Acmad Dipoyono: Revitalisasi Seni Pertunjukan Tradisional di Surakarta

REVITALISASI SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL KETOPRAK DI SURAKARTA

Acmad Dipoyono Staf Pengajar Program Studi Seni Teater, Jurusan Pedalangan Fak. Seni Pertunjukan ISI Surakarta

Abstract

Ketoprak is a local cultural heritage of Central (Surakarta) which is still popular with its people, even though its existence is up and down. The situation began to be marginalized into the original habitat, and enchanted to like a new aesthetic that causes ketoprak to shift its function and orientation. The development of Ketoprak in Surakarta is always dynamic, requires renewal to harmonize with the turmoil of people’s lives, and the demands of the times. It needs the right creativity so that ketoprak as a local cultural heritage still has the spirit of Javanese tradition, as well as being alive and building the cultural identity of Surakarta and not distorting. This can be judged by how much the attention of the public, and officials / institutions related to the growth and development of ketoprak, as well as how consistent the actors in maintaining the conservation of traditional ketoprak art. Conservation is the preservation or protection that aims to protect the richness of art and culture, in this case the traditional art of ketoprak. Ketoprak must find an alternative solution so that its existence does not die. The most preventive and effective solution is the revitalization as well as the development of ketoprak for the regeneration of connoisseurs (spectators), as well as decoys (prospective successors) ketoprak art. The revitalization of ketoprak is one of the primordial steps to revive the interest of the younger generation in the traditional arts of ketoprak especially in Surakarta, so that ketoprak continues to exist as a local cultural heritage.

Keywords: Ketoprak, Existence, Conservation, Revitalization.

Pengantar teater yang pada umumnya sederhana, lahir dan hidup menyatu dengan masyarakat Teater tradisional merupakan jenis pendukungnya yang akrab. Pada mulanya pertunjukan yang hidup di suatu daerah tertentu teater ini merupakan bentuk permainan, yakni dan berkembang menjadi bentuk teater khas sebagai pengisi waktu luang yang dimainkan oleh dari daerah itu. Keberadaannya dihidupkan atau masyarakat di halaman, bahkan di simpang diuri-uri secara turun-temurun dari generasi ke empat jalan-jalan atau di sawah yang baru generasi oleh masyarakat suatu daerah dipanen. Adapun pengertian teater transisi adalah tertentu. bentuk teater rakyat yang penampilannya telah Menurut jenisnya teater tradisional di In- mendapat pengaruh dari bentuk-bentuk teater donesia dibagi menjadi tiga, yaitu teater klasik, barat, teater ini disebut juga . Menurut teater rakyat, dan teater transisi. Teater klasik Ki Hadjar Dewantara, sandiwara adalah adalah bentuk teater tradisional yang telah pengajaran yang dilakukan dengan perlambang. mapan, dan telah hidup terpelihara di dalam Dengan kata, sandiwara sebagai pengganti kata istana. Jenis teater ini banyak menceritakan toonil dan sebagai pengganti kata drama. kisah para raja dan kesatria, serta dipentaskan Kasim Achmad dalam tulisannya yang di dalam tembok istana atau rumah keluarga berjudul “Teater Rakyat di ” raja (sentana). Teater rakyat adalah bentuk mengatakan, bahwa teater rakyat merupakan

Vol. XV No. 2, Desember 2018 107 LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan

bagian teater tradisional yang memiliki beberapa dapat mengancam warisan monomental nenek ciri. Ciri-ciri tersebut yaitu berbahasa daerah, moyang kita yakni ketoprak. spontanitas, dilakukan dengan improvisatorik, Sisi lain ketoprak sebagai seni pertunjukan serta diselingi dialog, tarian, nyanyian atau memang masih dibutuhkan oleh masyarakat tembang. Adapun yang termasuk dalam teater pendukungnya, sehingga kehidupan ketoprak tradisional rakyat salah satunya adalah ketoprak dalam prespektif budaya masyarakat etnis Jawa di Jawa Tengah. Jenifer Lindsay dalam “Klasik harus selalu dijaga, dan diselaraskan dengan Kitsch Kontemporer Sebuah Studi Tentang Seni kehidupan lingkungan, maupun perkembangan Pertunjukan Jawa” mengatakan, bahwa jamannya. Ketoprak perlu ditopang ketoprak merupakan bentuk kesenian Jawa masyarakatnya dalam menegakkan budaya yang dramatik. Ketoprak dianggap tradisional bangsa, khususnya budaya seni pertunjukan dengan berbagai alasan, diantaranya; karena berwarna lokal Jawa. lahir pada masa Indonesia belum merdeka; Ketoprak dalam perkembangannya selalu karena menggunakan dialek atau bahasa dinamis, membutuhkan pembaharuan untuk daerah, dan punya identitas regional yang kuat menyelaraskan dengan gejolak kehidupan karena mengambil cerita tradisional yang sudah masyarakat, dan tuntutan jamannya. Akan umum atau sudah dikenal; karena (dalam tetapi, pembaharuan itu tidak selamanya dan berbagai cara) punya pola dramatik tertentu seluruhnya baik. Perlu kreativitas yang tepat, yang dapat diduga sebelumnya, dan tidak agar ketoprak sebagai warisan budaya local menggunakan naskah. masih memiliki ruh tradisi Jawa, serta bersifat Ketoprak merupakan warisan budaya menghidupkan dan membangun budaya Jawa. lokal Jawa Tengah yang masih digemari masyarakatnya, meskipun eksistensinya naik Ketoprak turun. Penyebabnya ialah pergeseran fungsi dan orientasi. Pada sebuah diskusi di Pusat Asal mula kemunculan ketoprak menurut Studi Kebudayaan Universitas Gadjah Mada hasil penelitian Bagian Kesenian Jawatan (UGM) , Bondan Nusantara Kebudayaan Kementrian Pendidikan Pengajaran (penggiat seni tradisi) pernah menilai, bahwa dan Kebudayaan Republik Indonesia ketoprak sebagai kesenian rakyat yang tumbuh (sekarang Direktorat Kesenian Direktorat Jendral dari masyarakat komunal agraris. Akan tetapi, Kebudayaan Depdikbud Republik Indonesia) masyarakat yang tadinya guyub dengan seni menyimpulkan, bahwa ketoprak lahir tradisi berciri sederhana, serta penuh keakraban di Surakarta pada tahun 1908 dengan dan egaliter, mulai terpinggirkan ke habitat penciptanya Raden Mas Tumenggung semula, bahkan tersihir untuk menyukai estetika Wreksodiningrat. baru. Pada mulanya, kesenian ini lahir dan Fenomena di atas bermula tahun 1990- hidup pada masyarakat pinggiran, yang an ketika terjadi loncatan teknologi informasi dipertunjukkan (biasanya) pada saat musim dan industrilisasi. Pekerja seni tradisi tidak siap panen khususnya padi. Pada pesawahan menghadapi tantangan zaman, dimana minat sehabis panen atau di halaman rumah, para publik beralih ke tayangan yang estetikanya lebih petani bekerja sambil memainkan alat menarik. Seiring dengan perkembangan penumbuk padi berupa lesung. Aktivitas kesenian modern yang lebih mapan dan tersebut kemudian menghasilkan bunyi yang menjanjikan, kesenian tradisional ketoprak mulai dinamis, dan mereka menimpalinya dengan redup dari permukaan, bahkan tidak menutup nyanyian-nyanyian (tembang gejog). Nyanyian kemungkinan aset budaya lokal tersebut akan yang mereka lantunkan misalnya Turi-turi putih, sirna diterpa badai kepunahan. Lebih parah lagi, Cublak-Cublak Suweng, Lir-Ilir, Sluku-Sluku bila minat dan hasrat kaum muda semakin Bathok, dan lain-lain. terbuai oleh arus modernisasi yang mengusung Petani yang lain secara spontanitas dan kebudayaan global sehingga perlahan-lahan improvisasi, meleburkan diri dengan menari-nari,

108 Vol. XV No. 2, Desember 2018 Acmad Dipoyono: Revitalisasi Seni Pertunjukan Tradisional Ketoprak di Surakarta

berdialog dengan bahasa sehari-hari (bahasa dengan adegan Gladen atau silat/ Jawa), dan berakting sebatas bermain-main peperangan. karakter. Lakon yang dibawakan menceritakan c. Bahasa atau dialog menggunakan bahasa seorang petani yang sedang mencangkul di Jawa baku yang meliputi empat ragam, sawah, kemudian disusul istrinya dengan yaitu; krama inggil (halus dan tinggi), krama membawa makanan. Pemainnya terdiri dari madya (halus dan sedang), krama desa Mbok Gendro alias Nyi Badur dan Ki Wisangkoro. (madya/halus desa) dan ngoko (kasar). Nama gendhing-gendhingnya Mega Mendung, Jika ada unsur nyanyian atau tembangnya Kupu Tarung, Trim, Bak-bak, Simah-simah, biasanya terdapat pada adegan karon sih Beluluk Tiba, dan Randha Ngangsu. Dialog atau pengungkapan rasa cinta antar permainan sebagaian berbentuk dialog orang kekasih, adegan dagelan (disertai dengan sehari-hari atau dalam bahasa Jawa disebut tarian) dan adegan tantang-tantangan atau gancaran, sifatnya hanya saling timpal- dalam memulai peperangan. menimpali (ndagel) dengan menghadirkan d. Tata musik menggunakan gending suasana keriangan (gecul). karawitan baik slendro maupun pelog, Raden Mas Tumenggung Wreksodiningrat ditambah kenthongan sebagai keprak yang sebagai seniman dan budayawan Keraton berfungsi pemulai pertunjukan/adegan, Surakarta, akhirnya mengemas kesenian rakyat pergantian suasana, dan pengatur laku. ini menjadi bentuk estetis yang baru yang e. Tata busana untuk cerita rakyat Jawa dipentaskan pertama kali pada hari Selasa pon menggunakan kejawen (gedog dan 21 Besar, Je angka Jawi 1838 atau tgl. 5 Januari basahan), busana mesiran atau Stambulan 1909. Pementasan kesenian rakyat ini untuk untuk cerita-cerita 1001 malam dan cerita meramaikan perkawinan agung Kanjeng Gusti Cina. Riasnya sangat mencolok, tetapi Pangeran Adipati Arya Paku Alam VII dengan disesuaikan dengan kebutuhan peran, Putri Sri Susuhunan Pakubuwana X dari watak, dan karakternya. Surakarta bernama Gusti Bendara Raden Ajeng f. Tata pentas atau settingnya menggunakan Retno Puwoso yang bertempat di Kepatihan gambar background atau tonil yakni lukisan Surakarta. yang dibuat dalam kain sebagai penunjuk Pada akhirnya ketoprak menjadi kesenian tempat kejadian, ditambah dengan seting- tradisional yang tumbuh dan berkembang seting sebagai idiom atau penunjuk kelas di masyarakat Jawa. Ketoprak dalam social. Misal, didalam istana ada kursi perkembangannya memiliki ciri-ciri : singgasana, di pedesaan ada lincak. a. Cerita-cerita yang diangkat adalah berasal dari sejarah, babad, panji yang bertemakan Ada dua gaya pemanggungan dalam sosial dan politik (kisah cinta, kepahlawanan, ketoprak, yaitu; ketoprak gaya “Mataraman”, dan lain-lain). Akan tetapi, muatannya selalu dan ketoprak gaya “Pesisiran”. Ketoprak gaya yang baik-benar pasti menang, dan yang Mataraman lebih banyak ditampilkan di wilayah salah-jelek pasti kalah (becik ketitik ala daerah Yogyakarta. Kata Mataraman pada ketara). dasarnya mengacu pada penamaan ketoprak b. Cerita yang diangkat berlatar istana sentris Mataram yakni satu lebel yang diberikan pada dan masyarakatnya. Oleh karena itu, jalinan kelompok-kelompok ketoprak dari daerah alurnya mulai dari istana, ke masyarakat, Yogyakarta. kembali ke istana, menuju kemasyarakat Secara umum ketoprak gaya Mataraman dan berakhir di masyarakat tersebut atau memiliki ciri khusus yang dapat dilihat pada bisa jadi berakhir di istanan. Di antara bentuk penyajiannya. Dibandingkan dengan permasalah dan klimak bisanya ada ketoprak bergaya Pesisiran, ketoprak selingan adegan Geculan atau dagelan Mataraman disajikan dengan mengesankan (adegan komedi dari abdi atau pendamping gaya yang lebih realistik, karena sudah tokoh protagonis). Klimak biasanya disertai terpengaruh oleh dramaturgi barat. Kesan itu

Vol. XV No. 2, Desember 2018 109 LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang

dapat dilihat dari penuturan dialog, unggah- lebih banyak menampikan kostum yang ungguh maupun bentuk pemanggungan. Pada bersahaja, maka kostum gaya Pesisiran lebih pengucapan dialog misalnya, ketoprak gaya didominasi dengan tata busana yang dimodifikasi Mataraman lebih banyak menghindari gaya untuk memberi kesan gebyar dan mewah. Gaya bicara yang sangat “melodius”, sehingga warna pesisiran ini lahir dan berkembang di daerah- keseharian lebih mengemuka. Dalam persoalan daerah pesisiran Jawa Timur dan Jawa Tengah, unggah-ungguh ketoprak Mataraman lebih termasuk Surakarta. menampilkan gesture seadanya, atau gesture- gesture tersebut semata-mata diambil dari Problem Kesenian Ketoprak Di prilaku keseharian. Dalam gaya pemanggungan Surakarta ketoprak gaya Mataraman telah banyak memasukkan unsur-unsur set dekor yang Perkembangan kesenian tradisional di bersifat tiga dimensi, sehingga latar belakang Surakarta dewasa ini mulai mengalami pasang panggung tidak sekedar lukisan yang dibuat surut. Berbagai problem terus mewarnai dalam kain, tetapi juga ornament-ornamen yang eksistensi kesenian tradisional yang menjadi aset bisa direspon sebagai alat akting. Gaya ini lahir masyarakat dalam menumpahkan segala dan berkembang di Yogyakarta. kreativitasnya yang dimiliki. Ketoprak gaya Pesisiran sebenarnya Fenomena ketoprak yang banyak disorot, mengacu pada kata “pesisir” yang berarti tentu memiliki faktor pemicu. Salah satunya daerah perkembangan ketoprak di pinggiran adalah pelaku kesenian ketoprak yang dinilai tidak pantai. Hal ini menunjukkan bahwa ketoprak mampu mengelola para penontonnnya agar jenis ini pada awalnya berkembang di daerah- tetap bertahan dan menikmati pertunjukan daerah pinggir pantai (Pati dan Tulungagung). ketoprak. Tidak heran bila masyarakat sekarang Namun demikian, ketoprak gaya pesisiran ini sudah mulai meninggalkan kesenian ini, mempengaruhi gaya penyajian ketoprak- kemudian beralih pada kesenian modern yang ketoprak di daerah lain, seperti Semarang, Blora, lebih menantang, serta menawarkan nuansa Kediri, Tuban, dan daerah lain termasuk baru yang mencerahkan. Problem semacam Surakarta. Ciri yang paling khas dari ketoprak ini menjadi tugas dan tanggung jawab bersama pesisiran adalah besarnya pengaruh gaya terutama para pelaku ketoprak, agar ketoprak dalam penyajiannya. Hal tersebut sebagai aset budaya lokal tetap eksis, hidup, dapat dilihat dari gaya dialognya yang sangat dan berkembang, serta mampu memberikan melodius, dan adanya tarian-tarian tertentu penghidupan bagi para pelakunya. sebelum jejer (adegan pisowanan). Begitu pula Meredupnya ketoprak di Surakarta terkait dalam adegan perang tanding, ketoprak dengan dua hal permasalahan. Pertama, secara Pesisiran sering menggunakan gendhing atau internal para pelaku ketoprak kurang mampu tembang palaran sebelum dimulainya menarik minat para generasi muda sebagai perkelahian – satu hal yang lazim dipakai wayang generasi penerus seni budaya. Selain itu, kurang orang dalam perang tanding antar tokoh-tokoh mampu memikat hati masyarakat dengan penting . menampilkan garapan yang menarik, atraktif, Ketoprak Pesisiran juga lebih banyak kreatif, dan inovatif. Sebagian besar masyarakat menggunakan latar belakang satu dimensi yakni menganggap, bahwa ketoprak tidak lagi relevan berupa lukisan-lukisan yang menggambarkan dengan perkembangan zaman, dan tidak kraton tertentu, hutan atau sebuah alun-alun memiliki secercah harapan untuk bersaing dalam kerajaan. Selain itu, ketoprak gaya dengan kesenian modern yang lebih Pesisiran masih menggunakan gaya tata rias menjanjikan. Masyarakat cenderung yang mengalami stilisasi yakni bentuk rias yang berkompromi dengan media lain yang lebih dibuat dengan tujuan mampu menggambarkan dinamis, dan memberikan alternatif hiburan yang karakter tokohnya dengan berlebihan. Begitu informatif-inovatif, semisal televisi, radio, pula dalam kostum, jika ketoprak Mataraman maupun film.

110 Vol. XV No. 2, Desember 2018 Acmad Dipoyono: Revitalisasi Seni Pertunjukan Tradisional Ketoprak di Surakarta

Kedua, secara eksternal, kurangnya Pada penyelenggaraan festival ketoprak dukungan dari masyarakat atau pihak-pihak di Surakarta, hal tesebut nampak kurang terkait dalam upaya keberlangsungan kehidupan mendapatkan respon positif. Frekuensi kesenian ketoprak. Upaya yang dimaksud ialah penyelenggaraan festival di Surakarta tergolong kuantitas “mengakrabkan” ketoprak kepada rendah, rata-rata dalam satu tahun Surakarta masyarakat, seperti kontinyuitas hanya menyelenggarakan satu kali festival yang penyelenggaraan event-event pementasan dikelola oleh Pemda (Dinas Kebudayaan). ketoprak, penyelenggaraan lomba-lomba, Namun demikian, respon dari masyarakat atau ataupun festival ketoprak yang dirasa masih pelaku seni ketoprak-pun juga tidak antusias kurang semarak. Selain itu, dalam kualitas atau semarak. Ada beberapa faktor yang pelestariannya dirasa masih kurang adanya membuat semarak pesta seni ketoprak (festi- dukungan dari pihak-pihak terkait soal val) ini kurang mencapai sasaran, antara lain: pengembangan kreativitas dan inovativitas. 1. Stimulasi dana yang diberikan oleh Dinas Kualitas pelestarian tidak hanya sebatas kegiatan Kebudayaan sangat rendah, sehingga para pelatihan, workshop, maupun ajang diskusi pelaku seni ketoprak memandang dana tentang peningkatan mutu ketoprak. Akan tetapi tersebut kurang mencukupi untuk proses juga menyangkut tentang menjaga nilai dan penciptaan pementasan ketoprak. ruh budaya Jawa yang tercermin dalam 2. Kurang adaya dukungan dari masyarakat Ketoprak. yang memiliki modal dalam membantu atau Eksistensi para penggiat seni tradisional menopang penyelenggaraan pementasan ketoprak akan dapat diukur kepedulian mereka atau karya ketoprak. atas tumbuh kembangnya ketoprak melalui 3. Kurangnya kesadaran para pelaku seni kegiatan festival ketoprak. Festival sebagai ketoprak terhadap tanggung jawab sarana komunikasi yang penting untuk keberlangsungan seni ketoprak membangun, memberdayakan, dan 4. Kurangnya jalinan kerjasama antar pelaku merupakan pengakuan suatu identitas budaya. seni ketoprak, sehingga dalam setiap Sudah selayaknya event festival direncanakan kegiatan penyelenggaraan atau melalui proses perencanaan strategis agar dapat penggarapan pementasan, di dasari atas berjalan dengan efektif sebagai sarana berbagai kepentingan. pencitraan dan pelestarian budaya. Keterukuran tersebut dinilai dari seberapa Dampak yang muncul dari persoalan besar dukungan dari masyarakat, maupun para diatas, antara lain: pejabat/lembaga yang terkait atas tumbuh 1. Peserta festival sangat sedikit, bahkan bisa kembangnya ketoprak, dan seberapa konsisten dibilang itu-itu saja, padahal di Surakarta para pelaku seni dalam mempertahankan ada beberapa kelompok ketoprak yang konsevasi seni tradisional ketoprak. Konservasi cukup aktif. adalah pelestarian atau perlindungan yang 2. Kemunculan kelompok-kelompok kesenian bertujuan untuk melindungi kekayaan seni ketoprak yang baru sangat sedikit, bahkan budaya dalam hal ini adalah seni tradisional bisa dibilang tidak ada. ketoprak. 3. Keberlangsungan kegiatan pelestarian seni Festival ketoprak merupakan salah satu ketoprak lebih dominal didasari atas tolok ukur perkembangan dan pelestarian seni persoalan profit (keuntungan) atau uang. ketoprak, karena idealnya festival menjadi pesta 4. Karya-karya yang muncul tidak didasari untuk menyemarakkan ketoprak, sekaligus atas kualitas yang komplek, hanya sekedar sebagai ajang unjuk kekaryaan secara kualitas untuk mengejar tayang atau tampil dengan maupun kuantitas pementasan. Event tersebut meminimalir kebutuhan pelaku. diharapkan mampu memperlihatkan sejauh 5. Karya-karya yang muncul banyak mana ketoprak sebagai icon dan identitas menampilkan garapan-garapan budaya Surakarta. pembaharuan.

Vol. XV No. 2, Desember 2018 111 LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang

Panitia penyelenggara juga tidak memiliki dan improvisasi yang aktif dan kreatif dari setiap penilaian yang idealis persoalan kriteria pemain ketoprak. Hal ini tentu saja tidak mudah pemenang yang memiliki misi-visi pelestarian seni dilakukan bagi para pemain ketoprak yang masih budaya ketoprak. Beberapa ajang festival yang pemula. terjadi, kelompok ketoprak yang menang atau Kedua, struktur dramatika lakon mengacu dapat juara adalah justru kelompok ketoprak pada purwa. Struktur dramatik yang mengalami pembaharuan, dengan alasan pementasan memiliki kemiripan dengan wayang untuk meningkatkan regenerasi seniman kulit purwa. Hal ini ditandai dengan model ketoprak. Akan tetapi, pembaharuan yang pembabakan yang selalu dimulai dengan adegan muncul tidak nampak bersifat konservasi, keraton (jejer), luar keraton (perang), kembali bahkan cenderung tidak bisa dibedakan antara ke keraton (tancep kayon). ketoprak dengan sandiwara bahasa Jawa. Ironis Ketiga, dialog yang dipergunakan bersifat memang, sebab Dinas Kebudayaan seharusnya spontan dan improvisasi. Dialog-dialog dalam bertanggung jawab atas konservasi seni ketoprak konvensional baik ketoprak jenis ketoprak, bukan sekedar membuka ruang panggung, pendapa, maupun ketoprak radio perubahan dengan alasan regenerasi, tetapi mengandalkan sifat spontanitas dan improvisasi. justru menghancurkan nilai dan ruh ketoprak. Hal ini terjadi akibat tidak menggunakan naskah Pada akhirnya, ketoprak membutuhkan yang baku sebagai petunjuk dasar pementasan. pekerja-pekerja kreatif untuk mencipkan Penulis cerita rakyat terkenal yang juga sering perubahan-perubahan garapan ketoprak, tetapi menulis naskah ketoprak S.H. Mintarja yang memiliki spirit konservasi dan bukan mengatakan, bahwa akibat spontanitas dan merubah ketoprak menjadi sandiwara improvisasi yang berlebihan seringkali dapat berbahasa Jawa. Fenomena ketoprak bagi membawa cerita tidak segera sampai ke esensi masyarakat Surakarta seolah-olah menjadi icon, persoalan cerita. Sudah biasa terjadi bahwa dan aset budaya yang sangat dibanggakan dan pementasan ketoprak menjadi berpanjang- diapresiasi sebagai kesenian daerah yang panjang, dan memakan waktu yang lama. Bagi mampu menampakkan perkembangan dan para aktor ketoprak yang sudah cukup persaingan dengan kesenian tradisional yang berpengalaman biasanya akan lebih menguasai lain. permainan dibandingkan pemain pemula. Keempat, akting dan bloking bersifat Pembaharuan dalam Ketoprak intuitif. Seperti halnya dalam dialog, akting, dan wilayah permainan (bloking) para pemain Berdasarkan lokakarya tentang kesenian ketoprak tidak menggunakan pola baku yang ketoprak yang diselenggarakan oleh Taman dipergunakan seorang sutradara. Biasanya Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta tgl. 3-4 sutradara memberi kebebasan para pemain Oktober 1990, dirumuskan bahwa pada garis untuk berekspresi di atas panggung secara besarnya kesenian ketoprak dibagi menjadi dua intuitif tanpa pola permainan yang terorganisir. jenis, yakni: 1) ketoprak konvensional dan; 2) Kelima, tata busana dan tata rias ketoprak garapan. Ciri-ciri ketoprak konvensional bersifat realis karakteristik yang distilir untuk ialah pertama, tidak menggunakan skenario kepentingan keindahan. Tata busana dan tata atau naskah secara penuh. Khusus dalam rias ketoprak konvensional menggunakan tata kaitannya dengan naskah atau skenario dapat rias busana yang mengidentifikasikan karakter dikatakan, bahwa untuk ketoprak konvensional tokoh dalam kehidupan ideal sehari-hari guna pada dasarnya tidak mempergunakan naskah menciptakan glamor. Peran seorang raja, patih, secara lengkap seperti halnya dalam ketoprak ratu, prajurit maka pakaian, dan riasnya juga garapan. Pada ketoprak konvesional naskah seperti layaknya penampilan raja, patih, ratu, hanya berupa urutan cerita, dan pokok-pokok prajurit dalam kerangka jaman, waktu dan pembicaraan pada setiap adegan. Kondisi tempatnya dengan penambahan ornament demikian menuntut kemampuan spontanitas atau assesoris.

112 Vol. XV No. 2, Desember 2018 Acmad Dipoyono: Revitalisasi Seni Pertunjukan Tradisional Ketoprak di Surakarta

Keenam, musik pengiring berupa naskah dan tidak bisa bermain secara Jawa slendro dan pelog. Gamelan pengiring improvisasi. pertunjukan ketoprak konvensional Kedua, tangga dramatik ketoprak menggunakan instrumen gamelan secara garapan mengacu pada dramaturgi Barat. lengkap, yakni slendro dan pelog seperti halnya Struktur lakon ketoprak garapan telah dalam pertunjukan wayang kulit. mengadopsi struktur dramaturgi Barat. Pakar Ketujuh, menggunakan keprak dan komunikasi Astrid S. Susannto mengatakan tembang. Pertunjukan ketoprak konvesional bahwa ditinjau dari segi fungsi, maka struktur menggunakan bunyi keprak (kenthongan) lakon adalah untuk menunjang, sebagai penanda pergantian adegan, pergantian mengembangkan lakon sehingga apa yang suasana serta keluar-masuknya tokoh. tersirat dan tersurat dalam lakon dapat Sementara itu, tembang atau nyanyian cukup diungkapkan semaksimal mungkin. Dalam hal mendominasi pementasan. Selain dinyanyikan ini struktur lakon yang bersumber dari tradisi oleh pesindhen juga para pemain ketoprak, teater Barat adalah sebagai berikut; 1) terutama saat pada adegan percintaan. Pemaparan (eksposisi) 2) Penggawatan Kedelapan, waktu atau durasi pertunjukan (komplikasi) 3) Klimaks 4) Peleraian sekitar 6 jam atau lebih. Oleh karena dialog (antiklimaks) 5). Penyelesaian (konklusi). dan aktingnya bersifat spontanitas, maka sudah Ketiga, penggarapan akting dan bloking sewajarnya apabila permainan di atas panggung untuk ketoprak garapan tertata, dan terencana cenderung berpanjang-panjang. mirip dengan teater modern. Para pemain Lahirnya ketoprak garapan, dipelopori oleh betul-betul harus patuh pada penataan akting seorang seniman ketoprak Yogyakarta bernama dan bloking yang telah diarahkan sutradara. Bondan Nusantara. Beliau mengatakan, bahwa Keempat, tata rias dan busana realis, ketoprak garapan adalah ketoprak yang simbolis. Penggunaan tata rias dan tata busana dipentaskan dengan memadukan idiom-idiom dalam ketoprak garapan cenderung bersifat kesenian lain seperti teater modern, film, realis. Artinya, para pemain menggunakan tata wayang kulit, , tari, dan lain-lain. Dengan rias dan tata busana yang biasa dipakai dalam demikian, ragam ketoprak garapan sangat kehidupan sehari-hari. terbuka terhadap berbagai unsur dalam seni Kelima, setting sudah menggunakan ketoprak. Pada konteks ini, aspek bahasa, musik benda-benda empat dimensi, tidak sekedar pengiring, setting, lakon, dan berbagai elemen memakai kelir (layar bergambar) atau tonil. lain yang biasa melekat dalam pertunjukan Konsep didnding ke empat dalam teater mod- ketoprak dengan digarap lebih maksimal. Hal ini ern telah diciptakan, sehingga ruang imajiner berbeda dengan jenis ketoprak konvensional lebih jelas teridentifikasi. Penggunaan set-prop- yang tetap pada rujukan baku kesenian erty sesuai ruang dan tempat kejadian, ketoprak konvensional yang telah ada. Ketoprak dihadirkan secara nyata diatas panggung. Misal garapan tersebut lahir pada tahun 90-an melalui ruang tamu, sudah menghadirkan meja, kursi, kelompok Ketoprak Mataram Sapta Mandala, minuman, hidangan dan property-property yang didukung sejumlah pelawak seperti Didik pelengkap lainnya, sehingga perwujudan ruang Nini Thowok (seorang penari dan pelawak), diatas panggung nampak realis. Daryadi (almarhum), Marwoto, Yati Pesek, dan Keenam, tata lampu dan tata suara Bondan Nusantara selaku sutradara ketoprak memanfaatkan teknologi elektronika modern. garapan ini. Konsep penggunaan tata cahaya tidak lagi Ketoprak garapan memiliki ciri-ciri. sekedar lampu untuk penerang panggung, Pertama, setiap pementasan mempergunakan tetapi kemunculannya berdasarkan atas naskah atau scenario jadi atau lengkap. Hal ini kepentingan dramatik. Fokus pencahayaan dan mirip dengan proses pertunjukan teater tata suara benar-benar disesuaikan dengan modern maupun pembuatan film dan sinetron, kebutuhan penataan adegan, akting, dan yang menuntut para pemain setia dengan bloking.

Vol. XV No. 2, Desember 2018 113 LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang

Ketujuh, musik pengiring ketoprak masih akrab, homogen, dan berfungsi untuk garapan bersifat luwes. Ilustrasi musik pengiring mengikat solidaritas komunitas. pada ketoprak garapan tidak hanya terdiri dari Strategi untuk merevitalisasi ketoprak ini gamelan, tetapi juga dipadukan dengan adalah dengan memberikan nuansa baru dalam peralatan musik modern, seperti drum, key- setiap pertunjukan, tanpa menghilangkan board, dll. Peralatan musik Barat selain kearifan budaya lokal, nilai, norma maupun ruh dipergunakan untuk instrumen musik biasanya budaya Jawa. Pihak-pihak yang berkompeten juga dipergunakan untuk efek suara. dituntut untuk bekerja sama dalam merevitalisasi Kedelapan, ketoprak garapan bisa kesenian tradisional ini agar tetap eksis di tengah memakai tembang maupun tidak. Pementasan gencarnya arus globalisasi. Dukungan dari ketoprak garapan bisa memakai tembang berbagai pihak, ketoprak akan tetap menjadi (gendhing) maupun tidak. Hal ini berbeda aset budaya lokal yang berkembang dan tidak dengan ketoprak konvensional yang selalu tergerus oleh perkembangan zaman. memakai gendhing dan tembang. Kesembilan, lama pertunjukan tidak lebih Cara Merevitalisasi Ketoprak dari 2,5 jam. Pementasan didasarkan atas kebutuhan naskah, sehingga durasi waktu lenih Revitalisasi bukanlah sekedar terprogram. Selain itu, konsep ringkas, padat menghidupkan kembali dengan melakukan namun pesan terkomunikasikan menjadi acuan pengulangan-pengulangan dari bentuk yang penggarapan ketoprak garapan. sudah ada. Apabila meminjam istilah Soedarso Kesepuluh, kadang-kadang memakai Sp., revitalisasi dapat dilakukan secara tekstual keprak, kadang-kadang tidak. Pada maupun kontekstual. Revitalisasi tekstual adalah pementasan ketoprak garapan fungsi keprak revitalisasi yang dilakukan dalam diri sesuatu tidak begitu urgen. Ia telah tergantikan dengan cabang seni tertentu, baik dengan jalan penataan dialog yang lebih terstruktur dari merestruktur sesuatu cabang seni yang sedang adegan ke adegan. digarap, maupun dengan menggabungkannya dengan teks-teks lain yang sejenis maupun yang Revitalisasi Ketoprak berbeda, ataupun dengan meningkatkan fungsi dari teks-teks yang ada. Secara revitalisasi Ketika suatu kesenian tradisional mulai tekstual, ketoprak telah melakukan redup, maka sikap kita menanggapi persoalan restrukturisasi unsur-unsurnya, antara lain : demikian adalah dengan mencari solusi alternatif. iringan yang semula berupa lesung berkembang Solusi yang paling preventif dan efektif, yaitu menjadi sebuah orkestrasi gamelan slendro dengan revitalisasi dan pengembangan ketoprak pelog, bahkan digabung dengan instrumen bagi regenerasi penikmat (penonton) dan musik barat. Cerita pun semakin kaya, tak pemikat (calon penerus) seni ketoprak. hanya ditimba dari kisah-kisah klasik Jawa atau Revitalisasi ketoprak merupakan salah satu Asia tetapi juga mengambil kisah-kisah klasik langkah primordial untuk kembali membangkitkan barat. ketertarikan (interesting) generasi muda Akting, bloking dan tata gerak para pemain terhadap kesenian tradisional ketoprak, terasa digarap lebih cermat dengan menjaga sehingga ketoprak tetap berkibar sebagai irama permainan. Dinamika permainan, tempo, warisan budaya lokal. ritme, dan irama permainan itulah sangat cermat Revitalisasi seni pertunjukan rakyat adalah dikelola, sehingga nampak suspense, surprise usaha untuk memvitalkan, memberdayakan, maupun coriousity yang mampu menahan atau menghidupkan kembali agar eksistensi seni penonton tetap berdebar menunggu akhir cerita. pertunjukan rakyat memiliki peran kembali dalam Alur irama permainan ditata dengan cermat, kehidupan. Adapun pengertian seni pertunjukan mulai dari eksposisi yakni awal cerita yang rakyat adalah seni pertunjukan yang hidup di menyentuhkan pokok persoalan cerita, tengah komunitas masyarakat pedesaan yang penggawatan/komplikasi, klimak, dan

114 Vol. XV No. 2, Desember 2018 Acmad Dipoyono: Revitalisasi Seni Pertunjukan Tradisional Ketoprak di Surakarta

penyelesaian dapat dirasakan. Sehingga budaya tetap memiliki daya hidup di tengah demikian, unsur naskah yang semula hanya derasnya arus globalisasi. Kedua, dengan garis besar cerita yang ditulis di papan tulis revitalisasi maka nilai-nilai yang terkandung dengan istilah bedreif dianggap sudah tidak cukup dalam seni pertunjukan ketoprak, antara lain; lagi memberikan kepuasan bagi penonton. nilai-nilai kegotong-royongan, kekeluargaan, Revitalisasi kontekstual adalah revitalisasi solidaritas, etika, demokratisasi dapat yang dijalankan dengan memanfaatkan sebuah terwariskan dari generasi ke generasi. Ketiga, teks untuk kepentingan teks-teks lain, misalnya, menambah bobot seni pertunjukan ketoprak teks (wayang kulit) untuk kampanye politik, teks itu sendiri, sehingga ketoprak bukan sekedar (wayang wahyu) untuk penyuluhan agama, teks tontonan, tetapi juga menjadi tuntunan. (pentas tari) untuk menggalang dana korban Keempat, dengan adanya revitalisasi maka bencana. Pada kasus teks (ketoprak) karena keberadaan ketoprak dapat tumbuh dan begitu luwesnya dalam menampung cerita, berkembang sesuai dengan tuntutan jaman, maka tontonan yang sangat digemari oleh sehingga dapat dijadikan sebagai sumber masyarakat ini sering dimanfaatkan untuk penciptaan bagi seni pertunjukan modern. kepentingan politik. Gejala demikian paling mencolok pada akhir tahun 1950-an sampai Penutup awal tahun 1960-an, ketika PKI sangat mendominasi kehidupan politik di tanah air. Ketoprak sebagai salah satu bentuk seni Bahkan, PKI berhasil membentuk sebuah pertunjukan rakyat telah terbukti mampu organisasi ketoprak seluruh Indonesia yang diberi beradaptasi dengan perubahan zaman. nama Badan Kontak Ketoprak Seluruh Indone- Redupnya seni pertunjukan rakyat ketoprak sia (BAKOKSI). Organisasi ini berdiri tahun 1957 tidak menjadikan surutnya dalam menjaga, berpusat di Yogyakarta, yang konon memiliki menghidupkan, dan melestarikan ketoprak, anggota 801 grup ketoprak, yang terdiri dari tetapi justru menjadi cambuk ajang kreativitas 40 grup profesional, dan sisanya grup amatir. dengan bentuk revitalisasi. Revitalisasi di sini Selain menampilkan lakon-lakon yang bukan sekedar menghidupkan kembali dengan mengobarkan semangat partai, pernah pula pengulangan atas nama melestarikan tradisi, terjadi sebuah grup ketoprak menampilkan cerita tetapi di dalamnya terdapat pengembangan dan yang menghina agama, misalnya lakon ‘Matinya pembaharuan pada segi tekstual, maupun Tuhan’ dan lakon ‘Pernikahan Paus’. Pada kasus kontekstual yang sesuai dengan tuntutan dan ini memang seni menjadi ‘korban’ demi semangat zaman. suksesnya misi politik. Mestinya dalam revitalisasi Revitalisasi dilakukan bukan semata- kontekstual ini tidak ada yang dikorbankan, mata mengejar profit, kepuasan individu atau semua dapat diselamatkan dari fungsinya sekedar menciptakan sesuatu yang baru tanpa masing-masing. Untuk itu dibutuhkan tangan mengindahkan hukum-hukum, aturan-aturan sutradara yang kreatif dan inovatif, agar atau norma-norma yang terkandung dalam revitalisasi kontektual lebih mengedepankan ketoprak. Akan tetapi, harus tetap memegang identitas Surakarta sebagi kota seni dan budaya nilai, norma dan ruh budaya Jawa, supaya tidak yang bermartabat. mendistorsi tetapi tetap menjaga identitas budaya lokal Surakarta. Dengan demikian, Manfaat Revitalisasi Surakarta tidak kehilangan ruh “Jawa”-nya. Hal itu diperlukan ketahanan mental dan spiritual Adapun manfaat yang dapat dipetik dari masyarakat agar tidak mudah terbawa dalam upaya revitalisasi ini adalah pertama, munculnya arus budaya asing yang seringkali tidak cocok iklim kreatif yang tumbuh di tengah para pekerja dengan budaya ketimuran kita. seni ketoprak. Para seniman ketoprak dituntut Akhirnya dari paparan di atas terlihat untuk senantiasa mengembangkan daya bahwa berhasil tidaknya suatu upaya revitalisasi kreativitasnya agar ketoprak sebagai aset sangat tergantung dari sumber daya manusia

Vol. XV No. 2, Desember 2018 115 LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang

pendukung kesenian itu sendiri. Esensi revitalisasi ______, 1997b, “Globalisasi dan adalah daya kreativitas, tanpa adanya Pengaruhnya terhadap Seni kreativitas maka tak ada pula revitalisasi. Pertunjukan Jawa Tradisional”, dalam Jurnal Penelitian Kajian Ilmiah Al Qalam Edisi 29, April 1997 Universitas Ahmad DAFTAR PUSTAKA Dahlan. Yogyakarta. Purwanto, Lephen, dan Bondan Achmad, Kasim. 1981. “Teater Rakyat di In- Nusantara, Ed. 1987. Ketoprak Orde donesia”, dalam majalah Analisis Baru, Bentang Budaya, Yogyakarta. Kebudayaan. Bandung. R.M. Soedarsono. 2002. Seni Pertunjukan In- Harymawan, R. M. A. 1988. Dramaturgi. donesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Bandung: CV. Rosdakarya. Gadjah Mada University Press. James R. Brandon. 2003. Jejak-jejak Seni Sal Murgiyanto. 1992. “Seni Pertunjukan Indo- Pertunjukan di Asia Tenggara. nesia pada Informasi Teknologi Bandung: Pusat Penelitian dan Canggih”, dalam SENI, Jurnal Pengembangan Pendidikan Seni Pengetahuan dan Penciptaan Seni, II/ Tradisional Universitas Pendidikan In- 04, BP-ISI, Yogyakarta Oktober 1992. donesia Soedarso, Sp., “Revitalisasi Seni Rakyat dan Kadarsih, Maria. 1990. Sandiwara Radio dan Usaha Memasukkannya ke Dalam Seni P4. Yogyakarta: - Rupa Kontemporer Indonesia”, dalam Kus Sudyarsono, Handung. 1989. Ketoprak. PINISI, Jurnal Pendidikan Bahasa dan Yogyakarta: Kanisius. Seni, Universitas Negeri Makasar. Vol. Mintardja S.H. 1990. Yang Tersirat Dari Teater 6, No. 2. Tradisional. Yogyakarta. Kayam, Umar. 1981. Seni, Tradisi, Masyarakat. Murgiyanto, Sal, dkk., 1983. Seni Teater Daerah Sinar Harapan, . Sebuah Pengantar. Jakarta: Wibowo, Fred. 1989. Orientasi Teater Rakyat. Departemen Pendidikan dan Yogyakarta: Puskat Yogyakarta. Kebudayaan Direktorat Jendral Wijaya dan F.A. Sutjipto. 1997. Ketoprak Teater Pendidikan Dasar dan Menengah. Rakyat Jawa Tengah dan Daerah Sahid, Nur. 1997a. “Ketoprak Akomodatif Istimewa Yogyakarta, Proyek Terhadap Pembaharuan”, dalam Pembinaan Kesenian Direktorat Kompas, 7 September. Jakarta. Pembinaan Kesenian Dit. Jen. Kebudayaan Departemen P dan K Yogyakarta.

116 Vol. XV No. 2, Desember 2018