Ideologi Film Garin Nugroho Ahmad Toni Prodi S3 Pascasarjana Fikom Universitas Padjajaran Jalan Raya Bandung-Sumedang KM 21 Jatinangor 45363 Fikom Universitas Budi Luhur Jalan Raya Ciledug Petukangan Utara Kebayoran Lama Jakarta Selatan 12260 ABSTRACT This study is based on qualitative research with critical discourse analysis approach. The study presents the text of the fi lm as micro level of semiotic analysis. The purpose of the study is to uncover the ideology of Garin Nugroho fi lms which apply high aesthetic and anthropology construction of an exotic Indonesian culture. The result shows that the ideology resistance manifested in the fi lm of “Daun di Atas Bantal” is the philosophy reconstruction of art democratization as the power to sup- press the regime of Suharto and the new order. “Opera jawa” fi lm is the reconstruction of gender philosophy and Java femininity as well as the philosophy of the nature cosmology in the perspective of moderate Hindu Islam in presenting the greediness of human in the system of the nature ecology. The fi lm of ‘Mata tertutup’ is the philosophy reconstruction of moderate Islam to counter the power of radicalism and terrorism as the concept developed and related to the tenacity of nationalism system of the young generation in Indonesia. “Soegija” fi lm is the reconstruction of Christology philosophy and the values of minority leadership in the nationhood and statehood. The fi lm of “Tjokroaminoto Guru Bangsa” is the reconstruction of Islam philosophy to view the humanism values in the estab- lishment of the foundation of the nation as a moderate view. Keywords: fi l m ideology, Garin Nugroho, Indonesian-ism PENDAHULUAN ini dikarenakan politik Amerika Serikat yang berbalik arah mendukung pemerin- Industri fi lm Indonesia dalam sejarah- tahan Soekarno sebagai presiden Republik nya dijadikan sebagai jalan masuk ideolo- Indonesia. Peta politik dunia pun berimbas gi Amerika Serikat, di mana pengelolaan kepada eksistensi perfi lman Indonesia dan dasarnya dilakukan atas dasar kepentingan tentunya makna sejarah perfi lman Indone- kekuatan dan kepentingan politik Amerika sia yang dimulai pada tahun 1951-1952, di Serikat sebagai kubu perang dingin, tujuan- mana momentum ini juga ditandai dengan nya ialah penguasaan dan eksploitasi sum- lahirnya Perusahaan Film Nasional Indone- ber daya bangsa Indonesia, di mana Indo- sia (Perfi ni) dan Perseroan Artis Indonesia nesia mengalami transisi kekuasaan dari (Persari) pada tahun 1950. bangsa Belanda dan pemerintahaan Soe- Pada periode ini kemudian dikenal karno, kondisi pertumbuhan ekonomi yang adanya istilah perfi lman nasional yang baik menjadi momentum sejarah perfi lm- digagas dan dibentuk oleh seniman dan an Indonesia yang berangkat pada tahun budayawan Lesbumi sehingga menghasil- 1950-an. Kondisi ini pula yang membuat kan fi lm-fi lm yang berorientasi pada nilai hubungan antara Amerika Serikat dan Be- nasionalisme, tentunya situasi ini menjadi landa pada kondisi yang kurang baik. Hal kemenangan kepentingan Amerika Serikat 11 - Pantun Vol. 2 No. 1 Juni 2017 - dalam menguasai industri fi lm Indonesia na mitos merupakan semacam wicara yang melalui distribusi fi lm-fi lm import. Pada dipilih oleh sejarah, mitos tidak mungkin tahun 1951 produksi fi lm mencapai 40 berkembang dari ‘hakikat’ pelbagai hal” judul. Film-fi lm penting periode ini antara (2007:296-297). Sementara Danesi (2010: lain: The Long March karya Umar Ismail, 57) menyatakan bahwa “kata mitos ber- Lewat Djam Malam karya Umar Ismail, dan asal dari kata Yunani mythos yang artinya Turang karya Bachtiar Siagian, sementara ‘kata-kata’, ‘wicara’, ‘kisah para dewa’. Hal produser Tionghoa seperti Tan dan Wong ini bisa didefi nisikan sebagai narasi yang memproduksi fi lm murah, Topeng Besi. Poli- di dalamnya karakter-karakter para dewa, tik luar negeri bangsa Indonesia mengalami makhluk mistis, dengan plot (alur cerita) pergeseran dengan ditandainya krisis eko- asal-usul segala sesuatu atau tentang peris- nomi pemerintahan Soekarno, hal ini terjadi tiwa metafi sis yang berlangsung di dalam dikarenakan proses nasionalisasi sejumlah kehidupan manusia, dan se ing-nya adalah perusahaan penting yang tidak didukung penggabungan dunia metafi sis dengan du- oleh tenaga ahli lokal yang mengakibat- nia nyata”. kan pemberontakan muncul di berbagai Dalam mitos, kita kembali menemukan wilayah dan perseteruan elit politik multi- pola tiga-dimesi yaitu; penanda, petanda partai dan kondisi ekonomi pemerintahan dan tanda. Tetapi mitos adalah suatu sistem setelah pengambil-alihan Papua. “Politik yang janggal, karena ia dibentuk dari ran- luar negeri Soekarno mampu menggerak- tai semiologis yang telah eksis sebelumnya; kan negara-negara Asia Afrika untuk bersa- mitos merupakan sistem semiologis tatan- tu dan tidak masuk ke dalam Blok Amerika an-kedua (second-order semiological system). Serikat (Barat) ataupun Uni Soviet (Timur). Apa yang merupakan tanda yaitu totalitas Pada akhirnya Soekarno mampu mengini- asosiatif antara konsep dan citra dalam siasi lahirnya Konferensi Asia Afrika (KAA) sistem penanda. di Bandung, dengan lahirnya pula Festival Film Asia Afrika (FFAA). Rumusan Masalah Skema Pertandaan Roland Barthes dalam penelitian ini ialah: Bagaimanakah Penanda (i) Petanda (i) dengan perkembangan sutradara Indone- Bahasa Petanda (ii) sia saat ini, tentunya secara ideologi? Pene- Tanda (i)/ Penanda (ii) Mitos litian ini mengungkap tentang paham ide- Tanda (ii)/ Konotatif ologi Garin Nugroho yang menjembatani sutradara konvensional dan digital dalam (Sumber: Roland Barthes, 2007:300) perfi lman Indonesia. Roland Barthes (Sobur, 2003:68) mem- Teori dan Konsep buat sebuah model sistematis dalam meng- Semiotika Roland Barthes analisis makna dari tanda-tanda. Fokus Secara etimologi mitos adalah “sebu- Barthes lebih tertuju kepada gagasan ten- ah tipe pembicaraan atau wicara ‘a type of tang signifi kasi dua tahap (two order of sig- speech’ (Barthes, 2007:295)’. Selanjutnya nifi cation) seperti dapat dilihat pada Skema Barthes menyatakan bahwa “mitos adalah Denotatif dan Konotatif. suatu sistem komunikasi (suatu pesan), mi- Signifi kasi tahap pertama merupakan tos merupakan mode pertandaan (a mode of hubungan antara signifi er (penanda) dan signifi cation), suatu bentuk (a form). Mitologi signifi ed (petanda) di dalam sebuah tanda dapat memiliki suatu fondasi historis, kare- terhadap kualitas eksternal. Barthes me- 12 - Toni: Ideologi Film Garin Nugroho - Skema Denotatif dan Konotatif 2. Lapisan simbolis, yang meliputi simbol- is refresensial (acuan), simbolis diegetis Conotation (pandangan tentang benda), simbolis Signifi er eisensteini-an (suatu analisis kritis ten- Denotation Signifi ed tang pealihan dan pergantian), simbolis historis. Myth Pertandaan yang samar-samar dan ti- dak utuh sebagai makna yang eksistensi Reality Sign Culture dari adegan yang ditampilkan (digambar- kan). Makna ketiga ini merangsang baca- First Oder Second Order tafsir yang bersifat interogatif (penandaan), penuntutan atas penserapan ‘puitis’. Mak- (Sumber: Alex Sobur, 2003:68) na ini adalah bentuk signifi kansi yang be- rada pada wilayah penanda. nyebutnya dengan denotasi, yaitu makna yang nyata dari tanda. Konotasi adalah Ideologi dan Media istilah yang dipergunakan Barthes untuk Frans Magnis Suseno menyatakan menunjukkan signifi kasi tahap kedua. Hal pendapatnya tentang ideologi “Persoalan ini menggambarkan interaksi yang terjadi ideologi merupakan pusat kajian ilmu so- ketika tanda bertemu dengan perasaan sial, ideologi dimaksudkan sebagai kese- atau emosi reader serta nilai-nilai sosialnya. luruhan sistem berpikir, kelompok sosial Konotasi mempunyai makna yang subjek- atau individu” (Kristeva, 2015:2). Artinya, tif atau intersubjektif. Denotasi adalah apa ideologi dapat dipahami sebagai suatu yang digambarkan tanda terhadap sebuah sistem tentang penjelasan akan eksistensi objek, sedangkan konotasi adalah bagaima- suatu kelompok sosial, dan atau individu, na menggambarkannya. Pada signifi kasi di mana sejarahnya memproyeksikan ke tahap kedua yang berhubungan dengan isi, masa depan tentang adanya rasionalisasi tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos akan hubungan kekuasaan antar kelompok adalah bagaimana kebudayaan menjelas- atau kelas-kelas sosial di dalamnya. Ideolo- kan atau memahami beberapa aspek ten- gi yang dianut atau diyakini pada akhirnya tang realitas atau gejala alam. Kita melihat akan menentukan bagaimana cara ber- keseluruhan tanda dalam sistem denotasi pikir, cara memandang sebuah persoalan, berfungsi menjadi penanda pada sistem ko- cara mensikapi persoalan. Ideologi dalam notasi atau sistem mitos (Berger, 2000:15). defi nisi umum dipahami sebagai sistem Pertandaan dan pemaknaan dalam fi lm nilai, ide dan moralitas yang mendasari atau sinematografi dalam konteks semio- kesadaran dan perjuangan kelompok atau tik sebagaimana dinyatakan oleh Barthes individu tertentu. Lebih jauh lagi Burton (2010: 41-43). Dalam scene (fragmen/adeg- (2007:72) menyatakan “Istilah ideologi an) cerita fi lm terdapat tiga lapisan makna, mendeskripsikan suatu perangkat koheren antara lain: ide dan nilai yang mengungkapkan pan- 1. Lapisan informasional, yakni segala dangan tentang dunia sosial, ekonomi, dan sesuatu yang bisa diserap dari latar politik, yang mempertanyakan bagaimana (se ing), kostum, tata letak, karakter, keadaan dunia sekarang dan bagaimana kontak atau relasi yang terjadi antar dunia itu seharusnya. Istilah ini juga mere- pelaku (tokoh). Hal ini sebagai semio- presentasikan ide tentang hubungan keku- tika tingkat pertama. 13 - Pantun Vol. 2 No. 1 Juni 2017 - asaan dalam
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages20 Page
-
File Size-