ISBN : 978-602-0951-13-3

Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk Kesejahteraan Masyarakat

Subtema Seni, Budaya, dan Kemasyarakatan

Surabaya, 27 Nopember 2016

PROSIDING SEMINAR NASIONAL Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negeri Surabaya

SEMNAS PPM 2016

Buku – 5

Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk Kesejahteraan Masyarakat

Subtema Seni, Budaya, dan Kemasyarakatan

Surabaya, 27 November 2016

Penerbit :

Fakultas MIPA – Universitas Negeri Surabaya

TIM EDITOR I Wayan Susila Suroto Tukiran

DESIGN LAYOUT Agus Prihanto

PENYUNTING Bayu Agung Prasodi Biyan Yesi Wilujeng Ainul Khafid Andika Pramudya Wardana Yudo Chandrasa Wirasadewa

TIM REVIEWER Darni A. Grummy Wailanduw Andre Dwijanto Witjaksono Titik Taufikurohmah Najlatun Naqiyah

Diterbitkan oleh : FAKULTAS MIPA - UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Gedung D-1 UNESA Kampus Ketintang Jln. Ketintang Surabaya - 60231 Telp. 031-8280009 Email : [email protected]

Cetakan Pertama – Nopember 2016

ISBN :

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

SAMBUTAN KETUA PANITIA PADA SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2016 UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Bismillahir rohmannir rohiim Assalamu ‘alaikum Warohmatullahi Wabarokhatuh Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua

Yth. Bapak Rektor Universitas Negeri Surabaya, Bapak Prof. Dr. Warsono, M.S. Yth. Ibu Wakil Rektor Bidang Akademik, Ibu Dr. sc. agr. Yuni Sri Rahayu, M.Si. Yth. Bapak Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan, Bapak Drs. Tri Wahatnolo, M.Pd, M.T. Yth. Bapak Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Bapak Dr. Ketut Prasetyo, M.S. Yth. Bapak Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Perencanaan, Bapak Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M.Litt. Yth. Bapak Prof. Ocky Karna Radjasa, M.Sc., Ph.D, Direktur Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DRPM), Kemenristekdikti, selaku narasumber Yth. Bapak Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd, pemerhati pendidikan dan sekaligus narasumber Yth, Bapak Tritan Saputra, S.T., M.H. Ketua Komite Tetap Pengembangan Usaha Elektronika Bidang Industri Kreatif dari KADIN Jatim sekaligus sebagai narasumber Yth. Bapak Ibu para Dekan selingkung Unesa, Yth. Bapak Direktur Pascasarjana Unesa, Yth. Bapak Ketua LP3M Unesa, Yth. Bapak Ketua dan Sekretaris LPPM Unesa, dan Bapak ibu semua kepala dan sekretaris pusat di LPPM Unesa, serta bapak ibu peserta Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun 2016 yang diselenggarakan di Best Western Papilio Hotel, Jl. A. Yani, Surabaya, yang berbahagia dan saya banggakan.

Pertama-tama, marilah kita senantiasa mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga kita semua bisa berkumpul di ruangan ini dalam keadaan sehat wal afiat dan tak kurang suatu apapun. Bapak Rektor, ibu bapak Wakil Rektor, bapak ibu pimpinan fakultas dan direktur pascasarjana serta pimpinan unit kerja lainnya selingkung Unesa serta bapak ibu hadirin peserta seminar yang saya hormati, Kegiatan Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun 2016 (SEMNASPPM 2016) ini merupakan kegiatan yang secara rutin diselenggarakan oleh LPPM Unesa Surabaya yang biasanya jatuh pada bulan Oktober atau Nopember tiap tahunnya. Kegiatan Seminar Nasional kali ini dilakukan dengan mengusung tema: Inovasi dan Hilirisasi Hasil Penelitian untuk Kesejahteraan Masyarakat. Adapun tema pokok tersebut dapat dijabarkan menjadi sub tema, yaitu: 1) Inovasi Pendidikan, 2) Konservasi, Sains dan Teknologi, 3) Kualitas Hidup dan Pengembangan Sumber Daya, 4) Seni, Budaya, dan Kemasyarakatan, dan 5) Ekonomi dan Manajemen. Dengan diversitas subtema yang diangkat ini, maka kegiatan seminar ini diharapkan dapat memberikan banyak wahana, wacana, dan warna pengetahuan dan keilmuan yang lain dan yang baru sehingga dapat memberikan stimuli untuk berkreasi dan berkarya bagi para dosen dan/atau peneliti ataupun profesi lainnya baik di lingkup kemenristekdikti dan/ataupun lingkup lainnya. Bapak Rektor, ibu bapak Wakil Rektor, bapak ibu pimpinan fakultas dan bapak direktur pascasarjana serta pimpinan unit kerja lainnya selingkung Unesa serta bapak ibu hadirin peserta seminar yang saya muliakan, Untuk dapat mencapai dan sekaligus memperkaya wahana, wacana, dan warna pengetahuan dan keilmuan yang baru tersebut, kami telah mengundang para narasumber yang sangat berkompeten, yaitu bapak Prof. Ocky Karna Radjasa, M.Sc., Ph.D., bapak Prof. Dr. Muchlas Samani, M.pd., dan bapak Tritan Saputra, S.T.,M.H., dimana diantara mereka sudah berada ditengah-tengah kita. Dengan kompetensi, kepakaran dan pengalaman dari masing- masing narasumber, tentu kami sangat yakin akan banyak wacana dan warna informasi penting lainnya yang kita dapatkan hari ini yang tentu pula sangat bermanfaat untuk pengembangan ilmu dan tingkat profesionalitas kita sebagai seorang dosen dan/ataupun peneliti atau profesi lainnya. Bapak Rektor, ibu bapak Wakil Rektor, bapak ibu pimpinan fakultas dan direktur pascasarjana serta pimpinan unit kerja lainnya selingkung Unesa serta bapak ibu hadirin peserta seminar yang saya banggakan, Perkenankan pada kesempatan ini, kami melaporkan bahwa peserta Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat tahun 2016 ini dihadiri oleh sekitar 219 orang, yang terdiri dari 3 narasumber, 13 undangan, 149 pemakalah yang terdiri dari 64 pemakalah oral, dan sisanya pemakalah poster, serta 25 orang

i

panitia. Sesungguhnya, pada satu dua minggu terakhir menjelang hari pelaksanaan seminar ini masih banyak dosen/peneliti atau mahasiswa yang berkeinginan kuat untuk mengirimkan abstrak dan sekaligus sebagai pemakalah. Namun, karena keterbatasan tenaga dan pikiran kami, dengan amat terpaksa dan sangat menyesal kami harus menutupnya. Untuk itu, kami mohon maaf. Selanjutnya, kami berharap kegiatan Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat tahun 2016 ini dapat berlangsung dengan baik, lancar dan sukses. Kami juga mengharapkan partisipasi peserta seminar ini untuk aktif menggunakan momentum dan event ini guna memperoleh banyak wahana, wacana, dan informasi lain yang sangat bermanfaat dan tentu ikut memperlancar kegiatan seminar nasional ini. Event seminar nasional ini tentu menjadi ajang silaturahmi bagi bapak ibu semua sekaligus memberikan ruang dan wadah untuk saling bertukar pikiran dan informasi yang saling menguntungkan serta memberikan kesempatan membangun dan menjalin kerjasama di antara kita ke arah yang lebih. Pada kesempatan ini pula, mohon dengan hormat bapak Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S. berkenan untuk memberikan sambutan dan arahan terkait tema dalam kegiatan seminar ini dan sekaligus berkenan membuka secara resmi acara seminar nasional ini. Demikian, bapak ibu hadirin semua yang bisa saya sampaikan dan laporkan, mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan.

Wa billahi taufik wal hidayah war ridho wa innayah Wassalamu ‘alaikum Warohmatullahi Wabarokhatuh Maturnuwun

Surabaya, 27 November 2016 Ketua Pelaksana Prof. Dr. Tukiran, M.Si.

ii

SAMBUTAN REKTOR PADA SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2016 UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Assalamu alaikum wr, wb. Teriring ungkapan rasa puji syukur kehadirat Allah SWT, pagi hari ini kita bertemu dalam kegiatan yang sangat bermanfaat bagi perjalanan dan kemajuan bangsa ini yaitu Seminar Nasional hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat Universitas Negeri Surabaya tahun 2016. Kegiatan ini terlaksana berkat rahmat dan hidayah dari Allah Swt. Para peserta seminar yang saya hormati, Salah satu tujuan dari perguruan tinggi adalah menjamin agar mutu pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat mencapai target sesuai yang ditetapkan oleh Standar Nasional Perguruan Tinggi. Terdapat 8 Standar nasional perguruan tinggi dibidang penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yaitu standar hasil, standar isi, standar proses, standar penilaian, standar peneliti dan pelaksana pengabdian, standar sarana dan prasarana, standar pengolahan, dan standar pendanaan dan pembiayaan. Delapan standar tersebut merupakan pedoman dan sekaligus target capaian yang harus diupayakan oleh perguruan tinggi yang disesuaikan dengan visi dan misi masing masing perguruan tinggi. Standar hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat bermuara pada pengembangan IPTEK yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa. Untuk mencapai hal tersebut, harus diketahui akar permasalahan dan dan dicarikan peluang serta pemecahannya. Tugas seorang peneliti dan pelaksana pengabdian kepada masyarakat adalah menggali, mengidentifikasi, dan menganalisis akar permasalahan tersebut dengan didasarkan kepakaran yang dimilikinya serta berkolaborasi dengan stakeholder terkait. Seorang peneliti perlu memiliki kecerdasan dalam memetakan tipologi, karakteristik setiap kelompok masyarakat serta memiliki kemampuan memprediksi dampak yang ditimbulkan dari setiap pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena setiap wilayah dan kelompok masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda maka diperlukan treatment yang berbeda pula. Wilayah memiliki potensi yang luar biasa baik dari sumber daya alam, budaya, dan manusia. Potensi tersebut sangat memungkinkan untuk diberdayakan menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat untuk membangun bangsa dan menyejahterakan masyarakat. Formula yang ditawarkan adalah inovasi, kreatif, dan produktif berbasis kajian ilmiah dalam bentuk empiris dan pemodelan. Sehingga hasil penelitian aplikatif dan solutif, tidak hanya menjadi koleksi, tetapi bernilai dan bermanfaat langsung pada masyarakat. Program hilirisasi hasil-hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dicanangkan pemerintah perlu mendapat dukungan penuh. Kehadiran para peneliti dan pengabdian kepada masyarakat sudah sangat ditunggu oleh warga bangsa ini. Dilain pihak, sebagai sebuah lembaga tinggi “techno park” bagi Universitas Negeri Surabaya bukan hanya sebuah mimpi tetapi merupakan target dan sasaran yang harus diupayakan agar bisa menjadi perguruan tinggi berkelas dunia. Berbekal keahlian dan kepakaran yang terus dikembangkan para dosen-dosen Unesa berangsur mampu mencetak interpreneurship di dalam dan diluar lingkungan kampus. Seiring harapan tersebut sangat tepat jika seminar ini mengambil tema Inovasi dan hilirisasi hasil penelitian untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk lebih mengoptimalkan dan operasional tema tersebut ditetapkan sub tema seminar tahun ini adalah sebagai berikut: 1) Inovasi pendidikan, 2) Konservasi, sains, dan teknologi, 3) Kualitas hidup dan sumber daya, 4) Seni, budaya, dan kemasyarakatan, 5) Ekonomi dan manajemen. Kiranya dengan 5 sub tema tersebut dapat memberikan kontribusi Universitas Negeri Surabaya terhadap pembangunan bangsa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bapak, Ibu peserta seminar yang saya hormati. Selamat berseminar dan semoga sukses. Semoga kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas bapak ibu sekalian mendapat balasan dari Allah Swt, yang berlipat lipat dikemudian hari. Wassalamu alaikum wr. wb.

Surabaya, 27 November 2016 Rektor Universitas Negeri Surabaya

iii

iv

SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 2016 LPPM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Pelindung : Prof. Dr. Warsono, M.S. (Rektor) Penasihat : 1. Dr. rer.nat. Yuni Sri Rahayu, M.Si. (WR Bid.Akademik) 2. Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T. (WR Bid. Umum Keuangan) 3. Dr. KetutPrasetyo, M.S. (WR Bid. KemahasiswaandanAlumni) 4. Prof. DjodjokSoepardjo, M. Litt. (WR Bid. Kerjasama) PenanggungJawab : Prof. Dr. Ir. I WayanSusila, M.T. Ketua : Prof. Dr. Tukiran, M.Si. Wakil : Drs. Suroto, M.A., Ph.D. Sekretaris : 1. Dr. NajlatunNaqiyah, M.Pd. 2. Dr. Nurkholis, M.Kes. Bendahara : 1. Dr. Rindawati, M.Si. 2. ZulaikhahAbdullah, S.E. Kesekretariatan : 1.Dra. Ec. Nurmika Simanullang, M.Pd. 2. IkaPurnamaWati, A.Md. I T : 1. Wiyli Yustanti, S.Si., M.Kom. 2. Agus Prihanto, S.Kom, M.T. Dana/Akomodasi : 1. Dr. Grummy W., M.T. 2. SitiNurulHidayati, S.Pd.,M.Pd. Dokumentasi : Moch. Suyanto NaskahdanProsiding : 1. Dr. Andre W., M.Si. 2. Dr. TitikTaufikurrohmah, M.Si. Humas/Publikasi : 1. Prof. Dr. Darni, M.Hum. 2. Drs. BudihardjoA.H., M.Pd. Acara/Sidang/Narasumber : 1. Prof. Dr. Hj. SitiMaghfirotunAmin, M.Pd. 2. Dian Savitri, S.Pd.,M.Pd. Umum/Perlengkapan : 1. Amalia Rachel Manoppo, S.H. 2. Parni Konsumsi : 1.NurHartatik, S.E. 2. Yulia Sukmawati, S.Pd .

v

vi

DAFTAR ISI

SAMBUTAN KETUA PANITIA ...... i SAMBUTAN REKTOR ...... iii SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL ...... v DAFTAR ISI ...... vii Respon Dosen Terhadap Ketidaksantunan Bertutur Mahasiswa ...... 9 Dian Rivia Himmawati1*), Lisetyo Ariyanti2 ...... 9 Analisis Konstruksi Teks Argumentatif Bahasa Jepang: Tinjauan Melalui Sudut Pandang Tema-Rema ...... 15 Didik Nurhadi1*) ...... 15 Transformasi Cerita Panji Kudanarawangsa Dalam Pertunjukan Dramatari Wayang Topeng di Desa Jatiduwur Jombang ...... 21 Eko Wahyuni Rahayu ...... 21 Pengelolaan Sanitasi Makanan dan Lingkungan Tempat Tinggal Berbasis Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Hidup Santri (Studi Kasus Pondok Pesantren di Kabupaten Jombang) ...... 31 Haris Supratno...... 31 Bentuk dan MaknaTata Rias Pengantin Tradisional Puteri Jenggolo Sidoarjo Jawa Timur ...... 35 Maspiyah1*), Nia Kusstianti2, Dewi Lutfiati3...... 35 Modernitas dalam Langen Tayub Jogyakarta ...... 39 Noordiana1, Anik Juwariyah2, Fithriyah Inda N.A3 ...... 39 Kecemasan Sosial: Gambaran Deskriptif di Kota Bandung ...... 43 Wilis Srisayekti1*), Setiawan Hadi2, Efi Fitriana3, Marisa Fransiska Moeliono4, Lucia Voni Pebriyani5, Hery Susanto6 ...... 43 Modifikasi Tata Rias Pengantin Berpaes Mupus Braen Blambangan Banyuwangi ...... 47 Sri Dwiyanti1*), Sri Usodoningtyas2, Nia Kusstanti3 ...... 47 Ketidakadilan Gender Penyanyi Campursari Perempuan Dalam Peranannya Pada Sektor Publik ...... 53 Dra. Sri Sulistiani, M.Pd. & Drs. Sukarman, M.Si ...... 53

vii

viii

Respon Dosen Terhadap Ketidaksantunan Bertutur Mahasiswa

Dian Rivia Himmawati1*), Lisetyo Ariyanti2 1Jurusan BahasadanSastraInggris, UniversitasNegeri Surabaya. Email: [email protected] 2Jurusan BahasadanSastraInggris, UniversitasNegeri Surabaya. Email: [email protected] *)Alamatkorespondensi: Email: [email protected]

ABSTRAK

Banyak mahasiswa tidak peka terhadap siapa lawan tuturnya hingga mereka menggunakan tuturan – tuturan yang dianggap para dosen sebagai tuturan yang tidak santu. Tuturan yang dianggap tidak santun ini tidak hanyadituturkan kepada dosen saat melakukan percakapan harian namun juga dituturkan via social media. Artikel ini tidak mendeskripsikan mengenai ekspresi linguistic dari dosen ketika merespon tuturan yang tidak santun tetapi untuk mengetahui bagaiamana dosen melakukan respon ketika dikenai tuturan tidak santun dari mahasiswa. Data diambil dari respon dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris ketika mahasiswa dianggap bertutur tidak santun melalui media social dan juga tuturan mahasiswa yang dianggap tak santun. Data dari mahasiswa dianalisis dengan cara mengklasifikasikan tuturan ketidak santunan dengan memperhatikan empat prinsip yaitu pelanggaran terhadap prinsip kesantunan, penghindaran pemakaian kata tabu, penggunaan eufimisme dan penggunaan pilihan kata honorifik yang diusulkanoleh Leech (1983) dan kemudian diperiksa bagaimana respondosen terhadap pelanggaran kesantunan dari empat prinsip tersebut. Hasil menunjukkan bahwa dosen merespon tuturan tak santun mahasiswa dengan tiga cara, yaitu (1) membiarkan seolah-oleh tidak terjadi apapun terhadap tuturan yang tidak santun dan meneruskan percakapan tersebut,(2) berhenti merespontuturan tersebut, (3) mengambil kesempatan merespon yang bertujuan untuk mengkoreksi ketidak santunan mahasiswa dengan cara melanggar maksim kerjasama. Kata Kunci:Respondosen, Ketidaksantunan, Mahasiswa, Tuturan

1. PENDAHULUAN mengenai kesantunan bisa jadi mempunyai perspektif yang tidak seragam. Misal di Indonesia, di suatu Studi tentang kesantunan dalam linguistik daerah tuturan x yang dituturkan pada seseorang banyak berkonsentrasi pada bagaimana seseorang dengan status tertentu, sebut saja y, bisa menjadi menggunakan strategi yang komunikatif untuk sesuatu yang berterima, namun di daerah lain tuturan menjaga keharmonisan dalam melakukan interaksi x yang dituturkan pada orang lain dengan status y bisa bertutur[1],[2] . Strategi dan formula kesantunan tidak diterima karena tuturan x dianggap tidak diaktifkan untuk mendapatkan efek santun yang secara menggunakan strategi kesantunan. Faktor keyakinan, konvensional dihubungkan dengan berbagai konteks. model budaya, norma dan lainnya mempengaruhi Sejalan dengan[3] yang menjelaskan bahwa kesantunan strategi kesantunan yang diproduksi seseorang. Hal ini adalah sebagai bentuk perilaku yang disepakati dalam menunjukkan bahwa kesantunan dan ketaksantunan hubungan antara personal saling merasa ada berhubungan dengan anggota komunitas sosial kesesuaian dan memberikan sesuatu yang memiliki tertentu dan akan lebih mudah jika terjadi pada makna saling menghargai. Berbeda pula dengan kerangka komunitas sosial yang mempunyai L1/first ketaksantunan yang merupakan tindakan negatif yang language yang sama[4] diaktifkan dalam suatu konteks metabahasa . ketaksantunan. Keduanya berbeda karena tujuan Begitupula yang terjadi pada hubungan pengaktifannya juga berbeda. Strategi ketaksantunan interaksi antara Dosen dan Mahasiswa dalam ranah yang diaktifkan seseorang biasanya bertujuan untuk Kampus. Dalam komunitas sosial yang mempunyai L1 menyerang muka seseorang atau kesengajaan yang sama seharusnya dosen dan mahasiswa sudah melakukan disharmonisasi. mengetahui batasan kesantunan yang dipahami bersama sebagai suatu bagian komunitas sosial Tingkat kesantunan penutur bisa dievaluasi tertentu, yaitu komunitas kampus. Hasil penelitian berbeda oleh lawan tuturnya apabila tuturan yang menunjukkan bahwa individu dari kelas sosial, umur, dianggap tidak menimbulkan FTA (Face Threatening maupun jenis kelamin tertentu akan menghasilkan Act / Tindakan Mengancam Muka) oleh penutur variasi bahasa tertentu. Adanya lapisan-lapisan direspon sebaliknya oleh lawan tuturnya. Dan bisa struktur dalam masyarakat menimbulkan pengaruh juga terjadi sebaliknya. Hal ini dikarenakan latar pada bahasa yang digunakannya. Norma tak tertulis belakang lawan tutur dan penutur yang berbeda. menyatakan bahwa dosen secara sosial menduduki Penelitian[4] dalam konteks interkultural menunjukkan status lebih tinggi. Artinya bahasa yang disampaikan bahwa ucapan tak santun yang diniatkan seorang diharapkan menggunakan variasi bahasa yang penutur kepada lawan tuturnya tidak selalu diterima mencerminkan dosen sebagai pendidik dan mahasiswa tak santun oleh lawan bicaranya. Penerimaan

9

menggunakan bahasa yang menujukkan sikap hormat kesantunannya Grice yang meliputi pelanggaran terhadap dosen. Penggunaan prinsip kesantunan, terhadap maksim kearifan, maksim kedermawanan, penghindaran pemakaian kata tabu, penggunaan maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim eufimisme dan penggunaan pilihan kata honorifik kesepakatan dan maksim simpati. Penelitian[11] yang seperti yang diusulkan oleh[1] seharusnya digunakan berhubungan dengan Analisis Kesantunan Berbahasa untuk menunjukkan sikap-sikap penghormatan dilingkungan Sekolah SMP Neger 5 Binjai. Hasil terhadap dosen. Prinsip kesantunan tersebut juga Penelitiannya menegaskan bahwa kesantunan memiliki aturan yang disebut sebagai maksim yang berbahasa dipengaruhi oleh jarak hubungan penutur, meliputi maksim kearifan, maksim kedermawanan, selain itu diketemukannya pelanggaran maksim serta maksim penghargaan, maksim kerendahatian, kesimpulannya yang menyatakan siswa siswa SMP kesepakatan dan simpati. Negeri 5 dikatakan cukup santun. Perbedaan penelitian-penelitian tersebut Keterbukaan dosen terhadap mahasiswa dengan penelitian ini adalah data penelitiannya. mengakibatkan mahasiswa merasa lebih dekat tanpa Penelitian-penelitian sebelumnya lebih berfokus pada jarak terhadap dosennya. Dosen berusaha membangun mendeskripsikan bentuk kesantunan atau pelanggaran komunikasi dengan mengubah bentuk bahasa yang kesantunan yang diambil dari tuturan siswa sedangkan digunakan sehingga berkesan dekat dengan penelitian ini berfokus pada tindak ujar dosen yang mahasiswa. Hubungan seperti ini di satu sisi baik dikenai tindak ketidaksantunan oleh mahasiswa karena dapat mempermudah komunikasi. Namun tersebut. Mengingat dosen sebagai role model untuk pendekatan seperti ini adakalanya tidak berjalan sesuai karakter yang baik, maka artikel ini akan membahas yang diharapkan karena mahasiswa melanggar batasan bagaimana respon ujaran dosen terhadap tuturan tidak kesantunan yang dipahami bersama sebagai suatu santun mahasiswa dan respon yang seperti apa yang bagian komunitas kampus. Dalam pandangan [5] ke bisa mengingatkan mahasiswa karena bertutur tidaksantunan dapat terjadi ketika (1) perilaku penutur taksantun. dalam komunikasi bertujuan menyerang muka, (2) penutur merasakan perilaku yang dimaksudkan 1. Metode Penelitian menyerang mukanya atau kombinasi dari (1) dan (2). Penelitian ini menggunakan pendekatan [2] Hal ini senada juga pernah dikemukakan oleh yang kualitatif sesuai pertanyaan yang akan dicarikan menyatakan bahawa ada Tindakan Mengancam Muka jawabannya, yaitu bagaimana respon dosen yang bisa (Face Threatening Acts) yang membuat lawan tutur mengingatkan ketaksantunan mahasiswa ketika merasa tidak nyaman dan tidak senang dalam bertutur terhadap dosen. Adapun pendekatan berkomunikasi. kualitatifnya didasarkan pada keselarasan jenis data, karakter pertanyaan, dan teknik pengumplan data, dan Jika dosen merasa terkena tindakan analisis data dalam penelitian ini[6]. Subyek penelitian mengancam muka tersebut maka dosen akan ini adalah 8 Dosen Bahasa dan Sastra Inggris yang melakukan respon. Respon dari dosen ini menarik melakukan komunikaasi dengan mahasiswa Bahasa untuk dianalisis karena pelanggaran terhadap prinsip dan Sastra Inggris melalui line, whatsapp maupun kesantunan maupun kelalaian pemakaian kata tabu, SMS dan tidak sedang melakukan tugas belajar. Data penggunaan eufimisme dan penggunaan pilihan kata penelitian ini merupakan percakapan tertulis di WA, honorifik direspon secara berbeda-beda. Misalnya jika Line atau SMS, yang terdiri dari: (1) Tuturan mahasiswa lalai menggunakan kata honorifik, maka ketidaksantunan Mahasiswa Jurusan Bahasa dan respon tiap dosen tidaklah selalu sama. Ada yang Sastra Inggris ketika berkomunikasi dengan dosen (2) merasa itu bagian dari tindakan mengancam muka Respon dosen ketika menjawab atau merespon tuturan namun adapula yang mengabaikannya. ketidak santunan mahasiswa tersebut. Adapun aspek- aspek yang dianalisis pada interaksi antara mahasiswa Studi mengenai kesantunan sudah pernah dan dosen dalam percakapan tersebut adalah tuturan dilakukan oleh banyak peneliti. Berikut ini ada taksantun mahasiswa dan mekanisme tuturan dosen beberapa penelitian yang berhubungan dengan kesantunan yang relevan dengan penelitian ini. dalam merespon tuturan taksantun tersebut. Penelitian mengenai Kesantunan Berbahasa Pada Pesan Singkat ke Dosen yang dilakukan[10] 2. KERANGKA TEORI menunjukkan bahwa tidak semua mahasiswa bisa Dalam analisis data penelitian ini, maka digunakan berkirim pesan secara santun ke dosen karena teori yang dikelompokkan sebagai berikut: mahasiswa tersebut melanggar maksim kesantunan. a. Identifikasi pelanggaran maksim Penelitian tentang kesantunan antara pendidik dan Penelitian ini salahsatunya menggunakan teori anak didiknya juga dilakukan Penelitian[12] mengenai tentang maksim (aturan) kesantunan yang Realisasi Kesantunan Berbahasa pad Percakapan dikemukakan oleh[1]. Prinsip kesantunan ini Siswa dan Guru di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta. digunakan untuk mengidentifikasi pelanggaran Penelitian ini mengungkap bahwa selain kesantunan yang dilakukan oleh mahasiswa. Dari menggunakan bahasa yang santun, para siswa identifikasi ini bisa dilihat bagaimana tuturan yang melakukan pelanggaran terhadap prinsip diproduksi oleh dosen ketika harus merespon

10

tuturan taksantun mahasiswa. Selain prinsip karena ada makna dibalik tuturan yang akan kesantunan yang digunkan untuk menganalisis disampaikan. data, penghindaran pemakaian kata tabu, penggunaan eufimisme dan penggunaan pilihan Prinsip Kerjasama menurut[7] adalah prinsip kata honorifik juga diidentifikasi pada data yang harus dijalankan oleh penutur-penuturnya tersebeut. Berikut ini adalah maksim kesantunan agar percakapan bisa dijalankan dengan baik. yang diusulkan[1] Prinsip kerjasama tersebut adalah sebagai berikut: 1. Maksim Kearifan 1. Maksim Kuantitas Gagasan dari maksim ini adalah para Maksim ini menyarankan penutur untuk penutur berupaya mengurangi keuntungan memberikan kontribusi seinformatif mungkin dirinya dan memaksimalkan keuntungan sebagaimana yang diperlukan namun tidak pihak lain. membuat kontribusi lebih informatif dari 2. Maksim Kemurahatian/Kedermawanan yang dipelukan. Maksim diharapkan agar para penutur dapat 2. Makism Kualitas menghormati orang lain dengan cara Maksim ini mengharapkan penutur untuk mengurangi keuntungan bagi dirinya dan menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai memaksimalkan keuntungan bagi orang fakta yang sebenarnya di dalam bertutur. lain 3. Maksim Relevansi 3. Maksim Pujian/Penghargaan Maksim ini menyarankan penutur agar Maksim ini menjelaskan bahwa orang menjalin kerjasama yang baik antara penutur dianggap santun apabila selalu berusaha dan mitra tutur masing-masing. memberikan penghargaan kepada pihak 4. Maksim Cara lain. Dalam realisasinya diharapakan peserta tutur 4. Maksim Kerendahatian dalam sebuah interaksi menaati maksim cara Maksim ini mengharapkan penutur dapat dengan menghindari tuturan yang kabur, bersikap rendah hati dengan mengurangi menghindari tuturan yang berarti ganda, tidak pujian terhadap diri sendiri berbelit-belit dan menyampaikan tuturan 5. Maksim Kesepakatan secara teratur. Maksim ini mengatur bagaimana para penutur agar berusaha untuk menyesuaikan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN diri dengan lawan tutur dengan cara Dari hasil analisis diketahui ada tiga macam memperbesar kestujuan antara dirinya dan respon dosen. Yang pertama (1) membiarkan mitra tutur. seolah-oleh tidak terjadi apapun terhadap tuturan 6. Maksim Simpati yang tidak santun dan meneruskan percakapan Maksim ini mengharuskan penutur untuk tersebut, (2) berhenti merespon tuturan tersebut, memperbesar rasa simpati terhadap mitra (3) mengambil kesempatan merespon yang tutur dan sebaliknya memperkecil antipati bertujuan untuk mengkoreksi ketidaksantunan terhadp mitra tutur. mahasiswa dengan cara melanggar maksim kerjasama. Kesempatan merespon oleh dosen b. Identifikasi tuturan Respon Dosen dibagi menjadi 2, yaitu secara langsung atau tidak Identifikasi tuturan Respon Dosen akan dianalisis secara langsung. Langsung artinya dosen tindakan menggunakan implikatur dan prinsip kerjasama. dosen mengingatkan mahasiswa dengan cara Kedua teori tersebut akan dijelaskan sebagai mengatakan secara langsung bahwa tuturan berikut: mahasiswa yang ditujukan padanya tidak santun. Implikatur adalah makna tersirat atau pesan tersirat Jika respon itu dituturkan tidak secara langsung, dalam ungkapan lisan atau wacana tulis. Untuk dosen berusaha memberikan pemahaman melalui pertama kalinya Implikatur diperkenalkan oleh[7] percakapan sehingga mahasiswa menyadari telah untuk memecahkan makna bahasa yang tidak bisa memproduksi tuturan tak santun terhadap diungkap melalui pemecahan makna secara dosennya. Pada data dibwah ini S adalah simbol semantik. Dalam hal ini, Grice menjelaskan yang untuk mahasiswa dan D adalah simbol untuk dimaksud implikatur sebagai apa yang diartikan, dosen. apa yang disarankan dan apa yang dimaksudkan a. Dosen mengabaikan terjadinya pelanggaran oleh penutur yang sebenarnya bisa berbeda dengan kesantunan apa yang sedang dituturkannya. Implikatur konvensional tidak selalu harus terjadi pada Respon dosen secara langsung percakapan dan tidak didasarkan pada prinsip kerjasama. Pada implikatur percakapan, penutur Data 1 bisa melakukan pelanggaran maksim kerjasama S Maam ada dimana? D Saya sedang rapat di Ketintang

11

meresponnya daripada ketika direspon, Data tersebut diatas menunjukkan Menanyakan mahasiswa akan tetap bertutur tidak santun. secara langsung kepada dosen tanpa memberi Tindakan tidak merespon tersebut juga salam pembuka dan mengatakan maksud dikategorikan sebagai melanggar prinsip menunjukkan bahwa S memperlakukan dosen kerjasama. Tindakan ini menjadikan dosen dan seperti teman. Namun dosen mengabaikanya mahasiswa tidak meneruskan percakapan dan ketaksantunan tersebut karena konteks situasinya mahasiswa akan bertanya-tanya mengapa dosen sedang melakukan rapat. S melakukan pertanyaannya tidak dijawab dan dosen tidak bisa pelanggaran terhadap maksim pujian karena S berkontribusi untuk memperbaiki tuturan seharusnya menempatkan S sebagai yang mahasiswa. dihormati dan menggunakan kalimat tanya tak langsung. Data 3 S Pak, besok ke kampuz gak?Bagus Respon dosen dengan cara melanggar prinsip minta tanda tangan pak, soalnya kmrn kerjasama g bleh daftar sma p.F disuruh melengkapi dulu...... Data 2 S Mam, selamat pagi, mam ini saya ada Pada data tersebut diatas S melakukan masalah dengan krs mam, jadwal saya pelanggaran prinsip kesantunan ( Pak besok ke berubah semua. Apakah mam D hari kampuz gak? Bagus minta tanda tangan pak) ini ada jadwal ngajar? berupa maksim kesepakatan dengan cara seolah- D Langsung ke kaprodi olah memaksakan keinginan tanpa melihat S Ok siap mam, terimakasih atas infonya kepentingan lawan bicara yang seharusnya lbh dihormati dan melanggar maksim kerendahatian Tuturan S sudah dimulai dengan pembuka yang memperlakukan sama dosen tersebut spt teman baik dengan cara menyapa dosen melalui salam sendiri dengan menggunakan frasa gak, kampuz, pembuka. Kemudian S mengajukan pertanyaan gak boleh daftar. Seharusnya kalimat yang kepada dosen yang bentuknya adalah implikatur. santun adalah sebagai berikut: Untuk Pertanyaan tersebut mengimplikasikan jika mendaftarkan skripsi, Pak F meminta saya untuk dosen menjawab tidak ada jadwal mengajar, melengkapi skripsi termasuk td tangan dari maka S akan membuat janji bertemu dengan Bapak. Kapan sebaiknya saya bisa menghadap dosen tersebut. Pertanyaan S yang disampaikan bapak untuk mendapatkan td tangan? kepada dosen itu melanggar maksim kesepakatan karena secara tidak langsung S tanpa sengaja Data 4 berusaha mendikte dosen untuk menentukan janji S Assalamu’alaikum mam D, hari ini agar bisa bertemu walaupun pertanyaan S njenengan ke kampus? berbentuk eufimisme. Namun dosen tersebut Data 5 mengabaikan pelanggaran maksim tersebut. Dosen tersebut langsung merespon namun dalam S Mam,saya F NIM xx02x1xx231 belum bentuk melanggar prinsip kerjasama dalam hal bisa masuk kelas PUBLIC SPAKING C ini maksim kualitas. Jika dosen tersebut tidak karena penuh. Tolong diatur,thanks melakukan pelanggaran maksim kualitas maka prinsip kesantunan doen akan menjawab pertanyaan tersebut dengan Data 6 ya atau tidak. Dosen tidak ingin menjawab dan S Selamat siang mam, ini saya M A jur. mempermaslahkan secara detail pertanyaan S Sasing '12. Saya dari semester walaupun terkenaTindakan Mengancam Muka sebelumnya sudah tanya ttg revisi (Face Threatening Acts) yang membuat dosen nilai yg belum di entry ke siakad. merasa tidak nyaman dan tidak senang dalam Smpai skrg blm di proses mam. Nilai berkomunikasi. Namun dengan mengabaikan tiidak merespon mengakibatkan S tidak paham revisi sudah sya serahkan TU, pak kalo tuturannnya tidak santun. Terbukti pada data asrori sy hubungi tdk bisa terus mam. 2 setelah direspon dosen S merespon lagi dengan Pdhl sekarang saya harus print out u/ menjawab Ok. Jawaban informal yang sebaiknya prsyaratan beasiswa. tidak dituturkan kepada yang lebih tua. Gimana mam L bisa bantu masukin nilai revisi pend. Agama Islam saya b. Tidak merespon tuturan tak santun tidak?? Pada dasarnya, dosen yang tidak merespon tuturan taksantun tersebut menyatakan bahwa Pelanggaran prinsip kesantunan pada Data 4 ini tidak merespon karena mahasiswa tersebut tidak terjadi karena melanggar maksim simpati. santun sehingga mereka memilih tidak Dengan pertanyaan ini menunjukkan seolah-olah

12

S ingin mengetahui urusan dari dosen tersebut Respon tak langsung disampaikan dosen walaupun S menggunakan kata honorifik sekaligus mengkoreksi kelalaian S dalam (njenengan) untuk maksud menghormat kepada bertutur santun. Perbedaannya pada data7, S dosen. Sehingga dosen merasa dikenai tindakan berhasil merevisi kalimatnya sedangkan pada mengancam muka. S dalam kalimatnya data 6 dosen membiarkan S tidak merevisi walaupun telah melakukan salam pembuka kalimatnya namun berhasil menunjukkan bahwa namun tidak menyampaikan tujuan mengirimkan kalimat yang diproduksi S tersebut taksantun. pesan tersebut. Langsung bertanya kepada dosen. Ketaksantunan terjadi karena S melanggar Pada data 5 dan data 6 S melakukan pelanggaran prinsip kesantunan, yaitu maksim kerendahatian. terhadap maksim kerendahatian. Pemakaian kalimat imperatif maupun kalimat tanya bernada Data 8 tinggi merupakan ancaman muka terhadap dosen. S Tolong dilihat ya ma'am.. i really need c. Respon tuturan untuk mengkoreksi kesalahan your advice. Apakah sudah bisa lanjut Respon Langsung atau belum... (1) D Data 6 Kenapa saya harus melihat? (2) S Assalamu’alaikum mam M. Mam mau S Hmm.. saya kmaren2 ndak konsul, tanya apakah hari ini mam ada di rumah saya kebanjiran, ma'am. Ga bisa kampus? ngampus Haa..beri saya D Mengapa cara anda bertanya seperti itu pencerahan, ma'am.. Kalo mau bertemu saya, tanya tujuan Tolong dilihat ya ma'am" anda bertemu apa? Terus menanyakan D Yes, sebaiknya kapan anda bisa menemui saya. Harusnya itu yang di W A kan My majesty." (2) Kalo pertanyaannya spt itu bisakan saya S hehe. Maksudnya file yg saya jawab kepo amat. Apakah anda juga S kirim itu tolong dikoreksi ma'am... your lupa memperkenalkan diri? highness.... S Maaf mam, saya kira mam D sudah tahu nomor saya di grup PKL mam. � � � � Saya I mam, yang kemaren mau minta Tolong dikoreksi tanda tangan buat laporan PKL mam. D Yes, ur higness Hanya saja kemarin saya masih belum bisa ke kampus karena ada saudara S Maaf, ma'am... Saya salah bicara kah, yang meninggal. Sekali lagi saya minta ma'am.? (3) maaf, mam D Tolong dikoreksi" itu kalimat perintah. (4) S Data 7 Mhon maaf, ma'am... � � S Ma'am D, ini R dari sastra inggris D It's Ok. It's about communication 2014. Ma'am kelas reading hari ini strategy. ada atau tidak? S Tidak akan saya ulangi, ma'am... � D your last sentence isn't polite. � � Please revise. You have to D So,tetap jadi PR-nya A Try it again.... remember that you are texting a S :Alright,ma'am...Mhon bimbingannya message, not speaking. ya ma'am.. saya masih perlu belajar lagi S Ok Ma'am. I am sorry. Ma'am ini R . dari sastra inggris 2014. Ma'am saya D Come on...try...... mau bertanya, hari ini kelas reading S Asslmualaikum (5) apakah terjadwal seperti biasa? ma'am.Saya sudah selesaikan tabel Karena kemarin Ma'am T meminta previous study dan sudah menemukan kita untuk datang ke audit jam 8 beberapa hidayah, ma'am. sebagai perwakilan untuk ikut Saya berharap agar ma'am lisetyo syuting dengan TVRI. Terimakasih bersedia mengoreksinya apakah masih Ma'am ada kesalahan. Terima kasih, ma'am. Mohon

13

bimbingannya ya, ma'am.. ataukan Berhenti merespon tuturan tersebut dan mengambil kesempatan merespon dengan D mengaplikasikan pelanggaran maksim kerjasama bisa � � (6) membantu mahasiswa untuk menyadari kesalahannya. Atau :saya berharap ma'am ada waktu Namun jika memilih berhenti merespon artinya utk membacanya. mahasiswa tidak mengetahui dan belajar mengkoreksi Asking about someone's sparetime to kalimat. Pemilihan mengimplementasikan respon tak do something for u is very touching langsung bisa mengkoreksi kalimat tak santun yang diproduksi mahasiswa. Namun untuk melakukannya his/her heart,although it's been his/her diperlukan waktu ekstra dan mekanisme tertentu. duty. Dosen menggunakan kalimat berimplikatur berkali- kali sampai mahasiswa menyadari ketaksantunanya. Ketaksantunan terjadi karena S melanggar maksim Dengan respon seperti inilah dosen bisa memberikan kerendahatian. Kalimat imperatif tersebut rupanya arahan kepada mahasiswa kalimat apa yang taksantun mengancam muka dari dosen tersebut untuk segera dan mahasiswa belajar untuk mengkoreksi. melakukan tindakan koreksi walaupun S sudah menggunakan kata-kata eufimisme, yaitu 5. DAFTAR PUSTAKA tolong.Mekanisme respon tak langsung untuk [1].Leech, Geoffrey.(1983). The Principles of merespon ketaksantunan diatas adalah sebagai berikut Pragmatics.New York : Longman Group Limited. (1). Mahasiswa melakukan tuturan tak santun, (2) Dosen merespon dengan mengimplementasikan [2].Brown P, Levinson S. (1987) .Politeness: Some pelanggaran prinsip kerjasama, yaitu tidak merespon universal in language usage.Cambridge : Cambrudge pertanyaan mahasiswa dengan cara melakuakn University Press. pelanggaran maksim kerjasama atau menggunakan strategi sindiran atau memproduksi kalimat [3].Ngalim, Abdul.(2013).Sosiolinguistik SuatuKajian Fungsional dan Analisisnya. Surakarta : PBSID FKIP berimplikatur, (3) Mahasiswa mulai menyadari UMS. kesalahannya, (4) Melakukukan koreksi, (5) Mahasiswa diminta merevisi kalimatnya, (6) Dosen [4].Kecskes, Istvan.(2015).Intercultural Impoliteness. melakukan penguatan atau koreksi. Model respon ini Journal of Pragmatics, hal. 43-47. menujukkan dosen memberikan arahan kepada mahasiswa dan mahasiswa tanpa disadari belajar [5].Jomet, Denis dan Jobert, Manuel.(2013).Aspects of memproduksi kalimat santun. Linguistics impoliteness.Newscastle : Cambridge Scholars Publishing.

4. PENUTUP [6].Ary, Donalds, Jacobs, Lucy Cheser dan Sorensen, Dosen merasa terkena tindakan mengancam muka Kristen K.(2010).Introduction to reserach in (FTA) karena mahasiswa melanggar maksim education. Belmont, CA : Wadsword, Cengage Learning. kerendahatian, maksim simpati maupun maksim kesepakatan. Mahasiswa lalai bahwa walaupun [7].Grice, H.P. Logic and conversation .(1 975). [Ed] P hubungan dosen dan mahasiswa bersifat terbuka, Cole dan J.L Morgan ed. Speech Act. New York : dalam komunitas sosial (kampus) dosen berstatus Academic Press, pp. 41-48. sosial untuk dihormati sehingga tidak boleh melupakan aturan kesantunan. Kalimat yang [8].Johnstone, B.(2008)Discourse Analysis. Meldon, MA : digunakan mahasiswa terhadap dosennya seperti Blackwell Publishing. setara dengan teman-temannya atau seperti kalimat yang digunakan untuk percakapan sehari-hari bukan [9].Litosseliti, L.(2010)Research Methods in Linguistics. London : Continuum International Publishing Group. kalimat untuk berkirim pesan walaupun mahasiswa berupaya menggunakan kata-kata honorifik maupun [10]. Mulatsih, Sri.(2014).Ketidaksantunan Berbahasa eufimisme untuk memperhalusnya. Ketaksantunan pada Pesan Singkat (SMS) Mahasiswa ke Dosen. dalam menanyakan keberadaan dosen, meminta Semarang : Program Studi S3 Linguistik PPs UNS,. tolong dosen untuk melakukan sesuatu tanpa bernada ISBN:978-979-636-156-4. menyuruh, maupun untuk melakukan kesepakatan dengan dosen seringkali mnjadi masalah [11]. Silalahi, Puspa Rinda.(2012)..Analisis Kesantunan ketaksantunan mahasiswa. Dari cara merespon dosen, Berbahasa Siswa/i di Lingkungan Sekolah SMP tiap dosen memiliki ukuran yang berbeda atas Negeri 5 Binjai. Medan : Sasindo, Unimed, Vol.1, no ketaksantunan mahasiswa. Pada pertanyaan yang 2 (2012). sejenis yang ditujukan ke dosen X akan berespon berbeda dengan pertanyaan sejenis yang ditujukan [12].Riyanto, Udik.(2103). Realisasi Kesantunan kepada dosen Y. Jadi ukuran santun tiap dosen bisa Bernahasa pada Percakapan Siswa Dengan Guru Di berbeda-beda.Ukurannya adalah dosen tersebut SMA Muhammadiyah 3 Surakarta. Surakarta : UMS merasa terkena tindakan mengancam muka(FTA) Surakarta.

14

Analisis Konstruksi Teks Argumentatif Bahasa Jepang: Tinjauan Melalui Sudut Pandang Tema-Rema

Didik Nurhadi1*) 1Jurusan Bahasa dan Sastra Jepang, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail: [email protected]

ABSTRACT This study aims to analyze and to classify the structure of argumentative Japanese text with analysis the relationship of theme-rema as text’s constituent elements. The classify relationship of theme-rema in this study to outline the development of theme which is constructing the text and to know how the unity of text 'toukatsusei' was formed and developed in the text. The unitary meaning 'toukatsusei' in this study is defined as the basic concepts of text that constructing text into the largest language units. This research is urgently required because of the ability and mastery of foreign Japanese language learner regarding of organizing topics, unity of meaning, forms of cohesion in Japanese is not maximized because there is not many references of similar research, moreover research with foreign Japanese languages learner’s view. Key Words: Text Structure, Theme, Rema,

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan struktur teks argumentatif bahasa Jepang beserta pemeriannya melalui analisis hubungan tema-rema unsur-unsur pembentuk teks. Pemerian hubungan tema-rema dalam penelitian ini untuk menguraikan perkembangan tema yang mengonstruksi teks yang bersangkutan serta mengetahui bagaimana kesatuan teks ‘toukatsusei’ dibentuk dan dikembangkan dalam teks. Kesatuan makna ‘toukatsusei’ dalam penelitian ini dimaknai sebagai konsep dasar teks yang membangun konstruksi teks menjadi satuan bahasa tertinggi. Penelitian ini mendesak untuk dilakukan karena kemampuan dan penguasaan pembelajar asing bahasa Jepang terkait pengorganisasian topik, kesatuan makna, bentuk-bentuk kohesi dalam bahasa Jepang belum maksimal dikarenakan belum banyak referensi berupa penelitian sejenis yang dilakukan, lebih-lebih penelitian dengan sudut pandang pembelajar asing bahasa Jepang. Kata kunci: Struktur teks, Tema, Rema

membawa akibat cakupan masalah yang dijelaskan 1. PENDAHULUAN mempunyai keterbatasan-keterbatasan[1]. Keberadaan bahasa melingkupi segala aspek Berdasarkan pada alasan tersebut, Penelitian ini kehidupan manusia. Pernyataan ini tidaklah berlebihan bertujuan untuk menguraikan karakteristik koherensi mengingat manusia sebagai makluk sosial dimana dalam struktur teks argumentatif bahasa Jepang seluruh kegiatan praktik bersosialisasi yang dilakukan melalui sudut pandang penelitian yakni hubungan manusia membutuhkan kehadiran bahasa sebagai tema-rema. Hasil atas penyelidikan ini diajukan media komunikasi untuk memperlancar pemenuhan sebagai hasil pemikiran atas karakteristik struktur teks kebutuhan hidup manusia sendiri. Esensi bahasa bahasa Jepang yang selanjutnya diharapkan dapat seperti ini pula yang mendorong penelitian tentang digunakan sebagai bahan rujukan penelitian terkait, kebahasaan (linguistik) banyak dilakukan untuk minimal pemikiran yang diajukan menjadi hipotesa menjelaskan perkembangan kebahasaan yang sangat penelitian lanjutan untuk menjelaskan karakteristik cepat, yang di dalamnya pula masih terdapat banyak konstruksi teks bahasa Jepang. Selain itu, penelitian ini persoalan yang belum tuntas untuk dijelaskan, untuk bertujuan melihat karakteristik struktur teks dari sudut dikaji lebih lanjut, termasuk penelitian yang akan pandang agar pemahaman tentang teks argumentatif dilakukan ini bertujuan untuk menyelidiki bentuk- bahasa Jepang lebih komprehensif, serta hasil bentuk kesatuan makna (berikutnya disepadankan penelitian ini dapat diterapkan dalam pembelajaran dengan istilah koherensi) dalam struktur teks bahasa Jepang. Terkait contoh teks dan permasalahan argumentatif bahasa Jepang. yang ingin dikupas dalam tulisan ini, berikut bentuk Namun, jika menengok hasil penelitian linguistik teks dalam bahasa Jepang. formal yang mendasari penelitian-penelitian lain yang 今年で五十五歳になるが、これまでの人生 ada, kajian yang dilakukan lebih difokuskan pada を振り返ってみてつくづく思い知らされるの kalimat sebagai satuan tertinggi dan mengesampingkan peran satuan bahasa yang lebih は、つらいことを「先送りするな」ということ besar. Akibatnya, di dalam teori transformatif yang である。 diajukan mempunyai persyaratan-persyaratan yang 人間誰しも、つらいことを、何とか一日、 一週間、いや一ヵ月、一年先にと延ばそうと

15

し、それから、逃れようと考える。3英語会話の 2. TINJAUAN PUSTAKA (SINGKAT) 勉強でもパソコンの練習でも、何もいますぐや Konsep tema dan rema yang diadopsi di dalam らなくなって、まだまだ人生先は長い、慌てる bahasa Jepang berasal dari pemikiran dan konsep ことはないと思ってしまう。 tema-rema dalam bahasa Inggris. Seperti diketahui bersama, konsep tema-rema lahir oleh para peneliti しかし私の乏しい経験からすると、この考 bahasa aliran praha seperti Mathesius, Jakobson, えは間違いだ。5苦しくとも Halliday dan lain-lainnya. Definisi istilah tema dan 今やればできることを先に延ばせば、それ rema dalam linguistik bahasa Jepang banyak だけ実際には出来なくなる。 dibicarakan oleh para ahli bahasa di antaranya, [3][4][5] 人間二十五歳から肉体と頭脳の老化が始ま Konsep dari masing-masing peneliti ini dideskripsikan secara singkat dalam uraian berikut. るから。やるべきことを先送りすれば、それだ け自分が進歩・向上する可能性が、遠のいてし Pengembangan tema teks (wacana) dibedakan atas tiga jenis seperti linier, kontinuitas tema, dan まう。 pembagian tema. Selanjutnya Hata juga mengajukan Teks dikutip dari[2] kritik atas klaim bahwa tema merupakan perihal yang Contoh di atas menunjukkan bahwa kesatuan teks sudah diketahui lawan bicara, serta perbedaan istilah ‘toukatsusei’ dibentuk dari berbagai macam alat tentang tema besar dan kecil berkaitan dengan wacana. Salah satu cara yang dipakai dalam teks di kemampuan membangun struktur dasar teks ‘base atas yakni pengulangan kata baik pengulangan utuh construction ability’. dan pengulangan tidak utuh. Pengulangan utuh terjadi Pengejawentahan pemikiran[6] tentang satuan pada kata jinsei, saki, ima, dan tsurai koto. Sedangkan terbesar dan terlengkap yang disebut teks serta struktur pengulangan tidak utuh ada pada kata sakiokuri pembentuknya secara rinci dilakukan oleh[3]. Memang surudiulang pada kata sakiokuri sureba, gojugosai Nagano tidak menyebut istilah tema dan rema sebagai diulang pada kata nijugosai. Bahkan kata sakiokuri ancangan untuk membongkar konstruksi teks. Nagano pada kalimat pertama pada paragraf pembuka dalam mengajukan dua jenis dalam klasifikasi rantai pengait teks tersebut diulang pada kalimat terakhir pada antar subsatuan teks ‘rensa’ yakni rantai pengait paragraf penutup dalam konstruksi teks di atas. subjek dan rantai pengait predikat pada seluruh Bentuk-bentuk seperti ini mempunyai peran tertentu kalimat yang mengisi teks yang bersangkutan. dalam membentuk kesatuan makna ‘toukatsusei’ baik Pemikiran awal ini menjadi dasar pemikiran peneliti terkait dengan bentuk pengulangan, hubungan lain untuk melaksanakan penelitian lanjutan. Setelah paragraf pendahuluan dan penutup, serta berbagai alat pemikiran Nagano inilah muncul berbagai istilah wacana lainnya. Alat wacana dalam tulisan ini diantaranya dikemukakan[4][5] tema dan rema. didefinisikan sebagai bentuk-bentuk bahasa sebagai [4][5]Mengajukan konsep tema dengan cara/metode untuk membentuk kesatuan makna dalam mendasarkan pendapat para ahli bahasa Jepang yang teks. Bahkan jika kutipan teks di atas ditilik lebih jauh menyebutkan bahwa tema dalam sudut pandang teks terutama mengenai bentuk-bentuk rema pada paragraf berupa sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan, penutup pada teks di atas, kemunculan untuk bentuk- menjadi bagian yang diajukan sebagai materi bentuk ungkapan yang bermakna alasan, pendapat, pembahasan dan dijelaskan melalui deskripsi berupa pernyataan-pernyatan yang berisi saran penulis teks penjelasan, pendapat atau kesan, atau pengajuan sangatlah tinggi. Bentuk-bentuk rema dalam paragraf pertanyaan terhadap hal tersebut. Pendapat ini penutup berbeda jenisnya dengan bentuk-bentuk rema memang mudah untuk dipahami, namun teramat susah pada paragraf pendahuluan. Terkait dengan dalam penerapannya mengingat bahwa bahasa Jepang permasalahan ini, termasuk juga hasil dari sebagai salah satu jenis bahasa yang spesifik melihat penyelidikan penelitian terkait dalam bahasa Jepang konteks yang melatarbelakanginya ungkapan tertentu diperoleh pemahaman bahwa penelitian yang dipakai. Akibatnya bentuk-bentuk yang menandai mengkaji fenomena-fenomena kebahasaan ihwal topik dalam bahasa Jepang jumlahnya amat banyak. struktur teks khususnya bentuk kesatuan makna masih belum ditemukan. Selanjutnya untuk konsep rema dalam bahasa Jepang juga sudah banyak penelitian yang Berlatarkan pada berbagai alasan yang sudah membahasnya. Rema didefiniskan sebagai bagian di disebutkan di atas, penyelidikan struktur teks melalui dalam kalimat yang menerangi, menjelaskan, hubungan tema-rema dianggap sebagai sudut pandang mendefinisikan tema dalam susunan kalimat. Dalam yang tepat untuk memperjelas karakteristik struktur susunan umum tatabahasa bahasa Jepang, bagian yang teks bahasa Jepang. Secara spesifik permasalahan menyertai setelah bentuk-bentuk yang menunjukkan penelitian yang dianalisis dalam tulisan ini difokuskan tema merupakan bagian yang disebut rema. Biasanya untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk bahasa penanda hadir sisi kanan dari bentuk yang menandai bagian topik dalam bahasa Jepang yang dipakai dalam teks tema. Beberapa penelitian tentang rema (menyangkut argumentatif, serta klasifikasi teks berdasarkan konsep dan klasifikasi) akan dirangkum dalam uraian hubungan tema-rema. berikut.

16

[3]Mengajukan konsep rensa ‘rantai pengait’ jenis Tabel 2. Penanda Tema pada Teks Bulan April pengait predikat (disepadankan dengan konsep rema Penanda Wa Mo dan ga gimon nara koso Toi dalam penelitian ini). Klasifikasi rema dalam bahasa tema dan jenisnya u Jepang didasarkan pada unsur semantik mengenai jenis nya proposisi bagian rema. Nagano mengklasifikasikan Asahi 334 24 37 39 1 3 2 dalam dua kategori yakni rema yang isinya merupakan shinbun pernyataan yang didalamnya mengandung unsur Mainichi 328 24 45 17 - - - kesubyektivitasan penulis (pembicara dalam wacana) shinbun Yomiuri 357 30 46 17 - - - dan rema yang isinya merupakan pernyataan faktual shinbun dan menanggalkan unsur kesubyektivitasan. jumlah 1019 78 128 73 1 3 2 Karenanya penanda dalam bentuk-bentuk tertentu maupun penanda konteks akan menyertai pernyataan Tabel 1. Penanda Tema pada Teks Bulan Mei dalam rema merupakan kenyataan atau pendapat. Penanda Wa Mo dan ga gimon nara koso toiu [4][5]Mendasarkan tentang kalimat, [3]tentang rantai tema dan jenisnya ‘pengait predikat’ dan beberapa pendapat lain, jenis nya membuat klasifikasi rema bahasa Jepang dalam empat Asahi 334 25 24 26 1 - 3 jenis yakni 1) Pernyataan berupa kenyataan, fakta; 2) shinbun pertimbangan berupa pandangan; 3) pengungkapan Mainichi 328 22 21 14 1 - - perasaan; 4) pernyataan harapan dan pertanyaan. shinbun Yomiuri 357 21 26 19 4 1 3 Pembagian ini dipakai untuk melihat fungsi kalimat shinbun atau paragraf untuk mengembangkan dan jumlah 1019 68 71 59 6 1 6 menyimpulkan topik dalam konstruksi teks bahasa Jepang. Hasil pemeriksaan yang ditunjukkan pada tabel 4a, 4b, dan 4c mengindikasikan bahwa bentuk penanda 3. SUMBER DATA DAN DATA PENELITIAN topik teks argumentatif bahasa Jepang didominasi oleh kata bantu ‘助詞’ wa pada teks argumentatif masing- Penelitian ini menggunakan data teks yang ber- masing terbitan. Tipikal penanda topik wa dalam teks genre argumentatif pada surat kabar berbahasa Jepang. argumentatif bahasa Jepang direalisasikan dalam Surat kabar yang menjadi sumber data yakni, Asahi beragam jenis sesuai dengan kata kerja yang hadir Shinbun, Yomiuri Shinbun, Mainichi Shinbun edisi bersama-sama dengan penanda topik ini. Semisal bulan Maret, April, Mei tahun 2016. penanda topik wa direalisasikan menjadi niwa, dewa, Data penelitian berupa teks yang bergenre nitsuitewa, towa dan toshitewa karena hadir bersama- argumentatif sebanyak 229 teks editorial dari ketiga sama dengan kata kerja tertentu untuk menunjukkan koran Jepang yang sudah disebutkan di awal. fungsi tertentu dalam teks terkait. Penjelasan tentang fungsi masing-masing penanda topik ini akan 4. HASIL PENELITIAN dijelaskan pada subbagian berikutnya. Selain penanda topik wa dan penanda topik turunannya, kata bantu 4.1 Bentuk Penanda Tema penanda topik ga, kemudian kata bantu mo dan Bahasa Jepang sebagai salah satu bahasa yang turunannya, serta kalimat tanya merupakan bentuk- selalu menekankan pentingnya topik, bahkan bentuk penanda topik yang dapat dikatakan dominan penunjukkan topik atau tema dibedakan secara tegas dalam teks argumentatif bahasa Jepang. dengan fungsi dan peran sintaksis yakni pelaku atau Kata bantu penanda topik ga menduduki jumlah [7] subjek kalimat. Mengklasifikan bahasa Jepang terbanyak kedua setelah penanda topik wa dan dalam kategori bahasa yang menekankan topik atau turunannya pada masing-masing terbitan. Kata bantu tema. Mendasarkan pada klasifikasi bentuk penanda ga mempunyai fungsi selain penanda subjek atau topik dengan hasil penyelidikan kata bantu penanda pelaku kegiatan, kata bantu ini kecenderungannya topik dalam teks argumentatif bahasa Jepang dapat hadir diawal teks untuk mengenalkan pertama kali disimpulkan dalam tabel 4 (a-c) berikut. (realisasi dari informasi baru ‘shinjouhou’) topik Tabel 1. Penanda Tema pada Teks Bulan Maret pembicaraan yang akan dibahas dalam tulisan yang Penanda Wa Mo ga gimon nara koso toiubersan gkutan. Selain itu, penanda topik ga tema dan dan kecenderungan hadir bersama-sama dengan rema yang jenis jenisny nya a menyatakan informasi berupa fakta, kenyataan, atau Asahi 380 43 77 10 - 2 4 hasil dari aktivitas tertentu. Kehadirannya berfungsi shinbun untuk mengawali pengenalan topik baru sehingga Mainichi 387 41 55 4 - 2 - cenderung muncul di awal paragraf maupun di awal shinbun Yomiuri 408 41 79 6 1 - - teks. shinbun Kata bantu ‘助詞’ mo dan turunannya merupakan jumlah 1175 125 231 20 1 4 4 kata bantu penanda topik terbanyak ketiga setelah kata

bantu penanda topik ga. Kata bantu mo direalisasikan

17

dalam beragam bentuk seperti nimo ‘にも’, demo ‘で Selanjutnya, Teks berkonstruksi B mempunyai も’. Fungsi kata bantu penanda topik ini lebih karakteristik yang berlawanan dengan teks menunjuk maka tipikal untuk menambah informasi berkonstruksi A. Jenis ini menitikberatkan pada bahwa sesuatu yang disebutkan dan dilekati mo pendapat, pertimbangan, ajakan penulis diletakkan termasuk dalam sesuatu yang telah disebutkan pada bagian awal. Pendapat, pertimbangan serta sebelumnya. [8]Menyebutkan tentang fungsi kata bantu beberapa pernyataan penulis teks mendasari pada mo untuk menunjukkan sesuatu atau hal yang ditunjuk beberapa bagian teks yang akan dimunculkan pada oleh kata bantu ini sama atau sejenis dengan sesuatu bagian selanjutnya (bagian tengah/bagian atau hal yang lain. pembahasan). Selain itu, memang pandangan- pandangan berupa pernyataan penulis sebagai

simpulan dalam teks ditempatkan pada awal teks, 4.2 Klasifikasi Teks namun pandangan-pandangan yang disampaikan tidak Simpulan atas hasil analisis pada teks editorial tiga terkesan menyolok dan memaksa pembaca mengikuti surat kabar yang menjadi objek penelitian bahwa pendapat penulis secara tegas. Hal ini dibuktikan dari stuktur tek bahasa Jepang dibedakan atas empat model bentuk ungkapan yang menyusun rema dalam kalimat- struktur teks. Uraian dan karakteristik masing-masing kalimat dalam paragraf awal berisi pernyataan model dapat dideskripsikan seperti berikut. pendapat yang terkesan menanyakan kembali pandangan yang sudah ada dalam masyarakat dalam 4.3 Struktur Teks Model A bentuk pertanyaan retorika ‘retorikku gimonbun’, Karakteristik teks berkonstruksi A yakni; pertama, pernyataan berupa kenyakinan secara pribadi yang bagian awal teks mengungkapkan tema pembahasan mendekati kebenaran ‘hazu, chigainai dan lain- melalui pernyataan umum, serta berbagai informasi lainnya’, pernyataan berupa ajakan melakukan sesuatu berupa fakta, keadaan yang terkait, serta berbagai ‘~you’, pernyatan berupa harapan ‘bentuk rema -tai’, paparan berupa argumen-argumen pendukung fakta pernyataan berupa pendapat yang menyatakan tidak yang dimunculkan pada bagian awal teks; kedua, ada pilihan lain ‘yamu o enai’, serta beragam bentuk bagian awal teks tidak memuat pernyataan-pernyataan rema yang menyatakan sikap, pendapat, pandangan berupa pendapat, kesan, pandangan, serta keinginan penulis dalam teks argumentatif ketiga jenis koran yang menjadi simpulan teks yang bersangkutan; yang dianalisis. ketiga, bagian tengah merupakan pembahasan tema Kemudian bagian tengah berisi bahasan, yang sudah dimunculkan pada bagian awal; keempat, penguraian dan pembuktian pertimbangan, pendapat simpulan yang berisi gagasan pokok, kalimat pokok penulis yang sudah dimunculkan terlebih dahulu pada dalam teks diletakkan pada bagian akhir teks yang bagian awal. Bagian akhir menampilkan penegasan berisi tentang pandangan, pendapat, pertimbangan, kembali pendapat, pertimbangan penulis yang menjadi ajakan penulis dalam teks tersebut. pokok pikiran. Karenanya, teks berkonstruksi B Teks berkonstruksi A merupakan model memungkinkan menampilkan simpulan berupa konstruksi teks yang sudah sejak lama dikenal pendapat, pertimbangan, ajakan penulis di awal dan di dikalangan penutur asli bahasa Jepang yang biasanya akhir teks. disebut dengan istilah Ki `bagian teks yang memuat pemunculan permasalahan yang mau diangkat` Sho 4.5 Struktur Teks Model C `bagian teks sebagai “penerimaan” permasalahan serta Teks berkonstruksi C mempunyai karakter yang penyajian berbagai informasi terkait permasalahan hampir sama dengan teks berkonstruksi B. Bahkan, yang diangkat`, Ten `bagian teks yang berisi informasi teks berkonstruksi C dapat disebut sebagai turunan tambahan terkait masalah dari sudut pandang yang teks berkonstruksi B. Konstruksi teks model B berbeda`, Ketsu `bagian penutup teks`. Jenis merupakan induk dari struktur teks bahasa Jepang konstruksi teks ini sebenarnya merupakan teknik yang paragraf-paragraf pendahuluan memuat beragam pembuatan puisi China yang sudah sejak lama pandangan penulis yang mendasari bagian-bagian teks dipelajari sebelumnya oleh masyarakat Jepang. yang lain. Sedangkan struktur teks model C dianggap Teks berkonstruksi A merupakan jenis teks yang merupakan struktur teks model B yang sudah spesifik. mengorganisasikan sub-sub tema pembentuk teks Perbedaan menyolok antara keduanya terletak pada secara logis, alamiah. Kelogisan, kealamiahan berfikir pokok pikiran yang mengisi bagian awal teks ditunjukkan dengan penyajian permasalahan dengan berkorelasi langsung dengan bagian tengah menampilkan fakta-fakta atau eviden-eviden, keadaan (pembahasan), bagian akhir (simpulan). Teks sesuatu, kemudian permasalahan dijelaskan secara berstruktur C mempunyai bagian awal yang diisi runtut sebagai dasar pikiran untuk menilai, simpulan berupa uraian pendapat, pertimbangan membuktikan, mendukung pikiran pokok penulis yang penulis secara langsung diuraikan dalam beberapa akan dimunculkan pada bagian akhir teks. kalimat pokok. Ciri ini sama dengan teks berkonstruksi B. Akan tetapi, teks berkonstruksi C mempunyai 4.4 Struktur Teks Model B kalimat-kalimat pokok pengisi bagian awal teks menjadi simpulan sekaligus berkorelasi langsung

18

dengan masing-masing paragraf pembentuk bagian hadir bersama-sama dengan kata kerja tertentu untuk tengah dan bagian akhir. menunjukkan fungsi tertentu dalam teks terkait. Selain Dari segi kemanfaatan, teks berkonstruksi C penanda topik wa dan penanda topik turunannya, kata mempunyai bentuk dan struktur yang mudah diajarkan bantu penanda topik ga, kemudian kata bantu mo dan kepada pembelajar bahasa Jepang sebagai bahasa turunannya, serta kalimat tanya merupakan bentuk- asing karena memiliki penanda yang mudah dipahami, bentuk penanda topik yang dapat dikatakan dominan sekaligus praktis untuk diterapkan dalam mata kuliah dalam teks argumentatif bahasa Jepang. tertentu semisal mata kuliah menulis `Sakubun`. Klasifikasi struktur teks bahasa Jepang ditinjau dari hubungan tema-rema menghasilkan empat jenis 4.7 Struktur Teks Model D struktur teks argumentatif bahasa Jepang. Masing- masing struktur teks disematkan nama pembeda, yakni Klasifikasi teks argumentatif bahasa Jepang teks berkonstruksi model A, teks berkonstruksi model keempat yakni teks berkonstruksi D. Teks B, teks berkonstruksi model C, dan teks berkonstruksi berkonstruksi D merupakan klasifikasi untuk beberapa model D. jumlah teks yang memang memiliki karakter yang berbeda dengan ketiga klasifikasi sebelumnya yang sudah disebutkan di awal. Artinya, klasifikasi D dibuat 6. DAFTAR PUSTAKA untuk mengkategorikan struktur teks diluar dari ketiga [1].Maynard, Izuko. 2005. Nihongo Kyouiku no Genba de klasifikasi yang sudah disebutkan di awal. Klasifikasi Oshieru Danwa Hyougen Handobukku. Kuroshio teks berkonstruksi A, B, C mempunyai struktur teks Shuppan. yang masing-masing dibedakan atas tiga bagian besar, [2]. Teramura, Hideo. 1990. Keesu Sutadi Nihongo no yakni awal (pendahuluan), bagian tengah Bunshou Danwa. Tokyo: OUFU. (pembahasan), bagian akhir (simpulan). Sedangkan, teks berkonstruksi D hanya mempunyai dua bagian [3]. Nagano, Masaru. 1986. Bunshoron Sousetsu. Tokyo: besar, yakni bagian awal (isinya berupa informasi Asakura Shoten. umum tentang permasalahan yang diangkat) dan isi [4]. Sakuma, Mayumi. 2000a. Nihongo no Bunpo Danwa ni (pembahasan). Okeru Dan no Kouzou to Kinou. Tokyo: Waseda Teks berkonstruksi D mempunyai kemiripan Daigaku Nihongo Kenkyu Kyouiku Sentaa. dengan karakter tulisan yang disebut dengan esai. Esai [5]. Sakuma, Mayumi. 2000b.Nihongo no Bunshou Danwa merupakan jenis karangan yang membahas tentang ni Okeru Kouzou to Kinou. Tokyo: Tanpa penerbit sesuatu hal secara sepintas menurut pandangan pribadi [6]. Tokieda, Motoki. 1950. Nihon Bunpou Bungoron. penulis. Uraian tentang masalah yang diangkat Tokyo: Iwakura Shoten. dibentangkan dengan berbagai macam sudut pandang, [7]. Li, Charles N & Sandra A. Thompson. 1976. “Subject namun dibahas secara sepintas. Hasilnya, teks and Topik: A New Typology of Language”. Li, Charles berkonstruksi D memiliki ciri yang mudah dikenali N. (ed). Subject and Topik. New York: Academic Press, yakni uraian yang kurang fokus, dan bentuknya lebih Inc. panjang dari ketiga klasifikasi teks yang lainnya. [8]. Takahashi, Tarou et. al. Hasil penyelidikan menyimpulkan bahwa teks argumentatif bahasa Jepang yang berkonstruksi A lebih banyak jumlahnya. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari pandangan orang Jepang tentang konsep kishotenketsu yang sudah sejak lama mengakar pada budaya Jepang, khususnya budaya menulis orang Jepang. Secara umum, simpulan yang isinya dapat berupa pendapat, pertimbangan, anjuran, ajakan yang ingin disampaikan penulis dimunculkan pada bagian akhir teks.

5. SIMPULAN Hasil pemeriksaan melalui sudut pandang hubungan tema-rema menyimpulkan bahwa bentuk penanda topik teks argumentatif bahasa Jepang didominasi oleh kata bantu ‘助詞’ wa pada teks argumentatif masing-masing terbitan. Tipikal penanda topik wa dalam teks argumentatif bahasa Jepang direalisasikan dalam beragam jenis sesuai dengan kata kerja yang hadir bersama-sama dengan penanda topik ini. Semisal penanda topik wa direalisasikan menjadi niwa, dewa, nitsuitewa, towa dan toshitewa karena

19

20

Transformasi Cerita Panji Kudanarawangsa Dalam Pertunjukan Dramatari Wayang Topeng di Desa Jatiduwur Jombang

Eko Wahyuni Rahayu Email: [email protected]

ABSTRACT Panji stories existence as a local product genius has been transformed into various forms of performing arts, one of whom is a performance art dramatari puppet mask Jatiduwur Village, District Kesamben, Jombang. The existence dramatari puppet mask in the village in past Jatiduwur Jombang very functional in society. However, at present has suffered a setback even sink, so the values of wisdom contained in the story Panji also no longer known by the public. Transformation Panji stories on dramatari puppet mask today in an effort to lift and revive its existence, especially for the reintroduction of the values of cultural wisdom contained in the show. Dramatari puppet show story Panji mask transformed by lifting the play Kudanarawangsa successfully held at the Village Jatiduwur with innovative dramatic structure format. Dramatari performances puppet mask is not only a media appreciative public, but persuasively able to attract the younger generation, so that children and young people enthusiastic to participate actively and voluntarily become involved as supporters show dancers and musicians. Keywords: transformation, Panji stories, puppet mask, Jatiduwur.

ABSTRAK Eksistensi cerita Panji sebagai produk local genius telah bertransformasi ke dalam berbagai bentuk seni pertunjukan, salah satu di antaranya adalah seni pertunjukan dramatari wayang topeng di Desa Jatiduwur, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang. Keberadaan dramatari wayang topeng di Desa Jatiduwur Jombang pada masa dahulu sangat fungsional dalam kehidupan masyarakat. Akan tetapi pada masa kini telah mengalami kemunduran bahkan tenggelam, sehingga nilai-nilai kearifan yang terkandung dalam cerita Panji juga tidak dikenal lagi oleh masyarakat. Transformasi cerita Panji pada dramatari wayang topeng sekarang ini sebagai upaya untuk mengangkat dan menghidupkan kembali keberadaannya, terutama untuk pengenalan kembali nilai- nilai kearifan budaya yang terkandung dalam pertunjukannya. Pertunjukan dramatari wayang topeng hasil transformasi cerita Panji dengan mengangkat lakon Kudanarawangsa berhasil digelar di Desa Jatiduwur dengan format struktur dramatik yang inovatif. Pergelaran dramatari wayang topeng tersebut tidak saja menjadi media apresiasi masyarakat, namun secara persuasif dapat menarik minat para generasi muda, sehingga anak-anak dan para remaja antusias untuk berperan aktif dan secara suka rela terlibat sebagai pendukung pertunjukan menjadi penari dan pengrawit. Kata kunci: transformasi, cerita Panji, wayang topeng, Jatiduwur.

Gambar: tokoh Sekartaji kembar

masyarakat Jawa, dan juga telah mengglobal terutama 1. PENDAHULUAN di wilayah Asia Tenggara. Cerita Panji berkisah Cerita Panji merupakan produk local genius Jawa tentang liku-liku perjalanan percintaan antara tokoh Timur telah membumi terutama dalam kehidupan Pangeran Panji Inu Kertapati yang juga disebut dengan

21

Panji Asmarabangun dari Keraton Jenggala Salah satu upaya sebagai tindakan penyelamatan (Kahuripan) dengan Putri Candrakirana atau disebut terhadap kehidupan Wayang Topeng Jatiduwur juga Sekartaji dari Keraton Kediri (Daha). Perjalanan dengan melakukan rekonstruksi bentuk percintaan kedua sejoli diwarnai petualangan dan pertunjukannya yang berbasis cerita Panji sebagai berbagai rintangan. Ada beberapa versi cerita Panji di sumber lakon. Rekonstruksi bentuk pertunjukan antaranya: Panji Angreni, Panji Kudanarawangsa, melalui transformasi cerita Panji diharapkan dapat Panji Semirang, Panji Angronakung, Panji menghasilkan bentuk pertunjukan dramatari Wayang Jayalengkara, Panji Jayakusuma, Sekarjati Kembar, Topeng Jatiduwur yang inovatif dan membaharu, dan masih banyak lagi versi lainnya. Berbagai versi sekaligus juga sebagai upaya pengenalan kembali cerita Panji selalu diwarnai dengan cerita penyamaran cerita Panji produk local genius kepada generasi baik yang dilakukan oleh Pangeran Panji maupun Putri penerus bangsa Indonesia. Candrakirana. Cerita Panji mengandung simbol dan nilai-nilai 2. METODE PENELITIAN kehidupan yang dapat dimaknai serta dapat dijadikan rujukan dalam berkehidupan. Sebagai karya sastra, Konsep rekonstruksi atau dengan istilah lain cerita Panji telah banyak menjadi sumber inspirasi adalah pengembangan struktur dramatik bentuk bagi para seniman terutama pada karya seni rupa dan pertunjukan Wayang Topeng Jariduwur lebih seni pertunjukan. Hal ini terjadi, karena cerita Panji ditekankan pada tindakan kreatif kekinian atau sangat fleksibel, multi interpretatif, dan adaptif, dapat kekinian seni tradisi, sehingga hasilnya akan ditransformasikan dalam berbagai bentuk karya seni. membudaya di seluruh atau sebagaian besar Cerita Panji banyak pula digunakan sebagai sumber masyarakat pendukungnya sekarang ini. Proses kreatif lakon berbagai pertunjukan dramatari topeng seperti: dalam melakukan rekostruksi struktur dramatik bentuk dramatari topeng dalang Jawa Timur, dramatari pertunjukan Wayang Topeng Jariduwur menggunakan wayang topeng pedalangan di wilayah Klaten dan pendekatan transformasi yaitu alih wahana atau alih Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dramatari topeng rupa tentang cerita Panji mulai dari identifikasi cerita, di Jawa Barat, Bali dan Kalimantan. Di Jawa Timur, transformasi dari cerita ke naskah drama (skenario pada masa lalu kehidupan pertunjukan dramatari lakon), dan pemanggungan. Dalam melakukan topeng yang menggunakan cerita Panji tersebar hampir rekonstruksi bentuk pertunjukan dramatari Wayang di seluruh wilayah mulai dari Ngawi hingga Topeng Jariduwur melalui pendekatan transformasi Banyuwangi. Akan tetapi pada masa sekarang cerita Panji dengan mengangkat lakon pertunjukan dramatari topeng hanya tinggal beberapa Kudanarawangsa. daerah saja yang masih eksis dan populer seperti, Malang, Situbondo, Bondowoso, dan Madura. 3. PEMBAHASAN Di Jombang, pada masa lalu terdapat pertunjukan dramatari wayang topeng dengan menggunakan cerita Rekonstruksi bentuk pertunjukan Wayang Topeng Jatiduwur dimaksudkan adalah suatu tindakan untuk Panji terutama di Desa Jatiduwur, Kecamatan menyusun kembali atau membangun kembali format Kesamben. Keberadaan pertunjukan wayang topeng di pertunjukan dengan pendekatan transformasi terhadap Desa Jatiduwur terkenal dengan sebutan Wayang cerita panji. Istilah transformasi berarti perubahan rupa Topeng Jatiduwur pada masa dahulu sangat fungsional dan menjadi bagian integral kehidupan sosial (bentuk, sifat, fungsi, dan sebagainya). Cerita Panji masyarakat pendukungnya. Akan tetapi, pada masa diadopsi dan diadaptasi sebagai sumber lakon dalam pertunjukan dramatari Wayang Topeng Jatiduwur. sekarang perjalanan kehidupan wayang topeng di Desa Rekonstruksi terhadap bentuk pertunjukan dramatari Jatiduwursebagai seni pertunjukan tradisional ternyata Wayang Topeng Jatiduwur ini juga dapat dimaknai mengalami keprihatinan dalam mempertahankan eksistensinya. Salah satu faktor yang penyebab yang sebagai pengembangan pertunjukan. mempengaruhinya adalah adanya perkembangan Pengembangan dapat diartikan sebagai tujuan berbuat menjadi besar atau menjadi luas, sedangkan teknologi informasi sangat berdampak pada pola pengembangan seni pertunjukan berarti perbuatan kehidupan masyarakat. Berbagai adat tradisi ritual untuk membesarkan volume penyajian dan juga seperti ritual bersih desa dan inisiasi juga ritual nadzar membesarkan serta meningkatkan kualitas bentuk semakin lama meluntur, sehingga hal itu sangat berdampak pada kehidupan seni pertunjukan Wayang penyajiannya. Dalam konteks seni tradisional, Topeng Jatiduwur. Seiring dengan perkembangan Sedyawati mengartikan pelestarian dan pengembangan adalah mempertahankan seni zaman itulah kehadiran pertunjukan Wayang Topeng tradisional dengan tidak semata-mata menjadikannya Jatiduwur mengalami pasang-surut (timbul- barang mati yang bersifat statis. Mempertahankan seni tenggelam) hingga beberapa dekade, bahkan pada tradisional berarti mempertahankan konteksnya yang masa sekarang benar-benar tenggelam. Atas dasar keprihatinan terhadap kondisi kehidupan Wayang berbagai ragam dan memperkembangkan berbagai Topeng Jatiduwur tersebut maka perlu adanya upaya konteks tersebut. Yang perlu diusahakan adalah untuk membuat tradisi-tradisi kesenian tidak kehilangan penyelamatan. daya hidupnya, untuk membuat senantiasa mampu

22

menyediakan iklim merdeka dalam mewujudkan kembali ke Jenggala Sekartaji ditolong oleh Resi aspirasi manusia seniman, dan aspirasi masyarakat[1]. Narada dan diberi petunjuk untuk melakukan Ada dua pengertian berkaitan dengan pengembangan, penyamaran menjadi ksatria bernama yakni (1) pengembangan dalam arti pengolahan Kudanarawangsa. Dengan cara menyamar sebagai berdasarkan unsur-unsur tradisi yang diberi nafas baru Kudanarawangsa tersebut Sekartaji dapat kembali ke sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat, Jenggala. Dalam perjalanan kembali ke Jenggala tanpa mengurangi/ menghilangkan nilai-nilai tradisi, Sekartaji menemui berbagai rintangan namun dapat dan (2) pengembangan dalam arti penyebarluasan, mengatasinya, dan akhirnya dapat bertemu kembali untuk dapat dinikmati dan diresapi oleh lingkungan dengan suaminya Pangeran Inu Kertapati. masyarakat yang lebih luas. Adapun pengembangan yang pertama sangat erat hubungannya dengan 3.2 Transformasi Cerita ke dalam Naskah Drama masalah-masalah yang menyangkut soal mutu seni Setelah melakukan identifikasi cerita yang dapat disebut dengan istilah Kudanarawangsa secara verbal, proses selanjutnya “development”[2].Pengembangan bentuk pertunjukan melakukan transfomasi ke dalam naskah drama yaitu Wayang Topeng Jatiduwur lebih difokuskan pada menyusun desain struktur dramatik atau struktur lakon penggarapan struktur dramatik yang secara konseptual yang dalam hal ini disusun dalam bentuk skenario melalui pendekatan transformasi adalah sebagai lakon. Transformasi cerita ke dalam naskah lakon berikut. mengacu pada teknik struktur lakon, meliputi beberapa

elemen bentuk: tema, penokohan, alur plot, setting, 3.1 Identifikasi Cerita Panji aspek ruang dan waktu, tikaian/konflik, dan cakapan Salah satu lakon yang menjadi objek dan orientasi (dialog dan monolog). pengembangan struktur dramatik dalam tindakan Wayang Topeng Jatiduwur merupakan teater rekonstruksi adalah cerita “Panji Kudanarawangsa” tradisional, yakni “suatu bentuk teater yang dihasilkan atau dalam versi Wayang Topeng Jatiduwur disebut oleh kreativitas kebersamaan masyarakat suku bangsa dengan lakon “Patah Kudanarawangsa”. Dipilihnya dari daerah etnik tertentu, bertolak dari sastra lisan lakon ini dengan pertimbangan bahwa “Patah yang berakar dan bersumber dari budaya tradisi Kudanarawangsa” memiliki cerita yang sangat khas masyarakat etnik lingkungannya, dihayati oleh dan mudah diingat oleh penonton. Lakon “Patah masyaraktnya dan merupakan warisan budaya nenek Kudanarawangsa” memiliki potensi multi tafsir untuk moyangnya”[6]. Wayang Topeng Jatiduwur berbentuk dapat dikembangkan dalam penyusunan struktur teater total (perpaduan antara unsur drama, tari, sastra, dramatik, atau dengan kata lain memiliki fleksibilitas musik dan rupa). Pemakaian topeng bagi para penari untuk dikembangkan dalam garap alur dramatiknya. sebagai visualisasi karakter tokoh cerita merupakan Sumber tertulis tentang cerita Panji ciri identitas utamanya. Beberapa sumber Kudanarawangsa ternyata banyak versi, dan masing- menyebutkan bahwa pertunjukan dramatari khususnya masing penulis memiliki kreativitas dalam yang termasuk pada kategori genre pedalangan sejenis mengembangkan cerita sendiri-sendiri. Tentu saja hal wayang orang atau wayang topeng, mayoritas itu berdasarkan tafsirnya masing-masing. Demikian merupakan transformasi atau personifikasi dari halnya versi data lisan yang berkembang di Desa pertunjukan wayang kulit. Di Jawa wayang kulit dan Jatiduwur juga memiliki perbedaan dengan sumber wayang wong (dramatari) berkembang secara data tertulis. berdampingan saling mempengaruhi satu sama lain, Dalam mengembangankan struktur dramatik bahkan wayang wong (dramatari) adalah personifikasi pertunjukan dramatari Wayang Topeng Jatiduwur dari wayang kulit. Bila pertunjukan wayang kulit terlebih dahulu peneliti melakukan identifikasi cerita aktor-aktornya adalah boneka kulit, sedangkan Kudanarawangsa dari beberapa sumber tertulis wayang wong aktornya manusia[7]. Dengan demikian maupun lisan. Beberapa sumber tertulis di antaranya: dapat dimaknai bahwa transformasi yang terjadi tidak (1) [3]Tjerita Pandji Dalam Perbandingan (terj. Zuber saja pada sistem penokohannya, namun juga seluruh Usman dan H.H. Yassin). Djakarta: P.T. Gunung pola struktur pergelaran lakon meliputi penokohan, Agung; (2) [4]Panji Kuda Narawangsa. Jakarta: pengadegan, pola musik pendukung, ontowecana, Depdikbud, Proyek Penerbitan Buku sastra Indonesia kanda, suluk dan lainnya. dan Daerah; (3) [5]“Transformasi Karya Sastra Panji Konsep rekontruksi dalam pengembangan Ke Dalam Seni-Seni Pertunjukan” (Makalah pertunjukan dramatari Wayang Topeng Jatiduwur disampaikan pada Seminar Naskah Kuno Nusantara mengacu pada struktur dramatik pedalangan wayang “Cerita Panji Sebagai Warisan Dunia” di Perpustakaan kulit atau wayang purwa. Sarwanto menjelaskan Nasional Jakarta 28-29 Oktober 2014. bahwa, “struktur dramatik dalam pertunjukan wayang Secara singkat cerita lakon “Patah kulit adalah susunan urutan adegan dari awal jejer Kudanarawangsa” adalah mengisahkan tentang sampai dengan akhir tancep kayon, yang berisi inti perjalanan Sekartaji yaitu seorang permaisuri cerita yang ada pada setiap adegan dan disajikan dalam Pangeran Inu Kertapati dari Kerajaan Jenggala. tiga bagian yakni pathet nem, pathet sanga, dan pathet Sekartaji terlunta-lunta, karena diculik oleh Betari manyura”. Strukturisasi sebuah lakon terdiri atas tiga Durga dan dibuang di tengah hutan. Dalam upayanya bagian, dengan adegan baku tertentu terjadi dalam

23

setiap bagian. Dalam pertunjukan wayang kulit Jawa para penonton berasal dari tempat yang jauh dari lokasi Timuran struktur adegan dibagi atas empat bagian pertunjukan, begitu mendengar alunan gending- yakni pathet sepuluh, pathet wolu, pathet sanga dan gending lewat pengeras suara (loudspeaker) pathet serang. Dalam setiap adegan terbentuk unsur- masyarakat sudah mengerti dan mulai berduyun- unsur dramatik yang meliputi catur seperti janturan, duyun datang ke lokasi pertunjukan. Gending-gending pocapan, dan ginem; karawitan pakeliran seperti yang dilantunkan sebagai membuka untuk memanggil sulukan dan gending; dan sabet atau gerak tari. penonton di antaranya adalah gendingSampak 5 gaya Konsep pengembangan desain struktur dramatik Jawa Timur (Jombangan). atau struktur lakon episode ‘Patah Kudanarawangsa” dalam pertunjukan dramatari Wayang Topeng 3.3.1.2 Penampilan Tari Pembuka Jatiduwur ini disusun berdasarkan elemen dramatik 1) Tari Klana Jaka lakon meliputi: (1) adegan dan cerita (2) latar tempat Tari ini merupakan bentuk tari tradisi yang wajib dan waktu (3) suasana, (4) struktur plot, (5) durasi, (6) ditampilkan pertama kali dalam rangkaian pergelaran pola ruang, (7) tokoh / penokohan, (8) vokal/dialog (9) Wayang Topeng Jatiduwur sebelum penampilan pola gerak tari, (10) pola musik tari, (11) desain busana ceritera pokok yakni sebagai tari pembuka. Bagi tari (12) properti, (13) tata pentas dan cahaya. Berbagai komunitas Wayang Topeng Jatiduwur bahwa tokoh elemen dramatik tersebut merupakan tolok ukur untuk Klana Jaka merupakan tokoh sentral, karena topeng digunakan sebagai dasar dalam melakukan yang biasa digunakan oleh penari dipercayai pengembangan pertunjukan yang secara operasional masyarakat memiliki kesakralan dan hingga sekarang kemudian ditransformasikan dalam bentuk masih dikeramatkan. Oleh karena itu, Tari Klana Jaka pemanggungan atau pergelaran lakon di atas pentas. mendapat penghormatan khusus dengan ditampilkan Adapun konsep pemanggungan yang dimaksud adalah pada awal pergelaran. Tari Klana Jaka dalam sebagai berikut. pertunjukan Wayang Topeng Jatiduwur menggambarkan seorang ksatria yang sedang 3.3 Transformasi Bentuk Pertunjukan Dramatari berkelana atau mengembara dan selalu bersolek. Wayang TopengJatiduwur Lakon “Patah Gambaran tersebut diungkapkan melalui gerak-gerak Kudanarawangsa” tari yang unik dan khas Desa Jatiduwur. Dalam Dalam merekonstruksi bentuk pertunjukan penataan geraknya, pengembang berusaha Wayang Topeng Jatiduwur dengan pengembangan mendekatkan dengan pola-pola budaya masyarakat struktur dramatik Lakon “Patah Kudanarawangsa” Desa Jatiduwur yang agraris. Pola gerak tari disusun dikemas dengan tidak meninggalkan identitasnya sebagai hasil transformasi atau tepatnya stilisasi dari sebagai genre wayang wong (wayang topeng). Secara pola gerak tubuh sehari-hari masyarakat. Pola gerak tekstual pertunjukan memiliki struktur dramatik atau yang dimaksud meliputi: gerak timbangan struktur lakon yang khas sebagaimana skenario di atas (menimbang hasil panen padi), cawukan (mengambil yaitu, terdapat ceritera yang diungkapkan melalui air untuk bersuci/mandi di sungai), bersolek, dan lain dialog, tarian, dan nyanyian, serta ada unsur lawakan sebagainya. Musik tari dalam pertunjukan Tari Klana yang dibawakan oleh para tokoh punakawan. Jaka menggunakan gending Kalongan sebagai Pertunjukan diiringi dengan alunan musik gamelan gending khas Jombangan, terutama pada pola Jawa berlaras Slendro, dan tempat pertunjukan kendangan yang berbunyi: tong ge tong tong-tong berbentuk arena. Untuk dapat memberikan gambaran tong. bagaimana struktur dramatik bentuk pertunjukan atau konsep transformasi bentuk pertunjukan 2) Tari Gladen Prajuritan (pemanggungan) lakon “Patah Kudanarawangsa” Tari Gladen Prajuritan merupakan bentuk dalam pertunjukan Wayang Topeng Jatiduwur maka tari perpasangan (duet) karya baru digarap oleh Setyo dijelaskan sebagai berikut. Yanuartuti. Tari ini bertema keprajuritan, menggambarkan dua orang prajurit (kembar) yang 3.3.1 Bagian Awal sedang latihan berperang atau olah keprajuritan, dan 3.3.1.1 Sajian Gending Pembuka dikembangkan dari bentuk pertunjukan Wayang Dalam tradisi pertunjukan Wayang Topeng Topeng Jatiduwur terutama terinspirasi dari karakter Jatiduwur selalu diawali dengan sajian gending- tokoh Panji Gunungsari. Sehingga roh tarinya (pola gending sebagai pembuka pertunjukan. Dengan gerak dan karakter) bergaya Jombangan khususnya disajikannya gending-gending menandakan bahwa gaya Jatiduwur. Pola gerak sudah dikembangkan lebih pertunjukan dramatari Wayang Topeng Jatiduwur variatif dan pengolahan tempo lebih dinamis. segera dimulai, dan dengan serta-merta seolah mengundang para penonton untuk segera datang ke 3) Bagian Pokok (Pergelaran Lakon) lokasi pertunjukan. Benar saja, begitu gending- Setelah penampilan dua bentuk tari pembuka yaitu gending dibunyikan maka penonton mulai berduyun- Tari Klana Jaka dan Tari Gladen Prajuritan, duyun datang ketempat pertunjukan untuk mengambil kemudian masuk pada bagian pertunjukan yang pokok tempat sesuai seleranya masing-masing. Meskipun yaitu pergelaran lakon “Patah Kudanarawangsa”.

24

Secara struktural pertunjukan dramatari Wayang disusul Patih Gumbalageni, dan selanjutnya Prabu Topeng Jatiduwur meliputi unsur-unsur:1) tema dan Gumbalaraja datang dengan menampilkan tari dalam amanat; 2) alur atau plot; (3) latar cerita atau seting; durasi waktu 5 menit. Penampilan tari yang dibawakan (4) Penokohan atau karakterisasi. Prabu Gumbalaraja tersebut diberi nama ’kiprahan Tema dari lakon “Patah Kuda Narawangsa” raja’, yang menggambarkan Prabu Gumbalaraja adalah tentang penyamaran, perjuangan, dan sedang jatuh cinta dengan pola-pola gerak tari pengorbanan untuk menemukan cinta, sedangkan maknawi sedang bersolek. Setelah Gumbalaraja amanat dari cerita Kudanarawangsa adalah bahwa selesai membawakan tari ‘kiprahan raja’, kemudian jodoh merupakan sebuah takdir yang harus mengambil tempat di ruang pentas sebelah kiri diperjuangkan melalui bagai cara seperti belakang (kanan penonton) yaitu bagian ruang pentas pengembaraan, dan penyamaran dan juga peperangan. right up. Di depan Gumbalaraja menghadaplah Patih Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang Gumbalageni dan prajurit dalam posisi duduk bersila. dijalin berdasarkan hukum sebab akibat, merupakan Semakin lama bunyi irama gamelan semakin cepat, pola, perkaitan peristiwa yang menggerakkan jalannya lalu suwuk (berhenti). Tidak lama kemudian cerita ke arah pertikaian dan penyelesaiannya. Alur dibunyikan Gending Jula-Juli untuk mengiringi cerita lakon tersusun dalam adegan- adegan: (a) Jejer penampilan gerak tari tokoh demang-mones yang Sabrang,(b) Lurugan ,(c) Pengembaraan, (d) Perang disambut tawa penonton karena gerak-geriknya yang Gagal, (e) Jejer Goro-goro, (f) Jejer Jenggala, (7) santai dan lucu (gecul), dan sesampainya di pentas Perang Brubuh. langsung mengambil tempat duduk di belakang Gumbalaraja. Sementara Gending Jula-Juli masih

mengalun, si Emban/mones duduk bersimpuh sambil (1) Adegan pertama Jejer Sepisan/Jejer Sabrang berlenggat-lenggut dengan kenesnya. Jejer sepisan yaitu adegan paling awal Setelah semua tokoh masing-masing telah penggambaran pasamuan agung di Kerajaan membawakan tari kemudian menempatkan diri Simbarmanyura pada waktu siang hari yang cerah masing-masing di tempat yang telah ditentukan, maka dalam suasana penuh keakraban. Kerajaan pada adegan ini dilanjutkan dengan dialog yang Simbarmanyura adalah kerajaan sabrang, maksudnya semuanya dibawakan atau disuarakan oleh seorang sebuah kerajaan di luar Jawa dengan tokoh raja bersifat dalang. Intinya, adegan ini menceriterakan tentang brangasan (tokoh antagonis).Dalam tradisiWayang kegundahan sang raja yang sedang jatuh cinta dan Topeng Jatiduwur disebut ’bala kiwa’ atau raja ingin melamar Sekartaji, kemudian mengutus patihnya seberangyang menjadi lawan ’bala tengen’ atau Raja untuk melamar dan memboyong Sekartaji permaisuri Jawa (tokoh protagonis). Pada adegan jejer sabrang ini dari kerajaan Jenggalamanik yang diinginkan. Namun terdiri dari dua scen yaitu adegan pasamuan sebelum membawakan dialog, terlebih dahulu dalang (pisowanan) dan bodholan. Tokoh-tokoh yang ada menyuarakan janturan. dalam adegan ini antara lain (1) Prabu Gumbalaraja, Berikutnya adegan bodholan, yaitu adegan (2) Patih Gumbala Geni, (3) Prajurit, (4) Panakawan) menggambarkan Patih Gumbalageni bersama Adegan Pasamuan dalam lakon Patah wadyabala prajurit memohon diri dari pasamuan untuk Kudanarawangsa, pasamuan mengambarkan tentang segera melaksanakan titah raja berangkat ke Kerajaan pertemuan di Kerajaan Simbar Manyura dengan Jenggala. Tari bodholan diiringi dengan Gending Ayak rajanya bernama Prabu Gumbalaraja sedang Pathet Wolu. Para tokoh melakukan gerakan tari sesuai mengadakan pertemuan dengan Patih Gumbalageni dengan karakternya masing-masing. Dalam tradisi berserta para punggawa kerajaan, juga tidak Wayang Topeng Jatiduwur adegan ini disebut ketinggalan ada ponokawan yaitu tokoh Demang dan ’bodholan’, yang sebelumnya didahului dengan Emban (Mones). Dalam tradisi Wayang Topeng janturan ki dalang, terus dilanjutkan kanda. Jatiduwur, tokoh Demang dan Emban merupakan sejoli yang biasa disebut sebagai demang mones. Dalam adegan pasamuan agung atau paseban agung ini (2) Adegan kedua (Lurugan/Greber Sabrang) membicarakan tentang keinginan Prabu Gumbalaraja Adegan lurugan atau grebeg sabrang untuk mempersunting dan memboyong Puti Sekartaji. menggambarkan Patih Gumbalageni beserta Prabu Gumbalaraja memerintah Patih Gumbalageni pasukannya sedang sibuk mempersiapkan diri akan pergi ke Kerajaan Jenggala menemui Pangeran Inu berangkat (melurug) ke Kerajaan Jenggala untuk Kertapati untuk melamar dan memboyong Putri melamar sang putri sesuai kehendak rajanya. Adegan Sekartaji. Pada adegan ini diawali suara vokal dalang lurugan atau grebeg sabrangdiiringi gending Krucilan yang membacakan janturan, kemudian dilanjutkan yang diisi sindenan dan suara instrumen simbal (kecer) dan ada-ada yang diringi gending Jula Juli Surabaya yang menambah suasana hiruk-pikuk dan menarik Slendro Wolu untuk mengiringi penampilan para perhatian penonton. penari (tokoh wayang) satu persatu memasuki ruang Pada adegan lurugan atau grebeg sabrang ini pentas. Parapenari dengan membawakan tokoh sebenarnya merupakan rangkaian dari adegan jejer masing-masing tampil masuk ke pentas secara sabrang, karena memiliki jalinan cerita yang sama. berurutan di antaranya empat prajurit, kemudian Perlu disampaikan catatan bahwa dalam proyek

25

pengembangan kali ini sengaja dibangun adegan lurugan/greber sabrang secara khusus atas dasar (4) Adegan keempat (Perang Gagal) pertimbangan untuk memberikan kesempatan para Penataan adegan perang gagal terdiri dari dua penari anak-anak (laki-laki) dan para remaja yang bagian yaitu peperangan antara Patih Gumbalageni tampak bersemangat dalam mendukung pergelaran. dengan para raja sabrang dan perang dengan Hal ini sesuai dengan tujuan harapan dari proyek Kudanarawangsa yang disebut candhakan. Adegan ini pengembangan yakni sebagai upaya memotivasi anak- diawali oleh dalang menyuarakan ada-ada, kemudian anak untuk menyukai pertunjukan wayang topeng dan dilanjutkan dialog antara Patih Gumbalageni dengan menjadi pemeran yang aktif. Dengan demikian tujuan para raja sabrang yaituGanda Mastaka, Bajul Sengara, dari proyek pengembangan ini dapat tercapai tepat Kala Madya Barat, dan Dityo Buto Terong. Awalnya sasaran, atau dengan kata lain proses internalisasi mereka saling berkenalan, dan saling bertanya budaya dapat berjalan secara berkelanjutan. mengenai rencana perjalanannya. Setelah saling Dalam adegan lurugan/greber sabrang disusun mengutarakan perjalanannya memiliki tujuan yang dalam dua bagian yaitu tari untuk prajurit kecil sama akan meminang Sekartaji, maka akhirnya dibawakan oleh penari anak laki-laki dan prajurit besar mereka berebut kesempatan hingga terjadilah dibawakan oleh para remaja laki dan perempuan pertengkaran atau peperangan antara Patih membawakan peran travesti yakni menari gaya putra. Gumbalageni melawan para raja sabrang. Peperangan Secara koreografi penataan pola gerak ini tidak ada pihak yang menang atau kalah, namun menggambarkan olah keprajuritan yakni dengan pola- akhirnya berusaha melanjutkan perjalanannya masing- pola gerak di antaranya meliputi: pola gerak masing. timbangan, cawukan, pola gerak perangan yang diberi Dalam perjalanan selanjutnya mereka nama sirigan (kliteran), gaprukan serta kopyokan yang bertemu tokoh Kudanarawangsa yang juga akan semuanya sengaja diciptakan untuk membangun ikon menuju Jenggala. Pertemuan mereka juga berujung atau cirikhas sebagai identitas gerak tari Wayang pada pertempuran karena berebut saling mendahului Topeng Jatiduwur. untuk mendapatkan tujuannya masing-masing. Bagian adegan ini disebut dengan istilah candhakan, yaitu (3) Adegan ketiga (Pengembaraan) adegan pertemuan antara Patih Gumbalageni dengan Adegan yang menggambarkan perjalanan seorang ksatriya Kudanarawangsa (tokoh protagonis) Sekartaji yang sedih karena tersesat dan terlunta-lunta yang berlanjut dengan peperangan dengan diiringi di tengah hutan akibat diculik oleh jin perempuan dengan Gending Ayak Pathet Wolu. Pada penataan bernama Thothok Kerot yang sedang mengelabuhi adegan peperangan ini tokoh Kudanarawangsa hasratnya jatuh cinta pada Inu Kertapati (suami awalnya kalah, kemudian berusaha melakukan metak Sekartaji) dengan menyamar sebagai Sekartaji. Dalam aji (puja semedi) untuk mengumpulkan kekuatan dan kesedihan dan keprihatinannya di tengah hutan, memohon kepada Yang Maha Kuasa agar dapat Sekartaji ditemani oleh banyak binatang yang mengalahkan Patih Gumbalageni. Sebagai penjelas mempesona dan menghibur. Dalam keprihatinannya pada adegan ini diantarkan dengan kandha. Setelah Sekartaji selalu memohon kepada Sang Pencipta agar sejenak Kudanarawangsa selesai metak aji kemudian memperoleh petunjuk dapat kembali ke Jenggala datang Patih Gumbalageni yang akan menyerang, bertemu suami Panji Inu Kertapati. Resi Narada datang namun dapat dihalau oleh Kudanarawangsa. Akhir menemui Sekartaji yang sedang meratapi nasibnya dan dari adegan candhakan ini adalah kemenangan memberi petunjuk agar dapat kembali ke Jenggala Kudanarawangsa, dan para raja maupun pasukan harus melakukan penyamaran mengabdi kepada Panji Gumbalageni dapat dikalahkan sehingga mereka gagal Inu Kertapati sebagai abdi terkasih dan berperan tidak dapat melanjutkan perjalanan menuju Jenggala. sebagai penghibu yaitu menjadi dalang. Dengan cara Sebaliknya Kudanarawangsa terus melanjutkan penyamaran tersebut akhirtnya Sekartaji dapat perjalanan menuju Jenggala. bertemu dan bersatu kembali dengan Pangeran Inu (5) Adegan kelima (JejerGara-gara/lawakan) Kertapati. Adegan lawakan atau jejer goro-goro merupakan adegan sebagai pengendor untuk Perlu diketahui bahwa pada penataan menurunkan ketegangan, setelah sebelumnya diwarnai adeganpengembaraan ini juga dikembangkan tari peperangan (perang gagal) antara Patih Gumbalageni anak-anak bertema binatang yaitu tari burung dan tari melawan para raja sabrang yang berlanjut pada kijang untuk memberikan ilustrasi mengenai kondisi peperangan antara Patih Gumbalageni melawan Sekartaji selama di hutan. Tari binatang ini dibawakan Kudanarawangsa dengan suasan tegang. Adegan goro- oleh para penari anak-anak perempuan. Hal ini juga goro adalah adegan lawakan dengan tokohnya dimaksudkan untuk memotivasi anak-anak agar dapat punakawan Bancak dan Doyok yaitu dua orang abdi mengenal lebih dekat terhadap produk local genius setia pengikut tokoh Panji (tokoh protagonis) yang nenek moyangnya yaitu Wayang Topeng Jatiduwur, biasanya digambarkan sedang mengembara. Akan yang pada gilirannya nanti akan dapat melanjutkan tetapi pada pertunjukan Wayang Topeng Jatiduwur tongkat estafet melestarikan keberadaan pertunjukan lakon “Pata Kudanarawangsa” ini adegan lawakan Wayang Topeng Jatiduwur. (jejer goro-goro) tidak menggambarkan perjalanan

26

atau pengembaraan tokoh Panji, namun Dalam cerita yang digelar oleh Kudanarawangsa menggambarkan penjalanan para abdi punakawan adalah kisah cinta Rama dan Sinta. Setelah Bancak dan Doyok akan sowan ke Jenggala. Adegan mencermati kisah cerita yang digelar oleh ini terlebih dahulu diawali ada-ada Pathet Sanga, dan Kudanarawangsa yang diiringi dengan Gendhing kandha oleh dalang, dilanjutkan gendhingan untuk Pathet Sanga dan diselingi dengan kandha oleh mengiringi gerak dan lagu yang dilakukan oleh dua dalang, Panji Inu Kertapati merasa tersinggung dan punakawan Bancak, Doyok, dan Emban. Pertama, berujung pada kemarahan, kemudian menyeret penampilan tari berpasangan yaitu tokoh Doyok dan Kudanarawangsa ke alun-alun untuk berkelahi. Emban, kemudian disusul Bancak. Mereka saling (7) Adegan ke-tujuh (Perang Brubuh) berebut pasangan, kemudian berhenti menari untuk Yaitu adegan peperangan bagian akhir selanjutnya bermain lagu atau gending-gending serta menuju akhir cerita (ending). Pada lakon Patah menampikan adegan bercanda ria. Setelah dirasa Kudanarawangsa ini menggambarkan peperangan cukup waktu mereka mengakiri penampilan dengan antara Panji Inu Kertapati melawan Kudanarawangsa, dialog yang dipimpin Bancak, bahwa mereka harus yaitu tokoh Kudanarawangsa tidak berdaya melawan segera sowan ke Jenggala untuk mengabdi pada Panji strategi perang yang dilakukan Panji Inu Kertapati Inu Kertapati. dengan cara melakukan rayuan-rayuan. Oleh karena (6)Adegan ke-enam (Jejer Katelu/Jejer Jenggala) Panji Inu Kertapati terus melakukan rayuan hingga Pada jejer katelu yaitu adegan pasamuan di akhirnya Kudanarawangsa tidak mampu menahan rasa Kerajaan Jenggala, Panji Inu Kertapati bersama rindu, maka pudarlah penyamarannya berubah wujud permaisuri Dewi Sekartaji jadi-jadian (palsu), yang kembali menjadi seorang putri yaitu Sekartaji yang dihadap adik iparnya Raden Gunungsari serta Patih sebenarnya. Selanjutnya, terjadi peperangan antar Sundulmega dan yang juga tidak ketinggalan abdi tokoh Sekartaji kembar yang dapat dimenangkan oleh kinasih Bancak, Doyok, dan Emban. Sekartaji asli, dan Sekartaji palsu berubah wujud Adegan diawali dengan Tari Bedhayan dari menjadi jin raksasa bernama Thothok Kerot. Oleh para dayang menari bersama Sekartaji (palsu), secara karena telah ketahuan kedoknya, Thothok Kerot berurutan yaitu Patih Sundulmega, kemudian tunggang-langgang melarikan diri. Adegan perang Gunungsari, dan disusul Bancak, Doyok dan Emban, brubuh ini berakhir dengan bersatunya kembali Panji selanjutnya yang terakhir Panji Inu Kertapati. Pada Inu Kertapati dengan Sekartaji dalam suasana suka cita adegan ini diiringi dengan Gending Ayak Laras (hepy ending). Slendro Pathet Sanga untuk mengiring tarian para Perlu diungkapkan bahwa bentuk tokoh masuk pentas. Setelah para tokoh menempatkan pertunjukan yang menyangkut pola pengadegan diri masing-masing di pentas, gending suwuk tersebut disusun dengan mempertimbangan berbagai dilanjutkan janturan dan kandha kemudian dialog para kepentingan terutama terkait dengan konsep dan tokoh. Dalam pasamuan ini dibicarakan mengenai proses regenerasi. Oleh karena rekonstruksi atau keadaan Kerajaan Jenggala yang aman dan tenteran, pengembangan bentuk pertunjukan ini adalah sebagai namun Panji Inu Kertapati merasakan ada perasaan upaya awal yang semuanya berangkat dari awal, yaitu gundah dalam hati dan pikirannya. Salah satu mulai dari merekrut para penari pemula, melatih penari penyebabnya adalah adanya keanehan atau dan pengrawit, melatih dalang pemula, hingga sampai kejanggalan dari perilaku isteri tercintanya yaitu pada pergelaran. Sehingga pergelaran secara struktur Sekartaji yang tidak seperti biasanya. Pada adegan ini dramatik belumlah sempurna.Di antaranya ada bagian- Sekartaji yang mendampingi adalah memang bukan bagian pertunjukan yang belum sempurna, tetapi juga yang sebenarnya, tetapi seorang putri rakseksi yang ada elemen-elemen baru yang dibangun. Misalnya sedang jatuh cinta pada Inu Kartapati dan menyamar adegan pengembaraan Sekartaji di hutan, ditambah menjadi Sekartaji. Hal ini tidak diketahui oleh Panji dengan peran-peran penari binatang (burung dan Inu Kertapati. kijang), memasukkan prajurit anak-anak pada adegan Setelah saling melakukan dialog sejenak, Lurugan, dan mencipta tari bedhayan pada adegan kemudian disusul suara dalang menyuarakan kandha Jejer Jenggala. Semuanya ditampilkan dengan dan ada-ada dan dilanjutkan Gending Ayak Slendro pertimbangan agar para penari baru termotivasi untuk Sanga untuk mengiringi kedatangan tokoh lebih semangat, juga memanjakan para penonton Kudanarawangsa yang tiba-tiba dan membuat kaget dengan hadirnya variasi adegan tersebut. Namun pasamuan. Namun Panji Inu Kertapati menyambutnya secara visual, pertunjukan tampak inovatif terutama dengan baik dan menerima kedatangan dalam hal penataan busana sebagai hasil transformasi Kudanarawangsa. Suasana terlebih dahulu diwarnai terhadap tafsir tokohnya. saling berkenalan antara Panji Inu Kertapati dengan Kudanarawangsa, selanjutnya Kudanarawangsa menyampaikan maksud kedatangannya ingin mengabdi pada Inu Kertapati, sebagai penghibur dan memamerkan keahliannya sebagai seorang dalang. Kemudian Panji Inu Kertapati mempersilahkan Kudanarawangsa untuk segera memainkan ceritanya.

27

dramatik pertunjukan Wayang Topeng Jatiduwur ini telah berdampak pada munculnya kembali produk local wisdom yang telah lama hilang. Hasil transformasi cerita Patah Kudanarawangsa dapat menghasilkan bentuk pertunjukan yang inovatif dan menarik perhatian masyarakat, utamanya dengan partisipasi para generasi muda dan anak-anak untuk ikut bergabung adalah merupakan prestasi tersendiri pula. Peristiwa pergelaran Wayang Topeng Jatiduwur tidak saja menjadi media apresiasi, namun dapat menarik minat para generasi muda terutama banyak anak-anak dan remaja yang antusias secara suka rela ikut bergabung secara aktif sebagai pendukung pertunjukan. Dengan aktifnya generasi muda terlibat pelestarian produk seni tradisional maka dengan demikian proses internalisasi budaya atas hal tersebut dapat teratasi. Suatu hal yang membanggakan, meskipun dengan segala keterbatasan namun dalam dua kali penyelenggaraan pergelaran selalu dipadati penonton, terutama penonton anak-anak. Masyarakat mulai banyak yang tertarik pada pertunjukan Wayang Topeng Jatiduwur, karena lebih memiliki daya tarik

terutama pada sisi visualisasinya. Anak-anak baik

yang terlibat sebagai pendukung aktif pertunjukan Gambar: Tokoh Panji Asmarabangun dan Sekartaji maupun sebagai pendukung pasif (sebagai penonton) mulai mengenal cerita Panji. Terbukti pada setiap Inovasi atau pembaharuan dilakukan juga terkait selesai pertunjukan dilakukan kuis tanya jawab dengan durasi pertunjukan lebih dipersingkat dan berhadiah terkait jalan cerita dalam pertunjukan, pada disusun dalam kemasan pagelaran padat hanya 1,5 jam umumnya mereka dapat menjawab secara kritis atas (90 menit), tidak memakan waktu semalam suntuk pertanyaan mengenai berbagai hal terkait pertunjukan seperti pada masa lalu. Penataan pola gerak tari baru terutama mengenai jalan ceritanya. Selain itu para merupakan transformasi dan stilisasi dari pola orang tua yang putra-putrinya ikut mendukung kehidupan masyarakat Desa Jatiduwur yang agraris, pergelaran, terlihat sangat senang dan bangga terhadap sehingga tampah variatif, namun mengikon atau kemampuan anaknya dalam membawakan peran. membaku dan unik. Pola musik pengiring ada Tidak ketinggalan juga para guru baik yang hadir sentuhan tempo dan aransemen karawitan baru dengan sebagai undangan maupun sebagai suporter bagi memasukkan gending-gending baru. Desain tata siswa-siswinya yang juga menjadi penari. Menurut busana lebih glamour sesuai dengan tuntutan para guru bahwa anak-anak siswa-siswa yang ikut masyarakat masa kini. mendukung pertunjukan merupakan aset bagi sekolahnya. Kepala Desa Jatiduwur sempat mengungkapkan permohonannya kepada Tim peneliti 4. TANGGAPAN MASYARAKAT dalam sambutannya pada acara penutupan pergelaran, Transformasi cerita Panji dalam bentuk bahwa upaya rekonstruksi ini tidak berhenti sampai di pertunjukan Wayang Topeng Jatiduwur lakon sini saja, tetapi terus berlanjut pada penggalian lakon- Kudanarawangsa telah dipergelarkan dalam dua kali, lakon lainnya, hingga masyarakat Desa Jatiduwur yaitu yang pertama pada tanggal 16 Agustus 2016 hari benar-benar mampu mandiri dalam mengelola Selasa (malam hari) bertempat di pendapa Desa pertunjukan Wayang Topeng sebagai asset budaya Jatiduwur, dan yang kedua pada tanggal 1 Oktober yang sangat membanggakan. 2016 hari Sabtu (malam hari) bertempat di halaman Wayang Topeng Jatiduwur sebagai bentuk rumah Ibu Sumarni (ahli waris pelestari perangkat pertunjukan teater tradisional kerakyatan topeng). Pada pergelaran ke dua, judulnya diganti dipanggungkan secara konvensional, dan pengatur menjadi “Sekartaji Kembar”, dan secara struktural laku atau alur cerita sepenuhnya berdasarkan dilakukan penambahan adegan introduksi berupa kreativitas seorang dalang dalam mempergelarkan peperangan kedua tokoh Sekartaji (kembar). lakon. Konsepsi lakon tersebut dapat dilihat pada Pergelaran mendapatkan tanggapan yang positif kegiatan dalang pada waktu menetapkan struktur dari penonton baik penonton ahli yaitu pengamat yang dramatik pertunjukan, yakni dalang yang diundang secara resmi maupun penonton umum. membawakan ceritera, sementara para pemain (penari) Beberapa tanggapan positif diungkapkan oleh para hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh dalang pengamat ahli, bahwa upaya pengembangan struktur (seorang narator). Secara konseptual pengembangan

28

struktur dramataik pertunjukan Wayang Topeng 6. DAFTAR PUSTAKA Jatiduwur belumlah optimal. Banyak kendala yang [1]. Sedyawati, Edi, (1981). Pertumbuhan Seni dialami untuk dapat memenuhi target pengembangan, Pertunjukan. Jakarta : Sinar Harapan. dan kendala utama adalah tidak adanya pemeran [2]. Sedyawati, Edi, (1984). Tari, Tinjauan dari Berbagai dalang.Wayang Topeng Jatiduwurtermasuk dalam Seni. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, pp. 39. genre seni pertunjukan pedalangan, maka dalang [3]. Poerbatjaraka, (1968). Tjerita Pandji Dalam menjadi penentu jalannya pergelaran. Akan tetapi, Perbandingan (terj. Zuber Usman dan H.H. Yassin). yang terjadi pada kasus Wayang Topeng Djakarta: P.T. Gunung Agung. Jatiduwuradalah kesenjangan pada proses regenarasi, [4]. Sastronaryatmo, Moelyono dan R.Aj.Indri Nitriani, tidak saja pada penari tetapi justru keberadaan dalang (1983). Panji Kuda Narawangsa. Jakarta: Depdikbud, menjadi problem utama. Sehingga dalam proses Proyek Penerbitan Buku sastra Indonesia dan Daerah. rekonstruksi ini juga harus melakukan proses [5]. Sumaryono, (2014). “Transformasi Karya Sastra regenerasi dalang, dan hal itu tidak mudah untuk Panji Ke Dalam Seni-Seni Pertunjukan” (Makalah dilakukan, sehingga pada pergelaran Wayang Topeng disampaikan pada Seminar Naskah Kuno Nusantara Jatiduwur lakon Patah Kudanarawangsa belum dapat “Cerita Panji Sebagai Warisan Dunia” di Perpustakaan optimal, karena dalang belum mampu membawakan Nasional Jakarta 28-29 Oktober 2014. perannya sebagai transformator dari seluruh penyajian [6]. Ahmad, Kasim, (2006). Mengenal Teater di Indonesia. lakon. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, pp.85. [7]. Soedarsono, R.M, (1990). Wayang Wong: Drama Tari Ritual Kenegaraan di Keraton Yogyakarta. 5. PENUTUP (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, pp. 7-10. Wayang Topeng Jatiduwur sebagai produk local wisdom, mengandung nilai-nilai budaya dan nilai-nilai kemanusiaan yang layak untuk diteladani. Dengan hadirnya kembali pertunjukan dramatari Wayang Topeng Jatiduwur sebagai hasil transformasi dari cerita Panji dapat diminati masyarakat, sehingga nilai- nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya dapat dihayati serta bermanfaat bagi upaya membangun karakter generasi muda di era globalisasi saat ini. Rekonstruksi dalam rangka melakukan pengembangan untuk pelestarian, harus terus dilakukan secara berkelanjutan, simultan, sinergis, dan integratif melalui kerjasama berbagai lembaga terkait, hingga produk seni Wayang Topeng Jatiduwur dan pendukungnya benar-benar berdaya hidup dapat menghidupi dan dihidupi.

29

30

Pengelolaan Sanitasi Makanan dan Lingkungan Tempat Tinggal Berbasis Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Hidup Santri (Studi Kasus Pondok Pesantren di Kabupaten Jombang)

Haris Supratno Universitas Negeri Surabaya

ABSTRAK Pondok pesantren mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup santri melalui pengelolaan makanan dan linkungan tempat tinggal. Dengan pola makan yang sehat, bersih, dan bergizi serta lingkungan tempat tinggal yang baik, maka akan dapat meningkatkan kualitas hidup santri. Pondok pesantren di Kabupaten Jombang pada umumnya dalam pengelolaan makanan dan pengelolaan tempat tinggal belum dikelola secara baik dan belum memenuhi standar kesehatan, khususnya pondok pesantren kecil dan tradisional. Sedangkan pondok pesantren besar dan modern pada umumnya pengelolaan sanitasi makanan dan lingkungan tempat tinggal sudah lebih baik dan telah memenuhi standar kesehatan Kata Kunci: Pendidikan, Kesehatan, lingkungan, pondok pesantren, sanitasi, air, sampah, limbah, lingkungan, dan pemberdayaan.

mengajarkan ilmu umum dalam rangka meningkatkan 1. PENDAHULUAN kualitas lulisan pesantren[3]. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Sejalan dengan pendapat di atas, [1][2]juga nonformal yang usianya sangat tua dan memiliki berpendapat bahwa pondok pesantren dikenal sebagai pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan pendidikan rakyat yang menekankan pada bidang masyarakat. Pondok pesantren mempunyai peranan agama dan menjadi panutan bagi masyarakat di yang sangat penting sebagai pusat untuk mempelajari, sekitarnya. Pondok pesantren selain sebagai lembaga memahami menghayati, mengamalkan ajaran Islam, pendidikan atau lembaga penyiaran agama, juga pengembangan ilmu agama, pembinaan akhlak, etika, sebagai pusat gerakan pada jaman penjajahan Belanda, dan moral masyarakat Indonesia. sehingga Belanda melihat pesantren dengan sebelah [1][2] Hal tersebut sesuai dengan pendapat bahwa mata, walupun sebenarnya mereka tahu bahwa pesantren telah banyak memberikan sumbangan yang pesantren menjadi tempat berkumpulnya masyarakat. amat besar bagi pendidikan masyarakat Indonesia. Pesantren bagi mereka tidak pantas dimasukkan dalam Pesantren telah berhasil membentuk masyarakat Islam perencanaan pendidikan umum pemerintah Belanda, di Indonesia yang mempunyai sikap moderat dan karena tidak sesuai dengan orientasi pendidikan yang ramah terhadap budaya lokal dan menjadi cikal bakal mereka anut. dari masyarakat muslim terbesar di Indonesia. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman peneliti Pesanren didirikan oleh para kiai yang memeiliki sebagai santri, masalah yang ada di pondok pesantren tingkat keilmuan yang sangat tinggi, sehingga mutu yang kurang mendapat perhatian dari para santri dan pendidikan agama sangat kuat. Namun setelah negara pengelola pondok pesantren atau pengasuh adalah Indonesia merdeka justru mengalami penurunan masalah pendidikan kesehatan lingkungan berbasis kualitas pendidikan agama karena memdirikan karakter, seperti pendidikan kesehatan lingkungan pendidikan yang memberikan mata pelajaran sanitasi air bersih, makanan, limbah, sampah, nonagama. Kecenderungan hal tersebut semakin lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekitar dalam meningkat. Saat ini tidak banyak pesantren yang betul- pondok pesantren, lingkungan masyarakat di sekitar betyul masih mempertahankan sebagai pesantren salaf. luar pondok peantren, dan peranan pondok pesantren Pesantren di Indonesia telah banyak menglami dalam pemberdayaan masyarakat. Karena masalah perubahan dari masa ke masa. Bila dahulu pondok tersebut kurang mendapat perhatian oleh para santri pesantren hanya sebagai pusat pengembangan ilmu dan pengelola pondok pesantren atau pengasuh, agama, saat ini sudah banyak pondok pesantren sehingga ada kesan dalam masyarakat bahwa pondok menjadi pusat pengembangan ilmu umum, karena pesantren identik dengan kesederhanaan, tradisional, telah membuka lembaga pendidikan umum dari kekumuhan, meskipun anggapan tersebut tidak tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi untuk semuanya benar. menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Perubahan pesantren Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan tersebut tidak lepas dari peran K.H. Hasyim Asy’ari pokok manusia, karena dengan pendidikan manusia dan K.H. Wahid Hasyim yang memiliki sikap bisa mendapatkan berbagai pengetahuan dan ilmu keterbukaan terhadap perubahan, sehingga pesantren sebagai bekal hidup dalam masyarakat. Dengan tidak lagi hanya mengajarkan ilmu agama saja, juga pendidikan manusia bisa mengubah status sosial, taraf hidup, dan nasib hidupnya.

31

Tidak hanya para santri dan pengelola atau Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi atau pengasuh pondok pesantren yang kurang atau tidak kekuatan bagi manusia adalah karbohidrat, lemak, memperhatikan masalah pendidikan kesehatan, vitamin, protein, mineral, dan air. Zat gizi tersebut khususnya pengelolaan makanan dan lingkungan akan menghasilkan energi yng diperlukan tubuh tempat tinggal, para peneliti pondok pesantren juga manusia untuk melakukan kegiatan[7]. tidak banyak yang memfokuskan penelitiannya pada Berbagai aktivitas manusia dengan memproduksi objek pendidikan kesehatan lingkungan di pondok makanan, minuman, dan kebutuhan lain untuk pesantren berbasis karakter. Mereka pada umumnya memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan lebih banyak meneliti tentang perubahan sistem sumber alam, selain menghasilkan barang-barang yang pendidikan dan manajemen kepemimpinan kyai di dikosumsi, juga menghasilkan sisa bahan buangan pondok pesantren. yang tidak dibutuhkan oleh manusia. Sisa bahan yang tidak dipakai lagi oleh manusia disebut sampah. 2. PENGELOLAAN SANITASI MAKANNAN Menurut WHO, sampah adalah “sesuatu yang tidak Sanitasi makanan adalah penciptaan dan digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu pemeliharaan kondisi-kondisi higinies dan sehat. yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia”[5]. Sanitasi makanan merupakan ilmu terapan yang Pola atau sistem makan di pondok pesantren di menggabungkan prinsip-prinsip desain, Kabupaten Jombang pada umumnya pola makan para pengembangan, pelaksanaan, perawatan, perbaikan, santri bervariasi. Pertama, para santri ada yang peningkatan kondidi-kondisi dan tindakan higinies memasak sendiri. Mereka pada umumnya memasak untuk mencipatakan dan mempertahankan lingkungan nasi dan lauk serta sayur-sayuran. Ada pula yang yang bersih dan sehat. Pengelolaan makanan yang nasinya memasak sendiri, tetapi lauk dan sayuran beli buruk akan mengakibatkan makanan terkontaminasi di luar pondok. Kedua, ada santri yang makan di oleh mikroorganisme penyebab penyakit. Sumber warung di sekitar pondok pesantren. Ketiga, para kontaminasi makanan antara lain, manusia, santri ada yang makannya dengan sistem kos khusus tanah/debu, udara, alat, kontaminasi, hewan, air, dan makan di ibu kos di luar pondok pesantren. Sistem ini serangga[4]. merupakan model pemberdayaan masyarakat diluar Sanitasi makanan adalah suatu usaha untuk pondok pesantren, sehingga masyarakat dapat kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menikmati kesejahteraan dari sistem yang diterapkan menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada oleh pondok pesantren. Hal tersebut dilakukan karena manusia.Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dalam rangka sanitasi makanan, antara lain sumber belum mampu untuk mengkoordinasikan dan bahan makanan harus terbebas dari kontaminasi atau menyiapkan makanan untuk para santrinya, karena pencemaran, pengangkutan makanan harus memenuhi sarana dan prasaranya belum memungkinkan. Hal standar sanitasi makanan, contoh pengangkutan tersebut sesuai dengan keterangan Gofar bahwa dahulu daging dan ikan harus menggunakan alat pendingin, sistem makan di Pondok Pesantren Tebuireng penyimpanan bahan makanan harus di simpan di Jombang bervariasi. Ada yang memasak sendiri baik tempat yang memenuhi syarat sanitasi makanan, nasi, lauk, dan sayurannya. Ada yang nasinya tempat pemasaran makanan harus memenuhi memasak sendiri, tetapi lauk dan sayurannya membeli persyaratan sanitasi makanan, antara lain bersih, di warung. Ada yang pola makannya kos di terkena cahaya, sikulasi udara, dan ada alat pendingin, masyarakat sekitar pondok pesantren. pengelolaan makanan harus di tempat yang bersih, Namun, Pondok Pesantren Tebuireng Jombang di penyajian makanan harus bebas dari kontaminasi, bawah kepemimpinan Dr. H.C. K.H. Salahudin bersih, dan tertutup, dan penyimpanan makanan di Wahid, pola atau sistem makan para santri dikelola tempat yang bersih seperti lemari atau alat sendiri oleh pondok, karena dari segi sarana, pendingin[5]. prasarana, dan menejemen sudah mampu untuk Makanan yang dikonsumsi masyarakat bukan mengelola sendiri. Pola makan santri semuanya hanya memenuhi makanan yang sehat dan berih, tetapi dikelola oleh pondok. Tidak ada santri yang masak juga harus diperhatikan kandungan gizi yang ada sendiri atau makan dengan sistem jajan di warung di dalam makanan yang akan di makan. Dalam memilih luar pondok pesantren. Para santri makan sehari tiga jenis bahan makanan perlu diperhatikan antara lain kali. Makan pagi antara pukul 06.00- 07.00 di pondok. hal-hal sebagai berikut: (1) bahan makanan pokok Makan siang antara pukul 12.00-13.00 di sekolah sumber kalori, seperti gandum, sagu, singkong, dan masing-masing. Makan sore antara pukul 06.00-07.00 beras, (2) bahan makanan sumber protein, seperti di pondok. kacang hijau, kacang tolo,kacang merah, kacang Makan pagi di pondok telah disiapkan ruang kedelai atau yang sudah diolah seperti tempe dan tahu, makan santri. Mereka makan dengan pola bergantian. (3) bahan makanan sumber protein hewani, seperti Makan siang santri di sekolah masing-masing, artinga ikan, telur, daging, dan susu, dan bahan makanan santri yang sekolah di Madrasah Tsanawiyah, sumber vitamin dan kineral, seperti sayuran daun makannya di Madrasah Tsanawiyah. Santri yang berwarna hijau tua[6]. sekolah di Madrasah Aliyah makan siangnya di Madrasah Aliyah. Santri yang sekolahnya di SMP.

32

Makan siangnya diSMP. Santri yang sekolahnya di pendidikan lingkungan diharapkan para santri mampu SMA, makan siangnya di SMA. Pengurus pondok memahami dan mengimplementasikan pendidikan yang membawa makanan ke setiap sekolah masing- lingkungan di pondok pesantren. Lingkungan tempat masing dan sudah ada petugas yang khusu menangani tinggal sangat penting dan sngat menentukan kualitas makan siang santri. Sistem makannya, siswa hidup para santri, baik lingkungan tempat tinggal mengambil nasi sendiri,tetapi lauk-pauk diambilkan maupun lingkungan sekitar tempat tinggalnya. oleh petugas. Lingkungan tempat tinggal yang bersih dan sehat akan Pondok Pesantren Tebuireng Jombang telah meningkatkan kualitas hidup para santri. mempunyai pegawai khusus ahli gizi. Pegawai Sejak manusia hidup di bumi, sebenarnya sudah tersebut bertugas untuk mengatur gizi para santri. selalu berhadapan dengan kesehatan lingkungan, Setiap hari gizi makanan para santri telah diatur karena hidup dalam masyarakat manusia selalu sedemikian rupa secara terjadwal, sehingga menu gizi berhubungan dengan benda mati, makhluk hidup, adat- para santri dapat variatif setiap harinya. Pergantian istiadat, dan kebiasaan. Benda mati dan makhluk hidup menu gizi berubah setiap seminggu sekali. Makan tersebut bila tidak dikelola secara baik akan dapat yang dikonsumsi para santri sudah memenuhi syarat mengakibatkan lingkungan yang tidak sehat. kesehatan, yaitu memenuhi empat sehat lima Sebaliknya, bila dikelola secara baik, benda mati atau sempurna. makhluk hidup, akan dapat menciptakan lingkungan Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Gofar yang baik. Lingkungan yang tidak baik akan bahwa pola makan santri pada mulanya sangat variasi. mengakibatkan penyakit dan lingkungan yang kumuh Ada yang memasak sendiri. Ada yang kos di dan jorok. Sebaliknya, lingkungan yang baik akan masyarakat. Namun setelah di bawah kepemimpinan mengakibatkan kesehatan lingkungan yang baik dan K.H. Salahudin Wahid, pola makan santri dikelola menjadikan lingkungan yang indah dan menarik. sendiri oleh pondok pesantren. Makan santri tiga kali. Konsep mengenai faktor-faktor lingkungan hidup Makan pagi sekitar pukul 06.00-07 di pondok. Makan eksternal manusia yang mempunyai pengaruh siang sekitar puku 12-00-13.00 di sekolah masin- terhadap kehidupan manusia, baik langsung maupun masing. Makan sore pukul 06.00-07.00 di pondok. tidak langsung terhadap kesehatan manusia disebut Pola makan di pondok dilakukan secara bergiliran. ilmu kesehatan lingkungan[5]. Sedangkan pola makan di sekolah ditangani oleh Kebersihan lingkungan merupakan salah satu petugas khusus dari pondok. Makanan dari pondok tolak ukur kualitas hidup manusia, sehingga dibawa ke sekolah masing-masng. Pondok juga sudah masyarakat yang telah memperhatikan kebersihan mempunyai ahli gizi yang menangani pengaturan gizi lingkungan, kualitasnya hidupnya lebih bagus daipada para santri. Gizi para santri diatur secara terjadwal. masyarakat yang belum atau tidak memperhatikan Pergantian menu gizi para santri diatur per minggu, kebersihan lingkungan. Kebersihan lingkungan tidak sehingga pola makan santri selalu ada variasi jenis bisa lepas dari keberadaan sampah, sehingga salah satu makanan dan gizi para santri, sehingga tidak indikator kebersihan lingkungan juga ditentukan oleh membosankan. sampah. Kebersihan lingkungan juga sangat terkait Pesantren Tebuireng Jombang merupakan salah dengan perilaku masyarakat terhadap pengelolaan satu pesantren modern di Jawa Timur, yang telah sampah, sehingga kebersihan lingkungan juga sangat menyediakan pola makan santri dikelola secara ditentukan bagaimana perilaku masyarakat mengelola, mandiri. Pengelolaan makan tersebut ternyata juga membersihkan, menjaga, dan memelihara lingkungan menimbulkaan problema tersendiri dalam pengelolaan di sekitar masyarakat tinggal. Perilaku masyarakat sampahnya. Karena setiap hari menyediakan makan yang tidak mau atau tidak peduli terhadap sampah sekitar 3000 orang, maka mengakibatkan dapat mengakibatkan rusaknya lingkungan atau bertumpuknya sampah rumah tangga. Sampah rumah kebersihan lingkungan, bahkan dapat menimbukan tangga tersebut secara garis besar dibedakan menjadi penyakit. Oleh sebab itu, sampah merupakan persoalan du jenis, yaitu sampah basah dari sisa hasil makanan yang sangat serius dan harus dikelola secara serius, dan sampah kering. Sampah tersebut bila tidak agar tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan[8]. dikelola secara baik, maka akan menimbulkan Pengelolaan lingkungan tempat tinggal yang problema tersendiri. Bahkan problema pengelolaan dimaksud di sini adalah tempat tinggal para santri. sampah merupakan hal yang sangat rumit, dan sulit Para santri di pondok pesantren pada umumnya dan dipecahkan, karena pengelolaan samapah perlu pesantren tradisional pada khusunya menempati satu menejemen yang baik sejak dari pemilihan sampah di kamar yang dihuni oleh beberapa santri. Ukuran kamar rumah tangga, tempat penampungan, pembuangan besar bisa dihuni 20 -30 santri. Sedangkan kamar atau pengangkutan, dan pengelolaannya. sedang bisa dihuni 10-20 santri. Sedangkan kamar kecil bisa dihuni 6-10 santri. Satu kamar tersebut pada 3. PENGELOLAAN LINGKUNGAN TEMPAT umumnya juga merupakan tempat tinggal, tidur, TINGGAL belajar, menaruk segala barang milik santri, dan Pendidikan kesehatan lingkungan berbasis tempat memasak, sehingga ditinjau dari segi kesehatan karakter sangat penting di lingkungan pendidikan, kurang sehat, tidak layak sebagai tempat tinggal. khususnya di lingkungan pondok pesantren. Dengan Pondok pesantren yang masih tradisional kamar

33

tersebut lantainya plesteran biasa yang pad umumnya kamar sudah diberi tempat tidur dari kayu dan atau digelari dengan tikar atau karpet. besi, ada yang senggel ada yang bertingkat. Setiap satu Lingkungan tempat tinggal para santri di pondok santri satu tempat tidur yang diberi kasur dari busa. pesantren di Kabupaten Jombang pada umumnya Sedangkan di pondok pesantren yang masih tradisional merupakan pondok pesantren yang tergolong pada umumnya tempat tinggal santri di beri alas tikar tradisional, meskipun sudah ada yang pengelolaannya atau karpet. Satu kamar kecil diisi 6-10 orang. Kamar menuju ke sistem modern, seperti Pesantren sedang diisi 10-20 orang.ar besar diisi 20-30 orang. Tebuireng, Pesantren Peterongan, dan Pesantren Tambakberas. Pondok pesantren yang sudah modern 5. DAFTAR PUSTAKA tersebut sistem penataan lingkungan tempat tinggal sudah meninggalkan kesan kekumuhan. Pondok [1]. Wahid, Salahudin. 2011. Berguru pada pesantren yang sudah modern seperti Pesantren Realitas, Refleksi Pemikiran Menuju Tebuireng, Darul Ulum, Tambah Beras, dan Den Ayar Indonesia Bermartabat. Malang: UIN – sistem tempaat tinggal sudah ditata sedemikian rupa, sehingga sudah boleh dikatakan layak sebagai tempat MALIKI PRESS. tinggal. Kamar mereka sudah diberi dipan atau dipan [2]. Wahid, Salahudin. 2011. Transformasi bertingkat yang diberi kasur busa. Setiap satu santri Pesantren Tebuireng Menjaga Tradisi di menempati satu tempat tidur. Kamar yang ukuran besar sekitar 8x12 m2 diberi 14-15 tempat tidur Tengah Tantangan. Malang: UIN – bertingkat dan satu tempat tidur pembina, sehingga MALIKI PRESS satu kamar bisa ditempati oleh 28-30 santri dan satu [3]. Mukani,2016. Berguru ke Sng Kiai, pembina. Pemikiran Pendidikan K.H. M. Hasyim Sedangkan pondok pesntren kecil yang masih tradisional tempat tinggal atau kamar pada umumnya Asy’ari. Yogyakarta: KALIMEDIA. beralaskan karpet atau kasur busa. Mereka tidur di [4]. Rauf, Rusdin. 2013. Sanitasi Pangan dan HACCP. lantai yang beralaskan karpet atau busa. Namun, pada Yogyakarta : Graha Ilmu. umumnya beralaskan karpet. Bahkan ada para santri laki-laki bila tidur di kamar tanpa alas apa pun, mereka [5]. Chandra, Budiman. 2012. Pengantar tidur di lantai lebih merasa nyaman karena dingin. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 4. SIMPULAN Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan [6]. Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan bahwa pondok pesantren mempunyai peranan yang Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: PT. sangat penting dalam meningkatkat kualitas hidup Rineka Cipta. santri melalui pengeolaan makanan dan lingkungan [7]. Indra, Dewi dan Yettik Wulandari. 2013. Prinsip- tempat tinggal, khususnya kamar sebagai tempat Prinsip Dasar Ahli Gizi. Jakarta Timur : Dunia tinggal. Pada umumnya pondok pesantren tradisional Cerdas. dan kecil pada umumya pengelolaan makanan dan tempat tinggal kurang baik dan belum memenuhi [8].Wibowo, Istiqomah. 2009. “Pola Perilaku standar kesehatan. Pengelolaan makanan belum Kebersihan Studi Psikologi Lingkungan Tentang memperhatiak standar kesehatan, yaitu bersih berskih Penanggulangan Sampah Perkotaan”. Jurnal danm sehat. Pengelolaan tempat tinggal, yaitu kamar Makara, Sosial Humaniora, Vol.13. Nomer 1, juga belum memenuhi standar kesehatan. Juli 2009. Halaman 37-47. Tempat tinggal atau kamar santri di pondok pesantren jombang pada umumnya belum memenuhi standar kesehatan dan kelayakan. Para santri bila tidur pada umumnya menggunakan tikar plastik, sebagian ada yang menggunakan kasur busa tipis yang bisa dilipat setelah dipakai tidur. Kamar yang besar ukuran sekitar 8 x 20 m, dihuni oleh sekitar 100 santri. Kondisi di dalam kamar juga pada umumnya belum memenuhi standar kesehatan. Di samping tembok penuh dengan pakaian yang dicantelkan, di pojok kamar juga penuh dengan sampah. Meskipun mereka sudah dibagi piket untuk membersihkan kamar, namun, pada umumnya piket tidak berjalan dengaan baik. Mereka membersihkan kamar satu minggu sekali, setiap hari Jumat. Pengelolaan tempat tinggal santri pada yang sudah modern seperti Pesantren Tebuireng Jombang setiap

34

Bentuk dan MaknaTata Rias Pengantin Tradisional Puteri Jenggolo Sidoarjo Jawa Timur

Maspiyah1*), Nia Kusstianti2, Dewi Lutfiati3 1,2,3Program Studi Pendidikan Tata Rias Jurusan PKK FT Universitas Negeri Surabaya Kampus Ketintang Surabaya 60231 *)Alamat Korespondensi: Email: [email protected]

ABSTRACT The purpose of this research is to identify 1) the form of makeup and hairstyle, 2) form a wedding dress, and 3) the form and meaning of traditional wedding accessories Puteri Jenggolo Siadoarjo. This research is a qualitative descriptive approach. Data collection techniques using triangulation methods, which include 1) Interview, 2) observation, and 3) documentation. Sources of data in this research is senior bridal makeup in Sidoarjo, DPC Harpi Melati chairman of the town of Sidoarjo, and section chief of Art and Culture Tourism Office Sidoarjo. The results of this research are the traditional bridal makeup Puteri Jenggolo a beauty makeup with a distinctive color is a golden yellow color. Makeup without paes, but enhanced by makeup godheg named cunduk udang. Hair styling is used sanggul kerling. Clothing worn that long colored (black, green, blue, red, and purple). Jarik worn is prone bang-bangan motif. Slippers covered with clothes matching. Accessories imposed is diamond necklace suryo gumiring, Jenggolo Peksi arm ring, gumiring latitude, wibowo suryo ring. Accessories hair used was diadem kudup Sekar, Cempoko pair, fried Cempoko Kinasih, five headlands Sekar melati, jewelry latitude rinonce, two combs Cempoko, comb mountains of flowers cape, seven cunduk mentul Sekar barongan, six puncture reparation compassion, Tebah dodo sekar penance compassionate and sinthingan. Key Words: Traditional Wedding Makeup, Peteri Jenggolo

ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi 1) bentuk tata rias wajah dan rambut, 2) bentuk busana pengantin, dan 3) bentuk serta makna asesoris pengantin tradisional Puteri Jenggolo Siadoarjo. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengambilan data menggunakan metode triangulasi, yang meliputi 1) Wawancara, 2) observasi, dan 3) dokumentasi. Sumber data dalam peneliatian ini adalah perias pengantin senior yang ada di Sidoarjo, ketua DPC Harpi Melati kota Sidoarjo, dan kepala seksi Seni dan Budaya Dinas Pariwisata kota Sidoarjo. Hasil penelitian ini adalah tata rias wajah pengantin tradisional puteri Jenggolo merupakan tata rias wajah cantik dengan warna khas yaitu warna kuning keemasan. Riasan tanpa menggunakan paes, namun dipercantik dengan riasan godheg yang diberi nama cunduk udang. Penataan rambut yang digunakan adalah sanggul keling. Busana yang dikenakan yaitu kebaya panjang berwarna (hitam, hijau, biru, merah, dan ungu). Kain panjang yang dikenakan adalah motif rawan bang-bangan. Selop tertutup senada dengan baju. Asesoris yang dikenakan adalah kalung permata, kalung suryo gumiring, kelat bahu peksi jenggolo, gelang lintang gumiring, cincin suryo wibowo. Asesoris rambut yang digunakan adalah jamang kudup sekar, cempoko sepasang, ceplok cempoko kinasih, lima buah tanjung sekar melati, perhiasan lintang rinonce, dua sisir cempoko, sisir gunungan bunga tanjung, tujuh buah cunduk mentul sekar barongan, enam buah tusuk silih asih, tebah dodo sekar silih asih, dan sinthingan. Kata Kunci: Tata Rias Pengantin Tradisional, Puteri Jenggolo

Tengah, baik adat Solo maupun Yogyakarta, 1. PENDAHULUAN diantaranya yaitu Solo puteri, Jogja puteri, Solo Dalam pesta perkawinan pengantin basahan maupun Jogya kebesaran. Sedangkan tata rias merupakan salah satu unsur yang utama. Perkawinan pengantin adat Jawa Timur, belum banyak dikenal merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara seorang oleh masyarakat[2]. Hal tersebut jika dibiarkan tata rias pria dengan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan pengantin tradisional Jawa Timur akan semakin dapat membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan tenggelam. Upaya untuk melestarikannya perlu kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. dilakukan penggalian, pengkajian, pendataan dan Menurut pandangan beberapa agama perkawinan pendokumentasian agar semakin dikenal oleh merupakan suatu ikatan yang suci lahir batin, yang masyarakat. Rias pengantin tradisional adat Jawa memerlukan tampilan yang berkesan, diantaranya Timur, yang sudah mulai dikenal salah satunya adalah dengan menggunakan tata rias pengantin yang sesuai tata rias pengantin Puteri Jenggolo Sidoarjo, dan mulai [1] dengan adat budaya masing-masing daerah . bermunculan ditemukannya tata rias pengantin Adat tata rias pengantin yang sering dikenal dan tradisional yang lain dari berbagai daerah, misalnya digunakan selama ini yaitu tata rias pengantin Jawa Surabaya Pegon, Gresik Giri Sekar Kebaton,

35

Mojokerto Mojoputeri, dan lain-lain[3]. Faktor Dalam penelitian ini sumber data utama yang pendorong penemuan baru adalah karena kesadaran diguanakan berbentuk kata-kata dan tindakan. msyarakat adanya kekurangan dalam kebudayaan, dan Selanjutnya data tambahan dapat berbentuk dokumen, mutu keahlian dalam suatu kebudayaan dan sistem video, foto, gambar, brosur dan lain-lain. Sumber data perangsang bagi pencipta. Dalam kehidupan primer dalam penelitian ini adalah: 1) Kepala Seksi masyarakat terdapat beberapa orang yang merasakan Seni dan Budaya Dinas Pariwisata daerah setempat, 2) adanya berbagai kekurangan dalam kebudayaan, untuk Ketua DPD HARPI Melati Jawa Timur, 3) Ketua DPC itu perlunya penggalian dan penemuan baru yang akan HARPI Melati Daerah setempat, 4) Sesepuh dan terjadi pada saat ada suatu krisis karena banyak orang sebagai perias pengantin daerah setempat. Sumber merasa tidak puas dengan keadaan, sehingga data sekunder dalam penelitian ini sumber datanya kebudayan harus dilestarikan dan dikembangkan[4]. berupa dokumen, video, foto, dan catatan. Teknik Namaun sayangnya penemuan tersebut terbatas pada pengumpulan data yang diguanakan dalam penelitian instansi atau organisasi tertentu, belum disertai dengan ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. pendokumentasian dan penyebarluasan ke masyarakat Data yang sudah terkumpul seanjutnya dianalisis agar dikenal, dimanfaatkan dan dilestarikan. menggunakan Triangulasi metode dan triangulasi Sebagai bagian dari budaya dan tradisi bangsa sumber, yang terdiri dari ketua Harpi Melati, Perias Indonesia, tata rias pengantin tradisional mengalami pengantin senior, dan kepala seksi Seni dan Budaya perkembangan yang sangat pesat. Saat ini begitu Dinas Pariwisata. banyak perias pengantin tradisional yang dikenal lewat sosial media. Tata rias pengantin muncul dengan berbagai kreasi dan modifikasi sesuai dengan kreasi 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN para perias dan juga atas permintaan pengantin yang 1) Tata Rias Wajah Pengantin Puteri Jenggolo diriasnya. Modifikasi tata rias pengantin yang Berdasarkan hasil penelitian rias wajah pengantin dilakukan turut mewarnai khazanah tata rias pengantin wanita menggunakan riasan godheg yang disebut Indonesia, bahkan tidak jarang memberi bentuk sebagai cunduk udang. Sedangkan warna pakem baru[5].Modifikasi terhadap tradisi ini terkadang riasan pengantin wanita berwarna kuning ke emasan. sedemikian luarbiasa sehingga banyak yang Lipstick yang digunakan berwarna merah sirih, perona melenceng jauh dari pakem dan pranatan asli yang pipi merah tipis dan halus, alis melengkung indah. budaya adiluhung. Demi kepraktisan dan kreativitas, Menggunakan eye shadow warna pakem kuning tidak jarang adat-istiadat atau bentuk riasan diubah keemasan yang merujuk pada bunga cempaka. sesuai kemauan. Apabila dibiarkan, maka hal tersebut Sedangkan rias wajah pengantin laki-laki tidak seperti dapat menjadikan pengetahuan dan kekayaan seni riasan pengantin wanita cara pengaplikasianya secara budaya tentang tata rias pengantin tradisional serta tipis-tipis, yang fungsinya memberikan kesan segar adat istiadat perkawinan yang masih asli akan hilang begitu saja tanpa terdokumentasikan. Tabel 1 Rias Wajah Yang Dibakukan Berkaitan dengan uraian di atas, usaha pelestarian Rias Wajah Rias Wajah dan pendokumentasian kebudayaan nasional harus No. Pengantin Pengantin Wanita dikembangkan. Peningkatan kebudayaan nasional Laki-laki mempunyai arah dan tujuan. Usaha pemeliharaan 1. Menggunakan warna Riasan wajah dapat dikaitkan dengan budaya lain atau aslinya yang pakem riasan kuning pengantin laki- dipandang sebagai puncak kebudayaan daerah. keemasan laki terlihat Budaya tradisional suku bangsa satu dengan suku segar bangsa yang lain sangat berbeda. 2. Menggunakan Riasan - Dalam rangka mempertahankan potensi budaya Godheg yang dinamakan tata rias pengantin tradisional ini, telah dilakukan oleh dengan Cunduk Udang beberapa peneliti diantaranya[6] tentang tata rias 3. Lipstick warna merah Lipstick merah pengantin Puteri Jenggolo Sidoarjo, yaitu bentuk tata Sirih samar-samar rias wajah berupa tata rias cantik tanpa paes. Dalam 4. Perona pipi warna merah Perona pipi penelitian ini dilakukan pengkajian tentang bentuk samar-samar tipis-tipis dan makna tatarias wajah, rambut, busana dan asesoris 5. Alis melengkung indah Alis dirapikan pengantin tradisional Puteri Jenggolo Sidoarjo. dengan maskara

2. METODE 2) Tata Rias Rambut Pengantin Jenggolo Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif Hasil penelitian menunjukkan bahwa riasan dengan pendekatan kualitatif. Yaitu dapat diartika juga rambut pada wanita menggunakan sanggul kerling. sebagai suatu penelitian dengan melakukan Sedangkan asesoris rambut menggunakan jamang pembacaan, penggambaran, serta penguraian tentang kudup sekar cempoko sepasang, ceplok cempoko bentuk pemahaman terhadap suatu gejala sosial[7]. kinasih, 5 buah tanjung sekar melati, perhiasan lintang rinonce, 2 sisir cempoko, sisir gunungan bunga

36

tanjung, 7 buah cunduk mentul sekar barongan, 6 buah 5. DAFTAR PUSTAKA tusuk silih asih, tebah dodo sekar silih asih, dan [1] Again, Nur Asyiyah Asmawi. 2000. Upacara adat dan sinthingan. Sedangkan penataan rambut dan asesoris seni tata rias. Jakarta: Gramedia pustaka utama. yang digunakan oleh pengantin laki-laki yaitu: udheng [2] Lestari, A.B (2010) Analisis tentang Bentuk dan pacul gowang, Sumping kudhup cempoko, bross Makna Tata Rias Pengantin Bekasri Lamongan. udeng suryo lintang kencono. Jurnal Online Unesa [3] Han, Chenny. 2004. Tata Rias Wajah Pengantin. 3) Busana dan Asesoris Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa busana yang [4] Santosa, Tien, 2009. Tata Rias dan Busana Seluruh dikenakan pengantin Putri Jenggolo pada pengantin Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama wanita yaitu: Baju Kebaya panjang berwarna (Hitam, [5] Asep, Ahmad. Hidayat. 2006. Filsafat Bahasa. hijau, biru,merah dan ungu), kain panjang motif rawan Bandung: PT Remaja Rosdakarya bang-bangan, Selop tutup senada dengan baju. Sedangkan asesoris yang digunakan adalah kalung [6] Jannah, M, 2010. Bentuk Tata Rias Pengantin permata, kalung Suryo Gumiring, Kelat Bahu Peksi Tradisional Jenggolo Sidoarjo. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Jenggolo, Gelang Lintang Gumiring, Cincin Suryo Wibowo, Cincin Kinasih, Cincin Lintang Gumiring, [7] Arikunto. Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian. Pending Condro Kirono. Sedangkan busana dan Yogyakarta : Rineka Cipta. Asesoris yang digunakan pada pengantin laki-laki [8] Dayanti, Arista. 2010. Tata Rias pengantin Jenggolo yaitu: baju takwo, Sembong trap Sonder, Celana bordir Sidoarjo. Jurnal Online: Pendidikan Tata Rias Unesa geem emas, Selop tutup senada, kalung Ulur Rinonce dan sekatan permata bulan, kalung roncean Silih Asih, sekatan Permata Bulan, Pusaka Keris Gayaman, Cincin Permata Lintang Gumiring, Cincin permata Suryo Wibowo.

Gambar Tata Rias Pengantin Jenggolo[8]

4. SIMPULAN Tata Rias wajah pengantin tradisional Puteri Jenggolo Sidoarjo merupakan tata rias yang menggunakan godheg cunduk udang dan menggunakan warna khas kuning keemasan. Sedangkan tata rias rambut menggunakan sanggul kerling pada wanita. Pengantin pria memakai udheng pacul gowang. Busana yang dikenakan adalah kain panjang bermotif bang-bangan. Sedangkan asesoris yang dikenakan adalah asesoris pada pagian kepala, busana, dan rambut.

37

38

Modernitas dalam Langen Tayub Jogyakarta

Noordiana1, Anik Juwariyah2, Fithriyah Inda N.A3

1Sendratasik FBS UNESA, Surabaya, Email: [email protected] 2Sendratasik FBS UNESA, Surabaya, Email: [email protected] 3Bahasa Inggris FBS UNESA, Surabaya, Email: [email protected]

ABSTRACT Langen Tayub art are still dominated by traditional rural communities Javanese tradition gradually faded because of their exploitation constituted by modernity. Dance movement is made as simple as possible with the same pattern, create an element of creativity and spontaneity of dance to be reduced. Structure and dance movement is no longer based on interpretations of dance Tayub but rather adjust to the needs of the market. Thus flexibility and characteristic dance is also on the wane. Superficial attributes such as bun, fashion, and makeup also undergone significant changes. Some modern accents that appear in hair coloring, modern kebaya and jarik wide with pieces A, accompanied the Langen Tayub modern art performances. This research was conducted in the city of Yogyakarta and Gunung Kidul Yogyakarta Special Region. Assumptions researchers this area still has a strong tradition at the same time the area that often gets globalization is heavy due to the development of pariwisata. Show, that tradition Langen Tayub living in rural areas still thick with Gunung Kidul customs and culture. While in downtown Jogyakarta modern Langen Tayub has been introduced to the general public. Key Words: Modernity, langen Tayub, Jogyakarta

ABSTRAK Kesenian Langen Tayub yang masih kental dengan adat tradisi masyarakat pedesaan Jawa berangsur-angsur pudar karena adanya eksploitasi yang didasari oleh modernitas. Gerak tari yang dibuat sesederhana mungkin dengan pola yang sama, membuat unsur kreativitas dan spontanitas tari menjadi berkurang. Struktur dan gerak tari tidak lagi didasarkan pada tafsir tari Tayub tetapi lebih menyesuaikan kepada kebutuhan pasar. Dengan demikian keluwesan dan ciri khas tari juga semakin berkurang. Atribut luaran seperti sanggul, busana, dan make up juga mengalami perubahan yang signifikan. Beberapa aksen modern yang muncul dalam pewarnaan rambut, model kebaya modern dan jarik lebar dengan potongan A, turut menyertai pagelaran kesenian Langen Tayub modern. Penelitian ini dilakukan di kota Jogyakarta dan Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Jogyakarta. Asumsi peneliti daerah ini masih mempunyai tradisi yang kuat sekaligus wilayah yang sering mendapat arus globalisasi yang deras akibat perkembangan dunia pariwisata.Kenyataan menunjukkan, bahwa tradisi Langen Tayub yang masih hidup di daerah pedesaan gunung Kidul masih kental dengan adat dan budayanya. Sementara di pusat kota Jogyakarta Langen Tayub modern sudah mulai diperkenalkan pada masyarakat luas Kata kunci: Modernitas, Langen Tayub, Jogyakarta

PENDAHULUAN panjang. Air. Kedua unggas itu telah melayang beratus-ratus kilometer mencari genangan air. Kesenian Langen Tayub tidak dapat dilepaskan Telah lama mereka merindukan amparan lumpur dari kehidupan masyarakat Jawa, terutama masyarakat tempat mereka mencari mangsa; katak, ikan, pedesaan. Kesenian ini menjadi salah satu bagian udang atau serangga air lainnya. Namun dalam kehidupan masyarakat dan terus berkembang kemarau belum usai. Ribuan hektar sawah yang seiring perkembangan jaman. Tayub awalnya mengelilingi Dukuh Paruk telah tujuh bulan merupakan tari pergaulan yang diselenggarakan untuk kerontang. Sepasang burung bangau itu takkan kegiatan bersih desa atau upacara adat lainnya, namun menemukan genangan air meski hanya selebar seiring perkembangan jaman Tayub kemudian telapak kaki. Sawah berubah menjadi padang berkembang menjadi tari pertunjukan untuk hiburan kering berwarna kelabu. Segala jenis rumput, masyarakat. Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya[1] mati. Yang menjadi bercak-bercak hijau di sana- menggambarkan secara signifikan kehidupan Tayub di sini adalah kerokot, sajian alam bagi berbagai pedesaan Jawa. Kondisi pedesaan yang miskin yang jenis belalang dan jangkrik. Tumbuhan jenis menjadi latar belakang munculnya kesenian Tayub kaktus ini justru hanya muncul di sawah sewaktu digambarkan secara detail dalam paragraph pertama kemarau Berjaya. novel ini.

Sepasang burung bangau melayang meniti angin Perkembangan kesenian Langen Tayub yang berputar-putar tinggi di langit. Tanpa sekali pun terus mengikuti perkembangan jaman, fungsinya mengepak sayap, mereka mengapung berjam-jam mulai berkembang pula. Jika sebelumnya sebagai lamanya. Suaranya melengking seperti keluhan

39

sarana upacara ritual, sekarang lebih mengarah pada nilai dan budaya dalam masyarakat. Unsur-unsur hiburan atau pertunjukan. Observasi peneliti di kebudayaan yang dapat mengalami perubahan antara Jogyakarta menunjukkan sebuah fenomena yang lain adalah sistem kepercayaan/religi, sistem mata menarik untuk dikaji. Jogyakarta yang dikenal pencaharian hidup, sistem kemasyarakatan, sistem dengan daerah tujuan wisata terbesar kedua setelah peralatan hidup dan tehnologi, bahasa, kesenian, serta Bali, telah membuktikan bahwa kesenian Langen ilmu pengetahuan. Modernisasi karenanya menjadi Tayub mampu tegar dan berkembang menjadi sebuah suatu persoalan yang harus dihadapi masyarakat yang pertunjukan wisata yang menarik dan menghibur para bersangkutan, karena prosesnya meliputi bidang- wisatawan. Unsur-unsur seni pertunjukan dikemas bidang yang sangat luas. Modernisasi menimbulkan sedemikian rupa hingga kesenian ini berbeda dengan perubahan di berbagai bidang nilai, sikap dan aslinya. kepribadian. Bahrein[6] mengemukakan bahwa perubahan sosial adalah suatu proses yang melahirkan Tarwanto [2], menyatakan bahwa: perubahan-perubahan didalam struktur dan fungsi dari suatu sistem kemasyarakatan. Oleh karena itu, tidak Seiring dengan kemajuan zaman dan dapat dipungkiri bahwa kearifan tradisi kerap pula berkembangnya budaya modern seperti diabaikan masyarakat. Segala hal yang sangkut- dangdut,campursari dan budaya modern menyangkut dengan masa lalu ataupun tradisi lainnya,tenyata Tayub tidak hilang di telan dianggap sekedipan mata padahal masyarakat tidak zaman.Terbukti dengan menggarap tari, lahir dari budaya yang kosong. gending-gendingnya dan juga penggunaan kaostumnya, dengan tidak meninggalkan nilai Menurut[2], pemilik grup Langen Tayub Lebdo tradisinya, masih banyak yang mencari dan Rini Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul memanggil untuk acara-acara ritual seperti: Jogyakarta, personil pendukung Tayub di Jogyakarta bersih dusun, nyadran, sedekah laut dan terdiri dari : upacara-upacara ritual lainya. 1. Penari Tayub, yaitu seseorang atau beberapa

orang perempuan yang melakukan kegiatan PEMBAHASAN menari secara profesional sebagai bentuk Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari expresi seninya. suatu arah perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek dalam kehidupan 2. Pelandang, yaitu seorang yang memimpin dan masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa mengatur jalannya Tayuban, dengan modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara mengutamakan urutan dan keadilan agar tidak tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju. Wilbert terjadi perselisihan yang bisa menggangu E Moore[3] mendefinisikan modernisasi sebagai suatu jalannya Tayuban. transformasi total dari kehidupan bersama yang 3. Pengibing, yaitu seseorang yang mendapat tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta kehormatan/ ketiban sampur(jawa) dan organisasi sosial, ke arah pola-pola ekonomis dan menari bersama penari Tayub dengan terlebih politis. Modernisasi diartikan sebagai perubahan- perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan dahulu memberikan saweran. yang tradisional atau dari masyarakat pra modern 4. Penglareh, yaitu seseorang atau beberapa menuju kepada suatu masyarakat yang modern. orang yang ikut menari menemani seorang Perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai- pengibing dengan tidak membelakangi yang nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku, pegang selendang atau organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan- sampur(jawa)/pengibingnya. lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial, dan lain sebagainya. Konsep 5. Pengrawit, yaitu beberapa orang yang modernisasi sendiri mengacu pada suatu proses, melakukan kegiatan mengiringi Tayuban sebuah perubahan, dan transisi yang memberikan dengan instrument gamelan dengan irama kesempatan ke arah perubahan. Modernisasi adalah merdu dan indah. suatu bentuk perubahan sosial, biasanya merupakan 6. Pesinden, yaitu seseorang atau beberapa orang perubahan sosial yang terarah (directed change) yang perempuan yang mngalunkan gendhing- didasarkan pada perencanaan (jadi juga merupakan gendhing seiring bunyi gamelan sehingga intended atau planened-change) yang biasa dinamakan tercipta sebuah irama yang merdu dan indah. social planning[4]. Modernisasi adalah bentuk perubahan sosial berupa perubahan masyarakat. Lebih lanjut[5] mengemukakan bahwa perubahan sosial Tata Cara Tayuban/Ngibing: merupakan bagian dari perubahan kebudayaan dan 1. Mengikuti aturan yang ditentukan oleh antara perubahan sosial dengan perubahan budaya Plandang saling berkaitan; ketika perubahan sosial itu ada, maka 2. Menjaga jarak satu(1) meter dengan penari perubahan budaya juga ada dan begitu sebaliknya. Tayub Sebuah modernisasi mampu menyebabkan pergeseran 3. Tidak membawa senjata saat menari

40

4. Tidak merokok saat menari hiburan, baik untuk kepentingan hajatan maupun 5. Memberikan saweran pertunjukan wisata. 6. Tidak menenggak minuman keras. Salah satu pertunjukan Tayub Rinenggo karya Agus, pernah ditampilkan di Taman Budaya Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Jogyakarta. Bentuk pertunjukan Tayub ini berbeda penduduk desa, kepala dinas, dan pelaku kesenian dengan kesenian Langen Tayub yang selama ini Tayub didapatkan informasi bahwa kesenian Tayub di diketahui masyarakat. Secara koreografis, bentuk daerah Kecamatan Semin Gunung Kidul Jogyakarta pertunjukan masih merupakan tari berpasangan, memang masih sarat dengan adat tradisi dan mitos artinya dilakukan oleh dua orang, baik laki-laki dan yang masih berkembang sangat kuat dalam kehidupan perempuan, maupun perempuan dengan perempuan. masyarakat. Bahkan di era modern saat ini, sikap dan Mengapa demikian, karena dalam perkembangannya perilaku taat kepada nenek moyang masih sangat kuat sang pengibing bukan hanya penari laki-laki tetapi di kalangan masyarakat. Meski demikian modernitas juga perempuan.Beberapa gambar berikut dapat jelas memberikan perubahan yang cukup dramatis menunjukkan perkembangan tersebut. terhadap perkembangan kesenian ini. Perubahan yang paling mudah dilihat adalah dari sisi busana tari Tayub dan iringan. Tayub telah menjadi kekuatan penduduk dan menjadi bagian dari nafas kehidupan masyarakatnya, maka perubahan yang terjadi pada kesenian rakyat ini sejatinya juga sangat berpengaruh pada sisi batin dan budaya masyarakat setempat. Hasil penelitian lapangan menyebutkan bahwa adanya modernisasi yang berupa sistem dan tata aturan baru yang menghilangkan kemurnian kesenian dengan menghapus unsur tradisi dan mitos membuat kesenian Tayub semakin memudar dan ditinggalkan Gambar1: Tayub Rinenggo di Taman Budaya masyarakat[7]. Modernisasi yang memberi warna baru Jogyakarta (Doc.Penulis, 2016) pada kesenian rakyat ini mengubah esensi pertunjukan menjadi monoton dan membosankan. Esensi Dari gambar 1 tersebut dapat diketahui sepintas dari pertunjukan berubah menjadi lebih sistematis, aspek kostum, sudah sangat berbeda dengan kostum sederhana, dan kehilangan unsur magis dan erotis yang kesenian Langen Tayub yang selama ini ada. Busana membuat Tayub kehilangan sisi seni dan keunikannya. yang dikenakan lebih glamor dan mirip dengan tari Pementasan Tayub hanya ditujukan untuk hiburan kreasi baru. Jika diteliti lebih detail, maka tampak semata dan bahkan terkadang sebagai alat propaganda sanggul yang dikenakan penari putri sudah bukan lagi politis[8]. Unsur seni dan esensi tarian perlahan hilang sanggul Jawa model Surakarta atau Jogyakarta, namun dan akhirnya identitas kesenian rakyat ini tenggelam sudah dimodifikasi dengan aneka warna rambut yang dalam aturan diplomatis dan modernitas yang berhasil sering digunakan anak muda sekarang. Warna yang mengoyak unsur alami kesenian Tayub digunakan juga bervariasi, ada putih, merah, hitam, Hal ini semakin diperparah oleh beralihnya tujuan pink, dll. kesenian Tayub dari pagelaran yang menjunjung tinggi tradisi menjadi alat modernitas sebagai penghibur semata. Bahkan campur tangan pemerintah dalam Peraturan Daerah Nomor 25 tahun 2000 dan Nomor 26 tahun 2005 yang mengatur pembatasan pementasan kesenian semakin mengoyak ranah batin dan kekayaan budaya setempat. Penelitian pada lokasi yang menjadi gudang kesenian Tayub menunjukkan data konkrit betapa modernisasi yang masuk dalam kesenian tradisi ini telah mengubah wajah dan esensi kesenian rakyat[9]. Dampak tersebut tidak hanya berhenti pada struktur dan materi fisik kesenian tetapi juga memberi Gambar 2: Sanggul warna-warna yang imbas yang cukup mendalam pada ranah kebudayaan dikenakan penari Tayub Rinenggo (Doc.Penulis, 2016) dan sisi batin masyarakat sekitar. Tayub Rinenggo, karya Agus dari Kecamatan Kostum yang dikenakan penari Tayub yang Gunung Kidul Jogyakarta merupakan salah satu selama ini ada biasanya memakai mekak, jarit panjang, bentuk tari kreasi yang didasarkan pada kesenian sampur dikalungkan di leher, sanggul Jawa beserta Langen Tayub yang konsepnya lebih diarahkan untuk aseseoris lainnya, seperti tampak pada gambar 3 pertunjukan, artinya dikemas untuk kepentingan berikut.

41

Gambar di atas diambil ketika Langen Tayub Nganjuk mengadakan pementasan di pendopo Taman Budaya Jawa Timur di jalan Gentengkali No. 85 Surabaya. Dari gambar itu dapat diketahui bahwa Langen Tayub bukan hanya milik penayub laki-laki saja, kaum wanitapun ikut berpartisipasi, mereka jadi penayub wanita. Perlakuan untuk penayub wanita tidak berbeda dengan penayub laki-laki. Mereka juga diwajibkan ikut memberikan sawer kepada waranggana maupun pengrawit[8]. PENUTUP Gambar 3: Busana Langen Tayub Tradisi . Modernisasi yang diartikan sebagai (Doc.Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunung Kidul) perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra Langen Tayub Rinenggo yang merupakan bentuk modern menuju kepada suatu masyarakat yang modernitas dari kesenian Langen Tayub yang modern, tampaknya juga terjadi pada kesenian Langen mencoba untuk menjawab tantangan jaman sekaligus Tayub. Langen Tayub Rinenggo dari Jogyakarta sebuah upaya kreativitas seniman agar bentuk membuktikan adanya perubahan-perubahan itu. kesenian ini tetap dapat digemari dan dinikmati Tuntutan jaman yang menghendaki adanya bentuk masyarakat meskipun bentuknya berbeda dengan yang variasi tampilan pertunjukan memotivasi seniman asli. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dalam berkreativitas agar karya seni yang dihasilkan terhadap sang koreografer, dapat diketahui bahwa dapat diterima masyarakat penikmat. busana yang dikenakan oleh para penari Langen Tayub Rinenggo tidak hanya satu model atau satu warna, artinya dapat dikemas dengan warna dan bentuk yang DAFTAR PUSTAKA lain, supaya kelihatan indah dan bervariasi. [1]. Tohari, Ahmad. 1992. Ronggeng Dukuh Paruk. Ada satu perbedaan lagi yang substansi Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. bahwa makna simbolis Langen Tayub sebagai wujud [2]. Tarwanto. 1994. Tayub Tari Pergaulan manifestasi simbol kesuburan sedikit demi sedikit Tradisional (sebuah catatan) sudah bergeser, karena dalam kenyataannya tarian ini [3]. Wilbert E. Moore.1965. "Social Verandering" tidak hanya ditarikan sebagai pasangan penari putri dalam Social Change, diterjemahkan oleh A. dan pengibing putra, tetapi terkadang ditarikan oleh Basoski, Prisma Boeken, Utrech, Antwepen. penari putri dan pengibing perempuan. Berdasarkan [4]. Lauer, Robert H. 1993. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. hal ini maka fungsi ritual sudah bergeser ke fungsi [5]. Soekanto, Soerjono. 1994. Sosiologi Suatu hiburan. Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Fenomena ini juga terjadi di Jawa Timur, [6]. Bahrein T. 1997. Sosiologi Pedesaan (Suatu sebagaimana hasil penelitian disertasi Anik Juwariyah. Pengantar). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Dalam perkembangannya kini Langen Tayub bukan [7]. Dinas Kebudayaan Propinsi DIY, 2008. Data Seksi hanya menjadi sarana hiburan bagi laki-laki saja, kaum Kesenian. Yogjakarta: Taman Budaya. wanita juga ada yang ikut ngibing menari bersama [8]. Juwariyah, Anik. 2013. Realitas Sosial dan Kultural waranggana dan sekaligus ikut melantunkan Langen Tayub Nganjuk dalam Perspektif Konstruksi gendhing-gendhing yang mereka kuasai. Sosial Peter L.Berger dan Thomas Luckmann. Disertasi Program Studi Ilmu Sosial FISIP Universitas Airlangga, tidak dipublikasikan. [9]. Widyastutieningrum, Sri Rochmana. 2007. Tayub di Blora Jawa Tengah Pertunjukan Ritual Kerakyatan. Diterbitkan atas kerjasama Pasca sarjana ISI Surakarta dan ISI Press Surakarta.

Gambar 4 : Penayub Wanita memeriahkan pementasan Langen Tayub Di Taman Budaya Jawa Timur (Foto, Doc.Anik: 2012)

42

Kecemasan Sosial: Gambaran Deskriptif di Kota Bandung

Wilis Srisayekti1*), Setiawan Hadi2, Efi Fitriana3, Marisa Fransiska Moeliono4, Lucia Voni Pebriyani5, Hery Susanto6 1) Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran. Email: [email protected] 2) Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran. Email: [email protected] 3) Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran. Email: [email protected] 4) Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran. Email: [email protected] 5) Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran. Email: [email protected] 6) Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran. Email: [email protected] *) Alamat Korespondesi: [email protected]

ABSTRACT This study was aimed to describe social anxiety in Bandung, Indonesia. 1156 participants were involved, age 14-24 years (M = 16.84; SD=2.06), Male=341 (age M=17; SD=2.06), Female 815 (age 17.73; SD=2.44). Using Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS) bahasa Indonesia version, the data collecting was conducted in group of 20 participants. Results revealed that the majority of the participants were categorized in High social anxiety (50.7%), and 47% of the participants experienced social anxiety disorder (from moderate to very severe). This percentage of was higher than those reported by Vriends (2013). The results of the analysis using SPSS 16.0 for Windows showed that in general the participants tended to avoid (M=27.88) from the social situation more than the fear (M=26.56) they had. Female-participants’ scores (51.57) were higher than Male-participants’ scores. The detailed results will be presented in the articles. Keywords: social anxiety, LSAS, Bandung, male, female

ABSTRAK Penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan fenomena kecemasan sosial di kota Bandung. Penelitian ini melibatkan 1156 partisipan berusia 14-24 tahun (M=16,84; SD=2,06), yang terdiri dari 341 partisipan laki- laki (usia M=17; SD=2,06), dan 815 partisipan perempuan (usia 17,73; SD=2,44). Menggunakan versi Bahasa Indonesia dari kesioner Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS), data penelitian dikumpulkan secara klasikal, yaitu 20 orang. Hasilnya memperlihatkan bahwa mayoritas dari partisipan dapat digolongkan pada High social anxiety (50.7%), dan 47% partisipan mengalami gangguan kecemasan sosial, dari tingkat moderat hingga sangat berat. Persentasi ini lebih besar dari yang dilaporkan Vriends (2013). Hasil analisis menggunakan SPSS 16.0 for Windows memperlihatkan bahwa secara umum kecenderungan partisipan untuk menghindar (Avoidance) (M=27,88 lebih besar dari rasa takut (Fear) (M=26,56) . Skor rata-rata partisipan perempuan (51,57) lebih besar dari skor rata-rata partisipan laki-laki (48,59). Hasil yang lebih rinci akan disampaikan pada artikel. Kata kunci: kecemasan sosial, LSAS, Bandung, laki-laki, perempuan

pengertian tersebut terkandung adanya keterbangkitan 1. PENDAHULUAN fisiologis yang tidak menyenangkan, dan adanya Kecemasan sosial dan ketakutan merupakan perasaan takut akan tersakiti secara psikologis (Leary pengalaman yang umum dialami manusia. Hal ini dan Kowalski, 1995, dalam Henderson dan [1] sesuai dengan pendapat McNeil , bahwa setiap orang Zimbardo[4]). Dikemukakan kemudian oleh McNeil[1] pasti pernah mengalami kecemasan dan ketakutan. bahwa sebagian besar peneliti pada area psikologi Menurut Stein dan Walker[2] kecemasan merupakan klinis dan psikologi konseling menggunakan perasaan tidak nyaman yang dialami oleh seseorang, pengertian DSM-IV (1994, dalam McNeil[1] dalam yang umumnya berasosiasi dengan suatu keadaan yang Hofmann dan DiBartolo[5], yang intinya tidak pasti. Ketakutan memiliki kemiripan dengan mengemukakan bahwa kecemasan sosial ditandai oleh kecemasan. Seseorang dikatakan mengalami adanya ketakutan yang sangat (marked and persistent) ketakutan atau fear jika ia mengetahui tentang apa akan situasi sosial (social situation) dan situasi yang ditakutkan. performansi (performance situation). Selain sensitif Kecemasan sosial muncul dalam beragam muka terhadap kritik orang lain yang berlebihan, seseorang dan makna. Dimulai dari dimunculkannya berbagai dengan kecemasan sosial tinggi atau High Social situasi sosial yang menimbulkan phobia (Marks dan Anxiety (HSA) umumnya memiliki harga diri yang [1] Gelder, 1966, dalam McNeil ), yang diikuti dengan rendah. Jika kecemasan sosial tinggi (HSA) ini tidak perbedaannya dari jenis phobia lain. Schlenker dan ditangani secara tepat, maka akan berkembang Leary[3] mendefinisikan kecemasan sosial sebagai menjadi gangguan kecemasan sosial, dan akan suatu pengalaman kognitif seseorang, yang dipicu oleh mengakibatkan masalah yang lebih serius pada orang persepsinya mengenai adanya kemungkinan bahwa yang mengalaminya. Misalnya buruknya performa yang bersangkutan dievaluasi oleh orang lain. Dalam pekerjaan dan kesulitan dalam melakukan relasi sosial.

43

Untuk ini laporan Schneier[6] memperlihatkan bahwa terdiri atas laki-laki 341 orang (usia M=17 ; SD=2,06), mereka kurang memiliki kemampuan untuk memulai perempuan 815 orang (usia M=17,73; SD=2,44). dan membina hubungan sosial atau romantic, mengikuti kelas yang meminta partisipan untuk 2.2 Alat ukur berdiskusi, mengikuti pertemuan di tempat kerja, atau Penelitian ini akan menggunakan alat ukur berupa bergabung dalam kelompok sosial atau rekreasional. kuisener Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS) Disampaikan pula oleh Schneier dkk. [7] dan Stein (Liebowitz[13]; lihat juga Heimberg dkk. [14], dan dkk.[8] bahwa seseorang yang memiliki gangguan Fresco dkk. [15]) versi bahasa Indonesia. LSAS berisi kecemasan sosial cenderung untuk mengakhiri 24 pernyataan yang menggambarkan beberapa situasi pendidikan mereka lebih awal, dan kurang produktif di sosial yang dihadapi sehari-hari. Pada setiap tempat kerja. Gangguan kecemasan sosial ini pernyataan, partisipan diminta untuk memberi respon seringkali juga dijumpai pada seseorang yang terhadap dua hal yaitu, seberapa takut mereka terhadap memiliki gangguan lain seperti depresi dan situasi yang dipaparkan dan seberapa sering mereka alkoholisme (Schneier dkk. [7] dan Kessler dkk.[9]). menghindar terhadap situasi yang dipaparkan. Tidak mengherankan jika orang yang memiliki Kuisener berskala 0 – 3; untuk jawaban takut 0 = sama gangguan kecemasan sosial ini dilaporkan memiliki sekali tidak, 3 = sangat takut; untuk jawaban kualitas kehidupan atau Quality of Life yang rendah menghindar 0 = tidak pernah, 3 = hampir selalu. (Safren[10]). Pemberian skor merupakan penjumlahan secara total, Dikemukakan oleh Hofmann dan DiBartolo[5] dan untuk jawaban takut dan menghindar. bahwa kecemasan sosial merupakan jenis gangguan 2.3 Lokasi penelitian: Kota Bandung kecemasan (anxiety disorder) yang paling umum 2.4 Teknik pengambilan data dialami penduduk Amerika Serikat. Hasil dari the Pengambilan data dilakukan secara klasikal (20 National Comorbidity Survey pada tahun 1994 orang). memperlihatkan bahwa, prevalensi phobia sosial di 2.4 Teknis Analisis data [11] Amerika Serikat mencapai 13,3% (Kessler dkk. . Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk Dengan presentase tersebut kecemasan sosial memberikan penggolongan tentang tingkat kecemasan merupakan gangguan kejiwaan atau psikiatris ke tiga sosial dari partisipan menggunakan. Analisis setelah depresi dan ketergantungan pada alkohol. Di dilakukan menggunakan SPSS 16.0 for Windows. Indonesia data empirik mengenai kecemasan sosial dan gangguan kecemasan sosial (Social anxiety Disorder) masih sangat minim. Riset kesehatan dasar 3. HASIL DAN PEMBAHASAN di tahun 2007 memaparkan hasil yang sangat umum, yaitu bahwa gangguan mental emosional seperti % depresi dan kecemasan dialami oleh sekitar 11,6% dari populasi Indonesia atau sekitar 27.708.000 orang, 60 yang berusia di atas 15 tahun. Di tahun 2009, data memperlihatkan bahwa jumlah yang mengalami 40 gangguan kesehatan jiwa seperti stress, depresi, cemas 20 berlebihan, ketakutan, hingga kasus skizophrenia mencapai angka 20-30%. 2-3% dari jumlah tersebut 0 mengalami gangguan jiwa kronis kegilaan dan N-SA M-SA H-SA skizophrenia. 50 ribu orang dilaporkan bunuh diri setiap tahunnya (http://www.beritasatu.com/blog.iptek.1007-manusia- Laki-laki di-abad-kecemasan.html). Vriends[12] yang melakukan Gambar 1. Deskripsi tingkat kecemasan sosial di kota penelitian dengan populasi mahasiswa di kota Bandung Yogyakarta melaporkan adanya 15,8% populasi yang mengalami phobia sosial. Keterangan: Dengan terbatasnya studi mengenai kecemasan A = Non Social Anxiety; B = Moderate Social Anxiety; sosial ini di Indonesia, maka diperlukan penelitian C = High Social Anxiety untuk menggambarkan orang-orang yang mengalami kecemasan sosial dengan populasi yang lebih luas. Hasil penelitian pada Gambar 1 mengenai tingkat Sebagai bagian dari studi terhadap beberapa kota di kecemasan sosial di kota Bandung memperlihatkan Indonesia, tulisan ini bermaksud melaporkan deskripsi bahwa majoritas partisipan berada pada golongan tentang kecemasan sosial di kota Bandung. kategori kecemasan sosial tinggi atau High Social Anxiety (H.SA) (laki-laki=17,3%; perempuan=33,4%; dan total=50,7%). Selanjutnya diikuti oleh partisipan 2. METODE PENELITIAN yang tergolong mengalami kecemasan sosial tingkat 2.1 Partisipan moderat atau Moderate Social Anxiety (M.SA) Partisipan penelitian berjumlah 1156 orang (total=9,9% (laki-laki=4,5%; perempuan= 5,4%). dengan usia 14-24 tahun (M=16,84; SD=2,06), yang

44

Partisipan yang tergolong Non Social Anxiety (N.SA) secara keseluruhan jumlahnya paling kecil (total= rerata 1,7%; laki-laki=1,1%; perempuan=0,6%). Pada Gambar 1 terlihat pula bahwa secara keseluruhan 60 persentasi perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, 40 baik pada H.SA, M.SA maupun N.SA. Apabila secara 20 keseluruhan partisipan (1156) merupakan 100%, dan 0 jumlah persentase N.SA, M.SA, dan H.SA adalah Ft Fp Fs At Ap As LSAS 62,7%, maka partisipan yang tergolong mengalami t gangguan kecemasan sosial atau Social Anxiety Disorder berjumlah 37,3%. Jumlah ini lebih besar dari [11) laki yang dilaporkan oleh Vriends .

Gambar 3. Deskripsi takut (Fear) dan menghindar % (Avoidance) Keterangan: 20 Ft = Fear total; Fp = Fear performance; Fs = Fear 10 social interaction; LSAS-t = LSAS total; At = Avoidance total; Ap = Avoidance performance; As = 0 Avoidance social interaction

Terkait dengan perasaan takut (Fear) dan menghindar (Avoidance), deskripsi pada Gambar 3 menunjukkan bahwa secara keseluruhan skor rata-rata Laki-laki perempuan (51,57) lebih besar dari skor rata-rata laki-

laki (48,59). Khusus pada partisipan laki-laki, skor Gambar2. Deskripsi takut (Fear) dan menghindar rata-rata untuk menghindar (Avoidance) (laki-t = (Avoidance) 22,84; Ap = 11,32; As = 11,52) lebih besar dari skor Keterangan: rata-rata untuk rasa takut (Fear) (laki-t = 19,71; Fp = Moderate: gangguan kecemasan sosial tingkat 10,04; Fs = 9,67). Pada partisipan perempuan, skor moderat; Marked: Gangguan kecemasan sosial tingkat rata-rata secara keseluruhan, Avoidance (26,44) lebih nyata; Severe: gangguan kecemasan sosial tinggat besar daripada Fear (26,38). Ketika dihadapkan pada berat; Very severe : gangguan kecemasan sosial tingkat situasi performansi (performance) partisipan sekali. perempuan memberikan skor rata-rata takut (Fear) (12,99) yang lebih besar dari skor rata-rata menghindar Melanjutkan hasil penelitian dari gambar 1, (Avoidance) (12,66). Saat dihadapkan pada situasi bahwa partisipan yang mengalami gangguan interaksi sosial (social interaction), skor rata-rata kecemasan sosial atau Social Anxiety Disorder menghindar (Avoidance) (13,78) lebih besar daripada berjumlah 37,3%, Gambar 2 menunjukkan hasil yang skor rata-rata takut (Fear) (13,39). lebih rinci. Partisipan yang tergolong mengalami kecemasan sosial pada tingkat moderat (moderate) 4. KESIMPULAN adalah 13,6% (laki-laki = 2,6%; perempuan = 11%), tingkat nyata (Marked) 15,1% (laki-laki = 2,6%; Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perempuan = 12,5%), tingkat berat (severe) 6,6% symptom yang dimiliki majoritas partisipan penelitian (laki-laki = 1%; perempuan = 5,6%), tingkat berat di Kota Bandung dapat digolongkan ke dalam High sekali (very severe) . Diperlihatkan pula pada Gambar social anxiety. Jumlah partisipan yang tergolong 1 adanya partisipan yang tergolong memiliki Social mengalami gangguan kecemasan sosial lebih besar Phobia berat (severe), dan golongan sangat berat (very dari jumlah yang dilaporkan oleh Vriends pada tahun severe) 2% (laki-laki = 0,3%; perempuan = 2013. 1,7%).Melalui Gambar 2, terlihat juga secara umum Secara keseluruhan, skala LSAS, bahwa persentase perempuan yang mengalami memperlihatkan kecenderungan partisipan untuk gangguan kecemasan sosial lebih tinggi dari persentasi menghindar (Avoidance) lebih besar daripada rasa laki-laki, baik pada tingkat moderat, tingkat nyata, takut (Fear) yang dialami. Partisipan perempuan tingkat berat, dan tingkat berat sekali. memiliki skor lebih tinggi dibandingkan dengan partisipan laki-laki. Secara lebih rinci baik partisipan laki-laki maupun partisipan perempuan memperlihatkan skor yang lebih tinggi untuk menghindar (avoidance), dibandingkan dengan untuk rasa takut (fear). Hal ini berlaku secara keseluruhan, maupun untuk situasi performansi (performance) dan situasi interaksi sosial (social interaction).

45

Kekecualian terjadi pada partisipan perempuan, saat [14]. R.G. Heimberg, K.J. Horner, H.R. Juster, S.A. dihadapkan pada situasi performansi (performance). Safren, E.J. Brown, F.R. Schneier, and M.R. Pada situasi ini rasa takut (Fear) partisipan lebih besar Liebowitz, (1999), Psychometric properties of dibandingkan dengan kecenderungan untuk the Liebowitz Social Anxiety Scale, Psychological Medicine, 29, 199-212, Printed in menghindar (Avoidance). the United Kingdom: Cambridge University Press. [15]. D.M. Fresco, M.E. Coles, R.G. Heimberg, M.R. UCAPAN TERIMA KASIH Liebowitz, S. Hami, M.B. Stein, and D. Goetz, Penelitian ini dibiayai oleh Kementerian Ristek-Dikti (2001). The Liebowitz Social Anxiety Scale: a melalui Hibah penelitian tahun 2016. comparison of the psychometric properties of self-report and clinician-administered formats, Psychological Medicine, 31, 1025-1035. 5. REFERENSI Cambridge University Pres. Printed in the United [1]. W. McNeil. (2001). Terminology and Evolution of Kingdom. the Constructs in Social Anxiety and Social Phobia. In S.G. Hofmann & P.M. DiBartolo (Eds.), From Anxiety to Social Phobia: Multiple Perspectives, pp. 8-19. Boston: Allyn & Bacon. [2]. B.M. Stein, & J.R. Walker, (2002). Triumph Over Shyness, Conquering Shyness and Social Anxiety. United State of America: McGraw-Hill. [3]. B.R. Schlenker & M.R. Leary (1982, Nov.) Psychological Bulletin, Vol 92(3), 641-669. [4]. L. Henderson & P. Zimbardo (2001). Shyness, Social Anxiety, and Social Phobia, dalam Stefan G. Hofmann & Patricia, M. DiBartolo, From Social Anxiety to Social Phobia. Needham Height: Allyn & Bacon, pp 46-65. [5]. Stefan G. Hofmann & Patricia, M. DiBartolo, From Social Anxiety to Social Phobia. Needham Height: Allyn & Bacon. [6]. F.R. Schneier, L.R. Heckelman, R. Garfinkel, R., Campeas, B.A., Fallon, A., Gitow, L. Street, D Del Bene, & M.R. Liebowitz, (1994). Functional impairment in social phobia. Journal of Clinical Psychiatry, 55, 322-331. [7]. F.R. Schneier, J. Johnson, C.D. Hornig, M.R. Liebowitz, & M.M. Weissman, (1992). Social phobia: comorbidity and morbidity in an epidemiologic sample. Archives of General Psychiatry, 49, 282-288. [8]. M.B. Stein, J.R. McQuaid, C. Laffaye, & M.E. McCahill, (1999). Social phobia in the primary care medical setting. Journal of Family Practice, 48, 514-519. [9]. R.C. Kessler, P. Stang, H.U. Wittchen, M. Stein, & E.E. Walters, (1999). Lifetime comorbidities between social phobia and mood disorders in the US National Comorbidity Survey. Psychological Medicine, 29, 555-567. [10]. S.A. Safren, R.G. Heimberg, E.J. Brown, & C. Holle, (1997). Quality of life in social phobia. Depression and Anxiety, 4, 126-133. [11]. R.C. Kessler, K.A. McGonagle, Z, Shanyang, C.B. Nelson, M. Hughes, S. Eshleman, H-U. Wittchen, & K.S. Kendler (1994). Lifetime and 12-month Prevalence of DSM-III-R Psychiatric Disorders in the United States: Results from the National Comorbidity Survey, Arch Gen Psychiatry, 51 (1), 8-19. [12]. N. Vriends, (2013), Taijin Kyofusho and Social Anxiety and Their Clinical Relevance in Indonesia and Switzerland. Frontier in Psychology, 4, 1-9. [13]. M.R. Liebowitz, M.R. (1987), dalam Klein D.F. (Ed.), Anxiety. Mod Trends Pharmacopsychiatry. Basel, 1987, vol 22, pp 141-173.

46

Modifikasi Tata Rias Pengantin Berpaes Mupus Braen Blambangan Banyuwangi

Sri Dwiyanti1*), Sri Usodoningtyas2, Nia Kusstanti3 1 Jurusan PKK, Unesa,Surabaya. E-mail: [email protected] 2 Jurusan PKK, Unesa,Surabaya Kota. E-mail: [email protected] 3 Jurusan PKK, Unesa,Surabaya. E-mail:[email protected] *) Alamat Korespondesi: Email: [email protected]

ABSTRACT Along with the changing time, bridal fashion experience development and modification. Such modifications can be seen from the makeup, the wedding dress used, and the arrangement of the bun. The focus of this paper on the issue raised modification embodiment bridal berpaes Mupus Braen Blambangan Bayuwangi. The method of analysis using the theory of the creation of the artwork Gustami through three main stages, namely: exploration (search source of ideas, concepts and foundation of creation), design (design of the design work) and the embodiment (making of the work). Modifications bridal berpaes mupus braen Blambangan banyuuwangi include design modifications traditional style bridal makeup, bridal makeup modification and modification of modern style bridal Muslims. Key Words: modification, bridal, Banyuwangi

ABSTRAK Seiring dengan perkembangan jaman, fesyen pengantin mengalami perkembangan dan modifikasi. Modifikasi tersebut bisa dilihat dari tata rias wajah, busana pengantin yang digunakan, serta penataan sanggul. Fokus tulisan ini mengangkat tentang masalah perwujudan modifikasi tata rias pengantin berpaes Mupus Braen Blambangan Bayuwangi. Metode analisis menggunakan teori penciptaan karya seni Gustami melalui tiga tahapan utama yaitu: Eksplorasi (pencarian sumber ide,konsep dan landasan penciptaan), perancangan (rancangan desain karya) dan perwujudan (pembuatan karya). Modifikasi tata rias pengantin berpaes mupus braen blambangan banyuuwangi meliputi desain modifikasi tata rias pengantin gaya tradisional, modifikasi tata rias pengantin gaya modern dan modifikasi tata rias pengantin muslim. Kata kunci: modifikasi, pengantin,Banyuwangi.

Salah satu kekayaan budaya yang dimiliki 1. PENDAHULUAN Indonesia adalah tata rias pengantin yang mempunyai Pernikahan merupakan bagian dari rangkaian ciri khas disetiap daerahnya. Keunikan ragam tata rias peristiwa dalam kehidupan manusia. Walau dunia pengantin tradisional Indonesia dipengaruhi oleh semakin modern bukan berarti budaya bangsa budaya, legenda, dan mitos yang berlaku di daerah ditinggalkan kemudian dilupakan. Salah satu tersebut, dan juga kondisi sosial –historis masyarakat kebudayaan bangsa yang patut dijaga kelestariannya setempat, sehingga masing-masing daerah memiliki adalah rias ,pengantin pakem. tata rias pengantin yang ragam tata rias yang merupakan perwujudan budaya berdasarkan pakem saat ini sudah mulai tergeser oleh lokal masing-masing daerah. Tata rias pengantin perkembangan jaman dimana masyarakat lebih adalah tata rias yang harus memiliki kekuatan untuk menyukai yang bersifat modern dan simple. Namun merubah wajah lebih berseri dan tampak istimewa demikian, satu hal yang tidak boleh ditinggalkan yakni dengan tetap memperhatikan kecantikan alami yang mengenai pakem. Rias pengantin pakem mengandung bersifat personal[1]. banyak makna disetiap bagiannya. Ada beberapa Jawa Timur memiliki ciri khas tata rias pengantin makna yang memiliki filosofi kehidupan yang tinggi tradisional yang unik dan menarik. Ragam tata rias yang tidak boleh dirubah secara keseluruhan. pengantin tradisional Jawa Timur terbagi dalam dua Jawa timur memiliki ragam rias pengantin kategori, yaitu tata rias pengantin berpaes dan non sebagai kekayaan budaya. Rias pengantin tersebut paes. Tidak semua daerah di Jawa Timur memiliki tata terdiri dari rias pengantin berpaes dan rias pengantin rias pengantin tradisional yang berpaes. Madura. non paes. Rias pengantin berpaes merupakan riasan Bojonegoro, Trenggalek, Lumajang dan Banyuwangi pengantin yang memiliki riasan pada dahi pengantin merupakan daerah yang memiliki budaya tata rias putri atau biasa disebut paes. Rias pengantin berpaes pengantin tradisional berpaes. Bahkan di seluruh belakangan ini mulai ditinggalkan oleh masyarakat kabupaten di Madura menggunakan tata rias pengantin karena riasan pengantin berpaes dianggap terkesan berpaes. Paes dalam tata rias pengantin adalah bentuk kuno dan tidak modern. Untuk merespon kebutuhan hiasan pada dahi yang diberi pidih berwarna hitam, konsumen di era industrilisasi wedding yang dan dibeberapa daerah bentukan tersebut diberi hiasan menyenangi riasan yang simpel dan modern, perlu berupa prada emas dan ketep emas. Hakekatnya dilakukan modifikasi rias pengantin.

47

bentukan paes merupakan penegasan bentuk garis Putri Mupus Braen Blambangan Banyuwangi pertumbuhan rambut pada dahi, yang merupakan salah menggunakan tata rias dahi yang bentuknya satu indikator kecantikan pada masa lalu. Pemberian mirip dengan tata rias dahi pengantin bugis warna hitam pada bentuk paes jaman dahulu (dadasa) yang disebut gajah ulingan, dan menggunakan malam damar yang diberi warna hitam memakai perona mata berwarna merah, jingga dari arang, atau bahkan ada yang mendapatkan warna dan keemasan. Selain perona mata, tata rias hitam itu dari warna gosongnya panci atau alat masak wajah pengantin Mupus Braen Blambangan lainnya dan ditambahi minyak kelapa, namun saat ini menggunakan lipstick berwarna merah cabe, pewarna tersebut sudah dibuat demikian rupa yang yang berbeda adalah tata rias dahi yang mirip lebih mudah dibersihkan dan mudah didapat. dengan tata rias wajah pengantin bugis akan Keunikan pada tata rias pengantin tradisional tidak tetapi bentuk godek yang menjorok ke depan. hanya pada paesnya saja, namun juga pada penataan langkah kerja dalam tata rias wajah pengantin rambut, busana serta aksesoris, dimana masing-masing Putri Mupus Braen Blambangan Banyuwangi memiliki makna tersendiri. Perkembangan tata rias meliputi : pengantin tidak lepas dari kebutuhan konsumen akan 1) Membentuk tata rias dahi terlebih dahulu dengan kecantikan diri saat acara perkawinan. Kecenderungan beberapa teknik antara lain: akan kebutuhan konsumen membuat para praktisi di a. Dari pangkal alis diukur keatas kurang lebih 3 bidang perkawinan dan selanjutnmya berkembang jari diberi tanda titik lalu ditarik garis keatas menjadi wedding organizer, membuat trobosan baru b. Diatas alis diukur kurang lebih 1 ibu jari diberi dibidang tata rias pengantin. Salah satu trobosannya tanda titik adalah memodifikasi tata rias pengantin tradisional, c. Antara titik A dan B di buat garis melengkung modifikasi yang dilakukan pada tata rias wajah, indah dan dari pangkal daun telinga atas diukur penataan rambut, busana serta aksesoris. Begitu kurang lebih 2 jari lalu diberi tanda titik banyaknya weding organizer yang berkembang saat ini d. Dari ujung telinga bawah menuju kearah pipi merubah wawasan organizer menjadi suatu industry diukur kurang lebih 3 jari lalu diberi tanda titik kreatif dibidang wedding, dimana bentuk penanganan e. Dari titik B ditarik garis melengkung melewati jasa yang dilakukan lebih beragam. titik D menuju titik E Kabupaten Banyuwangi merupakan daerah tujuan f. Kemudian langkah selanjutnya pemakaian wisata yang sedang menggeliat dengan memasarkan foundation dan bedak tabur serta bedak padat potensi daerah yang dimiliki. Mulai dari wisata alam, g. Selanjutnya pemakaian perona mata dan wisata budaya dan wisata kulinernya. Rias pengantin diteruskan dengan pemakaian lipstic daerah yang dimiliki oleh kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kekayaan local yang patut dilestarikan. Rias pengantin berpaes yang dimiliki oleh Banyuwangi adalah rias pengantin Mupus Braen Blambangan.

2. PEMBAHASAN 2.1. Tata Rias Wajah Pengantin Putri Mupus Braen Blambangan Banyuwangi Tata rias wajah pengantin Putri menggunakan tata rias dahi yang disebut gajah ulingan yang diisi dengan Gb.1. tata rias wajah pengantin mupus braen menggunakan pidih warna hitam, bentuk gajah blambangan ulingan menyerupai bentuk paes dari Sulawesi Selatan (Bugis). Pada tata rias dahi gajah ulingan hanya dapat 2.2. Makna dari tata rias wajah pengantin Putri dibentuk secara manual dan tidak boleh menggunakan Mupus Braen Blambangan Banyuwangi tata rias dahi yang praktis, seperti tata rias dahi yang Tata rias wajah pengantin Putri Mupus Braen cara pemakaiannya langsung ditempel. Gajah ulingan Blambangan. Meliputi tata rias dahi mempunyai mempunyai makna Suatu gambaran terbesar. Diambil makna Suatu gambaran terbesar. Mempunyai makna dari langkah bahwa keraton dibanyuwangi tidak akan yang diambil dari langkah bahwa keraton pernah mundur, selalu maju, sebagai ajakan ‘majulah dibanyuwangi tidak akan pernah mundur, Tata rias kamu meskipun kamu tidak dapat apa-apa’. Serta dahi berbentuk menjorok ke depan mempunyai arti bentuk paes yang menjorok ke depan mempunyai arti berlambang manusia dengan sang pencipta yang selalu berlambang manusia dengan sang pencipta yang selalu mengutamakan sang pencipta. Untuk warna mengutamakan sang pencipta, lalu berbentuk eyeshadow yang digunakan mempunyai makna yaitu menjorok ke depan yang mempunyai makna majulah warna merah melambangkan kekuatan dan tega, jingga kamu jangan pernah mundur. melambangkan kedamaian dan warna emas Tata Rias Wajah Pengantin Putri Mupus Braen melambangkan keagungan. Untuk warna lipstick Blambangan Banyuwangi Berdasarkan merah cabe melambangkan kecantikan seorang dokumentasi, bahwa tata rias wajah pengantin perempuan.

48

2.3. Tata Rias Rambut dan Aksesoris Pengantin menerpa dalam proses membangun suatu keluarga Putri Mupus Braen Blambangan Banyuwangi yang harmonis, Buthi setinggil tengah bermakna 2.3.1. Tata Rias rambut pengantin putri Mupus merupakan suatu proses perjalanan yang akan dicapai, Braen Blambangan Buthi setinggil puncak mempunyai makna keagungan Tata rias rambut pengantin Putri menggunakan yang paling tinggi, Roncean banyu tumetes panjang sanggul Gelung sampatan dengan menggunakan mempunyai makna agar rezeki dan kebahagiaan serta cemara berukuran 120 cm. Peletakan cemara yaitu kemakmuran berjalan lancar seperti air sungai yang tepat pada tengah pusat kepala, cara membuatnya terus mengalir tiada henti, roncean banyu tumetes adalah dengan cara cemara diikatkan pada rambut pendek mempunyai makna meskipun rezeki dan bagian belakang, cemara panjang diputar kekiri atas kebahagiaan terus berjalan tidak boleh sombong dan lalu kebawah kanan dan keatas lagi, terakhir dibuat dimaksud dengan tumetes pendek adalah selalu sanggul yang diberi nama gelung sampatan berbagi kepada sesama dan tidak hanya menunjukkan 2.3.2. Makna Tata rias rambut dan aksesoris semua kekayaan yang dimiliki. pengantin Putri Mupus Braen Blambangan Banyuwangi 2.4. Busana dan Aksesoris Pengantin Yang nama tata rias rambut dan aksesoris mempunyai Dikenakan Oleh Pengantin Putri Mupus Braen makna tersendiri, nama sanggul Gelung Sampatan Blambangan Banyuwangi mempunyai makna harus selalu ingat kepada sang Busana pengantin yang dikenakan oleh pengantin pencipta bahwa kita pasti akan kembali disisihnya Putri Mupus Braen Blambangan Banyuwangi yaitu pemakaian Buthi setinggil depan mempunyai makna berupa dodotan, tetapi dalam hal ini cara Menahan bahaya yang akan menerpa dalam proses pemakaiannya tidak merupakan dodot seperti membangun suatu keluarga yang harmonis, Buthi pengantin lainnya di Jawa Timur yang ukurannya setinggil tengah bermakna merupakan suatu proses sangat panjang, melainkan busana yang dikenakan perjalanan yang akan dicapai, Buthi setinggil puncak berupa yang berbentuk dodot yang terdiri dari mempunyai makna keagungan yang paling tinggi, Kemben / Basahan yang terbuat dari kain bludru warna Roncean banyu tumetes panjang mempunyai makna hitam yang bagian tepinya disulam / diberi manik- agar rezeki dan kebahagiaan serta kemakmuran manik warna emas 1 setengah meter, Jarit terbuat dari berjalan lancar seperti air sungai yang terus mengalir kain panjang motif Sumber Wangi pradan / bordil tiada henti, roncean banyu tumetes pendek mempunyai warna emas dan tanpa diwiru 2 meter dan Sumber makna meskipun rezeki dan kebahagiaan terus wangi pradan yang diwiru( terdapat 2 jarit yang berjalan tidak boleh sombong dan dimaksud dengan dipakai ), Sembongan sumber wangi yang terbuat dari tumetes pendek adalah selalu berbagi kepada sesama kain motif Sumber wangi pradan dengan ukuran dan tidak hanya menunjukkan semua kekayaan yang kurang lebih 250cm x 50cm, Sembongan kembar dimiliki. diantaranya dua kain berbentuk setengah lingkaran 2.3.3. Bentuk tata rias Rambut dan Aksesoris yang terbuat dari kain bludru hitam yang bagian Pengantin Putri Mupus Braen Blambangan tepinya disulam/diberi manik-manik warna emas serta Banyuwangi bagian bawah dihiasi gembyok 1 meter, Sabuk wero Tata rambut (sanggul) pengantin Putri Mupus terbuat dari kain batik motif sumber wangi 1 buah, Braen Blambangan Banyuwangi disebut gelung Ilat-ilat yang terbuat dari kain bludru yang dihiasi sampatan. untuk membuat sanggul gelung sampatan monte emas dan gombyok 1 buah, Selendang ter ini hanya bisa dibentuk secara manual dan memakai selendang kecil berwarna menyala dengan ukuran cemara ukuran 120 cm, serta menggunakan aksesoris lebih 60 x 10cm rambut berupa buthi setinggil puncak, buthi setinggil Makna Tata rias busana dan aksesoris pengantin tengah dan depan. Putri Mupus Braen Blambangan Banyuwangi, Motif busana pengantin Putri Mupus Braen Blambangan terinspirasi dari penari gandrung yaitu motif sumber wangi yang mempunyai makna sumber kehidupan dan Gajah ulingan yang mempunyai makna suatu gambaran terbesar

Gb.2. tata rias rambut TRP Mupus Braen Balmbangan Banyuwangi

Makna dari tata rias rambut pengantin Putri Mupus Braen Blambangan Banyuwangi meliputi sanggul Gelung Sampatan mempunyai makna selalu ingat kepada sang pencipta bahwa kita pasti akan kembali disisihnya pemakaian Buthi setinggil depan mempunyai makna Menahan bahaya yang akan Gambar.3. TRP Mupus braen Blambangan

49

kain lai tradisional khas banyuwangi yaitu Motif busana pengantin Putri Mupus Braen sumberwangi pradan yang penggunaannya diwiru Blambangan terinspirasi dari penari gandrung yaitu seperti penggunaan kain tradisional pada umumnya. motif sumber wangi yang mempunyai makna sumber Modifikasi dilakukan pada bagian kebaya, yang kehidupan dan Gajah ulingan yang mempunyai makna sebelumnya menggunakan dodot/kemben basahan. suatu gambaran terbesar. Hal ini dilakukan untuk mengikuti respon konsumen yang saat ini trend yang sedang disukai lebih kearah 2.5. Desain Modifikasi Rias Pengantin Mupus menutup aurat. Braen Blambangan Banyuwangi Desain Modifikasi rias pengantin Mupus Braen Blambangan Banyuwangi dilakukan melalui analisa bentuk rias pengantin Mupus Braen Blambangan Banyuwangi pakem yang ditinjau melalui prinsip dan unsur disain, sehingga akan terlihat indah dan bernilai estetika tinggi. Suatu unsur disain yang baik akan memperlihatkan susunan yang teratur dari bahan- bahan yang digunakan sehingga menghasilkan suatu bentukan yang indah dan dapat dipakai. Prinsip dalam disain terdiri dari: 1. Keseimbangan (Balance) Kesimbangan dalam tata rias berkenaan dengan proporsi dalam tata rias wajah, penataan rambut, Gb. 4. Modifikasi Tradisional busana serta aksesorisnya. 2. Kesatuan (Unity) b) Disain Modifikasi Rias Pengantin Mupus Prinsip kesatuan bergantung pada Braen Blambangan Gaya Modern kesimbangan yang telah diterapkan dalam tata rias Modifikasi yang dilakukan pada pengantin, mulai dari tata rias wajah, penataan pengantin Mupus braen blambangan rambut, busana dan aksesoris. banyuwangi dilakukan kearah yang lebih 3. Irama modern yang berkiblat pada busana-busana Prinsip irama dalam tata rias lebih terlihat pada pengantin internasional (bridal) atau pengulangan warna, motif, dan bentukan pada tata pengantin gaun panjang. Disain modifikasi rias wajah, penataan rambut, busana dan tersebut adalah: 1) penggunaan busana aksesoris. dodotan diubah menjadi yang lebih simple 4. Pusat Perhatian (Center of Interest) yaitu penggunaan gaun panjang yang terbuka Pusat perhatian merupakan suatu bagian pada bagian dada, 2) ilat-ilat pada busana tertentu yang menjadi pusat dari segala bentukan pakem diganti dengan permainan aplikasi yang dapat menarik perhatian, berupa posisi, yang menyerupai ilat-ilat mulai dari bbagian perubahan ukuran, perbedaan warna, dan arah dari bawah pinggang melingkar ke belakang, 3) unsure-unsur disain. sanggul yang dikenakan bukan sanggul 5. Perbandingan (proporsi) pakem tetapi diganti dengan sanggul Prinsip perbandingan lebih menekankan pada modifikasi. variasi ukuran unsure yang satu dengan unsure yang lain dalam satu kesatuan yang utuh. 6. Keselarasan (Harmoni) Keselaran akan timbul dengan adanya kesamaan dan kesesuaian bentuk, hal ini akan terjadi apabila unsur-unsur dalam disain dapat menyatu selaras tanpa terdapat berbedaan yang mencolok. Desain Modifikasi berdasarkan prinsip dan unsur disain tersebut menghasilkan disain modifikasi berikut: a) Disain modifikasi rias pengantin Mupus Braen Blambnagan Banyuwangi Gaya Tradisional Disain modifikasi dikategorikan kedalam gaya tradisional karena: 1) penataan sanggul tetap menggunakan sanggul pakem dari rias pengantin Gb. 5. Modifikasi gaya modern mupus braen blambangan yang menggunakan sanggul atau gelung sampatan., 2) Tetap menggunakan riasan c) Disain Modifikasi Rias Pengantin mupus dahi yang disebut dengan gajah ulingan, 3)penggunaan Braen Blambangan gaya muslim

50

karena akan terlihat tidak menyatu dan tidak selaras Untuk merespon kebutuhan konsumen seperti menurut teroi desain mengenai keselarasan muslim, maka modifikasi berikut yang yaitu Keselaran akan timbul dengan adanya kesamaan dilakukan adalah, sebagai berikut : 1) busana dan kesesuaian bentuk, hal ini akan terjadi apabila dodotan diganti menjadi kebaya yang nutup unsur-unsur dalam disain dapat menyatu selaras tanpa seluruh tubuh dan terbuat dari bahan tile, 2) terdapat berbedaan yang mencolok. Keselarasan sabuk pada pengantin pakem tetap digunakan adalah kesatuan diantara macam-macam unsure untuk membentuk pinggang pengantin, 3) walaupun berbeda tetapi membuat tiap-tiap bagian kain panjang diubbah menjadi bentuk rok tersebut tetap kelihatan menyatu[3]. mermaid untuk memudahkan penggunaan, 4) Adapun perbaikan disain modifikasi bentuk Tata ilat-ilat diubah menjadi aplikasi benrbentuk rias pengantin yang sudah dibuat berdasarkan masukan ilat-ilat yang menempel dir ok yang dari ahli disain dan busana sebagai berikut : menyerupai bentuk ilat-ilat yang memanjang hingga bagian bawah rok, 5) penataan sanggul diubah menjadi penataan kerudung untuk muslim.

Gambar 7. desain modfikasi tata rias pengantin mupus braen blambangan Gb.6. modifikasi Pengantin Mupus Braen Blambangan Banyuwangi Gaya moslem

Berdasarkan penilaian ahli desain dan busana didapat masukan sebagai berikut : Desain modifikasi tradisional dinilai kurang menarik, panjang kebaya sebaiknya melewati lutut untuk member kesan anggun, namun prinsip disain dalam hal keseimbangan sudah memenuhi syarat, seperti menurut[2]: keseimbangan adalah keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual. Keseimbangan dalam tata rias berkenaan dengan proporsi dalam tata rias wajah, penataan rambut, busana serta aksesorisnya. Untuk modifikasi pengantin mupus braen blambangan gaya modern dinilai terlalu terbuka serta pusat perhatian yang kurang sesuai karena pada disain modifikasi gaya modern ini terlihat memiliki center of Gambar 7. perwujudan tata rias pengantin mupus interest di bagian dada yang terlalu terbuka. Center of braen blambangan interest dibutuhkan dalam melakukan modifikasi Berdasarkan disain perbaikan, maka desain karena akan memfokuskan seseorang dalam diwujudkan satu buah disain tata rias pengantin mupus menilai hasil modifikasi apakah sesuai atau terlalu braen blambangan banyuwangi yang melakukan melenceng dari pakem rias pengantin mupus braen modifikasi pada beberapa bagian sebagai berikut: tersebut. Menurut ernawati, 2008:212 menyatakan 1) Modifikasi pada riasan wajah dilakukan pada bahwa aksen atau center of interest merupakan sesuatu bagian warna eyeshadow yang menyesuaikan yang pertamakali membawa mata pada hal yang dengan warna busana penting dalam suatu rancangan. 2) Riasan dahi tetap digunakan karena Sementara untuk modifikasi pengantin gaya merupakan salah satu cirri khas dari riasan muslim sebaiknya jika menggunakan paes atau riasan pengantin Mupus Braen Blambangan dahi, maka tidak perlu mennggunakan kerudung Banyuwangi

51

3) Penataan sasakan dilakukan modifik asi yang membentuk tinggi pada penataan puncak namun bagian samping kiri dan kanan ditarik kencang ke bagian belakang. 4) Gelung yang digunakan tetap bentuk gelung sampatan namun diberi modifikasi dengan membentuk bukle-bukle kecil di sekitarnya. 5) Baju dodotan diganti dengan kebaya yang terbuat dari kain tile agar terkesan modern dan menutupi bagian dada 6) Tetap menggunakan kain sumber wangi pradan sebagai khas dari daerah Banyuwangi 7) Ilat-ilat diganti dengan aplikasi kain warna kuning yang peletakannya seperti peletakan ilat-ilat 8) Menggunakan rok panjang yang menjuntai ke laintai seperti ekor agar terkesann lebih modern

3. PENUTUP

Modifikasi pada tata rias pengantin tradisional perlu untuk dilakukan sebagai respon dari kebutuhan masyarakat yang serba ingin simpel, nyaman dan mengikuti perkembangan jaman. Namun demikian, melakukan modifikasi bukan berarti menghilangkan cirri khas budaya lokal melainkan menyesuaikan yang tidak sesuai dengan perkembangan jaman menjadi lebih fashionable untuk masyarakat di jamannya.

4. DAFTAR PUSTAKA [1]. Andiyanto.2010. The make Over rahasia Rias Wajah Sempurna. Jakarta: PT GramediaPustaka Utama [2]. Sri, widarwati.1993. Desain Busana 1. Yogyakarta, IKIP Yogyakarta [3]. http://sintaaristamm24.blogspot.de/2015/02/penge rtianprinsip-prinsip-dan-unsur.html

52

Ketidakadilan Gender Penyanyi Campursari Perempuan Dalam Peranannya Pada Sektor Publik

Dra. Sri Sulistiani, M.Pd. & Drs. Sukarman, M.Si Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah FBS Universitas Negeri Surabaya Email: [email protected]

ABSTRACT Women known as a gentle, beautiful, emotional, and motherhood, while men are considered to have a strong, rational, manly and powerful. Along with the development of the situation and the existing conditions, characteristic of these properties can change and lead to bias and gender differences. The gender difference is formed, socialized, amplified, even socially constructed, cultural, and religious. Gender differences between women and men give birth to injustice for women. In fact, the nuances of gender bias is still apparent in people's lives. Especially for cases in Indonesia, which causes permanent perpetuation of gender culture that hinder the struggle of feminists, among others: the interpretation of religious, ethnic culture, especially Java, and government policies. Based on the description, formulation of the problem of this paper are (1) how forms of gender injustice experienced by singers campursari women, (2) how gender inequality is reflected in the lyrics campursari, and (3) how efforts to address gender inequalities that women singers can exist in carrying out their profession in the public sector. Keywords: gender inequality, singer campursari, profession

ABSTRAK Perempuan dikenal sebagai sosok yang lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan, sedangkan laki-laki dianggap sosok yang kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi yang ada, ciri sifat-sifat tersebut dapat berubah dan mengakibatkan bias dan perbedaan gender. Perbedaan gender tersebut dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial , kultural, maupun agamis. Perbedaan gender antara kaum perempuan dan kaum laki-laki melahirkan ketidakadilan bagi kaum perempuan. Dalam kenyataannya, nuansa bias gender masih tampak dalam kehidupan masyarakat. Khusus untuk kasus di Indonesia, yang menyebabkan tetap langgengnya budaya gender yang menghambat perjuangan kaum feminis, antara lain : tafsir agama, budaya etnis khususnya Jawa, dan kebijakan pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah makalah ini adalah (1) bagamainakah bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh penyanyi campursari perempuan, (2) bagaimanakah ketidakadilan gender terefleksi dalam syair lagu campursari, dan (3) bagaimanakah upaya untuk mengatasi ketidakadilan gender agar penyanyi perempuan dapat eksis dalam menjalani profesinya di sektor publik. Kata kunci: ketidakadilan gender, penyanyi campursari, profesi

I. PENDAHULUAN menduduki peran di sektor domestik dan sekaligus di Bumi ini dihuni oleh manusia dengan dua jenis sektor publik. Budaya patriarkhi yang melekat pada kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan masyarakat Indonesia banyak menempatkan perempuan ini mempunyai tugasnya masing-masing perempuan di sektor domestik dan tersubordinasi. yang sifatnya alami atau kodrati dan tugas pemeranan. Subordinasi artinya suatu penilaian atau anggapan Tugas kodrati adalah tugas yang melekat pada diri bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis manusia, perempuan mengandung dan laki-laki kelamin lebih rendah dari yang lain. membuahi yang tidak bisa dipertukarkan. Di sisi lain Masyarakat pada umumnya memilah peran tugas pemeranan terkait dengan bangunan atau gender laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap konstruksi sosial, adat, agama dan masyarakat di mana bertanggungjawab di sektor domestik dan urusan mereka huni. Pemeranan itu bisa dipertukarkan, reproduksi, sedangkan laki-laki bertanggungjawab di misalnya profesi juru masak yang umumnya sektor publik dan urusan publik. Kedua peran dilakukan perempuan bisa juga dilakukan oleh laki- berdasarkan pemilahan gender ini sangat berbeda dan laki. Demikian juga profesi sopir yang biasa rentan menimbulkan ketidakadilan gender. dilakukan oleh laki-laki bisa juga dilakukan oleh Dalam tradisi kehidupan orang Jawa, laki-laki perempuan. memang dipandang lebih terhormat. Ungkapan- Berkat emansipasi yang diperjuangkan oleh ungkapan yang menguatkan laki-laki pada posisi Raden Ajeng Kartini, perempuan Indonesia bisa terhormat, antara lain: pria sebagai lelananging jagad

53

(figur Arjuna), yakni figur yang hebat, sakti, dan memiliki pekerjaan baik di sektor formal maupun istimewa, pria jangkahe dawa, karena kaum pria lebih informal. Pekerjaan yang dulu hanya dipegang oleh mengutamakan pikiran dan kemauan, pria bertugas para laki-laki, sekarang sudah banyak dilakukan oleh melaksanakan Lima-A, yakni: angayani (memberi wanita. Menjadi anggota legislatif, sopir, tukang nafkah lahir batin), angomahi (membuat rumah parkir, penerbang, bankir, pengusaha, tentara, polisi, sebagai tempat berteduh), angayomi (menjadi dan lain-lain. pengayom dan pembimbing keluarga), angayemi Salah satu stereotipe yang berkembang (menjaga kondisi keluarga aman tenteram, bebas dari berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap gangguan), angamacani ( mempu menurunkan benih salah satu jenis kelamin, (perempuan), Hal ini unggul). mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai Masyarakat Jawa umumnya dan kalangan para ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. priyayi khususnya yang bersifat patriarkhal lebih Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas banyak menonjolkan peranan dominasi pria dalam dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan rumah berkaitan dengan pekerjaan domistik atau tangga laki-laki sebagai suami menjadi kepala kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam keluarga yang mempunyai kekuasaan yang lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat bertanggung jawab terhadap diri dan keluarganya. kerja dan masyaraklat, bahkan di tingkat pemerintah Perempuan sebagai isteri adalah pendamping suami dan negara. yang pasif. Hal itu tercermin dalam ungkapan budaya Kesetaraan gender berarti adanya kesamaan Jawa bahwa isteri dianggap sebagai “kanca kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk wingking” (teman belakang), isteri dipandang memperoleh kesempatan serta hak yang sama sebagai “swarga nunut neraka katut “ pada suami, dan juga manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi ”nek awan dadi theklek, nek bengi dadi lemek”. dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial Ungkapan-ungkapan tersebut jelas menggambarkan budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan posisi laki-laki dalam rumah tangga sebagai penguasa nasional. Juga adanya kesamaan dalam menikmati kehidupan isteri. Suami mendominasi dan isteri hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga tersubordinasi. meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan Masyarakat selalu menempatkan isteri pada struktural baik terhadap laki-laki maupun perempuan. posisi yang sulit, karena terdapat hubungan asosiatif Beberapa bentuk diskriminasi gender yang sering anak dengan wanita. Suatu perkawinan yang tidak terjadi diantaranya adalah: menghasilkan anak seringkali menjadi sebab bahwa 1) Marginalisasi (peminggiran), banyak terjadi seorang pria dibenarkan untuk menikah lagi, baik dalam bidang ekonomi, misalnya perempuan setelah ia menceraikan isterinya atau pun hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak mengadakan perkawinan berdasarkan poligami. terlalu bagus baik dari segi gaji, jaminan kerja, Jelaslah dalam kasus itu suami relatif tidak dikejar maupun status dari pekerjaan yang didapat. harapan tersebut, walaupun kadang kala suamilah Upah yang diterima penyanyi campursari yang tidak subur atau mengalami impotensi, perempuan lokal berkisar Rp.100.000 s.d Rp. Mengapa sang ladang yang dituding gersang bila 500.000, dengan upah rata-rata Rp. 200.000. benih yang disemai tak segera tumbuh? 2) Subordinasi (penomorduaan), anggapan bahwa Jika terjadi masalah dalam hal reproduksi yang perempuan lemah, tidak mampu memimpin, berkaitan dengan upaya memperoleh keturunan, lebih banyak menggunakan perasaan dan masyarakat selalu menempatkan kesalahan pada sebagainya, mengakibatkan perempuan jadi perempuan dengan memberikan predikat “mandul” nomor dua setelah laki-laki. atau “gabug” dalam bahasa Jawa. Padahal, ilmu Demikian juga dengan penyanyi campursari kedokteran yang semakin maju membuktikan bahwa perempuan dianggap lemah dan kurang masalah kemandulan bisa disebabkan pada faktor dari mandiri. Profesi yang dijalani kurang mendapat laki-laki. Demikian juga dengan urusan domestik penghargaan, karena perempuan dipandang yang berkaitan dengan urusan rumah tangga jika ada tidak wajib bekerja. masalah, pihak perempuan juga dipersalahkan dengan memberikan predikat “boros”, “dandang borot”.dan 3) Stereotip (citra buruk), yaitu pandangan buruk sejenisnya. terhadap perempuan, biasanya perempuan dipandang sebagai perempuan yang lemah,

manja, dan tidak bisa melakukan pekerjaan II. BENTUK KETIDAKADILAN GENDER berat, juga dianggap sebagai perempuan nakal YANG DIALAMI PENYANYI dengan segala penampilan yang biasa CAMPURSARI PEREMPUAN ditunjukkan oleh kaum perempuan. Paradigma kesetaraan gender sekarang Profesi penyanyi campursari perempuan sering menempatkan kaum wanita memiliki kedudukan dan mendapatkan citra buruk ditengah masyarakat. peran yang tidak kalah dengan kaum laki-laki, jaman Karena pekerjaannya memberikan hiburan sekarang ini banyak sekali kaum wanita yang kepada orang lain dan sering dilakukan pada

54

malam hari, maka masyarakat sering menambah dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. memberikan penilaian sebagai “perempuan Tapi pengaruh negatifnya, waktu saya dengan nakal” dan mencibir terhadap profesi ini. keluarga menjadi berkurang. Komunikasi kepada 4) Violence (kekerasan), yaitu serangan fisik dan suami menjadi kurang”. psikis. Kaum perempuan paling rentan “Sejauh ini semua berjalan seimbang” mengalami kekerasan, perkosaan, pelecehan seksual atau perampokan. Kesetaraan gender tidak harus dipandang sebagai Kekerasan yang serin dialami oleh penyanyi suatu hak dan kewajiban yang sama persis tanpa campursari perempuan adalah pelecehan pertimbangan selanjutnya. Karena pada dasarnya, seksual. Kelompok masyarakat tertentu kemungkinan perempuan juga tidak akan siap menganggap penyanyi campursari “bisa dibeli” menanggung beban berat yang biasanya ditanggung atau minimal melakukan colak-colek bagian oleh laki-laki. Atapun juga sebaliknya, laki-laki juga tubuhnya. Memang sangat riskan, sebagai tidak akan mampu menanggung beban yang biasanya penghibur selain memiliki suara yang bagus ditanggung oleh perempuan.Tentunya kita juga harus juga harus berpenampilan bagus. Oleh karena mengetahui bahwa, fungsi atau peran utama seorang ini, pada aspek penampilan diharapkan tetap perempuan adalah sebagai seorang ibu dan juga menjaga kesantunan sehingga tidak manager dalam suatu rumah tangga. mengundang kaum laki-laki berbuat iseng. 5) Beban kerja berlebihan ((burden), yaitu tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan III. KETIDAKADILAN GENDER YANG terus menerus meningkat TEREFLEKSI DALAM SYAIR LAGU CAMPURSARI Dengan menekuni profesi sebagai penyanyi, maka perempuan tersebut menjalani peran Ketika membahas tentang ketidakadilan gender ganda pada sektor domestik dan publik. Peran pada penyanyi campursari perempuan, ternyata juga ganda tersebut menyebabkan beban kerja terefleksi pada beberapa syair lagu campursari. Syair berlebihan, sehingga perlu saling pengertian lagu campursari yang notabene banyak ditulis oleh dari keluarga untuk berbagi peran agar kaum laki-laki secara langsung maupun tidak pekerjaan menjadi ringan. langsung banyak mengeksploitasi perempuan baik dari aspek judul maupun isinya. Beberapa diskriminasi yang sering diterima oleh Berbicara tentang perempuan dengan kaum perempuan membuat kaum perempuan merasa keberadaannya memang menarik bagi pengarang perlu untuk memperjuangkan hak-hak mereka untuk lagu. Beberapa lagu campursari yang menggunakan mendapatkan kesetaraan dengan kaum laiki-laki. objek perempuan, misalnya: Sri Minggat, Sarinthol, Memperjuangkan kesetaraan yang dilakukan oleh Sumarmi, Kapok Tenan, Tragedi Tali Kotang, Aja kaum perempuan lebih kepada membangun hubungan Slingkuh, dan Bojo Loro. yang setara dengan kaum laki-laki, bukan untuk Kalimat atau berupa frasa dalam syair lagu, menentangnya. Dengan adanya kesetaraan gender seperti aku mendem lanangan, ngelus rambut njaluk dalam segala bidang maka akan terbuka kesempatan cemban, ndemok irung aba nemban, Sarinthol adhuh yang luas untuk kaum perempuan mendapatkan hak manise, Ambune adhuh wangine, Saiki lali bojone, dan kesempatan yang sama dalam mendapatkan Dhek biyen wis tak tukokke wujud tali sakkotange, pendidikan, makanan yang bergizi, kesehatan, Neng ngendi aku nggoleki tali kotang berhubungan kesempatan kerja, termasuk juga terlibat aktif dalam dengan perempuan. Hal itu sering menjadikan bahan organisasi sosial-politik dan proses-proses olokan atau celotehan yang meremehkan perempuan, pengambilan keputusan. namun justru menjadikan lagu tersebut terkenal dan ”Pengaruh peran di sektor publik bagi saya bisa laris terjual di masyarakat. Hal itu seperti contoh menyita waktu kebersamaan dengan keluarga, kutipan berikut ini: terutama bagi anak-anak” “Reff: “Untuk saat ini menguntungkan karena selain bisa Pok, kapok tenan (apa tenan), bertugas mengharumkan bangsa juga bisa wong pacaran kok kaya rega panganan, mendapatkan materi untuk keluarga” ngelus rambut njaluk cemban, ndemok irung aba nemban, “b. Sangat berperan sekali, karena semua keluarga ngesun pipi ngarani samba saya sangat mendukung dalam hal berkesenian.

Sehingga saya dalam melakukannya bisa sangat enjoy dan maksimal c. Ada beberapa hambatan yang Pok, kapok tenan. pastinya saya alami seperti waktu, tenaga, pikiran, bahkan dari segi materi”. Duwe pacar ayu kapok tenan. “Peran disektor public sangat berpengaruh Ayu ayu sisane si yuyukangkang. terhadap sector domestic. Pengaruh bagi saya, karena dengan berkarier tentu saja saya dapat membantu

55

Yuyukangkang playboy juragan bakwan” (Kapok dan tanggung jawan laki-laki dan perempuan sama. Tenan) Budaya bangsa Indonesia masih menarik-narik “perempuan”, menjadikan perempuan termarjinalisasi “Aku pengin weruh tresnamu dan menjadikan perempuan sebagai subordinat. Lan sumpahmu aja nganti janji palsu Pekerja perempuan dianggap warga kelas 2 (dua) Taktunggu jawabanmu nganti mengko jam wolu karena budaya patriarkhi dalam kehidupan budaya Nek ora mbok jawab taktinggal turu” (Jumiatun) bangsa Indonesia masih kental. Namun pemikiran- pemikiran mengenai kesetaraan peran sudah mulai “Mama-rama iki piye rama dikumandangkan dan semangat ini sudah terbakar Aku kepengin cepet nikahan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap Aku uwis ora tahan perempuan, misalnya dalam masalah pekerjaan. Aku iki wis mendem lanangan Gerakan kesetaraan gender tersebut juga Reff. Iki piye-iki piye, iki-iki piye terefleksi dalam syair lagu “Padha Pintere” (Didi Nadyan turu nganggo kemul Kempot). Dalam syair tersebut digambarkan Ora bisa ngangetke awakku perbedaan sosok perempuan zaman dahulu dan sosok Sinten mawon kulaboten pilah-pilih wulu perempuan zaman sekarang. Zaman dahulu Mas kondektur tukang cukur perempuan itu dididik di lingkungan rumah tangga Sokur-sokur yen entuk direktur...” (Mendem sesuai dengan peran dan fungsi yang akan diemban Lanangan) sebagai ratu rumah tangga. Namun zaman sekarang sudah berbeda, kaum perempuan berhak menentukan “Nanging apa nyatane hidupnya sendiri. Kaum perempuan memiliki hak Kaluntur katresnanmu yang sama untuk belajar dan bekerja, sehingga tidak Kaya wenterane jarik mustahil kalau kaum perempuan sekarang dapat Jarene ora melik menduduki jabatan yang sederajat dengan kaum laki- Gebyare bandha donya laki. Hal itu tampak dalam kutipan berikut ini: Jebul mung manis lathimu....” (Ninggalake) “jaman dhisik isih cilik dijodhokake/ wedi dadi

prawan kasep alasane/ ning saiki jamane wis Pada saat ini syair lagu campursari yang tambah maju/ lanang-wadon padha sregep ngoyak mengungkap masalah pelecehan seksual atau berbau ilmu// jaman dhisik wong wadon sabane pawon/ pornografi yang secara langsung maupun tidak pengin nyekel buku wae ora klakon/ ning saiki jamane langsung meremehkan harkat dan martabat uwis merdeka/ lanang-wadon drajate wis padha // perempuan justru digemari masyarakat. Hal inilah mbak Erna dadi sarjana muda / mbak Nur lulus titel yang perlu dievaluasi agar tidak membangun insinyur / mbak Yuni tegas dadi ABRI / mujudake ketidakadilan gender secara terstruktur. cita-cita Kartini”

(jaman dahulu masih kecil dijodohkan/ takut

menjadi perawan tua alasannya./ tetapi sekarang IV. UPAYA UNTUK MENGATASI jamannya semakin maju/ lelaki-perempuan semua KETIDAKADILAN GENDER AGAR rajin menuntut ilmu// jaman dahulu kaum perempuan PENYANYI PEREMPUAN DAPAT EKSIS hanya di dapur/ ingin memegang buku saja tidak DALAM MENJALANI PROFESINYA PADA boleh/ tetapi sekarang jamannya sudah merdeka/ SEKTOR PUBLIK. lelaki-perempuan derajatnya sama// kak Erna jadi Larangan non diskriminasi yang ada dalam UU sarjana muda/ kak Nur lulus bertitel insinyur/ kak Ketenagakerjaan berlandasakan pada Pasal 27 UUD Yuni bersifat tegas menjadi ABRI/ mewujudkan cita- 1945 dimana dalam pasal tersebut mengenai cita Kartini) kedudukan warga negara tanpa adanya diskrimansi. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Sebagai landasa operasional dari pasal 27 UUD 1945, Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan selain UU Ketenagakerajaan diatur juga lebih lanjut tercantum untuk tidak adanya diskriminasi kerja, Pasal dalam PP No. 8 Tahun 1981 tentang perlindungan 5 “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang upah, yang menegaskan bahwa dalam menetapkan sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh upah tidak ada diskriminasi antara buruh laki-laki dan pekerjaan” maka Undang-Undang No.13 tahun 2003 buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya. menunjukan komitmennya untuk menyediakan Kesetaraan gender di abad 21 semakin merebak kesetaraan dalam kesempatan bekerja dengan tanpa dan kaum perempuan memberontak karena perilaku diskriminasi baik itu laki-laki maupun perempuan. ketidakadilan yang biasa hadir dari pihak laki-laki Kesempatan kerja pastinya harus ada di semua aspek sebagai sosok yang maskulin. Laki-laki dan politik, ekonomi dan sosial namun sayangnya masih perempuan adalah sama, mereka adalah makhluk saja perempuan tersingkirkan saat mengembangkan ciptaan Tuhan, perbedaannya hanya terletak pada jenis potensinya dalam ranah politik karena peraturan yang kelamin dan reproduksi. Kesetaraan gender adalah sarat akan patriarkhi menghasilkan kebijakan yang kesataraan peran sehingga dalam setiap aktivitas tugas tidak memberikan kesempatan dan tidak mengakomodir peran perempuan, misalnya kuota

56

yang hanya 30% bagi caleg perempuan di setiap V. SIMPULAN agenda 5 (lima) tahunan, pemilu. Diskriminasi yang sering diterima oleh kaum “Di sektor domestik kita harus pintar-pintar perempuan membuat kaum perempuan merasa perlu membagi waktu antara kerja dan pada saat libur, bisa untuk memperjuangkan hak-hak mereka untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya”. mendapatkan kesetaraan dengan kaum laiki-laki. “Lebih mengatur waktu antara keluarga dan Memperjuangkan kesetaraan yang dilakukan oleh waktu pentas. Apabila pada saat bulan-bulan ramai kaum perempuan lebih kepada membangun hubungan (syawal, besar) tetap menyempatkan untuk yang setara dengan kaum laki-laki, bukan untuk mengambil libur dalam pentas, waktu tersebut menentangnya. digunakan untuk keluarga”. Berdasarkan uraian dalam makalah dapat ditarik “Mengatur keseimbangan waktu antara rumah kesimpulan, bahwa (1) Penyanyi campursari tangga dan pekerjaan merupakan salah satu tantangan perempuan mengalami perlakuan ketidakadilan terberat saya. Sebagai wanita yang sudah berumah gender dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, tangga, saya dituntut untuk dapat melaksanakan stereotipe, kekerasan (violence) dan beban kerja lebih semua tugas-tugas domestik yang tidak dapat saya panjang dan lebih banyak (burden) atau (double hindari. Cara saya mengatasi peran ganda tersebut burden); (2) Bentuk ketidakadilan gender juga salah satunya yaitu dengan membagi waktu yang tepat terefleksi dalam syair lagu campursari dan eksploitasi dan efektif berkarier dan melaksanakan pekerjaan dalam lagu ini menjadikan lagu semakin populer dan rumah tangga. Harus pintar mengatur waktu digemari masyarakat; dan (3) Upaya untuk mengatasi bagaimana saya bisa berkarier diluar dan tidak lupa ketidakadilan gender agar penyanyi perempuan dapat akan kewajiban saya dirumah”. eksis dalam menjalani profesinya di sektor publik “Selalu mempertimbangkan mana yang lebih dilakukan dengan perlindungan hukum dan penting selalu membedakan antara tugas dan profesi penyuluhan pemberdayaan perempuan. yang tujuannya sekedar mencari materi”. “a. Dengan cara melaksanakan keduanya sesuai VI. DAFTAR PUSTAKA porsi dan ketentuan. Artinya karena saya pelaku seni [1].Artani, Zaitunah. 1999. ”Hak Perempuan Sama dalam hal ini adalah sindhen secara pembagian waktu Dengan Laki-Laki” dalam Majalah Santri No. 26, saya berkesenian dimalam hari. Tapi karena saya Safar-Rabiul Awal 1420H, Juni 1999. adalah seniman profesional yang juga berkecimpung disegala aspek seni budaya maka tidak menutup [2].Banawiratma & Sindhunata. 1996. “Di Bawah Bayang- Bayang Budaya Kekuasaan Lelaki” dalam Majalah kemungkinan jika saya melakukannya mulai pagi Basis No. 07, tahun Ke-45, Oktober 1996. sampai malam dan memang itu resiko pekerjaan saya”. [3].Budiman, Kris. 1995. “Kritik Sastra Feminis: Josephine Donovan”, dalam Majalah Basis No. 6 Fenomena saat ini dengan meningkatnya jumlah Tahun XLIV Juni 1995. perempuan bekerja diharapkan perempuan lebih banyak berpatisipasi dalam pembangunan. Peraturan [4].Chaplin, C.P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi. yang disusun dalam hal kesetaraan gender untuk Jakarta: Grasindo. memberdayakan perempuan ini dapat memberikan [5].Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: kemudahan para perempuan untuk bekerja pada sektor Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan publik, tanpa meningggalkan peran pada sektor dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. domestik. [6].Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis: Dewasa ini sudah banyak kemajuan yang di capai Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. oleh kaum perempuan. Dalam kehidupan sehari-hari [7].Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender & sudah banyak yang membahas dan membicarakan Transformasi Sosial. Yogyakarata: Pustaka Pelajar. tentang adanya persamaan hak dan kewajiban yang di [8].Harijani, Doni Rekro. 2001. Etos Kerja Perempuan tuntut oleh kaum perempuan baik di Indonesia sendiri Desa: Realisasi Kemandirian dan Produktivitas maupun di luar negeri. Kaum perempuan merasa Ekonomi. Yogyakarta: Philosophy Press. mempunyai kedudukan yang sederajat dengan laki- [9].Hemas, G.K.R. 1992. “Wanita Indonesia Suatu laki serta mempunyai hak dan kebebasan yang Konsepsi” dalam Liberty. Yogyakarta: Liberty. sederajat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kata “sederajat” menggantikan kata [10].Herusatoto, Budiono. 1984. Simbolisme dalam “sama”, karena menurut saya emansipasi bukan Budaya Jawa. Jakarta: Intidayu Press. berarti “sama persis”, tetapi kaum perempuan dalam [11].Horton, Paul B. & Chester L. Hunt. 1987. Sosiologi, hal peran diberikan kesempatan untuk terj, oleh Aminuddin Ram dan Tita Sobari. Jakarta: mengembangkan dirinya seoptimal mungkin tanpa Erlangga. meninggalkan kodratnya sebagai perempuan. [12].Kartini, Kartono. 1992. Psikologi Wanita Jilid II: Mengenal Gadis , Remaja, dan Wanita Dewasa. Bandung: Mandar Maju.

57

[13[.Kartodirdjo, Sartono dkk. 1993. Perkembangan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah: Petunjuk Bagi Peradaban Priyayi. Yogyakarata: Gadjah Mada Guru Dan Orang Tua. Jakarta: Rineka Cipta. University Press. [19].Showalter, Elaine. 1989. ‘Towards Feminist Poetics’ [14].Lengermann, Patricia Madoo & Jill Niebrugge- dalam Philip Rice. Modern Literary Theory: A Reader. Brantley. 1983. “Contemporary Feminist Theory” . Great Britain: Chapman and Hall. Dalam George Ritzer, Contemporary Sociological [20].Singh, Charu Sheel.1990. Contemporary Literary Theor. New York: Alfreda Knopf. Theory: Linier Configurations. New Delhi: B.R. [15].Mananzan, Mary John. 1996. “Sosialisasi Penindasan Publishing Corporation. Wanita” dalam Majalah Basis No.07, Tahun Ke-45, [21].Slameto, 2003. Belajar dan Faktor Oktober 1996. Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka [16].Muthali’in, Achmad. 2001. Bias Gender dalam Cipta.perkembangan.Jakarta: Bumi aksara.2006 Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University [22].Wacjman, Judi. 2001. Feminisme versus Teknologi, Press. terj. oleh Ima Susilowati. Yogyakarta: Sekretariat [17].Purnomo, Sucipto Hadi. 2002. “Ketika Ruang Untuk Bersama Perempuan Yogyakarata (SBPY) dengan Wuyung Kian Hilang”, Suara Merdeka Minggu, 13 OXFAM UK-1. Januari. Semarang. [22].Yusuf, S. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan [18].Semiawan, Conny R.; Munandar, A.S.; Munandar, Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Sukarni Catur Utami, 1984. Memupuk Bakat Dan

58

59