2. Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa Di Indonesia

2. Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa Di Indonesia

2. DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA 2.1. Kronologi Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa Prasangka terhadap etnis Tionghoa merupakan salah satu penyebab timbulnya diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. Prasangka tersebut bukannya muncul tanpa sebab. Melalui fakta-fakta dalam sejarah, kita bisa menelusuri kronologi timbulnya prasangka terhadap etnis Tionghoa. 2.1.1. Kedatangan Etnis Tionghoa ke Indonesia Menurut penulis, sebenarnya hubungan antara etnis Tionghoa dengan etnis lainnya pada umumnya berjalan dengan baik, misalnya etnis Jawa dengan etnis Tionghoa sendiri sebenarnya hidup dengan rukun berdampingan, sehingga bisa disimpulkan bahwa diskriminasi maupun gerakan anti Tionghoa sebenarnya adalah perbuatan oknum tertentu. Disini penulis akan menyajikan catatan Sejarah yang membuktikan hubungan baik antar Nusantara dengan Tiongkok. Kedatangan etnis Tionghoa ke Indonesia pada mulanya (Abad IX, jaman Dinasti Tang) adalah untuk berdagang dan mencari kehidupan baru.(Setiono, 2002, hal.19) Pada masa pemerintahan Kaisar Hanming (Dinasti Han, 1-6 SM), Tiongkok telah mengenal Nusantara yang disebut Fanzi. (Setiono, 2002, hal.18) Banyak pendatang dari Tiongkok yang tertarik dengan kehidupan di Nusantara karena di Tiongkok memiliki iklim yang lebih keras dan banyak terjadi bencana alam dan peperangan. Banyak sekali bukti Sejarah yang mengungkapkan hubungan antara Nusantara dan Tiongkok. Diantaranya: 1. Pada 1961 di Guangzhou (Canton) ditemukan sebuah batu bertulis yang telah berusia 900 tahun, yang menggambarkan persahabatan Nusantara-Tiongkok. Raja Wakaro dari Sumatera Timur memberikan sumbangan yang besar ketika berkunjung ke Canton. Sumbangan tersebut digunakan untuk memperbaiki kuil Dao yang rusak(Setiono, 2002, hal.19-20) 4 Universitas Kristen Petra 5 2. Berdasarkan catatan sejarah Melayu, anak pangeran dari Tiongkok menjadi raja di Palembang. Pada abad ke lima belas, kaisar Dinasti Ming mengirim delegasi persahabatan kepada raja Zulkarnaen dari kerajaan Malaka, disertai seorang puteri yang diiringi oleh 500 dayangnya.(Setiono, 2002,hal.21-22) 3. Pada Abad XV di masa Dinasti Ming (1368-1643), etnis Tionghoa dari Yunan mulai berdatangan untuk menyebarkan agama Islam terutama di Pulau Jawa. Tak dapat disangkal bahwa Laksamana Zheng He/Sam Po Kong pada 1410 dan 1416, dengan armada yang dipimpinnya mendarat di Pantai Simongan, Semarang. Selain menjadi utusan Kaisar Zhudi dari Dinasti Ming untuk mengunjungi raja Majapahit juga bertujuan menyebarkan agama Islam.(Setiono, 2002, hal24) Dari catatan sejarah yang penulis sajikan diatas, dapat diketahui bahwa pada awalnya hubungan antara etnis Tionghoa dan para penguasa dan penduduk di Nusantara terjalin dengan baik dan bahkan saling membantu dan saling menguntungkan antara kedua belah pihak. Bahkan, hubungan antara Nusantara dan Tiongkok tidak hanya seputar perdagangan, tapi ada etnis Tionghoa yang datang ke Nusantara dengan tujuan menyebarkan agama Islam. 2.1.2. Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa Pada sub bab ini, penulis menyajikan catatan sejarah mengenai asal mula timbulnya prasangka dan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. Orang-orang Tiongkok yang lama sebelum kedatangan Belanda telah mempunyai hubungan baik dengan Nusantara sudah banyak yang mulai tinggal menetap. (Setiono, 2002, hal.71) Kemudian datanglah Belanda yang berusaha melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Nusantara, untuk memenuhi ambisinya, pada tanggal 20 Maret 1602 Belanda mendirikan Vereenigde Oost- Indische Compagnie (VOC) (Setiono, 2002, hal.73-74) Setelah dibentuknya VOC, Belanda mulai menggunakan sebagian orang Tionghoa untuk membantunya memenuhi ambisinya untuk menghancurkan Jayakarta dan mendirikan Batavia. Jan Pieterzoon Coen (1587-1629) Gurbernur Jenderal VOC membangun Batavia dengan bantuan orang-orang Tionghoa dari Banten pimpinan Souw Beng Kong. Etnis Tionghoa dibujuk dan diberi janji-janji Universitas Kristen Petra 6 agar mau pindah dan memajukan perdagangan di Batavia. Coen sendiri menjalankan politik monopoli di segala bidang perdagangan dan melakukan blokade atas pelabuhan Banten. Jung-jung dari Tiongkok dilarang merapat ke pelabuhan Banten dan para pedagang Tionghoa dilarang memasuki Banten. Hubungan dagang antara Banten dan Tiongkok yang selama ini sangat erat terputus oleh Batavia. Akibatnya pelabuhan Banten menjadi sepi dan mati. (Setiono, 2002, hal.79) Tidak benar bila mengatakan bahwa orang Tionghoa hanya memihak Belanda, karena ada juga etnis Tionghoa yang membantu pihak kerajaan di Nusantara. Seperti pada saat Sultan Agung menyelidiki kedudukan Belanda menggunakan seorang etnis Tionghoa sebagai mata-mata. (Toer, 1998, hal.144- 145) Pada kenyataan sejarah diatas, penulis berargumentasi bahwa etnis Tionghoa sebenarnya mudah dimanfaatkan, digunakan sebagai alat, maka akibatnya etnis Tionghoa pula yang menjadi kambing hitam, menderita serangan dari kedua belah pihak yang memanfaatkannya. Belanda menjalankan politik pecah belah untuk merusak hubungan antara etnis Tionghoa dengan penduduk pribumi, antara lain dengan mengeksklusifkan tempat tinggal (Coppel, 1983, hal.28) Belanda juga membuat siasat Tanam Paksa dan para pengusaha Tionghoa dijadikan sebagai pedagang perantara, sehingga merusak kerukunan sosial tradisional sehari-hari yang telah ada.(Susanto, 1996, hal.18) Selain itu, Belanda juga memberi orang-orang Tionghoa hak untuk memungut pajak, menjual candu dan membuka rumah judi yang sangat merugikan penduduk setempat serta membagi-bagi kedudukan hukum penduduk Indonesia dengan dasar yang sangat rasial, yang antara lain menempatkan posisi etnis Tionghoa sebagai warga yang lebih tinggi kedudukannya dari warga golongan pribumi. Untuk memajukan koloni dan perdagangannya, Belanda tak segan-segan melakukan cara yang tidak sehat bahkan kejam. Pelaut Belanda tidak segan-segan merampok jung-jung Tionghoa secara terang-terangan dan menahan awak kapalnya untuk kemudian dipaksa bekerja di Batavia. Tahun 1622, kapal-kapal Belanda menculik pria, wanita dan anak-anak di pantai Tiongkok Selatan dan menyiksa para tawanan tersebut dengan sangat kejam di kepulauan Pescadores. Universitas Kristen Petra 7 Banyak yang meninggal sebelum tiba di Batavia dan kalau ingin bebas mereka harus bekerja keras terlebih dahulu untuk mengumpulkan uang tebusan. (Setiono, 2002, hal.80) Jadi bisa dibilang bahwa saat itu Belanda tidak hanya menjajah orang pribumi di Nusantara saja, namun juga sedang menjajah etnis Tionghoa, menyiksa dan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Tahun 1740 terjadi pembantaian etnis Tionghoa di Batavia, yang digerakkan oleh VOC, sedangkan pada 25 Juli 1740 VOC mengeluarkan resolusi “bunuh atau lenyapkan”. Pembantaian terjadi karena VOC merasa merasa bahwa etnis Tionghoa yang mulai aktif dalam kegiatan perekonomian di Batavia merupakan ancaman.(Setiono, 2002) Penulis menggunakan catatan sejarah diatas untuk membuktikan bahwa sebenarnya Belanda memandang hubungan harmonis antar etnis Tionghoa dan penduduk setempat sebagai suatu bahaya bagi niat mereka menguasai Nusantara. Dapat diketahui bahwa prasangka terhadap etnis Tionghoa sengaja dibuat oleh VOC. Diskriminasi terhdadap etnis Tionghoa serta perpecahan sebagai ancaman terhadap persatuan dan kesatuan bangsa adalah warisan dari penjajah Belanda. 2.2 Diskriminasi Dalam Berbagai Bidang Pada Masa Kemerdekaan Sampai Pasca Reformasi Pada masa awal kemerdekaan Indonesia timbul masalah baru, yaitu mengenai masalah kewarganegaraan. Undang-Undang Dasar 1945 yang dirancang oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada bulan-bulan terakhir pendudukan Jepang, ditetapkan bahwa “yang menjadi warga negara ialah orang- orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.” Akibatnya, dalam undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia yang pertama pada tahun 1946, kewarganegaraan diberikan secara otomatis kepada penduduk asli Indonesia tetapi tidak demikian dengan golongan penduduk lainnya kecuali apabila mereka dapat memenuhi beberapa persyaratan tertentu. Kini kata asli tidak saja bermakna “pribumi, tempat kelahiran, asal,” tetapi juga memiliki pengertian “sejati, murni”. Karena itu baik kalimat maupun isi pokok undang-undang kewarganegaraan menekankan pandangan bahwa bangsa Indonesia yang sesungguhnya ialah Universitas Kristen Petra 8 penduduk pribumi. Golongan penduduk lainnya memperoleh kewarganegaraan Indonesia dari bangsa Indonesia yang merupakan penduduk pribumi (Coppel, 1994, hal.23) Pada kenyataannya, etnis Tionghoa yang ingin meperjelas kewarganegaraannya sebagai warga Negara Indonesia, berusaha memenuhi persyaratan yang diajukan, namun dalam memenuhi persyaratan itu tak jarang menemui kesulitan, banyak oknum yang memanfaatkan kesempatan itu untuk mengeruk keuntungan pribadi. Berikut ini, penulis akan menyajikan contoh diskriminasi dalam berbagai bidang sejak masa kemerdekaan sampai pasca reformasi, yang merupakan cikal bakal salah satu dari masalah Tionghoa di Indonesia dan salah satu faktor ancaman terhadap persatuan dan perkembangan bangsa dan negara Indonesia : 2.2.1. Diskriminasi Dalam Hal Kewarganegaraan dan Ekonomi Diskriminasi terhadap etnis Tionghoa yang menyangkut masalah kewarganegaraan secara tak langsung juga menimbulkan masalah dalam bidang ekonomi, tempat tinggal, bahkan sampai merenggut nyawa. Contohnya : - Pada masa Orde Lama, dari pihak pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri melanjutkan tindakan mendiskriminasi etnis Tionghoa yang diwariskan oleh Belanda. Diskriminasi juga merambah

View Full Text

Details

  • File Type
    pdf
  • Upload Time
    -
  • Content Languages
    English
  • Upload User
    Anonymous/Not logged-in
  • File Pages
    15 Page
  • File Size
    -

Download

Channel Download Status
Express Download Enable

Copyright

We respect the copyrights and intellectual property rights of all users. All uploaded documents are either original works of the uploader or authorized works of the rightful owners.

  • Not to be reproduced or distributed without explicit permission.
  • Not used for commercial purposes outside of approved use cases.
  • Not used to infringe on the rights of the original creators.
  • If you believe any content infringes your copyright, please contact us immediately.

Support

For help with questions, suggestions, or problems, please contact us