
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI GAMBUS SEBAGAI SUBKULTUR MUSIKAL RELIGIUS STUDI KASUS PRAKSIS GAMBUS KELOMPOK “AL-ASYIK” AMBULU, JEMBER - JAWA TIMUR Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Magister Humaniora (M.Hum) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Nur Imroatus Sholikhah NIM: 036322001 MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI GAMBUS SEBAGAI SUBKULTUR MUSIKAL RELIGIUS STUDI KASUS PRAKSIS GAMBUS KELOMPOK “AL-ASYIK” AMBULU, JEMBER - JAWA TIMUR Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Magister Humaniora (M.Hum) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Nur Imroatus Sholikhah NIM: 036322001 MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Gambus Sebagai Subkultur Musikal Religius: Studi Kasus Praksis Gambus Kelompok Al-Asyik Ambulu, Jember-Jawa Timur” merupakan hasil karya dan penelitian saya sendiri. Di dalam bagian tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi. Peminjaman karya-karya sarjana lain di dalam tesis ini adalah semata-mata untuk keperluan ilmiah sebagaimana diacu secara tertulis dalam daftar pustaka. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO Karena sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Sungguh, beserta kesulitan ada kemudahan. (Q.S. Alam Nasyrah: 5-6) v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEMBAHAN Untuk Mas Kiki, Zeta dan Nashwa. Terimakasih untuk kebaikan kalian menciptakan banyak energi yang membuatku tidak berhenti berusaha vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Saya sempat merasa menulis tesis merupakan “kutukan” dalam hidup saya. Tidak ada kata lain yang melingkupi proses tersebut selain susah dan susah banget. Kalau banyak teman berseloroh saya mencari hiburan dengan “membuat anak”, itu ada benarnya juga. Meskipun banyak teman yang juga memaklumi lamanya saya bikin tesis, ya salah satunya karena urusan anak. Akan tetapi, saya juga perlu meyakinkan bahwa “hiburan dan anak” berbeda urusan dengan kesusahan saya mengurusi “kutukan” menulis tesis. Kesusahan pertama jelas pada kemampuan menulis dan membaca teks. Saya baru yakin kalau S-1 saya betul-betul “gagal” ketika dihadapkan dengan kenyataan kalau saya tidak bisa menulis sesuai dengan kaidah dan membaca sesuai maksud. Kesusahan kedua pada kepercayaan diri saya untuk yakin memakai pendekatan-pendekatan yang ditawarkan IRB. Saya sudah terlanjur percaya bahwa membuat tulisan itu intinya setuju atau menolak, mendukung atau mengkritik, deskriptif analisis atau eksplorasi deskriptif. Hingga IRB “memberi tahu” bahwa tidak perlu setuju atau menolak kalau yang diperlukan cuma merasakan; merasakan hidup itu memang hidup (kaya iklan, he) dan dapat dihidupi, bukan sekadar mekanisme dalam sistem. Untungnya Pak Nardi meyakinkan bahwa meskipun suasana membuat tesis di IRB terlihat “mengerikan”, tapi stafnya seperti flower in the desert, yang membuat saya betah. Terutama ketika Pak Nardi sudi menjadi guru belajar tata bahasa hingga menjadi tempat curhat masalah rumah tangga; Romo Banar yang selalu siap menjadi “DPR”. Pak Budiawan yang pasti sudi mengingatkan berbagai keteledoran. Mbak Hengki yang selalu siap ditanya-tanya soal kemungkinan dimaafkan dari berbagai kelalaian prosedur. Yang lebih menguntungkan lagi, IRB membuat saya berjodoh dengan Pak Johan yang selalu meng-update dunia musiknya. Di dalam bimbingan Pak Nardi dan Pak Johan, saya yakin kalau tema gambus lebih masuk akal bagi saya dari pada tema-tema yang membuat saya pura-pura mengalaminya. vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Berkah lain saya dapatkan dari teman-teman IRB dan keluarga. Perempuan-perempuan IRB yang “tahan banting”: mbak Ntis dengan segala kebaikan dan waktunya menemani proses berburu demi memenuhi berbagai keperluan tesis dan juga yang tidak terkait dengannya; Mbak Melati dan Mas Woody, kalau gak ada kalian, saya jamin gak akan ada bunyi musik dalam tesis saya; Izzah yang selalu rela berlama-lama mendengarkan teori-teori sok tahu saya. Teman-teman kelas: Pak Toto yang selalu percaya saya bisa nulis; Yus yang dengan caranya meyakinkan saya kalau musik bukan hal yang rumit; Ferdi yang memberikan suasana hidup baru bagi “kekuperanku”. Juga adik dan kakak kelas: Mbak Devi, Linda, Yustina, Wahyudi, Mbak Yeni, dan teman-teman lain yang tidak dapat saya sebut di sini. Di samping itu, keluarga Jember yang selalu percaya saya sedang melakukan hal baik dan mendukung dengan ikut-ikutan membantu mengumpulkan data. Dengan semua itu, saya yakin bahwa saya sedang menjalani tantangan, bukan “kutukan”. Tantangan yang hasilnya saya dedikasikan sepenuhnya untuk kelompok Al-Asyik Ambulu. Terima kasih telah mengajarkan saya arti “negosiasi” dan asyiknya menjadi orang biasa. Nur Imroatus S Januari 2008 viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK Memahami Al-Asyik sebagai subkultur musikal religius membutuhkan tiga hal: pertama, memahami Al-Asyik sebagai bagian dari pembentuk musik; kedua, memahami musik gambus sebagai cara pemain menghidupi bentuk musiknya; ketiga, memahami bahwa dalam praktiknya, bentuk gambus yang dihidupi pemain tidak pernah benar-benar otonom. Ketiga pemahaman tersebut dapat dipakai untuk memahami, mengapa bentuk pertunjukan gambus Al-Asyik disebut religius di Ambulu? Dan, apa pentingnya hal itu bagi kelangsungan hidup bermasyarakat pemainnya? Gambus disebut religius di Ambulu melalui penilaian dalam mekanisme budaya musikal religius. Dalam medan gambus, penilaian berasal dari ruang religius dan ruang musikal. Ruang religius merupakan arena perebutan legitimasi religius dan ruang musikal merupakan arena perebutan legitimasi musikal. Legitimasi religius di Ambulu didistorsi melalui pemaknaan simbol-simbol religius, antara lain: masjid, pengajian dan musholla. Simbol-simbol tersebut secara dinamis membentuk stuktur bahasa religius yang dipakai sebagai media komunikasi bagi “suara-suara” religius. Sedangkan, legitimasi musikal dipengaruhi oleh persaingan antara bentuk-bentuk musik ruang religius dengan bentuk-bentuk musik yang disediakan oleh industri musik religius tradisi. Untuk dapat mengakses bahasa ruang, pemain harus “peka” dengan bentuk-bentuk yang disediakan setiap ruang. Bentuk yang diapropriasi pemain dari ruang religius adalah ja’fin. Sedangkan, bentuk yang diapropriasi dari ruang musikal, secara khusus, berasal dari kelompok gambus Balassyik, dalam bentuk sarah dan baladian. Hanya dengan menghidupi ja’fin, bentuk gambus pemain telah dinilai religius. Akan tetapi, habitus dan modal pemain sebagai pemain hadrah dan pemain band, membuat mereka merasa perlu bersaing dengan Balassyik. Persaingan tersebut menghasilkan empat bentuk gambus: pop ja’fin, sarah, baladian, dan dhaifah. Akan tetapi, bentuk tersebut justru memposisikan “suara” Al-Asyik sebagai suara “bising”; suara yang tidak dapat dipakai untuk berkomunikasi dengan medan gambus religius. Suara yang bahkan diragukan legitimasi religiusnya. Di sisi lain, “suara” tersebut dihidupi sebagai artikulasi kombinasi habitus dengan modal pemain. “suara” tersebut adalah identitas Al-Asyik. Pada posisi ini, identitas Al-Asyik direposisi agar dikenali oleh legitimasi lainnya. Identitas tersebut juga membawa mereka melakukan reposisi dalam ruang religius dan ruang musikal. Lebih jauh, mereka juga mereposisi statusnya. Artinya, Al- Asyik secara sadar tidak sedang ingin bersuara melalui bahasa medan gambus mainstream. Mereka bahkan mengusahakan medannya sendiri. Key words: gambus, subkultur, budaya musikal religius. ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN ii HALAMAN PENGESAHAN iii HALAMAN PERNYATAAN iv MOTTO v PERSEMBAHAN vi KATA PENGANTAR vii ABSTRAK ix DAFTAR ISI x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 4 C. Signifikansi Penelitian 5 D. Tinjauan Pustaka 5 1. Kajian Musik Gambus 6 2. Berbagai Kajian Musik 10 BAB II SOSIOLOGI BUDAYA MUSIKAL 17 A. Musik Sebagai Mentalitas (Music as Mentality) 18 B. Budaya Musikal 21 1. Budaya dan Subkulturnya 22 2. Subkultur Musikal 30 C. Kesimpulan 33 D. Metode Penelitian 35 a. Observasi Awal 35 b. Pengumpulan Data 36 c. Analisis Data 38 BAB III MEDAN GAMBUS AL-ASYIK 40 A. Ruang Religius 42 1. Masjid Besar Sebagai Ruang Distorsif 42 2. Jamaah Pengajian Sebagai Ruang Intensional 48 3. Musholla Sebagai Ruang “Bahasa” 52 B. Ruang Musikal 54 C. Kesimpulan 68 x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB IV GAMBUS SEBAGAI BUDAYA MUSIKAL RELIGIUS 70 A. Ja’fin: Awal perjumpaan 70 B. Sarah dan Baladian: Musik Religius, Selera Komersil 75 C. Dhaifah: Akhir Perjalanan? 83 D. Kesimpulan 90 BAB V IDENTITAS GAMBUS AL-ASYIK 92 A. Identitas Religius Sebagai Konsistensi 92 B. Identitas Musikal Sebagai Cara Bersaing 98 C. Subkultur Sebagai Reposisi Identitas 106 1. Reposisi Religiusitas 108 2. Reposisi Musikal 112 3. Reposisi Status 114 BAB VI KESIMPULAN 117 Daftar Pustaka 121 Lampiran 1. Data Diri Pemain 123 2. Kuesioner 131 3. Daftar Peta xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik merupakan salah satu cara mengenali masyarakat1. Model interaksi yang sedang dihidupi oleh seseorang atau kelompok tertentu dapat dilihat dari cara menghidupi musiknya. Salah satu contoh menghidupi musik di Indonesia
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages155 Page
-
File Size-