2. LANDASAN TEORI 2.1 Penjelasan Atas Konsep 2.1.1 Retail Gilbert (2003) menjelaskan dalam bukunya bahwa “retailing” berasal dari Bahasa Perancis lama, yaitu “retailler” yang dapat diartikan sebagai “bagian- bagian” atau “potongan-potongan”. Hasty dan Reardon (1997, p.10) menjelaskan retail sebagai, “pengembangan aktivitas penjualan terhadap barang dan jasa kepada konsumen untuk kegunaan sendiri, keluarga, ataupun kebutuhan rumah tangga.” Lebih lanjut dijelaskan definisi retail sebagai sebuah aktivitas pemasaran yang didesain untuk mendukung kepuasan bagi konsumen akhir dan mengatur konsumen melalui sebuah program yang secara terus menerus untuk meningkatkan kualitas. Retail memuaskan pelanggan dengan peningkatan kualitas secara terus menerus melalui berbagai aspek. Tidak hanya melalui penjual barang dan jasa, namun juga memenuhi kepuasan emosional, ekonomi, atau motivasi sosial dari pelanggan. Sejalan dengan Hasty dan Reardon, Gilbert (2003) juga mendefinisikan retail sebagai “segala usaha bisnis yang secara langsung berusaha memasarkan untuk memuaskan konsumen akhir berdasarkan organisasi yang menjual barang dan jasa, sebagai sebuah pengertian dari distribusi.” Bagaimanapun juga, penekanan pada konsumen akhir dengan sengaja dibedakan daripada pelanggan. Seorang konsumen merupakan pengguna akhir dari sebuah pembelian, sedangkan pelanggan mungkin membeli untuk kebutuhan dia sendiri, ataupun melakukannya sebagai bagian dari aktivitas bisnis. Pembelian untuk kegunaan bisnis atau industri, normalnya merupakan transaksi retail. Sebagai tambahan, retailing tidak hanya meliputi penjualan dari produk yang berwujud, namun juga dikembangkan dalam bidang jasa, contohnya financial services, hair cutting atau dry cleaning. Levy dan Weitz (2009) menjelaskan dalam bukunya bahwa retailer melakukan aktivitas bisnis yang menjual produk dan jasa, ataupun keduanya, yang dilakukan kepada konsumen untuk kebutuhan perseorangan atau keluarga. Retailer berusaha untuk memuaskan kebutuhan konsumen dengan menyediakan 11 Universitas Kristen Petra merchandise yang tepat, pada harga yang pas, dan pada tempat yang tepat, yang diinginkan oleh konsumen. Dijelaskan juga bahwa retail memiliki beberapa fungsi penting dalam meningkatkan nilai pada produk dan jasa yang diproduksi oleh retailer. Fungsi-fungsi tersebut meliputi: a. Provide assortment Semua penjual akan menawarkan keanekaragaman dari produk yang dijual, namun keanekaragaman tersebut akan dispesialisasikan sesuai dengan jenis produk yang ingin dijual. b. Breaking bulk Breaking bulk mempunyai arti memecahkan menjadi bagian-bagian. Hal ini merupakan hal yang penting bagi manufaturers dan konsumen. Manufacturers dapat menghemat biaya transportasi untuk memaketkan dan mengirim merchandise dalam jumlah yang besar. Sedangkan bagi konsumen, lebih memudahkan untuk melakukan pembelian merchandise dalam jumlah kecil. Dalam hal ini dapat dilihat dengan jelas bahwa tugas retailer ialah untuk memecahkan jumlah merchandise yang didapat dari manufacturer, dan kemudian dijual kepada konsumen akhir. c. Holding inventory Fungsi selanjutnya dari retailer ialah untuk menyimpan sebagian inventory, sehingga konsumen tidak perlu untuk membeli dalam jumlah besar dalam sekali pembelian. Selain itu, konsumen dapat membeli produk tersebut sewaktu-waktu karena menyadari bahwa retailer akan selalu mempunyai stock inventory. d. Provide service Sebagai retailer, dapat menyediakan jasa yang memudahkan pelanggan untuk membeli dan menggunakan sebuah produk. Contohnya saja menyediakan jasa pengiriman barang, sehingga konsumen tidak harus datang ke toko untuk membeli barang. Contoh lainnya ialah menyediakan kredit bagi konsumen, sehingga memungkinkan konsumen untuk mengkonsumsi dahulu produk yang telah dibeli, dan membayarnya di kemudian hari. 12 Universitas Kristen Petra 2.1.2 Format Retail Levy dan Weitz (2009) menjelaskan dalam bukunya bahwa format retail berdasarkan jenis item yang dijual dapat dibedakan menjadi food retailers dan general merchandise retailers. Jenis-jenis dari food retailers dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Conventional Supermarkets, merupakan sebuah self-service toko makanan dengan menawarkan bahan makanan, daging, dan diproduksi dengan penjualan terbatas dari nonfood items, seperti kesehatan dan kecantikan dengan penjualan merchandise yang terbatas. b. Big-Box Food Retailers, memiliki beberapa format seperti supercenters, hypermarkets, dan warehouse club. Supercenters menawarkan keanekaragaman yang luas dari kebutuhan bahan makanan dan general merchandise di bawah satu atap, supercenters menyediakan one-stop shopping experience. Namun, karena supercenters terlalu besar, beberapa pelanggan merasa tidak nyaman karena membutuhkan waktu lama untuk menemukan sesuatu yang diinginkan. Sedangkan hypermarkets merupakan kombinasi dari food dan general merchandise retailers. Hypermarkets biasanya menyediakan stock lebih sedikit dari supercenters. Konsep big-box food retailers yang ke-3 adalah warehouse club, yang menawarkan keanekaragaman makanan dan general merchandise yang terbatas dengan pelayanan yang sedikit pada harga yang rendah untuk konsumen terbatas dan bisnis kecil. Merchandise yang terdapat dalam warehouse club merupakan setengah makanan dan setengah general merchandise. Menyediakan barang dan brands tertentu yang berbeda dari waktu ke waktu, karena warehouse club menyesuaikan merchandise yang dijual dengan promosi yang diberikan oleh manufaktur. c. Convenience Stores, biasanya menyediakan varietas dan keanekaragaman yang terbatas, dan memberikan biaya penjualan yang lebih tinggi dibandingkan dengan supermarket. Convenience stores memungkinkan konsumen untuk berbelanja dengan cepat, tanpa harus mencari dengan lama barang yang dibutuhkan. Selain itu, konsumen juga tidak perlu menunggu terlalu lama pada saat pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena ukuran 13 Universitas Kristen Petra convenience store tidak terlalu besar dan tujuan utamanya ialah memberikan kenyamanan. Contohnya ialah 7-Eleven, Indomaret, Circle K, dan Alfamart. Sedangkan jenis-jenis dari general merchandise retailers dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Discount stores, merupakan sebuah retailer yang menawarkan jumlah kategori merchandise yang luas. Harga yang ditawarkan cukup rendah, namun pelayanan yang ditawarkan juga terbatas. Discount stores menawarkan antara private label dan national brands. Contoh dari discount store ialah Wal-Mart. b. Specialty Stores, biasanya berkonsentrasi pada jumlah terbatas dari kategori complementary merchandise, namun memberikan tingkat pelayanan yang tinggi. Contoh dari specialty store ialah The Gap, Zara, dan H&M. c. Category Specialist, merupakan sebuah discount store yang menawarkan varietas tertentu namun mempunyai keanekaragaman yang dalam. d. Department Stores, merupakan retailer yang membawa berbagai macam varietas, dengan keanekaragaman yang dalam. Department stores mempunyai keunikan dari pengalaman berbelanja, pelayanan yang diberikan dan juga store atmosphere yang dimiliki. Untuk menciptakan suasana yang lebih hidup, biasanya pakaian di display menggunakan mannequins, memberikan pencahayaan pada displays dan biasanya memberikan beberapa demonstrasi terhadap produk yang dijual. Department stores juga menekankan special promotions pada musim-musim tertentu. e. Drugstores, merupakan specialty stores yang berkonsentrasi pada kesehatan dan personal grooming merchandise. f. Off-Price Retailers, menawarkan keanekaragaman yang tidak pasti dari brand- name, fashion-oriented soft goods pada harga yang rendah. Off-price retailers dapat menjual brand-name dan bahkan designer-label merchandise pada harga yang rendah karena keunikan pembelian. Maksudnya ialah sebagian besar merchandise dibeli karena manufacturers atau retailers lainnya memiliki kelebihan inventory pada akhir musim. Merchandise ini mungkin saja memiliki ukuran yang jarang dinginkan oleh konsumen atau warna dan ukuran yang kurang disukai, atau mempunyai sedikit kesalahan pada saat pembuatan. 14 Universitas Kristen Petra g. Value Retailers, merupakan general merchandise discount stores yang ditemukan di masyarakat lower-income atau daerah pedesaan dan lebih kecil dari traditional discount stores. 2.1.3 Department Store Hasty dan Reardon (1997, p.27) menjelaskan department store merupakan “sebuah toko berskala besar, termasuk dalam kategori general-line retail dan dalam pengoperasiannya membawa banyak product line”. Konsep yang lebih sederhana dijelaskan oleh Bruce, Moore, dan Birtwistle (2004, p.206) yang menjelaskan bahwa department store merupakan “sebuah unit retail yang besar dengan berbagai macam barang dan jasa yang diorganisasi ke dalam bagian yang berbeda-beda, yang disesuaikan dengan tujuan pembelian, promosi, pelayanan pelanggan dan kontrol”. Teori tersebut sejalan dengan pemikiran Berman & Evans (2007) dan Levy & Weitz (2009) yang menyatakan bahwa sebuah department store merupakan sebuah retail berskala besar dengan keanekaragaman barang dan jasa yang luas (width dan depth), yang diorganisasikan ke dalam bagian-bagian yang berbeda untuk proses pembelian, promosi, customer service, dan pengendalian. Berman dan Evans (2007) menyatakan bahwa secara tradisional, department store dapat menarik perhatian banyak pelanggan karena menawarkan suasana yang nyaman, pelayanan yang penuh perhatian, dan banyak pilihan produk yang berada dalam 1 atap, sehingga memudahkan pelanggan untuk mencari barang yang diinginkannya tanpa harus mencari ke berbagai tempat lainnya. Levy dan Weiz (2009) menjelaskan bahwa, department store menjual soft goods (pakaian
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages37 Page
-
File Size-