BAB II PROFIL MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA A. Letak Geografis Masjid Agung Sang Cipta Rasa Masjid Agung Sang Cipta Rasa , yang masih berada dalam kawasan kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon, tepatnya di sebelah barat alun-alun Kasepuhan. Secara administratif, masjid ini berada di Jalan Keraton Kasepuhan 43, Kelurahan Kesepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat, . Sedangkan secara geografis, masjid ini berada pada daerah pedataran tepatnya pada koordinat 6,72 5547° Lintang Selatan dan 108,569919° Bujur Timur1. Letak Geografis Kota Cirebon terletak di daerah pantai utara Propinsi Jawa Barat bagian timur. Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini, Dengan Letak geografis yang strategis, yang merupakan jalur utama transportasi dari menuju Jawa Barat, Jawa Tengah, melalui daerah utara atau pantai utara (pantura). Letak tersebut menjadikan suatu keuntungan bagi Kota Cirebon khususnya Masjid Sang Cipta Rasa, terutama dari segi perhubungan dan komunikasi. Geografis Kota Cirebon terletak pada posisi 108.33º dan 6.41º Lintang Selatan pada pantai Utara Pulau Jawa, bagian timur Jawa Barat, memanjang dari barat ke timur + 8 kilometer, dan dari Utara ke Selatan + 11 kilometer dengan ketinggian dari permukaan laut + 5 meter.2 Luas kota Cirebon mencapai 37, 36 km2. Wilayah ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Cirebon pada sisi sebelah utara, selatan dan barat. Sedangkan pada sebelah timur berbatasan langsung dengan laut Jawa.3

1https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Agung_Sang_Cipta_Rasa.

2 Form1 _Kota Cirebon_ Bab II BPS, Buku Putih Sanitasi Kota Cirebon. hlm.1. 3Happy Indira Dewi , Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil, Vol.3 Oktober 2009 Universitas Gunadarma - Depok, 21-22 Oktober 2009 ISSN: 1858-2559, hlm 56

16

Gambar peta letak kota cirebon, (sumber: Form1 _Kota Cirebon_ Bab II BPS, Buku Putih Sanitasi Kota Cirebon). B. Sejarah Masjid Agung Sang Cipta Rasa 1. Sejarah Berdirinya Masjid Agung Sang Cipta Rasa Dalam memaknai sejarah banyak literatur yang mengartikan bahwa sejarah adalah peristiwa di masa lampau. Kata sejarah sendiri berasal dari bahasa Arab (syajaroh) artinya pohon kehidupan dari istilah bahasa asing lainnya peristilahan lainnya sejarah disebut (histore) dari baha Perancis, (geschicte) dari bahasa Jerman dan (history) dari bahasa Inggris. Akar kata history sendiri , berasal dari bahasa Yunani yang digunakan oleh filosof Aristoteles yakni (historia) yang berarti pengetahuan mengenai gejala-gejala alam termasuk umat manusia yang bersifat kronologis. Dalam perkembangan sejarah hanya sebatas pada aktivitas manusia yang berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu (unik).4 Sejarah sesungguhnya identik dengan manusia, berdasarkan kesadarannya manusia memiliki historisitas yakni selalu merealisasikan dirinya secara kongkrit. Faktor sejarah dalam kehidupan manusia sangatlah esensial, peristiwa-peristiwa manusia sebagai kenyataan diri bersifat simbolis mengandung makna. Dalam memahami sejarah sesungguhnya mengungkapkan peradaban manusia, maka dapatlah dikatakan bahwa sejarah adalah sebuah ilmu yang berusaha menemukan, memahami nilai serta makna budaya yang terkandung dalam masa lalu.5 Dalam kaitanya dengan sejarah, seorang pemikir besar sosial Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa: “...dalam memaknai sejarah bagi sejarawan harus bisa bebas tidak terikat oleh keinginan sendiri. Menjelaskan secara rasional sebab munculnya prilaku manusia secara alami namun harus dilihat hubunganya dengan sosiologi dan antropologi...”. Dalam arti kebudayaan sama halnya dengan kata culture, pengertian culture berarti kebudayaan yang dibangun oleh manusia. Culture merupakan pandangan hidup masyarakat meliputi totalitas spiritual, intelektual, dan sikap artistik yang di bentuk oleh masyarakat, termasuk tradisi, kebiasaan , adat, hukum, moral, dan kebiasaan sosial lainnya.6 a. Sunan Gunung Jati (Syekh Syarif Hidayatullah)

4 Skripsinya Irma Latifatu Zakiah Mahasiswa IAIN Syekh Nur Jati Cirebon jurusan Aqidah Filsafat, Pemaknaan Simbol-Simbol Naga Dalam Perspektif Komunitas Sunda Wiwitan Di Ci Gugur Kuningan Jawa Barat,Cirebon, 2015, hlm 19. 5Ibid 6Ibid, hlm 19-20.

17

Sejarah Masjid Agung Sang Cipta Rasa sendiri, berawal dari masa ketika Cirebon di pimpin oleh syekh Syarif Hidayatullah atau yang biasa di sebut dengan Sunan Gunung Jati, di mana Sunan Gunung Jati ini merupakan cucu dari raja besar yang pernah berkuasa di tanah pajajaran yakni pangeran prabu Siliwangi, Sunan Gunung Jati merupakan anak dari Syarifah Mudzaim dan merupakan keturunan raja dari Mesir.7 Menurut semua sejarah lokal dari Cirebon termasuk cerita Purwaka Caruban Nagari, masuknya Islam di Cirebon pada abad 15 yaitu pada tahun 1470. Disebarkan oleh Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah. Penyebaran agama Islam itu dimulai ketika Syarif Hidayatullah berusia 27 tahun yaitu dengan menjadi mubaligh Cirebon. Di tahun 1479 Syarif Hidayatullah menikah dengan Nyi Ratu Pakungwati, putri dari pangeran Cakrabuana. Pengganti pangeran Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon di berikan pada Syarif Hidayatullah.8 Syarif Hidayatullah pernah beberapa kali menikah; pernikahan pertama dengan Retna Pakungwati (Putri Pangeran Cakrabuana) dikaruniai dua anak, yaitu: Ratu Ayu (istri Fatahillah) dan Pangeran Pesarean (Dipati Muhammad Arifin); pernikahan kedua dengan Ong Tien (Putri Cina, berganti nama Rara Sumanding) tidak berlangsung lama, karena Ong Tien meninggal dunia; pernikahan ketiga dengan Nyi Mas Retna Babadan (Putri Ki Gedeng Babadan); keempat dengan Dewi Kawunganten (Putri Ki Gedeng Kawunganten, Banten) dikaruniai dua anak, yaitu:; Ratu Winaon dan Pangeran Maulana Hasanuddin ( Banten I); kelima dengan Nyi Mas Rara Kerta (Putri Ki Gedeng Jatimerta) dikaruniai dua anak: Pangeran Jaya Lelana dan Pangeran Brata Le lana.9 Kerajaan Cirebon adalah sebuah Kesultanan Islam ternama di Jawa Barat pada abad ke-15 dan 16 masehi, dan merupakan pelabuhan penting di jalur perdagangan dan pelayaran antar pulau. Lokasinya di pantai utara pulau Jawa yang merupakan perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, membuatnya menjadi pelabuhan dan “jembatan” antara kebudayaan Jawa dan Sunda.10 Dengan dukungan pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari pedalaman, Cirebon kemudian menjadi sebuah kota besar dan menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara

7Ahmad Hamam Rochani, Babad Cirebon, Cirebon : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2008, cet I. hlm. 90. 8 http://achmadfauzi24.blogspot.co.id/2013/10/kerajaan-banten-dan-cirebon.html.

9 Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara Riwayat Hidup, Karya, dan Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara, (Jakarta: Gramedia, 2009), hlm. 756-757 . Dalam K. Subroto, Negara Islam Di Jawa 1500-1700, Syamina, Laporan Khusus Edisi 4 / Maret 2017. hlm. 18-19. 10 K. Subroto, Negara Islam Di Jawa 1500-1700, Syamina, Laporan Khusus Edisi 4 / Maret 2017. hlm.17.

18

Jawa baik dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan Nusantara maupun dengan bagian dunia lainnya. Selain itu, Cirebon tumbuh menjadi cikal bakal pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.11

Banten dan Cirebon adalah kawasan di Jawa Barat yang pertama kali Islam diperkenalkan. Penduduknya sebagian besarnya adalah pedagang berdarah campuran. Menurut sumber naskah Jawa, Cirebon diislamkan oleh salah seorang Walisongo yang bernama Sunan Gunung Jati.12 Setelah mendirikan komunitas Muslim pertama di Banten, Nurullah (Sunan Gunung Jati) kemudian memerintah juga di Cirebon. Setelah kematian Sultan Trenggana pada tahun 1546, Nurullah di tahun 1550-an memutuskan untuk pindah ke Cirebon di mana ia hidup sebagai ulama sampai kematiannya pada tahun 1570. Pengaruh spiritualnya di Jawa Barat sangat besar, meskipun tidak sebesar pengaruh Sunan Giri di Gresik Jawa Timur.13 Era Syarif Hidayatullah, atau lebih dikenal dengan gelar Sunan Gunung Jati, dapat dikatakan sebagai era keemasan (Golden Age) perkembangan Islam di Cirebon. Sebelum Syarif Hidayatullah, Cirebon yang dipimpin oleh Pangeran Cakrabuana (1447-1479) merupakan rintisan pemerintahan berdasarkan hukum Islam, dan setelah Syarif Hidayatullah, pengaruh para penguasa Cirebon masih berlindung di balik kebesaran nama Syarif Hidayatullah.14 Salah satu di antara kontribusi Syarif Hidayatullah adalah bahwa ia menjadi salah seorang dewan Walisongo di Jawa. Syarif Hidayatullah mendapatkan tugas berdakwah di Cirebon (Jawa Barat), Banten, dan Sunda Kelapa (Jakarta). Tugas itu digambarkan sebagai berikut;

“Kanjeng Susuhunan ing Gunung jati ing Cirebon, amewahi donga hakaliyan mantra, utawi parasat miwah jajampi utawi amewahi dadamelipun tiyang babad wana”. (Sunan Gunung Jati di Cirebon mengajarkan tata cara berdoa dan membaca matera, tata cara pengobatan, serta tata cara membuka hutan).15

11 Ibid. 12 Ibid. 13 Ibid. 14 Ibid. 15Agus Sunyoto, Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah, Tangerang : Transpustaka, 2011. hlm. 90. Dalam K. Subroto, Negara Islam Di Jawa 1500-1700, Syamina, Laporan Khusus Edisi 4 / Maret 2017. hlm. 18

19

Perbedaan lain yang dimiliki sunan gunung jati dengan para Walisongo lainya ialah: bahwa Syarif Hidayatullah selain sebagai ulama juga umara’, ia juga sebagai Sultan di Cirebon. Berbagai bukti kejayaan kepemimpinannya antara lain Masjid Merah Panjunan (+ 1480) dan masjid Agung Sang Cipta Rasa (1500).16Menurut cerita, bahwa sunan gunung jati pada dasarnya adalah keturunan raja dari Mesir, beliau tidak ingin menjadi raja, kemudian beliau berdakwah singkatnya sampai ke Cirebon. Maka di Cirebon beliaupun sudah sepantasnya dan seharusnya menjadi raja, karena sudah ada garis keturunan raja.17 Dalam salah satu pesannya Sunan Gunung Jati sangat menitikberatkan pada fakir miskin dan masjid yakni :“Isun titip tajug lan fakir miskin”18yang artinya : “ saya titipkan masjid dan fakir miskin”. Pada tahun 1568 Sunan Gunung Jati meninggal pada usia yang sangat lanjut yaitu 120 tahun, dia dimakamkan di pertamanan Gunung Jati.19 Mengenai pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa, telah penulis telusuri adanya perbedaan dari setiap data yang di dapatkan terkait dengan pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa, namun penulis hanya bisa memaparkan berdasarkan data yang ada di lapangan, penulis sendiri tidak bisa memastikan di tahun berapa Masjid Agung Sang Cipta Rasa di bangun, karena beckground penulis bukan ahli di bidang sejarah, dan bukan menjadi fokus penelitian yang diteliti oleh penulis, berikut penulis paparkan hasil data yang diperoleh di lapangan terkait tahun pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kasepuhan Kota Cirebon. Terdapat pada buku Babad Tanah Sunda/Babad Cirebon karangan P.S. Sulendraningrat yang mengatakan bahwa Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon dibangun pada tahun 1489 M, hal ini didasarkan pada perhitungan sangkalan di bangunnya Masjid Agung Sang Ciptarasa ialah : munggal = 1 mangil = 1 mungup = 1 jemblung = 2 gateling = 1 asu= 1 jadi 11 121 = 41 di balik angkanya menjadi 1411 sakakala/ 1489 Masehi, dan seperti yang di dukung oleh Ahmad Hamam Rochani terhadap P.S.Sulendraningrat dalam bukunya Babad Cirebon yang mendasarkan pada tahun perhitungan pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon ini pada tahun 1489 M.20

16 K. Subroto, Negara Islam Di Jawa 1500-1700, Syamina, Laporan Khusus Edisi 4 / Maret 2017. Ibid, hlm. 18. 17 Wawancara dengan Bapak Ismail Selaku Pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 18Pesan ini disampaikan Sunan Gunung Jati sebelum ia wafat. Lihat Amman N. Wahju, Sajarah Wali Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati (Naskah Kuningan), Bandung: Pustaka, 2010, hal. 79 19http://achmadfauzi24.blogspot.co.id/2013/10/kerajaan-banten-dan-cirebon.html.

20P.S. Sulendraningrat, Buku Babad Tanah Sunda Babad Cirebon, Cirebon 22 Pebruari 1984, hlm, 57. Ahmad Hamam Rochani, ibid. hlm. 187..

20

Catatan Keraton Kasepuhan Cirebon, yang mengacu pada candrasengkala, masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun pada “waspada panembahe yuganing ratu”. Kalimat ini bermakna 2241, alias 1422 Saka atau tahun 1500 M. Sedangkan menurut Pangeran Wangsakerta dalam catatan sejarahnya berjudul pusaka negara kerta bumi yang di susun pada tahun1694, Masjid Agung kasepuhan dibangun pada tahun 1489 M.21 Ada juga yang mengatakan pembangunan masjid didirikan pada tahun 1475 M pada abad 15, alasanya berpedoman pada sumber Kesepuhan.22 Namun beberapa sejarawan justru memilih tahun 1478 sebagai tahun pembangunan masjid Agung Sang Cipta Rasa bersamaan dengan didirikannya Kesultanan Cirebon dengan Sultan pertamanya Sunan Gunung Jati. Alasanya karena Sunan Gunung Jati lahir pada tahun 1448 dan wafatnya 1568 dan hal ini menurut beliau lebih mendekati kebenarannya dan masuk akal.23 Tahun 1478 hanya selisih satu tahun lebih muda bila dibandingkan dengan pembangunan masjid Agung Demak (1477).24 Selanjutnya ada banyak pendapat yang menyatakan bahwa Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon ini di bangun pada tahun 1480. Ada juga yang mengatakan dibangunya Masjid Sang Cipta Rasa pada tahun 1480 abad 15 pada masa walisongo.25 Seperti yang di kemukakan oleh Abdul Baqir Zein dalam bukunya masjid-masjid bersejarah di Indonesia yang menyatakan bahwa Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini di bangun pada tahun 148026 dan di ikuti pula oleh pendapat dari R.H. Unang Sunardjo, SH. Ia mengatakan dalam bukunya meninjau sepintaspanggung sejarah pemerintahan kerajaan cirebon 1479-1809 bahwa bangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon dibangun atau didirikan oleh Sunan Gunung Jati ( Susuhunan Gunung Jati ) dibantu oleh Sunan Kalijaga Sunan Bonang, Sunan Drajat, dan Sunan Kudus dengan arsitek Raden Sepat dari Demak pada tahun 1480.27Berdasarkan pemandu

21Mudhofar Muffid, Bambang Supriiyadi, R.Siti Rukkayah, Konsep Arsitektur Jawa Dan Sunda Pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa Modul Vol.14. No. 2 juli - desember 2014.hlm.67 22 Wawancara dengan Bapak Asmuni pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa sekaligus sebagai pemandu wisata kraton kesepuhan cirebon. 23 Wawancara dengan Bapak K.H. Aaz Azhary ketua Dkm Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 24http://evienurjannah.blogspot.co.id/2015/01/masjid-agung-kasepuhan-sang-cipta-rasa.html.

25 Wawancara dengan Bapak Achmad Hamdan kemit Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 26Abdul Baqir Zein, Masjid-Masjid Bersejarah Di Indonesia, (Jakarta : Gema Insani Pres, 1999), hlm.170.

27Unang Sunardjo, Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cirebon 1479-1809, (Bandung : Tarsito, 1983), hlm. 66.

21 wisata religi Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kasepuhan, yang bertempat di Hotel Aston Cirebon dengan istilah Daun Lontar menjelaskan bahwa, di bangunnya Masjid Agung Sang Cipta Rasa pada tahun 1480m abad 15, diterangkan langsung oleh Sultan Arif Nata Diningrat, S.E. Beliau bermaksud untuk menyeragamkan sejarah tahun berdirinya Masjid Agung Sang Ciptarasa.28 Berdasarkan pengamatan penulis mengenai tahun didirikannya Masjid Agung Sang Cipta Rasa, jatuh pada tahun 1480 M pada abad ke 15, ini berdasarkan data yang didapatkan, bahwa Pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini terjadi pada tahun 1480 M abad ke 15 itu lebih dominan. Akan tetapi penulis sendiri tidak mengklaim data ini yang paling benar, penulis hanya berpendapat mengenai pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa, berdasarkan data temuan yang ada. Sebagaimana ketika mendirikan Masjid Agung Demak, dewan Walisongo berdebat ketika akan menentukan arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. Perdebatan itu berakhir setelah Sunan Kalijaga mengambil alih semua persoalan, jadi untuk masalah kiblat di serahkan sepenuhnya pada Sunan Kalijaga29dengan dibantu oleh Raden Sepat, seorang arsitek yang berasal dari , Raden Sepat membuat ruang utama di dalam masjid dengan luas 400 meter dan kemudian meluruskan atau mengarahkan tempat pengimaman ke arah kiblat dengan tingkat kemiringan 300 ke arah barat laut.30 b. Kalijaga Sunan Kalijaga yang menjadi arsitek Masjid Agung Sang Cipta Rasa, memimpin pembangunan masjid sejak maghrib sampai subuh datang.31Sunan Kalijaga mempunyai jejak di Cirebon. Petilasan Sunan Kalijaga terletak di Barat Sungai Sipadu, di Jalan Pramuka, Desa Kalijaga, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Daerah ini juga dikenal sebagai Taman Kera, karena ada ratusan kera yang hidup di situs ziarah sekaligus taman konservasi ini.32Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Beliau adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.

28 Wawancara Dengan Bapak Adnan Maylani pemandu wisata religi Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kasepuhan Yang Ikut penataran Di Hotel Aston Cirebon. 29Ahmad Hamam Rochani.. hlm. 189. 30http://www.scribd.com/doc/44822346/masjid-di-indonesia 31 http://www.akarasa.com/2015/01/masjid-sang-cipta-rasa-dibangun-hanya.html

32 Ibid.

22

Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon.33 Versi lain menerangkan, sunan kalijaga sebelum menjadi Walisongo, beliau bernama Raden Said, beliau adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi. Dan hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said bahwa Allah tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang. Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya. Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga.34 c. Raden Sepat Raden Sepat, seorang arsitek Kerajaan Majapahit yang menjadi tahanan perang Kerajan Demak, maerancang bangunan masjid bersejarah ini (Masjid Agung Sang Cipta Rasa) di atas tanah seluas 400 meter persegi (20 X 20 meter) berdenah bujur sangkar dengan kemiringan 30 derajat arah barat laut. Arsitektur bangunan masjid ini bercorak akulturasi budaya Hindu, Jawa, dan Cina. Hal ini bisa kita lihat dari bangunan pagar yang berbentuk punden berundak ala Hindu,

33 Ibid.

34 http://www.akarasa.com/2015/01/masjid-sang-cipta-rasa-dibangun-hanya.html.

23 atas tumpuk khas Jawa, dan hiasan keramik dari Cina. Akulturasi arsitektur ini membuktikan secara tegas bahwa di masa pemerintahan Sunan Gunung Jati memimpin Kesultanan Cirebon, tidak terdapat perbedaan budaya yang cukup mencolok. Toleransi dan tenggang rasa menjadi ciri khas rakyat Cirebon kala itu.35 Raden Sepat berperan dalam membawa tukang-tukang dari Majapahit. Bahkan, menurut cerita dalam babad dikatakan bahwa serambi utama masjid itu berasal dari kota Majapahit. Raden Sepat didatangkan dari Demak sebagai imbalan kepada Cirebon karena telah membantu mengirim pasukan dalam penyerangan ke Majapahit.36 Raden Sepat yang di utus Raden Fatah Sultan Demak untuk turut membantu pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Raden Sepat adalah seorang mantan Panglima Pasukan Majapahit yang memimpin pasukannya menyerbu Demak pada saat Demak baru berdiri sebagai Kerajaan Islam pertama di Tanah Jawa. Penyerbuan yang berahir dengan kekalahan. Raden Sepat tak pernah kembali ke Majapahit bersama sisa pasukannya beliau mengikrarkan diri masuk Islam dan bergabung dengan kesultanan Demak.37 Pada awalnya Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon disebut Masjid Agung Pakungwati, karena berada di dalam komplek Keraton Pakungwati (kini Keraton Kasepuhan). Pakungwati diambil dari nama Nyi Mas Pakungwati puteri tunggal Pangeran Cakrabuana (Raden Walang Sungsang) bin Raden Pamanah Rasa (Prabu Siliwangi/Sri Baduga Maharaja/Jaya Dewata). Nyi Mas Pakungwati adalah pewaris tunggal tahta Keraton Caruban Larang, oleh ayahandanya dinikahkan dengan sepupunya sendiri yang tak lain adalah Sunan Gunung Jati yang kemudian naik tahta sebagai Sultan Pertama Kesultanan Cirebon. Beberapa Sumber sejarah juga menyebut Nyi Mas Pakungwati sebagai penggagas pembangunan masjid ini yang kemudian diwujudkan oleh suaminya (sunan Gunung Jati).38Pendapat tentang Masjid Agung Sang Cipta Rasa dulunya adalah Masjid Agung Pakung Wati ini, di perkuat dengan adanya bukti prasasti berbentuk ukiran kayu yang ada di tiang balok kayu, serambi sebelah selatan dekat saka tatal, bertuliskan huruf Arab pegon yaitu berbunyi: “dugi hinggini Masjid Agung Pakung Wati ing martabate Insan

35 http://ahmad-rifai-uin.blogspot.co.id/2013/04/masjid-kasepuhan-cirebon-karya-agung.html.

36 http://rahasiacahayacinta.blogspot.co.id/2016/07/sejarah-masjid-agung-sang-cipta-rasa.html.

37 https://singgahkemasjid.blogspot.co.id/2013/05/sepuluh-fakta-menarik-masjid-agung-sang.html.

38 Ibid.

24

Kamil babad pelesto ning ing rengkeppe masjid dentata dugi ing bumi hijrah nabi Muhammad s.a.w min syahri jumadil awwal minsyahri muharrom”. Artinya: sampai sekarang Masjid Agung Pakungwati sebagai manusia sempurna sejarah dari awal sampai akhir selesai tertata rapih seperti ini, ada di tanah ini bertepatan hijrah Nabi Muhammad Saw, Jumadil Awal sampai bulan Muharram.39

Gambar Prasasti Nama Masjid Pakung Wati, (Sumber: Dokumentasi Penulis) Masjid Sang Cipta Rasa menurut banyak cerita di bangun dalam semalam karena Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya bekerja dari magrib sampai subuh dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini sudah di pakai untuk sholat subuh berjamaah. Ada yang mengatakan tidak mustahil para Wali mendirikan masjid dalam semalam, alasanya para Wali adalah seseorang yang jarang sekali melakukan dosa dan para wali adalah waliyullah, bisa saja atas idzin Allah, dengan dibantu para malaikat dan jin Islam bisa selesai dalam satu malam.40 Diperkuat juga bahwa “secara logika di bangunya masjid ini melibatkan banyak orang sekitar 500 orang, dengan rincian 300 orang dari Cirebon dan 200 orang dari Demak dan Majapahit, dengan jumlah banyaknya orang yang ikut membangun, maka memudahkan proses pembuatan masjid dalam waktu semalam. Akan tetapi yang tidak masuk akal adalah, bagaimana memasang soko guru yang besar-besar setinggi 17 meter?, jaman dulu belum ada alat canggih atau mesin. Akan tetapi hal semacam ini tidak mustahil, karena para wali mempunyai karomah, jadi bisa saja atas idzin Allah memasangnya dan menyelesaikan pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa dalam waktu semalam,41 Jika melihat sejarahnya, yang pertama dibangun adalah bangunan utamanya dengan tiang-tiang besar yang disetel dengan pasak, tanpa paku. Mungkin sebelum masjid ini didirikan, tiang-tiang utama

39 Wawancara dengan Bapak Adnan Maylani, pemandu wisata religi Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 40Wawancara dengan Bapak Usman yang biasa di panggil Pak Uus(ketua RT 02 kasepuhan). 41Wawancara dengan Bapak K.H. Aaz Azhary ketua (DKM) Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

25 sudah distel dulu yang kemudian disambung-sambung dengan pasak. Kalau istilah sekarang ini namanya bangunan knock down. Logikanya sangat memungkinkan dibangun dalam semalam.42 Ada juga perbedaan pendapat, bahwa pembangunan masjid Agung Sang Cipta Rasa itu bukan semalam akan tetapi, selama tujuh hari, hal ini di perkuat dengan alasan jumlah tiang 74 buah, yang ada di Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Angka 7 bermakna tanda dibangunnya Masjid Agung Sang Cipta Rasa dalam tujuh hari, dan angka 4 bermakna do’a yang di baca setelah selesai sholat juma’at. 43Jika melihat prasasti yang ada di sebelah selatan, yang terletak di tiang bertuliskan huruf Arab pegon, bahwa Masjid Agung Sang Cipta Rasa dulunya bernama Masjid Agung Pakungwati, di bangun selama 9 bulan, berdasarkan kalimat“ min syahri jumadil awwal minsyahri muharrom”, berdasarkan itungan dari bulan jumadil awwal sampai bulan muharrom.44 2. Sejarah Adzan Pitu Terlepas dari perbedaan pendapat di atas, terdapat pula beberapa keunikan serta kelebihan dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon lainnya yakni berupa adzan pitu, adzan yang dilakukan oleh 7 orang muadzin secara bersamaan dan biasanya adzan ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Adzan yang dilakukan oleh 7 orang secara bersamaan ini mungkin satu- satunya di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Tradisi adzan pitu ini sudah berlangsung secara turun-temurun selama kurang lebih lima ratus tahun. Pada awalnya adzan pitu ini dilakukan setiap datangnya waktu shalat (shalat wajib 5 waktu). Namun pada saat ini, tradisi adzan pitu hanya dilakukan pada saat shalat jum'at saja di adzan yang pertama. Menurut sejarahnya yang bisa di yakini ataupun tidak, konon mistisnya adzan pitu adalah perintah dari Sunan Gunung Jati dalam rangka mengusir makhluk/ksatria jahat yang tidak diketahui namanya berasal dari surakarta45, yang mempunyai ajian Menjangan Wulung. Pada umumnya dikenal dengan Makhluk yang bernama Menjangan Wulung. Namun ia digambarkan

42Wawancara dengan Bapak Ade Kurniawan(Ahmad Mubarok) pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa, lihat juga di http://www.akarasa.com/2015/01/masjid-sang-cipta-rasa-dibangun-hanya.html.

43 Wawancara dengan Kang Munadi (Bacung) Putra Bapak Asmuni Sekaligus Petugas Adzan pitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 44 Wawancara dengan Bapak Adnan Maylani selaku pemandu wisata religi Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 45 Wawancara degan Bapak Adnan Maylani selaku pemandu wisata religi Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

26 sebagai makhluk jahat yang menebar wabah penyakit dan kematian. Menjangan Wulung ini digambarkan selalu bertengger di atas Kubah Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan menimpakan wabah penyakit bagi siapa saja yang hendak shalat di Masjid tersebut. Ada satu sumber yang mengatakan bahwa awalnya Sunan Gunung Jati memohon kepada Allah SWT untuk meminta jalan keluar dari kesulitan tersebut. Hingga akhirnya diperintahkan salah seorang untuk mengumandangkan adzan di Masjid itu, tetapi tidak berhasil. Usaha tersebut terus dilakukan dengan ditambahnya orang yang adzan. Dua orang, tiga orang, empat orang, namun tetap saja tidak berhasil. Akhirnya ketika adzan yang dikumandangkan itu dilakukan oleh 7 orang, maka Menjangan Wulung berhasil disingkirkan.46

Versi yang pertama menerangkan bahwa adzan pitu merupakan titah dari Sunan Gunung Jati sebagai strategi untuk mengalahkan pendekar jahat berilmu hitam kesaktianya tinggi bernama Menjangan Wulung. Saat itu, Menjangan Wulung bertengger di kubah masjid dan menyerang setiap orang yang hendak ke masjid baik untuk adzan maupun hendak shalat. Setiap muadzin yang melantunkan adzan selalu meninggal terkena serangan Menjangan Wulung. Selanjutnya Sunan Gunung Jati meminta tujuh orang melantunkan adzan sekaligus berbarengan. Begitu adzan selesai dikumandangkan, seketika terdengar suara ledakan dari bagian atas bangunan masjid. Dan Menjangan Wulung yang berada di kubah Masjid Sang Cipta Rasa terluka, lalu ia terbang terpental dan darahnya pun jatuh bercucuran. Bersamaan dengan perginya Menjangan Wulung, konon kubah Masjid Sang Cipta Rasa ikut terbawa dan kemudian kubah itu menumpuk di atas kubah Masjid Agung Serang Banten. Konon karena itulah Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon tidak mempunyai kubah, sedangkan Masjid Agung Serang Banten mempunyai dua buah kubah yang bertumpukan. Dan konon menurut cerita dari para orang tua, darah “Menjangan Wulung” yang berceceran itu tumbuh menjadi tanaman labu hitam atau masyarakat Cirebon biasa menyebutnya “walu ireng”. Walu ireng itu merupakan tumbuhan racun, biasanya walu ireng ini di gunakan untuk ilmu hitam seperti santet dan lainya. Sampai sekarang walu ireng ini merupakan pantangan bagi anak-cucu orang Cirebon. Pada akhirnya Menjangan Wulung musnah karena terpental dari masjid bersamaan dengan meledaknya kubah (memolo) masjid. Namun, sayangnya satu dari tujuh amir masjid tersebut meninggal.47

46 Wawancara dengan Bapak Munadi (Bacung), petugas adzan pitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 47 http://blog.ugm.ac.id/2010/11/04/5-4/

27

Versi yang kedua, tradisi adzan pitu bermula saat Masjid Sang Cipta Rasa yang masih beratapkan rumbia terbakar hebat. Menjangan wulung di sini di artikan sebagai api merah yang membakar kubah, bukan berupa mahluk jahat ataupun ksatria jahat, karena pada saat itu cuacanya panas sekali (kemarau), sehingga kubah yang atapnya memakai bahan dari rumbia terbakar hebat.48Berbagai upaya dilakukan untuk memadamkan api, namun selalu gagal. Sampai akhirnya istri Sunan Gunung jati yang bernama Nyi Mas Pakungwati menyarankan agar dikumandangkan adzan. Namun api belum juga padam. Azan kembali dikumandangkan oleh dua orang sampai berturut-turut tiga orang sampai enam orang, namun api belum juga padam. Konon api baru padam setelah adzan dikumandangkan oleh tujuh orang muadzin. “Sejak saat itulah, tradisi adzan pitu dilestarikan hingga saat ini.49dan konon katanya ketika itu juga Nyi Mas Pakungwati meninggal di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, diletakkan tepat di bawah bedug, di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, kemudian mitosnya ketika para jamaah sedang wudlu dan hendak menyolati jenazah Nyi Mas Pakungwati kemudian jasadnya menghilang, sehingga kuburan Nyi Mas Pakungwati sampai saat ini tidak di ketahui keberadaanya.50Ada yang mengatakan kuburan nyi mas pakung wati di sekitar Masjid Agung Sang Cipta Rasa51, dan ada juga yang mengatakan di kubur di Gunung Jati.52

Pada masa sekarang ini, tradisi yang telah bertahan selama ratusan tahun tersebut menjadi daya tarik tersendiri yang dimiliki Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Tidak sedikit orang yang berasal dari luar wilayah Cirebon datang ke masjid itu hanya untuk melihat bagaimana 7 orang secara bersamaan mengumandangkan adzan saat memasuki waktu shalat Jum'at. Ketika jam menunjukkan masuknya waktu Shalat Jum'at, segera saja ketujuh orang muadzin berdiri dan mengumandangkan adzan secara bersamaan. dulu muadzin mengumandangkan adzan tanpa pengeras suara, mengingat dulu waktu munculnya tradisi adzan ini belum ada alat pengeras suara. Jadi waktu itu semua muadzin mengumandangkan adzan secara langsung dengan suara alami mereka. Seiring majunya teknologi, maka masjid ini pun ikut menyesuaikan dengan

48 Wawancara dengan Bapak K.H Aaz Azhary ketua DKM Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 49 http://blog.ugm.ac.id/2010/11/04/5-4/ 50Wawancara dengan Bapak K.H Aaz Azhary ketua DKM Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

51 Wawancara dengan Bapak Adnan Maylani pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa sekaligus pemandu wisata religi di Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 52 Wawancara dengan Bapak Asmuni Pemandu Kerato Kasepuhan sekaligus pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 28 menggunakan alat pengeras suara, agar bisa lebih terdengar jelas oleh masyarakat, sama seperti masjid-masjid pada umumnya.53 Kelompok orang yang mengumandangkan adzan pitu terbagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama berasal dari pihak kasepuhan dengan identitasnya memakai pakaian putih- putih, dan kelompok kedua berasal dari kanoman dengan identitasnya memakai pakaian berwarna hijau. Para muadzin dipilih oleh penghulu masjid dari masyarakat umum yang mengerti Agama. Dan Para muadzin ini umumnya masih keturunan muadzin sebelumnya. Pada pelaksanaan adzan pitu di atur berdasarkan jadwal yang telah ada, jadi proses pelaksanaan adzan pitu dilaksanakan secara bergantian setiap jum’atnya.54 Menurut salah satu pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa ada yang menerangkan, bahwa pernah tradisi adzan pitu untuk coba dihilangkan dengan kembali menggunakan satu orang untuk adzan. Akan tetapi, tidak berapa lama, muadzin tersebut akhirnya meninggal dunia. Kemudian ketika dicoba lagi dengan satu muadzin, hal itu terulang kembali. Oleh karena itu, masyarakat kembali menggunakan tujuh orang untuk adzan di masjid itu dan akhirnya sampai saat ini tradisi ini masih di gunakan”.55

foto adzan pitu dari kelompok kasepuhan yang menggunakan baju putih putih dan kelompok adzan pitu dari kanoman menggunakan baju hijau, ( sumber: dokumentasi penulis). Keunikan lainya yaitu pada pembacaan khotbah jum’at, dari zaman para Wali sampai sekarang khotib harus menggunakan bahasa Arab dalam berkhotbah, penulis bertanya kepada pengurus masjid agung sang cipta rasa, kenapa sampai sekarang masih menggunakan bahasa arab dalam khotbah kenapa tidak menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa masyarakat setempat (Cirebon)?. Ada yang menjawab karena sudah dilakukan dari jaman para Wali, oleh karena itu khotib selalu menggunakan bahasa Arab dalam khotbah jum’at.56Ada yang

53Wawancara dengan Bapak Adnan Maylani pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 54Wawancara dengan Kang Munadi Bacung petugas adzan pitu dari kasepuhan. 55Wawancara dengan Kang Munadi yang biasa di sapa Bacung, petugas adzan Pitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa ,dari kelompok kasepuhan.

56 Wawancara dengan kang Munadi (Bacung) Putra Bapak Asmuni sekaligus petugas adzan Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

29 menerangkan bahwa Khotbah dengan menggunakan bahasa Arab ini, mengajarkan kepada kaum muslimin, secara tidak langsung mengajak kepada mereka agar belajar bahasa Arab.57 3. Sejarah Memolo Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Keunikan lainnya adalah tidak adanya memolo masjid atau kubah di masjid agung sang cipta rasa, yang pada umumnya masjid memiliki kubah atau memolo di atas atapnya, sebagai simbol bahwa itu adalah bangunan masjid. Keunikan itu berasal dari sejarah yang pada awalnya masjid ini memiliki memolo, namun karena adanya kejadian yang di luar logika memolo masjid ini terbang atau terlempar sampai ke Masjid Agung Banten. Buktinya bisa kita lihat hingga saat ini di Masjid Agung Banten yang memiliki dua memolo, satu milik Masjid Agung Banten dan yang ke dua milik Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon.58 Ada yang mengatakan bahwa “memolo Masjid Agung Sang Cipta Rasa terbang ke Banten hanyalah cerita viktif, sebenarnya masjid ini dulunya mempunyai memolo akan tetapi terbakar, memolonya model kandang keboan, bentuk kuda-kuda 4 yang mempunyai makna filosofis bahwa ingeto perkara sing papat artinya didunia ini serba empat perkara, contohnya seperti: 1. Nabi Adam di ciptakan dari: tanah, air, api , angin. 2. Nabi Muhammad diciptakan dari: jamal, jalal, kamal, akmal. 3. Waktu, ada: pagi, siang, sore, malam. 4. Alam ada 4, yaitu: alam kandungan , alam sadar, alam arwah, alam akherat. Dan masih banyak lagi contoh yang lainya, disini penulis hanya menuliskan sedikit saja, hanya sekedar untuk mengetahui.59

Gambar memolo kuda-kuda 4 model kandang keboan. (sumber: ilustrasi penulis yang di dapat dari penjelasan Bapak K.H. Aaz Azhari) Sekarang Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon menampilkan bentuk atap limasan tumpang tiga. Di antara atap tumpang terlihat deretan kaca untuk pencahayaan. Dulunya mesjid

57 Wawancara dengan bapak aaz azhari ketua dkm masjid agung sang cipta rasa. 58 http://catatanspadilman.blogspot.co.id/2010/01/tradisi-adzan-pitu.html 59 Wawancara dengan Bapak K.H. Aaz Azhary ketua DKM Masjid Agung Sang Cipta Rasa

30 ini beratap tajug tumpang tiga, karena terlalu tinggi maka untuk merendahkannya dirubah menjadi bentuk limasan.60 Dari sudut pandang arsitektural, Masjid Agung Cipta Rasa disebutkan sebagai pasangan dari Masjid Agung Demak. Bila Masjid Agung Demak dibangun dalam watak Maskulin lengkap dengan memolo dan berdiri gagah, lain halnya dengan masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon yang dibangun dalam watak Feminim dengan denah persegi panjang, boleh jadi sejak awal masjid ini memang dibangun tanpa memolo sebagai perwujudan dari kefeminimannya.61 Bila diperhatikan masjid-masjid tua di tanah Jawa termasuk Masjid Agung Demak, Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, Saka Tunggal di Banyumas, Sunan Ampel di Surabaya dan lainnya, selalu saja dibangun tanpa menara. Meski dari sisi tradisi arsitektural tanah air, ketiadaan menara ini sudah menjadi pakem (aturan) bagi masjid tradisional Indonesia.62 “Nyengkene, ning Jawa aja tiru-tiru adat Mekkah nganggo menara, ning kene ning Jawa wong cilik blikena ngungkuli, mbok kena wialat.” Artinya “Di sini, di Jawa jangan meniru-niru adat Makkah menggunakan menara, di sini di Jawa orang kecil tidak boleh lebih tinggi, nanti kualat.” Babad Cirebon63 Ketiadaan menara pada bangunan masjid-masjid tua tersebut kait mengait dengan tradisi tanah jawa yang menjungjung tinggi ewuh pakewuh. Keberadaan menara yang memang pada masa awalnya merupakan tempat muazin mengumandangkan azan akan memposisikan muazin yang berada di menara lebih tinggi dari seluruh jemaah yang ada di dalam masjid termasuk Raja dan para petinggi kerajaan lainnya. Hal tersebut dianggap tidak sopan. Karenanya masjid-masjid tua tanah Jawa hampir seluruhnya tidak dilengkapi dengan menara. Menara di Masjid Agung Demak pun dibangun belakangan dan bukan merupakan komponen asli yang dibangun sejak awal pembangunan masjid tersebut. Seiring dengan telah dikembangkannya perangkat pengeras suara, muadzin tak perlu lagi menaiki menara pada saat akan mengumandangkan adzan, cukup pengeras suaranya yang disimpan di menara sedangkan azannya dilantunkan oleh muazin dari dalam masjid.64

60Ashadi, Perkembangan Arsitektur Mesjid Walisongo di Jawa, NALARs Volume 11 No 2 Juli 2012 : 143- 160. Hlm. 160. 61 http://evienurjannah.blogspot.co.id/2015/01/masjid-agung-kasepuhan-sang-cipta-rasa.html.

62 Ibid. 63 Abdul Hakim, Akulturasi Budaya Bangunan Masjid Tua Cirebon, suhuf Vol. 4, No. 2, 2011. hlm.289 64http://evienurjannah.blogspot.co.id/2015/01/masjid-agung-kasepuhan-sang-cipta-rasa.html.

31

C. Deskripsi Masjid Agung Sang Cipta Rasa65

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon tempo dulu, pada tahun 1920-1933

(sumber:http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1370/masjid-agung-sang-cipta-rasa- masjid-agung-cirebon-jawa-barat)

Pada tahun 1549 Masjid Agung Sang Cipta Rasa mengalami kebakaran, mencakup atap diruang utama masjid dan bangunan inti.66Masjid Sang Cipta Rasa ini, telah beberapa kali mengalami pemugaran, antara lain:67

1. Tahun 1934, pemerintah Hindia Belanda melakukan perbaikan masjid secara keseluruhan dipimpin oleh Ir. Krijgsman; 2. Tahun 1960, P.S Sulandraningrat, Habib Syekh, dan R. Amarputra memperbaiki atap dan talang; 3. Tahun 1972-1974 diadakan perbaikan serambi depan oleh Pemerintah Daerah Cirebon;

65Data Deskripsi Masjid Agung Sang Cipta Rasa di dapat dari wawancara dengan Kaum Masjid, di antaranya : Bapak Asmuni, Bapak Adnan Maylani, Bapak Aaz Azhary, Kang Munadi (Bacung), Bapak Ismail dan Bapak Ade Kurniawan (Ahmad Mubarok). 66 Wawancara dengan Bapak Ade Kurniawan(Ahmad Mubarok) pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

67Dania Iriani, Dipublish 26 juli 2013, http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1370/masjid-agung- sang-cipta-rasa-masjid-agung-cirebon-jawa-barat. lihat juga dalam skripsinya Rohani, Masjid-masjid Kuno Di Cirebon Jurusan Sejarah Peradaban Islam Institut Agama Islam Negeri Syekh NurJati Cirebon tahun 2015, hlm. 36- 37

32

4. Tahun 1975-1976 dilaksanakan pemugaran oleh Proyek Sasana budaya Jakarta mencakup bangunan inti; 5. Tahun 1976/1977 – 1977/1978 dipugar oleh Proyek Sasana Budaya meliputi tiang sokoguru, tempat wudlu, WC, bangunan tengah, samping kiri-kanan, serta penggantian sirap dari kayu jati. Purnapugar Masjid Agung Cirebon dilaksanakan pada tanggal 23 februari 1978.

Prasati Pemugaran Masjid Agung Cirebon oleh Pemerintah RI

(sumber: dokumentasi pribadi)

Gambar Masjid Agung Sang Cipta Rasa Sekarang (sumber : dokumentasi penulis)

33

1. Pintu Gerbang Gapura Halaman Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kota Cirebon ini dikelilingi oleh pagar tembok berwarna merah yang melambangkan persatuan dan kesatuan, Masjid Agung Sang Cipta Rasa dulunya berbentuk bulat, mempunyai makna bahwa seseorang dalam memeluk Agama Islam dan beribadah kepada Allah harus mempunyai tekad yang bulat (yakin).68Pada gerbang paduraksa69 terdapat tembok berhias di tubuh dan puncaknya. Pada tubuh tembok terdapat hiasan belah ketupat dan segi empat yang dikelilingi tonjolan bata berbentuk segi enam dengan motif bingkai cermin. tembok terdapat pelipit rata dari susunan bata yang pada bagian atas dan bawah berukuran kecil sedangkan tengah-tengahnya berukuran lebar. Tinggi susunan pelipit ini yaitu 70 cm. Pintu gerbang utama ini terletak di sebelah timur, dihias dengan tiga tingkat sayap di puncaknya. Dalam sayap tersebut terdapat hiasan lengkungan dan di tengahnya ada hiasan candi laras. Gapura bagian atas berbentuk setengah lingkaran dengan tulisan Arab. Di kanan kiri lengkungannya terdapat hiasan candi laras. Gapura tersebut mempunyai dua buah daun pintu dengan hiasan candi laras di bawahnya hiasan belah ketupat. Pada halaman tersebut terdapat enam buah pintu. Pada sisi timur terdapat tiga buah pintu, utara satu buah pintu dan barat dua buah pintu. Pintu-pintu tersebut berbentuk seperti gapura paduraksa. Gapura yang lain berbentuk persegi panjang dengan lengkung. Tepat di tengah lengkungan terdapat bentuk belah ketupat, terdiri atas dua daun pintu, di dalamnya terdapat hiasan candi laras dan bagian bawahnya belah ketupat. Luas keseluruhan Masjid Agung Sang Cipta Rasa mencapai 280m dan luas induknya 225m.70

Gerbang Padureksa (sumber:dokumentasi penulis)

68 Wawancara dengan Bapak Asmuni selaku pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

69 Nama Gapura Padureksa diperoleh dari tulisanya Dania Iriyani Dipublish Juli 26, 2013, http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1370/masjid-agung-sang-cipta-rasa-masjid-agung-cirebon-jawa-barat. 70 Wawancara dengan Bapak K.H. Aaz Azhary ketua DKM Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

34

2. Ruang Utama Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Jumlah luas ruang utama mencapai 17,8 x13,7 meter, ditambah ketebalan tembok bata, sekitar ½ meter.71Pada ruang utama masjid ini dinding-dindingnya dibuat dari tumpukan bata setinggi 50 tumpukan, hal ini mempunyai arti bahwa kita harus ingat ako’id 50 yaitu : sifat wajib bagi Allah 20 muhal Allah 20, wajib Rasul 4, muhal Rasul 4, jaiz dan wenangnya Allah 2.72

Terdapat Sembilan buah pintu: 1. Pintu utama Berada di sebelah timur, 4 pintu di sebelah utara dan 4 pintu lagi di sebelah selatan. Bahan kayu yang di gunakan dalam membuat pintu- pintu tersebut menggunakan kayu bacem.73Sehari-hari para tamu, hanya boleh masuk ke ruang utama Masjid Agung Sang Cipta Rasa, melalui pintu yang berukuran kecil sekitar 150x25cm, terletak di sebelah serambi utara. Kesembilan pintu tersebut melambangkan Walisongo yang membuat masjid tersebut dan menyebarkan Islam di tanah Jawa.

Ke sembilan pintu/lawang walisongo ini, hanya di buka khusus pada hari jum’at untuk shalat Jum’at, di bulan ramadhan untuk sholat tarawih, dan juga di buka pada hari besar Islam, pada saat sholat Idul Fitri, dan Idul Adha.

Pintu masuk ruang utama yang berada di timur disebut pintu ma’rifat, ada juga yang mengatakan pintu ini bernama narpati74 pintu ini menurut Bapak Adnan Maylani dan Kang Munadi selaku (kaum masjid)75 mengatakan bahwa pintu ini adalah pintu kewalianya Sunan Gunung Jati (Syekh Syarif Hidayatullah), yang bermakna ma’rifat.76 terletak di dinding sebelah timur berukuran tinggi 240 cm dan lebar 124 cm. Pintu terdiri dari dua daun pintu dengan hiasan bunga bakung, salur-salur, dan bingkai cermin. Di kanan dan kiri pintu terdapat pilaster berhias motif teratai dan sulur pada bagian atas dan bawah. Pintu ini khusus di buka hanya pada hari

71 Wawancara dengan Bapak Ade Kurniawan Kaum Masjid 72 Wawancara dengan Bapak K.H. Aaz Azhary ketua DKM Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 73 Kayu bacem menurut penjelasan Bapak Asmuni adalah kayu yang di rendem di air, contohnya di cirebon jaman sekarang, agar kayunya awet, kuat tahan lama tidak mudah di makan rayap, maka di rendem dan di timbun di sungai kecil dalam waktu yang lama.

74Dania Iriyani Dipublish Juli 26, 2013, http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1370/masjid-agung- sang-cipta-rasa-masjid-agung-cirebon-jawa-barat.

75 Kaum Masjid adalah nama lain dari pengurus/(DKM) Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 76 Wawancara dengan Bapak Adnan dan kang Munadi, pengurus Masjid Agung sang Cipta Rasa.

35 jum’at dan hari besar Islam saja, seperti Idul Fitri dan Idul Adha, dan ketika bulan ramadhan waktu magrib sampai sehabis sholat tarawih, pintu ini di buka hanya daun pintunya saja, akan tetapi pagarnya tidak di buka, pintu ini hanya bertujuan untuk imam kedua dalam menyambung shaf yang ada di depanya(di ruang utama masjid) agar gerakan sholatnya sama seperti imam yang di depan/agar jamaah yang berada di luar (serambi) bisa mendengar suara dan gerakan imam yang pertama melalui imam yang kedua tersebut. Di depan pintu ini terdapat bekas kolam kecil berukuran sekitar 3x4m. Kolam ini pada jaman dulu di gunakan oleh para Wali untuk mencuci kaki sebelum masuk masjid.

Gambar pintu utama masjid (sumber: dokumentasi penulis)

Dinding utara dan selatan mempunyai masing-masing empat buah pintu dari kayu dengan dua daun pintu. Pada dinding utara dan selatan terdapat masing masing 4 pintu yaitu: 2 Pintu berukuran sedang yang berada pojok dekat dinding barat dan timur berukuran tingginya sekitar 168 cm dan lebar 68 cm, sedangkan 2 pintu yang di tengah tingginya 122 cm dan lebar 53 cm atau sekitar 150 x 25 cm. Dulunya tinggi pintu semuanya sama bentuknya kecil semua 20cm, yang memaksa orang harus membungkuk, hal ini mempunyai makna filosofis bahwa kita harus tunduk terhadap perintah Allah.77

77 Wawancara dengan Bapak K.H. Aaz Azhary Ketua DKM Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

36

Interior Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. (sumber:dokumentasi penulis)

3. Tiang Jumlah tiang yang ada di luar adalah 44 buah, dan tiang yang berada di ruang utama masjid berjumlah 30 buah, jadi jumlah keseluruhan tiang yang ada di masjid agung sang cipta rasa berjumlah 74 buah tiang, Menurut salah satu petugas adzan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa jumlah tiang keseluruhannya adalah 74 buah tiang. Ini hal ini juga meberi penjelasan bahwa angka 7 disini menerangkan bahwa di bangunya Masjid Agung Sang Cipta dalam tujuh hari,78 dan ada juga yang mengatakan angka 7 berari proses penciptaan manusia melalui 7 kali proses79. Dan angka 4 menjelaskan do’a yang di baca setelah sholat jumat.80Do’a ini di bacakan oleh 4 oarang yaitu: imam, khotib, muroqi, salah satu petugas adzan pitu.81

Tiang berbentuk bulat dengan diameter 40 cm dan berdiri di atas tumpak, terbuat dari kayu jati berderet dari timur ke barat. Tiang ini terdiri dari 12 tiang utama atau biasa disebut oleh masyarakat Cirebon dengan soko guru, tiang ini mempunyai makna filsafat angka 12 berarti

78 Wawancara dengan Kang Munadi (Bacung) pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 79 Wawancara dengan Bapak Ade Kurniawan(Ahmad Mubarok) pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 80 Wawancara dengan kang Munadi (Bacung) petugas adzan pitu masjid agungsang ciptarasa dari kasepuhan. 81 Wawancara dengan Bapak Ismail petugas adzan pitu, sekaligus pegurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa

37 jumlah huruf yang terdapat pada kalimat tuhid lailahaillallah82, dan ada juga yag memaknai jumlah bulan dalam setahun.83Tingginya 17 meter mempunyai makna rakaat shalat lima waktu sehari semalam berjumlah 17 rakaat.84 Dan pernah masjid ini diteliti oleh orang jepang, yang konon katanya bangunan masjid ini dan tiangnya tahan gempa, dan sebagai bahan percontohan di negara sana.85

Dan 18 tiang lainya berada di dekat dinding sebagai pengiring, maknanya jumlah rakaat sholat sunah ngiring pesholat fardhu86. Tiang utama yang berjumlah 12 buah telah di topang besi, merupakanhasil pemugaran yang dilaksanakan tahun 1977/1978.87

Gambar foto tiang soko guru yang sudah di topang besi(sumber: dokumentasi penulis)

82 Wawancara dengan Bapak Ismail pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa 83 Wawancara dengan Bapak Ade Kurniawan kaum masjid 84 Wawancara dengan Bapak Ismail selaku kaum Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 85 Bapak Ade Kurniawan dan Bapak Adnan Maylani Kaum Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 86 Wawancara dengan Bapak Ade Kurniawan (Ahmad Mubarok) kaum Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

87http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1370/masjid-agung-sang-cipta-rasa-masjid-agung-cirebon- jawa-barat

38

Foto Interior Masjid, balok Balok Penghubung Antara Satu Tiang Dengan Tiang Lainnya (sumber: dokumentasi penulis)

4. Saka Tatal/Soko tatal

Masjid Agung Sang Cipta Rasa juga mempunyai saka tatal/soko tatal, seperti yang terdapat di Masjid Agung Demak, saka tatal artinya serpihan kayu yang di susun rapih sehingga menjadi sebuah tiang atau saka, saka tatal adalah ciri khas Sunan Kalijaga dalam membangun masjidnya seperti peninggalan beliau di Masjid Agung Demak. Beliau menyambung potongan- potongan tiang dan mengikatnya dengan lempeng besi menjadi satu tiang baru.88 Dalam bahasa Cirebon tatal berarti lebihan.89 Saka tatal ini terletak di pojok sebelah selatan berada di dekat tempat sholat kaum wanita. Saka tatal mengandung makna filosofi sebagai berikut: Jangan bercerai berai, berpegang teguh kepada Allah SWT dan Al-Qur’an. Orang-orang yang rusak masih bisa dirangkul untuk menuju jalan kebaikan. Hidup harus ada manfaatnya.90Di tambah lagi dari keterangan pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa, maknanya harus bersatu, bergotong royong, kompak, dalam kehidupan sehari-hari agar bisa saling membantu, menjadkan erat dalam

88http://www.akarasa.com/2015/01/masjid-sang-cipta-rasa-dibangun-hanya.html.

89Wawancara dengan Bapak Asmuni pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 90http://evienurjannah.blogspot.co.id/2015/01/masjid-agung-kasepuhan-sang-cipta-rasa.html.

39

persaudaraan, sehingga menimbulkan persatuan dan kesatuan yang kokoh.91Dalam ibadah kepada Allah harus meningkat, yang tadinya sholat fardu saja ditambah menjadi meningkat dengan mengerjakan sholat-sholat sunah lainya.92

Gambar Saka tatal/soko tatal (sumber : dokumentasi penulis)

5. Mihrab Dalam kasus masjid Wali Songo, memang bentuk denah ruang utama mesjid adalah bujur sangkar, tetapi untuk sebuah ruangan peribadatan ia dituntut harus memiliki titik orientasi. Dan kemudian hal itu diwujudkan dengan adanya mihrab yang terletak di sisi barat (arah kiblat). Mihrab ini berupa ceruk atau lubang yang ukurannya relatif kecil pada dinding bagian barat, yang fungsinya untuk tempat imam memimpin shalat. Mihrab inilah yang dianggap bagian paling sakral dalam tata ruang mesjid Wali Songo, oleh karenanya perlakuan terhadapnya sangatlah istimewa. Hal ini ditunjukkan oleh mesjid-mesjid yang dikaji. Pada dinding bagian depan mihrab mesjid Agung Demak ditempatkan tableau berbentuk kura- kura, yang oleh para sejarawan ia dianggap sebagai petunjuk tentang pendirian mesjid. Pada bagian atas dinding di dekat mihrab mesjid Menara Kudus ditempatkan inskrpsi yang juga menerangkan tentang pendirian mesjid. Dan pada bagian atas mihrab mesjid Agung Sang Cipta Rasa ditempatkan ukiran batu berbentuk kuncup bunga teratai, yang melambangkan bahwa manusia itu sesungguhnya tak mempunyai kuasa apapun. Sang imam harus berdiri tepat di bawah ukiran batu itu saat memimpin shalat, dan merendahkan dirinya di hadapan

91Wawancara dengan Bapak Adnan Maylani selaku muadzin Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 92Wawancara dengan Bapak Asmuni selaku pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang paling tua usianya.

40

Allah. Ketika seseorang memasuki ruangan tengah mesjid maka pandangannya segera tertuju ke arah mihrab. Secara teoritis, hal ini dijelaskan oleh Ching, bahwa untuk mempengaruhi penglihatan dalam ruang, maka salah satu bidang yang membatasi dapat dibedakan dalam bentuknya dari yang lain, baik dalam ukuran, bentuk maupun permukaan bentuk (Ching,1979: 168). Dalam kasus mesjid, dengan adanya mihrab pada pembatas ruang sisi barat, maka ia telah berbeda dengan ketiga pembatas lainnya.93 Pada dinding barat di ruang utama Masjid Agung Sang Cipta Rasa, terdapat bagian yang menonjol yang disebut mihrab dengan ukuran 244 x 140 x 250 cm. Dinding mihrab bagian utara dan selatan tegak lurus, sedangkan dinding barat berbentuk setengah lingkaran. Di kanan kirinya terdapat tiang berbentuk bulat dengan hiasan kuncup teratai di atasnya. Bagian tengah tiang diukirkan hiasan meander sedangkan bagian bawah terdapat umpak. Atap mihrab berbentuk lengkungan dan di tengah lengkungan terdapat motif bunga matahari. Adanya bentuk bunga matahari di mihrab masjid ini, mengingatkan kita pada bentuk Surya Majapahit yang merupakan lambang kebesaran Kerajaan Majapahit. Memang tak mengherankan, karena konon memang proses pembangunan masjid ini turut melibatkan Raden Sepat yang tak lain adalah panglima pasukan Majapahit yang kalah perang dalam serangannya ke Demak di masa kekuasaan Raden Fatah dan kemudian memeluk Islam.94 Pada bagian mihrab masjid, terdapat ukiran berbentuk bunga teratai yang dibuat oleh Sunan Kalijaga. Selain itu, di bagian mihrab juga terdapat tiga buah ubin bertanda khusus yang melambangkan tiga ajaran pokok agama, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Konon, ubin tersebut dipasang langsung oleh Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga pada awal berdirinya masjid.95

Makna filosofis yang terdapat di mihrab, menunjukan adanya gambar ombak laut segara disebut mungal yang artinya adalah sifat rahman rahimnya Allah tidak terbatas, dan gunung disebut mangil artinya menurut bapak azhari yaitu dalam belajar menuntut ilmu, seorang mahasiswa atau santri atau murid, itu harus mudawamah monoton yang terus menerus dan sungguh-sungguh, karena gunung tidak rapuh terkena panas dan hujan, dalam tingkatan para

93Ashadi,Perkembangan Arsitektur Mesjid Walisongo di Jawa, NALARs Volume 11 No 2 Juli 2012 : 143- 160. hlm. 149-150. 94http://evienurjannah.blogspot.co.id/2015/01/masjid-agung-kasepuhan-sang-cipta-rasa.html.

95http://www.akarasa.com/2015/01/masjid-sang-cipta-rasa-dibangun-hanya.html.

41 sahabat disebut istiqomah, dan matahari disebut mungup artinya surur ma’rifat ketika seseorang sudah pinter dan mencapai tingkat ma’rifat.96Ada juga pendapat yang menerangkan makna mungal, mangil, mungup, yang terletak di mihrab atau pengimaman. Ada juga Pendapat maknanya terfokus dan di kaitkan pada posisi seorang imam, mungal bermakna ketika orang menjadi imam atau pemimpin harus mempunyai wawasan yang luas seperti lautan segara, mangil artinya seorang imam atau pemimpin harus tinggi ilmunya, mungup artinya seorang imam atau pemimpin harus bisa memberikan pencerahan kepada rakyatnya.97

Gambar Mihrab atau tempat pengimaman Masjid Agung Cirebon

(sumber:dokumentasi penulis)

Di kiri dan kanan mihrab terdapat masing-masing 8 buah lubang angin berbentuk belah ketupat dan terdiri dari dua baris, di dinding kanan dan kiri masing- masing 14 lubang angin, jadi keseluruhanya berjumlah 44 buah lubang angin yang ada di Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

96 Wawancara dengan Bapak K.H. Aaz Azhary ketua DKM Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 97 Wawancara dengan Bapak Adnan Maylani selaku kaum Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

42

Gambar lubang angin bentuk belah ketupat (sumber : dokumentasi penulis)

6. Mimbar Mimbar yang diberi nama Sang Ranggakosa ini terletak di utara mihrab dan tidak menempel pada dinding. Bentuknya seperti kursi berukuran 122 x 66 x 230 cm dengan tiga anak tangga dan tangan kursi menyatu dengan tiang mimbar. Pada sandaran tangga naik terdapat hiasan bunga teratai dan salur-salur. Bagian atas sandaran mimbar dihiasi salur salur yang melengkung, sedangkan bagian tangan berbentuk lengkungan yang dihiasi salur-saluran dan bunga-bungaan. Pada bagian tiang diukir motif bunga dan rantai beselang-selang. Hiasan yang terdapat pada tiang dan samping mimbar yaitu hiasan sulur-sulur, bunga, rantai, meander dan bingkai cermin. Ada dua mimbar di dalam masjid ini yang bentuk dan ukurannya sama persis. Mimbar yang sekarang dipakai untuk tempat khotib berkhotbah merupakan mimbar pengganti (duplikat) dari yang aslinya, disebelah utara mimbar ini terdapat maksurah kesultanan kasepuhan, dan disebelah utara maksurah tersebut, terdapat mimbar yang lama (yang sudah tidak di gunakan untuk tempat khotib dalam ber khotbah. Pada bagian kaki mimbarnya ada bentuk seperti kepala macan, mengingatkan pada kejayaan Prabu Siliwangi raja Padjajaran yang tak lain adalah Kakek dari Sunan Gunung Jati dari garis Ibu.98 Pada mimbar rangga kosa ini, ketika di pakai untuk berkhotbah oleh khotib pada waktu sholat jum’at, sholat Idul Fitri dan Idul Adha, selalu terdapat delepak, delepak ialah: semacam lentera yang menyala, dan konon katanya apinya tidak boleh mati. Masjid Agung Sang Cipta

98http://evienurjannah.blogspot.co.id/2015/01/masjid-agung-kasepuhan-sang-cipta-rasa.html.

43

Rasa mempunyai dua delepak , satu di pasang di mimbar, ketika ada pelaksanaan khotbah saja, seperti pada waktu sholat jum’at, saholat Idul Fitri dan Idul Adha. Dan delepak yang kedua di letakkan di serambi, tepatnya di bawah bedug sebelah ruangan kemit Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Delepak ini setiap hari selama 24 jam apinya menyala terus, tidak boleh mati. Fungsi mistinya yaitu, agar banyak tamu yang berdatangan ke Masjid Agung Sang Cipta Rasa tersebut, baik mereka bertujuan untuk mampir sholat, dzikir, bahkan wisata religi, sehingga Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang merupakan masjidnya para Wali ini menjadi ramai dan makmur.99

Mimbar Masjid Agung Sang Cipta Rasa Sang Rangga Kosa, Duplikat, Yang Aslinya sudah tidak digunakan karna termakan oleh usia (Sumber: Dokumentasi Penulis)

7. Maksurah / krapyak Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon mempunyai dua maksurah/krapyak dengan bentuk persegi berukuran 325 x 250 cm. Maksurah merupakan pagar berbentuk kayu yang dugunakan untuk tempat shalat para sultan Kasepuhan dan Kanoman. Maksurah, banyak ditemui di masjid masjid tua Arabia, Afrika Utara hingga wilayah wilayah bekas kekuasaan emperium Turki Usmani. Fungsi awalnya adalah sebagai perlindungan bagi Sultan dan pejabat tinggi kerajaan selama melaksanakan sholat di masjid dari kemungkinan serangan fisik terhadap petinggi kerajaan. Di dalam maksurah ini pada masanya juga dilengkapi dengan senjata ringan pembelaan diri seperti tombak dan lainnya.100

99 Wawancara dengan Bapak Munadi (Bacung) pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 100 http://evienurjannah.blogspot.co.id/2015/01/masjid-agung-kasepuhan-sang-cipta-rasa.html

44

Maksurah sultan Kasepuhan letaknya di sebelah barat, tepatnya di sebelah mimbar.

Gambar maksurah/krapyak kesultanan kasepuhan (Sumber: dokumentasi penulis)

Sedangkan maksurah sultan Kanoman berada di timur, tepatnya di pintu masuk dekat saka tatal, di sebelah selatan.

Gambar maksura/krapyak kesultanan kanoman (Sumber: dokumentasi penulis)

Maksurah ini di buat mengikuti gaya kerajaan turki utsmani. Maksurah, banyak ditemui di masjid masjid tua Arabia, Afrika Utara hingga wilayah-wilayah bekas kekuasaan emperium Turki Utsmani. Fungsi awal maksurah adalah sebagai perlindungan bagi Sultan dan pejabat tinggi kerajaan selama melaksanakan sholat di masjid dari kemungkinan serangan fisik terhadap petinggi kerajaan. Di dalam maksurah ini pada masanya juga dilengkapi dengan senjata ringan pembelaan diri seperti tombak dan lainnya.

45

Maksurah di Masjid Agung Sang Cipta Rasa mempunyai makna filosofisnya, merupakan bentuk pemikiran Sunan Gunung Jati dalam memikirkan keturunannya, agar para Raja dan keluarganya bahkan sampai keturunannya, ketika melaksanakan sholat atau tidaknya, itu terlihat langsung oleh rakyatnya, sehingga hal ini menimbulkan rasa malu bagi kalangan Raja dan keturunannya, untuk tidak melaksanakan sholat jum’at dan sholat Idain di Masjid Agung Sang Cipta Rasa hingga sekarang.101 8. Serambi

Serambi Masjid Agung Sang Cipta Rasa ada dua bagian, yaitu serambi dalam yang berada di sekeliling bangunan ruang utama, yang merupakan bangunan Asli pada masa Walisongo dengan cirinya: saka /tiang nya, terbuat dari kayu jati berbentuk bulat memanjang ke atas, dan lantainya juga berbeda dengan bangunan yang baru/serambi luar. Dan serambi luar yang berada di sekeliling serambi dalam merupakan hasil pemugaran/bangunan tambahan, cirinya tiang/saka berbentuk balok memanjang ke atas, Serambi yang terletak di sekeliling bangunan ruang utama ini merupakan bangunan terbuka, dan atapnya bersatu dengan bangunan ruang utama.

9. Serambi bangunan asli pada masa Walisongo Serambi terdapat empat bagian, yaitu serambi selatan, serambi timur, serambi utara dan serambi barat.

a. Serambi selatan Serambi Selatan letaknya berada di sisi selatan ruang utama dan dinamakan serambi Pawestren.102Ada juga yang menyebutkan bahwa nama serambi ini adalah prabayaksa.103 Serambi ini mempunyai 14 tiang bulat dan 13 tiang persegi. Tiang bulat terdiri dari dua baris. Baris pertama tingginya 7 m yang menyangga atap kedua Masjid Agung Sang Cipta Rasa, dan baris ke dua tingginya 3 m.

101 Wawancara dengan Bapak Ismail Selaku pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 102 Wawancara dengan Bapak Ade Kurniawan(Ahmad Mubarok) Pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

103 Dania Iriyani Dipublish Juli 26, 2013, http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1370/masjid-agung- sang-cipta-rasa-masjid-agung-cirebon-jawa-barat.

46

Gambar Serambi selatan (sumber : dokumentasi penulis)

b. Serambi Timur Serambi Timur ini berukuran 33 x 6,5 m dan dinamakan serambi Pamandangan.104 Di depan pintu masuk terdapat lubang persegi dengan ukuran 5,60 x 2,60 x 0,40 m yang diperkirakan sebagai tempat mencuci kaki. Di dalam serambi terdapat 30 tiang kayu, terdiri dari tiga baris. Baris pertama dan kedua berbentuk bulat polos dan berdiri di atas umpak.

c. Serambi utara Serambi utara ini disebut juga serambi pawestren105 berukuran 29 x 6,40 m, tiang dan atapnya sama dengan serambi sisi selatan. Pada serambi ini terdapat sebilaj rotan106 peninggalan prara wali, yang berfungsi sebagai penjemur baju para Wali, khususnya Sunan Kalijaga.

Gambar Serambi Utara (Sumber: Dokumentasi Penulis)

104 Wawancara dengan Bapak Ade Kurniawan(Ahmad Mubarok) pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

105 Wawancara dengan Bapak Ade Kurniawan(Ahmad Mubarok) pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 106 Wawancara dengan Bapak Ismail Kaum Masjid Agung Kasepuhan.

47

d. Serambi barat, untuk pengurus (Kemit Masjid Agung Sang Cipta Rasa) Serambi sisi barat diberi pagar pada bagian utara dan selatan. Ukuran serambi ini 33 x 7 m dengan 30 tiang dalam tiga baris, berbentuk persegi dan bulat. Dalam serambi terdapat sebuah bedug dengan panjang 1 m dan garis tengah 0,80 m. Bedug tersebut diberi nama Sang Guru Mangir atau Kyai Buyut Tesbur Putih107 yang digantung pada sebuah balok yang melintang di antara dua pengeret.

Gambar Foto Bedug Masjid Agung Sang Cipta Rasa( Sumber : Dokumentasi Penulis)

10. Serambi Tambahan hasil pemugaran a. Serambi timur Serambi ini merupakan bangunan tambahan hasil pemugaran, terletak di sebelah timur bangunan utama yang terdiri dari dua serambi, masing-masing berukuran 31 x 15 m dan 31 x 11 m dengan denah persegi panjang. Serambi pertama terdiri atas 46 tiang yang berdiri pada umpak. Tiang utama berjumlah delapan buah terletak dalam dua baris tanpa hiasan. Serambi kedua berjumlah 38 buah tiang dengan delapan tiang utama dalam dua baris.

b. Serambi Selatan dan Utara Serambi selatan berfungsi sebagai tempat shalat kaum wanita.. Tiang serambi ini ada 44 buah dan terbagi atas lima jalur berdiri di atas umpak putih polos berukuran 28 x 28 x 25 cm. Bagian bawah tiang berbentuk segi delapan. Pada keempat sisi umpak terdapat hiasan tumpal. Atap serambi berbentuk limasan dari bahan sirap. Serambi utara berdampingan dengan serambi

107Nama bedug ini di dapat dari tulisan Dania Iriyani Dipublish Juli 26, 2013 , http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1370/masjid-agung-sang-cipta-rasa-masjid-agung-cirebon-jawa-barat.

48

Pemandangan, berbentuk persegi panjang berukuran 17,00 x 7,00 m. Tiang yang terdapat di serambi berjumlah 32 buah terdiri dari lima jalur. Tiang yang paling selatan merupakan tiang yang berfungsi sebagai penghubung antar atap.

11. Banyu Cis

Banyu berarti air dan Cis diambil dari nama tombak yang digunakan untuk khotbah Di Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Banyu Cis di zaman dahulu merupakan tempat wudlunya para Wali. Dan situ juga Para Wali membuat sumur bulat yang berjumlah 2 buah, mengandung makna bahwa bulatkan tekad dalam membaca dua kalimat Syahadat.

Ada yang menganalogikan bahwa Banyu Cis adalah air zam-zamnya orang Cirebon, karena banyak masyarakat meyakini bahwa air yang di ambil dari sumur itu bisa menyembuhkan sakit dan penglaris jualan karena berkahnya para wali. Ada yang berpendapat bahwa “beliau pernah membaca buku the power of water didalamnya menerangkan bahwa: air yang telah di bacakan do’a oleh seseorang, maka air tersebut berubah molekulnya menjadi positif, begitu juga dengan Banyu Cis, letak Banyu Cis terdapat pada wilayah masjid dekat dengan tempat sholat dan tempat ibadah, yang setiap harinya bersentuhan langsung dengan doa orang-orang yang melakukan sholat, jadi inilah yang menyebabkan banyu cis mustajab.108

Gambar Banyu Cis (Sumber: Dokumentasi Penulis)

12. Tempat Wudlu

108 Wawancara dengan Bapak Ismail kaum Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

49

Pada Masjid Agung Cirebon terdapat empat tempat wudhu,. Bak airnya berbentuk persegi panjang berukuran 5,00 x 1,30 x 0,60 m terletak di sebelah utara samping serambi utara yang sumber airnya berasal dari sumur.

Gambar Tempat Wudlu Sebelah Utara (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Tempat wudlu yang dilengkapi kamar mandi terdapat di sebelah selatan, barat daya, dan timur laut. Atap bangunan berbentuk tajug yang disangga oleh tiang, tetapi yang terletak di barat daya beratap sirap bentuk limasan. Atap bangunan tersebut disangga oleh tiang.

Gambar tempat wudlu sebelah selatan (sumber : dokumentasi penulis)

13. Istiwa Istiwa adalah alat penunjuk waktu dengan memakai sinar matahari. Bentuknya bundar dengan tonggak besi di permukaannya, letaknya di halaman utara samping ruang kemit Masjid Agung Sang Cipta Rasa, dan berdiri di atas dua buah alas persegi. Alas bawah berukuran 60 x 60 x 7 cm sedangkan yang di atas 53 x 53 x 30 cm.

50

Gambar Istiwa ( Sumber: Dokumentasi Penulis)

Selain istiwa, Para wali juga menggunakan hisab sebagai penentu waktu sholat, dikarenakan semisal cuaca dalam keadaan medung, maka susah untuk melihat sinar matahari. Jadi dilakukanlah hisab/nujum untuk melihat hitungan tahun. Kalender hisab ini terletak di dinding serambi utara dekat bedug Masjid Agung Sang Cipta Rasa.109

D. Fungsi Masjid Agung Sang Cipta Rasa Fungsi Masjid Agung Sang Cipta Rasa sama seperti masjid- masjid pada umumnya yaitu: sebagai tempat untuk beribadah, seperti sholat, itikaf, berdo’a, tahlilan, dan kegiatan yang berbau religius lainya, akan tetapi yang membedakan masjid ini dengan masjid-masjid lain pada umumnya adalah di buat langsung oleh para Wali, sehingga fungsinya juga pada masa sekarang ini juga dapat digunakan sebagai wisata ziarah/wisata religion. Kegiatan sholat berjamaah 5 waktu yaitu, Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh, tidak di laksanakan di ruang utama masjid, akan tetapi bertempat di serambi utama(serambi pemandangan) yang terletak di depan pintu utama, bertujuan agar masyarakat yang sedang berada di luar melihat jamaah yang sedang sholat, dan merekapun ikut sholat berjamaah di Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan sampai sekarang. Akan tetapi sholat berjamaah, yang di kerjakan di ruang utama Masjid Agung Sang Cipta Rasa biasanya: sholat jum’at, sholat tarawih, sholat Idul Fitri dan Idul Adha. Mungkin karena pada waktu-waktu tersebut jumlah orang yang ikut sholat berjamaahnya banyak.110

109 Wawancara dengan Bapak Ade Kurniawan (Ahmad Mubarok) Pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa. 110 Wawancara dengan bapak adnan maylani pengurus masjid agung sang cipta rasa.

51