atapnya dari welit.Dindingnya darigedhek. Bentuk bangunan serta bahan bangunan tak pernah berubah dalam kurun waktu yang sangat lama, sampai pada tahun 1867 Masehi pada periode K.H Muhammad Fakih II, baik atap bangunan maupun tembok ada sedikit perubahan dengan atap bangunan diganti genteng dari tanah liat, tembok dari batu bata yang direkatkan dengan tanah liat, lantai yang dibuat dari komposisi aci dari gamping dan tumbukan bata merah dan pasir. Pada awal berdirinya, bentuk masjid masih sangat sederhana dan apa adanya. Serambi masjid berbentuk limasan, sedang bangunan masjid berbentuk kerucut. Bentuk bangunan ini sampai dengan tahun 1867 M. pada tahun ini oleh K.H. Muhammad Fakih II, bentuk bangunan masjid dibongkar diganti dengan bentuk atap tumpang.Sedang bangunan serambi tetap berbentuk limasan.Dipuncak atap tumpang, mustoko yang dulu hanya dari kuwali yang dibuat dari tanah liat kemudian diganti dengan bentuk bawangan yang dibuat dari kayu nagka.Tidak hanya bentuk bangunanya yang dirubah oleh K.H Muhammad Fakih II, kerangka yang semula bambu diganti dengan kayu nangka dan sebagian dengan kayu gelugu.Tembok yang semula hanya dari gedhek (anyaman bambu) diganti dengan batu bata yang direkatkan dengan tanah liat yang diplester dengan adukan aci gamping dengan tumbukan bata dan pasir.Demikian lantainya dibuat dari bata yang ditata lalu diplester dengan adonan seperti membuat tembok. Pada masa K.H Muhammad Fakih II, ruangan di dalam masjid didalam di sisi kiri dan kanan bangunan masjid atau sebelah utara dan sebelah selatan ruangan masjid dibuat ruangan untuk jama’ah sholat bagi orang-orang putri yang disebut pawastren. Tempat berwudhu yang semula dari padasan dibuat kolam didepan serambi masjid.Air dialirkan dari sungai Belik. Pada tahun 1958, bangunan masjid kembali dibongkar.Bentuk bangunan masjid dengan bentuk atap tumpang tetap dipertahankan, malah ditambah dengan gulu melet sebagai penyela antara atap tumpang sebelah atas dan atap tumpang sebelah bawah.Bangunan serambi masjid diperluas.Kolam tempat wudlu diurug (ditimbun) tanah dijadikan halaman masjid.Tempat wudlu dibuat kulah yang ada disisi utara dan selatan serambi
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages25 Page
-
File Size-