![Koleksi Cerita, Novel, & Cerpen Terbaik Kira-Kira Sejarah Priangan](https://data.docslib.org/img/3a60ab92a6e30910dab9bd827208bcff-1.webp)
ILMUIMAN.NET: Koleksi Cerita, Novel, & Cerpen Terbaik Cerita Kira-kira Sejarah (16+). 2017 (c) ilmuiman.net. All rights reserved. Berdiri sejak 2007, ilmuiman.net tempat berbagi kebahagiaan & kebaikan lewat novel- cerpen percintaan atau romance, dan cerita non fiksi.. Seru. Ergonomis, mudah, & enak dibaca. Karya kita semua. Peringatan: Pembaca yang sensi dengan seloroh ala internet, silakan stop di sini. Segala akibat menggunakan atau membaca, sepenuhnya tanggung jawab pembaca. Terima kasih & salam. *** Kira-kira Sejarah Priangan Konteks Priangan Parahyangan atau Priangan atau Bahasa Belanda "Preanger" adalah wilayah bergunung-gunung di Jawa Barat selatan-timur, berbudaya Sunda, yang secara tradisional meliputi: Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Bandung, Cianjur, Sukabumi dan Bogor. Setelah sebelumnya ditulis tentang Jawa Bagian barat keseluruhan, tetapi secara garis besar, rasanya lebih kumplit pake telor kalau Priangannya dibahas lagi khusus. Kira-kira, Parahyangan bermakna tempat para rahyang atau hyang, roh leluhur atau para dewa menghuni tempat-tempat yang luhur-tinggi. Jaman Kerajaan Sunda kuno, wilayah jajaran pengunungan di tengah Jawa Barat dianggap kawasan suci tempat hyang bersemayam, dan kata legenda, tanah itu tercipta ketika para dewa tersenyum, mencurahkan berkah dan restunya. Bukan saat mejen, atau saat habis kalah pilkada. Di masa kisruh, saat Pakuan-Pajajaran diacak-acak Banten (1579-1580), wilayah priangan tradisional itu terus memecah menjadi dua kerajaan (yang relatif merdeka, independen): Sumedang Larang dan Galuh. Dan saat itu ada pecahan lagi di utara, yaitu antara daerah Cirebon dan Jayakarta (daerah Karawang, Subang, Purwakarta), kalau tidak salah disebut Rajagaluh (dan setelah direbut Cirebon, disebutnya: Rangkas Sumedang, yang batas wilayahnya belum tentu persis sama). Di masa karesidenan Hindia Belanda, daerah itu berubah jadi Karesidenan Karawang. Daerah ini dianeksasi oleh VOC dari Cirebon secara akal-akalan dengan bantuan Mataram Juni 1677 (alias ujungnya terjajah Belanda sekitar 265 tahun, 1677-1942). Di masa Hindia Belanda, Karesidenan Priangan terus mengecil, tinggal Cianjur, Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis masa kini. Yaitu ini dianggap wilayah asli gabungan Sumedang Larang dengan Galuh. Sementara Bogor, dan Sukabumi, jadi karesidenan sendiri, yaitu Karesidenan Buitenzorg. Yang oleh Belanda, sepertinya ini dianggap wilayah eks Pakuan-Pajajaran di era terakhir, setelah kerajaan itu menciut digerus oleh Banten. Dalam konteks yang lebih besar kurang lebih munculnya priangan tergambar dalam skema berikut ini (area berbayang di tengah). Ini mungkin sedikit mengulang, sorry.... Babak1 : Berawal dari abad ke-1 atau ke-2, muncul kerajaan tua, yang boleh dibilang ini sesepuhnya kerajaan di nusantara, yaitu Salakanagara. Babak 2 : Saat kerajaan ini maju, lalu mengkonsolidasikan praktis seluruh jawa-barat dan sebagian jawa-tengah, membentuk kerajaan besar, dan sampai sekarang termasuk kerajaan jawa-barat terbesar sepanjang masa, yaitu Tarumanagara atau Taruma. Kurang lebih Taruma ini the best senusantara di abad ke-4 sampai ke-7. Babak 3 : Sekitar abad ke-7 dan ke-8, yang ngetop se-nusantara itu Sriwijaya. Nah, konon (debatable masih), pendiri Sriwijaya itu salah satu istrinya adalah putri kedua dari kerajaan Tarumanagara. Putri pertamanya sendiri, lantas menikah dengan Pangeran Kerajaan Sunda (yang merupakan bawahan Taruma aslinya), dan lantas mengambil alih kekuasaan, dan bersama sang suami lantas memindahkan ibu kota ke Sunda, atau Sunda-Kelapa masa kini. Di titik ini, Galuh (turunan trah asli Taruma) merasa canggung untuk menghamba pada raja Sunda cuma menantu trah Taruma, lalu melepaskan diri. Babak 4 : Kerajaan Jawa Medang, mulai membesar, merupakan bagian dari trah Syailendra juga, yang saat itu berjaya senusantara. Sunda menjadi bawahan Sriwijaya juga, mirip Medang, dan awalnya, Galuh yang masih bersaudara dengan Sunda akur- akur saja dengan Medang, maupun dengan Sunda. Sampai kemudian, di abad ke-8, raja Galuh dikudeta oleh bangsawan setempat. Kudeta ini, lantas dilawan oleh pasukan gabungan Medang-Sunda, sampai terkalahkan. Habis kalah, Galuh dipegang oleh Medang sebentar, kemudian diserahkan ke Sunda, dan terbentuklah kembali kerajaan gabungan Sunda-Galuh. Babak 5 : Beberapa lama, Sunda-Galuh itu terus teraliansi dengan kerajaan Jawa (Medang, yang kemudian dari Jawa Tengah hijrah ke Jawa Timur di Jaman Mpu Sendok), serta kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya dan Medang ini satu trah, yaitu trah Syailendra, dan juga, boleh dibilang raja-raja Sunda-Galuh itu juga bersaudara dengan mereka. Tapi apa mau dikata, kemudian, Sriwijaya dan Medang ini pecah kongsi. Permusuhan Sriwijaya-Medang mulai menajam jaman Raja Dharmawangsa berjaya di Jawa Timur, yaitu di awal abad ke-11. Bagi Sunda-Galuh, posisinya jadi sulit. Dua- duanya saudara. Jadi akhirnya cenderung netral saja, dan menutup diri dari carut marutnya perselisihan barat-timur di nusantara, terus sampai kerajaan Jawa-nya bertransformasi menjadi Majapahit. Pusat kerajaan Jawa pun, demi menghindari serbuan marinir sebagaimana serbuan ke ibukota Sriwijaya, terus dipindahkan ke Galuh. Tapi, posisi ibukota di Galuh ini berakhir kurang lebih sampai selepas peristiwa bubat, saat raja-raja Sunda-Galuh dibantai oleh Gajah Mada di abad ke-14. Habis pembantaian bubat itu, ibukota Sunda-Galuh kemudian dipindahkan ke Pakuan- Pajajaran, yaitu berada di antara dua sungai besar Ciliwung dan Cisadane. Galuhnya, kemudian terlepas dari tangan mereka dan dianeksasi Majapahit kurang lebihnya. Babak 6 : Ini sebagaimana diceritakan di atas. Pakuan Pajajaran yang bertahun-tahun eksis sebagai kerajaan pedalaman yang tidak pernah terganggu oleh siapapun, terus mempertahankan budaya lama kombinasi antara kepercayaan leluhur dengan agama India Hindu-Budha.. integritasnya di abad ke-16 mulai goyah, dan terus terpecah yang kurang lebih pecahannya adalah: wilayah inti Pakuan-Pajajaran itu sendiri di barat- selatan. Lalu di utara, berturut ada daerah Banten, Kelapa (atau Sunda-Kelapa), Rajagaluh, Cirebon. Lalu di selatan-timur, ada Sumedang-Larang (dan Galuh, tapi Galuhnya lebih terafiliasi ke Jawa daripada ke Pakuan-Pajajaran). Berturut-turut, Cirebon jadi islam, lalu melepaskan diri. Diikuti Banten kemudian. Dan Sumedang Larang (tapi Sumedang Larang tidak begitu saja melepaskan diri). Sunda-Kelapa terus digempur gabungan Cirebon-Banten, jadi islam juga. Lalu Rajagaluh pun direbut Cirebon, dan jadi islam juga. Terakhir wilayah induknya Pakuan-Pajajaran direbut Banten, dan jadi islam juga. Yang masih ingin mempertahankan tradisi lama, lantas hijrah ke Sumedang-Larang, yang walaupun islam tapi pro Pakuan-Pajajaran, saudara tuanya. Serangan Banten ke Sumedang Larang dibendung di Cianjur. Demikian pula, serangan Cirebon ke Sumedang Larang tidak berhasil menghancurkannya. Terakhir, yang susah dilawan adalah Mataram, yang di abad ke-16 itu sudah menguasai Galuh. Yah, daripada konyol melawan kingkong, akhirnya, Sumedang Larang memutuskan ikut jejak Galuh, bergabung dengan Mataram saja. Sebelum bergabung ke Mataram, dua kerajaan merdeka itu tadi (Galuh dan Sumedang Larang), yang lebih kuat adalah Sumedang Larang. Pusatnya di Kutamaya (barat downtown Sumedang masa kini). Raja paling top-nya diyakini Prabu Geusan Ulun (yang bertahta sekitar 28 tahun, 1580-1608). Sementara Galuh, yang sudah sejak lama kecondongannya tengah-tengah, antara Jawa dan Sunda, pusatnya somewhere di wilayah Tasik-Ciamis-Banjar masa kini. Kenapa Sumedang Larang lebih kuatan daripada Galuh? Ini tadi sudah terjawab.... Selain karena kemungkinan Galuh yang lebih tua itu sejak jaman Majapahit sudah jauh tereduksi kekuatannya oleh orang-orang Jawa, ada kemungkinan juga karena Sumedang Larang ini 'diperkaya' oleh para pelarian Pakuan- Pajajaran di sisi baratnya. Bahkan, bisa juga disebut: Sumedang Larang itu, jelmaan Pakuan-Pajajaran versi islam (yang merdeka); yaitu menurut para pelarian; sedangkan menurut orang Banten, ya area Bogor-Sukabumi-Cianjur itulah Pakuan-Pajajaran versi islam (yang merupakan bawahan Banten). Sepeninggal Geusan Ulun, Sumedang Larang diwarisi anak tiri sang raja: Raden Aria Suriadiwangsa (berkuasa sekitar 16 tahun, 1608-1624). Tapi tahun 1620 itu, independensinya goyah, terjepit oleh tiga kekuatan besar: Banten, Cirebon, Mataram. Sang Aria lalu memilih menyerahkan diri jadi bawahan Mataram. Kebetulan, ibundanya: Ratu Harisbaya adalah saudara Sutawijaya pembesar Mataram. *** Priangan Era Mataram Sejak itu, Sumedang Larang dan segenap wilayah priangan yang menghamba ke Mataram (termasuk Galuh), dijadikan satu wilayah bawahan yang dikontrol oleh Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata (alias Rangga Gempol I, yang berkuasa sekitar 4 tahun, 1620-1624, sebagai Wedana Bupati alias bos-nya para Bupati priangan). Rangga Gempol konon dipilih sendiri oleh Sultan Agung van Mataram. Pada masa ini, perbatasan sisi baratnya bisa jadi Cianjur (dan sebagian Bogor-Sukabumi). Kemudian, Rangga Gempol itu ditugaskan raja Mataram menaklukkan Sampang Madura. Wilayah Priangan-Mataram, sementara dia ekspedisi, disuruh pegang oleh Pangeran Rangga Gede yang lebih junior. Saat itu, terus priangan diserang oleh Banten yang melihat kesempatan karena melihat jagoan-jagoan tempur Priangan banyak yang dibawa ekspedisi ke Sampang. Sebagian wilayah jatuh (lagi) ke Banten, yaitu mestinya sisi baratnya. Dan ini bikin malu dan marah raja Mataram, sehingga Rangga Gede lalu diciduk, ditahan di Mataram. Walaupun, sebetulnya, pertahanan Priangan tidak payah-payah amat. Salah seorang perwira andalannya berhasil
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages27 Page
-
File Size-