Domestic Case Study 2018 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta Malioboro Sebagai Pusat Pariwisata Kota Yogyakarta Dhoni Cahya Aditya 141384 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta A. Pendahuluan Berdasarkan program Domestic Case Study laporan ini untuk memenuhi syarat jenjang sarjana yang dibuat pada semester 3 dengan cara melakuakan observasi terhadap suatu objek wisata. Selain itu mahasiswa telah dibekali materi dalam seminar yang dilakuakan oleh STIPRAM yang bertempat di JEC dengan tema Sinkronisasi. Pengembangan Desrtinasi Pariwisata Dan Sdm Pariwisata : Suatu Antisipasi Menghadapi Mea 2015 [1]. Penulis strata 1 hospitality semester III yang melakukan perjalanan ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juni 2015 Penulis mengunjungi beberapa objek wisata yaitu Keraton, Malioboro dan Benteng Venderbug. Disini penulis ingin mengambil Malioboro sebagai judul jurnal.Penulis merasa Malioboro sangat cocok untuk dibahas karena disana memiliki potensi wisata yang sangat diminati. Kota Yogyakarta adalah provinsi yang terletak bagian selatan pulau Jawa ini merupakan salah satu daerah tujuan wisata favorit yang ada di Indonesia, hal ini dikarenakan Yogyakarta banyak obyek wisata yang sangat menarik. Di Utara Yogyakarta, terdapat Gunung Merapi. Di Selatan Yogyakata terdapat pantai pantai yang Indah.Serta di tengah Yogyakarta terdapat Keraton, yang merupakan obyek wisata budaya yang sangat menarik. Selain hal hal yang disebut di atas.Yogyakarta memiliki obyek wisata yang menarik. Obyek wisata yang sering dilewati namun kadang kala sering dilupakan. Obyek ini, berupa jalan yang dikenal dengan nama Malioboro. Pada awalnya jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut. B. Pembahasan Pariwisata tumbuh dengan pesat dan menjadi pertumbuhan ekonomi yang cepat didunia [2]. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara yang sangat potensial, sektor ini merupakan unggulan dalam menopang perekonomian masyarakat Indonesia. Dalam mendukung kegiatan pariwisata, pemerintah akan memberikan fasilitas dan infrastruktur yang dibutuhkan dan memiliki daya tarik bagi wisatawan [3]. Tempat wisata merupakan salah satu tujuan utama yang tidak akan terlewatkan untuk dikunjungi para wisatawan. Para wisatawan akan lebih memilih tempat wisata aman, nyaman, dan bersih [4]. Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi [5]. Diawali dari kegiatan yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20, kini telah menjadi bagian dari hak azasi manusia. Hal ini terjadi tidak hanya di negara maju tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang [6]. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dalam tahap pembangunannya, berusaha membangun industri pariwisata sebagai salah satu cara untuk mencapai neraca perdagangan luar negeri yang berimbang. Melalui industri ini diharapkan pemasukan devisa dapat bertambah [7]. A. Sejarah Yogyakarta Antara tahun 1568 – 1586 di pulau Jawa bagian tengah, berdiri Kerajaan Pajang yang diperintah oleh Sultan Hadiwijaya, di mana semasa mudanya beliau terkenal dengan nama Jaka Tingkir. Dalam pertikaian dengan Adipati dari Jipang yang bernama Arya Penangsang, beliau berhasil mucul sebagai pemenang atas bantuan dari beberapa orang panglima perangnya, antara lain Ki Ageng Pemanahan dan putera kandungnya yang bernama Bagus Sutawijaya, seorang Hangabehi yang bertempat tinggal di sebelah utara pasar dan oleh karenanya beliau mendapat sebutan : Ngabehi Loring Pasar. Sebagai balas jasa kepada Ki Ageng Pemanahan dan puteranya itu, Sultan Pajang kemudian memberikan anugerah sebidang daerah yang disebut Bumi Menataok, yang masih berupa hutan belantara, dan kemudian dibangun mejadi sebuah “tanah perdikan”. Sesurut Kerajaan Pajang, Bagus Sutawijaya yang juga menjadi putra angkat Sultan Pajang, kemudian mendirikan Kerajaan Mataram di atas Bumi Mentaok dan mengakat diri sebagai Raja dengan gelar Panembahan Senopati. Salah seorang putera beliau dari pekawinannya dengan Retno Dumilah, putri Adipati Madiun, memerintah Kerajaan Mataram sebagai Raja ketiga, dan bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo, Beliau adalah seorang patriot sejati dan terkenal dengan perjuangan beliau merebut kota Batavia, yang dekarang disebut Jakarta, dari kekuasaan VOC, suatu organisasi dagang Belanda. Waktu terus berjalan dan peristiwa silih berganti. Pada permulaan abad ke-18, Kerajaan Mataram diperintah oleh Sri Sunan Paku Buwono ke II. Setelah beliau mangkat, terjadilah pertikaian keluarga, antara salah seorang putra beliau dengan salah seorang adik beliau, yang merupakan pula hasil hasutan dari penjajah Belanda yang berkuasa saat itu. Petikaian itu dapat diselesaikan dengan bik melalui Perjanjian Ginyanti, yang terjadi pada tahun 1755, yang isi pokoknya adalah Palihan Nagari, yang artinya pembagian Kerajaan menjadi dua, yakni Kerajaan Surakata Hadiningrat dibawah pemerintah putera Sunan Paku Buwono ke-III, dan Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dibawah pemerintahan adik kandung Sri Sunan Paku Buwono ke-II yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I. Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat inikemudian lazim disebut sebagai Yogyakarta dan sering disingkat menjadi Jogja. Pada tahun 1813, Sri Sultan Hamengku Buwono I, menyerahkan sebagian dari wilayah Kerajaannya yang terletak di sebelah Barat sungai Progo, kepada salah seorang puteranya yang bernama Pangeran Notokusumo untuk memerintah di daerah itu secara bebas, dengan kedaulatan yang penuh. Pangeran Notokusumo selanjutnya bergelar sebagai Sri Paku Alam I, sedang daerah kekuasaan beliau disebut Adikarto. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, beliau menyatakan sepenuhnya berdiri di belakang Negara Republik Indonesia, sebagai bagian dari negara persatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya bersatatus Daerah Istimewa Yogyakarta (setingkat dengan Provinsi), sampai sekarang. B. Letak Geografis Yogyakarta Secara geografi provinsi DIY terletak pada 8°30'-7°20' Lintang Selatan dan 109°40'-111°0' Bujur Timur. Batas wilayahnya sebagai berikut : Timur : Kabupaten Klaten Barat : Kabupaten Purworejo Utara : Kabupaten Magelang Selatan : Samudera Hindia C. Kota Pelajar Antara awal tahun 1946 sampai akhir tahun 1949, selama lebih kurang 4 tahun, Yogyakarta menjadi Ibukota Negara RI. Pada masa itu para pimpinan bangsa Indonesia berkumpul di kota perjuangan ini. Seperti layaknya sebuah ibukota, Jogja memikat kedatangan para kaum remaja dari seluruh penjuru tanah air yang ingin berpartisipasi dalam mengisi pembangunan negara ini yang baru saja medeka. Namum untuk dapat membangun suatu negara diperlukan tenaga-tenaga ahli, terdidik dan telatih. Dan karena itulah yang melatar belakangin pemerintah RI untuk mendirikan sebuah Universitas, yang kita kenal dengan nama Universitas Gajah Mada, merupakan Universitas Negeri pertama yang lahir pada masa kemerdekaan. Selanjutnya diikuti dengan berdirinya akademi di bidang kesenian(Akademi Seni Rupa Indonesia dan Akademi Musik Indonesia), serta sekolah tinggi di bidang agama Islam (Perguruan Tinggi Agama Islam Negaeri, yang selanjutnya menjadi UIN Sunan Kalijaga). Pada waktu selanjutnya juga bediri lembaga-lembaga pendidikan baik negeri maupun swastadi kota Yogyakarta, sehingga hampir tidak ada cabang ilmu pengetahuan yang tidak diajarkan di kota ini. Hal ini menjadikan kota Jogja tumbul menjadi kota pelajar dan pusat pendidikan. Sarana mobilitas paling populer di kalangan pelajar, mahasiswa, karyawan, pegawai, pedagang dan masyarakat umum adalah sepeda dan sepeda motor, yang merupakan sarana trasportasi yang digunakan baik siang mupun di malam hari. Hal ini menjadika Jogja juga dikenal dengan sebutan kota sepeda. D. Pusat Kebudayaan Pada hakekatnya, seni budaya yang asli dan indah selalu terdapat di lingkunggan kraton dan daerah disekitarnya. Sebagai bekas suatu Kerajaan yang besar, maka Yogyakarta memiliki kesenian dan kebudayaan yang tinggi dan bahkan merupakan pusat sumber seni budaya Jawa. Hal ini dapat kita lihat dari peninggalan seni-budaya yang dapat kita saksikan pada pahatan pada monumen-monumen peninggalan sejarah seperti candi-candi, istana Sultan dan tempat-tempat lain yang masih berkaitan dengan kehidupan istana. Dan sebagian dapat disaksikan pada moseum-moseum budaya. Kehidupan seni tari dan seni lainnya juga masih berkembang pesat di kota Jogja serta nilai- nilai budaya masyarakat Jogja terukap pula dalam bentuk arsitektur rumah penduduk, dengan bentuk joglonya yang banyak dikenal di seluruh Indonesia. Andhong antik di Jogja memperkuat kesan, bahwa Yogyakarta masih memiliki nilai-nilai tradisional. Seniman terkenal dan seniman besar besar yang ada di Indonesia saat ini, banyak yang didik dandigembleng di Yogyakarta. Sederetan nama seniman seperti Affandi, Bagong Kusdiharjo, Edi Sunarso, Saptoto, Amri Yahya, Kuswadji Kawindro Susanto dan lain-lain merupakan nama-nama yang ikut memperkuat pernanan Yogyakarta sebagai Pusat Kebudayaan. E. Daerah TujuanWisata Pada masa sekarang, seluruh predikat Yogyakarta luluh mejadi satu dan berkembang menjadi satu dimensi baru : Yogyakarta Sebagai Daerah Tujuan Wisata. Keramah tamahan yang tulus, khas Yogyakarta, akan menyambut para wisatawan di saat
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages8 Page
-
File Size-