Kawasan Malioboro Sebagai Daya Tarik Wisata Utama Di Yogyakarta

Kawasan Malioboro Sebagai Daya Tarik Wisata Utama Di Yogyakarta

Domestic Case Study 2018 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta Kawasan Malioboro Sebagai Daya Tarik Wisata Utama Di Yogyakarta Stefanus Rinaldi Galura 1702768 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta Abstract : Makalah ini merupakan hasil laporan Domestic Case Study untuk syarat publikasi ilmiah di Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta dengan Judul Kawasan Malioboro Sebagai Daya Tarik Wisata Utama Di Yogyakarta. 1. Pendahuluan Domestic Case Study (DCS), adalah program peninjauan dan penelitian secara langsung yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (STIPRAM) Yogyakarta sebagai salah satu syarat kelulusan Strata 1, dimana para mahasiswa mampu mempotret, mencatat, dan menganalisa segala kegiatan yang mereka kunjungi. Para mahasiswa juga dibekali dengan program seminar tentang Kepariwisataan dan Perhotelan, yang mana hasil penelitian tersebut ditulis dalam bentuk karya tulis dengan jurnal akademik. Pada hari Jumat, tanggal 12 Januari sampai 14 Januari 2018 , Para mahasiswa STIPRAM Yogyakarta melaksanakan program Domestic Case Study ,sebagai penggantinya dengan menghadiri Jambore Nasional yang bertemakan “Responsible Tourism” (Pariwisata Berbasis Lingkungan)[1]. Seminar tersebut dilaksanan di Bumi Perkemahan Kaliurang, Yogyakarta, Penulis mendapatkan informasi tentang bagaimana cara merawat, menjaga alam, pemberdayaan sumber daya alam yang baik dan tentang kebahagian diri sendiri. Jalan Malioboro adalah nama salah satu kawasan jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margo Mulyo. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta. Pada tanggal 20 Desember 2013, pukul 10.30 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X nama dua ruas jalan Malioboro dikembalikan ke nama aslinya, Jalan Pangeran Mangkubumi menjadi jalan Margo Utomo, dan Jalan Jenderal Achmad Yani menjadi jalan Margo Mulyo. Terdapat beberapa objek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg, dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret. Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas Jogja dan warung- warung lesehan di malam hari yang msenjual makanan gudeg Jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim, dan lain-lain di sepanjang jalan ini. Sejak awal degup jantung Malioboro berdetak ,telah menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian perkotaan. Setiap bagian dari jalan Malioboro ini menjadi saksi dari sebuah jalanan biasa hingga menjadi salah satu titik terpenting dalan sejarah kota Yogyakarta dan Indonesia. Bangunan Istana Kepresidenan Yogyakarta yang dibangun tahun 1823 menjadi titik penting sejarah perkembangan kota Yogyakarta yang merupakan soko guru Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari bangunan ini berbagai perisitiwa penting sejarah Indonesia dimulai dari sini. Pada tanggal 6 Januari 1946, Yogyakarta resmi menjadi ibukota baru Republik Indonesia yang masih muda. Istana Kepresidenan Yogyakarta sebagai kediaman Presiden Soekarno beserta keluarganya. Pelantikan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI (pada tanggal 3 Juni 1947), diikuti pelantikan sebagai Pucuk Pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia (pada tanggal 3 Juli 1947), serta lima Kabinet Republik yang masih muda itu pun dibentuk dan 1 dilantik di Istana ini pula. Benteng Vredeburg yang berhadapan dengan Gedung Agung. Bangunan yang dulu dikenal dengan nama Rusternburg (peristirahatan) dibangun pada tahun 1760. Kemegahan yang dirasakan saat ini dari Benteng Vredeburg pertama kalinya diusulkan pihak Belanda melalui Gubernur W.H. Van Ossenberch dengan alasan menjaga stabilitas keamanan pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I. Pihak Belanda menunggu waktu 5 tahun untuk mendapatkan restu dari Sultan Hamengkubuwono I untuk menyempurnakan Benteng Rusternburg tersebut. Pembuatan benteng ini diarsiteki oleh Frans Haak. Kemudian bangunan benteng yang baru tersebut dinamakan Benteng Vredeburg yang berarti perdamaian. Malioboro menyajikan berbagai aktivitas belanja, mulai dari bentuk aktivitas tradisional sampai dengan aktivitas belanja modern. Salah satu cara berbelanja di Malioboro adalah dengan proses tawar-menawar terutama untuk komoditi barang barang yang berupa souvenir dan cenderamata yang dijajakan oleh pedagang kaki lima yang berjajar di sepanjang trotoar jalan Malioboro. Berbagai macam cederamata dan kerajinan dapat anda dapatkan disini seperti kerajinan dari perak, kulit, kayu, kain batik, gerabah dan sebagainya. Di sepanjang jalan, Anda bisa menjumpai berbagai macam souvenir khas Jogja seperti kerajinan perak, rotan, wayang kulit, batik dan juga blangkon. Aneka macam souvenir ini bisa Anda peroleh dengan harga terjangkau. Apalagi jika Anda pandai menawar. Beraneka macam jajanan khas Jogja seperti bakpia, pecel, es dawet dan sate gajih pun bisa Anda jumpai di sana. Menjelang malam jalan Malioboro juga dipenuhi dengan aneka pedagang kuliner. Anda bisa menikmati aneka kuliner sembari duduk lesehan dan diiringi lagu-lagu dari para pengamen jalanan. Tersedia pula angkringan khas Jogja yang siap menjamu Anda dengan hidangan khasnya. Menikmati pengalaman berbelanja, berburu cinderamata khas Jogja, wisatawan bisa berjalan kaki sepanjang bahu jalan yang berkoridor (arcade). Di sini akan ditemui banyak pedagang kaki lima yang menggelar dagangannya. Mulai dari produk kerajinan lokal seperti batik, hiasan rotan, wayang kulit, kerajinan bambu (gantungan kunci, lampu hias dan lain sebagainya) juga blangkon (topi khas Jawa/Jogja) serta barang- barang perak, hingga pedagang yang menjual pernak pernik umum yang banyak ditemui di tempat perdagangan lain. Sepanjang arcade, wisatawan selain bisa berbelanja dengan tenang dalam kondisi cerah maupun hujan, juga bisa menikmati pengalaman belanja yang menyenangkan saat menawar harga. Jika beruntung, bisa berkurang sepertiga atau bahkan separohnya. Jangan lupa untuk menyisakan sedikit tenaga. Masih ada pasar tradisional yang harus dikunjungi. Di tempat yang dikenal dengan Pasar Beringharjo, selain wisatawan bisa menjumpai barang-barang sejenis yang dijual di sepanjang arcade, pasar ini menyediakan beraneka produk tradisional yang lebih lengkap. Selain produk lokal Jogja, juga tersedia produk daerah tetangga seperti batik Pekalongan atau batik Solo. Mencari batik tulis atau batik print, atau sekedar mencari tirai penghias jendela dengan motif unik serta sprei indah bermotif batik. Tempat ini akan memuaskan hasrat berbelanja barang-barang unik dengan harga yang lebih murah. 2. Pembahasan A. Sejarah Malioboro Asal Mula Nama Jalan Malioboro Yogyakarta yang merupakan sebuah tafsir tentang kearifan luhur atas seruas marga Sang Raja yang menautkan antara Keraton dan Merapi. Jalan Malioboro yang selama ini akrab bagi para wisatawan Yogyakarta yang tetap istimewa memang menyediakan aneka fasilitas belanja murah dan hemat selain juga yang mahal karena mutu. “Jalan raya itu telah ditata dan digunakan untuk keperluan upacara tertentu sekitar lima puluh tahun sebelum Inggris berkuasa di Jawa,” ungkap Peter Brian Ramsey Carey, “dan kemungkinan hal itu telah dikenal sebagai 'Jalan Maliabara' sejak awalnya.”Peter B.R. Carey mengungkapkan hal tersebut dalam tulisannya Jalan Maliabara ( 'Garland Bearing Street' ): The Etymology and Historical Origins of a much Misunderstood Yogyakarta Street Name yang terbit dalam jurnal Archipel, Volume 27, 1984. Carey merupakan Emeritus Professor di Trinity College, Oxford, Inggris. Kini, dia juga menjabat sebagai Adjunct Professor di Departemen 2 Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Perdamaian Giyanti yang ditandatangani pada 22 Rabiulakhir 1680 dalam kalender Jawa, atau 12 Februari 1755, telah membagi kekuasaan Tanah Jawa menjadi Kasusunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Pembangunan bangunan inti Keraton Kasultanan Ngayogyakarta selesai pada 7 Oktober 1756, yang kemudian diperingati setiap tahunnya sebagai hari jadi Kota Yogyakarta. Bahasa Sansekerta telah berpengaruh dalam budaya dan sastra Jawa kuno. Carey menemukan sebuah petunjuk tentang asal nama Yogyakarta. Nama “Ngayogyakarta” rupanya berasal dari bahasa Sansekerta Ayodhya ( bahasa Jawa: “Ngayodya”), demikian hemat Carey. Dari penjelasan Carey tersebut, sepertinya kita harus menghormati kearifan pendiri kota ini dengan tetap melafalkan "Yogya" meskipun nama kota ini kerap ditulis sebagai "Jogja". Ayodhya, menurutnya, merupakan kota dari Sang Rama, seorang pahlawan India dalam wiracarita Ramayana. Demikian juga dengan nama Jalan “Maliabara”—atau yang biasa ditulis sebagai Malioboro—Carey berpendapat istilah itu diduga diadopsi juga dari bahasa Sansekerta “malyabhara”. Istilah Sansekerta “malya” ( untaian bunga ), “malyakarma” ( merawat untaian bunga ), “malyabharin” (menyandang untaian bunga) menurut Carey dapat ditemukan dalam kisah Jawa kuno. Ketiganya bisa dicari dalam kitab Ramayana abad ke-9, kitab Adiparwa dan Wirathaparwa abad ke -10, dan Parthawijaya abad ke -14. Sayangnya, ungkap Carey dalam jurnal tersebut, istilah tersebut tampaknya tidak ditemukan dalam naskah kontemporer yang berkait dengan pendirian Keraton Ngayogyakarta oleh Mangkubumi pada pertengahan abad ke - 18. Namun, pada kenyataannya Jalan Maliabara menjadi rajamarga yang berfungsi sebagai jalan raya seremonial yang membelah jantung kota, menautkan hubungan sakral

View Full Text

Details

  • File Type
    pdf
  • Upload Time
    -
  • Content Languages
    English
  • Upload User
    Anonymous/Not logged-in
  • File Pages
    10 Page
  • File Size
    -

Download

Channel Download Status
Express Download Enable

Copyright

We respect the copyrights and intellectual property rights of all users. All uploaded documents are either original works of the uploader or authorized works of the rightful owners.

  • Not to be reproduced or distributed without explicit permission.
  • Not used for commercial purposes outside of approved use cases.
  • Not used to infringe on the rights of the original creators.
  • If you believe any content infringes your copyright, please contact us immediately.

Support

For help with questions, suggestions, or problems, please contact us