CULTURE Vol.6 No.1 Mei 2019 PERDA: SOLUSI ALTERNATIF TERHADAP PRO DAN KONTRA UNDANG-UNDANG PORNOGRAFI (Analisis Kritis Keamanan Negara Ditinjau dari Wawasan Nusantara) Eko Heriyanto, S.S,M.Hum. Fakultas Bahasa dan Budaya, Universitas AKI [email protected] Abstract Moral issues and crime are the main issues exhaled to support the passage of the Pornography Law. On the other hand, saving the young generation from the dangers of pornography and porno-action as the next generation of the nation’s struggle and moral decadence of the Indonesian population are among the reasons to legalize the Pornography Law. While the issues of pluralism, freedom, art and culture are often used to reject the Pornography Law. The purpose of this research is to know in general the reaction/ action of the public to the pornography and its implications, to provide solutions to the controversy of the Pornography Law itself. This research used descriptive qualitative based on a literature review which is complemented by questionnaire and expert interviews. The results of the study are since it was proposed to become a law, the Pornography Law still reaps many pros and cons in the life of the nation and state, disintegration of the nation will occur if the pros and cons of the Pornography Law continue, and a compatible local law (regarding to the community) is an alternative solution to the pros and cons for resolving the Pornography Law so far. 1. Pendahuluan tahun 1997 di DPR. Dalam Undang-Undang Pornografi perjalanannya draf RUU APP pertama (sebelumnya bernama Rancangan kali diajukan pada 14 Februari 2006 dan Undang-Undang Antipornografi dan berisi 11 bab dan 93 pasal. Pornoaksi, disingkat RUU APP) adalah Sejak disahkannya RUU APP suatu rancangan produk hukum menjadi undang- undang, UU berbentuk undang-undang yang Pornografi telah menuai kontroversi diusulkan oleh Dewan Perwakilan dalam kehidupan berbangsa dan Rakyat Republik Indonesia untuk bernegara. Banyak yang setuju tapi mengatur mengenai pornografi (dan banyak juga yang menolak, bahkan pornoaksi pada awalnya). Pembahasan setelah UU tersebut melalui pihak yang akan RUU APP ini sudah dimulai sejak setuju maupun yang menolak 21 Perda: Solusi Alternatif Terhadap Pro dan Kontra Undang-Undang Pornografi (Analisis Kritis Keamanan Negara Ditinjau dari Wawasan Nusantara) (Eko Haryanto) disahkannya UU Pornografi tersebut, mengenahi RUU APP yang sudah mempunyai alasan yang kuat untuk disahkan menjadi undang- undang. mendukung pendapat masing masing. Harapannya ada sekelumit solusi yang Isu moral dan tindak kejahatan yang diberikan oleh masyarakat guna marak terjadi adalah isu utama yang menjaga stabilitas ketahanan nasional dihembuskan untuk mendukung bangsa Indonesia. disahkannya UU Pornografi. Selain itu, Tujuan penelitian tersebut antara usaha penyelamatan generasi muda dari lain: Tujuan penelitian tersebut antara bahaya pornografi dan pornoaksi lain: mengetahui secara umum reaksi sebagai generasi penerus perjuangan dan tindakan masyarakat terhadap UU bangsa dan dekadensi moral penduduk Pornografi, mengetahui implikasi Indonesia termasuk alasan untuk setelah disahkannya RUU APP menjadi disahkannya RUU APP. Sedangkan isu undang- undang Pornografi bagi pluralisme, kebebasan, seni, dan budaya heteroginitas masyarakat Indonesia dan sering dipakai untuk menolak UU solusi terhadap kontroversi UU Pornografi. Dengan melihat banyaknya Pornografi yaitu dengan diubahnya suku bangsa yang memiliki kebudayaan undang- undang tersebut menjadi Perda daerah masing- masing. Seperti halnya (Peraturan Daerah). Bali, Irian Jaya, kalimantan, dan daerah Manfaat dari penelitian ini antara lainnya. lain: Memberikan Dapat dijadikan tolok Implikasi dari kontroversi tentang ukur antara pendapat masyarakat yang UU Pornografi telah membahayakan pro dan kontra terhadap RUU APP yang Ketahanan nasional yang digagas oleh sekarang telah menjadi undang- undang Founding Fathers Bangsa Indonesia. Pornografi, sehingga masyarakat akan Maka dari itu kita harus memberikan merasa didengar aspirasinya oleh solusi yang membahagiakan dan pemerintah. Penelitian ini dapat pula melegakan bagi seluruh komponen dijadikan sebagai sumber informasi masyarakat Indonesia. mengenai dampak yang terjadi akibat Dengan ini penulis merasa tertarik disahkannya RUU APP menjadi dan berupaya untuk membaca pendapat undang- undang, sehingga kita dapat serta pikiran masyarakat Indonesia mengatasi kontroversi ini sesuai dengan CULTURE Vol.6 No.1 Mei 2019 apa yang diharapkan oleh masyarakat substansi dalam media atau alat indonesia secara keseluruhan. Kita akan komunikasi yang dibuat untuk melihat bagaimana hasilnya bila UU menyampaikan gagasan-gagasan Pornografi ini bila diubah menjadi yang mengeksploitasi seksual, Perda (Peraturan Daerah), mengingat kecabulan, dan/atau erotika heteroginitas penduduk Indonesia, serta sementara pornoaksi adalah tanggapan masyarakat terhadap adanya perbuatan mengeksploitasi seksual, Perda (APP) ini di daerah masing- kecabulan, dan/atau erotika di muka masing. umum. Pada draf kedua, beberapa 2. Landasan Teori pasal yang kontroversial dihapus 2.1 RUU APP, UU APP, Undang- sehingga tersisa 82 pasal dan 8 bab. Undang Pornoaksi Di antara pasal yang dihapus pada Undang-Undang Pornografi rancangan kedua adalah (sebelumnya bernama Rancangan pembentukan badan antipornografi Undang-Undang Antipornografi dan dan pornoaksi nasional. Selain itu, Pornoaksi, disingkat RUU APP) rancangan kedua juga mengubah adalah suatu rancangan produk definisi pornografi dan pornoaksi. hukum berbentuk undang-undang Karena definisi ini dipermasalahkan, yang diusulkan oleh Dewan maka disetujui untuk menggunakan Perwakilan Rakyat Republik definisi pornografi yang berasal dari Indonesia untuk mengatur mengenai bahasa Yunani, yaitu porne (pelacur) pornografi (dan pornoaksi pada dan graphos (gambar atau tulisan) awalnya). yang secara harafiah berarti tulisan Pembahasan akan RUU APP atau gambar tentang pelacur. Definisi ini sudah dimulai sejak tahun 1997 di pornoaksi pada draft ini adalah DPR. Dalam perjalanannya draf adalah upaya mengambil RUU APP pertama kali diajukan keuntungan, baik dengan pada 14 Februari 2006 dan berisi 11 memperdagangkan atau bab dan 93 pasal. mempertontonkan pornografi. Pornografi dalam rancangan Dalam draf yang dikirimkan pertama didefinisikan sebagai oleh DPR kepada Presiden pada 24 23 Perda: Solusi Alternatif Terhadap Pro dan Kontra Undang-Undang Pornografi (Analisis Kritis Keamanan Negara Ditinjau dari Wawasan Nusantara) (Eko Haryanto) Agustus 2007, RUU ini tinggal Definisi ini menggabungkan terdiri dari 10 bab dan 52 pasal. pornografi dan pornoaksi pada RUU Judul RUU APP pun diubah APP sebelumnya, dengan sehingga menjadi RUU Pornografi. memasukkan gerak tubuh kedalam Ketentuan mengenai pornoaksi definisi pornografi. dihapuskan. Pada September 2008, Definisi pornografi menurut Presiden menugaskan Menteri Kamus Besar Bahasa Indonesia Agama, Menteri Komunikasi dan adalah: penggambaran tingkah laku Informatika, Menteri Hukum dan secara erotis dengan lukisan atau Hak Asasi Manusia, dan Menteri tulisan untuk membangkitkan nafsu Negara Pemberdayaan Perempuan berahi; bahan bacaan yang dengan untuk membahas RUU ini bersama sengaja dan semata-mata dirancang Panitia Khusus DPR. Dalam draf untuk membangkitkan nafsu berahi final yang awalnya direncanakan dalam seks. akan disahkan pada 23 September 2.2 Undang- Undang 2008, RUU Pornografi tinggal terdiri Undang-Undang (atau disingkat dari 8 bab dan 44 pasal. UU) adalah Peraturan Perundang- Pada RUU Pornografi, defisini undangan yang dibentuk oleh Dewan pornografi disebutkan dalam pasal 1: Perwakilan Rakyat dengan Pornografi adalah materi seksualitas persetujuan bersama Presiden. yang dibuat oleh manusia dalam Materi muatan Undang-Undang bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, yaitu: (1). mengatur lebih lanjut tulisan, suara, bunyi, gambar ketentuan UUD 1945 yang meliputi: bergerak, animasi, kartun, syair, hak-hak asasi manusia, hak dan percakapan, gerak tubuh, atau bentuk kewajiban warga negara, pesan komunikasi lain melalui pelaksanaan dan penegakan berbagai bentuk media komunikasi kedaulatan negara serta pembagian dan/atau pertunjukan di muka umum, kekuasaan negara, wilayah dan yang dapat membangkitkan hasrat pembagian daerah, kewarganegaraan seksual dan/atau melanggar nilai- dan kependudukan, serta keuangan nilai kesusilaan dalam masyarakat. negara. (2). diperintahkan oleh suatu CULTURE Vol.6 No.1 Mei 2019 Undang-Undang untuk diatur dengan 4. Peran DPD dalam Persiapan Undang-Undang. Pembentukan Undang-Undang Mekanisme pembentukan undang- DPD dapat mengajukan RUU undang meliputi: kepada DPR mengenai hal yang 1. Persiapan berkaitan dengan otonomi daerah, Rancangan Undang-Undang hubungan pusat dan daerah, (RUU) dapat diajukan oleh DPR pembentukan dan pemekaran atau Presiden. serta penggabungan daerah, 2. RUU yang diajukan oleh Presiden pengelolaan sumber daya alam RUU yang diajukan oleh Presiden dan sumber daya ekonomi disiapkan oleh menteri atau lainnya, serta yang berkaitan pimpinan LPND sesuai dengan dengan perimbangan keuangan lingkup tugas dan tanggung pusat dan daerah. jawabnya. RUU ini kemudian 5. Pembahasan diajukan dengan surat Presiden Pembahasan RUU di DPR kepada DPR, dengan ditegaskan dilakukan oleh DPR bersama menteri yang ditugaskan mewakili Presiden atau menteri yang Presiden dalam melakukan ditugasi, melalui tingkat-tingkat pembahasan RUU di DPR. DPR pembicaraan, dalam rapat kemudian mulai membahas RUU komisi/panitia/alat kelengkapan dalam jangka waktu paling lambat DPR yang khusus
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages21 Page
-
File Size-