Peranan H. Abdul Karim Amrullah Dalam Gerakan Pembaruan Islam Di Minangkabau Awal Abad XX Oleh

Peranan H. Abdul Karim Amrullah Dalam Gerakan Pembaruan Islam Di Minangkabau Awal Abad XX Oleh

Peranan H. Abdul Karim Amrullah dalam gerakan pembaruan Islam di Minangkabau awal abad XX Oleh : Rudi Sutrisna NIM K 4402514 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jika melihat gerakan Islam di Minangkabau pada khususnya dan di Indonesia pada umumya, selama abad XIX maupun abad XX kita akan menemukan kaitan tak terpisah yang menggabungkannya dengan gerakan-gerakan Muslim lain di dunia, khususnya di negara-negara yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam. Pada satu saat kaum reformis di Indonesia diilhami oleh gagasan-gagasan baru yang dikumandangkan di Timur Tengah dan yang masuk ke Indonesia melalui berbagai saluran. Mekah dan Kairo merupakan dua pusat yang memperkenalkan kaum Muslimin di Indonesia dengan gagasan-gagasan pembaruan. (Murni Djamal. 2002: 4) Walaupun Pemerintah Belanda mengeluarkan sejumlah peraturan dan kebijaksanaan untuk menghalangi gagasan-gagasan baru masuk ke Indonesia, tampaknya kendali tersebut tidak berfungsi sebagaimana diharapkan. Kaum Muslimin Indonesia tetap berhubungan dengan dunia Muslim di luar melalui ibadah yang dilakukan oleh sejumlah besar orang, di antaranya, mahasiswa yang kembali setelah menuntut ilmu di lembaga pendidikan tinggi di Mekah dan Kairo. Beberapa ilmuwan Arab yang datang ke Indonesia untuk kunjungan singkat atau untuk mengajar pada lembaga-lembaga pendidikan agama di Indonesia juga memberi sumbangan pada kebangkitan dan perkembangan gerakan agama. Benih pertama gerakan Islam yang masuk ke Indonesia lewat Minangkabau pada tahun 1803, dibawa oleh tiga orang haji yang kembalidari Mekah, yaitu Haji Miskin di Pandai Sikat (Luhak Agam), Haji Abdur Rahman di Piabang (Luhak 50), dan Haji Muhammad Arif di Sumanik (Luhak Tanah Datar), tampaknya dipengaruhi oleh gerakan Wahhabi di Arab Saudi (Hamka. 1982: 14). Mereka pulang ke Luhak masing-masing disemangati faham Wahhabi. Sasaran utama yang diserang kaum Padri adalah sejumlah tarekat sufi dan hukum waris matrilineal. Gerakan itu juga giat membersihkan ajaran-ajaran agama dari Sinkretisme dan menyadarkan kaum Muslimin yang hanya penganut Islam dalam nama saja . Gerakan Padri sendiri bertujuan membersihkan agama dari praktek- 1 praktek yang tidak tepat dan menyerukan kepada kaum muslimin untuk kembali ke ajaran-ajaran murni Islam, baik di pusatnya di Arab Saudi maupun di Minangkabau (Murni Djamal. 2002: 5). Di Minangkabau sendiri, gerakan Padri yang kemudian dikalahkan pada tahun 1838 oleh Intervensi Militer Belanda, tampaknya telah menanamkan sebagian benih gerakan-gerakan yang tumbuh kemudian. Pelopor gerakan pembaruan di daerah Minangkabau adalah Syekh Ahmad Khatib, yang telah menyebarkan gagasan-gagasannya dari Mekah pada masa dua puluh tahun terakhir dari abad yang lalu sampai 10 - 15 tahun pertama dari abad ini. Ia dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1855 di kalangan keluarga yang mempunyai latar belakang agama dan adat yang kuat (Deliar Noer. 1973: 38). Syekh Ahmad Khatib menekankan pengajarannya pada penerapan hukum agama dan menolak praktek-praktek aliran mistik. Karena itu, tidak mengherankan bahwa sasaran utama serangannya yang menyangkut praktek-praktek kehidupan Minangkabau ialah berbagai aliran Tariqah dan hukum waris adat. Menurut pendapatnya keduanya merupakan sisa-sisa sinkretik dan tidak sah dari suatu masyarakat yang belum mendapat penyuluhan, yang harus dibuang dari praktek sehari-hari kaum muslimin di Minangkabau sebelum mereka dapat mulai mempraktekkan ajaran murni Islam. (Murni Djamal. 2002: 12) Di Mekah, Syekh Ahmad Khatib mempunyai banyak murid. Empat di antaranya bahkan menjadi pencetus pertama gagasan-gagasannya dan sekaligus pengawal gerakan pembaharuan Islam. Keempatnya berasal dari daerah Minangkabau. Mereka adalah Syekh Tahir Jalaluddin al-Azhari (1869-1956), saudara sepupu Ahmad Khatib, Syekh Muhammad Jamil Jambek (1860-1947), Haji Abdul Karim Amrullah (1879-1945) dan Haji Abdullah Ahmad (1878-1933). Dari keempat tokoh pembaharu tersebut yang paling mempengaruhi gerakan pembaruan di Minangkabau awal abad XX ialah Syekh Muhammad Jamil Jambek, Haji Abdul karim Amrullah, dan Haji Abdullah Ahmad. Haji Abdul Karim Amrullah lahir pada hari Ahad 17 Safar tahun 1296 (10 Februari 1879), di suatu kampong kecil bernama kepala Kabun, Jorong Betung Panjang, Nagari Sungai Batang Maninjau dalam Luhak Agam, dikenal juga dengan nama Haji Rasul. Sebagai seorang anak ulama bernama Syekh Muhammad Amrullah gelar Tuanku Kisai. Haji Abdul Karim Amrullah memperoleh pendidikan elementer secara tradisional pada berbagai tempat di daerah Minangkabau dan pada tahun 1894 pergi ke Mekah untuk belajar selama tujuh (7) tahun. Sekembali ke kampung halamannya Haji Abdul Karim Amrullah telah disebut Tuanku Syekh Nan Mudo, sebagai pengakuan atas kepandaiannya (Deliar Noer. 1982: 45). Haji Abdul Karim Amrullah menikah dengan seorang gadis bernama Raihanah binti Haji Zakariah, kemenakan Raja Bulan, anak buah Datuk Rajo Endah, suku Tanjung. (Hamka. 1982: 59) Di samping melaksanakan kegiatan-kegiatan pembaharuan, para pembaharu di Minangkabau juga menentang penguasa-penguasa adat, mereka yang bertanggungjawab yang memegang kepemimpinan dalam masyarakat, khususnya dalam administrasi nagari (desa) dan suku mereka sendiri. Kaum muda tidak merasa orang-orang ini bisa mengubah banyak, karena penguasa adat berkewajiban mempertahankan kedudukan tradisionalnya di dalam suku dan mempertahankan tatanan masyarakat nagari (desa). Untuk mengubah kehidupan masyarakat Muslimin di Minangkabau, para pembaharu berpendapat hal itu harus berawal dengan pejabat yang berkedudukan penting di nagari, khususnya para penghulu (ketua adat). Haji Abdul Karim Amrullah misalnya, mempertahankan pendapatnya, karena Islam (agama dari Tuhan) lebih tinggi daripada hukum adat yaitu adat yang diciptakan manusia, maka kedudukan para ulama harus di atas orang-orang penghulu. Dengan kata lain, menurut Haji Abdul Karim Amrullah guru-guru agama bertanggungjawab untuk membimbing penguasa-penguasa sekuler, sehingga bisa menjalankan secara layak dan tetap setia pada agama dan bangsa mereka. (Murni Djamal. 2002: 25) Haji Abdul karim Amrullah dalam melukiskan usahanya di Minangkabau, menyerukan kaum Muslimin di daerah itu agar kembali ke sumber-sumber murni dari ajaran agama Islam, yaitu Qur’an dan Hadits. Imbauan untuk meninggalkan taklid (penerimaan buta), untuk membersihkan agama dari praktek-praktek sinkretis, dan untuk menggunakan akal dalam hal-hal yang berkaitan dengan hukum agama, menyebabkan perpecahan antara kaum guru agama di Minangkabau menjadi dua kelompok yang saling bertentangan, yaitu kaum reformis (kaum muda) dan kaum tradisionalis (kaum tua) (Murni Djamal. 2002: 7). Dalam usahanya untuk memperbaiki dan mengangkat tingkat ibadah muslim serta pemahaman agama, tampaknya di antara para pemuka adat dan para pemimpin agama terjadi suatu pertentangan dan ketegangan tanpa akhir yang belum diselesaikan dengan baik. Salah satu alat pendidikan agama yang penting ialah majalah Islam. Kemajuan yang pesat dalam pendidikan dan pengajaran di Minangkabau ialah karena tersiarnya majalah Islam di samping pendidikan dan pengajaran Islam di surau-surau/madrasah-madrasah. Majalah Islam yang mula-mula terbit di Minangkabau, bahkan di seluruh Indonesia ialah majalah Al-Munir, diterbitkan di Padang oleh almarhum Syekh Haji Abdullah Ahmad dan dibantu oleh Syekh Haji Abdul Karim Amrullah dan Syekh Haji Muhd Thaib Umar yaitu pada tahun 1911. Isi majalah Al-Munir diantaranya: 1) Tentang kebaikan agama Islam dan kelapangannya berdasarkan Qur’an dan Hadits; 2) Ilmu sejati, yang terus bersambung-sambung pada tiap-tiap juz mengupas soal keimanan; 3) Beberapa karangan yang berisi pelajaran dan pengatahuan seperti ilmu falak, dan sebagainya; 4) Soal-jawab tentang masalah agama; 5) Perkabaran tentang kejadian-kejadian dalam negeri dan luar negeri, terutama di negara-negara Islam; 6) Buah pikiran mengajak pembaca untuk mempergunakan akal dan pikirannya; 7) Adab dan akhlak yang bersambung-sambung tiap-tiap juz; dan 8) Memberantas dongeng-dongeng, khurafat dan bid’ah-bid’ah dalam agama. (Mahmud Yunus. 1992: 79) Karena kesulitan keuangan, majalah Al- Munir menghentikan kegiatannya di tahun 1916. Akan tetapi penerbitannya dilanjutkan di Padang Panjang oleh seorang pemimpin kaum muda lainnya yaitu Zainuddin Labai el-Yunusi. Tetapi dengan meninggalnya Labai pada tahun 1924, Al-Munir di Padang Panjang terpaksa menghentikan kegiatannya. Namun majalah ini mencapai banyak perubahan dibidang penyebaran pembaharuan Islam, melewati bidang pendidikan dan pertemuan-pertemuan agama( tablig). (Murni Djamal. 2002: 27) Dalam usahanya untuk menggantikan pengulangan pelajaran teologi dan program pembelajaran yang intelektual seperti Muhammad ‘Abduh dengan program pembaharuannya yang antara lain mencakup pembaharuan pendidikan tinggi Islam, Al-Azhar di kairo, dan Sir Sayyid Ahmad Kahn dengan Aligarh-nya di India, Haji Abdul Karim Amrullah sepenuhnya memperhatikan pembaharuan sistem sekolah tradisional, yaitu Surau Jembatan Besi di Padang Panjang. Pada tahun 1915 anak-anak Surau Jembatan Besi membentuk Studie Group atau kelompok belajar. Tahun berikutnya mereka bentuk Koperasi Persaiyoan atau perkumpulan sabun. Tahun 1918 cabang Sumatra Bond berdiri di padang dan di Bukittinggi. Terpengaruh oleh ini, kelompok Surau Jembatan Besi melebur Studie Group dan Koperasi Persaiyoan menjadi Sumatra Thawalib. (Burhanuddin Daya. 1990: 12) Sumatra Thawalib lahir di pusat Ranah Minang, Sumatra Thawalib mengawali dirinya sebagai perkumpulan pelajar-pelajar agama Sumatra, melengkapi diri dengan usaha koperasi anak-anak mengaji dan

View Full Text

Details

  • File Type
    pdf
  • Upload Time
    -
  • Content Languages
    English
  • Upload User
    Anonymous/Not logged-in
  • File Pages
    7 Page
  • File Size
    -

Download

Channel Download Status
Express Download Enable

Copyright

We respect the copyrights and intellectual property rights of all users. All uploaded documents are either original works of the uploader or authorized works of the rightful owners.

  • Not to be reproduced or distributed without explicit permission.
  • Not used for commercial purposes outside of approved use cases.
  • Not used to infringe on the rights of the original creators.
  • If you believe any content infringes your copyright, please contact us immediately.

Support

For help with questions, suggestions, or problems, please contact us