DINAMIKA PEMBAURAN KEBANGSAAN DALAM MASYARAKAT MULTIETNIS DI ” (disampaikan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Dialog Interaktif Pemantapan Wawasan Kebangsaan Angkatan V oleh Badan Kesatuan Bsngsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta, 18 Agustus 2016, Ruang Serbaguna Gelanggang Olah Raga (GOR), Jl Otista Raya No.121 Jakarta Timur, INDONESIA)

Oleh Prof DR Budi Sulistiono, BA., Drs., M.Hum Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta www.putra-lawu.com ; [email protected]

Segala puja dan puji syukur mari kita panjatkan ke hadirat Allah swt yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayat, serta taufiqNya kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul di tempat yang penuh bahagia ini.

Saya ucapkan banyak terima kasih kepada Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta, dan segenap jajarannya beserta segenap peserta yang telah memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan Dialog Interaktif Pemantapan Wawasan Kebangsaan Angkatan V.

Bagi saya pribadi upaya penyelenggaraan kegiatan Dialog Interaktif Pemantapan Wawasan Kebangsaan yang saat ini secara estafet sudah memasuki Angkatan V, adalah kegiatan yang bukan sembarang kegiatan tapi yang penuh makna dan mulia apalagi ini kegiatan sebagai upaya pemantapan wawasan kebangsaan. Semoga kita semua yang ada di Ruang Serbaguna Gelanggang Olah Raga (GOR) ini tetap tanggap dan bangga memahami untuk selalu mengerti apa dan siapa kita sekarang hingga nanti usai kegiatan pemantapan ini.

Pertanyaan dari saya “kenapa kita harus tanggap dan bangga”, karena kita adalah bangsa INDONESIA. Kata INDONESIA terpancang di dalamnya wilayah terbentang dari Sabang sampai Merauke (Tanah Papua/Irian Barat/Irian Jaya). Dari Sabang untuk sampai Merauke, siapa pun harus menapaki Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Maluku barulah sampai di Merauke. Dari Merauke untuk sampai ke Sabang tolong melewati jalur selatan ada Nusatenggara Timur, Nusatenggara Barat, , Jawa, Sumatera barulah kita sampai di Sabang. Wilayah dalam bentangan himpunan tidak kurang 17.000 pulau besar dan kepulauan direkatkan oleh bentangan laut dan lautan. Inilah kenyataan yang patut kita syukuri bersama. Nah, Siapa pun yang terlahir sebagai BANGSA INDONESIA untuk selalu diingat bahwa INDONESIA sejak 17 Agustus 1945 berani menyatakan “MERDEKA”, tanpa letupan DAR DEER DOOR senjata, padahal saat itu di Jl.Proklamasi – tempat dimana Bung Karno-Bung Hatta membaca teks proklamasi di tengah kepungan kekuatan bangsa-bangsa penjajah. Alhamdulillah dengan

1 rahmat Allah swt kita sekarang sama-sama memasuki alam KEMERDEKAAN INDONESIA yang ke-71.

Apa yang bisa kita ambil hikmah dari wujud INDONESIA, dari kenyataan berhimpunnya multietnis dan multi bahasa dan budaya, “Merdeka” 17 Agustus 1945 tanpa letupan senjata di tengah kepungan bangsa penjajah ? Suasana kita hari ini akan bernilai ‘mantab’ dan bermartabat jika sama-sama ikhlas membuka lembaran sejarah tahun-tahun jauh sebelum 1945. Biar bernilai ‘mantab’ kegiatan dialog ini saya tidak sampaikan sekedar ceramah melainkan ungkap data lapangan di beberapa tempat dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Semoga saja kita semua pernah berkunjung ke CANDI . Jika benar kita pernah ke tempat apa yang hingga detik ini masih tersimpan dalam fikiran dan benak hati kita ?. Borobudur ‘tetaplah candi’, Borobudur itu berada di

“Jawa Tengah”, Borobudur itu “indah”, “cantik”, “megah”. Candi Borobudur merupakan nama sebuah candi Buddha yang terletak di Desa Borobudur,

Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah baratdaya Semarang dan 40 km di sebelah baratlaut Yogyakarta, dan berada pada ketinggian kira- kira 265,4 m di atas permukaan laut. Selain itu, masih banyak yang mesti kita catat untuk lebih mencermati keberadaan Candi Borobudur.

Pembangunan candi Borobudur diduga selesai pada 847 M. Luas bangunan Candi

Borobudur 15.129 m2 yang tersusun dari 55.000 m3 batu, dari dua juta potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata 25 cm X 10 cm X 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton. Melalui angka tahun 800-847 M (proses pendirian candi) & jutaan potongan batu hingga berwujud candi hingga kini tahun 2016 perwujudannya tetap cantik-indah-megah.

Lebih dahsyat lagi Candi Borobudur terdiri dari 10 tingkat, ini bukti nyata Anak bangsa Indonesia telah mencapai teknologi tak kalah dengan bangsa-bangsa lain.

Candi Borobudur yang dibangun dalam formasi 10 tingkat memiliki 1.460 relief, di setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi.

Di antara ragam hias pada dinding Candi Borobudur berupa relief Kapal bercadik (bersayap), yang menunjukkan kegiatan berlayar.

2

Foto : Kapal bercadik (bersayap) Selain itu terdapat relief yang menggambarkan jenis tanaman pangan, yaitu tanaman pertanian basah dan tanaman pertanian kering. Jenis tanaman pertanian basah yaitu tanaman padi, sedangkan jenis tanaman pertanian kering terdiri dari nangka, sukun, pisang, mangga, tebu, jagung, aren, dan jagung. Relief tanaman pangan yang dimaksud adalah tanaman pangan yang dikonsumsi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik dimakan maupun diminum. Ini bukti nyata bahwa Masyarakat Jawa Kuno khususnya masyarakat pendukung candi

Borobudur telah mempunyai kemampuan membudidayakan tanaman pangan.

Selain itu terdapat dua relief yang sedang melakukan aktivitas pertanian membajak dan membawa hasil panen. Petunjuk ini membuktikan bahwa masyarakat pendukung Candi Borobudur telah mengenal pertanian persawahan. Berdasarkan tinjauan etnografis, diperoleh gambaran mengenai sistem pertanian basah dan kering yang terdiri dari beberapa tahap yaitu teknik pengolahan tanah, tahap penanaman dan pemeliharaan, tahap memanen dan mengolah hasil panen, dan upacara ritual untuk menunjang keberhasilan dari pertanian tersebut. Dari tinjauan etnografis tersebut diperoleh garis kesinambungan bahwa sistem pertanian baik secara basah maupun kering telah dilakukan oleh masyarakat Jawa Kuno, khususnya masyarakat pendukung candi Borobudur, dan berkelanjutan sampai pada masyarakat sekarang ini. Berdasarkan hal tersebut jenis tanaman pangan pada

3 relief Candi Borobudur memberikan gambaran mengenai lingkungan di sekitar

Borobudur.

Melalui bangunan candi Borobudur dan candi-candi yang lain tidak sedikit bentuk dasar maupun motif ragam hiasnya tetap dilestarikan di sejumlah bangunan kuno, antara lain bangunan masjid-masjid kuno dengan beberapa aspek yang menyertainya, misalnya bagian atap, mihrab, minbar, tiang, pintu, dan sebagainya.

Di komplek masjid Kudus, ada bangunan peninggalan Hindu-Buddha di dalam mau pun di luar masjid, berupa gapura paduraksa.

Foto : gapura Paduraksa dalam masjid Kudus, Jawa Tengah Di bekas kerajaan ditemukan komplek makam Muslim, dikenal

Makam Troloyo. Di komplek makam Troloyo1 . Di Komplek makam ini terdapat sekitar 10 makam dengan nisan berprasasti aksara Arab, selain yang beraksara

Jawa Kuna. Menurut LC Damais2 (1957 :392-408), angka tahun tertua yang termuat dalam sejumlah nisan yang beraksara Jawa Kuna itu, menunjuk angka tahun 1203 Caka atau 1281 Masehi, sementara angka tahun termuda adalah 1533

1 Komplek makam ini terletak di desa Sentonorejo, Kecamatan , Mojokerto. 2 L.C.Damais, 1957, "Etudes Javanais I, Les Tombes Musulmanes Detees de Tralaya", BEFEO, XLVIII.

4

Caka atau 1611 Masehi. Selain kaligrafi Arab dan Jawa Kuna, di kompleks makam ini juga dijumpai pola hias "Sinar", dan karena bertempat di lokasi bekas kerajaan

Majapahit, maka sangat dikenal dengan pola hias "Sinar Majapahit". Kehadiran

“Sinar Majapahit” atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Surya Majapahit”, semakin menunjukkan Kedekatan arsitektur Masjid Demak dan beberapa aspek di dalamnya dengan bangunan Majapahit. Hiasan “Surya Majapahit” hingga kini masih terpampang dengan jelas ada di bagian atas mihrab.

Umpak batu yang menjadi tradisi sejak masa pasejarah, Hindu-Budha sebagai terdapat pada bangunan Candi Tikus (Majapahit), banyak ditemui di banyak masjid kuno . Umpak batu sesuai fungsinya sebagai alat penyangga tiang-tiang utama mau pun serambi masjid. Cobalah, cermati di masjid Banten, Cirebon, Demak, juga bangunan istana-istana kesultanan Islam

Nusantara.

Kalau kita berkunjung ke istana Kesultanan Cirebon, hampir pasti tidak sedikit bukti-bukti temuan menarik. Benda berbentuk keramik berwarna cokelat dibawa ke , Cirebon pada sekitar 1745. Keramik-keramik itu berisi cerita para nabi dalam Kitab Perjanjian Lama dipasang sebagai hiasan di salah satu sudut istana kesultanan. Keberadaan keramik-keramik ini semakin membuktikan bahwa kesultanan menjadi pusat percampuran berbagai budaya.

Di dinding tembok kompleks Siti Inggil terdapat piring-piring dan porslen- porslen yang berasal dari Eropa dan negeri Cina dengan tahun pembuatan 1745

M. Tampilan keramik-keramik Asing terutama Cina juga dapat dicermati di dinding bangunan Menara Kudus dan mihrab Masjid Demak.

Melalui beberapa data yang saya peroleh dari lapangan di atas setidaknya toleransi berkehidupan di antara multietnis bahkan multi bangsa telah dibangun dan dibina secara berkelanjutan, sejak ratusan tahun yang lalu. Karenanya, momentum dialog interaktif akan lebih mantap andai saja berlanjut di lapangan.

Outputnya jelas yakni DINAMIKA PEMBAURAN KEBANGSAAN DALAM

5

MASYARAKAT MULTIETNIS DI INDONESIA dari wacana menjadi modal kebersamaan. Semoga

Wallahu alMuwafiq ila aqwam at-tariq

Tebet, 17-8-2016

6