INVENTARISASI MAKANAN TRADISIONAL JAWA UNSUR SESAJI DI PASAR-PASAR TRADISIONAL KABUPATEN BANTUL Endang Nurhayati, Mulyana, Venny Indria Ekowati, Avi Meilawati FBS Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak: Inventarisasi Makanan Tradisional Jawa Unsur Sesaji di Pasar-email: endang_ [email protected] Pasar Tradisional Kabupaten Bantul . Tujuan penelitian ini adalah: (1) menginventarisasi makanan tradisional Jawa jenis jajan pasar di pasar-pasar tradisional Kabupaten Bantul; (2) mendeskripsikan namamakanan tradisional Jawa unsur sesaji di berbagai ritual Jawa. Jenis penelitian ini adalah penelitian survey, yang menggunakan pendekatan teori etnolinguistik. Penelitian dilakukan di 27 pasar tradisional Kabupaten Bantul. Hasil penelitian menunjukan ada 45 jenis jajan pasar yang masih dijual di pasar tradisional Kabupaten Bantul. Makanan terbuat dari bahan baku singkong, beras, jagung, dan gandum. Cara pengolahan makanan ada yang digoreng, dikukus, direbus dan dibakar. Selain makanan tersebut ditemukan pula jenis makanan umbi-umbian, dan kacang- kacangan. Dari 45 jenis jajan pasar tersebut tidak seluruhnya masuk unsur sesaji Jawa. Nama makanan yang termasuk sesaji antara lain: ketan, kolak, apem, aneka jenang, peyek, kacang-kacangan, umbi-umbian rebus atau lazim disebut pala kependhem, jadah, wajik, dan lemper. Abstract: Kata kunci: inventarisasi, makanan tradisional Jawa, unsur sesaji Inventories Javanessee Traditional Offering Food in Bantul Traditional Market. This research aims to (1) inventories Javanessee traditional food in Bantul traditional market, (2) describes the name of traditional food as offerings which is related with Javanesee philosophy in Javanessee tradition. It employed the survey technique, it used ethnolinguistic approach. The data sources were collected from 27 traditional markets in Bantul. There were 45 kinds of jajan pasar in traditional market in Bantul region. The food were made from cassava, rice, corn, and lour. The coocking techniques were fried, boiled, steam and roasted. There were food made from peanut and tuber. The food used for offerings were ketan, kolak, apem, jenang, peyek, kacang-kacangan, pala kependhem, jadah, wajik and lemper. Keywords: inventory, javanessee traditional food, offerings PENDAHULUAN sebagai sarana pemenuhan kebutuhan Berbagai jenis makanan dapat gizi seseorang, tetapi juga berguna dipakai sebagai salah satu ukuran tinggi untuk mempertahankan hubungan rendahnya kebudayaan dari suatu antarmanusia, manusia dengan Tuhan, bangsa. Makanan tradisional merupakan dan dapat pula dipromosikan untuk wujud budaya yang berciri kedaerahan, menunjang pariwisata yang selanjutnya spesi ik, beraneka macam, dan jenisnya dapat dijadikan sumber pendapatan mencerminkan potensi alam daerah daerah. masing-masing. Makanan tidak hanya 124 Inventarisasi Makanan Tradisional Jawa...(Endang Nurhayati dkk) Masyarakat Indonesia, salah satunya tersebut ditandai oleh adanya situs-situs masyarakat Jawa sejak dahulu kala budaya, dan pemertahanan adat yang sudah memiliki makanan tradisional diyakininya. yang mantap, baik makanan utama, jajan Upacara adat yang masih berlaku DI pasar,ataupun minuman tradisionalnya. Kabupaten Bantul antara lain nyadran, Kondisi yang seperti itu menyebabkan majemukan, bersih nyadran desa, dan upacara masyarakat Indonesia lebih memilih daur hidup. Upacara nyadran yang mengkonsumsi makanan tradisional terkenal adalah Makam Sewu yang lezat, sehat, aman, dan sesuai yaitu ritual mendoakan dan ngalab dengan keyakinan, moral, dan budaya berkah kepada Panembahan Bodho mereka (Susanto dalam Rosyidi, 2011). yang dimakamkan di makam tersebut. Menurut penelitian Retnaningsih Ritual bersih desa atau majemukan dan Pratiwi, jenis makanan tradisional masih diselenggarakan di hampir setiap Jawa di Kota Yogyakarta ada 73 jenis kecamatan, lazimnya setelah panen raya. yang terbuat dari bahan baku non umbi. Penyelenggaraan upacara tersebut selalu Rata-rata kandungan gizi (energi, protein menghadirkan makanan untuk peserta dan lemak) dari makanan tradisional ritual dan makanan khas untuk sesaji non umbi per ukuran penyajian tersebut ritual. Makanan untuk sesaji selalu berciri yaitu: energi (34,39 s/d. 215,84 kkal), kedaerahan, atau produk setempat. protein (0,8 s/d. 15.59 g) dan lemak (0,6 Hal ini disebabkan oleh keyakinan dan s/d. 16,67 g). Jenis makanan tradisional harapan yang disimbolkan pada jenis berikutnya terbuat dari bahan baku makanan yang disajikan. Setiap makanan umbi-umbian sebanyak 44 jenis, dengan memiliki makna, yang konsepnya berupa rata-rata kandungan gizi (energi, protein harapan dan keinginan para pelaku dan lemak) per ukuran penyajian adalah upacara terhadap Tuhannya. sebagai berikut: energi (88 s/d. 502 Disamping upacara adat yang kkal), protein (0,60 s/d. 5.60 g) dan bersifat masal atau sosial seperti di atas, lemak (0,30 s/d. 28,10 g) (Retnaningsih ritual Jawa yang bersifat pribadi masih dan Pratiwi, 2004). Kandungan gizi juga diselenggarakan. Upacara adat yang yang sangat bervariasi dari makanan dimaksud antara lain tingkeban atau tradisional itu disebabkan oleh variasi upacara kehamilan tujuh bulan, mantu jenis makanan beserta komposisi bahan atau pernikahan, selapanan, khitan, lainnya. dan nyewu pada upacara selamatan Penelitian di atas, dilakukan di kematian, dan lain-lainnya. Dalam Kota Yogyakarta. Untuk melengkapi upacara ini makanan tradisional akan peta makanan tradisional Jawa di DIY hadir untuk ubarampe sajen, kenduri perlu dilakukan penelitian sejenis dan suguhan para tamu atau orang-orang di kabupaten-kabupaten. Salah satu yang terlibat dalam ritual tersebut. kabupaten yang memiliki aneka ragam Berdasarkan fakta sejarah, Indonesia makanan tradisional adalah Kabupaten mempunyai ragam budaya, adat, tradisi Bantul. Berdasarkan kajian pustaka dan kehidupan yang khas dan otonom, di Kabupaten Bantul belum pernah termasuk penyediaan bahan pangan. dilakukan penelitian mengenai jenis Sebagai Negara berbasis pertanian dan makanan tradisional. Padahal Kabupaten kelautan Indonesia pantas menjadi Bantul merupakan salah satu kabupaten negara swasembada pangan. Dengan yang memiliki keragaman budaya. Hal kondisi tersebut tidak mengeherankan 125 Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 19, No.2, Oktober 2014: 124-140 jika ketahanan pangannya kuat. Pangan memiliki citarasa yang sesuai dengan tradisional yang berbasis sumber alam, seleranya (http: //www.deptan.go.id). dan hayati, menjadi penopang utama Kuhnlein and Receveur (Kwik, 2008) ketahanan pangan dan ketahanan mende inisikan makanan tradisional industri makanan lokal, yang sangat sebagai Traditional food systems of indigenous implikasi sebuah proses social dibutuhkan untuk mencukupi kehidupan peoples kebudayaan seperti kutipan berikut. can be de ined to items that are sehari-hari dan ritual masyarakat from the “ local, natural environment that setempat. are culturally acceptable. It also includes Seiring dengan kemajuan jaman dan the sociocultural meanings, acquisition/ era keterbukaan komunikasi, makanan processing techniques, use, composition, tradisional juga mengalami dampak and nutritional consequences for the buruk globalisasi, yaitu terpinggirkan. people using the food Makanan tradisional mulai ditinggalkan oleh masyarakat lokal yang beralih ke ” (Kuhnlein and makanan import. Oleh karena kondisi Receveur, 1996). tersebut, maka perlu digalakkan lagi Dari pengertian ini dan uraian- rasa cinta terhadap makanan tradisional, uraian di atas, makanan tradisional tidak khususnya masyarakat Daerah Istimewa hanya berfungsi sebagai bahan makanan Yogyakarta yang menjadi sentral pokok yang dikonsumsi semata, tetapi budaya Indonesia. Hal ini sesuai dengan juga mempunyai fungsi sosial, fungsi ungkapan walikota Depok bahwa pangan ritual, dan menjadi simbol identitas lokal memiliki keunggulan tersendiri suatu masyarakat tertentu, dan pada daripada pangan impor. kajian ini masyarakat Bantul khususnya. Gerakan mencintai makanan lokal Secara umum, sumber makanan (tradisional), harus terus digalakkan terbagi menjadi dua golongan besar, sebab makanan tradisional seperti yaitu makanan yang bersumber dari jagung, ubi jalar, singkong, mbili, kimpul, hewani dan makanan yang bersumber ganyong, dan sejenisnya memiliki gizi dari makanan hayati. Data dari Deptan tinggi. Disamping memiliki gizi tinggi, (http: //www.deptan.go.id/pesantren/ jugaalami karena tidak mengandung zat bkp) menunjukkan bahwa ada empat kimia. Sementara makanan sekarang kelompok pangan yang dikonsumsi justru berbahaya bagi kesehatan masyarakat, yaitu kelompok pangan manusia, karena banyak mengandung pokok, pangan tradisional, pangan lokal, zat kimia dan campuran bahan-bahan dan pangan asli. berbahaya (http: //www.suaramerdeka. Pangan Pokok, adalah pangan sumber com). karbohidrat yang sering dikonsumsi Makanan tradisional adalah atau dikonsumsi secara teratur sebagai makanan, minuman, makanan jajanan makanan utama, selingan, sebagai serta bahan campuran yang digunakan sarapan atau sebagai makanan pembuka secara tradisional dan telah lama atau penutup.Pangan Tradisional, adalah berkembang secara spesi ik di daerah makanan yang dikonsumsi masyarakat atau masyarakat Indonesia. Biasanya golongan etnik dan wilayah yang makanan tradisional diolah dari resep spesi ik, diolah dari resep yang dikenal yang sudah dikenal oleh masyarakat masyarakat, bahan-bahannya diperoleh setempat dengan bahan-bahan yang dari sumber lokal dan memiliki rasa yang diperoleh dari sumber lokal yang relatif sesuai dengan selera masyarakat 126 Inventarisasi Makanan Tradisional Jawa...(Endang Nurhayati dkk) setempat. Pangan
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages17 Page
-
File Size-