Dinamika Peranan Politik Keturunan Arab di Tingkat Lokal Burhan D. Magenda (Universitas Indonesia) Abstract The article focuses on the role of Indonesian of Arab descents in local politics, particularly in two provinces in Outer Islands, East Kalimantan and West Nusatenggara. While much have been researched on the role of Arab descents in national Politics such as studies by Hamid Algadri and Bisri Affendy, little is known about their roles in local politics. In East Kalimantan, Indonesian of Arab descents have played political roles up to the level of Vice Governor and other important positions, as far back as the Sultanates period in the 1950s. Similar important political role have also occurred in West Nusatenggara where Indonesian of Arab descents were the Chairman of Local Parliament (DPRD) and Assistant to the Governors, both in the 1950s and 1960s. The important roles that have been played by Indonesians of Arab descents are made possible by their “local assimilation” to the local indigenous communities, both trough intermarriages; common living in the same residential areas; common Islamic beliefs and their integration into Indonesian political system after dissolution of Indonesian party of Arab descent (PAI) in the 1930s which have differentiated them from the political history of Indonesian of Chinese descent (peranakan Tionghoa). Key words: the Arab Indonesian; local politics; religious assimilation. Pengantar Yang Dipertuan Agung Malaysia sekarang Studi tentang keturunan Arab di Asia adalah keturunan Arab, yakni Tuangku Syed Tenggara umumnya dan Indonesia khususnya Sirajuddin bin Djamalkulail. Di Indonesia, pada tidaklah banyak jumlahnya, apalagi jika jaman kolonial memang keturunan Arab dibandingkan dengan studi tentang ”Overseas dimasukkan dalam kelompok Timur Asing Chinese” (Tionghoa perantauan). Hal ini (bersama-sama keturunan Tionghoa dan India). disebabkan karena di banyak negara Asia Tetapi, sejak Indonesia merdeka proses Tenggara, keturunan Arab dianggap sama asimilasi berlangsung lancar. Bahkan di jaman dengan pribumi Islam, khususnya di Malaysia, kolonial pun, pembatasan hubungan dan Indonesia, Filipina dan Muangthai. Di Malaysia interaksi antara keturunan Arab dengan khususnya, sejak jaman kolonial, keturunan Arab memang dianggap bagian dari pribumi 1 Untuk sejarah terbentuknya kerajaan-kerajaan di semenanjung Malaya dapat dibaca Andaya, B.W. dan Islam, karena banyak dari kerajaan-kerajaan pri- L. Andaya (2001). Untuk versi sejarah yang lain, lihat bumi didirikan oleh keturunan Arab.1 Bahkan, Trocki (1979). 182 ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 29, No. 2, 2005 pribumi Islam tidak berjalan efektif. Hal ini sasaran bajak laut dari Sulu yang kemudian dibuktikan misalnya oleh fusi dari Partai Arab menjual korban-korban rampasannya di pasar Indonesia (PAI) ke dalam partai-partai di In- budak di Batavia. Bahkan sampai sekarang, donesia. bajak laut dari Sulu masih merajai perairan utara Walaupun dengan keterbatasan-keterbatasan Kalimantan Timur, misalnya di pulau Derawan.3 ini adalah tetap bermanfaat untuk mencoba Pada masa kekuasaan Pangdam Brigjen membahas dinamika peranan politik keturunan R.Soeharjo di Kaltim (1960–1964), keluarga Sul- Arab di Indonesia, khususnya setelah Indone- tan Bulungan menjadi korban pembersihan oleh sia merdeka. Studi-studi tentang peranan politik Pangdam Soeharjo karena dituduh sebagai di masa kolonial sudah banyak dilakukan agen dari Malaysia, saat terjadi konfrontasi penulis-penulis lain seperti Hamid Algadri.2 Indonesia dengan Malaysia.4 Di daerah Secara khusus, tulisan ini akan membahas tiga pedalaman Bulungan, hidup berbagai suku masalah pokok. Pertama, studi kasus tentang Dayak dengan jumlah terbanyak adalah Dayak peranan keturunan Arab dalam politik lokal di Kenyah. Daerah-daerah yang tadinya provinsi Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara merupakan wilayah Kesultanan Bulungan Barat. Hal ini didasarkan pada penelitian dengan pemekaran wilayah sejak tahun 2000 lapangan penulis di kedua provinsi ini sejak sudah menjadi beberapa kabupaten, seperti tahun 1977 ditambah pengamatan tetap. Ke dua, kabupaten Malinau. Di sebelah selatan pengamatan tentang peranan politik keturunan kesultanan Bulungan terdapat kesultanan Arab di pentas nasional sebagai suatu “toiur Berau, sedangkan di ujung selatan Kalimantan de horizon”. Bagian ke tiga adalah per- Timur terdapat kesultanan Pasir yang dibangun bandingan pokok dengan keturunan Tionghoa, oleh bangsawan-bangsawan Bugis dari baik pada tingkat lokal dan terutama pada kerajaan Wajo.5 Seperti halnya banyak kerajaan tingkat nasional. 3 Untuk sejarah kesultanan Sulu, lihat bab “The Sulu Studi kasus politik lokal Zone: 1768–1898” dalam desertasi Warren (1975). Provinsi Kalimantan Timur 4 Keterlibatan keluarga Sultan Bulungan dengan Ma- laysia pernah dibuktikan secara hukum. Memang Provinsi Kalimantan Timur terdiri dari ditemukan senjata di kraton Bulungan, tetapi tidak kabupaten-kabupaten yang tadinya merupakan pernah jelas sumbernya. Apakah memang dari Malay- sia seperti yang dituduhkan Pangdam Soeharjo ataukah bagian dari kerajaan-kerajaan lokal. Sampai ada pihak lain yang menaruhnya di situ? Sekitar 30 dengan penghapusan swapraja tahun 1958, keluarga lelaki Sultan Bulungan diangkut dengan kapal terdapat empat (4) kesultanan di Kalimantan ke Samarinda dan semuanya ditenggelamkan di tengah perjalanan. Dalam percakapan dengan penulis, Soeharjo Timur yakni kesultanan Kutai, Bulungan, Berau menghindari masalah ini. Ia juga tidak menyinggung dan Pasuir. Terletak di utara dan berbatasan masalah tersebut dalam otobiografinya (Soeharjo dengan wilayah Sabah dari Malaysia, 1995). Untuk kasus Bulungan, lihat monografi Magenda (1991:59–61). Percakapan dengan Soeharjo kesultanan Bulungan dihuni oleh etnik berlangsung beberapa kali sejak 1985. Bulungan dan berhubungan erat dengan 5 Kerajaan-kerajaan lain yang dibangun oleh migran kesultanan Sulu. Pada abad ke-17 dan ke-18, Bugis, antara lain Tanah Laut dan Pulau Laut di wilayah utara Kalimantan Timur sering menjadi Kalimantan Selatan, serta Pahang di Semenanjung Malaya tempat asal mantan Perdana Menteri Malay- sia, Tun Abdul Razadatu Perak. Berbeda dengan migran 2 etnik Jawa misalnya yang hanya berasal dari kalangan Lihat tulisan Algadri (1996) tentang Achmad Syurkati, non priyayi, migran etnik Bugis Makassar ada yang pendiri Al Irsyad. berasal dari kalangan bangsawan, misalnya Puang A Magenda, Dinamika Peranan Politik Keturunan Arab 183 dan kesultanan di luar Jawa, terdapat bukti- putrinya dengan pria bangsawan Kutai. Hal ini bukti sejarah bahwa di Kalimantan pun ada disebabkan oleh tradisi kuat di kalangan Sayid kerajaan yang dibangun oleh keturunan Arab. untuk hanya mengawinkan putrinya dengan Kesultanan Pontianak dibawah keluarga kalangan Sayid juga. Ketentuan ini berlaku pula Algadrie adalah yang paling menonjol, bagi keturunan Arab lainnya, khususnya sedangkan kesultanan Berau juga memiliki kalangan non Sayid. Dengan pelonggaran bangsawan-bangsawan keturunan Arab yang norma-norma perkawinan antarkelas sosial dan sudah beberapa generasi melakukan asimilasi. etnik, ketentuan ini makin mengendor, seperti Kesultanan yang terbesar di Kalimantan Timur, juga ketentuan serupa yang berlaku untuk putri Kutai Kertanegara, memiliki pejabat dan bangsawan dari berbagai kesultanan di luar penasehat keturunan Arab yang paling banyak. Jawa.7 Bahkan norma perkawinan serupa yang Kutai Kertanegara merupakan kelanjutan dari berlaku untuk priyayi Jawa dan Sunda semakin kerajaan Hindu. Mulawarman diyakini berasal mengendor sejak tahun 1960-an. Sekarang kita dari Jawa. Dengan demikian, etnik Kutai sudah biasa menyaksikan putri Sunan Solo merupakan perpaduan dari etnik asli Kalimantan atau Sultan Yogya menikah dengan laki-laki dari Timur, Melayu pesisir dan Jawa. Hal ini dicirikan kelas sosial biasa namun terdidik (sering oleh persamaan nama serta gelar Jawa dan disebut ”bangsawan ilmu”). Tradisi perkawinan Melayu. Keturunan Arab juga dipercaya sudah ”cross social class” ini sudah dibiasakan di berpengaruh di kesultanan Kutai sejak abad kalangan priyayi Jawa sejak masa kolonial, ke-18, khususnya sebagai penasehat Sultan dengan memberikan kesempatan magang dan pejabat wilayah. Adalah tradisi kesultanan kepada pria terdidik dari kelas sosial lebih Kutai untuk memberikan pemimpin dari etnik rendah dan kemudian menjadikannya menantu lain jabatan penting seperti pemimpin etnik atau bagian dari keluarga.8 Bugis-Makassar menjadi Syahbandar dan Di antara tokoh-tokoh kesultanan Kutai dan pemimpin etnik Banjar serta keturunan Arab kemudian menjadi tokoh politik Kalimantan memegang jabatan kepala wilayah seperti Timur dari keturunan Arab dapat disebut dua Penjawat (semacam Wedana di Jawa; lebih nama yakni Aji Raden Sayid Muhammad dan tinggi dari Camat sekarang).6 keluarga Sayid Baraqbah.9 Tokoh pertama, Aji Di kesultanan Kutai, keturunan Arab juga Raden Sayid Muhammad adalah pejabat berhak memakai gelar bangsawan Kutai seperti Kesultanan Kutai yang atas biaya kesultanan Aji Raden, yang jarang diberikan kepada menamatkan sekolahnya di Sekolah Pamong pejabat Kutai dari etnik Banjar. Hal ini menunjukkan tingkat asimilasi yang cukup 7 Keluhan ini dikemukakan misalnya oleh Aji Raden tinggi. Pejabat-pejabat Kutai dari keturunan Djokoprawiro (wawancara, Malang, 8 Juli 1979), dan Aji Raden Padmo, mantan Sekwilda Kalimantan Arab umumnya adalah dari kelas sosial atas, Timur (Samarinda, 17 Juni 1979). Menantu AR Padmo, yakni golongan Sayid. Memang ada keluhan M.Ardans SH kemudian menjadi Gubernur Kalimantan dari bangsawan-bangsawan Kutai yakni timur,
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages16 Page
-
File Size-