Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 15 No.2, November 2018 : 165-178 p-ISSN 0216-0897 e-ISSN 2502-6267 Terakreditasi No. 755/AU3/P2MI-LIPI/08/2016 UPAYA MEMPERJUANGKAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGAKUAN, PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KASEPUHAN KABUPATEN LEBAK, BANTEN (Effort for the Enactment of Regional Law on Recognition, Protection and Empowerment of Customary Law Community of Kasepuhan, Lebak Regency, Banten) Desmiwati1 & Surati2 1Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jalan Pakuan Ciheuleut PO.BOX. 105, Bogor, 16001 E-mail: [email protected] 2Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jalan Gunung Batu No.5, Bogor 16118, Indonesia E-mail: [email protected] Diterima 7 Desember 2017, direvisi 20 Agustus 2018, disetujui 24 Agustus 2018. ABSTRACT The Constitutional Court (CC) Decree Number 35/PUU- /2012 had determined that customary forests are no longer classified as state forests. However, the isssue of restoring customary forests in to their right holders is still challenging. This study aims to analyze the text of the regional regulation of Lebak Regency Number. 8 of 2015, the process of passing the regional regulation and sociocultural practiced of this regulation. The research was conducted in customary law community of Kasepuhan, Lebak Regency, Banten Province. Data analysis was carried out using Norman Fairclough’s critical-discourse model and descriptive analysis by data retrieval through documentation, interview and literature study. The result found that Regional Law on the Recognition, Protection and Empowerment of Kasepuhan Customary Law Community has accommodated the needs of this indigenous community to defend their territories. Nevertheless, in its implementaion there is still problem related to the central government, the Ministry of Environment and Forestry, as some of the customary areas are overlapping with the area of Gunung Halimun Salak National Park. Hence, the potential conflict still occurs. Conflict resolution can be anticipated through synergetic collaborative management among related stakeholders to realise forest sustainability. Keywords: Kasepuhan indigenous people; forest resources; customary community regulations. ABSTRAK Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 telah menetapkan bahwa hutan adat bukan lagi diklasifikasikan sebagai hutan negara. Namun dalam perjalanannya masih banyak permasalahan untuk mengembalikan hutan adat kepada pemiliknya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis teks Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Lebak Nomor 8 Tahun 2015, menganalisis proses lahirnya peraturan daerah tersebut dan menganalisis praktek sosio-kulturalnya. Penelitian dilakukan pada masyarakat adat Kasepuhan, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Analisis data menggunakan wacana kritis model Norman Fairclough, dan analisis deskriptif dengan pengambilan data melalui dokumentasi, wawancara dan studi literatur. Hasil penelitian menemukan bahwa Perda Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan telah mengakomodir kebutuhan masyarakat adat Kasepuhan dalam rangka mempertahankan wilayahnya. Akan tetapi implementasi Perda ini masih menyisakan persoalan dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena ada beberapa wilayah yang masih tumpang tindih kawasannya antara masyarakat adat Kasepuhan dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak sehingga potensi konflik tetap ada dan masih terjadi gesekan di beberapa tempat. Penyelesaian konflik dapat dilakukan melalui bentuk kolaborasi pengelolaan kawasan konservasi yang sinergis antar stakeholders untuk merealisasikan kelestarian kawasan hutan. Kata kunci: Masyarakat adat Kasepuhan; sumber daya hutan; perda masyarakat adat. ©2018 JAKK All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. doi: http://dx.doi.org/10.20886/jakk.2018.15.2. 165-178 165 Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 15 No.2, November 2018 : 165-178 I. PENDAHULUAN dampak signifikan dalam pengelolaan hutan Masyarakat hukum adat merupakan subjek dengan dikeluarkannya hutan adat dari hukum yang diakui hak-hak tradisonal dan kawasan negara. Disinilah kemudian berbagai hak-hak lainnya oleh Undang-Undang Dasar kelompok masyarakat adat mulai mendorong (UUD) 1945 (Salam, 2016: Gayo & Ariani, pentingnya menekankan penggunaan 2016) dan peraturan perundang-undangan berbagai instrumen hukum yang tersedia lainnya. Dalam Peraturan Daerah (Perda) termasuk instrumen hukum daerah yang akan Kabupaten Lebak Provinsi Banten Nomor 8 melahirkan kebijakan di level daerah, seperti Tahun 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan peraturan daerah, surat keputusan bupati, dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat untuk mengakui dan melindungi masyarakat Kasepuhan, disebutkan bahwa Kasepuhan adat dan hak tradisionalnya. Akan tetapi adalah salah satu masyarakat hukum adat yang pengakuan tersebut tidak serta merta terjadi terdapat di Kabupaten Lebak. Masyarakat tanpa syarat dan proses yang sederhana, Kasepuhan sudah mendiami wilayah karena segala sesuatunya harus berdasarkan Kabupaten Lebak dan tempat-tempat lain di prosedur negara sebagai pelaksana undang- Provinsi Banten dan Jawa Barat sejak lama, undang, baik pada tingkat nasional maupun dari waktu yang tidak dapat diidentifikasi daerah. dengan jelas. Penelitian terkait dengan masyarakat hutan Tokoh adat menyatakan bahwa sejak masa adat di Kasepuhan Banten Kidul telah banyak kolonial, masyarakat Kasepuhan mengalami dilakukan, tetapi yang mengkaji tentang diskriminasi dalam hal pengakuan, peraturan daerah masih belum dilakukan. perlindungan dan pemenuhan hak-hak Disahkannya peraturan daerah tersebut mereka termasuk terhadap wilayah adat. menjadi titik awal bagi masyarakat adat untuk Akibatnya, konsep masyarakat Kasepuhan diakui dan disahkan keberadaannya. mengenai wewengkon dan leuweung tidak Dalam tulisan ini disajikan hasil penelitian dapat mereka terapkan sepenuhnya baik untuk yang telah dilakukan dengan cara menganalisis memenuhi kebutuhan hidup atau menjalankan teks Perda Kabupaten Lebak Nomor 8 kebudayaan termasuk ritual adat. Wewengkon Tahun 2015, menganalisis proses lahirnya adalah wilayah adat yang terdiri dari tanah, peraturan daerah tersebut dan menganalisis air dan sumber daya alam yang terdapat di praktek wacana dan sosio-kulturalnya. atasnya yang penguasaan, pengelolaan dan Diharapkan dari penelitian ini adalah adanya pemanfaatannya dilakukan menurut hukum pembelajaran dari proses lahirnya peraturan adat. Sedangkan leuweung adalah hutan atau daerah pengakuan dan perlindungan keadaan penutupan lahan dengan aneka ragam masyarakat hukum adat di Kabupaten tumbuhan yang ada di wilayah hukum adat Lebak, agar dapat direplikasi dan diterapkan (Peraturan Daerah Kabupaten Lebak, Provinsi pada kawasan hutan yang memiliki potensi Banten Nomor 8 Tahun 2015; Purwasasmita konflik dengan masyarakat melalui sebuah & Sutaryat, 2014). bentuk kolaborasi pengelolaan kawasan yang Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi sinergis. Diharapkan juga agar kebijakan Perkara Nomor 35/PUU-X/2012 berdampak yang diambil oleh pemerintah pusat dan pada semakin menguatnya tanggung jawab daerah mampu mengakomodir kepentingan pemerintah pusat dan pemerintah daerah masyarakat adat, sehingga konflik sumber untuk mengakui masyarakat adat. Hasil kajian daya hutan menurun dan kawasan hutan akan Tobroni (2013), Subarudi (2014) dan Putri, tetap terjaga kelestariannya. Sukirno, & Sudaryatmi (2017) bahwa Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 mempunyai 166 Upaya Memperjuangkan Peraturan Daerah Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan ............................(Desmiwati & Surati) II. METODE PENELITIAN C. Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah model A. Lokasi dan Waktu Penelitian analisis Norman Fairclough, yakni dengan Penelitian dilakukan di Kabupaten Lebak, melakukan analisis teks, praktik wacana dan Provinsi Banten pada bulan November 2016 praktik sosiokultural yang dilakukan secara sampai dengan bulan Mei 2017. Kasus yang bersamaan (Ismail, 2008; Ayatullah, 2013), diangkat dalam kajian kebijakan ini adalah Analisis teks dilakukan dengan membedah proses lahirnya Peraturan Daerah (Perda) dan menganalisis masing-masing pasal dalam Nomor 8 Tahun 2015 Kabupaten Lebak. Perda Kabupaten Lebak Nomor 8 Tahun Pertimbangan pemilihan Perda Kabupaten 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan Lebak karena ini sebagai momentum dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum lahirnya pengakuan terhadap kesatuan Adat Kasepuhan. Analisis praktik wacana hukum masyarakat adat setelah sekian lama memusatkan perhatian pada bagaimana diperjuangkan yang diharapkan dapat menjadi produksi dan konsumsi teks. Teks Perda penyemangat bagi masyarakat adat di daerah Kabupaten Lebak Nomor 8 Tahun 2015 lainnya untuk mendapatkan pengakuan tentang Pengakuan, Perlindungan dan serupa. Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat B. Pengumpulan Data Kasepuhan dibentuk lewat suatu praktek Pengumpulan data dilakukan dengan tiga diskursus, yang akan menentukan bagaimana tahapan sebagai berikut : teks tersebut dibentuk. Semua praktik yang 1. Dokumentasi yaitu dengan menggunakan dilakukan selama proses produksi dan data Peraturan Daerah Kabupaten Lebak konsumsi teks adalah praktik diskursus yang Provinsi Banten Nomor 8 Tahun 2015 membentuk wacana (Eriyatno, 2012). tentang Pengakuan, Perlindungan dan Analisis praktik sosio-kultural didasarkan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat pada asumsi bahwa konteks sosial
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages14 Page
-
File Size-