Milik Dep. P dan K PPS/ln/6/81 Tidak diperdagangkan NAKHODA LANCANG Oleh SELASIH Departemen Pendidikan dan Kebudayaan PROYEK PENERBITAN BUKU SASTRA INDONESIA DAN DAERAH Jakarta 1982 Proyek penerbitan Buku Sasta Indonesia dan Daerah Hak pengarang dilindungi undang-undang ' .. .. ~ ......-: - .. ...-__.., ___ . DAFIARISI Kata pengantar . 5 Pengantar penyunting . 7 Kata Pengantar . 11 I. Mencari Kata Sepakat .................... ·'·..... 13 II. Gelanggang Putri Sitti Sahilan . 19 III. Keputusan Baginda Datuk Maharaja Tua . 27 IV. Gelanggang U sai . 38 V. Bertukar di Istana . 45 VI. Melepas Mahkota Lancang Berlayar . 53 VII. Singgah di Pulau Bintan ........... ,. 60 VIII. Turun di Pangkalan ......................... : . 64 IX Siasat Datuk Bendahara ................. ; . 71 X NakhQda Lancang Turun ke Istana . 78 XI. Nakhoda Lancang memanah Nuru Taman Sari . 83 XII. lndun Suri Jatuh Sakit ; . 93 XIII. Tuanku Raja Bintan Menyanyi Nakhoda Lancang . 97 XIV. Nakhoda Lancang di Taman Sari . 100 xv. Putri Indun Suri Sakit ........................... 106 XVI. Perhelatan Perkawinan Putri Indun Suri . 110 XVII. Kembali ke Kampar Kiri . 120 XVIII Alu Keras, l..esung Keras, Embukut dibawa Pulang 125 XIX. Penutup. KATA PENGANTAR Bahagialah kita, bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama, yang pada hakikatnya adalah cagar budaya nasional kita. Kesemuanya itu merupakan tuangan pengalaman jiwa bangsa yang dapat dijadikan sumber penelitian bagi pembinaan dan pengembangan kebudayaan dan ilmu di segala bidang. Karya sastra lama akan dapat memberikan khazanah ilmu penge­ tahuan yang beraneka macam ragamnya. Penggalian karya sastra lama yang tersebar di daerah-daerah ini, akan menghasilkan ciri-ciri khas kebudayaan daerah, yang meliputi pula pandangan hidup serta landasan falsafah yang mulia dan tinggi nilainya. Modal semacam itu, yang ter­ simpan dalam karya-karya sastra daerah, akhirnya akan dapat juga menunjang kekayaan sastra Indonesia pada umumnya. Pemeliharaan, pembinaan, dan penggalian sastra daerah jelas akan besar sekali bantuannya dalam usaha kita untuk meml:>ina kebudayaan nasional pada umumnya, dan pengarahan pendidikan pada khususnya. Saling pengertian antardaerah, yang sangat besar artinya bagi pemeliharaan kerukunan hidup antarsuku dan agama, akan dapat ter­ cipta pula, bila sastra-sastra daerah yang termuat dalam karya-karya sastra lama itu, diterjemahkan atau diungkapkan dalam bahasa In­ donesia. Dalam taraf pembangunan bangsa dewasa ini manusia-manusia Indonesia sungguh memerlukan sekali warisan rohaniah yang terkan­ dung dalam sastra-sastra daerah itu. Kita yakin bahwa segala sesuatunya yang dapat tergali dari dalamnya tidak hanya akan berguna bagi daerah yang bersangkutan saja, melainkan juga akan dapat bermanfaat bagi seluruh bangsa Indonesia, bahkan lebih dari itu, ia akan dapat menjelma menjadi sumbangan yang khas sifatnya bagi pengembangan sastra dunia. Sejalan dan seirama dengan pertimbangan tersebut di atas, kami sa­ jikan pada kesempatan ini suatu karya sastra daerah Riau, dengan harapan semoga dapat menjadi pengisi dan pelengkap dalam usaha men­ ciptakan minat baca dan apresiasi masyarakat kita terhadap karya sastra, yang masih dirasa sangat terbatas. Jakarta 1982 Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah PENGANTAR PENYUNTING Buku Nakhoda Lancang ini scmula merupakan sebuah naskah cerita sastra lama yang bcrjudul "Nakhoda Lancang". Naskah ini adalah salah satu naskah cerita lama dacrah Riau yang dikumpul­ kan oleh Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah, Departemcn Pendidikan dan Kebudayaan. Sctelah ditelaah dan dinilai di Jakarta, naskah ini dianggap suatu sumbangan sastra daerah - khususnya sastra daerah Riau - terhadap kekayaan sastra Indonesia sebagai suatu unsur kebudaya­ an nasional. Naskah "Nakhoda Lancang" ditulis dalam bahasa Indonesia dengan ragam yang khas, yaitu ragam bahasa Indonesia lama dialek Riau. Oleh karena itu, struktur bahasa dan kosa katanya adalah struktur dan kosa kata dialek Riau lama. Dalam rangka penyebarluasan karya sastra ini, sebelum diterbitkan, naskah ini disunting terlebih dahulu. Selain ejaannya, struktur dan kosa katanya disesuaikan dengan struktur dan kosa kata bahasa Indonesia, walaupun di sana-sini dalam buku ini masih banyak dijumpai kata dan istilah bahasa aslinya. Akhirnya, penyunting harapkan selain buku ini dapat dibaca dan dimanfaatkan oleh masyarakat ahli waris kebudayaan daerah Riau, dapat dibaca dan dimanfaatkan juga oleh bangsa Indonesia pada umumnya sebagai karya sastra milik kita bersama. Jakarta, 15 Januari 1983 Penyunting 7 Motto: Manusia itu janganlah melupakan asal-usulnya. Sebatang beringin sakti, kokoh batang serta kuat umbinya, rindang dahan dan rimbun daunnya, berasal dari lembaga yang kecil mungil juga. Jati dan bakau kuat teguh batangnya, keras membesi teras­ nya, tidak akan lapuk oleh air, susah akan hangus oleh api, asalnya dari lembaga lemah tidak berdaya. Cemara, kenang, mawar, dan melati harum semerbak sepan­ jang hari berasal dari lembaga yang sama sekali tidak wangi, hanya berbau tanah pupuk yang busuk. Sepohon durian yang kokoh tinggi, lebat bunga serta buah­ nya, berasal dari lembaga yang kecil juga. Terkadang sehelai daun dikutil ulat, tunas yang kecil digigit lundi; namun, jika dihendaki Allah mendapat kesempatan menjadi pohon yang besar dan tinggi juga. Pekanbaru, 29 Januari 1982 Selasih 9 KATA PENGANT AR Saya mohon ampun dan maaf dari pembaca yang budiman jika ada yang tersinggung dan yang terkena oleh karangan saya ini. Sedikit pun saya tidak berniat hendak menyinggung pcrasaan atau menggcser kerantong miang orang Gunung Sailan, orang Bintan orang Tanjung Uban, atau orang Riau seluruhnya. Kabar orang saya kabarkan; salah janggal saya tidak tahu, dusta bohong saya tidak serta. Saya bukanlah ahli purbakala ataupun orang yang cerdik pandai. Jika ada orang yang mcnyangka bahwa mengacau sejarah Riau itu, tidaklah saya sengaja dan saya kembalikan kepada orang yang mengetahuinya_ Menurut kata orang tua-tua di Gunung sailan bahwa orang daerah Kampar Kiri itu memang berasal dari Minangkabau, Tanah Alam pada masa dahulu. Raja-raj an ya adalah "simpang bclahan" orang Pagaruyung, yaitu Sultan Syah Alam, nenek moyang Bunda Kandung, yang berscsuaian dcngan scjarah Minangkabau. Scjarah Minangkabau juga mengakui bahwa di daerah Gunung Sailan dahulu kala ada sebuah kerajaan bcsar yang "bersimpangan bclahan" ("bersatu") dengan Minangkabau. Dilihat dari segi adat istiadatnya yang sampai sckarang masih 11 matriakhat mungkin pcngakua11 dari kedua bclah pihak itu bl·nar. Menurut pengctahuan saya adat istiadat matriakhat yang ada di Minangkabau itu adalah satu-satunya adat di dunia karcna adat itu adalah gagasan nencR moyang orang Minangkahau, Datuk Ketemanggungan dan Perpatih nan Sebatang. Sekarang mereka mcnamakan dirinya orang Riau. Hal itu me­ mang bcnar kan~na mcreka berada di daerah Riau. Tcntang kcjadi­ an yang luar biasa itu, kalau ada orang yang pcrcaya, mcmang benar juga karena zaman itu adalah zaman jahiliah bagi mereka yang jauh sebelum Islam masuk ke Sumatera ini. Mercka tidak mengcnal Allah, tctapi Allah tentu mengenal mereka dan mcnghukum orang yang durhaka dan orang yang melanggar sumpah setia terhadap cara yang dikehendaki oleh Allah sehingga mereka berubah menjadi makhluk lain, yaitu ''menjadi batu dan lain-lain. Mereka tidak mengenal naraka atau surga dan tidak percaya kepada kchidupan akhirat. Oleh karena. itulah, Allah hendak menjatuhkan hukuman kepada masyarakat di sekelilingnya. Kita tahu bahwa sampai sekarang tidak ada satu pcnjara pun untuk orang yang durhaka, berdusta, mungkir janji, tukang fitnah, dan lain-lain. Lebih-lebih kalau yang mengerjakan hal itu adalah orang berkuasa, berwewenang, atau orang yang ditakuti. Memang, masa dahulu tidak ada orang yang ditakuti selain orang yang ber­ kuasa. Bagi orang yang berkuasa itu tida.k ada yang ditakutinya, kecuali kutuk dan sumpah dari Allah. Dalam sebuah riwayat yang saya dengar bahwa ummat Nabi Musa pernah menjadi kera karena dosa dan durhaka kepada nabinya itu. Dalam riwayat yang lain ada pula diterangkan bahwa Nabi Muhammad pernah meminta kepada Allah agar ummatnya di dunia tidak dihukum dengan hukuman seperti itu sehingga ummat­ nya itu tidak dapat bertobat lagi. Semoga legende yang ber-tendens adat kuno dan pendidikan ini memberi manfaat kepada anak-anak kita yang membacanya. Terima kasih. Pekanbaru, 15 Januari 1982 Selasih 12 I. MENCARI KATA SEPAKAT Pada masa dahulu di daerah Kampar Kiri adalah sebuah kerajaan. Penduduknya adalah orang-orang yang berasal dari Negeri Am pat Koto (Negeri Em pat Kota) Minang Kerbau sekarang ini. Rajanya tidak takluk kepada Luhak Nan Tiga; daerah itu berdiri sendiri dan hanya mengakui beraja kepada Besar Empat Balai. Ketika Baginda Datuk Maharaja Tua memerintahi negeri itu, terjadilah suatu peristiwa besar yang sekarang menjadi suatu kaba atau legenda bagi kita yang masih hidup ini. Benar atau tidak kita hanya menyerah kepada Yang Maha Pencipta, wallahu alam. Pada suatu hari Baginda Raja berunding dan berapat dengan segala datuk dan penghulu yang ada di negeri itu. Baginda ber­ sabda dengan lantang ketika semua undangan telah hadir. "Manalah Mamanda Datuk Mangku Bumi serta Mamanda Manti Tua Dena.i 'Aku' panggillah mamak menghadap serta peng­ hulu seandiko karena acia yang dirundingkan dan ada yang dibi­ carakan. Sungguhpun begitu, jangkaulah sirih di cerana agar perun­ dingan itu dapat berjalan dengan lancar." "Ampun kami Tuanku Datuk; biarlah kami makan
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages142 Page
-
File Size-