Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi Citra Kepahlawanan dalam Film-Film Berlatar Sejarah... Volume 2 No. 1 September 2018 Halaman 54– 64 CITRA KEPAHLAWANAN DALAM FILM-FILM BERLATAR SEJARAH PADA LAYAR LEBAR INDONESIA PASCA-RUNTUHNYA REZIM SOEHARTO (STUDI KASUS FILM SOEGIJA, HABIBIE-AINUN, DAN HADROTUSSYAIKH SANG KIAI) Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi Program Studi Kepariwisataan, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada [email protected] Abstract In Indonesia, film as a popular media developed significantly with the presence of films in various genres, one of which is historical film. Post-reform, various historical films emerged that were not previously discovered during the New Order era. As is known, historical films in the New Order era were dominated by Soeharto as an actor, these historical films seemed to voice that there were many other heroes who also had contributions to Indonesia. These films then seem to want to show the self (keakuan) and nationalism possessed by these figures. This research wants to show the contestation of the self (keakuan) and nationalism of three films: Soegija, Habibie-Ainun, and Hadrotusyaikh the Kiai. This research is a qualitative descriptive study with a phenomenological approach. Keywords: heroic image, historical film, post-New Order, Soegija film, Habibie-Ainun film, Hadrotussyaikh Sang Kiai film Intisari Di Indonesia, film sebagai media populer berkembang cukup signifikan dengan hadirnya film dalam berbagai genre, salah satunya film sejarah. Pasca reformasi, muncul berbagai film sejarah yang sebelumnya tidak ditemukan pada masa Orde Baru. Sebagaimana diketahui, film-film kesejarahan di masa Orde Baru lebih didominasi Soeharto sebagai aktor, film-film sejarah ini seakan ingin menyuarakan bahwa ada banyak sosok pahlawan lain yang juga memiliki kontribusi untuk Indonesia. Film-film ini kemudian terkesan ingin menunjukkan keakuan dan nasionalisme yang dimiliki oleh sosok-sosok tersebut. Penelitian ini ingin menunjukkan kontestasi keakuan dan nasionalisme dari tiga film: Soegija, Habibie-Ainun, dan Hadrotusyaikh Sang Kiai. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Kata kunci: citra kepahlawanan, film sejarah, pasca-Orde Baru, Film Soegija, Film Habibie-Ainun, Film Hadrotussyaikh Sang Kiai Diplomatika, Vol. 2, No. 1 September 2018 54 Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi Citra Kepahlawanan dalam Film-Film Berlatar Sejarah... PENDAHULUAN viii) Turunnya Soeharto pada 21 Mei Kembali kepada fenomena 1998 ternyata diikuti dengan banyaknya munculnya banyak buku-buku biografi buku yang terbit dalam berbagai macam ataupun otobiografi yang menonjolkan versi dan sudut pandang, khususnya ‘keakuan’ seseorang yang mempunyai mengenai hal-hal yang kontroversial peran dan kontribusi besar dalam sebuah selama 32 tahun kepemimpinan presiden rentang sejarah, fakta lain yang muncul kedua Indonesia itu. Isu-isu seputar bersamaan dengan hal itu adalah Gerakan 30 September, diskriminasi etnis banyaknya pengajuan pahlawan nasional Tionghoa di Indonesia ataupun drama di ke Direktorat Urusan Kepahlawanan balik turunnya Soeharto menjadi genre Nasional Kementrian Sosial RI pasca baru penerbitan buku di Indonesia. Buku 1998. Banyak orang yang mengajukan yang dilarang terbit pada masa rezim gelar yang didefinisikan sebagai “gelar Soeharto juga bermunculan. Selain itu, yang diberikan kepada warga Negara menjamurnya biografi ataupun Indonesia atau seseorang yang berjuang otobiorgafi yang mengisahkan ‘keakuan’ melawan penjajahan di wilayah yang seorang tokoh dalam banyak peristiwa sekarang menjadi wilayah Negara selama Soeharto bahkan Soekarno Kesatuan Republik Indonesia yang gugur memimpin negeri ini juga menjadi atau meninggal dunia demi membela sebuah fenomena menarik pasca- bangsa dan Negara, atau yang semasa runtuhnya Soeharto. Gerry van Klinken hidupnya melakukan tindakan mencatat, antara tahun 1995-2000, buku- kepahlawanan atau menghasilkan buku biografi dan otobiorgrafi yang terbit prestasi dan karya yang luar biasa bagi mencapai rata-rata 135 buku pertahun pembangunan dan kemajuan bangsa dan (Van Klinken, 2008, 126). Sebuah jumlah negara Republik Indonesia” . Artinya, yang tidak sedikit. banyak orang yang ingin menyematkan Selain buku yang memaparkan fakta gelar pahlawan kepada seseorang yang ataupun biografi/otobiografi, buku-buku mungkin terlupa atau sengaja dilupakan teori sejarah pun bermunculan. Jargon untuk disebut pahlawan ketika Orde Baru ‘pelurusan sejarah’, ‘perspektif baru berkuasa. Pada mas Orde Baru sendiri, penulisan sejarah Indonesia’, ataupun rezim lebih fokus membangun citra semangat untuk melepaskan sejarah dari kepahlawanan Soeharto, melalui belenggu otoriterian rezim menjadi monumen, museum, dan film tentunya episteme baru (meminjam Faucould) (Iriwanto, 2018, 87-108) dalam tradisi akademik sejarah di Berbicara kepahlawanan nasional Indonesia. Bahkan secara khusus pada dengan definisi di atas, perlu 2007, ada pernyataan menarik dari digarisbawahi bahwa definisi tersebut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menyatakan dua hal yang spefisik tentang Juwono Sudarsono yang disampaikan di siapa pahlawan nasional menurut depan Masyarakat Sejarawan Indonesia pemerintah. Pertama adalah “seseorang bahwa buku Sejarah Nasional Indonesia yang berjuang melawan penjajahan di sudah tidak berlaku lagi. Buku yang wilayah yang sekarang menjadi wilayah menjadi simbol otoritarian rezim Negara Kesatuan Republik Indonesia Soeharto dalam penulisan sejarah yang gugur atau meninggal dunia demi Indonesia tersebut akan diganti dengan membela bangsa dan Negara”. Sedangkan buku yang lebih objektif memaparkan kedua adalah “seseorang yang semasa fakta-fakta dalam sejarah Indonesia yang hidupnya melakukan tindakan ditulis oleh sejarawan dari berbagai kepahlawanan atau menghasilkan wilayah di Indonesia (Adam, 2007, vii- Diplomatika, Vol. 2, No. 1 September 2018 55 Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi Citra Kepahlawanan dalam Film-Film Berlatar Sejarah... prestasi dan karya yang luar biasa bagi bahwasanya nasionalisme itu pembangunan dan kemajuan bangsa dan ditunjukkan dalam rangka menghindari negara Republik ajaran Komunisme/Marxisme Indonesia.” (Kemensos.go.id, diakses 24 sebagaimana tertuang dalam TAP MPRS Juni 2013) Namun, sayangnya, definisi No. XXV/MPRS/1966, maka film pahlawan kemudian menyempit hanya Pengkhianatan G30S/PKI menjadi bagian terbatas yang mengangkat senjata dan dari propaganda nasionalisme itu. Trilogi terlibat dalam dar-der-dor saja dan film Enam Djam di Jogja, Djanur Kuning menafikan yang kedua. Hal ini diamini dan Serangan Fadjar, produk Orde Baru oleh sebagian masyarakat Indonesia yang juga berhasil membangun image bahwa masih terjebak bahwa pahlawan hanya nasionalisme itu ada pada diri orang- diartikan dengan terminologi politik dan orang yang terlibat dalam perang belum yang lain, seperti olahraga, seni, kemerdekaan dan itu dilakukan oleh para temuan ilmiah mutakhir, dsb. pendiri Orde Baru, salah satunya Nasionalisme yang menyala masih Soeharto. Pun dengan kehadiran film-film dianggap hanya muncul dari perang dan berlatar sejarah yang menjamur setelah bukan dari ajang yang lain. Itulah runtuhnya Soeharto, dengan episteme mengapa yang terjadi setiap beberapa kebebasan era reformasi, maka semua bulan menjelang 10 November (yang berlomba-lomba untuk ‘meluruskan dijadikan hari Pahlawan), kontestasi sejarah’ yang salah tulis atau sengaja untuk merebutkan gelar pahlawan ditulis salah dengan ragam nasionalisme bergejolak. Nasionalisme yang menurut yang dipersepsikan masing-masing. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna “paham (ajaran) untuk METODE PENELITIAN mencintai bangsa dan negara sendiri’ Artikel yang merupakan penelitian inilah yang dikontestasikan dan deskriptif kualitatif dengan pendekatan diperebutkan setiap tahun khususnya fenomenologis ini akan mengulas dan setelah 1998 (Pusat Bahasa Depdiknas RI, menganalisis singkat ‘keakuan’ dan 2008, 997). Belum cukup nasionalis kalau penonjolan nasionalisme pada seorang belum disebut sebagai pahlawan. tokoh dalam beberapa film yang berlatar Begitulah kira-kira yang ada dalam belakang sejarah yang muncul setelah pikiran orang-orang yang berkontestasi. tumbangnya rezim Orde Baru. Dari Sebagai contoh, tahun 2012 lalu, ada 9 sekian banyak film berlatar belakang nama yang lolos untuk dianugrahi gelar sejarah yang muncul, penulis akan pahlawan nasional baru yang diajukan membatasi pada tiga film terbaru berlatar oleh berbagai daerah. sejarah yang diputar di bioskop-bioskop Untuk menunjukkan seberapa besar di Indonesia, yakni Soegija (2012), kecintaan kepada bangsa dan negara Habibie dan Ainun (2012) dan tidak cukup hanya dengan ditulis dalam Hadrotussyaikh Sang Kiai (2013). biografi/otobiografi ataupun diberi gelar Satu hal yang menarik dari pahlawan nasional. Media lain yang akan ketiganya adalah sekelompok orang yang menjelaskan hal-hal yang belum jelas berada di balik pembuatan film-film ataupun menjawab keraguan orang atas tersebut. Apa yang diinginkan oleh nasionalisme yang dimiliki seorang tokoh mereka dengan hadirnya film-film itu? adalah film. Sejak rezim Soeharto Nasionalisme seperti apa yang ingin berkuasa, sebenarnya film sudah ditampilkan dalam film-film tersebut? dijadikan sebagai media propaganda Sejauh apa pengaruhnya bagi konsumen nasionalisme. Ketika episteme yang dipakai oleh rezim Soeharto berkuasa Diplomatika, Vol. 2, No. 1 September 2018 56 Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi Citra Kepahlawanan dalam Film-Film Berlatar Sejarah... film? Artikel ini akan menganalisis ketiga
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages11 Page
-
File Size-