Copyright©2020 by Agricola Journal Agricola, Vol 10 (2), September 2020, Hal. 66 - 73 e-ISSN: 2354 - 7731 ; p-ISSN: 2088 - 1673 https://ejournal.unmus.ac.id/index.php/agricola

Variabilitas Peubah Tanah Tambak Budidaya Udang

( Change Varabilties of Shrimp Cultivation)

1Anugriati, 2Sisca Elviana Email: [email protected]

1Program Studi Agribisnis Perikanan,Politeknik Nusantara, Makassar, Indonesia 2Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Musamus, Indonesia

Abstract

Variability of pond soil variables has an important role in many bio-environmental systems including the pond environment. This study aims to determine the variables of pond land. Determination of measurement points and soil sampling is done randomly at 67 sample points. A total of 11 soil chemical characteristics were measured in the field and analyzed in the laboratory. The results showed that in general, the type of soil in the pond area was alluvial soil with non-. The average negative potential for pond soil is -102 mV. The C-organic content of pond soil varies from 0,51 to 2,72% with an average of 1.60%, the PO4 content in pond soil is classified as low, between 3,27 and 53,01 ppm with an average of 20,75 ppm, meanwhile, the content of toxic elements such as Fe and Al in the ponds is classified as low, with an average of 529,6 and 205,0 ppm.

Keywords: characteristics; pond; soil

Abstrak

Variabilitas peubah tanah tambak memiliki peran penting dalam banyak sistem bio-lingkungan termasuk lingkungan tambak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peubah tanah tambak. Penentuan titik pengukuran dan pengambilan contoh tanah dilakukan secara acak sederhana pada 67 titik sampel. Sebanyak 11 karakteristik kimia tanah diukur di lapangan dan dianalisis di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum jenis tanah di kawasan tambak merupakan tanah aluvial nonsulfat masam. Rata-rata potensial redoks tanah tambak bernilai negatif yaitu -102 mV. Kandungan C-organik tanah tambak bervariasi dari 0,51 sampai 2,72% dengan rata-rata 1,60%, kandungan PO4 dalam tanah tambak tergolong rendah yaitu antara 3,27 dan 53,01 ppm dengan rata- rata 20,75 ppm, sedangkan kandungan unsur toksin seperti Fe dan Al dalam tambak tergolong rendah rata-rata 529,6 dan 205,0 ppm.

Kata kunci: Karakteristik; tambak; tanah

Diterima: 10 Maret 2020

66

Copyright©2020 by Agricola Journal e-ISSN: 2354 - 7731 ; p-ISSN: 2088 - 1673

Pendahuluan

Demak merupakan salah satu kabupaten di Provinasi Jawa Tengah yang memiliki panjang garis pantai 72,14 km, sehingga memiliki potensi perikanan tangkap maupun perikanan budidaya terutama budidaya tambak. Budidaya tambak di Kabupaten Demak tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan Karangtengah, Sayung, Bonang, dan Wedung dengan luas total 7.945,97 ha. Pengetahuan mengenai variabilitas karakteristik tanah dan hubungan antar karakteristik tanah adalah penting untuk evaluasi praktek pengelolaan tanah (Huang et al., 2001). Variabilitas adalah salah satu karakteristik hakiki dari kualitas tanah dan dalam ekosistem yang sama kualitas tanah dapat memperlihatkan variasi yang nyata (Robinson dan Metternicht, 2006). Variasi-variasi tersebut adalah terutama muncul dari faktor-faktor dan proses pedogenesis dan penggunaan lahan (Ersahin, 2003), serta praktek-praktek pengelolaan tanah (PanGozalez et al., 2000; Anuar et al., 2008). Dengan statistik klasik yang mempertimbangkan data tanah sebagai data bebas, maka implementasinya sering menghasilkan hasil yang tidak realistis Hasany-Pak, 1998 dalam Zare-Mehrjardi et al., 2010). Karakteristik tanah secara alami dapat berbeda-beda secara terus-menerus dalam waktu dan tempat, dan untuk kondisi seperti itu sangat sulit jika mungkin mengukur kualitas tanah pada setiap titik di lapangan (Madyaka, 2008), Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia tanah tambak di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah.

Bahan Dan Metode Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian berupa pengambilan contoh tanah serta wawancara dengan responden dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli 2013 di Kecamatan Karangtengah dan Sayung, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. Analisis kualitas tanah dan air masing-masing dilaksanakan di Laboratorium Tanah dan Laboratorium Air, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.

Alat dan Bahan Peubah kualitas tanah yang diukur langsung di lapangan adalah pHF (pH tanah yang diukur di lapangan) dengan pH-meter (Ahern dan Rayment, 1998), pHFOX (pH tanah yang diukur di lapangan setelah dioksidasi dengan hidrogen peroksida (H2O2) 30%) dengan pH- meter dan potensial redoks dengan redox-meter. Kualitas tanah yang dianalisis di laboratorium meliputi pHKCl (pH dari ekstrak KCl), pHOX, SP ( peroksida), SKCl (sulfur yang diekstrak dengan KCl), SPOS (SP-SKCl), TPA (Titratable Peroxide Acidity atau sebelumnya dikenal dengan Total Potential Acidity), TAA (Titratable Actual Acidity atau sebelumnya dikenal dengan Total Actual Acidity), TSA (Titratable Sulfidic Acidity atau sebelumnya dikenal dengan Total Sulfidic Acidity) (TPA-TAA), pirit, karbon organik dengan metode Walkley dan Black, N-total dengan metode Kjedhal, PO4 dengan metode Bray 1 atau Olsen (tergantung pH tanah), Fe dengan spektrofotometer, dan Al dengan spektrofotometer.

Pengumpulan Data Data primer yang dikumpulkan meliputi data karakteristik kimia tanah. Penentuan titik pengukuran dan pengambilan contoh tanah ditentukan secara acak sederhana pada 104 titik pengukuran dan pengambilan contoh tanah, mengikuti petunjuk Hazelton dan Murphy (2009). Peubah kualitas tanah yang diukur langsung di lapangan adalah pHF (pH tanah yang diukur di lapangan) dengan pH-meter (Ahern dan Rayment, 1998), pHFOX (pH tanah yang

67

Copyright©2020 by Agricola Journal e-ISSN: 2354 - 7731 ; p-ISSN: 2088 - 1673 diukur di lapangan setelah dioksidasi dengan hidrogen peroksida (H2O2) 30%) dengan pH- meter dan potensial redoks dengan redox-meter. Contoh tanah diambil pada dua kedalaman tanah yaitu 0-0,2 dan 0,5-0,7 m dari permukaan tanah. Untuk analisis peubah kualitas tanah lainnya, maka contoh tanah yang ada secepatnya dimasukkan dalam kantong plastik dan selanjutnya dimasukkan dalam cool box yang diberi es, karena adanya contoh tanah yang tergolong tanah sulfat asam. Sisa tumbuhan segar, kerikil, cangkang, dan kotoran lainnya dibuang dan bongkahan besar dikecilkan dengan tangan. Contoh tanah diovenkan pada suhu 80-85oC selama 48 jam (Ahern dan Blunden, 1998), untuk tanah sulfat masam, sedangkan contoh tanah lainnya dikeringanginkan. Setelah kering, contoh tanah dihaluskan dengan cara ditumbuk pada lumping porselin dan diayak dengan ayakan ukuran lubang 2 mm dan selanjutnya dianalisis di Laboratorium Tanah Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP) di Maros. Kualitas tanah yang dianalisis di laboratorium meliputi pHKCl (pH dari ekstrak KCl), pHOX, SP (sulfur peroksida), SKCl (sulfur yang diekstrak dengan KCl), SPOS (SP-SKCl), TPA (Titratable Peroxide Acidity atau sebelumnya dikenal dengan Total Potential Acidity), TAA (Titratable Actual Acidity atau sebelumnya dikenal dengan Total Actual Acidity), TSA (Titratable Sulfidic Acidity atau sebelumnya dikenal dengan Total Sulfidic Acidity) (TPA- TAA), pirit, karbon organik dengan metode Walkley dan Black, N-total dengan metode Kjedhal, PO4 dengan metode Bray 1 atau Olsen (tergantung pH tanah), Fe dengan spektrofotometer, dan Al dengan spektrofotometer.

Analisis Data Data dari peubah karakteristik tanah dianalisis dengan metode statistik klasik untuk mendapatkan minimum, maksimum, rata-rata, standar deviasi, koefisien variasi, keruncingan dan pada kedalaman tanah yang sama.

(Rumus Varian)

(Rumus Standar Deviasi)

Hasil dan Pembahasan Pada Gambar 1 Pada Kabupaten Demak bisa dilihat sebaran pHF yang tersebar di tambak rata-rata berada pada kisaran 6.857-7.143, nilai pHF-pHFOX berkisar 0.428-1.1429 memiliki kelayakan sedang untuk budidaya tambak, kisaran pHFOX tersebar merata di Kabupaten Demak yaitu 5.786-6.47 dan 6.47-7.058, Pada sebaran pHKCL tersebar paling merata dengan kisaran 7.2702-7.5184 dan 7.5184-7.6488 pada beberapa petak diKabupaten Demak. Pada gambar 2 Kisaran ketersediaan nitrogen-total pada tambak di Kabupaten Demak yaitu 0.1328-0.243%, Hasil analisa pada laboratorium tanah kandungan fospor kandungan yang paling banyak tersebar disetiap tambak berada pada kisaran 8.596-17.309 mg/L, Kandungan bahan organik tanah juga cukup variatif pada setiap stasiun. Kandungan bahan organik berada pada kisaran 1.563-2.0793% dan 1.0685-1.2528%, Pada Kabupaten Demak kisaran Rasio CN yang paling banyak merata disetiap petakan tambak berada pada kisaran 42.403-84.31. Pada gambar 3 kisaran sebaran Fe dan Al pada tanah dasar tambak yaitu 269.042-431.432 ppm dan 73.400-237.857 ppm.

68

Copyright©2020 by Agricola Journal e-ISSN: 2354 - 7731 ; p-ISSN: 2088 - 1673

Statistik Klasikal Karakteristik Kimia Tanah Tambak Udang 1200,0

1000,0 800,0

600,0

400,0 200,0

0,0

Minimum Maksimum Rata-rata Standar Deviasi

Gambar 1. Grafik Statistik Klasikal Karakteristik Kimia Tanah Tambak Udang Di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata nilai pHF sebesar 7.17 dengan keruncingan sebesar 0.022 dan kemencengan sebesar 0.398. Pada pHFOX rata-rata 6.74, nilai keruncingan sebesar 0.983 dan kemencengan sebesar -1.039, untuk variable pHF-pHFOX rata-rata sebesar 0.43, nilai keruncingan sebesar 0.926 dan kemencengan sebesar 0.771, sedangkan variable pHKCL rata-rata sebesar 7.67, nilai keruncingan sebesar 6.379 dan kemencengan sebesar -2.099. Untuk Rasio C:N rata-rata sebesar 26.64, nilai keruncingan sebesar -0.500 dan kemencengan sebesar 1.096 (Gambar 2), untuk variable pirit rata-rata sebesar 2.46 nilai keruncingan sebesar 5.588 dan kemencengan sebesar 2.100, untuk variable N.Total nilai rata- rata sebesar 0.07, nilai keruncingan sebesar -0.555 dan kemencengan sebesar -0.347. Untuk variabel PO4 rata-rata sebesar 21.28, nilai keruncingan sebesar -0.843 dan kemencengan sebesar 0.811 dan untuk bahan organic nilai rata-rata sebesar 1.63 nilai keruncingan sebesar - 0.952 dan kemencengan sebesar -0.065.Pada variable toksikologi Fe dan Al, Fe memiliki nilai rata-rata sebesar 500.14, nilai keruncingan sebesar 1.024 dan kemencengan sebesar 0.540 sedangkan variable Al rata-rata 202.53 nilai keruncingan sebesar 1.452 dan kemencengan sebesar -1.446.

Tabel 1. Karakteristik Tanah Tambak budidaya Udang pada kedalaman 0-0,2 m di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah Standar Koefisien Peubah Minimum Maksimum Rata-rata Deviasi Variasi pHf 6.9 7.75 7.17 0.29 0.084 Phfox 6.3 7.43 6.74 573 0.329 pHf-Phfox 0.6 1.76 0.43 0.597 0.356 Phkcl 7.8 8 7.67 0.253 0.064 RasioCN 15.4 56.16 26.64 17 281

69

Copyright©2020 by Agricola Journal e-ISSN: 2354 - 7731 ; p-ISSN: 2088 - 1673 Pirit (%) 0.0 15.26 2.46 3 106 N-total (%) 0.1 0.11 0.07 0.027 0.001 PO4 (ppm) 18.7 53.01 21.28 18 322 Bahan 0.9 2.72 1.63 0.678 0.459 organik (%) Fe (ppm) 408.5 1025.3 500.14 244.64 59,852 Al (ppm) 187.0 300.8 202.53 92 8,377 Sumber: Data Lapangan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, 2013

Keruncingan dan Kemencengan Karakteristik Kimia Tambak Udang 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3

Keruncingan Kemencengan

Gambar 2. Grafik Keruncingan dan Kemencengan Karakteristik Kimia Tambak Budidaya Udang Di Kabupaten Demak, Provinsi Sulawesi Selatan

Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan bahwa semua bahan organik mengandung karbon berkombinasi dengan satu atau lebih unsur lainnya. Kandungan C-organik yang rendah menyebabkan terhambatnya perkembangan makanan alami, sedangkan kandungan C- organik yang terlalu tinggi akan menyebabkan tingginya kebutuhan oksigen untuk menguraikannya. Kandungan C-organik tanah di dalam tambak udang Kabupaten Demak bervariasi dari 0,51 sampai 2,72% dengan rata-rata 1,60%. Kandungan C-organik tanah tambak ini tergolong rendah dan cukup. Hal ini juga menunjukkan bahwa tanah tambak di Kabupaten Demak tidak tergolong sebagai tanah organosol atau tanah gambut. Tanah gambut adalah tanah yang dicirikan dengan kandungan C-organik yang melebihi 15%. Ketersediaan fosfat (PO4) > 60 ppm dalam tanah tambak dapat digolongkan sebagai slight atau tergolong baik dengan faktor pembatas yang sangat mudah diatasi. Oleh karena itu, kandungan PO4 di tanah tambak Kabupaten Demak tergolong rendah sebab hanya berkisar antara 3,27 dan 53,01 ppm dengan rata-rata 20,75 ppm. Jenis tanah yang umum dijumpai di kawasan pertambakan Kabupaten Demak adalah tanah aluvial nonsulfat masam. Rata-rata potensial redoks tanah tambak di Kabupaten Demak bernilai negatif yaitu -102 mV yang menunjukkan bahwa tanah dalam kondisi tereduksi yang dapat menghasilkan senyawa yang bersifat racun bagi organisme akuatik seperti senyawa sulfida, nitrit, dan amonia. Hal ini sebagai akibat dari tambak yang seluruhnya digunakan untuk polikultur udang windu dan ikan bandeng, sehingga terbentuk kondisi reduksi pada tanah dasar tambak. pHF adalah pH tanah yang diukur di lapangan dalam kondisi tanah jenuh

70

Copyright©2020 by Agricola Journal e-ISSN: 2354 - 7731 ; p-ISSN: 2088 - 1673 dengan air, sedangkan pHFOX adalah pH tanah yang diukur di lapangan setelah dioksidasi sempurna dengan H2O2 (hidrogen peroksida) 30% (Ahern dan Rayment, 1998). pHF dan pHFOX tanah tambak rata-rata 6,84 dan 6,64. Nilai selisih antara pHF dan pHFOX (pHF - pHFOX) yang rendah ini menunjukkan bahwa tanah tambak di Kabupaten Demak tidak memiliki potensi kemasaman yang tinggi. Nilai pHF-pHFOX sering digunakan sebagai salah satu peubah kualitas tanah untuk mengetahui potensi kemasaman dari tanah. pHF adalah pH tanah yang diukur di lapangan dalam kondisi tanah jenuh dengan air, sedangkan pHFOX adalah pH tanah yang diukur di lapangan setelah dioksidasi sempurna dengan H2O2 (hidrogen peroksida) 30% (Ahern & Rayment, 1998). Terlihat pada peta bahwa nilai pHF-pHFOX berkisar 0.428-1.1429 memiliki kelayakan sedang untuk budidaya tambak dan kisaran -1 – (- 0.286) memiliki kelayakan yang tinggi untuk budidaya. Pada tanah sulfat masam, pHF-pHFOX dapat melebihi nilai 5. Kisaran pHFOX tersebar merata yaitu 5.786-6.47 dan 6.47-7.0581, Indikator kimiawi tanah sulfat masam dapat dilihat dari peubah kualitas tanah yaitu pHF dan pHFOX yang menunjukkan perbedaan yang cukup besar. Pada sebaran pHKCL tersebar paling merata dengan kisaran 7.2702-7.5184 dan 7.5184-7.6488 pada beberapa petak tambak. Kisaran ketersediaan nitrogen-total yaitu 0.1328-0.243%, ketersediaan nitrogen total cukup rendah untuk budidaya tambak. Fosfor adalah unsure esensial sebagai sumber energi pada banyak bentuk kehidupan. Pada sistem akuatik, fosfor merupakan unsur esensial untuk produksi primer. Ketersediaan fosfat lebih besar 60 mg/L dalam tanah tambak dapat digolongkan sebagai slight atau tergolong baik dengan faktor pembatas yang sangat mudah diatasi. Hasil analisa pada laboratorium tanah kandungan fospor kandungan yang paling banyak tersebar disetiap tambak berada pada kisaran 8.596-17.309 mg/L. pada beberapa tambak kisaran kandungan fosfor berada pada kisaran 37.48-84.14 mg/L, Umumnya kandungan fosfor >60 mg/L. Berdasarkan kandungan fospat tanah, maka kesesuaian lahan actual tambak di Kabupaten Demak tergolong cukup sesuai untuk budiadaya tambak, sehingga tidak perlu melakukan pemupukan fosfat seperti TSP atau SP-36. Kandungan bahan organik tanah tergolong cukup variatif pada setiap stasiun. Kandungan bahan organik berada pada kisaran 1.563-2.0793% dan 1.0685-1.2528%. Kandungan bahan organik yang layak bagi pakan alami di tambak adalah minimal 9%. Jika bahan organik dalam tambak lebih dari 9% maka tambak tidak perlu dipupuk, karena alga dapat tumbuh subur di tambak tersebut. Laporan lainnya mengatakan bahwa kandungan bahan organik >16% maka pakan alami (alga) sangat melimpah, <9% menipis, dan <6% sangat menipis. Rata-rata bahan organik dalam tambak di Kabupaten Demak dibawah <6%, diduga karena tambak telah lama digunakan sehingga kandungan bahan organiknya menurun. Kandungan unsur toksin seperti Fe dan Al dalam tambak tergolong rendah rata-rata 529,6 dan 205,0 ppm. Tambak dapat berpengaruh terhadap kestabilan tanah, konsumsi oksigen, sumber unsur hara, dan kesesuaian habitat di dasar tambak. Konsentrasi Fe dan Al pada tanah dasar tambak yang tersebar paling banyak merata disetiap petakan tambak di lokasi penelitian dengan kedalaman 0 – 20 cm berkisar 269.042- 431.432 ppm dan 73.400-237.857 ppm untuk Konsentrasi Al, Kisaran nilai konsentrasi Fe dan Al tanah tersebut masih dalam kategori baik untuk kegiatan budidaya tambak. Untuk menghilangkan kemasaman dan konsentrasi Fe dan Al di dasar tambak, perbaikan tanah dasar tambak (reklamasi) dapat dilakukan dengan jalan menjemuran tanah dasar, perendaman, dan pencucian tambak. Dengan penjemuran dan perendaman terjadi pemecahan senyawa pirit yang tidak dapat larut menjadi senyawa yang larut dalam air, kemudian pencucian dilakukan untuk menghilangkan konsentrasi Fe dan Al yang masih mengendap di dasar tambak. Tahap akhir yang dilakukan untuk mencegah keracunan Fe dan Al di tambak dengan meningkatkan pH tanah melalui pengapuran dan pengaturan drainase.

71

Copyright©2020 by Agricola Journal e-ISSN: 2354 - 7731 ; p-ISSN: 2088 - 1673 Kesimpulan dan Saran Tanah tambak di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah merupakan tanah alluvial nonsulfat masam. Karakteristik kimia tanah yang menunjukkan kemasaman tanah memiliki pola distribusi spasial yang relatif sama dan demikian juga halnya dengan karakteristik kimia tanah yang menunjukkan kandungan unsur hara tanah juga memiliki pola distribusi spasial yang relative sama, memiliki derajat kemasaman tanah yang rendah dan sebaliknya kandungan PO4 yang tinggi. Disarankan agar pengelolaan tanah yang dilakukan di tambak Kabupaten Demak disesuaikan dengan karakteristik kimia tanahnya yang tergambar pada pola distribusi spasial dari masing masing karakteristik kimia tanah.

Ucapan Terima Kasih Penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam penulisan jurnal ini, khususnya teman teman dari Balai Riset Perkanan Budidaya Air Payau Maros, yaitu Prof Akmad Mustafa, Tarunia Mulia, Arnold, Hasnawi, Ibu Erna Ratnawati yang telah banyak membantu dalam pengambilan data dilapangan dan Teman- teman dari Politeknik Nusantara Makassar Ibu Ivo, Ibu Khaerani, Ibu Ifra dan Ibu Siska dari Universitas Mesamus, Merauke.

DAFTAR PUSTAKA Ahern, C.R. and Blunden. B. (1998). Designing a soil sampling and analysis program. In: Ahern, C.R., Blunden, B. and Stone, Y. (eds.), Acid Sulfate Laboratory MethodsGuidelines. Acid Sulfate Soil Management Advisory Committee, Wollongbar, NSW. pp. 2.1-2.6. Ahern, C.R. and Rayment, G.E. (1998). Codes for acid sulfate soils analytical methods. In: Ahern, C.R., Blunden, B., and Stone, Y. (eds.), Acid Sulfate Soils Laboratory Methods Guidelines. Acid Sulfate Soil Management Advisory Committee, Wollongbar, NSW. pp. 3.1-3.5 Anuar, A.R., Goh, K.J., Heoh, T.B. and Ahmed, O.H. ( 2008). Spatial Variability of Soil Inorganic N in a Mature Oil Palm Plantation in Sabah, Malaysia. American Journal of Applied Sciences, 5(9): 1239-1246. Akbarzadeh, A. & Taghizadeh-Mehrjardi, R. (2010). Spatial Distribution of Some Soil Properties, Using Geostatistical Methods in Khezrabad Region (Yazd) of Iran. ProEnvironment, 3: 100–109. Darmanto dan Soepraptini. (2009). Robust Kriging untuk Interpolasi Spasial pada Data Spasial Berpencilan (Outlier). Laporan Penelitian. Departemen Matematika FMIPA Universitas Brawijaya. Tidak diterbitkan. Dong, X.W., Zhang, X.K., Bao, X.L. & Wang, J.K. (2009). Spatial distribution of soil nutrients after the establishment of sand-fixing shrubs on sand dune. Plant Soil Environment, 55(7): 288–294 Ersahin, S. (2003). Comparing ordinary kriging and cokriging to estimate infiltration rate. Soil Science, 67:1848-1855. Essington, M.E. (2004). Soil and Water Chemistry: An Integrative Approach. CRC Press, Boca Raton. 534 pp. Hazelton, P. and Murphy, B. (2009). Interpreting Soil Test Results: What do All the Numbers Mean? CSIRO Publishing, Collingwood. 152 pp.

72

Copyright©2020 by Agricola Journal e-ISSN: 2354 - 7731 ; p-ISSN: 2088 - 1673 Huang, X., Skidmore, E.L. & Tibke, G. (2001). Spatial variability of soil properties along a transect of CRP and continuously cropped land. In: Stott, D.E., Mohtar, R.E. and Steinhardt, G.C. (eds.), Sustaining the Global Farm. Selected papers from 10th International Soil Conservation Organization Meeting held May 24-29, 1999 at Purdue University and the USDA-ARS National Soil Erosion Research Laboratory. pp. 641-647. Lin, Y.P., Chang, T.K., & Teng, T.P. (2001). Characterization of soil lead by comparing sequential Gaussian simulation, simulated annealing simulation and kriging methods. Environmental Geology, 41: 189-199. Madyaka, M. (2008). Spatial Modelling and Prediction of Soil Salinization Using SaltMod in a GIS Environment. Master of Science Thesis. International Institute for Geo- Information Science and Earth Observation, Enschede, the Netherlands. 128 pp. PanGonzalez, A., Vieira, S.R. & Taboada, C.M.T. (2000). The effect of cultivation on the spatial variability of selected properties of an umbric horizon. Geoderma, 97(3-4): 273-292. Robinson, T.P. and Metternicht, G. 2006. Testing the performance of spatial interpolation techniques for mapping soil properties. Computer and Electronics in , 50: 97-108. Zuo, X.A., Zhao, H.L., Zhao, X.Y., Zhang, T.H., Guo, Y.R., et al. (2008). Spatial pattern and heterogeneity of soil properties in sand dunes under grazing and restoration in Horqin Sandy Land, Northern China. Soil and Tillage Research, 99: 202–212. Zare-Mehrjardi, M., Taghizadeh-Mehrjardi, R. & Akbarzadeh, A. (2010). Evaluation of geostatistical techniques for mapping spatial distribution of soil pH, salinity and plant cover affected by environmental factors in Southern Iran. Notulae Scientia Biologicae, 2(4): 92-103.

73